analisis jurnal daun katuk

27
ANALISIS JURNAL EFFECTIVENESS OF THE SAUROPUS ANDROGYNUS L. MERR LEAF EXTRACT IN INCREASING MOTHER’S BREAST MILK PRODUCTION EFEKTIVITAS DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L. MERR ) DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU MENYUSUI Laporan ini disusun sebagai tugas dalam memenuhi prasyarat Stase Keperawatan Maternitas Disusun oleh : KELOMPOK II PARALEL Trio Mulyono 1311040039 Raden Aneu T.A 1311040025 Siti Amaniah 1311040049 Isnen Istiyanti 1311040015

Upload: bean-trio

Post on 29-Dec-2015

181 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

Keperawatan maternitas

TRANSCRIPT

Page 1: Analisis Jurnal Daun Katuk

ANALISIS JURNAL

EFFECTIVENESS OF THE SAUROPUS ANDROGYNUS L. MERR LEAF

EXTRACT IN INCREASING MOTHER’S BREAST MILK PRODUCTION

EFEKTIVITAS DAUN KATUK (SAUROPUS ANDROGYNUS L. MERR )

DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI ASI IBU MENYUSUI

Laporan ini disusun sebagai tugas dalam memenuhi prasyarat

Stase Keperawatan Maternitas

Disusun oleh :

KELOMPOK II PARALEL

Trio Mulyono 1311040039

Raden Aneu T.A 1311040025

Siti Amaniah 1311040049

Isnen Istiyanti 1311040015

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2014

Page 2: Analisis Jurnal Daun Katuk

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

ASI eksklusif merupakan menyusui bayi secara murni dari usia 0-6

bulan. Bayi hanya diberi ASI tanpa tambahan cairan lain seperti : susu formula,

jeruk, madu, air teh, air putih dan tanpa pemberian makanan tambahan lain.

Menyusui adalah suatu proses alamiah. Walaupun demikian, dalam lingkungan

kebudayaan kita saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah mudah.

Sebenarnya menyusui, khususnya yang secara eksklusif merupakan cara

pemberian makan bayi yang alamiah. Namun, seringkali ibu kurang

mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapat informasi yang salah

tentang manfaat ASI eksklusif, tentang bagaimana cara menyusui yang benar

dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya

(Roesli, 2005).

Berdasarkan hasil Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2003,

hanya 3,7 % bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama, sedangkan

pemberian ASI pada usia 2 bulan pertama 64 %, yang kemudian menurun pada

periode berikutnya umur 3 bulan 45,5 %, pada usia 4-5 bulan 13,9 % dan umur

6-7 bulan 7,8 %. Sementara itu ada peningkatan penggunaan pengganti air

susu ibu (PASI) yang biasa disebut formula atau susu formula tiga kali lipat

dalam kurun waktu 1997 dari 10,8 % menjadi 32,4 % pada tahun 2002, hal ini

mungkin diakibatkan kurangnya pemahaman, dukungan keluarga dan

lingkungan akan pemberian ASI secara eksklusif (Wjayanti, 2010).

Berdasarkan pengkajian dan wawancara yang telah kami lakukan pada ibu post

partum Ruang Falmboyan Rumah Sakit Margono Soekarjo Purwokerto,

beberapa ASI ibu post partum yang tidak lancar bahkan belum keluar padahal

ASI sangat bermanfaat bagi bayi.

Berbagai penelitian telah mengkaji manfaat pemberian ASI eksklusif

dalam hal menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi,

mengoptimalkan pertumbuhan bayi, membantu perkembangan kecerdasan

anak dan membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu (Dalimunthe,

Page 3: Analisis Jurnal Daun Katuk

2011). Oleh karena itu, perlu ada upaya untuk meningkatkan pemberian ASI

ekslusif pada ibu menyusui salah satunya melalui cara tradisional yaitu

tanaman yang berkhasiat untuk kesehatan.

Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati,

baik hewan maupun tanaman. Tanaman obat sebagai salah satu sumber

keanekaragaman hayati yang dimiliki bangsa Indonesia sudah seharusnya

dimanfaatkan sehingga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan. Beberapa

tanaman obat dapat digunakan oleh ibu yang baru melahirkan dan menyusui

anaknya untuk mengatasi kekurangan gizi. Ada sekitar 15 jenis tanaman obat

tradisional yang sering digunakan sebagai suplemen dan pelancar ASI. Salah

satunya ialah daun katuk yang secara ilmiah dinamakan Sauropus androgynus

(L.) Merr (Subekti, 2007). Secara empiris, tanaman katuk sudah dikenal

sebagai tanaman obat sejak zaman dahulu. Banyak orang percaya bahwa

mengkonsumsi daun katuk dapat menyegarkan dan meningkatkan daya tahan

tubuh bagi orang yang baru sembuh dari sakit, serta diyakini dapat

meningkatkan produksi ASI. Daun katuk selain dapat meningkatkan produksi

ASI, juga dapat memperbaiki fungsi pencernaan dan metabolisme tubuh

(Suprayogi 2000).

Daun katuk merupakan salah satu jenis sayuran yang mudah diperoleh di

setiap pasar, baik pasar tradisional maupun swalayan. Ditinjau dari kandungan

gizinya, daun katuk merupakan jenis sayuran hijau yang banyak manfaat bagi

kesehatan dan pertumbuhan badan. Di dalam daun katuk terdapat cukup

banyak kandungan kalori, protein, kalsium, zat besi, fosfor dan vitamin yang

dibutuhkan oleh tubuh manusia. Daun katuk dapat memperlancar pengeluaran

ASI, kemudian dalam perkembangan selanjutnya, dibuat infus akar daun katuk

digunakan sebagai diuretik dan sari daun katuk digunakan sebagai pewarna

makanan (Rukmana, 2003).

Pemanfaatan daun katuk untuk meperlancar produksi ASI masih

dilakukan penelitian terutama dalam pembuatan ekstrak daun katuk. Hal

tersebut bertujuan untuk memberikan nilai praktis dan ekonomis tanpa

mengurangi manafaat daun katuk dalam meemperlancar produksi ASI. Oleh

Page 4: Analisis Jurnal Daun Katuk

karena itu, kami tertarik dalam menganalisis jurnal efektivitas daun katuk

terhadap peningkatan produksi ASI.

C. Tujuan

Tujuan penyusunan analisa jurnal adalah mahasiswa Ners dan perawat

mengetahui efektivitas daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam

meningkatkan produksi ASI ibu menyusui sehingga dapat diaplikasikan dalam

pemberian asuhan keperawatan melalui pendidikan kesehatan.

Page 5: Analisis Jurnal Daun Katuk

BAB II

RESUME JURNAL

A. Pencarian Jurnal

Penelusuran jurnal dilakukan dengan keyword : melalui

http://www.cendikia.com

B. Isi Jurnal

Judul Jurnal : Effectiveness of the sauropus androgynus (L.) merr leaf extract

in increasing mother’s breast milk production.

Penulis : Sa’roni, Tonny Sadjimin, Mochamad Sja’bani dan Zulaela

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat

Tradisional Balitbangkes, Depkes, Jakarta dan Clinical

Epidemiologi & Biostatistic Unit, Gajah Mada Faculty of

Medicine / RSUP DR.Sardjito, Yogyakarta).

Publikasi : Media Litbang Kesehatan Volume XIV Nomor 3 Tahun 2004.

C. Tempat Penelitian

Rumah Sakit Bersalin di Kabupaten Sleman, Yogyakarta.

D. Tahun Penelitian

Tahun 2004.

E. Resume Jurnal

Pemberian ASI eksklusif, yaitu pemberian ASI sampai bayi umur 6 bulan

memberikan dampak positif bagi kesehatan bayi antara lain ASI merupakan

makanan bayi yang alamiah, terutama dan terbaik, pemberian ASI dapat

menjembatani perbedaan kehidupan bayi intrauterine dengan dunia luar yang

merupakan periode kritis, kandungan serta komposisi zat dalam ASI sesuai

untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi dan ASI melindungi bayi dari

bahaya infeksi (Sarjdono dkk, 1966).

Page 6: Analisis Jurnal Daun Katuk

Hasil suatu survei melaporkan bahwa 38% ibu menghentikan pemberian ASI

bagi bayi dengan alasan produksi ASI tidak mencukupi (Herdiyatiningsih,

1992).

