laporan kasus penatalaksanaan abses septum nasi pada anak … · 2017. 6. 4. · lo (2004) di cina...
TRANSCRIPT
-
Laporan Kasus
PENATALAKSANAAN ABSES SEPTUM NASI PADA ANAK
Oleh
U Tei Dominica Fredlina, Luh Made Ratnawati, Sari Wulan Dwi Sutanegara
Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/RS Sanglah Denpasar
I. PENDAHULUAN
Abses septum adalah kumpulan nanah yang berada di antara tulang rawandan mukoperikondrium atau di antara tulang septum dan mukoperiosteum yangmelapisinya. Abses septum nasi merupakan suatu penyakit yang cukup jaranginsidennya, dan merupakan salah satu kedaruratan di bidang rinologi karena dapatmenyebabkan berbagai komplikasi seperti meningitis, abses otak, empiema subarakhnoid, dan trombosis sinus kavernosus yang semua dapat menyebabkan
kematian yang cukup tinggi.1,2,3
Penyebab paling sering dari abses septum adalah trauma (75%). Penyebab
lain adalah akibat penyebaran dari sinus ethmoid dan sinus sfenoid. Disamping itu
dapat juga terjadi akibat penyebaran dari infeksi gigi. Lo (2004) di Cina
mendapatkan 7% abses septum nasi disebabkan oleh komplikasi akibat tindakan
septomeatoplasti. Pada kondisi tertentu yang cukup jarang terjadi, abses dapat
timbul spontan dan tidak ada penyebab yang bisa ditemukan baik itu dari
anamnesis maupun investigasi pemeriksaan lainnya, sehingga disebut dengan
abses septum dengan penyebab idiopatik.1,3
Abses septum lebih banyak terjadi pada laki-laki. Sebanyak 74% mengenai
usia di bawah 31 tahun, dan 42% mengenai usia antara 3-14 tahun. Pada suatu
center besar telah dilaporkan kasus abses septum nasi yaitu kurang dari 10 kasus
pertahun. Rumah Sakit (RS) Royal Children di Melbourne Australia melaporkan
sebanyak 20 pasien abses septum selama 18 tahun dan RS Cipto Mangunkusumo
mendapatkan 9 kasus selama 5 tahun (1989-1994). Di bagian THT-KL FK-
USU/RSUP H. Adam Malik Medan selama tahun 1999-2004 hanya mendapatkan
5 kasus. Di RS M. Djamil Padang didapatkan 3 kasus abses septum nasi dalam
1
-
periode waktu 2 tahun.3 Sementara di RS Sanglah Denpasar didapatkan data yangtercatat mengenai jumlah kasus abses septum nasi sebanyak 2 orang dari tahun 2014-2016.
Kasus ini dilaporkan agar para klinis lebih mewaspadai dan memiliki kecurigaan
yang tinggi terhadap kejadian abses septum nasi terutama pada pasien-pasien dengan
keluhan hidung tersumbat dan gambaran infeksi berat (sepsis), sehingga dapat ditegakkan
diagnosis secara dini dan pengobatan yang tepat, guna mencegah tidak hanya timbulnya
komplikasi kosmetik karena deformitas hidung namun juga mencegah penyebaran infeksi
ke intrakranial dan menurunkan angka kematian akibat komplikasinya.
II. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Septum Nasi
Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang, kanan dan kiri. Septum
nasi dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Septum nasi dilapisi oleh perikondrium padabagian tulang rawan dan periosteum pada bagian tulang, sedangkan diluarnya dilapisi
oleh mukosa hidung.4,5
Bagian tulang rawan adalah kartilago septum nasi (lamina kuadrangularis) dan
kolumela. Bagian tulang yang membentuk septum nasi terdiri dari 1) kartilago
kuadrangularis, 2) lamina perpendikularis os ethmoid, 3) os vomer, dan 4) krista nasalis
maksila (Gambar 1).4,5
Perpendicular plate ofethmoid bone
Quadrilateralcartilage
Upper lateralcartilage
Lower lateral vomercartilage
Nasal crest of palatine bone
CollumelaPremaxilla
-
Gambar 1. Anatomi Septum Nasi5
2
-
Septum nasi terletak pada tulang penyangga yang terdiri dari (ventral ke
dorsal) spina nasal anterior, premaksila, dan vomer. Pada bagian kaudal, kartilago
septum nasi bebas bergerak dan berhubungan dengan kolumela oleh membran
septum nasi. Pada bagian dorsal bersatu dengan perpendikularis os ethmoid. Pada
bagian ventral, berhubungan dengan dua kartilago triangularis (kartilago lateral atas),
dan bersama-sama membentuk kartilago vault dan batang hidung.4
Bagian tulang septum nasi terdiri dari lamina perpendikularis os ethmoid,
premaksilaris dan vomer yang merupakan perluasan dari rostrum sfenoid. Kerangka
tulang rawan dari septum nasi dan kartilago lateral atas yang berbentuk huruf “T”
memberi kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan dari tulang di sekitarnya.
