farfis emulsi.docx

24
PERCOBAAN I EMULSIFIKASI A. Tujuan 1. Untuk menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan emulsi. 2. Untuk membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan surfaktan. 3. Untuk mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi. 4. Untuk menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi. B. Dasar Teori Emulsifikasi merupakan proses pembentukan emulsi pada suatu sediaan farmasi . Terdapat beberapa pengertian tentang emulsi, yaitu : 1. Menurut FI III : Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok. 2. Menurut Parrot: Emulsi adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran yang tidak saling bercampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan emulgator keseluruh partikel lainnya. Ukuran diameter partikelnya 0.2 – 50 m.

Upload: erin-tandi-datu

Post on 26-Jan-2016

43 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

farfis

TRANSCRIPT

Page 1: FARFIS EMULSI.docx

PERCOBAAN I

EMULSIFIKASI

A. Tujuan

1. Untuk menghitung jumlah emulgator golongan surfaktan yang

digunakan dalam pembuatan emulsi.

2. Untuk membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan

surfaktan.

3. Untuk mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi.

4. Untuk menentukan HLB butuh minyak yang digunakan dalam

pembuatan emulsi.

B. Dasar Teori

Emulsifikasi merupakan proses pembentukan emulsi pada suatu

sediaan farmasi . Terdapat beberapa pengertian tentang emulsi, yaitu :

1. Menurut FI III : Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat

cair atau cairan obat terdispersi dalam cairan pembawa distabilkan dengan

zat pengemulsi atau surfaktan yang cocok.

2. Menurut Parrot:  Emulsi adalah suatu sistem polifase dari 2 campuran

yang tidak saling bercampur. Salah satunya tersuspensi dengan bantuan

emulgator keseluruh partikel lainnya. Ukuran diameter partikelnya 0.2 –

50 m.

3. Menurut Physical Pharmacy : Emulsi adalah sistem yang tidak stabil

secara termodinamika mengandung paling sedikit dua fase cair yang

tidak bercampur satu diantaranya terdispersi sebagai globul-globul (fase

pendispersi) dalam fase cair lainnya (fase kontinyu) distabilkan dengan

adanya bahan pengemulsi/emulgator.

4. Menurut Formularium Nasional : Emulsi adalah sediaan berupa

campuran terdiri dari dua fase cairan dalam sistem dispersi; yang satu

terdispersi sangat halus dan merata dalam fase cairan lainnya; umumnya

dimantapkan dengan zat pengemulsi.

Page 2: FARFIS EMULSI.docx

Komponen utama emulsi berupa fase disper (zat cair yang terbagi-

bagi menjadi butiran kecil kedalam zat cair lain (fase internal)); Fase

kontinyu (zat cair yang berfungsi sebagai bahan dasar (pendukung) dari

emulsi tersebut (fase eksternal)); dan Emulgator (zat yang digunakan

dalam kestabilan emulsi).

Berdasarkan macam zat cair yang berfungsi sebagai fase

internal ataupun eksternal, maka emulsi digolongkan menjadi 2 : Emulsi

yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut emulsi

minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi “m/a”.

Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak

disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi ‘a/m”.

Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat kontinu, suatu emulsi minyak

dalam air diencerkan atau ditambahkan dengan air atau suatu preparat

dalam air. Umumnya untuk membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase

ketiga atau bagian dari emulsi, yakni: zat pengemulsi (emulsifying egent).

Tergantung pada konstituennya, viskositas emulsi dapat sangat bervariasi

dan emulsi farmasi bisa disiapkan sebagai cairan atau semi solid

(setengah padat) .

(Ansel, 1989).

Proses pembuatan emulsi biasanya mencakup tiga hal berikut:

1. Emulsifikasi awal

Ada sejumlah faktor penting dalam emulsifikasi awal, yaitu

temperatur, intensitas dan lama pencampuran, serta keteraturan dan

kecepatan penambahan fase-fase.

Emulsifikasi awal biasanya dijalankan pada suhu yang lebih tinggi

untuk menjamin bahwa kedua fase serta hasil emulsi cukup mobil

geraknya sewaktu di aduk. Intensitas dan lama pengadukan tergantung

efisiensi dispersi emulsifator.

