dendeng ikan repaired)
TRANSCRIPT
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
1/21
Acara II
DENDENG IKAN
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Nama : Maria Rosalia
NIM : 09.70.0055
Kelompok A3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2011
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
2/21
1
1. PENDAHULUAN1.1.Latar BelakangIkan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau,
rasa maupun tekturnya. Tubuh ikan mempunyai kadar air yang tinggi (80%) dan pH tubuh
yang mendekati netral sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri
pembusuk atau mikkroorganisme yang lain. Daging ikan mengandung sedikit sekali tenunan
pengikat (tendon), sehingga mudah dicerna oleh enzim autolisis. Hasil pencernaan ini akan
menyebabkan daging menjadi sangat lunak sehingga menjadi media yang cocok untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Daging ikan banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang
sifatnya sangat mudah mengalami proses oksidasi. Oleh karena itu sering timbul bau tengik
pada tubuh ikan, terutama pada hasil olahan maupun awetan yang disimpan tanpa
menggunakan antioksidan. Pembusukan ikan dapat terjadi karena aktivitas enzim dalam
tubuh ikan itu sendiri, aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi lemak tubuh oleh O2
dari udara. Dengan demikian, ikan merupakan komoditi yang cepat busuk bahkan lebih cepat
bila dibandingkan dengan sumber protein hewani lainnya. (Shahidi & Botta, 1994). Dalam
praktikum ini, ikan yang digunakan adalah ikan tenggiri. Ikan tenggiri (Scomberomorus
commerson) adalah ikan laut yang termasuk dalam famili scombridae. Ukuran ikan tenggiri
dapat mencapai panjang 240 cm dengan berat 70 kg. Secara umum, warna ikan tenggiri
adalah perak keabu-abuan. Daging ikan yang berwarna putih menandakan sedikitnya
pembuluh darah dan pigmen (Hutagalung, 2007).
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata
rantai industri perikanan. Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan
kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekali
penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya
aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), sehingga ikan tetap baik sampai ke
tangan konsumen (Simpson, 1998). Tanpa adanya kedua proses tersebut, peningkatan
produksi ikan yang telah dicapai selama ini akan sia-sia, karena tidak semua produk
perikanan dapat dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik (Syarief & Halid, 1993).
Ada bermacam-macam pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman,
pengeringan, pemindangan, pengasapan, peragian, dan pendinginan ikan (Margono et al.,
2000). Dendeng merupakan hasil kombinasi antara curing daging dan pengeringan. Proses
curing bertujuan mengawetkan, mempersiapkan daging pada penggunaan berikutnya,
menghambat pertumbuhan mikroba, serta untuk menimbulkan rasa dan flavor yang enak
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
3/21
2
(Astawan & Astawan, 1988). Dalam praktikum ini, tidak dilakukan variasi perlakuan pada
bumbu curing dan proses penggorengan dendeng. Perbedaan perlakuan ada pada variasi lama
perendaman dalam larutan curing dan lama pengeringan di humidifier. Sedangkan parameter
penilaian yang dilakukan meliputi warna, tekstur, aroma, rasa dan kekerasan (dengan Texture
Anayzer).
1.2.TujuanPraktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan dendeng ikan, proses-proses yang
terjadi selama pembuatan dendeng ikan, dan pengaruh lama waktu curing terhadap sifat fisik
dan sensori dendeng ikan.
1.3.ManfaatAdapun manfaat dari praktikum ini adalah dapat memperpanjang umur simpan ikan tengiri
dengan jalan menghambat pertumbuhan mikroba, sekaligus menimbulkan rasa dan flavor
yang enak dari bumbu-bumbu yang digunakan dalam proses curing.
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
4/21
3
2. MATERI DAN METODE2.1.MATERI2.1.1. AlatAlat alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah neraca, dehumidifier, deep fat
fryer, pisau, talenan, cobek, ulekan, panci, baskom, pengaduk kayu, kompor, plastik, sendok,
tray, dan texture analyzer.
2.1.2. BahanBahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain adalahfilletikan tengiri 250 gr,
gula jawa 100 gr, asam jawa 10 gr, bawang merah 12,5 gr, bawang putih 25 gr, bubuk
ketumbar 5 gr, lengkuas 7,5 gr, garam 10 gr, air 250 ml, dan minyak goreng.