Obat laktagogum moderen/sintetik tidak banyak dikenal, oleh karena itu

perlu dicari obat laktagogum alternatif. Salah satu tumbuh-tumbuhan yang

secara tradisional dipakai untuk memperbanyak dan melancarkan ASI adalah

daun katuk (Sauropus androgynus L Merr) dengan cara pemakaian dibuat

sayur atau dilalap. Cara pemakaian daun katuk dalam bentuk sayuran atau lalap

tidak praktis, apalagi untuk masyarakat perkotaan yang sulit untuk

mendapatkan bahan segar setiap saat. Oleh karena itu perlu dibuat sediaan yang

lebih praktis penggunaannya yaitu dalam bentuk ekstrak. Dalam bentuk ekstrak

jumlahnya menjadi lebih sedikit, lebih halus, tidak berbau dan ternyata kadar

proteinnya 62% lebih besar (Soegihardjo, 1997). Pengekstrak terbaik adalah

etanol 70% dengan cara maserasi, bentuk sediaan yang sesuai adalah tablet

salut dengan komposisi ekstrak 45%, bahan pengering 6%, pengikat 3% dan

pelincir 1%. Salah satu sediaan dari ekstrak daun katuk yang telah dibuat

adalah Fitolac yang diproduksi oleh Kimia Farma, Bandung, tetapi belum

dilakukan penelitian hasil gunanya pada manusia (Sarjdono dkk, 1966).

Tiap 100g daun katuk mengandung 59 kalori, 70g air, 4,8g protein, 2g

lemak, 11g karbohidrat, 3111ug vitamin D, 0,10mg vitamin B6 dan 200mg

vitamin C. Penapisan fitokimia daun katuk mengandung sterol, alkaloid,

flavonoid dan tannin. Analisis dengan kromatografi gas dan spectrometri

massa, ekstrak daun katuk mengandung monometyl succinate, cyclopentonal

acetat, asam benzoat, asam fenil malonate, 2-pyrolidinon dan metyl

pyroglutamate (Lucia dkk, 1997).

Uji toksisitas akut dan teratogenik pada mencit menunjukkan bahwa daun

katuk tidak tok-sik dan tidak menimbulkan kecacatan pada ja-nin. Uji toksisitas

akut dan subakut pada tikus tidak meunjukkan tanda-tanda intoksikasi dan

tidak menimbulkan kelainan-kelainan pada hati, ginjal, jantung, paru, limpa,

otak dan usus serta tidak menunjukkan perbedaan SGPT, SGOT, ka-dar Hb

dan kreatinin dengan kelompok control.

Page 7: Analisis Jurnal Daun Katuk

Penelitian efek farmakologi ternyata ekstrak daun katuk dosis 631,6mg/kg

berat badan menunjukkan efek laktagogum pada tikus. Apabila dosis tersebut

diekstrapolasikan pada manusia berdasarkan luas permukaan tubuh dan

kepekaan menjadi sekitar 900mg/hari pada manusia. Apakah ekstrak daun

katuk dapat meningkatkan produksi ASI pada manusia perlu dilakukan

penelitian (Sarjdono dkk, 1966).

Desain Studi Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian

Randomixed Control Trial (RCT). Sampel adalah ibu-ibu melahirkan dan

menyusui bayinya di Rumah Sakit Bersalin (RSB) di kabupaten Sleman,

Yogyakarta. Sampel dikelompokkan secara random menjadi 2 kelompok yaitu

kelompok pertama diberi ekstrak daun katuk, vitamin dan mineral sedang

kelompok kedua diberi plasebo, vitamin dan mineral. Penempatan sampel ke

dalam kelompok pertama atau kelompok kedua bersifat prospektif. Seleksi

sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi: Ibu

melahirkan dengan bayi lahir hidup, umur ibu 15–35 tahun, menyusukan

bayinya, bersedia mengikuti peneli-tian dengan menandatangani informed

consent. Kriteria eksklusi : Ibu melahirkan dengan BBLR, ibu atau bayi dalam

perawatan penyakit lain.

Pada saat bayi berumur 2 atau 3 hari, yaitu sebelum sampel

meninggalkan rumah sakit dilakukan pendataan karakteristik subyek,

pengukuran variabel awal dan pemberian intervensi, yang dilakukan oleh

tenaga medis / paramedis meliputi umur ibu, tempat tinggal ibu, pekerjaan ibu,

berat dan tinggi badan ibu, kadar Hb ibu, berat badan bayi dan kecukupan ASI

pada kelahiran terdahulu. Setelah pendataan variabel awal, kelompok pertama

diberi ekstrak daun katuk, vitamin dan mineral sedang kelompok kedua diberi

plasebo, vitamin dan mineral. Ekstrak daun katuk diberikan dalam bentuk

tablet 300mg, 3 x 1 tablet / hari, diminum setelah makan sedang vitamin dan

mineral diminum 1x1 tablet / hari. Intervensi selama 15 hari.

