bab 2 tinjauan pustakaeprints.umm.ac.id/68351/3/bab ii.pdf · 2020. 10. 23. · 6 bab 2 tinjauan...

30
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006) Gambar 2.1 Anatomi Lensa Mata Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung pada zonula di belakang iris, zonula menghubungkannya dengan korpus siliar. Di sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di sebelah posteriornya vitreous. Lensa ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula (zonula zinnii), yang tersusun atas banyak fibril. Fibril-fibril ini berasal dari permukaan korpus siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa. 65% lensa terdiri atas air dan 35%

Upload: others

Post on 03-Mar-2021

14 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mata

2.1.1 Anatomi Lensa Mata

2.1.1.1 Lensa

(James, Chew, Brown, 2006)

Gambar 2.1

Anatomi Lensa Mata

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir

transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm. Lensa tergantung

pada zonula di belakang iris, zonula menghubungkannya dengan korpus siliar. Di

sebelah anterior lensa terdapat aqueous humor, di sebelah posteriornya vitreous. Lensa

ditahan di tempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal sebagai zonula

(zonula zinnii), yang tersusun atas banyak fibril. Fibril-fibril ini berasal dari permukaan

korpus siliar dan menyisip ke dalam ekuator lensa. 65% lensa terdiri atas air dan 35%

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

7

adalah protein (kandungan proteinnya tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), serta

terdapat sedikit sekali mineral. Tidak ada pembuluh darah dan saraf di lensa

(Mutiarasari dan Handayani, 2011).

2.1.1.2 Kapsul, Epitel, Korteks, dan Nukleus Lensa

Kapsul lensa berupa membran basal yang transparan dan elastis, terdiri dari

kolagen tipe IV, dibentuk oleh sel-sel epitel. Ketebalan kapsul bervariasi, paling tebal

di daerah tepi lensa dan paling tipis di daerah sentral kutub posterior. Kapsul lensa akan

mengalami perubahan ketebalan sepanjang hidup (Budiono et al., 2013). Kapsul lensa

adalah suatu membran semipermeabel (sedikit lebih permeabel daripada dinding

kapiler) yang akan memperbolehkan air dan elektrolit masuk (Eva dan Whitcher,

2017). Epitel lensa terletak di bawah kapsul lensa anterior berupa satu lapisan sel.

Lapisan sel ini memiliki aktivitas metabolisme. Perubahan morfologi terjadi ketika sel-

sel epitel memanjang membentuk sel-sel serat lensa. Perubahan ini dikaitkan dengan

peningkatan dari massa protein selular pada membran setiap sel serat lensa. Pada saat

yang sama, sel-sel kehilangan organel, termasuk inti sel, mitokondria, dan ribosom

sehingga metabolisme tergantung pada glikolisis untuk produksi energi (Budiono et

al., 2013).

Bagian terluar pada lensa adalah korteks sedangkan bagian tengahnya nukleus

(Budiono et al., 2013). Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Nukleus dan

korteks terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Sesuai dengan bertambahnya

usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan

menjadi kurang elastik (Eva, Riordan, dan Whitcher, 2017).

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

8

2.1.2 Fisiologi Lensa Mata

2.1.2.1 Refraksi

Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain

misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas

cahaya melambat (dan sebaliknya). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai

permukaan medium baru yang tidak tegak lurus. Berbeloknya berkas sinar dikenal

sebagai refraksi. Pada permukaan melengkung seperti lensa, semakin besar

kelengkungan, semakin besar derajat pembelokan dan semakin kuat lensa. Ketika suatu

berkas cahaya mengenai permukaan lengkung suatu benda dengan densitas lebih besar,

arah refraksi bergantung pada sudut kelengkungan. Permukaan konveks melengkung

keluar (seperti permukaan luar sebuah bola), sementara permukaan konkaf

melengkung ke dalam (seperti gua). Permukaan konveks menyebabkan konvergensi

berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu sama lain. Konvergensi

adalah hal esensial untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus, permukaan refraktif

mata berbentuk konveks. Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar (divergensi).

Lensa konkaf bermanfaat untuk mengoreksi kesalahan refraktif tertentu mata, misalnya

berpenglihatan dekat (Sherwood, 2016).

2.1.2.2 Metabolisme

Sel epitel lensa akan terus membelah dan berkembang menjadi serat lensa,

menghasilkan pertumbuhan lensa yang terus-menerus. Sel-sel lensa dengan tingkat

metabolisme tertinggi berada di epitel dan korteks bagian luar. Sel-sel superfisial

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

9

memanfaatkan oksigen dan glukosa untuk pengangkutan aktif elektrolit, karbohidrat,

dan, asam amino ke dalam lensa.

Lensa manusia normal mengandung sekitar 65% air, 35% protein, dan sedikit

mineral, jumlah ini mengalami sangat sedikit perubahan dengan proses penuaan.

Sekitar 5% dari volume lensa adalah air yang ditemukan di antara serat-serat lensa

dalam ruang ekstraseluler.

Aspek penting dari fisiologi lensa adalah mekanisme yang mengontrol

keseimbangan air dan elektrolit yang berperan untuk menjaga transparansi lensa.

Transparansi lensa sangat tergantung pada komponen struktural dan makromolekul

lensa. Gangguan dari hidrasi seluler dapat dengan mudah menyebabkan kekeruhan.

Penghambatan Na+, K+-ATPase menyebabkan hilangnya keseimbangan kation

dan meningkatnya kadar air lensa.

Kombinasi dari transport aktif dan permeabilitas membran sering disebut

pump-leak lensa. Menurut teori pump-leak, kalium dan molekul lain seperti asam

amino secara aktif diangkut ke dalam anterior lensa melalui epitelium anterior.

