modul semifinal bag

Upload: ni-gusti-nyoman-estheriani

Post on 15-Jul-2015

245 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

MODUL SEMIFINAL BAG 2012

SILABUS SEMIFINAL BAG 2012

I.

BIOLOGI 1. Biologi Sel (hewan, tumbuhan mikroorganisme) Organel sel Komponen kimia sel Metabolisme sel Pembelahan sel (mitosis-meiosis) Transpor melalui membran Sintesis protein 2. Anatomi dan Fisiologi Tumbuhan Fotosintesis dan transpirasi Transpor hara, mineral, dan fotosintat Pertumbuhan dan perkembangan Reproduksi Hormon 3. Anatomi dan Fisiologi Hewan (vertebrata dan manusia) Sistem koordinasi (saraf, hormon, dan indra) Sistem lokomotoris Respirasi Ekskresi Pencernaan dan nutrisi Reproduksi dan perkembangan Imunitas 4. Genetika Materi genetik Hukum Mendel dan penyimpangannya Mutasi dan rekombinan 5. Ekologi Keseimbangan ekosistem Daur biogeokimia 6. Pengantar Bioteknologi Berbasis pada: Tiemen, William J., Michael A. Palladino. 2004. Introduction to Biotechnology. San Fransisco: Pearson KIMIA 1. Atom Struktur atom Sistem periodik unsur dan sifat-sifat unsur 2. Stoikiometri Konsep mol

II.

3.

4.

5.

6. 7.

Stoikiometri senyawa Larutan Kelarutan (Ksp) Kesetimbangan pH, buffer, hidrolisis garam Sifat koligatif larutan Redoks dan elektrokimia Kinetika Laju dan orde reaksi Mekanisme reaksi Kimia Organik Hidrokarbon alifatik dan aromatik Polimer Termodinamika Kimia Hukum I Termodinamika Biokimia Karbohidrat Protein Lipid

III. IV.

MODUL SEMIFINAL BAG 2012 KEMAMPUAN BERBAHASA INGGRIS

Titrasi atau titrimetri mengacu pada analisa kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan dianalisis. Larutan dengan konsentrasi yang diketahui tersebut disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak dianalisis dihitung dari volume larutan standar yang digunakan serta hukum stoikiometri yang diketahui. Untuk memperoleh larutan standar, perlu dilakukan proses standarisasi sebelum melakukan analisa konsentrasi larutan yang ingin dianalisa. Secara umum, larutan standar ada dua jenis. Pertama, larutan standar primer yang menjadi acuan dalam proses standarisasi. Kedua, larutan standar sekunder, yaitu larutan standar yang akan distandarisasi dan lebih lanjutnya akan digunakan untuk proses analisis sampel. Standarisasi perlu dilakukan, karena larutan standar sekunder biasanya bersifat tidak stabil jika disimpan dalam waktu yang lama. Sedangkan larutan standar primer yang dipilih biasanya memiliki sifat stabil jika disimpan dalam waktu yang lama, misalnya saja tidak higroskopis sehingga konsentrasinya tidak mudah berubah. Setelah proses standarisasi, dilanjutkan dengan proses analisa larutan sampel. Larutan standar tersebut akan dialirkan dari buret ke larutan sampel yang biasanya berada di labu erlenmeyer. Adapun syarat terjadinya reaksi titrasi dengan baik adalah: 1. Reaksinya berlangsung cepat, bila perlu dapat digunakan katalis untuk mempercepat reaksi 2. Reaksi berlangsung sederhana dan persamaan stoikiometrinya jelas 3. Tidak terjadi reaksi sampingan yang dapat mengganggu jalannya reaksi utama 4. Harus ada indikator yang dapat menunjukkan kapan titrasi dihentikan Menyangkut masalah kapan titrasi harus dihentikan, ada dua istilah yang lazim digunakan pada titrasi. Titik ekuivalen yaitu titik saat jumlah mol larutan standar tepat bereaksi dengan jumlah mol larutan sampel. Sehingga dengan persamaan N1.V1 = N2.V2 (keterangan: N = normalitas; V = volume), dapat ditentukan konsentrasi larutan sampel. Sedangkan titik akhir titrasi adalah titik saat indikator menunjukkan gejala yang menandai bahwa titik ekuivalen telah tercapai. Titik ekuivalen adalah hitungan teoritis, sedangkan yang dapat diamati oleh praktikan adalah titik akhir titrasi. Oleh karena itu pemilihan indikator hendaknya disesuaikan dengan kondisi titik ekuivalen. Agar perubahan atau gejala yang ditunjukkan indikator tersebut benar-benar merepresentasikan titik ekuivalen dengan error yang seminimal mungkin. Adapun jenis-jenis titrasi ada 4, yaitu: Titrasi Asam Basa Titrasi asam basa merupakan metode analisis kuantitatif yang berdasarkan reaksi asam basa. Sesuai persamaan umum reaksi asam basa: asam + basa garam + air. Indikator yang biasa digunakan adalah indikator yang dapat memprofilkan perubahan warna pada trayek pH tertentu. Kurva titrasi asam basa biasanya dapat dibuat dengan membuat plot antara ml titran (sb.x) dengan pH larutan (sb.y).

Titrasi Argentometri Titrasi argentometri adalah jenis titrasi yang digunakan khusus untuk reaksi pengendapan. Prinsip umumnya adalah mengenai kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan dari reagen-reagen yang bereaksi. Secara umum, metode titrasi argentometri ada tiga macam. Pertama, metode Mohr. Pada metode ini tidak ada indikator yang digunakan. Sehingga untuk menandai titik akhir titrasi adalah tingkat kekeruhan dari larutan sampel. Ketika larutan standar telah mengalami reaksi stoikiometris dengan larutan sampel, maka ml larutan standar berikutnya yang menetes pada larutan sampel akan menghasilkan endapan karena larutan hasil reaksi titrasi telah jenuh. Namun, dapat juga digunakan indikator yang dapat bereaksi dengan kelebihan larutan standar dan membentuk endapan dengan warna yang berbeda dari endapan reaksi utama. Kedua, metode Volhard. Metode ini menggunakan indikator yang akan bereaksi dengan kelebihan larutan standar membentuk ion kompleks dengan warna tertentu. Ketiga, metode Fajans. Metode ini menggunakan indikator adsorpsi. Endapan yang terbentuk dari reaksi utama dapat menyerap indikator adsorpsi pada permukaannya sehingga endapan tersebut terlihat berwarna. Titrasi Redoks Titrasi redoks sesuai namanya merupakan jenis titrasi dengan reaksi redoks. Secara umum ada tiga macam reaksi redoks. Pertama, titrasi iodometri. Merupakan titrasi redoks dengan menggunakan I2 dan merupakan jenis reaksi tidak langsung. Karena I2 yang akan bereaksi harus dibuat terlebih dahulu dengan reaksi redoks sebelumnya. Kedua, titrasi iodimetri. Merupakan titrasi redoks dengan I2 juga. Bedanya dengan iodometri, I2 yang digunakan langsung dalam wujud I2 sehingga disebut juga reaksi langsung. Ketiga, titrasi permanganometri. Merupakan reaksi titrasi dengan memanfaatkan ion Mn2+. Indikator yang digunakan biasanya amilum yang dapat membentuk kompleks dengan I2 yaitu iodo-amilum berwarna biru. Selain itu bisa juga menggunakan autoindikator, yaitu ion Mn2+ sendiri yang terbentuk dari reaksi redoks titran dengan sampel. Dimana kelebihan larutan standar yang menetes pada larutan hasil reaksi utama yang telah stoikiometris akan menunjukkan gejala tertentu seperti perubahan warna yang menandai titrasi harus dihentikan. Titrasi Kompleksasi Titrasi kompleksasi merupakan jenis titrasi dengan reaksi kompleksasi atau pembentukan ion kompleks. Biasanya digunakan untuk menganalisa kadar logam pada larutan sampel yang dapat membentuk kompleks dengan larutan standar yang biasanya merupakan ligan. Indikator yang digunakan biasanya akan bereaksi dengan kelebihan titran (sama-sama membentuk ion kompleks) dan menunjukkan perubahan warna. Pada titrasi jenis ini ada banyak hal yang harus ditimbang dan diperhatikan mengingat pembentukan ion kompleks adalah spesifik pada kondisi tertentu. Misalnya pada pH tertentu sehingga larutan sampel harus didapar dengan buffer pH tertentu pula.

