bab iii fitokim

Upload: indahfulgarini

Post on 05-Nov-2015

38 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

fitokimia

TRANSCRIPT

BAB IIIHASIL DAN PEMBAHASANA. Hasil1. Penapisan FitokimiaNoSenyawaPercobaanHasil

1AlkaloidSampel+Amonia 25 %+kloroform-> tetes ke kertas saring-> ecc dengan HCL 10% 2xFase air:+ dragendorf(end.merah)+Mayer (end.putih)(-) terbentuk 2 fase bening

(-)(-)

2FlavonoidSampel 5 ml+serbuk mg+2ml HCl,kocok dg Amil alkohol(+) terbentuk wrna kuning pd Lapisan atas.

3KuinonSampel 5 ml+NaOH 1N+larutan gelatin 1%(-) tetap

4TanninSampel 5 ml+larutan FeCL3 1%+larutan gelatin 1%(-) tetap

5SaponinSampel 5 ml, dikocok 10 menit+HCL 2N 1 gtt(+)Sedikit Busa

6Steroid1 g sampel+20 ml eter,dimaserasi 2 jam,saring,5 ml filtrate diuapkan+ pereaksi Liebermann burchard

(+) Hijau pekat

7kumarinSampel-> tabung reaksi+aq.ditutup kertas saring di tetesi NaOH dipanaskan 5-10 mnit, kertas saring->UV +biru 365nm(+) Biru

2. EkstraksiBobot serbuk sebelum diekstrak= 100 grJumlah cairan penyari = 900 ml

3. Pemekatan dan Pemantauan Ekstrak Pemekatan dengan penangas air Berat simplisia: 100 gr Ekstrak pekat: 3,02 gr % Rendemen: Ekstrak pekat/Berat simplisia x 100 % 3,02 gr/100 gr x 100 % = 3,02 %

Pemantauan ekstrak dengan KLT Fase diam: Silika GF 365 nm Fase gerak: n- Heksane : Etil asetat7 : 3 Penampak bercak: 1. H2SO4 5 % (universal) 2. NaOH 5 % (spesifik kumarin)(dengan lampu UV 365 nm)

Hasil RfPenampak bercak NaOH 5 %: berfluoresensi warna biru dibawah lampu UV 365 nm-Rf pembanding: 0,7 cm/4,4 cm = 0,15 cm-Rf ekstrak: 0,7 cm/4,4 cm = 0,15 cmPenampak bercak H2SO4 5 %: berfluoresensi warna biru dibawah lampu UV 365 nm-Rf pembanding: 0,8 cm/4,4 cm = 0,18 cm-Rf ekstrak: 0,9 cm/4,4 cm = 0,2 cm

4. Fraksinasi IFraksi n-Heksan: Cairan JernihFraksi Etil-asetat: Cairan keruhFraksi Metanol-air: Cairan Hijau kekuningan

5. Pemantauan FraksiFase Diam : silika gelFase Gerak: n-Heksan : Etil asetat (6 : 4)Penampak bercak: NaOH 5%Perhitungan Nilai Rf

Rf =

a. Ekstrak StandarRf = = 0,23

b. Fraksi Etil-asetatRf = = 0,25

6. Fraksinasi IINoGambarKeterangan

1

Penggerusan Ekstrak pekat dengan serbuk silika gel

2

Pengisian kolom dengan bubur silika gel setinggi 12 cm

3

Kolom kromatografi

4Pemisahan pada kolom didapat Fraksi

5

Fraksi yang didapat

7. Pemantauan subfraksiFase Diam : silika gelFase Gerak: Toluen : Etil asetat (6 : 4)Penampak bercak: NaOH 5%

Perhitungan Nilai Rf

Rf =

c. Ekstrak StandarRf = = 0,508

d. Fraksi ke 4Rf = = 0,50

8. PemurnianFase diam: Silika Gel GF254Fase gerak: Toluen : Etil asetat (6:4)Penampak bercak: NaOH 5% dibawah lampu UV 356 nm (berfluorosensi biru)Subfraksi 4 menghasilkan 2 pita, adapun nilai RF nyaa.) Perhitungan nilai RF pita 1 RF = Jarak yang ditempuh bercak Jarak yang ditempuh eluen (cahaya fuorosensi biru nya lebih terang)b). Perhitungannilai RF pita 2 RF = Jarak yang ditempuh bercak Jarak yang ditempuh eluen

9. Uji Kemurnian Pelarut untuk harga RF di bawah (n-Heksana:Etil asetat = 7:3)RF Pelarut untuk harga RF di tengah (Toluen:Etil asetat = 6:4)RF Pelarut untuk harga RF di atas (Etil asetat: Metanol = 9:1)RF Dari ketiga posisi dengan masing-masing eluen yang berbeda menghasilkan bercak tunggal

B. Pembahasan1. Penapisan FitokimiaPercobaan Penapisan Fitokimiawi bertujuan untuk menentukan cara penapisan fitokimi dan menganalisis golongan kimia tumbuhan. Prinsip yang mendasari percobaan ini adalah analisis golongan kimia tumbuhan dengan ujji-uji spesifik. Metode yang digunakan dalam percobaan ini adalah dengan penambahan reagen-reagen yang memberikam reaksi positif terhadap golongan kimia dari tanaman.Penapisan fitokimia dalam percobaan ini digunakan pada golongan kimia sekunder dari tumbuhan yaitu alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid. Karena golongan kimia ini yang merupakan senyawa aktif dan dapat digunakan sebagai obat. Simplisia yang digunakan adalah kencur. Simplisia kencur sebelum digunakan di iris-iris terlebih dahulu hingga halus. Hal ini dilakukan agar kencur memiliki luas permukaan yang besar sehingga sehingga mempermudah reaksi terhadap penambahan reagen. Kencur diangin-anginkan agar zat-zat pengotor atau kandungan H2O hilang. Karena jika masih banyak terkandung H2O maka golongan kimia (yaitu alkaloid, saponin, flavonoid, tanin, kuinon, dan steroid/triterpenoid) yang terkandung dalam kencur akan sedikit. Karena terikat oleh zat-zat pengotor H2O tersebut. a)Uji AlkaloidUji alkaloid bertujuan untuk mengetahui apakah pada simplisia kencur mengandung golongan senyawa alkaloid. Alkaloid merupakan senyawa nitrogen heterosiklik vyang bersifat polar, sedikitnya mengandung sebuah N dalam cincin.

