keberdayaan, kemajuan dan keberlanjutan usaha pengrajin: … · deputy sdm kementerian koperasi dan...

224
DISERTASI KEBERDAYAAN, KEMAJUAN, DAN KEBERLANJUTAN USAHA PENGRAJIN : KASUS KABUPATEN SIDOARJO DAN KABUPATEN MAGETAN PROVINSI JAWA TIMUR Hamidah Nayati Utami SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Upload: trannguyet

Post on 27-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

DISERTASI

KEBERDAYAAN, KEMAJUAN, DAN KEBERLANJUTANUSAHA PENGRAJIN : KASUS KABUPATEN SIDOARJO DAN

KABUPATEN MAGETAN PROVINSI JAWA TIMUR

Hamidah Nayati Utami

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2007

Page 2: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASIDAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul:“Keberdayaan, Kemajuan, dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: Kasus diKabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur” adalah benarmerupakan hasil karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing dan belumdiajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumberdaya dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapatdiperiksa kebenarannya.

Bogor, Pebruari 2007

Hamidah Nayati UtamiNrp.P061020021

Page 3: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

ABSTRAK

Industri kecil memiliki kontribusi yang besar dalam pembangunan karenamenyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar, menjadi penyumbangpendapatan asli daerah yang signifikan, prospektif untuk ekspor, dan mampubertahan dalam kondisi krisis. Meskipun industri kecil memiliki peran strategisdalam pembangunan, namun masih banyak permasalahan yang dihadapi pengrajinterutama terkait dengan kualitas SDM pengrajin. Pengrajin masih lemah terutamadalam hal pengelolaan usaha, orientasi jangka panjang, kemampuan menjalinkerjasama.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) mendeskripsikan perilaku wirausaha,kemandirian usaha, kemajuan usaha dan keberlanjutan usaha pengrajin di Sidoarjodan Magetan, (2) menjelaskan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kualitasperilaku wirausaha para pelaku industri kecil, (3) menjelaskan faktor-faktor yangmenentukan tingkat kemandirian berusaha para pelaku industri kecil, (4)menjelaskan faktor-faktor yang cenderung menentukan kemajuan usaha, (5)menjelaskan faktor-faktor yang menentukan keberlanjutan usaha, dan (6)merumuskan model pemberdayaan pengrajin.

Penelitian ini dilakukan terhadap pengrajin dari bahan kulit di KabupatenSidoarjo dan Kabupaten Magetan Jawa Timur. Sidoarjo berada di wilayah yangmewakili daerah yang jauh dengan sumber bahan baku dan Magetan mewakilidaerah yang dekat dengan sumber bahan baku, dengan dasar penentuan strataadalah kedekatan lokasi dengan sumber bahan baku. Sampel diambil denganmetode stratified random sampling. Jumlah populasi sebanyak 741 pengrajin,jumlah sampel dihitung dengan rumus Slovin sehingga diperoleh jumlah 260pengrajin. Pengumpulan data dilakukan pada bulan April 2005 sampai Pebruari2006. Data primer diperoleh dengan mendatangi dan melakukan wawancaraterhadap responden dengan berpedoman pada kuesioner. Data dianalisis dengan:(1) analisis statistik deskriptif, (2) analisis Structural Equation Modelling (SEM),dan (3) uji beda rata-rata one way anova.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengrajin memiliki perilakuwirausaha, tingkat kemandirian usaha, tingkat kemajuan usaha, dan keberlanjutanusaha yang rendah. Perilaku wirausaha secara positif dan nyata dipengaruhi olehkarakteristik individu dan lingkungan. Tingkat kemandirian usaha dipengaruhisecara positif dan nyata oleh karakteristik individu, pendukung usaha, dukunganlingkungan, dan perilaku wirausaha, dan faktor yang paling menentukan adalahperilaku wirausaha. Kemajuan usaha dipengaruhi secara positif dan nyata olehperilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha. Keberlanjutan usahadipengaruhi secara positif dan nyata oleh kemajuan usaha. Model pemberdayaanyang efektif memberdayakan pengrajin adalah dengan meningkatkan kualitasperilaku wirausaha dan kemandirian usaha dalam organisasi yang didukung olehunsur penunjang dari pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah.

Kata Kunci: keberdayaan pengrajin, perilaku wirausaha, kemandirian usaha,kemajuan usaha, keberlanjutan usaha.

Page 4: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

ABSTRACT

Small industries potentially could contribute to national development.They do not only enhance the economic growth, potential to export, or improvethe gross domestic product; they can also promote sustainable employment andincome for the working poor. Although small industries have strategic role indevelopment, but there are still many problems faced by craftsmen especiallyrelated to quality of human resources that needs improvement.

The objectives of this study was intended to formulate the model ofcraftsmen empowerment through determining: the influencing factors ofentrepreneurial behavior, business interdependency, business progress, andbusiness sustainability.

This study was conducted the craftsmen of leather goods at Sidoarjoregency and Magetan Regency, East Java. Sample taken with stratified randomsampling method. Survey and interview technique were implemented among 260craftsmen, started April 2005 until Pebruari 2006. Data was analyzed by usingdescriptive statistic, one way anova test, and structural equation modeling.

The results indicated that the craftsmen had a low level of entrepreneurialbehavior, business interdependency, business progress, and businesssustainability. The entrepreneurial behavior was influenced by individual qualityand environment intervention. Especially, the business interdependency wasinfluenced by entrepreneurial behavior, individual quality, and environmentintervention. The business progress was influenced by entrepreneurial behaviorand business interdependency. Finally, business sustainability was influenced bythe business progress. This study suggests a model of craftsmen empowermentwith entrepreneurial behavior and business interdependency improvement in orderto business progress and business sustainability.

Key words: the level of craftsmen empowerment, entrepreneurial behavior,business interdependency, business progress, and business sustainability.

Page 5: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dariInstitut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam

Bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya

Page 6: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

KEBERDAYAAN, KEMAJUAN, DAN KEBERLANJUTANUSAHA PENGRAJIN : KASUS KABUPATEN SIDOARJO DAN

KABUPATEN MAGETAN PROVINSI JAWA TIMUR

Hamidah Nayati Utami

Disertasisebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor padaProgram Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007

Page 7: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Judul Disertasi : Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan UsahaPengrajin: Kasus Kabupaten Sidoarjo dan KabupatenMagetan Provinsi Jawa Timur

Nama Mahasiswa : Hamidah Nayati Utami

Nomor Pokok : P 061020021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr.Ir. H. Sumardjo, MS.Ketua

Prof. Dr. H. Pang S. Asngari Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc.Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPBIlmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Amri Jahi, M.Sc. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,M.S.

Tanggal Ujian: 24 Nopember 2006 Tanggal Lulus:

Page 8: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

PRAKATA

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang mahabesar yang menguasai alam semesta ini, atas rahmat dan hidayah-Nya sehinggadisertasi berjudul “Keberdayaan, Kemajuan, dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin:Kasus di Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Provinsi Jawa Timur” inidapat diselesaikan.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulishaturkan kehadapan: Bapak Dr. Ir. H. Sumardjo, MS, Bapak Prof. Dr. H. Pang S.Asngari dan Bapak Dr. H. Prabowo Tjitropranoto, M.Sc., yang telah meluangkanwaktu, memberikan bimbingan dan dukungan yang tidak terhingga sehinggapenulis dapat melewati tahapan studi S3 hingga terselesaikannya disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis haturkan kehadapan: Bapak Dr.AmriJahi, MSc. selaku ketua program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan SekolahPascasarjana IPB yang telah banyak memberi masukan dalam ujian tertutup danpenyempurnaan disertasi ini, Bapak. Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA selakupenguji luar pada ujian tertutup yang telah banyak memberi masukan kepadapenulis. Penulis juga menghaturkan terimakasih kepada Bapak Dr.Ir.MuhammadTaufik, MSc. Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan BapakProf.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta yang telahberkenan menjadi penguji luar pada ujian terbuka.

Penyelesaian Disertasi ini tidak lepas dari dukungan dan pengorbananyang sangat besar dari suami penulis, Ir. Sandra, MP yang juga sedang berjuangmenyelesaikan disertasinya pada program studi Keteknikan Pertanian SPS IPB.Penulis juga mendapat semangat yang sangat besar dari ananda Nisrin NazihaIsma (6 tahun) dan ananda Ahmad Humam Isma (1 bulan).

Secara khusus penulis menghaturkan terimakasih kepada ibunda Hj. SitiMaratusholihah yang tidak pernah berhenti mendoakan penulis dan AyahandaDrs.H.M.Koestoer (alm) yang selalu menjadi semangat dalam hidup penulis.

Penulis juga menghaturkan terima kasih kepada ibu mertua yang turutmemberi dukungan kepada penulis, seluruh keluarga besar di Jawa Timur danSumatera Barat yang telah banyak memberi perhatian kepada penulis.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh pengrajin diSidoarjo dan Magetan yang telah memberi kesempatan kepada penulis untukwawancara dan berdiskusi di sela-sela kesibukan usaha kerajinannya, pada parapengrajin ini saya banyak belajar tentang kehidupan dan usaha.

Kepada pimpinan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijayapenulis sampaikan ucapan terima kasih atas ijin studi, dukungan moril, danbantuan materiil yang diberikan kepada penulis. Kepada seluruh dosen di PPNpenulis ucapkan terima kasih karena telah banyak memberikan pengalamanbelajar selama studi di IPB. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada paraguru penulis di SD, SMP, dan SMA di Lamongan, serta seluruh Dosen di FakultasIlmu Administrasi Unibraw. Tak lupa penulis sampaikan terima kasih kepadateman-teman di PPN SPS IPB, Direktorat Apneg Bappenas, IKBUA, dan semuapihak yang banyak memberikan dukungan kepada penulis. Harapan penulissemoga disertasi ini dapat bermanfaat. Amin.

Page 9: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lamongan, pada 17 Nopember 1972 sebagai putrikelima dari enam bersaudara pasangan Bapak Drs.H.M.Koestoer (alm) dan IbuHj. Siti Maratusholihah. Pada Tahun 1994 penulis lulus sebagai Sarjana IlmuAdministrasi pada Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang,Jurusan Administrasi Bisnis. Pada Tahun 1995 penulis melanjutkan studi padaProgram Pascasarjana Universitas Brawijaya Program Studi Ilmu Administrasidan lulus pada Tahun 1997. Studi S3 pada Program Studi Ilmu PenyuluhanPembangunan mulai ditempuh pada Tahun Ajaran 2002/2003.

Sejak Tahun 1996 penulis bertugas sebagai dosen di Jurusan AdministrasiBisnis, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang. Tulisan ilmiahyang dipublikasikan pada jurnal ilmiah selama lima tahun terakhir adalahPengaruh Jaringan Sosial terhadap Penetapan Harga pada Pedagang Asongan(Jurnal Ilmu-ilmu Sosial- Unibraw, 2003), Bentuk Penerapan Strategi PemasaranOn Line pada Sektor Pariwisata (Jurnal Ilmu-ilmu Sosial-Unibraw, 2005),Paradigma dan Revolusi Sains, Merefleksikan Pemikiran Thomas Kuhn dalamIlmu Administrasi (Jurnal Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu AdminsitrasiUnibraw, 2005), dan Perilaku Wirausaha Masyarakat Pesisir dalamPengembangan Industri Pariwisata Bahari (Jurnal Ilmu-ilmu Sosial- Unibraw,2006).

Page 10: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

DAFTAR ISIHalaman

ABSTRAK ....................................................................................................... iiiDAFTAR TABEL............................................................................................ xiiDAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xivDAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xviPENDAHULUAN ........................................................................................... 1

Latar Belakang .............................................................................................. 1Masalah Penelitian ....................................................................................... 4Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6Manfaat Hasil Penelitian ............................................................................... 6Definisi Istilah ............................................................................................... 7

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 9Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga ..................................................... 9Konsep Pengrajin ......................................................................................... 10Karakteristik Individu Pengrajin .................................................................. 12Faktor Lingkungan Usaha Kerajinan ........................................................... 21Potensi Industri Kecil terhadap Pertumbuhan Ekonomi .............................. 22Pembangunan Industri Kecil Berkelanjutan ................................................ 25Keberdayaan Masyarakat Pengrajin............................................................. 27Peranan Penyuluhan dalam Memberdayakan Pengrajin .............................. 29Faktor Perilaku dalam Konteks Keberdayaan.............................................. 33Perubahan Perilaku Melalui Proses Belajar ................................................. 37

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN ........................ 40Kerangka Berpikir........................................................................................ 40

Perkembangan Paradigma Pemberdayaan .............................................. 42Model Pemberdayaan bagi Pengrajin .................................................... 44Konsep Perilaku Wirausaha .................................................................... 48Konsep Kemandirian Usaha.................................................................... 52Konsep Keberdayaan Pengrajin .............................................................. 54Konsep Kemajuan Usaha ........................................................................ 57Konsep Keberlanjutan Usaha.................................................................. 60

Hipotesis Penelitian ..................................................................................... 62

METODE PENELITIAN................................................................................ 63Populasi dan Sampel .................................................................................... 63Rancangan Penelitian ................................................................................... 64Data dan Instrumentasi ................................................................................ 64

Data .......................................................................................................... 64Instrumentasi ............................................................................................ 76Uji Validitas ............................................................................................. 76Uji Reliabilitas ......................................................................................... 77

Pengumpulan Data ....................................................................................... 78Analisis Data ............................................................................................... 79

Page 11: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

HASIL DAN PEMBAHASANGambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................................ 87Karakteristik Individu Pengrajin .................................................................. 94Faktor Pendukung Usaha ............................................................................. 101Faktor Lingkungan ....................................................................................... 104Gambaran Perilaku Wirausaha Pengrajin .................................................... 107Tingkat Kemandirian Usaha ........................................................................ 113Tingkat Kemajuan Usaha ............................................................................. 120Tingkat Keberlanjutan Usaha ...................................................................... 123Perbedaan Perilaku Wirausaha, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha......... 126Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Wirausaha.............................. 129Faktor yang Berpengaruh terhadap Kemandirian Usaha ............................. 140Faktor yang Berpengaruh terhadap Kemajuan Usaha.................................. 150Faktor yang Berpengaruh terhadap Keberlanjutan Usaha ........................... 154Model Persamaan Struktural Keberdayaan Pengrajin ................................ 157Visi, Misi, dan Strategi Pengembangan Industri Kecil ............................... 162Model Pemberdayaan Pengrajin ................................................................. 169

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulan ................................................................................................ 194Saran ........................................................................................................... 195

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 197

LAMPIRAN………………………………………………………………... 203

Page 12: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

DAFTAR TABEL

Halaman1. Sintesa Model Intervensi untuk Komunitas Pengrajin ……...................... 452. Pokok-pokok Pikiran Strategi Penyuluhan Pembangunan

Penunjang........................................................................................................ 463. Kualitas Perilaku Wirausaha ............................................................................ 514. Paradigma Kemandirian Usaha ........................................................................ 55

5. Karakteristik Masyarakat Berdaya ................................................................... 56

6. Paradigma Kemajuan Usaha ............................................................................ 597. Tingkat Keberlanjutan Usaha ........................................................................... 61

8. Kerangka Sampel Penelitian ............................................................................ 64

9. Peubah Karakteristik Individu Pengrajin ......................................................... 66

10. Peubah Pendukung Usaha 6811. Peubah Lingkungan .......................................................................................... 69

12. Peubah Perilaku Wirausaha.............................................................................. 71

13. Peubah Kemandirian Usaha ............................................................................. 7214. Peubah Kemajuan Usaha .................................................................................. 74

15. Peubah Keberlanjutan Usaha ........................................................................... 76

16. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian ................................ 7817. Ringkasan Hasil Perhitungan Model Pengukuran............................................ 82

18. Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulit di KabupatenMagetan dan Kabupaten Sidoarjo .................................................................... 87

19. Jangkauan Pemasaran Produk Kerajinan ......................................................... 89

20. Sebaran Responden Berdasarkan Modal Kerja yang Dikelola ........................ 90

21. Sebaran Responden Menurut Umur ................................................................ 91

22. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusaha ....................................... 92

23. Sebaran Responden Menurut Tanggungan Keluarga ....................................... 92

24. Kegiatan Pembinaan Bagi Pengrajin di Kabupaten Magetan dan Sidoarjo ..... 93

25. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Individu ....................................... 95

26. Distribusi Persentase Pengrajin menurut Motivasi Berusaha danPemenuhan Kebutuhan ..................................................................................... 97

27. Distribusi Persentase Pengrajin menurut Tanggungan Keluarga danMotivasi Berusaha ............................................................................................ 98

28. Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurut Komunikasi danPendidikan ........................................................................................................

Page 13: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

9929. Distribusi Persen tase Responden Pengrajin menurut Gender dan

Kemandirian Produksi ......................................................................................10030. Sebaran Responden Menurut Kualitas Pendukung Usaha ...............................102

31. Sebaran Responden Menurut Dukungan Lingkungan Usaha ..........................105

32. Sebaran Responden Menurut Perilaku Wirausaha ...........................................107

33. Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemandirian Usaha .............................114

34. Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemajuan Usaha................................ 12135. Sebaran Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan Usaha ...........................123

36. Ringkasan Hasil Uji Beda Rata-Rata One Way Anova ...................................127

37. Ringkasan Hasil Uji Faktor yang Berpengaruh terhadap PerilakuWirausaha .........................................................................................................129

38. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Indikator Karakteristik Individudengan Perilaku Wirausaha ..............................................................................135

39. Ringkasan Hasil Uji Faktor-Faktor yang Berpengaruh Tingkatkemandirian usaha ............................................................................................140

40. Ringkasan Hasil Uji Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap KemajuanUsaha ................................................................................................................150

41. Ringkasan Hasil Uji Pengaruh Kemajuan Usaha Keberlanjutan Usaha ..........15542. Paradigma Penyuluhan yang Memberdayakan pengrajin ................................17343. Materi Pokok Penyuluhan Kewirausahaan.......................................................18044. Materi Pokok Penyuluhan tentang Kemandirian Usaha ................................ 181

Page 14: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman1. Tujuan Penyuluhan Pembangunan (Asngari, 2001)……………………...... 322. Model Dasar Perilaku (Gibson, Ivancevich dan Doonely, 1995) .................... 34

3. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku dalam ......................... 36

4. Elemen-elemen yang Membentuk Perilaku Wirausaha (Bird, 1996) .............. 37

5. Kerangka Berpikir Pemberdayaan Pengrajin ................................................... 40

6. Hubungan Antar Peubah Penelitian ................................................................ 41

7. Paradigma Intervensi Masyarakat dan Gabungan Beberapa Pola Intervensi(Rothman, 1974) .............................................................................................. 47

8. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Satu ............... 80

9. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Dua ............... 80

10. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Tiga............... 81

11. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Empat............ 8112. Model Persamaan Struktural (Basic Model) Pemberdayaan Pengrajin

Menuju Kemajuan Usaha dan Keberlanjutan Usaha ....................................... 8513. Saluran Distribusi Produk Kerajinan Barang dari kulit di Jawa Timur ........... 88

14. Tingkat Keinovatifan .......................................................................................10815. Tingkat Inisiatif ................................................................................................109

16. Tingkat Pengelolaan Resiko.............................................................................111

17. Tingkat Daya Saing..........................................................................................11218. Tingkat Kemandirian Permodalan ...................................................................115

19 Tingkat Kemandirian Proses Produksi.............................................................116

20. Tingkat Kemandirian Kerjasama .....................................................................117

21. Tingkat Kemandirian Pemasaran .....................................................................119

22. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Wirausaha ................................130

23. Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Perilaku Wirausaha .......131

24. Pengaruh langsung dan Tidak Langsung Karakteristik Individu terhadapPerilaku Wirausaha ..........................................................................................

