sistem pengelolaan lahan tadah hujan mendukung...

25
MAK: 1800.202.006.067 PROPOSAL PENELITIAN SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si BALAI PENELITIAN TANAH BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIANI BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTRIAN PERTANIAN 2018

Upload: others

Post on 29-Dec-2019

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

MAK: 1800.202.006.067

PROPOSAL PENELITIAN

SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN

MENDUKUNG PENGEMBANGAN KAWASAN

PANGAN DAN HORTIKULTURA

Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si

BALAI PENELITIAN TANAH

BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIANI

BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

KEMENTRIAN PERTANIAN

2018

Page 2: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

LEMBAR PENGESAHAN

1. Judul RPTP Sistem Pengelolaan Lahan Tadah Hujan Mendukung

Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura

2. Unit kerja Balai Penelitian Tanah

3. Alamat unit kerja Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor

4. Sumber Dana DIPA/RKAKL Satker Balai Penelitian Tanah

5. Status Penelitian Baru

6. Penanggung Jawab

a. Nama

b. Pangkat/Golongan

c. Jabatan

Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si.

IVa/Pembina

Peneliti Muda

7. Lokasi Tulungagung - Provinsi Jawa Timur

8. Agroekosistem Lahan Sawah Tadah Hujan

9. Tahun Mulai 2018

10. Tahun Selesai 2020

11 Output tahunan 1. Teknologi pemupukan yang efektif dan efisien untuk

peningkatan produksi tanaman pangan (jagung) di lahan

sawah tadah hujan.

2. Komponen teknologi pengelolaan tanah (Pupuk organik dan

anorganik) untuk perbaikan kualitas tanah dan

pengembangan tanaman cabai merah pada lahan sawah

tadah hujan.

3. Komponen teknologi perbaikan sifat fisik yang mampu

meretensi air tanah mendukung budidaya kedelai di lahan

sawah tadah hujan.

4. Teknologi mulsa dan pembenah tanah untuk perbaikan sifat

fisik dan kimia tanah, pertumbuhan dan produksi kedelai di

lahan sawah tadah hujan.

5. Tiga (tiga) draft KTI (Karya tulis ilmiah)

12 Output akhir Teknologi pengelolaan lahan tadah hujan untuk peningkatan

produksi tanaman pangan dan hortikultura

13 Biaya Rp. 450.000.000,- (Empat ratus lima puluh juta rupiah).

Koordinator Program

Dr. Ir. Neneng L Nurida

NIP. 19631229 199003 2 001

Penanggungjawab RPTP

Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si

NIP.19610815 199003 1001

Mengetahui,

Kepala Balai Besar Litbang

Sumberdaya Lahan Pertaanian

Prof. Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr.

NIP. 19640623 198903 1 002

Kepala Balai Penelitian Tanah

Dr. Husnain, MP., M.Sc

NIP. 19730702 198903 1 002

Page 3: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

ii

RINGKASAN

1. Judul Kegiatan RPTP : Sistem Pengelolaan Lahan Tadah Hujan Mendukung

Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan

Hortikultura

2. Nama dan alamat unit kerja : Balai Penelitian Tanah

Jl. Tentara Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor

3. Sifat usulan penelitian : Baru

4. Penanggungjawab : Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si

5. Justifikasi : Pencapaian swasembada pangan dapat dilakukan

dengan usaha intensifikasi dan ekstensifikasi.

Dalam upaya tersebut, pemanfaatan dan sekaligus

peningkatan produktivitas lahan sawah tadah hujan

yang relatif luas sebarannya, merupakan salah satu

pilihan pencapaian swasembada pangan dan

peningkatan produksi tanaman pangan dan

hortikultura. Penanganan faktor pembatas (fisik,

kimia dan biologi tanah serta iklim) merupakan

kunci utama pemberdayaan lahan termasuk lahan

sawah tadah hujan. Dengan demikian inovasi

teknologi yang diterapkan juga sekaligus harus

ditujukan untuk peningkatan adaptasi sistem

budidaya terhadap perubahan iklim. Oleh karena

itu, diperlukan teknologi yang adaptif yang mampu

meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

pangan, meningkatkan ketersediaan air dan hara

menjelang musim kemarau terutama untuk

tanaman bernilai ekonomi tinggi (hortikultura),

serta memperbaiki sifat fisik yang mampu

meningkatkan retensi air untuk budidaya tanaman

palawija di lahan tadah hujan.

6. Tujuan Penelitian : 1. Mendapatkan teknologi pemupukan yang efektif

dan efisien pada pola tanam jagung – kacang

tunggak di lahan sawah tadah hujan yang

mampu meningkatkan produktivitas tanah dan

tanaman.

2. Mendapatkan teknologi pengelolaan lahan yang

efektif terhadap: (a) perbaikan kualitas tanah,

khususnya dalam penanggulangan faktor

pembatas lahan tadah hujan dan (b) peningkatan

produktivitas tanaman cabai merah.

3. Mempelajari dampak perbaikan sifat fisika

terhadap retensi air tanah terhadap produktivitas

Page 4: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

iii

kedelai.

4. Menguji pengaruh teknologi pembenah tanah

terhadap sifat fisik dan kimia tanah,

pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan tadah

hujan.

7. Luaran yang diharapkan : (1) Teknologi pemupukan yang efektif dan efisien

pada pola tanam jagung – kacang tunggak di

lahan sawah tadah hujan yang mampu

meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

(2) Komponen teknologi pengelolaan tanah (pupuk

organik dan anorganik) untuk perbaikan

kualitas tanah dan pengembangan tanaman

cabai merah pada lahan sawah tadah hujan.

(3) Komponen teknologi perbaikan sifat fisik tanah

yang mendukung budidaya kedelai di lahan

sawah tadah hujan.

(4) Teknologi pembenah tanah untuk perbaikan

sifat fisik dan kimia tanah, pertumbuhan dan

produksi kedelai.

(5) 3 (tiga) draft KTI (Karya tulis ilmiah)

8. Outcome : Peningkatan produktivitas tanah dan tanaman lahan

sawah tadah hujan.

9. Sasaran akhir Optimalisasi lahan sawah tadah hujan untuk

mendukung pembangunan pertanian terkait

swasembada dan ketahanan pangan serta

hortikultura

10. Lokasi penelitian Provinsi Jawa Timur

11. Jangka waktu : Mulai TA 2018-2020

12. Suber dana DIPA/RKAKL Satker: Balai Penelitian Tanah, TA.

2018

Page 5: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

iv

SUMMARY

1 Title of RPTP/RDHP : Rainfed’s Land Management Area to Support

Development of Food Crops and Horticulture Crops

2 Implementation unit : Indonesia Soil Research Institute (ISRI), Jl. Tentara

Pelajar No. 12, Cimanggu, Bogor

3 Location : West Java

4 Objective

a. Short term

(1) To find the effective and efficient fertilization

technology on maize – cowpea cropping systems

in rainfed area that able to improve soil and crops

productivity.

(2) To find soil/land management (organic and

anorganic fertilization) to: (a) improving soil

quality particularly soil limiting factor of rainfed,

and (b) increasing the chilli productivity on rainfed

area.

(3) Improvement soil physical component technology

to support soybean productivity.

(4) To determine the influence of soil conditioner

technology on soil physical and chemical

properties, and soybean production on rainfed.

b. Longterm To find the technologies that improve the productivity

of rainfed in supporting of sustainable food self-

sufficiency, and an increase the horticultural and food

crops productivity.

5 Expected output

a. Short term

: (1) The effective and efficient fertilization technology

on maize – cowpea cropping systems in rainfed

that able to improve soil and crops productivity.

