makalah sn2

37
1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Reaksi substitusi nukleofilik pada alkil halida adalah reaksi yang melibatkan pergantian atom halogen pada alkil halida (RX) dengan nukleofil (Nu - ) yang berbeda, dimana halogen yang digantikan lepas sebagai ion halida. Reaksi substitusi nukleofilik dibedakan menjadi substitusi nukleofilik unimolekuler (S N 1) dan substitusi nukleofilik bimolekuler (S N 2). Reaksi S N 1 melibatkan nukleofil lemah seperti H 2 O, dan berlangsung pada alkil halida tersier karena karbokation tersier distabilkan oleh tiga gugus alkil. Jika nukleofil yang terlibat merupakan nukleofil kuat, dan substrat berupa alkil halida primer dan sekunder maka reaksi S N 1 tidak dapat terjadi, melainkan menempuh mekanisme S N 2. Pada makalah ini penulis akan memaparkan tentang reaksi S N 2 meliputi mekanisme reaksi, laju reaksi, stereokimia, pengaruh gugus pergi, dan pengaruh pelarut. Reaksi S N 2 umumnya berlangsung secara cepat tanpa melalui pembentukan zat antara, terjadi penyerangan nukleofil terhadap alkil halida dari posisi yang berlawanan dengan posisi gugus pergi (suatu halogen), terjadi inversi Walden atau inversi konfigurasi. Berikut merupakan reaksi S N 2 secara umum:

Upload: lita-novilia

Post on 27-Dec-2015

221 views

Category:

Documents


22 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah SN2

1

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Reaksi substitusi nukleofilik pada alkil halida adalah reaksi yang

melibatkan pergantian atom halogen pada alkil halida (RX) dengan nukleofil (Nu-)

yang berbeda, dimana halogen yang digantikan lepas sebagai ion halida. Reaksi

substitusi nukleofilik dibedakan menjadi substitusi nukleofilik unimolekuler (SN1)

dan substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2).

Reaksi SN1 melibatkan nukleofil lemah seperti H2O, dan berlangsung pada

alkil halida tersier karena karbokation tersier distabilkan oleh tiga gugus alkil. Jika

nukleofil yang terlibat merupakan nukleofil kuat, dan substrat berupa alkil halida

primer dan sekunder maka reaksi SN1 tidak dapat terjadi, melainkan menempuh

mekanisme SN2.

Pada makalah ini penulis akan memaparkan tentang reaksi SN2 meliputi

mekanisme reaksi, laju reaksi, stereokimia, pengaruh gugus pergi, dan pengaruh

pelarut. Reaksi SN2 umumnya berlangsung secara cepat tanpa melalui

pembentukan zat antara, terjadi penyerangan nukleofil terhadap alkil halida dari

posisi yang berlawanan dengan posisi gugus pergi (suatu halogen), terjadi inversi

Walden atau inversi konfigurasi. Berikut merupakan reaksi SN2 secara umum:

keadaan transisi

Gambar 1. Reaksi SN2 secara umum

Keterangan:

R-X : substrat

X : gugus pergi

Z : nukleofil

I.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah

dari makalah ini antara lain:

Page 2: Makalah SN2

2

I.2.1. Bagaimanakah mekanisme reaksi dan laju reaksi SN2?

I.2.2. Bagaimanakah stereokimia reaksi SN2?

I.2.3. Bagaimanakah pengaruh gugus pergi terhadap reaksi SN2?

I.2.4. Bagaimanakah pengaruh pelarut terhadap reaksi SN2?

I.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan dalam rumusan

masalah, maka tujuan dari makalah ini antara lain:

I.3.1. Mengetahui mekanisme reaksi dan laju reaksi SN2

I.3.2. Mengetahui stereokimia reaksi SN2

I.3.3. Mengetahui pengaruh gugus pergi terhadap reaksi SN2

I.3.4. Mengetahui pengaruh pelarut terhadap reaksi SN2

II. ISI

II.1. Mekanisme dan Laju Reaksi SN2

Definisi

Reaksi Substitusi Nukleofilik pada Alkil Halida

Reaksi yang melibatkan pergantian atom halogen pada alkil halida (RX)

dengan nukleofil (Nu-) yang berbeda, dimana halogen yang digantikan lepas

sebagai ion halida.

Gambar 2. Reaksi Substitusi Nukleofilik Alkil Halida

Reaksi Substitusi Nukleofilik Bimolekular (SN2)

Reaksi SN2 merupakan reaksi substitusi nukleofilik (ditunjukkan oleh

lambang SN) bimolekular (ditunjukkan oleh angka 2). Reaksi disebut bimolekular

karena pada keadaan transisi terlibat dua partikel (RX dan Nu-), kedua partikel ini

juga menentukan laju reaksinya.

Page 3: Makalah SN2

3

Mekanisme Reaksi SN2

Secara umum, ciri mekanisme reaksi SN2 meliputi:

1. Reaksi berlangsung dalam 1 tahap tanpa ada zat antara namun terdapat

keadaan transisi.

