draft buna bismilllah_final

Upload: buna-rizal

Post on 12-Jul-2015

2.894 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Bab ini berisi mengenai hal-hal umum yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.

1.1 Latar Belakang Ikan beserta sektor perikanan sedang mengalami krisis pada dimensi global. Tindakan yang telah diambil oleh pemerintah dan institusi lainnya seperti UN Fish Stock Agreement, the FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries, the Johannesburg Plan of Implementation of the World Summit on Sustainable Development and the Millennium Development Goals, telah kesulitan mengatasi krisis ini. Beberapa faktor yang terkait dengan konsumsi dan pola produksi yang tidak berkesinambungan (unsustainable consumption) telah mengakibatkan situasi ini. Halhal tersebut termasuk meningkatnya tingkat konsumsi, over fishing dan budidaya perikanan (aquaculture) yang tidak berkesinambungan, dan tidak lupa kontribusi polusi dan perubahan iklim. Berkurangnya stok ikan tangkap secara global yang menyangkut semua spesies telah mengakibatkan peningkatan yang signifikan dalam budidaya perikanan sebagai persediaan ikan dan produk-produk ikan. Budidaya perikanan diharapkan menyediakan setengah produksi total ikan dalam jangka waktu yang pendek tapi telah menjadi bagian dari masalah bukan solusi (UNEP,2009). Greenberg (2010) memaparkan bahwa kita memakan semakin banyak ikan setiap tahun, tidak hanya secara kolektif tetapi juga per kapita. Eksploitasi ikan tangkap secara berlebihan menyebabkan pengurangan jumlah ikan melebihi proses alami reproduksi ikan. Data FAO (2006) menunjukkan 75% spesies ikan dengan nilai komersial telah mengalami exploitasi yang berlebih (over-exploited) dan beberapa hampir punah. Sekitar 52% dari stok komersial telah dieksploitasi secara penuh (fully exploited), yakni jauh dari tingkat produksi keberlanjutan maksimum (MSY). Kemudian 25% berada pada kondisi buruk, 17 % mengalami eksploitasi berlebih, 7% telah hampir punah, dan hanya 1 % sedang diperbaiki dari1

kepunahan. Kompleksitas dari masalah yang terjadi tidak mungkin diselesaikan dengan pendekatan tunggal.

Gambar 1.1. Produksi perikanan laut:sepuluh spesies utama Sumber: FAO (2006)

Berdasarkan klasifikasi komoditi ikan tangkap, ikan pelagis adalah jenis ikan yang hidup dekat permukaan air laut, terdiri dari kelompok pelagis besar yang meliputi ikan tuna, cakalang, tenggiri, dan juga pelagis kecil seperti ikan kembung, ikan lemuru, ikan layang. Ikan pelagis kecil merupakan sumber daya neritik yang penyebarannya terutama di perairan dekat pantai, di daerah di mana terjadi proses kenaikan massa air (up welling) dan poorly behaved karena makanan utamanya adalah plankton sehingga kelimpahannya tergantung pada faktor lingkungan (Mallawa,2006).Sumberdaya ini dapat membentuk biomassa yang sangat besar. Di Indonesia sumberdaya ikan pelagis kecil merupakan salah satu sumberdaya perikanan yang paling melimpah (Merta dkk, 1998) dan paling banyak ditangkap untuk dijadikan konsumsi masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan. Penyebaran ikan pelagis merata di seluruh perairan Indonesia, salah satunya adalah di Perairan Selat Bali. Perairan Selat Bali berada di antara dua pulau yaitu Pulau Jawa (Propinsi Jawa Timur) dan Pulau Bali (Propinsi Bali). Pesatnya perkembangan eksploitasi sumberdaya perikanan pelagis di Perairan Selat Bali telah mengkhawatirkan terhadap kelestarian sumberdaya ikan dampaknya,bukan tidak mungkin telah terjadi overfishing di perairan ini. Overfishing pada sumberdaya perikanan dapat pula mengakibatkan penurunan stok sumberdaya perikanan

2

Produksi perikanan yang cukup besar di perairan Indonesia telah melahirkan berbagai industri pengolahan ikan di berbagai wilayah Indonesia, terutama disekitar pelabuhan perikanan. Pengelompokkan industri sejenis dan industri pendukungnya dalam suatu wilayah geografis tertentu atau sering diistilahkan dengan klaster industri. Industri perikanan untuk pemanfaatan sumber daya perikanan dibagi dalam beberapa kelompok kegiatan industri, yaitu industri penangkapan ikan (Fishing Industry), industri hasil perikanan (Fish Processing Industry), industri pemasaran produk laut , industri budidaya perikanan (UU Perikanan no 31 thn 2004). Klaster industri perikanan adalah pengelompokkan industri - industri tersebut dan industri pendukungnya pada suatu wilayah tertentu. Pengelompokkan industri atau klaster industri dapat terbentuk karena adanya sumber daya tertentu yang melimpah di suatu wilayah (Untari, 2005). Ketersediaan sumber daya ikan yang melimpah, yang didaratkan di pelabuhan akan memunculkan klaster industri perikanan di sekitar pelabuhan perikanan. Industri pengolahan ikan menggunakan ikan segar maupun ikan beku yang didaratkan di pelabuhan sebagai bahan baku utamanya. Pabrik atau industri yang bahan bakunya membutuhkan biaya besar untuk pemindahan material atau mudah rusak akan cenderung memilih lokasi industrinya disekitar sumber bahan baku (Wignjosoebroto, 1992). Maka, seringkali dijumpai industri pengolahan ikan disekitar pelabuhan perikanan. Klaster Muncar adalah salah satu pelabuhan perikanan terbesar di Jawa Timur yang berada di daerah Selat Bali. Daerah penangkapan para nelayan Muncar adalah perairan Selat Bali. Kawasan pelabuhan perikanan Muncar, kabupaten Banyuwangi memiliki sumberdaya ikan serta fasilitas pendukung yang cukup besar. Sumber daya ikan ini telah dimanfaatkan oleh para nelayan sejak dulu hingga sekarang. Selain itu peluang pengembangan industri perikanan di Banyuwangi sangat besar, mengingat pemanfaatan perairan yang dimiliki saat ini masih relatif rendah. Data dari kantor pelabuhan Muncar menyebutkan bahwa jumlah nelayan di Muncar 13,330 orang dan jumlah pekerja industri 5.811 orang. Kebutuhan klaster industri ikan di Muncar mencapai 88.000 ton/ tahun. Namun produksi ikan di PPP Muncar hanya 32.000 ton/tahun.Bisa dilihat terjadi kekurangan stok bahan baku ikan sampai 51.000 ton. Guna memenuhi defisit kebutuhan tersebut maka Muncar memperoleh pasokannya dari pelabuhan-pelabuhan lain seperti Puger Jember, Prigi Trenggalek, Lumajang, Situbondo, dan impor dari negara lain.3

Proses pendaratan ikan sampai kepada industri melalui sebuah rantai pasok (supply chain) yang melibatkan beberapa pihak. Pada setiap entitas rantai pasok, terjadi kenaikan harga akibat pertambahan nilai pada produk ikan. Semakin panjang rantai pasok maka akan membuat harga ikan semakin mahal yang diakibatkan oleh biaya handling dan transportasi. Kebijakan pembatasan jumlah tangkapan yang ditetapkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Bali dan DKP Jawa Timur membuat produksi ikan turun sehingga pasokan ikan dari luar Muncar harus ditambah karena industri berusaha untuk beroperasi pada kapasitas normal. Industri pengolahan ikan Muncar menggunakan ikan yang didaratkan di pelabuhan sebagai bahan baku industri. Industri pengolahan ikan di sekitar PPP Muncar berdasarkan besarnya kapasitas mengolah ikan segar menjadi produk jadi /setengah jadi dapat diklasifikasikan dalam dua kelompok, yaitu industri besar dan industri kecil. Termasuk dalam industri besar disini adalah industri pengalengan ikan, industri cold storage, industri penepungan dan minyak ikan, industri penghasil ikan beku (frozen fish/ es esan). Jenis industri yang saat ini beroperasi dan kapasitasnya disajikan dalam tabel 1.1. .Tabel. 1.1. Jenis industri yang beroperasi di Muncar (September 2009)

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Jenis Usaha Pengalengan Pemindangan Tepung Ikan Mesin Tepung Ikan Tradisional Petis Terasi es-esan Cold Storage Minyak Ikan

Jumlah Perusahaan 8 23 39 13 6 4 26 53 11

Kapasitas Produksi Per hari (kg) 160000 115000 1170000 65000 3000 400 130000 530000 26000

Sumber: Kantor Pengawas DKP Muncar,2010

Sumberdaya perikanan pelagis terdiri dari berbagai jenis tetapi yang dominan tertangkap oleh alat tangkap purse seine (pukat cincin) adalah ikan Lemuru (Balisardinella), Layang (Decapterus spp), Kembung (Rastrelliger kanagurta), Tongkol (Auxis spp) dan lain-lain4

(Zulbainarni,2008). Produksi Perikanan laut Muncar Kabupaten Banyuwangi

tahun 2009

didominasi oleh Ikan Lemuru yaitu sebesar 28.446.134 kg atau sebesar 86,77 persen dari total produksi dengan nilai Rp. 71.115.335.000,00. Kemudian ikan Layang 3,25 persen, ikan tongkol 3,14 persen dan sisa ikan lainnya 6,84 persen. Data produksi ikan muncar tertera dalam tabel 1.2Tabel 1.2 Data Produksi Ikan Muncar Tahun 2009

No. 1 2 3 4

Jenis Ikan Lemuru Tongkol Layang Lain-lain Total

Jumlah 28446134 1032177 1067070 2237616 32782997

Sumber: BPPPI Muncar,2010 (diolah)

Perubahan Iklim sangat berpengaruh pada produksi ikan di Muncar Banyuwangi. Sebelum tahun 2008, nelayan masih dapat memprediksi bulan-bulan dimana jumlah ikan paling banyak yaitu sekitar bulan Mei-Oktober, prediksi terebut sudah tidak berlaku. Cuaca yang semakin buruk menyebabkan nelayan dengan perahu kecil seperti jukung tidak bisa melaut karena resiko angin monsoon (Buchary, 2010). Kondisi ini diperburuk dengan berkurangnya masa panen ikan. Dengan perubahan iklim jangka waktu surplus ikan semakin berkurang. Beberapa nelayan di Puger, Muncar bahkan sudah tidak melaut sampai 8 bulan karena biaya melaut tidak sebanding dengan ikan hasil tangkapan. Berkurangnya volume ikan ini tentu berpengaruh dalam rantai pasok perikanan tangkap. Industri perikanan harus mengambil inisiatif lain guna tetap bertahan dan kembali memenuhi demand produk perikanan .Saat produksi lokal tidak memadai,maka alternatif satu-satunya adalah membeli ikan impor sebagai buffer stock sehingga proses produksi tetap bisa berlangsung. Namun belakangan Kementerian Kelautan dan Perikanan bertindak ekstrim dengan adanya menghentikan impor ikan dari kapal asing akibat maraknya impor ikan ilegal yang ditangkap dari perairan Indonesia. Pada tanggal 6 April 2011 sebanyak 12.060 ton ikan atau 245 kontainer dihentikan dari entry point seperti tanjung perak, tanjuk priok, dan pelabuhan Belawan dikembalikan ke neara asalnya. Masalah utama adalah tidak semua ikan yang dikembalikan5

adalah ilegal, ada beberapa kapal yang sudah mendapat lisensi dari Ditjen Pemasaran dan Pengolahan hasil Perikanan. Berkurangnya stok ikan impor merugikan industri perikanan yang memerlukan ikan impor sebagai stok raw material. Kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi rantai pasok perikanan. Maka diambil judul Analisis Pengaruh Kebijakan Perikanan Tangkap terhadap Rantai Pasok Ikan pada Kawasan Klaster Industri Perikanan Muncar (Studi Kasus:Industri Pengalengan Sarden Muncar Banywangi) 1.2 Perumusan Masalah Traceability atau daya lacak merupakan kunci utama daam menciptakan perikanan yang berkesinambungan (UNEP,2009). Dengan menciptakan sebuah pemetaan rantai kejadian dan tempat yang telah dilalui oleh produk ikan, traceability adalah elemen utama yang dapat membantu terciptanya transmisi informasi yang menyangkut aspek sosial dan lingkungan dari produksi. Maka deiperlukan pemetaan supply chain yang mengandung informasi volume produksi ikan beserta losses, harga yang dipengaruhi oleh laba dan biaya distribusi, serta pengiriman ikan dari landing site. Pada setiap proses yang dilalui oleh ikan memerlukan perlakuan khusus seperti pemberian es, penggaraman,sortir,dst yang menimbulkan pertambahan nilai. Pertambahan nilai yang timbul di setiap entitas dalam rantai pasok membentuk sebuah rantai nilai. Kompleksitas meningkat seiring dengan panjangnya rantai nilai (Kulkarni,2005). Untuk mengatasi masalah penurunan stok ikan yang mempengaruhi rantai pasok perikanan maka dilakukan pengelolaan perikanan berkelanjutan. Pengelolaan ini dapat dilakukan dengan beberapa kebijakan, seperti pembatasan armada perikanan (jumlah dan daya kapal), pengendalian maksimum jumlah tangkapan yang diperbolehkan (total allowable catch atau TAC), serta pengendalian kuota upaya penangkapan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan Pemerintah Provinsi Bali (Suadi dan Widodo, 2006). Hal ini berarti pemerintah berusaha menekan laju penangkapan agar tidak melebihi laju pertumbuhan alami sumberdaya perikanan (Prabowo, 2007).