Daftar Pustaka: Basset, J., R.C. Denney, G.H. Jeffery, J. Mendham. 1994. Buku Ajar Vogel: Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Ed. 4. Jakarta: EGC Khopkar, S.M. 1998. Basic Concepts of Analytical Chemistry. Ed. 2. USA: New Age International. pp. 6376.

Karbohidrat merupakan salah satu senyawa utama dengan peranan paling dasar bagi kehidupan di bumi. Karbohidrat merupakan bahan penghasil energi bagi sebagian besar makhluk hidup. Menurut etimologis, karbohidrat merupakan senyawa dengan karbon (C) dan hidrat (H2O). Menurut panjang ikatan antar molekulnya, karbohidrat terbagi menjadi tiga golongan, yaitu monosakarida, disakarida, dan polisakarida. Monosakarida merupakan komponen karbohidrat paling dasar dan sederhana, yang memiliki sifat antara lain bersifat polar, tidak dapat dihidrolisis (karena merupakan bentuk paling dasar dan sederhana), dapat membentuk senyawa yang lebih kompleks, berbentuk kristal dan memiliki rasa manis. Contohnya adalah glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Disakarida merupakan gabungan dari dua senyawa monosakarida dengan sifat-sifat antara lain tidak berasa, bersifat nonpolar, amorf, dan memiliki berat molekul cukup besar. Contohnya adalah sukrosa (gabungan glukosa dan fruktosa) dan maltosa (gabungan dua molekul glukosa). Sedangkan polisakarida adalah senyawa paling kompleks yang biasanya sebagai penyusun tubuh pada makhluk hidup. Contohnya adalah selulosa dan amilum. UJI KUALITATIF 1. Uji Fehling Reaksi dari uji Fehling didasarkan pada ada tidaknya gugus aldehid bebas pada karbohidrat untuk mereduksi Cu2+. Hasil positif untuk uji ini memberikan warna kuning pada larutan dengan endapan merah bata. Reaksi umum uji Fehling :

2. Uji Benedict Fungsi dari uji ini secara umum sama dengan uji Fehling, yaitu untuk mendeteksi ada tidaknya gugus aldehid bebas. Reaksi umum uji Benedict : GLUKOSA + Lar benedict CuOH Cu2O (s) Kuning Merah bata 3. Uji Barfoed Uji ini adalah uji yang digunakan untuk menentukan apakah yang terdapat pada sampel adalah gula pereduksi,namun yang membedakan dengan kedua uji yang telah disebutkan sebelumnya yaitu pengujian ini dapat diketahui apakah gula tersebut berupa monosakarida atau disakarida. Dasar dari pengujian ini yaitu gula monosakarida akan tereduksi lebih cepat daripada gula disakarida saat direaksikan dengan reagen yang mengandung Cu2+. Reaksi umum uji Barfoed : Aldehid dr monosakarida + 2Cu2+ +2H2O Asam karboksilat + Cu2O(s) + H+ Endapan merah

4. Uji Moor Uji ini merupakan uji untuk mengetahui apakah suatu gula merupakan gula jenis aldosa dimana gula jenis ini jika ditambahkan dengan reagen moor akan mengalami transformasi Bruyn-Alberda Van Ekenstein, yaitu reaksi perpindahan gugus fungsi yang reversible dimana fruktosa juga akan ikut terdeteksi sebagai hasil positif (memberikan warna kuning /merah bata), selain glukosa, galaktosa, dan ekstrak buah. Reaksi Pada uji Moor :

5. Uji Seliwanoff Uji ini merupakan uji untuk membedakan antara gula ketosa atau aldosa. Uji ini berdasarkan pada sifat reagen yang terdiri dari suatu senyawa yang bernama resorcinol yang akan berikatan dengan kompleks ketosa membentuk suatu kompleks warna orange. Selain itu terdapat juga asam HCl pada reagen ini, sehingga disakarida yang ada dapat terpecah dan dideteksi komponen ketosanya. Sehingga akan didapatkan hasil positif pada gula ketosa seperti fruktosa dan sukrosa yang jika dipecah memiliki 1 komponen ketosa. Reaksi umum uji Seliwanoff: Ketosa + HCl Pekat => Hidroksi metal furfural + resorcinol => (s) orange. 6. Uji Rapid Furfural Uji ini bertujuan untuk mendeteksi keberadaan seluruh karbohidrat. Pada reagen ini terdapat komponen asam pekat untuk mempercepat reaksi dan juga komponen alphanaphtol yang akan memberikan hasil positif yaitu pembentukan kompleks warna ungu pada senyawa karbohidrat. Contoh reaksi uji rapid furfural : Aldosa/Ketosa + HCl =>Hidroksi Metil furfural + alpha naphtol => Kompleks warna ungu. 7. Uji Bial Uji ini dilakukan untuk mendeteksi keberadaan dari senyawa gula pentosa. Sebagaimana diketahui bahwa gula pentosa akan bereaksi dengan komponen asam dari reagen dan membentuk endapan dan memberikan warna kebiruan untuk hasil positif. Reaksinya ialah sebagai berikut :

8. Uji Molisch Suatu uji kimiawi untuk mendeteksi keberadaan senyawa karbohidrat pada suatu larutan. Uji ini didasarkan pada reaksi dehidrasi dari molekul karbohidrat oleh asam kuat sehingga dihasilkan aldehid yang akan berikatan dengan senyawa resorcinol dan membentuk kompleks warna ungu sampai kemerahan.