2. Penyerangan Nu- terhadap RX dari posisi yang berlawanan dengan posisi

gugus pergi (suatu halogen).

3. Terjadi inversi Walden/ inversi konfigurasi .

Perhatikan reaksi berlangsung untuk metil iodida dengan ion hidroksida berikut:

Keadaan Transisi

Gambar 3. Mekanisme Reaksi SN2 pada Metil Iodida

Reaksi yang terjadi antara metil iodida dengan ion hidroksida merupakan

salah satu contoh reaksi SN2. Ion hidroksida (OH-) berperan sebagai nukleofil

yang menggunakan salah satu pasangan elektron bebasnya (PEB) untuk

membentuk ikatan baru dengan atom karbon ujung (Cα) pada metil iodida. Pada

saat yang bersamaan, ikatan antara C-I terputus. Sepasang elektron yang

membentuk ikatan pada C-I tersebut mengarah ke atom I untuk membentuk empat

pasangan elektron bebas dan muatan negatif.

Pada keadaan transisi, terbentuk ikatan baru antara C-OH secara parsial

dan bersamaan dengan itu ikatan C-I terputus pula secara parsial. Dalam

prosesnya, OH- mendekati atom karbon ujung (Cα) dari sisi belakang (sisi

berlawanan dengan posisi gugus pergi, I). Hal ini terjadi karena OH- dan I- sama-

sama memiliki muatan negatif maka untuk meminimalkan tolakan keduanya

diambil posisi sejauh mungkin. Selain itu, jika ditinjau dari sudut pandang

orbitalnya, orbital dari nukleofil (OH-) akan overlap dengan orbital antibonding

dari ikatan C-I. Sejalan dengan meningkatnya interaksi overlap (pembentukan

ikatan) antara orbital OH- dengan antibonding ikatan C-I, interaksi ikatan C-I

Page 4: Makalah SN2

4

semakin melemah sampai keadaan transisi terlampaui. Secara geometri orbital,

posisi nukleofil (OH-) harus berada pada posisi yang berlawanan.

Gambar 4. Mekanisme Reaksi SN2 Menggunakan Orbital Molekul

Pada akhir reaksi terjadi inversi Walden, yaitu pembalikan pusat karbon (carbon

center) dari posisi awal. Dapat dianalogikan seperti payung yang terbalik.

Gambar 5. Inversi Konfigurasi Secara Umum

Laju Reaksi SN2

Setiap molekul yang bereaksi dan menghasilkan produk harus melewati

keadaan transisi, baik stukturnya maupun energinya. Agar suatu reaksi dapat

mulai terjadi, beberapa molekul atau ion yang bertabrakan dalam wadah harus

memiliki energy yang cukup untuk mencapai keadaan transisi pada waktu

bertabrakan, energy ini disebut energy aktifasi (Eakt). Hanya molekul yang

memiliki energy sama atau lebih besar dari Eakt yang dapat membentuk produk.

Page 5: Makalah SN2

ReaktanCH3I + -OH

Produk CH3OH + I-

Eakt

∆H

H

C OHI

HH

-

Energi

Progres reaksi

5

Gambar 6. Grafik Energi Reaksi SN2

Pengaruh Eakt terhadap laju reaksi adalah semakin rendah Eakt, maka laju

reaksi semaki cepat karena semakin sedikit energy yang diperlukan untuk terjadi

reaksi dan semakin banyak molekul yang memiliki cukup energy untuk bereaksi.

Begitu pula sebaliknya, semakin tinggi Eakt maka keadaan transisi akan lambat

dicapai dan laju reaksi berlangsung lambat.

Laju reaksi merupakan penurunan konsentrasi reaktan per satuan waktu

atau bertambahnya konsentrasi produk per satuan waktu. Laju reaksi bergantung

pada banyak variabel, seperti konsentrasi reaktan, suhu, penambahan katalis,

ukuran partikel dan tekanan. Beberapa variabel tersebut dapat dibuat konstan

untuk suatu eksperimen tertentu. Dalam bab ini, variabel utama yang diperhatikan

adalah konsentrasi pereaksi dan struktur pereaksi.

a. Pengaruh konsentrasi pereaksi terhadap laju reaksi

Pada reksi SN2 laju reaksi bergantung pada konsentrasi kedua partikel,

yaitu konsentrasi nukleofil dan konsentrasi alkil halida. Laju reaksi yang

dipengaruhi oleh konsentrasi kedua reaktan disebut reaksi orde kedua. Menambah

konsentrasi yang mengalami reaksi SN2 akan menambah laju terbentuknya produk

Page 6: Makalah SN2

6

karena meningkatkan intensitas tumbukan antara molekul molekul (nukleofil

dengan alkil halida).

