refrat diet pgk-2 arni-firda

37
BAB I GINJAL DAN PENYAKIT GINJAL KRONIS A. Pendahuluan Penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, dan diabetes melitus, mulai menjadi masalah kesehatan masyarakat utama menggantikan penyakit menular. Salah satu komplikasi yang timbul akibat penyakit-penyakit tersebut adalah Penyakit ginjal kronis di mana terjadi penurunan fungsi ginjal yang membutuhkan terapi pengganti guna mengkompensasinya 1,4,6 Dalam pelaksanaan terapi pengganti tersebut tentunya memerlukan biaya yang mahal dan ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien, salah satunya adalah pengaturan diet. Diet pada penyakit ginjal ditekankan pada pengontrolan asupan energi, protein, cairan, elektrolit natrium, kalium, kalsium, dan fosfor. 1 B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal Dua ginjal terletak di dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum. Setiap ginjal kira-kira seberat 150 gram seukuran kepalan tangan. Sisi medial ginjal merupakan hilus renalis, tempat masuknya arteri dan vena renalis, cairan limfatik, suplai saraf dan ureter yang membawa urin akhir ke kandung kemih. 6 1

Upload: nubli-loh

Post on 24-Dec-2015

234 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

BAB I

GINJAL DAN PENYAKIT GINJAL KRONIS

A. Pendahuluan

Penyakit tidak menular seperti penyakit kardiovaskuler, hipertensi, dan

diabetes melitus, mulai menjadi masalah kesehatan masyarakat utama menggantikan

penyakit menular. Salah satu komplikasi yang timbul akibat penyakit-penyakit

tersebut adalah Penyakit ginjal kronis di mana terjadi penurunan fungsi ginjal yang

membutuhkan terapi pengganti guna mengkompensasinya 1,4,6

Dalam pelaksanaan terapi pengganti tersebut tentunya memerlukan biaya

yang mahal dan ada hal-hal yang perlu diperhatikan oleh pasien, salah satunya

adalah pengaturan diet. Diet pada penyakit ginjal ditekankan pada pengontrolan

asupan energi, protein, cairan, elektrolit natrium, kalium, kalsium, dan fosfor.1

B. Anatomi dan Fisiologi Ginjal

Dua ginjal terletak di dinding posterior abdomen, di luar rongga peritoneum.

Setiap ginjal kira-kira seberat 150 gram seukuran kepalan tangan. Sisi medial ginjal

merupakan hilus renalis, tempat masuknya arteri dan vena renalis, cairan limfatik,

suplai saraf dan ureter yang membawa urin akhir ke kandung kemih.6

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding

ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan.

Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra thoraks 12), sedangkan kutub

atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau 12. Kutub bawah ginjal kiri adalah

processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaca) sedangkan kutub

bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3.6

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks yang tercat

gelap dan medula yang tercat terang dalam preparat mikroskopis ginjal. Korteks

ginjal terdiri dari pars konvulata dan pars radiata. Pars konvulata tersusun dari

korpuskuli ginjal dan tubuli yang membentuk labirin kortikal. Sedangkan pars

radiata tersusun dari bagian-bagian lurus (segmen lurus tubulus proksimal dan

1

segmen lurus tubulus distal) dari nefron dan duktus koligentes. Medula ginjal hanya

mengandung tubuli bagian lurus dan segmen-segmen tipis nefron (Ansa Henle).6

Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri atas korpuskel

renalis, tubulus kontortus proksimal, segmen tipis dan tebal lengkung henle, tubulus

kontortus distalis, tubulus dan duktus koligentes. Darah yang membawa sisa hasil

metabolisme tubuh mengalami proses filtrasi, reabsorbsi dan sekresi untuk

membentuk urin. 7, 14

Gambar 1. Struktur Nefron Ginjal 7

Ginjal melakukan fungsinya dengan cara menyaring plasma dan memisahkan zat

dari filtrat dengan kecepatan yang bervariasi tergantung dari kebutuhan tubuh dan

membuang zat sisa dengan mengekskresikannya ke dalam urin. Ginjal juga

menjalankan fungsi multiple antara lain6:

1. Ekskresi produk Sisa Metabolisme, bahan kimia asing, obat, dan metabolit

Ginjal membuang produk sisa metabolisme diantaranya adalah urea dari

metabolisme asam amino, kreatinin dari kreatin otot, asam urat dari asam

nukleat, dan bilirubin dari produk akhir dari pemecahan hemoglobin.6

2. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit

2

Asupan air dan elektrolit terutama ditentukan oleh kebiasaan makan dan minum

seseorang, sehingga mengharuskan ginjal untuk mengatur kecepatan ekskresinya

sesuai dengan asupan berbagai macam zat.6

3. Pengaturan tekanan arteri

Ginjal berperan penting dalam pengaturan tekanan arteri jangka panjang dengan

mengekskresikan natrium dan air dan berperan dalam pengaturan tekanan arteri

jangka pendek dengan mengekskresikan faktor atau zat vasoaktif seperti renin. 6

4. Pengaturan keseimbangan asam-basa

Bersama dengan paru dan sistem dasar cairan tubuh mengatur asam basa

dengan mengekskresikan air dan asam. Ginjal juga meruapakn satu-satunya

organ ekskresi untuk beberapa tipe asam dalam tubuh seperti asam sulfur dan

asam fosfat yang dihasilkan dari metabolisme protein. 6

5. Pengaturan produksi eritrosit

Ginjal menyekresikan hampir seluruh jumlah eritropioetin yang merangsang

pembentukan sel darah merah. 6

6. Pengaturan Produksi 1,25 Dihidroksi vitamin-D

Ginjal menghasilkan bentuk aktif vitamin D yaitu 1,25 Dihidroksi vitamin D

(kalsitriol). Kalsitriol penting untuk deposit kalsium dalam tulang, reabsorpsi

kalsium oleh saluran cerna serta berperan penting dalam pengaturan kalsium dan

fosfat. 6

7. Sintesis glukosa

Ginjal menyintesis glukosa dari asam amino dan prekursor lainnya selama masa

yang panjang (glukoneogenesis). 6

C. Penyakit ginjal kronis

Penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai:

