laporan ke 4 feses

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari proses pernapasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya. Feses (tinja) juga merupakan hasil pemisahan dan terdiri dari : sisa sisa makanan; air; bakteri; zat warna empedu.Enterobacter sp. dapat menginfeksi manusia melalui air dan makanan, serta lalat yang hingga pada makanan yang tercemar. Akibat yang ditimbulkan adalah peradangan pada saluran pencenaan sampai rusaknya dinding usus. Enterobacter sp. tertelan bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi kemudian bersarang di jaringan limfoid pada dinding usus sebagian ada yang ikut keluar bersama feses. Aliran limfa membawa organisme ini ke dalam duktustorak kemudian ke dalam darah. Dari darah bakteri ini masuk ke

Upload: sulpia-farhika-reyaldhi-nugraha

Post on 08-Jul-2016

67 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

hgtfr

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Ke 4 Feses

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia

melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang

sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga

mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia

termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari

proses pernapasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya.

Feses (tinja) juga merupakan hasil  pemisahan dan terdiri dari : sisa  –  sisa

makanan; air; bakteri; zat warna empedu.Enterobacter sp. dapat

menginfeksi manusia melalui air dan makanan, serta lalat yang hingga

pada makanan yang tercemar. Akibat yang ditimbulkan adalah peradangan

pada saluran  pencenaan sampai rusaknya dinding usus. Enterobacter

sp. tertelan bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi

kemudian bersarang di jaringan limfoid pada dinding usus sebagian ada

yang ikut keluar bersama feses. Aliran limfa membawa organisme ini ke

dalam duktustorak kemudian ke dalam darah. Dari darah bakteri ini masuk

ke ginjal dan melewati glomerulus, selanjutnya terbawa bersama urin.

Masuknya bakteri Enterobacter sp. kedalam tubuh dan dikeluarkan

melalui feses, maka dari itu dilakukan identifikasi Enterobacter sp.  pada

sampel feses bebek. Indikasi sebelum pemeriksaan Enterobacter sp. Pada

sampel feses bebek dilakukan adalah dilihat dari gejala penyakit yang

timbul, yaitu: adanya diare dan konstipasi, adanya icterus, adanya

gangguan pencernaan, adanya lendir dalam tinja, kecurigaan penyakit

gastrointestinal, dan adanya darah dalam tinja (Entjang Indan, dr. 2001).

Feses merupakan salah satu media sumber penyebaran bakteri

intestinal yang dapat menyebabkan penyakit. Enterobacter sp tumbuh dan

berkembang pada saluran intestinal mamalia dan dapat keluar bersama-

sama dengan bakteri lain melalui feses dan menyebar melalui vehikel

Page 2: Laporan Ke 4 Feses

lainnya. Biasanya sebelum susu diperah, sapi dimandikan atau dibersihkan

bagian ambingnya terlebih dahulu menggunakan air yang berada di sekitar

kandang atau air sungai. Feses yang keluar dapat mencemari lingkungan di

sekitar peternakan, dapat melekat pada bagian tubuh sapi, ambing, bagian

lipatan paha, ekor dan bisa juga terjadi kontak dengan air kemudian

menyebar. Tempat pembuangan feses yang tidak jauh dari letak sumber air

yang berada di sekitar kandang menyebabkan feses dapat

mengkontaminasi sumber air yang berada di sekitar kandang. Air tersebut

biasa digunakan untuk memandikan sapi, mencuci alat pemerahan dan

mencuci tangan pekerja. Selain feses yang dibuang ke lingkungan, feses

yang melekat pada tubuh sapi ini dapat ikut terbawa ke dalam susu pada

waktu proses pemerahan berlangsung dan mempengaruhi kualitas susu

yang dihasilkan. Selain itu kebersihan kandang yang kurang baik seperti

lantai yang kotor menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan

terjadinya kontaminasi Enterobacter sp. (Arif Mansyur. 2007).

Peternakan bebek di Indonesia umumnya merupakan peternakan

rakyat yang belum dikoordinasi dengan baik.Umumnya peternakan rakyat

sanitasi lingkungannya kurang diperhatikan. Hal tersebut merupakan salah

satu penyebab tercemarnya daging bebek yang beredar di pasaran yang

bakteri patogen sangat besar seperti E. coli, Salmonella sp. Dan lain-lain

(1). Bakteri patogen tersebut dapat menyebabkan antara Lain penyakit

gastroentiritis.( Stephen A. 2005).

