absisi daun yusuf.doc
DESCRIPTION
fistumTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan merupakan hasil interaksi
antara faktor luar dengan faktor dalam. Interaksi tersebut menghasilkan penampilan
tumbuhan yang berbeda satu dengan yang lainnya (memiliki ciri khas). Ada
tumbuhan yang pendek, tinggi, berdaun lebar, berbunga besar berwarna merah dan
sebagainya. Faktor internal meliputi sifat genetik yang ada didalam gen dan
hormon yang merangsang pertumbuhan. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor
lingkungan.
Faktor internal berupa hormon berpengaruh dalam proses pembelahan sel
dan pemanjangan sel, namun adapula hormon yang menghambat pertumbuhan.
Hormon pertumbuhan pada tanaman misalnya auksin, giberelin, sitokinin, juga gas
etilen. Asam absisat merupakan senyawa penghambat pertumbuhan.
Hormon tumbuhan sering disebut fitohormon. Hormon tumbuhan
merupakan suatu senyawa organik yang dibuat bagian tumbuhan dan kemudian
diangkut kebagian yamg lain, yang dengan konsentrasi rendah menyebabkan
dampak fisiologis. Peran hormon merangsang pertumbuhan, pembelahan sel,
pemanjangan dan ada yang menghambat pertumbuhan.
Hormon didefinisikan sebagai senyawa organik non hara, disintesis daam
suatu bagian tubuhnya, ditransport kebagian lain tempat hormon itu berfungsi.
Tetapi hal itu tidak selalu berlaku, karena ada kalanya hormon disinetesis ditempat
ia berfungsi. Etilen sebaagai gas sangat mungkin tidak ditransport dalam tubuh,
tetapi dilepaskan keatmosfer untuk mempengaruhi bagian lain.
Fungsi hormon adalah untuk mempengaruhi kerja gen dalam menentukan
ekspresinya atau mempengaruhi kerja enzim tanpa langsung melibatkan RNA
dalam sintesis protein.
Para ahli biologi telah mengidentifikasi 5 jenis hormon yang merupakan zat
pengatur tumbuh bagi tanaman antara lain auksin, sitokonin, giberelin, asam absisat
dan etilen.kelima hormon pengetut pertumbuhan tersebut sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Pertumbuhan tanaman setidaknya terdiri dari beberapa fase antara lain :
1. Fase pembentukan sel
2. Fase perpanjangan dan pembesaran sel
3. Fase diferensiasi sel
Semua fase atau proses pertumbuhan tanaman dipengaruhi atau ditentukan
faktor-faktor pertumbuhan. Beberapa faktor pertumbuhan yang cukup
mempengaruhi pertumbuhan antara lain : Ketersediaan makanan/ unsure hara,
Ketersedian air, Cahaya matahari, Suhu udara, Oksigen, Dan hormon pertumbuhan.
Pertumbuhan tanaman tidak terjadi terus menerus/ pertumbuhannya
terbatas, terutama pada daun yang telah tua sering mengalami absisi (pengguguran
daun). Pada daun Gymnospermae dan Dycotyledoneae umumnya sebelum mati
gugur dulu sebagai akibat adanya perubahan pada pangkal tangkai daun atau
helaian daunbagian tangkai tersebut dinamakan daerah pengguguran yang
mempunyai srtuktur berbeda dengan sekitarnya. Daerah pengguguran merupakan
bagian paling lemah dari tangkai daun. Di tempat tersebut diameter berkas
pengangkut lebih kecil dari bagian yang lain, tidak mengandung kolenkim maupun
sklerenkim.
