pemeriksaan feses bj

24
LAPORAN PRAKTIKUM MATA KULIAH PARASITOLOGI Disusun Oleh: BAGUS JATMIKO G1B013022 KEMENTERERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN JURUSAN KESAHATAN MASYARAKAT PURWOKERTO 2014

Upload: bjatmikooo

Post on 27-Dec-2015

114 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pemeriksaan Feses BJ

LAPORAN PRAKTIKUM

MATA KULIAH PARASITOLOGI

Disusun Oleh:

BAGUS JATMIKO

G1B013022

KEMENTERERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN KESAHATAN MASYARAKAT

PURWOKERTO

2014

Page 2: Pemeriksaan Feses BJ

PEMERIKSAAN CACING TELUR PARASIT PADA FESES

(METODE APUNG DENGAN DAN TANPA

DISENTRIFUGASI SERTA METODE MODIFIKASI

HARADA MORI)

A. PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme parasit yang

hidup di dalam tubuh atau pada permukaan tubuh organisme lain yang

menjadi tempat mendapatkan makanan untuk mempertahankan hidupnya.

Parasit adalah organisme yang termasuk kelompok hewan yang

membutuhkan makhluk hidup lain sebagai sumber makanan sehingga

dapat merugikan kehidupan bahkan dapat menimbulkan kematian induk

semang (hospes) tempatnya menumpang hidup (Soedarto, 2008).

Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted

Helminths (STH) merupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia.

Infeksi kecacingan tergolong penyakit neglected disease yaitu infeksi yang

kurang diperhatikan dan penyakitnya bersifat kronis tanpa menimbulkan

gejala klinis yang jelas dan dampak yang ditimbulkannya baru terlihat

dalam jangka panjang seperti kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang

dan gangguan kognitif pada anak. Penyebabnya adalah Ascaris

lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Trichuris

trichiura dan Strongyloides stercoralis. Selain itu infeksi kecacingan dapat

meningkatkan kerentanan terhadap penyakit penting lainnya seperti

malaria, TBC, diare dan anemia.

Cacingan mempengaruhi pemasukan (intake), pencernaan

(digestif), penyerapan (absorpsi), dan metabolisme makanan. Secara

kumulatif infeksi cacinganan dapat menimbulkan kurangan gizi berupa

kalori dan protein, serta kehilangan darah yang berakibat menurunnya

daya tahan tubuh dan menimbulkan gangguan tumbuh kembang anak.

Khusus anak usia sekolah, keadaan ini akan berakibat buruk pada

kemampuannya dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Sehubungan

Page 3: Pemeriksaan Feses BJ

dengan tingginya angka prevalensi infeksi cacingan, ada beberapa faktor

yang dapat mempengaruhi, yaitu pada daerah iklim tropik, yang

merupakan tempat ideal bagi perkembangan telur cacing, perilaku yang

kurang sehat seperti buang air besar di sembarang tempat, bermain tanpa

menggunakan alas kaki, sosial ekonomi, umur, jenis kelamin, mencuci

tangan, kebersihan kuku, pendidikan dan perilaku individu, sanitasi

makanan dan sanitasi sumber air (Andaruni dkk, 2012).

Secara langsung, cacing menginfeksi masyarakat yang tidak

menjaga lingkungan dan pola hidup yang baik serta masyarakat yang

memiliki kekebalan tubuh yang tidak baik khususnya anak-anak yang

berumur di bawah 10 tahun. Mereka masih rentan terhadap berbagai

infeksi cacing yang ada, dimana salah satu penyebabnya adalah

lingkungan bermain anak-anak yang tidak bersih.

Cara mendiagnosa infeksi cacing selain dengan melalui gejala

klinis dan pemeriksaan klinis lain dapat juga dilakukan dengan

pemeriksaan feses secara langsung untuk menemukan larva cacing atau

telur cacing serta dengan pemeriksaan feses secara tidak langsung untuk

deteksi antigen antibodi. Metode pemeriksaan feses dibagi berdasarkan

hasil yang ingin didapatkan yaitu hasil yang kualitatif (metode

kualitatif) dan hasil yang kuantitatif (metode kuantitatif).

2. TUJUAN

Tujuan dari praktikum kali ini adalah mendiagnosa adanya infeksi

cacing parsit melalui pemeriksaan feses, mengetahui teknik pemeriksaan

telur pada feses, mengetahui teknik pemeriksaan larva pada feses, dan

mengetahui bentuk-bentuk dari cacing parasit (telur, larva, dan dewasa).

