makalah active listening
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
ACTIVE LISTENING
1. Latar Belakang
Sistem pernapasan merupakan suatu sistem pada tubuh yang berperan dalam
mendistribusikan sejumlah oksigen yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme.
Terdiri dari sejumlah organ dan saluran yang menyalurkan oksigen tersebut hingga dapat
diproses dan dimanfaatkan oleh tubuh. Apabila terjadi gangguan pada salah 1 organ
ataupun saluran yang berperan, maka akan terjadi suatu hambatan dalam perjalanan
oksigen tersebut sampai di tujuan. Salah 1 penyakit yang dapat terjadi pada saluran
pernapasan yaitu PPOK. Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD), PPOK adalah penyakit dengan karakteristik keterbatasan saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversible. Keterbatasan saluran napas tersebut biasanya progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi dikarenakan bahan yang merugikan atau gas1
Di Amerika Serikat data tahun 2007 menunjukkan bahwa pre-valensi PPOK sebesar
10,1% (SE 4,8) pada laki-laki sebesar 11,8% (SE 7,9) dan untuk perempuan 8,5% (SE
5,8)3. WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan menderita PPOK dan 3 juta
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, dengan merujuk 5% dari seluruh kematian
secara global.
Dalam menghadapi penyakitnya, pasien seringkali memiliki banyak keluhan yang
dapat memperparah kondisinya apabila tidak ditangani dengan segera. Dalam hal ini,
proses pengkajian harus dilakukan lebih dalam untuk mengetahui macam-macam keluhan
yang dialami oleh pasien. Komunikasi merupakan kunci utama dalam melakukan proses
pengkajian agar mendapatkan data yang maksimal sehingga dapat memberikan asuhan
keperawatan yang sesuai dengan kondisi pasien. Salah satu teknik komunikasi terapeutik
yang dapat diterapkan untuk mengkaji yaitu Active Listening (mendengarkan secara
aktif/penuh perhatian).
Active listening diharapkan dapat memberikan suatu kenyamanan dan perasaan lega
pada pasien karena dalam melakukan pengkajian pasien memiliki rasa percaya pada
perawat yang merawat dan pasien meyakini dengan menceritakan keluhannya maka pasien
dapat segera memperoleh tindakan medis yang sesuai serta memperoleh informasi yang
berharga dari perawat untuk perawatan dirinya selama menderita penyakit.
Dengan berlatar belakang permasalahan tersebut, maka penulis tertarik untuk
melakukan tinjauan pustaka mengenai terapi modalitas komunikasi terapeutik (active
listening) pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan.
2. Rumusan Masalah
2.1 Apa itu terapi modalitas komunikasi terapeutik (active listening)?
2.2 Apa saja jenis teknik komunikasi terapeutik (active listening) yang dapat dilakukan
perawat?
2.3 Bagaimana sikap yang dapat dilakukan dalam komunikasi terapeutik (active
listening)?
2.4 Mengapa komunikasi terapeutik (active listening) dikatakan sebagai tanggung jawab
moral perawat?
2.5 Bagaimana aplikasi dari terapi modalitas komunikasi terapeutik (active listening)
pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan?
2.6 Apa saja dimensi tindakan yang dapat dilakukan dalam komunikasi terapeutik (active
listening)?
3. Tujuan Penulisan
3.1 Untuk mengetahui definisi terapi modalitas komunikasi terapeutik (active listening)
3.2 Untuk mengetahui jenis teknik komunikasi terapeutik (active listening)
3.3 Untuk mengetahui sikap yang dapat dilakukan dalam menerapkan komunikasi
terapeutik (active listening)
3.4 Untuk mengetahui alasan komunikasi terapeutik (active listening) dikatakan sebagai
tanggung jawab moral perawat
3.5 Untuk mengetahui aplikasi dari terapi modalitas komunikasi terapeutik (active
listening) pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan
3.6 Untuk mengetahui dimensi tindakan yang dapat dilakukan dalam komunikasi
terapeutik (active listening)
4. Manfaat Penulisan
4.1 Memperoleh informasi mengenai aplikasi komunikasi terapeutik (active listening)
untuk proses pengkajian pada pasien dengan gangguan sistem pernapasan
4.2 Menambah wawasan mengenai proses komunikasi terapeutik yang berhubungan
dengan aspek keperawatan
4.3 Dapat menentukan intervensi yang tepat bagi pasien untuk mengatasi
permasalahannya setelah diperoleh data yang sesuai dari hasil pengkajian dengan
menggunakan metode active listening
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik (Active Listening)
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan
dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik
komunikasi terapeutik (active listening) merupakan cara untuk membina hubungan yang
terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran
dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Mendengarkan secara aktif (active listening) adalah mengenai cara membangun
rapport, pengertian, dan kepercayaan. Mendengarkan secara aktif (active listening) juga
mengenai cara membangun rapport, pengertian, dan kepercayaan. Mendengarkan secara
aktif (active listening) memiliki arti penuh pengertian terhadap apa yang disampaikan oleh
pasien secara verbal dan non verbal. Tindakan ini dapat memfasilitasi komunikasi klien.