135

25. Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan terhadap Perilaku Wirausaha......138

26. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Langsung Tingkat Kemandirian Usaha ......14127. Pengaruh Indikator Perilaku Wirausaha terhadap Tingkat Kemandirian

Usaha................................................................................................................142

Page 15: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

28. Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Tingkat KemandirianUsaha ................................................................................................................

144

29. Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Tingkat KemandirianUsaha................................................................................................................

147

30. Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan Tingkat Kemandirian Usaha.......14831. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Usaha ......................................151

32. Pengaruh Kemajuan Usaha terhadap Keberlanjutan Usaha.............................155

33. Model Persamaan Struktural Keberdayaan Pengrajin .....................................15834. Model Keberdayaan Pengrajin di Sidoarjo ......................................................160

35. Model Keberdayaan Pengrajin di Magetan......................................................161

36. Model Pemberdayaan Pengrajin ......................................................................170

37. Keterkaitan Antar Aktor Yang Terlibat dalam Penyuluhan Untuk Pengrajin 178

Page 16: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Hasil Analisis SEM Total .............................................................................2032. Hasil Analisis SEM Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan 2063. Hasil Uji Beda Rata-rata One way Anova ...................................................207

Page 17: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan pada hakekatnya adalah perubahan terencana dari satu

situasi ke situasi lainnya yang dinilai lebih baik. Pembangunan yang terlalu

mengejar pertumbuhan ekonomi dan kurang memperhatikan pengembangan

sumberdaya manusia berakibat pada rendahnya kualitas sumberdaya manusia.

Sumberdaya manusia yang kurang mendapat sentuhan pembangunan menjadi

tidak kuat dan goyah ketika dihadapkan pada situasi krisis. Mereka yang

bergantung pada industri-industri besar menjadi terhempas ketika industri besar

tersebut jatuh. Pemutusan hubungan kerja (akibat penciutan usaha atau kepailitan)

pada industri sering berdampak pada terjadinya pengangguran karena tenaga kerja

tidak terserap dalam pasar kerja tidak terelakkan.

Industri kecil merupakan salah satu soko guru perekonomian yang turut

mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi karena dapat menyerap tenaga

kerja dalam jumlah yang besar (padat karya). Jumlah tenaga kerja yang bekerja di

sektor industri kecil meningkat tajam sejak tahun 1985 dengan laju pertumbuhan

tenaga kerja 6,4% per tahun. Pada tahun 1989 jumlah tenaga kerja yang bekerja di

sektor ini berjumlah 7.334.874 orang dan pada akhir tahun 2003 mencapai

11.643.072 orang (BPS, 2004)

Selain menyerap tenaga kerja, industri kecil menjadi penyumbang

pendapatan asli daerah yang signifikan. Pada beberapa jenis produk, hasil

produksi industri kecil di bidang pangan, sandang, kulit, kimia dan bahan

bangunan, kerajinan dan umum prospektif untuk ekspor (Hubeis, 1997). Oleh

karena itu, dalam rangka otonomi daerah pemerintah memberikan perhatian yang

lebih optimal guna meningkatkan produktivitas sektor ini. Pemerintah telah

melakukan upaya pembangunan industri kecil dalam jangka waktu puluhan tahun,

namun apabila dilihat fakta yang ada kondisi pengrajinnya masih banyak yang

belum mengalami kemajuan. Kondisi pengrajin pada saat ini sebagian besar masih

seperti pada saat orang tua atau sanak kerabatnya memulai usaha itu puluhan

tahun yang lalu.

Page 18: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Upaya menjalin kerjasama dengan individu lain terutama yang terkait

dengan bidang usaha, meliputi pemasok barang, pemodal, pelanggan atau mitra

usaha lainnya masih lemah. Terdapat beberapa faktor penyebab lemahnya

kemampuan kerjasama ini. Beberapa diantaranya adalah kemampuan komunikasi,

pengetahuan tentang kerjasama itu sendiri, upaya subordinasi dan dominasi elit

bisnis (pemodal, pemasok barang, distributor), dan yang paling utama adalah rasa

percaya diri yang masih rendah (Wijaya, 2001; Karsidi, 1999; Tawardi, 1999).

Karsidi (1999) menemukan bahwa permasalahan utama yang menghambat

peningkatan kesejahteraan pengrajin adalah pola hidup mereka yang masih

tradisional, mereka cepat puas, kurang tanggap terhadap peluang, dan kurang

memiliki kemampuan. Selain itu, para pengrajin industri kecil masih belum siap

dan mereka memiliki latar belakang pendidikan yang kurang. Oleh karena itu,

kompetensi pengrajin perlu dikembangkan dengan kegiatan penyuluhan yang

dirancang sesuai dengan kelompok jabatan: buruh pengrajin, pengrajin dan

pengusaha pengrajin.

Pelham (1999) menemukan bahwasanya industri kecil masih lemah dalam

hal perencanaan, pemikiran strategis dan orientrasi jangka panjang.

Kecenderungan memenuhi kebutuhan jangka pendek mengakibatkan mereka tidak

melakukan perencanaan ke depan tentang pasar, pengelolaan keuangan, atau

persediaan sumber daya yang dibutuhkan. Kurang dari 50% pengusaha industri

kecil yang secara rutin dan berkelanjutan mengumpulkan infromasi tentang

pertumbuhan pasar atau segmen pasar.

Selain itu, pengrajin masih belum memposisikan diri sebagai wirausaha

yang berkualitas, kreativitas menjadi modal dasar untuk menghadapi persaingan

belum dipenuhi dengan optimal dan masih bersifat subsisten menjadikan kualitas

perilakunya masih rendah (Megginson et al., 2000, Sigito 2001, Tawardi, 1999).

Ismawan (2002) mencatat beberapa keterbatasan yang dijumpai pengrajin

yaitu: (1) manajemen, pengelolaan keuangan, keberlanjutan lembaga dan

semacamnya; (2) scope dan skala ekonomi yang terbatas dan tidak dapat dengan

mudah serta cepat dikembangkan karena keterbatasan akses pelayanan keuangan,

informasi, dan pasar; dan (3) lingkungan usaha yang kurang fair, adil,

Page 19: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

diskriminatif, kurang jelas aturan mainnya dan konsistensi dalam menjaga aturan

main yang ada.

Permasalahan lain yang dihadapi pengrajin adalah bahwasanya industri

kerajinan sangat dipengaruhi oleh perkembangan mode. Oleh karena itu,

permintaan produk dengan model yang berkembang terus menuntut kreativitas

dan inovasi produk yang tinggi pula. Kenyataan yang ada menunjukkan variasi

produk sangat monoton, sehingga kadang timbul kejenuhan dari konsumen

(Sigito, 2001). Selain itu, tingkat disiplin pengrajin juga kurang sehingga sering

target tidak dapat dipenuhi. Tingginya persaingan dalam industri kerajinan

menuntut ketrampilan pengrajin untuk membaca peluang pasar dan

mengembangkan daerah pemasaran. Perkembangan strategi penjualan produk

juga tampaknya perlu dikuasai oleh pengrajin.

Berdasarkan pendapat tersebut maka permasalahan industri kecil dapat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

(1) Kapasitas, permasalahan yang terkait dengan rendahnya kapasitas pengrajin

dalam hal: perencanaan, pengelolaan keuangan, kewirausahaan, keberlanjutan

usaha, pertumbuhan skala ekonomi.

(2) Akses, keterbatasan akses terutama dalam hal akses pada pelayanan keuangan,

informasi, dan pasar.

(3) Lingkungan, rendahnya keberpihakan lingkungan terutama pemerintah dalam

memberikan pembinaan terhadap industri kecil, regulasi terhadap arus produk

pesaing dari luar negeri, dan regulasi lainnya yang fair, adil, tidak

diskriminatif, jelas aturan mainnya dan konsistensi dalam menjaga aturan

main yang ada.

Menyadari kenyataan yang ada, maka pada masa mendatang diperlukan

adanya suatu model pemberdayaan yang mampu meningkatkan kemampuan

pengrajin sehingga mampu berkolaborasi dengan pengrajin dan pendukung usaha

lainnya (stakeholder). Selain itu, agar pengrajin yang telah ada mampu

mengembangkan skala usahanya. Pemberdayaan ini tidak terlepas dari upaya yang

ditujukan untuk menempatkan pengrajin menjadi subyek pembangunan, serta

menempatkan sumber daya manusia pengrajin sebagai komponen utama dalam

Page 20: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pembangunan industri kecil sehingga pengrajin mampu mandiri menghadapi

persaingan usaha.

Masalah Penelitian

Kurang berkembangnya industri kecil di Indonesia telah menimbulkan

kesan bahwa berbagai program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah ter-

hadap industri kecil selama ini kurang banyak manfaatnya. Kurang berhasilnya

kebijakan dan program pengembangan industri kecil di Indonesia disebabkan

antara lain oleh: adanya tumpang tindih dalam program dan populasi sasaran serta

pendekatan yang tidak terkoordinasi dan tidak konsisten. Akibatnya, mereka

sering menjadi obyek pembangunan, tergantung, dan tidak mandiri. Berdasarkan

hasil analisis Pardede (2000) diketahui bahwa kebijakan pemerintah dalam

membangun industri kecil lebih menekankan pada upaya meningkatkan

produktivitas dan kurang menyentuh aspek peningkatan kualitas SDM

Peningkatan kualitas SDM pengrajin adalah sasaran yang seharusnya

menjadi tujuan pembangunan industri kecil, sehingga dengan SDM yang

berkualitas akan dapat membawa pengrajin ke arah keberlanjutan dan kemajuan

usaha, dan keberhasilan pembangunan industri kecil dapat mewujudkan

kesejahteraan masyarakat industri kecil.

Menurut Megginson, Byrd dan Magginson (2000), berbagai penelitian

telah berhasil memetakan permasalahan industri kecil namun aspek perilaku

belum mendapat perhatian khusus. Pada saat ini gaya hidup pengrajin industri

kecil pada umumnya masih berada dalam gaya hidup transisi (pre modern), sebab

untuk mencapai kemandirian perlu diubah menjadi gaya hidup modern, kegiatan

industrialisasi menjadi dominan (Karsidi, 1999).

Sebagai seorang wirausaha pengrajin industri kecil masih belum mem-

punyai sifat tanggap terhadap peluang usaha. Hal ini apabila dikaitkan dengan

sifat perilaku wirausaha yang berhasil adalah bersifat opportunistis (Bird, 1989).

Sebagai salah satu contoh yang terjadi pada industri kecil tas dan sepatu yang

seringkali tidak dapat merespon dengan baik penawaran yang diberikan oleh pasar

berupa pesanan tas dan sepatu, pesanan tidak diselesaikan tepat waktu, kualitas

menjadi menurun karena jumlah pesanan banyak dan sebagainya sehingga pasar

Page 21: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

tidak puas. Sifat kurang tanggap ini juga terkait dengan pengambilan keputusan

yang lambat dari pengusaha industri kecil.

Industri kecil dari bahan kulit adalah industri yang terkait dengan mode,

yakni mode akan berjalan sesuai dengan trend. Kejenuhan pasar akan terjadi pada

saat industri kecil tidak mampu menghasilkan kreasi yang sesuai dengan trend

yang ada. Kreativitas pengrajin tas dan koper di Sidoarjo untuk mengikuti trend

yang dibutuhkan pasar adalah masih rendah (Sigito, 2001).

Perilaku pengrajin industri kecil sekarang ini masih belum kondusif.

Berdasarkan penelitian Tawardi (1999) ditemukan bahwa: (1) orientasi hidup

pengusaha kecil masih untuk memenuhi keperluan hari ini, (2) kadang-kadang

merasa rendah diri karena ekonomi lemah, dan (3) percaya diri terlalu tinggi

sehingga merasa mutu produknya lebih baik dibanding orang lain.

Perkembangan teknologi yang cepat dalam proses produksi akan me-

nunjang kualitas produk dan ketepatan waktu pengerjaan. Mengingat karakteristik

produk kerajinan barang dari bahan kulit terkait dengan selera, maka sangat

dibutuhkan peralatan yang bisa menghasilkan produk yang berkualitas, misalnya

jenis mesin jahit, jarum, alat pengguntingan, pengepresan dan sebagainya. Kondisi

yang dihadapi sebagian besar industri kecil kerajinan barang dari bahan kulit

kurang bisa merespon perubahan selera konsumen dan perubahan teknologi

dengan cepat. Apabila dikaji lebih mendalam permasalahan yang dihadapi

industri kecil ini adalah perilaku pengrajinnya yang sedang dituntut berubah.

Aspek perilaku wirausaha terdiri dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik

pengrajin industri kecil masih belum kondusif. Berdasarkan latar belakang

penelitian, dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

(1) Bagaimana perilaku wirausaha, tingkat kemandirian usaha, tingkat kemajuan

usaha, dan keberlanjutan usaha pengrajin?

(2) Faktor-faktor manakah yang berpengaruh terhadap kualitas perilaku wirausaha

para pelaku industri kecil?

(3) Faktor-faktor manakah yang menentukan tingkat kemandirian berusaha para

pelaku industri kecil?

(4) Faktor-faktor manakah yang cenderung lebih menentukan kemajuan usaha?

(5) Faktor-faktor manakah yang lebih menentukan keberlanjutan usaha?

Page 22: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(6) Bagaimana model pemberdayaan yang efektif untuk memandirikan pengrajin,

membentuk perilaku wirausaha yang berkualitas, dan memajukan usaha?

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah-masalah yang telah disebutkan, maka secara umum

tujuan penelitian adalah sebagai berikut:

(1) Mendapatkan gambaran tentang perilaku wirausaha, tingkat kemandirian

usaha, tingkat kemajuan usaha, dan keberlanjutan usaha pengrajin.

(2) Menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas perilaku wirausaha

para pelaku industri kecil.

(3) Menjelaskan faktor-faktor penentu tingkat kemandirian berusaha para pelaku

industri kecil.

(4) Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan kemajuan usaha para pelaku

industri kecil.

(5) Menjelaskan faktor-faktor yang menentukan keberlanjutan usaha para pelaku

industri kecil.

(6) Merumuskan model pemberdayaan yang efektif untuk memandirikan

pengrajin, membentuk perilaku wirausaha yang berkualitas, dan memajukan

usaha.

Manfaat Hasil Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan se cara ilmiah dan secara praktis. Diharapkan hasil penelitian ini dapat

memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

(1) Bagi perkembangan ilmu penyuluhan pembangunan, diharapkan penelitian ini

dapat memberikan sumbangan terhadap:

Pengembangan model intervensi terhadap komunitas pengrajin.

Pengembangan paradigma penyuluhan yang memberdayakan pengrajin.

Pengembangan konsep perilaku wirausaha dan kemandirian pengrajin.

Peningkatan kemajuan usaha dan keberlanjutan usaha industri kecil.

(2) Bagi pembangunan industri kecil, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaat

sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun kebijakan dan program

pemberdayaan pengrajin.

Page 23: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Definisi Istilah

(1) Industri kerajinan adalah aktivitas usaha di tingkat rumah tangga yang

mencakup semua perusahaan/usaha yang melakukan kegiatan mengubah

barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang

kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual.

Yang termasuk dalam kategori tersebut adalah perusahaan/usaha yang

memiliki tenaga kerja antara 1-4 orang, memiliki asset maksimal Rp 200 juta

tidak termasuk tanah dan harta tak bergerak.

(2) Pengrajin adalah orang yang bekerja di bidang kegiatan mengubah barang

dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang

nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual untuk

memenuhi nafkah hidupnya yang memiliki kemampuan menjalankan aktivitas

di bidang produksi dan perdagangan.

(3) Karakteristik individu pengrajin adalah ciri-ciri yang melekat pada individu

pelaku kegiatan mengubah barang dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan

atau dari barang yang kurang nilainya menjadi lebih tinggi nilainya dengan

maksud untuk dijual, yang membedakan dirinya dengan orang lain

berdasarkan waktu tertentu.

(4) Faktor pendukung usaha adalah tingkat ketersediaan faktor-faktor yang sesuai

dengan kebutuhan untuk menunjang kegiatan usaha kerajinan kulit yang

bermutu.

(5) Dukungan lingkungan adalah individu-individu lain, lembaga, atau sistem

yang melingkupi pengrajin dan usahanya, yang memberikan dukungan

sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan-tindakan pengrajin.

(6) Keberdayaan pengrajin adalah daya yang dimiliki pelaku kegiatan usaha

kerajinan yang ditekankan pada perilaku wirausaha (yang tercermin pada sifat

inovatif, memiliki inisiatif atas usahanya, mampu mengelola resiko, berdaya

saing) dan kemandirian dalam kegiatan usahanya (permodalan, produksi,

kerjasama dan pemasaran).

Page 24: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(7) Perilaku wirausaha adalah aspek-aspek yang terinternalisasi dalam diri

pengrajin yang ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap dan ketrampilannya

untuk melakukan usaha dengan inovatif, inisiatif, berani mengambil resiko

dan berdaya saing.

(8) Kemandirian usaha adalah kemampuan pelaku usaha kerajinan dalam kegiatan

produksi, pemasaran dan permodalan yang tidak tersubordinasi dengan pihak

lain serta kemampuan kerjasama dengan individu, kelompok atau organisasi

untuk mencapai kemajuan terbesar bersama.

(9) Kemajuan usaha pengrajin adalah kondisi perkembangan aktivitas di bidang

kerajinan dalam bentuk penjualan, keuntungan dan pangsa pasar yang

diperoleh pengrajin.

(10) Keberlanjutan usaha adalah aktivitas dan sikap proaktif pengrajin dalam

mengantisipasi kebutuhan dan selera konsumen secara terus menerus dari

masa ke masa.

(11) Pemberdayaan pengrajin adalah proses pembelajaran yang

berkesinambungan yang ditujukan untuk mengembangkan kekuatan kepada

masyarakat agar: (1) memiliki kesadaran, rasa percaya diri dan ketegasan

dalam seluruh segi kehidupannya; (2) mampu mengambil keputusan,

memecahkan masalah, berkreasi dalam usaha kerajinannya; (3) mampu

bekerjasama dan membina hubungan dalam lingkungan usaha dan

lingkungan sosialnya; dan (4) mampu mengakses sumberdaya, peluang,

pengetahuan dan ketrampilan untuk kelangsungan usaha dan kehidupan

keluarganya di masa yang akan datang dengan lebih baik.

Page 25: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

TINJAUAN PUSTAKA

Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga

Atribut “kecil” pada industri kecil memiliki arti yang berbeda dalam

berbagai konteks dan lembaga yang menggunakannya, dan hal ini seringkali

menimbulkan kekeliruan interpretasi bagi yang mencoba mengadopsi kebijakan

atau pengalaman negara lain dalam pengembangan industri kecil.

