seri teknologi perbenihan tanaman hutan kesambi
TRANSCRIPT
Seri Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan
Kesambi (Schleicera oleosa MERR.)
Penyusun : Eliya Suita
I. PENDAHULUAN
Kesambi termasuk salah satu tumbuhan hutan yang
mudah beradaptasi, mempunyai manfaat yang serbaguna
(multi purpose) serta bernilai ekonomis dan sangat potensial
untuk dikembangkan. Buah pohon kesambi digemari dan dapat
dimakan oleh manusia, binatang dan burung. Oleh karena itu
pohon kesambi dapat menjadi alternatif tanaman unggulan di
dalam dan di luar kawasan hutan (Bachli, 2007).
Kesambi termasuk tanaman yang mempunyai sifat
toleran terhadap tumbuhan / tanaman lainnya. Dalam
pengembangan tanaman jati, kesambi merupakan pasangan
yang paling ideal. Bahkan dalam berbagai literatur
dikemukakan bahwa pada umumnya dimana ada pertumbuhan
jati secara alami / liar disitu terdapat kesambi yang dapat
tumbuh dengan baik. Selain toleran terhadap sesama
pepohonan, kesambi juga dapat/mampu berasosiasi dengan
tanaman hortikultura, seperti jagung dan kacang-kacangan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bungkil/kulit
biji kesambi sangat cocok dimanfaatkan sebagai pupuk pada
tanaman jagung. Dengan demikian pemanfaatan ruang tumbuh
sekitar tanaman kesambi dapat digunakan untuk tanaman
pangan dan obat-obatan, sesuai dengan kebutuhan masyarakat
(Bachli, 2007).
Mengingat banyaknya manfaat dan kegunaan dari
pohon kesambi tersebut, maka pohon kesambi mempunyai
potensi dan perlu dikembangkan melalui budidaya. Kawasan
hutan produksi yang tidak produktif dan lahan kritis di luar
kawasan hutan dapat ditanami kesambi. Kesambi termasuk
jenis mudah tumbuh, tahan kekeringan dan bahkan tahan
terhadap panas api, tajuknya rindang dan mampu bertunas
sepanjang tahun. Manfaat dan kegunaan pohon ini dapat
menjadi sumber penghidupan masyarakat dan sumber
pandapatan bagi suatu daerah. Selain itu usaha tani lainnya
dapat dikembangkan bersama kesambi dan manfaat utama dari
kesambi yang tidak dapat kita peroleh dari tanaman lainnya
adalah sebagai tempat memelihara dan
mengembangkan/menularkan (inang) kutu lak yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi di dalam dan di luar negeri.
Pada umur 5-6 tahun, kesambi sudah dapat ditulari kutu lak.
Kutu lak adalah kutu penghasil lak. Lak berguna antara lain
sebagai bahan isolasi listrik, piringan hitam, tinta cetak,
ampelas, semir, kapsul obat, pelitur dan cat serta berbagai
manfaat lainnya (Bachli, 2007).
II. PENGENALAN JENIS
1. Tempat Tumbuh
Pohon kesambi tumbuh alami di lembah Himalaya, Sri
Langka, dan Indonesia. Di Indonesia kesambi tumbuh baik di
Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, Pulau Seram
dan Pulau Kai. Di Jawa Timur dapat ditemukan di Panarukan,
Probolinggo, Pasuruan dan Besuki. Jenis ini sering digunakan
sebagai tanarnan pengisi pada tanaman jati, karena jenis ini
memiliki perakaran yang dalam dan selalu tumbuh hijau
sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman pokok
sekaligus berfungsi sebagai sekat bakar. (Heyne, 1987).
Gambar 1. Pohon kesambi
Kesambi ditemukan tumbuh di daratan rendah yang
beriklim kering sampai ketinggian 600 m dpl, biasanya
ditanam pada daerah pantai sampai ketinggian 250 m dpl. Di
Jawa sendiri kesambi ditemukan pada ketinggian rendah,
namun dapat juga ditemukan pada ketinggian hingga (900–
1200) m. Kesambi membutuhkan curah hujan tahunan 750 –
2500 mm. Tumbuhan ini mampu hidup pada suhu maksimum
35–47.5oC dan suhu minimum 2.5
oC. Kesambi tumbuh pada
tanah kering, hingga terkadang pada tanah yang berawa.
