bab 2 bunga cengkeh

44
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia dan dapat disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa (Shulman, Stanford T, John P phair , Herbert M ,Sommers. Dasar Biologis Dan Klinis Penyakit Infeksi, yogyakarta :Univercity Gajah mada 1994.) Salah satu penyakit infeksi yang banyak terdapat di negara berkembang seperti Indonesia adalah disentri. Disentri disebabkan bakteri Shigella dysentriae (disentri basiler) dan parasit Entamoeba histolityca (disentri amuba) dimana disentri basiler mempunyai prevalensi lebih tinggi (disentri.org). Disentri basiler biasa terjadi pada daerah dengan keadaan sanitasi yang buruk dan penularan terutama melalui makanan dan air yang terkontaminasi oleh ekskreta manusia. Sebagai vektor adalah serangga, terutama lalat (buku ajar ilmu penyakit dalam FK Unair) . Masa inkubasi berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rata-rata 7 hari pada orang dewasa, namun bisa berlangsung sampai 4 minggu. Pada orang dewasa biasanya akan mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas

Upload: kristianz-oka

Post on 29-Nov-2015

252 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 Bunga Cengkeh

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah di bidang kesehatan yang terus

berkembang dari waktu ke waktu. Infeksi merupakan penyakit yang dapat

ditularkan dari satu orang ke orang lain atau dari hewan ke manusia dan dapat

disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan

protozoa (Shulman, Stanford T, John P phair , Herbert M ,Sommers. Dasar

Biologis Dan Klinis Penyakit Infeksi, yogyakarta :Univercity Gajah mada 1994.)

Salah satu penyakit infeksi yang banyak terdapat di negara berkembang seperti

Indonesia adalah disentri.

Disentri disebabkan bakteri Shigella dysentriae (disentri basiler) dan parasit

Entamoeba histolityca (disentri amuba) dimana disentri basiler mempunyai

prevalensi lebih tinggi (disentri.org). Disentri basiler biasa terjadi pada daerah

dengan keadaan sanitasi yang buruk dan penularan terutama melalui makanan dan

air yang terkontaminasi oleh ekskreta manusia. Sebagai vektor adalah serangga,

terutama lalat (buku ajar ilmu penyakit dalam FK Unair) . Masa inkubasi berkisar

antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rata-rata 7 hari pada orang dewasa,

namun bisa berlangsung sampai 4 minggu. Pada orang dewasa biasanya akan

mengeluh nyeri perut bawah, rasa panas rektal, diare dan disertai demam yang

bisa mencapai 400 C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih mengandung

darah atau lender, tenesmus dan nafsu makan menurun. Sedangkan pada anak-

anak mungkin didapatkan demam tinggi dengan atau tanpa kejang, penurunan

kesadaran, nyeri kepala, kaku kuduk dan letargi.(Nizam Oesman, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi 5, 2009)

Untuk mengobati penyakit infeksi seperti disentri basiler yang disebabkan oleh S.

dysentriae digunakan obat-obatan antiobiotik. Antibiotik terpilih untuk disentri

basiler adalah ampisilin, kotrimoksazol, tetrasiklin. (Nizam Oesman, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Edisi 5, 2009) Fluoroquinolones seperti ciprofloxacin dan

Page 2: BAB 2 Bunga Cengkeh

norfloxacin telah aktif terhadap Shigella, namun terjadinya strain S. dysenteriae tipe

1 yang resisten terhadap antibiotik ini dan asam nalidiksik telah dilaporkan (WHO,

2005). Masalah resistensi kuman Shigella terhadap antibiotik bukan merupakan hal

yang baru, dimana sejak tahun 1960 telah mulai terjadi resistensi tersebut. (philippe

sansonetti et jean bergounioux, Harrison’s Infectious Diseases, 2010) Untuk

menghindari efek resistensi tersebut, maka dilakukan upaya untuk pencarian

senyawa antibakteri dari alam berupa tanaman obat tradisional yang dapat

digunakan untuk mengurangi efek negatif antibiotik tersebut. Indonesia kaya

dengan tanaman obat tradisional yang beragam jenisnya. Salah satu tanaman obat

tradisional yang banyak dimanfaatkan di Indonesia ialah bunga cengkeh(Syzygium

aromaticum)

Cengkeh merupakan tanaman sejenis rempah yang banyak didapatkan di

daerah Maluku dan sudah sejak lama dimanfaatkan dalam industri rokok kretek,

makanan, minuman dan obat-obatan. Hampir semua bagian tanaman bisa

dimanfaatkan, mulai bunga, tangkai dan daun cengkeh. Namun yang paling sering

digunakan adalah bagian daunnya. (Nurdjannah, 2004). Banyak manfaat yang bisa

didapat dari bunga cengkeh untuk keperluan kesehatan, seperti di Eropa, bunga

cengkeh digunakan untuk menghangatkan tubuh. Sedangkan di Indonesia,

tanaman cengkeh banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional untuk mengatasi

berbagai macam penyakit, seperti sakit gigi, sinusitis, mual dan muntah, sakit

kepala, radang lambung, batuk, rematik, campak dan kolera.(Tendi Krishna

Murti,101 Ramuan Tradisional untuk mengatasi berbagai penyakit,2010)

Berdasarkan penjelasan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui manfaat bunga cengkeh sebagai antimikroba dalam mengobati

penyakit disentri basiler yang disebabkan oleh S. dysentriae. Oleh karena itu penulis

tertarik untuk melakukan penelitian Pengaruh Ekstrak Bunga Cengkeh Terhadap

Pertumbuhan Bakteri Shigella dysentriae secara in vitro.

Page 3: BAB 2 Bunga Cengkeh

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah

yang diajukan adalah apakah ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum)

mempunyai aktivitas antibakteri terhadap bakteri gram negatif Shigella dysentriae

secara in vitro ?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak bunga cengkeh (Syzygium

aromaticum) terhadap pertumbuhan Shigella dysentriae pada medium agar.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui apakah ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum) dapat

menghambat pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat ilmiah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi informasi dan memberikan data

ilmiah tentang aktivitas antimikroba bunga cengkeh terhadap dalam menghambat

pertumbuhan bakteri Shigella dysentriae.

1.4.2 Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk memberikan data sebagai

informasi kepada masyarakat tentang khasiat bunga cengkeh sebagai salah satu

obat alternatif untuk pengobatan disentri basiler karena berpotensi sebagai

antimikroba.

