osteo art ritis
TRANSCRIPT
BAB 1
PENDAHULUAN
Osteoartritis (OA) adalah penyakit sendi dengan etiologi kompleks yang
mengakibatkan hilangnya fungsi normal akibat kerusakan kartilago artikuler. Definisi
konsensus workshop tahun 1995, penyakit OA adalah hasil dari peristiwa mekanik
dan biologi yang menggangu stabilitas proses degradasi sintesis kondrosit dan matriks
ekstrasel kartilago artikuler dan tulang subkondral. American Collage of
Rheumatology Annual meeting 1999, akhir diskusi kebanyakan yakin bahwa proses
degeneratif maupun inflamasi berperan pada patogenesis OA.
OA terjadi pada setiap etnis, lebih sering pada wanita, dan merupakan
penyebab tersering disabilitas jangka panjang pada pasien berumur lebih dari 65
tahun. Lebih dari sepertiga orang berusia 45 tahun mengeluhkan gejala persendian
yang bervariasi mulai dari sensasi kekakuan sendi tertentu dan rasa nyeri intermitten
yang berhubungan dengan aktivitas, sampai kelumpuhan anggota gerak dan nyeri
hebat yang menetap, biasanya dirasakan akibat deformitas dan ketidakstabilan sendi.
Degenerasi sendi yang menyebabkan sindrom klinis osteoarthritis muncul
pada sendi tangan, sendi panggul, tulang belakang, dan sendi lutut. OA dianggap
menjadi masalah aspek morbiditas, kelumpuhan serta isolasi sosial, khususnya bila
mengenai sendi lutut dan panggul yang merupakan sendi penopang berat badan,
sehingga berakibat langsung terhadap pengurangan aktifitas.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Osteoartritis
Osteoartitis (OA) merupakan penyakit sendi degeneratif, dimana keseluruhan
struktur dari sendi mengalami perubahan patologis. Ditandai dengan kerusakan tulang
rawan (kartilago) hyalin sendi, meningkatnya ketebalan serta sklerosis dari lempeng
tulang, pertumbuhan osteofit pada tepian sendi, meregangnya kapsula sendi,
timbulnya peradangan, dan melemahnya otot–otot yang menghubungkan sendi.
2.2. Dasar Osteoarthritis: Persendian dan Bagiannya
Sendi
adalah
bagian
dari tubuh
di mana
dua tulang
atau lebih
bersatu dalam suatu koordinasi antara otot, tendon, ligamen, cartilage. Otot diikat
pada tulang dengan tendon (jaringan yang fleksibel, seperti tali berserabut). Otot
menciptakan gerakan pada sendi, dan juga membantu menstabilkan sendi. Cartilage
artikular yang licin menyelubungi tulang di sendi dan membantu gerakan yang bebas
gesekan, sedangkan penutup kartilago membantu meredam hentakan. Seluruh sendi
2
dikelilingi oleh sarung yang kuat dari bahan berserat dinamakan kapsul sendi.
Lapisan sinovial dari kapsul sendi mengeluarkan cairan sangat sedikit, yang
berfungsi sebagai lubrikan sendi. Selain itu beberapa sendi (seperti bahu dan lutut)
mempunyai kantong bursa (bursae), kantung kecil berisi cairan yang berfungsi
sebagai bantalan sendi dan mengurangi gesekan.
Tubuh manusia mempunyai berbagai macam sendi, dari ”engsel” yang
sederhana seperti siku sampai yang sangat kompleks seperti panggul dan bahu, yang
dapat digerakkan ke segala arah. Selain itu beberapa sendi harus mampu menahan
beban dan tekanan yang besar, seperti sendi lutut yang harus menopang berat seluruh
tubuh. Selanjutnya, tekanan pada lutut berlipat ganda saat kita berlari, naik tangga,
atau berjalan pada permukaan yang tidak rata.
Sendi terdiri dari:
• Kartilago:
Merupakan lapisan yang keras tetapi licin, terdapat pada ujung setiap tulang.
Kartilago mempunyai sifat viskoelastis yang memberikan lubrikasi pada gerakan,
meredam hentakan pada gerakan cepat dan pendukung beban.
Fungsi utama kartilago :
- Memungkinkan bergerak dalam rentang gerakan yang dibutuhkan
- Mendistribusikan beban ke semua jaringan sendi, dengan demikian dapat
mencegah kerusakan sendi.
- Menstabilkan sendi selama digunakan.
Kartilago merupakan jaringan avaskular, aneural, dan alimpatik. Karena kartilago
avaskular, maka kondrosit diberi nutrisi oleh cairan sinovial. Dengan adanya gerakan
3
siklis dan pembebanan sendi, nutrisi mengalir ke dalam kartilago, sedangkan
imobiliasi, akan mengurangi suplai nutrisi.
Kartilago mudah dikompresi, dan akan kehilangan tinggi normal sebanyak 40%
apabila diberi beban. Kompresi meningkat pada area kontak dan meneruskan tekanan
lebih merata ke tulang, tendon, ligamen dan otot.
Kartilago terdiri dari 65-80% air. Komponen lain yang membangun jaringan
kartilago adalah : kolagen, proteoglikan, dan kondrosit.
• Kolagen
Merupakan protein berserabut. Kolagen juga merupakan unsur dari kulit,
tendon, tulang dan jaringan penyambung lainnya
• Proteoglikan
Kombinasi dari protein dan gula. Untaian proteoglikan dan kolagen
membentuk anyaman seperti jala. Ini memungkinkan kartilago melentur dan
menyerap hentakan fisik. Proteoglikan berkombinasi dengan molekul hialuronat di
dalam agregat yang hidrofilik dan anionik, yang menjaga kandungan air agar tetap
tinggi di dalam kartilago.