Kondisi tanah kadang berbatu, kerikil, dan liat, memiliki
drainase yang baik dan lebih disukai tanah yang sedikit
masam. Kawasan hutan produksi yang tidak produktif dan
lahan kritis di luar kawasan hutan dapat ditanami kesambi
(Iwasa, 1997 dalam Agussalim, 2012).
2. Nama Daerah
Kesambi atau kosambi (Schleichera oleosa) adalah
nama sejenis pohon daerah kering, berkerabat dengan jenis
rambutan yang berasal dari suku Sapindaceae. Beberapa nama
daerah lainnya adalah : kasambi (Sd.); kesambi, kusambi,
sambi (Jw., Bal.); kasambhi (Md.); kusambi, usapi (Tim.);
kasembi, kahembi (Sumba); kehabe (Sawu); kabahi (Solor);
kalabai (Alor); kule, ule (Rote); bado (Mak.); ading (Bug.)
(Wikipedia, 2012)
3. Deskripsi Botanis
Pohon kesambi dapat mencapai tinggi hingga 40 m,
dengan diameter hingga 2 m. Biasanya batang pohon kesambi
selalu bengkok dan bermata kayu serta berbanir. Kulitnya
halus, berwarna abu-abu. Batangnya silindris, berkerut, dan
tipis, berbulu pendek berwarna kuning kemerahan ketika muda
dengan kelenjar tertentu, hitam, kemudian coklat kekuningan
seperti abu. Daunnya bersirip genap, anak daun terakhir
seringkali seperti ujung anak daun. Bentuk daunnya lanset,
berseling, panjang 11-25 cm, lebar 2-6 cm, tepi rata, ujung
lancip, pertulangan menyirip, tangkai bulat, panjang + 1 cm
dan berwarna hijau. Bunga terletak pada bagian cabang yang
tidak berdaun, kadang-kadang terletak diketiak daun, warna
kuning pucat hingga hijau pucat. Bunga kesambi adalah bunga
majemuk, berbentuk tandan, di ketiak daun atau ujung
batangan, kelopak 4-6 lembar, bersatu di pangkal, berduri,
hijau dan warna mahkotanya putih. Buah dan biji berbentuk
bulat dengan diameter biji 6-10 cm, buah terdiri atas 1 - 2 biji,
biji dikelilingi oleh kulit berwarna cokelat kehitaman.
Termasuk akar tunggang dan berwarna cokelat muda. (Heyne,
1987)
4. Manfaat
Kayu kesambi mempunyai struktur padat, rapat, kusut
sangat keras dan lebih berat dari kayu besi. Karena itu apabila
dapat mencapai umur yang lebih matang, kayunya berubah
warna dari warna merah muda menjadi warna kelabu dan tidak
berurat. Oleh karena itu dahulu lebih banyak digunakan
sebagai bahan pembuatan jangkar untuk perahu kecil. Bahkan
di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, kayu kesambi
merupakan bahan dasar untuk membuat perahu. Kesambi
sebagai sumber kayu bakar potensial (Bachli, 2007).
Selain itu, kayu kesambi sangat kuat dan keras. Namun
demikian salah satu kelemahan dari kayu kesambi adalah
tergolong kurang awet , tetapi sangat unggul sebagai kayu
bakar dan pembuatan arang. Arang dari kayu kesambi sangat
cocok untuk pembakaran dan bahkan lebih baik dari pada
arang kayu jati dan kayu asam. Oleh karena itu, penanaman
kesambi untuk produksi kayu bakar perlu dikembangkan
terutama pada daerah pengembangan industri pembakaran dan
wilayah yang sulit bahan bakar untuk rumah tangga (Bachli,
2007).