Sebelum mengalami absisi maka terjadi lapisan pemisah pada daerah pengguguran
tersebut. Sel-sel parenkim tempat tersebut membelah membelah menjadi sel yang
lebih keci, pipih mengandung tepung dan plasmanya kental. Sel-sel penyusun
lapisan ini dindingnya larut atau bahkan seluruh selnya hancur sehingga daun
gugur akibat tanaga mekanis atau gaya gravitasi. Lapisan yang tersisa pada batang
akan membentuk lapia pelindung, dapat berupa pelindung jaringan primer atau
berupa pelindung sekunder berupa periderm. Dibawah lapisan pelindung primer
kemudian diendapkan suberin dan lignin sebagai penghalang keluarnya air dan
masuknya infeksi penyakit. Lapisan periderm ini bersambung dengan periderm
batang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah pada praktikum kali
ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh AIA terhadap proses absisi pada daun ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh
pemberian AIA terhadap proses absisi daun.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Telah diketahui bahwa pengamatan dan percobaan pertumbuhan suatu bagian
tubuh tumbuhan sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan atau aktivitas bagian tubuh
tumbuhan yang lainnya. Diduga hubungan ini terjadi karena adanya suatu senyawa kimia
tertentu yang bergerak dari suatu bagian kebagian yang lainnya. Ada lima senyawa yang
dinamakan hormon, berfungsi sebagai coordinator pertumbuhan dan perkembangan pada
tubuh tumbuhan. Sering pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan disebabkan karena
terjadi pertumbuhan yang disebabkan karena perubahan yang terjadi perubahan sintesis
atau distribusi hormon didalam tubuh.
Hormon yang dimaksud adalah auksin, sitokinin, gibelerin, absisin dan etilen.
Tergantung pada system yang dipengaruhi, hormon dapat berfungsi sendiri atau lebih
sering dalam keseimbangan antar hormon itu.
Hormon didefinisikan sebagai senyawa organik non hara, disintesis daam suatu
bagian tubuhnya, ditransport kebagian lain tempat hormon itu berfungsi. Tetapi hal itu
tidak selalu berlaku, karena ada kalanya hormon disinetesis ditempat ia berfungsi. Etilen
sebaagai gas sangat mungkin tidak ditransport dalam tubuh, tetapi dilepaskan keatmosfer
untuk mempengaruhi bagian lain.
Fungsi hormon adalah untuk mempengaruhi kerja gen dalam menentukan
ekspresinya atau mempengaruhi kerja enzim tanpa langsung melibatkan RNA dalam
sintesis protein.
Auksin
Auksin adalah salah satu hormon tumbuh yang tidak terlepas dari proses
pertumbuhan dan perkembangan (growth and development) suatu tanaman Hasil
penemuan Kogl dan Konstermans (1934) dan Thymann (1935) mengemukakan bahwa
Indole Acetic Acid (IAA) adalah suatu auksin.
Kejadian alam, stimulasi auksin pada pertumbuhan celeoptile ataupun pucuk suatu
tanaman, merupakan suatu hal yang dapat dibuktikan. Praktek yang mudah dalam
pembuktian kebenaran diatas dapat dilakukan dengan Bioassay method yaitu dengan the
straight growth tets dan curvature test.Menurut Larsen (1944), Indoleacetaldehyde
diidentifikasikan sebagai bahan auksin yang aktif dalam tanaman, selanjutnya ia
mengemukakan bahwa zat kimia tersebut aktif dalam menstimulasi pertumbuhan
kemudian berubah menjadi IAA. Perubahan tersebut menurut Gordon (1956) adalah
perubahan dari Trypthopan menjadi IAA Tryptamine sebagai salah satu zat organik,
merupakan salah satu zat yang terbentuk dalam biosintesis IAA. Dalam hal ini perlu
dikemukakan dalam tanaman fanili Cruciferae dan merupakan zat yang dapat
dikelompokan ke dalam auksin (Jones et al, 1952). Menurut Thimann dan Mahadevan
(1958), zat tersebut atas bantuan enzym nitrilase dapat membentuk auksin. Ahli lainnya
(Cmelin dan Virtanen, 1961) menerangkan bahwa Indoleacetonitrile yang terdapat pada
tanaman, terbentuk dari Glucobrassicin atas aktivitas enzym Myrosinase. Dan zat organik
lain (Indoleethanol) yang terbentuk dari Trypthopan dalam biosin. Thesis IAA adalah atas
bantua bakteri (Rayle dan Purves, 1976).
