jurnal dinamika penelitian industri · pdf fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan...

95
JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI (Journal of The Dynamics of Industrial Research) 2014 BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol. 25 No. 1 Hal. 1-78 Palembang, Juni 2014 ISSN 2088 8996 Nomor Akreditasi : 500/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 ISSN 2088 8996 VOL. 25 No. 1, Juni 2014

Upload: dangtu

Post on 01-Feb-2018

241 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN

INDUSTRI (Journal of The Dynamics of Industrial Research)

2014

BADAN PENGKAJIAN KEBIJAKAN, IKLIM DAN MUTU INDUSTRI

BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI Vol. 25 No. 1 Hal. 1-78 Palembang, Juni 2014 ISSN 2088 –8996

Nomor Akreditasi : 500/AU2/P2MI-LIPI/08/2012

ISSN 2088 – 8996 VOL. 25 No. 1, Juni 2014

Page 2: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

ISSN 2088-8996

(Journal of The Dynamics of Industrial Research)

Vol. 25 No. 1 Tahun 2014

DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab/Anggota Dewan Redaksi

Dr. Ir. Hari Adi Prasetya, M.Si. (Teknik Kimia, dan Agroindustri; Baristand Industri Palembang)

Ketua Dewan Redaksi/Anggota Dewan Redaksi

Dr. Nasruddin, S.T., M.Si. (Teknik Kimia dan Agroindustri; Baristand Industri Palembang)

Anggota Dewan Redaksi

1. Dr. Ir. Gatot Priyanto, M.S. (Agroindustri; Universitas Sriwijaya)

2. Ir. Patoni A. Gafar, MBA., MT. (Teknologi Pangan; Baristand Industri Palembang)

3. Ir. Syamsul Bahri, M.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)

4. Ir. Sri Agustini, M.Si. (Teknologi Pangan; Baristand Industri Palembang)

5. Rahmaniar, S.T., M.Si. (Teknik Industri; Baristand Industri Palembang)

6. Popy Marlina, S.Si., M.Si. (Teknik Industri; Baristand Industri Palembang)

7. Drs. Raimon, Dipl. Sc., M.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)

Mitra Bestari

1. Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. (Teknologi Hasil Pertanian; Universitas Sriwijaya)

2. Dr. Ir. R. Gatot Ibnu Santosa (Teknik Kimia; Sekolah Tinggi Manajemen Industri)

3. Dr. Ir. Didin Suwardin, M.Si. (Teknologi Hasil Pertanian; Balai Penelitian Karet Sembawa)

4. Dr. Ir. Dadi R. Maspanger, MT. (Teknologi Pertanian; Pusat Penelitian Karet Bogor)

5. Dr. Ir. H. M. Faizal, DEA. (Teknik Kimia; Universitas Sriwijaya)

6. Ir. H. A. R. Fachry, M.Eng. (Teknik Kimia; Universitas Sriwijaya)

Redaksi Pelaksana dan Lay Out

1. Luftinor, S.Teks. (Tekstil; Baristand Industri Palembang)

2. Bambang Sugiyono, S.T. (Teknik Elektro; Baristand Industri Palembang)

3. Risman Affandy, S.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)

4. Annisi Mahrita Azhari, S.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)

5. Prima Namira Ayuditia Haris, S.T., M.Si. (Komputer dan Publisistik; Baristand Industri Palembang)

6. Muchammad Mutho’, S.T. (Komputer; Baristand Industri Palembang)

Distribusi dan Promosi

1. Eni Efendri, S.T. (Teknik Kimia; Baristand Industri Palembang)

2. Rori Andhika, A.Md. (Teknik Mesin; Baristand Industri Palembang)

Keuangan

Ade Faradilla, S.E. (Ekonomi; Baristand Industri Palembang)

Diterbitkan 2 (dua) kali per tahun oleh Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

Alamat : Jalan Perindustrian II No. 12 KM. 9 Palembang 30152

Telp/Fax : (0711) 412482

e-mail : [email protected]

Page 3: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

ISSN 2088-8996 (Journal of The Dynamics of Industrial Research)

Vol. 25 No. 1 Tahun 2014

ii

DAFTAR ISI

hal

Dewan Redaksi ............................................................................................................................ i

Daftar Isi ...................................................................................................................................... ii

Kata Pengantar .......................................................................................................................... iii

Lembar Abstrak .......................................................................................................................... iv

Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet Remah Sebagai Media Pertumbuhan

Chlorella Vulgaris untuk Pakan Alami Ikan

Eli Yulita .............................................................................................................................. 1–11

Profil Gelatinisasi Formula Pempek “Lenjer” Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Rindit Pambayun ............................... 13-22

Pengaruh Waktu Tinggal terhadap Reaksi Hidrolisis pada Pra-Pembuatan Biogas dari Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Siti Masriani Rambe, Iriany dan Irvan ............................................................................ 23-30

Teknologi Mutu Tepung Pisang dengan Sistem Spray Drying untuk Biskuit Chasri Nurhayati dan Oktavia Andayani ....................................................................... 31-41

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan terhadap Karakteristik Kompon Karet dengan Bahan Pengisi Arang Aktif Tempurung Kelapa dan Nano Silika Sekam Padi Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah dan Rindit Pambayun ........................... 43-51

Model Pengembangan Formula Kompon Vulkanisir Ban Luar Dump Truck dengan Filler Fly Ash Nasruddin, Sudirman, A. Mahendra dan A. Haryono ................................................... 53-61

Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap Kualitas Pemucatan Minyak Inti Sawit

Syamsul Bahri ................................................................................................................... 63-69

Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang, Kunyit dan Kulit Manggis untuk Kompon Karet Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah ....................................... 71-78

Page 4: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

iii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Puji syukur Kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas berkat dan rahmat-Nya Jurnal Dinamika Penelitian Industri (JDPI) terakreditasi LIPI dengan Nomor: 500/AU2/P2MI-LIPI/08/2012 Volume 25, Nomor 1, Tahun 2014 Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dapat diterbitkan.

JDPI pada penerbitan Volume 25, Nomor 1, Tahun 2014 ini, menyajikan 8 artikel yang berasal dari hasil penelitian yang berkaitan dengan industri hilir barang jadi karet, pakan alami ikan, pempek lenjer, tepung pisang, biogas dan minyak inti sawit.

Dewan Redaksi menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada mitra bestari: Prof. Dr. Ir. Rindit Pambayun, M.P. (Universitas Sriwijaya), Dr. Ir. Didin Suwardin, Msi. (Pusat Penelitian Karet Sembawa); Dr. Ir. H. M. Faizal, DEA (Universitas Sriwjaya) dan Ir. Agus Sudibyo, M.P. (Balai Besar Industri Agro Bogor) yang telah berkenan menelaah, me-review dan memberikan masukan untuk pengembangan serta peningkatan kualitas ilmiah karya tulis ilmiah JDPI.

JDPI diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata untuk pengembangan industri nasional, khususnya di bidang agro industri dan mampu menjadi motivasi bagi para peneliti, perekayasa, dosen, mahasiswa program magister dan doktor baik di dalam maupun di luar lingkungan Kementerian Perindustrian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dewan redaksi dalam kesempatan ini menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang terlibat dalam penerbitan JDPI pada volume 25 Nomor 1 tahun 2014 ini.

Palembang, Juni 2014

Dewan Redaksi

Page 5: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

iv

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRAK

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN CHLORELLA VULGARIS UNTUK PAKAN ALAMI IKAN

Eli Yulita Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

e-mail: [email protected]

Chlorella vulgaris dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah karet yang berfungsi sebagai media pertumbuhan C. vulgaris. C. vulgaris adalah salah satu jenis mikroalga yang dapat digunakan sebagai bahan baku pakan dan pakan alami ikan. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah cair industri karet remah sebagai media pertumbuhan C. vulgaris untuk pakan alami ikan. Tahap awal penelitian yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris, selanjutnya dilakukan peremajaan sampai fase log, dilakukan scale up sampai diperoleh biomassa dari kultur C. vulgaris yang dapat digunakan sebagai pakan alami. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak, lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), Kalium dan Vitamin dan limbah sisa dari media yang digunakan. Hasil pengujian kadar protein dan kadar air pakan ikan C. vulgaris dengan memanfaatkan limbah cair industri karet remah berturut-turut yaitu 2,3% dan 95,46%. Sedangkan mutu pakan alami yang dihasilkan yaitu lemak tak jenuh 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak lemak 141 mg/L; khlorofil a 2,7094 mg/L; khlorofil b, 0,8424 mg/L dan vitamin B1 3,99 mg/Kg; Vitamin D 2,52 mg/100 g dan Vitamin E 1,09 mg/100 g. Kata kunci: Limbah Cair, C. vulgaris, Pakan Alami Ikan

PROFIL GELATINISASI FORMULA PEMPEK “LENJER”

Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Rindit Pambayun

Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya

e-mail: [email protected]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil gelatinisasi adonan pempek lenjer dari beberapa formula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula pati yang irreversible dalam air, karena energi kinetik molekul air lebih kuat dari daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Hasil profil gelatinisasi menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka pada adonan pempek maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah (63°C), viskositas maksimum semakin rendah (100 BU) gel lebih kompak, stabilitas pasta relatif rendah (41 BU) dan viskositas balik semakin tinggi (31 BU) pengembangan granula lebih besar, tetapi kemungkinan retrogradasi semakin besar. Kata kunci: adonan, formula, gelatinisasi, sifat amilografi, pempek

Page 6: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

v

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRAK

PENGARUH WAKTU TINGGAL TERHADAP REAKSI HIDROLISIS PADA PRA-PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

Siti Masriani Rambe, Iriany dan Irvan

Program Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

e-mail: [email protected]

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu tinggal terhadap reaksi hidrolisis yang merupakan tahapan awal pada proses pembuatan biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Penelitian ini dilakukan dalam reaktor bersekat anaerob yang terdiri dari 4 ruang dengan jarak sekat dari dasar reaktor (clearance baffle reactor, CBR) divariasikan 1,5 dan 3 cm. Percobaan diawali oleh proses aklimatisasi dan start up secara semi batch. Waktu tinggal divariasikan dari 18, 12 dan 6 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju dekomposisi Total Solid (TS), COD dan parameter lainnya dipengaruhi oleh waktu tinggal. Hasil terbaik diperoleh pada waktu tinggal 18 hari dan CBR 1,5 cm dengan laju dekomposisi COD sebesar 60,92% dan 60,92%. Reaktor dengan sistem Anaerobic Baffle Reactor dapat digunakan sebagai reaktor penampungan sekaligus reaktor hidrolisis pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS. Kata kunci : LCPKS, Hidrolisis, Reaktor Bersekat, Total Solid, Waktu Tinggal

TEKNOLOGI MUTU TEPUNG PISANG DENGAN SISTEM SPRAY DRYING

UNTUK BISKUIT

Chasri Nurhayati dan Oktavia Andayani Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

e-mail: [email protected]

Pisang merupakan komoditi bersifat mudah rusak, sehingga diperlukan pengolahan lanjutan. Tepung pisang merupakan produk olahan digunakan sebagai diversifikasi bahan baku biskuit. Cara hygiene dalam pembuatan tepung dapat dilakukan dengan spray drying yaitu memanfaatkan suhu panas blower. Penelitian ini menggunakan pisang kepok (A1) dan pisang gedah (A2). Mempunyai enam variasi komposisi perbandingan tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan pada substitusi biskuit (P) yaitu P1 (1:1,5 :1,5), P2 (1:1:1), P3 (1:0,5:0,5), P4 (2:0,5 :0,5), P5 (3:0,5:0,5), P0 (4:0:0). Pengujian tepung pisang berdasarkan standar mutu SNI 01-3841-1995 dan biskuit SNI 01-7111.2-2005. Hasil penelitian menunjukkan pengeringan tepung pisang menghasilkan kadar air 3,62% untuk tepung pisang kepok dan 3,73% untuk tepung pisang gedah, memenuhi standar mutu SNI 01-3841-1995 kategori mutu A. Kandungan gizi biskuit terbaik diperoleh pada perlakuan A1P1 dengan perbandingan 1:1,5 :1,5. Semua perlakuan biskuit dengan substitusi tepung pisang , tepung ikan dan tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali untuk kadar air biskuit tepung pisang gedah. Kata kunci : tepung pisang, spray drying, biskuit

Page 7: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

vi

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRAK

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPON KARET DENGAN BAHAN PENGISI ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA

DAN NANO SILIKA SEKAM PADI

Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah dan Rindit Pambayun Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya e-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap karakteristik kompon karet dengan menggunakan bahan pengisi arang aktif tempurung kelapa dan nano silika sekam padi. Kompon karet yang digunakan dalam penelitian ini bahan pengisi dari arang aktif tempurung kelapa 10 phr dan nano silika sekam padi 40 phr. Rancangan percobaan meliputi variasi suhu 60°C, 70°C, 80°C dan lama penyimpanan kompon karet, yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan lama penyimpanan kompon karet berpengaruh terhadap karakteristik kompon karet, pada parameter kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis. Karakteristik kompon karet untuk kekerasan, tegangan putus dan perpanjangan putus setelah pengusangan untuk semua perlakuan memenuhi syarat mutu kompon karet bantalan dermaga, sesuai SNI 06-3568-2006. Ketahanan kikis untuk semua perlakuan kompon karet setelah pengusangan memenuhi karakteristik kompon karet di pasaran, kisaran 400 – 600 cm

3.

Kata Kunci : karakteristik kompon karet, lama penyimpanan, suhu

MODEL PENGEMBANGAN FORMULA KOMPON VULKANISIR BAN LUAR DUMP TRUCK DENGAN FILLER FLY ASH

Nasruddin1)

, Sudirman2)

, A. Mahendra3)

dan A. Haryono4)

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang1)

; Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)

2)

Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP)3)

; Pusat Penelitian Kimia LIPI4)

e-mail: [email protected]

Vulkanisir ban luar dump truck impor dan lokal telah dilakukan karakterisasi sebagai dasar untuk membuat model pengembangan formula vulkanisir ban luar dump truck. Bahan yang digunakan antara lain karet alam SIR 20, Elastomer Termoplastik (inserting ETP), carbon black, silica dan fly ash. Hasil pengujian menunjukkan, penambahan ETP pada karet alam SIR 20 untuk vulkanisir ban luar dump truck dapat meningkatkan kekerasan 3,03%, kuat tarik 3,87%, kuat sobek 15,46%, modulus 100% dengan nilai 36,28%, modulus 300% dengan nilai 27,71% dan abrasi = 52,46%. Pengujian sifat mekanik pada kondisi segar setelah proses penuaan (aging) dan setelah diberi paparan ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada suhu 40°C menunjukan, penambahan ETP memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik. Hasil pengujian SEM-EDS menunjukan penambahan ETP dapat melindungi karet alam dari serangan ozon. Fly ash yang ditambahkan pada formula kompon memiliki kecenderungan berikatan satu sama lain, sehingga pada proses pembuatan formula dikembangkan suatu inovasi pencampuran dengan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69. Kata kunci : karet alam, ETP, carbon black, fly ash, kompon ban luar dump truck.

Page 8: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

vii

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRAK

PENGARUH ADSORBEN BENTONIT TERHADAP KUALITAS

PEMUCATAN MINYAK INTI SAWIT

Syamsul Bahri Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

e-mail : [email protected]

Telah dilakukan penelitian pengaruh adsorben bentonit pada proses pemucatan minyak inti sawit. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial dimana faktor pertama yaitu persentase bentonit w/v (1%, 2% dan 3%) dan faktor kedua yaitu volume minyak inti sawit (100 ml, 200 ml dan 300 ml). Percobaan dilakukan dengan pembuatan minyak inti sawit melalui pressing pada 10 g/cm

2 dan dilanjutkan dengan proses perendaman minyak dengan adsorben pada suhu

105°C selama 1 jam. Produk minyak diuji kualitasnya meliputi parameter warna, bau, rasa, kadar air, kadar asam lemak sesuai dengan standar uji SNI 01-2901-2006, sedangkan parameter minyak pelikan diuji dengan safonifikasi alkohol-KOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bentonit berpengaruh signifikan terhadap kualitas minyak untuk warna saja, sedangkan parameter lain tidak dipengaruhi oleh adanya bentonit sebagai adsorben. Kondisi optimum yaitu 2% bentonit pada volume minyak 200 ml, dimana hasil warnanya mendekati kuning sesuai dengan yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia.

Kata kunci : bentonit, minyak inti sawit, pemucatan, warna

PEMANFAATAN TEPUNG DARI KULIT SECANG, KUNYIT DAN KULIT MANGGIS UNTUK KOMPON KARET

Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya e-mail : [email protected].

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimal variasi bahan pewarna alami dan mengkaji karakteristik kompon karet yang dihasilkan. Penelitian dan pengujian laboratorium dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dan PT. Kobe Internasional Mandiri Bandung. Penelitian ini menggunakan konsentrasi pewarna 5 phr dan 4 (empat) variasi pewarna yaitu Formula A : Tepung kulit manggis, Formula B : Tepung kunyit, Formula C : Tepung kayu secang dan Formula D : Pewarna sintetis sebagai kontrol. Parameter yang diamati Kekerasan, Shore A (ASTM D. 2240-1997), tegangan putus, kg/cm

2 (ISO 37, 1994), Perpanjangan Putus (%), ketahanan ozon 50

pphm, 20%, 24 jam, 40°C dan total perbedaan warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan yang baik adalah formula C : Tepung kayu secang dengan hasil uji Kekerasan sebesar 44 shore A, Tegangan putus sebesar 129 kg/cm

2, Perpanjangan putus sebesar 845 %, ketahanan ozon

menunjukkan kompon karet tidak retak dan total perbedaan warna yaitu 26,74. Kata kunci : kompon karet, pewarna, kayu secang, kunyit, kulit manggis.

Page 9: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

viii

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI (JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRACT

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF THE CRUMB RUBBER INDUSTRY AS A GROWING MEDIA OF CHLORELLA VULGARIS FOR A NATURAL FORAGE FISH

Eli Yulita

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang e-mail: [email protected]

Chlorella vulgaris can utilize organic substances contained in waste rubber which serves as a medium for its growth. C. vulgaris is one of the types of microalgae that can be used as raw material forage and natural forage fish. This research aims to utilize crumb rubber industry wastewater as a medium for the growth of C. vulgaris natural forage fish. The initial phase of the research, namely the preparation of pure isolates of C. vulgaris, followed by the rejuvenation to log phase, carried out to scale up biomass obtained from cultures of C. vulgaris which could be used as a natural forage. The next was testing the quality of natural forage product including beta carotene, folic acid, oils and fats, fat, unsaturated fat, protein, moisture content, ash content, chlorophyll, crude fiber, iron (Fe), manganese (Mn), potassium and vitamin and the wasted residual of the media used. The results of the test for protein content and moisture content of C. vulgaris fish forage by utilizing the waste water of crumb rubber industry respectively were 2.3% and 95.46%. While the quality of the natural forage product produced were unsaturated fatty 0.44 mg / kg; 2.3% protein; fatty oils 141 mg / L; chlorophyll a 2.7094 mg / L; chlorophyll b, 0.8424 mg / L and vitamin B1 3.99 mg / kg; Vitamin D 2.52 mg / 100 g and Vitamin E 1.09 mg / 100 g Keywords : the waste, C. vulgaris, natural forage fish

THE GELATINIZATION PROFILES OF THE FORMULA OF PEMPEK “LENJER”

Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto and Rindit Pambayun

Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya

e-mail: [email protected]

This research aims to determine the gelatinization profiles of pempek lenjer dough from several formulas, with comparising fish with tapioca flour treatment. During the heating occured an increase in viscosity caused by the swelling of the irreversible starch granules in the water caused by the kinetic energy of water molecules which is stronger than the attraction of starch molecules so that the water could get into the starch granules. Gelatinization profile result showed that the higher the addition of tapioca flour on the pempek dough the lower the initial gelatinization temperature (63°C), the lower the maximum viscosity (100 BU) is more compact the gel, paste stability was relatively low (41 BU) and the higher the reverse viscosity (31 BU), the development of the granules became larger, but the greater the the possibility of retrogradation. Keywords : dough, formula, gelatinization, amilography properties, pempek

Page 10: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

ix

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRACT

THE EFFECT OF RESIDENCE TIME TO THE HYDROLYSIS REACTION

ON THE PRE-PRODUCTION OF BIOGAS FROM PALM OIL MILL EFFLUENT

Siti Masriani Rambe, Iriany and Irvan

Program Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

e-mail: [email protected]

This research aims to study the effect of residence time on hydrolysis reaction which is an initial stage in the process of making biogas from palm oil mil effuentl (POME). This research was done in an anaerobic baffle reactor consisting of 4 compartments (baffle clearance reactor CBR) varied on 1.5 and 3 cm. Experiments preceded by acclimatization process and semi-batch start up. The residence time was varied from 18, 12 and 6 days. The results showed that the rate of decomposition of Total Solid (TS), COD and other parameters influenced by the residence time. The best results were obtained at a residence time of 18 days and a CBR of 1.5 cm with COD decomposition rate of 60.92% and 60.92%. Reactor with Anaerobic Baffle system could be used as a shelter at the same reactor on pre-hydrolysis reactor biogas production from POME.

Keywords : anaerobic baffle reactor, hydraulic retention time (HRT), hydrolysis, POME, total solid

THE TECHNOLOGY OF BANANA FLOUR QUALITY WITH SPRAY DRYING SYSTEM FOR BISCUITS

Chasri Nurhayati and Oktavia Andayani

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang e-mail: [email protected]

Bananas are a perishable commodity, necessitating further processing fluor substitution flour is a refined products used as a biscuits raw material diversification treatment. The hygienic way in the manufacture of bananas could be done by spray drying were utilize the hot temperatures of a blower This study used a fluor substitution kepok (A1) and fluor substitution. (A2) Having six variations of composition ratio of banana gedah flour, mung bean flour and fish fluor on treatment (P) were P1 (1: 1.5: 1.5), P2 (1: 1: 1), P3 (1: 0.5 : 0.5), P4 (2: 0.5: 0.5), P5 (3: 0.5: 0.5), P0 (4: 0: 0) Testing the quality standards of SNI 01-3841-1995 of banana gedah flour based treatment and 01-7111.2-2005 The results showed that drying of banana gedah flour produced 3.62% water content for kepok fluor substitution bananas and 3.73% for fluor substitution bananas, met the the quality standards of SNI 01-3841-1995 with category A for quality. The best treatment on occured on A1P1 obtained by comparison 1: 1.5: 1.5 All biscuits treatment with bananas fluor substitution, fish flour and green bean flour met the quality requirements 01-7111.2-2005 except for the water content of banana gedah flour. Keywords : banana flour, spray drying, biscuits

Page 11: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

x

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRACT

EFFECT OF TEMPERATURE AND DURATION OF STORAGE TO CHARACTERISTICS OF RUBBER COMPOUND WITH THE FILLERS OF ACTIVATED COCONUT SHELL CARBON AND

NANO SILICA FROM RICE HUSKS.

Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah and Rindit Pambayun Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya e-mail: [email protected]

The objectives research is to examines the effect of temperature and storage time to characteristics of rubber compound that was added with the fillers of activated coconut shell carbon and nano silica from rice husks. Rubber compound in this study is the use of a filler treatment activated coconut shell carbon 10 phr and nano silica from rice husks 40 phr. Experimental design include variations in temperature 600C, 700C and 800C and storage time 1 day, 3 days, 5 days and 7 days, with three (3 ) repetition. The results showed temperature and storage time affects the characteristics of the rubber compound rubber compound , for the parameters of hardness , tensile strength , elongation at break and abrasion resistance. Characteristics rubber compound for hardness, tensile strength, elongation at break after ageing met the requirements of the Indonesian National Standards for pads dock rubber compound SNI 06-3568-2006. Abrasion resistance rubber compound for all treatments after ageing the characteristics of rubber compound on the market , the range of 400-600 cm3. Keywords: rubber compound characteristics, storage time, temperature

MODEL DEVELOPMENT OUTSIDE THE FORMULA COMPOUND TIRE RETREADING DUMP TRUCK WITH FLY ASH FILLER

Nasruddin

1), Sudirman

2), A. Mahendra

3) and A. Haryono

4)

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang1);

Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)2)

Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP)3)

; Pusat Penelitian Kimia LIPI4)

e-mail: [email protected]

Retread tire dump trucks imported and local characterization has been performed as a basis for modeling the development of a formula dump truck tire retreading. Materials used include natural rubber SIR 20, Thermoplastic Elastomer (inserting ETP), carbon black, silica and fly ash. The test results showed that the addition of the ETP on natural rubber SIR 20 for retread tire dump trucks can increase the hardness of 3.03%, 3.87% tensile strength, tear strong 15.46%, 100% modulus with a value of 36.28%, the modulus 300% with a value of 27.71% and 52.46% abrasion value. Testing of mechanical properties in fresh condition after aging (aging) and after ozone exposure given PPHM 25 for 3x24 hours at a temperature of 40°C shows, the addition of ETP a positive effect on some mechanical properties. The test results showed the addition of SEM-EDS ETP can protect natural rubber from ozone attack. Fly ash is added to the compound of formula has a tendency to bind to one another, so that the process of making the formula developed an innovative mixing with coupling agent Si type of PEG 400 and 69. Keywords : natural rubber, ETP, carbon black, fly ash, dump truck tire compound.

Page 12: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25, No. 1, 2014

xi

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

(JOURNAL OF THE DYNAMICS OF INDUSTRIAL RESEARCH)

ISSN 2088-8996 Vol. 25, No. 1, 2014

ABSTRACT

THE EFFECT OF BENTONITE ADSORBENT TO THE QUALITY OF BLEACHING PROCESS ON THE CORE PALM OIL

Syamsul Bahri

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang e-mail : [email protected]

Research on the effect of bentonite as adsorbent in the bleaching process of palm kernel oil was conducted. The study was designed using complete randomized design with 2 factors; the first factor was the percentage of bentonite as weight of volume: 1%, 2% and 3%, and the second factor was the volume of palm kernel oil: 100 ml, 200 ml and 300 ml. Firstly, experiment started by producing kernel oil by pressing the raw material at 10 g/cm2 and continued with the process of immersion with adsorbent at a temperature of 105°C for 1 hour. Oil products was tested according to the procedures of Coconut Palm Oil qualities include color, odor, taste, moisture content, free fatty acid levels in based on SNI 01-2901-2006 test standards, while pelicans oil parameter was tested by alcohol-KOH saponification process. The results showed that the percentage of the bentonite significantly effect on oil quality for color only, while the other parameters were not affected by the presence of the bentonite as an adsorbent. The processing optimum condition was 2% bentonite soaked 200 ml oil volume, which resulted yellow color as close as required in accordance with SNI. Keywords : bentonite, bleaching, palm kernel oil, color

THE UTILIZATION OF WOODEN CUP RIND FLOUR, TURMERIC, AND MANGOSTEEN RIND FOR RUBBER COMPOUND

Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto and Basuni Hamzah

Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya e-mail : [email protected].

This research aims to obtain the optimal concentration in the variations of natural dyes and examines the characteristics of the resulting rubber compound. Research and laboratory testing conducted at Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang and PT. Kobe Internasional Mandiri Bandung. This study used dye concentration in 5 phr and 4 (four) color variation that were Formula A: Flour mangosteen peel, Formula B: Meal turmeric, Formula C: Flour wooden cup and Formula D: Synthetic dyes as the control. Parameters observed were Hardness, Shore A (ASTM D 2240-1997), tensile strength, kg / cm 2 (ISO 37, 1994), elongation at break (%), 50 PPHM ozone resistance, 20%, 24 h, 40 ° C and total color difference. The results showed that the best treatments was formula C: Flour wooden cup with Hardness test results of 44 shore A, the voltage dropped by 129 kg / cm 2, Elongation at break of 845%, the ozone resistance of rubber compounds showed no cracks and the total color difference was 26,74. Keywords : rubber compound, dyes, wooden cup, turmeric, mangosteen rind.

Page 13: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

1

PEMANFAATAN LIMBAH CAIR INDUSTRI KARET REMAH SEBAGAI MEDIA PERTUMBUHAN CHLORELLA VULGARIS UNTUK PAKAN ALAMI IKAN

THE UTILIZATION OF THE WASTE OF THE CRUMB RUBBER INDUSTRY

AS A GROWING MEDIA OF CHLORELLA VULGARIS FOR A NATURAL FORAGE FISH

Eli Yulita Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

e-mail : [email protected] Diterima: 10 Februari 2014; Direvisi: 17 Februari 2014 – 4 April 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Chlorella vulgaris dapat memanfaatkan bahan-bahan organik yang terdapat di dalam limbah karet yang berfungsi sebagai media pertumbuhan C. vulgaris. C. vulgaris adalah salah satu jenis mikroalga yang dapat digunakan sabagai bahan baku pakan dan pakan alami ikan. Penelitian ini bertujuan memanfaatkan limbah cair industri karet remah sebagai media pertumbuhan C. vulgaris untuk pakan alami ikan. Tahap awal penelitian yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris, selanjutnya dilakukan peremajaan sampai fase log, dilakukan scale up sampai diperoleh biomassa dari kultur C. vulgaris yang dapat digunakan sebagai pakan alami. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak, lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), kalium, vitamin dan limbah sisa dari media yang digunakan. Hasil pengujian kadar protein dan kadar air pakan ikan C. vulgaris dengan memanfaatkan limbah cair industri karet remah berturut-turut yaitu 2,3% dan 95,46%. Sedangkan mutu pakan alami yang dihasilkan yaitu lemak tak jenuh 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak lemak 141 mg/L; khlorofil a 2,7094 mg/L; khlorofil b, 0,8424 mg/L dan vitamin B1 3,99 mg/Kg; Vitamin D 2,52 mg/100 g dan Vitamin E 1,09 mg/100 g.

Kata Kunci : limbah cair, C. vulgaris, pakan alami ikan

Abstract

Chlorella vulgaris can utilize organic substances contained in waste rubber which serves as a medium for its growth. C. vulgaris is one of the types of microalgae that can be used as raw material forage and natural forage fish. This research aims to utilize crumb rubber industry wastewater as a medium for the growth of C. vulgaris natural forage fish. The initial phase of the research, namely the preparation of pure isolates of C. vulgaris, followed by the rejuvenation to log phase, carried out to scale up biomass obtained from cultures of C. vulgaris which could be used as a natural forage. The next was testing the quality of natural forage product including beta carotene, folic acid, oils and fats, fat, unsaturated fat, protein, moisture content, ash content, chlorophyll, crude fiber, iron (Fe), manganese (Mn), potassium and vitamin and the wasted residual of the media used. The results of the test for protein content and moisture content of C. vulgaris fish forage by utilizing the waste water of crumb rubber industry respectively were 2.3% and 95.46%. While the quality of the natural forage product produced were unsaturated fatty 0.44 mg / kg; 2.3% protein; fatty oils 141 mg / L; chlorophyll a 2.7094 mg / L; chlorophyll b, 0.8424 mg / L and vitamin B1 3.99 mg / kg; Vitamin D 2.52 mg / 100 g and Vitamin E 1.09 mg / 100 g

Key words : the waste, C. vulgaris, natural forage fish

Page 14: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

2

PENDAHULUAN

Proses pengolahan bokar menjadi crumb rubber pada industri karet remah yang terdapat di Palembang banyak menggunakan air yang diambil dari Sungai Musi. Air diperlukan pada proses pencucian, pembersihan bokar dari kontaminasi dan proses pencacahan serta pada proses penggilingan (creeper). Air yang digunakan pada proses pengolahan crumb rubber dapat berpotensi sebagai limbah industri yang dapat menimbulkan pencemaran jika tidak diolah dengan baik karena masih mangandung bahan-bahan organik yang tinggi.

C.vulgaris merupakan mikroalga

berklorofil yang membutuhkan unsur hara makronutrisi berupa nitrogen dan fosfat. C.vulgaris mampu hidup dengan baik pada lingkungan yang banyak mengandung unsur hara tinggi dan memanfaatkanya untuk kelangsungan proses fotosintesis, berkembang biak dan melakukan aktivitas hidup lainnya (Becker, 1994).

C.vulgaris merupakan salah satu jenis mikroalga yang dapat digunakan sabagai bahan baku pakan dan pakan alami ikan (Erlina et al., 2004)

Pakan ikan alami yang berasal dari mikroalga C. vulgaris dapat mempercepat pertumbuhan ikan dan benih ikan karena C. vulgaris mempunyai nutrisi yang

dibutuhkan seperti protein, lemak, beta karoten dan vitamin, hal ini disebabkan karena sebagian besar komponen penyusun dinding sel dan bagian-bagian sel C. vulgaris terdiri atas protein, lemak, beta karoten, Nitrogen, Fosfor, Belerang, Kalium, Kalsium, Besi dan Cu serta vitamin yang terbentuk melalui proses metabolisme yang terjadi di dalam sel. Hal ini diperkuat oleh Muchlisin et., al,. (2003), Pertambahan berat larva ikan lele selama 15 hari pemeliharaan dengan pemberian pakan ikan alami C. vulgaris rata-rata 0,04 gr dan pertambahan panjang 0,32 cm. Sedangkan menurut Wirosaputro (2002), Komposisi kimia C. vulgaris meliputi beta karoten, khlorofil, fikosianin, g linolenic acid (GLA), asam folat, asam pantotenat, protein, Vitamin B12, zat besi dan mineral.

Menurut Andersen (2005), Spirulina sp membutuhkan makronutrien seperti

Nitrogen, Fosfor, Belerang, Kalium, Kalsium dan kandungan nitrat optimum (0,9-3,5 mg/L) serta mikronutrien seperti Besi (Fe), Molibdenum (Mo), Tembaga (Cu), Kalsium (Ca), Mangan (Mn), Seng (Zn) dan Kobalt (Co) untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhannya. Logam seperti Cu, Fe dan Zn merupakan komponen penting untuk pertumbuhan makhluk hidup seperti C. vulgaris, logam-logam berat tersebut dimanfaatkan dalam pembentukkan kompleks logam dengan protein yang ada dalam sel. Proses penyerapan logam kadmium dapat terjadi melalui pertukaran ion antara logam kadmium dengan dinding sel atau melalui pembentukan ikan kovalen antara logam dengan gugus aktif pada dinding sel (Haryoto dan Wibowo, 2004). Dinding sel fitoplankton terdiri atas senyawa organik seperti protein, polisakarida, asam alginat dan asam uronat yang dapat berikatan dengan logam (Greene et al., 1986). Oleh sebab itu C. vulgaris dapat juga digunakan dalam proses pengolahan limbah industri.

Menurut Chen (2001), beberapa mikroalga memiliki kemampuan dalam meningkatkan kadar oksigen terlarut dan menurunkan kadar ammonium dengan menggunakan hasil oksidasi nitrogen dalam bentuk ammonium sebagai materi organik untuk fotosintesis. C.vulgaris merupakan mikroalga berkhlorofil yang membutuhkan unsur hara makronutrisi berupa nitrogen dan fosfat. C.vulgaris dapat hidup dengan baik pada lingkungan yang banyak mengandung unsur hara tinggi dan memanfaatkannya untuk kelangsungan proses fotosintesis, berkembang biak dan melakukan aktivas hidup lainnya (Becker, 1994). Tujuan dari penelitian ini yaitu memanfaatkan limbah cair industri karet remah sebagai media pertumbuhan C.vulgaris untuk pakan alami ikan.

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu limbah cair industri karet remah yang diambil dari PT. Hoktong Plaju Palembang, Modifikasi Bold

Page 15: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

3

Basal Medium (BBM) cair dan BBM agar, pupuk NPK, agar bacteriological, isolat murni C. vulgaris hasil isolasi Alat-alat pembuatan pakan alami ikan dari C. vulgaris yang digunakan yaitu gallon 20 L, erlenmeyer 250 ml; 500 ml; 1 L; 5 L, lampu neon, selang, seperangkat aerator sedangkan alat-alat uji yang digunakan yaitu bunsen, aluminium foil, micropipet, AAS, HPLC, tabung reaksi dan alat-alat yang biasa digunakan untuk analisa mikrobiologi.

