laporan tetap sumi

69
LAPORAN TETAP EVALUASI GIZI DALAM PENGOLAHAN PANGAN OLEH KELOMPOK XVI

Upload: penina-tarigan

Post on 14-Jan-2016

292 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

EGDP

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Tetap Sumi

LAPORAN TETAPEVALUASI GIZI DALAM

PENGOLAHAN PANGAN

OLEH

KELOMPOK XVI

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI

UNIVERSITAS MATARAM2015

Page 2: Laporan Tetap Sumi

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan ini merupakan salah satu tugas telah menyelesaikan mata kuliah

Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan pada Semester Genap Tahun

2013/2014 Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram

Mataram, 4 Juni 2015

Mengetahui

Co-Asisten Praktikum Evaluasi Gizi Praktikandalam Pengolahan Pangan

Jumaeti SumiatiNIM. C1C 211 039 NIM.J1A 012 134

Laely Fitri Handayani Titik WahidahNIM. J1A 012 065 NIM. J1A 012 138

Moh. Arief Fatwa Vita HandayaniNIM. J1A 012 079 NIM. J1A 012 140

Nurul adelina Asna AzkiaNIM. J1A 012 103 NIM. J1A 013 008

Sri Hultiawati Barito Noviandi GunaNIM. J1A 012 129 NIM. J1A 013 020

Burhanuddin Sangari Putra Debi WulandariNIM. J1A 212 022 NIM. J1A 013 124

PeninaNIM. J1A 013 100

Nurul AiniNIM. J1A 212 104

Menyetujui,Koordinator Praktikum Evaluasi Gizi dalam Pengolahan Pangan

Siska Cicilia M.Si

Page 3: Laporan Tetap Sumi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-

Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan penulisan laporan akhir Evaluasi

Gizi dalam Pengolahan Pangan ini. Laporan akhir ini merupakan gabungan dari

semua acara praktikum yang telah dilaksanakan.

Penulisan laporan ini tidak akan selesai tanpa adanya bantuan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu penyusun tidak lupa menyampaikan ucapan

terima kasih kepada koordinator praktikum, co-ass praktikum dan teman-teman

semua.

Penyusun menyadari bahwa laporan akhir ini masih jauh dari sempurna.

Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak

sangat diharapkan untuk penyempurnaannya. Semoga laporan ini bermanfaat

bagi praktikan kedepannya.

Mataram, 4 Juni 2015

Penyusun

Page 4: Laporan Tetap Sumi

4

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN....................................................................... iiKATA PENGANTAR ................................................................................. iiiDAFTAR ISI ............................................................................................. ivDAFTAR TABEL ....................................................................................... viACARA I. PENGENALAN ALAT-ALAT PRAKTIKUM

Pendahuluan....................................................................... 1Tinjauan Pustaka ................................................................ 3Pembahasan ..................................................................... 5Kesimpulan.......................................................................... 7

ACARA II. PERUBAHAN MUTU MINYAK SELAMA PENGOLAHANPendahuluan ...................................................................... 8Tinjauan Pustaka................................................................. 10Pelaksanaan Praktikum....................................................... 13Hasil Pengamatan dan Perhitungan.................................... 15Pembahasan....................................................................... 18Kesimpulan.......................................................................... 21

ACARA  III.   KERUSAKAN VITAMIN SELAMA PENGOLAHANPendahuluan ......................................................................Tinjauan Pustaka ................................................................Pelaksanaan Praktikum.......................................................Hasil Pengamatan dan Perhitunngan..................................Pembahasan ......................................................................Kesimpulan .........................................................................

ACARA  IV.   PENGUKURAN TOTAL ASAMPendahuluan ......................................................................Tinjauan Pustaka ................................................................Pelaksanaan Praktikum ......................................................Hasil Pengamatan ..............................................................Pembahasan ......................................................................Kesimpulan .........................................................................

DAFTAR PUSTAKA

Page 5: Laporan Tetap Sumi

5

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1. Hasil Pengamatan Penentuan Kadar Vitamin C ................................. 15

3.1. Hasil Pengamatan Perubahan Mutu Minyak Selama Pengolahan .....

4.1. Hasil Pengukuran Total Asam.............................................................

ACARA IPENGENALAN ALAT DAN BAHAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Terdapat berbagai macam alat dan bahan yang digunakan dalam

praktikum evaluasi gizi dan pengolahan. Fungsi dan prinsip kerja dari masing-

masing alat dan bahan tersebut berbeda-beda. Apabila prosedur penggunaan

alat dan bahan dapat diketahui dengan baik dan benar, maka kesalahan

prosedur dapat diminimalisir sekecil mungkin. Jika tidak, maka praktikum tidak

akan bisa berjalan dengan lancar atau akan diperoleh hasil praktikum yang tidak

sesuai dengan yang diharapkan.

Larutan adalah campuran homogen (komponen sama), satu sama lain,

ukuran partikel, tidak ada bidang batas antara zat pelarut dan zat terlarut (tidak

dapat dibedakan secara langsung antara zat pelarut dan zat terlarut). Partikel-

Page 6: Laporan Tetap Sumi

6

partikel berukuran sama yang menyusunnya baik ion, atom maupun molekul dari

dua zat lebih (Achamadi, 2004).

Konsentrasi larutan dapat dibedakan secara kualitatif dan kuantitatif.

Secara kualitatif larutan dapat dibedakan menjadi larutan pekat dan larutan

encer. Dalam larutan encer massa larutan sama dengan massa pelarutnya

karena massa jenis larutan sama dengan massa jenis pelarutnya. Oleh karena

itu, praktikum ini perlu dilakukan agar pelaksanan praktikum evaluasi gizi dalam

pengolahan untuk acara-acara selanjutnya dapat berjalan dengan lancar.

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini yaitu untuk mengenal

beberapa alat dan bahan kimia yang digunakan dalam praktikum beserta fungsi

dan cara penggunaannya.

Page 7: Laporan Tetap Sumi

7

TINJAUAN PUSTAKA

Laboratorium adalah tempat riset ilmiah, eksperimen, pengukuran atau

pun pelatihan ilmiah dilakukan. Laboratorium biasanya dibuat untuk

memungkinkan dilakukannya kegiatan tersebut secara terkendali. Secara garis

besar fungsi laboratorium yaitu sebagai sumber belajar, metode pendidikan dan

saran penelitian. Ke semua fungsi penggunaan laboratorium tersebut hanya

dapat terwujud apabila kegiatan praktikum dipersiapkan, dirancang, dan dikelola

sedemikian rupa sehingga laboratorium benar-benar menjadi sarana penunjang

keberhasilan proses pembelajaran sejalan dengan tujuan pembelajaran yang

telah ditetapkan. Tanpa ada manajemen yang baik terhadap laboratorium yang

dimiliki, maka semua fasilitas laboratorium tidak akan dapat berfungsi

sebagaimana mestinya, bahkan dapat menyebabkan terjadinya pemborosan

waktu, tenaga dan biaya yang menyertai berlangsungnya praktikum (Khopkar,

2009).

