104068661 referat syok hemoragik

49
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Syok merupakan suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk memenuhi permintaan kebutuhan oksigen jaringan, sehingga mengakibatkan terjadinya hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia, pada syok terjadi gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan irreversible pada jaringan organ vital. Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya, syok dibagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok distributif dan syok obstruktif. Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran darah sistemik, penurunan nutrisi jaringan, penurunan

Upload: ariezta-kautsar-rahman

Post on 21-Dec-2015

45 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gdj

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Syok merupakan suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk

memenuhi permintaan kebutuhan oksigen jaringan, sehingga mengakibatkan

terjadinya hipoksia jaringan dan sel. Karena hipoksia, pada syok terjadi

gangguan metabolisme sel, sehingga dapat timbul kerusakan irreversible pada

jaringan organ vital. Berdasarkan hemodinamik dan mekanisme terjadinya,

syok dibagi menjadi syok kardiogenik, syok hipovolemik, syok distributif dan

syok obstruktif.

Secara patologis, apapun penyebabnya, syok menyebabkan penurunan

curah jantung. Penurunan curah jantung akan menyebabkan penurunan aliran

darah sistemik, penurunan nutrisi jaringan, penurunan nutrisi vaskuler,

peningkatan permeabilitas kapiler, penurunan volume darah yang kembali ke

jantung dan akhirnya akan lebih memperberat curah jantung.

Perdarahan merupakan keadaan darurat medis yang sering dihadapi oleh

dokter di ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif. Kondisi ini dapat

menyebabkan hilangnya secara cepat dan signifikan volume dari intravaskular

sehingga terjadi syok hipovolemik, yang juga dikenal sebagai syok

hemoragik.

Patofisiologi syok perdarahan adalah terjadi kekurangan volume

intravaskuler menyebabkan penurunan venous return sehingga terjadi

penurunan pengisian ventrikel, menyebabkan  penurunan stroke volume dan

cardiac output, sehingga  menyebabkan gangguan perfusi jaringan.

Resusitasi pada syok perdarahan  akan mengurangi angka kematian.

Pengelolaan syok perdarahan ditujukan untuk mengembalikan volume

sirkulasi, perfusi jaringan dengan mengoreksi hemodinamik, kontrol

perdarahan, stabilisasi volume sirkulasi, optimalisasi transpor oksigen  dan

bila perlu pemberian vasokonstriktor bila tekanan darah tetap rendah setelah

pemberian loading cairan. Pemberian cairan merupakan hal penting pada

pengelolaan syok perdarahan dimulai dengan pemberian kristaloid/koloid

dilanjutkan dengan transfusi darah komponen.

1.2. Tinjauan Pustaka

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk mengetahui definisi, klasifikasi,

patofisiologi, gejala klinis dan penatalaksanaan dari berbagai macam syok.

Selain itu, makalah ini akan membahas syok hipovolemik akibat perdarahan

secara lebih lengkap.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Syok

2.1.1. Definisi

Syok adalah suatu keadaan dimana aliran darah tidak memadai untuk

memenuhi permintaan kebutuhan oksigen jaringan. Hal ini didefinisikan

sebagai sebuah sindrom yang diawali oleh hipoperfusi akut, sehingga

terjadi hipoksia jaringan dan disfungsi organ vital. Syok membutuhkan

penanganan segera karena kondisi tubuh dapat memburuk dengan amat

cepat.

2.1.2. Klasifikasi, Patofisiologi dan Gejala Klinis

Syok dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

- Syok Kardiogenik

- Syok Obstruktif

- Syok Distributif

- Syok Hipovolemik

2.1.2.1. Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik didefinisikan sebagai kegagalan pompa

jantung ( pump failure ). Syok ini diakibatkan oleh terjadinya

penurunan daya kerja jantung yang berat, misalnya pada :

a) Penyakit jantung iskemik, seperti infark

b) Obat obat yang mendepresi jantung

c) Gangguan irama jantung

Patofisiologi syok kardiogenik

Syok kardiogenik terjadi akibat gagal ventrikel kiri

yang sangat berat, sehingga tekanan darah turun, tekanan kapiler

paru ( pulmonary capillary wedge pressure ) naik, disertai

oligouri dan vasokontriksi perifer, kesadaran yang menurun dan

asidosis metabolik. Syok kardiogenik paling sering disebabkan

oleh infark jantung akut dan kemungkinan terjadinya pada infark

akut 5-10 %. Syok merupakan komplikasi infark paling ditakuti

karena mempunyai mortalitas yang sangat tinggi 80-90 %. Dari

penelitian GUTSO didapatkan angka kematian dapat diturunkan

sampai 56 % ( dibandingkan 3 % kematian pada penderita tanpa

syok ).