B. Metode Penelitian

Diagram alir pembuatan pakan alami ikan C. vulgaris pada penelitian ini

dapat dilihat pada Gambar 1. Kegiatan penelitian dilaksanakan

pada skala laboratorium untuk memanfaatkan limbah cair industri karet remah sebagai media pertumbuhan C. vulgaris untuk pakan alami ikan.

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Pakan

Alami Ikan dari C. vulgaris dengan Memanfaatkan Limbah Cair Industri Karet Remah

Tahap awal penelitian yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris hasil isolasi, selanjutnya dilakukan peremajaan sampai fase log, dilakukan scale up sampai diperoleh biomassa dari kultur C. vulgaris yang dapat digunakan sebagai pakan alami. Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap mutu pakan alami yang dihasilkan meliputi beta karoten, asam folat, minyak dan lemak, kadar lemak, lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), Kalium dan Vitamin. Limbah sisa dari media yang digunakan juga dilakukan pengujian untuk mengetahui kualitas limbah. Prosedur Pembuatan Pakan Alami Ikan dari C. vulgaris pada Limbah Cair Industri Karet Remah

Tahap awal penelitian ini yaitu penyiapan isolat murni C. vulgaris hasil isolasi sebanyak 6 ose, selanjutnya dilakukan peremajaan sampai fase log dengan menggunakan modifikasi BBM cair dan limbah cair industri karet remah pada erlenmeyer 250 ml dengan penambahan cahaya lampu TL 36 watt selama 24 jam. Setelah mencapai fase log C. vulgaris dilanjutkan ke tahap scale up dengan menggunakan limbah cair industri karet remah di dalam erlenmeyer 500 ml, 1000 ml, 5000 ml dan Gallon 20 Liter dengan penambahan lampu TL 36 watt selama 24 jam dan penambahan pupuk NPK dengan dosis 0,09 mg/L pada hari ketiga, kelima dan ketujuh, selanjutnya dilakukan pemanenan dengan menggunakan plankton net ukuran 10 mikron atau dapat menggunakan kain yang terbuat dari bahan nilon.

Setelah pakan alami C. vulgaris diperoleh selanjutnya biomassa C. vulgaris dimasukkan ke dalam botol yang telah disterilisasi dan disimpan di dalam lemari pendingin. Untuk mengetahui kualitas dari pakan alami yang dihasilkan dilakukan pengujian terhadap mutu pakan alami C. vulgaris meliputi beta karoten, minyak dan lemak, kadar lemak, lemak tak jenuh, protein, kadar air, kadar abu, khlorofil, serat

Isolat Murni C. vulgaris

C. vulgaris Fase log

Bioreaktor Closed Pond

Pemanenan

Single Cell Protein C. vulgaris

Pengemasan C. vulgaris

Pakan Ikan Alami dan Bahan Baku

Pakan Buatan

Peremajaan

24 jam suhu 370C

Penambahan

aerasi, Pupuk

NPK, cahaya

lampu TL selama

7 hari

Botol steril

disimpan

dalam lemari

es

Page 16: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

4

kasar, Besi (Fe), Mangan (Mn), Kalium dan Vitamin. Penentuan Beta Karoten dan Kadar Khlorofil Metoda Spektrofotometer

Disiapkan sampel dan aseton dengan perbandingan 1:1 ke dalam tabung 10 ml, kemudian ditambahkan glassbead, disonifikasi selama 45 menit, disentrifuge selama 30 menit, diukur kadar beta karoten dan kadar khlorofil dengan spektrofotometer pada masing-masing panjang gelombang 450 nm dan 645 nm. Penentuan Minyak Lemak (SNI 06-6989.10-2004)

Disiapkan contoh uji sebanyak 1000 ml dan dimasukkan ke dalam corong pemisah selanjutnya ditambahkan HCl 1 ml, homogenisasi dengan cara dikocok. Kemudian botol contoh uji dibilas dengan 30 ml freon, air bilasan dimasukkan ke dalam corong pemisah tadi kemudian dilakukan homogenisasi. Selanjutnya sampel yang sudah diketahui berat tetapnya dimasukkan ke dalam labu destilasi, sisa sampel yang terdapat di dalam corong pemisah dibilas dengan 30 ml freon. Kemudian larutan disuling di atas pemanas air pada suhu 70 ± 2°C. Hasil dari destilasi ditimbang dengan neraca analitik. Penentuan Kadar Protein (SNI 01-3136-1992)

Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g ke dalam labu kjeldhal, kemudian ditambahkan 2 g campuran selen dan 15 ml H2SO4 pekat, kemudian dipanaskan di atas nyala api atau pemanas listrik sampai mendidih dan larutan menjadi jernih kehijau-hijauan selama 2 jam. Selanjutnya didinginkan dan diencerkan ke dalam labu takar sampai 100 ml. Kemudian larutan dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam alat penyuling, selanjutnya ditambahkan 5 ml NaOH 30% dan beberapa tetes indikator pp.

Kemudian suling lagi selama 10 menit, sebagai penampung gunakan erlenmeyer yang telah berisi 10 ml larutan asam borat 2%. Kemudian titrasi

dengan HCl 0,01 N. Hitung dengan rumus :

Keterangan : a : bobot sampel b : volume HCl 0,01 N yang

dibutuhkan pada penitraan blanko, dalam ml

c : normalitas HCl d : volume HCl 0,01 N yang

dibutuhkan pada panitaran contoh, dalam ml

fp : faktor pengenceran Penentuan Kadar Air (SNI 01-3136-1992)

Ditimbang sampel 2 g pada botol timbang yang sudah diketahui bobotnya, kemudian dikeringkan pada oven pada suhu 105°C selama 3 jam. Selanjutnya didinginkan ke dalam desikator, kemudian ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Dihitung kadar air dengan rumus :

Keterangan : a: bobot sampel sebelum dikeringkan, g b: bobot sampel sesudah dikeringkan, g

Penentuan Kadar Abu (SNI 01-3136-1992)

Ditimbang sampel sebanyak 2 gr ke dalam cawan porselen atau platina yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian diarangkan di atas nyala api, lalu diabukan di dalam tanur pada suhu maksium 500°C sampai dengan pengabuan sempurna. Kemudian didinginkan di dalam eksikator, lalu ditimbang sampai diketahui bobot tetapnya dan dihitung dengan rumus :

Keterangan : a : bobot sampel sebelum diabukan, gr b : bobot sampel dan cawan sesudah

diabukan, gr c : bobot cawan kosong, gr

% Protein = (d-b) x c x 0,014 x 6,25 x fp x 100% ........(1)

a

Kadar Air : (b / a) x 100%.....................................(2)

Kadar Abu : ((b – c ) / a) x 100%..........................(3)

Page 17: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

5

Penentuan Serat Kasar (SNI 01-3136-1992)

Ditimbang 2 gr sampel, bebaskan lemaknya dengan cara ekstraksi dengan dimasukkan ke dalam soklet, setelah mengendap tuangkan contoh ke dalam pelarut organik sebanyak 3 kali. Selanjutnya contoh dikeringkan dan dimasukan ke dalam Erlenmeyer 500 ml. Kemudian ditambahkan 50 ml larutan H2SO4 1,25%, kemudian didihkan selama 30 menit dengan menggunakan pendingin tegak. Ditambahkan 50 ml NaOH 3,25% dan dididihkan lagi selama 30 menit. Kemudian disaring dengan corong Buchner yang berisi kertas saring tak berabu Whatman 54 atau 541 yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya.

Endapan yang terbentuk dicuci berturut-turut dengan H2SO4 1,25%, air panas dan etanol 96%. Kemudian kertas saring ditimbang dan dikeringkan ke dalam oven pada suhu 1050C, kemudian ditimbangkan lagi sampai diperoleh bobot tetap. Bila kadar serat kasar lebih besar dari 1, kertas saring diabukan beserta isinya ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kemudian dihitung dengan rumus : a. Serat kasar lebih kecil sama dengan

1 %

b. Serat kasar lebih besar masa

dengan 1 %

Penentuan Kadar Logam Berat Besi, Mangan dan Kalium dengan AAS

Disiapkan larutan standar logam dengan masing-masing konsentrasi 0 µg/l; 20 µg/l; 40 µg/l; 60 µg/l dan 80 µg/l dari larutan baku logam 10 mg/L. Kemudian saring larutan contoh 50 ml dengan menggunakan saring membran 0,45 µm, selanjutnya asamkan contoh sampai pH lebih kecil dari 2 dengan HNO3 pekat. Contoh dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, didinginkan dan ditambahkan akuades yang mengandung HNO3 sebanyak 1,5 ml/l. Selanjutnya dilakukan pengujian dengan menggunakan AAS tungku karbon sesuai dengan logam yang diuji.

Penentuan Kadar Vitamin dengan HPLC

Dipipetkan sebanyak lima ratus mikroliter contoh uji ke dalam tabung gelas berukuran 12 x 75 mm. Kemudian ke dalam setiap tabung ditambahkan 0,5 ml etanol dan divorteks selama 5 detik untuk mendenaturasikan protein. Kemudian ditambahkan 1 ml heksan kemudian ditambahkan ke dalam setiap tabung, divorteks lagi selama 5 detik. Lapisan heksan yang terdapat di permukaan kemudian diambil dengan pipet Pasteur secara perlahan-lahan dan disaring dengan filter 0,45 mikro liter. Larutan heksan yang telah disaring kemudian diinjeksikan ke dalam sistem kromatografi. Selanjutnya sesuaikan kolom yang digunakan berdasarkan jenis vitamin yang dianalisa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Panen C. vulgaris sebagai Pakan Ikan

Rendemen C. vulgaris yang dihasilkan dari total kapasitas biorekator 300 L yaitu 50 L. C. vulgaris yang dihasilkan selanjutnya disimpan di dalam botol steril yang selanjutnya dapat langsung digunakan sebagai sumber single cell protein sebagai bahan baku pakan ikan buatan dan pakan alami.

C. vulgaris banyak mengandung nutrisi penting seperti Fe, Ca, Zn, Mn, Mg, protein, lemak, vitamin, asam lemak tak jenuh, beta karoten dan khlorofil sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan alami dan buatan. Menurut Amini dan Syamdidi (2006), C. vulgaris digunakan sebagai pakan larva-larva biota laut seperti ikan, kerang – kerangan dan udang yang langsung diberikan bersama media cair. Pengujian Kadar Logam Fe, Mn dan Mg terhadap Pakan Ikan C. vulgaris

Pengujian logam berat terhadap pakan ikan (Gambar 2) menunjukkan bahwa terdapat tiga konsentrasi logam yang tinggi yaitu Besi (Fe), Mangan (Mn) dan Magnesium (Mg) dengan masing-masing konsentrasi secara berturut-turut yaitu 34,6 mg/L; 15,8 mg/L; dan 116 mg/L. Hal ini disebabkan karena adanya

Serat kasar : (a / c) x 100%....................................... (4)

Serat kasar : ((a-b) / c) x 100%...................................(5)

Page 18: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

6

biomassa C. vulgaris yang mempengaruhi jumlah dari ketiga logam berat tersebut.

Unsur logam Fe, Mn dan Mg merupakan beberapa unsur kimia penyusun sel C. vulgaris. Unsur Mn merupakan penyusun ribosom yang juga berfungsi untuk mengaktifkan enzim polimerase yang berperan dalam sintesis protein dan juga merupakan aktivator enzim dalam siklus krebs dan proses fotosintesis. Unsur nutrisi hara Fe, Mn, dan Mg yang terdapat di dalam sel C. vulgaris diperlukan untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman, membantu pembelahan sel, aktivator enzim, pembentukan stomata, penyusunan dinding sel tanaman dan pembelahan sel (Yadial et al, 2012).

Sedangkan unsur Mg dan Fe, merupakan penyusun khlorofil. Tiap molekul khlorofil mengandung satu 1 atom Mg. Unsur Mg dan Fe terdapat dalam khloroplas sel C. vulgaris yang

berfungsi sebagai penangkap dan penyimpan energi cahaya dan aktivator enzim dalam mekanisme energi serta membantu meningkatkan kadar khlorofil. Pada penambahan pupuk anorganik yang mengandung unsur Fe dan Mg menunjukkan pertumbuhan tertinggi sebesar 2,62 x 107 sel/ml (log 7,4 sel/ml) yang tercapai pada kultivasi sembilan hari (Amini dan Syamdidi, 2006)

Gambar 2. Grafik Kandungan Logam Fe,

Mn dan Mg yang terdapat pada C. Vulgaris

Mikroalga C. vulgaris dalam pertumbuhannya sangat membutuhkan beberapa nutrisi seperti Nitrogen (N) berfungsi untuk membentuk protein,

lemak dan berbagai senyawa organik lain, pertumbuhan dan pembentukkan sel secara vegetatif. Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO4 berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitator membran sel, pengaturan metabolisme alga, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan karbohidrat, protein dan sintesis asam amino. Unsur Belerang (S), berperan dalam pembentukan asam amino dan vitamin. Unsur Kalsium (Ca), berperan dalam membantu menyusun dinding sel dan mengatur permeabelitas membran. Unsur Kalium (K) berfungsi untuk pemanjangan sel, memperkuat dinding sel (Becker, 1995 dan Andersen, 2005). Pengujian Kadar Vitamin pada C. vulgaris

Vitamin yang terdapat pada C. vulgaris yang dihasilkan (Tabel 1). Vitamin yang dominan terdapat di dalam C. vulgaris yaitu vitamin B1 (Thiamin)

(3,99 mg/kg), vitamin D (2,52 mg/100 gr) dan vitamin E (1,09 mg/100gr). Hal ini menunjukkan bahwa nutrisi yang terkandung di dalam C. vulgaris dapat digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan pakan ikan.

Tabel 1. Komposisi Kadar Vitamin pada

C. vulgaris

No Jenis

Vitamin Satuan Hasil

1 Vitamin B1 mg/ kg 3,99 2 Vitamin D mg/100 gr 2,52 3 Vitamin E mg/100 gr 1,09

Pengujian Kadar Beta karoten, Asam Folat, Minyak dan Lemak, Lemak, Lemak tak Jenuh, Protein, Kalsium sebagai Mineral Ca, Serat Kasar dan Klorofil dan Mikrobiologi serta kadar Air dan Kadar abu

Kualitas komposisi nutrisi C. vulgaris terdapat pada Tabel 2. Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa kadar beta karoten yaitu 437 mg/kg, Kalsium (Ca) 12,3 mg/100 g, lemak tak jenuh 0,44 mg/kl, protein 2,3%, Minyak dan Lemak 141 mg/L, serat kasar 1,40%, Khlorofil A 2,70944 mg/L, Khlorofil B 0,8424 mg/L dan Klorofil Total 3,5718 mg/l.

Page 19: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

7

Karotenoid merupakan suatu kelompok pigmen organik berwarna kuning orange atau merah yang terjadi secara alami dalam tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Karotenoid merupakan senyawa poliena isoprenoid yang tidak larut dalam air, mudah mengalami isomerasi dan oksidasi, menyerap cahaya dan dapat berikatan dengan molekul yang bersifat hidrofobik. Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik dan alisiklik. Jenis karotenoid di antaranya adalah beta karotenoid (Gross, 1991).

C. vulgaris termasuk ke dalam famili Chloropyta, pada umumnya mempunyai zat warna hijau walaupun ada di antara famili Chloropyta tidak mempunyai zat warna hijau. Zat warna hijau ini merupakan hasil dari proses fotosintesa yang berupa khlorofil.

Tabel 2. Pengujian Kadar Beta karoten,

Minyak dan Lemak, Lemak, Protein, Kalsium sebagai Mineral Ca, Serat Kasar dan Klorofil

No Parameter Satuan Hasil

1 Beta karoten mg / kg 437 2 Kadar abu % 0,21 3 Kalsium (Ca) mg /100

gram 12,3

4 Protein % 2,3 5 Serat Kasar % 1,40 6 Minyak dan

Lemak mg / L 141,0

7 Khlorofil A mg / L 2,7094 8 Khlorofil B mg / L 0,8424 9 10

Khlorofil Total Kadar Air

mg / L %

3,5718 95,46

Hasil dari pengujian (Tabel 2)

Menunjukkan bahwa kadar beta karoten yang terdapat pada C. vulgaris yaitu 437 mg/kg. Menurut Del Campo et al (2007) Mikroalga merupakan sumber alami untuk berbagai senyawa penting termasuk pigmen, di antaranya astaxantin, kastaxantin dan loroxantin. Beta karotenoid merupakan bagian integral dari proses fotosintesis terdapat pada C. vulgaris yang berfungsi sebagai pigmen dan pelindung terhadap oksigen aktif yang terbentuk dari proses fotooksidasi.

Chlorella pyreniodesa dan C. vulgaris merupakan penghasil beberapa jenis karotenoid seprti beta karoten, alpha karoten, lutein, zeaxantin, astaxantin dan neoxantin. Chlorella pyreniodesa menghasilkan senyawa kasar 100 µg/g berat basah selnya (Kusmiati et al, 2010). Ditambahkan pula

oleh Iwamoto (2004) setiap gram massa sel kering terkandung karotenoid total 7 mg (3,5 mg lutein; 0,5 mg alpha karoten; dan 0,6 mg beta karoten) dan 35 mg khlorofil. Sedangkan karotenoid C. vulgaris hampir seluruhnya terdiri dari lutein (cha et a.l, 2008).

Pada Tabel 2. Hasil pengujian terhadap Kalsium (Ca) 12,3 mg/100. Unsur Ca berfungsi untuk pembentukan dinding sel dari C. vulgaris (Isnantyo dan Kurniastuty, 1995; Oh-Hama dan Miyachi, 1988) Di dalam penelitian ini sumber Ca berasal dari limbah cair, berdasarkan hasil analisa jumlah unsur Ca yaitu 16,6 mg/L. C. vulgaris

melakukan biodegradasi unsur Ca yang terdapat di dalam limbah dan dipergunakan untuk pembentukan dinding sel sehingga dapat memperkuat struktur dari sel. C. vulgaris memiliki daya biosorbi yang kuat terhadap logam berat sehingga dapat dimanfaatkan untuk menetralisir limbah industri (Kabinawa, 2001).

Sedangkan hasil uji protein, minyak lemak, khlorofil a, khlorofil b, berturut - turut pada C. vulgaris yaitu 2,3%; 141 mg/L; 2,7094 mg/L dan 0,8424 mg/L. Menurut Pranayogi (2003) mikroalga mempunyai komposisi nutrisi protein 30 – 55%, Karbohidrat 10 – 30 %, lemak 10 – 25 %, mineral 10 – 40 % dan asam nukleat 4 – 6 %. C. vulgaris merupakan salah satu mikroalga yang mempunyai jumlah khlorofil yang sangat tinggi. Dengan komposisi nutrisi yang terdapat pada C. vulgaris dapat berpengaruh besar terhadap pertumbuhan ikan dan larva ikan.

Menurut Soletto (2005), mikroalga dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kandungan nutrisi pakan. Kandungan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan asam amino essensial, enzim, betakaroten dan khlorofil yang signifikan sebagai alternatif dalam

Page 20: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

8

pemanfaatannya sebagai bahan baku pakan alami dan pakan buatan. Sedangkan menurut Becker (2005), Karbohidrat dalam mikroalga dapat ditemukan dalam bentuk pati, glukosa dan polisakarida lainnya.

Pada umumya alga mempunyai khloropyl, tetapi tidak semuanya

berwarna hijau karena tertutup oleh warna pigmen-pigmen lainnya. Pigmen yang terdapat dalam alga bermacam-macam yaitu khlorophyl (a,b,c,d,e), karoten (α, β, δ), flavisin, xanthofil (lutein, zeaxatin, violaxantin dan sebagainya), fikobilin (fikoeritrin r dan c, fikosianin r dan c) (Jutono, 1973). Sedangkan menurut Prescott (1993), dinding sel mikroalga hijau sebagian besar berupa selulosa. Meskipun ada beberapa yang tidak memiliki dinding sel. Mereka mempunyai klorophyl a dan beberapa karetonoid dan biasanya mereka berwarna hijau rumput. Pada saat kondisi budidaya menjadi padat dan cahaya terbatas, sel akan memproduksi lebih banyak klorophyl dan menjadi hijau gelap. Kebanyakan mikroalga hijau menyimpan zat tepung sebagai cadangan makanan meskipun ada diantaranya menyimpan minyak atau lemak. Contoh spesies dalam kelompok chlorophyta termasuk di antaranya chlamydomonas, chlorogonium, pyrobo trys, scenedesmus, chlorogonium,pyrobo trys, scenedesmus, Volvox, Oocytis, C. vulgaris.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa hasil pengujian kadar protein 2,3%, dengan nilai kadar air 95,46% sedangkan SNI 01-3136-1992 menetapkan persyaratan kadar protein 40% b/b dan kadar air 10% untuk protein sel tunggal atau single cell protein pakan terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap hasil pakan ikan yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena pakan ikan yang dihasilkan dan dibutuhkan dalam fase cair sehingga terjadi pengenceran yang sangat signifikan sebanyak 41,50 kali pengenceran.

Perbandingan Kualitas Air Limbah Sebelum dan Sesudah Diolah dengan Menggunakan Cholrella vulgaris sebagai Agent Biodegradasi.

C. vulgaris mempunyai struktur yang hampir sama dengan tumbuhan, salah satunya adalah dinding sel. C. vulgaris mempunyai dinding sel yang tersusun selulosa. Beberapa jenis C. vulgaris mempunyai dinding sel yang tersusun atas selulosa dan sporopollenin yang juga terdapat di dalam spora dan serbuk sari yang merupakan suatu biopolimer dari karotenoid yang mempunyai kemampuan resisten terhadap degradasi enzim dan polutan. Sporopollenin juga mempunyai kemampuan untuk mengadsorbsi ion logam dari suatu larutan membentuk kompleks logam dengan ligan. Hal ini menyebabkan alga hijau disebut sebagai filter feeder, yaitu organisme yang mampu menyaring partikel dari suspensi di lingkungan hidupnya (Sunarto, 2008).

Pada Gambar 3 terlihat C. vulgaris dapat memanfaatkan secara signifikan unsur Fe, Ca dan Mg yang terdapat di dalam limbah berturut – turut 0,53 mg/L; 16,6 mg/L; dan 6,5 mg/L menjadi 0,13 mg/L; 1,1 mg/L dan 4,12 mg/L. Unsur – unsur tersebut merupakan unsur hara mikro yang dibutuhkan oleh C. vulgaris untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya.

Gambar 3. Penurunan Kandungan Logam

Berat Fe, Ca dan Mg pada Limbah Sebelum dan Sesudah Diolah

Page 21: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

9

Gambar 4. Grafik Penurunan Nilai BOD dan

COD pada Limbah Sebelum dan Sesudah Diolah

Selain unsur logam Fe, Ca dan Mg, parameter BOD, COD dan NH3 juga mengalami penurunan signifikan (Gambar 4) dan (Gambar 5) nilai BOD5 dan COD secara berturut – turut dari 6,9 mg/L dan 45,6 menjadi 4,6 mg/L dan 27,3 mg/L sedangkan NH3 mengalami penurunan secara signifikan dari 14,11 mg/L menjadi 0,105 mg/L.

Di dalam limbah cair karet banyak terdapat senyawa organik hal ini yang menyebabkan nilai BOD, COD dan NH3

masih relatif tinggi tetapi senyawa organik ini dapat digunakan oleh C. vulgaris sebagai sumber hara makro dan mikro.

Unsur hara makro dan mikro biasanya diberikan dalam bentuk senyawa. Unsur makro adalah unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang relatif banyak. Unsur hara makro yang dibutuhkan oleh C. vulgaris berupa Nitrogen (N), Fosfor (P) dan Kalium (K).

Unsur N berasal dari NH3 yang terdapat di dalam limbah dapat digunakan oleh C. vulgaris untuk pertumbuhan hidupnya terutama dalam pembentukkan asam amino yang selannjutnya akan diubah menjadi protein. Protein merupakan suatu komponen utama penyusun dinding sel.

Unsur N diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4 dan NH2SO4, berfungsi untuk protein, lemak dan pembentukan sel secara vegetatif. Unsur P diberikan dalam bentuk KH2PO4, berfungsi untuk metabolisme energi, stabilitator membran sel, pengaturan metabolisme alga seperti sintesa protein, pengaturan produksi pati dan amilum, pembentukan protein, karbohidrat dan membentuk struktur sel. Sedangkan unsur K berfungsi untuk memperkuat struktur sel

dan memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan (Becker, 1994 ; Andersen, 2005).

Gambar 5. Penurunan Amoniak (NH3) pada

Limbah Sebelum (1) dan Sesudah Diolah (2)

Perbandingan hasil uji yang

dilakukan terhadap limbah sebelum dan sesudah diolah (Tabel. 3)

Tabel 3. Perbandingan Air Limbah Sebelum

dan Sesudah Diolah dengan Menggunakan C. Vulgaris

Parameter (mg/l)

Limbah sebelum Diolah

Limbah Sesudah

Diolah

NH3 14,11 0,105 BOD5 6,9 4,6 COD 45,6 27,3 Besi (Fe) 0,53 0,13 Kalsium (Ca) 16,6 1,1 Magnesium (Mg)

6,5 4,12

Mangan (Mn) 0,09 0,01

KESIMPULAN

Hasil pengujian kadar protein dan kadar air pakan ikan C. vulgaris berturut-turut yaitu 2,3% dan 95,46%. Pakan ikan yang menggunakan C. vulgaris mempunyai nutrisi yang dibutuhkan oleh larva ikan dan ikan untuk pertumbuhannya seperti lemak tak jenuh 0,44 mg/kg; protein 2,3%; minyak lemak 141 mg/L; khlorofil a 2,7094 mg/L; khlorofil b, 0,8424 mg/L.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

cara pemanenan yang tepat untuk C. vulgaris untuk mengatasi kehilangan

Page 22: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Eli Yulita Pemanfaatan Limbah Cair Industri Karet ...

10

biomassa yang cukup besar. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut kemasan untuk penanganan pasca panen produk pakan alami ikan yang dihasilkan.

DAFTAR PUSTAKA

Amini, S., dan Syamdidi. (2006). Konsentrasi Unsur Hara pada Media dan Pertumbuhan C. vulgaris dengan pupuk Anorganik Teknis dan Analis. Jurnal Perikanan (Journal of Fisheries Sciences). VIII(2): 201-2006.

Andersen, R.A. (2005). Alga Culturing Technique. UK: Elsevier Academic Press.

Badan Standardisasi Nasional. (1992), Protein Sel Tunggal untu Pakan. Standar Nasional Indonesia Nomor 01-3136-1992. Jakarta: Dewan Standaridisasi Nasional.

Badan Standardisasi Nasional. (1992), Air dan Air Limbah. Standar Nasional Indonesia Nomor 06-6989.10-2004. Jakarta: Dewan Standaridisasi Nasional.

Bold, H.C., and Michael J.W., (1985). Introduction to The Algae Structure and Reproduction. Second Edition. New Jersey: Prentice-Hall, Inc., Upper Saddle River.

Becker, E.W. (1994). Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambridge: Cambridge University Press.

Becker, E.W. (2005). Microalgae Biotechnology and Microbiology. Cambridge: Cambridge University Press.

Cha, K.H., Koo, S.Y., Lee, D.U. (2008). Antiproliferative effeects of Carotenoids extracted from Chlorella ellipsoidea and C. vulgaris on Human Colon Cancer. J. Agrifood Chem. 56.

Chen. C.Y., (2001). Immobilized Microalga scenedeszmus quadricauda (Chloropyta, Chlorococcales) for long term storage and for application in fish culture water quality control. Aquaculture. 195(1-2).

Del Campo, A.J., Gonzales, G., Guererro, M.G. (2007). Outdoor Cultivication of Microalgae for Carotenoids Production: Current State and Perspektif. Appl. Microb. Biotechnol. 74: 1163-1174.

Erlina, A., Sri, A., Endrawati, H., Zainuri, M. (2004). Kajian Nutritif Phytoplankton Pakan Alami pada Sistem Kultivasi Massal. Jurnal Ilmu Kelautan. 9(4): 206-210.

Greene, B.M., McPherson, R., Henzi, M., Alexander, M.D., dan Darnall, D.W. (1986). Interaction of Gold (I) and Gold (III) Complexes with Algal Biomass. Environ. Sci. Technol.

(20)6. Gross, J. (1991). Pigment in vegetables:

Chlorophylls and Caretonoids. New York: Van Nostrand Reinhold.

Haryoto, dan Wibowo, A. (2004). Kinetika Bioakumulasi Logam Berat Kadmium oleh Fitoplankton C. vulgarisLingkungan Perairan Laut. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi. (5)2.

Isnantyo, A., dan Kurniastuty, (1995), Teknik Kultur Fitoplankton dan Zooplankton. Yogyakarta: Kanisius.

Iwamoto, H. (2004). Industrial Production of Microalgae Cell Mass and Secondary Products Major Industrial Species: Chlorella dalam Richmond, H. (2004). Handbook of Microalgae Culture : Biotechnology and Applied Phycology. New Jersey: Blackwell Publishing.

Jutono. (1973). Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM.

Kabinawa, I.N.K. (2001). Mikroalga sebagai Sumber Daya Hayati (SDH) perairan dalam Perspektif Bioteknologi. Bogor: Puslitbang Bioteknologi LIPI.

Kusmiati, Agustini, N.W.S., Tamat, S.R., Irawati, M. (2010). Ekstraksi dan Purifikasi Senyawa Lutein dari Mikroalga Chlorella pyrenoidesa Galur Lokal Ink. Jurnal Kimia Indonesia. (5).

Muchlisin, Z.A., Ahmad, D., Rina, F., Muhammadar, dan Musri, M.

Page 23: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 1-11

11

(2003). Pengaruh beberapa jenis pakan alami terhadap pertumbuhan dan kelulushidupan larva ikan lele dumbo (Clarias gariepinus). Jurnal Biologi. 2(3).

Prescott, G.W., Jhon, P.H., and Donald, A.K. (1993). Microbiology. England: WCB Publisher.

Pranayogi, D. (2003). Studi Potensi Pigmen Khlorofil dan Karotenoid dari Mikroalga Chlorophyceae. Lampung: Universitas Lampung.

Sunarto, (2008). Karekteristik Biologi dan Peranan Plankton bagi Ekosistem Laut. Bandung: Universitas Padjajaran.

Solleto, D., Binaghi, L., Lodi, A., Carvalho, J.C.M., and Converti, A. (2005) Batch dan Fed Batch Cultivations of Spirulina planteis

using Ammonium Sulphate and Urea as Nitrogen Sources. Aquaculture. 243(1): 217-224.

Wirosaputro. S. (2002). Cholrella untuk Kesehatan Global. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Yadial, S.C., Sri, A., Lestari, S.D. (2012). Kultivasi C. vulgarispada Media Tumbuh yang Diperkaya dengan Pupuk Anorganik dan Soil Extract. Jakarta: Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan (BBRPPBKP).

Page 24: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

12

Page 25: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

13

PROFIL GELATINISASI FORMULA PEMPEK “LENJER”

THE GELATINIZATION PROFILES OF THE FORMULA OF PEMPEK ”LENJER”

Railia Karneta, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Rindit Pambayun

Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sriwjaya

e-mail: [email protected] Diterima: 13 Mei 2013; Direvisi: 27 Mei 2013 – 14 November 2013; Disetujui: 28 November 2013

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil gelatinisasi adonan pempek lenjer dari beberapa formula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula pati yang irreversible dalam air, karena energi kinetik molekul air lebih kuat dari daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Hasil profil gelatinisasi menunjukkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tapioka pada adonan pempek maka suhu awal gelatinisasi semakin rendah (63°C), viskositas maksimum semakin rendah (100 BU) gel lebih kompak, stabilitas pasta relatif rendah (41 BU) dan viskositas balik semakin tinggi (31 BU) pengembangan granula lebih besar, tetapi kemungkinan retrogradasi semakin besar.

Kata kunci: adonan, formula, gelatinisasi, sifat amilografi, pempek

Abstract

This research aims to determine the gelatinization profiles of pempek lenjer dough from several formulas, with comparising fish with tapioca flour treatment. During the heating occured an increase in viscosity caused by the swelling of the irreversible starch granules in the water caused by the kinetic energy of water molecules which is stronger than the attraction of starch molecules so that the water could get into the starch granules. Gelatinization profile result showed that the higher the addition of tapioca flour on the pempek dough the lower the initial gelatinization temperature (63°C), the lower the maximum viscosity (100 BU) is more compact the gel, paste stability was relatively low (41 BU) and the higher the reverse viscosity (31 BU), the development of the granules became larger, but the greater the the possibility of retrogradation.

Keywords: dough, formulation, gelatinization, amilography properties, pempek

PENDAHULUAN

Pempek merupakan makanan tradisional khas Sumatera Selatan, yang berpotensi dikembangkan ke skala industri yang lebih besar, karena selain rasanya yang khas dan disukai masyarakat, juga memiliki nilai ekonomis dan gizi yang cukup tinggi. Pempek dibuat dari daging ikan giling, tepung tapioka atau tepung sagu, air, garam, dan bumbu-bumbu sebagai penambah cita rasa. Tahapan pengolahan pempek terdiri dari penggilingan daging ikan, pencampuran bahan, pembentukan pempek dan pemasakan. Pada tahap pemasakan (perebusan) merupakan

salah satu tahap penting pada pembuatan pempek, karena pada tahap ini molekul pati mengalami gelatinisasi dan protein terdenaturasi (Chen et al., 1999). Lama dan suhu pemasakan pempek secara optimal belum dilakukan oleh produsen pempek, sehingga penurunan mutu dan kerusakan-kerusakan akibat proses pengolahan dengan pemberian panas yang berlebihan belum diperhitungkan, yg berdampak terhadap masa simpan pempek yang relatif singkat.

Industri pempek harus mengetahui secara kuantitatif data sifat amilografi dari adonan pempek, agar energi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan

Page 26: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Railia Karneta Amin Rejo, dkk.

Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...

14

pemasakan pempek dan tingkat suhu yang dihasilkan tidak menurunkan massa, warna dan kualitas pempek. Data amilografi adonan pempek sangat diperlukan oleh industri pempek terutama untuk mengidentifikasi perubahan respon, akibat perubahan formulasi adonan, dapat menduga suhu yang dibutuhkan selama pengolahan, dan dapat mengidentifikasi data awal untuk keperluan rancang bangun serta operasi proses panas pengolahan pempek, dan ahirnya dapat pula di susun standarisasi pempek untuk tujuan perdagangan, baik untuk keperluan domestik maupun internasional.

Profil gelatinisasi adonan pempek (sifat amilografi) berdasarkan peningkatan viskositas mensimulasikan proses pemasakan. Selama pemasakan (perebusan) akan mempengaruhi granula pati dan protein ikan. Pada granula pati terjadi pembengkakan yang irreversible dalam air, karena energi kinetik molekul air lebih kuat dari pada daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Proses kenaikan suhu bahan yang direbus dipengaruhi oleh kecepatan transfer panas dari air perebusan ke bahan yang terjadi secara konveksi, dan transfer panas dalam bahan terjadi secara konduksi (Huang and Liu, 2009). Menurut Alam et al., 2007, semakin lama pemanasan semakin banyak granula pati yang mengalami pengembangan dan tidak dapat kembali pada kondisi semula (tergelatinisasi), sehingga jumlah granula pati dan senyawa lainnya yang larut dalam air seperti protein, vitamin dan mineral akan berkurang, sebaliknya waktu pemasakan yang lebih singkat memungkinkan granula pati tidak tergelatinisasi secara sempurna. Pemasakan pati yang berlebihan mengakibatkan lebih banyak amilosa yang terdifusi dalam suspensi pati sehingga viskositasnya menurun dan penyusutan bahan meningkat, karena sebagian besar penyusun bahan terutama amilosa telah lepas keluar, dan molekul amilosa yang berantai lurus dapat mengelompok melalui ikatan hidrogen intermolekuler yang

menyebabkan warna gel menjadi buram (Haryadi, 1995).

