20160708 rpm apotek 07.01.2016 edit 8 jan...
TRANSCRIPT
RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ..... TAHUN 2015
TENTANG
APOTEK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,
keterjangkauan, dan kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, perlu penataan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek;
b. bahwa Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat perlu disesuaikan dengan perkembangan dan kebutuhan hukum;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan tentang Apotek;
Mengingat : 1. Undang-Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541); 2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072);
Draft07Januari2016
2
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679);
5. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5607);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998
tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044);
8. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 59);
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 322);
Catt : Klarifikasi terkait pasal 32 poin a, pada saat peraturan ini berlaku pasal mana yang akan dicabut.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
1796/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 603);
Catt : Peraturan ini hanya untuk tenaga non medis dan non farmasi, perlu klarifikasi.
11. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
3
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 1162);
4
12. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 1508);
USULAN : Memasukkan UU No.35/2009 ttg Narkotika dan
UU No.5/1997 ttg Psikotropika
MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK
INDONESIA TENTANG APOTEK.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Apotek adalah fasilitas pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktik kefarmasian oleh Apoteker. 2. Fasilitas kefarmasian adalah fasilitas kesehatan yang digunakan
untuk melakukan praktik kefarmasian yang terdiri atas fasilitas produksi, fasilitas distribusi dan fasilitas pelayanan kefarmasian.
3. Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian.
4. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker.
5. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi dan Analis Farmasi.
6. Surat Tanda Registrasi Apoteker yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh konsil tenaga kefarmasian kepada tenaga kefarmasian yang telah diregistrasi.
7. Surat Izin Apotek yang selanjutnya disingkat SIA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai izin untuk menyelenggarakan Apotek
8. Surat Izin Praktik Apoteker yang selanjutnya disingkat SIP Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada Apoteker sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
9. Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian yang selanjutnya disingkat SIP TTK adalah bukti tertulis yang diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota kepada tenaga teknis kefarmasian sebagai pemberian kewenangan untuk menjalankan praktik.
5
10. Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan bagi pasien.
11. Sediaan Farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
12. Keadaan Gawat adalah kondisi dimana bilamana pasien tidak mendapatkan obat maka pasien tersebut akan mengalami gangguan kesehatan. Cocokkan dengan KBBI dan Kamus Kesehatan
13. Keadaan Darurat adalah keadaan dimana pasien kesulitan mendapatkan resep dokter. Cocokkan dengan KBBI dan Kamus Kesehatan
14. Keadaan gawat darurat adalah keadaan klinis pasien yang membutuhkan tindakan medis segera guna penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan lebih lanjut.
15. Pejabat Pemberi Izin adalah Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, atau Kepala instansi Pelayanan Perizinan Terpadu Kabupaten/Kota yang diberi kewenangan untuk memberikan izin.
16. Menteri adalah Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
17. Organisasi Profesi adalah Ikatan Apoteker Indonesia
Pasal 2
Pengaturan Apotek bertujuan untuk: a. meningkatkan kualitas pelayanan di Apotek; termasuk promotif,
preventif b. memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan di Apotek; dan c. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan di Apotek. d. menjamin ketersediaan sediaan farmasi di apotek bagi masyarakat
BAB II PERSYARATAN PENDIRIAN
Bagian Kesatu
Umum Pasal 3
(1) Apotek hanya dapat didirikan dan dipimpin oleh Apoteker. (2) Pendirian Apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dengan
modal sendiri, modal bersama atau modal dari pihak lain baik perorangan maupun badan usaha.
6
Pasal 4
Pendirian Apotek harus memenuhi persyaratan, meliputi: a. lokasi; b. bangunan; c. sarana, prasarana dan peralatan; dan d. ketenagaan.
Bagian Kedua Lokasi
Pasal 5
(1) Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kefarmasian.
(2) Lokasi Apotek harus memenuhi ketentuan persyaratan kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Ketiga
Bangunan
Pasal 6
(1) Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang lanjut usia.
(2) Bangunan Apotek harus bersifat permanen dan memiliki luas yang memadai.
(3) Bangunan permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat merupakan bagian dan/atau terpisah dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis.