Kartilago kuadrangularis adalah bagian medial kerangka “T” hidung.4,5
Kaudal hidung sampai di daerah inferior septum nasi terletak pada krista
maksilaris dan diikat oleh perikondrium dan periosteum. Reseksi atau destruksi dari
tulang rawan tersebut akibat trauma atau operasi pengangkatan kartilago
kuadrangularis yang berlebihan akan mengakibatkan bentuk hidung seperti pelana.4
-
Bagian anterosuperior septum nasi dan dinding lateral memperoleh perdarahan
dari arteri etmoidalis anterior dan posterior, sedangkan bagian posteroinferior septum
nasi memperoleh perdarahan dari arteri sfenopalatina dan arteri maksilaris interna.4
Pada bagian kaudal septum nasi terdapat pleksus Kiesselbach yang terletak tepat
di belakang vestibulum. Pleksus ini merupakan anastomosis dari arteri sfenopalatina,
arteri ethmoidalis anterior, dan arteri palatina mayor. Area ini paling sering menjadi
sumber perdarahan atau epistaksis.4,5
Bagian anterosuperior hidung bagian dalam dipersarafi oleh nervus ethmoidalis
anterior dan posterior, sedangkan cabang dari nervus maksilaris dan ganglion
pterigopalatina mempersarafi bagian posterior dan sensasi pada bagian anteroinferior
septum nasi dan dinding lateral.4,5
3
-
2.2 Abses Septum Nasi
2.2.1 Epidemiologi
Angka insiden sebenarnya dari abses septum nasi belum diketahui secara pasti,
namun beberapa kasus telah dilaporkan. Pada suatu center besar telah dilaporkan kasus
abses septum nasi yaitu kurang dari 10 kasus pertahun. Eavey mendapatkan 3 kasus abses
septum nasi selama periode 10 tahun di Children Hospital Los Angeles. Fearon
mendapatkan 43 kasus dalam periode 8 tahun di Hospital for Sick Children di Toronto.
Ambrus menyatakan pada dekade terakhir ini didapatkan hanya 16 kasus yang terjadi
lebih dari periode 10 tahun di Massachusetts Eye and Ear Infirmary. Abses septum nasi
sering terjadi akibat dari hematoma septum yang terinfeksi setelah trauma hidung, dan
biasanya terjadi pada anak-anak. 1,2,6
2.2.2 Etiologi dan Patogenesis
Abses septum nasi adalah suatu timbunan materi purulen yang terletak antarabagian kartilago atau tulang septum nasi dengan mukoperikondrium atau
mukoperiosteum.2,4,7
Penyebab abses septum nasi paling sering adalah trauma hidung, baik itu trauma
berat seperti kecelakaan, perkelahian, olahraga, maupun trauma yang sangat ringan
sehingga sering tidak disadari penderita seperti akibat mengorek kotoran hidung atau
mencabut bulu hidung. Dispenza (2004) memberikan istilah pada supurasi septum akibat
trauma sebagai abses septum nasi primer, sedangkan penyebab lainnya dianggap sebagai
abses septum nasi sekunder. Abses septum nasi juga dapat terjadi spontan pada pasien
dengan gangguan sistem imun yang didapat.4,8
Abses septum nasi hampir selalu didahului oleh hematoma septum yang kemudian
mengalami infeksi. Trauma yang terjadi pada septum nasi akan merobek pembuluh darah
yang berbatasan dengan tulang rawan septum nasi. Darah akan terkumpul pada ruang di
antara tulang rawan dan mukoperikondrium. Hematoma ini akan memisahkan tulang
rawan dari mukoperikondrium, sehingga aliran darah sebagai nutrisi dan oksigenasi
untuk jaringan tulang rawan terputus,
-
4
-
maka terjadilah nekrosis. Tulang rawan septum nasi yang tidak mendapat aliran darahmasih dapat bertahan hidup selama tiga hari, setelah itu kondrosit akan mati dan resorpsitulang rawan akan terjadi. Akibat keadaan yang relatif kurang steril di bagian anteriorhidung, hematoma septum nasi dapat dengan mudah terinfeksi dan berubah menjadi
abses septum nasi.4
Staphylococcus aureus merupakan organisme yang paling sering ditemukan pada
kultur abses septum nasi. Organisme lain yang dapat juga ditemukan pada kultur abses
diantaranya Streptococcus pneumoniae, Streptococcus milleri, Streptococcus viridans,
Staphylococcus epidermidis, Haemophilus infuenzae dan beberapa organisme anaerob
lain. Jamur dan mikroorganisme lain yang tidak lazim juga dapat ditemukan pada kultur
abses terutama pada penderita dengan gangguan sistem imun atau pada bayi baru lahir.4,7
2.2.3 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.Sebagian besar abses septum nasi biasanya memiliki riwayat trauma, kadang-kadangpenderita tidak menyadari terjadinya trauma tersebut. Trauma septum nasi dan mukosadapat terjadi tanpa adanya cedera pada hidung bagian luar. Abses septum nasi sering
timbul 24-48 jam setelah trauma, terutama pada dewasa muda dan anak-anak.4
Gejala abses septum nasi paling sering adalah hidung tersumbat yang progresifyang disertai rasa nyeri. Rasa nyeri terutama dirasakan di daerah dorsum nasi terutamapuncak hidung, selain itu juga didapatkan keluhan demam, sakit kepala, bahkankelemahan umum. Pada anamnesis juga perlu ditanyakan riwayat operasi hidungsebelumnya, gejala peradangan hidung dan sinus paranasal, furunkel intranasal, penyakit
gigi dan penyakit sistemik.4,7
Identifikasi abses septum nasi sangat mudah bagi para ahli, namun tidak jarang
