farmakologi

15
PENDAHULUAN A. DEFINISI ANTIEMETIK Antiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anestesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang ringan (Price,2005). Antiemetik yang bekerja secara sentral terbagi atas beberapa kelompok: fenootiazin, nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5- HT 3 ), antikolinergik/antihistamin, dan kelompok yang bermacam-macam. Dua jenis fenotiazin yang umum digunakan adalah proklorperazin (compazine) dan prometazin (phenergan) keduanya memiliki awitan yang cepat dan efek merugikan yang terbatas.

Upload: pusvanurmalasari

Post on 17-Dec-2015

19 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

ji78u9

TRANSCRIPT

PENDAHULUANA. DEFINISI ANTIEMETIKAntiemetik adalah obat-obatan yang digunakan dalam penatalaksanaan mual dan muntah. Obat-obatan tersebut bekerja dengan cara mengurangi hiperaktifitas refleks muntah menggunakan satu dari dua cara: secara lokal, untuk mengurangi respons lokal terhadap stimulus yang dikirim ke medula guna memicu terjadinya muntah, atau secara sentral, untuk menghambat CTZ secara langsung atau menekan pusat muntah. Antiemetik yang bekerja secara lokal dapat berupa anastid, anestesi lokal, adsorben, obat pelindung yang melapisi mukosa GI, atau obat yang mencegah distensi dan menstimulasi peregangan saluran GI. Agen ini sering kali digunakan untuk mengatasi mual yang ringan (Price,2005).Antiemetik yang bekerja secara sentral terbagi atas beberapa kelompok: fenootiazin, nonfenotiazin, penyekat reseptor serotonin (5-HT3), antikolinergik/antihistamin, dan kelompok yang bermacam-macam. Dua jenis fenotiazin yang umum digunakan adalah proklorperazin (compazine) dan prometazin (phenergan) keduanya memiliki awitan yang cepat dan efek merugikan yang terbatas. Agen lainnya adalah dronabinol (marinol), yang mengandung bahan aktif kanabis (mariyuana), hidroksizin (generik) yang dapat menekan area kortikol pada SSP dan trimetobenzamid (tigan), ini serupa dengan antihistamin dan tidak menimbulkan sedasi. Trimetobenzamid sering kali merupakan obat pilihan dalam kelompok ini karena tidak dikaitkan dengann sedaSi yang berlebihan dan Depresi SSP. Obat ini tersedia dalam bentuk oral,parenteral,dan surositoria. Obat ini diabrsorpsi dengan cepat, Dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini menembus plasenta dan menembus ASI, dan digunakan jika manfaatnya lebih besar pada ibu dari pada resiko potensial pada janin atau neonatus. Hidroksizin digunakan untuk mual dan muntah sebelum dan sesudah pelahiran atau pembedahan obsterik. Obat ini diabsorpsi dengan cepat, dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urine. Obat ini tidak dikaitkan dengan masalah pada janin selama kehamilan dan diperkirakan tidak masuk ke ASI. Sama halnya dengan semua jenis obat, kewaspadaan perlu digunakan selama kehamilan dan laktasi (Karch, 2008).Dronabinol disetujui untuk penatalaksanaan mual dan muntah yang berkaitan dengan kemoterapi kanker jika pasien tidak berespons terhadap pengobatan lain. Mekanisme kerja obat ini masih belum diketahui dengan cepat. Obat ini merupakan zat yang dikendalikan kategori C-III, dan harus digunakan di bawah pengawasan ketat karena adanya kemungkinan perubahan status mental. Obat ini diabsobsi dengan mudah dan dimetabolisme dalam hati dengan ekskresi melalui empedu dan urine (Karch, 2008).

1. Antagonis Dopamin (D2) (katzung,2013)Penggunaan preparat antagonis D2Obat-obat ini diresepkan untuk mengatasi emesis pada pelbagai situasi:a. Untuk mengimbangi efek emetogenik yang dimiliki oleh opioid dan ergotamine.b. Untuk mengimbangi gejala emesis yang ditimbulkan oleh kehamilan itu sendiric. Sebelum anastesid. Emesis pascabedahe. Penyakit meniere, penyakit radiasi, terapi sitotoksikPreparat antagonis D2 tidak efektif untuk pengobatan mabuk perjalanan. Karena itu, preparat ini hanya memberikan sedikit perlindungan bagi ibu hamil yang telah menggunakan opioid tetapi masih mobilisasi.Kerja antagonis D2Obat-obat yang menyekat kerja dopamine (antagonis D2) akan meredakan gejala muntah melalui kerjanya dalam dinding usus, pusat muntah dan zona pemicu kemoreseptor. Dengan menghambat kerja dopamine golongan ini memiliki potensi untuk:a. Mengurangi emesis dan meningkatkan selera makan b. Mengubah motilitas gastrointestinalc. Mendepresi sistem saraf pusatd. Mengganggu postur dan gerakan tubuhe. Mengganggu sistem kardiovaskularf. Memicu syndrome SIADH (Syndrome Of Inappropriate AntiDiuretik Hormone)g. Meningkatkan produksi prolaksinh. Mensupresi gejala skizofrenia dan kelainan skizoafektif

