agroindustri gula

21
A. Pendahuluan Gula sebagian sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber- sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) kebutuhan pangan yang sangat penting bagi kebutuhan kita sehari-hari baik dalam rumah tangga maupun industri makanan dan minuman baik yang berskala besar maupun yang kecil. Gula juga sudah menjadi sangat penting karena gula mengandung kalori yang sangat penting bagi kesehatan kita dan gula juga digunakan sebagai bahan pemanis utama yang digunakan oleh banyak industri makanan dan minuman. Namun, ternyata produksi gula yang dihasilkan oleh Indonesia sendiri tidak dapat memenuh ipermintaan dalam negeri, sehingga pengimporan gula pun harus diadakan setiap tahunnya Gula merupakan salah satu komoditi pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditi khusus (spesial products) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bersama beras, jagung, dan kedelai. Selain sebagai salah satu bahan makanan pokok, gula juga merupakan sumber kalori bagi masyarakat selain beras, jagung, dan umbi-umbian. Dalam sejarah, produksi gula merupakan salah satu produksi perkebunan tertua dan terpenting yang ada di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami ahun 1930-an dimana jumlah pabrik gula yang

Upload: farensa-ikman-dedi-setiawan

Post on 14-Aug-2015

77 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Agroindustri Gula

A.Pendahuluan

Gula sebagian sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun

demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-

sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga menghasilkan

semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa.

Gula merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok (sembako) kebutuhan

pangan yang sangat penting bagi kebutuhan kita sehari-hari baik dalam rumah tangga

maupun industri makanan dan minuman baik yang berskala besar maupun yang kecil.

Gula juga sudah menjadi sangat penting karena gula mengandung kalori yang sangat

penting bagi kesehatan kita dan gula juga digunakan sebagai bahan pemanis utama

yang digunakan oleh banyak industri makanan dan minuman. Namun, ternyata

produksi gula yang dihasilkan oleh Indonesia sendiri tidak dapat memenuh

ipermintaan dalam negeri, sehingga pengimporan gula pun harus diadakan setiap

tahunnya

Gula merupakan salah satu komoditi pertanian yang telah ditetapkan Indonesia

sebagai komoditi khusus (spesial products) dalam forum perundingan Organisasi

Perdagangan Dunia (WTO) bersama beras, jagung, dan kedelai. Selain sebagai salah

satu bahan makanan pokok, gula juga merupakan sumber kalori bagi masyarakat

selain beras, jagung, dan umbi-umbian.

Dalam sejarah, produksi gula merupakan salah satu produksi perkebunan tertua

dan terpenting yang ada di Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah

mengalami ahun 1930-an dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179,

produktifitas sekitar 14,8 %. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton,

dan ekspor gula pernah mencapai 2,4 juta ton. Setelah mengalami berbagai pasang

surut, produksi gula Indonesia sekarang hanya didukung oleh 60 pabrik gula yang

aktif yaitu 43 pabrik dikelola BUMN dan 17 pabrik yang dikelola oleh swasta

(Dewan Gula Indonesai 2000).

Page 2: Agroindustri Gula

B.Pembahasan

Gula memiliki banyak manfaat bagi tubuh. Tetapi, jika dikonsumsi secara

berlebihan, maka gula akan berbalik menjadi jadi sumber penyakit. Para ahli gizi

menggolongkan gula yang biasa kita konsumsi sebagai gula sederhana (simple

sugar). Gula sederhana ini tidak mengandung zat gizi lainnya, seperti vitamin atau

mineral. Ada lagi kelompok gula lain, yakni gula kompleks (complex sugar) yang

memiliki beberapa zat gizi lain seperti vitamuin dan mineral. Ada pun yang masuk

golongan complex sugar adalah makanan yang mengandung zat pati seperti nasi,

jagung, gandum, dan singkong.

Baik gula sederhana ataupun gula kompleks, semuanya adalah sumber

karbohidrat yang oleh tubuh akan diolah menjadi glukosa. Itulah sebabnya, setelah

memakan makanan yang manis-manis, kita sering kali merasa lebih tenang, dan bisa

belajar dan berpikir dengan lebih cepat. Satu hal lagi, gula sederhana termasuk

golongan monosakarida, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk berproses menjadi

glukosa menjadi lebih singkat. Hal ini karena gula hanya memiliki satu molekul saja.

