penanaman modal - kementerian ppn/bappenas … · web viewbab iii penanaman modal pendahuluan...

43
PENANAMAN MODAL

Upload: phungtuong

Post on 13-May-2018

220 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

PENANAMAN MODAL

BAB III

PENANAMAN MODAL

I. PENDAHULUAN

Selama periode Repelita I, kegiatan investasi dan pembentuk- an modal menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Hal ini disebabkan oleh karena perkembangan iklim ekonomi yang menjadi semakin baik sejak dilaksanakannya usaha-usaha stabilisasi ekonomi dan moneter dalam bulan Oktober tahun 1966. Sejak saat itu hampir semua kegiatan ekonomi tampak ber-kembang, sehingga pembentukan modal diperkirakan telah meningkat dari sekitar 8 persen dari produksi nasional dalam tahun 1967 menjadi sekitar 17 — 18 persen pada akhir Repe- lita I.

Perkembangan pembentukan modal tersebut adalah hasil dari pelbagai kebijaksanaan di bidang pengerahan dana, pe-ningkatan fungsi lembaga-lembaga keuangan baik perbankan maupun non perbankan, pemberian beberapa perangsang bagi penanaman modal, penyederhanaan dan peningkatan lembaga pengelola penanaman modal, dan penyederhanaan prosedur penanaman modal. Dalam hubungan ini telah dibentuk Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sebagai peningkatan koordinasi pengelolaan aplikasi dan perizinan-perizinan pena-naman modal yang semula dilakukan oleh Panitia Penanaman Modal. Sejalan dengan itu prosedur penanaman modal telah diperbaharui dan disederhanakan. Dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut dimaksudkan agar proses pengelolaan aplikasi menjadi semakin cepat dan terkoordinir sehingga jum- lah aplikasi maupun realisasi penanaman modal diharapkan semakin meningkat. Di samping itu telah pula diambil kebi-

175

jaksanaan di bidang industri, perdagangan luar negeri, penyem-purnaan ketentuan-ketentuan perundang-undangan, dan seba-gainya.

Selama Repelita I penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri telah meningkat dengan pesatnya sehingga mencapai jumlah Rp, 2.691,7 milyar yang terdiri atas penanam-an modal asing sebesar US $ 3.278,3 juta atau Rp. 1.360,5 mil-yar dan penanaman modal dalam negeri sebesar Rp. 1.331,2 milyar.

Perkembangan tersebut dapat disimpulkan bahwa UU No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan UU. No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) telah memberikan hasil yang menggembirakan. Kedua undang-undang tersebut dimaksudkan untuk mendorong penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri dengan memberikan beberapa fasilitas pembebasan atau ke-ringanan perpajakan termasuk pembebasan bea masuk untuk pengimporan mesin, peralatan, dan bahan baku, pembebasan bea materai modal, dan pemutihan modal.

Peningkatan penanaman modal dan kegiatan ekonomi pada umumnya selama Repelita I telah memungkinkan untuk me-nangani dengan lebih mendalam beberapa masalah lain yang berhubungan dengan pemerataan hasil pembangunan serta peningkatan peranan golongan ekonomi lemah yang pada hakekatnya adalah golongan pribumi. Karena faktor perkem-bangan sejarah, terdapat perbedaan dalam peranan dan pertumbuhan golongan ekonomi lemah/pribumi dengan golong-an ekonomi lainnya. Golongan ekonomi lemah walaupun jum-lahnya besar akan tetapi peranannya dalam tata perekonomian kecil. Untuk itu perlu diusahakan langkah-langkah untuk men-capai keseimbangan yang wajar dan serasi antara mereka me-lalui berbagai kebijaksanaan.

Dalam hubungan ini maka pada tanggal 22 Januari 1974 telah ditetapkan pokok-pokok kebijaksanaan yang menyangkut

176

bidang penanaman modal, yang pada pokoknya merupakan ke-bijaksanaan peningkatan peranan dan partisipasi golongan pribumi dalam PMA dan PMDN. Kebijaksanaan di bidang PMA telah ditetapkan yaitu antara lain, bahwa setiap penanaman modal asing baru yang berbentuk perusahan campuran akan mempunyai partner golongan pribumi. Selanjutnya diusahakan untuk mempercepat perbaikan perimbangan saham atau modal sehingga peserta Indonesia dapat dinaikkan bagian sahamnya. Selanjutnya akan ditetapkan adanya bidang-bidang usaha ter-tentu tertutup bagi penanaman modal asing karena bidang usaha tersebut telah dinyatakan jenuh atau disediakan khusus untuk PMDN.

Kebijaksanaan di bidang PMDN diarahkan untuk meningkat-kan partisipasi golongan pribumi. Di samping itu ditetapkan juga adanya keharusan peningkatan perimbangan pemilikan saham antara golongan pribumi .dan non pribumi sehingga ter-dapat perbandingan pemilikan saham yang sama jumlahnya antara kedua golongan tersebut.