2.2.METODE2.2.1. Pembuatan Dendeng Ikan
Ikan difillet ( 250 gr)
Bahan curing dimasukkan
Direndam larutan curing :
Kelompok 1 & 2 : 16 jam
Kelompok 3 & 4 : 17 jam
Kelompok 5 : 18 jam
Dikeringkan di dehumidifier :
Kelompok 1 & 2 : 5 jam
Kelompok 3 & 4 : 5,5 jam
Kelompok 5 : 6 jam
Digoreng di deep fat fryer
Dipanaskan sampai
mendidih dan mengental
Bahan curing :
Gula Jawa 100 gr
Asam Jawa 10 gr
Bawang Merah 12,5 gr
Bawang Putih 25 gr
Bubuk Ketumbar 5 gr
Lengkuas 7,5 gr
Garam 10 gr
Air 250 ml
Diamati : Sensori dan TA (Texture Analyzer)
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
5/21
4
3. HASIL PENGAMATAN3.1.Hasil Pengujian Sensori pada Dendeng IkanHasil pengujian sensori terhadap pembuatan dendeng ikan tengiri dapat dilihat pada Tabel.1
Tabel 1. Hasil Pengujian Sensori pada Dendeng Ikan
Kel Lama
Perendaman
Lama
Pengeringan
Warna Tekstur Aroma Rasa
A1 16 jam 5 jam + + + + + + + + + + +
A2 16 jam 5 jam + + + + + + + + + + + + + +
A3 17 jam 5,5 jam + + + + + + + + + + + + +
A4 17 jam 5,5 jam + + + + + + + + + + + +
A5 18 jam 6 jam + + + + + + + + + +Warna Tekstur Aroma Rasa
+ : sangat pucat + : sangat lembek + : sangat tidak tajam + : sangat lemah++ : coklat pucat ++ : lembek ++ : tidak tajam ++ : lemah
+++ : agak coklat +++ : agak liat +++ : agak tajam +++ : agak kuat
++++ : coklat ++++ : liat ++++ : tajam ++++ : kuat+++++ : sangat coklat +++++ : sangat liat +++++ : sangat tajam +++++ : sangat kuat
Dari Tabel 1, diperoleh bahwa warna yang paling coklat diperoleh pada lama perendaman
dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2), sedangkan warna
paling pucat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama18 jam dan
pengeringan selama 6 jam (A5). Pada pengamatan tekstur diperoleh, bahwa tekstur paling
lunak pada lama perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5
jam (A4), sedangkan tekstur paling liat pada lama perendaman dalam larutan curing
selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A3). Pada pengamatan aroma, diperoleh hasil
bahwa aroma paling tajam diperoleh pada pada lama perendaman dalam larutan curing
selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan aroma paling tidak tajam,
diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama
5 jam (A2). Pada pengamatan rasa, diperoleh hasil bahwa rasa paling kuat diperoleh pada
lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2),
sedangkan rasa paling lemah diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama18
jam dan pengeringan selama 6 jam (A5).
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
6/21
5
3.2.Hasil Pengujian Texture Analyzer pada Dendeng IkanHasil pengujian Texture Analyzerterhadap pembuatan dendeng ikan tengiri dapat dilihat pada
Tabel.2
Tabel 2. Hasil Pengujian Texture Analyzerpada Dendeng Ikan
Kel Lama
Perendaman
Lama
Pengeringan
Hardness
(gf)
Chewiness
(kgf.mm)
Adhesiveness
(kgf.mm)
A1 16 jam 5 jam 413,62
1362,8
761,07
2,5957
8,6841
2,0107
0,002
-0,012
0,002
A2 16 jam 5 jam 1010,0
2134,4
4606,7
6,9747
12,615
10,316
-0,009
-0,006
0
A3 17 jam 5,5 jam 2360,27351,5
7121,4
0,3149821,102
26,404
-0,059-0,0343
0
A4 17 jam 5,5 jam 585,21
1173,3
1072,3
0,20229
2,7061
2,1936
-0,002
0,0036
-0,001
A5 18 jam 6 jam 7301,5
3348,1
5191,2
47,870
17,713
8,3092
0,168
-0,054
-0,229
Dari Tabel 2, diperoleh bahwa nilai rata-rata hardness tertinggi diperoleh pada perlakuanperendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A3),
sedangkan nilai rata-rata hardness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman dalam
larutan curing selama 16 jam dan lama pengeringan selama 5 jam (A1). Pada pengamatan
chewiness, diperoleh bahwa nilai rata-rata chewiness tertinggi diperoleh pada perlakuan
perendaman dalam larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6 jam (A5),
sedangkan nilai rata-rata chewiness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman dalam
larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A4). Pada pengamatan
adhesiveness, diperoleh bahwa nilai rata-rata adhesiveness tertinggi diperoleh pada perlakuan
perendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A4),
sedangkan nilai rata-rata adhesiveness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman dalam
larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6 jam (A5).
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
7/21
6
4. PEMBAHASANIkan segar adalah ikan yang masih mempunyai sifat sama seperti ikan hidup, baik rupa, bau,
rasa maupun tekturnya. Daging ikan segar mempunyai ciri-ciri daging kenyal, menandakan
rigor mortis masih berlangsung, daging dan bagian tubuh lain berbau segar, bila daging
ditekan dengan jari tidak tampak bekas lekukan, daging melekat kuat pada tulang, daging
perut utuh dan kenyal (Afrianto & Liviawaty, 1989). Tubuh ikan mempunyai kadar air yang
tinggi (80%) dan pH tubuh yang mendekati netral sehingga merupakan media yang baik
untuk pertumbuhan bakteri pembusuk atau mikkroorganisme yang lain. Dengan demikian,
ikan merupakan komoditi yang cepat busuk bahkan lebih cepat bila dibandingkan dengan
sumber protein hewani lainnya. Pembusukan ikan dapat terjadi karena aktivitas enzim dalam
tubuh ikan itu sendiri, aktivitas mikroorganisme, atau proses oksidasi lemak tubuh oleh O2
dari udara (Shahidi & Botta, 1994). Ikan yang mulai busuk, memiliki ciri-ciri; daging lunak,
menandakan rigor mortis telah selesai, daging dan bagian tubuh lain mulai berbau busuk, bila
ditekan dengan jari tampak bekas lekukan, daging lembek dan isi perut sering keluar, daging
berwarna kuning kemerah-merahan terutama di sekitar tulang punggung.
Dalam praktikum ini, bahan utama yang digunakan adalah ikan tenggiri. Menurut Saanin
(1994), Kottelat et al. (1993) dan Murniyati (2004), ikan tenggiri termasuk dalam ordo
Percomorphi, sub ordo Scombroidea, famili Scombridae dan genus Scomberomorus. Ciri-ciri
morfologi ikan tenggiri yaitu bentuk badan memanjang, gepeng, memiliki gigi-gigi pada
rahang lancip, kuat dan gepeng. Tapisan insang (2-4) + (8-12) pada busur insang pertama.
