pengembangan sistem tepat guna produksi etanol berbahan baku lumpur kertas dengan peengolahan awal...

38
1 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan meningkatnya persentase pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, serta menipisnya cadangan minyak bumi yang tersimpan dalam perut bumi, maka penggunaan energi alternatif merupakan solusi yang tepat untuk menunjang kebutuhan akan energi. Salah satunya adalah dengan mengkonversi biomasa menjadi bioetanol. Etanol menjadi pilihan utama dunia karena senyawa ini dapat terus menerus diproduksi baik secara fermentasi maupun sintesis kimiawi (Koesoemadinata, 2001). Etanol sebagai campuran bahan bakar fosil merupakan salah satu pilihan alternatif yang dapat diaplikasikan. Bahan bakar alternatif ini memiliki banyak kelebihan, antara lain dapat meningkatkan efisiensi pembakaran karena mengandung 35 % oksigen, disamping itu ramah lingkungan karena emisi gas buangnya rendah kadar karbon monoksida, nitrogen oksida, dan gas- gas rumah kaca yang lain (Lynd, 1991).

Upload: thoyibatunnuroniyah

Post on 29-Jul-2015

310 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

1 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan meningkatnya persentase pertumbuhan penduduk dan

pertumbuhan ekonomi di Indonesia, serta menipisnya cadangan minyak bumi

yang tersimpan dalam perut bumi, maka penggunaan energi alternatif

merupakan solusi yang tepat untuk menunjang kebutuhan akan energi. Salah

satunya adalah dengan mengkonversi biomasa menjadi bioetanol. Etanol

menjadi pilihan utama dunia karena senyawa ini dapat terus menerus

diproduksi baik secara fermentasi maupun sintesis kimiawi (Koesoemadinata,

2001).

Etanol sebagai campuran bahan bakar fosil merupakan salah satu

pilihan alternatif yang dapat diaplikasikan. Bahan bakar alternatif ini memiliki

banyak kelebihan, antara lain dapat meningkatkan efisiensi pembakaran

karena mengandung 35 % oksigen, disamping itu ramah lingkungan karena

emisi gas buangnya rendah kadar karbon monoksida, nitrogen oksida, dan gas-

gas rumah kaca yang lain (Lynd, 1991).

Page 2: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

2 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Sebagian besar produksi bioetanol secara komersil berasal dari

fermentasi sukrosa dari gula tebu dan molase atau glukosa hasil hidrolisis pati

yang berasal dari persediaan pangan seperti jagung yang mudah didegredasi

menjadi gula dan mudah difermentasi.

Substrat selulosa merupakan bahan baku yang lebih murah, namun

selulosa lebih sukar didegradasi dibandingkan dengan pati (David dkk,2006).

Oleh karena itu,telah banyak dilakukan penelitian untuk meneliti pengaruh

pengolahan awal terhadap bahan baku selulosa sebelum dimanfaatkan

menjadi etanol agar nantinya didapatkan metode produksi bietanol yang tepat

dengan biaya yang minim.

Lumpur kertas merupakan limbah padat dari industri pembuatan

kertas. Material ini mengandung serat selulosa pendek dalam jumlah yang

besar. Limbah ini biasanya dibuang ke tanah berkerikil atau dimasukkan ke

dalam pembakaran setelah proses pengeringan, dimana proses tersebut

merupakan faktor penyebab pembengkakan biaya produksi secara

signifikan(Kadar,2004). Meskipun demikian, karena lumpur kertas mengandung

polisakarida dalam jumlah yang besar, material tersebut merupakan bahan

yang berpotensi digunakan sebagai produk fermentasi seperti etanol dan asam

laktat(Fan dkk,2003).

Ada dua langkah yang dilakukan untuk mengubah lumpur kertas

menjadi etanol. Langkah pertama adalah hidrolisis komponen polisakarida

menjadi gula yang dapat difermentasi, sedangkan langkah kedua adalah

fermentasi gula menjadi etanol. Sakarifikasi menggunakan enzim lebih sering

Page 3: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

3 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

dimanfaatkan dibandingkan dengan sakarifikasi menggunakan asam, karena

pada proses tersebut, tahap hidrolisis selulosa dan fermentasi etanol dapat

gabungkan(Xu dkk, 2007).

Produksi etanol dapat dilangsungkan melalui beberapa metode. Salah

satunya adalah metode sakarifikasi dan fermentasi secara bersamaan

(Simultaneous Saccharification and Feermentation/ SSF). Metode ini dapat

menanggulangi kerugian yang diakibatkan oleh proses sakarifikasi dan

fermentasi secara terpisah, karena SSF mengurangi jumlah enzim yang

digunakan dan tentunya mengurangi biaya yang dikeluarkan(Kadar dkk, 2004).

Namun demikian, karena selulosa memiliki struktur kristal dimana molekul

tersebut memiliki banyak ikatan hidrogen(Nishiyama dkk, 2003) dan gaya van

der Waals(Notley dkk, 2004), maka struktur ini susah dimasuki oleh zat kimia

dan enzim(Zhang dkk, 2006).

Pada penelitian ini, dilakukan pengamatan terhadap produksi etanol

dengan metode SSF menggunakan bahan baku alternatif substrat padatan

lumpur kertas. Adapun untuk meningkatkan produksi etanol, dilakukan

pengolahan awal dengan metode penggilingan mekanik menggunakan ball mill

dan penggembungan kimia lumpur kertas menggunakan asam fosfat.

Pengolahan awal tersebut bertujuan agar selulosa mudah disakarifikasi

menjadi glukosa oleh enzim selulase. Selanjutnya, dilakukan pengamatan

pengaruh proses pengolahan awal tersebut terhadap proses sakarifikasi dan

produksi etanol.

Page 4: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

4 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah yang diangkat dari penelitian ini berdasarkan

uraian diatas adalah bagaimanakah pengaruh pengolahan awal penggilingan

mekanik menggunakan ball mill, penggembungan menggunakan asam fosfat

dan penggabungan keduanya terhadap persentase sakarifikasi dan persentase

produksi etanol, serta metode pengolahan awal apa yang sesuai untuk

meningkatkan proses sakarifikasi dan produksi etanol.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakuan bertujuan untuk mengetahui pengaruh

pengolahan awal penggilingan mekanik menggunakan ball mill,

penggembungan menggunakan asam fosfat dan penggabungan keduanya

terhadap persentase sakarifikasi dan persentase produksi etanol serta metode

pengolahan awal yang sesuai untuk meningkatkan proses sakarifikasi dan

produksi etanol.

Page 5: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

5 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lumpur Kertas

Lumpur kertas merupakan limbah padat hasil dari proses pulping kayu

dan produksi kertas. Lumpur ini merupakan hasil pengolahan dari limbah cair

yang diolah dalam unit effluent treatment. Pengolahan limbah cair ini

menghasilkan air limbah terolah yang telah memenuhi standar mutu

persyaratan pembuangan air limbah ke lingkungan dan juga lumpur kertas

sebagai limbah padatan. Limbah lumpur yang dihasilkan dapat mencapai 1-3%

berat produk untuk industri pulp dan kertas terpadu; 0,6-0,7% berat produk

untuk industri kertas dengan bahan baku kertas bekas (Purwati dkk, 2006).