(2) The organic and anorganic fertilization technology

to: (a) improving soil quality particularly soil

limiting factor of rainfed, and (b) increasing the

chilli productivity on rainfed.

(3) Soil physical improvement component technology

to support soybean productivity.

(4) Information of the influence of soil conditioner

technology on soil physical and chemical

properties, and soybean production on rainfed.

(5) Three draft scientific papers

(6) Long term : The technologies that improve the productivity of

rainfed in supporting of sustainable food self-

sufficiency, and an increase the horticultural

cropsproductivity

Page 6: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

v

6 Discription of

methodology

Research will be conducted on rainfed in East Java

Province. The combination among fertilization,organic

and anorganic fertilization and application of soil

conditioner technology will be implemented to improve

soil physical and chemical properties and crops

productionon maize – cowpea cropping systems in

rainfed area. Some kinds and dosages of fertilization

will be applied on maize– cowpea cropping systems to

find the effective and efficient fertilization on rainfed.

The water and nutrient availability will be improved by

organic and anorganic fertilization technology to

increase chilli productivity in rainfed. To improve soil

physical properties will be improve by application of

soil conditioner made from livestock manure and

biochar for soybean production in rainfed.

7 Duration 3 (three) years

8 Budget/fiscal year Rp 450.000.000 (Four hundred and fifty million

rupiahs)

9 Source of budget : DIPA/RKAKL 648680 Indonesia Soil Research Institute

(ISRI), Fiscal Year 2018

Page 7: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian di lahan sawah tadah hujan adalah usaha pertanian yang memanfaatkan

hujan sepenuhnya sebagai sumber air. Usaha pertanian ini telah menyediakan bahan

pangan di berbagai kawasan di negara miskin dan berkembang. Di Afrika sub Sahara,

pertanian di lahan sawah tadah hujan menyumbang sebanyak 95%, di Amerika Latin 90%,

Timur Tengah dan Afrika 75%, Asia Timur 65%, dan Asia Selatan 60% (IWMI 2010).[

Tingkat produktivitas pertanian lahan sawah tadah hujan secara umum rendah dikarenakan

kondisi tanah yang terdegradasi, tingginya evaporasi, kekeringan, banjir, dan minimnya

manajemen air. Namun usaha pertanian sawah tadah hujan memiiki potensi untuk lebih

produktif dengan mengelola air hujan dan kelembaban tanah lebih efektif (Molden 2007).

Sawah tadah hujan adalah sawah yang sistem pengairannya sangat mengandalkan

curah hujan. Jenis sawah ini hanya menghasilkan di musim hujan. Di musim kering sawah

ini dibiarkan tidak diolah karena air sulit didapat atau tidak ada sama sekali (Humas Balitsa

2014). Sawah tadah hujan umumnya hanya dipanen setahun sekali. Intensitas penggunaan

tenaga kerja di sawah tadah hujan lebih tinggi karena petani harus menyulam (menanam

kembali) lebih sering dibandingkan sawah beririgasi, akibat suplai air yang tidak stabil.

Mewujudkan swasembada pangan dan sekaligus memantapkan ketahanan pangan

nasional yang berkelanjutan melalui peningkatan produksi merupakan tantangan

pembangunan pertanian masa depan. Peningkatan produksi pertanian tersebut dapat

dilakukan melalui peningkatan produktivitas dan/atau perluasan areal lahan budidaya baik

untuk tanaman pangan maupun hortikultura. Berkaitan dengan hal ini, upaya yang dapat

dilakukan salah satunya adalah melalui pemanfaatan lahan terdegradasi seperti lahan sawah

tadah hujan. Hal tersebut selaras dengan program pemerintah tentang peningkatan

produksi dan IP 4 juta lahan sawah tadah hujan di lahan kering.

Budidaya tanaman baik pangan maupun hortikultura di lahan sawah hujan

memerlukan pendekatan khusus, misalnya bercocok tanam jagung di perbukitan dengan

tipe lahan sawah tadah hujan tentu memerlukan siasat tersendiri agar berhasil. Dengan

hanya mengandalkan curahan air hujan untuk kebutuhan pengairan, diperlukan pengelolaan

tanaman yang tepat agar bisa mengoptimalkan sumber daya yang terbatas itu. Di saat

menjelang musim hujan, petani jagung di lahan sawah tadah hujan Enrekang biasanya

mulai menanam benih jagung mereka dengan sistem tanpa olah tanah (TOT)(Anonim

2017). Artinya, lahan yang hendak mereka tanami jagung cukup dibersihkan dari gulma

dengan menggunakan herbisida lantas benih ditanam mengikuti arah kontur lahan yang

sebagian besar berupa perbukitan.

Optimalisasi lahan sawah tadah hujan terdegradasi selain ditujukan untuk

mendukung ketahanan dan kemadirian pangan, juga perlu dilakukan untuk peningkatan

produksi komoditas lainnya yang bernilai ekonomi tinggi misalnya tanaman hortikultura.

Ketergantungan Indonesia akan produk hortikultura impor seperti cabai masih sangat tinggi.

Dengan demikian, diperlukan teknologi unggulan agar komoditas tersebut dapat berproduksi

sepanjang tahun, sehingga jumlah impor dapat dikurangi. Budidaya tanaman pangan dan

hortikultura pada lahan sawah tadah hujan memerlukan manajemen pengelolaan lahan yang

lebih spesifik, khususnya pengelolaan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Untuk itu,

Page 8: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

2

teknologi pengelolaan lahan untuk meningkatkan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah

diperlukan agar dapat meningkatkan produksi tanaman yang dibudidayakan.

Dasar Pertimbangan

Jagung dibudidayakan pada lingkungan yang beragam. Hasil studi Mink et al. (1987)

menunjukkan bahwa sekitar 79% areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, 11%

terdapat di lahan sawah irigasi, dan 10% di sawah tadah hujan. Saat ini data tersebut telah

mengalami pergeseran. Berdasarkan estimasi Kasryno (2002), pertanaman jagung di lahan

sawah irigasi dan sawah tadah hujan meningkat berturut-turut menjadi 10-15% dan 20-

30%, terutama di daerah produksi jagung komersial. Sekitar 57% produksi biji jagung di

Indonesia dihasilkan dari pertanaman pada musim hujan (MH), 24% pada musim kemarau

(MK I), dan 19% pada MK II (Kasryno, 2002). Pertanaman jagung pada MH umumnya

diusahakan pada lahan kering, sedangkan pada MK diusahakan pada sawah tadah hujan

dan sawah irigasi.

Hasil penelitian yang telah dilakukan untuk budidaya jagung dapat mencapai tingkat

provitas 10,0 t/ha (Subandi et al., 2006). Peningkatan produksi jagung nasional beberapa

dekade terakhir lebih banyak disebabkan oleh adanya peningkatan produktivitas daripada

peningkatan luas tanam (Adnyana et al., 2007). Badan Litbang Pertanian (2007) melaporkan

bahwa di Indonesia diperkirakan luas areal pertanaman jagung di lahan kering mencapai

79%, lahan sawah irigasi 10-15% dan sawah tadah hujan 20-30%.

Luas lahan sawah non irigasi atau lahan sawah tadah hujan di Indonesia sekitar 3,71

juta atau 45,7% total lahan sawah (BPS, 2013), menurut BPS (2005) 33,4% lahan tadah

hujan dapat ditanam 2 kali atau lebih per tahun. Potensi lahan sawah tadah hujan cukup

besar, namun produktivitasnya sangat rendah, sekitar 2,0 – 3,5 t/ha (Widyantoro dan Toha,

2010), kurang dari 2 t/ha (Mandac and Flinn, 1985). Selain ditanami padi, lahan sawah

tadah hujan juga dapat ditanami jagung atau kedelai pada MT. 2 atau 3.

Rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K pada lahan sawah tadah hujan belum

banyak dipelajari secara khusus. Penyusunan rekomendasi pemupukan masih mengadopsi

hasil penelitian dari penelitian yang dilakukan pada sawah irigasi. Untuk mendapatkan

rekomendasi pemupukan pada lahan sawah tadah hujan perlu dilakukan penelitian

rekomendasi pemupukan hara N, P, dan K.

Peningkatan produktivitas jagung telah diupayakan dengan perbaikan varietas, dalam

upaya meningkatkan hasil jagung nasional. Varietas jagung baru biasanya hasilnya lebih

tinggi dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit serta tahan kekeringan. Jagung

varietas baru lebih respon terhadap pemupukan, untuk mengoptimalkan hasilnya perlu

dipelajari respons tanaman terhadap pemupukan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian

pemupukan varietas jagung baru pada lahan sawah tadah hujan.

Pola curah hujan eratik pada sebagian besar wilayah lahan sawah tadah hujan,

menyebabkan tanaman padi walik jerami tidak memberikan kepastian hasil. Oleh karenanya

diperlukan upaya pengaturan pola tanam dengan pergiliran dengan tanaman bukan padi

saat musim kemarau. Tanaman lahan kering berakar dalam bisa menjadi pilihan komoditas

karena akar yang dalam mampu mengeksploitasi kelembaban tanah pada kedalaman > 20

cm. Dengan demikian, tanaman tersebut akan lebih tahan terhadap kekeringan. Disamping

itu, komoditas bernilai ekonomi tinggi seperti cabai juga bisa menjadi alternatif pilihan,

disamping memiliki perakaran dalam, nilai produknya mampu mengembalikan tambahan

Page 9: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

3

biaya penyiraman.

Lahan sawah tadah hujan, yang relatif baru dibuka, pada umumnya memiliki

kandungan bahan organik yang rendah karena proses pencetakan sawah, sehingga kondisi

lahan kurang kondusif untuk pertumbuhan yang optimal. Upaya perbaikan kondisi lahan

yang dilakukan dengan aplikasi pembenah tanah merupakan upaya penting untuk

meningkatkan produktivitas lahan marginal yang pada umumnya memiliki kesuburan tanah

yang relatif kurang/rendah. Bahan pembenah tanah yang bisa diaplikasikan sangat

bervariasi, seperti limbah pertanian meliputi sisa panen, kotoran ternak, dll. (Abdurachman

et al., 2000, Nurida, 2006; Hafif et al., 1993) dan mempunyai karakteristik dan kandungan

kimia/hara yang sangat beragam sehingga kualitas pupuk organik dan pembenah tanah

yang dihasilkan juga bervariasi mutunya.

Hasil penelitian Ai Dariah et al., (2007) menunjukkan bahwa pemberian bahan

pembenah tanah berbahan dasar organik dan mineral pada lahan yang terdegradasi dapat

meningkatkan pertumbuhan dan produksi jagung secara nyata. Formula pembenah tanah

dengan proporsi bahan organik yang lebih tinggi, lebih efektif dalam memperbaiki sifat fisik

tanah. Wang dan Gregg (1990), hidrogel mampu menyerap air sampai dengan 500 kali dari

berat volume keringnya, sehingga bisa digunakan sebagai pencampur pembenah tanah.

Pada kondisi tertentu (pH, suhu, tekanan dan alternatif eksternal lain) hidrogel mampu

melepas air tersimpan untuk kemudian dikembalikan ke media asalnya, yaitu tanah.

Tanah-tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut seperti Oxisols dan Ultisols

memiliki karakteristik miskin basa-basa dan miskin bahan organik. Pemberian pembenah

tanah organik saja tidak mampu memperbaiki produktivitas lahan secara optimal. Sebaliknya

pemberiam pembenah tanah anorganik juga tidak mampu memperbaiki sifat fisik tanah.

Oleh karenanya, pembenah tanah kombinasi antara organik dan mineral diharapkan mampu

memberikan perbaikan yang lebih komprehensif, sehingga tanah berpelapukan lanjut bisa

diusahakan secara berkelanjutan.

Komoditas padi dan kedelai menjadi salah satu kebutuhan utama yang harus tetap

dipertahankan sebagai sumber pangan tidak hanya petani, tetapi sumber pangan untuk

seluruh bangsa Indonesia. Untuk budidaya padi terdapat lahan sawah yang bisa dibedakan

sebagai sawah irigasi dan tadah hujan. Pasca panen tanaman padi pada lahan sawah tadah

hujan biasanya dilanjutkan dengan tanaman palawija yang tidak memerlukan banyak air

walaupun tidak tertutup kemungkinan untuk kekurangan air dan tanaman tidak panen.

Untuk menghindarkan kegagalan panen, petani biasanya membiarkan lahan sawah tadah

hujan menjadi bera, walaupun tanah masih mempunyai kelembaban tinggi tetapi hanya

cukup sebagai pasokan air pada awal pertumbuhan tanaman saja. Oleh karena itu, kualitas

tanah perlu ditingkatkan menggunakan pembenah tanah yang mampu menyimpan air dan

melepaskannya untuk memenuhi kebutuhan tanaman.

Teknologi peningkatan retensi dan ketersedian air tanah, serta pengelolaan hara

merupakan kunci keberhasilan usahatani kedelai di lahan sawah radah hujan. Aplikasi

pembenah tanah merupakan salah satu teknologi untuk peningkatan retensi air melalui

perbaikan sifat fisika tanah. Pembenah tanah berfungsi meningkatkan kapasitas memegang

air (water holding capasity = WHC) tanah, yang menciptakan kondisi lingkungan tanah yang

baik untuk pertumbuhan tanaman. Salah satu daerah sasaran perluasan usaha kedelai

adalah lahan tadah hujan dengan kondisi tanah sudah terdegradasi, sehingga diperlukan

Page 10: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

4

teknologi peningkatan produktivitas tanah. Selain itu diperlukan pula teknologi konservasi

air untuk pemeliharaan kelembapan tanah pada saat tanaman memerlukan air.

1.2. Tujuan Penelitian

Tahunan

(1) Mendapatkan komponen teknologi pemupukan yang efektif dan efisien pada pola tanam

jagung – kacang tunggak yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman di lahan

sawah tadah hujan.

(2) Mendapatkan komponen paket teknologi pengelolaan tanah untuk peningkatan

produktivitas cabai merah di lahan sawah tadah hujan.

(3) Mendapatkan komponen teknologi aplikasi pembenah tanah terhadap sifat fisik dan

kimia tanah, pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan sawah tadah hujan.

Jangka Panjang

Meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman pada lahan sawah tadah hujan

terdegradasi untuk mendukung swasembada pangan dan hortikultura berkelanjutan.

1.3. Keluaran yang diharapkan

Tahunan

(1) Komponen teknologi pemupukan yang efektif dan efisien pada pola tanam jagung –

kacang tunggak yang mampu meningkatkan produktivitas tanaman di lahan sawah

tadah hujan

(2) Komponen teknologi pengelolaan tanah untuk peningkatan produktivitas cabai merah

di lahan sawah tadah hujan

(3) Komponen teknologi aplikasi pembenah tanah untuk perbaikan sifat fisik dan kimia

tanah, pertumbuhan dan produksi kedelai di lahan sawah tadah hujan

(4) Tiga draft karya tulis ilmiah (KTI)

Jangka Panjang

Teknologi pengelolaan lahan dan pemupukan untuk meningkatkan produktivitas lahan

sawah tadah hujan terdegradasi mendukung swasembada pangan berkelanjutan serta

peningkatan produktivitas tanaman pangan dan hortikultura.

