pemberian terapi aktivitas bermain meniup -...
TRANSCRIPT
PEMBERIAN TERAPI AKTIVITAS BERMAIN MENIUP
“TIUPAN LIDAH” TERHADAP STATUS OKSIGENASI
ANAK USIA PRASEKOLAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN An. Y DENGAN ASMA
DI RUANG MELATI 2 RSUD
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
DISUSUN OLEH :
ANNA ISNAINI
P.12 007
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
i
PEMBERIAN TERAPI AKTIVITAS BERMAIN MENIUP
“TIUPAN LIDAH” TERHADAP STATUS OKSIGENASI
ANAK USIA PRASEKOLAH PADA ASUHAN
KEPERAWATAN An. Y DENGAN ASMA
DI RUANG MELATI 2 RSUD
Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
Karya Tulis Ilmiah
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DISUSUN OLEH :
ANNA ISNAINI
P.12 007
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2015
ii
iii
iv
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan segala kerendah hati
Karya Tulis Ilmiah ini saya persembahkan untuk orang yang kusayangi
Ayah dan ibu ku tercinta yang tiada henti-hentinya memberi doa restu,
kasih sayang, perhatian dan dukungan untuk menjadikanku orang yang sukses.
Kedua saudaraku Toni Harmanto dan Iin Endarwati tersayang yang selalu memberikan
motivasi dan support setiap langkahku.
Sahabatku tercinta “Peni, Dwi linda, Iin rohana, Asti , Arlita, Garinda dan Iin Rosalinda”,
semoga perjalanan yang kita tempuh selama ini mampu menjadikan
kita lebih baik dan menjadikan kita sukses kedepanya.
Teman-teman seperjuangan angkatan 2012 terutama kelas 3A.
Bu Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M. Kep. terimakasih atas bimbingannya selama ini.
Almamaterku tercinta
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya, Karya Tulis Ilmiah ini dapat terselesaikan
dengan baik, tepat pada waktunya dengan judul “Pemberian Terapi Aktivitas
Bermain Meniup Tiupan Lidah” Terhadap Status Oksigenasi Anak Usia
Prasekolah pada Asuhan Keperawatan An. Y dengan Asma di Ruang Melati 2
RSUD Dr. Moewardi Surakarta”.
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah penulis banyak mendapat bimbingan
dan dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang
terhormat :
1. Ibu Atiek Murharyati, S. Kep., Ns. M. Kep., selaku Ketua Program Studi D III
Keperawatan yang telah memberikan kesempatan untuk dapat menimba ilmu
di STIKes Kusuma Husada Surakarta.
2. Ibu Meri Oktariani, S. Kep., Ns., M. Kep., selaku Sekretaris Program Studi
DIII Keperawatan dan sekaligus dosen pembimbing yang telah membimbing
dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman
dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya Karya Tulis Ilmiah
ini.
3. Ibu S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen penguji yang telah
membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
vii
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
Karya Tulis Ilmiah ini.
4. Ibu Alfyana Nadya Rachmawati S.Kep.,Ns.,M.Kep., selaku dosen penguji yang
telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi,
perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya
Karya Tulis Ilmiah ini.
5. Semua dosen Program Studi D III Keperawatan dan Staf Perpustakaan STIKes
Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar
dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat.
6. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang telah memberikan kesempatan
untuk dapat mengambil kasus di Ruang Melati dan memperbolehkan
mengaplikasikan jurnal yang penulis ambil.
Semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat untuk perkembangan ilmu
keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, Juni 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ..................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan ........................................................................ 6
C. Manfaat Penulisan ...................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori ............................................................................ 9
1. Asma .................................................................................... 9
2. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah ............... 23
3. Oksigenasi ............................................................................. 27
4. Konsep Bermain .................................................................... 30
B. Kerangka Teori .......................................................................... 37
C. Kerangka Konsep ....................................................................... 38
BAB III METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset ................................................................. 39
B. Tempat dan Waktu ..................................................................... 39
C. Media dan Alat yang digunakan ................................................ 39
D. Prosedur Tindakan Berdasarkan Aplikasi Riset ........................ 40
E. Alat Ukur Evaluasi Tindakan Aplikasi Riset .............................. 41
ix
BAB IV LAPORAN KASUS
A. Identitas Klien ............................................................................ 43
B. Pengkajian .................................................................................. 43
C. Daftar Perumusan Masalah ........................................................ 49
D. Intervensi Keperawatan ............................................................. 51
E. Implementasi Keperawatan ........................................................ 52
F. Evaluasi Keperawatan ................................................................ 56
BAB V PEMBAHASAN
A. Pengkajian .................................................................................. 59
B. Diagnosa Keperawatan .............................................................. 65
C. Intervensi Keperawatan ............................................................. 69
D. Implementasi Keperawatan ........................................................ 72
E. Evaluasi Keperawatan ................................................................ 77
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ................................................................................ 80
B. Saran .......................................................................................... 84
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 : Frekuensi Pernafasan per menit ................................................. 30
Tabel 3.1 : Frekuensi Heart Rate per menit .................................................. 41
Tabel 3.2 : Frekuensi Respiratory Rate per menit ........................................ 42
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 : Kerangka Teori ........................................................................ 37
Gambar 2.2 : Kerangka Konsep ..................................................................... 38
Gambar 4.1 : Genogram ................................................................................ 45
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 : Usulan Judul
Lampiran 3 : Surat Pernyataan
Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 5 : Loog Book
Lampiran 6 : Format Pendelegasian Pasien
Lampiran 7 : Lembar Observasi
Lampiran 8 : Asuhan Keperawatan
Lampiran 9 : Jurnal Penelitian tentang Pengaruh Terapi Aktivitas Bermain
Meniup “Tiupan Lidah” Terhadap Status Oksigenasi Pada
Anak Usia Prasekolah dengan pneumonia di Rumah Sakit Ilam
Jakarta.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma telah dikenal sejak ribuan tahun yang lalu, para ahli
mendefinisikan bahwa asma merupakan suatu penyakit obstruksi saluran
nafas yang memberikan gejala–gejala batuk, mengi, dan sesak nafas
(Somantri, 2009). Asma atau sesak nafas merupakan suatu penyakit
penyumbatan saluran pernafasan yang disebabkan oleh alergi bulu, debu atau
tekanan psikologis dan asma bersifat menurun. Pada penderita asma yang
serius, terlihat dengan jelas bahwa anak mengalami kesulitan bernafas.
Nafasnya tersengal-sengal dan berbunyi (mengi), pada kondisi terburuk,
badan bagian atas anak akan menegang karena berusaha sekuat tenaga supaya
dapat bernafas (Pratyahara, 2011).
Asma disebabkan oleh beberapa faktor, penyebab asma terbanyak
yaitu karena faktor ekstrinsik yang disebabkan karena adanya alergen seperti
serbuk sari, debu, polusi, bulu binatang, makanan dan alergi lain. Asma juga
dapat disebabkan karena faktor instrinsik seperti emosi, perubahan suhu
dingin, infeksi traktus respiratorius, latihan berat, stres, dan faktor genetik.
Obstruksi saluran pernafasan merupakan gangguan fisiologis terpenting pada
asma akut. Keluhan utama pada pasien asma adalah nafas pendek, ekspirasi
yang memanjang, retraksi dada, whezing, batuk-batuk, sianosis, sulit tidur
dan tidak mampu beraktivitas. Penyakit asma bila tidak ditangani dengan
2
benar dapat menyebabkan pneumotoraks, kegagalan jantung, infeksi
pernafasan, gangguan emosional dan bahkan kematian (Pratyahara, 2011).
Berdasarkan organisasi kesehatan sedunia (WHO) (2009),
memperkirakan antara 100-150 juta penduduk di dunia penyandang asma dan
diperkirakan jumlahnya terus bertambah sekitar 180.000 setiap tahunnya.
Penyakit asma banyak diderita oleh anak-anak khususnya anak di bawah usia
lima tahun. Asma menyebabkan kehilangan 16% hari sekolah pada anak-anak
di Asia, 34% anak-anak di Eropa dan 40% anak-anak di Amerika Serikat
(Rusmono, 2010).
Di Indonesia, diperkirakan sekitar 10% penduduk mengidap asma
dalam berbagai variannya. Penyakit asma di Indonesia masuk dalam sepuluh
besar penyebab kesakitan dan kematian, dengan jumlah penderita pada tahun
2002 sebanyak 12.500.000. Survei Kesehatan Rumah Tangga tahun 2005
mencatat 225.000 orang meninggal karena asma. Meningkatnya tingkat
kejadian asma di Indonesia dan hampir seluruh dunia ini diduga berhubungan
dengan meningkatnya industri yang mengakibatkan tingkat polusi semakin
tinggi, serta makin banyaknya kendaraan bermotor. Asma banyak diderita
oleh masyarakat, terutama pada anak-anak, penyakit ini berkaitan dengan
faktor keturunan (Pratyahara, 2011).
Rusmono (2010) menyatakan bahwa pada tahun 2006 penyakit asma
termasuk penyakit yang membahayakan dan pasien asma di Jawa Tengah
mengalami peningkatan 5,6% dibandingkan tahun 2005. Jumlah pasien asma
pada tahun 2005 berjumlah 74.253 dan pada tahun 2006 berjumlah 78.411.
3
Ditambahkan oleh Natalia (2007) dalam penelitiannya tentang pasien asma di
Surakarta berjumlah 2.126 dari berbagai pasien di rumah sakit Surakarta baik
negeri ataupun swasta.
Pada pasien asma mengalami gangguan pemenuhan kebutuhan
oksigenasi. Kebutuhan oksigenasi marupakan kebutuhan fisiologis mendasar
pada manusia yang harus dipenuhi untuk meningkatkan derajat kesehatan.
Kebutuhan oksigenasi merupakan kebutuhan yang harus terpenuhi terlebih
dahulu daripada kebutuhan yang lain. Oksigen merupakan kebutuhan dasar
yang paling penting didalam proses metabolisme sel. Kekurangan oksigen
akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh, salah satunya
kematian. Oleh sebab itu berbagai upaya harus dilakukan apabila tubuh
mengalami gangguan oksigenasi untuk menjamin agar kebutuhan dasar ini
terpenuhi dengan baik (Mubarak, 2007).
Gangguan oksigenasi yang di alami anak dengan asma yang dirawat di
rumah sakit adalah distress pernafasan yang ditandai dengan nafas cepat,
dalam , retraksi dada, nafas cuping hidung dan disertai stridor (WHO, 2009).
Ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekret merupakan kendala yang juga
sering dijumpai pada anak usia bayi sampai dengan usia prasekolah karena
pada usia tersebut reflek batuk masih lemah. Beberapa tindakan yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah fisioterapi dada yang
meliputi postural drainage, vibrasi dan perkusi (Potter & Perry, 2009). Oleh
sebab itu munculah permasalahan ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada
pasien asma karena peningkatan produksi mukus pada saluran pernafasan.
4
Masalah tersebut harus segera ditangani dan mendapatkan perawatan,
tujuan perawatan asma adalah untuk menjaga agar asma tetap terkontrol yang
ditandai dengan penurunan gejala asma yang dirasakan atau bahkan tidak
sama sekali, sehingga penderita dapat melakukan aktivitas tanpa terganggu
oleh asmanya. Gejala asma dapat dikendalikan dengan pengelolaan yang
dilakukan secara lengkap, tidak hanya dengan pemberian terapi farmakologis
tetapi juga menggunakan terapi nonfarmakologis yaitu dengan cara
mengontrol gejala yang timbul serta mengurangi keparahan gejala asma yang
dialami ketika terjadi serangan (Wong, 2008). Terapi non farmakologis yang
umumnya digunakan untuk pengelolaan asma adalah dengan melakukan
terapi pernafasan. Terapi pernafasan bertujuan untuk melatih cara bernafas
yang benar, melatih ekspektorasi yang efektif, meningkatkan sirkulasi,
mempercepat dan mempertahankan pengontrolan asma yang ditandai dengan
penurunan gejala dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderitanya
(Nugroho, 2012).
Salah satu bentuk terapi pernafasan yang dapat diberikan kepada
pasien asma adalah latihan Pursed Lips Breathing (PLB). Pursed Lips
Breathing (PLB) dapat digunakan untuk membantu mengatasi
ketidakefektifan bersihan jalan nafas pada anak dengan asma. PLB
bermanfaat untuk meningkatkan pengembangan alveolus pada setiap lobus
paru sehingga tekanan alveolus meningkat dan dapat membantu mendorong
sekret pada jalan nafas saat ekspirasi dan dapat menginduksi pola nafas
menjadi normal. Tehnik PLB hanya dapat digunakan pada anak yang sadar
5
dan dapat diajak bekerja sama. Usia prasekolah adalah kelompok usia yang
sudah mampu menguasai bahasa dan perintah sederhana selain kemampuan
motoriknya yang sudah lebih berkembang dari anak usia toddler (Sutini,
2011).
Pursed Lips Breathing (PLB) dapat dianalogikan dengan aktivitas
bermain terapeutik sebagai tindakan pendekatan atraumatic care, dimana
anak merasa aman dengan lingkungannya serta memperoleh kesenangan saat
melakukan tindakan. Kegiatan bermain yang dapat dilakukan untuk latihan
pernapasan pada anak-anak yang masih kecil adalah meniup pluit atau
meniup bola kapas di atas meja (Wong, 2008).
Alat yang digunakan untuk pemberian terapi PLB berupa mainan yang
di sebut “tiupan lidah”. Cara meniupnya menggunakan tekhnik pursed lip
breathing, yaitu anak bernafas dalam dan ekshalasi melalui mulut, dengan
mulut dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan sehingga mainan yang
tadinya tergulung setelah ditiup menjadi mengembang dan panjang karena
terisi udara. Meniup dilakukan terus menerus sebanyak 30 kali dalam rentang
waktu 10-15 menit dan setiap tiupan di selingi dengan istirahat (nafas biasa).
Posisi anak saat bermain adalah duduk atau bersandar dengan posisi setengah
duduk diatas tempat tidur atau kursi (Sutini, 2011).
Hasil penelitian yang dilakukan Almeida, et al (2005) dan Santos
(2009) untuk menganalisis efektifitas PLB yang dilakukan oleh fisioterapis
pada anak yang mengalami gangguan pernafasan, dimana prinsip PLB adalah
meningkatkan aliran udara saat ekspirasi dengan tujuan mengaktifkan silia
6
pada saluran nafas untuk mengevakuasi sekret yang ada pada jalan nafas
menuju bronkhial dan trakhea. Mekanisme yang digunakan adalah
mekanisme fisiologis sehingga akan meminimalkan dampak negatif dan
efektif untuk memperbaiki jalan nafas.
Penelitian yang dilakukan Sutini (2011), pada pemberian terapi
aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” terhadap status oksigenasi, yaitu
menurunkan frekuensi RR dan meningkatkan frekuensi HR serta
meningkatkan SaO2. Hasil pengkajian yang dilakukan penulis pada An. Y,
klien sesak nafas, nafas berbunyi ngik-ngik, dan batuk-batuk dahak susah
keluar. Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis pada perawat dan tim
kesehatan lain yang ada di RSUD Dr. Moewardi, terapi aktivitas bermain
meniup “tiupan lidah” belum pernah di lakukan sebelumnya. Menindaklanjuti
hasil penelitan tersebut serta hasil pengkajian yang dilakukan penulis maka,
penulis tertarik untuk mengaplikasikan jurnal Pemberian Terapi Aktivitas
Bermain Meniup “Tiupan Lidah” Terhadap Status Oksigenasi Anak Usia
Prasekolah Pada Asuhan Keperawatan An. Y Dengan Asma Di Ruang Melati
2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan tindakan pemberian terapi aktivitas bermain meniup
“tiupan lidah” terhadap status oksigenasi anak usia prasekolah pada
7
Asuhan Keperawatan An. Y dengan Asma di Ruang Melati 2 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta.