Page 4: Pemeriksaan Feses BJ

B. METODE

1. METODE PEMERIKSAAN

Pemeriksaan telur-telur cacing dari tinja terdiri dari dua macam cara

pemeriksaan, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Pemeriksaan kualitatif

dilakukan dengan menggunakan metode natif, metode apung, dan metode

harada mori. Sedangkan pemeriksaan kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan metode kato.

A. Metode Natif

Metode ini dipergunakan untuk pemeriksaan secara cepat dan baik

untuk infeksi berat, tetapi untuk infeksi yang ringan sulit ditemukan

telur-telurnya. Cara pemeriksaan ini menggunakan larutan NaCl

fisiologis (0,9%) atau eosin 2%. Penggunaa eosin 2% dimaksudkan

untuk lebih jelas membedakan telur-telur cacing dengan kotoran

disekitarnya.

B. Metode Apung (Flotation method)

Metode ini digunakan larutan NaCl jenuh atau larutan gula atau

larutan gula jenuh yang didasarkan atas BD (Berat Jenis) telur

sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini

digunakan untuk pemeriksaan feses yang mengandung sedikit

telur.Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis larutan yang digunakan,

sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk memisahkan

partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam tinja.Pemeriksaan ini

hanya berhasil untuk telur-telur Nematoda, Schistostoma,

Dibothriosephalus, telur yang berpori-pori dari famili Taenidae, telur-

telur Achantocephala ataupun telurAscaris yang infertil.

Metode ini terbagi menjadi dua, yaitu metode apung dengan

disentriguasi dan metode apung tanpa disentrifugasi. Metode apung

dengan disentrifugasi merupakan metode apung dengan menggunakan

alat sentrifugator. Alat tersebut digunakan untuk menghomogenkan

feses dengan larutan pada tabung sentrifugasi. Sedangkan metode

apung tanpa disentrifugasi merupakan metode apung yang dilakukan

tanpa alat sentrifugator.

Page 5: Pemeriksaan Feses BJ

C. Metode Harada Mori

Metode ini digunakan untuk menentukan dan mengidentifikasi

larva cacing Ancylostoma duodenale, Necator americanus,

Srongyloides stercolaris dan Trichostronngilus yang didapatkan dari

feses yang diperiksa. Teknik ini memungkinkan telur cacing dapat

berkembang menjadi larva infektif pada kertas saring basah selama

kurang lebih 7 hari, kemudian larva ini akan ditemukan didalam air

yang terdapat pada ujung kantong plastik.

2. ALAT DAN BAHAN

A. Metode Natif

a. Larutan NaCl atau

eosin

b. Gelas onjek

c. Pipet tetes

d. Lidi

e. Feses segar

f. Cover glass

g. Mikroskop

B. Metode Apung (Pemeriksaan Telur)

a. Tanpa Disentrifugasi

1) Gelas objek

2) Cover glass

3) Tabung Reaksi

4) Mikroskop

5) Rak tabung reaksi

6) Jarum Ose

7) Lidi

8) Penyaring teh

9) 10 gram tinja

10) 200 ml larutan

NaCl jenuh (33%)

b. Disentrifugasi

1) Obyek glass

2) Cover glass

3) Penyaring teh

4) Tabung reaksi

5) Pengaduk

6) Beker glass

7) Jarum ose

8) Mikroskop

9) Tabung

sentrifugasi

10) Sentrifugator

11) Sampel (tinja)

Page 6: Pemeriksaan Feses BJ

12) Larutan NaCl

jenuh (33%)

13) Aquades

C. Metode Harada Mori (Pemeriksaan Larva)

a. Tabung reaksi ukuran 18x180 mm atau 20x200 mm atau kantung

plastik ukuran 30x200 mm

b. Kertas saring ukuran 3x15 cm

c. Lidi

d. Aquades

e. Rak tabung reaksi

f. Spidol

g. Penjepit

3. CARA KERJA

A. Metode Natif

1. Siapkan alat dan bahan untuk metode natif

2. Pada gelas objek yang bersih diteteskan 1-2 tetes NaCl fisiologis

atau eosin 2%

3. Dengan lidi tadi diambil sedikit tinja dan ditaruh pada gelas objek

yang sudah ditetesi larutan

4. Dengan lidi tadi kita ratakan / larutkan, kemudian ditutup dengan

gelas benda / cover glass

5. Amati dengan mikroskop.

B. Metode Apung

1. Dengan Disentrifugasi

a. Alat dan bahan praktikum disiapkan

b. Campurkan 10 gr tinja dan 33% NaCl jenuh dan diaduk sampai

merata.

