makalah kep jiwa.docx

Upload: faisol-wahyudi

Post on 17-Oct-2015

33 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

makalah jiwa

TRANSCRIPT

Bab IIPembahasan2.1 Definisi Rumah tangga adalah sesuatu yang berkenaan dengan urusan kehidupan dirumah, berkenaan dengan keluarga. Dengan kata lain, rumah tangga adalah keluarga. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dikenal dengan KDRT. Pengertian Kekerasan dalam rumah tangga seperti yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah : Setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Strauss (1974) sebagaimana dikutip Richard J. Gelles mengemukakan beberapa alasan mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang tadinya bersifat pribadi menjadi masalah umum :

1. Para ilmuwan sosial dan masyarakat umum menjadi semakin peka terhadap kekerasan.2. Munculnya gerakan perempuan yang memainkan peran khususnya dengan mengungkap tabir permasalahan rumah tangga dan menyampaikan permasalahan mengenai perempuan yang teraniaya.3. Adanya kenyataan perubahan model konsensus masyarakat yang diungkapkan oleh para ilmuwan sosial, dan tantangan berikutnya adalah bagaimana menghasilkan model konflik atau aksi sosial mengantisipasi perubahan tersebut.4. Ada kemungkinan lain, dengan ditunjukkan penelitian mengenai kekerasan dalam rumah tangga yang dapat dilakukan untuk mengungkap lebih mendalam sisi kekerasan dalam rumah tangga.KDRT menurut UU no 23 tahun 2004 adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan dan anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan/ penderitaan secara fisik, seksual, psikologi, dan atau penelantaran rumah tangga termauk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hokum dalaam lingkup rumah tangga. Kekerasan terhadap perempuan yang terjadi dalam rumah tangga dapat dirumuskan sebagai kekerasan yang dilakukan oleh laki laki terhadap perempuan dalam lingkungan keluarga. Ini tidak hanya mencakup keluarga karena pernikahan yang sah, tapi juga hubungan pacaran dan hubungan perkawinan yang sudah berakhir. Kekerasan itu sendiri meliputi kekerasan fisik, seksualdan psikologi yang terjadi dalam keluarga inti, keluarga besar, atau keluarga yang menganut system poligami. Sedangkan dalam jurnal psikologi mendifinisikan kekerasan dalam rumah tangga terhadap istri adalah segala bentuk tindak kekerasan yang dilakukan oleh suami terhadap istri yang berakibat menyakiti fisik, psikis, seksual dan ekonomi, termasuk ancaman, perampasan kebebasan yang terjadi dalam rumah tangga atau keluarga. Selain itu, hubungan antar suami dan istri diwarnai dengan penyiksaan secara verbal, tidak adanya kehangatan emosional, ketidaksetiaan dan menggunakan kekuasaan untuk mengendalikan istri. Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya kekerasan dalam rumah tangga adalah segala sesuatu/ perbuatan terutama yg dilakukan pada perempuan dan anak baik secara fisik, psikis, seksual dan ekonomi yang berakibat timbulnya kesengsaraan / penderitaan secara fisik, seksual, psikologi dan atau penelantaran rumah tangga.

