laporan kosolven farfis

21
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eliksir merupakan salah satu bentuk sediaan cair farmasi yang lazim digunakan untuk beberapa zat aktif dengan kelarutan terbatas, yang dalam pembuatannya digunakan pelarut tunggal maupun campuran karena kelarutan zat aktifnya dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut yang polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dan dapat melarutkan zat – zat yang polar dengan baik, sedangkan zat non polar sukar larut dalam pelarut polar. Hal ini dikenal dengan istilah Like disolve like. Menurut Moore, besarnya konstanta dielektrik dapat diatur dengan penambahan pelarut lain atau pelarut campur. Konstanta dielektrik campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan dari konstanta dielektrik masing – masing pelarut yang dikalikan dengan % volumenya. Pemakaian pelarut campur ini disebut dengan istilah co – solvensy dan dapat dianggap sebagai modifikasi polaritas dari sistem pelarut terhadap kelarutan zat dan fenomena kelarutan ini disebut fenomena co –colvensy. B. Tujuan Tujuan dari praktikum kali ini antara lain : 1. Memahami pengertian pelarut campur dan fungsinya dalam sediaan farmasi. 1

Upload: niamaharani

Post on 02-Aug-2015

1.598 views

Category:

Documents


60 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Kosolven Farfis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliksir merupakan salah satu bentuk sediaan cair farmasi yang lazim digunakan

untuk beberapa zat aktif dengan kelarutan terbatas, yang dalam pembuatannya

digunakan pelarut tunggal maupun campuran karena kelarutan zat aktifnya dipengaruhi

oleh polaritas pelarut. Pelarut yang polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi

dan dapat melarutkan zat – zat yang polar dengan baik, sedangkan zat non polar sukar

larut dalam pelarut polar. Hal ini dikenal dengan istilah Like disolve like.

Menurut Moore, besarnya konstanta dielektrik dapat diatur dengan penambahan

pelarut lain atau pelarut campur. Konstanta dielektrik campuran pelarut merupakan

hasil penjumlahan dari konstanta dielektrik masing – masing pelarut yang dikalikan

dengan % volumenya. Pemakaian pelarut campur ini disebut dengan istilah co –

solvensy dan dapat dianggap sebagai modifikasi polaritas dari sistem pelarut terhadap

kelarutan zat dan fenomena kelarutan ini disebut fenomena co –colvensy.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum kali ini antara lain :

1. Memahami pengertian pelarut campur dan fungsinya dalam sediaan farmasi.

2. Mengetahui proses penambahan pelarut campur dalam pembuatan sediaan cair

farmasi.

3. Memahami arti kelarutan suatu zat dalam sediaan farmasi dan faktor – faktor yang

mempengaruhi kelarutan.

1

Page 2: Laporan Kosolven Farfis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Informasi Zat

1. Asam Salisilat

a. Pemerian : hablur putih, biasanya berbentuk jarum halus atau serbuk hablur

halus putih, rasa agak manis tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna

putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metil salisilat alami dapat berwarna

kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip mentol

b. Kelarutan : sukar larut dalam air dan dalam benzena, mudah larut dalam etanol

dan dalam eter, larut dalam air mendidih, agak sukar larut dalam kloroform.

2. Gliserin

a. Pemerian : cairan seperti sirop; jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis

diikuti rasa hangat. Higroskopik. Jika disimpan beberapa lama pada suhu

rendah dapat memadat membentuk massa hablur tidak berwarna yang tidak

melebur hingga suhu mencapai lebih kurang 20 o.

b. Kelarutan : dapat campur dengan air dan etanol (95%), praktis tidak larut dalam

kloroform, eter, dan minyak lemak.

B. Kelarutan

Kelarutan suatu zat terlarut adalah jumlah maksimum dari zat terlarut yang dapat

dilarutkan dalam sejumlah tertentu pelarut atau sejumlah larutan pada temperatur

tertentu. Senyawa yang terlarut disebut solut dan cairan yang melarutkan disebut

solven, yang bersama-sama membentuk suatu larutan. Proses pelarutan disebut solvasi

atau hidrasi jika pelarutnya air. Suatu larutan saat kesetimbangan tidak dapat menahan

solut lagi dan disebut jenuh. Larutan dalam keadaan tertentu dapat menahan lebih

banyak solut lebih dari keadaan normal solven hal ini disebut lewat jenuh.

Faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi kelarutan diantaranya :

1. Kemurnian : solut atau solven

2

Page 3: Laporan Kosolven Farfis

2. Temperatur : secara umum peningkatan temperatur larutan meningkatkan kelarutan

zat padat. Untuk semua gas kelarutan menurun dengan peningkatan temperatur.

3. Tekanan : untuk solut padat dan cair perubahan dalam tekanan secara praktis tidak

mempengaruhi kelarutan.

Laju kelarutan adalah suatu ukuran dari seberapa cepat suatu zat terlarut, beberapa

faktor yang mempengaruhi laju kelarutan adalah :

1. Ukuran partikel

Saat suatu solut dilarutkan aksi terjadi hanya pada permukaan dari tiap partikel.

Jika total permukaan partikel meningkat, solut akan larut lebih cepat.

2. Pengadukan

Pada solut cair atau padat, pengadukan menyebabkan bagian baru dari pelarut

kontak dengan solut, sehingga meningkatkan laju kelarutan.

3. Temperatur

Untuk solut padat dan cair, kenaikkan temperatur tidak hanya meningkatkan

jumlah solut yang terlarut tapi juga meningkatkan laju saat solut melarut.

Ketika suatu solven melarutkan suatu solut, partikel solven harus memecah partikel

solut dan menempati ruang yang terhalangi. pelarut yang polar dapat dengan efektif

memecah senyawa yang polar. Ini terjadi saat ujung positif dari suatu molekul solven

mendekati ujung negatif dari molekul solut (Jones, L. 2005).

C. Kosolvensi

Elektrolit lemah dan molekul-molekul nonpolar seringkali mempunyai kelarutan

dalam air yang buruk. Kelarutannya biasanya dapat ditingkatkan dengan penambahan

suatu pelarut yang dapat bercampur dengan air dimana dalam pelarut tersebut obat

mempunyai kelarutan yang baik. Proses ini dikenal sebagai kosolvensi, dan pelarut-

pelarut yang digunakan dalam kombinasi untuk meningkatkan kelarutan zat terlarut

dikenal sebagai kosolven.

Etanol, sorbitol, propilen glikol, dan beberapa anggota dari seri polimer polietilen

glikol memperlihatkan jumlah terbatas dari kosolven yang berguna, dan dapat

diterima secara umum dalam formulasi cairan-cairan dalam air.

Kosolven tidak hanya digunakan untuk mempengaruhi kelarutan obat tersebut,

tetapi juga untuk memperbaiki kelarutan dari konstituen-konstituen yang mudah

menguap yang digunakan untuk memberi rasa dan bau yang diinginkan ke produk

3

Page 4: Laporan Kosolven Farfis

tersebut.

Suatu larutan adalah dispersi yang serba sama (homogen) dari suatu zat terlarut (solut)

didalam pelarutnya (solven), untuk dispersi tersebut diperlukan informasi tentang

kelarutan (solut) di dalam pelarutnya.

Kelarutan dapat diartikan sebagai jumlah (bagian) terbesar dari suatu komponen

(solut) yang dapat didistribusikan kepada komponen lainnya (solven), pada satu suhu

dan tekanan tertentu sehingga menghasilkan suatu dispersi molekular homogen yang

terdiri dari suatu fase tunggal (larutan). laju tercapainya kelarutan maksimum (jenuh)

disebut laju disolusi.

Molekul-molekul dalam obat padat diikat bersama oleh gaya intermolekular

tertentu misalnya gaya dipol-dipol imbas, dipol-dipol dan interaksi ion-ion, demikian

pula halnya dengan solven. pelarut dibedakan atas polar, semi polar, atau non polar

tergantung dari besarnya ikatan yang bersangkutan.

Sifat fisik kelarutan ada 3 yaitu :

1. Sifat koligatif : terutama tergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat

koligatif larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik

beku dan penaikan titik didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk

konsentrasi yang setara dari berbagai zat non elektrolit dalam larutan tanpa

mengidahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam menetapakan sifat

koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap dan

tekanan uap diatas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.