Kencur yang sudah dihaluskan dilarutkan dalam ammonia, yang bertujuan untuk melarutkan senyawa alkaloid agar dapat terpisah dari simplisia. Alkaloid yang bersifat polar akan larut dalam amonia yang juga bersifat polar. Hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like. Amonia digunakan sebagai pelarut karena amonia mangandung atom N dimana alkaloid juga mengandung atom N sehingga kelarutannnya menjadi lebih besar. Selain itu, amonia juga berfungsi untuk memutus ikatan glikosida pada alkaloid. Ikatan glikosida adalah ikatan karbon dioksida (1 karbon dalam atom) dimana 1 karbon terikat pada 2 gugus OR dan cara pemutusan ikatan glikosida adalah dengan penambahan ammonia dimana H dari NH3 akan masuk menggantikan R pada ORReaksinya adalah sebagai berikut :

(Fessenden, 1999)Kloroform berfungsi untuk melarutkan ikatan glikosida yang terputus akibat penambahan ammonia. Prinsip yang mendasari adalah like dissolve like. Karena sifat kloroform yang semipolar, selain bisa melarutkan senyawa polar kloroform juga bisa melarutkan senyawa non polar seperti glikosida.

Penyaringan digunakan untuk memisahkan filtrat yang mengandung alkaloid dari residunya. Filtrat yang diperoleh kemudian ditambah dengan HCl yang bertujuan unttuk membentuk garam ammonium R3NH+Cl-.

Reaksi yang terjadi :R3N + HCl R3NH+Cl- Alkaloid garam ammonia (Fessenden, 1999)Penambaahan HCl dilakukan dengan proses ekstraksi agar alkaloid dapat terdistribusi secara optimal dalam larutan HCl yang bersifat polar. Ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali agar alkaloid terdistribusi sepenuhnya pada HCl. Pada proses ekstraksi diperoleh 2 lapisan, lapisan atas merupakan lapisan HCl dengan senyawa organik bersifat polar (alkaloid) dan lapisan bawah merupakan kloroform. Lapisan kloroform berada dibawah karena memiliki berat jenis (yaitu 1,484 g/mL) lebih besar dari pada HCl (yaitu 1,268 gmL) (Markham, 1988)

Filtrat (lapisan HCl) diambil untuk diuji kandungan alkaloidnya, karena diperkirakan golongan alkaloid banyak terdapat didalam lapisan HCl. Filtrat tersebut dibagi menjadi 2 bagian untuk diuji kandungan alkaloidnya. Filtrat pertama ditambahkan pereaksi Dragendroff yang mengandung ion Bi3+ dan HI, dimana uji positif jika terbentuk endapan merah bata.Reaksinya :R3N + Bi3+ + H+ + 4I- R3N.HBiI4Alkaloid endapan merah bata (Harbone, 1977)Filtrat kedua ditambahkan dengan pereaksi mayer yang mengandung Hg2+ dan KI. Uji positif jika terbentuk putih.Reaksinya :R3N + Hg2+ + 2K+ + 4I- R3N.K2H3I4Alkaloid endapan putih (Harbone, 1977)

Berdasarkan hasil percobaan, filtrat I dan II tidak mengalami perubahan dan warna larutan tetap bening keruh. Hal ini menunjukan bahwa senyawa alkaloid tidak terkandung dalam daun kemuning. Padahal daun kemuning menagndung Alkaloid (negatif palsu).b)Uji SaponinUji saponin bertujuan untuk mengetahui adanya saponin yang terkandung pada simplisia kencur. Saponin merupakan suatu glikosida dengan gugus hidroksil pada molekulnya dengan rumus C32H18O7. Saponin mempunyai sifat seperti sabun, dimana ketika dilarutkan dalam air akan terbentuk busa atau buih. Metode pengujian saponin dilakukan dengan mendidihkan kencur yang telah dihaluskan ke dalam air. Tujuan pendidihan ini adalah untuk memperbesar kelarutan saponin dalam air.

Penyaringan dilakukan dalam keadaan panas, hal ini dilakukan agar kandungan saponin tidak berkurang bila suhu menurun. Penyaringan ini bertujuan untuk memisahkan saponin dari simplisia dan senyawa lain yang terkandung didalamnya seperti alkaloid, steroid, flavonoid. Filtrat yang dihasilkan kemudian dikocok secara vertikal hingga terbentuk busa. Hal ini disebabkan saponin merupakan senyawa yang bersifat seperti sabun, dimana memiliki gugus hidrofil dan hidrofob yang dapat bertindak sebagai permukaan aktif dalam pembentukan busa.

Uji positif untuk saponin adalah dengan terbentuknya busa yang stabil. Saponin dapat larut dalam air karena adanya gugus hidrofil (OH) yang dapat membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air.

(Fessenden, 1999)Penambahan HCl dilakukan untuk menguji kestabilan busa. Penambahan HCl dilakukan dalam jumlah yang sedikit karena apabila ditambahkan dalam jumlah yang banyak dapat menurunkan permukaan aktif sabun.Dalam percobaan ini memberikan hasil yang positif karena terbentuknya busa atau buih pada larutan tersebut.. Hal ini menunjukan bahwa didalam daun kemuning mengandung saponin.c)Uji flavonoidUji flavonoid bertujuan untuk mengetahui adanya flavonoid dalam simplisia kencur. Flavonoid adalah senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom kuinon, terdiri dari 2 cincin benzena yang dihubungkan menjadi rantai linear yang terdiri dari 3 atom karbon. Penentuan uji flavonoid dilakukan dengan menambahkan serbuk Mg dan larutan HCl pada filtrat saponin. Pada proses penambahan ini terjadi reaksi eksoterm yaitu reaksi yang melepaskan panas yang ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung gas dan pelepasan kalor pada permukaan tabung reaksi. Gelembung gas yang terbentuk ini adalah gas H2.Reaksi yang terjadi :Mg + 2HCl Mg2+ + 2Cl- + H2(Markham, 1988)

Produk yang dihasilkan pada reaksi diatas adalah MgCl2 dan H2. Dimana MgCl2 berada dalam kesetimbangan. Reaksi :MgCl2 (aq) MgCl+ (aq) + Cl- (aq)(Markham, 1988)

MgCl+ akan bereaksi dengan gugus karbonil pada flavon yang mengalami resonansi, sehingga akan terbentuk ikatan baru yaitu pelepasan ikatan rangkap dan pembentukan gugus hidroksil.