(Potter & Perry, 2005)
Menurut Doctherman, active listening yaitu mengikuti dengan cermat untuk
memaknai pesan verbal dan non verbal yang disampaikan pasien. Dimana tindakan yang
dapat dilakukan diantaranya:
Menetapkan tujuan untuk berinteraksi
Tunjukkan kenyamanan pada pasien
Fokus untuk menyelesaikan interaksi dengan menekankan kerugian, penyimpangan,
asumsi, perhatian pribadi yang mengasikkan, dan distraksi yang lain
Tunjukkan kepedulian dan kesensitifan terhadap emosi
Gunakan kebiasaan nonverbal untuk memfasilitasi komunikasi (e.g. peduli terhadap
penyampaian pesan nonverbal secara fisik)
Dengarkan pesan dan perasaan yang tidak dinyatakan saat percakapan
Menyadari mana kata yang harus dihindari, sekaligus pesan non verbal yang menyertai
kata yang dinyatakan
Sadar terhadap suara, tempo, volume, nada, dan perubahan suara
Identifikasi tema yang utama
Memastikan arti dari pesan dengan merefleksikan sikap, pengalaman terakhir, dan
situasi sekarang
Saat direspon, maka itu mencerminkan pemahaman terhadap penerimaan pesan oleh
pasien
Klarifikasi pesan melalui penggunaan pertanyaan dan umpan balik
Menggunakan jenis pertanyaan untuk menemukan arti dari kebiasaan
Hindari hambatan pada saat mendengarkan dengan aktif (e.g. menyembunyikan
perasaan, menawarkan solusi yang mudah, menyela, berbicara tentang diri)
Ciptakan keheningan untuk mendorong ekspresi perasaan, pikiran, dan keprihatinan
Mendengarkan secara aktif tidak selalu berarti sesi panjang yang habis untuk
mendengarkan keluhan atau masalah. Metode ini adalah sebuah cara untuk menghadapi
masalah-masalah yang timbul dari kebiasaan sehari-hari, peristiwa, dan pekerjaan apapun.
Agar efektif, mendengarkan aktif harus tegas didasarkan pada sikap dasar pengguna. Kita
tidak bisa melakukannya dengan baik jika sikap dasar kita bertentangan dengan tujuan
yang ingin kita capai.
Mendengarkan secara aktif adalah cara penting untuk membawa perubahan pada
orang. Bukti klinis dan penelitian jelas menunjukkan bahwa mendengarkan yang sensitif
adalah agen yang paling efektif untuk membawa perubahan kepribadian individu dan
perkembangan kelompok. Selain membawa perubahan sikap masyarakat terhadap diri dan
orang lain, tetapi juga membawa perubahan pada dasar diri mereka, nilai-nilai dan filosofi
pribadi. Orang-orang yang telah mendengarkan dengan cara baru dan khusus akan menjadi
lebih dewasa secara emosional, lebih terbuka terhadap pengalaman mereka, kurang
defensif, lebih demokratis, dan kurang otoriter.