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan

atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

Kelainan patologik

Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada

pemeriksaan pencitraan radiologi

3

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau

tanpa kerusakan ginjal.17

Klasifikasi penyakit ginjal kronis,didasarkan atas 2 hal, yaitu atas derajat

(stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat

penyakit ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus (LFG), yaitu stadium yang

lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. 12

Derajat (stage) yaitu berdasarkan LFG dengan rumus Kockroft – Gault.

(Pada wanita x 0,85)

Derajat Penjelasan LFG(mL/menit/1,73m2)1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 902 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ ringan 60-893 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ sedang 30-594 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ berat 15-295 Penyakit ginjal <15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronis Atas Dasar Diagnosis Etiologi. 12

Penyakit Tipe mayor (contoh)

Penyakit ginjal diabetes

Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetesPenyakit ginjal non diabetes

Penyakit glomerular (autoimun, infeksi, obat, neoplasia)

Penyakit vascular (penyakit pembuluh darah besar, hipertensi, mikroangiopati)

Penyakit tubulointerstitial(ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi

Rejeksi kronik

Keracunan obat

4

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit ginjal kronis Berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus. 12

Penyakit reccurent (glomerular)Transplant glomerulopathy

Faktor risiko penyakit ginjal kronis, yaitu pada pasien dengan diabetes

melitus atau hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari penyakit ginjal

akut, infeksi saluran kemih, berat badan lahir rendah, dan faktor sosial dan

lingkungan seperti obesitas atau perokok, berumur lebih dari 50 tahun, dan individu

dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal dalam

keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia dan lingkungan

tertentu. 12

D. Patofisiologi Penyakit ginjal kronis

Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada penyakit

yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi

kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural

dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefron) sebagai upaya

kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth

factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan

kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat,

akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.

Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif,

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.2

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal,

ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan

progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron,

sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β

(TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya

progresifitas penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,

dislipidemia.17

5

Perjalanan umum penyakit ginjal kronis dapat dibagi menjadi empat

stadium. Stadium ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini

kreatinin serum dan kadar BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan

fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang

berat pada ginjal tersebut, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan

mengadakan test LFG yang teliti.17

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana

lebih dari 75% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari

normal). Pada tahap ini kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal. Pada

stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal dan

gejala insufisiensi ginjal seperti nokturia dan poliuria mulai timbul. Gejala-gejala ini

timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau minuman yang

mendadak. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini,

sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang teliti.17

Stadium berat dan stadium terminal penyakit ginjal kronis disebut penyakit

ginjal stadium akhir atau uremia. Penyakit ginjal stadium akhir timbul apabila

sekitar 90% dari massa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja

yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan normal, dan bersihan kreatinin

mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada stadium akhir penyakit ginjal,

penderita mulai merasakan gejala yang lebih berat karena ginjal tidak sanggup lagi

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Penderita pasti

akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi

ginjal atau dialisis.17

E. Penatalaksanaan Penyakit ginjal kronis

1. Terapi konservatif

6

Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah memburuknya faal ginjal

secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin azotemia,

memperbaiki metabolisme secara optimal dan memelihara keseimbangan cairan

dan elektrolit. Terapi konservatif dilakukan dengan perencanaan diet berdasarkan

kebutuhan kalori, kebutuhan cairan, dan kebutuhan elektrolit dan mineral.17

2. Terapi simptomatik

a. Asidosis metabolik

Untuk mencegah dan mengobati asidosis metabolik dapat diberikan

suplemen alkali. Terapi alkali (sodium bicarbonat) harus segera diberikan

intravena bila pH ≤ 7,35 atau serum bikarbonat ≤ 20 mEq/L.17

b. Anemia

Dapat diberikan eritropoetin pada pasien penyakit ginjal kronis. Dosis

inisial 50 u/kg IV 3 kali dalam seminggu. Jika Hb meningkat >2 gr/dL

kurangi dosis pemberian menjadi 2 kali seminggu. Maksimum pemberian

200 u/kg dan tidak lebih dari tiga kali dalam seminggu.17

Transfusi darah misalnya Packed Red Cell (PRC) merupakan salah

satu pilihan terapi alternatif, murah, dan efektif namun harus diberikan

dengan hati-hati. Sasaran hemoglobin adalah 11-12 gr/dL.17

c. Keluhan gastrointestinal

Anoreksi, cegukan, mual dan muntah, merupakan keluhan yang sering

dijumpai pada penyakit ginjal kronis. Keluhan gastrointestinal ini merupakan

keluhan utama (chief complaint).17

d. Kelainan kulit

Tindakan yang diberikan harus tergantung dengan jenis keluhan kulit.15

e. Kelainan neuromuskular

Terapi hemodialisis reguler yang adekuat, medikamentosa atau

operasi subtotal paratiroidektomi.17

f. Hipertensi

Pemberian obat-obatan anti hipertensi terutama penghambat Enzym

Konverting Angiotensin (Angiotensin Converting Enzyme/ ACE inhibitor).17

7

g. Kelainan sistem kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan

hal yang penting, karena 40-50% kematian pada penyakit ginjal kronis

disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Tindakan yang diberikan

tergantung dari kelainan kardiovaskular yang diderita, termasuk

pengendalian diabetes, hipertensi, dislipidemia, hiperfosfatemia, dan terapi

terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbanagan elektrolit.17

3. Terapi pengganti ginjal

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronis stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis,