Reaksi yang terjadi :

(Markham, 1988)Reaksi yang terjadi merupakan pembentukan ikatan baru dimana adanya MgCl+ mampu melarutkan flavon sehingga flavonoid dapat dipisahkan dari golongan kimia lain. Penambahan amilalkohol berfungsi untuk melarutkan flvonoid. Hal ini disebabkan flavonoid merupakan senyawa polar sehingga amilalkohol yang juga bersifat polar mampu memisahkan flavonoid dari senyawa-senyawa yang bersifat non polar, misalnya kuinon.

Larutan dikocok dengan tujuan untuk memperbesar distribusi flavonoid ke dalam amilalkohol. Uji positif untuk flavonoid adalah terbentuknya larutan berwarna merah lembayung.Setelah dikocok, terbentuk 2 lapisan. Lapisan atas berwarna kuning dan lapisan bawah bening. Hal ini menunjukan bahwa didalam daun kemuning mengandung flavonoid.d)Uji TaninUji tanin bertujuan untuk adanya tanin dalam simplisia kencur. Tanin merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksi (turunan benzena) yang dapat larut dalam air karena adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil yang dimiliki tanin dengan molekul air. Oleh karena itu penentuan tanin pada kencur dilakukan dengan penambahan air pada kencur kemudian didihkan. Tanin yang bersifat polar akan larut dalam air yang bersifat polar, hal ini sesuai dengan prinsip like dissolve like. Kelarutan tanin yang tinggi terjadi dalam keadaan panas karena alasan inilah maka dilakukan proses pendidihan agar tanin yang terlarut semakin banyak. Selain itu proses pendidihan juga berfungsi untuk memecah ikatan-ikatan pada tanin sehingga dihasilkan bentuk monomer-monomer tanin bebas. Kemudian dilakukan pendinginan untuk mengendapkan senyawa-senyawa pengotor yang tidak larut pada suhu rendah, misalnya saponin. Selanjutnya adalah penyaringan yang bertujuan untuk memisahkan tanin dari simplisia dan senyawa lain yang terkandung didalamnya seperti alkaloid, steroid, flavonoid. Larutan/filttrat dibagi menjadi 3 bagian.Filtrat pertama ditambahkan FeCl3 1%. Penambahan FeCl3 berfungsi sebagai sumber atom pusat, dimana tanin merupakan ligan yang membutuhkan atom pusat untuk membentuk kompleks yang stabil, sehingga terbentuklah kompleks antara atom pusat Fe3+ dengan ligan tanin. Uji positif yaitu terbentuk larutan berwarna cokelat kehitaman.

Reaksi yang terjadi :

Kompleks warna (cokelat kehitaman) (Markham, 1988)Dari percobaan menunjukan hasil negatif karena larutan tetap berwarna kuning. Hal ini menunjukan bahwa didalam kencur tidak mengandung tanin, hal ini mungkin disebabkan karena masih terkandung zat pengotor/air pada lapisan kencur.

Filtrat kedua ditambahkan dengan gelatin dan pereaksi steasny, untuk mengujji keberadaan tanin katekat.Tanin katekat merupakan kelompok tanin yang tidak dapat terhidrolisis dan merupakan polimer kondensasi katekin. Uji positif adalah terbentuk endapan putih.

Pada perobaan ini, setelah larutan ekstrak ditambahkan gelatin tidak terjadi perubahan apa-apa, yaitu larutan tetap berwarna kuning. Penambahan gelatin berfungsi untuk menunjukan adanya keberadaan tanin tertentu yaitu tanin katekat. Kemudian ditambahkan pereaksi steasny. Pereaksi steasny akan menunjukan keberadaan tanin katekat tanpa tanin dibentuk terlebih dahulu menjadi senyawa kompleks dengan Fe3+ tetapi dalam percobaan ini menunjukan uji negatif karena larutan tetap berwarna kuning. Hal ini menunjukan bahwa didalam kencur tidak mengandung tanin katekat, hal ini mungkin disebabkan karena masih terkandung zat pengotor/air pada lapisan kencur. Filtrat ketiga, ditambahkan dengan Na-asetat dari FeCl3 untuk mengetahui keberadaan tanin galat pada simplisia kencur. Tanin galat merupakan kelompok tanin yang dapat terhidrolisis menghasilkan asam galat. Uji positif adalah terbentuk warna hitam pada larutan tersebut.

Penambahan Na-asetat bertujuan untuk mengikat molekul air sehingga larutan menjadi lebih jenuh dan dilanjutkan dengan penambahan FeCl3 untuk membentuk kompleks dengan atom pusat Fe3+ dari FeCl3 dan ligan tanin. Hasil percobaan ini menunjukan uji negatif karena larutan tetap berwarna kuning. Hal ini menunjukan bahwa didalam daun kemuning tidak mengandung tanin galat, padahal mengandung senyawa tannin (negatif palsu)e)Uji KuinonUji kuinon bertujuan untuk mengetahui adanya kuinon dalam simplisia kencur. Kuinon merupakan senyawa berwarna dan mempunyai kromofor dasar seperti kromofor pada benzakuionon yang terdiri dari 2 gugus karbonil yang berkonjugaasi dengan R ikatan rangkap karbon.

Penentuan adanya kuinon dilakukan dengan mendidihkan kencur dalam air. Pendidihan berfungsi untuk memperbesar kelarutan kuinon dalam air. Selanjutnya dilakukan pendinginan pada temperatur kamar yang bertujuan untuk mengendapkan pengotor (misalnya alkaloid, saponin dan kuinon) yang tidak larut pada suhu rendah. Setelah itu larutan disaring untuk memisahkan residu kencur dari filtrat yang diperkirakan terdapat kuinon.