Pertumbuhan mikroorganisme pada daging bebek akan

mengakibatkan terjadinya Perubahan fisik maupun kimiawi sehingga

dapat menimbulkan penyakit dan akhirnya akan terjadi keracunan Jenis

makanan yang sering terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah daging,

ikan, telur, beberapa jenis sayuran, umbi- umbian, buah-buahan dan

pakan. Makanan yang paling besar kemungkinannya terkontaminasi

bakteri patogen adalah daging, ikan dan sayuran. Cemaran tersebut

kemungkinan berasal dari makanan dan minuman sehari-hari serta dari

lingkungan di sekitar tempat bebek dipelihara. Bebek tersebut umumnya

Page 3: Laporan Ke 4 Feses

dilepas dan pada sore hari dikumpulkan kembali untuk kandangkan. Asus

eracunan makanan di Indonesia jarang dilaporkan atau sangat sedikit data

penyebab keracunan makanan yang dapat diperoleh (Nugraha Tania. 2010)

B. Tujuan Percobaan

1. untuk membuat media pertumbuhan pada bakteri

2. untuk mengidentifikasi morfologi serta sifat bakteri enterobacter sp

dengan jalan isolasi bakteri dan pewarnaan gram.

3. Untuk mengidentifikasi bakteri enterobacter sp pada sampel feses bebek

Page 4: Laporan Ke 4 Feses

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAItik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo

Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas

javanica. Proses domestikasi membentuk beberapa variasi dalam besar

tubuh, konformasi,dan warna bulu. Perubahan ini diperkirakan akibat

campur tangan manusia untuk mengembangkan ternak itik dengan tujuan

khusus dan juga karena jauhnya jarak waktu domestikasi dengan waktu

pengembangan (Chaves dan Lasmini, 1978).

Klasifikasi Itik:

Taksonomi: Itik

Kingdom : Animalia

Phylum : Vertebrata

Class : Aves

Ordo : Anseriformes

Familia : Anatidae

Genus : Anas

Species : Anas Platyhyncos

Sumber : Srigandono (1997).

Anterobacter sp merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk basil,

dengan ukuran 0,6 – 1,0 µm x 1,2 – 3,0 µm, motil, tidak membentuk

spora,berkapsul,dan memiliki flagel.. Bakteri ini sering ditemukan

bersama E. Coli hidup bebas di alam seperti di air, tanah dan juga di

saluran pencernaan manusia dan hewan.( Entjang Indan, dr. 2001)

klasifikasi dari Anterobacter sp bedasarkan pembagian yang

dilakukan oleh Bergey,

Kingdom : Bacteria

Phylum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Page 5: Laporan Ke 4 Feses

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Aerobacter

Spesies : Aerobacter aerogenes.

Sumber : Srigandono (1997).

Anterobacter sp sering ditemukan bersama E. Coli pada

lingkungan yang sama (tanah & air), selain dapat hidup sebagai saprobe di

saluran pencernaan hewan dan manusia. Aenterobacter sp adalah salah

satu jenis bakteri coliform, yang merupakan kelompok bakteri yang

digunakan sebagai indikator kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap

makanan dan minuman. (Arif Mansyur. 2007)

Enterobacter sp adalah Gram-negatif , oksidase negatif, katalase

positif, sitrat positif,indol negatif, berbentuk batang bakteri .

E.sp adalah nosokomial dan bakteri patogen yang menyebabkan infeksi

oportunistiktermasuk sebagian besar jenis infeksi. Mayoritas adalah yang

paling sensitif terhadap antibiotik yang dirancang untuk kelas bakteri, tapi

ini rumit oleh mekanisme diinduksi perlawanan mereka, terutama

laktamase yang berarti bahwa mereka dengan cepat menjadi resisten

terhadap antibiotik standar selama pengobatan, membutuhkan perubahan

antibiotik untuk menghindari memburuknyasepsis (Stephen A. 2005).