Auksin merupakan hormon yang dapat merangsang pertumbuhan. Terutama pada
sel target dalam pembelahan dan pemanjangan sel. Secara kimia auksin disebut indole
acetil acid (IAA). Kerja hormon auksin untuk memanjangkan sel ini dengan cara
meluinakkan dinding sselny. Kemudian diikuti dengan peningkatan tekanan turgor sel
sehingga dinding selnya dapat memanjang.
Di dalam tubuh auksin dijumpai dalam bentuk bebas (yang dianggap beentuk
aktiifnnnnnya) atau Dallam bentuk terikat dengan mmmolekul lain misalnya dengan
glukosa atau mioinositol bentuk terikat ini dianggap tidak aktif). Selain itu terdapat
berbagai senyawa yang sanga mudah diubah menjad auksin (kelompok ini disebut
precursor auksin), yang sebellllum menjadi auksin tidak mampu mempengaruhi
pertumbuhan.
Auksin adalah indol yang mengikat asetat, sehingga atas dasar strukturnya disebut
IAA (indol acetic acid) atau asam indol acetate. Auksin sebagi hormon yang diduga hanya
dalam bentuk IAA ini. Prekusor auksin yang dikenal adalh indol asetonitril, indol
asetaldehid, indol piruvat, indol etanol, dan triptamin. Sebenarnya snyawa ni merupakan
senyawa antara pad pembuatan auksin dari triptofan.
Karena hormon dalam tubuh hanya dalam jamlah yang kecil, maka teknik dengan
analisis dengan cara enimbangan, kalorimetri, atau kromatografi tidak dapat digunakan.
Untuk anallisis digunakan teknik biossay, yatu dicobakan pada jaringan hidup. Untuk itu
digunakan koleoptil Avena. Mula-mula koleoptil dipotong ujungnya, kemudian ditempat
luka diletakkan blok agar yang menandung senyawa yang diduga hormon, tetapi tidak
tengah-tengah. Akibat perbedaan kescepatan pertumbuhan antara sisi yang ditempeli blok
gara dan sisi lain yang bebas akn terjadi lengkungan koleoptil. Besarnya sudut yang terjadi
antara kontrol dan perlakuan setara dengan konsentrasi. Denagan membuat kurva standart,
konsentrasi senyawa yang dicobakan akan diketahui.
Karena teknik mempersiapkan hormon sebelum tes dengan koleoptil ini rumit,
sekarang dikembangkan teknik kombiasi anara kormatografi gas dan spekttrografi massa,
yang lebih sederhana dengan ketelitian yang lebih besar.
Peran auksin
Berbagai proses pertumbuhan dipengaruhi auksin. Pernataan Went bahwa tanpa
auksin tidak akan terjadi pertumbuhan sampa saat ini belum ada yang membantahnya.
Meskipun auksin dapat mempengaruhi berbagai proses pertumbuhan, bahwa dalam tubuh
hormon berada dalam keseimbangan dengan hormon yang lainnya. Jadi efek penambahan
auksin bukanlah semata-mata akibat auksin itu saja.
Contoh pertumbuhan yang dipengaruhi auksin adalah kecepatan pertumbuhan,
pembentukan dormansi, pertumbuhan, pemasakan buah, penuaan dan pengguguran,
penentuan kelamin bunga, gerak tropi dan lain-lain.
Kenyataan bahwa batang dan akar memberi reaksi yang berbeda pada kadar auksin
berbeda, menunjukkan bahwa masing-masing mempunyai kadar efekif optimum berbeda.
Pada konsentrasi sama, terhadap akar meghambat dan terhadap batang memacu
pertumbuhan.
Selain peran diatas auksin juga berperan dalam pembentukan akar adventifg pada
tanaman dibiakkan dengan setek. Buah partenokarpi, yaitu pembentukan buah tanpa terjadi
pembuahan, dapat dihasilkan secara buatan dengan cara memberi auksin pada putiknya.
Buah yang dihasilka adalah buah tanpa biji.
Auksin Sintetik
Dengan memperhatikan bentuk molekul asam indol asetart yang dapat berfungsi
aktif sebagai hormon maka molekul lain yang serupa benuknya akan dapat pula berfungsi
aktif. Namun persyaratan utuk serupa aaasam indol asetat itu tidak terlalu kakku, sehingga
dijumpai pula senyawa yang agak jauh kemiripannya secara structural tetapi mempunyai
aktivitas auksin juga.
