intercropping sorgum dan kedelai untuk peningkatan produktivitas
TRANSCRIPT
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 1
INTERCROPPING SORGUM DAN KEDELAI UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN DAN
PENDAPATAN USAHATANI KARET
SORGHUM AND SOYBEAN INTERCROPPING TO INCREASE LAND PRODUCTIVITY AND INCOME FROM RUBBER FARMING
Radite Tistama1), Ratih Dewi Hastuti2), Suharsono3), Cici Indriani
Dalimunthe1), Yan Riska Venata Sembiring1)
1) PT. Riset Perkebunan Nusantara 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK Areal kebun karet yang belum menghasilkan (TBM) mempunyai potensi lahan yang dapat dimanfaatkan petani sebagai sumber penghasilan sebelum tanaman karet dapat disadap. Pemanfaatan gawangan kebun karet perlu memperhatikan dua aspek yaitu tanaman sela (intercropping) yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan dapat memberi manfaat bagi tanaman utamanya. Penelitian pola tanam karet TBM dengan intercropping sorgum dan kedele dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Sungei Putih, Laboratorium Balai Penelitian Tanah dan IPB. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor pertama yaitu jarak tanaman intercropping terhadap tanaman karet (J), dan perlakuan jenis tanaman intercropping (P). Penelitian dilakukan di gawangan tanaman karet umur 1 tahun (TBM 1) dan umur 3 tahun (TBM 3). Parameter pengamatan yaitu analisis hara, intensitas serangan jamur akar putih, berat basah kering, dan kelayakan ekonomi tanaman intercrop pada perkebunan karet. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman intercropping (sorgum dan
2 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
kedele) tidak mengganggu pertumbuhan tanaman karet pada jarak 1 m dari tanaman utama dengan mempertimbangkan faktor agroklimat dan waktu tanam. Produksi intercropping yang ditanam di gawangan karet yang tertinggi adalah sorgum dengan jarak tanam 0.5 m dari tanaman karet dibandingkan dengan perlakuan lainnya, seperti kedele maupun kombinasi (sorgum dan kedele). Namun untuk tanaman intercropping yang ditanam pada gawangan TBM 3 menunjukkan produksi dan pertumbuhan yang rendah karena pengaruh naungan/kanopi tanaman karet yang menghambat penyinaran matahari. Tanaman intercropping tidak memberikan dampak negatif terhadap tanaman karet, bahkan berpengaruh dalam penghambatan jamur akar putih. Kata kunci: Intercropping, sorgum, kedele, karet,
produktivitas, pendapatan, usahatani.
ABSTRACT Immature (TBM) Rubber plantation area had potential land to the farmers as source of income before the rubber crops be tapped. Utilization embankment of rubber plantation should noticed two aspectsthat of the intercropping crops which has high economic value and could give benefits to the main crop. Research cropping patterns of immature rubber intercropping with sorghum and soybean conducted at Sungei Putih Research Institute, Laboratory of Soil Research Institute and IPB. The research using randomized block design with 2 factors and 3 replications. First factor was distance of intercropping crop to rubber plant, and the types of plants of intercropping (P). The study was conducted embankment 1 year old of rubber plants (TBM 1) and 3 years (TBM 3). Observed characters are nutrient values , intensity of root white fungus, dried and wet weight, and the economic feasibility of plant intercrop in rubber plantations. The results
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 3
showed that intercropped crops (sorghum and soybeans) was not interfere growth of rubber plants at a distance of 1 m from the the main plant by considering the agro-climatic factors and time of planting. The highest intercropping production grown in the embankment of rubber was sorghum with spacing of 0.5 m of rubber trees compared with other treatments, such as soy or combination (sorghum and soybeans). But intercropping crop grown in embankment TBM 3 showed low production and low growth as the effect of shade/canopy rubber plants that impede solar radiation. Intercropping crops was not negative impact on rubber trees, even effect in the inhibition of white root fungus. Keywords: Intercropping, sorghum, soybean, rubber,
productivity, income, farm.
4 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN MODEL DALAM SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN MANAJEMEN RISIKO UNTUK RANTAI
PASOK PRODUK-PRODUK TANAMAN PANGAN
DEVELOPMENT OF MODEL IN RISK MANAGEMENT DECISION SUPPORT SYSTEM FOR SUPPLY CHAIN OF FOOD CROPS’
PRODUCTS
Suharjito1), Ford Lumban Gaol1), Indra Dwi Rianto1), Reni Kustiari2), Marimin3)
1) Universitas Bina Nusantara
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK Sistem tata niaga pangan membutuhkan model mekanisme identifikasi dan evaluasi resiko rantai pasok, dan merumuskan mekanisme penentuan harga yang wajar pada tingkat petani. Analisis dalam penelitian ini menggunakan konsep penyeimbangan resiko setiap tingkatan rantai pasok jagung dengan pendekatan stakeholder dialog dan mengembangkan sistem pendukung pengambilan keputusan cerdas manajemen resiko rantai pasok. Pemodelan resiko menggunakan pendekatan Fuzzy AHP dan logika fuzzy dengan input data berupa pendapat beberapa ahli rantai pasok jagung. Variabel risiko yang perlu diantisipasi untuk pengendalian di tingkat petani yang beresiko tinggi adalah rendahnya kualitas, distorsi informasi, dan fluktuasi harga, ditambah sepuluh variabel lain yang berisiko sedang. Variabel risiko di tingkat agroindustri yang perlu penanganan dan pengendalian adalah rendah dan bervariasinya mutu pasokan. Pada tingkat pengepul, variabel yang berisiko sedang adalah kualitas pasokan yang rendah serta beragam, dan fluktuasi harga dan peramalan. Pada
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 5
tingkat distributor terdapat tiga variabel yang berisiko sedang yaitu perkiraan penjualan, akses, dan distorsi informasi. Selanjutnya pada tingkat konsumen, variabel yang berisiko sedang adalah fluktuasi harga dan ketidakpastian pasokan. Hasil verifikasi model negosiasi harga dengan pertimbangan penyeimbangan risiko rantai pasok, menghasilkan nilai harga yang lebih besar dari perkiraan harga rata-rata. Ini berarti bahwa model telah menunjukkan adanya pergeseran nilai risiko dari tingkat petani ke pihak lain dalam rantai pasok sesuai dengan kendala penyeimbangan risiko pada rantai pasok komoditas jagung. Dengan kata lain, model telah menunjukan hasil yang dapat menyeimbangkan resiko setiap tingkatan rantai pasok dengan memberikan nilai harga yang dapat memberikan distribusi keuntungan seimbang sesuai dengan tingkat risiko yang dihadapi. Hasil validasi dengan metode face validation menunjukkan bahwa model dapat diterapkan sebagai alat untuk membuat kesepakatan harga jagung di tingkat petani dengan konsekuensi setiap pelaku rantai pasok melengkapi mekanisme penentuan patokan harga setempat yang berlaku. Kata kunci: Rantai pasok jagung, penyeimbangan resiko rantai
pasok, optimasi fungsi utilitas risiko.
ABSTRACT Food trade system requires a model of the mechanism of identification and evaluation of supply chain risk, and formulate a reasonable pricing mechanism at the farm level. The analysis in this study uses the concept of balancing the risk of any level with the maize supply chain stakeholder dialogue approach and develop intelligent decision support system of supply chain risk management. Modeling risk using fuzzy approach AHP and fuzzy logic with data input form the opinion of some experts maize supply chain. Risk variables that
6 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
need to be anticipated for control at the farm level are poor quality, distortion of information, and the high risk of price fluctuations. In addition, there are ten other variables being risky. The variable level of risk in the agro-industry that needs handling and control is low and the quality varied supply of high risk, in addition there are nine other variables being risky. At the level of collectors, medium risk variables are in short supply quality and variety, and price fluctuations and forecasting. At the distributor level, there are three variables that risk being that sales forecasts, access, and distortion of information. Furthermore, at the consumer level, the variables being is at risk of fluctuating prices and uncertain supplies. Results of the verification model of negotiating a price with consideration of balancing the risk of supply chain produces a value greater price than the estimated average price. This means that the model has demonstrated the value shift risk from the farmer to the other parties in the supply chain in accordance with the constraints of balancing the risks to the supply chain maize. In other words, the model has shown results that can balance the risk of any level of the supply chain by providing value prices can provide a balanced distribution of profits in accordance with the level of risk. Validation results with face validation method showed the model can be applied as a means to make a deal price of corn at the farm level with the consequences of any supply chain actors complements the benchmark price determination mechanism Local (HPS) is applicable. Keywords: Corn supply chain, supply chain risk balancing,
optimization utility function of risk.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 7
PENINGKATAN KUALITAS GIZI BIJI SORGHUM MELALUI FERMENTASI Lactobacillus SP DAN Saccharomyces cereviceae UNTUK PRODUKSI TEPUNG SORGHUM TERFERMENTASI SEBAGAI
PENGGANTI TEPUNG TERIGU
IMPROVING SEED NUTRITION QUALITY OF SORGHUM THROUGH FERMENTATION OF Sorghum lactobacillus SP AND Saccharomyces
cereviceae FOR PRODUCTION OF FERMENTED SORGHUM AS
SUBSTITUTE OF WHEAT FLOUR
Nunuk Widhyastuti1), Alvi Yani2), Imelda K. E. Savitri3)
1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pattimura
ABSTRAK
Sorghum berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia sebagai
sumber karbohidrat non-beras karena kandungan karbohidrat
biji sorghum yang tinggi. Tanaman sorghum mempunyai
keistimewaan, yaitu lebih tahan terhadap kekeringan dan
genangan, dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah, relatif
lebih tahan terhadap hama dan penyakit, budidaya mudah dan
murah. Pemanfaatan biji sorghum menjadi produk pangan
olahan merupakan salah satu upaya untuk mendukung
program diversifikasi pangan. Selain itu, budidaya sorghum di
lahan kering dan kurang subur juga menunjang program
pemerintah dalam upaya pemanfaatan lahan marginal.
Kendala yang dihadapi dalam pemanfaatan sorghum sebagai
bahan pangan maupun pakan adalah rendahnya daya cerna
8 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
protein sorghum dan adanya senyawa antinutrisi, yaitu tannin,
antitrypsin dan asam fitat.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metode standar
dalam pembuatan tepung sorghum secara fermentasi
menggunakan Lactobacillus sp., dan Saccharomyces
cerevisiae. Dengan menggunakan fermentasi yang tepat
diharapkan kualitis nutrisi sorghum dapat meningkat
sedangkan senyawa antinutrinya menurun sehingga akan
diperoleh tepung sorghum dengan kualitas yang baik.Metoda
yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada berbagai
referensi mengenai fermentasi biji-bijian dan umbi-umbian
untuk pembuatan tepung modifikasi dengan berbagai
modifikasi disesuaikan dengan fasilitas laboratorium, bahan
dan alat yang tersedia. Tahapan penelitian yang dilakukan,
yaitu: 1) seleksi biji sorghum, 2) pra-perlakuan biji sorghum,
3) penyiapan inokulum, 4) fermentasion biji sorghum, 5)
penepungan (pengeringan dan penggilingan), 6) analisa
mikrobiologi dan kimia, dan 7) organoleptic. Pembuatan
tepung sorghum dilakukan dengan menggunakan 4 perlakuan
dengan 3 ulangan, yaitu a) tanpa fermentasi, b) fermentasi
cair (dengan penambahan bakteri asam laktat dan khamir), c)
fermentasi padat (dengan penambahan jamur), d) fermentasi
padat + cair (dengan penambahan jamur, bakteri asam laktat
dan khamir). Nilai gizi dan senyawa anti-nutrisi pada tepung
sorghum sebelum dan sesudah fermentasi dianalisa dengan
menggunakan metoda standar sesuai dengan the International
of Official Agricultural Chemists (AOAC).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses fermentasi mampu
menurunkan kadar tannin tepung sorghum sebesar 29,13-
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 9
33,69% dan asam fitat sebesar 29,13-33,69% serta
menaikkan daya cerna protein sorghum sebesar 3,5-5 kali.
Sedangkan kadar protein, karbohidrat dan lemak serta
kandungan asam-asam amino relatif tidak berubah.Tepung
sorghum hasil fermentasi dapat digunakan sebagai pengganti
tepung terigu hingga 100% dalam pembuatan cookies dan
cake. Namun demikian, hasil uji organoleptik menunjukkan
bahwa substitusi tepung terigu oleh tepung sorghum hasil
fermentasi yang dapat diterima dengan baik oleh panelis untuk
cookies yaitu sebesar 75% dan cake sebesar 50%.
Kata kunci: Kualitas biji sorghum, proses fermentasi.
ABSTRACT Sorghum has the potency to be developed in Indonesia as non-rice source of carbohydrate because of its high carbohydrate content. Sorghum has special characters, i.e., it can be grown in any type of soils, relatively tolerant to pest and diseases, and easy and chieve to cultivate. The use of sorghum seed for processed food is one of the effort to support food diversification program. Some constraints of the use of sorghum as food and feed are low digestability, low protein and it cointains ant-nutrion compound such as tannin, antitrypsin and fitat acid. The objective of this research is to obtain standard method of sorghum flour processing by fermentation using Lactobacillus sp., and Saccharomyces cerevisiae. Apropriate fermentation are expected to increase the nutrion quality of sorghum and decrease the antitannin compound so that high sorghum flour can be obtained. The method for this research refer to some publication on some methos of fermentation of cereals and
10 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
tubers for modified flour which have been adjusted to the availability laboratorium facility, materials and tools. The steps of the research are: 1) selection of sorghum seeds, 2) pre-treatment on selected sorghum seeds, 3) preparation of the inocolum, 4) fermentation of sorghum seeds, 5) flouring (drying and grinding.), 6) micro-biological and chemical analysis, and 7) organoleptic test. The experiment of sorghum flouring consist of 4 treatment with 3 replication. The 4 treatments are: a) without fermentation, b) liquid fermentation (with the addition of lactat acid bactery and khamir), c) solid fermentation (with the addition of mushroom, d) liquid + solid fermentation (with the additon of mushroom, lactat acid bactery and khamir). The nutrition quality and the anti-nutrion comfound of the sorghum flour was determined using the AOAC standard method. The results of the experiment showed that the fermentation reduced the tannin contain of the sorghum flour between 21.13-33.69% and fitat acid 29,13-33,69%, while increasing the digestability of sorghum protein 3.5-5 times. The protein, carbohydrate and fat content, as well as the amino acid content relatively did not change. However, the the organoleptic test showed that wheat flour substitution by sorghum flour that was acceptable by panelist are 75% for cookies and 50% for cakes.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 11
KAJIAN KESESUAIAN VARIETAS SINGKONG SEBAGAI BAHAN BAKU MOCAF DAN POTENSINYA DI JAWA
UNTUK MENOPANG KETAHANAN PANGAN NASIONAL
STUDY on SUITABILITY OF CASSAVA VARIETIES AS RAW MATERIALS of MODIFIED CASSAVA FLOUR (MOCAF) and its
potency IN JAVA SUPPORTI NATIONAL FOOD SECURITY
Achmad Subagio1), Yudi Widodo2), Yuliasri Ramadhani Meutia3), dan Deden TS Muliadi4)
1) Universitas Jember
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Balai Besar Industri Agro
4) PT. Kertalaksana
ABSTRAK
Modified Cassava Flour (Mocaf) adalah produk tepung dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diproses dengan cara fermentasi. Informasi tentang ketersediaan dan kualitas singkong sebagai bahan baku utama Mocaf menjadi salah satu kendala. Informasi mengenai varietas yang cocok, usia dan daerah sentra produksi, khususnya Jawa, merupakan informasi penting bagi investor untuk berinvestasi pada pabrik Mocaf. Studi tentang kesesuaian varietas ubi kayu sebagai bahan baku dilakukan dengan uji coba produksi Mocaf dari berbagai varietas, umur dan karakteristik daerah untuk dicocokan dengan kemudahan proses, hasil, dan kualitas Mocaf. Pemetaan potensi singkong dilakukan dengan mempertimbangkan variabel varietas, produksi dan produktivitas, ketersediaan lahan dan penerimaan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknologi fermentasi Mocaf sesungguhnya dapat dilakukan pada berbagai varietas singkong. Varietas yang paling sesuai adalah varietas
12 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Cimanggu, Adira-4, dan Malang-1. Sedangkan varietas UJ-5, Malang-4 dan Malang-6 agak sesuai, akat tetapi varietas Darul Hidayah dan UJ-3 tidak sesuai untuk Mocaf. Pengembangan singkong pada lahan pasir pesisir pantai selatan sangat potensial dilakukan, akan tetapi harus ditanam pada awal musim hujan, disertai pemupukan kombinasi pupuk organik (pupuk kandang/pupuk hijau) dan pupuk anorganik NPK. Dari sisi industri, total industri kecil dan menengah pengguna terigu di Jawa Timur yang terdidentifikasi sebanyak 228 IKM, terdiri atas 191 industri kecil dan 37 industri menengah. Terdapat 26 jenis produk pangan pengguna terigu yang berpotensi untuk disubstitusi Mocaf. Potensi Mocaf sebagai bahan pensubstitusi terigu pada produk-produk IKM pengguna terigu di Jawa Timur cukup tinggi yaitu sebesar 54.43%. Analisis SWOT menunjukkan Mocaf sebagai bahan pensubstitusi terigu pada berbagai produk memiliki posisi yang menguntungkan serta mempunyai peluang untuk berkembang, sehingga pangsa pasar dari produk ini masih sangat besar. Kata kunci: Varietas singkong, Mocaf, industri pengolahan
Mocaf.
ABSTRACTS
MOCAF (Modified Cassava Flour) is the product of flour from cassava (Manihot esculenta Crantz) processed by fermentation. One obstacle is the lack of information on availability and quality of cassava as the main raw material. Lack of information on suitable varieties, age and region producing, especially Java, are important factors for investors to invest on the MOCAF factory. In this research, the study of the suitability of cassava varieties as raw materials is done by trial MOCAF production of various varieties, age and characteristics of the region to be matched with the ease of the process, yield, and quality of MOCAF generated.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 13
Meanwhile, the mapping of cassava potency will be done by considering variable varieties, production and productivity, land availability and farmers acceptance. The results showed that the fermentation technology mocaf can be done on cassava with different varieties. Cimanggu varieties, Adira-4, and Malang-1 most appropriate for mocaf. While the variety UJ-5, 4th Malang and Malang-6 rather appropriate, but varieties Darul Hidayah and UJ-3 not suitable for mocaf. Cassava development in the southern coastal sand land potentially be done, but must be planted at the beginning of the rainy season and fertilization with a combination of organic fertilizer (manure / green manure) and inorganic fertilizer NPK. Total small and medium industries that use wheat in East Java were identified as many as 228 SMEs, consisting of 191 small industries and 37 secondary industries. There are 26 types of food products made from wheat potentially to be substituted mocaf. Mocaf potential as an ingredient wheat substituents on the products of SMEs in East Java is quite high at 54.43%. SWOT analysis showed that mocaf as a substituent of wheat in the manufacture of various products has a a profitable position and have the opportunity to thrive, so that market share of these products is still very large. Keywords: Variety, casava, MOCAF processing industry,
Provinve of East Java
14 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Gambar 1. Grading Mutu Gambar 2. Klaster 1
Gambar. 3. Pabrik MOCAF Gambar 4. Singkong
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 15
APLIKASI TEKNIK METAGENOM DALAM EKSPLORASI AGENS HAYATI DAN INDUKSI
RESISTENSI TERHADAP PENYAKIT KRESEK YANG DISEBABKAN OLEH XANTHOMONAS ORYZAE PV.
ORYZAE PADA TANAMAN PADI
APPLICATION OF METAGENONOMIC TECHNIQUE IN EXPLORING BIO-CONTROL AGENT AND INDUCTION OF
RESISTANT TO BACTERIAL LEAF BLIGHT DISEASE (XANTHOMONAS ORYZAE PV.ORYZAE) ON RICE
Giyanto1), Rustam2), Christoffol Leiwakabessy3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pattimura
ABSTRAK
Upaya swasembada beras terus dilakukan dengan berbagai
pengembangan teknologi pertanian. Penyakit hawar daun
bakteri (bacterial leaf blight) atau sering disebut penyakit
kresek yang disebabkan oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo) merupakan salah satu penyakit padi yang dapat
menyebabkan kehilangan hasil hingga 60%. Salah satu upaya
mengurangi kehilangan hasil akibat serangan hama dan
patogen tanaman adalah dengan pengendalian hayati yang
digolongkan sebagai teknik pengendalian ramah lingkungan.
Selain melalui pendekatan teknik konvensional dalam
mendapatkan isolat agens hayati, teknik metagenom
merupakan teknologi molekuler yang memungkinkan
eksplorasi senyawa bioaktive maupun gen gen yang
16 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
bertanggung jawab terhadap induksi resistensi tanaman padi
terhadap serangan hama maupun patogen baik pada mikroba
yang hersifat dapat dibiakkan pada media sintetis (culturable)
maupun mikroba yang tidak dapat dibiakkan pada media
buatan (unculturable). Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan bakteri agens hayati maupun senyawa bioaktive
atau gen yang bertanggungjawab terhadap penekanan Xoo
melalui mekanisme antibiosis maupun induksi ketahanan
sistemik tanaman padi terhadap serangan Xoo. Hasil penelitian
initelah didapatkan 1034 isolat bakteri baik dari tanah,
rhizosfer, maupun bakteri endofit dari beberapa lingkungan
pertanaman padi yang bebeda beda. Sebanyak 18 isolat
bakteri memiliki mekanisme antibiosis yang sangat kuat
terhadap Xoo dan sebanyak 8 isolat bakteri endofit diketahui
menginduksi resistensi tanaman padi terhadap serangan Xoo.
Pendekatan teknik metagenom telah berhasil dilakukan
tahapan isolasi DNA total dari rhizosfer beberapa ekosistem
pertanaman padi, dan fragmentasinya dengan enzim restriksi,
preparasi plasmid pUC119, ligasi DNA sisipan pada plasmid
(vector
ekspresi. Pada penelitian ini pustaka genom (kumpulan dari E
fragmen DNA) berhasil dikonstruksi melalui teknik kloning
dengan seleksi biru putih yang sangat membantu
mengidentifikasi strain atau klon bakteri E. coli transforman
yang mengandung gen sisipan pada plasmid. Analisis
fungsional menunjukkan bahwa sebanyak. 715 klon pustaka
genom telah diuji potensi antibiosisnya terhadap X.oryzae pv
oryzae dan 27 diantaranya menunjukkan potensi antagonistik
terhadap bakteri uji. Sementara itu uji fungsional induksi
resistensi dari klon pustaka genom pada tanaman paditelah
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 17
ditemukan 18 klon pustaka genom sebagai penginduksi
resistensi tanaman padi.
Kata kunci: Metagenom, Xanthomonas oryzae pv oryzae,
induksi resistensi, hawar daun padi.
ABSTRACT
Rice self sufficient is the priority program of Indonesian
government through development of agricultural technology.
Bacterial leaf blight diseases (Xanthomonas oryzae pv. oryzae
(Xoo)) is the important diseases of rice that caused yield lost
to 60%. Biological control is one of the technique to control
plant pest and diseases that have been considered
environmental friendly. Isolation of biological control agent
using conventional method is not enough to cover
microorganism with potency as biological control agent
becaused not all microorganism associated with plant is
culturable, but mostly uncultucable. Metagenome technique is
one ot the powerfull methodto screen bioactive compounds or
genes responsible for atntibiosis or induced systemic resistance
of plant to pathogen. The aims of this research is to find
bacterial isolate(s), bioactive compound or gene(s) responsible
for controling Xoo through antibiosis and induced resistance of
rice plant. We isolated1034 bacteria isolates from soil, rhizosfer
or endophitic bacteria. Further investigation found 18 bacteria
have antibiosis activity againts Xoo and 8 isolates induced
systemic resistance of rice plant to Xoo. We also succesfully
employ the metagenomic technique in order to explore the
bioactive compound or gene(s) for controlling Xoo.We
succesfully employed DNA exctraction, fragmentation, and
plasmid preparation for construction of metegenomic library.
18 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Construction of metagenomic library has been done and
functional analysis of 715 metagenomic clones indicated that
27 clones positively have antagonistic activity to Xoo
Furthermore functional analysis of resistance induction of rice
plant to Xoo have been found 18 metagenomic clones
positively induced rice systemic resistance.
Keyword: Metagenome, Xanthomonas oryzae pv. oryzae,
induced resistance, bacterial leaf blight.
Gambar 1. Hasil kontruksi Gambar 2. Pengujian sifat
pustaka genom dengan teknik antibiosis klon pustaka meta-
seleksi biru – putih genom terhadap Xoo
Gambar 3. Visualisasi Plasmid pUC119 dengan pemotongan enzim
retriksi Apal
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 19
DESAIN KONSERVASI PREDATOR DAN PARASITOID UNTUK PENGENDALIAN HAMA PADA
PERTANAMAN PADI
DESIGN OF PREDATOR CONSERVATION AND PARASITOID
FOR PEST CONTROL IN RICE FIELD
Tamrin Abdullah1), Abdul Fattah2), Ramlan2), Nurariaty Agus1), Nur Ilmi3)
1) Universitas Hasanuddin
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Islam Muhammadyah Pare-Pare
ABSTRAK
Perubahan iklim berpengaruh terhadap pertumbuhan padi dan
produksinya, serta populasi dan serangan organisme
pengganggu tanaman padi. Salah satu yang dapat dilakukan
untuk pengendalian hama padi yang efektif, ekonomis,
ekologis dan hasilnya dapat berkesinambungan adalah
konservasi predator. Dilakukan penelitian dengan perlakuan
terditri dari beberapa jenis tanaman yang ditanam di
pematang sawah sebagai shelter bagi predator yaitu : (a)
pisang + talas, (b) kacang panjang, (c) jagung + kedelai, (d)
gulma berbunga, dan (e) tanpa shelter (dibiarkan sesuai
kebiasaan petani) sebagai perlakuan kontrol. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat berbagai jenis arthropoda predator,
baik yang tergolong kelas insekta, maupun kelas arachnida
yang tertarik pada tanaman shelter di pematang sawah.
Serangga predator didominasi oleh Ordo Coleoptera (Famili
Coccinellidae dan Famili Staphylinidae), Ordo Dermaptera
20 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
(Famili Carchinophoridae), serta Ordo Hymenoptera (Famili
Formcidae). Arachnida predator didominasi oleh Ordo Araneae,
khususnya laba-laba pemburu (Famili Lycosidae) dan laba-laba
pembuat jaring. Kumbang kubah (Famili Coccinellidae) yang
ditemukan antara lain Coccinella sp. dan Micraspis sp.
Pengamatan populasi hama pada pertanaman padi
menggunakan mesin penghisap bertenaga aki dan dikurung
dengan kurungan berukuran 1 m X 1 m x 2 m menunjukkan
jenis hama padi yang dominan adalah wereng hijau
Nephotettix sp., walang sangit Leptocorisa sp., ganjur Orselia
oryzae, serta hama putih palsu, Cnaphalocrosis medinalis,
dengan populasi rata-rata + 1 ekor/m2. Berdasarkan
potensinya dalam menurunkan produksi padi, maka populasi
empat jenis hama tersebut tergolong tinggi. Berturut-turut
populasi hama tertinggi per petak percobaan (160 m2)
terdapat sawah dengan shelter : kontrol (1.169 ekor), rumput
berbunga (904 ekor), kacang panjang (902 ekor), pisang dan
talas (851 ekor), dan terendah pada sawah ber-shelter jagung
dan kedelai (845). Populasi predator tertinggi ditemukan pada
padi sawah ber-shelter kacang panjang (331 ekor ),
selanjutnya berturut-turut adalah jagung dan kedelai (300
ekor), rumput berbunga (293 ekor), pisang dan talas (285 ekor
), dan populasi predator terendah pada sawah tanpa tanaman
shelter ((245 ekor). Dapat disimpulkan, penanaman tanaman
shelter di pematang sawah berperan dalam konservasi
predator untuk pengendalian hayati hama pada pertanaman
padi, dengan tanaman anjuran sebagai shelter kacang panjang
dan kedelai.
Kata kunci: Konservasi, predator, parasitoid, pengendalian,
hama, padi.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 21
ABSTRACT
Climate change effect on rice growth and production, as well
as the population and attacks of paddy pest. One that can be
done to control of paddy pest which are effective, economical,
ecological and sustainable is the conservation of predators.
Conducted the research with the treatment consists of several
types of crops grown in the rice field as shelter for predators,
namely: (a) banana + taro, (b) beans, (c) corn + soybean, (d)
flowering weeds, and (e) without shelter (accordance to
farmers habits) as a control treatment. The results showed
there were different types of arthropod predators, both of
which belong to the class of insects, arachnids and classes that
interested in plants shelter in the rice field. Insect predators
dominated by the Order Coleoptera (Family Coccinellidae and
Family Staphylinidae), Order Dermaptera (Family
Carchinophoridae), as well as the Order Hymenoptera (Family
Formcidae). Arachnid predators dominated by the Order
Araneae, particularly spider hunters (Family Lycosidae) and
spiders making webs. Dome beetles (Family Coccinellidae)
were found among others Coccinella sp. and Micraspis sp.
Observations pest populations for paddy cultivation using
battery-powered suction machine and locked with a cage sized
1m x 1m x 2 m indicating the type of of pests of paddy was
predominantly of green leafhoppers Nephotettix sp.,
Leptocorisa sp., Orselia oryzae, and Cnaphalocrosis medinalis,
with an average population + 1 head / m2. Based on its
potential to reduce the production of of paddy, the four types
of the pest population relatively high. The top pest populations
per experimental plot (160 m2) respectively there was rice
with shelter: control (1,169 head), flowering grasses (904
22 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
head), beans (902 head), banana and taro (851 head), and
lowest in the paddy field Air-shelter corn and soybeans (845
head). The highest predator populations found in rice paddy
shelter i.e beans (331 head), the next respectively was corn
and soybeans (300 haed), flowering grasses (293 head),
banana and taro (285 head), and the lowest predator
population in paddy field without shelter ((245 head). Could be
concluded, crops shelter in the paddy fields gave a role in the
conservation of predators as biological control of pests in
paddy field, with plant suggestions as shelter beans and soy.
Keywords: conservation, predators, parasitoids, control, pests, of paddy.
Gambar 1. Pematang sawah Gambar 2. Padi + kacang panjang
Gambar 3. DSCN Gambar 4. Talas
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 23
MODEL PENENTUAN MASA TANAM DAN PANEN PADI DAN LADANG RESOLUSI TINGGI UNTUK ADAPTASI
PERUBAHAN IKLIM
DETERMINATION MODEL PERIOD OF PLANTING AND HARVESTING RICE AND HIGH RESOLUTION FIELD FOR
CLIMATE CHANGE ADAPTATION
Armi Susandi1), Erizal Jamal2), Dedy Farhamsa3), Irsal Las2), Mamad Tamamadin1)
1) Institut Teknologi Bandung
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Tadulako
ABSTRAK Perubahan iklim telah menyebabkan perubahan pola curah hujan sehingga para petani akan semakin sulit untuk menentukan kapan untuk mulai menanam. Salah satu wilayah yang terkena dampak perubahan pola curah hujan adalah Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur. Para petani di wilayah ini setiap tahun selalu mengalami kegagalan panen karena keliru menentukan saat masa tanam. Penelitian ini bertujuan untuk membantu para petani dengan membangun peta prediksi pola tanam padi dan ladang di Kabupaten Belu. Metodologi yang digunakan terdiri dari 4 tahap, yaitu membangun model prediksi curah hujan metode Fast Fourier Transform and Least Square Non-Linear, membuat prediksi curah hujan bulanan, membuat peta prediksi curah hujan bulanan, dan melakukan overlay antara peta prediksi curah hujan dengan peta sawah dan ladang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola perubahan curah hujan di periode ini membuat distribusi hujan di wilayah Belu semakin merata,
24 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
yaitu dari wilayah timur menuju barat. Pola tanam padi pun tidak saja didasarkan pada intensitas curah hujan yang turun. Pada lahan sawah yang beririgasi, yakni wilayah Belu bagian Utara, sawah dapat ditanami padi sebelum musim hujan datang. Penanaman padi sudah bisa dilaksanakan pada saat intensitas curah hujan tidak terlalu tinggi, yakni antara 120 hingga 150 mm/bulan. Berdasarkan hasil analisis iklim untuk estimasi potensi bencana, kejadian longsor dan banjir di wilayah Belu berpotensi meningkat di masa mendatang. Wilayah Atambua, Sasitamean, Malaka Tengah dan sekitarnya merupakan daerah yang paling rentan longsor, dan hama. Sedangkan Wilayah Sasitamean, Malaka Tengah, dan sekitarnya merupakan daerah yang paling rentan terhadap kekeringan. Kata kunci: Kabupaten Belu, curah hujan, prediksi, masa
tanam, padi, palawija, bencana.
ABSTRACT Climate change has led to changes in rainfall patterns so that the farmers would be more difficult to determine when to start planting. One of the areas affected by changing rainfall patterns are Belu district, province of East Nusa Tenggara. The farmers in this region is always a failure at the time of plantingevery year. Therefore, this study aims to help farmers to build maps of rice and palawija planting time prediction in the district of Belu. The methodology consists of four stages, namely building a rainfall prediction model using method of Fast Fourier Transform and Non-Linear Least Square, making predictions of monthly rainfall, making monthly rainfall prediction map, and overlaying the map of predicted rainfall and rice and palawija fields. The results showed that the pattern of rainfall change in this period makes the distribution of rainfall in the Belu district evenly, from the east to the west
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 25
side. Rice planting pattern was not only based on rainfall, but irrigated wetland rice can cause can be prior to planting rice cropping time. Generally, the northern part of Belu district already has irrigated land. Therefore, this region has been able to planting rice with rainfall intensity that is not too high. With approximately 120 mm/month up to 150 mm/month, it can already be planted. Based on the analysis to estimate potential climate disaster, landslide and floods in Belu district may increase in the future. Atambua, Sasitamean, Central Malaka, and its surrounding area is the most vulnerable area of landslides, and pests. Sasitamean region, Central Malaka, and the surrounding areas that are most vulnerable to drought. Keywords: Belu, rainfall, prediction, planting, rice, palawija,
potential, disaster
Gambar 1. Perangkat lunak model perubahan iklimGambar 2. Proyeksi curah hujan di Belu
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 27
ANALISIS TIPE HUJAN, PERUBAHAN INTER-DECADAL, DAN STRATEGI PENGEMBANGAN PADI
DI WILAYAH PAPUA
ANALYSIS TYPE OF RAIN, INTER-DECADAL CHANGES AND RICE DEVELOPMENT STRATEGY IN THE PAPUA
D. Wasgito Purnomo1), Tri Wahyu Hadi2), Aser Rouw3)
1) Universitas Negeri Papua
2) Institut Teknologi Bandung 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK Wilayah Papua memiliki perbedaan tipe hujan dalam periode analisis yang berbeda dan pola inter-decadal. Dengan kondisi ini maka diduga terdapat perubahan tipe hujan dalam skala waktu inter-decadal di wilayah tersebut. Penelitian bertujuan menganalisis variasi tipe hujan, variabilitas tipe hujan dalam skala waktu inter-decadal melalui telekoneksi dengan PDO, aktivitas konvektif dalam periode anomali curah hujan dalam skala waktu inter-decadal, serta strategi pengembangan padi di Papua dan evaluasi hubungan produksi padi dengan anomali iklim inter-decadal di zona semangga Tanah Miring, Merauke menggunakan model DSSAT. Penelitian dilakukan dengan desk study dan survey lapangan. Analisis data menggunakan PCA, Cluster, Running mean, Korelasi, dan CEOF (Complex Orthogonal Function Analysis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada 21 cluster tipe hujan di Papua, yang merupakan variasi dari tipe hujan monsun, ekuatorial dan lokal. Tipe hujan monsun A meliputi A-1, A-2, A-3, A-4, dan A-5. Sementara, tipe hujan ekuatorial (B) meliputi B-1, B-2, B-3, B-4, B-5, B-6, B-7, B-8, B-9, dan B-10, sedangkan tipe hujan lokal C meliputi
28 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
C-1 dan C-2. Secara geografis tipe hujan tersebut bervariasi menurut tiga area utama, yaitu dataran rendah utara 7 cluster tipe hujan, deretan pegunungan tengah 5 cluster tipe hujan, dan dataran rendah selatan 9 cluster tipe hujan. Tipe hujan tersebut memiliki respon yang berbeda terhadap osilasi fase hangat (+) dan dingin (-) PDO, yaitu hubungan negatif, positif dan campuran dengan lag 14 tahunan di belakang osilasi PDO di Pasifik utara. Tipe hujan tertentu memperlihatkan perubahan tipe dalam skala waktu inter-decadal. Pada fase hangat, sebagian tipe hujan memiliki anomali yang tinggi, sebaliknya memiliki anomali rendah pada fase dingin PDO. Pada periode anomali rendah curah hujan, aktivitas konvektif annual dan semi-annual mendapat dukungan dari pengaruh lokal (land breeze) dari deretan pegunungan tengah, dan sea breeze pada area tertentu. Sedangkan pada fase anomali curah hujan tinggi, pengaruh lokal menurun signifikan, dibarengi dengan menguatnya magnitude konvektif oleh pola umum aktivitas konvektif benua maritim (sirkulasi general). Runtuhnya pengaruh konveksi lokal terhadap mode annual dan semi-annual menyebabkan berubahnya tipe hujan tertentu dalam skala waktu inter-decadal. Khusus untuk zona padi di Papua, Merauke memiliki tipe hujan monsun A, Manokwari memiliki tipe hujan monsun A-4, sedangkan zona pengembangan padi di Sorong memiliki tipe hujan lokal C-1. Pada periode anomali rendah tipe hujan monsun mengalami anomali tinggi 20-30 mm di atas rata-rata jangka panjang, sedangkan tipe lokal C-1 sebaliknya mengalami penurunan curah hujan pada periode anomali tinggi. Tipe hujan monsun pada kedua lokasi tersebut juga didukung oleh pengaruh lokal yang kecil pada aktivitas konvektif periode anomali rendah. Tipe hujan monsun A menunjukkan puncak di bulan Maret pada periode anomali tinggi, sedangkan periode anomali rendah cenderung sama yakni di bulan Februari-Maret dengan magnitude yang lebih rendah. Dari hasil evaluasi tipikal anomali curah hujan tinggi dan kaitannya dengan variabilitas
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 29
padi di Merauke, ditemukan waktu tanam optimal untuk periode MH dan MK. Diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, pola anomali curah hujan akan mengalami perubahan mengikuti osilasi fase dingin PDO yang tampaknya sedang memasuki periode osilasi dingin. Kata kunci: Tipe hujan, variabilitas, inter-decadal, aktivitas
konvektif, AEZ Padi, Papua.
ABSTRACT The previous researcher has shown the different rainfall type in the different time period of the analysis and an inter-decadal pattern in the long term monthly data of a few rainfall stations in the Papua region, so that there was the rainfall pattern changing on inter-decadal time scale in the Papua region. In addition, This research was performed to: analyze the variation of the rainfall, calculate the rainfall type variability on inter-decadal time scale by the teleconnection with the Pacific decadal Oscillation (PDO), assess the convective activity in the rainfall anomaly on inter-decadal time scale, and analyze the strategy of rice development, by analyze the rainfall type in the rice agro ecological zone (AEZ) in the region of Papua, and study in the rice field zone in the Semangga Tanah Miring, Merauke region to evaluate relationship of rice production and climate variability on inter-decadal time scale using DSSAT model. We found 21 cluster of rainfall type in Papua, which is a variation of the type of the monsoon rainfall: A, A-1, A-2, A-3, A-4, A-5 and A-6; the equatorial type B: B- 1, B-2, B-3, B-4, B-5, B-6, B-7, B-8, B-9 & B-10, and the local type of C: C-1, and C-2. Rainfall type vary according to three main areas, 7 clusters of rainfalls type in the northern lowlands, 5 clusters of rainfall type at the central mountain range, and 9 clusters of rainfalls type in the southern lowlands. Those rainfall pattern
30 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
have different responds to the warm (+) and cold (-) PDO phase, that are positive, negative and other with the lag 14 years behind the oscillation of PDO in the north Pacific. In the warm period most of the rainfall type have a higher anomaly and lower in the cold period. In the lower rainfall anomaly period, the annual and semi-annual convective activity was supported by the local influence, land breeze by the center mountain ranges, and sea breeze in the specific are. In the higher rainfall anomaly period, the local influence drops dramatically, coincide with increasing of the strong magnitude of the annual and semi-annual convective activity of the general circulation in the Indonesian Maritime Continent. This mechanism was responsible to the changing of the certain rainfall type on inter-decadal time scale in the Papua region. In the rice filed zone in the Papua region that are Merauke, Sorong, and Manokwari have different rainfall type. Merauke shows the monsoon type A, Sorong shows the local type C-1, and the monsoon type A-4 in the Manokwari. In the higher anomaly period, the monsoon type shows higher anomaly in rainfall magnitude about 20-30 mm above it’s the longer period. Conversely, the local C-1 tends to lower in the higher anomaly period. Both A and A-4 also was influenced by the local activity to annual and semi-annual convective activity with the smaller magnitude than other type in lower anomaly period. The monsoon A has a peak in March on higher anomaly period, whereas in the lower period it has the same peak in February to April with the lower magnitude than higher anomaly period. The typical rainfall anomaly of the monsoon A in the higher period relationship with the rice filed production in the Semangga Tanah Miring, Merauke was investigated. We found the optimal planting time of the rice filed. We estimate in the next few years it will be changing in the rainfall anomaly following the cold (-) phase of PDO that has been going down to the cooling phase.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 31
Keywords: Rainfall type, Inter-decadal variability, the convective activity, the rice filed zone, Papua region.
Gambar 1. Variasi geografis tipe hujan di Papua
Gambar 2. Variabilitas inter-decadal tipe hujan di Papua terkait dengan osilasi fase hangat dan dingin pdo
32 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENENTUAN WAKTU TANAM DAN ESTIMASI HASIL BERDASARKAN PREDIKSI CURAH HUJAN
MUSIMAN ANSAMBEL UNTUK ANTISIPASI RISIKO KEKERINGAN PADA TANAMAN PADI SAWAH
DETERMINATION AND ESTIMATED OF PLANTING TIME BASED
ON SEASONAL RAINFALL FORECASTS ENSABLE TO ANTICIPATE RISK OF DROUGHT IN RICE FIELD
Tri Wahyu Hadi1), Kasdi Subagyono2), Elza Surmaini2),
Noersomadi3)
1) Institut Teknologi Bandung 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Pusat Sains dan Teknologi Atmosfer
ABSTRAK
Pengetahuan tentang iklim sangat membantu petani dalam merencanakn kegiatan pertanian dan pilihan teknologi. Jika kekeringan dapat diprediksi, maka petani dapat mempersiapkan teknologi yang adaptif kekeringan. Petani juga dapat memilih untuk tidak menanam untuk menghindari kerugian akibat kekeringan. Penelitian bertujuan mengembangkan metode penentuan waktu tanam dan estimasi hasil padi dengan risiko gagal panen minimum menggunakan prediksi musiman ansambel yang bersifat probabilistik dan dapat dikuantifikasi. Kemampuan model prediksi musiman dianalisis dengan ROC dan peluang optimal untuk pegambilan keputusan menggunakan Youden’s Index. Akurasi prediksi pada peluang optimal dianalisis menggunakan metode Propotion Correct (PC). Hasil penelitian menunjukkan, curah hujan dan debit dapat menggambarkan keragaman indeks kekeringan padi (IKP) dengan baik, batas kritis curah
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 33
hujan untuk menentukan terjadinya kekeringan pada sawah irigasi dan tadah hujan. Metode constructed analog dengan prediktor angin U850 mb berpotensi untuk diterapkan untuk prediksi curah hujan di wilayah Indonesia, dengan prediksi yang cukup tinggi berkisar antara 60-80%. Prediksi batas kritis curah hujan menggunakan prediksi musiman ansambel menghasilkan prediksi kekeringan yang dapat dikuantifikasi probabilitasnya. Peluang optimal pengambilan keputusan berkisar 40-60% untuk di atas batas kritis dan 20-50% di bawah batas kritis, dengan akurasi berkisar antara 44-75%. Penggunaan prediksi curah hujan musiman, dapat memperpanjang lead time prediksi, yaitu batas kritis curah hujan Maret dan Juni dapat diprediksi bulan Januari dan April. Lead time 2 bulan dari waktu tanam menyediakan cukup waktu untuk menyusun strategi dan mempersiapkan sarana dan prasarana tanam pada musim tanam berikutnya. Dengan menggunakan prediksi musiman ansambel dapat dikuantifikasi peluang terjadi kekeringan pada tanaman padi MK1 dan MK2. Kata kunci: Iklim, waktu tanam, estimasi hasil, curah hujan,
ansambel, kekeringan, padi.
ABSTRACT
Research conducted to develop a method of determining the planting time and estimate yield of rice to minimum risk of failed harvesting using seasonally forecast probabilistic and ensemble, which can be quantified. Capability of seasonal prediction models were analyzed by ROC and optimum probabilities decision making using Youden's Index. The accuration of prediction at optimum probabilities were analyzed using Propotion Correct method (PC). The results showed, rainfall and water flow could illustrate the diversity of paddy drought index (IKP) properly, critical boundary of rainfall determined the occurrence of drought on irrigated and
34 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
rainfed rice field. Constructed analogous method to predict mb Wind U850 potential to be applied for forecast rainfall in parts of Indonesia, that forecasted fairly high ranging between 60-80%. Critical boundary of rainfall prediction using of ensemble seasonal forecast resulting in a prediction of drouht that can be quantified its probabilities. Probabilities optimum decision making were 40-60% of above critical limit and 20-50% below the critical limit, the accuracy range between 44-75%. The use of seasonal rainfall forecast, could prolong lead time forecast, the critical limit of rainfall in March and June can be predicted in January and April. Two monts lead time on planting time provide sufficient time to develop a strategy and prepare the infrastructure of planting in the next planting season. By using of seasonal ensemble forecast could be quantified probabilities of drought in rice plants MK1 and MK2. If the dryness predictable, farmers could took a risk technology that adaptive of drought. Farmers also could not to grow to avoid losses due to drought. Keywords: Time, cropping, estimates, yield, rainfall, ensemble,
dryness, paddy.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 35
KAJIAN PENGARUH PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PEMBENTUKAN MIKOTOKSIN DAN
PERTUMBUHAN KAPANG TOKSIGENIK
STUDIES ON THE EFFECT OF CLIMATE CHANGES ON
MYCOTOXIN FORMATION AND THE GROWTH TOXCYGENIC
FUNGI
Winiati P. Rahayu1), Wisnu Broto2), Santi Ambarwati1), Dian Herawati3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengawasan Obat dan Makanan
ABSTRAK
Perubahan iklim dapat menyebabkan peningkatan
pertumbuhan mikroba termasuk kapang toksigenik penghasil
mikotoksin.Pertumbuhan kapang toksigenik penghasil
mikotoksin pada jagung dan kedelai dapat menyebabkan
masalah pada keamanannya. Penelitian untuk mengetahui pola
pertumbuhan kapang toksigenik dan pembentukan
mikotoksinnya pada berbagai kondisi suhu dan kelembaban
ekstrim., Hasil penelitian menunjukkan, pertumbuhan kapang
A.ochraceus sebagai kapang toksigenik penghasil mikotoksin
tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan iklim (peningkatan
suhu lingkungan dan kekeringan). Akat tetapi pada A.flavus
dan F. Verticillioides, bertambahnya kelembaban ruang hingga
90% perlu diwaspadai karena berpotensi menstimulir kapang
toksigenik untuk menghasilkan mikotoksin. Pertumbuhan
A.flavus, A.ochraceus dan F. verticillioides dapat dihambat oleh
36 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
S. cerevisiae dengan daya hambat masing-masing 55%,
43%,dan 45% di laboratorium; pada jagung 52%, 59%, 45%,
dan 38%, 49%, dan 45% pada kedelai. Penghambatan
terbesar adalah pertumbuhan A. ochraceus pada jagung
(59%) dan terkecil dalah menghambat A. flavus pada kedelai
(38%). Penyimpanan jagung atau kedelai di dalam silo logam
perlu diwaspadai, karena suhu dalam silo dapat meningkat
lebih dari 30oC merupakan suhu rentan untuk pertumbuhan A.
flavus, A. ochracheus dan F.verticillioides. Silo perlu dilengkapi
dengan sistem aerasi kering dingin untuk menurunkan suhu
dan kelembaban sehingga pertumbuhan kapang penghasil
toksin dapat ditekan. Guna mengurangi risiko pertumbuhan
kapang tersebut di dalam silo pada suhu kamar(30oC),
kelembaban harus 70%. Apabila kapang toksigenik sudah
mencemari jagung dan kedelai sejak di lapang, maka kondisi
silo harus diatur pada kondisi yang ekstrim (suhu 20 atau 40oC
dan kelembaban 70%) agar kapang-kapang tersebut tidak
dapat membentuk mikotoksin.
Kata kunci: Jagung, kapang toksigenik, kelembaban, kedelai,
mikotoksin, suhu.
ABSTRACT
Climate change could spur increasing microbial growth
including toxigenic fungi producing mycotoxins. Growth of
toxigenic fungi producing mycotoxins in corn and soybeans
could cause problems in safety. Research to determine the
pattern of toxigenic fungi growth and mycotoxin formation in
various conditions of temperature and humidity extremes
Results showed that growth A.ochraceus as toxigenic fungi
producing mycotoxins not severely affected a climate changes
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 37
(increaseing of ambient temperature and dryness). However,
ifor A.flavus and F. Verticillioides, increasing up to 90%
humidity chamber needs to be examined, it was potential to
stimulate toxigenic fungi rhat produce mycotoxins. The growth
of A.flavus, A.ochraceus and F. verticillioides could inhibited by
of S. cerevisiae , the inhibitation respectively 55%, 43%, and
45% in the laboratory; on corn 52%, 59%, 45%, and 38%,
49%, and 45% in soybean. The largest inhibition of growth of
A. ochraceus in maize (59%) and the smallest was inhibiting
the A. flavus in soybean (38%). Corn or soybean storage in
metal silos need to watch out, because temperature in the silo
could increased by more on 30 oC a susceptible fot growth of
of A. flavus, A. ochracheus and F.verticillioides. Silo need to be
equipped with chilled dried aerated system to reduce the
temperature and humidity so that growth of toxinproducing
fungi could be reduced. To reduce the risk of fungi growth of
in the silo at room temperature (30 °C), humidity must be
70%. If from the field the toxigenic fungi already contaminate
corn and soybeans, the silos condition must be set in extreme
conditions (temperature 20 or 40 °C and humidity of 70%), so
that the fungus could not be form a mycotoxins
Keywords: Corn, toxigenic fungi, moisture, soybean,
mycotoxins, temperature.
38 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
-20
0
20
40
60
80
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Dia
me
ter
kolo
ni (
mm
)
Waktu pertumbuhan (hari)
Suhu 20 oC, RH70%
Suhu 20 oC, RH 80%
Suhu 20 oC, RH 90%
Suhu Ruang(29.9oC, RH 75 %)
Gambar 1. Pertumbuhan A. flavusbio 2237 di media CDA pada
suhu 20oC dan kelembaban 70, 80, dan 90%
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 39
PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI MELALUI PENGELOLAAN KESEHATAN TANAMAN SECARA
TERPADU
INCREASING SOYBEAN PRODUCTION THROUGH INTEGRATED
PHYTOSANITARY MANAGEMENT
Purnama Hidayat1), Marwoto2), Bambang Tri Rahardjo3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk, kebutuhan
kedelai terus meningkat, namun peningkatan kebutuhan
tersebut belum diikuti oleh ketersediaan pasokan yang
mencukupi. Penelitian untuk mengetahui pengaruh varietas
dan pola pengelolaan kesehatan tanaman terhadap tingkat
serangan hama dan penyakit, struktur komunitas serangga,
dan produksi kedelai dilakukan dengan menggunakan
rancangan Split-Plot RAK. Petak utama adalah varietas yaitu
Anjasmoro dan Wilis, dan anak petak pengelolaan kesehatan
tanaman terdiri dari, Pengelolaan Kesehatan Tanaman Terpadu
(PKTT), Pengendalian Non-Kimiawi (PN-K), Pengendalian
Kimiawi (P-K) dan kontrol. Ukuran plot 2 x5 m diulang tiga kali.
Parameter pengamatan terdiri dari intensitas serangan hama
dan penyakit, kelimpahan dan keanekaragaman serangga.
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara
varietas dan pengelolaan kesehatan tanaman. Varietas Wilis
mendapat serangan organisme penggangu tumbuhan (OPT)
40 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
lebih rendah dan produksi lebih tinggi dibandingkan dengan
varietas Anjasmoro. Hal ini berbeda dengan hasil-hasil
penelitian sebelumnya, perbedaan tersebut mungkin
disebabkan oleh faktor iklim dimana curah hujan yang tinggi
mempengaruhi hasil produksi dan tingkat serangan OPT.
Dibandingkan dengan perlakuan yang lain, kelimpahan
populasi serangga yang paling banyak adalah pada kontrol,
dimana tidak dilakukan pengendalian serangga..lain itu
penambahan bahan organik juga sangat diperlukan agar
keberadaan mikroflora/mikrofauna dalam tanah dapat lebih
berkembang. Pola pengelolaan kesehatan tanaman dengan
menggunakan bahan kimia (perlakuan P-K) memberikan R/C
rasio tertinggi, namun demikian perlakuan ini mengurangi
keanekargaman serangga dalam ekosistem pertanaman
kedelai baik pada varitas Wilis maupun Anjasmoro, sehingga
keankearagaman serangga pada plot P-K paling rendah. Nilai
rasio R/C petak dengan pengelolaan kesehatan tanaman tanpa
pestisida (PKTT dan PN-K) lebih rendah daripada perlakuan
dengan kimiawi, namun lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Selain itu pengelolaan tanpa pestisida sintetis (kimiawi)
merupakan cara yang ramah lingkungan serta mendukung
kelestarian musuh alami pada ekosistem pertanaman kedelai.
Katakunci: Kedelai, keanekaragaman, serangga, PHT, usaha
tani.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 41
ABSTRACT
Along with the increasing population, soybean demand also
increasing, but the increase have not been followed by
availability of adequate supplies. Research to determine the
effect of varieties and phytosanitary management pattern on
the level of pests and diseases, insect community structure,
and soybean production conducted by using a Split-Plot
design. The main plot was the variety namely Anjasmoro and
Willis, and the subplot consisted on phytosanitary
management, Integrated Phytosanitary Management (PKTT),
Control of Non-Chemical (PN-K), Control of Chemicals (PK) and
controls. 2 x5 m plot size was repeated three times. Parameter
observation consisted of the intensity of pests and diseases,
the abundance and diversity of insects. The results showed no
interaction between varieties and phytosanitary management.
Pest in Wilis varieties lower than Anjasmoro varieties, but the
production higher compared to Anjasmoro varieties. This was
in contrast with the outcame previous studies, these
differences may be due to climatic factors where high rainfall
affecting production and the level of pest attacked. Compared
with the other treatments, abundance of insect populations
most was in control, which was not to control the insect.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 43
PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI BERBASIS SISTEM PAKAR UNTUK KETAHANAN
PANGAN
DEVELOPMENT OF EARLY WARNING SYSTEM BASED EXPERT SYSTEM FOR FOOD SECURITY
Supeno Mardi Susiki Nugroho1), Sudarmadi Purnomo2), Anggit
Wikanningrum3), Christyowidiasmoro1)
1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Wijaya Kusuma
ABSTRAK Tanaman kedelai merupakan salah satu sumber protein utama sebagai besar penduduk Indonesia. Produktivitas kedelai Indonesia rendah karena kendala penentuan waktu tanam yang tepat, iklim, dan serangan organisme penggangu tanaman. Dengan membangun sistem pendugaan waktu tanam yang tepat berbasis zona musim dan pendugaan produksi serta dilengkapi dengan visualisasi yang menarik dan representative, diharapkan dapat membantu menyusun kebijakan strategis kedelai nasional. Untuk itu, dilakukan penelitian pengembangan modul pendugaan produksi hasil kedelai dan musim tanam menggunakan metode Support Vector Regression (SVR) berdasarkan data pertumbuhan lahan dari BBSDLSP. Modul musim tanam menggunakan metode Bayesian Belief Network (BBN) dan dilengkapi dengan data curah hujan di setiap zona musim dari BMKG untuk menduga musim hujan dan kemarau yang akurat. Hasil pendugaan menunjukkan, pada modul pendugaan produksi didapatkan hasil akurasi yang rendah jika tahun digunakan sebagai variabel penduga. Jika ditambahkan data pertumbuhan luas
44 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
lahan maka akurasi pendugaan bertambah secara signifikan. Pada modul pendugaan musim tanam, dengan menggunakan data dari BMKG, pada tahun 2013 didapatkan hasil yang akurat dimana perubahan musim tidak terlalu menyimpang dari rata-rata curah hujan 30 tahun. Dengan demikian, untuk setiap pendugaan musim tanam harus digunakan dua buah data, yaitu data masukan berdasarkan pengamatan kondisi curah hujan saat ini selama 30 hari terakhir dan rata-rata curah hujan dari BMKG selama 30 tahun terakhir. Kata kunci: Iklim, sistem pakar, pendugaan waktu tanam,
kedelai.
ABSTRACT Soybean crop is one of the main sources of protein for Indonesian. Indonesian soybean productivity low due to the lack of determining appropriate planting time, climate, and pest. By establishing a system of prediction planting season and zone-based estimation of production and equipped with a representative and interesting visualization, is expected to help determine strategic policy of Indonesian soybean. For it, research conducted to design module development and production of soybean planting season using Support Vector Regression (SVR) based on growth of area data from BBSDLSP. Module the planting season using Bayesian Belief Network (BBN) and equipped with rainfall data each zone season from BMKG to predict rainy and dry seasons accurate. The test results showed, the prediction module production showed low accuracy if the year be used as a predictor variable. If the prediction data was added the land area, the accuracy of prediction increased. In the module prediction of the planting season, using data from BMKG, in 2013 obtained accurate results where the change of seasons was not deviated than the average of rainfall of 30 years. For each
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 45
prediction the planting season should be used two pieces of data, that is data input based on observations of current rainfall conditions during the last 30 days and the average of rainfall from BMKG over the last 30 years. Keywords: Dlimate, expert systems, prediction, time, planting,
soybean.
46 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN SISTEM PERINGATAN DINI PENGENDALIAN HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN
PADI DALAM RANGKA ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM BERBASIS GEOGRAFIC
INFORMATION SYSTEM
DEVELOPMENT of EARLY WARNING SYSTEM OF PEST CONTROL FOR RICE CROP TO ANTICIPATE CLIMATE
CHANGE IMPACT BASED ON GEOGRAFIC INFORMATION SYSTEM
Harisno1), Wahyunto2), Luthful Hakim3), Sarsito Wahono4)
1) Universitas Bina Nusantara
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Pusat dan Data dan Informasi Kementerian Pertanian
4) Balai Besar Peramalan Organisme Organisme Pengganggu Tumbuhan Karawang
ABSTRAK Pembangunan Sistem Informasi Peringatan Dini Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi (SIPERDITAN) merupakan sebuah sistem berbasis website yang dapat diakses melalui mobile browser. Sistem ini dapat membantu pihak pengambil kebijakan untuk melihat data luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi yang telah diinput oleh para staf POPT-PHP yang telah dilatih tentang penggunaan SIPERDITAN dengan menggunakan moobile application. Metode penelitian menggunakan waterfall model pembangunan dan pengembangan sistem, yang meliputi: (a) Analisis kebutuhan data dan informasi luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi, (b) Perancangan Sistem, (c) Implementasi dan (d) evaluasi dan monitoring
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 47
SIPERDITAN. SIPERDITAN dapat dioperasikan di lapangan untuk mengumpulkan data luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi, dan dapat dioperasionalkan dengan mudah, cepat dan murah tanpa harus menggunakan daftar tabel yang berisi kode propinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. Dengan adanya SIPERDITAN, para petugas PPOPT-PHP dapat memperpendek waktu perekaman dan penyimpanan data luas dan intensitas serangan hama dan penyakit tanaman padi, sehingga respon pimpinan dalam pengambilan keputusan terhadap masalah yang terjadi di lapangan dapat dilakukan dengan cepat dan benar. Kata kunci: Sistem informasi, SIPERDITAN, hama dan pneyakit
tanaman, padi
ABSTRACT Pest and Disease Early Warning Information System Development of Rice (SIPERDITAN) is a web-based system that can be accessed through a mobile browser. This system can help to see the Top Management of extensive data and intensity of pests and diseases of rice that has been inputted by the staff POPT-PHP has been trained on the use of SIPERDITAN by using mobile application. By using this methodology (waterfall model system development), which include: (a) Analysis of data and information widely and intensity of pests and diseases of rice plant, (b) Design System, (c) implementation and (d) evaluation and monitoring SIPERDITAN, overall activity can be carried out. The results obtained that SIPERDITAN can be operated in the field to collect extensive data and intensity of pests and diseases of rice crop can be operated easily, quickly and inexpensively without having to use a list of tables that contain code provinces, districts, sub-districts and villages. by using SIPERDITAN officials PPOPT-PHP can shorten recording time
48 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
and vast data storage and intensity of pests and diseases of rice crop, so the response in the decision-making led to the problems that occur in the field can be done quickly and correctly, especially in control of pests and diseases of rice plants appearing pest and disease potential of rice plants in the field.
Keywords: System, information, pest, control, GIS.
Gambar 1. OPT Tanaman Padi di Propinsi Jawa Barat
Gambar 6.11 Tabel OPT di Propinsi Jawa Barat
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 49
PENGELOLAAN EKOLOGI MIKROBIA PELARUT FOSFAT INDIGENOS PEMBENAH KESUBURAN
TANAH YANG TERCEMAR LIMBAH PENAMBANGAN EMAS TANPA IJIN UNTUK
PERTANAMAN KEDELAI
ECOLOGYCAL MANAGEMENT OF INDIGENOUS PHOSPHAT
SOLUBILIZING MICROBIA AS AMENDEMENT OF SOIL WHICH
IS CONTAMINATED BY POLLUTANT OF ILLEGAL GOLD
MINING ON SOYBEAN CROPS
Uyek Malik Yakop1), Lolita Endang Susilowati1), M. Yusuf1), Muji Rahayu2), Lalu Ahmad Gifary3)
1) Universitas Mataram
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
ABSTRAK
Penghambatan proses pendauran hara P akibat rendahnya
kehidupan dan aktivitas mikroorganisme pelarut fosfat (MPF)
akan berimpak pada pemenuhan fosfat bagi tanaman kedelai
yang berimbas pada penurunan produktivitas. Untuk itu
dilakukan penelitian dengan tujuan memperoleh teknologi
pengelolaan ekologi tanah yang dapat mengoptimasi
kehidupan & aktivitas MPF indigenos dalam melarutkan fosfat
sehingga diperoleh efisiensi penggunaan pupuk P bagi
tanaman kedelai dengan perolehan hasil panen yang cukup
tinggi. Sampel tanah diperoleh dari sawah irigasi dengan
sumber air irigasi terkontaminasi Hg dari Sungai Babak
Kecamatan Pringgarate. Penentuan titik sampling sampel
tanah dilakukan secara random sampling di 3 titik pengambilan
50 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
yaitu Stasiun 1 (sawah irigasi di lokasi hulu yang paling dekat
dari proses gelondongan); Stasiun 2 (sawah irigasi berjarak
tengah antara hulu dan hilir); Stasiun 3 (sawah irigasi bagian
hilir atau bagian terjauh dari proses gelondongan). Pada
masing-masing lokasi diambil sampel tanah pada kedalaman 0-
20 cm. Konsentrasi Hg pada masing-masing lokasi sampel
antara lain, Stasiun 1 = 1,74 ppm, Stasiun 2 = 20,44 ppm, dan
stasiun 3 konsentrasi Hg tidak terdeteksi. Isolasi dan seleksi
dilakukan untuk memperoleh isolat yang potensial untuk diuji
efektifitasnya sebagai pupuk hayati P. Rancangan Percobaan
dalam pengujian efektivitas ini dilakukan dengan Rancangan
Acak Lengkap, masing-masing perlakuan diulang 3 kali. Pot
percobaan yang digunakan adalah pot berkapasitas 4 kg tanah
digunakan sebagai media tumbuh tanaman. Tiap pot
percobaan ditanam 3 benih kedelai dan setelah 10 hari
dilakukan penjarangan dengan meninggalkan 2 tanaman per
pot. Hasil penelitian sebagai berikut : (1) tanah sawah di lokasi
pengambilan sampel tanah mempunyai kendala kesuburan
tanah akibat kandungan bahan organik yang rendah, miskin
hara N dan kandungan logam Hg yang melebihi ambang
batas; (2) dari sejumlah ragam koloni MPF diperoleh 5 isolat
BPF yang memiliki indeks pelarutan fosfat (IPP) ≥ 1,5; (3)
berdasarkan hasil uji daya tumbuh isolat pada medium
pikovskaya padat yang mengandung 12ppm Hg diperoleh 4
isolat BPF yang tumbuh, satu isolat BPF tidak tumbuh dan 3
isolat JPF yang tumbuh; (4) dari 4 isolat BPF plus dua isolat
JPF dipilih dua isolat BPF yang diuji potensinya sebagai agen
pupuk hayati P.
Kata kunci: Bakteri, jamur, pelarut, fosfat, Hg, tanah sawah.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 51
ABSTRACT
Inhibition of P cycling process due to lack of life and activity of
microorganisms solvent phosphate (MPF) will impact on the
fulfillment of phosphate for the soybean crop that affected the
decline of productivity. For that conducted the research with
the aim of obtaining soil ecology management technology that
could optimize life and activity of indigenous MPF in dissolving
phosphate to obtain the efficient use of fertilizer P for soybean
in the acquisition a sufficiently high yield. Soil samples were
obtained from irrigation rice field, that water resources from
Babakan river District of Pringgarate contamination with Hg.
Determination of sampling points of soil samples conducted by
random sampling 3-point which Station 1 (rice field the
irrigation the closest upstream location from the the spindles);
Station 2 (irrigation rice field within the middle between the
upstream and downstream); Station 3 (irrigation rice field
downstream or furthest part of the process spindles). On each
of location were taken a soil sample at a depth of 0-20 cm. Hg
concentrations in each sample sites, ie. Station 1 = 1.74 ppm,
Station 2 = 20.44 ppm, and station 3 Hg concentrations
undetectable. Isolation and selection was carried out to obtain
isolates potential for the efficacy of a biological fertilizer P.
Experiments design applied was completely randomized
design, each treatment was repeated 3 times. Experiments
used pot with a capacity of 4 kg of soil as a medium for
growing plants. Each pot trial 3 soybean seed planted and
after 10 days of thinning by leaving 2 crop per pot. Results of
the research as follows: (1) soil rice field soil sampling
locations had soil fertility obstacles due to low organic matter
content, poor in nutrients N and Hg metal content that
52 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
exceeds the threshold; (2) colonies of MPF acquired 5 isolates
BPF that has a dissolution index phosphate (IPP) ≥ 1.5; (3)
based on the results of the test isolates on medium power
growing dense pikovskaya containing 12ppm Hg 4 isolates
acquired BPF growing, one strain dBPF does not grow and 3
JPF isolates growing; (4) of 4 isolates BPF plus two isolates JPF
has been isolates two isolat BPFt potential as agents of
biological fertilizer P.
Keywords: Bacteria, Fungi, Solvents, Phosphate, Hg, Paddy Soil.
Gambar 1. Bakteri dan jamur
pelarut fosfat yang terdapat di sampel tanah dari stasiun
Gambar 2. Makrokospis isolat CPF stasiun
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 53
PENGELOLAAN SISTEM PENGAIRAN DAN PEMUPUKAN TERPADU UNTUK MENINGKATKAN
PRODUTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH BUKAAN BARU DI KABUPATEN
POSO SULAWESI TENGAH
INTEGRATED SOIL FERTILIZATION AND IRRIGATION SYSTEM
FOR INCREASING PRODUCTIVITY AND FARMERS’ INCOMEAT
NEWLY OPENED RICE FIELD IN POSO DISTRICT OF CENTRAL
SULAWESI PROVINCE
Syafruddin1), Saidah1), Sakka Samudin2), Hawalina3), Ita Mowidu2)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Universitas Tadulako,
3) Universitas Sintuwu Maroso
ABSTRAK
Penelitian dengan tujuan mendapatkan 1-3 varietas unggul
adaptif dan spesifik lokasi yang disertai dengan pergiliran
varietas pada lahan sawah bukaan baru dan tersedianya
teknologi pengelolaan jerami padi sebagai sumber bahan
organik dan hara tanaman yang murah, mudah dan dapat
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani, .