Departemen Perindustrian dan Perdagangan mendefinisikan industri kecil

berdasarkan asset dan kepemilikan, yaitu perusahaan yang memiliki asset sampai

Rp 600 juta di luar tanah dan bangunan yang ditempatinya dan dimiliki oleh

warga negara Indonesia. Kriteria industri kecil yang ditetapkan oleh Undang-

undang Usaha Kecil No. 9 tahun 1995 yang digunakan oleh Departemen Koperasi

adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih maksimum Rp 200 juta di luar tanah

dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milliar

dan dimiliki oleh warga negara Indonesia. Konsep usaha kecil menurut Kamar

Dagang dan Industri (KADIN) adalah sektor usaha yang memiliki asset maksimal

Rp.250 juta, tenaga kerja paling banyak tiga orang dan nilai penjualan di bawah

Rp.100 juta perbulan.

BPS (1995) membagi empat kriteria tentang industri: (1) industri kerajinan

dan rumah tangga yaitu perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1-4 orang, (2)

industri kecil yaitu perusahaan dengan tenaga kerja 5-19, (3) industri sedang atau

menengah yaitu perusahaan dengan tenaga kerja 20-99 orang, dan (4) industri

besar adalah perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang.

Apabila dilihat dari sifat dan bentuknya, menurut Haeruman (2001),

industri kecil bercirikan: (1) berbasis pada sumber daya lokal sehingga dapat me-

manfaatkan potensi secara maksimal dan memperkuat kemandirian, (2) dimiliki

dan dilaksanakan oleh masyarakat lokal sehingga mampu me-ngembangkan

sumberdaya manusia, (3) menerapkan teknologi lokal (indigenous technology)

agar dapat dilaksanakan dan dikembangkan oleh tenaga lokal, dan (4) tersebar

dalam jumlah yang banyak sehingga merupakan alat pemerataan pembangunan

yang efektif.

Page 26: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Berdasarkan pada penjelasan tersebut di atas, pengertian industri kerajinan

yang dimaksudkan dalam penelitian ini mengacu pada industri rumah tangga yang

mencakup semua perusahaan/usaha yang melakukan kegiatan mengubah barang

dasar menjadi barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya

menjadi barang yang lebih tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual. Yang

termasuk dalam kategori tersebut jika dilihat dari jumlah tenaga kerjanya

memiliki tenaga kerja antara 1-4 orang, memiliki asset maksimal Rp 200 juta

tidak termasuk tanah dan harta tak bergerak.

Konsep Pengrajin

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengrajin = perajin adalah

subyek melakukan suatu kegiatan yang menghasilkan kerajinan. Kata “kerajinan”

menurut ilmu asal usul bahasa adalah berasal dari kata dasar “rajin” yang

mendapat imbuhan ke-an, menunjuk kata benda yang dihasilkan melalui proses

yang membutuhkan sifat rajin, teliti, cermat dan kreatif dari pembuatnya. Jadi

pengrajin adalah orang yang bekerja membuat barang kerajinan yang memiliki

sifat-sifat rajin, teliti, cermat dan kreatif.

Karsidi (1999) membagi tiga jabatan pengrajin yaitu : (1) tenaga kerja

terampil industri kecil, (2) pengrajin industri kecil, dan (3) pengrajin pengusaha

industri kecil. Wijaya (2001) menemukan pengelompokan pengrajin dalam

industri kerajinan seni ukir dalam tiga kelompok yaitu: (1) buruh pengrajin atau

yang tergolong semi terampil dalam kegiatan produksi, (2) pengrajin yang

tergolong terampil dalam kegiatan produksi, dan (3) pengusaha hiasan seni ukir

yang keterampilan dalam kegiatan produksi dan perdagangan. Sigito (2001)

menemukan dua kelompok pengrajin di Industri Kecil Tas yaitu: (1) pengrajin

sekaligus pedagang dan (2) pengrajin tukang.

Nadvi dan Barientoss (2004) mengelompokkan pekerja sektor industri

kecil menjadi tiga yaitu: (1) small producers, yang memiliki buruh, beberapa asset

dan memiliki keuntungan kecil tetapi rentan terhadap kebangkrutan; (2)

subcontractor, orang-orang yang tergantung pada broker (middle man) yang

menghubungkan ke pasar, bahan baku dan kredit, mereka memiliki pendapatan

Page 27: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

yang rendah; dan (3) homeworker and casual day labourer, yang memiliki

pendapatan sangat rendah yaitu 1 dollar per hari.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka konsep pengrajin dalam penelitian

ini adalah orang yang bekerja di bidang kegiatan mengubah barang dasar menjadi

barang jadi/setengah jadi dan atau dari barang yang kurang nilainya menjadi lebih

tinggi nilainya dengan maksud untuk dijual, yang memiliki ketrampilan produksi

dan perdagangan. Kelompok ini memiliki fungsi-fungsi usaha yang masih sangat

sederhana dan masih terikat dengan middle man atau menjadi subkontrak (Wijaya,

2001; Sigito, 2001) dalam mengakses pasar, bahan baku dan kredit sehingga perlu

dikembangkan kemandirian usahanya.

Aspek informalitas, masih banyak ditemui di kalangan pengrajin.

Meskipun terdapat beberapa industri kecil yang memiliki badan hukum, namun

sebagian besar pelaku bekerja diluar kerangka legal dan pengaturan (legal and

regulatory framework) yang ada. Informalitas Industri kecil ini menyebabkan

mereka tidak bisa mengakses lembaga keuangan formal dan terpaksa harus

berhubungan dengan sumber pinjaman informal.

Ketidakformalan industri kecil dapat membawa konsekuensi tiadanya

jaminan keberlanjutan aktivitas yang dijalani. Berbagai kebijakan pemerintah

dapat secara dramatis mempengaruhi keberlangsungan suatu aktifitas industri

kecil. Dalam merespon kondisi yang demikian, sektor industri kecil menjadi

sektor yang relatif mudah dimasuki dan ditinggalkan. Apabila pada aktifitas

ekonomi tertentu terdapat banyak peluang maka dengan segera akan banyak

pelaku yang menerjuninya; sebaliknya, apabila terjadi perubahan yang

mengancam keberlangsungan jenis usaha tertentu maka dengan segera para

pelakunya akan berpindah ke jenis usaha yang lain.

Hal yang perlu dilakukan adalah memperbaiki posisi pengrajin yang lebih

banyak memilih berusaha untuk memenuhi kebutuhan sesaat. Sebagaimana

digambarkan oleh Getz (2005) yang menggambarkan pengrajin dan pengusaha

kecil sebagai seorang seniman, wirausahawan yang bergaya hidup (lifestyle

entrepreneur), usahanya dikelola secara kekeluargaan. Para pengrajin ini sering

diasumsikan sebagai pihak yang menolak resiko atas usahanya karena mereka

Page 28: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

lebih memprioritaskan keselamatan keluarga daripada meningkatkan pertumbuhan

usahanya.

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pengrajin merasa nyaman dengan

kondisi saat ini dan kurang senang menghadapi tantangan demi kemajuan

usahanya. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk mengarahkan pengrajin pada

peningkatan daya saing dan kualitas usahanya. Sebagaimana hasil penelitian Getz

(2005) yang menemukan adanya kelompok wirausahawan yang berorientasi pada

pertumbuhan (growth). Kelompok ini akan diarahkan untuk memaksimumkan

daya saing, meningkatkan kualitas dan nilai tambah. Selain itu, ada kelompok

wirausahawan yang berorientasi pada laba dan pertumbuhan (profit and growth)

akan diarahkan pada peningkatan inovasi produk dan pemasaran.

Karakteristik Individu Pengrajin

Kegiatan usaha kerajinan digerakkan oleh individu yang sebagian besar

adalah pemilik usaha tersebut. Pengrajin tersebut selain sebagai pemilik usaha,

tenaga produksi / pekerja, pengelola keuangan juga sebagai tenaga pemasar.

Melihat posisi individu yang multi fungsi tersebut, maka perlu mendapatkan

pengetahuan yang lebih dari pada seorang manajer yang spesialis dalam bidang-

bidang tertentu sesuai dengan fungsinya.

Konteks individu menjadi pembahasan yang menarik dalam berbagai riset

tentang SDM, dengan karakteristik yang bersifat multiple, terkait dengan interaksi

sosial yang didasarkan pada aspek-aspek kondisi genetik dan lingkungan prenatal

(seperti karaktersitik biologis, neurologist, dan fisiologis) (Salkind, 1989).

Haber dan Reichel (2006) mengukur SDM pengusaha kecil berdasarkan:

tingkat pendidikan, pengalaman dan ketrampilan. Terdapat hubungan yang

signifikan antara tingkat pendidikan dengan kinerja usaha kecil, serta pengalaman

usaha menjadi prediktor yang bagus untuk memulai usaha yang beresiko dan

kesuksesan penguatan jejaring. Sedangkan ketrampilan managemen pengusaha

sangat kondusif bagi kinerja dan pertumbuhan usaha.

Stewart Jr et al. (1998) memfokuskan penelitiannya pada individu

wirausahawan yang didasarkan pada teori-teori psikologi. Dalam penelitian

tersebut ditemukan bahwa faktor-faktor individu yaitu: umur, pendidikan, gender,

Page 29: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

suku (race). Faktor individu tersebut menjadi faktor penentu keberhasilan

kegiatan kewirausahaan. Adapun kegiatan kewirausahaan tersebut diawali dari

perumusan tujuan, pembentukan usaha, perencanaan strategis sampai dengan

dihasilkannya kinerja.

Dalam konteks wirausaha, menururt Bird (1996), faktor individu

wirausaha merupakan individu yang menjalankan usaha, faktor-faktor yang ada

pada individu tersebut adalah: (1) karakteristik biologis meliputi: umur, jenis

kelamin, pendidikan, (2) latar belakang wirausaha yaitu: pengalaman usaha,

alasan berusaha, pekerjaan orang tua dan keluarga, dan (3) motivasi.

Stewart Jr (1998) menemukan bahwa faktor kepribadian memberikan

pengaruh signifikan terhadap kemajuan usaha seorang wirausahawan. Meskipun

faktor sosial dan faktor situational merupakan komponen yang terintegrasi dalam

proses kewirausaahan, tetapi tidak semua wirausahawan mampu mengkombinasi-

kan kedua komponen tersebut, sebab masih ada satu faktor lain yang cukup

penting bagi pengembangan proses kewirausahaan yaitu faktor kepribadian

wirausahwan tersebut.

Menurut Sen (Nadvi dan Barientoss (2004)), kemampuan dan kesungguh-

an individu berhubungan dengan kebebasan untuk menentukan jalan hidupnya.

Sen cenderung mendefinisikan kemiskinan sebagai deprivasi terhadap kemampu-

an individu daripada rendahnya pendapatan. Oleh karena itu, untuk memberdaya-

kan masyarakat miskin perlu ditingkatkan kemampuan individu terlebih dahulu

yang kemudian akan mendorong peningkatan pendapatan secara berkelanjutan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka faktor individu adalah ciri-ciri yang

melekat pada pribadi pengrajin yang membedakan dirinya dengan orang lain

berdasarkan waktu tertentu.

Menurut Rakhmat (2001) faktor internal individu merupakan ciri-ciri yang

dimiliki oleh seseorang yang berhubungan dengan semua aspek kehidupan dengan

lingkungannya. Karakteristik tersebut terbentuk oleh faktor-faktor biologis dan

sosiopsikologis. Untuk mengetahui perilaku masyarakat terhadap sesuatu obyek

tertentu, maka karakteristik individu merupakan salah satu faktor yang penting

untuk diketahui. Azwar (2003), menyebutkan bahwa karakteristik individu

meliputi variabel sepert motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang saling

Page 30: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-faktor

lingkungan dalam menentukan perilaku.

Umur

Pada usaha pertanian, umur petani akan sejalan dengan pengalaman dan

pengetahuannya sesuai dengan pertumbuhan biologis dan perkembangan psikis-

nya. Petani yang lebih tua tampaknya cenderung lebih berhati-hati, sehingga ada

kesan mereka relatif kurang responsif atau lambat. Sebenarnya bukan berarti

mereka tidak mau menerima perubahan, tapi mereka mungkin punya pertimbang-

an praktis seperti kesehatan, kekuatan fisik yang kurang mengizinkan, atau ingin

menikmati masa tua mereka (Soekartawi, 1988).

Robbins (1996) memberikan pendapat tentang efek yang ditimbulkan oleh

usia pada pergantian karyawan, kemangkiran, produktivitas dan kepuasan. Ter-

dapat beberapa hasil penelitian yang menyebutkan bahwa: (1) makin tua se-

seorang maka makin kecil kemungkinannya berhenti dari pekerjaan, (2) usia me-

miliki hubungan terbalik dengan kemangkiran, orang dengan usia yang lebih tua

memiliki kemampuan yang lebih tinggi dengan masuk kerja yang lebih teratur, (3)

tidak terbukti bahwasanya semakin tua usia maka produktivitas semakin menurun

akibat menurunnya kecekatan, kecepatan, kekuatan dan koordinasi, jika ada

penuruan karena usia, maka akan diimbangi dengan pengalaman, (4) pada

individu yang profesional kepuasan cenderung meningkat dengan meningkatnya

usia, pada individu yang non profesional kepuasan cenderung menurun dengan

meningkatnya usia pada setengah baya dan akan naik lagi pada tahun-tahun

berikutnya.

Bird (2001) mencatat beberapa hasil penelitian tentang usia wirausahawan

yaitu: (1) kronologis umur memulai usaha berkontribusi terhadap keberhasilan

jangka panjang, wirausahawan muda akan memiliki karir yang lebih lama, (2)

terdapat usia-usia tertentu yang dianggap sebagai titik tumpu untuk memulai

usaha yang akan berkontribusi terhadap motivasi untuk benar-benar akan memulai

usaha, (3) semakin awal seseorang me-mulai karir wirausaha, semakin lama

mereka akan tinggal di dalamnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Perry, Batstone dan Pulsarum (2003)

tentang keberhasilan usaha kecil menengah di Thailand juga menemukan adanya

Page 31: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

hubungan yang positif dan memimiliki signifikansi tinggi antara umur dengan

keberhasilan usaha kecil.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, umur mempengaruhi perilaku

pengrajin dalam melaksanakan aktivitas usaha dan dalam konteks usaha kecil

umur mempunyai pengaruh positif terhadap kemajuan usaha.

Pendidikan

Pendidikan, baik formal maupun non formal adalah sarana untuk

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Pada umumnya seseorang yang

berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih

mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik Semakin tinggi pendidikan

formal akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring dan

menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya.

Bird (2001) mengumpulkan beberapa fakta yang menyatakan bahwa

pendidikan adalah penting bagi kebanyakan wirausahawan sehingga upaya

pengembangan kompetensi melalui pendidikan penting untuk keberhasilan usaha.

Perry, Batstone dan Pulsarum (2003) menemukan semakin lama tahun menempuh

pendidikan maka semakin besar kesuksesan yang dapat diraih.

Pendidikan formal ditujukan untuk memperkuat dan mendorong

kreatifitas, keingintahuan (curiosity), open mindedness, dan ketrampilan yang

bagus, hal tersebut berkontribusi terhadap keinovatian dan kemampuan mengelola

sumberdaya dalam kehidupannya. Selain itu, pelatihan teknis penting bagi karir

dan usaha yang menggunakan teknologi dan produksi yang maju. Pendidikan juga

dapat mempengaruhi motivasi, pelatihan profesional dapat memperkuat nilai dan

posisi karir yang mantap.

Pendidikan menunjukkan tingkat intelegensi yang berhubungan dengan

daya pikir seseorang. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang semakin luas

pengetahuannya. Gonzales (Jahi, 1988) merangkum pendapat beberapa ilmuwan

bahwa pendidikan merupakan suatu faktor yang menentukan dalam mendapatkan

pengetahuan. Pendidikan menggambarkan tingkat kemampuan kognitif dan

derajat ilmu pengetahuan yang dimiliki seseorang.

Page 32: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Wirausahawan yang bekerja dengan pendidikan rendah dapat menghadapi

kesulitan dalam memperoleh materi-materi pendidikan selanjutnya. Seringkali

sulit untuk menentukan gaji seseorang yang berpendidikan lebih baik, lebih

berpengalaman dan lebih pandai. Pendidikan yang diperoleh pada usia muda

(sebagian besar wirausahawan tidak mau kembali sekolah formal) memiliki

kontribusi yang penting terhadap kemampuan wirausahawan dan menunjang

keberhasilan usaha karena lebih kritis dalam mengakses informasi.

Tanggungan Keluarga

Usaha kecil dilaksanakan dengan mengandalkan anggota keluarga.

Menurut Soekartawi (1988) anggota keluarga sering dijadikan bahan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan suatu inovasi. Konsekuensi

penerimaan inovasi akan berpengaruh terhadap keseluruhan sistem keluarga,

mulai dari isteri, anak-anak dan anggota keluarga lainnya.

Besarnya keluarga sangat terkait dengan tingkat pendapatan seseorang.

Jumlah keluarga yang semakin besar menyebabkan seseorang memerlukan

tambahan pengeluaran atau kebutuhan penghasilan yang lebih tinggi untuk

membiayai kehidupannya. Sehingga dibutuhkan tingkat aktifitas yang lebih tinggi

dalam memenuhi kebutuhan (Azwar, 2003).

Pengalaman Usaha

Pengalaman berusaha perlu dijadikan salah satu pertimbangan, karena

menentukan mudah tidaknya bagi wirausahawan untuk menyesuaikan diri dengan

kondisi lingkungan biofisik, sosial ekonomi, dan teknologi. Pengalaman memiliki

kontribusi terhadap perkembangan skill, kemampuan dan kompetensi, yang

memiliki fungsi untuk menggerakkan ide-ide usaha, sama pentingnya dengan nilai

(value), kebutuhan (need) dan insentif.

Hal-hal yang telah kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi

penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah-satu

dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan,

seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan obyek psikologis.

Sehubungan dengan itu Azwar (2003) mengatakan bahwa tidak adanya

Page 33: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pengalaman sama sekali dengan suatu obyek psikologis cenderung akan

membentuk sikap negatif terhadap obyek tersebut. Pengalaman merupakan salah

satu cara kepemilikan pengetahuan yang dialami seseorang dalam kurun waktu

yang tidak ditentukan. Secara psikologis seluruh pemikiran manusia, kepribadian

dan temperamen ditentukan oleh pengalaman indera. Pikiran dan perasaan bukan

penyebab perilaku tetapi disebabkan oleh penyebab masa lalu (Rakhmat 2001).

Menurut Bird (2001), pembelajaran yang diperoleh dari pengalaman

memberikan kemampuan (ability) bagi seseorang untuk: (1) belajar dari

pengalaman yang berasal dari kegagalan dan keberhasilan, (2) merefleksikan

pengalaman dengan melibatkan ego, emosi dan asumsi untuk melihat apa yang

akan terjadi, (3) mengabstraksi pengalaman yang dialami dan menghubungkan

dengan pengalaman orang lain, kemudian membuat prediksi apa yang akan

dilakukan, (4) mencoba sesuatu yang baru pada masa yang akan datang. Perry,

Batstone dan Pulsarum (2003) menemukan pengalaman usaha memiliki pengrauh

yang signifikan terhadap keberhasilan usaha kecil menengah.