2. Sifat aditif : bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat

konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat

molekul, yaitu jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan

juga bersifat aditif, massa total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing

komponen.

3. Sifat konstitusi : bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit,

pada jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk

terhadap aturan senyawa tunggal dan kelompok molekul dalam sistem. Banyak

sifat yang sebagian aditif dan sebagian konstitusi. Pembiasan cahaya, sifat listrik,

sifat permukaan, dan antar permukaan dan kelarutan obat setidak-tidaknya

sebagian berupa sifat konstitusif dan sebagian sifat aditif. (Alfred Martin, 1990).

4

Page 5: Laporan Kosolven Farfis

BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat

Waktu : 9 April 2010

Tempat : Laboratorium Farmasi Fisik FMIPA Universitas Muhammadiyah Prof.

DR. Hamka Jurusan Farmasi

B. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini antara lain alkohol, aquadest,

gliserin, asam oksalat, asam salisilat, larutan NaOH 0,1 N, larutan indikator (pp), buret,

erlenmeyer, pipet volume 10 ml, kertas saring, beaker glass, gelas ukur, pipet tetes,

pipet filler dan statif.

C. Prosedur Kerja

1. Pembakuan Larutan NaOH

a. Timbang seksama 100 mg asam oksalat, masukkan dalam erlenmeyer dan

tambahkan 50 ml aquadest lalu aduk hingga larut, kemudian tambahkan

beberapa tetes larutan indikator.

b. Titrasi larutan tersebut dengan larutan NaOH hingga terjadi perubahan larutan

dari bening menjadi warna merah muda tipis, catat volume hasil titrasi dan

kemudian hitung normalitas NaOH. Titrasi dilakukan sebanyak satu kali untuk

setiap kelompok.

5

Page 6: Laporan Kosolven Farfis

NoAquadest

(ml)Alkohol 60%

(ml)Gliserin

(ml)Jumlah

(ml)

Jumlah yan dipipet dari filtrat (ml)

1 47,5 2,5 - 50 102 45 2,5 2,5 50 103 42,5 2,5 5 50 104 40 2,5 7,5 50 105 37,5 2,5 10 50 102. Penentuan Kadar Asam Salisilat Dalam Larutan Surfaktan

a. Buat campuran pelarut sesuai yang tertera pada tabel berikut :

b. Timbang asam 200 mg salisilat,larutkan sedikit demi sedikit kedalam masing –

masing campuran pelarut yang telah dibuat dan kocok selama 15 menit.

c. Saring larutan dan tentukan kadar asam salisilat dengan memipet 10 ml filtrat

dan masukkan ke dalam erlenmeyer, tambahkan beberapa tetes larutan

indikator PP kemudian titrasi dengan larutan NaOH 0,1 N hasil pembakuan

sampai terbentuk warna merah muda tipis.

d. Buat tabel dan grafik antara % gliserin dengan % asam salisilat yang terlarut.

e. Diskusikan hasil yang diperoleh.

BAB IV

6

Page 7: Laporan Kosolven Farfis

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil dan perhitungan

1. Volume pembakuan NaOH

Kelompok Volume Pembakuan (ml)1 19,502 18,153 20,354 19,355 17,756 19,357 19,008 18,709 18,5010 19,35X̄ 19,00

X̄on-1 0,75SD 18,25 – 19,75

2. Volume titran (NaOH) dan penimbangan sampel pada Penetapan Kadar Asam Salisilat

Kelompok Konsentrasi Surfaktan Volume Titran (ml) Penimbangan (g)

