laporan sementara chitosan
DESCRIPTION
jangan plagiat deg? :vTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIKUM TEKNOLOGI BIOPROSES
IDENTITAS PRAKTIKAN
Nama : Mohammad Edwar Sopan
NIM : 03121003077
Kelompok : VII (Tujuh)
I. JUDUL PERCOBAAN : Pembuatan Chitosan
II. TUJUAN PERCOBAAN
1) Melakukan uji pembuatan Chitosan dari bahan dasar kulit udang sebagai
bahan pengawet.
2) Melakukan pengamatan dan pembelajaran dari Proses Pengolahan Limbah
Kulit Udang dalam pembuatan Chitosan.
3) Mengetahui manfaat lain dari Chitosan
III. DASAR TEORI
3.1 Pengertian Chitosan
Chitosan atau nama lain dari kitosan (poly-β-1,4-glucosamine / poly-D-
glucosamine) adalah serat alami dengan struktur molekul menyerupai selulosa
(serat pada sayuran dan buah-buahan) bedanya terletak pada gugus rantai C-2, di
mana gugus hidroksi (OH) pada C-2 digantikan oleh gugus amina (NH2). Struktur
poly-D-glucosamine (tersusun lebih dari 1000 unit glukosamin dan
asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta ton, merupakan
dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa. Kitosan merupakan
modifikasi dari senyawa chitin (jenis polisakarida) yang banyak terdapat dalam
kulit luar hewan golongan Crustaceae seperti udang dan kepiting. Khasiat kitosan
sebagai bahan antibakteri dan kemampuannya untuk meng-imobilisasi bakteri
menjadikan kitosan dapat digunakan sebagai pengawet makanan.
Kitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan
kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau.
Menurut Hardjito (2001) karena memiliki gugus aktif yang akan berikatan denagn
mikroba, maka kitosan juga mampu menghambat pertmbuhan mikroba. Kitosan
1
2
merupakan produk diasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan enzim
kitin diacetilase (Rismana,2001).
3.1.1 Manfaat Chitosan
Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun
1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti
udang, kepiting, dan serangga. Kitosan pada bidang kesehatan dapat digunakan
sebagai; penghambat pembiakan sel kanker lambung manusia, dan meningkatkan
daya tahan tubuh. Kerak yang terdapat pada kepiting dan udang pada umumnya
dicuci dengan larutan alkali encer untuk menghilangkan proteinnya, kemudian
dengan hydrochloric acid encer untuk menghilangkan kerak dan kapurnya.
Setelah itu yang tersisa adalah zat kerak (crust). Dalam zat kerak terdapat unsur
butylosar yang bermanfaat bagi tubuh manusia.
Butylosar dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap ion-ion khlor, di
bawah pengaruh asam lambung akan terjadi muatan positif dan gen-gen ion
positif yang bergabung dengan ion-ion khlor, mengurangi kekentalan ion khlor di
dalam gula darah, meningkatkan fungsi pembesaran pembuluh darah, yang pada
gilirannya menurunkan tekanan darah. Butylosar dapat menekan penyerapan
kolesterol oleh usus kecil sehingga menurunkan tingkat kekentalan kolesterol
dalam darah, pada gilirannya mencegah penumpukan kolesterol jahat pada hati.
Biasanya kalau sudah terasa tidak enak pada bagian hati, saat itu hati sudah
mengalami kerusakan parah. Butylosar dapat berperan dalam menekan
meningkatnya kandungan kolesterol dalam darah, mencegah penumpukan lemak
hati dalam pembuluh darah, berarti mencegah perembesan jaringan kanker ke
daerah sekitar. Kitosan dapat mengurangi beban kerja liver (hati) dan mengurangi
tekanan kerja organ tubuh lain akibat adanya lemak yang berlebihan juga
membantu mengontrol tingkat asam urat sehingga terhindar dari penyakit encok
dan batu ginjal. Kitosan dapat juga digunakan untuk mempercepat penyembuhan
luka dan kerusakan tulang.
Pada bidang industri lainnya kitosan juga dimanfaatkan pada bidang
kosmetika sebagai pelembab, antioksidan, tabir surya pada produk kosmetik.