Sirip punggung pertama berjari-jari keras 15-17 dan yang kedua berjari-jari lemah 16, diikuti
9 jari-jari sirip tambahan. Sirip dubur berjari-jari lemah 18-20 dan diikuti 9 jari-jari sirip
tambahan. Garis rusuk hampir lurus sampai di bawah sirip punggung kedua, kemudian
berkelok-kelok sampai dibawah sirip punggung kedua, kemudian berkelok-kelok sampai
dengan batang ekor. Ikan tenggiri termasuk ikan buas, karnivora dan predator. Hidup
menyendiri atau membentuk gerombolan kecil di perairan pantai dan lepas pantai. Ikan
tenggiri dapat mencapai panjang 90 cm dan umumnya memiliki panjang 50-70 cm. Tubuh
ikan tenggiri bagian atas berwarna abu-abu kebiruan dan bagian bawah putih-keperakan.
Pada bagian atas sampai dengan pertengahan badan terdapat beberapa strip berupa garis-garis
putus berwarna hitam sepanjang badan. Sirip-siripnya berwarna kuning kemerahan kecuali
strip punggungnya dimana jari-jari kerasnya berwarna putih keabuan (Kottelat et al. 1993).
Berikut gambar ikan tenggiri yang digunakan dalam praktikum ini :
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
8/21
7
Sumber : (Balai Riset Perikanan Laut, 2004)
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata
rantai industri perikanan. Pengolahan dan pengawetan bertujuan mempertahankan mutu dan
kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau menghentikan sama sekalipenyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun penyebab kerusakan ikan (misalnya
aktivitas enzim, mikroorganisme, atau oksidasi oksigen), sehingga ikan tetap baik sampai ke
tangan konsumen (Simpson, 1998). Salah satu faktor penting yang harus diperhatikan di
dalam pengawetan ikan dan hasil-hasil perikanan lainnya adalah kadar air (moisture) dalam
daging ikan. Kadar air ini sangat berpengaruh dalam proses pembusukan. Dengan penyusutan
atau habisnya kadar air, bakteri pembusuk tidak aktif lagi. Pengeringan merupakan salah satu
cara pengawetan yang paling mudah dan murah (Moeljanto, 1992). Ada bermacam-macam
pengawetan ikan, antara lain dengan cara: penggaraman, pengeringan, pemindangan,
perasapan, peragian, dan pendinginan ikan (Margono et al., 2000). Proses pengawetan yang
dipraktekkan dalam praktikum ini adalah pembuatan dendeng ikan yang mengkombinasikan
proses curing dan pengeringan. Dendeng ikan adalah jenis makanan awetan yang dibuat
dengan cara pengeringan dengan menambah garam, gula, dan bahan lain untuk memperoleh
rasa yang diinginkan (Margono et al., 2000). Dendeng memiliki rasa dan aroma yang khas,
dan mengandung gizi hewani terutama protein dan lemak (Fachruddin, 1997).
Dalam praktikum ini, tidak dilakukan variasi perlakuan pada bumbu curing dan proses
penggorengan dendeng. Perbedaan perlakuan ada pada variasi lama perendaman dalam
larutan curing dan lama pengeringan di humidifier. Sedangkan parameter penilaian yang
dilakukan meliputi warna, tekstur, aroma, rasa dan kekerasan (dengan Texture Anayzer).
Pertama-tama yang dilakukan dalam praktikum ini adalah persiapan bahan melalui
pemfiletan ikan tenggiri, yaitu proses pemisahan daging tenggiri setebal 3 mm dari kulit,
tulang dan duri yang menempel sebanyak 250 gr. Hal ini sesuai pendapat Anonim (2003),
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
9/21
8
dimana proses persiapan dendeng ikan meliputi pemilihan daging dan pembersihan dari
kotoran dan lapisan lemak maupun urat. Pengirisan juga bertujuan memperluas permukaan
daging sehingga pengeringan akan berlangsung lebih cepat. Selanjutnya adalah tahap
persiapan bumbu.
Bumbu yang digunakan dalam bahan curing meliputi gula jawa 100 gr, asam jawa 10 gr,
bawang merah 12,5 gr, bawang putih 25 gr, bubuk ketumbar 5 gr, lengkuas 7,5 gr, garam 10
gr. Menurut Anonim (2003) dan Fachruddin (1997), garam selain sebagai pemberi cita rasa,
garam juga dapat berfungsi sebagai pengawet, karena garam bersifat osmotis, sehingga
mampu menarik air keluar dari jaringan, sehingga aktivitas air dalam bahan dapat berkurang.
Afrianto & Liviawaty (1989) juga menambahkan bahwa garam dapat berfungsi menghambat
atau menghentikan sama sekali reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat di dalam
tubuh ikan. Garam menyerap cairan tubuh ikan sehingga proses metabolisme bakteri
terganggu karena kekurangan cairan. Desrosier & Desrosier (1977), menyatakan bahwa
garam memiliki aktivitas antimikroorganisme yang meliputi : (1) Menurunkan Aw, sehingga
mikroba yang bisa hidup dengan Aw rendah saja yang bisa tetap hidup. (2) Menurunkan
kelarutan oksigen, sehingga mikroba yang aerob tidak akan bisa tahan hidup lagi. (3) Di
dalam sel mikroorganisme, garam akan mengganggu keseimbangan ionik sel karena terjadi
peningkatan proton di dalam sel dan sel harus mengeluarkan banyak energi untuk
mengkompensasi aliran proton sehingga pertumbuhan sel terhambat bahkan mati.