Laju SN2 = k [alkil halida] [Nu-]

Dalam persamaan ini [alkil halida] dan [Nu-] menyatakan konsentrasi masing-

masing partikel dalam mol/L, k merupakan tetapan laju (rate constant) yang

harganya sama untuk kondisi eksperimen dan reaksi yang sama.

b. Pengaruh struktur pereaksi terhadap laju reaksi

Alkil halida memiliki 4 tipe, yaitu metil halida, alkil halida primer, alkil

halida sekunder dan alkil halida tersier. Keempat tipe ini memiliki laju reaksi SN2

yang berbeda jika diukur pada kondisi reaksi yang sama (suhu, konsentrasi dan

pelarut). Tabel berikut menunjukkan laju relative rata-rata (dibandingkan dengan

etil halida) dari reaksi sejumlah alkil halida.

Tabel 1. Laju relatif alkil halida

Alkil Halida Laju Relatif

CH3X 30

CH3CH2X 1

CH3CH2CH2X 0,4

CH3CH2CH2CH2X 0,4

(CH3)2CHX 0,025

(CH3)3CX ~0

(Fessenden & Fessenden, Kimia Organik Jilid 1:179)

Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa laju reaksi tertinggi

ditunjukkan oleh metil halida, kemudian alkil halida primer, alkil halida sekunder.

Alkil halida tersier tidak bereaksi SN2.

Perbedaan laju reaksi ini diakibatkan oleh kemudahan nukleofil dalam

menyerang atom C ujung (Cα). Bertambahya jumlah gugus alkil yang terikat pada

atom karbon ujung maka pada keadaan transisinya semakin berjejal dengan atom

sehinggan nukleofil sulit untuk menyerang. Jejalan ruang dalam pada suatu

struktur disebut rintangan sterik. Jika gugus-gugus besar berjejalan pada suatu

ruang sempit maka semakin besar tolakan antar gugus-gugus besar tersebut

Page 7: Makalah SN2

7

sehingga energy system semakin besar. Semakin besar rintangan sterik dari alkil

halida maka semakin lambat reaksi SN2 berlangsung.

c. Pengaruh nukleofilitas terhadap laju reaksi SN2

Pada reaksi SN2 semakin kuat nukleofilitas maka laju reaksi semakin cepat karena

keadaan transisi semakin cepat terbentuk. Tabel berikut menunjukkan korelasi

antara nukleofilitas dengan laju reaksi SN2.

Tabel 2. Korelasi Nukleofilitas dengan Laju Reaksi SN2

Nukleofil pKa dari asam

konjugasi

k (konstanta reaksi

orde 2)

Log k

CH3O- 15,1 2,5 x 10-4 -3,6

PhO- 9,95 7,9 x 10-5 -4,1-CN 9,4 6,3 x 10-4 -3,2

AcO- 4,76 2,7 x 10-6 -5,6

N3- 4,72 7,8 x 10-5 -4,1

F- 3,2 5,0 x 10-8 -7,3

SO42- 2,0 4,0 x 10-7 -6,4

NO3- -1,2 5,0 x 10-9 -8,3

Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar nilai pKa maka

semakin kuat sifat kebasaan nukleofil maka laju reaksi SN2 semakin cepat karena

keadaan transisi cepat terlampaui. Hal ini berlaku jika pusat nukleofilitasnya

berada pada periode yang sama.

Jika pusat nukleofil pada periode yang berbeda (dalam satu golongan) maka

nukleofilitas lebih dipengaruhi oleh polarizabilitas. Semakin besar jari-jari atom

maka jarak antara elektron valensi terhadap inti atom semakin besar menyebabkan

tarikan inti melemah sehingga polarisabilitasnya besar dan nukleofilitasnya besar.

Hal tersebut dapat dijelaskan melalui gambar berikut:

Page 8: Makalah SN2

8

Gambar 7. Polarizabilitas Pada Nukleofil Ion Halida

II.2. Stereokimia Reaksi SN2

Pada mekanisme reaksi SN2, jika nukleofil menyerang karbon tetrahedral

dari arah depan (front-side attack) atau arah yang sama terhadap kedudukan gugus

pergi, maka akan terbentuk produk yang memiliki retensi konfigurasi. Jika

nukleofil menyerang karbon tetrahedral dari arah belakang (back-side attack) atau

arah yang berlawanan terhadap kedudukan gugus pergi, maka akan terbentuk

produk yang memiliki inversi konfigurasi.

Front-side attack:

Gambar 8. Frontside Attack pada Reaksi SN2 Secara Umum

Page 9: Makalah SN2

9

Back-side attack:

Gambar 9. Backside Attack pada Reaksi SN2 Secara Umum

Menurut seorang ahli kimia Jerman, Paul Walden, umumnya hasil

eksperimen dari reaksi SN2 menghasilkan produk yang memiliki inversi

konfigurasi (inversi Walden). Hal ini juga dibuktikan dengan eksperimen-

eksperimen yang dilakukan oleh E. D. Hughes dan C. K. Ingold bahwa reaksi SN2

menghasilkan produk yang memiliki inversi konfigurasi, sehingga reaksi SN2

berlangsung dengan penyerangan nukleofil terhadap karbon tetrahedral dari arah

belakang (back-side attack). Alasan penyerangan nukleofil terhadap karbon

tetrahedral dari arah belakang umunya terjadi karena kedudukan gugus pergi

menghalangi penyerangan nukleofil jika serangan terjadi dari arah depan.