Walaupun demikian syok kardiogenik masih

merupakan penyebab kematian yang terpenting pada penderita

infark yang dirawat di rumah sakit. Penyebab lain syok

kardiogenik adalah toksik karena obat – obatan seperti

adriamisin, infeksi seperti miokarditis, gangguan mekanik seperti

tamponade, akut mitral insufisiensi dan lain – lain. Pengobatan

dini pada infark jantung akut dapat menurunkan insidens syok

kardiogenik. Direk perkutaneus transluminal koroner angioplasti

pada infark jantung akut juga dapat menurunkan insidensi syok.

Gejala klinis dan Diagnosis

Diagnosis ditegakkan bila tekanan sistolik kurang dari

90 mmHg, disertai adanya oligouria, yaitu bila diuresis kurang

dari 20 – 30 cc/jam. Tidak ada penyebab lain dari hipotensi,

seperti perdarahan, diare, reaksi vagal, aritmia, obat obatan dan

dehidrasi. Biasanya penderita tampak gelisah, pucat, ekstremitas

dingin disertai sianosis perifer, kulit biasanya lembab dan dingin.

Kemungkinan adanya infark jantung akut didapatkan dari

riwayat penyakit adanya sakit dada yang khas, disertai

perubahan gambaran EKG yang khas dengan adanya gelombang

Q patologis dan segmen ST yang meningkat dan dengan

pemeriksaan enzim jantung, CPK, CKMB, SGOT, dan LDH

menunjukan kenaikan. Sering dijumpai tanda disfungsi ventrikel

kiri yang hebat, yaitu distensi vena leher dan tanda oedem paru

( dispneu, batuk dan ronki ).

2.1.2.2. Syok Obstruktif

Syok ini disebabkan oleh obstruksi aliran ke sirkulasi sentral,

antara lain terlihat pada :

Tamponade jantung

Pneumotoraks

Emboli paru

2.1.2.3. Syok Distributif

Syok distributif adalah syok yang terjadi akibat berkurangnya

tahanan / tonus pembuluh darah perifer, sehingga darah tidak

dapat terdistribusi ke seluruh tubuh. Syok ini terjadi pada :

Syok neurogenik

Cedera medulla spinalis atau batang otak

Syok anafilakis

Obat-obatan

Syok septik

2.1.2.3.1. Syok Septik

Merupakan syok yang disertai adanya infeksi. Syok

septik biasanya ditimbulkan oleh penyebaran endotoksin

bakteri gram negative (coli, proteus, pseudomonas,

enterokokus, aerobakteri), jarang terjadi karena toksin bakteri

gram positif (streptokokus, stafilokokus, Clostridium welchii).

Endotoksin basil gram negative ini menyebabkan vasodilatasi

kapiler dan peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan

kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan

terjadinya hipovolemia relatif, sedangkan peningkatan

permeabilitas kapiler menyebabkan kehilangan cairan

intravaskuler ke interstitial yang terlihat sebagai oedem.

Syok septik lebih mudah timbul pada pasien dengan

trauma, diabetes melitus, leukemia, granulositopenia berat,

penyakit saluran genitourinarius, atau yang mendapat

pengobatan kostikosteroid, obat penekan kekebalan, atau

radiasi. Faktor yang mempercepat syok septik ialah

pembedahan, atau manipulasi saluran kemih, saluran empedu,

dan ginekologik.

Patofisiologi syok septik

1. Pada stadium awal curah jantung meningkat, denyut jantung

lebih cepat dan tekanan arteri rata-rata turun. Kemudian

perjalanannya bertambah progresif dengan penurunan curah

jantung, karena darah balik berkurang (terjadi bendungan

darah dalam mikrosirkulasi dan keluarnya cairan dari

ruangan intravaskular karena permeabilitas kapiler

bertambah), yang ditandai dengan turunnya tekanan vena

sentral.

2. Hipertensi paru-paru oleh karena tahanan pembuluh darah

meuingkat disebabkan oleh sumbatan leukosit pada kapiler

paru-paru. Pada pasien yang sudah syok paru-paru ditandai

dengan gejala gagal paru-paru progresif, P02 arterial turun,

hiperventilasi, dispneu, batuk dan asidosis.

3. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi karena

pemacuan proses pembek-uan akibat kerusakan endotel

kapiler oleh infeksi bakteri.

Gejala klinis syok septik

1. Demam tinggi > 38.9°C. Sering diawali dengan menggigil,

kemudian suhu turun dalam beberapa jam ( jarang

hipotermi).

2. Takikardia.

3. Hipotensi (sistolik < 90 mmHg.

4. Petekia, leukositosis atau leukopenia yang bergeser ke kin,

trombositopenia.

5. Hiperventilaci dengan hipokapnia.

6. Gejala lokal misalnya nyeri tekan didaerah abdomen,

perirektal.

7. Syok septik harus dicurigai pada pasien dengan demam,

hipotensi, trombositopenia, atau koagulokasi intravaskular

yang tidak dapat diterangkan penyebabnya. Sedangkan nada

persangkaan infeksi harus segera dilakukan pemeriksaan

biakan kuman dan uji lainnya.

2.1.2.3.2. Syok Anafilatik

Syok anafilaktik merupakan suatu resiko

pemberian obat, baik merupakan suntikan atau cara

lain. Reaksi dapat berkembang menjadi suatu

kegawatan berupa syok, gagal napas, henti jantung,

dan kematian mendadak.

Patofisiologi

Syok anafilaktik merupakan bagian dari reaksi

anafilaktik sistemik berat. Terjadinya syok dapat

berlangsung dengan cepat. Kematian terjadi pada

penderita berusia di atas 20 tahun. Sedangkan

kematian pada anak biasanya disebabkan oleh edema

taring. Kematian pada usia dewasa biasanya

merupakan kombinasi syok, edema laring, dan mitmia

jantung. Syok anafilaktik dapat kambuh 2-24 jam

setelah kejadian pertama.

Obat-obat yang sering memberikan reaksi

anafilaktik adalah golongan antibiotik penisilin,

ampisilin, sefalosporin, neomisin, tetrasiklin,

kloramfenikol, sulfanamid, kanamisin, serum

antitetanus, serum antidifteri, dan antirabies.

Alergi terhaclap gigitan serangga, kuman-

kuman, insulin, ACTH, zat radiodiagnostik, enzim-

enzim, bahan darah, obat bius (prokain, lidokain),

vitamin, heparin, makan telur, susu, coklat, kacang,

ikan laut, mangga, kentang, dll, juga dapat

menyebabkan reaksi anafilaktik.

Gejala Klinis

1. Reaksi lokal : biasanya hanya urtikaria dan edema

setempat, tidak fatal.

2. Reaksi sistemik : biasanya mengenai saluran napas

bagian atas, system kardiovaskuler, gastrointestinal,

dan kulit. Reaksi tersebut dapat timbul segera atau

30 menit setelah terpapar antigen.

Menurut derajat keparahan :

Ringan : mata bengkak, hidung tersumbat, gatal-

gatal di kulit dan mukosa, bersin-bersin, biasanya

timbul 2 jam setelah terpapar alergen.

Sedang : gejalanya lebih berat, selain gejala di

atas, dapat pula terjadi bronkospasme, edema

laring, mual, muntah, biasanya terjadi dalam 2

jam setelah terpapar antigen.

Berat : terjadi langsung setelah terpapar dengan

alergen, gejala seperti reaksi tersebut di atas hanya

lebih berat yaitu bronkospasine, edema laring,

stridor, napas sesak, sianosis, henti jantung,

disfagia, nyeri perut, diare, muntah-muntah,

kejang, hipotensi, aritmia jantung, syok, dart

koma. Kematian disebabkan oleh edema laring

dan aritmia jantung.

2.1.2.4. Syok Hipovolemik

Syok hipovolemik disebut juga sebagai preload syok yang

ditandai dengan menurunnya volume intravaskular, baik karena

perdarahan maupun hilangnya cairan tubuh.

Penurunan volume intravaskular ini menyebabkan

penurunan volume interventrikuler kiri pada akhir diastol yang

akhirnya menyebabkan berkurangnya kontraktilitas jantung dan

menurunnya curah jantung.

Syok hipovolemik disebabkan oleh :

- Kehilangan darah, misalnya perdarahan.

- Kehilangan plasma, misalnya luka bakar.

- Dehidrasi, cairan yang masuk kurang ( misalnya puasa lama ),

cairan yang keluar banyak ( misalnya diare, muntah – muntah,

fistula, obstruksi usus dengan penumpukan cairan di lumen

usus ).