Selanjutnya dalam rangka pengarahan umum peningkatan penanaman modal, baik bagi penanaman modal asing maupun bagi penanaman modal dalam negeri, akan ditentukan bidang-bidang usaha yang diprioritaskan dengan memperoleh fasilitas penanaman modal yang menarik, bidang usaha yang terbuka dengan memperoleh fasilitas tertentu atau bidang yang terbuka tetapi tanpa memperoleh fasilitas, dan bidang yang tertutup.

Sampai pada akhir Repelita I ketentuan-ketentuan yang me-rupakan langkah pelaksanaan kebijaksanaan tersebut masih dipersiapkan untuk selanjutnya disesuaikan dengan program Repelita II.

Di samping penanaman modal dalam rangka PMA dan PMDN terdapat pula kegiatan penanaman modal yang dilak-sanakan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penanaman modal dalam rangka kredit investasi, dan lain-lain. Uraian mengenai APBN dapat diikuti dalam Bab II sedangkan uraian mengenai kredit investasi dapat diikuti da-

177411234 - (12).

lam Bab I. Pembahasan di dalam Bab ini hanya mencakup penanaman modal swasta baik dalam negeri maupun asing, yang dilaksanakan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Dalam negeri dan Undang-undang Penanaman Modal Asing. Dengan demikian maka uraian di sini tidak mencakup penanaman modal yang tidak mempergunakan fasililtas seperti yang diberikan oleh Undang-undang Penanaman Modal Dalam Negeri misalnya penanaman modal yang dilakukan sendiri oleh para petani, pedagang kecil, dan lain-lain.

2. PENANAMAN MODAL DALAM NEGERIUndang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal

Dalam Negeri jo Undang-undang No. 12 tahun 197o tentang perubahan dan Tambahan Undang-undang No. 6 tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dimaksudkan untuk mendorong penanaman modal antara lain di sektor pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perindustrian, pengangkutan, perumahan rakyat, pariwisatadan prasarana. Dalam hubungan telah diberikan berbagai fasilitas dan perangsang bagi para penanam modal, antara lain berupa pemutihan modal, pembebasan bea materai modal, pembebasan atau keringanan bea masuk untuk pemasukan barang-barang modal termasuk bahan baku, dan pemberian pembebasan pajak atau perangsang penanaman modal.

Dengan diberikannya beberapa fasilitas dan perangsang ter-sebut serta semakin baiknya iklim ekonomi, investasi telah ber-hasil ditingkatkan. Sejak bulan Nopember 1968 sampai dengan tahun terakhir pelaksanaan Repelita I, permohonan penanaman modal dalam negeri mencapai jumlah sebanyak 2.517 buah proyek dengan rencana investasi sebesar Rp. 2158,1 milyar. Dari jumlah permohonan penanaman modal tersebut telah di-setujui sebanyak 1.894 buah proyek dengan rencana investasi sebesar Rp. 1.331,2 milyar.

Sejak tahun 1970/71 baik jumlah proyek maupun rencana penanaman modal yang disetujui meningkat dengan pesat dari

178

tahun ke tahun. Dalam tahun 1970/71 tersebut jumlah proyek dan rencana penanaman modal yang disetujui meningkat de- ngan masing-masing sebesar 351 buah dan Rp. 131,5 milyar. Dalam tahun 1971/72, jumlah proyek yang disetujui meningkat lagi dengan 369 buah dengan rencana penanaman modal sebesar Rp. 224,7 milyar. Selanjutnya dalam tahun 1972/73 baik jum- lah proyek maupun rencana penanaman modal yang disetujui meningkat dengan lebih pesat lagi, yaitu dengan 442 buah pro- yek dan dengan rencana penanaman modal sebesar Rp. 353,5 milyar. Dalam tahun 1973/74 jumlah proyek yang disetujui meningkat dengan 507 buah dan rencana penanaman modal meningkat dengan Rp. 557,0 milyar (lihat Tabel III — 1).

Dilihat dari segi permohonan maupun dari segi penanaman modal yang telah disetujui, tampak bahwa sektor industri yang meliputi industri, dasar, industri ringan, industri tekstil, indus- tri kimia, dan industri farmasi merupakan sektor dengan jum- lah proyek dan rencana penanaman modal yang terbesar. Sam- pai dengan akhir Maret 1974 permohonan penanaman modal dalam negeri untuk sektor industri tersebut tercatat sejumlah 1.531 proyek atau sekitar 61,2 persen dari seluruh jumlah pro- yek dan dengan rencana investasi sebesar Rp. 1.018,8 milyar atau 47,2 persen dari seluruh permohonan penanaman modal dalam negeri. Dalam periode yang sama penanaman modal yang telah disetujui untuk sektor industri berjumlah 1.303 proyek dengan rencana, investasi sebesar Rp. 789,6 milyar atau masing-masing merupakan 88,3 persen dari seluruh jumlah proyek dan 59,3 persen dari seluruh rencana penanaman modal dalam ne-geri yang telah disetujui.

