sistem pengelolaan lahan tadah hujan mendukung...
TRANSCRIPT
MAK: 1800.202.006.067
PROPOSAL PENELITIAN
SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN
MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN
PANGAN DAN HORTIKULTURA
Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIANI
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTRIAN PERTANIAN
2018
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul RPTP Sistem Pengelolaan Lahan Tadah Hujan Mendukung
Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura
2. Unit kerja Balai Penelitian Tanah
3. Alamat unit kerja Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor
4. Sumber Dana DIPA/RKAKL Satker Balai Penelitian Tanah
5. Status Penelitian Baru
6. Penanggung Jawab
a. Nama
b. Pangkat/Golongan
c. Jabatan
Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si.
IVa/Pembina
Peneliti Muda
7. Lokasi Tulungagung - Provinsi Jawa Timur
8. Agroekosistem Lahan Sawah Tadah Hujan
9. Tahun Mulai 2018
10. Tahun Selesai 2020
11 Output tahunan 1. Teknologi pemupukan yang efektif dan efisien untuk
peningkatan produksi tanaman pangan (jagung) di lahan
sawah tadah hujan.
2. Komponen teknologi pengelolaan tanah (Pupuk organik dan
anorganik) untuk perbaikan kualitas tanah dan
pengembangan tanaman cabai merah pada lahan sawah
tadah hujan.
3. Komponen teknologi perbaikan sifat fisik yang mampu
meretensi air tanah mendukung budidaya kedelai di lahan
sawah tadah hujan.
4. Teknologi mulsa dan pembenah tanah untuk perbaikan sifat
fisik dan kimia tanah, pertumbuhan dan produksi kedelai di
lahan sawah tadah hujan.
5. Tiga (tiga) draft KTI (Karya tulis ilmiah)
12 Output akhir Teknologi pengelolaan lahan tadah hujan untuk peningkatan
produksi tanaman pangan dan hortikultura
13 Biaya Rp. 450.000.000,- (Empat ratus lima puluh juta rupiah).
Koordinator Program
Dr. Ir. Neneng L Nurida
NIP. 19631229 199003 2 001
Penanggungjawab RPTP
Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si
NIP.19610815 199003 1001
Mengetahui,
Kepala Balai Besar Litbang
Sumberdaya Lahan Pertaanian
Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr.
NIP. 19640623 198903 1 002
Kepala Balai Penelitian Tanah
Dr. Husnain, MP., M.Sc
NIP. 19730702 198903 1 002
ii
RINGKASAN
1. Judul Kegiatan RPTP : Sistem Pengelolaan Lahan Tadah Hujan Mendukung
Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan
Hortikultura
2. Nama dan alamat unit kerja : Balai Penelitian Tanah
Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor
3. Sifat usulan penelitian : Baru
4. Penanggungjawab : Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si
5. Justifikasi : Pencapaian swasembada pangan dapat dilakukan
dengan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi.
Dalam upaya tersebut, pemanfaatan dan sekaligus
peningkatan produktivitas lahan sawah tadah hujan
yang relatif luas sebarannya, merupakan salah satu
pilihan pencapaian swasembada pangan dan
peningkatan produksi tanaman pangan dan
hortikultura. Penanganan faktor pembatas (fisik,
kimia dan biologi tanah serta iklim) merupakan
kunci utama pemberdayaan lahan termasuk lahan
sawah tadah hujan. Dengan demikian inovasi
teknologi yang diterapkan juga sekaligus harus
ditujukan untuk peningkatan adaptasi sistem
budidaya terhadap perubahan iklim. Oleh karena
itu, diperlukan teknologi yang adaptif yang mampu
meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman
pangan, meningkatkan ketersediaan air dan hara
menjelang musim kemarau terutama untuk
tanaman bernilai ekonomi tinggi (hortikultura),
serta memperbaiki sifat fisik yang mampu
meningkatkan retensi air untuk budidaya tanaman
palawija di lahan tadah hujan.
6. Tujuan Penelitian : 1. Mendapatkan teknologi pemupukan yang efektif
dan efisien pada pola tanam jagung – kacang
tunggak di lahan sawah tadah hujan yang
mampu meningkatkan produktivitas tanah dan
tanaman.
2. Mendapatkan teknologi pengelolaan lahan yang
efektif terhadap: (a) perbaikan kualitas tanah,
khususnya dalam penanggulangan faktor
pembatas lahan tadah hujan dan (b) peningkatan
produktivitas tanaman cabai merah.
3. Mempelajari dampak perbaikan sifat fisika
terhadap retensi air tanah terhadap produktivitas
iii
kedelai.
4. Menguji pengaruh teknologi pembenah tanah
terhadap sifat fisik dan kimia tanah,
pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan tadah
hujan.
7. Luaran yang diharapkan : (1) Teknologi pemupukan yang efektif dan efisien
pada pola tanam jagung – kacang tunggak di
lahan sawah tadah hujan yang mampu
meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman
(2) Komponen teknologi pengelolaan tanah (pupuk
organik dan anorganik) untuk perbaikan
kualitas tanah dan pengembangan tanaman
cabai merah pada lahan sawah tadah hujan.
(3) Komponen teknologi perbaikan sifat fisik tanah
yang mendukung budidaya kedelai di lahan
sawah tadah hujan.
(4) Teknologi pembenah tanah untuk perbaikan
sifat fisik dan kimia tanah, pertumbuhan dan
produksi kedelai.
(5) 3 (tiga) draft KTI (Karya tulis ilmiah)
8. Outcome : Peningkatan produktivitas tanah dan tanaman lahan
sawah tadah hujan.
9. Sasaran akhir Optimalisasi lahan sawah tadah hujan untuk
mendukung pembangunan pertanian terkait
swasembada dan ketahanan pangan serta
hortikultura
10. Lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur
11. Jangka waktu : Mulai TA 2018-2020
12. Suber dana DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, TA.
2018
iv
SUMMARY
1 Title of RPTP/RDHP : Rainfed’s Land Management Area to Support
Development of Food Crops and Horticulture Crops
2 Implementation unit : Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Jl. Tentara
Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor
3 Location : West Java
4 Objective
a. Short term
(1) To find the effective and efficient fertilization
technology on maize – cowpea cropping systems
in rainfed area that able to improve soil and crops
productivity.
(2) To find soil/land management (organic and
anorganic fertilization) to: (a) improving soil
quality particularly soil limiting factor of rainfed,
and (b) increasing the chilli productivity on rainfed
area.
(3) Improvement soil physical component technology
to support soybean productivity.
(4) To determine the influence of soil conditioner
technology on soil physical and chemical
properties, and soybean production on rainfed.
b. Longterm To find the technologies that improve the productivity
of rainfed in supporting of sustainable food self-
sufficiency, and an increase the horticultural and food
crops productivity.
5 Expected output
a. Short term
: (1) The effective and efficient fertilization technology
on maize – cowpea cropping systems in rainfed
that able to improve soil and crops productivity.
(2) The organic and anorganic fertilization technology
to: (a) improving soil quality particularly soil
limiting factor of rainfed, and (b) increasing the
chilli productivity on rainfed.
(3) Soil physical improvement component technology
to support soybean productivity.
