berpikir positif orang jawa dalam serat durcara …

15
BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA ARJA KARYA KI PADMASOESASTRA: KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA*) (Positive Thinking of Javanese People In Serat Durcara Arja by Ki Padmasoesastra: Study of Antropology of Literature) Sigit Nugroho 1 dan Mochammad Fikri 2 1 SMA Negeri 1 Rongkop Gunung Kidul Jalan Sadeng, Rongkop, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia 2 Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Jalan Elang Raya 1, Mangunharjo, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia Telepon: +6281328673595 Posel: [email protected] *) Diterima: 2 Mei 2020, Disetujui: 15 Oktober 2020 ABSTRAK Berpikir positif adalah kemampuan berpikir seseorang menilai pengalaman-pengalaman hidupnya untuk dijadikan bahan yang berharga di dalam melakukan tindakan berikutnya dan semua itu sebagai sebuah proses hidup yang harus dijalani. Penelitian ini bertujuan mengungkap bagaimana orang Jawa berpikir positif ketika menghadapi persoalan hidup yang tercermin di dalam Serat Durcara Arja karya Ki Padmasoesastra. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan naturalistik. Untuk mengetahui aspek budaya dalam karya sastra digunakan teori merebut makna dengan pendekatan etik. Data yang didapat berupa data kualitatif. Keabsahan data diperoleh dengan pembacaan secara teliti, dan triangulasi. Alat pengumpul data menggunakan instrumen manusia (human instrument). Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang Jawa ketika menghadapi persoalan dalam hidup selalu pasrah sumarah, ngalah luhur wekasane, eling dan waspada, sabar narima, dan Gusti ora sare. Kata kunci: berpikir positif, Serat Durcara Arja, antropologi sastra ABSTRACT Positive thinking is one‟s thinking ability to assess his life experiences to be used as valuable material in carrying out the next action and all of that as a life process that must be accomplished. This study aims to reveal how Javanese people think positively of when facing life problems reflected in Serat Durcara Arja by Ki Padmasoesastra. This study applies a qualitative method and naturalistic approach. An ethical approach isalso applied to find out the cultural aspects of literary works, by seizing anypotential meanings. The data are obtained in the form of qualitative data. The validity of the data is obtained by careful reading, and triangulation. Data collection tools covers human instruments. Data analysis is presented in a qualitative manner. The results shows that the Javanese people are always resigned to surrender, defeated sublime the end, remember and take care, bepatient, and God never sleep when they face their problems in life Keywords: positive thinking, Serat Durcara Arja, anthropology of literature

Upload: others

Post on 22-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA ARJA

KARYA KI PADMASOESASTRA: KAJIAN ANTROPOLOGI SASTRA*)

(Positive Thinking of Javanese People In Serat Durcara Arja by Ki Padmasoesastra:

Study of Antropology of Literature)

Sigit Nugroho1 dan Mochammad Fikri2

1SMA Negeri 1 Rongkop Gunung Kidul

Jalan Sadeng, Rongkop, Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia 2Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah

Jalan Elang Raya 1, Mangunharjo, Tembalang, Kota Semarang, Jawa Tengah, Indonesia

Telepon: +6281328673595

Posel: [email protected]

*) Diterima: 2 Mei 2020, Disetujui: 15 Oktober 2020

ABSTRAK

Berpikir positif adalah kemampuan berpikir seseorang menilai pengalaman-pengalaman hidupnya

untuk dijadikan bahan yang berharga di dalam melakukan tindakan berikutnya dan semua itu sebagai

sebuah proses hidup yang harus dijalani. Penelitian ini bertujuan mengungkap bagaimana orang Jawa

berpikir positif ketika menghadapi persoalan hidup yang tercermin di dalam Serat Durcara Arja karya

Ki Padmasoesastra. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan naturalistik.

Untuk mengetahui aspek budaya dalam karya sastra digunakan teori merebut makna dengan

pendekatan etik. Data yang didapat berupa data kualitatif. Keabsahan data diperoleh dengan

pembacaan secara teliti, dan triangulasi. Alat pengumpul data menggunakan instrumen manusia

(human instrument). Analisis data dilakukan dengan cara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa orang Jawa ketika menghadapi persoalan dalam hidup selalu pasrah sumarah, ngalah luhur

wekasane, eling dan waspada, sabar narima, dan Gusti ora sare.

Kata kunci: berpikir positif, Serat Durcara Arja, antropologi sastra

ABSTRACT

Positive thinking is one‟s thinking ability to assess his life experiences to be used as valuable material

in carrying out the next action and all of that as a life process that must be accomplished. This study

aims to reveal how Javanese people think positively of when facing life problems reflected in Serat

Durcara Arja by Ki Padmasoesastra. This study applies a qualitative method and naturalistic

approach. An ethical approach isalso applied to find out the cultural aspects of literary works, by

seizing anypotential meanings. The data are obtained in the form of qualitative data. The validity of

the data is obtained by careful reading, and triangulation. Data collection tools covers human

instruments. Data analysis is presented in a qualitative manner. The results shows that the Javanese

people are always resigned to surrender, defeated sublime the end, remember and take care, bepatient,

and God never sleep when they face their problems in life

Keywords: positive thinking, Serat Durcara Arja, anthropology of literature

Page 2: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

154 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

PENDAHULUAN

Kehidupan manusia sering kali

tercermin dalam sebuah karya sastra

(Wellek, 2016: 99). Peristiwa yang

terjadi dalam batin dan pikiran

seseorang sering menjadi bahan

penulisan sastra yang sebenarnya

merupakan cerminan hubungan

seseorang dengan orang lain ataupun

dengan masyarakat. Dengan demikian

sastra merupakan refleksi kehidupan

manusia. Sastra sering dimaknai

sebagai alat untuk mengajarkan cara

berpikir, bertindak dan perilaku

budaya. Sastra adalah karya yang

merefleksikan budaya tertentu

(Endraswara, 2015: 2—3). Budaya

berarti ‗buah budi manusia‘, hasil

perjuangan manusia terhadap zaman

dan lingkungan untuk mengatasi

berbagai rintangan dan kesukaran di

dalam hidup guna mencapai

keselamatan dan kebahagiaan lahir

batin (Dewantara, 2013: 72).