Anterobacter sp dapat menyebabkan pelendiran dan ropiness pada

makanan..Anterobacter sp merupakan patogen oportunistik. Kebanyakan

individu yang terkena infeksi memiliki kondisi fisik yang membuatnya

lebih mudah bagi bakteri lain untuk tumbuh dan menyebar. Infeksi

Enterobacter sp sering dijumpai diperoleh di rumah sakit,terutama pada

pasien di unit perawatan intensif. Faktor risiko lain untuk infeksi termasuk

penggunaan antibiotik (hal ini dapat mengurangi bakteri alami yang

bersaing dengan Aerobacter aerogenes), infus , dan luka bakar.

Anterobacter sp lebih sering mempengaruhi bayi yang baru lahir dan

orang tua. (Nugraha Tania. 2010)

Page 6: Laporan Ke 4 Feses

Jika bakteri mencapai darah (bakteremia), dapat menyebabkan

sepsis. Bakteri yang memasuki cairan serebrospinal, dapat menyebabkan

meningitis Anterobacter sp keseluruhan memiliki tingkat kematian rendah

(10,2 persen), dengan ketidaktelitian masalah medis yang mendasari

meningkatnya risiko kematian.

Gejala klinis yang timbul dari infeksi saluran pernapasan, kemih

atau kulit yang disebabkan oleh bakteri Anterobacter sp mirip dengan

gejala umum dari kondisi ketika disebabkan oleh infeksi bakteri

lainnya.Bakteremia yang disebabkan oleh infeksi A.sp sering

menyebabkan peningkatan denyut jantung, pernapasan cepat dan demam.

Kasus yang ekstrim dapat melibatkan hipertensi, shock dan bahkan

kematian.( Entjang Indan, dr. 2001.)

Itik asli Indonesia termasuk jenis Indian Runner (Anas

plathyryncos). Secara morfologis Indonesia memiliki beberapa jenis itik

lokal berdasarkan tempat berkembangnya (Simanjuntak, 2002).

Bangsa itik domestikasi dibedakan 6menjadi tiga yaitu: pedaging,

petelur dan hiasan. Itik-itik yang ada sekarang merupakan keturunan dari

Mallard berkepala hijau (Anas plathyrhynchos plathyrhynchos). Beberapa

itik lokal yang banyak dipelihara oleh masyarakat di pulau Jawa antara

lain yaitu itik Tegal, itik Mojosari, itik Magelang, itik Cihateup dan itik

Cirebon (Djanah, 1982).

Menurut Kedi (1980), bangsa-bangsa itik yang termasuk golongan

tipe pedaging mempunyai sifat-sifat pertumbuhan serta struktur

perdagingan yang baik, sedangkan bangsa-bangsa itik yang tergolong

petelur memiliki badan relatif lebih kecil dibandingkan dengan tipe

pedaging. Salah satu itik lokal yang banyak dipelihara adalah itik Tegal.

Seleksi bibit itik yang dilakukan oleh peternak sampai sekarang masih

berdasarkan pada karakteristik bentuk tubuh atau morfologi tubuh dan

produksi telur.

Ciri-ciri itik Tegal:

Page 7: Laporan Ke 4 Feses

a.Bentuk badan langsing dengan postur tegak lurus menyerupai botol.

b.Warna bulu merah tua bertotol coklat (branjangan).

c.Paruh panjang dan lebar.

d.Warna kaki hitam.

e.Bentuk kepala kecil dengan mata merah. Sebagai hewan yang berdarah

panas ( homeotherm) itik memerlukan kisaran suhu lingkungan yang

nyaman untuk kelangsungan hidup dan berproduksi.

Pada kisaran suhu yang nyaman itik mempunyai kemampuan yang

baik untuk mempertahankan suhu tubuhnya untuk tumbuh dan

berkembang dengan baik (North dan Bell, 1990).

Wilson et.al.,(1981),menyatakan bahwa suhu yang ideal untuk

memelihara ternak itik adalah antara 18,3--25,5⁰C dan 20--25⁰C.