1 Blangko2,60 0,20002,30 0,2000

2 Gliserin 5%2,50 0,20002,35 0,2000

3 Gliserin 10%2,65 0,20002,60 0,2000

4 Gliserin 15%2,90 0,20002,90 0,2000

5 Gliserin 20%3,25 0,20003,00 0,2000

6 Blangko2,40 0,20002,35 0,2000

7 Gliserin 5%1,50 0,20001,50 0,2000

8 Gliserin 10%2,85 0,20002,675 0,2000

9 Gliserin 15%2,75 0,20002,70 0,2000

10 Gliserin 20%3,10 0,20003,15 0,2000

3. Perhitungan Kadar Asam Salisilat

a. Pembakuan larutan NaOH

7

Page 8: Laporan Kosolven Farfis

1) Normalitas asam oksalat

N1 = g ram x 1000 ml = 0,1002 x 1000 ml

BM/BE V.pel 126,07/2 50 ml

= 0,0318 N

2) Pembakuan

Mgrek asam oksalat ~ mgrek NaOH

V1.N1 = V2.N2

50 ml x 0,0318 N = 19,11 ml x N2

N2 = 0,0832 N

b. Penetapan kadar asam salisilat

1) Blanko

Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH

V1.N1 = V2.N2

10 ml x N1 = 2,41 ml x 0,0832 N

N1 = 0,0201 N

Normalitas asam salisilat

N1 = gram x 1000 ml 0,0201 N = gram x 1000 ml

BM/BE V.pel 138,12 10 ml

Gram = 0,0278 g

Faktor pengenceran

Fp = V.pelarut x gram

V pipet

= 50 ml x 0,0278 g

10 ml

= 0,1390 g

Penetapan kadar

% Kadar = 0,1390 g x 100% = 69,50%

0,200 g

2) Gliserin 5%

Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH

8

Page 9: Laporan Kosolven Farfis

V1.N1 = V2.N2

10 ml x N1 = 1,96 ml x 0,0832 N

N1 = 0,0163 N

Normalitas asam salisilat

N1 = gram x 1000 ml 0,0163 N = gram x 1000 ml

BM/BE V.pel 138,12 10 ml

Gram = 0,0225 gram

Faktor pengenceran

Fp = V.pelarut x gram

V pipet

= 50 ml x 0,0225 g

10 ml

= 0,1125 g

Penetapan kadar

% Kadar = 0,1125 g x 100% = 56,25%

0,200 g

3) Gliserin 10%

Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH

V1.N1 = V2.N2

10 ml x N1 = 2,69 ml x 0,0832 N

N1 = 0,0224 N

Normalitas asam salisilat

N1 = gram x 1000 ml 0,0224 N = gram x 1000 ml

BM/BE V.pel 138,12 10 ml

Gram = 0,0309 gram

Faktor pengenceran

Fp = V.pelarut x gram

9

Page 10: Laporan Kosolven Farfis

V pipet

= 50 ml x 0,0309 g

10 ml

= 0,1545 g

Penetapan kadar

% Kadar = 0,1545 g x 100% = 77,25%

0,200 g

4) Gliserin 15%

Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH

V1.N1 = V2.N2

10 ml x N1 = 2,81 ml x 0,0832 N

N1 = 0,0234 N

Normalitas asam salisilat

N1 = gram x 1000 ml 0,0234 N = gram x 1000 ml

BM/BE V.pel 138,12 10 ml

Gram = 0,0323 gram

Faktor pengenceran

Fp = V.pelarut x gram

V pipet

= 50 ml x 0,0323 g

10 ml

= 0,1615 g

Penetapan kadar

% Kadar = 0,1615 g x 100% = 80,75%

0,200 g

5) Gliserin 20%

Mgrek asam salisilat ~ mgrek NaOH

10

Page 11: Laporan Kosolven Farfis

V1.N1 = V2.N2

10 ml x N1 = 3,13 ml x 0,0832

N1 = 0,0260 N

Normalitas asam salisilat

N1 = gram x 1000 ml 0,0260 N = gram x 1000 ml

BM/BE V.pel 138,12 10 ml

Gram = 0,0359 gram

Faktor pengenceran

Fp = V.pelarut x gram

V pipet

= 50 ml x 0,0359 g

10 ml

= 0,1795 g

Penetapan kadar

% Kadar = 0,1795 g x 100% = 89,75%

0,200 g

B. Pembahasan

Kosolven adalah pelarut yang ditambahkan di luar pelarut asli yang dimaksudkan

untuk meningkatkan kelarutan suatu zat tertentu. Kosolven yang digunakan pada

umumnya harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1. Zat yang akan dilarutkan harus dapat larut lebih baik dalam kosolven dibandingkan

dengan pelarut aslinya

2. Solven dan kosolven harus dapat bercampur dalam perbandingan yang tetap.

Penggunaan kosolven terutama banyak digunakan dalam pembuatan elixir yang

merupakan salah satu bentuk sediaan farmasi yang lazim digunakan untuk beberapa zat

aktif dengan kelarutan terbatas yang dalam pembuatannya digunakan pelarut tunggal

maupun campuran karena kelarutan zat aktifnya dipengaruhi oleh polaritas pelarut.