Dalam hidupnya, seseorang

berupaya menjaga keseimbangan

dalam pencapaian kenikmatan lahir

dan batin. Antara kebutuhan lahir dan

batin tersebut tidak boleh saling

didahulukan, melainkan harus tetap

berlangsung seiring dan sejalan

(Suratno, Pardi, 2006: 332). Untuk

mencapai kebahagiaan lahir dan batin

tersebut diperlukan cara berpikir yang

arif dan bijaksana.

Berpikir merupakan aktifitas

pribadi yang bertujuan untuk

memecahkan masalah (Dakir, 1984:

68). Berpikir merupakan aktivitas

psikis yang internasional, dan terjadi

apabila seseorang menjumpai masalah

yang harus dipecahkan (Soemanto,

1998: 31). Dengan demikian, di dalam

berpikir seseorang menghubungkan

pengertian satu dengan pengertian

lainnya dalam rangka mendapatkan

pemecahan persoalan yang sedang

dihadapi. Ketika menghadapi masalah,

seseorang akan menggunakan pola

berpikir positif atau sebaliknya;

negatif.

Berpikir positif adalah cara

berpikir seseorang yang umum

digunakan untuk meningkatkan dan

mendorong pertumbuhan diri ke arah

yang lebih baik dalam upaya mencapai

kebahagiaan lahir dan batin (Arifin,

2011: 18). Sederhananya berpikir

positif adalah aktifitas berpikir yang

kita lakukan dengan tujuan untuk

membangun dan membangkitkan

aspek positif pada diri kita, baik itu

berupa potensi, semangat, tekad

maupun keyakinan diri.

Berpikir positif adalah cara

berpikir secara logis yang memandang

sesuatu dari segi positifnya baik

terhadap dirinya sendiri, orang lain,

maupun keadaan lingkungannya.

Manusia tidak akan mudah putus asa

terhadap masalah yang dihadapinya.

Menurut Endraswara, berpikir positif

merupakan sebuah cermin bening

harga diri seseorang. Dengan berpikir

positif maka akan membangkitkan

harga diri orang tersebut (Endraswara,

2016: 2).

Berpikir positif bukan

merupakan tujuan melainkan suatu

jalan untuk mencapai tujuan.

Menjadikan berpikir positif sebagai

tujuan memang membawa manfaat

tetapi manfaat tersebut belumlah

Page 3: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

Berpikir Positif Orang Jawa dalam Serat Durcara Arja... (Nugroho dan Fikri) 155

seberapa jika dibandingkan dengan

manfaat yang didapat jika berpikir

positif dijadikan sebagai suatu jalan

Seseorang yang selalu berpikir positif

akan mendapatkan hasil yang positif,

sedangkan seseorang yang selalu

berpikir negatif akan mendapatkan

hasil yang negatif (Peale, 2006: 135).

Sebaliknya, berpikir negatif adalah

pola atau cara berpikir yang mengarah

pada sisi negatif, terlihat dalam bentuk

keyakinan atau pandangan yang

terucap, cara bersikap dan perilaku

sehari-hari (Adelia, 2011).

Hasil dari cara berpikir

seseorang salah satunya disebabkan

oleh budaya yang berkembang pada

masyarakat setempat. Dengan kata lain

budaya yang berlaku di suatu

masyarakat akan mempengaruhi cara

berpikir warga masyarakat setempat.

Budaya adalah hasil dari budi dan atau

daya, cipta, karya, karsa, pikiran, dan

adat istiadat manusia yang secara

sadar maupun tidak, dapat diterima

sebagai suatu perilaku yang beradab.

Ada 3 (tiga) wujud hasil dari

kebudayaan, yaitu; (1). wujud

kebudayaan sebagai suatu komplek

ide-ide, gagasan, nilai-nilai., (2) wujud

kebudayaan sebagai komplek

aktifitas., (3) wujud kebudayaan

sebagai benda atau artefak

(Koentjaraningrat, 1990: 186). Ketiga

wujud kebudayaan tersebut dalam

kenyataan kehidupan masyarakat tentu

tidak terpisah satu dengan yang

lainnya. Kebudayaan ideal dan adat

istiadat mengatur dan memberi arah

kepada tindakan dan karya manusia.

Baik pikiran-pikiran dan ide-ide,

maupun tindakan dan karya manusia,

menghasilkan benda-benda

kebudayaan fisiknya.

Ide maupun gagasan yang

dimiliki oleh seseorang seringkali

diwariskan melalui penulisan. Salah

satunya berupa naskah. Hal ini

dilakukan agar ide tersebut dapat

terekam untuk jangka waktu yang

lama.

Warisan naskah berisi tentang

berbagai hal, satu diantaranya adalah

karya sastra Jawa. Karya sastra Jawa

menampilkan gambaran tentang

perilaku dan cara berpikir seseorang

dalam hidup bermasyarakat. Peristiwa

yang terjadi dalam diri, batin, dan

pikiran seseorang sering menjadi

bahan penulisan sastra yang

sebenarnya merupakan cerminan

hubungan seseorang dengan orang lain

ataupun dengan masyarakat. Salah

satu karya sastra Jawa tersebut Salah

satu penulis karya sastra Jawa yang

sangat populer di kalangan masyarakat

Jawa adalah Ki Padmasoesastra.

Ki Padmasoesastra terlahir

dengan nama kecil Suwardi. Ia lahir di

Sraten, Surakarta, pada tanggal 21

April 1843. Banyak karya sastra yang

telah ditulisnya, baik berupa novel,

dongeng, babad maupun serat. Salah

satu karya sastra yang berupa serat

adalah Serat Durcara Arja (Widati,

Sri, dkk. 2015: 381—382).

Serat Durcara Arja

menceritakan tentang seseorang

bernama Bok Gunawicara yang dalam

hidupnya dihadapkan dengan berbagai

masalah. Namun dengan ―kecerdikan‖

dan selalu berpikir positif, Mbok

Gunawicara mampu mengatasi segala

masalah tersebut bahkan akhirnya

Page 4: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

156 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

tampil menjadi manusia yang utama;

mendapatkan kedudukan, bahagia

lahir dan batin

Berdasar uraian di atas, tulisan

ini bertujuan untuk mengungkap

bagaimana berpikir positif orang Jawa

yang tercermin di dalam karya sastra

Serat Durcara Arja karya Ki

Padmasoesastra dikaji dari perspektif

antropologi sastra

Antropologi sastra dapat dirunut

dari kata antropologi dan sastra.