Bagian Keempat
Sarana, Prasarana dan Peralatan
Pasal 7
7
Sarana Apotek paling sedikit terdiri atas: a. ruang penerimaan Resep; b. ruang pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara
terbatas); c. ruang penyerahan sediaan farmasi dan alat kesehatan; d. ruang konseling; e. ruang penyimpanan sediaan farmasi dan alat kesehatan; dan f. ruang arsip. Usulan kata ruang diganti tempat
Pasal 8
Prasarana Apotek terdiri atas: a. sistem sanitasi (instalasi air bersih, instalasi pembuangan dan
pengelolaan limbah); b. instalasi listrik; c. sistem penghawaan (ventilasi atau alat sirkulasi udara); dan d. sistem proteksi kebakaran. Alat pemadam api ringan (APAR)
Pasal 9
(1) Peralatan Apotek meliputi semua peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang harus tersedia pada setiap ruang tempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7.
(2) Peralatan yang dimaksud pada ayat (1) antara lain meliputi rak obat, alat peracikan, bahan pengemas obat, lemari pendingin, meja, kursi, komputer, formulir catatan pengobatan pasien dan lain-lain sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 10
Sarana, Prasarana dan Peralatan tertentu, antara lain timbangan, alat pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 sampai dengan Pasal 9 harus memenuhi standar mutu dari lembaga yang berwenang, serta dalam keadaan terpelihara dan berfungsi dengan baik.
Bagian Kelima Ketenagaan
Pasal 11
8
(1) Ketenagaan Apotek sekurang-kurangnya satu orang Apoteker. (2) Apoteker dalam menyelenggarakan Apotek dapat dibantu oleh
Apoteker lain, Tenaga Teknis Kefarmasian dan/atau tenaga administrasi.
BAB III PERIZINAN
Bagian Kesatu
Surat Izin Apotek
Pasal 12
(1) Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa SIA. (3) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menunjuk kepala dinas kesehatan atau kepala instansi pelayanan perizinan terpadu sebagai Pejabat Pemberi Izin.
Pasal 13
(1) Untuk memperoleh SIA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12,
Apoteker harus mengajukan permohonan tertulis kepada Pejabat Pemberi Izin.
(2) Permohonan SIA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan format sebagaimana tercantum dalam formulir APT-1 (terlampir) yang disertai dengan kelengkapan dokumen administratif yang meliputi: a. rekomendasi dari organisasi profesi b. fotokopi STRA yang dilegalisir oleh Komite Farmasi
Nasional/konsil tenaga kefarmasian atau badan yang ditunjuk; c. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP); d. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker; e. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan f. daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
(3) Pejabat Pemberi Izin paling lambat 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan, menugaskan Tim untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan Apotek.
(4) Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus terdiri dari unsur tenaga kesehatan yang memahami kefarmasian dan melaporkan hasil pemeriksaan setempat kepada Pejabat Pemberi Izin paling lambat 6 (enam) hari kerja dengan menggunakan format Berita Acara Pemeriksaan Apotek sebagaimana tercantum dalam formulir APT-2 (terlampir).
9
(5) Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterimanya laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat Pemberi Izin setempat mengeluarkan SIA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Badan POM, dan organisasi profesi dan asosiasi perapotekan. Format Surat Izin Apotek (SIA) sebagaimana tercantum dalam formulir APT-3 (terlampir).
(6) SIA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus mencantumkan SIP
Apoteker. (7) Dalam hal hasil pemeriksaan Tim masih belum memenuhi syarat,
Pejabat Pemberi Izin setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan. Catt: Jika dalam 12 hari belum mendapatkan ijin, maka apoteker ybs menyampaikan surat pernyataan siap operasional.
(8) Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Apoteker pemohon diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
Bagian Kedua Surat Izin Praktik Apoteker dan
Surat Izin Praktik Tenaga Teknis Kefarmasian
Pasal 14
(1) Setiap Apoteker yang berpraktik di Apotek harus mempunyai SIP Apoteker sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap Apoteker berhak memiliki 3 (tiga) SIP Apoteker. (3) Jika Apoteker telah memiliki SIA, maka Apoteker yang bersangkutan
hanya dapat memiliki 2 (dua) SIP Apoteker pada fasilitas kefarmasian lain.