Alat merupakan salah satu pendukung dari pada keberhasilan suatu

pekerjaan di laboratorium, sehingga untuk memungkinkan, mempermudah dan

melancarkan berlangsungnya praktikum. Pengetahuan mengenai penggunaan

alat sangat diperlukan. Pada dasarnya setiap alat yang digunakan akan

mempengaruhi praktikum. Sebagai contoh selama praktikum dilibatkan aktif

dengan terampil dan teliti dalam praktikum memperoleh hasil praktikum sesuai

yang diharapkan (Baroroh, 2004).

Larutan adalah campuran homogen dari dua atau lebih zat yang

jumlahnya jumlahnya sedikit disebut zat terlarut. Komposisi dari fase suatu

larutan berbeda dengan air murni. Larutan merupakan campuran yang terdiri dari

dua bahan. Larutan terbagi menjadi larutan homogen dan larutan heterogen.

Page 8: Laporan Tetap Sumi

8

Larutan homogen mempunyai sifat–sifat yang sama diseluruh cairan.

Sedangakan larutan heterogen merupakan campuran dua fase dan memiliki

sifat-sifat yang tidak seragam (Achmadi, 2004).

Larutan didefinisikan sebagai campuran homogen anatara dua atau lebih

zat yang terdisfersi baik sebagai molekul, atom maupun ion yang komposisinya

berpariasi. Larutan encer adalah larutan yang mengandung sebagian kecil

solute, relative terhadap jumlah pelarut. Sedangkan larutan pekat adalah larutan

yang mengandung sebagian besar solute. Pada umumnya zat yang digunakan

sebagai pelarut adalah cair, selain cair berfungsi sebagai pelarut adalah alcohol,

amoniak, kloroform, benzene, minyak dan asam asetat (Gunawan, 2004).

Untuk menyatakan komposisi larutan secara kualitatif digunakan

konsentrasi larutan. Konsentrasi larutan adalah perbandingan jumlah zat terlarut

dan jumlah pelarut, dinyatakan dalam satuan volume (berat, mol). Zat terlarut

dalam sejumlah volume tertentu dari pelarut. Berdasarkan hal ini muncul satuan-

satuan konsentrasi yaitu fraksi mol, molaritas, molalitas, normalitas, ppm, persen

massa danpersen volume (Ayu, 2012).

PEMBAHASAN

Page 9: Laporan Tetap Sumi

9

Larutan adalah campuran yang selaras antara dua atau pun lebih zat.

Larutan dapat berupa cair, padat, maupun gas. Pada umumnya didalam

pembuatan larutan, zat pelarut yang digunakan adalah air (H2O). Hal ini sesuai

dengan pernyataan Baroroh (2004) yang menyatakan bahwa larutan adalah

campuran homogen antara dua atau lebih zat yang terdispersi baik sebagai

molekul, atom, atau pun ion yang komposisinya dapat bervariasi.

Adapun contoh perhitungan dalam pembuatan larutan akan dibahas sebagai

berikut:

1. HCl yang dikonsentrasikan (BM 36,5) memiliki kerapatan 1,19 g/ml dan

37% dari berat HCl.

Ditanyakan : Berapa ml asam konsentrat yang harus dilarutkan

dalam 1 liter air untuk pembuatan larutan 0,1 M ?

Penyelesaian :

- Penentuan garam HCl = 1 L x 0,1 mol/L x 36,5 g/mol

= 3,65 gram

- Penentuan gram HCl/ml = 1,19 g/mol x 37 %

= 0,44 g/ml

ml larutan yang dibutuhkan = gram HCl yang dibutuhkangramHCl/ml

= 3.65 g0,44 g/ml

= 8,3 ml

Pengenceran merupakan penambahan pelarut ke dalam suatu larutan.

Prinsip dasar dari pengenceran adalah jumlah mol dari zat terlarut tidak akan

berubah (Amin’s dan Mirzae , 2005).

2. Pembuatan larutan NaoH 0,1 N dengan volume 50 ml

Page 10: Laporan Tetap Sumi

10

Ditanyakan : massa NaoH ?

Penyelesaian :

M = grMr

x 1000ml

0,1 M = gram HCl40

x 100050

Gram HCl = 0,2 gram.

Cara perhitungan di atas sesuai teori dari Faizal (2013) yaitu molaritas (M)

menyatakan banyaknya mol zat terlarut didalam setiap 1 liter larutan. Pembuatan

larutan dengan konsentrasi 1 N dilakukan dengan cara melarutkan 1 mol zat

kedalam air hingga volumenya 1 liter.

Page 11: Laporan Tetap Sumi

11

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Larutan adalah campuran yang selaras antara dua atau lebih zat.

2. Pembuatan larutan 0,1 NHCl adalah dengan menggunakan pengenceran

yaitu dengan volume 8,3 ml.

3. Pengenceran merupakan penambahan pelarut ke dalam suatu larutan.

4. Pembuatan larutan 0,1 N dengan volume 50 ml adalah dengan penambahan

0,2 gram.

5. Molaritas (M) menyatakan banyaknya mol zat terlarut di dalam setiap 1 liter

larutan.

Page 12: Laporan Tetap Sumi

12

ACARA IIPERUBAHAN MUTU MINYAK SELAMA PENGOLAHAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Lemak dan minyak adalah bahan-bahan yang tidak larut dalam air yang

berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Lemak dan minyak digunakan dalam

makanan sebagian besar adalah trigliserida yang merupakan ester dari gliserol

dan berbagai asam lemak. Trigliserida merupakan hasil kondensasi 1 molekul

gliserol dengan 3 molekul asam lemak yang berbeda membentuk 1 molekul

trigliserida dan 3 molekul air (Fennema, 1985).

Proses penggorengan dapat menyebabkan perubahan pada komponen

minyak goreng. perubahan yang diakibatkan oleh penggunaan energi panas

pada minyak goreng menyebabkan perubahan kimia dan mengakibatkan

kerusakan sehingga menurunkan mutu dari pangan yang digoreng

menggunakan minyak tersebut.

Minyak goreng yang telah digunakan berulang kali atau yang lebih dikenal

dengan minyak jelantah adalah minyak limbah. Minyak ini merupakan minyak

bekas pemakaian kebutuhan rumah tangga umumnya dapat digunakan kembali

untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau komposis kimianya, minyak

jelantah mempunyai senyawa senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi

selama proses penggorengan (Anonim, 2012). Oleh karena itu, praktikum ini

dilakukan untuk mengetahui perubahan mutu yang terjadi pada minyak goreng

selama pengolahan.

Page 13: Laporan Tetap Sumi

13

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui dan

mempelajari pengaruh pengolahan berupa pemanasan terhadap perubaahan

mutu minyak goreng.

Page 14: Laporan Tetap Sumi

14

TINJAUAN PUSTAKA

Lemak adalah campuran trigliserida yang berbentuk padat pada suhu

kamar, sedangkan minyak adalah campuran trigliserida yang berbentuk cair pada

suhu kamar. Hal ini disebabkan lemak tersusun oleh asam lemak jenuh yang

tinggi dimana tidak mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun

tinggi. Sedangkan minyak tersusun oleh asam lemak tidak jenuh yang tinggi

dimana mengandung ikatan rangkap sehingga titik leburnya pun rendah

(Winarno, 2002).