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan acak
kelompok pola faktoria, dua faktor yaitu : kombinasi
perlakuan pemupukan (1). kompos jerami 5 t/ha + pupuk NPK
berdasarkan Uji tanah, (2). kompos jerami 2, 5 t/ha + pupuk
NPK berdasarkan Uji tanah + kompos jerami 2,5 t/ha dan (3).
kompos jerami 5 t/ha + ½ takaran pupuk NPK berdasarkan Uji
tanah dan (4). kompos jerami 2,5 t/ha + ½ takaran pupuk
54 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
NPK berdasarkan Uji tanah, faktor kedua adalah 6 varietas
unggul padi (Inpara 3, Mendawak, Mekongga, Banyuasin,
Dendang dan Varietas dominan setempat). Luas masing-
masing perlakukan adalah 10 m x 25 m diulang 3 kali Hasil
penelitian menunjukkan, tanah lokasi penelitian tergolong
Aeric Epiaquepts dan kurang subur. Pertumbuhan dan respon
tanaman sangat baik terhadap perlakuan pemupukan dan
pengairan baik varietas introduksi (varietas Inpara 3,
Mendawak, Mekongga, Dendang dan Banyuasin) maupun
varietas dominan setempat (varietas Ciherang). Hal ini terlihat
dari adanya peningkatan hasil panen antara 1,0 hingga 2,84
t/ha pada perlakuan pemupukan terpadu dibandingkan dengan
pemupukan yang dilakukan petan. Varietas unggul
meningkatkan produksi antara 2,05 hingga 2,21 t/ha
dibandingkan varietas lokal. Pemupukan NPK sesuai kondisi
tanah ditambah kompos jerami 5 t/ha menghasilkan usahatani
yang paling layak dikembangkan karena meningkatkan
pendapatan sebesar 28,61% hingga 32,56% dibandingkan
dengan usahatani padi teknologi setempat. Pada musin tanam
ke dua petani telah mengadopsi 2 jenis verietas yang
memberikan hasil sangat baik pada musim tanam 1 yaitu
verietas Banyuasin dan Mendawak.
Keywords: Pengairan, pemupukan, produtivitas, pendapatan, sawah, bukaan baru, Poso, Sulawesi Tengah.
ABSTRACT
An experiment with the purpose of obtaining 1-3 adaptive
varieties of spesific site and accompanied by rotation of
varieties in paddy fields new area, and availability of rice
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 55
straw management technology as a source of organic matter
and plant nutrients inexpensive, easy and could improve of
productivity and income of farmers.. The experimental design
used was randomized factorial design, ie the combination of
fertilization treatment (1). Composting straw 5 t/ha + npk
fertilizer based on soil test, (2). Compost hay 2, 5 t/ha + npk
fertilizer based on soil test + straw compost 2,5t/ha and (3).
Composting straw 5 t/ha + ½ dose of npk fertilizer based on
soil test and (4). Composting straw 2,5 t/ha + ½ dose of npk
fertilizer based on soil test, the second factor was 6 paddy
varieties (inpara 3, mendawak, mekongga, banyuasin,
dendang and dominant local varieties). Size of each treatment
was 10 mx 25 m and repeated 3 times. The results showed,
the type of soil in research sites classified aeric epiaquepts and
less fertile. The growth and response of all varieties to the
treatment of fertilization and irrigation are very good. It was
seen from the increase in yields between 1,0 to 2,84 t/ha in an
integrated fertilizer treatment compared to fertilizer by
farmers. Superior varieties increased production between 2,05
to 2,21 t/ha compared to local varieties. Npk fertilizer
according to soil conditions plus composting straw 5 t/ha
produced most feasible farming and developed as increase
revenue by 28.61% to 32.56% compared with the local paddy
farming technology. In the second planting season, farmers
have adopted two types verietas which gave very good results
in the first planting season i.e. Varieties of banyuasin and
mendawak.
Keywords: Irrigation, Fertilization, Productivity, Income, Fields,
New Openings, Poso, Central Sulawesi.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 57
PENGGUNAAN NANOMAGNETIT SEBAGAI PEMBAWA UNSUR HARA GUNA PENINGKATAN
PRODUKTIVITAS JAGUNG BERWAWASAN LINGKUNGAN MENUJU KETAHANAN PANGAN DAN
ENERGI
THE USE OF NANOMAGNET AS NUTRIENT CARRIER FOR
ENVIRONMENTAL-FRIENDLY MAIZE PRODUCTIVITY INCREASE
TO ACHIEVE FOOD AND ENERGY SECURITY
Deden Saprudin1), Wiwik Hartatik2), Buchari3)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Institut Teknologi BAndung
ABSTRAK
Nanomagnetit dapat disintesis secara hidrotermal dalam skala
besar dengan bahan FeCl3, urea, dan sitrat. Nanomagnetit
yang terbentuk dapat digunakan sebagai media pembawa
ammonium. Waktu sintesis akan meningkatkan derajat
kristalinitas nanomagnetit yang berpengaruh terhadap
penyerapan dan pelepasan ammonium. Kadar ammonium
pada magnetit menurun dengan meningkatnya waktu sintesis
dari 3-12 jam, yaitu dari 0.92% menjadi 0.62%. Pelepasan
nanomagnetit yang disintesis selama 3 jam membutuhkan
waktu kesetimbangan pelepasan selama 12 jam, sedangkan
nanomagnetit yang disintesis selama 12 jam membutuhkan
waktu kesetimbangan pelepasan selama 6 jam. Berdasarkan
hasil sintesis dengan berbagai jenis reaktor, reaktor berukuran
besar lebih banyak endapan yang diperoleh. -
Kata kunci: ammonium, nanomagnetit, hidrotermal, reaktor.
58 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ABSTRACT
Nanomagnetite can be hydrothermally synthesized on a large
scale with FeCl3, urea, and citrate. Nanomagnetit can be used
as a carrier of ammonium. Time for synthesis of
nanomagnetite would increase the degree of crystallinity of
nanomagnetit that affect the absorption and release of
ammonium. Ammonium levels in magnetite decreases from
0.92% to 0.62% with increasing synthesis time from 3 to 12
hours. Nanomagnetite that synthesized for 3 hours release
ammonium takes 12 hours for equlibrium, while nanomagnetit
synthesized over 12 hours takes equilibrium for 6 hours. Based
on a synthesis of the various types of reactors, large reactor-
sized derived efficient for synthesis.
Keyword: Ammonium, nanomagnetit, hydrothermal, reactor.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 59
PERANAN GLOMALIN TERHADAP PERBAIKAN FISIKA TANAH ULTISOL MELALUI PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) INDIGENUS
PADA TANAMAN JAGUNG (ZEA MAYS, L)
GLOMALIN ROLE ON PHYSICAL IMPROVEMENT of UTISOL
THROUGH THE USE OF FUNGI Arbuscular mycorrhizal (AMF)
indigenus IN CORN (ZEA MAYS, L)
Amrizal Saidi1), Eti Farda Husin1), Azwar Rasyidin1), Ismon L.2), Eddiwal3)
1) Universitas Andalas
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Akademi Pembangunan Sumatera Barat
ABSTRAK
Penelitian pemanfaatan FMA indigenus untuk memperbaiki fisik
tanah dilakukan dalam tiga tahapan. Penelitian diawali dengan
eksplorasi FMA indigenus pada Ultisol dan dilanjutkan
pengujian untuk memperoleh isolat FMA terbaik terhadap
kolonisasi akar dan produksi glomalin pada kultur pot. Isolat
terpilih dari FMA akan diuji pada tanah Ultisol di rumah kaca
dan dilanjutkan pengujian di lapangan. Hasil penelitian
menunjukkan, pada tanah Ultisol Kabupaten Darmasraya
Sumatera Barat ditemukan sembilan spesies FMA yang terdiri
dari lima genus Glomus, yaitu Glomus etunicatum, Glomus
luteum, Glomus mossese, Glomus verruculosum, Glomus
versiforme, dua spesies dari Scutellospora gregaria,
Scutellospora heterogama, satu spesies dari Acaulospora
scrobiculata dan satu spesies dari Gigaspora sp. Hasil
percobaan pengujian menunjukkan bahwa spesies FMA yang
60 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
memberikan hasil terbaik terhadap kolonisasi akar dan
produksi glomalin adalah G. verruculosum, G. versiforme dan
G. luteum, dimana masing-masing menghasilkan glomalin dari
media tanam sebesar 1.29 mg g-1, 1.17 mg g-1, dan 1.15 mg
g-1.
Kata kunci: Fungi Mikoriza Arbuskula, indigenus, jagung,
perbaikan, tanah, utisol.
ABSTRACT
A research utilization of indigenus AMF to improve the soil
physical done in three stages. Research was initiated with an
exploration of AMF indigenus on ultisol, and continued of test
to obtain the best AMF isolates from root colonization and
production glomalin in pot culture. In ultisol Darmasraya
district of West Sumatra found nine amf species consisting of
five genera glomus, namelyGlomus etunicatum, Glomus
luteum, Glomus mossese, Glomus verruculosum, Glomus
versiforme, two species of Scutellospora gregaria,
Scutellospora heterogama, one species of Acaulospora
scrobiculata, one species of gigaspora sp. The experimental
showed that amf species that gave the best results on root
colonization and production of glomalin was G. Verruculosum,
G. Versiforme and G. Luteum, which produced glomalin at
each growing media i.e. 1,29 mg g-1, 1,17 mg g-1 and 1,15
mg g-1
Keywords: Fungi Mycorrhizal Arbuskula, Indigenus, Corn,
Repair, Soil, Utisol.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 61
IDENTIFIKASI GALUR-GALUR PADI GOGO TOLERAN TERHADAP KERACUNAN ALUMINIUM
IDENTIFICATION OF UPLAND RICE LINES TOLERANCE TO
ALLUMINIUM TOXICITY
Ida Hanarida1), Jaenudin Kartahadimaja2), Miftahudin3), Dwinita
Wikan Utami1), Alberta Dinar Ambarwati1)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Politeknik Negeri Lampung 3) Dinas Pertanian Lampung
ABSTRAK
Kemampuan pertanian untuk menyediakan beras sebagai
makanan pokok cenderung menurun dengan berkurangnya
areal pertanian padi. Pengembangan lahan untuk pertanian
padi diharapkan dapat dilakukan pada tanah-tanah marjinal,
seperti lahan kering dan lahan masam dimana kendala
cekaman Al merupakan salah satunya. Varietas padi toleran
cekaman Al diperlukan utuk meningkatkan produksi beras.
Teknologi ini telah diketahui ramah lingkungan, murah dan
mudah diadopsi petani. Galur-galur padi yang berlatar
belakang genetik luas yang memiliki toleransi terhadap
cekaman Al telah dihasilkan dari program pemuliaan. Galur-
galur generasi lanjut tersebut perlu diseleksi untuk
mendapatkan galur yang memiliki penampilan agronomis baik
dan toleran terhadap cekaman Al. Diversitas plasma nutfah
padi lokal toleran cekaman Al merupakan bahan dasar untuk
memperoleh varietas padi toleran cekaman Al. Salah satu
kontrol genetik dari sifat toleran cekaman Al diketahui terdapat
pada kromosom nomor 3. Marka molekular yang tersebar pada
62 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
gen-gen/QTL untuk toleransi terhadap cekaman Al dapat
digunakan untuk seleksi (marker assisted selection). Penelitian
untuk mengidentifikasi dan seleksi galur-galur padi gogo yang
beradaptasi pada lahan kering masam dengan toleransi
terhadap cekaman Al, dilakukan di Laboratorium, Rumah Kaca
dan Lapang. Hasil penelitian diperoleh dua ratus galur yang
diuji menghasilkan 86 galur toleran terhadap keracunan Al, 44
galur agak toleran dan 70 galur peka. Nilai Relatif Panjang
Akar (RPA) yang paling kecil adalah 0,19 dan paling tinggi
adalah 1. Galur peka dengan RPA paling kecil yaitu 0,19 adalah
galur nomer 4 (B11949C-MR-1-1), galur nomer 36 (B11787E-
MR-2-9-6) dengan RPA 0,20 dan 3 galur dengan RPA 0,21
masing-masing adalah galur nomer 17 (B12165D-MR-33-10-4)
hasil persilangan Batutugi/IRAT13, galur nomer 21 (B12822E-
MR-1) hasil persilangan B11597F-12//IRAT144/Asahan dan
galur nomer 47 (B11582F-MR-2-2) hasil persilangan
Memberamo/B. Sabit//Gajah Mungkur/Cabacu. Analisis PCR
dengan primer, RM2790 bersifat polimorfis terhadap galur-
galur toleran yang memiliki latar belakang genetik dari tetua
donor toleran Al, IR60080. Dari hasil analisis di atas maka
terindikasi bahwa region polimorfis terdapat di sekitar marka
RM489 sampai dengan RM2790 atau kurang lebih pada posisi
genetik 4, 467, 642-4, 505, 491 dari genome padi pada
kromosom 3. Informasi ini dapat digunakan dalam membantu
seleksi galur yang memiliki genotipe sama dengan galur
toleran (galur IR60080) pada posisi genetik di atas. Telah
ditanam 44 galur/varietas di lapang di Lampung Timur dari
hasil seleksi 200 galur galur di rumah kaca dan analisis
molekular.
Kata kunci: Identifikasi, galur, padi gogo, toleran, aluminium.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 63
ABSTRACT
The ability of agriculture to provide rice as a staple food tends
to decrease with the reduced land area which can be used for
rice cultivation. This requires improvement rice production
program directed to use land marginally, as dry and acid land,
where poisoning aluminium as a constrain factor in rice
production. Aluminium toxicity tolerant varieties is needed to
increase rice production in dry and acid lands. This technology
was environmentally friendly, cheaper and also easier for
farmers adopted. The rice lines with broad genetics
background which have the tolerant to Al toxicity character has
produced from breeding program. This advanced lines were
needed to be selected for obtain both of good performance on
agronomics characters and Al toxicity tolerant. The diversity of
Indonesian local rice germplasm is a basic foundation on
development of Al toxicity tolerant rice varieties. One of
genetic control of Al toxicity tolerant was known on
chromosome 3. The molecular markers spread out around the
genes/QTL for Al toxicity tolerant could be utilize for molecular
marker assisted selection. This research identifed and selected
the upland rice lines adapted on dry and acid land which
tolerant on Al toxicity as a promising rice lines, where were
done on laboratory scale, green house and field. The results of
this researched ie. based on 200 lines tested showed that 86
lines classify as Al tolerant , 44 lines moderate tolerant and 70
lines were sensitive to Al toxicity. The smalest of score Relatve
Root Length is 0.19 and the highest is 1. The sensitive lines
with small RRL value 0.19 is lines number 4 (B1194C-MR-1-1),
lines number 34 (B11787E-MR-2-9-6) with RRL value 0.20
and three lines with RRL value 0.20 were : the lines number 17
64 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
(B12165D-MR-33-10-4), progeny from Batutugi/IRAT13
crossing; the lines number 21 (B12822E-MR-1) progeny from :
B11597F-12//IRAT144/Asahan crossing and the line number
47 (B11582F-MR-2-2), progeny from Memberamo/B.
Sabit//Gajah Mungkur/Cabacu crossing. The PCR results using
RM2790 primer was polimorphis to the tolerant lines which
have a genetic background parent, the tolerant to Al toxicity,
IR60080. Related with the QTL alt3 on chromosome 3, the
polimorphis region were mapped on pasition between RM489
to RM2790 or in genetic position mapped 4, 467, 642 - 4, 505,
491 of the chromosome 3 on the genome browser. This
information could be used in assisting selection process of the
genotypes which have IR60080 genetic background. Currently,
44 lines has grown in Tamanbogo, East Lampung as selected
lines from the total 200 lines based on green house and
molecular screening.
Keywords: identification, strain, upland rice, tolerant, aluminum.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 65
BIOREMEDIASI MERCURI LAHAN PASCA TAMBANG EMAS RAKYAT UNTUK USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KALIMANTAN BARAT
MERCURI BIOREMEDIATION IN THE POST-GOLD-MINING
LAND FOR FOOD CROPS FARMING IN WEST KALIMANTAN
Rois1), Muhammad Hatta2), Khorun Nisa3)
1) Universitas Panca Bakti
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Pertambangan emas rakyat disinyalir memberikan dampak
buruk bagi lingkungan maupun kesehatan masyarakat.
Pencemaran logam berat dalam tanah akan berpengaruh
buruk terhadap tanaman. Penelitian bertujuan untuk (1)
mendapatkan isolat-isolat bakteri indigenous pada tanah
pasca-tambang emas yang mampu mengikat logam merkuri
(Hg), (2) membandingkan kemampuan isolat-isolat bakteri
tersebut dan bahan ameliorasi lumpur laut dan kompos tandan
kosong kelapa sawit (TKKS) dalam menurunkan cemaran Hg,
dan (3) meningkatkan produktivitas lahan pasca-tambang
emas menggunakan tanaman jagung. Contoh tanah diambil
dari lahan pasca-tambang emas kemudian dianalisis di
laboratorium untuk mengidentifikasi isolat-isolat bakteri serta
menguji toleransinya terhadap Hg pada konsentrasi 0; 0,1;
0,2; dan 0,3 ppm. Bakteri terpilih kemudian diuji di rumah
kaca dengan perlakuan sebagai berikut: (1) bakteri 108
sel/polibag (bi), (2) lumpur laut 90 g/polibag (lt), (3) kompos
66 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
TKKS 45 g/polibag (ks), dan (4) kombinasi ketiganya.
Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap, diulang
empat kali. Hasil isolasi dan identifikasi bakteri menemukan
lima genus bakteri yang dominan, yaitu Enterobacter sp.,
Escherichia sp., Acinetobacter sp., Microccus varians, dan
Pseudomonas sp. Dari lima genus bakteri tersebut, dua genus
yaitu Enterobacter sp. dan Escherichia sp. tahan terhadap Hg
sampai 0,3 ppm. Hasil analisis kadar Hg pada tanah pasca-
tambang emas sebelum perlakuan telah melewati ambang
batas kritis, rata-rata 0,074 mg/kg. Kadar Hg dalam biji dan
tongkol jagung yang tertinggi diperoleh pada perlakuan ltks
yakni 0,0024 mg/kg, perlakuan bi 0,0012 mg/kg, dan
perlakuan lainnya sama yaitu 0,0002 mg/kg. Kadar ini masih
berada di bawah ambang batas kritis pada tanaman. Perlakuan
biltks menghasilkan tinggi tanaman tertinggi 203,25 cm.
Perlakuan biks menghasilkan jumlah tongkol dan berat tongkol
per tanaman tertinggi, masing-masing 1,42 buah dan 171,67
g. Perlakuan ks menghasilkan berat 100 biji kering tertinggi
46,69 g, dan perlakuan biltks memberikan nilai tertinggi untuk
hasil jagung, yakni 8,40 t/ha. Perlakuan ks, biks, dan biltks
menunjukkan hasil terbaik untuk semua parameter yang
diamati.
Kata kunci: lahan, tambang emas, merkuri, bioremediasi,
tanaman pangan, Kalimantan Barat.
ABSTRACT
Gold mining activities may cause serious damage to the
environment and health of the people. Heavy metal
contamination in the soil will affect plant growth. The study
aimed (1) to find indigenous bacteria isolates which are able to
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 67
bind the mercury (Hg), (2) to compare the ability of those
isolates and soil ameliorants such as coastal sediment and oil
palm empty fruit bunch compost, as well as their combination
in reducing Hg pollution in post-gold-mining land, and (3) to
increase the productivity of post-gold-mining land using maize.
Soil samples were collected from post-gold-mining land and
then the bacteria were identified and tested their tolerance to
0, 0.1, 0.2 and 0.3 ppm Hg. The selected bacteria were tested
in the greenhouse using the following treatments: (1) bacterial
isolates of 108 cells per polybag (bi), (2) coastal sediment of
90 g/polybag (lt), (3) 45 g of oil palm empty fruit bunch
compost per polybag (ks), and (4) combination of those three
treatments. The treatments were arranged in randomized
block design with four replications. The results obtained five
dominant bacteria, i.e. Enterobacter sp., Escherichia sp.,
Acinetobacter sp., Miccrocus variants, and Pseudomonas sp.
Two of these bacteria,, i.e. Enterobacter sp. and Eschericia sp.
were tolerant to Hg up to 0.3 ppm. Hg concentration in post-
gold-mining land before the treatments had passed the critical
level of 0.074 mg/kg. The high Hg content in the grains and
ears of the maize were 0.0024 mg/kg for litks treatment,
0.0012 mg/kg for bi treatment, and 0.0002 mg/kg for other
treatments. These contents were below the critical levels for
plants. The biltks treatment resulted in the highest plant
height, i.e. 203.25 cm, whereas biks treatment resulted in the
highest number of ears and ears weight per plant, i.e. 1.42
and 171.67 g, respectively. The ks treatment resulted in the
highest dried seed weight, i.e. 46.69 kg. The biltks treatment
gave the highest yield, 1.e 8,40 t/ha. Ks, biks and biltks
treatments gave the best outcome of all traits.
Keywords: lands, gold mining, mercury, bioremediation, food crops, west Kalimantan.
68 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI REMEDIASI MELALUI PEMANFAATAN AKUMULATOR KEDELAI
PADA LAHAN PASCA PENAMBANGAN NIKEL
DEVELOPMENT OF REMEDIATION TECHNOLOGY USING
ACCUMULATOR AND SOYBEAN FOR NICKEL POST-MINING
LAND
Netty1), Hidrawati1), Elkawakib Syam'un2), Abdul Fattah3), Bahtiar Ibrahim1)
1) Universitas Muslim Indonesia Makassar
2) Universitas Hasanuddin 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Lahan bekas penambangan nikel memerlukan upaya
remediasi. Remediasi akan berjalan efektif dan efisien bila
menggunakan tanaman akumulator yang mampu menyerap
logam berat dari dalam tanah dalam jumlah tinggi dan
menghasilkan biomassa tinggi. Penelitian bertujuan untuk
mendapatkan teknologi remediasi lahan pasca-penambangan
nikel dengan menggunakan tanaman akumulator. Penelitian
dilakukan di Kebun Percobaan Universitas Hasanuddin dengan
menggunakan tanaman Melastoma dan kedelai dalam pot
dengan media tanah bekas penambangan nikel. Perlakuan
percobaan yaitu pemberian pupuk urea (0, 50, 100 dan 150
kg/ ha) dan bahan organik (0, 10 dan 20 t/ha). Akumulasi
nikel pada akar dan tajuk tanaman serta produksi biomassa
dianalisis untuk mengetahui potensi remediasi tanaman dan
prediksi waktu remediasi yang dibutuhkan sehingga lahan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 69
bekas penambangan nikel aman untuk usaha tani tanaman
pangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemberian urea
dengan takaran 100 dan 150 kg/ha dan kombinasinya dengan
bahan organik 10 t/ha menghasilkan tinggi tanaman, jumlah
daun, dan luas daun tanaman kedelai dan Melastoma yang
lebih baik, tanpa gejala toksisitas pada media terkontaminasi
nikel. Pemberian urea takaran tinggi dan dikombinasikan
dengan bahan organik menghasilan biomassa yang lebih
rendah pada tanaman kedelai dan Melastoma. Pemberian
urea 100 dan 150 kg/ha dan kombinasinya dengan bahan
organik 10 t/ha pada media terkontaminasi nikel mampu
meningkatkan kandungan nikel lebih tinggi pada tajuk
tanaman daripada dalam akar. Prediksi waktu yang dibutuhkan
untuk meremediasi tanah yang terkontaminasi nikel (Ni 84,37-
91,54 mg/kg) untuk mencapai kondisi tanah yang aman untuk
usaha tani tanaman pangan (konsentrasi nikel 50 mg/kg)
relatif lama, yaitu 144 tahun.
Kata kunci: nikel, ahan pascapenambangan, remediasi,
tanaman akumulator, kedelai.
ABSTRACT
Nickel post-mining land needs remediation. Such remediation
could be efficient and effective using accumulator plants that
can absorb heavy metals from the soil and produce biomass in
high amount. The study aimed to obtain a technology for
rehabilitating nickel post-mining land using accumulator plants.
An experiment using Melastoma and soybean crop was
conducted at the green-house of Hasanuddin University using
soil from nickel post-mining land as the media. The treatments
consisted of the rate of urea fertilizer (0, 50, 100, 150 kg/ha)
70 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
and organic matters (0, 10, 20 t/ha). Accumulated nickel at
root and crown of crops and biomass production were
analyzed to determine the crops remediation potential and to
predict the time needed for such remediation so that the land
can be used for food crops production. The results showed
that applying 100 and 150 kg/ha of urea, combined with 10
t/ha organic matter resulted in high plant height, leaf number
and leaf area of soybean and melastoma with no symptom of
toxicity. It also increased nickel content higher in crown than
that in roots of the two crops. The predicted time span to
remediate the nickel contaminated land (Ni content 84,37-
91,54 mg/kg) to reach the normal condition (nickel content of
50 mg/ha) is 144 years.
Keywords: Land, nickel mining, remediation, accumulators, soybeans.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 71
MEMPERCEPAT SWASEMBADA DENGAN MERAKIT VARIETAS KEDELAI UNGGUL (POTENSI HASIL 3 T.HA), BERUMUR GENJAH (PANEN 73-76 HARI)
DAN TAHAN PENYAKIT UTAMA KEDELAI (Phakopsora pachyrhyzi SYD.)
ACCELERATING SOYBEAN SELF-SUFFICIENCY THROUGH
VARIETAL IMPROVEMENT FOR HIGH YIELD (3 T/HA), EARLY
MATURITY (73-76 DAYS), AND RESISTANCE TO IMPORTANT
PEST (Phakopsora pachyrhyzi SYD.)
Nurul Sjamsijah1), Endang Budi Trisusilowati2), Titik Sundari3), Moh. Setyo Poerwoko3)
1) Politeknik Negeri Jember
2) Universitas Jember 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Penyakit karat yang disebabkan oleh Phakopsora pachyrhizi
merupakan salah satu penyakit penting pada kedelai di
negara-negara penghasil kedelai di Asia, Australia, dan
Amerika Serikat. Penelitian untuk mengetahui ketahanan
beberapa genotipe kedelai terhadap penyakit karat telah
dilakukan. Percobaan menggunakan empat genotipe kedelai,
yaitu Polije-2 dan Polije-3 untuk tetua yang berdaya hasil
tinggi dan berumur pendek serta varietas Rajabasa dan Dering
1 untuk tetua yang tahan penyakit karat daun. Persilangan
dilakukan pada pot-pot percobaan untuk memperoleh 16
keturunan persilangan yang terdiri atas 12 hibrida dan empat
tetua hasil selfing. Selanjutnya, 16 genotipe benih F1 ditanam
72 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
di lapangan dengan menggunakan rancangan acak kelompok,
diulang tiga kali. Pada tanaman F1 dilakukan pengujian
ketahanan terhadap penyakit karat dengan metode IWGSR.
Parameter yang digunakan sebagai dasar seleksi genotipe hasil
persilangan ialah umur masak polong (R7), hasil biji per
tanaman, umur berbunga (R1), dan jumlah polong per
tanaman. Dari 16 genotipe terseleksi empat genotipe, yaitu
genotipe 1x2 (Rajabasa x Dering-1), 2x4 (Dering-1 x Polije-4),
2x1 (Dering-1 x Rajabasa), dan 2x3 (Dering-1 x Polije-3).
Keempat genotipe tersebut memiliki sifat sebagai berikut:
genotipe Rajabasa x Dering-1 tahan karat, umur masak polong
73 hari, dan hasil biji per tanaman 53,32 g; Dering-1 x Polije-4
tahan karat, umur masak polong 73 hari, dan hasil biji per
tanaman 50,73 g; Dering-1 x Rajabasa tahan karat, umur
masak polong 75 hari, dan hasil biji per tanaman 52.19 g;
serta Dering-1 x Polije-3 tahan karat, umur masak polong 74
hari, dan hasil biji per tanaman 51,38 g. Keempat genotipe
tersebut diharapkan dapat diseleksi lebih lanjut untuk
menghasilkan varietas unggul kedelai berdaya hasil tinggi,
umur genjah, dan tahan penyakit karat.
Kata kunci: Kedelai, perakitan varietas, hasil tinggi, umur
genjah, ketahanan penyakit, Phakopsora
pachyrhyzi.
ABSTRACT
Rust disease caused by Phakopsora pachyrhizi Syd. is one of
the important diseases on soybean in soybean producing
countries in Asia, Australia and USA. Research on soybean
genotype resistance had already been conducted. The
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 73
experiments used four soybean genotypes namely Polije-2 and
Polije-3 for parent with high yield and early maturity and
varieties of Rajabasa and Dering-1 for donor parent of rust
disease resistance. Crosses were conducted on the
experimental pots to obtain 16 cross offsprings consisting of
12 hybrids and four selfing of parents. The sixteen genotypes
of F1 seeds were planted in the field using a randomized block
design, repeated three times. F1 plants were then tested for
their resistance to rust disease using IWGSR method.
Parameters used as the basis of genotype selection from
crosses were age of maturity (R7), seed yield per plant, days
to flowering (R1), and the number of pods per plant. Four
genotypes were selected among the 16 genotypes, namely 1x2
(Rajabasa x Dering-1), 2x4 (Dering-1 x Polije-4),2x1(Dering-1
x Rajabasa), and 2x3 (Dering-1 x Polije-3). Genotype Rajabasa
x Dering-1 was resistant to rust, plant maturity 73 days, and
seed yield per plant 53.32 g; genotype Dering-1 x Polije-4 was
resistant to rust, plant maturity 73 days and seed yield per
plants 50.73 g; genotype Dering-1 x Rajabasa was resistant to
rust, plant maturity 75 days and seed yield per plants 52.19 g;
and genotype Dering-1xPolije-3 was resistant to rust, plant
maturity was 74 days and seed yield per plants 51.38 g. The
four genotypes are expected tobe selected further for
generating soybean varieties having high yield, early maturity,
and resistance to rust disease.
Keywords: Soybean, varietal improvement, high yield, early
maturity, disease resistance, Phakopsora
pachyrhyzi.
74 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
IDENTIFIKASI GEN PENANDA MOLEKULER KADAR ISOFLAVON KEDELAI HITAM ADAPTIF
PERUBAHAN IKLIM
IDENTIFICATION OF MOLECULAR MARKER GENES FOR
ISOFLAVONE CONTENT ON BLACK SOYBEAN ADAPTIVE TO
CLIMATE CHANGE
Tati Suryati Syamsudin Subahar1), Adi Pancoro2), Agung Karuniawan3), Joko Prasetiyono4),
Dadang Sumardi2)
1) Institut Teknologi Bandung
2) Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati 3) Universitas Padjajaran
4) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Kedelai hitam mengandung metabolit sekunder, di antaranya
isoflavon yang bermanfaat untuk mengatasi penyakit kanker,
kardiovaskuler, osteoporosis, dan efek menopause. Kandungan
isoflavon pada tanaman juga berperan penting untuk
pertahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik dan sebagai
chemoatractant bakteri Rhizobium. Kadar isoflavon mudah
berubah karena pengaruh lingkungan, terutama perubahan
suhu. Kondisi seperti ini menyulitkan proses pemuliaan secara
konvensional sehingga diperlukan pemuliaan berbantuan
marka. Identifikasi gen pengatur kadar isoflavon kedelai pada
kondisi suhu lingkungan yang berbeda diperlukan sebagai
tahap awal proses pemuliaan. Penelitian ini merupakan tahap
pertama dari tiga tahap penelitian yang bertujuan untuk (1)
memperoleh informasi mengenai gen pengendali kadar
isoflavon yang berekspresi stabil pada kondisi suhu yang
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 75
berbeda, dan (2) memperoleh genotipe kedelai yang
menunjukkan kadar isoflavon stabil pada kondisi suhu yang
berbeda. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas
Pertanian Unpad, lahan petani, Laboratorium Genetika ITB,
Laboratorium Biologi Molekuler BB Biogen, dan Laboratorium
Farmasi Unpad. Penentuan genotipe terpilih dilakukan melalui
evaluasi karakter hasil, analisis kekerabatan dalam populasi
koleksi kedelai hitam lokal, dan analisis kadar isoflavon 39
genotipe kedelai hitam. Tiga puluh sembilan genotipe kedelai
hitam ditanam di kebun percobaan Fakultas Pertanian Unpad
dengan menggunakan rancangan acak kelompok, dua
ulangan. Evaluasi karakter hasil dilakukan dengan analisis
varian dan uji beda Least Significant Increase. Analisis
kekerabatan dilakukan dengan analisis fragmen terhadap hasil
PCR dan analisis kadar isoflavon dengan HPLC. Analisis
ekspresi gen dilaksanakan melalui penanaman 35 genotipe
kedelai hitam pada lingkungan dataran menengah dan dataran
rendah. RNA untuk analisis ekspresi gen diisolasi dari sampel
daun dan sampel biji dan ekspresi gen dianalisis menggunakan
PCR kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan gen CHS7,
CHS8, IFS1, dan IFS2 merupakan gen pengendali utama kadar
isoflavon biji yang ekspresinya dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan dan genotipe. Genotipe UP128 (KBI 4), UP117(KA-
2) dan UP130 (KH-3) memiliki kadar isoflavon tinggi, sedang
dan rendah pada lokasi dataran menengah, sedangkan
genotipe UP114, UP134, UP135, dan Malika menunjukkan hasil
yang stabil. Genotipe-genotipe tersebut dapat digunakan
sebagai calon tetua persilangan pada penelitian tahap II.
Kata kunci: Kedelai hitam, penanda molekuler, gen, isoflavon,
hasil.
76 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ABSTRACT
Black soybean contains secondary metabolites including
isoflavones that have benefits to cope with some types of
cancer, cardiovascular disease, osteoporosis and menopause
syndrome. Isoflavones are also beneficial for soybean plant as
chemical defense against biotic and abiotic stress and as
chemoatractant for Rhizobium. Isoflavone content prone to
changes due to environmental influences, especially
temperature. High-temperature stress can affect soybean
isoflavone content. Plant breeding using conventional methods
to improve the isoflavones character will take a long time.
Breeding using molecular markers can help to solve these
problems. Identification of genes controlling the levels of
isoflavones at the different temperature conditions, is still at
the initial stage of the breeding process. At the first of the
three-year study aimed to (1) obtain the information about the
genes that showed stable expression at different temperature
conditions, and (2) obtain soybean genotypes showed stable
levels of isoflavones in different temperature conditions. The
study was conducted at the Research Station of Faculty of
Agriculture of Padjadjaran University, farmer’s land, Genetics
Laboratory of ITB, Molecular Biology Laboratory of
ICABIOGRAD, and Pharmacy Laboratory of Padjadjaran
University during February-November 2013. The genotypes
were selected based on yield character, genetic diversity
analysis within black soybean collection, and isoflavone
content of 39 genotypes. The genotypes were planted at the
experimental garden using a randomized block design with two
replications. Evaluation of yield character used analysis of
variance and least difference test. Genetic diversity was
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 77
analyzed using fragment analysis and isoflavone content was
analyzed by HPLC. Gene expression was analyzed using
quantitative PCR. The results showed that genes CHS7, CHS8,
IFS1, and IFS2 were the primary genes controlling isoflavone
content, and their expreessions were influenced by
environmental conditions and soybean genotypes. Genotypes
UP128 (KBI 4), UP117 (KA-2) and UP130 (KH-3) respectively
had high, medium and low isoflavone contents in medium
elevation areas, while genotypes UP114, UP134, UP135 and
Malika had stable yield. These genotypes could be used as
parents of crossing in the second year study.
Keywords: Black soybean, molecular marker, genes,
isoflavones, yields.
Gambar 2. Genotipe UP128 (KBI-4)
78 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERAKITAN KEDELAI UNGGUL BARU BERDAYA HASIL TINGGI, BERUMUR GENJAH, DAN TAHAN
HAMA UTAMA KEDELAI (ULAT GRAYAK)
IMPROVEMENT OF SOYBEAN CULTIVARS FOR HIGH YIELD, EARLY MATURITY, AND RESISTANCE TO MAIN PEST
(ARMYWORM)
Mohammad Setyo Poerwoko1), Titik Sundari2), Dyah Nuning Erawati3)
1) Universitas Jember
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Politeknik Negeri Jember
ABSTRAK
Ulat grayak (Spodoptera litura) adalah salah satu hama
pemakan daun yang menyebabkan kerusakan berat pada
tanaman kedelai. Hama ini bersifat polifag, dengan kisaran
inang yang luas, tidak hanya tanaman pangan, tetapi juga
tanaman perkebunan, sayuran, dan buah-buahan. Hama
tersebut umumnya dikendalikan dengan menggunakan
insektisida kimia sehingga dapat memicu terbentuknya strain-
strain baru yang tahan terhadap pestisida. Penelitian bertujuan
untuk merakit varietas kedelai berdaya hasil tinggi, berumur
genjah, dan tahan hama ulat grayak. Tetua persilangan adalah
dua adapted cultivar NSP (GHJ-7) dan GHJ-6 (UNEJ-2) dengan
tiga tetua donor tahan ulat grayak, yaitu W/80-2-4-20, IAC-80,
dan IAC-100. Persilangan menghasilkan 12 hibrida dan lima
tetua hasil selfing, yaitu (1) 1x3 = NSP x W/80-2-4-20, (2) 1x4
= NSP x IAC-80, (3) 1x5 = NSP x IAC-100, (4) 2x3 = GHJ-6 x
W/80-2-4-20, (5) 2x4 = GHJ-6 x IAC-80, (6) 2x5 = GHJ-6 x
IAC-100, (7) 3x1 = W/80-2-4-20 xNSP, (8)3x2 = W/8-2-4-20 x
GHJ-6, (9) 4x1 = IAC-80 x NSP, (10) 4x2 = IAC-80 x GHJ-6,
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 79
(11) 5x1 = IAC-100 x NSP, dan(12) 5x2 = IAC-100 x GHJ-6.
Selanjutnya 17 genotipe tersebut ditanam di lapangan
menggunakan rancangan acak kelompok dan diulang tiga kali.
Pemaparan tanaman terhadap ulat grayak instar tiga diberikan
pada dua percobaan lapangan, yaitu tanpa pilihan dan dengan
pilihan. Berdasarkan tiga parameter yang diamati, yaitu
ketahanan, jumlah polong sehat per tanaman, dan berat 100
biji, peringkat pertama genotipe terseleksi adalah 1x5 (GHJ-
6/UNEJ-2 x IAC-100) dengan kategori ketahanan sangat tahan
(ST), jumlah polong sehat per tanaman 146,33, dan berat 100
biji 10,57 g. Urutan kedua ialah 1x4 = GHJ-6/UNEJ-2 x IAC-80
dengan kategori ketahanan agak tahan, jumlah polong sehat
per tanaman rata-rata 57,17, dan berat 100 biji 11,40 g.
Urutan ketiga ialah 1x3 = GHJ-6/UNEJ-2 x W/80-2-4-20,
dengan kategori ketahanan agak tahan, jumlah polong sehat
rata-rata 89,50, dan berat biji per tanaman 9,40 g. Biji-biji F2
dari tiga genotipe terpilih selanjutnya akan disilang-balik
dengan adapted cultivar, GHJ-6 (UNEJ-2) untuk meningkatkan
daya hasil dan memperpendek umur masak polong.
Kata kunci: Kedelai, perakitan varietas, hasil, umur genjah,
tahan hama, ulat grayak.
ABSTRACT
Armyworm (Spodoptera litura) is one of leaf-eating pests that
cause serious damage on soybean. This pest is polifag, which
has a broad-range of hosts, not only on food crops, but also
estate crops, vegetables and fruits. This pest is commonly
controlled by using pesticide which potentially form new strains
that are more resistant to pesticide. The study aimed to
improve soybean cultivars for high yield, early maturity and
resistant to armyworm. Parents for the crosses were two
80 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
cultivars of adapted NSP (GHJ-7) and GHJ-6 (UNEJ-2) with
three armyworm resistant donors based on the results of
previous research, i.e. W/80-2-4-20, IAC -80 and IAC-100.
Crosses resulted in 12 hybrids and five selfing of parents,
namely (1) 1x3 = NSP x W/80-2-4-20, (2) 1x4 = NSP x IAC -
80, (3) 1x5 = NSP x IAC-100, (4) 2x3 = 6 x W/80-2-4-20 GHJ,
(5) 2x4 = 6 x GHJ-IAC-80, (6) 2x5 = 6 x GHJ-IAC-100, (7) 3x1
= W/80-2-4-20 x NSP, (8) 3x2 = W/8-2-4-20 x GHJ-6, (9) 4x1
= IAC-80 x NSP, (10) 4x2 = IAC -80 x GHJ-6, (11) 5x1 = IAC -
100 x NSP, and (12) 5x2 = IAC - 100 x GHJ-6. The 17
genotypes were grown in the field using a randomized block
design (RBD) repeated three times. Exposes to instar 3 of
armyworm larvae were given toward two field trials, i.e. with
and without choices. Based on three parameters, namely plant
resistance, average number of healthy pods per plant, and
weight of 100 seeds, the ranks of the selected genotypes were
(1) = 1x5 (GHJ-6/UNEJ-2 x IAC-100) categorized as very
resistant, average number of healthy pods per plant was
146.33, and weight of 100 seeds was 10.57g; (2) 1x4 = GHJ-
6/UNEJ-2 x IAC-80 categorized as moderately resistant and
had the average number of healthy pods per plant 57.17 and
weight of 100 seeds 11.40 g; and (3) 1 x 3 = GHJ-6/UNEJ-2 x
W/80-2-4-20, categorized as moderately resistant with the
average number of healthy pods 89.50 and weight of 100
seeds 9.40 g. F2 seeds of the three selected genotypes would
be subsequently back-crossed with adapted cultivars, GHJ-6
(UNEJ-2) to recover the good properties of adapted cultivars,
to improve yields and shorten pods maturity.
Keywords: Soybeans, varietal improvement, yields, early
maturity, pest resistance.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 81
Gambar 1. Hasil persilangan 3 x 5
Gambar 2. Kedelai varietas Sumbersari
82 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERAKITAN GALUR JAGUNG BERUMUR GENJAH, TOLERAN KEKERINGAN DAN PENYAKIT BULAI
BREEDING OF EARLY MATURING INBRED LINES OF MAIZE
TOLERANT TO DROUGHT AND DOWNY MILDEW
Muhammad Azrai1), Junaedi2), Abdul Kadir Bunga3)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Politeknik Pertanian Negeri Pangkep
3) Universitas Islam Makassar
ABSTRAK
Lahan kering merupakan salah satu sumber daya lahan
potensial untuk pengembangan komoditas pertanian,
khususnya jagung. Permasalahan budi daya jagung di lahan
kering ialah terbatasnya ketersediaan air, terutama pada
daerah yang periode hujannya singkat sehingga tanaman
terancam kekurangan air. Penelitian ini bertujuan untuk
menghasilkan galur jagung berumur genjah, toleran
kekeringan dan penyakit bulai. Penelitian terdiri atas tiga
kegiatan. Pertama, pembentukan galur-galur S2 dan hibrida
silang puncak dari progeni WAL01/Nei9008DMR dan
WAL02/DMRYCML. Kedua, evaluasi daya gabung hibrida silang
puncak pada lingkungan tercekam kekeringan di KP Muneng,
Jawa Timur dan KP Bajeng, Sulawesi Selatan. Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok, dua ulangan. Hibrida
ditanam pada kondisi pengairan normal, yaitu diari setiap dua
minggu sejak tanam hingga masak fisiologis, dan pada kondisi
cekaman kekeringan yaitu diberikan pengairan sama dengan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 83
perlakuan pengairan normal hingga umur 35 hari setelah
tanam dan setelah itu tanaman tidak diairi lagi hingga panen.
Setiap hibrida ditanam pada dua baris setiap plot dengan
panjang 5 m dengan jarak tanam 0,7 m x 0,2 m, satu tanaman
per lubang. Ketiga, penyaringan galur-galur S2 dan
pembentukan galur-galur S3 toleran penyakt bulai. Hasil
penelitian menunjukkan 20 galur dari masing-masing progeni
WAL01/Nei9008DMR dan WAL02/DMRYCML memiliki daya
gabung umum yang baik pada kondisi tercekam kekeringan
dan telah diperoleh masing-masing 150 galur S3 hasil
penyaringan penyakit bulai dari kedua progeni tersebut.
Kata kunci: Jagung, perakitan galur, umur genjah, toleransi
kekeringan, toleransi penyakit bulai.
ABSTRACT
Dry land is one of potential land resources for agricultural
development, in particular for maize cultivation. The main
problem of maize cultivation in dry land is limited water
availability, particularly in regions with short rainy season. The
objective of this reserach was to develop early maturing inbred
lines of maize that are tolerant to drought and downy mildew
disease. The research consisted of three activities. First,
producing S2 inbred lines and top cross hybrids of the
WAL01/Nei9008DMR and WAL02/DMRYCML progenies.
Second, evaluation of the combining ability of top cross hybrid
maize at drought stress environment in Muneng, East Java and
Bajeng, South Sulawesi. This experiment arranged in a
randomized block design with two replications. The hybrid lines
were planted in normal condition, i.e. irrigated every two
weeks until they reached the physiological mature stage, and
84 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
drought stress condition, i.e. no irrigation after the plant
reached 35 days after planting. Each hybrid line was planted in
a two-row plot of 5 m long with planting distance of 0.70 m x
0.20 m, one plant per hill. Third, selection of S2 inbred lines
and development of S3 inbred lines resistant to downy mildew.
Results showed that the 20 selected inbred lines of each
progeny of WAL01/Nei9008DMR and WAL02/DMRYCML have
reasonably well general combining abilities under water stress.
One hundred fifty S3 inbred lines resistant to downy mildew
for each progeny of WAL01/Nei9008DMR and WAL02 were
also obtained.
Keywords: Maize, breeding, early maturity, drought tolerance,
downy mildew disease tolerance.
Gambar 1. Hibrida uji TC toleran Gambar 2. Hasil panen hibrida
kekeringan di KP. MUneng peka kekeringan di KP. Bajeng
Gambar 3. Hasil penen hibrida peka kekeringan di KP. Muneng
86 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PEMBENTUKAN JAGUNG SINTETIK TOLERAN CEKAMAN KEKERINGAN DAN EFISIEN
PENGGUNAAN NITROGEN
BREEDING OF SYNTHETIC MAIZE TOLERANT TO DROUGHT
STRESS AND EFFICIENT IN NITROGEN USE
Yunus Musa1), Muh. Farid1), Roy Efendi2),Abdul Haris3)
1) Universitas Hasanudin 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Muslim Indonesia Makassar
ABSTRAK
Di Indonesia jagung sebagian besar dibudidayakan di lahan
kering dan sawah tadah hujan masing-masing sekitar 79% dan
10%. Masalah dalam budi daya jagung di lahan kering ialah
ketersedian air terbatas dan hasil jagung pada lahan kurang
subur menurun sekitar 17-80%. Salah satu alternatif
pemecahan masalah tersebut ialah merakit varietas jagung
sintetik toleran cekaman kekeringan dan efisien penggunaan
pupuk N. Perakitan varietas jagung sintetik toleran cekaman
kekeringan dan efisien penggunaan pupuk N meliputi (1)
observasi homozigositas, keragaman genetik, dan penetapan
klaster dari 51 galur jagung dengan mengunakan 36 marka
mikrosatelit atau simple sequence repeats (SSRs); dan (2)
penapisan 30 galur hasil kegiatan pertama (homoziogositasnya
di atas 80%) di dua lokasi, yaitu Maros dan Gowa. Perlakuan
untuk seleksi di lapangan adalah tingkat cekaman kekeringan
(medium dan berat) serta tingkat pemupukan N (0, 75, dan
150 kg N/ha). Hasil analisis molekuler menunjukkan, dari 51
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 87
galur yang diuji, 30 galur mempunyai tingkat homosigositas
>80%. Berdasarkan tingkat kemiripan, 30 galur tersebut
terbagi menjadi empat kelompok, kecuali dua galur 1044_30
dan G2013631 tidak termasuk ke dalam salah satu dari empat
kelompok tersebut. Kedua galur tersebut sangat potensial
menjadi tetua dalam pembuatan jagung sintetik atau hibrida
karena secara genetik jauh. Namun, dari seleksi pada kondisi
cekaman kekeringan dan pemupukan N rendah, hanya 14
galur yang toleran atau medium toleran cekaman kekeringan
dan pemupukan N rendah, yang menunjukkan efisien
penggunaan pupuk N. Berdasarkan jarak genetik, terpilih 12
galur yaitu CML161NEI9008, CY11, CY15, CLRCY039, MR14,
Nei9008, DTPYC9_F46_1_2_1_2_B, DTPYC9_F46_3_9_1_1_B,
G2013631, G20133077, G2013649, dan 1044_30 sebagai tetua
persilangan.
Kata kunci: Jagung, varietas sintetik, toleran kekeringan,
pemupukan nitrogen.
ABSTRACT
Maize in Indonesia is mostly cultivated in dry land and rainfed
area, which are about 79% and 10%, respectively. The
problems of maize cultivation in this area are limited water
availability and less fertile soil with yield losses in tropical area
about 17-80%. An alternative solution of these problems is by
developing synthetic maize varieties with drought tolerance
and efficient in nitrogen use. Research in developing synthetic
maize varieties tolerant to drought and efficient in nitrogen use
included (1) observing the homozygosity, genetic variability,
and cluster determination of 51 inbred lines using 36 SSR
markers, and (2) screening of 30 inbred lines (homozygosity of
88 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
above 80%) at two locations, Maros and Gowa. The
treatments for field selection at two drought stress conditions
(medium and severe drought) and three N fertilizer levels (0,
75, and 150 kg N/ha). Molecular analysis showed that 30
inbred lines had homozygosity of above 80%. The lines were
classified into four genetic clusters, except for lines 1044_30
and G2013631 which were not fit in either one of the clusters.
These two lines are potential to be used as the candidates of
synthetic or hybrid parents since they were genetically
distance. Meanwhile from the field screening, 14 inbreed lines
were selected, which were tolerant and moderately tolerant to
drought stress and poor N fertilizer, indicating the efficiency of
nitrogen use. Based on the genetic distance, 12 inbred lines
were selected to be use as parents, i.e. CML161NEI9008,
CY11, CY15, CLRCY039, MR14, Nei9008,
DTPYC9_F46_1_2_1_2_B, DTPYC9_F46_3_9_1_1_B,
G2013631, G20133077, G2013649, dan 1044_30.
Keywords: Maize, synthetic variety, drought tolerance,
nitrogen use.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 89
Gambar 1. Galur CY 14 Gambar. Galur DTPYC9 (peka kekeringan)
Gambar 3. Pemupukan nitrogen Gambar 4. Penggulungan daun
lokasi di KP. Bajeng pada galur peka (CY14)
90 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERAKITAN PADI TOLERAN SALINITAS MELALUI KULTUR ANTERA
BREEDING OF SALINITY TOLERANT RICE THROUGH ANTHER
CULTURE
Bambang S. Purwoko1), Iswari S. Dewi2), Sucipto3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Trunojoyo Madura
ABSTRAK
Pengembangan padi di lahan salin menghadapi masalah antara
lain terbatasnya kultivar padi toleran salinitas. Saat ini baru
ada dua varietas padi toleran lahan salin, yaitu Dendang dan
Lambur. Pemuliaan melalui metode konvensional memerlukan
waktu lebih dari 4 tahun untuk memperoleh galur-galur
harapan. Kultur antera dapat memperpendek waktu untuk
memperoleh galur murni (doubled-haploid/dihaploid/DH)
hanya dalam 1-2 musim. Penelitian bertujuan untuk merakit
galur-galur padi toleran salinitas dan berdaya hasil tinggi
melalui kultur antera. Penelitian akan dilakukan selama 3
tahun (2013-2015). Pada tahun 2013, kegiatan penelitian
meliputi perbanyakan materi genetik untuk tetua persilangan,
seleksi materi genetik terhadap salinitas, persilangan tetua
berdaya hasil tinggi dengan tetua toleran salinitas, dan kultur
antera F1. Perbanyakan benih dilakukan di lapangan dan
pengamatan dilakukan terhadap hasil gabah. Seleksi materi
genetik terhadap salinitas dilakukan di rumah kaca dan
lapangan. Pengamatan di rumah kaca mengikuti Standard
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 91
Evaluation System of Rice untuk menskor kerusakan tanaman
pada fase bibit. Pengamatan lapangan meliputi tinggi
tanaman, jumlah anakan produktif, panjang dan eksersi malai,
fertilitas spikelet, bobot 100 biji, dan hasil. Pembentukan
populasi F1 sebagai tanaman donor pada kultur antera
dilakukan melalui persilangan antara genotipe berdaya hasil
tinggi dengan genotipe toleran salinitas. Pengamatan
dilakukan terhadap jumlah benih setiap persilangan. Sebanyak
150 antera dari 25 spikelet ditanam pada media induksi kalus
dan jumlah kalus dicatat setiap minggu. Kalus yang berukuran
kecil dengan struktur globuler diregenerasikan untuk
membentuk plantlet hijau. Plantlet lalau diaklimatisasi di rumah
kaca untuk diamati lebih lanjut. Penelitian telah menghasilkan
lebih dari 100 g benih untuk pembentukan populasi F1. Melalui
skrining terhadap 15 genotipe diperoleh lebih dari empat
genotipe yang toleran salinitas pada fase bibit. Genotipe padi
yang sensitif terhadap salinitas (skor 7-9) yaitu Inpara 4,
Banyuasin, Mendawak, dan IR72046-B-8-3-1-2; dan yang
moderat toleran salinitas dengan skor 5 yaitu Inpari 30,
IR78788-B-B-10-1-2-4-AJY1, Siak Raya, Cilamaya Muncul, dan
IR64. Genotipe padi toleran terhadap salinitas (skor 3) yaitu
Inpara 5, Inpari 29 IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2, Dendang,
Pokkali, dan genotipe yang sangat toleran (skor 1) yaitu
IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2. Dua belas populasi F1 telah
diperoleh, yaitu Inpari 30/Inpari 29, Inpari 29/Inpari 30,
Inpara 5/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2, Inpara 5/IR81493-B-B-
B-6-B-2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2/Inpara 5, IR81493-
B-B-B-6-B-2-1-2/Inpara 5, Inpari 29/IR77674-3B-8-2-2-14-4-
AJY2, Inpari 29/IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-
14-4-AJY2/Inpari 29, IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2/Inpari 29,
92 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Inpari 30/Inpara 5, dan Inpari 30/IR77674-3B-8-2-2-14-4-
AJY2.
Kata kunci: Padi, pemuliaan, salinitas, kultur antera.
ABSTRACT
Rice development in saline soil faces constraints among others
limited rice cultivars tolerant to saline condition. So far only
two varieties moderately tolerant to salinity, i.e. Dendang and
Lambur. Rice breeding through conventional method needs
more than 4 years to obtain advanced lines, while anther
culture can shorten the time to 1-2 seasons. The study aimed
to develop salinity tolerant and high yielding rice lines using
anther culture. The research will be done in three years (2013-
2015). In the first year (2013) the study include multiplication
of genetic materials, selection of rice genotypes tolerant to
salinity, crosses high-yielding cultivars with salinity tolerant
cultivars, and anther culture of F1 plants. Seed multiplication
was done for rice genotypes from IRRI and ICRR and then the
yields were observed. Selection of rice genotypes tolerant to
salinity was conducted in the greenhouse and the field.
Observation in the greenhouse was done according to
Standard Evaluation System of Rice for scoring visual injury at
seedling stage, while in the field it was done based on
agronomic characters such as plant height, tiller number,
length and exertion of panicles, spikelet fertility, 100 grain
weight, and yields. F1 population was developed as donor
plants for anther culture by crossing tolerant salinity genotypes
with high yielding genotypes and then the seed number was
observed. About 150 anthers from 25 spikelets were cultured
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 93
in callus induction medium and the calli produced were
recorded every week. The small and globular calli were
selected and regenerated to form green plantlets. The green
plantlets were then acclimatized in the greenhouse. The study
produced more than 100 g seeds for developing F1 population.
More than four genotypes toleran to salinity were obtained
from screening of 15 genotypes at seedling stage, while field
testing was still on going. Rice genotypes sensitive to salinity
(score 7-9) were Inpara 4, Banyuasin, Mendawak, and
IR72046-B-8-3-1-2; and those moderately sensitive (score 5)
were Inpari 30, IR78788-B-B-10-1-2-4-AJY1, Siak Raya,
Cilamaya Muncul, and IR64. The tolerant genotypes (score 3)
were Inpara 5, Inpari 29, IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2,
Dendang, and Pokkali, while the highly tolerant were IR81493-
B-B-B-6-B-2-1-2 (score 1). Twelve F1 population were
obtained, i.e. Inpari 30/Inpari 29, Inpari 29/Inpari 30, Inpara
5/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2, Inpara 5/IR81493-B-B-B-6-B-
2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2/Inpara 5, IR81493-B-B-B-
6-B-2-1-2/Inpara 5, Inpari 29/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2,
Inpari 29/IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2, IR77674-3B-8-2-2-14-4-
AJY2 Inpari 29, IR81493-B-B-B-6-B-2-1-2/Inpari 29, Inpari
30/Inpara 5, and Inpari 30/IR77674-3B-8-2-2-14-4-AJY2.
Anther culture of F1 plants was still on going and has been
applied on 12 F1 plants. To induce callus formation and
regeneration, anthers were planted in N6 medium containing
NAA 2.0 mg/l and kinetin 0.5 mg/l and incubated in the dark
room (25 + 2 oC).
Keywords: Rice, breeding, anther culture, salinity.
94 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERAKITAN VARIETAS UNGGUL PADI BERAS HITAM FUNGSIONAL TOLERAN KEKERINGAN
SERTA BERDAYA HASIL TINGGI
BREEDING OF BLACK RICE VARIETY FOR DROUGHT
TOLERANCE AND HIGH YIELD
I Gusti Putu Muliarta Aryana1), Muhammad Zairin2), Bambang Budi Santoso1), Suwarto3),
Siti Permatasari1)
1) Universitas Mataram 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRAK
Padi beras hitam asal Bali “Baas Selem” memiliki kandungan
antosianin tinggi, aroma baik, dan rasa nasi pulen, namun
hasilnya rendah (2,7 t/ha). Oleh karena itu, varietas ini perlu
disilangkan dengan varietas unggul berdaya hasil tinggi Situ
Patenggang yang toleran kekeringan dengan potensi hasil 6
t/ha. Penelitian dilaksanakan selama 3 tahun. Pada tahun I
(2013), penelitian bertujuan untuk memperoleh pendugaan
keragaman genetik dan peran gen sifat kekeringan sebagai
dasar penentuan metode seleksi. Kegiatan terdiri atas dua
percobaan. Percobaan 1 adalah pembentukan populasi hasil
persilangan P1 Situ Patenggang dan populasi P2 Baas Selem.
Persilangan pertama dilakukan secara silang tunggal antara
Situ Patenggang sebagai tetua jantan (P1) dan Baas Selem
sebagai tetua betina (P2) untuk menghasilkan F1. Persilangan
kedua dilakukan dengan metode back cross antara F1 sebagai
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 95
tetua betina dan P1 dan P2 sebagai tetua jantan sehingga
dihasilkan F1BC1.1 dan F1BC1.2. F1 sebagian dibiarkan selfing
untuk membentuk populasi F2. Percobaan 2 adalah evaluasi
keragaman genetik sifat kekeringan padi beras hitam toleran
kekeringan dan daya hasil tinggi. Tetua P1 dan P2 ditanam di
lapangan masing-masing 50 tanaman. F1, F1BC1.1, dan
F1BC1.2 ditanam masing-masing 25 tanaman dan F2 ditanam
250 tanaman. Untuk penentuan nilai heritabilitas dan peran
gen pengendali kekeringan berdasarkan indeks kering pucuk
dan penyembuhan menurut standar IRRI dilakukan
penanaman di pot. Pengamatan dilakukan terhadap umur
berbunga, tinggi tanaman, jumlah anakan, panjang malai,
jumlah gabah isi dan gabah hampa per malai, bobot 100 butir
gabah, dan bobot gabah per rumpun. Evaluasi keragaman
genetik diduga dengan menggunakan nilai heritabilitas. Peran
gen yang mengendalikan sifat kekeringan dengan derajat
dominansi dihitung dari potensi ratio. Hasil penelitian
menunjukkan dari percobaan 1 penanaman pertama diperoleh
917 gabah persilangan tunggal F1 antara Baas Selem (tetua
betina) dan Situ Patenggang (tetua Jantan). Dari penanaman
kedua, populasi hasil selfing (F2) populasi F1 Baas Selem X
Situ Patenggang menghasilkan 601 gabah F1BC1.1 (back cross
antara F1 Baas Selam x Situ Patenggang dengan Situ
Patenggang (P1)) serta 702 gabah F1BC1.2 (back cross antara
populasi F1 Baas Selem x Situ Patenggang dengan Baas Selem
(P2)). Pada populasi F1 hasil persilangan Baas Selem x Situ
Patenggang, aksi gen sifat kekeringan berdasarkan indeks
kering pucuk dan penyembuhan bersifat dominan tidak
sempurna. Persilangan Baas Selem x Situ Patenggang memiliki
heritabilitas arti luas tergolong sedang dan heritabilitas arti
sempit tergolong rendah pada sifat kekeringan berdasarkan
96 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
indeks kering pucuk dan penyembuhan. Berdasarkan nilai
heritabilitas dengan tindak gen dominan yang tidak sempurna
pada sifat kekeringan hasil persilangan Baas Selem x Situ
Patenggang maka metode seleksi bulk dapat diterapkan pada
tahun kedua untuk menghasilkan varietas unggul padi gogo
beras hitam toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi.
Kata kunci: Beras hitam, perakitan varietas, toleran
kekeringan, hasil tinggi.
ABSTRAK
Balinese black rice "Baas Selem" cultivar has high anthocyanin
content, good aroma and taste, but lower yield (2,7 t/ha),
therefore it needs to be crossed with superior variety Situ
Patenggang, an upland rice germplasm having drought
tolerance and high yield potential (6 t/ha). Research will be
conducted for three years. The objective of year I (2013) was
to obtain estimation of genetic diversity and character of
drought genes that will be used as the basis for determining
method of selection. The research consisted of two
experiments. Firstly, establishment of crossed populations of
P1 Situ Patenggang and P2 Baas Selem. The first crossing was
single cross between Situ Patenggang as a male parent (P1)
and Baas Selem as female parent (P2) to produce F1. The
second crossing was back cross between F1 as female parent
and P1 and P2 as male parents to produce F1BC1.1 and
F1BC1.2. Part of the F1 population was selfed to produce F2
population. Secondly, evaluation of the genetic diversity of rice
paddy for drought tolerance and high yield potential.
Determination of heritability and gene character for drought
was based on shoot drought indexes and healing follow IRRI
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 97
standard by planting in pots. Variables observed were
flowering age, plant height, panicle length, total filled and
empty grains per tiller, grain weights per 100 seeds and per
clump. Method to find out genes controlling character of
drought tolerant was based on degree of dryness dominant
properties which calculated through potential ratio. The results
showed that from the first experiment and the first planting
produced 917 grains of F1 single cross between Baas Selem
(female) and Situ Patenggang (male). The first experiment and
second planting of F2 population (selfed population) of Baas
Selem x Situ Patenggang F1 produced 601 grains of F1BC1.1
and 702 grains of F1BC1.2. In the F1 population crosses of
Baas Selem x Situ Patenggang, no perfect gene action was
found based on shoot drought index and healing dominant
traits. Crossing beetwen Baas Selem x Situ Patenggang had
medium heritability in broader sense and low heritability in
narrow sense based on shoot drought index and healing.
Implication of this result is that bulk method will be used for
selection in the second year of experiment to produce
promising black paddy rice lines with drought tolerance and
high yield potential.
Keywords: Black rice, breeding, drought tolerance, high yield.
98 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
SELEKSI VARIETAS LOKAL JAGUNG NTT TAHAN STRESS KEKERINGAN DAN UMUR GENJAH
SELECTION OF EAST NUSA TENGGARA LOCAL MAIZE
TOLERANT TO DROUGHT STRESS AND EARLY MATURING
Kusumadewi Sri Yulita1), Charles Y. Bora2), Tri Murniningsih1), I.G.B.
Adwita Arsa3)
1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Nusa Cendana
ABSTRAK
Di NTT terdapat beberapa jagung ras lokal yang belum terdata
dengan baik, namun disukai petani setempat karena tahan
terhadap serangan hama sejenis kumbang dan beradaptasi
dengan baik pada lingkungan kering. Informasi mengenai
keragaman plasma nutfah jagung ras lokal sangat penting
untuk pengembangan plasma nutfah jagung. Kegiatan ini telah
berhasil mengoleksi 33 aksesi jagung ras lokal Pulau Timor
NTT, 11 di antaranya, menurut informasi petani setempat,
berumur genjah (1,5-2 bulan). Uji agronomi telah dilakukan
untuk memverifikasi umur panen dan mengetahui performa
tanaman. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sembilan aksesi
berumur genjah dan dua di antaranya (aksesi 08 dan 33)
tergolong sangat genjah, masing-masing memiliki umur
matang fisiologis 73 dan 68 hari. Aksesi yang berumur genjah
umumnya memiliki habitus yang lebih kecil dibanding ras lokal
yang berumur dalam. Hasil panen tertinggi diperoleh pada
aksesi 08 yaitu 5,41 t/ha. Estimasi keragaman fenotipik
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 99
berdasarkan data agronomi dan keragaman genetik
berdasarkan profil ISSR menunjukkan bahwa kesebelas aksesi
memiliki keragaman fenotipik dan variasi genetik yang cukup
rendah, masing-masing memiliki koefisien 1,34-2,00 dan 0,57-
0,81. Uji fisiologi cekaman kekeringan menunjukkan bahwa
semakin menurun kandungan air, semakin meningkat
kandungan prolin pada daun maupun akar. Dengan demikian,
terdapat korelasi positif antara akumulasi prolin dengan
adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Dapat
disimpulkan bahwa sembilan ras lokal jagung di Pulau Timor
berumur genjah sampai sangat genjah, dan aksesi yang
berumur sangat genjah memiliki ketahanan terhadap cekaman
kekeringan.
Kata kunci: Jagung, varietas lokal, seleksi, cekaman
kekeringan, umur genjah, Nusa Tenggara
Timur.
ABSTRACT
In East Nusa Tenggara, there are several local races of maize
that have not been recorded properly, but these local maize
are preferred by local farmers because they are resistant to
pests such as beetles and adapted well to the arid
environment. Information on the diversity of maize germplasm
of local races is very important for the development of maize
germplasm. Thirty three accessions of local maize races have
been collcetd from Timor Island, East Nusa Tenggara, 11 of
them were early maturing (1.5-2 months old) based on
farmers information. Agronomic trials had been conducted to
verify the harvesting age and determine crop performance.
The test results showed that nine accessions were early
100 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
maturing and two of them (the accession of 08 and 33) was
very early maturing which have physiological maturity ages of
73 and 68 days, respectively. The early maturing accessions
had smaller plant performance compared to the old local races.
Accession 08 produced the highest yields of 5.41 t/ha.
Estimates of phenotypic diversity based on agronomic data and
genetic diversity based on ISSR profiles indicated that the
eleven accessions had low phenotypic diversity and genetic
variation, each having a coefficient of 1.34-2.00 and 0.57-0.81.
The drought stress physiological test showed proline content in
leaves and roots increased as the water content decreased.
There was a positive correlation between the accumulation of
proline with the adaptation of plants to drought stress. Nine
local races of maize in Timor Island are early and very early
maturing, and the very early maturing accessions are resistant
to drought stress.
Keywords: Maize, local varieties, selection, drought stress,
early maturity, East Nusa Tenggara.
Gambar 1. Memetik jagung Gambar 2. Varietas Pena Pnais
102 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERAKITAN VARIETAS UNGGUL “GREEN SUPER RICE” PRODUKSI TINGGI (>12 T/HA) DAN
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI AEROB UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA BERAS
BERKELANJUTAN
BREEDING OF "GREEN SUPER RICE" FOR
HIGHYIELD(>12T/HA) AND DEVELOPMENT OF AEROBIC RICE
CULTIVATION TECHNOLOGY TO SUPPORT SUSTAINABLE RICE
SELF-SUFFICIENCY
Suwarto1), Untung Susanto2), Bambang Suryotomo3)
1) Universitas Pekalongan 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRAK
Green Super Rice (GSR) adalah varietas unggul padi yang
memiliki kemampuan unggul dalam kondisi optimal dan tetap
stabil di bawah kondisi input rendah sehingga ramah
lingkungan ("hijau") dan toleran terhadap cekaman biotik dan
abiotik ("super"). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
varietas GSR yang berdaya hasil tinggi (> 12 t/ha) dan cocok
untuk kondisi agroklimat Indonesia, serta memperoleh
teknologi budi daya padi aerobik unggul dan efisien dalam
penggunaan air. Genotipe GSR yang akan dirakit memiliki latar
belakang genetik yang adaptif untuk kondisi wilayah
Indonesia, sesuai dengan preferensi petani dan konsumen,
berdaya hasil tinggi, efisien dalam penggunaan pupuk, dan
toleran cekaman abiotik. Genotipe F1 GSR diperoleh melalui
persilangan antara tetua varietas unggul adaptif Indonesia
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 103
sebagai resipien dengan donor sifat GSR dari galur introduksi.