c. Campuran tinja dan NaCl jenuh kemudian disaring dengan

penyaring teh dan dituangkan dalam tabung sentrifugasi

d. Tabung tersebut diputar pada alat sentrifugasi (sentrifugator)

selama 5 menit dengan putaran 10 x tiap menit

Page 7: Pemeriksaan Feses BJ

e. Dengan ose atau cover glass, diambil larutan bagian permukaan

dan ditaruh pada gelas objek, ditutup dengan gelas penutup

kemudian diperiksa di bawah mikroskop

2. Tanpa Disentrifugasi

a. Alat dan bahan praktikum disiapkan

b. Campurkan 10 gr tinja dan 33% NaCl jenuh dan diaduk sampai

merata

c. Bila terdapat serat-serat selulosa, campuran disaring terlebih

dahulu dengan penyaring teh

d. Tuangkan ke dalam tabung reaksi sampai tabung reaksi terlihat

penuh (cembung)

e. Diamkan 5-10 menit kemudian letakkan cover glass pada

tabung reaksi dan segera angkat

f. Letakkan cover glass di atas gelas objek dan amati dengan

mikroskop.

C. Metode Modifikasi Harada Mori

1. Siapkan alat dan bahan

2. Plastic diisi akuades steril ± 5 ml

3. Dengan lidi bamboo tinja dioleskan pada kertas saring sampai

mengisi sepertiga bagian tengahnya dan lipat kertas saring

4. Kemudian kertas saring dimasukkan dalam plastic tersebut di atas.

Cara memasukkan kertas saring dilipat membujur dengan ujung

kertas menyentuh pemukaan akuades dan tinja jangan sampai

tercelup akuades

5. Tulis nama penderita, tanggal penamaan, tempat penderita dan

nama mahasiswa. Plastik ditutup atau dilipat sedikit dan dijepit

dengan penjepit

6. Simpan pada suhu kamar selama 3-7 hari

7. Jika sudah sampai 7 hari, aquades pada plastik tersebut dituang ke

dalam gelas beaker. Kemudian ambil satu sampai dua tetes dengan

menggunakan pipet dan diteteskan pada preparat kemudian amati.

Page 8: Pemeriksaan Feses BJ

C. HASIL

1. Pemeriksaan Metode Apung (Pemeriksaan Telur)

Berikut ini adalah data dari responden praktikum kami :

Nama : Lutfi Nuryani Ramadan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 8 Tahun

Alamat : Grendeng

Asal Sekolah : SDN 3 Grendeng

Hasil dari pemeriksaan feses dengan metode apung adalah sdra.

Lutfi Nuryani Ramadan tidak terinfeksi cacing parasite karena tidak

ditemukannya telur pada saat pemeriksaan telur.

2. Pemeriksaan Metode Harada Mori (Pemeriksaan Larva)

Berikut ini adalah data dari responden praktikum kami :

Nama : Lutfi Nuryani Ramadan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 8 Tahun

Alamat : Grendeng

Asal Sekolah : SDN 3 Grendeng

Hasil dari pemeriksaan feses dengan metode Harada Mori adalah

sdra. Lutfi Nuryani Ramadan terinfeksi cacing parasite karena diduga telah

ditemukannya larva pada saat pemeriksaan larva pada feses dengan

menggunakan metode Harada Mori.

GAMBAR JENIS CIRI-CIRI

Diduga Larva

Cacing

Strongyloides

stercoralis

1. Cacing betina

berukuran 1 mm x 50

mm

2. Esophagus lonjong

dan ada bulbus

esophagus

3. Ekor lurus meruncing

4. Seperti benang halus

Page 9: Pemeriksaan Feses BJ

dan tidak berwarna

3. PEMBAHASAN

Pada pemeriksaan feses ini digunakan beberapa metode, antaralain metode

apung dan metode modifikasi Harada Mori. Metode apung terbagi menjadi

dua, yaitu metode apung dengan disentrifugasi dan metode apung tanpa

disentrifugasi.

1. Metode Apung

A. Maksud: Mengetahui adanya telur cacing parasit usus untuk infeksi

ringan.

B. Tujuan: Mengetahui adanya infeksi cacing parasit usus pada seseorang

yang diperiksa fecesnya.

C. Dasar teori: Berat jenis NaCl jenuh lebih berat dari berat jenis telur.

D. Kekurangan: Penggunaan feses banyak dan memerlukan waktu yang

lama, perlu ketelitian tinggi agar telur di permukaan larutan tidak turun

lagi

E. Kelebihan: Dapat di gunakan untuk infeksi ringan dan berat, telur dapat

terlihat jelas.