Dari hasil perhitungan kadar asam salisilat, didapatlan hasil sebagai berikut :

1. Blanko, kadar asam salisilat = 69,50%

11

Page 12: Laporan Kosolven Farfis

2. Gliserin 5%, kadar asam salisilat = 56,25%

3. Gliserin 10%, kadar asam salisilat = 77,25%

4. Gliserin 15%, kadar asam salisilat = 80,75%

5. Gliserin 20%, kadar asam salisilat = 89,75%

Berdasarkan pada hasil perhitungan kadar tersebut, maka dapat diketahui bahwa

penambahan kosolven/pelarut pembantu dalam hal ini yaitu gliserin dapat

meningkatkan kadar dari asam salisilat. Meskipun terdapat penyimpangan data pada

kadar gliserin 5%, dimana kadar asam salisilat yang diperoleh lebih kecil dibandingkan

dengan blanko (tanpa penambahan gliserin). Adanya penyimpangan ini dapat

dikarenakan antara lain :

1. Kesalahan saat memipet larutan sampel atau pengambilan pelarut

2. Penambahan indikator PP yang tidak tepat

3. Kesalahan saat titrasi, dan lain-lain.

Peningkatan kadar asam salisilat dengan penambahan kosolven juga berkaitan

dengan nilai konstanta dielektrik, yaitu nilai yang menunjukkan kepolaran suatu zat, makin

tinggi konstanta dielektrik, maka zat tersebut akan semakin polar. Menurut Moore

besarnya konstanta dielektrik dapat diatur dengan penambahan pelarut lain atau pelarut

campur. Dalam hal ini nilai konstanta dielektrik air adalah 80,4, gliserin = 46,0 dan

etilalkohol = 26,0. Konstanta dielektrik campuran pelarut dapat dihitung dari hasil

penjumlahan konstanta dielektrik masing-masing pelarut yang dikalikan dengan %

volumenya. Peristiwa pemakaian pelarut campur ini disebut dengan istilah kosolvensi.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

12

Page 13: Laporan Kosolven Farfis

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan pelarut

pembantu (kosolven) dapat meningkatkan kelarutan dari asam salisilat. Hal ini terlihat

dari hasil perhitungan kadar asam salisilat yang meningkat berbanding lurus dengan

peningkatan konsentrasi kosolven yang digunakan yaitu gliserin.

B. Saran

Adapun saran yang diberikan dalam praktikum kali ini adalah agar praktikan

mambaca terlebih dahulu prosedur kerja sebelum dilakukannya praktikum agar tidak

terjadi kekeliruan seperti kesalahan titrasi, dll.

DAFTAR PUSTAKA

13

Page 14: Laporan Kosolven Farfis

Anonim. 2010. Diktat Praktikum Farmasi Fisik. Jakarta : Universitas Muhammadiyah

Prof. DR Hamka Fakultas MIPA Jurusan Farmasi.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Martin, Alfred, dkk. 2008. Farmasi Fisik Jilid Kedua Edisi Ketiga. Jakarta : UI – Press

LAMPIRAN

14

Page 15: Laporan Kosolven Farfis

Pada grafik di atas menunjukkan hubungan antara pengaruh penambahan pelarut campur

gliserin 0%, 5%, 10%. 15% dan 20% terhadap peningkatan kadar asam salisilat. Kadar

asam salisilat yang diperoleh dengan penambahan gliserin pada konsentrasi 0% - 20%

bertutrut-turut sebesar 69,50 %, 56,25%, 77,25 %, 80,75 %, dan 89,75 %.

15