Pada hari ke-5, hari ke-10 dan hari setelah selesai intervensi diadakan

kunjungan ke rumah subyek, ditanyakan apakah ada keluhan-keluhan yang

timbul selama minum obat. Kunjungan ke rumah subyek juga untuk

mengetahui kepatuhan subyek dalam minum obat. Intervensi dihentikan

Page 8: Analisis Jurnal Daun Katuk

apabila terjadi efek samping obat yang serius terhadap ibu atau bayinya dan

disarankan untuk berobat ke rumah sakit tempat ia melahirkan. Subyek

dinyatakan drop out apabila tidak mematuhi aturan pengobatan, yaitu bila

tidak minum obat selama 3 hari berturut-turut, selama 5 hari tidak berturut-

turut, subyek atau bayinya menderita sakit dan memerlukan intervensi lain,

mengundurkan diri dari keikutsertaan penelitian atau pindah alamat yang tidak

diketahui.

Pada penelitian ini pengolahan data dan analisa data menggunakan

data continous distribusi normal dengan t-test, distribusi tidak normal dengan

non-parametrik. Data katagorik dianalisa dengan Chi-Square. Analisis regresi

ganda untuk mengetahui variable-variabel yang berpengaruh terhadap

produksi ASI.

Jumlah subyek penelitian dari tiga Rumah Sakit Bersalin (RSB.) yaitu

RSB Aisiyah, RSB. Puri Husada dan RSB. Candra Brata Medica Plasa ada 96

sampel yang mengikuti penelitian sampai selesai, 48 sampel pada kelompok

ekstrak daun katuk dan 48 sampel pada kelompok plasebo.

Table I

Variabel Ekstrak daun katuk + SD

Plasebo + SD t p

Umur (th)

Berat badan (kg)

Kadar Hb (g%)

26,63 + 5,01

53,63 + 6,60

10,63 + 1,03

27,15 + 5,01

51,88 + 5,33

10,71 + 0,93

-0,507

1,430

-0,415

0,613

0,156

0,679

Tabel II

Variabel Ekstrak Daun Katuk (%) Plasebo (%) X2 p

Status gizi

a. Kurang

b. Normal

c. Berlebih

Paritas

a. 1 x melahirkan

b. > 1 x melahirkan

Kecukupan ASI pada

6 (12,40 %)

35(73,00%)

7 (14,60%)

29 (60,40%)

19 (39,60%)

5 (10,40%)

36(75,00%)

7 (14,60%)

23 (47,60%)

25(52,40%)

0,105

0,192

0,949

0,219

Page 9: Analisis Jurnal Daun Katuk

kelahiran terdahulu

a. Kurang

b. Cukup

c. Berlebih

5 (26,40 %)

8 (42,00%)

6 (31,60%)

7 (28,00%)

14(56,00%)

4(16,00%)

1,581 0,454

Tabel III

VariabelEkstrak Daun

Katukplasebo Z/t p

Volume ASI (ml)

Sebelum intervensi

Sesudah intervensi

Kenaikan Volume ASI

Kadar protein (%)

Sesudah intervensi

Kadar lemak (%)

Sesudah intervensi

65,42 ±57.95

264,09± 187,16

198,67 ± 0,46

1,59 ± 0,46

3,36 ± 0,52

66,79 ± 49,18

197,64±109,45

131,99±84,52

1,57±0,49

3,39±0,56

Z=-0,594

Z=-0,044

Z=-2,804

t=0,335

t=-0,207

0,552

0,041

0,005

0,814

0,836

Tidak ada perbedaan kharakteristik subyek penelitian antara kelompok

ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo (p>.0,05). Recall konsumsi makan

dan minum selama 24 jam terakhir dan pola / kebiasaan makan sebulan terakhir

juga tidak menunjukkan perbedaan antara kelompok ekstrak daun katuk dengan

kelompok plasebo. Konsumsi kalori, protein, sayuran hijau dan jumlah air minum

selama 24 jam terakhir tidak ada beda antara kelompok ekstrak dengan kelompok

plasebo (p>0,05). Hasil recall pola makan sebulan terakhir juga tidak ada

perbedaan antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo

(p>0,05). Pola makan yang direkam adalah adalah makanan pokok, sumber

protein, sayuran hijau dan buah-buahan. Analisis regresi ganda menunjukkan

variabel perlakuan, umur, status gizi, kadar Hb dan kon- sumsi air minum

berhubungan dengan produksi ASI.