Galur-galur GSR asal introduksi terpilih tidak memiliki latar
belakang genetik yang adaptif untuk kondisi Indonesia. Tetua
resipien yang digunakan ialah Ciherang, sedangkan untuk
tetua donor yaitu Zhongzu14 dan Huanghuazhan (tahan hama
utama), ZX117 dan Wanxian77 (efisien hara), serta WTR1 dan
HHZ17-DT6-SAL3-DT1 (toleran kekeringan). Persilangan
dilakukan pada musim tanam pertama (MT I) untuk
mendapatkan biji F1 dengan menggunakan metode silang
tunggal (single cross). Benih F1 hasil persilangan pada MT I
ditanam pada MT II 2013 untuk mendapatkan benih F2. Benih
F2 selanjutnya digunakan untuk penelitian lanjutan untuk
seleksi genotipe F2 GSR dan pembentukan biji BC1F2.
Kata kunci: Green super rice, perakitan varietas, hasil tinggi,
teknologi budi daya.
ABSTRACT
”Green Super Rice” (GSR) variety is a superior rice variety
designed to have high yielding ability under optimum condition
and remains stable under low input condition, so that it is
environmentally-friendly (”green”) and tolerant to abiotic and
biotic stresses (”super”). This study aimed to get GSR varieties
those are high yielding (> 12 t/ha) and suitable for Indonesia
agro-climate condition, and to obtain invention of aerobic rice
cultivation for high yielding and efficient in water utilization.
GSR to be assembled have a genetic background that is
adaptive to the Indonesia conditions and in accordance with
farmers and consumers preferences, high yielding, efficient in
fertilizers use, and tolerant to abiotic stress. GSR F1 genotype
was obtained through a cross between parental varieties
104 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
adaptive to Indonesia conditions as a recipient with introduced
lines as a donor. The introduced GSR lines selected did not
have a genetic background that is adaptive to Indonesia
conditions. Recipient parents used was Ciherang, while for the
donor parents were Zhongzu14 and Huanghuazhan (main pest
resistant,; ZX117 and Wanxian77 (efficient in nutrient use),
and WTR1 and HHZ17-DT6-SAL3-DT1 (drought tolerant).
Crosses were made in the first growing season (MT I) to
obtain F1 seed using a single cross. F1 seeds from crosses in
the first growing season were planted in 2013 to obtain F2
seeds. F2 seeds were subsequently used for further research
for the selection of GSR F2 genotypes and formation of BC1F2
seed
Keywords: Green super rice, breeding, high yield, cultivation
technology.
Gambar 1. Hasil persilangan Gambar 2. Hasil perilangan Varietas Ciherang x Huanghuazhan varietas Ciherang x Wanxian 77
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 105
SELEKSI GALUR MUTAN KEDELAI TOLERAN KEKERINGAN ADAPTIF DI ACEH DAN BERPOTENSI
HASIL TINGGI
SELECTION OF SOYBEAN MUTANTS OF ACEH CULTIVARS FOR
DROUGHT TOLERANCE AND HIGH YIELD POTENTIAL
Zuyasna1), Efendi1), Arwin2), Chairunas3)
1) Universitas Syiah Kuala 2) Badan Tenaga Atom Nasional
3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Budi daya kedelai yang toleran terhadap kekeringan dan
berumur genjah serta berbiji besar merupakan salah satu
upaya untuk meningkatkan produksi dan produktivitas lahan.
Salah satu strateginya ialah melalui pemuliaan untuk
menghasilkan varietas unggul baru yang lebih toleran terhadap
kekeringan. Penelitian bertujuan untuk (1) menyeleksi galur
murni suksesi Aceh (Kipas Merah dan Kipas Putih), (2)
membentuk populasi M2 asal iradiasi galur M1 suksesi Aceh
dan melakukan seleksi pada populasi tersebut, (3) menyeleksi
galur mutan G1-G5 suksesi Aceh toleran kekeringan secara in
vitro dan analisis fisiologis untuk cekaman kekeringan, serta
(4) membentuk populasi M4 asal iradiasi galur M3 varietas
Muria serta melakukan seleksi pada populasi tersebut.
Penelitian melalui beberapa tahap, yaitu seleksi galur mutan
M3 asal iradiasi untuk mendapatkan populasi M4 secara in
vitro, seleksi galur mutan G1‐G5 kedelai suksesi Aceh secara in
vitro dan analisis fisiologis untuk cekaman kekeringan, seleksi
106 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
galur mutan M6 secara in vitro menggunakan agen seleksi
PEG, uji ketahanan mutan M6 terhadap kekeringan melalui
analisis prolin dan gula total, serta analisis molekuler galur
mutan. Hasil penelitian menunjukkan mutan M4‐E dan M4‐A
memiliki potensi tahan kekeringan, sedangkan mutan M4‐5,
M4‐9, dan M4‐F medium tahan. Mutan M4‐B dan M4‐C memiliki
potrensi hasil tinggi. Kemampuan mutan kedelai M2 asal
suksesi Aceh ( Kipas Merah dan Kipas Putih) untuk cekaman
kekeringan dan potensi hasilnya perlu dievaluasi pada tahun
berikutnya (2014).
Kata kunci: Kedelai, galur mutan, seleksi, toleransi kekeringan,
hasil, Aceh.
ABSTRACT
Cultivation of soybeans that are tolerant to drought, early
maturing and have large seeds is one of the efforts to increase
soybean production and land productivity. One strategy is
through breeding to produce new varieties that are more
tolerant to drought. The study aimed to (1) select pure strains
of Aceh successions (Kipas Merah and Kipas Putih), (2)
establish the M2 population from irradiated M1 and select this
population, (3) select the mutant strains G1 - G5 of Aceh
succession tolerant drought in vitro and physiological analysis
of drought stress, and (4) establish the M4 population from
irradiated M3 Muria variety and select this population.
Research was conducted through several stages, namely
selection of irradiated mutant M3 to form M4 population in
vitro, selection of mutants G1-G5 of Aceh successions in vitro
and physiological analysis for drought stress, selection of
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 107
mutant M6 in vitro using selection agent PEG, testing M6
mutant resistance to drought through the analysis of proline
and total sugar, and molecular analysis of the mutant strains.
The results showed that the mutants M4-A and M4-E were
drought resistant, while the mutants M4-5, M4-9 and M4-F
were medium resistant. Mutants M4-B and M4-C had high
yields. The ability of mutant M2 of Aceh successions (Kipas
Merah and Kipas Putih) for drought tolerance and yield
potential needs to be evaluated in the next year (2014).
Keywords: Soybeans, mutant strains, selection, drought tolerance, yield, Aceh.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 109
PENGEMBANGAN SISTEM IDENTIFIKASI DAN ANALISIS SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISME
UNTUK PEMULIAAN KEDELAI
DEVELOPMENTOF A SYSTEM FOR IDENTIFICATION AND
ANALYSIS OF SINGLE NUCLEOTIDE POLYMORPHISM FOR
SOYBEAN BREEDING
Wisnu Ananta Kusuma1), I Made Tasma2), Agus Buono1), Mukhlis Hidayat3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK
Informasi genotipe khususnya Single Nucleotide Polymorphism
(SNP) dapat digunakan untuk mendukung aktivitas pemuliaan
tanaman. Informasi SNP yang sangat penting bagi pemuliaan
tanaman dapat diidentifikasi dengan menganalisis asosiasi
antara SNP dan fenotipenya. Pada penelitian ini dibangun
suatu perangkat lunak yang dapat digunakan untuk
mendukung proses identifikasi dan analisis SNP untuk
memperoleh galur kedelai unggul. Penelitian dilaksanakan
dalam tiga tahun (2013-2015). Pada tahun pertama (2013),
aktivitas difokuskan pada pembangunan perangkat lunak
aplikasi pengidentifikasi SNP yang ramah pengguna (user
friendly). Perangkat lunak dibangun dengan menerapkan
teknik multiple sequence alignment (MSA) untuk menjajarkan
sekuen-sekuen kedelai dengan sekuen referensinya, untuk
selanjutnya dilakukan proses identifikasi SNP. Pada tahun
kedua (2014), penelitian akan difokuskan pada pembangunan
110 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
perangkat lunak untuk menganalisis asosiasi SNP dan
fenotipenya. Kinerja dari perangkat lunak akan dievaluasi
dengan suatu populasi kedelai yang disiapkan untuk pemuliaan
dalam rangka mendapatkan karakteristik unggul tertentu. Pada
tahun ketiga (2015), dilakukan integrasi perangkat lunak
menjadi suatu aplikasi dan diharapkan dapat diperoleh calon
galur unggul kedelai berdasarkan informasi yang diperoleh dari
penelitian sebelumnya. Aplikasi berbasis web untuk identifikasi
SNP telah berhasil dibangun dengan mengintegrasikan
beberapa program bioinformatika. Sistem telah diuji dengan
fragmen DNA dan SNP berhasil diidentifikasi. Implementasi
algoritma pairwise alignment secara parallel dengan
menggunakan OpenMP dapat meningkatkan kinerja dua kali
lipat pada pengujian dengan prosesor Intel Core i3-2330M.
Sebuah program untuk menyelesaikan masalah MSA juga telah
dibangun menggunakan GPU. Paralelisasi dengan
menggunakan GPU memiliki kinerja yang lebih tinggi
dibandingkan dengan menggunakan CPU. Untuk perangkat
lunak pipeline, identifikasi SNP dapat menggunakan data
sekuens DNA kedelai. Aplikasi perangkat lunak MSA secara
paralel dengan menggunakan sekuen DNA lengkap sedang
dilakukan.
Kata kunci: Kedelai, pemuliaan, pengembangan sistem, single
nucleotide polymorphism.
ABSTRACT
Genotype information, particularly Single Nucleotide
Polymorphism (SNP) can be used to support plant breeding
activity. The target SNPs, which are useful for plant breeding,
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 111
can be identified by analyzing the association between SNPs
and the phenotypes. By applying information technology, the
identification of SNP is more easily implemented. In this
research, the SNP identification and analysis softwares were
developed to support breeding for developing superior
soybean lines. To achieve the above objectives, the research
will be implemented in three years (2013-2015). In the first
year (2013), activities were focused on developing a user-
friendly software application based on a multiple sequence
alignment (MSA) technique for identifying SNP to support
soybean breeding. In the second year (2014), research will be
focused on developing software for associating SNP and
phenotype. The performance of the softwares will be tested
using a breeding population of soybean for particular superior
traits. In the third year, integration of both softwares into a
single application will be finished and new soybean lines will be
produced by utilizing the information from the previous
research. Web-based applications for SNP identification has
been successfully constructed by integrating multiple
bioinformatics program. The system has been tested with DNA
fragment and the SNP had been identified. Implementation of
pairwise alignment algorithms parallely using OpenMP could
improve performance doubled in the test with an Intel Core i3-
2330M. A program to solve the MSA problem has also been
built using GPUs. Parallelization by using the GPU had a higher
performance than that by using CPU. For pipeline software,
SNP identification could use soybean DNA sequence data. MSA
software applications in parallel by using the complete DNA
sequences were being done.
Keywords: Soybeans, breeding, system development, single
nucleotide polymorphism.
112 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Sequence
alignment
•Bowtie2Alignm
ent post-
processing
•Samtools
Variant calling
•Samtools
Filtering
•VCFutils
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 113
PERAKITAN VARIETAS PADI LOKAL SULAWESI SELATAN (ASE LAPANG) BERUMUR GENJAH DAN
BERDAYA HASIL TINGGI DENGAN RADIASI SINAR GAMMA
VARIETAL IMPROVEMENT OF SOUTH SULAWESI LOCAL RICE
VARIETY (ASE LAPANG) FOR EARLY MATURING AND HIGH
YIELDING CHARACTERS WITH GAMMA IRRADIATION
St. Subaedah1), Sudirman Numba1), Andi Takdir Makkulawu2), Since
Erna Lamba3)
1) Universitas Muslim Indonesia Makassar 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi
Selatan
ABSTRAK
Salah satu varietas padi lokal yang disenangi di Sulawesi
Selatan ialah Ase Lapang yang merupakan varietas lokal
Kabupaten Pangkep dengan rasa nasi enak. Namun, varietas
Ase Lapang saat ini hanya dapat dijumpai pada daerah
tertentu. Pembudidayaan yang terbatas ini disebabkan varietas
ini berdaya hasil rendah, berbatang tinggi, mudah rebah, dan
berumur dalam/panjang. Oleh karena itu, perlu dilakukan
perbaikan terhadp varietas lokal tersebut. Induksi mutasi
dengan radiasi sinar gama merupakan salah satu cara merakit
varietas lokal menjadi varietas baru yang mempunyai sifat
lebih baik dari tetuanya. Penelitian ini bertujuan menganalisis
pengaruh induksi radiasi sinar gama untuk menghasilkan
mutan padi lokal Ase Lapang yang mempunyai karakter
morfologi tanaman pendek, berumur genjah, dan berdaya hasil
114 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
tinggi. Penelitian dilaksanakan dengan menanam mutan Ase
Lapang generasi M2 di rumah kaca. Penelitian dirancang
dengan menggunakan rancangan acak lengkap yang terdiri
atas empat taraf perlakuan radiasi sinar gama, yaitu tanpa
radiasi (R0) serta radiasi 100 gray (R1), 200 gray (R2), dan
300 gray (R3). Setiap perlakuan diulang enam kali. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa induksi radiasi sinar gama
dengan dosis 200 gray menghasilkan tanaman 13% lebih
pendek, umur panen lebih genjah, bobot biji per malai lebih
berat 28%, dan bobot biji per rumpun lebih berat
dibandingkan dengan tanpa radiasi sinar gama. Hal ini berarti
perlakuan induksi radiasi sinar gama berpotensi menghasilkan
mutan Ase Lapang yang berumur genjah, postur tanaman
pendek, dan berdaya hasil lebih tinggi.
Kata kunci: Perakitan varietas, varietas lokal, Ase Lapang,
umur genjah, hasil tinggi, iradiasi sinar gama.
ABSTRACT
One of the favoured local rice varieties in South Sulawesi is the
Ase Lapang which is a local variety of rice in Pangkep District
with good eating quality. Unfortunately, Ase-lapang rice,
nowadays can only be found at certain areas. Limited
cultivation of this variety is caused by its low yield, long stem
and easy to fall, and long maturity. Therefore, it is necessary
to improve the local varieties. Induction of mutations by
gamma irradiation is one the ways to improve the local variety
that has better properties than the parent. The study aimed to
analyze the effect of gamma irradiation on the rice mutant of
Ase Lapang. The research was conducted by growing the Ase
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 115
Lapang mutant of M2 generation in the greenhouse. The study
was arranged in a completely randomized design with four
levels of gamma ray doses, namely without irradiation (R0)
and irradiation with 100 gray (R1), 200 gray (R2) and 300 gray
(R3). Each treatment was repeated six times. The results
showed that the induction of gamma irradiation at 200 gray
generated plants with 13% shorter, early maturing, heavier
seed weight per panicle by 28%, and heavier seed weight per
clump compared with without gamma irradiation. This
indicates that induction of gamma irradiation could potentially
generate Ase Lapang mutant which has early maturing, short
plant, and high yielding characters.
Keywords: Varietal improvement, local variety, Ase Lapang,
early maturity, high yield, gamma ray irradiation.
116 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PELACAKAN GEN CHYB DAN KANDUNGAN KAROTENOID PADA PADI LOKAL PULAU JAWA:
UPAYA KOLEKSI PADI TAHAN KEKERINGAN KAYA PROVITAMIN A BERBASIS KERAGAMAN GENETIK
TRACKING CHYB GENE AND CAROTENOID CONTENT IN JAVA
LOCAL RICE:
COLLECTING DROUGHT TOLERANT RICE RICH IN PRO-
VITAMIN A BASED ON GENETIC DIVERSITY
Hermin Pancasakti Kusumaningrum1), Triwibowo Yuwono2), Wahyu Purbowasito S. Waskito3), Sri Rustini4)
1) Universitas Diponegoro
2) Universitas Gadjah Mada 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
4) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Kekeringan merupakan salah satu penyebab utama penurunan
produksi padi. Informasi genetik tentang toleransi padi lokal
Pulau Jawa terhadap kekeringan dilengkapi dengan kandungan
karotenoid, ABA, gen penyandi karotenoid, keragaman genetik,
dan pemetaannya belum tersedia. Toleransi terhadap
kekeringan ditentukan oleh gen β-carotene hydroxylase
(Chyb). Informasi ini akan menjadi dasar dalam melacak
ketersediaan dan keunggulan padi lokal untuk beradaptasi
terhadap perubahan iklim (kekeringan) dan ketahanan pangan.
Tujuan penelitian pada tahun pertama adalah melacak gen
Chyb pada padi lokal Pulau Jawa diikuti pengukuran
kandungan karotenoid dan didukung data xantofil terkait ABA.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 117
Pada tahun kedua akan dilakukan identifikasi dan analisis
keragaman genetik berbasis gen Chyb dan marka kloroplas.
Pada tahun ketiga, kegiatan difokuskan pada analisis dan
pemetaan padi toleran kekeringan terkait gen Chyb dan
kandungan karotenoid. Hasil penelitian tahun pertama
menunjukkan sebagian besar padi isolat lokal Pulau Jawa
memperlihatkan keberadaan gen ChyB dan kandungan
karotenoid yang berimplikasi pada perolehan jenis padi tahan
terhadap kekeringan. Beberapa isolat padi memiliki potensi
besar untuk ditingkatkan kemampuannya melalui pemuliaan
dan aplikasi lapangan sehingga selain toleran kekeringan,
kandungan provitamin A juga lebih tinggi. Hal ini didukung
oleh kondisi lingkungan Pulau Jawa khususnya Jawa Tengah
yang menawarkan kestabilan maupun variasi genetik yang
mampu meningkatkan keragaman spesies unggul. Penelitian
lebih lanjut diperlukan untuk menelusuri keragaman genetik
beberapa isolat padi unggul potensial yang diperoleh dengan
menggunakan marka genetik. Selain akan memperoleh
informasi yang lebih akurat, upaya pemuliaan di lapangan juga
akan lebih terarah, efektif, dan efisien, khususnya untuk
mendukung ketahanan pangan dan upaya mitigasi kekeringan
akibat perubahan iklim.
Kata kunci: Padi lokal, keragaman genetik, gen Chyb,
karotenoid, tahan kekeringan, pro-vitamin A,
Jawa.
118 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ABSTRACT
Drought is a major factor declining rice production. Genetic
information about drought tolerance in Java local rice
completed with carotenoid content, ABA, carotenoid-coding
genes, genetic diversity and their mapping has so far not
available. Tolerance to drought in rice is determined by the β-
carotene hydroxylase gene (Chyb). Carotenoids are essential
components for photosynthesis, and photoprotection and
production of abscisic acid (ABA) and their biosynthesis occurs
in plastids through the MEP pathway. This information is the
basic source of tracking the availability and capacity of local
rice to adapt to climate change and to support food security.
The objectives of the study in the first year were to detect
Chyb gene followed by analyses of ABA and carotenoid content
in selected Java local rice relating with drought tolerance. The
second year study will identify and analyze genetic diversity
using Chyb gene and chloroplast marker. The third year study
will analyze and map drought tolerant rice associated with
Chyb gene, ABA and carotenoid content. The results showed
the most of Java local rice showed the presence of ChyB gene
and high carotenoid content which implies the acquisition of
rice varieties tolerant to drought. Some isolates of Java local
rice had a great potential to be improved through breeding
and field applications in addition to resistance to drought and
higher provitamin A content. This results supported by
environmental conditions of Java, especially in Central Java
which offer stability and genetic variations that can increase
superior species diversity. Further study is needed to explore
the genetic diversity of some isolates that have been obtained
using genetic markers. In addition to obtain more accurate
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 119
information, breeding in the field will also be more focused,
effective and efficient especially for supporting food security
and mitigating drought due to climate change.
Keywords: Java local rice, genetic variation, gen Chyb, carotenoid, drought tolerance, pro-vitamin A.
120 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENDUGAAN DAYA SIMPAN BENIH KEDELAI MENGGUNAKAN MODEL
DINAMIK
DEVELOPMENTOF TECHNOLOGY FOR ESTIMATINGSOYBEANSEEDSTORABILITYUSINGA
DYNAMICMODEL
Abdul Qadir1), Faiza C. Suwarno1), Agustiansyah2), Baran Wirawan1), Agus Hasbianto3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Universitas Lampung 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Viabilitas benih kedelai cepat menurun karena tingginya kandungan protein dan kondisi lingkungan tropis dengan kelembapan tinggi. Upaya mempertahankan viabilitas benih tetap tinggi pada sistem penyimpanan terbuka dapat dilakukan dengan menggunakan kemasan. Penelitian bertujuan untuk mengevaluasi perilaku benih kedelai selama penyimpanan dengan menggunakan kemasan yang berbeda dan mengembangkan model pendugaan daya simpan benih kedelai. Penenelitian terdiri atas tiga kegiatan, yaitu (1) evaluasi perilaku benih selama penyimpanan, (2) pengembangan model penyimpanan benih, serta (3) simulasi dan verifikasi model. Penyimpanan dan pengujian benih kedelai pada sistem penyimpanan terbuka dilakukan pada kadar air berbeda (7-8%, 9-10%, dan 11-12%) serta menggunakan jenis kemasan yang berbeda (botol kaca, plastik PP, dan karung plastik). Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap lima ulangan dengan menggunakan kedelai
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 121
varietas Detam-1, Anjasmoro, Tanggamus, dan Wilis. Hasil percobaan menunjukkan bahwa perilaku benih selama penyimpanan dipengaruhi oleh kadar air benih dan kondisi lingkungan simpan, sehingga kadar air benih dapat dijadikan input model. Penyusunan model terdiri atas: (a) penyusunan diagram air, (b) penentuan hubungan antarpeubah dan konstanta model, dan (c) perangkaian hubungan antarpeubah dan konstanta model dengan menggunakan perangkat lunak pemodelan komputer. Kegiatan penyusunan model berhasil memperoleh submodel kadar air dan submodel deteriorasi benih. Model disusun dan dijalankan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell 2010 dan perangkat lunak Stella V.9.0.2. Simulasi model dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Excell 2010 dengan input permeabilitas kemasan, varietas, kadar air, suhu, kadar air awal, dan viabilitas awal benih dapat memprediksi secara logis kadar air benih, daya simpan benih, konduktivitas benih, dan periode simpan benih. Kata kunci : Kedelai, sistem penyimpanan, model dinamis,
daya simpan benih.
ABSTRACT
Soybean seed viability declined rapidly due to the high protein
content and high humidity of the tropical environment.
Packaging techniques could be applied to maintain high
viability of the soybean seeds. This research aimed to study
the behavior of soybean seeds during storage with different
packaging and soybean seeds varieties, and to develop model
of soybean seed storage. The study was conducted in three
stages, (1) evaluation of soybean seed behaviour during
storage, (2) development of seed storage model, and (3)
simulation and verification of the model. The first stage
consisted of two experiments, namely soybean seed storage at
122 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
different seed water contents (7-8%, 9-10% dan 11-12%) and
different types of packaging (glass bottle, polypropilen plastic,
and sacks plastic), and seed storage and testing. The
experiment was arranged in completely randomized design
with five replications, using four soybean varieties (Detam-1,
Anjasmoro, Detam-2 and Wilis). The results showed that the
seed behaviour during storage period was affected by seed
moisture content and environmental conditions, so that seed
moisture content can be used as input of the model and seed
storability vigor and seed conductivity as outputs.
Development ofthe modelconsisted of: (1) preparation offlow
diagrams, (2) determination ofthe relationship between
parameters andconstantsof the model, and(3) correlating
paramaters and constantsof themodelsby using computer
modeling software. Modeling activities successfully obtained
moisture sub model and seed deterioration sub model. Model
compiled and run using Microsof tExcel 2010 software and
software StellaV.9.0.2. Simulation of seed storability vigor
prediction model with Microsoft Excell 2010 software and the
Model of Construction Layer-Stella (MCLS) with permeability
and surface area of packaging, varieties, relative humidity,
temperature, initial moisture content, and initial viability as
inputs could predict logically the seed moisture content, seed
storability vigor, seed conductivity, and storage period.
Keywords: Soybean, storage system, dynamic model,
storability.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 123
Gambar 1. Benih Anjasmoro, Gambar 2. Pengujian viabilitas Wilis, Detam-1, Detam-2
Gambar 3. Pengujian KA Gambar 4. Pengujian feroksida value
124 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
IDENTIFIKASI DAN STRATEGI PENGELOLAAN VIRUS-VIRUS PENTING TANAMAN PADI
IDENTIFICATION AND STRATEGY OF MANAGING IMPORTANT
VIRUSES ON RICE
Sri Hendrastuti Hidayat1), Sri Sulandari2), Fauziah T. Ladja3)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Universitas Gadjah Mada
3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Penyakit padi yang disebabkan oleh virus masih merupakan
kendala produksi yang utama di Indonesia. Penelitian
dilakukan untuk membangun pengetahuan dasar yang
komprehensif guna menyusun strategi pengendalian penyakit
utama padi yang disebabkan oleh virus tungro, virus kerdil
rumput, dan virus kerdil hampa. Penelitian diharapkan dapat
memberikan rekomendasi strategi pengendalian melalui kajian
mengenai keragaman dan virulensi virus, ketahanan tanaman
padi, dan kemampuan serangga vektor menularkan virus.
Penelitian pada tahun pertama bertujuan untuk (1)
memetakan distribusi virus tungro, virus kerdil hampa, dan
virus kerdil rumput di beberapa daerah di Indonesia; (2)
memperoleh informasi mengenai keragaman genetik virus padi
dari beberapa daerah; (3) memperoleh metode deteksi virus
yang cepat dan akurat menggunakan teknik polymerase chain
reaction (PCR); dan (4) mengetahui potensi gulma sebagai
inang alternatif virus padi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa gejala penyakit yang ditemukan di lapangan sangat
beragam dan tidak dapat memberikan kepastian agens
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 125
penyebab penyakitnya. Gejala mirip tungro yang selama ini
selalu berasosiasi dengan infeksi virus tungro ternyata juga
dapat disebabkan oleh infeksi virus kerdil rumput yang
disebabkan oleh Rice grassy stunt virus (RGSV). Dengan
menggunakan metode PCR berhasil dideteksi infeksi Rice
tungro baculo virus (RTBV) dari Jawa Barat, Jawa Tengah,
Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat; RGSV dari Bali,
Lombok, Sulawesi Utara, dan Sumatera Barat, sementara Rice
ragged stunt virus (RRSV) hanya terdeteksi di Jawa Tengah.
Berdasarkan analisis homologi basa nukleotida, isolat virus dari
daerah yang berbeda memiliki kesamaan di atas 80% sehingga
dapat digolongkan dalam satu kelompok/spesies virus. Hal ini
dapat menjadi pertimbangan dalam penentuan strategi
pengendalian virus di setiap lokasi.
Kata kunci: Padi, virus tungro, virus kerdil hampa, virus kerdil
rumput, wereng hijau.
ABSTRACT
Viral disease is one of important constraints in rice production
in Indonesia. Research was conducted to build basic
information needed to develop disease control strategy,
especially those caused by rice tungro virus (RTV), rice grassy
stunt virus (RGSV), and rice ragged stunt virus (RRSV), based
on understanding of genetic diversity and virulence of viruses,
the role of insect vectors on disease spread, and the
availability of resistant varieties. Research in the first year
aimed to (1) map geographic distribution of tungro virus
(RTBV), RGSV), and RRSV in Indonesia; (2) obtain information
on genetic diversity of viruses collected from several locations
in Indonesia; (3) develop fast and accurate detection method
126 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
based on polymerase chain reaction (PCR) technique; and (4)
identify the role of weeds as alternative host for the virus.
Field observation showed that disease symptoms were very
diverse and it was very difficult to identify the problem based
only on the symptoms. Symptoms similar to tungro virus
infection were in fact associated with other virus infection, i.e.
RGSV. Using PCR-based technique, three different viruse
isolates were detected from different locations, i.e. RTBV from
West Java, Central Java, East Java, Bali, and West Nusa
Tenggara; RGSV from Bali, Lombok, North Sulawesi, and West
Sumatra; whereas RRSV was only detected from Central Java.
Based on nucleotide sequence analysis, isolates from different
locations in Indonesia had homology of >80%, indicated that
the viruses are having very closed relationship and probably
they are the same species. This identification is very important
for developing disease control strategy in each rice growing
area.
Keywords: Rice, rice tungro virus, rice grassy stunt virus, rice ragged stunt virus, leafhopper.
.
Gambar 1. Tanaman padi terkena virus
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 127
PERAKITAN VARIETAS UNGGUL UBI JALAR MADU TIPE BARU BERUMUR GENJAH DAN BERDAYA HASIL TINGGI SEBAGAI BAHAN PANGAN DAN
BAHAN BAKU INDUSTRI
BREEDING OF NEW TYPE OF SWEET POTATO MADU VARIETY
FOR EARLY MATURING AND HIGH YIELD FOR FOOD AND
INDUSTRIAL MATERIALS )
Agung Karuniawan1), M. Jusuf2), Budi Waluyo3)
1) Universitas Padjajaran
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Ubi jalar memiliki kandungan karbohidrat tinggi dengan kadar
glisemik rendah, sumber vitamin A, sumber unsur hara mikro
Zn, Fe, Ca, dan K, serta sumber antioksidan berkualitas tinggi
pada bagian akar ubi dan daun. Ubi jalar berpotensi sebagai
sumber tepung dan pati karena mempunyai karakteristik yang
sesuai untuk dijadikan sebagai bahan baku industri. Selain itu
potensi hasil tinggi, umur genjah dan kandungan pati yang
tinggi memungkinkan ubi jalar dijadikan sebagai sumber
bioetanol. Konsep perakitan ubi jalar madu tipe baru ini
didasarkan pada pelestarian dan penggunaan plasma nutfah
ubi jalar lokal sebagai sumber perbaikan genetik berdasarkan
warna daging ubi krem putih, kuning, jingga, dan ungu
sehingga mendukung terbentuknya pangan fungsional yang
didasarkan pada kebutuhan pangan, pakan, industri dan energi
yang dapat meningkatkan kesehatan masyarakat disamping
128 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
meningkatkan nilai jual dan pendapatan petani. Pembentukan
koleksi inti dapat dilakukan melalui identifikasi morfologi
dengan pendekatan analisis statistik yang diperkuat dengan
identifikasi marka molekuler, menganalisis keragaman kultivar-
kultivar ubi jalar dari wilayah agroekologi yang berbeda
menggunakan karakter morfologi dan marka SSR untuk
analisis genetik yang berguna dalam program pemuliaan
tanaman ubi jalar. Pada penelitian ini akan dilakukan kegiatan
intercrossing menggunakan metode polycross pada plot koleksi
aksesi-aksesi ubi jalar, serta identifikasi morfologi, kandungan
gula, pati, dan bahan kering yang didukung oleh penggunaan
marka molekuler SSR pada aksesi tetua-tetua dan keturunan
F1 potensial madu tipe baru.
Kata Kunci: Ubi jalar, pemanfaatan plasma nutfah,
persilangan, pemuliaan berbantuan marka
ABSTRACT
Sweet potato contains high carbohydrates but low glycemic
contents, source of vitamin A, micronutrients Zn, Fe, Ca, and
K, and high quality antioxidant in the roots and leaf. It can be
used as flour and starch sources due to its chemical
characteristics suitable for industrial materials. Beside its high
potential, early maturing, and its high starch content makes it
potential for bioethanol. The concept of new Madu type
sweet potato varietal improvement was based on the
conservation and utilization of local sweet potato genetic
resources as sources for improvement of flesh colour i.e
creamy white, yellow, orange, purple to support functional
food, feed, industry and energy, to improve human welfare,
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 129
market value and farmers earning. Core collection was
developed through identification of morphological characters,
with statistical analyses supported by molecular markers,
analysing variability of cultivars from different agroecological
condition using morphological and SSR markers to analyse
useful genetic for breeding program. This research will
intercross sweet potato accessions using polycross method,
and identification of morphological charaters, sugar and starch
contents and dry biomass supported by the use of SSR
markers on parents and F1 progenies of potential new Madu
type.
Key words: Ubi jalar, germplasm utilization, intercrossing, marker assisted breeding.
130 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
EKSPLORASI DAN SELEKSI VARIETAS LOKAL SERTA PERAKITAN VARIETAS UNGGUL KACANG
BAMBARA (VIGNA SUBTERRANEA) BERUMUR GENJAH DAN BERDAYA HASIL TINGGI SEBAGAI
SUMBER PANGAN BERPROTEIN TINGGI
EXPLORATION AND SELECTION OF LOCAL VARIETIES OF
BAMBARA GROUNDNUT (VIGNA SUBTERRANEA) AND
DEVELOPMENT OF EARLY MATURING AND HIGH YIELDING
VARIETY FOR HIGH PROTEIN FOOD SOURCE
Noladhi Wicaksana1), Hakim Kurniawan2), Budi Waluyo3), Meddy Rachmadi1), Agung Karuniawan1)
1) Universitas Padjajaran
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Kacang bambara (Vigna subterranea) potensial dikembangkan
untuk mendukung program percepatan penganekaragaman
konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, serta penguatan
ketahanan pangan dan sumber energi terbarukan dalam
sistem pertanian berkelanjutan. Tanaman ini memiliki
kandungan protein, karbohidrat, dan mineral relative tinggi
dengan kandungan lemak rendah. Tanaman ini juga dapat
berproduksi baik pada lahan-lahan marginal. Kacang Bambara
ditemukan di hampir seluruh wilayah tetapi dibudidayakan
tidak intensif serta mempunyai nama daerah lokal berbeda.
Untuk itu perlu upaya pelestarian dan pengelolaan plasma
nutfah serta pengembangan varietas lokal untuk meningkatkan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 131
produksi dan peningkatan kapasitas genetik tanaman. Tujuan
penelitian tahun pertama ialah (i) mengoleksi aksesi kacang
bambara lokal dari berbagai lokasi di Jawa Barat, (ii)
mengetahui keragaman genetik aksesi-aksesi kacang bambara
lokal unggul berdasarkan karakter morfologi, agronomis,
kandungan gizi, dan marka molekuler, (iii) memperoleh aksesi-
aksesi unggul potensial kacang bambara lokal. Pengambilan
bahan genetik kacang Bambara di Jawa Barat dilakukan
berdasarkan metode eksplorasi lapang. Identifikasi morfo-
agronomi bahan genetik hasil eksplorasi dilakukan di Kebun
Percobaan Fakultas Pertanian Unpad berdasarkan penanaman
barisan tunggal. Identifikasi dilakukan berdasarkan deskriptor
Kacang Bambara. Identifikasi keragaman berdasarkan marka
molekular dengan pendekatan marka SSR dan marka
fungsional PBA dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas
Pertanian Unpad. Analisis kandungan protein dan pati
dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hasil Balitsa. Berdasarkan
hasil eksplorasi diketahui bahwa Kacang Bambara
dibudidayakan secara luas di Kabupaten Sumedang, Kota dan
Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Garut, dan Kabupaten
Sukabumi. Sedangkan di Kabupaten Bandung, pertanaman
ditemukan dalam skala luasan yang tidak terlalu besar. Di
Kabupaten Bogor, meskipun kacang Bambara dikenal dengan
nama kacang Bogor, sangat sulit menemukan pertanaman
tanaman ini. Tetapi cukup mudah ditemukan kacang Bambara
di pasar, seperti juga yang ditemukan di Kabupaten Cirebon.
Keragaman genetik kacang Bambara di Jawa Barat sangat
tinggi, terutama di ditemukan di daerah-daerah pusat
pertanaman kacang Bambara. Berdasarkan hasil analisis data
dan pembahasan yang dilakukan, diketahui bahwa karakter
komponen hasil dan hasil, serta memiliki tingkat keragaman
132 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
yang luas. Sebaliknya variasi yang sempit ditemukan pada
karakter umur berbunga. Core collection yang dibentuk
mewakili keragaman genetik yang ada di Jawa Barat. Pada
umumnya kacang Bambara asal Jawa Barat memiliki
kandungan protein sedang dengan kisaran antara 11-17%.
Kata kunci: Eksplorasi, seleksi, kacang bambara, sumber
pangan.
ABSTRACTS
Bambara groundnut (Vigna subterranea) is potential food crop
in supporting the acceleration of diversification of food
consumption program based on local resources, strengthening
food security and renewable energy resources in sustainable
agricultural systems. This crop contains high proteins,
carbohydrates, and minerals contents and low in fatty acid
content. Also, it can grow and produce in the marginal soils.
Bambara groundnut can be found in almost all regions of West
Java, but not intensively cultivated. This underutilized crop has
a different local varieties names depend on location. It is
necessary to conserve and manage the germplasm, to develop
the local varieties and to improve the genetic capacity. The
objectives of the first year research are: (i) collecting Bambara
groundnut accessions from various locations in West Java, (ii)
determining the genetic diversity of superior local Bambara
groundnut accessions based morphological, agronomic,
nutritional content, as well as molecular markers, (iii) obtaining
the superior local verieties of Bambara groundnut accessions.
Collection of genetic material of Bambara groundnut in West
Java was performed through field exploration methods.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 133
Identification accessions based on morpho-agronomic traits
carried out in the Experimental Field of Faculty of Agriculture
Unpad, by cultivate the accession in a single row and
characterized based on the descriptors of Bambara groundnut.
Genetic diversity analysis based on SSR markers and functional
markers PBA were conducted in the Laboratory of
Biotechnology Faculty of Agriculture, Padjadjaran University.
Analysis of protein and starch content were conducted at the
Laboratory of Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.
Exploration showed that Bambara groundnut is cultivated
extensively in Sumedang, Tasikmalaya, Garut, and Sukabumi.
While in Bandung, the cultivation were found in the medium
scale. In Bogor, although Bambara groundnut famous as the
Bogor bean, the planting crops is rarely found. But it is quite
easy to find Bambara groundnut in the market, as also found
in the market in Cirebon. The genetic diversity of Bambara
groundnut in West Java was high, especially in the center of
Bambara groundnut cultivation. Based on the result, the yield
components and yields characters have a wide degree of
variability. Conversely, narrow variation was found in the
flowering characters. Core collection was developed by
representation of the genetic variability of Bambara groundnut
in West Java. Generally, Bambara groundnut from West Java
contained protein in the range between 11-17%.
Keywords: Exploration, selection, bambara groundnut, food source.
134 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN GALUR PADI UNGGUL AROMATIK DENGAN POTENSI HASIL TINGGI MELALUI TEKNOLOGI MARKA BERBASIS GEN
MENUJU UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN (UDHP)
DEVELOPMENT OF AROMATIC AND HIGH YIELD ELITE
LINES OF RICE BY USING GENE-BASED MARKERS
Sutoro1), Djarot Sasongko Hami Seno2), Enung Sri Mulyaningsih3)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2) Institut Pertanian Bogor 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Pengembangan Galur Padi Unggul Aromatik dengan Potensi
Hasil Tinggi Melalui Teknologi Marka Berbasis Gen. Aromatik
merupakan salah satu karakter penting dari padi berkualitas.
Gen badh2 adalah gen yang bertanggung jawab untuk sifat
aroma. Penggunaan marka molekuler berbasis gen badh2
untuk seleksi dapat mengurangi waktu dan biaya penelitian.
Pengembangan galur padi unggul aromatik dengan potensi
hasil tinggi melalui teknologi marka berbasis gen sangat perlu
untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah 1) menyeleksi
galur-galur BC5F1-C/M dan BC5F1-C/P dengan marka berbasis
gen dan melakukan selfing untuk mendapatkan padi BC5F2-
C/M dan BC5F2-C/P, dan 2) menyeleksi galur BC5F2-C/M dan
BC5F2-C/P dengan marka berbasis gen, pengujian aroma
secara kimiawi, evaluasi karakter agronomi dan selfing untuk
mendapatkan galur BC5F3-C/M dan BC5F3-C/P.
Pendekatan bioteknologi dan konvensional digunakan dalam
penelitian ini. Marka berbasis gen yang terpaut dengan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 135
karakter aromatic (gen badh2) telah dikembangkan. Galur-
galur BC5F1 BC5F1 Ciherang/Pandanwangi atau
Ciherang/Mentikwangi merupakan galur-galur yang heterosigot
untuk alel aromatik, sedangkan karakter aromatic akan
terekspresi pada kondisi homosigot resesif. Karakter aromatik
pada galur-galur tersebut tidak bisa dideteksi dengam
pengujian aromatik (organoleptik). Oleh karena itu aplikasi
marka berbasis gen untuk mendeteksi galur-galur tanaman
BC5F1 yang membawa alel aromatik sangat diperlukan dan
digunakan dalam penelitian ini. Kombinasi marka berbasis gen
dan pengujian aromatic secara kimia diaplikasikan dalam
menyeleksi galur-galur BC5F2. Evaluasi karakter agronomi
juga dilakukan sehingga padi unggul aromatic dan mempunyai
potensi hasil tinggi dapat diperoleh.Hasil penelitian
menunjukkan bahwa seleksi secara molekuler menggunakan
teknik PCR pada galur-galur BC5F1 silangan
Ciherang/Pandanwangi atau Ciherang/Mentikwangi dengan
primer spesifik aromatik (P1/P2 atau Bradbury) telah berhasil
mengidentifikasi individu-individu tanaman yang membawa alel
aromatik. Evaluasi karakter agronomi individu-individu
tanaman yang membawa alel aromatik menunjukkan bahwa
individu tanaman BC5F1 sudah mendekati genetik padi
Ciherang. Analisis molekuler dengan teknik PCR menggunakan
primer spesifik yang dikombinasikan dengan pengujian
aromatik menggunakan KOH 1,7% pada tanaman-tanaman
padi galur BC5F2-Ciherang/Pandanwangi juga telah berhasil
mengidentifikasi dan menghasilkan 28 tanaman generasi
BC5F2 yang membawa alel aromatik dan mempunyai karakter
wangi.
Kata kunci : Padi (Oryza sativa, L.), aromatik, marka berbasis
gen
136 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ABSTRACT
Aroma is one of the important characters of rice quality. Badh2
gene is responsible for the fragrant character. The use of
gene-based molecular markers for selection badh2 can reduce
the time and cost of research. Development of aromatic and
high yield elite lines of rice by using gene-based markers is
necessary. The objectives of the research were: 1) to screen
BC5F1 Ciherang/Mentikwangi or BC5F1
Ciherang/Pandanwangilines by using gene-based markers and
develop BC5F2 population, dan 2) to screen the BC5F2
Ciherang/Mentikwangi or BC5F2 Ciherang/Pandanwangi lines
by using gene-based markers, chemically test of aromatic
character, evaluate agronomy charactersanddevelop BC5F3
population. Biotechnology and conventional approaches were
used for this research. Gene-based markers that linked with
aromatic character (badh2 gene) have been developed. These
markers will be applied to screen aromatic allele of BC5F1-
Ciherang (non aromatic)/MentikWangi (aromatic) and BC5F1-
Ciherang (non-aromatic)/PandanWangi (aromatic) lines by
using PCR approach.In BC5F1 Ciherang/Mentikwangi or BC5F1
Ciherang/Pandanwangi lines are heterozygous genotypes for
the aromatic alleles, but actually in the case of
aromaticcharacters will be expressed in recessive homozygous
pattern. The aromatic (fragrant) characterof those lines will
not be able to detectby testing the aroma. Therefore, gene-
based markers application to detect BC5F1 lines carrying
aromatic allele is necessary and will be used in this research.
Combination of gene-based markers and chemically aromatic
testing will be applied toscreen BC5F2 lines. The selected
aromatic rice lines also will be evaluated for the agronomic
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 137
characters so that the aromatic and high yield elite rice lines
will be gained. The results showed that the selection using
PCR techniques of in BC5F1-Ciherang /Pandanwangi or
Ciherang/Mentikwangi lines with specific primers (P1/P2 or
Bradbury) has been successfully identify plants carrying
aromatic alleles. Evaluation of agronomic traits of plants
carrying the aromatic allele suggests that individual BC5F1
plants were similar genetically with Ciherang. PCR analysis by
using specific primers in combination with aromatic testing
using KOH 1.7% in rice line BC5F2-Ciherang/Pandanwangi
have also been able to identify and produce 28 BC5F2
generation plants carrying aromatic allele and have fragrant
character. The activities are still in progress and should be
completed are 1) PCR analysis of lines of rice plants BC5F2-
CM, 2) testing of selected aromatic rice lines BC5F2-CM lines,
and 3) observations agronomic characters of selected plants
BC5F2-C/P and BC5F2-C/M lines.
Key words : Rice (Oryza sativa L.), aromatic, gene-based marker.
138 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PROFIL KEDELAI LOKAL DIBANDINGKAN KEDELAI GMO DAN NON-GMO IMPOR UNTUK MENDUKUNG INTERNASIONALISASI TEMPE DAN SWASEMBADA
KEDELAI INDONESIA
PROFILES OF LOCAL SOYBEAN COMPARED WITH IMPORTED GMO AND NON GMO TO SUPPORT INTERNATIONALIZATION
OF TEMPE AND INDONESIAN SELF SUFFICIENT SOYBEAN
Made Astawan1), Tutik Wresdiyati1), Sri Widowati2), Siti Harnina Bintari3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Tenaga Atom Nasional
ABSTRAK
Kedelai memiliki manfaat yang sangat besar bagi kesehatan,
khususnya untuk mencegah berbagai penyakit degeneratif.
Indonesia merupakan negara konsumen kedelai terbesar di
Asia Tenggara, dan sebagian besar kedelai berasal dari impor,
yang umumnya berupa kedelai Genetically Modified
Organism/GMO (hasil rekayasa genetika). Sebagian besar
kedelai di Indonesia diolah menjadi tempe, yaitu produk
fermentasi kedelai dengan menggunakan kapang Rhizopus
oligosporus. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1)
membandingkan karakteristik fisik dan kimia kedelai varietas
impor (GMO dan non-GMO) dan kedelai varietas lokal
(Grobogan, Anjasmara, dan Argomulyo); (2) membandingkan
karakteristik fisik dan kimia antara tempe yang dihasilkan dari
kedelai varietas impor dan varietas lokal; (3) mengevaluasi
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 139
nilai gizi protein yang terkandung di dalam tepung tempe, (4)
mengatasi masalah daya simpan dengan membuat tepung
tempe. Evaluasi terhadap kualitas protein tepung tempe
dilakukan dengan menggunakan tikus putih Sprague-Dawley
sebagai hewan model. Tikus diberi makan tepung tempe dari
kedelai impor GMO, kedelai impor non-GMO, kedelai lokal
grobogan, dan kasein sebagai standar. Parameter yang diukur
pada penelitian ini adalah protein efficiency ratio (PER), feed
conversion efficiency (FCE), net protein ratio (NPR), true
protein digestibility (TPD), biological value (BV), dan net
protein utilization (NPU). Hasil analisis menunjukkan bahwa
kedelai lokal Grobogan memiliki karakteristik fisik terbaik dan
efektivitas biaya tertinggi (0.73) dalam pembuatan tempe.
Varietas kedelai tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen
tempe yang dihasilkan (p>0.05). Tempe yang dihasilkan dari
kedelai Grobogan memiliki kadar air, protein, dan lemak yang
sama dengan tempe dari kedelai impor. Kapasitas antioksidan
tempe dari kedelai impor dan lokal berkisar antara 186-191 mg
AEAC/kg tempe. Hasil analisis sensori, pada tempe mentah
maupun goreng, tempe dari kedelai lokal memperoleh tingkat
kesukaan yang sama dengan tempe dari kedelai impor. Umur
simpan tempe Grobogan pada suhu ruang mencapai 2 hari,
sedangkan pada suhu refrigerator mencapai 7 hari. Hasil
analisis terhadap tepung tempe tidak terdapat perbedaan yang
nyata pada nilai FCE (rata-rata 20,45%) dan PER (rata-rata
2,04) dari semua jenis tepung tempe, tetapi nilai-nilai tersebut
lebih rendah dari kasein. Nilai NPR semua jenis tepung tempe
tidak berbeda nyata (rata-rata 2,80) tetapi lebih rendah dari
kasein (3,67). Nilai TPD tepung tempe kedelai Grobogan dan
non-GMO impor tidak berbeda nyata (rata-rata 82,62%), nyata
lebih tinggi dari tepung tempe kedelai GMO (80,27%), dan
140 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
lebih rendah dari kasein (87,33%). Tidak terdapat perbedaan
yang nyata pada nilai BV (rata-rata 89,59%) dan NPU (rata-
rata 74,55%) dari semua sampel tepung tempe. Secara
umum nilai gizi protein dari tepung tempe kedelai lokal
Grobogan tidak berbeda dengan tepung tempe kedelai non-
GMO impor, lebih tinggi dibandingkan tempe kedelai GMO
impor (khususnya pada daya cerna protein), tetapi masih lebih
rendah dibandingkan kasein sebagai standar.
Kata kunci: Tempe, kedelai GMO, kedelai non-GMO,
fermentasi, kualitas protein.
ABSTRACT
Soybean is beneficial to health, particularly to prevent from
degenerative diseases. Indonesia is the biggest soy
consumption in South East Asia. Most of the soybeans used in
Indonesia was originated from import, and mostly in the form
of Genetically Modified Organism/GMO (transgenic). Majority
of soybean in Indonesia, is processed into tempe – a
fermentation product of soybean with mold mycelium of
Rhizopus oligosporus. The objectives of this research were:
(1) to compare physical and chemical properties of soybean
import varieties (GMO dan non-GMO) and local soybean
varieties (Grobogan, Anjasmara, dan Argomulyo); (2) to
compare physical and chemical properties of tempe made from
import and local soybean varieties; (3) to evaluate protein
nutritional quality of tempe powders made from import and
local soybean varieties; (4) to evaluate shelf life of tempe. To
prolong shelf life, tempe is processed into flour. Evaluation of
protein nutritional quality was done by using Sprague-Dawley
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 141
albino rats as a model. The rats were fed with imported GMO
and non-GMO soybean,, local Grobogan soybean tempe flours
and casein as a standard. Observations were made on protein
efficiency ratio (PER), feed conversion efficiency (FCE), net
protein ratio (NPR), true protein digestibility (TPD), biological
value (BV), and net protein utilization (NPU). The result
showed that Grobogan local variety showed the best physical
properties soybean grain and the highest cost effectiveness
(0.73) in producing tempe. The tempe yields from all soybean
varieties were not significantly different (p>0.05). Tempe
made from Grobogan local variety had moisture, protein, and
fat contents as high as tempe made from imported soybean.
The antioxidant capacity of tempe from import and local
soybeans were about 186-191 mg AEAC/g tempe, respectively,
but were not significantly different (p>0.05). Based on sensory
evaluation of raw and fried tempe, overall tempe made from
local or imported soybean had the same preference. Tempe
made from Grobogan local variety had shelf life until 2 days at
room temperature and 7 days at refrigerator based on sensory
quality measurement. The results from shelf life evaluation
showed that, there were no significantly different of FCE
(average 20,45%) and PER (average 2,04) values from all of
tempe flour, but lower than casein. NPR values of all soybean
tempe flours were not significantly different (average 2,80) but
lower than casein (3,67). TPD value of grobogan soybean
tempe flour and non-GMO were not statistically different
(average 82,62%), significantly higher than GMO soybean
tempe flour (80,27%), and lower than casein (87,33%). There
were no significantly different of BV (average 89,59%) and
NPU (average 74,55%) values from all of samples. In general,
the nutritional quality of protein from local Grobogan soybean
142 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
tempe flour was not different from import non-GMO, but
higher than GMO soybean tempe flour (especially in protein
digestibility), and was still lower than casein as a standard.
Keywords: Tempe, GMO soybean, non-GMO soybean, fermentation, protein quality.
PERAKITAN VARIETAS JAGUNG YANG TAHAN TERHADAP PENYAKIT LAYU BAKTERI STEWART
(PNSS) MELALUI INDUKSI MUTASI
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 143
IMPROVEMENT OF MAIZE RESISTANCE TO STEWART WILT
(PNSS) THROUGH MUTATION INDUCTION (English)
Yulmira Yanti1), Muhammad Djazuli2), Zurai Resti1), Zulfi Desi3)
1) Universitas Andalas
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Eka sakti Padang
ABSTRAK
Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu komoditas
strategis dan bernilai ekonomi, serta mempunyai peluang
untuk dikembangkan sebagai sumber karbohidrat setelah
beras. Namun produktivitas jagung rendah antara lain karena
adanya serangan patogen penyebab penyakit, diantaranya
hawar daun Stewart yang disebabkan oleh bakteri Pantoea
stewartii subsp. Stewartii (Pnss). Penyakit layu stewart telah
menimbulkan masalah besar bagi pertanaman jagung di
Indonesia yang mengakibatkan kehilangan hasil sampai 100%.
Penyakit layu stewart merupakan penyakit tular benih yang
penting pada jagung, dan sulit dikendalikan karena menyerang
tanaman pada berbagai fase pertumbuhan, bersifat tular benih
dan tular tular serangga. Sampai saat ini usaha pengendalian
penyakit ini diluar negeri masih menggunakan pestisida sintetis
yang mengandung senyawa kimia yang berbahaya bagi
kehidupan manusia. Perakitan kultivar atau klon yang tahan
penyakit tersebut merupakan salah satu langkah strategis
untuk mengendalikan penyakit tersebut. Salah satu metoda
yang dapat digunakan adalah menggunakan teknik transfer
gen atau induksi mutasi. Teknik induksi mutasi lebih
memungkinkan dilakukan dari pada rekayasa genetika karena
belum tersedianya gen tahan. Induksi mutasi pada tanaman
144 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
sudah umum dilakukan untuk tujuan perbaikan sifat genetik,
terutama untuk peningkatan produksi, ketahanan terhadap
suatu hama atau penyakit dan toleransi terhadap cekaman
lingkungan. Induksi mutasi memiliki banyak keuntungan
karena sifat ketahanan yang terinduksi dapat diwariskan ke
generasi berikutnya, perbaikan sifat-sifat agronomis and
peningkatan produksi baik kuantitas maupun kualitas.
Kata Kunci: Jagung, Zea mays, stewart wilt, mutation.
ABSTRACT
Maize (Zea mays L.) is one of the strategic and economically
valuable commodities, and has the potential to be developed
as carbohydrate source after rice. Maize productivity is low
due to Stewart wilt disease caused by Pantoea stewartii subsp.
Stewartii (Pnss). Stewart wilt is a major disease causing crop
loss until 100%. Stewart wilt difficult to control because attack
all phases of plant growth. It is a seed and insect borne
disease. Control efforts still rely on synthetic pesticides, which
are hamful to human health. Improvement of crop resistant to
the disease is an important strategy to control the disease. The
method used can be gene transfer or mutation induction.
Mutation induction appeared to be more appropriate than
genetic engineering since there are no resistance gene
available. Mutation induction has commonly been done to
improve genetic traits, especially yield, resistance characters
to pests and diseases, and environmental stresses. Mutation
induction has many advantages, i.e. the resistance characters
induced by mutation can be inherited to the next generations,
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 145
improve agronomic characters, and improve yield
quantitatively and qualitatively.
Key words : Maize, Zea mays, Stewart wilt, resistance,
mutation.
146 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERAKITAN VARIETAS KEDELAI UNGGUL YANG TINGGI ATAU RENDAH KANDUNGAN ASAM FITAT
DAN MODIFIKASI PROTEIN GLOBULIN 11S MELALUI MUTASI SECARA KIMIAWI
IMPROVEMENT OF SUPERIOR SOYBEAN WITH HIGH AND
LOW PHYTIC ACID CONTENT AND MODIFICATION OF
PROTEIN THROUGH CHEMICAL MUTATION
Miswar1), Novita Nugrahaeni2), Mochamat Bintoro3)
1) Universitas Jember 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Politeknik Negeri Jember
ABSTRAK
Kedelai merupakan bahan pangan yang mengandung protein
dan lemak yang tinggi. Disamping itu juga mengandung
senyawa anti nutrisi yang dapat mengikat beberapa mineral,
enzim dan karbohidrat. Mineral-mineral yang terikat pada
asam fitat tidak dapat diserap oleh alat pencernaan bayi
manusia dan hewan non ruminansia. Beberapa enzim yang
terikat pada asam fitat antara lain alfa-amilase, protease,
lipase dan enzim-enzim pencernaan, dan menyebabkan
aktivitasnya menurun. Hal ini memberikan manfaat untuk
mengatasi beberapa penyakit, seperti diabetes, jantung
koroner dan batu ginjal. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mendapatkan mutan kedelai dengan kandungan asam
fitat yang tinggi/rendah dan memodifikasi protein globulin 11S.
Dalam penelitian ini digunakan tiga varietas kedelai yang di
dapat dari Balitkabi Malang, yaitu var. Panderman, Burangrang
dan grobogan. Benih kedelai dimutasi dengan menggunakan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 147
sodium azide (SA) dengan konsentrasi 1 dan 2 mM dan
ethylmethane sulfonate (EMS) dengan konstrasi 20 mM. Benih
yang telah dimutasi ditanam pada media tanah dalam polibag.
Biji lalu dianalisis kandungan asam fitat, kandungan protein
globulin 11S dan 7S. Hasil penelitian menunjukan bahwa
mutasi dengan EMS pada kedelai var. Panderman, Grobogan
dan Burangrang diperoleh mutan yang mempunyai kandungan
asam fitat yang rendah dan tinggi. Mutan yang rendah
kandungan asam fitatnya, mempunai kandungan P anorganik
yang tinggi atau sebaliknya. Juga diperoleh mutan dengan
kandungan protein globulin fraksi 11S meningkat untuk ketiga
varietas. Terjadi perubahan morfologi daun pada sebagian
kedelai mutan.
Kata kunci: Kedelei, mutasi, EMS, asam fitat, modifikasi
protein.
ABSTRACT
Soybean (Glycine max L.) contains protein and high fat. It also
contains anti-nutritional compounds that can bind to some
minerals, enzymes and carbohydrates. Minerals bind to phytic
acid can not be absorbed by the baby's digestive tract of
humans and non-ruminant animals. Some enzymes that bound
to the phytic acid are alpha-amylase, protease, lipase and
digestive enzymes, and led to decrease activity. This provides
benefits to overcome some diseases, such as diabetes,
coronary heart disease and kidney stones. The research aimed
at obtaining soybean mutant with high and low phytic acid
content and modify 11S globulin protein. This study used three
soybean varieties obtained from Balitkabi Malang, namely
148 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Panderman, Burangrang and Grobogan varieties. Soybean
seeds were treated with sodium azide (SA) with 1 and 2 mM
concentration and 20 mM ethylmethane sulfonate (EMS). The
mutated seeds then planted in the soil media in polybags.
Seeds were then analyzed for the content of phytic acid,
protein content of 11S globulin and 7S. The results showed
that mutation with EMS on soybean var. Panderman, Grobogan
and Burangrang obtained mutants with low and high phytic
acid content. Mutant with low phytic acid content, has high
content of inorganic P or vice versa. Beside that, protein
content of 11 S globulin fraction increased in all mutant of the
three varieties. Changes in leaf morphology was also observed
in some soybean mutant.
Keywords: Soybean, mutation, EMS, phytic acid, protein
modification.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 149
PENINGKATAN KUALITAS FORMULA KONSORSIUM MIKROB RAMAH LINGKUNGAN UNTUK PENGENDALI
PENYAKIT BLAS, HAWAR DAUN BAKTERI, DAN HAWAR PELEPAH PADI DAN UJI MULTILOKASI DI SULAWESI
SELATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS TANAMAN PADI ORGANIK DAN
SEMIORGANIK
QUALITY IMPROVEMENT OF ENVIRONMENTALLY-FRIENDLY
BACTERIAL CONSORTIUM FORMULA FOR CONTROLLING
BLAST, BACTERIAL LEAF BLIGHT AND SHEATH BLIGHT,AND
MULTILOCATION TRIALS IN SOUTH SULAWESI FOR
INCREASING ORGANIC AND SEMIORGANIC RICE
PRODUCTIVITY
Nisa Rachmania Mubarik1), Yadi Suryadi2), Suharyanto3), Nurjanani2)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Riset Perkebunan Nusantara
ABSTRAK
Penggunaan konsorsium bakteri sebagai agen biokontrol
berperan melindungi tanaman dari serangan patogen dan
menjadi pengendalian alternatif untuk menggantikan bahan
kimia. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan kualitas
formulasi konsorsium bakteri ramah lingkungan dalam hal
viabilitas dan pengemasan serta melakukan uji multilokasi di
Sulawesi Selatan. Hasil penelitian tahun sebelumnya
menunjukkan konsorsium bakteri A5 (Bacillus firmus E 65,
Pseudomonas aeruginosa C32b), A6 (B. firmus E 65, P. aeruginosa C32b, B. cereus II 14), dan A8 (B. firmus E 65,
Serratia marcescens E31, P. aeruginosa C32b, B. cereus II 14)
150 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
mampu menghambat pertumbuhan patogen. Hasil uji
formulasi berbahan dasar talek dari konsorsium A5, A6, dan A8
di lapangan menunjukkan intensitas serangan hawar pelepah
daun (HPD) lebih rendah daripada tanpa aplikasi. Formulasi A5
juga mampu menekan panjang lesi hawar daun bakteri (HDB)
dengan nilai penghambatan 45,76% dibandingkan formulasi
lainnya, dan sangat berbeda nyata dibandingkan kontrol. Hasil
uji in vivo menunjukkan konsorsium bakteri mampu
menurunkan intensitas blas leher mencapai 39,5%
dibandingkan kontrol (79,47%) atau mengindikasikan efikasi
yang tinggi. Hasil penelitian tahun 2013 menunjukkan formula
A6 yang diuji di dua lokasi penanaman padi organik dan
semiorganik mampu menekan perkembangan penyakit blas
dan HPD, serta menghasilkan gabah basah tertinggi 7,68 t/ha.
Efek formulasi terhadap penekanan penyakit HPD berkisar
3,67-19,96%, tetap tidak menekan penyakit kresek atau HDB.
Di laboratorium, konsorsium A8 dengan bahan pembawa talek
mampu menekan pertumbuhan cendawan Pseudomonas oryzae, Rhizoctonia solani, dan Xanthomonas oryzae pv oryzaeoo, dan persentase penghambatan paling tinggi
terhadap P. oryzae. Formulasi talek sangat efisien digunakan
dan diproduksi, serta efektif karena memiliki kemampuan
penyerapan yang baik. Viabilitas formulasi A6 selama
penyimpanan 3 bulan cenderung stabil, jumlah sel berkisar
108-109 cfu/ml. Secara in vivo, formulasi A6 talek setelah
penyimpanan 2 bulan efektif menekan penyakit blas daun dan
HPD masing-masing 59,20% dan 69,44%.
Kata kunci: Mikrob, pengendalian penyakit, blas, hawar daun
bakteri, hawar pelepah daun, padi.
ABSTRACT
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 151
Application of beneficial bacterial consortium as a biocontrol
agent to protect the plant from diseases may serve as an
alternative strategy for replacing the chemical control. The
study aimed to improve the quality of environmentally-friendly
bacterial consurtium formula especially in viability and package
and conducted multi-location trial in South Sulawesi. Results of
the previous study showed that bacterial consortium A5
(Bacillus firmus E 65, Pseudomonas aeruginosa C32b), A6 (B.
firmus E 65, P. aeruginosa C32b, B. cereus II 14), and A8 (B.
firmus E 65, Serratia marcescens E31, P. aeruginosa C32b, B.
cereus II 14) significantly showed higher inhibition against
plant pathogen growth. The formulation of A5, A6, and A8 with
talc carrier agent was able to reduce sheath blight infestation
in the field. A5 also showed better effect than other treatments
in reducing the length of lesion by 45.76% of inhibition. The
A5 in vivo test showed higher reduction of neck-blast attack
(39.5%) compared with control (79.47%). The results of the
on going experiments showed that A6 applied at organic and
semiorganic rice cultivation could reduce blast and sheath
blight infestation. The formulation produced wet grain of 7.68
t/ha and effectivity controlled sheath blight by 3.67-19.96%,
even it was not attack toward bacterial blight. In laboratory,
A8 with talc carrier agent could reduce the growth of P.
oryzae, R. solani, and Xoo. Talc carrier agent was efficient to
be used and produced and had good absorbing characteristic.
Viability test of A6 showed that in 3 months storage the
formula was stable with the cell number of 108-109 cfu/ml. The
survival rates of A6 after 2 months storage were good in
suppressing sheath blight and neck blast viz. 69.44% and
59.20%, respectively.
152 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Keywords: microbes, disease control, blast, bacterial leaf
blight, bacterial sheat blight, rice.
Gambar 1. Penanaman padi Gambar 2. Penanaman padi
di Desa Bontomatene, Kec. Segeri di Desa Pangrengreng, Kec. Kab. Pangkep, Sulawesi Selatan Segeri, Kab. Pangkep, Sulawesi
Selatan
RANCANG BANGUN DAN IMPLEMENTASI ELECTRONIC TRACEABILITY SYSTEM UNTUK
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 153
PERBAIKAN RANTAI PASOK KOMODITI EKSPOR PERTANIAN
DESIGN AND IMPLEMENTATION OF ELECTRONIC SYSTEM
FOR IMPROVED TRACEABILITY SUPPLY CHAIN COMMODITIES EXPORT AGRICULTURE
Iwan Vanany1), Kuntoro Boga Andri2),Niniek Fajar Puspita1), Ronny
Mardiyanto1), Wiwik Heny Winarsih1)
1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Sistem penelusuran untuk komoditi pertanian menjadi persyaratan utama di beberapa negara seperti Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. Perusahaan pengekspor hasil pertanian perlu menerapkan sistem penelusuran untuk memenuhi persyaratan yang ada. Sistem penelusuran memiliki kemanfaatan untuk mengurangi product racall dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas persediaan. Electronic Traceability System merupakan alat yang relatif baru namun diyakini memiliki kelebihan dibanding paper/manual traceability system. Kelebihannya adalah dalam hal integrasi data ke beberapa pengguna, akurasi data input dan kontrol, serta pemantauan yang lebih mudah dan cepat. Penelitian ini berupaya mengembangkan produk Electronic Traceability System terutama perangkat lunaknya. Metode Unified Modelling Language (UML) digunakan untuk merancang model sistem traceability dengan usecase diagram, state diagram dan sequence diagram. Berdasarkan model tersebut, perangkat lunak Electronic traceability system dikembangkan dengan mengadopsi panel kontrol XAMPP. Studi kasus untuk buah maggis dan mangga dipilih untuk mengimplementasikan produk Electronic traceability system. Hasilnya menunjukkan
154 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
bahwa produk Electronic traceability system relatif membantu para pelaku rantai pasok untuk melengkapi kemampuan sistem penelusuran mereka untuk kepentingan ekspor buah manggis dan mangga. Disamping itu, validasi dari beberapa pakar juga menunjukkan bahwa produk perangkat lunak Electronic traceability system sudah sesuai dengan desain, fitur-fitur, dan kelengkapan fungsi-fungsinya yang dibutuhkan untuk traceability system yang memuat kelengkapan aliran produk dari petani sampai dengan pihak eksportir. Kata kunci: Electronic traceability system, rantai pasok,
manggis, mangga.
ABSTRACT Tracking system for agricultural commodities becomes a major requirement in some countries such as Japan, the US and some European countries. Companies exporting agricultural products need to implement tracking systems to meet existing requirements. Tracking system has the benefit of reducing product racall and improve the efficiency and effectiveness of supply. Electronic Traceability System is a relatively new tool but it is believed to have advantages over paper/manual traceability system. Those advantages are in terms of data integration to multiple users, the accuracy of data input and control, and monitoring easier and faster. This study seeks to develop products Electronic Traceability System especially software. Method of Unified Modeling Language (UML) is used to design the model traceability system with usecase diagrams, state diagrams and sequence diagrams. Based on the model, the software Electronic traceability system was developed by adopting the XAMPP control panel. Maggis case study for fruit and mango chosen to implement Electronic product traceability system. The results show that product traceability system Electronic relatively assist actors supply chain to complement
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 155
the capabilities of their tracking system for the export interests of the mangosteen fruit and mango. In addition, validation of some experts also pointed out that the software products Electronic traceability system is in conformity with the design, features, and completeness of the required functions for complete traceability system which includes the product stream from the farmer to the exporters.