Seperti tercermin dalam jumlah permohonan penanaman mo-dal maka sektor-sektor yang cukup menarik minat bagi para penanaman modal dalam negeri adalah sektor kehutanan de- ngan nilai investasi sebesar Rp. 228,6 milyar, sektor pariwi- sata dengan nilai investasi sebesar Rp. 142,8 milyar, sektor perkebunan dengan nilai investasi sebesar Rp. 102,9 milyar, dan sektor pengangkutan dan perhubungan dengan nilai inves-

17

TABEL III — 1 JUMLAH APLIKASI DAN PERSETUJUAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI NOPEMBER 1960 s/d MARET 1974

(menurut perkembangan kumulatif)

180

TABEL III — 2

JUMLAH PROYEK PENANAMAN MODAL DALAMNEGERI YANG TELAH DISETUJUI

MENURUT PENYEBARANNYA S/D MARET 1974

Daerah Tingkat I Jumlah Proyek Rencana Penanaman(milyar Rp.)

D.K.I. Jaya 536 378,1Jawa Barat 371 335,1Jawa Tengah 169 67,3D.I. Jogyakarta 28 18,1Jawa Timur 209 122,7D.I. Aceh 20 7,9Sumatera Utara 122 69,4Sumatera Barat 32 18,2R i a u 35 11,9J a m b i 22 5,8Bengkulu 3 3,2Lampung 34 16,4Sumatera Selatan 30 55,1Kalimantan Barat 53 18,0Kalimantan Timur 93 85,5Kalimantan Tengah 42 30,9Kalimantan Selatan 16 4,1Sulawesi Utara 18 29,5Sulawesi Tengah 4 1,9Sulawesi Tenggara 2 11,1Sulawesi Selatan 21 12,7M a l u k u 16 16,3B a l i 9 4,9Nusa Tenggara Barat 3 0,3Nusa Tenggara Timur 3 1,3Irian Jaya 3 5,5

J U M L A H : 1.894 1.331,2

181

tasi sebesar Rp. 100,3 milyar. Dalam tahun terakhir Repelita I, sektor perumahan rakyat telah banyak menarik minat para penanam modal, yaitu dengan meningkatnya jumlah permo-honan penanaman modal sebanyak 14 buah proyek dengan tambahan rencana investasi sebesar Rp. 42,8 milyar. Hingga saat ini sektor perikanan dan peternakan masih belum men-dapatkan perhatian besar dari para penanam modal dalam ne-geri. Hal ini terlihat dart rendahnya jumlah proyek dan rencana investasi yang disetujui di kedua sektor tersebut. Sampai dengan akhir Maret 1974, jumlah proyek yang disetujui di kedua sek- tor tersebut masing-masing adalah 14 buah dan 18 buah proyek dengan nilai investasi masing-masing sebesar Rp. 12,3 milyar dan Rp. 2,8 milyar. Kurangnya minat para penanam modal di sektor-sektor tersebut di atas mungkin disebabkan oleh ka-rena masalah-masalah yang berhubungan dengan pemasaran dan keahlian tehnis yang masih kurang.

Sebagian besar proyek-proyek penanaman modal dalam ne- geri berada di Jawa khususnya di Daerah Khusus Ibukota Ja-karta. Sampai dengan akhir Maret 1974 dari 1.894 proyek penanaman modal dalam negeri yang telah disetujui, 536 buah proyek (28,4 persen) terletak di Daerah Khusus Ibukota Ja- karta, 371 proyek (20,1 persen) di Jawa Barat, 169 proyek (8,6 persen) di Jawa Tengah, 209 proyek (11,0 persen) di Jawa Timur, dan 581 proyek (30,7 persen) berada di luar Jawa (li- hat Tabel III — 2).

Sebagian besar dari proyek-proyek penanaman modal dalam negeri selama periode Repelita I merupakan proyek-proyek yang sifatnya "cepat menghasilkan". Hal ini berarti bahwa proyek-proyek penanaman modal dalam negeri telah mengam- bil peranan penting di dalam peningkatan produksi dan pen-ciptaan lapangan kerja. Dari seluruh proyek-proyek tersebut telah tercipta lapangan kerja bagi lebih dari 600.000 orang.