Kulit kayu kesambi dapat digunakan sebagai bahan
penyamak kulit, karena menurut hasil penelitian, dalam kulit
kesambi ditemukan 6,1-14,3 % zat penyamak. Bahkan dahulu
orang Bali dan Madura menggunakan kulit kesambi sebagai
obat kulit yang sangat manjur, terutama terhadap penyakit
kudis dan penyakit kulit lainnya (Bachli, 2007).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
memasukkan kulit kesambi pada saat penyadapan nira,
terbukti bahwa nira dapat dipertahankan kesegarannya dengan
memberikan pengawet (kulit kesambi) sebanyak 5gram dan
7,5gram. Peningkatan kadar sukrosa bahan semakin nyata pada
kosentrasi pengawet 5 gram dan 7,5 gram, yaitu masing-
masing 15,72 % dan 18,58 %. Pada konsentrasi pengawet ini
pula menunjukkan belum terdeteksinya asam asetat setelah
penyimpanan 10 jam. Dengan demikian pemberian pengawet
pada saat penyadapan nira dapat dipertahankan kesegarannya
antara 22 jam hingga 28 jam tanpa dilakukan pemanasan
sebelumnya (Manjilala, Y. 2007).
Biji kesambi dilapisi dan diselimuti oleh kulit yang
berwarna coklat. bentuknya bulat panjang dengan ukuran
antara 6-14 mm. Mudah pecah dan daging bijinya
mengandung 70 persen minyak sangat berguna sebagai bahan
pembuatan minyak gosok. Minyak yang berasal dari biji
kesambi sangat baik untuk mengobati penyakit dalam, kudis
dan luka-luka. Dalam upaya pengembangan biodisel, biji
kesambi dapat diolah menjadi minyak pelumas, pembuatan
lilin, industri batik, dan bahan membuat sabun. Menurut
beberapa hasil penelitian, kulit biji kesambi dapat dijadikan
kompos dan sangat cocok untuk pertumbuhan jagung lokal
(Bachli, 2007).
Daun kesambi berkhasiat sebagai obat eksem, obat
kudis, obat koreng dan obat radang telinga. Untuk obat eksem
dipakai ± 15 gram daun segar kemudian dicuci dan direbus
dengan 3 gelas air selama 25 menit selanjutnya disaring. Hasil
saringan didinginkan sampai airnya hangat untuk mencuci
eksim sampai bersih. Daun kesambi yang masih muda dapat
dimakan sebagai sayur asam. Bahkan dapat dimakan mentah
sebagai lalapan, walaupun rasanya agak sepat. Di Sulawesi
Selatan, daun kering dari pohon kesambi dapat dibakar dan
asapnya digunakan untuk pengobatan (pengasapan) penyakit
kudis dan gatal-gatal (Bachli, 2007).
Buah yang masih hijau dapat dimakan dan diolah
sebagai asinan. Buah yang sudah masak berwarna kuning atau
kemerah-merahan, dapat dijadikan buah meja dengan ciri rasa
asam agak manis. Buah kesambi yang sudah masak sangat
digemari oleh monyet dan burung, termasuk anak-anak.
Dibeberapa daerah buah kesambi yang sudah masak dapat
dibuat manisan (Bachli, 2007).
III. TEKNOLOGI PERBENIHAN
1. Sebaran tanaman kesambi
Sumber benih jenis ini terdapat di Bojonegoro (Perum
Perhutani Unit II Jawa Timur), Kebunharjo, Soroweyo, dan
Telawa (Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah) (Danu. 2004;
Sudrajat, dkk. 2007). Sumber benih kesambi terletak pada
ketinggian 180 meter dpl, dengan curah hujan rata-rata per
tahun sebesar 2297mm, dan jenis tanah grumusol. Taksiran
produksi benih mencapai 200kg/tahun. ( Nurhasybi, dkk.
2000)
Di Indonesia kesambi tumbuh baik di Jawa, Bali, Nusa
Tenggara, Sulawesi, Maluku, Pulau Seram dan Pulau Kai. Di
Jawa Timur dapat ditemukan di Panarukan, Probolinggo,
Pasuruan dan Besuki. (Heyne, 1987).