Atas dasar itu diuatlah berbagoai senyawa sintetik yang murah dan cepat
membuatnya, dengan efektivitas auksin yang sama dengan IAA. Contoh senyawa sintetik
itu adalah asam indol butirat, asam naftalenasetat, dan yang popular yaitu 2,4 D (2,4
dichlorophenoxyacetic acid) digunakan untuk berbagai herbisida.
Selain senyawa yang berfungsi seperti auksin, adapula senyawa yang mengganggu
kerja auksin, sehingga disebut anti auksin.
Auksin dalam konsentrasi yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan. Fenomena ini
dapat digunakan untuk membasmi gulma. Senyawa herbisida sejenis auksin antara lain 2,4
D digunakan untuk membasmi gulma disawah atau dipertanian monokultur tumbuhan
monokotil lain.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental, karena
terdapat variabel-variabel yang digunakan untuk mengetahui pengaruh pemberian
AIA terhadap proses absisi daun. Variabel yang digunakan adalah variabel
manipulasi, variabel terikat dan variabel respon.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel Manipulasi : tangkai daun yang diolesi lanolin dan AIA 1ppm
2. Variabel Terikat : jenis tanaman
3. Variabel Respon : kecepatan pengguguran pada daun.
C. Alat dan Bahan
1. Alat
Pisau
Label
2. Bahan
2 pot tanaman Coleus sp.
Lanolin
AIA 1 ppm dalam lanolin
D. Langkah Kerja
1. Mengambil dua buah pot tanaman Coleus sp. kemudian melakuka kegiatan sebagai
berikut:
Memotong satu pasang lamina yang terletak paling bawah pada pot 1
Memotong satu pasang lamina yang terletak tepat diatas lamina yang paling
bawah pada pot 2.
2. Mengolesi bekas potongan tersebut, yang satu dengan lanolin, dan yang lainnya
dengan 1 ppm AIA dan lanolin.
3. Memberi tanda agar tidak tertukar.
4. Mengamati setiap hari dan mencatat waktu gugurnya tangkai daun tersebut.
5. Membuat laporan hasil pengamatan.
6.
E. Desain Penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Tabel
*Pengaruh Pemberian Hormon AIA Terhadap Gugur Daun pada tanaman
Coleus sp.
Gugur daun
pada hari ke -
Pteolus Paling BawahPteolus nomor dua dari
bawah
LanolinAIA dalam
LanolinLanolin
AIA
dalamLanolin
1 - - - -
2 - - - -
3 - - -
4 - -
5 - - -
2. Histogram
Hari
B. Analisis Data
Dari data tabel dan histogram diatas dapat dianalisis bahwa pada hari yang
pertama, lamina yang terletak paling bawah dan lamina yang terletak tepat diatas
lamina yang paling bawah baik yang diolesi lanolin dan lanolin + AIA belum absisi
(gugur) begitu pula dengan hari yang kedua, tidak ada satu lamina pun yang gugur,
sedangkan pada hari yang ketiga satu lamina yang terletak paling bawah yang diolesi
lanolin telah mengalami absisi (gugur). Pada hari yang keempat lamina yang terletak
paling bawah yang diolesi lanolin + AIA dan satu lamina yang terletak tepat diatas
lamina yang paling bawah yang diolesi lanolin ikut mengalami absisi (gugur).
Sedangkan lamina yang terletak tepat diataslamina terbawah yang diolesi lanolin +
AIA baru mengalami absisi (gugur) pada hari kelima. Ini menunjukkan bahwa lamina
yang diolesi lanolin + AIA lebih tahan lama terhadap absisi dibandingkan dengan
lamina yang diolesi lanolin saja.
C. Pembahasan
Hormon dapat mengendalikan arah dan kecepatan pertumbuhan, seperti kapan
tumbuhan menghasilkan bunga dan kapan daunnya gugur. Sel tumbuhan yang
bereaksi terhadap hormon hanya yang mengandung reseptor hormon.