Limbah padat yang jumlahnya cukup besar tersebut hanya ditumpuk dan

dibuang tanpa adanya pengolahan yang lebih lanjut. Hal ini menyebabkan

pencemaran lingkungan yang serius. Berikut ini memperlihatkan gambar dari

lumpur kertas.

Page 6: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

6 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Gambar 2.1 Lumpur Kertas

Yamashita (2008) melaporkan bahwa kandungan terbesar yang

terdapat pada lumpur kertas adalah karbohidrat yakni sebesar 47,6%, dengan

kandungan selulosa dan hemiselulosa masing-masing adalah 33,4% dan 14,2%.

Komposisi ion logam utama yang terdapat pada lumpur kertas baku adalah

Fe2+ (0,5%), Mg2+ (1.1%), Ca2+ (3,4%) dan Al3+ (4,4%). Ion-ion logam ini muncul

akibat penggunaan bahan anorganik, seperti kaolin (Al2Si2O5(OH)4), talk

(Mg3Si4O10(OH)2) dan kalsium karbonat (CaCO3) untuk memproduksi kertas.

Komposisi kandungan lumpur kertas baku secara lengkap disajikan dalam tabel

2.1 berikut ini.

Table 2.1 Komposisi lumpur kertas

Uap 2.10%

Karbohidrat 47.60%

selulosa 33.40%

Hemiselulosa 14.2%

Lignin larut dalam asam 1.00%

Lignin tidak larut dalam asam 14.40%

Abu 34.30%

Mineral larut dalam asam 20.50%

Page 7: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

7 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Mineral tidak larut dalam asam 13.80%

komposisi ion mineral dalam lumpur kertas baku

Fe2+ 0.50%

Mg2+ 1.10%

Ca2+ 3.40%

Al3+ 4.40%

Lain-lain 0.40%

bahan lain 0.60%

Total 100%

2.2 Selulosa

Selulosa adalah suatu polimer karbohidrat kompleks yang memiliki

persentase komposisi yang sama dengan tepung (kanji) dimana nilai glukosa

dapat ditentukan dengan hidrolisis menggunakan asam. Polimer karbohidrat

ini merupakan salah satu komponen utama dari lignoselulosa yang terdiri dari

unit monomer D-glukosa yang terikat pada ikatan 1,4-glikosidik.

Rumus kimia selulosa adalah (C6H10O5)n, dimana n adalah jumlah unit

pengulangan glukosa, n juga disebut derajat polimerisasi (DP). Selulosa dalam

kayu mempunyai nilai derajat polimerisasi rata-rata 3500 sedangkan selulosa

dalam pulp mempunyai rata-rata derajat polimerisasi dalam rentang 600-

1500. Selulosa adalah polimer lurus tidak bercabang. Hal ini memungkinkan

beberapa rantai selulosa digabungkan bersama dan membentuk struktur

Page 8: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

8 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

kristal yang teratur. Struktur kristal yang teratur ini juga disebut

micele(Mimms, 1993). Gambar berikut memperlihatkan struktur selulosa.

Gambar 2.2 struktur selulosa

2.3 Hemiselulosa

Hemiselulosa juga polimer yang umumnya dibentuk oleh unit-unit gula.

Berbeda dengan selulosa, dimana selulosa hanya terdiri dari polimer glukosa,

hemiselulosa adalah polimer dengan 5 gula berbeda yaitu glukosa, manosa,

galaktosa, xylosa, dan arabinosa.

Rantai hemiselulosa jauh lebih pendek dibandingkan rantai selulosa

karena memiliki derajat polimerisasi lebih rendah. Sebuah molekul

hemiselulosa mengandung sampai 300 unit gula. Berbeda dengan selulosa,

hemiselulosa bukan polimer rantai lurus tetapi polimer bercabang dimana

tidak membentuk unsur kristal dan mikrofibril seperti selulosa. Dalam kayu,

hemiselulosa kebanyakan ditemukan di sekeliling mikrofibril selulosa , dimana

hemiselulosa membantu ikatan selulosa(Mimms, 1993). Hemiselulosa

merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi serat dan mempunyai

peranan yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai

perekat antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan

hemiselulosa akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan

kurangnya ikatan antar serat(Trisanti, 2009).

Page 9: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

9 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

2.4 Etanol

Etanol merupakan kependekan dari etil alkohol (C2H5OH); sering pula

disebut grain alcohol. Wujud dari etanol berupa cairan yang tidak berwarna

dan mempunyai bau yang khas. Berat jenisnya pada 15C adalah sebesar

0,7939 dan titik didihnya 78,32C pada tekanan 766 mmHg. Sifat lainnya

adalah larut dalam air dan eter, serta mempunyai panas pembakaran 328 kkal

(Daintith, 1999). Gambar 2.3 berikut menunjukkan struktur etanol.

Gambar 2.3 Struktur etanol

Penggunaan etanol yang terbanyak adalah sebagai pelarut sebesar 40%,

untuk membuat asetaldehid 36%, penggunaan secara kimiawi yang lain 15%,

serta eter, glikol eter, etil asetat, dan kloral 9 %. Selain itu, etanol dapat juga

digunakan dalam beragam industri seperti industri farmasi, makanan dan

kosmetik serta digunakan sebagai bahan campuran sumber energi kendaraan

bermotor. Etanol dapat dioksidasi menjadi asetaldehid dan kemudian asam

asetat. Produk lain yang dibuat dari etanol adalah butadiena untuk karet

sintetik, etil klorida untuk anestesi lokal dan berbagai bahan kimia lain.

Etanol merupakan pelarut yang baik dan digunakan pada pembuatan berbagai

produk seperti parfum, pernis, seluloida dan bahan-bahan eksplosif

(Demirbas, 2005).

Page 10: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

10 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

2.5 Produksi Etanol

Proses produksi etanol dikenal ada dua macam, yakni dengan sintesa

kimia dan fermentasi. Cara fermentasi lebih banyak digunakan dalam dunia

industri saat ini, dikarenakan kondisi operasi yang aman, yakni suhu yang

diperlukan adalah suhu ruangan (ambient) dan tidak memerlukan tekanan

operasi yang tinggi, cukup tekanan atmosfer. Selain itu, bahan baku dalam

proses fermentasi dapat diperbaharui sehingga cocok untuk alternatif krisis

bahan bakar dan lingkungan.

Produksi etanol melalui fermentasi memanfaatkan bahan–bahan mentah

yang mengandung karbohidrat. Bahan-bahan ini secara umum dapat

digolongkan dalam tiga kategori, yaitu bahan yang mengandung turunan gula

(molase, gula tebu, gula bit, sari buah anggur, dan sari buah lainnya), bahan-

bahan yang mengandung pati (biji-bijian, kentang, dan tapioka), bahan-bahan

yang mengandung selulosa (kayu dan beberapa limbah pertanian lainnya).