Filtrat hasil penyaringan ditambahkan NaOH. Penambahan NaOH berfungsi untuk mendeprotonasi gugus fenol pada kuinon sehingga terbentuk ion enolat. Ion enolat tersebut akan mampu mengadakan resonansi antar elektron pada ikatan rangkap , karena terjadinya resonansi ini ion enolat dapat menyerap cahaya tertentu dan memantulkan warna.Reaksi pembentukan enolat:

(Fessenden, 1999)Uji positif terhadap keberadaan kuinon yaitu jika larutan memberikan warna merah. pada percobaan ini menghasilkan uji negatif, karena tidak menghasilkan larutan berwarna merah. Hal ini menunjukan bahwa didalam daun kemuning tidak mengandung senyawa kuinon, padahal mengandung senyawa kuinon (negatif palsu)f)Uji steroid/triterpenoidUji steroid/triterpenoid bertujuan untuk mengetahui adanya kandungan steroid/triterpenoid pada simplisia kencur. Tahap pertama yang dilakukan adalah maserasi terhadap kencur halus ke dalam eter selama 1 jam. Maserasi merupakan proses perendaman selama beberapa waktu agar zat (steroid/triterpenoid) yang terkandung dalam simplisia kencur dapat keluar atau terekstrak. Maserasi dilakukan selama 1 jam karena waktu 1 jam adalah waktu yang optimum untuk mengeluarkan atau mengekstrak steroid/triterpenoid yang terkandung dalam simplisia. Pelarut yang digunakan adalah eter yang bersifat nonpolar karena steroid merupakan senyawa organik yang memiliki sifat nonpolar sehingga steroid dapat larut dalam pelarut nonpolar seperti eter.

Larutan yang telah dimaserasi kemudian disaring dengan tujuan untuk memisahkan residu kencur dari filtrat. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan. Penguapan berfungsi untuk menghilangkan pelarut eter yang tersisa pada filtrat. Residu yang diperoleh dari penguapan kemudian ditambah dengan asam asetat anhidrat dimana asam asetat anhidrat akan bereaksi dengan steroid melalui reaksi asEtilasi menghasilkan kompleks asEtil steroid.Reaksi yang terjadi :

(Fessenden, 1999)Penambahan H2SO4 pekat bertujuan untuk mendekstruksi kompleks asEtil steroid. H2SO4 pekat lebih bersifat reaktif jika bereaksi dengan steroid dibandingkan dengan asam asetat anhidrat. Hal ini dikarenakan kemampuan H2SO4 yang lebih mudah masuk mengatasi efek sterik yang besar dari molekul steroid sehingga senyawa kompleks yang dihasilkan lebih stabil dari kompleks asEtil steroid.

Uji positif terhadap steroid adalah jika terbentuk larutan berwarna biru. Sedangkan uji positif terhadap triterpenoid adalah jika terbentuk kristal/endapan berwarna merah kecoklatan.Pada percobaan ini menghasilkan warna hijau pekat.

g)Uji KumarinUji senyawa kumarin dilakukan mengikuti cara felgi (1960) dengan memasukan sampel ke dalam tabung reaksi, kemudian tabung reaksi dipanasan dan mulut tabung rekasi ditutup dengan kertas saring yang dibasahi dengan NaOH 10%. Biarkan pemanasan berlangsung selama 10 menit. Kemudian dilihat warna fluoresensi dengan lampu UV 365nm. Adanya senyawa kumarin ditandai dengan fluoresensi biru terang dan hasil pengujian menunjukan positif kumarin

2. EkstraksiDalam suatu tanaman yang akan diambil atau akan dipisahkan komponen kimianya dari tanaman tersebut maka tahap selanjutnya adalah ekstraksi yang merupakan suaru cara pemisahan (isolasi). Zat aktif dari suatu simplisia dengan menggunakan semua komponen kimia yang terdapat dalam simplisia dengan menggunakan pelarut organik tertentu. Ekstraksi ini didasarkan pada perpindahan massa komponen zat padat kedalam pelarut dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk kedalam pelarut.

Proses terjadi ekstraksi diawali dengan pelarut organik akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan terlarut sehingga terjadi perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam sel dan pelarut organik diluar sel. Maka larutan terpekatkan berdifusi keluar sel, dan proses ini berulang terus sampai terjadi keseimbangan antara konsentrasi zat aktif didalam dan diluar sel

Dalam praktikum kali ini digunakan sampel daun kemuning dengan metode maserasi. Metode maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana yang dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam penyari selama beberapa hari pada temperatur kamar dan terlidung dari cahaya.

Metode ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang seperti benzoin, stiraks dan lilin. Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan untuk bahan yang teksturnya lembut seperti daun.

Penyarian dalam praktikum kali ini menggunakan metode maserasi, dimasukkannya simplisia daun kemuning dengan derajat kehalusan tertentu sebanyak 100 gr kedalam bejana maserasi, kemudian ditambah 900 ml cairan penyari (etanol),ditutup dan biarkan selama 3 hari pada temperatur kamar terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 3 hari disaring kedalam bejana penampang, kemudian ampas diperas dan ditambah cairan penyari lagi secukupnya dan diaduk kemudian disaring lagi sehingga diperoleh sari yang maksimal.

Alasan digunakan etanol sebgai pelarut karena etanol termasuk kedalam pelarut Universal dan merupakan polar, sehingga sebagai pelarut diharapkan dapat menarik zat-zat aktif yang juga bersifat polar, maupun non polar. Etanol digunakan juga sebagai cairan penyari dan dalam etanol 20% keatas tidak beracun, netral, dan etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, serta panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih rendah etanol dapat memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut dan tidak mengakibatkan peningkatan membran sel. Keuntungan lainnya adalah sifatnya yag mampu mengendapkan albumin dan menghambat kerja enzim. Umumnya yang digunakan sebagai cairan pengekstraksi adalah campuran.