Masalah utama pengembangan industri pempek di Sumatera Selatan adalah mutu yang tidak konsisten dan daya tahan simpan yang rendah, karena industri pempek skala kecil sering mengubah formula dan cara pengolahan terutama lama dan suhu pemasakan yang tidak terkontrol, sehingga konsistensi mutu pempek sulit dipertahankaan. Industri pempek sulit dikembangkan ke skala industri yang lebih besar tanpa konsistensi mutu yang baik (Karneta, 2010). Negara negara yang sukses dalam perdagangan luar negeri, pada umumnya ditunjang oleh system jaminan mutu yang baik dan bersifat proaktif terhadap persyaratan mutu yang diminta, dengan melaksanakan pemasyarakatan mutu (quality promotion) yang terprogram dengan baik (Kadarisman, 2000). Industri pempek Sumatera Selatan diharapkan dapat menyongsong era perdagangan bebas, dengan produk yang bermutu, sanitasi, hygiene dan keamanan pangan. Masalah mutu pempek dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Apakah suhu dan waktu awal

gelatinisasi dapat diketahui secara kuantitatif untuk setiap formula pempek

2. Apakah suhu dan waktu saat granula pecah berpengaruh terhadap viskositas maksimum

3. Apakah formula pempek berpengaruh terhadap viskositas pendinginan

4. Apakah formula pempek berpengaruh terhadap viskositas balik

5. Apakah formula pempek berpengaruh terhadap stabilitas pempek Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui profil gelatinisasi adonan pempek lenjer dari beberapa formula. yang meliputi suhu awal gelatinisasi, waktu awal gelatinisasi, suhu gelatinisasi (saat granula pecah), waktu gelatinisasi (granula pecah), viskositas maksimum,

Page 27: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

15

viskositas dingin, viskositas balik dan stabilitas pempek.

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah tepung tapioka cap tani, garam dapur, ikan gabus (Ophicephallus striatus Blkr) dan air es. Tepung tapioka dan ikan gabus diperoleh di Pasar Cinde Palembang.

Alat yang digunakan adalah alat pengolahan yaitu ekstruder, pisau, baskom, timbangan, labu takar dan alat analisis produk yang digunakan adalah Brabender Micro Visco amylograph version 2.4.9 type 80.3203 (Gambar 1). Bagian-bagian penting dari alat adalah sebagai berikut: wadah mangkuk (1) dan pengaduk berputar (2) yang terbuat dari baja tahan karat. Pengaduk ini dihubungkan dengan pegas pengukur (3) yang sangat sensitif. Setelah diisi suspensi adonan pempek, mangkuk diputarkan pada kecepatan yang tetap (4). Perputaran pengaduk tergantung pada viskositas bahan yang diukur. Tahanan yang dihasilkan dialirkan melalui sistem pegas dan secara kontinyu dicatat pada alat pencatat (5). Alat pencatat dilengkapi dengan kertas dan pensil pencatat, dimana setiap garis pada sumbu x (horizontal) menunjukkan 1 menit, sedangkan garis melengkung kearah vertikal menunjukkan nilai viskositas yang dinyatakan dalam satuan brabender unit (BU). Mangkuk dipanaskan oleh sumber radiasi (7) yang terus dihubungkan ke bahan yang sedang dianalisis.

Gambar 1. Instrumen Brabender Micro Visco

Amylograph

B. Metode Penelitian Penelitian ini berupa perlakuan

tunggal yaitu formulasi pempek dengan perbandingan daging ikan gabus dan tepung tapioka sebagai berikut :

Formula 1 = 2 : 1 Formula 2 = 2 : 2 Formula 3 = 2 : 3 Formula 4 = 2 : 4

Pelaksanaan Penelitian

Membuat adonan pempek sesuai dengan formulasinya, dengan menambahkan air dan 2,5% garam dapur. Penambahan air mengikuti rumus : 75% berat adonan – (kadar air ikan x berat ikan) – (kadar air tepung x berat tepung).

Pengamatan utama pada penelitian ini adalah profil gelatinisasi, yang meliputi suhu gelatinisasi, viskositas puncak (V max), ketidak stabilan pasta (KP), viskositas balik (VB) dan viskositas setelah didinginkan selama 20 menit pada suhu 50°C (VR). Profil gelatinisasi dievaluasi dengan menggunakan brabender micro visco amylograf.

Sampel adonan pempek ditimbang sebanyak 10 gram yang sudah diketahui kadar airnya kedalam measuring bowl kemudian ditambahkan 105 ml aquades. Suspensi dihomogenkan dengan spatula dan measuring bowl ditempatkan kedalam instrument brabender micro visco amylograph, kemudian diputar dengan 250 putaran permenit sambil dinaikkan suhunya dari 30°C sampai 95°C dengan laju kenaikan suhu 1,5°C per menit. Amylografi hasil pengamatan adonan pempek disajikan pada Gambar 2, 3, 4 dan 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Suhu Awal Gelatinisasi

Hasil analisis profil gelatinisasi adonan pempek disajikan pada Tabel 1, 2, 3 dan 4 dan amilografi adonan pempek pada Gambar 2, 3, 4, dan 5. Suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada saat pertama kali viskositas mulai naik, saat ikatan mulai melemah dan terjadinya pembengkakan granula pati. Suhu gelatinisasi merupakan fenomena sifat fisik pati yang kompleks yang

Page 28: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Railia Karneta Amin Rejo, dkk.

Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...

16

dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran molekul amilosa, amilopektin dan keadaan media pemanasan. Tabel 1. Profil Gelatinisasi Pempek Formula 1

Point Nama Waktu

(menit) Viskositas

(BU) Temp (°C)

A Awal proses gelatinisasi

6:00 19 69,9

B Viskositas maksimum

7:30 304 89,6

C Viskositas pada suhu 95°C (holding period)

9:20 112 98,6

D Viskositas setelah pendinginan

14:20 44 100

E Viskositas pada suhu 50°C

21:00 30 66,7

F Viskositas akhir pendinginan

22:00 31 62,6

B-D Stabilitas pasta 260 E-D Viskositas balik -14

Gambar 2. Amilografi Adonan Pempek

Formula 1

Gelatinisasi merupakan proses

pengembangan granula diikuti berubahnya struktur granula dan hilangnya sifat kristalin. Sebelum granula berubah, beberapa bahan terutama amilosa mulai terpisah dari granula, tetapi tidak semua amilosa terpisah selama gelatinisasi. Perubahan morfologis granula pati selama pengembangan tergantung pada sifat alami pati. Mekanisme gelatinisasi pada dasarnya terjadi dalam tiga tahap yaitu : (a) penyerapan air oleh granula pati

sampai batas yang akan mengembang secara lambat, dimana air secara perlahan-lahan dan bolak- balik berimbibisi ke dalam granula sehingga terjadi pemutusan ikatan hydrogen antara molekul-molekul granula, (b) pengembangan granula secara cepat yang dikarenakan menyerap air secara cepat sampai kehilangan sifat birefriengence (sifat merefleksikan cahaya terpolarisasi), (c) granula pecah jika cukup air dan suhu terus naik sehingga molekul amilosa keluar dari granula (Kusnandar, 2010).

Formula 1 mempunyai suhu dan waktu awal gelatinisasi yang tinggi yaitu 69,9°C pada waktu menit ke 6 pemanasan. Pada suhu dibawah 69,9°C tidak menyebabkan perubahan viskositas pada formula 1, tetapi pada suhu 69,9°C mulai terjadi peningkatan viskositas. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan terjadinya viskositas puncak (maksimum) pada suhu 89,6°C sebesar 304 BU.

Formula 1 lebih banyak mengandung ikan dibandingkan formula yang lain, sehingga pada waktu pemanasan menyebabkan terjadinya hidrolisis molekul amilosa atau amilopektin menjadi rantai yang lebih pendek, misalnya dekstrin (Lidiasari et al., 2006). Hal ini dapat menyebabkan pati menurun kemampuan gelatinisasi secara keseluruhan sehingga waktu awal gelatinisasi menjadi lama. Pada formula 1, mengandung kadar lemak dan protein yang tinggi yang mampu membentuk kompleks dengan amilosa, sehingga membentuk endapan yang tidak larut dan menghambat pengeluaran amilosa dari granula. Dengan demikian, diperlukan energi yang lebih besar untuk melepas amilosa sehingga suhu awal gelatinisasi yang dicapai akan lebih tinggi (Richana dan Titi, 2004).

Keberadaan lemak dan protein dapat membentuk lapisan pada permukaan granula pati (Awuah et al., 2007). Hal ini dapat menyebabkan penundaan proses gelatinisasi, karena menghambat adsorbsi air oleh granula pati. Proses penundaan gelatinisasi dapat diamati dari peningkatan suhu

Page 29: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

17

gelatinisasi dan profil gelatinisasi pati yang lebih landai (Kusnandar, 2010). Formula 2 mempunyai suhu dan waktu awal gelatinisasi yaitu 65,9°C pada waktu menit ke 5,50 pemanasan. Pada suhu dibawah 65,9°C tidak menyebabkan perubahan viskositas pada formula 2, tetapi pada suhu 65,9°C mulai terjadi peningkatan viskositas. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan terjadinya viskositas puncak (maksimum) pada suhu 89,1°C sebesar 302 BU.

Tabel 2. Profil Gelatinisasi Pempek

Formula 2

Point Nama Waktu (menit)

Viskositas (BU)

Temp (°C)

A Awal proses gelatinisasi

5:50 19 65,9

B Viskositas maksimum

6:10 302 89,1

C Viskositas pada suhu 95°C (holding period)

9:20 157 94,8

D Viskositas setelah pendinginan

14:20 50 100

E Viskositas pada suhu 50°C

21:00 72 63,4

F Viskositas akhir pendinginan

22:00 75 59,4

B-D Stabilitas pasta 252 E-D Viskositas balik 22

Gambar 3. Amilografi Adonan Pempek

Formula 2

Formula 3 mempunyai suhu dan waktu awal gelatinisasi 63,7°C pada waktu menit ke 4,35 pemanasan. Pada suhu dibawah 63,7°C tidak menyebabkan perubahan viskositas

pada formula 3, tetapi pada suhu 63,7°C mulai terjadi peningkatan viskositas. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan terjadinya viskositas puncak (maksimum) pada suhu 84,5°C sebesar 114 BU. Tabel 3. Profil Gelatinisasi Pempek

Formula 3

Point Nama Waktu

(menit) Viskositas

(BU) Temp

(°C)

A Awal proses gelatinisasi

4:35 18 63,7

B Viskositas maksimum

6:05 114 84,5

C Viskositas pada suhu 95°C

(holding period)

9:20 89 94,7

D Viskositas setelah pendinginan

14:20 87 99,8

E Viskositas pada suhu 50°C

21:00 110 54,9

F Viskositas akhir pendinginan

22:00 113 49,2

B-D Stabilitas pasta 27 E-D Viskositas balik 23

Gambar 4. Amilografi Adonan Pempek

Formula 3

Formula 4 mempunyai suhu dan waktu awal gelatinisasi yang rendah yaitu 63,0°C pada waktu menit ke 4,10 pemanasan. Pada suhu dibawah 63,0°C tidak menyebabkan perubahan viskositas pada formula 4, tetapi pada suhu 63,0°C mulai terjadi peningkatan viskositas. Pemanasan lebih lanjut menyebabkan terjadinya viskositas

Page 30: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Railia Karneta Amin Rejo, dkk.

Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...

18

puncak (maksimum) pada suhu 81,2°C sebesar 100 BU.

Tabel 4. Profil Gelatinisasi Pempek

Formula 4

Point Nama Waktu

(menit) Viskositas

(BU) Temp (°C)

A Awal proses gelatinisasi

4:10 15 63

B Viskositas maksimum

6:00 100 81,2

C Viskositas pada suhu 95°C (holding period)

9:20 89 93,8

D Viskositas setelah pendinginan

14:20 59 99.8

E Viskositas pada suhu 50°C

21:00 90 51,4

F Viskositas akhir pendinginan

22:00 95 48,6

B-D Stabilitas pasta 41

E-D Viskositas balik 31

Gambar 5. Amilografi Adonan Pempek

Formula 4 (1 bagian ikan: 2 bagian tepung)

Semakin rendah suhu gelatinisasi semakin singkat waktu gelatinisasi. Sifat ini berkaitan dengan energi dan biaya yang dibutuhkan dalam proses produksi, karena pati akan terhidrolisa bila telah melewati suhu gelatinisasi. Kondisi ini menunjukkan pada suhu tersebut adonan pempek mulai menyerap air dan semakin banyak tepung tapioka pada adonan pempek, maka memiliki kemampuan menyerap air lebih banyak

karena banyaknya gugus hidroksil bebas pada suhu yang lebih rendah (Winarno, 1997), dan ketika terjadi peningkatan suhu maka proses pembengkakan dan pecahnya granula lebih cepat terjadi. Hal ini diduga karena granula pati pada perlakuan ini masih banyak mengandung proporsi yang berbentuk amorf sehingga mudah mengalami pengembangan, dan mempercepat terjadinya proses gelatinisasi. Pada formula 1 lebih sedikit mengandung tepung tapioka, sehingga proporsi amorf pada granula pati juga sedikit, dan lebih banyak proporsi ikan, yang mudah mengalami penurunan mutu akibat aktivitas bakteri sehingga dapat menurunkan pH adonan (Kang et al,

2007). Kondisi asam dapat menghidrolisa bagian amorf granula pati, sehingga meningkatkan proporsi bagian kristalin yang kompak. Daerah kristalin pada granula pati yang bangunannya sukar ditembus oleh pengaruh dari luar, misalnya air, enzim dan bahan kimia. Hal ini dapat mengakibatkan kenaikan suhu gelatinisasi. Menurut Opaku et al., (2006), suhu awal gelatinisasi meningkat pada pati yang mempunyai ukuran granula yang lebih kecil, karena sulit dimasuki air, sehingga lebih sulit mengalami proses gelatinisasi. Suhu gelatinisasi adalah suhu pecahnya granula pati karena pembengkakan granula setelah melewati titik maksimum. Semakin rendah suhu gelatinisasi semakin singkat waktu gelatinisasi. Secara umum semakin banyak tepung tapioka pada adonan pempek maka akan menurunkan suhu dan waktu gelatinisasi. Formula 1 mempunyai suhu dan waktu gelatinisasi tertinggi yaitu 69,9°C dan waktu 6 menit dan formula 4 mempunyai suhu dan waktu gelatinisasi terendah yaitu 63,0°C dan waktu 4,10 menit.

Suhu gelatinisasi mempunyai hubungan dengan kekompakan granula, serta kadar amilosa dan amilopektin. Gelatinisasi mengakibatkan dehidrasi dan konversi dari bentuk amorphous amilosa ke bentuk helik. Bentuk helik menjadi bagian yang lemah dari kristal granula pati. Temperatur gelatinisasi dipengaruhi oleh kuat lemahnya ikatan di

Page 31: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

19

dalam granula. Menurut Collado et al (2001), gelatinisasi dipengaruhi oleh jumlah air dan panas. Penetrasi air dan panas secara bersamaan ke dalam granula pati menyebabkan pengembangan volume dari granula.

Pengembangan volume granula dimulai dari bagian amorfus. Energi yang cukup akan memutuskan ikatan hydrogen intermolekuler pada bagian amorfus menyebabkan granula mengembang, tetapi belum sampai merusak susunan kristal pada bagian lain dari granula. Selanjutnya pemanasan akan lebih merenggangkan misela, sehingga air akan lebih banyak terperangkap dalam granula, sehingga granula semakin membesar sampai pada suatu keadaan dimana pati kehilangan struktur kristalnya sama sekali. Kusnandar (2010) menyatakan pula bahwa, mekanisme pengembangan granula pati disebabkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin secara fisik hanya dipertahankan oleh ikatan-ikatan hidrogen lemah. Atom hidrogen dari gugus hidroksil akan tertarik pada muatan negatif atom oksigen dari gugus hidroksil yang lain. Sehingga saat naiknya suhu suspensi, maka ikatan hidrogen makin lemah. Dilain pihak molekul-molekul air mempunyai energi kinetik yang lebih tinggi, sehingga lebih mudah berpenetrasi ke dalam granula, tetapi ikatan hidrogen antar molekul air sekaligus melemah. Ahirnya saat suhu suspensi mulai menurun, maka air akan terikat secara simultan dalam sistem amilosa dan amilopektin, dengan demikian menghasilkan ukuran granula yang makin besar (Alam et al., 2007).

Formula pempek dominan tepung tapioka, memiliki waktu awal gelatinisasi lebih rendah dari formula pempek dominan ikan gabus, sehingga industry pempek dapat mempersingkat waktu pemasakan pempek dominan tepung tapioka dibandingkan pemasakan pempek dominan ikan gabus.

B. Viskositas Maksimum Viskositas maksimum merupakan

titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan.

Selama pemanasan terjadi peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pembengkakan granula pati yang irreversible dalam air. Energi kinetik

molekul air lebih kuat dari pada daya tarik molekul pati sehingga air dapat masuk ke dalam granula pati. Suhu viskositas maksimum disebut suhu akhir gelatinisasi, pada suhu ini granula pati telah kehilangan sifat birefringencenya dan granula sudah tidak mempunyai kristal lagi. Komponen yang menyebabkan sifat kristal dan birefringence adalah amilopektin. Dengan demikian amilopektin sangat berpengaruh terhadap viskositas.

Viskositas maksimum adalah titik maksimum viskositas adonan pempek selama proses pemanasan. Koefisien viskositas `maksimum adonan pempek formula 1 yaitu 304 BU, pada suhu 89,6°C, dengan lama pemanasan 7,30 menit. Pada formula 2 koefisien viskositas maksimum 302 BU, pada suhu 89,1°C dengan lama pemanasan 6,10 menit. Pada formula 3 koefisien viskositas maksimum 114 BU, pada suhu 84,5°C dengan lama pemanasan 6,05 menit. Pada formula 4 koefisien viskositas maksimum 100 BU, pada suhu 81,2°C dengan lama pemanasan 6 menit.

Pada suhu lebih tinggi dari 89,6°C pada formula 1, suhu lebih tinggi dari 89,1°C pada formula 2, suhu lebih tinggi dari 84,5°C pada formula 3, dan suhu lebih tinggi dari 81,2°C pada formula 4, menyebabkan amilosa akan terdifusi keluar, sehingga volume pempek semakin kecil (susut). Volume produk olahan berkorelasi negatif terhadap viskositas maksimum. Semakin tinggi koefisien viskositas maksimum akan terjadi peristiwa yang mengikuti gelatinisasi dalam disosiasi pati (pasting)

yang ditandai dengan keluarnya komponen amilosa dari dalam granula, atau terjadi kerusakan granula menyeluruh (Uthumporn et al., 2010),

sehingga volume bahan semakin kecil. Viskositas maksimum menggambarkan kerapuhan dari granula pati yang mengembang, yaitu mulai saat pertama kali mengembang sampai granula tersebut pecah. Viskositas tinggi

Page 32: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Railia Karneta Amin Rejo, dkk.

Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...

20

menunjukkan bahwa adonan memiliki pengikatan air (water binding) yang sangat tinggi (Kubota et al., 2003). Semakin tinggi tepung tapioka pada adonan maka viskositas maksimum semakin rendah, sehingga pempek semakin kompak. Industri pempek dapat menentukan suhu viskositas maksimum tiap adonan yang di produksi, agar terhindar dari susut masak, sehingga volume pempek dapat maksimal. C. Viskositas fase pendinginan

Koefisien viskositas fase pendinginan yang rendah menunjukkan bahan memilki kemampuan membentuk gel yang kurang kuat (Alam et al., 2007).

Viskositas fase pendinginan formula 1 paling rendah dari formula yang lain yaitu 31 BU. Hal ini disebabkan formula 1 mengandung pati terutama amilosa relatif rendah sehingga memilki kemampuan membentuk gel yang kurang kuat dibandingkan formula yang lain. Sebaliknya koefisien viskositas fase pendinginan formula 3 paling tinggi yaitu 113 BU, sehingga mampu membentuk gel yang lebih kompak karena adanya ikatan hidrogen dari molekul pati juga ikatan ionik dan disulfida dari protein ikan. Koefisien viskositas fase pendinginan formula 4 yaitu 95 BU lebih rendah dari formula 3, karena pada formula 4 lebih dominan tepung (pati) sehingga hanya dominan ikatan hidrogen pada bahan. Ikatan hidrogen pada pati menyebabkan molekul-molekul amilosa dan amilopektin cenderung membentuk ikatan hidrogen sesama sendiri sehingga terjadi retrogradasi. D. Stabilitas Pasta

Stabilitas pasta dihitung dari selisih viskositas pasta pada awal pendinginan dengan viskositas maksimum. Stabilitas pasta adonan pempek berkisar antara 27-260. Semakin tinggi tingkat selisih viskositas pasta selama proses tersebut menunjukkan bahwa adonan tersebut semakin tidak stabil. Pada formula 1 angka stabilitas pastanya adalah 260 BU,dan formula 2 angka stabilitas pastanya 252, sedangkan formula 3 dan 4, angka stabilitas pastanya 27 BU

dan 41 BU. Hal ini menunjukkan bahwa semakin sedikit jumlah tepung tapioka pada adonan pempek maka, semakin tidak stabil. Tingkat stabilitas pasta ini dipengaruhi oleh ikatan silang yang dapat memperkuat struktur granula, sehingga granula menjadi kompak. Dengan demikian granula akan lebih stabil selama proses pemanasan (Nurdjanah, 2009).

Penurunan vikositas pada saat holding (suhu 95°C) menunjukkan pasta tidak stabil pada suhu tinggi. Pada formula 1 dan formula 2, viskositas pada saat holding menurun secara drastis, sedangkan pada pada formula 3 dan formula 4 penurunan viskositas yang rendah, sehingga relatif lebih stabil.

E. Viskositas Balik

Viskositas balik adonan pempek berkisar antara -14 sampai 31 BU. Viskositas balik tertinggi terdapat pada adonan formula 4 dan yang terendah pada adonan formula 1. Semakin sedikit jumlah tepung tapioka pada adonan maka viskositas balik semakin kecil. Viskositas balik mencerminkan kemampuan asosiasi atau retrogradasi molekul pati pada proses pendinginan ( Richana dan Titi, 2004). Semakin rendah nilai viskositas balik, kecenderungan beretrogradasi semakin rendah demikian sebaliknya. Selama pemanasan terjadi pemecahan granula, maka jumlah amilosa yang keluar dari granula semakin banyak, sehingga kecenderungan untuk terjadi retrogradasi meningkat. Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi.

Pempek dominan tepung tapioka, mempunyai kecenderungan terjadinya retrogradasi, sehingga selama penyimpanan pempek menjadi lebih keruh dan terbentuk endapan yang tidak larut. Hal ini disebabkan oleh rekristalisasi molekul pati. Pada awalnya amilosa membentuk rantai double helix yang diikuti pengumpulan helix-helix. Retrogradasi terjadi ketika molekul-molekul pati tergelatinisasi mulai bergabung kembali membentuk suatu struktur tertentu yang merupakan proses

Page 33: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 13-22

21

larutnya rantai linier polisakarida dan mengurangi kelarutan molekul. Fenomena retrogradasi merupakan hasil ikatan hidrogen antara molekul pati yang mempunyai gugus hidroksil dari sisi penerima hidrogen.

Viskositas balik formula 4 lebih tinggi dari formula yang lain, hal ini berarti pengembangan granulanya lebih besar. Granula yang semakin mengembang menyebabkan semakin banyaknya molekul linier yang berdifusi keluar granula sehingga kemungkinan retrogradasi semakin besar pula (Kusnandar, 2010). Viskositas balik yang tinggi sangat diharapkan pada produk pempek, karena akan menghasilkan produk pempek yang lebih stabil dan tidak keras. Sebaliknya viskositas balik yang rendah sangat baik untuk produk kue dan cake, karena menyebabkan kekerasan sesudah produk dingin.

KESIMPULAN

Suhu gelatinisasi, waktu awal gelatinisasi dan saat granula pecah pada pempek dominan ikan adalah lebih tinggi dari pempek dominan tapioka. Koefisien viskositas pendinginan pempek dominan ikan adalah lebih rendah dari pempek dominan tapioka. Pempek dominan ikan membentuk gel yang kurang kompak atau kurang kenyal. Koefisien viskositas balik pempek dominan ikan lebih rendah dari pempek dominan tapioka, dan terjadinya retrogradasi pada pempek dominan ikan juga rendah. Pempek dominan ikan mempunyai koefisien stabilitas yang lebih tinggi dari pempek dominan tapioka, dan lebih tidak stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Alam. N., Saleh, M.S., Haryadi dan Santoso. (2007). Sifat Fisika Kimia dan Sensoris Instant Starch Noodle (ISN) Pati Aren pada Berbagai Cara Pembuatan. Jur. Agroland. 14 (40) :

269-274. Awuah, G.B., Ramaswamy, H.S., and

Economides, A. (2007). Thermal Processing And Quality: Principles

and Overview. J.Chem.Engin and Proc. 46: 584 – 602.

Chen, H., Bradley, Marks, and Murphy, Y. (1999). Modeling Coupled Heat and Mass Transfer for Convection Cooking of Chicken Patties. J.Food Sci. 42: 139-146.

Collado, L.S., Mabesa, L.B., Oates, C.G. and Corse, H. (2001). Bihon-Type Noodles From Heat-Moisture-Treated Sweet Potato Starch. J. Food.Sci. 66(4): 604-609.

Haryadi. (1995). Kimia dan Teknologi Pati. Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Gajah Mada.

Huang, L. and Liu, L.S. (2009). Simultaneous Determination of Thermal Conductivity and Thermal Diffusivity of Food and Agricultural Materials Using a Transient Plane-Source Method. J Food Engin. 95: 179-185.

Kadarisman, D. (2000). Peningkatan Produk-Produk Pangan Lokal di Indonesia Dalam Pemenuhan Standar Internasional. Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 11(1): 70-79.

Kang, G.H., Yang, H.S., Yeon, J. and Moon, S.H. (2007). Gel Color and Texture of Surimi-like Pork from Muscles at Different Rigor States Post-mortem. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 20(7): 1127-1134.

Karneta, R. (2010). Analisis Kelayakan Ekonomi dan Optimasi Formulasi Pempek Lenjer Skala Industri. J Pembangunan Manusia. 4(3): 264-274.

Kubota, S., Tamura, Y., Morioka, K and Itoh, Y. (2003). Variable Pressure-Scanning Electron Microscopic Observation of Walleye Pollock Surimi Gel. J Food Sci. 68(1) : 307-311

Kusnandar, F. (2010). Kimia Pangan Komponen Makro. Jakarta: Dian Rakyat.

Lidiasari,E., Syafutri,M. dan Syaiful. (2006). Influence of Drying Temperature Difference On Physical and Chemical Qualities of Partially Fermented Cassava Flour. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian Indonesia. 8: 141-146.

Page 34: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Railia Karneta Amin Rejo, dkk.

Profil Gelatinisasi Formula Pempek ...

22

Nurdjanah, S. (2009). Karakteristik Pasta dari Pati Jagung Terfermentasi Secara Spontan. Bahan Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat. Lampung: Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Opaku, A., Tabil, L.G., Crear, B., and Shaw, M.D. (2006). Thermal Conductivity and Thermal Diffusivity of Timothy Hay. Can Biosys Engin. 48 : 31-37

Richana, N dan Candra, T. (2004). Karakterisasi Sifat Fisikokimia Tepung Umbi dan Tepung Pati Dari Umbi Ganyong, Suweg, Ubikelapa dan Gembili. J. Pascapanen. 1(1) :

29-37. Uthumporn, Zaidul, Karim. (2010).

Hydrolysis of Granular Starch at sub-gelatinization Temperature Using a Mixture of Amylolytic Enzymes. Food and Bioproducts Processing. 88: 47 – 54.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Page 35: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

23

PENGARUH WAKTU TINGGAL TERHADAP REAKSI HIDROLISIS PADA PRA-PEMBUATAN BIOGAS DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT

THE EFFECT OF RESIDENCE TIME TO THE HYDROLYSIS REACTION

ON THE PRE-PRODUCTION OF BIOGAS FROM PALM OIL MILL EFFLUENT

Siti Masriani Rambe, Iriany dan Irvan Program Studi Magister Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara

e-mail: [email protected]

Diterima: 13 Maret 2014; Direvisi: 24 Maret 2014 – 23 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh waktu tinggal terhadap reaksi hidrolisis yang merupakan tahapan awal pada proses pembuatan biogas dari limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS). Penelitian ini dilakukan dalam reaktor bersekat anaerob yang terdiri dari 4 ruang dengan jarak sekat dari dasar reaktor (clearance baffle reactor, CBR) divariasikan 1,5 dan 3 cm. Percobaan diawali oleh proses aklimatisasi dan start up secara semi batch. Waktu tinggal divariasikan dari 18, 12 dan 6 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju dekomposisi Total Solid (TS), COD dan parameter lainnya dipengaruhi oleh waktu tinggal. Hasil terbaik diperoleh pada waktu tinggal 18 hari dan CBR 1,5 cm dengan laju dekomposisi COD sebesar 60,92% dan 60,92%. Reaktor dengan sistem Anaerobic Baffle Reactor dapat digunakan sebagai reaktor penampungan sekaligus reaktor hidrolisis pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS.

Kata kunci: LCPKS, hidrolisis, reaktor bersekat, total solid, waktu tinggal

Abstract

This research aims to study the effect of residence time on hydrolysis reaction which is an initial stage in the process of making biogas from palm oil mil effuentl (POME). This research was done in an anaerobic baffle reactor consisting of 4 compartments (baffle clearance reactor CBR) varied on 1.5 and 3 cm. Experiments preceded by acclimatization process and semi-batch start up. The residence time was varied from 18, 12 and 6 days. The results showed that the rate of decomposition of Total Solid (TS), COD and other parameters influenced by the residence time. The best results were obtained at a residence time of 18 days and a CBR of 1.5 cm with COD decomposition rate of 60.92% and 60.92%. Reactor with Anaerobic Baffle system could be used as a shelter at the same reactor on pre-hydrolysis reactor biogas production from POME.

Keywords: anaerobic baffle reactor, hydraulic retention time (HRT), hydrolysis, POME, total solid

PENDAHULUAN

Limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) merupakan salah satu jenis buangan pabrik pengolahan kelapa sawit yang berasal dari air kondensat pada proses sterilisasi, air dari proses klarifikasi, air hydrocyclone (claybath), dan air pencucian. LCPKS dapat dimanfaatkan sebagai energi berupa biogas melalui tahap/reaksi yaitu reaksi hidrolisis, acidogenesis, acetogenesis dan metanogenesis.

Reaksi hidrolisis merupakan langkah awal proses pengolahan anaerobik dari semua proses penguraian dimana bahan organik akan berubah menjadi bentuk yang lebih sederhana sehingga dapat diurai oleh mikroorganisme pada proses fermentasi. Proses hidrolisis lebih sering disebut depolimerisasi karena dapat memecah makromolekul (Broughton, 2009). Mikroorganisme hidrolase yang tumbuh berupa mikroorganisme anaerobik. Untuk senyawa komplek dan konsentrasi yang tinggi, hidrolisis biasanya berjalan lambat.

Page 36: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Siti Masriani Rambe Iriany dan Irvan

Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...

24

Mikroorganisme akan mendekomposisi rantai panjang karbohidrat, protein dan lemak menjadi bagian yang lebih pendek. Proses penguraian ini melibatkan mikroorganisme hidrolase, senyawa–senyawa organik kompleks dihidrolisis menjadi monomer–monomer. Sebagai contoh, polisakarida diubah menjadi monosakarida, protein diubah menjadi peptida dan asam amino, lemak dihidrolisis menjadi asam–asam lemak atau gliserol. Sedangkan penelitian Movaheydyan et al., (2007)

mengemukakan dalam penelitiannya bahwa hasil dari proses hidrolisis adalah Asam volatile karboksilat, asam keton, asam hidroksi, keton, alkohol, gula, asam amino.

Beberapa Pabrik Kelapa Sawit (PKS) telah mengolah LCPKS nya menjadi biogas dengan berbagai metode. Irvan et al., (2012) melakukan pembuatan biogas melalui keempat reaksi diatas sekaligus dalam satu reaktor anaerobik. Kelemahan penelitian tersebut adalah waktu pembentukan biogas yang cukup lama sekitar 3 minggu karena mikroorganisme yang berperan setiap tahap reaksi berbeda karakternya. Empat proses reaksi terjadi dalam satu reaktor yang sama memerlukan waktu yang lama sehingga dibutuhkan reaktor yang banyak dalam mengolah biogas dari LCPKS. PKS sering mengalami kelebihan produksi sehingga jumlah LCPKS yang dihasilkan cukup tinggi mencapai 52.000.000 ton LCPKS setiap tahunnya (Irvan et al.,

2012) dan sebaliknya pada kondisi pabrik dalam perbaikan mesin atau shutdown maka LCPKS tidak dihasilkan. Proses produksi biogas dengan jumlah tertentu dan kontinu memerlukan bahan baku tersedia dalam jumlah tertentu secara kontinu pula.

Sergio et al., (2008) telah melakukan

penelitian dengan mengkaji reaksi hidrolisis–asigonesis LCPKS dengan sistem Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) atau reaktor berpengaduk. Hasil penelitiannya diperoleh waktu tinggal/ hydraulic retention time (HRT) optimum adalah pada kondisi HRT 3 dan 4 hari untuk terjadi proses reaksi hidrolisis.

Kelemahan dari Sergio et al., (2008)

memerlukan energi yang besar dan tangki yang banyak dalam proses reaksi hidrolisis pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS. Yusoff et al., (2010)

menjelaskan bahwa waktu tinggal (HRT) sangat berpengaruh pada proses hidrolisis dalam pebentukan senyawa asam dan hanya sedikit berbentuk H2 yang masih larut dalam air belum berbentuk fase gas.

Dengan demikian, dalam pra-pembuatan biogas dari LCPKS memerlukan reaktor dengan sistem Anaerobic Baffle Reactor (ABR) dan waktu tinggal limbah yang lebih lama. Kelebihan reaktor dengan sistem ABR adalah desain yang sederhana dan penggunaan energi lebih rendah karena tidak menggunakan motor pengaduk. Reaktor yang diinginkan adalah reaktor berfungsi sebagai penampung bahan baku sekaligus sebagai reaktor (media reaksi hidrolisis). Reaktor ini tidak diharapkan terjadi reaksi metanogenesis sebab pada tahap reaksi metanogenesis (pembentukan biogas) akan dilanjutkan pada reaktor lain dengan spesifikasi yang berbeda. Dalam pemenuhan spesifikasi reaktor sebagai media reaksi hidrolisis, harus mempertimbangkan banyak variabel seperti suhu, nutrien, hydraulic retention time (HRT) dan lain

sebagainya. Variabel-variabel ini perlu dipertimbangkan karena karakter limbah cepat berubah seiring dengan waktu tinggal limbah dalam reaktor karena mikroorganisme yang ada di dalam limbah sangat mudah bereaksi/berubah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu tinggal (HRT) dan jarak dasar dengan sekat reaktor (CBR) terhadap reaksi hidrolisis pada reaktor dengan sistem ABR sebagai tahap awal pembentukan biogas dari LCPKS. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi PKS untuk menyediakan tangki penyimpan sekaligus reaktor (reaksi hidrolisis) sesuai dengan karakter LCPKS. Pada reaktor ini diharapkan terjadi reaksi hidrolisis pada pra-pembuatan biogas dari LCPKS.