Keywords: Electronic traceability system, supply chain,
mangosteen, mango.
Gambar 1. Penyerahan plakat Gambar 2. Mempresentasikan pada ETSZ 40th GS1 produk ETS 40th GS1 Indonesia
156 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERCEPATAN PERAKITAN VARIETAS UNGGUL DURIAN DENGAN PENDEKATAN MOLECULAR ASSISTED BREEDING DAN TOP-INTERSTEM
WORKING
ACCELERATION FOR IMPROVEMENT OF DURIAN SUPERIOR
VARIETY THROUGH MOLECULAR ASSISTED BREEDING AND
TOP-INTERSTEM WORKING APPROACHES
Adi Pancoro1), Panca Jarot Santoso2), Ni Luh Putu Indriyani2), Hadi
Purwanto3)
1) Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Mulawarman
ABSTRAK
Upaya untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas durian
dapat dilakukan dengan merakit varietas dengan
penggabungan sifat unggul dari berbagai sumberdaya genetik,
dengan bantuan marka molekuler (Molecular Assisted Selection), dan teknik memperpendek masa juvenile melalui
sambung batang antara. Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Genetika Molekuler SITH-ITB KP.Subang dan Loa
Janan, Kalimantan Timur, mulai bulan Maret sampai Desember
2013. Kegiatan meliputi: 1. Duplikasi progeny F1 hibrida
Matahari-Lai secara sambung batang antara, 2. Pembentukan
populasi pemetaan durian, 3. Isolasi motif dan perancangan
primer mikrosatelit durian, 4. Aplikasimarka SSR untuk analisa
keragaman dan parentage progeny durian. Hasil penelitian
menunjukkan: 1) Duplikasi progeni Matahari-Lai secara
sambung batang antara di lokasi KP. Subang, terdiri atas 28
progeni dengan jumlah 51 tanaman, sedangkan di Loa Janan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 157
terdiri atas 22 progeni dengan jumlah 33 tanaman. Sisanya
belum disambung karena tunas sampingnya belum cukup tua
untuk dijadikan entres, 2) Pembentukan populasi (baru) Fi
durian Matahari-Lai melalui persarian buatan antara durian
Matahari dan Lai Mahakam telah dilaksanakan di Kebun
Subang dan Loa Janan Kaltim. Di Subang telah berhasil
disarikan 69 bunga dari 4 pohon induk durian Matahari,
sedangkan di Kaltim dilaksanakan terhadap 15 bunga dari tiga
induk lai Mahakam. Bunga Mahakam yang disarikan relatif
sedikit karena merupakan bunga sela, sedangkan musim
utama diperkirakan terjadi pada bulan Desember. 3) Isolasi
motif mikrosatelit dari genom D. Kutejensis sedang
dilaksanakan sampai pada tahap pembentukan linker 2 utas.
4) Aplikasi marka SSR untuk analisa keragaman dan parentage progeny durian. Sebanyak 30 dari 79 pasang primer telah di
disintesis melalui pihak ketiga (IDT), 10 primer diantaranya
digunakan untuk analisa diversitas dan parentage. Marka SSR
dapat digunakan untuk identifikasi keragaman genetik plasma
nutfah durian dan analisa parentage progeni F1 hasil
persilangan.Telah diperoleh duplikat progeni Matahari-Lai di
dua lokasi KP. Subang dan Loa Janan Kaltim. Persilangan
resiprokal durian Mataharai vs. Lai Mahakam telah
dilaksanakan pada 15 bunga Lai Mahakam dan 69 bunga
durian Matahari. Isolasi motif SSR dari pustaka genom Lai
Mahakam sedang dilaksakan sampai pada tahap ligase lingker
dua utas. Marka SSR dari genom durian dapat digunakan
untuk identifikasi keragaman genetik plasma nutfah durian dan
analisa parentage progeni F1 hasil persilangan durian.
Kata kunci: Durian, lai, seleksi berbantuan marka, top
interstem working
158 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ABSTRACT
Efforts to improve durian productivity and quality can be done
by improving varieties through breeding program to combine
the advantages of various existing genetic resources. As
perennial crop, durian breeding program will take longer time,
therefore it requires tools to early selection based on molecular
markers (Molecular Assisted Selection), and techniques to
shorten the juvenile phase through top-interstem working. The
experiment was conducted at the Laboratory of Molecular
Genetics SITH-ITB, Subang Experimental Farm, and Loa
Janan, East Kalimantan, from March to December 2013. The
activities included : 1. Duplication of F1 hybrid progeny of
Matahari-Lai through top-interstem working, 2. Establisment of
durian mapping population, 3. Isolation of microsatellite motifs
and primer design of durian, 4. Applications of SSR markers for
diversity and parentage analysis. Results showed that 1).
duplication of Matahari-Lai have been conducted at Subang,
which is consisting of 28 progenies with 51 seedlings, while in
Loa Janan consisting of 22 progenies with 33 plants, 2).
establishment of F1 Matahari-Lai population have been carried
out by artificial pollination between durian Matahari and Lai
Mahakam at the Subang and Loa Janan. In Subang pollination
has been successfully conducted on 69 flowers from 4 durian
Matahari trees, while in East Kalimantan conducted on 15
flowers from three lai Mahakam trees. Pollination on Mahakam
flower was relatively few because the flowers was not at the
optimum season. The highest season is estimated will occur in
December, 3) Isolation of microsatellite motif from genomic of
D. Kutejensis, was conducted using Nunome protocol which
based on the magnetic-beads technique. Microsatellite isolation
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 159
is ongoing and not result produced yet, 4) Application of SSR
markers for diversity and parentage analysis. Thirty of 79
primer pairs has been synthesized via a third party (IDT). Ten
primers were applied on diversity and parentage analysis. The
results showed that the application of SSR markers can be
used to identify the genetic diversity of durian germplasm and
parentage analysis of F1 progeny from durian crosses. The F1
progeny of Matahari-Lai were obtained at Subang and Loa
Janan. Resiprocal crossing between durian Matahri vs. Lai
Mahakam was conduted on 69 flowers of durian Matahari and
15 of Lai Mahakam. Isolation of SSR motifs of Lai Mahakam
genomic library is ongoing. SSR markers from genomic durian
can be used for identification of durian germplasm genetic
diversity and parentage analysis of F1 durian progeny.
Key words: Durian, marker assisted selection, top-interstem
working.
Gambar 1. Dikastrasi bunga di- Gambar 2. Progeni bungkus kertas minyak warna
putih
DETEKSI DINI KARAKTER SEEDLESS, RASA
MANIS, DAN WARNA MENARIK TANAMAN JERUK
160 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
F1 HASIL FUSI PROTOPLASMA SIAM MADU + MANDARIN SATSUMA DALAM UPAYA
PERCEPATAN PEMBENTUKAN VARIETAS BARU JERUK MELALUI MARKA MOLEKULER,
SITOGENETIK, DAN MARKA MORFOLOGI
EARLY DETECTION OF SEEDLESS, SWEET AND ATTRACTIVE
COLOUR CHARACTERS OF F1 CITRUS RESULTING FROM
PROTOPLAST FUSION BETWEEN SIAM MADU AND MANDARIN
SATSUMA AND EFFORTS TO ACCELERATE DEVELOPMENT OF
NEW VARIETY THROUGH MOLECULAR, CYTOGENETIC AND
MORPHOLOGICAL MARKERS
Sumeru Ashari1), Arry Supriyanto2), Lilik Sulistyowati1), Ali Husni2), Tri
Muji Ermayanti3)
1) Universitas Brawijaya 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Islam Kediri
ABSTRAK
Konsumsi nasional jeruk sebagai buah segar sangat besar
yang ditandai oleh kecenderungan peningkatan jumlah buah
segar yang diimpor. Kecenderungan ini menunjukkan bahwa
jeruk lokal masih belum mampu bersaing dengan buah impor
baik secara kuantitas maupun kualitas. Konsumen Indonesia
lebih memilih buah-buahan dengan karakter tanpa biji, manis
dan warna yang baik (kuning-oranye). Peningkatan kualitas
jeruk lokal untuk mencapai preferensi konsumen telah
dilakukan pada jeruk Siam Madu melalui fusi protoplasma.
Siam Madu memiliki rasa manis (tingkat brix 11-12) tetapi
dengan jumlah biji banyak. Satsuma Mandarin telah dipilih
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 161
sebagai donor tanpa biji dan karakter kulit kuning. Karakter
tanpa biji pada Satsuma telah dikenal dikontrol oleh gen yang
disebut Cytoplasmic Male Sterility (CMS) yaitu suatu Gen
dalam mitokondria. Dengan kondisi itu, diharapkan bahwa
dengan menggunakan fusi protoplasma karakter tanpa biji
dapat ditransfer ke Siam Madu. Tanaman F1 dari fusi
protoplasma yang berusia 3 tahun dan siap untuk diseleksi
secara genetik, sitogenetik, dan morfologis. Seleksi
sitogenetika dan genetik bertujuan untuk memilah-milah
tanaman F1 yang mengekspresikan potensi tanpa biji
dibandingkan dengan tetuanya yang didasarkan pada
keragaman genetik dan tingkat ploidi. Seleksi pada buah
morfologi akan memilah buah berdasarkan karakter rasa manis
dan warna kulit kuning buah. Tujuan penelitian ini adalah
mendapatkan: (1) Mendapatkan informasi genetik dan tipe fusi
yang dihasilkan dari setiap individu tanaman hasil fusi (hibrid,
sibrid, dan non hibrid) marka, molekuler SSR untuk genom inti,
kloroplas (cpSSR), mitokondria (mtSSR), (2) Mendapatkan
informasi tingkat ploidi dari setiap individu tanaman hasil fusi
dan tetuanya, (3) Mendapatkan duplikat in vitro setiap individu
tanaman hasil fusi protoplas. Analisis molekluer menggunakan
SSR marker, cpSSR, dan CAPS berbasis amplifikasi primer pada
mesin PCR. Tingkat ploidi akan dideteksi menggunakan mesin
flowcytometry. Data yang diperoleh dari penelitian 1 dan 2
dianalisis untuk menentukan tanaman (F1) dari fusi protoplas
Siam Madu + Mandarin Satsuma yang termasuk dalam hybrid
atau pabrik cybrid. Tanaman F1 dinyatakan hibrid jika tanaman
memiliki genom inti dari kedua orang tuanya. Telah diperoleh
informasi genetik individu tanaman hasil fusi berdasarkan
marka molekuler SSR untuk genom inti, kloroplas (cpSSR),
mitokondria (mtSSR). Terdapat 10 tanaman hibrida (FS 1, FS
162 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
3, FS 4,FS5, FS 6, FS 22, FS 39, FS 41, FS 55, FS 61), 4 sibrid
(FS 8, FS 10, FS 45, FS 57), dan 7 hybrid - sibrid ( FS 11, FS
34, FS 36, FS 48, FS 50, FS 54 dan FS 56). Hasil identifikasi
pada 35 dari 90 tanaman hasil fusi menunjukkan tingkat ploidi
2N. Melalui perbanyakan klonal telah diperoleh populasi tunas
tanaman hasil fusi.
Kata kunci: Jeruk, fusi protoplas, marka molekuler, sitogenetik
ABSTRACT
Huge citrus consumption as a fresh fruit is indicated by an
increase volume of imported fresh fruit. This showed that local
citrus cannot compete with the imported fruits either in
quantity or quality. Indonesian prefer seedless, sweet and
good color (yellow-orange) characters. To imrove local citrus
quality, protoplast fusion betweenSiam Madu and tangerine
has been undertaken. Madu has sweet taste (brix level 11-12),
lots of seeds and yellow peel character, while Mandarin
Satsuma has seedless and yellow peel character. Seedless
character on Satsuma has been known to be controlled by a
gene called Cytoplasmic Male Sterility (CMS). The gene is in
mitochondria, therefore it is expected that by using protoplasm
fusion the seedless character may be transferred to Madu.
Three years old of F1 plants from protoplasm fusion were
ready to be selected genetically, cytogenetically, and
morphologically. Selection on genetic and cytogenetic will sort
out the F1 plants that express the seedless character in
comparison to the parents based on the genetic diversity and
ploidy level. Selection on fruit morphology will sort out the
fruits based on the preferred characters (sweet, yellow peel).
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 163
This research will be done in two years with different activities.
In the first year, there are 3 activities, which are: 1) Molecular
analysis using Simple Sequence Repeat (SSR), Chloroplast
Simple Sequence Repeat (cpSSR) and Cleaved Amplified
Polymorphic Sequence (CAPS) on citrus plants resulted from
protoplasm fusion between Madu and Satsuma, 2) Ploidy level
analysis of each individual plant resulted from protoplasm
fusion between Madu and Satsuma, and 3) In vitro clonal of
each individual plant resulted from protoplasm fusion between
Madu and Satsuma. The objectives of this year are:(1) One
set information of genetic and type of fusion of each individual
plant resulted from fusion (hybrid and cybrid) based on
molecular marker SSR for nuclear genome, chloroplast
(cpSSR), mitochondria (mtSSR), (2) One set information on
ploidy level of each individual plant resulted from fusion and
their parents, (3) An in vitro population of duplicate from each
individual plant resulted from fusion. Analysis using SSR
marker, cpSSR, and CAPS base on primer ampification on PCR
machine. Ploidy level will detect by Flowcytometry machine.
Data obtained from research 1 and 2 are analyzed to
determine the plant (F1) from protoplast fusion Siam Madu +
Mandarin Satsuma which is included in hybrid or cybrid plant.
Genetic information on individual plant resulted from fusion
has been obtained based SSR molecular markers for the
nuclear genome, chloroplast (cpSSR), mitochondria (mtSSR).
Ten hybrid plants (FS 1, FS 3, FS 4,FS5, FS 6, FS 22, FS 39, FS
41, FS 55, FS 61), 4 sibrid (FS 8, FS 10, FS 45, FS 57), and 7
hybrid - cybrid ( FS 11, FS 34, FS 36, FS 48, FS 50, FS 54 and
FS 56) were obtained. Identification on 35 out of 90 fusion
plants indicated ploidy level 2N. Through clonal propagation,
shoots population derived from fusion.
164 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Key words: Citrus, protoplast fusion, molecular markers,
cytogenetic.
INDUKSI MUTASI KRISAN STANDAR UNTUK PERBAIKAN KARAKTER KETAHANAN TERHADAP
PENYAKIT KARAT MELALUI IRADIASI SINAR GAMMA
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 165
MUTATION INDUCTION ON STANDARD CHRYSANTHEMUM TO
IMPROVE RESISTANCE TO RUST USING GAMMA IRRADIATION
Lia Sanjaya1), Budi Marwoto1), Anas Zubair2), Ita Dwimahyani3),
Indijarto Budi Rahardjo1)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2) Universitas Padjajaran 3) Badan Tenaga Atom Nasional
ABSTRAK
Perakitan varietas unggul krisan berbunga standar dan tahan
penyakit karat serta disukai konsumen melalui mutasi, akan
lebih cepat dan efektif karena teknik ini hanya mengubah satu
atau beberapa karakter tanpa merusak karakteristik utama
varietas asalnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memperbaiki karakter ketahanan terhadap penyakit karat
pada krisan komersial tipe standar warna putih dan kuning.
Iradiasi dilakukan pada planlet dan kalus krisan pada dosis, 15,
20, 25, 30, 35, 40, 45 dan 50 Gy. Tunas dan kalus diinduksi
dari eksplan ray floret menggunakan media ½ MS dengan 5
mg/l BA dan 0.1 mg/l NAA. Tunas dan kalus yang telah
diradiasi disubkultur menjadi generasi MV1 - MV6 lalu
diaklimatisasi menjadi MV7 untuk seleksi diplontik.
Pengamatan dilakukan pada karakter morfologi tanaman,
anatomi jaringan daun, kandungan metabolit sekunder
termasuk fenol dan derivatnya serta ketahanannya terhadap
penyakit karat. Informasi kandungan fenol akan digunakan
untuk seleksi ketahanan pada populasi mutan generasi MV7.
Hasil penelitian telah diperoleh (1) informasi LD50 pada
166 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
genotip Fiji Yellow dan Sakuntala yaitu 37.49 Gy dan 31.96 Gy.
Tingkat kematian planlet kedua varietas mengikuti model
fungsi rasional yaitu Y=7.1421 – 1.6073X – 4.2384X2 +
5.7800X3 (S= 10.6135; r = 0.9839) pada Fiji Yellow dan
Y=5.3393 – 1.2522X – 5.9788X2 + 1.1536X3 (S= 8.5733; r =
0.9912) pada Sakuntala. (2) Materi planlet generasi MV1, MV2
dan MV3 berturut-turut sebanyak 4.466, 7.894, dan 4.556
planlet dari genotip krisan standar warna putih dan kuning (Fiji
Yellow, Fiji Gold, Fiji White, Lokal Tomohon, Hibkii, dan
Sakuntala. (3) Dari 69 genotip krisan yang dievaluasi
kestabilan karakter ketahanan penyakit karat, telah diperoleh 6
genotipe termasuk tahan dan 8 genotip tergolong moderat
tahan. Sisanya sebanyak 54 genotip berada dalam kategori
peka. Enam genotipe yang termasuk tahan yaitu 16-30, Tsb-
20, Limeron, Salemar, FC-20 dan Alfa. Sedangkan 8 genotipe
yang tergolong moderat tahan adalah 16-25, Yuroo, 20-10-25,
K-20, Maqita, KK-25, Jaguar dan Yellow Malaysia. (4) Genotipe
yang tahan umumnya memiliki warna batang kecoklatan serta
daun yang agak tebal berwarna hijau gelap. Sedangkan
ukuran stomata pada daun tidak berkorelasi dengan ketahanan
tanaman terhadap penyakit karat. (5) Hasil analisis senyawa
phenolic, flavoid dan saponin dari ekstrak petal bunga dan
daun krisan menunjukkan senyawa phenol terdeteksi pada
genotip Tsb-20 dan Dark-F dari ekstrak daun, sedangkan dari
ekstrak petal bunga tidak terlacak. Senyawa flavoid terdeteksi
pada hampir semua genotip yang diuji kecuali pada genotip
yana dan 9-25. Senyawa saponin juga terdeteksi pada hampir
semua genotip yang diuji, kecuali pada genotip alfa, yana dan
9-25. Senyawa Furanokumarin terdeteksi pada genotip PN, FC-
Dark, FC-light, Tsb-20, Dark-F (dari ekstrak daun), alfa, yana,
dan 9.25 dan tidak terdeteksi pada genotip Dark-F (dari
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 167
ekstrak petal bunga) dan Light-F. Semua genotip mengandung
tannin dengan kisaran konsentrasi 2.0-6.7 persen kecuali
genotip Tsb-20, alfa dan 9-25. Tiga genotip mengandung
anthosianin, yaitu genotip PN, FC-light dan Light-F. Senyawa
anthosianin pada genotip PN adalah sianidin3-glikosida, pada
genotip FC-light yaitu sianidin 3-ramnosilglukosida dan sianidin
3-(26-glukosil ramnosil glukosida) dan pada genotip Light-F
ialah pelargonidin-3-glukosida. Keterkaitan antara kandungan
senyawa-senyawa tersebut dengan karakter ketahanan
terhadap penyakit karat pada krisan masih dalam proses
evaluasi.
Kata kunci : Krisan, sinar gamma, LD50, penyakit karat, hak
PVT, fenol dan derivatnya.
ABSTRACT
Development of superior Chrysant having standard flower,
resistant to rust and preferred by consumer using mutation will
be faster and more effective because this technique is able to
change single or a few characters withouth changing the main
characters of the original variety. The objective of this research
was to improve resistant to rust on commercial chrysant with
white and yellow flower. Irradiation was undertaken on calli
and plantlets at 15, 20, 25, 30, 35, 40, 45 and 50 Gy. Shoot
and calli were induced from ray floret explants using ½ MS
medium supplemented with 5 mg/l BA and 0.1 mg/l NAA.
Shoot and calli were sub cultured to become MV1 - MV6 then
acclimatized at MV7 for diplontic selection. Observation was
made on morphology, leaf anatomy, content of secondary
metabolite including phenol and its derivatives and its resistant
to rust. Phenol content will be used to resistance marker for
168 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
selection at MV7. Results indicated that 1) LD50 on Fiji Yellow
and Sakuntala genotypes were 37.49 Gy and 31.96 Gy. 2).
Dead plantlets on the two genotypes followed the model
Y=7.1421 – 1.6073X – 4.2384X2 + 5.7800X3 (S= 10.6135; r =
0.9839) for Fiji Yellow and Y=5.3393 – 1.2522X – 5.9788X2 +
1.1536X3 (S= 8.5733; r = 0.9912) for Sakuntala. Number of
planlets obtained from MV1, MV2 and MV3 were 4.466, 7.894,
and 4.556, with white and yellow colour (Fiji Yellow, Fiji Gold,
Fiji White, Lokal Tomohon, Hibkii, dan Sakuntala. 3). From 69
chrysant genotypes evaluated, 6 genotypes were resistant and
8 were moderately resistant. 54 genotypes were susceptible.
The resistant genotypes were 16-30, Tsb-20, Limeron,
Salemar, FC-20 and Alfa. The moderately resistant genotypes
were 16-25, Yuroo, 20-10-25, K-20, Maqita, KK-25, Jaguar and
Yellow Malaysia. (4) The resistant genotypes had brownish
stem, thick and dark green leaf. Stomata size was not related
to resistant to rust. (5) Phenolic, flavonoid and saponin
extacted from flower petal and leaf, showed that phenol was
detected at Tsb-20 and Dark-F from leaf extract, and not
detected from petal. Flavonoid was detected in almost all
genotypes except yana and 9-25. Saponin was also detected
from almost all genotypes except alfa, yana and 9-25.
Furanocoumarin was detected from PN, FC-Dark, FC-light, Tsb-
20, Dark-F (from leaf extrcat), alfa, yana, and 9.25 and not
detected from Dark-F (petal extract) and Light-F. All
genotyoes contained tannin 2.0-6.7 % except at Tsb-20, alfa
and 9-25. Three genotypes contained anthocyanin, i.e PN, FC-
light and Light-F. Anthocyanin content at PN was sianidin3-
glicoside, at FC-light was sianidin 3-ramnosilglucosideand
sianidin 3-(26-glucosil ramnosil glucosida) and Light-F was
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 169
pelargonidin-3-glucosida. Relationship between these
compunds with resistant to rust is still under evaluation.
Gambar 1. Gambar 2. MV3 Sakuntala 30GY
Gambar 3. Genotip krisan rentan Gambar 4. Genotif krisan terpilih penyakit
170 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Gambar 5. Evaluasi ketahanan Gambar 6. Genotif krisan
Penyakit karat penyakit karat
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 171
PERAKITAN VARIETAS MUTAN CABAI TAHAN BEGOMOVIRUS, BERKUALITAS DAN BERDAYA
HASIL BAIK (12T/HA)
DEVELOPMENT OF CHILLI PEPPER MUTANT RESISTANT TO
BEGOMOVIRUS, GOOD QUALITY, AND HIGH YIELD (12T/HA)
Muhamad Syukur1), Sri Hendrastuti Hidayat1), Wiwin Setiawati2),
Deviona3)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Riau
ABSTRAK
Penyakit Begomovirus pada cabai menyebabkan kehilangan
hasil 20-100%. Penularan di lapangan terjadi oleh vektor
Bemisia tabaci. Berbagai upaya pengendalian penyakit belum
efektif. Induksi mutasi dengan sinar gamma dilakukan untuk
meningkatkan keragaman ketahanan terhadap Begomovirus.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan varietas
mutan cabai tahan Begomovirus, berkualitas buah baik dan
berdaya hasil tinggi (12 t/ha) dengan sasaran dapat
diaplikasikan di daerah sentra produksi cabai yang sering
terinfeksi penyakit tersebut. Penelitian terdiri atas 5 kegiatan
percobaan lapangan dan laboratorium, dari bulan Maret 2013
sampai dengan awal Desember 2013. 1. Kegiatan eksplorasi
isolat dan vektor Begomovirus dilakukan di Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, dan Riau. 2. Identifikasi kisaran inang
dan virulensi tiap isolat dilakukan di rumah kassa laboratorium
virologi tumbuhan Departemen Proteksi Tumbuhan IPB Bogor.
172 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
3. Iradiasi sinar gamma pada benih cabai dilakukan di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi,
Pasar Jum’at-Jakarta. 4. Evaluasi keragaman dan seleksi
individu genotipe mutan cabai M2 untuk ketahanan terhadap
Begomovirus kualitas, dan kuantitas hasil dilakukan di kebun
percobaan Balai Penelitian Tanaman-Lembang. 5. Optimasi
metode penularan virus secara massal menggunakan vektor
kutu kebul, evaluasi pengaruh fisiologi iradiasi sinar gamma
pada populasi M1. Secara visual tiap isolat Begomovirus yang
dikoleksi dari tiap daerah memiliki gejala yang berbeda dari
segi intensitas warna, tingkat keriting daun, serta insiden dan
keparahan penyakit di lapang. Isolat Brebes memiliki tingkat
virulensi yang lebih tinggi dibandingkan isolat lainnya dengan
kisaran inang pada beberapa tanaman indikator seperti kacang
panjang, buncis, tomat, cabai, dan babadotan, namun tidak
dapat ditularkan pada tanaman bayam dan sawi. Efektifitas
penularan Begomovirus menggunakan vektor B. tabaci secara
massal sangat dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban
lingkungan mikro tempat berlangsungnya penularan,
perbandingan kapasitas ruang tempat dengan jumlah tanaman
uji, keberadaan angin untuk terjadinya aktifitas vektor, serta
jumlah vektor veruliferous yang digunakan. Nilai LD50 untuk
varietas cabai yang benihnya diiradiasi sinar gamma pada
penelitian ini berada pada kisaran 400-600 Gy. Iradiasi sinar
Gamma menyebabkan terjadinya perubahan fisiologis-
agronomis terhadap tanaman cabai M1 seiring dengan
peningkatan dosis, diantaranya daya kecambah, tinggi benih,
fenomena daun variegata, sterilitas pollen, waktu berbunga,
tinggi tanaman saat berbunga, panjang buah, diameter buah,
bobot per satu buah, dan jumlah buah per tanaman. Terdapat
individu-individu tanaman dari genotipe mutan cabai M2 yang
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 173
tahan terhadap Begomovirus yang menjadi modal berharga
untuk dikembangkan menjadi galur mutan cabai tahan
Begomo virus.
Kata kunci: Cabai, Begomovirus, perakitan varietas, iradiasi
sinar gamma.
ABSTRACT
Begomovirus in Chile pepper has caused crop lost 20-100%.
Field infection occurred due to Bemisia tabaci vector. Efforts
to control the disease have not been effective. Mutation
induction was undertaken to broaden resistance variation
against Begomovirus. The objectives of this study was to
obtain pepper mutant resistant to Begomovirus, with good fruit
quality and high yield (12 t/ha) and can be implemented in
endemic pepper production centers. The research consisted of
five activities, including field and laboratory activities, carried
out from March to December 2013. 1. Exploration of isolates
and vector of Begomovirus in West, Central and East Java and
Riau. 2. Identification of host range and virulence of each
isolate was carried out in kassa house and Plant Virology Lab,
Department of Plant Protection IPB, Bogor. 3. Gamma
irradiation of pepper seeds was undertaken in Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Isotop dan Radiasi, Pasar
Jum’at-Jakarta. 4. Evaluation of variation and individual
selection of pepper mutant genotypes at M2 for resistance to
Begomovirus, yield quality and quantity was conducted at
experimental garden Balai Penelitian Tanaman-Lembang. 5.
Optimizing method of mass infection using vector kutu kebul,
and evaluation of physiological effect of gamma irradiation at
M1 population. Visually each Begomovirus isolate collected
174 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
from each location has specific symptom in terms of colour
intensity, level of leaf curl, and field disease incidence and
intensity. Isolate from Brebes showed the highest virulence
compared to others with host range in indicator plants such as
long bean, French bean, tomato, pepper, and Goat weed, but
cannot be infected to spinach and Brassica. Effectivity of
Begomovirus mass infection using B. tabaci vector was
influenced by temperature and humidity of microenvironment
where infection was carried out, ratio between space and
number of plants, wind for vector activity and number of
veruliferous vector used. LD50 of pepper seeds was 400-600
Gy. Gamma irradiation caused physio-agronomic changes at
M1 pepper plants in accord with irradiation dosage, i.e. seed
viability, leaf variegation phenomenon, pollen sterility, time to
flowering, plant height at flowering, fruit length and diameter,
fruit weight, and number of fruit per plant. There were
individual plants from M2, which show resistant to
Begomovirus, which can be developed into Begomovirus
resistant mutant.
Key words: Chile pepper, Begomovirus, crop improvement,
gamma irradiation.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 175
ANALISIS KERAGAMAN GENETIK CABAI (Capsicum annuum L.) DI INDONESIA MELALUI MARKA
MORFOLOGI DAN MOLEKULER
GENETIC VARIABILITY ANALYSES OF INDONESIAN CHILLI
PEPPER (Capsicum annuum L.) USING MORPHOLOGICAL AND
MOLECULAR MARKERS
Nono Carsono1), Hayati Minarsih2), Rinda Kirana3), Farida
Damayanti1), Erni Suminar1)
1) Universitas Padjajaran 2) PT. Riset Perkebunan Nusantara
3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Keragaman genetik suatu spesies tanaman memegang
peranan yang sangat penting dalam kegiatan pemuliaan,
terutama berkaitan dalam menentukan tetua untuk
persilangan/rekombinasi genetik dan menentukan kemajuan
genetik suatu program pemuliaan tanaman. Penelitian ini
bertujuan untuk memperoleh data keragaman genetik cabai
koleksi Balitsa (dari berbagai lokasi di Indonesia) dan Unpad.
Keragamanan genetik diestimasi melalui data morfologi dan
data molekuler menggunakan coefficient dissimilarity eucledian
(koefisien ketidakmiripan eucledian). Untuk analisis marka
morfologi, sebanyak 45 genotip ditanam berdasarkan
rancangan acak kelompok, diulang 3 kali dan sebanyak 10
tanaman per ulangan. Pengamatan dilakukan untuk 45
karakter fenotipe. Pada percobaan molekuler, isolasi DNA, dan
reaksi PCR telah dilakukan untuk 45 genotipe. Sebanyak 27
pasang primer (marka SSR dan EST-SSR) telah diskrining dan
176 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
diperoleh 10 marka yang menunjukkan polimorfisme
(perbedaan ukuran fragmen DNA) dengan kisaran antara 2-13
alel dari total 62 alel. Dendrogram marka morfologi
menunjukkan bahwa kekerabatan genetik cabai tergolong luas,
berdasarkan hasil coefficient dissimilarity eucledian, marka
morfologi sebesar 2.61 - 15.36 (terjadi variasi genetik sebesar
12.75). Rata-rata tingkat ketidakmiripan yang didapatkan
sebesar 8.99 dengan nilai rata-rata ketidakmiripan <nilai
variasi genetik (8.99<12.75) maka dapat disimpulkan bahwa
kekerabatannya luas. Hasil analisis marka molekuler
menunjukkan sebesar 1.43-7.46 (terjadi variasi genetik
sebesar 6.03). Rata-rata tingkat ketidakmiripan yang
didapatkan sebesar 4.45 dengan nilai rata-rata ketidakmiripan
<nilai variasi genetik (4.45<6.03), maka dapat disimpulkan
bahwa kekerabatannya luas. Berdasarkan dendrogram
morfologi dan molekuler, terungkap bahwa genotip no.1
memiliki koefisien ketidakmiripan eucledian yang jauh dengan
genotip no. 30, 28, 13 dan 37. Genotip-genotip ini dapat
dijadikan sebagai tetua untuk persilangan guna perakitan cabai
unggul.
Kata Kunci: Cabai, Coefficient Eucledian Dissimilarity,
Dendrogram, Kekerabatan, Morfologi, Marka
Molekuler.
ABSTRACT
Genetic variability of plant species has a vital role in plant
breeding activities, this is because it help in selecting of
parents for crossing as well as in obtaining a high genetic gain
of plant breeding program. The objective of this experiment
was to obtain genetic variability data of some red pepper
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 177
genotypes of Balitsa (derived from several locations in
Indonesia) and of Unpad. Genetic variability was estimated by
coefficient dissimilarity eucledian based on morphology as well
as molecular markers (10 markers). Forty five genotypes were
grown and arranged in randomized block design, replicated 3
times and consisted of 10 plants per replication. Forty five
phenotypic characters were observed, meanwhile 27 markers
(SSR and ETS-SSR) were initially screened, and finally 10
markers were selected on the basis of their polymorphic bands
found in 45 genotypes. DNA isolation was done accoding to
lab’s protocol, PCR reaction and optimization of each marker
were performed. Dendrogram of morphology data was
constructed, we found that morphological genetic variablity
estimated by coefficient dissimilarity eucledian (CDE) ranged
from 2.61 – 15.36 (with range 12.75) which was classified to
be broad since average of dissimilarity 8.99 was lower than
range of genetic dissimilarity 12.75 (8.99<12.75). From 10
SSR and SST-SSR markers applied, number of allele ranged
from 2-13 with total 62 alleles. Dendrogram that constructed
from molecular marker data found that CDE ranged from 1.43-
7.46 (with range 6.03) which was classified to be broad also
since average of dissimilarity 4.45 was lower than range of
genetic dissimilarity (4.45<6.03). According to dendrogram of
morphology and molecular data, genotype #1 showed very far
CDE with genotype #30, 28, 13 and 37. These genotypes are
recommended as parents for crossing in development of red
pepper superior cultivar.
Keywords : Red pepper, Coefficient Eucledian Dissimilarity,
Dendrogram, Genetic relationship, Morphology
traits, Molecular markers.
178 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENINGKATAN POTENSI MIKROBA SEBAGAI PUPUK HAYATI UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN MEREDUKSI PUPUK NPK PADA KENTANG DI FAKFAK,
IRIAN JAYA
INCREASING MICROBES POTENTIAL AS BIOFERTILIZER TO
INCREASE PRODUCTIVITY AND REDUCTION OF NPK USED IN
POTATO CULTIVATION IN FAKFAK, IRIAN JAYA
Rakhmat Sutarya
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura
ABSTRAK
Tingkat ketergantungan petani kentang terhadap pupuk
sintetik sangat tinggi. Teknologi penggunaan mikroba sebagai
sebagai pupuk dapat mengurangi penggunaan pupuk sintetik.
Tujuan dari percobaan adalah untuk mengetahui pengaruh
penggunaan pupuk hayati dalam peningkatan produksi dan
mengurangi penggunaan pupuk NPK pada budidaya tanaman
kentang. Penelitian dilaksanakan di Desa Makmur, kecamatan
Kramomongga, Kabupaten Fakfak, Papua Barat pada
ketinggian ± 600 m diatas permukaan laut, dari bulan Maret
sampai dengan Desember 2013. Rancangan yang digunakan
adalah rancangan acak kelompok dengan perlakuan sebagai
berikut: (A) 800 kg NPK/ha (kontrol); (b) pupuk hayati
(biotricho) + 300 kg/ha NPK; (C) teh kompos + NPK 300
kg/ha; (D) pupuk hayati + teh kompos + 300 kg/ha NPK; (E)
pupuk hayati (biotricho); (F) Teh kompos; (G) Pupuk hayati +
teh kompos. Setiap perlakuan diulang 4 kali, kentang yang
digunakan adalah generasi nol (Go) dari varietas Granola.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 179
Pupuk kandang yang digunakan adalah kotoran kambing
dengan dosis 20 t/ha. Sistem tanam kentang dengan pola 3
baris dalam setiap bedeng dengan jarak tanam 30 x 25 cm.
Populasi tanam untuk sertiap bedengnya adalah 24 tanaman.
Parameter yang diamati dari percobaan ini adalah
pertumbuhan vegetatif, serangan hama/penyakit, produksi
tanaman, mikroba pelarut posfat dan Trichoderma spp sebagai
mikroba antagonis. Hasil penelitian menunjukkan: (1)
perlakuan pupuk NPK sintetik dengan dosis 800 kg/ha
(perlakuan A) menghasilkan bobot umbi kentang paling tinggi
(0.78 kg/5 tanaman), (2) tanaman kentang yang diberi
perlakuan pupuk hayati menghasilkan bobot umbi kentang
yang relatif lebih rendah dari perlakuan A; (3) pupuk hayati
yang diduga memiliki harapan untuk masa mendatang adalah
perlakuan teh kompos + starter pupuk hayati yaitu perlakuan
D dan G; (4) Sampel tanah yang berasal dari likasi percobaan
memperlihatkan adanya bakteri pelarut posfat dan cendawan
Trichoderma spp sebagai cendawan antagonis. Bakteri yang
memiliki index melarutkan posfat yang tinggi adalah FP-4 dan
FP-5 dengan index melarutkan posfat masing-masing sebesar
9.88 dan 7.4. Cendawan Trichoderma spp yang memiliki daya
hambat yang cukup tinggi terhadap cendawan pathogen
Fusarium spp adalah Tf-1, Tf-4 dan Tf-7 dengan daya hambat
berkisar 60.9% - 75.29%.
Kata kunci: Kentang, pupuk hayati, mikroba
ABSTRACT
Reliance of farmers on synthetic fertilizer is very high. Microbes
may be used as biofertilizer to reduce synthetic fertilizer. The
objective of this research was to observe the effect of
180 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
biofertilizer on the productivity improvement and reduction of
NPK fertilizer used in potato cultivation. This study was
conducted in Desa Makmur, kecamatan Kramomongga,
Kabupaten Fakfak, Papua Barat at ± 600 m above sea level,
from March to December 2013. The reseach was designed
using a randomized block with seven treatments: (A) 800 kg
NPK/ha (control); (B) biofertilizer (biotricho) + 300 kg/ha NPK;
(C) compost tea + NPK 300 kg/ha; (D) biofertilizer + compost
tea + 300 kg/ha NPK; (E) biofertilizer (biotricho); (F) Compost
tea; (G) Biofertilizer + Compost tea. Each treatment was
replicated four times. Potato variety used was null generation
(Go) from Granola. Cowdung manure was used 20 t/ha.
Cultivation using three rows in each bed with plant spacing 30
x 25 cm. Each consisted of 24 plants. Parameters observed
were vegetative growth, pest and disease attacksyield, P
dissolving microbes, and Trichoderma spp as the antagonist
microbes. Results indicated that (1) NPK 800 kg/ha (treatment
A) yielded the highest popato tuber (0.78 kg/5 plants), (2)
Potato plants treated with biofertilizer produce lesser yield than
NPK treatment; (3) Propsective biofertilizer was compost tea +
starter of biofertilizer (D and G); (4) Soil samples from the
experimental sites showed the existence of P dissolving
bacteria and Trichoderma spp. FP-4 and FP-5 were the
highest index in dissolving of P, 9.88 and 7.4, respectively.
Trichoderma spp showing the highest inhibition against
pathogenic Fusarium spp was Tf-1, Tf-4 and Tf-7, with
inhibition between 60.9% - 75.29%.
Keywords: Potato, biofertilizer, microbe
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 181
KAJIAN OPTIMASI PEMANFAATAN CENDAWAN ENDOFIT DALAM MENGINDUKSI KETAHANAN TANAMAN CABAI TERHADAP PENYAKIT LAYU
BAKTERI
OPTIMIZING THE USE OF ENDOPHYTIC FUNGI IN INDUCING
RESISTANCE TO BACTERIAL WILT IN CHILLI PEPPER
Widodo1), Yudi Sastro2), Sulastri3), Kikin Hamzah Mutaqin1), Maggy
Tenawidjaja Suhartono1)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
ABSTRAK
Salah satu faktor pembatas dalam budidaya cabai adalah
gangguan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh
Ralstonia solani. Pengendalian menggunakan pestisida kimia
sintetik hingga saat ini merupakan cara yang paling efektif,
namun dinilai tidak ramah lingkungan. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengkaji pemanfaatan cendawan endofit
dalam menginduksi ketahanan tanaman cabai terhadap
patogen penyebab layu bakteri, guna mendukung upaya
penggunaan strategi pengendalian hama-penyakit terpadu
yang berwawasan lingkungan. Penelitian meliputi (1)
eksplorasi cendawan endofit dilakukan terhadap sampel
tanaman cabai sehat yang diperoleh dari Brebes-Jateng dan
Cipayung-Jakarta Timur, (2) seleksi terhadap isolat-isolat
cendawan endofit di lakukan berdasarkan uji patogenisitas, (3)
uji efek isolat cendawan terhadap pertumbuhan bibit dan (4)
182 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
uji efikasi awal (untuk melihat pengaruh isolat cendawan
endofit dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri
cabai). Parameter pengamatan meliputi persentase
perkecambahan benih, variabel pertumbuhan dan hasil
tanaman. Data pengamatan dianalisis secara deskriptif dalam
bentuk tabel. Hasil eksplorasi menunjukkan bahwa cendawan
endofit yang terdapat pada perakaran cabai sangat beragam.
Berdasarkan uji patogenesis, cendawan endofit yang berasal
dari perakaran tanaman cabai tersebut cenderung didominasi
oleh cendawan endofit yang bersifat nonpatogenik. Hasil uji
efek aplikasi cendawan endofit terhadap bibit juga
menunjukkan bahwa sebagian besar isolat-isolat tersebut
mampu memicu pertumbuhan tanaman. Diperoleh cendawan
endofit yang potensial menekan kejadian penyakit layu bakteri
cabai, yaitu hingga penekanan sebesar 98%. Pengamatan
terhadap mekanisme terjadinya pengimbasan ketahanan
tanaman cabai terhadap layu bakteri belum dapat dilakukan
hingga laporan ini disusun. Hal tersebut dikarenakan terjadinya
keterlambatan dalam pelaksanaan kegiatan, terkait dengan
hasil uji efikasi awal. Namun hal ini akan segera dilakukan
setelah diperoleh isolate-isolat yang dinilai berpotensi dalam
mengendalikan penyakit layu bakteri.
Kata kunci: Cabai, layu bakteri, cendawan endofit,
pengendalian hayati.
ABSTRACT
One of the limiting factors in chilli production was bacterial wilt
caused by Ralstonia solani. Control measure whit synthetic
chemical bactericides until nowis probably effective, but it is
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 183
not economical and environment-friendly. The research aimed
at evaluating the use of endophytic fungi to increase plant
resistance to pathogens, to suppport environmentally friendly
integrated pest management. The activities included (1)
exploration of endophytic fungus, conducted on healthy
pepper plant samples obtained from the Brebes-Central Java
and Cipayung-East Jakarta, (2) selection to endophytic fungi
isolates was done based on the pathogenicity test, (3) trial to
see the effect of fungi on the growth of seedlings and (4)
initial efficacy trials (to see the effect of endophytic fungi
isolates to suppressed the development of bacterial wilt
disease on chili). Parameters of observation were the
percentage of seed germination, plant growth and yield
variables. Data were analyzed descriptively in tabular form.
Exploration results indicate that endophytic fungi are very
diverse in chili roots. Based on pathogenesis test, endophytic
fungus derived from the root chilli’s tend to be dominated by
non pathogenic of endophytic fungi. The results of the effects
of application of endophytic fungi on seedlings also showed
that most of the isolates were able to trigger the growth of
plants. There was endophytic fungus that potential to suppress
incidence of bacterial wilt disease of chili up to 98 %.
Observation of the mechanisms of induction of plants
resistance against bacterial wilt has not be done, due to delays
in the implementation of activities related to the initial efficacy
test results. However this will be done after acquired isolates
were considered potential for controlling bacterial wilt disease.
Key words: Chilli pepper, bacterial wilt, endophyticfungi, biocontrol.
184 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
EFIKASI BIOEKSTRAK ELETTARIOPSIS SLAHMONG UNTUK MENGENDALIKAN TRIGONA
MINANGKABAU VEKTOR BAKTERI PENYAKIT DARAH PISANG DI SUMATERA BARAT
EFFICACY BIOEKSTRAK ELETTARIOPSIS SLAHMONG TO
CONTROL TRIGONA MINANGKABAU BANANA BLOOD DISEASE
VECTOR BACTERIA IN WEST SUMATRA
Nasril Nasir1), Ishak Manti2), Erniwati3), Mairawita1), Jumjunidang2)
1) Universitas Andalas 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Penyakit darah pisang Blood Disease Bacterium (BDB)
disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum Phylotype 4,
dimana serangan dapat berasal dari tanah yang sudah
tercemar oleh R. solanacearum. Serangan yang paling
berbahaya justru melalui serangga vektor. Trigona
minangkabau adalah vektor yang paling tinggi frekuensinya
mendatangi jantung/bunga pisang untuk menghisap nektar, di
antara 8 jenis serangga vektor lainnya yang terdata. Sejauh ini
pengendalian terhadap serangga vektor ini belum pernah
dilakukan. Dari penelitian tahun 2009, telah didapatkan bahwa
tanaman jahe liar Elettariopsis slahmong memiliki potensi
sebagai pestisida nabati/biopestisida. Penelitian tahun 2013 ini
merupakan penelitian lanjutan yang dilakukan di kebun petani
di Kota Pariaman dan Kota Bukittinggi (Sumatera Barat).
Kedua wilayah ini dibedakan atas ketinggian tempat dan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 185
kultivar pisang yang menjadi objek penelitian. Wilayah kota
Pariaman berada dekat pantai dengan ketinggian 5 m dpl dan
pisang yang diperlakukan adalah pisang kepok ABB,
sedangkan Kota Bukitinggi adalah dataran tinggi yang berada
pada ketinggian 830 m dpl dan pisang yang diperlakukan
adalah pisang buai/Ambon hijau AAA. Hasil penelitian
menunjukkan, populasi Trigona minangkabau dan serangan
Ralstonia solanacearum pada pisang kultivar kepok di
Pariaman dapat ditekan dengan biopestisida Elettariopsis
slahmong. Populasi Trigona minangkabau pada jantung pisang
kultivar buai juga dapat ditekan dengan pemberian minyak
Elettariopsis slahmong. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tidak ditemukan serangan BDB pada pisang kultivar buai di
Bukittinggi, baik pada tanaman yang diperlakukan maupun
kontrol.
Kata kunci: Penyakit darah pisang, bakteri Ralstonia
solanacearum Phylotype 4, minyak Elettariopsis
slahmong.
ABSTRACT
Blood Disease banana blood disease bacterium (BDB) is
caused by the bacterium Ralstonia solanacearum Phylotype 4,
where attacks can come from soil that has been contaminated
by R. solanacearum. The most dangerous attacks precisely
through insect vectors. Trigona minangkabau is a vector of
the most high-frequency heart went/banana flower to suck
nectar, among 8 other types of insect vectors recorded. So far
the control of insect vectors has not been done. From the
study in 2009, it has been found that the wild ginger plant
Elettariopsis slahmong has potential as a botanical
186 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
pesticide/biopesticide. This is a study in advanced research
carried out in the farmer field in Pariaman and Bukittinggi
(West Sumatra). The second area is distinguished on the
altitude and banana cultivars are the object of research.
Pariaman city region located near the coast with a height of 5
m above sea level and bananas which are treated kepok ABB
bananas, while the city of Bukittinggi is a plateau at an altitude
of 830 m above sea level and bananas which are treated
bananas Buai/green Ambon AAA. The results showed that
Trigona minangkabau population and attacks on banana
cultivars Ralstonia solanacearum kepok in Pariaman can be
suppressed with biopesticides of Elettariopsis slahmong.
Trigona minangkabau population on banana cultivars Buai can
also be suppressed by addition of Elettariopsis slahmong oil.
The results showed that banana cultivars Buai from Bukittinggi
can not be attach by BDB, both in the treated and or control
plants.
Keywords: Banana blood disease, Ralstonia solanacearum
Phylotype 4, essential oil, Elettariopsis slahmong.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 187
PENERAPAN TEKNOLOGI “LOW INPUT/HIGH OUTPUT” (LI/HO) DALAM USAHA TANI CABAI MERAH UNTUK
MENGHASILKAN PRODUK YANG AMAN DIKONSUMSI DAN RAMAH LINGKUNGAN
TECHNOLOGY APPLICATION "INPUTHIGH LOW OUTPUT"
(LIHO) RED CHILI IN BUSINESS FARM PRODUCTS ARE SAFE
TO PRODUCE CONSUMED AND FRIENDLY ENVIRONMENT
Wiwin Setiawati1), Agus Susanto2), Evita Boes3), Bagus Kukuh
Udiarto1), Nani Sumarni1)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2) Universitas Padjajaran 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Penggunaan input produksi yang tinggi pada budidaya cabai
merah mengancam kesehatan dan lingkungan. Salah satu
teknologi alternatif yang ramah lingkungan adalah teknologi
low input/high output (LI/HO). Penelitian bertujuan untuk
memperoleh paket teknologi pengelolaan hara dan tanaman
dan produk kompos plus untuk usahatani tanaman cabai
merah yang mensubtitusi pupuk NPK lebih dari 50%, serta
teknologi PHT bio yang bercirikan intensif, efektif dan efisien
sesuai LI/HO dan mengurangi penggunaan pestisida kimia
sampai lebih dari 50%. Penelitian dilaksanakan di Balitsa
Lembang, pada bulan Maret sampai Nopember 2013
menggunakan Rancangan Petak Terpisah tiga ulangan. Petak
utama berupa sistem tanam monokrop, tumpangsari cabai
merah + kubis bunga, dan tumpangsari cabai merah + buncis
188 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
tegak. Anak petak adalah pengelolaan hara 30 t/ha pupuk
kandang + 1000 kg/ha NPK, 30 t/ha kompos pupuk kandang +
750 kg/ha NPK, 30 t/ha kompos sisa tanaman + 500 kg/ha
NPK, dan 30 t/ha kompos campuran pupuk kandang dan sisa
tanaman yang diperkaya + 250 kg/ha NPK. Anak petak kedua
berupa pengelolaan OPT, menggunakan Rancangan Acak
Kelompok terdiri 6 perlakuan diulang 4 kali yaitu penggunaan
insektisida secara konvensiaonal, Agonal (10.0 ml/l) secara
rutin, Atecu (10.0 ml/l), Atecu + spinoteram, dan kontrol. Hasil
penelitian menunjukkan, tidak terjadi interaksi antara sistem
tanam dan pengelolaan hara terhadap pertumbuhan tanaman,
serapan hara, dan hasil buah cabai merah. Perbedaan
pengelolaan hara hanya berpengaruh terhadap serapan hara P
dan Mg, serta hasil cabai merah. Tumpang sari cabai merah +
buncis, dan 30 ton/ha kompos sisa tanaman + 500 kg/ha
pupuk NPK merupakan perlakuan yang paling menguntungkan.
Sementara, penggunaan biopestisida Atecu (10 ml/l) menekan
biaya pestisida sebesar 96.39% dengan keuntungan Rp.
292.830.000.
Kata kunci: Capsicum annuum, sistem tanam, pupuk organik,
NPK, biopestisida, hama dan penyakit, hasil
produksi.
ABSTRACT
The use of high production input in red pepper cultivation
threaten health and the environment. One of the alternative
technologies that are environmentally friendly is the
technology of low input/high output (LI/HO). The research
aims to obtain packets and plant nutrient management
technologies and products for farming compost plus red
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 189
pepper plant NPK fertilizer substitute more than 50%, as well
as bio IPM technology which is characterized by an intensive,
effective and efficient in accordance LI/HO and reduce the use
of chemical pesticides until more of 50%. Research conducted
at Balitsa Lembang, from March to November 2013 using a
design plot Separated three replications. The main plot in the
form of cropping systems monokrop, red peppers + cabbage
intercropping flowers, and red chili + bean intercropping
upright. The subplots were nutrient management 30 t/ha
manure + 1000 kg/ha of NPK, 30 t/ha of compost manure +
750 kg/ha of NPK, 30 t/ha of compost crop residues + 500
kg/ha of NPK, and 30 t/ha compost mixture of manure and
crop residues enriched + 250 kg/ha of NPK. The second
subplot form of pest management, using a randomized block
design comprised 6 treatment was repeated four times,
namely the use of insecticides on conventional, Agonal (10.0
ml/l) on a regular basis, Atecu (10.0 ml/l), Atecu +
spinoteram, and control. The results showed no interaction
between cropping systems and nutrient management on plant
growth, nutrient uptake, and results of red chilies. Differences
in nutrient management only affect the nutrient uptake of P
and Mg, as well as the results of red chili. Intercropping chilli
red + green beans, and 30 tons/ha of compost crop residues
+ 500 kg/ha of NPK fertilizer is the most favorable treatment.
Meanwhile, the use of biopesticides Atecu (10 ml/l) reduce the
cost of pesticides by 96.39% with a profit of Rp. 292 830 000.
Keywords: Capsicum annuum, Planting system, Organic
matters, NPK, biopesticide, pest and diseases,
Yield.
190 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Gambar 1. Tanaman cabai merah Gambar 3. Tanaman cabai dengan buncis merah
Gambar 3. Penelitian pengelolaan Gambar 4. Pengelolaan OPT Hara dan tanaman cabai merah
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 191
APLIKASI PENGAIRAN SEPARUH DAERAH AKAR UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HASIL DAN
EFISIENSI PENGGUNAAN AIR TANAMAN JERUK SIOMPU
APPLICATIONS IRRIGATION HALF OF ROOTS TO IMPROVE
QUALITY AND EFFICIENCY
OF USE OF WATER PLANTS CITRUS SIOMPU
Andi Bahrun1), Abd Wahab2), Umarsul3)
1) Universitas Haluoleo
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Wuna Raha
ABSTRAK
Jeruk Siompu merupakan komoditas unggulan di provinsi
Sulawesi Tenggara, namun produksi dan kualitasnya masih
rendah yang disebabkan karena kondisi tanah dan
keterbatasan air saat musim kemarau. Penelitian
bertujuanmengetahui pengaruh pengairan separuh daerah
akar untuk memperbaiki kualitas hasil dan efisiensi
penggunaan air. Penelitian dilaksanakan di Desa Wabula
(Wasuemba) Kecamatan Wabulan Kabupaten Buton, Sulawesi
Tenggara. Sesuai dengan perkembangan tanaman di
lapangan, dimana buah sudah terbentuk sejak bulan Januari
(sebelum musim kemarau), oleh karena itu penelitian
dilakukan menjadi dua tahap. Tahap pertama dimulai awal
April sampai dengan Juli 2013 yang difokuskan pada efek
pengairan separuh daerah akar terhadap perubahan asam
absisat daun, perkembangan buah, dan kualitas buah.
192 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Penelitian tahap kedua berlangsung dari bulan Agustus sampai
dengan akhir Oktober 2013 dengan mengamati efek pengairan
separuh daerah akar terhadap perubahan asam absisat (ABA)
dan kalium (K) daun serta pertumbuhan daun. Penelitian
menggunakan rancangan acak kelompok tiga ulangan, yaitu
cara pengariran yang terdiri atas: (1) seluruh daerah akar
volume 20 l air/tanaman, (2) separuh daerah akar volume 20 l
air/tanaman, (3) separuh daerah akar volume 15 l
air/tanaman, (4) separuh daerah akar volume10 l air/tanaman,
dan (5) separuh daerah akar volume 20 l air/tanaman. Hasil
penelitian tahap pertama (April-Juli 2013) menunjukkan
pengairan separuh daerah akar (PSDA) meningkatkan ABA
daun dan mempertahankan ukuran buah, sari buah, dan brix
pada perlakuan pengairan seluruh daerah akar (PDA). Hasil
penelitian tahap kedua (Agustus-Oktober 2013) menunjukkan
PSDA mengurangi kadar K daun, meningkatkan kandungan
ABA daun dan mempertahankan pertumbuhan daun, meskipun
PSDA diairi dengan volume air 25-75% lebih rendah dibanding
dengan PDA. Dapat dismpulkan, bahwa pengairan separuh
daerah akar (PSDA) merupakan salah satu strategi baru yang
perlu dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan
air tanaman jeruk, dan efektif diaplikasi saat musim kemarau.
Kata Kunci: Perubahan asam absisat, Jeruk, teknik pengairan,
efisiensi penggunaan air.
ABSTRACT
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 193
Siompu citrus is one of excellent citrus in Southeast Sulawesi.
However, the quantity and quality of the citrus is low due to
soil conditions and limited water availability during dry season.
Therefore, the enhancement of siompu citrus quality including
improving irrigation in order to fullfil water need of the plant
and increasing water use efficiency is needed to be done. One
of the promising irrigation method to be test on siompu citrus
is partial root zone irrigation. The advantage of this irrigation
method was that water uptake from the wet side of the root
system maintain a favorable plant water status, while the roots
in the dry side promote the increase in absisic acid (ABA)
production that decrease the stomatal conductance and
increase water use efficiency. The aims of this research to
determine the effect of partial root zone irrigation on siompu
citrus during dry season in improving yield quality and water
use efficiency. The experiment was held at Wabula
(Wasuemba) village, Wabula District in Buton Regency
Southeast Sulawesi.The experiment was designed as a
Randomized Complete Block Design with three replications.
The experiment consisting of five treatments, namely (1) the
whole root zone system was irrigated with 20 L water plant -1
(P0); (2) the partial root zone system was irrigated with 20 L
water plant-1 (P1); (3) the partial root zone system was
irrigated with 15 L water plant -1 (P2); (4) the partial root zone
system was irrigated with 10 L water plant -1 (P3) and (5) the
partial root zone system was irrigated with 5 L water plant -1
(P4).Partial root zone irrigation treatments was done by every
two days watering one side of the crop root zone while the
other side was allowed to dry and irrigation to be shifted to the
dry side while the wet side was allowed to dry every 8 days
irrigation interval, respectivey.K and abscisic acid leaf content,
194 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
fruit development, fruit quality and water use were recorded.
Data was analyzed using Anova, if significant defference,
followed by DMRT test at 95% confidence level.The
experiment, due to citrus plant already forming fruit on
January (before dry season), was decided two steps as follow:
first research step was started early of April until July 2013
which focused on the effect of different water volume of partial
root zone irrigation on leaf [ABA], fruit development dan
quality of fruit siompu citrus and the second step was started
on August until November 2013 which focused on the effect of
different water volume of partial root zone irrigation on leaf
[ABA] and [K] and leaf growth.
The first step research result (from April until July 2013)
showed that partial root zone irrigation (PRI) increased leaf
ABA content and maintained fruit size, juice, brix at the level of
the whole root zone irrigation (FRI) treatment, however, PRI
was not increase fruit quality yet. The second step research
(from August until November 2013) showed that PRI
decreased leaf K content, increased leaf ABA content and also
mantained leaf growth, nevertheless, PRI was irrigated with
water volume 25-75% lower than the FRI treatment. PRI is a
new irrigation strategy have to be developed to increase water
use efficiency of citrus, however, PRI effectively should be
done during dry season.
Keywords: ABA, citrus, irrigation,partial root zone and water
use efficiency.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 195
PERBANDINGAN TEKNOLOGI LEISA DAN KONVENSIONAL TERHADAP PENURUNAN
ORAGANISME PENGGANGU TANAMAN (OPT) PADATANAMAN CABAI MERAH (CAPSICUM
ANUUM)
LEISA TECHNOLOGY COMPARISON OF CONVENTIONAL AND
DECREASE SPAM PLANT ORGANISMS (OPT) RED CHILI
PEPPER PLANT (CAPSICUM ANUUM)
Yayan Sanjaya1), Rakhmat Sutarya2), Mimi Halimah3)
1) Universitas Pendidikan Indonesia
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pasundan
ABSTRAK
Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura penting di
Indonesia dengan permintaan konsumsi cukup tinggi.
Meskipun memiliki resiko besar, namun tingkat keuntungan
cabai dapat lebih dari dua ratus persen. Kekuatiran terhadap
kegagalan panen menyebabkan petani menggunakan pestisida
kimia sintetik secara berlebihan. Nilai pestisida yang digunakan
mencapai 40 persen dari biaya produksi. Ekstrak tanaman
dapat menjadi salah satu fungisida alternatif untuk mengontrol
serangga dan fungi fitopatogen, karena mengandung bahan
bioaktif yang tinggi untuk mengendalikan Bactocera.
Penggunaan sumber daya hayati lokal perlu dioptimalkan
untuk menekan mahalnya biaya produksi, namun tetap mampu
menjamin produksi dan mutu produk. Tujuan penelitian ini
adalah: (1) Mengetahui efektivitas jamur entomopatogen lokal
196 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
terhadap Spodoptera litura, (2). Mengetahui bahan aktif/toxin
terhadap larva Bactocera dorsalis, (3). Mengetahui pengaruh
biofungisida dan jamur antagonis terhadap Fusarium dan
Coletotrichum. Penelitian ini dilakukan di laboratorium
mikrobiologi, laboratorium struktur hewan, laboratorium hama
dan penyakit di Balitsa dan Lahan sekitar Balai Penelitian
Sayuran (Balitsa Lembang Kabupaten Bandung Barat serta
pada lahan petani setempat. Hasil penelitian ini adalah jamur
entomopatogen lokal seperti Metarhizium anisopliae,
Trichoderma sp., Aspergilus niger, Aspergilus flavus, dan
Beauveria bassiana mampu mengendalikan larva Spodoptera
litura setelah melalui isolasi, karakterisasi dan melalui uji
postulat koch. Selain itu, racun laba-laba dari Nephila sp
mampu mengendalikan larva Spodoptera litura instar 3
menekan mortalitas Bactocera dorsalis mulai dari konsentrasi
75% - 100% sebesar lebih dari 50% dan mencapai 78%.
Secara in vitro, biofungisida dari cemara, kemangi, sereh dan
akar wangi dapat menghambat pertumbuhan Fusarium
sebesar 75%. Di lapangan ditemukan dimana tinggi tanaman
dan panjang akar tanaman cabai yang diberi bio fungisida dari
cemara, kemangi, sereh dan akar wangi; lebih tinggi dari
tanaman kontrol. Diperoleh pula jamur antagonis Trichoderma
sebanyak 12 isolat dari Lembang, serta isolat dari Tasikmalaya
dan Banjar yang mampu menghambat pertumbuhan Fusarium
yang cukup tinggi.
Kata Kunci: Cabai Merah, Teknologi Leisa, Pestisida Organik,
Bio Fungisida.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 197
ABSTRACT
Red chili is an important horticultural plant species in
Indonesia with consumption demand is quite high. Although it
has a big risk, but the level of profit chili can be more than two
hundred percent. Concerns regarding crop failure causing
farmers to use synthetic chemical pesticides excessively. Value
pesticide used at 40 percent of production costs. The plant
extracts may be one alternative fungicide to control insects
and fungi fitopatogen, because it contains high bioactive
substance to control Bactocera dorsalis. The use of local
biological resources need to be optimized to suppress the high
cost of production, but still able to guarantee the production
and quality of product. The study was conducted in Lembang.
The result showed that local entomopathogen fungi like
Metrahizium anisopliae, Trichoderma sp., Aspergillus niger,
Aspergillus flavus and Beauveria bassiana was able to control
the larvae of Spodoptera litura after the isolation,
characterization and testing through Koch's postulates. In
addition, the venom of spiders of the Nephila sp capable of
controlling mortalities of Bactocera dorsalis at concentration of
75% until 100% up to 78%. Research found that bio-fungicide
from pine, basil, lemongrass and vetiver can inhibit fusarium in
the laboratory by 75%. The court found that plant height and
root length pepper plants by pesticides from pine, basil,
lemongrass and vetiver; higher than the control plants. It was
found 12 isolates of Trichoderma originating Lembang and
Tasikmalaya and Banjar which has a high inhibition against
Fusarium.
198 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Keywords: Red chili, leisa technologies, organic pesticides, bio-fungicides.
Gambar 1. Kandang rearing Gambar 2. Bibit tanaman cabai
Bactocera
Gambar 3. Persiapan perlakuan Gambar 4. Persiapan perlakuan Aspergilus plapus Verticillium
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 199
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI EMBRIOGENESIS
SOMATIK BERBASIS BIOREAKTOR UNTUK PERBANYAKAN MASAL BIBIT BERKUALITAS
DENDROBIUM
TECHNOLOGY DEVELOPMENT BASED ON SOMATIC
EMBRYOGENESIS BIOREACTOR FOR MASS HIGH QUALITY
BREEDING OF PROPAGATION DENDROBIUM
Budi Winarto1), Ni Made Armini Wiendi2), Reni Indrayanti3)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Institut Pertanian Bogor
3) Universitas Negeri Jakarta
ABSTRAK
Impor bibit anggrek, termasuk jenis dendrobium, yang terus
mengalir ke Indonesia menghambat kemajuan peranggrekan
di Indonesia. Meski Indonesia kaya akan sumber daya genetik
dendrobium, namun daya saing produk-produk anggrek yang
dihasilkan petani di Indonesia masih tergolong rendah.
Rendahnya daya saing tersebut disebabkan oleh terbatasnya
ketersediaan varietas unggul, kurang tersedianya benih
bermutu, penerapan sistem produksi yang kurang efisien,
serangan hama dan penyakit, serta terbatasnya informasi
supply, demand, dan market intelligent yang dapat dipercaya.
Terkait dengan masalah penyediaan benih bermutu,
pengembangan teknologi perbanyakan masal bibit anggrek
secara in vitro dapat menjadi solusi yang paling potensial
untuk mengatasi masalah dan menjawab tantangan pasar
200 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
global. Penelitian ini merupakan peneliian lanjutan. Pada
hakekatnya tujuan jangka panjang penelitian ini adalah
mendapatkan protokol embriogenesis somatik berbasis
bioreaktor yang efektif dan efisien untuk memproduksi bibit
dendrobium berkualitas yakni seragam, bebas virus dan true to
type. Diharapkan dapat diproduksi dalam jumlah yang besar
dalam waktu yang singkat dan berkesinambungan, serta bibit
denrobium berkualitas.Tujuan penelitian tahun 2014 ini
adalah: (1) mengoptimasi produksi embrio somatik
menggunakan bioreaktor (tingkat aerasi, kepadatan inokulum,
periode subkultur, dan komposisi media); (2) mengevaluasi
kualitas bibit yang dihasilkan; (3) mendapatkan 1.000.000 bibit
dendrobium berkualitas; (4) satu naskah yang siap diterbitkan
dijurnal internasional dan jurnal nasional terakreditasi. Hasil
penelitian yang sudah diperoleh adalah bahwa metode induksi
kalus embriogenik/pembentukan embrio pada dendrobium,
baik D.’Sonia-Earsakul’, D.’Indonesia Raya-Ina’ dan D.’Gradita
10’ dapat dilakukan dengan mengkultur tunas pucuk maupun
tunas lateral pada medium ½ MS semi-padat yang ditambah
dengan 1,5 mg/l TDZ dan 0,5 mg/l BA (Medium FI-3) yang
diinkubasi pada 16 jam fotoperiode dibawah lampu fluoresen
dengan intensitas 13 µmol/m2/s selama 1-3 bulan. Sementara,
metode proliferasi dilakukan dengan mensubkultur kalus
embriogenik/embrio pada medium ½ MS semi-padat yang
ditambah dengan 1 mg/l TDZ, 1 mg/l BA dan 150 ml/l air
kelapa (medium FI-2+) dan yang mengandung 1,5 mg/l TDZ,
0,5 mg/l BA dan 150 ml/l air kelapa (Medium FI-3+) yang
diinkubasi pada kondisi inkubasi terang dan disubkultur setiap
1 bulan. Sementara pada medium ½ MS cair yang ditambah
dengan 0,5 mg/l TDZ, 0,5 mg/l BA dan 150 ml/l air kelapa
dengan kepadatan eksplan 2-3 g/25 ml medium dan subkultur
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 201
setiap 1 bulan. Respon kultur pada medium semi-padat adalah
dimana laju pertambahan bobot basah kultur lebih cepat,
tingkat kontaminasi dan pencoklatan rendah, namun kurang
seragam dan vigor. Konversi dari kalus menjadi embrio
maupun embrio menjadi kecambah berlangsung lebih cepat.
Respon kultur pada medium cair menghasilkan kalus dan
embrio yang lebih seragam dan vigor. Pola pertumbuhan
masih dalam proses penyelesaian. Fase pertumbuhan lambat
(log phase) terjadi pada periode kultur 1-4 bulan, mulai
meningkat cepat pada periode kultur ke-5 (awal log phase),
hingga periode kultur ke-8 laju pertumbuhan kalus masih terus
meningkat, sementara fase stasioner dan fase kematian
belum diketahui. Dari penelitian ini sudah diperoleh beragam
kultur mencakup D.’Sonia-Earsakul’ dan D.’Indonesia Raya-
Ina’.
Kata kunci: Teknologi embriogenesis, bioreaktor, bibit
dendrobium.