Keuntungan cara ini adalah pengerjaan yang dilakukan sederhana begitu juga alat-alat yang digunakan, sedangkan kerugian dalam pengerjaannya adalah waktu yang lama dan penyariannya kurang sempurna artinya tidak semua sai yang terekstraksi cairan penyari yang dipakai biasanya berupa air, etanol, atau pelarut lain. Pada penyarian dengan cara maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meretakan konsentrasi larutan diluar butir serbuk simplisia, sehingga terjadi keseimbangan antara konsentrasi didalam dan diluar sel.3. Pemekatan dan Pemantauan EkstrakPada praktikum kali ini melakukan pemantauan dan pemekatan ekstrak kemuning. Pemantauan ekstrak dilakuka untuk mengetahui komponen yang ada dalam ekstrak. Pemantauan komponen ekstrak dilakukan dengan metode diantaranya Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan atau Kromatografi Kertas (Kkt). Proses atau mekanisme yang terjadi pada KLT adalah adsorpsi, sedangkan fase gerak atau pengembang yang digunakan tergantung kepada kepolarannya, komponen yang akan dipisahkan, pengembang dapat berupa pelarut tunggal atau campuran dua pelarut atau lebih.Fase dam atau penjerap yang digunakan pada Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah silika gel. Sebagai panduan untuk melihat bercak yang akan diamati atau diisolasi digunakan penampak bercak sinar lampu UV 254 nm dan 365 nm, atau dapat digunakan penampak bercak semprot umum atau universal H2SO4 5% dan NaOH 5%.Hasil Kromatografi Lapis Tipis (KLT) ekstrak etanol atau alkohol 96% daun kemuning (Murraya paniculata (L). Jack) dengan larutan pengembang n-Heksan dan Etil asetat (7:3). Dari hasil analisis kuantitatif secara KLT terhadap ekstrak etanol daun kemuning dengan sinar UV 365 nm terdapat bercak berfluoresensi warna biru dengan nilai Rf 0,15 cm pada masing-masing ekstrak dan ekstrak pembanding dengan menggunakan penampak bercak NaOH 5%. Sedangkan dengan menggunakan penampak bercak H2SO4 5% dibawah lampu UV 365 nm berfluoresensi warna biru dengan nilai Rf 0,18 cm pada ekstrak pembanding dan Rf 0,2 cm pada ekstrak kemuning. Masing-masing bercak dapat terpisah dengan baik dan tidak terjadi penumpukan. Ini menunjukkan bahwa larutan pengembang n-Heksan dan Etil asetat dinilai sebagai eluen yang baik dalam memisahkan senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam ekstrak etanol daun kemuning (Murraya paniculata (L). Jack). Begitu juga pada warna yang dihasilkan masing-masing bercak terlihat jelas dibawah sinar UV 365 nm.Harga Rf yang dihasilkan dengan penampak bercak NaOH 5% adalah sama. Ini menunjukkan bahwa senyawa kimia pada bercak itu adalah sama. Warna beberapa bercak dibawah sinar UV 254 nm yang memiliki intensitas warna paling kuat diantara bercak lainnya yaitu ungu, ungu jingga, hijau dan coklat. Dengan demikian secara kuantitatif senyawa kimia tersebut kandungannya lebih tinggi. Menurut pustaka, warna-warna dari senyawa golongan alkohol dan keton tingkat tinggi akan memberikan warna hijau dan biru. Sedangkan untuk golongan steroid, asam organik dan terpen ditunjukkan oleh warna coklat. Untuk minyak atsiri ditunjukkan dengan adanya noda melebar warna ungu sampai ungu jingga. Dari keterangan sumber pustaka diatas kemungkinan bercak intensitas kuat tadi merupakan golongan alkohol, terpen dan minyak atsiri. Hal ini dapat dibuktikan dengan deteksi kimia lebih lanjut.4. Fraksinasi IPada praktikum ini dilakukan fraksinasi ekstrak daun kemuning ( Murraya paniculata) prinsipnya yaitu pemisahan komponen dalam ekstrak secara ekstraksi cair cair berdasarkan koefisien partisi.

Partisi ekstrak( Ekstraksi Cair-Cair) adalah proses pemisahan zat tersebut didalam dua macam pelarut yang tidak saling campur , dengan perbandingan konsentrasi zat terlarut dalam pelarut organik dan pelarut air. Hal tersebut ini memungkinkan karena adanya sifat senyawa yang dapat larut dalam air daripada yang dapat larut dalam pelarut organik. Sedangkan Ekstraksi Padat Cair adalah proses pemisahan untuk memperoleh komponen zat terlarut dari campurannya dalam padatan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Metode ini digunakan untuk sampel yang tidak larut dalam air.

Tujuan dilakukannya partisi yaitu untuk memisahkan komponen kimiadari sampel berdasarkan tingkat kepolarannya. Proses partisi sebenarnya dapat dilakukan dengan partisi cair-cair ataupun partisi padat cair, namun pada praktikum kali ini hanya dilakukan partisi cair-cair.

Prinsip dan proses partisi yaitu digunakan dua pelarut yang tidak saling campur untuk melarutkan zat-zat yang ada dalam ekstrak. Ekstrak yang digunakan dalam percobaan ini adalah ekstrak daun Kemuning(Murraya paniculata)pelarut yang digunakan yaitu pelarut yang bersifat polar dan nonpolar.

Pada pengerjaan awal partisi dilakukan dengan menggunakan pelarut non-polar ( n-Hexan) hal ini disebabkan karena jika pengerjaanawal digunakan pelarut polar maka dikhawatirkanadanya senyawa non polar yang ikut terlarut, sebagaimana kita ketahui bahwa pelarut polar selain mampu melarutkan senyawa yang bersifat polar namun juga mampu melarutkan senyawa yang bersifat non polar.

Tahap tahap dalan melakukan proses partisi yaitu pertama tama ekstrak etanol dilarutkan alam metanol 20% (20 ml) kemudian ditambahkan kedalam corong pisah dan ditambahkan 100ml n-Hexanedan dikocok padasatu arah hingga homogen. Sesekali mebuka keran corong pisah untuk mengeluarkan gas dari hasil pengocokan. Dipiahkan hingga terlihat adanya dua lapisan, dimana lapisan atas adalah lapisan n-Hexane sedangkan lapisan yang dibawah adalah air. Hal ini disebabkan karena air memiliki berat jenis yang lebih besar daripada n-Hexane, ECC dilakukan sebanyak 3 kali

Selanjutnya untuk lapisan ekstrak n-Hexane ditampung dan diuapkan sehingga didapatkan ekstrak kering sedangkan untuk lapisan air dimasukkan kedalam corong pisah dan ditambahkan dengan n-Hexane (100ml) dan dikocok hingga homogen . Prosedur ini dilakukan sama halnya dengan prosedur awal dan dilakukan terus menerus hingga lapisan atas kelihatan jernih, Namun pada praktikum ini dilakukan dua kali saja.