Jadi pengalaman usaha menjadi prediktor yang baik bagi pengambilan

keputusan, keberhasilan usaha dan perilaku wirausahawan.

Motivasi berusaha

Semua kegiatan manusia selalu berhubungan dengan motivasi. Motivasi

berasal dari dua kata, yaitu motif dan asi (action). Motif berarti dorongan, dan asi

berarti usaha. Sehingga motivasi adalah usaha yang dilakukan manusia untuk

menimbulkan dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Setiap tindakan

manusia, pasti memiliki motif atau dorongan. Dorongan atau motif ini ada di

belakang setiap tindakan manusia. Motif adanya di dalam tubuh manusia.

Yang terlihat pada kita adalah tindakan. Motif ada dibelakang tindakan. Motif

mendorong timbulnya tindakan. Namun demikian, timbulnya motif bisa

dilakukan dari luar diri manusia atau dari dalam diri manusia. Oleh karena itu kita

mengenal dua bentuk motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

Motivasi intrinsik adalah motivasi yang menunjukkan bahwa timbulnya dorongan

pada diri seseorang berasal dari kesadarannya sendiri. Motivasi ekstrinsik adalah

motivasi yang menunjukkan bahwa timbulnya dorongan berasal dari luar atau

orang lain (Padmowihardjo 2001).

Page 34: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Usaha yang dilakukan oleh seseorang karena adanya motivasi, dimana

Luthans (Thoha, 1988) menyebutkan ada tiga unsur motif yang saling

berinteraksi, yaitu kebutuhan (need), dorongan (drive), dan tujuan (goal).

Motivasi seseorang tergantung pada kekuatan motivaasinya (motifnya), yakni

semua unsur penggerak atau alasan-alasan dalam diri manusia yang menyebkan ia

berperilaku tertentu (Gerungan, 1999 dan Thoha, 1988), seperti: kebutuhan,

dorongan, keinginan dan aspirasi.

Orang berusaha dalam situasi tertentu dapat dilihat dari pendekatan

kognitif, yaitu: adanya kebutuhan, keinginan, hasrat, nilai, dan harapan serta

pendekatan non kognitif, yaitu: pengaruh atau konsekuensi yang mengikutinya

seperti hadiah dan hukuman (Kast dan Rozenzweig, 1995). Dikemukakan pula

bahwa, motivasi dapat didekati dari dua dimensi, yaitu (1) apa yang

menggerakkan orang (isi), teori isi berfokus pada variabel spesifik yang

mempengaruhi usaha seseorang, seperti kebutuhan internal atau kondisi eksternal,

dan (2) bagaimana perilaku itu dihasilkan (proses), teori proses berfokus pada

insentif, dorongan (drive), penguatan (reinvocement), dan harapan (expectations).

Hiks dan Gullet (1996) mengemukakan bahwa, berbagai kebutuhan, keinginan,

harapan yang terdapat di dalam diri seseorang dapat membentuk motivasi internal,

sedangkan upah/gaji, keadaan kerja, penghargaan, tanggung jawab membentuk

motivasi eksternal.

Pemenuhan Kebutuhan

Kebutuhan dalam teori motivasi Maslow merupakan hirarki kebutuhan

(hierarchi of need), yaitu: kebutuhan fisik, keamanan, sosial, penghargaan, dan

aktualisasi diri. Kebutuhan tersebut bisa dicapai secara bertahap tapi bisa juga

melompat pada kebutuhan yang lebih tinggi (Thoha, 1988), sedangkan Aldefer

mengenalkan tiga kelompok inti kebutuhan, yaitu: kebutuhan akan keberadaan

(existence), kebutuhan berhubungan (relatedness), dan kebutuhan untuk

berkembang (growth).

Keberhasilan melakukan usaha agribisnis adalah suatu prestasi, demiian

juga produktivitas adalah sebuah prestasi. Kebutuhan untuk berprestasi (n-Ach)

dari McClelland juga merupakan suatu motif yang dapat meningkatkan

pertumbuhan ekonomi dan budaya (McClelland, 1987) dan seseorang dikatakan

Page 35: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

mempunyai motivasi untuk berprestasi jika ia mempunyai keinginan untuk

melakukan suatu karya yang lebih baik dari prestasi karya orang lain.

Karakteristik orang-orang berprestasi tinggi adalah: suka mengambil resiko yang

moderat, memerlukan umpan balik yang segera, lebih memperhitungkan

keberhasilan, dan menyatu dalam tugas-tugasnya (McClelland, 1987).

McClelland (1987) mengemukakan bahwa masyarakat yang memiliki n-Ach

tinggi menghasilkan wiraswatawan-wiraswastawan yang lebih giat, dan pada

gilirannya menghasilkan pembangunan ekonomi yang lebih pesat. Orang yang

mempunyai n-Ach tinggi akan berprestasi lebih tinggi serta bekerja lebih efisien.

Insentif dapat menjadi dorongan bagi pengrajin, seperti: perbandingan

harga yang menguntungkan, pembagian hasil, tersedianya barang dan jasa yang

ingin dibeli, dan penghargaan masyarakat terhadap prestasi (Mosher, 1987), motif

mencari laba menurut Ricardo (McClelland, 1987), harapan untuk memperoleh

penghargaan (keuangan) disebut juga insentir (Thoha, 1988). Kast dan

Rosenzweig (1995) mengemukakan bahwa pekerjaan itu sendiri (yang benar-

benar menarik, menguntungkan dan memuaskan) serta tanggung jawab pribadi

terhadap pekerjaan itu dapat menjadi motivator.

Informasi di atas memberi gambaran bahwa motivasi dapat membentuk

upaya yang dilakukan seseorang, yang terdiri atas: (1) motif kebutuhan (needs),

yakni kebutuhan akan keberadaan (exixtence), kebutuhan berhubungan

(relatedness), kebutuhan untuk berkembang (growth), dan kebutuhan untuk

berprestasi (n-Ach), dan (2) motif dorongan, yakni dorongan karena adanya

desakan atau rangsangan dari luar (eksternal).

Komunikasi

Pada dasarnya komunikasi merupakan proses penyampaian dan

penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti. Dalam komunikasi yang

penting adalah pengertian bersama dari lambang-lambang tersebut, dan karena itu

komunikasi merupakan proses sosial. Bila komunikasi itu berlangsung terus-

menerus antara pengrajin dengan pihak lain, maka akan terjadi interaksi yaitu

proses saling mempengaruhi antara individu yang satu dengan yang lain. Terdapat

beberapa hal yang terkait dengan kegiatan komunikasi diantaranya adalah:

aksesibiltas terhadap sumber informasi dan sifat kosmopolitansi.

Page 36: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru,

biasanya lebih inovatif dibandingkan dengan orang-orang pasif apalagi yang

sekalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru (Lionberger, 1964).

Menurut Lionberger (1964), golongan yang inovatif, biasanya banyak

memanfaatkan beragam sumber informasi, seperti lembaga pendidikan/perguruan

tinggi, lembaga penelitian, dinas-dinas yang terkait, media masa, tokoh-tokoh

masyarakat, sesama pengrajin, maupun dari lembaga-lembaga komersial

(pedagang). Berbeda dengan golongan inovatif, golongan masyarakat yang kurang

inovatif umumnya hanya memanfaatkan informasi dari tokoh-tokoh (pengrajin)

setempat, dan relatif sedikit memanfaatkan informasi dari media masa.

Menurut Mardikanto (1996), sifat kekosmopolitan adalah tingkat

hubungannya dengan “dunia luar” di luar sistem sosialnya sendiri. Sifat

kekosmopolitan dicirikan oleh fekwensi dan jarak perjalanan yang dilakukan,

serta pemanfaatan media masa. Bagi warga masyarakat yang relatif lebih

kosmopolit, adopsi inovasi dapat berlangsung cepat. Tetapi, bagi yang lebih

“localit” (tertutup, terkungkung di dalam sistem sosialnya sendiri), proses adopsi

inovasi akan berlangsung sangat lamban karena tidak adanya keinginan-keinginan

baru untuk hidup lebih “baik” seperti yang telah dapat dinikmati oleh orang-orang

lain di luar sistem sosialnya sendiri.

Sifat kekosmopolitan individu dicirikan oleh sejumlah atribut yang

membedakan mereka dari orang-orang lain di dalam komunitasnya, yaitu

memiliki status sosial yang lebih tinggi, partisipasi sosial yang lebih tinggi, lebih

banyak berhubungan dengan pihak luar, lebih banyak menggunakan media massa,

dan memiliki hubungan lebih banyak dengan orang lain maupun lembaga yang

berada di luar komunitasnya.

Aspek Gender

Gender adalah konsep yang mengacu pada peran-peran dan tanggung

jawab laki-laki dan perempuan yang terjadi akibat dari dan dapat berubah oleh

keadaan sosial dan budaya masyarakat.

Berdasarkan Instruksi Presiden RI No.9 Tahun 2000, Kesetaraan Gender

adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh

kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan

Page 37: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan

keamanan nasional, dan kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut.

Pada konteks pembangunan masyarakat pengrajin, diperlukan kesetaraan

gender dalam seluruh aspek kegiatan usaha guna meningkatkan peran perempuan

dan laki-laki secara seimbang. Hal ini dapat menunjang keberhasilan usaha

kerajinan dan meningkatkan kesejahteraan perempuan dan laki-laki secara adil.

Faktor Lingkungan Usaha Kerajinan

Lingkungan merupakan suatu tempat dimana suatu unit usaha memulai

atau menjalankan usahanya untuk meraih peluang dan kesempatan serta

kemungkinan akan memperoleh ancaman dari pesaing. Menurut Kotler (1995),

terdapat ada enam kekuatan utama yang membentuk lingkungan usaha yaitu :

(1) Lingkungan demografi, misalnya: pertumbuhan penduduk, perubahan angkaharapan hidup, adat istiadat, tingkat pendidikan, pola berumah tangga,perubahan dari satu mass market ke beberapa micromarkets.

(2) Lingkungan ekonomi, kekuatan membeli konsumen dari sudut ekonomi akandipengaruhi oleh: distribusi pendapatan, harga, tabungan, pinjaman, danketersediaan kredit.

(3) Kondisi alam, perusahaan harus waspada terhadap kecenderungan kondisi :ketersediaan bahan mentah, kenaikan biaya sumber daya energi, kenaikantingkat polusi serta perubahan peraturan pemerintah tentang proteksilingkungan.

(4) Lingkungan teknologi, kecenderungan teknologi berikut ini harus dicermatioleh perusahaan : pengakselerasian perubahan teknologi, kesempatan inovasiyang tidak terbatas, keanekaragaman anggaran riset dan develompent,peningkatan aturan perubahan teknologi.

(5) Lingkungan politik, perkembangan lingkungan politik berpengaruh secarakuat terhadap keputusan pemasaran. Lingkungan ini terdiri dari hukum,lembaga pemerintah dan kelompok yang berkuasa.

(6) Lingkungan budaya, kehidupan masyarakat tidak bisa terlepas darikepercayaan, nilai dan norma-norma. Berikut ini beberapa karakteristikbudaya yang ada dalam masyarakat : nilai-nilai kebudayaan murni yangmemiliki persistensi yang tinggi, di dalam kebudayaan terdapat subkebudayaan.

Senada dengan enam kekuaatan tersebut, Badri et al, (2000) menyatakan

bahwa faktor-faktor lingkungan yang penting dicermati pengusaha yaitu trend

ekonomi, perubahan teknologi, kondisi politik, perubahan sosial, ketersediaan

sumberdaya vital dan kekuatan kolektif konsumen dan supplier.

Page 38: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Haber dan Reichel (2006) menginventarisasi beberapa dukungan yang

diperoleh dari lingkungan luar untuk kemajuan usaha kecil pada masa yang akan

datang, yaitu: (1) bimbingan keuangan (financial assistance), usaha kecil biasanya

memiliki keterbatasan dalam hal mengakses sumber pendanaan. Untuk itu peran

pemerintah sangat diperlukan untuk mendukung keberhasilan usaha pada jangka

pendek, dan pada jangka panjang akan berkontribusi pada pembangunan ekonomi

daerah; dan (2) bimbingan inkubator, diperlukan untuk memperkecil gap dalam

keuangan dengan meningkatkan kualitas talenta wirausaha berbasis lokal dan

pembangunan perusahaan berbasis kearifan lokal (indigenous companies).

Secara singkat, Heizer dan Render (1993) menyebutkan variabel lingkung-

an usaha kecil meliputi: ekonomi, budaya. Teknologi, demografi dan hukum-

politik. Wirausahawan perlu melakukan kontak dengan lingkungan, sebagaimana

dikemukakan oleh Zhao dan Aram (1995), bahwasanya kontak personal antara

wirausahawan dengan orang lain akan dapat memberi dua manfaat yaitu: (1)

meningkatkan dukungan sosial, jaring pengaman (safety net) yang menghindarkan

wirausahawan melanggar norma sosial dalam proses pengambilan resiko, (2)

dapat menjadi alat untuk mengakses sumber daya lingkungan dan sebagai wadah

untuk mewujudkan misi organisasi.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka faktor lingkungan dalam

penelitian didefinisikan sebagai individu-individu lain, lembaga, atau sistem yang

melingkupi pengrajin dan usahanya, yang memberikan dukungan sehingga dapat

mempengaruhi pola pikir dan tindakan-tindakan pengrajin.

Potensi Industri Kecil Kerajinan

Industri kecil kerajinan merupakan salah satu alternatif usaha yang dipilih

oleh masyarakat pada negara-negara berkembang disamping sektor pertanian. Di

Indonesia, usaha kecil banyak ditekuni masyarakat di pedesaan dan di perkotaan

dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal berupa bahan baku, tenaga

kerja, peralatan, metode, atau seni dan budaya lokal. Usaha kecil berbasis pada

sumber daya lokal dan menerapkan indigenous technology ini memiliki potensi

tinggi untuk dikembangkan secara partisipatif.

Page 39: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Industri kecil memiliki daya tahan yang kuat dalam menghadapi

goncangan ekonomi. Mardhuki (APO, 2000) menyatakan: “massive

unemployment, falling unemployment benefits and other welfare transfers and

scarcity of job opportunities in transition economies, have led to a growing

movement towards self-employment and a small business creation.” Permasalahan

di bidang ekonomi yang timbul akibat krisis mendorong manusia untuk

mempertahankan hidupnya dengan menciptakan lapangan kerja untuk dirinya

sendiri melalui kreasi di bidang usaha kecil.

Selain itu, Nadvi dan Barientos (2004 mengemukakan bahwa terdapat

banyak industri kecil pedesaaan dan pinggiran perkotaan (peri-urban) di

Indonesia yaitu: kuningan dan perabot (furniture) mampu bertahan dalam kondisi

krisis, bahkan industri ukiran dari Jepara yang didukung koperasi yang kuat dan

jaringan pemasaran global tetap bertahan mengekspor produknya ke beberapa

pasar luar negeri. Bahkan ketika kondisi krisis menyebabkan beberapa perusahaan

besar mengurangi tenaga kerjanya, industrikecil ini masih mampu mem-

pertahankan tenaga kerjanya dan tingkat upah mereka lebih baik daripada tingkat

upah regional.

Industri kecil memiliki kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan

eknomi lokal maupun nasional. Belajar dari pengalaman China yang memiliki

pertumbuhan ekonomi sangat cepat. Menurut Gibb dan Jun Li (2003), pada dua

dekade terakhir pertumbuhan eknomi cina yang cepat diperoleh keberhasilan

usaha kecil baik di pedesaan maupun perkotaan, usaha kecil tersebut diantaranya

berupa, usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah yang dikenal dengan istilah

Micro, Small and Medium-Sized Entreprisess (MSME), usaha kecil ini dikelola

oleh masyarakat lokal dan dikontrol oleh pemerintah daerah.

Di Indonesia, industri kecil dilaksanakan secara padat karya sehingga

menyerap tenaga kerja yang cukup besar. Hal ini memberikan kontribusi terhadap

permasalahan pengangguran. Dalam konteks pembangunan lokal, hal ini dapat

menjadi sarana pemerataan kesejahteraan masyarakat baik sebagai penyedia

tenaga di bidang produksi, penyedia input bahan baku atau penyedia jasa lainnya,

sebagai efek dari munculnya usaha di tingkat lokal. Meskipun industri kecil

Page 40: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi, beberapa permasalahan

masih banyak dihadapi oleh mereka.

Pola kebijakan sosial ekonomi lokal dan nasional banyak dipengaruhi oleh

ide-ide dan konsep pembangunan internasional. Peningkatan penggunaan

teknologi komunikasi telah memfasilitasi transfer pengetahuan dan ide-ide kepada

dunia usaha secara cepat, tanpa ada batas skala nasional lagi. Trend model bisnis

dan produk terbaru lebih mudah diadopsi dalam skala global.

Kebijakan makro ekonomi memiliki peran terbesar bagi keberhasilan

pembangunan industri kecil. Menurut Ismawan (2002), pergeseran orientasi

pembangunan sudah mulai diarahkan untuk melihat industri kecil sebagai

stakeholder penting yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan yang

berkelanjutan (sustainable growth), dahulu industri besar menjadi lokomotif

pembangunan berubah ke strategi pertumbuhan yang berbasis luas (broad based

growth) atau yang oleh Bank Dunia disebut pertumbuhan yang berkualitas (the

quality of growth). Dharmawan (2000) menyatakan bahwa istilah pertumbuhan

masih memberi kesan adanya bias pengukuran kekayaan dan berkembangnya

budaya korupsi.

Apabila kebijakan makro telah dapat mengapresiasi sektor industri kecil

maka akan tercipta lingkungan yang mendukung (enabling environment). Oleh

kartena itu, upaya pengembangan kapasitas sektor industri kecil dan penyediaan

berbagai akses yang dibutuhkan oleh sektor industri kecil dapat dilaksanakan.

Pembinaan terhadap industri kecil telah dilakukan dalam berbagai bentuk

kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, perusahaan, LSM, Perguruan Tinggi

dan sebagainya. Diharapkan pembinaan dapat ditujukan untuk: (1) meningkatkan

kemampuannya agar kuat dan tahan terhadap perubahan-perubahan ekonomi, (2)

meningkatkan posisi tawamya (bargaining position) terhadap konsumen/pasar di

dalam kondisi persaingan yang semakin meningkat, dan (3) meningkatkan

motivasi untuk mencapai kemajuan berusaha di dalam wadah kebersamaan dalam

bentuk koperasi.

Dari beberapa kebijakan tersebut dapat dikritisi bahwa kebijakan

pengembangan industri kecil di Indonesia masih perlu penekanan pada aspek

pengembangan sumber daya manusianya. Kelemahan utamanya adalah aspek

Page 41: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

sumber daya manusianya kurang mendapat sentuhan, khususnya berkaitan dengan

kepribadian. Pelatihan-pelatihan maupun insentif yang diberikan perlu

mempertimbangkan aspek keberlanjutannya sehingga akan meningkatkan

efektivitasnya.