• Kondrosit
Sel yang ada di seluruh kartilago. Memelihara kartilago tetap sehat dan
tumbuh. Kondrosit mengendalikan kartilago terus menerus dengan me-remodel
secara biokimia dan struktur. Kadang kondrosit melepaskan enzim yang dapat
merusak kolagen dan protein lain.
• Kapsul Sendi
Kantung membran yang liat yang mengikat semua tulang dan bagian
persendian lainnya menjadi satu.
• Sinovium
4
Membran tipis di dalam kapsul sendi
• Cairan Sinovial
Cairan lubrikasi sendi yang menjaga agar kartilago tetap licin dan sehat.
• Ligamen, tendon, dan otot
Merupakan jaringan yang menjaga tulang agar stabil, dan memungkinkan
persendian menekuk dan bergerak. Ligamen sifatnya liat, jaringan seperti tali yang
menghubungkan tulang satu dengan lainnya. Tendon liat, seperti tali berserabut yang
menghubungkan otot dengan tulang. Otot adalah ikatan dari sel-sel khusus yang bila
distimulasi saraf akan berkontraksi menghasilkan gerakan.
2.3. Epidemiologi Osteoartritis
Osteoartritis merupakan penyakit sendi pada orang dewasa yang paling umum
di dunia. Felson (2008) melaporkan bahwa satu dari tiga orang dewasa memiliki
tanda-tanda radiologis terhadap OA. OA pada lutut merupakan tipe OA yang paling
umum dijumpai pada orang dewasa. Penelitian epidemiologi dari Joern et al (2010)
menemukan bahwa orang dewasa dengan kelompok umur 60-64 tahun sebanyak 22%.
Di Indonesia, OA merupakan penyakit reumatik yang paling banyak ditemui
dibandingkan kasus penyakit reumatik lainnya. Berdasarkan data Badan Kesehatan
Dunia (WHO), penduduk yang mengalami gangguan OA di Indonesia tercatat 8,1%
dari total penduduk. Sebanyak 29% di antaranya melakukan pemeriksaan dokter, dan
sisanya atau 71% mengonsumsi obat bebas pereda nyeri. Lutut merupakan sendi yang
paling sering dijumpai terserang OA dari sekian banyak sendi yang dapat terserang
OA. Osteoartritis lutut merupakan penyebab utama rasa sakit dan ketidakmampuan
dibandingkan OA pada bagian sendi lainnya. Sedangkan berdasarkan data WHO, 40%
penduduk dunia yang berusia lebih dari 70 tahun mengalami OA lutut.
5
2.4. Klasifikasi
Osteoartritis dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1. Osteoartritis primer
Osteoartritis primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat
mengenai satu atau beberapa sendi. Osteoartritis jenis ini terutama ditemukan
pada wanita kulit putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat poli artikuler
dengan nyeri yang akut disertai rasa panas pada bagian distal interphalangeal
yang selanjutnya terjadi pembengkakan tulang yang disebut nodus Herbeden.
2. Osteoartritis sekunder
Osteoartritis sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang
menyebabkan kerusakan pada sinovia sehingga menimbulkan osteoarthritis
sekunder.
Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan osteoarthritis sekunder:
Trauma/instabilitas
Osteoartritis dekunder terutama terjadi akibat fraktur pada daerah sendi,
setelah menisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang, adanya
hipermobilitas dan instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian
permukaan sendi.
Faktor genetik/perkembangan
Adanya kelainan genetic dan kelainan perkembangan tubuh seperti dysplasia
epifisial, dysplasia asetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi
panggul bawaan dan tergelincirnya epifisis (slipped epiphysis).
Penyakit metabolic/endokrin
6
Osteoartritis sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit
metabolic/endokrin seperti pada penyakit okronosis, akromegali,
mukopolisakaridosis, deposisi Kristal atau setelah suatu inflamasi pada sendi,
misalnya arthritis rheumatoid atau arthropati oleh inflamasi.
Osteonekrosis
Osteoartritis dapat berkembang akibat osteonekrosis kaput femoris oleh
bermacam-macam sebab, misalnya penyakit Caisson, penyakit sickle cell.
2.5. Etiologi
Pada umumnya penderita Osteoarthritis lutut ini, etiologinya tidak diketahui.
Namun beberapa faktor yang disebut-sebut mempunyai peranan atas timbulnya
Osteoarthritis antara lain :
1. Umur
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor umur adalah
yang terkuat. Prevalensi, dan beratnya osteoartritis semakin meningkat dengan
bertambahnya umur. OA hampir tidak pernah pada anak-anak, jarang pada umur
di bawah 40 tahun dan sering pada umur di atas 60 tahun Hal ini disebabkan
karena adanya hubungan antara umur dengan penurunan kekuatan kolagen dan
proteoglikan pada kartilago sendi.
2. Jenis kelamin
Kelainan ini dapat ditemukan baik pada pria maupun wanita dimana
osteoartitis primer lebih banyak ditemukan pada wanita pasca menopause
sedangkan osteoarthritis sekunder lebih banyak ditemukan pada laki-laki.
3. Suku bangsa
7
Osteoartritis primer dapat menyerang semua ras meskipun terdapat
perbedaan prevalensi pola terkenanya sendi pada osteoartritis. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaaan pada frekuensi pada
kelainan kongenital dan pertumbuhan. Lebih sering pada orang Asia khusunya
Cina, Eropa dan Amerika daripada kulit hitam.
4. Genetik
Faktor herediter juga berperan pada timbulnya osteoartritis. Adanya mutasi
dalam gen prokolagen atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan
sendi seperti kolagen, proteoglikan berperan dalam timbulnya kecenderungan
familial pada osteoartritis.