Semua variabel yang berhubungan dengan produksi ASI tidak

menunjukkan perbedaan antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok

plasebo (p > 0,05), kecuali perlakuan ekstrak daun katuk.( p< 0,05) Pemberian

ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dapat

meningkatkan produksi ASI sebanyak 66,7ml atau 50,7% lebih banyak

dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak

Page 10: Analisis Jurnal Daun Katuk

diberi ekstrak daun katuk. Hasil wawancara 48 sampel kelompok ekstrak daun

katuk sebelum intervensi, 31,25%, menyatakan ASI kurang, setelah intervensi

menyatakan 19,75% ASI kurang. Dengan demikian pemberian ekstrak daun katuk

tersebut dapat menurunkan jumlah subyek kurang ASI sebanyak 12,5%. Pada

kelompok plasebo baik sebelum maupun sesudah intervensi jumlah subyek

kurang ASI tetap, yaitu 29,2%. Produksi ASI yang lebih banyak pada kelompok

ekstrak daun katuk disebabkan oleh kandungan alkaloidnya. Tetapi menurut

Prajonggo yang berperan meningkatkan produksi ASI adalah kandungan

sterolnya.Sedangkan menurut Suprayogi kandungan nutrisi daun katuk dapat

meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintesa laktosa, sehingga produksi ASI

meningkat. Ekstrak daun katuk dapat dikatakan tidak menurunkan kualitas ASI

karena tidak ada perbedaan kadar protein dan kadar lemak ASI setelah intervensi

antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo (p>0,05).

Kelemahan penelitian ini meliputi, sampel ukuran kecil, erosi tinggi, dan

jelas ketidakmampuan untuk menilai peserta untuk sesuai dengan kelompok tugas

mereka. dan kekuatan penelitian ini meliputi pengacakan peserta, penyembunyian

alokasi, analisis dengan niat untuk merawat, dan hasil utama yang berorientasi

pada pasien.

Page 11: Analisis Jurnal Daun Katuk

BAB III

PEMBAHASAN

A. Air Susu Ibu (ASI)

Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan putih yang merupakan suatu emulsi

lemak dan larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang dikeluarkan

oleh kelenjar mammae pada manusia. ASI merupakan salah satu-satunya

makanan alami berasal dari tubuh yang hidup, disediakan bagi bayi sejak lahir

hingga berusia 2 tahun atau lebih (Siregar, 2006).

ASI adalah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur

kebutuhan bayi baik fisik, psikologi, sosial maupun spiritual. ASI mengandung

nutrisi, hormon, unsur kekebalan pertumbuhan, anti alergi, serta anti inflamasi.

Nutrisi dalam ASI mencakup hampir 200 unsur zat makanan (Hubertin, 2007).

ASI yang pertama keluar disebut dengan fore milk dan selanjutnya

disebut dengan hind milk. Fore milk merupakan ASI awal yang banyak

mengandung air, sedangkan hind milk lebih banyak mengandung karbohidrat

dan lemak (Roesli, 2008). Pernyataan ini juga didukung oleh Suraatmaja

(1997) bahwa komposisi ASI tidak konstan dan tidak sama dari waktu ke

waktu karena komposisi dipengaruhi stadium laktasi, ras, diit ibu dan keadaan

gizi. Kandungan yang terdapat dalam ASI, antara lain kolostrum, karbohidrat,

protein, taurin, lemak, mineral, vitamin, dan zat kekebalan.

Pengeluaran air susu dari payudara adalah faktor penting dalam

kelanjutan produksinya, terdapat bahan kimia dalam ASI yang dirancang untuk

menghentikan produksi ASI jika tidak digunakan, jika ASI yang sudah

diproduksi tidak diisap atau dikeluarkan dari payudara dalam waktu yang lama,

bahan kimia (penghambat) atau inhibitor. Salah satu tumbuh-tumbuhan yang

secara tradisional dipakai untuk memperbanyak dan melancarkan ASI adalah

daun katuk (Sauropus androgynus L Merr)

B. Manfaat Daun Katuk Terhadap ASI

Penggunaan daun katuk dalam meningkatkan produksi ASI telah

dibuktikan Suprayogi et al. (1992) dengan menggunakan kambing laktasi.