6

Berdasarkan latar belakang diatas maka penjabaran dari rumusan masalah adalah sebagai berikut: a. Bagaimana model distribusi ikan dari sumber sampai ke industri pengolahan ikan? b. Bagaimana hubungan antara variabel dalam model industri pengalengan ikan sarden? c. Bagaimana simulasi pengaruh kebijakan perikanan terhadap finished goods industri pengalengan ikan sarden?

1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain: a. Menghasilkan model rantai pasok perikanan laut untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri b. Mengetahui hubungan antara variabel dalam model pengalengan ikan sarden c. Menganalisis pengaruh kebijakan perikanan terhadap jumlah finished goods industri pengalengan ikan sarden.

1.4 Pembatasan Masalah Berdasarkan ruang lingkup kajian yang telah ditetapkan maka dilakukan pembatasan masalah sebagai berikut: a. Jumlah stok ikan yang ada di daerah Muncar dan sekitarnya (Prigi,Puger,dll) b. Pemodelan hanya dilakukan pada komoditas ikan tangkap utama yakni ikan Lemuru c. Objek penelitan hanya berfokus pada industri inti yaitu industri pengalengan ikan sarden. Industri lain terdiri dari penepungan,cold storage, dan pengolahan tradisional

1.5 Sistematika Penulisan Laporan Tugas Akhir ini disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi uraian latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi dasar-dasar teori yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan.7

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi langkah-langkah sistematik yang dilakukan dalam penelitian ini, mulai dari proses perumusan masalah, pengembangan metodologi dan studi pendahuluan. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN Bab ini memaparkan data-data/informasi yang diperlukan dalam menganalisa permasalahan yang ada, serta pengolahan data dengan menggunakan metode yang telah ditentukan. BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisi analisa dari pengolahan data yang telah dilakukan dan pembahasan dari data yang diolah. BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari analisa dan pembahasan yang dilakukan.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi mengenai tinjauan putaka yang mendukung penelitian yang akan dilakukan seperti pengertian konsep supply chain management, karakteristik seafood supply chain, analisis ekonomi perikanan, post harvest losses, dan kebijakan perikanan serta kaitannya dengan pembentukan harga. 2.1 Supply Chain Supply Chain didefinisikan oleh Christoper (1998) sebagai jaringan dari berbagai organisasi yang melibatkan hubungan industri hulu maupun hilir dalam berbagai macam kegiatan dan proses. Sedangkan menurut Menurut Simchi-Levi et al. (2000), SCM merupakan serangkaian pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasikan supplier, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk dihasilkan dan didistribusikan dengan kuantitas yang tepat, lokasi tepat dan waktu tepat untuk memperkecil biaya dan memuaskan kebutuhan pelanggan. Stadtler (2004) menggabungkan berbagai definisi supply chain yang telah dibuat oleh beberapa penulis sebagai sebuah tugas untuk mengintegrasikan unit-unit organisasi sepanjang supply chain,material yang dikoordinasikan, aliran informasi, dan keuangan guna memenuhi permintaan pelanggan dengan tujuan meningkatkan daya saing supply chain secara keseluruhan. Sebuah supply chain, jika dibagi ke dalam berbagai elemen, adalah urutan kejadian dan proses yang membawa sebuah produk dari bahan mentah menjadi bahan mentah lagi, terjadi pada beberapa kasus. Supply chain melibatkan serangkaian aktivitas bahkan sejak awal adanya komersialisasi. Sebagai contoh kasus Supply Chain General Mills mengatur sebuah bungkus sereal yang dijual: Seorang petani menanam sejumlah biji jagung, disiram, diberi pupuk kemudian mulai panen, jagung dijual kepada industri pemroses jagung, yang dolah menjadi sereal, kemudian dibungkus dengan rapi, dikirim ke retail, diletakkan di rak toko, dibeli pembeli, dan akhirnya dimakan oleh pelanggan. Jika sereal tidak terjual sebelum batas kadaluarsa maka sereal tersebut dibuang dari toko (Blanchard, 2010).

9

Dalam cakupan kegiatan distribusi, perusahaan harus dapat merancang jaringan distribusi yang tepat. Keputusan tentang perancangan jaringan distribusi harus mempertimbangkan tradeoff antara aspek biaya, aspek fleksibilitas, dan aspek kecepatan respon terhadap pelanggan. Kegiatan operasional distribusi dapat saja sangat kompleks terutama bila pengiriman harus dilakukan ke jaringan yang luas dan tersebar dimana-mana. Perusahaan harus menetapkan tingkat service level yang harus dicapai di masing-masing wilayah, menentukan jadwal rute pengiriman, serta

mencari cara-cara inovatif untuk mengurangi biaya serta meningkatkan service level ke pelanggan (Pujawan, 2005) . Gambar 2.1 merupakan contoh jaringan logistik dalam konsep Supply Chain.

Gambar 2.1 Jaringan losgistik dalam konsep Supply Chain Sumber: Simchi-Levi et al. (2000)

Berbagai definisi di atas menekankan pada integrasi komponen-komponen yang berbeda dalam supply chain. Sebuah organisasi hanya akan bisa mengurangi biaya dan meningkatkan service level dengan mengintegrasikan supply chain. Namun integrasi supply chain susah untuk diterapkan karena beberapa alasan menurut Simchi-Levi et al. (2000): 1. Fasilitas yang berbeda dalam supply chain memiliki tujuan yang berbeda dan saling konflik, Sebagai contoh supplier menginginkan perusahaan manufaktur untuk membeli bahan mentah dalam volume yang besar dan jadwal pengiriman yang fleksibel. Sedangkan perushaan manufaktur tidak bisa menerapkan lini produksi yang stabil karena harus menyesuaikan

10

dengan jumlah permintaan dari konsumen. Sehingga tujuan supplier memiliki konflik langsung dengan perusahaan manufaktur. 2. Supply chain merupakan sistem dinamis yang berubah terhadap waktu. Bahkan tidak hanya permintaan konsumen dan kapasitas supplier yang berubah, namun hubungan antar perusahaan juga berkembang terhadap waktu. Contohnya adalah saat bertambahnya kekuatan konsumen maka perusahaan manufaktur dan supplier memiliki tekanan lebih untuk menghasilkan produk yang semakin bervariasi dan berkualitas tinggi, atau membuat customized products

2.1.1 Pentingnya Supply chain Supply Chain Management (SCM) telah memiliki signifikansi yang besar sebagai salah satu paradigma teknologi manufaktur abad ke -21 guna meningkatkan nilai kompetititf suatu organisasi. SCM telah dipercayai sebagai strategi yang kompetititf dalam mengintegrasikan supplier dan pelanggan dengan tujuan meningkatkan waktu respon dan fleksibilitas. (Wu J. et al.,2000). Pada tahun 1980an perusahaan menemukan teknologi manufaktur baru dan strategi yang membantu mengurangi biaya dan bisa bersaing dengan lebih baik pada pasar yang berbeda. Strategi seperti JIT,Kanban Lean Manufacturing, Total Quality Management, menjadi sangat terkenal dan berbagai sumber diinvestasikan untuk mengimplementasikan strategi tersebut. Beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa perusahaan berhasil mengurangi biaya produksi sebanyak mungkin. Banyak perusahaan menemukan bahwa supply chain management yang efektif adalah langkah berikut yang mereka perlukan untuk meningkatkan keuntungan dan pangsa pasar (Simchi-Levi et al., 2000)

2.1.2

Kompleksitas Supply Chain Banyak perusahaan yang telah suskes menerapkan teknik-teknik dalam supply chain. Ada

beberapa pertimbangan mengapa perusahaan memilih teknik tertentu untuk meningkatkan performansi supply chain mereka:

11

1. Supply Chain merupakan jaringan kompleks yang teriiri dari organisasi dengan tujuan yang saling konflik. Hal ini menunjukkan bahwa menemukan strategi yang paling tepat untuk sebuah perusahaan merupakan tantangan yang berat (Simchi-Levi et al., 2000) 2. Membuat titik impas pada supply dan demand merupakan tantangan yang sangat berat. Hal ini disebabkan karena berbulan-bulan sebelum ada demand, perusahaan manufaktur harus menetapkan tingkat produksi tertentu. Komitmen awal ini mengakibatkan resiko financial dan persediaan. Eloranta et al (2001) menjelaskan guna memenuhi demand dari konsumen maka cara terbaik adalah dengan mengembangkan efisiensi proses dan inovasi secara bersamaan pada seluruh bagian demand di supply chain. 3. Variasi sistem yang terjadi sewaktu-waktu juga merupakan pertimbangan yang penting. Proses perencanaan harus memperhitungkan parameter demand dan biaya yang berubah terhadap waktu akibat fluktuasi musim, tren, harga kompetitor, dan lain-lain. 4. Ada banyak permasalahan supply chain yang baru. Tidak ada literatur yang bisa memberikan narasi eksplisit mengenai konteks supply chain dan semua isu yang terkait (Cooper M. et al.,1997). Sebagai contoh adalah industri berteknologi tinggi, Siklus produk menjadi semakin pendek setiap saat. Banyak model perusahaan computer memiliki siklus produk yang bertahan beberapa bulan yang berakibat perusahaan hanya memiliki satu kesempatan untuk memenuhi pesanan. Produk tersebut baru sehingga tidak tersedianya data historis untuk melakukan forecasting secara akurat (Motley R, 1998)

2.1.3. Strategi Distribusi dalam Supply Chain Tidak ada formulasi khusus yang dapat memastikan strategi distribusi mana yang pasti bekerja dengan baik pada suatu perusahaan. Semua tergantung pada karaskteristik perusahaan. Ada 3 tipe strategi distribusi utama yang dapat digunakan oleh perusahaan (Simchi-Levi et al., 2000) : 1. Pengiriman Langsung Produk dikirim langsung dari supplier ke toko retail tanpa melewati distribution center. Keuntungan metode ini adalah tidak perlu adanya biaya untuk mengoperasikan distribution center atau warehouse. Dan bisa memperpendek lead time kepada konsumen 2. Cross Docking

12

Pada strategi ini, produk didistribusikan secara kontinyu dari supplier melalui gudang dan akhirnya ke konsumen. Namun gudang hanya menyimpan produk ini dalam waktu yang singkat, kurang dari 12 jam. Gudang hanya berfungsi sebagai titik koordinasi inventori dan bukan sebagai titik penyimpanan inventori. Strategi ini mengurangi biaya simpan dan meminimalisir lead time. 3. Warehouse Merupakan strategi klasik dimana gudang memiliki stok dan menyediakan konsumen produk yang diperlukan. Hal ini bermanfaat untuk mengantisipasi permintaan konsumen yang berfluktuasi dan bisa berubah secara mendadak. Skala ekonomi yang ditawarkan perusahaan transportasi untuk mengirim produk dalam jumlah yang banyak, sehingga menyimpan inventori yang banyak pula.