Kitosan juga dapat dimanfaatkan sebagai peningkat daya awet berbagai produk
3
pangan seperti bakso, sosis, nuget, jus buah/sayur, tahu, ikan asin, mi basah,
produk olahan ikan, buah-buahan, mayonise, dodol, dll. karena memiliki aktifitas
antimikroba dan antioksidan serta penggunaan kitosan pada produk pangan dapat
menghindarkan konsumen dari kemungkinan terjangkit penyakit typhus, karena
kitosan dapat menghambat pertumbuhan berbagai mikroba patogen penyebab
penyakit typhus seperti Salmonella enterica, S. enterica var. Paratyphi-A dan S.
enterica var. Paratyphi-B. Juga berguna untuk pencampur ransum pangan ternak,
serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk tekstur, pengental dan
pengemulsi produk olahan, pembawa zat aditif makanan, flavor, zat gizi, virusida
tanaman, dan deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah.
Ataupun pemanfaat kitosan di bidang kedokteran, seperti mencegah pertumbuhan
Candida albicans dan Staphvlacoccus aureus, antimikrob dan antijamur,
antikoagulan, antitumor,antivirus,pembuluh darah-kulit dan ginjal sintetik, bahan
pembuat lensa kontak, aditif komestik,membran dialisis, bahan shampoo,zat
hemostatik,penstabil liposom, bahan ortopedik,pembalut luka dan benang bedah
yang mudah diserap, serta mempertinggi daya kekebalan, antiinfeksi.
3.1.2 Sifat Kitosan
Kitosan merupakan padatan amorf yang berwarna putih (pada konsentrasi
asam asetat 2%). Kitosan kebanyakan larut dalam larutan asam organik. Pada pH
sekitar 4,0, kitosan larut tetapi tidak larut pada PH lebih besar dari 6,5, juga tidak
larut dalam pelarut air, alkohol, dan aseton. Dalam asam mineral pekat seperti
HCl dan HNO3, kitosan larut pada konsentrasi 0,15-1,1%, tetapi tidak larut pada
konsentrasi 10%.Kitosan tidak larut dalam H2SO4 pada berbagai konsentrasi,
sedangkan didalam H3PO4 tidak larut pada konsentrasi 1% sementara pada
konsentrasi 0,1% sedikit larut.Perlu untuk diketahui, bahwa kelarutan kitosan
dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi spesifiknya yang
beragam bergantung pada sumber dan metode isolasi. Sifat fisika dan kimia
kitosan di atas telah dijadikan bagian dalam penentuan spesifik kitosan niaga.
Kitosan mempunyai sifat antimikrobia melawan jamur lebih kuat dari
kitin. Jika kitosan ditambahkan pada tanah, maka akan menstimulir pertumbuhan
mikrobia mikrobia yang dapat mengurai jamur. Selain itu kitosan juga dapat
4
disemprotkan langsung pada tanaman. Sifat kitin dan kitosan dapat mengikat air
dan lemak. Karena sifatnya yang dapat bereaksi dengan asam-asam seperti
polifenol, maka kitosan sangat cocok untuk menurunkan kadar asam pada buah-
buahan, sayuran dan ekstrak kopi. Kitosan juga mempunyai sifat polikationik,
sehingga dapat dimanfaatkan sebagai agensia penggumpal. multiguna kitosan
tidak terlepas dari sifat alaminya, sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua
sifat besar, yaitu sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia kitosan sama denagn
kitin tetapi yang khas antara lain; Merupakan polimer poliamin berbentuk linier;
Mempunyai gugus amino aktif; Mempunyai kemampuan mengikat beberapa
logam.
Sementara sifat biologi kitosan antara lain; Bersifat biokompatibel, artinya
sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun,
tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable); Dapat
berikatan dengan sel mamalia dan sel mikroba secara agresif; Mampu
meningkatkan pembentkan tulang. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal,
antitumor, antikolesterol; dan bersifat sebagai depresan pada sistem syaraf pusat.
Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu
mudah dibentk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat
bermanfaat dalam aplikasinya.
3.1.2 Kelebihan dan Kekurangan Chitosan
Kitosan Berdasarkan sifat-sifat biologi dan kimianya, maka kitosan
mempunyai sifat fisik khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel,
pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat aplikasinya. Tidak seperti serat
lam lain, kitosan mempunyai sifat unik, karena memberikan daya pengikat lemak
yang sanagt tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak
dibandingkan serat lain (Rismana,2001). Menurut Prasetiyo (2006) dari segi
ekonomi, pemanfaatan khitin dari limbah cangkang udang untuk bahan utama dan
bahan pendukung dalam berbagai bidang dan industri sangat menguntungkan
karena bahan bakunya berupa limbah berasal dari sumberdaya lokal (local
content).