Page 4: BAB 2 Bunga Cengkeh

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan umum bunga cengkeh

2.1.1 Klasifikasi bunga cengkeh

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales

Famili : Myrtaceae (suku jambu-jambuan)

Genus : Eugenia

Spesies : Eugenia caryophyllata Thunb.

(http://www.plantamor.com/index.php?plant=1930)

(http://

www.medikaholistik.com/medika.html?

xmodule=tanaman_detail&xid=32&ts=1369018274&qs=health)

Page 5: BAB 2 Bunga Cengkeh

2.1.2 Deskripsi dan Morfologi bunga cengkeh

Cengkeh (Syzygium aromaticum, syn. Eugenia caryophyllata), dalam bahasa

Inggris diebut dengan cloves, adalah tangkai bunga kering beraroma dari suku

Myrtaceae. Cengkeh merupakan tanaman yang asli berasal dari daerah Maluku.

berupa tanaman perdu yang memiliki batang besar dan berkayu keras. Tingginya

bisa mencapai 20-30 meter, bercabang lebat, dan dipenuhi ranting-ranting kecil

yang mudah patah. Daun cengkeh mempunyai bentuk bulat, memanjang, ujung

dan pangkalnya menyudut, lebar antara 2-3 cm dan berwarna hijau. Sedangkan

bunganya pada saat muda berwarna keunguan, lalu berubah menjadi kuning

kehijauan, dan berubah kembali menjadi merah muda jika sudah tua. Bunga kering

berwarna cokelat kehitaman dan rasanya pedas karena mengandung minyak atsiri.

Tanaman cengkeh akan mulai berbunga dengan baik setelah mencapai umur

6 tahun. Pada mulanya, kuncup-kuncupnya berwarna putih, kemudian berubah

menjadi hijau, dan pada akhirnya berubah warna menjadi merah muda yang sudah

mulai dapat digunakan sebagai bahan untuk pengobatan. Kuncup-kuncup ini

selanjutnya dipisahkan dari tangkainya serta dikeringkan baik dengan cara dijemur

maupun diasapi.

Gambar : bunga cengkeh yang telah dikeringkan ( Guy P. Kamatou et

all,2012)

Page 6: BAB 2 Bunga Cengkeh

2.1.3 Varietas / tipe-tpe cengkeh

Cengkeh di Indonesia dapat digolongkan menjadi 4 yaitu : si putih, sikotok,

zanzibar dan ambon, dan sifat masing-masing tipe cengkeh tersebut sebagai

berikut :

1. Cengkeh Siputih

Pohon cengkeh untuk tipe ini tidak rindang, tingginya mencapai 2 m. Daun

muda yang terdapat di bagian pucuk berwarna kuning sampai hijau muda.

Sedangkan tangkai daun dan gagangnya yang muda berwarna kuning hijau,

sementara daun yang tua berwarna hijau. Bunga cengkeh untuk tipe ini

berwarna kuning, berukuran besar, tetapi jumlahnya tiap tandan kurang dari 15

bunga. Pada saat bunganya sudah masak warnanya tetap hijau muda atau

putih dan tidak berubah menjadi kemerahan, tangkai bunganya relative panjang

dan bunganya ini mulai berproduksi pada umur 6,5 sampai 8,5 tahun.

(Soenardi,1981)

2. Cengkeh Sikotok

Cengkeh Sikotok mempunyai pohon yang sangat rindang, berdaun lebat

hingga ranting-rantingnya tertutup daun. Daun muda atau daun pucuk berwarna

agak kemerah-merahan, tangkai daun dan cabang yang masih muda berwarna

hijau. Sedangkan daunnya yang tua berwarna hijau berukuran kecil dan sedikit

mengkilat. Jumlah bunga pertandan lebih dari 15 bunga serta bunganya

berwarna kuning sedangkan pada pangkalnya kadang-kadang sedikit merah.

(Soenardi,1981)

3. Cengkeh Zanzibar

Daun muda atau daun pucuk berwarna merah sampai merah muda,

tangkai daun dan cabang-cabang yang masih muda juga berwarna merah.

Sedangkan daunnya yang sudah tua berwarna hijau tua menghitam dan

daunnya berbentuk kecil mengkilat.

Cengkeh Zanzibar pohonnya sangat rindang. Jumlah bunga pertandan

biasanya lebih dari 15 bunga (bisa mencapai lebih dari 50 bunga) dan warna

bunganya merah. Bentuk bunganya agak langsing, bertangkai pendek dan

Page 7: BAB 2 Bunga Cengkeh

ketika muda berwarna hijau dan menjadi kemerahan setelah dipetik.

(Soenardi,1981)

4. Cengkeh Ambon

Tipe cengkeh ini tidak dianjurkan untuk ditanam karena daya adaptsainya

rendah sehingga produksi dan kualitas hasilnya kurang baik. Daun cengkeh

ambon daun yang muda berwarna merah muda atau hijau muda (lebih muda

dari Zanzibar), sedangkan daun yang tua berwarna hijau keabu-abuan.

Cengkeh tipe ini mulai berbunga pada umur 6,5-8,5 tahun, dimana bunganya

agak gemuk dan bertangkai panjang serta berwarna hijau pada saat muda dan

menjadi kuning setelah matang. Percabangan bunganya sedikit dengan jumlah

bunga kurang dari 15 pertandan.

2.1.4 Khasiat

Bagian cengkeh yang banyak digunakan adalah bunganya. Selain

dimanfaatkan dalam industri makanan, minuman dan rokok, bunga cengkeh juga

mulai banyak dimanfaatkan sebagai bahan obat-obatan.Di Portugal, bunga

cengkeh yang masih hijau diambil cairannya dan diapakai sebagai obat jantung.