dialisis peritoneal, dan transplantasi ginjal.5, 17

a. Hemodialisis

Gambar 2. Alur Hemodialisis 5

Hemodialisis dilakukan dengan mengalirkan darah ke dalam suatu

tabung dialiser yang terdiri dari 2 kompartemen terpisah. Darah pasien dipompa

dan dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel

buatan dengan kompartemen dialisa. Indikasi tindakan terapi dialisis, yaitu

8

indikasi absolut dan indikasi elektif. Beberapa yang termasuk dalam indikasi

absolut, yaitu perikarditis, ensefalopati/neuropati azotemik, bendungan paru dan

kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik, hipertensi refrakter,

muntah persisten, dan Blood Uremic Nitrogen (BUN) > 120 mg% dan kreatinin

> 10 mg%. Indikasi elektif, yaitu LFG antara 5 dan 8 mL/menit/1,73m², mual,

anoreksia, muntah, dan astenia berat. 5, 17

b. Dialisis peritoneal

Dialisis Peritoneal adalah salah satu bentuk diálisis untuk membantu

penanganan pasien penyakit ginjal akut penyakit ginjal kronis, menggunakan

membran peritoneum yang bersifat semipermeable. 5, 17

Indikasi medik CAPD, yaitu pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih

dari 65 tahun), pasien-pasien yang telah menderita penyakit sistem

kardiovaskular, pasien yang cenderung akan mengalami perdarahan bila

dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV shunting, pasien dengan

stroke, pasien GGT (gagal ginjal terminal) dengan residual urin masih cukup,

dan pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan co-mortality. 17

c. Transplantasi ginjal

Transplantasi ginjal merupakan terapi pengganti ginjal (anatomi dan faal).

Pertimbangan program transplantasi ginjal, yaitu:

a) Kidney transplant dapat mengambil alih 100% faal ginjal, sedangkan

hemodialisis hanya mengambil alih 70-80% faal ginjal alamiah

b) Kualitas hidup lebih baik dan survival rate lebih lama

c) Komplikasi (biasanya dapat diantisipasi) terutama berhubungan dengan obat

imunosupresif untuk mencegah reaksi penolakan

d) Biaya lebih murah dan dapat dibatasi. 5, 17

BAB II

NUTRISI PADA PENYAKIT GINJAL KRONIS

A. Nutrisi Pada Pasien Ginjal Kronik Tanpa Dialisis / Pre-Dialisis

9

Tujuan Diet Penyakit ginjal kronis:

1. Mencapai dan mempertahankan status gizi optimal dengan memperhitungkan

sisa fungsi ginjal, agar tidak memberatkan kerja ginjal.

2. Mencegah dan menurunkan kadar ureum darah yang tinggi (uremia).

3. Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

4. Mencegah atau mengurangi progresivitas gagal ginjal, dengan memperlambat

turunnya laju filtrasi glomerulus.1

Syarat-Syarat Diet Penyakit ginjal kronis Pre Dialisis:

1. Energi cukup, 30-35 kkal/kg BB.

2. Protein rendah, 0,6-0,75 g/kg BB. Sebagian harus bernilai biologi tinggi. Pada

pasien dengan Penyakit ginjal kronis akan terjadi ‘intoleransi protein’ ketika

intake protein yang terlalu banyak. Protein yang masuk ke dalam tubuh akan

mengalami metabolisme yaitu pertama, breakdown protein menghasilkan asam

amino yang diperlukan untuk cadangan sintesis protein tubuh yang baru. Kedua,

protein menghasilkan nitrogen-merupakan sisa metabolime protein yang harus

diekskresikan melalui ginjal, bila terakumulasi menyebabkan gejala-gejala

uremia. Sisa metabolisme protein lainnya seperti guanidine, aromatic/ aliphatic

amines akan memberikan efek toksik bila kadarnya tinggi dalam darah. Urea-

merupakan metabolit nitrogen yang juga merupakan petanda adanya akumulasi

dari toksin-toksin yang lainnya. Secara khusus, kadar urea nitrogen yang tinggi

dalam darah konsisten dengan akumulasi sisa metabolisme protein yang lainnya.

Jika seorang penderita PGK makan makanan yang banyak mengandung protein,

maka akan terakumulasi juga beberapa bahan yang lain seperti phenol, asam

urat, asid dan fosfat. Untuk itu, intake harus dikurangi. 1, 8

Fungsi protein untuk pemeliharaan jaringan tubuh dan mengganti sel-sel

yang rusak diperlukan protein sebesar 0,6 g/kg BB predialisis. Apabila asupan

energi tidak tercapai, protein dapat diberikan sampai dengan 0,75 g/kg BB.