5. Kegemukan dan penyakit metabolik
Berat badan yang berlebih ternyata dapat meningkatkan tekanan mekanik
pada sendi penahan beban tubuh, dan lebih sering menyebabkan osteoartritis lutut.
Kegemukan ternyata tidak hanya berkaitan dengan osteoartritis pada sendi yang
menanggung beban, tetapi juga dengan osteoartritis sendi lain, diduga terdapat
faktor lain (metabolik) yang berperan pada timbulnya kaitan tersebut antara lain
penyakit jantung koroner,diabetes melitus dan hipertensi.
6. Cedera sendi (trauma), pekerjaan dan olah raga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian suatu sendi yang terus-menerus,
berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Demikian juga cedera
sendi dan oleh raga yang sering menimbulkan cedera sendi berkaitan resiko
osteoartritis yang lebih tinggi. Trauma yang hebat seperti fraktur intra-artikuler
atau dislokasi sendi merupakan predisposisi osteoartritis.
2.6. Patogenesis Osteoartritis
8
Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan
yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang
berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari
metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang
penyebabnya belum jelas diketahui. Proses utama OA tersebut sebenarnya terdapat
pada kondrosit yang merupakan satu-satunya sel hidup yang ada di dalam rawan
sendi. Gangguan pada fungsi kondrosit itulah yang akan memicu proses patogenik
OA. Kondrosit akan mensintesis berbagai komponen yang diperlukan dalam
pembentukan rawan sendi, seperti proteoglikan, kolagen dan sebagainya. Disamping
itu ia akan memelihara keberadaan komponen dalam matriks rawan sendi melalui
mekanisme turn over yang begitu dinamis.
Osteoartritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan
dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh khondrosit
sebagai kompensasi perbaikan (repair). Osteoartritis terjadi sebagai hasil kombinasi
antara degradasi rawan sendi, remodelling tulang dan inflamasi cairan sendi. Dengan
kata lain terdapat satu keseimbangan antara proses sintesis dan degradasi rawan sendi.
Gangguan keseimbangan ini yang pada umumnya berupa peningkatan proses
degradasi, akan menandai penipisan rawan sendi dan selanjutnya kerusakan rawan
sendi yang berfungsi sebagai bantalan redam kejut. Sintesis matriks rawan sendi tetap
ada terutama pada awal proses patologik OA, namun kualitas matriks rawan sendi
yang terbentuk tidak baik. Pada proses akhir kerusakan rawan sendi, adanya sintesis
yang buruk tidak mampu lagi mengatasi proses destruksi sendi yang cepat. Hal ini
terlihat dari menurunya produksi proteoglikan yang ditandai dengan menurunnya
fungsi kondrosit. Kondrosit yang merupakan aktor tunggal pada proses ini akan
dipengaruhi oleh faktor anabolik dan katabolik dalam mempertahankan keseimbangan
9
sintesis dan degradasi. Faktor katabolik utama diperankan oleh sitokin Interleukin-1
(IL-1) dan tumour necrosis factor a (TNFa) yang dikeluarkan oleh sel lain di dalam
sendi. Sedangkan faktor anabolik diperankan oleh transforming growth factor
b(TGFb) dan insulin like growth factor-1 (IGF-1).
Stimulasi dari sitokin terhadap cedera matriks adalah menstimulasi pergantian
matriks, namun stimulasI IL-1 yang berlebih malah memicu proses degradasi matriks.
TNF menginduksi kondrosit untuk mensintesis prostaglandin (PG), oksida nitrit (NO),
dan protein lainnya yang memiliki efek terhadap sintesis dan degradasi matriks. TNF
yang berlebihan mempercepat proses pembentukan tersebut. NO yang dihasilkan akan
menghambat sintesis aggrekan dan meningkatkan proses pemecahan protein pada
jaringan. Hal ini berlangsung pada proses awal timbulnya OA.
Perubahan patologik pada OA ditandai oleh kapsul sendi yang menebal dan
mengalami fibrosis serta distorsi. Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses
peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini
menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh
darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan
subkondral tersebut. Ini mengakibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti
prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat
subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat
menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit itu dapat juga berupa akibat dari
dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan
radang sendi, peregangan tendon atau ligamentum serta spasmus otot-otot
ekstraartikuler akibat kerja yang berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh
adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla
spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduler akibat stasis vena intrameduler
10
karena proses remodelling pada trabekula dan subkondral. Sinovium mengalami
keradangan dan akan memicu terjadinya efusi serta proses keradangan kronik sendi
yang terkena. Permukaan rawan sendi akan retak dan terjadi fibrilasi serta fisura yang
lama-kelamaan akan menipis dan tampak kehilangan rawan sendi fokal. Selanjutnya
akan tampak respon dari tulang subkhondral berupa penebalan tulang, sklerotik dan
pembentukkan kista. Pada ujung tulang dapat dijumpai pembentukan osteofit serta
penebalan jaringan ikat sekitarnya. Oleh sebab itu pembesaran tepi tulang ini
memberikan gambaran seolah persendian yang terkena itu bengkak.
Peran makrofag di dalam cairan sendi juga penting, yaitu apabila dirangsang
oleh jejas mekanis, material asing hasil nekrosis jaringan atau CSFs, akan
memproduksi sitokin aktivator plasminogen (PA) yang disebut katabolin. Sitokin
tersebut adalah IL-1, IL-6, TNF α dan β, dan interferon (IFN) α dan t. Interleukin-1
mempunyai efek multiple pada sel cairan sendi, yaitu meningkatkan sintesis enzim
yang mendegradasi rawan sendi yaitu stromelisin dan kolagenosa, menghambat
proses sintesis dan perbaikan normal kondrosit.