5
Kitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah secara luas digunakan
dalam bermacam aplikasi biomedis disebabkan kemudah cocokannya dengan
unsur makhluk hidup, toxicitasnya rendah, mudah diuraikan, tidak bersifat
imunogenik, dan sifatnya non-karsinogenik (Irawan,2007). Kelebihan dan
kekurangan khitosan menurut Kusumawati (2006) bahwa karena sifatnya yang
dapat menarik lemak, kitosan bnayak dibuat untuk tablet/pil penurun berat badan.
Kitosan dapat menyyerap lemak dalam tubuh dengan cukup baik. Dalam kondisi
optimal, kitosan dapat menyerap lemak sejumlah 4-5 kali berat kitosan. Beeberapa
penelitian telah berhasil membuktikan bahwa kitosan dapat menurunkan
kolesterol tanpa menimbulkan efek samping. Hanya satu saja yang harus
diperhatikan, konsumsi kitosan harus tetap terkontrol, karena kitosan juga dapat
menyerap mineral kalsium dan vitamin yang ada di dalam tubuh. Selain itu, orang
yang biasanya mengalami alergi terhadap makanan laut sebaiknya menghindari
dari mengkonsumsi tablet/pil kitosan.
Kelebihan lain dari Kitosan yaitu padatan yang dikoagulasinya dapat
dimanfaatkan. Kekhawatiran terhadap kemungkinan khitosan mempuntai efek
beracun terhadap manusia telah dimentahkan oleh beberapa peneliti dengan
sejumlah bukti ilmiah. Bentukan derivatif deasetilasi dari polimer ini adalah
chitin. Chitin adalah N-asetil glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan
chitosan adalah chitin yang terdeasetilasi sebanyak mungkin, tetapi tidak cukup
untuk dinamakan poliglukosamin.
3.2 Bahan Dasar Chitosan
Chitosan dapat diperoleh dengan mengkonversi kitin, sedangkan kitin
sendiri dapat diperoleh dari kulit udang. Produksi kitin biasanya dilakukan dalam
tiga tahap yaitu: tahap demineralisasi, penghilangan mineral; tahap deproteinasi,
penghilangan protein; dan tahap depigmentasi, pemutihan. Sedangkan chitosan
diperoleh dengan deasetilasi kitin yang didapat dengan larutan basa konsentrasi
tinggi. Purwatiningsih (1992) menjelaskan bahwa NaOH 50% dapat digunakan
untuk deasetilasi kitin dari limbah kulit udang.
Proses pembuatan kitosan, terlebih dahulu dilakukan penghilangan mineral
(demineralisasi). Kulit udang ditambahkan HCl, campuran dipanaskan pada suhu
6
70 – 80° C selama 4 jam sambil diaduk dengan pengaduk 50 rpm, lalu disaring.
Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades untuk menghilangkan HCl yang
masih tersisa. Filtrat terakhir yang diproleh diuji dengan larutan perak nitrat
(AgNO3), bila sudah tidak terbentuk endapan putih maka ion Cl- dalam larutan
sudah tidak ada lagi. Padatan dikeringkan dalam oven pada suhu 70° C selama 24
jam dan diproleh serbuk kulit udang tanpa mineral. Serbuk ini kemudian di
dinginkan dalam desikator, untuk proses penghilangan protein dalam melakukan
penghilangan protein (deproteinasi), serbuk kulit udang kering hasil proses
demineralisasi ditambahkan NaOH, campuran ini dipanaskan pada suhu 65 -70° C
selama 4 jam disertai dengan pengudukan 50 rpm.
Padatan yang ada dikeringkan dan didinginkan. Padatan ini berupa kitin,
kemudian dicuci dengan akuades sampai pH menjadi netral. Kitin yang sudah
dicuci ditambah dengan etanol 70% untuk melarutkan kitosan terlarut dan
dilanjutkan dengan penyaringan, kemudian dicuci dengan akuades panas dan
aseton untuk menghilangkan warna, dilakukan sebanyak dua kali. Padatan
dikeringkan pada suhu 80° C selama 24 jam dan selanjutnya dikeringkan dalam
desikator. (Weska dan Moura, 2006). Rendemen kitin yang diproleh sebanyak
35% ( Puspawati dan Simpen, 2010). Penditeksian kitin dilakukan dengan reaksi
warna Van Wesslink, di mana kitin direaksikan dengan larutan I2-KI 1% akan
memberikan warna coklat. Penambahan H2SO4 1 M memberikan warna violet
(Marganov, 2003).