Kedua ilmu itu memiliki makna

tersendiri. Masing-masing sebenarnya

merupakan sebuah disiplin keilmuan

humanistis. Obyek penelitian

antropologi sastra adalah sikap dan

perilaku manusia lewat fakta-fakta

sastra dan budaya. Perilaku manusia

tersebut dapat dilihat melalui sastra

sebagai cermin budaya, dilihat

seberapa jauh pantulan budayanya

(Endraswara, 2017: 24). Budaya pada

dasarnya membentuk jaringan teks.

Teks berupa narasi-narasi pemikiran

tentang sebuah fenomena

(Endraswara, 2017: 30).

Antropologi adalah penelitian

terhadap manusia, yang dimaksud

dengan manusia adalah sikap dan

perilakunya (Keesing, 1992: 2).

Antropologi adalah penelitian tentang

umat manusia. Antropologi berusaha

menyusun generalisasi yang

bermanfaat bagi manusia untuk

menuntun perilaku dan memperoleh

pengertian yang lengkap tentang

keanekaragaman budaya (Haviland,

1984: 7). Antropologi melihat semua

aspek budaya manusia dan masyarakat

sebagai kelompok variabel yang

berinteraksi (Ratna, 2013: 64).

Budaya pada dasarnya

membentuk jaringan teks. Teks berupa

narasi-narasi pemikiran tentang sebuah

fenomena (Endraswara, 2017: 30).

Tidak dapat dipungkiri bahwa di

dalam karya sastra terdapat data

antropologis yang mengangkat aspek-

aspek budaya yang meliputi sistem

nilai pengetahuan, adat istiadat, sistem

kekerabatan, sistem peralatan hidup

dan teknologi, matapencaharian,

kesenian, serta sistem kepercayaan,

dan agama (Sudikan, 2007: 6).

Penelitian antropologi sastra

adalah penelitian yang mencoba

menggabungkan dua disiplin ilmu,

yaitu antropologi dan sastra.

Antropologi sastra adalah analisis dan

pemahaman terhadap karya sastra

dalam kaitannya dengan kebudayaan

(Ratna, 2011: 152). Karakteristik

penelitian antropologi sastra adalah

pemahaman sastra dari sisi

keanekaragaman budaya (Endraswara,

2015: 23).

Sumber data dalam penelitian ini

adalah Serat Durcara Arja karya Ki

Padmasoesastra. Penerbit

Weltrephredhen: Bale Pustaka tahun

1921 (Padmasoesastra dan D. F. Van

Der Pant, 1921). Naskah koleksi

pribadi. Metode kualitatif dengan

pendekatan naturalistik digunakan

untuk menganalisis cara berpikir

positif orang Jawa di dalam Serat

Durcara Arja. Metode kualitatif yaitu

memaparkan suatu masalah dengan

menunjukkan data berupa kata-kata,

gambar, dan data lain yeng berupa

angka (Moleong, 2006: 5). Pendekatan

naturalistik yaitu, penyajian data

secara apa adanya. tanpa menambah

Page 5: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

Berpikir Positif Orang Jawa dalam Serat Durcara Arja... (Nugroho dan Fikri) 157

ataupun mengurangi data

(Endraswara, 2015: 46). Teori

merebut makna dengan pendekatan

etik digunakan untuk mengetahui

aspek budaya dalam karya sastra.

Merekonstruksi bahan-bahan yang

tersedia dilakukan oleh peneliti untuk

merebut makna. Melalui rekonstruksi,

karya sastra dapat dipotong menjadi

bagian-bagian yang disebut leksia.

Leksia dapat berupa kata, kalimat,

bait, baris, dan sebagainya. Sedangkan

Pendekatan etik menitikberatkan pada

peneliti dengan asumsi-asumsi telah

diletakkan secara mendasar, ada

hipotesis yang mantab, dan telah

terbangun kerangka teori yang mapan.

Alat pengumpul data adalah peneliti

sendiri (human instrument). Data yang

didapat berupa data kualitatif. Analisis

data dilakukan secara kualitatif.

Keabsahan data diperoleh melalui

pembacaan secara teliti dan

triangulasi.

Sepengatahuan penulis,

beberapa orang telah melakukan

penelitian terhadap karya sastra

dengan menggunakan kajian

Antropologi Sastra. Sisfiyah dengan

judul penelitiannya ―Kajian

Antropologi Sastra dalam Novel

Ranggalawe: Mendung di Langit

Majapahit Karya Gesta Bayuadhy‖

(Sisfiyah, 2018). Penelitian tersebut

bertujuan mendeskripsikan aspek

bahasa, aspek religi, aspek sosial, dan

aspek politik yang terdapat di dalam

novel tersebut.

Sementara Djirong dengan

penelitian berjudul ―Kajian

Antropologi Sastra Cerita Rakyat

Datumuseng dan Maipa Deapati‖

(Djirong, 2014). Penelitian yang

dilakukan oleh Djirong bertujuan

mendeskripsikan unsur antropologi,

baik bahasa, religi, mitos, hukum,

maupun adat istiadat yang terdapat di

dalam cerita Datumuseng dan Maipa

Deapati. Berbeda dengan penelitian di

atas, penelitian ini bertujuan

mendeskripsikan bagaimana berpikir

positif orang jawa yang tercermin di

dalam Serat Durcara Arja karya Ki

Padmasusastra dan D.F. Van Der Pant.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ringkasan Cerita Serat Durcara

Arja

Serat Durcara Arja menceritakan

perjalanan hidup seorang janda

bernama Mbok Gunawicara. Mbok

Gunawicara sepeninggal suaminya

yang terkenal akan kekayaannya

kemudian hidup menjanda. Sebelum

meninggal, Kyai Gunawicara berpesan

kepada istrinya tentang perilaku yang

harus dikerjakan dalam menapaki

hidup. Dalam perjalanan hidupnya,

Mbok Gunawicara mengalami

peristiwa-peristiwa yang

mendebarkan, menakutkan,

mengerikan bahkan sampai hampir

menghilangkan nyawanya. Namun

karena mengikuti ajaran berpikir

positif dari buku-buku yang dibaca

oleh Mbok Gunawicara, pada akhirnya

Mbok Gunawicara mendapatkan

anugerah dari penguasa yaitu Sang

Sultan, hidupnya tenteram, damai, dan

disukai orang banyak, bahkan diberi

kedudukan yang istimewa di istana

Page 6: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

158 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

serta mendapat nama kehormatan

yaitu Nyai Sedhahmirah.