Hormon yang berperan untuk mencegah pengguguran daun adalah hormon
auksin. Auksin (Yunani, auxien : mempercepat) merupakan hormon yang dapat
merangsang pertumbuhan. Terutama pada sel target dalam pembelahan dan
pemanjangan sel. Secara kimia, auksin disebut indole acetic acic (IAA). Kerja auksin
untuk memanjangkan sel ini dengan cara melunakkan dinding selnya, kemudian,
diikuti dengan peningkatan tekanan turgor sel sehingga dinding selnya dapat
memanjang.
Contoh pertumbuhan yang dipengaruhi auksin adalah kecepatan pertumbuhan,
pembentukan dormansi, pertumbuhan, pemasakan buah, penuaan dan pengguguran,
penentuan kelamin bunga, gerak tropi dan lain-lain.
Absisi adalah suatu proses secara alami terjadinya pemisahan bagian/organ
tanaman dari tanaman, seperti ; daun, bunga, buah atau batang.Menurut Addicot
(1964) dalam proses absisi ini faktor alami seperti ; dingin, panas, kekeringan, akan
berpengaruh terhadap absisi. Dalam hubungannya dengan hormon tumbuh, maka
mungkin hormon ini akan mendukung atau menghambat proses tersebut. Di dalam
proses absisi (absisi), akan terjadi perubahan-perubahan metabolisme dalam dinding
sel dan perubahan secara kimia dari pektin dalam midle lamella. Pembentukan lapisan
absisi (absisi layer), kadang-kadang diikuti oleh susunan cell division proximal. Disini
sel-sel baru akan berdiferensiasi ke dalam periderm dan membentuk suatu lapisan
pelindung (Weaver, 1972).
Mengenai hubungan antara absisi dengan zat tumbuh auksin, Addicot et al
(1955) mengemukakan sbb: Absisi akan terjadi apabila jumlah auksin yang ada di
daerah proksimal (proximal region) sama atau lebih dari jumlah auksin yang terdapat
di daerah distal (distal region). Tetapi apabila jumlah auksin yang berada di daerah
distal lebih besar dari daerah proximal, maka tidak akan terjadi absisi. Dengan kata
lain proses absisi ini akan terlambat. Teori lain (Biggs dan Leopold 1957, 1958)
menerangkan bahwa pengaruh auksin terhadap bscission ditentukan oleh konsentrasi
auksin itu sendiri. Konsentrasi auksin yang tinggi akan menghambat terjadinya absisi,
sedangkan auksin dengan konsentrasi rendah akan mempercepat terjadinya
bscission.Teori terakhir dikemukakan oleh Robinstein dan Leopold (1964) yang
menerangkan bahwa respon absisi pada daun terhadap auksin dapat dibagi kedalam
dua fase jika perlakuan auksin diberikan setelah daun terlepas. Fase pertama, auksin
akan menghambat absisi, dan fase kedua auksin dengan konsentrasi yang sama akan
mendukung terjadinya absisi(J. Senescence). Menurut Alex Comport (1956) dalam
Leopold (1961) "senescence" adalah suatu penurunan kemampuan tumbuh (viability)
disertai dengan kenaikan vulnerability suatu organisme. Namun di dalam tanaman,
istilah ini diartikan; menurunnya fase pertumbuhan (growth rate) dan kemampuan
tumbuh (vigor) serta diikuti dengan kepekaan (susceptibility) terhadap tantangan
lingkungan, penyakit atau perubahan fisik lainnya. Ciri dari fenomena ini selalu
diikuti dengan kematian.
Hasil praktikum kami menunjukkan bahwa hormon auksin (IAA) berpengaruh
terhadap absisi daun, ini dapat dibuktikan bahwa lamina yang tidak diolesi IAA
mengalami absisi lebih awal dibandingkan dengan lamina yang diolesi IAA baik
lamina yang terletak paling bawah atau lamina yang terletak tepat diatas lamina yang
paling bawah.