Kartilago memiliki metabolisme yang lamban, dengan pergantian matriks
yang lambat dan keseimbangan yang teratur antara sintesis dengan degradasi. Namun,
pada fase awal perkembangan OA kartilago sendi memiliki metabolisme yang sangat
aktif. Pada proses timbulnya OA, kondrosit yang terstimulasi akan melepaskan
aggrekan dan kolagen tipe dua yang tidak adekuat ke kartilago dan cairan sendi.
Aggrekan pada kartilago akan sering habis serta jalinan-jalinan kolagen akan mudah
mengendur. Kegagalan dari mekanisme pertahanan oleh komponen pertahanan sendi
akan meningkatkan kemungkinan timbulnya OA pada sendi.
Faktor pertumbuhan dan sitokin mempunyai pengaruh yang berlawanan
dengan perkembangan OA. Sitokin cenderung merangsang degradasi komponen
11
matriks rawan sendi, sebaliknya faktor pertumbuhan merangsang sintesis, padahal
IGF-1 pasien OA lebih rendah dibandingkan individu normal pada umur yang sama.
2.6. Diagnosis Osteoartirits
Diagnosis OA didasarkan pada gambaran klinis yang dijumpai dan hasil radiografis.
2.6.1. Tanda dan Gejala Klinis
Diagnosis sendi lutut berdasarkan gambaran klinis dan radiologi. American
College of Rheumathology (ACR) membagi kriteria diagnostik menjadi OA panggul,
OA lutut dan OA tangan.
Kriteria Diagnostik OA lutut menurut ACR:
Nyeri lutut dengan gambaran osteofit pada rontgen lutut, atau
Nyeri lutut dengan usia lebih dari 40 tahun, kekakuan sendi kurang dari 30
menit dan krepitasi pada pergerakan.
Kriteria Diagnostik OA panggul menurut ACR:
Nyeri panggul dengan gambaran osteofit femoral atau asetabular pada
rontgen panggul, atau
Nyeri panggul dengan penyempitan celah sendi pada rontgen dan LED
<20mm/jam
Kriteria Dianostik OA tangan menurut ACR:
Nyeri tangan, tajam atau kaku, plus
Pembengkakan 2 atau lebih dari 10 sendi tertentu* , plus
< 3 pembengkakan sendi MCP , plus
Pembengkakan 2 ≥ sendi DIP , atau
Deformitas 2 ≥ dari 10 sendi tertentu
*Sendi DIP jari 2 & 3, Sendi PIP jari 2 & 3, Sendi CMC ibu jari
12
Pada umumnya, pasien OA mengatakan bahwa keluhan-keluhan yang
dirasakannya telah berlangsung lama, tetapi berkembang secara perlahan Berikut
adalah keluhan yang dapat dijumpai pada pasien OA :
a. Nyeri sendi
Keluhan ini merupakan keluhan utama pasien. Nyeri biasanya bertambah
dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan dan tertentu
terkadang dapat menimbulkan rasa nyeri yang melebihi gerakan lain. Perubahan ini
dapat ditemukan meski OA masih tergolong dini ( secara radiologis ). Umumnya
bertambah berat dengan semakin beratnya penyakit sampai sendi hanya bias
digoyangkan dan menjadi kontraktur, Hambatan gerak dapat konsentris ( seluruh arah
gerakan ) maupun eksentris ( salah satu arah gerakan saja ).
Kartilago tidak mengandung serabut saraf dan kehilangan kartilago pada sendi
tidak diikuti dengan timbulnya nyeri. Sehingga dapat diasumsikan bahwa nyeri yang
timbul pada OA berasal dari luar kartilago.
Pada penelitian dengan menggunakan MRI, didapat bahwa sumber dari nyeri
yang timbul diduga berasal dari peradangan sendi ( sinovitis ), efusi sendi, dan edema
sumsum tulang.
Osteofit merupakan salah satu penyebab timbulnya nyeri. Ketika osteofit
tumbuh, inervasi neurovaskular menembusi bagian dasar tulang hingga ke kartilago
dan menuju ke osteofit yang sedang berkembang Hal ini menimbulkan nyeri. Nyeri
dapat timbul dari bagian di luar sendi, termasuk bursae di dekat sendi. Sumber nyeri
yang umum di lutut adalah akibat dari anserine bursitis dan sindrom iliotibial band.
b. Gangguan pergerakan
13
Gangguan pergerakan pada sendi disebabkan oleh adanya fibrosis pada kapsul,
osteofit atau iregularitas permukaan sendi. Pada pergerakan sendi dapat ditemukan
atau didengar adanya krepitasi. Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat
secara perlahan sejalan dengan pertambahan rasa nyeri.
c. Kaku pagi
Kekakuan terutama terjadi oleh karena adanya lapisan yang terbentuk dari
bahan elastik akibat pergeseran sendi atau oleh adanya cairan yang viskosa. Rasa
kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien berdiam diri atau tidak melakukan
banyak gerakan, seperti duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama,
bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.
d. Krepitasi
Krepitasi atau rasa gemeratak yang timbul pada sendi yang sakit. Gejala ini
umum dijumpai pada pasien OA lutut. Pada awalnya hanya berupa perasaan akan
adanya sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang memeriksa.