Penemuan ini mendukung hipotesis bahwa epitel adalah tempat utama untuk transport

aktif dalam lensa. Hal ini menghasilkan gradient yang berlawanan dari ion natrium dan

kalium di lensa, dengan konsentrasi ion kalium yang lebih tinggi pada bagian depan

lensa dan lebih rendah di bagian belakang lensa, berlawanan dengan konsentrasi

natrium. Homeostasis kalsium juga penting untuk lensa. Hilangnya homestasis kalsium

dapat sangat mengganggu metabolisme lensa. Peningkatan kadar kalsium dapat

menyebabkan perubahan yang merusak, termasuk depresi metabolisme glukosa,

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

10

pembentukan protein dengan berat molekul yang tinggi, dan aktivasi protease yang

merusak.

Membran transportasi dan permeabilitas juga pertimbangan penting dalam

nutrisi lensa. Transportasi asam amino aktif terjadi pada epitel lensa dengan

mekanisme tergantung pada gradient natrium yang dibawa oleh pompa natrium.

Glukosa memasuki lensa melalui proses difusi yang tidak secara langsung terkait

dengan sistem transport aktif. Sisa hasil metabolisme lensa meninggalkan lensa melalui

difusi sederhana. Berbagai zat, termasuk asam askorbat, myo-inositol, dan kolin

memiliki mekanisme transport tersendiri pada lensa (Budiono et al., 2013).

2.1.2.3 Akomodasi

Kemampuan untuk menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi.

Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya yang dikendalikan oleh otot siliaris. Otot

siliaris adalah bagian badan siliaris yaitu suatu struktur khusus lapisan koroid bagian

anterior. Badan siliaris memiliki dua komponen utama yaitu, otot siliaris dan anyaman

kapiler yang menghasilkan cairan aqueous. Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar

otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium.

Ketika otot siliaris berelaksasi, ligamentum suspensorium menegang, dan

ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif. Sewaktu

otot ini berkontraksi, sekelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum

suspensorium berkurang. Ketika tarikan ligamentum suspensorium pada lensa

berkurang, lensa menjadi lebih bulat karena elastisitas inherennya. Meningkatnya

kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan meningkatkan kekuatan lensa dan

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

11

lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata normal, otot siliaris berelaksasi dan lensa

menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih

konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf

autonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis

menyebabkannya berkontraksi.

Dalam keadaan normal, serat-serat elastik di lensa yang bersifat transparan

kadang-kadang menjadi keruh sehingga berkas sinar tidak dapat menembusnya, yaitu

suatu kondisi yang dikenal sebagai katarak (Sherwood, 2016).

2.2 Katarak

2.2.1 Definisi Katarak

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan Latin

Cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia di sebut bular dimana

penglihatan seperti tertutup air terjun (Wulandini, 2016). Katarak adalah kekeruhan

pada lensa mata yang menyebabkan gangguan penglihatan. Katarak ditandai dengan

adanya lensa mata yang berangsur-angsur menjadi buram yang pada akhirnya dapat

menyebabkan kebutaan total (Mootapu, Rompas, dan Bawotong, 2015). Sebagian

besar kasus katarak disebabkan oleh proses penuaan, terkadang katarak bisa ditemukan

pada anak-anak yang lahir dengan kondisi tersebut, atau katarak dapat terjadi setelah

adanya cedera pada mata, inflamasi, maupun penyakit mata lainnya (Gracella,

Sutyawan, dan Triningrat, 2017).

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

12

2.2.2 Epidemiologi Katarak

Katarak merupakan penyakit yang masih menjadi penyakit paling dominan

pada mata dan penyebab utama dari kebutaan di seluruh dunia. Paling sedikit 50% dari

semua kebutaan disebabkan oleh katarak, dan 90% diantaranya terdapat di negara

berkembang salah satunya adalah Indonesia. Besarnya jumlah penderita katarak

berbanding lurus dengan jumlah penduduk usia lanjut. Diperkirakan 12 orang menjadi

buta tiap menit di dunia. Di Indonesia diperkirakan setiap menit ada satu orang menjadi

buta. Jumlah ini akan meningkat menjadi dua kali lipat pada tahun 2020, hal ini

berkaitan dengan jangka umur harapan hidup meningkat (Mootapu, Rompas, dan

Bawotong, 2015).

Menurut data WHO 2010 menunjukkan katarak dapat menyebabkan kebutaan

pada lebih dari 17 juta penduduk di dunia. Pada Amerika Serikat, katarak terjadi sekitar

10% dan prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50% pada usia antara 65-74 tahun.

Indonesia sebagai negara tertinggi jumlah penderita katarak di Asia Tenggara, yaitu

mencapai 1,5-1,8% atau 2 juta jiwa (Siswoyo, Setioputro, dan Albarizi, 2016).

Perkiraan insiden katarak adalah 0,1% per tahun atau setiap tahun diantara

1.000 orang terdapat seorang penderita baru katarak. Prevalensi katarak di Indonesia

sebesar 1,8% dan di Jawa Timur sebesar 1,6% (Riskesdas, 2013).

2.2.3 Etiologi Katarak

Etiologi katarak masih tidak jelas dan dihubungkan dengan banyak faktor.

Katarak diduga terjadi karena multifaktor, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.

Faktor instrinsik yaitu faktor risiko yang berasal dari dalam dan faktor ekstrinsik yaitu

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

13

faktor risiko yang berasal dari luar tubuh manusia. Faktor instrinsik yaitu genetik,

umur, dan jenis kelamin. Faktor ekstrinsik yaitu penggunaan obat, status gizi, rokok,

alkohol, sinar matahari, traumatik, serta riwayat penyakit sistemik yaitu diabetes

melitus dan hipertensi (Lukas, Pangkerego, dan Rumende, 2017). Penyebab katarak

yang utama adalah proses alamiah dengan bertambah lanjutnya usia menimbulkan

perubahan pada mata (Tana, Mihardja, dan Rifati, 2007).