Secara umum ada dua cara penambahan bahan-bahan. Yang

pertama, penambahan fase dalam bentuk dispersi ke dalam fase dalam

bentuk homogen. Yang kedua, kebalikannya. Yang pertama tampak lebih

Page 3: FARFIS EMULSI.docx

alamiah, tetapi yang kedua memberikan keuntungan yang lebih besar jika

tidak tersedia alat pengaduk yang memadai.

Untuk emulsi O/W yang lebih kental, misalnya vanishing cream,

sebaiknya jangka waktu pengadukan dengan kecepatan tinggi singkat saja

untuk mencegah masuknya udara. Setalah emulsi awal terbentuk,

kecepatan pengadukan diturunkan sampai sekitar 50°C dan saat itu pula

parfum ditambahkan. Emulsi W/O dikerjakan dengan cara yang sama,

hanya larutan dalam air dimasukkan ke dalam fase lemak sedikit demi

sedikit.

Mungkin cara pembuatan emulsi terbaik adalah dengan menuangkan

serentak proporsi kedua fase yang sama pada setiap waktu ke dalam mixer

yang terus berputar, sehingga emulsi terus-menerus terbentuk. Tapi ini

hanya dapat dilakukan dalam pabrik besar.

2. Pendinginan

Mendinginkan emulsi merupakan proses yang sangat penting,

terutama dalam produk yang berisi bahan-bahan mirip lilin yang berharga.

Selama pendinginan biasanya emulsi terus diaduk untuk mengurangi

lamanya proses serta untuk menghasilkan produk yang homogen.

3. Homogenisasi

Pada suhu yang yinggi, kebanyakan emulsi tidak stabil dan selama

pendinginan dalam batch terbentuk butiran-butiran emulsi. Atau pada

produk yang memiliki fase minyak dengan titik leleh yang tinggi, pada

pendinginan terjadi pengerasan produk. Karena itu, diperlukan

pencampuran tambahan untuk memperoleh produk seperti yang

diinginkan.

Pencampuran tambahan ini bervariasi, mulai dari pelewatan produk

melalui pompa bergir berputar dengan tekanan rendah dari belakang,

misalnya 50 psig, atau penghancuran agregat-agregat kristal lilin atau

pelewatan katup homogenizer dengan tekanan tinggi 5000 psig. Proses ini

disebut homogenisasi.

( Tranggono, 2007)

Page 4: FARFIS EMULSI.docx

Salah satu inovasi terbaru dalam teknologi emulsi adalah

pengembangan emulsi ganda yakni emulsi yang fase terdispersinya

mengandung tetesan - tetesan kecil atau globul dengan emulsi ganda

terbagi atas dua tipe emulsi yakni emulsi tipe M/A/M artinya fase minyak

terdispersi pada fase air emulsi A/M, dan tipe emulsi A/M/A dengan

fase air terdispersi pada fase minyak emulsi M/A.

Penggunaan emulsi ini memiliki keuntungan yakni menutupi rasa

yang tidak enak, meningkatkan absorbsi obat, memperpanjang pelepasan

obat serta dapat pula memisahkan dua bahan hidrofilik yang tidak saling

bercampur (incompatible) yakni pada fase air internal dan fase air

eksternal yang dipisahkan oleh fase pertengahan minyak atau emulsi ganda

tipe A/M/A .

Pembentukan emulsi ganda dipengaruhi oleh pemilihan emulgator/

pengemulsi yaitu mempengaruhi kekuatan lapisan antarmuka dari fase

minyak dengan surfaktan hidrofobik maupun lapisan antar muka pada fase

air dengan surfaktan hidrofilik, juga dipengaruhi oleh tekanan osmotik di

dalam globul atau tetesan-tetesan fase internal dan fase eksternal.

Emulgator nonionik merupakan emulgator yang memiliki

kesetimbangan hidrofilik lipofilik yang seimbang di dalam molekulnya.

Tidak seperti emulgator anionik dan kationik, emulgator nonionik tidak

mudah dipengaruhi oleh perubahan pH dan adanya elektrolit.

(Pakki, 2010)

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling

penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA,

tragakan, gelatin, sapo dan lain-lain. Emulsa dapat dibedakan menjadi dua

macam yaitu emulsi vera (emulsialam) dan emulsi spuria (emulsi buatan).

