laporan tetap sumi
DESCRIPTION
EGDPTRANSCRIPT
LAPORAN TETAPEVALUASI GIZI DALAM
PENGOLAHAN PANGAN
OLEH
KELOMPOK XVI
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM2015
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini merupakan salah satu tugas telah menyelesaikan mata kuliah
Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan pada Semester Genap Tahun
2013/2014 Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram
Mataram, 4 Juni 2015
Mengetahui
Co-Asisten Praktikum Evaluasi Gizi Praktikandalam Pengolahan Pangan
Jumaeti SumiatiNIM. C1C 211 039 NIM.J1A 012 134
Laely Fitri Handayani Titik WahidahNIM. J1A 012 065 NIM. J1A 012 138
Moh. Arief Fatwa Vita HandayaniNIM. J1A 012 079 NIM. J1A 012 140
Nurul adelina Asna AzkiaNIM. J1A 012 103 NIM. J1A 013 008
Sri Hultiawati Barito Noviandi GunaNIM. J1A 012 129 NIM. J1A 013 020
Burhanuddin Sangari Putra Debi WulandariNIM. J1A 212 022 NIM. J1A 013 124
PeninaNIM. J1A 013 100
Nurul AiniNIM. J1A 212 104
Menyetujui,Koordinator Praktikum Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan
Siska Cicilia M.Si
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir Evaluasi
Gizi dalam Pengolahan Pangan ini. Laporan akhir ini merupakan gabungan dari
semua acara praktikum yang telah dilaksanakan.
Penulisan laporan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun tidak lupa menyampaikan ucapan
terima kasih kepada koordinator praktikum, co-ass praktikum dan teman-teman
semua.
Penyusun menyadari bahwa laporan akhir ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak
sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga laporan ini bermanfaat
bagi praktikan kedepannya.
Mataram, 4 Juni 2015
Penyusun
4
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iiKATA PENGANTAR ................................................................................. iiiDAFTAR ISI ............................................................................................. ivDAFTAR TABEL ....................................................................................... viACARA I. PENGENALAN ALAT-ALAT PRAKTIKUM
Pendahuluan....................................................................... 1Tinjauan Pustaka ................................................................ 3Pembahasan ..................................................................... 5Kesimpulan.......................................................................... 7
ACARA II. PERUBAHAN MUTU MINYAK SELAMA PENGOLAHANPendahuluan ...................................................................... 8Tinjauan Pustaka................................................................. 10Pelaksanaan Praktikum....................................................... 13Hasil Pengamatan dan Perhitungan.................................... 15Pembahasan....................................................................... 18Kesimpulan.......................................................................... 21
ACARA III. KERUSAKAN VITAMIN SELAMA PENGOLAHANPendahuluan ......................................................................Tinjauan Pustaka ................................................................Pelaksanaan Praktikum.......................................................Hasil Pengamatan dan Perhitunngan..................................Pembahasan ......................................................................Kesimpulan .........................................................................
ACARA IV. PENGUKURAN TOTAL ASAMPendahuluan ......................................................................Tinjauan Pustaka ................................................................Pelaksanaan Praktikum ......................................................Hasil Pengamatan ..............................................................Pembahasan ......................................................................Kesimpulan .........................................................................
DAFTAR PUSTAKA
5
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Vitamin C ................................. 15
3.1. Hasil Pengamatan Perubahan Mutu Minyak Selama Pengolahan .....
4.1. Hasil Pengukuran Total Asam.............................................................
ACARA IPENGENALAN ALAT DAN BAHAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Terdapat berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam
praktikum evaluasi gizi dan pengolahan. Fungsi dan prinsip kerja dari masing-
masing alat dan bahan tersebut berbeda-beda. Apabila prosedur penggunaan
alat dan bahan dapat diketahui dengan baik dan benar, maka kesalahan
prosedur dapat diminimalisir sekecil mungkin. Jika tidak, maka praktikum tidak
akan bisa berjalan dengan lancar atau akan diperoleh hasil praktikum yang tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
Larutan adalah campuran homogen (komponen sama), satu sama lain,
ukuran partikel, tidak ada bidang batas antara zat pelarut dan zat terlarut (tidak
dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dan zat terlarut). Partikel-
6
partikel berukuran sama yang menyusunnya baik ion, atom maupun molekul dari
dua zat lebih (Achamadi, 2004).
Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif.
Secara kualitatif larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan
encer. Dalam larutan encer massa larutan sama dengan massa pelarutnya
karena massa jenis larutan sama dengan massa jenis pelarutnya. Oleh karena
itu, praktikum ini perlu dilakukan agar pelaksanan praktikum evaluasi gizi dalam
pengolahan untuk acara-acara selanjutnya dapat berjalan dengan lancar.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini yaitu untuk mengenal
beberapa alat dan bahan kimia yang digunakan dalam praktikum beserta fungsi
dan cara penggunaannya.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran atau
pun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk
memungkinkan dilakukannya kegiatan tersebut secara terkendali. Secara garis
besar fungsi laboratorium yaitu sebagai sumber belajar, metode pendidikan dan
saran penelitian. Ke semua fungsi penggunaan laboratorium tersebut hanya
dapat terwujud apabila kegiatan praktikum dipersiapkan, dirancang, dan dikelola
sedemikian rupa sehingga laboratorium benar-benar menjadi sarana penunjang
keberhasilan proses pembelajaran sejalan dengan tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Tanpa ada manajemen yang baik terhadap laboratorium yang
dimiliki, maka semua fasilitas laboratorium tidak akan dapat berfungsi
sebagaimana mestinya, bahkan dapat menyebabkan terjadinya pemborosan
waktu, tenaga dan biaya yang menyertai berlangsungnya praktikum (Khopkar,
2009).
Alat merupakan salah satu pendukung dari pada keberhasilan suatu
pekerjaan di laboratorium, sehingga untuk memungkinkan, mempermudah dan
melancarkan berlangsungnya praktikum. Pengetahuan mengenai penggunaan
alat sangat diperlukan. Pada dasarnya setiap alat yang digunakan akan
mempengaruhi praktikum. Sebagai contoh selama praktikum dilibatkan aktif
dengan terampil dan teliti dalam praktikum memperoleh hasil praktikum sesuai
yang diharapkan (Baroroh, 2004).
Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat yang
jumlahnya jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Komposisi dari fase suatu
larutan berbeda dengan air murni. Larutan merupakan campuran yang terdiri dari
dua bahan. Larutan terbagi menjadi larutan homogen dan larutan heterogen.
8
Larutan homogen mempunyai sifat–sifat yang sama diseluruh cairan.
Sedangakan larutan heterogen merupakan campuran dua fase dan memiliki
sifat-sifat yang tidak seragam (Achmadi, 2004).
Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen anatara dua atau lebih
zat yang terdisfersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya
berpariasi. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sebagian kecil
solute, relative terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan
yang mengandung sebagian besar solute. Pada umumnya zat yang digunakan
sebagai pelarut adalah cair, selain cair berfungsi sebagai pelarut adalah alcohol,
amoniak, kloroform, benzene, minyak dan asam asetat (Gunawan, 2004).
Untuk menyatakan komposisi larutan secara kualitatif digunakan
konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan adalah perbandingan jumlah zat terlarut
dan jumlah pelarut, dinyatakan dalam satuan volume (berat, mol). Zat terlarut
dalam sejumlah volume tertentu dari pelarut. Berdasarkan hal ini muncul satuan-
satuan konsentrasi yaitu fraksi mol, molaritas, molalitas, normalitas, ppm, persen
massa danpersen volume (Ayu, 2012).
PEMBAHASAN
9
Larutan adalah campuran yang selaras antara dua atau pun lebih zat.
Larutan dapat berupa cair, padat, maupun gas. Pada umumnya didalam
pembuatan larutan, zat pelarut yang digunakan adalah air (H2O). Hal ini sesuai
dengan pernyataan Baroroh (2004) yang menyatakan bahwa larutan adalah
campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai
molekul, atom, atau pun ion yang komposisinya dapat bervariasi.
Adapun contoh perhitungan dalam pembuatan larutan akan dibahas sebagai
berikut:
1. HCl yang dikonsentrasikan (BM 36,5) memiliki kerapatan 1,19 g/ml dan
37% dari berat HCl.
Ditanyakan : Berapa ml asam konsentrat yang harus dilarutkan
dalam 1 liter air untuk pembuatan larutan 0,1 M ?
Penyelesaian :
- Penentuan garam HCl = 1 L x 0,1 mol/L x 36,5 g/mol
= 3,65 gram
- Penentuan gram HCl/ml = 1,19 g/mol x 37 %
= 0,44 g/ml
ml larutan yang dibutuhkan = gram HCl yang dibutuhkangramHCl/ml
= 3.65 g0,44 g/ml
= 8,3 ml
Pengenceran merupakan penambahan pelarut ke dalam suatu larutan.
Prinsip dasar dari pengenceran adalah jumlah mol dari zat terlarut tidak akan
berubah (Amin’s dan Mirzae , 2005).
2. Pembuatan larutan NaoH 0,1 N dengan volume 50 ml
10
Ditanyakan : massa NaoH ?
Penyelesaian :
M = grMr
x 1000ml
0,1 M = gram HCl40
x 100050
Gram HCl = 0,2 gram.
Cara perhitungan di atas sesuai teori dari Faizal (2013) yaitu molaritas (M)
menyatakan banyaknya mol zat terlarut didalam setiap 1 liter larutan. Pembuatan
larutan dengan konsentrasi 1 N dilakukan dengan cara melarutkan 1 mol zat
kedalam air hingga volumenya 1 liter.
11
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Larutan adalah campuran yang selaras antara dua atau lebih zat.
2. Pembuatan larutan 0,1 NHCl adalah dengan menggunakan pengenceran
yaitu dengan volume 8,3 ml.
3. Pengenceran merupakan penambahan pelarut ke dalam suatu larutan.
4. Pembuatan larutan 0,1 N dengan volume 50 ml adalah dengan penambahan
0,2 gram.
5. Molaritas (M) menyatakan banyaknya mol zat terlarut di dalam setiap 1 liter
larutan.
12
ACARA IIPERUBAHAN MUTU MINYAK SELAMA PENGOLAHAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak digunakan dalam
makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol
dan berbagai asam lemak. Trigliserida merupakan hasil kondensasi 1 molekul
gliserol dengan 3 molekul asam lemak yang berbeda membentuk 1 molekul
trigliserida dan 3 molekul air (Fennema, 1985).
Proses penggorengan dapat menyebabkan perubahan pada komponen
minyak goreng. perubahan yang diakibatkan oleh penggunaan energi panas
pada minyak goreng menyebabkan perubahan kimia dan mengakibatkan
kerusakan sehingga menurunkan mutu dari pangan yang digoreng
menggunakan minyak tersebut.
Minyak goreng yang telah digunakan berulang kali atau yang lebih dikenal
dengan minyak jelantah adalah minyak limbah. Minyak ini merupakan minyak
bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya dapat digunakan kembali
untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau komposis kimianya, minyak
jelantah mempunyai senyawa senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi
selama proses penggorengan (Anonim, 2012). Oleh karena itu, praktikum ini
dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu yang terjadi pada minyak goreng
selama pengolahan.
13
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan
mempelajari pengaruh pengolahan berupa pemanasan terhadap perubaahan
mutu minyak goreng.
14
TINJAUAN PUSTAKA
Lemak adalah campuran trigliserida yang berbentuk padat pada suhu
kamar, sedangkan minyak adalah campuran trigliserida yang berbentuk cair pada
suhu kamar. Hal ini disebabkan lemak tersusun oleh asam lemak jenuh yang
tinggi dimana tidak mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun
tinggi. Sedangkan minyak tersusun oleh asam lemak tidak jenuh yang tinggi
dimana mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun rendah
(Winarno, 2002).
Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas,
penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori. Menurut SNI 01-3741-
2002 (BSN, 2002), minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh
dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan
minyak yang diperoleh dari serealia (jagung, gandum, beras dan lain-lain),
kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah dan lain-lain), palma-palmaan
(kelapa dan kelapa sawit) dan biji-bijian (Nugraha, 2004).
Tidak semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng.
Minyak yang termasuk golongan setengah mengering (semi drying oil)
misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai dan minyak biji bunga matahari
tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena
jika minyak tersebut kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah
teroksidasi sehingga berbau tengik. Minyak yang dipakai menggoreng
adalah minyak yang tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu
minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering
di udara (Ketaren, 2008).