2.2 Kapasitas produksi 2.2.1 Pengertian Kapasitas Kapasitas merupakan sebuah konsep yang ambigu. Kapasitas bukan merupakan kapasitas dari botol susu yang bisa menampung 1 liter susu tapi tidak bisa lebih dari itu dalam kondisi apapun. Kapasitas adalah rate/tingkat dari output , kuantitas dari output pada periode waktu tertentu, itu adalah tingkat tertinggi yang sebuah perusahaan bisa capai pada periode waktu tersebut Masalah berikutnya yang muncul adalah satuan dari ouput. Terdapat banyak variasi produk yang dapat dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Sehingga definisi kapasitas menjadi ambigu (Moore,1970). Unsur berikutnya dalam kapasitas adalah waktu. Saat kita membahas mengenai kapasitas, kita membahas kuantitas pada waktu tertentu. Tetapi waktu juga terdiri dari berbagai macam, seperti apakah dalam bentuk operasi kontinyu. Mesin dapat beroperasi 24 jam, atau bahkan tidak beroperasi sama sekali. Mesin juga membutuhkan waktu untuk cooling down. Kebanyakan perusahaan beropersi 40 jam dalam seminggu dari pukul 8 sampai pukul 17. Kapasitas yang dimaksud adalah output yang diharapkan dalam sebuah 40 jam minggu kerja. . Namun 40 jam bukan kapasitas maksimum, hanya kapasitas normal. Kapasitas tidak boleh dianggap sebagai sebuah variabel yang terpisah dan tertutup, tapi sebuah proyeksi besar. Saat penjualan produk naik atau turun, perusahaan harus memilih antara meningkatkan atau menurunkan kapasitas produksi dan menyimpan inventori yang tentu13

mmerlukan biaya. Perusahaan dapat memilih untuk menggunakan kapasitas standar pada saat penjualan meningkat dengan konsekuensi harus menyimpan inventori. Secara umum kapasitas dipengaruhi oleh dua hal: a: Kapasitas teknologi Mesin Ini adalah jumlah mesin yang dimiliki oleh perusahaan. Sesuai dengan batasan teknologi yang dimiliki oleh setiap mesin. Saat beban kerja membutuhkan kapasitas lebih berarti perusahaan bisa menambah jumlah mesin.Waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi satu produk di tiap mesin disebut waktu siklus. b. Kapasitas waktu 40 jam kerja Sebuah pabrik yang kecil beroperasi siang dan malam dapat menghasilkan output yang sama dengan parbik lebih besar dan hanya beroperasi satu shift. Kebanyakan perusahaan manufaktur dapat beroperasi 8,16,atau 24 jam sehari. Operasi produksi dapat dilakukan 5,6,sampai 7 hari dalam seminggu. Semakin sedikit jam kerja, maka dibutuhkan pabrik yang lebih besar untuk menghasilkan output yang lebih banyak. Sehingga kapasitas yang tersedia dapat dirumuskan dengan:

Kapasitas tersedia = jumlah mesin x jumlah jam x utilitas x efisiensi

2.2.2 Work in Process (WIP) Inventory Inventori bisa terdiri dari supplies, raw material, dan in process inventory /inventori WIP, dan finished goods (Tersine,1994). Raw material adalah item/bahan yang dibeli dari supplier yang akan digunakan sebagai input ke dalam proses produksi. Raw material akan ditransformasikan atau dirubah menjadi finished goods. In process goods adalah produk setengah jadi yang masih berada dalam proses produksi. WIP mewakili baik akumulasi dari pekerjaan setengah jadi dan antrian material yang menunggu proses selanjutnya. Finished goods adalah bentuk akhir produk, tersedia untuk penjualan, distribusi, atau penyimpanan. WIP dapat bernilai sampai 50% dari total investasi inventori.

14

Next Function

SaleState

i sh Fin

ed

o Go

ds

Supplies

IdleRa

UsewM

ate

ri a

ls

s o ce s In Pr

s Good

Transformation

Incomplete

Gambar 2.2 Tipe inventori (Tersine,1994)

2.3. Supply Chain dalam industri perikanan Salah satu dampak globalisasi adalah perubahan dunia korporasi secara cepat yang sangat dibantu oleh pentingnya Supply Chain Management. Pada dekade terakhir, SCM telah menjadi alat utama dalam meningkatkan efisiensi operasional di seluruh dunia. SCM mampu melakukan berbagai hal seperti rasionalisasi siklus pengembangan produk, meningkatkan variasi produk, meningkatkan kualitas dan kepuasan pelanggan dan merespon permintaan konsumen. Perusahanperusahaan menetapkan dan mengendalikan standar kualitas yang ketat, tren saat ini juga menyertakan aspek sosial dan lingkungan sebagai syarat pembelian kepada rekan bisnisnya, baik itu di perusahaan tingkat hulu maupun hilir. Aspek-aspek ini tidak bisa diukur dalam produk itu sendiri. Pengendalian aspek tersebut, baik itu oleh perusahaan itu sendiri atau pihak kedua maupun ketiga, membutuhkan informasi yang bergerak seiring dengan produk, melalui produksi, pemrosesan, dan fase-fase distribusi (UNEP,2009). Supply chain memiliki peran yang penting dalam menciptakan produksi ikan global yang berkesinambungan. Daya lacak (Tracebility), atau kapasitas untuk mengikuti sebuah produk dari asalnya sampai ke end-user, meliputi dua elemen penting yang sudah dijelaskan sebelumnya

15

(meningkatnya supply chain management dan kesadaran etis konsumen dalam bentuk keputusan pembelian oleh perushaan). Dengan menciptakan sebuah pencatatan rantai kejadian dan tempat yang telah dilalui oleh produk ikan, traceability adalah elemen utama yang dapat membantu terciptanya: Respon terhadap kebutuhan legal dalam hal keselamatan produk makanan Transmisi informasi yang menyangkut aspek sosial dan lingkungan dari produksi Bukti bahwa syarat-syarat yang terkait telah dipenuhi Analisis supply chain yang bervariasi menunjukkan bahwa supply chain tersebut mengikuti sebuah pola yang umum, terlepas dari apa produknya dan dimana lokasi regionalnya. Menggunakan informasi ini, pemetaan supply chain yang umum dan spesifik dalam perikanan telah dibuat. Dengan menggunakan rantai-rantai ini, rantai bisa dibandingkan. Penelitian sebelumnya yang terkait telah dilakukan dan setiap pemetaan supply chain mengandung informasi rantai nilai (value chain) yang relevan dan isu berkesinambungan yang spesifik pada ikan-ikan tertentu Informasi ini telah digunakan untuk mengembangkan sebuah alat analitis untuk mengidentifikasi dimana tindakan dapat diambil untuk menghilangkan penghalang terbentuknya supply chain yang berkesinambungan. Salah satu isu supply chain berkesinambungan menurut Roheim (2008) yang sudah dikenal secara internasional adalah penangkapan ikan IIU (illegal,unreported,and unregulated). Yakni penangkapan ikan yang illegal, tidak dilaporkan,dan tidak diregulasi. Penangkapan ikan secara IIU bernilai antara US$4-9 miliar setahun (HSTF,2006). Isu lain juga terkait mengenai pemerintahan dan institusi yang kurang tegas, pemancingan yang tidak adil, kondisi kerja yang buruk, kurangnya transparansi harga dan pembagian informasi. Masalah-masalah tersebut berkonsentrasi pada tingkat produksi dan pihak-pihak awal. Bagian konsumsi dari rantai (perusahaan yang menjual produk ikan ke konsumen) memiliki tanggung jawab yang besar dari produksi yang tidak berkesinambungan. Meskipun konsumen saat ini mulai bereaksi, hasil tidak bisa maksimal karena alur informasi tidak bisa berjalan akibat kurangnya traceability. Sehingga, traceability adalah komponen yang penitng dalam membentuk supply chain yang berkesinambungan, meskipun daya lacak tidak sama dengan berkesinambungan. Organisasi yang hendak mengimplementasikan program CSR(Corporate Social Responsibility) sangat tergantung

16

pada sistem yang mampu dilacak. Meskipun penelitian ini bukan mengenai traceablity namun mampu memberikan gambaran pentingnya aliran informasi dalam supply chain. Elemen yang penting dalam metodologi supply chain yang baru ini adalah identifikasi titik kendali yang kritis, contohnya tempat,waktu dalam proses distribusi serta produksi dimana halhal salah dapat terjadi yang berkaitan erat dengan kualitas produk. Fokus terhadap titik kritis ini mengurangi tekanan pada titik yang kurang kritis, sehingga mempermudah proses monitoring. Bahkan mungkin proses itu menjamin sebuah sistem untuk menghasilkan kualitas yang konstan. Dalam industri makanan titik ini disebut dengan proses HACCP (Hazard and Critical Control Point) yang memastikan tingkat kepuasan keselamatan makanan dan meminimasi waste atau limbah akibat kualitas produk yang rendah. Sektor perikanan telah memakan waktu yang lebih lama dibandingkan sektor manapun (tekstil, perhutanan, dan agrikultur) untuk bereaksi terhadap masalah-masalah lingkungan dan etika industri. Masalah ini telah muncul pada masyarakat umum, pengaturan supply chain yang efektif menjadi semakin penting di sektor ini.

2.3.1 Definisi Fish Supply Chain Sebuah supply chain perikanan dapat dideskripsikan sebagai serangkaian nelayan, agen, pemroses ikan, distributor, dan pabrik produk ikan yang saling interdepensi dan bekerjasama untuk menyediakan produk ikan kepada konsumen (Thorpe dan Bennett,2004). Tidak ada organisasi apapun dalam supply chain perikanan yang terisolasi. Tindakan yang dilakukan oleh salah satu anggota supply chain mempengaruhi keseluruhan supply chain, tapi lebih khusus berdampak pada kehidupan nelayan yang hanya memiliki perikanan tangkap sebagai satusatunya sumber penghasilan, baik di negara maju maupun berkembang.. Dalam prakteknya terdapat perbedaan supply chain antar masing-masing negara yang berhubungan dengan kondisi sosio-ekonomi,lingkungan, dan perbedaan budaya. Perbedaan juga timbul dalam hubungan antara spesies ikan dengan produknya serta teknik produksi (produksi industri, produksi artisanal, budidaya, atau tangkap). Panjangnya supply chain bervariasi tergantung pada produk dan negara asal beserta tujuan akhir dari produk (ekspor atau konsumsi lokal). Semakin pendek jarak dari produsen ke konsumen,maka supply chain semakin pendek dan transparan. Meskipun begitu perlakuan17

seperti pengasapan, penggaraman, dan pengalengan bisa termasuk dalam supply chain perikanan bahkan jika produk dipasarkan secara lokal. Supply Chain perikanan bervariasi dalam hal kompleksitas dari satu perusahaan dengan perusahaan lainnya, tergantung pada tingkat integrasi dari relasi yang berbeda dan sistem kepemilikan dari keseluruhan proses produksi. Supply chain perikanan dapat melibatkan banyak perantara yang menghubungkan antara nelayan dan konsumen seperti yang digambarkan oleh gambar 2.4.