1.4. Perkiraan manfaat dan dampak dari kegiatan yang dirancang

Upaya peningkatan kualitas tanah dan tanaman pada lahan sawah tadah hujan

melalui perbaiakan status hara (kesuburan), peningkatan status bahan organik, peningkatan

retensi air dan pengelolaan hara terpadu diharapkan akan meningkatkan optimalisasi lahan

yang dianggap sudah terdegradasi dalam mendukung swasembada tanaman pangan

(jagung dan kedelai) serta meningkatkan produktivitas tanaman hortikultura (cabai merah).

Mengingat luasnya lahan sawah tadah hujan terdegradasi, maka dampak dari perbaikan

kualitas lahan tersebut melalui inovasi teknologi akan mampu meningkatkan ketersediaan

pangan dan produk tanaman hortikultura yang sangat dibutuhkan masyarakat baik di

tingkat lokal, regional maupun nasional.

Page 11: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Pengelolaan Hara Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas

Jagung-Kacang Tunggak Pada Lahan Tadah Hujan

Hasil pengkajian penerapan PTT di Kabupaten Banyuasin memberikan hasil yang

cukup tinggi. Varietas Bima-4 memberikan hasil tertinggi yaitu 8,8 t/ha, Bima-5 sekitar 8,5

t/ha dan Bisi2 8,4 t/ha (Subendi, et al. (2010) dan Adnan, et al. (2010)). Perbaikan varietas

dan teknologi pemupukan, pengolahan tanah dan pengairan memberikan kontribusi nyata

meningkatkan hasil jagung. Jagung hibrida memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan

variteas unggul biasa Jagung VUB yang ditanam di daerah Sumetera Selatan belum

memberikan hasil yang sesuai dengan potensi produksinya yang mencapai sekitar 10-11

t/ha karena kemampuan petani dalam menerapkan teknologi masih beragam (Suhendi et al,

2013).

Pemupukan N tanaman jagung dapat dilakukan dengan menggunakan Bagan

Warna Daun. Titik kritis kecukupan hara N jagung hibrida adalah 4,6 dan untuk varietas

bersari bebas adalah 4,5 (Syafruddin et al., 2008).

2.2. Penelitian Teknologi Budidaya Cabai dalam Sistem Pengelolaan Lahan

Tadah Hujan Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan dan Hortikultura

Indonesia mempunyai lahan sawah tadah hujan yang sangat luas dan tersebar di

beberapa wilayah. Produktivitas padi pada lahan ini umumnya lebih rendah dari hasil padi di

lahan sawah irigasi dan di tingkat petani produktivitas padi sawah tadah hujan berkisar 3,0 -

3,5 t/ha (Fagi, 1995; Setiobudi and Suprihatno, 1996). Pada musim hujan, produktivitas

lahan tadah hujan memang cukup tinggi. Tetapi pada musim berikutnya (padi walik jerami),

produktivitas padi menurun tajam. Pola curah hujan yang eratik merupakan faktor pembatas

yang menentukan keberhasilan padi sawah tadah hujan di musim kemarau. Hal inilah yang

mengakibatkan produktivitas tanaman padi walik jerami jadi tidak stabil (Fagi et al., 1986).

Menurut Goswarni et al. (1986) produktivitas padi walik jerami dapat ditingkatkan melalui

peningkatan efisiensi penggunaan faktor produksi, khususnya pupuk nitrogen (N) dan

memperbaiki sifat fisik tanah di sekitar perakaran. Introduksi varietas padi yang adaptif dan

berpotensi hasil tinggi untuk agro-ekosistem lahan sawah tadah hujan merupakan teknologi

yang paling murah bagi petani.

Ketidakpastian intensitas dan distribusi hujan (eratik) yang sering terjadi perlu di

antisipasi melalui pengembangan teknologi budidaya padi melalui pola tanam padi sistem

gogo rancah yang ditanam saat awal musim hujan dan dapat dipanen lebih awal, sehingga

memungkinkan musim berikutnya untuk ditanami padi kedua sebagai walik jerami dengan

varietas berumur pendek dan terhindar dari kekeringan sebelum waktunya dipanen.

Masalah lain yang muncul adalah penyakit bercak daun coklat Helminthosporium

oryzae dan bercak daun bergaris Cercospora oryzae merupakan penyakit utama padi sawah

tadah hujan, khususnya pada musim walik jerami (Suparyono et al. 1992). Cara

Page 12: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

6

pengendalian penyakit yang paling efektif dan efisien adalah dengan menanam varietas padi

yang tahan. Sedangkan penggunaan fungisida harus dilakukan secara hati-hati, karena

kemampuan ekonomi petani rendah, mahal dan dapat mencemari lingkungan. Tanaman

padi sawah tadah hujan dengan pengairan tergantung air hujan sangat respon terhadap

pemupukan kalium. Menurut Wiharjaka (1999) dengan pengembalian jerami atau pemberian

pupuk kandang ke dalam tanah dapat mengurangi pencucian unsur kalium dalam tanah.

Kemudian ditambah lagi dengan unsur N, P dan K, terbukti hasil padi meningkat secara

nyata.

Mengingat inkonsistensi produktivitas padi walik jerami yang begitu besar, maka

perlu diupayakan alternatif komoditas lain selain padi yang lebih tahan terhadap kekeringan.

Alternatif lain adalah menanam komoditas dengan nilai ekonomi tinggi, sehingga biaya

penyiraman bisa dikonvensasi oleh nilai jual hasil produksi. Tanaman cabai adalah salah satu

alternatif yang bisa dikembangkan dengan menerapkan teknologi yang sesuai untuk daerah

setempat. Keuntungan lain yang bisa diperoleh adalah residu input pupuk dan pembenah

tanah yang diberikan pada saat menanam cabai masih bisa dimanfaatkan oleh tanaman padi

pada musim hujan berikutnya.

Pupuk dan pembenah tanah merupakan sarana produksi yang sangat penting dalam

budidaya tanaman cabai. Kondisi sumberdaya lahan marginal tidak mungkin hanya

mengandalkan ketersediaan internal apalagi sering kali tidak ada pengembalian sisa

tanaman ke dalam tanah. Tambahan hara eksternal berupa pupuk, baik organik, anorganik

maupun hayati mutlak diperlukan untuk mencapai produksi yang optimal. Lahan tadah

hujan memiliki variabilitas status hara dan bahan organik sebagai akibat dari beragam

faktor yang mempengaruhi perkembangannya. Interaksi faktor-faktor pembentuk lahan juga

mengakibatkan adanya variasi status hara, baik hara makro maupun mikro. Pengaruh

eksternal di setiap lokasi mengakibatkan variasi jenis dan tingkat kerusakan lahan.

2.3. Penelitian Teknologi Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Retensi Air

Tanah Pada Sistem Usahatani Kedelai di Lahan Tadah Hujan

Rentensi air, secara umum tergantung pada susunan atau distribusi ukuran partikel

tanah, dan pengaturan atau struktur partikel butiran tanah.Kandungan bahan organik dan

komposisi larutan juga berperan dalam menentukan fungsi retensi. Bahan organik

mempunyai pengaruh: (1) langsung pada fungsi retensi, karena secara alami bersifat

hidropilik dan (2) tidak langsung, karena berfungsi dalam memperbaiki struktur tanah

(Sudirman et al. 2006). Namun demikian menurut Kasnoet al. (2003) lahan sawah di

Indonesia sudah miskin bahan organik karena sebagian besar lahan sawah mempunyai

kandungan bahan organik < 2%. Memperhatikan hal tersebut, maka pembenah tanah yang

mengandung banyak bahan organik diharapkan mampu meningkatkan retensi air tanah

sekaligus memperbaiki kualitas tanah sehingga hasil tanaman pangan yang dibudidayakan

akan meningkat.