Pengobatan tradisional di Indonesia seperti mengunyah bunga cengkeh untuk

mengobati sakit perut dan meneteskan air rendaman bunga cengkeh pada mata

untuk mengobati sakit mata. Selain itu cengkeh juga bermanfaat untuk mengatasi

infeksi saluran pernapasan dan mengatasi noda jerawat. (Kompas.com, 2011)

2.1.5 Kandungan Bahan Aktif Tanaman Cengkeh

Kandungan bahan aktif tanaman cengkeh adalah minyak atsiri. Bunga

cengkeh mengandung 16-20% minyak atsiri (Suharmiati, 2005). Di dalam minyak

atsiri terdapat sekitar 72 - 90% eugenol. Komponen lain yang terkandung dalam

cengkeh adalah :

1. Asetil eugenol.

2. Beta-caryophyllene dan vanillin

3. Asam krategolik, tanin, asam galotanik, methyl salicylate (painkiller)

4. Flavonoid eugenin, kaempferol, rhamnetin, dan eugenitin

Page 8: BAB 2 Bunga Cengkeh

5. Tri terpenoids seperti asam oleanolik.

6. Bunga cengkeh kering mengandung sekitar 15-20% minyak atsiri, dan

kandungan di dalamnya yang utama adalah eugenol. 1 kilogram bunga

cengkeh yang telah dikeringkan mengandung sekitar 150 ml eugenol.

2.1.6 Eugenol

Eugenol (C10H1202), merupakan turunan guaiakol yang mendapat tambahan

rantai alil, dikenal dengan nama IUPAC 2-metoksi-4-(2-propenil) fenol. Ia dapat

dikelompokkan dalam keluarga alilbenzena dari senyawa-senyawa fenol.

Warnanya bening hingga kuning pucat, kental seperti minyak. Sumber alaminya

dari minyak cengkeh. Terdapat pula pada pala, kulit manis, dan salam. Eugenol

sedikit larut dalam air namun mudah larut pada pelarut organik. Aromanya

menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, sehingga sering menjadi

komponen untuk menyegarkan mulut. Senyawa ini dipakai dalam industri parfum,

penyedap, minyak atsiri, dan farmasi sebagai penyuci hama dan pembius lokal. Ia

juga mengjadi komponen utama dalam rokok kretek.

Gambar Struktur Eugenol (http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/r?

dbs+hsdb:@term+@rn+97-53-0)

2.1.7 Mekanisme Eugenol dalam Merusak Membran Sel

Dari beberapa literatur menunjukkan bahwa Eugenol dapat menginduksi

terjadisnya lisis dari sel bakteri melalui kerusakan protein dan komponen-

komponen lipid membran sel.( Guy P. Kamatou et all,2012). Hal ini menyebabkan

dinding sel bakteri menjadi rusak dan mengganggu permeabilitas sel bakteri,

akibatnya sel bakteri menjadi tidak selektif dan tidak dapat menginfeksi epitel usus

sehingga terjadilah penekanan pertumbuhan dan perkembangan bakteri pathogen.

Page 9: BAB 2 Bunga Cengkeh

2.2 Tinjauan umum Shigella dysentriae

2.2.1 Klasifikasi Shigella dysentriae

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobacteriaceae

Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysentriae

(www.bacmap.wishartlab.com/organisms/290)

(http://microbewiki.kenyon.edu/index.php/Shigella)

Page 10: BAB 2 Bunga Cengkeh

2.2.2 Morfologi dan Identifikasi Shigella dysenteriae

2.2.2.1 Ciri khas Shigella dysenteriae

Shigella dysenteriae merupakan bakteri gram negatif yang tipis dan

berbentuk coccobacili pada perbenihan muda. Kuman ini tidak bergerak dan tidak

berkapsul serta mempunyai ukuran 0,5 x 1 sampai 3 mikron. (Jawetz et al, 2005).

2.2.2.2 Biakan

Pada pembiakan, S. dysenteriae merupakan fakultatif anaerob, tetapi

dapat tumbuh dengan baik pada keadaan aerob dengan suhu optimum 370C dan

pH 7,4. (Satish Gupte, 1990).

2.2.2.3 Sifat Pertumbuhan

Semua Shigellae termasuk Shigella dysenteriae memfermentasi glukosa

dan tidak memfermentasi laktosa. (Jawetz, 2005). Karena tidak memfermentasi

laktosa, maka pada pembiakan agar Mac Conkey koloninya tidak berwarana,

kecuali Shigella sonnei yang memfermentasi laktosa secara lambat dan

membentuk koloni berwarna dadu. (Satish Gupte, 1990). Shigella dysenteriae

pertama kali ditemukan oleh ahli mikrobiologi asal Jepang Kiyoshi Shiga pada

tahun 1896 dimana ini merupakan asal dari nama genus ini.(Swapan Kumar

Niyogi, 2005).

2.2.3 Struktur Antigen

Shigella memiliki struktur antigen yang kompleks. Terdapat banyak

tumpang tindih pada sifat serologik berbagai spesies, dan sebagian besar

organisme memiliki antigen O yang sama dengan basil enterik yang lain. Antigen

O somatic shigella adalah lipopolisakarida. Spesifitas serologiknya bergantung

pada polisakarida. ada lebih dari 40 serotipe. Klasifikasi shigella berdasarkan

pada karakteristik biokimiawi dan antigennya.(Jawetz dan Alderberg, 2008)

Page 11: BAB 2 Bunga Cengkeh

2.2.4 Toksin

2.2.4.1 Endotoksin

Enterotoksin yang dihasilkan oleh kuman Shigella merupakan toksin yang

sifatnya termolabil dan menyebabkan pengumpulan cairan di ileum kelinci.

Aktivitas enterotoksinnya terutama pada usus halus. Pada waktu terjadi autolisis,

Shigella mengeluarkan lipopolisakaridanya yang toksik sehingga endtoksin ini

yang mungkin menambah iritasi dinding usus halus. (Jawetz dan Alderberg,

2008)

2.2.4.2 Eksotoksin

Shigella dysenteriae tipe I (basil Shiga) menghasilkan eksotoksin yang

tidak tahan panas yang dapat mengenai usus dan sistem saraf pusat. Eksotoksin

ini adalah protein yang bersifat antigenik (merangsang produksi antitoksin) dan

bersifat mematikan untuk hewan percobaan. Sebagai enterotoksin, zat ini

menimbulkan diare seperti verotoksin E. coli, mungkin melalui mekanisme yang

sama. Pada manusia, enterotoksin juga menghambat absorbsi gula dan asam

amino di usus halus. Sebagai “neurotoksin”, materi ini menyebabkan infeksi S.

dysenteriae yang sangat berat dan fatal serta menimbulkan reaksi susunan saraf

pusat yang berat (misalnya meningismus, koma). Pasien yang menderita infeksi

Shigella flexneri atau Shigella sonnei membentuk antitoksin yang menetralisir

eksotoksin S. dysenteriae secara in vitro. Aktivitas yang bersifat toksik ini

berbeda dengan sifat invasif shigella pada disentri. Keduanya dapat bekerja

berurutan, toksin menyebabkan diare awal yang tidak berdarah, encer, dan

banyak kemudian invasi usus besar mengakibatkan disentri lanjut dengan feses

yang disertai dengan darah dan nanah. (Jawetz dan Alderberg, 2008)