Gambar 2.3. Supply chain perikanan di tingkat global Sumber: Knapp et al.(2007)

Dalam gambar supply chain tingkat global di atas, terdapat empat jalur yang mungkin dilalui oleh armada internasional sampai ikan diterima oleh konsumen. 1) Langsung diekspor setelah penangkapan 2) Diekspor setelah diproses terlebih dahulu 3) Diekspor setelah mengalami pemrosesan pertama dan kedua 4) Diekspor ke negara lain untuk diekspor kemudian diekspor kembali ke negara konsumen

18

Sebuah fitur yang baru dalam supply chain global adalah munculnya negara pihak ketiga untuk pemrosesan ikan, yakni sebuah negara yang impor produk hanya untuk diproses kemudian diekpor kembali. Negara utama yang menjalankan peran itu saat ini adalah Cina. Ikan dalam jumlah besar diekspor ke Cina pasca penangkapan, diproses di sana, kemudian diekspor kembali ke negara lain. Supply chain dalam gambar 2.2 tidak menyertakan adanya perantara (pedagang besar, pedagang kecil,dll) yang seharusnya ditemukan secara virtual di setiap penghubung rantai. Jangan berpikir hanya karena perantara tidak digambarkan di atas maka keberadaan perantara tidak ada dalam fungsi supply chain. Selain pihak-pihak di atas, masih terdapat tokoh-tokoh lain yang kehidupannya juga bergantung pada supply chain perikanan.. Mereka adalah para penjual es, pemilik pabrik es, penjual box plastik, supir truk, dll. Entitas-entitats tersebut hanya terlibat secara tidak langsung dalam supply chain (Khatun,2004) 2.3.2 Mengidentifikasi pola supply chain perikanan Meskipun supply chain perikanan memiliki banyak variasi, namun berbagai analsis menunjukkan bahwa rantai-rantai tersebut mengikuti sebuah pola tertentu, tanpa melihat produk dan regional tertentu. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh globalisasi dan konsolidasi dari sektor perikanan (UNEP,2009). Pola umum tersebut digambarkan pada diagram pada gambar 2.4

Gambar 2.4 Pola umum supply chain perikanan Sumber: UNEP (2009)

19

Pola umum di atas terdiri dari beberapa tahap: 1) Produsen Primer dari supply chain bervariasi dalam kaitannya dengan karakteristik perikanan. Dalam perikanan tangkap, supply chain dimulai dengan nelayan yang menangkap ikan Dalam budidaya udang atau air tawar, produsen primer adalah tambak atau hatchery dimana larvae diproduksi.Dalam kasus budidaya perikanan, nelayan tambak adalah produsen primer. 2) Intermediaries atau perantara, yang memiliki peran untuk menghubungkan produsen dengan pemroses ikan. Perantara bisa meliputi agen atau sub agen (yang mengumpulkan ikan di titik pendaratan) dan supplier dari agen yang terlibat dalam aktivitas sebelum pemrosesan seperti menyortir ukuran dan kualitas, serta memotong kepala ikan. 3) Tergantung pada kompleksitas dari produk jadi ikan dan rumitnya awal dari supply chain, terdapat fase pemrosesan sekunder seperti pengasinan atau pengasapan. 4) Jika produk ditujukan ke pasar internasional maka pengekspor maupun pengimpor akan mengendalikan distribusi ikan melalui batas-batas negara. 5) Distributor membeli produk dengan tujuan menjualkannya kepada whole saler, perusahaan makanan dan retailer.Fase distributor dan wholesaler dapat digabung dalam beberapa kasus tertentu. 6) Retailer membeli produk akhir dari wholesaler sebelum dijual kepada konsumen. Retailer besar dapat melewati tahap wholesaler dan membeli langsung dari pengekspor. Beberapa wholesaler juga memili operasi ritel. 2.3.3. Peran Pelaku dalam Supply Chain Supply chain perikanan terdiri dari beberapa pelaku inti yang memiliki peran yang sangat penting dalam proses distribusi ikan. Penelitian yang dilakukan Kulkarni (2005) di India menjelaskan empat pelaku utama dalam supply chain perikanan

20

Fisherman

Commision Agent

Supplier

Exporter & Industri

Gambar 2.5 Pelaku dalam supply chain perikanan Sumber: Kulkarni (2005)

1) Nelayan Rata-rata lama nelayan melaut dalam setiap trip bervariasi tergantung pada jenis kapal. Perahu jukung dan kapal dengan alat tangkap payang hanya membutuhkan 12 jam untuk sekali perjalanan pulang-pergi. Sekoci memerlukan 4-7 hari tergantung seberapa cepat dapat target ikan dan melihat apakah cuaca memungkinkan. Data dari DKP Jember tahun 2010 menunjukkan rata-rata trip setahun untuk kapal dengan alat tangkap payang sebanyak 209 trip. Resiko untuk mendapat ikan dengan jumlah tidak memadai dibebankan pada nelayan. Padahal biaya yang diperlukan untuk melaut tetap setiap trip besar.Nelayan menjual ikan hasil tangkapan kepada commission agent (Kalkarni,2005) atau di (Chea,2003) disebut sebagai trader. Istilah yang lebih dikenal oleh nelayan Jawa Timur sebagai pengambek. Ikan pada tingkat ini belum memiliki sistem grading yang memadai karena para nelayan tidak memiliki pengetahuan handling yang cukup. Dimana es yang digunakan oleh nelayan dibuat dari air yang kurang bersih dan dipindahkan dalam kondisi sanitasi yang buruk. Para pemindah es menggunakan kaki yang kotor untuk memindahkan es dari truk menuju perahu. Kurangnya akses pendidikan,air bersih, dan pelayanan kesehatan menjadi masalah di komunitas perikanan India. Mobilitas nelayan dari sektor perikanan ke pekerjaan lain sangat terbatas akibat kurangnya edukasi dan kemiskinan (UNDP,2003). Masih terdapat beberapa kegagalan pasar yang dapat diamati dalam supply chain perikanan. Pada proses hilir supply chain, yakni pada bagian industri pemroses(supplier) sampai pada eksportir/industri, informasi mengenai kualitas ikan dan harga sangat jelas. Pada bagian hulu supply chain antara nelayan sampai industri pemroses, nelayan tidak memiliki pengetahuan mengenai harga yang rela dibayar oleh industri pemroses untuk membeli ikan, dan harga bisa berbeda diantara para agen. Ini adalah akibat aliran informasi yang tidak lengkap (lihat gambar 2.6).21

Nelayan sangat tergantung dan pasrah terhadap harga yang ditetapkan oleh para agen. Hal ini juga disebabkan oleh pasar yang sudah terkunci, adanya kewajiban nelayan menjual ikan kepada agen/pengambek tertentu karena agen tersebut sudah meminjamkan modal awal untuk membeli perlengkapan kapal. Kerjasama antara nelayan dan agen seperti ini sudah umum dan menyebabkan perilaku pembelian monopolistik di pelabuhan (Schuurhuzen et al., 2006) . Pembatas aliran informasi yang dialami nelayan ini disebut wall of ignorance.

Gambar 2.6. Aliran informasi pelaku supply chain perikanan

2) Commision Agent Berdasarkan hasil wawancara dengan warga di pelabuhan Jember, pihak ini sering disebut dengan pengambek. Pengambek melakukan penyortiran awal berdasarkan kondisi ikan. Seperti tingkat kerusakan, kebersihan. Ikan yang tidak layak bisa dijual dalam bentuk tepung dengan harga yang lebih murah. Ikan dengan kualitas ini disebut juga dengan BS (Bawah Standard). Pengambek memiliki persetujuan finansial khusus dengan nelayan. Pengambek memberikan pinjaman modal awal kepada nelayan untuk membeli perlengkapan melaut. Nelayan membayar pinjaman tersebut dengan memberikan harga lebih murah kepada pengambek. Keuntungan lain yang didapat mendapat jaminan bahwa nelayan tersebut akan selalu menjual hasil tangkapannya kepada pengambek itu. Hal ini memberikan ketenangan kepada pengambek terutama saat musim cuaca buruk/La Nina (Buchary,2010) 3) Supplier Nelayan Jawa Timur lebih mengenal Supplier sebagai pedagang besar. Pedagang besar adalah penghubung antara commission agent dengan eksportir/industri. Ikan yang dibeli dari22

pengambek dibawa menggunakan becak motor kemudian disimpan di gudang milik pedagang. Ikan di gudang dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam box yang berisi garam dan es.Pedagang memiliki truk yang digunakan untuk mengirim ikan dari gudang menuju industry atau eksportir dari luar daerah Jember. Pedagang sering fokus pada ikan tertentu, tidak seperti pengambek yang biasa membeli berbagai jenis ikan. Pedagang memiliki resiko lebih besar karena memerlukan banyak biaya untuk distribusi ikan. 4) Industri/Eskportir Industri pengolahan ikan modern dan eksportir adalah bagian akhir rantai pasok yang paling kompleks. Isu-isu seperti Hazard Analysis and Critical Control Point (HACCP) pertama kali muncul pada bagian ini. Bagian lain supply chain tidak mengerti mengenai isu keselamatan ekspor dan pengolahan industri. Eksporter adalah penentu harga ikan bergerak ke menuju hulu rantai pasok menuju supplier, kemudian pengambek dan dampaknya dirasakan nelayan. Transparansi paling rendah antara setiap kelompok. Bahkan supplier tidak mengetahui harga jual yang ditetapkan eksportir kepada kliennya. 2.3.4 Susut hasil produksi (Post harvest losses) pada ikan Ikan termasuk komoditas yang sangat mudah rusak dan membutuhkan penanganan segera setelah diambil dari laut. Pembusukan berlangsung segera setelah ikan mati. Faktor utama yang berperan dalam pembusukan adalah proses degradasi protein yang membentuk berbagai produk seperti hipoksantin, trimetilamin, terjadinya proses ketengikan oksidatif dan pertumbuhan mikroorganisme. Ikan segar lebih cepat mengalami kebusukan dibandingkan dengan daging mamalia. Maka, penanganan ikan harus segera dilakukan pasca penangkapan ikan, proses rigormortis atau pembusukan pada ikan adalah proses yang tergantung pada fungsi waktu. Penanganan ikan yang tidak tepat sering menjadi sebab turunnya nilai jual ikan karena ikan hasil tangkapan menurun mutunya/rusak. Sebenarnya, di Pelabuhan perikanan dapat dilakukan beberapa proses seperti pembongkaran muatan kapal ikan, sorting, pembersihan, penyimpanan, pengolahan sederhana (cutting dan filletting) dan packing sebelum ikan dipasarkan. Dengan demikian, ikan yang dijual memiliki nilai tambah dan tidak rusak.23

Zaenal Muttaqin (trobos 1 Juli2007) menuliskan bahwa di Indonesia, kajian susut hasil

terhadap ikan hasil tangkapan mulai di atas kapal sampai ke unit pengolahan ikan (UPI), telah dilakukan oleh Direktorat Mutu dan Pengolahan Hasil, Ditjen Perikanan Tangkap di 2003. Kajian dilakukan berdasarkan penurunan nilai mutu ikan dengan menggunakan score sheet organoleptik. Hasil kajian menunjukkan bahwa ikan hasil tangkapan nelayan mengalami susut hasil nilai organoleptik sebesar 27,8 % dengan rincian, selama di atas kapal sebesar 17,2%, di TPI/PPI dan distribusi sebesar 4% dan di unit pengolahan ikan sebesar 6,6 %. Pada 2005, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, dalam hal ini Direktorat Pengolahan Hasil, melakukan monitoring dan evaluasi susut hasil secara acak pada hasil perikanan yang didaratkan di 14 TPI/PPI/ Pelabuhan Perikanan di Pulau Jawa dan Bali. Susut hasil dianalisa dengan cara menghitung presentase perbedaan harga antara ikan yang masih segar (mutu I) dengan ikan yang sudah dianggap tidak segar (mutu II). Hasil monitoring menunjukan bahwa rata-rata susut hasil yang terjadi atas dasar perbedaan harga tersebut mencapai 22,38 %. Pada 2006, monitoring dan evaluasi susut hasil nilai produksi hasil perikanan dilakukan terhadap 27 TPI/PPI/Pelabuhan Perikanan yang tersebar di Pulau Jawa dan Bali. Hasil analisa menunjukan bahwa rata-rata susut hasil nilai produksi yang terjadi sebesar 12,7%. Pada 2007, dilakukan monitoring dan evaluasi di beberapa provinsi di luar Pulau jawa. Hasil sementara menunjukan, susut hasil nilai produksi yang terjadi relatif lebih rendah dibanding di Pulau Jawa dan Bali. Ikan yang didaratkan di TPI/PPI/Pelabuhan Perikanan/Tangkahan itu, secara organoleptik lebih segar dan presentase jumlah kerusakan ikan lebih kecil, karena lama trip penangkapan rata-rata hanya satu hari (one day fishing). Faktor kritis dalam menangani ikan segar adalah menjaga suhu ikan agar tetap dingin sehingga mengurangi proses pembusukan setelah ikan mati (rigormortis). Robert Chen menggambarkan terjadinya penurunan nilai ikan dengan sebuah gambar seperti pada gambar 2.7. Tampak bahwa penurunan nilai ikan adalah sebuah fungsi waktu sehingga menerapkan sistem rantai dingin untuk menjaga kesegaran ikan harus diawali dari setelah ikan ditangkap (ketika disimpan di kapal).Sayangnya fasilitas penyimpanan tersebut tidak dimiliki oleh kapal nelayan pada sektor perikanan kecil. Maka, pelabuhan perikanan sebagai tempat pendarata ikan

24

seharusnya dilengkapi dengan fasilitas untuk menyediakan es, air bersih, dan tempat pendaratan yang bersih dengan sanitasi yang baik.

