vppj bppv aries
TRANSCRIPT
TUGAS
Vertigo Posisional Paroksismal Jinak: Karakteristik Klinik dan Manajemennya
Disusun untuk melaksanakan tugas Kepaniteraan Klinik MadyaLab/SMF Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan FK UNEJ - RSD
dr.Soebandi Jember
Oleh :Aries Rahman Hakim, S.Ked
08211101017
Pembimbing :dr. Maria Kwarditawati, Sp.THT-KL
SMF ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG,
TENGGOROKAN RSD dr. SOEBANDI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
1
BAB I. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam praktek, sering
digambarkan sebagai rasa berputar, rasa oleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness)
atau rasa pusing (dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agar
tidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutama karena dikalangan
awam kedua istilah tersebut (pusing dan nyeri kepala) sering digunakan secara
bergantian.
Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yang artinya memutar-merujuk
pada sensasi berputar sehingga mengganggu rasa keseimbangan seseorang,
umumnya disebabkan gangguan sistim keseimbangan. Benign Paroxysmal
Positional Vertigo (BPPV) didefinisikan sebagai vertigo dengan nistagmus
vertikal, horizontal atau rotatoar yang dicetuskan oleh perubahan posisi kepaia.
Terdapat masa laten sebelum timbulnya nistagmus, reversibilitas, kresendo,
dan fenomena kelelahan (fatigue). Lama nistagmus terbatas, umumnya kurang
dari 30 detik. BPPV dikenal juga dengan nama vertigo postural atau kupulolitiasis,
merupakan gangguan keseimbangan perifer yang sering dijumpai.
1.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Keseimbangan Perifer
Alat vestibuler terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh tulang
yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga
dalam, tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin
terdiri atas labirin tulang dan labirin membrane. Labirin membrane terletak dalam
labirin tulang dan bentuknya hampir menurut bentuk labirin tulang. Antara
labirin membrane dan labirin tulang terdapat perilimf, sedang endolimf terdapat
didalam labirin membrane.
Berat jenis endolimf lebih tinggi daripada cairan perilimf. Ujung saraf
vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung dalam perilimf, yang
2
berada pada labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari tiga kanalis semisirkularis,
yaitu horizontal (lateral), anterior (superior), posterior (inferior). Selain ke tiga
kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus.
Gambar 1. Right membranous labyrinth
Labirin juga dapat dibagi kedalam dua bagian yang saling berhubungan,
yaitu:
1. Labirin anterior yang terdiri atas kokhlea yang berperan dalam
pendengaran.
2. Labirin posterior, yang mengandung tiga kanalis semisirkularis,
sakulus dan utrikulus. Berperan dalam mengatur keseimbangan. (di
utrikulus dan sakulus sel sensoriknya berada di makula, sedangkan
di kanalis sel sensoriknya berada di krista ampulanya)
Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan
disekitarnya tergantung kepada inputbsensorik dari reseptor vestibuler di labirin,
organ visial dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik
tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh
pada saat itu.
3
Reseptor sistem ini adalah sel rambut yang terletak dalam krista kanalis
semisirkularis dan makula dari organ otolit. Secara fungsional terdapat dua
jenis sel. Sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya
terhadap percepatan sudut, sedangkan sel-sel pada organ otolit peka terhadap
gerak linier, khususnya percepatan inier dan terhadap perubahan posisi kepala
relatif terhadap gravitasi. Perbedaan kepekaan terhadap percepatan sudut dan
percepatan linier ini disebabkan oleh geometridari kanalis dan organ otolit
serta ciri-ciri fisik dari struktur-struktur yang menutupi sel rambut.