Pengolahan awal bahan baku (pretreatment) untuk bahan selulosa harus

dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Hasil ini penting untuk

pengembangan teknologi biokonversi dalam skala komersial. Perlakuan ini

dapat mengurangi jumlah enzim yang digunakan dalam proses hidrolisis, dan

dapat meningkatkan hasil gula yang diperoleh.

Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida di dalam lumpur

kertas yaitu selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula yang dapat

dilakukan secara kimia ataupun enzimatis. Dibandingkan proses secara kimia

Page 11: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

11 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

menggunakan asam kuat HCl atau H2SO4, hidrolisis secara enzimatis lebih

menguntungkan karena ramah lingkungan(Trisanti,2009).

Setelah proses hidrolisis selesai, dilanjutkan dengan proses fermentasi.

Fermentasi secara umum dapat didefinisikan sebagai proses metabolit dimana

substrat organik secara kimia berubah akibat aktifitas enzim yang disekresikan

oleh mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi ini

berupa bakteri, ragi, atau jamur yang berperan untuk mengkonversi glukosa

menjadi etanol (Budiyanto, 2002).

Jalur metabolisme proses fermentasi sama dengan glikolisis sampai

terbentuknya piruvat. Dua tahap reaksi enzim berikutnya adalah reaksi

perubahan asam piruvat menjadi asetaldehid, dan reaksi reduksi asetaldehid

menjadi etanol. Dalam reaksi perubahan piruvat menjadi asetaldehid, piruvat

didekarboksilasi menjadi asetaldehid dan CO2 oleh piruvat dekarboksilase,

suatu enzim yang tidak terdapat dalam hewan. Selanjutnya, asetaldehid

direduksi oleh NADH dengan bantuan enzim alkohol dehidrogenase;

menghasilkan etanol. Dengan demikian etanol dan CO2 merupakan hasil akhir

fermentasi alkohol dan jumlah energi yang dihasilkan sama dengan glikolisis

anaerob, yaitu 2 ATP(wirahadikusumah,1985). Reaksi keseluruhan fermentasi

etanol dijelaskan pada gambar 2.4 berikut.

Page 12: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

12 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Gambar 2.5 Metabolisme fermentasi glukosa menjadi etanol

Setelah tahap fermentasi, harus dilakukan proses pemurnian dengan

cara destilasi untuk mendapatkan bioetanol dengan kemurnian tinggi.

Destilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari kaldu fermentasi yang

sebagian besar adalah air. Untuk mendapatkan etanol sampai dengan

kemurnian 95% volume, dilakukan destilasi bertingkat dengan mengumpankan

hasil destilasi pertama ke unit destilasi selanjutnya(Trisanti,2009).

2.6 Simultaneous Saccharification and Fermentation

Proses hidrolisis dan fermentasi glukosa akan sangat efisien dan efektif

jika dilaksanakan secara berkelanjutan tanpa melalui tenggang waktu yang

lama, hal ini yang sering dikenal dengan istilah Simultaneous Sacharificatian

dan Fermentation (SSF).

SSF pertama kali dikenalkan oleh Takagi et al, 1977, yaitu kombinasi

antara hidrolisis menggunakan enzim selulase dan yeast S. cerevisiae untuk

fermentasi gula menjadi etanol secara simultan.

Page 13: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

13 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Proses SSF sebenarnya hampir sama dengan proses antara hidrolisis

dengan enzim dan proses fermentasi yang terpisah, hanya dalam proses SSF

hidrolisis dan fermentasi dilakukan dalam satu reaktor.

Keuntungan dari proses ini adalah polisakarida yang terkonversi

menjadi monosakarida tidak kembali menjadi poliskarida karena

monosakarida langsung difermentasi menjadi etanol. Selain itu dengan

menggunakan satu reaktor dalam prosesnya akan mengurangi biaya peralatan

yang digunakan(Samsuri,2007).

2.7 Enzim Selulase

Selulase merupakan enzim ekstraseluler yang terdiri atas kompleks

endo-β-1,4-glukonase (CMCase, Cx selulase endoselulase, atau carboxymethyl

cellulase), kompleks ekso-β-1,4-glukonase (aviselase, selobiohidrolase, C1

selulase), dan kompleks β-1,4 glukosidase atau selobiase (Omojosola, 2008).

Enzim ini dapat diproduksi oleh fungi, bakteri, dan ruminansia.

Produksi enzim secara komersial biasanya menggunakan fungi atau

bakteri. Fungi yang bisa menghasilkan selulase antara lain genus Trichoderma,

Aspergillus, dan Penicillium (Schmidt, 1994).

Enzim selulase berperan penting dalam pemanfaatan biomassa selulosa

untuk dirubah menjadi glukosa. Proses ini meliputi pemecahan polisakarida di

dalam biomassa selulosa, yaitu kompleks endo-β-1,4-glukonase memutus

ikatan β-1,4 glikosidik di dalam makromolekul dan menghasilkan potongan-

potongan besar berbentuk rantai dengan ujung-ujung bebas; kompleks ekso-β-

Page 14: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

14 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

1,4-glukonase memotong mulai dari ujung-ujung rantai disakarida selobiosa;

kompleks β-1,4 glukosidase menghidrolisis selobiosa dengan membentuk

glukosa (Zhiliang, 2006).

2.8 Saccharomyces cerevisiae

Saccharomyces cerevisiae termasuk khamir jenis fungi yang berbeda

dengan alga karena tidak dapat melakukan fotosintesis dan berbeda dengan

bakteri karena ukurannya lebih besar. Spesies Saccharomyces cerevisiae

termasuk khamir yang mempunyai tipe produksi aseksual dengan membentuk

tunas dan sel anak atau budding pada suatu tempat tertentu pada sel,

sitoplasma membengkak keluar dari dinding sel. Tonjolan atau bud membesar

dan akhirnya memisah membentuk sel khamir yang baru (Samson, 1984).