2.2.4 Klasifikasi Katarak

Berdasarkan usia, katarak dapat dibagi dalam golongan berikut:

1. Katarak Kongenital

Katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun.

2. Katarak Juvenil

Katarak yang terlihat pada usia sesudah 1 tahun.

3. Katarak Senilis

Katarak yang mulai terjadi pada usia lebih dari 40 tahun (Saputra, Handini, dan Sinaga,

2018).

Berdasarkan penyebabnya, katarak dapat di golongkan ke dalam beberapa tipe, yaitu

sebagai berikut:

1. Katarak Kongenital

Katarak yang ditemukan pada anak-anak. Biasanya katarak yang di temukan pada bayi

ketika waktu lahir yang disebabkan oleh virus rubella pada ibu yang hamil muda.

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

14

2. Katarak Komplikata

Katarak yang disebabkan oleh beberapa jenis infeksi dan penyakit tertentu seperti

diabetes melitus, hipertensi, glaukoma, lepasnya retina atau ablasi retina dan penyakit

umum tertentu lainnya.

3. Katarak Trauma

Katarak yang diakibatkan oleh cedera mata seperti pukulan keras, luka tembus, luka

menyayat, panas tinggi atau bahan kimia dapat mengakibatkan kerusakan pada lensa.

Katarak trauma dapat terjadi pada semua usia.

4. Katarak Senilis

Katarak yang disebabkan oleh proses penuaan atau faktor usia sehingga lensa mata

menjadi keras dan keruh. Katarak senilis merupakan tipe katarak yang paling banyak

ditemukan. Biasanya ditemukan pada golongan usia diatas 40 tahun keatas (Saputra,

Handini, dan Sinaga, 2018).

2.2.5 Patofisiologi Katarak

Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi,

ditandai dengan adanya perubahan pada serabut halus multipel (zonula) yang

memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa, misalnya dapat

menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa

dapat menyebabkan koagulasi. Sehingga terjadi pengaburan pandangan/kekeruhan

lensa dan dapat menghambat jalannya cahaya ke retina. Hal ini diakibatkan karena

protein pada lensa menjadi water insoluble dan membentuk partikel yang lebih besar.

Dimana diketahui dalam struktur lensa terdapat dua jenis protein, yaitu protein yang

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

15

larut dalam air (soluble) dan tidak larut dalam air (insoluble), pada keadaan normal

protein yang larut dalam air lebih tinggi kadarnya dari pada yang tidak larut dalam air.

Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi karena

disertai adanya influks air ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang

tegang dan mengganggu transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim

mempunyai peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan

menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang

menderita katarak.

Komponen terbanyak dalam lensa adalah air dan protein. Dengan menjadi

tuanya seseorang maka lensa mata akan kekurangan air dan menjadi lebih padat.

Adapun lensa akan menjadi padat di bagian tengahnya, sehingga kemampuan fokus

untuk melihat benda dekat berkurang.

Pada usia tua akan terjadi pembentukan lapisan kortikal yang baru pada lensa

yang mengakibatkan nukleus lensa terdesak dan mengeras (sklerosis nuklear). Pada

saat ini terjadi perubahan protein lensa yaitu terbentukanya protein dengan berat

molekul yang tinggi dan mengakibatkan perubahan indeks refraksi lensa sehingga

memantulkan sinar masuk dan mengurangi transparansi lensa. Perubahan kimia ini

juga diikuti dengan pembentukan pigmen pada nuklear lensa. Pada keadaan normal

lensa mata bersifat bening. Seiring dengan pertambahan usia, lensa mata dapat

mengalami perubahan warna menjadi kuning keruh atau coklat keruh. Proses ini dapat

menyebabkan gangguan penglihatan (pandangan kabur/buram) pada seseorang.

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

16

Adapun patofisiologi katarak adalah kompleks dan perlu untuk dipahami. Pada

semua kemungkinan, patogenesisnya adalah multifaktorial yang melibatkan interaksi

kompleks antara proses fisiologis yang bermacam-macam. Sebagaimana lensa

berkembang seiring usia, berat, dan ketebalan terus meningkat sedangkan daya

akomodasi terus menurun.

Bermacam mekanisme memberikan kontribusi pada hilangnya kejernihan

lensa. Epitelium lensa dipercaya mengalami perubahan seiring dengan pertambahan

usia, secara khusus melalui penurunan densitas epitelial dan differensiasi abberan dari

sel-sel serat lensa. Sekali pun epitel dari lensa katarak mengalami kematian apoptotik

yang rendah dimana menyebabkan penurunan secara nyata pada densitas sel,

akumulasi dari serpihan-serpihan kecil epitelial dapat menyebabkan gangguan

pembentukan serat lensa dan homeostasis dan akhirnya mengakibatkan hilangnya

kejernihan lensa. Lebih jauh lagi, dengan bertambahnya usia lensa, penurunan ratio air

dan mungkin metabolit larut air dengan berat molekul rendah dapat memasuki sel pada

nukleus lensa melalui epitelium dan korteks yang terjadi dengan penurunan transport

air, nutrient, dan antioksidan.

Kerusakan oksidatif pada lensa pada pertambahan usia terjadi yang

mengarahkan pada perkembangan katarak senilis. Berbagai macam studi menunjukkan

penurunan vitamin antioksidan serta enzim superoksida dismutase yang menggaris

bawahi peranan yang penting dari proses oksidatif pada kataraktogenesis (Mutiarasari

dan Handayani, 2011).

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

17

2.2.6 Gejala Klinis Katarak

Berbagai jenis katarak memiliki efek yang berbeda pada gejala visual. Pasien

sering mengeluhkan pandangan buram, silau, dan halo dari cahaya (Alshamrani, 2018).