2.2 Bentuk bentuk kekerasan dalam rumah tangga Bentuk bentuk kekerasan yang terjadi dalam KDRT antara lain adalah sebagai berikut : 1. Kekerasan FisikKekerasan fisik adalah suatu tindakan kekerasan yang mengakibatkan luka, rasa sakit, atau cacat pada tubuh istri / anak hingga menyebabkan kematian. Seperti : memukul, menendang, dan lain lain. 2. Kekerasan Psikis Kekerasan psikis adalah suatu tindakan penyiksaan verbal yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri, menigkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk untuk bertindak dan tidak beerdaya. Kekerasan psikis ini, apabila sering terjadi mengakibatkan istri semakin tergantung pada suami meskipun suaminya telah membuatnya menderita. Disisi lain, kekerasan psikis juga dapat memicu dendam dihati istri. Kekerasan ini bisa berupa menghina, berkata kasar dan kotor. 3. Kekerasan Seksual Kekerasan seksual adalah suatu perbuatan yang berhubungan dengan memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual dengan cara cara yang tidak wajar atau bahkan tidak memenuhi kebutuhan seksual istri. 4. Kekerasan Ekonomi Kekerasan ekonomi adalah suatu tindakan yang membatasi istri untuk bekerja di dalam atau di luar rumah untuk menghasilkan uang dan barang, sementara suami tidak memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Sebagian suami juga tidak memberikan gajinya kepada istri karena istrinya berpenghasilan, suami menyembunyikan gajinya, mengambil harta istri, tidak memberikan uang belanja yang mencukupi, atau tidak member uang belanja sama sekali, menuntut istri memperoleh penghasilan lebih banyak, dan tidak mengijinkan istri untuk meningkatkan karirnya. 2.3 Karakteristik Kekerasan Dalam Keluarga2.3.1 Isolasi SosialAnggota keluarga ini merahasiakan kekerasan dan sering kali tidak mengundang orang lain dating ke rumah mereka atau tidak mengatakan kepada orang lain apa yang terjadi. Anak dan wanita yang mengalami penganiayaan sering kali diancam oleh penganiaya bahwa mereka akan lebih disakiti jika mengungkapkan rahasia tersebut.2.3.2 Kekuasaan dan KontrolPenganiayaan bukan hanya menggunakan kekuatan fisik terhadap korban, tetapi juga control ekonomi dan social. Penganiaya sering kali adalah satu-satunya anggota keluarga yang membuat keputusan, mengeluarkan uang, atau diizinkan untuk meluangkan waktu di luar rumah dengan orang lain. Penganiayan melakukan penganiayaan emosional dengan meremehkan atau menyalahkan korban dan sering mengancam korban. Setiap indikasi kemandirian atau ketidakpatuhan anggota keluarga, baik yang nyata atau dibayangkan, biasanya menyebabkan peningkatan perilaku kekerasan (Singer et al., 1995).2.3.3 Penyalahgunaan Alkohol dan Obat-Obatan LainLima puluh sampai Sembilan puluh persen pria yang memukul pasangannya dalam rumah tangga juga memiliki riwayat penyalahgunaan zat. Jumlah wanita yang mengalami penganiayaan dan mencari pelarian dengan menggunakan alcohol mencapau 50% (Commission on Domestic Violence, 1999). Akan tetapi banyak peneliti yakin bahwa alcohol dapat mengurangi inhibisi dan membuat perilaku kekerasan lebih intens atau sering (Denham, 1995).Alkohol juga disebut sebagai factor dalam kasus pemerkosaan terhadap pasangan kencan atau pemerkosaan orang yang dikenal. CDCs Division of Violence Prevention melaporkan bahwa studi mengidentifikasi penggunaan alcohol atau obat yang berlebihan yang dikaitkan dengan penganiayaan seksual.2.3.4 Proses Transmisi AntargenerasiProses transmisi antargenerasi berarti bahwa pola perilaku kekerasan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui model peran dan pembelajaran social (Humphreys, 1997; Tyra, 1996). Transmisi antargenerasi menunjukkan bahwa kekerasan dalam keluarga merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari. Misalnya, anak-anak yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga akan belajar dari melihat kedua orang tua mereka bahwa kekerasan ialah cara menyelesaikan konflik. Akan tetapi, tidak semua orang yang menyaksikan kekerasan dalam keluarga menjadi penganiaya atau pelaku kekerasan ketika dewasa sehingga factor tunggal ini saja tidak menjelaskan perilaku kekerasan yang terus ada.2.4 Dampak Kekerasan dalam Rumah Tangga Kekurangan terhadap wanita menimbulkan berbagai dampak yang merugikan. Diantaranya adalah : 1. Dampak kekerasan terhadap istri sebagai korban : a. Mengalami sakit fisikb. Tekanan mental c. Menurunnya rasa percaya diri d. Harga diri rendah e. Mengalami rasa tidak berdaya f. Depresi g. Stress pasca trauma h. Keinginan bunuh diri 2. Dampak kekerasan pada anak :a. Anak dibimbing dengan kekerasan. b. Peluang perilaku kejam terhadap anak lebih tinggi.c. Depresi d. Anak berpotensi melakukan seperti apa