Gambar 10. Penjelasan Frontside dan Backside Attack

Jika ditinjau dari sudut pandang orbitalnya, ketika nukleofil menyerang

dari arah depan, orbital dari nukleofil akan membentuk overlap bonding dan

antibonding dengan ikatan C-X (alkil halida), sehingga overlap antibonding pada

ikatan C-X akan menggagalkan overlap bonding dari nukleofil dengan karbon

tetrahedral, sehingga ikatan antara nukleofil dan karbon tetrahedral tidak dapat

terjadi. Sedangkan ketika nukleofil menyerang dari arah belakang, orbital dari

nukleofil akan membentuk overlap bonding dengan ikatan C-X (alkil halida).

Dengan meningkatnya interaksi overlap, maka akan terbentuk ikatan antara

nukleofil dengan karbon tetrahedral.

Page 10: Makalah SN2

10

Front-side attack

Gambar 11. Frontside Attact of Orbital of The C-L bond

Back-side attack

Gambar 12. Backside Attact of Orbital of The C-L bond

Ketika nukleofil menyerang karbon tetrahedral dari arah belakang, maka

keadaan transisi yang terbentuk melibatkan proses rehibridisasi sementara atom

karbon, dari hibridisasi sp3 ke sp2 dan akhirnya kembali ke hibridisasi sp3. Dalam

keadaan transisi, atom karbon mempunyai hibridisasi sp2 dan 3 substituennya

berada pada bidang datar. Dengan 3 substituennya berada pada bidang datar, maka

semua substituen yang terikat pada atom karbon berada pada jarak yang

maksimal, sehingga efek tolakan elektron berkurang. Sejalan dengan

meningkatnya interaksi overlap (pembentukan ikatan) antara orbital nukleofil

dengan antibonding ikatan C-X, interaksi ikatan C-X semakin melemah sehingga

X- (gugus pergi) lepas.

Page 11: Makalah SN2

Kereaktifan Gugus Pergi

11

Gambar 13. Mekanisme Inversi Konfigurasi

Pada akhir reaksi terjadi inversi Walden atau inversi konfigurasi, yaitu

pembalikan pusat karbon (carbon center) dari posisi awal. Dapat dianalogikan

seperti payung yang terbalik.

II.3. Pengaruh Gugus Pergi Terhadap Reaksi SN2

Reaksi SN2 tidak hanya dipengaruhi oleh struktur alkil halida dan pelarut

yang digunakan, namun juga dipengaruhi oleh gugus pergi pada alkil halida. Pada

subbab ini akan dibahas bagaimana pengaruh gugus pergi terhadap reaksi SN2.

Kereaktifan reaksi SN2 bergantung pada energi ikatan karbon-halogen dan

kebasaan ion halida. Gugus pergi pada reaksi SN2 ini adalah golongan halogen.

Murry (2008:369) menyatakan bahwa “the best leaving group are those that the

best stabilize the negative charge in transition state”. Berdasarkan penjelasan

Muury, gugus pergi yang baik adalah gugus yang mampu menstabilkan muatan

negatif saat keadaan transisi. Semakin besar kemampuan gugus pergi untuk

menstabilkan muatan negatif pada saat keadaan transisi maka dapat menghasilkan

energi yang rendah pada keadaan transisi sehingga reaksi SN2 dapat berlangsung

lebih cepat. Gugus yang memiliki kemampuan menstabilkan muatan negatif

adalah basa-basa yang paling lemah. Berikut ini merupakan urutan kereaktifan

gugus pergi pada reaksi SN2:

OH- NH2- OR- F- Cl- Br- I- TosO-

Gugus pergi OH- NH2- OR- adalah gugus pergi yang paling lemah

karena gugus-gugus tyersebut merupakan basa kuat, sehingga kemungkinan kecil

untuk terjadinya reaksi SN2. Gugus pergi berupa ion halida seperti F- Cl- Br- I-

Page 12: Makalah SN2

12

memiliki kereaktifan yang meningkat, sehingga dapat diketahui bahwa alkil

iodida yang merupakan gugus pergi yang paling baik diantara alkil halida lainnya.

Kereaktifan gugus pergi dapat dilihat dari kebasaan dan energi ikat alkil

halidanya. Berikut ini merupakan data kebasaan yang dilihat dari nilai pKa anion

halida:

Tabel 3. Kereaktifan Gugus Pergi dilihat dari nilai pKaNo. Gugus Pergi pKa dari Asam

KonjugasiKereaktifan

1. I- -9,5 60.0002. Br- -9 30.0003. Cl- -7 10.0004. F- 3.2 200

Berdasarkan data dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa ion iodida memiliki

nilai pKa paling kecil, menunjukkan bahwa keasaman ion iodida paling kuat.