(4) Information of the influence of soil conditioner
technology on soil physical and chemical
properties, and soybean production on rainfed.
(5) Three draft scientific papers
(6) Long term : The technologies that improve the productivity of
rainfed in supporting of sustainable food self-
sufficiency, and an increase the horticultural
cropsproductivity
v
6 Discription of
methodology
Research will be conducted on rainfed in East Java
Province. The combination among fertilization,organic
and anorganic fertilization and application of soil
conditioner technology will be implemented to improve
soil physical and chemical properties and crops
productionon maize – cowpea cropping systems in
rainfed area. Some kinds and dosages of fertilization
will be applied on maize– cowpea cropping systems to
find the effective and efficient fertilization on rainfed.
The water and nutrient availability will be improved by
organic and anorganic fertilization technology to
increase chilli productivity in rainfed. To improve soil
physical properties will be improve by application of
soil conditioner made from livestock manure and
biochar for soybean production in rainfed.
7 Duration 3 (three) years
8 Budget/fiscal year Rp 450.000.000 (Four hundred and fifty million
rupiahs)
9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute
(ISRI), Fiscal Year 2018
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian di lahan sawah tadah hujan adalah usaha pertanian yang memanfaatkan
hujan sepenuhnya sebagai sumber air. Usaha pertanian ini telah menyediakan bahan
pangan di berbagai kawasan di negara miskin dan berkembang. Di Afrika sub Sahara,
pertanian di lahan sawah tadah hujan menyumbang sebanyak 95%, di Amerika Latin 90%,
Timur Tengah dan Afrika 75%, Asia Timur 65%, dan Asia Selatan 60% (IWMI 2010).[
Tingkat produktivitas pertanian lahan sawah tadah hujan secara umum rendah dikarenakan
kondisi tanah yang terdegradasi, tingginya evaporasi, kekeringan, banjir, dan minimnya
manajemen air. Namun usaha pertanian sawah tadah hujan memiiki potensi untuk lebih
produktif dengan mengelola air hujan dan kelembaban tanah lebih efektif (Molden 2007).
Sawah tadah hujan adalah sawah yang sistem pengairannya sangat mengandalkan
curah hujan. Jenis sawah ini hanya menghasilkan di musim hujan. Di musim kering sawah
ini dibiarkan tidak diolah karena air sulit didapat atau tidak ada sama sekali (Humas Balitsa
2014). Sawah tadah hujan umumnya hanya dipanen setahun sekali. Intensitas penggunaan
tenaga kerja di sawah tadah hujan lebih tinggi karena petani harus menyulam (menanam
kembali) lebih sering dibandingkan sawah beririgasi, akibat suplai air yang tidak stabil.
Mewujudkan swasembada pangan dan sekaligus memantapkan ketahanan pangan
nasional yang berkelanjutan melalui peningkatan produksi merupakan tantangan
pembangunan pertanian masa depan. Peningkatan produksi pertanian tersebut dapat
dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan/atau perluasan areal lahan budidaya baik
untuk tanaman pangan maupun hortikultura. Berkaitan dengan hal ini, upaya yang dapat
dilakukan salah satunya adalah melalui pemanfaatan lahan terdegradasi seperti lahan sawah
tadah hujan. Hal tersebut selaras dengan program pemerintah tentang peningkatan
produksi dan IP 4 juta lahan sawah tadah hujan di lahan kering.
Budidaya tanaman baik pangan maupun hortikultura di lahan sawah hujan
memerlukan pendekatan khusus, misalnya bercocok tanam jagung di perbukitan dengan
tipe lahan sawah tadah hujan tentu memerlukan siasat tersendiri agar berhasil. Dengan
hanya mengandalkan curahan air hujan untuk kebutuhan pengairan, diperlukan pengelolaan
tanaman yang tepat agar bisa mengoptimalkan sumber daya yang terbatas itu. Di saat
menjelang musim hujan, petani jagung di lahan sawah tadah hujan Enrekang biasanya
mulai menanam benih jagung mereka dengan sistem tanpa olah tanah (TOT)(Anonim
2017). Artinya, lahan yang hendak mereka tanami jagung cukup dibersihkan dari gulma
dengan menggunakan herbisida lantas benih ditanam mengikuti arah kontur lahan yang
sebagian besar berupa perbukitan.
Optimalisasi lahan sawah tadah hujan terdegradasi selain ditujukan untuk
mendukung ketahanan dan kemadirian pangan, juga perlu dilakukan untuk peningkatan
produksi komoditas lainnya yang bernilai ekonomi tinggi misalnya tanaman hortikultura.
Ketergantungan Indonesia akan produk hortikultura impor seperti cabai masih sangat tinggi.
Dengan demikian, diperlukan teknologi unggulan agar komoditas tersebut dapat berproduksi
sepanjang tahun, sehingga jumlah impor dapat dikurangi. Budidaya tanaman pangan dan
hortikultura pada lahan sawah tadah hujan memerlukan manajemen pengelolaan lahan yang
lebih spesifik, khususnya pengelolaan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Untuk itu,
2
teknologi pengelolaan lahan untuk meningkatkan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah
diperlukan agar dapat meningkatkan produksi tanaman yang dibudidayakan.
Dasar Pertimbangan
Jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Hasil studi Mink et al. (1987)
menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, 11%
terdapat di lahan sawah irigasi, dan 10% di sawah tadah hujan. Saat ini data tersebut telah
mengalami pergeseran. Berdasarkan estimasi Kasryno (2002), pertanaman jagung di lahan
sawah irigasi dan sawah tadah hujan meningkat berturut-turut menjadi 10-15% dan 20-
30%, terutama di daerah produksi jagung komersial. Sekitar 57% produksi biji jagung di
Indonesia dihasilkan dari pertanaman pada musim hujan (MH), 24% pada musim kemarau
(MK I), dan 19% pada MK II (Kasryno, 2002). Pertanaman jagung pada MH umumnya
diusahakan pada lahan kering, sedangkan pada MK diusahakan pada sawah tadah hujan
dan sawah irigasi.
Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk budidaya jagung dapat mencapai tingkat
provitas 10,0 t/ha (Subandi et al., 2006). Peningkatan produksi jagung nasional beberapa
dekade terakhir lebih banyak disebabkan oleh adanya peningkatan produktivitas daripada
peningkatan luas tanam (Adnyana et al., 2007). Badan Litbang Pertanian (2007) melaporkan
bahwa di Indonesia diperkirakan luas areal pertanaman jagung di lahan kering mencapai
79%, lahan sawah irigasi 10-15% dan sawah tadah hujan 20-30%.
Luas lahan sawah non irigasi atau lahan sawah tadah hujan di Indonesia sekitar 3,71
juta atau 45,7% total lahan sawah (BPS, 2013), menurut BPS (2005) 33,4% lahan tadah
hujan dapat ditanam 2 kali atau lebih per tahun. Potensi lahan sawah tadah hujan cukup
besar, namun produktivitasnya sangat rendah, sekitar 2,0 – 3,5 t/ha (Widyantoro dan Toha,
2010), kurang dari 2 t/ha (Mandac and Flinn, 1985). Selain ditanami padi, lahan sawah
tadah hujan juga dapat ditanami jagung atau kedelai pada MT. 2 atau 3.
Rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K pada lahan sawah tadah hujan belum
banyak dipelajari secara khusus. Penyusunan rekomendasi pemupukan masih mengadopsi
hasil penelitian dari penelitian yang dilakukan pada sawah irigasi. Untuk mendapatkan
rekomendasi pemupukan pada lahan sawah tadah hujan perlu dilakukan penelitian
rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K.
Peningkatan produktivitas jagung telah diupayakan dengan perbaikan varietas, dalam
upaya meningkatkan hasil jagung nasional. Varietas jagung baru biasanya hasilnya lebih
tinggi dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta tahan kekeringan. Jagung
varietas baru lebih respon terhadap pemupukan, untuk mengoptimalkan hasilnya perlu
dipelajari respons tanaman terhadap pemupukan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
pemupukan varietas jagung baru pada lahan sawah tadah hujan.
Pola curah hujan eratik pada sebagian besar wilayah lahan sawah tadah hujan,
menyebabkan tanaman padi walik jerami tidak memberikan kepastian hasil. Oleh karenanya
diperlukan upaya pengaturan pola tanam dengan pergiliran dengan tanaman bukan padi
saat musim kemarau. Tanaman lahan kering berakar dalam bisa menjadi pilihan komoditas
karena akar yang dalam mampu mengeksploitasi kelembaban tanah pada kedalaman > 20
cm. Dengan demikian, tanaman tersebut akan lebih tahan terhadap kekeringan. Disamping
itu, komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti cabai juga bisa menjadi alternatif pilihan,
disamping memiliki perakaran dalam, nilai produknya mampu mengembalikan tambahan
3
biaya penyiraman.
Lahan sawah tadah hujan, yang relatif baru dibuka, pada umumnya memiliki
kandungan bahan organik yang rendah karena proses pencetakan sawah, sehingga kondisi
lahan kurang kondusif untuk pertumbuhan yang optimal. Upaya perbaikan kondisi lahan
yang dilakukan dengan aplikasi pembenah tanah merupakan upaya penting untuk
meningkatkan produktivitas lahan marginal yang pada umumnya memiliki kesuburan tanah
yang relatif kurang/rendah. Bahan pembenah tanah yang bisa diaplikasikan sangat
bervariasi, seperti limbah pertanian meliputi sisa panen, kotoran ternak, dll. (Abdurachman
et al., 2000, Nurida, 2006; Hafif et al., 1993) dan mempunyai karakteristik dan kandungan
kimia/hara yang sangat beragam sehingga kualitas pupuk organik dan pembenah tanah
yang dihasilkan juga bervariasi mutunya.
Hasil penelitian Ai Dariah et al., (2007) menunjukkan bahwa pemberian bahan
pembenah tanah berbahan dasar organik dan mineral pada lahan yang terdegradasi dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung secara nyata. Formula pembenah tanah
dengan proporsi bahan organik yang lebih tinggi, lebih efektif dalam memperbaiki sifat fisik
tanah. Wang dan Gregg (1990), hidrogel mampu menyerap air sampai dengan 500 kali dari
berat volume keringnya, sehingga bisa digunakan sebagai pencampur pembenah tanah.
Pada kondisi tertentu (pH, suhu, tekanan dan alternatif eksternal lain) hidrogel mampu
melepas air tersimpan untuk kemudian dikembalikan ke media asalnya, yaitu tanah.
Tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut seperti Oxisols dan Ultisols
memiliki karakteristik miskin basa-basa dan miskin bahan organik. Pemberian pembenah
tanah organik saja tidak mampu memperbaiki produktivitas lahan secara optimal. Sebaliknya
pemberiam pembenah tanah anorganik juga tidak mampu memperbaiki sifat fisik tanah.
Oleh karenanya, pembenah tanah kombinasi antara organik dan mineral diharapkan mampu
memberikan perbaikan yang lebih komprehensif, sehingga tanah berpelapukan lanjut bisa
diusahakan secara berkelanjutan.
Komoditas padi dan kedelai menjadi salah satu kebutuhan utama yang harus tetap
dipertahankan sebagai sumber pangan tidak hanya petani, tetapi sumber pangan untuk
seluruh bangsa Indonesia. Untuk budidaya padi terdapat lahan sawah yang bisa dibedakan
sebagai sawah irigasi dan tadah hujan. Pasca panen tanaman padi pada lahan sawah tadah
hujan biasanya dilanjutkan dengan tanaman palawija yang tidak memerlukan banyak air
walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk kekurangan air dan tanaman tidak panen.
Untuk menghindarkan kegagalan panen, petani biasanya membiarkan lahan sawah tadah
hujan menjadi bera, walaupun tanah masih mempunyai kelembaban tinggi tetapi hanya
cukup sebagai pasokan air pada awal pertumbuhan tanaman saja. Oleh karena itu, kualitas
tanah perlu ditingkatkan menggunakan pembenah tanah yang mampu menyimpan air dan
melepaskannya untuk memenuhi kebutuhan tanaman.
Teknologi peningkatan retensi dan ketersedian air tanah, serta pengelolaan hara
merupakan kunci keberhasilan usahatani kedelai di lahan sawah radah hujan. Aplikasi
pembenah tanah merupakan salah satu teknologi untuk peningkatan retensi air melalui
perbaikan sifat fisika tanah. Pembenah tanah berfungsi meningkatkan kapasitas memegang
air (water holding capasity = WHC) tanah, yang menciptakan kondisi lingkungan tanah yang
baik untuk pertumbuhan tanaman. Salah satu daerah sasaran perluasan usaha kedelai
adalah lahan tadah hujan dengan kondisi tanah sudah terdegradasi, sehingga diperlukan
4
teknologi peningkatan produktivitas tanah. Selain itu diperlukan pula teknologi konservasi
air untuk pemeliharaan kelembapan tanah pada saat tanaman memerlukan air.
1.2. Tujuan Penelitian
Tahunan
(1) Mendapatkan komponen teknologi pemupukan yang efektif dan efisien pada pola tanam
jagung – kacang tunggak yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman di lahan
sawah tadah hujan.
(2) Mendapatkan komponen paket teknologi pengelolaan tanah untuk peningkatan
produktivitas cabai merah di lahan sawah tadah hujan.
(3) Mendapatkan komponen teknologi aplikasi pembenah tanah terhadap sifat fisik dan
kimia tanah, pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan sawah tadah hujan.
Jangka Panjang
Meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman pada lahan sawah tadah hujan
terdegradasi untuk mendukung swasembada pangan dan hortikultura berkelanjutan.
1.3. Keluaran yang diharapkan
Tahunan
(1) Komponen teknologi pemupukan yang efektif dan efisien pada pola tanam jagung –
kacang tunggak yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman di lahan sawah
tadah hujan
(2) Komponen teknologi pengelolaan tanah untuk peningkatan produktivitas cabai merah
di lahan sawah tadah hujan
(3) Komponen teknologi aplikasi pembenah tanah untuk perbaikan sifat fisik dan kimia
tanah, pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan sawah tadah hujan
(4) Tiga draft karya tulis ilmiah (KTI)
Jangka Panjang
Teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan untuk meningkatkan produktivitas lahan
sawah tadah hujan terdegradasi mendukung swasembada pangan berkelanjutan serta
peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura.