Protein diberikan lebih rendah dari kebutuhan normal, oleh karena itu diet ini

biasa disebut Diet Rendah Protein. Dulu anjuran protein bernilai biologi

tinggi/hewani hingga ≥ 60 %, saat ini anjuran cukup 50 %. Protein hewani dapat

disubstitusi dengan protein nabati untuk variasi menu dan telah terbukti

10

mengurangi progresifitas kerusakan ginjal dibandingkan dengan protein

hewani.1, 9

3. Lemak cukup, 20-30% dari kebutuhan energi total. Diutamakan lemak tidak

jenuh ganda.1

4. Karbohidrat cukup, yaitu kebutuhan energi total dikurangi energi yang berasal

dari protein dan lemak.1

5. Natrium dibatasi apabila ada hipertensi, edema, asites, oliguria, atau anuria.

Natrium yang diberikan antara 1-3 gram. Natrium obat-obatan juga harus

dibatasi. Obat-obatan yang mengandung Natrium misalnya penisilin,

sulfonamid, dan barbiturat.1

6. Kalium dibatasi (40-70 mEq) apabila ada hiperkalemia (kalium darah > 5,5

mEq), oliguria, atau anuria.1

7. Cairan dibatasi, yaitu sebanyak jumlah urin sehari ditambah pengeluaran cairan

melalui keringat dan pernapasan (± 500 ml).1

8. Vitamin cukup, bila perlu diberikan suplemen piridoksin, asam folat, vitamin C,

dan vitamin D. Pemasukan kalsium sebanyak 1000 g/hari diperlukan untuk

mencegah atau menunda perburukan dari osteodistrofi ginjal atau demineralisasi

tulang, akibat dari asidosis kronis dan gangguan metabolism vitamin D.

Biasanya diberikan kalsium karbonat (CaCO3). Suplemen kalsium tidak boleh

diberikan bila serum fosfat tidak terkontrol. Progresivitas dari insufisiensi ginjal

dapat lebih lambat dengan diet rendah fosfat kurang dari 600 mg/hari. Kalsium

karbonat juga dapat digunakan sebagai pengikat fosfat. 1,11

Ada tiga jenis diet yang diberikan menurut berat badan pasien, yaitu 1:

1. Diet Protein Rendah I : 30 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan 50 kg.

2. Diet Protein Rendah II: 35 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan 60 kg.

3. Diet Protein Rendah III: 40 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat

badan 65 kg.

Tabel 3. Diet Pasien Penyakit ginjal kronis 1

Bahan 30 g protein 35 g protein 40 g protein

11

MakananBerat

(g)urt

Berat (g)

UrtBerat

(g)urt

Beras 1001½ gls nasi

1502 gls nasi

1502 gls nasi

Telur ayam 50 1 btr 50 1 btr 50 1 btr

Daging 501 ptg sdg

501 ptg sdg

751 ptg bsr

Sayuran 100 1 gls 150 1½ gls 150 1½ gls

Pepaya 2002 ptg sdg

2002 ptg sdg

2002 ptg sdg

Minyak 35 3½ sdm 40 4 sdm 40 4 sdmGula pasir 60 6 sdm 80 8 sdm 100 10 sdmSusu bubuk 10 2 sdm 150 3 sdm 20 4 sdmKue RP*) 150 2 sdm 150 3 porsi 150 3 porsiMadu 20 2 sdm 20 2 sdm 30 2 sdmAgar-agar - 1 porsi - 1 porsi - 1 porsi

*)Rendah Protein, misal kue lapis, kue klepon ubi, dan kue lain dengan nilai protein

rendah

Tabel 4. Contoh Pembagian Makanan Diet Rendah Protein 40 1

Waktu MenuJumlah

Gram URT*Pagi Beras

Telur ayamSayuranMinyakGula pasirMaduSusu bubuk

5050501010 3020

¾ gls 1 butir ½ gls 1 sdm 1 sdm3 sdm4 sdm

Pk 10.00 Kue RPGula pasir

50 20

1 porsi 2 sdm

Siang BerasDagingSayuranPepayaMinyakGula pasir

50 50 50 10010 10

¾ gls 1 ptg sdg ½ gls 1 ptg sdg1 sdm1 sdm

Pk 16.00 Kue RPGula pasir

50 20

1 porsi 2 sdm

Sore BerasAyamSayuranPepayaMinyakGula pasir

502550 100 1010

¾ gls 1 ptg kcl½ gls 1 ptg sdg1 sdm1 sdm

12

Tabel 5. Contoh Modifikasi Menu 1,9

Waktu MenuJumlah

Gram URT*Pagi Nasi

Tumis Tahu Madu Susu Gula

5075 40 15 13

¾ gls 1 ptg sdg 2 saset 3 sdm 1 sdm

Pk 10.00 Kue Talam Teh Gula

50 13

1 porsi 1 sdm

Siang Nasi Rolade Daging Cap-cay Goreng Stup Nanas

50 50 50 100

¾ gls 1 ptg sdg ½ gls 1 ptg

Pk 16.00 Kue Mangkok Fla Sirup

50 30

1 ptg sdg 3 sdm

Sore Nasi Ayam Goreng Stup Buncis-Wortel Koktail Pepaya

50 40 50 100

¾ gls 1 ptg sdg ½ gls 1 ptg

Pasien PGK dengan terapi konservatif komposisi protein hewani:nabati = 50%: 50%. Menu dibuat untuk pasien PGK pre HD pria 62 tahun dengan BB 66 kg dan TB 173 cm. Nilai gizi : Energi ± 2000 kkal, protein ± 40 g, lemak ± 58 g, KH ± 335 g.