Maka ion iodida memiliki sifat basa paling lemah dan kereaktifan paling tinggi

sehingga ion iodida merupakan gugus pergi yang paling baik.

Selain dilihat dari kebasaan, suatu gugus pergi yang baik dapat dilihat dari

energi ikat alkil halida, semakin besar energi ikat antara gugus alkil dan halida

maka akan sulit ion halida untuk lepas. Sehingga alkil halida yang memiliki

energi ikat tinggi merupakan gugus pergi yang kurang baik. Berikut ini

merupakan data energi ikat dari alkil halida:

Tabel 4. Energi ikat atom karbon dengan ion halida

No Ikatan D (kJ/ mol)1 C – F +485 2 C – Cl +327 3 C – Br +285 4 C – I +213

Berdasarkan data di tabel 3 dapat diketahui bahwa energi ikat atom karbon

terhadap atom fluor paling kuat, sehingga diperlukan energi yang besar untuk

memutuskannya. Oleh sebab itu ion fluorida sulut lepas dari gugus alkil sehingga

ion fluorida merupakan gugus pergi yang kurang baik.

Selain ion-ion halida yang dapat berperan sebagai gugus pergi, terdapat

ion tosilat (alkil tosilat) yang merupakan gugus pergi paling baik diantara gugus

pergi yang lainnya pada reaksi SN2.

Page 13: Makalah SN2

13

Gambar 14. Ion tosilat

Pada gugus pergi yang lemah seperti alkil florida. alkohol. eter dan amina.

gugus pergi tidak dapat digantikan oleh nukleofil. sehingga cenderung terjadi

reaksi substitusi lain yaitu SN1. Agar gugus pergi yang lemah dapat mendukung

terjadinya gugus pergi. maka gugus pegi harus diganti menjadi gugus pergi yang

lebih baik dalam arti lebih reaktif. lebih dapat menstabilkan muatan negatif saat

keadaan transisi dan merupakan basa yang lebih lemah. Sebagai contoh alkohol

primer atau sekunder yang diubah menjadi alkil klorida dengan cara

mereaksikannya dengan SOCl2. selain itu alkohol juga dapat diubah menjadi alkil

bromida dengan cara mereaksikannya dengan PBr3.

Gambar 15. Reaksi antara alkohol dengan SOCl2

Gambar 16. Reaksi antara alkohol dengan PBr3

Page 14: Makalah SN2

14

Selain kedua cara tersebut. dapat pila dilakukan dengan cara mereaksikan

alkohol dengan para-toluen sulfonilklorida untuk membentuk tosilat yang

merupakan gugus pergi yang lebih baik daripada halogen pada alkil halida.

Gambar 17. Reaksi antara alkohol dengan para-toluen sulfonil klorida

II.4. Pengaruh Pelarut Terhadap Reaksi SN2

Jenis-Jenis Pelarut

Pada prinsipnya suatu senyawa polar akan larut dalam senyawa polar dan

senyawa nonpolar akan larut dalam senyawa nonpolar (like dissolves like).

Terdapat tiga ukuran untuk menunjukkan kepolaran dari suatu pelarut yaitu:

momen dipol, konstanta dielektrik. dan kelarutannya dalam air. Molekul dari

pelarut dengan momen dipol besar dan konstanta dielektrikyang tinggi termasuk

polar. Sedangkan molekul dari pelarut yang yang memiliki momen dipol kecil dan

konstanta dielektrik rendah diklasifikasikan sebagai nonpolar. Sedangkan secara

operational, pelarut yang tidak larut dalam air termasuk nonpolar, sedangkan

pelarut yang larut dalam air termasuk polar. Berdasarkan kepolarannya, maka

pelarut dapat dibedakan menjadi:

1. Pelarut Polar

a. Pelarut Polar Protik

Protik menunjukkan adaya atom hidrogen yang menyerang atom

elektronegatif. Sehingga pelarut protik adalah senyawa yang memiliki

ikatan (O-H) atau (N-H). Contoh pelarut protik adalah air (H2O), metanol

(CH3OH), asam asetat (CH3COOH), dan NH3.

b. Pelarut Polar Aprotik

Aprotik menunjukkan molekul yang yang tidak mengandung ikatan O-H

dan N-H. Pelarut dalam kategori ini biasanya ikatannya merupakan

Page 15: Makalah SN2

CH3CH2OH+------Br -------+HOCH2CH3

Etanol dapat mensolvasi ion negatif

DMF dan DMSO tak memiliki H yang mampu mensolvasi ion negatif

HCN(CH3)2 CH3-S-CH3

O O

15

ikatan ganda antara karbon dengan oksigen atau nitrogen. Contoh pelarut

aprotik adalah aseton, dimetil formamida (DMF), dan dimetil sulfoksida

(DMSO).