3. PENANAMAN MODAL ASINGFasilitas dan perangsang penanaman modal asing diberikan

berdasarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang Pe-

182

nanaman Modal Asing jo Undang-undang nomor 11 tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-undang nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Sebagaimana halnya dengan Undang-undang No. 6 tahun 1968 jo Undang-undang No. 12 tahun 1970 mengenai Penanaman Modal Dalam Negeri maka pemberian fasilitas dan perangsang tersebut juga merupakan daya tarik yang efektif bagi masuknya modal asing ke Indonesia. Setelah Undang-undang tersebut diundang-kan dalam tahun 1967, jumlah penanaman modal asing terus meningkat di semua sektor. Permohonan penanaman modal asing yang telah disetujui sampai dengan akhir Maret 1974 tercatat sejumlah 715 buah proyek dengan rencana penanam- an modal sebesar US $ 3.278,3 juta di mana belum termasuk perubahan dan atau penambahan modal dan penanaman modal asing di sektor perminyakan.

Sektor-sektor pertambangan, industri, dan kehutanan meru-pakan sektor-sektor yang secara relatif jauh lebih menarik bagi penanaman modal asing. Sampai dengan akhir Maret 1974 jumlah investasi yang telah disetujui di ketiga sektor men- cakup sekitar 84,3 persen dari seluruh rencana penanaman mo-dal asing. Di sektor pertambangan dalam tahun 1973/74 tidak ada tambahan penanaman modal asing yang disetujui sehing- ga tetap berjumlah US $ 772,8 juta; di sektor industri terdapat kenaikan yang sangat menonjol sehingga berjumlah US $ 1.498,7 juta; dan di sektor kehutanan terdapat kenaikan se- hingga berjumlah US $ 490,7 juta sampai dengan akhir Maret 1974 atau masing-masing 23,5 persen, 45,7 persen, dan 14,9 persen dari seluruh rencana penanaman modal (lihat Tabel I I I—3 ) .

Sejalan dengan peningkatan di dalam jumlah proyek dan rencana penanaman modal asing yang telah disetujui, realisasi penanaman modal asing sebagai persentase dari seluruh ren-cana penanaman modal yang telah disetujui juga meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Apabila sampai dengan akhir tahun pertama Repelita I realisasi penanaman modal asing hanya merupakan 3,9 persen dari seluruh rencana hives-

183

TABEL I I I - 3PENANAMAN MODAL ASING YANG DISETUJUI

MENURUT SEKTOR*)1967 s/d MARET 1974

1967 s/d Maret 1970 s/d Maret 1971 s/d Maret 1972 s/d Maret 1973 s/d Maret 1974

Jumlah Modal Jumlah Modal Jumlah ModalUS $. juta Proyek US S. juta Proyek US $. juta Proyek

Jumlah Modal Jumlah Modal US $ juta Proyek us $. juta Proyek

S E K T O R

Pertambangan (di luarminyak) 535,2 8 537,7 11 547,8 21 772,8 24 772,8 24K e h u t a n a n 360,9 38 385,9 50 398,9 57 442,2 71 490,7 81Industri Dasar 30,3 22 61,6 41 86,6 60 233,1 72 439,3 98Industri Ringan 69,7 70 99,6 100 161,2 140 169,4 153 271,2 190Industri Tekstil 51,9 9 127,6 16 175,9 25 218,8 41 522,4 58Industri Kimia 17,2 6 58,2 8 62,0 11 70,3 14 185,1 22Industri Farmasi 19,8 16 37,5 32 43,2 35 63,7 37 80,7 42

P e r i k a n a n 11,5 8 16,9 11 18,9 12 26,8 15 30,8 16Pengangkutan & Perhubungan 10,6 8 10,6 8 14,8 15 37,6 16 50,2 20

R e a l E s t a t e 36,6 11 81,2 18 104,1 26 115,9 29 199,9 38

Perusahaan Jasa Pembangunan 3,1 3 8,1 13 13,1 15 46,2 23 62,3 41

Perhotelan / Pariwisata 10,5 5 10,5 5 28,6 7 29,6 8 34,6 9

Pertanian & Perkebunan 34,8 14 71,2 54 74,1 58 116,7 62 120,1 66

Survey dan Jasa Consulting - - - - 1,7 3 4,7 5 6,1 6

Jasa lainnya 1,5 1,5 1 1,5 1 1,5 1 12,1 4

T O T A L 1.194,1 219 1.508,1 368 1.733,1 486 2.349,3 571 3278,3 715

* ) Angka-angka diperbaiki.

184

tasi modal asing yang telah disetujui, maka sampai dengan akhir Repelita I telah meningkat menjadi 37,1 persen. Hal ter-sebut mencerminkan adanya perbaikan di dalam proses aplika- si dan realisasi penanaman modal asing, walaupun di sana sini masih terdapat kelambatan-kelambatan di dalam prosedur. Realisasi penanaman modal asing yang terbesar terdapat di sektor industri sebesar US $ 704,5 juta atau 49,7 persen dari seluruh rencana investasi di sektor tersebut. Di sektor kehu- tanan jumlah realisasi penanaman modal asing adalah sebesar US $ 165,3 juta atau 33,7 persen dari seluruh rencana investasi di sektor kehutanan (lihat Tabel III — 4).