banyak dokter gagal dalam mengamati keadaan ini. Abses septum nasi mungkin dapat
diabaikan dan kondisi tersebut diterapi sebagai rinitis dengan septum deviasi atau
penebalan septum nasi.2 Pada pemeriksaan awal terkadang
-
5
-
pada inspeksi masih tampak kelainan berupa ekskoriasi, laserasi kulit, epistaksis,
deformitas hidung, edema dan ekimosis.4
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior, tampak pembengkakan unilateral ataupunbilateral, mulai tepat di belakang kolumela meluas sampai ke posterior dengan jarak yangbervariasi. Septum nasi yang berwarna kemerahan atau kebiruan menunjukkan adanyahematoma. Pada palpasi dengan forsep bayonet atau aplikator kapas dapat ditemukan
fluktuasi dan nyeri tekan, dan pada aspirasi akan didapatkan pus.4
Pus yang diperoleh dari aspirasi sebaiknya dilakukan pemeriksaan kultur jenis
kuman dan sensitifitas terhadap antibiotik. Selain berfungsi untuk diagnostik, aspirasi pus
juga berguna untuk mengurangi tegangan jaringan di daerah abses sehingga mengurangi
keluhan nyeri, serta mengurangi resiko komplikasi infeksi ke intrakranial. Pemeriksaan
laboratorium darah dan kimia juga perlu dilakukan untuk menegaskan infeksi dengan
ditemukannya leukositosis dan juga mencari faktor resiko sistemik lainnya. Selain itu,
pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan untuk membantu mencari etiologi
maupun komplikasi adalah dengan melakukan foto rontgen sinus paranasal atau
pencitraan tomografi kepala.4
2.2.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan abses septum nasi yang dianjurkan saat ini adalah drainase,pemberian antibiotik parenteral, dan rekonstruksi defek septum. Antibiotika diberikanempiris sesuai dugaan kuman penyebab sambil menunggu hasil kultur untuk pemberianantibiotik definitif. Tujuan dari rekonstruksi adalah untuk menyangga dorsum nasi,memelihara keutuhan dan ketebalan septum, mencegah perforasi septum yang lebih luas,
dan mencegah obstruksi nasal akibat deformitas.4
Insisi abses dilakukan dengan bantuan anestesi lokal atau umum, dengan jarak
2mm dari kaudal kartilago, kira-kira perbatasan antara kulit dan mukosa (hemitransfiksi)
atau caudal septal incision (CSI) pada daerah sisi kiri septum nasi. Septum nasi dibuka
secara perlahan tanpa merusak mukosa. Jaringan
-
6
-
granulasi, debris, dan kartilago yang mengalami nekrosis diangkat dengan menggunakankuret dan suction. Sebaiknya semua jaringan patologis diangkat, kemudian dilakukan
pemasangan tampon anterior dan pemasangan drain untuk mencegah rekurensi.4
Drainase bilateral merupakan suatu kontraindikasi karena dapat menyebabkan
perforasi septum nasi. Pada abses yang terjadi bilateral, dianjurkan untuk segera
melakukan eksplorasi dan rekonstruksi septum nasi dengan pemasangan implan tulang
rawan.4
2.2.5 Komplikasi
Komplikasi akibat abses septum nasi dapat dibagi menjadi dua yaitu, komplikasi
lokal pada hidung dan sekitarnya, serta komplikasi intrakranial. Abses septum yang tidak
segera ditanggulangi akan dapat menyebabkan perforasi septum nasi akibat keterlibatan
bagian tulang septum dan kartilago triangular. Pada akhirnya sedikit atau banyak akan
terjadi parut dan hilangnya penyangga pada 2/3 kaudal septum, dimana keterlambatan
diagnosis dan penanganan yang adekuat dapat menyebabkan destruksi tulang rawan dan
tulang hidung yang akan menghasilkan perubahan kosmetik berupa deformitas pada
hidung menyerupai pelana, retraksi kolumela, dan pelebaran dasar hidung. Penjalaran
infeksi ke organ-organ di sekitar hidung dapat juga melalui saluran limfe dan selubung
saraf olfaktorius sehingga terjadi infeksi ke orbita dan sinus paranasal.2,4
Selain kosmetik, abses septum nasi dapat juga menimbulkan komplikasi yang beratakibat penjalaran infeksi ke intrakranial melalui beberapa mekanisme. Pertama, melaluipembuluh-pembuluh darah vena dari segitiga berbahaya yaitu daerah di dalam garissegitiga dari glabela ke kedua sudut mulut. Vena-vena tersebut melalui vena angularis,
vena oftalmika, vena ethmoidalis, yang akan bermuara di sinus kavernosus.4,9
Kedua, infeksi masuk melalui mukosa hidung kemudian melalui pembuluh limfe
atau pembuluh darah bermuara di sinus longitudinal dorsalis dan sinus lateralis. Ketiga,
melalui saluran limfe dari meatus superior melalui lamina kribriformis dan lamina
perpendikularis os ethmoid yang bermuara ke ruang
-
7
-
subarakhnoid. Keempat, invasi langsung saat operasi, erosi lokal diduga dapat juga
merupakan jalan atau kebetulan bila ada kelainan kongenital. Dan terakhir melalui
selubung perineural, yaitu selubung olfaktorius yang menuju intrakranial melalui lamina
kribriformis.4,9
III. LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki berumur 12 tahun, suku Jawa, datang ke Poliklinik
Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher (THT-KL) Rumah Sakit (RS) Sanglah Denpasar
pada tanggal 5 Januari 2016 rujukan dari dokter spesialis THT-KL RSUD Singaraja
dengan suspek abses septum nasi.