1.4. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang
Upaya peningkatan kualitas tanah dan tanaman pada lahan sawah tadah hujan
melalui perbaiakan status hara (kesuburan), peningkatan status bahan organik, peningkatan
retensi air dan pengelolaan hara terpadu diharapkan akan meningkatkan optimalisasi lahan
yang dianggap sudah terdegradasi dalam mendukung swasembada tanaman pangan
(jagung dan kedelai) serta meningkatkan produktivitas tanaman hortikultura (cabai merah).
Mengingat luasnya lahan sawah tadah hujan terdegradasi, maka dampak dari perbaikan
kualitas lahan tersebut melalui inovasi teknologi akan mampu meningkatkan ketersediaan
pangan dan produk tanaman hortikultura yang sangat dibutuhkan masyarakat baik di
tingkat lokal, regional maupun nasional.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Pengelolaan Hara Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas
Jagung-Kacang Tunggak Pada Lahan Tadah Hujan
Hasil pengkajian penerapan PTT di Kabupaten Banyuasin memberikan hasil yang
cukup tinggi. Varietas Bima-4 memberikan hasil tertinggi yaitu 8,8 t/ha, Bima-5 sekitar 8,5
t/ha dan Bisi2 8,4 t/ha (Subendi, et al. (2010) dan Adnan, et al. (2010)). Perbaikan varietas
dan teknologi pemupukan, pengolahan tanah dan pengairan memberikan kontribusi nyata
meningkatkan hasil jagung. Jagung hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan
variteas unggul biasa Jagung VUB yang ditanam di daerah Sumetera Selatan belum
memberikan hasil yang sesuai dengan potensi produksinya yang mencapai sekitar 10-11
t/ha karena kemampuan petani dalam menerapkan teknologi masih beragam (Suhendi et al,
2013).
Pemupukan N tanaman jagung dapat dilakukan dengan menggunakan Bagan
Warna Daun. Titik kritis kecukupan hara N jagung hibrida adalah 4,6 dan untuk varietas
bersari bebas adalah 4,5 (Syafruddin et al., 2008).
2.2. Penelitian Teknologi Budidaya Cabai dalam Sistem Pengelolaan Lahan
Tadah Hujan Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan dan Hortikultura
Indonesia mempunyai lahan sawah tadah hujan yang sangat luas dan tersebar di
beberapa wilayah. Produktivitas padi pada lahan ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di
lahan sawah irigasi dan di tingkat petani produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar 3,0 -
3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Suprihatno, 1996). Pada musim hujan, produktivitas
lahan tadah hujan memang cukup tinggi. Tetapi pada musim berikutnya (padi walik jerami),
produktivitas padi menurun tajam. Pola curah hujan yang eratik merupakan faktor pembatas
yang menentukan keberhasilan padi sawah tadah hujan di musim kemarau. Hal inilah yang
mengakibatkan produktivitas tanaman padi walik jerami jadi tidak stabil (Fagi et al., 1986).
Menurut Goswarni et al. (1986) produktivitas padi walik jerami dapat ditingkatkan melalui
peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi, khususnya pupuk nitrogen (N) dan
memperbaiki sifat fisik tanah di sekitar perakaran. Introduksi varietas padi yang adaptif dan
berpotensi hasil tinggi untuk agro-ekosistem lahan sawah tadah hujan merupakan teknologi
yang paling murah bagi petani.
Ketidakpastian intensitas dan distribusi hujan (eratik) yang sering terjadi perlu di
antisipasi melalui pengembangan teknologi budidaya padi melalui pola tanam padi sistem
gogo rancah yang ditanam saat awal musim hujan dan dapat dipanen lebih awal, sehingga
memungkinkan musim berikutnya untuk ditanami padi kedua sebagai walik jerami dengan
varietas berumur pendek dan terhindar dari kekeringan sebelum waktunya dipanen.
Masalah lain yang muncul adalah penyakit bercak daun coklat Helminthosporium
oryzae dan bercak daun bergaris Cercospora oryzae merupakan penyakit utama padi sawah
tadah hujan, khususnya pada musim walik jerami (Suparyono et al. 1992). Cara
6
pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien adalah dengan menanam varietas padi
yang tahan. Sedangkan penggunaan fungisida harus dilakukan secara hati-hati, karena
kemampuan ekonomi petani rendah, mahal dan dapat mencemari lingkungan. Tanaman
padi sawah tadah hujan dengan pengairan tergantung air hujan sangat respon terhadap
pemupukan kalium. Menurut Wiharjaka (1999) dengan pengembalian jerami atau pemberian
pupuk kandang ke dalam tanah dapat mengurangi pencucian unsur kalium dalam tanah.
Kemudian ditambah lagi dengan unsur N, P dan K, terbukti hasil padi meningkat secara
nyata.
Mengingat inkonsistensi produktivitas padi walik jerami yang begitu besar, maka
perlu diupayakan alternatif komoditas lain selain padi yang lebih tahan terhadap kekeringan.
Alternatif lain adalah menanam komoditas dengan nilai ekonomi tinggi, sehingga biaya
penyiraman bisa dikonvensasi oleh nilai jual hasil produksi. Tanaman cabai adalah salah satu
alternatif yang bisa dikembangkan dengan menerapkan teknologi yang sesuai untuk daerah
setempat. Keuntungan lain yang bisa diperoleh adalah residu input pupuk dan pembenah
tanah yang diberikan pada saat menanam cabai masih bisa dimanfaatkan oleh tanaman padi
pada musim hujan berikutnya.
Pupuk dan pembenah tanah merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam
budidaya tanaman cabai. Kondisi sumberdaya lahan marginal tidak mungkin hanya
mengandalkan ketersediaan internal apalagi sering kali tidak ada pengembalian sisa
tanaman ke dalam tanah. Tambahan hara eksternal berupa pupuk, baik organik, anorganik
maupun hayati mutlak diperlukan untuk mencapai produksi yang optimal. Lahan tadah
hujan memiliki variabilitas status hara dan bahan organik sebagai akibat dari beragam
faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Interaksi faktor-faktor pembentuk lahan juga
mengakibatkan adanya variasi status hara, baik hara makro maupun mikro. Pengaruh
eksternal di setiap lokasi mengakibatkan variasi jenis dan tingkat kerusakan lahan.
2.3. Penelitian Teknologi Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Retensi Air
Tanah Pada Sistem Usahatani Kedelai di Lahan Tadah Hujan
Rentensi air, secara umum tergantung pada susunan atau distribusi ukuran partikel
tanah, dan pengaturan atau struktur partikel butiran tanah.Kandungan bahan organik dan
komposisi larutan juga berperan dalam menentukan fungsi retensi. Bahan organik
mempunyai pengaruh: (1) langsung pada fungsi retensi, karena secara alami bersifat
hidropilik dan (2) tidak langsung, karena berfungsi dalam memperbaiki struktur tanah
(Sudirman et al. 2006). Namun demikian menurut Kasnoet al. (2003) lahan sawah di
Indonesia sudah miskin bahan organik karena sebagian besar lahan sawah mempunyai
kandungan bahan organik < 2%. Memperhatikan hal tersebut, maka pembenah tanah yang
mengandung banyak bahan organik diharapkan mampu meningkatkan retensi air tanah
sekaligus memperbaiki kualitas tanah sehingga hasil tanaman pangan yang dibudidayakan
akan meningkat.