2. Tujuan khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada An. Y dengan Asma di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada An. Y
dengan Asma di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
c. Penulis mampu menyusun intervensi pada An. Y dengan Asma di
RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
d. Penulis mampu melakukan implemenasi keperawatan pada An. Y
dengan asma di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
e. Penulis mampu melakukan evaluasi keperawatan pada An. Y dengan
asma di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian terapi aktivitas bermain
meniup “tiupan lidah” terhadap status oksigenasi pada An. Y dengan
Asma di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
C. Manfaat penelitian
1. Bagi Rumah Sakit
Karya tulis ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam
melakukan asuhan keperawatan khususnya bagi An. Y dengan asma.
8
2. Bagi institusi pendidikan
Digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan
datang.
3. Bagi penulis
Dapat melakukan Asuhan Keperawatan pada klien dengan asma secara
langsung dan optimal pada praktek klinik keperawatan serta sebagai
tambahan ilmu baru bagi penulis.
4. Bagi pembaca
Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit dan cara
perawatan pasien dengan asma.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori
1. Asma
a. Definisi
Asma adalah suatu kondisi paru-paru kronis yang ditandai dengan
sulit bernafas. Terjadi saat saluran pernafasan memberikan respon yang
berlebihan dengan cara menyempit jika mengaami rangsangan atau
gangguan (Ngastiyah, 2005). Asma adalah suatu peradangan pada
bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan
alergen. Reaksi hipersensitif pada bronkus dapat mengakibatkan
pembengkakan pada mukosa bronkus (Riyadi & Sukarmin, 2013).
Asma disebut juga sebagai reactive air way disease (RAD), adalah
suatu penyakit obstruktif pada jalan nafas secara reversibel yang
ditandai dengan inflamasi, dan peningkatan reaksi jalan nafas terhadap
berbagai stimulan (Suriadi & Yuliani, 2010).
b. Etiologi
Menurut Padila (2013), faktor-faktor penyebab terjadinya asma
adalah sebagai berikut :
1) Faktor ekstrinsik (asma imunologik atau asma alergi)
(a) Reaksi antigen dan antibodi
(b) Inhalasi alergen (debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang)
10
2) Faktor intrinsik (asma imunologik atau asma non alergi)
(a) Infeksi : parainfluenza virus, pneumonia, mycoplasmal
(b) Fisik : cuaca dingin, perubahan temperatur
(c) Iritan : kimia
(d) Polusi udara : CO, asap rokok, parfum
(e) Emosional : takut, cemas dan tegang
(f) Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
c. Klasifikasi asma
Klasifikasi penyakit asma secara klinik dibagi menjadi empat
bagian menurut National Heart Lung and Blood Institute (NHLBI,
2006) dalam Riyadi & Sukarmin (2013), yaitu: intermiten, persisten
ringan, sedang dan berat.
1) Intermiten dengan gambaran klinis, gejala singkat kurang dari 1
kali/minggu, gejala asma malam kurang dari 2 kali atau bulan,
asimtomatis di luar serangan, serangan berlangsung singkat,
Forced Expiration Volume (FEV1) lebih dari 80% nilai prediksi
atau Arus Puncak Ekspirasi (APE) lebih dari 80% nilai terbaik dan
variabiliti APE kurang dari 20%.
2) Persisten ringan dengan gambaran klinis, eksaserbasi lebih dari 1
kali/minggu tetapi kurang dari 1 kali/hari, gejala asma malam lebih
dari 2 kali/bulan, eksaserbasi mempengaruhi aktivitas dan tidur,
Forced Expiration Volume (FEV1) lebih dari 80% nilai prediksi
11
atau Arus Puncak Ekspirasi (APE) lebih dari 80% nilai terbaik dan
variabiliti APE 20%-30%.
3) Persisten sedang dengan gambaran klinis, gejala hampir tiap hari,
gejala asma malam lebih dari 1 kali/minggu, eksasebasi
mempengaruhi aktivitas dan tidur, membutuhkan steroid inhalasi
dan bronkhodilator setiap hari, Forced Expiration Volume (FEV1)
60% - 80% nilai prediksi atau Arus Puncak Ekspirasi (APE) 60% -
80% nilai terbaik dan variabiliti APE lebih dari 30%.
4) Persisten berat dengan gambaran klinis, sering eksaserbasi, sesak
terus menerus, gejala asma malam sering, aktivitas fisik terhambat,
membutuhkan steroid inhalasi dosis tinggi, bronkhodilator dan
steroid oral, Forced Expiration Volume (FEV1) kurang dari 60%
nilai prediksi atau arus puncak ekspirasi (APE) kurang dari 60%
nilai terbaik dan variabiliti APE lebih dari 30%.
d. Manifestasi klinis
1) Stadium dini
(a) Faktor hipersekresi yang lebih menonjol, diantaranya :
(1) Batuk dengan dahak bisa dengan maupun tanpa pilek
(2) Ronchi basah halus pada serangan kedua atau ketiga,
sifatnya hilang timbul
(3) Whezing belum ada
(4) Belum ada kelainan bentuk thoraks
(5) Ada peningkatan eosinofil darah dan IG E
12
(6) BGA belum patologis
(b) Faktor spasme bronchiolus dan edema yang lebih dominan :
(1) Timbul sesak nafas dengan atau tanpa sputum
(2) Whezing
(3) Penggunaan otot-otot asesori pernafasan
(4) Ronchi basah bila terdapat hipersekresi
(5) Penurunan tekanan parsial O2
2) Stadium lanjut / kronik
(a) Batuk, ronchi
(b) Sesak nafas berat dan seolah-olah tertekan
(c) Dahak lengket dan sulit untuk dikeluarkan
(d) Suara nafas melemah bahkan tak terdengar (silent chest)
(e) Thoraks seperti barel chest
(f) Tampak tarikan otot sternokleidomastiodeus
(g) Sianosis
(Padila, 2013)
e. Patofisiologi
Suatu serangan asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus
reversible. Obstruksi disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu
kontraksi otot-otot polos baik saluran napas, pembengkakan membran
yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukusa membesar, sputum
yang kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan
13
udara terperangkap didalam jaringan paru. Antibodi yang dihasilkan
(IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru. Pemajanan ulang
terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti,
histamine, bradikinin, dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi
yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot
polos dan kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme,
pembengkakan membran mukosa dan pembentukan mukus yang sangat
banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf
simpatis terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik
dirangsang, terjadi bronkokonstriksi, bronkodilatasi terjadi ketika
reseptor β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara reseptor
α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine
monofosfat (cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan
cAMP, yang mengarah pada peningkatan mediator kimiawi yang
dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi reseptor β-
mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat
pelepasan mediator kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori
yang diajukan adalah bahwa penyekatan β- adrenergik terjadi pada
individu dengan Asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan
pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Somantri, 2009).
14
f. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011), penderita asma sering mengalami
komplikasi dengan sejumlah penyakit sebagai berikut :
1) Bronkitis kronis
2) Gangguan pertumbuhan fisik, yang sering dijumpai pada anak
penderita sesak beruntun.
3) Enfisema paru dan cor pulmonate, lama-lama beberapa gelembung
paru akan membesar.
4) Infeksi akut saluran pernapasan bawah.
g. Pemeriksaan Penunjang
1) Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2) Foto rontgen
3) Pemeriksaan fungsi paru : menurunya tidal volume, kapasitas vital,
eosinofil biasanya meningkat dalam darah dan sputum.
4) Pemeriksaan alergi (radioallergosorbent test, rast).
5) Pulse oximetry
6) Analisa gas darah
(Suriadi & Yuliani, 2010)
h. Penatalaksanaan
Menurut Riyadi & Sukarmin (2013), penatalaksanaan yang dapat
diberikan pada anak dengan asma antara lain :
15
1) Pemberian obat bronkodilator seperti salbutamol dengan dosis rata-
rata yang dapat dipakai 0,1-0,2 mg/kg BB setiap kali pemberian
bronkodilator.
2) Pemberian antibiotik seperti ampisilin atau amoksisilin peroral
dengan dosis rata-rata yang dapat dipakai 10-20 mg/Kg BB setiap
kali pemberian. Antibiotik ini berfungsi mencegah timbulnya
penyakit sekunder terutama pada bronkus. Penumpukan sekret
yang berlebihan atau gerakan silia yang berlebihan dapat membuat
perlukaan pada jaringan mukosa sehingga dapat menjadi mediator
pertumbuhan mikroorganisme.
3) Koreksi gangguan asam basa dengan pemberian oksigen dan cairan
intravena. Untuk mendapatkan konsentrasi yang dapat memenuhi
kebutuhan dapat diberikan secara bicanule maupun masker dengan
dosis rata-rata 3 liter permenit .
4) Terapi inhalasi bronkodilator kombinasi dengan mukolitik atau
ekspektoran. Kalau dirumah dapat juga memakai terapi uap air
hangat yang dicampur dengan minyak kayu putih atau sejenis.
5) Menghindari anak dari paparan alergen seperti debu, hawa dingin
dengan cara memberi proteksi seperti masker, jaket tebal.
6) Mengurangi anak dari kelelahan yang berlebihan tetapi jangan over
proteksi. Misalnya membuat kegiatan bermain dirumah dengan
cara mengajak teman sebaya ke rumah. Kalau di rumah sakit
dipilihkan aktivitas bermain yang tidak banyak menyita energi.
16
i. Konsep Asuhan Keperawatan Asma
1) Pengkajian keperawatan
Menurut brandman (1995) dalam Potter & Perry (2006),
pengkajian keperawatan adalah proses sistematis dari
pengumpulan, verifikasi, dan komunikasi data tentang klien. Fase
proses keperawatan ini mencakup dua langkah : pengumpulan data
dari sumber primer (klien) dan sumber sekunder (keluarga, tenaga
kesehatan).
a) Identitas pasien/biodata
Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama orang tua.
b) Keluhan utama
Sesak nafas dan batuk kering.
c) Riwayat penyakit sekarang
Adanya bukti-bukti atopi (mis, eksema, rinitis), kemungkinan
faktor pencetus, episode sesak nafas, mengi, batuk dan adanya
keluhan gatal pada bagian depan leher atau bagian atas
punggung.
d) Riwayat kesehatan sebelumnya
Riwayat asma atau alergi dan serangan asma yang lalu, alergi
dan masalah pernafasan.
e) Riwayat psokososial
17
Faktor pencetus, stres, latihan, kebiasaan, rutinitas dan
perawatan sebelumnya.
(Suriadi & Yuliani, 2010)
2) Pemeriksaan Fisik
(a) Status penampilan kasehatan : lemah.
(b) Tingkat kesadaran kesehatan : komposmentis atau apatis.
(c) Tanda-tanda vital
(1) Frekuensi nadi dan tekanan darah : Takikardi, hipertensi.
(2) Frekuensi pernafasan : Takipnea, dispnea progresif,
pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu pernafasan.
(3) Suhu tubuh
Suhu tubuh pasien dengan asma biasanya masih dalam
batas normal 36-370
C.
(d) Berat badan dan tinggi badan
Kecenderungan berat badan anak mengalami penurunan.
(e) Integumen
(1) Warna : pucat sampai sianosis
(2) Suhu : pada hipertermi kulit teraba panas akan tetapi
setelah hipertermi teratasi kulit anak teraba dingin.
(f) Pemeriksaan dada
Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada
thoraks dan paru-paru :
18
(1) Inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan upaya bernafas
antara lain : takipnea, dispnea progresif, pernfasan
dangkal.
(2) Palpasi : adanya nyeri tekan, masa, peningkatan vokal
vremitus pada daerah yang terkena.
(3) Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru,
normalnya timpani (terisi udara) resonansi.
(4) Auskultasi : suara pernafasan yang meningkat
intensitasnya, adanya suara mengi (whezing) dan adanya
suara pernafasan tambahan ronchi.
(Riyadi & Sukarmin, 2013).
3) Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang
menggambarkan respon aktual atau potensial klien terhadap
masalah kesehatan dimana perawat mempunyai lisensi dan
kompeten untuk mengatasinya (Potter & Perry, 2006). Rumusan
diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien asma yaitu :
(a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi mukus yang berlebih.
(b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen dalam darah.
(c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbagan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
19
(d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
(Riyadi & Sukarmin, 2013)
4) Intervensi Keperawatan
(a) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
sekresi mukus yang berlebih.
Tujuan : bersihan jalan napas efektif
Kriteria hasil : Tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
sekret bisa keluar, suara paru bersih tidak ada
ronchi, respirasi dalam batas normal (21-30)
kali per menit.
Intervensi :
(1) kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan serta auskultasi
bunyi paru-paru.
Rasional : takipnea, pernafasan dangkal dan suara
tambahan pada paru terjadi karena peningkatan tekana
dalam paru dan penyempitan bronkus. Semakin sempit
dan tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi
pernafasan.
(2) Berikan terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”.
20
Rasional : mengaktifkan silia pada saluran nafas untuk
mengevakuasi sekret yang ada pada jalan nafas.
(3) Anjurkan ibu untuk memberikan minum air hangat
terutama saat pagi hari.
Rasional : untuk membantu mengencerkan sekret yang
tertahan dijalan nafas.
(4) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan bronkodilator
(nebulizer).
Rasional : membantu memudahkan pengenceran dan
pembuangan sekret dengan cepat.
(b) Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
suplai oksigen dalam darah.
Tujuan : perfusi jaringan kembali normal
Kriteria hasil : - Nadi perifer kuat dan simetris
- Tidak ada bunyi nafas tambahan, edema
pulmoner atau bising pada pembuluh darah
besar.
Intervensi :
(1) Kaji frekuensi, kedalaman dan kemudahan bernafas.
Rasional : distres pernafasan yang dibuktikan dengan
dispnea dan takipnea sebagai indikasi penurunan
kemampuan menyediakan oksigen bagi jaringan.
21
(2) Observasi warna kulit, catat adanya sianosis pada kulit,
kuku dan jaringan sentral.
Rasional : sianosis kuku menunjukkan fase konstriksi.
Sedangkan sianosis daun telinga, membran mukosa dan
kulit sekitar mulut ( membran hangat) menunjukkan
hipoksemia sistemik.
(3) Awasi frekuensi dan irama jantung.
Rasional : takikardi biasanya ada sebagai akibat demam
atau dehidrasi tetapi dapat sebagai respon terhadap
hipoksemia.
(4) Kolaborasi dalam pemberian terapi O2 dengan benar.
Rasional : untuk mempertahankan PaO2 diatas 60 mmHg
(normal PaO2 80-100 mmHg).
(c) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbagan
antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Tujuan : intolerasni aktivitas dapat teratasi
Kriteria hasil : - Mentoleransi aktivitas yag biasa dilakukan
dan dan ditunjukan dengan daya tahan,
penghematan energi dan perawatan diri
- Menunjukan penghematan energi
Intervensi :
22
(1) Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas. Catat laporan
dispnea, peningkatan kelemahan atau kelelahan dan
perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : untuk menetapkan kemampuan atau kebutuhan
pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
(2) Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : Untuk menurunkan stres dan rangsangan
berlebihan meningkatkan istirahat.