Setelah didapatkan tiga fraksi yaitu metanol air, n-Heksane dan Etil asetat ketiga fraksi diuapkan menggunakan waterbath didalam lemari asam untuk mendapatkan ekstrak yang lebih pekat sebelum dilanjutkan ketahap yang selanjutnya yaitu pemantauan fraksi . Tujuan penguapan adalah untuk menghilangkan pelarut dalam fraksi.5. Pemantauan Fraksi6. Fraksinasi II7. Pemantauan subfraksiPada praktikum kali ini dilakukan percobaan untuk mengetahui komponen yang ada dalam fraksi. Fraksi diperoleh dari hasil fraksinasi mengguakan kromatografi kolom. Pemantauan komponen fraksi dilakukan dengan metode. Fase diam yang digunakan adalah silika gel. Pengukuran plat KLT sepanjang 10 cm dan lebar 7 cm. Plat yang dibuat dengan ukuran lebih luas karena akan ditotolkan sebanyak 15 fraksi dan 1 fraksi etilasetat dan 1 fraksi ekstrak standar. Pada kelompok kami memantau fraksi genap (2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 18, 20, 22, 24, 26, 28, dan 30). Sedangkan kelompok sebelumnya memamtau fraksi ganjil. Pada lempeng KLT diberi batas atas dan batas bawah. Batas bawah 1 cm dan batas atas 0,5 cm dari spot. Spot berfungsi sebagai tempat menotolkan sampel atau fraksi yang akan dipisahkan. Pembuatan batas dilakukan dengan menggunakan pensil, dikarenakan bahan pensil tidak dapat bereaksi dengan pelerut (eluen) yang digunakan. Eluen yang digunakan campuran dari Toluen : etil asetat. Kedua pelarut ini digunakan sebagai eluen dalam percobaan karena toluen merupakan pelarut non-polar sedangkan etil asetat merupakan pelarut semi polar sehingga komponen dapat berpisah.

Lempeng tipis kemudian disiapkan dan chamber dijenuhkan terlebih dahulu dengan eluenya. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah plat atau lapisan ditaruh dalam bejana bertutup berisi larutan penembang n-heksan : etil asetat. Alasan untuk menutup chamber adalah untuk menyakinkan bahwa untuk kondisi dalam chamber dijenuh kan uap oleh pelarut. Untuk mendapatkan kondisi ini, didalam chamber ditaruh kertas saring yang terbatasi oleh pelarut.

Kondisi jenuh didalam chamber dengan uap mencegah penguapan pelarut. Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler. Karena pelarut bergerak lambat pada lempengan. Komponen komponen yang berbeda dari campuran akan bergerak pada kecepatan yang berbeda dan akantampak sebagai perbedaan bercak warna.

Larutan pengembang dan lapisan pemisah (sifat penyerap) harus dipilih dengan tepat karena keduanya sama untuk mencapai pemisahan. Selain itu, hal yang juga penting adalah memilih kondisi kerja yang optimum yang meliputi sifat pengembangan, jarak pengembangan, atmosfer bejana, dll.

Pada pemantauan fraksi digunakan fadiam silika gel. Silika gel digunakan sebagai pengikat yang dimaksudkan untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adhisi pada penyokong. Partikel silika gel mengandung gugus hidroksil dipermukaannya yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul-molekul polar.

Pada praktikum ini didapat 15 fraksi hasil fraksinasi kolom (Fraksi genap), 1 fraksi etil asetat, dan fraksi ekstrak standar. Pada lempeng tipis kemudian dikeringkan (dibiarkan mengering) sementara bejana telah berisi eluen toluen : etil asetat (6 : 4) yang terlah dijenuhkan. Setelah eluen dijenuhkan dalam chamber ditandai oleh kertas saaring yang basah dengan uap eluen. Setelah chamber jenuh dimasukkan plet KLT kedalam chamber.Proses elusi dilakukan sampai pengembang jarak akhir eluen. Prinsip KLT adalah mekanisme kerja adsorpsi dimana pemisahan senyawa ini berdaarkan kepolaritasannya.

Dari proses tersebut, plat KLT disemprotkandengan penampak bercak, penampak bercak,penampak bercak ini membnatu dalam menganalisis senyawa kumarin berfluoresensi dibawah UV 366 nm. Penampak bercak spesifiknya yaitu NaOH 5% . Kemudian lihat dibawah UV 254 nm dan UV 366 nm. Pada totolan fraksi 4 dan ekstrak standar memebrikan fluorosensi yang kuat dengan pita yang sejajar bila diamati secar UV. Nilai Rf yang diperoleh untuk fraksi 4 adalah 0,5 dan fraksi ekstrak standar 0,508.

8. PemurnianPada praktikum kini dilakukan pemurnian dengan metode kromatografi lapis tipis (KLT) preparatif Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi senyawa yang diduga kumarin dari komponen lainnya untuk dikarakterisasi dan identifikasi yang sebelumnya harus dilihat tingkat kemurnian isolat (uji kemurnian).Langkah pertama yang dilakukan yaitu uji orientasi eluen (pengembang) yang nantinya dipilih sebagai pengembang dalam KLT preparatif. Dimana pengembang yang dipilih diharapkan menghasilkan nilai RF yag tinggi antara 0,5-0,8. Sebab, dengan nilai RF yang tinggi, Diharapkan masing-masing komponen akan bergerak terpisah secara sempurna berdasartkan kepolaritasnnya sehingga komponen yang terpisah berjauhan lebih memudahkan kita dalam mengisolasi senyawa kumarin yang dinginkan (pengerokan pita).