Pembenah tanah merupakan suatu bahan yang dapat digunakan untuk mempercepat
pemulihan/perbaikan kualitas tanah. Bahan organik selain dapat berfungsi sebagai sumber
hara, fungsinya sebagai pembenah tanah juga telah banyak dibuktikan (Suriadikarta et al.,
2005; Rachman et al., 2006; Dariah dan Nurida, 2011). Aplikasi pembenah tanah berupa
7
formulasi pupuk kandang dan 20 % zeolit (Beta) dapat meningkatkan stabilitas agregat
tanah dan permeabilitas dan KTK (Dariah et al., 2010).
Pembenah tanah adalah bahan alami atau sintetik mineral atau organik untuk
menanggulangi kerusakan atau degradasi tanah. Kegiatan rehabilitasi lahan salah satunya
diarahkan untuk memperbaiki kualitas tanah (sifat fisik, kimia dan biologi tanah). Pemulihan
sifat tanah dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan amelioran (pembenah
tanah/soil conditioner), yang salah satunya adalah biochar atau arang.
Biochar atau arang merupakan pembenah tanah alami berbahan baku hasil
pembakaran tidak sempurna (pirolisis) dari residu atau limbah pertanian yang sulit
didekomposisi, seperti kayu-kayuan, tempurung kelapa sawit, sekam padi, kulit buah kakao
dan lain-lain. Pembakaran tidak sempurna dilakukan dengan menggunakan alat
pembakaran atau pirolisator suhu sekitar 250o – 350o, selama 2 – 3,5 jam, sehinga diperoleh
arang yang mengandung karbon tinggi dan dapat diaplikasikan sebagai pembenah tanah
(Balai Penelitian Tanah, 2012).
Manfaat penggunaan Biochar pada lahan kering antara lain : a) Meningkatkan pH
dan KTK tanah, b) Meningkatkan kemampuan tanah meretensi air dan hara, c)
Meningkatkan kandungan C-total tanah (carbon sink). Dibandingkan dengan bahan
pembenah tanah yang lain, Biochar mempunyai keunggulan antara lain : a) Dapat
mengurangi laju emisi CO2, b) Bentuknya yang stabil (sulit didekomposisi) dalam tanah,
mampu bertahan dalam tanah untuk jangka waktu yang lama (> 400 tahun) dan berfungsi
sebagai konservasi karbon, c) Dapat membentuk habitat yang baik bagi mikro organisme
(lingkungan bersifat netral pada tanah masam) (Balai Penelitian Tanah, 2012).
Salah satu pembenah tanah yang mampu menyimpan air adalah agribiochar, yaitu
arang dengan bahan baku sisa-sisa pertanian yang tidak udah terdekomposisi. Biochar
adalah bahan padat kaya karbon hasil konversi dari limbah organik (biomas pertanian)
melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas (pyrolysis). Salah satu
pembenah tanah yang dipercaya cocok diaplikasi pada lahan kering adalah SP50. SP50
merupakan pembenah tanah yang diformulasi oleh Balai Penelitian Tanah mengandung
bahan seluruhnya dari bahan organik tanah. Pembenah tanah ini mempunyai kemampuan
menyimpan air sehingga tanah selalu lembab sekaligus menyediakan bahan organik tanah
siap pakai. Bahan utama pembuatan SP50 adalah arang sekam dicampur kompos kotoran
hewan.
8
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Pendekatan
Penelitian Sistem Pengelolaan Lahan Tadah Hujan Mendukung Pengembangan
Kawasan Pangan dan Hortikultura terdiri dari tiga (3) kegiatan yang saling mendukung.
Lahan sawah irigasi sudah semakin berkurang luasannya akibat alih fungsi lain, oleh karena
itu potensi lahan sawah tadah hujan harus dioptimalkan. Dalam rotasi padi-palawija,
pemakaian pupuk harus dioptimalkan, begitu juga pemanfaatan pembenah tanah untuk
mempertahankan retensi air di lahan sawah tadah hujan, baik untuk komoditas pangan
(jagung atau padi) maupun hortikultura. Oleh karena itu pengelolaan hara dan pembenah
tanah untuk padi, jagung, kedelai, dan cabai merah juga akan diteli. Melalui pengelolaan
hara terpadu, pemberian bahan organik, pembenah tanah serta pengelolaan air yang tepat,
diharapkan dapat dirakit suatu teknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan
dan hortikultura di lahan sawah tadah hujan yang berkelanjutan.
3.2. Ruang Lingkup Kegiatan
Pada TA 2018, terdapat tiga kegiatan penelitian baru yang dilaksanakan pada lahan
sawah tadah hujan untuk komoditas padi, jagung, kedelai, dan cabai merah. Kegiatan
tersebut adalah :
3.2.1. Penelitian Pengelolaan Hara Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas Jagung-
Kacang tunggak Pada Lahan Sawah Tadah Hujan
3.2.2. Penelitian Teknologi Budidaya Cabai dalam Sistem Pengelolaan Lahan Sawah Tadah
Hujan Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan dan Hortikultura
3.2.3. Penelitian Teknologi Pengelolaan Tanah dan Air Untuk Meningkatkan Retensi Air
Tanah Pada Sistem Usahatani Kedelai di Lahan Tadah Hujan
Kegiatan tahun pertama (TA 2018) ini merupakan bagian dari penelitian jangka
panjang pengelolaan lahan (tanah, air, pembenah tanah dan pupuk) terpadu di lahan sawah
tadah hujan yang dimulai pada TA 2018 hingga TA 2020 dengan output setiap tahun yang
berbeda. Teknologi yang diimplementasikan merupakan integrasi dari teknologi pengolahan
tanah dan atau pengelolaan air dan atau hara tergantung pada kondisi setempat dengan
peubah yang diamati perubahan sifat fisik dan atau kimia dan atau biologi tanah dan
produktivitas tanaman.
3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan
3.3.1. Bahan Penelitian
Bahan ATK yaitu alat tulis (pensil dan ball poin), kerta HVS, tinta printer, flash disk,
penghapus, spidol, penggaris, dan sebagainya.
Bahan kimia untuk analisis tanah, tanaman, air, dan pupuk di laboratorium,
Bahan untuk pelaksanaan percobaan lapang, seperti benih jagung, pembenah tanah,
pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk organik, pestisida, rafia, tambang, kantong plastik,
bambu/kayu, cat, karton manila, benang kasur, tali rafia dan karung, serta bahan untuk
membuat plang percobaan.
Peralatan Penelitian
9
Peralatan yang digunakan adalah timbangan, meteran, GPS, bor tanah, peralatan
esktrakasi PUTS, PUTK, PUP, peralatan gelas, pot plastik, cangkul, sekop, pisau lapang,
ember plastik.