Page 37: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

25

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat Dalam penelitian ini bahan utama

yang digunakan adalah limbah cair pabrik kelapa sawit (LCPKS) yang berasal dari pabrik kelapa sawit Adolina milik PTPN IV Lubuk Pakam, inokulum dari kolam asam limbah pabrik kelapa sawit Pabatu milik PTPN IV Tebing Tinggi dan bahan kimia untuk analisa COD.

Penelitian ini menggunakan reaktor dengan tipe Anaerobic Baffle Reactor. Reaktor tipe ini memiliki bentuk/geometri yang praktis dan sederhana seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 1. Peralatan pH meter untuk mengetahui derajat keasaman limbah, oven dan analytical balance untuk analisa nilai Total Solid

(TS).

1 Tangki Penyimpan

POME 5 Standing baffle reactor

Sampling Port 2 Pompa Automatis 6 Hanging baffle reaktor 3 Alat Pengukur Gas 7 Kran Limbah

Keluar/Sampling Port 4 Pipa Gas keluar 8 Clearance Baffle Reactor

Gambar 1. Bioreaktor anaerobic baffle reactor (McCarty, 1981)

B. Metode Penelitian Prosedur Penelitian

Penelitian dimulai dengan tahap aklimatisasi agar bibit mikroorganisme dapat beradaptasi dengan LCPKS yang baru, lalu dilanjutkan dengan tahap start-up yang dimulai dari waktu tinggal (HRT) 53 hari hingga mencapai HRT variasi penelitian yaitu pada HRT (18, 12 dan 6 hari) dan variasi jarak dasar reaktor

dengan sekat atau sering disebut dengan istilah Clearance Baffle Reactor (CBR) yaitu 1,5 cm dan 3 cm. Pengumpanan substrat dilakukan pada tangki penyimpan POME (1), menggunakan pompa dialirkan pada tangki ABR secara semibatch. Pengambilan sampel dilakukan setiap hari dan di setiap ruang untuk mengetahui nilai pH dan TS, karena mikroorganisme dalam LCPKS rentan berubah setiap hari dan pengambilan contoh analisa parameter COD dilakukan secara periodik hanya untuk mengetahui kinerja mikroorganisme dalam mendegradasi partikel organik dalam LCPKS. Penelitian ini dilakukan pada suhu kamar sebab mikroorganisme hidrolase dapat berkembang biak pada suhu kamar (Wanna Chorit et al., 2007)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengaruh Waktu Tinggal (HRT)

terhadap Reaksi Hidrolisis

Parameter COD adalah salah satu parameter kimia yang dapat diukur dalam limbah, sedangkan parameter fisika adalah parameter TS (Doraja et al.,

2012). Gambar 2 menunjukkan perubahan konsentrasi COD limbah dalam reaktor pada berbagai variasi waktu tinggal. Broughton (2009) menyatakan bahwa pengaruh waktu tinggal dalam reaksi hidrolisis dapat ditandai dengan perubahan konsentrasi COD di dalam limbah.

Gambar 2. Konsentrasi COD dalam reaktor

pada berbagai variasi HRT pada CBR 1,5 cm

Gambar 2 memperlihatkan bahwa

secara umum, diperoleh penurunan COD

Page 38: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Siti Masriani Rambe Iriany dan Irvan

Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...

26

berbeda di setiap ruang dan HRT. Adanya penurunan nilai COD dari ruang I hingga IV, dimana semakin banyak ruang yang dilalui oleh substrat maka semakin besar penurunan nilai COD artinya semakin banyak partikel organik yang terdegradasi oleh mikroorganisme. Pada ruang IV dengan HRT 18 hari nilai COD turun dari 10.640 mg/l (COD inlet) menjadi 5.760 mg/l (COD outlet), sedangkan pada HRT 12 hari diperoleh penurunan dari 12.890 mg/L menjadi 6.830 mg/L dan pada HRT 6 hari dari 14.630 mg/L menjadi 7.960 mg/L. Proses pengambilan sampel dilakukan setiap hari namun hanya untuk analisa pH dan TS sedangkan untuk pengukuran COD dilakukan secara periodik yaitu pada awal variasi HRT dan akhir HRT degan tujuan untuk mengetahui penurunan partikel organik (COD) setaip variasi HRT yang dilakukan.

Penurunan nilai COD pada ketiga HRT tepatnya di ruang 2-3 diperoleh lebih kecil daripada ruang 1-2 dan 3-4. Hal ini disebabkan oleh pada ruang 2-3 adalah fase statis dan decline (grafik pertumbuhan mikroorganisme) sedangkan pada ruang 1-2 dan 3-4 adalah tahap proses pertumbuhan. Laju pertumbuhan mikroorganisme berlaku seperti siklus lingkaran dimulai dengan adanya fase pertumbuhan statis –decline/kematian (Angelidaki et al., 2004). Barber et al., (1999) mengemukakan bahwa tidak ada perubahan secara substansi terhadap populasi mikroorganisme penghasil zat asam turun sepanjang reaktor dalam limbah, dimana indikasinya dapat dilihat dari penurunan konsentrasi COD nya. Waktu tinggal substrat dalam reaktor juga sangat berpengaruh pada penurunan nilai COD, dimana semakin lama waktu tinggal (HRT) substrat maka nilai COD akan semakin rendah, hal ini disebabkan waktu yang diperlukan mikroorganisme dalam mendegradasi partikel organik semakin lama sehingga nilai COD akan menurun.

Pengamatan parameter COD dilakukan untuk melihat hasil intermediate reaction biogas yaitu reaksi hidrolisis. Indikator terjadinya

peningkatan reaksi hidrolisis apabila nilai COD telah menurun dalam limbah (Broughton, 2009). Substrat hasil reaksi hidrolisis tersebut meliputi asam lemak bebas, asam amino, glukosa yang sangat bermanfaat untuk pertumbuhan bakteri anaerob dan pembentukan produk lanjut (VFA) karena substrat ini dapat masuk melalui membran sel bakteri anaerob (Ahmad et al, 2000). Bakteri jenis hidrolase yang sangat berperan dalam proses penguraian senyawa polimer yang ada dalam limbah/substrat menjadi monomer-monomer.

Dalam reaktor bersekat anaerobik, dengan adanya aliran substrat (LCPKS), sedimen yang terbentuk di ruang pertama akan terdorong menuju ruang berikutnya, demikian seterusnya hingga pada ruang terakhir dari reaktor (Foxon et al., 2006), tetapi CBR yang kecil akan memperlama sebaran kontak limbah dengan substrat. Dengan demikian reaksi hidrolisis terus berlangsung, karena jutaan mikroorganisme anaerob ada dalam limbah yang sangat kompleks.

Untuk mengetahui pengaruh CBR pada reaksi hidrolisis yang terbentuk dalam reaktor, dilakukan pendekatan dengan pengukuran total solid (TS) yang terbentuk (Herawati et al., 2010).

Gambar 3 menunjukkan nilai TS yang cenderung berbeda pada setiap ruang namun perbedaan tersebut tidak begitu signifikan untuk kedua variasi CBR. Secara umum untuk kedua variasi CBR, laju penurunan TS pada HRT 18, 12 dan 6 hari berbeda sangat signifikan. Laju dekomposisi nilai TS untuk kedua CBR, pada HRT 18 hari lebih tinggi daripada HRT 12 hari. Demikian juga dengan laju dekomposisi nilai TS yang diperoleh pada HRT 12 hari lebih tinggi daripada HRT 6 hari. Hal ini disebabkan oleh lamanya waktu mikroorganisme dalam menguraikan senyawa organik dalam limbah. Perubahan nilai TS pada HRT 18 hari di ruang I dan II cenderung hampir sama dengan nilai TS pada HRT 12 dan 6 hari, akan tetapi pada ruang III dan IV hal tersebut berbeda.

Page 39: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

27

Keterangan: HRT 18 hari

HRT 12 hari

HRT 6 hari

Gambar 3. Laju dekomposisi TS pada variasi CBR 1,5 dan 3 cm untuk HRT 18, 12 dan 6 hari.

Perubahan nilai TS pada ruang III

dan IV sangat fluktuasif dimana pada

waktu tertentu diperoleh nilai TS sangat tinggi dan kemudian menurun kembali. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme yang berada pada ruang III dan IV lebih lama menerima substrat segar sehingga substrat lama yang ada pada ruang III dan IV yang secara terus menerus didegradasi oleh mikroorganisme dan mengakibatkan laju TS meningkat (Foxon et al., 2006). Fluktuasi pada ruang IV lebih tinggi jika dibandingkan dengan ruang III. Seiring dengan penambahan HRT, maka waktu tinggal substrat sisa dan penambahan substrat segar semakin lama karena pengumpanan dilakukan pada ruang I dan memerlukan waktu yang lama sampai pada ruang IV. Foxon et al., (2006) mengemukakan pada sistem ABR, mikroorganisme lebih banyak menguraikan substrat sisa yang tertahan pada ruang IV tanpa harus menunggu substrat segar yang mengalir dari ruang III. Dengan demikian, substrat sisa banyak terurai sehingga laju penurunan nilai TS diperoleh pada ruang IV relatif tinggi.

Gambar 4 memperlihatkan nilai rata-rata laju dekomposisi TS pada variasi CBR pada berbagai HRT. Waktu tinggal limbah dengan mikroorganisme yang lama dapat menurunkan nilai TS substrat misalnya pada HRT 18 hari dan ruang IV diperoleh laju penurunan TS pada CBR 1,5 cm adalah 60,92% sedangkan untuk CBR 3 cm diperoleh 59,34%. Demikian juga untuk HRT 12 hari pada ruang IV diperoleh laju penurunan TS pada CBR 1,5 cm adalah 57,02% dan CBR 3 cm diperoleh 54,97%. Perbedaan sedikit terhadap penurunan laju TS pada HRT 18 dan 12 hari untuk kedua variasi CBR, Berbeda dengan HRT 18 dan 12 hari, bahwa laju penurunan TS pada HRT 6 hari dan CBR 1,5 cm lebih kecil daripada CBR 3 cm, dengan penurunan TS pada CBR 1,5 cm 41,25% dan pada CBR 3 cm 44,13%. Perbedaan kecil untuk nilai dari kedua variasi CBR yaitu 2,88%. Adanya perbedaan laju penurunan TS untuk masing-masing HRT dan ruang disebabkan adanya sel mikroorganisme yang ikut tersampling dan dihitung sebagai total solid (Morgenroth et al,

2002).

Page 40: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Siti Masriani Rambe Iriany dan Irvan

Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...

28

Gambar 4. Laju dekomposisi TS rata-rata pada

variasi CBR (1,5 cm dan 3 cm) untuk setiap ruang dan HRT

Gambar 4 juga memperlihatkan laju

dekomposisi TS rata-rata pada setiap ruang dan HRT hampir sama, dimana laju dekomposisi TS pada ruang I, II dan III di setiap HRT sama. Pada ruang IV pada HRT 18 hari sedikit berbeda dimana ada peningkatan laju dekomposisi yaitu sekitar 7 % dari ruang III. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme yang ada dalam ruang IV mengalami kekurangan substrat baru karena aliran substrat baru harus melewati sekat-sekat reaktor.

B. Pembentukan Biogas pada Reaktor

Proses terjadinya reaksi metanogenesis dalam reaktor, diindikasikan dengan terbentuknya biogas. Reaktor anaerobik telah dihubungkan dengan gas meter untuk melihat biogas yang terbentuk. Pada penelitian ini, Pengukuran biogas dengan gas meter memperlihatkan bahwa tidak ada biogas terbentuk selama proses uji kinerja reaktor untuk semua variasi, hal ini disebabkan tidak terjadi reaksi metanogenesis (pembentukan gas metan). Reaksi pembentukan gas metan atau reaksi methanogenesis akan terjadi apabila pH substrat telah mencapai kondisi netral yaitu 6,5-7,2 (Appels et al., 2008). Mekanisme proses dalam reaktor masih meliputi reaksi hidrolisis yang memecah senyawa polimer menjadi monomer. Gambar 5 menunjukkan nilai pH rata-rata limbah dalam reaktor untuk variasi CBR (1,5 dan 3 cm) maupun HRT (18,

12 dan 6 hari), terlihat adanya kecenderungan penurunan pH ketika dilakukan penambahan waktu tinggal limbah (HRT) dalam ruang reaktor.

Nilai pH rata-rata untuk keseluruhan variasi adalah antara 4,00 hingga 4,81. Nilai pH tersebut masih dalam kategori asam, sehingga mikroorganisme yang dapat berkembang biak adalah mikroorganisme yang tahan asam. Tembhurkar et al., (2007) mengemuka-kan bahwa pH yang asam indikator terbentuk reaksi hidrolisis dan acidogenesis. Kondisi pH asam, kecil kemungkinan mikroorganisme metanogenik (penghasil gas metan) dapat berkembang biak sebab kondisi pH mikroorganisme metanogenik dapat hidup pada pH netral (Appels et al., 2008).

Gambar 5. Nilai pH pada variasi CBR dan

HRT

Deublein et al., 2008 juga

mengemukakan bahwa mikroorganisme non metanogenik yang dapat berperan dalam reaksi hidrolisis dan asidogenesis. Sehingga dapat dipastikan bahwa tidak terbentuk gas metan dalam reaktor.

KESIMPULAN

Waktu tinggal limbah sangat berpengaruh pada reaksi hidrolisis dari LCPKS yang ditandai dengan penurunan laju dekomposisi COD. Semakin lama waktu tinggal limbah maka semakin banyak partikel organik yang terurai dalam reaktor. Pengaruh jarak dasar reaktor dengan sekat reaktor (CBR) tidak

Page 41: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 23-30

29

begitu berpengaruh secara signifikan pada penelitian ini.

SARAN

Tangki penyimpanan sekaligus

media reaksi hidrolisis dapat disarankan sebagai reaktor penampungan pada pra pembuatan biogas dari LCPKS namun perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk meningkatkan waktu tinggal (HRT) dan pengurangan jarak dasar reaktor dengan sekat (CBR).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terimakasih kepada Bapak Ir. Bambang Trisakti, MT yang berpartisipasi dalam penyelesaian penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, A., Setiadi, T., Ayafila, M., dan

Liang, O.B. (2000). Model Kinetika Proses Biodegradasi Anaerob Minyak Dan Lemak. Journal Biosains. 5(1): 28-37.

Angelidaki, I., dan Sanders, W. (2004). Assesment of the anaerobic biodegradability of macropollutants. Journal Science and Bio Technology. 3:117-129.

Appels, L., Baeyens, J., Degreve, J., dan Dewil, R. (2008). Principles And Potential Of The Anaerobic Digestion Of Waste-Activated Sludge. Progress in Energy and Combustion Science. 34:755-781.

Barber, W.P., dan Stuckey, D.C. (1999). The Use of The Anaerobic Baffled Reactor (ABR) for Wastewater Treatment: A Review. Water Research. 33(7): 1559 -1578

Broughton, A.D. (2009). Hydrolysis and Acydogenesis of Farm Dairy effluent for Biogas Production at Ambient Temperatures. (Thesis). New Zealand: Master of Engineering in Environmental Engineering. Palmerston North, Massey University.

Deublein, D., dan Steinhauster, A. (2008). Biogas from Waste and Renewable Resources. An

Introduction. Weinheim: WILEY-VCH Verlag GmbH & Co. KgaA.

Doraja, P.H., Shovitri, M., dan Kuswytasari, N.D. (2012). Biodegradasi Limbah Domestik Dengan Menggunakan Inokulum Alami Dari Tangki Septik. Jurnal Sains dan Seni. 1(1): E-44 – E-47

Foxon, K.M., Buckly, C.A., Brouckaert, C.J., Dama, P., Mtembeu, Z., Rodda, N., Smith, M., Pllay, S., Arjun, N., Lalbahadur, T., Bux, F. (2006). The Evaluation of the anaerobic baffled reactor for sanitation in dence per-urban settlements. Report to the Water Research Commission. Durban: ISBN No: 1-77005-371-9.

Herawati, D.A., dan Andang, A.W. (2010). Pengaruh Pretreatment Jerami Padi pada Produksi Biogas dari Jerami Padi dan Sampah Sayur Sawi Hijau Secara Batch. Jurnal Rekayasa Proses. 4(1): 25-29

Irvan, Trisakti, B., Wongistani, V., Tomiuchi, Y. (2012). Methane from Digestion of Palm Oil Mill Effluent (POME) in a Thermofilic Anaerobic Reactor. International Journal of Science and Engineering. 3(1): 32-35.

McCarty, P.L. (1981). One hundred years of anaerobic treatment digestion 1981. In: Hughes, et al. (Ed.),. In: Anaerobic Digestion. Elsevier Biomedical Press. 1: 3–21

Movaheydyan, H.A., Assadi dan Parvaresh, A. (2007). Evaluation of Performance Anaerobic Baffled Reactor from Wheat Waste. Iran. Journal Enviromental and healt., Sci Eng. 2: 77-84.

Morgenroth, E., Kommedal, R., and Harremoes, P. (2002). Processes and Modelling of Hydrolysis of particulate organic matter in aerobic wastewater treatment- a Review. Journal Wat. Sci. Technol. 45(6): 25-40

Sergio, P., Ferrr, I., Vazquez, F., dan Font, X. (2008). Optimization of the Hydrolytic-acidogenic anaerobic digestion stage (55°C) of sewage sludge: Influence of pH and solid

Page 42: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Siti Masriani Rambe Iriany dan Irvan

Pengaruh Waktu Tinggal Terhadap ...

30

content. Water Research. 42(14):

3972-3980. Tembhurkar, A.R., dan Mhaisalkar, V.A.

(2007). Studies on Hydrolysis and Asidogenesis of Kitchen Waste in Two Phase Anaerobic Digestion. Journal of IPHE. 2007-08(2): 10-18

Wanna, C., dan Wisarnwan, P. (2007). Effect of Temperature on the anaerobic digestion of palm Oil Mill Effluent. Electronic Journal of Biotechnology. 10(3): 376-385

Yusoff, M.Z.M., Rahman, N.A., Abd-Azis, S., Ling, C.M., Hassan, M.A., and Shirai, Y. (2010). The Effect of Hydraulic Retention Time and Volatile Fatty Acid on Biohidrogen Production from POME under Non-Strile Condition. Australian Journal of Basic and Applied Sciences. 4(4): 577-587.

Page 43: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

31

TEKNOLOGI MUTU TEPUNG PISANG DENGAN SISTEM SPRAY DRYING UNTUK BISKUIT

THE TECHNOLOGY OF BANANA FLOUR QUALITY

WITH SPRAY DRYING SYSTEM FOR BISCUITS

Chasri Nurhayati dan Oktavia Andayani

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang e-mail: [email protected]

Diterima: 16 Januari 2014; Direvisi: 27 Januari 2014 – 17 April 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Pisang merupakan komoditi bersifat mudah rusak, sehingga diperlukan pengolahan lanjutan. Tepung pisang merupakan produk olahan digunakan sebagai diversifikasi bahan baku biskuit. Cara hyangiene dalam pembuatan tepung dapat dilakukan dengan spray drying yaitu memanfaatkan suhu panas blower. Penelitian ini menggunakan pisang kepok (A1) dan pisang gedah (A2). Mempunyai enam variasi komposisi perbandingan tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan pada substitusi biskuit (P) yaitu P1 (1:1,5 :1,5); P2 (1:1:1); P3 (1:0,5:0,5); P4 (2:0,5 :0,5); P5 (3:0,5:0,5); P0 (4:0:0). Pengujian tepung pisang berdasarkan standar mutu SNI 01-3841-1995 dan biskuit SNI 01-7111.2-2005. Hasil penelitian menunjukkan pengeringan tepung pisang menghasilkan kadar air 3,62% untuk tepung pisang kepok dan 3,73% untuk tepung pisang gedah, memenuhi standar mutu SNI 01-3841-1995 kategori mutu A. Kandungan gizi biskuit terbaik diperoleh pada perlakuan A1P1 dengan perbandingan 1:1,5 :1,5. Semua perlakuan biskuit dengan substitusi tepung pisang , tepung ikan dan tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali untuk kadar air biskuit tepung pisang gedah.

Kata kunci: Tepung pisang, spray drying, biskuit

Abstract

Bananas are a perishable commodity, necessitating further processing fluor substitution flour is a refined products used as a biscuits raw material diversification treatment. The hygienic way in the manufacture of bananas could be done by spray drying were utilize the hot temperatures of a blower This study used a fluor substitution kepok (A1) and fluor substitution. (A2) Having six variations of composition ratio of banana gedah flour, mung bean flour and fish fluor on treatment (P) were P1 (1: 1.5: 1.5), P2 (1: 1: 1), P3 (1: 0.5 : 0.5), P4 (2: 0.5: 0.5), P5 (3: 0.5: 0.5), P0 (4: 0: 0) Testing the quality standards of SNI 01-3841-1995 of banana gedah flour based treatment and 01-7111.2-2005 The results showed that drying of banana gedah flour produced 3.62% water content for kepok fluor substitution bananas and 3.73% for fluor substitution bananas, met the the quality standards of SNI 01-3841-1995 with category A for quality. The best treatment on occured on A1P1 obtained by comparison 1: 1.5: 1.5 All biscuits treatment with bananas fluor substitution, fish flour and green bean flour met the quality requirements 01-7111.2-2005 except for the water content of banana gedah flour.

Keywords: banana flour, spray drying, biscuits

PENDAHULUAN

Buah pisang merupakan komoditi hasil pertanian yang bersifat mudah rusak. Umur simpan buah pisang juga sangat terbatas, sehingga diperlukan penggunaan teknologi yang tepat guna untuk mengolah buah pisang menjadi

produk makanan yang lebih meningkatkan nilai tambah dan memperpanjang daya tahannya. Tepung pisang merupakan salah satu bahan dalam diversifikasi olahan buah pisang yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan biskuit. Selama ini mutu tepung pisang yang diolah secara

Page 44: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Chasri Nurhayati Oktavia Andayani

Teknologi Mutu Tepung Pisang ...

32

tradisional mempunyai beberapa kelemahan dari segi keamanan pangan dan higienitas diantaranya adalah proses yang panjang akan menambah waktu paparan dengan mikroba baik dari segi peralatan maupun kontak dengan udara.

Proses pengeringan yang dilakukan dengan pemanasan berpotensi menurunkan kadar betakaroten karena suhu tinggi (degradasi thermal) disertai kemungkinan adanya paparan oksigen akan memicu oksidasi enzimatis terhadap betakaroten oleh enzim lipoksigenase yang akan mengoksidasi betakaroten sehingga menjadi bentuk hidroksi betakaroten, semikaroten, betakarotenon, aldehid, dan hidroksi betaneokaroten yang menyebabkan kerusakan molekul betakaroten all trans (Zaki, 2012).

Pembuatan biksuit memerlukan mutu dan higienitas tinggi. Oleh karena itu untuk menghasilkan mutu tepung pisang yang tinggi, pisang diolah menggunakan teknik spray drying yaitu

pengolahan tepung pisang dari bahan kental dengan tambahan bahan pengisi yang disemprotkan tekanan melalui aliran udara panas lebih kurang pada suhu 65oC pada alat pengering. Tepung pisang yang dihasilkan digunakan sebagai bahan baku biskuit sesuai SNI 01-7111.2-2005 Makanan Pendamping ASI- bagian 2: Biskuit.

Tepung pisang mempunyai sifat mudah dicerna dan cocok digunakan sebagai makanan bayi, makanan orang sakit dan lansia. Kandungan karbohidrat tepung pisang berupa pati, glukosa, dekstrosa, fruktosa dan sakarosa. Kandungan protein tepung pisang relatif sedikit yaitu sekitar 1%, kandungan lemak rendah, tetapi kandungan vitamin dan nilai energinya tinggi. Energi yang terkandung dalam tepung pisang yaitu 340 kal/100 g dan kandungan karbohidrat tepung pisang yaitu 88,60 g menggunakan pengeringan oven (Rochajatien dan Wibowotomo, 2001).

Biskuit memerlukan sumber protein, salah satunya berasal dari penambahan tepung kacang hijau dan tepung ikan. Salah satu bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai sumber protein dalam biskuit adalah ikan patin. Ikan ini mempunyai nilai protein yang tinggi yaitu sebesar 68,6%. Ketersediaan ikan patin cukup tinggi karena sudah berhasil dibudidayakan dengan baik. Salah satu bentuk pengolahan ikan patin yang dapat dilakukan adalah penepungan. Tepung ikan patin dengan kandungan protein yang tinggi dapat menjadi sumber alternatif pemenuhan kebutuhan akan protein (Nurhidayati, 2011). Biskuit diolah melalui proses pemanggangan yang dapat dikonsumsi setelah dilumatkan dengan penambahan air, susu atau cairan lain.

Pada umumnya pembuatan tepung pisang ini, pada saat pengeringan bubur pisang (pisang yang telah dihancurkan) menggunakan pengeringan radiasi sinar matahari. Pengeringan seperti ini merupakan proses pengeringan yang lambat dan tidak cocok untuk mutu baik. Paparan terhadap sinar matahari dan panas menyebabkan penurunan nilai gizi dan komponen penting lainnya. Oleh karena itu teknik pengeringan pada penelitian ini dilakukan menggunakan teknik pengeringan semprot (spray dryer).

Ada dua tipe pengeringan semprot (spray dyer) yaitu pengeringan horizontal dan vertikal. Keuntungan pengeringan semprot ini adalah waktu pengeringannya sangat singkat, sebagian besar cita, rasa, warna, dan nilai gizi bahan pangan dapat dipertahankan. Tujuan pengeringan adalah mengurangi resiko kerusakan karena kegiatan mikroba, menghemat ruang penyimpanan/pengangkutan, mengurangi berat dan volume bahan dan untuk mendapatkan produk yang lebih sesuai dengan penggunaannya.

Adapun Diagram alir suatu alat pengering semprot (spray dryer) yaitu :

Page 45: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

33

Prinsip/proses spray drying : - Penyemprotan, sambil mengaduk

cairan dengan gaya sentrifugal, dari tepi pinggiran yang berputar dengan cepat atau dengan cara memompanya dibawah tekanan, melalui suatu nozzle.

- Partikel-partikel kering jatuh ke dasar ruang pengering.

- Udara panas menguapkan kandungan air bahan , sehingga terbentuk tepung butiran berongga kecil.

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan teknologi pengolahan tepung pisang dengan sistem spray drying dan paket teknologi pengolahan

biskuit dengan penambahan tepung pisang dan beberapa bahan tambahan lainnya.

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat Bahan kimia yang digunakan pada

penelitian ini adalah sodium metabisulfit, asam askorbat, asam sitrat, alkohol 70%, aquades dan garam. Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah pisang mentah 2 jenis yaitu pisang kepok (Musa paradisiaca L) dan pisang gedah (Musa padadica L), tepung kacang hijau, tepung ikan patin, telur, gula, mentega, tepung maizena.

Alat utama yang digunakan pada penelitian ini adalah spray dryer, stirrer dan oven pemanggang. Sedangkan alat lain yang diperlukan adalah gas elpiji, alumunium foil, lap tangan, pisau stainless, panci stainless, drum stainless,

stopwatch, termos plastik 10L, kertas kue, mixer, kain saring, timbangan, sarung tangan, cetakan kue kecil, pengaduk dan panci.

B. Metode Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dengan dua tahap. Tahap penelitian awal adalah proses pembuatan tepung pisang dari pisang kepok dan pisang gedah. Masing-masing dari jenis pisang ini dibuat tepung pisang dengan proses sistem spray drying. Tahap kedua adalah pembuatan biskuit. Tepung pisang dengan substitusi tepung kacang hijau dan ikan sebagai sumber protein dilakukan pembuatan biskuit.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan variasi jenis pisang dan variasi komposisi bahan biskuit. Variasi adalah jenis pisang A1 : Pisang Kepok dan A2 : pisang gedah dengan Faktor P adalah perbandingan tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan yaitu P1 (1:1,5:1,5); P2 (1:1:1); P3 (1:0,5:0,5); P4 (2:0,5:0,5); P5 (3:0,5:0,5); dan P0 (4:0:0) dengan ulangan satu kali. Proses Kerja Tahapan Penelitian

1. Proses Pembuatan Tepung Pisang - Buah pisang kepok dan gedah

mengkal (tua) ditimbang sesuai keperluan dan selanjutnya dilakukan penghilangan getah dengan cara perendaman dalam larutan garam 0,3% selama 20 menit, kemudian pisang dikupas dan direndam dalam larutan asam sitrat 0,5% selama 15 menit.

- Pisang selanjutnya dikupas dan dipotong-potong, kemudian direndam dalam campuran larutan Na-Metabisulfit 2 g/l, kapur sirih 2 g/l dan air selama 10 menit dengan kondisi terendam.

- Potongan pisang ditambahkan air dengan perbandingan 1kg : 2 liter air dihancurkan dengan blender menjadi bubur pisang, bubur pisang ditambahkan 0,4% asam askorbat dan disaring.

- Bubur pisang dimasukkan ke dalam alat spray dryer. Teknik spray drying adalah suatu proses dengan cara menyemprotkan larutan tekanan

Gambar 1. Diagram alir alat pengering semprot (Spray dryer)

Page 46: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Chasri Nurhayati Oktavia Andayani

Teknologi Mutu Tepung Pisang ...

34

melalui aliran udara panas lebih kurang pada suhu 65ºC. Tepung pisang yang telah terbentuk dan kering, dikemas dalam plastik, siap untuk di analisa sesuai SNI 01-3841-1995.

- Tepung pisang yang dihasilkan dipergunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan biskuit.

- Analisa tepung pisang meliputi bau, rasa, warna, kadar air, timbal, zink, angka lempeng total, Echerichia coli, Salmonella, kapang dan khamir.

2. Proses Pembuatan Biskuit

- Bahan utama pembuatan biskuit adalah tepung pisang pengganti dari tepung beras dengan substitusi tepung kacang hijau dan tepung ikan patin.

- Bahan tambahan lainnya adalah margarin, gula halus, kuning telur dan tepung maizena.

- Proses pembuatan biskuit dilakukan pengadukan margarin, gula halus, kuning telur, tepung maizena, tepung pisang, dan campuran tepung kacang hijau dan tepung ikan, sampai terbentuk adonan. Kemudian adonan dicetak dengan cetakan biskuit dan di masak dengan oven pemanggang selama 15 menit dengan suhu ± 150ºC sampai matang.

- Biskuit yang dihasilkan dilakukan pengujian sesuai syarat mutu biskuit makanan pendamping ASI bagian 2: Biskuit yang dipersyaratkan SNI 01-7111.2-2005.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tepung Pisang

Tahap awal pembuatan tepung pisang adalah pengupasan kulit pisang dengan cara perendaman menggunakan larutan garam (NaCl). Hal ini dilakukan karena menurut penelitian Hadi Suprapto (2006), bahwa pengelupasan kulit pisang dengan cara perendaman jauh lebih baik dibandingkan pengelupasan pada umumnya yang sudah dilakukan. Proses pengelupasan kulit pisang dengan perendaman dalam air garam

menghasilkan pisang yang lebih mudah pengupasannya dan daging yang dihasilkan masih terlihat segar.

Sedangkan untuk perendaman dalam larutan air kapur berdasarkan penelitian bahwa pada waktu proses pengeringan pembuatan tepung pisang, bubur pisang yang digunakan tidak menggumpal (Suprapto, 2006) sedang perendaman dalam larutan Na-metabisulfit (2 g/l) akan menghasilkan warna tepung pisang yang lebih baik serta perendaman dengan sulfit akan menghambat terjadinya reaksi pencoklatan baik secara enzimatis maupun non enzimatis (Hudaida, 2003). Menurut Suprapto (2006) juga, perlakuan perendaman dalam larutan natrium metabisulfit pada pengolahan tepung pisang akan menghasilkan gas SO2 yang dapat mencegah reaksi pencoklatan atau dapat menjadikan bahan mempunyai warna lebih putih.

Pada Tabel 1 dapat terlihat bahwa tepung pisang dilakukan pengujian untuk parameter uji sesuai dengan syarat mutu tepung pisang SNI 01-3841-1995 kategori mutu A. Proses pembuatan tepung pisang adalah dengan proses pengeringan yang dilakukan menggunakan alat spray dryer. Hasil pengujian rasa, warna dan benda asing menghasilkan nilai yang sesuai standar.

Pada dasarnya baik tepung pisang yang terbuat dari pisang kepok atau pisang gedah mempunyai syarat mutu sama yaitu sesuai SNI 01-3841-1995. Pada tabel 1 terlihat bahwa mutu kadar air tepung pisang kepok lebih besar yaitu sebesar 3,72% dibandingkan mutu kadar air pisang gedah yaitu sebesar 3,62%. Begitupun dengan warna yang dihasilkan oleh pisang kepok berwarna putih dibandingkan pisang gedah yang agak kecoklatan. Warna putih tersebut diharapkan pada proses pembuatan biskuit akan menghasilkan warna biskuit yang disukai. Dengan hasil pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa pisang kepok lebih baik bila dibandingkan dengan pisang gedah untuk pembuatan tepung pisang.

Pada pengujian serangga dan benda asing menghasilkan hasil tidak

Page 47: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

35

ada. Hasil ini dikarenakan tepung yang dihasilkan langsung dilakukan pengujian tanpa mengalami penyimpanan terlebih dahulu sehingga kadar serangga dan benda asing pada tepung pisang tidak ada.

Tabel 1. Hasil uji tepung pisang kepok (A1)

dan tepung pisang gedah (A2)

No Parameter uji

/standar (SNI-01-7111,2-2005)

Sa tuan

Pisang kepok (A1)

Pisang gedah (A2)

1 Keadaan : -

A Bau /normal

- Normal Normal

B Rasa /normal

- Normal Normal

C Warna /normal

- Putih ,tepung

Agak kecokla

tan

2. Benda Asing /tidak ada

- Tidak Ada

Tidak ada

3. Serangga (dalam segala bentuk stadia) /tidak ada

- Tidak Ada

Tidak ada

4. Kadar Air (A.Maks 5) (B maks.12)

%, b/b

3,62 3,73

5 Cemaran Logam :

A Seng (Zn) (A. maks 1,0) (B. maks.1,0)

mg/kg

< 0,003 < 0,003

B Raksa (Hg) (A.Maks 0,05) (B.Maks0,05)

mg/kg

< 0,005 < 0,005

7 Cemaran Mikroba :

A Angka Lempeng Total (A.maks 10

4)

(B.maks106)

Koloni/g

< 10 < 10

B Bakteri Bentuk Coli (A.Maks 0) (A.maks.0)

APM/g

0 0

C Escherichia coli (A.maks.0) (B.maks 104)

Koloni/g

0 0

D Kapang Khamir (A.Negatif) (B.Negatif)

- Negatif Negatif

E

Salmonella/25 gram (A.Negatif) (B.Negatif)

- Negatif Negatif

Pengujian terhadap angkap lempeng

total menunjukkan nilai <10 untuk tepung pisang kepok dan tepung pisang gedah sedangkan pengujian escherechia coli, salmonella, kapang dan kamir menghasilkan nilai negatif untuk ke dua tepung pisang. Nilai pengujian mikroba ini menunjukkan bahwa proses pengolahan tepung pisang

menggunakan spray dyring menghasilkan produk dengan tingkat higienie tinggi. Pada syarat mutu tepung terigu pada proses pembuatan tepung pisang dengan pengeringan secara alami dengan sinar matahari diperbolehkan dengan kandungan angka lempeng total untuk mutu A dengan kandungan maksimal 104 dan mutu B adalah maksimal 106. Hasil pengujian angka lempeng total dengan spray drying negatif. Pengujian secara

lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. B. Biskuit 1. Kadar air

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena dapat mempengaruhi tekstur, penampakan dan cita rasa makanan. Kadar air juga sangat berpengaruh terhadap mutu bahan pangan, sangat penting dalam menentukan daya awet dari bahan makanan karena mempengaruhi sifat fisik, kimia, perubahan mikrobiologi dan perubahan enzimatis.