2.3 Disentri Basiler ( Shigellosis)

2.3.1 Definisi

Page 12: BAB 2 Bunga Cengkeh

Disentri basiler merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh

bakteri Shigella dysenteriae. Spektrum dari gejala bervariasi mulai dari infeksi yang

sifatnya asimtomatik sampai disentri berat dengan gejala demam tinggi, menggigil,

kejang-kejang, kejang perut, tenesmus dan diare berdarah. Pada penderita gejala

awal berupa demam, diare cair yang kemudian pada hari yang kedua berubah

menjadi buang air besar yang lebih sering tetapi volume tinja sedikit dan disertai

darah dan lender. (Pelczar dan chan, 1998)

2.3.2 Patogenesis dan Patologi Disentri Basiler

Shigellosis disebut juga dengan disentri basiler. Sedangkan disentri sendiri

merupakan gangguan saluran pencernaan yang ditandai dengan peradangan usus

(terutama di kolon) yang disertai dengan nyeri perut, tenesmus, dan buang air

besar yang mengandung mukus dan darah. Disentri basiler disebabkan infeksi

Shigella dysenteriae dimana habitat alami dari bakteri ini adalah usus besar

manusia. Infeksi oleh bakteri ini terbatas pada saluran pencernaan manusia, jarang

melakukan invasi ke dalam darah. Dosis infektif bakteri Shigella dysenteriae

sampai menimbulkan penyakit disentri basiler yang sangat menular adalah 103

organisme. Shigella dysenteriae merupakan golongan Shigella sp yang cenderung

resisten terhadap antibiotik. (Jawetz et al, 2005)

Proses patologis yang penting dari disentri basiler adalah invasi epitel selaput

lendir oleh bakteri Shigella dysenteriae, pembentukan mikroabses pada dinding

usus besar dan ileum terminal yang cenderung mengakibatkan nekrosis selaput

lendir, ulserasi superficial, terjadi perdarahan, pembentukan “pseudomembrane”

pada daerah ulkus. Ulkus ini mengandung fibrin, leukosit, sisa sel, selaput lender

yang nekrotik, dan bakteri. Selama proses patologis, akan terbentuk jaringan

granulasi yang mengisi daerah ulkus sehingga terbentuk jaringan parut. (Jawetz et

al, 2005)

2.3.3 Imunitas

Infeksi diikuti oleh respons antibodi tipe spesifik. Injeksi shigella yang telah

mati merangsang produksi antibodi di serum tetapi tidak dapat melindungi manusia

Page 13: BAB 2 Bunga Cengkeh

dari infeksi. Antibodi IgA di usus mungkin penting dalam membatasi infeksi ulang;

antibodi ini dapat distimulasi dengan pemberian strain shigella hidup yang telah

dilemahkan melalui oral seperti vaksin percobaan. Antibodi serum terhadap antigen

somatik shigella adalah IgM (Jawetz, 2008).

2.3.4 Pengobatan

Pada kasus yang berat, ditangani dehidrasi dan hipotensi terlebih dahulu. Obat

pilihannya adalah trimethoprim-sulfamethoxasole (merupakan obat pilihan pertama

yang digunakan pada shigellosis) yang diberikan dua kali sehari selama 7-10 hari.

Selain itu juga bisa diberikan floroquinolone (ciprofloxacin 750 mg diberikan secara oral

dua kali sehari selama 7-10 hari, atau levofloxacin 500 mg secara oral sekali sehari.)

(McPhee and Papadakis, 2009)

2.3.4.1Trimetoprim-Sulfametoksazol (Kotrimoksazol)

1. Deskripsi

Trimetiprim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat

pada duat tahap yang berurutan pada mikroba, sehingga kombinasi kedua obat

memberikan efek sinergi. Kombinasi kedua obat ini lebih dikenal dengan

kotrimoksazol. Spektrum antibakteri trimetoprim sama dengan sulfametoksazol,

meskipun daya antibakterinya 20-100 kali lebih besar daripada sulfametoksazol.

Beberapa mikroba yang peka terhadap kombinasi ini (kotrimoksazol) adalah :

Str. Pneumonia, C. diptheriae, N. meningitis, E. coli, Salmonella, Shigella,

Serratia, dan spesies Klebsiella. (Farmakologi dan Terapi, 2008)

2. Farmakodinamik

Aktivitas antibakteri kotrimoksazol berdasar kerjanya pada dua tahap yang

berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat.

Sulfonamid menghambat mauknya molekul PABA ke dalam molekul asam folat,

sementara trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari dihidrofolat

menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk reaksi pemindahan satu

atom C, seperti pembentukan basa purin (adenine, guanine, dan timidin) dan

beberapa asam amino (metionin, glisin). Untuk kebanyakan kuman,

Page 14: BAB 2 Bunga Cengkeh

perbandingan kadara yang optimal dari sulfametoksazol : trimetoprim adalah 20 :

1. Trimetoprim umumnya 20-100 kali lebih poten daripada sulfametoksazol,

sehingga sediaan kombinasi untuk diformulasikan untuk mendapatkan kadar

sulfametoksazol in vivo 20 kali lebih besar daripada trimetoprim. (Farmakologi

dan Terapi, 2008)

3. Farmakokinetik

Trimetoprim biasanya diberikan secara per oral, bisa diberikan sendiri

ataupun kombinasi dengan sulfametoksazol dimana keduanya mempunyai waktu

paruh yang hampir sama. Trimetoprim-sulfametoksazol juga bisa diberikan

secara intravena. (Katzung, 2011) Trimetoprim cepat didistribusikan ke dalam

jaringan dan sekitar 40% terikat dalam protein plasma dengan adanya

sulfametoksazol. Sekitar 60% trimetoprim dan 25-50% sulfametoksazol

diekskresikan melalui urin setelah 24 jam pemberian. (Farmakologi dan Terapi,

2008)

4. Efek Samping

Kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol biasanya dapat menimbulkan

reaksi efek samping dari sulfonamide, seperti mual, muntah, vaskulitis,

kerusakan ginjal, dan kadang bisa terjadi gangguan saraf pusat. (Katzung, 2011)

2.3.4.2 Fluorokionolon

1. Deskripsi

Kuinolon yang penting adalah analog terfluorinasi sintetik asam nalidiksat.