Active listening adalah suatu teknik mendengarkan untuk tetap “memperlancar”
hubungan komunikasi dua arah dengan melakukan proses pemahaman empatik, yaitu
berusaha memahami dunia orang lain sebagaimana dilihat dan dirasakan orang tersebut dan
tidak seperti yang kita lihat atau pahami. Berikut ini adalah tahapan dalam active listening:
Dengan demikian, pada saat mendengar aktif kita tidak mengirim pesan kita sendiri
melainkan kita membuka diri untuk menerima pesan dari orang lain. Selain itu kita juga
berusaha memahami apa yang dimaksud orang lain, apa yang dipikirkan dan apa yang
dikehendaki. Dengan active listening, diharapkan hambatan-hambatan komunikasi dapat
diatasi, karena:
1. Dengan kita sungguh-sungguh mendengarkan dan memperhatikan orang lain, maka itu
merupakan pengalaman yang menyenangkan bagi mereka sehingga mereka merasa
penting dan dihargai.
2. Dengan didengarkan dan dihargai, maka mereka juga menjadi bersedia mendengarkan
pendapat / masalah kita.
3. Kita sungguh-sungguh menghargai kehadirannya, kita menerima dan tidak menolak apa
yang dirasakannya, sehingga hubungan antar pribadi menjadi lebih akrab.
4. Perasaan - perasaan negative menjadi berkurang
Dengan menerapkan active listening maka diharapkan masing-masing pihak bisa saling
mendengarkan dan menghargai masalah orang lain. Dengan keterbukaan tersebut maka
proses mencari solusi masalah bersama bisa dilakukan dengan damai tanpa ada prasangka
negatif.
2. Jenis Teknik Komunikasi Terapeutik (Active Listening)
Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik berkomunikasi yang
berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama penggunaan referensi dari Shives
(1994), Stuart & Sundeen (1950) dan Wilson & Kneisl (1920), yaitu:
1. Mendengarkan dengan penuh perhatian
Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa perawat
perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan dengan penuh
perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan verbal dan non-verbal
yang sedang dikomunikasikan.
2. Menunjukkan penerimaan
Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk mendengarkan
orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju. Tentu saja sebagai perawat
kita tidak harus menerima semua prilaku klien. Perawat sebaiknya menghindarkan
ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang menunjukkan
tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau menggelengkan kepala seakan tidak
percaya. Berikut ini menunjukkan sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan
tidak percaya:
Mendengarkan tanpa memutuskan pembicaraan
Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian
Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal
Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau mencoba untuk
mengubah pikiran klien
3. Menanyakan pertanyaan yang berkaitan
Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang spesifik
mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan topik yang dibicarakan
dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial budaya klien. Selama pengkajian ajukan
pertanyaan secara berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik
sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan mengharapkan
komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati ketika menggunakan
metode ini, karena pengertian bisa rancu jika pengucapan ulang mempunyai arti yang
berbeda.
5. Klarifikasi
Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan pembicaraan untuk
mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian, karena informasi sangat penting
dalam memberikan pelayanan keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar,
perawat perlu memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
6. Memfokuskan
Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan sehingga lebih
spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya memutus pembicaraan klien ketika
menyampaikan masalah yang penting, kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa
informasi yang baru.
7. Menyampaikan hasil observasi
Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan hasil
pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima dengan benar.
Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat non-verbal klien.
Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering membuat klien berkomunikasi lebih
jelas tanpa harus bertambah memfokuskan atau mengklarifikasi pesan.
8. Menawarkan informasi
Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi klien
terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan pendidikan
kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya klien terhadap perawat.
Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter, perawat perlu mengklarifikasi
alasannya. Perawat tidak boleh memberikan nasehat kepada klien ketika memberikan
informasi, tetapi memfasilitasi klien untuk membuat keputusan.
9. Diam
Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk mengorganisir
pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan ketrampilan dan ketetapan waktu,
jika tidak maka akan menimbulkan perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien
untuk berkomunikasi terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan
memproses informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap
dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam terutama
berguna pada saat klien harus mengambil keputusan.
10. Meringkas
Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah dibahas sebelum
meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas pembicaraan membantu
perawat mengulang aspek penting dalam interaksinya, sehingga dapat melanjutkan
pembicaraan dengan topik yang berkaitan.
11. Memberikan penghargaan
Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan kesadaran
tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai manusia seutuhnya yang
mempunyai hak dan tanggung jawab atas dirinya sendiri sebagai individu.
Penghargaan tersebut jangan sampai menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan
sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau
persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk menyatakan
bahwa ini “bagus” dan yang sebaliknya “buruk”.