Menurut Bharoto (2001), dalam pemeliharaan secara intensif itik

mampu memproduksi telur antara 240--280 butir/ekor/tahun. Itik yang

dipelihara secara system semi intensif mampu memproduksi telur

sebanyak 203 --232 butir/ekor/tahun dan pemeliharaan secara tradisional

mampu menghasilkan telur sebanyak 124 butir/ekor/tahun.Periode

pemeliharaan itik petelur yaitu dimulai dari fase starteryang berumur

sekitar 0– bulan, fasegrower berumur sekitar 2 –5 bulan, kemudian fase

breeder/layer berumur diatas 5 bulan. Pada umumnya mortalitas paling

tinggi pada ternak terjadi pada fase awal kelahiran (fase starter), hal

tersebut dikarenakan pada awal masa kelahiran, anak itik cenderung lemah

dan memiliki imunitas yang sangat rendah dan dari pihak peternak pun

harus memperhatikan dengan baik dan benar.( Bharoto 2001),

Menurut Simanjuntak (2002), fase grower adalah fase

pertumbuhan yang sangat penting karena pada fase ini sangat berpengaruh

pada masa produksi telur nantinya. Ditambahkan pula menurutSuharno

dan Amri (1995),pemeliharaan itik terbagi dalam tiga fase, yaitu fase

starter(umur 0 --8minggu), fase grower(umur 8 –20 minggu)dan fase

finisher(umur 20minggu keatas).

Page 8: Laporan Ke 4 Feses

Sistem KekebalanTubuh

ItikSecara umum sistem kekebalan pada unggas hampir sama

dengan sistem kekebalan hewan lainnya. Sistem kekebalan unggas juga

ada yang merupakan sistem kebal alami yang bersifat fisik seperti bulu

dan kulit maupun kimiawi seperti pembentukan lendir/mukus dan

enzimatis (lisozim yang terkandung dalam air mata). Sistem kekebalan

lainnya adalah sistem kebal dapatan yang bersifat seluler maupun humoral.

Limfosit merupakan unsur kunci sistem kekebalan tubuh. Selama

perkembangan janin, prekursor limfosit berasal dari sumsum tulang. Pada

unggas, prekursor yang menempati bursa Fabricius di transformasi

menjadi limfosit yang berperan dalam kekebalan humoral (limfosit B). Sel

B berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori. Sel T dibagi

menjadi 4yaitu: sel T pembantu, sel T supresor, sel T sitotoksik(sel T

efektor atau sel pembunuh)dan sel T memori (Ganong, 1998).

Mekanisme kekebalan dapat terbentuk akibat induksi antigen

dengan tidak sengaja seperti infeksi agen penyakit maupun induksi antigen

dengan sengaja seperti vaksinasi. Antigen yang masuk ke dalam tubuh

baik sengaja maupun tidak pertama kali akan ditanggapi oleh sistem kebal

alami, seperti adanya respon pembentukan mukus oleh sel-sel epitel

permukaan mukosa tempat masuknya antigen. Antigen yang berhasil

melewati kekebalan alami ini akan berhasil menembus sel dan

menginfeksi sel. Antigen tersebut akan dijerat makrofag yang terdapat

dalam jaringan limfoid. Makrofag akan memfagositosis antigen tersebut

dan dibawa ke sel T pembantu pada saat yang bersamaan (Guyton,1995).

Page 9: Laporan Ke 4 Feses

BAB III

METODE KERJAA. ALAT DAN BAHAN

1. Alat

a. Tabung Reaksi

b. Bunsen

c. Rak Tabung

d. Ose lurus dan ose bulat

e. Pipet Tetes

f. Objek Glass

g. Mikroskop

h. Kapas lidi

2. Bahan

a. Sampel Feses Bebek i. Kristal Gentiana Violet

b. Media MAC j. Lugol

c. Larutan oksidase k. Alkohol 96%

d. H2O2 (larutan Hidrogen peroksida) l. Air Fuchsin

e. Media Citrat m. Oil emersi

f. Media MRVP n. Kertas saring

g. Media Urea o. Aquades

h. Media gula-gula p. Tissue

Page 10: Laporan Ke 4 Feses

B. PROSEDUR KERJA

1. Isolasi sampel

a. Isolasi sampel pada Media BHIB

a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Ditampung sampel feses ayam pada tempat sampel

c) diambil sampel feses ayam menggunakan kapas lidi

d) Setelah itu dimasukkan kedalam media BHIB

e) Kemudian diinkubasi selama 1 x 24 jam suhu 37oC

b. Isolasi sampel pada media MAC

a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan

b) Diambil sampel feses ayam yang telah diisolasi pada media BHIB

menggunakan ose lurus

c) Kemudian ditanam pada media MAC dan diinkubasi selama 1 x 24

jam pada suhu 37oC.