Seiring dengan perkembangan penyakit, krepitasi dapat terdengar hingga jarak
tertentu.
e. Deformitas
Deformitas sendi yang ditemukan akibat kontraktur kapsul serta instabilitas
sendi karena kerusakan tulang dan tulang rawan.
f. Pembengkakan sendi yang asimetris
Pembengkakan terutama ditemukan pada lutut dan siku. Pembengkakan sendi
dapat timbul dikarenakan terjadi efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak ( < 100
cc ) atau karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi berubah. Juga
dapat terjadi oleh karena adanya pembengkakan dan penebalan pada sinovia yang
berupa kista.
14
g. Nodus Heberden dan Bouchard
Ditemukan pada bagian dorsal sendi interfalangeal distal, sedangkan nodus
Bouchard pada bagian proksimal sendi interphalangeal tangan terutama wanita
dengan osteoartritis primer. Nodus Heberden kadang-kadang tanpa diserati rasa nyeri
tapi sering ditemukan parestesia dan kekakuan sendi jari-jari tangan pada stadium
lanjut disertai dengan deviasis jari ke lateral.
h. Tanda – tanda peradangan
Tanda – tanda adanya peradangan pada sendi ( nyeri tekan, gangguan gerak,
rasa hangat yang merata, dan warna kemerahan ) dapat dijumpai pada OA karena
adanya synovitis. Biasanya tanda – tanda ini tidak menonjol dan timbul pada
perkembangan penyakit yang lebih jauh. Gejala ini sering dijumpai pada OA lutut.
i. Perubahan gaya berjalan
Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien dan merupakan
ancaman yang besar untuk kemandirian pasien OA, terlebih pada pasien lanjut usia.
15
Keadaan ini selalu berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat badan
terutama pada OA lutut.
2.6.2. Pemeriksaan Laboratorium
Hasil pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak banyak berguna.
Pemeriksaan darah tepi masih dalam batas – batas normal, kecuali OA generalisata
yang harus dibedakan dengan artritis peradangan. Pemeriksaan faktor reumatoid
negatif. Pada OA yang disertai peradangan sendi dapat dijumpai peningkatan ringan
sel peradangan ( < 8000 / m ) dan peningkatan nilai protein.
2.6.3. Pemeriksaan Diagnostik
Pada penderita OA, dilakukannya pemeriksaan radiografi pada sendi yang
terkena sudah cukup untuk memberikan suatu gambaran diagnostik ( Soeroso, 2006 ).
Gambaran Radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA adalah :
a. Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris karena hilangnya tulang rawan
sendi ( lebih berat pada bagian yang menanggung beban seperti lutut )
b. Densitas tulang normal atau meninggi
c. Sklerosis tulang subkondral
d. Kista pada tulang pada permukaan sendi terutama subkondral
e. Osteofit pada tepi sendi
Berdasarkan temuan-temuan radiografis diatas, maka OA dapat diberikan
suatu derajat. Kriteria OA berdasarkan temuan radiografis dikenal sebagai kriteria
Kellgren dan Lawrence yang membagi OA dimulai dari tingkat ringan hingga tingkat
berat. Perlu diingat bahwa pada awal penyakit, gambaran radiografis sendi masih
terlihat normal.
Grade Classification Description
16
0 Normal No features of OA
1 Doubtfull Minute osteophyte
Doubtful significance
2 Mild Definite osteophyte. Normal joint space
3 Moderate Moderate joint space reduction
4 Severe Joint space greatly reduced Subchondral
sclerosis
Tabel 1. Klasifikasi osteoarthritis berdasarkan gambaran radiologis menurut kriteria
Kellgren dan Lawrence
Pemeriksaan radiografi sendi lain atau penginderaan magnetic mungkin
diperlukan pada beberapa kondisi tertentu seperti pada pasien yang dicurigai berkaitan
dengan penyakit metabolic atau genetik seperti alkaptonuria, dysplasia epifisis,
hiperparatiroidisme, penyakit Paget atau hemokromatosis (terutama pemeriksaan
radiografi pada tengkorak dan tulang belakang). Radiografi sendi lain perlu
dipertimbangkan juga pada pasien yang mempunyai keluhan banyak sendi
(osteoarthritis generalisata), penyakit yang jarang tetapi berat (osteonekrosis),
neuropati Charcot) perlu pemeriksaan mendalam.
Untuk diagnosis pasti penyakit-penyakit tersebut seringkali diperlukan MRI,
artroskopi dan artrosentesis. MRI dan mielografi mungkin juga diperlukan pada
pasien dengan gejala OA tulang belakang untuk menetapkan sebab-sebab gejala dan
keluhan-keluhan kompresi radikuler atau medula spinalis.
2.7. Penatalaksanaan Osteoartritis
Tujuan penatalaksanaan pasien dengan osteoarthritis adalah:
1. Meredakan nyeri
17
2. Mengoptimalkan fungsi sendi
3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain dan meningkatkan kualitas hidup
4. Menghambat progresivitas penyakit
5. Mencegah terjadinya komplikasi
Pengeloaan OA berdasarkan atas sendi yang terkena dan berat ringannya OA
yang diderita. Penatalaksanaan OA terbagi atas 3 hal, yaitu :
2.7.1.Terapi non-farmakologis
a. Edukasi
Edukasi atau penjelasan kepada pasien perlu dilakukan agar pasien dapat
mengetahui serta memahami tentang penyakit yang dideritanya, bagaimana agar
penyakitnya tidak bertambah semakin parah, dan agar persendiaanya tetap terpakai.
b. Terapi fisik atau rehabilitasi
Pasien dapat mengalami kesulitan berjalan akibat rasa sakit. Terapi ini
dilakukan untuk melatih pasien agar persendianya tetap dapat dipakai dan melatih
pasien untuk melindungi sendi yang sakit.