ABSTRACT
Import orchid seedlings, including types of dendrobium, which
continues to flow into Indonesia peranggrekan impede progress
in Indonesia. Although Indonesia is rich in genetic resources
dendrobium, but the competitiveness of the products produced
by orchid growers in Indonesia is still relatively low. The lack of
competitiveness due to the limited availability of improved
varieties, lack of availability of quality seeds, implementation of
production systems that are less efficient, pests and diseases, as
well as limited information about supply, demand, and market
intelligent trustworthy. Issues related to the provision of quality
seeds, mass propagation technology development orchid
202 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
seedlings in vitro can be most potential solutions to tackle the
problem and respond to the challenges of global markets. This
study is a continuation peneliian. In effect the long-term goal of
this research is to get somatic embryogenesis protocol-based
bioreactor that effectively and efficiently to produce the quality
of dendrobium seedlings uniform, virus-free and true to type.
Expected to be produced in large quantities in a short time and
continuous, as well as seeds plantlet berkualitas.Tujuan 2014
study are: (1) optimize the production of somatic embryos using
bioreactors (level of aeration, inoculum density, the period of
subculture, and the composition of the media); (2) evaluate the
quality of seeds produced; (3) obtain quality dendrobium
seedlings 1,000,000; (4) a prepared manuscript published
journalized accredited international and national journals. Results
of the research that has been obtained is that the method of
induction of embryogenic callus/embryo formation on
dendrobium, either D.'Sonia-Earsakul ', D.'Indonesia Kingdom-
Ina' and D.'Gradita 10 'can be done by culturing shoot tips and
lateral buds on medium ½ MS semi-solid coupled with 1.5 mg/l
TDZ and 0.5 mg/l BA (Medium FI-3) were incubated at 16 hour
photoperiod under fluorescent lights with the intensity of 13
mol/m2/s for 1-3 months. Meanwhile, the method performed by
the proliferation of embryogenic callus mensubkultur/embryos on
medium ½ MS semi-solid plus 1 mg/l TDZ, 1 mg/l BA and 150
ml/l of water coconut (medium FI-2 +) and containing 1 , 5 mg/l
TDZ, 0.5 mg/l BA and 150 ml/l coconut water (Medium FI-3 +)
were incubated at incubation conditions of light and subcultured
every 1 month. While on ½ MS liquid medium supplemented
with 0.5 mg/l TDZ, 0.5 mg/l BA and 150 ml/l coconut water with
a density of explants 2-3 g/25 ml of medium and subculture
every 1 month. Response culture in semi-solid medium is that
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 203
the rate of weight gain faster wet culture, the level of
contamination and the low browning, but less uniform and vigor.
Conversion of embryos and embryonic callus became more rapid
germination. Response culture in a liquid medium to produce
callus and embryos were more uniform and vigor. The growth
pattern is still in the process of completion. Slow growth phase
(log phase) occurs in 1-4 months culture period, began to
increase rapidly in the period to the culture-5 (early log phase),
until the culture period 8th callus growth rate is still increasing,
while the stationary phase and a death phase not yet known.
This research has gained diverse cultures include D.'Sonia-
Earsakul 'and D.'Indonesia Kingdom-Ina'.
Keywords: Embryogenesis technology, bioreactors, seeds dendrobium
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 205
APLIKASI TEKNOLOGI KULTUR IN VITRO UNTUK MEMPRODUKSI BIBIT UNGGUL LANSEK MANIH
(LANSIUM SPP.) ENDEMIK SIJUNJUNG
APPLICATIONOF IN VITRO CULTURETECHNOLOGYTO
PRODUCE SEEDS OFEXCELLENCELANSEKMANIH(Lansium
Spp.) ENDEMICSIJUNJUNG
Benni Satria1), Irmansyah Rusli2), Zulman Harja Utama3)
1) Universitas Andalas 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Muhammadiyah Lampung
ABSTRAK
Tanaman Lansek Manih (Lansium spp.) merupakan tanaman
buah spesifik unggulan Kabupaten Sinjunjung (Sumatera
Barat), yang terkenal dengan rasanya yang manis dan sedikit
masam. Namun, semenjak 5 tahun terakhir ini, rasanya
banyak yang sudah berubah menjadi asam akibat serangan
hama dan penyakit dan perubahan iklim. Saat ini populasinya
semakin menurun. Sampel penelitian diperoleh di Nagari
Muaro kecamatan Sijunjung Kabupaten Sijunjung dengan
mengamati morfologi bunga, buah dan biji. Penelitian
dilakukan di laboratorium Bioteknologi dan Kultur Jaringan
Fakutas Pertanian Universitas Andalas, dari bulan Maret
sampai Desember 2013. Penelitian terdiri dari tiga seri dimana
seri pertama merupakan penelitian pengamatan morfologi
dengan menggunakan metode survey dengan jalan
pengambilan sampel secara proposive sampling. Penelitian seri
kedua merupakan pengamatan karakterisasi genetik dengan
206 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
menggunakan molekuler melaui teknik SSR. Penelitian seri
ketiga berupaya mendapatkan jenis eksplan dan media kultur
yang tepat guna pertumbuhan dan perkembangan eksplan
tanaman Lansek manih. Hasil penelitian mendapatkan bahwa
ada keragaman genotip tanaman Lansek Manih berdasarkan
penciri molekuler dengan analisis SSR; dimana terdapat empat
kelompok utama pada pada presentse kemiiripan 32,92-100%
(variasi sebesar67,08%). Telah diidentifikasi pula sampel
pohon lansek yang berpotensi untuk dijadikan pohon induk
untuk perbanyakan secara in vitro. Penelitian juga
mendapatkan bahwa eskplan embrio merupakan eksplan yang
dapat tumbuh dan berkembang lebih baik dibandingkan
dengan eksplan pucuk, ibu tulang daun dan petiole. Media MS
merupakan media yang terbaik dalam mendorong
pertumbuhan dan perkembangan dan perkembangan eksplan
menjadi kalus, tunas dan plantlet, sedangkan media WPM
merupakan media yang terbaik dalam perkembangan plantlet.
Kata kunci: Lasek manih (Lansium spp.), morfologi bunga dan
buah, karakterisasi molekuler, metode SSR.
ABSTRACT
Lansek Manih (Lansium spp.) is a specific fruit crop seed
Sinjunjung district (West Sumatra), which is famous for its
taste is sweet and a little sour. However, since the last 5 years,
it seems many have been turned into acid by pests and
diseases and climate change. Currently the population is
declining. Samples were obtained at Nagari Muaro districts
Sijunjung Sijunjung by observing the morphology of flowers,
fruits and seeds. The study was conducted in the laboratory of
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 207
Biotechnology and Tissue Culture Faculty of Agriculture,
University of Andalas, from March to December 2013. The
study consists of three series where the first series is a
research morphological observation using survey method with
the sampling proposive sampling. The second series is an
observational study genetic characterization using molecular
techniques through SSR. The third series of research seeks to
get the kind of explant and culture medium appropriate growth
and development of plants Lansek manih explants. Results of
the study found that there is a diversity of plant genotypes
Lansek Manih based identifier molecular analysis of SSR;
where there are four main groups in the presentse kemiiripan
32.92 to 100% (variation sebesar67,08%). Has been identified
also sample lansek trees with the potential to be used as
parent trees for propagation in vitro. The research also found
that embryos are eskplan explants that can grow and thrive
better than the bud explants, midrib and petiole. MS medium
was the best medium to promote growth and development and
the development of the explant into callus, shoots and
plantlets, while the WPM media is media that is best in the
development of plantlets.
Keywords: Lansium spp., flower and fruit morphology,
molecular characterization, methods of SSR.
208 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBENTUKAN PIGMEN JINGGA DAN FITONUTRIENT PADA KULIT
BUAH JERUK INDONESIA
DEVELOPMENT OF TECHNOLOGY AND FORMATION OF
PIGMENT ORANGE CITRUS FITONUTRIENT ON FRUIT SKIN
Roedhy Poerwanto1), Sri Yuliani2), Andria Agusta3), Y. Aris Purwanto1)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Tingginya permintaan jeruk keprok impor terjadi karena cita
rasanya dan berwarna jingga yang lebih disukai, dibandingkan
dengan jeruk siam yang berwarna hijau. Usaha degreening
jeruk yang sudah dilakukan oleh berbagai lembaga penelitian
di Indonesia menghasilkan jeruk berwarna kuning yang kurang
disukai konsumen karena dianggap hampir busuk. Untuk itu
perlu dikembangkan teknologi degreening yang mampu
menjadikan jeruk tropika berwarna jingga. Penelitian ini untuk
mempelajari: (1) suhu efektif untuk degreening pada beberapa
varietas jeruk, (2) konsentrasi dan waktu pemaparan etilin
serta suhu yang efektif untuk degreening jeruk keprok, (3)
konsentrasi ethephon dan suhu saat aplikasi yang efektif untuk
degreening jeruk keprok, dan (4) kandungan fitonutrien pada
beberapa varietas jeruk. Peubah yang di amati antara lain
kualitas warna kulit, skoring warna berdasarkan skor
menggunakan Citrus Color Chart, skoring kesegaran kulit,
susut bobot, klorofil A dan B, pigmen karetenoid, analisis
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 209
flavonoid, analisis cryptoxantin, analisis beta citraurin, bobot
buah jeruk, kekenyalan kulit buah, kadar air kulit buah, uji
organoleptik meliputi rasa dan penampilan buah jeruk,
kandungan asam tertitrasi, serta padatan terlarut total (0 brix).
Penelitian telah memberikan hasil yang cukup baik, mampu
merubah warna kulit buah jeruk siem menjadi berwarna
jingga, namun teknik degreening tersebut masih perlu
disempurnakan. Nilai L, a dan b mengalami peningkatan pada
semua perlakuan kecuali pada perlakuan degreening pada
suhu ruang. Hal ini menunjukkan bahwa buah jeruk
mengalami perubahan warna menuju jingga, namun pada
suhu ruang buah jeruk mengalami pembusukan. Perlakuan
degrening dengan menggunakan etilen tidak menurunkan
kualitas buah jeruk.
Kata kunci: Jeruk, pigmen jingga, degreening.
ABSTRACT
The high demand for tangerine imports occurred because the
orange flavor and are preferred, compared with citrus green.
Citrus degreening effort has been done by various research
institutions in Indonesia produces yellow orange less preferred
by consumers because they are almost rotten. For it is
necessary to develop technology capable of making
degreening tropical citrus orange. This research is to study: (1)
the effective temperature for degreening in several varieties of
oranges, (2) ethylene concentration and exposure time and
temperature effective for degreening tangerines, (3) Ethephon
concentrations and temperatures when effective applications
for degreening tangerines, and (4) the content of
210 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
phytonutrients in some varieties of citrus. The observed
variables include quality color, the color of the scoring is based
on the score using Citrus Color Chart, scoring the freshness of
the skin, weight loss, chlorophyll A and B, pigments
carotenoids, flavonoids analysis, analysis cryptoxantin, beta
analysis citraurin, citrus fruit weight, suppleness fruit, fruit skin
moisture content, organoleptic test covering the taste and
appearance of citrus fruits, tertitrasi acid content, as well as
total dissolved solids (0 brix). Research has given good results,
is able to change the color of orange rind becomes orange
siem, but the degreening techniques still need to be refined.
The value of L, a and b increased in all treatments except on
degreening treatment at room temperature. This suggests that
the citrus fruit color changes toward orange, but at room
temperature for citrus fruit decay. Degrening treatment using
ethylene does not degrade the quality of citrus fruit.
Keywords: Orange, orange pigment, degreening.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 211
TEKNOLOGI FERMENTASI KAKAO UNTUK PENINGKATAN MUTU BIJI KAKAO RAKYAT DI
KULON PROGO YOGYAKARTA DENGAN APLIKASI MIKROBA UNGGULAN PENGHASIL SENYAWA
ANTIKAPANG
COCOA FERMENTATION TECHNOLOGY FOR IMPROVED
QUALITY COCOA BEANS PEOPLE IN YOGYAKARTA KULON
PROGO APPLICATIONS WITH ANTI MICROBIAL COMPOUNDS
MOLD LEADING MANUFACTURER
Sony Suwasono1), Misnawi2), Sri Yuliani3), Suharwadji4), Mukhamad
Angwar4)
1) Universitas Jember
2) Kementerian Riset dan Teknologi 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
4) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Biji kakao rakyat masih dihargai rendah karena kadar kotoran
tinggi, serta kontaminasi serangga, jamur dan mikotoksin.
Namun keberadaan bakteri dalam proses pengolahan basah
biji kakao merupakan sesuatu yang alami dan dapat
menghasilkan anti-kapang sebagai bakteri antagonis. Dengan
cara ini memungkinkan proses penghambatan pertumbuhan
kapang Aspergillus dan Pencillium penghasil mikotoksin
(Ochratoxin A dan Aflatoxin) dalam biji kakao. Penelitian
bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi mikroba
unggulan penghasil senyawa antikapang potensial dari
fermentasi alami biji kakao, sebagai starter dalam proses
212 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
fermentasi. Penggunaan starter unggulan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas biji kakao kering dengan mengurangi
kontaminasi oleh kapang dan menurunkan kandungan
mikotoksin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biji kakao
dari proses fermentasi kakao rakyat di Jogyakarta selama 6
hari masih ditumbuhi kapang A. flavus, A. ochraceus dan
Penicillium. Beberapa bakteri hasil isolasi dari fermentasi kakao
memiliki kemampuan dalam penghambatan terhadap kapang.
Hasil pengujian fenotype dan genotype dengan API 50 CH
menunjukan bahwa bakteri tersebut adalah bakteri asam laktat
dan asam asettat dari genus Lactobacillus. Biji kakao yang
diperoleh memiliki warna coklat 56,33-63,00%, warna ungu
35,00-42,00%, dan slatty 1,67-2,00%.
Kata kunci: Kakao, fermentasi kakao, senyawa anti kapang.
ABSTRACT
Cocoa beans people still undervalued because of high levels of
dirt and contamination insects, fungi and mycotoxins.
However, the presence of bacteria in the process of wet
processing of cocoa beans is natural and can produce anti-
mold as bacterial antagonists. In this way allows the inhibition
of the growth of Aspergillus and Pencillium producer of
mycotoxins (ochratoxin A and Aflatoxin) in cocoa beans. The
study aims to isolate and identify the seed-producing microbes
potential antikapang compounds of natural fermentation of
cocoa beans, as a starter in the fermentation process. The use
of seed starter expected to improve the quality of dried cocoa
beans with reduced contamination by mold and reduce the
content of mycotoxins. The results showed that the cocoa
beans from cocoa fermentation process of the people in
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 213
Yogyakarta for 6 days is still overgrown with fungus A. flavus,
A. ochraceus and Penicillium. Some of the bacteria isolated
from the fermentation of cocoa has the ability in the inhibition
of the fungus. Fenotype and genotype testing results with the
API 50 CH indicates that the bacteria are lactic acid bacteria
and acid asettat of the genus Lactobacillus. Cocoa beans have
a brown color obtained from 56.33 to 63.00%-42.00% 35.00
purple color, and slatty 1.67 to 2.00%.
Keywords: Cocoa, cocoa fermentation, anti-mold compound.
Gambar 1. Penjemuran kakao Gambar 2. Perkebunan kakao
milik PT. Pagilaran
214 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN PROSES REFINING (DEGUMMING, BLEACHING, DAN DEODORISASI) MINYAK SAWIT
UNTUK REDUKSI SENYAWA 3-MONOCHLORO-PROPANE-1,2-DIOL ESTER (< 0,02 PPM)
DEVELOPMENT PROCESS REFINING (DEGUMMING, BLEACHING, AND DEODORIZATION) PALM OIL FOR
REDUCTION OF COMPOUND 3-MONOCHLORO-PROPANE-1,2-DIOL ESTERS (<0.02 PPM)
Andi Nur Alam Syah1), Yazid Bindar2), Djajeng Sumangat1), Asaf
K. Sugih3)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Institut Teknologi Bandung
3) Universitas Parahyangan
ABSTRAK
Indonesia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit mentah (CPO) terbesar bersama dengan Malaysia. Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang pertumbuhannya paling pesat pada dua dekade terakhir. Walau pertumbuhan kelapa sawit demikian pesat, daya saing komoditas CPO di pasar internasional masih lemah. CPO Indonesia hanya unggul pada daya saing tingkat on-farm (comparative advantages), tetapi keunggulan kompetitif atau daya saing riilnya sangat rendah. Potensi lain yang juga perlu diperhatikan dalam pengembangan produk minyak kelapa sawit adalah tingginya tingkat kesadaran konsumen terhadap isu kesehatan. Minyak kelapa sawit mengandung senyawa 3-monochloro-propane-1,2-diol (3-MCPD) ester pada kisaran 0,04-0,05 ppm, dimana senyawa 3-MCPD ester merupakan salah satu kontaminan yang termasuk kedalam kelompok chloropropanol yang
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 215
bersifat genotoxin carcinogen. Kelompok chloropropanol merupakan senyawa karsinogenik yang dapat menyebabkan terjadinya tumor dan kanker pada hewan dan manusia. Scientific Committee on Food-Europe Commission tahun 2001 telah menetapkan batas maksimum tolerasnsi kandungan 3-MCPD ester pada produk pangan adalah 0,02 mg/kg atau 0,02 ppm (Commission Regulation 466/2001). Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi dan mengembangkan metode refining (degumming, bleaching dan deodorisiasi) untuk reduksi 3-MCPD ester (< 0,02 ppm/Standar Codex) pada minyak sawit untuk reduksi senyawa 3-Monochloro-Propane-1,2-Diol Ester (< 0,02 ppm). Dengan diperolehnya minyak sawit yang bebas dari senyawa 3-MCPD diyakini akan meningkatkan daya saing dan nilai tambah minyak sawit Indonesia. Teknologi yang dihasilkan merupakan solusi terhadap issue terbentuknya senyawa 3-MCPD ester pada minyak sawit yang sudah menjadi barrier dalam perdagangan internasional. Kata kunci: Refining minyak sawit, senyawa kontaminan.
ABSTRACT
Indonesia is the largest producer of crude palm oil (CPO) along with Malaysia. Palm oil is one of the fastest growing commodities in the last two decades. Although rapid growth of palm oil, the competitiveness of Indonesian CPO in the international market is still weak. Indonesian CPO superior on the competitiveness level of on-farm (comparative advantages), but the competitive advantage is still low. Another potential which also need to be considered in the development of palm oil production is the high level of consumer awareness of health issues. Palm oil contains a compound 3-monochloro-propane-1,2-diol (3-MCPD) esters in
216 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
the range of 0.04 to 0.05 ppm, where the compound 3-MCPD esters is one of the contaminants are included in groups that are chloropropanol genotoxin carcinogen. Chloropropanol group is carcinogenic compounds that can cause tumors and cancer in animals and humans. Scientific Committee on Food-Europe Commission in 2001 has set a maximum limit tolerasnsi content of 3-MCPD esters in food products is 0.02 mg/kg or 0.02 ppm (Commission Regulation 466/2001). The research aims to obtain data on the identification and develop methods refining (degumming, bleaching and deodorisiasi) for the reduction of 3-MCPD esters (<0.02 ppm/Codex Standard) on palm oil for the reduction of the compound 3-Monochloro-Propane-1,2-diol Ester (<0.02 ppm). By obtaining palm oil that is free of the compound 3-MCPD is thought to increase the competitiveness and added value of palm oil in Indonesia. The resulting technology is a solution to the issue of the formation of 3-MCPD ester compound in palm oil that has become a barrier to international trade. Keywords: Palm oil refining, contaminant compounds.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 217
ANALISIS STRATEGI PENGEMBANGAN SISTEM PEMASARAN EKSPOR KELAPA SAWIT BERBASIS
KLASTER
ANALYSIS OF DEVELOPMENT STRATEGY PALM OIL EXPORT
MARKETING SYSTEM
Jono Mintarto Munandar1), Bambang Drajat2),M.Syaefudin
Andrianto1), Sri Nuryanti3),
E. gumbira Said4)
1) Institut Pertanian Bogor
2) PT. Riset Perkebunan Nusantara 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
4) Masyarakat Kelapa Sawit Indonesia
ABSTRAK
Pengembangan kelapa sawit Indonesia membutuhkan
peningkatan daya saing. Dalam rangka meningkatkan daya
saing diperlukan suatu analisis manajemen rantai pasok.
Pemasaran produk kelapa sawit dari hulu ke hilir untuk
membutuhkan bauran pemasaran, yaitu bauran produk, harga,
promosi dan tempat (distribusi). Studi bauran harga diamati
dari dinamika fluktuasi harga di pasar domestik dan
internasional, dimana fluktuasi harga minyak sawit di pasar
domestik dan internasional membutuhkan pemahaman yang
komprehensif tentang perilaku pasar, termasuk promosi dan
distribusi komoditas. Terkait dengan pembuat kebijakan,
model ekonometrik dapat digunakan untuk menyesuaikan arah
kebijakan nasional kelapa sawit di Indonesia. Penelitian
dilakukan dua tahun. Tujuan penelitian tahun pertama adalah
218 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
mengkaji ketersediaan bahan baku dan prospek harga minyak
sawit (CPO), mengkaji posisi daya saing CPO dan olahannya,
mengkaji bauran harga dan olahannya, serta mengembangkan
segmentasi dan bauran produk turunan minyak sawit.
Selanjutnya, tujuan tahun kedua adalah mengevaluasi efisiensi
sistem manajemen rantai nilai produk turunan CPO untuk
ekspor, mengevaluasi efektivitas promosi produk turunan CPO,
dan membangun website informasi pemasaran produk turunan
minyak sawit (Wipakes). Analisis yang dilakukan dalam studi
mencakup metode RCA, AR, TSR, analisis ekonometrik, analisis
IFE-EFE, IE Matrix, analisis SWOT, AHP, dan Blue Ocean
Strategy. Hasil analisis menunjukkan bahwa orientasi
kebijakan ekspor CPO perlu dirubah dengan
mempertimbangkan pasokan industri dalam negeri. Peramalan
menunjukkan bahwa bahan baku masih mencukupi dengan
beberapa pertimbangan antara lain pertumbuhan hilirisasi. Di
pasar China, Pakistan, dan India baik volume maupun nilai
ekspor produk minyak sawit HS 151110 dari Indonesia lebih
berdaya saing dibandingkan produk Malaysia. Namun, di pasar
Belanda produk minyak sawit HS 151110 dari Malaysia lebih
tinggi daya saingnya. Bauran harga CPO masih ditentukan oleh
pasar asing (Rotterdam), karena itu strategi pengembangan-
pengembangan seperti bursa berjangka perlu diprioritaskan.
Pengembangan Oleo kimia perlu ditingkatkan karena memiliki
harga dan nilai tambah yang cukup tinggi. Bauran produk
perlu dikembangkan mengingat harga ekspor CPO
berfluktuatif, dan pengembangan produk hilir akan
mengurangi resiko pasar.
Kata kunci: Minyak sawit, ekspor minyak sawit, sistem rantai
pasok.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 219
ABSTRACT
Indonesian palm oil development requires increased
competitiveness. In order to improve the competitiveness
required an analysis of supply chain management. Marketing
of palm oil products from upstream to downstream to require
the marketing mix, namely product mix, price, promotion and
place (distribution). Study mix of observed price dynamics of
price fluctuations in the domestic and international markets,
where the palm oil price fluctuations in the domestic and
international markets requires a comprehensive understanding
of the behavior of the market, including the promotion and
distribution of commodities. Associated with policy makers,
econometric models can be used to adjust the direction of
national policy palm in Indonesia. The study was conducted
two years. The research objective is to assess the first year of
raw material availability and price outlook palm oil (CPO),
examines the competitive position of CPO and processed
products, reviewing pricing and dairy mix, as well as develop
segmentation and product mix of palm oil derivatives.
Furthermore, the purpose of the second year is to evaluate the
efficiency of the value chain management system of derivative
products for export, evaluate the effectiveness of the
promotion of derivative products, and building a marketing
information website of palm oil derivative products (Wipakes).
Analysis carried out in the study include RCA method, AR, TSR,
econometric analysis, analysis of IFE - EFE, IE Matrix, SWOT
analysis, AHP, and the Blue Ocean Strategy. The analysis
showed that the CPO export policy orientation should be
changed taking into account the supply of the domestic
industry. Forecasting shows that the raw material is still
220 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
insufficient, with some consideration, among others, the
growth of the downstream. In the Chinese market, Pakistan
and India both the volume and value of exports of palm oil
products HS 151 110 from Indonesia more competitive than
Malaysia products. However, in the Dutch market products of
palm oil from Malaysia HS 151 110 higher competitiveness.
CPO price mix was determined by foreign markets
(Rotterdam), because the strategy developments such as
futures exchanges need to be prioritized. Oleo chemical
development needs to be improved because it has a price and
added value is quite high. Product mix should be developed
considering the price of CPO exports fluctuated, and the
development of downstream products will reduce the market
risk.
Keywords: Palm oil, palm oil exports, supply chain system.
Gambar 1. Presentasi sawit Gambar 2. Seminar Tahunan
berbasis klasterisasi MAKSI
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 221
POTENSI FRAKSI BIOAKTIF DAN BIOMOLEKUL DARI REMPAH LADA BATAK (ZANTHOXYLUM ACANTHOPODIUM) DALAM PENGEMBANGAN
PANGAN DUAL FUNGSIONAL ANTIDIABETES DAN ANTIOBESITAS BERBASIS KEARIFAN LOKAL
POTENTIAL BIOACTIVE FRACTION OF SPICES PEPPER AND
BIOMOLECULES BATAK (ZANTHOXYLUM ACANTHOPODIUM)
DUAL FUNCTIONAL FOOD IN DEVELOPING AND ANTIOBESITY
ANTIDIABETIC BASED LOCAL WISDOM
Yanti1), Maggy Tenawidjaja Suhartono2), Otih Rostiana3)
1) Universitas Atma Jaya
2) Institut Pertanian Bogor 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Tingkat prevalensi diabetes dan obesitas di Indonesia semakin
meningkat, terutama pada generasi muda usia produktif
sehubungan dengan perubahan pola diet dan gaya hidup.
Strategi terapetik berbasis rempah alami yang mengandung
fitokimia dan biomolekul dengan potensi antiobesitas dan
antidiabetes dapat dijadikan alternatif baru. Penelian ini
menggunakan sampel lada Batak yang dikumpulkan dari
daerah Tapanuli, Sumatera Utara dan diidentifikasi di
Herbarium Bogoriense. Fraksi bioaktif (polifenol dan minyak
atsiri) dari lada Batak dilakukan dengan ekstraksi solven, fraksi
biomolekul (protein dan polisakarida) diperoleh dengan
ekstraksi air panas. Semua fraksi diidentifikasi untuk konten
222 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
senyawa utamanya dengan GC-MS pirolisis. Seluruh fraksi lada
Batak pada konsentrasi 1-250 µg/ml diuji lanjut untuk efek
toksisitasnya terhadap model sel hepatosit (sel Chang) dan
adiposa (sel 3T3-L1) secara in vitro. Fraksi biomolekul dan
bioaktif pada berbagai konsentrasi (1-100 µg/ml) diuji untuk
efek antidiabetes dan obesitasnya pada modulasi ekspresi
mediator pro-inflamasi dan protein lipogenik, seperti IL-6, TNF-
a, leptin, adiponectin, MCP (monocyte chemoattractant
protein)-1, dan CRP (C-reactive protein) dalam sel hepatosit
dan adiposa dengan menggunakan asai ELISA and Real Time-
PCR. Hasil penelitian menunjukkan fraksi bioaktif lada Batak,
yaitu fraksi polifenol dan minyak atsiri berpotensi sebagai dual
agen antidiabetes dan antiobesitas pada model sel kultur
hepatosit dan adiposa.
Kata kunci: Lada Batak, Zanthoxylum acanthopodium, sitokin
pro-inflamasi, protein lipogenik, obesitas, diabetes.
ABSTRACT
The prevalence rate of diabetes and obesity in Indonesia is
increasing, especially in the younger generation of productive
age in connection with changes in diet and lifestyle. Natural
herb-based therapeutic strategies that contain phytochemicals
and biomolecules with potential antiobesity and antidiabetic
can be used as an alternative. This study presented using
pepper samples collected from local Batak Tapanuli, North
Sumatra and identified in the Herbarium Bogoriense. Bioactive
fractions (polyphenols and essential oils) from pepper Batak
done by solvent extraction, the fraction of biomolecules
(proteins and polysaccharides) obtained by hot water
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 223
extraction. All the fractions were identified to content main
compounds by GC-MS pyrolysis. All factions pepper Batak at a
concentration of 1-250 ug/ml were tested further for toxicity
effects on hepatocyte cell model (Chang cells) and adipose
(3T3-L1 cells) in vitro. Biomolecules and bioactive fractions at
various concentrations (1-100 ug/ml) were tested for the
effects of antidiabetic and obesity in modulating the expression
of pro-inflammatory mediators and lipogenic proteins, such as
IL-6, TNF-a, leptin, adiponectin, MCP (monocyte
chemoattractant protein) -1, and CRP (C-reactive protein) in
hepatocytes and adipose cells using ELISA assay and Real
Time-PCR. The results showed Batak pepper bioactive
fractions, namely fraction of polyphenols and essential oil has
potential as a dual antidiabetic and antiobesity agents in cell
culture models of hepatocytes and adipose.
Keywords: Pepper Batak, Zanthoxylum acanthopodium, pro-
inflammatory cytokines, proteins lipogenic, obesity,
diabetes.
224 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
DESAIN DAN PABRIKASI PENGERING ADSORPSI BERBASIS ZEOLIT UNTUK PRODUKSI TEH HIJAU
KAYA POLIFENOL
DESIGN AND FABRICATION ADSORPTION DRYER BASED
ZEOLITE FOR PRODUCTION OF GREEN TEA RICH IN
POLYPHENOLS
Priyono Kusumo1), Vita Paramita2), Andi Nur Alam Syah3)
1) Lembaga Penelitian Universitas Tujuh Belas Agustus
2) Universitas Diponegoro 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Proses pengeringan dalam produksi teh merupakan hal yang
penting karena akan menentukan tingkat mutu teh. Produksi
teh hijau tinggi katekin (polifenol) menjadi menguntungkan di
Indonesia karena efek sehat setelah mengkonsumsinya.
Sayangnya, banyak kendala, seperti rendahnya kualitas
kandungan katekin karena aktivitas enzim oksidase polifenol,
degradasi termal atau epimerization selama pengeringan dan
kadar air yang tinggi pada teh hijau kering. Penelitian ini
mempelajari kinerja alat pengering untuk pengurangan kadar
air dan aktivitas enzimatik, serta degradasi ternal, dan
epimerization katekin untuk mendapatkan produksi teh hijau
tinggi katekin. Secara lebih detail, juga dipelajari pengaruh
suhu pengeringan dan waktu, laju aliran udara panas,
kelembaban dan kapasitas daun teh. Penelitian ini
menggunakan zeolite untuk adsorpsi air yang berada dalam
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 225
daun teh dengan menggunakan udara panas selama
pengeringan. Sementara, proses pengeringan akan
menggunakan konsep fluideized bed untuk mendapatkan
koefisien perpindahan panas tinggi dalam waktu yang efektif
dan optimal. Penelitian ini akan fokus pada phenomena
perpindahan air dalam daun teh ke dalama fase udara dan
fase zeolite yang substansial terhadap penurunan kadar air
untuk produksi teh hijau tinggi katekin. Penelitian dilakukan
dalam beberapa tahap, untuk mempelajari cara produksi teh
hijau kaya katekin. Skala laboratorium mixed-adsorption dibuat
kapasitas 10 kg/hari. Studi produktivitas teh hijau akan
menentukan pengaruh suhu pengeringan dan waktu, laju
aliran udara panas, kelembaban, dan kapasitas daun teh.
Variabel dalam penelitian ini termasuk suhu pengeringan,
perbandingan berat daun teh dan zeolit, laju aliran udara
panas dan kelembaban sebagai fungsi waktu. Penelitian telah
berhasil mengembangkan alat pengering fluidized bed berbasis
adsorpsi untuk mendapatkan produk teh hijau dengan kadar
katekin relatif tinggi 14,57% dan kadar air relatif rendah 2%.
Secara garis besar alat pengering tipe FBD terdiri dari tiga
bagian utama, yaitu: bagian pemanas (heater), terdiri dari:
heater listrik dan penghisap/penarik udara panas (blower),
termokopel, saluran udara panas (ducting), merupakan ruang
pengering terdiri dari bagian pemasukan, bagian tengah,
bagian pendinginan dan pengeluaran, dengan bagian-bagian
mesin lainnya: lantai berlubang (grid plate/perforated plate),
spreader, katup pengatur dan pengarah aliran udara, ruang
pengering. Hasil tela’ah laju pengeringan daun teh hijau
dengan laju alir udara pengering 15, 20, dan 30 liter/menit,
dan suhu tetap 60 oC mempunyai pola yang sama yaitu
mempunyai constant drying rate dan falling drying rate
226 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
periods. Makin tinggi laju alir udara pengering, makin besar
harga laju pengeringan konstan, makin pendek periodenya,
dan makin besar harga critical moisture content nya.Hasil
kajian menunjukkan bahwa minuman ringan teh hijau hasil
penelitian ini disukai konsumen baik dari segi warna maupun
rasa. Namun demikian, mengalami perubahan total padatan
terlarut, total gula dan warna minuman selama penyimpanan.
Kata kunci: Mesin pengering adsorpsi, zeolit, teh hijau,
polifenol.
ABSTRACT
The drying process in the production of tea is important
because it will determine the level of quality tea. Production of
high green tea catechins (polyphenols) became profitable in
Indonesia because of the healthy effects after taking it.
Unfortunately, a lot of constraints, such as poor quality of
catechin content due to the activity of the enzyme polyphenol
oxidase, thermal degradation or epimerization during drying
and high water content in dry green tea. This research studies
the performance of the dryer to the reduction of water levels
and enzymatic activity, as well as the degradation ternal, and
epimerization catechin green tea to get high production
catechins. In more detail, also studied the effect of drying
temperature and time, hot air flow rate, humidity and capacity
of tea leaves. This study uses a zeolite for the adsorption of
water that is in the tea leaves using hot air for drying.
Meanwhile, the drying process will use the concept fluideized
bed to get a high heat transfer coefficient in the effective and
optimal. This study will focus on the phenomenon of
displacement of water in the tea leaves into the air phase and
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 227
phase dalama zeolite substantially to the decrease of water
content for the production of high green tea catechins. The
study was conducted in several stages, to learn how the
production of green tea is rich in catechins. Laboratory scale
mixed-adsorption capacity made 10 kg/day. Studies of green
tea productivity will determine the effect of drying temperature
and time, hot air flow rate, humidity, and the capacity of the
tea leaves. The variables in this study include the drying
temperature, the weight ratio of tea leaves and zeolite, hot air
flow rate and humidity as a function of time. Research has
succeeded in developing a tool-based fluidized bed adsorption
dryer to obtain a green tea product with relatively high levels
of catechins, 14.57% and relatively low water content of 2%.
Broadly speaking FBD-type dryer consists of three main parts,
namely: the heating section (heater), comprising: an electric
heater and the vacuum/towing hot air (blower), thermocouple,
hot air duct (ducting), the drying chamber consists of income
sections, the middle section, cooling section and expenses,
with the other engine parts: a perforated floor (grid
plate/perforated plate), spreader, regulator valve and
directional air flow, the drying chamber. Results tela'ah green
tea leaf drying rate with a flow rate of air dryers 15, 20, and
30 liters/minute, and the temperature remained 60 °C has the
same pattern that has a constant drying rate and falling rate
drying periods. The higher the flow rate of air conditioning, the
greater the price constant drying rate, the shorter the period,
and the greater the price of its critical moisture content.
Results of the study showed that green tea soft drink
consumers preferred the results of this study in terms of both
color and flavor. However, changes in total dissolved solids,
total sugars and color drinks during storage.
228 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Keywords: Adsorption dryer machine, zeolite, green tea,
polyphenols.
PEMODELAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI GULA
DEVELOPMENT MODEL OF SUGAR PRODUCTION
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 229
Suyoto Hadisaputro1), Sri Yuniasturi2), Ariffin3), Hermono
Budhisantosa1), Sri Winarsih1)
1) PT. Riset Perkebunan Nusantara
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Brawijaya
ABSTRAK
Pemodelan produksi tebu dan gula dapat dijadikan sebagai alat
bantu penentu kebijakan dalam upaya pengembangan tebu
berkelanjutan, dengan memanfaatkan data iklim, tanah, dan
teknologi budidaya yang telah tersedia. Penelitian dilakukan
pada bulan Februari sampai Desember tahun 2013, di
Pasuruan dan Malang. Pasuruan mewakili tipologi geografi BPL
(tanah berat, berpengairan, drainase lancar), BPJ (tanah berat,
berpengairan, drainase jelek), BHL (tanah berat, tadah hujan,
drainase lancar) dan BHJ (tanah berat, tadah hujan, drainase
jelek). Sementara Malang mewakili tipologi RPL (tanah ringan,
berpengairan, drainase lancar), RPJ (tanah ringan,
berpengairan, drainase jelek) dan RHL (tanah ringan, tadah
hujan, drainase lancar). Percobaan menggunakan rancangan
acak kelompok terdiri dari 3 varietas, yaitu PS 881 (masak
Awal), Kidang Kencana (masak Tengah) dan PS 864 (masak
Lambat) diulang 3 kali. Konsep model dibangun melalui
penggabungan antara Model Potensi Waktu Tumbuh (PWT),
Model Shierary dan Climatological Index (CI) dari ISSCT. Hasil
pengamatan menunjukkan bahwa pertumbuhan tebu pada
tipologi BPL lebih optimal dibandingkan tipologi lain. Pada
230 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
tipologi BHL, BHJ, RPL, RPJ, dan RHL pertumbuhan tebu
kurang optimal, kekurangan air dalam masa pertumbuhan
sangat berdampak pada pertumbuhan tinggi batang. Pada
tipologi BHL, BHJ dan RHL dimana pengairan mengandalkan
hujan, penambahan tinggi batang tidak optimal. Pada lahan
RPL dan RPJ, pengairan tidak efektif karena tekstur tanahnya
yang ringan dan berpori sehingga evapotranspirasi cukup
tinggi. Selain itu pada drainase yang jelek, pertumbuhan
tanaman mengalami hambatan. Jumlah anakan berbeda-beda
pada masing-masing tipologi lahan dan umur tanaman. Pada
tipologi BPL, anakan muncul pada umur 1 bulan, sedangkan
pada BPJ, BHL, BHJ dan RHL muncul pada umur 2 bulan.
Sedangkan pada tipologi RPL dan RHJ, anakan baru muncul
pada umur 3 bulan. Secara umum rata-rata anakan pada
semua tipologi berjumlah 3, hanya pada tipologi BPJ dan RPL
tanaman mempunyai rata-rata anakan 2. Dalam kurun waktu 5
bulan percobaan, diperoleh model awal mengikuti kurva
sigmoid. Sementara untuk model produksi gula, peubah cuaca
yang digunakan untuk menghitung index iklim yang diusulkan
Moreno tidak dapat teramati karena keterbatasan peralatan,
sehingga perlu penyederhanaan model pendugaan.
Kata kunci: Pemodelan, pertumbuhan, produksi tebu, gula.
ABSTRACT
Modeling cane and sugarcane can be used as a tool for policy
makers in developing sustainable sugarcane, using climate
data, soil, and cultivation technologies which has been
provided. The study was conducted from February to
December 2013, in Pasuruan and Malang. Pasuruan represent
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 231
typologies BPL (heavy soils, irrigation, drainage well), CPM
(heavy soils, irrigation, poor drainage), BHL (heavy soil,
rainfed, drainage well) and BHJ (heavy land, rainfed, poor
drainage). While Malang represent typologies RPL (light soils,
irrigation, drainage well), RPJ (light soils, irrigation, poor
drainage) and RHL (light soil, rainfed, drainage well).
Experiments using a randomized block design consisted of
three varieties, namely PS 881 (Early ripe), Kidang Kencana
(Middle ripe) and PS 864 (Slow ripe) was repeated 3 times.
The concept of the model constructed through the
incorporation between Time Growth Potential Model (PWT),
Model Shierary and Climatological Index (CI) of ISSCT. The
results showed growth of sugarcane on the BPL typology more
optimal than other typologies. In the typology of BHL, BHJ,
RPL, RPJ, and RHL cane growth not optimal, lack of water in
its infancy greatly high impact on the growth of the stem. In
the typology of BHL, BHJ and RHL where relied on rainfall
irrigation, plant height growth was not optimum. While on RPL
and RPJ area, irrigation did not effective because of soil
texture was mild and porous so that evapotranspiration high
enough. In addition, on bad drainage stunted plant growth.
The number of tillers varies in each typologies area and plant
age. In the typology of BPL, tillers appeared at the age of 1
month, while on CPM, BHL, BHJ and RHL appeared at the age
of 2 months. While on typologies RPL and RHJ, tillers appeared
at the age of 3 months. In general, the average of tillers at all
typologies amounted 3, just on typologies CPM and RPL plant
tillers had on average 2. Within 5 months of the experiment,
the model was obtained in the form of a sigmoid curve. While
for the sugar production model, the weather variables used to
compute climate index Moreno may did not observed in
232 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Indonesia due to the limited of equipment, so it have to
simplification of model of prediction.
Key words: Modeling, growth, production, sugar cane, sugar
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 233
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI APLIKASI FORMULA PESTISIDA NABATI DAN AGENS HAYATI UNTUK
MENGENDALIKAN PENYAKIT JAMUR AKAR PUTIH (>80%) DAN MENINGKATKAN (>50%)
PRODUKSI KARET
DEVELOPMENT OF APPLICATION TECHNOLOGY
BIOPESTICIDE FORMULATION AND BIO-AGENT TO CONTROL
WHITE ROOT ROT DISEASE (>80%) AND INCREASE (>50%)
RUBBER PRODUCTION
Nasrun1), Chrisnawati2), Milda Ernita3), Nurmansyah1)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Universitas Muhaputra Muhammad Yamin Solok
3) Universitas Taman Siswa Padang
ABSTRAK
Produktivitas karet rakyat masih rendah yaitu 700-900
kg/ha/tahun, salah satunya disebabkan oleh penyakit Jamur
Akar Putih (JAP) (Rigidoporus microporus), pestisida nabati
dan agens hayati berpotensi untuk pengendaliannya. Penelitian
bertujuan mendapatkan teknologi pemanfaatan formula
pestisida nabati dan agens hayati dalam pengendalian JAP
karet dilakukan di Laboratorium KP. Balitro Laing Solok dan
Kebun Karet di Desa Limo, Kabupaten Sijunjung Sumatera
Barat pada Maret-November 2013. Perlakuan berupa
konsentrasi formulasi pestisida nabati berbahan aktif
sitronellal, geraniol, eugenol dan katechin dengan bahan
pelarut berbeda dan agens hayati Pseudomonad fluoresen dan
Bacillus spp disusun dalam rancangan acak kelompok, 4 kali
234 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ulangan/perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan, secara in
vitro semakin tinggi dosis pestisida nabati semakin tinggi
efektifitas menekan pertumbuhan koloni jamur patogen JAP
dengan daya kendali 80,12-80,68%, dan semakin tinggi dosis
agens hayati P. fluoresen dan Bacillus spp, semakin tinggi
efektiftas penekanan pertumbuhan koloni jamur JAP dan
optimal pada dosis 75 dan 100 g/liter dengan daya kendali
73,98-78,21%. Pengujian di lapang menunjukkan, kombinasi
formula pestisida nabati dan agens hayati P. fluoresen dan
Bacillus spp. dapat menekanan intensitas penyakit JAP karet
dari 65,55% menjadi 0-16,66% , meningkatkan tajuk dari nilai
sekor 1,75 menjadi 3,25-4,00 dan akar dari nilai sekor 1,25
menjadi 3,25-4,00. Kombinasi formula Pestisida nabati
berbahan aktif sitronella, geraniol, eugenol dan katekin dengan
dosis 8 dan 12mg/l dengan agens hayati P. fluoresen PF55 dan
Bacillus spp BC 94 dosis 75-100ml/l merupakan formula
pestisida nabati dan agens hayati terbaik dalam
mengendalikan penyakit JAP karet di lapang.
Kata kunci: Formula, pestisida nabati, agens hayati,
pengendalian, JAP.
ABSTRACT
The productivity of smallholding rubber are still low at 700-900
kg/ha/year, one of which due to white roots fungi (JAP)
(Rigidoporus microporus), botanical pesticides and biological
agents potential to control this fungi. The research aims to
obtain utulization technologies of botanical pesticides and
biological agents in controls of JAP carried out in the laboratory
of KP. Balitro Laing Solok and rubber gardens in the village of
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 235
Limo, Sijunjung West Sumatra in March to November, 2013.
The treatments were concentrations of active ingredient bio
pesticide formulations of sitronellal, geraniol, eugenol and
katechin with different solvents and biological agents
Fluorescent pseudomonads and Bacillus spp arranged in a
randomized block design, 4 replications/ treatment. The results
showed, the higher the dose of botanical pesticides the higher
effectiveness its to suppress the growth of pathogenic fungi
colonies JAP, with optimal inhibitation from 80.12 to 80.68%,
and the higher the dose of biological agents P. fluorescent
and Bacillus spp, the higher the suppression to JAP fungal
colony growth and optimal doses of 75 and 100 g/liter with
inhibition of 73,98 to 78,21%. Applications in the field showed
that the combination formula botanical pesticides and
biological agents P. fluorescent and Bacillus spp. Could inhite
the rubber JAP disease intensity of 65.55% to 0 to 16,66%,
increasing the crown of the value scores 1,75 to 3,25 to 4,00
and the roots growth of value scores 1,25 to 3,25 to 4,00.
Combination of active ingredient bio pesticide of formula
sitronella, greraniol, eugenol and catechins with a dose of 8
and 12 mg/l with biological agents P. fluorescent PF55 and
Bacillus spp Bc 94 dosage 75-100ml/l wa the best botanical
pesticides formula and biological agent in controlling the
disease JAP rubber in the field.
Keywords: Formula, botanical pesticides, biological agents,
control, JAP.
236 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Gambar 1. Koloni jamur patogen Jamur Akar Putih (Rigidoporus microporus)
Gambar 2. Formula
pestisida nabati
Gambar 3. Koloni Bacillus sp pada medium TSA (A) dan
Pseudomonad fluoresen pada Medium King’sB (B) hasil isolasi dari rizosfer karet.
A
B A
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 237
PENGENDALIAN HAYATI HAMA KUTU KEBUL BEMISIA TABACI SECARA SIMULTAN
MENGGUNAKAN CENDAWAN PAECILOMYCES FUMOSOROSEUS DAN NEMATODA PATOGEN
SERANGGA
BIOLOGICAL CONTROL OF WHITEFLY BEMISIATABACIBY
SIMULTANEOUS APPLICATION OF ENTOMOPATHOGENIC
FUNGI PAECILOMYCESFUMOSOROSEUS AND NEMATODES
Hari Purnomo1), Marwoto2), Ponendi Hidayat3), Hardian Susilo Addy1),
Abdul Majid1)
1) Universitas Jember
2) Peneliti Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Jenderal Soedirman
ABSTRAK
Bemisia tabaci (Genn) adalah serangga polifagus yang
mempunyai sebaran inang yang sangat luas, menyerang lebih
dari 350 jenis tanaman dan dapat menularkan virus pathogen
tanaman. Oleh karena itu, perlu ditemukan alternatif
pengendalian yang ramah lingkungan diantarnya
menggunakan. P. fumosoroseus dan Nematoda patogen
serangga/NPS. Penelitian dilakukan di laboratorium
pengendalian hayati Fakultas Pertanian Universitas Jember dan
di pertanaman kedelai, untuk mengseleksi isolat cendawan dan
NPS terhadap kutu kebul menggunakan methode leaf disc
bioassays dengan variabel pengamatan adalah mortalitas
setelah 48 jam setelah inokulasi : LC50, serta cara aplikasi di
lapang terdiri dari, aplikasi sendiri-sendiri, aplikasi cendawan
238 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
dahulu 24 jam kemudian nematoda, aplikasi cendawan dahulu
48 jam kemudian aplikasi nematoda dan di aplikasi bersamaan
menggunakan filter paper bioassayas, parameter pengamatan
adalah mortalitas kutu kebul. Hasil identifikasi di 3 wilayah
didapatkan 3 isolat positif P. fumosoroseus di Jember
(Sumbersari 1 dan 2) dan Lumajang (Tempeh). Jumlah konidia
dan ukuran konidia paling tinggi yaitu Tempeh, untuk laju
perkecambahan paling cepat yaitu pada Sumbersari 1, dan
untuk pertumbuhan radial miselium pada Sumbersari 2. Isolat
terbaik dari Tempeh memiliki daya kecambah lebih cepat.
Nematoda pathogen serangga Steinernemasp, isolate Kediri
lebih virulen dibandingkan dengan nematoda isolate yang
lainya yaitu Jember (Kalisat) dan Banyuwangi (Jatirono).
Nematoda pathogen serangga mempunyai efek mortalitas
yang lebih besar terhadap nimfa kutu kebul dibandingkan
cendawan P. fumosoroseus bila diapliksikan secara tunggal.
Kombinasi P. fuumosoroseus dan nematoda pathogen
serangga jika aplikasi bersama-sama dan atau simultan
mempunyai efek sinergisme dan mampu meningkatkan
kematian hama kutu kebul dibandingkan dengan perlakuan
tunggal. Nematoda pathogen serangga Steinernemasp isolate
Kediri menunjukkan superioritas ketika diaplikasikan secara
tunggal maupun bersama sama dan atau simultan.
Kata kunci: Pengendalian, hayati, B.tabaci, P. fumosoroseus,
Nematoda, Patogen.
ABSTRACT
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 239
Bemisia tabaci (Genn) is poliphagus insect that has a very wide
distribution of host, attack more than 350 types of plants and
can transmit the virus plant pathogens. Therefore, it is
necessary to find an environmentally friendly method to
control thos pathogen such as use. P. fumosoroseus and insect
pathogenic nematodes/NPS. The study was conducted in the
laboratory of biological control of the Faculty of Agriculture,
University of Jember and in field of soybean, to select isolates
of the fungus and NPS against whitefly using the method of
leaf disc bioassays with the observation variables: mortality
after 48 hours after inoculation: LC50, as well as the way
applications in the field, consisted of : the application
individually, applications fungus first and 24 hours later
nematodes, fungi application first 48 hours later nematodes
application, and pplications bioassayas simultaneously using
filter paper, observation parameter is whitefly mortality. The
identification results in three regions obtained 3 positive
isolates of P. fumosoroseus in Jember (Sumbersari 1 and 2)
and Lumajang (Tempeh). The highest isolates number and size
of conidia obtained from Tempeh, the most rapid germination
rate was isolate from Sumbersari 1, and the radial growth of
the mycelium from Sumbersari 2. Isolate from Tempeh has a
faster germination. Isolate Steinernemasp insect pathogenic
nematodes from Kediri more virulent compared to the other
isolates of nematodes from Jember (Kalisat) and Banyuwangi
(Jatirono). Insect pathogenic nematodes had a greater effect
on the mortality of whitefly nymphs compared to the fungus P.
fumosoroseus when application singly. Steinernemasp insect
pathogenic nematodes isolate Kediri showed superiority when
applied singly or jointly and or simultaneously.
240 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Keywords: Control, biological, B.tabaci, P. fumosoroseus,
nematodes, pathogens
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 241
PEMANFAATAN ABU TERBANG BAGAS LIMBAH INDUSTRI GULA SEBAGAI MEDIA PUPUK SLOW-
RELEASE DAN REMEDIASI TANAH
UTILIZATION OF ASH INDUSTRIAL SUGAR WASTE AS
MEDIA OF SLOW-RELEASE FERTILIZER AND SOIL
REMEDIATION
Chandra Wahyu Purnomo1), Muchamad Yusron2), Hens Saputra3),
Wisnu Ananta Kusum4), Fathur Rahman Rifai5)
1) Universitas Gadjah Mada
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
4) Institut Pertanian Bogor 5) Dosen Lembaga Pendidikan Perkebunan Yogyakarta
ABSTRAK
Limbah industri gula yaitu abu terbang bagas (BFA) dan
molase, memiliki potensi besar untuk pembuatan pupuk lepas
lambat. BFA dapat berfungsi sebagai matrik/pengisi,
sedangkan molase berfungsi sebagai perekat. Kegatan
penelitian ini juga merancang alat pembuat pelet pupuk lepas
lambat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar molase
berperan dalam memperlambat pelepasan unsur nitrogen
dalam pupuk lepas lambat yang mengandungi Urea maupun
NPK. Semakin besar kandungan molase maka kecepatan
pelarutan pupuk cenderung semakin lambat. Disimpulkan
bahwa : molases dapat dipakai sebagai perekat yang baik
dalam pembuatan pupuk lepas lambat. kandungan molase
dalam matriks mempengaruhi laju pelepasan unsur nitrogen
pupuk lepas lambat sesuai nilai difusivitas efektif (DE), alat
242 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
pelet jenis roller press sangat tepat untuk memproduksi pupuk
lepas lambat skala kecil sampai skala industri, namun
pembuatannya membutuhkan ketelitian tinggi.
Kata kunci : Limbah, abu terbang, pupuk, slow-release
ABSTRACT
Waste material of sugarcane industry, such as bagasse fly ash
(BFAa) and molases, have a great potential as material for
producing slow release fertilizer. BFA could be as a matrix of
the fertizer, while molases could be as a binder. This reseach
activity also designed pellet slow released fertizer mechanical
machine. It was observed that the release speed of nitrogen
from Urea or NPK slow release fertilizer was affected by the
molases concentration. Higher molases concentration was tend
to reduce the dillution speed of the fertilizer. The conclussion
were : molases was a good binder for slow released fertilizer,
molases content would affect to dillution speed of fertilizer as a
value of DE, the pelleting machine was able to produce slow
release fertilizer in the small to medium production scale,
though is still to be improved in accurately.
Keywords: Waste, fly ash, fertilizers, slow-release
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 243
Gambar 1. A. Lokasi penimbunan abu bagas di PG. Madukismo, Yogyakarta. B. Pengambilan sampel abu terbang di PG.
Bunga Mayang, Lampung.
B A
244 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN PADI DAN SAPI DI ANTARA TANAMAN KELAPA SAWIT DALAM RANGKA
SWASEMBADA BERAS PADA KONDISI PERUBAHAN IKLIM
DEVELOPMENT OF RICE AND CATTLE AMONG PALM OIL
PLANT IN ORDER TO SELF SUFFICIENCY OF RICE IN
CONDITIONS OF CLIMATE CHANGE
Abdul Hadi1), Dedi Nursyamsi Affandi2), Abrani Sulaiman3),
Meina Wulansari1), Mukhlis2)
1) Universitas Lambung Mangkurat
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Pengembangan Pertanian Nahdatul Ulama
Kalimantan Selatan
ABSTRAK
Budidaya padi integrasi dengan sapi di antara tanaman kelapa
sawit di lahan pasang surut diharapkan dapat mendukung
swasembada beras sekaligus mengantisipasi kondisi
perubahan iklim. Tujuan penelitian adalah mendorong
berkembangnya sawah sebagai bisnis jangka pendek petani
tanaman sawit menuju kehidupan petani rawa pasut Kalsel
yang lebih sejahtera. Kegiatan penelitian meliputi perakitan
model pengendalian pencemaran dengan aplikasi bio-
amelioran pada sawah di antara kelapa sawit pada TSM,
pengujian model terpilih yang layak secara teknis dan
ekonomis serta diterima secara sosial, serta pengembangan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 245
model yang terpilih pada wilayah yang berbeda dengan
menitikberatkan pada kemandirian petani. Hasil penelitian
mendapatkan bahwa umumnya petani calon plasma kebun
kelapa sawit PT. PBB berada pada usia produktif dengan
namun tingkat pendidikan rendah. Responden memahami
pembudidayaan padi sebagai tanaman sela di antara kelapa
sawit dan mengetahui tentang peluang pemanfaatan jerami
padi sebagai pakan ternak. Namun pada penerapannya, hanya
37,5% responden mempraktekkan integrasi padi dan sawit dan
hanya 20,8 % yang memanfaatkan jerami padi sebagai pakan
ternak. Pupuk hayati Biosure atau Biotara sangat berperan
dalam meningkatkan pH baik pH tanah maupun pH air tanah.
Pemberian pupuk hayati Biosure atau Biotara dengan pupuk
NPK ¾ dosis rekomendasi memperlihatkan tinggi tanaman dan
jumlah anakan yang lebih tinggi.
Kata kunci: Padi, sapi, kelapa sawit, usahatani itegrasi,
perubahan iklim
ABSTRACT
Rice cultivation integration with cows in the oil palm
plantations in the tidal area is expected to support self-
sufficiency in rice and anticipating climate change conditions.
The research objective is to encourage the development of rice
as a short-term business to the oil palm crop farmers tidal
marsh farmers Kalsel life more prosperous. Research activities
include assembling a model of pollution control with the
application of bio-ameliorant on rice fields in between palm on
TSM, testing the model chosen that are technically feasible and
economically viable and socially acceptable, and the
246 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
development model chosen in different areas with emphasis on
self-reliance of farmers. Results of the study found that the
farmers generally plasma prospective oil palm plantations PT.
The UN is in the productive age with low levels of education
yet. Respondents understand the cultivation of rice as a crop
gap between palm and find out about the opportunities
utilization of rice straw as animal feed. But in practice, only
37.5% of respondents practice the integration of rice and oil,
and only 20.8% who use rice straw as animal feed. Biosure
biological fertilizer or Biotara very important role in improving
both the pH of the soil pH or pH groundwater. Giving Biosure
or Biotara biological fertilizer with NPK fertilizer dose
recommendation ¾ shows plant height and number of tillers
were higher.
Keywords: Rice, beef, palm oil, farming integration, climate
change
Gambar 2. Sampling gas Gambar 1. Penampakan permukaan tanah
248 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI PROTEIN-PROTEIN PENENTU TERKAIT PODUKSI GULA PADA TANAMAN TEBU SACCARUM OFFICINARUM DALAM
MERESPON CEKAMAN KEKURANGAN AIR
IDENTIFICATION AND CHARACTERIZATION OF PROTEINS
DETERMINED SUGAR PRODUCTION ON SUGAR CANE
(SACCARUMOFFICINARUM) IN RESPONDING TO WATER
STRESS
Jamsari1), Ishak Manti2), Renfiyeni3)
1) Universitas Andalas 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Mahaputra Muhammad
ABSTRAK
Tebu merupakan sumber utama produksi gula. Namun,
produksi tebu nasional masih belum mampu memenuhi
kebutuhan. Oleh karena itu, peningkatan produktivitas tebu
menjadi langkah penting dan prioritas dalam upaya mencapai
swasembada gula. Namun, perubahan iklim global menjadi
masalah serius dan ancaman keberhasilan program
peningkatan produksi gula nasional. Salah satu dampak dari
perubahan iklim global ialah defisit air. Dalam merespons
cekaman lingkungan ini, tanaman mengembangkan
mekanisme pertahanan yang dapat ditelusuri melalui protein
yang merespons terhadap cekaman kekurangan air.
Pemahaman terhadap protein spesifik yang responsif terhadap
cekaman air akan mengungkap mekanisme pertahanan
tanaman yang pada gilirannya dapat digunakan dalam
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 249
pengembangan klon-klon tebu toleran kekeringan. Penelitian
ini akan dilakukan selama tiga tahun. Pada tahun pertama
(2013), aktivitas penelitian difokuskan untuk memahami profil
protein yang diekspresikan selama tanaman tercekam
kekeringan (defisit air). Pada tahun kedua, penelitian
difokuskan pada karakterisasi protein spesifik responsif
terhadap stres defisit air. Akhirnya pada tahun ketiga,
penelitian akan diarahkan untuk memahami interaksi protein
dan gen terkait dengan toleransi terhadap kekurangan air yang
akan dikembangkan sebagai penanda untuk mengidentifikasi
status toleransi klon-klon tebu selama seleksi. Bahan yang
digunakan yaitu enam klon tebu yang terdiri atas tiga klon
toleran dan tiga klon peka kekeringan. Semua klon yang diteliti
diperlakukan dengan empat status kadar air, yaitu 0%
(kontrol), defisit air 20%, defisit air 50%, dan defisit air 80%.
Protein dari semua sampel diekstraksi berdasarkan protokol
presipitasi TCA-aseton. Penampilan morfologi dan fisologis
tanaman selama stres defisit air diamati, yang meliputi jumlah
batang, tinggi batang, panjang akar, berat akar segar dan
kering, panjang internodus, diameter batang, jumlah daun,
dan jumlah stomata. Penelitian berhasil mengekstrak protein
dari sampel. Namun, konsentrasi yang diperoleh masih rendah
sehingga optimasi ekstrak protein masih terus dilakukan.
Kata kunci: Tebu, Saccarum officinarum,protein, produksi gula,
cekaman air.
ABSTRACT
250 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Sugarcane is the main source of sugar production. However,
sugar productionis still not able to meet the national demand.
Therefore, an increase in sugar cane productivity is a critical
step and priorities in order to achieve sugar self-sufficiency.
However, global climate change becomes a serious problem
and a threat to the success of the national sugar production
improvement program. One of the impacts of global climate
change is a water deficit. In response to the environmental
stress, the plant develops a defense mechanism that can be
traced through the proteins that respond to stress of water
shortages. Understanding of the specific proteins that are
responsive to water stress will reveal the plant defense
mechanisms which in turn can be used in the development of
sugarcane clones tolerant to drought. This study will be
conducted over three years. In the first year (2013), the
research was focused on understanding the protein profiles
expressed during plant gripped by drought (water deficit). In
the second year, the study was focused on the characterization
of specific proteins responsive to water deficit stress. Finally in
the third year, the study will be directed to understand the
interaction of proteins and genes associated with tolerance to
water stress which will be developed as a marker to identify
the status of tolerance of sugarcane clones during the
selection. Materials used were six clones of sugarcane
consisting of three clones tolerant to drought and three clones
sensitive to drought. All the clones studied were treated with
four status of waterlevels, namely 0% (control), 20% water
deficit, 50% water deficit, and 80% water deficit. Proteins of
all samples were extracted by TCA-acetone precipitation
protocol. Morphological and physiological appearances of
sugarcane during water deficit stress were observed, which
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 251
include stem number, plant height, root length, fresh and dry
root weight, internode length, stem diameter, leaf number,
and stomata number. The study successfuly extracted the
proteins from the samples. However, the concentration is still
low so protein extract optimization is still underway.
Keywords: Sugarcane, Saccarum officinarum, protein, sugar
production, water stress.
252 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
MENINGKATKAN EFISIENSI FOTOSINTESIS TEBU MENGGUNAKAN TEHNIK CISGENIK MOLEKUL
CHAPERON (GEN TUF)
IMPROVING PHOTOSYNTHESISEFFICIENCY OF
SUGARCANEUSING
CISGENICMOLECULARCHAPERONESTECHNIQUES(TUF GENE)
Sony Suhandono1), Eri sofiari2), Hayati Minarsih3)
1) Institut Teknologi Bandung
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Riset Perkebunan Nusantara
ABSTRAK
Produksi tebu harus ditingkatkan untuk mewujudkan
swasembada gula. Salah satu kendalanya ialah perubahan
iklim yang meningkatkan suhu yang diterima daun seiring
dengan kenaikan suhu udara. Penelitian ini bertujuan merakit
varietas tebu yang memiliki kemampuan lebih tinggi dalam
fotosintesis dengan menggunakan gen tuf, yaitu suatu protein
yang berperan sebagai molecular chaperon dalam kloroplas
sehingga kloroplas tidak mudah rusak akibat cekaman panas
terik matahari. Pada tahun pertama, penelitian bertujuan
untuk melakukan optimasi proses tranformasi genetik tebu
menggunakan varietas Kidang Kencana dan PS881. Inisiasi
kalus pada varietas Kidang Kencana lebih cepat berproliferasi
dibandingkan dengan varietas PS881. Transformasi genetik
secara transien menggunakan Agrobacterium tumefaciens
berhasil dilakukan pada eksplan tebu. Perlakuan penggunaan
silwet pada saat transformasi secara kualitatif tidak
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 253
memberikan perbedaan nyata pada kedua varietas tebu yang
digunakan. Secara kualitatif, varietas tebu tidak memberikan
perbedaan hasil transformasi secara transien. Secara transien,
strain A. tumefaciens AGL1 lebih baik dibandingkan dengan
strain lainnya sebagai agen transformasi. Pada tahun kedua
diharapkan dapat dilakukan transformasi tebu dengan gen tuf
dan pada akhirnya dapat diperoleh tranforman transgenik
untuk dianalisis lebih lanjut.
Kata kunci: Tebu, efisiensi fotosintesis, cisgenic molecular
chaperon, gen tuf.
ABSTRACT
Sugarcane production must be increased to meet the sugar
self-sufficiecy. One of major problems is the climate change
which increases leaf temperature during hot season. High
temperature will damage the photosynthetic enzyme. In order
to improve plant peformance against heat shock, an over-
expression of tuf gene will transform sugarcane. However,
transformation technique is still facing major problem. The first
year research attempts to optimize the tranformation
technique using two varieties Kidang Kencana and PS881.
Callus initiation from Kidang Kencana was proliferate faster
than that of PS881. Transient genetic transformation using
Agrobacterium tumefaciens was successfully transforming
sugarcane callus. Application of silwett-77 surfactan was not
significantly different. Qualitatively transient transformation did
not give preference to either varieties. It lookslike the AGL1
could transform callus better than other Agrobacterium strain.
254 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
In the second year, research will be focussed on
transformation of sugarcane with tuf gene to generate several
transgenic lines that can be analized further.
Keywords: sugarcane, photosynthesisefficiency,
cisgenicmolecularchaperones, tufgene.
Gambar 1. Embriogenik LBA Gambar 2. Stomatik embrio LBA (tidak terwarnai)
Gambar 3. Stomatik embrio LBA
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 255
APLIKASI TEKNOLOGI KULTUR JARINGAN DAN CRYOTHERAPY UNTUK PRODUKSI BENIH TEBU BEBAS VIRUS DALAM MENDUKUNG PROGRAM
SWASEMBADA GULA
APPLICATIONS OF TISSUE CULTURE AND CRYOTHERAPY
TECHNOLOGY FOR PRODUCING VIRUS-FREE SUGARCANE
SEED TO SUPPORT SUGAR SELF-SUFFICIENCY PROGRAM
Roostika1), Hartono2), Efendi3), Sukmadjaja1)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2) Universitas Gadjah Mada 3) Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Salah satu faktor yang menentukan produksi gula ialah
penggunaan benih sehat. Virus mosaik merupakan salah satu
virus penting yang dapat menurunkan produksi gula hingga
20%, bahkan penurunan produksi akibat serangan virus SCMV
and SCSMV dapat mencapai 60%. Salah satu upaya untuk
mengatasi masalah tersebut ialah dengan menggunakan benih
tebu bebas virus. Pada umumnya, kultur meristem diterapkan
untuk mengeradikasi virus. Namun, teknik tersebut memiliki
tingkat kesulitan yang tinggi, terutama untuk tanaman
monokotil karena meristem sangat kecil, serta bergantung
pada genotipe dan strain virus. Oleh karena itu, meristem sulit
diisolasi dan diregenerasikan menjadi planlet dan virus sulit
dieliminasi. Virus-virus tertentu bahkan memerlukan kombinasi
perlakuan termoterapi atau kemoterapi pada kultur meristem.
Krioterapi dapat diterapkan untuk eradikasi berbagai patogen,
termasuk virus. Metode tersebut tidak memerlukan teknik yang
sulit untuk isolasi meristem dan efikasi teknik tersebut lebih
256 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
tinggi daripada kultur meristem. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan protokol eliminasi virus yang aplikatif dan
memperoleh benih tebu bebas virus yang siap diproduksi
secara massal. Kegiatan yang dilakukan meliputi (1) deteksi
virus secara RT-PCR, (2) optimasi teknik termoterapi dan
kemoterapi pada kultur apeks, (3) optimasi teknik termoterapi
dan kemoterapi pada kultur meristem, (4) optimasi metode
dehidrasi jaringan apeks, dan (5) optimasi metode pembekuan
jaringan apeks. Hasil penelitian menunjukkan bahwa virus
mosaik telah menginfeksi beberapa varietas tebu, yaitu PS
862, PSBM 901, dan PSJK 922, bahkan dijumpai infeksi ganda
SCMV and SCSMV pada PS 862 berdasarkan analisis RT-PCR.
Termoterapi secara tidak langsung dengan menggunakan
saringan merupakan cara terbaik untuk termoterapi apeks.