Pasal 15
Masa berlaku SIP Apoteker atau SIA sama dengan masa berlaku STRA. Pasal 16
(1) Setiap Tenaga Teknis Kefarmasian yang berpraktik di Apotek harus
mempunyai SIP TTK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Setiap Tenaga Teknis Kefarmasian berhak memiliki 3 (tiga) SIP TTK.
BAB IV
10
PENYELENGGARAAN
Pasal 17
Fungsi Apotek meliputi: a. pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai; dan b. pelayanan farmasi klinik.
Catt ; sesuaikan dengan tujuan di pasal 2.
Pasal 18
(1) Apotek wajib memiliki : a. papan nama apotek yang sekurang-kurangnya memuat
informasi tentang nama Apotek, nama Apoteker, nomor SIA, nomor SIP Apoteker, dan alamat, dan jadwal praktik Apoteker. dan dipasang dibagian dalam bangunan apotek
b. papan praktik apoteker yang sekurang-kurangnya memuat nama apoteker, nomor SIP Apoteker, dan jadwal praktik Apoteker dan dipasang dibagian dalam dan luar bangunan apotek
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dipasang di dinding bagian depan bangunan atau dipancangkan di tepi jalan, secara jelas dan mudah terbaca.
(3) Jadwal praktik Apoteker sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh sama dengan jadwal praktik Apoteker yang bersangkutan di fasilitas kefarmasian lain sebagaimana mengikuti SIP Apoteker.
(9) Contoh papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana terlampir pada tercantum dalam formulir APT-4. (terlampir)
Pasal 19
Setiap Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan kepentingan pasien.
Pasal 20
11
Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian di Apotek harus menjamin ketersediaan Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang aman, bermutu, bermanfaat, dan terjangkau.
Pasal 21
(1) Apoteker dilarang mengganti obat generik yang ditulis dalam resep
dengan obat merek dagang. (2) Dalam hal obat yang diresepkan tidak tersedia di apotek, maka
Apoteker dapat mengganti obat setelah berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lain.
Usulan : mengganti obat merek dagang dengan obat generik yang sama komponen aktifnya atau obat merek dagang lain atas persetujuan dokter dan/atau pasien; sesuai PP 51/2009 (3) Apabila Apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat
kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep.
(4) Apabila setelah diberitahukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, maka Apoteker harus meminta dokter penulis resep untuk penegasan dengan membubuhkan paraf persetujuan yang lazim di atas resep.
Pasal 22
(1) Dalam keadaan gawat, darurat dan/atau gawat darurat, apoteker dapat memberikan obat keras resep dokter tanpa resep. kepada pasien.
(2) Pemberian obat dalam keadaan gawat, darurat dan/atau gawat darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dan pasien tertentu antara lain ibu hamil, bayi, geriatri, pasien penyakit menular, pasien demam berdarah, obat KB, dan obat life saving sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai dengan standar profesi apoteker dan standar pelayanan.
(3) Apoteker wajib melakukan pencatatan pemberian obat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit berisi: a. nama obat; b. jumlah obat; dan c. keluhan pasien.
(4) Selain pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Apoteker harus membuat laporan dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang pelayanan obat kepada pasien hamil, bayi, geriatrik, pasien penyakit akut menular, pasien demam berdarah, dan pemberian obat KB yang meliputi: a. nama pasien;
12
b. keluhan pasien; c. obat yang diberikan, jumlah dan jenis obat; d. riwayat penggunaan obat; e. riwayat alergi; dan f. informasi penggunaan obat.
Pasal 23
(1) Pasien dan Dokter berhak meminta salinan resep. (2) Salinan resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
ditandatangani apoteker. (3) Salinan resep sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus sesuai
dengan aslinya.
Pasal 24
(1) Resep harus dirahasiakan dan disimpan di Apotek dengan baik dalam jangka waktu 5 (lima) 2 (dua) tahun.
(2) Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan.
Pasal 25 (1) Pengadaan obat dan/atau bahan obat di apotek menggunakan surat
pesanan yang mencantumkan SIA apotek tersebut. (2) Surat pesanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat
harus ditandatangani oleh salah seorang Apoteker yang memiliki SIA SIPA di apotek tersebut.
Pasal 26
(1) Penyelenggaraan apotek dapat bekerja sama dengan BPJS Kesehatan dan asuransi lainnya.