9. Uji Iod Uji ini merupakan uji yang digunakan untuk mendeteksi keberadaan dari senyawa sejenis karbohidrat, terutama pada golongan polisakarida dimana uji ini didasarkan pada pembentukan rantai poliiodida pada kompleks iodine amilum. Formasi ini tidak dapat terbentuk pada senyawa gula yang lebih pendek seperti monosakarida atau disakarida, sehingga tes ini sering digunakan untuk mengetahui apakah hidrolisis dari suatu senyawa kompleks sudah selesai atau belum. Hasil positif nya ditandai dengan warna ungu.

UJI KUANTITATIF 1. Uji Iod Seperti yang telah kita ketahui pada keterangan di atas, uji ini digunakan untuk memisahkan amilum atau pati yang terkandung dalam larutan tersebut. Reaksi positifnya ditandai dengan adanya perubahan warna menjadi biru. Warna biru yang dihasilkan diperkirakan adalah hasil dari ikatan kompleks antara amilum dengan iodin. Sewaktu amilum yang telah ditetesi iodin kemudian dipanaskan, warna yang dihasilkan sebagai hasil dari reaksi yang positif akan menghilang. Dan sewaktu didinginkan warna biru akan muncul kembali. Di dalam amilum sendiri terdiri dari dua macam amilum yaitu amilosa yang tidak larut dalam air dingin dan amilopektin yang larut dalam air dingin. Ketika amilum dilarutkan dalam air, amilosa akan membentuk micelles yaitu molekul-molekul yang bergerombol dan tidak kasat mata karena hanya pada tingkat molekuler. Micelles ini dapat mengikat I2 yang terkandung dalam reagen iodium dan memberikan warna biru khas pada larutan yang diuji. Pada saat pemanasan, molekulmolekul akan saling menjauh sehingga micellespun tidak lagi terbentuk sehingga tidak bisa lagi mengikat I2. Akibatnya warna biru khas yang ditimbulkan menjadi menghilang. Micelles akan terbentuk kembali pada saat didinginkan dan warna biru khaspun kembali muncul. Warna biru khas yang ditimbulkan sebagai hasil dari reaksi positif, juga akan hilang jika larutan yang telah positif dalam pengujian iod ditambah dengan NaOH. Ion Na+ yang bersifat alkalis akan mengikat iodium sehingga warna biru khas akan memudar dan hilang. 2. Uji Nelson-Somogyi Metode Nelson-Somogyi merupakan yang terbaik bila digunakan untuk uji aktivitas enzim karena memberikan respon pewarnaan stoikiometri dengan oligosakarida homolog dengan berbagai derajat polimerisasi sehingga memberikan pengukuran yang benar dari ikatan-ikatan glikosida yang terpotong yang menunjukkan aktivitas enzimnya. Uji ini memiliki kesamaan dengan uji benedict dan fehling dimana yang memegang peranan disini ialah ion Cu2+. Gugus reduksi ialah gugus yang ingin diteliti dengan indikator perubahan warna ion Cu2+. Gugus pereduksi inilah yang digunakan suatu karbohidrat untuk mereduksi Cu2+.

Metode ini menggunakan 2 buah reagen, yaitu reagen somogyi yang mengandung Cu2+ dalam kondisi alkali dan reagen nelson yang mengandung ion arsenik (berbahaya) dan juga reagen arsenomolibdat yang terbuat dari kompleks ammoniummolybdate dan natrium arsenat. Reagen-reagen tersebut berfungsi untuk memberikan warna, dimana sebenarnya ada terjadi 2 tahap reaksi yaitu: Tahap pertama: penambahan reagen somogyi-nelson pada suatu gula reduksi, akan membuat Cu2+ dalam reagen akan tereduksi. Kondisi campuran inipun berubah menjadi basa dengan disertai pembentukan asam dari hasil oksidasi gula pereduksi. Cu+ yang telah terbentuk dioksidasi kembali menjadi Cu2+ oleh kompleks heteropolymolibdenat yang tidak berwarna dan berubah warna menjadi biru. Nantinya warna inilah yg akan dihitung intensitasnya dengan alat spektrofotometer. Sedikit tentang spektrofotometer, sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang di transmisikan atau yang di absorpsi. Filter Sinar (nm) 750 warna UV Violet Biru Hijau Kuning Jingga Merah Infra Merah Penyerapan sinar uv dan sinar tampak o/ molekul, melalui 3 proses yaitu : 1. Penyerapan o/ transisi electron ikatan dan electron anti ikatan. 2. Penyerapan o/ transisi electron d dan f dari molekul kompleks 3. Penyerapan o/ perpindahan muatan. Absorbans, log (Po/P), radiasi monokromatik berbanding lurus dengan konsentrasi suatu spesies penyerap dalam larutan. Hukum Bouguer (Lambert) : Bayangkan suatu medium penyerap yang homogen dalam lapisan-lapisan yang sama tebal. Tiap lapisan menyerap radiasi monokromatik yang memasuki lapisan itu dalam fraksi yang sama seperti lapisan-lapisan lain. Dengan semuanya yang lain sama, maka absorbans itu berbanding lurus dengan panjang jalan yang melewati medium. Gabungan Hukum Bouguer-Beer A = abc atau A = bc Dengan A = absorbansi = absorpsivitas molar (jika konsentrasi dalam molar) dengan satuan M-1cm-1 a = absorpsivitas (jika konsentrasi dalam %b/v) dituliskan E1%1cm b = panjang jalan/kuvet c = konsentrasi ( dalam molar atau %b/v) Spektra absorpsi sering diyatakan dalam %T maupun dalam bentuk A (absorbansi) A = log (%T) A = log (Po/P), Po adalah daya cahaya masuk dan P adalah daya yang diteruskan melewati sampel.

Daftar Pustaka: http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/karbohidrat/ http://pengujiankadarpengendalian.blogspot.com/2010/11/pengujian-karbohidrat-denganmetode.html http://wahyuriyadi.blogspot.com/2009/10/uji-kualitatif-karbohidrat.html

UJI KUALITATIF 1. Uji Ninhidrin Ninhidrin merupakan suatu reagen yang berguna untuk mendeteksi asam amino dan menetapkan konsentrasinya dalam larutan. Senyawa ini merupakan hidrat dari triketon siklik. Prinsip dasar uji ini yaitu asam amino mengandung gugus amino bebas dan gugus karbolsilat bebas, yang nantinya bereaksi bersama dengan reagen ninhidrin untuk menghasilkan produk senyawa berwarna. Reaksinya dengan protein (glisin triptofan tirosin) menghasilkan warna biru ungu ungu karena gugus amino bebas pada alfa karbon dapat bereaksi dengan ninhidrin membentuk produk yang berwarna biru ungu. Ninhidrin ini merupakan suatu oksidator kuat sehingga dapat menyebabkan terjadinya dekarboksilasi oksidatif asam -amino untuk menghasilkan gas karbondioksida, air, aldehid, dan suatu atom karbon yang kurang asam daripada asam amino induknya. Reaksi dengan triptofan dan tirosin menghasilkan flourescensi yang dapat ditera dengan spektrofluorometer. Khusus untuk asam amino yang mempunyai dua gugus amino seperti prolin, reaksi ninhidrin memberikan warna oranye kekuningan. Berikut adalah reaksi antara asam amino dengan ninhidrin. Reaksi biru-ungu dan kuning merupakan identifikasi positif akan gugus amino bebas pada asam amino dan protein.