Gambar 2.7. Penurunan nilai ikan sebagai fungsi waktu Sumber : Robert S. Chen, Global Agriculture, Environment, and Hunger: Past, Present, and Future tersedia online di www.ciesin.columbia.edu/docs

25

Purvis (Purvis, 2002) meggambarkan dari hasil penelitiannya di Namibia bahwa proses terjadinya penurunan nilai ikan dapat terjadi pada sepanjang aktivitas setelah panen/tangkap sampai dengan ikan dijual ke konsumen seperti ditunjukkan pada tabel. 2.1.Tabel. 2.1 Sumber-sumber post harvest losses in Caprivi, Namibia

Aktivitas Penangkapan

Penyebab Loss Ikan bisa terambil oleh buaya, kura-kura atau nelayan tidak mampu mengosongkan jaring karena terdapat hewan (cuaya, kuda nil).Beberapa ikan bisa termasuk sebagai ikan 'sampah' dan dibuang saat penangkapan (ikan bawah standar) tapi ini pilihan pribadi dari nelayan. Handling yang buruk (dilempar ,diinjak) yang mengakibatkan memar dan mempercepat rusaknya ikan. Handling yang buruk di tempat berlabuh (dilempar, dibiarkan dekat dengan sampah). Wanita yang mengambil alih pekerjaan setelah landing, mereka cenderung sibuk dengan tugas lain sehingga ikan dibiarkan untuk sementara waktu. Penundaan dalam mengambil ikan dari tempat berlabuh ke tempat penjemputan (pick up point) dan dari temapat penjemputan ke pasar, hal ini disebabkan wanita yang bertanggungjawab untuk tugas ini masih memiliki beberapa aktivitas lain. Jalan yang jelek menyebabkan penundaan atau kerusakan kendaraan,memperburuk masalah dari sedikitnya jumlah kendaraan yang dapat diandalkan. Teknik pemrosesan yang buruk (rak diletakkan di tanah, mengeringkan ikan terlalu kecil atau cepat) mengakibatkan ikan diserang oleh serangga atau menurun kualitasnya. Ikan seringkali diproses terlambat pada siang hari setelah menunggu transport sehingga kerusakan sudah terjadi. Kondisi cuaca (terutama musim hujan) menyebabkan mengeringkan ikan secara efisien sangat sukar- ikan yang memiliki tingkat kelembaban yang tinggi setelah pengeringan dapat muncul jamur yang harus dihilangkan sebeum penjualan. Di banyak desa, terdapat fasilitas yang buruk akibat tidak adanya listrik- ini menyebabkan beberapa masalah di musim panas. Tidak adanya fasilitas penyimpanan yang efisien dan handal menyebabkan penyimpanan semalam ikan di pasar Katima sukar dan mengurangi shelf life dari ikan yang disimpan. Secara umum fasilitas buruk dan kondisi di pasar Katima mengurangi shelf life dari ikan. Handling berulang-ulang dari konsumen menyebabkan kerusakan. Jika Ikan tidak terjual maka vendor menerima losses dan mengurangi harga.

Landing

Transport

Pemrosesan

Penyimpanan

Penjualan

Sumber : John Purvis, Post harvest fisheries on the eastern floodplains, Caprivi, DEA RESEARCH DISCUSSION PAPER, Number 51 October 2002 26

Penurunan nilai ikan ini terkait dengan terjadinya proses pembusukan karena bakteri, mikroba, atau karena kerusakan akibat benturan, tekanan selama proses material handling dan transportasi menuju pasar. Dijaganya suhu dingin ikan akan memperlambat terjadinya pembusukan tersebut, selain teknik penyimpanan dan penanganan yang tepat. Kontainer yang terisi terlalu penuh akan merusak mutu ikan. Sebenarnya pembusukan tidak dapat dicegah dengan menjaga suhu ikan tetap dingin, tapi semakin dingin ikan, akan makin lambat degradasi yang diakibatkan oleh bakteri dan enzim. Untuk setiap kenaikan 50

C kenaikan suhu diatas 00 C dalam ruang penyimpanan, terjadi

penurunan shelf life (masa dari ikan mati/segar sampai ikan busuk). Ikan dapat bertahan untuk dua minggu jika disimpan dalam suhu 0 0 C di ruang penyimpanan, tapi hanya akan bertahan satu atau dua hari pada suhu 100 C. Penurunan shelf life terhadap suhu ini digambarkan dalam grafik pada gambar 2.9

Gambar. 2.8 Ikan yang dapat disimpan sampai 2 minggu pada suhu 0 o C hanya dapat bertahan satu dua hari pada suhu 100 C dan kemudian membusuk.

Sumber : http://www.nap.edu/catalog/1024, Fisheries Technologies for Developing Countries, National Academy Press, Washington, D.C. 1988

27

Chea (2003) menjelaskan dari hasil penelitiannya di Vietnam bahwa para pedagang ikan menjual ke pasar ikan yang dibelinya pada harga 50 % lebih tinggi dari harga beli dari pengumpul/pedagang besar. Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya penurunan nilai ikan selama dipasarkan, karena pedagang biasanya memasarkan ikan pada meja tanpa es. Penggunaan es pada ikan di beberapa tempat dianggap tidak menguntungkan oleh pedagang karena adanya persepsi konsumen bahwa ikan yang di es bukan ikan segar. 2.4 Kebijakan Perikanan Mengingat setiap bentuk kebijakan berdampak kepada para pelaku, yaitu para nelayan, maka upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan harus dilakukan secara terpadu dan terarah dengan melestarikan sumberdaya ikan itu sendiri. Ada beberapa kriteria dalam mengimplementasikan kebijakan, yaitu diterima nelayan, fleksibel, memperhatikan efisiensi, efektivitas, dan inovasi, serta pengetahuan yang baik tentang peraturan itu dan biaya yang dikeluarkan dalam penerapan peraturan itu (Nikijuluw, 2002 dalam Muhammad, 2002). Kebijakan dalam perikanan dapat dikelompokkan dalam dua aspek, yaitu aspek ekonomi dan aspek biologi. Kebijakan pengendalian ekonomi adalah penggunaan peubah ekonomi sebagai alat pengendalian upaya penangkapan ikan yang terdiri dari harga ikan, harga BBM, pajak dan retribusi, pengembangan alternatif pekerjaan, peningkatan mutu nelayan, dan pengaturan sistem bagi hasil. Pengendalian secara biologi terdiri dari pembatasan teknologi alat tangkap, pembatasan jumlah effort agar pemanfaatan sumberdaya ada pada tingkat MSY, dan pengendalian daerah penangkapan (Muhammad, 2002). Suadi dan Widodo (2006) menjelaskan beberapa teknik pengelolaan perikanan yang dapat digunakan sebagai acuan, seperti 1. Pengendalian Jumlah, Ukuran, atau Jenis Ikan yang Tertangkap 1) Penutupan daerah penangkapan atau musim penangkapan ikan. Kebijakan ini akan efektif untuk mengendalikan ukuran ikan yang ditangkap. 2) Penentuan ukuran minimum ikan yang boleh ditangkap. Kebijakan ini sangat ditentukan oleh kemampuan serta efisiensi pengawasan baik yang dilakukan di atas kapal maupun di darat dan pengaturan ukuran mata jaring. 3) Larangan terhadap kegiatan penangkapan ikan di saat dan tempat dimana terdapat konsentrasi ikan kecil-kecil.28

2. Pengendalian Upaya Penangkapan 1) Pembatasan terhadap armada perikanan, termasuk jumlah, ukuran , serta kekuatan mesin kapal sehingga merangsang terjadinya pengembangan teknologi untuk peningkatan produktivitas dari kapal. 2) Pembatasan terhadap jenis alat dan teknik penangkapan. Ketentuan ini terkait dengan penggunaan alat tertentu dan terkait pula dengan pengaturan mata jaring. 3. Alokasi Jatah dan Kesertaan Terbatas 1) Pengendalian terhadap kuota hasil tangkapan per jenis ikan dan bila memungkinkan per wilayah. Dapat dilaksanakan dengan cara membebaskan siapa saja menangkap ikan sampai tercapai jumlah hasil tangkapan total yang telah ditentukan. 2) Pengendalian terhadap kuota upaya penangkapan. Dapat dilakukan dengan cara pemberian lisensi kepada jumlah nelayan tertentu untuk melakukan penangkapan secara bebas.

2.4.1 Model Ekonomi Pengalengan Ikan Sarden Berdasarkan model yang dikembangkan oleh (Dias,1999) harga ikan menjadi salah satu variabel yang krusial dalam menentukan kapasitas dari perusahan pengalengan ikan sarden. Harga ikan di pasar dapat dimodelkan dengan rumus berikut: Diasumsikan bahwa koefisien elastisitas harga-demand di setiap kuartal valid selama scenario digunakan. Dengan menggunakan koefisien elastisitas, menjadi mungkin untuk menghitung rata-rata harga ikan dari jumlah yang terjual untuk konsumsi lokal dengan rumus

Dimana :

P = Rata-rata harga ikan Po = Harga ikan di periode 0,1,2,3,dst Q= Jumlah rata-rata ikan Qo=Jumlah ikan di periode 0,1,2,3,dst = elastisitas29

Elastisitas adalah terminologi teknis yang sering digunakan oleh para ekonom untuk menggambarkan tingkat respon dari variabel endogen dalam model ekonomi, dalam kasus ini harga ikan, terhadap variabel eksogen dari model ekonomi, dalam kasus ini jumlah ikan di pasar. Elastisitas menjelaksan presenease perubahan variabel endogen terhadap variabel eksogen. Konsep elastisitisitas dapat bermanfaat dalam menghitung sensitivitas dari harga ikan sesuai dengan pergerakan stok ikan di pasar. Elastisitas juga dapat dipergunakan untuk mengukur intensitas reaksi konsumen atau pembeli pada umumnya dalam bentuk perubahan jumlah barang yang diminta terhadap perubahan harga satuan barang tersebut.

Ada beberapa bentuk perumusan dasar elastisitas harga yang dapat digunakan: 1. Elastisitas jarak atau arc elasticity, dibagi menjadi 2: (a) Perumusan dasar elastisitas jarak (b) perumusan elastisitas jarak dengan modifikasi 2. Elastisitas titik atau pointelasticity (a) Cara menghitung koefisien elastisitas titik untuk kurva permintaan berbentuk garis lurus (b) cara menghitung jiefisien elastisitas titik untuk kurva permintaan berbentuk garis lengkung

2.4.2 Model Bio Ekonomi Model produksi hanya dapat mengetahui potensi produksi sumberdaya perikanan dan tingkat produksi maksimumnya. Model tersebut belum mampu menunjukkan potensi industri penangkapan ikan dan belum dapat menentukan tingkat pengusahaan yang maksimum bagi masyarakat. Kondisi perikanan bebas tangkap (open access fishery) adalah merupakan suatu kondisi dimana setiap orang dapat melakukan kegiatan penangkapan ikan di suatu wilayah perairan tanpa adanya pembatasan. Pada kondisi perikanan seperti ini apabila tidak terkontrol maka akan mengakibatkan terjadinya over fishing, dimana faktor input dari perikanan telah digunakan melebihi kapasitasnya untuk memanen stok ikan. Keadaan seperti ini akan menyebabkan tingkat upaya tangkap ikan akan meningkat hingga tercapai keseimbangan dimana tidak lagi diperoleh keuntungan dari pemanfaatan sumberdaya ikan tersebut (Gordon,1954). Titik pada saat keuntuugan yang diperoleh dari usaha penangkapan sama dengan nol (n30

=0) disebut titik open acces equilibrium (keseimbangan bionomi). Model bio-ekonomi merupakan hasil penggabungan dari model biologi dan ekonomi. Biasanya model bioekonomi penangkapan ikan berdasarkan pada model biologi Schaefer (1954) dan model ekonomi dari Gordon (1954). Persamaan tersebut dinamakan model Gordon-Schaefer. Asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya penangkapan adalah elastis sempurna (Gordon, 1954). Harga ikan (p) dan biaya marginal dari ikan hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan.

2.5

Sistem Dinamik J.W Forrester (1961) menjelaskan bahwa sistem dinamik dalam industri adalah sebuah

cara membelajari karakteristik sistem industri untuk menunjukkan bahwa kebijakan, keputusan, struktur, dan delay saling berhubungan serta mempengaruhi pertumbuhan dan stabilitas. Sistem dinamik mengintegrasikan berbagai fungsi manajemen dalam perusahaan dan dirangkum menjadi dasar umum bahwa semua aktivitas ekonomi atau korporasi terdiri dari aliran uang, pemesanan,material, tenaga kerja, dan peralatan. 2.5.1 Pendekatan Sistem Pendekatan sistem merupakan cara berpikir dalam memecahkan suatu permasalahan dengan memperhatikan unsur-unsur yang berhubungan dengan masalah tersebut secara menyeluruh dan rasional. Cara berpikir sistem adalah cara berpikir yang melihat permasalahan sebagai suatu sistem yang saling berhubungan yang fokusnya terletak pada keterkaitan permasalahan dengan waktu. Manfaat berpikir secara menyeluruh pada berpikir sistem telah berkembang pesat pada seluruh aspek kehidupan. Berpikir sistem memerlukan ketrampilan dan kemampuan untuk merumuskan persoalan dan penyelesaian secara menyeluruh. Kita harus mampu membayangkan kondisi awal sampai akhir secara menyeluruh. Dengan berpikir sistem kita akan dapat mengidentifikasi segala sesuatu yang akan terlibat serta pengaruhnya dalam pencapaian tujuan yang diinginkan.