Selanjutnya adalah penggunaan gula jawa, gula jawa berfungsi melembutkan produk,
menurunkan aktivitas air, memberikan rasa dan aroma, juga akan mengimbangi atau
mengurangi rasa asin yang berlebihan (Anonim, 2003 dan Fachruddin, 1997). Gula
digunakan karena sifat dari gula yang higroskopis, mempunyai rasa manis. Bila dibandingkan
tingkatan rasa manis gula atau sukrosa lebih tinggi dari glukosa, maltosa dan galaktosa,
laktosa dan fruktosa. Sehingga dengan adanya gula dalam bahan pangan dapat meningkatkan
cita rasa pada bahan pangan (Gaman & Sherington, 1994). Larutan gula memiliki tekanan
osmotik yang tinggi dan dapat mengeluarkan kandungan air dari dalam sel mikroba atau
mencegah difusi air menuju sel, sehingga dapat digunakan sebagai pengawet. Konsentrasi
kritis gula dalam air untuk mencegah pertumbuhan mikrobia berbeda-beda, tergantung dari
jenis mikroorganisme dan keberadaan komponen-bahan pangan lainnya. Biasanya, larutan
sukrosa 70% dapat menghentikan pertumbuhan semua mikroba pada bahan pangan (Potter &
Hotchkiss, 1987). Bumbu berupa bawang merah, bawang putih, bubuk ketumbar, dan
lengkuas digolongkan sebagai rempah-rempah, dimana fungsi rempah-rempah adalah dapat
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
10/21
9
menambah aroma dan cita rasa. Sebagian dari rempah-rempah juga dapat menghambat
pertumbuhan jasad renik. Sedangkan asam jawa, mengandung senyawa asam apel, asam
sitrat, asam anggur, asam tartrat, asam suksinat, pektin dan gula invert. Kandungan gizi asam
jawa per 100 gr kalori yaitu 239 kal, protein 2,8 gr, lemak 0,6 gr, karbohidrat 62,5 gr, kalsium
74 mg, zat besi 0,6 gr, vitamin A 30 SI, vitamin B1 0,34 mg, vitamin C 2 mg, dan air 31,4 gr.
Bagian yang dapat dimakan dari asam jawa sebesar 48 % (Haryoto, 1998). Penambahan
vetsin dilakukan secara kondisional untuk meningkatkan rasa gurih dalam produk, namun
dalam praktikum ini tidak digunakan vetsin sebagai penambah cita rasa. Semua bumbu ini
kemudian dihaluskan dengan proses pengulegkan, tujuan dari proses pengulegkan
(penggilingan bumbu) ini, menurut Anonim (2003) adalah memudahkan pencampuran
bumbu hingga homogen dan memudahkan daging untuk dibentuk. Kemudian bumbu tersebut
dimasak bersama air hingga mendidih dan mengental, sehingga diperoleh larutan curing yang
lebih banyak dan encer.
Proses selanjutnya adalah perendaman fillet ikan di dalam larutan curing. Proses curing yang
kita lakukan dalam praktikum ini termasuk proses curing cara basah, sebab dilakukan dengan
cara merendam bahan dendeng dalam larutan bahan curing. Proses perendaman dalam larutan
curing bertujuan mengawetkan, mempersiapkan daging pada penggunaan berikutnya,
menghambat pertumbuhan mikroba, serta untuk menimbulkan rasa dan flavor yang enak
(Astawan & Astawan, 1988). Fachruddin (1997) menambahkan, bahwa perendaman juga
bertujuan agar bumbu lebih meresap ke dalam daging, sehingga aroma dan rasa yang
dihasilkan lebih terasa. Bumbu yang digunakan juga akan menyebabkan warna dendeng
menjadi kecoklatan (Bille & Shemkai, 2006). Selama proses curing, terjadi gerakan osmotik.
Bahan-bahan curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap
ke dalam daging. Curing akan berhasil baik jika penyebaran bahan curing berlangsung lebih
cepat daripada pertumbuhan bakteri pembusuk. Karenanya, proses curing tidak boleh terlalu
lama (Fachruddin, 1997). Proses curing juga dilakukan pada beberapa bahan sebagai
perlakuan pendahuluan pada daging segar sebelum proses pengawetan selanjutnya dilakukan,
seperti pada pembuatan daging korned (corned beef), daging asap (smoked ham), dendeng
(dried meat), sosis, dan lain-lain (Astawan & Astawan, 1988). Dalam praktikum ini variasi
lama perendaman adalah pada kelompok A1 dan A2 selama 16 jam, kelompok A3 dan A4
selama 17 jam, sedangkan A5 selama 18 jam.
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
11/21
10
Kemudian setelah direndam dalam larutan curing sesuai waktu yang ditentukan, daging
tersebut kemudian dikeringkan di humidifier, dengan variasi pengeringan yaitu pada
kelompok A1 dan A2 selama 5 jam, kelompok A3 dan A4 selama 5,5 jam, dan pada
kelompok A5 selama 6 jam. Menurut Fachruddin (1997), pengeringan bertujuan mengurangi
kadar air dalam bahan sampai batas tertentu dengan cara menguapkan air dalam bahan
menggunakan energi panas. Fellows (1990), juga menyatakan bahwa pengeringan merupakan
suatu proses pengambilan air dari bahan pangan padat dengan menggunakan energi panas.
Biasanya, kandungan air bahan tersebut dikurangi sampai batas sehingga mikroorganisme
tidak dapat tumbuh lagi di dalamnya. Tujuan utama pengeringan yaitu untuk memperpanjang
umur simpan sebab pengeringan dapat mengurangi aw sehingga menghambat pertumbuhan
mikroorganisme dan aktivitas enzim. Dasar dari suatu pengeringan adalah proses difusi, di
mana perpindahan massa antara dua fase akan mengakibatkan terjadi pula perpindahan panas.