Prekursor auksin adalah triptofan serta derivatnya. Reaksinya adalah triptovan
didiaminasi menjadi indol piruvat, didekarboksilasi menjadi indol aetat dan dioksidasi
menjadi indol asam asetat.
Untuk mengurangi kadar auksin ditempat kerjanya, maka usaha yang
dilakukan selain dengan cara menggiatkan pada molekul lain (ianaktivasi), juga
dengan cara menguraikan atau dipindahkan ke jaringan lain (ditransport). Senyawa
yang banyak dijumpai sebagai ikatan adalah IAA-glukose, IAA inositol dan IAA-
aspartat.
Penguraian auksin dilakukan dengan mengoksidasinya menjadi indol aldehid
atau metilen oksindal yang nanti digunakan senyawa lain. Oksidasi itu dapat
menggunakan enzim peroksidase atau oksidase. IAA juga dapat diuraikan dengan
cahaya pada proses fotooksidase. Disini cahaya diduga bekerjasama dengan riblovavin
dan enzim IAA oksidase menguraikan auksin.
Hormon-hormon pada tumbuhan saling mempengaruhi. Sebagai contoh
pemanjangan sel dipengaruhi oleh auksin dan giberelin, sementara gas etilaen dan
asam absisat justru menghambatnya. Contoh lain adalah saat pengguguran daun. Jika
produksi hormon auksin pada daun menurun dan produksi etilen meningkat,
terbentuklah zona absisi. Akibatnya dinding sel-sel zona absisi menjadi lunak dan
mengakibatkan daun gugur, namun jika diberi hormon tambahan berupa auksin (IAA)
absisi (gugurnya daun) dapat dicegah.
Daun koleus umumnya sebelum mati gugur dulu sebagai akibat adanya
perubahan pada pangkal tangkai daun atau helaian daunbagian tangkai tersebut
dinamakan daerah pengguguran yang mempunyai srtuktur berbeda dengan sekitarnya.
Daerah pengguguran merupakan bagian paling lemah dari tangkai daun. Di tempat
tersebut diameter berkas pengangkut lebih kecil dari bagian yang lain, tidak
mengandung kolenkim maupun sklerenkim.
Sebelum lamina pada koleus mengalami absisi maka terjadi lapisan pemisah
pada daerah pengguguran tersebut. Sel-sel parenkim tempat tersebut membelah
membelah menjadi sel yang lebih keci, pipih mengandung tepung dan plasmanya
kental. Sel-sel penyusun lapisan ini dindingnya larut atau bahkan seluruh selnya
hancur sehingga daun gugur akibat tanaga mekanis atau gaya gravitasi. Lapisan yang
tersisa pada batang akan membentuk lapia pelindung, dapat berupa pelindung jaringan
primer atau berupa pelindung sekunder berupa periderm. Dibawah lapisan pelindung
primer kemudian diendapkan suberin dan lignin sebagai penghalang keluarnya air dan
masuknya infeksi penyakit. Lapisan periderm ini bersambung dengan periderm
batang.
Lamina yang kami beri hormon IAA memiliki waktu absisi yang lebih lama
dibandingkan yang diolesi lanolin saja hal ini disebabkan daerah yang akan
mengalami absisi sel-selnya dapat membelah secara aktif dan sel-sel pemisah yang
terbentuk oleh parenkim tidak mudah larut dan bahkan sel-selnya tidak mudah hancur
sehingga absisi dapat dicegah lebih lama.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan
Hormon auksin (AIA) berpengaruh terhadap absisi daun yaitu lamina yang diberi
hormon auksin (AIA) + Lanolin mengalami absisi (gugurnya daun) yang lebih lama
dibandingkan dengan lamina yang diolesi lanolin saja.
Daftar Pustaka
Loveless, A.R. 1991.Prinsip-Prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropik. Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama.
Rahayu, Yuni Sri, dkk. 2012. Petunjuk Praktikum Fisiologi Tumbuhan. Surabaya:
Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi FMIPA Unesa.
Salisbury, B. Frank. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung : ITB Press.
Sasmitahardja, Dradjat, dkk. 1997. Fisiologi Tumbuhan. Bandung : Depdikbud.