Obat ini aktif terhadap berbagai macam bakteri gram-positif dan gram negatif.

(Katzung, 2011) Asam nalidiksat adalah prototip golongan kuinolon lama yang

dipasarkan sekitar tahun 1960. Golongan fluorokuinolon aktif terhadap

enterobacteriaceae (E. coli, Klebsiella, Enterobacter, Proteus), Shigella,

Salmonella, Vibrio, C. jejuni, H. influenza dan N. gonorrhoeae. (Farmakologi dan

Terapi, 2008)

2. Farmakodinamik

Page 15: BAB 2 Bunga Cengkeh

Obat golongan ini menyekat sintesis DNA bakteri dengan menghambat

topoismerase II (DNA girase) dan topoisomerase IV bakteri. Adanya inhibisi DNA

girase ini mencegah relaksasi DNA supercoiled positif yang diperlukan untuk

proses transkripsi dan replikasi bakteri. Sedangkan inhibisi topoisomerae IV

bakteri menyebabkan terganggunya pemisahan kromosom DNA pascareplikasi

ke dalam masing-masing sel anakan selama pembelahan sel. (Katzung, 2011)

3. Farmakokinetik

Flurokuinolon diserap dengan cepat melalui saluran cerna. Semua

fluorokuiniolon mencapai kadar puncaknya dalam 1-2 jam setelah pemberian

obat. Fluorokuinolon hanya sedikit terikat dengan protein. Golongan obat ini

didistribusi dengan baik pada berbagai organ tubuh. Beberapa fluorokuinolon

seperti siprofloksasin dan ofloksasin dapat mencapai kadar tinggi dalam cairan

serebrospinal bila ada meningitis. Keuntungan fluorokuinilon adalah waktu

paruhnya yang panjang sehingga obat cukup diberikan 2 kali sehari. Sebagian

besar fluorokuinolon dimetabolisme di hati dan diekskresikan melalui ginjal.

(Farmakologi dan Terapi, 2008)

4.Efek Samping

Efek samping terpenting dari obat-obatan gololngan kuinolon ialah pada

saluran cerna dan susunan saraf pusat. Manifestasi pada saluran cerna yang

paling sering dijumpai berupa mual dan hilangnya nafsu makan. Sedangkan efek

samping pada susunan saraf pusat umumnya bersifat ringan berupa sakit

kepala, vertigo dan insomnia. Tapi tidak menutup kemungkinan bisa terjadi efek

samping yang lebih berat seperti reaksi psikotik, halusinasi, depresi dan kejang

meskipun hal-hal ini jarang terjadi.

2.3.5 Pencegahan

Upaya pencegahan harus diarahkan pada pembersihan dari sumbernya dengan

cara :

Page 16: BAB 2 Bunga Cengkeh

1. Pengendalian sanitasi air, makanan, pembuangan sampah, dan

pengendalian lalat.

2. Isolasi penderita dan disinfeksi ekskreta (tinja)

3. Penemuan kasus – kasus subklinik dan pembawa bakteri, khususnya pada

pengurus makanan. (Jawetz, 2001)

2.3.6 Resistensi Shigella terhadap antibiotik

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Decy Subekti dan kawan –

kawan pada bulan Juni 1998 sampai November 1999 di beberapa Rumah Sakit di

Indonesia, menunjukkan bahwa sebagian besar spesies Shigella telah resisten

terhadap antibiotik – antibiotik seperti trimetropin – sulfametoksazol, ampisilin,

kloramfenikol, dan tetrasiklin. (Subekti, 2001)

2.4 Tinjauan Bahan Antibiotika

2.4.1 Antibiotika

Antibiotika dikenal sebagai agen antimikroba, adalah zat-zat kimia yang

dihasilkan oleh bakteri dan fungi, yang memiliki khasiat mematikan atau

menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan toksisitasnya terhadap manusia

relatif kecil.(Tjay & Rahardja, 2008)

2.4.2 Penggolongan Antibiotika

1. Berdasarkan spektrum kerjanya

Berdasarkan spektrumnya, antibiotik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

a. Berspektrum sempit (narrow spectrum), hanya mampu menghambat

segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat

ataumembunuh bakteri Gram positif atau Gram negatif saja.

b. Berspektrum luas (broad spectrum) dapat menghambat atau

membunuhbakteri dari golongan Gram positif maupun Gram negatif

(Pratiwi, 2008).

2. Berdasarkan mekanisme kerjanya

Page 17: BAB 2 Bunga Cengkeh

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibiotik dapat digolongkan menjadi

lima golongan yaitu :

a. Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin,basitrasin

dan vankomisin.

b. Antibiotik yang merusak membran plasma.

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah polimiksin, nistatin, dan

amfoterisin.

c. Antibiotik yang menghambat sintesis protein

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan

aminoglikosida,makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasiklin.

d. Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan

kuinolon.

e. Antibiotik yang menghambat sintesis metabolit esensial

Antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah sulfonamida,

kotrimoksazoldan asam p-amino salisilat (PAS) (Pratiwi, 2008)

3. Berdasarkan daya kerjanya

Berdasarkan daya kerjanya, antibiotik dibedakan menjadi:

a. Zat bakterisid, yaitu antibiotik yang pada dosis biasa berkhasiat

mematikan atau membunuh kuman.

b. Zat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang pada dosis biasa berkhasiat

menghentikan pertumbuhan dan perbanyakan kuman. (Tjay & Rahardja,

2008)

2.4.3 Resistensi Mikroorganisme Terhadap Antibiotik

Problem resistensi mikroorganisme terhadap antibiotic mula-mula ditemukan

pada tahun 1980-an dengan ditemukannya kasus multipel resisten pada bakteri

Streptococcus pneumonia, Mycobacterium tuberculosis, Staphylococcus aureus, dan

Enterococcus faecalis. Mikroorganisme patogen yang resisten terhadap antibiotik sulit

dieleminasi selama proses infeksi.