12. Menawarkan diri
Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan orang lain atau
klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti. Seringkali perawat hanya
menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik komunikasi ini harus dilakukan tanpa
pamrih.
13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti tentang
perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya untuk mengambil
inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk membuka pembicaraan.
14. Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan
Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan
yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa yang sedang dibicarakan
dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan selanjutnya. Perawat lebih berusaha
untuk menafsirkan dari pada mengarahkan diskusi/pembicaraan.
15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif
Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk
melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan
menolong perawat dan klien untuk melihat kejadian berikutnya sebagai akibat
kejadian yang pertama. Pesawat akan dapat menentukan pola kesukaran interpersonal
dan memberikan data tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien
dalam memenuhi kebutuhannya.
16. Menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala sesungguhnya
dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk menguraikan persepsinya
kepada perawat. Ketika menceritakan pengalamannya, perawat harus waspada akan
timbulnya gejala ansietas.
17. Refleksi
Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide dan
perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya apa yang
harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat dapat menjawab:
“Bagaimana menurut anda?” atau “Bagaimana perasaan anda?”. Dengan demikian
perawat mengindikasikan bahwa pendapat klien adalah berharga dan klien
mempunyai hak untuk mampu melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir
bahwa dirinya adalah manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai
individu yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
3. Sikap Dalam Menerapkan Komunikasi Terapeutik (Active Listening)
Menurut Keliat, 1993, 5 sikap untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik, yaitu:
Berhadapan
Arti dari posisi ini adalah saya siap untuk anda.
Mempertahankan kontak mata
Kontak mata pada level yang sama berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan
untuk tetap berkomunikasi.
Membungkuk ke arah klien
Posisi ini menunjukkan keinginan untuk menyatakan atau mendengarkan sesuatu.
Mempertahankan sikap terbuka
Tidak melipat kaki atau tangan menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
Tetap relaks
Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam
memberikan respon pada klien.
4. Komunikasi Terapeutik (Active Listening) Dikatakan Sebagai Tanggung Jawab
Moral Perawat
Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari atas sikap
peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin membantu orang lain untuk tumbuh
dan berkembang. Addalati (1983), Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan
bahwa sebagai seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap
ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan bahwa
“human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan
menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam
sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk meningkatkan
pengetahuan dan pengendalian diri, “Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah
untuk menolong sesama yang memrlukan bantuan”. Perilaku menolong sesama ini perlu
dilatih dan dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.
5. Aplikasi Dari Terapi Modalitas Komunikasi Terapeutik (Active Listening) Pada
Pasien Dengan Gangguan Sistem Pernapasan
Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah berbicara kepada pasien bukan kepada
pengunjung, berhadapan dengan pasien, pertahankan kontak mata, berbicara pelan dan
jelas, jangan menghentikan ketika pasien sedang berbicara, jangan menyelesaikan kata-
kata pasien, berikan waktu kepada pasien untuk menjawab, berikan musik atau stimulus
visual yang bermakna pada pasien dan membantu pasien untuk beradaptasi pada
keterbatasan yang disebabkan oleh masalah komunikasi (Ignatavicius & Workman, 2010).
Fase-fase komunikasi terapeutik yang dapat diterapkan dalam melakukan active listening
pada pasien dengan gangguan pernapasan antara lain:
1) Tahap Persiapan (Pra interaksi)
Tahap Persiapan atau prainteraksi sangat penting dilakukan sebelum berinteraksi
dengan klien (Christina, dkk, 2002). Pada tahap ini perawat menggali perasaan dan
mengidentifikasi kelebihan dan kekurangannya. Pada tahap ini perawat juga mencari
informasi tentang klien. Kemudian perawat merancang strategi untuk pertemuan
pertama dengan klien. Tahap ini harus dilakukan oleh seorang perawat untuk
memahami dirinya, mengatasi kecemasannya, dan meyakinkan dirinya bahwa dia siap
untuk berinteraksi dengan klien (Suryani, 2005). Tugas perawat pada tahap ini antara
lain:
Mengeksplorasi perasaan, harapan, dan kecemasan. Sebelum berinteraksi dengan
klien, perawat perlu mengkaji perasaannya sendiri (Stuart, G.W dalam Suryani,
2005). Perasaan apa yang muncul sehubungan dengan interaksi yang akan
dilakukan. Apakah ada perasaan cemas? Apa yang dicemaskan? (Suryani, 2005)
Menganalisis kekuatan dan kelemahan sendiri. Kegiatan ini sangat penting
dilakukan agar perawat mampu mengatasi kelemahannya secara maksimal pada
saat berinteraksi dengan klien. Misalnya seorang perawat mungkin mempunyai
kekuatan mampu memulai pembicaraan dan sensitif terhadap perasaan orang lain,
keadaan ini mungkin bisa dimanfaatkan perawat untuk memudahkannya dalam
membuka pembicaraan dengan klien dan membina hubungan saling percaya
(Suryani, 2005).