Pembenah tanah merupakan suatu bahan yang dapat digunakan untuk mempercepat

pemulihan/perbaikan kualitas tanah. Bahan organik selain dapat berfungsi sebagai sumber

hara, fungsinya sebagai pembenah tanah juga telah banyak dibuktikan (Suriadikarta et al.,

2005; Rachman et al., 2006; Dariah dan Nurida, 2011). Aplikasi pembenah tanah berupa

Page 13: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

7

formulasi pupuk kandang dan 20 % zeolit (Beta) dapat meningkatkan stabilitas agregat

tanah dan permeabilitas dan KTK (Dariah et al., 2010).

Pembenah tanah adalah bahan alami atau sintetik mineral atau organik untuk

menanggulangi kerusakan atau degradasi tanah. Kegiatan rehabilitasi lahan salah satunya

diarahkan untuk memperbaiki kualitas tanah (sifat fisik, kimia dan biologi tanah). Pemulihan

sifat tanah dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai bahan amelioran (pembenah

tanah/soil conditioner), yang salah satunya adalah biochar atau arang.

Biochar atau arang merupakan pembenah tanah alami berbahan baku hasil

pembakaran tidak sempurna (pirolisis) dari residu atau limbah pertanian yang sulit

didekomposisi, seperti kayu-kayuan, tempurung kelapa sawit, sekam padi, kulit buah kakao

dan lain-lain. Pembakaran tidak sempurna dilakukan dengan menggunakan alat

pembakaran atau pirolisator suhu sekitar 250o – 350o, selama 2 – 3,5 jam, sehinga diperoleh

arang yang mengandung karbon tinggi dan dapat diaplikasikan sebagai pembenah tanah

(Balai Penelitian Tanah, 2012).

Manfaat penggunaan Biochar pada lahan kering antara lain : a) Meningkatkan pH

dan KTK tanah, b) Meningkatkan kemampuan tanah meretensi air dan hara, c)

Meningkatkan kandungan C-total tanah (carbon sink). Dibandingkan dengan bahan

pembenah tanah yang lain, Biochar mempunyai keunggulan antara lain : a) Dapat

mengurangi laju emisi CO2, b) Bentuknya yang stabil (sulit didekomposisi) dalam tanah,

mampu bertahan dalam tanah untuk jangka waktu yang lama (> 400 tahun) dan berfungsi

sebagai konservasi karbon, c) Dapat membentuk habitat yang baik bagi mikro organisme

(lingkungan bersifat netral pada tanah masam) (Balai Penelitian Tanah, 2012).

Salah satu pembenah tanah yang mampu menyimpan air adalah agribiochar, yaitu

arang dengan bahan baku sisa-sisa pertanian yang tidak udah terdekomposisi. Biochar

adalah bahan padat kaya karbon hasil konversi dari limbah organik (biomas pertanian)

melalui pembakaran tidak sempurna atau suplai oksigen terbatas (pyrolysis). Salah satu

pembenah tanah yang dipercaya cocok diaplikasi pada lahan kering adalah SP50. SP50

merupakan pembenah tanah yang diformulasi oleh Balai Penelitian Tanah mengandung

bahan seluruhnya dari bahan organik tanah. Pembenah tanah ini mempunyai kemampuan

menyimpan air sehingga tanah selalu lembab sekaligus menyediakan bahan organik tanah

siap pakai. Bahan utama pembuatan SP50 adalah arang sekam dicampur kompos kotoran

hewan.

Page 14: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

8

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Pendekatan

Penelitian Sistem Pengelolaan Lahan Tadah Hujan Mendukung Pengembangan

Kawasan Pangan dan Hortikultura terdiri dari tiga (3) kegiatan yang saling mendukung.

Lahan sawah irigasi sudah semakin berkurang luasannya akibat alih fungsi lain, oleh karena

itu potensi lahan sawah tadah hujan harus dioptimalkan. Dalam rotasi padi-palawija,

pemakaian pupuk harus dioptimalkan, begitu juga pemanfaatan pembenah tanah untuk

mempertahankan retensi air di lahan sawah tadah hujan, baik untuk komoditas pangan

(jagung atau padi) maupun hortikultura. Oleh karena itu pengelolaan hara dan pembenah

tanah untuk padi, jagung, kedelai, dan cabai merah juga akan diteli. Melalui pengelolaan

hara terpadu, pemberian bahan organik, pembenah tanah serta pengelolaan air yang tepat,

diharapkan dapat dirakit suatu teknologi untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan

dan hortikultura di lahan sawah tadah hujan yang berkelanjutan.

3.2. Ruang Lingkup Kegiatan

Pada TA 2018, terdapat tiga kegiatan penelitian baru yang dilaksanakan pada lahan

sawah tadah hujan untuk komoditas padi, jagung, kedelai, dan cabai merah. Kegiatan

tersebut adalah :

3.2.1. Penelitian Pengelolaan Hara Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas Jagung-

Kacang tunggak Pada Lahan Sawah Tadah Hujan

3.2.2. Penelitian Teknologi Budidaya Cabai dalam Sistem Pengelolaan Lahan Sawah Tadah

Hujan Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan dan Hortikultura

3.2.3. Penelitian Teknologi Pengelolaan Tanah dan Air Untuk Meningkatkan Retensi Air

Tanah Pada Sistem Usahatani Kedelai di Lahan Tadah Hujan

Kegiatan tahun pertama (TA 2018) ini merupakan bagian dari penelitian jangka

panjang pengelolaan lahan (tanah, air, pembenah tanah dan pupuk) terpadu di lahan sawah

tadah hujan yang dimulai pada TA 2018 hingga TA 2020 dengan output setiap tahun yang

berbeda. Teknologi yang diimplementasikan merupakan integrasi dari teknologi pengolahan

tanah dan atau pengelolaan air dan atau hara tergantung pada kondisi setempat dengan

peubah yang diamati perubahan sifat fisik dan atau kimia dan atau biologi tanah dan

produktivitas tanaman.

3.3. Bahan dan Metode Pelaksanaan Kegiatan

3.3.1. Bahan Penelitian

Bahan ATK yaitu alat tulis (pensil dan ball poin), kerta HVS, tinta printer, flash disk,

penghapus, spidol, penggaris, dan sebagainya.

Bahan kimia untuk analisis tanah, tanaman, air, dan pupuk di laboratorium,

Bahan untuk pelaksanaan percobaan lapang, seperti benih jagung, pembenah tanah,

pupuk urea, SP-36, KCl, pupuk organik, pestisida, rafia, tambang, kantong plastik,

bambu/kayu, cat, karton manila, benang kasur, tali rafia dan karung, serta bahan untuk

membuat plang percobaan.

Peralatan Penelitian

Page 15: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

9

Peralatan yang digunakan adalah timbangan, meteran, GPS, bor tanah, peralatan

esktrakasi PUTS, PUTK, PUP, peralatan gelas, pot plastik, cangkul, sekop, pisau lapang,

ember plastik.

3.3.2. Metodologi Pelaksanaan Kegiatan

3.3.2.1. Penelitian Pengelolaan Hara Terpadu untuk Peningkatan Produktivitas

Jagung-kacang tunggak Pada Lahan Sawah Tadah Hujan

Penelitian ini akan dilaksanakan di lahan petani pada ekosistem lahan sawah tadah

hujan di Propinsi Jawa Timur. Kegiatan awal yang dilakukan adalah menentukan lokasi

penelitian lapang berdasarkan status hara P dan K bervariasi dari sedang - tinggi. Lokasi

yang dipilih adalah lahan sawah tadah hujan berstatus P dan K berdasarkan peta terbaru

tahun 2010-2014 di Jawa dan Sumatera (Setyorini et al., 2010; 2011; Widowati et al, 2014).