1. Tanaman penghasil gula.

a. Tebu

Tebu (Saccharum officinarum L.) tremasuk famili rumput-rumputan (gramine)

yang terdiri dari 3 varietas, yaitu genyah, verietas sedang dan varietas dalam. Varietas

genyah dapat dipanen pada 12 bulan. Varietas sedang pada umur 12~14 bulan, dan

varietas dalam pada umur di atas 14 bulan. Tanaman tebu dapat ditanam di daratan

rendah sampai daratan tinggi yang tidak lebih dari 1400 m dpl. Biasanya pada daratan

tinggi yang lebih dari 1200 m dpl pertumbuhan tanaman akan lambat.

Tanaman membutuhkan curah hujan yang tinggi pada fase pertumbuhan

vegetatif. Setelah itu, tanaman tidak banyak membutuhkan curah hujan. Curah hujan

yang tinggi setelah fase vegetatif akan menurunkan rendemen gula. Curah hujan yang

ideal adalah 125 mm per bulan selama 6 bulan pertama, 125 mm per bulan pada dua

bulan berikutnya, dan kurang dari 75 mm per bulan (bulan kering) pada akhir

pertanaman.

Page 3: Agroindustri Gula

Tanaman membutuhkan udara panas, yaitu 24 sampai 300C dengan perbedaan

suhu musiman tidak lebih dari 60C, perbedaan suhu siang dan malam tidak lebih dari

100C. Tanah yang ideal bagi tanaman tebu adalah tanah berhumus dengan pH antara

5,7 sampai 7. Batang tebu mengandung serat dan kulit batang (12,5 %), dan nira yang

terdiri dari air, gula, mineral dan bahan-bahan non gula lainnya (87,5 %).

b. Aren

Aren (Arenga pinnata) adalah tanaman jenis pinangan-pinangan yang tumbuh

pada tanah subur pada ketinggian 500~800 m dpl. Aren membutuhkan curah hujan

yang merata sepanjang tahun atau keadaan sedang sampai agak basah. Sampai

sekarang aren belum dibudidayakan secara insentif. Tanaman ini masih berupa

tanaman sela di perkebunan atau bercampur dengan semak belukar dan pohon-pohon

lainnya. Aren dapat menghasilkan berbagai komoditi, yaitu buah nira, ijuk, dan lidi.

Buah aren dapat menjadi kolang-kaling, nira menjadi gula merah dan gula semut,

injuk dan lidi menjadi barang anyaman.

c. Stevia

Stevia rebaudiana Bertoni merupakan tanaman dari famili Asteraceae

(Compositae) yang berasal dari Paraguay. Tanaman ini berbentuk perdu dengan

tinggi 60 – 90 cm, bercabang banyak, berdaun tebal dan berbentuk lonjong

memanjang, batang kecil ramping dan berbulu, mempunyai sistem perakaran halus

yang berada dekat dengan permukaan tanah dan perakaran tebal, rapat dan kasar

tumbuh menembus ke dalam tanah.

Beberapa hasil studi menyatakan bahwa tingkat kemanisan gula stevia lebih

tinggi 300 kali daripada gula tebu. Bersifat tidak karsinogenik dan rendah kalori,

sehingga cocok untuk penderita diabetes melitus dan obesitas. Keunggulan tingkat

kemanisan gula stevia tersebut berasal dari senyawa kimia penyusunnya dan

komposisi kandungan penyusun terbesar adalah steviosida dan rebaudiosida-A. Stevia

mendapatkan sertifikat GRAS (Generally Recognized as Safe – “tidak keberatan”)

dari Badan POM Amerika Serikat (Food and Drug Administration - FDA) pada

Desember 2008 untuk digunakan sebagai pemanis alami nol kalori untuk produk

makanan dan minuman.

Page 4: Agroindustri Gula

Perbanyakan benih stevia dapat dilakukan dengan biji, stek pucuk/batang, atau

dengan kultur jaringan. Biji tanaman stevia berbentuk jarum dan berwarna putih

kotor. Perbanyakan menggunakan biji jarang dilakukan karena tingkat

keberhasilannya sangat rendah dan pertanaman tidak seragam. Stevia yang pernah

ditanam di Indonesia berasal dari Jepang, Korea dan China. Bahan tanaman tersebut

berasal dari biji sehingga pertumbuhan tanaman stevia di lapang sangat beragam.