Prinsip kerja dari pengeringan (drying) adalah dengan mengalirkan udara panas ke seluruh
bagian pangan yang basah, lalu panas tersebut akan dialihkan ke bagian permukaan pangan,
sehingga panas laten penguapan akan menyebabkan air yang terkandung dalam pangan
tersebut menguap. Uap air yang dihasilkan akan terdifusi melalui lapisan tipis udara, dan
akan bergabung dengan udara bebas. Hal ini akan menyebabkan terbentuknya daerah pada
permukaan pangan yang memiliki tekanan uap air yang lebih rendah, dan gradien tekanan
uap air dari bagian dalam pangan yang lunak ke udara kering. Gradien inilah yang akan
memberikan tenaga penggerak (driving force) untuk memindahkan air dari bahan pangan
tersebut. Mekanisme pengeringan terjadi ketika udara panas dihembuskan pada makanan
basah. Kuantitas panas yang diperlukan dalam proses pengeringan terdiri atas panas untuk
memanaskan bahan yang dikeringkan hingga mencapai suhu pengeringan (panas sensibel),
panas yang diperlukan untuk proses pengeringan panas penguapan untuk mengubah cairan ke
fase uap (panas laten), dan panas yang hilang ke sekeliling. Panas dipindahkan ke permukaan
dan panas laten dari penguapan (vaporization) menyebabkan air menjadi uap air yang
menyebar melalui batas film udara dan dibawa oleh angin. Pengeringan dapat menurunkan
kualitas dan kandungan nutrisi. Selama pengeringan, dapat terjadi perubahan warna, tekstur,
aroma, dll, meskipun perubahan-perubahan tersebut dapat dibatasi seminimal mungkin
dengan jalan memberikan perlakuan pendahuluan terhadap bahan pangan yang akan
dikeringkan. Dengan mengurangi kadar airnya, bahan pangan mengandung senyawa
senyawa seperti protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral dalam konsentrasi yang
lebih tinggi, akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau
berkurang (Winarno, 1995). Keuntungan pengeringan adalah bahan menjadi lebih awet dan
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
12/21
11
volume bahan menjadi lebih kecil sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga menjadi berkurang sehingga memudahkan
transpor, dengan demikian diharapkan biaya produksi menjadi lebih murah (Potter &
Hotchkiss, 1996). Pengeringan dehumidifying, menurut Prasertsan, dkk (1997) adalah
pengeringan dengan menurunkan kelembaban udara pemanas sebelum disirkulasikan ke
dalam ruang pengering, sedangkan pengeringan feat recovering dengan menaikkan suhu
udara pemanas. Pengeringan dehumidifying sering disebut sebagai cara pengeringan pada
suhhu rendah, sedangkan heat recovering digunakan untuk pengeringan pada suhu tinggi.
Pengeringan sendiri akan mempengaruhi kualitas dendeng, di mana pengeringan dapat
menyebabkan warna dendeng menjadi merah kecoklatan dan tekstur dendeng menjadi agak
liat (Fachruddin, 1997). Penurunan kadar air akan menyebabkan senyawa-senyawa seperti
protein, karbohidrat, lemak, dan mineral-mineral ada dalam konsentrasi yang lebih tinggi,
akan tetapi vitamin-vitamin dan zat warna pada umumnya menjadi rusak atau berkurang
(Winarno, 1995). Pengeringan juga akan menyebabkan penurunan tingkat aroma (aroma
menjadi kurang tajam) karena adanya oksidasi pigmen, vitamin, dan lipid selama bahan
pangan dikeringkan (Fellows, 1990).
Selanjutnya adalah proses penggorengan deep fat fryer, penggorengan deep fat fryermenurut
Fellows (1990) adalah proses penggorengan dengan minyak melimpah, dan bahan pangan
terbenam di dalam minyak panas. Perpindahan panas ditransfer secara konveksi yaitu di
dalam minyak goreng dan juga terjadi perpindahan panas secara konduksi yaitu di dalam
bahan pangan itu sendiri. Bahan pangan yang cocok untuk metode ini adalah pisang, ayam,
daging, dan lain sebagainya. Keuntungannya yaitu lebih sukar terjadi oksidasi pada bahan
pangan dan panas lebih cepat merata. Namun memiliki kelemahan, yaitu uap air yang keluar
dari bahan tidak bisa keluar langsung ke udara bebas tapi terjebak di dalam minyak panas
sehingga menunjang terjadinya hidrolisis. Penggorengan merupakan suatu proses pengolahan
makanan yang digunakan untuk mengubah kualitas bahan pangan. Bahan pangan
ditempatkan dalam minyak panas, kemudian suhu permukaan akan meningkat dengan cepat
dan air menguap. Selanjutnya permukaan bahan menjadi kering dan terbentuk lapisan kulit.
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah
nilai kalori bahan pangan (Winarno, 1997). Proses penggorengan adalah cara pengolahan
yang cepat karena suhu yang digunakan tinggi. Suhu yang digunakan biasanya sekitar 180C
dan pemindahan panas dari lemak atau minyak ke dalam makanan berlangsung cepat.
Makanan yang digoreng mempunyai warna dan flavor yang khas dan dapat diterima oleh
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
13/21
12
hampir semua orang (Gaman & Sherrington, 1994). Penggorengan yang dilakukan dapat
menimbulkan berbagai akibat, antara lain: rasa gurih pada bahan pangan bertambah karena
ada minyak yang berikatan dengan bahan pangan, bahan pangan menjadi lebih kering
sehingga aw pada bahan pangan menjadi turun dan pertumbuhan mikroorganisme terhambat,
warna pada bahan mengalami perubahan karena terjadi perubahan komponen kompleks
menjadi komponen lebih sederhana yang berwarna hitam atau gelap, flavor bahan pangan
berubah (Winarno et al., 1980).