Terapi fisik dan terapi kerja bertujuan agar penderita dapat melakukan
aktivitas optimal dan tidak tergantung pada orang lain. Terapi ini terdiri dari
pendinginan, pemanasan dan latihan penggunaan alat bantu. Dalam terapi fisik dan
terapi kerja dianjurkan latihan yang bersifat penguatan otot, memperluas lingkup
gerak sendi dan latihan aerobik. Semua pasien osteoartritis lutut harus melakukan
latihan quadriceps-strengthening dan dilakukan setiap hari. Latihan lainnya seperti
bersepeda dan berenang juga dapat dilakukan. Latihan tidak hanya dilakukan pada
18
pasien yang tidak menjalani tindakan bedah, tetapi juga dilakukan pada pasien yang
akan dan sudah menjalani tindakan bedah, sehingga pasien dapat segera mandiri
setelah pembedahan dan mengurangi komplikasi akibat pembedahan.
Selain itu, dapat pula digunakan alat bantu. Banyak pasien osteoartritis
panggul dan lutut lebih nyaman menggunakan sepatu dengan good shock-absorbing
atau orthoses.
c. Penurunan berat badan
Berat badan yang berlebih merupakan faktor yang memperberat OA. Oleh
karena itu, berat badan harus dapat dijaga agar tidak berlebih dan diupayakan untuk
melakukan penurunan berat badan apabila berat badan berlebih.
2.7.2.Terapi farmakologis
Penanganan terapi farmakologi melingkupi penurunan rasa nyeri yang timbul,
mengoreksi gangguan yang timbul dan mengidentifikasi manifestasi-manifestasi
klinis dari ketidakstabilan sendi.
a. Asetaminofen
The American College of Rheumatology merekomendasikan asetaminofen
sebagai first line terapi obat untuk nyeri yang disebabkan OA. Alasannya adalah
karena asetaminofen lebih aman, efikasi, dan biayanya lebih murah dibandingkan obat
golongan NSAIDS. Asetaminofen bekerja pada sistem saraf pusat dengan
penghambatan sintesis prostaglandin, suatu zat kimia yang dapat meningkatkan rasa
nyeri. Asetaminofen mencegah sintesis prostaglandin melalui penghambatan kerja
dari siklooksigenasi pusat.
19
Untuk nyeri OA ringan sampai sedang dapat menggunakan dosis 2,6-4 g per
hari, aspirin 650 mg empat kali per hari, dan OAINS temasuk ibuprofen dengan dosis
1200-2600 mg per hari, dan naproxen 750 mg/hari.
Pada penderita OA kronis, asetaminofen harus digunakan teratur. Untuk
mengobati rasa nyeri yang timbul pada OA lutut, penggunaan obat AINS dan
Inhibitor COX-2 dinilai lebih efektif daripada penggunaan asetaminofen. Namun
karena risiko toksisitas obat AINS lebih tinggi daripada asetaminofen, asetaminofen
tetap menjadi obat pilihan pertama dalam penanganan rasa nyeri pada OA. Cara lain
untuk mengurangi dampak toksisitas dari obat AINS adalah dengan cara
mengombinasikannnya dengan menggunakan inhibitor COX-2.
b. Obat topikal
Capsaicin
Merupakan hasil isolasi dari lada merah yang menyebabkan pelepasan dan
pengosongan substansi P dari serabut saraf. Capsaicin bermanfaat dalam
menghilangkan rasa sakit pada OA jika digunakan secara topikal pada sendi yang
dipengaruhi. Dapat digunakan tunggal atau kombinasi dengan analgesik oral atau
AINS. Agar efektif, capsaisin harus digunakan teratur dan dapat membtuhkan waktu
hingga 2 minggu untuk bekerja. Capsaicin tersedia dalam konsentrasi 0,025% sampai
0,075%.
Pennaid
Pennaid topikal merupakan terapi yang aman dan efektif untuk nyeri yang terkait
dengan OA. Mekanisme kerja dari AINS topikal yaitu menghambat enzim COX-2
20
secara lokal. Hal ini meminimalisasi paparan sistemik dan dapat menurunkan resiko
efek samping dibandingkan ketika digunakan secara oral.
c. NSAID
NSAID mempunyai sifat analgetik pada dosis kecil dan anti inflamasi pada
dosis yang lebih tinggi. Efek analgetik dimulai pada jam ke-1 atau ke-2, sedang efek
anti inflamasi muncul setelah 2-3 minggu. Semua NSAID terbukti efektif pada
pengurangan rasa sakit dan inflamasi pada pasien OA. NSAID biasanya diberikan
setelah terapi dengan asetaminofen atau aspirin terbukti tidak efektif atau tidak bisa
ditolerir atau pada pasien dengan inflamasi. Semua NSAID sama efektif dengan
aspirin namun efek samping saluran cerna lebih kecil tapi beberapa produk lebih
mahal. Keluhan saluran cerna adalah efek samping paling umum dari NSAID.
Keluhan ringan seperti nausea, dispepsia, anoreksia, rasa sakit pada abdomen,
kembung dan diare pa da 10-60% pasien.