Emulsi vera dibuat dari biji atau buah,dimana terdapat disamping minyak

lemak juga emulgator yang biasanya merupakanzat seperti putih telur

(Anief, 2000).

Pada pembuatan emulsi, surfaktan juga dapat digunakan sebagai

emulgator. Jika surfaktan yang digunakan sebagai emulgator maka dapat

Page 5: FARFIS EMULSI.docx

terbentuk suatu emulsi ganda(multiple emulsion). Sistem ini merupakan

jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya. Mekanisme kerja emulgator

semacam ini berdasarkan atas kemampuanny amenurunkan tegangan

permukaan air dan minyak serta membentuk lapisan monomolecular pada

permukaan globul fase terdispersi.

( Sartini,2009 )

Penggunaan surfaktan pada kadar yang lebih tinggi akan berkumpul

membentuk agregat yang disebut misel. Selain itu pada pemakaiannya

dengan kadar tinggi sampai Critical Micelle Concentration (CMC)

surfaktan diasumsikan mampu berinteraksi kompleks dengan obat tertentu

selanjutnya dapat pula mempengaruhi permeabilitas membran tempat

absorbsi obat karena surfaktan dan membran mengandung komponen

penyusun yang sama (Zulkarnain, 2008).

Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan non

polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang terdiri dari air

dan minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan

gugus non polar akan mengarah ke faseminyak. Surfaktan yang

didominasi gugus polar akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam

air. Sedangkan jika molekul surfaktan lebih didominasi gugus non

polar akan cenderung menghasilkan emulsi air dalam minyak.

Metode yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi surfaktan

sebagai emulgator adalah Metode HLB (hydrophilic-lipophilic balance).

Griffin menyusun suatu skala ukuran HLB surfaktan yang dapat

digunakan menyusun daerah efisiensi HLB optimum untuk setiap fungsi

surfaktan. Semakin tinggi nilai HLB suatu surfakatan, sifat kepolarannnya

akan meningkat. Disamping itu, HLB butuh minyak  yang digunakan juga

perlu diketahui. Pada umumnya nialai HLB butuh suatu minyak adalah

tetap untuk suatu emulsi tertentu dan nilai ini ditentukan

berdasarkan percobaan.

Page 6: FARFIS EMULSI.docx

Menurut Griffin, nilai HLB butuh setara dengan nilai HLB

surfaktan yang digunakan untuk mengemulsikan minyak dengan air

sehingga membentuk suatu emulsi yang stabil.

(Tim Penyusun, 2009)

Kemungkinan besar pertimbangan yang terpenting bagi emulsi di

bidang farmasi dan kosmetika adalah stabilitas dari produk jadi.

Kestabilan dari emulsi farmasi berciri tidak adanya penggabungan fase

dalam, tidak adanya creaming, dan memberikan penampilan, bau, warna

dan sifat-sifat fisik lainnya yang baik.

Beberapa peneliti mendefinisikan ketidakstabilan suatu emulsi hanya

dalam ha lterbentuknya penimbunan dari fase dalam dan pemisahannya

dari produk. Creaming yang diakibatkan oleh flokulasi dan konsentrasi

bola-bola fase dalam, kadang-kadangtidak dipertimbangkan sebagai suatu

tanda ketidakstabilan. Tetapi suatu emulsi adalahsuatu sistem yang

dinamis, dan flokulasi serta creaming yang dihasilkanmenggambarkan

tahap-tahap potensial terhadap terjadinya penggabungan fase dalamyang

sempurna. Lebih-lebih lagi dalam hal emulsi farmasi creaming

mengakibatkanketidakrataan dari distribusi obat dan, tanpa pengocokan

yang sempurna sebelumdigunakan, berakibat terjadinya pemberian dosis

yang berbeda. Tentunya bentuk  penampilan dari suatu emulsi dipengaruhi

oleh creaming, dan ini benar-benar merupakan suatu masalah nyata bagi

pembuatannya jika terjadi pemisahan dari fase dalam.

(Martin,2008)

Berdasarkan atas fenomena semacam itu, dikenal beberapa peristiwa

ketidakstabilan emulsi, yaitu:

1. Flokulasi dan creaming. Flokulasi adalah suatu peristiwa terbentuknya

kelompok-kelompok globul yang posisinya tidak beraturan di dalam

emulsi.