(3) Bantu pasien memilih posisi yang nyaman untuk istirahat
dan tidur.
Rasional : Pasein mungkin nyaman dengan kepala tinggi,
tidur di kursi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
(4) Bantu aktivitas perawaan diri yang diperlukan. Berikan
kemajuan peningkatan aktivitas selama fase
penyembuhan.
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu
keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
(d) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi/intake nutrisi adekuat
Kriteria hasil : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi, nafsu makan
meningkat, turgor kulit elastis, BB kembali
23
normal, klien tampak lebih segar, mukosa bibir
lembab.
Intervensi :
(1) pantau intake nutrisi pada anak.
Rasional : untuk mengetahui masukan/intake nutrisi pada
klien.
(2) Berikan penjelasan pada keluarga tentang pentingnya
nutrisi pada anak.
Rasional : agar keluarga mengetahui nutrisi apa saja yang
dibutuhkan klien.
(3) Anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan yang
disukai anak sedikit dan sajikan selagi hangat.
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan masukan
meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali.
(4) kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit yang
tepat untuk klien
Rasional : agar klien mendapatkan diit yang tepat untuk
memenuhi nutrisinya.
(Nurarif, 2013)
2. Konsep Tumbuh Kembang Anak Usia Prasekolah (3-5 tahun)
a. Pengertian
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang
perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa
24
anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai
dari bayi (0-1 bulan), usia bermain/todler (1-2 tahun), usia prasekolah
(3-5 tahun), usia sekolah (6-11 tahun), usia remaja (12-18). Setiap
individu berbeda dalam proses pertumbuhan dan perkembanganya
karena pertumbuhan dan perkembangan anak dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik secara herediter, lingkungan dan internal (Ridha,
2014).
Anak prasekolah merupakan anak yang memasuki periode usia
antara 3 sampai 6 tahun. Pada usia prasekolah kemampuan sosial anak
mulai berkembang, persiapan diri untuk memasuki dunia sekolah dan
perkembangan konsep diri telah dimulai pada periode ini.
Perkembangan fisik lebih lambat dan relatif menetap. Keterampilan
motorik seperti berjalan, berlari, melompat menjadi semakin luwes,
tetapi otot dan tulang belum begitu sempurna (Muscari, 2005).
b. Tahap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Prasekolah
1) Pertumbuhan dan Perkembangan Biologis
Anak usia prasekolah yang sehat adalah yang periang,
cekatan serta memiliki sikap tubuh yang baik. Pertambahan tinggi
rata-rata adalah 6,25 sampai 7,5 cm per tahun dan tinggi rata-rata
anak usia 4 tahun adalah 101,25 cm. Pertambahan berat badan rata-
rata adalah 2,3 kg per tahun dan barat badan ratarata anak usia 4
tahun adalah 16,8 kg (Muscari, 2005). Perkembangan fisik atau
biologis anak usia prasekolah lebih lambat dan relatif menetap.
25
Pertumbuhan tinggi dan berat badan melambat tetapi pasti
dibanding dengan masa sebelumnya. Sistem tubuh harusnya sudah
matang dan sudah terlatih dengan toileting. Keterampilan motorik,
seperti berjalan, berlari, melompat menjadi lebih luwes, tetapi otot
dan tulang belum begitu sempurna (Suriadi & Yuliani, 2010).
2) Perkembangan Psikososial
Menurut teori perkembangan yang Erikson, masa prasekolah
antara usia 3 sampai 6 tahun merupakan periode perkembangan
psikososial sebagai periode inisiatif versus rasa bersalah, yaitu anak
mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap apa
yang ada di sekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah
kemampuan untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasinya.
Perasaan bersalah akan muncul pada anak apabila anak tidak
mampu berprestasi sehingga merasa tidak puas atas perkembangan
yang tidak tercapai (Suriadi & Yuliani, 2010).
3) Perkembangan Psikoseksual
Perkembangan seksual selama masa ini merupakan fase yang
sangat penting untuk identitas dan kepercayaan seksual individu
secara menyeluruh. Anak membentuk kedekatan dengan orang tua
yang berlawanan jenis kelamin dan mengidentifikasi orang tua
yang berjenis kelamin sama. Meniru peran ayah atau ibu
merupakan aktivitas yang penting untuk mengembangkan konsep
26
diri dan membentuk kesadaran akan gender (Hockenberry &
Wilson (2009) dalam Sutini, 2011).
4) Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif yang dideskripsikan oleh Piaget pada
anak usia prasekolah (3 sampai 6 tahun) berada pada fase peralihan
antara prakonseptual dan intuitif. Pada fese prakonseptual (usia 2
sampai 4 tahun), anak membentuk konsep yang kurang lengkap dan
logis dibandingkan dengan konsep orang dewasa. Anak membuat
klasifikasi yang sederhana. Anak menghubungkan satu kejadian
dengan kejadian yang simultan (penalaran transduktif) (Muscari,
2005).
Pada fase intuitif (usia 5 sampai 7 tahun), anak menjadi
mampu membuat klasifikasi, menjumlahkan, dan menghubungkan
objek-objek, tetapi tidak menyadari prinsip-prinsip di balik
kegiatan tersebut. Anak menunjukan proses berfikir intuitif (anak
menyadari bahwa sesuatu adalah benar, tetapi ia tidak dapat
mengatakan alasanya). Anak tidak mampu untuk melihat sudut
pandang orang lain. Anak menggunakan banyak kata yang sesuai,
tetapi kurang memahami makna sebenarnya (Muscari, 2005).
5) Perkembangan moral
Menurut Kohlberg, anak usia prasekolah berada pada tahap
prakonvensional dalam perkembangan moral, yang terjadi hingga
usia 10 tahun. Pada tahap ini, perasaan bersalah muncul, dan
27
penekananya adalah pada pengendalian eksternal. Standar moral
anak adalah apa yang ada pada orang lain, dan anak mengamati
mereka untuk menghindari hukuman atau mendapatkan
penghargaan (Muscari, 2005).
3. Oksigenasi
a. Pengertian
Oksigenasi adalah pemenuhan akan kebutuhan oksigen (O2).
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia
yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk
mempertahankan hidupnya, dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel.
Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapat oksigen maka akan
berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat dipebaiki dan biasanya
pasien akan meninggal (Asmadi, 2008).
Kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan fisiologis dasar bagi
semua manusia untuk kelangsungan hidup sel dan jaringan serta
metabolisme tubuh. Anak mempunyai kebutuhan oksigen lebih tinggi
dari orang dewasa. Pemenuhan kebutuhan oksigen sangat ditentukan
oleh keadekuatan sistem pernafasan dan sistem kardiovaskuler.
Gangguan pada kedua sistem tersebut menyebabkan gangguan dalam
pemenuhan oksigenasi (Potter & Perry, 2006).
b. Fisiologis sistem kardiovaskuler
Fungsi sistem jantung adalah menghantarkan oksigen, nutrisi dan
substansi lainnya ke jaringan tubuh dan membuang produk sisa
28
metabolisme seluler melalui pompa jantung, sistem vaskular sirkulasi
dan integrasi sistem lainnya seperti sistem pernafasan, pencernaan dan
ginjal. Ventrikel kanan memompa darah melalui sirkulasi pulmonal,
sedangkan ventrikel kiri memompa darah ke sirkulasi sistemik yang
menyediakan oksigen dan nutrien ke jaringan dan membuang sampah
dari tubuh. Sistem sirkulasi mensuplai gas pernafasan, nutrien dan
produk sampah antara darah dan jaringan (Potter & Perry, 2006).
c. Fungsi fisiologis pernafasan
Pernafasan merupakan proses pemindahan oksigen dari udara
menuju sel-sel jaringan, dan pelepasan karbondioksida dari dalam sel
jarinagan menuju udara luar. Fungsi utama respirasi (pernafasan) adalah
memperoleh oksigen (O2) untuk digunakan oleh sel tubuh dan untuk
mengeluarkan CO2 yang diperoleh oleh sel (Asmadi, 2008).
Menurut Potter & Perry (2006), mengemukakan respirasi atau
pernafasan melibatkan 4 (empat) proses yaitu ventilasi pulmonal adalah
jalan masuk dan keluar udara dari saluran pernafasan dan paru-paru,
respirasi eksternal adalah difusi O2 dan CO2 antara udara dalam paru
dan kapilar pulmonari, respirasi internal adalah difusi O2 dan CO2 antara
sel adarah dan sel-sel tubuh untuk produksi oksidasi berupa CO2 oleh
sel-sel tubuh.
29
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi oksigenasi
Menurut Potter & Perry (2006), keadekuatan sirkulasi, ventilasi,
perfusi dan trasportasi gas-gas pernafasan ke jaringan dipengaruhi oleh
empat faktor yaitu :
1) Faktor fisiologis
Setiap kondisi yang mempengaruhi fungsi kardiopulmonal
secara langsung akan mempengaruhi kemempuan tubuh untuk
memenuhi kebutuhan oksigen. Klasifikasi umum gangguan jantung
meliputi ketidakseimbangan konduksi, kerusakan fungsi valvular,
hipoksia miokard, kardiomegali, dan hipoksia jaringan perifer.
Gangguan pernafasan meliputi hiperventilasi, hipoventilasi dan
hipoksia.
2) Faktor perkembangan
Saluran nafas anak-anak terus tumbuh mengalami perubahan
sampai usia 12 tahun. Saluran napas pada anak-anak berbeda
dengan dewasa, baik saluran nafas atas maupun saluran nafas
bagian bawah. Anak dengan usia yang lebih muda memiliki leher
yang lebih pendek dari pada orang dewasa sehingga struktur
saluran nafas saling berdekatan satu dengan yang lainnya. Saluran
nafas bagian atas anak lebih pendek dan sempit. Perbedaan ini
menimbulkan potensi yang lebih besar untuk terjadinya obstruksi.
3) Faktor perilaku
Perilaki atau gaya hidup baik secara langsung maupun tidak
30
langsung mempengaruhi kemampuan tubuh dalam memenuhi
kebutuhan oksigen. Faktor-faktor gaya hidup yang mempengaruhi
fungsi pernafasan meliputi nutrisi, latihan fisik, merokok
penyalahgunaan substansi dan stres.
4) Faktor lingkungan
Lingkungan juga mempengaruhi oksigenasi. Insiden penyakit
paru lebih tinggi di daerah yang berkabut dan di daerah perkotaan
dari pada di daerah pedesaan. Daerah perindustrian dan pabrik juga
memberikan kontribusi dalam peningkatan angka kejadian
penyakit saluran pernafasan, karena pengaruh polutan yang
dihasilkan.
Keadekuatan status pernafasan bisa dipantau melalui
pengukuran frekuensi pernafasan yang dihitung selama 1 menit. Di
bawah ini dijelaskan frekuensi pernafasan pada anak berdasarkan
tingkat usia.
Tabel 2.1
Frekuensi pernafasan per menit
Usia Frekuensi nafas /menit
2-6 tahun 21-30
6-10 tahun 20-26
12-14 tahun 18-22
Dewasa 16-20
31
4. Konsep Bermain
a. Pengertian Bermain
Aktivitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan
cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain
juga merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain
anak-anak akan berkata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan
diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dilakukannya, dan
mengenal waktu, jarak serta suara (Wong, 2008).
Bermain dapat digunakan sebagai media psiko terapi atau
pengobatan terhadap anak yang dikenal dengan sebutan Terapi
Bermain. Terapi bermain merupakan usaha mengubah tingkah laku
bermasalah, dengan menempatkan anak dalam situasi bermain (Ridha,
2014).
b. Fungsi Bermain
Menurut Ridha (2014), fungsi bermain sebagai berikut :
a. Perkembangan sensoris-motorik : membantu perkembangan gerak
halus dan pergerakkan kasar anak dengan cara memainkan suatu
obyek yang sekitarnya anak merasa senang.
b. Perkembangan kognitif : membantu anak untuk mengenal benda
yang ada disekitarnya.
c. Kreatifitas : mengembangkan kreatifitas anak dalam bermain sendiri
atau secara bersama.
32
d. Perkembangan sosial : belajar berinteraksi dengan orang lain,
mempelajari peran dalam kelompok.
e. Kesadaran diri (self awareness) : dengan bermain anak sadar akan
kemampuannya sendiri, kelemahannya dan tingkah laku terhadap
orang lain.
f. Perkembangan moral : dapat diperoleh dari orang tua, orang lain
yang ada disekitar anak.
g. Komunikasi : bermain merupakan alat komunikasi terutama pada
anak yang masih belum dapat menyatakan perasaannya secara
verbal.
Melalui bermain anak akan mengembangkan kemampuannya
dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal
kemampuannya dan membandingkannya dengan orang lain dan
menguji kemampuannya dengan mencoba peran-peran baru dan
mengetahui dampak tingkah lakunya terhadap orang lain. Misalnya,
jika anak mengambil mainan temannya sehingga temanya menangis,
anak akan belajar mengembangkan diri bahwa perilakunya menyakiti
teman. Dalam hal ini penting peran orang tua untuk menanamkan nilai
moral dan etika, terutama dalam kaitannya dengan kemampuan untuk
memahami dampak positif dan negatif dari perilakunya terhadap orang
lain.
c. Prinsip Bermain di Rumah Sakit
Menurut Ridha (2014), prinsip bermain di rumah sakit adalah :
33
a. Tidak membutuhkan banyak energi
b. Waktunya singkat
c. Mudah dilakukan.
d. Aman
e. Kelompok umur yang sama/sebaya
f. Tidak bertentangan dengan terapi
g. Melibatkan keluarga.
d. Jenis terapi bermain berdasarkan usia
Menurut Ridha (2014), dalam bermain pada anak tidaklah sama
dalam setiap usia tumbuh kembang melainkan berbeda, hal ini
dikarenakan setiap tahap usia tumbuh kembang anak selalu mempunyai
tugas-tugas perkembangan yang berbeda sehingga dalam penggunaan
alat selalu memperhatikan tugas masing-masing umur tumbuh
kembang. Adapun karakteristik dalam setiap tahap usia tumbuh
kembang anak :
a. Usia 0-1 tahun
Pada usia ini perkembangan anak mulai dapat dilatih dengan
adanya reflex, melatih kerja sama antara mata dan tangan, mata dan
telinga dalam berkoordinasi, melatih mencari objek yang ada tetapi
tidak kelihatan, melatih mengenal asal suara, kepekaan perabaan,
keterampilan dengan gerakan yang berulang, sehingga fungsi
bermain pada usia ini sudah dapat memperbaiki pertumbuhan dan
perkembangan.