Page 12: Analisis Jurnal Daun Katuk

Pemberian estrak daun katuk melalui abomasum dapat meningkatkan produksi

ASI sebesar 21,03% dengan diimbangi susunan air susu yang baik. Selain itu

terjadi peningkatan aktivitas metabolisme glukosa pada sel kambing sebesar

52,66% yang berarti kelenjar kambing bekerja ekstra untuk mensintesis air

susu. Sehingga secara langsung dapat meningkatkan keuntungan bagi peternak.

Subekti (2007) juga mengatakan bahwa pemberian ekstrak daun katuk pada

kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya dengan dosis 3 x 300mg/hari

selama 15 hari terus menerus mulai hari ke-2 atau hari ke-3 setelah melahirkan

dapat meningkatkan produksi ASI 50,70% lebih banyak dibandingkan dengan

kelompok ibu melahirkan dan menyusui bayinya yang tidak diberi ekstrak daun

katuk. Pemberian ekstrak daun katuk tersebut tidak menurunkan kadar protein

dan kadar lemak ASI (Sa’roni et al. 2004). Hasil penelitian lain menunjukkan

bahwa penambahan daun katuk dalam ransum unggas menujukkan hasil yang

sangat memuaskan. Subekti (2007) menunjukkan bahwa pemberian tepung

daun katuk 6% dan 9% dapat meningkatkan konsumsi ransum ayam lokal.

Selain itu pemberian tepung daun katuk dan tepung ekstrak daun katuk dalam

ransum puyuh menunjukkan pengaruh yang positif terhadap peningkatan

sistem reproduksi yang terlihat dari peningkatan perkembangan organ

reproduksi, kualitas telur, percepatan umur dewasa kelamin, peningkatan

fertilitas, dan daya tetas telur (Subekti et al. 2007).

Di samping manfaat yang begitu banyak bagi manusia dan ternak,

ternyata daun katuk juga memberikan efek negatif bila di konsumsi dalam

konsentrasi yang tinggi. Ger et al. (1997) melaporkan bahwa adanya hubungan

antara konsumsi daun katuk dengan bronkiolitis di Taiwan Selatan. Sebanyak

54 kasus bronkiolitis yang diteliti di Rumah Sakit Veterans General Hospital-

Kaohsiung menunjukkan bahwa 100% pasien mengkonsumsi daun katuk.

Suprayogi (2000) juga mengatakan bahwa penggunaan daun katuk

menunjukkan efek yang cukup mengganggu yaitu penghambatan absorpsi

kalsium di saluran pencernaan dan gangguan pada pernafasan. Saat ini, dari

213 jenis jamu yang berasal dari pabrik jamu, hanyaditemukan 6 jenis jamu

(2,8%) yang mengandung daun katuk. Dari 6 jenis tersebut, 4 di antaranya

mempunyai indikasi sebagai pelancar ASI (Sutedja et al. 1997). Selain sebagai

Page 13: Analisis Jurnal Daun Katuk

pelancar ASI, daun katuk juga bermanfaat dalam mempercepat involusi uterus.

Bihariddin (2004) melaporkan bahwa pemberian minuman ekstrak daun katuk

kering pada mencit dari masa kawin sampai partus mengakibatkan terjadinya

percepatan involusi uterus yaitu pada hari ke-2 postpartus. Hal ini lebih cepat

bila dibandingkan dengan kontrol yaitu pada hari ke-5 postpartus, sedangkan

pada pemberian minuman ekstrak daun katuk hijau, involusi uterus terjadi pada

hari ke-5 postpartus sama seperti kelompok kontrol.

Kandungan nutrien yang memadai merupakan

penunjang dalam nilai gizi terutama bagi ibu yang menyusui.

Beberapa peneliti mengungkapkan bahwa daun katuk memiliki

nutrien yang cukup tinggi. Komposisi nutrien yang terkandung

dalam 100 gram daun katuk segar yang diacu dalam

Suprayogi (2000) dapat dilihat dari Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi nutrisi daun katuk (per 100 gram daun

katuk segar)

Selain itu daun katuk juga mengandung beberapa

senyawa aktif lain yang dapat mempengaruhi fungsi fisiologis

tubuh. Para peneliti mencoba untuk mengetahui kandungan

senyawa kimia daun katuk yang dapat dimanfaatkan. Agusta

Page 14: Analisis Jurnal Daun Katuk

et al. (1997) melaporkan bahwa pengujian ekstrak daun katuk

dengan menggunakan analisa kromatografi gas dan

spekrometri masa (KGMS), menunjukkan adanya enam

senyawa utama yaitu monomethyl succinate dan cis-2- methyl

cyclopentanol asetat (ester), asam benzoat dan asam fenil

malonat (asam karboksilat), 2 Pyrolidinon dan methyl

pyroglutamat (alkaloid). Semua senyawa ini berpotensi untuk

industri kimia dan farmasi.