2. Pelarut Nonpolar

Pelarut nonpolar merupakan senyawa yang memiliki konstanta dielektrik

yang rendah dan tidak larut dalam air. Contoh pelarut kategori ini adalah

benzena (C6H6), karbon teteraklorida (CCl4), dan dietil eter (C2H5OC2H5).

Pelarut untuk Reaksi SN2

Pelarut mempengaruhi nukleofilitas dalam suatu kelompok nukleofil.

Suatu pelarut yang tidak dapat mensolvasi suatu anion akan meningkatkan

nukleofilitas (pelarut aprotik). Sedangkan suatu pelarut yang dapat mensolvasi

suatu anion (menstabilkan ion tersebut) akan mengurangi nukleofilitasnya.

Pelarut yang kurang polar memilih reaksi SN2 karena pelarut tersebut tidak

membantu ionisasi. Pelarut polar aprotik juga mendukung reaksi SN2, karena

pada polar aprotik tidak memiliki atom hidrogen yang menstabilkan suatu anion

sehingga nukleofilitas tetap tinggi. Misalnya dalam pelarut polar aprotik dimetil

formamida (DMF), ion bromida tidak disolvasi sehingga bersifat nukleofil yang

lebih baik daripada dalam etanol dimana ion ini disolvas

Page 16: Makalah SN2

16

2.5. Perbandingan Reaksi SN1 dengan Reaksi SN2Berikut ini disajikan tabel perbandingan antara reaksi SN1 dengan reaksi

SN2.Tabel 5. Perbandingan Reaksi SN2 dan Reaksi SN1

No.

Aspek SN2 SN1

1 Struktur alkil halidaMetil halidaPrimer Sekunder

Tersier

TerjadiTerjadiTerjadi namun laju reaksinya lambatTidak terjadi

Tidak terjadiTidak terjadiTerjadi namun laju reaksinya lambatTerjadi

2 Nukleofil Kuat Lemah 3 Pelarut Polar aprotik Polar protik4 Stereokimia Inversi Walden Retensi dan Inversi5 Zat antara pada

keadaan ttransisiTidak ada karena tidak dapat diisolasi

Ada. Berupa karbo kation yang dapat diisolasi

III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan

A. Reaksi SN2 merupakan reaksi dengan satu tahap reaksi. yaitu penyerangan

nukleofil terhadap RX yang serempak dengan lepasnya gugus pergi. Reaksi

SN2 merupakan reaksi berorde dua. karena laju reaksi bergantung pada

konsentrasi nukleofil dan konsentrasi alkil halida. sehingga persamannya

adalah:

Laju SN2 = k [alkil halida] [Nu-]

B. Serangan nukleofil terhadap karbon tetrahedral pada mekanisme SN2 dapat

terjadi dari arah belakang atau arah yang berlawanan dengan kedudukan

gugus pergi dan akan menghasilkan produk dengan inversi Walden atau

inversi konfigurasi.

C. Gugus pergi yang baik adalah gugus yang mampu menstabilkan muatan

negatif saat keadaan transisi dan merupakan basa-basa yang paling lemah.

Berikut ini merupakan urutan kereaktifan gugus pergi pada reaksi SN2:

F- < Cl- < Br- < I-

Gugus pergi dari kiri ke kanan memiliki kereaktifan yang meningkat.

sehingga dapat diketahui bahwa ion iodida merupakan gugus pergi yang

Page 17: Makalah SN2

17

paling baik diantara ion halida lainnya. sehingga ion flourida bukan

merupakan gugus pergi yang baik.

D. Pelarut mempengaruhi nukleofilisitas dalam suatu kelompok nukleofil.

Pelarut polar aprotik mendukung reaksi SN2. karena pada polar aprotik tidak

memiliki atom hidrogen yang menstabilkan suatu ion sehinngga

nukleofilisitas tetap tinggi.

IV. DAFTAR PUSTAKA

IV.1. Bruice. Paula. Tanpa tahun. Organic Chemistry 4th Edition. IV.2. Fessenden & fessenden. 1990. Kimia Organik (jilid 1. edisi 3).

Terjemahan A.H. Pudjaatmaka. 1982. Jakarta: Erlangga.IV.3. Loudon. G. Marc.1995. Organic Chemistry Third Edition.

Redwood city: The Benjamin/Cumming Publishing Company. Inc.IV.4. McMurry. John. 2008. Organic Chemistry 7th Edition. USA:

Thomson Brooks/Cole.IV.5. Patrick.G. 2004. Instant Notes Organic Chemistry 2nd edition. Bios

Scientific Publisher.IV.6. Solomon. T. W. Graham. 1984. Organic Chemistry Third Edition.

Canada: John Wiley & Sons. Inc.

Page 18: Makalah SN2

18

Page 19: Makalah SN2

19

BERITA ACARA

Telah diselenggarakan presentasi ketiga, Mata Kuliah Organik mengenai Reaksi

SN2, dengan rincian sebagai berikut:

Ruang : H3.206

Jumlah peserta : 20 mahasiswa, 1 dosen dan 1 asisten dosen.