34
Jenis permainan ini permainan yang dianjurkan pada usia ini
antara lain: benda (permainan) aman yang dapat dimasukkan
kedalam mulut, gambar bentuk muka, boneka orang dan binatang,
alat permaianan yang dapat digoyang dan menimbulkan suara, alat
permaian berupa selimut, boneka, dan lain-lain.
b. Usia 1-2 tahun
Jenis permainan yang dapat digunakan pada usia ini pada
dasarya bertujuan untuk melatih anak melakukan gerakan
mendorong atau menarik, melatih melakukan imajinasi, melatih anak
melakukan kegiatan sehari-hari dan memperkenalkan beberapa
bunyi dan mampu membedakannya. Jenis permainan ini seperti
semua alat permainan yang dapat didorong dan di tarik, berupa alat
rumah tangga, balok-balok, buku bergambar, kertas, pensil
berwarna, dan lain-lain.
c. Usia 3-6 tahun
Pada usia 3-6 tahun anak sudah mulai mampu
mengembangkan kreativitasnya dan sosialisasi sehingga sangat
diperlukan permainan yang dapat mengembangkan kemampuan
menyamakan dan membedakan, kemampuan berbahasa,
mengembangkan kecerdasan, menumbuhkan sportifitas,
mengembangkan koordinasi motorik, menegembangkan dan
mengontrol emosi, motorik kasar dan halus, memperkenalkan
pengertian yang bersifat ilmu pengetahuan dan memperkenalkan
35
suasana kompetensi serta gotong royong. Sehingga jenis permainan
yang dapat dighunakamn pada anak usia ini seperti benda-benda
sekitar rumah, buku gambar, majalah anak-anak, alat gambar, kertas
untuk belajar melipat, gunting, dan air.
e. Bermain Meniup
Bermain meniup dapat dianalogikan dengan latihan nafas dalam
(pursed lip breathing), merupakan suatu permainan atau aktivitas yang
memerlukan inhalasi lambat dan dalam waktu untuk mendapatkan efek
terbaik. Dengan tekhnik tersebut maka ekspansi alveolus pada semua
lobus dapat meningkat, dan tekanan di dalamnya pun meningkat.
Tekanan yang tinggi dalam alveolus dan lobus dapat mengaktifkan silia
pada saluran nafas untuk mengevakuasi sekret keluar dari jalan nafas,
sehingga jalan nafas menjadi lebih efektif. Membersihkan sekret dari
jalan nafas berarti akan menurunkan tahanan jalan nafas dan
meningkatkan ventilasi, yang pada akhirnya memberikan dampak
terhadap proses perfusi dan difusi oksigen ke jaringan (Sutini, 2011).
Alat yang digunakan berupa mainan yang di sebut “tiupan lidah”.
Cara meniupnya menggunakan tekhnik pursed lip breathing, yaitu anak
bernafas dalam dan ekshalasi melalui mulut, dengan mulut
dimonyongkan atau mencucu dan dikerutkan sehingga mainan yang
tadinya tergulung setelah ditiup menjadi mengembang dan panjang
karena terisi udara. Meniup dilakukan terus menerus sebanyak 30 kali
dalam rentang waktu 10-15 menit dan setiap tiupan di selingi dengan
36
istirahat (nafas biasa). Posisi anak saat bermain adalah duduk atau
bersandar dengan posisi setengah duduk diatas tempat tidur atau kursi
(Sutini, 2011).
Status oksigen yang dipengaruhi oleh aktivitas bermain meniup
“tiupan lidah” diantaranya :
1. Heart Rate (HR), rata-rata denyut jantung atau nadi yang dihitung
dalam 1 menit.
2. Respiratory Rate (RR), rata-rata jumlah pernafasan yang dihitung
dalam 1 menit.
3. Saturasi Oksigen, hasil pengukuran oksigen yang tersaturasi oleh hb
atau hasil pengukuran terhadap oksigen jaringan perifer.
37
B. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka teori
(Somantri, 2009)
1. Intermiten
2. Persisten ringan
3. Persisten sedang
4. Persisten berat
Asma
Penatalaksanaan
1. Farmakologi
a. Pemberian obat
bronkodilator
b. Pemberian antibiotik
2. Non Farmakologi
a. Menghindari anak dari
paparan alergen
b. Meminimalkan kelelahan
c. Memberikan posisi yang
nyaman (semi fowler)
d. Pemberian terapi aktivitas
bermain meniup “tiupan
lidah”
1. Faktor ekstrinsik (asma
imunologik atau asma alergi)
2. Faktor intrinsik (asma
imunologik atau asma non
alergi)
Komplikasi :
1. Bronkitis kronis
2. Gangguan pertumbuhan fisik
3. Enfisema paru dan cor
pulmonate
4. Infeksi akut saluran pernapasan
38
C. Kerangka Konsep
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
(Sutini, 2011)
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas Terapi aktivitas bermain
meniup “tiupan lidah”
39
39
BAB III
METODE PENYUSUNAN KTI APLIKASI RISET
A. Subjek Aplikasi Riset
Subjek yang digunakan dalam aplikasi riset ini adalah An. Y usia
prasekolah yang menderita asma di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi.
B. Tempat dan Waktu
1. Tempat : RSUD Dr. Moewardi Surakarta .
2. Waktu : Aplikasi riset ini dilakukan pada tanggal 9-11 Maret 2015.
C. Media dan Alat yang digunakan
Dalam aplikasi riset ini media dan alat yang digunakan :
1. Instrumen tindakan yang meliputi data tentang initial/kode pasien, tanggal
lahir /umur, jenis kelamin, tempat pasien dirawat, tanggal pengambilan
sampel dan lama/hari sakit.
2. Lembar Observasi yang digunakan untuk mencatat hasil pengukuran atau
pemeriksaan terhadap Respiratory Rate, Heart Rate, saturasi oksigen dan
kekuatan meniup.
3. Pulse oksimeter digunakan untuk mengukur saturasi oksigen dan Heart
Rate pada anak usia prasekolah, baik pada kelompok intervensi maupun
kelompok kontrol. Pulse oksimeter akan dipasang pada jari kaki atau
tangan.
40
4. Respiratory rate timer / jam tangan yang digunakan saat menghitung
frekuensi RR selama 1 menit penuh.
5. Mainan “tiupan lidah”.
D. Prosedur Tindakan
Menurut Sutini (2011), prosedur tindakan yang akan dilakukan pada
aplikasi riset tentang pengaruh terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”
terhadap status oksigenasi anak usia prasekolah dengan pneumonia adalah
sebagai berikut :
1. Mencari dan memilih pasien sesuai dengan kriteria inklusi.
2. Penulis memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud serta tujuan
aplikasi penelitian.
3. Menjelaskan langkah prosedur, manfaat serta resikonya bahwa yang
dilakukan tidak membahayakan anak.
4. Meminta persetujuaan pada orang tua anak..
5. Mempersiapkan alat : mainan “tiupan lidah”, respiratory rate timer, pulse
oximeter.
6. Menjelaskan prosedur pada pasien.
7. Melakukan pengukuran awal terhadap Respiratory rate dan Heart Rate
selama satu menit dan juga saturasi oksigen.
8. Memberikan contoh cara meniup mainan “tiupan lidah”.
9. Memberikan kesempatan pada pasien untuk mencoba cara yang telah
diajarkan.
41
10. Mengatur posisi setengah duduk/duduk di kursi/tempat tidur,
memberikan mainan “tiupan lidah” untuk ditiup sebanyak 30 kali dalam
rentan waktu 10-15 menit diselingi nafas biasa dengan ritme yang teratur,
aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” hanya dilakukan satu kali.
11. Mendampingi dan memotivasi pasien sambil mencatat kekuatan meniup
pasien.
12. Melakukan pengukuran kedua terhadap Respiratory rate, Heart Rate dan
saturasi oksigen sesaat setelah intervensi selesai dilakukan.
13. Memberikan pujian pada pasien dan keluarga.
14. Merapikan anak dan alat-alat.
15. Memberikan salam penutup.
E. Alat Ukur
1. Alat ukur yang digunakan dalam aplikasi riset ini adalah Heart Rate per
menit dan Respiratory Rate per menit.
2. Frekuensi denyut jantung (Heart Rate) per menit pada bayi dan anak
berdasarkan tingkat usia.
Usia Istirahat Aktivitas
Bayi baru lahir 100-180 80-160
1 minggu – 3 bulan 100-220 80-200
3 bulan – 2 tahun 80-150 70-120
2 tahun – 10 tahun 80-120 60-90
10 tahun – dewasa 55-90 50-90
42
Tabel 3.1 Frekuensi Heart Rate per menit
3. Frekuensi pernapasan (Respiratory Rate) per menit pada bayi dan anak
berdasarkan tingkat usia.
Usia Frekuensi napas /menit
2-6 tahun 21-30
6-10 tahun 20-26
12-14 tahun 18-22
Dewasa 16-20
Tabel 3.2 Frekuensi RR per menit
(Hockenberry & Wilson (2009) dalam Sutini, 2011)
43
BAB IV
LAPORAN KASUS
Bab ini penulis menjelaskan tentang laporan Asuhan Keperawatan pada
An. Y dengan Asma di Ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi Surakarta yang
dilaksanakan pada tanggal 09 Maret 2015. Asuhan keperawatan ini dilaksanakan
mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas, intervensi,
implementasi dan evaluasi. Kasus ini diperoleh dengan menggunakan metode
Autoanamnesa dan Alloanamnesa, pengamatan, observasi langsung, pemeriksaan
fisik, serta menelaah catatan medis dan catatan perawat.
A. Identitas Klien
Hasil pengkajian didapatkan data identitas klien, bahwa klien bernama
An. Y, umur 4 tahun, lahir pada tanggal 23 Januari 2010, alamat jebres, jenis
kelamin laki-laki, alamat jebres, klien di diagnosa asma. Penanggung jawab
pasien adalah Tn. H, umur 29 tahun, pekerjaan montir, alamat jebres dan
hubungan dengan klien adalah ayah klien.
B. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 9 Maret 2015 pada pukul 08.10
WIB di ruang Melati 2 RSUD Dr. Moewardi. Keluhan utama yang dirasakan
klien adalah sesak nafas dan batuk-batuk dahak susah keluar. Riwayat
penyakit sekarang ibu klien mengatakan anaknya dibawa ke poli anak RSUD
44
Dr. Moewardi pada tanggal 8 Maret 2015 pada pukul 09.30 WIB karena
sesak nafas, nafas berbunyi ngik-ngik, dan batuk-batuk dahak susah keluar.
Keluhan batuk dirasakan klien sudah sejak 2 hari yang lalu dan hanya
diberikan sirup dari apotik tetapi tidak kunjung sembuh. Kemudian setelah
dari poli klien dibawa ke IGD untuk mendapatkan terapi nebulizer dan
mendapat obat jalan berupa salbutamol 3 x 1 mg, methylprednisolone 3 x 2
mg dan ctm 3 x 1 mg, kemudian sesak berkurang setelah diberikan terapi
nebulizer. Tetapi ± 1 jam setelah masuk rumah sakit klien sudah sampai
dirumah, klien kembali sesak nafas, nafas mengi dan batuk lagi. Kemudian
oleh keluarga anak kembali dibawa ke IGD RSUD Dr. Moewardi pada pukul
09.20 WIB dan oleh dokter disarankan untuk rawat inap. Hasil pemeriksaan
di IGD nadi 124 kali per menit, respirasi rate 55 kali per menit, tekanan
darah 90/60 mmHg dan suhu 36,8˚C. SO 97 %. Terpasang infus RL 16 tpm.
Kemudian klien dipindahkan ke bangsal melati 2. Sebelum dibawa kerumah
sakit anak hanya diberi obat batuk dari apotik.
Pengkajian riwayat penyakit dahulu ibu klien mengatakan An. Y pernah
mengalami asma sebelumnya tetapi hanya berobat ke dokter dan belum
pernah dirawat dirumah sakit, An. Y juga pernah mengalami sakit demam
biasa, batuk, pilek, saat usia 1 tahun. An. Y tidak mempunyai riwayat alergi
obat maupun makanan, ibu klien mengatakan anaknya sudah mendapatkan
imunisasi dasar lengkap yaitu BCG, DPT, polio, campak dan hepatitis.
Pengkajian riwayat keluarga An. Y merupakan anak tunggal tinggal
bersama kedua orang tuanya, dalam anggota keluarga ada yang mempunyai
45
riwayat asma yaitu ayahnya dan tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit
menurun seperti hipertensi, diabetes militus, jantung koroner.
Genogram :
Gambar 4.1
Genogram
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Meninggal
: Garis keturunan
…………… : Tinggal serumah
: Pasien / An. Y
Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan berat badan lahir pasien
adalah 2900 gram ( 2,9 kg ) panjang badan 42 cm. Pemeriksaan Antropometri
An.y
An.y
46
saat ini adalah berat badan sekarang 13 kg, tinggi badan 105 cm, lingkar
kepala 51 cm, lingkar dada 58 cm dan lingkar lengan 15 cm. Intrepretasi
NCHS berdasarkan Z-SCORE dihasilkan WAZ : -1,94 (status gizi normal),
HAZ : 0,46 (normal), WHZ : -2,4 (kurus).
Status nutrisi pasien sebelum sakit ibu klien mengatakan dalam satu
hari pasien makan 3x dengan menu nasi, sayur, lauk, dan buah. Makan habis
1 porsi tanpa ada keluhan sebelum dan sesudah makan serta minum susu, air
putih satu hari 7-8 gelas belimbing jumlahnya kurang lebih 1600-1800cc.
Saat sakit, ibu pasien mengatakan anknya sulit makan dan nafsu makan
menurun. Pengkajian ABCD :
A : 0,11 m
BB sebelum sakit 14 kg dan BB selama sakit 13 kg
B : HB = 11,3 g/dl
Hematokrit = 46%
C : klien kurus, rambut hitam, turgor kulit sedang, mukosa bibir kering.
D : klien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk dan buah.
Makan hanya habis ½ porsi saja. minum susu, air putih dan teh hangat
satu hari 6-7 gelas belimbing jumlahnya kurang lebih 1400-1600cc.
Pola eliminasi BAB sebelum sakit ibu klien mengatakan BAB biasanya
1 kali sehari dengan konsistensi lunak berbentuk, warna kuning kecoklatan,
berbau khas, tidak ada campuran darah. Saat sakit klien BAB 1 kali per 2 hari
dengan konsistensi lembek, warna kuning, berbau khas , tidak bercampur
darah. Pola eliminasi BAK sebelum sakit ibu klien mengatakan BAK ± 7– 9
47
kali sehari ( 1200 cc – 1600 cc ), warna kuning pekat, berbau amoniak. Saat
sakit klien BAK ± 6-8 kali sehari (1000 cc – 1400 cc) warna kuning, berbau
amoniak.
Pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis pada klien, di dapatkan
data yaitu : keadaan umum baik, kesadaran composmentis, GCS ( E:4, V:5,
M:6 ). Pemeriksaan tanda tanda vital tekanan darah 90/60 mmHg, suhu tubuh
38,70 C, nadi 126 kali per menit irama teratur, pernafasan 38 kali per menit
irama teratur, SaO2 98%.
Pemeriksaan head toe to pada pemeriksa kepala didapatkan bentuk
mesochepal, tidak ada penutupan garis sutura, kondisi rambut dan kulit
kepala bersih, rambut berwarna hitam, kulit kepala bersih tidak ada ketombe.
Pemeriksaan mata didapatkan sklera tidak ikterik, simetris antara kanan dan
kiri, konjungtiva tidak anemis, reflek terhadap cahaya +/+, pupil isokor dan
tidak menggunakan alat bantu penglihatan. Pada pemeriksaan telinga
didapatkan bahwa keadaannya bersih, tidak ada serumen berlebih, simetris
kanan dan kiri, ketajaman pendengaran tidak ada gangguan, dan tidak
menggunakan alat bantu pendengaran. Pada pemeriksaan hidung didapatkan
hidung dalam keadaan bersih, simetris, tidak ada polip, septum terletak di
tengah, tidak ada nafas cuping hidung. Pada leher bentuk normal, tidak ada
pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada distensi vena leher, nadi karotis teraba
kuat, reflek menelan baik tidak ada gangguan, dan tidak ada kaku kuduk.
