lp asma print

22
LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ASTHMA DI POLI PARU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA A. Pengertian a.Asthma Bronkiale Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991). b.Status Astmatikus Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995). B. Patofisiologi Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang

Upload: bernadixta-winda-dwi-cahyani

Post on 15-Sep-2015

223 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

k

TRANSCRIPT

R.Paru Lk

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA ASTHMA

DI POLI PARU RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

A. Pengertian

a. Asthma Bronkiale

Asthma Bronkiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan,(Tjen Daniel, 1991).

b. Status Astmatikus

Status Asthmatikus merupakan serangan asthma berat yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan konvensional dan merupakan keadaan darurat medik ,bila tidak diatasi dengan cepat akan terjadi gagal pernafasan,(Aryanto Suwondo, karnen B. Baratawidjaja, 1995).B. Patofisiologi

Suatu serangan asthma timbul karena seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ). Faktor atopi itu diturunkan. Alergen yang masuk kedalam tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 ( IL-2 ) untuk berpoliferasi menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E ( IgE ).

IgE yang terbentuk akan diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan kadar cAMP.

Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of anaphylaksis ( SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A) dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu : kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan dalam terjadinya edema mukosa yang menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995 )

Berdasarkan etiologinya, asthma dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik. Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur, debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen, perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental serta faktor-faktor intrinsik lain. ( Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991 ).

Serangan asthma mendadak secara klinis dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti bunyi mengi (wheezing ). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, ( Tjen daniel,1991 ).C. Penatalaksanaan

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.

1. Penobatan non farmakologik

a) Penyuluhan

Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

b) Menghindari faktor pencetus

Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c) Fisioterapi

Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2. Pengobatan farmakologik

a) Agonis beta

Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b) Metil Xantin

Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

c) Kortikosteroid

Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol ( beclometason dipropinate ) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari. Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d) Kromolin

Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak . Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat kali sehari.

e) Ketotifen

Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

f) Iprutropioum bromide (Atroven)

Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator. (Evelin dan joyce L. kee, 1994 ; Karnen baratawijaja, 1994 )

3. Pengobatan selama serangan status asthmatikus

a) Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b) Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c) Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

d) Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e) Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f) Antibiotik spektrum luas.

(Pedoman penatalaksanaan status asthmatikus UPF paru RSUD Dr Soetomo Surabaya ).D. Asuhan Keperawatan1. Pengkajian

a. Pengumpulan data.

1) Identitas klien.

2) Riwayat penyakit sekarang.

3) Riwayat penyakit dahulu.

4) Riwayat kesehatan keluarga.

5) Riwayat psikososial

6) Pola fungsi kesehatan

a) Pola resepsi dan tata laksana hidup sehat

b) Pola nutrisi dan metabolismec) Pola eliminasi

d) Pola tidur dan istirahat

e) Pola aktifitas dan latihan

f) Pola hubungan dan peran

g) Pola persepsi dan konsep diri

h) Pola sensori dan kognetif

i) Pola reproduksi seksual

j) Pola penangulangan stress

k) Pola tata nilai dan kepercayaan

7) Pemeriksaan fisik

a) Status kesehatan umum

b) Integumenc) Kepala.

d) Mata.

e) Hidung

f) Mulutg) Leher

h) Thorak

i) Kardiovaskuler.

j) Abdomen.

k) Ekstrimitas.

8) Pemeriksaan penunjang.

a) Pemeriksaan spinometri.

b) Tes provokasi brokial.

c) Pemeriksan tes kulit.

d) Laboratorium.

e) Radiologi

f) Elektrokardiogram

b. Analisa data

Data yang dikumpulkan harus dianalisa untuk menentukan masalah klien. Analisa data merupakan proses intelektual yang meliputi pengelompokan data, mengidentifikasi kesenjangan dan menentukan pola dari data yang terkumpul serta membandingkan susunan atau kelompok data dengan standart nilai normal, menginterprestasikan data dan akhirnya membuat kesimpulan. Hasil dari analisa adalah pernyataan masalah keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan .

a. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus dan bronkospasme (Lindajual C.;1995).

b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada dan kelelahan akibat kerja pernafasan, (Hudak dan Gallo ;1997).

c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi. (Lindajual C;1995).

d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan kerja pernafasan dan proses penyakit,(Susan Martin Tucker;1993).

e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas, (Hudak dan Gallo;1997).

f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi, (Hudak dan Gallo;1997).

g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan retensi CO2 hipoksemia, emosi terfokus pada pernafasan dan apnea tidur, (Hudak dan Gallo;1997).

3. Perencanaan

a. Ketidak efektifan jalan nafas yang berhubungan dengan sekresi kental peningkatan produksi mukus bronkospasme.

1) Tujuan

Jalan nafas menjadi efektif.

2) Kriteria hasil

(a) menentukan posisi yang nyaman sehingga memudahkan peningkatan pertukaran gas.