2. Creaming adalah suatu peristiwa terjadinya lapisan-lapisan dengan

konsentrasi yang berbeda-beda di dalam emulsi. Lapisan dengan

Page 7: FARFIS EMULSI.docx

konsentrasi paling pekat akan berada di sebelah atas atau bawah

tergantung dari bobot jenis.

3. Koalesense dan Demulsifikasi. Peristiwa ini terjadi tidak semata-mata

disebabkan oleh energy bebas permukaan, tetapi disebabkan pula oleh

ketidaksempurnaan lapisan globul. Koalesen adalah peristiwa

penggabungan globul-globul menjadi lebih besar. Sedangkan

Demulsifikasi adalah peristiwa yang disebabkan oleh terjadinya proses

lanjut darikoalesen. Kedua fase akhirnya terpisah kembali menjadi dua

cairan yang tidak dapat bercampur. Kedua peristiwa semacam ini emulsi

tidak dapat diperbaiki kembalimelalui pengocokan.

(Tim Penyusun, 2009)

Beberapa metode umum digunakan untuk membedakan suatu tipe

emulsi.nsedikit bahan pewarna yang larut dalam air, seperti biru metilen

atau brilliant blue FCT dapat ditaburkan pada permukaan emulsi. Jika air

merupakan fase eksternal (yaitu jika emulsi bertipe m/a), bahan pewarna

akan terlarut dan berdifusi merata dalam air. Jika emulsi bertipe a/m,

partikel-partikel bahan pewarna akan menggumpal pada permukaan.

Metode kedua dilakukan dengan mengencerkan emulsi dengan air. Jika

emulsi tercampur bebas dengan air, emulsi bertipe m/a (Patrick,2006).

DAFTAR PUSTAKA

Page 8: FARFIS EMULSI.docx

Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek. Gajah Mada

University Press : Yogyakarta.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Universitas

Indonesia Press: Jakarta.

Atwood, David dan Alexander T. F. 2006. Physical Pharmacy. School of

Pharmacy and Pharmaceutical. Science University of Manchester:

London.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia

Edisi III . Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia

Edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia: Jakarta.

Martin, Alfred dkk. 1990. Farmasi Fisik: Dasar-Dasar Kimia Fisik Dalam

Ilmu Farmasetik 1 (Edisi 3). UI Press: Jakarta.

Parki, Ermina dkk. 2010. Formulasi dan Evaluasi Kestabilan Fisik

Emulsi Ganda Tipe A/M/A Dengan Emulgator Sorbitan Monooleat

dan Polisorbat 80. Majalah Farmasi dan Farmakologi Vol. 14 No. 2.

Sartini. 2009. Formulasi dan Evaluasi Kestabilan Fisik Krim Antioksidan

Ekstrak Biji Kakao (Theobroma cacao L.). Majalah Farmasi dan

Farmakologi Vol. 13 No. 2.

Sinko, Patrick J. 2011. Farmasi Fisika dan Ilmu Farmasetika Martin.

EGC: Jakarta.

Tim Penyusun. 2008. Buku Ajar Farmasi Fisik . FakultasMatematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Udayana: Bali.

Tim Penyusun. 2009. Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik. Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Udayana:

Bali.

Tranggono, Retni Iswari dan Fatmah Latifah. 2007. Buku Pegangan Ilmu

Pengetahuan Kosmetik. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Page 9: FARFIS EMULSI.docx

Zulkarnain, Abdul Karim. 2008. Pengaruh Penambahan Tween 80 dan

Polietilen Glikol 400 Terhadap Absorpsi Piroksikam melalui Lumen

Usus In Situ. Majalah Farmasi Indonesia Vol. 19 No. 1.

C. Alat dan Bahan

1. Alat

a. Gelas kimia 50 Ml

b. Batang pengaduk

c. Penangas air

d. Penjepit tabung

e. Cawan porselin

f. Gelas ukur 10 mL

g. Timbangan analitik

2. Bahan

a. Span 80

b. Tween 80

c. Aquades

d. Parafin cair

D. Prosedur Kerja

1. Dihitung jumlah Span dan Tween yang diperlukan untuk setiap

nilai HLB butuh.