Setelah digoreng, kemudian dendeng dari tiap-tiap kelompok dikumpulkan dan diamati
secara sensori yang meliputi warna, tekstur, aroma dan rasa, serta pengujian hardness,
chewiness dan adhesiveness dengan menggunakan texture analyzer. Dari hasil pengamatan
sensoris, diperoleh hasil sebagai berikut, warna yang paling coklat diperoleh pada lama
perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2),
sedangkan warna paling pucat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing
selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5). Pada pengamatan tekstur diperoleh,
bahwa tekstur paling lunak pada lama perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan
pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan tekstur paling liat pada lama perendaman dalam
larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A3). Pada pengamatan aroma,
diperoleh hasil bahwa aroma paling tajam diperoleh pada pada lama perendaman dalam
larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan aroma paling
tidak tajam, diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan
pengeringan selama 5 jam (A2). Pada pengamatan rasa, diperoleh hasil bahwa rasa paling
kuat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan
selama 5 jam (A2), sedangkan rasa paling lemah diperoleh pada lama perendaman dalam
larutan curing selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5).
Pada pengamatan warna, warna dendeng yang dihasilkan rata-rata adalah coklat. Warna
cokelat tersebut timbul akibat terjadinya reaksi maillard dan browning. Reaksi Maillard
merupakan reaksi yang terjadi antara gugus-gugus asam amino dengan gula pereduksi,
sehingga menyebabkan timbulnya warna cokelat (Lees & Jackson, 1973). Sedangkan reaksi
browning yaitu reaksi antara gula (gula jawa) dan komponen cita rasa lainnya akibat adanya
panas atau suhu yang tinggi. Namun tidak terlihat jelas pengaruh lama perendaman ataupun
lama pengeringan yang dilakukan pada bahan terhadap warna yang dihasilkan, dimana,
warna yang paling coklat diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
14/21
13
jam dan pengeringan selama 5 jam (A2), sedangkan warna paling pucat diperoleh pada lama
perendaman dalam larutan curing selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5). Hal ini
tidak sesuai dengan pendapat Fachruddin (1997), bahwa warna dendeng menjadi coklat
disebabkan adanya proses perendaman sehingga semakin lama direndam maka semakin
coklat warna dendeng yang dihasilkan. Selain itu waran coklat pada dendeng disebabkan
adanya penggorengan. Proses penggorengan akan menyebabkan warna pada bahan
mengalami perubahan karena terjadi perubahan komponen kompleks menjadi komponen
lebih sederhana yang berwarna hitam atau gelap (Winarno et al., 1980). Perubahan warna
dendeng yang menjadi coklat sampai hitam juga disebabkan karena adanya reaksi antara
asam amino dari protein dengan gula pereduksi, disamping disebabkan pula oleh warna gula
yang digunakan (Winarno et al, 1980). Hal ini tidak sesuai dengan pustaka yang ada
disebabkan karena beberapa faktor diantaranya adalah ketebalan daging fillet yang tidak
sama antar kelompok, dimana daging fillet pada kelompok A5 lebih tebal dari kelompok A2,
sehingga dengan proses prendaman pada kelompok A2 yang relatif lebih singkat dari
kelompok A5, justru diperoleh dendeng dengan warna lebih cokelat, karena larutan curing
meresap dengan sempurna dibanding kelompok A5 yang memiliki daging fillet lebih tebal.
Hal ini sesuai dengan pendapat Aitken et al. (1982), dimana semakin tebal daging ikan,
proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat. Adapun perbedaan hasil yang
diperoleh dengan pustaka juga dapat disebabkan karena panas yang digunakan pada proses
deep fat fryertidak stabil, hal ini menurut Rumbay et al., (1985), akan menghasilkan produk
yang tidak seragam. Panas yang kurang akan menyebabkan dendeng tidak matang dengan
baik sedangkan panas yang terlalu tinggi akan menyebabkan dendeng cepat hitam/ gosong.
Sehingga warna dendeng yang diperoleh berbeda-beda dan tidak sesuai dengan pustaka yang
ada. Kesalahan lain yang dapat ditimbulkan adalah kesalahan pengamatan warna oleh
praktikan, dimana ketajaman pengamatan warna dipengaruhi oleh keterbatasan indra
penglihatan sehingga warna yang diamati menjadi kurang akurat.
Pada pengamatan tekstur, diperoleh hasil bahwa tekstur paling lunak pada lama perendaman
dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4), sedangkan tekstur
paling liat pada lama perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan
selama 5,5 jam (A3). Tekstur bahan sangat erat kaitannya dengan sifat fisiokimianya.
Pembentukan tekstur juga dipengaruhi oleh proses perendaman (Fachruddin, 1997). Menurut
Moeljanto (1992), selama perendaman terjadi penarikan air dari permukaan badan ikan dan
mengawetkan ikan sebelum tercapai tingkat kekeringan yang dapat menghambat atau
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
15/21
14
menghentikan kegitan-kegiatan mikroorganisme selama proses pengeringan berlangsung.
Selain itu pembentukan tekstur juga dipengaruhi oleh proses pengeringan (Fellows, 1990).
Sehingga seharusnya semakin lama waktu perendaman, dendeng yang dihasilkan semakin liat
karena semakin banyak bumbu curing yang diserap daging ikan begitu juga dengan lamanya
pengeringan, makin lama pengeringan, teksturnya semakin liat. Namun hasil yang diperoleh
tersebut tidak sesuai dengan pustaka yang ada karena seharusnya tekstur yang paling liat
diperoleh pada kelompok A5 dengan perendaman dan pengeringan paling lama. Hasil yang
tidak sesuai ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, yakni ketebalan daging fillet yang tidak
sama antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Sehingga lama perendaman
dan pengeringan yang bervariasi tidak memberikan hasil yang sama dengan pustaka yang
ada, karena dalam pustaka diasumsikan ketebalan ikan relatif sama. Selain itu pengamatan
secara sensori juga memiliki kelemahan, yakni keterbatasan pada indra yang digunakan oleh
praktikan, sehingga hasil yang diperoleh menjadi tidak akurat.