(b) dapat mendemontrasikan batuk efektif

(c) dapat menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi

(d) tidak ada suara nafas tambahan

3) Rencana tindakan

(a) Kaji warna, kekentalan dan jumlah sputum

(b) Instruksikan klien pada metode yang tepat dalam mengontrol batuk.

(c) Ajarkan klien untuk menurunkan viskositas sekresi

(d) Auskultasi paru sebelum dan sesudah tindakan

(e) Lakukan fisioterapi dada dengan tehnik drainage postural,perkusi dan fibrasi dada.

(f) Dorong dan atau berikan perawatan mulut

4) Rasional

(a) Karakteristik sputrum dapat menunjukkan berat ringannya obstruksi

(b) Batuk yang tidak terkontrol melelahkan dan inefektif serta menimbulkan frustasi

(c) Sekresi kental sulit untuyk dikeluarkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus yang dapat menimbulkan atelektasis.

(d) Berkurangnya suara tambahan setelah tindakan menunjukan keberhasilan

(e) Fisioterpi dada merupakan strategi untuk mengeluarkan sekret.

(f) Hygiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut.

b. Ketidak efektifan pola nafas yang berhubungan dengan distensi dinding dada, dan kelelahan akibat peningkatan kerja pernafasan.

1) Tujuan

Klien akan mendemontrasikan pola nafas efektif

2) Kriteria hasil

(a) Frekuensi nafas yang efektif dan perbaikan pertukaran gas pada paru

(b) Menyatakan faktor penyebab dan cara adaptif mengatasi faktor-faktor tersebut

3) Rencana tindakan

(a) Monitor frekuensi, irama dan kedalaman pernafasan

(b) Posisikan klien dada posisi semi fowler

(c) Alihkan perhatian individu dari pemikiran tentang keadaan ansietas dan ajarkan cara bernafas efektif

(d) Minimalkan distensi gaster

(e) Kaji pernafasan selama tidur

(f) Yakinkan klien dan beri dukungan saat dipsnea

4) Rasional

(a) Takipnea, irama yang tidak teratur dan bernafas dangkal menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

(b) Posisi semi fowler akan menurunkan diafragma sehingga memberikan pengembangan pada organ paru

(c) Ansietas dapat menyebabkan pola nafas tidak efektif

(d) Distensi gaster dapat menghambat kontraksi diafragma

(e) Adanya apnea tidur menunjukkan pola nafas yang tidak efektif

(f) Rasa raguragu pada klien dapat menghambat komunikasi terapeutik.

c. Ansietas yang berhubungan dengan sulit bernafas dan rasa takut sufokasi.

1) Tujuan

Asietas berkurang atau hilang.

2) Kriteria hasil

(a) Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola fikirnya.

(b) Munghubungkan peningkatan psikologi dan kenyaman fisiologis.

(c) Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas.

3) Rencana tindakan.

(a) Kaji tingkat ansietas yang dialami klien.

(b) Kaji kebiasaan keterampilan koping.

(c) Beri dukungan emosional untuk kenyamanan dan ketentraman hati.

(d) Implementasikan teknik relaksasi.

(e) Jelaskan setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan.

(f) Pertahankan periode istirahat yang telah di rencanakan.4) Rasional.

(a) Mengetahui tinggkat kecemasan untuk memudahkan dalam perencanaan tindakan selanjutnya.

(b) Menilai mekanisme koping yang telah dilakukan serta menawarkan alternatif koping yang bisa di gunakan.

(c) Dukungan emosional dapat memantapkan hati untuk mencapai tujuan yang sama.

(d) Relaksasi merupakan salah satu metode menurunkan dan menghilangkan kecemasan

(e) Pemahaman terhadap prosedur akan memotifasi klien untuk lebih kooperatif.

d. Kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan sekresi, peningkatan pernafasan, dan proses penyakit.

1) Tujuan

Klien akan mempertahankan pertukaran gas dan oksigenasi adekuat.

2) Kreteria hasil

(a) Frekuensi nafas 16 20 kali/menit

(b) Frekuensi nadi 60 120 kali/menit

(c) Warna kulit normal, tidak ada dipnea dan GDA dalam batas normal3) Rencana tindakan

(a) Pantauan status pernafasan tiap 4 jam, hasil GDA, pemasukan dan haluaran

(b) Tempatkan klien pada posisi semi fowler

(c) Berikan terapi intravena sesuai anjuran

(d) Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/mt selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2(e) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda tanda toksisitas

4) Rasional

(a) Untuk mengidentifikasi indikasi kearah kemajuan atau penyimpangan dari hasil klien

(b) Posisi tegak memungkinkan expansi paru lebih baik

(c) Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan vaskular untuk pemberian obat obat darurat.