Kesambi digunakan sebagai tanaman penghijauan pada
beberapa daerah di Jawa, seperti di Tuban, Desa Karanganyar,
Purwodadi, Grobogan. Pohon kesambi dapat pula ditemukan
di Suaka Margasatwa Pulau Rambut, Taman Nasional Baluran,
Cagar Alam Pulau Sangiang di Kabupaten Bima Provinsi
NTB, dan di Taman Nasional Bali Barat.
Di Jawa kebanyakan hutan kesambi merupakan hasil
reboisasi yang dilakukan oleh Perum Perhutani.
Pengembangan jenis kesambi oleh Perhutani pada tahun 2004
dilakukan di wilayah BKPH Sadang, RPH Cibungur, KPH
Purwakarta sebagai tanaman pengisi. Di tahun 2004 KPH
Probolonggo memiliki kelas perusahaan kesambi seluas
3.375,1 ha. Pada 2007 Perhutani KPH Banten melakukan
redesain kelas perusahaan, areal seluas 4.267 ha diubah untuk
pohon kesambi. Pohon kesambi juga banyak terdapat di
Kabupaten Alor dan Rote-ndao. Di Tahun 2002 diketahui
pada daerah Rote-ndao terdapat kesambi pada luasan 11.000
ha, dan pada tahun 2009 ada sekitar 1,8 juta pohon kesambi.
Kesambi terdapat pula di pulau Timor, Desa Langgero (Sumba
Barat) dan Kabupaten Flores Timur. Di daerah tersebut
kesambi dimanfaatkan untuk pengembangan kutu lak. Di
Pulau Timor, kesambi dijumpai tumbuh merata, namun kurang
produktif dalam menghasilkan kutu lak dalam jumlah yang
banyak. (Agussalim, 2012)
2. Pembungaan dan Pembuahaan
Di Indonesia kesambi berbunga dan berbuah hampir
sepanjang tahun, dengan musim buah masak umumnya pada
bulan Januari – Februari. Pengumpulan buah dilakukan dengan
mengunduh benih yang masak fisiologi yaitu ditandai dengan
kulit buah berwarna hijau kekuningan sampai coklat dan
daging buah sudah mulai lunak (Suita, 2008b).
3. Ekstraksi Buah
Buah yang telah diunduh kemudian diekstraksi dengan
cara ekstraksi basah, buah dimasukkan ke dalam karung
kemudian dipukul-pukul atau diinjak-injak, kemudian benih
dipisahkan dari kulit buahnya secara manual. Untuk
membersihkan dari sisa-sisa daging buah, digunakan pasir
halus yang digosok-gosokan baru dibilas dengan air sampai
bersih. Setelah diekstraksi tidak dijemur tetapi diangin-
anginkan saja dalam ruang kamar (Suita, 2008b).
Gambar 2. Ekstraksi benih kesambi
4. Pengujian Mutu Benih
a). Pengujian kadar air benih
Kadar air merupakan hal penting dalam hubungannya
dengan penyimpanan dan daya hidup benih. Pengujian kadar
air di laboratorium menggunakan metode oven (ISTA, 1999).
Gambar 3. Oven1 Oven2
Penentuan kadar air menggunakan metode temperatur
rendah 103±2°C selama 24 jam. Kandungan air yang hilang ini
mencerminkan kadar air benih (Sudrajat, 2007).
Tahapan yang dilakukan dalam pengukuran kadar air adalah:
- Wadah tahan panas termasuk tutupnya ditimbang (M1)
- Benih ditempatkan pada wadah dan ditimbang bersama
wadahnya (M2)
- Benih ditempatkan pada oven pada suhu temperatur
rendah 103±2°C selama 24 jam.
- Setelah selesai pengeringan benih diletakkan dalam
desikator untuk pendinginan, kemudian ditimbang
(M3).
Kadar air dinyatakan dalam persen berat dan dihitung dalam 1
desimal terdekat (ISTA, 2006) dengan rumus sebagai berikut :
Kadar air = (M2 - M3) x 100%
(M2-M1)
dimana M1:berat wadah dan penutup dalam gram; M2:berat
wadah, penutup, dan benih sebelum pengeringan; M3: berat
wadah, penutup, dan benih sesudah pengeringan. Pengujian
kadar air menggunakan 3 ulangan @ 5 gram benih.