Deasetilasi Kitin menjadi Kitosan, yaitu kitin ditambah NaOH 60%,
campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120° C selama 4 jam. Campuran
disaring melalui kertas saring wollfram, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan
HCl untuk mengendapkan kembali kitosan yang ada dalam larutan. Campuran
yang ada endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan. Padatan yang diproleh
dicuci dengan akuades, padatan yang berupa bubuk kitosan berwarna putih krem
dikeringkan pada 80° C selama 24 jam sebanyak 5% (Puspawati, dan Simpen,
2010). Untuk menguji kemurniaan kandungan kitosan dalam bubuk sebanyak 1
gram dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 2% dengan perbandingan 1 : 100 (b/v)
antara kitosan dengan pelarut. Kitosan dikatakan mempunyai kemurnian yang
7
tinggi bila larut dalam larutan asam asetat 2% tersebut (Mukherjee, 2001).
Kitosan disimpan di tempat sejuk dan kering dalam kondisi kemasan tertutup.
3.2.1 Prinsip dan proses pembuatan Chitin
Ekstraksi kitin umumnya melalui tahapan penggilingan, deproteinasi,
demineralisasi, pengeringan, dan pembubukan, sedangkan kitosan diperoleh
dengan penbambahan alkali kuat terhadap kitin pada suhu tinggi. Adapun
teknologi pengolahan kitin dan kitosan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1) Demineralisasi
Limbah cangkang udang dicuci denagn air mengalir dan dikeringkan di
bawah sinar matahari sampaikering, kemudian dicuci di dalam air panas dua kali
lalu direbus selama 10 menit. Tiriskan dan keringkan. Bahan yang sudah kering
lalu digiling samapi menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Kemudian dicampur
asam klorida 1N (HCl 1N) denagn perbandingan 10:1 untuk pelarut dibandingkan
dengan kulit udang, lalu diaduk merata sekitar 1 jam. Biarkan sebentar, kemudian
panaskan pada suhu 90° C selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci denagn air
sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama
24 jam atau dijemur sampai kering.
2) Deproteinasi
Deproteinasi menggunakan natriun hidroksida lebih sering digunakan,
karena lebih mudah dan efektif. Dilakukan deproteinasi dengan 3,5% NaOH; 1 :
10 (w/v) selama 4 – 5 jam pada suhu 65° C sambil diaduk. Lalu disaring dan
dicuci dengan air sampai netral. Pada pemisahan protein menggunakan natrium
hidroksida, protein diekstraksi sebagai natrium proteinat yang larut. Secara umum
larutan NaOH 3,5% dengan suhu 65° C selama waktu ekstraksi 4 jam dapat
mengurangi kadar protein dalam kulit udang secara efektif. Sekalipun demikian
proses deproteinasi umum yang optimum tidak ada untuk setiap jenis Crustaceae.
Mineral kalsium karbonat pada kulit udang lebih mudah dipisahkan dibandingkan
protein, karena garam anorganik ini hanya terikat secara fisika. Menurut Knorr
(1984) asam klorida dengan konsentrasi lebih dari 10% dapat secara efektif
melarutkan kalsium sebagai kalsium klorida. Proses demineralisasi dengan
8
menggunakan asam klorida sampai CO2 yang terbentuk hilang kemudian
didiamkan 24 jam pada suhu kamar.
3) Deasetilasi kitin menjadi kitosan
Kitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (NaOH) 50%
denagn perbandingan 20:1 (pelarut dibanding kitin). Aduk sampai merata selama
1 jam dan biarkan sekitar 30 menit, lalu dipanaskan selama 90 menit denagn suhu
140° C. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan,
lalu dilakukan pencucian denagn air sampai pH netral, kemudian dikeringkan
denagn oven suhu 70° C selama 24 jam atau dijemur sampai kering. Bentuk akhir
kitosan bisa berbentuk serbuk maupun serpihan.
3.2.2 Limbah Udang
Selama ini limbah kulit udang hanya dimanfaatkan untuk pakan ternak
atau untuk industri makanan seperti pembuatan kerupuk udang. Limbah kulit
udang dapat diolah untuk pembuatan chitin yang dapat diproses lebih lanjut
menghasilkan chitosan - yang memiliki banyak manfaat dalam bidang industri,
antara lain adalah sebagai pengawet makanan yang tidak berbahaya (non toksid)
pengganti formalin. Populasi udang di Indonesia bersifat unik. Berdasarkan
distribusi geografisnya dapat diprediksikan bahwa Indonesia menjadi centre of
origin dari udang, terutama dalam hal ini jenis crustacea karena terdapat 19
spesies dari marga Macrobrachium (udang galah).