2. Pewarnaan Gram

a) Dibuat preparat dengan mensuspensikan koloni dengan aquades

steril

b) Kemudian difiksasi diatas api Bunsen

c) Ditambahkan 1-2 tetes Kristal violet, lalu diamkan selama 3 menit

d) Setelah kering, kemudian dicuci air mengalir

e) Ditambahkan 1-2 tetes lugol, lalu didiamkan selama 2 menit

f) Dicuci air mengalir

g) Dekolorisasi dengan alcohol 96% selama 2 menit

h) Dicuci air mengalir

i) Ditambahkan 1-2 tetes air fuchsin selama 1 menit

j) Dicuci air mengalir

k) Dikeringkan dan diamati pada mikroskop dengan perbesaran

objektif 40x dan 100x ( tambahkan oil emersi).

Page 11: Laporan Ke 4 Feses

3. Uji Biokimia

1. Uji katalase

a) Dioleskan koloni pada objek glass yang telah difiksasi.

b) Diteteskan larutan H2O2 atau Hidrogen peroksida.

c) Diamati ada atau tidaknya gelembung pada koloni.

2. Uji oksidase

a) Digoreskan koloni pada kertas saring.

b) Diteteskan larutan oksidasi pada koloni.

c) Diamati perubahan warna pada koloni.

3. Uji MRVP

a) Diambil koloni terpisah menggunakan ose

b) Dimasukkan kedalam media MRVP

c) Setelah itu dihomogenkan dengan cara dikocok

d) Kemudian dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada

suhu 37oC

4. Uji Urea

a) Diambil koloni terpisah dengan menggunakan ose

b) Dimasukkan kedalam media Urea dengan cara digores

c) Kemudian dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada

suhu 37oC

5. Uji Citrat

a) Diambil koloni terpisah menggunakan ose

b) Dimasukkan kedalam media Citrat dengan cara digores pada lereng

media.

c) Dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada suhu 37oC

6. Uji Media Gula-gula ( laktosa, sukrosa, glukosa dan maltose)

a) Diambil koloni terpisah menggunakan ose

b) Dimasukkan kedalam media gula-gula

c) Kemudian dihomogenkan dengan cara dikocok

d) Setelah itu dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada

suhu 37oC.

Page 12: Laporan Ke 4 Feses

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keterangan :

Setelah didapatkan hasil penanaman kami mendapatkan jenis koloni

yang berbeda pada media BHIB pada sampel feses yaitu berwarna hijau

kecoklatan. Dan setelah dilakukan pengamatan pada mikroskop didaptkan

hasil bahwa jenis koloni tersebut adalah berbentuk basil positif.

2. Pertumbuhan bakteri di media BHIB

SAMPEL JENIS KOLONI WARNA KOLONI

Feses Bebek Kecil dan bulat Hijau kecoklatan

Page 13: Laporan Ke 4 Feses

3. Uji biokimia IMVIC

MEDIA HASIL WARNA KETERANGAN

KIA

Slant

Butt

Gas H2S

Merah (slant) kuning (butt)

Alkali & acid

MIO

Motilty  + Kuning

Terjadi pergerakan

Indol  -Ungu Tidak ada cincin

merah

Ornity  -Ungu Tidak berubah

warna

UREA

  +

Merah muda

Mengandung urea

MRVP

MR  + Merah

VP  -Tdk berubah

CITRATE  + Biru

GULA-GULA

GLUKOSA  + Kuning terdapat gas

MANITOL  +Kuning terjadi

perubahan warna

SUKROSA  + Kuning terdapat gas

LAKTOSA  +Kuning terjadi

perubahan warna

Page 14: Laporan Ke 4 Feses

A. PEMBAHASAN

Media adalah suatu bahan atau susunan bahan yang terdiri dari

nutrisi atau zat-zat makanan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba

(bakteri). Media pertumbuhan atau pembiakan diperlukan untuk

mempelajari sifat bakteri untuk dapat mengadakan identifikasi, determinasi,

atau diferensiasi jenis-jenis yang ditemukan.

Prinsip isolasi bakteri adalah memisahkan suatu mikroba dari

mikroba lainnya sehingga diperoleh kultur murni.Proses isolasi ini menjadi

penting dalam mempelajari identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi,

dan serologi. Sedangkan pengujian sifat-sifat tersebut di alam terbuka

sangat mustahill untuk dilakukan.