Warna bibir merah, keadaan bibir bersih, lidah bersih, mukosa bibir kering,
bentuk simetris dan tidak ada stomatitis.
48
Pemeriksaan fisik paru - paru dengan teknik Inspeksi (melihat)
didapatkan hasil yaitu dada normal, simetris kanan dan kiri, tidak terlihat ada
luka atau jejas, tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan. Hasil
pemeriksaan menggunakan teknik palpasi (meraba) didapatkan vokal
fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri tidak sama. Hasil
pemeriksaan dengan melakukan perkusi (mengetuk) didapatkan terdengar
suara paru sonor. Kemudian untuk pemeriksaan dengan melakukan
auskultasi (mendengarkan) yaitu terdengar suara tambahan whezing dan juga
suara ronci di lobus kanan atas.
Pada pemeriksaan jantung dengan teknik Inspeksi (melihat) yaitu
bentuk dada terlihat simetris, ictus cordis tidak tampak dari luar. Pada
pemeriksaan dengan palpasi (meraba) didapatkan hasil ictuscordis teraba
kuat di SIC 5. Pada pemeriksaan dengan melakukan perkusi (mengetuk)
didapatkan suara jantung terdengar pekak, batas tidak melebar. Kemudian
untuk pemeriksaan auskultasi (mendengarkan) yaitu hasilnya bunyi jantung I-
II murni (lub dup), reguler.
Pemeriksaan genetalia hasilnya bersih, tidak ada infeksi. Pemeriksaan
anus bersih, tidak ada hemoroid, tidak ada luka/kemerahan. Pemeriksaan
ekstermitas atas dan bawah kekuatan otot kanan dan kiri 5 yaitu kekuatan otot
penuh, terpasang infuse di tangan kiri, jumlah jari kanan dan kiri lengkap,
tidak ada cacat atau pun luka, Range Of Motion (ROM) kanan dan kiri aktif,
capillary refile kurang dari 2 detik, perabaan akral ekstremitas atas hangat
dan ekstremitas bawah dingin.
49
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 8 Maret 2015 didapatkan
hasil hematologi : hemoglobin 11,3 g/dl (11,5-12,5) hematokrit 46% (35-43),
leukosit 10,3 ribu/ul (5,5-17,05), trombosit 413 ribu/ul (150-450), eritrosit
4,44 juta/ul (3,90-5,30). Index : MCV 81,8 fl (80,0-96,0), MCH 27,7 Pg (28-
33), MCHC 33,9 g/dl (33-36), RDW 11,8 % (11,6-14,6), MPV 7,6 fl (7,2-
11,1), PDW 15 % (25-65). Hitung jenis : Eosinofil 1,10 % (0,00-4,00),
basofil 0,20% (0,00-1,00), netrofil 87,80 % (29,00-72,00), monosit 2,30 %
(0,00-5,00), limfosit 8,60 % (36,00-52,00). Natrium 136, kalium 3,4, kalsium
ion 1,34, mukus 6,23 u/l (0,00-0,00), PH 7,418 mmol/L (7,350-7,450), PCO2
35,3 mmol/L (27-41), PAO2 81,6 mmHg (83-108), HCO3 222,9 mmol/L (21-
28), total CO2 20,2 mmol/L (19-24).
Terapi yang didapat pasien saat dirawat yaitu terapi intravena infus
Ringer Laktat berfungsi mengembalikan keseimbangan cairan dan elektrolit
16 tetes permenit. Injeksi methylprednisolone 6mg/8 jam berfungsi untuk
mengobati kelainan endokrin, alergi, penyakit saluran nafas. Injeksi
aminofillin 72 mg dalam 1 flabot 45cc/jam diberikan selama 30 menit,
berfungsi untuk mengatasi dan meringankan asma, asma bronkial dan depresi
pernafasan. Terapi nebulizer atrovent 10, barotec + nacl 0,9% 5cc/6 jam,
berfungsi untuk mengatasi obstruksi kronis saluran nafas yang reversibel.
C. Daftar perumusan masalah
Hasil pengkajian secara wawancara dan observasi kepada pasien,
penulis menemukan masalah antara lain :
50
Masalah utama yang dikeluhkan oleh pasien dan menjadi prioritas
keperawatan paling utama yaitu ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebih. Ditandai dengan data
subyektif yaitu ibu klien mengatakan anaknya batuk-batuk dahak susah
keluar. Data obyektif didapatkan hasil An. Y tampak lemah, terdengar suara
ronchi dilobus kanan atas, tampak adanya penggunaan otot bantu pernapasan,
respirasi 38 kali per menit, An. Y belum bisa mengeluarkan sekret, SaO2
98%.
Masalah keperawatan yang kedua yakni ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru. Ditandai dengan data
subyektif klien mengatakan kadang masih sesak nafas. Data obyektif yang
didapatkan klien hanya berbaring di tempat tidur, tampak adayna penggunaan
otot bantu pernafasan, terdengar suara whezing, respirasi 38 kali per menit.
Masalah keperawatan yang ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Ditandai dengan data subyektif ibu klien mengatakan anaknya susah makan
dan nafsu makan menurun, sedangkan data obyektif didapatkan WHZ : -2,4
(kurus), An. Y tampak lemas, A : 0,11 m dengan BB sebelum sakit : 14kg
dan selama sakit : 13kg. B : hemoglobin 11,3 g/dl dan hematokrit 46 %. C :
klien kurus, rambut berwarna hitam, turgor kulit sedang, mukosa bibir kering.
D : klien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk, buah dan minum air
putih serta susu, makan habis ½ porsi saja.
51
D. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan untuk An. Y pada diagnosa pertama
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus
yang berlebih Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama 3 kali 24 jam diharapkan jalan nafas kembali paten dengan kriteria
hasil : tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, sekret bisa keluar, suara
paru bersih tidak ada ronchi, respirasi dalam batas normal (21-30 kali
permenit) SaO2 dalam batas normal (95-100%), klien tampak rileks.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada An. Y kaji
frekuensi dan kedalaman pernafasan serta auskultasi bunyi paru-paru, berikan
terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”, anjurkan ibu untuk
memberikan minum air hangat terutama saat pagi hari, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi bronkodilator (nebulizer).
Intervensi keperawatan untuk An. Y pada diagnosa kedua yaitu yakni
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
Tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24
jam diharapkan pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil : tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan, suara paru bersih tidak ada whezing, klien
melaporkan sesak nafas sudah hilang, respirasi dalam batas normal (21-30
kali permenit). Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan
pada An. Y yaitu observasi adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan
auskultasi bunyi paru-paru, berikan posisi semi fowler, ajarkan klien tekhnik
relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi O2.
52
Intervensi keperawatan pada diagnosa ketiga yaitu Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, tujuannya adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 23
kali 24 jam diharapkan intake nutrisi pada klien terpenuhi dengan kriteria
hasil : nafsu makan anak meningkat, turgor kulit elastis, BB kembali normal,
makan habis 1 porsi, klien tampak lebih segar, mukosa bibir lembab.
Intervensi atau rencana keperawatan yang akan dilakukan pada An. Y
pantau intake nutrisi pada anak, berikan penjelasan pada keluarga tentang
pentingnya nutrisi pada anak, anjurkan pada keluarga untuk memberikan
makan yang disukai anak sedikit dan sajikan selagi hangat, kolaborasi dengan
ahli gizi untuk memberikan diit yang tepat untuk klien.
E. Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa pertama yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus
yang berlebih, pada hari pertama tanggal 09 Maret 2015 jam 09.55 WIB
mengkaji frekuensi dan kedalaman pernafasan serta mengauskultasi bunyi
paru-paru dengan respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya
diperiksa, respon obyektif nafas cepat dan agak dalam, terdengar suara ronchi
dilobus kanan atas, nadi 124 kali per menit, respirasi 39 kali per menit. Jam
10.05 menganjurkan ibu untuk memberikan minum air hangat terutama saat
pagi hari dengan respon subyektif ibu klien mengatakan beredia memberikan
banyak minum air hangat, respon obyektif ibu tampak memahami saran yang
53
diberikan, anak diberikan minum air hangat. Jam 11.00 WIB memberikan
terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” dengan respon subyektif ibu
klien mengatakan bersedia anaknya diberikan terapi dan anak mau diajak
bermain meniup “tiupan lidah”, respon obyektif klien tampak kooperatif dan
senang saat diajak bermain, klien meniup “tiupan lidah” sebanyak 30 kali
selama 30 menit.
Pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015, jam 07.05 WIB berkolaborasi
dalam pemberian terapi nebulizer dengan respon subyektif ibu mengatakan
bersedia anaknya diberikan terapi nebulizer, respon obyektif anak tampak
kooperatif dan menghirup uap yang keluar dari masker. Jam 09.45 mengkaji
frekuensi dan kedalaman pernafasan serta mengauskultasi bunyi paru-paru
dengan respon subyektif klien mengatakan mau diperiksa, respon obyektif
nafas agak dalam irama teratur, terdengar suara ronchi dilobus kanan atas,
nadi 116 kali per menit, respirasi 36 kali per menit. Jam 10.10 WIB
memberikan terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” dengan respon
subyektif klien mengatakan mau diajak bermain meniup “tiupan lidah”,
respon obyektif klien tampak senang saat diajak bermain, posisi klien duduk,
klien meniup “tiupan lidah” sebanyak 30 kali selama 30 menit.
Pada hari ketiga tanggal 11 Maret 2015, jam 09.00 WIB memberikan
terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” dengan respon subyektif klien
mengatakan mau diajak bermain meniup “tiupan lidah” lagi, respon obyektif
klien tampak rileks dan senang saat diajak bermain, posisi klien duduk, klien
meniup “tiupan lidah” sebanyak 30 kali selama 30 menit. Jam 09.20 mengkaji
54
frekuensi dan kedalaman pernafasan serta mengauskultasi bunyi paru-paru
dengan respon subyektif klien mengatakan mau diperiksa, respon obyektif
nafas agak dalam irama teratur, suara paru vesikuler tidak ada suara
tambahan, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, respirasi 26 kali per
menit.
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa yang kedua yakni
ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
pada hari pertama tanggal 9 Maret 2015 pada jam 09.00 WIB mengobservasi
adanya penggunaan otot bantu pernapasan dan mengauskultasi bunyi paru-
paru dengan respon subyektif klien mengatakan mau diperiksa, respon
obyektif yaitu klien tampak kooperatif, tampak adanya pengguaan otot bantu
pernapasan, terdengar suara whezing. Jam 09.10 WIB memberikan posisi
semi fowler dengan respon subyektif klien mengatakan mau diposisikan
setengah duduk, respon obyektif posisi tidur klien semi fowler, klien tampak
lebih nyaman. Jam 12.30 WIB mengajarkan klien tekhnik relaksaai napas
dalam dengan respon subyektif klien mengatakan mau diajari tekhnik
relaksasi napas dalam, respon obyektif klien tampak kooperatif dan mencoba
melakukan tekhnik yang diajarkan.
Pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015, jam 07.30 WIB mengukur
tanda-tanda vital dengan respon subyektif klien mengatakan mau diperiksa,
respon obyektif klien tampak lebih kooperatif, tekanan darah 90/60 mmHg,
nadi 131 per menit, respirasi 34 kali per menit dan suhu 36,90
C.
55
Tindakan keperawatan pada diagnosa ketiga yaitu ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak
adekuat, pada hari pertama tanggal 09 Maret 2015 jam 09.30 WIB memantau
intake nutrisi pada klien dengan respon subyektif ibu klien mengatakan tadi
pagi An. Y mau makan tapi hanya sedikit saja, respon obyektif klien tampak
lemas, mukosa bibir kering, makan hanya habis ½ porsi saja. Jam 09.45
berkolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan diit yang tapat untuk klien
dengan respon obyektif ahli gizi memberikan diit yang sesuai untuk klien.
Tindakan pada diagnosa pertama dan kedua, jam 13.30 WIB mengukur tanda-
tanda vital dengan respon subyektif ibu klien mengatakan bersedia anaknya
diperiksa, respon obyektif klien lemas, tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
123kali per menit, respirasi 32 kali per menit dan suhu 37,20
C.
Pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015, jam 08.00 WIB memberikan
penjelasan tentang pentingnya nutrisi bagi anak dengan respon subyektif ibu
memahami pentingnya nutrisi bagi anaknya, respon obyektif ibu tampak
paham dan mengerti serta menanyakan nutrisi apa saja yang baik untuk An.
Y. Jam 12.30 memantau intake nutrisi pada klien dengan respon subyektif ibu
klien mengatakan An. Y sudah mau makan agak banyak, respon obyektif
klien tampak lebih segar, mukosa bibir kering, makan habis ¾ porsi.
Pada hari ketiga tanggal 11 Maret 2015, jam 08.30 WIB memantau
intake nutrisi pada klien dengan respon subyektif ibu klien mengatakan nafsu
makan An. Y sudah meningkat dan makanya tadi pagi dihabiskan, respon
obyektif klien tampak lebih segar, turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab,
56
makan sudah habis 1 porsi. Tindakan pada diagnosa pertama dan kedua, jam
08.45 WIB mengukur tanda-tanda vital dengan respon subyektif klien
mengatakan mau diperiksa, respon obyektif tekanan darah 90/60 mmHg, nadi
119 kali per menit, respirasi27 kali per menit dan suhu 36,90
C.
F. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa keperawatan pertama
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus
yang berlebih, pada hari pertama tanggal 09 Maret 2015 jam 13.55 WIB
dengan respon subyektif ibu klien mengatakan An. Y batuk-batuk dahak
susah keluar, obyektif anak tampak lemah hanya berbaring ditempat tidur,
tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan, terdengar suara ronchi di
lobus kanan atas, respirasi 38 kali permenit, sekret bisa keluar hanya sedikit.
Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan intervensi, kaji frekuensi
dan kedalaman pernafasan serta auskultasi bunyi paru-paru, berikan terapi
aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”, kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian terapi nebulizer.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015 jam 13.30 WIB respon
subyektif ibu klien mengatakan batuk sudah berkurang, dahak sudah bisa
keluar. Respon obyektif klien masih berbaring ditempat tidur, masih tampak
adanya penggunaan otot bantu pernafasan, terdengar suara ronchi dilobus
kanan atas, pernafasan 29 kali permenit, sekret sudah bisa keluar. Analisa
masalah teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi kaji frekuensi dan
57
kedalaman pernafasan serta auskultasi bunyi paru-paru, berikan terapi
aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”.
Evaluasi pada hari ketiga tanggal 11 Maret 2015 jam 11.30 WIB respon
subyektif klien mengatakan sudah tidak batuk dan ibu klien mengatakan
dahak sudah tidak ada. Respon obyektif klien tampak rileks, suara paru
vesikuler tidak ada ronci, respirasi 26 kali per menit. Analisa masalah teratasi.
Planning intervensi dihentikan.
Evaluasi yang dilakukan pada diagnosa kedua ketidakefektifan pola
napas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, hasil evaluasi yang
dilakukan pada hari pertama tanggal 09 Maret 2015 jam 13.45 WIB hasil
metode SOAP diperoleh hasil sebagai berikut subyektif klien mengatakan
kadang masih sesak nafas, klien hanya berbaring ditempat tidur, tampak
adanya penggunaan otot bantu pernafasan, terdengar suara whezing, respirasi
38 kali permenit. Analisa masalah belum teratasi. Planning lanjutkan
intervensi, observasi adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan auskultasi
bunyi paru-paru, ajarkan tekhnik relasksasi nafas dalam.
Pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015, jam 13.40 WIB respon
subyektif klien mengatakan sudah tidak sesak nafas, obyektif klien tampak
lebih nyaman, suara whezing sudah tidak ada, masih tampak adanya
penggunaan otot bantu pernafasan, respirasi 29 kali per menit. Analisa
masalah sudah teratasi. Planning intervensi dihentikan.
Evaluasi pada diagnosa ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, pada hari
58
pertama tanggal 09 Maret 2015 jam 14.10 WIB respon subyektif ibu klien
mengatakan An. Y masih sulit makan, nafsu makan menurun. Obyektif klien
tampak lemas, A : 0,11 m dengan BB sebelum sakit : 14kg dan selama sakit :
13kg, B : hemoglobin 11,3 g/dl dan hematokrit 46 %, C : klien kurus,
rambut berwarna hitam, turgor kulit sedang, mukosa bibir kering, D : klien
makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk, buah dan minum air putih serta
susu, makan habis ½ porsi saja. Analisa masalah belum teratasi. Planning
lanjutkan intervensi pantau intake nutrisi pada klien, berikan penjelasan
tentang pentingnya nutrisi bagi anak.
Evaluasi pada hari kedua tanggal 10 Maret 2015 jam 13.55 WIB respon
subyektif ibu klien mengatakan An. Y sudah mau makan agak banyak.
Respon obyektif A : 0,11 m dengan BB sebelum sakit : 14kg dan selama sakit
: 13kg, B : hemoglobin 11,3 g/dl dan hematokrit 46 %, C : klien kurus,
rambut berwarna hitam, turgor kulit elastis, mukosa bibir kering, D : klien
makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk, buah dan minum air putih serta
susu, makan habis ¾ porsi. Analisa masalah teratasi sebagian. Planning
lanjutkan intervensi pantau intake nutrisi pada klien.
Evaluasi pada hari ketiga jam 11.40 WIB respon subyektif ibu klien
mengatakan nafsu makan An. Y sudah meningkat dan tadi pagi makan sudah
habis 1 porsi. Respon obyektif klien tampak lebih segar, A : 0,11 m dengan
BB sebelum sakit : 14 kg dan selama sakit : 13,5 kg, B : hemoglobin 11,3
g/dl dan hematokrit 46 %, C : klien kurus, rambut berwarna hitam, turgor
kulit elastis, mukosa bibir lembab, D : klien makan nasi, sayur, lauk, buah
59
dan minum air putih serta susu, makan habis 1 porsi. Analisa masalah sudah
teratasi. Planning intervensi dihentikan.
60
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas tentang ”Pemberian terapi aktivitas
bermain meniup “tiupan lidah” terhadap status oksigenasi anak usia prasekolah
pada asuhan keperawatan An. Y dengan asma di Ruang Melati 2 RSUD Dr.
Moewardi Surakarta”. Asuhan keperawatan yang dilakukan melalui tahap :
pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Penulis
dalam bab ini membahas tentang adanya kesesuaian maupun kesenjangan antara
teori dan hasil aplikasi pada kasus.
A. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan
suatu proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Informasi yang di
dapat dari klien (sumber data primer), data yang didapat dari orang lain (data
sekunder), catatan kesehatan klien, informasi atau laporan laboratorium, tes
diagnostik, keluarga dan orang yang terdekat atau anggota tim kesehatan
merupakan pengkajian data dasar (Nursalam, 2008).
Hasil pengkajian yang didapatkan yaitu keluhan utama yang dirasakan
klien adalah sesak nafas dan batuk-batuk dahak susah keluar. Hal tersebut
sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa keluhan utama pada penderita
asma yaitu sesak nafas dan batuk kering (Suriadi & Yuliani, 2010).
61
Riwayat penyakit sekarang ibu klien mengatakan anaknya dibawa ke
poli anak RSUD Dr. Moewardi pada tanggal 8 Maret 2015 pada pukul 09.30
WIB karena sesak nafas, nafas berbunyi ngik-ngik dan batuk-batuk dahak
susah keluar. Keluhan batuk dirasakan klien sudah sejak 2 hari yang lalu.
Kemudian setelah dari poli klien dibawa ke IGD untuk mendapatkan terapi
nebulizer dan sesak berkurang setelah diberikan terapi nebulizer. Tetapi ± 1
jam setelah masuk rumah sakit klien sudah sampai dirumah, klien kembali
sesak nafas, nafas mengi dan batuk lagi. Dalam teori menyebutkan penderita
asma awalnya menunjukkan gejala seperti batuk, demam ringan, muntah,
kelainan bentuk dada yang dijumpai pada asma kronik, sesak nafas dan nafas
bunyi ngik-ngik (mengi). Batuk terjadi pada waktu malam menjelang pagi
atau sesudah anak beraktivitas. Awalnya batuk kering kemudian disertai
lendir. Selanjutnya terdengar suara mengi, sesak nafas, suara ekspirasi
memanjang, takipnea dan sianosis (Pudiastuti, 2011).
Diagnosa medis pada klien adalah asma. Asma merupakan penyakit
menurun, bila salah satu atau kedua orangtua, kakek atau nenek anak
menderita asma maka bisa diturunkan pada anak (Riyadi & Sukarmin, 2013).
Hasi pengkajian riwayat kesehatan keluarga, An. Y merupakan anak tunggal
tinggal bersama kedua orang tuanya, dalam anggota keluarga ada yang
mempunyai riwayat asma yaitu ayahnya dan tidak ada yang mempunyai
riwayat penyakit menurun seperti hipertensi, diabetes militus, jantung
koroner.
62
Dalam pengkajian pemeriksaan fisik yang dilakukan oleh penulis pada
klien, di dapatkan data yaitu : keadaan umum baik, kesadaran composmentis.
Pemeriksaan sistem pernafasan diperoleh data An. Y sesak nafas, batuk-batuk
dahak susah keluar, nafas mengi. Pemeriksaan tanda tanda vital tekanan darah
90/60 mmHg, suhu tubuh 38,70 C, nadi 126 kali per menit irama teratur,
pernafasan 38 kali per menit irama teratur, SaO2 98%. Hal tersebut sesuai
dengan teori yang menyebutkan bahwa, status penampilan kasehatan pada
pasien asma lemah, tingkat kesadaran kesehatan komposmentis atau apatis,
pemeriksaan tanda-tanda vital frekuensi nadi dan tekanan darah Takikardi
atau hipertensi, frekuensi pernafasan takipnea atau dispnea progresif,
pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu pernapasan, suhu tubuh pasien
dengan asma biasanya masih dalam batas normal 36-370
C (Riyadi &
Sukarmin, 2013).
Pemeriksaan fisik paru - paru dengan teknik Inspeksi (melihat)
didapatkan hasil yaitu dada normal, simetris kanan dan kiri, tidak terlihat ada
luka atau jejas, tampak ananya penggunaan otot bantu pernafasan. Hasil
pemeriksaan menggunakan teknik palpasi (meraba) didapatkan vokal
fremitus kanan dan kiri sama, ekspansi paru kanan dan kiri tidak sama. Hasil
pemeriksaan dengan melakukan perkusi (mengetuk) didapatkan terdengar
suara paru sonor. Kemudian untuk pemeriksaa dengan melakukan auskultasi
(mendengarkan) yaitu terdengar suara tambahan whezing dan juga suara ronci
di lobus kanan atas. Menurut Riyadi & Sukarmin (2013) pada pemeriksaan
fisik thoraks dan paru-paru, secara inspeksi : frekuensi irama, kedalaman dan
63
upaya bernafas antara lain : takipnea, dispnea progresif, pernfasan dangkal.
Palpasi : adanya nyeri tekan, masa, peningkatan vokal vremitus pada daerah
yang terkena. Perkusi : pekak terjadi bila terisi cairan pada paru, normalnya
timpani (terisi udara) resonansi. Auskultasi : suara pernafasan yang
meningkat intensitasnya, adanya suara mengi (whezing) dan adanya suara
pernafasan tambahan ronchi.
Gambaran klinis pada asma dimulai dengan jaringan di dalam bronkus
meradang (mengalami inflamasi). Pada saat yang sama , otot-otot di bagian
luar saluran pernafasan mengetat sehingga saluran pernafasan menyempit
(bronkokonstriksi). Sementara itu, lendir pekat (mukus) berproduksi secara
berlebih dan memenuhi bronkiolus yang menjadi bengkak. Akibat dari proses
tadi, penderita mengalami kesulitan bernafas atau sesak yang disertai batuk
dan mengi. Bentuk serangan akut asma dimulai dari batuk yang terus-
menerus, kesulitan menarik atau menghembuskan nafas sehingga parasaan
dada seperti tertekan, hingga nafas tertekan (Pratyahara, 2011).
Berdasarkan uraian data pengkajian di atas didapatkan data An. Y
mengeluhkan sesak nafas, nafas mengi dan pernafasan 38 kali per menit.
Dipsnea merupakan tanda klinis hipoksia dan termanifestasi dengan sesak
nafas. Dipsnea fisiologis adalah nafas pendek yang diakibatkan latihan fisik
atau perasaan gembira. Dipsnea patologis adalah kondisi individu tidak bisa
atau kesulitan bernafas walaupun ia tidak melakukan aktivitas atau latihan
fisik. Dipsnea dapat dikaitkan dengan tanda-tanda klinis seperti usaha nafas
yang berlebihan, penggunaan otot bantu nafas, pernafasan cuping hidung dan
64
peningkatan frekuensi dan kedalaman pernafasan yang menyolok (Potter &
Perry, 2006).
Status nutrisi klien saat sakit, ibu pasien mengatakan anaknya sulit
makan dan nafsu makan menurun. Pengkajian ABCD : A : 0,11 m dengan BB
sebelum sakit 14 kg dan BB selama sakit 13 kg. B : HB = 11,3 g/dl,
hematokrit = 46%. C : klien kurus, rambut hitam, turgor kulit sedang, mukosa
bibir kering. D : klien makan 3 kali sehari dengan menu nasi, sayur, lauk dan
buah. Makan hanya habis ½ porsi saja. Minum susu, air putih dan teh hangat
satu hari 6-7 gelas belimbing jumlahnya kurang lebih 1400-1600cc.
Tujuan dari mengkaji kebutuhan nutrisi yaitu mengidentifikasi adanya
defisiensi nutrisi dan pengaruhnya terhadap status kesehatan, mengumpilkan
informasi khusus guna menetapkan rencana asuhan keperawatan yang
berkaitan dengan nutrisi. Pengkajian nutrisi dinilai dari status gizi dimana
perawat menggunakan ‘ABCD’ (Antropometric Biokimia Clinical Sign
Dietary history). Antropometric meliputi berat badan dan tinggi badan,
Biokimia Clinical meliputi indikator hemoglobin dan hematokrit, Clinical
sign yaitu gejala klinis, Dietary history yaitu latar belakang diet (Siregar,
2005). Pada anak yang mengalami kekurangan nutrisi ditandai dengan
anoreksia (tidak nafsu makan) yaitu gangguan makanan yang dicirikan oleh
penolakan untuk mempertahankan berat badan yang parah tanpa adanya
penyebab fisik yang jelas. Kebiasaan anak memilih makanan ringan atau
makanan yang berperasa kuat akan menyebabkan jumlah dan jenis makanan
65
yang dikonsumsi anak kecil bervariasi sehingga kebersihan dan kualitas
makanan tidak terjamin (Wong, 2008).
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hematologi :
hemoglobin 11,3 g/dl (11,5-12,5) hematokrit 46% (35-43), leukosit 10,3
ribu/ul (5,5-17,05), trombosit 413 ribu/ul (150-450), eritrosit 4,44 juta/ul
(3,90-5,30). Index : MCV 81,8 fl (80,0-96,0), MCH 27,7 Pg (28-33), MCHC
33,9 g/dl (33-36), RDW 11,8 % (11,6-14,6), MPV 7,6 fl (7,2-11,1), PDW 15
% (25-65). Hitung jenis : Eosinofil 1,10 % (0,00-4,00), basofil 0,20% (0,00-
1,00), netrofil 87,80 % (29,00-72,00), monosit 2,30 % (0,00-5,00), limfosit
8,60 % (36,00-52,00). ), PH 7,418 mmol/L (7,350-7,450), PCO2 35,3
mmol/L (27-41), PAO2 81,6 mmHg (83-108), HCO3 222,9 mmol/L (21-28),
total CO2 20,2 mmol/L (19-24).
Pemeriksaan laboratorium rutin, pemeriksaan ini mencakup
pemeriksaan darah lengkap dan pemeriksaan feses untuk mencari ada
tidaknya telur cacing yang kemungkinan dapat berpengaruh pada tingginya
kadar eosinofil darah. IgE total diperiksa hanya pada beberapa penderita
disesuaikan dengan kondisi dan situasi penderita. Sebaiknya pemeriksaan IgE
total dilakukan. Bila fasilitas memungkinkan, pemeriksaan IgE spesifik perlu
dilakukan pula dengan Radioallergent Test (RAST). Kadar IgE spesifik lebih
bermakna dibandingkan kadar IgE total (Pudiastuti, 2011). Pada pemeriksaan
analisa gas darah PAO2 menurun, PACO2 normal/menurun, PH normal atau
meningkat (Wijaya & Putri, 2013).
66
Terapi yang didapat pasien saat dirawat yaitu terapi intravena infus
Ringer Laktat 16 tetes permenit, Injeksi methylprednisolone 6mg/8 jam,
Injeksi aminofillin 72 mg dalam 1 flabot 45cc/jam diberikan selama 30 menit,
terapi nebulizer atrovent 10, barotec + nacl 0,9% 5cc/6 jam. Ringer Laktat
sebagai larutan elektrolit berfungsi mengembalikan keseimbangan elektrolit
dan elektrolit 16 tetes permenit. Injeksi methylprednisolone 6mg/8 jam
berfungsi untuk mengobati kelainan endokrin, alergi, penyakit saluran nafas.
Injeksi aminofillin 72 mg dalam 1 flabot 45cc/jam diberikan selama 30 menit,
berfungsi untuk mengatasi dan meringankan asma, asma bronkial dan depresi
pernafasan. Terapi nebulizer atrovent 10, barotec + naCl 0,9% 5cc/6 jam,
berfungsi untuk mengatasi obstruksi kronis saluran nafas yang reversibel.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah sebuah label singkatan menggambarkan
kondisi pasien yang diobservasi di lapangan, kondisi ini dapat berupa
masalah-masalah yang aktual dan potensial (Herdman, 2012).
Diagnosa yang pertama kali ditemukan adalah ketidakefektifan bersihan
jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebih, karena pada
saat pengkajian didapatkan data subjektif yaitu ibu klien mengatakan anaknya
batuk-batuk dahak susah keluar. Data obyektif didapatkan hasil An. Y tampak
lemah, terdengar suara ronchi dilobus kanan atas, tampak adanya penggunaan
otot bantu pernafasan, respirasi 38 kali per menit, SaO2 98%, An. Y belum
bisa mengeluarkan sekret.
67
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah ketidakmampuan untuk
membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran nafas untuk
mempertahankan bersihan jalan nafas. Batasan karakteristiknya adalah tidak
ada batuk, suara napas tambahan, perubahan frekuensi nafas, perubahan
irama nafas, sputum dalam jumlah berlebih, sianosis, kesulitan berbicara/
mengeluarkan suara, dipsnea, batuk yang tidak efektif, gelisah (Herdman,
2012). Hal ini sesuai dengan gejala yang terjadi pada klien yang memenuhi
batasan karakteristik ketidakefektifan bersihan jalan nafas.