Kisaran kadar air benih kesambi adalah 15-23% (Suita dkk,
2007).
b). Kemurnian benih
Gambar 4. Meja Kemurnian
Kemurnian mencerminkan seberapa bersih kondisi lot
benih. Kemurnian lot benih menunjukkan proporsi benih
murni suatu jenis dan banyaknya kotoran dan benih lain yang
terkandung di dalamnya. ISTA (1999), menggambarkan
proporsi benih murni mengandung :
- Benih lengkap dari jenis tersebut termasuk yang mati,
mengkerut, berpenyakit, tidak masak dan benih pra-
kecambah.
- Proporsi serpihan/pecahan benih, yang jumlahnya lebih
dari setengah jumlah total.
Ambil benih setara dengan 2500 butir benih, pisahkan
antara benih murni, benih lain dan kotoran, kemudian timbang
dan hitung persen masing-masing komponen dengan rumus
sebagai berikut ;
Benih
Murni =
K1 X
100% K1+ K2+ K3
Benih
lain =
K2 X
100% K1+ K2+ K3
Kotoran
=
K3 X
100% K1+ K2+ K3
Dimana: K1 = benih murni
K2 = benih lain
K3 = kotoran
Selisih antara berat contoh kerja dengan berat benih
keseluruhan setelah dipisahkan tidak boleh lebih dari 5%.
Setiap proporsi benih murni dipisahkan dari sampel kerja.
Kemurnian ditunjukkan sebagai persen berat dari benih murni
terhadap berat total sampel kerja.
Kisaran kemurnian benih kesambi dapat mencapai 99-100%.
c). Berat 1000 butir
Gambar 5. Timbangan analitik
Berat 1000 butir benih lebih banyak dipakai untuk
menggambarkan berat benih. Ukuran tersebut dapat dengan
mudah diubah menjadi berat benih per kilogram.
Penentuan berat 1000 butir dilakukan dengan 8 ulangan x 100
butir. Kisaran berat 1000 butir benih kesambi adalah 480-598
gram dan jumlah benih per kilogram adalah 1.672-2.083 butir.
Penentuan berat benih dilakukan dari beberapa kelompok
benih sebanyak 8 ulangan, dimana masing-masing ulangan
terdiri dari 100 butir.
Timbang tiap ulangan (dalam gram). Hitung keragaman,
simpangan baku dan koefisien keragaman (ISTA. 1999) yaitu
sebagai berikut:
n(∑x2) - (∑x)
2
Keragaman =
n (n-1)
dimana :
x = berat setiap ulangan dalam gram
n = jumlah ulangan
∑= jumlah
Simpangan baku (s) = √ keragaman
s
Koefisien keragaman = x 100
x
Dimana x = rata-rata berat 100 butir
Koefisien keragaman tidak boleh lebih dari 6,0 untuk benih
rumput atau 4,0 untuk benih lainnya. Apabila koefisien
keragaman lebih dari nilai tersebut, hitung berat 100 butir
sebanyak 8 ulangan lagi dan selanjutnya hitung simpangan
baku untuk 16 ulangan. Hapuskan ulangan yang menyimpang
dari rata-rata sebanyak 2 kali simpangan baku kemudian
hitung lagi rata-ratanya. Berat 1000 butir benih diperoleh
dengan mengalikan berat rata-rata 100 benih (x) dengan nilai
10.
Berat 1000 butir benih dapat diubah ke dalam jumlah benih
per kg dengan rumus (DPTH. 2002) :
1000
Jumlah benih per kg = x 1000
Berat 1000 benih
Berat 1000 butir benih dan jumlah benih per kilogram sangat
penting diketahui sebagai informasi yang mendasar untuk
pengadaan benih dalam penanaman.