Faktor resiko untuk ulser terkait NSAID dan komplikasi ulcer (perforasi,
obstruksi lambung, perdarahan saluran cerna) termasuk usia diatas 65 tahun, kondisi
medis yang rentan (kardiovaskuler), terapi kortikosteroid atau anti koagulan dan
riwayat peptic ulcer atau perdarahan saluran cerna atas. Untuk pasien OA yang
membutuhkan NSAID tapi berisiko tinggi untuk komplikasi saluran cerna,
rekomendasi ACR termasuk COX-2 selektif inhibitor atau NSAID non spesifik
dengan kombinasi inhibitor pompa proton atau misoprostol.
d. Analgesik Opioid
Analgesik opioid digunakan jika terapi dengan asetaminofen, NSAIDs, injeksi
intraartikuler ataupun topikal belom menunjukkan hasil yang diinginkan. Salah satu
21
analgesik opioid yang digunakan untuk terapi OA adalah tramadol. Dosis dimulai dari
100 mg/hari, kemudian di titrasi untuk mencapai dosis yang dibutuhkan untuk
meredakan nyeri hingga 200 mg/hari.
e. Chondroprotective Agent
Chondroprotective Agent adalah obat – obatan yang dapat menjaga atau merangsang
perbaikan dari kartilago pada pasien OA. Sebagian peneliti menggolongkan obat-
obatan tersebut dalam Slow Acting Anti Osteoarthritis Drugs (SAAODs) atau Disease
Modifying Anti Osteoarthritis Drugs (DMAODs).
Glukosamin dan Chondroitin
Glukosamin dan Chondroitin melalui uji in vitro dapat memicu sintesis proteoglikan.
Keduanya cukup aman digunakan, terutama untuk pasien dengan resiko efek samping
yang tinggi pada usia lanjut. Keduanya dapat mengurangi rasa sakit dan
meningkatkan mobilitas. Sedangkan glukosamin mengurangi penyempitan ruang
sendi. Dosis glukosamin minimal 1500 mg/hari, sedangkan dosis chondroitin 1200
mg/hari.
Glukokortikoid
Terapi glukokortikoid sistemik tidak disarankan pada OA karena manfaatnya
yang kurang dan efek samping dalam penggunaan lama. Intra articular glucocorticoid
bisa mengurangi rasa sakit jika terjadi inflamasi lokal atau efusi sendi tetapi manfaat
jangka panjang masih kontroversi.
22
Injeksi Asam Hyaluronat
Disebut juga sebagai viscosupplement oleh karena salah satu manfaatnya
adalah memperbaiki viskositas cairan sinovial, meningkatkan elastisitasnya sementara
dan memperbaiki fungsi sendi. Asam hyaluronat ternyata memegang peranan penting
dalam pembentukan matriks tulang rawan melalui agrerasi dengan proteoglikan. Obat
ini diberikan intra-artikuler. Terapi ini bermanfaat untuk mereka yang tidak merespon
terhadap terapi lain.
2.7.3.Terapi pembedahan
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil untuk
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi deformitas
sendi yang mengganggu aktivitas sehari – hari.
Tindakan pembedahan dilakukan apabila:
Nyeri yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau tindakan lokal
Sendi yang tidak stabil oleh karena subluksasi atau defomitas pada sendi
Adanya kerusakan sendi pada tingkat lanjut
Untuk mengoreksi beban pada sendi agar distribusi beban terbagi sama rata
Ada beberapa tipe pembedahan, antara lain:
1. Realignment osteotomi
Permukaan sendi direposisikan dengan cara memotong tulang dan merubah
sudut dari weightbearing. Tujuannya untuk membuat kartilago sendi yang sehat
menopang sebagian besar berat tubuh. Dapat pula dikombinasikan dengan ligamen
atau meniscus repair.
23
2. Arthroplasty
Permukaan sendi yang arthritis dipindahkan, dan permukaan sendi yang baru
ditanam. Permukaan penunjang biasanya terbuat dari logam yang berada dalam high-
density polyethylene. Arthroplasty dikerjakan dengan joint replacement dapat dengan
unicompartment atau total knee replacement (TKR). TKR merupakan tindakan bedah
persendian yang paling sukses pada saat ini.
Arthroplasty dimulai dengan konsep sederhana oleh Gunston pada tahun 1960
dan berkembang menjadi prosedur yang canggih dengan hasil yang sempurna pada
saat ini. Arthroplasty dapat menghilangkan keluhan sakit untuk jangka waktu yang
panjang (pada long term report) dan merupakan terapi pilihan untuk penyakit OA
lutut lanjut namun tergantung pada usia dan beratnya penyakit.
3. Arthrodesis
Merupakan prosedur pembedahan dengan cara membuang sendi dan
menyatukan dua tulang menjadi satu kesatuan yang immobil, sering menggunakan
cangkok tulang dari pelvis pasien. Meskipun hal ini menyebabkan keterbatasan
gerakan, hal ini berguna untuk meningkatkan stabilitas dan meredakan nyeri di sendi
yang terkena. Arthrodesis dilakukan juga pada keadaan dimana kondisi tulang tidak
baik untuk rekontruksi atau pada gangguan ekstensi lutut. Saat ini arthrodesis
dilakukan untuk tindakan salvage bila TKR gagal akibat infeksi.
Total knee replacement
Operasi penggantian sendi lutut (total knee replacement) adalah operasi
ortopedik yang cukup rumik, tetapi semakin banyak dilakukan. Tindakan yang
dilakukan adalah mengganti sendi lutut menggunakan prothese. Material implant
standart (titanium) dengan material implant oxinium total knee replacement diberikan
24
untuk kondisi perkapuran stadium lanjut atau grade IV, biasanya disertai dengan
perubahan bentuk fisik dan kaki menyerupai huruf ‘O’ atau ‘X’. Indikasi
dilakukan total knee replacement adalah untuk mengurangi rasa sakit yang
disebabkan oleh arthritis. Tujuan sekunder untuk memperbaiki cacat dan
mengembalikan fungsi. Sedangankan kontraindikasi meliputi non fungsi otot
ektensor, adanya neuromuscular dysfunction, Infeksi, Neuropathic Joint, Prior
Surgical fusion.