Hari / Tanggal : Kamis / 26 September 2013

Waktu: 30 menit

Jumlah pertanyaan : 5 pertanyaan

Jumlah penanya : 3 mahasiswa

Bersamaan dengan berita acara ini kami lampirkan daftar pertanyaan dan jawaban

mengenai reaksi SN2. Demikian berita acara ini dibuat buat dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Malang, 26 September 2013

Dosen Pengampu Ketua Kelompok

Prof. Dra. Srini M. Iskandar, M.Sc., Ph.D Lita Novilia

Page 20: Makalah SN2

20

BERITA ACARA

Telah diselenggarakan tutorial Mata Kuliah Organik mengenai Reaksi SN2,

dengan rincian sebagai berikut:

Ruang : H3.206

Jumlah peserta : 19 mahasiswa, dan 1 dosen

Hari / Tanggal : Senin / 30 September 2013

Waktu: 30 menit

Jumlah pertanyaan : 2 pertanyaan

Jumlah penanya : 2 mahasiswa

Bersamaan dengan berita acara ini kami lampirkan daftar pertanyaan dan jawaban

mengenai reaksi SN2. Demikian berita acara ini dibuat buat dan digunakan

sebagaimana mestinya.

Malang, 30 September 2013

Dosen Pengampu Ketua Kelompok

Prof. Dra. Srini M. Iskandar, M.Sc., Ph.D Lita Novilia

Page 21: Makalah SN2

21

PERTANYAAN-PERTANYAAN MENGENAI REAKSI SN2

Nama : Ika Farida

NIM : 130331811076

Pertanyaan:

1. Apa fungsinya mengetahui kereaktifan halida sebagai gugus pergi, padahal

sebelumnya telah dijelaskan tentang kereaktifan halida sebagai nukleofil.

Apakah halida dapat berfungsi sebagai nukleofil dan gugus pergi?

2. Apakah pelarut protik dapat mengubah order atau urutan nukleofilitas

nukleofil?

3. Tolong dijelaskan kembali mengenai cuping kecil dan cuping besar pada

stereokimia reaksi SN2!

4. Pelarut polar aprotik tidak memiliki gugus OH dan NH, kedua gugus tersebut

merupakan menyebabkan terjadinya gaya antarmolekul berupa ikatan hidrogen.

Jadi, apakah ikatan hidrogen mempengaruhi nukleofilitas? Bagaimana

mekanismenya?

Jawaban:

1. Halida dapat berfungsi sebagai nukleofil dan gugus pergi. Jika halida sebagai

nukleofil maka kereaktifannya dipengaruhi oleh jenis pelarut. Umumnya

reaksi SN2 didukung oleh pelarut polar aprotik. Pada pelarut aprotik ion

fluorida yang memiliki kereaktifan paling tinggi (nukleofil kuat) dengan

urutan nukleofilitas sebagai berikut:

F->Cl->Br->I-

Sedangkan pada pelarut polar protik, nukleofilitas halida terbalik

susunannya, ion iodida yang memiliki kerekatifan paling tinggi (nukleofilitas

tinggi) dengan urutan nukleofilitas sebagai berikut:

F-<Cl-<Br-<I-

2. Seperti yang telah dijelaskan pada pertanyaan sebelumnya, pelarut polar

protik dapat membalik urutan nukleofilitas dari nukleofil terutama pada ion

halida. Ion iodida yang memiliki kerekatifan paling tinggi (nukleofilitas

tinggi) dengan urutan nukleofilitas sebagai berikut:

F-<Cl-<Br-<I-

Page 22: Makalah SN2

22

Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan pelarut polar protik mengandung gugus

OH atau NH, dimana akan mensolvasi ion-ion halida. Dapat dilihat dari

energi ikat asam halida yang dibentuk.

Energi ikat pada HF paling kuat dibandingkan asam halida yang lain,

dikarenakan terjadi ikatan hidrogen antarmolekulmya, sehingga ion fluorida

sulit lepas sebagai nukleofil, sedangkan energi ikat pada HI paling lemah,

sehingga ion iodida dapat dengan mudah untuk lepas sebagai nukleofil dan

menyerang gugus pergi dari arah yang berlawanan.

Selain didukung dari data energi ikatan asam halida yang dibentuk, dalam

sistem periodik, dalam satu golongan, dari atas ke bawah, jari-jari atom

semakin besar. Sehingga ion iodida memiliki jari-jari yang paling besar, jarak

elektron valensi ke inti jauh sehingga polarizabilitasnya tinggi sehingga lebih

reaktif (Murry, 2008: 368). Maka dari jarak yang jauh ion iodida sebagai

nukleofil dapat menyerang atom karbon yang mengikat gugus pergi dari arah

berlawanan dengan gugus pergi.