Minyak  goreng  berfungsi  sebagai   medium   penghantar panas,

penambah  rasa   gurih,  dan   penambah  nilai   kalori.   Menurut SNI 01-3741-

2002 (BSN, 2002), minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh

dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak  nabati  merupakan

minyak  yang  diperoleh   dari  serealia (jagung, gandum, beras dan lain-lain),

kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah dan lain-lain), palma-palmaan

(kelapa dan kelapa sawit) dan biji-bijian (Nugraha, 2004).

Tidak semua minyak  nabati   dapat  dipakai  untuk   menggoreng. 

Minyak  yang termasuk  golongan  setengah  mengering   (semi  drying  oil)

misalnya  minyak  biji kapas, minyak kedelai dan minyak   biji   bunga   matahari

tidak  dapat  digunakan    sebagai    minyak  goreng.  Hal  ini  disebabkan  karena

jika  minyak  tersebut   kontak  dengan  udara  pada suhu  tinggi  akan mudah

teroksidasi  sehingga  berbau   tengik.  Minyak  yang   dipakai    menggoreng

adalah   minyak  yang  tergolong  dalam  kelompok  non  drying  oil,  yaitu

minyak yang   tidak  akan  membentuk   lapisan  keras  bila  dibiarkan  mengering

di udara (Ketaren, 2008).

Page 15: Laporan Tetap Sumi

15

Mutu minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komponen asam lemaknya

karena asam lemak tersebut akan mempengaruhi sifat fisik, kimia dan stabilitas

minyak selama  proses penggorengan. Trigliserida dari suatu minyak atau lemak

mengandung sekitar 94-96% asam lemak. Selain komponen asam lemaknya,

stabilitas minyak goreng dipengaruhi pula derajat ketidakjenuhan asam

lemaknya, penyebaran ikatan rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan

yang dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan

minyak goreng yang terdapat secara alami atau yang sengaja ditambahkan

(Stier, 2003).

Mutu minyak goreng ditentukan pula oleh titik asapnya, yaitu suhu

pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat

menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila  minyak mengalami pemanasan

yang berlebihan, gliserol akan mengalami kerusakan dan kehancuran dan

minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu

lapisan selaput mata. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau

akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin tinggi mutu minyak goreng itu.

Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya. Lemak

yang telah digunakan  untuk menggoreng titik asapnya akan menurun, karena

telah terjadi hidrolisis molekul lemak. Karena itu untuk menekan terjadinya

hidrolisis, pemanasan lemak atau minyak sebaiknya dilakukan pada suhu yang

tidak terlalu tinggi dari seharusnya. Pada umumnya suhu penggorengan adalah

177-221°C (Winarno, 2004).

Warna gelap dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan,

yang disebabkan oleh suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu

pengepresan dengan cara hidraulik atau expeller, sehingga sebagian minyak

Page 16: Laporan Tetap Sumi

16

teroksidasi. Disamping itu minyak yang terdapat dalam suatu bahan, dalam

keadaan panas akan mengektsraksi zat warna yang terdapat dalam bahan

tersebut. Pengepresan bahan yang mengandung  minyak  dengan  tekanan  dan

suhu  yang  lebih  tinggi akan  menghasilkan  minyak  dengan  warna   yang

lebih gelap. Logam Fe, Cu, dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak dingin

dalam minyak (Ketaren, 2008).

Page 17: Laporan Tetap Sumi

17

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 18 april 2014 di Laboratorium

Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan

analitik buret, erlenmeyer, pipet ukur, dan stopwach.

b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak

goreng komersial belum dipakai, satu kali pakai dan tiga kali pakai, minyak

goreng curah belum dipakai, satu kali pakai, dan tiga kali pakai, asam asetat,

aquades, amilum, alkohol, NaOH, NaS2O3, PP 1%, kloroform, dan larutan KI

jenuh.

Prosedur Kerja

a. Penentuan bilangan peroksida

Di timbang 5 gram sampel kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Di tambahkan 30 ml pelarut (asam asetat glasial : kloroform = 3:2)

Ditambahkan 0,5 ml KI jenuh, digojog

Ditambahkan 30 ml aquades

Ditambahkan amilum secukupnya kurang lebih 1 ml

Page 18: Laporan Tetap Sumi

18

Rumus : Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)

= x 100 %

Ket :

b. Penentuan bilangan asam

Rumus : Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)

x 100 %

Keterangan

Dititrasi dengan NaS2O3 (0,05) sampai warna biru hilang

Dihitung bilangan peroksida

Ditimbang 20 gr sampel

Ditambahkan 50 ml alkohol atau pelarut

Ditambah 3 tetes indikator pp 1%

Dititrasi NaOH 0,1 N sampai merah jambu

Dihitung bilangan asam

Page 19: Laporan Tetap Sumi

19

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Kadar LemakParameter

Minyak goreng curah Minyak goreng komersial

Belum dipakai

1 x pakai 3 x pakai

Belum dipakai

1 x pakai 3 x pakai

Bau Ada Sedikit tengik

tengik Cuka keras

Agak tengik

tengik

Warna Kurang jernih

Kuning agak jernih

coklat Putih agak keruh

Kuning cerah

Kuning kecoklatan

Bilangan peroksida

36 gr/ml

6 gr/ml 11 gr/ml

11 gr/ml

2 gr/ml 9 gr/ml

Bilangan asam

0,5 gr/ml

0,24 gr/ml

0,2 gr/ml

0,12 gr/ml

0,14 gr/ml 0,34 gr/ml

Hasil Perhitungan

1. Minyak Goreng Curah

a. Belum dipakai

Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)

x 100 %

= (5,7-0,1) x 0,05 x 10005(gr)

x 100 %

= 36 gr/ml

Bilangan asam =ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)

x 100 %

= 1 x0,1 x 4020(gr)

x 100 %

= 0,5 gr/ml

b. Satu kali pakai

Bilangan peroksida =(Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)

x 100 %

= (0,7-0,1) x 0,05 x 10005(gr)

x 100 %

= 6 gr/ml

Page 20: Laporan Tetap Sumi

20

Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)

x 100 %

= 1,2 x0,1 x 4020(gr)

x 100 %

= 0,24 gr/ml

c. Tiga kali pakai

Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)

x 100 %

= (1,2-0,1) x 0,05 x 10005(gr)

= x 100 %

= 11 gr/ml

Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)

x 100 %

= 1 x0,1 x 4020(gr)

x 100 %

= 0,2 gr/ml

2. Minyak Goreng Komersial

a. Belum dipakai

Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)

x 100 %

= (1,2 -0,1) x 0,05 x 10005(gr)

x 100 %

= 11 gr/ml

Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)

x 100 %

= 1,7 x0,1 x 4020(gr)

x 100 %

= 0,12 gr/ml

b. Satu kali pakai

Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)

x 100 %

= (0,3-0,1) x 0,05 x 10005(gr)

x 100 %

= 2 gr/ml

Page 21: Laporan Tetap Sumi

21

Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)

x 100 %

= 0,7 x0,1 x 4020(gr)

x 100 %

= 0,14 gr/ml

c. Tiga kali pakai

Bilangan peroksida = (Ts-Tb ) x N Na2 S2 Oᴣ x 1000berat sampel (gr)

x 100 %

= (1-0,1) x 0,05 x 10005(gr)

x 100 %

= 9 gr/ml

Bilangan asam = ml NaOH x N NaOH x 40berat sampel (gr)

x 100 %

= 1,7 x0,1 x 4020(gr)

x 100 %

= 0,34 gr/ml

Page 22: Laporan Tetap Sumi

22

PEMBAHASAN

Minyak  goreng  berfungsi  sebagai   medium   penghantar  panas,

penambah  rasa   gurih dan   penambah  nilai   kalori.   Menurut SNI 01-3741-

2002 (BSN, 2002), minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh

dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak  nabati  merupakan

minyak  yang  diperoleh   dari  serealia (jagung, gandum, beras dan lain-lain),

kacang-kacangan (kacang kedelai, kacang tanah dan lain-lain), palma-palmaan

(kelapa dan kelapa sawit) dan biji-bijian  (Nugraha, 2004).