Syok Hipovolemik akibat Perdarahan ( Hemoragik )

a. Klasifikasi syok hemoragik

Pre syok ( compensated )

Terjadi apabila perdarahan kurang dari 15 % ( 750 ml )

volume darah. Pasien mengeluh pusing, takikardi ringan

dengan tekanan darah sistolik 90 – 100 mmHg,

Syok ringan ( compensated )

Terjadi apabila perdarahan 15 – 30 % ( 750 – 1500 )

volume darah. Timbul penurunan perfusi jaringan dan organ

non vital. Tidak terjadi perubahan kesadaran, volume urin

yang keluar normal atau sedikit berkurang, dan mungkin

( tidak selalu ) terjadi asidosis metabolik. Pasien juga akan

terlihat gelisah, berkeringat dingin, haus dan tekanan darah

sistolik 80 – 90 mmHg.

Syok sedang

Sudah terjadi penurunan perfusi pada organ yang tahan

terhadap iskemia waktu singkat ( hati, usus, dan ginjal ).

Sudah timbul oligouria ( urin kurang dari 0,5 ml/kgBB/jam )

dan asisdosis metabolik, tetapi kesadaran masih baik, dan

tekanan darah sistolik antara 70 – 80 mmHg.

Syok berat

Perfusi didalam jaringan otak dan jantung sudah tidak

adekuat. Mekanisme kompensasi vasokontriksi pada organ

dan jantung. Sudah terjadi anuria dan penurunan kesadaran (

delirium, stupor, koma ) dan sudah ada gejala hipoksia

jantung ( EKG abnormal, curah jantung turun ). Perdarahan

masif > 40 % dari volume darah dapat menyebabkan henti

jantung. Pada stadium akhir tekanan darah cepat menurun

( sistolik 0 – 40 mmHg ) dan pasien menjadi koma, lalu

disusul nadi menjadi tidak teraba, megap – megap dan

akhirnya terjadi mati klinis ( nadi tidak teraba, apneu ).

Henti jantung karena syok hemoragik adalah disosiasi

elektromaknetik ( kompleks gelombang EKG masih ada,

tetapi tidak teraba denyut nadi ), fibrilasi ventrikel dapat

terjadi pada pasien dengan penyakit jantung.

b. Patofisiologi syok hemoragik

Respon dini terhadap kehilangan darah adalah dengan

vasokontriksi progresif pada kulit, otot, dan sirkulasi viseral

( dalam rongga perut ) untuk menjamin arus darah ke ginajl,

jantung dan otak. Vasokontriksi bertujuan untuk menaikan

pre load. Karena cedera, respon terhadap berkurangya

volume darah yang akut adalah peningkatan denyut jantung

sebagai usaha untuk menjaga curah jantung. Pelepasan

kateklamin endogen meningkatkan resistensi pembuluh

darah perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah

diastolik dan mengurangi tekanan nadi, tetapi hanya sedikit

membantu peningkatan perfusi organ.

Hormon – hormon lain yang bersifat vasoaktif juga

dilepaskan kedalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok,

termasuk histamin, bbardikinin, beta endorfin, dan sejumlah

besar prostanoid dan sitokin – sitokin lain. Substansi ini

berdampak besar pada mikrosirkulasi dan permeabilitas

pembuluh darah. Pada syok perdarahan yang masih dini,

mekanisme kompensasi sedikit mengatur pengembalian

darah ( venous return ) dengan cara kontraksi volume darah

didalam sistem vena, yang tidak banyak membantu

memperbaiki tekanan sistemik. Cara paling efektif dalam

memulihkan curah jantung dan perfusi organ adalah dengan

memperbaiki volumenya.

Pada tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi

yang tidak adekuat tidak mendapat substrat esensial yang

diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan produksi

energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan

berpindah ke metabolisme anaerobik, dimana metabolisme

ini mengakibatkan pembentukan asam laktat dan kemudian

berkembang menjadi asidosis metabolik. Apabila syok

terjadi berkepanjangan dan penyampaian substrat untuk

pembentukan ATP ( adenosine triphosphate ) tidak

memadai, maka membran sel tidak dapat lagi

mempertahankan integritasnya dan gradien elektrik normal

hilang. Berdasarkan klasifikasi syok hemoragik, dapat

dijelaskan sebagai berikut :

- Pada syok ringan terjadi penurunan perfusi tepi pada

organ yang dapat bertahan lama terhadap iskemia ( kulit,

lemak, otot, dan tulang ), pH arteri masih normal.