Dari Gambar 2 terlihat bahwa kadar air biskuit dengan perlakuan variasi tepung pisang, tepung kacang hijau, tepung ikan berkisar antara 3,82-4,76% untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah berkisar antara 5,14-6,11%. Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana kadar air yang dipersyaratkan adalah maksimum 5f%, maka semua perlakuan biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok memenuhi persyaratan tersebut sedangkan kadar air biskuit untuk pisang gedah tidak memenuhi syarat mutu biskuit.

Hasil ini dikarenakan tepung pisang yang dihasilkan pada perlakuan awal untuk variabel P6 biskuit tepung pisang kepok menghasilkan kadar air lebih kecil dibandingkan biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah yaitu 5,14% (A2.P1), 5,50% (A2.P4), 5,97% (A2.P5), 6,0% (A2.P3) 6,3% (A2P2), 6,11% (A2.P0). Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat dari pisang kepok dengan perlakuan variasi 1:0,5:0,5 (A1.P3) mempunyai kadar air terendah yaitu sebesar 3,82%.

Page 48: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Chasri Nurhayati Oktavia Andayani

Teknologi Mutu Tepung Pisang ...

36

Kadar air pisang kepok untuk perlakuan lain A1.P5 (4,5%), A1.P4 (4,57%), A1.P3 (4,68%), A1.P0 (4,75%) dan A1.P2 (4,76%). Hasil analisa kadar air secara keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Hasil analisa kadar air biskuit

2. Kadar abu

Kadar abu dikenal sebagai unsur mineral atau zat organik. Abu merupakan salah satu komponen dalam bahan makanan. Komponen ini terdiri dari mineral-mineral seperti kalium, fosfor, natrium, dan tembaga. Dalam tubuh unsur-unsur mineral ada yang bergabung dengan zat organik atau ion-ion bebas, di dalam tubuh unsur mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Jumlah mineral dalam tubuh harus dalam batas optimal. Hal ini disebabkan karena kelebihan dan kekurangan mineral dapat mengganggu kesehatan.

Dari Gambar 3 terlihat bahwa kadar abu biskuit berkisar antara 2,26 - 2,46% untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah berkisar antara 2,30-2,69%. Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana kadar abu maksimal yang dipersyaratkan adalah maksimum 3,5%, maka semua perlakuan biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok maupun tepung pisang gedah memenuhi persyaratan tersebut hal ini dikarenakan kandungan kadar abu pada tepung pisang relatif kecil, dapat terlihat pada perlakuan P0.

Kadar abu biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok (A1P0) sebesar 1,40% sedangkan kadar abu biskuit yang

terbuat dari tepung pisang gedah (A1P0) sebesar 1,49% . Kadar abu yang tinggi ini dapat meningkatkan kadar abu pada biskuit yang dihasilkan. Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat dari pisang kepok dengan perlakuan 1: 0,5 :0,5 (A2.P1) yang mempunyai kadar abu rendah yaitu sebesar 2,26% hal ini dikarenakan kadar abu pada tepung pisang kepok lebih kecil daripada tepung pisang gedah.

Gambar 3. Hasil analisa kadar abu biskuit

3. Kadar protein

Protein digunakan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan sel tubuh. Pada anak-anak, pertumbuhan berlangsung secara bertahap dan yang paling penting terlihat jelas adalah pertumbuhan ukuran badan (berat dan tinggi badan). Pemenuhan kebutuhan protein bagi anak-anak sebaiknya disediakan protein yang bermutu tinggi (kelengkapan asam amino).

Anak-anak membutuhkan protein sekitar 2-4 g/kg berat badan pada awalnya. Pemberian di atas kisaran yang dipersyaratkan dapat membuat beban ginjal bertambah berat sedangkan pemberian dibawah 2 g/kg berat badan dapat berdampak pada malnutrisi protein. Berdasarkan AKG (angka kecukupan gizi) kebutuhan protein untuk usia 1 tahun sebesar 25 g/hari. Untuk mendapatkan biskuit dengan mutu protein tinggi yang dianalogikan setara mutu protein ASI, dapat dilakukan dengan menambahkan sumber protein hewani dan nabati dalam formula biskuit (Nurhidayati, 2011).

Page 49: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

37

Gambar 4. Hasil analisa kadar protein biskuit

Dari Gambar 4 terlihat bahwa kadar

protein biskuit dengan berbagai perlakuan berkisar antara 3,82-14,7% untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah berkisar antara 3,76-14,5%. Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana kadar protein yang dipersyaratkan adalah minimum 6%, maka semua perlakuan biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok maupun tepung pisang gedah memenuhi persyaratan tersebut kecuali untuk biskuit yang tanpa perlakuan (P0).

Kadar protein biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok (A1.P0) sebesar 3,82% sedangkan kadar protein biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah sebesar 3,76%, hal ini dikarenakan tepung pisang memiliki kadar protein yang rendah. Hasil ini didukung oleh pendapat Rochajatien dan Wibowotomo (2001), tepung pisang memiliki kadar protein 4,40% dibandingkan dengan tepung kacang hijau yang memiliki kadar protein 18,19% dan kandungan protein pada ikan cukup tinggi yaitu sebesar 68,12% (Tarigan, 2003). Kadar protein yang tinggi ini dapat meningkatkan kadar protein pada biskuit yang dihasilkan. Dengan demikian semakin banyak substitusi tepung ikan dan tepung kacang hijau maka kadar protein semakin tinggi. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok dengan perlakuan A1.P1 (1:0,5:0,5) yang

mempunyai kadar protein tinggi yaitu sebesar 14,7%.

4. Kadar lemak

Lemak merupakan sumber energi yang efisien. Dengan melihat anatomi lambung anak-anak yang kecil (kapasitas terbatas), kepadatan energi dapat tercapai dengan menambahkan lemak atau minyak. Dengan demikian jumlah asupan terbatas, kebutuhan energi dapat terpenuhi. Lemak memberikan asam lemak esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan otak serta organ penting lain. Komposisi lemak atau minyak perlu diperhatikan jumlah maupun mutunya pada saat akan melakukan formulasi biskuit.

Lemak menyumbangkan energi sekitar 30% dari total energi, bahkan untuk bayi bisa sampai 35% dalam kondisi komposisi asam lemak seimbang. Apabila jumlah lemak lebih kecil dari 22% dari total energi maka akan terlihat adanya kecenderungan defisiensi vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K) dimana vitamin-vitamin ini berfungsi sebagai antioksidan. Untuk mendapatkan mutu lemak tinggi yang dianalogikan setara mutu lemak ASI, dapat diupayakan dengan melakukan komplementasi sumber lemak hewani dan nabati dalam formulasi biskuit. Lemak memiliki efek shortening pada makanan yang dipanggang seperti biskuit, kue kering, dan roti sehingga menjadi lebih lezat dan renyah. Lemak nantinya akan memecah strukturnya kemudian melapisi pati dan gluten, sehingga dihasilkan biskuit yang renyah. Lemak dapat memperbaiki struktur fisik seperti pengembangan, kelembutan, tekstur, dan aroma.

Dari Gambar 5 terlihat bahwa kadar lemak biskuit dengan berbagai perlakuan berkisar antara 27,6-35,3% untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah berkisar antara 30,5- 38,6%. Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana kadar lemak yang dipersyaratkan adalah minimum 6%, maka semua perlakuan biskuit yang terbuat dari tepung pisang

Page 50: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Chasri Nurhayati Oktavia Andayani

Teknologi Mutu Tepung Pisang ...

38

kepok maupun tepung pisang gedah memenuhi persyaratan tersebut. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah dengan perlakuan A2.P3 (1: 0,5 :0,5) yang mempunyai kadar lemak tinggi yaitu sebesar 38,6%.

Gambar 5. Hasil analisa kadar lemak biskuit

Kadar lemak yang tinggi pada

perlakuan penambahan tepung pisang:tepung kacang hijau:tepung ikan disebabkan karena perbandingan antara tepung ikan yang mendekati tepung pisang sehingga kadar lemak yang terkandung pada biskuit tinggi. Selain itu juga lemak dapat dihasilkan dari penambahan mentega dan telur pada proses pembuatan biskuit. Setiap 100 g daging buah pisang masak menghasil-kan kalori sebesar 68-127 kcal. Ditinjau dari nilai gizinya, daging buah pisang mengandung lemak 0,3%. (Soemarni M. S, 2011). Selain itu penambahan kadar lemak berasal dari telur. Telur merupakan salah satu bahan pangan yang paling lengkap gizinya. Komposisinya terdiri dari lemak 5 gram, vitamin dan mineral di dalam 50 gram telur. Disamping tepung dan telur, mentega juga meningkatkan kadar lemak pada biskuit.

Mentega dianggap sebagai lemak yang paling baik diantara lainnya karena rasanya yang menyakinkan serta aroma yang begitu tajam, karena lemak mentega berasal dari lemak susu hewan. Lemak mentega sebagian besar terdiri dari asam palmitat, oleat dan stearat serta sejumlah kecil asam butirat dan asam lemak jenis lainnya. Bahan lain yang terdapat dalam jumlah kecil adalah

vitamin A, E dan D serta sebagai flavor adalah diasetil, lakton, butirat dan laktat. Tujuan penambahan lemak bahan pangan ialah untuk memperbaiki rupa dan struktur fisik bahan pangan, menambah nilai gizi dan kalori serta memberikan cita rasa yang gurih . 5. Kadar karbohidrat

Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan seperti warna, rasan dan tekstur. Fungsi utama karbohidrat adalah menyediakan energi bagi tubuh, karbohidrat merupakan sumber utama energi dalam tubuh. Karbohidrat membantu pengeluaran feses dengan cara mengatur peristaltik usus dan memberi bentuk pada feses. Selulosa dalam serat makanan mengatur peristaltik usus, sedangkan hemiselulosa dan pektin mampu menyerap banyak air dalam usus besar sehingga memberi bentuk pada sisa makanan yang akan dikeluarkan. Serat makanan berfungsi mencegah konstipasi, dengan demikian kadar karbohidrat yang rendah dapat mengakibatkan terjadinya konstipasi pada anak-anak.

Gambar 6. Hasil analisa karbohidrat biskuit

Dari Gambar 6 terlihat bahwa kadar

karbohidrat biskuit pada berbagai perlakuan berkisar antara 47,8 - 62,4% untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah berkisar antara 43,2 - 58,1%. Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana kadar karbohidrat yang dipersyaratkan adalah minimum 30%, maka semua perlakuan biskuit

Page 51: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

39

yang terbuat dari tepung pisang kepok maupun tepung pisang gedah memenuhi persyaratan tersebut. Hal ini dikarenakan tepung pisang P0 memiliki kadar karbohidrat yang tinggi yaitu 62,4% untuk tepung pisang kepok dan 58,1% untuk tepung pisang gedah sehingga substitusi tepung pisang paling banyak akan meningkatkan kadar karbohidrat pada biskuit. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok dengan perlakuan A1P3 (1:0,5:0,5) yang mempunyai kadar karbohidrat tinggi yaitu sebesar 53,3%.

6. Kadar betakaroten

Pengeringan dan pengovenan biskuit mempengaruhi kadar betakaroten karena pada proses ini terjadi pengolahan dengan suhu tinggi dan adanya kontak dengan udara bebas yang memungkinkan terjadinya oksidasi kembali. Betakaroten merupakan antioksidan yang berperan dalam fungsi sistem kekebalan, melindungi sel-sel epitel lapisan kulit, sistem penglihatan, membantu pertumbuhan, serta pembentukan tulang dan gigi.

Dari Gambar 7 terlihat bahwa kadar betakaroten biskuit dengan perlakuan variasi tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan berkisar antara 6,75-9,65% untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah berkisar antara 7,23-8,66 mg/100mg. Berdasarkan persyaratan biskuit SNI 01-7111.2-2005 dimana kadar betakaroten yang dipersyaratkan adalah minimum 3 mg/100mg (setara dengan vitamin A 250 RE), maka semua perlakuan biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok maupun tepung pisang gedah memenuhi persyaratan tersebut. Dari hasil uji lanjut menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok dengan perlakuan A1.P1 (1:1,5 :1,5) yang mempunyai kadar betakaroten tinggi yaitu sebesar 9,65 mg/100mg.

Gambar 7. Hasil analisa kadar

betakaroten biskuit MP-ASI

7. Kadar serat kasar

Serat sebagian besar terkandung dalam sayur-sayuran, buah-buahan, serealia dan biji-bijian Kandungan serat kasar dalam makanan anak-anak harus rendah, tidak boleh lebih dari 5 g per 100 g makanan. Jika suatu produk pangan mengandung serat kasar tinggi, maka produk pangan tersebut relatif sangat merugikan karena serat kasar berpotensi mengganggu dalam penyerapan zat-zat gizi protein, lemak, vitamin dan mineral yang dibutuhkan tubuh. Kadar serat tinggi dapat menyebabkan perut cepat kenyang karena serat mempunyai daya penyerapan air yang tinggi.

Gambar 8. Hasil analisa kadar serat kasar biskuit

Dari Gambar 8 terlihat bahwa kadar

serat kasar biskuit dengan perlakuan variasi tepung pisang, tepung kacang hijau dan tepung ikan berkisar antara 3,67-5,39% untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok. Sedangkan untuk biskuit yang terbuat dari tepung pisang gedah berkisar antara 3,98-

Page 52: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Chasri Nurhayati Oktavia Andayani

Teknologi Mutu Tepung Pisang ...

40

5,72%. Berdasarkan persyaratan biskuit (SNI 01-7111.2-2005), kadar serat kasar yang dipersyaratkan adalah maksimum 5%, maka perlakuan biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok maupun tepung pisang gedah yang memenuhi persyaratan tersebut adalah perlakuan P1 dan P2.

Dimana penambahan variabel tepung kacang hijau, tepung ikan yang lebih tinggi daripada penambahan tepung pisang hal ini dikarenakan penambahan tepung pisang yang lebih tinggi menghasilkan kadar serat yang tinggi juga. Hasil pengujian menunjukkan bahwa biskuit yang terbuat dari tepung pisang kepok dengan perlakuan A1.P1 (1:1,5:1,5) yang mempunyai kadar serat paling rendah sebesar 3,67%.

8. Kadar raksa, angka lempeng total,

coliform. Echerechia coli dan Salmonella

Raksa merupakan kadar logam yang dipersyaratkan pada syarat mutu biskuit. Untuk kadar raksa dipersyaratkan maksimal 0,03 mg/kg. Hasil uji terhadap semua perlakuan biskuit menghasilkan kadar raksa sebesar <0.005 mg/kg. Nilai yang sama ini merupakan nilai batas limit deteksi peralatan uji pengujian kadar raksa. Dengan demikian semua perlakuan mempunyai kadar raksa dibawah persyaratan sehingga semua perlakuan memenuhi syarat mutu biskuit.

Pengujian mikroba dilakukan terhadap angka lempeng total, coliform. Echerechia coli dan Salmonella. Hasil Pengujian angka lempeng total untuk semua perlakuan menghasilkan nilai sama yaitu < 10 kol/g. Angka lempeng total merupakan kadar logam yang dipersyaratkan pada syarat mutu biskuit. Untuk ALT dipersyaratkan maksimal 1x104 kol/g. Hasil uji terhadap semua perlakuan biskuit menghasilkan ALT sebesar <10 kol/g. Nilai yang sama ini merupakan nilai yang dihasilkan dengan asumsi negatif. Dengan demikian semua perlakuan mempunyai hasil cemaran ALT dibawah persyaratan sehingga semua perlakuan memenuhi syarat mutu biskuit.

Coliform, E.coli dan Salmonella .

merupakan cemaran mikroba yang dipersyaratkan pada syarat mutu biskuit. Untuk Coliform dipersyaratkan <20 sedang E.coli dan Salmonella

dipersyaratkan negatif. Hasil uji coliform untuk semua perlakuan <20 per gram sedangkan E.coli negative kol /g contoh dan Salmonella mempunyai cemaran negatif per 25 g/contoh untuk semua perlakuan. Nilai yang sama ini mengindikasikan bahwa semua biskuit tidak tercemar mikroba dan dengan demikian semua perlakuan memenuhi persyaratan mutu biskuit.

KESIMPULAN

Hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa pengeringan tepung pisang menggunakan spray dryer

dapat menghasilkan kadar air 3,62% untuk tepung pisang kepok dan 3,73% untuk tepung pisang gedah dan semua parameter uji memenuhi standar mutu SNI 01-3841-1995 kategori mutu A. Perlakuan terbaik biskuit dengan substitusi tepung pisang kepok, tepung kacang hijau dan tepung ikan adalah perlakuan A1:P1 dengan perbandingan 1: 1,5 :1,5 dengan kandungan protein dan betakaroten tinggi sedangkan kadar serat kasar, abu dan air rendah.

Biskuit dengan substitusi tepung pisang, tepung ikan dan tepung kacang hijau memenuhi SNI 01-7111.2-2005 syarat mutu biskuit kecuali kadar air yang terbuat dari tepung pisang gedah. BEP dengan produksi sebanyak 10000 biskuit, titik balik modal tercapai jika harga biskuit adalah Rp. 714 per biskuit. Setiap penambahan biaya RP. 1 untuk memproduksi biskuit, maka akan diperoleh penerimaan Rp. 2,5.

DAFTAR PUSTAKA

Hudaida, S. (2003). Pengaruh blanching dan lamanya perendaman irisan buah pisang dalam larutan Metabisulphite terhadap mutu tepung pisang. Buletin Bimada. 12(17): 7-11.

Page 53: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 31-41

41

Nurhidayati. (2011). Kontribusi MP-ASI Biskuit Bayi dengan Substitusi Tepung Labu Kuning dan Tepung Ikan Patin Terhadap Kecukupan Protein dan Vitamin A. (Skripsi). Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Rochajatien, U., dan Wibowotomo. (2001). Pengaruh Proporsi Tepung Pisang dan Tepung Terigu terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Kue Semprit. Seminar Nasional Makanan Tradisional. Surabaya: Unesa University Press.

SNI 01-7111.2-2005. Makanan Pendamping ASI bagian 2: Biskuit.

Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

SNI 01-3841-1995. Tepung Pisang. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.

Soemarni, M.S. (2011). Model SPAKU Pisang, Sentra Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan (SPAKU) Pisang. Bahan Kajian dalam MK. Metode Perencanaan Wilayah.

Suprapto, H. (2006). Pengaruh Perendaman Pisang Kepok (Musa acuminax balbisiana Calla) dalam Larutan Garam terhadap Mutu Tepung yang Dihasilkan. Jurnal Teknologi Pertanian. 1(2): 74-80

Tarigan, R. (2003). Pengaruh Perbandingan Tepung Kacang Hijau dan Tepung Terigu ` Terhadap Komponen Mutu Roti Tawar.

(Skripsi). Mataram: Fakultas Pertanian, Universitas Mataram.

Zakaria, F.R. (1999). Produksi MP-ASI Lokal sebagai Terobosan untuk Menanggulangi Masalah Kekurangan Gizi. Seminar Nasional Teknologi Pangan Perhimpunan Ahli Pangan Indonesia. Bogor: IPB

Zaki, I. (2012). Biskuit Bayi dengan Substitusi Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata) dan Tepung

Ikan Patin ( Pangasius Spp). Diakses tanggal 08 Maret 2013.

Page 54: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

42

Page 55: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

43

PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KARAKTERISTIK KOMPON KARET DENGAN BAHAN PENGISI ARANG AKTIF TEMPURUNG KELAPA

DAN NANO SILIKA SEKAM PADI

EFFECT OF TEMPERATURE AND DURATION OF STORAGE TO CHARACTERISTICS OF RUBBER COMPOUND WITH THE FILLERS OF ACTIVATED COCONUT SHELL

CARBON AND NANO SILICA FROM RICE HUSKS.

Popy Marlina, Filli Pratama, Basuni Hamzah dan Rindit Pambayun

Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya

e-mail : [email protected] Diterima: 25 Maret 2014; Direvisi: 1 April 2014 – 5 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap karakteristik kompon karet dengan menggunakan bahan pengisi arang aktif tempurung kelapa dan nano silika sekam padi. Kompon karet yang digunakan dalam penelitian ini bahan pengisi dari arang aktif tempurung kelapa 10 phr dan nano silika sekam padi 40 phr. Rancangan percobaan meliputi variasi suhu 60°C, 70°C dan 80°C dan lama penyimpanan kompon karet, yaitu 1 hari, 3 hari, 5 hari dan 7 hari. Percobaan dilakukan pengulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Hasil penelitian menunjukkan suhu dan lama penyimpanan kompon karet berpengaruh terhadap karakteristik kompon karet, pada parameter kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis. Karakteristik kompon karet untuk kekerasan, tegangan putus dan perpanjangan putus setelah pengusangan untuk semua perlakuan memenuhi syarat mutu kompon karet bantalan dermaga, sesuai SNI06-3568-2006. Ketahanan kikis untuk semua perlakuan kompon karet setelah pengusangan memenuhi karakteristik kompon karet di pasaran, kisaran 400 – 600 cm3.

Kata kunci : karakteristik kompon karet, lama penyimpanan, suhu

Abstract

The objectives research is to examines the effect of temperature and storage time to characteristics ofrubber compoundthat was added with the fillers of activated coconut shell carbon and nano silica from rice husks. Rubber compound in this study is the use of a filler treatment activated coconut shell carbon 10 phr and nano silica from rice husks 40 phr. Experimental design include variations in temperature 60°C, 70°C and 80°C and storage time 1 day, 3 days, 5 days and 7 days, with three (3 ) repetition. The results showed temperature and storage time affects the characteristics of the rubber compound rubber compound , for the parameters of hardness , tensile strength , elongation at break and abrasion resistance. Characteristics rubber compound for hardness, tensile strength, elongation at break after ageing met the requirements of the Indonesian National Standards for pads dock rubber compound SNI06-3568-2006. Abrasion resistance rubber compound for all treatments after ageing the characteristics of rubber compound on the market , the range of 400-600 cm3.

Keywords : rubber compound characteristics, storage time, temperature

PENDAHULUAN

Kompon karet adalah campuran antara karet alam dengan bahan-bahan kimia yang ditentukan komposisinya dan pencampurannya dilakukan dengan cara

penggilingan pada suhu 70°C + 5°C. Komposisi kompon karet berbeda-beda tergantung pada barang jadi karet yang akan dibuat. Sebelum bahan baku karet alam dicampur dengan bahan pembantu, terlebih dahulu bahan baku karet

Page 56: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Popy Marlina Filli Pratama, dkk

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...

44

tersebut dilunakan (mastikasi) atau diplastisasi dengan cara digiling (Blow, 2001).

Carbon black adalah jenis bahan pengisi yang paling umum digunakan dalam pembuatan kompon karet. Bahan pengisi carbon black memberikan efek penguatan terhadap sifat fisik vulkanisat terutama yang ukuran butirannya kecil (Omafumaet al., 2011). Penambahan carbon black akan mempengaruhi sifat kompon, viskositas dan kekuatan kompon akan bertambah, namun penggunaan carbon black mempunyai kelemahan, yaitu daya lekat kompon akan berkurang. Hal ini membuat carbon black tidak kompak dengan

bahan penyusun lainnya pada saat pencampuran.

Seiring dengan keterbatasan minyak bumi dan isu pentingnya pengurangan efek emisi karbondioksida yang timbul dalam proses pembuatan kompon karet berbahan turunan dari minyak bumi (Rahardjo, 2009), maka dalam penelitian ini dilakukan untuk pembuatan kompon dengan bahan pengisi dari unsur non minyak bumi. Salah satu cara untuk mengatasi ketergantungan pada bahan turunan minyak bumi pada kebutuhan bahan pengisi penguat untuk pembuatan kompon karet adalah bahan pengisi yang berasal dari limbah pertanian, yaitu menggunakan arang aktif tempurung kelapa dan silika dari sekam padi, yang didapat dari sumber terbarukan yang mempunyai potensi besar, biaya produksi murah, ketersediaan melimpah, dan ramah lingkungan. Tempurung kelapa memiliki komposisi kimiawi yang tersusun dari lignin, selulosa, dan hemiselulosa, dengan komposisi yang berbeda-beda (Hamid, 2008; Sapuan et al., 2003; Hussenisyah and Zakaria, 2011). Selulosa mempunyai struktur rantai yang mirip dengan hidrokarbon dalam minyak bumi (Herminiwati et al., 2003). Rantai yang panjang dalam selulosa ini dimungkinkan dapat dipecah menjadi agregat karbon dan senyawa-senyawa kimia dengan berat molekul rendah. Arang aktif tempurung kelapa diperoleh dari proses pirolisis tempurung kelapa dan diaktivasi dengan

mengunakan bahan kimia. Arang aktif tempurung kelapa mengandung gugus aktif hidroksil (OH) yang akan berinteraksi dengan molekul yang ada dalam karet.

Sekam padi yang dimanfaatkan sebagai bahan pengisi kompon karet berupa silika. Untuk membentuk kompon karet yang elastis dan kuat maka diperlukan silika selain arang aktif. Silika yang ditambahkan berukuran nano, diharapkan dapat mengisi rongga kosong setelah arang aktif tempurung kelapa berikatan dengan kompon karet. Interaksi bahan pengisi dan karet dijelaskan oleh kesesuaian bahan pengisi dengan karet, atraksi bahan pengisi sendiri dan kemampuan membentuk sebuah jaringan (Haghigat et al., 2007).

Penggunaan arang aktif tempurung kelapa dan nano silika sekam padi sebagai bahan pengisi merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan mutu barang jadi karet. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penyimpanan terhadap karakteristik kompon karet dengan bahan pengisi arang aktif tempurung kelapa dan nano silika sekam padi.

Kualitas barang jadi karet sangat ditentukan oleh bahan baku dan bahan-bahan tambahan yang digunakan serta teknologi cara pembuatannya. Kompon karet merupakan bagian yang sangat penting dari sebuah barang jadi karet. Barang jadi karet sering rusak akibat pengerasan pada saat penyimpananpengangkutan dan penggunaannya serta kerusakan akibat panas, suhu tinggi dan sinar matahari, kerusakan karena oksigen dan ozon di udara, keretakan dan kelenturan, serta ion-ion prooksidan, yaitu ion tembaga, ion mangan atau ion besi (Haris, 2004).

Pengerasan mengakibatkan kualitas produk barang jadi karet menurun. Pengerasan tersebut merupakan salah satu faktor kelemahan dari karet, dimana terjadi penurunan nilai elastisitas karet akibat pengaruh lama penyimpanan, pengangkutan dan penggunaannya. Salah satu akibat dari pengerasan tersebut, barang jadi karet sering

Page 57: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

45

mengalami retak (pecah) akibat panas matahari dan ozon sehingga terjadi pengusangan (Refrizon, 2003; Haris, 2004).

Pengusangan akan mempengaruhi ketahanan fisik, akibatnya pemakaian barang jadi karet tidak bertahan lama. Pengusangan mengakibatkan turunnya sifat fisik barang karet seperti tegangan putus, perpanjangan putus dan kekerasan selama masa penyimpanan. Karet menjadi keras dan retak, lunak dan lekat-lekat. Penurunan sifat fisik disebabkan terjadinya degradasi karet karena oksidasi oleh oksigen dan ozon. Oksidasi dipercepat dengan adanya panas, sinar ultraviolet, dan logam-logam yang mengkatalisa oksidasi karet. Faktor lingkungan terutama suhu akan mempengaruhi daya usang kompon karet selama penyimpanan dan pemakaian. Sehubungan dengan hal tersebut, pada penelitian ini digunakan variasi suhu dan waktu pengusangan untuk mengetahui karakteristik kompon karet setelah pengusangan.

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat Bahan penelitian yang digunakan

terdiri dari tempurung kelapa, sekam padi, karet alam (SIR 20) dan karet sintetis (Nitro Butadiena Rubber (NBR), minyak minarek, sulfur, trimethyl quinon (TMQ), asam stearat, ZnO, Butyl Hydroxy Toluena (BHT), N-Cyclohexyl-2-benzothiazylsulfenamide (CBS), dan cumaron resin.

Peralatan yang digunakan timbangan (Metler P1210), open mill L 40 cm D18 cm kapasitas 1 kg, cutting scraft besar, alat press, cetakan sheet, autoclave,dan gunting.

B. Metode Penelitian Rancangan Percobaan

Perlakuan kompon karet yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlakuan jumlah arang aktif tempurung kelapa 10 phr dan nano silika sekam padi 40 phr. Variasi suhu dan lama penyimpanan kompon karet, yaitu : Variasi suhu pengusangan terdiri dari 3 taraf, yaitu :

S1 = 60°C S2 = 70°C S3 = 80°C Variasi lama pengusangan terdiri dari 4 taraf, yaitu : W1 = 1 hari W2 = 3 hari W3 = 5 hari W4 = 7 hari

Masing-masing perlakuan diulang 3 (tiga) kali.

Prosedur Pembuatan Kompon Karet 1. Penimbangan

Bahan yang diperlukan untukpembuatan kompon ditimbang sesuai perlakuan. Jumlah dari setiap bahan di dalam formulasi kompon dinyatakan dalam PHR (berat per seratus karet).

2. Mixing (pencampuran)

Pencampuran dilakukan dalam gilingan terbuka (open mill), yang telah dibersihkan. Selanjutnya dilakukan proses :

Crumb rubber (SIR 20) dimastikasi selama 1 hingga 3 menit, dilanjutkan mastikasi NitroButadiena Rubber (NBR) selama 1 hingga 3 menit, dilanjutkan penambahan vulkanisator (sulfur) ditambahkan dan giling selama 2-3 menit, nahan penggiat/activator, ZnO dan asam stearat ditambahkan, dipotong setiap sisi satu sampai tiga kali selama 2-3 menit. Pencampuran antioksidanTri Methyl Quinon (TMQ), resin dan bahan bantu lain ditambahkan, dipotong setiap sisi sampai 3 kali selama 2–3 menit.Sebagian filler (pengisi) (arang

aktif tempurung kelapa dan silika sekam padi, bahan pelunak (softener) minyak minarek ditambahkan, setiap sisi dipotong sampai dua atau tiga kali selama 3 hingga 8 menit.Sisa filler ditambahkan dan dipotong setiap sisi dua atau tiga kali selama 3 hingga 8 menit.Accelerator CBSditambahkan,

setiap sisi dipotong dua atau tiga kali selama 1 hingga 3 menit.Kompon dikeluarkan dari open mill dan ditentukan ukuran ketebalan lembaran kompon dengan menyetel jarak roll pada cetakan sheet, dikeluarkan dan diletakkan diatas

Page 58: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Popy Marlina Filli Pratama, dkk

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...

46

plastik transfaran dan kompon dipotong disesuaikan dengan barang jadi yang akan dibuat.

Gambar 1. Tahapan Proses Pembuatan

kompon karet

Peubah yang diamati Peubah yang diamati dalam

penelitian ini untuk kompon karet sebelum dan setelah pengusangan, meliputi parameterkekerasan (hardness), tegangan putus (tensile strength), Perpanjangan Putus (elongation at break)danketahanan kikis (abrassion recistance).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengujian karakteristik kompon karet sebelum pengusangan meliputi parameter kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis. Karakteristik kompon karet sebelum pengusangan, dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Kompon Karet

No. Parameter Nilai

1. Kekerasan 58 Shore A 2. Tegangan Putus 21 N/mm

2

3. Perpanjangan Putus 354% 4. Ketahanan Kikis 427 cm

3

Tabel 2.Persyaratan Mutu Kompon Karet

No. Pengujian

Syarat Mutu

Kompon Bantalan Dermaga

SNI06-3568-2006

Kompon Pasaran

1. Kekerasan (Shore A)

50-58 55-75

2. Tegangan Putus (N/mm

2)

Min 15 Min 20

3. Perpanjangan Putus (%)

Min 300 Min 245

4. Ketahanan Kikis (cm

3)

- 400-600

Hasil pengujian kompon karet pada

Tabel 1, menunjukkan masing-masing parameter memenuhi syarat mutu kompon karet bantalan dermaga sesuaiSNI06-3568-2006 dan kompon karet pasaran. Syarat mutu kompon karetsesuai Standard Nasional Indonesia (SNI) bantalan dermaga dan kompon karet pasaran, dapat dilihat pada Tabel 2.

Karakteristik Kompon Karet Setelah Pengusangan

Pengusangan mengakibatkan turunnya sifat fisik barang karet seperti kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis selama masa penyimpanan. Karet menjadi keras dan retak, lunak dan lekat-lekat. Perubahan sifat fisik disebabkan terjadinya degradasi karet karena oksidasi oleh oksigen dan ozon. Oksidasi dipercepat dengan adanya panas, sinar ultraviolet, dan logam-logam yang mengkatalisa oksidasi karet. Ketahanan usang kompon karet dinyatakan dengan kemunduran tegangan putus, kemunduran perpanjangan putus, dan kekerasan.

A. Kekerasan (Shore A)

Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui besarnya kekerasan vulkanisat karet, dilakukan dengan kekuatan penekanan tertentu.Nilai kekerasan kompon karet semakin besar menunjukkan bahwa kompon karet semakin keras (semakin tidak elastis).

Page 59: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

47

Hasil pengujian kekerasan kompon karet setelah pengusangan dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kekerasan(ShoreA) Kompon Karet Setelah Pengusangan

Berdasarkan Gambar 2, Hasil pengujian kekerasan kompon karet setelah pengusangan dengan nilai tertinggi pada perlakuan S3W4 (variasi suhu 80°C dan lama pengusangan 7 hari), yaitu 64 Shore A dan terendah pada perlakuanS1W1 (variasi suhu 60°C dan lama pengusangan 1 hari) yaitu 58 Shore A .

Semakin tinggi suhu dan lama pengusangan akan menaikkan nilai kekerasan kompon karet setelah pengusangan. Nilai kekerasan kompon karet semakin besar setelah pengusangan dibanding sebelum pengusangan. Hal ini disebabkan panas akan mempercepat proses oksidasi dan degradasi pada vulkanisat karet. Selain itu, bahwa penambahan bahan pengisi karet dapat mempertahankan sifat elastisitas setelah pengusangan. Bahan pengisi arang aktif tempurung kelapa dan nano silika sekam padi yang ditambahkan akan berpengaruh terhadap kekerasan kompon karet, dengan kata lain kompon karet akan semakin kuat dan elastis. Arang aktif tempurung kelapa memiliki gugus aktif hidroksil (OH) (Budionoet al., 2009),

sehingga akan terjadi interaksi antara gugus hidroksil pada permukaan arang dengan molekul karet.

Nilai kekerasan dipengaruhi juga oleh banyaknya bahan pengisi, ukuran partikel dan struktur molekul (Peng, 2007). Silika sekam padi mempunyai

ukuran partikel yang lebih kecil, yaitu 350 – 400 nm. Semakin kecil ukuran partikel, pori-pori nano silika sekam padi akan semakin besar, maka luas permukaan nano silika semakin bertambah. Bertambahnya luas permukaan inimengakibatkan semakin meningkatnya kemampuan berinteraksi dengan molekul karet lebih baik, sehingga kompon lebih kaku dan keras.Kekerasan kompon karet akan meningkat biasanya pada penggabungan bahan pengisi, terutama ketika ukuran partikel bahan pengisi besar. Ukuran partikel arang aktif yang lebih besar (400 mesh) dari ukuran partikel nano silika sekampadi (350-400 nm) pada interaksi tersebut, menghasilkan kekerasan yang lebih besar. Ukuran partikel yang besar akan menghalangi gerakan matriks karet ketika matriks dikenakan lekukan, akibatnya lekukan karet meningkat (Chuayjuljitet al., 2001; Omofumaet al., 2011).