Penentuan mutu minyak secara kimiawi dapat dilakukan dengan

menentukan angka peroksida dan angka asamnya. Angka peroksida

menunjukkan tingkat kerusakan minyak. Kualitas minyak ditentukan oleh besar

kecilnya angka peroksida, bilangan oksidasi atau juga dari angka peroksidanya.

Semakin jenuh minyak tersebut maka semakin tinggi angka peroksidanya.

Semakin besar angka yang diperoleh maka kualitas minyak yang didapatkan

semakin rendah sehingga proses oksidasi harus dihentikan agar kualitas minyak

tetap baik.

Berdasarkan hasil pengamatan angka peroksida pada minyak goreng curah

dan minyak goreng komersial menunjukkan bahwa minyak goreng curah belum

dipakai mempunyai angka peroksida tertinggi yaitu 36 ml/gr dibandingkan minyak

curah 1 kali pakai dan 3 kali pakai yaitu 6 ml/gr da 11 ml/gr. Sedangkan pada

minyak goreng komersial yang belum dipakai mempunyai angka peroksida

tertinggi yaitu 11 ml/gr dibandingkan dengan minyak komersial 1 kali pakai dan 3

kali pakai yaitu 2 ml/gr dan 9 ml/gr. Namun jika dibandingkan angka peroksida

minyak komersial dengan angka peroksida minyak curah maka angka peroksida

minyak curah mempunyai angka peroksida yang jauh lebih tinggi. Hal ini

Page 23: Laporan Tetap Sumi

23

disebabkan oleh frekuensi penggorengan yang dimana terjadi reaksi oksidasi

termal pada saat penggorengan. Oksidasi termal yaitu oksidasi yang diakibatkan

karena adanya pemanasan dan paparan udara yang mengakibatkan

terbentuknya peroksida. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Aisyah dkk (2010)

yang menyatakan bahwa peningkatan angka peroksida diakibatkan oleh proses

oksidasi pada proses pemasakan atau pemanasan. Hal serupa juga

dikemukakan oleh Oktaviani (2009) bahwa bilangan peroksida meningkat

disebabkan karena pemanasan terhadap minyak curah. Suhu yag tinggi selama

penggorengan akan mempercepat proses oksidasi pada minyak dan proses

oksidasi akan menurun apabila suhu turun (Tarigan et al, 2007). Menurut SNI

003-02 batas maksimum angka peroksida dalam minyak yatu 1,0 meq/kg.

Sedangkan pada pengamatan angka asam diperoleh hasil pada minyak

goreng curah belum dipakai yaitu 0,5 ml/gr, 1 kali pakai yaitu 0,24 ml/gr, 3 kali

pakai yaitu 0,2 ml/gr. Untuk minyak goreng komersial belum dipakai yatu 0,12

ml/gr, 1 kali pakai yaitu 0,14 ml/gr dan 3 kali pakai yaitu 0,34 ml/gr. Jika dilihat

dari angka asamnya pada setiap minyak baik yang curah maupun yang

komersial maka minyak curah yang belum dipakai mempunyai angka asam yang

jauh lebih sedikit dibandingkan dengan sampel yang lain. Hal yang serupa juga

terjadi pada minyak komersial dimana minyak komersial belum dipakai

mempunyai angka asam yang lebih kecil dibandingkan sampel yang lain,

sehingga dapat dikatakan bahwa minyak goreng curah belum dipakai dan minyak

komersial belum dipakai mempunyai kualitas minyak yang lebih baik

dibandingkan minyak goreng yang telah dipakai.

Selain pengujian bilangan asam dan bilangan peroksida, kualitas minyak

juga dapat diketahui dari aroma dan warna minyak. Semakin jernih warna minyak

Page 24: Laporan Tetap Sumi

24

maka kualitas minyak semakin bagus. Pada pengujian warna dan aroma minyak

ini diperoleh data untuk minyak goreng curah belum dipakai adalah kurang jernih

dan ada aroma minyak, curah 1 kali pakai yaitu berwarna kuning agak jernih dan

aroma sedikit tengik, minyak curah 3 kali pakai yaitu berwarna coklat dengan

aroma tengik. Sedangkan pada minyak goreng komersial belum dipakai yaitu

berwarna putih cerah dan beraroma seperti cuka keras, 1 kali pakai yaitu

berwarna kuning cerah dengan bau agak tengik dan 3 kali pakai yaitu berwarna

kecoklatan dan beraroma tengik. Sehingga dapat diartikan bahwa minyak

komersial mempunyai kualitas yang bagus dari segi warna dan aroma. Standar

mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng yang baik digunakan

adalah yang berwarna muda dan jernih serta beraroma normal dan tidak tengik.

Hal tersebut dikemukakan pula oleh Wulyoadi dan Kaseno (2004) bahwa minyak

yang rusak akan berwarna coklat, lebih kental, berbusa, berasap, serta

dihasilkan rasa dan aroma yang tidak disukai pada bahan pangan yang digoreng.

Aroma tengik pada minyak disebabkan oleh asam lemak bebas yang dihasilkan

selama proses hidrolisis. Proses hidrolisis dapat dipercepat dengan kondisi

kelembaban yang tinggi, suhu yang tinggi serta kandungan air yang tinggi

(Tarigan dkk, 2007).

Page 25: Laporan Tetap Sumi

25

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Angka peroksida, bilangan asam dan indeks bias dapat digunakan sebagai

parameter untuk mengetahui kualitas minyak goreng.

2. Semakin tinggi angka peroksida dan angka asam maka kualitas minyak

rendah.

3. Minyak curah belum dipakai mempunyai nilai peroksida tertinggi yaitu 36

ml/gr.

4. Minyak komersial mempunyai kualitas minyak yang jauh lebih baik daripada

minyak goreng curah.

5. Proses pengolahan dan penyimpanan mempengaruhi kualitas minyak.

Page 26: Laporan Tetap Sumi

26

ACARA IIIKERUSAKAN VITAMIN SELAMA PENGOLAHAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vitamin merupakan mikronutrien yang diperlukan dalam jumlah yang

sedikit oleh tubuh. Pada saat ini terdapat 13 jenis vitamin yang dibutuhkan oleh

tubuh dan digunakan dalam diet manusia serta sebagai pertumbuhan dan fungsi

normal tubuh. Hampir semua vitamin yang diketahui di dalam sel hewan dan

kebanyakan tumbuhan serta mikroorganisme. Vitamin diperlukan oleh tubuh

dalam jumlah yang sedikit dan harus disuplai dari bahan makanan.