Suprayogi (2000) melaporkan bahwa senyawa aktif

utama yang berperan dalam meningkatkan produksi air susu

adalah 5 kelompok senyawa polyunsaturate fatty acids

termasuk kelompok senyawa eicosanoid, yaitu octadecanoic

acid, 9-eicosyne, 5,8,11-heptadecatrienoic acid, 9,12,15-

octadecatrienoic acid, dan 11,14,17-eicosatrienoic acid. Di

samping itu terdapat satu senyawa intermediate-step dari

biosintesis steroid hormon yaitu Androstan- 17-one,3-ethyl-3-

hydroxy-5alpha. Kedua kelompok senyawa ini mampu

meningkatkan sekresi air susu melalui aksi hormonal maupun

aksi metaboliknya dalam tingkat seluler. Senyawa Androstan-

17-one,3-ethyl-3-hydroxy-5alpha yang memiliki rumus kimia

C21H34O2 merupakan 17-ketosteroid (kelompok keto pada C

17). Senyawa ini berperan langsung sebagai prekursor hormon

steroid.

Biosintesis hormon steroid ini dapat terjadi pada semua

kelenjar steroid hormon (ovarium, testes, dan kortek adrenal).

Di dalam sel endokrin, senyawa ini akan dihidrosilasi oleh

bantuan enzim hidroksilase (Suprayogi 2000). Kelompok

senyawa tersebut sangat mudah untuk dipisahkan (diekstrak)

dengan pelarut nonpolar yaitu heksan. Selain itu, menurut

Sprayogi (2000), terdapat tujuh senyawa aktif utama di dalam

daun katuk yang berpengaruh terhadap fungsi fisiologis tubuh.

Page 15: Analisis Jurnal Daun Katuk

Senyawa-senyawa tersebut bekerja secara langsung maupun

tidak langsung di dalam jaringan (Tabel 2).

Page 16: Analisis Jurnal Daun Katuk

Tabel 2 Senyawa aktif utama tanaman katuk dan pengaruhnya

terhadap fungsi fisiologis di dalam jaringan

Beberapa senyawa aktif daun katuk juga dapat

ditemukan dengan menggunakan pelarut yang lebih polar

(etanol, EtOH). Senyawa-senyawa aktif tersebut adalah 3

senyawa flavonol yang meliputi 3-O-β-D-glucosyl(1-6)-β-

Dglucosyl- kaempferol, 3-O-β-D-glucosyl-7-O-α-L-rhamnosyl-

kaempferol, dan 3-O- β-D-glucosyl(1-6)-β-D-glucosyl-7-O-α-

rhamnosyl-kaempferol, senyawa 5’deoxy- 5”methylsulphinyl-

adenosine dan uridine (Wang dan Lee 1997). Temuan tersebut

dikuatkan oleh Suprayogi (2004) yang menggunakan pelarut

semipolar etil asetat (EtOAc) dan menemukan senyawa-

senyawa yang bersifat antioksidan kuat yaitu 3-O-β-Dglucosyl-

kaempferol, 3-O-β-D-glocosyl-7-O-α-Lrhamnosyl-kaempferol,

dan kaempferol. Dari penelitian tersebut dapat diperkirakan

bahwa dengan menggunakan pelarut organik semipolar

maupun polar maka senyawa utama daun katuk yaitu

kaempferol dapat dipisahkan dengan mudah.

Pemberian ekstrak daun katuk pada kelompok ibu melahirkan dan

menyusui bayinya dapat meningkatkan produksi ASI sebanyak 66,7ml atau

50,7% lebih banyak dibandingkan dengan kelompok ibu melahirkan dan

Page 17: Analisis Jurnal Daun Katuk

menyusui bayinya yang tidak diberi ekstrak daun katuk. Hasil wawancara 48

sampel kelompok ekstrak daum katuk sebelum intervensi, 31,25% menyatakan

ASI kurang, setelah intervensi menyatakan 19,75% ASI kurang. Wijayanti

(2010) menambahkan, ada hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan

angka kejadian diare pada bayi umur 0 – 6 bulan. Pada bayi yang diberi ASI

Eksklusif presentase bayi yang tidak diare lebih tinggi dibandingkan dengan

bayi yang mengalami diare.