Selanjutnya adalah pengamatan aroma, menurut pustaka yang ada, aroma dendeng yang
dihasilkan diperngaruhi oleh tiga perlakuan yakni perendaman, pengeringan dan
penggorengan. Proses perendaman bertujuan agar bumbu lebih meresap ke dalam daging,
sehingga aroma dan rasa yang dihasilkan lebih terasa (Fachruddin, 1997). Selain itu aroma
berasal dari bumbu
bumbu yang ditambahkan dalam proses pembuatan dendeng tersebut,
misalnya gula yang berfungsi mengurangi rasa asin yang berlebihan, memberikan rasa lembut
pada produk, dan juga berpengaruh terhadap cita rasa, aroma dan warna produk dari produk
yang dihasilkan (Anonim, 2003). Menurut Winarno et al. (1980), proses penggorengan juga
membuat flavor bahan pangan berubah, karena selama penggorengan digunakan minyak
goreng yang dapat meningkatkan cita rasa. Proses pengeringan dapat menurunan tingkat
aroma (aroma menjadi kurang tajam). Hal ini disebabkan oleh oksidasi pigmen, vitamin, dan
lipid, selama masa penyimpanan. Laju perusakan pada aroma ini, ditentukan oleh suhu
penyimpanan, dan kadar air pada makanan. Perubahan pada aroma ini berkaitan erat dengan
perubahan pada rasa (Fellows, 1990). Sehingga dari pustaka tersebut seharusnya dendeng
dengan perendaman paling lama dan pengeringan paling sebentar yang menghasilkan
dendeng dengan aroma paling kuat (karena proses penggorengan yang dilakukan sama, maka
diasumsikan penggorengan tidak mempengaruhi aroma yang diperoleh). Dalam praktikum ini
diperoleh hasil pengamatan aroma adalah aroma paling tajam diperoleh pada pada lama
perendaman dalam larutan curing selama17 jam dan pengeringan selama 5,5 jam (A4),
sedangkan aroma paling tidak tajam, diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
16/21
15
selama16 jam dan pengeringan selama 5 jam (A2). Jika dibandingkan dengan pustaka, maka
dapat dikatakan bahwa hasil yang diperoleh cukup sesuai dengan pustaka yang ada, karena
kelompok A4, mendapat perlakuan perendaman yang cukup lama (17 jam), dengan waktu
pengeringan yang cukup singkat (5,5 jam). Sedangkan kelompok A2, adalah kelompok yang
mendapat perlakuan perendaman relatif singkat (16 jam) dengan lama pengeringan yang
relatif lama. Dimana sesuai yang telah dijelaskan sebelumnya, semakin lama perendaman,
maka aroma yang dihasilkan semakin tajam, sedangkan semakin lama pengeringan yang
diaplikasikan, maka aroma yang dihasilkan semakin tidak tajam.
Pengamatan selanjutnya adalah rasa, dimana menurut Fachruddin (1997), proses perendaman
bertujuan agar bumbu lebih meresap ke dalam daging, sehingga aroma dan rasa yang
dihasilkan lebih terasa. Sehingga proses perendaman adalah faktor yang paing berperan
dalam rasa yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa rasa paling kuat
diperoleh pada lama perendaman dalam larutan curing selama16 jam dan pengeringan selama
5 jam (A2), sedangkan rasa paling lemah diperoleh pada lama perendaman dalam larutan
curing selama18 jam dan pengeringan selama 6 jam (A5). Hasil yang diperoleh justru
berkebalikan dengan pustaka yang ada, seharusnya dendeng kelompok A5 memiliki rasa
paling kuat karena mengalami proses perendaman paling lama (18 jam), sedangkan dendeng
kelompok A2 seharusnya memiliki rasa yang paling tidak kuat. Hal ini dapat disebabkan
karena beberapa hal, salah satunya adalah perbedaan ketebalan daging fillet ikan yang
digunakan, karena ketajaman rasa yang dihasilkan pada dendeng ikan dipengaruhi oleh
ketebalan pengirisan daging ikan yang digunakan. Pengirisan bertujuan untuk memperluas
bagian ikan yang terkena oleh bumbu sehingga rasa maupun aroma bumbu lebih meresap
pada produk dendeng yang dihasikan (Anonim, 2003). Sehingga ada kemungkinan ketebalan
fillet daging kelompok A5 lebih tebal dibandingkan kelompok A2, sehingga hasil yang
diperoleh tidak sesuai pustaka. Berdasarkan data pengamatan pula, sebagian besar kelompok
menghasilkan dendeng yang masih berasa ikan, hal ini dapat disebabkan karena proses
perendaman yang dilakukan kurang lama.
Pengamatan terakhir adalah pengujian dendeng ikan dengan alat texture analyzer, llyod
texture analyzer merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk mengetes tekstur
makanan. Alat ini memiliki kapasitas gaya sebesar 500 N dan kecepatan sebesar 1-1000
mm/menit. Model dengan kapasitas gaya yang besar dapat diukur dengan menggunakan
single screw atau double screw, tergantung dari tingkat gaya yang diinginkan (Bourne, 2002).