Kekaburan yang dirasakan bersifat perlahan dan penderita merasa melihat melalui kaca

yang buram. Pada tahap awal kekeruhan lensa penderita dapat melihat bentuk akan

tetapi tidak dapat melihat detail. Katarak menyebabkan gangguan pembiasan lensa

akibat perubahan bentuk, struktur, dan indeks bias lensa. Segala jenis katarak pada

umunya akan mengeluh silau akan tetapi terbanyak pada katarak sub kapsular

posterior. Katarak menyebabkan gangguan penglihatan warna, lensa yang bertambah

kuning atau kecokelatan akan menyebabkan gangguan diskriminasi warna, terutama

pada spektrum cahaya biru (Budiono et al., 2013).

Katarak menyebabkan gejala penurunan tajam penglihatan baik jauh maupun

dekat tanpa rasa nyeri. Berikut kriteria tajam penglihatan menurut WHO :

- Kriteria baik : 6/6-6/18

- Kriteria sedang : <6/18-6/60

- Kriteria buruk : <6/60

Pada kasus stadium katarak imatur, opasitas lensa bertambah dan visus mulai

menurun menjadi 5/60 sampai 1/60. Pada pemeriksaan didapatkan shadow test

positif. Sedangkan pada stadium katarak matur, jika katarak dibiarkan, lensa

akan menjadi keruh seluruhnya dan visus menurun drastis menjadi 1/300 atau

hanya dapat melihat lambaian tangan dalam jarak 1 meter. Pada pemeriksaan

didapatkan shadow test negatif (Astari, 2018).

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

18

2.2.7 Faktor Risiko Katarak

2.2.7.1 Kelainan Bawaan

Adanya gangguan proses perkembangan embrio saat dalam kandungan dan

kelainan pada kromosom secara genetik dapat menimbulkan kekeruhan lensa saat lahir.

Pada umumnya kelainan tidak hanya pada lensa tetapi juga pada bagian tubuh yang

lain sehingga berupa suatu sindrom.

2.2.7.2 Proses Penuaan

Seiring dengan bertambahnya usia, lensa mata akan mengalami pertambahan

berat dan ketebalannya dan mengalami penurunan daya akomodasi. Setiap

pembentukan lapisan baru dari serat kortikal secara konsentris, nukleus lensa akan

mengalami kompresi dan pengerasan. Modifikasi kimia dan pembelahan proteolitik

crystallins (lensa protein) mengakibatkan pembentukan kumpulan protein dengan berat

molekul yang tinggi. Kumpulan protein ini dapat menjadi cukup banyak untuk

menyebabkan fluktuasi mendadak indeks bias lokal lensa, sehingga muncul hamburan

cahaya dan mengurangi transparansi dari lensa. Modifikasi kimia dari protein nukleus

lensa juga dapat meningkatkan pigmentasi, sehingga lensa tampak berwarna kuning

atau kecoklatan dengan bertambhanya usia. Perubahan lain yang berkaitan dengan

pertambahan usia termasuk di dalamnya adalah penurunan konsentrasi glutation dan

kalium, dan peningkatan konsentrasi natrium dan kalsium dalam sitoplasma sel lensa

(Budiono et al., 2013).

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

19

2.2.7.3 Jenis Kelamin

Jenis kelamin perempuan dapat berpengaruh terhadap kejadian katarak karena

pada perempuan terjadi menopause. Saat berlangsungnya menopause biasanya akan

terjadi gangguan hormonal sehingga ada jaringan-jaringan tubuh yang mudah rusak

(Lukas, Pangkerego, dan Rumende, 2017). Pada masa-masa setelah menopause kadar

hormon estrogen berkurang, hal tersebut juga berpengaruh pada penderita katarak lebih

banyak pada perempuan (Gupta, Rajagopala, dan Ravishankar, 2014).

2.2.7.4 Penyakit Sistemik

2.2.7.4.1 Diabetes Melitus

Adanya kelainan sistemik yang tersering menyebabkan katarak adalah diabetes

melitus. Dasar patogenesis yang melandasi penurunan visus pada katarak dengan

diabetes adalah teori akumulasi sorbitol yang terbentuk dari aktivasi alur polyol pada

keadaan hiperglikemia yang mana akumulasi sorbitol dalam lensa akan menarik air ke

dalam lensa kemudian terjadi hidrasi lensa dan perubahan osmotik sehingga serat lensa

lama kelamaan akan menjadi keruh dan mengakibatkan katarak (Sari, Masriadi, dan

Arman, 2018). Kedua adalah teori glikosilasi protein, dimana adanya AGE akan

mengganggu struktur sitoskeletal yang dengan sendirinya akan berakibat pada

turunnya kejernihan lensa (Budiono et al., 2013).

2.2.7.4.2 Hipertensi

Hipertensi meningkatkan sitokin-sitokin inflamasi, seperti TNF-alpha dan

Interleukin-6. Peningkatan kadar C-Reactive Protein terdeteksi ketika tekanan darah

seseorang meningkat. Katarak berkaitan dengan inflamasi sistemik yang intens, begitu

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

20

juga dengan hipertensi, yang terlibat dalam perkembangan terjadinya katarak melalui

mekanisme inflamasi. Lee et al melaporkan bahwa hipertensi dapat menginduksi

perubahan struktur protein dalam kapsul lensa sehingga memperburuk terjadinya

katarak (Yu et al., 2014).

2.2.7.5 Penyakit Mata Lain

2.2.7.5.1 Glaukoma

Kebutaan pada penderita glaukoma terjadi akibat kerusakan saraf optik yang

terjadi melalui mekanisme mekanis akibat tekanan intraokular yang tinggi dan/atau

adanya iskemia sel akson saraf akibat tekanan intraokular maupun insufisiensi vaskular

yang selanjutnya mempengaruhi progresifitas penyakit (Ismandari dan Helda, 2011).