Peningkatan kapasitas sektor industri kecil hanya bisa dilaksanakan secara

efektif manakala satu elemen kunci dimasukkan yaitu pendampingan yang

berkelanjutan. akses pada pelayanan keuangan, informasi, dan pasar. Dalam hal

akses terhadap pelayanan keuangan jelas kiranya pendekatan keuangan mikro

menjadi jawaban yang efektif. Selain itu informasi dan pasar yang disediakan

melalui berbagai pihak seringkali diluar kapasitas pengrajin untuk dapat

mengapresiasi dan memenuhinya. Karena itu, akan lebih bijak apabila penyediaan

akses informasi dan pasar dilakukan seiring dengan pengembangan kapasitasnya,

kemitraan perlu dijadikan salah satu oroientasi kebijakan sehingga interdependesi

pengrajin dapat tercapai.

Pembangunan Industri KecilBerkelanjutan

Pembangunan ialah suatu perubahan yang berguna menuju suatu system

sosial dan ekonomi yang diputuskan sebagai kehendak dari suatu negara

(Rogers,1976). Pembangunan menurut Todaro (1998) diartikan sebagai proses

perubahan dan pertumbuhan (change and growth) ke arah yang lebih baik dan

berhubungan dengan masalah ekonomi, kelembagaan dan transformasi sosial.

Banyak teori-teori pembangunan pada saat ini tidak mampu untuk menunjukkan

arah yang pasti pembangunan itu sendiri, sehingga setiap bangsa mempunyai cara-

cara sendiri untuk melaksanakan pembangunan tidak terkandung oleh salah satu

teori pembangunan tertentu.

Kerangka berpikir pembangunan berkelanjutan pada intinya adalah

pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa harus

menghalangi pemenuhan kebutuhan generasi mendatang. Sesuatu yang dimaksud

kebutuhan sekarang, cara untuk dapat memenuhinya, dan cara agar pemenuhan

kebutuhan masa datang tidak terganggu, merupakan permasalahan yang bisa

berlainan dan beraneka untuk setiap tempat.

Page 42: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Menurut Serageldin (Setiana, 2001) pada tahap perkembangan berikutnya,

para pakar mengidentifikasikan tiga pandangan tentang pembangunan

berkelanjutan yang berkembang dari tiga disiplin ilmu pengetahuan yaitu: (1)

pandangan dari sudut ekonomi yang meletakkan pusat perhatiannya pada upaya

peningkatan kemakmuran semaksimal mungkin dalam ketersediaan modal dan

kemampuan teknologi; (2) pandangan dari sudut ekologi yang melihat terjaganya

keutuhan ekosistem alami sebagai satu syarat mutlak untuk menjamin

keberlanjutan perkembangan kehidupan; dan (3) pandangan dari segi sosial yang

menekankan kepada pentingnya demokratisasi, pemberdayaan, peran serta,

transparansi dan keutuhan budaya, sebagai kunci untuk melaksanakan

pembangunan yang berkelanjutan.

Berdasarkan pendapat tersebut kita bisa mencermati bahwa dalam

pembangunan berkelanjutan disamping memfokuskan pada peningkatan

kesejahteraan masyarakat juga perlu memperhatikan aspek ekologi dan tidak

meninggalkan aspek sosial yang menenkankan pada pentingnya partisipasi

masyarakat.

Dalam konteks pembangunan yang berkelanjutan, suatu bisnis yang

berkelanjutan adalah bisnis yang sangat mampu memproduksi yang terbaik

(producing better) bukan memproduksi yang biasa-biasa saja (producing less),

memenuhi kebutuhan konsumen yang lain dari yang lain (consumer differently)

bukan kebutuhan yang biasa-biasa saja (consumer less), dan pertumbuhan yang

berkelanjutan (sustainable growth) bukan pertumbuhan yang terbatas (limits to

growth) (Young, 2006).

Faktor-faktor penentu kinerja dan daya tahan usaha kecil menjadi domain

penelitian yang sangat penting, penelitian di bidang kewirausahaan mulai

merubah fokus penelitiannya dari manajemen strategis tradisional ke arah studi

tentang pengujian penciptaan usaha baru yang bermanfaat bagi kesejahteraan

sosial. Penemuan tentang teori-teori dan variabel dependen operasional yang

cocok akan berperan bagi penciptaan usaha baru bagi kesejahteraan sosial.. Hal ini

tentu menjadi tantangan yang berat bagi seluruh stake holder pembangunan

industri kecil karena perlu peningkatan motivasi dan kemampuan SDM untuk

Page 43: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

mencipatkan suatu inovasi yang tentunya perlu dukungan teknologi dan

lingkungan yang kondusif.

Variabel dependen yang sesuai dengan kebutuhan usaha yang

berkelanjutan harus bersifat multifaceted (beraneka segi) dan membutuhkan

ukuran yang kompleks, tidak hanya kinerja keuangan, tetapi juga ukuran

kesejahteraan sosial yang meliputi: ekonomi, sosial dan lingkungan.

Sebagaiamana telah diungkapkan di atas bahwa bahwa ketiga segi tersebut

penting bagi pembangunan industri kecil yang berkelanjutan.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat diketahui perlunya diadopsi

konsep pembangunan berkelanjutan dalam membangunan industri kecil. Hal ini

menjadi tantangan bagi peneliti yang dimulai dari mengkarakterisasikan variabel

usaha berkelanjutan berdasarkan sudut pandang yang komplek, global,

interdependent, dam memiliki titik pandang ke depan. Tantangan bagi usaha

berkelanjutan tidak hanya menyediakan laba dan lapangan pekerjaan tetapi

aktivitas kewirausahaan yang mengarahkan pada cara hidup yang lebih

berkelanjutan (sustainable ways of living (Cohen dan Winn, 2005).

Keberdayaan Pengrajin

Secara etimologis, istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari kata

empowerment, yang berasal dari kata empower yang mengandung dua pengertian:

(i) to give power to (memberi kekuasaan, mengalihkan kekuatan atau

mendelegasikan otoritas pada pihak lain), dan (ii) to give ability, to enable (usaha

untuk memberi kemampuan) (Oxfort English Dictionary). Istilah ini menunjukkan

adanya dua pihak atau lebih yang saling berinteraksi yang mengakibatkan salah

satu pihak memiliki kekuatan yang lebih dari kondisi sebelumnya.

Terminologi pemberdayaan berkembang terus seiring dengan perubahan

yang ada pada masyarakat, Oxaal dan Baden (1997) mendefinisikan

pemberdayaan berasal dari asal-usul kata “power” yang dapat dipahami sebagai:

(1) power over, yang terkait dengan kekuatan untuk menghindari dominasi dan

subordinasi, ancaman kejahatan dan intimidasi, (2) power to, yaitu kekuatan yang

berhubungan dengan kemampuan mengambil keputusan, otoritas, pemecahan

masalah dan kreativitas, (3) power with, kekuatan untuk bekerjasama dalam

Page 44: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

rangka mencapai tujuan bersama, dan (4) power within, kekuatan dalam diri

individu berupa kepercayaan diri, kesadaran, dan ketegasan (assertiveness). Ife

(1995), mengartikan pemberdayaan sebagai upaya meningkatkan kapasitas

masyarakat dalam menghadapi kehidupan masa depannya dengan memberikan

sumberdaya, peluang, pengetahuan dan ketrampilan.

Berdasarkan sudut pandang ilmu penyuluhan, Slamet (2003) menyatakan

bahwa istilah pemberdayaan masyarakat merupakan ungkapan lain dari tujuan

penyuluhan, yang berarti mampu = berdaya = tahu, mengerti, faham, termotivasi,

berkesempatan melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang, berenergi, mampu

bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani

menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu

bertindak sesuai situasi.

Dalam konteks pengembangan masyarakat, Sumodiningrat (1999)

menyatakan bahwa upaya memberdayakan masyarakat memerlukan persiapan

penguatan kelembagaan masyarakat. Dengan kelembagaan masyarakat yang kuat

diharapkan menjadi wadah bagi pengembangan masyarakat agar rakyat mampu

mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan

sosial yang berkelanjutan. Sejalan dengan konteks pengembangan masyarakat

tersebut, Ndraha (1987) memberi ciri-ciri pemberdayaan: (1) meningkatkan

kemampuan, (2) mendorong tumbuhnya kebersamaan, (3) kebebasan memilih

dan memutuskan (4) membangkitkan kemandirian, dan (5) mengurangi

ketergantungan serta menciptakan hubungan yang saling menguntungkan.

Berdasarkan pengertian tentang pemberdayaan di atas, maka dalam

konteks pengrajin makna pemberdayaan diartikan sebagai proses pembelajaran

yang berkesinambungan yang ditujukan untuk memberikan kekuatan kepada

masyarakat agar: (1) memiliki kesadaran, rasa percaya diri dan ketegasan dalam

seluruh segi kehidupannya; (2) mampu mengambil keputusan, memecahkan

masalah, berkreasi dalam usaha kerajinannya; (3) mampu bekerjasama dan

membina hubungan dalam lingkungan usaha dan lingkungan sosialnya; dan (4)

mampu mengakses sumberdaya, informasi, peluang, pengetahuan dan ketrampilan

untuk kelangsungan usaha dan kehidupan keluarganya di masa yang akan datang

dengan lebih baik.

Page 45: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengrajin yang berdaya adalah pengrajin yang memiliki ciri-ciri yang ada

pada perilaku wirausaha dan kemandirian. Pengrajin yang berdaya dengan

berperilaku wirausaha dan mandiri dalam berusaha secara gigih berupaya

melakukan kombinasi dari sumberdaya ekonomi yang tersedia, mereka mampu

menciptakan produk dan teknik usaha baru (inovatif), mampu mencari peluang

baru (opportunistis), bekerja dengan metode kerja yang lebih efektif dan efisien,

cepat mengambil keputusan dan berani mengambil resiko, berdayasaing, tidak

terdeprivasi dan tersobordinasi oleh pihak lain.

Melalui proses pemberdayaan masyarakat diharapkan akan dapat

berkembang lebih jauh dengan berkembangnya pola pikir yang kritis dan

sistematis sehingga masyarakat pengrajin lebih mampu melakukan kegiatan

secara berdaya dan partisipatif.

Peranan Penyuluhan dalam Memberdayakan Pengrajin

Seperti yang telah dinyatakan di atas, garis besar upaya pemberdayaan

adalah proses pembelajaran yang merupakan usaha terencana dan sistematis yang

dilaksanakan secara berkesinambungan. Istilah penyuluhan pertama kali digagas

oleh James Stuart dari Trinity College (Canbridge) pada tahun 1967-68, sehingga

kemudian Stuart dikenal sebagai Bapak Penyuluhan (Van Den Ban dan Hawkins,

1999)

Berbagai istilah digunakan pada berbagai negara menggambarkan proses-

proses belajar penyuluhan (extention), seperti’ (1) voorichting (Bahasa Belanda)

yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan

jalannya, (2) beratung (Bahasa Inggris dan Jerman) yang mengandung makna

sebagai seorang pakar memberikan petunjuk kepada seseorang tetapi seseorang

tersebut yang berhak untuk menentukan pilihannya, (3) erzeiehung (mirip artinya

dengan pendidikan di Amerika Serikat) yang menekankan tujuan penyuluhan

untuk mengajar seseorang sehingga dapat memecahkan sendiri masalahnya, (3)

fordering (Bahasa Austria) yang diartikan sebagai menggiring seseorang ke arah

yang diinginkan (Van Den Ban, 1999).

Secara harfiah penyuluhan berasal dari kata suluh yang berarti obor

ataupun alat untuk menerangi keadaan yang gelap. Dari asal perkataan tersebut

Page 46: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

dapat diartikan bahwa penyuluhan dimaksudkan untuk memberi penerangan

ataupun penjelasan kepada mereka yang disukai, agar tidak lagi berada dalam

kegelapan mengenai suatu masalah tertentu (dalam Rejeki dan Herawati, 1999)

Van Den Ban, A.W. dan H.S Hawkins (1999) mengartikan penyuluhan

sebagai keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara

sadar dengan tujuan membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bisa

membuat keputusan yang benar. Secara sistematis pengertian penyuluhan

tersebut adalah proses yang; (1) membantu petani menganalisis situasi yang

sedang dihadapi dan melakukan perkiraan ke depan, (2) membantu petani

menyadarkan terhadap kemungkinan timbulnya masalah dari analisis tersebut, (3)

Meningkatkan pengetahuan dan mengembangkan wawasan terhadap suatu

masalah, serta membantu menyusun kerangka berdasarkan pengetahuan yang

dimikili petani, (4) membantu petani memperoleh pengetahuan yang khusus

berkaitan dengan cara pemecahan masalah yang dihadapi serta akibat yang

ditimbulkannya sehingga mereka mempunyai berbagai alternatif tindakan,

(5) membantu petani memutuskan pilihan yang tepat yang menurut pendapat

mereka sudah optimal, (6) meningkatkan motivasi petani untuk dapat menerapkan

pilihannya, (7) membantu petani untuk mengevaluasi dan meningkatkan

keterampilan mereka dalam membentuk pendapat dan mengambil keputusan.

Menurut Slamet (2003), penyuluhan merupakan pendidikan luar sekolah

yang bertujuan: (a) memberdayakan sasaran, (b) meningkatkan kesejahteraan

secara mandiri, dan (c) membangun masyarakat madani. Pengertian penyuluhan

bukanlah sekedar penerapan tentang kebijakan penguasa, bukan hanya diseminasi

teknologi, bukan program charity yang bersifat darurat, dan bukan program untuk

mencapai tujuan yang tak merupakan kepentingan pokok kelompok sasaran.

Tetapi adalah program pendidikan luar sekolah yang bertujuan memberdayakan

sasaran, meningkatkan kesejahteraaan sasaran secara mandiri dan membangun

masyarakat madani; sistem yang berfungsi secara berkelanjutlan dan tidak bersifat

adhoc, serta program yang menghasilkan perubahan perilaku dan tindakan sasaran

yang menguntungkan sasaran dan masyarakatnya.

Sehingga secara singkat penyuluhan dapat diartikan sebagai suatu

pendidikan yang bersifat non formal yang bertujuan untuk membantu

Page 47: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

masyarakat/petani merubah perilakunya dalam hal pengetahuan, keterampilan dan

sikap agar mereka dapat memecahkan masalah dan mampu menolong dirinya

sendiri menuju peningkatan kesejahteraan. yang dihadapinya guna mencapai

kehidupan yang lebih baik.

Peran penyuluh adalah menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan-

perubahan, memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran. Menurut Lippit

(1956) peran penyuluh dapat dikembangkan menjadi beberapa peran yaitu:

(1) Pengembangan kebutuhan untuk melakukan perubahan-perubahan yang

mencakup:diagnosa masalah yang benar-benar diperlukan masyarakat

sasaran, pemilihan obyek yang tepat, analisis tentang motivasi dan

kemampuan masyarakat sasaran untuk melakukan perubahan, sehingga

upaya perubahan yang direncanakan mudah diterima dan dapat

dilaksanakan sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki masyarakat

sasaran, analisa sumberdaya yang tersedia dapat digunakan oleh penyuluh

untuk perubahan seperti yang direncanakan

(2) Menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan . Kegiatan yang

harus dilakukan penyuluh meliputi menjalin hubungan yang akrab

dengan masyarakat sasaran, menunjukkan kepada masyarakat sasaran

tentang pentingnya perubahan-perubahan yang harus dilakukan, bersama-

sama masyarakat, menentukan prioritas kegiatan memobilisasi

sumberdaya (mengumpulkan dana, menyelenggarakan pelatihan,

membentuk dan mengembangkan kelembagaan) dan memimpin

perubahan yang direncanakan

(3) Memantapkan hubungan dengan masyarakat sasaran, melalui upaya-

upaya yaitu, terus menerus menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan

masyarakat sasaran, terutama tokoh-tokohnya, bersama-sama tokoh

masyarakat memantapkan upaya-upaya perubahan dan merancang

tahapan-tahapan perubahan yang direncanakan, terus menerus

memberikan sumbangan terhadap perubahan yang profesional melalui

kegiatan penelitian dan rumusan-rumusan konseptual.

Berdasarkan hal tersebut kita melihat bahwasanya pemberdayaan

merupakan salah satu tujuan dari penyuluhan. Asngari (2001) menggambarkan

Page 48: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

proses penyuluhan dalam rangka pemberdayaan sumber daya manusia

pembangunan terlihat pada Gambar 1, sebagaimana dicontohkan di bidang

pertanian.

Gambar 1. Tujuan Penyuluhan Pembangunan (Asngari, 2001)

Penyuluhan dilakukan secara berkelanjutan, hal ini sesuai dengan “falsafah

kontinyu“; yang dimulai dengan tujuan agar klien tahu, mau dan mampu untuk

melakukan perubahan atas dirinya. Untuk itu, harus dimulai dari proses

penyadaran. Industri kecil kerajinan banyak ditekuni masyarakat pedesaan, namun

kesejahteraan pengusahanya masih belum meningkat. Untuk itu perlu penyadaran

agar mereka tahu masalah yang dihadapi, mau untuk berubah dan mampu

memecahkan masalah.

Perubahan perilaku yang menjadi penentu kemajuan usaha pengrajin

adalah terkait dengan kualitas SDM pengrajin, kemandirian usaha dan perilaku

wirausahanya. Oleh karena itu, perlu disusun suatu program penyuluhan yang

dapat merubah perilaku wirausaha, dengan pelatihan terhadap materi-materi

tersebut, pendampingan (fasilitasi), kredit/modal (misalnya: bantuan langsung

masyarakat), networking untuk membantu memasarkan produk kerajinannya.

Tujuan jangka panjang

Mengubah perilaku :1. Pengetahuan2. Sikap mental3. Ketrampilan

Bertani lebih baik(Better farming)

Berusahatani lebihbaik (Betterbusiness)

TahuMauMampumemanfaatkanIPTEK, dll

Pendapatanmeningkat

Masyarakat lebihmakmur

Penyuluhan

Pembangunan

Hidup lebih baik

Hidup lebihsejahtera

Sarana usaha yangmemadai (agro

support)

Iklim usaha yangkondusif (agro-

climate)

Tujuan jangkapendek

SDM Klien SDM Klien Ditunjang

Page 49: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Proses ini berjalan secara kontinyu sampai terjadi perubahan usaha yang lebih

baik (better business).

Kegiatan penyuluhan tidak hanya sampai pada peningkatan usaha tetapi

sampai pada membuat pengrajin berdaya; berdaya dalam konteks industri kecil

kerajinan ini adalah: (1) berdaya dalam usaha/memproduksi, (2) berdaya dalam

mengambil keputusan (tidak terdeprivasi oleh pihak lain), dan (3) berdaya dalam

keberlanjutan usaha. Keberdayaan akan mengarahkan mereka mencapai

kehidupan yang lebih baik dan makmur sejahtera.