Masalah keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas lebih
diprioritaskan penulis menjadi masalah utama dari beberapa masalah
keperawatan yang muncul pada pasien karena jalan nafas yang bersih
diperlukan untuk proses kehidupan. Jalan nafas yang paten dapat
menghasilkan oksigen yang cukup. Oksigen berperan penting dalam proses
metabolisme sel, apabila kebutuhan oksigen dalam tubuh berkurang maka
akan menimbulkan dampak yang bermakna bagi tubuh salah satunya
kematian (Musliha, 2012).
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, karena pada saat pengkajian
didapatkan hasil data subyektif klien mengatakan kadang masih sesak napas,
obyektif yang didapatkan klien hanya berbaring di tempat tidur, tampak
adanya penggunaan otot bantu pernapasan, terdengar suara whezing, respirasi
38 kali per menit, mukosa bibir tampak kering.
68
Ketidakefektifan pola nafas adalah ketidakmampuan untuk memberikan
ventilasi yang adekuat pada saat inspirasi atau ekspirasi. Batasan
karakteristiknya adalah perubahan kedalaman pernafasan, mengambil posisi
tiga titik, penurunan tekanan ekspirasi, penurunan kapasitas vital, dipsnea,
pernafasan cuping hidung, fase ekspirasi memanjang, pernafasan bibir,
takipnea, penggunaan otot aksesoris untuk bernafas (Herdman, 2012).
Dalam prioritas diagnosa keperawatan ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru berada dalam urutan kedua
karena, masalah ketidakefektifan pola nafas berkaitan dengan pemenuhan
kebutuhan oksigen yang merupakan bagian dari kebutuhan fisiologis menurut
Hirarki Maslow. Oksigen sangat berperan dalam proses metabolisme tubuh.
Hal ini terbukti pada seseorang yang kekurangan oksigen akan mengalami
hipoksia (Mubarak, 2007).
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
karena saat dilakukan pengkajian didapatkan data subjektif ibu klien
mengatakan anaknya susah makan dan nafsu makan menurun, data obyektif
didapatkan WHZ : -2,4 (kurus), An. Y tampak lemas, A : 0,11 m dengan BB
sebelum sakit : 14kg dan selama sakit : 13kg. B : hemoglobin 11,3 g/dl dan
hematokrit 46 %. C : klien kurus, rambut berwarna hitam, turgor kulit sedang,
mukosa bibir kering. D : klien makan 3 kali sehari dengan nasi, sayur, lauk,
buah dan minum air putih serta susu, makan habis ½ porsi saja. Kondisi
tersebut akan menyebabkan An. Y mengalami ketidakseimbangan nutrisi
69
kurang dari kebutuhan tubuh yang disebabkan oleh intake yang tidak adekuat
akibat mual, muntah atau anoreksia.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah asupan
nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan
karakteristiknya adalah kram abdomen, menghindari makan, kerapuhan
kapiler, diare, kehilangan rambut berlebih, kurang makanan, kurang
informasi, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan
asupan makanan adekuat, membran mukosa pucat, ketidakmampuan
memakan makanan, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA
(recomended daily allowance), sariawan dirongga mulut, kelemahan otot
pengunyah, staetorea (Herdman, 2012).
Menurut Riyadi & Sukarmin (2013), diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien asma selain yang sudah disebutkan diatas yaitu
Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai oksigen
dalam darah dan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbagan
antara suplai dan kebutuhan oksigen. Tetapi saat penulis melakukan
pengkajian pada An. Y tidak ada keluhan dan data yang mendukung,
sehingga penulis tidak menegakkan diagnosa tersebut.
Dalam menyusun diagnosa keperawatan penulis menggunakan hirarki
maslow yang menyebutkan bahwa dalam memprioritaskan masalah,
kebutuahn pertama yang harus terpenuhi adalah kebutuhan fisiologis, yaitu
kebutuhan yang memiliki prioritas tertinggi dibandingkan kebutuhan lain
70
seperti kebutuhan oksigenasi dan pertukaran gas, baru selanjutnya kebutuhan
cairan dan makanan (Mubarak, 2007).
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi atau perencanaan keperawatan dalah pengembangan strategi
desain untuk mencegah, mengurangi dan mengatasi masalah-masalah yang
telah diidentifikasi dalam diagnosis keperawatan. Desain perencanaan
menggambarkan sejauh mana perawat mampu menetapkan cara
menyelesaikan perawat mampu menetapkan cara menyelesaikan masalah
dengan efektif dan efisien (Rohmah & Walid, 2012). Rencana keperawatan
ini disesuaikan dengan kondisi klien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana
tindakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan prinsip ONEC, observasi
(rencana tindakan untuk mengkaji atau melakukan observasi terhadap
kemajuan klien untuk memantau secara langsung yang dilakukan secara
terus-menerus), nursing treatment (rencana tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi dan mencegah perluasan masalah), education (rencana tindakan
yang berbentuk pendidikan kesehatan), colaboratif (tindakan medis yang
dilimpahkan pada perawat) (Sholeh, 2012).
Dalam referensi intervensi dituliskan sesuai dengan kriteria intervensi
NIC (Nursing Intervension clasification) dan NOC (Nursing Outcome
Clasification) dan diselesaikan secara SMART yaitu Spesifik (jelas atau
khusus), Measurable (dapat diukur), Achievable (dapat diterima), Rasional
dan Time (ada kriteria waktu) (Sholeh, 2012).
71
Pada diagnosa keperawatan ketidakefektifan bersihan jalan nafas
berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebih, penulis mencantumkan
tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan
jalan nafas kembali paten dengan kriteria hasil : mendemonstrasikan batuk
efektif, suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis, mampu mengeluarkan
sputum, mampu bernafas dengan mudah, frekuensi pernafasan dalam batas
normal, tidak ada suara nafas abnormal, mampu mneidentifikasi dan
mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas (Nurarif, 2013).
Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
karena masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas meluputi kebutuhan
oksigenasi yang merupakan kebutuhan pokok utama yang harus segera
dipenuhi untuk kelangsungan hidup (Potter & Perry, 2006).
Rencana tindakan dalam diagnosa keperawatan ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebih
meliputi : kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan serta auskultasi bunyi
paru-paru rasional takipnea, pernafasan dangkal dan suara tambahan pada
paru terjadi karena peningkatan tekanan dalam paru dan penyempitan
bronkus, berikan terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” rasional
mengaktifkan silia pada saluran nafas untuk mengevakuasi sekret yang ada
pada jalan nafas, anjurkan ibu untuk memberikan minum air hangat terutama
saat pagi hari rasional untuk membantu mengencerkan sekret yang tertahan
dijalan nafas, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi bronkodilator
72
(nebulizer) rasional membantu memudahkan pengenceran dan pembuangan
sekret dengan cepat (Nurarif, 2013).
Diagnosa yang kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas berhubungan
dengan penurunan ekspansi paru, penulis mencantumkan tujuan setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam diharapkan pola nafas
kembali efektif dengan kriteria hasil : tidak ada penggunaan otot bantu
pernafasan, suara paru bersih tidak ada whezing, klien melaporkan sesak
nafas sudah hilang, respirasi dalam batas normal (21-30 kali permenit)
(Nurarif, 2013).
Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
karena ketidakefektifan pola nafas merupakan ketidakmampuan untuk
memberikan ventilasi yang adekuat pada saat ekspirasi atau ispirasi sehingga
apabila pola nafas tidak segera ditangani akan menyebabkan dypsnea bahkan
kematian (Ns Andra, 2013).
Rencana tindakan dalam diagnosa ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, meliputi : observasi adanya
penggunaan otot bantu pernafasan dan auskultasi bunyi paru-paru rasional
untuk mengetahui adanya penarikan otot pernafasan dan suara tambahan pada
paru-paru, berikan posisi semi fowler rasional untuk meningkatkan ekspansi
paru serta menurunkan kerja pernafasan, ajarkan klien tekhnik relaksasi nafas
dalam rasional agar nafas teratur dan mengurngi dipsnea, kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi O2 rasional untuk memenuhi kebutuhan
oksigen dan mencegah hipoksia (Nurarif, 2013).
73
Pada diagnosa keperawatan ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, penulis
mencantumkan tujuan setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan intake nutrisi pada klien terpenuhi dengan kriteria hasil : tidak
ada tanda-tanda malnutrisi, nafsu makan anak meningkat, turgor kulit elastis,
BB kembali normal, makan habis 1 porsi, klien tampak lebih segar, mukosa
bibir lembab (Nurarif, 2013).
Alasan penulis melakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
karena jika nutrisi klien buruk mengakibatkan asupan protein dan nutrient
lain tidak adekuat sehingga akan menurunkan pertahanan tubuh terhadap
infeksi dan menghambat penyembuhan (Potter & Perry, 2005).
Rencana tindakan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, meliputi : pantau
intake nutrisi pada anak rasional untuk mengetahui masukan/intake nutrisi
pada klien, berikan penjelasan pada keluarga tentang pentingnya nutrisi pada
anak rasional agar keluarga mengetahui nutrisi apa saja yang dibutuhkan
klien, anjurkan pada keluarga untuk memberikan makan yang disukai anak
sedikit dan sajikan selagi hangat rasional tindakan ini dapat meningkatkan
masukan meskipun nafsu makan mungkin lambat untuk kembali, kolaborasi
dengan ahli gizi untuk memberikan diit yang tepat untuk klien rasional agar
klien mendapatkan diit yang tepat untuk memenuhi nutrisinya (Nurarif,
2013).
74
D. Implementasi Keperawatan
Implementasi atau tindakan keperawatan adalah suatu catatan tentang
tindakan yang di berikan perawat kepada pasien yang berisikan catatan
pelaksanaan rencana perawatan, pemenuhan kriteria hasil dari rencana
tindakan keperawatan mandiri dan tindakan kolaboratif (Rohmah & Walid,
2012).
Berdasarkan prioritas diagnosa keperawatan yang pertama yaitu
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus
yang berlebih, tindakan yang diberikan yaitu mengkaji frekuensi dan
kedalaman pernafasan serta mengauskultasi bunyi paru-paru, memberikan
terapi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”, menganjurkan ibu untuk
memberikan minum air hangat terutama saat pagi hari, berkolaborasi dengan
dokter dalam pemberian terapi bronkodilator (nebulizer).
Tindakan pertama yang diberikan mengkaji frekuensi dan kedalaman
pernafasan serta mengauskultasi bunyi paru-paru yaitu untuk mengetahui
adanya takipnea, pernafasan dangkal dan suara tambahan pada paru terjadi
akibat dari peningkatan tekana dalam paru dan penyempitan bronkus.
Semakin sempit dan tinggi tekanan semakin meningkat frekuensi pernafasan
Tindakan mandiri yang dilakukan perawat yaitu memberikan terapi
aktivitas bermain meniup “tiupan lidah”. Bermain meniup dapat dianalogikan
dengan latihan nafas dalam (pursed lip breathing), merupakan suatu
permainan atau aktivitas yang memerlukan inhalasi lambat dan dalam waktu
untuk mendapatkan efek terbaik. Dengan tekhnik tersebut maka ekspansi
75
alveolus pada semua lobus dapat meningkat dan tekanan di dalamnya pun
meningkat. Tekanan yang tinggi dalam alveolus dan lobus dapat
mengaktifkan silia pada saluran nafas untuk mengevakuasi sekret keluar dari
jalan nafas, sehingga jalan nafas menjadi lebih efektif. Membersihkan sekret
dari jalan nafas berarti akan menurunkan tahanan jalan nafas dan
meningkatkan ventilasi, yang pada akhirnya memberikan dampak terhadap
proses perfusi dan difusi oksigen ke jaringan (Sutini, 2011).
Dengan pemberian terpi aktivitas bermain meniup “tiupan lidah” akan
berpengaruh terhadap status oksigenasi, yaitu menurunkan frekuensi RR
meningkatkan frekuensi HR dan meningkatkan SaO2 serta jalan nafas kembali
efektif. Terapi bermain ini dilakukan satu kali dalam sehari, sebelum
dilakukan tindakan penulis melakukan observasi terhadap HR, RR dan juga
SaO2. setelah dilakukan tindakan penulis kemali mengobservasi HR, RR dan
juga SaO2 (Sutini, 2011)..
Cara meniupnya menggunakan tekhnik pursed lip breathing, yaitu anak
bernafas dalam dan ekshalasi melalui mulut, dengan mulut dimonyongkan
atau mencucu dan dikerutkan sehingga mainan yang tadinya tergulung setelah
ditiup menjadi mengembang dan panjang karena terisi udara. Meniup
dilakukan terus menerus sebanyak 30 kali dalam rentang waktu 10-15 menit
dan setiap tiupan di selingi dengan istirahat (nafas biasa). Posisi anak saat
bermain adalah duduk atau bersandar dengan posisi setengah duduk diatas
tempat tidur atau kursi (Sutini, 2011).
76
Untuk mengatasi masalah ini penulis juga memotivasi klien untuk
banyak minum air hangat terutama saat pagi hari, karena pemasukan cairan
akan membantu untuk mengencerkan sputum dan membuatnya mudah
dikeluarkan (Nurarif, 2013).
Tindakan selanjutnya adalah berkolaborasi dalam pemberian terapi
bronkodilator (nebulizer) yang terdiri dari atrovent 10, barotec + nacl 0,9%
5cc/6 jam, hal ini dilakukan untuk membantu mengubah obat asma yang
berupa larutan menjadi uap yang dapat dihirup ke dalam paru-paru, sehingga
membantu mengencerkan sekresi dan melancarkan jalan nafas (Pratyahara,
2011). Atrovent digunakan dengan nebulizer, tersedia dalam ampul :
pemakaian dimasukkan ke dalam alat (nebulizer) untuk dihisap oleh pasien,
indikasi : asma, bronkitis kronis, emfisema. Atrovent untuk indikasi pasien
dengan asma (Sirait, 2012). Terapai nebulizer termasuk terapi inhalasi yang
merupakan pemberian obat yang dilakukan secara inhalasi (hirupan) ke dalam
saluran respiratorik. Tindakan nebulizer dapat membantu mencegah
pembentukan mukosa tebal pada bronkus.
Implementasi pada diagnosa kedua yaitu ketidakefektifan pola nafas
berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, meliputi : mengobservasi
adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan mengauskultasi bunyi paru-
paru, memberikan posisi semi fowler, mengajarkan klien tekhnik relaksasi
nafas dalam, berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi O2.
Mengobservasi adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan
mengauskultasi bunyi paru-paru, tindakan ini dilakukan untuk mengetahui
77
adanya retraksi dinding dada karena penurunan ekspansi paru dan juga
mengetahui adanya suara tambahan pada paru-paru (Nurarif, 2013).
Pemberian posisi semi fowler pada pasien asma dilakukan sebagai salah
satu cara untuk membantu mengurangi sesak nafas, dengan memberikan
posisi semi fowler diharapkan pasien merasa nyaman dan dapat mengurangi
kondisi sesak nafas pada pasien asma saat terjadi serangan (Safitri, 2011).
Mengajarkan keluarga tentang batuk efektif dan teknik nafas dalam.