(2) Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan dilakukan berdasarkan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
(3) Apotek yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan wajib menyediakan obat sesuai dengan ketentuan. Formularium Nasional.
Perlu diatur besaran imbalan profesi
1. Apoteker dalam menjalankan praktik kefarmasian di Apotek berhak mendapat imbalan jasa.
13
2. Besaran imbalan ditentukan oleh organisasi profesi dan dilaporkan ke dinas kesehatan setempat. (UU 36/2014 psl 57 huruf c)
Perlu diatur juga tentang APOTIK ONLINE
BAB V PENGALIHAN TANGGUNG JAWAB
Pasal 27
(1) Apabila Apoteker pemegang SIA meninggal dunia, ahli waris Apoteker
wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam jangka waktu 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.
(2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menutup/menghentikan operasional apotek atau menunjuk Apoteker lain untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan.
Perlu diatur :
1. Pergantian SIA Apoteker ; tidak usah periksa sarana dan prasarana, cukup hanya pemeriksaan administratif.
2. Pergantian pindah alamat apotek ; sama dengan proses pendirian baru.
3. Apotek ditinggal kabur oleh apotekernya, (Dinas memberikan rekomendasi untuk menutup apotek ke instansi terkait) .
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 28
(1) Menteri, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan Organisasi Profesi melakukan pembinaan secara berjenjang sesuai kewenangannya terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan pelayanan kefarmasian di apotek.
(2) Pembinaan terkait kode etik dan disiplin Apoteker dilakukan oleh organisasi profesi sesuai dengan Kode Etik dan Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia.
(3) Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan produk obat dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.
(4) Pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan produk alat kesehatan dilakukan oleh Kementerian Kesehatan.
14
Pasal 29
Dalam melakukan pembinaan, Kementerian Kesehatan dapat melakukan audit pelayanan kefarmasian sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
Pasal 30
(1) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mencabut Surat Izin
Apotek, apabila: a. STRA habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang; b. SIPA habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang; dan/atau c. Terjadi pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan. (2) Pelaksanaan pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis berturut-turut sebanyak 3 (tiga) kali dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan. Format surat pemberian peringatan menggunakan formulir sebagaimana tercantum pada lampiran APT-5.(terlampir)
(3) Pencabutan izin dapat dikeluarkan tanpa peringatan apabila apotek melakukan pelanggaran berat yang membahayakan jiwa. Keputusan Pencabutan Surat Izin oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota disampaikan langsung kepada Apoteker dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Badan POM dan organisasi profesi setempat. Format surat keputusan pencabutan izin menggunakan formulir sebagaimana tercantum pada lampiran APT-6. (terlampir)
BAB VII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 31
(1) Apoteker pemilik SIA wajib mengurus SIP Apoteker dan SIA baru sesuai dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.
(2) Apotek rakyat wajib mengikuti ketentuan sesuai dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.
(3) Apoteker lain dan TTK wajib mengurus SIP baru sesuai dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 2 (dua) tahun setelah berlakunya Peraturan Menteri ini.
15
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 32
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku: a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, sepanjang yang menyangkut Apoteker Penanggung Jawab, Apoteker Pendamping, dan SIPA di Apotek dan Fasilitas Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian berupa Rumah Sakit Swasta dan Balai Pelayanan Kesehatan; (cantumkan pasal-pasal yang akan dicabut)
b. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 dan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3;
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perizinan Apotek sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek; dan
d. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 284/Menkes/Per/III/2007 tentang Apotek Rakyat;
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 33
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal... MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,
16
NILA FARID MOELOEK Diundangkan di Jakarta pada tanggal MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR …
17
Formulir APT-1 Nomor : Lampiran : Perihal : Permohonan Surat Izin Apotek (SIA) Yth.Kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota di.................................. Bersama ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin apotek dengan data-data sebagai berikut: 1 Pemohon Nama Pemohon : Nomor Surat Tanda
Registrasi Apoteker :
Nomor Pokok Wajib Pajak : Nomor Kartu Tanda
Penduduk :
Alamat dan Nomor Telepon : 2 Apotek Nama Apotek : Alamat Apotek : Kelurahan : Kecamatan : Provinsi : 3 Dengan menggunakan
sarana Milik sendiri/orang lain
Nama : Alamat : Nomor Pokok Wajib Pajak : Provinsi : Bersama ini kami lampirkan : 1. fotokopi Surat Tanda Registrasi Apoteker 2. fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) 3. fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker 4. fotokopi peta lokasi dan denah bangunan 5. daftar prasarana, sarana, dan peralatan
....................,..........................20..