- Pada syok sedang terjadi penurunan perfusi sentral pada

organ yang hanya tahan terhadap iskemia iskemia waktu

singkat ( hati, usus dan ginjal ), dan terjadi asidosis

metabolik.

- Pada syok berat sudah terjadi penurunan perfusi pada

jantung dan otak, asidosis metabolik berat dan mungkin

pula terjadi asidosis respiratorik.

c. Gejala klinis syok hemoragik

1. Syok ringan

Takikardia minimal, hipotensi sedikit.

Vasokontriksi tepi ringan : kulit dingin, pucat, basah.

Urin normal / sedikit berkurang. Pasien mengeluh

merasa dingin.

2. Syok sedang

Takikardia 100 – 120 x / menit. Hipotensi

sistolik 90 – 100 mmHg. Oligouria / anuria. Penderita

merasa haus.

3. Syok berat

Takikardia < 120 x / menit. Hipotensi sistolik <

60 mmHg. Pucat sekali. Anuria, agitasi, kesadaran

menurun.

Tabel 1. Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah

Tabel 2. Derajat dari Perdarahan

BAB III

PENATALAKSANAAN

Penanggulangan syok dimulai dengan tindakan umum yang bertujuan untuk

memperbaiki perfusi jaringan; memperbaiki oksigenasi tubuh; dan mempertahankan

suhu tubuh. Tindakan ini tidak bergantung pada penyebab syok. Diagnosis harus

segera ditegakkan sehingga dapat diberikan pengobatan kausal.

3.1. Prinsip Dasar Penanganan Syok

Tujuan utama pengobatan syok ialah melaliaikan penanganan awal dan

khusus untuk:

1. menstabilkan kondisi pasien,

2. memperbaiki volume cairan sirkulasi darah,

3. mengefisiensikan sistem sirkulasi darah.

Setelah pasien stabil tentukan penyebab syok.

3.2. Terapi Syok Secara Umum

3.1.1. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik diarahkan kepada diagnosis cedera yang

mengancam jiwa dan meliputi penilaian dari ABCDE. Mencatat tanda

vital awal (baseline recordings) penting untuk memantau respon

penderita terhadap terapi. Yang harus diperiksa adalah tanda-tanda vital,

produksi urin dan tingkat kesadaran. Pemeriksaan penderita yang lebih

rinci akan menyusul bila keadaan penderita mengijinkan.

1. Airway dan Breathing

Prioritas pertama adalah menjamin airway yang paten dengan

cukupnya pertukaran ventilasi clan oksigenasi. Diberikan tambahan

oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen lebih dari 95%.

2. Sirkulasi kontrol perdarahan

Termasuk dalam prioritas adalah mengendalikan perdarahan

yang jelas terlihat, memperoleh akses intravena yang cukup, dan

menilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka luar biasanya dapat

dikendalikan dengan tekanan langsung pada tempat perdarahan.

Cukupnya perfusi jaringan menentiikan jumlah cairan resusitasi

yang diperlukan. Mungkin diperlukan operasi untuk dapat

mengzndalikan perdarahan internal.

3. Disability-pemeriksaan neurologi

Dilakukan pemeriksaan neurologi singkat untuk menentukan

tingkat kesadaran, pergerakan mata dan respon pupil, fungsi

motorik dan sensorik. informasi ini bennanfaat dalam menilai

perfusi otak, mengikuti perkembarigan kelainan neurologi dan

meramalkan pemulihan. Perubahan fungsi sistem saraf sentral tidak

selalu disebabkan cedera intrakranial tetapi mungkin mencerminkan

perfusi otak yang kurang. Pemulihan perfusi dan oksigenasi otak

harus dicapai sebelum penemuan tersebut dapat dianggap berasal

dari cedera ititrakranial.

4. Exposure-pemeriksaan lengkap

Setelah mengurus prioritas-prioritas untuk menyelamatkan

jiwanya, penderita harus ditelanjangi dan diperiksa dari "ubun-ubun

sampai ke jari kaki" sebagai bagian dari mencari cedera. Bila

menelanjangi penderita, sangat penting mencegah hipotermia.

5. Pemasangan kateter urin

Kateterisasi kandung kencing memudahkan penilaian urin

akan adanya hematuria dan evaluasi dari perfusi ginjal dengan

memantau produksi urin.