Sel rambut
Secara morfologi sel rambut pada kanalis sangat serupa dengan sel rambut
pada organ otolit. Masing-masing sel rambut memiliki polarisasi struktural yang
dijelaskan oleh posisi dari stereosilia relatif terhadap kinosilim. Jika suatu gerakan
menyebabkan stereosilia membengkok kearah kinosilium, maka sel-sel rambut
akan tereksitasi. Jika gerakan dalam arah yang berlawanan sehingga stereosilia
menjauh dari kinosilium maka sel-sel rambut akan terinhibisi.
Kanalis semisirkularis
Polarisasi adalah sama pada seluruh sel rambut pada tiap kanalis, dan pada
rotasi sel-sel dapat tereksitasi ataupun terinhibisi. Ketiga kanalis hampir tegak
lurus satu dengan yang lainnya, dan masing-masing kanalis dari satu telinga
terletak hampir satu bidang yang sama dengan kanalis telinga satunya. Pada waktu
rotasi, salah satu dari pasangan kanalis akan tereksitasi sementara yang satunya
akan terinhibisi. Misalnya, bila kepala pada posisi lurus normal dan terdapat
percepatan dalam bidang horizontal yang menimbulkan rotasi ke kanan, maka
serabut-serabut aferen dari kanalis hirizontalis kanan akan tereksitasi, sementara
serabut-serabut yang kiri akan terinhibisi. Jika rotasi pada bidang vertikal
misalnya rotasi kedepan, maka kanalis anterior kiri dan kanan kedua sisi akan
tereksitasi, sementara kanalis posterior akan terinhibisi.
Organ otolit
4
Ada dua organ otolit, utrikulus yang terletak pada bidang kepala yang
hampir horizontal, dan sakulus yang terletak pada bidang hampir vertikal.
Berbeda dengan sel rambut kanalis semisirkularis, maka polarisasi sel rambut
pada organ otolit tidak semuanya sama. Pada makula utrikulus, kinosilium
terletak di bagian samping sel rambut yang terdekat dengan daerah sentral yaitu
striola. Maka pada saat kepala miring atau mengalami percepatan linier, sebagian
serabut aferen akan tereksitasi sementara yang lainnya terinhibisi. Dengan
adanya polarisasi yang berbeda dari tiap makula, maka SSP mendapat informasi
tentang gerak linier dalam tiga dimensi, walaupun sesungguhnya hanya ada dua
makula.
Hubungan-hubungan langsung antara inti vestibularis dengan motoneuron
ekstraokularis merupakan suatu jaras penting yang mengendalikan gerakan
mata dan refleks vestibulo-okularis (RVO). RVO adalah gerakan mata
yang mempunyai suatu komponen lambat berlawanan arah dengan putaran
kepala dan suatu komponen cepat yang searah dengan putaran kepala.
Komponen lambat mengkompensasi gerakan kepal dan berfungsi menstabilkan
suatu bayangan pada retina. Komponen cepat berfungsi untuk kembali
mengarahkan tatapan ke bagian lain dari lapangan pandang. Perubahan arah
gerakan mata selama rangsangan vestibularis merupakan suatu contoh dari
nistagmus normal.
1.3 Etiologi
Pada sekitar 50% kasus, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).
Beberapa kasus BPPV dijumpai setelah mengalami jejas atau trauma kepala atau
leher, infeksi telinga tengah atau operasi stapedektomi dan proses degenerasi pada
telinga dalam juga merupakan penyebab BPPV sehingga insiden BPPV
meningkat dengan bertambahnya usia.
Banyak BPPV yang timbul spontan, disebabkan oleh kelainan di otokonial
5
berupa deposit yang berada di kupula bejana semisirkularis posterior. Deposit ini
menyebabkan bejana menjadi sensitif terhadap perubahan gravitasi yang
menyertai keadaan posisi kepala yang berubah.
1.4 Perjalanan penyakit
Perjalanan penyakit dari BPPV sangat bervariasi. Pada sebagian besar
kasus gangguan menghilang secara spontan dalam kurun waktu beberapa minggu,
namun dapat kambuh setelah beberapa waktu, bulan atau tahun kemudian. Ada
pula penderita yang hanya satu kali mengalaminya. Sesekali dijumpai penderita
yang kepekaannya terhadap vertigo posisional berlangsung lama.