Sampai dengan Maret 1974 dari sejumlah 715 proyek pena-naman modal asing yang telah disetujui 343 proyek terletak di Jakarta atau sekitar 48,0 persen dari seluruh jumlah proyek dengan rencana investasi sebesar US $ 780,3 juta. Di Jawa Ba- rat dalam periode yang sama tercatat 86 proyek atau sekitar 12,0 persen dari seluruh proyek dengan jumlah rencana inves- tasi sebesar US $ 665,4 juta. Meskipun jumlah proyek pena-naman modal asing yang terletak di Kalimantan Timur dan Irian Jaya sedikit yaitu masing-masing 29 proyek (4,1 persen) dan 11 proyek (1,5 persen), namun jumlah rencana penanam- an modal asing di kedua daerah tersebut relatif besar, yaitu meliputi US $ 307,1 juta di Kalimantan Timur dan US $ 443,2 juta di Irian Jaya (lihat Tabel III — 5).

Ditinjau dari sifat penanaman modal, sampai dengan akhir Maret 1974 sebagian besar penanaman modal asing yang telah disetujui bersifat joint venture, yaitu sebanyak 585 proyek atau 82,8 persen dari seluruh proyek. Sebagian terbesar proyek joint venture terdapat di sektor industri yang meliputi indus- tri tekstil, farmasi, dan industri ringan. Yang bersifat investasi langsung sebanyak 113 proyek atau 15,8 persen dan yang ber-sifat kontrak karya berjumlah 17 proyek atau 2,4 persen dari seluruh proyek (lihat Tabel III — 6).

Perkembangan penanaman modal asing tersebut di atas te- lah mengambil peranan penting dalam penciptaan lapangan

185

TABEL I I I - 4REA LISA SI PEN ANAM AN MO DAL ASI NG M ENUR UT S EKTO R

1967 s /d Mare t 1974

1967 s/d Maret 1970 1967 rid Maret 1971 1967 rid Maret 1972 1967 s/d Maret 1973 1967 s/d Maret 1974Nilai Nilai Nilai Nilai Nilai

S E K T O R JumlahProyek

Investasi(jutaan

JumlahProyek

Investasi(jutaan

JumlahProyek

Investasi(jutaan

JumlahProyek

Investasi(jutaan

JumlahProyek

Investasi(jutaan

US $) US $) US $) US $) US $1

Pertambangan (di luarminyak) 5 2,08 8 11,4 13 35,9 17 169,52) 18 172,6

K e h u t a n a n 25 10,60 40 32,3 49 88,6 60 121,6 65 160,3

Industri 1) 48 26,36 98 46,9 157 175,0 179 400,1 225 704,5

Industri Pharmasi - - 8 1,6 16 18,7 19 14,0 28 46,3

P e r i k a n a nPengangkutan dan

4 3,52 8 4,7 10 15,4 10 20,4 11 28,9

Perhubungan 3 2 , 4 5 4,3 6 6,6 10 762) 11 9,9

Real Estate 3 1,08 7 5,0 7 6,4 9 7,9 9 18,7

Perusahaan Jasa Pembangunan - - - - 6 2,4 8 5,4 8 6,8

Pertanian dan Perkebunan 2 0,24 5 1,9 6 16,2 7 26,8 18 46,5

Pertanian dan Perkebunan 2 0,20 15 3,6 15 15,1 15 18,0 18 20,9

J U M L A H 92 46,74 194 117,7 265 380,3 334 791,3 411 1215,4

1) Meliputi industri dasar, ringan, tekstil & kimia.2) Angka diperbaiki.

186

TABEL III — 5PENANAMAN MODAL ASING YANG DISETUJUI

MENURUT LOKASI 1967 S/D MARET 1974

L O K A S I Jumlah Modal(dalam jutaan US $)

JumlahProyek

Jakarta 780,3 343Jawa Barat 665,4 86Jawa Tengah 107,4 22Jawa Timur 168,2 68Sumatera Utara 99,9 42A c e h 12,0 5R i a u 26,3 16Sumatera Barat 8,1 6Sumatera Selatan 63,2 16J a m b i 8,0 3Lampung 13,7 5S u m a t e r a 75,0 1Kalimantan Barat 10,4 9Kalimantan Tengah 22,0 9Kalimantan Timur 307,1 29Kalimantan Selatan 69,5 9Kalimantan (Teluk) 2,5 1Sulawesi Utara 77,6 3Sulawesi Tengah 6,6 2Sulawesi Tenggara 102,1 11S u l a w e s i 1,0 1M a l u k u 89,8 9Irian Jaya 443,2 11B a 1 i 12,8 2Nusa Tenggara Barat/Timur 4,7 4I n d o n e s i a 101,5 2

J U M L A H : 3.278,3 715

187

TABEL III — 6JUMLAH PROYEK P.M.A. YANG TELAH DISETUJUI

1967 — MARET 1974

1967 1968 1969 1970 1971 1972 1973 s/d Maret Jumlah1974

Investasi langsung 14 14 16 48 15 2 4 113

J o i n t 11 53 65 121 87 90 129 29 585

Kontrak Karya 1 2 5 1 5 3 17

J u m 1 a h 26 69 86 170 107 95 133 29 715

188

GRAFIK III — 1JUMLAH PROYEK P.M.A. YANG TELAH DISETUJUI

1967 – Maret 1974

kerja. Dalam hubungan ini telah ditetapkan persyaratan di bi-dang tenaga pimpinan perusahaan dan tenaga kerja bagi tiap permohonan penanaman modal asing, yang meliputi persya-ratan tenaga pimpinan, tenaga bukan pimpinan, dan tenaga buruh kasar.