Selain itu, pada waktu pemanasan akan terjadi reaksi ikatan silang gugus aldehida yang berasal dari bahan karet dengan reaksi oksidasi yang memutuskan rantai molekul karet (Refrizon, 2003). Reaksi ikatan silang antara gugus aldehida berjalan lamban dan sangat dipengaruhi oleh tingkat kadar air yang terdapat dalam karet tersebut. Semakin kering akan semakin dipercepat terjadinya reaksi ikatan silang gugus aldehida tersebut (Burfield, 2003). Reaksi terjadi pada pengerasan kompon karet disajikan pada Gambar 3.

Sumber : Refrizon (2003)

Gambar 3. Reaksi Pengerasan Kompon

Karet

Kecepatan reaksi kondensasi ikatan silang aldehida lebih cepat dibandingkan kecepatan pemutusan ikatan rantai oleh reaksi oksidasi. Sehingga karet akan

58

60 61

63

59 60

62 63

60 61

62

64

55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65

S1W

1

S1W

2

S1W

3

S1W

4

S2W

1

S2W

2

S2W

3

S2W

4

S3W

1

S3W

2

S3W

3

S3W

4

Ke

ke

rasa

n (

Sh

ore

A)

Kombinasi Perlakuan

Page 60: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Popy Marlina Filli Pratama, dkk

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...

48

mengalami pengerasan setelah pengusangan dengan suhu 70°C. Waktu pemanasan terjadi reaksi oksidasi yang memutuskan rantai molekul karet. Suhu yang tinggi dan waktu yang lama terjadinya pemutusan molekul karet akan lebih cepat dibandingkan dengan reaksi ikatan silang gugus aldehida.

Kekerasan kompon karet setelah pengusangan untuk semua perlakuan memenuhi syarat mutu kekerasan kompon karet bantalan dermaga sesuai Standard Nasional Indonesia (SNI)06-3568-2006, yaitu 50-80 Shore A dan kekerasan kompon karet pasaran, yaitu 55-75 Shore A.

B. Tegangan Putus (N/mm2)

Tegangan putus merupakan pengujian fisika karet yang terpenting dan paling sering dilakukan dengan pengujian ini pula dapat ditetapkan waktu vulkanisasi optimum suatu kompon dan pengaruh pengusangan pada suatu vulkanisasi, selain itu juga pengujian ini menggambarkan kekuatan dan kekenyalan karet. Nilai tegangan putus semakin besar, menunjukkan bahwa kompon karet semakin elastis (Basseri, 2005).

Gambar 4. Tegangan Putus (N/mm

2)

Kompon Karet Setelah Pengusangan

Hasil pengujian tegangan putus kompon karet setelah pengusangan dengan nilai tertinggi pada perlakuan S1W1 (variasi suhu 60°C dan lama penyimpanan 1 hari), yaitu 21 N/mm2dan terendah S3W4 (variasi suhu 80°C dan lama pengusangan 7 hari), yaitu 15 N/mm2. Hasil pengujian tegangan putus

kompon karet setelah pengusangan, dapat dilihat pada Gambar 4.

Semakin tinggi suhu dan semakin lama penyimpanan kompon karet kemunduran tegangan putus semakin kecil. Hal ini disebabkan panas akan mempercepat terjadinya oksidasi pada kompon karet. Kemunduran tegangan putus pada penelitian ini, masih menunjukkan daya elastis kompon karet yang masih besar, ini ditunjukkan dengan nilai kemunduran tegangan putus yang masih memenuhi syarat mutu kompon karet bantalan dermaga sesuai SNI06-3568-2006 minimal 15%. Ini disebabkan kemampuan bahan pengisi arang aktif tempurung kelapa yang mengandung gugus hidroksi (OH) bereaksi dengan gugus aktif pada molekul karet untuk membentuk ikatan silang baru antar molekul yang mempunyai efek antioksidan mencapai. Ikatan silang baru mempunyai ketahanan oksidasi yang lebih baik. Secara kimia terbentuk ikatan antara karet dengan gugus fungsional arang aktif tempurung kelapa.

Polimer karet terdiri dari unit monomer isoprene (C5H8) dengan satu ikatan rangkap tiap monomernya. Adanya ikatan rangkap dan gugus metilen merupakan gugus reaktif untuk terjadinya ikatan kimia (Supraptiningsih, 2005). Terbentuknya ikatan-ikatan mengakibatkan karet menjadi kaku dan kuat sehingga tegangan putusnya tetap tinggi setelah pengusangan. Selain itu, adanya pengaruh penambahan nano silika sekam padi yang mengandung gugus aktif fenol yang mempunyai sifat sebagai antioksidan yang kuat (Kuriakose et al, 2000). Antioksidan

fenol sekam padi merupakan antioksidan yang mengandung gugus aktif hidroksi (OH) dan merupakan salah satu bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan kompon karet. Antioksidan berfungsi untuk melindungi komponen-komponen molekul karet yang mempunyai ikatan rangkap (bersifat tak jenuh). Kemampuan fenol sebagai antioksidan akan memberikan perlindungan yang baik terhadap oksidasi ikatan rangkap molekul karet,

21 20

19 17

20 19

17 16

20 18

16 15

0

5

10

15

20

25

S1W

1

S1W

2

S1W

3

S1W

4

S2W

1

S2W

2

S2W

3

S2W

4

S3W

1

S3W

2

S3W

3

S3W

4

Tegangan P

utu

s (

N/m

m2)

Kombinasi Perlakuan

Page 61: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

49

sehingga reaksi pemutusan ikatan rangkap molekul karet oleh gugus fenol akan berlangsung dengan baik (Prasad, 2006).

C. Perpanjangan Putus (%)

Perpanjangan putus merupakanpertambahan panjang suatu potongan uji kompon karetbila diregangkan sampai putus, dinyatakan dengan persentase dari panjang potongan uji sebelum diregangkan. Hasil

pengujian perpanjangan putus kompon karet setelah pengusangan dengan nilai tertinggi pada perlakuan S1W1 (variasi suhu 60°C dan lama pengusangan 1 hari), yaitu 354% dan terendah pada perlakuan S3W4 (variasi suhu 80°C dan lama pengusangan 7 hari), yaitu 347%. Hasil pengujian perpanjangan putus kompon karet setelah pengusangan, dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Perpanjangan Putus (N/mm

2)

Kompon Karet Setelah Pengusangan

Nilai kemunduran perpanjangan putus setelah pengusangan tidak signifikan dengan nilai perpanjangan putus sebelum pengusangan. Hal ini disebabkan adanya kemampuan arang aktif tempurung kelapa, nano silika sekam padi dan interaksi keduanya dengan gugus aktif molekul karet, sehingga interaksi tersebut tidak merubah struktur ruang dari molekul karet (Surya, 2002). Selain itu, adanya antioksidan golongan fenol yang terdapat pada sekam padi yang mempunyai sifat yang kuat melindungi karet terhadap suhu tinggi dan sinar matahari.

Penurunan perpanjangan putus disebabkan karena terbentuknya ikatan-ikatan antara molekul karet dengan gugus hidroksi pada permukaan arang aktif tempurung kelapa. Banyaknya ikatan yang terbentuk akan mengurangi keleluasaan gerak rantai polimer, menyebabkan viskositas kompon meningkat, kompon menjadi kaku, keras dan elastisitasnya turun (Chuayjuljit et al., 2001; Phrommedetch dan Pattamaprom, 2010). Nilai perpanjangan putus kompon karet setelah pengusangan untuk semua perlakuan sesuai syarat mutu perpanjangan putus kompon karet bantalan dermaga SNI06-3568-2006 (minimal 300%) dan kompon karet pasaran minimal 245%. D. Ketahanan Kikis

Kesanggupan karet bertahan terhadap gesekan dengan benda lain pada pemakaiannya, disebut ketahanan kikis. Pengujian ketahanan kikis dilakukan dengan cara penggesekan karet pada suatu permukaan pengikis atau pengikis digosokan pada permukaan karet. Ketahanan kikis dari vulkanisat karet yang di gesekkan pada sebuah ampelas kikis dengan mutu tertentu, dengan tekanan dan area tertentu (Basseri, 2005).

Gambar 6. Ketahanan Kikis (cm

3)Kompon

Karet Setelah Pengusangan

Hasil pengujian perpanjangan putus

kompon karet setelah pengusangan, dapat dilihat pada Gambar 6. Hasil pengujian ketahanan kikis kompon karet setelah pengusangan dengan nilai tertinggi pada perlakuan S1W1 (variasi

354 352

350 349

353

351

348

346

353

350

348 347

342

344

346

348

350

352

354

356

S1W

1

S1W

2

S1W

3

S1W

4

S2W

1

S2W

2

S2W

3

S2W

4

S3W

1

S3W

2

S3W

3

S3W

4

Perp

anja

ngan P

utu

s (

%)

Kombinasi Perlakuan 427 425

422 421

427 426

423

419

426

424

420

417

412

414

416

418

420

422

424

426

428

S1W

1

S1W

2

S1W

3

S1W

4

S2W

1

S2W

2

S2W

3

S2W

4

S3W

1

S3W

2

S3W

3

S3W

4

Ke

tahanan K

ikis

(cm

3)

Kombinasi Perlakuan

Page 62: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Popy Marlina Filli Pratama, dkk

Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan ...

50

suhu 60°C dan lama penyimpanan 1 hari), yaitu 427 cm3dan terendah pada perlakuan S3W4 (variasi suhu 80°C dan lama pengusangan 7 hari), yaitu 417 cm3.

Semakin tinggi suhu dan lama penyimpanan kompon karet, menghasilkan penurunan nilai ketahanan kikis kompon karet. Namun, penurunan tersebut tidak signifikan dibandingkan dengan ketahanan kikis sebelum pengusangan. Adanya partikel bahan pengisi yang semakin kecil maka makin luas permukaan, menunjukkan makin banyak gugus fungsional bahan pengisi yang berikatan dengan molekul karet, sehingga interaksi yang terjadi baik secara fisika dan kimia akan semakin baik (Sereda et al, 2003; Vichitcholchai et al., 2012). Interaksi senyawa arang aktif tempurung kelapa dan nano silika sekam padi menghasilkan karakteristikkompon karet yang dapat bertahan terhadap beberapa kondisi seperti abrasi, temperatur tinggi, tekanan. Penambahan bahan pengisi penguat dalam jumlah optimum, akan meningkatkan ketahanan kikis kompon karet(Alfa, 2005).

Selain itu, adanya pengaruh penambahan nano silika sekam padi yang mengandung gugus fenol yang mempunyai sifat sebagai antioksidan yang kuat, melindungi karet dari kerusakan akibat oksidasi (Alfa, 2005). Ukuran partikel silika yang semakin kecil, memungkinkan semakin mudah untuk berinteraksi dengan senyawa fenol sekam padi, sehingga meningkatkan ketahanannya terhadap pengusangan. Fungsi antioksidan untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara, karena unsur-unsur yang terkandung dalam udara tersebut dapat menurunkan sifat fisik atau bahkan menimbulkan retak-retak dipermukaan kompon karet (Phrommedetch, 2010). Antioksidan juga melindungi barang dari karet terhadap ion-ion peroksida yaitu ion tembaga, ion mangan atau ion besi, serta terhadap suhu tinggi, sinar matahari, keretakan dan kelenturan.

Interaksi arang aktif tempurung kelapa dan nano silika sekam padi untuk semua perlakuan, menghasilkan kompon karet sesuai dengan nilai ketahanan kikis kompon karet dipasaran, sekitar 400-600 cm3.

KESIMPULAN

Suhu dan lama pengusangan kompon karet berpengaruh terhadap karakteristik kompon karet, untuk parameter kekerasan, tegangan putus, perpanjangan putus dan ketahanan kikis. Karakteristik kompon karet untuk kekerasan, tegangan putus dan perpanjangan putus setelah pengusangan untuk semua perlakuan memenuhi syarat mutu kompon karet bantalan dermaga, sesuai SNI06-3568-2006. Ketahanan kikis untuk semua perlakuan kompon karet setelah pengusangan memenuhi karakteristik kompon karet di pasaran, kisaran 400 – 600 cm3.

DAFTAR PUSTAKA

Alfa, A.A. (2005). Bahan Kimia untuk Kompon Karet. Kursus Teknologi Barang Jadi Karet Padat.Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet.

Basseri, A. (2005). Teori Praktek Barang Jadi Karet. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Blow, C.M. (2001). Rubber Technology and Manufacture, 2nd Edition. London: Butterworth Scientifics.

Budiono, Suhartana dan Gunawan. (2009). Pengaruh Aktivasi Arang Tempurung Kelapa Dengan Asam Sulfat Dan Asam Fosfat Untuk Adsorpsi Fenol.(Skripsi).Semarang: Universitas Diponegoro.

Burfield, D.R., Lim, K.L., and Law, K.S. (2003). Epoxidation of Natural Rubber Latices Methods of Preparation and Properties of Modified Rubbers. Journal of Applied Polymer Science. 29(5):

1661-1673. Chuayjuljit, S., Eiumnoh, S., and

Potiyaraj, P. (2001). Using Silica From Rice Husk As A Reinforcing

Page 63: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 43-51

51

Filler In Natural Rubber.Journal of Science.26(2): 127-138.

Haghighat, M.A., Khorasani, S.N.M., Zadhoush. (2007). Filler–Rubber Interactions In A Cellulose-Filled Styrene Butadiene Rubber Composites. Journal of Applied Polymer Science. 10 :748 – 754.

Hamid, T.F.Z. (2008). Pengaruh Modifikasi Kimia Terhadap Sifat-Sifat Komposit Polietilena Densitas Rendah (LDPE) Terisi Tempurung Kelapa. (Tesis). Medan: Universitas Sumatera Utara.

Haris, U. (2004). Karet Alam Hevea dan Industri Pengolahannya.Bogor: Balai

Penelitian Teknologi Karet Bogor, Pusat Penelitian Karet, Lembaga Riset Perkebunan Indonesia.

Herminiwati, Purnomo, D., dan Supranto. (2003). Sifat Fiiler Kayu Kering terhadap Vulkanisat Karet. Majalah Barang Kulit, Karet dan Plastik. 19(1): 32-39.

Husseinsyah, S., and Zakaria, M.M. (2011). The Efect of Filler Content On Properties of Coconut Shell Filled Polyester.Malaysian Polymer Journal. 6(1): 87-97.

Kuriakose, A.P., and Rajendran,G.(2000). Use of Rice Husk and Phenols Extracted from it as Filler and Antioxidant Respectively in, Vulcanization Studies of NR. Iranian Polymer Journal. 9(2): 89-96.

Omafuma, F.E., Adeniye, S.A., and Adeleke, A.E. (2001). The Effect of Particle Sizes on the Performance of Filler: A Case Study of Rice Husk and Wood Flour. World Appl. Sci. J.,

14(9): 1347-1352. Peng, Y.K. (2007). The Effect of Carbon

Black And Silica Fillers on Cure Characteristics and Mechanical Properties of Breaker Compounds. (Thesis). Pulau Penang: Universiti Sains Malaysia.

Phrommedetch, S., and Pattamaprom, C. (2010).Compatibility Improvement Of Rice Husk And Bagasse Ashes With Natural Rubber by Molten-State Maleation.European Journal of Scientific Research. 43(3): 411-416.

Prasad C.S., Maiti, K.N., Venugopal, R. (2006). Effect of Rice Husk Ash In Whiteware Compositions. Ceramic International. 27: 629-635.

Raharjo, P. (2009). Karet, Material Andalan Ekspor di Bawah Harapan dan Ancaman, diakses pada tanggal 2 Desember 2009.

Refrizon. (2003). Viscositas Mooney Karet Alam. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Sapuan, S.M., Harimi, M., dan Maleque, M.A. (2003). Mechanical Properties of Epoxy/Coconut Shell Filler Particle Composites. The Arabian Journal for Science and Engineering. 28(2B): 173 – 181.

Sereda, L., Mar Lo´pez-Gonza´leza, Leila, L., Visconte, L., Regina Ce´lia, R., Nunes, Furtado, C., Russi.G., Riande, E. (2003). Influence of Silica and Black Rice Husk Ash Fillers on The Diffusivity And Solubility of Gases In Silicone Rubbers. Polymer. 44: 3085–3093.

Supraptiningsih, A. (2005). Pengaruh RSS/SBR dan Filler CaCO3 terhadap Sifat Fisis Kompon Karpet Karet. Majalah Kulit, Karet dan Plastik. 21(1): 34-40.

Surya, I. (2002). Pengaruh Penambahan Pengisi Penguat terhadap Sifat Uji Tarik Karet Alam Terepoksida. Jurnal Teknik Simetrika. 1: 68-74.

Vichitcholchai, N., Na-ranong, N., Noisuwan, W., and Arayapranee, W.(2012). Using Rice Husk Ash as Filler in Rubber Industry. Rubber Thai J. 1:48-55

Page 64: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

52

Page 65: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

53

MODEL PENGEMBANGAN FORMULA KOMPON VULKANISIR BAN LUAR DUMP TRUCK DENGAN FILLER FLY ASH

MODEL DEVELOPMENT OUTSIDE THE FORMULA COMPOUND TIRE RETREADING DUMP TRUCK WITH FLY ASH FILLER

Nasruddin1), Sudirman2), A. Mahendra3) dan A. Haryono4)

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang1)

; Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN)

2);

Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP)3)

; Pusat Penelitian Kimia LIPI4)

e-mail: [email protected]

Diterima: 6 September 2013; Direvisi: 30 September 2013 – 7 April 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Vulkanisir ban luar dump truck impor dan lokal telah dilakukan karakterisasi sebagai dasar untuk membuat model pengembangan formula vulkanisir ban luar dump truck.

Bahan yang digunakan antara lain karet alam SIR 20, Elastomer Termoplastik (inserting ETP), carbon black, silica dan fly ash. Hasil pengujian menunjukkan, penambahan ETP pada karet alam SIR 20 untuk vulkanisir ban luar dump truck dapat meningkatkan kekerasan 3,03%, kuat tarik 3,87%, kuat sobek 15,46%, modulus 100% dengan nilai 36,28%, modulus 300% dengan nilai 27,71% dan abrasi = 52,46%. Pengujian sifat mekanik pada kondisi segar setelah proses penuaan (aging) dan setelah diberi paparan ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada suhu 40°C menunjukan, penambahan ETP memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik. Hasil pengujian SEM-EDS menunjukan penambahan ETP dapat melindungi karet alam dari serangan ozon. Fly ash yang ditambahkan pada formula kompon memiliki kecenderungan berikatan satu sama lain, sehingga pada proses pembuatan formula dikembangkan suatu inovasi pencampuran dengan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69.

Kata Kunci : karet alam, ETP, carbon black, fly ash, kompon ban luar dump truck.

Abstract

Retread tire dump trucks imported and local characterization has been performed as a basis for modeling the development of a formula dump truck tire retreading. Materials used include natural rubber SIR 20, Thermoplastic Elastomer (inserting ETP), carbon black, silica and fly ash. The test results showed that the addition of the ETP on natural rubber SIR 20 for retread tire dump trucks can increase the hardness of 3.03%, 3.87% tensile strength, tear strong 15.46%, 100% modulus with a value of 36.28%, the modulus 300% with a value of 27.71% and 52.46% abrasion value. Testing of mechanical properties in fresh condition after aging (aging) and after ozone exposure given PPHM 25 for 3x24 hours at a temperature of 40°C shows, the addition of ETP a positive effect on some mechanical properties. The test results showed the addition of SEM-EDS ETP can protect natural rubber from ozone attack. Fly ash is added to the compound of formula has a tendency to bind to one another, so that the process of making the formula developed an innovative mixing with coupling agent Si type of PEG 400 and 69.

Keywords: natural rubber, ETP, carbon black, fly ash, dump truck tire compound.

PENDAHULUAN

Kompon vulkanisir ban luar dump truck telah banyak dikembangkan melalui proses vulkanisasi. karet alam, karet sintetis, bahan pencepat (accelerator), bahan penggiat (activator), bahan pengisi (filler) dan bahan bantu

olah (processing aid). Persyaratan mutu vulkanisir ban luar dump truck yang harus di perhatikan antara lain adalah hardness (kekerasan), tensile strenght (kuat tarik), elongation at break (perpanjangan putus), modulus 100%, modulus 300%, compression set, tear strenght (kekuatan sobek), specific

Page 66: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Nasruddin Sudirman, dkk.

Model Pengembangan Formula Kompon ...

54

gravity (densitas) dan abration (kekuatan

kikis). Persyaratan mutu vulkanisir ban luar dump truck dipengaruhi oleh bahan yang digunakan, urutan mastikasi dan waktu pencampuran pada two roll mixing mill. Menurut Wang (2005), urutan mastikasi dan waktu penggilingan karet berpengaruh terhadap sifat mekanik terutama pada ketahanan kikis vulkanisat kompon karet yang dihasilkan. Sifat vulkanisat kompon karet merupakan kunci utama dalam memformulakan kompon untuk barang jadi karet.

Pengembangan formula kompon vulkanisir ban luar dump truck pada penelitian ini menggunakan abu terbang batubara (fly ash) sebagai filler yang berasal dari PLTU Tanjung Enim, ETP dan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69. Fly Ash merupakan material oksida

anorganik berwarna abu-abu kehitaman yang mengandung silika dan alumina aktif dari proses pembakaran pada suhu tinggi di dalam tanur (Senny et al., 2011 dan Diah et al., 2010).

Fly ash masih digunakan dalam jumlah yang sedikit dalam berbagai bidang industri. Fly ash sebagai

adsorben sudah dipergunakan untuk mengadsorbsi ion-ion logam (Singh, 2005) dan zat warna (Wang 2005). Fly ash pada model pengembangan formula vulkanisir ban luar dump truck diduga akan memiliki kecenderungan membentuk ikatan yang lebih kokoh antar molekul pembentuk vulkanisat.

Pembuatan kompon vulkanisir ban pada penelitian ini ditambahkan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69 dengan tujuan untuk meningkatkan interaksi antara fly ash dan polimer karet alam.

ETP yang ditambahkan pada pembuatan kompon vulkanisir ban luar dump truck mempunyai keunggulan antara lain proses pengerjaan lebih sederhana karena tidak perlu proses pencampuran. tidak memerlukan crosslink agent, Penambahan ETP untuk mempercepat reaksi crosslinking, prosesnya lebih

cepat, dapat didaur ulang dan proses cetak dapat digunakan mesin cetak sehingga teknologi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku

Rubber-Carbon Composite yang

selanjutnya akan diproses untuk pembuatan kompon ban luar dump truck.

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan antara lain

terdiri dari SIR 20, ETP M 10, ETP M 30, ETP S 30, struktol 40MS, comaron resin, ultrasil VN-3/chemisil, PEG 4000, SI – 69, asam stearat, ZnO, Wax/R-3, santoflex/6 PPD, TMQ, GPF N660, minarek Oil, dispergatol FL, oricel CBS dan Sulfur.

Peralatan yang digunakan antara lain neraca analitis dan open mill. B. Metode Penelitian

Metode pendekatan pembuatan kompon vulkanisir ban luar dump truck

pada tahap awal dilakukan karakterisasi vulkanisir sampel T (impor) dan vulkanisir sampel B (lokal). Sampel T dan B dipreparasi untuk pengujian sifat mekanik. Bahan lain yang dikarakterisasi adalah carbon black dan abu terbang batubara. Gambar 1 Model pengembangan ban luar dump truck).

Gambar 1. Flow Chart Model Pengembangan Formula Kompon Ban Luar Dump truck

Parameter uji untuk sampel T dan B meliputi hardness, tensile strenght, elongation at break, modulus 100%, modulus 300%, compresion set, tear strength, specific gravity dan abration. Parameter uji untuk carbon black dan abu terbang batubara meliputi ukuran partikel dan ukuran aggregate. Hasil karakterisasi sampel T dan sampel B

Page 67: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

55

dijadikan acuan penyusunan formula kompon vulkanisir ban luar dump truck.

Prosedur Pembuatan Vulkanisir

a. Karet NR–SBR dimastikasi selama 3–5 menit, selanjutnya asam stearat, ZnO, TMQ dan karbon hitam digiling pada keneader selama 30 menit. Penambahan sweep pada campuran tersebut setelah 30 menit, lalu digiling lagi selama 3 menit.

b. Kompon Formula II pada Open Mill Kompon formula I tambahkan TMTM dan Sulfur lalu digiling dengan oven mill selama 10 menit pada suhu 70°C.

c. Proses callander (Kompon Karet Aktif) Pencetakan dilakukan sesuai ukuran yang diinginkan pada suhu 70°C selama 10 menit.

d. Persiapan Vulkanisasi Proses vulkanisasi kompon karet aktif dilakukan selama 28 menit.

e. Pengepresan kompon karet aktif dilakukan pada suhu 140°C selama 120 menit.

f. Vulkanisir Ban

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Uji Sifat Mekanik Hasil pengujian sifat mekanik

vulkanisir ban luar dump truck sampel T dan sampel B pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengujian Sifat Merkanik Sampel T dan Sampel B

Parameter Uji Satuan Sampel T

Sampel B

Hardness A 23,33 60,33 Tensile strenght Kg/cm

2 118,98 122,25

Alongation at break

% 261,50 324,83

Modulus young 100 35,33 27,89 Modulus young 300 ( - ) 96,76 Compretion set % 16,85 28,25 Specifik grafity g/mL 1,10 1,10 Abration DIN 111,22 122,33

Hasil pengujian sampel B memiliki sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan sampel T (Tabel 1). Komposisi masing-masing formula sampel T dan sampel B untuk perpanjangan putus mempunyai perbedaan cukup signifikan. Sampel B

perpanjangan putusnya lebih besar dari sampel T.

Nilai perpanjangan putus vulkanisir ban disebabkan antara lain oleh filler dan

ZnO yang ditambahkan. Perpanjangan putus dapat dijadikan sebagai salah satu parameter penentu untuk membuat formula vulkanisir ban.

Hasil pengujian sifat mekanik menunjukkan, sampel B dapat dijadikan sebagai acuan untuk penyusunan formula kompon vulkanisir ban luar dump truck. Hasil pengujian gugus fungsi sampel T dan B dengan FT-IR metode ATR (Gambar 2) menunjukkan, kedua sampel (T dan B) tidak mempunyai perbedaan signifikan. Hasil uji kedua sampel tersebut dapat dikembangkan model formula baru kompon vulkanisir ban luar dump truck dengan penambahan filler fly ash. B. Pengujian Gugus Fungsi

Hasil pengujian terhadap sampel T dan sampel B dengan FT-IR metode ATR memperlihatkan gugus fungsi (Gambar 2) yang berasal dari puncak-puncak yang muncul memiliki polimer dasar karet alam dan EPM (etilen proilen monomer) atau etilen propilendiene monomer (EPDM) (Gambar 2 dan Tabel 2).

Tabel 2. Analisis FT-IR dari Sampel T dan Sampel B

No Wave number

(cm-1)

Analisa Gugus Fungsi

1 647 – 744 C-H : Aromatik dari carbon black 2 833 – 874 =C-H bending (isoprene) 3 1.016 – 1.082 C-O-C vibration

4 1.261 C-O stretching of benzoate ester dan C-O-C of epoxide groups

5 1.375 CH3 Symetrical

6 1.442 Amide groups dari CBS (N-cyclohexylbenzothiazole-2-sulphenamide)

7 1.500 C=O stretching vibration dari ZnO

8 1.597

C=O stretching vibration polycyclic quionone dari carbon black atau C=C stretching vibration of isoprene unit pada molekul karet alam

9 2.849 Aldehid 0 2.917 CH groups [C-CH3 dan -CH2- ]

1

1 2.957

C-H Antisymmetrical stretching

vibration

1

2

3394-3423 Gugus fungsi C-O akibat oksidasi

Page 68: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Nasruddin Sudirman, dkk.

Model Pengembangan Formula Kompon ...

56

Gambar 2. Hasil Pengujian FT-IR Sampel T dan B

Hasil pengujian dari Gambar 2

terlihat puncak yang bukan puncak dari karet EPM dengan intensitas puncaknya cukup tinggi pada bilangan gelombang 833 cm-1; 1030 cm-1, 1090 cm-1 dan 1261 cm-1.

C. Pengujian Carbon Black

Uji krakteristik carbon black dengan SEM terhadap Intermediate Super Abrasion, High Abrasion Furnace, Fast Extruding Furnace dan General Purpose Furnace dengan perbesaran 5.000 kali terlihat pada Gambar 3 berikut ini.

(a). ISAF (b). HAF (c) FEF (d) GPF

Gambar 3. SEM Berbagai Jenis Carbon black

Hasil krakteristik carbon black

dengan SEM (Gambar 3) terlihat, carbon black dengan ukuran yang semakin kecil, maka kecenderungan untuk terjadinya aglomerasi semakin besar. Proses algomerasi terjadi disebabkan oleh

Ikatan Van der Walls dan elektrostatik,

tetapi dalam proses produksi yang melibatkan gaya mekanik menyebabkan aglomerat tersebut pecah membentuk aggregate.

Penguatan (reinforcement) kompon karet oleh carbon black dapat menghambat pergerakan makromolekul dan meningkatkan kerapatan ikatan silang pembentuk kompon. Ikatan silang dapat menghambat elongation at break yang diinduksi oleh swelling. Swelling dapat kurangi dengan cara meningkatkan jaringan molekul karet (Mostafa et al., 2009; Lu et al., 2010 dan Manoj et al., 2011). Tabel 3 memperlihatkan hasil pengukuran aggregate carbon black.

Tabel 3. Ukuran Aggregate Carbon Black

Jenis Nama Dagang Ukuran Partikel

Ukuran Aggragate

A

Intermediate Super Abrasion Furnace (ISAF)

32

103

B

High Abrasion Furnace (HAF)

46

146

C Fast Extruding Furnace (FEF)

93 240

D General Purpose Furnace (GPF)

109 252

Carbon black merupakan bahan

karbon mendekati murni dari hasil pembakaran yang dikondisikan berasal dari produk hidrokarbon atau dari biomassa. Ukuran aggregate carbon black disebabkan oleh suhu pembakaran, lamanya waktu pembakaran dan bahan yang digunakan.

Pembuatan kompon ban luar dump truck dengan carbon black sebagai filler

bertujuan untuk memperkuat ikatan antar molekul pembentuk kompon. Carbon black sebagai filler aktif mempunyai gugus fungsi yang mempunyai peranan penting untuk memperkuat ikatan atar molekul pembentuk produk karet. Menurut Balberg (2002), struktur carbon black menentukan komposisi optimal filler di dalam komposit bermatriks polimer. Menurut Li et al., (2008) campuran karbon hitam jika dibandingkan dengan karbon hitam

a b

c d

Page 69: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

57

tanpa campuran, memiliki kekerasan yang tinggi, Kekuatan tarik, tensile modulus at 300% yang permanen

Carbon black disisi lain sebagai filler

aktif dapat meningkatkan performa karet tervulkanisasi (Rattanasom et all., 2007; Nukaga et all., 2006 dan Omnes et all., 2008). Menurut Ramin et al., (2012),

penambahan silika dan carbon black pada compund ban truck berdampak pada peningkatan hardness, tensile strenght, alongation at break, compretion set dan abration. Setruktur carbon black seperti terlihat pada (Gambar 3) dari hasil pengujian mempunyai bentuk morfologi dengan ukuran aggregate yang berbeda sangat signifikan (Tabel 3).

Hasil pengujian sifat mekanik sampel T dan sampel B serta hasil karakterisasi ukuran aggregate carbon black dijadikan permodelan untuk menyusun formula kompon vulkanisir ban luar dump truck (Tabel 4).

Tabel 4. Formula Fly Ash

No Nama Bahan CF-1 CF-2 CF-3 CF-4

1 SIR 20 70.00 70.00 70.00 70.00

2 ETP M 30 30.00 30.00 30.00 30.00

3 Processing Aids

1.50 1.50 1.50 1.50

4 Plasticizers 3.00 3.00 3.00 3.00 5 Chemisil 15.00 15.00 15.00 15.00

6 Coupling Agent for Silica

1.50 1.50

7 SI – 69 1.00 1.00

8 Activator-1 1.50 1.50 1.50 1.50

9 Activator-2 4.00 4.00 4.00 4.00 10 RP3 3.00 3.00 3.00 3.00 11

Antioksidan – Carbon

2.00 2.00 2.00 2.00

12 Accelerator 3.00 3.00 3.00 3.00 13 Fly ash 40.00 14

Fly ash + PEG

41.50

15

Fly ash + Si69

41.00

16

Fly ash + PEG + SI69

42.50

17 Softener 3.00 3.00 3.00 3.00 18

Dispergatol FL

3.00 3.00 3.00 3.00

19

Accelerator-Fast

1.50 1.50 1.50 1.50

20 Vulcanizator 1.70 1.70 1.70 1.70

Hasil pengembangan untuk formula sampel T dan sampel B (Tabel 4) selanjutnya dilakukan pengujian dengan tujuan untuk mengetahui kualitas kompon yang dihasilkan (Tabel 5).

Tabel 5. Hasil Pengujian CF- 1

No

Pengujian Standar

ASTM

Hasil Pengujian

Jenis Satua

n

Langsun

g Aging

1 Hardness Tipe A D 2240 66,0 68,0

2

Tensile Strength

Kg/ cm

2

D 412 144,4 178,0

3

Elongation at Break

% D 412 520,2 515,3

4

Tear Strength

Kg/ cm

D 412 100,4 86,3

5 Modulus 100% D 412 28,1 30,5

6 Modulus 300% D 412 87,8 108,4 7

Compretion Set

% D 395 45,2

8 Berat Jenis g/ ml D 297 1,19 9 Abrasi DIN D 2228 201,4

10

Ozon (25 pphm, 40

oC, 76h)

No

Crack

Hasil pengujian sampel B dan sampel T dibandingkan dengan hasil pengujian formula CF-1 terhadap sifat mekaniknya (Gambar 4) berdasarkan hasil uji, sampel formula CF-1 mempunyai sifat mekanik yang lebih baik jika dibandingkan dengan sampel B dan sampel T.

Keterangan: F1-L : Sampel formula F-1, pada kondisi

segar (24 jam setelah dipress) F1-A : Sampel formula F-1, setelah proses

aging pada suhu 70 oC selama 24 jam

Sampel T : Sampel dipasaran (impor) Sampel B : Sampel dipasaran (lokal)

Gambar 4. Perbandingan Hasil Uji F1 dengan Sampel B dan T

Hasil pengujian seperti terlihat pada

Gambar 4, formula CF-1 dijadikan

sebagai acuan dasar untuk melakukan

penelitian lebih lanjut dengan melakukan

penambahan ETP dengan variasi jenis

carbon black. Hasil pengujian

diupayakan untuk pengembangan jenis

produk karet lainnya dengan formula

yang baku.

Page 70: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Nasruddin Sudirman, dkk.

Model Pengembangan Formula Kompon ...

58

D. Penyisipan ETP

Hasil karakterisasi sampel CF-1, selanjutnya disebut sampel CC-1, maka tahap selanjutnya melakukan penyisipan (inserting ETP) kedalam formula yang

telah dihasilkan. Penambahan ETP pada formula CC-1 dari hasil pengujian dapat meningkatkan sifat mekanik dari vulkanisat yang dihasilkan. Penyusunan formula baru CC-2, CC-3 dan CC-4 seperti terlihat pada Tabel 6.