15
Mutu minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komponen asam lemaknya
karena asam lemak tersebut akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan stabilitas
minyak selama proses penggorengan. Trigliserida dari suatu minyak atau lemak
mengandung sekitar 94-96% asam lemak. Selain komponen asam lemaknya,
stabilitas minyak goreng dipengaruhi pula derajat ketidakjenuhan asam
lemaknya, penyebaran ikatan rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan
yang dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan
minyak goreng yang terdapat secara alami atau yang sengaja ditambahkan
(Stier, 2003).
Mutu minyak goreng ditentukan pula oleh titik asapnya, yaitu suhu
pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat
menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami pemanasan
yang berlebihan, gliserol akan mengalami kerusakan dan kehancuran dan
minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu
lapisan selaput mata. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau
akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin tinggi mutu minyak goreng itu.
Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya. Lemak
yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan menurun, karena
telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya
hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang
tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu penggorengan adalah
177-221°C (Winarno, 2004).
Warna gelap dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan,
yang disebabkan oleh suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu
pengepresan dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak
16
teroksidasi. Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan, dalam
keadaan panas akan mengektsraksi zat warna yang terdapat dalam bahan
tersebut. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan
suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang
lebih gelap. Logam Fe, Cu, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak dingin
dalam minyak (Ketaren, 2008).
17
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 18 april 2014 di Laboratorium
Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan
analitik buret, erlenmeyer, pipet ukur, dan stopwach.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak
goreng komersial belum dipakai, satu kali pakai dan tiga kali pakai, minyak
goreng curah belum dipakai, satu kali pakai, dan tiga kali pakai, asam asetat,
aquades, amilum, alkohol, NaOH, NaS2O3, PP 1%, kloroform, dan larutan KI
jenuh.
Prosedur Kerja
a. Penentuan bilangan peroksida
Di timbang 5 gram sampel kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
Di tambahkan 30 ml pelarut (asam asetat glasial : kloroform = 3:2)
Ditambahkan 0,5 ml KI jenuh, digojog
Ditambahkan 30 ml aquades
Ditambahkan amilum secukupnya kurang lebih 1 ml
18
Rumus : Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)
= x 100 %
Ket :
b. Penentuan bilangan asam
Rumus : Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)
x 100 %
Keterangan
Dititrasi dengan NaS2O3 (0,05) sampai warna biru hilang
Dihitung bilangan peroksida
Ditimbang 20 gr sampel
Ditambahkan 50 ml alkohol atau pelarut
Ditambah 3 tetes indikator pp 1%
Dititrasi NaOH 0,1 N sampai merah jambu
Dihitung bilangan asam
19
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kadar LemakParameter
Minyak goreng curah Minyak goreng komersial
Belum dipakai
1 x pakai 3 x pakai
Belum dipakai
1 x pakai 3 x pakai
Bau Ada Sedikit tengik
tengik Cuka keras
Agak tengik
tengik
Warna Kurang jernih
Kuning agak jernih
coklat Putih agak keruh
Kuning cerah
Kuning kecoklatan
Bilangan peroksida
36 gr/ml
6 gr/ml 11 gr/ml
11 gr/ml
2 gr/ml 9 gr/ml
Bilangan asam
0,5 gr/ml
0,24 gr/ml
0,2 gr/ml
0,12 gr/ml
0,14 gr/ml 0,34 gr/ml
Hasil Perhitungan
1. Minyak Goreng Curah
a. Belum dipakai
Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)
x 100 %
= (5,7-0,1) x 0,05 x 10005(gr)
x 100 %
= 36 gr/ml
Bilangan asam =ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)
x 100 %
= 1 x0,1 x 4020(gr)
x 100 %
= 0,5 gr/ml
b. Satu kali pakai
Bilangan peroksida =(Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)
x 100 %
= (0,7-0,1) x 0,05 x 10005(gr)
x 100 %
= 6 gr/ml
20
Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)
x 100 %
= 1,2 x0,1 x 4020(gr)
x 100 %
= 0,24 gr/ml
c. Tiga kali pakai
Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)
x 100 %
= (1,2-0,1) x 0,05 x 10005(gr)
= x 100 %
= 11 gr/ml
Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)
x 100 %
= 1 x0,1 x 4020(gr)
x 100 %
= 0,2 gr/ml
2. Minyak Goreng Komersial
a. Belum dipakai
Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)
x 100 %
= (1,2 -0,1) x 0,05 x 10005(gr)
x 100 %
= 11 gr/ml
Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)
x 100 %
= 1,7 x0,1 x 4020(gr)
x 100 %
= 0,12 gr/ml
b. Satu kali pakai
Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)
x 100 %
= (0,3-0,1) x 0,05 x 10005(gr)
x 100 %
= 2 gr/ml
21
Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)
x 100 %
= 0,7 x0,1 x 4020(gr)
x 100 %
= 0,14 gr/ml
c. Tiga kali pakai
Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)
x 100 %
= (1-0,1) x 0,05 x 10005(gr)
x 100 %
= 9 gr/ml
Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)
x 100 %
= 1,7 x0,1 x 4020(gr)
x 100 %
= 0,34 gr/ml
22
PEMBAHASAN
Minyak goreng berfungsi sebagai medium penghantar panas,
penambah rasa gurih dan penambah nilai kalori. Menurut SNI 01-3741-
2002 (BSN, 2002), minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh
dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan
minyak yang diperoleh dari serealia (jagung, gandum, beras dan lain-lain),
kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah dan lain-lain), palma-palmaan
(kelapa dan kelapa sawit) dan biji-bijian (Nugraha, 2004).
Penentuan mutu minyak secara kimiawi dapat dilakukan dengan
menentukan angka peroksida dan angka asamnya. Angka peroksida
menunjukkan tingkat kerusakan minyak. Kualitas minyak ditentukan oleh besar
kecilnya angka peroksida, bilangan oksidasi atau juga dari angka peroksidanya.
Semakin jenuh minyak tersebut maka semakin tinggi angka peroksidanya.
Semakin besar angka yang diperoleh maka kualitas minyak yang didapatkan
semakin rendah sehingga proses oksidasi harus dihentikan agar kualitas minyak
tetap baik.