Pemilihan eluen yang dibuat, berarti kea rah non polar, sebab adsorben silica gel bersifat polar sehingga agar komponen bergerak jauh, perbedaan kepolaritasnnya harus besar antara eluen dengan adsorben. Berdasarkan data pengembang dari praktikum sebelumnya, komposisi pengembang Toluen: etil asetat (6:4) menghasilkan nilai RF 0,5. Untuk memastikan lagi eluen (pengembang) tersebut menghasilkan RF 0,5 pada senyawa kumarin, maka dilakukan orientasi eluen tersebut. Dari hasil orientasi, didapatkan nilai RF kumarin dengan pengembang Toluene:Etil asetat (6:4) sebesar 0,5. Jadi, pengembang tersebut dapat dipilih untuk dijadikan pengembang dalam KLT preparatif. Langkah selanjutnya adalah penjenuhan eluen yang telah dibuat didalam chamber dengan mengkondisikan kertas saring sebagai tanda apakah eluen telah jenuh atau belum. Ataupun dapat dilihat di atas selofan, apabila uap-uap di atas selofan telah banyak berarti eleun telah jenuh. Tujuan penjenuhan eluen untuk mencapai kesetimbangan konsentarsi sehingga apabila telah setimbang, maka eluen akan bergerak dengan kecepatan yang sama sesuai polaritasnya.Sambil, menunggu kejenuhan eluen, disiapkan plta KLT preparatif dengan ukuran 10 cm X 5 cm yang telah diberi jarak dari pinggir bawah dan atas 1 cm . Setelah itu, subfraksi dilarutkan sedikit dengan pelarut ethanol. Digunakan pelarut ethanol selain mudah menguap, juga tidak melarutkan silica gel nantinya. Kemudian subfraksi ditotolkan dalam bentuk putus secara bersambung jangan sampai terputus agar pemisahannya komponennya merata dan tajam. Proses penotolan pita diulangi sampai 3 kali sambil dilihat di bawah lampu UV, apakah totolan pitanya sudah jelas atau belum.Setelah itu, eluen yang telah jenuh, dimasukkan plat KLT yang telah ditotolkan pita kemudian dilakukan proses elusi sampai eluen mencapai batas akhir dari jarak yang telah dibuat. Setelah selesai proses elusi, diambil plat KLT kemudian dikeringkan untuk menguapkan pelarut. Kemudian dilihat bercak pita nya. Di bawah lampu UV terdapat 2 pita di atas plat yang masing-masing berwarna biru. Untuk memastikan pita mana yang diduga kumarin, maka plat disemprotkan dengan penampak bercak spesifik NaOH 5%. Dimana, bagian tengah plat ditutup, bagian yang dismprotkan hanya bagian pinggir saja. Hal ini untuk memastikan, pita mana yang diduga kumarin yang akan memberikan fluorosensi biru setalah disemprotkan. Digunakan penampak bercak spesifik NaOH 5%, karena merupakan reaksi spesifik dari kumarin, dimana senyawa kumarin akan berekasi dengan ion Na2+ dari NaOH yang dapat menghasilkan berupa emisi cahaya berupa fluorosensi yang berwarna biru di bawah lampu UV 365 nm. Setelah disemprotkan dan dilihat di bawah lampu UV 365 nm, terlihat pita 1 lebih terang fluorosensi birunya dibandingkan pita 2. Sehingga pita 1 ini yang akan di isolasi untuk dikerok nantinya.Kemudian dikerok pita 1 dan jangan sampai terkerok bagian yang telah tersemprot dengan penampak NaOH. Setelah di kerok, lalu di tempatkan kedalam vial yang kosong dan bersih kemudian di larutkan dengan pelarut ethanol. Pelarut etahol digunakan selain mudah menguap juga tidak ikut melarutkan silica gel. Lalu difiltrasi dengan kapas bebas lemak. Digunakan kapas yang bebas lemak, agar silika gel tertahan di kapas dan tidak lolos menjadi residu. Kemudian hasil filtrat disaring lagi dengan kertas saring. Untuk memastikan lagi, agar tidak ada komponen lain yang ikut lolos kedalam filtrat. Sehingga diharapkan isolat yang didapatkan bisa murni. Setelah disaring, isolat tersebut siap dilakukan uji kemurnian untuk mengetahui tingkat kemurnian isolat dari hasil pemurnian.9. Uji KemurnianDari hasil pemurnian dilakukan uji kemurnian isolat. Uji kemurnian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kemurnian dari isolat yang kita dapatkan. Uji kemurnian pada praktikum ini dilakukan dengan 2 metode yaitu pengembangan tunggal (minimal 3 komposisi eluen yang berbeda) dan KLT 2 dimensi. Pada metode pengembangan tunggal dilihat dari ketiga posisi yang berbeda yaitu bawah, tengah dan atas dengan 3 pengembang yang memiliki komposisi yang berbeda. Karena setiap pelarut memiliki gaya polaritas yang berbeda-beda. Oleh karena itu dilakukan uji orientasi dengan trial-eror (coba-coba) untuk mendapatkan eluen yang menghasilkan nilai RF yang berbeda (bawah, tengah dan atas). Hal ini dapat dilakukan dengan menghitung nilai polaritas campuran apabila menggunakan pelarut campur yang lebih dari 1. Karena masing pelarut mempunyai indeks kepolaran yang berbeda-beda. Permisalannya pelarut yang terkategori dalam pelarut non polar seperti: n-Heksan, Toluen memiliki indeks kepolaran yang berbeda, dimana n-heksan: 0,1 sedangkan Toluene: 2,4. Sama halnya dengan pelarut yang terkategori sebagai pelarut semipolar seperti Diklormetan indeks kepolarannya 3,1 dan Etil asetat indeks kepolarannya 4,4.Setelah dilakukan trial-eror didapatkan 3 macam eluen dengan komposisi yang berbeda yang menghasilkan nilai RF di posisi bawah, tengah dan atas. Tujuan untuk dilihat bercak di tiga posisi, agar memastikan senyawa itu murni di tiga posisi, karna di khawatirkan adanya kontaminan di posisi lain nya, apabila hanya dilihat dari satu posisi saja walaupun bercak yang hasilkan tunggal.Untuk eluen yang menghasilkan RF dibagian bawah dari hasil orientasi adalah n-heksana-etil asetat (7:3), dimana nilai RF nya 0,12. Artinya dari kepolaritas eluen ini lebih ke arah non polar. Secara teoritis, nilai RF yang dihasilkan seharusnya tinggi, karena adsorben yang digunakan adalah silica gel yang bersifat polar. Sehingga semakin besarnya perbedaan polaritas, maka fase gerak yang bersifat non polar akan semakin sulit terjerap (teradsorbsi) di fase diam) dan komponen yang akan dibawa oleh eluen akan terpisah berdasarkan kepolarannya. Dimana senyawa kumarin sendiri bersifat semi polar. Tetapi dari hasil praktik nya, nilai Rf yang didapatkan rendah yaitu 0,12 padahal berdasarkan hasil perhitungan nilai polaritas campuran didapatkan sebesar 1,39. Untuk eluen yang menghasilkan RF dibagian tengah dari hasil orientasi adalah n-Toluen-etil asetat (6:4), dimana nilai RF nya 0,625. Artinya dari kepolaritas eluen ini lebih ke arah semi polar hingga ke non polar. Secara teoritis, nilai RF yang dihasilkan adalah di tengah-tengah. Berdasarkan hasil perhitungan nilai polaritas campuran didapatkan sebesar 3,2. Hal ini berarti pelarut campuran bersifat ke arah semipolar. Sehingga hasil praktik nya sesuai dengan teoritis nilai RF yang didapatkan di bagian tengah yaitu 0,625. Untuk eluen yang menghasilkan RF dibagian atas dari hasil orientasi etil asetat:methanol (9:1), dimana nilai RF nya 0,8125. Artinya dari kepolaritas eluen ini lebih ke arah semi polar ke polar. Secara teoritis, nilai RF yang dihasilkan seharusnya rendah, karena adsorben yang digunakan adalah silika gel yang bersifat polar. Sehingga eluen akan terjerap atau terikat kuat oleh fase diam silica gel yang juga bersifat polar. Artinya pergerakan eluen yang dihasilkan juga lambat karena adanya kesetimbangan antar polaritasnya antara fase diam dan fase gerak. Tetapi dari hasil praktik nya, nilai Rf yang didapatkan tinggi yaitu 0,8125 dan berdasarkan hasil perhitungan nilai polaritas campuran didapatkan sebesar 4,47.