Percobaan dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan

jumlah perlakuan 6 dan diulang 3 kali. Perlakuan merupakan kombinasi pemupukan N, P,

dan K ditambah perlakuan bahan organik. Dengan kombinasi perlakuan sebagai berikut:

1. Teknologi sesuai dengan kebiasaan petani (A-1)

2. Penetapan dosis pupuk berdasarkan penetapan menggunakan PUTS (A-2)

3. Dosis pupuk 50% PUTS + bahan organik 10 ton/ha (A-3)

4. Dosis pupuk 75% PUTS + bahan organik 10 ton/ha (A-4)

5. Dosis pupuk 50% PUTS + bahan organik 5 ton/ha (A-5)

6. Dosis pupuk 75% PUTS + bahan organik 5 ton/ha (A-6)

Varietas jagung yang digunakan adalah varietas jagung berpotensi hasil tinggi.

Benih jagung ditanam 2 biji/lubang di dalam petak perlakuan berukuran 5 m x 4 m dengan

jarak tanam 30cm x 75cm. Pencegahan hama penyakit, penyiangan dan pengairan

disesuaikan dengan standar PTT. Pengamatan dilakukan terhadap : (1) pertumbuhan dan

hasil panen jagung (biji dan brangkasan), (2) neraca hara N,P,K, (3) perubahan sifat kimia

tanah pada awal dan akhir penelitian, (3) efisiensi pemupukan.

Contoh awal diambil setiap ulangan (3 contoh setiap lokasi) saat persiapan tanam

dengan cara komposit dengan 10 anak contoh. Semua contoh dijadikan satu dan diambil +

1 kg, dikering anginkan, ditumbuk dan disaring dengan ayakan berdiameter 2 mm. Contoh

tanah dianalisis: tekstur pasir, debu dan liat, pH (H2O dan KCl 1N), C-organik (Kalium

dichromat/Kurmis), N-total (Kjeldhal), Ca, Mg, K, Na dan KTK (NH4-Ac 1N pH 7), dan KB.

Hara P dianalisis dengan pengekstrak HCl 25%, Bray 1, Bray 2, Olsen, Mehlich 1, Truogh,

Colwel, Morgan Venema, dan Morgan Wolf. Hara K dianalisis dengan pengekstrak HCl 25%,

NH4OAc 1 N pH 7, NH4OAc 1 N pH 4,8, Mechlich 1, Truogh, Colwel, dan Morgan Wolf.

Contoh biji dan brangkasan jagung diambil secara acak pada masing-masing

perlakuan dari hasil ubinan sekitar 1 kg, kemudian dimasukkan ke dalam kantong kertas,

dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering atau dikeringkan dengan oven pada

suhu 70o C selama 24 jam. Kemudian digiling dan dianalisis hara N, P dan K.

Data pertumbuhan dan panen dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan

program Minitab. Respon perlakuan dianalisis dengan analisis sidik ragam (Anova),

sedangkan kurva respon pemupukan dengan metode regresi.

Page 16: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

10

3.3.2.2. Penelitian Teknologi Budidaya Cabai dalam Sistem Pengelolaan Lahan

Tadah Hujan Mendukung Pengembangan Kawasan Pangan dan

Hortikultura

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini merupakan penelitian jangka panjang, dimulai T.A 2018 dan berakhir

T.A 2020. Penelitian dilakukan pada lahan tadah hujan di Propinsi Jawa Timur yang

dikembangkan dari tanah Ultisols. Lokasi penelitian merupakan lahan tadah hujan yang

diusahakan dengan pola tanam padi – padi dalam setahun. Namun mengingat curah hujan

yang tidak menentu, tanaman padi kedua sering gagal karena kekeringan. Tanaman cabai

yang ditanam akan menggantikan tanaman padi yang kedua, dan memakan waktu dari

persiapan hingga selesai panen sekitar 6 – 7 bulan. Dengan demikian maka masa bera lahan

akan semakin pendek dari sekitar 4 bulan menjadi 1 – 2 bulan.

Bahan Penelitian

Bahan-bahan penelitian yang diperlukan meliputi bahan lapang berupa plastik mulsa,

pupuk, pembenah tanah organomineral, biochar, kompos, insektisida, fungisida, benih

cabai, polibag, hidrogel, biochar, bambu, peralatan untuk irigasi tetes, selang HDPE, tangki

air, stop kran, regulating stik, pipia pvc, knee pvc, nepel, selang punch 5 mm dll. Selain

bahan lapang juga diperlukan bahan penunjang berupa kantong berbagai ukuran, karung,

tali tambang, rapia, pagar jaring, ATK dan perlengkapan komputer. . Bahan penunjang

lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu: bahan kimia, bahan penunjang

percobaan laboratorium, botol, karung, tambang, kantong, ajir, seng, cat, dll.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok dengan 5 perlakuan dan 4

ulangan. Perlakuan adalah:

1. Cara budidaya konvensional (cara petani), NPK dosis tinggi, tanpa mulsa plastik

2. Pembenah tanah organomineral, pupuk NPK dosis rendah, mulsa plastik.

3. Pembenah tanah organomineral, pupuk NPK dosis tinggi, mulsa plastik.

4. Pembenah tanah kompos+biochar, pupuk NPK dosis rendah, mulsa plastik.

5. Pembenah tanah kompos+ biochar, pupuk NPK dosis tinggi, mulsa plastik.

Masing-masing perlakuan ditempatkan dalam 2 plot guludan berukuran 1,2 m x 10

m, dan jarak antar guludan 0,75 m. Dengan demikian total ukuran plot masing-masing

perlakuan adalah sekitar 4 m x 10 m atau luasnya 40 m2. Jarak antar perlakuan adalah 0,75

m dan jarak antar ulangan sekitar 1,5 m. Tanah pada bagian guludan diolah secara

sempurna dan diberi perlakuan pembenah tanah 60% dari dosis total. Sisa dosis pembenah

tanah 40% ditempatkan pada setiap lubang tanam sekitar 1 minggu sebelum tanam. Pupuk

NPK sesuai dosis diberikan sebagai pupuk dasar diberikan sebanyak 30% dari dosis total.

Sisanya 60% diberikan 3 kali masing-masing 20%.

Sebelum ditanam, benih cabai disemai dalam polibag berukuran diameter 5 cm dan

dipelihara dalam pesemaian selama 1 bulan. Selama dalam pesemaian, dilakukan

Page 17: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

11

pengaturan cahaya mulai dari intensitas rendah pada tahap awal, dan secara bertahap

intensitasnya ditambah sesuai umur bibit. Tanaman cabai ditanam dengan jarak tanam 80 x

50 cm pada lubang tanam yang sudah dipersiapkan dan diberi pembenah tanah dan pupuk

sesuai perlakuan. Pemeliharaan tanaman yang meliputi penyiraman, pengendalian hama

penyakit, menyiang dan sebagainya dilakukan sesuai tata cara pengelolaan tanaman cabai

yang baik.