2.

Uji Xantoproteic Xanthoproteic berasal dai bahasa Yunani, yaitu xanthos yang artinya kuning. Xantoproteic merupakan reaksi untuk mengidentifikasi asam amino yang memiliki gugus aromatis, yang merupakan turunan dari benzena. Gugus aromatik ini dapat mengalami reaksi yang merupakan karakteristik dari benzena dan turunan benzenanya. Salah satu tipe reaksinya adalah nitrasi cincin benzena olah asam nitrat.

Reagen yang digunakan dalam uji ini adalah asam nitrat pekat. Asam nitrat pekat ini yang akan menitrasi asam amino dengan inti benzena seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan. Nitrasi merupakan reaksi substitusi atom H pada benzena dengan gugus nitro dari asam nitrat pekat. Dalam reaksi ini biasanya digunakan asam sulfat sebagai katalis. Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

3.

Uji positif akan menunjukkan adanya endapan putih yang berubah menjadi kunig bila dipanaskan. Uji Biuret Uji biuret adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan ikatan peptida dalam suatu molekul. Reagen yang digunakan adalah CuSO4 dan Biuret yang mengandung H2NCONHCONH2. Reagen CuSO4 akan menjadi sumber Cu yang akan membentuk senyawa kompleks dengan gugus CO dan NH pada ikatan peptida. Pembentukan kompleks ini terjadi pada suasana basa, karena itu biasanya ditambahkan reagen untuk menciptakan suasana basa seperti NaOH. Berikut ini adalah kompleks yang akan terbentuk:

4.

Uji positif ditandai dengan warna biru yang muncul pada larutan. Uji Hopkins-cole Uji Hopkins-Cole merupakan reaksi spesifik untuk triptofan yang merupakan satusatunya asam amino yang mengandung gugus indol. Uji ini digunakan untuk mengetahuai adanya asam amino triptofan dalam protein. Reagen yang digunakan adalah reagen Hopkins Cole yang mengandung asam glioksilat. Reagen ini dibuat dari asam oksalat dengan serbuk magnesium dalam air. Setelah dicampurkan pereaksi Hopkins-Cole, asam sulfat dituangkan perlahanlahan sehingga membentuk lapisan di bawah larutan protein. Asam sulfat berfungsi untuk menghidrolisis larutan protein. Triptofan akan berkondensasi dengan aldehid apabila ada asam kuat, sehingga beberapa saat kemudian akan terjadi cincin ungu pada batas antara kedua lapisan tersebut.

UJI KUANTITATIF Metode Lowry Metode Lowry digunakan pertama kali oleh Lowry pada tahun 1951. Metode ini merupakan pengembangan dari metode Biuret. Metode Lowry untuk analisa kimia protein merupakan penggabungan reaksi ion kupri dengan ikatan-ikatan peptida dalam kondisi basa, dengan oksidasi dari protein aromatik residu. Metode ini berdasarkan atas reaksi Cu+, yang dihasilkan dari oksidasi ikatan peptida dengan reagen Folin ( campuran dari phosphotungsteric acid dan phosphomolybdic acid dalam fenol) dalam reaksi Folin-Ciocalteau. Reagen Folin Analisa ini merupakan salah satu analisa berbasiskan warna dimana dalam hal ini akan terjadi perubahan pada komposisi larutan sampel setelah dilakukan penambahan reagen. Dengan demikian mengakibatkan perubahan efek serapan terhadap gelombang-gelombang tertentu yang secara spesifik dapat digunakan untuk menemukan kadar protein melalui pembandingan dengan serapan yang terjadi pada suatu senyawa protein standar yang telah diketahui dengan pasti sebelumnya. Reagen Folin atau natrium 1,2-napthoquinon-4-sulfonat, merupakan reagen yang menghasilkan warna merah cerah dalam larutan alkalis. Sedangkan reagen Folin-Ciocalteau digunakan untuk analisa kimia kolorimetri dari fenolik dan polifenolik antioksidan, yang bekerja dengan cara mengukur sejumlah subtansi yang telah dites, yang dibutuhkan untuk menghambat oksidasi reagen. Reagen ini tidak hanya mengukur total fenol dan yang akan bereaksi dengan semua subtansi tereduksi. Oleh karena itu reagen mengukur total kapasitas reduksi dari sampel, tidak hanya level dari komponen fenolik. Metode Lowry paling tepat digunakan dalam konsentrasi protein 0,01-1 mg/ mL. oleh karena itu, metode ini sensitif untuk mendeteksi kadar protein meskipun dalam konsentrasi kecil. Selain itu, keuntungan menggunakan metode ini yaitu reagennya murah dan dapat dilakukan pada suhu ruang. Namun metode Lowry lebih banyak interferensinya akibat kesensitifannya. Interferensi yang dimaksud adalah munculnya warna dari substansi yang sebenarnya tidak diinginkan. Berikut adalah senyawa-senyawa yang diketahui dapat menginterferensi analisa dengan metode Lowry: Barbital EDTA Cesium Chloride EGTA CAPS HEPES Citrate Mercaptoethanol Cysteine Nonidet P-40 Diethanolamine Phenol Dithiothreitol Polyvinyl pyrrolidone

Sodium Deoxycholate Tricine Sodium Salicylate TRIS Thimerosol Triton X-100 Adanya blanko bisa digunakan untuk mengoreksi kesalahan absorbansi karena interferensi. Keterbatasan lainnya adalah pembentukan warna pada metode Lowry tergantung pada variasi komposisi asam amino sehingga diperlukan kurva standar dengan menggunakan protein yang mirip dengan sampel yang dianalisa agar hasilnya bisa lebih akurat.