Proses identifikasi bakteri dapat perupa pengecatan, penanaman

pada media plate, dan uji bio kimia. Salah satu tujuan pengecatan bakteri

untuk mengetahui bentuk morfologi bakteri namun pada pengecatan belum

bisa pastikan spesiesnya karena spesies yang berbeda bentuk morfologinya

bisa sama. Penanaman pada media plate bertujuan untuk melakukan isolasi

dan dari penanaman dapat diketahui bentuk koloni.

Media diferensial adalah media yang mengandung suatu bahan yang

dapat membedakan jenis bakteri satu dengan lainnya berdasarkan sifat

biokimia/hasil reaksinya terhadap bahan dalam media tersebut. Media ini

digunakan oleh ahli mikrobiologi untuk mengidentifikasi jenis bakteri

tertentu.

Proses identifikasi bakteri dapat perupa pengecatan, penanaman pada

media plate, dan uji bio kimia. Salah satu tujuan pengecatan bakteri untuk

mengetahui bentuk morfologi bakteri namun pada pengecatan belum bisa

pastikan spesiesnya karena spesies yang berbeda bentuk morfologinya bisa

sama. Penanaman pada media plate bertujuan untuk melakukan isolasi dan

dari penanaman dapat diketahui bentuk koloni.

Page 15: Laporan Ke 4 Feses

Setelah diamati dibawah mikroskop, didapatkan hasil yang negatif

yaitu berbentuk basil dan berwarna merah. Setelah itu dilanjutkan dengan uji

biokimia yaitu uji katalase, oksidase,urea, KIA, citrat, SIM, MRVP, dan uji

media gula-gula.

a. Uji Katalase

Uji Katalase dilakukan didapatkan hasil yaitu positif karena

terdapat gelembung-gelembung udara. karena adanya pemecahan

H2O2 (hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh

bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil

respirasi aerobik bakteri, misalnya S. aureus, dimana hasil respirasi

tersebut justru dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat

toksik bagi bakteri itu sendiri. Oleh karena itu, komponen ini harus

dipecah agar tidak bersifat toksik lagi. Pada tes ini, hasil yang didapatkan

adalah posiitif.

b. Uji Oksidase

uji oksidase yaitu dengan cara diambil koloni yang berwarna

kuning tua yang kemudian dipindahkan dikertas saring dan ditetesi larutan

oksidase sebanyak 1 tetes. Setelah ditetesi didapatkan hasil yang positif

karena memberikan hasil yang berwarna hitam.

c. Uji KIA

Kemudian setelah dilakukan uji oksidase dilanjutkan dengan Uji

KIA yaitu dengan cara dimasukan media kedalam KIA menggunakan ose

yang telah dipijarkan diatas api Bunsen yang kemudian digores dan

menggunakan tehnik penusukan didalam media. Pada media KIA,

didapatkan hasil Acid Alkali. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya

warna merah pada lereng tabung (slunt) dan warna kuning pada dasar

tabung (butt). Dengan adanya hasil seperti ini, maka dikatakan bahwa

bakteri pada sampel dapat menfermentasikan glukosa. Selain perubahan

tersebut, identifikasi kemungkinan yang dapat terjadi pada media KIA

yaitu adanya gas, cara mengetahuinya yaitujika terlihat ada gelembung

Page 16: Laporan Ke 4 Feses

pada media atau media seperti terpisah. Adapun identifikasi lain yaitu, jika

media KIA mengalami perubahan warna menjadi hitam berarti bakteri

tersebut mengandung sulfur.

d. Uji Urea

Uji Urea yaitu dengan cara memasukan media kedalam Urea

dengan cara digores pada lereng media setelah itu dimasukkan kedalam

incubator. Setelah dikeluarkan dari inkubator didapatkkan hasil positif, hal

ini dibuktikan dengan adanya perubahan warna menjadi merah muda.

e. Uji Citrat

Setelah itu dilanjutkan dengan uji Citrat, dengan cara dimasukan

media kedalam media Citrat dengan cara digores diatas permukaan media.