Serangan vertigo umumnya berlangsung singkat, kurang dari 1 menit.
Namun, bila ditanyakan kepada penderita, mereka menaksirnya lebih lama sampai
beberapa menit. Bila serangan vertigo datang bertubi-tubi, hal ini mengakibatkan
penderitanya merasakan kepalanya menjadi terasa ringan, merarsa tidak stabil,
atau rasa mengambang yang menetap selama beberapa jam atau hari.
BPPV sering dijumpai pada kelompok usia menengah yaitu pada usia
40- an dan 50-an tahun. Wanita agak lebih sering daripada pria. BPPV
jarang dijumpai pada anak atau orang yang sangat tua. Nistagmus kadang
dapat disaksikan waktu terjadinya BPPV dan biasanya bersifat torsional
(rotatoar).
1.5 Patofisiologi
Pada telinga dalam terdapat 3 kanalis semisirkularis. Ketiga kanalis
semisirkularis tersebut terletak pada bidang yang saling tegak lurus satu sama lain.
Pada pangkal setiap kanalis semisirkularis terdapat bagian yang melebar yakni
ampula. Di dalam ampula terdapat kupula, yakni alat untuk mendeteksi gerakan
cairan dalam kanalis semisirkularis akibat gerakan kepala. Sebagai contoh, bila
seseorang menolehkan kepalanya ke arah kanan, maka cairan dalam kanalis
semisirkularis kanan akan tertinggal sehingga kupula akan mengalami defleksi ke
6
arah ampula. Defleksi ini diterjemahkan dalam sinyal yang diteruskan ke otak
sehingga timbul sensasi kepala menoleh ke kanan. Adanya partikel atau debris
dalam kanalis semisirkularis akan mengurangi atau bahkan menimbulkan defleksi
kupula ke arah sebaliknya dari arah gerakan kepala yang sebenarnya. Hal ini
menimbulkan sinyal yang tidak sesuai dengan arah gerakan kepala, sehingga
timbul sensasi berupa vertigo.
Terdapat 3 teori yang menjelaskan patofisiologi BPPV, yakni teori
kupulolitiasis, kanalolitiasis dan canalith jam
Teori Kupulolitiasis
Pada tahun 1962, Schuknecht mengajukan teori kupulolitiasis untuk
menjelaskan patofisiologi BPPV. Kupulolitiasis adalah adanya partikel yang
melekat pada kupula krista ampularis. Schuknecht menemukan partikel
basofilik yang melekat pada kupula melalui pemeriksaan fotomikrografi. Dengan
adanya partikel ini maka kanalis semisirkularis menjadi lebih sensitif terhadap
gravitasi. Teori ini dapat dianalogikan sebagai adanya suatu benda berat yang
melekat pada puncak sebuah tiang. Karena berat benda tersebut, maka posisi tiang
menjadi sulit untuk tetap dipertahankan pada posisi netral. Tiang tersebut akan
lebih mengarah ke sisi benda yang melekat. Oleh karena itu kupula sulit untuk
kembali ke posisi netral. Akibatnya timbul nistagmus dan pening (dizziness).
Teori Kanalitiasis
Teori ini dikemukakan olleh Epley pada tahun 1980. Menurutnya gejala
BPPV disebabkan oleh adanya partikel yang bebas bergerak (canalith) di dalam
kanalis semisirkularis. Misalnya terdapat kanalit pada kanalis semisirkularis
posterior. Bila kepala dalam posisi duduk tegak, maka kanalit terletak pada posisi
terendah dalam kanalis semisirkularis posterior. Ketika kepala direbahkan hingga
posisi supinasi, terjadi perubahan posisi sejauh 90°. Setelah beberapa saat,
gravitasi menarik kanalit hingga posisi terendah. Hal ini menyebabkan endolimfa
dalam kanalis semisirkularis menjauhi ampula sehingga terjadi defleksi kupula.