Spektrofotometri Spektrofotometri merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kepekatan warna pada sampel yang diuji dengam metode Lowry. Spektrometer adalah alat yang menghasilkan sinar dari spectrum dengan panjang gelombang tertentu. Fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diabsorbsi. Kelebihan spektrometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma, atau celah optis. Pada fotometer terdapat filter dari berbagai warna yang memiliki spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapatdiperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, sel pengabsorbsi untuk larutan sampel atau blanko dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding. Untuk melakukan pengukuran absorbansi pada larutan uji, dapat dilakukan dengan alat spektrofotometer. Berikut rumus spektofotometri: A= a b c (g/ l), Atau A= e b c (mol/ l) Dimana a = absorbtivitas b = tebal kuvet (cm) c = konsentrasi Adapun dalam pelaksanaan spektroskopi ini diperlukan adanya kalibrasi yang ditujukan untuk dapat mengetahui berapa besaran absorbansi sampel yang sesungguhnya. Hal ini perlu dilakukan mengingat bahwa dalam pengukuran absorbansi seluruh molekul yang berada dalam kuvet akan ikut berpengaruh dalam penentuan absorbansi total, sehingga jika tidak dilakukan kalibrasi dengan menggunakan blanko terlebih dahulu maka hasil yang didapatkan akan melebihi hasil yang seharusnya karena absorbansi pelarut dan reagen-reagen yang terlibat dan ditambahkan akan ikut terhitung. Untuk menghindari hal itulah maka digunakan larutan blanko yang berisi berbagai macam material tambahan yang ditambahkan ke dalam sampel diantaranya adalah pelarut dan reagen-reagen dengan jumlah yang secara spesifik sama dengan jumlah yang ditambahkan ke dalam sampel, tetapi pada blanko tidak dilakukan penambahan sampel.

Daftar Pustaka: Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty. Page, D.S. 1997. Prinsip-prinsip Biokimia. Jakarta: Erlangga. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: Penerbit UI-Press.

\

Metode identifikasi spesies bakteri pada sampel tertentu dapat dilakukan dengan kunci dikotomi, sama seperti saat melakukan identifikasi spesies tanaman. Berikut ini adalah berbagai macam uji yang dapat menjadi penunjuk dari jalannya proses identifikasi melalui kunci dikotomi. Pewarnaan Gram Pewarnaan gram merupakan jenis perwarnaan diferensial. Artinya, pewarnaan ini nantinya akan menggolongkan bakteri menjadi dua golongan berbeda, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif. Pewarnaan gram ini menggunakan 4 jenis reagen yang berbeda. Adapun perbedaan mendasar dari dua golongan bakteri hasil dari pewarnaan gram ini terletak pada struktur dinding sel bakterinya. Bakteri gram positif, dinding selnya hanya memiliki lapisan peptidoglikan, sedangkan bakteri gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan dan lapisan lipopolisakarida (LPS). Mekanisme yang ada secara umum adalah: 1. Tahap pertama biasanya merupakan penambahan pewarna dasar, yaitu pewarna basa yang dapat mewarnai dengan jelas. Pewarna ini akan menempel pada lapisan peptidoglikan bakteri gram positif dan LPS pada bakteri gram negatif. 2. Tahap kedua memberikan reagen yang dapat memperkuat penempelan zat warna pada membran sel bakteri. 3. Tahap ketiga ditambahkan bahan pencuci warna (decolorizing agent). Tercuci tidaknya warna dasar tergantung pada komposisi dinding sel, lapisan LPS pada bakteri gram negatif akan ikut terlarut sehingga pewarna dasar akan ikut terbuang sedangkan membran sel bakteri gram positif tidak akan terlarut. 4. Tahap terakhir yang ditambahkan adalah memberikan pewarna pembanding. Pewarna pembanding akan menempel pada lapisan peptidoglikan bakteri gram negatif namun tidak menempel pada bakteri gram positif karena pewarna dasar di bakteri gram positif masih belum hilang atau terlarut. Biasanya pewarna pembanding dan pewarna dasar memberikan warna yang berbeda. Namun sebelum proses-proses pewarnaan itu perlu dilakukan fiksasi yang dapat dilakukan dengan pemanasan agar bakteri tidak ikut terlarut dan hilang pada tahap ketiga. Pewarnaan Spora Pewarnaan spora menggunakan reagen-reagen yang berbeda dengan pewarnaan gram. Prinsipnya adalah untuk mewarnai spora yang dihasilkan oleh bakteri. Spora pada bakteri akan dihasilkan pada kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan. Spora bakteri memiliki dinding spora yang tebal sehingga biasanya sukar diwarnai. Oleh karena itu sebelum pewarnaan spora bakteri harus dipanaskan terlebih dahulu agar sporanya keluar. Kemudian pada saat proses pewarnaan, setelah reagen pewarna diberikan, bakteri harus dipanaskan kembali agar pewarna dapat meresap ke dinding spora dan tidak terlarut ketika

ditambahi reagen pelarut nantinya. Setelah itu, ditambahkan reagen pelarut untuk melarutkan pewarna yang tidak menempel pada dinding sel spora misalnya menempel pada dinding sel bakteri biasa. Terakhir, ditambahkan reagen pewarna pembanding yang berfungsi mewarnai dinding sel bakteri biasa. Sehingga nantinya dapat dibedakan mana yang spora dan mana yang sel bakteri biasa. Uji Fermentasi Karbohidrat pada Berbagai Media Penggunaan karbohidrat pada bakteri bermacam-macam, tergantung dari jenis enzim yang dimilikinya. Ada bakteri yang dapat menggunakan laktosa, dekstrosa, ataupun sukrosa. Biasanya karbohidrat tersebut diubah dulu menjadi asam piruvat baru dikonsumsi sesuai enzim masing-masing bakteri. Hasil fermentasi biasanya berupa asam organik serta gas. Oleh karena itu pada media uji berwujud cair (nutrient broth) biasanya ditambahkan indikator fenol merah atau bromtimol biru (indikator asam basa) untuk mengecek pH hasil fermentasi. Serta diberikan tabung durham yang digunakan untuk mengecek gas yang dihasilkan pada fermentasi. Hasil positif biasanya mengubah warna media sesuai dengan indikatornya serta terdapat gelembung udara pada tabung durham. Uji Indol Uji indol berfungsi untuk menguji apakah asam amino triptofan dapat didegradasi dan membentuk indol. Indol yang terbentuk nantinya akan direaksikan dengan reagen Kovach dan akan memberikan warna merah pada permukaannya.

Uji Produksi H2S Pada media SIM (media yang sama digunakan untuk uji indol) dapat dilakukan pengujian produksi H2S. Media SIM mengandung peptone dan sodium tiosulfat sebagai sumber sulfur. Indikator yang digunakan adalah FeSO4. Indikator inilah yang akan memadatkan media dan meningkatkan respirasi anaerobik. Apabila bakteri dapat memproduksi H2S, gas ini akan bereaksi dengan FeSO4 membentuk presipitat berwarna hitam.