Formula yang dibuat (Tabel 6) dengan mencampurkan 30 phr ETP dari jenis metilmetakrilat dan stiren, ke dalam formula dasar CC-1. Sampel yang dihasilkan dilakukan pengujian sifat mekanik pada kondisi segar setelah proses aging dan setelah diberi paparan ozon 25 pphm selama 3x24 jam pada suhu 40°C. Menurut Sae et al., (2007) vulcanizates karet yang telah diberi paparan ozon pada konsentrasi 50 pphm selama 70 jam secara visual tidak ditemukan terjadinya keretakan pada permukaan specimen.

Model pengembangan formula kompon vukanisir ban luar dump truck (CC-1, CC-2, CC-3 dan CC-4) seperti terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Model Pengembangan Formula Kompon Vulkanisir Ban Luar Dump Truck dengan Penambahan ETP (CC-2, CC-3 dan CC-4)

No Bahan CC1 CC-2 CC-3 CC-4

1 SIR 20 100.0 70.0

2 ETP M 10

30.0

3 ETP M 30

30.0

4 ETP S 30

30.0

5

Struktol 40MS

1.5 1.5 1.5 1.5

6

Comaron Resin

3.0 3.0 3.0 3.0

7

Ultrasil VN-3/Chemisil

15.0 15.0 15.0 15.0

8 PEG 4000 1.5 1.5 1.5 1.5

9 SI – 69 1.0 1.0 1.0 1.0

10 AS Stearat 1.5 1.5 1.5 1.5 11 Zn0 4.0 4.0 4.0 4.0 12 Wax/R-3 3.0 3.0 3.0 3.0 13

Santoflex/6 PPD

2.0 2.0 2.0 2.0

14 TMQ 3.0 3.0 3.0 3.0 15 GPF N660 40.0 40.0 40.0 40.0 16 Minarek Oil 3.0 3.0 3.0 3.0 17

Dispergatol FL

3.0 3.0 3.0 3.0

18 Oricel CBS 1.5 1.5 1.5 1.5 19 Sulfur 1.7 1.7 1.7 1.7

Hasil pengembangan formula pada Tabel 6 dilakukan pengujian dengan hasil seperti terlihat pada Tabel 7 dan Gambar 5. Data hasil pengujian Tabel 7 dan Gambar 5, terlihat dengan adanya penambahan ETP dapat memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik dari sampel yang dihasilkan.

Produk vulkanisir pada saat aplikasinya akan mengalami proses aging dan kerusakan akibat oksidasi, maka pada sampel CC-2, CC-3 dan CC-4, juga dilakukan pengujian sifat mekanik setelah aging dan ozone. Pembuatan kompon vulkanisir ban dengan penambahan anti oksidan untuk mengurangi proses aging dan kerusakan akibat oksidasi. Hasil pengujian sampel setelah diberi paparan ozone 25 pphm selama 3 x 24 jam suhu 40 °C, disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Uji Sifat Mekanik Sampel : CC-2, CC-3 dan CC-4

No Pengujian Standar

ASTM

Hasil Pengujian

CC-2 CC-3 CC-4

Jenis Satuan O O O

1

Tensile

Strength Kg/ cm

2 D 412 194.41 189.10 176.77

2

Elongation

at Break % D 412 551.17 513.67 514.67

3

Tear

Strength Kg/ cm D 412 97.53 90.10 76.60

4 Modulus 100% D 412 25.83 31.64 28.95

5 Modulus 300% D 412 89.17 98.40 92.71

6

Ozon (25 pphm,

40 oC, 76h)

- No

Crack

No

Crack

No

Crack

E. Analisis FT-IR Hasil Penyisipan ETP

Hasil pengujian vulkanisir ban luar dump truck dengan FT-IR terlihat, ETP yang disisipkan dapat bereaksi sempurna dengan karet alam SIR 20. Pengujian dengan FT-IR untuk mengidentifikasi senyawa organik berdasarkan spektrum pada panjang gelombang tertentu dan untuk mengindikasi adanya gugus fungsi dari ETP yang disisipkan (Gambar 5).

Page 71: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

59

Gambar 5. Spektrum FT-IR Sampel CC-1

Hasil pengujian dengan FT-IR

(Gambar 5) terlihat spektrum FT-IR dari sampel-sampel yang ditambahkan ETP menunjukkan ada puncak-puncak baru pada panjang gelombang 1100 cm-1 hingga 1300 cm-1. Puncak-puncak baru mengindikasikan adanya gugus fungsi CO dan munculnya puncak baru pada kisaran panjang gelombang 3437 cm-1 yang dikaitkan dengan OH peregangan (–OH stretching) yang berasal dari ETP.

F. Fly Ash Fly ash dari hasil penelitian

menunjukan dapat digunakan menjadi filler aktif dalam campuran karet untuk menggantikan carbon black ataupun silica. Penggunaan fly ash, disusun berdasarkan hasil uji dan analisis terhadap formula yang telah disisipkan ETP (CC-2 hingga CC-3). Formula dengan penambahan ETP jenis M-30 berdasarkan data hasil pengujian memiliki sifat mekanik yang paling baik, selanjutnya disebut dengan CF-1 hingga CF-4, merupakan pengembangan dari formula CC-3.

Fly ash memiliki bahan dasar karbon dan silica, yang memiliki kecenderungan berikatan satu sama lain, sehingga dalam pembuatan formula ini dikembangkan suatu inovasi proses pencampuran dengan memanfaatkan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69. Fly ash telah digunakan sebagai bahan penambah semen dengan kadar 5%-20% dengan tujuan menambah plastisitas (Surya, 2010 dan Udin, 1994). Fly ash yang butirannya berbentuk bulat dengan permukaannya halus (Ryan, 1992). Fly ash dari hasil karakterisasi dapat juga digunakan sebagai filler untuk

membuat kompon vulkanisir ban luar dump truk.

Coupling agent yang ditambahkan pada kompon vulkanisir ban luar dump truck dapat meningkatkan interaksi antara fly ash dan polimer karet alam dan dapat memperkuat ikatan rangkap antar molekul pembentuk vulkanisir. Penambahan coupling agent dapat meningkatkan interaksi antara fly ash dengan polimer karet alam pada saat proses vulkanisasi.

Proses vulkanisasi merupakan reaksi kimia antara karet dengan belerang untuk membentuk ikatan silang dan menghasilkan struktur tiga dimensi (Bhuana, 1990). Ikatan silang yang terbentuk secara fisik akan menghambat mobilitas rantai molekul dan menahan deformasi karet.

ZnO yang ditambahkan dapat meningkatkan nilai tegangan putus pada kompon yang dihasilkan. Hasil uji formula kompon (Tabel 6) menghasilkan nilai sifat mekanik seperti terlihat pada Tabel 7 yang menggambarkan adanya hubungan antara morfologi carbon black dengan komposisi fly ash dan bahan pembentuk kompon lainnya. Penambahan ZnO, carbon black dan fly ash dari hasil uji berpengaruh terhadap nilai kekerasan, kuat tarik, perpanjangan putus, modulus 100%, modulus 300%, kekuatan sobek, densitas dan kekuatan kikis. Ukuran partikel aggregate (fly ash dan carbon black) terlihat menentukan kerapatan dan ikatan silang molekul pembentuk kompon. Menurut Li et al., (2008) dan Manoj, et al., (2011) luas permukaan carbon black berperan sangat significan untuk menentukan

kerapatan ikatan rangkap dan kerapatan ikatan silang yang terbentuk. Jika luas permukaan carbon black bertambah, maka jumlah rantai yang terperangkap pada aggregate carbon black juga bertambah, demikian juga dengan ikatan silangnya.

Luas permukaan partikel yang semakin kecil dengan penyebaran yang homogen dari fasa terdistribusi menghasilkan sifat tensil campuran semakin meningkat (Coran dan Patel, 1981). Karbon sebagai aggregate dari hasil karakterisasi Tabel 3 berinteraksi

Page 72: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Nasruddin Sudirman, dkk.

Model Pengembangan Formula Kompon ...

60

dengan fly ash dan bahan pembentuk

kompon dengan rasio pengembangan formula (Tabel 6).

Hasil pengujian sifat mekanik (Tabel 7) dengan memperhatikan sifat kuat tarik, kuat sobek dan abrasi, karena sampel yang dibuat ditujukan untuk produk vulkanisir ban, maka secara garis besar formula yang dihasilkan memiliki nilai sifat mekanik (mechanical properties) yang paling baik. Penambahan fly ash sebagai bahan pengisi pada proses selanjutnya berpengaruh terhadap hasil uji dari kompon vulkanisir yang dibuat. Struktur carbon black dan fly ash menentukan komposisi optimal filler di dalam

komposit kompon bermatriks polimer.

KESIMPULAN

Penambahan ETP pada karet alam SIR 20 dapat meningkatkan sifat mekanik (hardness 3,03%, tensile strenght 3,87%, tear srengh 15,46%,

modulus 100% dengan nilai 36,28%, modulus 300% dengan nilai 27,71%). Pengujian sifat mekanik pada kondisi segar, setelah proses penuaan (aging)

dan setelah diberi paparan ozon 25 pphm selama 3x24 jam suhu 40°C menunjukan penambahan ETP memberikan efek positif pada beberapa sifat mekanik.

Fly ash yang ditambahkan pada formula kompon vulkanisir ban memiliki kecenderungan berikatan satu sama lain. Pengembangan formula dengan coupling agent jenis PEG 400 dan Si 69 terjadi percepatan distribusi fly ash yang ditambahkan lebih sempurna pada vulkanisat yang dihasilkan. Hasil inovasi proses, terjadinya peningkatkan interaksi antara fly ash dan polimer karet alam. Hasil pengujian sifat mekanik dengan memperhatikan sifat kuat tarik dan kuat sobek sampel dengan penambahan fly ash murni memiliki nilai sifat mekanik yang paling baik.

UCAPAN TERIMA KASIH

1. Kementerian Riset dan Teknologi

sebagai penyandang dana kegiatan

penelitian melalui program Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional Tahun 2013 (INSINas – 2013).

2. Kepala Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang.

3. Kepala Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN-BATAN).

4. Kepala Pusat Teknologi Industri Proses (PTIP-BPPT).

5. Kepala Pusat Penelitian Kimia (P2K-LIPI).

6. Direktur PT. Agronesia – Inkaba Bandung. Fasilitas Penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Balberg, I. (2002). A comprehensive picture of the electrical phenomena in carbon black–polymer composites. Carbon. 40: 139-143.

Bhuana, K.S. (1990). Teori Vulkanisasi Karet. Pusat Penelitian Perkebunan Bogor. Di dalam Indriati, T. (2004). Pengaruh Kadar Karet Kering dan Umur Pemeraman RMFP Lateks Sentrifusi terhadap Karakteristik Serat Sabut Kelapa Berkaret. (Skripsi). Bogor: IPB.

Coran, A.Y., dan Patel, R. (1981). Elastoplastic Compositions of Cured Diene Rubber and Polypropylene, U. S. Patent No. 4,271,049.

Diah, D.L, Muhayatun, dan Adventini, N. (2010). Karakteristik Unsur Pada Abu Dasar dan Abu Terbang Batubara Menggunakan Analisis Aktivasi Neutron Instrumental. Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir. XI(1):

27-34. Li, Z. H., Zhang, J., dan Chen, S.J.

(2008). Effects of carbon blacks with various structures on vulcanization and reinforcement of filled ethylene-propylene-diene rubber. Express Polymer Letters. 2(10): 695–704.

Lu, Y., Zhang, J., Chang, P., Quan, Y., dan Chen, Q. (2010). Effect of filler on compression set, compression stress strain behaviour, and mechanical properties of polysulfide sealants. J.Appl.Polym.Sci. 120: 2001-2007.

Manoj, K.C., Kumari, P., dan Unnikrish nan, G. (2011). Cure Properties,

Page 73: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 53-61

61

swelling behaviors and mechanical properties of carbon black filler reinforced EPDM/NBR blend system. J.Appl.Polym.Sci. 120:

2654-2662. Mostafa, A., Aboel-Kasem, A., Bayoumi,

M.R., dan El-Sebaie. (2009). Effect of carbon black loading on the swelling and compression set behavior of SBR and NBR rubber compound. J.Mater.Des. 30: 1561-1568.

Nukaga, H., Fujinami, S., Watanabe, H., Nakajima, K., dan Nishi, T. (2006). Evaluation of the Mechanical Properties of Carbon Black Reinforced Natural Rubber by Atomic Force Microscopy. International Polymer Science and Technology. 34(4): 509-515.

Omnes, B., Thuillier, S., Pilvin, P., Grohens, Y., dan Gillet, S. (2008). Effective Properties of Carbon Black Filled Natural Rubber: Experiments and Modelling, Composite Part A. Applied Science and Manufacturing. 39(7): 1141-1149.

Ramin, Z., dan Gangali, S.T., Ghoreishy, M.H.R., dan Davallu, M. (2012). The Effects of Silica/Carbon Black Ratio on the Dynamic Properties of the Tread compounds in Truck Tires. E-Journal of Chemistry. 9(3): 1102-

1112. Rattanasom, N., Saowapark, T., dan

Deeprasertkul, C. (2007). Reinforce ment of Natural Rubber with Silica/Carbon Black Hybride Filler. Polymer Testing. 26(3): 369-377.

Ryan, W.G. (1992). Australian Concrete Technology. Melbourne: Logman

Cheshire Sae-oui, P., Sirisinha, C., dan

Hatthapanit, K. (2007). Effect of blend ratio on aging, oil and ozone resistance of silica-filled chloroprene rubber/natural rubber (CR/NR) blends. Express Polymer Letters. 1(1) : 8–14.

Senny, W., Setiawan, E., dan Setyaning tyas, T. (2011). Karakterisasi Abu Terbang Pltu Cilacap Untuk Menurunkan Kesadahan Air di Desa Darmakradenan, Kecamatan Aji

barang, Kabupaten Banyumas. Molekul. 6(1): 35 – 39.

Singh, V.V., (2005). Studies on Natural Adsorbents for The Isolation of Industrial Pollutans from Waste Samples Around Delhi. Sumber: http://www.jmi.nic.in/research. Diakses tanggal 6 Juli 2009.

Surya, S. (2010). Pengaruh Kadar Abu Terbang Batubara Sebagai Pengganti Sejumlah Semen Pada Beton Alir Mutu Tinggi. Jurnal Rekayasa Nol. 14(1).

Udin. (1994). Korelasi antara Sifat-sifat Beton Terhadap Kadar Abu Terbang Sebagai Pengganti Semen. (Tesis).

Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Wang, S., Boyjoo, Y., Choueib, A., dan Zhu, Z.H. (2005). Removal of Dyes from Aqueous Solution Using Fly Ash and Red Mud. Journal of Water Research. 39:129 – 138.

Page 74: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

62

Page 75: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

63

PENGARUH ADSORBEN BENTONIT TERHADAP KUALITAS

PEMUCATAN MINYAK INTI SAWIT

THE EFFECT OF BENTONIT ADSORBENT TOWARDS THE QUALITY OF BLEACHING PROCESS OF PALM KERNEL OIL

Syamsul Bahri

Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang

e-mail: [email protected]

Diterima: 10 April 2014; Direvisi: 17 April 2014 – 26 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Telah dilakukan penelitian pengaruh adsorben bentonit pada proses pemucatan minyak inti sawit. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap 2 faktorial dimana faktor pertama yaitu persentase bentonit w/v (1%, 2% dan 3%) dan faktor kedua yaitu volume minyak inti sawit (100 ml, 200 ml dan 300 ml). Percobaan dilakukan dengan pembuatan minyak inti sawit melalui pressing pada 10 g/cm2 dan dilanjutkan dengan proses perendaman minyak dengan adsorben pada suhu 105°C selama 1 jam. Produk minyak diuji kualitasnya meliputi parameter warna, bau, rasa, kadar air, kadar asam lemak sesuai dengan standar uji SNI 01-2901-2006, sedangkan parameter minyak pelikan diuji dengan saponifikasi alkohol-KOH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase bentonit berpengaruh signifikan terhadap kualitas minyak untuk warna saja, sedangkan parameter lain tidak dipengaruhi oleh adanya bentonit sebagai adsorbent. Kondisi optimum yaitu 2% bentonit pada volume minyak 200 ml, dimana hasil warnanya mendekati kuning sesuai dengan yang dipersyaratkan Standar Nasional Indonesia.

Kata kunci: bentonit, minyak inti sawit, pemucatan, warna

Abstract

Research on the effect of bentonite as adsorbent in the bleaching process of palm kernel oil was conducted. The study was designed using complete randomized design with 2 factors; the first factor was the percentage of bentonite as weight of volume: 1%, 2% and 3%, and the second factor was the volume of palm kernel oil: 100 ml, 200 ml and 300 ml. Firstly, experiment started by producing kernel oil by pressing the raw material at 10 g/cm2 and continued with the process of immersion with adsorbent at a temperature of 105°C for 1 hour. Oil products was tested according to the procedures of Coconut Palm Oil qualities include color, odor, taste, moisture content, free fatty acid levels in based on SNI 01-2901-2006 test standards, while pelicans oil parameter was tested by alcohol-KOH saponification process. The results showed that the percentage of the bentonite significantly effect on oil quality for color only, while the other parameters were not affected by the presence of the bentonite as an adsorbent. The processing optimum condition was 2% bentonite soaked 200 ml oil volume, which resulted yellow color as close as required in accordance with SNI.

Keywords: bentonite, bleaching, palm kernel oil, color

PENDAHULUAN

Minyak inti sawit merupakan bagian dari minyak kelapa sawit, akan tetapi mempunyai kadar asam lemak yang rendah dan berwarna lebih kuning terang serta mudah untuk dipucatkan. Komposisi asam lemak minyak inti sawit mirip dengan minyak kelapa, dimana

kedua jenis minyak ini disamping laurat (C12) juga mengandung kaplirat (C8), kaprat (C10), miristat (C14), palmitat (C16) dan 0leat (C18:1) (Winarno, 1992).

Proses pengolahan inti sawit menjadi minyak inti sawit tidak terlalu rumit bila dibandingkan dengan proses pengolahan buah sawit. Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna

Page 76: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...

64

cokelat hitam. Inti sawit mengandung lemak, protein, serat dan air. Pada pemakaiannya lemak yang terkandung didalamnya disebut minyak inti sawit dan ampas atau bungkilnya yang kaya protein digunakan sebagai bahan makanan ternak. Kadar minyak dalam inti kering adalah 44 – 53%. (Brahmana, 1999).

Penggunaan minyak sawit dan inti sawit melalui industri oleo kimia, sebagian besar sebagai bahan pembuatan sabun, detergen dan surfaktan dan lain-lain.

Kualitas minyak inti sawit salah satunya diindikasikan melalui warna produk. Zat warna alami minyak sawit adalah alfa dan beta karoten, zat warna lain yang terdapat dalam minyak inti sawit kasar dapat berasal dari hasil degradasi zat warna alami yang dihasilkan selama pengolahan dan penyimpanan sumber minyak yang tidak baik.

Untuk menghilangkan adanya berbagai warna yang tidak disukai maka pada minyak inti sawit kasar harus dilakukan pemucatan. Hal ini biasanya dilakukan dengan proses hidrogenasi, penambahan suatu pelarut, pemanasan, adsorpsi (biasanya dilakukan dengan adsorben bentonit dan zeolit).

Bentonit merupakan mineral alumina silikat hidrat yang termasuk dalam pilosilikat, atau silikat berlapis yang terdiri dari jaringan tetrahedral (SiO4)2- yang terjalin dalam bidang tak hingga membentuk jaringan anion (SiO3)2- dengan perbandingan Si/O sebesar 2/5. Rumus kimia umum bentonit adalah Al2O3.4SiO2.H2O. Kandungan montmori lonit dalam bentonit sebesar 85% (Endang, 1996).

Pemucatan ini dilakukan dengan memanfaatkan bentonit sebagai pengganti zeolit alam teraktivasi yang selama ini lazim digunakan sebagai bleaching.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keadaan optimum penggunaan bentonit sebagai pemucat minyak inti kelapa sawit sehingga akan didapatkan kondisi proses pemucatan yang dapat menghasilkan kualitas

produk yang dapat diterima oleh pengguna minyak inti sawit.

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain minyak inti sawit, bentonit, etanol 96%, n-heksane, phenolptalen (PP), KOH, HCl, gliserol, NaOH, Na2SO4, kloroform, anilin, aluminium foil, kertas saring.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah antara lain, digester yang dilengkapi agitator, blade, heating coil dan biuret.

B. Metode Penelitian

Pembuatan Minyak Inti Sawit Biji inti sawit dikeringkan selama 1

hari. Selanjutnya biji inti sawit dipress pada tekanan 10 kg/cm untuk mengeluarkan minyak dari inti sawit. Minyak inti sawit yang dihasilkan berupa cairan keruh berwarna kuning kehitaman didiamkan. Proses Pemucatan. 1. Penyaringan minyak inti sawit

dilakukan dengan kertas saring whatman 40.

2. Dilakukan variasi pencampuran minyak inti sawit sebanyak 100 ml, 200 ml dan 300 ml dengan bentonit 1 %,2 % dan 3% (Desain Rancangan Acak Lengkap dengan 2 faktor yaitu volume minyak dan persentase bentonit, percobaan dilakukan 3 pengulangan untuk masing-masing perlakuan)

3. Campuran tersebut dipanaskan pada suhu 105°C sambil diaduk selama 30 menit. Sampel uji diambil pada menit ke 20 sebanyak 3 contoh.

4. Preparasi sampel dilakukan terlebih dahulu dengan penyaringan pemisahan dari bentonit menggunakan kertas saring yang sama.

5. Pengujian warna, bau dan rasa, kadar air, asam lemak bebas dilakukan sesuai dengan prosedur uji SNI 01-2901-2006 I Minyak Kelapa Sawit, sedangkan untuk uji minyak pelikan

Page 77: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

65

dilakukan dengan uji alkohol-KOH seperti proses penyabunan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 1 menunjukkan hasil uji kualitas minyak sawit hasil pengepressan yang dilakukan pada 10psi menggunakan variasi persentase bentonit (w/v) 1%, 2% dan 3% serta volume minyak inti sawit 100 ml, 200 ml dan 300 ml. Tabel 1. Hasil Uji Kualitas Minyak Inti Sawit

No Parameter

Volume Minyak Inti Sawit

100 ml 200 ml 300 ml

Bentonit (% w/v)

1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 Warna 13 15 17 21 23 25 27 29 29

2 Bau dan

Rasa N N N N N N N N N

3 Kadar Air

(%) 1,7 1,4 1,4 1,2 1,4 0,2 0,3 0,2 0,2

4

Asam

Lemak

Bebas

(%)

0,4 0,3 0,3 0,4 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1

5 Minyak

Pelikan tt tt tt tt tt tt tt tt tt

A. Warna Bentonit digunakan sebagai agen

pemucat pada proses pemurnian minyak inti sawit berfungsi sebagai adsorbent zat warna yang terikut selama proses pengepresan. Zat warna tersebut antara lain terdiri dari α-karoten, β-karoten, xanthopil, kloropil dan antosianin. Zat- zat warna tersebut menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah - merahan.

Pigmen berwarna kuning disebabkan oleh karoten yang larut didalam minyak. Karoten (C40H56,Mr=236,9) adalah senyawa hidrokarbon tidak jenuh, larut dalam minyak, polimer warna jingga kuning, akan terhidrogenasi bersama minyak bila dilakukan hidrogenasi. Betta-Karoten akan menyerap cahaya pada panjang gelombang 400-460nm (Pitoyo,1998).

Karoten bersifat tidak stabil pada asam, dan suhu tinggi dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang, dan karoten juga bersifat aseptor proton.

Gambar 1. Struktur Alumina Silika

Mekanisme pemucatan adalah terjadinya adsorpsi senyawa pengotor, beta karoten oleh permukaan bentonite yang sesuai dengan rongga dan pori alumina silica pada Gambar 1. Adsorpsi yaitu peristiwa yang terjadi pada permukaan suatu padatan karena adanya gaya tarik-menarik antara ion atau molekul yang tak seimbang dengan permukaan padatan tersebut.

Berdasarkan mekanisme adsorpsi ada 2 macam yaitu adsorpsi kimia dan adsorpsi fisika. Adsorpsi fisika, dicirikan molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan ikatan yang lemah gaya van der waals dan ikatan hydrogen. Ini bersifat reversibel sehingga molekul-molekul yang teradsorpsi mudah dilepaskan kembali dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut (Endang, 1996). Adsorpsi kimia dicirikan melibatkan ikatan kovalen dimana terjadi pemutusan dan pembentukan ikatan, harga panas adsorpsi mempunyai kisaran nilai yang sama dengan energi untuk berlangsungnya reaksi kimia.

Teori adsorpsi Langmuir adalah teori situs terlokalisasi (localized site theory) yang menjelaskan bahwa molekul-molekul zat teradsorpsi hanya dapat diadsorpsi pada tempat-tempat tertentu sehingga lapisan teradsorpsi hanya dapat setebal satu molekul (monolayer). Apabila di cermati maka proses adsorpsi

Page 78: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...

66

warna akan sebanding dengan jumlah adsorben yang ditambahkan pada suhu 105°C dan lama pengadukan kurang lebih satu jam. Secara sekilas tercirikan bahwa monolayer menjadi komponen utama proses adsorpsi pada proses pemucatan menggunakan bentonit.

Dapat terlihat jelas bahwa persentase bentonit dalam proses pemucatan berpengaruh signifikan terhadap kualitas warna dari minyak inti sawit, dimana semakin besar massa bentonit dalam volume minyak yang sama akan semakin besar pula skor kenaikan warna berdasarkan persamaan lovibond teruji. Sementara, Dalam persentase bentonit yang sama, maka semakin besar volume minyak dalam proses akan menghasilkan kecenderungan yang sama terhadap peningkatan skor warna, dimana skor 20 adalah mendekati warna preferensi konsumen yaitu kuning, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.

0

10

20

30

0 1 2 3 4

warn

a

100 ml

200 ml

300 ml

Gambar 2. Hubungan antara Persentase

Pemucat dengan warna yang dihasilkan

B. Bau dan Rasa

Deteksi awal kerusakan minyak dapat dicirikan dengan bau dan rasa yang ada, hal ini berhubungan erat dengan kandungan asam lemak tak jenuh dalam produk yang nantinya akan memicu terjadinya oksidasi dan berujung pada rancidity minyak, kualitas minyak akan menurun (Susanto, 2013).

Proses oksidasi dapat berlangsung jika terjadi kontak langsung antara minyak dengan oksigen. Pada proses ini

molekul-molekul oksigen akan terikat pada ikatan rangkap dari asam-asam lemak bebas tidak jenuh (Thieme, 1968). Ikatan rangkap dari asam-asam lemak tidak jenuh yang telah mengalami proses oksidasi akan pecah membentuk ikatan asam lemak berantai pendek seperti aldehid dan keton (Lehninger, 1993).

Proses ketengikan (rancidity) merupakan problem utama yang dijumpai pada minyak, lemak dan bahan pangan mengandung lemak. Ketengikan dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, proses hidrolisis, maupun proses oksidasi (Chen, 2003).

Berdasarkan hasil percobaan dapat dilihat bahwa hampir semua perlakuan pada proses pengepressan dan pemucatan minyak inti sawit menghasilkan minyak dengan bau dan rasa yang normal, yaitu sesuai dengan minyak inti sawit standar. Ada beberapa kejanggalan yaitu pada beberapa item penambahan 2% dan 3% bentonit pada volume minyak 200 ml, dimana ditemukan bau dan rasa yang tidak normal. Proses pemanasan yang tidak stabil atau overheating akan memicu pecahnya asam lemak tidak jenuh yang akan menginisiasi oksidasi pada asam lemak yang ada di minyak, sehingga ada peluang ketengikan terjadi lebih awal dibandingkan dengan setelah beberapa waktu penyimpanan.

C. Kadar Air

Kadar air menjadi peran penting dalam Ketengikan minyak merupakan salah satu bentuk kerusakan yang disebabkan oleh aksi oksigen terhadap lemak bebas dalam produk. Walaupun ketengikan juga dapat disebabkan oleh aktivitas enzim, proses hidrolisis dan reversi. Air dalam produk minyak biasanya terdapat dalam berbagai bentuk diantaranya air bebas sebagai molekul yang bergerak aktif dan air yang terikat secara lemah akibat hidrolisis, air teradsorpsi pada permukaan makromolekuler seperti zat warna, protein, pectin, selulosa pada pengotor minyak (Susanto, 2012).

Pemanasan pada suhu 105°C menyebabkan air bebas yang tidak terikat pada molekul akan dapat

jumlah pemucat (%)

Page 79: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

67

teruapkan dan keluar dari produk minyak. Disisi lain, ukuran pori dan rongga bentonit akan mampu menyerap air bebas maupun terikat pada senyawa lain. Air merupakan senyawa polar yang dapat dengan mudah berikatan hydrogen dengan permukaan bentonit selama proses adsorpsi zat warna, jadi ada kecenderungan kompetisi antara zat warna dan air dalam proses isotherm Langmuir selama proses pemucatan.

Gambar 3 menunjukkan bahwa kadar air tetap tinggi pada volume minyak yang besar, hal ini dapat dipahami bahwasanya persentase massa bentonit tidak berpengaruh signifikan secara langsung terhadap perubahan kadar air dalam produk minyak. Perlu digarisbawahi bahwasanya air yang hilang dikarenakan proses pemanasan, proses adsorpsi air oleh bentonit tidak dapat dikatakan berpengaruh secara signifikan dikarenakan ikatan hidrogen yang terjadi lebih lemah dibanding dengan pendesakan makromolekuler lain pada sisi aktif permukaan bentonit.

0

0.5

1

1.5

2

0 1 2 3 4

ka

da

r a

ir (

%)

jumlah pemucat (%)

100 ml

200 ml

300 ml

Gambar 3. Hubungan antara jumlah

pemucat dengan kadar air

D. Asam Lemak Bebas Minyak inti sawit sangat berbeda

dalam hal kandungan asam lemak yang ada di dalamnya, sekitar 46-52% adalah asam laurat sedangkan minyak sawit mengandung hampir 50% adalah asam palmitat.. kandungan asam miristat adalah kedua terbesar setelah asam laurat dalam inti sawit, sedangkan asam palmitat hanya 6-9% saja (Ketaren, 1996). Hal ini menjadi bukti kuat bahwa sifat fisika kimia minyak inti sawit mirip dengan minyak kelapa murni.

Apabila dibandingkan dengan minyak kelapa murni, maka minyak inti sawit dapat digolongkan ke dalam minyak laurat. Dimana kandungan asam laurat pada minyak kelapa adalah sekitar 51,7%, dengan total kandungan asam lemak rantai sedang sebesar 67,7% (Susanto, 2013).

Asam lemak yang terdapat pada minyak kelapa terdiri dari 90% asam lemak jenuh dan 10% sisanya adalah asam lemak tak jenuh berupa oleat dan linoleat. Kandungan asam lemak jenuh dalam minyak kelapa murni yang dibuat didominasi oleh laurat (51,7%) dan miristat (17,4%). Tingginya asam lemak jenuh ini menyebabkan minyak kelapa murni tahan terhadap proses ketengikan akibat oksidasi (Alam Syah, 2005).

Free Fatty Acid (FFA) adalah

persentase banyaknya asam lemak bebas (dalam bentuk asam laurat) untuk setiap 100 gram minyak dalam setiap 1 mg KOH, dihitung dalam bentuk asam laurat karena di dalam minyak inti sawit banyak terkandung asam laurat, yang berdasarkan tingkat kejenuhannya, maka minyak inti sawit memiliki derajat ketidakjenuhan rendah yang menyebabkan minyak kelapa tidak mudah tengik.

Lemak dengan kadar asam lemak bebas lebih besar 1%, jika dicicipi akan terasa membentuk film pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas.

Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwasannya semakin tinggi massa bentonit dalam proses pemucatan maka kadar asam lemak bebas akan semakin turun, pada perlakuan semakin besar volume minyak kelapa pada massa bentonit yang sama maka kadar asam lemak bebas terukur dari produk mempunyai kecenderungan semakin naik. Tidak dapat dikatakan secara langsung dan signifikan bahwa bentonit berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas, walaupun sisi aktif permukaan bentonit bersifat sebagai adsorben yang juga mampu untuk mengikat asam asam lemak bebas dalam produk bukan melalui adsorpsi

Page 80: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Syamsul Bahri Pengaruh Adsorben Bentonit terhadap ...

68

kimia melainkan hanya mengisi ruang kosong rongga bentonit yang dapat dengan mudah terusir apabila ada senyawa lain seperti beta karoten, air yang lebih aktif untuk berikatan secara kimia dengan sisi alumina silica dalam clay bentonit.

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0 2 4

asa

m le

ma

k b

eb

as

jumlah pemucat (%)

100 ml

200 ml

300 ml

Gambar 4. Hubungan antara jumlah pemucat

dengan asam lemak bebas

E. Minyak Pelikan

Uji ini dilakukan untuk mengetahui adanya minyak yang tidak dikehendaki dalam produk minyak inti sawit. Pengujian dilakukan dengan metode standard penyabunan alkohol-KOH, dimana minyak yang tak tersabunkan akan tersisa setelah proses uji. Dari hasil uji pada tabel 1 dapat dilihat bahwa tidak ditemukan minyak pelikan dalam produk inti sawit. Dengan kata lain bentonit tidak berpengaruh terhadap adanya minyak pelikan hasil proses pemucatan.

KESIMPULAN

Proses pemucatan menggunakan bentonit sebagai adsorben dapat dilakukan untuk mendapatkan kualitas minyak inti sawit yang lebih bagus. Persentase bentonit yang digunakan berpengaruh terhadap parameter warna minyak minyak produk, sedangkan untuk parameter lain, seperti kadar air bau, rasa, asam lemak bebas dan minyak pelikan bentonit tidak berpengaruh signifikan.

SARAN

Proses pemucatan minyak inti sawit dapat dilakukan menggunakan bentonit teraktivasi asam maupun basa

untuk meningkatkan kualitas warna produk.

DAFTAR PUSTAKA

Alam Syah, A.N. (2005). Virgin Coconut Oil Minyak Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta: Agromedia

Pustaka. Brahmana, H.R. (1999). A Volatile

Reaction To Synthesize Related Aldehides From Palm Kernel Oil For Perfuming Via Esterification, Amilation And Selective Reduction. Proc of P.O dev conference chemistry. Kuala Lumpur:

Technology and Marketing, PORIM Kuala Lumpur.

Chen, B.K., and Diosady, L.L. (2003). Enzymatic Aqueous Processing of Coconut. International Journal of Applied Science and Engineering. 1:55-51.

Endang, W. (1996). Daya Adsorpsi Zeolit dan bentonit terhadap alkil benzena sulfonat dalam deterjen. Jurnal Penelitian Iptek dan Humaniora. 1(1).

Ketaren. (1996). Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.

Lehninger, A.L. (1993). Dasar-Dasar Biokimia. Cetakan Kedua. (alih bahasa Maggy Thaenawidjaja). Jakarta: Erlangga.

Pitoyo. (1998). Kemungkinan ekstraksi beta-karotena dari tanah pemucat limbah proses pemurnian minyak kelapa sawit. Yogyakarta: UGM.

Susanto, T. (2012). Kajian Metode Pengasaman Dalam Proses Produksi Minyak kelapa Ditinjau dari Mutu Produk dan Komposisi Asam Amino Blondo. Jurnal Dinamika Penelitian Industri. 23(2): 124-130.

Susanto, T. (2013). Perbandingan Mutu Minyak Kelapa yang Diproses Melalui Pengasaman dan Pemanasan Sesuai SNI 2902-2011. Jurnal Hasil Penelitian Industri. 26(1): 1-9

Thieme, J.G. (1968). Coconut Oil Processing. Rome: FAO of United

Nation.