Saccharomyces cerevisiae merupakan salah satu jenis khamir penghasil

etanol yang paling banyak digunakan. Saccharomyces cerevisiae berbentuk

oval, bereproduksi dengan cara pembelahan dan tidak mempunyai klorofil

sehingga kehidupannya bergantung pada tumbuhan tingkat tinggi. Klasifikasi

Saccharomyces cerevisiae secara lengkap berdasarkan taksonominya menurut

Morris B. Jacobs adalah sebagai berikut

Filum : Ascomycetes

Kelas : Hemiascomycetes

Ordo : Endomycetes

Famili : Saccharomycetales

Genus : Saccharomyces

Spesies : Cerevisiae

Page 15: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

15 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Gambar 2.8 saccharomyces serevisiae

2.10 Pengaruh penggembungan terhadap struktur selulosa

Selulosa merupakan polimer yang tidak larut dalam sebagian besar

pelarut, hal ini dikarenakan selulosa memiliki struktur kristal. Meskipun

demikian, dapat dilakukan penggembungan intrakristal maupun interkristal

selulosa dengan menggunakan pelarut tertentu. Neale (1929) melalui

penelitiannya yang terdahulu mengenai penggembungan kapas dalam cairan

melaporkan bahwa agen penggembung (swelling agent) ringan terkurung

seluruhnya kedalam bagian serat yang amorf. Ketika serat menggembung,

ikatan intermolekularnya putus karena kekuatan tekanan penggembungan

dibagian dalam. Hal tersebut menyebabkan tingkat keteraturan dalam serat

berkurang dan semakin berkurang pada area permukaan serat. Dengan agen

penggembung selulosa yang kuat , maka kemungkinan derajat keteraturan

akan mencapai titik kritis dimana seluruh struktur kristal dalam serat rusak

dan struktur seratmya hilang(Mantanis, 1995).

Page 16: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

16 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

2.11 Metode analisa kadar gula

2.11.1 Metode fenol-asam sulfat

Metode phenol-asam sulfat merupakan metode yang digunakan untuk

menghitung kadar karbohidrat total. Prinsip dari metode ini adalah pada

media asam panas, glukosa akan terdehidrasi menjadi hydroxymethil furfural

yang berwarna hijau dan memiliki absorpsi maksimum pada 490 nm. Reagen

yang digunakan pada metode ini adalah phenol 5% dan asam sulfat 96%

(Dubois,1956).

Kadar karbohidrat ditentukan menggunakan persamaan berikut :

Absorbansi yang sesuai dengan 0.1 mL larutan uji = x mg glukosa

Kandungan dalam 100 mL larutan sampel = 𝑥

0.1 x 100 mg glukosa

= % total kandungan karbohidrat.

2.11.2 Metode mutarotase GOD

Metode Mutarotase GOD diperkenalkan pertama kali oleh Kesteon dan

kemudian Teller pada tahun 1956. Mereka memperkenalkan metode enzimatik

ini untuk menentukan kadar glukosa dengan mencampurkan glukosa oksidase

(GOD), peroksidase (POD) dan akseptor oksigen (chromogen). Prinsip dari

metode ini adalah mutarotase -D-glukosa menjadi -D-glukosa. Pada

keadaan setimbang, terdapat 36.5% -D-glukosa dan 63.5% -D-glukosa pada

larutan D-glukosa. Ketika larutan sampel direaksikan dengan reagen, -D-

glukosa yang terkandung dalam sampel dikonversi dengan cepat menjadi -

isomer dengan aksi mutarotase dan kemudian dioksidasi oleh GOD menjadi

Page 17: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

17 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

hydrogen peroksida. Ketika mutarotase ditambahkan, -D-glukosa terkonversi

dengan cepat menjadi -D-glukosa sehingga kinerja GOD dapat terfasilitasi.

Dengan kehadiran POD, hydrogen peroksida yang terbentuk menghasilkan

pigmen merah oleh kondensasi oksidasi kuantitatif dengan phenol dan 4-

aminoantipyrene. Konsentrasi glukosa diperoleh dengan mengukur absorbansi

pigmen merah (miwa, 1972).

2.11.3 Metode Somogyi Nelson

Gula dengan sifat dapat mereduksi (sebagai akibat dari adanya gugus

aldehid atau keto) disebut sebagai gula pereduksi. Beberapa gula yang

termasuk gula pereduksi adalah glukosa, galaktosa, laktosa dan maltosa.

Metode Somogyi Nelson merupakan salah satu metode klasik yang digunakan

secara luas untuk menentukan kadar gula pereduksi secara kuantitatif.

Metode ini merupakan salah satu jenis metode kolorimetri. Prinsip dari

metode ini adalah reaksi reduksi, dimana ketika gula pereduksi dipanaskan

dengan Cu (II) Tartrate (CuC4H4O6), maka gula pereduksi akan mereduksi Cu(II)

menjadi Cu (I) dan kemudian terbentuk oksida Cu (I) dengan rumus kimia

Cu2O. ketika Cu2O direaksikan dengan asam arsenomolibdat, terjadi reduksi

asam molybdat menjadi molybdenum biru. Warna biru yang dihasilkan

kemudian dibandingkan dengan standar baku pada kolorimetri dengan

panjang gelombang 620 nm (Somogyi, 1952). Pada metode ini, kadar gula

pereduksi ditentukan menggunakan persamaan berikut:

Absorbansi sesuai dengan 0.1 mL sampel = x mg glukosa

Kandungan 10 mL larutan uji = 𝑥

0.1 x 10 mg glukosa = % gula pereduksi

Page 18: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

18 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

2.12 HPLC Pada prinsipnya kromatografi cair dan kromatografi cair kinerja tinggi

(HPLC) memiliki cara kerja yang sama, hanya saja HPLC lebih unggul

dibanding kromatografi cair, karena pengoperasiannya lebih mudah serta

kecepatan, efisiensi dan sensitifitasnya lebih bagus. HPLC merupakan teknik

pemisahan yang meliputi injeksi sampel cair dengan volume yang sangat

sedikit ke dalam kolom yang telah dipenuhi dengan partikel yang sangat kecil

(diameter 3 – 5 micron (μm) yang biasa disebut dengan fasa stationair).

Komponen-komponen yang terdapat dalam sampel dialirkan kedalam kolom

bersama cairan yang disebut sebagai fasa mobile. Sampel dipaksa mengaliri

kolom oleh tekanan yang sangat kuat yang dihasilkan dari sebuah pompa.

Komponen – komponen dalam sampel tersebut terpisahkan antara satu dengan

yang lain dalam kolom. Pemisahan komponen-komponen dalam sampel terjadi

karena adanya interaksi antara molekul dan partikel-partikel fasa stationair.

Komponen yang telah terpisahkan akan terdeteksi oleh detektor ketika

keluar dari kolom. Dari deteksi tersebut akan dapat diketahui kualitas dan

kuantitas komponen. Output dari detektor tersebut dinamakan dengan

kromatogram(Rodney,2006).

Page 19: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

19 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

BAB III

METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-Alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah erlenmeyer, pH

meter, spektrofotometer, HPLC dengan kolom aminex HPX-87H(Biorad,

Richmond, CA),autoklav, water bath shaker, potato dextrose agar plate,

lemari pendingin, ball mill ( vibrating sample mill CMT-TI-300, C. M. T. Co.,

Ltd.),sentrifuge dan tabung falcon.

3.1.2 Bahan-Bahan yang digunakan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah H3PO4, medium

penumbuhan bakteri (10 g/L glukosa, 1 g/L ekstrak bakteri, 0.1 g/L KH2PO4,

0.1 g/L MgSO47H2O dan 0.1 g/L (NH4)2SO4) dan medium fermentasi (2 g/L

ekstrak bakteri, 0.05 g/L MgSO47H2O, 1g/L (NH4)2HPO4, 20 FPU/g enzim

Meicelase, dan 0.1 M buffer CH3COONa pH 5).