Di setiap proyek penanaman modal asing yang bersifat joint venture komposisi pimpinannya diatur berdasarkan per-ubahan di dalam struktur pemilikan sahamnya dari waktu ke waktu serta mengingat tersedianya keahlian-keahlian tersebut pada pihak Indonesia.

Penggunaan tenaga asing bukan pimpinan dalam perusaha- an dibatasi sampai jumlah yang tidak melebihi kebutuhan per-usahaan yang bersangkutan, serta jangka waktu penggunaan tenaga-tenaga tersebut tidak boleh lebih lama dari 2 — 3 ta- hun. Untuk selanjutnya tenaga asing tersebut supaya diganti dengan tenaga-tenaga Indonesia.

Penggunaan tenaga asing sebagai buruh kasar dalam pro- yek penanaman modal tidak diperkenankan, terkecuali apabila tenaga-tenaga Indonesia untuk itu benar-benar tidak tersedia, karena keahlian khusus, seperti operator alat-alat besar dan sebagainya.

Melalui kebijaksanaan yang mengatur penggunaan tenaga pimpinan perusahaan dan tenaga kerja tersebut diharapkan bahwa proses peningkatan keahlian, penciptaan lapangan kerja, dan proses Indonesianisasi tenaga kerja dapat diselenggarakan secara simultan.

4. PERBANDINGAN PERKEMBANGAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI DAN ASING

Uraian di muka menunjukkan bahwa selama Repelita I baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing telah berkembang dengan pesat dari tahun ke tahun. Apabila dibandingkan perkembangan kedua bentuk penanaman modal tersebut dilihat dari jumlah proyek yang telah disetujui, nam- pak jelas bahwa penanaman modal dalam negeri meningkat

189

lebih besar daripada penanaman modal asing. Dari segi nilai penanaman modal ternyata bahwa dalam tahun-tahun 1970, 1971, dan 1972, rencana penanaman modal dalam negeri yang telah disetujui juga lebih besar daripada rencana penanaman modal asing. Di dalam tahun-tahun tersebut penanaman modal dalam negeri yang telah disetujui masing-masing berjumlah 320, 358 dan 421 buah proyek dengan rencana penanaman mo- dal sebesar US $ 319,7 juta, US $ 575,1 juta ,dan US $ 713,4 juta, sedangkan penanaman modal asing dalam periode terse- but tercatat sejumlah 162, 113 dan 94 buah proyek dengan ren-cana penanaman modal masing-masing sebesar US $ 264,3 juta, US $ 376,1 juta dan US $ 483,1 juta. Di dalam tahun 1973 dan triwulan I tahun 1974 nilai penanaman modal asing menunjuk- kan peningkatan yang lebih besar daripada penanaman modal dalam negeri. Dalam periode tersebut alai rencana penanaman modal asing meningkat dengan US $ 1.013,5 juta sedangkan nilai rencana penanaman modal dalam negeri hanya mening- kat dengan US $ 484,7 juta.

Penanaman modal asing telah dimulai sejak bulan Januari 1967, sedangkan penanaman modal dalam negeri baru dimulai pada bulan Nopember 1968. Jadi penanaman modal dalam ne- geri baru dilaksanakan hampir dua tahun setelah dimulainya penanaman modal asing. Namun demikian, sejak tahun 1969 tampak bahwa jumlah proyek penanaman modal dalam negeri yang disetujui selalu melebihi jumlah proyek penanaman modal asing. Sampai dengan akhir Maret 1974 penanaman modal da- lam negeri yang telah disetujui berjumlah 1.894 buah proyek yang berarti sekitar 2,6 kali seluruh jumlah proyek penanam- an modal asing yang tercatat sebesar 715 buah. Sekalipun de-mikian dengan adanya perkembangan penanaman modal asing dalam tahun 1973 dan triwulan I 1974, keseluruhan rencana penanaman modal asing dari tahun 1969 sampai dengan akhir Maret 1974 telah mencapai jumlah US $ 2.864,5 juta sehingga melebihi jumlah seluruh rencana penanaman modal dalam ne- geri dalam periode yang sama sebesar US $ 2.243,0 juta.