Batuk efektif merupakan cara untuk melatih pasien yang tidak memiliki
kemampuan batuk secara efektif dengan tujuan untuk membersihkan laring,
trakea, dan bronkiolus dari sekret atau benda asing di jalan nafas (Potter &
Perry, 2009). Hal ini untuk membantu keluarnya sekresi (dahak), sehingga
pasien bisa bernafas lega.
Pada diagnosa yang ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat,
implementasi yang dilakukan meliputi : memantau intake nutrisi pada anak,
memberikan penjelasan pada keluarga tentang pentingnya nutrisi pada anak,
menganjurkan pada keluarga untuk memberikan makan yang disukai anak
sedikit dan sajikan selagi hangat, berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
memberikan diit yang tepat untuk klien.
Untuk mengatasi masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh penulis melakukan pemantauan intake nutrisi. Berguna
dalam mendefinisikan keseimbangan antara input dan output dan juga
78
derajat/luasnya masalah dan pilihan intervensi yang tepat (Potter & Perry,
2006).
Memberikan memberikan penjelasan pada keluarga tentang pentingnya
nutrisi pada anak agar keluaga mengerti tentang pentingnya pemenuhan
kebutuhan nutrisi pada anak dan dapat memberikan nutrisi yang mengandung
protein tinggi untuk meminimalkan kelemahan dan mempercepat
penyembuhan (Nurarif, 2013).
Tindakan lain yang dilakukan adalah menganjurkan pada keluarga
untuk memberikan makan yang disukai anak sedikit dan sajikan selagi
hangat. Makan porsi kecil tapi frekuensi sering dapat memaksimalkan
masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tak perlu/kebutuhan energi dari makan
makanan banyak (Safitri, 2011). Tindakan terakhir yaitu berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk memberikan diit yang tepat untuk klien, agar tim gizi
dapat memberikan diit yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan klien
(Nurarif, 2013).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi didefinisikan sebagai suatu catatan tentang indikasi kemajuan
pasien terhadap tujuan yang dicapai. Pernyataan yang menyatakan status
kesehatan sekarang dan menyatakan efek dari tindakan yang diberikan pada
pasien (Rohmah & Walid, 2012).
Penulis mengevaluasi apakah respon klien mencerminkan suatu
kemajuan atau kemunduran dalam diagnosa keperawatan. Pada evaluasi
79
penulis sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu sesuai SOAP (Subjektif,
Objektif, Assement dan planning). Evaluasi dilakukan setiap hari selama tiga
hari pengelolaan terhadap klien pada tanggal 9-11 Maret 2015.
Hasil evaluasi pada hari rabu 11 Maret 2015 pada diagnosa pertama,
jam 11.30 WIB respon subyektif klien mengatakan sudah tidak batuk dan ibu
klien mengatakan dahak sudah tidak ada. Respon obyektif klien tampak
rileks, suara paru vesikuler tidak ada ronci, respirasi 26 kali per menit.
Analisa masalah teratasi. Planning intervensi dihentikan. Masalah
keperawatan pada klien sudah teratasi karena setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 kali 24 jam tujuan sudah tercapai dan memenuhi
kriteria hasil diantaranya, : tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan,
sekret bisa keluar, suara paru bersih tidak ada ronchi, respirasi dalam batas
normal (21-30 kali permenit) (Nurarif, 2013).
Hasil evaluasi yang dilakukan pada hari rabu 11 Maret 2015, jam 13.45
WIB pada diagnosa kedua jam 13.40 WIB respon subyektif klien mengatakan
sudah tidak sesak nafas, obyektif klien tampak lebih nyaman, suara whezing
sudah tidak ada, masih tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan,
respirasi 29 kali per menit. Analisa masalah sudah teratasi. Planning
intervensi dihentikan. Masalah keperawatan pada klien sudah teratasi karena
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam tujuan yang
diharapkan sudah tercapai dan memenuhi kriteria hasil diantaranya, tidak ada
penggunaan otot bantu pernafasan, suara paru bersih tidak ada whezing, klien
80
melaporkan sesak nafas sudah hilang, respirasi dalam batas normal (21-30
kali permenit) (Nurarif, 2013).
Evaluasi pada hari rabu 11 Maret 2015 pada diagnosa ketiga jam, 11.40
WIB respon subyektif ibu klien mengatakan nafsu makan An. Y sudah
meningkat dan tadi pagi makan sudah habis 1 porsi. Respon obyektif klien
tampak lebih segar, A : 0,11 m dengan BB sebelum sakit : 14 kg dan selama
sakit : 13,5 kg, B : hemoglobin 11,3 g/dl dan hematokrit 46 %, C : klien
kurus, rambut berwarna hitam, turgor kulit elastis, mukosa bibir lembab, D :
klien makan nasi, sayur, lauk, buah dan minum air putih serta susu, makan
habis 1 porsi. Analisa masalah sudah teratasi. Planning intervensi dihentikan.
Masalah keperawatan pada klien sudah teratasi karena setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3 kali 24 jam tujuan sudah tercapai dan
memenuhi kriteria hasil diantaranya, nafsu makan anak meningkat, turgor
kulit elastis, BB kembali normal, makan habis 1 porsi, klien tampak lebih
segar, mukosa bibir lembab (Nurarif, 2013).
81
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan pada An. Y didapatkan data subyektif
yaitu ibu klien mengatakan anaknya batuk-batuk dahak susah keluar. Data
obyektif didapatkan hasil An. Y tampak lemah, terdengar suara ronchi
dilobus kanan atas, tampak adanya penggunaan otot bantu pernafasan,
respirasi 38 kali per menit, An. Y belum bisa mengeluarkan sekret. Data
subyektif klien mengatakan kadang masih sesak nafas.
Data obyektif yang didapatkan klien hanya berbaring di tempat tidur,
tampak adayna penggunaan otot bantu pernafasan, terdengar suara
whezing, respirasi 38 kali per menit. data subyektif ibu klien mengatakan
anaknya susah makan dan nafsu makan menurun, sedangkan data obyektif
didapatkan WHZ : -2,4 (kurus), An. Y tampak lemas, A : 0,11 m dengan
BB sebelum sakit : 14kg dan selama sakit : 13kg. B : hemoglobin 11,3
g/dl dan hematokrit 46 %. C : klien kurus, rambut berwarna hitam, turgor
kulit sedang, mukosa bibir kering. D : klien makan 3 kali sehari dengan
nasi, sayur, lauk, buah dan minum air putih serta susu, makan habis ½
porsi saja.
82
2. Diagnosa Keperawatan
Prioritas diagnosa keperawatan pada An. Y adalah ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus yang berlebih.
Diagnosa kedua adalah ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
penurunan ekspansi paru dan diagnosa ketiga yaitu ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
3. Intervensi Keperawatan
Intervensi yang dilakukan penulis pada diagnosa utama
ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi mukus
yang berlebih adalah kaji frekuensi dan kedalaman pernafasan serta
auskultasi bunyi paru-paru, berikan terapi aktivitas bermain meniup
“tiupan lidah”, anjurkan ibu untuk memberikan minum air hangat terutama
saat pagi hari, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
bronkodilator (nebulizer). Intervensi pada diagnosa kedua
ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
adalah observasi adanya penggunaan otot bantu pernafasan dan auskultasi
bunyi paru-paru, berikan posisi semi fowler, ajarkan klien tekhnik
relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi
O2.
Intervensi pada diagnosa ketiga ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat yaitu
pantau intake nutrisi pada anak, berikan penjelasan pada keluarga tentang
83
pentingnya nutrisi pada anak, anjurkan pada keluarga untuk memberikan
makan yang disukai anak sedikit dan sajikan selagi hangat, kolaborasi
dengan ahli gizi untuk memberikan diit yang tepat untuk klien.
4. Implementasi keperawatan
Implementasi dilakukan selama 3x24 jam sesuai dengan rencana tindakan
yang telah dibuat oleh penulis dan mengutamakan penerapan penelitian
yaitu pemberian terapi aktivitas bermin meniup “tiupan lidah”.
5. Evaluasi Keperawatan
Hasil evaluasi yang didapatkan setelah dilakukan tindakan selama 3x24
jam pada hari Evaluasi pada hari rabu 11 Maret jam 11.30 WIB respon
subyektif klien mengatakan sudah tidak batuk dan ibu klien mengatakan
dahak sudah tidak ada. Respon obyektif klien tampak rileks, suara paru
vesikuler tidak ada ronci, respirasi 26 kali per menit. Analisa masalah
teratasi. Planning intervensi dihentikan.
Pada diagnosa kedua, hari selasa 10 Maret 2015 jam 13.40 WIB
respon subyektif klien mengatakan sudah tidak sesak nafas, obyektif klien
tampak lebih nyaman, suara whezing sudah tidak ada, masih tampak
adanya penggunaan otot bantu pernafasan, respirasi 29 kali per menit.
Analisa masalah sudah teratasi. Planning intervensi dihentikan.
Pada diagnosa ketiga, hari rabu 11 Maret 2015 jam 11.40 WIB
respon subyektif ibu klien mengatakan nafsu makan An. Y sudah
meningkat dan tadi pagi makan sudah habis 1 porsi. Respon obyektif klien
tampak lebih segar, A : 0,11 m dengan BB sebelum sakit : 14 kg dan
84
selama sakit : 13,5 kg, B : hemoglobin 11,3 g/dl dan hematokrit 46 %, C :
klien kurus, rambut berwarna hitam, turgor kulit elastis, mukosa bibir
lembab, D : klien makan nasi, sayur, lauk, buah dan minum air putih serta
susu, makan habis 1 porsi. Analisa masalah sudah teratasi. Planning
intervensi dihentikan.
6. Analisa pemberian terapi aktivitas bermain meniup tiupan lidah pada An.
Y, alat yang digunakan adalah mainan “tiupan lidah”. Cara meniupnya
menggunakan tekhnik pursed lip breathing, yaitu anak bernafas dalam dan
ekshalasi melalui mulut, dengan mulut dimonyongkan atau mencucu dan
dikerutkan sehingga mainan yang tadinya tergulung setelah ditiup menjadi
mengembang dan panjang karena terisi udara. Meniup dilakukan terus
menerus sebanyak 30 kali dalam rentang waktu 10-15 menit dan setiap
tiupan di selingi dengan istirahat (nafas biasa). Posisi anak saat bermain
adalah duduk atau bersandar dengan posisi setengah duduk diatas tempat
tidur atau kursi, respon setelah dilakukan tindakan adalah menurunnya
frekuensi RR dan meningkatnya frekuensi HR serta meningkatnya SaO2.
Jadi pemberian terapi aktivias bermain meniup “tiupan lidah“ sangat
efektif diberikan pada pasien asma.
B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada klien dengan asma,
penulis memberikan masukan yang positif terutama dalam bidang kesehatan
antara lain :
85
1. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
mempertahankan hubungan kerja sama baik antara tim kesehatan maupun
klien sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan asuhan keperawatan
yang optimal pada umumnya yaitu dengan memberikan terapi aktivitas
bermain meniup tiupan lidah pada pasien Asma.
2. Bagi Tenaga kesehatan khususnya perawat
Hendaknya para perawat mempunyai tanggung jawab dan keterampilan
yang baik dan selalu berkoordinasi dengan tim kesehatan dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien asma.
3. Bagi Pendidikan
Diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang
berkualitas, sehingga menciptakan perawat yang profesional, terampil,
inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan
secara menyeluruh pada pasien asma berdasarkan kode etik keperawatan.
4. Bagi Penulis
Setelah melakukan tindakan keperawatan pada pasien Asma diharapkan
penulis dapat lebih mengetahui dan menambah wawasan tentang cara
penanganan sesak nafas pada penderita asma.
DAFTAR PUSTAKA
Almeida, C. C. B., Ribeiro, J. D., Junior, A. A., & Zeferino, A. M. B. 2005. Effect
of expiratory flow increase. Physiotherapy research international. 10 (4) :
213-221
Asmadi. 2008. Prosedural keperawatan, konsep dan aplikasi KDM. Salemba
Medika. Jakarta
Herdman, T Heather. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
EGC. Jakarta
Mubarak, W.I & Chayatin, N. 2007. Kebutuhn dasar manusia. EGC. Jakarta
Muscari, M.E. 2005. Advanced pediatric clinical assesment skils and procedure.
Lippincott. Philladelpia
Musliha. 2012. Keperawatan gawat darurat. Nuha Medika. Yogyakarta
Natalia, D. Saryono. 2007. Efektifitas pursed lips breathing. Jurnal ilmiah
kesehatan keperawatan, Volume 3
Ngastiyah. 2005. Perawatan anak sakit Edisi 2. EGC. Jakarta
Nugroho, Sigit. 2012. Terapi pernafasan pada penderita asma.
http:digilib.unimus.ac.id/files/diskl/123/jtptunimus-gdl-nurarifing-6137-2-
babiik-r.pdf(anyar), di akses tanggal 19 Maret 2015
Nurarif A & Kusuma A. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic Noc Jilid 1. Media Action Publishing.
Yogyakarta
Nursalam. 2008. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep Dan Praktik.
Salemba Medika. Jakarta
Ns. Andra, S. W. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 1. Nuha Medika. Jogjakarta
Pratyahara, A. Dayu. 2011. Asma Pada Balita (Mengenal, Mengobati, dan
Mengendalikan Penyakit Asma Pada Anak Usia Balita). Buku Kita.
Jakarta
Pudiastuti, Ratna D. 2011. Waspada Penyakit pada Anak. Permata Putri Media.
Jakarta
Potter P.A & Perry A.G. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses, dan Praktik Edisi 4 Volume 2. EGC. Jakarta
Ridha, H Nabiel. 2014. Buku Ajar Keperawatan Anak. Pustaka Pelajar.
Yogyakarta
Riyadi S & Sukarmin. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. Graha
Ilmu. Yogyakarta
Rohmah N & Walid S. 2012. Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi. Ar-Ruzz
Media . Yogjakarta
Safitri & Annisa A. 2011. Keefektifan Pemberian Posisi Semifowler Terhadap
Penurunan Sesak Nafas. Pada Pasien Asma di Ruang Rawat Inap
Kelas III RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Gaster. Vol. 8. Prodi S1
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Aisyiyah Surakarta.
htsistp://www.jurnal.stikesaisyiyah.ac.id/index.php/gaster/article/view
/29/26(poi, Diaskes tanggal 21 maret 2015
Santos, C. I. S. et al. 2009. Respiratory physiotherapy in children with community-
acquired pneumonia. canadienne de la thérapie respiratoire.
Sholeh, Naga. 2012. Ilmu Penyakit Dalam. Diva Press. Yogyakarta
Sirait, Midian. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia. PT ISFI. Jakarta
Siregar, dkk. 2005. Nutrisi, http://ejournals.usu.ac.id/index.php/jkm, Diakses
tanggal 12 Mei 2015
Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pernafasan. Salemba Medika. Jakarta
Suriadi & Yuliani R. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2. CV Sugeng
Seto. Jakarta
Sutini, Titin. 2011. Pengaruh Aktivitas Bermain Meniup Tiupan Lidah Terhadap
Status Oksigenasi Pada Anak Usia Prasekolah Dengan Pneumonia di
Rumah Sakit Islam Jakarta. Program Megister Keperawatan. UI
WHO. 2009. Buku saku: Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO 2008.
Jakarta
Wijaya S & Putri M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Teori dan Contoh Askep.
Nuha Medika. Yogyakarta
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong Edisi 5. EGC.
Jakarta