3.3.2.3. Penelitian Teknologi Pengelolaan Lahan Untuk Meningkatkan Retensi

Air Tanah Pada Sistem Usahatani Kedelai di Lahan Tadah Hujan

Pendekatan

Kegiatan penelitian diawali dengan pencarian lokasi untuk mencari tempat yang

cocok dan sesuai dengan agroekosistem yang dikehendaki untuk penelitian. Selanjutnya

dilaksanakan observasi lapang untuk mengetahui kondisi umum dan kondisi awal lokasi

penelitian serta teknologi budidaya existing di tingkat petani. Untuk mengetahui sifat fisik

dan kimia tanah awal dilakukan pengambilan ring sampel untuk analisis sifat fisik tanah dan

sampel tanah komposit untuk analisis sifat kimia tanah.

Kegiatan ini merupakan kegiatan penelitian lapang untuk menguji beberapa teknologi

pengelolaan kelembapan tanah/retensi air tanah pada usahatani kedelai di lahan tadah

hujan . Selain itu akan dibandingkan teknologi yang biasa dilakukan oleh petani terhadap

teknologi introduksi hasil penelitian.

Bahan Penelitian

Untuk melaksanakan semua kegiatan dalam penelitian ini diperlukan bahan-bahan

berupa bahan penelitian pokok maupun bahan penunjang penelitian. Bahan pokok penelitian

meliputi bahan kimia untuk analisis sifat kimia, dan fisika tanah, sarana produksi seperti

benih/bibit, pupuk anorganik, organik, dan agen pengompos. Bahan penunjang penelitian

meliputi alat tulis (flash disk, tinta komputer, kertas HVS, ball point, pointer, penggaris,

spidol kecil/besar, dll.), alat bantu pengukuran parameter yang diukur seperti: bahan dan

alat pengidentifikasi plot, papan nama, ember, penangkar hujan (Ombrometer), gelas ukur,

timbangan, kantong plastik, karung dan lainnya.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada TA 2018 di lahan tadah hujan di Provinsi Jawa Timur.

Penelitian menggunakan rancangan percobaan acak kelompok (Randomized Block Design)

(Gomezand Gomez 1984)dengan 4 ulangan. Adapun perlakuannya adalah :

1) Teknologi petani (B-1)

2) Teknologi rekomendasi (B-2)

3) Teknologi petani+ pupuk kandang 10 t/ha (B-3)

4) Teknologi petani+ biochar 10 t/ha (B-4)

5) Teknologi petani+ SP50 10 t/ha (B-5)

Teknologi petani adalah teknologi budidaya kedelai yang biasa diterapkan oleh petani

setempat dimana penelitian ini akan dilaksanakan. Teknologi tersebut akan diketahui

setelah diadakan wawancara semitruktural dengan petani setempat sebelum penelitian ini

dilaksanakan. Teknologi rekomendasi adalah pemberian pupuk N, P dan K yang sesuai

dengan kebutuhan tanaman dan status hara tanah setempat. Sumber pupuk N yang

Page 18: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

12

digunakan adalah yang berasal dari Urea dan ZA, Pupuk P dari TSP/SP-36 dan K dari KCl

dengan dosis anjuran berdasarkan perhitungan kebutuhan tanaman.

Plot percobaan berukuran 5 m x 10 m. Varietas kedelai yang digunakan dipilih varietas

yang sesuai dengan kondisi agroekosistem setempat.

Variabel yang diamati dalam kegiatan penelitian ini adalah :

Pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman)

Hasil tanaman (berat biji kering)

Sifat fisik tanah (Kadar air, BD, PD, distribusi ruang pori, stabilitas agregat)

Sifat kimia tanah (pH, C-organik, N-total, Kation-dd, KTK,KB, Al-dd, H-dd)

Nilai ekonomi (analisis usahatani) dari masing-masing perlakuan

Page 19: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

13

IV. ANALISIS RESIKO

4.1. Daftar Risiko

No. RISIKO PENYEBAB DAMPAK

1.

2.

3.

4

Sulit mendapatkan

Lokasi yang

memenuhi syarat

Proses pengadaan

bahan terhambat

Kendala musim

Faktor Biofisik

Kompromi dan

negosiasi dengan petani

tidak tercapai

Kuantitas dan kualitas

bahan bahan penelitian

yang dibutuhkan cukup

tinggi

Musim hujan yang tidak

menentu

Kondisi lahan tidak

seragam

Lokasi yang dipilih tidak ideal

Terlambatnya pelaksanaan

penelitian di lapang

Terlambatnya jadwal tanam

Diperlukan tenaga dan dana

ektra untuk penanganan

kekurangan air dan

penanggulangan hama

Gagal panen Data

hasil/produksi tanaman

tidak diperoleh

Pengaruh

ketidakseragaman lahan

lebih dominan (misalnya

akibat perlakuan

sebelumnya) dibanding

perlakuan

5.

6

Serangan hama

Penyakit

Pemotongan

anggaran

Bibit tanaman tanpa

seed treatment,

penyemprotan dengan

dosis rendah sedangkan

sekitarnya dosis tinggi.

Beberapa tahun terakhir

terjadi pemotongan

anggaran untuk seluruh

kementrian

Produksi lebih rendah

dibandingkan dengan rata-

rata petani

Beberapa kegiatan

pengamatan harus

dikurangimengurangi

output

Page 20: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

14

4.2. Daftar Penanganan Risiko

No. RISIKO PENYEBAB PENANGANAN RISIKO

1.

2.

3.

4.

5.

Sulit mendapatkan

Lokasi yang memenuhi

syarat

Proses pengadaan

bahan terhambat

Kendala musim

Faktor Biofisik

Serangan hama

Penyakit

Kompromi dan negosiasi

dengan petani tidak

tercapai

Kuantitas dan kualitas

bahan bahan penelitian

yang dibutuhkan cukup

tinggi

Musim hujan yang tidak

menentu

Ketidakseragaman lahan

Bibit tanaman tanpa

seed

treatment,penyemprotan

dengan dosis rendah

sedangkan sekitarnya

dosis tinggi.

Melibatkan Staf daerah

untuk bernegosiasi dan

mencari berbagai lokasi

alternatif

Menjalin kerjasama

dengan peneliti (inventor)

tentang produk yang akan

dipakai

Mempercepat proses

pengadaan bahan dan

mencari proses alternatif

lain

Mengusahakan agar

jadwal tanam tepat

waktu, memilih

tanaman varietas

genjah, pengamatan

hingga fase vegetatif

Mempercepat

pelaksanaan penelitian,

penyiapan jaringan

irigasi suplemen

(kerjasama dengan

Balitklimat dan

hidrologi)

Penyemprotan

insektisida secara

berkala

Perbaikan metode

pengolahan tanah dan

ploting untuk untuk

meminimalisir faktor

ketidak seragaman lahan

penelitian.

Page 21: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

15

6.

Pemotongan anggaran

Beberapa tahun terakhir

terjadi pemotongan

anggaran untuk seluruh

kementrian

Penerapan metode

pengendalian hama

terpadu

Menggunakan obat-obatan

yang berisfat ramah

lingkungan (biopestisida),

prio

ritas yang telah

dikembangkan Balitbang

Pertanian

Bekerjasama dengan BPTP

untuk melakukan pihak

yang bertugas di lokasi

penelitian (BPTP,

penyuluh) pengamatan.