Didalam kegiatan penyuluhan menggunakan prinsip-prinsip pendidikan

orang dewasa, yakni terdapat tujuh falsafah-falsafah yang dapat menyukseskan

keberhasilan penyuluhan (Asngari, 2001) yaitu: (1) Falsafah Pendidikan, (2)

Pentingnya Individu, (3) Falsafah Demokrasi, (4) Falsafah Bekerjasama, (5)

Falsafah Membantu Klien untuk Membantu Dirinya Sendiri, (6) Falsafah

Kontinyu, dan (7) Falsafah membakar sampah secara tradisional yaitu membantu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien dengan memilah-milahkan

keadaan individu klien.

Faktor Perilaku dalam Konteks Keberdayaan

Perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan tingkah laku seseorang

dan merupakan hasil kombinasi antara pengembangan anatomis, fisiologis dan

psikologis (Kast dan Rosenzweig, 1995) dan pola perilaku dikatakan sebagai

tingkah laku yang dipakai seseorang dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya.

Menurut Skinner (Salkind, 1989), perilaku adalah fungsi dari konsekuensi.

Perilaku timbul karena ada stimulus, kualitas dan karakteristik stimulus yang

mengikuti perilaku adalah sangat penting. Konsekuensi perilaku akan

menyebabkan peningkatan, penurunan atau tidak adanya perubahan dalam

probabilitas timbulnya perilaku yang terjadi kemudian. Berdasarkan pada studi

dan analisis konsekuensi Skinner ini, maka pengaruh lingkungan terhadap

perubahan perilaku sangat penting.

Perilaku merupakan fungsi dari interaksi antara sifat individu dengan

lingkungannya, Lewin (Hersey, Blanchard dan Johnson, 1996) membuat

Page 50: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

persamaan dasar perilaku manusia : B = f P,S, B adalah perilaku individu, f

berarti fungsi atau disebabkan oleh, P adalah Persons dan S adalah Situations.

Persamaan Lewin ini diartikan bahwa perilaku adalah fungsi yang ada dalam diri

individu dan di luar individu yaitu situasi. Sesuatu yang berasal dari dalam diri

inidvidu digerakkan oleh motif atau kebutuhan yang kemudian direfleksikan

dalam sikap (cara individu merasakan sesuatu hal) dan dimainkan oleh

kepribadian (kecenderungan seseorang untuk bertindak). P dan S tidak

independen tetapi interdependen. Seseorang dipengaruhi oleh situasi dimana dia

temukan diri mereka, dan situasi dipengaruhi oleh orang tersebut.

Menurut Gibson, Ivancevich dan Doonely (1994), terdapat beberapa faktor

penting yang menyebabkan perbedaan individu dalam perilaku (Gambar 2).

Gambar 2. Model Dasar Perilaku (Gibson, Ivancevich dan Doonely, 1995).

Model Dasar Perilaku disajikan sebagai titik pangkal untuk memahami

perilaku individu. Hal penting yang dapat dipetik dari model tersebut adalah:

(1) proses perilaku adalah serupa bagi semua orang; (2) perilaku yang sebenarnya

dapat berbeda karena variabel fisiologis, lingkungan dan psikologis, dan karena

faktor-faktor seperti frustasi, konflik dan kegelisahan; dan (3) banyak variabel

yang mempengaruhi perilaku terbentuk sebelum orang memasuki organisasi

pekerjaan.

Proses yang mendasari perilaku seseorang adalah sama, dengan empat

asumsi penting mengenai perilaku manusia yaitu: (1) perilaku timbul karena

sesuatu sebab (caused), (2) perilaku diarahkan kepada tujuan, (3) perilaku yang

terarah pada tujuan dapat diganggu oleh frustasi, konflik dan kegelisahan, dan (4)

peri-laku timbul karena motivasi. Berdasarkan empat asumsi tersebut, maka dapat

Stimulus Orang

Variabel FisiologisVariabel LingkunganVariabel Psikologis

Frustasi

Kegelisahan

Perilaku Konflik

Umpan balik

Tujuan

Page 51: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

diketahui bahwa seseorang berperilaku tidak dapat secara spontan dan tanpa

tujuan, tetapi harus ada sasaran secara eksplisit maupun implisit dan timbul

sebagai reaksi atas sasaran.

Pola perilaku bisa saja berbeda tetapi proses terjadinya adalah hal yang

mendasar bagi semua individu, yakni terjadi karena disebabkan, digerakkan dan

ditunjukkan pada sasaran (Kast dan Rosenzweig, 1995). Berdasarkan teori

perilaku dan asumsi di atas, perilaku itu tidak dapat spontan dan tanpa tujuan,

sehingga harus ada sasaran baik eksplisit maupun implisit. Perilaku kearah sasaran

timbul sebagai reaksi terhadap rangsangan (penyebab) yang dapat berupa jarak

antara kondisi sekarang dan kondisi baru yang diharapkan, dan perilaku yang

timbul adalah untuk menutup jarak tersebut.

Unsur perilaku terdiri atas perilaku yang tak tampak seperti pengetahuan

(cognitive) dan sikap mental (affective), serta perilaku yang tampak seperti

keterampilan (psychomotoric) dan tindakan nyata (action). Gabungan dari atribut

biologis, psikologis dan pola perilaku aktual menghasilkan kepribadian

(character) yakni kombinasi yang kompleks dari sifat-sifat mental, nilai-nilai,

sikap kepercayaan, selera, ambisi, minat, kebiasaan, dan ciri-ciri lain yang

membentuk suatu diri yang unik (unique self) (Kast dan Rosenzweig, 1995)

Untuk mengetahui proses perilaku ini terbentuk dan berkembang,

komponen kognitif, afektif dan psikomotorik, menurut Mar’at (1982), dikaitkan

dengan hal-hal berikut:

(1) Kognisi berhubungan dengan belief, ide dan konsep. Kepercayaan datang dari

apa yang pernah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui. Setelah

kepercayaan terbentuk, ia dapat memprediksi masa datang, termasuk

didalamnya pengalamn pribadi yang cenderung membentuk stereotip.

Ranah/domain kognisi akan menjawab pertanyaan sesuatu yang dipkirkan

atau dipersepsikan tentang obyek.

(2) Afeksi, menyangkut kehidupan emosional seseorang. Secara umum

disamakan dengan perasaan seseorang terhadap sesuatu. Reaksi emosional

ditentukan oleh kepercayaan.

Page 52: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(3) Konasi/Psikomotor, merupakan kecenderungan bertingkah laku, berkaitan

dengan obyek yang dihadapi. Kecenderungan berperilaku secara konsisten.

Selaras dengan kepercayaan dan perasaan yang membentuk perilaku individu.

Dalam penelitian ini perilaku adalah cara bertindak yang menunjukkan

tingkah laku seseorang dan merupakan hasil kombinasi pengetahuan, sikap dan

ketrampilannya. Perubahan perilaku lebih banyak dipengaruhi oleh faktor

lingkungan daripada faktor biologi. Faktor lingkungan dapat dibedakan menjadi

lingkungan internal dan eksternal. Menurut Kast dan Rosenzweig (1995), terdapat

beberapa faktor yang berpengaruh terhadap perilaku individual dalam suatu situasi

kerja (Gambar 3). Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi tiga konteks

yaitu: konteks individual yang berhubungan dengan konteks organisasi kerja dan

konteks umum yang berada di luar konteks individual dan konteks organisasi

kerja.

Gambar 3. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku dalamSituasi Kerja (Kast dan Rosenzweig, 1995)

Menurut Bird (1996), terdapat empat elemen yang membentuk perilaku

wirausaha yaitu: (1) faktor individu, (2) faktor organisasi, (3) faktor lingkungan,

dan (4) faktor proses sebagaimana tercantum pada Gambar 4.

Konteks Organisasi KerjaSasaranHarapan dan perananKebijakan prosedur &peraturanNorma-norma formaldan informalSistem imbalan:Ekonomi dan nonekonomiTugasSistem perencanaan danpengawasanTeknologiStrukturDinamika kelompokKepemimpinan

Konteks UmumKebudayaanEkonomiMasyarakatKeluargaHukumPengaruh lain

Konteks PeroranganSifat dan kemampuan bawaan &kemampuan diperolehPengalaman masa lampauKebiasaanNilai dan sikapKepercayaan

Diri atau keprobadian yang unik(kecenderungan untuk berpikiratau bertindak dgn cara tertentu)

Situasi sekarang (persepsi &kognisi)

Motivasi (kebutuhan, hasrat,ambisi, dan harapan yangmenggerakkan, mengarahkandan mempertahankan)

PERILAKU

Page 53: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 4. Elemen-elemen yang MembentukPerilaku Wirausaha (Bird, 1996)

Faktor individu yang menjalankan usaha adalah karakteristik biologis,

latar belakang wirausaha, dan motivasi. Faktor organizational outcomes, adalah

unit usaha, kekayaan, produk dan sebagainya. Faktor lingkungan mencakup

kekuatan yang lebih besar yaitu : faktor sosial, ekonomi, dan politik yang

mendukung atau menghambat wirausaha. Konteksnya meliputi hak cipta, modal,

keyakinan dan nilai-nilai dalam hal usaha, teknologi, sumber daya lokal,

inkubator, jejaring, teman sesama pengusaha, mitra dan dukungan keluarga.

Faktor perilaku adalah proses yang dijalankan oleh wirausaha dalam kegiatan

usahanya meliputi: pemahaman usaha (conceiving), kreasi (creating), pengelolaan

(organizing), dan promosi (promoting).

Berdasarkan uraian di atas, maka setidak-tidaknya faktor-faktor yang

mempengaruhi perilaku wirausaha dapat digolongkan menjadi dua yaitu: faktor

internal yang merupakan faktor yang ada dalam diri pribadi dan faktor eksternal

yang terdiri dari lingkungan dan faktor pendukung kegiatan usaha.

Perubahan Perilaku melalui Proses Belajar

Belajar merupakan salah satu proses fundamental yang mendasari

perilaku. Gibson, Ivancevich dan Doonely (1995) mendefinisikan belajar sebagai

proses terjadinya perubahan yang relatif tetap dalam perilaku sebagai akibat dari

Individual(s)(Characteristics &

motivations

Process(behaviors & relationships)

Organizations (Outcomes)Environment (context)

Page 54: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

praktek. Menurut Robbins (1996), terdapat tiga hal yang perlu mendapat

penjelasan mengenai perubahan perilaku dan belajar yaitu: (1) belajar melibatkan

perubahan, (2) perubahan itu harus relatif permanen, dan (3) belajar berlangsung

dimana ada suatu perubahan tindakan. Suatu perubahan proses berpikir atau sikap

seseorang individu jika tidak diiringi dengan perubahan perilaku, itu bukan

merupakan pembelajaran.

Beberapa ilmuwan yang berperan dalam perkembangan Aliran Behavioris-

tik mengembangkan beberapa teori belajar, diantaranya adalah: Ivan Pavlov

dengan teori Classical Conditioning, John Watson dengan teori Stimulus-Respon,

Skinner dengan Teori Operant Conditioning, Albert Bandura dengan teori Social

Learning, Carl rogers dengan Teori Belajar Bebas, dan lain-lain.

Menurut Gibson, Ivancevich dan Doonely (1995), terdapat tiga teori yang

mendasari pola-pola perilaku, yaitu: (1) Teori Classical Conditioning, (2) Teori

Operant Conditioning dan (3) Teori Observational Learning. Robbins (1996)

menambahkan satu teori belajar dari Albert Bandura, yaitu: Teori Social

Learning. Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat dirumsukan empat metode

pembentukan perilaku yaitu: lewat penguatan positif, penguatan negatif, hukuman

dan pemunahan.

Aliran behavioristik merujuk pada sebuah set teori tentang proses

perkembangan pada diri manusia. Atribut teori-teori ini adalah bahwa individu

berkembang karena lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungan daripada faktor

biologi. Asumsi-asumsi dasar paham perilaku ini adalah;

(1) Perkembangan adalah suatu fungsi pembelajaran.

Robert Gagne (Salkind, 1989) mendefinisikan perkembangan sebagai

kumpulan efek pembelajaran. Pembelajaran merupakan perubahan perilaku

jangka pendek dan jika perubahan ini digabung dan diorganisir secara hirarkis

akan menghasilkan perkembangan. Jadi perkembangan adalah hasil akumulasi

pengalaman yang terkait satu sama lain. Perkembangan berasal dari

pembelajaran dan pembelajaran bukan hasil perkembangan.

Bijou (Salkind, 1989) juga berpendapat sama tentang perkembangan. Dia

mendefinisikan pembelajaran sebagai hubungan antara penguatan dan

Page 55: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pelemahan fungsi stimulus dan respon. Dalam paradigma ini reinforcement

dan punishment dikontrol oleh perilaku.

(2) Perkembangan adalah hasil dari tipe-tipe belajar yang berbeda.

Mempelajari tipe-tipe belajar yang mengatur perkembangan adalah penting.

Tipe-tipe pembelajaran ini diasosiasikan dengan terori-teori lain.

(3) Perbedaan-perbedaan individu dalam perkembangan menggambarkan

perbedaan-perbedaan dalam sejarah dan pengalaman sebelumnya.

Perbedaan dalam perkembangan individu dihasilkan dari pengalaman masa

lalu yang berbeda-beda. Pengalaman dan sejarah masa lalu menjadi dasar

perkembangan. Cara pengalaman-pengalaman tersebut disimpan, diambil dan

kemudian ditransfer ke dalam situasi baru merupakan elemen penting dalam

perspektif perilaku.

(4) Perkembangan adalah hasil dari pengorganisasian perilaku-perilaku.

Perkembangan adalah proses pengorganisasian perilaku-perilaku sederhana

yang terpisah-pisah (yang dihasilkan dari pengalaman sebelumnya) menjadi

perilaku yang lebih kompleks.

(5) Faktor-faktor biologis membentuk batasan-batasan umum pada jenis perilaku

yang dikembangkan, tetapi lingkungan menentukan perilaku-perilaku dimana

organisme berada.

Meskipun proses biologis menghasilkan framework perilaku, faktor lingkung-

an akan menentukan jenis-jenis perilaku yang dihasilkan.

Lingkungan menentukan perilaku-perilaku yang diperoleh. Kesehatan

kandungan, kematian ibu, merokok, minum alkohol, dapat mempengaruhi

perkembangan, input lingkungan mempengaruhi perkembangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa perubahan perilaku

pada individu tidak terlepas dari proses pembelajaran yang terjadi. Dengan

dukungan dari lingkungan pembelajaran yang terjadi secara formal maupun in-

formal maka akan terjadi perubahan perilaku.

Page 56: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kerangka Berpikir

Alur berpikir dan proses penelitian disajikan dalam Gambar 5. dimulai

dari: (1) alasan penelitian ini dilakukan, (2) menguraikan jawaban secara deduktif

beberapa teori dasar dan hasil penelitian sebelumnya, dan (3) mengkristalisasikan

teori dan hasil penelitian menjadi konsep yang dijadikan landasan untuk

merumuskan model pemberdayaan yang menjadi tujuan utama penelitian ini.

Gambar 5Kerangka Berpikir Pemberdayaan PengrajinGambar 5. Kerangka Berpikir Pemberdayaan Pengrajin

KeberlanjutanUsaha

KarakteristikIndividu Pengrajin

Faktor pendukungusaha

Lingkungan

Model Pemberdayaan Pengrajin

KebijakanPemerintah

ParadigmaPemberdayaan

PersainganGlobal

Kemajuan Usaha

Keberdayaan Pengrajin

Kemandirian Usaha

Perilaku Wirausaha

Page 57: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Berdasarkan kerangka berpikir di atas dan untuk menjawab tujuan

penelitian maka hubungan antar peubah secara keseluruhan digambarkan sebagai

berikut:

Gambar 6 Hubungan Antar Peubah Penelitian

Gambar 6. Hubungan Antar Peubah Penelitian

Tingkat KemandirianUsaha Y2

▪Permodalan (Y2.1)▪Proses Produksi

(Y2.2)▪Kerjasama (Y2.3)▪Pemasaran (Y2.4)

Karakteristik Individu Pengrajin(X1)

▪Umur (X1.1)▪Pendidikan (X1.2)▪Tanggungan Keluarga (X1.3)▪Pengalaman berusaha (X1.4)▪Motivasi berusaha (X1.5)▪Pemenuhan Kebutuhan (X1.6)▪Intensitas Komunikasi (X1.7)▪Kesetaraan Gender (X1.8)

Faktor pendukung usaha yangtersedia (X2)

▪Bahan baku (X2.1)▪Pasar (X2.2)▪Teknologi (X2.3)▪Transportasi (X2.4)▪Alat Komunikasi (X2.5) Tingkat Kemajuan

Usaha Y3▪Pertumbuhan

Usaha (Y3.1)▪Efisiensi usaha

(Y3.2)▪Efektifitas usaha

(Y3.3)

Dukungan Lingkungan Usaha(X3)

▪Keluarga (X3.1)▪Pemimpin Informal (X3.2)▪Pemerintah Daerah (X3.3)▪Organisasi Non Pemerintah

(X3.4)▪Norma / adat (X3.5)

Keberlanjutan UsahaY4

Kontinyuitasproduksi (Y4.1)

Kontinyuitaspenjualan (Y4.2)

Kontinyuitas Input(Y4.1)

Perilaku WirausahaY1

▪Keinovatifan(Y1.1)

▪Inisiatif (Y1.2)▪Pengelolaan resiko

(Y1.3)▪Daya saing (Y1.4)

Keberdayaan Pengrajin

Page 58: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Perkembangan Paradigma Pemberdayaan

Konsep pemberdayaan terus berkembang dan terus mendapat revisi baik

dari kalangan birokrat maupun kalangan ilmuwan. Perubahan struktur masyarakat,

kebutuhan masyarakat dan berkembangnya pemikiran kritis masyarakat menuntut

perubahan makna, visi, misi dan strategi pembangunan. Konsep pemberdayaan

muncul pada 1970-an, pada masa itu masyarakat mulai berkembang pemikirannya

dan bereaksi untuk mengembangkan kapasitasnya. Mereka melakukan gerakan

populis, antistruktur, antisistem dan antideterminisme yang diaplikasikan dalam

kekuasaan.

Berkaitan dengan konsep pemberdayaan tersebut, Dharmawan (2000)

merangkum beberapa pemahaman tentang pemberdayaan yaitu: (1) pemberdayaan

sebagai proses, mekanisme antara masyarakat, organisasi dan komunitas dalam

menghadapi hidupnya, (2) pemberdayaan digunakan untuk menggambarkan cara

memperoleh kekuatan sehingga dapat keluar dari kemiskinan, ini berarti dalam

pemberdayaan harus ada pengetahuan, pendidikan, organisasi, hak dan suara yang

posisinya sama dengan sumberdaya material dan keuangan, (3) dari sudut

pandang politis, pemberdayaan dipahami sebagai adanya suatu kondisi dimana

masyarakat tidak memiliki kekuatan sehingga menjadikan mereka mampu

menyuarakan keinginannya kepada pemerintah, dan (4) pemberdayaan dipahami

sebagai proses transformasi atas ketidakseimbangan hubungan kekuatan,

ketidakselarasan struktur masyarakat dan kebijakan pembangunan sehingga terjadi

perubahan dan perluasan peluang individu.