Defleksi kupula ini menyebabkan terjadinya nistagmus. Bila posisi kepala
7
dikembalikan ke awal, maka terjadi gerakan sebaliknya dan timbul pula nistagmus
pada arah yang berlawanan.
Teori ini lebih menjelaskan adanya masa laten antara perubahan posisi
kepala dengan timbulnya nistagmus. Parnes dan McClure pada tahun 1991
memperkuat teori ini dengan menemukan adanya partikel bebas dalam kanalis
semisirkularis poster. Saat melakukan operasi kanalis tersebut.
Bila terjadi trauma pada bagian kepala, misalnya, setelah benturan keras,
otokonia yang terdapat pda utikulus dan sakulus terlepas. Otokonia yang
terlepas ini kemudian memasuki kanalis semisirkularis sebagai kanalit. Adanya
kanalit didalam kanalis semisirkularis ini akan memnyebabkan timbulnya keluhan
vertigo pada BPPV. Hal inilah yang mendasari BPPV pasca trauma kepala.
Gambar 2. Patofisiologi
Teori Canalith Jam
Suatu teori yang menjelaskan adanya keadaan yang lebih jarang lagi, yaitu
apabila adanya otolith yang terjebak / terapit dalam kanal atau cupula.
8
1.6 Diagnosis
1. Gejala Klinis
BPPV terjadi secara tiba-tiba. Kebanyakan pasien menyadari saat bangun
tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan
pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda
waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing
berputar. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada
awalnya dan menghilang setelah 30 detik sedangkan serangan berulang
sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga
berbulan-bulan.
Pada banyak kasus, BPPV dapat mereda sendiri namun berulang di
kemudian hari. Bersamaan dengan perasaan pusing berputar, pasien dapat
mengalami mual dan muntah. Sensasi ini dapat timbul lagi bila kepala
dikembalikan ke posisi semula, namun arah nistagmus yang timbul adalah
sebaliknya.
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat
ditegakkan dengan memprovoksi dan mengamati respon nistagmus yang
abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat.
Pemeriksaan dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau perasat Sidelying. Dix dan
Hallpike mendeskripsikan tanda dan gejala BPPV sebagai berikut : 1) terdapat
posisi kepala yang mencetuskan serangan; 2) nistagmus yang khas; 3)
adanya masa laten; 4) lamanya serangan terbatas; 5) arah nistagmus berubah bila
posisi kepala dikembalikan ke posisi awal; 6) adanya fenomena kelelahan/fatique
nistagmus bila stimulus diulang.
2. Pemeriksaan fisik dan penunjang.
Diagnosis BPPV pada kanalis posterior dan anterior dapat
ditegakkan dengan cara memprovokasi dan mengamati respon nistagmus yang
abnormal dan respon vertigo dari kanalis semisirkularis yang terlibat. Pemeriksaan
dapat memilih perasat Dix-Hallpike atau Sidelying. Perasat Dix-hallpike lebih
9
sering digunakan karena pada perasat tersebut posisi kepala sangat sempurna
untuk Canalith Repositioning Treatment (CRT). Pada pasien BPPV parasat
Dix-Hallpike akan mencetuskan vertigo (perasaan pusing berputar) dan nistagmus.
Pada saat perasat provokasi dilakukan, pemeriksa harus mengobservasi
timbulnya respon nistagmus pada kacamata Frenzel yang dipakai oleh pasien
dalam ruangan gelap, lebih baik lagi bila direkam dengan system video infra
merah (VIM). Penggunaan VIM memungkinkan penampakan secara simultan dari
beberapa pemeriksaan dan rekaman dapat disimpan untuk penayangan ulang.