Page 22: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

16

V. TENAGA DAN ORGANISASI PELAKSANAAN

5.1. Tenaga yang terlibat dalam penelitian

Nama lengkap, gelar dan NIP

Jabatan Kedudukan

dalam

RPTP/ROPP

Alokasi

waktu

(OB) Fungsional Struktural

Dr. Ir. I Wayan Suastika, M.Si

NIP. 19610815 199003 1 001 Peneliti Muda Kesuburan Tanah

Pj. RPTP

6

Dr. IGM Subiksa

NIP. 1960

Peneliti

Madya Kesuburan Tanah

PJ ROPP 6

Dr. Umi Haryati

NIP. 1960101719890320

Peneliti

Madya Konservasi Tanah

PJ ROPP 6

Yoyo Soelaeman, MS

NIP.195402011982021001

Peneliti

Utama Konservasi Tanah

Anggota 3

Ir. Deddy Erfandi

NIP. 1958

Peneliti

Madya Konservasi Tanah

Anggota 3

Dr. Irawan

NIP

Peneliti

Utama Konservasi Tanah

Anggota 3

Ir. Joko Purnomo, Msi

NIP. 19611201 198803 1 011

Peneliti

Madya

Kesuburan Tanah Anggota 2

Tia Rostaman, Ssi

NIP. 19791112 200910 1 001

Peneliti

Pertama Kimia Tanah

Anggota 4

Edi Soemantri

NIP.

Litkayasa Kesuburan Tanah Anggota 4

Mulyadi

NIP. 19620807 198503 1 003

Litkayasa Kesuburan Tanah Anggota 4

Ety Suhaeti

NIP. 19600324 198203 2 003

PUMK Kesuburan Tanah Anggota 6

Narasumber :

Dr. Ir. Husnain, MP, M.Sc

NIP. 19630702 198903 1 002

Ka Balai - Nara

Sumber

1

Page 23: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

17

5.2. Jangka waktu kegiatan

Kegiatan Bulan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Pembuatan proposal dan rencana

kegiatan xx

2. Kegiatan desk work xx xx

3. Pemilihan lokasi xx xx

4. Persiapan (bahan penelitian

formulasi pupuk dan pembenah

tanah

xx xx xx

5. Pelaksanaan penelitian lapangan xx xx xx xx xx xx xx xx

6. Pengamatan xx xx xx xx xx xx xx xx xx

7. Analisis data dan pelaporan xx xx xx xx xx

5.3. Pembiayaan

MAK Tolok ukur Triwullan (X 1000)

Total I II III IV

521211 Belanja Bahan 1.500 1.500 1.500 1.500 6.000

- Fotocopi, penggandaan, penjilidan 1.500 1.500 1.500 1.500 6.000

521213 Honor output kegiatan 29.125 29.125 29.125 29.125 116.500

Honorarium Pembantu Lapangan 20.000 20.000 20.000 20.000 80.000

Upah analisis 9.125 9.125 9.125 9.125 36.500

521811

Belanja Barang Persediaan Barang

Konsumsi 24.375 24.375 24.375 24.375 97.500

- ATK dan kompoter supplier 1.875 1.875 1.875 1.875 7.500

- Bahan penunjng lapang 15.000 15.000 15.000 15.000 60.000

- Bahan kimia 7.500 7.500 7.500 7.500 30.000

524111 Biaya perjalanan biasa 57.500 57.500 57.500 57.500 230.000

Total 450.000

Page 24: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

18

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2017. Mengoptimalkan Lahan Tadah Hujan Dengan Varietas Jagung Yang Tepat

Dan

Tangguh.(http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id

=557:mengoptimalkan-lahan-tadah-hujan-dengan-varietas-jagung-yang-tepat-dan-

tangguh&catid=577:mengoptimalkan-lahan-tadah-hujan-dengan-varietas-

j&Itemid=156). 28 Agustus 2017.

Balai Penelitian Tanah. 2012. Pembenah Tanah Biochar/Arang. Leaflet. Badan Litbang

Pertanian. Kementrian Pertanian.

Dariah, A., Sutono dan N. L. Nurida. 2010. Penggunaan Pembenah Tanah Organik dan

Mineral untuk Perbaikan Kualitas Tanah Typic Kanhapludults Tamanbogo Lampung.

Jurnal Tanah dan Iklim No 31, Juli 2010. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan

Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian.

Dariah, A., dan N. L. Nurida. 2011. Formula Pembenah Tanah Diperkaya Humat untuk

Meningkatkan Produktivitas Tanah Ultisol Taman Bogo Lampung. Jurnal Tanah dan

Iklim No 33, Juli 2011. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Badan

Litbang Pertanian. Kementrian Pertanian.

Gomez, K.A., and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agriculture Research. An

International Rice Research Institute Book.John Wiley and Sons.

Humas Balitsa. 2014. Sayuran Melimpah di Lahan Tadah Hujan dengan Air Embung.

http://balitsa.litbang.pertanian.go.id/ind/index.php/berita-terbaru/321. 28 Agustus

2017

IWMI. 2010. Managing Water for Rainfed Agriculture. International Water Management

Institute. 2010. Issue 10

Kasno, A., Diah Setyorini, dan Nurjaya. 2003. Status C-organik lahan sawah diIndonesia.

Pros. HITI, Padang

Molden, D. (Ed). 2007. Water for food, Water for life: A Comprehensive Assessment of

Water Management in Agriculture.Earthscan/IWMI, 2007.

Nurida, N.L. A. Dariah dan A, Rachman. 2008. Kualitas limbah pertanian sebagai bahan

baku pembenah berupa biochar untuk rehabilitasi lahan. Prosiding Seminar Nasional

dan dialog Sumberdaya Lahan Pertanian. Tahun 2008. Hal 209-215.

Nurida, N.L., Sutono, A. Dariah dan A. Rachman. 2010. Efikasi Formula pembenah tanah

dalam berbagai bentuk (serbuk, granul, dan pelet) dalam meningkatkan kualitas

lahan kering masam terdegradasi. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan

Pertanian. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Suriadikarta, D.A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatiek. 2002. Teknologi Pengelolaan

Bahan Organik Tanah. Buku Teknologi Pengelolaan Lahan Kering menuju Pertanian

Produktif dan Ramah Lingkungan. Puslitbangtanak.. Hal 183-238.

Suriadikarta, D. A., T. Prihatini, D. Setyorini, dan W. Hartatik. 2005. Teknologi pengelolaan

bahan organik tanah. Hlm. 169 - 222 Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering.

Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen

Pertanian.

Sutono, S. dan N.L. Nurida. 2012. Kemampuan Biochar memegang air pada tanah

bertekstur pasir. J. Ilmu Kealaman. Univ. Tribuana Tunggadewi. Malang

Page 25: SISTEM PENGELOLAAN LAHAN TADAH HUJAN MENDUKUNG ...balittanah.litbang.pertanian.go.id/ind/dokumentasi/lainnya/apbn2018/rptp/RPTP LTH 2018.pdfmeningkatkan produktivitas tanah dan tanaman

19

Sutono, S. dan U. Kurnia. 2012. Baku Mutu Tanah pada Lahan Terdegradasi di Daerah Aliran

Sungai Citanduy, Provinsi Jawa Barat. J. Tanah dan Pupuk.

Scott Pearson. Aplikasi Policy Analysis pada Pertanian Indonesia.Yayasan Obor

Indonesia.ISBN 9789794615126.(no 5)

Sudirman, S. Sutono, dan Ishak Juarsah. 2006.Penetapan retensi air tanah di laboratorium.

Halaman 167-176 dalam F. Agus et.als (Eds)Sifat Fisika Tanah dan cara

Penetapannnya. BB Litbang SDLP, Balitbangtan, Deptan.

Sutono, S dan F. Agus. 1998. Pengaruh pembenah tanah terhadap hasil kedelai di Cibugel,

Sumedang. hlm. 379-386. dalam Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan.

Cisarua-Bogor, 9-11 Februari 1999.

Sutono dan N.L. Nurida. 2012. Kemampuan biochar memegang air pada tanah bertekstur

pasir. Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Kelaman: Buana Sains. Tribhuana Press.Vol 12:No.

1. Hal: 45-52