2.2.7.6 Merokok

Secara teori, merokok dapat menyebabkan katarak dengan beberapa

mekanisme biologis diantaranya, yang pertama kerusakan oksidatif memiliki peran

utama dalam pembentukan katarak. Merokok menyebabkan pertambahan zat oksidatif

melalui aktifitas radikal bebas, oksidasi dan peroksidasi lipid. Di sisi lain, merokok

dapat menyebabkan stres oksidatif (keadaan dimana jumlah radikal bebas dalam tubuh

melebihi kapasitas tubuh untuk menetralkannya) secara tidak langsung pada lensa

melalui penipisan antioksigen endogen, seperti vitamin C, vitamin E, dan b-karoten.

Kedua, tembakau mengandung logam berat seperti kadmium, timbal, dan tembaga

yang menumpuk dalam lensa menyebabkan kerusakan secara langsung. Ketiga, kadar

sianida dan aldehid naik dalam darah perokok, kemudian aldehida dan isosianat yang

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

21

terbentuk dari sianida dapat mengubah struktur protein lensa yang menyebabkan

terjadinya kekeruhan dalam lensa yang berdampak dalam pembentukan katarak (Ye et

al., 2012).

2.2.7.7 Konsumsi Alkohol

Alkohol memiliki banyak efek metabolisme dan dimodifikasi dari penyerapan

obat-obatan dan komponen makanan. Efek ini sangat berpengaruh terhadap faktor

risiko antara alkohol dengan kejadian katarak. Lensa mata terdiri dari protein struktural

sehingga lensa bersifat transparan. Protein yang rusak di eliminasi oleh enzim

proteolitik. Dengan bertambahnya usia, jumlah enzim proteolitik berkurang sehingga

mendorong pembentukan agregasi protein, yang bisa menyebabkan katarak dan

hilangnya ketajaman visual. Stres oksidatif menghasilkan radikal bebas yang dapat

merusak lensa protein sehingga memicu pembentukan agregasi protein dan

mempengaruhi kejernihan lensa. Konsumsi alkohol dapat menginduksi enzim CYP2E1

di hati. Melalui enzim ini metabolisme etanol menghasilkan beberapa radikal bebas.

Molekul pro-oksidan yang dihasilkan dari proses metabolisme tersebut menimbulkan

pembentukan agregasi protein dan menyebabkan katarak. Selain itu, alkohol juga bisa

merusak membran melalui proses augmentasi, mengubah interaksi protein-protein, dan

mengganggu homeostasis kalsium, ketiga hal tersebut berperan dalam perkembangan

katarak (Wang dan Zhang, 2014).

2.2.7.8 Indeks Masa Tubuh

Ada beberapa patofisiologi yang berhubungan antara peningkatan indeks massa

tubuh dengan pembentukan katarak. Pertama, individu yang obesitas memiliki kadar

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

22

leptin dalam plasma dimana bisa meningkatkan kekeruhan lensa sehingga

meningkatkan akumulasi dari ROS (Reactive Oxygen Species). Kedua, jika kadar

protein c reaktif dan sitokin pro-inflamasi meningkat maka individu dengan obesitas

lebih intens terhadap inflamasi sistemik, dimana keduanya berperan dalam

pembentukan katarak. Ketiga, faktor risiko katarak seperti diabetes, hiperlipidemia,

dan hipertensi terkait dengan obesitas.

Ada hubungan yang kuat antara indeks massa tubuh dengan kejadian katarak

sub kapsular posterior karena perbedaan pola bentuk dan seiring bertambahnya umur.

Katarak sub kapsular posterior cenderung lebih besar menyebabkan kehilangan

penglihatan dibanding dengan tipe katarak nuklear dan kortikal.

Singkatnya, individu dengan indeks massa tubuh yang tinggi memiliki resiko

yang lebih besar terjadi katarak seiring dengan bertambahnya umur, terutama tipe

katarak sub kapsular posterior, tetapi perubahan gaya hidup yang baik dengan

mengurangi berat badan dapat mengurangi risiko kejadian katarak (Ye et al., 2014).

2.2.7.9 Paparan Sinar Matahari

Sinar ultraviolet merupakan faktor risiko terjadinya katarak. Sinar ultraviolet

dari matahari diserap oleh protein lensa terutama asam amino aromatic, yaitu tirptofan,

fenil-alamin, dan tirosin sehingga menimbulkan reaksi dan menghasilkan fragmen

molekul yang disebut radikal bebas atau spesies oksigen yang bersifat sangat reaktif.

Selanjutnya radikal bebas ini akan menimbulkan reaksi patologis dalam jaringan lensa

dan senyawa toksis lainnya, sehingga terjadi reaksi oksidatif pada gugus sulfhidril

protein. Reaksi oksidatif akan mengganggu struktur protein lensa sehingga cross link

Page 18: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

23

antar dan intra ptrotein dan menambah jumlah high molecul weight protein sehingga

terjadi agregasi protein, yang selanjutnya menyebabkan kekeruhan lensa yang disebut

katarak. Sehingga sinar ultraviolet dari matahari dapat mempercepat kekeruhan pada

lensa mata, seseorang dengan aktivitas sehari-hari sering terpapar sinar ultraviolet

meningkatkan faktor risiko katarak. Efek dari terpapar sinar matahari secara terus

menerus dalam waktu yang lama akan menyebabkan keruhnya lensa mata, hal ini dapat

menyebabkan katarak. Paparan sinar ultraviolet meningkatkan risiko terkena katarak,

terutama jika mata tanpa pelindung terpapar sinar matahari cukup lama (Sari, Masriadi,

dan Arman, 2018).

