bab ii abortus

35
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang sebelah mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak boleh sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini. Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan banyak wanita mengalami kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per- tahun, dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000- 750.000 janin yang mengalami abortus spontan. Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara mendalam. Pada 1 KEPERAWATAN MATERNITAS

Upload: eyang-sigarantang

Post on 02-Jul-2015

460 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: Bab II Abortus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembahasan tentang abortus dikarenakan pemahaman di kalangan

masyarakat masih merupakan suatu tindakan yang masih dipandang sebelah

mata. Oleh karena itu, pandangan yang ada di dalam masyarakat tidak boleh

sama dengan pandangan yang dimiliki oleh tenaga kesehatan, dalam hal ini

adalah perawat setelah membaca pokok bahasan ini.

Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan

berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan

banyak wanita mengalami kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya

menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui

kehamilannya. Di Indonesia, diperkirakan ada 5 juta kehamilan per-tahun,

dengan demikian setiap tahun terdapat 500.000-750.000 janin yang mengalami

abortus spontan.

Abortus terjadi pada usia kehamilan kurang dari 8 minggu, janin

dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus desidua secara

mendalam. Pada kehamilan 8–14 minggu villi koriales menembus desidua

secara mendalam, plasenta tidak dilepaskan sempurna sehingga banyak

perdarahan. Pada kehamilan diatas 14 minggu, setelah ketubah pecah janin yang

telah mati akan dikeluarkan dalam bentuk kantong amnion kosong dan

kemudian plasenta (Prawirohardjo, S, 2002).

1KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 2: Bab II Abortus

1.2 Tujuan Umum dan Khusus

1.2.1 Tujuan Umum

Agar Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami apa itu

Abortus.

1.2.2 Tujuan Khusus

Agar Mahasiswa dapat memahami :

o Pengertian Abortus

o Klasifikasi

o Etiologi

o Tanda dan Gejala

o Pemeriksaan Ginekologi

o Patofisiologi

o Komplikasi

o Pemeriksaan Penunjang

o Diagnosa Banding

o Tindakan Operatif Penanganan Abortus

Agar Mahasiswa dapat mengaplikasikan :

o Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan Abortus

1.3 Sistematika Penulisan

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Umum dan khusus

1.3 Sistematika penulisan

2KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 3: Bab II Abortus

BAB II ABORTUS

2.1 Pengertian Abortus

2.2 Klasifikasi

2.3 Etiologi

2.4 Tanda dan Gejala

2.5 Pemeriksaan Ginekologi

2.6 Patofisiologi

2.7 Komplikasi

2.8 Pemeriksaan Penunjang

2.9 Diagnosa Banding

2.10 Tindakan Operatif Penanganan Abortus

BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN ABORTUS

3.1 Pengkajian

3.2 Diagnosa Keperawatan

3.3 Rencana Keperawatan

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

3KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 4: Bab II Abortus

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN ABORTUS

2.1 Pengertian

Abortus atau lebih dikenal dengan istilah keguguran adalah pengeluaran

hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Janin belum mampu

hidup di luar rahim, jika beratnya kurang dari 500 g, atau usia kehamilan kurang

dari 20 minggu karena pada saat ini proses plasentasi belum selesai. Pada bulan

pertama kehamilan yang mengalami abortus, hampir selalu didahului dengan

matinya janin dalam rahim. (Derek liewollyn&Jones, 2002).

2.2 Klasifikasi

Ada beberapa jenis abortus atau keguguran, yaitu:

1. Abortus Iminens

Ditandai dengan perdarahan pada usia kehamilan kurang

dari 20 minggu, ibu mungkin mengalami mulas atau tidak sama

sekali. Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi atau janin masih

berada di dalam, dan tidak disertai pembukaan (dilatasi serviks).

2. Abortus Insipiens

Terjadi perdarahan pada usia kehamilan kurang dari 20

minggu dan disertai mulas yang sering dan kuat. Pada abortus

jenis ini terjadi pembukaan atau dilatasi serviks tetapi hasil

konsepsi masih di dalam rahim.

3. Abortus Inkomplet

4KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 5: Bab II Abortus

Terjadi pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada usia

kehamilan kurang dari 20 minggu, sementara sebagian masih

berada di dalam rahim. Terjadi dilatasi serviks atau pembukaan,

jaringan janin dapat diraba dalam rongga uterus atau sudah

menonjol dari os uteri eksternum. Perdarahan tidak akan berhenti

sebelum sisa hasil konsepsi dikeluarkan, sehingga harus dikuret.

4. Abortus komplet

Pada abortus jenis ini, semua hasil konsepsi dikeluarkan

sehingga rahim kosong. Biasanya terjadi pada awal kehamilan

saat plasenta belum terbentuk. Perdarahan mungkin sedikit dan os

uteri menutup dan rahim mengecil. Pada wanita yang mengalami

abortus ini, umumnya tidak dilakukan tindakan apa-apa, kecuali

jika datang ke rumah sakit masih mengalami perdarahan dan

masih ada sisa jaringan yang tertinggal, harus dikeluarkan dengan

cara dikuret.

5. Abortus Servikalis

Pengeluaran hasil konsepsi terhalang oleh os uteri

eksternum yang tidak membuka, sehingga mengumpul di dalam

kanalis servikalis (rongga serviks) dan uterus membesar,

berbentuk bundar, dan dindingnya menipis.

6. Missed Abortion

Missed abortion adalah kematian janin berusia sebelum

20 minggu, tetapi janin yang telah mati itu tidak dikeluarkan

selama 8 minggu atau lebih. Etiologi missed abortion tidak

diketahui, tetapi diduga pengaruh hormone progesterone.

Pemakaian Hormone progesterone pada abortus imminens

mungkin juga dapat menyebabkan missed abortion.

Diagnosis

Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda

abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan

atau setelah pengobatan. Gejala subyektif kehamilan menghilang,

5KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 6: Bab II Abortus

mamma agak mengendor lagi, uterus tidak membesar lagi malah

mengecil, tes kehamilan menjadi negatif.

Dengan ultrasonografi dapat ditentukan segera apakah

janin sudah mati dan besamya sesuai dengan usia kehamilan.

Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang

disertai oleh gangguan pembekuan darah karena

hipofibrinogenemia, sehingga pemeriksaan ke arah ini perlu

dilakukan.

Penanganan

Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul

pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu segera dikeluarkan.

Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti

apakah kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun.

Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila janin yang mati lebih

dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita

perlu diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan

merasa gelisah, mengetahui ia mengandung janin yang telah mati,

dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan.

7. Abortus Habitualis

Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3

kali atau lebih berturut turut. Pada umumnya penderita tidak

sukar menjadi hamil, tetapi kehamilannya berakhir sebelum 28

minggu.

2.3 Etiologi Abortus

a. Penyebab Dari Segi Maternal

Penyebab secara umum:

Infeksi Akut

1. virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.

6KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 7: Bab II Abortus

2. Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.

3. Parasit, misalnya malaria.

Infeksi Kronis

1. Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.

2. Tuberkulosis paru aktif.

3. Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.

4. Penyakit kronis, misalnya :

1. hipertensi

2. nephritis

3. diabetes

4. anemia berat

5. penyakit jantung

6. toxemia gravidarum

5. Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.

6. Trauma fisik.

Penyebab yang Bersifat Lokal

1. Fibroid, inkompetensia serviks.

2. Radang pelvis kronis, endometrtis.

3. Retroversi kronis.

4. Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga

menyebabkan hiperemia dan abortus.

b. Penyebab dari Segi Janin

Kematian janin akibat kelainan bawaan.

Mola hidatidosa.

Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.

2.4 Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala pada abortus Imminen :

1. Terdapat keterlambatan dating bulan.

2. Terdapat perdarahan, disertai sakit perut atau mules.

7KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 8: Bab II Abortus

3. Pada pemeriksaan dijumpai besarnya rahim sama dengan umur

kehamilan dan terjadi kontraksi otot rahim.

4. Hasil periksa dalam terdapat perdarahan dari kanalis servikalis,

dan kanalis servikalis masih tertutup, dapat dirasakan kontraksi

otot rahim.

5. Hasil pemeriksaan tes kehamilan masih positif.

Tanda dan gejala pada abortus Insipien :

1. Perdarahan lebih banyak.

2. Perut mules atau sakit lebih hebat.

3. Pada pemariksaan dijumpai perdarahan lebih banyak, kanalis

servikalis terbuka dan jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba.

Tanda dan gejala abortus Inkomplit :

1. Perdarahan memanjang, sampai terjadi keadaan anemis.

2. Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat.

3. Terjadi infeksi ditandai dengan suhu tinggi.

4. Dapat terjadi degenerasi ganas (kario karsinoma).

Tanda dan gejala abortus Kompletus :

1. Uterus telah mengecil.

2. Perdarahan sedikit.

3. Canalis servikalis telah tertutup.

Tanda dan gejala Missed Abortion :

1. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air

ketuban dan maserasi janin.

2. Buah dada mengecil kembali.

8KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 9: Bab II Abortus

2.5 Pemeriksaan Ginekologi

a. Inspeksi Vulva : perdarahan pervaginaan ada atau tidak jaringan

hasil konsepsi, tercium bau busuk dari vulva.

b. Inspekulo : perdarahan dari cavum uteri, osteum uteri terbuka

atau sudah tertutup, ada atau tidak jaringan keluar dari ostium,

ada atau tidak cairan atau jaringan berbau busuk dari ostium.

c. Colok vagina : porsio masih terbuka atau sudah tertutup, teraba

atau tidak jaringan dalam cavum uteri, besar uterus sesuai atau

lebih kecil dari usia kehamilan, tidak nyeri saat porsio digoyang,

tidak nyeri pada perabaan adneksa, cavum douglas tidak

menonjol dan tidak nyeri.

2.6 Patofisiologi

Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan

nerkrosis jaringan sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan

dianggap benda asing dalam uterus. Kemudian uterus berkontraksi untuk

mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi

korialis belum menembus desidua secara dalam jadi hasil konsepsi dapat

dikeluarkan seluruhnya.

Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu, penembusan sudah lebih dalam

hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan banyak

perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih

dahulu daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong

kosong amnion atau benda kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes

ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola kruenta, fetus kompresus,

maserasi atau fetus papiraseus.

9KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 10: Bab II Abortus

2.7 Komplikasi

1. Perdarahan (haemorrogrie).

2. Perforasi.

3. Infeksi dan tetanus.

4. Payah ginjal akut.

5. Syok, yang disebabkan oleh syok hemoreagrie (perdarahan yang

banyak) dan syok septik atau endoseptik (infeksi berat atau septis).

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Tes Kehamilan

Positif bila janin masih hidup, bahkan 2-3 minggu setelah

abortus.

2. Pemeriksaaan Doppler atau USG untuk menentukan apakah janin masih

hidup.

3. Pemeriksaan kadar fibrinogen darah pada missed abortion.

2.9 Diagnosa Banding

Kehamilan etopik terganggu, mola hidatidosa, kemamilan dengan

kelainan serviks. Abortion imminens perlu dibedakan dengan perdarahan

implantasi yang biasanya sedikit, berwarna merah, cepat terhenti, dan tidak

disertai mules-mules.

10KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 11: Bab II Abortus

2.10 Tindakan Operatif Penanganan Abortus

1. PengeIuaran Secara digital

Hal ini sering kita laksanakan pada keguguran yang sedang

berlangsung dan keguguran yang kadang-kadang berlangsung dan

keguguran bersisa. Pembersihan secara digital hanya dapat dilakukan

bila telah ada pembentukan serviks uteri yang dapat dilalui oleh satu

janin longgar dan kedalaman uteri cukup luas, karena manipulasi ini

akan menimbul kan rasa nyeri.

2. Kuretase (Kerokan)

Adalah cara menimbulkan hasil konsepsi memakai alat kuretase

(sendok kerokan) sebelum melakukan kuratase, penolong harus

melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan

serviks dan besarnya uterus. Gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya

kecelakaan misalnya perforasi.

11KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 12: Bab II Abortus

Indikasi Yang Perlu Kuretase

Kuretase bukan hanya dibutuhkan wanita yang baru saja

mengalami keguguran, tetapi juga pada kondisi lainnya. Berikut

beberapa kondisi yang membutuhkan tindakan kuret.

1. Keguguran tidak sempurna.

2. Perdarahan setelah lewat masa menopause.

3. Haid tidak teratur maupun terlalu panjang (bagi yang sudah

menikah).

4. Sulit memiliki anak.

5. Plasenta melekat pada rahim.

6. Hamil anggur atau mola.

Persiapan Sebelum Kuretase

Kuretase tak bisa dilakukan dengan gegabah. Beberapa prosedur

juga perlu dilakukan sebelum melakukannya, di antaranya:

1. USG (ultrasonografi)

2. Mengukur tensi dan Hb darah

3. Memeriksa sistim pernafasan

12KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 13: Bab II Abortus

4. Mengatasi perdarahan

5. Memastikan pasien dalam kondisi sehat dan fit

a. Persiapan Penderita

Lakukanlah pemeriksaan umum : Tekanan Darah, Nadi,

Keadaan Jantung, dan Paru – paru dan sebagainya. Pasanglah

infuse cairan sebagai profilaksis.

b. Persiapan Alat – alat Kuretase

Alat – alat kuretase hendaknya telah tersedia alam bak alat dalam

keadaan aseptic (suci hama) berisi :

Speculum dua buah.

Sonde (penduga) uterus.

Cunam muzeus atau Cunam porsio.

Berbagai ukuran busi (dilatator) Hegar.

Bermacam – macam ukuran sendok kerokan (kuret).

Cunam abortus kecil dan besar.

Pinset dan klem.

Kain steril, dan sarung tangan dua pasang.

c. Penderita ditidurkan dalam posisi lithotomic.

d. Pada umumnya diperlukan anestesi infiltrasi local atau umum

secara IV dengan ketalar.

Teknik Kuretase

1. Tentukan Letak Rahim.

Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat – alat

yang dipakai umumnya terbuat dari metal dan biasanya

melengkung karena itu memasukkan alat – alat ini harus

disesuaikan dengan letak rahim. Gunanya supaya jangan terjadi

salah arah (fase route) dan perforasi.

2. Penduga Rahim (Sondage)

13KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 14: Bab II Abortus

Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan

tentukan panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah,

setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk

tangan kanan diletakkan atau dipindahkan pada portio dan

tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.

3. Dilatasi

Bila permukaan serviks belum cukup untuk memasukkan

sendok kuret, lakukanlah terlebih dulu dilatasi dengan dilatator

atau Bougie Hegar. Peganglah busi seperti memegang pensil dan

masukkanlah hati – hati sesuai letak rahim. Untuk sendok kuret

terkecil biasanya diperlukan dilatasi sampai Hegar nomor 7.

Untuk mencegah kemungkinan perforasi usahakanlah memakai

sendok kuret yang agak besar, dengan dilatasi yang lebih besar.

4. Kuretase

Seperti telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak

besar. Memasukkannya bukan dengan kekuatan dan melakukan

kerokan biasanya mulailah di bagian tengah. Pakailah sendok

kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan

lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim

dalam (seperti bunyi mengukur kelapa). Dengan demikian kita

tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan.

5. Cunam Abortus

Pada abortus inisipiens, dimana sudah kelihatan jaringan,

pakailah cunam abortus untuk mengeluarkannya yang biasanya

diikuti oleh jaringan lainnya. Dengan demikian sendok kuret

hanya dipakai untuk membersihkan sisa – sisa yang ketinggalan

saja.

Perhatian !!

Memegang, mamasukkan dan menarik alat – alat haruslah

hati – hati. Lakukanlah dengan lembut (with lady’s hand) sesuai

dengan arah dan letak rahim.

14KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 15: Bab II Abortus

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU DENGAN ABORTUS

Proses keperawatan adalah metode kerja dalam pemberian pelayanan

keperawatan untuk menganalisa masalah pasien secara sistematis, menentukan cara

pemecahannya, melakukan tindakan dan mengevaluasi hasil tindakan yang telah

dilaksanakan.

Proses keperawatan adalah serangkaian perbuatan atau tindakan untuk

menetapkan, merencanakan dan melaksanakan pelayanan keperawatan dalam rangka

membantu klien untuk mencapai dan memelihara kesehatannya seoptimal mungkin.

Tindakan keperawatan tersebut dilaksanakan secara berurutan, terus menerus, saling

berkaitan dan dinamis.

3.1 PENGKAJIAN

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan

bagi klien.

Adapun hal-hal yang perlu dikaji adalah :

1. Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ;

nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, status

perkawinan, perkawinan ke- , lamanya perkawinan dan alamat.

2. Keluhan utama : Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi otot

rahim. Tentukan sifat, lokasi, durasi nyeri, kaji kontraksi uterus,

hemoragi retroplasenta atau nyeri tekan abdomen. Kaji adanya

15KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 16: Bab II Abortus

menstruasi tidak lancar dan adanya perdarahan pervaginam

berulang.

3. Riwayat kesehatan , yang terdiri atas :

1) Riwayat kesehatan sekarang yaitu keluhan sampai saat klien pergi

ke Rumah Sakit atau pada saat pengkajian seperti perdarahan

pervaginam di luar siklus haid, pembesaran uterus lebih besar

dari usia kehamilan.

2) Riwayat kesehatan masa lalu.

4. Riwayat pembedahan : Kaji adanya pembedahan yang pernah

dialami oleh klien, jenis pembedahan , kapan , oleh siapa dan di

mana tindakan tersebut berlangsung.

5. Riwayat penyakit yang pernah dialami : Kaji adanya penyakit

yang pernah dialami oleh klien misalnya DM , jantung , hipertensi ,

masalah ginekologi/urinary , penyakit endokrin , dan penyakit-

penyakit lainnya.

6. Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram

dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit

turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.

7. Riwayat kesehatan reproduksi : Kaji tentang amenore, siklus

menstruasi, lamanya, banyaknya, sifat darah, bau, warna dan adanya

dismenorhoe serta kaji kapan menopause terjadi, gejala serta

keluahan yang menyertainya.

8. Riwayat kehamilan , persalinan dan nifas : Kaji bagaimana

keadaan anak klien mulai dari dalam kandungan hingga saat ini,

bagaimana keadaan kesehatan anaknya.

9. Riwayat seksual : Kaji mengenai aktivitas seksual klien, jenis

kontrasepsi yang digunakan serta keluahn yang menyertainya.

10. Riwayat pemakaian obat : Kaji riwayat pemakaian obat-

obatankontrasepsi oral, obat digitalis dan jenis obat lainnya.

16KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 17: Bab II Abortus

11. Pola aktivitas sehari-hari : Kaji mengenai nutrisi, cairan dan

elektrolit, eliminasi (BAB dan BAK), istirahat tidur, hygiene,

ketergantungan, baik sebelum dan saat sakit.

Pemeriksaan Fisik, meliputi :

a. Inspeksi adalah proses observasi yang sistematis yang tidak hanya

terbatas pada penglihatan tetapi juga meliputi indera pendengaran

dan penghidung.

Hal yang diinspeksi antara lain :

Mengobservasi kulit terhadap warna, perubahan warna,

laserasi, lesi terhadap drainase, pola pernafasan terhadap kedalaman

dan kesimetrisan, bahasa tubuh, pergerakan dan postur, penggunaan

ekstremitas, adanya keterbatasan fisik, dan seterusnya.

b. Palpasi adalah menyentuh atau menekan permukaan luar tubuh

dengan jari.

o Sentuhan : merasakan suatu pembengkakan, mencatat

suhu, derajat kelembaban dan tekstur kulit atau

menentukan kekuatan kontraksi uterus.

o Tekanan : menentukan karakter nadi, mengevaluasi

edema, memperhatikan posisi janin atau mencubit kulit

untuk mengamati turgor.

o Pemeriksaan dalam : menentukan tegangan/tonus otot

atau respon nyeri yang abnormal

c. Perkusi adalah melakukan ketukan langsung atau tidak langsung

pada permukaan tubuh tertentu untuk memastikan informasi tentang

organ atau jaringan yang ada dibawahnya.

17KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 18: Bab II Abortus

o Menggunakan jari : ketuk lutut dan dada dan dengarkan

bunyi yang menunjukkan ada tidaknya cairan , massa atau

konsolidasi.

o Menggunakan palu perkusi : ketuk lutut dan amati ada

tidaknya refleks/gerakan pada kaki bawah, memeriksa

refleks kulit perut apakah ada kontraksi dinding perut atau

tidak

d. Auskultasi adalah mendengarkan bunyi dalam tubuh dengan

bentuan stetoskop dengan menggambarkan dan menginterpretasikan

bunyi yang terdengar. Mendengar : mendengarkan di ruang

antekubiti untuk tekanan darah, dada untuk bunyi jantung/paru

abdomen untuk bising usus atau denyut jantung janin.

Pemeriksaan laboratorium :

o Darah dan urine serta pemeriksaan penunjang : rontgen, USG,

biopsi, pap smear.

o Keluarga berencana : Kaji mengenai pengetahuan klien tentang

KB, apakah klien setuju, apakah klien menggunakan kontrasepsi,

dan menggunakan KB jenis apa.

Data lain-lain :

o Kaji mengenai perawatan dan pengobatan yang telah diberikan

selama dirawat di RS.Data psikososial.

o Kaji orang terdekat dengan klien, bagaimana pola komunikasi

dalam keluarga, hal yang menjadi beban pikiran klien dan

mekanisme koping yang digunakan.

o Status sosio-ekonomi : Kaji masalah finansial klien.

o Data spiritual : Kaji tentang keyakinan klien terhadap Tuhan

YME, dan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan.

18KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 19: Bab II Abortus

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Devisit Volume Cairan s.d perdarahan.

2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi.

3. Gangguan rasa nyaman: Nyeri s.d kerusakan jaringan intrauteri.

4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab.

5. Cemas s.d kurang pengetahuan.

3.3 RENCANA KEPERAWATAN

1. Devisit Volume Cairan s.d Perdarahan

Tujuan :

Tidak terjadi devisit volume cairan, seimbang antara intake dan

output baik jumlah maupun kualitas.

Intervensi :

1) Kaji kondisi status hemodinamika

Rasional : Pengeluaran cairan pervaginal sebagai akibat abortus

memiliki karekteristik bervariasi.

2) Ukur pengeluaran harian

Rasional : Jumlah cairan ditentukan dari jumlah kebutuhan harian

ditambah dengan jumlah cairan yang hilang pervaginal.

3) Berikan sejumlah cairan pengganti harian

Rasional : Tranfusi mungkin diperlukan pada kondisi perdarahan

massif.

4) Evaluasi status hemodinamika

19KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 20: Bab II Abortus

Rasional : Penilaian dapat dilakukan secara harian melalui

pemeriksaan fisik.

2. Gangguan Aktivitas s.d kelemahan, penurunan sirkulasi

Tujuan :

Klien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi

Intervensi :

1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas

Rasional : Mungkin klien tidak mengalami perubahan berarti,

tetapi perdarahan masif perlu diwaspadai untuk menccegah

kondisi klien lebih buruk.

2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi uterus/kandungan

Rasional : Aktivitas merangsang peningkatan vaskularisasi dan

pulsasi organ reproduksi.

3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari

Rasional : Mengistiratkan klilen secara optimal

4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan

kemampuan/kondisi klien

Rasional : Mengoptimalkan kondisi klien, pada abortus

imminens, istirahat mutlak sangat diperlukan

5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas

Rasional : Menilai kondisi umum klien.

3. Gangguan rasa nyaman : Nyeri s.d Kerusakan jaringan intrauteri

Tujuan :

Klien dapat beradaptasi dengan nyeri yang dialami

Intervensi :

1) Kaji kondisi nyeri yang dialami klien

20KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 21: Bab II Abortus

Rasional : Pengukuran nilai ambang nyeri dapat dilakukan

dengan skala maupun deskripsi.

2) Terangkan nyeri yang diderita klien dan penyebabnya

Rasional : Meningkatkan koping klien dalam melakukan

guidance mengatasi nyeri.

3) Kolaborasi pemberian analgetika

Rasional : Mengurangi onset terjadinya nyeri dapat dilakukan

dengan pemberian analgetika oral maupun sistemik dalam

spectrum luas/spesifik.

4. Resiko tinggi Infeksi s.d perdarahan, kondisi vulva lembab

Tujuan :

Tidak terjadi infeksi selama perawatan perdarahan

Intervensi :

1) Kaji kondisi keluaran/dischart yang keluar ; jumlah, warna, dan

bau

Rasional : Perubahan yang terjadi pada dishart dikaji setiap saat

dischart keluar. Adanya warna yang lebih gelap disertai bau tidak

enak mungkin merupakan tanda infeksi.

2) Terangkan pada klien pentingnya perawatan vulva selama masa

perdarahan

Rasional : Infeksi dapat timbul akibat kurangnya kebersihan

genital yang lebih luar.

3) Lakukan pemeriksaan biakan pada dischart

Rasional : Berbagai kuman dapat teridentifikasi melalui dischart.

4) Lakukan perawatan vulva

Rasional : Inkubasi kuman pada area genital yang relatif cepat

dapat menyebabkan infeksi.

5) Terangkan pada klien cara mengidentifikasi tanda inveksi

21KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 22: Bab II Abortus

Rasional : Berbagai manivestasi klinik dapat menjadi tanda

nonspesifik infeksi; demam dan peningkatan rasa nyeri mungkin

merupakan gejala infeksi.

6) Anjurkan pada suami untuk tidak melakukan hubungan senggama

sesama masa perdarahan.

Rasional : Pengertian pada keluarga sangat penting artinya untuk

kebaikan ibu; senggama dalam kondisi perdarahan dapat

memperburuk kondisi system reproduksi ibu dan sekaligus

meningkatkan resiko infeksi pada pasangan.

5. Cemas s.d kurang pengetahuan

Tujuan :

Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien dan keluarga

terhadap penyakit meningkat.

Intervensi :

1) Kaji tingkat pengetahuan/persepsi klien dan keluarga terhadap

penyakit.

Rasional : Ketidaktahuan dapat menjadi dasar peningkatan rasa

cemas.

2) Kaji derajat kecemasan yang dialami klien

Rasional : Kecemasan yang tinggi dapat menyebabkan penurunan

penialaian objektif klien tentang penyakit.

3) Bantu klien mengidentifikasi penyebab kecemasan

Rasional : Pelibatan klien secara aktif dalam tindakan

keperawatan merupakan support yang mungkin berguna bagi

klien dan meningkatkan kesadaran diri klien.

4) Asistensi klien menentukan tujuan perawatan bersama

Rasional : Peningkatan nilai objektif terhadap masalah

berkontibusi menurunkan kecemasan.

5) Terangkan hal-hal seputar aborsi yang perlu diketahui oleh klien

dan keluarga.

22KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 23: Bab II Abortus

Rasional : Konseling bagi klien sangat diperlukan bagi klien

untuk meningkatkan pengetahuan dan membangun support

system keluarga; untuk mengurangi kecemasan klien dan

keluarga.

BAB IV

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Angka kejadian abortus diperkirakan frekuensi dari abortus spontan

berkisar 10-15%. Frekuensi ini dapat mencapai angka 50% jika diperhitungkan

banyak wanita mengalami kehamilan dengan usia sangat dini, terlambatnya

menarche selama beberapa hari, sehingga seorang wanita tidak mengetahui

kehamilannya.

Peran perawat dalam penanganan abortus dan mencegah terjadinya

abortus adalah dengan memberikan asuhan keperawatan yang tepat. Asuhan

keperawatan yang tepat untuk klien harus dilakukan untuk meminimalisir

terjadinya komplikasi serius yang dapat terjadi seiring dengan kejadian abortus.

1.2 Saran

Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah

yang telah disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari

sempurna. Oleh karena itu kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan

saran yang dapat membantu menyempurnakan makalah yang selanjutnya.

23KEPERAWATAN MATERNITAS

Page 24: Bab II Abortus

Demikian saran yang dapat kami sampaikan sebagai penyusun

pembuatan makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada Ibu dengan

Abortus”, semoga makalah ini dapat bermanfaat guna menambah pengetahuan

dan pembelajaran bagi pembaca khususnya bagi penyusun.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda, (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Hamilton, C. Mary, 1995, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta.

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Media Aesculapius.

Jakarta.

24KEPERAWATAN MATERNITAS