Pasien diantar oleh orang tuanya mengeluh kedua hidung tersumbat sejak 10 hari
yang lalu. Hidung dirasakan bengkak dan nyeri bila disentuh. Pasien dikatakan demam
sejak 3 hari yang lalu tetapi tidak menggigil serta mengeluh sakit kepala. Pasien
sebelumnya telah mendapat terapi avamys, cefadroxil, pseudoefedrin, dan metil
prednisolon.
Pasien tidak ada riwayat trauma pada hidung, riwayat sakit gigi tidak ada, riwayat
diabetes melitus tidak ada. Pasien dikatakan ada riwayat batuk dan pilek 6 hari
sebelumnya dan riwayat sering mengorek-ngorek hidung ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan bahwa keadaan umum pasien baik, kesadarankomposmentis, tensi 110/70 mmHg, frekuensi nadi 88 x/menit, frekuensi pernafasan 20
x/menit, dan temperatur 37o. Status generalis kesan normal. Pada pemeriksaan rinoskopi
anterior didapatkan kavum nasi dekstra dan sinistra tampak sempit, terdapatpembengkakan septum nasi bilateral dengan permukaan licin dan berwarna kemerahan(Gambar 2). Terdapat nyeri tekan dan fluktuasi pada pembengkakan tersebut. Padapemeriksaan telinga dan tenggorok tidak ditemukan kelainan.
Diagnosa banding adalah abses septum dan hematoma septum. Kemudian
ditegakkan diagnosis kerja abses septum nasi, berdasarkan aspirasi yang dilakukan pada
sisi kiri hidung dan hasil aspirasi tersebut keluar pus 1 cc kemudian dilakukan
-
pemeriksaan kultur dan tes sensitifitas. Pasien kemudian dianjurkan rawat inap untuk
dilakukan tindakan insisi dan drainase abses.
8
-
Hasil pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin 14,9 g/dL, leukosit 10,7 x
103/uL, hematokrit 47,4%, trombosit 718 x 103/uL dan gula darah sewaktu 84 mg/dL.Pada pemeriksaan cor dan pulmo tidak tampak kelainan.
Gambar 2. Abses septum nasi saat pasien masuk rumah sakit
Pada pasien dilakukan tindakan insisi dan drainage abses dengan lokal anestesi.
Dari luka insisi keluar pus lebih kurang 3 cc dan dilakukan suction untuk mengeluarkan
pus sebersih-bersihnya. Kemudian dilakukan pemasangan drain handscoen pada rongga
abses septum nasi dan dipasang tampon anterior pada kedua kavum nasi. Pasien dirawat
inap dengan diagnosis abses septum nasi. Pasca dilakukan tindakan pasien dirawat di
bangsal perawatan dan diberikan cairan intravena NaCl 0,9% 20 tetes/menit, pemberian
antibiotika oral cefixime 100 mg tiap 12 jam dan metronidazole 500 mg tiap 8 jam serta
pemberian analgetik parasetamol 500mg tiap 8 jam.
Follow up hari ke-1 pasca tindakan (6 Januari 2016) pasien merasakan nyeri pada
hidung, sakit kepala ada dan demam tidak ada. Nyeri di bagian mata tidak ada. Follow up
hari ke-2 dilakukan pengeluaran drain handschoen dan penggantian tampon anterior.
Keluhan nyeri pada hidung mulai berkurang, demam tidak ada dan sakit kepala tidak ada
(Gambar 3). Follow up hari ke-5 keluhan nyeri hidung tidak ada, nyeri kepala tidak ada.