Mengumpulkan data tentang klien. Kegiatan ini juga sangat penting karena
dengan mengetahui informasi tentang klien perawat bisa memahami klien. Paling
tidak perawat bisa mengetahui identitas klien yang bisa digunakan pada saat
memulai interaksi (Suryani, 2005).
2) Tahap Perkenalan
Perkenalan merupakan kegiatan yang dilakukan saat pertama kali bertemu atau kontak
dengan klien. Pada saat berkenalan, perawat harus memperkenalkan dirinya terlebih
dahulu kepada klien. Dengan memperkenalkan dirinya berarti perawat telah bersikap
terbuka pada klien dan ini diharapkan akan mendorong klien untuk membuka dirinya.
Tujuan tahap ini adalah untuk memvalidasi keakuratan data dan rencana yang telah
dibuat dengan keadaan klien saat ini, serta mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Tugas
perawat pada tahap ini antara lain:
Membina rasa saling percaya, menunjukkan penerimaan, dan komunikasi terbuka.
Hubungan saling percaya merupakan kunci dari keberhasilan hubungan terapeutik.
karena tanpa adanya rasa saling percaya tidak mungkin akan terjadi keterbukaan
antara kedua belah pihak. Hubungan yang dibina tidak bersifat statis, bisa berubah
tergantung pada situasi dan kondisi. Karena itu, untuk mempertahankan atau
membina hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur, ikhlas,
menerima klien apa adanya, menepati janji, dan menghargai klien.
Merumuskan kontrak pada klien. Kontrak ini sangat penting untuk menjamin
kelangsungan sebuah interaksi. Pada saat merumuskan kontrak perawat juga perlu
menjelaskan atau mengklarifikasi peran-peran perawat dan klien agar tidak terjadi
kesalahpahaman klien terhadap kehadiran perawat. Disamping itu juga untuk
menghindari adanya harapan yang terlalu tinggi dari klien terhadap perawat karena
karena klien menganggap perawat seperti dewa penolong yang serba bisa dan serba
tahu. Perawat perlu menekankan bahwa perawat hanya membantu, sedangkan
kekuatan dan keinginan untuk berubah ada pada diri klien sendiri. Contoh: “Pak,
disini saya akan membantu bapak mencari jalan yang terbaik untuk pengobatan yang
tepat, namun disini bapak perlu untuk kuat dan selalu berdoa pada Tuhan agar
diberikan kelancaran dalam menjalani pengobatan. Selain itu juga, kuatkan keinginan
dan semangat bapak untuk sembuh ya, pak!”
Menggali pikiran dan perasaan serta mengidentifikasi masalah klien. Pada tahap ini
perawat mendorong klien untuk mengekspresikan perasaannya. Dengan memberikan
pertanyaan terbuka, diharapkan perawat dapat mendorong klien untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaannya sehingga dapat mengidentifikasi masalah
klien. Contoh: “Bagaimana perasaan bapak saat ini?”, “apakah bapak merasa
cemas?”, “apa keluhan yang bapak rasakan sekarang? Apakah keluhannya bertambah
berat?”, “Apakah sesak napas yang bapak rasakan sudah berkurang? Atau terasa
semakin berat?”
Merumuskan tujuan dengan klien. Perawat perlu merumuskan tujuan interaksi
bersama klien karena tanpa keterlibatan klien mungkin tujuan sulit dicapai. Tujuan
ini dirumuskan setelah klien diidentifikasi. Contoh: “Bapak, dari hasil perbincangan
kita tadi, saya akan melakukan penyedotan dahak pada saluran pernapasan bapak
karena bapak mengatakan susah untuk mengeluarkan dahak. Nanti saya mohon
kerjasama dari bapak agar tindakan dapat berjalan dengan lancar.”