2.5.2

Sistem dan Model Sistem adalah kumpulan entitas, manusia, atau benda yang mempunyai keterkaitan dan

terorganisasi dalam mencapai tujuan tertentu. Daelennbach dan McNickle (2005) menyatakan31

sistem adalah entitas atau orang yang saling berelasi satu sama lain dalam suatu bidang dan terorganisasi (mengikuti aturan yang berlaku yang mempunyai tujuan tertentu). Penetuan sistem ini bersifat subyektif karena bergantung pada sudut pandang orang yang melihat sistem tersebut. Menurut Daellenbach dan McNickle (2005), sistem mempunyai beberapa karakteristik, antara lain: 1. Sistem adalah sebuah kesatuan dari komponen-komponen yang terorganisasi. 2. Setiap komponen mempunyai peranan dalam sistem. Jika ada komponen yang tidak bekerja atau hilang maka sistem itu akan berubah. 3. Kumpulan komponen komponen dalam sistem dapat membentuk subsistem. Subsistemsubsistem inilah yang membentuk sistem keseluruhan. 4. Suatu sistem mempunyai lingkungan yang dapat menyediakan input bagi sistem dan menerima output dari sistem. Menurut Daellenbach dan McNickle (2005) model adalah penggambaran dari sistem yang ada. Ljung (1994) memaparkan bahwa model dari sebuah sistem adalah sebuah alat yang bisa kita gunakan untuk menjawab pertanyaan mengenai sistem tanpa melakukan eksperimen. Model adalah representasi dari suatu sistem yang dikembangkan untuk mempelajari sistem tersebut dan berfungsi sebagai pengganti dari sistem nyata. Pemodelan diperlukan dalam suaatu penelitian karena dengan model lebih memudahkan pencarian variabel-variabel yang penting dalam penelitian tersebut dan dapat menghemat biaya penelitian serta menghemat waktu. Dalam pembuatan model penelitian kita bisa mencari terlebih dahulu model yang pernah digunakan untuk memecahkan soal penelitian yang hampir sama. Jika kita menemukan model standar dalam suatu pustaka maka model tersebut tinggal kita ubah sesuai permasalahan yang kita angkat. Apabila model standar tidak dapat diperoleh, maka kita haruslah membuat model baru. Menurut Daellenbach dan McNickle (2005), suatu model dikatakan baik jika memenuhi beberapa syarat, yaitu suatu model harus mudah dipahami, suatu model harus mencakup seluruh aspek penting yang mepengaruhi tujuan sistem, model haruslah mudah untuk dimanipulasi dan dikomunikasikan, serta suatu model seharusnya mudah beradaptasi dengan lingkungan ketika terjadi perubahan pada input yang tidak terkontrol sehingga model tetap dapat dikatakan valid (model bersifat adaptif/robust).32

2.5.3

Metode Sistem Dinamik Metode sistem dinamik diperkenalkan oleh J.W. Forrester pada dekade enam puluhan

tahun yang lalu dan berpusat di MIT Amerika Serikat. Aminullah, Muhammadi, dan Soesilo (2001) menjelaskan bahwa sesuai dengan namanya, metode ini berhubungan erat dengan tendensi-tendensi dinamis dan sistem yang kompleks yaitu pola-pola perilaku yang dibangkitkan sistem tersebut dengan bertambahnya waktu. Penggunaan metode ini lebih ditekankan untuk peningkatan pemahaman kita tentang bagaimana perilaku sistem muncul dari struktur kebijakansanaan sistem tersebut. Pemahaman ini sangat penting dalam merancang kebijaksanaan yang efektif. Saat ini perkembangan metode sistem dinamik sudah mencapai berbagai bidang diantaranya bidang keuangan, bisnis, dan lain-lain. Sistem dinamik dilatarbelakangi oleh tiga disiplin ilmu, yaitu manajemen tradisional, cybernetics atau feedback theory, dan simulasi komputer. Manajemen tradisional menggunakan para pakar dalam pemecahan permasalahan yang memakai kekayaan informasi dari basis data mental dan kerangka mental sebagai rujukan (mental models). Teori umpan-balik (feedback theory atau cybernetics) memberikan prinsip-prinsip untuk memilih informasi yang relevan dan menyingkirkan informasi yang tidak mempunyai hubungan dengan dinamika-dinamika persoalan. Simulasi komputer digunakan untuk mempelajari dan mengetahui perilaku dinamis dari suatu model. Simulasi ini sangat membantu dalam upaya kita untuk membandingkan struktur model beserta perilakunya dengan struktur dan perilaku sistem yang sebenarnya (Sushil, 1993). Gambar 2.7 menunjukkan dasar metodologi sistem dinamik. Asumsi utama paradigma sistem dinamik adalah struktur pembuatan keputusan merupakan suatu kumpulan struktur-struktur kausal yang melingkar dan tertutup. Unsur sebab maupun akibat merujuk keadaan yang terukur secara kualitatif maupun kuantitatif. Model harus mampu memperlihatkan parameter terukur yang ada dari berbagai skenario kebijakan yang dibuat sehingga model dapat dinyatakan cukup terpercaya (Aminullah, Muhammadi, dan Soesilo, 2001).

33

2.5.4

Kelebihan dan Kekurangan Sistem Dinamik Menurut Forrester (1961), proses pemodelan diperlukan dalam penelitian sistem yaitu

karena dengan menggunakan model dapat menghemat biaya penelitian dan menghemat waktu. Beberapa kelebihan pendekatan sistem dinamik, yaitu: 1. Sistem dinamik mampu menerangkan perilaku dan karakteristik sistem yang diamati. 2. Mudah digunakan oleh para pengambil keputusan untuk menganalisis kebijakan yang dibuat. 3. Sistem dinamik menerangkan hubungan kausal dan konseptual dari perubahan keadaan setiap variabelnya. 4. Dengan membangun model dan melihat faktor faktor yag ada didalamnya, kita akan lebih mengerti akan sistem tersebut. Disamping mempunyai beberapa kelebihan, sistem dinamik juga mempunyai beberapa kekurangan, antara lain: 1. Sistem dinamik merupakan model yang komplek sehingga membutuhkan skill dan pengetahuan khusus untuk memahaminya. 2. Pengetahuannya subjektif sehingga pengetahuan pemodel akan sistem yang diamati sangat menetukan akan validasi sistem.

34

Situation Analysis

StepsI: Problem Identification and Definition

Statement of the ProblemQUALITATIVE

Subsystem Diagram Causal Loop Diagram Structure Diagram

II: System Conceptualitation

Flow Diagram III: Model Formulation EquationsQUANTITATIVE

Simulation and Validation

IV: Simulation and Validation

Policy Analysis and Scenario Building

V: Policy Analysis and Improvment

QUALITATIVE + QUANTITATIVE

Policy Improvement

Implementation of New Policies

VI: Implementation

Gambar 2. 9 Dasar metodelogi sistem dinamik Sumber: Sushil (1993)

2.5.5

Perangkat Lunak Simulasi Dwiharyadi & Kholil (2005) menyatakan untuk melakukan simulasi dari sebuah model,

diperlukan perangkat lunak (software) yang secara cepat dapat melihat perilaku dari model yang telah dibuat. Ada berbagai macam perangkat lunak yang dapat digunakan untuk keperluan ini, seperti Vensim, Dynamo, Ithink, Stella dan Power Simulation. Tetapi dalam penelitian ini, software yang digunakan adalah Power Simulation. Powersim digunakan untuk membangun dan35

melakukan simulasi suatu model dinamik. Pada waktu mensimulasikan model, variabel-variabel akan saling dihubungkan membentuk suatu sistem yang dapat menirukan kondisi sebenarnya. Pada perangkat lunak Powersim, suatu sistem yang menggambarkan hubungan antara variabelvariabel itu dinamakan stock and flow diagram. Model yang dibangun dengan menggunakan perangkat lunak Powersim berbentuk simbol-simbol dan simulasinya mengikuti metode dinamika sistem. Perkembangan selanjutnya, simulasi dengan menggunakan perangkat lunak ini banyak dipakai dalam bidang-bidang komersial, industri, manajemen dan riset. Simulasi ditujukan untuk mencari model yang paling cocok sebelum diterapkan dalam kondisi sebenarnya.Tabel 2. 1 Simbol-simbol Diagram Alir

Sumber: Dwiharyadi, D., & Kholil, M (2005)

36

BAB III METODE PENELITIAN

Penelitian ini mulai dari tahap pengumpulan bahan-bahan pustaka proposal. Tahap awal dari penelitian ini adalah kajian kajian pustaka, pengambilan data primer dan data sekunder dilakukan di Kawasan Pelabuhan Puger, Kabupaten Jember. Waktu pelaksanaan pengambilan data di lapangan untuk menambah informasi dan data primer serta sekunder yang telah dikumpulkan selama ini dilakukan pada tanggal 19 Februari 6 Maret 2011. Pengambilan data primer dan sekunder dan informasi lainnya di lapangan untuk menambah data dan informasi yang telah dilakukan sebelumnya. Proses pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan penelusuran informasi rantai pasok ikan dari hulu sampai hilir, meliputi proses landing ikan di pelabuhan sampai penjualan ke industri Kajian pustaka dilakukan untuk mengetahui informasi tentang pemodelan supply chain perikanan. Metode yang dipakai dalam penelitian adalah pemodelam rantai pasok dengan pendekatan sistem dinamik. Dasar pemikiran metodologi sistem dinamik adalah berpikir serba sistem atau systems thinking, yaitu cara berpikir di mana setiap masalah dipandang sebagai sebuah sistem, yaitu keseluruhan interaksi antar unsur-unsur dari sebuah objek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan. Kriteria persoalan yang tepat untuk dimodelkan menggunakan metodologi sistem dinamik adalah mempunyai sifat dinamis (berubah terhadap waktu) serta mengandung minimal satu struktur umpan balik.

3.1 Langkah-Langkah Penelitian 3.1.1 Perumusan Masalah Langkah awal pada tahap ini yaitu melakukan studi pendahuluan terhadap berbagai literatur yang berhubungan dengan penelitian. Berbagai sumber literatur yang dikaji antara lain bahasan-bahasan tentang perikanan tangkap, supply chain, supply chain perikanan tangkap,37

susut produksi ikan,konsep sistem dan model, pendekatan sistem dinamik, dan pengoperasian perangkat lunak POWERSIM STUDIO 2005. Berdasarkan studi literatur yang telah dilakukan maka yang terdapat beberapa pertanyaan yang akan dibahas dalam penelitian ini:

a. Bagaimana model distribusi ikan dari sumber sampai ke industri pengolahan ikan? b. Bagaimana hubungan antara variabel dalam model industri pengalengan ikan sarden? c.Bagaimana simulasi pengaruh kebijakan perikanan terhadap finished goods industri pengalengan ikan sarden?

Oleh karena itu dalam penelitian ini akan diteliti pengaruh kebijakan perikanan tangkap terhadap rantai pasok ikan klaster industri muncar. Kebijakan yang yang digunakan dalam upaya menciptakan rantai pasok yang berkelanjutan adalah pembatasan jumlah upaya penangkapan dan pembatasan alat tangkap. Penelitian ini merupakan studi kasus pada industri perikanan tangkap di kawasan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar Banyuwangi dan pelabuhan-pelabuhan di sekitarnya seperti Puger dan Prigi. Setelah memetakan masalah yang ada kemudian peneliti menentukan variabel-variabel yang ada dalam rantai pasok di Pelabuhan Perikanan Muncar.