Hasil kultur dan tes sensitifitas menunjukkan Stapylococcus aureus dan antibiotik yang
disarankan golongan cefalosporin generasi 1, hasil mikrobiologi menunjukkan bakteri
gram negatif (+3). Antibiotika cefixime tetap dilanjutkan. Follow up hari ke-6 keluhan
nyeri di hidung tidak ada, nyeri kepala tidak ada, keluhan lain tidak ada. Tampon anterior
dibuka. Tampak kavum nasi kanan dan kiri cukup lapang, pembengkakan
-
9
-
di septum nasi sudah tidak ada, perdarahan aktif tidak ada. Luka insisi tertutup. Pasien
dipulangkan pada hari ke-7 dan dianjurkan kontrol ke poliklinik THT. Terapi antibiotik
masih dilanjutkan hingga 14 hari.
Gambar 3. Kondisi setelah 2 hari pasca tindakan
A BGambar 4. (A). Kondisi pasien saat diperbolehkan pulang
(B). Kondisi saat kontrol di Poliklinik THT-KL
Pasien kontrol ke poliklinik THT-KL tanggal 16 Januari 2016 tidak ada keluhan
nyeri pada hidung, tidak ada demam, tidak ada sakit kepala serta tidak ada keluhan
lainnya. Dari pemeriksaan hidung luar tidak ada perubahan bentuk hidung seperti hidung
pelana (saddle nose). Pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kavum nasi lapang, konka
inferior dan konka media eutrofi, tidak ada pembengkakan di kavum nasi (Gambar 4).
Septum nasi cukup lapang dan tidak ada perforasi septum nasi. Enam bulan pasca
tindakan pasien di-follow up kembali, tidak ada keluhan nyeri pada hidung, dan dikatakan
tidak ada keluhan hidung tersumbat, namun dari foto yang dikirimkan orang tua pasien,
-
hidung luar tampak sedikit perubahan dimana terjadi hidung pelana ringan (Gambar 5).
Pasien
10
-
disarankan untuk kontrol kembali untuk dilakukan tindakan selanjutnya namun pasien
menolak.
Gambar 5. Kondisi pasien 6 bulan pasca tindakan.
IV. PEMBAHASAN
Abses septum nasi merupakan kasus yang jarang ditemukan dan sangat terbataskepustakaannya. Diawali dengan dikenalinya abses septum nasi ini pada tahun 1810ketika Cloquet dan Arnal melakukan penanganan abses septum nasi dengan drainage.Jalaludin pada tahun 1993 melaporkan 14 kasus abses septum nasi selama periode 10
tahun di Kuala Lumpur.6 Sementara itu 7 orang pasien dirawat dengan abses septum nasi
selama periode 1987 hingga 2000 telah dilaporkan oleh Dispenza pada tahun 2004.8
Canty dan Berkowitz melaporkan 12 kasus abses septum nasi dari 20 pasien dengan
riwayat trauma selama periode 18 bulan.10 Naik pada tahun 2010 dalam sebuah studiretrospektif melaporkan sebanyak 20 kasus abses septum nasi selama periode Januari
2006 hingga Juni 2010 di KVG Medical College and Hospital, Sullia India.11,12,13
Kasus ini merupakan salah satu dari 2 kasus abses septum nasi di RS Sanglah
Denpasar dalam 2 tahun terakhir, dimana kasus lainnya terjadi pada penderita dengan
gangguan imun.
Usia yang paling sering terkena abses septum nasi adalah dibawah usia 15 tahun.
Laki-laki dikatakan lebih sering dibandingkan wanita. Hal ini dihubungkan dengan
agresivitas dan aktivitas mereka maupun kejadian kecelakaan lalu lintas sehingga insiden
trauma mudah terjadi dengan angka rasio laki-laki dibandingkan
-
11
-
dengan wanita sekitar 2:1 hingga 6:1.4,12,13,14 Pada kasus ini, penderita adalah laki-lakiberusia 12 tahun.
Abses septum nasi banyak disebabkan karena trauma hidung yaitu sekitar
75%.4,12,13,14,15 Trauma nasal minor dikatakan sebagai penyebab paling banyak pada
anak-anak usia 2-10 tahun.13,16 Trauma hidung apabila tidak didiagnosa sedini mungkindan tidak diterapi secara adekuat dapat menimbulkan abses septum. Beckmengklasifikasikan penyebab abses septum nasi menjadi 3 yaitu abses primer posttrauma, abses sekunder (infeksi dari jaringan sekitar seperti infeksi gigi dan furunkelpada vestibulum nasi) dan abses spontan dimana tidak diketahui dengan jelas
penyebabnya.12,14
Trauma menyebabkan rusaknya pembuluh darah yang menyuplai septum nasi
membentuk suatu hematoma yang memisahkan mukoperikondrium dari kartilago
septum. Timbunan darah akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan bakteri dan
akan menimbulkan abses.
Dikutip oleh Alshaikh, suatu studi retrospektif oleh Zielnik-Jurkiewicz pada 2500
pasien trauma wajah anak-anak selama 7 tahun melaporkan bahwa terdapat 22 kasus
abses septum nasi sekunder karena trauma hidung dengan angka insiden sekitar 0,9%
dari pasien trauma wajah. Disebutkan pula oleh Alshaikh bahwa angka kejadian kasus
trauma wajah hampir 85%, dikatakan pula 15% pasien yang mengalami trauma hidung
dapat berkembang menjadi hematoma dan memiliki resiko terjadinya infeksi sekunder.