5. Penyimpanan Benih
Untuk menjamin persedian benih yang bermutu untuk
suatu program penanaman maka diperlukan penyimpanan. Jika
waktu penyemaian dilaksanakan segera setelah pengumpulan
dan pemrosesan benih, maka benih dapat langsung digunakan
di persemaian dan penyimpanan tidak diperlukan. Akan tetapi
kasus semacam ini jarang sekali terjadi. Dalam iklim musiman
dengan musim tanam yang relatif pendek, waktu penyemaian
biasanya ditentukan oleh ukuran bibit yang memadai untuk
ditanam pada saat awal musim tanam. Dengan demikian benih
harus disimpan selama periode pemanenan sampai
penyemaian, atau penyimpanan jangka pendek kurang dari
satu tahun.
Perlakuan penyimpanan terbaik untuk
mempertahankan viabilitas benih kesambi adalah menyimpan
benih kesambi di ruang kamar (suhu 27 – 30 C dan
kelembaban relatif 60 – 70 %) dengan menggunakan wadah
simpan kantong blacu selama 3 bulan dengan daya
berkecambah dan kecepatan berkecambah rata-rata sebesar
(75% dan 4,14%KN/etmal), dengan kadar air 7,79 % . (Suita,
2011)
6. Perkecambahan Benih
Benih kesambi sebelum ditabur, sebaiknya diturunkan
dulu kadar airnya dengan diangin-anginkan di ruang kamar
serta disimpan dulu beberapa saat untuk menghilangkan sifat
dormannya karena benih kesambi kalau langsung ditabur daya
berkecambah hanya sekitar 16% tetapi setelah disimpan
selama 3 minggu dapat mencapai 55% (Suita et al. 2008a).
Penentuan metode perkecambahan benih adalah
perkecambahan pada media pasir dengan perlakuan
pendahuluan perendaman air dingin selama 24 jam. Hitungan
awal dan akhir perkecambahan dilakukan pada hari ke-12 dan
hari ke 28 (Sudrajat, 2007).
Gambar 6a. Benih mulai
berkecambah
Gambar 6b. Sudah mulai
tumbuh daun
7. Penyapihan
Setelah benih berkecambah dan sudah keluar 2-3
helai daun baru, kemudian disapih. Dalam penyapihan ini
sekaligus dilaksanakan seleksi semai (Suita, 2008)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu :
- Pergunakan semai yang tegak lurus, segar
dan sehat.
- Pencabutan kecambah harus dilakukan
hati-hati agar bagian akar tidak rusak
- Penyapihan dilakukan di tempat teduh
atau pada waktu pagi dan sore hari
- Media sapih cukup sarang dan subur,
dapat digunakan media tanah + arang
sekam padi + kompos sabut kelapa (1:2:2)
(Kurniaty, dkk. 2007)
- Sebelum dilakukan penyapihan, media
sapih dalam kantong plastik/poly bag
disiram terlebih dahulu.
- Setelah disapih, bibit di letakkan di bawah
naungan
Gambar 7a. Bibit siap sapih Gambar 7b. Penyapihan
8. Pembibitan dan penanaman
Kesambi dapat diperbanyak secara generatif (biji) dan
vegetatif. Perbanyakan secara vegetative dapat dilakukan
dengan stek pucuk dan cangkok. Pembiakan vegetatif stek
pucuk dilakukan dengan cara stek pucuk diberi hormone
tumbuh IBA (Indole Butyric Acid) konsentrasi 1000 ppm
(dalam bentuk tepung) dan di tanam pada media pasir, yang
diletakkan di ruang pengakaran dengan sungkup yang
memiliki sistem pengkabutan. Cara ini dapat menghasilkan
stek bertunas sebesar 51,10%. (Danu, 2004).
Regenerasi dengan cara stump dapat dilakukan setelah
bibit kesambi berusia satu tahun atau ketika batang bibit telah
mencapai diameter ±1 cm. Batang dipotong sekitar 10-15 cm,
akar dipotong hingga panjangnya 25 cm. Bibit kesambi
ditanam pada lubang tanam yang dibuat dengan dalam dan
lebar 30 cm. Pemeliharaan yang dilakukan pada kesambi yaitu
memberikan penyiangan yang teratur dan pelindungan
tanaman dari rumput (Iwasa, 1997 dalam Agussalim, 2012).
Penanaman kesambi di lapangan dapat dilakukan
secara monokultur maupun campuran dengan jenis lain.