Berpikir positif orang Jawa dalam

serat Durcara Arja

Serat Durcara Arja adalah karya Ki

Padmasusastra. Dibaca dari judulnya

Durcara Arja berasal dari kata dur

‗tidak baik‘, cara ‗cara, proses‘ dan

arja ‗reja atau selamat‘. Jadi Serat

Durcara Arja adalah karya sastra fiksi

yang isinya tentang perbuatan atau

cara-cara yang tidak baik namun

dilakukan tanpa pamrih tetapi pada

akhirnya menemukan keselamatan.

Hal ini dapat dilihat pada keterangan

bagian awal dari Serat Durcara Arja

ini. Adapun kutipannya sebagai

berikut.

“Serat Durcara Arja, cariyos

bebanyolan, nyariyosaken

satunggaling randha nama Bok

Gunawicara, anggenipun

anglampahi piwelinging bojonipun,

bilih kesagedan punika ngungkuli

kasugihan. Kalampahan Bok

randha ngapus-apusi lan adamel

kacilakan, ananging boten pados

pamrih”. (Padmasoesastra dan D.

F. Van Der Pant, 1921)

Terjemahan:

―Serat Durcara Arja, cerita lucu.

Menceritakan seorang janda

bernama Mbok Gunawicara dalam

usahanya melaksanakan pesan

suaminya, bahwa kapandaian itu

mengalahkan kekayaan. Perjalanan

(hidup) janda dengan menipu dan

membuat celaka (orang lain) tetapi

tidak mencari pamrih‖

Uraian di atas menunjukkan bahwa

tindakan yang dilakukan oleh Mbok

Randha dengan menipu (berbohong)

dan bahkan membuat celaka orang

namun karena tidak ada pamrih dari

janda tersebut, pada akhirnya janda

tersebut mendapatkan keselamatan

bahkan kehormatan.

Serat Durcara Arja di dalamnya

memuat gagasan-gagasan tentang

berpikir positif orang Jawa dalam

mensikapi setiap peristiwa yang

dialami dalam hidupnya. Adapun

berpikir positif orang Jawa dari

perspektif antropologi sastra, yang

terdapat di dalam Serat Durcara Arja

antara lain: pasrah sumarah

„berserah diri‟, ngalah luhur wekasane

„mengalah mulia pada akhirnya‟,

eling lan waspada „ ingat dan

waspada‘, sabar narima „sabar

menerima‘, dan Gusti ora sare ‗Tuhan

tidak tidur‘.

Uraian tiap-tiap gagasan berpikir

positif orang Jawa di dalam Serat

Durcara Arja adalah sebagai berikut.

Pasrah sumarah ‘berserah diri’

Pasrah sumarah ‗berserah diri‘

menjadi refleksi spiritual hubungan

manusia dengan Tuhan (Endraswara,

2017: 72). Pasrah sebagai perwujudan

jiwa yang ikhlas, tidak menggerutu,

mengusik, bahkan menganggap Tuhan

tidak adil. Pasrah sumarah ‗berserah

diri‘ dijadikan pedoman di dalam

berpikir dan bertindak untuk hidup ke

arah yang lebih arif.

Sikap pasrah sumarah ‗berserah

diri‘ dalam pandangan hidup orang

Jawa bukanlah sikap yang tidak mau

Page 7: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

Berpikir Positif Orang Jawa dalam Serat Durcara Arja... (Nugroho dan Fikri) 159

berusaha sama sekali, tetapi dengan

penuh kesadaran orang Jawa

menganggap bahwa segala usaha yang

telah dilakukan pada akhirnya

Tuhanlah yang menentukan.

Manungsa mung isa gawe pestha,

nanging Gusti kang gawe pesthi

‗manusia hanya bisa berencana, tetapi

Tuhanlah yang menentukan‘. Sikap

kepasrahan ini dikatakan oleh Kyai

Gunawicara kepada Bok Gunawicara

ketika dirinya sedang sekarat.

Kutipan di dalam Serat Durcara

Arja sebagai berikut.

Kyai sudagar celathu; bokne

thole, laraku kiyi ayake ora bisa

waras, atiku wis krasa arep

mati, dibecik saungkurku. Nyai

sudagar bareng dituturi sing

lanang mengkono banget kagete,

banjur nangis senggruk-

senggruk, calathune mengkene:

gèk kapriye, bapakne thole, nèk

aku sida kotinggal, wis ora

ngemong anak, kowe ora ana,

angur aku andhisikana.Wong

dituturi kok nangis, lara pati

kuwi: rak ora kena dijaluk,

kabeh kabeh wus karsa

Allah….(Padmasoesastra dan D.

F. Van Der Pant, 1921) Terjemahan

―Kyai saudagar berkata: ibunya

anak-anak, sakitku ini agaknya

tidak bisa sembuh, perasaanku

sudah terasa akan mati, dibaik-

baiklah sepeninggalku. Nyai

saudagar setelah dinasihati

suaminya sangat terkejut, kemudian

menangis sesegukan, katanya

demikian: terus bagaimana pak,

kalau aku jadi kautinggalkan, sudah

tidak mengasuh anak, kamu tidak

ada, lebih baik aku mendahului.

Orang dinasihati kok menangis,

sakit kematian itu: kan tidak bisa

diminta, semuanya sudah menjadi

kehendak Allah…‖

Uraian di atas menjelaskan bahwa

manusia boleh saja berusaha dan

memang harus berusaha, tetapi pada

akhirnya Tuhanlah yang menentukan.

Kyai Gunawicara di dalam sakitnya

hanya bisa pasrah sumarah ‗berserah

diri‘ kepada kuasa Tuhan. Berpikir

dan bertindak didasari kepasrahan

kepada kehendak Tuhan dianggap

dapat memberikan keseimbangan dan

kestabilan bahkan dapat menciptakan

kehidupan dan penghubung dengan

kuasa Tuhan. Endraswara menyebut

dengan kawula lan Gusti ‗hamba dan

Tuhan‘ (Endraswara, 2016: 223). Hal

ini menjadi sebuah sebuah kewajiban

moral manusia untuk selalu

menyerahkan diri secara total sebagai

kawula ‗hamba‘ kepada Gusti ‗Sang

Pencipta‘. Ketika Tuhan sudah

berkehendak maka siapapun tidak bisa

menolaknya.