Page 18: BAB 2 Bunga Cengkeh

Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :

1. Resistensi primer (bawaan)

Merupakan resistensi yang menjadi sifat alami mikroorganisme. Hal ini

misalnya disebabkan oleh adanya enzim pengurai antibiotik di dalam

mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme tersebut dapat mengurai

antibiotik. Contohnya adalah Staphylococcus yang mempunyai enzim penisilinase

yang dapat menguraikan penisilin dan sefalosporin. (Pratiwi, 2008)

2. Resistensi sekunder (dapatan)

Merupakan resistensi yang diperoleh akibat kontak dengan agen

antimikroba / antibiotik dalam waktu yang cukup lama dan dosis yang tinggi

sehingga menyebakan terjadinya mutasi pada mikroorganisme. Mekanisme

resistensi dapatan yang lain juga bisa terjadi akibat adanya mekanisme adaptasi

atau penyesuaian aktivitas metabolism mikroorganisme untuk melawan efek obat,

contohnya dengan perubahan pola enzim pada mikroorganisme sehingga

mikroorganisme dapat membentuk enzim yang dapat meguraikan antibiotik.

(Pratiwi, 2008)

3. Resistensi episomal

Resistensi jenis ini disebabkan oleh faktor genetik di luar kromosom

(episom = plasmid = di luar kromosom). Pada tahun 1955 terjadi epidemic disentri

basiler dan ditemukan bakteri Shigella dysenteriae yang resisten terhadap

kloramfenikol, streptomisin, sulfanilamide, dan tetrasiklin. Terdapat plasmid faktor

– R (faktor resistensi) pada plasmid bakteri yang merupakan gen yang

bertanggung jawab terjadinya resistensi. (Pratiwi, 2008)

2.5 Uji Aktivitas Antimikroba

Uji aktivitas antimkroba dilakukan untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari

suatu zat uji. Beberapa metode uji aktivitas antimikroba menurut Pratiwi (2008) :

1. Difusi

a. Metode disc diffusion

Page 19: BAB 2 Bunga Cengkeh

Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi agen

antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami mikroorganisme

yang akan berdifusi pada media agar tersebut.

b. E – Test

Metode E – Test digunakan untuk memperkirakan MIC (minimum

inhibitory concentration) atau KHM (Kadar Hambat Minimum) yaitu konsentrasi

minimal suatu agen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan

mikroorganisme. Pada metode ini digunakan strip plastic yang mengandung

agen antimikroba dari kadar terendah sampai tertinggi dan diletakkan pada

permukaan media agar yang telah ditanami mikroorganisme.

c. Ditch – plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba diletakkan pada parit

yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam cawan petri pada

bagian tengah secara membujur dan mikroba uji digoreskan ke arah parit yang

berisi agen antimikroba.

d. Cup – plate technique

Metode ini mirip dengan disc diffusin, dimana dibuat sumur pada media

agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan pada sumur tersebut

diberi agen antimikroba yang akan di uji.

e. Gradient – plate technique

Pada metode ini, konsentrasi agen antimikroba pada media agar secara

teoritis bervarias dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan larutan uji

ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri dan

diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua selanjutnya dituang di atasnya.

Plate di inkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba

berdifusi dan permukaan media mongering. Mikroba uji digoreskan pada arah

mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil diperhitungkan sebagai panjang

total pertumbuhan mikroorganisme maksimum yang mungkin dibandingkan

dengan panjang perumbuhan hasil goresan.

2. Dilusi

Metode dilusi cari (Broth dilutin test)

Page 20: BAB 2 Bunga Cengkeh

Metode ini mengkur MIC (Minimum Inhibitory Concentration) atau KHM

(Kadar Hambat Minimum) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration) atau

KBM (Kadar Bunuh Minimum). Cara yang dilakukan adalah dengan membuat

seri pengenceran agen antimikroba pada medium cari yang ditambahkan

dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba pada kadar terkecil yang

terlihat jenih tanpa adanya pertumbuhan mikroba uji ditetapkan sebagai KHM.

Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut dikultur ulang pada media cair

pada penambahan mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi

selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi

ditetapkan sebagai KBM. (Pratiwi, 2008)

Page 21: BAB 2 Bunga Cengkeh

2.6 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga

terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak

mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak larut seperti serat,

karbohidrat, protein, dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai

simplisia dapat digolongkan kedalam minyak atsiri, alkaloid, dan flavonoida, dengan

diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia maka akan mempermudah

pemisahan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat (Ditjen POM, 2000). Berdasarkan atas

sifatnya, ekstrak dikelompokkan menjadi (Voigt, 1995) :

1. Ekstrak encer (Extractum tenue)….

2. Ekstrak kental (Extractum spissum)….

3. Ekstrak kering (Extractum siccum)…..

4. Ekstrak cair (Extratum fluidum)….

Beberapa metode ekstraksi yang menggunakan pelarut :

1. Maserasi…..

2. Perkolasi….

3. Refluks….

4. Sokletasi….

5. Digesti…

6. Infus…..

7. Dekok….

Cairan Penyari

Pelarut atau camouran pelarut dalam ekstraksi disebut menstruum (Ansel, 1989)

……

Macam-macam penyari yang digunakan adalah sebagai berikut :

1. Kloroform

2. Etil asetat

Page 22: BAB 2 Bunga Cengkeh

3. Etanol

4. Air

5. Campuran Air dan Etanol

Page 23: BAB 2 Bunga Cengkeh

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

4.1.1 Jenis penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental yang dilakukan di

laboratorium mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

Surabaya.

4.1.2 Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian postest dengan

kelompok kontrol (Randomized Post Test Only Control Group Design)

Pada penelitian ini terdapat kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Pada kelompok kontrol terdapat kelompok kontrol negatif (Shigella

dysenteriae diberikan aquadest) dan kelompok kontrol positif (Shigella

dysenteriae diberikan kotrimoksazol). Sedangkan pada kelompok

eksperimen, Shigella dysenteriae mendapat perlakuan dengan diberikan

ekstrak bunga cengkeh (Syzygium aromaticum)

4.1.3 Skema penelitian

Page 24: BAB 2 Bunga Cengkeh

4.2 Populasi, Sampel dan Besar Sampel

4.2.1 Populasi

Populasi yang digunakan adalah bunga cengkeh (Eugenia caryophylatta)

yang berasal dari Maluku.

4.2.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah biakan Shigella dysenteriae yang diberi

perlakuan dengan pemberian berbagai konsentrasi ekstrak bunga cengkeh

(Eugenia caryophylatta).

Bakteri uji yang digunakan adalah Shigella dysenteriae, yang diperoleh

dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hang Tuah

Surabaya.