Berdasarkan hasil pengamatan angka peroksida pada minyak goreng curah
dan minyak goreng komersial menunjukkan bahwa minyak goreng curah belum
dipakai mempunyai angka peroksida tertinggi yaitu 36 ml/gr dibandingkan minyak
curah 1 kali pakai dan 3 kali pakai yaitu 6 ml/gr da 11 ml/gr. Sedangkan pada
minyak goreng komersial yang belum dipakai mempunyai angka peroksida
tertinggi yaitu 11 ml/gr dibandingkan dengan minyak komersial 1 kali pakai dan 3
kali pakai yaitu 2 ml/gr dan 9 ml/gr. Namun jika dibandingkan angka peroksida
minyak komersial dengan angka peroksida minyak curah maka angka peroksida
minyak curah mempunyai angka peroksida yang jauh lebih tinggi. Hal ini
23
disebabkan oleh frekuensi penggorengan yang dimana terjadi reaksi oksidasi
termal pada saat penggorengan. Oksidasi termal yaitu oksidasi yang diakibatkan
karena adanya pemanasan dan paparan udara yang mengakibatkan
terbentuknya peroksida. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Aisyah dkk (2010)
yang menyatakan bahwa peningkatan angka peroksida diakibatkan oleh proses
oksidasi pada proses pemasakan atau pemanasan. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Oktaviani (2009) bahwa bilangan peroksida meningkat
disebabkan karena pemanasan terhadap minyak curah. Suhu yag tinggi selama
penggorengan akan mempercepat proses oksidasi pada minyak dan proses
oksidasi akan menurun apabila suhu turun (Tarigan et al, 2007). Menurut SNI
003-02 batas maksimum angka peroksida dalam minyak yatu 1,0 meq/kg.
Sedangkan pada pengamatan angka asam diperoleh hasil pada minyak
goreng curah belum dipakai yaitu 0,5 ml/gr, 1 kali pakai yaitu 0,24 ml/gr, 3 kali
pakai yaitu 0,2 ml/gr. Untuk minyak goreng komersial belum dipakai yatu 0,12
ml/gr, 1 kali pakai yaitu 0,14 ml/gr dan 3 kali pakai yaitu 0,34 ml/gr. Jika dilihat
dari angka asamnya pada setiap minyak baik yang curah maupun yang
komersial maka minyak curah yang belum dipakai mempunyai angka asam yang
jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal yang serupa juga
terjadi pada minyak komersial dimana minyak komersial belum dipakai
mempunyai angka asam yang lebih kecil dibandingkan sampel yang lain,
sehingga dapat dikatakan bahwa minyak goreng curah belum dipakai dan minyak
komersial belum dipakai mempunyai kualitas minyak yang lebih baik
dibandingkan minyak goreng yang telah dipakai.
Selain pengujian bilangan asam dan bilangan peroksida, kualitas minyak
juga dapat diketahui dari aroma dan warna minyak. Semakin jernih warna minyak
24
maka kualitas minyak semakin bagus. Pada pengujian warna dan aroma minyak
ini diperoleh data untuk minyak goreng curah belum dipakai adalah kurang jernih
dan ada aroma minyak, curah 1 kali pakai yaitu berwarna kuning agak jernih dan
aroma sedikit tengik, minyak curah 3 kali pakai yaitu berwarna coklat dengan
aroma tengik. Sedangkan pada minyak goreng komersial belum dipakai yaitu
berwarna putih cerah dan beraroma seperti cuka keras, 1 kali pakai yaitu
berwarna kuning cerah dengan bau agak tengik dan 3 kali pakai yaitu berwarna
kecoklatan dan beraroma tengik. Sehingga dapat diartikan bahwa minyak
komersial mempunyai kualitas yang bagus dari segi warna dan aroma. Standar
mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan
adalah yang berwarna muda dan jernih serta beraroma normal dan tidak tengik.
Hal tersebut dikemukakan pula oleh Wulyoadi dan Kaseno (2004) bahwa minyak
yang rusak akan berwarna coklat, lebih kental, berbusa, berasap, serta
dihasilkan rasa dan aroma yang tidak disukai pada bahan pangan yang digoreng.
Aroma tengik pada minyak disebabkan oleh asam lemak bebas yang dihasilkan
selama proses hidrolisis. Proses hidrolisis dapat dipercepat dengan kondisi
kelembaban yang tinggi, suhu yang tinggi serta kandungan air yang tinggi
(Tarigan dkk, 2007).
25
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Angka peroksida, bilangan asam dan indeks bias dapat digunakan sebagai
parameter untuk mengetahui kualitas minyak goreng.
2. Semakin tinggi angka peroksida dan angka asam maka kualitas minyak
rendah.
3. Minyak curah belum dipakai mempunyai nilai peroksida tertinggi yaitu 36
ml/gr.
4. Minyak komersial mempunyai kualitas minyak yang jauh lebih baik daripada
minyak goreng curah.
5. Proses pengolahan dan penyimpanan mempengaruhi kualitas minyak.
26
ACARA IIIKERUSAKAN VITAMIN SELAMA PENGOLAHAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Vitamin merupakan mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah yang
sedikit oleh tubuh. Pada saat ini terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh
tubuh dan digunakan dalam diet manusia serta sebagai pertumbuhan dan fungsi
normal tubuh. Hampir semua vitamin yang diketahui di dalam sel hewan dan
kebanyakan tumbuhan serta mikroorganisme. Vitamin diperlukan oleh tubuh
dalam jumlah yang sedikit dan harus disuplai dari bahan makanan.
Asam askorbat atau lebih dikenal dengan vitamin C adalah vitamin jenis
primat yang merupakan suatu reduktor kuat. Sumber vitamin C secara umum
terdapat dalam buah jeruk, sayur-sayuran hijau dan buah tomat. Tubuh manusia
setiap harinya membutuhkan vitamin C dari 25 sampai 30 mg setiap harinya.
Vitamin C memiliki struktur seperti karbohidrat dengan sifat asam dan
pereduksinya.
Vitamin dalam bahan pangan dapat mengalami kerusakan dan
kehilangan akibat reaksi kimia, ekstraksi, blansir dan pengolahan. Proses
pengolahan pangan memegang peranan penting dalam mekanisme kehilangan
zat gizi dalam bahan. Selama proses pengolahan pangan terjadi interaksi yang
mengakibatkan komponen dalam bahan mengalami kerusakan dan kehilangan
yang berpengaruh terhadap kecepatan degradasi asam askorbat. Oleh karena
itu, pentingnya dilakukan praktikum ini untuk mengetahui kerusakan vitamin C
selama pengolahan.
27
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh
pengolahan terhadap kadar vitamin sealama pengolahan.