2. Proses pembuatan gula

a. Ekstraksi

Tahap pertama pembuatan gula tebu adalah ekstraksi jus atau sari tebu.

Caranya dengan menghancurkan tebu dengan mesin penggiling untuk memisahkan

ampas tebu dengan cairannya. Cairan tebu kemudian dipanaskan dengan boiler. Jus

yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat

berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di

dalam gula. Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 50 % air, 15% gula dan serat

residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula. Dan juga kotoran

seperti pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang disebut sebagai “abu”.

b. Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)

Jus tebu dibersihkan dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang

akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran , kemudian kotoran ini dapat dikirim

kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming. Jus hasil ekstraksi dipanaskan

sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa

kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan

Page 5: Agroindustri Gula

yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam

tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui

clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus

yang keluar merupakan jus yang jernih.

Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula

sehingga biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi)

dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum

dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini

kemudian dikembalikan ke proses.

c. Penguapan

Setelah mengalami proses liming, proses evaporasi dilakukan untuk

mengentalkan jus menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap

panas (steam). Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju

ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi. Jus yang sudah jernih

mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan

yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%.

Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk' (multiple effect evaporator) yang dipanaskan

dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi

mendekati kejenuhan (saturasi).

d. Kristalisasi

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam wadah yang sangat

besar untuk dididihkan. Di dalam wadah ini air diuapkan sehingga kondisi untuk

pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan

mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal

campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat

sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses

mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian

dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung

sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya,

materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini

terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang

Page 6: Agroindustri Gula

merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya

menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi

tidak mungkin lagi dilanjutkan.

Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya,

maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini

biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk

dibuat alkohol (etanol) . Belakangan ini molases dari tebu di olah menjadi bahan

energi alternatif dengan meningkatkan kandungan etanol sampai 99,5%.

e. Penyimpanan

Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama

penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di

dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena

kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya

tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut

ketika sampai di negara pengguna.

f. Afinasi

Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan

pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses

yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental

(konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup

sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat).

Campuran hasil (‘magma') di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup

sehingga kotoran dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk

dilarutkan sebelum proses karbonatasi.

Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung

berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula

lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

Page 7: Agroindustri Gula

g. Karbonatasi

Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk

membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh.

Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua

teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat

diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke

dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran

tersebut.

Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel

kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya

mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu

dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-

gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-

materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi

non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap

untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna.

Selain karbonatasi, teknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini

sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan

karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai

dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah

dijelaskan di atas.

h. Penghilangan warna

Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya

mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-

kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular

[granular activated carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat

warna. GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon

yang terbuat dari tulang-tulang hewan.

Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah

secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga

sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar

keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion

Page 8: Agroindustri Gula

yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan

beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah

cairan yang tidak diharapkan.

Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi

kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum

di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di

panci kristalisasi.

i. Pendidihan

Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk

tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk

mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari

kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk

memisahkan keduanya. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara

panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.

3. Perkembangan dan prospek komoditas gula dunia.

Pada tahun 2002/03, produksi gula dunia diproyeksikan juga akan mengalami

peningkatan yang cukup signifikan yaitu sekitar 11.02 % bila dibandingkan dengan

periode sebelumnya.  Dengan demikian, total produksi gula dunia pada periode

2002/03 diperkirakan mencapai 143.275 juta ton.  Negara-negara produsen utama,

kecuali India, Cuba, dan Mexico, diperkirakan memberi kontribusi cukup signifikan

terhadap kenaikan produksi tersebut. Brazil sebagai produsen terbesar diperkirakan

mengalami peningkatan produksi sebesar 16.47% sehingga total produksi mencapai

23.760 juta ton, suatu rekor produksi tertinggi. Peningkatan produksi tersebut

berkaitan dengan kondisi agroklimat yang baik serta keadaan tanaman tebu yang

baik.  Uni Eropa juga diperkirakan akan mengalami pertumbuhan yang signifikan

yaitu sekitar 15.32% dengan total produksi mencapai 18.664 juta ton. Kenaikan

produksi yang tinggi tersebut berkaitan dengan perluasan areal dan kondisi

agroklimat yang baik sehingga produktivitas lahan menjadi meningkat (FAO 2003). 