Lumpur kertas yang digunakan sama seperti yang diterangkan pada

penelitian sebelumnya(Yamashita dkk, 2008), dimana ukuran partikel lumpur

kertas sebesar 2-4 mm. Adapun kandungan hemiselulosa dan selulosa pada

Page 20: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

20 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

lumpur kertas mentah adalah sebesar 47.6% dan 33.4%. Sebelum digunakan

sebagai bahan untuk produksi etanol, lumpur kertas disimpan terlebih dahulu

dalam container dengan suhu ruangan.

Saccharomyces cerevisiae AM 12 diperoleh dari Bio Academia Co. Ltd,

Jepang, dan digunakan untuk produksi etanol. S.cerevisiae AM 12 diinkubasi

terlebih dahulu dalam potato dextrose agar plate dengan suhu 30C kemudian

disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 4C.

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Metode Pengolahan Awal

Dilakukan analisa terhadap pengaruh dari tiga pengolahan awal yang

berbeda (penggilingan mekanik menggunakan ball mill, penggembungan

menggunakan asam fosfat dan sistem pengolahan awal yang beruntun, yakni

ball milling dilanjutkan dengan asam fosfat) terhadap keefektifan tahap

sakarifikasi dan fermentasi.

Berikut adalah tahapan penggilingan mekanik menggunakan ball mill:

20g lumpur kertas digiling menggunakan ball mill yang bergetar ( vibrating

sample mill CMT-TI-300, C. M. T. Co., Ltd.) dengan 60 putaran/detik selama 2

menit. Adapun ukuran partikel setelah dilakukan penggilingan kurang lebih

sebesar 0.1mm.

Page 21: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

21 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Adapun langkah-langkah penggembungan menggunakan asam fosfat

adalah sebagai berikut: 0.5g lumpur kertas mentah dimasukkan kedalam 100

mL labu ukur kemudian ditambahkan dengan 0.6 mL air destilat. Selanjutnya

ditambahkan sedikit demi sedikit 10 mL asam fosfat dingin ke dalam labu ukur

berisi lumpur kertas besah. Kemudian dicampur sambil diaduk cepat. Setelah

campuran lumpur kertas dan asam fosfat disiapkan, selanjutnya didiamkan

selama 1 jam dalam es dan ditambahkan 40 mL air dingin (dilakukan dalam 4

kali penambahan), dimana di setiap penambahan 10 mL dilakukan pengadukan

dengan sangat cepat. Campuran lumpur kertas selanjutnya disentrifug dengan

kecepatan 3500 rpm selama 30 menit pada suhu 4C. Bagian padatan lumpur

kertas akan mengendap di lapisan air dingin, kemudian dilanjutkan sentrifuge

dengan kecepatan 3500 rpm untuk menghilangkan supernatan yang

mengandung asam fosfat. Selanjutnya ditambahkan 0.5 mL Na2CO3 2M untuk

menetralisasi residu asam fosfat dan air es digunakan untuk mengendapkan

lumpur kertas. Setelah sentrifugasi, lumpur kertas yang telah diolah, disimpan

pada suhu 4C(Zhang dkk, 2006).

Serangakaian sistem pengolahan awal penggilingan mekanik

menggunakan ball mill yang dilanjutkan dengan penggembungan dengan asam

fosfat dilakukan secara berturut-turut sebagaimana yang telah dijelaskan

diatas.

Page 22: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

22 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

3.2.2 Hidrolisis oleh Enzim

Hidrolisis dilakukan dalam tabung falcon 100 mL dengan konsentrasi

sampel awal 5%(b/b) dalam 10 mL larutan buffer Natrium Asetat (0.1 M) pH 5

menggunakan enzim komersial yang dibeli dari Meiji Seika Co, Ltd, Jepang,

dengan persentase pengaktifan enzim 20 FPU/g sampel. Reaksi hidrolisis oleh

enzim dilakukan dalam water bath shaker yang dikocok dengan kecepatan 140

kocokan/menit selama 48 jam dengan suhu 45C. Untuk memisahkan

supernatantnya, dilakukan sentrifuge dan ditentukan kandungan gulanya.

Persentase sakarifikasinya dihitung menggunakan persamaan berikut :

Persentase Hidrolisis Selulosa (%) =𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑔𝑢𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑥 0.9 𝑥 100

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑙𝑜𝑠𝑎 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑏𝑢𝑏𝑢𝑟 𝑘𝑒𝑟𝑡𝑎𝑠

3.2.3 Sakarifikasi dan Fermentasi secara Bersamaan(SSF)

Kultur alami bakteri dari agar plate dimasukkan kedalam 30 ml tabung

yang berisi 10 mL medium steril. Adapun komposisi mediumnya adalah sebagai

berikut : 10 g/L glukosa, 1 g/L ekstrak bakteri, 0.1 g/L KH2PO4, 0.1 g/L

MgSO47H2O dan 0.1 g/L (NH4)2SO4. Kultur awal ini diinkubasi dengan suhu 30C

selama 24 jam dalam inkubator dengan kecepatan 60rpm (Itoh dkk, 2003).

Selanjutnya 200 g/L lumpur kertas mentah dan lumpur kertas yang

telah diolah dimasukkan dalam 2 tabung Erlenmeyer 500 mL yang berbeda.

Keduanya lalu diautoklaf selama 20 menit pada suhu 121C dan ditambahkan

larutan nutrisi yang telah disterilkan, enzim dan buffer natrium asetat.

Page 23: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

23 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Adapun komposisi pada medium fermentasi adalah sebagai berikut: 2

g/L ekstrak bakteri, 0.05 g/L MgSO47H2O, I g/L (NH4)2HPO4, 20 FPU/g sampel

Meicelase, dan 100 mM buffer natrium asetat pH 5(Sharma et al., 2004).

Endapan ragi pada kultur awal sebelumnya, digunakan untuk penyuntikan dan

campurannya diinkubasi dalam rotary shaker pada suhu 40C dengan

pengadukan yang pelan yakni sekitar 100 rpm.

Untuk menentukan persentase perubahan etanol, dihitung

menggunakan persamaan berikut:

Persentase perubahan etanol % = 𝑔

𝐿𝑒𝑡ℎ𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘𝑥 100

𝑔

𝐿 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑢𝑚 𝑒𝑡ℎ𝑎𝑛𝑜𝑙 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑐𝑎𝑟𝑎 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

3.2.4 Metode Analisis

Jumlah etanol dan jumlah glukosa dari kaldu fermentasi diketahui

menggunakan HPLC dengan kolom aminex HPX-87H(Biorad, Richmond, CA) dan

konsentrasi total gula diukur menggunakan metode phenol-asam sulfat(Dubois

dkk, 1956). Sedangakan pada saat hidrolisis oleh enzim, konsentrasi

glukosanya diukur menggunakan metode mutarotase GOD(Glukosa C-test:

Wako Pure Chemicals, Osaka, Jepang) dan konsentrasi gula pereduksinya

ditentukan berdasarkan metode Somogyi-Nelson(Somogyi, 1952).