Tampaknya angka terjadinya trauma hidung berbeda-beda hampir setiap tahunnya dan
berbeda di seluruh dunia berkisar antara 0,8-1,6% dari seluruh kasus trauma wajah yang
datang ke instalasi gawat darurat dan dilakukan pemeriksaan oleh dokter spesialis THT.12
Dikutip oleh Tan dkk tahun 2012, telah dilaporkan 20 anak dengan hematoma dan
abses septum nasi dalam serial kasus di Australia dimana 2 orang yang paling muda
diduga merupakan kasus child abuse. Pada kedua kasus tersebut terdapat trauma hidung
dan jejas yang berat pada wajah dan leher. Penelitian konsekutif tersebut melaporkan 20
anak dengan kasus hematoma dan abses septum nasi, pada semua kasus tersebut
-
memiliki trauma hidung sebagai latar belakangnya antara lain trauma hidung minor,
child abuse, dan trauma
12
-
olahraga. Dikatakan pula bahwa diagnosis abses septum nasi ditegakkan antara 1-14 hari
(rata-rata 5,9 hari) setelah terjadinya trauma.13,14
Penyebab lainnya dengan frekuensi lebih sedikit dikarenakan tindakan operasihidung, benda asing, rinosinusitis, influenza, infeksi pada gigi atau furunkulosis pada
hidung.4,14 Lo dan Wang melaporkan sebuah kasus abses septum nasi dengan hasil kultur
Klebsiella pneumoniae sebagai komplikasi akibat laser turbinektomi dengan potasium-titanium-fosfat 532-nm. Dikatakan bahwa kerusakan mukosa septum dikarenakan sinekiayang terjadi dengan terbentuknya krusta antara septum dan konka, dimana kemungkinanikut serta dalam proses terjadinya infeksi lokal dan pada akhirnya menyebabkan
terbentuknya abses.17
Abses septum nasi yang disebabkan karena infeksi gigi sangat jarang. Seperti yangdikutip dari Ozan, terdapat 3 kasus yg dilaporkan pada literatur berbahasa Inggris. Ozan
melaporkan sebuah kasus abses septum nasi yang disebabkan karena infeksi gigi.18
Penyebab abses septum nasi dikarenakan furunkulosis dilaporkan oleh Das dkkdimana intervensi bedah dilakukan pada 6 pasien dengan abses septum nasi dari 52
pasien dengan furunkulosis hidung.19 Adhisivam dan Mahadevan melaporkan sebuahkasus abses septum nasi pada seorang pasien korban tsunami dengan Staphylococcal
Scalded Skin Syndrome.20
Pada pasien ini, kasus abses septum nasi diduga disebabkan karena trauma ringan
yaitu pasien sering mengorek-ngorek hidung dan diagnosis ditegakkan pada hari ke 6.
Keluhan pasien dengan abses septum nasi adalah hidung tersumbat progresif
disertai dengan rasa nyeri.4,21,22 Rasa nyeri terutama dirasakan di daerah dorsum nasi
terutama dirasakan di puncak hidung. Juga terdapat keluhan demam, malaise, dan sakitkepala. Menurut Canty dan Berkowitz gejala hidung tersumbat terjadi pada 95% pasiendari total 20 pasien. Selain itu gejala lainnya nyeri (50%), rinore (25%), dan demam
(25%).4,13,22,23 Singh melaporkan sebuah kasus abses septum nasi karena tuberkulosis
yang sangat jarang kejadiannya. Biasanya terjadi pada wanita usia tua. Gejala yang bisa
terjadi antara lain hidung tersumbat, rinore, epistaksis dan mendengkur.24 Hal ini sesuai
dengan keluhan utama pasien pada
-
13
-
kasus ini yaitu hidung tersumbat dan nyeri pada hidung. Selain itu disertai demam dan
sakit kepala.
Pada pemeriksaan pasien didapatkan pembengkakan pada septum nasi dan nyeri
pada palpasi. Hal ini sesuai dengan kepustakaan bahwa pemeriksaan fisik pada abses
septum nasi didapatkan dari pemeriksaan inspeksi yaitu tampak adanya pembengkakan
pada bilateral anterior septum nasi. Pada palpasi didapatkan nyeri pada dorsum nasi.
Diagnosis abses septum nasi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaanfisik. Pemeriksaan secara pasti untuk menentukan abses septum nasi yaitu dengan cara
aspirasi berupa pus dan sekaligus untuk pemeriksaan kultur dan sensitifitas antibiotik.4,22
Akhir-akhir ini pemeriksaan ultrasonografi dianggap sebagai alat diagnostik yang
efisien.25 Pada kasus ini diagnosis ditegakkan dengan cara aspirasi pada pembengkakandi septum dengan hasil pus.