Negara-negara lain, secara umum mengalami peningkatan produksi lebih dari 5 %.

Page 9: Agroindustri Gula

NegaraProduksi Produksi Pertumbuha

n2001/02 2002/03Volume Volume 2002-2003

(Juta ton) (Juta ton) (%)

Brazil             20,400                       23,760 16.47

India             20,475                       20,100 -1.83

Uni Eropa (EU)             16,185                       18,664 15.32

China              

8,305                        

9,488 14.24

Eropa Timur              

7,297                        

7,788 6.73Amerika Serikat (US)

               7,172

                         7,620 6.25

Thailand              

6,397                        

6,813 6.50

Mexico              

5,168                        

5,038 -2.52

Australia              

4,662                        

5,350 14.76

Cuba              

3,700                        

2,200 -40.54

Total Dunia           134,662                     143,275 6.40

Sumber : USDA 2003, diolah Sistem Informasi Agribisnis Perkebunan (SIAP) LRPI

 Sebagai kebutuhan pokok, volume konsumsi gula dunia meningkat secara

lambat namun cukup stabil.  Untuk periode 2001/02, konsumsi gula dunia mencapai

134.920 juta ton atau mengalami peningkatan sekitar 10.68%. Peningkatan konsumsi

secara lebih signifkan terjadi di negara berkembang seperti Brazil, India dan

Indonesia, sedangkan di negara maju hanya mengalami peningkatan yang marjinal.

Lebih jauh, konsumsi gula dunia masih didominasi oleh India, Eropa Timur, dan

Eropa Barat dengan pangsa konsumsi masing-masing di atas 10%.

Page 10: Agroindustri Gula

             

 

 

Sumber : USDA 2003, diolah Sistem Informasi Agribisnis Perkebunan (SIAP) LRPI

 Perdagangan gula dunia untuk periode 2001/02 meningkat cukup pesat. 

Sebagai contoh, volume eskpor gula pada periode 2001/02 menunjukkan peningkatan

yang cukup besar yaitu sebesar 7.26 % bila dibandingkan dengan volume ekspor pada

tahun sebelumnya. Pada periode 2001/02, volume ekspor gula dunia mencapai 40.7

juta ton atau sekitar 2.7 juta ton di atas volume eskpor tahun 2000/01. 

Kenaikan yang cukup signifikan tersebut disebabkan sebagian besar negara

yang

termasuk 10 eksportir terbesar mengalami peningkatan volume ekspor.

 

 

Page 11: Agroindustri Gula

 

 

 

 

Sumber : USDA 2003, diolah Sistem Informasi Agribisnis Perkebunan (SIAP) LRPI

NegaraImpor Impor Pertumbuha

n 2001/02  2002/03Volume Volume 2002-2003

(Juta ton) (Juta ton) (%)

Eropa Timur              

8,161                        

8,223 0.76

Uni Eropa              

2,087                        

2,100 0.62

Indonesia              

1,600                         

1,600 0.00

China              

1,375                           

540 -60.73Jepang                                         4.19

Page 12: Agroindustri Gula

1,407 1,466Amerika Serikat

               1,385

                         1,510 9.03

Canada              

1,239                        

1,190 -3.95

Timur Tengah              

6,704                        

7,086 5.70

Afrika              

4,932                        

5,421 9.91

Total Dunia             37,817                       38,048 0.61

Sumber : USDA 2003, diolah Sistem Informasi Agribisnis Perkebunan (SIAP) LRPI

3. Kebijakan agribisnis gula dan prospek pengembangannya di indonesia

 Sebagai salah satu industri manufaktur yang tertua, industri gula Indonesia

pernah mencapai jaman keemasan pada tahun sekitar 1930-an dengan menjadi

eksportir gula terbesar kedua di dunia setelah Kuba. Namun perkembangan

selanjutnya industri gula Indonesia lambat laun mengalami degradasi struktural dan

sulit untuk bangkit kembali, hingga pada akhirnya Indonesia menjadi salah satu

importir gula terpenting di dunia saat ini. Sejak liberalisasi perdagangan diberlakukan

pada tahun 1998 hingga tahun 2002, ketergantungan impor gula Indonesia telah

mencapai 47 persen per tahun. Kondisi tersebut tentu saja menimbulkan kekhawatiran

terhadap masa depan kemandirian pangan gula Indonesia.