2. Metode Harada Mori

A. Maksud: Mengidentifikasi larva cacing Ancylostoma Duodenale,

Necator Americanus, Srongyloides Stercolaris dan Trichostronngilus

spatau mencari larva cacing-cacing parasit usus yang menetas diluar

tubuh hospes

B. Tujuan: Mengetahuia adanya infeksi cacing tambang

C. Dasar teori : Hanya cacing-cacing yang menetas di luar tubuh hospes

akan menetas 7 hari menjadi larva dengan kelembaban yang cukup.

D. Kekurangan : Dilakukan hanya untuk identifikasi infeksi cacing

tambang, waktu yang dibutuhkan lama dan memerlukan peralatan

yang banyak.

E. Kelebihan: lebih mudah dilakukan karena hanya umtuk

mengidentifikasi larva infektif mengingat bentuik larva jauh lebih

besar di bandingkan dengan telur.

Page 10: Pemeriksaan Feses BJ

Identifikasi penyakit cacingan pada manusia khususnya anak-anak sangat

dipengaruhi berbagai hal. Seperti persiapan sediaan feses atau tinja responden,

alat praktikum, kebersihan laboratorium maupun praktikan yang mampu

melaksanakan metode-metode praktikum dengan baik.

Kebersihan laboratorium juga menjadi sesuatu yang harus dilakukan

praktikan ketika sedang melaksanakan praktikum di laboratorium. Dan bahan

sediaan, seperti feses harus disimpan dalam keadaan bersih dan segar. Tempat

yang cocok untuk menyimpan feses agar tetap segar yaitu, di dalam kotak

yang berisi es batu dan tempat yang bersih.

Hasil pemeriksaan tinja yang telah dilakukan dengan metode apung

menunjukkan hasil yang negatif yang artinya bahwa tidak ditemukan telur

dalam tinja yang telah diperiksa. Hasil negatif pada metode apung yang

dilaksanakan dapat disebabkan antara lain:

1. Kurang ketelitian dan kecerobohan praktikan dalam melakukan

praktikum. Misalnya pada metode apung pada saat menusuk-

menusukkan lidi bambu pada feces telur yang terdapat pada feces tidak

menempel pada lidi. Pada metode apung, pada saat larutan feces

didiamkan pada tabung reaksi, tabung reaksi goyang sehingga telur

yang sudah terapung mengendap lagi.

2. Kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi telur cacing

parasit.

3. Praktikan kurang paham tentang urutan kerja pada masing-masing

metode.

4. Pada saat diambil fecesnya, cacing belum bertelur sehingga tidak

ditemukkan telur pada feces.

5. Ketidaktelitian praktikan dalam mengamati preparat dengan mikroskop

sehingga tidak ditemukannya telur parasit.

Selain terdapat penyebab dari hasil pemeriksaan feses tersebut. Terdapat

beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan, antaralain.

1. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

2. Sanitasi lingkungan keluarga yang terjamin bersih

Page 11: Pemeriksaan Feses BJ

3. Menjaga kehigienisan makanan

4. Mencuci tangan setiap setelah makan dan sebelum makan.

5. Tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar atau

sembarangan.

Namun pada metode Harada Mori, pemeriksaan ini mendapatkan hasil

yang positif yang dapat diartikan bahwa pemeriksaan feses responden dengan

metode Harada Mori diduga telah ditemukan larva dalam tinja sang responden

setelah diperiksa.

Pemeriksaan dengan menggunakan metode modifikasi Harada Mori ini

diduga telah ditemukan larva cacing Stongyloides stercoralis dimana pada

larva tersebut memiliki ciri-ciri antaralain.

1. Cacing betina berukuran 1 mm x 50 mm

2. Esophagus lonjong

3. Ekor lurus meruncing

4. Memiliki esophagus dan bulbus esophagus

5. Seperti benang halus dan tidak berwarna

GAMBAR CIRI

1. Seperti benang halus dan

tidak berwarna

2. Esophagus lonjong

3. Ekor lurus meruncing

4. Memiliki esophagus dan

bulbus esophagus

5. Cacing betina berukuran 1

mm x 50 mm

Page 12: Pemeriksaan Feses BJ

Diduga mirip dengan gambar di atas

bahwa larva ini tidak berwarna dan

tembus pandang. Kemudian

memiliki ekor lurus yang meruncing

ke bawah serta memiliki esophagus

yang lonjong.

Strongyloides stercoralis merupakan spesies cacing benang yang

menyebabkan terjadinya strongiloidiasis. Cacing ini ditularkan melalui tanah (Soil

Transmitted Helminths) dan dapat hidup serta berkembang biak di dalam tubuh

hospesnya selama beberapa tahun dikarenakan cacing tersebut dapat

menimbulkan autoinfeksi. Cacing ini dapat berkembang dan menyerang organ-

organ penting dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian.