Orang Jawa dalam menjalani

hidup akan selalu optimis, penuh

dengan greget „semangat‘, dan

tanggung jawab. Namun, ketika yang

diharapkan tidak sesuai dengan

kenyataan orang Jawa menganggap

hal itu sebagai garising pepesthen

‗kehendak Tuhan‘ yang harus diterima

dengan iklas dan penuh kepasrahan.

Page 8: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

160 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

Ngalah luhur wekasane ‘mengalah

mulia pada akhirnya’

Sikap ngalah luhur wekasane

‗mengalah mulia pada akhirnya‘.

Mengalah bukan berarti kalah.

Mengalah adalah senjata orang Jawa

untuk mencapai kebahagiaan. Sikap

ngalah luhur wekasane memberikan

gambaran bahwa untuk mencapai

kebahagiaan harus dicapai dengan

laku prihatin. Prihatin adalah sikap

hidup yang penuh optimisme dengan

berbagai laku di dalam hidup manusia

(Endraswara, 2017: 80). Sikap hidup

orang Jawa yang diwarisi dari

leluhurnya juga menjelma di dalam

laku dan usaha untuk mencapai

keselamatan dan kesejahteraan hidup.

Sikap hidup yang demikian itu tampak

dan diwujudkan sebagai sikap

„prihatin‟, yang intinya sikap hidup

yang sederhana tidak berfoya-foya

menghamburkan waktu, uang atau

melampiaskan hawa nafsu untuk

mendapatkan kenikmatan semu yang

sementara saja. Sikap prihatin tersebut

dapat dijumpai dalam serat Durcara

Arja. Adapun kutipannya sebagai

berikut:

“……sapatine sing lanang ora bisa

tentrem atine, marilaku dagang,

nyambut gawe liyane iya ora,

kasengsem maca layang layang

piwulang anggitane para bisa, lan

anderes Kur‟an tuwin kitab-kitab

tetinggalane sing lanang, awit

mung kuwi sing bisa nglalekake

prihatine……” (Padmasoesastra

dan D. F. Van Der Pant, 1921)

Terjemahan:

―…..sepeninggalnya yang laki

(suaminya) tidak bisa tenteram

hatinya, berhenti berdagang,

bekerja yang lain tidak bisa, tertarik

membaca surat-surat ajaran

karangan para ahli, serta membaca

Al-Quran serta kitab-kitab

peninggalan suaminya, karena

hanya itu yang bisa melupakan

kepedihan hatinya……‖

Kutipan cerita di atas menunjukkan

sikap hidup ngalah luhur wekasane

dengan laku prihatin dari Bok randha

Gunawicara sepeninggal suaminya.

Setiap hari yang dikerjakan Mbok

Randha adalah membaca kitab-kitab

piwulang karya orang-orang pandai

dan membaca alqur‘an. Dengan

membaca buku-buku maka wawasan

Mbok Gunawicara semakin luas.

Sikap tersebut menunjukkan bahwa

meskipun sedih karena ditinggal mati

oleh suaminya namun kesedihan itu

tidak sampai berlarut-larut. Sikap

Mbok Gunawicara tersebut dapat

dimaknai sebagai sikap ngalah

‗mengalah‘. Sikap iklas dan selalu

berusaha tegar melalui kegiatan

membaca untuk menambah wawasan

dapat dimaknai sebagai laku prihatin

dalam usaha menempa diri.

Pengetahuan yang didapat kemudian

dipraktikkan oleh Mbok Gunawicara.

Pada akhirnya menghantarkan Mbok

Gunawicara menjadi orang yang tinggi

kedudukannya.

Eling lan Waspada ‘ingat dan

waspada’

Eling „ingat‘ akan mengingatkan

bahwa di dalam kehidupan manusia di

Page 9: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

Berpikir Positif Orang Jawa dalam Serat Durcara Arja... (Nugroho dan Fikri) 161

dunia itu ada yang mengatur yaitu

Tuhan.(Endraswara, 2017: 80). Eling

‟ingat‘ dan waspada merupakan sikap

hidup orang Jawa ketika menghadapi

persoalan. Segala persoalan yang

ditemui dalam kehidupan harus

dihadapi. Sikap tinggal gelanggang

colong pelayu „lari dari masalah‘

merupakan perbuatan yang dianggap

hina. Eling ‗ingat‘ adalah sikap orang

Jawa yang selalu sadar diri dan sadar

hati, mempertimbangkan olah rasa

dengan menggalih ‗berpikir jernih‘. Di

dalam berpikir dan bertindak orang

Jawa tidak grusa grusu ‗tergesa-gesa,

sembrono‘ dan hantam krama.

Waspada merupakan sikap untuk

selalu hati hati dalam bertindak. Orang

Jawa selalu menimbang untung

ruginya bahkan seandainya harus

rugipun tetap dijalani tetapi tujuan

utama tetap dapat terlaksana. Berpikir

positif dengan selalu eling lan

waspada ‗hati-hati dan penuh

kewaspadaan‘ menjadi sikap yang

dijunjung tinggi oleh masarakat Jawa

terlebih ketika menghadapi masalah

yang rumit dan membahayakan. Hal

ini dialami oleh Mbok Gunawicara di

dalam Serat Durcara Arja ketika

menghadapi persoalan yang berat.

Diceritakan ketika Mbok Gunawicara

harus menghadapi kemarahan dari

Kyai Surawacana. Mbok Gunawicara

dengan tenang namun tetap menjaga

kewaspadaan. Dengan berpikir,

bertindak dengan tenang, selalu eling

lan waspada pada akhirnya kemarahan

Kyai Surawacana dapat mereda.

Adapun kutipan di dalam Serat

Durcara Arja sebagai berikut.