4.2.3 Besar sampel

Besar sampel yang diperlukan dapat dihitung dengan menggubakan

rumus Federer :

(t – 1)(r – 1)≥ 15

t = jumlah kelompok perlakuan

r = jumlah rekapitulasi pengulangan tiap kelompok

Penelitian ini membutuhkan 10 kelompok kasus atau perlakuan, sehingga

dapat dihitung banyaknya pengulangan yang diperlukan :

(t – 1) (r – 1) ≥ 15

(10 – 1) (r – 1) ≥ 15

9 (r – 1) ≥ 15

9r – 9 ≥ 15

Page 25: BAB 2 Bunga Cengkeh

9r ≥ 15 + 9

9r ≥ 24

r ≥ 2,7

Jadi, pengulangan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali.

4.3 Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak bunga cengkeh

(Eugenia caryophylatta) dengan volume dan konsentrasi yang sudah

ditentukan.

4.3.2 Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat ekstrak

bunga cengkeh (Eugenia caryophylatta) terhadap pertumbuhan Shigella

dysenteriae.

4.3.3 Variabel kendali

Variabel kendali dalam penelitian ini adalah biakan Shigella dysenteriae ,

suhu, dan lama inkubasi, serta cara pembuatan ekstrak.

4.4 Definisi Operasional Variabel

4.4.1 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Depkes RI, 1995).

Page 26: BAB 2 Bunga Cengkeh

4.4.2 Ekstrak etanol bunga cengkeh (Eugenia caryophylatta)

Pada penelitian ini menggunakan bunga cengkeh (Syzygium aromaticum)

sebagai ekstrak dengan menggunakan pelarut etanol 70%, diduga memiliki

aktivitas antibakteri pada konsentras tertentu.

4.4.3 Aktivitas Antimikroba

Adalah suatu aktivitas dari antimikroba berdasarkan kemampuan

membunuh mikroba (bakterisid) atau menghambat pertumbuhan mikroba

(bakteriostatik) (Farmakologi dan Terapi, 2008)

4.4.4 Shigella dysenteriae

Isolat yang diambil dari hasil pemeriksaan biakan yang diidentifikasi

secara standar di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Umum

Universitas Hang Tuah Surabaya.

4.5. Alat dan Bahan Penelitian

4.5.1 Alat

Cawan Petri

Timbangan analitik

Ose

Rak dan tabung reaksi

Mikropipet

Inkubator

Autoclave

Yellow tip

Blue tip

Gelas ukur

Vortex

Tabung erlenmayer

Api Bunsen

Stainless ring drop

Page 27: BAB 2 Bunga Cengkeh

Pinset steril

4.5.2 Bahan

Ekstrak bunga cengkeh (Eugenia caryophylatta)

Koloni bakteri Shigella dysenteriae

Mueller Hinton broth

Mueller Hinton agar

Aquadest steril

Antibiotik kloramfenikol

DMSO

4.6 Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi :

Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Umum Universitas Hang

Tuah Surabaya

Laboratorium Formulasi Bahan Alam Fakultas Farmasi Universitas Katolik

Widya Mandala Surabaya

2. Waktu penelitian akan dilaksanakan dalam 2 bulan (Mei 2013 – Juni 2013)

4.7 Prosedur Penelitian

4.7.1 Determinasi tanaman

Determinasi tanaman bunga cengkeh (Eugenia caryophylatta) dilakukan

di Fakultas Farmasi Universitas Widya Mandala Surabaya. Hasil determinasi

tumbuhan dapat dilihat pada lampiran.

4.7.2 Pembuatan simplisia

4.7.3 Pembuatan ekstrak bunga cengkeh

a. Memasukkan simplisia ke oven dengan suhu 40°C selama 8 jam sampai

kering.

b. Menghaluskannya sampai membentuk serbuk dengan alat penggiling.

Page 28: BAB 2 Bunga Cengkeh

c. Menimbang serbuk (dihasilkan 150 gram)

d. Melakukan maserasi dengan etanol 96% kemudian mendiamkannya sampai

24 jam.

e. Melakukan penyaringan ekstrak dengan menggunakan kertas saring setelah

24 jam.

f. Kemudian melakukan maserasi lagi dengan etanol 96% sampai larutannya

jernih, lalu menguapkannya dengan alat rotary-evaporator sampai membentuk

ekstra.

4.7.4 Identifikasi Shigella dysenteriae

a. Menanam sampel pada media Nutrien Agar dan TCBS agar

b. Melakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

c. Melakukan pengecatan gram

d. Kemudian melakukan pengamatan pada mikroskop dengan pembesaran

1000x.

e. Didapatkan hasil gram negatif basil.

f. Melakukan uji biokimia dan menanamnya pada:

- Media TSIA

- Semi-solid

- Simmon’s citrate

- Indol

- Methyl red

- Voges-Proskauer

- Urea

g. Menginkubasi dalam suhu 37°C.selama 24 jam

h. Mengamati dengan tabel biokimia

i. Mendapatkan hasil sebagai berikut:

o TSI :

o Gas :

o H2S :

o Indol :

Page 29: BAB 2 Bunga Cengkeh

o Methyl red :

o Voges-Proskauer :

o Simmon’s citrate :

o Motility :

o Urea :

o Pengecatan gram :

4.7.5 Uji aktivitas antimikroba

Metode Difusi

Menanam bakteri pada media Mueller Hinton agar, lalu melakukan

inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

Mengambil bakteri dari Mueller Hinton agar, kemudian menanamnya pada

media Mueller Hinton broth dan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

Menyamakan kekeruhan suspensi bakteri sehingga menjadi 0,5 Mc

Farland (setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml).

Menggoreskan suspensi bakteri 0,5 Mc Farland (setara dengan 1,5 x 108

CFU/ml) pada media Mueller Hinton agar.

Mendiamkannya selama 3 menit.

Meletakkan disk antibiotik tetrasiklin dan ekstrak bunga cengkeh (Eugenia

caryophylatta) pada media Mueller Hinton agar (media Mueller Hinton

agar yang terpisah) dan melakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu

37°C.

Mengamati zona hambat yang terbentuk.

Metode Dilusi

Menanam bakteri dari Mueller Hinton agar pada media Mueller Hinton

broth dan inkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C.

Menyamakan kekeruhan suspensi bakteri sehingga menjadi 0,5 Mc

Farland (setara dengan 1,5 x 108 CFU/ml).