Page 24: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

24 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sakarifikasi Lumpur Kertas yang Telah Diolah dan Lumpur Kertas

Mentah oleh Enzim

Pengamatan pengaruh penggilingan mekanik menggunakan ball mill,

penggembungan menggunakan asam fosfat, dan juga pengolahan berurutan

(penggilingan mekanik dilanjutkan penggembungan) terhadap peningkatan

sakarifikasi oleh enzim dan produksi etanol telah dilakukan. Gambar 4.1

menunjukkan kurva produksi glukosa dan gula pereduksi saat sakarifikasi

lumpur kertas oleh enzim, baik lumpur kertas yang telah diolah maupun yang

mentah.

Page 25: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

25 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Gambar 4.1 Kurva produksi glukosa dan gula pereduksi saat sakarifikasi lumpur kertas yang telah diolah maupun yang mentah oleh enzim

Kurva diatas menjelaskan bahwa jumlah glukosa dan gula pereduksi

yang diproduksi dari lumpur kertas mentah meningkat secara berangsur-

angsur dengan waktu reaksi 24 jam dan mencapai nilai maksimumnya

berturut-turut senilai 111 dan 146 mg/g (sampel kering).

Marques, Santos,Girio, dan Roseiro (2008) melaporkan bahwa

sakarifikasi lumpur kertas mentah mendekati sempurna dengan menggunakan

enzim selulolitik, namun pada penelitian ini, didapatkan hasil yang lebih

rendah. Hal ini mungkin dikarenakan lumpur kertas yang digunakan pada

penelitian ini pada kenyataannya membentuk gumpalan-gumpalan, yang dapat

menghambat kinerja enzim dan atau kemampuan selulosa untuk dicerna. Oleh

karena itu, dilakukan pengujian terhadap pengaruh pengolahan awal

menggunakan penggilingan mekanik dan atau penggembungan untuk

memperoleh hasil sakarifikasi enzim yang efektif.

Page 26: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

26 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Jumlah produksi glukosa mengalami peningkatan yang tidak terlalu

signifikan ketika lumpur kertas digiling terlebih dahulu dengan ball mill

sebelum disakarifikasi oleh enzim, begitu pula dengan jumlah produksi gula

pereduksi, dimana nilai keduanya berturut-turut adalah sebesar 116.4 dan

159.7 mg/g sampel kering. Meskipun demikian, hasil ini lebih baik

dibandingkan dengan sampel tanpa pengolahan awal dimana jumlah produksi

glukosa dan gula pereduksi mencapai nilai maksimum 111 dan 146 mg/g

setelah 24 jam reaksi .

Adapun jumlah glukosa dan gula pereduksi dengan substrat lumpur

kertas yang diolah dengan metode penggembungan menggunakan asam fosfat

selama 36 jam, mengalami peningkatan signifikan mencapai 359.0 dan 426.6

mg/g sampel kering. Metode ini memberikan hasil produksi glukosa dan gula

pereduksi yang lebih baik dibandingkan dengan metode penggilingan mekanik

menggunakan ball mill. Sehingga, untuk sementara dapat disimpulkan bahwa

penggembungan merupakan metode pengolahan awal yang lebih efektif untuk

meningkatkan sakarifikasi lumpur kertas oleh enzim dibandingkan dengan

metode penggilingan mekanik menggunakan ball mill. Lebih dari itu,

diperoleh hasil yang lebih baik apabila pengolahan awal berupa penggilingan

mekanik menggunakan ball mill dan penggembungan menggunakan asam

fosfat dilakukan secara berturut-turut, dimana terjadi peningkatan jumlah

glukosa dan gula pereduksi secara signifikan setelah reaksi selama 6 jam.

Page 27: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

27 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Sakarifikasi oleh enzim berjalan dengan sempurna setelah reaksi

selama 12 jam, dimana produksi glukosa dan gula pereduksi telah mencapai

360.2 dan 445.0 mg/g sampel kering, hasil tersebut sama dengan hasil yang

dicapai ketika lumpur kertas diolah dengan penggembungan menggunakan

asam fosfat selama 36 jam reaksi. Table 4.1 berikut menunjukkan parameter

kinetik sakarifikasi lumpur kertas baik yang telah diolah maupun yang mentah.

Table 4.1 parameter kinetik dari sakarifikasi oleh enzim setelah reaksi selama 48 jam

Parameter Lumpur Kertas

tanpa pengolahan

Lumpur kertas dengan

pengolahan awal

Ball

Mill

Asam

fosfat

Ball mill

dan asam

fosfat

Glukosa/sampel

kering (mg/g) 110.8 116.4 359.0 360.2

Gula

pereduksi/sampel

kering (mg/g)

146.4 59.7 426.6 445.0

Persentase hidrolisis

selulosa (%) 29.9 31.3 96.7 97.1

Produktifitas glukosa

(mg/g/jam) 4.6 (24 jam)

2.4

(48jam)

10.0

(36jam)

30.0

(20 jam)

Lumpur kertas yang diolah menggunakan asam fosfat mengalami

peningkatan persentase hidrolisis selulosa dari 29.9% mencapai 96.7%. begitu

pula dengan produktifitas glukosa yang meningkat dari 4.6 menjadi 10

mg/g/jam. Selain itu, sistem pengolahan awal berupa penggilingan mekanik

menggunakan ball mill dan penggembungan menggunakan asam fosfat yang

dilakukan secara berturut-turut menghasilkan kenaikan yang signifikan tidak

hanya pada persentase hidrolisis selulosa tetapi juga pada produktifitas

Page 28: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

28 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

glukosa, dimana keduanya berturut-turut mencapai nilai 97.1% dan 30

mg/g/jam.

Peningkatan tersebut dimungkinkan diakibatkan oleh mengecilnya

ukuran partikel gumpalan lumpur kertas dan meningkatnya kemampuan enzim

serta kemampuan selulosa untuk dicerna karena adanya perubahan struktur

kimia selulosa yang terkandung dalam lumpur kertas yang merupakan molekul

super besar(Sharma dkk, 2004).

Hasil ini menandakan bahwa pengolahan awal penggilingan mekanik

menggunakan ball mill dan penggembungan menggunakan asam fosfat yang

dilakukan secara berturut-turut merupakan metode pengolahan awal yang

tepat untuk meningkatkan sakarifikasi lumpur kertas oleh enzim.

4.2 Produksi Etanol dari Lumpur Kertas yang Telah Diolah dan Lumpur

Kertas Mentah Menggunakan Proses SSF

Gambar 4.2 menunjukkan kurva konsentrasi glukosa, etanol, dan total

gula yang diperoleh menggunakan metode SSF dari lumpur kertas yang telah

diolah dengan penggilingan mekanik menggunakan ball mill dan dilanjutkan

dengan penggembungan menggunakan asam fosfat.