Perhutani menggunakan dua pola tanam kesambi dalam
rencana pengembangan tanaman sela di KPH Banten. Pola
tanam monokultur jarak tanam 6 x 4 m, dan yang digunakan
untuk campuran, pola tanam kesambi dicampur dengan
kaliandra merah (Calliandra calothyrsus) jarak tanam 6 x 4 m
dengan komposisi 75 : 25. Pola tanam yang menggabungkan
kesambi dan kaliandra merah sebagai inang lebih cepat dari
segi tata waktu pengembalian investasi dan lebih
menguntungkan dibandingkan pola tanam monokultur (SPH
Banten, 2008 dalam Agussalim, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Agussalim. 2012. Kesambi.
xa.yimg.com/kq/groups/25896088/.../name/Kesambi-
editku.docx. ( diakses, 18-4-2012)
Bachli, Y. 2007. Tanaman Kesambi dan Beternak Kutu Untuk
Kesejahteraan. Buletin BPTP, Volume 1(3). Sulawesi
Selatan.
Danu. 2004. Kesambi (Schleichera oleosa Merr.). Atlas Benih
Tanaman Hutan Indonesia Jilid II. Balai Teknologi
Perbenihan. Bogor.
DPTH (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan). 2002.
Petunjuk Teknis Pengujian Mutu Fisik-Fisiologi Benih.
Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan
Sosial. Departemen Kehutanan.
Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Badan
Litbang Kehutanan. Jakarta.
ISTA. 1999. International rules for seed testing: Rules 1999.
Seed Science and Technology. Suplement. Zurich.
Switzerland.
ISTA. 2006. International rules for seed testing: Edition 2006.
The International Seed Testing Association.
Bassersdorf. Switzerland.
Kurniaty, R., B. Budiman, R.U. Damayanyi, M. Suartana.
2007. Pengaruh Media dan Naungan terhadap Bibit.
LHP. No. 476. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Bogor.
Manjilala. 2007. Pengaruh Pemberian Pengawet (Kulit
Kesambi). http://manjilala.blogster.com/pengaruh
pemberian pengawet.
Nurhasybi, A.A. Pramono, S. Mokodompit, A.Z.Abidin, A.
Rohandi, O. Marom, dan Darmawati. 2000. Peta
Perwilayahan Sumber Benih 9 (Sembilan) Jenis
Tanaman Hutan di Jawa. Jilid I. Publikasi Khusus.
Vol.2 (5).Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.
Suita, E., Nurhasybi, E. Ismiati, dan E.R. Kartiana. 2007.
Pengaruh Berat Dan Ukuran Benih Terhadap
Perkecambahan Dan Pertumbuhan Bibit Mangium
(Acacia Mangium) dan Kesambi (Schleichera oleosa).
Laporan Hasil Penelitian. Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Bogor.
Suita, E. dan E. Ismiati. 2008a. Pengaruh Penurunan Kadar
Air Terhadap Perkecambahan Benih Kesambi
(Schleichera oleosa Merr.). Info Benih Volume 12(2).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Tanaman
Suita, E. 2008b. Potensi dan manfaat pohon kesambi
(Schleichera oleosa Merr.) serta budidayanya. Klik
Benih N0 1. Balai Penelitian Teknologi Perbenihan
Bogor.
Suita, E. dan E. Ismiati. 2011. Pengaruh Ruang, Wadah dan
Periode Simpan Terhadap Perkecambahan Benih
Kesambi (Schleichera oleosa Merr.). Jurnal Pemulian
Tanaman Hutan, Vol.5(2). Balai Besar Penelitian
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan.
Sudrajat, D.J, Megawati, E.R. Kartianan, N. Nurochim. 2007.
Standarisasi Pengujian Mutu Fisik dan Fisiologis Benih
Tanaman Hutan (Schleichera oleosa dan Styrax
benzoin). LHP. No. 478. Balai Penelitian Teknologi
Perbenihan Bogor.
Wikipedia. 2012. Kesambi. [terhubung berkala].
http://id.wikipedia.org/wiki/ Kesambi, (diakses, 18-4-
2012).