3.1.2. Akses Pembuluh Darah

Harus segera didapatkan akses ke sistem pembuluh darah. Ini

paling baik dilakukan dengan memasukkan dua kateter intravena ukuran

besar (minimal 16 Gauge) sebelum dipertimbangkan jalur vena sentral.

Lebih baik kateter pendek dan kaliber besar agar dapat memasukkan

cairan dalam jumlah besar dengan cepat.

Tempat yang terbaik untuk jalur intravena bagi orang dewasa

adalah pembuluh darah lengan bawah. Kalau keadaan tidak

memungkinkan penggunaan pembuluh darah perifer, maka digunakan

akses pembuluh sentral ( vena-vena femoralis, jugularis atau vena

subclavia dengan kateter besar ). Seringkali akses vena sentral di dalam

situasi gawat darurat tidak dapat dilaksanakan dengan sempurna

ataupun tidak sepenuhnya steril, karena itu bila keadaan penderita sudah

memungkinkan, maka jalur vena sentral ini harus diubah atau

diperbaiki. Juga harus dipertimbangkan potensi untuk komplikasi yang

serius sehubungan dengan usaha penempatan kateter vena sentral, yaitu

pneumotoraks atau hemotoraks.

Pada anak-anak dibawah 6 tahun, teknik penempatan jarum

intraosseus harus dicoba sebelum menggunakan jalur vena sentral.

Kalau kateter intravena telah terpasang, diarnbil contoh darah untuk

jenis dan crossmatch, pemeriksaan laboratorium yang sesuai,

pemeriksaan toksikologi, dan tes kehamilan pada wanita usia subur.

Analisis gas darah arteri juga harts dilakukan pada saat ini. Foto toraks

harus diambil setelah pemasangan CVP pada vena subklavia atau vena

jugularis interna untuk mengetahui posisinya dan penilaian

kemungkinan terjadinya pneumotoraks atau hemotoraks.

3.1.3. Terapi Awal Cairan

Larutan elektrolit isotonik digunakan untuk resusitasi awal. Jenis

cairan ini mengisi intravaskuler dalam waktu singkat dan juga

menstabilkan volume vaskuler dengan cara menggantikar, kehilangan

cairan berikutnya ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Larutan

Ringer Laktat adalah cairan pilihan pertama. NaC1 fisiologis adalah

pilihan kedua. Walaupun NaC1 fisiologis merupakan cairan pengganti

yang baik namun cairan ini memiliki potensi untuk terjadinya asidosis

hiperkhloremik. Kemungkinan ini bertambah besar bila fungsi ginjalnya

kurang baik. Jumlah cairan dan darah yang diperlukan untuk resusitasi

sukar diramalkan pada evaluasi awal penderita.

Pada tabel di bawah, dapat dilihat cara menentukan jumlah cairan

dan darah yang mungkin diperlukan oleh penderita. Perhitungan kasar

untuk jumlah total volume kristaloid yang secara akut diperlukan adalah

mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml cairan

kristaloid, sehingga memungkinkan resusitasi volume plasma yang

hilang ke dalam ruang interstitial dan intraseluler. Ini dikenal dengan

sebagai hukum "3 untuk 1" Namun, lebih penting untuk menilai respon

penderita kepada resusitasi cairan dan bukti perfusi dan oksigenasi end-

organ yang memadai, misalnya keluaran urin, tingkat kesadaran dan

perfusi perifer.

Apabila pada waktu resusitasi jumlah cairan yang diperlukan

untuk memulihkan atau mempertahankan perfusi organ jauh melebihi

perkiraan tersebut, maka diperlukan penilaian ulang yang teliti dan

perlu mencari cedera yang belum diketahui atau penyebab lain untuk

syoknya.

RESPON CEPAT RESPON TANPA RESPON

Tanda vital Kembali ke normal Perbaikan

sementara, tensi

dan nadi kembali

Tetap abnormal

Kehilangan darah Minimal (10-20%) Sedang (20-40%) Berat (>40%)

Kebutuhan

kristaloid

Sedikit Banyak Banyak

Kebutuhan darah Sedikit Sedang-banyak Segera

Operasi Mungkin Sangat mungkin Emergensi

3.2. Terapi Kausal

3.2.1. Syok Hipovolemik

Perdarahan merupakan penyebab tersering dari syok pada pasien-

pasien trauma, baik oleh karena perdarahan yang terlihat maupun

perdarahan yang tidak terlihat.

Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, keeuali

jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat

berkurang. Respons tubuh terhadap perdarahan bergantung pada volume,

kecepatan, dan lama perdarahan. Bila volume intravaskular berkurang,

tubuh akan selalu berusaha untuk mempertahankan perfusi organ-organ

vital (jantung dan otak) dengan rnengorbankan perfusi organ lain seperti

ginjal, hati, dan kulit. Akan terjadi perubahan – perubahan hormonal

melalui sistem renin-angiotensin-aldosteron, sistem ADH, dan sistem

saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah

untuk mengembalikan volume intravaskular, dengan akibat terjadi

hemodilusi ( dilusi plasma protein dan hematokrit ) dan dehidrasi

interstitial.

Dengan demikian, tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan

adalah menormalkan kembali volume intravaskular dan interstitial. Bila

defisit volume intravaskular hanya dikoreksi dengan memberikan darah

maka masih tetap terjadi defisit interstitial, dengan akibat tanda – tanda

vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang kurang.

Pengembalian volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila

diberikan kombinasi cairan koloid ( darah plasma, dextran, dsb ) dan

cairan garam seimbang. Infus cairan tetap menjadi pilihan utama dalam

menangani pasien hamil. Bila telah jelas ada peningkatan isi nadi dan

tekanan darah, infus harus dilambatkan. Bahaya infus yang cepat adalah

oedem paru, terutama pasien geriatri. Perhatian harus ditunjukan agar

jangan sampai terjadi kelebihan cairan.

1. Catat tanda – tanda vital

2. Pasang infus dan ambil sampel darah untuk pemeriksaan lab

3. Pilih RL/NaCl 0,9 % tetes cepat ( 1000 – 2000 ml dalam 30 –

60 menit )

4. Jika hemodinamik membaik, infus dilambatkan dan tidak

perlu transfusi

5. Jika hemodinamik memburuk, teruskan cairan, jika membaik

tetapi Hb < 8 gr, Ht < 25 %, beri transfusi darah dan koloid,

begitu juga jika hemodinamik memburuk

Evaluasi Resusitasi Cairan dan Perfusi Organ

a. Umum

Tanda dan gejala perfusi yang tidak memadai, yang digunakan untuk

diagnosis syok, dapat juga digunakan untuk menentukan respon

penderita. Pulihnya tekanan darah ke normal, tekanan nadi dan denyut

nadi merupakan tanda positif yang menandakan perfusi sedang

kembali ke normal. Walaupun begitu, pengamatan tersebut tidak

memberi informasi tentang perfusi organ. Perbaikan pada status

sistem saraf sentral dan peredaran darah kulit adalah bukti penting

mengenai peningkatan perfusi, tetapi kuantitas sukar ditentukan.

b. Khusus

Kapilary refill time < 2 detik

MAP 65-70 mmHg

O2 sat  >95%

Urine output > 0.5 ml/kg/jam (dewasa) ; > 1 ml/kg/jam (anak)

Syok indeks =  HR/SBP     (normal 0.5-0.7)

CVP 8 to12 mm Hg

ScvO2  > 70%

3.2..2. Syok Septik

1. Terapi cairan

Pemberian cairan garam berimbang harus segera diberikan

pada saat syok sepsis. Pemberian cairan ini sebanyak 1 – 2 liter selama

30 – 60 menit dapat memperbaiki sirkulasi. Pemberian cairan

selanjutnya tergantung pengukuran tekanan vena sentral.

3. Obat inotropik

Dopamin sebaiknya diberikan bilamana keadaab syok tidak

dapat diatasi dengan pemberian cairan, tetapi tekanan vena sentral telah

kembali normal. Dopamin permulaan diberikan kurang dari 5

ug/kgBB/menit. Dengan dosis ini diharapkan aliran darah ginjal dan

mesentrik meningkat, serta memperbanyak produksi urin.

4. Antibiotika

Pemberian dosis antibiotika harus lebih tinggi dari dosis biasa

dan diberikan secara intravena. Kombinasi pemberian dua antibiotika

spektrum luas sangat dianjurkan karena dapat terjadi efek yang sinergis.

Misalnya pemberian Klindamisin dengan Aminoglikosida ( gentamisin

atau trobamisin ), sebagai terapi permulaan sebelum dilakukan uji

kepekaan bakteri.

3.2.3. Syok Kardiogenik

Semua pasien syok kardiogenik akibat infark miokard akut

sebaiknya segera dikirim ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas

untuk kateterisasi, angioplasti, dan operasi kardiovaskular. Tindakan

resusitasi dan suportif harus segera diberikan bersamaan pada saat

evaluasi diagnosis.