Asam askorbat atau lebih dikenal dengan vitamin C adalah vitamin jenis

primat yang merupakan suatu reduktor kuat. Sumber vitamin C secara umum

terdapat dalam buah jeruk, sayur-sayuran hijau dan buah tomat. Tubuh manusia

setiap harinya membutuhkan vitamin C dari 25 sampai 30 mg setiap harinya.

Vitamin C memiliki struktur seperti karbohidrat dengan sifat asam dan

pereduksinya.

Vitamin dalam bahan pangan dapat mengalami kerusakan dan

kehilangan akibat reaksi kimia, ekstraksi, blansir dan pengolahan. Proses

pengolahan pangan memegang peranan penting dalam mekanisme kehilangan

zat gizi dalam bahan. Selama proses pengolahan pangan terjadi interaksi yang

mengakibatkan komponen dalam bahan mengalami kerusakan dan kehilangan

yang berpengaruh terhadap kecepatan degradasi asam askorbat. Oleh karena

itu, pentingnya dilakukan praktikum ini untuk mengetahui kerusakan vitamin C

selama pengolahan.

Page 27: Laporan Tetap Sumi

27

Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh

pengolahan terhadap kadar vitamin sealama pengolahan.

Page 28: Laporan Tetap Sumi

28

TINJAUAN PUSTAKA

Vitamin dapat dibagi dalam dua golongan yaitu golongan pertama yang

disebut dengan prakoenzim dan bersifaf larut dalam air, tidak disimpan oleh

tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine, yang termasuk ke dalam golongan

ini adalah tiamin, riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat, biotin, asam

pantotenat, vitamin B dan vitamin C. Golongan kedua yang larut dalam lemak

disebut alosterin dan dapat disimpan dalam tubuh. Apabila vitamin ini terlalu

banyak dimakan, akan tersimpan dalam tubuh dan memberikan gejala penyakit

tertentu atau yang disebut dengan hipervitaminosis yang juga membahayakan.

Kekurangan vitamin mengakibatkan terjadinya penyakit defisiensi tetapi biasanya

gejala penyakit akan hilang kembali apabila kecukupan vitamin tersebut

terpenuhi (Karinda, 2011).

Vitamin C atau asam askorbat memiliki peranan yang penting dalam

pembentukan kalogen (kerangka sel) sehingga sangat perlu untuk menjaga

keutuhan pembulun darah (mencegah pendarahan). Bersama protein, vitamin A

dan seng, vitamin C juga diperlukan dalam sistem pertahanan tubuh kita Di

dalam pencegahan asteroklerosis, vitamin C juga berperan penting karena dapat

mencegah luka goresan pada dinding endotel pembuluh darah melelui

pembentukan kolagen; luka goresan ini akan diikuti dengan pengendapan

kolestrol (fatty streak) yang merupakan dasar terjadinya ateroklerosis. Namun,

konsumsi vitamin C secara berlebihan akan mengakibatkan pembentukan

oksalat, yang membawa konsekuensi batu kemih disamping dapat mengganggu

lambung akibat sifat asamnya. Manusia dan sejumlah hewan (gorila, guinea pig

serta kelelawar pemakan buah) tidak mampu membuat vitamin C sendiri di

dalam tubuhnya (Munson, 2006).

Page 29: Laporan Tetap Sumi

29

Dari semua vitamin yang ada, vitamin C merupakan vitamin yang paling

mudah rusak. Di samping sangat larut dalam air, vitamin C mudah teroksidasi

dan proses tersebut dipercepat oleh panas, sinar, alkali, enzim, oksidator, katalis

tembaga dan besi. Oksidasi akan terhambat bila vitamin C dibiarkan dalam asam

atau pada suhu rendah. Vitamin C mudah larut dalam air dan mudah teroksidasi.

Oleh karena itu, agar vitamin C tidak banyak hilang, sebaiknya pengirisan dan

penghancuran yang berlebihan dihindari. Pemasakan dengan air sedikit dan

ditutup rapat sehingga empuk dapat banyak merusak vitamin C. Penambahan

baking soda untuk mencegah  hilangnya warna sayuran selama pemasakan

akan menurunkan kandungan vitamin C dan mengubah rasa sayuran (Winarno,

2004).

Kebutuhan vitamin C memang berbeda-beda bagi tiap orang, tergantung

kebiasaan masing-masing. Pada remaja, kebiasaan yang berpengaruh di

antaranya: merokok, minum kopi, atau minuman beralkohol, konsumsi obat

tertentu seperti obat antikejang, antibiotik tetrasiklin, antiartritis, obat tidur, dan

kontrasepsi oral. Kebiasaan merokok menghilangkan 25% vitamin C dalam

darah. Selain nikotin senyawa lain yang berdampak sama buruknya adalah

kafein. Maka, sebisa mungkin hindari minum kopi, teh dan cola. Selain itu stres,

demam, infeksi, dan giat berolahraga juga meningkatkan kebutuhan akan vitamin

C (Harjadi, 2006)

Page 30: Laporan Tetap Sumi

30

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 9 mei 2015 di Laboratorium

Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Unversitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum

a. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah erlenmeyer,

labu ukur, buret, batang pengaduk, pipet ukur, bulb, kertas saring, piring,

blender, pisau, talenan, teflon, kompor dan sutil.

b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tomat

mentah, tomat matang, tomat kelewat matang, iodin, aquades, amilum, gula,

garam, bawang dan air.

Prosedur Kerja

Ditimbang 300 gram tomat

Dipotong tomat kecil-kecil

Dikupas kulit tomat dan dibuang bijinya

Dimasukkan tomat selama 30 detik

Didihkan air sampai mendidih

Page 31: Laporan Tetap Sumi

31

Keterangan

Diblender tomat sampai halus

Ditambahkan 1 ml amilum (bila larutan kurang jernih ditambahkan 25 ml aquades)

Dipipet 25 ml hasil fitrat kedalam Erlenmeyer 100 ml

Disaring dengan kertas saring dan fitrat ditampung dengan Erlenmeyer 250 ml

Dimasukan ke labu ukur 100 ml , ditambahkan aquades sampai tanda batas dan digojog

Ditimbang 10 gram sampel tomat

Dipanaskan hingga kental seperti saus

Dititrasi dengan larutan iodium 0,01 N dan dihitung dengan rumus :

Kadar Vitamin C = T x 0,88 x FP X 100w

Page 32: Laporan Tetap Sumi

32

Page 33: Laporan Tetap Sumi

33

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Kadar Vitamin C Buah Tomat Selama Pemgolahan

SAMPEL KADAR VITAMIN CTomat mentah 147,84 mg/100 grTomat matang 168,96 mg/100 gr

Tomat kelewat matang 193,6 mg/100 gr

Hasil Perhitungan

a. Tomat Mentah

Diketahui : T = 4,2 ml

Fp = 4

W = 10 gr

Jawab :

Kadar Vitamin C = T × 0,88 ×Fp w

x 100

= 4,2 × 0,88 × 4 10

x 100

= 147, 84 mg/100 gr

b. Tomat Matang

Diketahui : T = 4,8 ml

Fp = 4

W = 10 gr

Jawab :

Kadar Vitamin C = T × 0,88 ×Fp w

x 100

= 4,8 × 0,88 × 4 10

x 100

= 168,96 mg/100 gr

Page 34: Laporan Tetap Sumi

34

c. Tomat Kelewat Matang

Diketahui : T = 5,5 ml

Fp = 4

W = 10 gr

Jawab :