3) Fase orientasi
Fase ini dilaksanakan pada awal setiap pertemuan kedua dan seterusnya, tujuan fase ini
adalah memvalidasi keakuratan data, rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien
saat ini, dan mengevaluasi hasil tindakan yang lalu. Umumnya dikaitkan dengan hal
yang telah dilakukan bersama klien. Contoh : “Nah pak , tadi kita sudah berbincang-
bincang mengenai keluhan bapak dan kita juga sudah sepakat akan melakukan suction
(penyedotan) dahak bapak. Sekarang saya akan mulai untuk melakukan penyedotan
dahaknya ya pak.”
4) Tahap Kerja
Tahap kerja ini merupakan tahap inti dari keseluruhan proses komunikasi terapeutik.
Pada tahap ini perawat dan klien bekerja bersama-sama untuk mengatasi masalah yang
dihadapi klien. Pada tahap kerja ini dituntut kemampuan perawat dalam mendorong
klien mengungkap perasaan dan pikirannya. Perawat juga dituntut untuk mempunyai
kepekaan dan tingkat analisis yang tinggi terhadap adanya perubahan dalam respons
verbal maupun nonverbal klien. Pada tahap ini perawat perlu melakukan komunikasi
terapeutik (active listening) karena tugas perawat pada tahap kerja ini bertujuan untuk
menyelesaikan masalah klien. Melalui komunikasi terapeutik (active listening), perawat
membantu klien untuk mendefinisikan masalah yang dihadapi, bagaimana cara
mengatasi masalahnya, dan mengevaluasi cara atau alternatif pemecahan masalah yang
telah dipilih. Perawat juga diharapkan mampu menyimpulkan percakapannya dengan
klien. Tehnik menyimpulkan ini merupakan usaha untuk memadukan dan menegaskan
hal-hal penting dalam percakapan, dan membantu perawat-klien memiliki pikiran dan
ide yang sama. Tujuan tehnik menyimpulkan adalah membantu klien menggali hal-hal
dan tema emosional yang penting. Misalnya disini pada saat dilakukan suction, perawat
memperhatikan kondisi klien, apabila klien batuk, hentikan suction sejenak dan diulang
kembali saat klien sudah merasa tenang dan siap. Saat suction, perhatikan juga lama
tindakan yang diberikan agar klien tidak mengalami kondisi hipoksia. Apabila setelah
suction saturasi oksigen klien <95%, beri oksigen sesuai dengan beratnya kondisi
hipoksia yang dialami klien.
5) Tahap Terminasi
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat dengan klien. Tahap ini dibagi dua
yaitu terminasi sementara dan terminasi akhir. “Terminasi sementara” adalah akhir dari
tiap pertemuan perawat-klien, setelah terminasi sementara, perawat akan bertemu
kembali dengan klien pada waktu yang telah ditentukan. “Terminasi akhir” terjadi jika
perawat telah menyelesaikan proses keperawatan secara keseluruhan. Tugas perawat
pada tahap ini antara lain:
Mengevaluasi pencapaian tujuan dari interaksi yang telah dilaksanakan. Evaluasi ini
juga disebut evaluasi objektif. Dalam mengevaluasi, perawat tidak boleh terkesan
menguji kemampuan klien, akan tetapi sebaiknya terkesan sekedar mengulang atau
menyimpulkan.
Melakukan evaluasi subjektif. Evaluasi subjektif dilakukan dengan menanyakan
perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Perawat perlu mengetahui
bagaimana perasaan klien setelah berinteraksi dengan perawat. Apakah klien merasa
bahwa interaksi itu dapat menurunkan kecemasannya? Apakah klien merasa bahwa
interaksi itu ada gunanya? Atau apakah interaksi itu justru menimbulkan masalah
baru bagi klien.
Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Tindakan ini juga
disebut sebagai pekerjaan rumah untuk klien. Tindak lanjut yang diberikan harus
relevan dengan interaksi yang akan dilakukan berikutnya. Misalnya pada akhir
interaksi klien sudah memahami tentang beberapa alternative mengatasi marah.