Pemohon
18
Formulir APT-2
BERITA ACARA PEMERIKSAAN APOTEK
Pada hari ini tanggal.... bulan.... tahun ....., kami yang bertanda tangan di bawah ini : 1. Nama : NIP : Pangkat : Jabatan : 2 Nama : NIP : Pangkat : Jabatan : Berdasarkan surat tugas dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Nomor.........tanggal......tahun telah melakukan pemeriksaan setempat terhadap: Nama Apotek : Alamat : Kelurahan : Kecamatan : Provinsi : HASIL PEMERIKSAAN:
No Perincian Persyaratan Hasil
Pengamatan
Penilaian Tidak
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
I. Tenaga Kefarmasian 1. Apoteker .......... orang 2. Tenaga Teknis Kefarmasian .......... orang II. Bangunan 1. Bangunan permanen 2. Status kepemilikan
bangunan Milik sendiri/ sewa dilengkapi dengan kontrak/surat perjanjian sewa menyewa
3. Memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan
Harus memenuhi persyaratan hygiene
- Saluran pembuangan limbah: ada/tidak
- Bak pembuangan: ada/tidak
19
No Perincian Persyaratan Hasil Pengamatan
Hasil Penilaian Tidak
Memenuhi Syarat
Memenuhi Syarat
4. Memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian pelayanan serta perlindungan dan keselamatan bagi semua orang
III. Sarana
1. Ruang pendaftaran/penerimaan resep
Ada sesuai kebutuhan
2. Ruang tunggu pasien Ada sesuai kebutuhan
3. Ruang untuk pemberian informasi obat dan konseling bagi pasien
a. Tempat untuk mendisplai informasi obat
b. Buku Referensi
- Buku standar
- Kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
c. Dokumen Pelayanan Kefarmasian
- Formulir Pelayanan Informasi Obat (PIO)
- Buku catatan konseling
- Formulir catatan pengobatan pasien
- Formulir Monitoring Efek Samping Obat
- Formulir Home Pharmacy Care
4. Ruang penyimpanan sediaan farmasi
Ada sesuai dengan kebutuhan
a. Lemari dan rak untuk penyimpanan obat
b. Lemari pendingin
c. Lemari untuk penyimpanan narkotika dan psikotropika
d. Pendingin ruangan
e. Pengatur suhu (termohigrometer)
Harus memenuhi persyaratan
20
No Perincian Persyaratan Hasil Pengamatan
Hasil Penilaian Tidak
Memenuhi Syarat
Tidak Memenuhi
Syarat 5. Ruang peracikan Ada sesuai
kebutuhan
Alat pengolahan dan peracikan
a. Timbangan miligram dan anak timbangan yang sudah ditera
minimal 1 set
b. Timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah ditera
minimal 1 set
c. Perlengkapan lain sesuai kebutuhan
sesuai kebutuhan
d. Wadah pengemas dan pembungkus
e. Etiket - ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
f. Wadah pengemas dan pembungkus untuk penyerahan obat
- ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
g. Wastafel 6. Ruang administrasi dan
penyimpanan data
a. Blanko pesanan obat - ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
b. Blanko kartu stok obat - ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
c. Blanko salinan resep - ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
d. Blanko faktur dan blanko nota penjualan
- ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
e. Buku pencatatan obat narkotika
- ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
f Buku pesanan obat narkotika
- ada dengan jumlah sesuai kebutuhan
g Form laporan obat narkotika
7. Ruang lainnya sesuai kebutuhan pelayanan
IV. Prasarana 1. Instalasi air Sumber air
memenuhi persyaratan
Sumur PAM/Sumur Pompa dll
2. Instalasi listrik Harus cukup terang sehingga menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi praktik apoteker
PLN / generator
21
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut di atas, maka Apotek...... dinyatakan memenuhi/tidak memenuhi persyaratan* untuk melaksanakan praktik kefarmasian. Demikianlah Berita Acara kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita Acara ini dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan dikirim kepada : 1. Kepada Dinas Kesehatan Provinsi 2. Pemohon satu rangkap 3. Satu rangkap arsip
Mengetahui, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Yang membuat Berita Acara,