- Letakan pasien pada posisi terlentang, kecuali pasien dengan

penderita oedem paru berat. Pastikan jalan nafas tetap adekuat, bila

tidak sadar sebaiknya dilakukan intubasi.

- Catat tanda – tanda vital dan monitoring dengan EKG.

- Berikan oksigen 8 – 15 liter / menit dengan menggunakan masker

untuk mempertahankan PO2 70 – 120 mmHg.

- Letakan kanulasi tepi vena dengan kateter no. 20 dan berikan infus

dextrose 5 % perlahan, ambil sampel darah untuk pemeriksaan lab.

- Bari Natrium Bikarbonat 1 – 2 ampul IV perlahan – lahan untuk

mengkoreksi asidosis metabolik dan mempertahankan pH darah

diatas 7,34. Periksa AGD

- Bila klinis maupun radiologis tidak menunjukan oedem paru, beri

cairan garam fisiologis 100 ml perlahan untuk mengkoreksi

hipovolemia.

- Rasa nyeri akibat infark akut dapat memperberat syok yang ada

harus diatasi dengan pemberian morfin.

- Koreksi hipoksia, gangguan elektrolit, dan keseimbangan elektrolit

yang terjadi.

- Bila terjadi takiaritmia, harus segera diatasi.

- Jika pasien menunjukan adanya oedem paru, maka infus cairan harus

dihentikan dan keadaan pasien dievaluasi kembali. Berikan

furosemid dengan dosis 20 mg IV dan apabila tidak ada perbaikan

dalam 30 menit, tambahkan dosis hingga 40 mg.

Pada pa s i en dengan pe r fu s i j a r i ngan yang t i dak

adekua t dan volume intravaskular yang adekuat harus dicari

kemungkinan a d a n y a t a m p o n a d e j a n t u n g s e b e l u m

p e m b e r i a n o b a t - o b a t inotropik atau vasopresor dimulai.

Tamponade jantung akibat infark miokard memerlukan tindakan

volume expansion untuk mempertahankan preload yang adekuat dan

dilakukan perikardiosintesis segera.

Penggunaan trombolitik pada awal terapi infark miokard akan

mengurangi jumlah miokard yang mengalami nekrosis, sehingga insiden

sindrom syok kardiogenik akan berkurang.

H a r a p a n h i d u p j a n g k a p a n j a n g y a n g

m e n g e c e w a k a n d a r i   penanganan syok ka rd iogen ik ak iba t

i n f a rk mioka rd dengan t e r ap i med i s t e l ah mendorong

d i l akukannya t i ndakan bedah revaskularisasi dini pada pasien

yang telah stabil dengan terapi farmakologis. Guyton menyimpulkan

bahwa coronary - arterybypass surgery (CABS/CABG) merupakan terapi

pilihan padasemua pa s i en syok ka rd iogen ik ak iba t i n f a rk

mioka rd . CABS  juga dianjurkan pada pasien yang mengalami

kegagalan dengan t i n d a k a n a n g i o p l a s t i . T i n d a k a n o p e r a s i

d i l a k u k a n a p a b i l a didapatkan adanya kontraksi dari segmen yang tidak

mengalami infark dengan pembuluh darah yang stenosis.

Pada pasien syok kardiogenik dengan disfungsi miokard akibat

kerusakan miokard irreversibel, mungkin diperlukan tindakan

transplantasi jantung.

BAB IV

KESIMPULAN

Syok adalah kondisi mengancam jiwa yang dapat terjadi saat tubuh tidak

mendapat aliran darah yang adekuat. Hal ini dapat menyebabkan kegagalan fungsi

organ, oleh karena itu syok membutuhkan penanganan segera.

Secara umum penatalaksanaan syok adalah dengan cara memperbaiki perfusi

jaringan, mencari penyebab, mengatasi penyebab, mengatasi komplikasi dan

mempertimbangkan terpai lanjutan.

Terapi cairan resusitasi pada pasien syok hemoragik perlu mendapat perhatian

lebih serius untuk menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. Hal-hal yang

menjadi bahan pertimbangan:

Mengetahui stadium syok hipvolemik dan perubahan patofisiologi terkait

Deteksi dini compensated shock agar cairan bisa diberikan adekuat

Mengetahui berapa banyak cairan kristaloid/koloid diberikan

Indikasi transfusi darah

Bagaimana mengetahui keberhasilan resusitasi