Pada umumnya kuman patogen pada hasil kultur pasien abses septum nasi yaituStafilokokus aureus. Kuman yang lain antara lain Streptokokus pneumoniae, Stafilokokusepidermidis, dan Haemofilus influenza. Dikutip dari Jalaludin, Ambrus mendapatkanStafilokokus aureus sebanyak 44%, koliform 19%, Streptokokus beta hemolitikus grup Adan Haemofilus influenza masing-masing 12,5% sedangkan Fearon mendapatkan
Stafilokokus piogen 41% dan Streptokokus hemolitikus 7,7%.4,6,26 Wang melaporkan
penelitian retrospektif pada 29 kasus abses septum nasi periode 2007-2012, didapatkandari hasil kultur bahwa 34,5% merupakan metisilin-sensitif Stafilokokus aureus dan
65,5% merupakan metisilin-resisten Stafilokokus aureus.27 Pada kasus ini didapatkan
hasil kultur Stafilokokus aureus yang sesuai dengan kepustakaan pada kebanyakan pasienabses septum nasi.
Penanganan abses septum nasi yaitu insisi dan drainase abses serta pemberian
antibiotik.4 Ketika hematoma menjadi abses, pemberian antibiotik tidak akan mencegahterjadinya nekrosis kartilago septum. Satu-satunya cara untuk mencegah terjadinya hal ini
adalah drainase sedini mungkin.28 Ahmed menyebutkan bahwa penatalaksanaan yangdirekomendasikan untuk kasus hematoma dan abses septum nasi yaitu drainase bedahurgen dengan insisi septum
-
14
-
yang luas.29 Pada kasus deformitas hidung setelah destruksi septum, rekontruksi septumnasi dapat dilakukan segera setelah drainase abses sebagai penanganan primer ataupunsebagai penanganan sekunder setelah infeksi tertangani. Rekontruksi kartilago septumdapat menggunakan sisa kartilago septum atau graft autologous kartilago dari tragus,
daun telinga atau tulang rusuk.10,28 Beberapa kepustakaan menyebutkan mengenairekontruksi dan implantasi pada kasus dengan komplikasi nekrosis septum. Cottle dkkmenyarankan agar rekontruksi dilakukan dalam 8-12 minggu dari terbentuknya abses
ketika infeksi mereda.28
Huizing merekomendasikan rekontruksi septum bersamaan dengan drainase atau dalam
fase akut untuk memastikan keberhasilan implantasi.28 Pada pasien ini dilakukan insisidan drainage dengan lokal anestesi serta pemberian antibiotik sistemik.
Komplikasi yang berat dihubungkan dengan keterlambatan diagnosis, terapi,
terjadinya abses septum nasi, destruksi kartilago dan kultur bakteri yang positif.4
Progresi suatu hematoma menjadi purulen dapat terjadi mulai hari ke-3 dan dapatmenjadi abses pada hari ke 5-7. Suatu abses septum nasi dapat menyebabkan resorpsi
kartilago septum, perforasi septum, saddle nose, dan infeksi intrakranial.30 Beberapa
literatur menyebutkan bahwa infeksi intrakranial yang disebabkan karena abses septumnasi beberapa diantaranya adalah meningitis bakteri, abses otak, empiema subarachnoid.Eavey melaporkan bahwa dari 3 kasus abses septum nasi selama periode 10 tahun, hanya1 kasus yang mengalami komplikasi meningitis. Larchenko melaporkan 1 kasus
meningoencefalitis dari 105 kasus abses septum nasi.9 Pada kasus ini pada pasien
didapatkan komplikasi deformitas hidung berupa hidung pelana ringan, namun tidakdidapatkan perforasi septum nasi maupun komplikasi ke intrakranial.
-
15
-
V. KESIMPULAN
Telah dilaporkan satu kasus abses septum nasi pada seorang anak laki-laki
diduga disebabkan karena trauma ringan pada hidung. Kasus ini dilaporkan agar para
klinisi lebih mewaspadai kejadian abses septum nasi sehingga dapat mencegah tidak
hanya timbulnya komplikasi kosmetik karena deformitas hidung namun juga mencegah
komplikasi yang mengancam nyawa seperti penyebaran infeksi ke intrakranial.
-
16
-
DAFTAR PUSTAKA
1. Forde R, Ashman H, Williams EW, Johnson JW. Idiopathic nasal septal abscess – A
case report. West Indian Med J. 2012; 61(8): h. 832-833.
2. Tsao YH, Lin CJ, dan Wang HW. Spontaneous nasal septal abscess. J Med Sci.
2005; 25 (5): h. 251-254.
3. Haryono Y. Abses septum dan sinusitis maksila. Majalah Kedokteran Nusantara.
2006; 39 (3): h. 359-362.
4. Budiman BJ, Prijadi J. Diagnosis dan penatalaksanaan abses septum nasi. Jurnal
Kesehatan Andalas. 2013; 2(1): h.1-6.
5. Ballenger JJ. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses. Dalam:
Snow JB, Ballenger JJ, penyunting. Ballenger’s Otorhinolaryngology Head and
Neck Surgery. Edisi ke-16. Spain: B.C Decker, 2003; h. 547-560.