2. Ditimbang masing-masing minyak, air, Tween dan Span sejumlah

yang diperlukan.

3. Dicampurkan minyak dengan span dan tween dengan air lalu

dipanaskan di penangas air.

4. Ditambahkan campuran minyak kedalam campuran airdan segera

diaduk.

5. Dimasukkan emulsi kedalam gelas ukur sebanyak 10 Ml

Page 10: FARFIS EMULSI.docx

6. Diamati jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 ( enam

hari ).

7. Ditentukan nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.

F. Pembahasan

Emulsi adalah suatu disperse di mana fase terdispers terdiri dari

bulatan-bulatan kecil zat cair yang terdistribusi ke seluruh pembawa yang

tidak bercampur. Dalam batasan emulsi, fase terdispers dianggap sebagai

fase dalam dan medium disperse sebagai fase luar atau fase kontinu.

Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar disebut

emulsi minyak-dalam-air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A.

sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak

disebut emulsi air-dalam-minyak dan dikenal sebagai A/M. Untuk

membuat suatu emulsi yang stabil, perlu fase ketiga atau bagian ketiga dari

emulsi, yakni zat pengemulsi (emulsifying agent). Jika menggunakan

surfaktan sebagai emulgator dapat terbentuk emulsi ganda (multiple

emulsion). System ini merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau minyak-

air-minyak.

Proses emulsifikasi memungkinkan dapat membuat suatu sediaan

yang stabil dan rata dari campuran dua cairan yang saling tidak bercampur.

Untuk mengetahui terbentuknya emulsi dikenal empat macam teori yang

melihat proses terjadinya emulsi dari sudut pandang yang berbeda-beda.

Menurut teori tegangan permukaan (Surface Tension) menyatakan

bahwa semakin tinggi perbedaan tengan yang terjadi di bidang batas

adhesi dan kohesi, maka semakin sulit kedua cairan tersebut untuk

bercampur. Dalam teori ini menyatakan bahwa penambahan emulgator

akan menurunkan atau menghilangkan tegangan yang terjadi pada bidang

batas sehingga antara kedua zat cair tersebut akan bercampur.

Menurut teori orientasi bentuk biji (Oriented Wedge) menjelaskan

fenonema terbentuknya emulsi berdasarkan adanya kelarutan selektif dari

Page 11: FARFIS EMULSI.docx

bagian molekul emulgator yang bersifat suka air atau mudah larut dalam

air dan ada bagian yang suka minyak atau mudah larut dalam minyak.

Bagian emulgator yang suka air di sebut kelompok hidrofilik dan bagian

emulgator yang suka minyak di sebut kelompok lipofilik. Di mana

masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang

disenanginya, kelompok hidrofil ke dalam air dan kelompok lipofil ke

dalam minyak. Dengan demikian, emulgator seolah-olah menjadi tali

pengikat antara air dan minyak. Antara keuda kelompok tersebut akan

membuat suatu keseimbangan.

Menurut teori film plastik (Interfacial Film) mengatakan bahwa

emulgator akan diserap pada batas antara air dan minyak, sehingga

terbentuk lapisan film yang akan membungkus partikel fase dispers atau

fase internal. Emulgator dengan jumlah yang cukup akan menutupi semua

permukaan partikel fase dispers. Dengan kata lain fase terdispers menjadi

stabil.

Menurut teori lapisan listrik rangkap (Elektrik Doubleak Layer)

menyatakan bahwa minyak yang terdispersi ke dalam air akan

berhubungan dengan permukaan minyak yang bermuatan sejenis,

sedangkan lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan

dengan lapisan di depannya. Dengan demikian antara sesame partikel akan

tolak menolak, dan stabilitas emulsi akan bertambah.

Zat pengemulsi (emulgator) merupakan komponen yang paling

penting agar memperoleh emulsa yang stabil. Zat pengemulsi adalah PGA,

tragakan, gelatin, sapodan lain-lain. Dalam pembuatan suatu emulsi,

pemiihan emulgator merupakan faktor penting untuk diperhatikan karena

mutu dan kestabilan suatu emulsi banyak dipengaruhi emulgator yang

digunakan. Pada pembuatan emulsi, surfaktan juga dapat digunakan

sebagai emulgator. Jika surfaktan yang digunakan sebagai emulgator maka

dapat terbentuk suatu emulsi ganda (multiple emulsion). Sistem ini

merupakan jenis emulsi air-minyak-air atau sebaliknya.