Maka untuk tindak lanjut perawat mungkin bisa meminta klien untuk mencoba salah
satu dari alternatif tersebut.
Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya. Kontrak ini penting dibuat agar
terdapat kesepakatan antara perawat dan klien untuk pertemuan berikutnya.
Kontrak yang dibuat termasuk tempat, waktu, dan tujuan interaksi.
Stuart G.W. (1998) dalam Suryani (2005), menyatakan bahwa proses terminasi perawat-
klien merupakan aspek penting dalam asuhan keperawatan, sehingga jika hal tersebut
tidak dilakukan dengan baik oleh perawat, maka regresi dan kecemasan dapat terjadi
lagi pada klien. Timbulnya respon tersebut sangat dipengaruhi oleh kemampuan
perawat untuk terbuka, empati dan responsif terhadap kebutuhan klien pada pelaksanaan
tahap sebelumnya.
6. Dimensi Tindakan yang Dapat Dilakukan Dalam Komunikasi Terapeutik (Active
Listening)
Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat, katarsis
emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23). Dimensi ini harus
diimplementasikan dalam konteks kehangatan, penerimaan, dan pengertian yang dibentuk
oleh dimensi responsif.
Konfrontasi
Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang bermanfaatn
untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori konfrontasi yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan
ideal diri (cita-cita/keinginan klien)
b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat
Konfrontasi seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu
sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat
hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat kecemasan dan
kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk klien yang telah
mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
Kesegeraan
Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk mempelajari
fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat harus sensitif terhadap
perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera
Keterbukaan perawat
Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai, perasaan dan
sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses belajar, katarsis, atau dukungan
klien. Melalui penelitian yang dilakukan oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen,
1987, h.134) ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien
menurunkan tingkat kecemasan perawat klien
4. Katarsis emosional
Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya untuk
mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat mengkaji kesiapan
klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien mengalami kesulitan mengekspresikan
perasaanya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada
pada situasi klien.
5. Bermain peran
Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien kedalam
hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya untuk melihat situasi dari
sudut pandang lain; juga memperkenankan klien untuk mencobakan situasi yang baru
dalam lingkungan yang aman.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1.1 Teknik komunikasi terapeutik (active listening) merupakan cara untuk membina
hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran
perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart &
sundeen,1995).
1.2 Jenis teknik komunikasi terapeutik (active listening) yang dapat dilakukan yaitu:
Mendengarkan dengan penuh perhatian, menunjukkan penerimaan, menanyakan
pertanyaan yang berkaitan, mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata
sendiri, klarifikasi, memfokuskan, menyampaikan hasil observasi, menawarkan
informasi, diam, meringkas, memberikan penghargaan, menawarkan diri, memberi
kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan, menganjurkan untuk
meneruskan pembicaraan, menganjurkan klien unutk menguraikan persepsinya, dan
refleksi.
1.3 Sikap dalam menerapkan komunikasi terapeutik (active listening) yang dapat
diterapkan yaitu: berhadapan, mempertahankan kontak mata, membungkuk ke arah
klien, mempertahankan sikap terbuka, dan tetap relaks.
1.4 “human care” terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, dan
menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti
dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu orang lain untuk
meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri.
1.5 Aplikasi komunikasi terapeutik (active listening) dilakukan dengan melalui beberaoa
fase, diantaranya: tahap pre interaksi, tahap perkenalan, fase orientasi, tahap kerja,
tahap terminasi.
1.6 Dimensi tindakan keperawatan termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri
perawat, katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23).
2. Saran
2.1 Untuk mahasiswa keperawatan agar mampu melakukan pengkajian dengan baik dan
benar serta mencakup semua aspek bio psiko sosio spiritual klien agar nantinya dapat
memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan kondisi dan keluhan yang
dialami klien.
2.2 Menggunakan komunikasi terapeutik (active listening) dalam melakukan pengkajian
agar memperoleh data yang akurat dan agar pasien memiliki sikap yang terbuka
untuk menceritakan keluhannya saat ini.
2.3 Melakukan pengembangan terhadap teknik komunikasi terapeutik (active listening)
dalam dunia keperawatan agar kedepannya perawat memiliki cara yang lebih baik
dan lebih tepat dalam menghadapi klien untuk memberikan asuhan keperawatan.