yang dilakukan orang tuanya kepada pasangannya maupun orang lain. 2.5 Solusi mengatasi kekerasan dalam rumah tangga Untuk menurunkan kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga maka masyarakat perlu digalakkan pendidikan mengenai HAM dan pemberdayaan perempuan menyebarkan informasi dan mempromosikan prinsip hidup sehat, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak serta menolak kekerasan sebagai cara untuk memecahkan masalah mengadakan penyuluhan untuk mencegah kekerasan; mempromosikan kesetaraan jender mempromosikan sikap tidak menyalahkan korban melalui media. Sedangkan untuk pelaku dan korban kekerasan sendiri, sebaiknya mencari bantuan pada Psikolog untuk memulihkan kondisi psikologisnya. Bagi suami sebagai pelaku, bantuan oleh Psikolog diperlukan agar akar permasalahan yang menyebabkannya melakukan kekerasan dapat terkuak dan belajar untuk berempati dengan menjalani terapi kognitif. Karena tanpa adanya perubahan dalam pola pikir suami dalam menerima dirinya sendiri dan istrinya maka kekerasan akan kembali terjadi. Sedangkan bagi istri yang mengalami kekerasan perlu menjalani terapi kognitif dan belajar untuk berperilaku asertif. Selain itu, istri juga dapat meminta bantuan pada LSM yang menangani kasus-kasus kekerasan pada perempuan agar mendapat perlidungan. Suami dan istri juga perlu untuk terlibat dalam terapi kelompok dimana masingmasing dapat melakukan sharing sehingga menumbuhkan keyakinan bahwa hubungan perkawinan yang sehat bukan dilandasi oleh kekerasan namun dilandasi oleh rasa saling empati. Selain itu, suami dan istri perlu belajar bagaimana bersikap asertif dan memanage emosi sehingga jika ada perbedaan pendapat tidak perlu menggunakan kekerasan karena berpotensi anak akan mengimitasi perilaku kekerasan tersebut. Oleh karena itu, anak perlu diajarkan bagaimana bersikap empati dan memanage emosi sedini mungkin namun semua itu harus diawali dari orangtua. Mengalami KDRT membawa akibat akibat negatif yang berkemungkinan mempengaruhi perkembangan korban di masa mendatang dengan banyak cara. Dengan demikian, perhatian utama harus diarahkan pada pengembangan berbagai strategi untukmencegah terjadi penganiayaan dan meminimalkan efeknya yang merugikan ada beberapa solusi untuk mencegah KDRT antara lain :1. Membangun kesadaran bahwa persoalan KDRT adalah persoalan sosial bukan individual dan merupakan pelanggaran hukum yang terkait dengan HAM.2. Sosialiasasi pada masyarakat tentang KDRT adalah tindakan yang tidak dapatdibenarkan dan dapat diberikan sangsi hukum. Dengan cara mengubah pondasi KDRT di tingkat masyarakat pertama tama dan terutama membutuhkan.3. Adanya konsensus bahwa kekerasan adalah tindakan yang tidak dapat diterima.4. Mengkampanyekan penentangan terhadap penayangan kekerasan di media yang mengesankan kekerasan sebagai perbuatan biasa, menghibur dan patut menerima penghargaan.5. Peranan Media massa. Media cetak, televisi, bioskop, radio dan internet adalah macrosystem yang sangat berpengaruh untuk dapat mencegah dan mengurangi kekerasan dalam rumah tangga ( KDRT). Peran media massa sangat berpengaruh besar dalam mencegah KDRT bagaimana media massa dapat memberikan suatu berita yang bisa merubah suatu pola budaya KDRT adalah suatu tindakan yang dapat melanggar hukum dan dapat dikenakan hukuman penjara sekecil apapun bentuk dari penganiayaan.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN3.1 Pengkajiana. Aspek biologisRespons fisiologis timbul karena kegiatan system saraf otonom bereaksi terhadap sekresi epineprin sehingga tekanan darah meningkat, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah.b.Aspek emosionalSalah satu anggota yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul anggota yang lain , mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan dan menuntut.c.Aspek intelektualSebagian besar pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual, peran panca indra sangat penting untuk beradaptasi dengan lingkungan yang selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat perlu mengkaji cara klien marah, mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi, dan diintegrasikan.d. Aspek sosialMeliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang kemarahan anggota keluarga yang lain lain. Individu seringkali menyalurkan kemarahan dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga anggota keluarga yang lain merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain, menolak mengikuti aturane.Aspek spiritualKepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa. Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut : Aspek fisik terdiri dari :muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.