2.2.7.10 Pendidikan

Pendidikan dikaitkan dengan pengetahuan, sikap, dan pemahaman seseorang

mengenai penyakit katarak, dengan pendidikan yang rendah dan pemahaman yang

kurang akan berdampak pada ketidaktahuan seseorang tentang katarak atau informasi

yang diterima akan kurang (Ulandari, Astuti, dan Adiputra, 2016).

2.2.7.11 Obat-obatan

2.2.7.11.1 Kortikosteroid

Katarak biasanya berkembang tanpa penyebab yang nyata, bagaimana pun

katarak bisa juga timbul akibat paparan yang lama terhadap obat seperti kortikosteroid

(Mutiarasari dan Handayani, 2011).

Kortikosteroid merupakan anti inflamasi yang identik dengan kortisol, hormon

steroid alami pada manusia yang disintesin dan disekresi oleh korteks adrenal. Efek

dari terapi kortikosteroid ini baik kortikosteroid topikal maupun sistemik dapat timbul

Page 19: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

24

akibat pemberian yang terus menerus terutama dalam dosis yang besar. Dosis steroid

harus diberikan dalam dosis minimal karena risiko tinggi mengalami efek samping

seperti osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, dan gangguan kadar gula darah.

Menurut Cotlier, terbentuknya katarak akibat terapi kortikosteroid ini karena

reaksi spesifik dengan asam amino dari lensa sehingga menyebabkan agregasi pada

protein dan kekeruhan lensa. Aktivasi reseptor glukokortikoid pada sel epitel lensa

berakibat proliferasi sel, penurunan apoptosis, dan menghambat diferensiasi sel

(Rusmini dan Marifa, 2017).

2.2.7.12 Trauma

Adanya trauma akan mengganggu struktur lensa mata baik secara makroskopis

maupun mikroskopis. Hal ini diduga menyebabkan adanya perubahan struktur lensa

dan gangguan keseimbangan metabolism lensa sehingga katarak dapat terbentuk

(Budiono et al., 2013).

2.2.8 Terapi Katarak

Sampai saat ini satu-satunya pengobatan katarak yang tersedia adalah operasi

(Shahsuvaryan, 2016). Operasi katarak bertujuan memperbaiki tajam penglihatan

sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien (Purnaningrum, 2014). Pengobatan

untuk katarak adalah pembedahan yang dilakukan jika penderita tidak dapat melihat

dengan baik dengan bantuan kaca mata untuk melakukan kegiatannya sehari-hari.

Beberapa penderita mungkin merasa penglihatannya lebih baik hanya dengan

mengganti kaca matanya, menggunakan kaca mata bifokus yang lebih kuat atau

Page 20: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

25

menggunakan lensa pembesar. Jika katarak tidak mengganggu biasanya tidak perlu

dilakukan pembedahan.

Adapun indikasi operasi:

1. Indikasi Optik

Merupakan indikasi terbanyak dari pembedahan katarak. Jika penurunan dari tajam

penglihatan pasien telah menurun hingga mengganggu kegiatan sehari-hari, maka

operasi katarak bisa dilakukan.

2. Indikasi Medis

Pada beberapa keadaan di bawah ini, katarak perlu dioperasi segera, bahkan jika

prognosis kembalinya penglihatan kurang baik :

- Katarak hipermatur

- Glaukoma sekunder

- Uveitis sekunder

- Dislokasi/subluksasio lensa

- Benda asing intra-lentikuler

- Retinopati diabetika

- Ablasio retina

3. Indikasi Kosmetik

Jika penglihatan hilang sama sekali akibat kelainan retina atau nervus optikus, namun

kekeruhan katarak secara kosmetik tidak dapat dit erima, misalnya pada pasien muda,

maka operasi katarak dapat dilakukan hanya untuk membuat pupil tampak hitam

meskipun pengelihatan tidak akan kembali.

Page 21: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

26

Berikut beberapa teknik operasi katarak:

1. Intracapsular Cataract Extraction ( ICCE)

Pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Dapat dilakukan

pada zonula zinnii telah rapuh atau bergenerasi dan mudah diputus. Pada katarak

ekstraksi intrakapsular tidak akan terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan

pembedahan yang sangat lama populer. Akan tetapi pada teknik ini tidak boleh

dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih

mempunyai segmen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan

ini yaitu astigmat, glaukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.

2. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)

a. Extracapsular Cataract Extraction (ECCE)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa

dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan korteks

lensa dapat keluar melalui robekan tesebut. Termasuk dalam golongan ini ekstraksi

linear, aspirasi, dan ligasi. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien

dengan kelainan endotel bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra okular,

kemungkinan akan dilakukan bedah glaukoma, mata dengan predisposisi untuk

tejadinya prolaps badan kaca, sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan

sitoid makula edema, pasca bedah ablasi. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan

ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

Page 22: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

27

b. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

SICS adalah salah satu teknik operasi katarak yang pada umumnya digunakan di negara

berkembang. Teknik ini biasanya menghasilkan hasil visus yang bagus dan sangat

berguna untuk operasi katarak dengan volume yang tinggi. Teknik ini dilakukan

dengan cara insisi 6 mm pada sklera (jarak 2 mm dari limbus), kemudian dibuat sklera

tunnel sampai di bilik mata depan. Dilakukan CCC, hidrodiseksi, hidrideliniasi, dan

disini nukleus dikeluarkan dengan manual, korteks dikeluarkan dengan aspirasi dan

irigasi kemudian dipasang IOL in the bag.

c. Phacoemulsification

Phacoemulsifikasi adalah teknik yang paling mutakhir. Hanya diperlukan irisan yang

sangat kecil saja. Dengan menggunakan getaran ultrasonic yang dapat menghancurkan

nukleus lensa. Sebelum itu dengan pisau yang tajam, kapsul anterior lensa dikoyak.