Kadar Vitamin C = T × 0,88 ×Fp w

x 100

= 5,5 × 0,88 × 4 10

x 100

= 193,6 mg/100 gr

Page 35: Laporan Tetap Sumi

35

PEMBAHASAN

Vitamin adalah senyawa organik kompleks essensial untuk pertumbuhan

dan fungsi biologis yang lain bagi mahluk hidup, senyawa organik berantai

pendek yang tidak menghasilkan energi dan tidak berfungsi untuk membangun

struktur tubuh, tetapi sangat diperlukan oleh tubuh manusia. Vitamin dalam

bahan pangan dapat berada dalam bentuk yang sangat berbeda termasuk dalam

bentuk provitamin atau prekursor. Salah satunya adalah vitamin C. Vitamin C

merupakan komponen vitamin yang larut dalam air. Vitamin C adalah suatu

heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan

monosakarida. Vitamin C mudah di absorbs secara aktif dan mungkin pula

secara difusi. Pada bagian usus halus, tubuh dapat menyimpan hingga 1500 mg

vitamin C, bila konsumsi mencapai 100 mg per hari. Cara menganalisa vitamin C

dapat dilakukan secara biologis, kimiawi, maupun mikrobiologis. Kandungan

vitamin C sangat beragam antar varietas, tetapi berkisar antara 21-49 mg /100 gr

daging buah (Sudarmadji, 2007).

Sumber vitamin C secara umum terdapat dalam buah jeruk, sayur-

sayuran hijau, dan buah tomat. Pada buah-buahan, ini merupakan sumber

vitamin C dari 25 sampai 30 mg per harinya. Vitamin C dapat juga beracun jika

diambil atau dikonsumsi dalam dosis yang besar atau berlebihan, seperti vitamin

C, pricipat hasil akhir dari katabolisme yang disebut sebagai asam oxalit.

Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan tidak stabilnya kandungan

vitamin C pada buah tomat mentah, tomat matang dan tomat kelewat matang.

Kandungan vitamin C dalam buah mentah adalah 147,84 mg/100 gr. Pada buah

matang 168,96 mg/100 gr dan pada tomat yang kelewat matang adalah 193,6

mg/100 gr. Kandungan vitamin C yang tidak stabil ini kemungkinan disebabkan

Page 36: Laporan Tetap Sumi

36

karena kesalahan dalam melakukan titrasi. Karena volume titrasi yang berlebihan

pada pengujian tomat matang dan lewat matang sehingga kadar vitamin C nya

pun tinggi. Menurut Antarlina (2009) buah muda atau buah yang belum matang

memiliki kadar air yang lebih tinggi daripada buah yang matang, namun kadar

gula buah muda (mentah) lebih rendah daripada buah matang, sehingga

kandungan vitamin C dan total asam buah muda lebih tinggi. Adanya perbedaan

kadar air dalam buah akan menentukan kadar vitamin C dalam bahan yang

menyebabkan daya larut vitamin C pada buah matang lebih tinggi dibandingkan

dengan daya larut pada buah yang mentah atau setengah matang.

Sementara itu proses pemanasan saus tomat akan menyebabkan vitamin

C mengalami oksidasi sehingga kadar vitamin C menjadi berkurang karena

vitamin C tidak tahan terhadap panas. Selain karena faktor pemanasan,

berdasarkan hasil pengamatan kadar vitamin C juga dipengaruhi oleh tingkat

kematangan buah. Tomat kelewat matang memiliki kandungan air yang lebih

tinggi dibandingkan dengan kadar vitamin C nya, sehingga kadar vitamin C yang

ada pada bahan ikut terikat pada air tersebut sehingga tekstur dari tomat

umumnya lembek. Vitamin C yang ada pada buah tomat yang memiliki

kandungan air tinggi akan terikat bersama molekul-molekul air dalam buah

sehingga vitamin akan terlarut dan menyebabkan komponen vitamin C pada

bahan berkurang.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan vitamin C meliputi suhu, pH,

oksigen, katalis logam, sinar, enzim, konsentrasi awal vitamin C dari rasio asam

askorbat dan asam dehidroaskorbat. Kerusakan vitamin C dapat diminimalisir

dengan pengemasan dan pengendalian suhu pemasakan. SNI vitamin C dalam

Page 37: Laporan Tetap Sumi

37

produk pangan, yaitu SNI 01-3722-1993 yang menyatakan bahwa kandungan

vitamin C sebaiknya 300 mg/ 100 gr bahan (Nielsen, 2010).

Page 38: Laporan Tetap Sumi

38

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Vitamin C merupakan suatu heksosa dan diklasifikasikan sebagai karbohidrat

yang erat kaitannya dengan monosakarida.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan vitamin C, yaitu suhu, pH,

oksigen, katalis logam, sinar, dan enzim.

3. Perlakuan buah tomat mentah memiliki kadar vitamin C sebanyak 147, 84

mg/100 gr.

4. Perlakuan buah tomat matang memliki kadar vitamin C sebanyak 168,96

mg/100 gr.

5. Perlakuan buah tomat kelewat matang memiliki kadar vitamin C sebanyak

193,6 mg/100 gr.

Page 39: Laporan Tetap Sumi

39

ACARA IVPENGUKURAN TOTAL ASAM

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Buah adalah suatu produk dari tanaman yang dapat dimakan dalam

keadaan segar ataupun yang telah diolah dan tidak dapat disimpan lama. Di

dalam buah tersimpan zat yang memiliki berbagai manfaat dan kegunaan. Nilai

gizi secara khusus dari buah-buah terletak pada penyediaan vitamin. Vitamin,

khususnya vitamin C atau asam askorbat dan mineral-mineral khususnya unsur-

unsur Ca dan Fe. Beberapa zat dan bahan yang terkadang selain vitamin c

diantaranya adalah total asam, pektin dan pHnya (Suryati, 2010).

Analisis terhadap kandungan buah biasanya menggunakan buah nanas,

jambu biji, jeruk dan labu siam. Analisis terhadap kandungan total asam perlu

dilakukan karena dianggap dapat mempengaruhi sifat fisik serta kimia secara

keseluruhan karena dianggap dapat mempengaruhi sifat fisisk serta kimia secara

keseluruhan sehingga dapat mempengaruhi mutu dari buah-buahan itu juga

(Bangun, 2009).

Buah yang mempunyai kandungan gula tinggi biasanya juga disertai adanya

asam. Pada buah Klimaterik, asam organik menurun segera setelah proses

Klimaterik terjadi. Jumlah asam akan berkurang dengan meningkatnya aktivitas

metabolisme buah tersebut. Oleh karena itu, praktikum kali ini bertujuan untuk

melakukan pengukuran total asam pada buah nanas.

Tujuan praktikum

Page 40: Laporan Tetap Sumi

40

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui jumlah atau

total asam pada buah-buahan.

Page 41: Laporan Tetap Sumi

41

TINJAUAN PUSTAKA

Buah adalah suatu produk dari tanaman yang dapat dimakan dalam

keadaan segar ataupun yang telah diolah, dan tidak dapat disimpan lama. Di

dalam buah tersimpan zat yang memiliki berbagai manfaat dan kegunaan. Nilai

gizi secara khusus dari buah-buah terletak pada penyediaan vitamin. Vitamin,

khususnya vitamin c atau asam askorbat dan mineral-mineral khususnya unsur-

unsur Ca dan Fe. Beberapa zat dan bahan yang terkadang selain vitamin C

diantaranya adalah total asam, pectin dan pHnya (Suryati, 2010).