Uji Simmon’s Citrat Agar digunakan untuk melihat kemampuan

mikroorganisme menggunakan citrat sebagai satu-satunya sumber karbon

dan energi. Media ini merupakan medium sintetik dengan NA citrat

sebagai satu-satunya sumber karbon, NHA+ sebagai sumber N dan Brom

Thymol Blue sebagai indikator pH. Pada uji ini menunjukkan reaksi

positif. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna media dari hijau

menjadi biru. Ini karena dasar dari medium mampu dihilangkan sehingga

terjadi peningkatan pH yang nantinya akan menambah warna media dari

hijau menjadi biru bila keadaan menjadi alkalin.

f. Uji SIM (sulfur Indol Motility)

Untuk media MIO, ada 3 uji yang diidentifikasi, yaitu motility,

Indol dan ornity. Uji motilty menunjukkan hasil positif dikarenakan

adanya pergerakan. Uji indol dilakukan dengan menambahkan beberapa

tetes larutan kofak, jika media mengalami pembentukan cincin merah

berarti hasil positif, namun pada media kami tidak tebentuk cincin merah

yang berarti hasil negative. Dan terakhir dilakukan identifikasi ornity yaitu

dengan mengamati media apa terjadi perubahan warna atau tidak. Jika

terjadi perubahan warna maka hasil positif, dan jika tidak ada berarti hasil

negative. Kami mendapatkan hasil negatif.

Page 17: Laporan Ke 4 Feses

g. Uji MRVP

Selanjutnya, untuk media MRVP, pertama-tama dilakukan

pemisahan antara MR dan VP. Untuk uji MR, media ditambahkan larutan

methyl red sebanyak 2 tetes kemudian ditunggu selama beberapa menit.

Kemudian dilakukan pemisahan pada MR dan VP dimana MR

ditambahkan dengan pereaksi methyl Red yang memberikan hasil yang

positif karena terjadi perubahan warna pada media yaitu dari kuning

menjadi merah sedangkan pada media VP yang ditambahkan pereaksi

KOH 30% dan α- Naftol memberikan hasil yang berbeda yaitu negatif

tidak mengalami perubahan warna, tetap berwarna kuning.

h. Uji Gula-Gula ( glukosa, laktosa, sukrosa dan maltose)

Selanjutnya dilakukan dengan Uji Media gula-gula ( glukosa,

laktosa, sukrosa dan maltose) dengan cara dimasukkan media kedalam

media gula-gula yaitu dihomogenkan dan dikocok. Hasil ini harus sesuai

dengan hasil dari media KIA. Jika hasil positif berarti media akan

mengalami perubahan warna dari warna merah menjadi kuning. Seperti

pada media kami, kami mendapatkan hasil positif pada media

glukosa,sukrosa,laktosa dan manito yaitu media tersebut mengalami

perubahan warna dan kami juga mengamati adanya gas yang terbentuk.

Media ini berfungsi untuk melihat kemampuan bakteri

memfermentasikan jenis karbohidrat, jika terjadi fermentasi maka media

terlihat berwarna kuning kerena perubahan pH menjadi asam.Uji gula-

gula dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri yang mampu

mempermentasi karbohidrat.

Page 18: Laporan Ke 4 Feses

BAB V

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Dalam Mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri Enterobacter sp

dengan menggunakan sampel feses bebek murni dalam hal ini dapat di

simpulkan bahwa:

dari hasil penanaman bakteri Enterobacter sp pada media identifikasi di

dapat hasil TSIA(+), MIO(+, - , -),MR(+), laktosa(+), maltosa(+),

glukosa(+)manitol(+).

B.     Saran

Untuk praktikum kedepannya diharapkan kepada praktikan agar betul-

betul memperhatikan hal-hal penting yang harus dilakukan pada saat praktikum

isolasi dan identifikasi bakteri.

Page 19: Laporan Ke 4 Feses

DAFTAR PUSTAKA

Entjang Indan, dr. 2001. “Mikrobiologi & Parasitologi”, Citra Aditya Bakti :

Bandung.

Arif Mansyur. 2007. “Semiloka Mutu “Pemantapan Mutu tes Rapid

Salmonella”, Makassar.

Brooks, Geo F, Butel, Janet S, Morse, Stephen A. 2005. “Mikrobiologi

Kedokteran Edisi Pertama”, Salemba Medica : Jakarta.

Nugraha Tania. 2010. “Penata Laksanaan Demam Tifoid”, Fakultas

Kedokteran Universitas Riau.