Tabel 6. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan 1,9

Bahan Makanan

Dianjurkan Tidak Dianjurkan/ Dibatasi

Sumber karbohidrat

Nasi, bihun, jagung, kentang, mi, makaroni, tepung-tepungan,

-

13

singkong, ubi, selai, madu, permen

Sumber protein

Protein bernilai biologi tinggi; Telur, daging, ikan, ayam, susu

Protein bernilai biologi rendah; kacang-kacangan dan hasil olahannya, seperti tahu dan tempe.

Sumber lemak

Minyak jagung, minyak kacang tanah, minyak kelapa sawit, minyak kedelai, margarin dan mentega rendah garam

Kelapa, santan, minyak kelapa, margarin dan mentega biasa, lemak hewan

Sumber vitamin dan

mineral

Semua sayuran dan buah, kecuali pasien dengan hiperkalemia dianjurkan yang mengandung kalium rendah/sedang.

Sayuran dan buah tinggi kalium pada pasien dengan hiperkalemia, misalnya bayam, daun pepaya muda, peterseli, gambas, daun singkong, leci, kelapa muda, pisang, durian, avokad, dan nangka. Hindari juga makanan tinggi natrium jika pasien hipertensi, oedem dan asites. Bahan makanan tinggi natrium diantaranya adalah garam, vetsin, penyedap rasa/kaldu kering, makanan yang diawetkan, dikalengkan dan diasinkan

Nutrisi pada Pasien Penyakit ginjal kronis Berdasarkan Etiologinya

1. Penyakit ginjal kronis dengan Diabetes Melitus

Target pembatasan protein untuk penderita diabetes dan penyakit ginjal

kronis stage I-IV adalah 0,8 g/kg BB/ hari. Pembatasan protein tidak hanya

mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil metabolisme protein toksik

yang belum diketahui, tetapi juga mengurangi asupan kalium, fosfat dan

produksi ion hidrogen yang berasal dari protein. Pembatasan protein telah

terbukti menormalkan kembali kelainan ini dan memperlambat terjadinya gagal

ginjal, asupan rendah protein mengurangi beban ekskresi sehingga menurunkan

hiperfiltrasi glomerulus, tekanan intraglomerulus, dan cedera sekunder pada

nefron intak 13,14.

Penting untuk mempertahankan keseimbangan protein dalam nilai

biologik yang tertinggi dan kalori yang memadai dibutuhkan dalam bentuk

14

lemak karbohidrat untuk mencegah pemecahan protein tubuh untuk memenuhi

kebutuhan kalori. Pendekatan terhadap permasalahan ini adalah memberikan

suplementasi diet yang mengandung protein sangat rendah dengan mengandung

campuran asam amino esensial (EAA) atau kombinasi EAA dan analog asam

amino alfa keto atau alfa hidroksi. Terapi ini meminimalisir gejala uremik,

hiperparatiroidisme sekunder dan asidosis metabolic. Suplemen vitamin B

kompleks, piridoksin dan asam askorbat juga hendaknya diberikan bersama

regimen ini, akan tetapi beberapa vitamin dapat terakumulasi akibat dare

menurunnya kemampuan ekskresi13,14.

Kontrol glukosa darah membantu memperlambat progresi dari penyakit

ginjal kronis. Metabolisme insulin dan beberapa obat hipoglikemik oral

mengalami penurunan, sehingga akumulasi banyak di tubuh dapat menyebabkan

hipoglikemik. Diet rendah protein berhubungan dalam membantu meningkatkan

sensitivitas insulin, menurunkan kadar insulin yang dibutuhkan tubuh,

menurunkan kadar glukosa darah dan menurunkan produksi glukosa endogen

pada pasien diabetes13,14.

Saat intake protein dibatasi, kalori dari makronutrisi sumber non protein

(90%), kurang dari 30% dari lemak dan hingga 60% dari karbohidrat kompleks.

Sumber karbohidrat yang direkomendasikan berasal dari gandum utuh, buah-

sayur dan produk olahannya yang rendah lemak. Serat dapat membantu dan

mendukung metabolisme gula dan lemak. Makanan dengan index glikemik

rendah dapat menurunkan hiperglikemik postprandial dan mengontrol gula

darah. Pada beberapa studi menyebutkan peningkatan asupan omega-3 dan asam

lemak tak jenuh mempunyai efek yang bagus pada progresi penyakit ginjal

kronis. Untuk membatasi asupan lemak jenuh, kurangi konsumsi daging merah

dan gunakan produk olahan yang rendah lemak atapun non-fat13,14.

Pembatasan asupan garam adalah 4-5 gr/hari (atau 65-85meq/hari) serta

asupan protein hingga 0,8 gr/kg/berat badan ideal/ hari13,14.

Tabel 7. Contoh Rancangan Menu Pasien Penyakit Ginjal Kronis dengan DM13

Waktu Makan Menu

15

a. SarapanOatmeal dengan selai kacangBuah pirBerry Smoothie

b. Makan Siang

Salmon panggang dengan roti hamburger (panggang)Potongan nanas dengan sorbet stroberi-lemonAsparagus panggang dengan tofu

c. SnackKacangTimun

d. Makan Malam

Sayuran panggang dalam roti gandumPotongan alpukatRum-Baked apples

2. Penyakit ginjal kronis non Diabetes Melitus

Tekanan yang tidak terkontrol dapat menyebabkan gagal ginjal yang kronik.