Uji MR-VP Uji MR (Methyl Red) digunakan untuk mengetahui apakah bakteri tersebut dapat menghasilkan asam dengan pH < 5 dan dapat bertahan dalam kondisi itu. Apabila positif, maka metil merah yang ditambahkan setelah inkubasi beberapa hari akan berubah warna menjadi merah. Sedangkan hasil negatif akan menunjukkan warna kuning. Uji VP (Voges-Proskauer) merupakan uji yang digunakan untuk memeriksa apakah bakteri tersebut menghasilkan asetilmetilkarbinol sebagai produk intermediet dari metabolisme karbohidrat. Reagen yang ditambahkan yaitu Barrit A dan Barrit B yang berisi -naphtol alkoholik dan KOH 40%. Apabila bakteri mampu menghasilkan asetilmetilkarbinol, maka asetilmetilkarbinol akan bereaksi oksidasi dengan -naphtol alkoholik dan bantuan KOH 40% sebagai katalis untuk menghasilkan gugus guanidin yang berwarna merah.

Uji Sitrat Uji sitrat ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri dapat menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon sebagai bahan metabolismenya. Aktivitas ini bergantung pada enzim sitrat permease yang dapat mentranspor sitrat ke dalam sel. Hasil dari metabolisme sitrat akan mampu menguraikan amonium hidrogen fosfat menjadi NH3. Oleh karena itu pada medianya akan diberikan indikator asam basa yang akan memberikan warna berbeda pada kondisi asam dan basa. Indikator yang digunakan biasanya adalah bromtimol biru.

Uji Reduksi Nitrat Dalam metabolisme anorganik, biasanya aseptor elektron yang digunakan adalah senyawa nitrat dan sulfat. Apabila senyawa nitrat digunakan, maka nitrat akan tereduksi menjadi nitrit oleh enzim nitrat reduktase. Hasil positif biasanya nitrit akan bereaksi dengan reagen yang ditambahkan yaitu reagen larutan sulfanilat dan -naphtylamine membentuk kompleks berwarna merah.

Namun ternyata uji ini begitu kompleks. Karena apabila setelah ditambahkan kedua reagen ternyata tidak menunjukkan hasil positif. Ada dua kemungkinan, pertama yaitu memang bakteri tidak merekduksi nitrat menjadi nitrit, atau kemungkinan kedua yaitu nitrit yang sudah ada telah tereduksi lebih lanjut menjadi amonia atau bahkan molekular nitrogen. Oleh karena itu pada larutan telah diberi bubuk Zn. Bubuk Zn dapat mereduksi nitrat pada media menjadi nitrit menghasilkan warna merah. Apabila larutan tidak berwarna merah, maka berarti nitrat pada media telah direduksi oleh bakteri menjadi nitrit. Uji Katalase Katalase adalah enzim yang dapat memecah racun peroksida (H2O2) dan menghasilkan gas. Bakteri yang ditanam pada media trypticase soy agar setelah beberapa hari dan dapat menghasilkan enzim katalase akan mampu mengubah reagen peroksida yang ditambahkan dan menghasilkan gelembung-gelembung. Uji Urease Uji urease digunakan untuk mengecek kemampuan bakteri memecah urea menggunakan enzim urease dengan hasil utama adalah amonia. Media urea yang ditambahkan indikator asam basa (seperti phenol red) akan menjadi petunjuk dari hasil uji ini. Reaksi antara amonia dengan indikator tersebut akan memberikan perubahan warna tertentu sebagai hasil positif. Uji Litmus Milk Uji litmus milk digunakan untuk melihat kemampuan bakteri menggunakan komponen-komponen yang ada di dalam susu. Media yang digunakan adalah media litmus milk yang didalamnya terdapat 2 komponen utama yaitu susu dan litmus. Reaksi yang dapat terjadi yaitu : fermentasi laktosa, produksi gas, reduksi litmus, pembentukan curd, proteolisis, dan reaksi alkaline. Bakteri-bakteri yang mampu menggunakan lactose sebagai sumber karbon, memiliki enzim galaktosidase yang akan memecah molekul laktosa menjadi glukosa. Proses selanjutnya adalah fermentasi karbohirat yang akan menghasilkan asam sebagai produk akhirnya. Adanya asam sebagai produk akhir fermentasi laktosa akan mengakibatkan perubahan warna litmus dari ungu menjadi merah muda. Perubahan warna litmus ini akan terjadi di sekitar pH 4. Fermentasi laktosa biasanya diikuti juga dengan pembentukan gas. Gas yang terbentuk biasanya adalah gas karbondioksida dan gas hidrogen. Pembentukan gas mengakibatkan retakan pada curd yang terbentuk. Selain itu Litmus milk ini juga dapat digunakan untuk menguji apakah bakteri tersebut dapat mereduksi litmus. Litmus ini

tereduksi akibat adanya peranan litmus sebagai akseptor elektron dalam proses metabolisme bakteri tersebut. Pereduksian litmus ini akan mengubah warna media dari ungu menjadi putih susu. Aktivitas biokimiawi bakteri yang tumbuh pada media dapat menghasilkan curd. Ada dua jenis curd yang dapat terbentuk, yaitu acid curd dan rennet curd bergantung pada mekanisme pembentukannya. Acid curd terbentuk karena adanya asam organik pada media. Asam laktat atau asam organik lainnya dapat menyebabkan presipitasi berupa kalsium kaseinat dari kasein susu membentuk gumpalan yang tidak dapat larut. Gumpalan yang terbentuk keras dan tidak dapat berpindah dari dinding tabung walaupun tabung dimiringkan. Beberapa organisme mampu memproduksi renin, suatu enzim yang bekerja pada kasein dan membentuk paracasein yang dengan keberadaan ion kalsium akan diubah menjadi calcium paracaseinate dan membentuk gumpalan. Berbeda dengan acid curd, gumpalan yang terbentuk tidak keras, melainkan lembut dan bersifat semisolid. Apabila tabung digoyangkan, maka gumpalan akan ikut bergerak. Bagian lain dari susu yang dapat digunakan adalah protein susu. Beberapa bakteri dapat menghasilkan enzim proteolisis yang akan memecah protein menjadi asam amino. Pemecahan protein menjadi asam amino ini akan mengakibatkan media menjadi jernih kecoklatan Proses pemecahan ini akan mengakibatkan pelepasan amonia yang akan meningkatkan kebasaan dari media. Naiknya nilai pH ini akan menimbulkan pita berwarna ungu tua pada bagian atas media. Selain itu, litmus milk juga dapat digunakan untuk menguji kemampuan bakteri dalam mendegradasi casein. Degradasi dari casein menjadi rantai polipeptida yang lebih pendek ini diikuti dengan pelepasan produk akhir yang bersifat basa. Produk akhir yang bersifat basa inilah yang mengakibatkan perubahan warna litmus dari ungu menjadi biru tua. Uji Hemolytic Media yang digunakan adalah media blood agar yang berisi sel darah merah. Bakteri tertentu memiliki enzim yang dapat menghancurkan atau melisis sel darah. Proses lisisnya sel darah disebut hemolisis. Ada tiga jenis hemolisis, yaitu: 1. Alfa hemolisis. Munculnya zona hijau di sekeliling koloni bakteri pada agar. Hal ini menunjukkan adanya dekomposisi parsial pada hemoglobin. 2. Beta hemolisis. Menunjukkan kerusakan total dari sel hemoglobin pada sel darah merah di sekitar koloni bakteri. Biasanya ditandai oleh zona bening pada daerah sekitar koloni. 3. Gamma hemolisis. Hemolisis tidak terjadi, sehingga darah yang digunakan sebagai media pertumbuhan (suhu 370C dan adanya karbon dioksida) akan berubah warna menjadi merah kecoklatan. Uji Bile Solubility Media yang digunakan biasanya tersusun atas bile atau bile salt. Beberapa bakteri dapat mengalami lisis bila ditanam pada media ini. Sehingga bakteri yang tidak lisis pada media ini dikatakan golongan bile insoluble dan ditandai dengan keruhnya media.