3.2Klasifikasi dataData yang didapat pada pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data subyektif dan data obyektif. Data subyektif adalah data yang disampaikan secara lisan oleh klien dan keluarga. Data ini didapatkan melalui wawancara perawat dengan klien dan keluarga. Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui obsevasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.

3.3 Analisa dataDengan melihat data subyektif dan data objektif dapat menentukan permasalahan yang dihadapi keluarga dan dengan memperhatikan pohon masalah dapat diketahui penyebab sampai pada efek dari masalah tersebut. Dari hasil analisa data inilah dapat ditentukan diagnosa keperawatan.

3.4Aspek FisikAspek fisik terdiri dari muka merah, pandangan tajam, napas pendek dan cepat, berkeringat, sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat. Aspek emosi : tidak adekuat, tidak aman, dendam, jengkel. aspek intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan. aspek sosial : menarik diri, penolakan, kekerasan, ejekan, humor.Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa perawat perlu mengkaji individu secara komprehensif meliputi aspek fisik, emosi, intelektual, sosial dan spiritual yang secara singkat dapat dilukiskan sebagai berikut.

3.5 Diagnosa Keperawatan3.5.1 Diagnosa keperawatan:1. Kecemasan2. Ansietas3. Inefektif koping4. Ketakutan5. Gangguan Tidur 6. Gangguan lainnya:6.1 Gangguan cerita tubuh6.2 Proses perubahan keluarga6.3 Kerusakan interaksi social6.4 Gangguan Seksual6.5 Gangguan citra tubuh6.6 Ketakutan6.7 Ketidakberdayaan6.8 Nyeri6.9 Gangguan harga diri6.10 Perubahan peforma peran6.11 Resiko terhadap kesepian6.12 Distress spiritual

3.5.2 Identifikasi Hasil1. Kecemasan2. Pasien akan menunjukkan cara adaptif dalam mengatasi stress3. Gangguan tidur: Pasien akan mengekspresikan perasaannya secara verbal daripada melalui perkembangan gejala-gejala fisik.4. Gangguan seksual: Pasien akan mencapai tingkat maksimal respons seksual yang adaptif untuk meningkatkan atau mempertahankan kesehatan.

3.5.3 Perencanaan1. Kecemasan 2. Pasien harus mengembangkan kapasitasnya untuk mentoleransi ansietas.3. Gangguan tidur 4. Penyuluhan untuk pasien tentang strategi koping yang adaptif.5. Gangguan seksual: Lakukan penyuluhan.

3.5.4 Implementasi1. Kecemasan2. Memecahkan masalah yang membuat pasien cemas3. Gangguan tidur 3.1 Memenuhi kebutuhan fisiologis pasien.3.2 Memenuhi kebutuhan dasar akan rasa aman dan keselamatan.4. Gangguan Seksual: Sebelum melakukan penyuluhan perawat harus memeriksa nilai dan keyakinannya sendiri tentang pasien yang berperilaku seksual yang mungkin berbeda.

3.5.5 Evaluasi1. Kecemasan 1. Sudahkah ancaman terhadap integritas fisik atau system diri pasien berkurang dalam sifat, jumlah, asal, atau waktunya?2. Apakah perilaku pasien menunjukkan ansietas?3. Sudahkah sumber koping pasien dikaji dan dikerahkan dengan adekuat?4. Apakah pasien menggunakan respon koping adaptif?2. Gangguan tidur 1. Sudahkah pola tidurnya telah normal kemabali?2. Apakan kecemasan masih mengganggu tidur pasien?3. Gangguan seksual 1. Apakah pengakajian keperawatan tentang seksualitas telah lengkap, akurat, dan dilakukan secara professional?2. Apakah pasien merasakan perbaikan selama perbaikan?3. Apakah hubungan interpersonal pasien telah meningkat? 4. Apakah penyuluhan kesehatan tentang ekspresi seksual telah dilakukan dengan benar?5. Apakah perasaan perawat sendiri tentang seksual telah digali semua pada pasien?

DAFTAR PUSTAKA

Stuart GW, Sundeen, Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book, 1995Keliat Budi Ana, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999Keliat Budi Ana, Gangguan Konsep Diri, Edisi I, Jakarta : EGC, 1999Aziz R, dkk, Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa Semarang : RSJD Dr. Amino Gonohutomo, 2003Tim Direktorat Keswa, Standar Asuhan Keperawatan Jiwa, Edisi 1, Bandung, RSJP Bandung, 2000http://psikologi.or.id/mycontents/uploads/2010/10/kdrt.pdf diakses pada 24 oktober 2012 pukul 23.22 WIB http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/131048192.pdf diakses pada 24 oktober 2012 pukul 23.23 WIB http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/81309111.pdf diakses pada 24 oktober 2012 pukul 23.24 WIB

13