Contoh obat: 1. Fenotiazin Proklorperazin Proklorperazin bekerja dalam waktu 10-20 menit setelah disuntikkan intramuscular, dan kerja antiemetiknya ini berlangsung sselama 12 jam (Joshua & King, 1997). Fenotiazin akan melintasi plasenta dan dapat menimbulkan kelainan gerakan pada neonatus. Obat-obat ini dieliminsi melalui metabolism dalam hati dan ekskresi oleh ginjal. Fenotiazin memasuki ASI dalam jumlah yang kecil, dan mengakibatkan gejala mengantuk pada bayi. Pemberian fenotiazin dalam waktu yang lama pada penelitian binatang yang hamil atau menyusui dapat mempengaruhi sistem saraf janinnya.Obat-obat golongan fenotiazin dieliminasi melalui cara yang kompleks dengan variasi individual yang cukup besar. Sebagai contoh , waktu-paruh fenotiazin bervariasi dari 2 hingga 30 jam.1. Interaksi ObatBerbagai macam obat dapat mengadakan interaksi. Beberapa pemakaian kombinasi obat memerlukan modifikasi takarannya. a. Hambatan gerak Bila dua macam obat golongan antagonis D2 atau lebih diberikan secara bersama-sama, resiko timbulnya kelainan gerak akan meningkat. Karena itu, ibu hamil yang mendapatkan obat-obat golongan antipsikotik, litium, metildopa atau beberapa obat antihistamin non sedasi (astemizol, terfenadin) dapat mengalami efek samping SSP yang serius jika memperoleh pula metoklopramid atau proklorperazin. Seorang ibu hamil yang berusia muda mengalami reaksi distonia akut dan obstruksi pernafasan ketika mendapatkan metoklopramid setelah pemberian proklorperazin (stockley, 1999).b. Peningkatan SedasiBila dua buah preparat sedative diberikan secara bersamaan, efeknya akan menjadi lebih kuat. Preparat antagonis D2 akan meningkatkan depresi SSP pada semua pemberian preparat sedative yang meliputi alcohol, apioid, barbiturate, antihistamin, benzodeazepin dan obat-obat anastesi. Kombinasi meperidin (petidin) dengan fenotiazin (termasuk proklorperazin) meningkatkan resiko terjadinya depresi pernafasan, sedasi, intoksikasi SSP dan hipotensi (Stockley, 1999).c. Kehilangan EfekEfek peredaan stasis lambung oleh preparat antagonis D2 akan dilawan oleh opioid. d. Penurunan Ambang KejangEfek protektif yang dimiliki oleh obat-obat antikonfulsan dapat berkurang.

2. Antagonis reseptor H1(katzung,2013) Difenhidramin : Benadryl Disamping khasiat antihistaminiknya yang kuat, difenhidramin juga bersifat spasmolitik sehingga dapat digunakan pada pengobatan penyakit parkinson, dalam kombinasi dengan obat-obat lain yang khusus digunakan untuk penyakit ini.Dosis : oral 4 kali sehari 25 50 mg, i.v. 10-50 mg Dimenhidrinat: difenhidramin-8-klorotheofilinat, Dramamin, Antimo Pertama kali digunakan pada mabuk laut (motion sickness) dan muntah-muntah sewaktu hamil.Dosis : oral 4 kali sehari 50 100 mg, i.m. 50 mg. Metildifenhidramin : Neo-Benodin Adalah derivat, yang khasiatnya sama dengan persenyawaan induknya, tetapi sedikit lebih kuat.Dosis : oral 3 kali sehari 20 40 mg.a. IndikasiAntihistamin generasi pertama di-approve untuk mengatasi hipersensitifitas, reaksi tipe I yang mencakup rhinitis alergi musiman atau tahunan, rhinitis vasomotor, alergi konjunktivitas, dan urtikaria. Agen ini juga bisa digunakan sebagai terapi anafilaksis adjuvan. Difenhidramin, hidroksizin, dan prometazin memiliki indikasi lain disamping untuk reaksi alergi. Difenhidramin digunakan sebagai antitusif, sleep aid, anti-parkinsonism atau motion sickness. Hidroksizin bisa digunakan sebagai pre-medikasi atau sesudah anestesi umum, analgesik adjuvan pada pre-operasi atau prepartum, dan sebagai anti-emetik. Prometazin digunakan untuk motion sickness, pre- dan postoperative atau obstetric sedation.

b. KontraindikasiAntihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer, hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua. (http://agungrakhmawan.wordpress.com/anti-histamin/)Antihistamin generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau terkait secara struktural.c. Efek SampingTerjadi pada 15 -25% pasien yang di beri antihistamin, dengan derajat intensitas yang berada secara individual. (Imam Budi: 2008)Depresi atau stimulasi susunan saraf pusatDepresi susunan saraf pusat berupa sedasi bahkan sampai spoor sering menggangu aktivitas sehari-hari, teqadi pada pemakaian golongan amino alkil ether dan phenothiazine, tolerans terhadap efek sedasi dapat terjadi setelah beberapa hari pemberian.Efek terhadap susunan syaraf pusat yang lain dizinus, tinnitus, gangguan koordinasi, konsentrasi berkurang dan gangguan penglihatan/ diplopia.Stimulasi susunan saraf pusat berupa nervous, irritable, insomnia dan tremor dapat terjadi pada pemakaian golongan alkylamine.efek anti kolinergik berupa : retensi urine, disuri, impotensia dan mulut/ mukosa kering dapat terjadi pada pemakaian golongan amino ethyl ether, phenothrazine dan piperazine.Hipotensi dapat terjadi pada pemberian anti histamine intravena yang terlalu cepat.Dermatitis, erupsi obat menetap, fotosensitisasi, urtikaria dan patechiae di kulit terutama setelah pemakaian secara topical.Keracunan akut terutama pada anak anak seperti keracunan atropine berupahalusinasi, ataksia, gangguan koordinasi, konvulsi dan efek entikolinergik (flusing, pupil lebar, febris).

d. Kontra Indikasi Dan Interaksi ObatDermatitis kontak alergi dapat terjadi pada pemakaian antihistamin H1 secara topical golongan ethylene diamine pada penderita yang telah mendapat obat lain yang mempunyai struktur yang mirip( aminophiline).Efek sedasi akan meningkat bila antihistsmine H1 diberikan bersama dengan obat antidepresan obat anti alcohol.Golongan phenothiazine dapat menghambat efek vasopressor dari epinephrine.Efek anti kolinergik dari antihistamine akan menjadi lebih berat dan lebih lama di berikan bersama obat inhibitor monoamine (procarbazine, furazolidone, isocarboxazid).Golongan piperazine pada binatang percobaan dapat menimbulkan efekteratogenik.

Penggunaan antihistamin Pengobatan antiemetic yang menyertai pemakaian opioid, obat anastesi atau keadaan mabuk perjalanan. Peredaan pruritus atau urtikaria yang di sebabkan oleh opioid, misalnya setelah terapi analgesia intraspinal. Penanganan emerjensi anafilaksis dan angioedema sesudah pasien mendapatkan suntikan epinefrin (adrenalin) (BNF, 2000) Reaksi hipersensitivitas yang meliputi alergi obat, pruritus, urtikaria, sengatan serangga dan hayfever. Pemberian antihistamin sebelum terjadinya pelepasan histamin misalnya pada awal musim hayfever, merupakan tindakan pencegahan yang penting. Premedikasi dan sedasi, misalnya prometazin, trimeprazin. Insomnia dengan pemakaian obat yang di beli bebas, misalnya prometazin. Peredaan batuk dan selesma dengan pemakaian obat yang dibeli bebas, misalnya tripolidin, difenhidramin (Benylin).

Antiemetik lainnyaPreparat antimuskarinik, antagonis serotonin, piridoksin (vitamin B6), kanabinoid, benzodiazepine dan kortikosteroid (khususnya deksametason) merupakan obat antimuntah yang berguna pada beberapa keadaan. Pemberian metilprednisolon oral pernah dilakukan dengan hasil yang baik pada hiperemesis gravidarum (Safari et al, 1998), kendati pemberian hormone adrenokortikotropik tidak efektif (Katzung, 2013).