3.3.2. Metodologi Pelaksanaan Kegiatan
3.3.2.1. Penelitian Pengelolaan Hara Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas
Jagung-kacang tunggak Pada Lahan Sawah Tadah Hujan
Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan petani pada ekosistem lahan sawah tadah
hujan di Propinsi Jawa Timur. Kegiatan awal yang dilakukan adalah menentukan lokasi
penelitian lapang berdasarkan status hara P dan K bervariasi dari sedang - tinggi. Lokasi
yang dipilih adalah lahan sawah tadah hujan berstatus P dan K berdasarkan peta terbaru
tahun 2010-2014 di Jawa dan Sumatera (Setyorini et al., 2010; 2011; Widowati et al, 2014).
Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan
jumlah perlakuan 6 dan diulang 3 kali. Perlakuan merupakan kombinasi pemupukan N, P,
dan K ditambah perlakuan bahan organik. Dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut:
1. Teknologi sesuai dengan kebiasaan petani (A-1)
2. Penetapan dosis pupuk berdasarkan penetapan menggunakan PUTS (A-2)
3. Dosis pupuk 50% PUTS + bahan organik 10 ton/ha (A-3)
4. Dosis pupuk 75% PUTS + bahan organik 10 ton/ha (A-4)
5. Dosis pupuk 50% PUTS + bahan organik 5 ton/ha (A-5)
6. Dosis pupuk 75% PUTS + bahan organik 5 ton/ha (A-6)
Varietas jagung yang digunakan adalah varietas jagung berpotensi hasil tinggi.
Benih jagung ditanam 2 biji/lubang di dalam petak perlakuan berukuran 5 m x 4 m dengan
jarak tanam 30cm x 75cm. Pencegahan hama penyakit, penyiangan dan pengairan
disesuaikan dengan standar PTT. Pengamatan dilakukan terhadap : (1) pertumbuhan dan
hasil panen jagung (biji dan brangkasan), (2) neraca hara N,P,K, (3) perubahan sifat kimia
tanah pada awal dan akhir penelitian, (3) efisiensi pemupukan.
Contoh awal diambil setiap ulangan (3 contoh setiap lokasi) saat persiapan tanam
dengan cara komposit dengan 10 anak contoh. Semua contoh dijadikan satu dan diambil +
1 kg, dikering anginkan, ditumbuk dan disaring dengan ayakan berdiameter 2 mm. Contoh
tanah dianalisis: tekstur pasir, debu dan liat, pH (H2O dan KCl 1N), C-organik (Kalium
dichromat/Kurmis), N-total (Kjeldhal), Ca, Mg, K, Na dan KTK (NH4-Ac 1N pH 7), dan KB.
Hara P dianalisis dengan pengekstrak HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Olsen, Mehlich 1, Truogh,
Colwel, Morgan Venema, dan Morgan Wolf. Hara K dianalisis dengan pengekstrak HCl 25%,
NH4OAc 1 N pH 7, NH4OAc 1 N pH 4,8, Mechlich 1, Truogh, Colwel, dan Morgan Wolf.
Contoh biji dan brangkasan jagung diambil secara acak pada masing-masing
perlakuan dari hasil ubinan sekitar 1 kg, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kertas,
dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering atau dikeringkan dengan oven pada
suhu 70o C selama 24 jam. Kemudian digiling dan dianalisis hara N, P dan K.
Data pertumbuhan dan panen dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan
program Minitab. Respon perlakuan dianalisis dengan analisis sidik ragam (Anova),
sedangkan kurva respon pemupukan dengan metode regresi.
10
3.3.2.2. Penelitian Teknologi Budidaya Cabai dalam Sistem Pengelolaan Lahan
Tadah Hujan Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan dan
Hortikultura
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2018 dan berakhir
T.A 2020. Penelitian dilakukan pada lahan tadah hujan di Propinsi Jawa Timur yang
dikembangkan dari tanah Ultisols. Lokasi penelitian merupakan lahan tadah hujan yang
diusahakan dengan pola tanam padi – padi dalam setahun. Namun mengingat curah hujan
yang tidak menentu, tanaman padi kedua sering gagal karena kekeringan. Tanaman cabai
yang ditanam akan menggantikan tanaman padi yang kedua, dan memakan waktu dari
persiapan hingga selesai panen sekitar 6 – 7 bulan. Dengan demikian maka masa bera lahan
akan semakin pendek dari sekitar 4 bulan menjadi 1 – 2 bulan.
Bahan Penelitian
Bahan-bahan penelitian yang diperlukan meliputi bahan lapang berupa plastik mulsa,
pupuk, pembenah tanah organomineral, biochar, kompos, insektisida, fungisida, benih
cabai, polibag, hidrogel, biochar, bambu, peralatan untuk irigasi tetes, selang HDPE, tangki
air, stop kran, regulating stik, pipia pvc, knee pvc, nepel, selang punch 5 mm dll. Selain
bahan lapang juga diperlukan bahan penunjang berupa kantong berbagai ukuran, karung,
tali tambang, rapia, pagar jaring, ATK dan perlengkapan komputer. . Bahan penunjang
lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: bahan kimia, bahan penunjang
percobaan laboratorium, botol, karung, tambang, kantong, ajir, seng, cat, dll.
Metode Penelitian
Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 4
ulangan. Perlakuan adalah:
1. Cara budidaya konvensional (cara petani), NPK dosis tinggi, tanpa mulsa plastik
2. Pembenah tanah organomineral, pupuk NPK dosis rendah, mulsa plastik.
3. Pembenah tanah organomineral, pupuk NPK dosis tinggi, mulsa plastik.
4. Pembenah tanah kompos+biochar, pupuk NPK dosis rendah, mulsa plastik.
5. Pembenah tanah kompos+ biochar, pupuk NPK dosis tinggi, mulsa plastik.
Masing-masing perlakuan ditempatkan dalam 2 plot guludan berukuran 1,2 m x 10
m, dan jarak antar guludan 0,75 m. Dengan demikian total ukuran plot masing-masing
perlakuan adalah sekitar 4 m x 10 m atau luasnya 40 m2. Jarak antar perlakuan adalah 0,75
m dan jarak antar ulangan sekitar 1,5 m. Tanah pada bagian guludan diolah secara
sempurna dan diberi perlakuan pembenah tanah 60% dari dosis total. Sisa dosis pembenah
tanah 40% ditempatkan pada setiap lubang tanam sekitar 1 minggu sebelum tanam. Pupuk
NPK sesuai dosis diberikan sebagai pupuk dasar diberikan sebanyak 30% dari dosis total.
Sisanya 60% diberikan 3 kali masing-masing 20%.
Sebelum ditanam, benih cabai disemai dalam polibag berukuran diameter 5 cm dan
dipelihara dalam pesemaian selama 1 bulan. Selama dalam pesemaian, dilakukan
11
pengaturan cahaya mulai dari intensitas rendah pada tahap awal, dan secara bertahap
intensitasnya ditambah sesuai umur bibit. Tanaman cabai ditanam dengan jarak tanam 80 x
50 cm pada lubang tanam yang sudah dipersiapkan dan diberi pembenah tanah dan pupuk
sesuai perlakuan. Pemeliharaan tanaman yang meliputi penyiraman, pengendalian hama
penyakit, menyiang dan sebagainya dilakukan sesuai tata cara pengelolaan tanaman cabai
yang baik.