Nyai Randha dhek semana lagi

ambeneri ana ing gandhok,

linggih klasa pasir ana

ngamben, nunggoni bature sing

padha olah olah. Krungu latare

ana wong celuk-celuk,nanggo

ujar-ujari ala bab unining

layang kang dipasang ana ing

lawange, osiking atine

mangkene: wong celuk-celuk

karo nesu kae, ayake dudu wong

sembarangan, utawa wong

bodho, mesthi wong Inter

……………….Nyai Randha nuli

metu mapagake Kyai

Surawacana, bareng ketemu

banjur mendhak, sumeh ulate,

andhap asor solahe, lan

memelas tembunge, celathune

mangkene: kula nuwun angger

bendara, kula nyuwun

pangapunten ingkang ageng,

kalilanana kula gadhah atur ing

sampeyan, nyuwun pitaken

menapa ingkang dados

kalepatan kula, dene sampeyan

ngantos duka ingkang

sakalangkung ageng….

(Padmasoesastra dan D. F. Van

Der Pant, 1921)

Terjemahan:

―Nyai Janda pada waktu itu

kebetulan ada di gandhok, duduk

tikar pasir di tempat tidur,

menunggu pelayan yang sedang

memasah. Mendengar di

halaman ada orang memanggil-

manggil, dengan mencaci maki

tentang isi surat yang dipasang

di pintu, hati kecilnya berkata:

orang memanggil-manggil

sambil marah itu agaknya bukan

Page 10: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

162 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

orang sembarangan, atau orang

bodoh, pasti orang yang

pandai…….Nyai Randha

kemudian keluar menyambut

Kyai Surawacana, setelah

berhadapan kemudian

membungkuk, ceria parasnya,

rendah hati tingkahnya dan

seraya meminta belas kasihan

kata-katanya. Katanya demikian:

permisi angger bendara, saya

minta maaf sebesar-besarnya,

ijinkanlah saya berbicara kepada

anda, perkenankan saya

bertanya, apa yang menjadi

kesalahan saya sehingga anda

sampai marah begitu besar…‖

Kutipan di atas menjelaskan bahwa

dengan pemikiran yang diliputi sikap

eling lan waspada ‗hati-hati dan

selalu waspada‘ Nyai Gunawicara

akhirnya dapat melilihkan amarah dari

Kyai Surawacana.

Sikap eling ‗ingat‘ dan waspada

adalah berfikir, berucap, bersikap,

bertindak, berbuat dalam interaksi

dengan sesama manusia, seluruh

makhluk, dan lingkungan alam dengan

sikap keluhuran budi, arif dan

bijaksana.

Sabar narima ‘sabar menerima’

Sabar adalah sikap dasar dalam

menerima sesuatu. Kesabaran akan

menghantarkan hidup manusia ke arah

kedamaian (Endraswara, 2017: 80).

Kata sabar artinya tidak mudah

marah. Ungkapan sing jembar

segarane mengandung makna bahwa

setiap kejadian yang dialami oleh

orang Jawa tentu akan dipenggalih

‗dipikirkan‘ secara dalam. Dalam

mengambil keputusan tidak grusa

grusu „tergesa-gesa, sembrono‟.

Digelar digulung, diunggahke

diudhukke adalah merupakan

ungkapan batin orang orang Jawa.

Orang Jawa dalam bertindak selalu

ditimbang baik dan buruknya supaya

nanti dalam mengambil keputusanpun

akan mendapatkan hasil terbaik.

Kisah Kyai Surawacana yang

mengumpat, memarahi Mbok

Gunawicara karena merasa uang yang

disimpan ditongkat telah dicuri oleh

Mbok Gunawicara. Tetapi dengan

kesabarannya, Mbok Gunawicara

akhirnya bisa menyelesaikan masalah

tersebut dengan baik. Kutiban di

dalam Serat Durcara Arja sebagai

berikut.

……….Bareng dibukak, temen yen

kothong, ora ana isine dhuwit, Kyai

Surawacana anjenger ora bisa

celathu, nyata kabilaen gedhe sak

penggawene nyai rondha julig,

enggal bali gegancangan, bingung

kaworan nepsu, sedyane arep

masesa menyang Nyai Gunawicara.

Satekane Nyai Gunawicara ketemu

linggih ana ing ngamben, kambi

maca layang, banjur ditudingi lan

diujar-ujari ala nganti kamisosolen,

calathune: heh gentho, kecu,

maling………………..Nyai

Gunawicara diuneni kaya

mengkono kuwe ora gugup, sareh

mangsuli lan ora basa, calathune

mengkene…… (Padmasoesastra dan

D. F. Van Der Pant, 1921)

Terjemahan:

―…….setelah dibuka, benar jika

kosong, tidak ada isinya uang,

Page 11: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

Berpikir Positif Orang Jawa dalam Serat Durcara Arja... (Nugroho dan Fikri) 163

Kyai Surawacana tertegun tidak

bisa bicara, nyata malapetaka

besar perbuatan Nyai Randha

licik, segera kembali bergegas,

bingung bercampur marah,

niatnya hendak menyiksa Nyai

Gunawicara. Setelah sampai,

Nyai Gunawicara sedang duduk

di tempat tidur, sambil membaca

surat, lalu ditunjuk-tunjuk dan

dimarah-marahi sampai

tergagap-gagap, katanya: heh

gentho, kecu, pencuri……Nyai

Gunawicara dimarahi demikian

itu tidak gugup, dengan sabar

menjawab dan tanpa hormat,

perkataannya demikian….‖

Kutipan di atas menunjukkan bahwa

Nyai Gunawicara dalam menghadapi

masalah selalu dengan kesabaran,

ketenangan. Dengan kesabaran,

manusia akan selamat dari

marabahaya dan penderitaan serta

mendapatkan anugerah dari Tuhan.

Sabar hendaknya jangan diartikan

sebagai sikap tidak berupaya untuk

mencapai sesuatu, namun harus

dimaknai sebagai upaya mendapatkan

sesuatu dengan cara yang benar,

artinya dengan kesabaran maka akan

mendatangkan ketentraman hati bagi

diri sendiri maupun orang lain.

Demikianlah sikap hidup dan

berpikir positif orang Jawa, sabar

dalam menerima setiap cobaan karena

dengan kesabaran akan mendapatkan

hikmah dan anugrah berupa

kebahagiaan dalam hidup.

Gusti Ora sare ‘Tuhan tidak Tidur’

Ungkapan Gusti ora sare terdiri atas

tiga kata: Gusti (Tuhan), ora (tidak)

dan sare (tidur). Dulu orang Jawa

sering memberi nasihat bahwa ketika

menginginkan sesuatu hendaklah

memohon kepada Tuhan. Tuhan

dipercaya sebagai yang Maha

Mengetahui, Maha Memberi dan

memiliki sifat yang tidak tidur.