Page 12: FARFIS EMULSI.docx

Mekanisme kerja emulgator semacam ini berdasarkan atas

kemampuannya menurunkan tegangan permukaan air dan minyak serta

membentuk lapisan monomolekular pada permukaan globul fase

terdispersi. Secara kimia molekul surfaktan terdiri atas gugus polar dan

non polar. Apabila surfaktan dimasukkan ke dalam sistem yang terdiri dari

air dan minyak, maka gugus polar akan mengarah ke fase air sedangkan

gugus non polar akan mengarah ke fase air sedangkan gugus non polar

akan mengarah ke fase minyak. Surfaktan yang didominasi gugus

polar akan cenderung membentuk emulsi minyak dalam air.

Sedangkan jika molekul surfaktan lebih didominasi gugus non polar akan

cenderung menghasilkan emulsi air dalam minyak.

Percobaan kali ini adalah emulsifikasi bertujuan untuk menghitung

jumlah emulgator golongan surfaktan yang digunakan dalam pembuatan

emulsi, membuat emulsi dengan menggunakan emulgator golongan

surfaktan, mengevaluasi ketidakstabilan suatu emulsi, dan menentukan

HLB butuh minyak yang digunakan dalam pembuatan emulsi. Metode

yang dapat digunakan untuk menilai efisiensi surfaktan sebagai emulgator

adalah metode HLB (hydrophilic-lipophilic balance). Susunan suatu setiap

fungsi surfaktan skala ukuran HLB surfaktan yang dapat digunakan

menyusun daerah efisien HLB optimum untuk setiap fungsi surfaktan.