Kemundurun produksi gula domestik terutama disebabkan oleh menurunnya

produktivitas dan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman

(tebu) hingga pabrik gula. Rendahnya produktivitas tanaman tebu rakyat disebabkan

oleh sistem budidaya ratoon dengan keprasan (pemotongan panen) yang lebih dari 3

kali, bahkan hingga belasan kali, dengan pemeliharaan yang kurang memadai

sehingga sebagian besar tanaman banyak terserang hama-penyakit. Permasalahan

tersebut masih ditambah dengan kurang optimalnya pengelolaan proses tebang-

angkut-giling, dimana hal tersebut turut memberikan kontribusi yang cukup tinggi

terhadap rendahnya produktivitas tebu. Selanjutnya berkaitan dengan tingkat efisiensi

pabrik gula, hasil penelitian tahun 1999 mengungkapkan bahwa 20 PG tidak efisien

secara teknis dan ekonomis, 6 PG efisien secara teknis namun tidak efisien secara

Page 13: Agroindustri Gula

ekonomi dan hanya 10 PG yang efisien secara teknis dan ekonomi. Hasil penelitian

lain menunjukkan bahwa rendahnya efisiensi pabrik gula disebabkan karena sebagian

besar pabrik gula mempunyai kapasitas giling yang relatif kecil, yaitu di bawah 3000

ton tebu per hari. Disamping itu, umur mesin dan teknologi yang sudah terlalu tua

turut memberikan andil terhadap rendahnya efisiensi pabrik gula. Kombinasi

permasalahan mesin dan peralatan yang telah tua dan kualitas bahan baku tebu yang

rendah pada akhirnya menyebabkan rendahnya produktivitas gula hablur. Rendeman

gula nasional terus menurun dari 9,0 ton/hektar pada dekade 1960-1970 menjadi

sekitar 5,4 ton/hektar pada dekade 1980-1990 dan menjadi 4,8 ton/hektar pada

periode tahun 1999-2001 (Sawit, et.al., 2003).

Rendahnya harga gula di pasar internasional akibat surplus pasokan serta

distorsi kebijakan dari negara-negara eksportir, semakin menurunkan insentif bagi

upaya pengembangan industri gula di dalam negeri. Tanpa upaya proteksi, para

pelaku industri gula nasional, khususnya para petani tebu, senantiasa dihadapkan

pada situasi persaingan usaha yang tidak adil. petani dan sebagian besar pabrik gula

akan terus dibayangi oleh kerugian dalam usahanya. Permasalahan lain yang tidak

boleh diabaikan adalah berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah. Sejak otonomi

daerah diberlakukan pada tanggal 1 Januari 2001, banyak kalangan dan hasil

penelitian yang menunjukkan bahwa implementasinya telah menimbulkan berbagai

kebijakan yang bersifat counter productive terhadap perkembangan ekonomi daerah,

khususnya perdagangan dan investasi.

Salah satu isu yang mengemukakan mengenai dampak negatif dari pelaksanaan

otonomi daerah adalah mengenai pungutan retribusi dan pajak yang makin marak

demi mengejar penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang setingi-tingginya.

Pungutan-pungutan yang diatur melalui Perda tersebut telah mengakibatkan adanya

hambatan perdagangan dan arus komoditi antar daerah. Hal ini tentu saja

bertentangan dengan prinsip free internal trade yang merupakan penjabaran dari

konsep perdagangan bebas. Berkaitan dengan pungutan terhadap komoditi pertanian,

perlu disadari oleh semua pihak bahwasanya setiap satu satuan penambahan biaya

terhadap komoditi pertanian, pada akhirnya akan dibebankan kepada petani. Kondisi

ini tentu saja akan membuat kehidupan petani menjadi semakin terpuruk.

Keterpurukan industri gula nasional saat ini tentu saja tidak boleh dibiarkan terus

Page 14: Agroindustri Gula

berlangsung, karena bangsa Indonesia menghendaki kemandirian pangan semaksimal

mungkin. Oleh karena itu, untuk membangkitkan kembali kinerja industri gula

nasional, pemerintah menerapkan kebijakan proteksi sekaligus promosi.