Uji Bile Esculin Uji ini digunakan untuk mendeteksi apakah bakteri dapat menghidrolisis eskulin menjadi glukosa dan eskuletin. Eskuletin yang ada akan bereaksi dengan ferric citrate yang ada pada medium untuk memproduksi garam besi yang menghasilkan warna hitam pada medium. Uji 6.5% Sodium Chloride Broth Beberapa bakteri dapat tumbuh pada kondisi salinitas tinggi yaitu pada media 6.5% NaCl yang ditandai dengan keruhnya media. Sedangkan jika media masih bening atau jernih menunjukkan bakteri mati karena tidak dapat bertahan pada salinitas tinggi. Uji Pigmen Beberapa bakteri juga dapat memproduksi pigmen yang tampak saat membentuk koloni. Pigmen dapat digolongkan menjadi dua yaitu pigmen yang dapat larut dalam air dan pigmen yang dapat larut dalam minyak. Namun warna pigmen tidak dapat dipastikan karena tergantung dari kondisi lingkungan ia hidup. Daftar Pustaka: Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta Schlegel,H.G. dan Schmidt, K.1994. Mikrobiologi Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Waluyo,Lud.Drs.M.Kes.2004.Mikrobiologi Umum. Malang: Universitas Muhammadiyah Press.

Penghitungan koloni atau jumlah bakteri pada sampel merupakan hal penting yang perlu dilakukan pada proses pertumbuhan bakteri. Secara umum, bakteri yang tumbuh maka jumlahnya akan semakin banyak. Jumlah yang semakin banyak itu dapat dideteksi dengan berbagai macam metode penghitungan koloni bakteri. Asumsi dasarnya, 1 koloni bakteri berasal dari 1 sel tunggal bakteri. Secara umum ada dua metode yang dapat digunakan untuk menghitung bakteri pada sampel: 1. Metode langsung, ada 3 jenis metode yaitu hitungan cawan (TPC Total Plate Count), hitungan mikroskopik (menggunakan haemocytometer), dan jumlah perkiraan terdekat (MPN Most Probable Number) 2. Metode tidak langsung, yaitu menggunakan spektrofotometer. Yang akan dibahas pada bagian ini hanya 3 jenis metode langsung, karena metode spektrofotometer prinsipnya sama dengan pada bagian Uji Kualitatif dan Kuantitatif Karbohidrat serta Uji Kuantitatif dan Kualitatif Protein. Prinsip dasarnya adalah semakin banyak jumlah bakteri, semakin keruh dan berarti absorbansinya semakin besar. Metode ini tidak dapat menentukan jumlah bakteri secara pasti. Metode Hitungan Cawan Suspensi bakteri yang ada diencerkan terlebih dahulu menurut pengenceran 100, 10-1, 10-2, 10-3, 10-4 dan kontrol. Prinsip pengencerannya adalah sejumlah sampel dengan bakteri pada jumlah tertentu sebagai pengenceran 100 akan dipindahkan sebagian kecil ke pengenceran 10-1 dan ditambahkan akuades atau pelarut sampai volume tertentu dan dihomogenkan. Setelah itu dari pengenceran 10-1 diambil sejumlah kecil dan dicampur dengan pelarut sampai volume tertentu kemudian dihomogenkan sebagai pengenceran 10-2 dan seterusnya. Kontrol adalah pelarut murni. Semua hasil pengenceran ditanam pada media plate count agar dan diinkubasi. Setelah diinkubasi selama waktu tertentu maka dihitung jumlah koloni bakteri. Keuntungan dari metode ini adalah sel mati tidak ikut terhitung dan berbagai macam koloni bakteri dapat diamati (berarti berguna juga untuk identifikasi spesies bakteri) melalui morfologi koloninya. Metode Hitungan Mikroskopik Alat yang digunakan adalah haemocytometer. Perlakuan pertama sama dengan metode hitungan cawan yaitu melakukan pengenceran. Namun yang dipakai untuk menghitung hanyalah satu pengenceran saja, yaitu dengan bakteri yang jumlahnya dapat dihitung di mikroskop. Alat haemocytometer terdiri dari kotak-kotak. Ada yang besar, sedang, dan kecil. Setiap kotak dihitung jumlah bakterinya dan dirata-rata kemudian digunakan untuk mengambil kesimpulan berapa jumlah bakteri pada pengenceran tersebut.

Untuk mengetahui jumlah bakteri pada sampel hanya mengalikan jumlah bakteri pada pengenceran tersebut dengan angka pengencerannya. Jumlah Perkiraan Terdekat Metode ini dinamai metode JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat). Dimana terdiri dari dua tahap secara umum. Pertama, tahap perkiraan. Prinsip dasarnya sama yaitu dilakukan pengenceran. Hanya saja tidak menggunakan pelarut namun menggunakan media karbohidrat yaitu lactose broth. Pada jumlah media tertentu dan jumlah bakteri tertentu, hasil fermentasi yaitu gas dapat diamati melalui terbentuknya gelembung pada tabung durham. Setelah itu, hasil dari tahap perkiraan yang positif dilanjutkan ke tahap penegasan. Sejumlah kecil sampel dari tahap perkiraan dipindahkan ke media karbohidrat lain yang lebih peka yaitu brilliant green bile lactose broth. Sama dengan pada tahap perkiraan, sejumlah media tertentu dan jumlah bakteri tertentu dapat menunjukkan gelembung pada tabung durham. Langkah terakhir adalah mencocokkan jumlah tabung yang positif pada tahap penegasan dengan tabel MPN (Most Probable Number) sesuai dengan angka pengencerannya. Hasil dari tabel itulah yang digunakan untuk mengetahui jumlah bakteri pada sampel. Jika jumlah tabung positif tidak sesuai tabel, gunakan rumus Thomas untuk menghitung jumlah bakterinya. Daftar Pustaka: http://rizzzzzma.blogspot.com/ diunduh tanggal 10 November 2011 http://rlsimonson.com/procedures.php diunduh tanggal 10 November 2011 http://www.worthington-biochem.com/tissuedissociation/cellquantitation.html diunduh tanggal 10 November 2011 Sumarsih, Sri. 2003. Diktat Kuliah Mikrobiologi Dasar. Yogyakarta: Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian UPN