Gambar 3. Kacamata Video Frenzel
1. Pemeriksaan Perasat Dix-Hallpike
Merupakan pemeriksaan klinis standar untuk pasien BPPV.
Perasat Dix-Hallpike secara garis besar terdiri dari dua gerakan yaitu
perasat DixHallpike kanan pada bidang kanal anterior kiri dan kanal
posterior kanan dan perasat Dix- Hallpike kiri pada bidang
posterior kiri. Untuk melakukan perasat Dix-Hallpike kanan, pasien
duduk tegak pada meja pemeriksaan dengan kepala menoleh 450 ke
kanan. Dengan cepat pasien dibaringkan dengan kepala tetap miring 450
ke kanan sampai kepala pasien menggantung 20-300 pada ujung meja
pemeriksaan, tunggu 40 detik sampai respon abnormal timbul.
Penilaian respon pada monitor dilakukan selama ±1 menit atau sampai
respon menghilang. Setelah tindakan pemeriksaan ini dapat langsung
10
dilanjutkan dengan Canalith Repositioning Treatment (CRT). Bila tidak
ditemukan respon yang abnormal atau bila perasat tersebut tidak
diikuti dengan CRT, pasien secara perlahan-lahan didudukkan
kembali. Lanjutkan pemeriksaan dengan perasat Dix-Hallpike kiri
dengan kepala pasien dihadapkan 450 ke kiri, tunggu maksimal 40
detik sampai respon abnormal hilang. Bila ditemukan adanya respon
abnormal, dapat dilanjutkan dengan CRT, bila tidak ditemukan respon
abnormal atau bila tidak dilanjutkan dengan tindakan CRT, pasien secara
perlahan-lahan didudukkan kembali.
Gambar 4. Perasat Dix-Hallpike
2. Pemeriksaan Perasat Sidelying
Terdiri dari dua gerakan yaitu perasat sidelying kanan yang
menempatkan kepala pada posisi di mana kanalis anterior kiri/kanalis
posterior kanan pada bidang tegak lurus garis horizontal dengan kanal
posterior pada posisi paling bawah, dan perasat sidelying kiri yang
menempatkan kepala pada posisi dimana kanalis anterior kanan dan
kanalis posterior kiri pada bidang tegak lurus garis horizontal
dengan kanal posterior pada posisi paling bawah. Pasien duduk pada
meja pemeriksaan dengan kaki menggantung di tepi meja , kepala
ditegakkan ke sisi kanan, tunggu 40 detik sampai timbul respon
11
abnormal. Pasien kembali ke posisi duduk untuk untuk dilakukan
perasat sidelying kiri, pasien secara cepat dijatuhkan ke sisi kiri dengan
kepala ditolehkan 450 ke kanan. Tunggu 40 detik sampai timbul respon
abnormal.
Gambar 5. Perasat Sidelying
RESPON ABNORMAL
Pada orang normal nistagmus dapat timbul pada saat gerakan
provokasi ke belakang, nmun saat gerakan selesai dilakukan tidak tampak
lagi nistagmus. Pada pasien VPPJ setelah provokasi ditemukan nistagmus
yang timbul lambat, ± 40 detik, kemudian nistagmus menghilang kurang
dari 1 menit jika penyebabnya kanalitiasis, pada kupololitiasis nistagmus
dapat terjadi lebih dari 1 menit, biasanya serangan vertigo berat dan timbul
bersamaan dengan nistagmus.
Pemeriksa dapat mengidentifikasi jenis kanal yang terlibat dengan
mencatat arah fase cepat nistagmus yang abnormal dengan mata pasien
menatap lurus ke depan.
· Fase cepat ke atas, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kanan
· Fase cepat ke atas, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada kanalis
posterior kiri
12
· Fase cepat ke bawah, berputar ke kanan menunjukkan VPPJ pada
kanalis anterior kanan.