28
TINJAUAN PUSTAKA
Vitamin dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan pertama yang
disebut dengan prakoenzim dan bersifaf larut dalam air, tidak disimpan oleh
tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine, yang termasuk ke dalam golongan
ini adalah tiamin, riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam
pantotenat, vitamin B dan vitamin C. Golongan kedua yang larut dalam lemak
disebut alosterin dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin ini terlalu
banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh dan memberikan gejala penyakit
tertentu atau yang disebut dengan hipervitaminosis yang juga membahayakan.
Kekurangan vitamin mengakibatkan terjadinya penyakit defisiensi tetapi biasanya
gejala penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut
terpenuhi (Karinda, 2011).
Vitamin C atau asam askorbat memiliki peranan yang penting dalam
pembentukan kalogen (kerangka sel) sehingga sangat perlu untuk menjaga
keutuhan pembulun darah (mencegah pendarahan). Bersama protein, vitamin A
dan seng, vitamin C juga diperlukan dalam sistem pertahanan tubuh kita Di
dalam pencegahan asteroklerosis, vitamin C juga berperan penting karena dapat
mencegah luka goresan pada dinding endotel pembuluh darah melelui
pembentukan kolagen; luka goresan ini akan diikuti dengan pengendapan
kolestrol (fatty streak) yang merupakan dasar terjadinya ateroklerosis. Namun,
konsumsi vitamin C secara berlebihan akan mengakibatkan pembentukan
oksalat, yang membawa konsekuensi batu kemih disamping dapat mengganggu
lambung akibat sifat asamnya. Manusia dan sejumlah hewan (gorila, guinea pig
serta kelelawar pemakan buah) tidak mampu membuat vitamin C sendiri di
dalam tubuhnya (Munson, 2006).
29
Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling
mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi
dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, katalis
tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam asam
atau pada suhu rendah. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi.
Oleh karena itu, agar vitamin C tidak banyak hilang, sebaiknya pengirisan dan
penghancuran yang berlebihan dihindari. Pemasakan dengan air sedikit dan
ditutup rapat sehingga empuk dapat banyak merusak vitamin C. Penambahan
baking soda untuk mencegah hilangnya warna sayuran selama pemasakan
akan menurunkan kandungan vitamin C dan mengubah rasa sayuran (Winarno,
2004).
Kebutuhan vitamin C memang berbeda-beda bagi tiap orang, tergantung
kebiasaan masing-masing. Pada remaja, kebiasaan yang berpengaruh di
antaranya: merokok, minum kopi, atau minuman beralkohol, konsumsi obat
tertentu seperti obat antikejang, antibiotik tetrasiklin, antiartritis, obat tidur, dan
kontrasepsi oral. Kebiasaan merokok menghilangkan 25% vitamin C dalam
darah. Selain nikotin senyawa lain yang berdampak sama buruknya adalah
kafein. Maka, sebisa mungkin hindari minum kopi, teh dan cola. Selain itu stres,
demam, infeksi, dan giat berolahraga juga meningkatkan kebutuhan akan vitamin
C (Harjadi, 2006)
30
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 mei 2015 di Laboratorium
Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Unversitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer,
labu ukur, buret, batang pengaduk, pipet ukur, bulb, kertas saring, piring,
blender, pisau, talenan, teflon, kompor dan sutil.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tomat
mentah, tomat matang, tomat kelewat matang, iodin, aquades, amilum, gula,
garam, bawang dan air.
Prosedur Kerja
Ditimbang 300 gram tomat
Dipotong tomat kecil-kecil
Dikupas kulit tomat dan dibuang bijinya
Dimasukkan tomat selama 30 detik
Didihkan air sampai mendidih
31
Keterangan
Diblender tomat sampai halus
Ditambahkan 1 ml amilum (bila larutan kurang jernih ditambahkan 25 ml aquades)
Dipipet 25 ml hasil fitrat kedalam Erlenmeyer 100 ml
Disaring dengan kertas saring dan fitrat ditampung dengan Erlenmeyer 250 ml
Dimasukan ke labu ukur 100 ml , ditambahkan aquades sampai tanda batas dan digojog
Ditimbang 10 gram sampel tomat
Dipanaskan hingga kental seperti saus
Dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N dan dihitung dengan rumus :
Kadar Vitamin C = T x 0,88 x FP X 100w
32
33
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Kadar Vitamin C Buah Tomat Selama Pemgolahan
SAMPEL KADAR VITAMIN CTomat mentah 147,84 mg/100 grTomat matang 168,96 mg/100 gr
Tomat kelewat matang 193,6 mg/100 gr
Hasil Perhitungan
a. Tomat Mentah
Diketahui : T = 4,2 ml
Fp = 4
W = 10 gr
Jawab :
Kadar Vitamin C = T × 0,88 ×Fp w
x 100
= 4,2 × 0,88 × 4 10
x 100
= 147, 84 mg/100 gr
b. Tomat Matang
Diketahui : T = 4,8 ml
Fp = 4
W = 10 gr
Jawab :
Kadar Vitamin C = T × 0,88 ×Fp w
x 100
= 4,8 × 0,88 × 4 10
x 100
= 168,96 mg/100 gr
34
c. Tomat Kelewat Matang
Diketahui : T = 5,5 ml
Fp = 4
W = 10 gr
Jawab :
Kadar Vitamin C = T × 0,88 ×Fp w
x 100
= 5,5 × 0,88 × 4 10
x 100
= 193,6 mg/100 gr
35
PEMBAHASAN
Vitamin adalah senyawa organik kompleks essensial untuk pertumbuhan
dan fungsi biologis yang lain bagi mahluk hidup, senyawa organik berantai
pendek yang tidak menghasilkan energi dan tidak berfungsi untuk membangun
struktur tubuh, tetapi sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Vitamin dalam
bahan pangan dapat berada dalam bentuk yang sangat berbeda termasuk dalam
bentuk provitamin atau prekursor. Salah satunya adalah vitamin C. Vitamin C
merupakan komponen vitamin yang larut dalam air. Vitamin C adalah suatu
heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan
monosakarida. Vitamin C mudah di absorbs secara aktif dan mungkin pula
secara difusi. Pada bagian usus halus, tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg
vitamin C, bila konsumsi mencapai 100 mg per hari. Cara menganalisa vitamin C
dapat dilakukan secara biologis, kimiawi, maupun mikrobiologis. Kandungan
vitamin C sangat beragam antar varietas, tetapi berkisar antara 21-49 mg /100 gr
daging buah (Sudarmadji, 2007).