Page 30: BAB 2 Bunga Cengkeh

Membuat deret konsentrasi ekstrak, yaitu dibagi menjadi 10 kelompok :

- Konsentrasi 100% : 0,5 gram ekstrak rumput laut merah ditambah dengan

0,5 ml DMSO.

- Konsentrasi 50% : dari konsentrasi 100% diambil 0,5 ml ditambahkan 0,5

ml DMSO.

- Konsentrasi 25% : dari konsentrasi 50% diambil 0,5 ml ditambahkan 0,5

ml DMSO.

- Konsentrasi 12,5% : dari konsentrasi 25% diambil 0,5 ml ditambahkan 0,5

ml DMSO.

- Konsentrasi 6,25% : dari konsentrasi 12,5% diambil 0,5 ml ditambahkan

0,5 ml DMSO.

- Konsentrasi 3,125% : dari konsentrasi 6,25% diambil 0,5 ml ditambahkan

0,5 ml DMSO.

- Konsentrasi 1,562% : dari konsentrasi 3,125% diambil 0,5 ml ditambahkan

0,5 ml DMSO.

- Konsentrasi 0,78% : dari konsentrasi 1,562% diambil 0,5 ml ditambahkan

0,5 ml DMSO.

- Kelompok kontrol negatif (K-) : suspensi bakteri

- Kelompok kontrol positif (K+) : 500 mg antibiotik tetrasiklin ditambah 0,5

ml aquades, kemudian ditambahkan 0,5 ml suspensi bakteri dengan

kekeruhan 0,5 Mc Farland.

Menambahkan 0,5 ml bakteri dengan kekeruhan 0,5 Mc Farland (setara

dengan 1,5 x 108 CFU/ml) pada masing-masing kelompok perlakuan 1-8.

Kesemua tabung tersebut diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37°C,

kemudian mengamati kekeruhannya dan membandingkannya dengan

kontrol positif dan negatif. Konsentrasi sampel terkecil yang dapat

menghambat pertumbuhan bakteri (jernih) ditentukan sebagai

Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) / Minimum Inhibitory Concentration

(MIC).

Page 31: BAB 2 Bunga Cengkeh

Kemudian untuk menentukan Konsentrasi Bunuh Minimun (KBM) /

Minimum Bacteriocidal Concentration (MBC) :

- Melakukan penanaman bakteri, dengan mengambil dari media Mueller

Hinton broth yang tampak jernih (konsentrasi 50% dan 100%).

- Mencelupkan lidi kapas steril ke dalam tabung reaksi mikro (konsentrasi

50% dan 100%).

- Kemudian melakukan streaking pada media selektif TCBS agar dengan

lidi kapas yang telah dicelupkan.

- Mendiamkannya selama 3 menit pada suhu ruangan dan lakukan inkubasi

selama 24 jam pada suhu 37°C.

Mengamati pertumbuhan bakteri. Jika pada tabung yang jernih setelah

ditanam pada media selektif TCBS agar tidak terdapat pertumbuhan

koloni bakteri, maka konsentrasi pada tabung itulah yang merupakan

Konsentrasi Bunuh Minimum (KBM) / Minimum Bacteriocidal

Concentration (MBC).

Page 32: BAB 2 Bunga Cengkeh

DAFTAR PUSTAKA

- Nurdjannah, N. 2004. Diversifikasi Tanaman Cengkeh. Persfektif, Vol. 3

(2) : 61 – 70

- Ayoola, G. A., F. M. Lawore., T. Adelowotan., I. E. Aibinu., E.

Adenipekun., H. A. B. Coker and T. O. Odugbemi. 2008. Chemical

Analysis and Antimicrobial Activity of the Essential oil of Syzigium

aromaticum (clove). African J. of Microbiology Research (2) : 162-166.

- Jawetz, E,Melnick, J.L, Alderberg, E.A, 2008, Mikrobiologi Kedokteran,

Edisi 23, EGC, Jakarta, 66-68, 251-259

- Jawetz, et al, 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Penerbit Salemba

Medika. Surabaya

- Tjay, Tann Hoan., Rahardja, Kirana. 2008. Obat-Obat Penting. Penerbit

Elexmedia Komputindo. Jakarta.

- Pratiwi Sylvia T. 2008. “Mikrobiologi Farmasi”. Erlangga : Jakarta

- Gusti. 2003. Uji konsentrasi air perasan daun cengkeh (Syzygium aromaticum)terhadap pertumbuhan cendawan Alternaria porri penyebab penyakitbercak ungu pada bawang merah secara in vitro. Fakultas Pertanian Unand. Padang.

- Pelczar, M.J., S.Chen, 1996, Dasar-dasar Mikrobiologi 1, UI-Press,

Jakarta

- Pelczar, M.J., S.Chen, 1998, Dasar-dasar Mikrobiologi 2, UI-Press,

Jakarta

- McPhee, Stephen J. and Papadakis, Maxine A. (editor). (2009), Curent

Medical Diagnosis & Treatment, McGraw-Hill Companies, Inc USA

- Subekti, Decy et al. (2001), “Shigella spp. Surveilance in Indonesia :

The Emergence of Reemergence of S. dysenteriae, CDC, Vol &, No.!,

pp. 138 Available from :

http://www.cdc.gov/ncidod/EID/vol7no1/pdfs/subekti.pdf

Page 33: BAB 2 Bunga Cengkeh

- Soenardi, 1981, Petunjuk Bercocok Tanam Cengkeh, cetakan 1,

Yogyakarta, kanisius

- Guy P. Kamatou et all. (2012), “Eugenol—From the Remote Maluku Islands to the International Market Place: A Review of a Remarkable and Versatile Molecule, Available from : www.mdpi.com/journal/molecules

- Kompas, 2011, Cara Cerdas Memanfaatkan Cengkeh, Kompas.com- http://toxnet.nlm.nih.gov/cgi-bin/sis/search/r?dbs+hsdb:@term+@rn+97-53-0 - Suharmiati, 2005, Ramuan Tradisional untuk Keadaan Darurat di

Rumah, cetakan 1, PT. Agromedia Pustaka

- Anonim, 1979. Farmakope Indonesia. Cetakan III, Indonesia :

Departemen Kesehatan RI.

- Anonim, 1986, Sediaan Galenik, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta

- Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat.

Cetakan I. Dirjen POM. Jakarta : Departemen Kesehatan RI