190

Dengan demikian maka nilai rata-rata setiap proyek penanam-an modal asing juga melebihi nilai rata-rata setiap proyek penanaman modal dalam negeri.

Perbandingan antara perkembangan penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri tersebut dapat dilihat pada Tabel III — 7.

TABEL III — 7PERBANDINGAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

DAN ASING YANG TELAH DISETUJUI,1967 — Maret 1974

T a h u n Penanaman Modal Dalam Negeri Penanaman Modal Asing

Proyek Juta USA. Proyek Juta USA.

1967 —1968 — —1969 167 150,11970 320 319,71971 358 575,11972 421 713,41973 550 451,01974

(Maret) 78 33,7

J u m l a h 1.894 2.243,0

22 67 85 162113 94143

29

176,2237,6722,7264,3376,1488,1553,4

459,9

5. B E B E R A P A P E R K E M B A N G A N L A I N N Y A D A L A M PELAKSANAAN PENANAMAN MODAL SELAMA REPE- LITA I

a. Perkembangan/peningkatan jenis kegiatan penanaman modal.

Perkembangan penanaman modal sebagai diuraikan di atas tidak terlepas dari perkembangan kebijaksanaan Pemerintah di bidang ekonomi keuangan pada umumnya. Kebijaksanaan tersebut antara lain telah mendorong perkembangan jenis ke-giatan penanaman modal dengan penggunaan teknologi yang lebih maju.

191

1) Perkembangan penanaman modal di sektor industri

Dalam tahun-tahun pertama setelah diundangkannya Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Penanam-an Modal Dalam Negeri sampai dengan tahun kedua Repelita I, jenis-jenis industri yang dipilih oleh para investor terdiri dari jenis-jenis industri yang bersifat "cepat menghasilkan" (quick yielding) termasuk jenis-jenis industri assembling kendaraan bermotor, assembling sepeda, assembling alat-alat listrik, radio, televisi, assembling obat-obatan, dan industri-industri yang menghasilkan barang-barang konsumsi langsung seperti pabrik biskuit, minuman, mentega, minyak kelapa, minyak goreng, susu kental, sendal plastik, semir sepatu, tapal gigi, sikat gigi, finishing 'dan printing tekstil, perajutan pertenunan, dan lain- lain.

Dalam tahun ketiga Repelita I sektor industri telah meng- alami perubahan yang bersifat fundamentil sebagai akibat masuknya proyek. proyek penanaman modal di sektor industri yang menghasilkan barang-barang untuk kebutuhan industri, antara lain hasil-hasil industri kimia. Juga telah dimulai pro- gram pembuatan komponen-komponen yang dipergunakan oleh industri-industri assembling, seperti peralatan dan komponen untuk industri kendaraan bermotor, industri radio, televisi, alat-alat listrik, mesin jahit, sepeda, accumulator, pompa air, dan lain-lain.

Di bidang industri tekstil, benang tenun yang semula seba- gian besar harus diimpor, kini telah berkembang industri pe-mintalan di dalam negeri, sehingga sebagian kebutuhan dalam negeri akan benang tenun telah dapat disediakan oleh pabrik-pabrik di dalam negeri.

Perubahan pola konsumsi tekstil dalam negeri pun meng- alami perubahan, dari tekstil kapas ke jenis campuran "kapas dan non kapas". Jenis yang terakhir inipun sebagian telah dapat dihasilkan oleh pabrik-pabrik pemintalan dan pa- brik pertenunan di dalam negeri. Dalam pada itu kebutuhan-

192

kebutuhan pabrik-pabrik pemintalan akan serat buatan dalam waktu dekat sudah akan dapat dipenuhi oleh hasil industri di dalam negeri karena beberapa proyek-proyek yang akan meng-hasilkan serat-serat buatan tersebut kini sedang dibangun.

Beberapa jenis hasil industri dalam negeri yang dewasa ini telah dapat diekspor antara lain : radio, televisi, cerutu, rokok, makanan ternak (pelletizing), minyak nilam, tapioka, kerupuk udang, minyak kacang tanah, minyak sereh, minyak kayuputih, sabun, kulit disamak, barang-barang dari tekstil, tali dan barang-barang dari tali, pipa besi dan baja dan lain-lain. Ekspor barang-barang ini akan dapat ditingkatkan lagi dengan adanya perbaikan sarana-sarana pelengkap yang diperlukan baik fisik maupun fasilitas lainnya.

Di bidang industri elektronika, telah ada beberapa penanam- an modal yang bersifat modern dan dapat menyerap tenaga kerja di mana hasil produksi seluruhnya diekspor kembali. Industri ini juga telah dapat menyerap ribuan tenaga kerja. Potensi industri elektronika akan meningkat jika dibarengi dengan peningkatan sarana-sarana dan prosedur untuk ape- rasi proyek-proyek tersebut agar kelancaran jalannya produk- si dan pengeksporan kembali hasil-hasil produksinya dapat terselenggara dan ongkos-ongkos yang relatif murah tetap da- pat dipertahankan.