Sumber vitamin C secara umum terdapat dalam buah jeruk, sayur-
sayuran hijau, dan buah tomat. Pada buah-buahan, ini merupakan sumber
vitamin C dari 25 sampai 30 mg per harinya. Vitamin C dapat juga beracun jika
diambil atau dikonsumsi dalam dosis yang besar atau berlebihan, seperti vitamin
C, pricipat hasil akhir dari katabolisme yang disebut sebagai asam oxalit.
Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan tidak stabilnya kandungan
vitamin C pada buah tomat mentah, tomat matang dan tomat kelewat matang.
Kandungan vitamin C dalam buah mentah adalah 147,84 mg/100 gr. Pada buah
matang 168,96 mg/100 gr dan pada tomat yang kelewat matang adalah 193,6
mg/100 gr. Kandungan vitamin C yang tidak stabil ini kemungkinan disebabkan
36
karena kesalahan dalam melakukan titrasi. Karena volume titrasi yang berlebihan
pada pengujian tomat matang dan lewat matang sehingga kadar vitamin C nya
pun tinggi. Menurut Antarlina (2009) buah muda atau buah yang belum matang
memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada buah yang matang, namun kadar
gula buah muda (mentah) lebih rendah daripada buah matang, sehingga
kandungan vitamin C dan total asam buah muda lebih tinggi. Adanya perbedaan
kadar air dalam buah akan menentukan kadar vitamin C dalam bahan yang
menyebabkan daya larut vitamin C pada buah matang lebih tinggi dibandingkan
dengan daya larut pada buah yang mentah atau setengah matang.
Sementara itu proses pemanasan saus tomat akan menyebabkan vitamin
C mengalami oksidasi sehingga kadar vitamin C menjadi berkurang karena
vitamin C tidak tahan terhadap panas. Selain karena faktor pemanasan,
berdasarkan hasil pengamatan kadar vitamin C juga dipengaruhi oleh tingkat
kematangan buah. Tomat kelewat matang memiliki kandungan air yang lebih
tinggi dibandingkan dengan kadar vitamin C nya, sehingga kadar vitamin C yang
ada pada bahan ikut terikat pada air tersebut sehingga tekstur dari tomat
umumnya lembek. Vitamin C yang ada pada buah tomat yang memiliki
kandungan air tinggi akan terikat bersama molekul-molekul air dalam buah
sehingga vitamin akan terlarut dan menyebabkan komponen vitamin C pada
bahan berkurang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan vitamin C meliputi suhu, pH,
oksigen, katalis logam, sinar, enzim, konsentrasi awal vitamin C dari rasio asam
askorbat dan asam dehidroaskorbat. Kerusakan vitamin C dapat diminimalisir
dengan pengemasan dan pengendalian suhu pemasakan. SNI vitamin C dalam
37
produk pangan, yaitu SNI 01-3722-1993 yang menyatakan bahwa kandungan
vitamin C sebaiknya 300 mg/ 100 gr bahan (Nielsen, 2010).
38
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Vitamin C merupakan suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat
yang erat kaitannya dengan monosakarida.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan vitamin C, yaitu suhu, pH,
oksigen, katalis logam, sinar, dan enzim.
3. Perlakuan buah tomat mentah memiliki kadar vitamin C sebanyak 147, 84
mg/100 gr.
4. Perlakuan buah tomat matang memliki kadar vitamin C sebanyak 168,96
mg/100 gr.
5. Perlakuan buah tomat kelewat matang memiliki kadar vitamin C sebanyak
193,6 mg/100 gr.
39
ACARA IVPENGUKURAN TOTAL ASAM
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah adalah suatu produk dari tanaman yang dapat dimakan dalam
keadaan segar ataupun yang telah diolah dan tidak dapat disimpan lama. Di
dalam buah tersimpan zat yang memiliki berbagai manfaat dan kegunaan. Nilai
gizi secara khusus dari buah-buah terletak pada penyediaan vitamin. Vitamin,
khususnya vitamin C atau asam askorbat dan mineral-mineral khususnya unsur-
unsur Ca dan Fe. Beberapa zat dan bahan yang terkadang selain vitamin c
diantaranya adalah total asam, pektin dan pHnya (Suryati, 2010).
Analisis terhadap kandungan buah biasanya menggunakan buah nanas,
jambu biji, jeruk dan labu siam. Analisis terhadap kandungan total asam perlu
dilakukan karena dianggap dapat mempengaruhi sifat fisik serta kimia secara
keseluruhan karena dianggap dapat mempengaruhi sifat fisisk serta kimia secara
keseluruhan sehingga dapat mempengaruhi mutu dari buah-buahan itu juga
(Bangun, 2009).
Buah yang mempunyai kandungan gula tinggi biasanya juga disertai adanya
asam. Pada buah Klimaterik, asam organik menurun segera setelah proses
Klimaterik terjadi. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya aktivitas
metabolisme buah tersebut. Oleh karena itu, praktikum kali ini bertujuan untuk
melakukan pengukuran total asam pada buah nanas.
Tujuan praktikum
40
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah atau
total asam pada buah-buahan.
41
TINJAUAN PUSTAKA
Buah adalah suatu produk dari tanaman yang dapat dimakan dalam
keadaan segar ataupun yang telah diolah, dan tidak dapat disimpan lama. Di
dalam buah tersimpan zat yang memiliki berbagai manfaat dan kegunaan. Nilai
gizi secara khusus dari buah-buah terletak pada penyediaan vitamin. Vitamin,
khususnya vitamin c atau asam askorbat dan mineral-mineral khususnya unsur-
unsur Ca dan Fe. Beberapa zat dan bahan yang terkadang selain vitamin C
diantaranya adalah total asam, pectin dan pHnya (Suryati, 2010).
Nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan tropis yang banyak
dikonsumsi masyarakat baik karena harganya yang murah, mudah didapat,
kandungan gizi cukup tinggi dan mudah dibudidayakan. Nanas memiliki kadar air
yang tinggi hingga mencapai kurang lebih 80-90% sehingga mudah sekali
mengalami perubahan fisik, kimia maupun fisiologis. Apabila tidak segera
dipasarkan atau diberi penanganan lebih lanjut maka mutunya akan cepat
menurun, nanas mengandung citrate dan malic acid yang memberi rasa manis
dan asam pada buahnya (Wijaya, 2010).