Siklus hidup Strongyloides stercoralis:

Page 13: Pemeriksaan Feses BJ

1. Siklus langsung

Larva rhabditiform keluar bersama tinja→ 2-3 hari di tanah

menjadi larva filariform infektif →menembus kulit manusia →masuk

peredaran darah vena (melewati jantung sampai pari-paru ) →menembus

alveoli → bronchus → faring → usus halus → dewasa.

2. Siklus tidak langsung

Larva rhabditiform keluar bersama tinja dewasa di tanah bertelur

menghasilkan larva rhabditiform filariform menembus kulit (seperti siklus

langsung) terkandung kondisi lingkungan.

3. Autoinfeksi

Larva rhabditiform yang dikeluarkan usus langsung berubah

menjadi filariform reinfeksi tubuh hospes dengan 2 cara yaitu:

1. Menginvasi mukosa usus mengikuti aliran darah sampau ke usus

menjadi dewasa

2. Keluar bersama tnja & penetrasi di daerah perianal (sekitar anus).

Gejala yang ditimbulkan oleh cacing ini antaralain seperti, rasa gatal yang

hebat pada kulit, pneumositis, batuk, nafas pendek, demam, mual, diare, berat

badan turun, dsb.

Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan,

menjaga kehigienisan diri, mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, tidak

makan di sembarang tempat, dsb. Selain itu, pengobatan dapat dilakukan dengan

mengonsumsi Tiabendazol atau Menebdazol sesuai dengan resep dokter.

4. KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pemeriksaan feses dengan menggunakan metode apung, jelas

tidak ditemukan telur dari feses responden atau sering dikatakan sebagai hasil

Page 14: Pemeriksaan Feses BJ

yang negatif. Namun, ketika melakukan pemeriksaan dengan metode Harada

Mori, diduga mendapatkan hasil yang positif bahwa diduga terdapat larva

cacing dari salah satu spesies nematoda, yaitu Strongyloides stercoralis.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pada pemeriksaan metode apung dan

modifikasi Harada Mori ini, antaralain.

1. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

2. Sanitasi lingkungan keluarga yang terjamin bersih

3. Perilaku menjaga kehigienisan makanan

4. Mencuci tangan setiap setelah makan dan sebelum makan.

5. Tidak mengonsumsi makanan atau minuman yang tercemar atau

sembarangan.

6. Kehigienisan diri terhadap lingkungan.

B. Saran

1. Memperdalam pengetahuan tentang berbagai infeksi penyakit yang

ditimbulkan oleh cacing.

2. Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kehigienisan akan

berbagai hal

3. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat di mana pun dan kapan

pun.

DAFTAR PUSTAKA

Sodarto. 2009. Pengobatan Penyakit Parasit. Surabaya. Sagung Seto.

Winita, Riwina, dkk. 2012. Upaya Pemberantasan Kecacingan di Sekolah Dasar.

Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jakarta.

Page 15: Pemeriksaan Feses BJ

Samudar, Nurhaitil, dkk. 2013. Hubungan Infeksi Kecacingan Dengan Status

Hemoglobin Pada Anak Sekolah Dasar Diwilayah Pesisir Kota Makassar

Propinsi Sulawesi Selatan Tahun 2013. Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar.

Hartini, Y., Geishamimi, G., Mariam, A.Z., Mohamed-Kamel, A.G., Hidayatul,

F.O. and Ismarul, Y.I. 2013. Distribution of intestinal parasitic infections amongst

aborigine children at Post Sungai Rual, Kelantan, Malaysia. Tropical Biomedicine

30(4): 596–601.

Widyaningsih, Indah. Stongyloides. Universitas Wijaya Kusuma Surabaya, Jawa

Timur.

Gandahusada, S.W. Pribadi dan D.I. Herry. 2000. Parasitologi Kedokteran.

Fakultas Kedokteran UI. Jakarta.

Lampiran.

Modifikasi Harada Mori Metode Apung

Page 16: Pemeriksaan Feses BJ

Tinja responden Tahap Disentrifugasi dengan

Sentrifugator

Pengolesan Tinja Campuran bahan yang diambil dari alat sentrifugasi

Tahap akhir pada Metode Harada

Mori (Penjepitan kertas yang

berisi tinja dalam plastik)

Tabung reaksi cembung pada

metode tanpa disentrifugasi

Lampiran.

Page 17: Pemeriksaan Feses BJ

Hasil Penelitian dengan menggunakan Metode Modifikasi Harada Mori