Lalu jarum ultrasonik ditusukkan ke dalam lensa, sekaligus menghancurkan dan

menghisap massa lensa keluar. Cara ini dapat dilakukan sedemikian halus dan teliti

sehingga kapsul posterior lensa dapat dibiarkan tanpa cacat. Dengan teknik ini maka

luka sayatan dapat dibuat sekecil mungkin sehingga penyulit maupun iritasi pasca

bedah sangat kecil. Irisan tersebut dapat pulih dengan sendirinya tanpa memerlukan

jahitan sehingga memungkinkan pasien dapat melakukan aktivitas normal dengan

segera. Teknik ini kurang efektif pada katarak yang padat (Mutiarasari dan Handayani,

2011).

Page 23: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

28

2.2.9 Pencegahan Katarak

Sebagai upaya untuk menurunkan prevalensi katarak perlu tindakan

pencegahan yang sesuai dengan faktor risiko yang berhubungan dengan katarak.

Tindak pencegahan terjadinya katarak antara lain adalah dengan mengurangi pajanan

terhadap faktor perusak (Tana, Mihardja, dan Rifati, 2007).

2.3 Model Epidemiologi

2.3.1 Model Hendrik L. Blum

Menurut teori Hendrik L. Blum (1974) dalam Proverawati 2012, status

kesehatan dipengaruhi secara simultan oleh empat faktor penentu yang saling

berinteraksi satu sama lain. Keempat faktor penentu tersebut adalah lingkungan,

perilaku (gaya hidup), keturunan, dan pelayanan kesehatan.

Makna panah berdasarkan model Hendrik L Blum yang menuju kepada status

kesehatan memiliki ukuran yang berbeda, dimana perilaku memiliki ukuran panah

paling besar. Hal ini disebabkan karena perilaku memiliki peranan yang paling besar,

karena dapat di intervensi dengan mudah kemudian yang kedua adalah lingkungan dan

yang ketiga adalah pelayanan kesehatan. Genetik atau keturunan tidak dapat di

intervensi oleh sebab itu memiliki panah dengan ukuran paling kecil (Effendy, 2016).

Page 24: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

29

(Hendrik L Blum, 1974)

Gambar 2.2

Teori Hendrik L. Blum

Gambar 2.2 memperlihatkan sehat tidaknya seseorang tergantung 4 faktor yaitu

keturunan, lingkungan, perilaku, dan pelayanan kesehatan. Faktor tersebut

berpengaruh langsung pada kesehatan dan juga berpengaruh satu sama lain. Status

kesehatan akan tercapai optimal jika empat faktor tersebut kondisinya juga optimal.

Bila salah satu faktor terganggu, status kesehatan tergeser kearah di bawah optimal.

a. Faktor genetik atau keturunan

Keturunan (genetik) merupakan faktor yang telah ada dalam diri manusia yang

dibawa sejak lahir, misalnya dari golongan penyakit keturunan seperti diabetes melitus

dan asma bronchial. Keturunan adalah faktor risiko yang tidak mungkin kita hindari

(Effendy, 2016).

b. Faktor pelayanan kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan faktor ketiga yang mempengaruhi derajat

kesehatan masyarakat karena keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam

LINGKUNGAN PELAYANAN

KESEHATAN

KETURUNAN

PERILAKU

STATUS

KESEHATAN

Page 25: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

30

pelayanan pemulihan kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan

keperawatan serta kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan.

Ketersediaan fasilitas kesehatan dipengaruhi oleh lokasi, apakah dapat dijangkau atau

tidak. Yang kedua adalah tenaga kesehatan pemberi pelayanan kesehatan itu sendiri

apakah sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang memerlukan.

Pelayanan kesehatan yang berkualitas sangatlah dibutuhkan. Masyarakat

membutuhkan posyandu, puskesmas, rumah sakit dan pelayanan kesehatan lainnya

untuk membantu dalam mendapatkan pengobatan dan perawatan kesehatan. Terutama

untuk pelayanan kesehatan dasar yang memang banyak dibutuhkan masyarakat.

Kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di bidang kesehatan juga mesti

ditingkatkan. Puskesmas sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan

masyarakat sangat besar peranannya, sebab di puskesmas akan ditangani masyarakat

yang membutuhkan edukasi dan perawatan primer (Effendy, 2016).

c. Faktor perilaku

Perilaku merupakan faktor pertama yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat karena sehat atau tidak sehatnya lingkungan kesehatan individu, keluarga,

dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku manusia itu sendiri. Di samping itu,

juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat, kepercayaan, pendidikan sosial

ekonomi, dan perilaku-perilaku yang melekat pada dirinya (Effendy, 2016).

Perilaku baik individu maupun masyarakat dalam menjaga kesehatan

memegang peranan sangat penting untuk mewujudkan Indonesia sehat. Hal ini

dikarenakan budaya hidup bersih dan sehat harus dapat dimunculkan dari dalam diri

Page 26: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

31

sendiri maupun masyarakat untuk menjaga kesehatannya. Individu dan masyarakat

yang berperilaku hidup bersih dan sehat akan menghasilkan budaya menjaga

lingkungan yang bersih dan sehat. Pembuatan peraturan tentang berperilaku sehat juga

harus dibarengi dengan pembinaan untuk menumbuhkan kesadaran pada individu dan

masyarakat. Pembinaan dapat dimulai dari lingkungan keluarga, sekolah, dan

masyarakat. Tokoh-tokoh masyarakat sebagai role model harus diajak turut serta dalam

menyukseskan program-program kesehatan. Faktor perilaku, seperti pada penjelasan

sebelumnya, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap tercapainya derajat

kesehatan. Perilaku dapat mempengaruhi lingkungan, pemanfaatan terhadap pelayanan

kesehatan yang telah disiapkan maupun terhadap kemungkinan masalah genetik yang

timbul (Chandra, 2009).

d. Faktor Lingkungan

Lingkungan memiliki pengaruh cukup besar. Lingkungan sangat bervariasi,

umumnya digolongkan menjadi tiga kategori, yaitu yang berhubungan dengan aspek

fisik, biologi, dan sosial. Lingkungan fisik yaitu bersifat abiotik atau benda mati seperti

air, udara, tanah, cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi, dan lain-lain.