Suhu terbaik untuk termoterapi adalah 50 oC sehingga suhu
tersebut diterapkan untuk termoterapi tunas in vitro sebelum
isolasi meristem. Tidak terdapat pengaruh yang nyata dari
kemoterapi menggunakan Ribavirin hingga 25 ug/l. Pengaruh
termoterapi lebih dominan dibanding kemoterapi.
Pertumbuhan meristem sangat lambat sehingga kurang efisien
diterapkan untuk eliminasi virus. Waktu dehidrasi yang terbaik
adalah selama 30 menit. Kombinasi perlakuan prakultur
dengan sukrosa 0,3 M dan loading selama 10 menit
merupakan perlakuan terbaik untuk pembekuan jaringan.
Persentase hidup dan tumbuh eksplan mencapai 100%, namun
kemudian menurun hingga 20% ketika eksplan direndam
dalam nitrogen cair. Pada tahap selanjutnya, perlu dilakukan
optimasi krioterapi dengan menerapkan teknik droplet-
vitrification.
Kata kunci: Tebu, kultur jaringan, krioterapi, benih bebas virus.
ABSTRACT
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 257
One factor that determines sugar production is the use of
healthy seedlings. Among the sugarcane diseases, mosaic
viruses become very important pathogens that reduces sugar
yield until 20%. SCMV and SCSMV may cause severity more
than 60%. The one way to overcome these problems is using
virus-free plants. Mostly, meristem culture is applied to
eradicate virus. However, this technique is enough complicated
because of the very small size of meristem to be isolated, plant
genotype- and virus strain-dependent. Thus, the tissues are
difficult to be regenerated become plantlets and the viruses
are difficult to be eliminated. Certain viruses even need
combined treatment between thermotherapy and
chemotherapy on meristem culture, and the other virus is
almost impossible to be eliminated by applying that
combination treatment. Recently, cryotherapy can be applied
to eradicate many pathogens, including viruses. This method
does not need complicated technique of meristem isolation.
The efficacy of this method is higher than meristem culture.
The study aimed to obtain standard protocol of cryotherapy for
virus eradication and to obtain virus-free cultures and
seedlings that are ready to be multiplied for mass production
of sugarcane seedlings. The study consisted of five activities:
(1) virus detection through RT-PCR analysis, (2) optimization
of thermotherapy and chemotherapy on apex culture, (3)
optimization of thermotherapy and chemotherapy on meristem
culture, (4) optimization of dehydration method of sugarcane
tissue, and (5) optimization of freezing method of sugarcane
tissue. The results showed that mosaic viruses have infected
several sugarcane varieties (PS 862, PSBM 901, and PSJK
922), even with mixed infection between SCMV and SCSMV in
PS 862 based on RT-PCR analysis. The use of an indirect
258 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
method with metal sieve was the best treatment for
thermotherapy of apex cultures. The optimum temperature
was 50 oC, therefore this rate was applied during
thermotherapy of shoots before meristem culture. There was
no significant effect of chemotherapy with Ribavirin up to the
rate of 25 ug/l. The effect of thermotherapy was more
dominant than the effect of chemotherapy. The growth of
meristem was quite low. It indicated that meristem culture is
not efficient to be applied for virus elimination. The optimal
dehydration was 30 minutes. The optimal condition for
freezing was the combined treatment of preculture with 0.3 M
sucrose and loading for 10 minutes. The percentage of survival
and regrowth reached to 100%. However, the rate of survival
dan regrowth reduced to 20% when the explants were
plunged to liquid nitrogen. The success of cryotherapy will be
increased by applying droplet-vitrification method.
Keywords: Sugarcane, tissue culture, cryotherapy, virus free
seeds.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 259
Gambar 1. Dehidrasi Gambar 2. Krioterapi
Gambar 3. Mosaik jati Gambar 4. Termoterapi
260 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ANALISIS SISTEM DINAMIK KETERSEDIAAN SAGU
YANG BERKELANJUTAN DALAM MEWUJUDKAN
KETAHANAN PANGAN DI PROVINSI KALIMANTAN
BARAT
DYNAMIC SYSTEMS SUSTAINABLE AVAILABILITY SAGO ON
ACHIEVING FOOD SECURITY IN WEST KALIMANTAN
Novira Kusrini1), Evi Gusmayanti1), Rusli Burhansyah2), Rudy
Setyo Utomo3), Hendarto4)
1) Universitas Tanjung Pura
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Balai Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi
Kalimantan Barat 4) Dinas Perkebunan Propinsi Kalimantan Barat
ABSTRAK
Tanaman sagu merupakan salah satu tanaman penghasil pati
yang berpotensi menunjang ketanahan pangan dan ketahanan
energi masyarakat. Jumlah pati yang besar dalam batang sagu
merupakan sumber bahan baku berbagai jenis makanan dan
sebagai sumber bahan baku bioetanol. Tujuan penelitian
adalah untuk menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang
mempengaruhi sistem ketersediaan sagu dengan pendekatan
sistem dinamik, dan mengukur keberlanjutan usahatani sagu
yang secara multidimensi. Dari sisi ekonomi, usahatani sagu
masih dapat dikategorikan layak (di Desa Madusari) meskipun
dengan pemeliharaan yang minimal. Biaya produksi yang kecil
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 261
(mendekati nol) merupakan faktor utama sehingga nilai
perhitungan kelayakan usaha menjadi cukup baik secara
ekonomi. Namun secara riil, produktivitas sagu masih belum
optimal dan masih berpeluang untuk ditingkatkan. Hasil
perhitungan menunjukkan bahwa produktivitas pati berkisar
antara 25-50% dari kandungan pati yang terdapat dalam
empulur sagu. Saat ini, sistem pemasaran sagu tergolong
sederhana. Batang sagu yang dihasilkan petani ditampung
oleh pabrik pengolahan pati basah. Selanjutnya pati basah
sebagian besar dikirim ke luar Kalimantan Barat untuk
memasok industri makanan, hanya sebagian kecil saja yang
dijual di pasar lokal sebagai pati kering. Pati kering lokal ini
memiliki kualitas yang jauh berbeda dengan pati kering
kemasan yang didatangkan dari luar pulau. Dalam model
dinamik sederhana yang dibangun dalam kegiatan ini,
menunjukkan bahwa luas areal sagu mengalami penurunan
yang disebabkan oleh alihfungsi lahan sagu menjadi non sagu,
bahkan sagu diperkirakan akan habis dalam 100 tahun. Jumlah
pati sagu mencapi nilai maksimum pada sekitar tahun ke-20,
dan setelah itu mengalami penurunan mengikuti berkurangnya
luas areal sagu. Analisis Indeks Keberlanjutan Sagu (IKS)
multidimensi menunjukkan nilai cukup berkelanjutan di tiga
kecamatan di Kab. Kubu Raya, yaitu Kec. Sungai Raya, Kec.
Sungai Ambawang, dan Kec. Kuala Mandor B. Atribut atau
variabel yang paling dominan mempengaruhi IKS adalah
atribut dalam dimensi, sedangkan atribut atau variabel dari
empat dimensi lainnya, yaitu dimensi ekologi, dimensi sosial
budaya, dimensi kelembagaan dan dimensi teknologi relatif
sama.
Kata kunci: Tanaman sagu, ketahanan pangan, sistem dinamik
262 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ABSTRACT
Sago palm is one of the starch-producing plants that could
potentially support ketanahan food and energy security
community. A large amount of starch in the corn stalks are a
source of raw material for various types of food and as a
source of raw materials bioethanol. The research objective was
to analyze the relationship between the factors that affect
system availability sago with dynamical systems approaches,
and measure the sustainability of farming sago which is
multidimensional. In terms of economics, farming corn can still
be categorized as feasible (in the Village Madusari) albeit with
minimal maintenance. Production costs are small (close to
zero) is the main factor so that the value of business feasibility
calculations become quite well economically. However, in real
terms, productivity is still not optimal sago and is still likely to
be increased. The calculations show that the productivity of
starch ranges between 25-50% of the starch content
contained in sago pith. Currently, the marketing system sago
quite simple. Sago produced by farmers accommodated by wet
starch processing plants. Furthermore, most of the wet starch
was sent into West Kalimantan to supply the food industry,
only a small portion is sold in the local market as dry starch.
Local dry starch has a quality that is far different from the
packaging of dry starch imported from outside the island. In
simple dynamic model built in this activity, indicate that the
total area of sago decline caused by alihfungsi land into non
sago sago, sago even expected to be exhausted in 100 years.
Number of sago starch mencapi maximum value at about the
20th year, and after that decreased following the reduction in
corn acreage. Analysis Sago Sustainability Index (IKS)
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 263
multidimensional show sustained considerable value in three
sub-districts in the district. Kubu Raya, that district. Sungai
Raya, district. Ambawang river, and district. Kuala foreman B.
Attributes or the most dominant variable affecting the IKS is
the dimension attributes, while attributes or variables of the
other four dimensions, ie the dimensions of the ecological,
socio-cultural dimension, the institutional dimension and the
dimension is relatively the same technology.
Keywords: Sago, food security, dynamic system
264 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENDEKATAN GENOMIK DAN MOLEKULER UNTUK PENGEMBANGAN KULTIVAR UNGGUL KELAPA EKSOTIK ASAL INDONESIA DAN PENYEDIAAN
BIBITNYA
GENOMIC AND MOLECULAR APPROACH FOR DEVELOPING
EXOTIC COCONUT CULTIVARS FROM INDONESIA AND
PROPAGATION OF THE PLANTING MATERIALS
Sudarsono1), Novarianto Hengki2), Meldy L. A. Hosang2), Yuliasti2),
Dini Dinarti3)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Badan Tenaga Atom Nasional
ABSTRAK
Pemuliaan kelapa kopyor perlu diinisiasi untuk
mengembangkan varietas kelapa kopyor unggul baru yang
berdaya hasil tinggi, mempunyai kuantitas endosperma yang
tinggi, endosperma tidak mudah rusak, memiliki karakter yang
sesuai dengan permintaan konsumen, serta resisten atau
toleran terhadap hama dan penyakit. Selain itu, ketersediaan
benih atau bahan tanaman telah menjadi salah satu kendala
dalam pengembangan kelapa kopyor di Indonesia. Tujuan
jangka panjang dari penelitian ini adalah untuk
mengembangkan industri bibit kelapa kopyor true-to-type,
memproduksi buah kelapa kopyor secara berkelanjutan, dan
mengidentifikasi varietas unggul baru kelapa kopyor di antara
breeding opulations yang dihasilkan melalui hibridisasi
terkontrol antara tetua kelapa terpilih dengan aksesi kelapa
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 265
kopyor, mengembangkan breeding populations sehingga
identifikasi kultivar baru kelapa kopyor dapat terus dilakukan
sesuai dengan permintaan konsumen, mengeksplorasi
penggunaan teknologi genomik dan marka molekuler untuk
mempercepat pencapaian tujuan pemuliaan tanaman,
mengadopsi teknik perbanyakan tanaman secara in vitro untuk
perbanyakan klonal secara massal dari benih kelapa kopyor
unggulan, dan mensisntesis alternatif senyawa feromon yang
lebih murah untuk pengendalian hama kumbang badak dan
kumbang sagu. Tiga kegiatan utama penelitian ini adalah: (1)
pemuliaan tanaman dan hibridisasi untuk mengembangkan
varietas kelapa kopyor unggul baru, (2) studi genetik untuk
menentukan jumlah lokus atau gen yang mengendalikan sifat
kopyor pada kelapa, (3) produksi massal bibit kelapa kopyor
heterosigot Kk true-to-type melalui polinasi terkontrol, (4)
studi genomik dan marka molekuler untuk mendukung
program pemuliaan tanaman dan hibridisasi untuk kelapa
kopyor, dan (5) penggunaan perangkap serangga dan
senyawa feromon untuk mengembangkan metode
pengendalian hama utama (Oryctes sp. dan Rhynchophorus
sp.). Penelitian telah berhasil melakukan persilangan terkontrol
dengan menggunakan induk betina tanaman kelapa genjah
kopyor untuk menghasilkan: (1) introgresi sifat-sifat unggul
dari plasma nutfah lokal ke dalam back ground genetik kelapa
genjah kopyor Pati; (2) persilangan terkontrol untuk
pendugaan jumlah dan identitas lokus/gen pengendali sifat
kopyor pada kelapa; dan (3) persilangan terkontrol antara
kelapa kopyor Pati heterosigot Kk dengan kelapa kopyor
homosigot kk untuk mendapatkan populasi bibit kelapa kopyor
heterosigot Kk true-to-type. Selain itu, telah dilakukan
kegiatan: (1) identifikasi lokasi pertanaman kelapa kopyor
266 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
dengan berbagai tingkat serangan hama sebagai target lokasi
pengendalian hama utama yang menyerang kelapa kopyor; (2)
isolasi nucleotide sequences gen SUS (sucrose synthase), ABI3
(absicisic acid insensitive), WRKY, dan SACPD dari genomic
library dan runutan nukleotidanya; (3) evaluasi sejumlah
aksesi kelapa yang digunakan dalam penelitian dengan
menggunakan marka SSR yang telah dikembangkan
sebelumnya dan dengan marka SNAP yang diperoleh dari
analisis keragaman empat gen yang diidentifikasi; selanjutnya,
dari data marka yang digunakan, aksesi yang dianalisis telah
dikelompokkan berdasarkan tingkat kesamaan antaraksesi;
serta (4) kultur in vitro sejumlah embrio sigotik yang diisolasi
dari buah kelapa kopyor dari berbagai sentra kelapa kopyor di
Jawa dan Lampung.
Kata kunci: Kelapa kopyor, perakitan varietas, analisis
genomik, analisis molekuler, penyediaan benih
ABSTRACT
Breeding for kopyor coconut needs to be initiated to develop
new and superior kopyor coconut varieties that are high
yielding, having more quantity of endosperm which is not
easily spoiled, suitable to consumer demand, and resistant or
tolerant to pests and diseases. In addition, availability of
planting materials (seedlings) has become one of the
constraints for kopyor coconut development in Indonesia. The
long-term objectives of this study were to develop true-to-type
kopyor coconut seedling industries, to sustainably produce
kopyor coconut fruits, and to develop new and superior kopyor
coconut varieties, to generate breeding populations that can
be used to identify new superior kopyor coconut varieties in
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 267
the future, to explore the use of genomic technology and
molecular markers to speed up the progress of breeding
objectives, to adopt in vitro propagation techniques for mass
production of kopyor coconut seedlings, and to synthesize
cheaper alternative than commercially available insect
pheromones for controlling major pests infesting kopyor
coconut. The three major activities of this study were: (1)
breeding and hybridization to develop new and better kopyor
coconut varieties; (2) conducting genetic study to determine
the loci or genes controlling kopyor phenotype in coconut; (3)
mass producing true-to-type kopyor coconut seedling through
controlled pollinations; (4) conducting genomic and molecular
studies to support breeding and hybridization program for
kopyor coconut; and (5) utilizing insect trap and pheromones
to develop control for major insect pests (Oryctessp. and
Rhynchophorussp.). Controlled crossing has been conducted
using dwarf kopyor coconut as a female parent which resulted
in (1) introgression of superior traits from local germplasm to
the genetic background of Pati dwarf kopyor coconut; (2)
controlled crossing to estimate the number and identity of
loci/genes controlling the kopyor traits; and (3) controlled
crossing between Pati kopyor coconut heterozygotes Kk and
the homozygotes to obtain seedling population of
heterozygotes of true-to-type kopyor coconut. In addition, the
following activities have been done, i.e.: (1) identification of
kopyor coconut plantation with various degree of pest
infestations as target location for pest control; (2) nucleotide
sequences of the SUS (sucrose synthase), ABI3 (absicisic acid
insensitive), WRKY, and SACPD genes isolated from the
genomic library and determination of its nucleotide sequences;
(3) evaluation of some coconut accessions used in this study
268 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
using SSR markers that have been previously developed and
with the SNAP marker obtained from the four identified genes ,
in which the accessions have been clustered based on the
marker data; (4) in vitro culture of some zygotic embryos
isolated from kopyor coconut fruit found in production center
in Java and Lampung.
Keywords: Kopyor coconuts, varietal development, genomic
analysis, molecular analysis, seeding
Gambar 1. Persilangan kelapa genjah kopyor Kk dan dalam kopyor kk: hasil buah kopyor (50%) dan buah normal (50%)
untuk produksi bibit Hibrida Kopyor true-to-type (T3)
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 269
Gambar 2. Contoh keragaman nukleotida (SNP) pada fragmen
genomic gen sucrose synthase (SUS) asal kelapa kopyor
Gambar 3. Representasi hasil analisis dua marker SNP pada kelapa
Dalam Kopyor Banten
270 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Gambar 4. Hasil analisis klaster berdasarkan data marker SSR untuk
aksesi kelapa Dalam Kopyor Jember (DKJ), Dalam Kopyor
PAti (DKP), dan Dalam Kopyor Sumenep (DKS)
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 271
EVALUASI KARAKTER HASIL DAN MUTU SERTA KETAHANAN TERHADAP HAMA PENYAKIT KLON
KAKAO HASIL SAMBUNG SAMPING DI KABUPATEN KOLAKA SULAWESI TENGGARA
EVALUATION OF SIDE-GRAFTED COCOA FOR YIELD, QUALITY
AND RESISTANCE TO POD BORER N KOLAKA REGENCY
SOUTHEAST SULAWESI
Rubiyo1), Tati Nurmala2), Sudarsono3), Imran1)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2) Universitas Padjajaran
3) Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Produktivitas dan mutu biji kakao di Sulawesi Tenggara
rendah, antara lain karena sistem budi daya yang tidak
optimal, dan serangan hama penggerek buah kakao (PBK,
Conopomorpha cramerella Snellen). Penelitian ini bertujuan
untuk: (1) mendapatkan klon kakao yang dapat meningkatkan
produksi dan mutu kakao hasil sambung samping, (2)
mendapatkan klon kakao hasil sambung samping yang tahan
terhadap hama dan penyakit, serta (3) meningkatkan produksi,
pendapatan, dan kesejahteraan petani untuk mempercepat
penerapan komponen teknologi sambung samping tanaman
kakao. Penelitian terdiri atas dua kegiatan, yaitu: (1) evaluasi
karakter mutu beberapa klon kakao hasil sambung samping
umur tiga tahun dan 2) evaluasi gejala serangan hama dan
penyakit pada beberapa klon kakao hasil sambung samping.
Penelitian dilaksanakan di Desa Lambandia, Kecamatan
272 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Lambandia, Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara,
mulai bulan Februari sampai Oktober 2013 dengan luas areal
1 ha. Bahan yang digunakan yaitu tanaman kakao klonal umur
tiga tahun hasil perbanyakan sambung samping dengan klon
Sulawesi 1, Sulawesi 2, ICCRI 03, ICCRI 04, KKM 22, PT
Ladongi M04, Amirudin, Lambandia 01, BAL 209, dan MT. Hasil
evaluasi mutu tanaman kakao hasil sambung samping
menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan pada
beberapa variabel yang diamati, seperti luas kanopi, jumlah
cabang produksi, diameter batang sambungan, jumlah buah
panen per pohon, jumlah buah per pohon, buah busuk, berat
buah panen, kadar kulit ari, rendemen biji, jumlah biji per 100
g, bobot 100 biji, jumlah lubang masuk larva PBK, jumlah
lubang keluar larva PBK, jumlah buah terserang Phytopthora
palmivora, jumlah biji sehat, jumlah biji lengket, bobot basah,
bobot kering. Kadar air maksimum dan kadar biji pecah
maksimum, indeks pod, jumlah biji per pod, dan biji kempes
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hasil
pengamatan pada ukuran biji kakao kering per buah
menunjukkan nilai rata-rata Anova pada klon K12 (MT)
40,66% dan klon K6 (M04) 38,85% dengan berat rata-rata per
satu biji kering masing-masing 1,55 g dan 1,64 g. Bobot biji
yang dinyatakan dengan jumlah biji per 100 g contoh
menunjukkan K12 (MT) memiliki 76 biji per 100 g dan K6
(M04) 83 biji per 100 g. Rata-rata intensitas busuk buah
tertinggi (15-21%) terdapat pada klon K8 (Sulawesi 2), K3
(ICCRI 03), K4(ICCRI 04), dan K1 (Sulawesi 1), sedangkan
untuk intensitas busuk buah sedang (10-12%) adalah klon K9
(Lambandia 01), K12(MT), K2(M01), K11(KKM 22), K7
(Amirudin) dan K6 (M04), serta intensitas busuk buah rendah
6% pada klon K10 (BAL 209) dan K5 (PT Ladongi). Tingkat
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 273
serangan penyakit sangat bervariasi, tetapi serangan hama
PBK tertinggi terdapat pada K2 (M02) 61,3% dan terendah
pada K8 (Sulawesi 2) 16,0%. Jumlah buah per pohon yang
paling banyak terdapat pada K8 (Sulawesi 2) 37% dan
terendah pada K5 (PT Ladongi. Demikian juga dengan rata-
rata jumlah buah panen per pohon, paling banyak pada K8
(Sulawesi 2) 21% dan terendah pada K10 (BAL 209).
Kata kunci: Kakao, sambung samping, hasil, mutu, penggerek
buah kakao
ABSTRACT
Cocoa productivity and quality in Southeast Sulawesi were low,
probably due to suboptimal cultivation system and pod borer
(Conopomorpha cramerella Snellen) infestation. The study
aimed to (1) obtain cocoa clones which can improve
production and quality via side grafting, (2) obtain cocoa
clones resistant to pests and diseases resulted from side
grafting, and (3) improve production, farmer’s income and
wealth to accelerate application of side grafting technology.
Two steps of research were: (1) evaluation of cocoa plant
quality from side grafting on several clones at three years old,
and (2) evaluation of pest and disease attacks on side grafted
cocoa clones. The study was conducted in Lambandia Village,
Lambandia Subdistrict, Kolaka Regency, Southeast Sulawesi
Province, from February to October 2013 at 1 ha area. Cocoa
plants were resulted from side grafting with clones Sulawesi 1,
Sulawesi 2, ICCRI 03, ICCRI 04, KKM 22, PT Ladongi M04,
Amirudin, Lambandia 01, BAL 209, and MT. Quality of cocoa
plants resulted from side grafting was significantly different on
274 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
canopy area, number of productive branches, diameter of
grafted stem, number of harvested fruits, number of fruits per
plant, rotten fruits, fruit weight, aril content, seed yield,
number of seeds per 100 g, weight of 100 seeds, number of
pod bores’ entry and exit holes, number of pods infected by
Phytopthora palmivora, number of healthy seeds, fresh and
dry seed weights. Maximum water content, broken seed
contents, pod index, seeds per pod, and imperfect seeds were
not significantly different. Seed size of dry seeds per pod
indicated that in clone K12(MT) was 40.66% and in K6(M04)
38.85% with an average dry seed weight was 1.55 g and 1.64
g, respectively. Seed weight which was determined by the
number of seeds per 100 g showed that K12 (MT) had 76
seeds per 100 g and K6 (M04)had 83 seeds. The highest
percentage of rotten fruit (15-21%) was shown by K8
(Sulawesi 2), K3 (ICCRI 03), K4(ICCRI 04) and K1 (Sulawesi 1)
while the medium percentage of 10-12% was obtained on K9
(Lambandia 01), K12 (MT), K2 (M01), K11(KKM 22), K7
(Amirudin) and K6 (M04) and the lowest percentage of 6%
was obtained on K10 (BAL 209) and K5 (PT Ladongi). Disease
incidence and pod borer attacks varied and the highest was
shown by K2 (M02) 61.3% and the lowest was on K8
(Sulawesi 2) 16.0%. The highest number of fruits was shown
by K8 (Sulawesi 2) 37% and the lowest was K5 (PT Ladongi).
The highest number of harvested fruits per plant was obtained
on K8 (Sulawesi 2) 21% and the lowest was K10 (BAL 209).
Keywords: Cocoa, side grafting, yield, quality, pod borer.
276 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN VARIETAS KAKAO BERPRODUKSI TINGGI DAN BERKARAKTER LEMAK TINGGI MELALUI INTEGRASI MARKER ASSISTED
SELECTION DAN INDUKSI KERAGAMAN SINAR GAMMA
DEVELOPMENT OF HIGH YIELD AND HIGH FATTY ACID
COCOA VARIETY THROUGH INTEGRATION OF MARKER
ASSISTED SELECTION AND INDUCTION OF GENETIC
DIVERSITY WITH GAMMA RAYS
Muhamad Arif Nasution1), Syafaruddin2), Sobir3)
1) Universitas 45 Makassar
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Lemak kakao (cocoa butter) dan coklat bubuk (cocoa powder)
merupakan produk kakao yang digunakan sebagai bahan baku
industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Kadar lemak
dipengaruhi oleh aspek budi daya, antara lain benih, curah
hujan, suhu, intensitas sinar matahari, dan seleksi bahan
tanaman pada waktu penyambungan. Untuk itu perlu
dilakukan optimalisasi produktivitas dan kandungan lemak
melalui pemuliaan tanaman. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan bahan tanaman (klon) kakao unggul. Kegiatan
penelitian terdiri atas observasi plasma nutfah serta analisis
molekuler dan mutasi dengan iradiasi sinar gama. Kegiatan
observasi dilakukan di lima kabupaten, yaitu Pinrang, Luwu,
Bone, Soppeng, dan Bulukumba, dari Maret sampai Desember
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 277
2013. Analisis molekuler dilaksanakan di Laboratorium
Molekuler Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT) pada
September 2013. Penelitian iradiasi sinar gama dilaksanakan di
Kebun Tajur Pusat Kajian Hortikultura Tropika LPPM IPB dan
untuk radiasi dilakukan di PATIR BATAN. Bahan tanaman yang
digunakan yaitu klon kakao M01, M04, M045, M06, CCN51, AP,
ARDI, KSOP, KBN, BTG, MY01, BR25, Jakumba, BR25, dan
PBC. Hasil karakterisasi terhadap 14 klon kakao unggul lokal
menunjukkan perbedaan pada karakter daun, kecuali pada
bentuk daun, yaitu semua klon kakao yang diamati mempunyai
daun berbentuk elips. Bentuk pangkal daun meruncing dan
ada beberapa yang membulat. Warna daun tua hijau, namun
intensitasnya bervariasi. Warna daun muda pada semua klon
merah. Hasil ini menunjukkan bahwa klon-klon kakao tersebut
termasuk kelompok kakao lindak. Hasil pengukuran terhadap
buah dari 14 klon kakao lokal unggul sangat bervariasi dan
sebagai besar memenuhi syarat sebagai klon unggul. Hasil
analisis molekuler memperoleh 10 primer, yang meliputi primer
forward dan reverse yang mendekati delapan kode gen FAE1.
Hasil optimasi menunjukkan bahwa suhu annealing 450C
menghasilkan pita pada primer ke-7 (FFAE7) dan ke-10
(NFAE10) di ukuran 800 bp, sesuai dengan harapan target
ukuran untuk primer ke-7 yaitu 814 bp dan untuk primer ke-10
adalah 793bp. Berdasarkan suhu annealing 45oC ini, dilakukan
amplifikasi primer ke-7 dan ke-10 terhadap 13 klon kakao.
Amplifikasi memperoleh pita tunggal pada ukuran 800 bp,
kecuali untuk aksesi Soppeng, M05, AP, 08, Bulukumba, dan
07. Ketidakmunculan pita dapat diartikan tidak memiliki rantai
asam lemak panjang atau pendek. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh kondisi DNA yang kurang baik sehingga perlu
dilakukan konfirmasi dengan menggunakan marka ISSR. Hasil
278 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
konfirmasi menunjukkan bahwa secara kualitatif DNA masih
memenuhi syarat untuk diamplifikasi. Hasil iradiasi sinar gama
menunjukkan bahwa lethal dose (LD) rata-rata tanaman yang
menghasilkan daya tumbuh 50% untuk aksesi BB, BR25, M04
dan M01 adalah 33,3 Gy. Pengamatan pada 9 minggu setelah
tanam menunjukkan bahwa bentuk daun normal meskipun
ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Pada
perlakuan radiasi 20 Gy, bentuk daun mulai sempurna pada
daun ke-4 dan ke-5 dengan ukuran yang lebih besar
dibandingkan dengan perlakuan 60 Gy. Perlakuan 40 Gy masih
menunjukkan bentuk daun yang tidak sempurna, tetapi tinggi
tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan 60 Gy.
Kata kunci: Kakao, klon lokal, lemak kakao, analisis molekuler,
iradiasi sinar gama.
ABSTRACT
Cocoa butter and cocoa powder are cocoa products used as a
raw material for food industry, pharmaceuticals and cosmetics.
Fat content is influenced by cultivation aspects, such as plant
material, rainfall, air temperature, solar radiation, and selection
of plant material at the time of grafting. Therefore, it is
necessary to optimize productivity and fat content through
breeding. The study aimed to obtain planting materials
(clones) of superior cocoa. These efforts included germplasm
observation, molecular analyses and mutation through gamma
ray irradiation. Observation was carried out in five districts,
namely Pinrang, Luwu, Bone, Soppeng and Bulukumba, from
March to December 2013. Molecular analysis was carried out in
the Laboratory of Molecular Research Center for Tropical
Horticulture in September 2013. The gamma irradiation was
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 279
conducted at PATIR BATAN. The plant materials or clones used
were M01, M04, M045, M06, CCN51, AP, ARDI, KSOP, KBN,
BTG, MY01, BR25, Jakumba, BR25, and PBC. The results from
characterization of the 14 superior local cocoa clones showed
that they differed in leaf parameters, except leaf shape, which
were the leaf of all cocoa clones observed was elliptic with
tapered shape at the base and some rounded. Color of mature
leaf was green, but varied in intensity. Color of young leaf of
all clones was red. This suggested that these cocoa clones
belonged to bulk cocoa. Size of fruit of 14 local cocoa clones
highly varied, which fulfill the superior character. Results of
molecular analysis obtained 10 primers, included forward and
reverse primers and closed to 8 FAE1 gene code. Optimization
results showed at annealing temperature of 450C, band
appeared at the 7th (FFAE7) and 10th ( NFAE10) primers in
800 bp size, in accordance with the expectations of the target
size for the 7th and for 10th primers of 814 bp and 793 bp,
respectively. Annealing temperature of 45oC was then used for
amplification of the 7th and 10th primers, which was
conducted on the 13 clones. Amplification obtained single band
at 800 bp, except for accessions Soppeng, M05, AP, M08,
Bulukumba and M07. Disappearance of band indicated the
absence of long or short fatty acid chains. The absence of
band may be due to low quality of DNA, so it needed to be
confirmed using ISSR markers. The result confirmed that
quality of DNA was still eligible to be used for amplification.
Lethal dose 50 calculated using curve fit showed that average
value of crops for accession BB, BR25, M04 and M01 was 33.3
Gy. At 9 weeks after planting, leaf shape was normal but the
size was smaller compared to control. Irradiation at 20 Gy, leaf
shapes became perfect especially at the 4th and 5th leaves,
280 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
with leaf size larger than that at 60 gray. Iradiation at 40 Gy
showed imperfect leaf shape, but plant height was higher than
that at 60 Gy.
Keywords: Cocoa, local clones, cocoa butter, molecular analyses, gamma irradiation.
Gambar 3. Pohon kakao yang sedang berbuah
IDENTIFIKASI DAN KARAKTERISASI GEN KETAHANAN VANILI (VANILLA PLANIFOLIA
Gambar 1. Biji kakao dari
beberapa varietas
Gambar 2. Buah kakao dari
beberapa varietas
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 281
ANDREW) HASIL VARIASI SOMAKLON DAN MUTASI TERHADAP PENYAKIT BUSUK BATANG
(BBV) SECARA MOLEKULER
IDENTIFICATION AND MOLECULAR CHARACTERIZATION OF
RESISTANCE GENE TO STEM ROT DISEASE IN VANILLA
(VANILLA PLANIFOLIA ANDREWS) SOMACLONES AND
MUTANTS
Yuliana Maria Diah Ratnadewi1), Endang Hadipoentyanti2), Laba Udarno2),
Tri Muji Ermayanti3)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Penyakit busuk batang vanili (BBV) yang disebabkan oleh
Fusarium oxysporum f.sp. vanillae menyebabkan produktivitas
dan mutu vanili rendah. Upaya mengatasi penyakit telah
dilakukan dengan pembentukan varietas tahan melalui
hibridisasi dan mutasi serta induksi keragaman somaklonal.
Untuk mengetahui sifat ketahanan perlu dilakukan analisis
secara molekuler. Gen (atau gen-gen) yang bertanggung
jawab untuk sifat ketahanan tanaman vanili terhadap BBV oleh
F. oxysporum f.sp. vanillae sejauh ini belum ditemukan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi gen yang
mungkin berperan dalam sifat ketahanan tanaman vanili
terhadap BBV. Pada penelitian awal, fokus diberikan kepada
gen yang menyandi dua jenis enzim, yaitu β-(1,3)-D-
glukosidase dan kitinase. Kedua enzim ini merupakan bentuk
282 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
pertahanan alamiah pada tumbuhan yang terinfeksi cendawan
patogen. Sepuluh klon digunakan pada penelitian ini, yaitu
satu klon kontrol tahan BBV (L), satu klon yang sangat peka
BBV (K), dan delapan klon dengan tingkat ketahanan terhadap
BBV yang beragam (S, H, M). Analisis keragaman klon diuji
menggunakan Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD).
Duapuluh jenis primer decamer (OPU dan OPA dari Integrated
DNA Technologie/IDT, Singapura) digunakan dalam penapisan
pertama. Sembilan primer terpilih kemudian digunakan untuk
analisis RAPD 10 klon tersebut. Satu sampai delapan pita DNA
dideteksi pada masing-masing klon, kecuali pada klon L.
Polimorfisme klon L masih terus diupayakan dengan
melakukan perbaikan metode dan menggunakan kombinasi
primer yang berbeda. Tanaman yang terinfeksi cendawan
patogenik akan mengekspresikan mekanisme pertahanannya
melalui mRNA tertentu. Galur FP2 F. oxysporum f.sp. vanillae
telah diinokulasikan ke 10 klon. RNA total dari klon kontrol (L)
telah berhasil diisolasi dan dimurnikan. Dengan SuperScript III
First-Strand Synthesis System for RT-PCR (Invitrogen), cDNA
dari RNA klon L telah dikonstruksi. Kemudian isolasi gen
penyandi β-(1,3)-D-glukosidase atau kitinase dilakukan melalui
PCR dengan menggunakan primer spesifik untuk kedua gen
tersebut, di mana cDNA berfungsi sebagai template. Namun
hasil PCR belum cukup baik untuk dilanjutkan ke tahap
sekuensing. Demikian pula pembuatan probe yang akan
digunakan dalam differential screening melalui hibridisasi non-
radioaktif belum dapat dilakukan. Keberadaan gen penyandi
kitinase pada tanaman vanili klon L sudah berhasil dipastikan
pada tahap ini. Namun gen penyandi β-(1,3)-D-glukosidase
masih membutuhkan tambahan waktu untuk diketahui
ada/tidaknya pada klon tersebut.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 283
Kata kunci: Vanili, variasi somaklon, mutasi, gen ketahanan,
penyakit busuk batang
ABSTRACT
Stem rot disease caused by Fusarium oxysporum f.sp. vanillae caused low productivity and quality of vanilla. Attempts to control the disease have been done by developing resistant varieties through hybridization, mutation and induction of somaclonal variation. To determine resistant character, it needs to be analyzed using molecular technology. Gene(s) controlling resistance in vanilla against F. oxysporum f.sp. vanillae have no been found. This study aimed at identifying gene controlling resistance to stem rot disease. Focus at the preliminary research was on two enzymes namelyβ-(1,3)-D-
glucosidase and chitinase, which have been reported to show natural resistance in plants infected by pathogenic fungi. Ten clones were used in this study, i.e one resistant clone (L), one susceptible clone BBV (K), and eight clones which vary in resistance to stem rot (S, H, M). Variation in clones was analyzed using Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) with 20 decamer primers (OPU and OPA). Nine primers were selected and used to analyze the ten clones. One to eight bands were detected in each clone, except in L. Polymorphism in clone L was improved by modifying method in DNA extraction and different primer combinations. Plants infected by pathogenic fungi will express their resistance mechanism via certain mRNA. Straint FP2 F. oxysporum f.sp. vanillae had been inoculated to the ten clones. Total RNA from control resistant clone (L) had been isolated and purified. By using SuperScript III First-Strand Synthesis System for RT-PCR (Invitrogen), cDNA and RNA from clone L had been constructed. Isolation of gene controlling β-(1,3)-D-glucosidase
or chitinase was conducted using PCR with specific primer for the two enzymes, where cDNA was used as template. Results
284 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
from PCR was not good enough to be persued to sequencing. Probe development using differential screening through non-radioactive hybridisation cannot be done. The existence of gene controlling chitinase should have been identified at this stage. More time was needed to detect whether gene controlling β-(1,3)-D-glucosidase is available in this clone.
Keywords: Vanilla, somaclonal variation, mutation, resistance
gene, stem rot disease
KEEFEKTIFAN FORMULASI AGENS HAYATI MIKROBA ENDOFIT UNTUK MENGENDALIKAN
PENYAKIT KUNING DALAM RANGKA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LADA
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 285
EFFECTIVENESS OF ENDOPHYTIC MICROBES FORMULATION
AS BIOLOGICAL CONTROL AGENTS OF YELLOW DISEASE FOR
INCREASING PEPPER PRODUCTIVITY
Abdul Munif1), Risfaheri2), Rita Harni2), Luluk Suci Marhaeni3)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Borobudur
ABSTRAK
Salah satu kendala dalam peningkatan produksi lada adalah
tingginya kehilangan hasil akibat serangan penyakit kuning
yang disebabkan oleh nematoda Meloidogyne incognita dan
Radophulus similis. Teknik pengendalian nematoda parasit
yang umum digunakan petani ialah dengan pestisida kimia.
Oleh karena itu sangat penting untuk mencari strategi
pengendalian yang lebih ramah lingkungan untuk
meningkatkan mutu lada dan menekan biaya produksi melalui
pemanfaatan agens hayati dan bahan organik. Penelitian ini
bertujuan untuk menguji keefektifan formulasi isolat bakteri
endofit terhadap penyakit kuning dan pengaruhnya terhadap
produktivitas lada. Penelitian difokuskan pada pengujian
formulasi cair dan kompos dari tiga isolat bakteri endofit AA2,
MER, dan MSJ yang berdasarkan hasil penelitian sebelumnya
mampu menekan serangan Meloidogyne spp. dan memacu
pertumbuhan tanaman. Pengujian formulasi bakteri endofit
pada tanaman lada dilaksanakan di rumah kaca, semi-
lapangan, dan di lapangan di Bangka. Formulasi bakteri endofit
yang dihasilkan diharapkan dapat berfungsi sebagai salah satu
komponen penting dalam pengendalian terpadu nematoda
286 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
parasit yang ekonomis dan ramah lingkungan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa formulasi cair dan kompos dari tiga isolat
bakteri endofit yang diuji dapat menekan jumlah puru akar
Meloidogyne spp. atau indeks puru akar dan meningkatkan
pertumbuhan tanaman lada, yang ditunjukkan dengan jumlah
daun dan jumlah cabang tanaman lada pada percobaan di
rumah kaca dan semi-lapangan. Hasil pengujian di lapangan di
Bangka menunjukkan bahwa aplikasi formulasi bakteri endofit
dapat menekan persentase penyakit kuning pada tanaman
lada, meningkatkan jumlah bunga pada cabang produktif, dan
menekan populasi nematoda dalam tanah. Hasil peneiltian
mengindikasikan bahwa bakteri endofit merupakan agens
hayati yang dapat dibuat dalam formulasi cair maupun kompos
dan efektif mengendalikan nematoda parasit pada tanaman
lada.
Kata kunci: Lada, penyakit kuning, pengendalian penyakit,
mikroba endofit, agen hayati.
ABSTRACT
One of the constraints in increasing black pepper production in
Indonesia is yellow disease caused by plant parasitic
nematodes Meloidogyne incognita and Radophulus similis.
Currently, the nematodes are generally controlled by using
chemical pesticides. Therefore, it is very important to find out
control strategy that is more environmentally-friendly to
improve the quality of blak pepper and reduce the cost of
production, namely the use of biological agents and organic
materials. The main objective of this research was to evaluate
the effectiveness of the formulation of endophytic bacterial
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 287
isolates against plant parasitic nematodes Meloidogyne spp.
and its effect on the plant growth and productivity of pepper.
The study was focused on testing the liquid and compost
formulation from three endophytic bacterial isolates AA2, MER,
and MSJ which have been known able to suppress
Meloidogyne spp. and increase plant growth on previous
research. Endophytic bacteria formulation testing was
conducted in the greenhouse, semi-field, and in the field in
Bangka. It is expected that the resulting formulation of
endophytic bacteria can serve as a component of integrated
control of parasitic nematodes in an economical and
environmentally-friendly manner. The results showed that the
formulation of endophytic bacteria was able to reduce the
number of galls Meloidogyne spp. or gall index and improve
plant growth, as indicated by the number of leaves and
branches in the greenhouse experimet. Results of field testing
in Bangka indicated that application of endophytic bacteria
formulation could reduce the incidence of yellow disease on
pepper and increase the amount of flowers on the primary
branches as well as the number of nematode populations in
the soil. Based on the results of this research, formulation of
endophytic bacteria is expected to be an alternative integrated
management for controlling parasitic nematodes on pepper.
Keywords: Pepper, yellow disease, disease control, endophytic microbes, biological agents.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 289
PEMBUATAN ANTI-VIRUS FLU BURUNG BERBASIS
NANOTEKNOLOGI UNTUK MENDUKUNG
SWASEMBADA DAGING NASIONAL
MAKING ANTI-BIRD FLU VIRUS BASED ON
NANOTECHNOLOGY TO SUPPORT NATIONAL MEAT SELF
SUFFICIENCY
Hendri Widiyandari1), Muhammad Indro Cahyono1), Agus
Purwanto1), Fajar Wahyono1),
Putut D. Purnomo1)
1) Universitas Diponegoro - Semarang
ABSTRAK
Ketahanan dan keamanan pangan, khususnya industri
peternakan mengalami tantangan hebat akhir-akhir ini karena
adanya endemi flu burung. Selain itu, penanganan penyakit
karena bakteri dan timbulnya bau juga menjadi masalah
krusial. Sterilisasi kandang dengan bahan fotokatalis berbasis
tungsten oksida (WO3) dapat menjadi terobosan baru dalam
pemeliharaan kandang. Teknik ini menjanjikan efek jangka
panjang dan dapat pula menginaktivasi bakteri, bahan organik
dan bahan polutan yang lain. Kegiatan penelitian meliputi
produksi fotokatalis nanopartikel dan aplikasi fotokatalis untuk
inaktivasi virus flu burung. Penelitian berhasil membuat
material fotokatalis berbasis WO3, meliputi WO3, WO3/Fe dan
WO3/Pt. Teknik yang digunakan untuk mendeposisikan
material ko-katalis Pt dan Fe pada permukaan WO3
menggunakan teknik fotodeposisi dengan perbantuan sumber
cahaya tampak dari lampu halogen. Untuk pengujian
290 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
efektivitas inaktivasi virus AI, terlebih dahulu material
dideposisikan di atas substrat kaca dengan metode spray
deposition. Analisa XRD (X-ray deffractometer) menunjukkan
bahwa material WO3 mempunyai fase kristal monoklinik.
Penambahan Fe pada matrik WO3 menghasilkan material
dengan struktur percampuran dua fase antara WO3 dan
Fe2O3. Uji SEM-EDX menunjukkan bahwa Fe telah terdeposisi
dalam matrik WO3. Sedangkan penambahan Pt pada WO3 dari
pengujian XRD menunjukkan bahwa kehadiran Pt
menyebabkan orientasi dominan dari kristal WO3 mengalami
perubahan namun tidak mengubah struktur WO3 secara
umum. Dari hasil pengujian SEM menunjukkan bahwa film
WO3/Pt telah berhasil terdeposisi di atas permukaan gelas
kaca, penambahan Pt mempengaruhi ukuran butir (graind
size). Penelitian telah berhasil melakukan pengujian awal
efektivitas material fotokatalis untuk inaktivasi virus flu burung.
Jenis virus AI yang digunakan untuk pengujian adalah HPAI
H5N1 isolat A/Chicken/Jawa Barat/2011 koleksi Laboratorium
Virologi, Balai Besar Penelitian Veteriner, Bogor. Metode titer
virus AI dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menghitung
TCID (Tissue Culture Infectious Dose) menggunakan sel Vero
sebagai media dan menggunakan uji HA (Hemmaglutinasi)
menggunakan telur ayam tertunas SAN (Spesific Antigen
Negative) sebagai media. Dari pengujian ini diperoleh bahwa
fotokatalis WO3 dan WO3/Fe mampu mengeliminasi secara
total seluruh virus AI setelah diaktivasi dengan cahaya selama
10 menit serta WO3 dan WO3/Fe memiliki efektifitas
mengeliminasi dan mereduksi virus yang sama, tetapi lapisan
WO3/Fe mampu mereduksi virus AI lebih cepat dibandingkan
WO3.
Kata kunci: Antivirus flu burung, nanoteknologi, produk
desinfektan berbasis material fotokatalis.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 291
ABSTRACT
Resilience and food security, particularly the livestock industry
experienced a great challenge lately because of the bird flu
endemic. In addition, the handling of the disease because the
bacteria and odor is also a crucial issue. Sterilization cage with
tungsten oxide-based photocatalyst material (WO3) may be a
new breakthrough in the maintenance of the enclosure. This
technique promises long-term effects and may also inactivate
bacteria, organic matter and other pollutants. Research
activities include the production and application of
nanoparticles photocatalyst photocatalyst for the inactivation
of the avian flu virus. In the first year has been successfully
created WO3-based photocatalysts. In the second year of
dosing will be tested on a laboratory scale. Being in the third
year will be field tested in poultry, especially chickens. In the
first year have been created based WO3 photocatalyst
material, include WO3, WO3/Fe and WO3/Pt. The technique
used to deposit material co-catalyst Pt and Fe on the surface
of WO3 using techniques fotodeposisi with perbantuan source
of visible light from a halogen lamp. To test the effectiveness
of the inactivation of the AI virus, the first material deposited
on a glass substrate with a spray deposition method. Analysis
of XRD (X-ray deffractometer) indicates that the material has a
crystalline phase monoclinic WO3. The addition of Fe in the
matrix material with the structure of WO3 produces a two-
phase mixture between WO3 and Fe2O3. SEM-EDX test
showed that Fe has been deposited in the matrix WO3. While
the addition of Pt on WO3 XRD examination showed that the
presence of Pt causes the dominant orientation of WO3
crystals undergo change, but not change the structure of WO3
292 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
in general. From the test results of SEM show that the films
WO3/Pt have been successfully deposited on the surface of
glass, the addition of Pt affect grain size (graind size).
Research has successfully conducted the initial testing of the
effectiveness of the photocatalyst material for inactivation of
the avian flu virus. AI virus types are used for testing is the
HPAI H5N1 isolate A/Chicken/Jawa Barat/2011 collection of the
Laboratory of Virology, Central Veterinary Research, Bogor. AI
virus titer method is done in 2 ways to calculate TCID (Tissue
Culture Infectious Dose) using Vero cells as the media and
using the HA test (Hemmaglutinasi) using chicken eggs
tertunas SAN (Specific Antigen Negative) as a medium. From
this test was obtained that the photocatalyst WO3 and
WO3/Fe able to eliminate completely the whole AI virus once
activated by light for 10 minutes and WO3 and WO3/Fe has to
eliminate and reduce the effectiveness of the same virus, but a
layer of WO3/Fe can reduce AI virus more faster than WO3.
Keywords: Antiviral avian flu, nanotechnology, material-based
disinfectant products photocatalyst.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 293
Gambar 1. Low magnification SEM image WO3/Pt murni (atas);
Spektra EDX WO3/Fe (2 wt% Fe)(bawah).
Gambar 2. Produk material foto katalis WO3/Pt yang terdisperse di
dalam air.
294 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU KERBAU DI SUMATERA UTARA MENJADI PRODUK
KEJU MOZZARELLA PROBIOTIK UNTUK MENINGKATKAN NILAI TAMBAH HASIL TERNAK
INDONESIA
BUFFALO MILK PROCESSING TECHNOLOGY DEVELOPMENT IN
NORTH SUMATRA TO PRODUCE MOZZARELLA CHEESE
PROBIOTIC TO IMPROVE THE ADDED VALUE OF INDONESIA
LIVESTOCK
Evy Damayanthi1), Hasanatun Hasinah2), Yopi3), Triana
Setyawardani4), Heni Rizqiati5)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
4) Universitas Jenderal Soedirman 5) Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Pengolahan susu kerbau di Indonesia pada umumnya masih
bersifat tradisional dan pemasaran produknya masih terbatas.
Produk olahan susu kerbau berupa “dali” di Sumatera Utara
dicirikan oleh kurangnya tingkat produksi dan lemahnya
pengetahuan untuk meningkatkan mutunya. Penelitian
bertujuan untuk mengindentifikasi keragaman susu, gen k-
kasein dan mikrobiologi susu, mengembangkan susu menjadi
keju mozzarella, mengisolasi dan mengidentifikasi bakteri asam
laktat, serta mengaplikasikan bakteri terbaik untuk mendapat
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 295
produk keju mozzarella probiotik sehingga dapat meningkatkan
nilai tambah susu kerbau. Penelitian berupaya menambah
keragaman produk dan menyediakan pangan fungsional
probiotik berbasis susu kerbau. Hasil penelitian menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan pada kadar berat kering
tanpa lemak dan kadar protein (P<0,05) dan kadar abu
(P<0.05) pada keju mozzarella dan perbedaan yang sangat
signifikan pada kekerasan (hardness) keju dari ketiga tempat
peternakan. Pada uji organoleptik, terdapat perbedaan yang
signifikan pada nilai tekstur uji hedonik (P<0,05) dan sangat
signifikan pada tekstur dan rasa pada uji mutu hedonik
(P<0,01). Kualitas susu dipengaruhi oleh manajemen
pemeliharaan. Perbedaan daerah dan cara pemeliharaan
ternak berpengaruh terhadap kualitas susu yang dihasilkan
dan pengolahan keju. Perubahan sedikit dalam pH dan kadar
kimia susu akan sangat berpengaruh terhadap kualitas keju.
Gen k-Kasein pada kerbau sungai di Sumatera Utara bersifat
polimorfik dengan dua alel, yaitu alel T dan C serta tiga
genotipe, yaitu genotipe TT, TC, dan CC. Gen k-Kasein pada
kerbau rawa bersifat monomorfik karena hanya ditemukan
satu alel, yaitu alel T. Nilai heterozigositas kerbau sungai
(0,350) dan rawa (0,000) termasuk rendah. Kadar lemak dan
protein susu kerbau sungai dengan genotipe CC lebih besar
dibandingkan dengan individu genotipe TT. Susu kerbau rawa
memiliki kadar lemak, SNF, protein, laktosa, dan mineral lebih
tinggi dibandingkan dengan susu kerbau sungai. Pada
pembuatan keju mozzarella, kombinasi bahan baku yang
digunakan adalah asam sitrat 3,5 g per liter susu, renet 0,065
gper liter susu dengan titik kritis pada saat streching, yaitu
dilakukan dua kali streching pada suhu 70 dan 95 C selama 3-
4 menit. Pada pembuatan keju, pH awal sangat berpengaruh
296 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
terhadap kuantitas curd dan keju yang dihasilkan. pH susu
juga memengaruhi kadar lemak curd yang akan di-stretching,
penurunan pH jauh di bawah 5,2 menyebabkan curd
kehilangan banyak lemak yang membuat tekstur keju keras.
Kata kunci: Kerbau, k-Kasein, keju mozzarella, Sumatera
Utara.
ABSTRACT
Buffalo milk processing in Indonesia in general is still
traditional and marketing of its products is still limited. Buffalo
dairy products in the form of "dali" in North Sumatra is
characterized by a low production and a weak knowledge for
improvement of its quality. Research to identify milk diversity,
k-casein gene and microbiology of milk, processing milk into
mozzarella cheese, isolation and identification of lactic acid
bacteria and appling best bacteria to obtain best probiotic
mozzarella cheese so as to increase the added value of local
buffalo milk. Research aimed to increase diversity of products
and availability of dairy buffalo-based probiotic functional food.
The results showed that there were significant differences in
the levels of nonfat dry weight and proteins (P <0.05) and ash
content (P <0.05) in mozzarella cheese and highly significant
differences in hardness of cheese from three farms.
Organoleptic test showed a significant difference in texture of
the test hedonic value (P <0.05) and highly significant on
texture and taste of the hedonic quality test (P <0.01) in. Milk
quality is affected by livestock management. Differences in
regional conditions and livestock raising ways affected the
quality of milk and cheese processing. Slight changes in pH
and chemical levels of milk would greatly affect cheese quality.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 297
K-casein gene in buffalo river in North Sumatra was
polymorphic with two alleles, the allele T and C as well as the
three genotypes, namely genotype TT, TC and CC. K-casein
gene in swamp buffalo was monomorphic because it found one
allele only, namely allele T. Heterozygosity values of river
buffalo (0.350) and swamp buffalo (0,000) were low. Fat and
protein content of milk of buffalo river with CC genotype was
greater than that with TT genotype. Swamp buffalo milk had
higher levels of fat, SNF, protein, lactose, and minerals than
river buffalo milk. Mozzarella cheese was produced by the
combination of citric acid 3.5 g per liter of milk, rennet 0.065 g
per liter of milk with critical point during stretching, which is
conducted two times stretching at 70 and 95 oC for 3-4
minutes. In making cheese initial pH affected the quantity of
curd and cheese produced. pH also affected fat content of milk
curd which will be stretched. Decreasing pH far below 5.2
caused the curd to lose a lot of fat that make hard cheese
texture.
Keywords: Buffalo, K-Casein, Mozzarella Cheese, North
Sumatra.
Gambar 1. Keju Mozarella Gambar 2. Pasteurisasi susu kerbau
298 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN CS-ANALYZER, PERANGKAT
PORTABEL CERDAS BERBIAYA RENDAH UNTUK
IDENTIFIKASI SECARA CEPAT TINGKAT
ABNORMALITAS MOTILITI DAN MORFOLOGI SPERMA
SAPI MENUJU SWASEMBADA SAPI UNGGUL DI
INDONESIA
CS-ANALYZER DEVELOPMENT, PORTABLE DEVICE FOR
INTELLIGENT LOW COST IDENTIFICATION OF
ABNORMALITIES MOTILITI ARE FAST AND SPERM
MORPHOLOGY COW CALF SUPERIOR TO SELF SUFFICIENCY
IN INDONESIA
I Ketut Eddy Purnama1), Lukman Affandhy2), Slamet Hartono3),
I Nyoman Tirta Ariana4),
Muhtadin1)
1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Bali
4) Universitas Udayana
ABSTRAK
Pengembangan sistem CS-Analyzer, perangkat cerdas
berbiaya rendah untuk identifikasi cepat tingkat abnormalitas
motiliti dan morfologi sperma sapi sangat penting untuk
mendukung penyediaan bibit sapi bakalan yang berkualitas.
Kegiatan penelitian menghasilkan prototipe awal aplikasi
(perangkat lunak) CS-Analyzer yang berhasil
mengimplementasikan fungsi penentuan ketidaknormalan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 299
morfologi dan motiliti spermatozoa, dan sudah digunakan
untuk mengambil citra dan video pergerakan spermatozoa di
loka sapi potong Grati. Penyempurnaan perangkat keras
akuisisi akan menjadi fokus penelitian lanjutan agar perangkat
ini dapat lebih sempurna.
Kata kunci: CS-Analyzer, spermatozoa, morfologi spermatozoa,
motiliti spermatozoa.
ABSTRACT
Building a prototype of a system called CS-Analyzer low-cost
smart devices to analyze the abnormality of morphology and
motility of spermatozoa is very important in supporting high
quality of cattle seeds. The initial prototype of CS-Analyzer has
already built succesfuly. The software part of CS-Analyzer can
be used to determine the abnormality of sperm morphology
and sperm motility. Moreover, the early prototype of the
hardware of CS-Analyzer, has been used to take images and
video of the movement of spermatozoa. One manuscript for
international journals and a draft patent have also been
created for registration. Completion of the acquisition
hardware will be the focus in the next research so that the
hardware can be used to obtain images and video with higher
quality.
Keywords: CS-Analyzer, sperm, sperm morphology, sperm
motiliti.
300 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PEMETAAN TOTAL GENOM MENGGUNAKAN BOVINE SNP50 BEADCHIP UNTUK
MENGHASILKAN PEJANTAN UNGGUL SAPI BALI
GENOME MAPPING TOTAL USED BOVINESNP50 BEADCHIP TO PRODUCE SUPERIOR MALE OF BALI
CATTLE
Jakaria1), Hartati2), Subandriyo2), Maskur3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Mataram
ABSTRAK
Penelitian pemetaan total genom bertujuan mengetahui (1)
karakteristik fenotipik sapi Bali jantan, (2) keragaman
(polimorfisme) total genom sapi Bali pejantan, dan (3) potensi
genetik sapi Bali jantan di BPTUi p. Bali dni Serading NTB.
Penelitian dilakukan pada 48 ekor sapi Bali dari BPTU Bali dan
BPT-HMT Serading NTB a 24 ekor. Data bobot lahir dianalisis
secara deskriptif, juga dihitung nilai heritabilitas, nilai
pemuliaan dan bobot lahir sebagai kriteria seleksi dengan
intensitas 25% terbaik dan terendah. Sapi Bali jantan yang
terpilih secara fenotipik dan genetik (nilai pemuliaan)
selanjutnya dianalisis DNAnya dengan metode bovineSNP50
Beadchip (Iscan Illumina). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa data fenotipik bobot lahir, nilai heritabilitas, nilai
pemuliaan dan respon genetik sapi Bali jantan berbeda di
lokasi di BPTU Bali dan BPT-HMT NTB. Ditemukan 52277 SNP
pada sapi Bali jantan yang terdapat di BPTU Bali dan BPT-HMT
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 301
NTB baik dalam keadaan homosigot maupun heterosigot.
Keragaman pada total genom sapi Bali jantan potensial untuk
dilakukan analisis keterkaitan dengan sifat produksi terutama
bobot badan dan kemungkinannya digunakan sebagai penciri
untuk seleksi berdasarkan penciri SNP.
Kata kunci: Sapi Bali, SNP, total genom.
ABSTRACT
The purpose of this study is (1) determine the fenotypic
characteristic (body weight), (2) determine the diversity
(polymorphisms) of total genome for Bali cattle bull in Bali
cattle Breeding Center (BPTU) in Bali and Sumbawa islands,
and (3) determine the genetic potential of Bali cattle in Bali
and Sumbawa islands. The samples used 48 individuals Bali
cattle from BPTU Bali and NTB. Birth weight data of Bali cattle
was analyzed descriptively. Heritability and breeding values
culculated based on birth weight as a selection criterion (25 %
selection intensity). Male Bali cattle selected based on
phenotypic and genetic (breeding value) methodes. Whole
genome was analyze by bovineSNP50 BeadChip (Illumina
Iscan) . The results showed that the phenotypic data of birth
weight in Bali cattle bull in BPTU Bali and BPT-HMT NTB as
well as with different heritability, breeding values and genetic
response from both locations. Total 52.277 SNPs also found in
Bali cattle bull that covered on the chormosome. Polymorphic
SNPs that found in Bali cattle bull that may be can used as a
candidate marker for marker assisted selection (MAS).
Key words: Bali cattle, SNP, whole genome.
302 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENINGKATAN KINERJA REPRODUKSI SAPI BALI
MELALUI SELEKSI PEJANTAN, PRESELEKSI DAN
PREPARASI PADA SPERMA CAIR UNTUK
MEMPERTAHANKAN KUALITAS SPERMATOZOA
THE IMPROVEMENT OF BALI CATTLE PRODUCTIVITY BASED
ON THE SELECTION, PRESELECTION AND PREPARATION ON
THE SPERM TO MAINTAIN OF SPERM QUALITY
Abyadul Fitriyah1), Nurul Hilmiati2), Lalu Muhammad Kasip3),
Sukmawati1), Totok B. Julianto2)
1) Universitas Nahdlatul Wathan Mataram
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Mataram
ABSTRAK
Penelitian untuk meningkatkan produktivitas dan populasi sapi
Bali melalui perbaikan performan reproduksi sapi jantan
diharapkan dapat menurunkan impor nasional. Penelitian
dilakukan pada 30 ekor sapi jantan umur ± 3 tahun dalam 3
kelompok ukuran skrotum masing-maisng 10 ekor, K1 =
ukuran skrotum rata-rata +1 standar deviasi (sd); K2 =
ukuran > rata-rata +1 s/d +2 sd; K3 = ukuran >i rata-rata +2
sd s/d +3 sd. Parameter: ukuran dan kualitas sperma secara
makroskopis dan mikroskopis. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kondisi lingkungan mempengaruhi kemampuan
reproduksi sapi Bali. Sapi Bali di Lombok Barat (LB) memiliki
ukuran fisik lebih baik dibandingkan sapi Bali di Lombok
Tengah (LT) dan Lombok Utara (LU). Ukuran skrotum tertinggi
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 303
pada K1 terdapat pada sapi Bali di LB, sedangkan di LT dan
LU, tidak berbeda. Rata-rata volume sperma dan motilitas
spermatozoa pada setiap kelompok ukuran skrotum di lokasi
penelitian tidak berbeda nyata, tetapi konsentrasinya berbeda
nyata. Terdapat perbedaan temperatur udara di dalam
kandang dan di luar kandang antara Klimat Tipe E (Kab. LU
dan Kab. LT) dengan Tipe C (Kab. LB), tetapi RH tidak berbeda
nyata. Terdapat korelasi antara ukuran skrotum dengan
kemampuan reproduksi sapi Bali (bobot dan panjang badan,
lingkar dada), dan antara lingkar skrotum dengan kualitas
sperma. Kemampuan reproduksi sapi Bali juga dipengaruhi
oleh temperatur dan kelembaban udara.
Kata kunci: Reproduksi sapi Bali, seleksi pejantan, preseleksi
dan kualitas spermatozoa.
ABSTRACT
Research to improve the productivity and Bali cattle population
through improved reproductive performance of bulls is
expected to reduce the national import. The study was
conducted on 30 bulls aged ± 3 years in 3 groups scrotal size
each for the regions 10 individuals, K1 = average scrotal size
+1 standard deviation (sd); K2 = size> average + 1s / d +2
sd; K3 = size> i mean +2 sd s / d +3 sd. Parameters: size and
quality of sperm macroscopically and microscopically. The
results showed that environmental conditions affect
reproductive capacity Bali cattle. Cows Bali in Lombok Barat
(LB) has the physical size better than Bali cattle in Central
Lombok (LT) and North Lombok (LU). The highest scrotal size
on K1 contained in Bali cattle in LB, whereas in LT and LU, is
304 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
no different. The average volume of sperm and sperm motility
in any size group scrotum at the study site were not
significantly different, but the concentration is significantly
different. There are differences in air temperature inside the
enclosure and outside the cage between Climate Type E (Kab.
LU and the District. LT) by Type C (Kab. LB), but not
significantly different RH. There is a correlation between the
size of the scrotum with the reproductive ability of Bali cattle
(weight and body length, chest circumference), and between
scrotal circumference and sperm quality. Bali cattle
reproductive capacity is also affected by temperature and
humidity.
Keywords: Bali cow reproduction, selection of bulls, pre-selection and quality of spermatozoa
Gambar 1. Spermatozoa sapi Gambar 2. Spermatozoa sapi
Bali Ramli dari preparat apus Bali Kaliman dari preparat apus
Gambar 3. Spermatozoa sapi Gambar 4. Spermatozoa sapi Bali Rahmat 2 dari preparat apus Bali Rahmat dari preparat apus
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 305
PRODUKSI REKOMBINAN PLANTARICIN YANG MENGKODE BAKTERIOSIN DARI LACTOBACILLUS PLANTARUM S34 ASAL ISOLAT BEKASEM DAGING
SAPI SEBAGAI BIOPRESERVATIF PANGAN DAN PAKAN
RECOMBINANT PRODUCTION OF PLANTARICIN WHICH
ENCODES BACTERIOCINS OF Lactobacillus plantarum
S34 ORIGIN BEKASEM BEEF ISOLATE AS
BIOPRESERVATIF FOOD AND FEED
A. Zaenal Mustopa, M.Si1), Dr. Hasim 2), Deliana Putri Agriawati3)
1) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
2) Institut Pertanian Bogor 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kontinyuitas pakan
ruminansia telah dilakukan dengan meningkatkan kualitas
silase pakan komplit Sapi PO melalui inokulasi Lactobacillus
plantarum. Tahap penelitian : (1) Mengisolasi bakteri asam
laktat (BAL) dari habitat padi lokal dan membandingkannya
dengan L. plantarum komersial sebagai inokulan ensilase dari
strain terbaik. (2) Uji in vitro silase pakan komplit (total mixed
ration/TMR). Diperoleh 21 koloni bakteri asam laktat pada
varietas padi (Membrano, Ciherang, Rojolele, dan Impari 13.
Berdasarkan morfologi, gram stain, pH, dan tipe fermentasi
BAL terseleksi 3 isolat potensial sebagai inokulan pada silase
TMR. Penambahan isolat BAL pada silase TMR sangat nyata
306 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
menurunkan populasi mikroba yang tidak diharapkan
(coliform,bacillus, bakteri aerob, dan jamur). Kemampuan BAL
hasil isolasi setara dengan BAL komersial L. plantarum dalam
menekan populasi mikroba patogen. BAL hasil isolasi yang
paling mendekati kemampuan L. plantarum adalah isolat asal
varietas Ciherang B. Inokulan BAL pada silase TMR mampu
mempertahankan komposisi kimia TMR, meningkatkan
kandungan energi, meningkatkan kandungan serat kasar,
meningkatkan kandungan asam laktat dan menekan produksi
asam asetat. Tetapi secara umum tidak ada peningkatan
kualitas dari TMR dengan atau tanpa inokulan.
Kata kunci: Biopreservatif, bakteri rekombinan, bacteriosin.
ABSTRACT
The research objectives were (1) to see E. coli plantaricin
recombinant expression dan characterization, and (2)
bacteoricin (plantaricin) mass production of lactat acid and
application of bacteoricin as food and feed preservatives.
Lactat acid bacteri producing bacteriosin was isolated from
bekasam, traditional food of Lampung, Indonesia. The one of
isolates producing bacterioksin potencial (isolate S34) was
identified as Lactobacillus plantarum S34 base on 16S rRNA
sequent showing 99% homology with some strains of L.
plantarum S34 (plantaricin S34) showed ability to inhibit some
pathogens, mainly Listeria monocytogenes, and
Staphylococcus aureus. Bacteriosin L. plantarum 34 has
already been characterized. Plantaricin S34 was tend to be
stable at temperature 121 oC in 15 seconds. Weight of
plantaricin S34 molecule was about 10 kDa base on SDS-PAGE
analysis. Plantaricin EF gene coding plantaricin S34 has
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 307
already been identified and cloned into vector pGEMT-easy.
Plantaricin F has already been expressed on bacteri E. coli
BL21 (DE3) pLys. Rekombinan plasmid (pET21a-plnF) telah di
konstruk. After induction to IPTG (isopropy1-β-D-
thiogalactopyranoside), plantaricin recombinant expressed
was signed by protein band sizes 9 kDa. Plantaricin F is
included bacteriosin class II potential for food biopreservative.
Keywords: Biopreservative, recombinant bacteri, bacteriosin.
308 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENINGKATAN KUALITAS SILASE PAKAN KOMPLIT (TOTAL MIXED RATION/TMR) SAPI PO DENGAN
INOKULASI Lactobacillus plantarum LOKAL : UPAYA MENJAMIN KUALITAS DAN KONTINYUITAS
PAKAN RUMINANSIA
IMPROVING OF PO TOTAL MIXED RATION (TMR) BY Lactobacilus plantarum) INOCULATION : STRIVE FOR
RUMINANT’S FEED QUALITY ANDCONTINUITY ASSUREDNESS
Ahmad Wahyudi1), Dicky Pamungkas2), Roy Hendroko Setyobudi3),
Listiari Hendraningsih1)
1) Universitas Muhamadiyah Malang
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Sinarmas Agroresources & Technology Tbk
ABSTRAK
Penelitian untuk meningkatkan kualitas dan kontinyuitas pakan
ruminansia telah dilakukan dengan meningkatkan kualitas
silase pakan komplit Sapi PO melalui inokulasi Lactobacillus
plantarum. Tahap penelitian : (1) Mengisolasi bakteri asam
laktat (BAL) dari habitat padi lokal dan membandingkannya
dengan L. plantarum komersial sebagai inokulan ensilase dari
strain terbaik. (2) Uji in vitro silase pakan komplit (Total Mixed
Ration/TMR). Diperoleh 21 koloni bakteri asam laktat pada
varietas padi (Membrano, Ciherang, Rojolele, dan Impari 13).