1. NIP........................................ 2. NIP..........................................
No Perincian Persyaratan Hasil Pengamatan
Hasil Penilaian
Tidak Memenuhi
Syarat
Tidak Memenuhi
Syarat 3. Instalasi sirkulasi udara Ventilasi harus
memenuhi persyaratan hiegene
Jendela....buah Ventilasi...buah
4. Pencegahan dan penanggulangan kebakaran
Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
5. Prasarana lain sesuai kebutuhan
a. Toilet b. Tempat sampah
22
Formulir APT-3
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN.../KOTA DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA
SURAT IZIN APOTEK (SIA)
NOMOR ...................................................
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5044), Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor …. Tentang Apotek, yang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota..............memberikan Izin Apotek kepada : __________________________
( Nama Apotek ) Alamat Apotek : ……....................................................... Nama Apoteker : ............................................................... Nomor SIP Apoteker : ............................................................... Masa Berlaku SIP Apoteker : ............................................(tgl/bln/tahun) Jam operasional apotek : .............................................................. Masa berlaku Surat Izin Apotek : ............................................(tgl/bln/tahun) Dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan praktik kefarmasian di Apotek harus selalu mengikuti
paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Surat izin ini batal demi hukum apabila bertentangan dengan ayat 1 di atas dan pekerjaan kefarmasian dilakukan tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin
Dikeluarkan di:…………… Pada tanggal :……………… Pejabat Pemberi Izin Kabupaten / Kota............... (........................................)
Tembusan : 1. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; 2. Ketua Komite Farmasi Nasional; 3. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
23
Formulir APT-4
KETENTUAN PAPAN NAMA APOTEK
APOTEK ............. Jalan Raya .................., Telepon: .......
No. SIA : .....................
APOTEKER:
1. ...........................S.Si, M.Kes., APT. No. SIPA : ...................., Praktik Setiap ............., jam ....... s/d ...........
2. ...........................S.Farm, APT No. SIPA : ...................., Praktik Setiap ............., jam ....... s/d ...........
3. ...........................S.Farm, APT No. SIPA : ...................., Praktik Setiap ............., jam ....... s/d ...........
LOGO APOTE
K
24
Formulir APT 5
DINAS KESEHATAN KABUPATEN / KOTA ……………………………….
Nomor : Lampiran : Peringatan ke ………………. Kepada Yth. Apotek .............. di -
Sesuai dengan Surat Izin Praktek (SIP) Apoteker Nomor ……………. tanggal ………………atas nama …………….. untuk Apotek................ dengan nomor SIA ............... tanggal.................. dengan lokasi ………….. setelah kami mengadakan pemeriksaan diketahui bahwa Apotek Saudara tidak memenuhi ketentuan perizinan yang berlaku antara lain :
1. …………… 2. …………… 3. ……………
Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kami minta Saudara untuk memenuhi ketentuan perizinan yang berlaku. Demikian untuk kiranya menjadi perhatian Saudara.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ……………….
Tembusan Kepada Yth, 1. Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alkes 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
25
Formulir APT 6
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN/KOTA ……………… NOMOR …………………………….
TENTANG
PENCABUTAN IZIN APOTEK
KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA……………………
MEMBACA : Berita Acara Hasil Pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota ……………….. Nomor ……………………….. perihal Usul Pencabutan Surat Izin Apotek ..................
MENIMBANG : Bahwa Apotek telah melakukan pelanggaran yaitu: 1. …………………………………………… 2. …………………………………………… 3. …………………………………………… 4. ……………………………………………
MENGINGAT : 1. Undang-undang Obat Keras (St. 1937 No. 541) 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671);
3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5062);
4. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengaman Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3781);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 5044);
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1144/Menkes/Per/ VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian;
9.
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.
26
10. 6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor ... tentang Apotek.
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : Pertama Mencabut Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota ……………. Nomor ……………… Tanggal ………………Tentang Surat Izin Apotek ............
Kedua Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan di
:
………………………………
Pada Tanggal : ………………………………
Kepala Dinas Kabupaten/Kota ……………………
…………………………………………… NIP
Tembusan Kepada Yth: 1. Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan 2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi 3. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan