bab ii teori dan perumusan hipotesis 2.1 tinjauan ...eprints.umm.ac.id/40082/3/bab ii.pdf · pajak...
TRANSCRIPT
11
BAB II
TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Yanti, Hamdi, Yunilma (2015) meneliti tentang Pengaruh Pemeriksaan
Pajak, Penagihan Pajak dan Tax Compliance terhadap Penerimaan Pajak.
Penelitian ini dilakukan pada KPP Pratama Wilayah Sumatera Barat dengan studi
empiris. Metode Penelitian yang digunakan adalah Purposive sampling.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, hasil penelitian ini menunjukan bahwa
pemeriksaan pajak dan penagihan pajak memiliki pengaruh terhadap penerimaan
pajak. Sedangkan tax compliance tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan
pajak.
Hudany (2015) melakukan penelitian mengenai Penerimaan Pajak Orang
Pribadi sebagai variabel dependen dan menggunakan Ekstensifikasi Pajak,
Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan Surat Paksa
Pajak sebagai variabel independen pada KPP Pratama Solok. Dalam penelitian ini
penentuan sampelnya menggunakan metode Probability Sampling. Dari hasil
penelitian ini menunjukan bahwa ekstensifikasi pajak dan pemeriksaan pajak
tidak memiliki pengaruh terhadap penerimaan pajak penghasilan orang pribadi.
Sedangkan kepatuhan wajib pajak, penagihan pajak, dan surat paksa pajak
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan orang
pribadi
12
Susan (2015) menganalisis Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP,
Kepatuhan Wajib Pajak, Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak Terhadap
Penerimaan Pajak. . Penelitian ini dilakukan pada KPP Pratama di Wilayah
Medan/Sumatera Utara I dengan studi empiris. Dalam penelitian ini penentuan
sampelnya menggunakan metode Convenience Sampling. Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukan bahwa variabel kewajiban kepemilikan NPWP dan
penagihan pajak tidak berpengaruh secara parsial terhadap penerimaan pajak,
sedangkan variabel kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak berpengaruh
secara parsial terhadap penerimaan pajak.
Sugiono (2016) melakukan penelitian mengenai Penerimaan Pajak sebagai
variabel dependen dan menggunakan Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan
Perpajakan dan Kepatuhan Wajib Pajak pada KPP Pratama Pamekasan. Dalam
menentukan sampel, peneliti menggunakan metode Purposive Sampling. Hasil
pada penelitian ini menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak, pelayanan
perpajakan, dan kepatuhan wajib pajak tidak memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap penerimaan pajak di KPP Pratama Pamekasan
Pamber (2016) meneliti tentang Pengaruh Kepemilikan NPWP,
Pemeriksaan Pajak dan Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak pada KPP
Pratama Pekanbaru Tampan. Metode Penelitian yang digunakan adalah
Nonprobability Sampling Design. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
menunjukan bahwa kepemilikan NPWP dan penagihan pajak tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak. Sedangkan pemeriksaan
pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak
13
Dari hasil penelitian terdahulu di atas menunjukkan bahwa variabel
pemeriksaan pajak, penagihan pajak dan tax compliance menunjukkan hasil yang
tidak konstan. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang
berpengaruh terhadap penerimaan pajak, sedangkan pada penelitian yang lainnya
menunjukkan hasil yang tidak berpengaruh. Sehingga dengan adanya hasil
tersebut, maka variabel pemeriksaan pajak, penagihan pajak, dan tax compliance
masih dapat untuk diteliti. Sehingga hasil dari penelitian ini dapat menjadi
pembanding dengan penelitian yang lainnya.
2.2 Tinjauan Pustaka
2.2.1 Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran kepada kas negara yang dapat dipaksakan yang
terhutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan, dengan tidak
mendapat prestasi kembali yang langsung ditunjuk dan gunanya untuk membayar
pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelesaikan tugas
pemerintah (Waluyo, 2008).
Sedangkan definisi pajak yang dikutip di dalam UU KUP Nomor 28
Tahun 2007 :
“Pajak adalah kontribusi wajib pajak Negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa yang berdasarkan undang-undang,
dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”.
14
Menurut Soemitro (2008), “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
(peralihan kekayaan dari sektor patikelir ke sektor pemerintah) berdasarkan
undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik yang
langsung dapat ditujukan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum”.
2.2.2 Fungsi Pajak
Terdapat 2 (dua) fungsi pajak, yaitu fungsi penerimaan dan fungsi mengatur
(Waluyo, 2008).
1. Fungsi Penerimaan (Budgetary). Pajak mempunyai fungsi budgetary artinya
pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai
pengeluaran baik rutin maupun pembangunan. Sebagai sumber keuangan
negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk
kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun
intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai
jenis pajak.
2. Fungsi Mengatur (Regulatory). Pajak mempunyai fungsi sebagai mengatur
artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai tujuan-tujuan di
luar bidang keuangan. Sebagai fungsi regulatory, yaitu mengatur
perekonomian guna menuju pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat,
mengadakan distribusi pendapatan serta stabilitas ekonomi
15
2.2.3 Pemeriksaan Pajak
Pengertian pemeriksaan menurut UU Ketentuan Umum Tata Cara
Perpajakan No. 36 Tahun 2008 yaitu adalah serangkaian kegiatan menghimpun
dan mengolah data, keterangan dan atau bukti yang dilaksanakan secara objektif
dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan pada peraturan perundang – undangan perpajakan.
2.2.4 Tujuan Pemeriksaan Pajak
Menurut Mardiasmo dalam bukunya Perpajakan (2011) tujuan
pemeriksaan pajak adalah untuk menguji kewajiban perpajakan dalam rangka
memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak, yang
dapat dilakukan dalam hal:
1. Surat pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak, termasuk
yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak.
2. Surat Pemberitahuan Tahunan pajak Penghasilan menunjukkan rugi.
3. Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada waktu
yang telah ditetapkan.
4. Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang di tentukan oleh
DJP
5. Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut pada poin 3)
tidak dipenuhi.
16
Kemudian tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal:
1. Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) secara jabatan
2. Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak.
3. Pengakuan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
4. Wajib Pajak mengajukan keberatan.
5. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan penghasilan
Netto.
6. Pencocokan data atau alat keterangan.
7. Penentuan Wajib Pajak berlokasi didaerah terpencil
8. Penentuan satu atau lebih tempat terutang Pajak Pertambahan Nilai.
9. Pelaksaanan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk
tujuan lain selain angka (1) sampai dengan angka (8).
2.2.5 Kriteria Pemeriksaan Pajak
Kriteria pemeriksaan pajak merupakan kebijakan pajak dari Direktorat Jenderal
Pajak, seperti yang dituangkan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak
Nomor SE-10/PJ.7/2004 pada tanggal 31 Desember 2004, mengenai kriteria
pemeriksaan adalah sebagai berikut.
1.Pemeriksaan Rutin dapat dilaksanakan dalam hal.
a. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan menyampaikan.
i. SPT Tahunan/SPT Masa yang menyatakan Lebih Bayar.
ii. SPT Tahunan PPh yang menyatakan Rugi Tidak Lebih Bayar.
17
iii. SPT Tahunan PPh untuk bagian tahun pajak sebagai akibat adanya perubahan
tahun buku atau metode pembukuan atau penilaian kembali aktiva tetap yang
telah disetujui oleh Direktorat Jenderal Pajak.
b. Wajib pajak melakukan penggabungan, pemekaran, pengambil alihan usaha,
atau likuidasi, penutupan usaha, atau akan meninggalkan Indonesia selama-
lamanya.
c. Wajib pajak orang pribadi atau badan tidak menyampaikan SPT
Tahunan/Masa dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur
secara tertulis tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana
ditentukan dalam surat teguran.
d. Wajib pajak orang pribadi atau badan melakukan kegiatan membangun sendiri
yang pemenuhan kewajiban PPN atas kegiatan tersebut patut diduga tidak
melaksanakan sebagaimana mestinya.
2. Pemeriksaan kriteria seleksi terdiri dari.
a. Kriteria seleksi resiko dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh wajib pajak
orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis resiko.
b. Kriteria seleksi lainnya dilaksanakan apabila SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
orang pribadi atau badan terpilih untuk diperiksa berdasarkan sistem scoring
komputerisasi.
3. Pemeriksaan Khusus dapat dilakukan dalam hal.
a. Adanya dugaan melakukan tindakan pidana dibidang perpajakan.
b. Pengaduan masyarakat.
18
c. Terdapat data baru atau data yang semula belum terungkap yang dilakukan
melalui pemeriksaan ulang berdasarkan instruksi dari Dirjen Pajak.
d. Pemeriksaan Wajib Pajak.
e. Pertimbangan Direktorat Jenderal Pajak.
f. Untuk memperoleh informasi atau data tertentu dalam rangka pelaksanaan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.2.6 Jenis Pemeriksaan Pajak
1. Pemeriksaan Lapangan
Pemeriksaan lapangan adalah pemeriksaan yang dilakukan ditempat kedudukan,
tempat kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib pajak, tempat tinggal wajib
pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak (yang
meliputi satu, beberapa jenis pajak, untuk tahun kegiatan dan/atau tahun-tahun
sebelumnya). Prosedur pemeriksaan lapangan adalah sebagai berikut.
a. Pemeriksaan pajak ke tempat WP yang akan diperiksa:
1. Menyampaikan surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan kepada WP,
dilampirkan kopi surat perintah pemeriksaan.
2. Menjelaskan maksud dan tujuan pemeriksaan.
3. Pemeriksaan lapangan dilaksanakan pada jam kerja, dalam hal tertentu
dilakukan jam kerja.
b. WP yang di periksa:
19
1. WP berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan surat
perintah pemeriksaan dan tanda pengenal pemeriksa.
2. WP berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan
tentang maksud dan tujuan pemeriksaan pajak.
c. Pemeriksa Berwenang:
1. Memeriksa atau meminjam buku-buku, catatan-catatan dan dokumen
pendukung lainya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat
elektronik pengolah data lainya.
2. Meminta keterangan dalam bentuk lisan atau tulisan dari WP yang di periksa.
3. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan
dokumen, uang, barang, yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha
WP.
4. Melakukan penyegelan tempat atau ruangan tersebut pada huruf c, apabila WP
atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki
tempat ruangan dimaksud.
5. Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang
mempunyai hubungan dengan WP yang diperiksa
d. Peminjaman buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen yang terkait dan
membuat bukti peminjaman buku dan dokumen tersebut serta memberikan
tanda bukti peminjaman buku-buku tersebut secara rinci dan jelas mengenai
jenis serta jumlahnya. WP wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-
buku tersebut dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal
20
permintaan, jika WP tidak memenuhinya dalam jangka waktu yang di tetapkan
maka dikirim surat peringatan pada hari kerja berikutnya. Pemeriksa pajak
wajib mengembalikan buku-buku dan catatan-catatan yang dipinjam dari WP
paling lama 14 (empat belas) hari sejak selesainya pemeriksaan.
e. Keterangan Pihak Ketiga
1) Pemeriksaan pajak melalui Kepala Unit Pelaksanaan Pemeriksaan Pajak
dapat meminta keterangan atau bukti yang berkaitan dengan pemeriksaan
yang sedang dilakukan terhadap WP kepada pihak ketiga sebagaimana
dimaksud Pasal 35 ayat (1) KUP (Undang-undang No. 16 Tahun 2000),
secara tertulis.
2) Pihak ketiga harus memberikan keterangan paling lama 7 (tujuh) hari sejak
diterimanya surat permintaan keterangan/bukti.
3) Apabila dalam waktu jangka tersebut no 5b tidak terpenuhi pemeriksaan
pajak memberikan SP I, dan apabila tidak dipenuhi diberikan SP II.
4) Apabila surat peringatan II tidak dipenuhi pemeriksa pajak membuat berita
acara tidak dipenuhinya permintaan.
5) Keterangan/bukti dari pihak ketiga dan dapat melaporkannya kepada pihak
kepolisian tempat pihak ketiga tersebut berdomisili atau berkedudukan.
f. Metode Pemeriksaan Pajak
Pemeriksa pajak setelah menerima buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen dari WP melakukan pemeriksaan, metode pemeriksaan pajak
terdiri dari metode langsung dan metode tidak langsung.
21
g. Laporan Pemeriksaan Pajak
1) Hasil pemeriksaan dituangkan dalam LPP setelah disetujui oleh Kepala Unit
Pelaksana Pemeriksa Pajak (UPPP), diberitahukan kepada WP dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) dilampiri
dengan Daftar Temuan Pemeriksaan Pajak.
2) WP dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari sejak tanggal SPHP diterima
memberikan tanggapan tertulis baik setuju maupun tidak setuju, WP dapat
mengajukan permohonan memperpanjang jangka waktu pemberian tanggapan
kepada Kepala UPPP.
3) Setelah menerima SPHP, WP berhak meminta kepada pemeriksa pajak rincian
yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan
SPT.
4) WP yang menyetujui seluruh hasil pemeriksaan menandatangani:
a. Surat Tanggapan Hasil Pemeriksaan (STHP)
b. Pernyataan Persetujuan Hasil Pemeriksaan (PPHP)
c. Berita Acara Persetujuan Hasli Pemeriksaan (BAPHP) Dan
mengembalikan
kepada Kepala UPPP.
5) WP yang tidak setuju sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan, menyampaikan
STHP dilampiri bukti-bukti pendukung sanggahan serta penjelasan seperlunya
kepada Kepala UPPP.
h. Tata Cara Pembahasan Akhir
22
Menurut pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
No.123/PMK.03/2006:
1. Dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksaan Pajak wajib
memberitahukan secara tertulis kepada WP tentang hasil pemeriksaan berupa
hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan
untuk ditanggapi WP.
2. Atas pemberitahuan tersebut, WP wajib menyampaikan tanggapan secara
tertulis berdasarkan tanggapan tertulis.
3. Berdasarkan tanggapan tertulis dari wajib pajak, Pemeriksaan Pajak
mengundang wajib pajak untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan.
4. Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, wajib pajak dapat didampingi
oleh Konsultan Pajak dan/atau AkuntanPublik.
5. Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan diatur lebih lanjut
dengan peraturan Direktur Jenderal Pajak.
6. Apabila wajib pajak tidak memberikan tanggapan dan/atau tidak menghadiri
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaaan, wajib dibuatkan Berita Acara, dan
Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan secara jabatan
berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada wajib pajak.
7. Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak tidak dilakukan apabila
pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.
2. Pemeriksaan Kantor
23
Pemeriksaan kantor adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap
wajib pajak di Kantor Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang meliputi data jenis
Pajak tertentu pada tahun berjalan dan atau tahun-tahun sebelumnya yang dapat
dilaksanakan melalui pelaksanaan melalui Pemeriksaan Sederhana (Pardiat,
2008:71)
Prosedur pemeriksaan kantor:
a. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) dapat diterbikan untuk 1 (satu) atau
beberapa Masa Pajak dalam suatu Tahun Pajak atau untuk 1 (satu) Tahun Pajak
terhadap 1 (satu) wajib pajak.
b. Berdasarkan SPPP tersebut, Kepala UPPP segara memanggil wajib pajak
dengan menggunakan Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak yang
dilampiri dengan Daftar Buku, Catatan dan Dokumen yang diperlukan oleh
Pemeriksa Pajak.
c. Pemeriksa Pajak harus memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal
d. Pemeriksaan Pajak dan Surat Perintah pemeriksaan pajak kepada WP yang
diperiksa.
e. Surat Pangggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak harussudah dikirimkan
kepada WP paling lama 3 (tiga) hari setelah tanggal penerbitan SPPP kepada
WP yang diperiksa.
f. WP yang harus memenuhi panggilan sesuai dengan waktu dan tempat yang
telah ditentukan dalam Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan Pajak
dengan membawa buku, catatan dan dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa
24
Pajak dan dibuat bukti peminjaman/pengambilan dengan rinci dan jelas oleh
Pemeriksa Pajak.
g. Apabila buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dipinjam
berupa fotokopi harus dinyatakan sesuai dengan aslinya dengan surat
pernyataan wajib pajak.
h. Terhadap WP yang tidak memenuhi panggilan segera diterbitkan surat
panggilan kedua.
i. Apabila buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen yang dipinjam
berupa fotokopi harus dinyatakan sesuai dengan aslinya dengan surat
pernyataan wajib pajak.
j. Wajib pajak yang tidak setuju atas sebagian atau seluruh hasil pemeriksaan
harus mengisi menandatangani dan menyampaikan STHP kepada Kepala
UPPP dan dilampiri dengan bukti-bukti pendukung sanggahan serta penjelasan
seperlunya.
k. Berdasarkan tanggapan WP, Pemeriksa Pajak mengirimkan Surat Panggilan
melalui faksimili, pos tercatat, atau jasa pengiriman lainnya kepada wajib pajak
untuk menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan dalam rangka
pelaksanaan Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
l. Dalam pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, WP dapat didampingi oleh
Konsultan Pajak dan atau Akuntan Publik yang melakukan audit atas laporan
keuangan wajib pajak untuk tahun pajak yang sedang diperiksa.
m. Hasil pembahasan akhir dituangkan dalam suatu Berita Acara
25
n. Hasil Pemeriksaan beserta lampirannya berupa Ikhtisar. Pembahasan Akhir dan
harus ditandatangani WP dan pemeriksaan Pajak, dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari Laporan Pemeriksaan Pajak.
o. Dalam hal WP menolak untuk menandatangani Berita Acara
p. Hasil Pemeriksaan, Tim Pemeriksaan Pajak membuat catatan tentang
penolakan tersebut dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan.
q. Proses pemberitahuan hasil pemeriksaan sampai dengan persetujuan atau
menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan dan Pembahasan Akhir Hasil
Pemeriksaan harus diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari
Sejak SPHP diterima WP.
r. Apabila WP tidak memberikan tanggapan dan atau tidak menghadiri
Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, harus dibuatkan Berita Acara Tidak
Memberikan Tanggapan/BeritaAcara Ketidakhadiran wajib pajak, sebagai
dasar penerbitan SKP berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada
WP.
s. Bentuk formulir tersebut di atas sudah tersedia.
2.2.7 Sasaran Pemeriksaan Pajak
Yang menjadi sasaran pemeriksaan pajak menurut Mardiasmo (2011) adalah.
a. Interpretasi undang-undang yang tidak benar.
b. Kesalahan hitung.
c. Penggelapan secara khusus dari penghasilan.
26
d. Pemotongan dan pengurangan tidak sesungguhnya yang dilakukan wajib
pajak dalam kewajiban perpajakannya.
2.2.8 Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Penerbitan suatu Surat Ketetapan Pajak (SKP) hanya terbatas kepada WP
tertentu yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian SPT atau karena
ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan oleh WP.
Fungsi Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak berfungsi sebagi berikut:
1. Saran untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata
atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan
atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
2. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi administrasi perpajakan.
3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
4. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
5. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
2.2.9 Jenis-Jenis Ketetapan Pajak
Surat Ketetapan Pajak (SKP) terdiri dari surat keterangan berupa Surat
Keterangan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan, Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar, dan Surat Ketetapan Pajak Nihil.-
27
1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak
yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 5 tahun
setelah pajak terutang apabila terdapat:
1. Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur
Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak.
Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat
ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan
Surat Paksa.
2. Pengusah Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesui dengan masa
peneribitan faktur pajak dikenai sanksi.
3. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian pajak masukan diwajibkan membayar kembali.
2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah
ditetapkan sebelumnya.
3. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan oembayaran pajak karena jumlah kredit
pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya
terutang. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2011 tentang Tata
28
Cara Penghitungan dan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak meliputi
jenis pajak PPh, PPN, PPnBM, dan PBB. Hal ini dalam rangka peningkatan
pelayanan kepada wajib pajak dan pengamanan penerimaan negara melalui
integrasi pelayanan pengembalian kelebihan pajak dan penghitungan
kelebihan pembayaran pajak dengan utang pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak
atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak
2.2.10 Penagihan Pajak
Menurut Rusdji (2004), yaitu Penagihan pajak adalah “Serangkaian
tindakan agar wajib pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak
dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan
sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan
penyitaan, melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah disita”.
Menurut pasal 1 butir 9 Undang-Undang No. 19 Tahun 2000 tentang
penagihan pajak dengan surat paksa
“Penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus,
memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan, menjual barang-barang yang telah disita”
29
2.2.11 Tindakan Penagihan Pajak
Penagihan pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu penagihan pasif dan
penagihan aktif, adapun penjelasanya adalah sebagai berikut Suandy dalam
puspita (2014):
1) Penagihan Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan menggunakan surat tagihan pajak, surat
keputusan pembetulan yang menyebabkan pajak terutang lebih besar, surat
keputusan keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, surat
keputusan banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika
dalam jangka waktu 30 hari belum dilunasi, maka 7 hari setelah jatuh tempo akan
diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan
surat teguran.
2) Penagihan Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana
dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim
surat tagihan, akan tetapi diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan dengan
pelaksanaan lelang. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut:
(a) Surat Teguran
Apabila utang pajak yang tercantum dalam Surat Tagihan Pajak tidak dilunasi
sampai melewati 7 (tujuh) hari dari batas waktu jatuh tempo (satu bulan sejak
tanggal diterbitkannya).
(b) Surat Paksa
30
Apabila utang pajak tidak dilunasi setelah 21 (dua puluh satu) hari dari tanggal
surat teguran maka akan diterbitkan Surat Paksa yang disampaikan oleh Juru Sita
Pajak Negara dengan dibebani biaya penagihan paksa sebesar Rp 50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah), utang pajak harus dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam.
(c) Juru Sita
Apabila utang pajak belum juga dilunasi dalam waktu 2 x 24 jam dapat dilakukan
tindakan penyitaan atas barang-barang WP, dengan dibebani biaya pelaksanaan
sita sebesar Rp 100.000,00 (seratus ribu rupiah).
(d) Lelang
Dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah tindakan penyitaan, utang pajak belum
dilunasi maka akan dilanjutkan dengan tindakan pelelangan melalui Kantor
Lelang Negara. Dalam hal biaya penagihan paksa dan biaya pelaksanaan sita
belum dibayar maka akan dibebankan bersama-sama dengan biaya iklan untuk
pengumuman lelang dalam surat kabardan biaya lelang pada saat pelelangan.
2.2.12 Surat Tagihan Pajak (STP)
Pengertian Surat Tagihan Pajak menurut Sihaloho (2002:18) dalam
bukunya Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, mendefinisikan bahwa
“Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi
administrasi berupa denda dan atau bunga.”
Sedangkan Surat Tagihan Pajak menurut Devano dan Rahayu (2006:173)
dalam bukunya Perpajakan (Konsep, Teori dan Kasus) menyatakan bahwa “Surat
Tagihan Pajak adalah untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.”.
31
2.2.13 Tax Compliance
Pengertian kepatuhan Wajib Pajak menurut Rahayu (2010) yaitu:
“Kepatuhan Wajib Pajak dapat didefinisikan dari kepatuhan Wajib Pajak
dalam mendaftarkan diri, kepatuhan untuk menyetorkan kembali Surat
Pemberitahuan (SPT), kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak
terutang, dan kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.”
Pengertian lainnya kepatuhan Wajib Pajak menurut Gunadi dalam Sugiono (2016)
sebagai berikut:
“Kepatuhan pajak (tax compliance) adalah bahwa Wajib Pajak
mempunyai kesediaan untuk memenuhi kewajiban pajaknya sesuai dengan aturan-
aturan yang berlaku tanpa perlu diadakannya pemeriksaan, investigasi seksama,
peringatan, ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun
administrasi.”
2.2.14 Surat Pemberitahuan (SPT)
Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) Menurut Mardiasmo (2011),
Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP)
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek
pajak dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan
ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan.
Menurut Devano dan Rahayu (2006),
32
Surat Pemberitahuan (SPT) merupakan dokumen yang menjadi alat kerja
sama antara wajib pajak dan administrasi pajak, yang memuat data-data yang
diperlukan untuk menetapkan secara tepat jumlah pajak yang terutang.
2.2.15 Jenis Kepatuhan Wajib Pajak
Menurut Widodo (2010), terdapat dua macam jenis kepatuhan, yaitu:
1. “Kepatuhan Formal adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi
kewajibannya secara formal sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang
perpajakan.
2. Kepatuhan material adalah suatu keadaan dimana Wajib Pajak secara substantif
(hakekat) memenuhi semua ketentuan material perpajakan, yakni sesuai dengan
isi dan jiwa undang-undang perpajakan.”
2.2.16 Kriteria Wajib Pajak Patuh
Kriteria Wajib Pajak patuh menurut Devano dan Rahayu (2006), yaitu:
a. “Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah
memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
b. Tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana dibidang
perpajakan dalam jangka waktu sepuluh tahun terakhir.
c. Dalam hak pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir diaudit oleh
Akuntan Publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat
dengan pengecualian sepanjang tidak mempengaruhi laba rugi fiskal. Laporan
auditnya harus disusun dalam bentuk panjang yang menyajikan rekonsiliasi
laba rugi komersial dan fiskal. Dalam hal Undang-Undang Perpajakan laporan
33
keuangan nya tidak diaudit oleh Akuntan Publik, disyaratkan untuk memenuhi
ketentuan.”
2.2.17 Penerimaan Pajak
Menurut Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 4 Tahun 2012 Tentang Perubahan
Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 Tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2012, penerimaan pajak yaitu
“Penerimaan perpajakan adalah semua penerimaan negara yang terdiri atas pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional”.
Menurut Rahayu (2010), pengertian penerimaan pajak adalah sebagai
berikut: “Pajak Negara yang terdiri dari Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan
Nilai, baik barang, jasa dan ajak, Bea Materai, Bea Perolehan Tanah dan
Bangunan, dan Penerimaan negara yang berasal dari Migas.”
2.3. Pengembangan Hipotesis
2.3.1. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan pembahasan pada latar belakang dan tinjauan pustaka maka
diperoleh hubungan variabel seperti pada gambar di bawah ini.
34
2.3.2. Hipotesis
a. Pengaruh Pemeriksaan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Orang Pribadi
Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpundan
mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan
professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yanti, Hamdi, Yunilma
(2015) bahwa pemeriksaan pajak bernilai signifikansi t adalah 0,011. Nilai
signifikan lebih kecil dari 0,05 maka dapat diambil kesimpulan bahwa variabel
pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak. artinya
KPP terkait harus lebih sering melakukan pemeriksaan pajak untuk memenuhi
kriteria yang diperiksa dan memberikan indikasi terhadap peningkatan
penerimaan pajak.
Pemeriksaan Pajak
(X1)
Tax Compliance
(X3)
Penagihan Pajak
(X2)
Penerimaan Pajak
Orang Pribadi(Y)
35
H1 : Pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak orang
pribadi
b. Pengaruh Penagihan Pajak terhadap Penerimaan Pajak Orang Pribadi
Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak
melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau
memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus
memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan,
melaksanakan penyanderaan dan menjual barang yang telah di sita.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hudany (2015)
menjelaskan bahwa penagihan pajak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
penerimaan pajak penghasilan orang pribadi dimana dengan adanya kegiatan
penagihan yang dilakukan oleh pihak fiskus terhadap wajib pajak penanggung
pajak yang memiliki utang pajak agar melunasinya sehingga pengoptimalisasian
penerimaan berjalan baik, hal ini juga dapat dilihat pada persamaan regresi yaitu
setiap kenaikan penagihan 1% maka akan meningkatkan penerimaan PPh sebesar
0,467% dengan asumsi variabel lain tetap.
H2 : Penagihan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak orang
pribadi
c. Pengaruh Tax Compliance terhadap Penerimaan Pajak Orang Pribadi
Kepatuhan wajib pajak adalah faktor penting dalam merealisasikan target
penerimaan pajak. Semakin tinggi kepatuhan wajib pajak, maka penerimaan pajak
36
akan semakin meningkat, demikian pula sebaliknya. Oleh karenanya
menumbuhkan kepatuhan wajib pajak sudah seharusnya menjadi agenda utama
Direktorat Jenderal Pajak (DJP), selain memacu kinerja pegawai agar memiliki
kemampuan, dedikasi, wawasan, dan tanggung jawab sebagai penyelenggara
Negara di bidang perpajakan.
Kepatuhan wajib pajak mencakup kepatuhan mencatat atau membukukan
transaksi usaha, kepatuhan melaporkan kegiatan usaha sesuai peraturan yang
berlaku, serta kepatuhan terhadap semua aturan perpajakan lainnya. Di antara
ketiga jenis kepatuhan tersebut, yang paling mudah diamati adalah kepatuhan
melaporkan kegiatan usaha, karena seluruh wajib pajak berkewajiban
menyampaikan laporan kegiatan usahanya setiap bulan dan/atau setiap tahun
dalam bentuk menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hudany (2015)
menjelaskan bahwa kepatuhan wajib pajak diketahui memiliki t hitung> t tabel
yaitu 2,637 > 2,020 dan Sig. 0,012 < 0,05 yang artinya variabel kepatuhan
berpengaruh signifikan terhadap penerimaan PPh Orang Pribadi. Dimana hal ini
juga dapat dilihat dari persamaan regresi yang menjelaskan bahwa setiap kenaikan
kepatuhan sebesar 1% maka akan meningkatkan penerimaan PPh sebesar 0,583%
dengan asumsi variabel lain tetap.
H3: Tax Compliance berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak orang
pribadi