2.8. Dianosis Banding
Arthtritis rheumatoid
Pada stadium awal osteoarthritis poli-artikuler sering sulit dibedakan dengan
arthritis rheumatoid karena pada stadium ini ditemukan pula nyeri dan
inflamasi jari tangan. Pada stadium lanjut kelainan lebih mudah dibedakan.
Pada arthritis rheumatoid kelainan terutama pada bagian distal interphalangeal
dan metakarpofalangeal. Mengenai sendi-sendi kecil, simetris dan disertai
gejala sistematik.
Artritis psoriatik
Artritis psoriatik mengenai bagian distal jari tangan berupa arthritis erosif
yang menyebabkan destruksi tanpa adanya osteofit.
Artritis gout
Pada biasanya arthritis gout bersifat poli arthritis kronik disertai dengan
benjolan berupa tofus dan pada pemeriksaan radiologis terlihat adanya
destruksi tulang peri-artikuler. Pada pemeriksaan lab didapatkan kadar asam
urat yang tinggi dalam darah serta peningkata leukosit dan LED.
25
2.9. Komplikasi
Penyakit ini apabila tidak mendapat penanganan yang baik dan tepat, maka
memerlukan berbagai masalah baru yang teriadi akibat proses penyakit itu sendiri.
Seperti adanya spur (osteofit) sehingga teriadi proses penghancuran tulang rawan
sendi. Tulang subkondral lama kelamaan dapat menusuk pada metafisis dari tulang
tibia dan tulang femur sebagai akibatnya terjadi komplikasi seperti nyeri, kaki
terbentuk varus dan valgus, atrofi kelemahan otot meniscus quadriceps femoris,
menurunya ketahanan struktur dan komplikasi deformitas varus dan valgus
(Reksoprojo, 1990). Terganggunya aktifitas sehari-hari seperti aktifitas beribadah,
jongkok, duduk, bendiri dan jalan.
Ada beberapa komplikasi dari osteoarthritis antara lain kerusakan komplit
kartilago sebagai hasil dari hilangnya substansi jaringan sendi yang disebut
kondrolisis. Selain itu dapat juga menyebabkan osteonekrosis, perdarahan atau infeksi
didalam sendi. Kadang pasien dengan osteoarthtitis dapat menderita stress fraktur.
2.10. Prognosis
Prognosis osteoarthritis tergantung dari sendi mana yang terlibat dan
keparahannya. Mengingat bahwa osteoartritis adalah penyakit
degeneratif, maka dapat dimengerti bahwa penyakit ini progresif
sesuai dengan usia, namun apabila diketahui secara dini dan belum
menimbulkan deformitas (valgus atau varus) maka penjalanan
penyakit dapat dihambat dengan cara membuat atau berusaha untuk
memperbaiki stabilitas sendi.
Pada OA sekunder, prognosis penyakit tergantung pada penyebabnya. Tidak
ada obat modifikasi struktur/penyakit yang dapat menyembuhkan osteoarthritis.
26
Sampai saat ini, pengobatan yang diterapkan hanya bersifat simptomatis, tidak dapat
mengembalikan kerusakan yang sudah ada pada kartilago artikular.. Dengan obat-obat
konservatif, sebagian besar pasien dapat teratasi. Hanya kasus-kasus yang berat yang
memerlukan operasi
Pada ekstremitas bawah, penyakit sendi degeneratif ini relatif prognosis lebih
buruk karena sendi ini sering digunakan untuk berjalan. Dalam beberapa literatur
menyebutkan pada osteortrhitis ektremitas bawah mempunyai prognosis yang lebih
buruk karena kebutuhan yang berkelanjutan seperti berjalan mempengaruhi sendi.
Dalam hal ini biasanya tejadi pada sendi panggul dan ketika keduanya terkena
arthritis, kecacatan bisa sangat berat.
27
BAB III
KESIMPULAN
Osteoartritis merupakan penyakit sendi degeneratif, ditandai kelainan pada
kartilago, sendi dan tulang di dekatnya. Paling sering terkena adalah sendi lutut, sendi
panggul, sendi-sendi tangan, dan tulang belakang.
Sampai saat ini pengobatan yang dilakukan hanya untuk mengontrol nyeri dan
gejala lainnya, untuk mengatasi gangguan pada aktivitas sehari-hari, dan untuk
menghambat proses penyakit.
Terapi yang dilakukan yaitu terapi tanpa obat dan terapi dengan obat. Bila
pilihan terapi tersebut tidak memberikan hasil, maka dapat dilakukan terapi operatif.
28
DAFTAR PUSTAKA
1. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R, Pramudiyo R. Osteoartritis. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku
ajar ilmu penyakit dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia; 2006. p. 1195-201.
2. Carter MA. Osteoartritis. In: Price SA, Wilson LM. Patofisiologi: konsep
klinis proses-proses penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC; 2006. p. 1380-4
3. Skinner H. Current Diagnosis and Treatment in Orthopedics. New Hampshire:
Appleton & Lange; 2003.
4. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. 6th ed.Jakarta: Yarsif Watampone;
2009.
5. http://emedicine.medscape.com/article/330487-overview#a0104
6. http://osteoarthritis.about.com/od/osteoarthritistreatments/a/Arthroscopic-
Debridement.htm
7. http://www.dokterbedahtulang.com/?mn=101&id=12
8. http://binfar.depkes.go.id/download/ARTRITIS.pdf
9. http://www.duniakesehatan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=62:osteoartritis-dan-artritis-
reurnatoid-perbedaan-patogenesis-gambaran-klinis-dan-
terapi&catid=39:umum
10. http://www.therapy.protocols.webs.com/pathology of oa/
11. http://www.eorthopod.com/content/osteoarthritis-knee
29
30