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
17/21
16
Hardness merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur tingkat kekerasan suatu
bahan pangan, chewiness merupakan paramater yang digunakan untuk mengukur kekenyalan
suatu bahan pangan, adhesiveness adalah parameter untuk mengukur seberapa mudah suatu
bahan pangan (lengket) lepas dari sesaat setelah gigitan pertama (Belewu M. A., 2001). Dari
hasil pengamatan diperoleh hasil bahwa nilai rata-rata hardness tertinggi diperoleh pada
perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5
jam (A3), sedangkan nilai rata-rata hardness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman
dalam larutan curing selama 16 jam dan lama pengeringan selama 5 jam (A1). Pada
pengamatan chewiness, diperoleh bahwa nilai rata-rata chewiness tertinggi diperoleh pada
perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6
jam (A5), sedangkan nilai rata-rata chewiness terendah diperoleh pada perlakuan perendaman
dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan selama 5,5 jam (A4). Pada
pengamatan adhesiveness, diperoleh bahwa nilai rata-rata adhesiveness tertinggi diperoleh
pada perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 17 jam dan lama pengeringan
selama 5,5 jam (A4), sedangkan nilai rata-rata adhesiveness terendah diperoleh pada
perlakuan perendaman dalam larutan curing selama 18 jam dan lama pengeringan selama 6
jam (A5). Seharusnya semakin lama waktu perendaman, maka dendeng yang dihasilkan
semakin liat karena semakin banyak bumbu curing yang diserap daging ikan. Bahan-bahan
curing mampu menarik air keluar dari daging dan bahan-bahan curing meresap ke dalam
daging (Fachruddin, 1997). Karena air dalam daging ikan ditarik keluar oleh larutan curing
maka dagingnya menjadi semakin liat. Sehingga jika dikaitkan dengan ketiga parameter
tersebut, seharusnya hardness, memiliki hubungan yang berbanding terbalik dengan chewiness,
karena apabila dendeng semakin lunak maka akan terasa lebih kenyal. Seharusnya hardness
tertinggi dan chewiness terendah diperoleh pada kelompok A5 (dengan perendaman paling
lama dan pengeringan paling lama), sedangkan hardness terendah dan chewiness tertinggi
diperoleh pada kelompok A1/ A2 (dengan perendaman paling sedikit dan pengeringan paling
sedikit). Sedangkan untuk adhesiveness berhubungan dengan lama perendaman dengan
larutan bumbu curing (mengandung gula jawa). Gula jawa bersifat lengket sehingga akan
memberikan efek lengket pula pada dendeng yang dihasilkan ketika dilakukan penggorengan
karena terjadi karamelisasi. Sehingga semakin lama waktu perendaman maka gula semakin
meresap pada daging dan saat penggorengan terjadi reaksi karamelisasi yang semakin besar
dan produk yang dihasilkan semakin lengket. Namun pada hasil percobaan hasil tidak sesuai
dengan teori, karena adhesivenessnya memberikan nilai negatif. Perbedaan-perbedaan ini
dapat disebabkan karena ketebalan irisan daging yang berbeda-beda. Semakin tebal daging
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
18/21
17
ikan, maka proses penetrasi garam akan berjalan semakin lambat (Aitken et al., 1982). Jika
irisan daging tebal maka penetrasi larutan curing menjadi kurang, kadar air tidak banyak
berkurang dan gula yang terserap dalam daging berkurang. Sehingga hardness, chewiness,
dan adhesiveness yang terdeteksi oleh texture analyzermenjadi tidak akurat.
Jurnal ?????.
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
19/21
18
5. KESIMPULAN Ikan tenggiri dapat memiliki panjang 90 cm dan umumnya memiliki panjang 50-70 cm,
dengan ciri fisik kulit bagian atas berwarna abu-abu kebiruan dan bagian bawah putih-
keperakan.
Dendeng merupakan salah satu produk awetan daging yang mengkombinasikan proses
curing dan pengeringan.
Garam berfungsi untuk merangsang cita rasa, pengawet, dan menambah rasa enak pada
produk.
Gula berfungsi mengurangi rasa asin yang berlebihan dari proses curing, memberikan
rasa lembut pada produk, mengurangi terjadinya efek pengerasan, meningkatkan cita rasa
dan warna produk.
Rempah-rempah berfungsi untuk menambah aroma, cita rasa, menambah cita rasa,
memberikan daya awet.
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam bahan sampai batas
tertentu.
Semakin lama waktu perendaman, maka warna coklat dari dendeng yang dihasilkan juga
makin tua.
Semakin lama waktu perendaman, maka tekstur dendeng yang dihasilkan semakin liat,
aroma dendeng yang dihasilkan semakin tajam dan rasa dendeng yang dihasilkan juga
semakin kuat.
Semakin lama waktu perendaman, maka nilai hardness dendeng yang dihasilkan semakin
tinggi (liat), nilai adhesiveness yang dihasilkan semakin tinggi (lengket) dan nilai
chewiness dendeng yang dihasilkan semakin rendah (tidak kenyal).
Semakin lama waktu pengeringan yang diaplikasikan, maka tekstur dendeng yangdihasilkan semakin lunak, aroma dendeng yang dihasilkan semakin berkurang dan rasa
dendeng yang dihasilkan juga semakin lemah.
Semakin lama waktu pengeringan yang diaplikasikan, maka nilai hardness dendeng yangdihasilkan semakin rendah (lunak), nilai adhesiveness yang dihasilkan semakin tinggi
(lengket) dan nilai chewiness dendeng yang dihasilkan semakin tinggi (kenyal).
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
20/21
19
6. DAFTAR PUSTAKA
-
8/3/2019 Dendeng Ikan Repaired)
21/21
20
7. LAMPIRAN7.1.Laporan Sementara7.2.Jurnal Nasional7.3.Jurnal Internasional