Dalam penanganannya, sesuai dengan kondisi yang diderita, perlu usaha untuk

mengontrol tekanan darah sebagai penyebab atau akibat dari penyakit penyakit

ginjal kronis yaitu pengaturan keseimbangan elektrolit darah serta asupan cairan

agar tidak menimbulkan akibat yang lebih serius (komplikasi)2,13,14.

Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.

Pembatasan kalium dilakukan karena hiperklemia dapat mengakibatkan aritmia

jantung yang fatal. Oleh karena itu, pada pasien penyakit ginjal kronis dengan

hipertensi yang mendapat terapi antihipertensi, pemberian obat-obat yang

mengandung memacu hiperkalemia (seperti ACEI) dan makanan yang tinggi kalium

(seperti buah dan sayuran) harus berhati-hati. Sedangkan pasien penyakit ginjal

kronis dengan pengobatan diuretik (seperti furosemid) membutuhkan asupan kalium

yang lebih banyak. Kadar kalium darah yang dianjurkan adalah 3,5 – 5,5 Meg/Lf 2.

Asupan natrium 40-120 mEq/hari (270-920 mg/hari) untuk mengontrol

tekanan darah dan edema. Pembatasan natrium dapat membantu mengatasi rasa

haus, dengan demikian dapat mencegah kelebihan asupan cairan. Bahan makanan

tinggi natrium yang tidak dianjurkan antara lain : Bahan makanan yang dikalengkan.

Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan seperti natrium bikarbonat,

atau soda kue, natrium benzoat atau pengawet buah dan sayuran, natrium nitrit atau

sendawa yang digunakan sebagai pengawet daging, seperti pada “cornet beef “2.

16

Selain membatasi natrium, cairan juga dapat dikontrol dari asupannya.

Pembatasan kelebihan cairan tubuh sekurang-kurangnya 1,2 kg setiap hari.

Konsumsi cairan baik yang berasal dari makanan maupun minuman di berikan

sesuai dengan air seni yang dikeluarkan ditambah 500 cc2.

Jumlah diet kalium yang dijalankan sesuai dengan terapi antihipertensi yang

didapat. Berikut disajikan data obat dengan resiko hiperkalemia tinggi yang harus

diimbangi dengan intake kalium yang rendah, serta terapi antihipertensif dengan

kecenderungan sekresi Kalium tinggi dan harus diimbangi dengan intake kalium

yang lebih dari yang pertama2, 13,14.

Tabel 8. Daftar Kandungan Kalium Buah dan Sayur yang Lazim Dikonsumsi14

Lower Potassium Higher Potassium

Fruit Apples, Blueberries, canned (drained) fruit, Cranberries, Grapes, Mango, Peach (small), Pear, Pineapple, Plum, Watermelon

Avocado, Banana, Cantaloupe melon, Dried fruit, Honeydew melon, Kiwifruit, Nectarine, Orange, Papaya

Vegetables Asparagus, Beans (green/yellow), Carrots (boiled), Cauliflower, Celery, Corn, Cucumber, Eggplant, Lettuce, Onions, Peas (green or snow, boiled), Peppers

Beets, Brussels Sprouts, Mushrooms (cooked), Potato, Pumpkin, Spinach (cooked), Squash, Sweet Potato, Tomato paste and sauces, Yams

Selain hipertensi, salah satu faktor yang menyebabkan gagal ginjal adalah

glomerulonefritis. Perubahan proliferative glomerulonefritis (GN) ditandai oleh

hiperselularitas dan sekaligus penebalan membran dasar. Respon terhadap terapi

pada berbagai jenis glomerulonefritis umumnya tidak baik dan secara progresif

terjadi gagal ginjal2,13,14.

Kejadian awal dari kebanyakan kasus ini merupakan suatu reaksi antigen-

antibodi  pada glomerulus  yang meningkatkan permeabilitas Membran Dasar

Glomerulus, proteinuria massif dan hipoalbumia. Pasien-pasien yang menderita

sindroma nefrotik biasanya mengeluarkan 5-15 gr protein per 24 jam.

Hipoalbuminemia, dengan menurunkan tekanan osmotic koloid, cendrung

menimbulkan transudasi keluarnya cairan dari ruang vascular ke ruang interstisium.

Ini merupakan mekanisme langsung penyebab terjadinya edema, hipovolumia akibat

17

penurunan Aliran Plasma Ginjal (RPF) dan Kecepatan Filtrasi Glomerular (GFR)

mengaktifkan reseptor volume antrium kiri. Akibatnya terjadi peningkatan produksi

ADH. Garam dan air diretensi oleh ginjal, sehingga memperberat edema.

Berulangnya rangkaian kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya edema massif,

tetapi jumlah protein yang dikeluarkan tidak berbanding langsung dengan beratnya

edema,  karena setiap orang berbeda kecepatan sintetis proteinnya untuk pengganti

yang telah hilang. Penyebab hiperlipidemia yang sering menyertai sindroma nefrotik

tidak jelas. Kolesterol serum, fosfolipid dan trigliserida biasanya mengalami

peningkatan2, 13,14.