Kebijakan promosi yang diterapkan oleh Indonesia saat ini antara lain berupa :

(a) subsidi bunga dalam kredit KKP-TR yang alokasinya pada saat ini mencapai Rp.

900 milyar, (b) subsidi pupuk sebesar Rp. 1,3 trilyun untuk berbagai komoditas

termasuk tebu, (c) dukungan pengembangan prasarana pengairan yang difasilitasi

oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah sebesar Rp. 4,5 trilyun, (d)

dukungan permodalan bagi koperasi tebu untuk pembongkaran ratoon, pembangunan

kebun bibit dan prasarana pengairan sederhana sebesar Rp. 66,8 milyar dan (d)

dukungan dana untuk penyehatan lembaga penelitian dan pengembangan.

Prinsip kebijakan proteksi yang ideal adalah mengatur masuknya suatu produk

impor (dalam hal ini gula) yang tidak merugikan petani dan industri gula dalam

negeri serta tetap memperhatikan kepentingan konsumen. Beberapa kebijakan

proteksi yang dikeluarkan oleh pemerintah antara lain : (a) SK Menteri Perindustrian

dan Perdagangan No. 141 Tahun 2002 yang mengharuskan importir 8 komoditas,

termasuk gula, untuk memiliki Nomor Pengenal Importir Khusus (NPIK). Dalam

kaitan ini, gula mentah (raw sugar) hanya boleh diimpor oleh importir yang

mempunyai Angka Pengenal Importir Produsen (API-P) dan Angka Pengenal

Importir Terbatas (API-T); (b) SK Menteri Keuangan No. 324/2002 yang

menetapkan tarif impor gula putih sebesar Rp. 700/kg dan gula mentah sebesar Rp.

550/kg; (c) SK Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 643 Tahun 2002 yang

mengatur tata niaga impor gula; dan (d) Instruksi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

No. Ins-07/BC/09/2002 yang mengatur prosedur pemeriksaan jalur merah (red line

procedure).

C.Kesimpulan

Page 15: Agroindustri Gula

Kesimpulan yang dapat diambil dari makalh ini antara lain:

1. Gula merupakan salah satu komoditi pertanian yang telah ditetapkan

Indonesia sebagai komoditi khusus (spesial products) dalam forum

perundingan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) bersama beras, jagung,

dan kedelai.

2. Sejarah menunjukkan bahwa Indonesia pernah mengalami ahun 1930-an

dimana jumlah pabrik gula yang beroperasi adalah 179, produktifitas sekitar

14,8 %. Dengan produksi puncak mencapai sekitar 3 juta ton, dan ekspor gula

pernah mencapai 2,4 juta ton.

3. Tanaman penghasil gula antara lain tebu, aren, dan stevia.

4. Proses pembuatan gula meliputi ekstraksi, liming, penguapan, kristalisasi,

penyimpanan, afinasi, karbonatasi, penghilangan warna, dan pendidihan.

5. Perkembangan selanjutnya industri gula Indonesia lambat laun mengalami

degradasi struktural dan sulit untuk bangkit kembali, hingga pada akhirnya

Indonesia menjadi salah satu importir gula terpenting di dunia saat ini. Sejak

liberalisasi perdagangan diberlakukan pada tahun 1998 hingga tahun 2002,

ketergantungan impor gula Indonesia telah mencapai 47 persen per tahun.

6. Setelah mengalami berbagai pasang surut, produksi gula Indonesia sekarang

hanya didukung oleh 60 pabrik gula yang aktif yaitu 43 pabrik dikelola

BUMN dan 17 pabrik yang dikelola oleh swasta.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2004. About Stevia Sugar. http://www.greengold.com/stability of stevia sugar/htm. Diakses tanggal 1 Desember 2012.

Page 16: Agroindustri Gula

Moerdokusumo, A. 1993. Pengawasan Kualitas dan Teknologi Pembuatan Gula Di Indonesia. ITB. Bandung

 Sawit, Husein, Erwidodo, Tonny K., Hermanto S., 2003. Penyelematan dan Penyehatan Industri Gula Nasional : Suatu Kajian Akademisi. Badan Bimas Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian. Jakarta

Susila, Wayan. Perkembangan dan Prospek Komoditas Gula. http://www.ipard.com/art_perkebun/0071003wrs.asp. Diakses tanggal 1 Desember 2012