Lingkungan fisik ini berinteraksi secara konstan dengan manusia sepanjang waktu dan

masa serta memegang peranan penting dalam proses terjadinya penyakit pada

masyarakat. Lingkungan yang memiliki kondisi sanitasi buruk dapat menjadi sumber

berkembangnya penyakit. Hal ini jelas membahayakan kesehatan masyarakat kita.

Terjadinya penumpukan sampah yang tidak dapat dikelola dengan baik, polusi udara,

air, dan tanah juga dapat menjadi penyebab. Lingkungan biologis yaitu bersifat biologis

Page 27: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

32

atau benda hidup misalnya tumbuh-tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit,

serangga, dan lain-lain yang dapat berperan sebagai agen penyakit, reservoir infeksi,

vektor penyakit, dan hospes intermediate. Hubungan manusia dengan lingkungan

biologisnya bersifat dinamis dan pada keadaan tertentu saat terjadi ketidakseimbangan

di antara hubungan tersebut, manusia akan menjadi sakit. Lingkungan sosial

merupakan hasil interaksi antar manusia seperti kebudayaan, pendidikan, ekonomi, dan

sebagainya. Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan, agama, sikap,

standar, gaya hidup, pekerjaan, kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial, dan

politik. Manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial melalui berbagai media seperti

radio, TV, pers, seni, literatur, cerita, lagu, dan sebagainya. Bila manusia tidak dapat

menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial, akan terjadi konflik kejiwaan dan

menimbulkan gejala psikosomatik seperti stres, insomnia, depresi, dan lain-lain. Upaya

menjaga lingkungan menjadi tanggungjawab semua pihak untuk itulah perlu kesadaran

semua pihak (Chandra, 2009).

2.3.2 Model Segitiga Epidemiologi

Menurut John Gordon segitiga epidemiologi memberi gambaran tentang

hubungan antara tiga faktor yg berperan antara Host (penjamu), Agent (penyebab), dan

Environment (lingkungan) dalam terjadinya penyakit. Menurut Erni (2010)

keterhubungan antara Host (penjamu), Agent (penyebab), dan Environment

(lingkungan) ini merupakan suatu kesatuan yang dinamis yang berada dalam

keseimbangan (equilibrium) pada seorang individu yang sehat. Jika terjadi gangguan

Page 28: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

33

terhadap keseimbangan hubungan segitiga, akan menimbulkan status sakit (Mufida,

2019).

(Irwan, 2010)

Gambar 0.1

Model Kausalitas Segitiga Epidemiologi

2.3.3 Model Web of Causation

Teori jaring-jaring sebab akibat ini ditemukan oleh Mac Mohan dan Pugh

(1970). Teori ini sering disebut juga sebagai konsep multifaktorial. Dimana teori ini

menekankan bahwa suatu penyakit terjadi dari hasil interaksi berbagai faktor. Misalnya

faktor interaksi lingkungan yang berupa faktor biologis, kimiawi, dan sosial memegang

peranan penting dalam terjadinya penyakit.

Menurut model ini perubahan dari salah satu faktor akan mengubah

keseimbangan antara mereka, yang berakibat bertambah atau berkurangnya penyakit

yang bersangkutan. Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung pada satu

sebab yang berdiri sendiri melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses sebab dan

akibat. Dengan demikian maka timbulnya penyakit dapat dicegah atau dihentikan

Page 29: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

34

dengan memotong mata rantai pada berbagai titik. Model ini cocok untuk mencari

penyakit yang disebabkan oleh perilaku dan gaya hidup individu (Irwan, 2017).

2.3.4 Metode Wheel of Causation

Model roda digambarkan dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat

lingkaran yang lebih kecil. Lingkaran yang besar sebagai faktor eksternal dan lingkaran

yang kecil sebagai faktor internal. Faktor internalnya menyatakan bahwa suatu

penyakit disebabkan oleh adanya interaksi antara genetik dengan lingkungannya.

Faktor internal ini juga berkaitan dengan kepribadian individu dimana kepribadian

tertentu akan meningkatkan risiko penyakit tertentu. Faktor eksternal pada model ini

adalah lingkungan, baik lingkungan fisik, biologis, dan sosial. Faktor lingkungan selalu

mengalami pergeseran (tidak stabil) sehingga adaptasi yang tidak tepat dapat

mempengaruhi kesehatan host (Noor, 2006).

(Fos, 2011)

Gambar 0.2

Teori Wheel Of Causation

Page 30: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKAeprints.umm.ac.id/68351/3/BAB II.pdf · 2020. 10. 23. · 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mata 2.1.1 Anatomi Lensa Mata 2.1.1.1 Lensa (James, Chew, Brown, 2006)

35

2.3.5 Teori Lawrence Green

Lawrence Green mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat

kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok,

yakni faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non behavior

causes). Selanjutnya perilaku itu sendiri ditentukan atau terbentuk dari 3 faktor :

1. Faktor-faktor predisposisi (presdiposing factors) yang terwujud dalam

pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan sebagainya.

2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam fasilitas-

fasilitas atau sarana-sarana.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap

dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi

dari perilaku masyarakat.

Model ini dapat digambarkan sebagai berikut :

B = f (PF, EF, RF)

Keterangan :

B = Behavior

PF = Presdiposing Factors

EF = Enabling Factors

RF = Reinforcing Factors

F = fungsi

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan

oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, ketersediaan fasilitas dan sebagainya

dari orang atau masyarakat yang bersangkutan (Notoadmojo, 2007).