6. Jalaludin MA. Nasal septal abscess – Retrospective analysis of 14 cases from
University Hospital, Kuala Lumpur. Singapore Med J. 1993; 34: h.435-437.
7. Valencia MP, Castillo M. Congenital and acquired lesion of the nasal septum: A
practical guide for differential diagnosis. Radiographics. 2008; 28(1): h.205-223.
8. Dispenza C, Saraniti C, Dispenza F, Caramanna C, Salzano FA. Management of
nasal septal abscess in childhood: our experience. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2004; 68: h.1417-1421.
9. Eavey RD, Malekzakeh M dan Wright HT. Bacterial meningitis secondary to
abscess of the nasal septum. Pediatrics. 1977; 60(1): h.102-104.
10. Adnane C, Adouly T, Taali L, Belfaquir L, Rouadi S, Abada R, dkk. Unusual
spontaneous nasal septal abscess. J Case Rep and Stud. 2015; 3(3): h.1-3.
17
-
11. Naik SM, Naik SS. Nasal septal abscess: A retrospective study of 20 cases in KVG
Medical College and Hospital, Sullia. Clinical Rhinology: An International Journal.
2010; 3(3): h.135-140.
12. Alshaikh N, Lo S. Nasal septal abscess in children: from diagnosis to management
and prevention. International Journal on Pediatrics Otorhinolaryngology. 2011; 75:
h. 737-744.
13. Canty PA, Berkowitz RG. Hematoma and abscess of the nasal septum in children.
Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1996; 122: h. 1373-1376.
14. Tan NW, Turvey SE, Byrne AT, Ludemann JP, dan Kollmann TR. Staphylococcus
aureus nasal septal abscess complicated by extradural abscess in an infant. Journal
of Otolaryngology-Head and Neck Surgery. 2012; 41(1): h. E7-E12.
15. Chung JC,Wong AT, Ho WK. Spontaneous nasal septal abscess presenting as
complete nasal obstruction. International Journal of Otolaryngology and Head &
Neck Surgery. 2013; 2: h. 79-81.
16. Debnam JM, Gillenwater AM, Ginsberg LE. Nasal septal abscess in patients with
immunosuppresion. AJNR Am J Neuroradiol. 2007; 28: h. 1878-1879.
17. Lo SH, Wang PC. Nasal septal abscess as a complication of laser inferior
turbinectomy. Chang Gung Med J. 2004; 27: h. 390-393.
18. Ozan F, Polat S, Yeler H. Nasal septal Abscess caused by dental infection: a case
report. The Internet Journal of Otorhinolaryngology. 2005; 4(2): h. 1-4.
19. Das A, Borah H, Jamil MD, Laskar HA, Barpeta BK. Unusually high incidence and
complications of nasal furunculosis at North East Region of Assam. National
Journal of Otorhinolaryngology and Head & Neck Surgery. 2014; 2(11): h. 20-21.
20. Adhisivam B, Mahadevan S. Abscess of the nasal septum with staphylococcus
scalded skin syndrome. Indian Pediatrics. 2006; 43: h.372-373.
21. Nwosu JN, Nnadede PC. Nasal septal hematoma/abscess: management and
outcome in a tertiary hospital of a developing country. Patient Preference and
Adherence. 2015; 9: h.1017-1021.
-
18
-
22. Gross M, Eliashar R. Nasal septal haematoma with abscess: an unusual
complication of nasal injury. Injury Extra. 2004; 35: h.1-2.
23. Dinesh R, Avatar S, Haron A, Suhana, Azwarizan. Nasal septal abscess with
uncontrolled diabetes mellitus: case report. Med J Malaysia. 2011; 66(3): h. 253-
254.
24. Singh M, Singh R, Sonsale AP. Tubercular septal abscess. Bombay Hospital
Journal, Special Issue. 2004; 46(2): h. 243-245.
25. Tsai M, Sun J, Tsai K, Lien W. Nasal septal abscess diagnosed by ultrasound.
Critical Ultrasound Journal. 2014; 6(Suppl 1): A31.
26. Soma DB, Homme JH. Multifocal septic arthritis with group A Streptococcus
secondary to nasal septal abscess. International Journal of Pediatric
Otorhinolaryngology. 2011; 75: h. 134-136.
27. Wang AS, Roure RM, Pearlman AN. Community-acquired methicillin-resistant
Staphylococcus aureus nasal abscesses in a lower socioeconomic urban population.
International Forum of Allergy & Rhinology. 2013; 3(8): h. 647-651.
28. Escario JC, Najera RC, de Salamanca JE, dan Benito MB. Post-traumatic
haematoma and abscess in the nasal septa of children. Acta Otorrinolaringol Esp.
2008; 59(3): h. 139-141.
29. Ahmed S, Ashfaq M, dan Shabbir A. Modified Quilting Sutures: A new technique
for hematoma and abscess of nasal septum. Journal of the College of Physician and
Surgeon Pakistan. 2016; 26(6): h. 531-532.
30. Sowerby LJ, Wright ED. Intracranial abscess as a complication of nasal septal
abscess. CAMJ. 2013; 185(6): E270.
-
19