Dan sebelumnya untuk mengetahui kemurnian isolat dan menghitung niali RF nya apabila isolat belum terlihat secara visual, disemprot dengan penampak bercak universal H2SO4 5% dalam methanol dan dibawah lampu UV 365 nm. Digunakan penampak bercak universal karena agar kontaminan yang mungkin masih ada juga ikut terlihat di bawah lampu UV. Apabila digunakan penampak bercak spesifik dari kumarin yaitu NaOH 5% dalam methanol, maka yang akan bereaksi dan menghasilkan fluorosensi biru hanya kumarin saja, sedangkan kontaminan lain tidak akan berfluorosensi. Sehingga untuk memastikan kemurnian nyan tidak terlihat, karena mungkin saja ada kontaminan/ pengotor lain yang tidak beraksi menghasilkan fluororesensi dengan penampak bercak spesifik NaOH.Dari hasil uji kemurnian dengan metode pengembangan tunggal tersebut diapatkan bercak tunggal di 3 posisi yang berbeda (bawah, tengah dan atas) setelah disemprot penampak bercak universal H2SO4 5%. Artinya dari metode ini diduga senyawa tersebut murni tetapi untuk memastikan isolat itu benar- benar murni perlu dibandingkan dengan berbagai metode lainnya.Pada metode KLT 2 dimensi, belum didapatkan 2 eluen yang meiliki nilai RF yang sama. Nilai RF yang diharapkan adalah 0,5 karena plat akan diputar 90. Sehingga bercak di harapakan berada ditengah-tengah jangan terlalu bawah dan juga jangan terlalu atas. Pada prinsipnya KLT 2 dimensi ini, digunakan 2 komposisi eluen yang berbeda tetapi menghasilkan nilai RF yang sama pada senyawa yang dinginkan dari arah yang berbeda. Artinya dari sisi kepolaran secara general memiliki kategori kepolaritasan yang sama antara eluen 1 dan eluen 2. Walaupun secara teoritis setiap pelarut meiliki gaya/indeks polaritas yang berbeda beda, seperti n-heksana: 0,1, toluen: 2,4, diklormetan: 3,1, etil asetat: 4,4 dan methanol: 5,1. Sehingga dengan kepolaran yang sama, bercak menghasilkan spot tunggal dengan nilai RF yang sama dimana pengembang yang berbeda tetapi hampir sama kepolarannya dari sisi arah yang berbeda. Dari hasil praktikum, hanya mendapatkan 1 eluen/ pengembang yang menghasilkan RF: 0,55 dengan komposisi Toluen: Etilasetat (6:4), dimana hasil perhitungan polaritas campurannya adalah 3,2. Sedangkan eluen satu nya lagi yang menghasilkan nilai RF yang sama di sekitar 0,5 belum didapatkan, walaupun telah dilakukan trial-eror berkali-kali dan juga dihitung nilai polaritas campurannya untuk pelarut campur ataupun indeks kepolarannya dari pelarut itu saja apabila pelarut tunggal. Akan tetapi, antara teori dan praktik, hasil yang didapatkan belum sesuai. Dikarenakan tidak dapatkan eluen satunya lagi yang memiliki RF 0,5 dan juga adanya keterbatasan dalam hal operasional dan waktu. Uji kemurnian dengan KLT 2 dimensi tidak dilanjutkan.Dari hasil uji kemurnian, diambil data dari metode pengembangan tunggal saja, dimana dihasilkan bercak tunggal di 3 posisi yang berbeda dengan komposisi pelarut yang berbeda. Sehingga diduga senyawa tersebut murni, akan tetapi untuk memastikan kemurnian yang lebih tinggi harus dibandingkan dengan metode lain juga seperti KLT 2 dimensi, penentuan titik lebur , KCKT, GCMS/KGSM. Dan untuk memastikan senyawa itu kumarin atau tidak. Dari hasil reaksi fluorosensi, sifatnya mirip dengan kumarin. Akan tetapi untuk tahap lebih lanjut harus dilakukan karakterisasi dari ciri-ciri khusus kumarin dari segi kimia (reaksi spesifik, reaksi warna), fisika (titik lebur, kelarutan, pemerian), instrumentasi: spektrofotometri UV-Vis (panjang gelombang maksimal (kromofor), spektrofotometri IR (gugus fungsi), spektrofotometri Massa (Bobot molekul, pola fragmentasi) dan Resonasi Magnetik Inti (Kerangka Sruktur) dan data kromatografi (pola kromatogram dan nilai RF). Sehingga dapat dilakukan penarikan kesimpulan sebagai identitas dari zat isolasi tersebut.