Rothman (1974) menyajikan tiga pendekatan pemberdayaan melalui

intervensi komunitas yaitu locality development, social planning dan social

action. Pendekatan ini merupakan upaya peningkatan kapasitas masyarakat

sehingga mampu menolong diri sendiri, melakukan perubahan kekuatan hubungan

dan sumber daya dan menyelesaikan substansi masalah yang dihadapi masyarakat.

Oxaal dan Baden (1997) menjelaskan bahwa pemberdayaan bukan sekedar

membuka akses untuk mengambil keputusan tetapi harus memproses masyarakat

Page 59: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

agar mereka untuk merasa mampu dan berhak menduduki ruang pengambilan

keputusan.

Upaya pemberdayaan ditujukan untuk menjadikan suasana kemanusiaan

yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik dalam

kelompok masyarakat, negara, regional maupun internasional. Proses

pemberdayaan mengandung dua kecenderungan yaitu: (1) proses pemberdayaan

yang menekankan kepada proses memberikan atau mengalihkan sebagian

kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi

lebih berdaya, dan (2) proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu

agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan, menentukan hal-hal yang

menjadi pilihan hidupnya melalui proses belajar.

Hubeis (2000) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat (Community

Empowerement) adalah perwujudan capacity building masyarakat yang bernuansa

pada pemberdayaan sumberdaya manusia melalui pengembangan kelembagaan

pembangunan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat pedesaan seiring dengan

pembangunan sistem sosial ekonomi rakyat, prasarana dan sarana, serta

pengembangan Tiga-P; Pendampingan yang dapat menggerakkan partisipasi total

masyarakat, Penyuluhan dapat merespon dan memantau ubahan-ubahan yang

terjadi di masyarakat dan Pelayanan yang berfungsi sebagai unsur pengendali

ketepatan distribusi aset sumberdaya fisik dan non fisik yang diperlukan

masyarakat.

Berpijak pada perkembangan paradigma pemberdayaan diatas, tampak

bahwa kebutuhan peningkatan kapasitas manusia sangat mendesak untuk

dilakukan guna mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pemberdayaan

untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia menjadi semakin penting,

apalagi didukung dengan pemberdayaan yang berorientasi pada pertumbuhan

sudah tidak relevan lagi untuk mengatasi permasalahan kemiskinan. Mengkritisi

pendekatan pemberdayaan yang berbasis pada pertumbuhan, bahwasanya dalam

model pembangunan pertumbuhan telah terjadi bias pengukuran kekayaan

(affluent-bias measures) dan berkembangnya budaya korupsi, sehingga visi

Page 60: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pemberdayaan harus disusun dengan semangat untuk membangkitkan kemampuan

mengekspresikan diri (self-expression) dan menentukan nasib sendiri (self

determination) (Dharmawan, (2000); Adi (2003), Nadvi dan Barientoss 2004; dan

Baden 1997)).

Berdasarkan perkembangan paradigma pemberdayaan di atas, maka dalam

konteks pengrajin makna pemberdayaan diartikan sebagai proses pembelajaran

yang berkesinambungan yang ditujukan untuk memberikan kekuatan kepada

masyarakat agar: (1) memiliki kesadaran, rasa percaya diri dan ketegasan dalam

seluruh segi kehidupannya, (2) mampu mengambil keputusan, memecahkan

masalah, dan berkreasi dalam usaha kerajinannya; (3) mampu bekerjasama dan

membina hubungan dalam lingkungan usaha dan lingkungan sosialnya; dan (4)

mampu mengakses sumberdaya, informasi, peluang, pengetahuan dan ketrampilan

untuk kelangsungan usaha dan kehidupan keluarganya di masa yang akan datang

lebih baik. Melalui proses pemberdayaan masyarakat diharapkan akan dapat

berkembang lebih jauh dengan berkembangnya pola pikir yang kritis dan

sistematis sehingga masyarakat pengrajin lebih mampu melakukan kegiatan

secara berdaya dan partisipatif.

Model Pemberdayaan bagi Komunitas Pengrajin

Mengacu pada pengertian pemberdayaan yang telah diuraikan sebelumnya

dan melihat keterbatasan yang dihadapi pengrajin, kualitas perilaku wirausaha dan

kemandirian pengrajin, maka penelitian ini mencoba memformulasikan model

pemberdayaan dengan melakukan peningkatan kualitas SDM pengrajin melalui

proses pembelajaran yang berkesinambungan agar tercapai perilaku wirausaha

berkualitas, tingkat kemandirian dan keberlanjutan usaha yang tinggi, dan

memajukan usaha pengrajin.

Salah satu model pemberdayaan yang memiliki relevansi dengan upaya

pemberdayaan pengrajin adalah yang disintesakan secara deduktif dari tiga model

intervensi komunitas dari Rothman (1974) seperti tercantum pada Tabel 1.

Page 61: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 1. Sintesa Model Intervensi dalam Pemberdayaan untuk Komunitas Pengrajin

Variabel Model A, (LocalityDevelopment)

Model B (SocialPlanning)

Model C (SocialAction)

Sintesa (Model UntukKomunitas Pengrajin)

Kategori tujuan Peningkatan kapasitas integrasi :menolong diri sendiri

Penyelesaian :Substansi masalahdari komunitas

Perubahankekuatanhubungan dansumberdaya

Peningkatan Kapasitasmenuju kemandirian

Asumsi kondisiproblemkomunitassecarastruktural

Kemundurankomunitas anomi,hubungan yang takharmonis, ke-mampuanmenyelesai-kanmasalah komunitastradisional yangstatis

Substansi masalahsosial padakejaahatan,kesehatan mentaldan fisik, peruma-han, rekreasi dll.

Ketidakadilansosial, deprivasi,unequality

Kemampuanmenyelesaikan masalahkomunitas tradisionalyang statis.

Strategi dasarperubahan

Melibatkankomunitas dalammenentukan danmemecahkan

Memburu datatentang masalahdan membuatkeputusan dalamyang logis

Kristalisasi isudan mobilisasimassa

Melibatkan komunitasdalam menentukan danmemecahkan masalahserta mengambilkeputusan logis

Karakteristikperubahan:taktik dantehnis

Konsensus,komunikasi antarkelompok yg.memperhatikan ke-pentingan melaluidiskusi/musyawarah

Konsensus ataukonflik

Konfrontasikonflik, aksilangsung ataunegosiasi

Konsensus, komunikasiantar kelompok yg.memperhatikankepentingan melaluidiskusi/musyawarah

Peran Praktisi Sebagai katalisator :mengkoordinasi ahlipemecah masalahyang bersumber daridari nilai-nilaiidealistik

Pencari fakta,penganalisis,pengimplentasiprogram sertapelancar/penghubung

Advokasi aktivis,agitator,negosiator,partisipan

Sebagai katalisator,mengkoordinasi ahlipemecah masalah danmenjadi penghubungkomunitas dengan pasaratau mitra.

Mediaperubahan

Petunjuk kecil,orientasi tugaskelompok

Petunjuk formalorganisasi dandata

Petunjukorganisasi massadan proses politik

Petunjuk kecil, orientasitugas kelompok

Orientasi thdkekuasaanstruktur

Kekuasaan strukturberada padakolaborasikeanggotaan

Kekuasaanstruktur beradapada penguasadan sponsor

Kekuasaanstruktur bersifateksternal-penindas

Kekuasaan strukturberada pada kolaborasikeanggotaan

Batasan atastarget yangdiuntungkan

Total komunitassecara geografi

Total atausebagiankomunitas

Sebagiankomunitas

Sebagian komunitas yangmemiliki kesamaan usaha

AsumsiKepentingan

Kepentinganbersama atauperdamaian denganperbedaan

Penyatuan kepen-tingan ataukonflik

Pertentangan ke-pentingan yangtidak mudahdidamaikan,sumberdayaterbatas

Kepentingan bersamaatau perdamaian denganperbedaan

Yangdiuntungkan

Warga komunitas Pengguna Korban Warga komunitas

Peran targetyangdiuntungkan

Partisipan yg dapatberinteraksi dgnproses penyelasaianmasalah

Konsumen ataupenerima

Pekerja, pemilih,anggota

Partisipan yg dapatberinteraksi denganproses penyelasaianmasalah

Penggunaanwewenang

Membangunkapasitas komunitasuntuk mendukungkerjasama danpengambilankeputusan

Mendapatkan polakebutuhan danpelayanan sertainformasi pilihanbagi pengguna

Pencapaian sistemkekuasaan yangobjektif terhadapyang memegangperanan

Membangun kapasitaskomunitas untukmendukung kerjasama,penyediaan informasi danpengambilan keputusan

Page 62: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Jadi hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah sintesa model

pemberdayaan yang akan memandirikan pengrajin dalam berusaha, meningkatkan

kualitas perilaku wirausaha dan memajukan usahanya. Pemberdayaan pengrajin

merupakan bagian dari kegiatan penyuluhan pembangunan. Pokok-pokok pikiran

mengenai penyuluhan pembangunan yang menunjang pembangunan industri kecil

di masa depan tidak terlepas dari paradigma baru penyuluhan pembangunan.

Menurut Slamet (2003), penyuluhan adalah jasa pendidikan yang berorientasi

pada kepuasan pelanggan. Oleh karena itu, dapat dirumuskan pokok-pokok

pikiran seperti yang tercantum pada Tabel 2.

Tabel 2. Pokok-pokok Pikiran Strategi Penyuluhan Pembangunan PenunjangPembangunan Industri Kerajinan dan Rumah Tangga

Pokok Pikiran Penyuluhan yang Kurang Memberdayakan(Memperdayai)

Penyuluhan yang Memberdayakan

a. Ruang lingkup Penyuluhan industri kecil merupakanpenyampaian informasi kepada pengrajin agarterjadi peningkatan produksi.

Penyuluhan industri kecil merupakan prosesperubahan perilaku individu pengrajin dankeluarganya.

b. Tujuan. ▪Meningkatkan kuantitas produksi▪Transfer teknologi▪Penguasaan pengetahuan

▪Perubahan Perilaku▪Memecahkan masalah pengrajin▪Peningkatan kualitas usaha▪Meningkatkan kesejahteraan masa depan.

c. Pendekatan. ▪Top Down Planning perencanaan ditetapkandari atas / policy maker, dengan berdasarkanpada kebutuhan dan keinginan policy maker.

▪Non Partisipatif, tidak melibatkan pengrajindalam kegiatan perencanaan implementasidan evaluasi.

▪Bersifat monologis, abstrak dan verbal

▪Bottom up planning, melakukanperencanaan dari bawah / denganberdasarkan pada kebutuhan pengrajin.

▪Partisipatif, melibatkan pengrajin dalamseluruh kegiatan. Mulai dari merencanakan,implementasikan dan mengevaluasi.

▪Bersifat dialogis, nyata dan terapan.d.Peran penyuluh ▪Source of knowledge, penyuluh sebagai

sumber pengetahuan.▪Director, mengarahkan pengrajin untuk

melakukan suatu kegiatan berdasarkanpetunjuknya.

▪Agen Pemerintah, menjalankan tugas sesuaidengan program yang dibuat seragam dalamskala nasional.

▪Evaluator, semata-mata sebagai tim penilaikeberhasilan program.

▪Problem Solver, berperan sebagai pemecahmasalah pengrajin.

▪Educator, penyuluh sebagai pendidik yangmenerapkan prinsip-prinsip pendidikanorang dewasa.

▪Fasilitator, mendampingi pengrajin dalamkegiatan usahanya, membangun network(jejaring) dengan pasar, penyedia input ataudengan pemerintah.

▪Motivator, memotivasi pengrajin untukmenumbuhkan kesadaran kritisnya hinggamampu menolong dirinya sendiri.

▪Advocator, berperan sebagai konsultanuntuk menangani masalah pengrajin.

e. PeranPengrajin

▪Obyek penyuluhan▪Penerima informasi▪Penerap teknologi

▪Subyek penyuluhan▪Pengolah informasi▪Penghasil teknologi

f. TeknikPenyuluhan

▪Ceramah▪Presentasi tulisan atau gambar.▪Tanya jawab.

▪Diskusi kelompok▪Simulasi▪Demonstrasi▪Praktek kerja▪Kunjungan lapangan

f. Outcome ▪Produktifitas, menghasilkan pengrajin yangdapat memenuhi jumlah produksi tertentu,menghasilkan produk tertentu.

▪Ketergantungan, setelah tidak adapenyuluhan kegiatan usaha berhenti.

▪Peningkatan kualitas perilaku.▪Kemandirian, menghasilkan pengrajin

industri kecil yang mandiri.▪Kemajuan usaha.▪Sustainability, perubahan berkelanjutan.

Page 63: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Agar dapat memenuhi pokok-pokok pikiran tentang strategi penyuluhan

pembangunan industri kecil di atas, maka hendaknya didasarkan pada :

Prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, bahwasanya penyuluhan adalah

proses pendidikan orang dewasa maka harus memperhatikan karakteristik

orang dewasa yang kembali belajar. Cara mengorganisasikan pengalaman

belajar akan digunakan teori-teori belajar orang dewasa, misalnya: Teori

Belajar Bebas dari Carl Roger, Teori Belajar Sosial dari Albert Bandura, dan

sebagainya. Hal tersebut akan disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan

orang dewasa.

Intervensi Komunitas Terencana, bahwasanya pemberdayaan pengrajin adalah

salah satu bentuk pengembangan sekelompok masyarakat, sehingga proses

perubahan yang dibutuhkan untuk menuju keberdayaan pengrajin diperlukan

pendekatan intervensi komunitas. Pendekatan yang dimaksud adalah mengacu

pada pendapat Rothman (1974), pendekatan yang sesuai untuk pengrajin

adalah pada area entreprise yang merupakan gabungan (intermixed) antara

pendekatan Social Planning dan Locality Development dengan posisi model

intervensi seperti yang tercantum dalam Gambar 7. Pertimbangan digunakan

model Development Planning (Gabungan Locality Development dan Social

Planning) adalah: (1) pengembangan pada industri kecil masih membutuhkan

kontribusi dari luar, misalnya pemerintah, dan (2) pengrajin merupakan

sekelompok kecil masyarakat yang bersifat spesifik lokal.

Gambar 7 Paradigma Intervensi Masyarakat dan GabunganBeberapa Pola Intervensi (Rothman, 1974)

Gambar 7. Paradigma Intervensi Masyarakat dan GabunganBeberapa Pola Intervensi (Rothman, 1974)

Intermixed

Social Action

Developmentplanning

LocalityDevelopment

Social Planning

ActionDevelopment

Action Planning

Enterprise

Posisi modelintervensi

Page 64: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Partisipatif: proses penyuluhan dilakukan secara partisipatif yang memerlukan

keterlibatan klien secara interaktif dan maksimal dalam kegiatan perencana-

an, pelaksanaan, pemanfaatan dan penilaian dengan tetap memperhatikan

prinsip lokalitas dan kemampuan klien.

Berorientasi pada kebutuhan pengrajin: kebutuhan pengrajin merupakan fokus

kegiatan penyuluhan (bukan kebutuhan program atau penyuluh), sehingga

kelemahan-kelemahan program pemberdayaan masa lalu yang berorientasi

pada kebutuhan nasional bisa dikaji kembali untuk diarahkan pada kebutuhan

pengrajin.

Pendekatan kelompok: penyuluhan dilakukan dengan pendekatan kelompok

bukan hanya karena prinsip efisiensi, tetapi agar terjadi interaksi antar

pengrajin yang sekaligus menjadi forum belajar dan forum pengambilan

keputusan diantara mereka. Selain itu, proses difusi inovasi juga lebih mudah

terjadi dengan pendekatan kelompok.

Konsep Perilaku Wirausaha

Pengertian Wirausaha

Menurut Meredith et al. (1996), para wirausaha adalah orang-orang yang

mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan yang ada; mengumpul-

kan sumberdaya-sumberdaya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan dan

mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses. Wirausaha akan ber-

orientasi kepada tindakan, dan bermotivasi tinggi yang mengambil risiko dalam

mengejar tujuannya.

Sejalan dengan pendapat di atas, Winardi (2003) mendefinisikan

kewirausahaan sebagai semangat, perilaku, dan kemampuan untuk memberikan

tanggapan yang positif terhadap peluang memperoleh keuntungan untuk diri

sendiri dan atau pelayanan yang lebih baik pada pelanggan/masyarakat. Caranya

dengan selalu berusaha mencari dan melayani langganan lebih banyak dan lebih

baik, serta menciptakan dan menyediakan produk yang lebih bermanfaat dan

menerapkan cara kerja yang lebih efisien, melalui keberanian mengambil resiko,

kreativitas dan inovasi serta kemampuan manajemen.

Page 65: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Definisi di atas mengandung asumsi bahwa setiap orang yang mempunyai

kemampuan normal, bisa menjadi wirausaha asal mau dan mempunyai kesempat-

an untuk belajar dan berusaha.

Menurut Sukardi (1991), terdapat sembilan ciri psikologis wirausaha yang

berhasil: (1) selalu tanggap terhadap peluang dan kesempatan berusaha yang ber-

kaitan dengan peluang kinerjanya; (2) selalu berusaha memperbaiki prestasi,

menggunakan umpan balik, menyenangi tantangan dan berupaya agar kinerjanya

lebih baik dari sebelumnya; (3) selalu bergaul dengan siapa saja, membina

kenalan, mencari kenalan baru dan berusaha menyesuaikan diri dalam berbagai

situasi; (4) dalam berusaha selalu terlibat dalam situasi kerja, tidak mudah me-

nyerah sebelum pekerjaan selesai; (5) optimis bahwa usahanya akan berhasil, per-

caya diri dan bergairah, tidak ragu-ragu; (6) tidak khawatir meng-hadapi situasi

yang tidak pasti, berarti mengambil antisipasi terhadap kemungkinan-kemung-

kinan kegagalan, segala tindakan diperhatikan secara cermat; (7) benar-benar

memperhitungkan apa yang harus dilakukan dan bertanggung jawab pada dirinya

sendiri; (8) selalu bekerja keras mencari cara-cara baru yang dapat dimanfaatkan

untuk meningkatkan kinerjanya; dan (9) hal yang dilakukannya merupakan

tanggung jawabnya, kegagalan dan keberhasilan dikaitkan dengan tindakan

pribadinya.

Profil wirausaha, menurut Meredith et al. (1996) adalah memiliki ciri: (1)

percaya diri, (2) berorientasikan tugas dan hasil, (3) pengambil risiko, (4)

kepemimpinan, (5) keorisinilan, dan (6) berorientasi masa depan.

Memperhatikan uraian tersebut di atas, wirausaha bukanlah sekedar

pengetahuan praktis, tetapi lebih cenderung pada suatu gaya hidup dan prinsip-

prinsip tertentu yang akan mempengaruhi kinerja usaha. Apabila hal tersebut

dimiliki oleh pengrajin dengan kualitas yang tinggi, maka kesejahteraan

pengusaha dan tenaga kerja serta keluarga yang menggantungkan hidup pada

usaha tersebut akan dapat ditingkatkan.