3.1.2 Konseptualisasi Sistem Pada tahap ini disusun komponen-komponen yang dianggap berpengaruh di dalam sistem. Hubungan komponen-komponen tersebut digambarkan dalam diagram sebab akibat (causal loop diagram). Diagram sebab akibat ini akan digunakan sebagai alat untuk mengetahui pengaruh umpan balik yang ditimbulkan oleh interaksi bernagai komponen yang mempengaruhi harga ikan, pembentukan harga pada rantai pasok,serta asumsi-asumsi yang mendasari pengembangan model. Hubungan antara variabel sebab dangan variabel akibat dan sebaliknya akan menghasilkan suatu loop, baik loop positif maupun loop negatif. Loop dikatakan negatif apabila perkalian hubungan antara variabelnya adalah negatif dan dilambangkan dengan tanda negatif (-). Loop dikatakan positif apabila perkalian hubungan antara variabelnya adalah positif dan dilambangkan dengan tanda positif (+).

38

Penurunan stok ikan karena overfishing

Masalah

Tema

Judul

Kelangkaan bahan baku industri pengolahan ikan Kurangnya traceability karena tiada pemetaan rantai

Penurunan jumlah tangkapan/hasil produksi perikanan tangkap

Mahalnya bahan baku industri pengolakan ikan

Pemetaan rantai pasok dan analisis pengaruh kebijakan

Analisis Pengaruh Kebijakan Perikanan Tangkap terhdap rantai pasok ikan pada kawasan kluster industri Perikanan Muncar

Obyek Penelitian

Tujuan:a.Menghasilkan model rantai pasok perikanan laut untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri b.Mengetahui hubungan antara variabel dalam model pengalengan ikan sarden c.Menganalisis pengaruh kebijakan perikanan terhadap biaya raw material industri dan. Pengembangan model dengan system dynamics Menganalisis pembentukan harga

Rantai pasok perikanan Tangkap kluster industri Muncar

Melacak post harvest losses

Mempelajari proses produksi Ikan SardenAnalisis Pengaruh Kebijakan terhadap rantai pasok

Simulasi kebijakan

Hasil Akhir

1. Pengembangan model dinamis industri pengalengan sarden di Muncar 2. Usulan kebijakan dan pengaruhnya terhadap profitabilitas dan biaya raw maerial

Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian

39

Mulai

Studi Literatur

Studi Lapangan

Langkah 1 Perumusan Masalah 1.Model sistem industri pengalengan ikan 2. Data Historis Produksi Ikan 3.Data Historis Harga Ikan Perumusan Masalah

Subsistem pasar ikan

Subsistem kapasitas industri

Subsistem pengalengan ikan sarden

Langkah 2 Causal Loop Diagram Konseptualisasi Sistem Langkah 3 Formulasi Model Equation Langkah 4 Simulasi dan Validasi Simulasi dan Validasi Langkah 5 Analisis Kebijakan

Stock and Flow Diagram

Analisa Sistem dan Hasil Simulasi Rekomendasi Kebijakan

SelesaiGambar 3.2 Langkah-langkah penelitian

40

3.1.3 Formulasi Model Merupakan proses yang dilakukan untuk mengubah konsep sistem atau struktur model yang telah disusun ke dalam bentuk persamaan-persamaan dalam bahasa computer. Juga merupakan transformasi dari suatu pandangan konseptual informal ke pandangan konseptual formal (model secara kuantitatif). 3.1.3.1 Stock and Flow Diagram Dalam merepresentasikan aktivitas pada suatu lingkar umpan-balik, digunakan dua jenis variabel utama yang disebut sebagai level dan rate atau dikenal juga dengan sebutan stock and flow. Level menyatakan kondisi sistem pada setiap saat. Level merupakan akumulasi di dalam sistem. Persamaan suatu variabel rate merupakan suatu struktur kebijaksanaan yang menjelaskan mengapa dan bagaimana suatu keputusan dibuat berdasarkan kepada informasi yang tersedia di dalam sistem. Rate inilah satu-satunya variabel dalam model yang dapat mempengaruhi level. Causal loop diagram yang sudah terbentuk digunakan untuk menjadi dasar untuk membuat diagram alir atau biasa disebut Stock and Flow Diagram (SFD) dimana pada tahap ini diformulasikan hubungan antar variabel-variabel tersebut yang berupa hubungan matematis. 3.1.3.2 Equation Pada tahap ini dibuat persamaan matematis yang akan digunakan dalam model yang ada. Persamaan tersebut mengacu pada teori yang terkait. Simbol persamaan tidak hanya mudah dimanipulasi, tetapi juga mudah ditangkap maksudnya. Stock and flow diagram digunakan untuk merepresentasikan struktur aliran secara rinci dari sistem dalam bentuk struktur kebijakan sehingga dapat digunakan untuk menyusun model matematis.

3.1.4 Simulasi dan Validasi Model 3.1.4.1 Simulasi Model Suatu kejadian dibentuk oleh struktur dan perilaku. Struktur adalah unsur pembentuk kejadian dan menunjukkan pola keterkaitan antarunsur tersebut. Struktur pada sistem dinamik digambarkan dalam causal loop diagram. Sedangkan perilaku (behavior) adalah perubahan suatu besaran atau variabel dalam suatu kurun waktu tertentu (pertumbuhan, penurunan, osilasi,41

stagnan, atau kombinasinya). Untuk mengetahui perilaku dan karakteristik model sistem yang diamati, cara yang paling baik adalah melakukan simulasi dari model yang telah disusun untuk suatu periode waktu tertentu. Simulasi merupakan upaya untuk memahami perilaku (behavior) suatu sistem melalui modelnya. Simulasi mempelajari dan memprediksi sesuatu yang belum terjadi dengan cara meniru atau membuat model sistem yang dipelajari dengan menggunakan komputer. Simulasi model dalam penelitian ini menggunakan alat bantu software Powersim Studio. 3.1.4.2 Validasi Model Aminullah, Muhammadi, dan Soesilo (2001) menjelaskan pada tahap validasi model dilakukan pengujian dan evaluasi model untuk melihat seberapa jauh model yang terbentuk dapat mengikuti pola-pola referensi yang ada dengan menggunakan teknik validasi. Validasi adalah salah satu kriteria penilaian keobjektivan dari suatu model. Proses validasi yang akan dilakukan pada model yang dibangun akan menjadi dua bagian, yaitu: 1. Validasi Struktur Model Validasi yang utama dalam metode berpikir sistem adalah validasi struktur model, yaitu sejauh mana struktur model mendekati sistem nyata. Sebagai model structural yang berorientasi proses, keserupaan struktur model dengan struktur nyata diyunjukkan dengan sejauh mana interaksi variabel model dapat menirukan interaksi variabel sistem nyata. 2. Validasi Kinerja/ Output Model Validasi kinerja adalah aspek pelengkap dalam metode berpikir sistem. Tujuannya untuk memperoleh keyakinan sejauh mana kinerja model sesuai dengan kinerja sistem nyata sehingga memenuhi syarat sebagai model ilmiah yang sesuai fakta. Caranya adalah dengan memvalidasi kinerja model dengan data empiris untuk melihat sejauh mana perilaku output model sesuai dengan perilaku data empirik. Dalam penelitian ini dilakukan validasi struktur dan Validasi output dilakukan pada variabel ternetu saja.

42

3.1.5 Analisis Simulasi dan Skenario Menurut Aminullah, Muhammadi, dan Soesilo (2001) analisis skenario kebijakan adalah menemukan langkah strategis untuk mempengaruhi sistem. Ada dua tahap simulasi model untuk analisis kebijakan, yaitu pengembangan kebijakan alternatif dan analisis kebijakan alternatif. Pengembangan kebijakan alternatif adalah menciptakan ide-ide baru tentang tindakan yang diperlukan dalam rangka mempengaruhi sistem mencapai tujuan. Setelah memperoleh alternatifalternatif kebijakan maka kemudian kita menganalisis seberapa besar tingkat keberhasilan atau kegagalannya dalam pelaksanaan nanti sehingga dapat dirumuskan alat yang diperlukan untuk memaksimumkan hasil dan dampak positif dan meminimumkan dampak negatif. Dalam penelitian ini alternatif skenario yang akan dipakai yaitu skenario pembatasan upaya penangkapan berdasarkan kondisi optimis,menengah,dan pesimis. Pada masing-masing skenario dicari upaya penangkapan maksimal yang mengoptimalkan jumlah hasil tangkapan sehingga dapat memaksimalkan profitabilitas dalam rantai pasok perikanan tangkap..

3.2

Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari

hasil wawancara dengan nelayan ABK, pengambek, pedagang besar, serta beberapa pegaiwai perikanan. Data sekunder diperoleh dari dokumen yang berhubungan dengan penelitian, seperti profil umum Kecamatan Muncar,Jember, laporan Dinas Kelautan dan perikanan, laporan BPPPI Muncar dan Puger, Kementrian Kelautan dan Perikanan pusat,penelitian sebelumnya, dan data dari Badan Pusat Statistik. Pengumpulan data dilakukan melalui pengambilan data pada lembaga lembaga terkait, wawancara dan pengamatan yang dilakukan terhadap kondisi di tempat penelitian. Data statistik perikanan, jumlah nelayan, dan data statistik lainnya yang digunakan dalam penelitian ini berupa data time series selama kurun waktu 5 tahun terakhir. Untuk mengetahui tentang kegiatan para nelayan data yang diambil melalui wawancara. Wawancara dilakukan melalui teknik purposive sampling. Metode pengambilan contoh secara purposive dilakukan dengan cara memilih sampel berdasarkan pertimbangan tertentu, dimana pertimbangan tersebut didasarkan pada tujuan penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa unit-unit penangkapan ikan yang dianalisis mempunyai tingkat homogenitas yang tinggi sehingga43

sebagaimana yang dinyatakan oleh Wisudo dkk (1994), apabila unit-unit penangkapan ikan yang dianalisis mempunyai tingkat homogenitas yang tinggi, maka empat sampai enam responden dari setiap jenis unit penangkapan dianggap telah mewakili masing-masing unit penangkapan tersebut (Imron, 2008).

3.3 Definisi Variabel Operasional Definisi variabel operasional adalah pengukuran yang perlu dijelaskan untuk

menghindari adanya penafsiran yang berbeda terhadap variabel yang digunakan dan untuk menghindari kesamaan variabel yang tidak dimasukkan dalam penelitian. Konsep variabel operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: PRDKSI IKN = EXPRND(1990875, 0.123)*1*'SKENARIO OPT' LOSS = 'TKT LOSS'*'PRDKSI IKN' PSRGROSIR IKN = 2372481.2 PSR TOT='KNSMI IKN'+'PSR INDSTRI' PSR INDSTRI =NORMAL(2394197.053,1059351.282,0.123)*1 KNSMI IKN = 'MEAN PNDDK'*'IKN PERKPT' MEAN PNDDK = 125000*0.8 JUAL INDSTR = (1188+0.5422*'PSR TOT')- (12.989*'HRG IKN_KONV') HRG IKN_KONV= 'HRG IKN'*'unit KONV' Unit KONV = 1 HRG IKN = EXP(ELSTSS)*1 ELSTSS = x = NORMAL(7.33,0.0528,0.2) BIAYA MTRL = 'HRG IKN'*'JUAL INDSTR'44

PSANAN = PERSEN*'PRDKSI IKN' PERSEN = 0.2 RW MTRL = 401153.83 INDST NON KLG = 'RW CS'+'RW TDSNL'+'RW TPG' RW CS =Jumlah Raw Material yang digunakan oleh industri Cold Storage PRSN CS = Presentase Raw material cold storage sebanyak 0.26 dari raw material total RW TDSNL = Jumlah Raw Mterial yang digunakan oleh pabrik tradisional PRSN TDSNL = Presentase Raw Material pabrik tradisional sebanyak 0. RW TPG = Jumlah Raw Material yang digunakan oleh industri penepungan PRSN TPG = Presentase Raw Material industri penepungan sebanyak 0,22 dari raw material

BHN IKN = o IF('RW MTRL'>0,('PRDKSI RATA2'-'GAP STOK'/1), 0)

BHN IKN'*(1-EFSNSI) EFSNSI = 0.8 GAP STOK = 'RW MTRL'-'LVL HRPN' WIP =644801 'KPSTS WIP MAX'-WIP KSPST WIP MAX = 150%*WIP PCKG SAOS = WIP*0.4345

MIN('KPSTS PROD MAX',(WIP/'TKT JUAL')) TKT JUAL = 0.001 KPSTS PROD MAX = 3450854.167 MIN KPSTS = 'GAP KPSTS'/'DLY CLS PNT' DLY CLS PNT =1 GAP KPSTS = 'KPSTS PROD MAX'-('KAPSTS HIT'/'HRG IKN') KAPSTS HIT = IF('BIAYA MTRL'>=3000000000,0,'DT KPSTS')

DT KPSTS = NORMAL(393573.6771,89719.45621,0.125)*1 PRDKSI RATA2 = UTLTS*'KPSTS PROD MAX' UTLTS LVL HRPN = 'PRDKSI RATA2'*'TKT HRPN'

3.4

Penelitian yang Berkaitan Terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan penelitian ini. Posisi penelitian ini dan

keterkaitan dengan penelitian-penelitian terdahulu diperlihatkan pada tabel 3.1 Meskipun ruang lingkup hampir sama tetapi karena obyek dan periode waktu yang digunakan berbeda maka terdapat banyak hal yang tidak sama sehingga dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi.