Apabila ditinjau dari segi social ekonomi, eksistensi udang galah saat ini
merupakan salah satu komoditas unggulan yang dapat diandalkan sebagai sumber
penghasilan. Udang sendiri memliki deviasi pasar yang baik, ditinjau dari
kecenderungan masyarakat yang menggemari sea food. Peluang udang di kancah
perekonomian tidak membeludak hanya di kawasan pasar dalam negeri bahkan di
mancanegara terbuka luas seperti di negara-negara Eropa. Peluang pasar yang
besar serta keunggulan komparatif yang dimiliki udang menjadikannya salah satu
komoditi andalan, sehingga mampu bersaing dengan produk sea food lainnya.
3.2.3 Limbah Kepiting Rajungan
Kitosan dari limbah kulit kepiting rajungan (Portunus sanginolentus L.)
telah dihasilkan melalui tahap-tahap deproteinisasi, demineralisasi, depigmentasi,
9
dan deasetilasi. Kitin yang terdapat dalam kulit kepiting rajungan masih tercampur
protein, mineral, dan zat warna sehingga diperlukan pemisahan yang meliputi
deprotenisasi, demineralisasi, dan depigmentasi. Protein akan larut dalam suasana
basa setelah tahap deproteinasi, yakni menurunnya kadar protein yang ada dalam
kulit kepiting rajungan. Mineral utama yang ada pada kulit kepiting rajungan
adalah CaCO3 dan sedikit Ca3(PO4)2 yang larut dalam suasana asam.
Pada umumnya cangkang kepiting yang berasal dari berbagai rumah
makan dengan menu seafood tidak diolah secara optimal. Bahan sisa pengolahan
makanan ini hanya dibuang begitu saja sehingga dapat menimbulkan pencemaran
di sekitar tempat pembuangan limbah cangkang kepiting. Padahal 71% limbah
tersebut mengandung senyawa kitin yang dapat diubah menjadi kitosan.
Diperkirakan 109 ton kitin dibiosintesis di alam tiap tahunnya dan terikat pada
bahan non polisakarida (protein atau lipida). Banyak penelitian yang
memanfaatkan limbah dari kepiting untuk diolah menjadi kitin dan kitosan.
Kitosan digunakan dalam berbagai bidang seperti agrikultur, penjernih dan
pemurnian air / minuman. Ditambah lagi bahwa biopolimer ini merupakan bahan
yang sumbernya melimpah dan dapat terbarukan (renewable) maka dalam situasi
pengurangan sumber-sumber alam yang berkelanjutan serta perkembangan
bioteknologi yang demikian pesat menjadikan pemanfaatan sumber daya alam
alternatif seperti kitin dan kitosan merupakan hal yang sangat perlu dilakukan.
10
IV. ALAT DAN BAHAN
4.1 Alat yang digunakan
1) Neraca analitis
2) Spatula
3) Water Bath
4) Corong dan Kertas Saring
5) pH meter
6) Oven
4.2 Bahan yang digunakan
1) Kulit udang
2) HCl
3) NaOH
4) Aquadest
V. PROSEDUR PERCOBAAN
1) Pisahkan udang dan kulitnya kemudian cuci bersih dan keringkan.
2) Gerus sampai halus kulit udang yang telah dikeringkan tadi hingga menjadi
bubuk atau powder.
3) Timbang bubuk kulit udang sebanyak 5 gr, dicampur dengan 300 ml aqudest.
4) Kemudian masukkan HCl sebanyak 3 tetes, selanjutnya larutan kulit udang
tadi dipanaskan selama 2 menit, diamkan sebentar.
5) Larutan tadi disaring dengan kertas saring, slurry kulit udang dimasukkan
dalam beker gelas kemudian dicuci serta disaring kembali.
6) Hasil saringan ini dicampur kembali dengan 300 aquadest,direbus selama 2
menit, kemudian saring kembali.
7) Hasil saringan ditetesi NaOH sebanyak 3 tetes, selanjutnya diukur pH dengan
menggunakan pH meter.
8) Langkah terakhir larutan disaring kembali dan dikeringkan.