· Fase cepat ke bawah, berputar ke kiri menunjukkan VPPJ pada
kanalis anterior kiri
Respon abnormal diprovokasi oleh perasat Dix-Hallpike/ sidelying
pada bidang yang sesuai dengan kanal yang terlibat.
Pemeriksaan Elektronistagmografi (ENG) tidak dapat memperlihatkan
nistagmus jenis rotatoar yang dapat ditemukan pada penderita BPPV. ENG
berguna dalam deteksi adanya nistagmus dan waktu timbulnya pada nistagmus jenis
lain. Tes kalori akan menunjukkan hasil yang normal. BPPV dapat dijumpai pada
telinga yang tidak menunjukkan adanya respon terhadap tes kalori. Hal ini
disebabkan tes kalori menguji kanalis semisirkularis (KSS) horizontal. KSS
Horizontal dan posterior memiliki persarafan dan suplai pembuluh darah yang
berbeda. Dengan demikian BPPV yang timbul pada pasien yang tidak
memberikan respon pada tes kalori disebabkan oleh kanalit pada KSS
posterior atau anterior.
1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan BPPV meliputi observasi, obat-obatan untuk menekan
fungsi vestibuler (vestibulosuppressan), reposisi kanalit dan pembedahan. Dasar
pemilihan tata laksana berupa observasi adalah karena BPPV dapat mengalami
resolusi sendiri dalam waktu mingguan atau bulanan. Oleh karena itu sebagian
ahli hanya menyarankan observasi. Akan tetapi selama waktu observasi tersebut
pasien tetap menderita vertigo. Akibatnya pasien dihadapkan pada kemungkinan
terjatuh bila vertigo tercetus pada saat ia sedang beraktivitas.
Obat-obatan penekan fungsi vestibuler pada umumnya tidak
menghilangkan vertigo. Istilah “vestibulosuppresant” digunakan untuk obat-
obatan yang dapat mengurangi timbulnya nistagmus akibat ketidakseimbangan
13
sistem vestibuler. Pada sebagian pasien pemberian obat-obat ini memang
mengurangi sensasi vertigo, namun tidak menyelesaian masalahnya. Obat-obat ini
hanya menutupi gejala vertigo. Pemberian obat-obat ini dapat menimbulkan efek
samping berupa rasa mengantuk. Obat-obat yang diberikan diantaranya diazepam
dan amitriptilin. Betahistin sering digunakan dalam terapi vertigo. Betahistin
adalah golongan antihistamin yang diduga meningkatkan sirkulasi darah ditelinga
dalam dan mempengaruhi fungsi vestibuler melalui reseptor H3.
Tiga macam perasat dilakukan umtuk menanggulangi BPPV adalah CRT
(Canalith Repositioning Treatment) , perasat liberatory dan latihan Brandt-Daroff.
Reposisi kanalit dikemukakan oleh Epley. Prosedur CRT merupakan prosedur
sederhana dan tidak invasif. Dengan terapi ini diharapkan BPPV dapat
disembuhkan setelah pasien menjalani 1-2 sesi terapi. CRT sebaiknya dilakukan
setelah perasat Dix-Hallpike menimbulkan respon abnormal. Pemeriksa dapat
mengidentifikasi adanya kanalithiasis pada kanal anterior atau kanal posterior
dari telinga yang terbawah. Pasien tidak kembali ke posisi duduk namun kepala
pasien dirotasikan tujuan untuk mendorong kanalith keluar dari kanalis
semisirkularis menuju ke utrikulus, tempat dimana kanalith tidak lagi
menimbulkan gejala. Bila kanalis posterior kanan yang terlibat maka harus
dilakukan tindakan CRT kanan.perasat ini dimulai pada posisi Dix-Hallpike
yang menimbulkan respon abnormal dengan cara kepala ditahan pada posisi
tersebut selama 1- 2menit, kemudian kepala direndahkan dan diputar secara
perlahan kekiri dan dipertahankan selama beberapa saat. Setelah itu badan
pasien dimiringkan dengan kepala tetap dipertahankan pada posisi menghadap
kekiri dengan sudut 450 sehingga kepala menghadap kebawah melihat lantai .
akhirnya pasien kembali keposisi duduk dengan menghadap kedepan. Setelah
terapi ini pasien dilengkapi dengan menahan leher dan disarankan untuk tidak
merunduk, berbaring, membungkukkan badan selama satu hari. Pasien harus
tidur pada posisi duduk dan harus tidur pada posisi yang sehat untuk 5 hari.