Page 81: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 63-69

69

Winarno, F.G. (1992). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Page 82: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

70

Page 83: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

71

PEMANFAATAN TEPUNG DARI KULIT SECANG, KUNYIT DAN KULIT MANGGIS UNTUK KOMPON KARET

THE UTILIZATION OF WOODEN CUP RIND FLOUR,

TURMERIC, AND MANGOSTEEN RIND FOR RUBBER COMPOUND

Rahmaniar, Amin Rejo, Gatot Priyanto dan Basuni Hamzah Program Doktor Bidang Kajian Utama Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Sriwjaya e-mail : [email protected].

Diterima: 4 April 2014; Direvisi: 14 April 2014 – 26 Mei 2014; Disetujui: 30 Mei 2014

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan konsentrasi optimal variasi bahan pewarna alami dan mengkaji karakteristik kompon karet yang dihasilkan. Penelitian dan pengujian laboratorium dilaksanakan di Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang dan PT. Kobe Internasional Mandiri Bandung. Penelitian ini menggunakan konsentrasi pewarna 5 phr dan 4 (empat) variasi pewarna yaitu Formula A : Tepung kulit manggis, Formula B : Tepung kunyit, Formula C : Tepung kayu secang dan Formula D : Pewarna sintetis sebagai kontrol. Parameter yang diamati Kekerasan, Shore A (ASTM D. 2240-1997), tegangan putus, kg/cm2 (ISO 37, 1994), Perpanjangan Putus (%), ketahanan ozon 50 pphm, 20%, 24 jam, 40°C dan total perbedaan warna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perlakuan yang baik adalah formula C : Tepung kayu secang dengan hasil uji Kekerasan sebesar 44 shore A, Tegangan putus sebesar 129 kg/cm2, Perpanjangan putus sebesar 845 %, ketahanan ozon menunjukkan kompon karet tidak retak dan total perbedaan warna yaitu 26,74.

Kata kunci : kompon karet, pewarna, kayu secang, kunyit, kulit manggis.

Abstract

This research aims to obtain the optimal concentration in the variations of natural dyes and examines the characteristics of the resulting rubber compound. Research and laboratory testing conducted at Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang and PT. Kobe Internasional Mandiri Bandung. This study used dye concentration in 5 phr and 4 (four) color variation that were Formula A: Flour mangosteen peel, Formula B: Meal turmeric, Formula C: Flour wooden cup and Formula D: Synthetic dyes as the control. Parameters observed were Hardness, Shore A (ASTM D 2240-1997), tensile strength, kg / cm 2 (ISO 37, 1994), elongation at break (%), 50 PPHM ozone resistance, 20%, 24 h, 40 ° C and total color difference. The results showed that the best treatments was formula C: Flour wooden cup with Hardness test results of 44 shore A, the voltage dropped by 129 kg / cm 2, Elongation at break of 845%, the ozone resistance of rubber compounds showed no cracks and the total color difference was 26,74.

Key word : rubber compound, dyes, wooden cup, turmeric, mangosteen rind.

PENDAHULUAN

Karet alam merupakan polimer isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot molekul besar. Struktur dasar karet alam adalah cis-1,4 poli isoprene yang disintesis secara alami melalui polimerisasi enzimatik isopentilpirofosfat, dimana isoprene merupakan produk degradasi utama senyawa karet (Rahman, 2005). Karet alam memilki

sifat umum yaitu memilki warna agak kecokelat – cokelatan, dengan berat jenis 0,91 – 0,93. Karet merupakan polimer yang bersifat elastis, sehingga sering disebut sebagai elastomer. Sebagian besar areal perkebunan karet Indonesia terletak di Sumatera (70%), Kalimantan (24%) dan Jawa (4%). (Damanik, 2012).

Kompon karet merupakan campuran

Page 84: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Rahmaniar, Amin Rejo, dkk

Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....

72

dari karet alam dan bahan kimia. Tahapan yang paling penting dalam pembuatan kompon karet adalah vulkanisasi, dimana pada tahapan ini terjadi reaksi crosslinking antara molekul karet dengan bahan pemvulkanisasi belerang (Pujiastuti, 2007). Bahan kimia yang digunakan dalam kompon karet diantaranya bahan pewarna yang umumnya dipakai berasal dari pewarna sintetis yang berasal dari minyak bumi

Kualitas barang jadi karet sangat ditentukan oleh bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta teknologi cara pembuatannya. Karet dalam keadaan mentah tidak dapat dibentuk menjadi barang jadi karet yang layak digunakan karena tidak elastis dan mempunyai banyak kelemahan. Agar dihasilka barang jadi karet yang layak digunakan, terlebih dahulu dibuat kompon dengan cara mencampurkan karet dengan bahan kimia lain lalu divulkanisasi (Wahyudi, 2005).

Pewarna ditambahkan ke dalam kompon karet untuk memberi warna pada barang jadi karet selain hitam. Telah dikenal beragam bahan pewarna khusus karet yang termasuk golongan senyawa organik dan anorganik. Pewarna merupakan suatu bahan baik alami maupun sintetik yang dapat memberikan warna (Elbe and Schwartz, 1996).

Zat warna terdiri dari pewarna alami, zat warna identik dan zat pewarna sintetik (Burfield et al., 2003). Zat pewarna alami disebut juga certified color, contoh pewarna alami yaitu curcumin, riboflavin, klorofil, antosianin dan brazilein. Pewarna sintetis merupakan bahan pewarna yang berasal dari minyak bumi, pemakaian minyak bumi secara terus menerus menyebabkan penipisan cadangan minyak bumi di Indonesia. Tahun 2004 Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak netto (net oil importer) karena kemampuan produksi dalam negeri tidak dapat mengimbangi pertumbuhan konsumsi (Firdaus et al.,

2013). Bahan pewarna yang berasal dari

pewarna sintetik mempunyai kelemahan,

antara lain tidak ramah lingkungan, menyebabkan iritasi, korosif dan bersifat karsinogenik. Oleh karena itu perlu adanya alternatif penggunaan bahan pewarna yang lain yang dapat diperbarui yaitu pewarna yang berasal dari bahan nabati. Indonesia kaya akan sumber daya alam seperti pewarna dari kulit buah manggis (Garcinia mangostana), kunyit (Curcuma domestica val) dan kayu secang (Caesalpina Sappan L).

Pewarna yang menggunakan bahan-bahan tersebut mempunyai keunggulan yaitu kulit buah manggis mempunyai sifat sebagai anti-aging, antibakteri dan antioksidan. Pigmen kayu secang tidak begitu terpengaruh dengan adanya oksidator dan reduktor. Kayu secang (Caesalpinia Sappan L) menghasilkan

pigmen berwarna merah bernama brazilein. Pigmen ini memiliki warna merah tajam dan cerah pada pH netral (pH 6-7) dan bergeser kearah merah keunguan dengan semakin meningkatnya pH. Pada pH rendah (pH 2-5) brazilein memiliki warna kuning (Adawiyah dan Indriyati, 2003).

Sedangkan pewarna kunyit menurut Krisnamurthy et al., (1976) mengandung 2.5-6% pigmen kurkumin. Selain sebagai sumber zat warna, kurkumin juga memberikan fungsi sebagai antioksidan, anti inflamasi, efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan jantung.

Pemanfaatan pewarna alami belum begitu maksimal. Pewarna alami ini dapat dijadikan sebagai bahan pewarna tambahan pada industri, salah satunya dapat digunakan sebagai bahan pewarna dalam pembuatan kompon karet. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis karakteristik dan mendapatkan suatu formulasi dengan menambahkan bahan pewarna alami dalam pembuatan kompon karet yang memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI).

BAHAN DAN METODE

A. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam

penelitian ini adalah karet alam White crepe, SBR, kalsium, zink oksida, asam

Page 85: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

73

stearat, sulfur, BHT, parafine oil, MBTS, CBS, TiO2, parafine wax, penetral, vulkalent A, tepung secang, tepung kunyit dan tepung kulit manggis.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah open mill L 140 cm D18 cm kapasitas 1 kg, pressing rubber, moulding, cutting scrub, neraca analitis, timbangan metler p120 kapasitas 1200 g, glassware, timbangan duduk merek

Berkel kapasitas 15 kg, cutting scraf besar, alat press, cetakan sheet, autoclave, furnace, glassware dan gunting.

B. Metode Penelitian Rancangan Percobaan 1. Penelitian dilakukan dengan beberapa

percobaan di laboratorium meliputi pengadaan bahan baku dan bahan kimia, penimbangan bahan baku dan bahan kimia.

2. Pembuatan tepung dari bahan-bahan pewarna alami yaitu kulit buah manggis, kunyit dan kayu secang.

3. Pembuatan kompon karet 4. Pengujian kompon karet.

Formula pembuatan kompon karet dengan menggunakan pewarna alami dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Formula Kompon Karet

NAMA BAHAN Formula A Formula B

phr g Phr g

White Crepe/Pale Crepe 80.0 602.9 80.0 602.9

SBR 20.0 150.7 20.0 150.7

Kalsium 10.0 75.4 10.0 75.4

ZnO 5.0 37.7 5.0 37.7

Asam stearate 2.0 15.1 2.0 15.1

BHT 0.5 3.8 0.5 3.8

Parafine oil 5.0 37.7 5.0 37.7

MBTS 1.0 7.5 1.0 7.5

CBS 0.5 3.8 0.5 3.8

TiO2 1.0 7.5 1.0 7.5

Parafine wax 0.5 3.8 0.5 3.8

Sulphur 2.0 15.1 2.0 15.1

Penetral 0.1 0.8 0.1 0.8 Pigmen Warna (sesuai Rancangan percobaan) 5.0 37.7 5.0 37.7

Vulkalent A 0.10 1 0.10 1

Total 132.7 1,000 132.7 1,000

Tabel 1. Formula Kompon Karet (Lanjutan)

NAMA BAHAN Formula C Formula D

phr g phr g

White Crepe/Pale Crepe 80.0 602.9 80.0 602.9

SBR 20.0 150.7 20.0 150.7

Kalsium 10.0 75.4 10.0 75.4

ZnO 5.0 37.7 5.0 37.7

Asam stearate 2.0 15.1 2.0 15.1

BHT 0.5 3.8 0.5 3.8

Parafine oil 5.0 37.7 5.0 37.7

MBTS 1.0 7.5 1.0 7.5

CBS 0.5 3.8 0.5 3.8

TiO2 1.0 7.5 1.0 7.5

Parafine wax 0.5 3.8 0.5 3.8

Sulphur 2.0 15.1 2.0 15.1

Penetral 0.1 0.8 0.1 0.8 Pigmen Warna (sesuai Rancangan percobaan) 5.0 37.7 5.0 37.7

Vulkalent A 0.10 1 0.10 1

Total 132.7 1,000 132.7 1,000

Penelitian menggunakan variasi bahan pewarna dengan 4 variasi dan 3 kali ulangan. Bahan pewarna, yaitu formula : A : Tepung kulit manggis B : Tepung kunyit C : Tepung kayu secang D : Warna sintetis Prosedur Kerja Prosedur kerja penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Proses pengekstrasian kulit buah

manggis, kunyit dan kayu secang. 2. Prosedur kerja pembuatan kompon

karet a. Persiapan bahan Bahan kimia dari masing-masing

formula kompon ditimbang sesuai dengan yang telah ditentukan. Jumlah dari setiap bahan didalam formula kompon dinyatakan dalam PHR (berat per seratus karet) dengan memperhatikan faktor konversinya.

b. Mixing ( pencampuran )

Proses pencampuran dilakukan dalam gilingan terbuka (open mill), yang telah dibersihkan. Selanjutnya dilakukan proses :

1). Mastikasi SIR 20 selama 1-3 menit

Page 86: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Rahmaniar, Amin Rejo, dkk

Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....

74

2).Tambahkan bahan - bahan kimia sesuai dengan urutan pencampuran bahan.

3) Vulkanisasi proses yang merupakan proses akhir yakni pencampuran belerang, sehingga mencapai kematangan yang diinginkan.

4) Kompon dikeluarkan dari open mill dan tentukan ukuran ketebalan lembaran kompon dan letakkan diatas plastik transparan, potong kompon disesuaikan dengan barang jadi yang akan dibuat. Diagram alir proses pembuatan kompon seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Proses Pembuatan

Kompon karet (Thomas,2003)

Kompon karet yang dihasilkan akan

diuji mutunya sehingga dapat diketahui kelemahan maupun kelebihannya. Parameter yang diuji meliputi : Kekerasan, Shore A, (ASTM D. 2240), Tegangan putus ,kg/cm2 , ASTM D 412, Perpanjangan putus, %, ASTM D 412, ketahanan ozon, 50 pphm, 20%, 24 jam, 40oC dan Total perbedaan warna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Kekerasan, Shore A (Hardness) Kekerasan dari vulkanisat berbeda-

beda, bergantung pada jumlah bahan

pengisi dan jumlah bahan pelunak yang digunakan dalam kompon (Thomas, (2003). Prinsip dari pengukuran kekerasan dengan alat shore A adalah pengukuran penetrasi dari jumlah dengan beban tetap, terhadap vulkanisat karet pada kondisi tertentu. Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui besarnya kekerasan vulkanisat karet dengan kekuatan penekanan tertentu. Pada Gambar 2 dapat dilihat hasil uji kekerasan kompon karet dari pewarna alami yang menggunakan beberapa variasi warna, dimana Formula A= tepung kulit manggis, Formula B= tepung kunyit, Formula C= tepung kayu secang dan Formula D= warna sintetis. Gambar 2. Hasil uji kekerasan pewarna

alami sebagai bahan pembuatan kompon karet

Hasil pengujian kekerasan kompon

karet dengan menggunakan pewarna alami yaitu sebesar 44 shore A terdapat pada formula A, formula B dan formula C, sedangkan formula D yaitu 43 shore A. Dari hasil penelitian dimana pewarna dalam pembuatan kompon karet tidak begitu signifikan pengaruhnya hal ini dikarenakan pewarna yang digunakan hanya ± 4% dari bahan yang digunakan dalam pembuatan kompon karet.

Kekerasan dipengaruhi oleh besarnya pergerakan jarum skala penunjuk ukuran, akibat besarnya tekanan balik dari vulkanisat karet terhadap jarum penekan yang melalui suatu mekanisme alat dihubungkan dengan pegas yang akan menggerakkan jarum penunjuk ukuran kekerasan (Maspanger, 2005). Hasil uji antar

SBR

White crepe

Aktivator

ZnO, Asam stearat)

Antioksidan

(BHT

Pewarna

Bahan

pewarna

sesuai

rancangan

percobaan)

Pelunak

(parafine

oil,)

Bahan

pengisi

Vulkanisator

(Sulfur)

MASTIKASI

COMPOUNDING

CONDITIONING

(Pemeraman)

Kompon

karet

Page 87: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

75

perlakuan untuk parameter kekerasan dalam penelitian ini tidak signifikan. Dari ke 4 formula diatas, nilai kekerasan tidak memenuhi syarat mutu karet bantalan kaki SNI 06-7032-2004 dimana syarat minimal kekerasan 55 shore. Karet alam cenderung menurunkan nilai kekerasan barang jadi karet, hal ini disebabkan karet alam bersifat lentur dan mempunyai friksi yang baik pada suhu normal, sehingga pemakaian karet alam akan membuat kompon karet menjadi lunak. Kekerasan kompon karet terjadi, karena adanya reaksi ikatan silang antara gugus aldehida pada rantai poliisoprene (1-6 per rantai) dengan gugus aldehida terkondensasi yang ada didalam bahan bukan karet (Refrizon, 2003). 2. Tegangan putus (Tensile strength),

kg/cm2 , ASTM D 412.

Tegangan putus adalah besarnya beban yang diperlukan untuk meregangkan potongan uji sampai putus, dinyatakan dengan kg tiap cm2 luas penampang potongan uji sebelum diregangkan. Dengan pengujian ini dapat ditetapkan waktu vulkanisasi optimum suatu kompon dan pengaruh pengusangan pada waktu vulkanisasi. Vulkanisasi merupakan suatu proses pembentukan jaringan tiga dimensi pada struktur molekul karet sehingga karet berubah sifat dan thermoplastik menjadi stabil terhadap panas dengan perbaikan pada sifat-sifat elastisitasnya.

Gambar 3. Hasil uji tegangan putus pewarna

alami sebagai bahan pembuatan kompon karet

Gambar 3 dapat dilihat hasil uji tegangan putus pewarna alami sebagai bahan pembuatan kompon karet yang menggunakan beberapa variasi warna.

Hasil pengujian tegangan putus pewarna alami sebagai bahan pembuatan kompon karet nilai tertinggi terdapat pada Formula A dari kulit manggis yaitu 167 kg/cm2, nilai Formula B tepung kunyit yaitu 29 kg/cm2 dan Formula C yaitu 129 kg/cm2. Formula A memberikan nilai tegangan putus yang baik jika dibandingkan dengan formula B, C dan formula D. Dari ke 4 formula diatas, formula A, C dan D memenuhi syarat mutu karet bantalan kaki SNI 06-7032-2004, sedangkan formula B tidak memenuhi, dimana syarat minimal tegangan putus min 100 kg/cm2.

3. Perpanjangan Putus (%)

Perpanjangan putus adalah pertambahan panjang suatu potongan uji bila diregangkan sampai putus, dinyatakan dengan persentase dari panjang potongan uji sebelum diregangkan. Pengujian perpanjangan putus (elongation at break) bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat tegangan dan regangan dari karet vulkanisat dan thermoplastik dan termasuk penentuan yield point melalui kekuatan dan pertambahan panjang vulkanisat karet ketika mengalami penarikan sampai perpanjangan tertentu dan sampai putus. Gambar 4 dapat dilihat hasil uji Perpanjangan Putus kompon karet dari pewarna alami.

Gambar 4. Hasil uji perpanjangan putus

pewarna alami sebagai bahan pembuatan kompon karet

Page 88: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Rahmaniar, Amin Rejo, dkk

Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....

76

Hasil pengujian perpanjangan putus kompon karet dari pewarna alami nilai tertinggi terdapat pada formula A yaitu sebesar 863 %, nilai terendah pada formula B yaitu sebesar 359 %. Nilai perpanjangan putus dipengaruhi oleh penambahan filler. Penambahan filler yang tidak tepat akan mempengaruhi sifat fisika yang lain dari kompon karet. Sesuai dengan pendapat Herminiwati et al., (2003) yang mengatakan bahwa,

perpanjangan putus dipengaruhi kadar bahan pengisi dan bahan pelunak. Nilai perpanjangan putus berbanding lurus dengan tegangan putus.

Dari ke 4 formula diatas, formula A, B, C dan D memenuhi syarat mutu karet bantalan kaki SNI 06-7032-2004, dimana syarat minimal perpanjangan putus min 350%.

4. Ketahanan Ozon (Ozone

Resistance)

Hasil pengujian ketahanan ozon secara visual dinyatakan dengan retak atau tidak retak (cracks atau no cracks) selama periode waktu 24 jam. Hasil pengujian ketahanan ozon untuk semua perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh variasi pewarna alami

terhadap ketahanan ozon kompon karet.

Formula Pengamatan Keterangan

A Tidak retak Suhu 400C

B Tidak retak Waktu 24 jam

C Tidak retak pphm 50

D Tidak retak

Antioksidan yang digunakan dalam

pembuatan kompon karet berfungsi melindungi karet terhadap kerusakan yang ditimbulkan oleh oksigen, ozon, cahaya matahari. Faktor yang dapat meningkatkan ketahanan kompon karet terhadap ozon diantaranya adalah pemilihan dan pemberian antidegradan yang sesuai dan aktivitasnya tinggi. Antioksidan dari senyawa amina banyak digunakan didalam karet sebagai bahan antiozon (Thomas, 2003). Formula yang digunakan dalam penelitian kompon

karet ini mengunakan pewarna alami yaitu dari tepung dari kulit manggis, kunyit dan secang. Bahan pewarna alami meliputi pigmen yang sudah terdapat dalam bahan atau terbentuk pada proses pemanasan, penyimpana atau pemprosesan. Pigmen alami terdiri dari tanin, antosianin, klorofil dan karatenoid. Umumnya pigmen tidak cukup stabil (Kwartiningsih et al., 2009). Hasil uji ketahanan ozon pada kompon karet scara visual tidak retak hal ini dikarenakan pewarna pada bahan alami berfungsi juga sebagai antioksidan sehingga kompon karet yang dihasilkan tidak retak.

Dari ke 4 formula diatas, formula A, B, C dan D memenuhi syarat mutu karet bantalan kaki SNI 06-7032-2004, dimana syarat ketahanan terhadap ozon adalah tidak retak.

5. Analisa Warna

Pengukuran warna menggunakan Digital Hunter Color menghasilkan data L*, a*, b*. Dimana nilai L (lightness) berhubungan dengan derajat kecerahan, yang berkisar antara nol sampai seratus. Nilai L yang mendekati 100 menunjukkan sampel yang dianalisis memiliki kecerahan tinggi (terang) sedangkan nilai L yang mendekati nol menunjukkan sampel memiliki kecerahan rendah (gelap). Warna kromatis merupakan warna-warna yang terlihat seperti merah, kuning, hijau dan sebagainya. Warna akromatis diperoleh bila sampel yang dianalisis memiliki nilai warna a yang rendah (<10).

Hasil analisa warna yang belum mendapat perlakuan untuk sampel A adalah nilai L* (kecerahan) sebesar 30,3, nilai a*(dominan merah) sebesar 24,9, nilai b*(dominan kuning) sebesar 7,1. Sampel B adalah nilai L* (kecerahan) sebesar 53,3, nilai a*(dominan merah) sebesar 31,4, nilai b*(dominan kuning) sebesar 27,3. Sampel C adalah nilai L* (kecerahan) sebesar 52,6, nilai a*(dominan merah) sebesar 25,9, nilai b*(dominan kuning) sebesar 25,00.

Hasil pengukuran perubahan warna ∆L*, ∆a*, ∆b* dari pewarna kulit manggis (Sampel A), pewarna kunyit (Sampel B)

Page 89: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 25 No. 1 Tahun 2014 Hal. 71-78

77

dan pewarna secang (Sampel C). Hasil pengukuran perubahan warna dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa warna pengaruh jenis

warna alami yang digunakan terhadap perubahan warna selama pengolahan kompon karet.

Perlakuan

WARNA ΔE

∆L* ∆a* ∆b*

A 33,5 -22,4 -0,5 40,30

B 7,3 -14,6 -0,3 16,33

C 15,0 -15,9 -15,4 26,74

Total perbedaan (∆E*) merupakan

total perbedaan warna antara sampel dengan warna standar. Berdasarkan nilai CIE L*a*b* perbedaan warna dapat dihitung dan dinyatakan dalam sebuah nilai ∆E. Nilai ∆L* yang menunjukkan nilai positif untuk ketiga sampel diatas, sedangkan nilai ∆a* negatif berarti warna merah menurun dan nilai ∆b* menunjukkan nilai negatif yang berarti warna kuning menurun. Dari tabel diatas dimana terdapat nilai yaitu sampel A menghasilkan total perbedaan warna yaitu 40,30, sampel B menghasilkan total perbedaan warna yang kecil yaitu 16,33, sedangkan sampel C menghasilkan total perbedaan warna yaitu 26,74. Dari ketiga sampel yang dilakukan sampel A yang mengalami banyak perubahan warna yaitu 40,30 hal ini dikarenakan sampel terdegradasi sehinga kecerahan sampel A menurun. Sedangkan sampel B yang mengalami sedikit perubahan warna yaitu 16,33 dibandingkan dengan sampel C. sampel B yaitu tepung kunyit. Komponen terpenting pada kunyit yaitu zat warna kurkumin yang berwarna kuning orange, kurkumin memberikan perubahan warna yang jelas dan cepat (Harjanti, 2008). Dengan adanya perubahan parameter L, a, b dan nilai ∆E dapat diketahui stabilitas warna relatif tidak stabil selama proses warna suhu dan waktu pemanasan serta sinar matahari (Holinesti, 2009).

KESIMPULAN

Hasil uji kompon yang baik yaitu formula C dengan pewarna secang mempunyai nilai Kekerasan sebesar 44 shore A, Tegangan putus sebesar 129 kg/cm2, Perpanjangan putus sebesar 845%, ketahanan terhadap ozon menunjukkan kompon karet tidak retak dan hasil analisa warna sampel C menghasilkan total perbedaan warna yaitu 26,74.

DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, D.R. dan Indriati. (2003).

Colour stability of natural pigment from secang woods (Caesalpinia Sappan l). Proceeding of the 8th Asean Food Conference, Hanoi 8-11 October 2003. Hanoi: Agriculture Publishing House.

Burfield, D.R., Lim, K.L., and Law, K.S. (2003). Epoxidation of Natural Rubber Latices Methods of Preparation and Properties of Modified Rubbers. Journal of Applied Polymer Science. 29(5): 1661-1673.

Damanik, S. (2012). Pengembangan Karet (Hevea brasiliensis) Berkelanjutan di Indonesia. Perspektif. 11(1): 91-102.

Elbe, J.H.V., dan Schwartz, S.J., Di dalam: Fennema, Owen. R. (1996). Food Chemistry. New York: Marcell Dekker.

Firdaus, L.H., Wicaksono, A.R., Widayat. (2013). Pembuatan katalis H-Zeolit dengan Impregnasi KI/KIO3 dan Uji Kinerja Katalis untuk produksi biodiesel. Jurnal Teknologi Kimia dan Industri. 2(2): 148-154.

Harjanti, R.S., (2008). Pemungutan kurkumin dari kunyit (curcuma domestica val) dan pemakaiannya sebagai indikator analisis volumetric. Jurnal Rekayasa Proses. 2(2): 49-54

Herminiwati, Purnomo, D., dan Supranto. (2003). Sifat Fiiler Kayu Kering terhadap Vulkanisat Karet. Majalah Barang Kulit, Karet dan Plastik. 19(1): 32-39.

Holinesti, R. (2009). Studi pemanfaatan pigmen brazilien kayu secang

Page 90: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Rahmaniar, Amin Rejo, dkk

Pemanfaatan Tepung dari Kulit Secang.....

78

Caesalpinia Sappan, L) sebagai pewarna alami serta stabilitasnya pada model pangan. Jurnal Pendidikan dan Keluarga UNP. 1(2): 11-21

Krisnamurthy, N., Mathew, A.G., Nambudiri, E.S., Shivashanker, S., Lewis, Y.S., and Natarajan, C.P. (1976). Oil and oleoresin of Turmeric Tropical Science. 18(1): 37

Kwartiningsih, E., Setyawardhani, D.A., Wiyatno, A., dan Triyono, A. (2009). Zat Pewarna Alam Tekstil Dari Kulit Buah Manggis. Ekuilibrium. 8(1): 41-47.

Maspanger, D.R. (2005). Sifat Fisik Karet Teknologi Barang Jadi Karet Padat. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Pujiastuti, l, (2007). Pengaruh Waktu Dan Suhu Vulkanisasi Pada Pembuatan Kasur Dari Serat Sabut Kelapa Berkaret. (Skripsi). Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Rahman, N. (2005). Pengetahuan dasar elastomer. Bogor: Balai Penelitian

Teknologi Karet Bogor. Refrizon. (2003). Viscositas Mooney

Karet Alam. Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

SNI 06-7032-2004. (2004). Karet Bantalan Kaki (Rubber Step) Sepeda Motor. BSN: Jakarta.

Thomas, (2003). Desain Kompon. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor.

Wahyudi, T. (2005). Teknologi Barang Jadi Karet. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Karet Bogor

Page 91: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

INDEKS PENULIS JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI 25 (1) 2014

A Andayani, O. 31[1] B Bahri, S 63[1] H Hamzah, B. 43[1], 71[1] Haryono, A. 53[1] I Iriany 23[1] Irvan 23[1] K Karneta, R. 13[1], M Mahendra, A. 53[1] Marlina, P. 43[1] N Nasruddin 53[1] Nurhayati, C. 31[1] P Pambayun, R 13[1], 43[1] Pratama, F 43[1] Priyanto, G. 13[1], 71[1] R Rahmaniar 71[1] Rambe, S.M. 23[1] Rejo, A. 13[1], 71[1] S Sudirman 53[1] Y Yulita, E. 1[1]

Page 92: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

INDEKS KATA KUNCI JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI 25 (1) 2014

A - Adonan 3[1]

B

- Bentonit 64[1] - Biskuit 31[1]

C

- Carbon black 54[1] - Chlorella vulgaris 2[1]

E

- ETP 54[1] F

- Fly ash 55[1]

- Formula 14[1] G

- Gelatinisasi 14[1]

H - Hidrolisis 23[1]

K - Karakteristik kompon karet 44[1] - Karet alam 53[1] - Kayu secang 72[1] - Kompon karet 71[1] - Kompon ban luar dump truck 56[1] - Kulit manggis 73[1] - Kunyit 72[1]

L

- Lama penyimpanan 44[1] - LCPKS 23[1] - Limbah cair 2[1]

M

- Minyak inti sawit 64[1] P

- Pakan alami ikan 3[1] - Pempek 13[1] - Pemucatan 64[1] - Pewarna 72[1]

R

- Reaktor bersekat 26[1]

S - Sifat amilografi 13[1] - Spray drying 32[1] - Suhu 45[1]

T

- Tepung pisang 31[1] - Total solid 26[1]

W

- Waktu tinggal 27[1] - Warna 64[1]

Page 93: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

PETUNJUK PENULISAN KARYA TULIS ILMIAH

JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI

Dewan Redaksi menerima naskah dari kegiatan hasil penelitian dan pengembangan bidang teknologi industri dan perekayasaan yang mencakup sektor karet, pangan, lingkungan, energi, tekstil, kimia industri dan prototipe, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Penulis harus menjamin naskah yang dikirimkan asli dan tidak pernah

dipublikasikan di majalah ilmiah terakreditasi lainnya atau dibawakan dalam seminar/pertemuan ilmiah dan tidak direncanakan untuk diterbitkan di tempat lain.

2. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris, berupa ketikan (print out) dalam 2 (dua) kolom (kecuali Judul, Nama Penulis dan Abstrak), direkam dalam format digital (MS Word), spasi tunggal, tipe huruf Arial ukuran 11, jumlah halaman 7 - 9 halaman kertas ukuran A4 (termasuk gambar dan tabel). Gambar menggunakan JPEG atau TIFF, jika ada grafik dilampirkan juga file masternya/MS Excel.

3. Sistematika penulisan untuk artikel ilmiah adalah sebagai berikut: Judul, ditulis singkat, informatif dalam bahasa Indonesia dan Inggris, jumlah

kata berkisar antara 10-15 kata. Nama penulis, disajikan lengkap tanpa gelar, disertai nama lembaga asal

penulis dan e-mail penulis utama. Abstrak, ditulis dalam 1 (satu) paragraf, dalam bahasa Indonesia sebanyak maksimal 250 kata. dalam bahasa Inggris (cetak miring) maksimal 150 kata kata kunci antara 3 – 5 kata yang disusun secara abjad. menggambarkan esensi isi tulisan dan pada umumnya tidak memuat latar

belakang dan kesimpulan penelitian. Pendahuluan

sekurang-kurangnya memuat latar belakang, rumusan masalah dan tujuan penelitian, dilengkapi dengan sitasi kepustakaan

Bahan dan Metode bahan dan alat yang digunakan jelas spesifikasi dan sumbernya, alat sederhana seperti alat gelas tidak perlu ditulis, metode yang digunakan harus reproducable dan bila diambil dari sumber

lain dilengkapi dengan sitasi. Hasil dan Pembahasan

apabila terdapat tabel, gambar dan foto harus diberi judul, berspasi tunggal dalam format tegak (portrait), nomor dan sumber yang jelas,

pembahasan hasil penelitian sebaiknya disertai dukungan pustaka yang terkait,

untuk penulisan rujukan pustaka dalam teks, berdasarkan nama keluarga penulis pustaka dan tahun penerbitannya dalam kurung biasa seperti contoh (Susanto, 2008),

apabila penulis pustaka lebih dari 2 (dua) orang maka hanya nama penulis pertama yang ditulis diikuti dengan kata et al., seperti contoh (Burmawi et al., 2009)

Kesimpulan ditarik dari hasil dan pembahasan dengan mengacu pada tujuan penelitian kesimpulan dibuat dalam bentuk naratif

Saran bagian ini berkaitan dengan kesimpulan yang diambil dan bersifat optional

(pilihan).

Page 94: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

Ucapan Terima Kasih bagian ini tidak diharuskan, dapat digunakan untuk memberikan apresiasi

terhadap personal, penyandang dana serta institusi yang membantu selama penelitian.

Daftar Pustaka. Jumlah daftar pustaka minimal 10 pustaka, 80% mengacu ke pustaka

primer. Daftar pustaka disusun berdasarkan abjad nama akhir penulis pertama Pedoman penulisan daftar pustaka ditulis menurut APA (American

Psychological Association). Contoh penulisan dari Jurnal

Supraptiningsih, A. (2005). Pengaruh RSS/SBR dan Filler CaCO3 terhadap Sifat Fisis Kompon Karpet Karet. Majalah Kulit, Karet dan Plastik. 21(1): 34-40.

Walter, W.M., Purcel, A.E., and Nelson, A.M. (2002). Effects of Amyolitic Enzymes on Moistness and Carbohydrate Change of Baked Sweet Potato Cultivars. Journal Food Sci. 40(4): 793-796.

Contoh penulisan dari Buku Winarno, F.G. (2008). Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama. Luyben, William L., and Chien, I.L. (2010). Design and Control of

Distillation System for Separating Azeotropes. New Jersey: John Willey & Sons,Inc.

Contoh penulisan dari Prosiding

Fatimah, I., dan Putra, H. P. (2013). Material Berbasis TiO2-Clay sebagai Bahan Nano Ceramic Membran untuk Desinfeksi Air Minum. Prosiding Seminar Nasional Insentif Riset Sinas 2013- Membangun Sinergi Riset Nasional untuk Kemandirian Teknologi

(pp.99-104). Jakarta: Kementerian Riset dan Teknologi. Contoh penulisan dari Skripsi, Thesis, Disertasi

Mo, B. (2004). A Finitive Difference Model for Heat and Mass Transfer in Products with Internal Heat Generation and Transpiration

(Dissertasion). Queensland: University of Queensland. Yuliasih, I. (2007). Fraksinasi dan Asetilasi Pati Sagu serta Aplikasinya

sebagai Campuran Plastik Sintetik. (Disertasi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Contoh penulisan dari Jurnal Online Sanches, O.T. (2008). Biopulping and Biobleaching: An Energy and

Environment Saving Technology for Indian Pulp and Paper Industry. EnviroNews. 2(10): 77-78. Retrieved from http://isebin

dia.com /01_04/04 -04-03.html

7. Naskah/artikel disampaikan sebanyak 3 eksemplar disertai dengan softcopy (naskah dalam Microsoft Word, gambar/ grafik dalam Microsoft Excel) di dalam

CD ke Redaksi Jurnal Dinamika Penelitian Industri, Baristand Industri Palembang, Jl. Perindustrian 2 No. 12 KM. 9 Palembang 30152, atau via e-mail ke [email protected]. Penulis wajib mengisi surat pernyataan orisinalitas naskah sesuai format yang sudah ditentukan. Redaksi berhak menolak, mengembalikan untuk diperbaiki atau mengedit kembali artikel tanpa merubah isi dan maksud tulisan.

Page 95: JURNAL DINAMIKA PENELITIAN INDUSTRI · PDF fileformula, dengan perlakuan perbandingan ikan dengan tepung tapioka. ... tepung kacang hijau memenuhi syarat mutu SNI 01-7111.2-2005 kecuali

BALAI RISET DAN STANDARDISASI INDUSTRI PALEMBANG Jl. Perindustrian II No. 12 KM. 9 Palembang 30152

Telp/Fax. (0711) 412482

e-mail : [email protected]

ISSN 2088-8996