3. Frontside attack

Ketika nukleofil menyerang dari arah depan, orbital dari nukleofil akan

overlap dengan orbital bonding dan antibonding (cuping besar) dari ikatan C-

Ilmukimia.org/2013/04/asam-asam-biner

Page 23: Makalah SN2

23

X (ikatan antara karbon tetrahedral dan gugus pergi), sehingga overlap orbital

antibonding pada ikatan C-X akan menggagalkan overlap orbital bonding dari

nukleofil dengan karbon tetrahedral, sehingga ikatan antara nukleofil dan

karbon tetrahedral tidak dapat terjadi.

Backside attack

Sedangkan ketika nukleofil menyerang dari arah belakang, orbital dari

nukleofil akan overlap dengan orbital antibonding (cuping besar) dari ikatan

C-X (cuping kecil), dengan meningkatnya interaksi overlap, maka akan

terbentuk ikatan antara nukleofil dengan karbon tetrahedral.

4. Seperti yang telah dijelaskan pada jawaban nomor pertama bahwa pelarut polar

protik dapat membalik urutan nukleofilitas nukleofil. Hal tersebut terkait

dengan kemampuan pelarut protik dalam mensolvasi ion halida, terutama pada

ion fluorida dapat terjadi ikatan hidrogen seperti pada gambar:

Pada gambar di atas diperlihatkan ikatan hidrogen yang terjadi pada ion

fluorida sebagai nukleofil dengan pelarut polar protik berupa H2O, ion fluorida

akan terhalangi oleh H2O sehingga sulit untuk menyeranng atom karbon pada

alkil halida.

Page 24: Makalah SN2

24

Namun pada ion halida yang lain tidak mengalami ikatan hidrogen dengan

pelarut protik, jadi dapat dikatakan bahwa ikatan hidrogen dalam pelarut protik

tidak mempengaruhi nukleofilitas dari nukleofil.

Nama : Rosydiah

NIM : 130331811095

Pertanyaan:

5. Pada reaksi SN2 tidak terbentuk zat antara namun tercapai keadaan transisi.

Apakah perbedaan zat antara dan keadaan transisi?

Jawaban:

Pada keadaan transisi reaksi SN2 tidak terbentuk zat antara dikarenakan laju

reaksinya sangat cepat saat melalui keadaan transisi sehingga zat antara tidak

dapat diisolasi, berbeda dengan reaksi SN1 yang memiliki dua keadaan transisi

sehingga zat antara dapat diisolasi karena lajunya yang lambat. Selain itu, tingkat

energi pada zat antara lebih rendah dan tidak dapat melampaui tingkat energi

keadaan transisi.

Nama : Sandy Danar C.S

NIM : 130331811100

Pertanyaan:

6. Dikatakan bahwa pada reaksi SN2 alkil halida tersier tidak dapat terjadi reaksi,

namun pada slide dikatakan bahwa dapat juga terjadi reaksi SN2 pada alkil

halida tersier namun lambat, manakah yang benar?

Jawaban:

Pada kimia organik, tidak ada sesuatu yang bernilai mutlak. Alkil halida tersier

sebenarnya dapat mengalami reaksi SN2 namun lajunya sangatlah lambat, oleh

sebab itu cenderung mengalami mekanisme reaksi lain selain reaksi SN2.

Page 25: Makalah SN2

25

Nama : Kartika

NIM : 130331811067

Pertanyaan:

7. Terdapat reaksi antara metil halida dengan etanol pada suhu 25oC. Apakah

diperlukan suhu minimum untuk suatu substrat dapat bereaksi menggunakan

mekanisme reaksi SN2?

Jawaban:

Suhu 25oC merupakan suhu ruangan dimana saat peneliti melakukan eksperimen

mengenai reaksi SN2. Sebenarnya setiap substrat memiliki rentang suhu tertentu

untuk terjadinya reaksi SN2. Jika ingin laju reaksi SN2 berjalan lebih cepat dapat

dilakukan dengan meningkatkan suhu atau temperatur, namun jika suhu dinaikkan

terlalu tinggi maka akan cenderung mengalami reaksi Eliminasi.

Selain alasan tersebut, penjelasan tentang suhu dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pada dasarnya reaksi SN2 didukung oleh pelarut aprotik, namun umumnya

kebanyakan peneliti menggunakan pelarut polar protik karena lebih mudah untuk

mensolvasi garam yang akan membentuk nukleofil (kita menemui nukleofil bukan

dalam keadaan ion, namun dalam garamnya). Pelarut polar aprotik akan

mensolvasi kation dari garam nukleofil, seperti yang dijelaskan pada gambar

berikut:

Pada gambar di atas dapat terllihat pelarut polar aprotik berupa DMSO akan

mensolvasi kation Na+ yang merupakan kation dari garam nukleofil, sehingga

anion dari garam nukleofil dapat menyerang atom karbon pada alkil halida, oleh

sebab itu reaksi SN2 sangat didukung oleh pelarut polar aprotik.

Page 26: Makalah SN2

26

Sedangkan reaksi SN2 dengan pelarut protik akan berjalan lambat sehingga

diperlukan suhu yang tinggi agar reaksi tetap berlangsung.