Dengan demikian pemberian ekstrak daun katuk tersebut dapat

menurunkan jumlah subyek kurang ASI sebanyak 12,5%. Pada kelompok

plasebo baik sebelum maupun sesudah intervensi jumlah subyek kurang ASI

tetap, yaitu 29,2%. Produksi ASI yang lebih banyak pada kelompok ekstrak

daun katuk disebabkan oleh kandungan alkaloidnya. Tetapi menurut Prajonggo

yang berperan meningkatkan produksi ASI adalah kandungan sterolnya.

Sedangkan menurut Suprayogi kandungan nutrisi daun katuk dapat

meningkatkan metabolisme glukosa untuk sintesa laktosa, sehingga produksi

ASI meningkat. Ekstrak daun katuk dapat dikatakan tidak menurunkan kualitas

ASI karena tidak ada perbedaan kadar protein dan kadar lemak ASI setelah

intervensi antara kelompok ekstrak daun katuk dengan kelompok plasebo

(p>0,05).

C. Implikasi Keperawatan

Perawat dapat berperan sebagai konselor kesehatan khususnya

mengenai laktasi. Beberapa tugas yang dilakukan Konselor laktasi adalah

sebagai berikut:

1. Konselor laktasi post natal menempatkan klien berhubungan dengan

seseorang yang dapat terus memberikan perawatan post natal dan

dukungan.

2. Konselor laktasi dapat menjadi bagian dari program kesehatan yang

bertujuan mendidik wanita post natal, misalnya melalui penyuluhan

kesehatan (Penkes).

Banyak wanita membuat keputusan pemberian makanan bayi sebelum

durasi pemberian ASI eksklusif terlewati dan sebelum kontak dengan tenaga

Page 18: Analisis Jurnal Daun Katuk

kesehatan profesional. Meskipun kampanye promosi kesehatan berpengaruh

terhadap pengetahuan ibu terhadap pemberian ASI eksklusif, namun mereka

sering tidak menghalangi ibu dari pemberian susu formula.

BAB IV

Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan

1. Daun katuk dapat meningkatkan produksi ASI pada ibu melahirkan dan

menyusui.

2. Daun katuk tidak menurunkan kualitas ASI, karena pemberian ekstrak

daun katuk tidak menurunkan kadar protein dan kadar lemak ASI.

B. Saran

1. Pada ibu yang sedang menyusui bayinya disarankan mengkonsumsi daun

katuk untuk meningkatkan produksi ASI.

2. Pada ibu menyusui disarankan memperhatikan gizi dalam makanannya

terutama memperbanyak konsumsi air putih.

Page 19: Analisis Jurnal Daun Katuk

DAFTAR PUSTAKA

Dalimunthe, A. Sally. (2011). Faktor-faktor kegagalan pemberian asi esklusif pada bayi 0-6 bulan. Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Prayogo, B. E. W. & I. G. P. Santa 1997. Studi taksonomi Sauropus androgynus (L.) Merr. Warta Tumbuhan Obat Indonesia 3(3) : 53-55.

Roesli, U. (2008). Inisiasi menyusu dini plus ASI eksklusif. Jakarta : Pustaka Bunda

Roesli, Utami. (2005). Mengenal asi esklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya

Rukmana, R dan Indra M.H. 2003. Katuk, Potensi dan Manfaatnya. Kanisius. Yogyakarta.

Siregar, A. (2004). Pemberian ASI eksklusif dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Medan : FKM USU

Subekti S. 2007. Komponen sterol dalam ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr). Disertasi. Sekolah Pascasarjana. Bogor: Institut Pertanian Bogor,

Subekti S. 2007. Komponen sterol dalam ekstrak daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dan hubungannya dengan system reproduksi puyuh. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Suprayogi, A. 2000. Studies on the biological effect of sauropus androgynus (l. merr.): effect on milk production and the possibilities of induced pulmonary disorder lactating sheep. Universitat Gottingen Institut fur Tierphysiology und Tieremahrung. Gottingen: George-August

Suraatmaja. (1997). Aspek gizi ASI. Jakarta: EGC

Wijayanti, Winda. (2010) Hubungan antara pemberian asi eksklusif dengan angka kejadian diare pada bayi umur 0-6 bulan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Surakarta