Jenis asam banyak ditemukan pada beberapa jenis tanaman, terutama
tanaman buah-buahan. Asam-asam ini terdapat dalam jumlah kecil dan
merupakan hasil antara dalam metabolisme, yaitu selain siklus kreb (siklus asam
trikarboksilat), siklus asam gliaksilat dan siklus asam shikmat (Pertiwi, 2013).
Kadar asam pada buah juga dapat digunakan untuk menentukan
kematangan buah. Pematangan pada buah umumnya kandungan asam pada
buah menjadi normal. Metode untuk mengetahui hal-hal tersebut adalah dengan
titrasi menggunakan larutan basa seperti larutan NaOH. pH pada sampel yang
diuji akan meningkat dengan penambahan zat tersebut. Larutan phenopthalein
42
akan menunjukan warna merah muda pada pH 8,3-10. Penentuan total asam
titrasi juga dipengaruhi oleh berat equifalen asam. Pada komoditi apel, pir,
apricot, pisang dan cherry, asam dominannya adalah asam malat yang
mempunyai berat equivalen 67 (Novita, 2010).
Semakin tinggi penambahan gula maka semakin rendah total asam pada
produk. Asam yang tinggi dan adanya proses pemanasan serta penyerapan air
menyebabkan terjadinya pembentukan fruktosa dan glukosa. Reaksi tersebut
menyebabkan terjadinya penurunan kandungan total asam pada bahan pangan
karena sebagian asam digunakan untuk menghidrolisis sukrosa (Bangun, 2009).
Penurunan total asam selama penyimpanan diduga karena adanya
penggunaaan asam-asam organik yang terdapat didalam buah sebagai substrat
sumber energi dalam proses respirasi. Akibat dari penggunaan asam-asam
organik tersebut maka jumlah asam organik akan menurun yang menyebabkan
nilai total asam juga akan menurun (Novita, 2010).
Biasanya gel atau bentuk kental pada selai terjadi karena adanya reaksi
dari pectin yang berasal dari buah dengan gula dan asam. Beberapa masalah
yang sering terjadi dalam proses pembuatan selai buah secara umum, antara
lain jenis bahan baku, persentase gula dan jumlah asam yang ditambahkan
apabila perbandingan bahan-bahan tersebut kurang tepat, selai yang dihasilkan
akan kurang baik mutunya seperti kurang cerah, tidak jernih, kerang kenyal
seperti agar dengan tekstur tidak terlalu keras (Andreas, 2006).
43
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 22 Mei 2015 di Laboraturium
Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri
Universitas Mataram.
Alat dan Tempat Praktikum
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
timbangan analitik, sendok, gelas ukur, bulb, Erlenmeyer, buret, pisau,
talenan, pipet ukur, tisu, corong, labu ukur, kertas saring, wajan, pisau,
talenan, blender, spatula dan kompor.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digumakan dalam praktikum ini adalah
nanas utuh, selai nanas+gula 10%, selai nanas+ gula 15%, selai nanas +
gula 20%, aquades, amilum 1%, dan larutan NaOH 0,1 N.
Prosedur Kerja
a. Pembuatan Selai Nanas
b. Pengukuran Total Asam
Dibersihkan nanas dari kulitnya
Ditimbang nanas 300gr + gula 10%, 15%, dan 20%
Diblender nanas dan gula sampai halus
Ditimbang 15gr bahan, ditambahkan 200ml air panas
Dipanaskan nans sampai kental seperti saus
44
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Keterangan :
V = Volume titrasi NaOH(ml)N = Normalitas NaOH (N)
FP = Faktor Pengenceran
W = Berat Sampel (gr)
Dimasukkan kedalam labu ukur 250ml, digojog
Didinginkan sampai suhu kamar
Disaring dan dipipet 100ml kedalam Erlenmeyer 250ml
Diteteskan 3 tetes indicator PP
Dititrasi dengan NaOH 0,1N sampai titik akhir berwarna pink
Dihitung jumlah atau total asam dengan rumus
Rumus : Total asam = VxNxFPx100
w
45
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil PengamatanTabel 4.1. Hasil Pengamatan Pengukuran Total Asam
Perlakuan / Sampel Total Asam
Nanas ( kontrol )
Selai nanas + gula 10%
Selai nanas + gula 15%
Selai nanas + gula 20%
1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan
0,5 mg eq NaOH/100 grm bahan
1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan
0,3 mg eq NaOH/100 gram bahan
Hasil Perhitungan
1. Kontrol (nanas tanpa gula)
Diketahui : V = 1 ml
N = 0,1
FP = 2,5
W = 15 gram
Total Asam = V x N x FP x 100W
= 1 x 0,1 x 2,5 x 10015
= 1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan
2. Selai nanas ditambah gula 10%
Diketahui : V = 0,3 ml
N = 0,1
FP = 2,5
W = 15 gram
Total Asam = V x N x FP x 100W
= 0,3 x 0,1 x 2,5 x 10015
= 0,5 mg eq NaOH/100 gram bahan
3. Selai nanas ditambah gula 15%
46
Diketahui : V = 1 ml
N = 0,1
FP = 2,5
W = 15 gram
Total Asam = V x N x FP x 100W
= 1 x 0,1 x 2,5 x 10015
= 1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan
4. Selai nanas ditambah gula 20%
Diketahui : V = 0,2 ml
N = 0,1
FP = 2,5
W = 15 gram
Total Asam = V x N x FP x 100W
= 0,2 x 0,1 x 2,5 x 10015
= 0,3 mg eq NaOH/100 gram bahan
47
PEMBAHASAN
Nanas (Ananas comusus (L) Merr) merupakan salah satu jenis buah-
buahan tropis yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya murah
dan rasanya enak. Nanas memiliki kadar air yang tinggi hingga mencapai 80-
90% sehingga mudah sekali mengalami kerusakan. Nanas mengandung asam
sitrat dan asam malat yang memberi rasa manis dan asam pada buahnya
(Direktorat Gizi Depkes RI, 1998).
Kadar asam pada buah dapat digunakan untuk menentukan kematangan
buah. Pematangan pada buah umumnya menyebabkan kandungan asam pada
buah menjadi minimal. Metode untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan
titrasi menggunakan larutan basa seperti NaOH. Penentuan total asam tertitrasi
juga dipengaruhi oleh berat equivalen asam (Sharma dan Nautiyal, 2009).
Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui total asam pada selai
nanas. Sampel yang digunakan adalah selai nanas tanpa penambahan gula
(kontrol), selai nanas ditambah gula 10%, selai nanas ditambah gula 15% dan
selai nanas ditambah gula 20%. Berdasarkan hasil pengamatan, total asam
tertinggi terdapat pada selai nanas tanpa gula (kontrol) dan selai nanas ditambah
gula 15% yaitu 1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan, sedangkan nilai total asam
terendah terdapat pada selai nanas ditambah gula 20% yaitu 0,3 mg eq
NaOH/100 gram bahan.
Kadar asam buah berkaitan dengan pH buah karena pH digunakan untuk
menyatakan tingkat keasaaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) suatu larutan
produk pangan. Makin asam buah tersebut maka derajat keasaman atau pH-nya
makin kecil.
48
Asam-asam dalam buah merupakan hasil antara (intermediate) dalam
metabolisme, yaitu siklus kreb (siklus asam trikarboksilat), siklus asam glioksalat
dan siklus asam shikimat. Rasa asam yang ada juga dapat disebabkan oleh
adanya vitamin C. Buah yang mempunyai kandungan gula tinggi biasanya juga
disertai adanya asam. Pada buah klimaterik, asam organik menurun segera
setelah proses klimaterik terjadi. Jumlah asam akan berkurang dengan
meningkatnya aktivitas metabolisme buah tersebut. Selama penyimpanan
keasaman buah tergantung tingkat kematangan, jenis buah dan suhu
penyimpanan. Biasanya buah yang masih muda memiliki kandungan asam yang
lebih tinggi (Winarno, 2004).
49
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditari beberapa
kesimpulan sebagai berikut :
1. Nanas merupakan tanaman tropis yang memiliki kandungan air kurang lebih
80-90%.
2. Asam sitrat dan asam malat merupakan jenis asam yang terdapat pada buah
nanas.
3. Total asam tertinggi terdapat pada selai nanas tanpa gula dan selai nanas
ditambah gula 15% yaitu 1,67 mg eq NaOh/100 gram bahan.
4. Total asam terendah terdapat pada selai nanas ditambah gula 20% yaitu 0,3
mg eq NaOH/100 gram bahan.
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman buah adalah tingkat
kematangan buah, jenis buah dan suhu penyimpanan.
50
DAFTAR PUSTAKA
. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
., 2004. Diktat kimiaDasar I. Universitas Lampung. Mangkurat. Banjar Baru.
Achmadi. 2004. Kimia Larutan. Citra Aditya Bakti. Bandung Bangun, 2009. Pengaruh Konsentrasi Gula Dan Campuran Sari Buah Markisa.
Aisyah, Y., dan Fasya. 2010. Penurunan Angka Peroksida dan Asam bebas (FFA) pada Proses Blanching Minyak Goreng Bekas Oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Meringa oliefera, Lamk) Dengan Aktivitas NaCl. Jurnal ALCHEMY, 1 (2) : 53-1-03.
Anonim. 2012. Minyak Jelantah. http://. Wikipedia.org/wiki/minyak jelantah. (Diakses pada tanggal 1 mei 2015) Amin’s dan Mirzae , 2005. Effect of Solution Chemistry on Preparation of Boehinite by Hydro thermal Assisted Sol-Gel Processing of Aluminium Alkoxides. Springer Science Bussiness Media, Inc. USA.
Ayu dan Evita s. 2012. Buku Siap Tempur UN dan SBMPTN.Jalur Mas .Yogyakarta. Wortel Dan Jeruk Terhadap Mutu Serbuk Minuman Penyegar. Skripsi Fakultas Pertanian USU. Sumatra.
Baroroh, 2014. Kimia Dasar I. Universitas Lampung Mangkurat. Banjar Baru.
Bram, U. 2011. Biokimia Herpen. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Faisal, M., 2013. Pembuatan Larutan. http : //muhammadfaisalsakuni. blogspot. com/2013/02/laporan-kimia-pembuatan-larutan-8970.html. (diakses pada tanggal 12 April 2015) .
Gunawan dan Roeswati , 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.
Harijadi, W. 2006. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Karinda, M. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-VIS dan Iodiometri. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol (2) (1) : 86-87.
Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan.Universitas indonesia. Jakarta
Khopkar. ,2009. KonsepDasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.
Lansida, 2010. Pengenceran Larutan. http:// lansida.blogspot.com/ 2010/10/ pengenceran-larutan .html. (diakses pada tanggal 12 April 2015).
51
Munson. 2006. Analisis Farmasi Metode Modern. Airlangga Press. Surabaya.
Nielsen. 2010. Food Analysis Laboratory Manual Second Edition. Springer. New York.
Novita, 2010. Pemgaruh Pelapisan Kitosa Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tomat Segar Pada Berbagai Tingkat Kematangan. Universitas Syiah Kuala Darusallam. Banda Aceh.
Nugraha, W.S,. 2004. Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat dalam Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing PT. Chaeroen Pokhand Indonesia-Serang. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ handle/123456789/11961/F07rfe.pdf?sequence=4. Diakses pada tanggal 25 September 2012. Makassar.
Oktaviani. 2009. Hubungan lamanya pemanasan dengan kerusakan minya goreng curah ditinjau dari bilanghan oksidasi. Jurnal biomedika 1 (1) : 31-35.
Pertiwi, 2013. Laporan Analisis Pangan. Universitas Jendral. Semarang.
Stier, R. F., 2003. Finding Functionality in Fat and Oil. www.preparedFood.com. Makassar. (Diakses pada tanggal 20 mei 2015).
Sudarmadji, Slamet, et. al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Sudarmadji. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Taringan, Nurhayati dan Oppusunggu. 2007. Pengaruh Penyuluhan Kepada Pedagang Gorengan Dengan Angka Peroksida dan Asam Pada Minyak Goreng. Jurnal ilmiah PANNMED, 2 (1) :20-28.
Wijaya, 2010. Pemanfaatan Buah Nanas.Universitas Brawijaya Press. Malang.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka. Jakarta.
Wulyuadi dan Kaseno. 2004. Penurunan Minyak Goreng Bekas Dengan Menggunakan Filter Membrane. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN :1411-4216. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro, Semarang : 1-7.