Ungkapan Gusti ora sare ‗Tuhan tidak

tidur‘ menjadi dorongan bagi orang

Jawa dalam bertindak berlandaskan

keyakinan bahwa 1) sejauh mungkin

harus menghindari tindakan buruk

(karena Tuhan Maha Melihat), 2)

seseorang semakin bersemangat untuk

berbuat baik, karena didorong oleh

keyakinan bahwa Tuhan Maha

Melihat kebaikan sebagai kebaikan

walau kadang kadang mendapat

penilaian yang buruk dari orang lain

(Suratno, Pardi, 2006: 407).

Gusti ora sare ‗Tuhan tidak

tidur‘ mengandung makna yang

dalam. Segala peristiwa yang dialami

manusia baik yang mengenakkan atau

menyakitkan akan dirasakan sebagai

kehendak Tuhan. Harapan harapan

akan hal yang akan terjadi semua

diserahkan kepada Tuhan. Kisah Nyai

Gunawicara yang telah memperdaya

eyang putri dari seorang penguasa

hingga mengakibatkan kematian dari

eyang putri tersebut menyebabkan

kemarahan yang luar biyasa. Sultan

hendak membunuh Nyai Gunawicara

dan mengambil hatinya karena sultan

ingin melihat hati Gunawicara yang

telah sering kali memperdaya dan

membuat celaka orang. Namun Tuhan

Page 12: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

164 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

berkehendak lain. Tuhan masih

menginginkan Nyai Gunawicara

hidup. Pada akhirnya Nyai

Gunawicara tidak dibunuh dan

diampuni segala kesalahan-

kesalahannya.

Kutipannya di dalam Serat

Durcara Arja sebagai berikut.

“……anyekela si rondha musibat,

banjur diodhet-odhet wadhuke,

diwetokna jorang jaringane, atine

ingsun pundhut, arep ingsun

uningani, kaya apa rupane,

Pangandika dalem durung tutug

kesaru tekane Oliya/auliya jleg

tanpa sangkan, lan celathu ora

nganggo taha, Mangkene: tekaku

kiye, sultan, sepisan, anglayad

sedane eyangmu ratu sepuh, kang

wus tinakdir dening Allahutangala,

tinulis ing lokil makpule, seda

dening kowe, muga jinembarna ing

kubure, oleha marga padhang.

Kaping pindho, aku aweh pepeling

menyang kowe, aja nganti

anyidakake karepmu kaya sing wis

kok dhawuhake menyang si

Reksanegara …………….randha

Gunawicara iku wong suci, lan

wong kang ngestokake dhawuhing

Allah kang wis dipacak ana ing

kitab-kitab, anggone duwe laku

mengkono mau, ora pisan-pisan

saka murkaning budine, nanging

mung digawe nyatakake.

(Padmasoesastra dan D. F. Van Der

Pant, 1921)

Terjemahan:

―…..tangkaplah si Randha

musibat, lalu keluarkan isi

perutnya, semuanya, hatinya

saya ambil, akan saya lihat,

seperti apa wujudnya,

Perkataannya belum selesai

disusul datangnya pemuka

agama…Jleg tanpa tahu asalnya,

dan berkata tanpa basa-basi.

Demikian: kedatanganku ini

Sultan, pertama, melayat

meninggalnya nenekmu Ratu

sepuh, yang sudah ditakdirkan

oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,

ditulis di dalam lokil makpule

meninggal karena kamu, semoga

dilebarkan kuburnya,

mendapatkan jalan terang. Yang

kedua, saya member peringatan

kepada kamu, jangan sampai

melaksanakan niatmu seperti

yang sudah kamu perintahkan

kepada si

Reksanegara……..Randha

Gunawicara itu orang suci, dan

orang yang melaksanakan

perintah Allah seperti yang

sudah dimuat di dalam kitab-

kitab, disebabkan dari

perbuatannya itu, sekali-kali

bukan karena jelek budi

pekertinya, tetapi hanya dibuat

untuk member kesaksian‖

Dari kutipan diatas dapat dijelaskan

bahwa ketika Tuhan berkehendak

maka segalanya akan terjadi. Nyai

Gunawicara yang dinyatakan salah

oleh manusia tetapi ternyata dihadapan

Tuhan dianggap sebagai orang yang

suci. Karena kehendak Tuhan jugalah

Nyai Gunawicara terbebas dari

hukuman mati. Hal ini dikarenakan

Nyai Gunawicara telah menjalankan

perintah perintah yang tertulis di

dalam kitab. Ini adalah bukti dari

Tuhan Maha berkehendak. Tuhan

Page 13: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

Berpikir Positif Orang Jawa dalam Serat Durcara Arja... (Nugroho dan Fikri) 165

Maha Mengetahui; Gusti ora sare

‗Tuhan tidak tidur‘.

Berdasar dari kitab-kitab yang

dipelajari oleh Nyai Gunawicara

terdapat ajaran-ajaran yang dapat

menuntun manusia ke dalam

kemuliaan.

Kutipan di dalam Serat Durcara

Arja sebagai berikut:

“Mulane, mungguh ing manungsa

wajib anduweni kalakuwan kang

bisa andadekake kamulyaning

badan, kaya ta: 1: budi andhap

asor, 2: budi sabar lan narima, 3:

gelem ngalah basa sakecap, laku

satindak, 4: ulat sumeh tembung

manis, 5: ati rahayu sarta ora gawe

serik, utamane bisa ngenaki atining

wong sawiji-wiji, Kosok baline

kang agawe rusak mengkene: 1.

Panasbaran lumuh kaungkulan, 2:

dahwen panasten sarta darengke,

3: ora gelem ngalah basa sakecap,

laku satindak, 4: ulat nyenyengit

tembung kasar utawa wadhag, 5:

dhemen laku doracara angarah

meliking liyan…………”

(Padmasoesastra dan D. F. Van Der

Pant, 1921)

Terjemahan:

―Makanya kepada semua

manusia itu wajib memiliki

sesuatu yang menjadikan

kemuliaan badan sepeti: 1.