Page 29: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

29 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Gambar 4.2 Kurva konsentrasi glukosa, etanol dan total gula pada saat proses

SSF

Konsentrasi glukosa dan total gula pada masing-masing kaldu

fermentasi mulai mengalami peningkatan setelah dilakukan penyuntikan,

dimana konsentrasinya mencapai nilai maksimum 6,2 dan 18,6 g/L dengan

substrat lumpur kertas mentah, dan 40.0 dan 66.9 g/L dengan substrat lumpur

kertas yang telah diolah setelah 6 jam inkubasi. Sesudah itu, konsentrasi

glukosa pada masing-masing kaldu fermentasi menurun dengan tajam dan

bertahan pada konsentrasi rendah ketika fermentasi tengah berjalan.

Peristiwa ini menandakan bahwa pada waktu itu, sel bakteri sedang

memfermentasi glukosa yang terbentuk (dari sakarifikasi oleh enzim) menjadi

etanol.

Konsentrasi total gula dari lumpur kertas mentah juga mengalami

penurunan hingga 21.6 g/L setelah 24 jam inkubasi dan kemudian bertahan

konstan. Tidak teramati adanya perbedaan konsentrasi gula total yang

Page 30: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

30 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

mencolok antara masing-masing fermentasi, yang berarti bahwa sejumlah

besar gula yang tidak bisa difermentasi yang dihasilkan dari sakarifikasi

lumpur kertas oleh enzim terakumulasi pada kedua kaldu fermentasi.

Adapun jumlah produksi etanol pada masing-masing fermentasi

meningkat secara berangsur-angsur selama masa inkubasi dan mencapai

puncaknya, yaitu senilai 20.4 g/L setelah 48 jam inkubasi menggunakan

lumpur kertas mentah dan 30.5 g/L setelah 24 jam inkubasi menggunakan

lumpur kertas yang telah diolah. Hasil ini menandakan bahwa selama proses

SSF berlangsung, jumlah glukosa hasil sakarifikasi oleh enzim menjadi

indikator akan banyaknya produksi etanol yang dihasilkan dari bahan baku

lumpur kertas. Fermentasi etanol dengan menggunakan bahan baku lumpur

kertas yang telah diolah selesai dengan sempurna setelah menghabiskan

waktu reaksi 24 jam. Table 4.2 berikut ini menunjukkan parameter kinetik

produksi etanol dengan metode SSF menggunakan bahan baku lumpur kertas

mentah dan yang telah diolah.

Table 4.2 parameter kinetik produksi etanol pada proses SSF menggunakan bahan baku lumpur kertas yang telah diolah dan yang masih mentah

Parameter Lumpur Kertas

tanpa pengolahan

Lumpur kertas dengan

pengolahan awal Ball

mill dan asam fosfat

Etanol yang diproduksi (g/L) 20.4 30.5

Persentase konversi (%) 0.277 0.416

Produktifitas etanol (g/L/jam) 0.424 (48 jam) 1.27 (24 jam)

Hasil etanol 0.277 0.416

Page 31: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

31 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Jumlah etanol yang dihasilkan dan persentase konversi glukosa menjadi

etanol saat fermentasi dengan bahan baku lumpur kertas mentah berturut-

turut senilai 0.277 dan 54.3%. Hasil ini sesuai dengan yang dilaporkan oleh

Kadar dkk (2004) yang menggunakan bakteri komersial, Saccharomyces

cereviseae, meskipun terdapat beberapa perbedaan jenis lumpur kertas yang

digunakan.

Rendahnya jumlah etanol yang dihasilkan serta rendahnya persentase

konversi fermentasi lumpur kertas mentah mungkin disebabkan oleh

rendahnya sakarifikasi oleh enzim yang mengakibatkan rendahnya jumlah

etanol yang dihasilkan. Adapun jumlah etanol yang dihasilkan dan persentase

perubahan glukosa menjadi etanol menggunakan bahan baku lumpur kertas

hasil pengolahan, mencapai nilai yang lebih tinggi, yakni berturut-turut

senilai 0.416% dan 81.5%.

Hasil ini menegaskan bahwa hampir seluruh selulosa yang terkandung

dalam lumpur kertas telah difermentasi menjadi etanol karena jumlah etanol

yang diperoleh dan persentase perubahan glukosa menjadi etanol, keduanya

sesuai dengan penelitian lain yang juga menerapkan metode fermentasi batch

menggunakan bakteri S.cerevisiae AM 12, dengan hasil etanol 0.434 dan

persentase perubahan 85.4%.

Produktifitas etanol dengan bahan baku lumpur kertas yang telah diolah

(1.27 g/L/h, 24 jam) meningkat 3 kali lipat dibandingkan dengan produktifitas

etanol berbahan baku lumpur kertas mentah (0.424 g/L/jam, 48 jam). Oleh

karena itu, dapat dibuktikan bahwa sistem pengolahan penggilingan mekanik

Page 32: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

32 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

menggunakan ball mill yang dilanjutkan dengan penggembungan

menggunakan asam fosfat merupakan serangkaian metode pengolahan yang

tepat untuk sakarifikasi enzim sehingga dapat menghasilkan etanol secara

efektif dan efisien.

Page 33: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

33 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Persentase hidrolisis dan jumlah glukosa yang diperoleh dari lumpur

kertas hasil pengolahan awal penggilingan mekanik menggunakan ball mill

adalah sebesar 31.3% dan 116.4 mg/g.

2. Persentase hidrolisis dan jumlah glukosa yang diperoleh dari lumpur

kertas hasil pengolahan awal penggembungan dengan asam fosfat adalah

sebesar 96.7% dan 359.0 mg/g.

3. Pengolahan awal yang berturut turut, yakni penggilingan mekanik

dilanjutkan dengan penggembungan dapat meningkatan jumlah produksi

glukosa, persentase hidrolisis pada tahap sakarifikasi, persentase konversi

glukosa menjadi etanol dan jumlah etanol yang dihasilkan, dimana nilainya

berturut-turut adalah 360.2 mg glukosa/g sampel kering, 97,1%, 81.5%, dan

30.5 g/L.

4. Sistem pengolahan awal yang berturut-turut, yaitu pengolahan

menggunakan penggilingan mekanik dilanjutkan dengan penggembungan,

merupakan metode pengolahan awal yang paling tepat dibandingkan dengan

pengolahan awal penggilingan menggunakan ball mill atau penggembungan

Page 34: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

34 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

menggunakan asam fosfat untuk mengembangkan sistem produksi etanol

berbahan baku lumpur kertas.