Berdasarkan morfologi, gram stain, pH, dan tipe fermentasi
BAL terseleksi 3 isolat potensial sebagai inokulan pada silase
TMR. Penambahan isolat BAL pada silase TMR sangat nyata
menurunkan populasi mikroba yang tidak diharapkan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 309
(coliform,bacillus, bakteri aerob, dan jamur). Kemampuan BAL
hasil isolasi setara dengan BAL komersial L. plantarum dalam
menekan populasi mikroba patogen. BAL hasil isolasi yang
paling mendekati kemampuan L. plantarum adalah isolat asal
varietas Ciherang B. Inokulan BAL pada silase TMR mampu
mempertahankan komposisi kimia TMR, meningkatkan
kandungan energi, meningkatkan kandungan serat kasar,
meningkatkan kandungan asam laktat dan menekan produksi
asam asetat. Tetapi secara umum tidak ada peningkatan
kualitas dari TMR dengan atau tanpa inokulan.
Kata kunci : Peningkatan, kualitas, pakan, ruminansia, Lactobacillus plantarum
ABSTRACT
Research to improve the quality and continuity of ruminant feed has been done by improving silage quality complete feed cows PO via inoculation of Lactobacillus plantarum. Stage of research: (1) To isolate lactic acid bacteria (LAB) from local rice habitat and compared with commercially as the best inoculants ensilase L. plantarum strains. (2) Test in vitro complete feed silage (Total Mixed Ration / TMR). Obtained 21 colonies of lactic acid bacteria on rice varieties (Membrano, Ciherang, Rojolele, and Impari 13). Based on morphology, gram stain, pH, and the type of fermentation BAL 3 isolates selected potential as inoculants on silage TMR. The addition of LAB isolates in TMR silage very significantly reduced microbial populations that are not expected (coliform bacillus, aerobic bacteria, and fungi). Isolated BAL have capability equivalent to commercial isolation of L. plantarum in suppressing pathogenic microbial populations. BAL isolation that most closely that ability of L. plantarum isolated from Ciherang B origin.
310 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Inoculum BAL at TMR silage TMR able to maintain the chemical composition, increasing the energy content, increase the content of crude fiber, increasing the content of lactic acid and suppresses the production of acetic acid. But in general there is no increase in the quality of TMR with or without inoculant. Keywords: Improvement, quality, feed, ruminants,
Lactobacillus plantarum
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 311
WAFER SUPLEMEN PAKAN UNTUK MEMACU PRODUKTIVITAS PEDET SAPI UNGGULAN
PROPINSI NTB DALAM MENDUKUNG SWASEMBADA DAGING
WAFER OF FEED SUPPLEMENT TO STIMULATE PRODUCTIVITY
OF BALI CALVES IN NTB PROVINCE IN SUPPORT OF MEAT
SELF-SUFFICIENCY
Yuli Retnani1), Chairussyuhur Arman2), Syahruddin Said3), Andi
Saenab4), Idat Galih Permana1)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Universitas Mataram 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
4) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kandungan nutrisi,
kecernaan wafer suplemen pakan serta produktivitas sapi
pedet bali yang diberi perlakuan wafer suplemen pakan.
Penelitian ini terdiri dari 2 tahap. Tahap 1, evaluasi kualitas
nutrisi dan kecernaan wafer suplemen pakan, dengan
komposisi wafer suplemen pakan mengandung daun lamtoro
(T1), lamtoro dan daun pepaya (T2), daun kelor (T3), daun
gamal (T4), daun jagung dan jagung (T5). Tahap 2, evaluasi
produktivitas sapi pedet bali dengan wafer suplemen terbaik
hasili penelitian tahap pertama, dengan RAK,4 perlakuan dan 3
ulangan. Level pemberian wafer suplemen pakan adalah 0, 5,
10 dan 15%. Hasil penelitian menunjukkan, kandungan nutrisi
dan kecernaan wafer suplemen pakan pada T1 paling tinggi,
312 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
dengan kadar protein kasar 32,34 %, abu 7,24%, serat kasar
16,85 %, lemak kasar 4,52 %, BETA-N 39.05 kal/g, kecernaan
bahan kering 82,87%, kecernaan bahan organik 81,78%, NH3
9,33% dan VFA 164,55%. Perlakuan berpengaruh nyata
terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan harian
dan bobot badan sapi pedet bali. Rataan konsumsi pakan sapi
pedet bali pada perlakuan level wafer dari 0, 5, 10 dan 15
berturut-turut 7,39; 9,33; 9,57 dan10,33 kg/ekor/hari, dan
pertambahan bobot badan harian sapi pedet bali pada
perlakuan wafer tersebut berturut2 59,75; 267,30; 342,77;
515,72 g/ekor/hari dan rataan bobot badan sapi pedet bali
berturut-turut 91,36; 113,33; 117,14 dan126,45 kg/ekor.
Rataan bobot badan sapi pedet dengan pemberian wafer
suplemen pakan pada taraf 15% mencapai 27.75% lebih tinggi
dibandingkan dengan rataan bobot sapi pedet tanpa
pemberian wafer.
Kata kunci: Pakan, produktivitas, sapi pedet, suplemen, wafer.
ABSTRACT
The aim of this research was to evaluate the nutrient content
and digestibility on wafer of feed supplement,also productivity
of Bali calves. This research had two steps experimental, the
first step experiment to evaluate the nutrient content and
digestibility on wafer of feed supplement. The composition
wafer of feed supplement i.e. T1 = wafer containing lamtoro
leaf, T2 = wafer containing lamtoro and papaya leaf, T3 =
wafer containing moringa leaf, T4 = wafer containing gamal
leaf, T5= wafer containing corn leaf and corn. The second step
of this research was evaluate productivity of Bali calves by
feeding wafer of feed supplements with the best result of the
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 313
nutrient content and digestibility in the first step. The
experimental design used Randomized Block Design with four
treatments and three replications. Level of wafer containing
lamtoro leaf ,i.e R1 =0%, R2 =5%, R3 =10%,
R4=15%.Nutrient content and digestibility of T1 had highest
compared among the others, i.e. 32.34% of crude protein,
7.24% of ash, 16.85% of crude fiber, 4.52% of crude fat,
39.06 cal/g of NFE, 82.87% of digestibility of dry matter,
81.78% of digestibility of organic matter, 9.33% of NH3 and
164.55% of VFA. The treatments had significant effect
(P<0.05) on feed comsumption, daily weight gain, and body
weight. The average of feed consumption of bali calves during
this research was 7.39 kg/head/day of R1, 9.33 kg/head/day
of R2, 9.57 kg/head/day of R3, 10.33kg/head/day of R4. The
average of body weight gain (g/head/day) was 59.75 of R1,
267, 30 of R2, 342.77 of R3, 515.72 of R4. The average of
body weight (kg/head) was 91,36 of R1, 113,33 of R2, 117,14
of R3, 126,45 of R4. It was concluded that by feeding wafer of
feed supplement with level of 15% had average body weight
of calves 27,75% higher than conventional feed.
Keywords: Calves, feed, productivity, supplement, wafer.
314 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Gambar 1. Pakan sapi pedet Gambar 2. Pakan sapi pedet Bali Bali sebelum percobaan di BIB Banyumulek, NTB
Gambar 3. Percobaan wafer Gambar 4. Sapi pedet Bali Peneli- Suplemen pakan untuk sapi pedet tian di BIB Banyumulek, NTB
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 315
FORMULASI PAKAN BERBASIS LIMBAH PERKEBUNAN DAN PERTANIAN YANG RENDAH
EMISI GAS METANA UNTUK SAPI POTONG
FEED FORMULATION BASED OF PLANTATION AND
AGRICULTURAL BY PRODUCT LOW METHANE GAS EMISSIONS
FOR CATTLE
Yeni Widiawati1), Wisri Puastuti1), Anuraga Jayanegara2), Windu
Negara3)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2) Institut Pertanian Bogor 3) Badan Pengkajian Penerapatan Teknologi
ABSTRAK
Limbah pertanian, pelepah/daun sawit, pucuk tebu, daun
jagung, jerami padi, dicirikan berkandungan serat tinggi,
dengan tingkat kecernaan rendah, dan menghasilkan gas
metana tinggi. Proses pengolahan dengan senyawa aktif
saponin/tanin dari leguminosa dan kombinasi keduanya
diharapkan dapat menekan produksi gas metana dari pakan
sapi potong tersebut. enelitian laboratorium dilakukan dua
tahap, yaitu (1) menguji kombinasi proses pengolahan pakan
berupa pembuatan silase dan seleksi senyawa aktif terbaik
tanin/saponin, (2) Menguji senyawa aktif terpilih dalam
pembuatan pakan komplit dari limbah sebagai pakan sapi
potong pada 3 level protein 10, 12, 14%.
Hasil pengujian, proses pembuatan silase keempat jenis limbah
mampu menurunkan produksi gas metana dan meningkatkan
daya cerna. Walau responnya tidak sebesar penambahan
316 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
saponin dan tanin. Tanin secara umum masih yang terbaik.
Peningkatan level protein pakan komplit mampu menurunkan
produksi gas metana selama proses fermentasi secara in vitro.
Peningkatan konsentrasi ammonia sejalan dengan peningkatan
kandungan level protein pada semua jenis pakan. Dampak
penambahan tanin dan peningkatan protein terhadap produksi
gas metana tidak terlihat pada bahan pakan dari pelepah/daun
sawit. Produksi gas metana pakan berbahan pucuk tebu,
pelapah/daun sawit, daun jagung dan jerami padi dapat
diturunkan dengan proses silase dan penambahan tanin.
Peningkatan level PK pada formulasi pakan komplit mampu
meningkatkan daya cerna dani menurunkan produksi gas
CH4. Penurunan produksi CH4 pakan komplit dengan bahan
dasar Pucuk Tebu, daun jagung dan jerami padi > 15%, untuk
bahan dasar pelepah/daun sawit penurunan <10%.
Peningkatan nilai kecernaan pakan komplit >15% hampir
semua formula pakan yang diuji.
Peningkatan daya cerna pelepah/daun sawit, pucuk tebu,
jerami padi dan daun jagung yang dibuat pakan komplit
berpotensi untuk diaplikasikan secara luas, mengingat
ketersediaan limbah-limbah tersebut yang cukup tinggi di
banyak wilayah di Indonesia. Bahan-bahan lain yang menjadi
penyusun pakan komplit merupakan bahan lokal sehingga
memudahkan peternak untuk mendapatkannya. Formulasi
pakan komplit yang disusun dan diuji pada kegiatan ini
menunjukkan adanya peningkatan nilai kecernaan sekaligus
menurunkan emisi gas metana selama proses fermentasi di
dalam rumen yang diuji secara in vitro.
Kata kunci : Formulasi, pakan, limbah, pertanian, perkebunan,
sapi
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 317
ABSTRACT
One consecuency of self-sufficient beef meet program is
increasing in beef cattle population. Continuous of feed supply
both quality and quantity are required. Plantation and
agricultural by-product are alternative of fibrouse feed sources
for ruminant
The study was undertaken throught two steps, first step was
evaluate the feed processing that combined with secondary
compounds of tannin and saponinAt the second step, 4
complete feed formulations consisted of basal diet from palm
oil leaves, top-sugar cane, corn leaves and rice straw that
combine with konsentrat were testedThe protein levels were
10% (2% below requirement); 12 % (requirement) and 14%
(2% above the requirement).
Results show that both processing of feed and addition of
secondary compounds (tannin and saponin) reduce methane
production and improve feed digestibility of the four feeds
being tested.The increasing of those parameters is higher
when secondary compounds were added compared to that
when the feed are ensilage. Between the two secondary
compounds, tannin gave more positive response in all the feed
sources being tested than saponin. Increasing protein level of
complete feeds tested reduce methane produce during ruminal
digestion. Increasing in ammonia concentration was recorded
following the increasing of protein content (10%, 12% and
14%) of complete feed. There were positive effect on methane
production when tannin was added as well as when protein
content of the complete feed increased. These positve
responses recorded in complete feed with top-sugarcan, corn
318 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
leaves, and rice straw as a bases component. However these
responses are uncleare on palm oil leaves based diet. The
conclusion is that methane production of feed consisted of top-
sugarcan, palm oil leaves, corn leaves and rice straw can be
reduced by feed processing (ensilage) and tanin addition.
Increasing protein level of complete feeds testedimprove
digestibility but reduce methane production. Decreasing of
methane production of top-sucar can, corn leaves and rice
straw were recorded > 15%. However the decresing is only <
10% for palm oil leaves. Increasing in digestibility of feed was
>15 % for all the feed complete being tested.
The feed completes based on palm oil leaves, top-sugarcan,
corn leaves and rice straw are potential to be developed and
applied in many location in Indonesia, where those plantation
and agricultural exist.Other materials used as ingridient of
complete feeds are local sources so can be eassy found by
small farmers. The results reported are based on in vitro study,
therefore in order to determine the animal response on
complete feeds, in vivo study is required.
Keywords: Formulation, feed, waste, agriculture, plantation,
cow
Gambar 1. Proses fermentasi Gambar 2. Sampel gas dianalsia pakan dalam RUSITEK
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 319
PEMANFAATAN ECENG GONDOK DALAM PEMBUATAN SILASE COMPLETE FEED DAN
SUPLEMENTASI SENG ORGANIK
THE INCLUSION OF WATER HYACINTH (ECENG GONDOK) IN
COMPLETE FEED SILAGE
AND ZN-ORGANIC SUPPLEMENTATION TO IMPROVE THE
PRODUCTIVITY OF SMALL FARMERS
Anis Muktiani1), Budi Utomo2), I Komang Gede Wiryawan3)
1) Universitas Diponegoro
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Masalah utama pengembangan usaha ternak ruminansia
adalah penyediaan pakan murah, berkualitas dan
berkesinambungan. Eceng gondok mempunyai potensi besar
sebagai pakan ternak. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan teknologi praktis dalam memanfaatkan eceng
gondok sebagai bahan pakan. Kegiatan penelitian ini dilakukan
dalam 3 tahap percobaan yaitu (1). menganalisiskandungan
nutrient dan mineral Ca, P dan Zn dan logam Pb eceng gondok
dari 3 lokasi (Rawa Pening di Kabupaten Semarang, Waduk
Cengklik di Kabupaten Boyolali, Kanal di pinggir jalan
Semarang Demak), masing-masing diulang 9 kali, (2)
mendapatkan level eceng gondok terbaik dalam silase
complete feed, (3) mengetahui fermentabilitas ransum di
dalam rumen dibandingkan dengan ransum konvensional
sebagai kontrol. Limabelas ekor domba berumur 8 bulan
320 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
dengan bobot badan yang relatif sama digunakan dalam
percobaan ini. Ransum percobaan diberikan selama 12
minggu, terdiri dari 2 minggu masa pendahuluan dan 10
minggu pengambilan data. Peubah yang diamati meliputi
konsumsi nutrien, kecernaan, pertambahan bobot badan dan
efisiensi ekonomis. Hasil penelitian pendahuluan mendapatkan
Eceng gondok dari Rawapening dan Waduk Cengklik aman
digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Kandungan serat
kasar eceng gondok diatas 20% dengan kadar protein sedang
9-12%, cocok dijadikan pakan ruminansia sebagai pengganti
rumput. Perbandingan eceng gondok segar : konsentrat 67% :
33% (2 : 1) menghasilkan kualitas silase terbaik dengan
kandungan bahan kering, protein dan serat kasar relatif stabil
serta fermentabilitas yang optimal di dalam rumen. Silase
complete feed eceng gondok mampu menggantikan ransum
konvesional berbahan rumput, dan bila disuplementasi Zn
proteinat akan menghasilkan konsumsi, kecernaan dan
pertambahan berat badan yang lebih tinggi dengan biaya
ransum yang lebih murah.
Kata kunci : Eceng gondok, silase, suplementasi, seng, organik
ABSTRACT The main problem in theruminant business development are cheap feed supply, quality and sustainability. Water hyacinth has great potential as livestock feed. This study aims to gain practical technology to utilize water hyacinth as a feed ingredient. The research activities carried out in 3 stages of the experiment, namely (1). analyzing the content of nutrients and minerals Ca, P and Zn and Pb hyacinth from 3 locations (Rawa Pening in Semarang District, Waduk Cengklik in
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 321
Boyolali, Kanal roadside Semarang Demak), each repeated 9 times, (2) obtain water hyacinth best level in the complete feed silage, (3) knowing fermentability ration in the rumen compared with a conventional diet as a control. A preliminary study indicated that Hyacinth from Rawa Pening and Waduk Cengklik safe to be used as feed for ruminants. Hyacinth crude fiber content of over 20% with moderate protein content 9-12%, suitable as ruminant feed as a substitute for grass. Formulation of fresh water hyacinth: concentrate 67%: 33% (2 : 1) produced the best quality silage with a dry matter content, protein and crude fiber was relatively stable and optimal fermentability in the rumen. Complete feed silage hyacinth could replace conventional diets made from grass, and when supplemented with Zn proteinat will generate consumption, digestibility, higher weigth gain and diets cheaper costs. Keywords: Hyacinth, silage, supplementation, zinc, organic
322 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PEMANFAATAN SILASE RANSUM KOMPLIT BERBASIS HIJAUAN RAWA DALAM MENGATASI
KRISIS PAKAN KERBAU PAMPANGAN DI SUMATERA SELATAN
UTILIZATION SILAGE COMPLETE DIETARY BASED OF FORAGE
IN THE CRISIS OF SWAMP BUFFALO FEED IN PAMPANGAN-
SOUTH SUMATRA
Asep Indra Munawar Ali, Riswandi, Sofia Sandi, Toto Toharmat,
Agung Prabowo
Universitas Sriwijaya
ABSTRAK
Kerbau Pampangan merupakan salah satu kerbau rawa yang
tersebar di Indonesia khususnya di Provinsi Sumatera Selatan.
Populasi Kerbau Pampangan cenderung menurun diakibatkan
oleh ketersediaan pakan yang rendah serta in-breeding.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Memberi informasi baru
tentang pendayagunaan bahan pakan berbasis hijauan rawa
sebagai bahan pakan potensial; 2) Meningkatkan produktivitas
kerbau pampangan; 3) Membuat ransum komplit berbasis
silase hijauan rawa. Penelitian dilakukan dalam 3 tahap yaitu
1) Identifikasi jenis rumput dan legum rawa yang paling
dominan serta penentuan kandungan nutrisinya, 2) Pengujian
kualitas silase rumput rawa dengan penambahan legum rawa
secara invitro, 3) Pembuatan formulasi ransum komplit
berbasis silase hijauan rawa. Penelitian ini dilaksanakan di
Lahan rawa, laboratorium nutrisi dan makanan ternak
Fakultas Pertanian UNSRI serta di laboratorium Nutrisi Ternak
Perah, Fakultas Peternakan. Penelitian in-vivo dilaksanakan di
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 323
Kandang petani peternak dengan menggunakan Rancangan
Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, yaitu P0
= Rumput rawa + tanpa legume, P1 = Rumput rawa + 10 %
legume, P2 = Rumput rawa + 20 % legume, P3 = Rumput
rawa + 30 % legume. Dari 23 spesies vegetasi lahan rawa
yang teridentifikasi, 14 spesies dikonsumsi ternak. Tingginya
kandungan fraksi serat, rendahnya kandungan protein kasar
serta adanya defisiensi dan toksisitas mineral tertentu
mengakibatkan rendahnya produktifitas ternak kerbau di lokasi
penelitian. Kualitas fisik, nutrisi dan serat silase hijauan rawa
termasuk termasuk dalam kualitas silase yang baik. Konsumsi
ransum dan pertambahan bobot badan kerbau menunjukkan
hasil yang relatif yang sama antar perlakuan silase hijauan
rawa.
Kata kunci : Silase, ransum, hijau rawa, kerbau, pampangan
ABSTARCT Pampangan buffalo is one of the swamp buffalo spread across
Indonesia, especially in the province of South Sumatra. Buffalo
Pampangan population tends to decline caused by low food
availability and in-breeding. The purpose of this study were: 1)
Provide new information about the utilization of forage-based
feed ingredients swamp as a potential feed ingredient; 2)
Increasing productivity pampangan buffalo; 3) Creating a
complete diets of silage forage-based swamp. This research
was conducted in three stages: 1) Identify the type of marsh
grasses and legumes are the most dominant and determining
the nutritional content, 2) Testing the quality of grass silage
with the addition of legumes swamp marsh in vitro, 3)
Preparation of a complete ration formulation based silage
forage swamp. This study was conducted in swamp land, in
324 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
the laboratory of nutrients and animal feed as well as the
Faculty of Agriculture UNSRI in Dairy Cattle Nutrition
Laboratory, Faculty of Animal Husbandry. Research in-vivo
held in cages livestock farmers using completely randomized
design with 4 treatments and 4 replicates, ie P0 = grass marsh
+ without legume, P1 = grass marsh + 10% legume, P2 =
grass marsh + 20% legume, P3 = marsh grass + 30%
legume. Of the 23 species of vegetation wetlands were
identified, 14 species are consumed by livestock. High content
of fiber fraction, low crude protein content and the presence of
certain mineral deficiencies and toxicities resulting in low
productivity of buffaloes at the sites. Physical qualities,
nutrients and fiber forage silage included in the swamp
including good quality silage. Feed intake and body weight
gain of buffalo showed Of the 23 species of vegetation
wetlands were identified, 14 species are consumed by
livestock. High content of fiber fraction, low crude protein
content and the presence of certain mineral deficiencies and
toxicities resulting in low productivity of buffaloes at the sites.
Physical qualities, nutrients and fiber forage silage included in
the swamp including good quality silage. Feed intake and body
weight gain of buffalo showed similar results between
treatments silage forage swamp.
Keywords: Silage, diets, forage swamp, buffalo, pampangan
Gambar 1. Kerbau Rampangan Gambar 2. Pemberian silase
326 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
KAJIAN EPIDEMOLOGI DAN PENGEMBANGAN PROBE DIAGNOSTIK BERBASIS KLONING GEN
UNTUK DIAGNOSIS SHIGA LIKE TOXIN-1 (STX-1) DARI ESCHERICHIA COLI O157:H7 PADA
SAPI
EPIDEMIOLOGY STUDY AND DEVELOPMENT OF
DIAGNOSTIC PROBE FOR DIAGNOSIS BASED GENE
CLONING SHIGA LIKE TOXIN-1
(STX-1) OF Escherichia coli O157: H7 IN CATTLE
I Wayan Suardana1), I Nyoman Suyasa1), Dyah Ayu Widiasih2),
Widagdo Sri Nugroho3), Michael Haryadi Wibowo2)
1) Universitas Udayana
2) Universitas Gadjah Mada 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Sapi diketahui sebagai reservoir utama agen zoonosis
Verocytotoxin-producing Escherichia coli O157:H7, sekaligus
sebagai sumber penularan utama dari agen ini ke manusia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji lebih mendalam
tentang faktor resiko yang memberikan kontribusi terhadap
penyebaran agen untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam
pengambilan langkah-langkah antisipasi lebih lanjut. Pada
Tahap I, penelitian diawali dengan pengumpulan data
epidemiologi 238 ternak sapi yang diambil dari seluruh
Kecamatan di Kabupaten Badung. Isolasi E. coli dilakukan
melalui pemupukan sampel feses yang diambil dari ke-238
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 327
ternak yang disurvei pada media Eosin Methylene Blue Agar
(EMBA), dilanjutkan dengan tahap identifikasi menggunakan
uji Indol Methyl-Red Voges Proskauer (IMVIV), dan uji
konfirmasi E. coli O157 menggunakan media Sorbitol Mac
Conkey Agar (SMAC) dan uji aglutinasi lateks O157 yang
diakhiri dengan uji antiserum H7 untuk kepastian strain E. coli
O157:H7. Uji molekuler strain E. coli O157:H7 dilakukan
dengan analisis gen 16S rRNA yang dilanjutkan dengan
tahapan sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi
infeksi Escherichia coli O157:H7 pada sapi di Kabupaten
Badung sebesar 6,30% yang tersebar di 4 Kecamatan yaitu
Petang, Abiansemal, Mengwi, dan Kuta dengan tingkat
prevalensi masing-masing sebesar 8,62; 10; 3,33; dan 3,33%.
Analisis terhadap faktor resiko diketahui bahwa faktor dominan
yang berkontribusi terhadap penyebaran infeksi E. coli
O157:H7 adalah sistem pemeliharaan, jenis lantai kandang dan
kebersihan lantai kandang. Kajian analisis molekuler terhadap
strain lokal E. coli O157:H7 menunjukkan bahwa beberapa
strain lokal memilki similaritas yang tinggi (>99,5%)
terhadap strain referen ATCC 43894, sehingga sangat penting
untuk dikaji lebih jauh terutama terhadap marka-marka
virulensinya.
Kata kunci: Epidemiologi, shiga like toxin-1, Escherichia coli
ABSTRACT
Cows are known as the main reservoir of zoonotic agents
Verocytotoxin-producing Escherichia coli O157: H7, as well as
the main source of transmission of the agent to humans. This
study aims to assess the depth of the risk factors that
contribute to the spread of the agent to be considered in
328 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
taking measures further anticipation. In Phase I, the study
begins with the collection of epidemiological data 238 cattle
were taken from throughout the District in Badung. Isolation of
E. coli is done through the fertilization of faecal samples taken
from all 238 cattle were surveyed on media Eosin Methylene
Blue Agar (EMBA), followed by a phase identification using test
Indol Methyl-Red Voges Proskauer (IMVIV), and a confirmation
test of E. coli O157 using media Sorbitol Mac Conkey Agar
(SMAC) and latex agglutination test that ends with a test O157
antiserum for certainty H7 strain of E. coli O157: H7. Molecular
test strain of E. coli O157: H7 is done by analysis of 16S rRNA
gene followed by sequencing stage. Results showed the
prevalence of infection of Escherichia coli O157: H7 in cattle in
the Badung regency of 6.30% spread in 4 Districts that
evening, Abiansemal, Mengwi, and Kuta with prevalence rates
of respectively 8.62; 10; 3.33; and 3.33%. Analysis of risk
factors is known that the dominant factor contributing to the
spread of infection with E. coli O157: H7 is a maintenance
system, the type of floor of the cage and cage floor hygiene.
Study of molecular analysis against local strains of E. coli
O157: H7 shows that some local strains have the high
similarity (> 99.5%) to the referent strain ATCC 43 894, so it is
important to be studied further, especially against the
virulence markers.
Keywords: Epidemiologi, shiga like toxin-1, Escherichia coli
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 329
Gambar 2. Reaksi positif E. coli
O157 pada uji aglutinasi latex
Gambar 1. Hasil elektroforesis Gen 16S rRNA
330 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN NANO TEKNOLOGI LOGAM TERSERAP TUBUH SEBAGAI ANTI PENYAKIT
SURRA PADA TERNAK
DEVELOPMENT OF BIODEGRADABLE METAL NANO
TECHNOLOGY AS AN ANTI SURRA FOR LIVESTOCK
Cahyaningsih1), Noviana1), Fakhrul1), Hari2), Taufiqu3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
ABSTRAK
Trypanosomiasis akibat infeksi Trypanosoma evansi
menyebabkan kerugian ekonomi pada peternakan, karena itu
perlu pencegahan dan pengobatannya. Obat yang ada pada
saat ini kurang efektif, maka perlu mencari obat anti T.evansi /
anti Surra. Tujuan penelitian ini untuk menghasilkan partikel
nano dari logam terserap tubuh sebagai anti T.evansi/anti
Surra pada ternak. Logam terserap tubuh tersebut dibuat
dengan “mechanical milling” dan zero valen yang disintesa
dengan etanol dan natrium borohydride. Hasil uji in vitro
menunjukkan bahwa logam Co, Fe, Mn dan Zn berpotensi
sebagai anti T.evansi / anti Surra.
Kata kunci : Trypanosoma evansi, sapi, logam terserap tubuh,
anti Surra.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 331
ABSTRACT
Trypanosomiasisis caused byTrypanosoma evansi infections
that resulting in economic losses in livestock and needs
prevention and treatment. Existing drugsare less effective at
this time and it is necessary to look for an antiT.evansi / anti
Surra. The purpose of this study was to produce nano particle
from biodegradable metals as an anti T.evansi / anti Surra in
cattle. These metals were produced by mechanical milling and
zero valent synthesized with ethanol and sodium borohydride.
Results of in vitro assays showed that Co, Fe, Mn and Zn
metals were potential as anti T.evansi / anti Surra.
Key words : Trypanosoma evansi, biodegradablemetals, anti
Surra.
Gambar 1. Pembuatan partikel zero Gambar 2. Produk dan hasil valen “model peroral”
332 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN AGROWISATA TERPADU DENGAN
MODEL ABGC (ACADEMICIAN-BUSSINESS-
GOVERNMENT-COMMUNITY) DI WILAYAH TOMOHON
SULAWESI UTARA
INTEGRATED DEVELOPMENT MODEL OF AGROTOURISM ABCG
(ACADEMICIAN-BUSSINESS-GOVERNMENT-COMMUNITY) IN
THE REGION TOMOHON NORTH SULAWESI
Afra D. N. Makalew1), Ai Dariah2), Qodarian Pramukanto1),
Lientje Karamoy3), Josea Singgano3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Sam Ratulangi
ABSTRAK
Agrowisata merupakan salah bentuk usaha jasa berbasis
pertanian yang menjadikan pertanian, aktivitas, dan
lingkungannya sebagai objek dan daya tarik utama dalam
industri wisata. Dalam model kolaborasi agrowisata ke dalam
sistem agribisnis (sub sistem on farm, hulu hilir dan
penunjang), setiap komponen akademisi-bisnis-pemerintah-
komunitas (ABGC) mempunyai peran dan tanggungjawab
masing-masing. Akademisi (A) dan bisnis (B) sebagai innovator
dan inkubator, pemerintah (G) sebagai fasilitator, sedangkan
komunitas (C) sebagai implementor. Perencanaan
pembangunan pertanian di wilayah Tomohon (Sulawesi Utara)
melalui pengembangan agrowisata terpadu dengan Model
Kemitraan ABGC merupakan upaya yang perlu dikembangkan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 333
sebagai alternatif dalam peningkatan perekonomian dan
kesejahteraan petani. Dalam mengembangkan agribisnis,
diperlukan komitmen untuk membangun sinergi antar aktivitas
sistem agribisnis yang meliputi sub sistem on-farm, off-farm
(up stream, down stream dan pendukung) dengan fungsi agro-
based services berdasarkan model integrasi peran dan
tanggungjawab antar komponen stakeholder dalam model
ABGC. Potensi pengembangan agrowisata terpadu sangat
tinggi di wilayah Kota Tomohon, terutama komoditi tanaman
hias (bunga) dan tanaman sayuran. Agrowisata tanaman
bunga berpotensi dikembangkan di Kakaskasen dan tanaman
sayuran di Rurukan. Dukungan masyarakat dan pemerintah
setempat sangat baik sehingga implementasi konsep akan
sangat diharapkan untuk dilakukan di tempat terpilih
(Kakaskasen dan Rurukan) dimana peran kelompok tani terkait
sangat mendukung. Keterlibatan atau dukungan oleh
pemerintah, swasta, dan masyarakat pertanian di Kota
Tomohon akan menjadi kunci keberhasilan proses
implemnetasi pengembangan agrowisata terpadu.
Kata kunci: Agrowisata, agribisnis, manajemen terpadu.
ABSTRACT
Agro-tourism is one form of agriculture-based business
services that make agriculture, activities and objects and the
environment as a major attraction in the tourism industry. In a
collaborative model of agro into agribusiness system (sub
system on farm, upstream and downstream support), each
component of the business-academia-government-community
(ABGC) has the role and responsibilities of each. Academics (A)
334 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
and businesses (B) as an innovator and incubator, the
government (G) as a facilitator, while community (C) as
implementor. Agricultural development planning in Tomohon
area (North Sulawesi) through the development of integrated
agro ABGC Partnership Model is an effort that needs to be
developed as an alternative in the improvement of the
economy and the welfare of farmers. In developing
agribusiness, required a commitment to build synergies
between agribusiness system activity that includes sub-system
on-farm, off-farm (up stream, down-stream and supporters)
with the function of agro-based services based on a model of
integration between the components of the roles and
responsibilities of stakeholders in the model ABGC. Integrated
agro-tourism development potential is very high in the region
of Tomohon, especially commodity ornamental plants (flowers)
and vegetable crops. Agrotourism plants could potentially be
developed in Kakaskasen flower and vegetable crops in
Rurukan. Support communities and local government is very
good so that implementation of the concept will be expected to
do in a place chosen (Kakaskasen and Rurukan) where the role
of farmer groups linked very supportive. Involvement or
support by governments, private sector, and the agricultural
community in Tomohon will be key to the success of the
integrated agro implemnetasi development.
Keywords: Agrotourism, agribusiness, integrated deveopment
management.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 335
PENGARUH POLA USAHATANI TERPADU PADI-TERNAK
TERHADAP PRODUKTIFITAS, PENDAPATAN DAN NILAI
TUKAR PETANI
THE EFFECT OF INTEGRATED FARMING RICE-ANIMALS TO
PRODUCTIVITY, INCOME AND FARMER’S EXCHANGE RATE
Nunung Kusnadi1), Sri Utami Kuntjoro1), Dewa Ketut Sadra
Swastika2), Lindawati3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Islam Sumatera Utara
ABSTRAK
Pola usahatani terpadu merupakan pola usahatani campuran
dari berbagai komoditas yang diharapkan mampu
meningkatkan sinergi antara tanaman dan ternak sehingga
meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani. Pola ini
diharapkan juga menjadi solusi bagi sistem pertanian yang
bebas bahan kimia. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi
dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan
petani, pemodelan, dan pengaruh usaha tani terpadu terhadap
pendapatan dan Nilai Tukar Petani. Kegiatan dilakukan di tiga
Kabupaten di Jawa Barat yaitu Kabupaten Subang, Sumedang
dan Tasikmalaya, dengan jumlah reponden 200 orang. Alat
analisis yang digunakan adalah model ekonometrika, dan
model Linear Programming Pola Usahatani Terpadu Padi-
Ternak (MLUPT). Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi
usahatani terpadu Padi-Ternak cukup tinggi, dibuktikan
336 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
besarnya jumlah petani yang mengadopsi (70%). Faktor-faktor
yang secara signifikan mempengaruhi petani dalam
mengadopsi adalah penggunaan pupuk organik dan tenaga
kerja suami untuk usaha ternak sapi, serta pendapatan
usahatani dan produksi padi. Simulasi MLPUT Padi-Ternak
menunjukkan penambahan nilai salah satu peubah mampu
meningkatkan pendapatan secara optimal. Peningkatan luas
lahan adalah hal yang sulit dilakukan karena lahan yang ada
terkonversi untuk kegiatan lain. Peningkatan jumlah sapi
adalah pilihan yang paling logis, karena hasil simulasi
menunjukkan dengan luas lahan minimal di lokasi penelitian
(0,028 Ha) dengan kepemilikan ternak 2 ekor sapi, telah
mampu meningkatkan pendapatan menjadi Rp 20,1 juta dari
sebelumnya hanya Rp 12,45 juta, meskipun hanya memiliki 1
ekor sapi.
Kata kunci: Sistem usahatani terpadu, padi, sapi, pendapatan
petani.
ABSTRACT
Integrated farming pattern is the pattern of farming mix of
various commodities are expected to increase the synergies
between crop and livestock thereby increasing the productivity
and income of farmers. This pattern is expected to also be a
solution for the agricultural system that is free of chemicals.
This study aims to identify and analyze the factors that affect
farmers' decisions, modeling, and integrated farming effect on
revenues and Farmers Exchange Rate. The activities carried
out in three districts in West Java, namely Subang, Sumedang
and Tasikmalaya, the number of respondents 200 people. The
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 337
analytical tool used is an econometric model, and the model of
Linear Programming Patterns Integrated Rice-Livestock
Farming (MLUPT). The results showed that the adoption of
Integrated Rice-Livestock farming is high, evidenced the large
number of farmers who adopted (70%). Factors significantly
affecting farmers in adopting the use of organic fertilizer and
labor husband's cattle business, as well as farm income and
rice production. Rice-Livestock MLPUT simulation shows the
addition of the value of one variable is able to increase
revenue optimally. Increased land area is a difficult thing to do
because the land is converted to other activities. Increasing
the number of cows is the most logical choice, because the
simulation results show with a minimum land area of the study
sites (0.028 Ha) with livestock ownership two cows, has been
able to increase revenue to Rp 20.1 million from the previous
Rp 12.45 million, despite only having one head of cattle.
Keywords: Integrated farming systems, rice, beef, farmers'
income.
338 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
MODEL KELEMBAGAAN RANTAI PASOK AGROINDUSTRI
PANGAN SKALA UMKM UNTUK MEMPERKUAT
KEMITRAAN DAN JARINGAN DI PROVINSI LAMPUNG
MODEL INSTITUTIONAL FOOD SUPPLY CHAIN
AGROINDUSTRI SMES SCALE FOR STRENGTHENING
PARTNERSHIPS AND NETWORKS IN THE PROVINCE LAMPUNG
Muhammad Irfan Affandi1), Sussi Astuti1), Firdausil A. Ben2)
1) Universitas Lampung
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Agroindustri pangan memiliki peluang dalam peningkatan
pendapatan petani, nilai tambah produk tanaman pangan dan
perluasan kesempatan kerja di perdesaan. Peningkatan
pendapatan baik individu maupun kelompok usaha skala UKM
akan menekan kemiskinan, sehingga pengembangan
agroindustri pangan skala UKM mendukung konsep
pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Data statistik
menunjukkan bahwa dari jumlah industri sebanyak 51,26 juta
unit, industri menengah dan kecil berturut-turut adalah 39.660
unit (0,08%) dan 520.220 unit (1,01%), sedangkan sebanyak
50,7 juta unit (98,9%) adalah industri skala mikro. Sebanyak
53,57% dari semua usaha kecil dan mikro bergerak pada
bidang pangan dan pertanian. DiProvinsi Lampung,
berdasarkan analisis Tabel Input-Output Provinsi Lampung
tahun 2005, sumbangan output sektor-sektor agroindustri
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 339
adalah sekitar 28 persen. Pentingnya sektor agroindustri juga
terlihat dari nilai tambah yang diciptakan, yakni sebesar 23.3%
dari total nilai tambah sektor industri tahun 2004. Tujuan
penelitian adalah mengkaji model kelembagaan rantai pasok
agroindustri pangan skala UMKM guna memperkuat kemitraan
dan jaringan. Hasil penelitian mendapatkan bahwa nilai
tambah agroindustri pangan skala UKM berbasis klaster
memberikan rasio nilai tambah cukup besar. Besarnya nilai
tambah tergantung pada bahan baku yang digunakan, tenaga
kerja, upah tenaga kerja, harga output, harga bahan baku,
dan nilai input lain. Diversifikasi produk agroindustri pangan
skala UKM berbasis klaster di Propinsi Lampung layak secara
finansial. Kelayakan masih terjaga meskipun terjadi
peningkatan biaya produksi dan penurunan harga produksi
sebesar 20%. Pola rantai pasok bahan baku agroindustri
pangan skala UKM berkait dengan mitra tani dan pedagang
pengumpul/pemasok. Kelompok usaha bersama (KUB)
pengusaha agroindustri skala UKM mempunyai peranan yang
besar dalam mengembangkan agroindustri, sehingga dapat
berperan dalam introduksi teknologi. Introduksi teknologi yang
berhasil akan memperbesar skala usaha dan jaringan.
Kelembagaan rantai pasok agroindustri pangan skala UMKM
pada taraf informal model yaitu kontrak bahan baku dan
produksi secara informal dan musiman. Untuk agroindustri
pangan skala kecil didorong untuk kontrak farming yang lebih
maju.
Kata kunci: Agroindustri, rantai pasok, nilai tambah, provinsi
Lampung.
340 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ABSTRACT
Food agro-industry has the opportunity to increase farmers'
income, value-added products of food crops and expansion of
employment opportunities in rural areas. Increased revenue
both individual and group business scale of SMEs will reduce
poverty, so the development of agro-food SMEs scale supports
the concept of equity and economic growth. Statistics show
that of the total amount of 51.26 million units industry, small
and medium industries are respectively 39 660 units (0.08%)
and 520 220 units (1.01%), while as many as 50.7 million
units (98, 9%) are micro-scale industries. A total of 53.57% of
all micro and small enterprises engaged in the field of food and
agriculture. In Lampung Province, based on the analysis of the
Input-Output Tables of Lampung Province in 2005, the
contribution of the sectors of agro-industry output is about 28
percent. The importance of agro-industry sector is also visible
from the value added created, which amounted to 23.3% of
the total value added of industrial sector in 2004. The purpose
of the study is to assess the institutional model of agro-food
supply chain scale of SMEs in order to strengthen partnerships
and networks. Results of the study found that the value-added
agro-food scale cluster-based SME provides added value ratio
is quite large. The amount of added value depending on the
raw materials used, labor, labor, output prices, raw material
prices and other input values. Diversification of agro-food
products based clusters scale SMEs in Lampung province
financially feasible. Feasibility still maintained despite an
increase in production costs and a decrease in the price of
production by 20%. Raw material supply chain pattern scale
agro-food SMEs in relation to farm partners and traders. Group
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 341
joint venture (KUB) SME scale agro-industry entrepreneurs
have a major role in developing agro-industry, so that it can
play a role in the introduction of technology. Successful
introduction of technology will increase the scale of operations
and jaringan.Kelembagaan agro-food supply chain at the level
of informal SMEs scale models of raw materials and production
contracts are informal and seasonal. For small-scale agro-food
encouraged to contract farming more advanced.
Keywords: agro-industry, supply chain, value-added, Lampung
province.
Gambar 1. Pembuatan keripik Gambar 2. Keripik singkong
Singkong dalam kemasan
342 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN SISTEM KETAHANAN PANGAN
RUMAH TANGGA MISKIN DAN RAWAN PANGAN PADA
TIGA TIPE AGROEKOSISTEM DI SULAWESI SELATAN
DEVELOPMENTOF FOOD SECURITYSYSTEMSOF
POORANDVULNERABLEHOUSEHOLDSINTHREE TYPES
OFAGROECOSYSTEMSINSOUTHSULAWESI
Mais Ilsan1), Nurliani Karman1), Azis Bilang2), Tajidan3)
1) Universitas Muslim Indonesia Makassar
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Mataram
ABSTRAK
Ketahanan pangan menurut UU No. 18 tahun 2012 adalah
kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari ketersediaan pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, terjangkau sesuai dengan keyakinan dan budaya
masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif
secara berkesinambungan. Penelitian ini bertujuan mengkaji
karakteristik sosial ekonomi dan kearifan lokal yang terkait
dengan ketahanan pangan rumah tangga, menghasilkan
indikator ketahanan pangan rumah tangga, serta mengkaji
kebijakan dalam pengembangan ketahanan pangan rumah
tangga miskin dan rawan pangan di Sulawesi Selatan. Lokasi
penelitian ditentukan dengan metode multistage sampling,
sedangkan untuk responden menggunakan systematic
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 343
sampling. Metode analisis data yang digunakan meliputi
analisis deskriptif, analisis derajat ketahanan pangan rumah
tangga, serta analisis statistik dengan menggunakan
persamaan ekonometrik dan simulasi kebijakan. Komponen
sosial ekonomi yang terkait dengan pengembangan ketahanan
pangan rumah tangga yaitu pendidikan, jumlah tanggungan
keluarga, pendapatan, dan pekerjaan. Kearifan lokal yang
menonjol yaitu penyimpanan pangan, alokasi pendapatan istri
hanya untuk pangan, pola makan yang tidak beragam,
penganekaragaman pangan masih rendah, dan tudang
sipulung yang terkait dengan aspek budaya lokal sebelum
petani turun ke sawah. Tingkat ketahanan pangan rumah
tangga pada agroekosistem pesisir masih agak rawan,
sedangkan pada agroekosistem persawahan dan pegunungan
agak tahan pangan. Secara simultan ketahanan pangan rumah
tangga yang terdiri atas empat komponen dan 18 indikator
saling berpengaruh sehingga dalam menyusun kebijakan
ketahanan pangan rumah tangga perlu memerhatikan
variabel-variabel yang signifikan. Untuk meningkatkan
ketahanan pangan rumah tangga, pemerintah diharapkan
dapat merumuskan kebijakan berdasarkan agroekosistem.
Kata kunci: Ketahanan pangan, rumah tangga miskin, rumah
tangga rawan pangan, agrosistem, Sulawesi
Selatan.
ABSTRACT
According to Law No 18-2012, food security is a condition
when the need for food is fullfiled for the state and the people,
reflected in the availability of food both in quality and quantity,
344 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
safe, varied, nutritious, equal and reachable in accordance with
community culture and religion for sustainable healthy, active
and productive live. This research aimed to study the socio-
economic characters and indigenous knowledge related to
household food security, and to analyze the policy on
developing food security of poor household in South Sulawesi.
The locations of the survey were determined by multistage
sampling, whereas the respondents were determined by
systematic sampling. The data were analyzed by descriptive
method, household degree of food security analysis and
econometrics, and policy simulation. The socio-economic
components related to household food security are education,
number of dependants, income, and work performance. The
significant indigenous knowledges are food reserve, wife’s
income allocated only for food, non-diverse food pattern and
less food diversity, and the tudangsipulung, a local tradition of
farmers before going to the field. Results of the study
indicated that food security of household in coastal
agroecosystem was still weak, whereas that in paddy-field and
mountaineous agroecosystem was relatively strong. The four
components and 18 indicators of food security were
simultaneously affecting food security, so that to formulate
policy for household food security we need to include
significant variables. To strengthen the household food
security, the government needs to formulate policy based on
agroecosystem.
Keywords: Food security, poor households, food vulnerable
household, agroecosystems, South Sulawesi
346 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN DESAIN POMPA RODA AIR UNTUK
PETANI DAERAH RAWA PENING KABUPATEN
AMBARAWA
DEVELOPMENT DESIGN WHEEL PUMP WATER FOR FARMERS
OF SWAMP REEL
DISTRICT AMBARAWA
Sunarwo1), Indrie Ambarsari2), Sahid3), Yusuf Umardani1), Agus
Sutanto3)
1) Politeknik Negeri Semarang
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Petani di daerah Rawa Pening-Ambarawa sangat tergantung
pada bahan bakar minyak untuk memompa air, untuk itu perlu
dikembangkan Desain Pompa roda air memanfaatkan angin
sebagai sumber tenaga. Pompa roda air dirancang dan dibuat
dengan bahan dari stainless steel, corong atau mangkok air
dari pipa PVC, selang fleksibel, katub searah, silinder
pengumpul, poros utama dari ST 60, dudukan poros, dan roda
gigi. Dimensi ditentukan berdasarkan hasil uji turbin angin.
Pengukuran yang dilakukan pada musim kemarau bulan Mei-
Agustus 2013 didapatkan rata-rata kecepatan angin adalah 5
m/s hingga 12 m/s. Potensi ini cukup memadai untuk
menggerakkan sebuah turbin angina yang akan dijadikan
sebagai penggerak pompa roda air. Berdasarkan alat uji
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 347
Blower yang terdapat di Laboratorium Teknik Konversi Energi
POLINES, diperoleh dimensi dan jenis bahan sesuai dengan
harapan. Komponen utama turbin angin terdiri dari sudu turbin
NACA 4415, poros turbin, system transmisi roda gigi, dan
rangka. Diameter turbin angin 70 cm. Hasil uji di
representasikan dalam bentuk grafik karakteristik turbin
angina. Coeffitient power turbin angin horisontal tertinggi yang
di hasilkan adalah ketika sudu terpasang pada sudut serang 50
dan pada kecepatan angin 9 m/s yaitu 0,156. Daya mekanik
tertinggi pada turbin angin horisontal terjadi ketika sudu
terpasang pada sudut serang 50 dan pada kecepatan angin 12
m/s dengan daya mekanik 49,316 watt. Uji terhadap system
pompa roda air didapatkan pompa roda air dengan jumlah
masukan 5 buah memiliki kinerja paling baik. Hal ini bisa
dilihat dari debit air yang dihasilkan, yaitu 0,14 liter per detik.
Kata kunci: Desain, Pompa, Air, petani, Rawa Pening,
Ambarawa.
ABSTRACT
Farmers in the area of Rawa Pening (Ambarawa) highly
dependent on fuel oil for pumping water, so that, it was
necessary to develop a water wheel pump design utilizing wind
as an energy source. Pump water wheel was designed and
made with materials from stainless steel, funnel or bowl of
water from pvc pipes, flexible hoses, unidirectional valve,
cylinder collectors, the main axis of st 60, the holder axis, and
gears. Dimensions determined based on the results of the test
wind turbine. Measurements which conducted during the dry
season from may to August 2013 obtained an average wind
348 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
velocity was 5 m/s to 12 m/s. This potency sufficient to drive a
wind turbine which will used as a water pump impeller wheels.
Based on test equipment blower located polines energy
conversion engineering laboratory, acquired dimensions and
types of materials in line with expectations. The main
components of a wind turbine consisted of turbine blade naca
4415, the turbine shaft, gear transmission system, and frame.
Wind turbine diameter of 70 cm. The test results be
represented in graphic form the wind turbine characteristics.
Coefficient highest horizontal wind turbine power generated
when the blade was mounted on the angle of attack of 50 and
at a wind velocity 9 m/s which was 0.156. The highest
mechanical power at wind turbine blades installed horizontally
occurs when the attack angle of 50 and on wind speed of 12
m/s with 49.316 watts of mechanical power. Trials to the
system pumps water wheel obtained that the best
performance pump water wheels by the number of pieces of
input 5. This could be seen from the debit water produced,
which is 0.14 liters per second.
Keywords: Design, Pumps, Water, Farmers, Rawa-Pening,
Ambarawa.
350 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
RANCANG BANGUN SISTEM PENGERING GABAH
BERBAHAN BAKAR SEKAM DENGAN MEDIA UDARA
YANG DIDEHUMIDIFIKASI ZEOLITE
SYSTEM DESIGN BASED FUEL SEKAM GABAH DRYER WITH
THE MEDIA AIR DIDEHUMIDIFIKASI ZEOLITE
Mohamad Djaeni1), Jumali2), Laeli Kurniasari3), Wiratno2),
Ratnawati1)
1) Universitas Diponegoro
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Wahid Hasyim Semarang
ABSTRAK
Pengeringan gabah sangat menentukan kualitas beras yang
dihasilkannya. Kualitas gabah hasil pengeringan matahari
sangat dipengaruhi oleh cuaca baik kontinyuitas maupun
kualitasnya. Sementara pengering unggun terfluidisasi
(konvensional) boros energi serta kualitas gabah mengalami
penurunan akibat intervensi panas. Penelitian bertujuan
meningkatkan energi efisiensi proses pengeringan gabah dari
50% menjadi 90%, meningkatkan mutu gabah kering (kadar
air 12%) dengan meminimalisasi kebutuhan energi dan
terjadinya degradasi nutrisi, serta mendesain unit pengeringan
yang fisibel, serta handal untuk industri dan UKM. Kegiatan ini
bertujuan meningkatkan kualitas dan efisiensi pengeringan
gabah. Dalam penelitian ini digunakan zeolite untuk
meningkatkan driving force pengeringan serta bahan bakar
gabah untuk menghemat biaya. Kegiatan penelitian tahun
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 351
pertama telah berhasil mendesain pengeringan berkapasitas 5
kg, evaluasi pengeringan yang meliputi kualitas fisik, kimia dan
bilogi beras, serta energi efisien. Pada tahun kedua meliputi
modifikasi sekam sebagai bahan bakar, scale-up pengering
berkapasitas 500 kg/jam, optimasi proses, dan evaluasi
fisibilitas. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa pengering gabah
dengan zeolite telah mampu mempertahankan mutu gabah
pada suhu operasi dibawah 80oC. Semakin tinggi suhu maka
proses pengeringan semakin cepat, namun kualitas fisik dan
nutrisi gabah akan menurun. Hasil telah menunjukkan bahwa
prosentase beras kepala mampu mencapi 80%, dan
kandungan nutrisi tidak berubah. Bahkan swelling power beras
menjadi nasi tetap tinggi yaitu sekitar 4. Energi efisieni juga
telah dilakukan evaluasi yang menunjukkan bahwa energi
efisiensi akan meningkat dengan bertambahnya padi dalam
unggun pengering. Namun semakin banyak padi, proses
fluidisasi tidak terjadi, dan hasil kadar air padi menjadi tidak
homogen, dan tidak kering (belum mencapai 14%). Hasil yang
paling rasional didapat dengan kapasitas 2.0/batch atau 5.0
kg/jam, dengan kecepatan udara 10 m.s-1 dan kisaran suhu
50- 60oC. Pada kondisi ini, kadar air dalam gabah mampu
mencapai 14%, dengan waktu operasi 40 menit, serta efisiensi
energi 70-75%.
Kata kunci: Mesin pengering gabah, bahan baku sekam,
zeolite.
ABSTRACT
Grain drying largely determines the quality of the rice it
produces. Sun dried grain quality results strongly influenced by
352 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
the weather both continuity and quality. While fluidized bed
dryer (conventional) energy-intensive and grain quality has
decreased due to the intervention of heat. Research aimed at
improving the energy efficiency of the drying process of grain
from 50% to 90%, improve the quality of dried grain (moisture
content 12%) to minimize energy requirements and nutrient
degradation, as well as designing the drying unit feasible and
reliable for industry and SMEs. This activity aims to improve
the quality and efficiency of grain drying. Zeolite used in this
study to enhance the driving force of grain drying and fuel to
save costs. The first year of research activities have been
successful in designing a drying capacity of 5 kg, drying
evaluation covering physical, chemical and biology of rice, as
well as energy efisienai. In the second year includes
modifications husk as fuel, scale-up Dryer capacity of 500
kg/h, process optimization, and evaluation of feasibility.
Results of the evaluation showed that grain dryers with zeolite
have been able to maintain the quality of grain at
temperatures below 80 °C operation. The higher the
temperature the faster the drying process, but the physical
and nutritional quality of grain will decrease. Results have
shown that the percentage of head rice is able to peak at
80%, and nutrient content has not changed. Even the swelling
power of rice into the rice remained high at around 4. Efisieni
energy has also been carried out evaluation shows that energy
efficiency will be increased by increasing the rice in the dryer
bed. But more and more rice, fluidization process does not
occur, and the results of the water content of the rice becomes
not homogeneous, and not dry (not yet reached 14%). The
most rational results obtained with a capacity of 2.0/batch or
5.0 kg/hour, with the air speed of 10 ms-1 and a temperature
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 353
range of 50 - 60 °C. In this condition, the water content in the
grain is able to reach 14%, with an operating time of 40
minutes, as well as energy efficiency of 70-75%.
Keywords: Grain dryers machines, raw materials chaff, zeolite.
Gambar 1. Alat pengering adsorpsi Gambar 2. Periksaan alat dengan zeolite
354 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PERANCANGAN KERTAS AKTIF PEMBRONGSONG
MANGGA SERTA MESIN PEMBRONGSONG DAN
PEMANEN MANGGA BERBASIS MIKROKONTROL
DESIGN ON PAPER AS WRAPPING MANGO FRUIT, AND
MICROCONTROL ENGINE FOR WRAPPING AND HARVESTERS
MANGO
Margaretha Tuti Susanti1), Rostaman2), Dwi Nugraheni3)
1) Universitas Diponegoro
2) Universitas Jenderal Soedirman 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Abstrak
Salah satu melindungi buah mangga dari serangan hama
penyakit adalah melalui pembrongsongan, dimana ada banyak
bahan yang secara teoritis dapat digunakan. Penelitian ini
mempelajari penggunaan kertas aktif sebagai bahan
pembrongsong mangga untuk menghambat pertumbuhan
jamur C. Gloesporoides dan melindungi buah dari serangan
lalat buah melalui peningkatan kekuatan serat kraft dengan
1,5% kitosan melalui pengikatan silang. Bahan penelitian
mencakup campuran minyak serai, kemangi, cengkeh, dan
kayumanis dengan perbandingan 1:1:1:2 dan konsentrasi
2,5%. Bahan ini digunakan untuk inkorporasi dengan selulosa-
kitosan untuk menghasilkan kertas aktif. Kantong
pembrongsong dari kertas aktif berukuran 20 x 25 cm
diaplikasikan di kebun mangga di daerah Rembang. Kertas
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 355
aktif yang dihasilkan mempunyai karakteristik tebal 0,19 mm,
gramatur 123,76 gr/m2; kuat tarik 5217,56 x 106 N/m2;
densitas 662,34 gr/mm3; ketahanan sobek 836 mN;
ketahanan pecah 299,82 Kpa, ketahanan lipat 17 kali; WVTR
12,52 gr/m2/24 jam, konstanta laju, k : -0,4232/hari; koefisien
difusi : 0,757 x 10-6 mm2/hari; bilangan Savoie kl2/D =
16,1516. Angka-angka tersebut mennjukkan karakteristik
kertas aktif, dimana senyawa aktif dapat diserap dan dapat
dimanfaatkan untuk penghambatan jamur C. Gloesporoides.
serta mampu digunakan sebagai bahan pembrongosng. Hasil
penelitian mendapatkan bahwa mangga yang dibrongsong
berwarna hijau bersih, tidak timbul spot hitam oleh C.
Gloesporoides maupun busuk oleh lalat buah dibandingkan
mangga kontrol (tidak dibrongsong). Kantong pembrongsong
tidak mengalami kerusakan setelah digunakan selama 2 bulan.
Kata kunci: Buah mangga, kertas aktif, pembrongsong buah
mangga.
ABSTRACT
One protect mangoes from pest attack is through packaging,
where there is a lot of material that could theoretically be
used. This research studied the use of the active paper as
wrapping material mangoes to inhibit the growth of fungi C.
Gloesporoides and protect the fruit from fruit fly attacks
through increased strength kraft fibers with 1.5% chitosan via
crosslinking. The research material includes a mixture of
citronella oil, basil, clove, and cinnamon with a ratio of 1: 1: 1:
2 and a concentration of 2.5%. This material is used for the
incorporation of the cellulose-chitosan to produce active paper.
356 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Wrapping paper bags of active measuring 20 x 25 cm was
applied in a mango orchard in the area of Rembang. The
resulting active paper has the characteristics of 0.19 mm thick,
grammage 123.76 gr/m2; 5217.56 x tensile strength of 106
N/m2; the density of 662.34 gr/mm 3; 836 mN tear resistance;
299.82 kPa breakage resistance, folding endurance 17 times;
WVTR 12.52 g/m2/24 h, the rate constant, k: -0.4232/day;
diffusion coefficient: 0.757 x 10-6 mm2/day; Savoie numbers
kl2/D = 16.1516. Those figures mennjukkan active paper
characteristics, wherein the active compound can be absorbed
and can be used for inhibiting fungal C. Gloesporoides. and
capable of being used as a wrapping material. Results of the
study found that green mango wrapped in clean, do not arise
by C. Gloesporoides black spots and rot than mango fruit fly
control (not dibrongsong). Wrapping bag suffered no damage
after being used for 2 months.
Keywords: Mango, active paper, mangoes wrapping.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 357
RANCANG BANGUN PIRANTI LUNAK CERDAS YANG
DILENGKAPI DENGAN GPS (GLOBAL POSITIONING
SYSTEM) UNTUK MENDETEKSI DAN PENANGANAN
DINI PENYAKIT SAPI
DEVELOPING MOBILE INTELLIGENT SOFTWARE WITH
GLOBAL POSITIONING SYSTEM FOR COW DESEASES
DIAGNOSIS AND FIRST AID ACTION SUGGESTION
Wiwik Anggraeni1), Darminto2), Sudjono3), M. Adji Firmansyah4),
Fahri Reza3) 1) Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Kementerian Riset dan Teknologi
4) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Malang, Jawa Timur
ABSTRAK
Kebutuhan daging dan susu Indonesia masih tergantung dari
impor. Penggunaan teknologi informasi yang tepat guna, yaitu
dengan piranti lunak cerdas yang dapat digunakan oleh
peternak sapi untuk mendeteksi penyakit dan membantu
melakukan penanganan dini pada penyakit sapi, dan
memantau tingkat perkembangan penyakit sapi di suatu
daerah sehingga bantuan yang diberikan dapat tepat sasaran.
Piranti lunak cerdas dikembangkan dengan menggunakan
metodologi prototyping. Sedangkan metode yang digunakan
adalah sistem cerdas dengan teknik representasi yang yang
dihasilkan dari Fuzzy Neural Network pada penelitian
sebelumnya dan dikembangkan sebagai piranti lunak GIS
358 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
(Geographic Information System) berbasis mobile dalam
sistem operasi berbasis android dengan menggunakan
teknologi Google Maps. Hasil dari penelitian ini adalah piranti
lunak sistem cerdas berbasis mobile yang dikembangkan
dalam sistem operasi android sehingga bisa diakses dengan
menggunakan handphone pintar berbasis android. Dengan
piranti lunak ini dapat dilihat persebaran penyakit sapi dalam
bentuk peta. Dari hasil uji coba didapatkan bahwa sistem
cerdas ini mampu mendeteksi posisi penyakit sapi secara tepat
dan akurat.
Kata kunci: Rancang bangun, piranti lunak cerdas, penyakit
sapi.
ABSTRACT
Demand for meat and dairy Indonesia is still dependent on
imports. The use of appropriate information technology, ie
with intelligent software that can be used by cattle breeders to
detect diseases early and help handling the cow disease, and
to monitor disease progression rates of cattle in an area so
that the assistance provided can be precisely targeted.
Intelligent software developed using prototyping methodology.
While the methods used are intelligent systems with
techniques generated representation of Fuzzy Neural Network
on previous research and software developed as GIS
(Geographic Information System) based mobile operating
system based on Android using Google Maps technology.
Results from this study are software-based intelligent mobile
system developed in the android operating system that can be
accessed by using a smart phone based on Android. With this
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 359
software can be spread cow disease in the form of maps. From
the test results showed that the intelligent system is able to
detect the position of the cow disease and accurately.
Keywords: Design, intelligent, software, treatment, disease,
cattle.
360 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN SISTEM PENGERINGAN GABAH MANDIRI ENERGI MENGGUNAKAN SISTEM HEAT
PUMP ABSORPSI DAN PENGOPERASIAN TERKENDALI BERENERGI GASIFIKASI SEKAM
GABAH DRYING SYSTEM DEVELOPMENT SYSTEM USING
ENERGY SELF ABSORPTION HEAT PUMP AND OPERATION OF
CONTROLLED ENERGETIC GASIFICATION SEKAM
Leopold O. Nelwan1), I Dewa Made Subrata1), Dyah Wulandani1), Lilik
Tri Mulyantara2),
M. Jusuf Djafar3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
ABSTRAK
Faktor utama keberhasilan operasional pengering artifisial
ditentukan oleh kondisi suhu, kelembaban udara dan laju
aliran udara. Sedangkan tingkat adopsi teknologi pengeringan
artifisial di masyarakat umumnya dipengaruhi oleh besarnya
biaya operasional. Penelitian ini untuk mendapatkan sistem
pengering berbiaya rendah dan mandiri energi. Alat pengering
menggunakan metode sub sistem heat pump absorpsi (hpa)
dan sub sistem gasifikasi menggunakan sekam. Hpa
merupakan sistem yang dapat memberikan output termal yang
lebih besar dibandingkan dengan input termal. Sub sistem
gasifikasi digunakan agar pengering tidak bergantung pada
bahan bakar konvensional ataupun jaringan listrik. Selanjutnya
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 361
sub sistem kendali digunakan untuk pemanfaatan yang hemat
energi. Pada tahun pertama penelitian, dilakukan simulasi
pengeringan gabah, hpa gasifikasi sekam dan membuat model
fisik dari sistem hpa. Hasil simulasi pengeringan menunjukkan
bahwa penurunan kelembaban mutlak yang sama akan
memberikan pengurangan waktu pengeringan yang jauh lebih
besar pada suhu udara yang rendah dibandingkan pada suhu
udara yang tinggi. Pada simulasi hpa, dengan laju aliran
larutan 4-10 g/s, total panas yang dapat dihasilkan dari input
0.93 kw adalah berkisar antara 1.5-1.75 kw pada suhu kira-
kira 37oc dengan suhu udara input 27oc. Enurunan kelembaban
mutlak udara oleh fungsi dehumidifier dari evaporator juga
terjadi dengan input 0.018 kg/kg u.k. Menjadi 0.0168 kg/kg
u.k. Hasil simulasi gasifikasi menunjukkan bahwa dengan laju
konsumsi sekam sebesar 0.83 kg per jam, limbah termalnya
memadai untuk sub-sistem hpa pada sistem pengering ini.
Laju gas yang dihasilkan setara dengan daya 1.8 kw yang
memadai untuk menggerakkan kipas pada sistem pengering.
Selain mandiri energi, walaupun sekam dihitung harga
komersialnya, biaya energi dari pengering ini lebih rendah (rp.
63.5/kg gabah) dibandingkan pengering konvensional (rp.
92/kg gabah). Alat pengering ini layak direkomendasikan ke
pengguna
Kata Kunci: Pengering artifisial, sistem gasifikasi, sistem heat
pump absorpsi.
ABSTRACT
The main factors of success is determined by artificially dryer
operating conditions of temperature, humidity and air flow
rate. While the adoption rate artificially drying technology in
362 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
society in general is influenced by the amount of operating
costs. This research is to obtain a low-cost system dryer and
energy independent. Drier using absorption heat pump sub-
system (HPA) and sub-systems using rice husk gasification.
HPA is a system that can provide greater thermal output than
the thermal input. Sub gasification system is used so that the
dryer did not rely on conventional fuels or electricity network.
Further sub control system used for the utilization of energy.
In the first study, conducted simulations of drying grain, husk
gasification HPA and create a physical model of the HPA
system. The simulation results showed that the decrease in
humidity drying the same absolute reduction in drying time will
provide much greater at low temperatures than at high
temperatures. In the simulation HPA, the solution flow rate of
4-10 g/s, the total heat that can be generated from 0.93 kW
input is ranging between 1.5-1.75 kW at a temperature of
approximately 37 °C with input air temperature 27 oC. A
decrease in the absolute humidity of air by a dehumidifier
function of the evaporator is also the case with the input of
0.018 kg/kg uk be 0.0168 kg/kg u.k. The simulation results
showed that the rate of gasification of rice husk consumption
of 0.83 kg per hour, waste thermal sub-system is adequate for
the HPA in this dryer system. The rate of gas produced is
equivalent to 1.8 kW power sufficient to drive the system fans
dryers. In addition to energy self-sufficient, although the husk
calculated commercial price, the cost of energy is lower dryer
(Rp. 63.5/kg of grain) than conventional dryers (Rp. 92/kg of
grain). This dryer worth recommended to the user.
Keywords: Artificial dryers, gasification systems, absorption
heat pump system
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 363
Gambar 1. Konstruksi pembangkit Gambar 2. Komponen- Udara terkendali komponen pembangkit udara
Gambar 3. Sistem HPA yang telah dikonstruksi
364 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN FLUIDIZED BED COMBUSTOR
DENGAN EFISIENSI PEMBAKARAN TINGGI UNTUK
RECOVERY SILIKA DARI LIMBAH SEKAM PADI
SEBAGAI FILLER KARET ALAM
DEVELOPMENT FLUIDIZED BED COMBUSTOR FIRING WITH
HIGH EFFICIENCY SILICA FOR THE RECOVERY OF WASTE
HUSK RICE AS NATURAL RUBBER FILLER
Andri Cahyo Kumoro1), Deddy Alharis Nasution2), Adi Cifriadi3)
1) Universitas Diponegoro
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) PT. Riset Perkebunan Nusantara
ABSTRAK
Sekam padi yang merupakan limbah industri penggilingan padi
terus melimpah seiring dengan meningkatnya produksi padi
dari tahun ke tahun. Setiap ton gabah kering giling
menghasilkan sekitar 200 kg sekam padi, dimana setiap ton
sekam padi setara dengan 84 gallon minyak bakar yang
mempunyai nilai kalor 140.000 BTU/gal. Sekam padi dapat
dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sedangkan abu dari
pembakaran sekam dapat digunakan sebagai pupuk.
Walaupun dalam jumlah yang terbatas, sekam padi juga
digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan untuk
ternak potong dan unggas. Abu sekam padi yang merupakan
hamper 20% bagian dari sekam padi, sangat kaya akan
kandungan silica amorf dengan kadar SiO2 hidrat antara 70-
98%. Selain digunakan sebagai ameliorant pada tanah untuk
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 365
membantu memecah partikel butir tanah liat dan memperbaiki
strukturnya, abu sekam padi biasanya digunakan sebagai
sumber silika dalam pembuatan isolator pada industri baja dan
sebagai pozzolan pada industri semen. Silika juga dapat
dipergunakan sebagai filler dalam penguatan karet alam untuk
menghasilkan karet olahan yang transparan, mempunyai sifat
fisik dan mekanik yang bagus dan bernilai ekonomi tinggi.