Perasat yang sama juga dapat digunakan pada pasien dengan kanalithiasis
pada kanal anterior kanan. Pada pasien dengan kanalith pada kanal anterior kiri
dan kanal posterior, CRT kiri merupakan metode yang dapat di gunakan yaitu
14
dimulai dengan kepala menggantung kiri dan membalikan tubuh kekanan
sebelum duduk.
Gambar 6. CRT kanan
15
Gambar 7. Catalith Reposition Treatment atau Epley maneuver
Gambar 8. Liberatory kanan
Perasat liberatory, yang dikembangkan oleh semont, juga dibuat untuk
memindahkan otolit (debris/kotoran) dari kanal semisirkularis. Tipe perasat yang
dilakukan tergantung dari jenis kanal mana yang terlibat. Apakah kanal anterior
atau posterior.
Bila terdapat keterlibatan kanal posterior kanan, dilakukan perasat
liberatory kanan perlu dilakukan. Perasat dimulai dengan penderita diminta untuk
duduk pada meja pemeriksaan dengan kepala diputar menghadap kekiri 450
pasien yang duduk dengan kepala menghadap kekiri secara cepat dibaringkan ke
sisi kanan dengan kepala menggantung ke bahu kanan. Setelah 1 menit pasien
digerakkan secara cepat ke posisi duduk awal dan untuk ke posisi side lying kiri
dengan kepala menoleh 450 kekiri. Pertahankan penderita dalam posisi ini selama
1 menit dan perlahan-lahan kembali keposisi duduk. Penopang leher kemudian
dikenakan dan diberi instruksi yang sama dengan pasien yang diterapi dengan
CRT.
Bila kanal anterior kanan yang terlibat, perasat yang dilakukan sama,
namun kepala diputar menghadap kekanan. Bila kanal posterior kiri yang terlibat,
perasat liberatory kiri harus dilakukan (pertama pasien bergerak ke posisi
16
sidelying kiri kemudian posisi sidelying kanan) dengan kepala menghadap ke
kanan. Bila kanal anterior kiri yang terlibat, perasat liberatory kiri dilakukan
dengan kepala diputar menghadap ke kiri.
Latihan Brandt Daroff merupakan latihan yang dilakukan di rumah oleh
pasien sendiri tanpa bantuan terapis. Pasien melakukan gerakan-gerakan posisi
duduk dengan kepala menoleh 450, lalu badan dibaringkan ke sisi yang
berlawanan. Posisi ini dipertahankan selama 30 detik. Selanjutnya pasien kembali
ke posisi duduk 30 detik. Setelah itu pasien menolehkan kepalanya 450 ke sisi
yang lain, lalu badan dibaringkan ke sisi yang berlawanan selama 30 detik.
Latihan ini dilakukan secara rutin 10-20 kali. 3 seri dalam sehari.
Gambar 9. Latihan Brandt-Daroff
Tindakan bedah hanya dilakukan bila prosedur reposisi kanalit gagal
dilakukan. Terapi ini bukan terapi utama karena terdapat risiko besar terjadinya
komplikasi berupa gangguan pendengaran dan kerusakan nervus fasialis.
Tindakan yang dapat dilakukan berupa oklusi kanalis semisirkularis posterior,
pemotongan nervus vestibuler dan pemberian aminoglikosida transtimpanik.
17