Tujuan Diet:

1.      Mengganti kehilangan protein terutama albumin

2.      Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh

3.      Memonitor hiperkolesterolimia dan penumpukan trigliserida

4.      Mengontrol hipertensi

5.      Mengatasi anoreksia

Syarat Diet2

1. Energi cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif,

yaitu 35 kkal/kg BB/hari

2. Protein sedang, yaitu 1,0 g/kg BB, atau 0,8 g/kg BB ditambah dengan

jumlah protein yang dikeluarkan melalui urine. Utamakan penggunaan protein

yang bernilai biologi tinggi

3. Lemak sedang, yaitu 15 – 29 % dari kebutuhan energi total.

Perbandingan lemak jenuh, lemak jenuh tunggal dan lemak jenuh ganda adalah

: 1: 1:1.

4. Karbohidrat sebagai sisa kebutuhan energy. Utamakan penggunaan

karbohidrat kompleks

5. Natrium dibatasi, yaitu 1- 4 g sehari, tergantung berat ringannya edema.

6. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada

peningkatan trigliserida darah.

18

7. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui

urine ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan

pernafasan.

B. Nutrisi Pasien Penyakit ginjal kronis dengan Dialisis

Tujuan Diet Pasien dengan Dialisis1:

1. Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi,

agar pasien dapat melakukan aktivitas normal.

2. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.

3. Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan. 1

Syarat-syarat diet penyakit ginjal kronis dengan hemodialisis1:

1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/ hari.

2. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti

asam amino yang hilang selama dialysis, yaitu 1-1,2 g/ kg BB ideal/ hari. 50%

protein hendaknya bernilai biologi tinggi.

3. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75% dari kebutuhan energi total.

4. Lemak normal, yaitu 15-30% dari kebutuhan energy total.

5. Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/ 24 jam, yaitu: 1 gram

+ penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk tiap ½ liter urin.

6. Kalium sesuai dengan urin yang keluar/ 24 jam, yaitu: 2 gram + penyesuaian

menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk tiap 1 liter urin.

7. Kalsium tinggi, 1000 mg/ hari. Bila perlu, diberikan suplemen kalsium.

8. Fosfor dibatasi <17 mg/ kgBB ideal/ hari.

9. Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/ 24 jam ditambah 500-750 ml.

10. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B6, asam

folat, dan vitamin C. 1

Diet pada dialisis tergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal, dan

ukuran badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus direncanakan

perorangan.

Tabel 9. Diet Pasien penyakit ginjal kronis dengan Dialisis1

19

Bahan Makanan

60 g protein (BB ± 50 kg)

65 g protein (± 60 kg)

70 g protein (BB ± 65 kg

Berat (g) urt Berat (g) urtBerat

(g)Urt

Beras 200 3 gls nasi 200 3 gls nasi

220 3 ¼ gls nasi

Maizena 15 3 sdm 15 3 sdm 15 3 sdmTelur ayam 50 1 btr 50 1 btr 50 1 btrDaging 50 1 ptg sdg 50 1 ptg sdg 75 1 ptg sdgAyam 50 1 ptg sdg 50 1 ptg sdg 50 1 ptg sdgTempe 75 3 ptg sdg 100 4 ptg sdg 100 4 ptg sdgSayuran 200 1 gls 200 2 gls 200 2 glsPapaya 300 3 ptg sdg 300 3 ptg sdg 300 3 ptg sdgMinyak 30 3 sdm 30 3 sdm 30 3 sdmGula pasir 50 5 sdm 50 5 sdm 50 5 sdmSusu bubuk 10 2 sdm 10 2 sdm 10 2 sdmSusu 100 ½ gls 100 ½ gls 100 ½ gls

Kebutuhan Vitamin

Pasien dengan dialisis dapat kehilangan vitamin larut air seperti tiamin, asam

folat, piridoksin, dan asam askorbat (vitamin C).1

Tabel 10. Rekomendasi Intake Vitamin pada Pasien dengan Hemodialisis1

b. Syarat-Syarat Diet Penyakit Ginjal Kronis dengan CAPD (Continous

Ambulatory Peritoneal Dialysis):

1. Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal/ hari. Perhitungkan jumlah energy

yang berasal dari cairan dialisis.1

20

2. Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan

mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/ kg BB

ideal/ hari. 50% protein hendaknya bernilai biologi tinggi. 1,9

3. Karbohidrat cukup, yaitu 55-75% dari kebutuhan energi total. 1

4. Lemak normal, yaitu 15-30% dari kebutuhan energi total. 1

5. Natrium diberikan sesuai dengan jumlah urin yang keluar/24 jam, yaitu: 1-4

gram + penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk tiap ½

liter urin. 1

6. Kalium sesuai dengan urin yang keluar/ 24 jam, yaitu: 3 gram +

penyesuaian menurut jumlah urin sehari, yaitu 1 gram untuk tiap 1 liter

urin.1

7. Kalsium tingi, yaitu 1000 mg/ hari. Bila perlu, diberika suplemen kalsium. 1

8. Fosfor dibatasi, yaitu <17 mg/ kgBB ideal/ hari. 1

9. Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin/ 24 jam ditambah 500-750 ml. 1

10. Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B6,

asam folat, dan vitamin C. 1

Tabel 10. Perkiraan Nilai Energi Glukosa yang Diabsorbsi

pada Beberapa Cara Pemberian Peritoneal Dialysis1,9

Cara

Konsentrasi dekstrosa siang hari (%)