2) Perkembangan pengolahan hasil penanaman modal di bidang kehutanan.

Setelah dikeluarkannya izin pengusahaan hutan dalam rang- ka penanaman modal, maka ekspor kayu kini telah menjadi sumber penerimaan devisa negara yang penting setelah minyak bumi.

Sesuai dengan ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian peng-usahaan hutan maka proyek-proyek pengusahaan hutan telah mulai melaksanakan kewajibannya untuk mendirikan pabrik-

193

411234- (13).

pabrik pengolahan kayu seperti penggergajian kayu, plywood, chipped wood, dan hasil pengolahan kayu lainnya. Cara ini dapat memperluas kesempatan kerja dan lebih meningkatkan penghasilan devisa negara bila dibandingkan dengan mengeks-por kayu dalam bentuk balok (log).

3) Perkembangan penanaman modal di sektor lainnya.Perkembangan di sektor-sektor lain juga tidak terlepas dari

pemanfaatan fasilitas-fasilitas yang diberikan dalam rangka Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Pananaman Modal Dalam Negeri.

Di sektor perhotelan telah didirikan. banyak hotel baik yang bertaraf internasional maupun yang bertaraf menengah. Dalam hubungan ini di beberapa tempat penting yang menjadi pusat lalu-lintas perdagangan maupun kepariwisataan dianggap telah cukup dibangun hotel-hotel yang dapat menampung kedua ma- cam kegiatan tersebut. Oleh karena itu maka dirasakan perlu untuk mengadakan pembatasan penanaman modal di bidang perhotelan di tempat-tempat tersebut antara lain di Jakarta dan Pulau Bali kecuali Daerah Nusa Dua.

Dengan berkembangnya proyek-proyek pembangunan yang besar seperti perhotelan, bendungan, jalan, pelabuhan, pabrik-pabrik besar, dan lain-lain, maka berkembang pesat pula kegi- atan usaha konstruksi dengan modal dan peralatan yang besar.

Penanaman modal di sektor pertambangan lainnya di luar minyak dan gas bumi juga telah berkembang dengan pesat terutama di bidang tembaga, nikel, bauksit, mangan, dan aneka tambang lainnya.

b. Pengaruh perkembangan penanaman modal atas komposisi barang impor.

Sebelum adanya Undang-undang Penanaman Modal sebagian besar barang-barang impor terdiri dari barang-barang kon-sumsi. Dewasa ini sebagian besar barang-barang impor terdiri194

dari barang modal dan bahan baku/penolong. Perubahan kom-posisi barang impor tersebut antara lain disebabkan oleh karena meningkatnya kegiatan industri dalam negeri.

c. Perkembangan pemanfaatan sarana-sarana di bidang penanaman modal.

1) Industrial Estate.Dalam rangka mendorong usaha penanaman modal dalam

bidang industri untuk pengusaha dalam rangka PMA dan PMDN, Pemerintah Pusat bersama-sama dengan Pemerintah Daerah telah mendirikan beberapa proyek industrial estates yaitu di Jakarta, Surabaya, dan Cilacap. Pembangunan indus- trial estate di daerah Medan, Ujung Pandang, Semarang, dan Kalimantan Timur masih dalam taraf penelitian. Hingga akhir Repelita I, industrial estate di Jakarta telah selesai di bangun dan telah beroperasi.

Tujuan pembangunan industrial estate tersebut dimaksudkan untuk menyediakan sarana-sarana dan jasa bagi pembangunan suatu industri yang meliputi, tanah, jalan, air, listrik, dan, izin- izin bangunan/usaha dari perusahaan yang bersangkutan. Di samping fungsi yang pokok tersebut, pembangunan industrial estate ini mempunyai kaitan langsung dengan berbagai rencana pembangunan lainnya seperti planalogi perkotaan, pembangun- an daerah/regional, penyediaan lapangan kerja, pembinaan jenis-jenis industri tertentu dan sebagainya. Dasar pemikiran pembentukan industrial estate tersebut adalah pembentukan perusahaan yang bersifat public utility dengan memberikan prioritas pelayanan kepada pengusaha dalam rangka PMDN.

2) Bonded Warehouse dan entrepot partikulir.Dalam rangka mendorong usaha penanaman modal yang me-

ngolah bahan baku impor serta mengekspor kembali hasil pro-duksinya ke luar negeri, maka telah disediakan fasilitas Bonded

195

Warehouse dan atau Entrepot Partikulir. Di kedua sarana tersebut fasilitas kelonggaran bea masuk juga dapat diseleng-garakan secara baik sedang prosedur pabean dapat dilakukan secara cepat dan sederhana.

Pelaksanaan penanaman modal di kedua sarana tersebut akan membantu pula perluasan kesempatan kerja.

196