Nanas merupakan salah satu jenis buah-buahan tropis yang banyak

dikonsumsi masyarakat baik karena harganya yang murah, mudah didapat,

kandungan gizi cukup tinggi dan mudah dibudidayakan. Nanas memiliki kadar air

yang tinggi hingga mencapai kurang lebih 80-90% sehingga mudah sekali

mengalami perubahan fisik, kimia maupun fisiologis. Apabila tidak segera

dipasarkan atau diberi penanganan lebih lanjut maka mutunya akan cepat

menurun, nanas mengandung citrate dan malic acid yang memberi rasa manis

dan asam pada buahnya (Wijaya, 2010).

Jenis asam banyak ditemukan pada beberapa jenis tanaman, terutama

tanaman buah-buahan. Asam-asam ini terdapat dalam jumlah kecil dan

merupakan hasil antara dalam metabolisme, yaitu selain siklus kreb (siklus asam

trikarboksilat), siklus asam gliaksilat dan siklus asam shikmat (Pertiwi, 2013).

Kadar asam pada buah juga dapat digunakan untuk menentukan

kematangan buah. Pematangan pada buah umumnya kandungan asam pada

buah menjadi normal. Metode untuk mengetahui hal-hal tersebut adalah dengan

titrasi menggunakan larutan basa seperti larutan NaOH. pH pada sampel yang

diuji akan meningkat dengan penambahan zat tersebut. Larutan phenopthalein

Page 42: Laporan Tetap Sumi

42

akan menunjukan warna merah muda pada pH 8,3-10. Penentuan total asam

titrasi juga dipengaruhi oleh berat equifalen asam. Pada komoditi apel, pir,

apricot, pisang dan cherry, asam dominannya adalah asam malat yang

mempunyai berat equivalen 67 (Novita, 2010).

Semakin tinggi penambahan gula maka semakin rendah total asam pada

produk. Asam yang tinggi dan adanya proses pemanasan serta penyerapan air

menyebabkan terjadinya pembentukan fruktosa dan glukosa. Reaksi tersebut

menyebabkan terjadinya penurunan kandungan total asam pada bahan pangan

karena sebagian asam digunakan untuk menghidrolisis sukrosa (Bangun, 2009).

Penurunan total asam selama penyimpanan diduga karena adanya

penggunaaan asam-asam organik yang terdapat didalam buah sebagai substrat

sumber energi dalam proses respirasi. Akibat dari penggunaan asam-asam

organik tersebut maka jumlah asam organik akan menurun yang menyebabkan

nilai total asam juga akan menurun (Novita, 2010).

Biasanya gel atau bentuk kental pada selai terjadi karena adanya reaksi

dari pectin yang berasal dari buah dengan gula dan asam. Beberapa masalah

yang sering terjadi dalam proses pembuatan selai buah secara umum, antara

lain jenis bahan baku, persentase gula dan jumlah asam yang ditambahkan

apabila perbandingan bahan-bahan tersebut kurang tepat, selai yang dihasilkan

akan kurang baik mutunya seperti kurang cerah, tidak jernih, kerang kenyal

seperti agar dengan tekstur tidak terlalu keras (Andreas, 2006).

Page 43: Laporan Tetap Sumi

43

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari sabtu, 22 Mei 2015 di Laboraturium

Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri

Universitas Mataram.

Alat dan Tempat Praktikum

a. Alat-alat Praktikum

Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

timbangan analitik, sendok, gelas ukur, bulb, Erlenmeyer, buret, pisau,

talenan, pipet ukur, tisu, corong, labu ukur, kertas saring, wajan, pisau,

talenan, blender, spatula dan kompor.

b. Bahan-bahan Praktikum

Adapun bahan-bahan yang digumakan dalam praktikum ini adalah

nanas utuh, selai nanas+gula 10%, selai nanas+ gula 15%, selai nanas +

gula 20%, aquades, amilum 1%, dan larutan NaOH 0,1 N.

Prosedur Kerja

a. Pembuatan Selai Nanas

b. Pengukuran Total Asam

Dibersihkan nanas dari kulitnya

Ditimbang nanas 300gr + gula 10%, 15%, dan 20%

Diblender nanas dan gula sampai halus

Ditimbang 15gr bahan, ditambahkan 200ml air panas

Dipanaskan nans sampai kental seperti saus

Page 44: Laporan Tetap Sumi

44

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Keterangan :

V = Volume titrasi NaOH(ml)N = Normalitas NaOH (N)

FP = Faktor Pengenceran

W = Berat Sampel (gr)

Dimasukkan kedalam labu ukur 250ml, digojog

Didinginkan sampai suhu kamar

Disaring dan dipipet 100ml kedalam Erlenmeyer 250ml

Diteteskan 3 tetes indicator PP

Dititrasi dengan NaOH 0,1N sampai titik akhir berwarna pink

Dihitung jumlah atau total asam dengan rumus

Rumus : Total asam = VxNxFPx100

w

Page 45: Laporan Tetap Sumi

45

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil PengamatanTabel 4.1. Hasil Pengamatan Pengukuran Total Asam

Perlakuan / Sampel Total Asam

Nanas ( kontrol )

Selai nanas + gula 10%

Selai nanas + gula 15%

Selai nanas + gula 20%

1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan

0,5 mg eq NaOH/100 grm bahan

1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan

0,3 mg eq NaOH/100 gram bahan

Hasil Perhitungan

1. Kontrol (nanas tanpa gula)

Diketahui : V = 1 ml

N = 0,1

FP = 2,5

W = 15 gram

Total Asam = V x N x FP x 100W

= 1 x 0,1 x 2,5 x 10015

= 1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan

2. Selai nanas ditambah gula 10%

Diketahui : V = 0,3 ml

N = 0,1

FP = 2,5

W = 15 gram

Total Asam = V x N x FP x 100W

= 0,3 x 0,1 x 2,5 x 10015

= 0,5 mg eq NaOH/100 gram bahan

3. Selai nanas ditambah gula 15%

Page 46: Laporan Tetap Sumi

46

Diketahui : V = 1 ml

N = 0,1

FP = 2,5

W = 15 gram

Total Asam = V x N x FP x 100W

= 1 x 0,1 x 2,5 x 10015

= 1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan

4. Selai nanas ditambah gula 20%

Diketahui : V = 0,2 ml

N = 0,1

FP = 2,5

W = 15 gram

Total Asam = V x N x FP x 100W

= 0,2 x 0,1 x 2,5 x 10015

= 0,3 mg eq NaOH/100 gram bahan

Page 47: Laporan Tetap Sumi

47

PEMBAHASAN

Nanas (Ananas comusus (L) Merr) merupakan salah satu jenis buah-

buahan tropis yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena harganya murah

dan rasanya enak. Nanas memiliki kadar air yang tinggi hingga mencapai 80-

90% sehingga mudah sekali mengalami kerusakan. Nanas mengandung asam

sitrat dan asam malat yang memberi rasa manis dan asam pada buahnya

(Direktorat Gizi Depkes RI, 1998).