5.2 Saran

Saran-saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan

penelitian mengenai proses fermentasi etanol berbahan baku lumpur kertas

yang telah diolah dengan menggunakan fungi Trichoderma viride. Menurut

Wood (1985), Trichoderma viride merupakan mikroorganisme yang mampu

menghancurkan selulosa tingkat tinggi dan memiliki kemampuan mensintesis

beberapa faktor esensial untuk melarutkan bagian selulosa yang terikat kuat

dengan ikatan hidrogen. Dengan demikian, maka diharapkan sakarifikasi

selulosa bisa lebih efektif sehingga jumlah etanol yang dihasilkan akan

semakin banyak.

Page 35: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

35 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

DAFTAR PUSTAKA

Anindyawati, Trisanti.(2009).

Prospek enzim dan limbah lignoselulosa untuk produksi bioetanol.

Pusat Penelitian Bioteknologi:Cibinong.

Boyer,Rodney.(2006).

Biochemistry Laboratory: Modern Theory and Techniques. Pearson

Education.inc : USA.

Budiyanto, A., Krisno.(2002).

Mikrobiologi Terapan. UMM:Malang.

Daintith, John.(1999).

Kamus lengkap kimia, Erlangga:Jakarta.

Davis, L., Rogers, P., Pearce, J., & Peiris, P. (2006).

Evaluation of zymomonas-based ethanol production from a hydrolysed

waste starch stream. Biomass and Bioenergy, 30, 809–814.

Demirbas, A.(2005).

Bioethanol from cellulosic materials: A renewable motor fuel from

biomass. Energy Sources 21, 327−337.

Dubois, M., Gilles, K. A., Hamilton, J. K., Rebers, P. A., & Smith, F. (1956).

Colorimetric method for determination of sugars and related

substances. Analytical Chemistry, 28, 350–356.

Fan, Z., South, C., Lyford, K., Munsie, J., van Walsum, P., & Lynd, L. R.

(2003).

Conversion of paper sludge to ethanol in a semicontinuous solids-fed

reactor. Bioprocess and Biosystems Engineering, 26, 93–101.

Itoh, H., Wada, M., Honda, Y., Kuwahara, M., & Watanabe, T. (2003).

Bioorganosolve pretreatments for simultaneous saccharification and

fermentation of beech wood by ethanolysis and white rot fungi.

Journal of Biotechnology, 103, 273–280.

Page 36: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

36 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Kadar, Z., Szengyel, Z., & Reczey, K. (2004).

Simultaneous saccharification and fermentation (SSF) of industrial

wastes for the production of ethanol. Industrial Crops and Products,

20, 103–110.

Koesoemadinata, V. C.(2001).

Pemanfaatan gula hasil hidrolisis hemiselulosa tandan kosong sawit

untuk produksi etanol secara fermentasi. Laporan Hasil Penelitian

Jurusan Teknik Kimia FTI ITB: Bandung.

Lynd, L.R., Bothast, R.J., Wyman, D.E.(1991).

Fuel ethanol from cellulosic biomass. Science 251, 1318-1323.

Mantanis. Young, R.A. Rowell, R.M. (1995).

Swelling of compressed cellulose fiber webs in organic liquids.

Cellulose 2, 1- 22.

Marques, S., Santos, J. A. L., Girio, F. M., & Roseiro, J. C. (2008).

Lactic acid production from recycled paper sludge by simultaneous

saccharification and fermentation. Biochemical Engineering

Journal, 41, 210–216.

Mimms, Agneta.(1993).

Kraft pulping: A compilation of notes.Tappi Press:Atlanta.

Miwa,I.Okuda,J.Maeda,K.(1972).

Clin Chim Acta,37,538-540.

Nishiyama, Y., Sugiyama, J., Chanzy, H., & Langan, P. (2003).

Crystal structure and hydrogen bonding system in cellulose I (alpha)

from synchrotron X-ray and neutron fiber diffraction. Journal of

American Chemical Society, 125,14300–14306.

Notley, S. M., Pattersson, B., & Wagberg, L. (2004).

Direct measurement of attractive van der Waals’ forces between

regenerated cellulose surfaces in an aqueous environment. Journal of

the American Chemical Society, 126, 13930–13931.

Omojasola, P. Folakemi, Omowumi Priscilla Jilani, S. A. Ibiyemi. (2008).

Cellulase Production by some Fungi Cultured on Pineapple Waste.

Nature & Science 6(2), pp. 64-75.

Page 37: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

37 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Purwati,S.,Soetopo,R.s.,Setiawan,Y.(2006).

Potensi dan Alternatif Pemanfaatan Limbah Padat Industri Pulp dan

Kertas.Berita Selulosa.41(2):67-79.

Samson,.et all.(1984).

Introduction to Food-Bohne Fungi. Edisi II, Erlangga, Jakarta.

Samsuri,A.,dkk.(2007).

Pemanfaatan Selulosa Bagas Untuk Produksi Etanol Melalui Sakarifikasi

dan Fermentasi Serentak dengan Enzim Xylanase. Makara, Teknologi

11, 17-2.

Schmidt, Karin.(1994).

Mikrobiologi Umum. Gajah mada University Press: Yogyakarta.

Sharma, S. K., Kalra, K. L., & Kocher, G. S. (2004).

Fermentation of enzyme hydrolysis of sunflower hulls for ethanol

production and its scale-up. Biomass and Bioenergy, 27, 399–402.

Somogyi, M.(1952).

Notes on sugar determination. Journal of Biological Chemistry,195, 19–

23.

Wirahadikusumah,Muhammad.(1985).

Biokimia:Metabolisme Energi, Karbohidrat dan Lipid.Penerbit

ITB:Bandung.

Wood, T. M. (1985).

Aspects of the Biochemistry of Cellulose Degradation. p. 173-187.

Xu, Z., Wang, Q. H., Jiang, Z. H., Yang, X. X., & Ji, Y. Z. (2007).

Enzymatic hydrolysis of pretreated soybean straw. Biomass and

Bioenergy, 31, 162–167.

Yamashita, Y., Kurosumi, A., Sasaki, C., & Nakamura, Y. (2008).

Ethanol production from paper sludge by immobilized Zymomonas

mobilis. Biochemical Engineering Journal, 42, 314–319.

Page 38: PENGEMBANGAN SISTEM TEPAT GUNA PRODUKSI ETANOL BERBAHAN BAKU LUMPUR KERTAS DENGAN PEENGOLAHAN AWAL PENGGILINGAN DAN ASAM FOSFAT

38 Ditulis kembali dari jurnal “Development of Efficient System for Ethanol Production from Paper Sludge Pretreated by Ball Milling and Phosphoric Acid”. Y. Yamashita et al./Carbohydrate Polymer 79 (2010) 250-254

Zhang, Y. H., Cui, J., Lynd, L. R., & Kuang, A. (2006).

A transition from cellulose swelling to cellulose dissolution by o-

phosphoric acid: Evidence from enzymatic hydrolysis and

supramolecular structure. Biomacromolecules, 7, 644–648.

Zhiliang Fan, Lee R. Lynd.(2006).

Conversion of Paper Sludge to Ethanol, II: Proses Design and

Economic Analysis. Bioprocess Biosyst Eng 30, 35-45.