3. Obat-obat antikolinergikObat-obat antimuskarinik, seperti atropine dan hiosin / hyoscine (skolopamin), umumnya merupakan obat antiemetic pilihan kedua sesudah obat-obat antihistamin. Hiosin Hidrobromida (Kwells) merupakan obat penting yang dijual bebas untuk mabuk kendaraan obat ini bersifat sangat sedatif4. Preparat antagonis serotinSerotin (5-hidroksitriptamin, 5HT) merupakan neurotransmitter yang ditemukan diseluruh jaringan otak dengan memiliki berbagai macam reseptor dan kerja. Reseptor yang terlibat dalam peristiwa muntah terutama reseptor 5HT3 tetapi kelas reseptor yang lain (5HT4) juga terlibat. Reseptor ini dijumpai di dalam pusat muntah, zona pemicu kemureseptor dan dinding usus yang kalau dirangsang akan menimbulkan muntah atau emesis, dalam bidang kebidanan, ondandetron paling sering digunakan pada saat sesudah pembedahan. Granisetron lebih efektif daripada metoklopramid atau droperidol dalam mengurangi gejala mual dan muntah yang terjadi setelah anastesi spinal untuk seksioCaesarea (Fujii et al, 1998). Efek samping yang terdapat pada ondansetron berupa sakit kepala, flushing, sedasi, mulut kering, gemeteran, hipotensi, retensi urin, gangguan visual, peningkatan kadar enzim hati, serangan epilepsy.

5. PiridoksinPiridoksin telah digunakan sebagai obat antiemetic selama 40 tahun dan mungkin merupakan preparat yang aman serta efektif untuk pemakaian pada kehamilan dini. Pemberian piridoksin 30-200 mg per hari dapat mengurangi gejala mual selama lima hari. Takaran pemberian piridoksin yang dianjurkan 15-100 mg dua kali sehari yang berada diatas kebutuhan per hari terhadap vitamin tersebut.Dengan takaran 2 mg/hari, piridoksin akan menyebabkan neuropati perifer (kebas, parestesia, cara berjalan yang goyah). Ini menunjukan bahwa takaran yang dianjurkan itu tidak boleh dilampaui.

6. KanabinoidKanabis digunakan oleh para penderita sklerosis diseminata untuk meredakan rasa nyeri dan muntah. Nabilon dikembangkan untuk memasukkan efek antiemetic yang dimiliki oleh kanabis tanpa mengikutsertakan kerja euforianya. Semua preparat kanabinoid menimbulkan sedasi, mulut kering, kehilangan selera makan, gangguan tidur, halusinasi, psikosis, vertigo dan disorientasi.Penggunaan nabilon cenderung digantikan oleh dronabinol yang memiliki insiden efek samping yang lebih rendah. Penggunaan semua jenis kanabinoid (yang diberikan dengan atau tanpa resep) merupakan kontaindikasi dalam kehamilan dan laktasi.

7. Derivat Phenotiazin Nama obat: Perfenazin (trilafon)Sediaan :Tablet.Kelompok Obat: Antipsikotik(antiemetik)Mekanisme Kerja: Tidak begitu jelas, diduga menghambat reseptor dopamine pada mesokortikal-mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamotropi hipofise anterior.Indikasi: Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai depresi, depresi karena penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi.Kontraindikasi: Wanita hamil dan menyusui, depresiSSP atau koma, sindrom Reye, anak-anak, MCI. Hati-hati pemberian pada penyakit hati.Efek samping: Pandangan kabur, salivasi, hidung tersumbat, sakit kepala, reaksi ekstrapiramidal, dikinesia tardif.Interaksi Obat: Tidak boleh diberikan bersama penghambat MAO karena menimbulkan hiperpiretik krisis. Epinefrin tidak boleh diberikan bersama karena mengantagonis obat ini. Simetidin menurunkan metabolism perferazin. Paralitik ileus dapat terjadi bila digabung dengan obat antikolinergik.DosisDosis umum: 8-16 mg/hari PO dalam dosis terbagi; 5-10 mg IM untuk pengontrolan yang cepat, setiap 6 jam; 5 mg IV dalam dosis terbagi, secara perlahan.

Karch, Amy M. 2008. Buku Ajar Farmakologi Keperawatan. Jakarta: EGCKatzung, Bertram G. 2013. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta:Salemba Medika.Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. EGC, Jakarta