(d) Pemberian oksigen mengurangi beban otot otot pernafasan

(e) Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkus seperti kondisi sebelumnya

(f) Untuk memudahkan bernafas dan mencegah atelektasis

e. Resiko tinggi gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan laju metabolik tinggi, dipsnea saat makan dan ansietas 1) Tujuan

Pemenuhan kebutuhan nutrisi terpenuhi

2) Kriteria hasil

(a) Klien menghabiskan porsi makan di rumah sakit

(b) Tidak terjadi penurunan berat badan

3) Rencana tindakan

a) Mengidentifikasi faktor yang dapat menimbulkan nafsu makan menurun misalnya muntah dengan ditemukannya sputum yang banyak ataupun dipsnea.b) Anjurkan klien untuk oral hygiene paling sedikit satu jam sebelum makan.c) Lakukan pemeriksaan adanya suara perilstaltik usus serta palpasi untuk mengetahui adanya masa pada saluran cernad) Berikan diit TKTP sesuai dengan ketentuane) Bantu klien istirahat sebelum makanf) Timbang berat badan setiap hari

4) Rasional

a) Merencanakan tindakan yang dipilih berdasarkan penyebab masalah.b) Dengan perawatan mulut yang baik akan meningkatkan nafsu makan. c) Mengetahui kondisi usus dan adanya dan konstipasi.d) Memenuhi jumlah kalori yang dibutuhkan oleh tubuh.e) Kelelahan dapat menurunakn nafsu makan. f) Turunya berat badan mengindikasikan kebutuhan nutrisi kurang.

f. Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan retensi sekresi, batuk tidak efektif dan imobilisasi.

1) Tujuan

Klien tidak mengalami infeksi nosokomial

2) Kriteria hasil

Tidak ada tanda tanda infeksi

3) Rencana tindakan

(a) Monitor tanda tanda infeksi tiap 4 jam.

(b) Gunakan teknik steril untuk perawatan infus. atau tidakan infasif lainnya.

(c) Pertahankan kewaspadaan umum.

(d) Inspeksi dan catat warna, kekentalan dan jumlah sputum.

(e) Berikan nutrisi yang adekuat

(f) Monitor sel darah putih dan laporkan ketidak normalan

(g) Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi

4) Rasional

(a) Adanya rubor, tumor, dolor, kalor menunjukan tanda tanda infeksi

(b) Teknik steril memutus rantai infeksi nosokomial

(c) Kewaspadaan memberikan persiapan yang cukup bagi perawat untuk melakukan tindakan bila ada perubahan kondisi klien.

(d) Sputum merupakan media berkembangnya kuman.

(e) Nutrisi yang adekuat memberikan peningkatan daya tahan tubuh.

(f) Sel darh putih yang meningkat menunjukan kemungkinan infeksi.

(g) Tindakan pencegahan terhadap kuman yang masuk tubuh.

g. Resiko tinggi kelelahan yang berhubungan dengan refensi CO2, hypoksemia, emosi yang terfokus pada pernafasan dan apnea tidur.

1) Tujuan

Klien akan terpenuhi kebutuhan istirahat untuk mempertahankan tingkat enegi saat terbangun

2) Kriteria hasil

(a) Mampu mendiskusikan penyebab keletihan

(b) Klien dapat tidur dan istirahat sesuai dengan kebutuhan tubuh

(c) Klien dapat rilek dan wajahnya cerah.

3) Rencana tindakan

(a) Jelaskan sebab sebab keletihan individu

(b) Hindari gangguan saat tidur.

(c) Menganalisa bersama sama tingkat kelelahan dengan menggunakan skala Rhoten (1982).

(d) Indentivikasi aktivitas aktivitas penting dan sesuaikan antara aktivitas dengan istirahat.

(e) Ajarkan teknik pernafasan yang efektif.

(f) Pertahankan tambahan O2 bila latihan .

(g) Hindarkan penggunaan sedatif dan hipnotif.

4) Rasional

(a) Diketahuinya faktorfaktor penyebab maka diharapkan bias menghindarinya.

(b) Tidur merupakan upaya memulihkan kondisi yang telah menurun setelah aktivitas.

(c) Skala Rhoten untuk mengetahui tingkat kelelahan yang dialami klien.

(d) Kelelahan terjadi karena ketidak seimbangan antara kebutuhan aktifitas dan kebutuhan istirahat.

(e) Pernafasan efektif membantu terpenuhnya O2 dijaringan.

(f) O2 digunakan untuk pembakaran glukosa menjadi energi.

(g) Sedatif dan hipnotik melemahkan otototot khususnya otot pernafasan.

4. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat . Seperti tahap tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan

c. Memberikan asuhan keperawatan

d. Melanjutkan pengumpulan data

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat dan anggota tim kesehatan lainnyaTujuan evaluasi adalah :

a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak

b. Untuk melakukan pengkajian ulang

Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan dengan prilaku klien

a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan

b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan

c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali menunjukkan prilaku yang telah ditentukan