Watak andap asor, 2. Rasa sabar

dan menerima, 3. Mau mengalah

kata seucap , langkah sejangkah,

4. raut wajah menarik, kata-kata

manis, 5. hati suci tidak

membuat iri, bisa membuat

senang hati orang lain,

sebaliknya yang membikin rusak

adalah sebagai berikut: 1. panas

hati tidak mau mengalah, 2.

gampang marah dan iri dengki,

3. tidak mau mengalah barang

satu kata maupun satu langkah,

4. raut muka membikin tidak

suka, perkataan kasar, 5. suka

bertingkah tidak baik karena

menginginkan barang milik

orang lain..‖

Kutipan di atas menjelaskan bahwa

dengan berpikir positif serta dilandasi

perbuatan atau tindakan yang positif,

maka akan menjadi pribadi yang mulia

dan menjadikan orang lain tetap

memiliki harga diri. Rendah hati, sabar

dan ikhlas, berani mengalah, ramah

serta sopan, hati bersih, tidak ada rasa

iri, ucapannya mengenakkan orang

lain adalah ciri-ciri manusia Jawa.

Berpikir positif adalah ajaran

dan tindakan untuk selalu menerima

apapun yang menimpa diri dengan

positif untuk kemudian dipancarkan

kepada manusia lain dalam rangka

karyenak tyas sesami menjadikan

kebahagiaan bagi sesama manusia.

PENUTUP

Antropologi sastra adalah analisis

terhadap karya sastra yang di

dalamnya terkandung unsur-unsur

antropologi. Karya sastra menduduki

posisi dominan, sebaliknya unsur-

unsur antropologi sebagai pelengkap.

Analisis antropologi sastra

mengungkap berbagai hal seperti

kebiasaan masa lampau, cara

berpikir manusia ketika

menghadapi persoalan dalam

hidupnya, dan lain sebagainya.

Page 14: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

166 ALAYASASTRA, Volume 16, No. 2, November 2020

Kajian antropologi sastra

terhadap Serat Durcara Arja karya Ki

Padmasoesastra ini dikhususkan

terhadap sikap dalam berpikir positif

orang Jawa ketika menghadapi

persoalan dalam hidup. Hasil dari

penelitian terhadap Serat Durcara

Arja menunjukkan bahwa di dalam

setiap menghadapi permasalahan,

orang Jawa selalu dapat memetik

pelajaran dari peristiwa tersebut,

meskipun tidak mengenakkan.

Perilaku dan sikap tersebut merupakan

cara berpikir positif orang Jawa.

Cara berpikir positif orang Jawa

yang dapat dijumpai dalam Serat

Durcara Arja adalah: pasrah sumarah

‗berserah diri‘, ngalah luhur wekasane

‗mengalah mulia pada akhirnya‘, eling

lan waspada ‗hati-hati dan waspada‘,

sabar narima ‗sabar iklas menerima‘,

dan Gusti ora sare ‗Tuhan tidak tidur‘.

DAFTAR PUSTAKA

Adelia, W. (2011) Kehebatan Berpikir

Positif. Jakarta: Sinar Kejora.

Arifin, Z. (2011) Penelitian

Pendidikan: Metode dan

Paradigma Baru. Bandung: PT.

Remaja Rosdakarya.

Dakir (1984) Dasar-Dasar Psikologi

Umum. Yogyakarta: Fakultas

Psikologi UGM.

Dewantara, K. H. (2013) Ki Hajar

Dewantara Pemikiran,

Konsepsi, Keteladanan, Sikap

Merdeka Bagian II

(Kebudayaan). Yogyakarta:

UST Press.

Djirong, S. (2014) ‗Kajian

Antropologi sastra Cerita Rakyat

Datumuseng dan Maipa

Deapati‘, Sawerigading, 20(2),

p. 215—226. doi:

10.26499/sawer.v20i2.29.

Endraswara, S. (2015) Metodologi

Penelitian Antropologi Sastra.

Yogyakarta: Ombak.

Endraswara, S. (2016) Berpikir Positif

Orang Jawa. Yogyakarta:

Narasi.

Endraswara, S. (2017) Metode

Penelitian Antropologi Budaya:

Pengenalan, Pemahaman, dan

Penerapan. Yogyakarta:

Pascasarjana Universitas Negeri

Yogyakarta.

Haviland, W. A. (1984) Antropologi.

jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Keesing, R. (1992) Antropologi

Budaya: Suatu Perspektif

Kontemporer. Jakarta: Erlangga.

Koentjaraningrat (1990) Pengantar

Ilmu Antropologi. Jakarta: PT.

Rineka Cipta.

Moleong, J. L. (2006) Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:

PT. Remaja Rosdakarya.

Padmasoesastra dan D. F. Van Der

Pant (1921) Serat Durcara Arja.

Wèltrêphrèdhên: Bale Pustaka.

Peale, N. V. (2006) The Power of

Positive Thinking. Jakarta: MIC.

Ratna, N. K. (2011) ‗Antropologi

Sastra: Perkenalan Awal‘,

Metasastra, 4(2), pp. 150–159.

doi:

10.26610/metasastra.2011.v4i2.1

50-159.

Ratna, N. K. (2013) Teori, Metode,

dan Teknik Penelitian

Antropologi Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Page 15: BERPIKIR POSITIF ORANG JAWA DALAM SERAT DURCARA …

Berpikir Positif Orang Jawa dalam Serat Durcara Arja... (Nugroho dan Fikri) 167

Sisfiyah, Z. (2018) ‗Kajian

Antropologi Sastra Dalam Novel

Ranggalawe: Mendung di Langit

Majapahit Karya Gesta

Bayuadhy‘, PENTAS: Jurnal

Ilmiah Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia, 4(1), pp. 33–

40.

Soemanto, W. (1998) Psikologi

Pendidikan: Landasan Kerja

Pemimpin Pendidikan. Jakarta:

Rineka Cipta.

Sudikan, S. Y. (2007) Antropologi

Sastra. Surabaya: Unesa

University Press.

Suratno, Pardi, D. (2006) Kamus Jawa

Indonesia dan Mutiara Budaya

Jawa. Yogyakarta: Adi Wacana.

Wellek, R. dan A. W. (2016) Teori

Kesusastraan. Jakarta: PT.

Gramedia.

Widati, Sri, dkk. (2015) Ensiklopedi

Sastra Jawa. Yogyakarta: Balai

Bahasa Provinsi Daerah

Istimewa Yogyakarta.