46

Tabel 3. 1 Ringkasan Penelitian Sebelumnya dan Posisi Penelitian

NO JUDUL 1 Domestic fish trade: a case study of fish marketing from the Great Lake to Phnom Penh, working paper 29, Market-Driven International Fish Supply Chains: The Case of Nile Perch from Africas Lake Victoria,

PENELITI

TAHUN HASIL Rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dengan mengurangi biaya pemasaran dan ketidakefisienan distribusi dalam rantai pasok Karakteristik post harvest dalam rantai pasok Nile-perch dari alat tangkap sampai ke konsumen dengan melibatkan berbagai stakeholder yang memiliki tujuan berbeda-beda. .

Yim Chea, et 2003 al. Cambodia Development Resource Institute, Andy Thorpe 2004 dan Elizabeth Bennet

2

3

Economic Impacts Joao Ferreira 1999 of Sardine Scarcity Dias on the Portuguese Canned Fish Industry: a System Dynamics StudyThe Marine Seafood Export Supply Chain in India

Analisis Pengaruh kebijakan Perikanan tangkap pada inudstri pengalengan sarden di Portugal.

4

Parashar Kulkarni ,

2005

Analisa mengenai rantai pasok berkelanjutan serta peran, penghasilan, kondisi sosial semua pihak dalam rantai pasok perikanan. Usulan Kebijakan untuk perbaikan rantai pasok perikanan di India Pengembangan model kemitraan rantai pasok perikanan tangkap rakyat yang merevitalisasi pola kemitraan serta memasukkan kepentingan ABK dan pandega dalam skema pengelolaan belanja

5

Model Kemitraan dalam rantai pasok komoditi perikanan tangkap rakyat

Suharno

2009

47

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Bab ini berisi mengenai pengumpulan dan pengolahan data yang mendukung penelitian yang akan dilakukan seperti keadaan geografis dan penduduk daerah penelitian, data perikanan daerah penelitian dan data simulasi kebijakan.

4.1 Keadaan Geografis Lokasi Penelitian 4.1.1 Keadaan Geografis Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI-573 WPP RI-573 mencakup Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa hingga sebelah selatan Nusa Tenggara. Tepatnya terletak di antara koordinat 9020-13056 Lintang Selatan dan 124020

12628 Bujur Timur dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan : WPP RI 712 (Laut Jawa) : WPP RI 714 (Teluk Tolo dan Laut Banda) : Samudera Hindia/ Perairan Intermasional Sebelah Barat : WPP RI 572 (Perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda

Gambar 4.1 Peta WPP RI 573

48

Sumber: Dirjen Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009)

4.1.2 Keadaan Geografis Pelabuhan Perikanan Muncar, Prigi, dan Puger Pelabuhan Perikanan Muncar, Prigi, dan Puger termasuk dalam Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI-573 yang sebagian besar terdiri dari perairan pantai selatan Pulau Jawa.

Gambar 4.2 Peta Pelabuhan Muncar, Prigi dan Puger Sumber: Dirjen Perikanan Tangkap Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009)

Pelabuhan Perikanan Muncar, Prigi, dan Puger menjadi kluster industri perikanan di provinsi Jawa Timur. Produk ikan segar maupun yang mengalami proses pengolahan dari ketiga tempat tersebut kemudian didistribusikan ke beberapa kota lain di Jawa Timur seperti

Pasuruan,Probolinggo, Madiun, Suarabaya, dll. 4.1.3 Kondisi Umum Muncar Pelabuhan perikanan pantai (PPP) Muncar berada di desa Kedungrejo, kecamatan Muncar, Kabupaten Banyuwangi, propinsi Jawa Timur. Kecamatan Muncar terletak di Selat Bali pada posisi 0810 0850 lintang selatan atau 11415 11515 Bujur Timur yang mempunyai teluk bernama Teluk Pangpang, mempunyai panjang pantai 13 km dengan pendaratan ikan sepanjang 4,5 km. Jarak pelabuhan perikanan pantai Muncar dengan ibukota kecamatan 2 km, dengan ibukota kabupaten 37 km, dan dengan ibukota propinsi 332 km. Kondisi gelombang sepanjang tahun rata-rata adalah 0,5 m dengan gelombang tertinggi pada bulan April s/d Oktober mencapai 1 m. Dengan arus pasang surut yang mencapai ketinggian 2,9 m pada bulan purnama (spring tide) dan minimum 0,3 pada bulan mati (neap49

tide). Sedangkan keadaan angin berbeda-beda antara bulan satu dengan bulan lain. Pada bulan Januari rata-rata kecepatan angin 3,6 km/jam dengan kecepatan maksimal 21 km/jam dari arah selatan. Pada bulan November rata-rata kecepatan angin 4,7 km/jam dengan kecepatan maksimum 25 km/jam dari arah selatan dan pada bulan Desember rata-rata kecepatan angin 4,1 km/jam dengan kecepatan maksimum 32 km/jan dari arah selatan.Tabel 4. 1 Daftar Inventarisasi Nelayan dan Alat Tangkap Kecamatan Muncar 2008

Perahu Jenis Alat NO. Tangkap Motor Motor Tak Perahu unit Tanpa Jumlah

Nelayan Jumlah RTP RTBP Nelayan

1 2 3 4 5 6 7

Purse seine Payang Gill net Lift net Hook and lines Traps Lain-lain JUMLAH

370 44 255 65 360 307 1.401

21 40 35 96

142 446 588

185 44 255 129 581 142 788 2.124

370 44 255 129 581 142 594 2.115

7.057 2.768 502 10.327

7.427 2.812 757 129 581 142 594 12.442

* RTP

= Rumah tangga pemilik/ nelayan juragan alat tangkap

RTBP = Rumah tangga bukan pemilik/ anak buah kapal Sumber : Kantor BPPPI Muncar (2010)

Penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan pada tahun 2007 sebesar 12.442 orang dari jumlah penduduk sebesar 129.760. Dari jumlah tersebut hanya 17% yang memiliki unit alat tangkap sendiri karena kebanyakan menjalankan kapal milik juragan yang dalam hal ini merupakan pemilik kapal. Jumlah nelayan di Muncar didominasi oleh jumlah nelayan ABK armada purse seine karena satu unit purse seine dalam pengoperasiannya pada saat ini membutuhkan nelayan ABK sebanyak 45-55 orang. Walaupun demikian unit alat tangkap yang mendominasi di Muncar adalah alat tangkap tradisonal, seperti lift net (bagan), perangkap,50

pancing, dan lain-lain dimana pada tahun 2008 jumlah sebesar 1.640 unit alat tangkap atau sebesar 77,2% dari jumlah alat tangkap yang ada. 4.1.3.1 Hasil Tangkapan Ikan Muncar merupakan daerah penangkapan dengan hasil tangkapan yang sangat besar. Hasil tangkapan yang mendominasi di Muncar adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru). Sumberdaya perikanan lemuru Selat Bali mempunyai arti penting bagi masyarakat Muncar. Perikanan lemuru ini sebagai basis penangkapan dan pendaratan ikan serta industri pengolahan ikan. Hal ini menunjukkan sumberdaya perikanan lemuru telah memberikan andil yang cukup besar terhadap perekonomian di Muncar. Alat-alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan lemuru dan ikan permukaan lainnya adalah purse seine, yang merupakan alat tangkap utama, payang, bagan, dan jaring insang hanyut. Untuk jenis ikan yang tertangkap adalah ikan lemuru, kembung, tembang, teri, manyun, layur, petek, cumi-cumi, cucut, pari, rebon, bambangan, rajungan, kerapu, udang, tengiri, dan rencek. Sebagian besar tangkapan adalah jenis ikan pelagis terdapat pada area dangkal di sekitar Selat Bali. Sedangkan untuk ikan damersal yang tersebar di samudra lepas masih sangat sedikit pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan kapal ikan yang ada masih belum bisa menjangkau daerah tersebut, sehingga perlu dikembangkan kapal yang lebih besar dimana bisa menjangkau kawasan yang lebih luas untuk memanfaatkan sumber daya dengan yang optimal. 4.1.3.2 Daerah Penangkapan Ikan Muncar Daerah penangkapan ikan nelayan Muncar pada dasarnya adalah perairan Selat Bali dengan luas total wilayah 2.500 Km2. Namun, secara garis besar daerah penangkapan ikan di Selat Bali dibagi menjadi dua, yaitu perairan di paparan Pulau Jawa dan Pulau Bali. Daerah penangkapan di paparan Pulau Jawa meliputi sepanjang perairan Kabupaten Banyuwangi dengan pusat perikanan terbesar di Muncar. Perikanan lemuru yang mendominasi perikanan Selat Bali menjadi sentra dalam pengelolaan sumberdaya ikan di Muncar. Untuk daerah penangkapan bagi nelayan Muncar adalah perairan Selat Bali yang luasnya 960 mil persegi, dengan potensi sumber perairan yang terkandung atau standing stock sekitar 200.000 ton pertahun yang terdiri dari jenisjenis ikan permukaan (ikan pelagis) dan jenis-jenis ikan demersal lainnya. Ikan pelagis ini di dominasi oleh jenis ikan lemuru lebih kurang hampir 80% yang tertangkap (BPPPI, 2010).51

4.1.4 Kondisi Umum Prigi Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi (PPN Prigi) dibangun di atas lahan seluas 27,5 Ha dengan luas tanah 11,5 Ha dan luas kolam labuh 16 Ha. Tere;tak pada posisi koordinat 1114358 BT dan 081722 LS tepatnya di Desa Tasikmadu Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek Jawa Timur. Jarak ke ibukota provinsi Surayabya adalah 200 km dan jarak ke ibukota kabupaten (Trenggalek) adalah 47km. Musim Penangkapan ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Prigi pada tahun 2008 terjadi pada bulan Juni,Juli,Agustus,September, dan Oktober dengan puncak musim pada bulan September. Pada bulan-bulan tersesbut terjadi kenaikan produksi bila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, hal ini dipengaruhi oleh musim, angin, dan arus laut.

Produksi Ikan Prigi250000 200000 150000 100000 50000 0

Produksi Ikan Prigi

Gambar 4.3 Produksi Ikan Prigi Tahun 2008

Sumber: Laporan Statistik PPN Prigi 2008

Jumlah armada perikanan tahun 2008 adalah 1.032 unit dengan ukuran kapal di bawah 30 GT, yaitu terdiri dari kapal berukutan < 10 GT 641 unit (62,11%), 100,('PRDKSI RATA2'-'GAP STOK'/1), 0) Bahan mentah ikan yang akan digunakan dalam proses produksi merupakan auxillary keputusan dan aliran keluar dari Level Raw Material. Jika jumlah Raw material yang diterima lebih dari nol maka Raw material yang akan digunakan dalam produksi senilai Produksi rata-rata PRDKSI RATA2 dikurangi dengan selisih stok GAP STOK yang ada. Jika seandainya tidak ada raw material maka jumlah raw material yang disiapkan utnuk produksi juga bernilai nol.

81

Jumlah Waste 'BHN IKN'*(1-EFSNSI) 25 Waste adalah jumlah bahan ikan yang tidak terpakai selama proses produksi. Didapat dari Bahan Ikan yang tersedia dikali (1-efisiensi). Hal ini dapat disebabkan karena kurangnya material handling yang memadai, atau pembususkan ikan karena kualitas ikan kurang baik. Efisiensi EFSNSI = 0.8 26 Diasumsikan bahawa efisiensi pabrik pengolahan ikan sebanyak 80%. Selisih stok yang tersedia GAP STOK = 'RW MTRL'-'LVL HRPN' 27 Selisih stok yang tersedia didapat dari Jumlah Raw material RW MTRL dikurangi dengan Level stok yang diharapkan LVL HRPN. Work in Process (WIP) : level WIP =644801 28 Jumlah lemuru yang akan dipro