Kadar asam pada buah dapat digunakan untuk menentukan kematangan

buah. Pematangan pada buah umumnya menyebabkan kandungan asam pada

buah menjadi minimal. Metode untuk mengetahui hal tersebut adalah dengan

titrasi menggunakan larutan basa seperti NaOH. Penentuan total asam tertitrasi

juga dipengaruhi oleh berat equivalen asam (Sharma dan Nautiyal, 2009).

Praktikum kali ini bertujuan untuk mengetahui total asam pada selai

nanas. Sampel yang digunakan adalah selai nanas tanpa penambahan gula

(kontrol), selai nanas ditambah gula 10%, selai nanas ditambah gula 15% dan

selai nanas ditambah gula 20%. Berdasarkan hasil pengamatan, total asam

tertinggi terdapat pada selai nanas tanpa gula (kontrol) dan selai nanas ditambah

gula 15% yaitu 1,67 mg eq NaOH/100 gram bahan, sedangkan nilai total asam

terendah terdapat pada selai nanas ditambah gula 20% yaitu 0,3 mg eq

NaOH/100 gram bahan.

Kadar asam buah berkaitan dengan pH buah karena pH digunakan untuk

menyatakan tingkat keasaaman (acidity) atau kebasaan (alkalinity) suatu larutan

produk pangan. Makin asam buah tersebut maka derajat keasaman atau pH-nya

makin kecil.

Page 48: Laporan Tetap Sumi

48

Asam-asam dalam buah merupakan hasil antara (intermediate) dalam

metabolisme, yaitu siklus kreb (siklus asam trikarboksilat), siklus asam glioksalat

dan siklus asam shikimat. Rasa asam yang ada juga dapat disebabkan oleh

adanya vitamin C. Buah yang mempunyai kandungan gula tinggi biasanya juga

disertai adanya asam. Pada buah klimaterik, asam organik menurun segera

setelah proses klimaterik terjadi. Jumlah asam akan berkurang dengan

meningkatnya aktivitas metabolisme buah tersebut. Selama penyimpanan

keasaman buah tergantung tingkat kematangan, jenis buah dan suhu

penyimpanan. Biasanya buah yang masih muda memiliki kandungan asam yang

lebih tinggi (Winarno, 2004).

Page 49: Laporan Tetap Sumi

49

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditari beberapa

kesimpulan sebagai berikut :

1. Nanas merupakan tanaman tropis yang memiliki kandungan air kurang lebih

80-90%.

2. Asam sitrat dan asam malat merupakan jenis asam yang terdapat pada buah

nanas.

3. Total asam tertinggi terdapat pada selai nanas tanpa gula dan selai nanas

ditambah gula 15% yaitu 1,67 mg eq NaOh/100 gram bahan.

4. Total asam terendah terdapat pada selai nanas ditambah gula 20% yaitu 0,3

mg eq NaOH/100 gram bahan.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat keasaman buah adalah tingkat

kematangan buah, jenis buah dan suhu penyimpanan.

Page 50: Laporan Tetap Sumi

50

DAFTAR PUSTAKA

. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

., 2004. Diktat kimiaDasar I. Universitas Lampung. Mangkurat. Banjar Baru.

Achmadi. 2004. Kimia Larutan. Citra Aditya Bakti. Bandung Bangun, 2009. Pengaruh Konsentrasi Gula Dan Campuran Sari Buah Markisa.

Aisyah, Y., dan Fasya. 2010. Penurunan Angka Peroksida dan Asam bebas (FFA) pada Proses Blanching Minyak Goreng Bekas Oleh Karbon Aktif Polong Buah Kelor (Meringa oliefera, Lamk) Dengan Aktivitas NaCl. Jurnal ALCHEMY, 1 (2) : 53-1-03.

Anonim. 2012. Minyak Jelantah. http://. Wikipedia.org/wiki/minyak jelantah. (Diakses pada tanggal 1 mei 2015) Amin’s dan Mirzae , 2005. Effect of Solution Chemistry on Preparation of Boehinite by Hydro thermal Assisted Sol-Gel Processing of Aluminium Alkoxides. Springer Science Bussiness Media, Inc. USA.

Ayu dan Evita s. 2012. Buku Siap Tempur UN dan SBMPTN.Jalur Mas .Yogyakarta. Wortel Dan Jeruk Terhadap Mutu Serbuk Minuman Penyegar. Skripsi Fakultas Pertanian USU. Sumatra.

Baroroh, 2014. Kimia Dasar I. Universitas Lampung Mangkurat. Banjar Baru.

Bram, U. 2011. Biokimia Herpen. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.

Faisal, M., 2013. Pembuatan Larutan. http : //muhammadfaisalsakuni. blogspot. com/2013/02/laporan-kimia-pembuatan-larutan-8970.html. (diakses pada tanggal 12 April 2015) .

Gunawan dan Roeswati , 2004. Tangkas Kimia. Kartika. Surabaya.

Harijadi, W. 2006. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Karinda, M. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C Mangga Dodol Menggunakan Metode Spektrofotometri UV-VIS dan Iodiometri. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vol (2) (1) : 86-87.

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan.Universitas indonesia. Jakarta

Khopkar. ,2009. KonsepDasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.

Lansida, 2010. Pengenceran Larutan. http:// lansida.blogspot.com/ 2010/10/ pengenceran-larutan .html. (diakses pada tanggal 12 April 2015).

Page 51: Laporan Tetap Sumi

51

Munson. 2006. Analisis Farmasi Metode Modern. Airlangga Press. Surabaya.

Nielsen. 2010. Food Analysis Laboratory Manual Second Edition. Springer. New York.

Novita, 2010. Pemgaruh Pelapisan Kitosa Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Tomat Segar Pada Berbagai Tingkat Kematangan. Universitas Syiah Kuala Darusallam. Banda Aceh.

Nugraha, W.S,. 2004. Kendali Adsorben Karbon Aktif dan Magnesium Silikat dalam Efisiensi Pemakaian Minyak Goreng di Further Processing PT. Chaeroen Pokhand Indonesia-Serang. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/ handle/123456789/11961/F07rfe.pdf?sequence=4. Diakses pada tanggal 25 September 2012. Makassar.

Oktaviani. 2009. Hubungan lamanya pemanasan dengan kerusakan minya goreng curah ditinjau dari bilanghan oksidasi. Jurnal biomedika 1 (1) : 31-35.

Pertiwi, 2013. Laporan Analisis Pangan. Universitas Jendral. Semarang.

Stier, R. F., 2003. Finding Functionality in Fat and Oil. www.preparedFood.com. Makassar. (Diakses pada tanggal 20 mei 2015).

Sudarmadji, Slamet, et. al. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Sudarmadji. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Taringan, Nurhayati dan Oppusunggu. 2007. Pengaruh Penyuluhan Kepada Pedagang Gorengan Dengan Angka Peroksida dan Asam Pada Minyak Goreng. Jurnal ilmiah PANNMED, 2 (1) :20-28.

Wijaya, 2010. Pemanfaatan Buah Nanas.Universitas Brawijaya Press. Malang.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Wulyuadi dan Kaseno. 2004. Penurunan Minyak Goreng Bekas Dengan Menggunakan Filter Membrane. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN :1411-4216. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik. Universitas Diponegoro, Semarang : 1-7.