Semakin tinggi nilai HLB suatu surfaktan, sifat kepolarannya akan

meningkat. Disamping itu, HLB butuh minyak yang digunakan juga perlu

diketahui. Pada percobaan kali ini berprinsip pada nilai HLB butuh suatu

minyak adalah tetap untuk suatu emulsi tertentu dan nilai ini ditentukan

berdasakan percobaan, nilai HLB butuh setara dengan nilai HLB surfaktan

yang digunakan untuk mengemulsikan minyak dengan air. Sehingga nilai

HLB butuh setara dengan nilai HLB surfaktan yang digunakan

membentuk suatu emulsi yang stabil. Emulsi dapat dikatakan stabil

apabila tidak ada perubahan ukuran partikel dan tidak terjadi perubahan

warna, bau dan bentuk. Span dan Tween yang digunakan dalam

percobaan ini adalah span 80 dan tween 80. Ester asam lemak sorbitan

Page 13: FARFIS EMULSI.docx

monooleat ( Span 80 ) adalah emulgator nonionik yang larut dalam

minyak yang menunjang terbentuknya emulsi A/M, karena memiliki nilai

HLB yang rendah (HLB=4,3). Ester-ester asam lemak polioksietilen

sorbitan mono-oleat (polisorbat 80) merupakan emulgator larut dalam air

membantu terbentuknya emulsi M/A karena memiliki nilai HLB yang

tinggi (HLB=15). Tween 80 dan Span 80 dapat meningkatkan viskositas

fase pendispersi dan membentuk lapisan tipis yang kuat yang dapat

mencegah penggabungan fase terdispersi sehingga tidak terjadi

pengendapan. Prinsip kerjanya HLB butuh yang berbeda-beda dimana

akan menentukan yang mana HLB butuh yang stabil. Pertama-tama

dihitung jumlah tween dan span untuk setiap nilai HLB butuh, ditimbang

masing masing minyak, air, tween dan span, dicampurkan minyak dengan

span, tween dengan air, kemudian dipanaskan pada suhu 60°C,

dicampurkan fase minyak ke dalam fase air, emulsi yang terbentuk,

dikocok kuat kemudian diletakkan pada gelas ukur, didiamkan selama 6

hari dengan mencatat tinggi emulsi dalam gelas ukur yang terbentuk per

hari. Selama pengocokan atau pemindahan suatu emulsi, busa bisa

terbentuk. Pembentukan busa terjadi karena surfaktan yang melarut dalam

air, yang dibutuhkan untuk emulsifikasi, umumnya juga mengurangi

tegangan permukaan antarmuka udara-air. Untuk memperkecil atau

meminimumkan pembentukan busa, emulsifikasi harus dilaksankan dalam

sistem tertutup dan atau di bawah vakum. Bila terjadi creaming, ukur

tinggi emulsi yang membentuk cream yang apabila dilakukan pengocokan

akan bersifat reversible ( kembali seperti awal ) yang dikarenakan

energi bebas permukaan yang dihasilkan oleh proses creaming relatif

rendah karena endapan cenderung bergerak ke bawah mendekati fase

emulsi. Oleh karena itu, ketidakstabilan emulsi yang disebabkan oleh

proses creaming  ini dapat segera dikembalikan dalam bentuk

kestabilannya dengan pengocokan yang tidak terlalu kuat ( emulsi

cenderung stabil ). Selanjutnya dihitung nilai HLB emulsi tampak relative

stabil.

Page 14: FARFIS EMULSI.docx

Dari percobaan yang telah didapatkan hasil pada.HLB butuh 5

dengan tween 0,08 dan span 1,17 memiliki ketinggian creaming dari hari

ke-0 sampai hari ke-6 adalah berturut-turut 25, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5,

18,5. Pada HLB butuh 10 dengan tween 0,67 dan span 0,58 memiliki

ketinggian creaming dari hari ke-0 sampai hari ke-6 adalah berturut-turut

25, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5. Pada HLB butuh 11 dengan tween

0,8 dan span 0,45 memiliki ketinggian creaming dari hari ke-0 sampai hari

ke-6 adalah berturut-turut 25, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5, 18,5.

Pengamatan pada hari-hari berikutnya menunjukkan bahwa semua emulsi

mengalami creaming. Tinggi creaming yang terjadi pada masing-masing

emulsi berbeda setiap harinya. Dari data pengamatan, dapat dilihat bahwa

semua emulsi yang dibuat ternyata tidak stabil karena terjadi creming pada

semua tabung sedimentasi. Creaming berpotensi terhadap terjadinya

penggabungan fase dalam yang sempurna. Jadi, semakin tinggi creaming

yang terjadi, semakin besar pula potensi fase dalam untuk bergabung

secara sempurna. Adapun creaming yang terbentuk pada emulsi mengarah

ke atas yang ditandai dengan menurunnya tinggi emulsi dalam gelas ukur

dan disebabkan oleh kerapatan fase terdispersi ( dalam hal ini minyak )

yang lebih besar daripada kerapatan air sehingga endapan cenderung

bergerak ke atas, karena berat jenis minyak lebih kecil daripada air. Dari

percobaan yang dilakukan dapat terlihat bahwa, emulsi dengan nilai HLB

5, 10, dan 11 merupakan emulsi yang paling stabil karena memiliki laju

creaming yang sangat kecil sehingga tinggi creaming lebih rendah

daripada HLB lain. Sedangkan untuk emulsi dengan nilai HLB 4, 9, 11,

12, 13 merupakan emulsi yang paling tidak stabil karena memiliki laju

creaming yang sangat besar dan kadang tidak beraturan, karena sebagian

besar terjadi perubahan tinggi creaming setiap harinya.

Page 15: FARFIS EMULSI.docx

G. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang secara termodinamika tidak

stabil, terdiri dari paling sedikit dua cairan yang tidak bercampur dan satu

diantaranya terdispersi sebagai globul-globul dalam cairan lainnya. Sistem

ini umumnya distabilkan dengan emulgator.

2. Emulgator golongan surfaktan yang digunakan adalah Tween 80 dan

Span 80

3.

Ketidakstabilan emulsi dapat terjadi karena penggunaan emulgator yang ti

dak  sesuai, selain itu penurunan suhu yang tiba-tiba dapat menyebabkan

Page 16: FARFIS EMULSI.docx

emulsi menjadi tidak stabil. Penambahan air secara langsung dalam

campuran juga mempengaruhi pembentukan emulsi yang tidak stabil.

4. HLB butuh minyak yang digunakan untuk membuat emulsi stabil

adalah 5, 10 dan 11.