Penelitian ini ditujukan untuk memperoleh teknologi yang
unggul untuk memungut silika alami dari sekam padi dan
memanfaatkan silika alami sebagai filler penguat karet alam.
Sebagai penelitian tahun pertama, penelitian ini hanya
ditujukan untuk menghasilkan teknologi pembakaran sekam
padi dalam fluidized bed combustor (FBC), memperoleh abu
sekam padi yang kaya akan silica amorf dan memperoleh
kondisi operasi yang baik dan efisien untuk pembakaran sekam
padi dalam FBC. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap
yang meliputi karakterisasi sekam padi, perancangan dan
fabrikasi FBC, conditioning dan commissioning FBC,
pembakaran sekam padi dalam FBC dan karakterisasi abu
sekam padi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan
mengubah nilai ketinggian pasir, suhu, laju alir udara dan
kelebihan udara, sekam padi dapat dibakar dalam FBC dengan
sangat efisien. Selain itu, abu sekam padi yang diperoleh dari
pembakaran sekam padi juga kaya akan silika amorf dan tidak
tercemar arang sekam padi. Kondisi operasi yang cukup baik
untuk membakar sekam padi dalam FBC adalah dengan
menggunakan kelebihan udara 20%, laju alir udara 3× laju
fluidisasi minimum campuran pasir-sekam padi (90:10-85:15),
ketinggian pasir 0,5 × diameter kolom FBC dan suhu 600oC.
Pada kondisi operasi tersebut FBC mampu bekerja dengan
efisiensi sekitar 99% dan menghasilkan abu sekam padi yang
366 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
kaya silika amorf (±93,75%) dengan cemaran arang sekam padi
kurang dari 3%. Penerapan teknologi FBC untuk membakar
limbah sekam padi diharapkan dapat mengurangi pencemaran
lingkungan oleh sekam padi. Penyempurnaan terhadap FBC
yang ada masih perlu dilakukan dengan memodifikasi
pengumpanan udara dan sekam padi, serta mengkaji lebih
detail peubah-peubah proses lain yang belum dikaji dalam
penelitian ini.
Kata kunci: Sekam padi, silika, filler karet alami.
ABSTRACT
Which is a waste rice husk rice milling industry continues to
overflow with the increase rice production from year to year.
Every ton of dry milled grain to produce about 200 kg of rice
husk, where each ton of rice husks is equivalent to 84 gallons
of fuel oil that has a calorific value of 140,000 BTU/gal. Rice
husk can be used as fuel, while the ash from burning husk can
be used as fertilizer. Although in limited amounts, rice husk is
also used as a raw material in the manufacture of feed for
cattle and poultry. Rice husk ash which is almost 20% share of
the rice husk, very rich in silica amorphous SiO2 hydrate levels
between 70-98%. Besides being used as ameliorant on the
ground to help break up the grains of clay particles and
improve its structure, rice husk ash as a source of silica is
typically used in the manufacture of insulators on the steel
industry and as a pozzolan in cement industry. Silica can also
be used as filler in natural rubber reinforcement to produce
processed rubber transparent, have physical and mechanical
properties are excellent and high economic value. This study
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 367
aimed to obtain superior technology to collect natural silica
from rice husk and utilize natural silica as a reinforcing filler
natural rubber. As the first year of the study, this research is
intended only to produce rice husk combustion technology in a
fluidized bed combustor (FBC), obtain rice husk ash rich in
silica amorphous and obtained good operating condition and
efficient for burning rice husk in FBC. The study was conducted
in several stages that include the characterization of rice husk,
the design and fabrication of FBC, FBC conditioning and
commissioning, the burning of rice husk in FBC and
characterization of rice husk ash. The results showed that by
changing the height sand value, temperature, air flow rate and
the excess air, rice husks can be burned in FBC with very
efficient. In addition, rice husk ash derived from burning rice
husks is also rich in amorphous silica and not tainted rice husk.
The operating conditions were pretty good for burning rice
husk in the FBC is to use 20% excess air, air flow rate of 3 ×
minimum fluidization rate-sand mixture of rice husk (90: 10-
85: 15), a height of 0.5 × diameter sand column FBC and
temperature of 600oC. In the operating conditions of the FBC is
able to work with an efficiency of around 99% and produce
rice husk ash-rich amorphous silica (± 93.75%) with rice husk
contamination of less than 3%. Application of FBC technology
to burn waste rice husk is expected to reduce environmental
pollution by rice husks. Completion of the FBC that there still
needs to be done by modifying the air feed and rice husks, as
well as examine in more detail the other process variables that
have not been examined in this study.
Keywords:Rice husks, silica, natural rubber filler.
368 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Gambar 1. Abu sekam padi hasil Gambar 2. Fluidized bed Hasil pembakaran pada suhu combustor sistim panas
550-600 ºC
Gambar 3. Fluidized bed combustor sistim dingin
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 369
POTENSI BAHAN PANGAN LOKAL BERBASIS TEPUNG (UBI JALAR, PISANG AMBON, KACANG MERAH BESAR)
SEBAGAI ALTERNATIF PANGAN DARURAT UNTUK MENDUKUNG DIVERSIFIKASI PANGAN NASIONAL
POTENTIAL BASED LOCAL FOOD INGREDIENTS FLOUR
(SWEET POTATOES, BANANAS, RED BEANS LARGE) AS AN ALTERNATIVE TO FOOD EMERGENCY SUPPORT FOR
NATIONAL FOOD DIVERSIFICATION
Widi Hastuti1), Ridwan Rachmat2), Bonita Anjarsari3), Suparman1)
1) Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Bandung
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Pasundan
ABSTRAK Pangan darurat diharapkan dapat memenuhi kebutuhan harian
energy dan zat gizi manusia bila terjadi bencana, terutama
untuk bayi dan balita, setara kandungan protein 10-15%,
lemak 35-45%, dan karbohidrat 40-50% dari total energi.
Penelitian pembuatan produk Banaris Bar dilaksanakan di
Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung,
sedangkan pembuatan tepung dilakukan di Laboratorium
Teknologi Pangan Universitas Pasundan, uji mutu dilakukan di
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Bogor. Formulasi
optimasi perlakuan suhu dan waktu pemanggangan dilakukan
dengan menggunakan Response Surface Methodology (RSM)
diperoleh 13 formula.Formulasi optimasi komposisi tepung
dilakukan dengan menggunakan mixture design diperoleh 16
370 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
formula. Hasil pengolahan dihasilkan tepung ubi jalar, pisang
ambon, dan kacang merah dengan masing2 rendemen
berurutan 20,0;16,0 dan 18,6%. Kondisi optimum suhu dan
waktu pemanggangan Banaris bar diperoleh pada suhu 105ºC
dan waktu 60 menit, menghasilkan tekstur agak renyah, warna
kuning kecoklatan, aroma langu sangat ringan, dan cocok
untuk bayi dan balita. Formula yaitu komposisi tepung ubi jalar
26%, tepung pisang ambon 19% dan tepung kacang merah
55% dengan nilai desirability 0,671, nilai sumbangan
makronutrien protein 8,3% (9,1 x 4 kkal/440) kandungan
lemak 43,2% (21,1 x 9 kkal/440) dan karbohidrat 48,6% (53,5
x 4 kkal/440),kandungan beta karoten 805 RE dan
fruktooligosakarida 0,5 g/100 g mencukupi untuk kebutuhan
bayi dan anak balita. Hasil uji organoleptik pada panelis balita
mmenyatakan suka sebanyak 56,0%, sangat suka 37,3% dan
tidak suka sebanyak 6,7%., hal ini menunjukkan produk
Banaris bar dapat diterima dan disukai oleh anak balita.
ABSTRACT
Emergency food is expected to fulfill daily nutricious energy for
human being during catastrophe, especially for babies and
infant, containing about 10-15% protein, 35-45% fat , and 40-
50% carbohidrate of totale energy. Research on Banaris Bar
(traditional food) product as emergency food has been carried
out, and continued in making process as well as testing of the
quality. On temperature and time baking optimation treatment
of formulation of the product using Response Surface
Methodology (RSM) were created 13 formulas, while on
powder composition optimation treatment using mixture
design were created 16 formulas. Rendement of sweet potato,
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 371
ambon banana, and red bean were respectivelly 20,0; 16,0
and 18,6%. Optimum temperature and baking time of Banaris
bar at 105 0C in 60 seconds were resulted product to be more
crispy texture, yellow brownish collor, very soft unpleasant
odor, which were very suitable for babies and infant. The
formula compossed sweet potatoes powder 26%, ambon
banana powder 19% and red bean powder 55% with
desirability value 0,671, value of macronutrient protein 8,3%
(9,1 x 4 kkal/440), fat content 43,2% (21,1 x 9 kkal/440) and
carbohidrate 48,6% (53,5 x 4 kkal/440), beta caroten 805 RE
and fruktooligosacharide 0,5 g/100 g are enough for babies
and infant nutrient. Organoleptic test to infant showed 56,0%
likely, 37,3% much like and 6,7% unlike, it means the product
of Banaris bar were accepted by infant.
Keywords: Emergency food, banaris bar, traditional food.
Gambar 1. Ubi jalar Gambar 2. Pisang Ambon
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 373
PRODUKSI NANOPARTIKEL BERBASIS PATI GARUT, TAPIOKA DAN SAGU UNTUK BAHAN
PEMBAWA (CARRIER MATRIX) BAHAN AKTIF HERBAL DAN BAKTERI ASAM LAKTAT
PRODUCTION OF ARROWROOT, CASSAVA AND SAGO
STARCHES-BASED NANOPARTICLES FOR CARRIER MATRIXES
OF HERBAL ACTIVE COMPOUND AND LACTIC ACID BACTERIA
Titi Candra Sunarti1), Nur Richana2), Muhammad Nur Cahyanto3),
Christina Winarti2)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Gadjah Mada
ABSTRAK
Pati alami mempunyai beberapa kelemahan sehingga perlu
dimodifikasi agar mempunyai karakteristik yang sesuai sebagai
bahan industri, antara lain dengan pembentukan nano partikel,
sehingga potensial sebagai bahan pembawa (carrier matrix).
Penggunaan matriks dapat melindungi bahan aktif dari oksidasi
serta mudah terdegradasi selama pengolahan, penyimpanan
atau dalam sistem pencernaan setelah dikonsumsi. Inkorporasi
komponen aktif dalam matriks dapat meningkatkan stabilitas
komponen, melindunginya dari lingkungan asam dari
pencernaan, dan menjamin pelepasannya dalam usus halus.
Enkapsulasi dapat mencegah persepsi rasa yang tidak
dikehendaki (pahit, sepat) dari komponen bioaktif.Tujuan dari
penelitian ini adalah: (1) Menghasilkan pati termodifikasi yang
sesuai untuk bahan matriks enkapsulasimelalaui modifikasi
374 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
ganda pati tapioka dan sagu, (2) Mengkarakterisasi pati
nanopartikel yang dihasilkan, (3) Menguji stabilitas dan
penghambatan enzim alfa glukosidase mikrokapsul ekstrak
sambiloto berbasis pati garut nanopartikel. Penelitian terdiri
dari:1. Penyiapan pati nano kristalin dari pati garut, sagu dan
tapioka, 2. Karakterisasi pati nano kristalin, yang meliputi
swelling power, kelarutan, morfologi, tipe kristalin dan
kapasitas pengikatan air dan minyak3. Produksi
nano/mikrokapsul menggunakan pati nanokristalin dan bahan
aktif menggunakan spray drier, 4. Karakterisasi
mikro/nanokapsul yang meliputi distribusi ukuran partikel,
morfologi dan efisiensi enkapsulasi. Partikel pati berukuran
nano, dihasilkan dari presipitasi menggunakan pelarut etanol.
Pada proses lintnerisasi, asam kuat menghidrolisis ikatan
glikosidik sehingga terbentuk amilosa dengan rantai lebih
pendek dan bobot molekul lebih rendah. Pengaruh lama waktu
lintnerisasi menghasilkan pati dengan sifat-sifat yang berbeda
dengan pati alami. Tingkat kelarutan dan swelling power pati
sagu yang telah mengalami proses lintnerisasi menjadi lebih
rendah dibandingkan dengan pati alaminya, sedangkan daya
serap pati terhadap air dan minyak cenderung meningkat.
Pada tapioka, tingkat kelarutan dan swelling power meningkat,
namun pada lama waktu lintnerisasi 2 jam sifat tersebut lebih
rendah dibandingkan pati alaminya. Untuk daya serap
terhadap air dan minyak, cenderung menurun apabila semakin
lama dihidrolisis.Ukuran partikel matrix nanopartikel yang
digunakan untuk mikrokapsul ekstrak sambiloto
memperlihatkan ukuran 150-160 nm, dan masih
memperlihatkan kemampuan untuk menekan kerja dari enzim
amiloglukosidase.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 375
Kata kunci: Pati nano kristalin, pati garut, pati sagu, tapioka,
matrix carrier
ABSTRACT
Limitations in native starch application need modification to
meet the industrial characteristics, by forming of nanoparticles
so that it is potential to be used as matrix carrier. Matrix
application for protecting the active compounds which is
sensitive to heat and oxidation, and easy to be degraded
during processing, storage, or in digestive system. Active
compounds incorporated into matrix can improve the
component stability, and protect it from acid condition in
digestive system, and control its release in duodenum which
usually absorb. Encapsulation can protect the undesirable of
bitterness of active compounds.The objectives of this study
were: (1) To obtain modified starch suitable for material matrix
for encapsulation, through dual modification of tapioca and
sago starch; (2) To characterize the nano particles obtained,
(3) To examine stability and alfa glucosidase enzyme inhibition
of andrographilide extract microcapsul based on arrowroot
starch nanoparticles. Four steps of researches were
undertaken: (1). Improvement of the preparation methods of
modified arrowroot, tapioca and sago starch by dual
modification methods, (2). Characterization of modified
starch/starch nanoparticles including swelling power, solubility,
morphology, crystalline type, water and oil binding capacity,
(3). Production of selected starch nanoparticle into
nano/microcapsul by incorporating active herbal ingredient and
lactic acid bacteria, using spray drying, (4). The resulted
nanoparticles are characterized their particle size distributions,
376 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
morphology, encapsulation efficiency and swelling properties.
Results indicated that the modified starch produced from two
step process, namely lintnerization and precipitation.
Lintnerization attacked the amorphous region of starch, and
remained in crystalline starch. This process did not change the
starch form and size. But for nano particles production,
precipitation conducted by organic solvent especially
ethanol.For lintnerization process, mineral acid hydrolyzed the
glycosidic linkages produced short-amylose chains and low
molecular polymer. Hydrolysis changes the starch
characteristics especially solubility and swelling power, and
water & oil binding capacity. Low degree of solubility and
swelling power of sago starch produced after lintnerization
compared to tapioca. Nano particles matrix carrier for
nano/micro encapsulation of andrografolid extract produced
150-160 nm of particles size, and the product showed the
ability to inhibit the amyloglucosidase activity.
Keywords: Starch nano crystalline particles, arrowroot starch,
sago, tapioca, matrix carrier.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 377
Gambar 1. SEM matriks pati nano kristalin dari pati garut presipitasi Etanol-Lintnerisasi 2,4, 6 dan 24 jam
Gambar 2. Penampakan morfologi mikrokapsul matriks pati
campuran maltodekstrim dan pati kristalin (perlakuan
dan lintnerisasi 24 jam) dan presipitasi nutanol 5% (A) dan 10% (B) dengan pembesaran 1000x
Gambar 3. Hasil FTIR pati alami, apti nano kristalin
dan mikrokapsul ekstrak sambiloto
A B
378 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
PENGEMBANGAN PANGAN FUNGSIONAL : BISKUIT
PROBIOTIK BERBASIS BLONDO UNTUK
PENINGKATAN STATUS GIZI DAN IMUN BALITA
GIZI KURANG DI PROPINSI SULAWESI SELATAN
DEVELOPMENTAL FORMULATION OF FUNCTIONAL BISCUIT:
PROBIOTIC AND BLONDO-BASED BISCUIT TO IMPROVE
NUTRITIONAL STATUS AND IMMUNITY OF UNDER FIVE
YEARS OLD CHILDREN IN SOUTH SULAWESI PROVINCE
Rimbawan1), Ikeu Tanziha1), Sri Usmiati2), Slamet Widodo3)
1) Institut Pertanian Bogor 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Universitas Negeri Makasar
ABSTRAK
Masalah gizi kurang, khususnya pada anak balita sering
dijumpai di beberapa wilayah Indonesia. Program intervensi
gzi melalui pemberian pangan merupakan salah satu alternatif
yang dapat diterapkan. Biskuit mempunya potensi untuk dapat
dimanfaatkan dalam program, karena proses distribusi yang
mudah, umur simpan yang relatif lama dan dapat diperkaya
dengan berbagai zat gizi. Blondo merupakan produk samping
pembuatan minyak kelapa yang mengandung banyak zat gizi.
Telah dilakukan penelitian pengembangan biskuit fungsional
berbasis blondo dan probiotik diperkaya dengan tepung ikan
gabus. Berdasarkan analisis organoleptik terpilih biskuit
dengan subsitusi blondo terhadap margarin sebesar 50% dan
tepung ikan gabus terhadap terigu sebesar 10%, dan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 379
berdasarkan analisis proksimat secara umum memenuhi
standar nasional untuk biskuit dalam hal kadar air, abu, lemak,
energi dan protein. Dibandingkan dengan biskuit formula
standar dan biskuit substitusi blondo, hasil uji daya terima
formula biskuit dengan penambahan blondo, tepung ikan
gabus dan probiotik menunjukkan bahwa secara atribut
keseluruhan perlakuan tidak berpengaruh terhadap kesukaan
panelis. Analisis TPC keempat sampel biskuit menunjukkan
bahwa nilainya masih dibawah angka kritis (1,0 x 106 koloni/g)
berkisar < 2,5 x 102 sampai 6,0 x 104 koloni/g. Hasil analisis
bilangan TBA menunjukkan penyimpanan pada suhu 25, 35
dan 45 oC tidak mempengaruhi daya simpan biskuit. Biskuit
formula standar dan biskuit substitusi blondo mempunyai umur
simpan 41 minggu dan 54 minggu. Penambahan ikan gabus
menurunkan masa simpan biskuit menjadi 26 minggu pada
suhu penyimpanan 25 oC, 35oC dan 45 oC. Masa simpan ini
masih layak digunakan sebagai dasar untuk rencana intervensi
pemberian biskuit pada anak balita kurang gizi selama tiga
bulan.
Kata kunci: Biskuit, blondo, tepung ikan gabus, probiotik, masa
simpan.
ABSTRACTS
Under nutrition problems among children under five years old
are still prevalent in some areas of Indonesia. Undernutrition is
related to low immunity status. Food intervention is often
stability and applied to overcome nutrition problem. Biscuit is
potential to be used in this case because of its stability and
possibility to be enriched with many nutrients. Blondo is a side
product obtained from coconut oil extraction process. Nutrients
380 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
contained in blondo are potential to be used as one of raw
materials for making functional biscuit. Blondo can be included
to substitute margarine. In order to increase the functional
properties of biscuit, microencapsulated L. casei probiotic and
Channa striata fish flour are also included. Probiotic is applied
in the biscuit cream. Functional biscuit is expected to improve
nutrition status of under five years old children in South
Sulawesi Province. This research is aimed to develop functional
biscuit by including blondo, probiotic and Channa striata fish
flour a in various biscuit formulas. Organoleptic and
acceptability tests are performed by involving mothers who
have toddler in Pare-pare South Sulawesi as panelists.
Chemical, microbiological and storability are conducted as well
by performing proxymate analysis, TBA (2-thiobarbituric acid)
values, total plate count and storability estimation by using
mathematical approach using Arrhenius method. Proxymate
analyses reveals that moisture, ash, fat, calories, and protein
content of the selected biscuit comply with Indonesia’s
National Standard for Biscuits. The selected biscuit formula
based on organoleptic test are those with 50% substitution of
blondo to margarine, and 10% substitution of wheat flour to C.
striata fish flour. Based on acceptability test, the selected
biscuit formula has no effect for hedonic test of panelists
compared to standard formula. TPC analysis of the biscuit
samples indicates that its value remains below the critical
numbers (1.0 x 106 colonies/g). Results of the TBA numbers
and storage time analysis show that storing temperature at 25,
35 and 45 oC generally do not affect storability. Storability of
standard formula biscuit and blondo-based formula biscuit are
about 41 weeks and 54 weeks,respectively. C. striata fish flour,
however reduces the storability of biscuit. The blondobased
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 381
prebiotic biscuit resulted from this study has maximum
storability of 26 weeks. This period of storability is still suitable
for food intervention program that will last for 3 (three)
months in the next step of research.
Keywords: Biscuit, blondo, Channa striata fish flour, probiotic,
storability.
382 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
SINTESIS PRODUK MONO DAN DIASILGLISEROL (MDAG) DARI MINYAK BIJI PALA PAPUA
(MYRISTICA ARGENTEA) SEBAGAI EMULSIFIER DAN PENGAWET ALAMI
SYNTHESIS OF MONO AND DIACYLGLYCEROL (MDAG) FROM
PAPUA’S NUTMEG FIXED OIL (MYRISTICA ARGENTEA) AS
EMULSIFIER AND NATURAL PRESERVATIVE
Hernani1), Iceu Agustinisari1), Prima Luna2), Herlina Marta3)
1) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2) Institut Pertanian Bogor 3) Universitas Padjajaran
ABSTRAK
Pala Papua menghasilkan biji pala, fuli, minyak atsiri, daging
buah pala yang digunakan dalam industri pangan dan
minuman. Namun, pemanfaatan minyak pala sebagai
emulsifier dan pengawet alami belum dikembangkan. Minyak
pala jika disintesis dalam bentuk Mono dan Diasil Gliserol
(MDAG) melalui suatu reaksi gliserolisis enzimatis akan
menghasilkan suatu emulsifier yang bernilai tambah ekonomis
tinggi. Minyak pala sebagai minyak nabati merupakan
trigliserida yang kaya akan komponen bioaktif sehingga dalam
bentuk MDAG akan lebih efektif sebagai pengawet
alami.Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan
emulsifier dan pengawet alami dari minyak pala dan gliserol.
Proses gliserolisis dilakukan dengan mereaksikan substrat yaitu
minyak pala dan gliserol. Minyak pala dan gliserol direaksikan
dalam tabung erlenmeyer sebanyak 1:5 (mol/mol substrat),
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 383
ditambah campuran pelarut heksan dan etanol (pelarut :
minyak 4:1), kemudian diagitasi menggunakan orbital shaker
dengan kecepatan 200 rpm. Reaksi dilakukan pada suhu 50ºC.
Setelah suhu reaksi yang diinginkan dalam rotary shaker
tercapai, ditambahkan enzim lipase dengan perbandingan 5%
(w/w minyak). Reaksi dibiarkan berjalan hingga 24 jam.
Kemudian produk dari enzim dipisahkan dengan cara disaring,
filtrat disentrifuse untuk memisahkan dari pelarut. Kemudian
larutan paling atas dipisahkan dan di uapkan dengan
pengurangan tekanan. Ekstrak kental yang di hasilkan
didiamkam selama 16-18 jam pada suhu 7oC untuk
mendapatkan kristal. Kristal yang di hasilkan merupakan
produk campuran MDAG. Response Surface Methodology
(RSM) dengan bantuan Central Composite Design (CCD).
Variabel yang digunakan pada perlakuan penelitian utama
adalah suhu dan waktu reaksi. Kondisi reaksi yang telah
didapatkan pada penelitian pendahuluan akan digunakan
sebagai titik optimum pada RSM. Berdasarkan kromatogram
spektrometri massa, MDAG yang dihasilkan masih tercampur
dengan senyawa lainnya. Hasil identifikasi menunjukkan
bahwa senyawa yang ada sebagian besar berupa asam lemak,
miristrin, safrol dan elemisin. Monoasilgliserol dari asam
miristat akan memberikan induk pada m/z 302. MDAG pada
penelitian ini merupakan hasil sintesa reaksi esterifikasi butter
oil dari biji pala dan gliserol dengan katalisator enzim lipase
Novozyme 435. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan,
pada perlakuan menggunakan enzim lipase 10% dengan
perbandingan pelarut 1:5 didapatkan MDAG dalam komposisi
produk sekitar 23,35% (dari hasil analisis GC-MS) dengan
waktu retensi yang diberikan adalah pada 12,72 menit.
384 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
Kata kunci: Myristica argentea, gliserolisis, MDAG, emulsifier,
pengawet alami
ABSTRACT
Nutmeg produced seed, mace, oleoresin, and essential oil
which are used in food and beverage industry. Nutmeg oil has
not been utilized as a natural emulsifier and preservative.
Mono and Diacyl Glycerol (MDAG) from nutmeg oil can be
synthesized through enzymatic glicerolysis which generated
emulsifier which has high economic added value. Emulsifier
from MDAG is now a very important product in the food and
non food industry. Nutmeg oil as a vegetable oil rich in
triglycerides in the form of bioactive components that will be
more effective MDAG as a natural preservative instead. The
objectives of this study were to get emulsifiers and natural
preservative from nutmeg oil and glycerol. Gliserolisis process
is carried out by reacting the substrate nutmeg oil and
glycerol. Nutmeg oil and glycerol were reacted in erlenmeyer
tube as much as 1:5 (mol / mol substrate), then added a
mixture of hexane and ethanol, then agitated by using an
orbital shaker at a speed of 200 rpm. The reaction was
conducted at a temperature of 45-50o C. After reaching the
desired reaction temperature theh added by lipase enzyme
with a ratio of 5% ( w/w oil ). The reaction was allowed to
proceed up from 4-24 hours. Then the product of the enzyme
was filtered, the filtrate was centrifuged to separate from the
solvent. The supernatant was separated and evaporated. The
yield of extraction crystalized for 16-18 hours at a temperature
7 oC to obtain crystals. Crystal that produced a mixture of
products MDAG. Research variables were used in the
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 385
treatment of primary research were the temperature and
reaction time. Central Composite Design from Response
Surface Methodology (RSM) was employed to find optimum
point of primary research. Based on mass spectrometry
chromatogram, the MDAG produced was still low in purity, it
was still mixed with other compounds. Results from
identification of compounds showed fatty acids, myristrin,
safrole and elemisin. Monoacylglycerol of myristic acid was
available at m/z 302. Based on the results of preliminary
studies, the treatment using the enzyme lipase 10% with a
solvent ratio of 1: 5 MDAG in the composition of the products
obtained approximately 23.35% (from analysis of GC-MS) with
a retention time given is at 12.72 minutes.
Keywords: Myristica argentea, glyserolisis, MDAG, emulsifier,
natural preservatives
386 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
SIFAT FUNGSIONAL PROTEIN BLONDO VCO
(Virgin Coconut Oil) DAN HIDROLISATNYA SERTA
APLIKASINYA DALAM PEMBUATAN BISKUIT
FUNCTIONAL PROPERTIES OF PROTEINS BLONDO VCO
(VIRGIN COCONUT OIL) AND ITS HYDROLISATE AND
UTILIZATION IN MAKING BISCUITS
Siti Permatasari1), Pudji Hastuti2), Zainuri1), Setyadjit3)
1) Universitas Mataram 2) Universitas Gadjah Mada
3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Blondo VCO merupakan hasil samping dari pengolahan VCO
yang mengandung protein tinggi dan komposisi asam amino
yang cukup lengkap. Tujuan penelitian ini adalah untuk
memperoleh cara isolasi protein blondo yang memiliki sifat
fungsional protein yang terbaik. Penelitian ini terdiri atas tiga
tahapan : Tahap pertama yaitu pemisahan blondo pada
pembuatan VCO. Dalam penelitian ini akan menggunakan dua
metoda pembuatan VCO, yaitu pancingan dan pengadukan.
Tahap kedua yaitu pembuatan tepung blondo rendah lemak
dan tahap ketiga adalah pembuatan isolat protein blondo VCO.
Pembuatan isolat protein blondo VCO berdasarkan prinsip
pelarutan dan pengendapan pada titik isoelektrik, dengan
melihat profil kelarutan protein. Analisis yang dilakukan pada
blondo basah, tepung blondo rendah lemak antara lain kadar
protein, kadar lemak/minyak, dan N terlarut, analisis sifat-sifat
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 387
fungsional protein seperti aktivitas dan stabilitas emulsi,
aktivitas dan stabilitas buih, kemampuan penyerapan air,
kemampuan penyerapan minyak pada isolat protein blondo
VCO. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1). Cara
pancingan memberikan hasil blondo VCO sedikit lebih rendah
dari cara pengadukan, namun tepung blondo rendah lemak
yang dihasilkan lebih banyak dari cara pengadukan. 2). Kadar
air blondo dan tepung blondo rendah lemak baik cara
pancingan maupun pengadukan relatif sama, demikian juga
kadar lemak dan rendemennya sama. 3). Kadar protein pada
blondo dan tepung blondo rendah lemak cara pancingan lebih
tinggi dari cara pengadukan. 4). Pada tepung blondo rendah
lemak cara pancingan, diperoleh protein terlarut paling banyak
pada pH 10 dan protein terlarut paling sedikit pada pH 3,
sedangkan cara pengadukan pada pH 4. 5) Daya serap air
pada isolat protein blondo VCO cara pancingan sebesar
246,87% dan pada cara pengadukan 221,51%, keduanya
mirip dengan isolat protein kedele, sedangkan daya serap
minyaknya cukup rendah sekitar 93,93-98,36%. 6). Nilai
aktifitas emulsi dan stabilitas emulsi pada isolat protein cara
pancingan lebih tinggi dari cara pengadukan.
Kata Kunci: Nlondo, isolat protein, sifat fungsional protein.
ABSTRACT
Blondo VCO is a byproduct of the processing of VCO which
contains high protein and amino acid composition quite
complete. The purpose of this study was to obtain method for
protein isolation from blondo that has the best functional
properties as proteins. This study consists of three stages :
The first stage is to separate the blondo on making the VCO.
388 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
This research will use two methods of making the VCO , i.e
inducement and stirring, the second stage is the manufacture
of low-fat blondo flour, and third stage is the manufacture of
blondo VCO isolated protein. Preparation of protein isolates
blondo VCO based on the principle of dissolution and
precipitation at the isoelectric point by looking at the protein
solubility profile. The analysis is performed on fresh blondo
and low-fat blondo flour, on levels of protein, fat / oil , and N
dissolved, the functional properties of proteins such as activity
and emulsion stability, activity and foam stability, the ability of
water absorption, and oil absorption capability VCO blondo
isolated protein. The results showed that: 1 ). inducement
yielded blondo VCO is slightly lower than by stirring method,
but yield of low-fat blondo flour was more than stirring; 2 )
water, fat content and yield of blondo and low fat blondo flour
resulted from both inducement and stirring was similar; 3 ).
protein content in the blondo flour and low-fat blondo flour
produced through inducement was higher than stirring. 4 ) In
the low-fat blondo flour obtained by inducement, the highest
solubility of protein obtained at pH 10 , while on by stirring
was at pH 11. The lowest solubility of proteins by inducement
occurred at pH 3 while stirring at pH 4. 5 ) water absorption of
protein isolated blondo VCO produced by inducement was
246.87 % and 221.51 % respectively, both similar to soy
protein isolate, while the oil absorption is quite low at around
93.93 to 98.36 % . 6 ) . Value emulsion activity and emulsion
stability of the protein isolates from inducement was higher
than stirring. Stability of the emulsion on blondo protein isolate
from inducementis is more stable than from stirring.
Keywords: Blondo (VCO byproduct), protein isolate, the
functional properties of proteins.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 389
FORTIFIKASI TEPUNG CAKALANG DAN
PENDUGAAN UMUR SIMPAN PADA BERAS ANALOG
DAN BERAS ANALOG INSTAN BERBASIS
KARBOHIDRAT DARI TEPUNG LOKAL (SAGU DAN
AREN)
TUNA FLOUR FORTIFICATION AND ESTIMATING AGE
STOREGA OF RICE AND INSTANT RICE ANALOGUES BASED
ON CARBOHYDRATES OF LOCAL FLOURS
Indah Rodianawati1), Muhammad Assagaf2), Hamidin Rasulu3),
Marliani1), Erna Rusliana M. Saleh4)
1) Universitas Khairun Ternate 2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3) Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Propinsi Maluku Utara
4) Universitas Muhammadiyah Maluku Utara
ABSTRAK
Potensi sumber karbohidrat lokal (sagu dan aren) untuk
dijadikan beras analog dan beras analog instan sebagai
pengganti beras sangatlah menjanjikan untuk mengatasi
kekurangan beras di Maluku Utara. Tingginya kandungan
karbohidrat dan rendahnya nilai protein dan mineral dari beras
analog ini, menjadikan perlunya usaha peningkatkan nilai gizi
terutama protein dan mineral dengan cara fortifikasi
menggunakan tepung ikan cakalang (unggulan di Maluku
Utara). Tahap pertama penelitian ini dilakukan optimasi
formulasi dan ekstrusi proses untuk memproduksi beras
390 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
analog, kemudian dilanjutkan tahun ke dua dengan
pembuatan beras analog instan dan perkirakan umur simpan
beras dan analog analog beras instan aman untuk dikonsumsi
oleh konsumen. Analisis dilakukan terhadap beras analog yang
dihasilkan yaitu sifat fisik (kekerasan, warna, granula pati
menggunakan SEM, pengembangan volume dan penyerapan
air termasuk WSI (Water solubility Index) dan WAI (Water
Absorbance Index)), sifat kimia (kandungan karbohidrat,
protein, abu, lemak, serat makanan, amilosa dan amilopektin)
dan sifat organoleptik (tekstur, rasa, warna, dan aroma) beras
analog dan beras analog instan yang dihasilkan. Hasil
penelitian diperoleh formulasi dasar beras analog terbuat dari
tepung komposit (tepung mocaf + tepung jagung) 75% dan
tepung sagu 25% atau tepung aren 25% yang diekstruder
dengan kondisi hot ekstrusion. Nilai organoleptik dari beras
analog yang diperoleh adalah: aroma (2,80-3,40); bentuk
(2,53-3,60); warna (2,07-3,67) dan tekstur (3,20-4,13),
sedangkan nilai organoleptik untuk nasi beras analoh adalah:
rasa (2,33-3,20); aroma (2,53-3,27); warna (2,25-3,25); dan
tekstur (2,59-3,61). Dari kombinasi perlakuan kadar air dan
tepung ikan cakalang dengan metode RSM (Response Surface
Methodology) dan CCD (central composite design) nilai
organoleptik dapat ditingkatkan menjadi lebih disukai (4-5)
dengan memberikan perlakuan pada formula 1 kadar air
54,1421 % dan tepung ikan 2,17157%, sedangkan untuk
formula 2 dengan perlakuan kadar air 54,1421% dan tepung
ikan 7,82843 %. Pemberian perlakuan membuat beras analog
yang dihasilkan memiliki kadar air, kadar protein, kadar lemak
dan kadar amilopektin yang lebih rendah, sedangkan kadar
abu, kadar serat total, karbohidrat, kadar serat, dan kadar
amilosa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan beras
sosoh. beras analog yang memiliki sifat kimia terbaik adalah
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 391
beras analog dengan formula A4 (kadar air 50 % dan tepung
ikan 7%). Hasil analisa SEM menunjukkan struktur permukaan
dari beras analog yang dibuat mewakili kombinasi dari struktur
bahan baku pembuatnya.
Kata kunci: Beras analog, beras analog instant, fortifikasi
tepung ikan cakalang, umur simpan
ABSTRACT
Potential local sources of carbohydrate (sago and palm) to be
made as rice and instant rice analogues as rice substitute is
very promising to solve the rice shortage in North Maluku. The
high content of carbohydrates and low in protein and mineral
values from the analog rice, made it important to enhance the
nutritional value especially protein and minerals by way of
using tuna flour fortification (which is abundant in North
Maluku ). Besides that estimating the shelf life of rice and
instant rice analogues is required for safe consumption by
consumers. The first phase of this research, was optimization
of formulation and extrusion process to produce analog rice,
then proceed to two years with the manufacture of analog
instant rice and estimate the shelf life of rice and instant rice
analog for safe consumption by consumers. Analysis was
conducted on physical properties (hardness, color, starch
granules using SEM, development and water absorption
volume includes WSI (Water solubility index) and WAI (Water
Absorbance Index)), chemical properties (carbohydrate,
protein, ash, fat, dietary fiber, amylose and amylopectin ) and
organoleptic properties ( texture , flavor , color , and aroma ).
Results of preliminary studies obtained conditions are hot
extrusion extruder screw speed is the speed of 45 Hz , 20 Hz
Cutter speed and temperature 73 ° C. Formula basic flour used
392 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
is two, fomula 1 consisted of 75 % composite flour ( mocaf
and corn ) flour plus palm 25 % and formula 2 consists of 75
% of composite flour ( mocaf and corn ) flour plus Sago 25 %.
The results of this study were obtained in the basic formulation
of rice flour is made from composite analog (mocaf flour +
corn flour) 75% and 25% corn starch 25% sugar or flour
extrusion diextruder with hot conditions. Organoleptic value of
rice obtained analogues are: aroma (2.80-3.40); forms (2.53-
3.60), color (2.07-3.67) and texture (3.20- 4.13), while the
organoleptic value for rice is rice analoh: flavor (2.33-3.20);
aroma (2.53 - 3.27), color (2.25 - 3.25), and texture (2,59 -
3.61). Of combined treatment of water content and starch
tuna with methods RSM (Response Surface Methodology) and
CCD (central composite design) organoleptic value can be
increased to more favored (4-5) to give preferential treatment
to the formula 1 (S) 54.1421% water content and 2.17157%
fish flour, while for formulas with treated water content 2
54.1421% and 7.82843% fish flour. The treatment resulted
moisture content, protein content, fat content and lower levels
of amylopectin lower than, in contrast to the ash content, total
fiber content, carbohydrates, fiber content, and amylose
content was higher than rice milling. The analog rice which has
the best chemical properties of rice is analogous to the formula
A4 (water content 50% and 7% fish flour). The SEM analysis
showed the surface structure of the rice analog represents a
combination of the structure of the raw material.
Keywords: Rice analog, instant rice analog, tuna fish
fortification, shelf life
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 393
PEMANFAATAN DFA III (DIFRUCTOSE ANHYDRIDE) DARI INULIN UMBI DAHLIA UNTUK MENINGKATKAN PENYERAPAN KALSIUM SEBAGAI
PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
USING DFA III (DIFRUCTOSE ANHYDRIDE) FROM DAHLIA
TUBER INULIN TO IMPROVE CALCIUM ABSORPTION AS
OSTEOPOROSIS PREVENTION
Budi Setiawan1), Ainia Herminiati2), Sri Pudjiraharti3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Umbi dahlia mempunyai potensi yang prospektif untuk
dikembangkan sebagai sumber bahan baku inulin yang bersifat
pangan fungsional. Salah satu produk turunan dari inulin
adalah Difructose Anhydride (DFA III), suatu senyawa
disakarida siklik yang dihasilkan melalui reaksi enzimatis dari
inulin menggunakan enzim inulinfruktotransferase
Nonomuraea sp. ID 06-A0189. DFA III memiliki karakteristik
yang baik sebagai bahan pangan, yaitu memiliki tingkat
kemanisan separuh kemanisan sukrosa, stabil terhadap panas,
asam, dan kadar air tinggi serta tahan terhadap reaksi
Maillard, juga terbukti dapat meningkatkan penyerapan
kalsium pada usus tikus, sapi, dan manusia. DFA III memiliki
prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai nutraceutical
pencegah osteoporosis. Penelitian bertujuan h untuk
394 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
memanfaatkan komponen bioaktif DFA III yang difortifikasikan
pada pangan fungsional sebagai pencegahan terhadap
osteoporosis. Tujuan khususnya adalah: (1) menganalisis
aplikasi DFA III dari inulin umbi dahlia dibandingkan dengan
DFA III dari inulin umbi chicory, yang difortifikasikan pada
yoghurt instan, (2) menduga umur simpan yoghurt instan yang
telah difortifikasi DFA III dengan metode akselerasi, dan (3)
menganalisis pembuatan model tikus jenis Sprague dawley
usia pramenopause yang mengalami defisiensi kalsium.
Metode penelitian meliputi: (1) pembuatan Difructose
Anhydride III (DFA) dari umbi dahlia; (2) pembuatan yoghurt
instan yang difortifikasi dengan DFA III dan tanpa fortifikasi,
pengujian sifat fisiko kimia, dan pengujian organoleptik
berdasarkan tingkat kesukaan/hedonik; (3) pengujian daya
simpan produk yoghurt instan yang difortifikasi DFA III
menggunakan metode akselerasi; dan (4) pembuatan model
tikus defisiensi kalsium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
umbi dahlia dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
pembuatan DFA III. Pembuatan DFA III dari umbi dahlia
dalam bentuk tepung menghasilkan rendemen 9,3%. Yoghurt
instan yang difortifikasi dengan DFA III dari umbi dahlia
menghasilkan rendemen 12,04%, kadar air 7,89%, kadar abu
3,43%, kadar protein 12,43%, kadar lemak 1,22%, kadar
karbohidrat 75,02%, pH 3,9, keasaman sebagai asam laktat
0,47%, dan viabilitas bakteri asam laktat 1,20 x 107 cfu/g.
Pengujian organoleptik menggunakan 45 panelis semitrlatih
untuk penilaian aroma dan warna menunjukkan kriteria suka,
untuk tekstur dan rasa menunjukkan kriteria agak suka.
Berdasarkan hasil analisis daya simpan, fortifikasi dengan DFA
III mampu meningkatkan daya simpan produk yoghurt instan
hingga dua kali lipat pada yoghurt instan yang difortifikasi
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 395
dengan DFA III dari umbi dahlia. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa yoghurt yang difortifikasi dengan DFA III mempunyai
dugaan daya simpan lebih lama dibandingkan dengan kontrol
(tanpa fortifikasi). Yoghurt instan yang difortifikasi dengan DFA
III dari umbi dahlia mempunyai dugaan daya simpan paling
lama yaitu 18,2 bulan pada suhu 30oC (suhu ruang),
dibandingkan dengan yoghurt instan yang difortifikasi dengan
DFA III dari umbi chicory yang mempunyai dugaan daya
simpan 11,3 bulan pada suhu yang sama. DFA III berfungsi
sebagai prebiotik pada produk yoghurt instan. Dengan adanya
fortifikasi tersebut, bakteri asam laktat sebagai probiotik
mempunyai kemampuan hidup lebih lama karena ada media
prebiotik. Pada akhir perlakuan kadar kalsium plasma 7,72 ±
1,25 mg/dL pada kelompok tikus defisiensi kalsium dan 11,60
± 1,20 mg/dL pada kelompok tikus normal.
Kata kunci: Umbi dahlia, inulin, Difructose Anhydride III (DFA
III), pangan fungsional, osteoporosis.
ABSTRACT
Dahlia tuber has a prospective potential to be developed as a
source of inulin that is a functional food. One derivative of
inulin is Difructose Anhydride (DFA III), a cyclic disaccharide
compounds produced through enzymatic reaction of inulin
using inulinfructotransferase Nonomuraea sp. ID 06-A0189
enzyme. DFA III has a good characteristic as food ingredient,
which has a half of sucrose sweetness level, stable to heat,
acids and high water levels and resistant to the Maillard
reaction, also increases calcium absorption in the intestine of
mice, cows and humans. DFA III has a good prospect for
396 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
development as nutraceutical prevention of osteoporosis. The
objectives of the study were to utilize the bioactive component
of DFA III fortified on functional food to prevent osteoporosis.
The specific objectives were: (1) to analyze application of DFA
III from dahlia tuber inulin compared with DFA III from chicory
tuber inulin, which was fortified on instant yoghurt, (2) to
predict shelf life of instant yoghurt fortified with DFA III using
acceleration methods, and (3) analyze the manufacture model
on premenopausal age Sprague Dawley rat deficient in
calcium. Research methods included: (1) making DFA III from
dahlia tubers; (2) making an instant yoghurt fortified with DFA
III and without fortification, and testing physical and chemical
properties as well as organoleptic properties based on the level
of A/hedonic; (3) testing the shelf life of instant yogurt fortified
with DFA III using acceleration method; and (4) developing a
model of mice deficient in calcium. The results showed that
dahlia tubers can be used as raw material for producing DFA
III. Production of DFA III from dahlia tubers in the form of
flour obtained 9.3% yield. Instant yogurt fortified with DFA III
from dahlia tuber had 12.04% yield, 7.89% water content,
3.43% ash content, 12.43% protein content, 1.22% fat
content, 75.02% carbohydrates, pH 3.9, acidity as lactic acid
0.47%, and viability of lactic acid bacteria 1.20 x 107 cfu/g.
Organoleptic testing using 45 semi-trained panelists to the
aroma and color indicated the like criteria and for texture and
flavor showed rather liked criteria. Based on the storability
analysis, fortification with DFA III was able to increase the
shelf life of instant yogurt until doubled in an instant yogurt
fortified with DFA III from dahlia tubers. Yogurt fortified with
DFA III had a longer shelf life compared to control (without
fortification). Instant yogurt fortified with DFA III from dahlia
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 397
tuber had the longest shelf life of 18.2 months at 30 °C (room
temperature), compared to instant yogurt fortified with DFA III
from chicory tubes that had a shelf life of 11.3 months at the
same temperature condition. DFA III serves as a prebiotic in
an instant yogurt. By fortification, lactic acid bacteria as
probiotics have the ability to live longer because there is a
prebiotic media. At the end of the treatment, plasma calcium
level was 7.72 ± 1.25 mg/dL in group of mice deficient in
calcium and 11.60 ± 1.20 mg/dL in group of normal mice.
Keywords: Dahlia tubers, difructose anhydride III (DFA III),
functional food, osteoporosis.
398 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
NANO-ENKAPSULASI EKSTRAK SAMBILOTO YANG BANYAK MENGANDUNG ANDRAGLAFOLIDA DENGAN CASEIN MICELLE UNTUK SEDIAAN
ANTIDIABETIK
NANOENCAPSULATION OF ANDROGRAPHIS PANICULATA
EXTRACT BY CASEIN MICELLE AS ANTIDIABETIC
PREPARATION
Muhamad Sahlan1), Veronica Dewi1), Kamarza Mulia1), Niken
Harimurti1)
1) Universitas Indonesia
ABSTRAK
Adanya efek samping yang ditimbulkan oleh obat-obatan oral
untuk penderita diabetes mendorong berkembangnya
pengobatan alternatif dengan menggunakan tanaman herbal.
Sambiloto (Andrographis paniculata) merupakan salah satu
herbal yang dapat mengatasi diabetes. Senyawa aktif
sambiloto yaitu andrografolida memiliki aktivitas antidiabetes.
Tujuan penelitian adalah untuk: (1) mendapatkan produk
nanosambiloto yang dienkapsulasi oleh kasein dari susu sapi,
(2) Memperoleh produk yang berfungsi sebagai antidiabetes,
(3) mengetahui daya inhibisi enzim α-glukosidase pada ekstrak
sambiloto, dan (4) mengetahui efisiensi penyalutan ekstrak
sambiloto oleh kasein susu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ekstrak sambiloto memiliki aktivitas antidiabetes
sebagai inhibitor enzim α-glukosidase dengan daya inhibisi
95%. Kasein susu efektif menyalut senyawa aktif dalam
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 399
ekstrak sambiloto yaitu andrografolida, neoandrografolida, dan
14-deoksi-11,12 dihidroandrografolida dengan efisiensi
penyalutan masing-masing senyawa sebesar 68,83%; 89,15%;
dan 81,69%. Nanosambiloto yang dihasilkan memiliki diameter
rata-rata 120,57 nm dan dapat dikatergorikan sebagai
nanopartikel. Loading capacity dari kasein untuk menyalut
ekstrak sebesar 28,85%.
Kata kunci: Sambiloto, Andrographis paniculata,
andrografolida, antidiabetes, kasein,
nanopartikel.
ABSTRACT
Side effects caused by oral medications for people with
diabetes make the development of alternative medicine using
herbs. Andrographis paniculata is one of herbs that can cope
with diabetes. Bitter active compounds namely andrografolida
have antidiabetic activity. The study aimed to: (1) get
nanobitter products encapsulated by casein from cow's milk,
(2) obtain a product that functions as an antidiabetic, (3) know
the amount of inhibition power of α-glucosidase enzyme in
bitter extract, and (4) analyze efficiency of bitter extracts
coating by casein milk. The results showed that bitter extract
had antidiabetic activity as an inhibitor of α-glucosidase the
enzyme with inhibition power of 95%. Milk casein effectively
coated the active compounds in bitter extract namely
andrografolida, neoandrografolida, and 14-deoxy-11,12
dihidroandrografolida with coating efficiency of 68.83%,
89.15%, and 81.69%, respectively. Nanobitter produced had
400 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
an average diameter of 120.57 nm and could be catergorized
as nanoparticles. Loading capacity of casein to coat the extract
amounted to 28.85%.
Keywords: Bitte, Andrographis paniculata, andrografolida,
antidiabetic, casein, nanoparticles.
Gambar 1. Hasil analisis morfologi Gambar 2. Hasil analisis
kasein sebelum enkapsulasi morfologi nanosambiloto sebelum enkapsulasi
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 401
PRODUKSI NANO HERBAL TEMULAWAK DAN JAHE MENGGUNAKAN KOMBINASI EKSTRAKSI DAN
PRESIPITASI
PRODUCTION OF NANOHERBS OF TURMERIC AND GINGER
USING COMBINATION OF EXTRACTION AND PRECIPITATION
Erliza Noor1), Muchamad Yusron2)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Kandungan bahan aktif seperti kurkumin dalam temulawak dan
gingerol dalam jahe berkisar antara 1-2% dan 6-10%.
Peningkatan penggunaannya terkendala oleh jumlah bahan
baku dan penanganan pascapanen. Salah satu upaya pada
proses pascapanen adalah meningkatkan perolehan senyawa
aktif baik kualitas maupun kuantitasnya. Teknologi nano untuk
membuat partikel berukuran nanometer antara 10-100 nm
diharapkan dapat mengatasi kendala tersebut. Materi
berukuran mikron dapat diserap oleh tubuh sebanyak 50%,
sedangkan dalam ukuran nano dapat terserap 100%.
Penelitian bertujuan merekayasa proses ekstraksi untuk
mendapatkan rendemen senyawa aktif kurkumin dan gingerol
tertinggi serta rekayasa proses pembentukan nano kurkumin
dan gingerol melalui proses presipitasi untuk temulawak dan
metode inversi komposisi dan temperatur untuk jahe.
Rendemen kurkumin temulawak dapat diperoleh sebesar 64%
dengan ekstraksi menggunakan pelarut aseton pada nisbah
402 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
1:7 selama 7 jam, sedangkan rendemen ekstrak jahe tertinggi
diperoleh sebesar 49% dengan waktu ekstraksi 3 jam
menggunakan pelarut etanol. Konsentrasi senyawa bioaktif
tertinggi dalam ekstrak jahe diperoleh saat ekstraksi 4 jam
menggunakan pelarut heksana. Rendemen tertinggi setiap
senyawa aktif, yaitu 6, 8, 10-gingerol dan 6-shagaol diperoleh
pada kondisi ekstraksi, jenis pelarut, dan waktu ekstraksi yang
berbeda. Pemakaian konsentrasi emulsi (minyak) 30% dengan
kecepatan putar 20.000-24.000 rpm dan waktu putar 30 menit
menghasilkan partikel nano temulawak ukuran <100 nm. Nano
partikel jahe dengan ukuran lebih kecil 100 nm diperoleh
menggunakan larutan emulsi >30% dan suhu 30oC.
Kata kunci: Temu lawak, jahe, senyawa aktif, kurkumin,
gingerol, partikel nano.
ABSTRACT
The active ingredients such curcumin in turmeric and gingerol
in ginger ranged between 1-2% and 6-10%. Increased use is
constrained by the amount of raw material and post-harvest
handling. One effort in the post-harvest process is to improve
the acquisition of active ingredient compounds both quality
and quantity. Nano technology to create nanometer-sized
particles between 10-100 nm is expected to overcome the
obstacle. Micron-sized materials can be absorbed by the body
as much as 50%, and that in nano size can be absorbed
100%. The strudy aimed to engineer extraction process to
obtain highest yield of active compound curcumin and gingerol
and a process of forming nano-curcumin and gingerol through
a precipitation process for turmeric and composition and
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 403
temperature inversion method for ginger. The highest yield of
curcumin could be obtained at 64% of solvent extraction using
acetone in a ratio of 1: 7 for 7 hours, while the highest yield of
ginger extract was obtained at 49% with a 3-hour extraction
using ethanol. The highest concentration of bioactive
compounds in ginger extracts was obtained during the
extraction for 4 hours using hexane solvent. The highest yield
of active compounds of 6, 8, 10-gingerol and 6-shagaol was
obtained in different extraction conditions, solvent types, and
extraction times. The use of emulsion (oil) concentration by
30%, with a rotational speed of 20,000-24,000 rpm and
rotating time of 30 minutes produced turmeric nanoparticles of
<100 nm. While ginger nanoparticles with a smaller size of 100
nm was obtained using emulsion solvent > 30% and
temperature of 30oC.
Keywords: Curcuma, ginger, active compounds, curcumin,
gingerol, nanoparticles.
404 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
REKAYASA SIMULATED RICE SEBAGAI UPAYA SUBSTITUSI BERAS
ENGINEERING OF SIMULATED RICE AS AN EFFORT FOR RICE
SUBSTITUTION
Sutrisno1), Iyus Hendrawan2), Reni Yuliani Gultom3)
1) Institut Pertanian Bogor
2) Institut Teknologi Indonesia 3) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
ABSTRAK
Permintaan pangan akan meningkat sejalan dengan
pertumbuhan penduduk. Salah satu upaya untuk memenuhi
kebutuhan pangan adalah dengan melakukan diversifikasi
pangan dari berbagai sumber karbohidrat non-beras, yang
diharapkan dapat menggantikan kebutuhan beras. Penelitian
ini bertujuan untuk menghasilkan simulated rice dengan
menggunakan bahan baku non-beras berbasis lokal. Ada tiga
langkah yang dilakukan untuk memproduksi simulated rice,
yaitu: (1) mengoptimalkan formulasi bahan untuk
menghasilkan simulated rice dengan karakteristik yang sama
dengan beras standar, dari beberapa jenis bahan baku non-
beras dengan menggunakan model optimasi, (2) merancang
dan membuai alat pencetak yang mampu menghasilkan
simulated rice dengan karakteristik yang sama dengan beras
standar, dan (3) melakukan proses optimasi pencetakan
dengan menggunakan alat pencetak bulir tunggal (SGM) untuk
menghasilkan simulated rice. Dari hasil penelitian telah
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 405
diketahui 10 macam sifat fisiko-kimia berbagai bahan
karbohidrat non-beras. Sifat fisiko-kimia dan karakteristik beras
varietas Ciherang baik untuk bulir maupun bentuk tepung
digunakan sebagai standar. Dengan linear programming telah
diformulasi simulated rice dari pati garut 0,5365 (30,01%),
tepung talas beneng 0,5902 (33,01%), dan tepung sorgum
0,6611 (36,98%). Dengan memerhatikan model fisiko-kimia
sifat dan karakteristik beras telah dirancang alat pencetak
Single Grain Machine (SGM) yang dapat dioperasikan pada
tekanan 10-60 kg force, lama tekan 1.500-5.000 milisekon,
dengan kadar air bahan simulated rice masing-masing 22, 24,
dan 26%.
Kata kunci: Diversifikasi pangan, beras simulasi, sifat
fisikokimia, optimasi, Single Grain Machine.
ABSTRACT
Food demand increases in line with population growth. An
attempt to meet the basic needs of food is by food
diversification of various sources of carbohydrates in
Indonesia, which is expected to substitute rice needs today.
The study aimed to produce simulated rice by using non-rice
materials composed from several local raw materials. There
were three steps toward achieving the objectives, namely: (1)
optimizing formulation of raw materials to produce simulated
rice with characteristic similar with standard rice, from several
kinds of non-rice raw materials by using optimation model; (2)
designing and manufacturing grain machine that was able to
produce simulated rice with characteristics similar with
standard rice; and (3) finding optimization process by using
406 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
manufactured grain machine to produce simulated rice
acceptable by comsumers. From the researches it have been
obtained 10 kinds of physico-chemical properties of various
materials and carbohydrates characteristics. Physico-chemical
properties of rice variety Ciherang both as whole kernel and
powder was used as a standard of final product. With inear
programming, it had been formulated simulated rice from
arrowroot starch 0.5365 (30.01%), beneng taro flour 0.5902
(33.01%), and sorghum flour 0.6611 (36.98%). Based on
physical chemical properties and characteristics of rice, a single
grains machnine (SGM) had been designed which can be
operated at a pressure of 10-60 kg force, the press of 1500-
5000 milliseconds, and water content of simulated rice
materials were 22, 24 and 26%, respectively.
Key words: Food diversification, simulated rice, optimization,
physicochemical properties, Single Grain Machine.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 407
INOVASI PRODUK OLAHAN PANGAN BERBASIS JAGUNG SERTA INTRODUKSI KE MASYARAKAT
MELALUI UKM UNTUK MEMPERCEPAT DIVERSIFIKASI PANGAN
INNOVATION OF CORN-BASED X PROCESSED FOOD AND
INTRODUCTIONS TO THE COMMUNITY THROUGH SMALL AND
MEDIUM BUSINESSES TO ACCELERATE FOOD
DIVERSIFICATION
Nur Aini1), Joni S. Munarso2), Suherman3), Ana Nurhasanah2), Indah
Widyarini1)
1) Universitas Jenderal Soedirman
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Diponegoro
ABSTRAK
Persepsi masyarakat Indonesia bahwa belum makan jika
belum mengonsumsi nasi membuat diversifikasi pangan
tersendat. Untuk mengatasi hal tersebut perlu pangan
alternatif yang menyerupai beras, yang dinamakan beras
analog. Penelitian bertujuan untuk memperoleh formula dan
teknologi pembuatan beras analog berbahan baku jagung dan
kacang merah; mempelajari sifat fisik, kimia dan sensoris
beras analog; serta mempelajari pengemas dan memodifikasi
umur simpan beras analog. Penelitian terdiri atas beberapa
tahap, yaitu (1) formulasi beras analog dan analisis sifat fisik,
kimia dan sensoris; (2) penetapan formula terbaik dengan
metode RSM (Response Surface Method) yang akan digunakan
408 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
pada tahap selanjutnya; dan (3) pengujian kemasan dan umur
simpan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula beras
analog jagung-kacang merah memiliki komposisi tepung
jagung 70%, tepung kacang merah 30%, dengan penambahan
tapioka 10% dari total tepung, serta penambahan glukomanan
sebagai binder 1,% dari total tepung. Beras analog yang
dihasilkan memiliki kadar air 4,16%, kadar protein 13,6%,
karbohidrat 78,9%, kadar lemak 1,9%, dan kadar abu 1,3%.
Beras analog tersebut memiliki rendemen 83%, densitas
kamba 0,521 g/ml, koefisien rehidrasi 2,99, dan adsorbsi air
1,99. Kesukaan panelis terhadap beras analog berbeda nyata
dengan kesukaan terhadap beras IR64, masing masing 2,6
(agak suka) dan 3,2 (suka). Aroma dan tekstur,beras analog
tidak berbeda nyata dengan beras IR64. Pengemasan terbaik
adalah menggunakan aluminium foil. Kadar air, protein, dan
lemak beras analog tidak banyak berubah selama
penyimpanan.
Kata kunci: Beras analog, jagung, kacang merah, diversifikasi
pangan.
ABSTRACT
Indinesia people perception that they have not yet eaten if not
cumsumed rice constrains food diversification. To overcome
this problem it needs to develop analog rice. The study aimed
to obtain formula and technology of rice analog processing
from corn and red bean; evaluate physical and chemical
properties and sensory of analog rice; and evaluate packacging
and modify storage period of analog rice. The study consisted
of several steps, namely (1) formulation of analog rice and
studying physical, chemical and sensory of analog rice; (2)
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 409
determination of best formula using RSM (Response Surface
Method) method to be used in further steps; and (3) testing
package and storage period. The results showed that best
analog rice formula was corn-red bean with corn starch
composition of 70%, red bean flour 30%, and tap[ioca 10%,
and addition of 1% glucomannan as a binder. Analog rice had
water content of 4.16%, protein content 13.6%, carbohidrate
78.9%, fat content 1.9%, and ash 1.3%. Analog rice had
rendement of 83%, density 0.521 g/ml, rehydration coefficient
2.99, and water adsorbtion 1.99. Panelist acceptance to analog
rice was different than that to IR64 rice, namely 2.6
(moderately like) and 3.2 (like). Aroma and texture of analog
rice was not significantly different with IR64 rice. Best
packaging was using aluminium foil. Water content, protein,
and fat of analog rice were not differed during storing.
Keywords: Analog rice, corn, red bean, food diversification.
Gambar 1. Produk akhir beras Gambar 2. Beras analog dalam analog kemasan
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 411
MI DAN BERAS SEHAT FUNGSIONAL DARI UMBI-UMBIAN LOKAL INFERIOR SEBAGAI ALTERNATIF
PENGGANTI BERAS DAN MI TERIGU
HEALTHY AND FUNCTIONAL NOODLE AND RICE FROM LOCAL
TUBERS AS ALTERNATIVES TO SUBSTITUTE RICE AND
WHEAT NOODLE
Teti Estiasih 1), Erliana Ginting 2), Widya Dwi Rukmi Putri 1), Jaya
Mahar Maligan1),
Kgs Ahmadi3)
1) Universitas Brawijaya
2) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 3) Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
ABSTRAK
Diversifikasi pangan merupakan salah satu strategi untuk
mencapai ketahanan pangan. Salah satu upaya peningkatan
diversifikasi pangan yaitu Gerakan Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP), yang
diwujudkan melalui pola konsumsi pangan yang beragam,
bergizi seimbang, dan aman. Umbi-umbian keluarga
Dioscoraceae (gembili, gadung, ubi kelapa) sebagai umbi-
umbian lokal mengandung karbohidrat dan senyawa bioaktif
yang berkhasiat obat. Pada saat ini tanaman tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini terdiri atas tujuh
tahap, yaitu uji sensoris metode deskriptif, formulasi adonan,
formulasi beras sehat, uji penerimaan sensoris, uji khasiat
beras sehat, analisis senyawa bioaktif, dan analisis kelayakan
ekonomi. Umbi-umbian lokal yang digunakan yaitu umbi
412 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
kimpul, garut, gembili, gadung, dan ubi kelapa putih. Umbi
tersebut mempunyai karakteristik yang berbeda sehingga
penepungan untuk masing-masing umbi juga berbeda dan
pada gadung harus dilakukan detoksifikasi terlebih dahulu. Uji
deskriptif untuk membandingkan beras sehat, nasi dingin, dan
nasi hangat dengan kontrol beras IR36 menunjukkan kualitas
beras sehat di bawah beras IR36 sehingga proses pengolahan
beras sehat perlu diperbaiki. Perbaikan proses pengolahan
beras sehat dapat meningkatkan tingkat penerimaan beras
sehat umbi-umbian dengan daya terima terhadap beras dan
nasi kimpul “agak suka”, beras dan nasi garut “netral”, beras
dan nasi gembili “agak suka, beras dan nasi gadung “netral”,
serta beras dan nasi ubi kelapa “netral”. Analisis terhadap
pihak-pihak yang mendukung produksi beras sehat yang
meliputi masyarakt, petani, dan pedagang menunjukkan ketiga
komponen tersebut mendukung pengembangan beras sehat
dari umbi-umbian, namun peran pemerntah perlu ditingkatkan
untuk meningkatkan ketersediaan umbi-umbian.
Keywords: Beras fungsional, umbi-umbian, pengganti beras
dan mi terigu.
ABSTRACTS
Food diversification is one of the strategies to achieve food
security. The efforts to increase food diversification, namely
Gerakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan
(P2KP), were realized through diversed, nutritionally balanced,
and safe food consumption patterns. Dioscorea family tubers
(gembili, gadung, sweet coconut) as a local tubers contain
carbohydrate and bioactive compounds. At the moment the
tubers are not used optimally. This study consisted of seven
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 413
stages, namely descriptive sensory test, dough formulation,
healthy rice formulation, sensory acceptance test, healthy rice
test, analysis of bioactive compounds, and analysis of
economic feasibility. Local tubers studied (purse, arrowroot,
yam, yam, and white sweet coconut, have different bulb
characteristics so flouring of each tuber is also different and
gadung detoxification should be done first. Descriptive test to
compare healthy rice, cold rice, and warm rice with IR36 rice
as a control indicated that quality of healthy rice was under
IR36 rice so that healthy rice processing needs to be improved.
Improvement of healthy rice processing could increase
acceptance of helathy rice with acceptance of rice and purse
rice was "rather like"; rice and arrowroot rice was "neutral";
rice and yam rice was "rather like; rice and gadung rice was
"neutral"; and rice and sweet coconut rice was "neutral".
Analysis of the parties that support the healthy rice production
including the public, farmers, and traders showed that all the
three components supported the development of healthy rice
from tubers. Tole of the government needs to be improved to
increase the availability of tubers.
Keywords: Functional rice, tubers, non-rice and non-wheat
noodles.
414 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
LAMPIRAN 1
Daftar Judul Kegiatan KKP3N 2013 yang tidak terdapat
dalam buku ini.
No Judul Kegiatan
1 Analisis Ketersediaan dan Pola Konsumsi Pangan Masyarakat di Daerah Rawan Pangan.
2 Fermentasi Biji Kopi Lokal (Coffea spp) Kalimantan Timur oleh Bakteri Asam Laktat (Non Fermentasi Fesses Luwak) Untuk Menghasilkan Bahan baku Biji Kopi Yang Berkualitas.
3 Hidrogel Polimer Sebagai Soil Conditioner Untuk Pertanian.
4 Kajian Stabilitas Bubuk Batubara Tidak Produktif dan Bahan Humatnya yang Diekstrak dengan Pupuk Buatan Untuk Meningkatkan Efisiensi Pemupukan dan Produktivitas Lahan Kering Sub Optimal.
5 Karakterisasi, Seleksi Ketahanan dan Upaya Perbaikan Kualitas Hasil Beberapa Varietas Lokal Padi Hitam dengan Pemanfaatan Cekaman Kekeringan.
6 Pengamatan Keragaan Tebu Secara Periodik Menggunakan Kamera dan GPS Smart Phone Untuk Mengoptimalkan Produksi Gula Nasional.
7 Pengembangan “Solar Power Irrigation” di Lahan Kering dengan Menggunakan “Disc Irrigation System”.
8 Pengembangan Produk Wijen Sebagai Minuman Fungsional Kaya Antioksidan Alami.
Kumpulan Abstrak KKP3N 2013 415
No Judul Kegiatan
9 Pengembangan Rizobakteria Pemacu Tumbuh dan Toleran Kekeringan untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Jagung di Lahan Kering.
10 Pengembangan Sistem Irigasi Cerdas dengan Metode Jaringan Syaraf Tiruan (ANN) Untuk Mengantisipasi Dampak Perubahan Iklim Yang Semakin Ekstrim.
11 Pengembangan Sistem Prakiraan Iklim Musiman Berbasis Kearifan Lokal Untuk Penguatan Sistem Kalender Tanam Padi Palawija di Pulau Lombok NTB.
12 Perakitan Kultivar Tomat Toleran Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum) dan Pecah Buah Berbasis Plasma Nutfah Lokal.
13 Perakitan Teknologi Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Lingkungan di Kawasan Perkebunan Kelapa Sawit Untuk Menduukung Pencapaian Swasembada Pangan Yang Berkelanjutan.
14 Potensi, Aplikasi dan Produksi Ligno-Bioherbisida Berbahan Baku Limbah Pertanian Berlignoselulosa Dengan Rekayasa Hidrolisa Menggantikan Herbisida Sintetik Menuju Sistim Pertanian Berkelanjutan.
15 Stabilisasi Bahan Organik: Usaha Untuk Mempertahankan Produktivitas Tanah Tukungan di Lahan Rawa Pasang Surut.
416 Kumpulan Abstrak KKP3N 2013
No Judul Kegiatan
16 Teknologi Inovasi Minyak Buah Merah (Pandanus conoideus L.) dan Rumput Kebar (Biophytum petersianum) Sebagai Sumber Antioksidan Dalam Industri Dendeng dan Abon untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Kebar, Manokwari, Papua Barat.
17 Total Reklamasi Lahan Sulfat Masam Potensial.