3.3.2.3. Penelitian Teknologi Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Retensi
Air Tanah Pada Sistem Usahatani Kedelai di Lahan Tadah Hujan
Pendekatan
Kegiatan penelitian diawali dengan pencarian lokasi untuk mencari tempat yang
cocok dan sesuai dengan agroekosistem yang dikehendaki untuk penelitian. Selanjutnya
dilaksanakan observasi lapang untuk mengetahui kondisi umum dan kondisi awal lokasi
penelitian serta teknologi budidaya existing di tingkat petani. Untuk mengetahui sifat fisik
dan kimia tanah awal dilakukan pengambilan ring sampel untuk analisis sifat fisik tanah dan
sampel tanah komposit untuk analisis sifat kimia tanah.
Kegiatan ini merupakan kegiatan penelitian lapang untuk menguji beberapa teknologi
pengelolaan kelembapan tanah/retensi air tanah pada usahatani kedelai di lahan tadah
hujan . Selain itu akan dibandingkan teknologi yang biasa dilakukan oleh petani terhadap
teknologi introduksi hasil penelitian.
Bahan Penelitian
Untuk melaksanakan semua kegiatan dalam penelitian ini diperlukan bahan-bahan
berupa bahan penelitian pokok maupun bahan penunjang penelitian. Bahan pokok penelitian
meliputi bahan kimia untuk analisis sifat kimia, dan fisika tanah, sarana produksi seperti
benih/bibit, pupuk anorganik, organik, dan agen pengompos. Bahan penunjang penelitian
meliputi alat tulis (flash disk, tinta komputer, kertas HVS, ball point, pointer, penggaris,
spidol kecil/besar, dll.), alat bantu pengukuran parameter yang diukur seperti: bahan dan
alat pengidentifikasi plot, papan nama, ember, penangkar hujan (Ombrometer), gelas ukur,
timbangan, kantong plastik, karung dan lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada TA 2018 di lahan tadah hujan di Provinsi Jawa Timur.
Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (Randomized Block Design)
(Gomezand Gomez 1984)dengan 4 ulangan. Adapun perlakuannya adalah :
1) Teknologi petani (B-1)
2) Teknologi rekomendasi (B-2)
3) Teknologi petani+ pupuk kandang 10 t/ha (B-3)
4) Teknologi petani+ biochar 10 t/ha (B-4)
5) Teknologi petani+ SP50 10 t/ha (B-5)
Teknologi petani adalah teknologi budidaya kedelai yang biasa diterapkan oleh petani
setempat dimana penelitian ini akan dilaksanakan. Teknologi tersebut akan diketahui
setelah diadakan wawancara semitruktural dengan petani setempat sebelum penelitian ini
dilaksanakan. Teknologi rekomendasi adalah pemberian pupuk N, P dan K yang sesuai
dengan kebutuhan tanaman dan status hara tanah setempat. Sumber pupuk N yang
12
digunakan adalah yang berasal dari Urea dan ZA, Pupuk P dari TSP/SP-36 dan K dari KCl
dengan dosis anjuran berdasarkan perhitungan kebutuhan tanaman.
Plot percobaan berukuran 5 m x 10 m. Varietas kedelai yang digunakan dipilih varietas
yang sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat.
Variabel yang diamati dalam kegiatan penelitian ini adalah :
Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman)
Hasil tanaman (berat biji kering)
Sifat fisik tanah (Kadar air, BD, PD, distribusi ruang pori, stabilitas agregat)
Sifat kimia tanah (pH, C-organik, N-total, Kation-dd, KTK,KB, Al-dd, H-dd)
Nilai ekonomi (analisis usahatani) dari masing-masing perlakuan
13
IV. ANALISIS RESIKO
4.1. Daftar Risiko
No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK
1.
2.
3.
4
Sulit mendapatkan
Lokasi yang
memenuhi syarat
Proses pengadaan
bahan terhambat
Kendala musim
Faktor Biofisik
Kompromi dan
negosiasi dengan petani
tidak tercapai
Kuantitas dan kualitas
bahan bahan penelitian
yang dibutuhkan cukup
tinggi
Musim hujan yang tidak
menentu
Kondisi lahan tidak
seragam
Lokasi yang dipilih tidak ideal
Terlambatnya pelaksanaan
penelitian di lapang
Terlambatnya jadwal tanam
Diperlukan tenaga dan dana
ektra untuk penanganan
kekurangan air dan
penanggulangan hama
Gagal panen Data
hasil/produksi tanaman
tidak diperoleh
Pengaruh
ketidakseragaman lahan
lebih dominan (misalnya
akibat perlakuan
sebelumnya) dibanding
perlakuan
5.
6
Serangan hama
Penyakit
Pemotongan
anggaran
Bibit tanaman tanpa
seed treatment,
penyemprotan dengan
dosis rendah sedangkan
sekitarnya dosis tinggi.
Beberapa tahun terakhir
terjadi pemotongan
anggaran untuk seluruh
kementrian
Produksi lebih rendah
dibandingkan dengan rata-
rata petani
Beberapa kegiatan
pengamatan harus
dikurangimengurangi
output
14
4.2. Daftar Penanganan Risiko
No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO
1.
2.
3.
4.
5.
Sulit mendapatkan
Lokasi yang memenuhi
syarat
Proses pengadaan
bahan terhambat
Kendala musim
Faktor Biofisik
Serangan hama
Penyakit
Kompromi dan negosiasi
dengan petani tidak
tercapai
Kuantitas dan kualitas
bahan bahan penelitian
yang dibutuhkan cukup
tinggi
Musim hujan yang tidak
menentu
Ketidakseragaman lahan
Bibit tanaman tanpa
seed
treatment,penyemprotan
dengan dosis rendah
sedangkan sekitarnya
dosis tinggi.
Melibatkan Staf daerah
untuk bernegosiasi dan
mencari berbagai lokasi
alternatif
Menjalin kerjasama
dengan peneliti (inventor)
tentang produk yang akan
dipakai
Mempercepat proses
pengadaan bahan dan
mencari proses alternatif
lain
Mengusahakan agar
jadwal tanam tepat
waktu, memilih
tanaman varietas
genjah, pengamatan
hingga fase vegetatif
Mempercepat
pelaksanaan penelitian,
penyiapan jaringan
irigasi suplemen
(kerjasama dengan
Balitklimat dan
hidrologi)
Penyemprotan
insektisida secara
berkala
Perbaikan metode
pengolahan tanah dan
ploting untuk untuk
meminimalisir faktor
ketidak seragaman lahan
penelitian.
15
6.
Pemotongan anggaran
Beberapa tahun terakhir
terjadi pemotongan
anggaran untuk seluruh
kementrian
Penerapan metode
pengendalian hama
terpadu
Menggunakan obat-obatan
yang berisfat ramah
lingkungan (biopestisida),
prio
ritas yang telah
dikembangkan Balitbang
Pertanian
Bekerjasama dengan BPTP
untuk melakukan pihak
yang bertugas di lokasi
penelitian (BPTP,
penyuluh) pengamatan.