Kkal glukosa diabsorbsi pada

Konsentrasi dekstrosa

pada malam hari

Kkal glukosa

total diabsorbsi

sehari1 2 3 siang malam

1 1,5 1,5 1,5 250 260 4,25% 5102 1,5 2,5 1,5 310 260 4,25% 5703 2,5 2,5 2,5 420 260 4,25% 6804 1,5 4,25 1,5 400 260 4,25% 6605 2,5 4,25 2,5 510 260 4,25% 770

Tabel 11. Rangkuman Rekomendasi Nutrisi Pasien Penyakit ginjal kronis

Parameter Nutrisi Stage 5 Hemodialisis Stage 5 Peritonel

Kalori (kcal/kg/hr) 35 (<60 th)

30-35 (≥60 th)

35 (<60 th)

30-35 (≥60 th) termasuk

21

kalori dari dyalisate

Protein (g/kg/hr) 1,2 (50% HBV) 1,2-1,3 (50% HBV)

Fat (% total kcal) Harus perhatikan asupan PUFA, MUFA, 250-300 mg

kolestrol/hr

Na (mg/hr) 1000 mg 1000-4000 mg

K* (mg/hr) 2000-3000 (8-17 mg/kg/hr) 3000-4000 (8-17 mg/kg/hr)

Ca** (mg/hr) ≤2000 dari diet dan obat

P** (mg/hr) 17 mg/ kg BB/ hr

Air (mL/hr) Jumlah urin/24 jam + 500-700 ml

* Pada pasien dengan PD biasanya tidak membutuhkan pembatasan intake kalium, namun pada

HD pasien dianjurkan mengurangi intake makanan yang tinggi kalium untuk mencegah

hiperkalemi.

** Tidak seperti halnya kalium yang dapat dieskresi melalui HD maupun PD, fosfor dan

kalsium yang tinggi dalam darah akan tertimbun pada hati, sendi, kulit, maupun darah yang

akan menimbulkan masalah. Oleh karena itu, intake-nya sebaiknya lebih dikurangi.

(Bandiara, 2004)

BAB III

SIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa

22

Pasien dengan penyakit ginjal kronis (PGK) memerlukan terapi pengganti fungsi

ginjal sehingga fungsi ginjal dan homeostasis tetap berjalan

Perlu diet khusus bagi pasien dengan penyakit ginjal kronis dengan dialisis

(PGK stage 5) atau tanpa (PGK stage 1-4) dialisis

Diet khusus bertujuan untuk mempertahankan dan mencegah penurunan fungsi

ginjal, namun tetap mengupayakan pemenuhan nutrisi tubuh

Diet pasien dengan PGK stage 5 bervariasi, tergantung jenis dialisis yang

digunakan (HD/CAPD), frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal, serta BB pasien.

DAFTAR PUSTAKA

1. Almatsier, S. Dr., 2007. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama.

23

2. Arora Pradep. 2012. Chronic Kidney Disease . http://emedicine. medscape.com/article/238798-overview. (03 April 2012).

3. Canadian Diabetes Assosiation. 2009. Diet for Diabetes and Chronic Kidney Disease: Tips for Educators. www.diabetes.ca/files/diet-kidney-disease.pdf. (03 April 2012).

4. Dirks JH, et al. 2005. Prevention of Chronic Kidney and Vascular Disease: Toward Global Health Equity- The Bellagio 2004 Declaration. Kidney Int Suppl:4889-4891.

5. Fauci AS, Kasper DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J. 2008. Harrison’s Principal of Internal Medicine. 17th Edition.

6. Guyton, Arthur C. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran –Ed.11. Jakarta: EGC.

7. Junqueira, Carlos., Carneiro J., Kelley R. O. 2007. Histologi Dasar: Teks dan Atlas. Edisi 10. Jakarta : EGC, pp: 369-85.

8. Khosla N, Paparello J, Ahya SN, et al. 2004. Effect of Predialysis Eating on Measurement of Urea Reduction Ratio and Kt/V. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/ pubmed/15492978. (20 April 2012).

9. Kresnawan, T. Markun, HMS., 2011. Diet Rendah Protein dan Penggunaan Protein Nabati pada Penyakit ginjal kronis. Diakses 4 April 2012 .http://gizi.depkes.go.id/maka lah/download/diet_rendah_prot-nabati.pdf.

10. Mescher A. L. 2010. Junqueira’s Basic Histology: Text and Atlas. 12 th ed. United States of America: Mc Graw Hill.

11. Moore, M. Ed: Melfiawati., 1997. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi II. Jakarta: Hipokrates.

12. Murray L, Ian W, Tom T, Chee KC. 2007. Chronic Renal failure in Ofxord Handbook of Clinical Medicine. Ed. 7th. 294-97. New York: Oxford University.

13. National Kidney Foundation. 2002. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.. Am J Kidney Dis; 39: S1-266.

14. National Kidney Foundation. 2002. KDOQI Clinical Practice Guidelines for Diabetes dan Chronic Kidney Disease.. Am J Kidney Dis; 39: S1-266.

15. NIDDK. 2011. Chronic Kidney Disease (PENYAKIT GINJAL KRONIS) and Diet: Assessment, Management, and Treatment. No.11-7406. US:Department of health and human service.

16. Purnomo B. B. 2003, Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto, pp: 2-5.

17. Suwitra Ketut. 2007. Penyakit ginjal kronis. dalam Sudoyo AW dkk (ed.), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III, 570-573, Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit

24

Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

18. Suyono, Salmet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

25