Jenis stele pada tumbuhan berpembuluh diuraikan dalam rincian di bawah ini. 1. Protostele (stele dengan xylem di tengah dan dikelilingi floem) a. Haplostele b. Plectostele 2. Siphonostele (serupa dengan protostele, namun memiliki empulur di tengah) 3. Solenostele (serupa dengan siphonostele, namun memiliki jendela daun) a. Solenostele Ectophlois b. Solenostele Amphipholois 4. Dictyostele (serupa dengan solenostele, namun memiliki banyak jendela daun) 5. Atactostele (pola tersebar) 6. Actinostele (pola tersusun bersilangan) Pada tumbuhan berpembuluh, jenis susunan berkas pengangkut diuraikan dalam rincian di bawah ini. 1. Konsentris a. Konsentris Amphicribraal (floem mengelilingi xilem) b. Konsentris Amphivasal (xylem mengelilingi floem) 2. Kolateral a. Kolateral tertutup (xylem berdampingan dengan floem, tanpa keberadaan kambium di antara xylem dan floem) b. Kolateral terbuka (xylem berdampingan dengan floem, ada keberadaan kambium di antara xylem dan floem) 3. Bikolateral (terdapat floem dalam dan floem luar yang mengapit xilem) 4. Radial (tersusun bersilangan) Akar Struktur akar primer dewasa terdiri atas epidermis, korteks, dan silinder pusat. Epidermis terdiri atas selapis sel berdinding tipis, berutikula, dan tersusun rapat. Korteks sebagian besar terdiri atas sel-sel parenkim berdinding tipis yang tersusuan secara longgar. Silinder pembuluh terdiri ata lingkaran tepi dan jaringan pembuluh. Silinder pembuluh terdiri atas lingkaran tepi dan jaringan pembuluh. Lingkaran tepi ini terdiri atas selapis sel parenkim yang akan membentuk akar lateral. Jaringan pembuluh terdiri atas xylem dan floem yang tersusun berselang-seling pada bidang radial. Selain itu, terdapat endodermis yang membentuk silinder yang mengelilingi jaringan pembuluh. Sel-sel endodermis bercirikan pita khas hasil penebalan lapisan suberin pada dinding radial dan melintang.

Batang Batang terdiri atas epidermis korteks, floeterma, dan stele. Epidermis merupakan dinding luar terbal terdiri atas kutin, kutikula lilin, dan kersik. Terdapat alat tambahan berupa trichomata, papilla, emergentia, dan stomata. Korteks terdiri dari sel parenkim, korenkim, koenkim dan sklerenkim. Floetherma merupakan batas antara korteks dan stele pada batang. Namun floetherma sering tidak terlihat jelas. Palmae dan gymospermae tidak memiliki floetherma. Stele terdiri atas jaringan pengangkut, jaringan penguat, dan empulur. Jaringan Gabus Pertumbuan lingkar sekunder yang terjadi pada batang dan akar yang tua ditandai oleh adanya lapisan gabus yang terdiri dari karbohidrat dan suberin. Lapisan gabus tersebut dibentuk oleh kambium gabus (felogen) yang bersifat dipleuris. Dipleuris bermakna bahwa kambium ini membentuk felem yang berupa sel mati ke arah luar dan membentuk feloderm yang berupa sel hidup ke arah dalam. Jaringan gabus dapat dibedakan menjadii dua jenis, yaitu gabus monnogen dan gabus poligen. Lentisel Lentisel adalah tempat pada periderm di mana felogen lebih aktif daripada bagian lain. Lentisel terdiri atas sel pengisi (choriphelloid), felem, feloderm, dan felogen. Di daerah terbentuk terbentuknya lentisel, sel felogen mempunyai sudut-sudut bundar sehingga terdapat kesinambungan rongga gas sampai ke periderm. Di tempat lain, sel felogen tersusun rapat tanpa rongga antarsel. Dalam batang, lentisel pertama biasanya terbentuk tepat di bawah stomata epidermis. Pembentukan sel-sel pelengkap berproses dengan pendorongan sel-sel dari dalam ke luar sampai memecahkan epidermis. Daun Daun bermodifikasi untuk pertukaran gas pada fotosintesis. Pada dasarnya, daun tersusun atas selapis epidermis pelindung dan jaringan dasar, dikenal dengan nama mesofil, yang ditembus oleh jaringan pembuluh. Epidermis terdiri atas sel-sel berbentuk ceper yang ujungnya saling berlekatan membentuk kulit pada permukaan daun. Mesofil merupakan daerah utama fotosintesis. Mesofil terdiri atas sel-sel parenkim berdinding tipis berisi kloroplas dan terpisah satu sama lain oleh ruang antarsel. Mesofil relatif homogen, tetapi umumnya terbagi atas dua bagian, yaitu lapisan jaringan tiang (palisade) dan lapisan jaringan bunga karang (spons). Jaringan pembuluh daun membentuk sistem percabangan kompleks pada tempat pertemuan antara jaringan palisade dan jaringan spons. Masuknya jalur tersebut mendesak mesofil ke atas sehingga membentuk pola vena daun. Pada epidermis daun terdapat lubang kecil yang disubut stomata yang berperan sebagai tempat pertukaran gas antara atmosfer dan sistem ruang antarsel. Setiap stomata dikelilingi oleh dua sel epidermis khusus yang disebut sel pengawal atau sel penutup. Sel pengawal ini berbeda dengan sel epidermis karena mengandung kloroplas. Sel pengawal ini juga dikelilingi atau didampingi sel tetangga yang berbeda bentuk dengan sel epidermis di sekitarnya.

Jenis stomata 1. Jika dilihat dari sel tetangga, stomata bertipe: a. Anisocytic (memiliki satu sel tetangga yang lebih kecill dinding dengan lainnya) b. Paracytic (sel tetangga berposisi sejajar dengan sel penutup) c. Diacytic (sel tetangga berposisi tegak lurus dengan sel penutup) d. Anomocytic (sel tetangga berjumah banyak dan sama besar) e. Actinocytic (merupakan variasi dari tipe anomocytic) f. Bidiacytic (sel tetangga seolah-olah tersusun dalam lapisan rangkap) 2. Jika dilihat dari bentuk sel penutup, stomata bertipe: a. Ginjal b. Halter 3. Jika dilihat dari letak, stomata bertipe: a. Phanerophore (stomata terletak sejajar permukaan) b. Cryptophore (stomata terletak di bawah permukaan) Daftar Pustaka: Crang, Richard and Andrey Vassiliyev. 2002. Plant Anatomy. USA: McGraw-Hill. Tersedia online: http://highered.mcgraw-hill.com/sites/0072510846/ http://biologyuniversityofeducation.blogspot.com/2009/03/anatomi-tumbuhan.html diunduh tanggal 22 Januari 2012