16
V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN
5.1. Tenaga yang terlibat dalam penelitian
Nama lengkap, gelar dan NIP
Jabatan Kedudukan
dalam
RPTP/ROPP
Alokasi
waktu
(OB) Fungsional Struktural
Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si
NIP. 19610815 199003 1 001 Peneliti Muda Kesuburan Tanah
Pj. RPTP
6
Dr. IGM Subiksa
NIP. 1960
Peneliti
Madya Kesuburan Tanah
PJ ROPP 6
Dr. Umi Haryati
NIP. 1960101719890320
Peneliti
Madya Konservasi Tanah
PJ ROPP 6
Yoyo Soelaeman, MS
NIP.195402011982021001
Peneliti
Utama Konservasi Tanah
Anggota 3
Ir. Deddy Erfandi
NIP. 1958
Peneliti
Madya Konservasi Tanah
Anggota 3
Dr. Irawan
NIP
Peneliti
Utama Konservasi Tanah
Anggota 3
Ir. Joko Purnomo, Msi
NIP. 19611201 198803 1 011
Peneliti
Madya
Kesuburan Tanah Anggota 2
Tia Rostaman, Ssi
NIP. 19791112 200910 1 001
Peneliti
Pertama Kimia Tanah
Anggota 4
Edi Soemantri
NIP.
Litkayasa Kesuburan Tanah Anggota 4
Mulyadi
NIP. 19620807 198503 1 003
Litkayasa Kesuburan Tanah Anggota 4
Ety Suhaeti
NIP. 19600324 198203 2 003
PUMK Kesuburan Tanah Anggota 6
Narasumber :
Dr. Ir. Husnain, MP, M.Sc
NIP. 19630702 198903 1 002
Ka Balai - Nara
Sumber
1
17
5.2. Jangka waktu kegiatan
Kegiatan Bulan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. Pembuatan proposal dan rencana
kegiatan xx
2. Kegiatan desk work xx xx
3. Pemilihan lokasi xx xx
4. Persiapan (bahan penelitian
formulasi pupuk dan pembenah
tanah
xx xx xx
5. Pelaksanaan penelitian lapangan xx xx xx xx xx xx xx xx
6. Pengamatan xx xx xx xx xx xx xx xx xx
7. Analisis data dan pelaporan xx xx xx xx xx
5.3. Pembiayaan
MAK Tolok ukur Triwullan (X 1000)
Total I II III IV
521211 Belanja Bahan 1.500 1.500 1.500 1.500 6.000
- Fotocopi, penggandaan, penjilidan 1.500 1.500 1.500 1.500 6.000
521213 Honor output kegiatan 29.125 29.125 29.125 29.125 116.500
Honorarium Pembantu Lapangan 20.000 20.000 20.000 20.000 80.000
Upah analisis 9.125 9.125 9.125 9.125 36.500
521811
Belanja Barang Persediaan Barang
Konsumsi 24.375 24.375 24.375 24.375 97.500
- ATK dan kompoter supplier 1.875 1.875 1.875 1.875 7.500
- Bahan penunjng lapang 15.000 15.000 15.000 15.000 60.000
- Bahan kimia 7.500 7.500 7.500 7.500 30.000
524111 Biaya perjalanan biasa 57.500 57.500 57.500 57.500 230.000
Total 450.000
18
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2017. Mengoptimalkan Lahan Tadah Hujan Dengan Varietas Jagung Yang Tepat
Dan
Tangguh.(http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id
=557:mengoptimalkan-lahan-tadah-hujan-dengan-varietas-jagung-yang-tepat-dan-
tangguh&catid=577:mengoptimalkan-lahan-tadah-hujan-dengan-varietas-
j&Itemid=156). 28 Agustus 2017.
Balai Penelitian Tanah. 2012. Pembenah Tanah Biochar/Arang. Leaflet. Badan Litbang
Pertanian. Kementrian Pertanian.
Dariah, A., Sutono dan N. L. Nurida. 2010. Penggunaan Pembenah Tanah Organik dan
Mineral untuk Perbaikan Kualitas Tanah Typic Kanhapludults Tamanbogo Lampung.
Jurnal Tanah dan Iklim No 31, Juli 2010. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan
Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian.
Dariah, A., dan N. L. Nurida. 2011. Formula Pembenah Tanah Diperkaya Humat untuk
Meningkatkan Produktivitas Tanah Ultisol Taman Bogo Lampung. Jurnal Tanah dan
Iklim No 33, Juli 2011. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan
Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian.
Gomez, K.A., and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agriculture Research. An
International Rice Research Institute Book.John Wiley and Sons.
Humas Balitsa. 2014. Sayuran Melimpah di Lahan Tadah Hujan dengan Air Embung.
http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/321. 28 Agustus
2017
IWMI. 2010. Managing Water for Rainfed Agriculture. International Water Management
Institute. 2010. Issue 10
Kasno, A., Diah Setyorini, dan Nurjaya. 2003. Status C-organik lahan sawah diIndonesia.
Pros. HITI, Padang
Molden, D. (Ed). 2007. Water for food, Water for life: A Comprehensive Assessment of
Water Management in Agriculture.Earthscan/IWMI, 2007.
Nurida, N.L. A. Dariah dan A, Rachman. 2008. Kualitas limbah pertanian sebagai bahan
baku pembenah berupa biochar untuk rehabilitasi lahan. Prosiding Seminar Nasional
dan dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Tahun 2008. Hal 209-215.
Nurida, N.L., Sutono, A. Dariah dan A. Rachman. 2010. Efikasi Formula pembenah tanah
dalam berbagai bentuk (serbuk, granul, dan pelet) dalam meningkatkan kualitas
lahan kering masam terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan
Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.
Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatiek. 2002. Teknologi Pengelolaan
Bahan Organik Tanah. Buku Teknologi Pengelolaan Lahan Kering menuju Pertanian
Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbangtanak.. Hal 183-238.
Suriadikarta, D. A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2005. Teknologi pengelolaan
bahan organik tanah. Hlm. 169 - 222 Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering.
Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen
Pertanian.
Sutono, S. dan N.L. Nurida. 2012. Kemampuan Biochar memegang air pada tanah
bertekstur pasir. J. Ilmu Kealaman. Univ. Tribuana Tunggadewi. Malang
19
Sutono, S. dan U. Kurnia. 2012. Baku Mutu Tanah pada Lahan Terdegradasi di Daerah Aliran
Sungai Citanduy, Provinsi Jawa Barat. J. Tanah dan Pupuk.
Scott Pearson. Aplikasi Policy Analysis pada Pertanian Indonesia.Yayasan Obor
Indonesia.ISBN 9789794615126.(no 5)
Sudirman, S. Sutono, dan Ishak Juarsah. 2006.Penetapan retensi air tanah di laboratorium.
Halaman 167-176 dalam F. Agus et.als (Eds)Sifat Fisika Tanah dan cara
Penetapannnya. BB Litbang SDLP, Balitbangtan, Deptan.
Sutono, S dan F. Agus. 1998. Pengaruh pembenah tanah terhadap hasil kedelai di Cibugel,
Sumedang. hlm. 379-386. dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan.
Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.
Sutono dan N.L. Nurida. 2012. Kemampuan biochar memegang air pada tanah bertekstur
pasir. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kelaman: Buana Sains. Tribhuana Press.Vol 12:No.
1. Hal: 45-52