Pengertian Perilaku Wirausaha

Menurut Bird (1996), perilaku wirausaha adalah aktivitas wirausahawan

yang: mencermati peluang (opportunistis), mempertimbangkan dorongan nilai-

Page 66: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

nilai dalam lingkungan usahanya (value-driven), siap menerima resiko dan kreatif.

Gagasan-gagasannya disesuaikan dengan format dimulainya bisnis, pertumbuhan

usaha atau transformasi bisnis.

Haber dan Reichel (2006) menemukan empat faktor yang menentukan

proses kewirausahaan dalam menciptakan usaha baru: (1) keterlibatan individual

dalam perencanaan usaha, (2) aktivitas yang dilakukan selama proses usaha, (3)

struktur dan strategi organisasi, dan (4) konteks lingkungan usaha.

Perry, Batstone dan Pulsarum (2003) menyatakan bahwa perilaku

wirausaha merupakan aktivitas wirausahawan dalam mengelola usahanya dengan

inovasi radikal, strategi proaktif dan pengambilan resiko yang dimanifestasikan

dalam dukungan proyek dan dengan hasil yang tidak pasti.

Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka pengertian perilaku

wirausaha dalam konteks pengembangan pengrajin adalah perilaku yang dimiliki

pengrajin dalam menjalankan aktivitas usahanya yang terdiri dari kecermatan

terhadap peluang usaha, keberanian dalam menghadapi resiko, keinovatifan dalam

menghasilkan produk dan daya saing usahanya.

Pengrajin yang memiliki perilaku wirausaha adalah mereka yang secara

gigih berupaya melakukan kombinasi dari sumberdaya ekonomi yang tersedia,

mereka mampu menciptakan produk dan teknik usaha baru (inovatif), mampu

mencari peluang baru (opportunistis), bekerja dengan metode kerja yang lebih

efektif dan efisien, cepat mengambil keputusan dan berani mengambil resiko.

Berdasarkan hasil penelitian Perry, Batstone dan Pulsarum (2003),

pendekatan kewirausahaan akan membimbing dan mengarahkan usaha kecil

meraih hasil yang lebih baik. Ditemukan bahwa keberhasilan usaha kecil

menengah eceran di Thailand meningkat karena dipengaruhi faktor: orientasi

kewirausahaan, pengalaman bisnis wirausahanya, strategi peningkatan penjualan,

dan pembangunan intangible asset.

Kajian yang dilakukan berbagai pihak membuktikan ternyata tidak

terdapat korelasi yang positif antara tingkat pendidikan dan kapasitas berusaha.

Sebaliknya, justru waktu berwirausaha (entrepreneurial age) merupakan variabel

yang dominan. Sehubungan dengan hal ini, kenyataan memang menunjukkan

hanya wirausaha kecil yang memiliki pengalaman panjang dalam jenis usaha

Page 67: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

tertentu yang dapat berhasil sedangkan orang-orang yang baru masuk kedalam

usaha atau selalu berganti-ganti usaha lebih sulit berkembang (Ismawan, 2002)

Berpijak pada kajian tentang perilaku wirausaha di atas, dan mengacu pada

definisi perilaku wirausaha dari Bird (1996), Meredith et al. (1996) dan Sukardi

(1991) maka dapat dinyatakan bahwa perilaku wirausaha merupakan aspek-aspek

yang terinternalisasi dalam diri pengrajin yang ditunjukkan oleh pengetahuan,

sikap dan ketrampilannya untuk melakukan usaha dengan inovatif, inisiatif, berani

mengambil resiko dan berdaya saing. Perbandingan kualitas perilaku wirausaha

dapat diliohat pada Tabel 3.

Tabel 3. Kualitas Perilaku Wirausaha

Aspek PerilakuWirausaha

Perilaku Wirausaha BerkualitasRendah

Perilaku Wirausaha BerkualitasTinggi

Keinovatifan (1) Menunggu datangnyainformasi dari pengrajinlainnya.

(1) Ulet mencari informasi baru

(2) Menerapkan cara-caraberusaha yang telah ada.

(2) Melakukan modifikasi untukmeningkatkan kinerja usaha.

(3) Mencoba menerapkan inovasisetelah orang lainmenerapkannya.

(3) Mampu menghasilkan inovasipenunjang perkembangan usaha.

Inisiatif (1) Menghasilkan produk sejenisdengan pengrajin lain.

(1) Mengupayakan untuk memulaimemproduksi jenis produk baru

(2) Melayani pasar yang sudahada.

(2) Mengupayakan untuk melayanipangsa pasar baru

(3) Mengabaikan peluang usahabaru karena takut mengalamikerugian.

(3) Sesegera mungkin memanfaatkanpeluang usaha.

PengelolaanResiko

(1) Memulai suatu usaha tanpamempertimbangkankemungkinan terjadinyaresiko.

(2) Memprediksi terjadinya resiko padasetiap akan dimulainya usaha.

(3) Takut menghadapi resikokegagalan.

(2) Selalu percaya diri dalammenghadapi resiko.

(3) Berputus asa pada saatmenghadapi resiko

(4) Mengupayakan meningkatkankemungkinan sukses danmengurangi kemungkinan gagal.

Daya saing (1) Menghasilkan produk sesuaidengan standar kemampuandirinya.

(1) Mengupayakan pembuatan produkyang bermutu sesuai selerakonsumen dan permintaan pasar.

(2) Mengupayakan terjualnyaproduk seperti yang dicapaipada hari-hari sebelumnyatanpa persaingan.

(2) Berusaha meraih penjualantertinggi dibanding pengrajinlainnya.

(3) Berusaha tanpa strategi untukmenghadapi perubahanlingkungan.

(3) Mengamati setiap perubahanlingkungan persaingan danmenyiapkan strategi bersaing yangtepat.

Page 68: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Konsep Kemandirian Usaha

Kant (1962) menyatakan bahwa kemandirian seseorang itu terkait dengan

kebebasan dan tanggung jawab. Kemandirian tersebut memiliki nilai-nilai moral

yang harus ditaati. Seseorang yang merasa dirinya mandiri, dia akan bertanggung

jawab terhadap keputusannya dan akan menerima segala konsekuensinya. Orang

yang mandiri sadar bahwa tindakannya harus dapat menggambarkan hak dan

kewajibannya terhadap orang lain dalam sosial. Adapun ciri-ciri individu yang

mandiri antara lain: mempunyai keyakinan diri, kepercayaan moral, visi yang

jelas dan fokus, serta bertanggungjawab terhadap tindakannya.

Menurut Hubeis (2000), kemandirian merupakan perwujudan kemampuan

seseorang untuk memanfaatkan potensi dirinya dalam memenuhi kebutuhan

hidupnya untuk memecahkan masalah yang dihadapinya, yang dicirikan oleh

kemampuan kebebasan menentukan pilihan yang terbaik.

Covey (1999) menjelaskan bahwa kematangan individu dalam satu

kontinuum kematangan dimulai dari: ketergantungan (dependence) menuju

kemandirian (independence) hingga kesalingtergantungan (interdependence).

Individu yang tergantung membutuhkan orang lain untuk mendapatkan sesuatu

yang dikehendaki, individu yang mandiri dapat memperoleh apa yang mereka

kehendaki melalui usaha sendiri dan individu yang saling tergantung

menggabungkan upayanya sendiri dan upaya orang lain untuk mencapai

keberhasilan terbesar bersama.

Kemandirian, menurut Hatta (Swasono, 2003), bukan berarti pengucilan

diri, kemandirian berada dalam ujud dinamiknya yaitu interdependensi. Namun

dalam kaitannya dengan kemandirian global dan ekonomi terbuka tetap teguh

mempertahankan prinsip independensi, yaitu bahwa dengan memberikan

kesempatan pada bangsa asing menanam modalnya di Indonesia, namun kita

sendirilah yang harus tetap menentukan syarat-syaratnya. Paham kemandirian

dianggap sebagai lawan dari ketergantungan dan menerima paham inter-

dependensi. Kemandirian memang bukan eksklusivisme, isolasionisme atau

parochialisme sempit namun yang penting adalah terjadi kerjasama antar ummat

manusia.

Page 69: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Sumardjo (1999) mengemukakan bahwa kemandirian adalah kesaling

tergantungan (interdependence), sehingga kemandirian petani akan mantap

apabila potensi petani diwarnai dengan aspek perilaku petani yang berciri

modern, efisien, dalam bisnis pertanian yang berdaya saing yang menghasilkan

kesaling tergantungan yang berkesinambungan.

Di dalam bidang usaha, kemandirian seseorang dapat dikaitkan dengan

aspek permodalan. Modal seringkali menjadikan seseorang tergantung dengan

pihak lain sehingga beberapa aktivitasnya menjadi tersubordinasi dan

dikendalikan (diatur) oleh pihak pemberi modal. Berdasarkan hal tersebut di atas

dan dikaitkan dengan konteks industri kecil, maka pengertian kemandirian

pengrajin meliputi unsur kemampuan yang dimiliki dalam dirinya bergabung

dengan kemampuan individu lain yang membentuk kerjasama guna mewujudkan

kemajuan usahanya. Jadi kemandirian adalah kesaling tergantungan, (Covey,

1999; Sumardjo, (1999); dan Hatta (Swasono, 2003)) bukan individualisme,

eksklusivisme, isolasionisme atau parochialisme dimana dengan kemampuan yang

tidak tersubordinasi oleh pihak lain menjalin kerjasama yang harmonis dengan

individu, kelompok atau organisasi untuk mencapai keberhasilan dan kemajuan

bersama.

Pengrajin yang kurang berminat untuk menjadi mandiri (autonom) dalam

berusaha akhirnya akan kurang dapat merealisasikan pertumbuhan usaha. Hal ini

disebabkan keterbatasan modal, keengganan untuk menambah hutang,

keengganan menambah pekerjaan atau menambah resiko, sehingga orientasi

kemandirian sering dinomorduakan oleh pengusaha kecil, Getz (2005)

Zhao dan Aram (1995) menemukan bahwa aktivitas memperkuat jejaring

(networking) sangat penting untuk memotivasi kemandirian. Jarak dan intensitas

kontak dengan jejaring akan berpengaruh terhadap proses pertumbuhan usaha,

penentu keberhasilan bagi usaha baru, dan keberhasilan meraih sumber daya yang

dibutuhkan. Dalam konteks kemandirian permodalan Zhao dan Aram (1995)

menambahkan pentingnya networking bagi wirausahawan. Hal ini terkait dengan

konteks “asset parsimony” (sikap hemat dalam pengelolaan aktiva/harta).

Networking berperan dalam kegiatan wirausahawan mendistribusikan harta

Page 70: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

seminimal mungkin untu mencapai tujuan usaha dan mengatur kebutuhan sumber

daya dengan biaya seminimal mungkin.

Pengrajin yang mempunyai kemandirian dalam berusaha bisa dimengerti

sebagai orang yang mempunyai kepercayaan diri dalam mengambil keputusan

secara bebas dan bijaksana (Karsidi, 1999). Pengrajin yang mandiri akan dapat

terlihat dari potensi yang dimiliki dalam bekerjasama dengan yang lain dalam

rangka memenuhi kebutuhan hidupnya.

Ismawan (2002) menyatakan bahwa, yang perlu mendapat tekanan dalam

pengembangan industri kecil/UKM adalah agar SDM sektor ini memiliki

kapasitas dan mulai membangun paradigma kerja sama dan kesalingtergantungan

(interdependency).

Berdasarkan kajian tentang pengrajin di atas (Karsidi, 1999 dan Ismawan,

2002) serta pengertian kemandirian dari Hatta (Swasono, 2003), Sumardjo (1999)

dan Covey (1999) maka kemandirian usaha pengrajin dalam penelitian ini

dimaknai sebagai kemampuan pengrajin dalam kegiatan produksi, pemasaran dan

permodalan yang tidak tersubordinasi dengan pihak lain serta kemampuan

kerjasama dengan individu, kelompok atau organisasi untuk mencapai kemajuan

bersama. Perbandingan tingkat kemandirian usaha diuraikan pada Tabel 4.

Konsep Keberdayaan Pengrajin

Arti berdaya menurut Slamet (2003) sama dengan tahu, mengerti, faham,

termotivasi, berkesempatan melihat peluang, dapat memanfaatkan peluang,

berenergi, mampu bekerjasama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil

keputusan, berani menghadapi resiko, mampu mencari dan menangkap informasi

dan mampu bertindak sesuai situasi.

Menurut Sumardjo (1999), masyarakat yang berdaya memiliki ciri-ciri: (1)

mampu memahami diri dan potensinya; (2) mampu merencanakan

(mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), dan mengarahkan dirinya; (3)

memiliki kekuatan untuk berunding, bekerjasama saling menguntungkan dengan

bargaining power yang memadai; dan (4) bertanggung jawab atas tindakannya

sendiri.

Page 71: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 4. Paradigma Kemandirian Usaha

KemandirianUsaha

Usaha yang Tergantung (Dependence) Usaha yang Mandiri(Interdependence)

ProsesProduksi

(1) Menghasilkan produk denganmenggunakan pola yang sudahada.

(1) Mampu membuat danmengembangkan desain produksesuai dengan perkembanganpermintaan konsumen.

(2) Lambat dalam berproduksi danbanyak menghasilkan produkcacat.

(2) Terampil, cekatan dan telitidalam berproduksi

(3) Mampu menghasilkan produksebatas dengan standar dirinya.

(3) Mampu menghasilkan produkyang memiliki unifikasi sesuaidengan standar yang diinginkankonsumen.

(4) Menggunakan peralatan yangsudah ada dan memperbaiki jikaada kerusakan.

(4) Melakukan upaya modifikasiperalatan efisien dan sesuaidengan tuntutan produk.

(5) Menerapkan cara-cara produksiyang sudah ada.

(5) Mampu mengembangkan teknikproduksi yang paling efisien dansesuai dengan tuntutan produk.

Pemasaran (1) Menjual yang dapat dihasilkan(orientasi produk).

(1) Menghasilkan produk yangdibutuhkan konsumen (orientasipasar).

(2) Melayani pembeli sebataskemampuan pelayanan.

(2) Melayani pembeli denganpelayanan prima.

(3) Kurang tertarik pada kegiatanpromosi produk.

(3) Mempromosikan produk untukmeraih loyalitas pelanggan.

(4) Mengabaikan kepuasan konsumendan kualitas pelayanan.

(4) Mengutamakan kepuasankonsumen

Permodalan (1) Tergantung pada sumberpermodalan.

(1) Mampu mencari sumberpermodalan alternatif.

(2) Tidak proaktif mencari bantuanmodal.

(2) Mampu meraih modal sesuaikebutuhan usaha.

(3) Mengelola modal denganpertimbangan jangka pendek dantidak ada orientasimengakumulasikan keuntungan kedalam investasi modal.

(3) Mampu mengelola modal danberkeinginan tinggimengakumulasikan keuntunganke dalam investasi modal.

Kerjasama (1) Melakukan kerjasama padalingkup yang terbatas, yangdikenali.

(1) Percaya diri dalam bekerjasamadalam lingkup yang lebih luas.

(2) Bekerja untuk dirinya danusahanya sendiri.

(2) Mampu bekerjasama denganpelanggan, distributor, supplierdan pemodal demi kemajuanbersama.

(3) Menerima tindakan subordinasidan deprivasi asal mendapatkeuntungan.

(3) Mampu bersinergi denganmenghindari subordinasi dandeprivasi dalam kerjasama

(4) Orientasi kerjasama untukkeuntungan jangka pendek.

(4) Orientasi kerjasama untuk jangkapanjang dan kemitraan.

Page 72: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Menurut Ife (1995) masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang

memiliki kekuatan atau kemampuan dalam mengakses sumberdaya dan peluang

serta memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi. Dharmawan (2000)

menyatakan bahwa masyarakat yang berdaya adalah masyarakat yang memiliki

kemampuan, dapat mengambil keputusan sendiri dan memiliki kemudahan dalam

mengakses sumber daya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dibuat suatu rangkuman tentang

ciri masyarakat berdaya dan masyarakat yang lemah seperti ditampilkan pada

Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Masyarakat Berdaya

AspekPerilaku

Masyarakat Lemah Masyarakat Berdaya

Kognitif (1) Mempunyai relatifsedikit ilmupengetahuan

(2) Kurang mampumemahami kebutuhanriil dan potensi diri

(3) Tidak mengetahuiadanya permasalahanyang dihadapi

(1) Mempunyai ilmu pengetahuanyang cukup

(2) Faham atas kebutuhan riilnyadan potensi dirinya

(3) Memiliki pengertian ataspermasalahan yang dihadapi.

Afektif (1) Takut mengalamikegagalan

(2) Meninggalkantanggung jawab

(3) Tergantung pada pihaklain

(4) Menerima hasil yangdiperoleh apa adanya

(1) Berani menghadapi resiko(2) Mempunyai rasa tanggung

jawab atas tindakannya(3) Menolak tindakan subordinasi

atas dirinya(4) Menyukai prestasi

Psikomotorik (1) Ceroboh dan seringsalah dalam bekerja

(2) Memiliki respon yanglemah atas peluangusaha

(3) Bekerjasama tanpamemperhitungkanuntung atau rugi

(4) Bekerja semampunya

(1) Teliti dalam menyelesaikansetiap pekerjaannya

(2) Tanggap dalam memanfaatkanpeluang

(3) Cermat dalam melakukankerjasama yang salingmenguntungkan

(4) Memiliki etos kerja yang tinggi

Page 73: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Berdasarkan terminologi masyarakat berdaya di atas, maka ciri-ciri

perilaku wirausaha dan kemandirian merupakan ciri-ciri yang ada pada

masyarakat yang berdaya. Oleh karena itu, dalam konteks pengrajin dapat

dinyatakan bahwa pengrajin yang berdaya adalah pengrajin yang memiliki ciri-ciri

yang ada pada perilaku wirausaha dan kemandirian. Pengrajin yang berdaya

dengan berperilaku wirausaha dan mandiri dalam berusaha secara gigih berupaya

melakukan kombinasi dari sumberdaya ekonomi yang tersedia, mereka mampu

menciptakan produk dan teknik usaha baru (inovatif), mampu mencari peluang

baru (opportunistis), bekerja dengan metode kerja yang lebih efektif dan efisien,

cepat mengambil keputusan dan berani mengambil resiko.

Konsep Kemajuan Usaha

Dalam konteks industri kecil, kemajuan usaha terkait dengan kemajuan di

bidang keuangan. Perry, Batstone dan Pulsarum (2003) mengindikasikan

kemajuan usaha kecil dari peningkatan penjualan dan peningkatan asset, efisiensi,

diferensiasi mutu dan inovasi produk, dan reduksi biaya. Megginson, Byrd dan

Megginson (2000) mengemukakan bahwa kemajuan usaha dapat dilihat dari dua

sisi yaitu kemajuan di bidang profit, kepuasan konsumen, kepuasan manajer dan

non financial rewards. Menurut (Badri et al., 2000) bagi kebanyakan perusahaan

kemajuan dan pertumbuhan usaha di masa depan tergantung pada ekspansi usaha

pada pasar yang lebih besar yang di luar batas operasi usahanya, terutama pada

pasar global.

Terkait dengan kemajuan usaha, Bird (1996) merumuskan kemajuan usaha

dengan pendekatan model Kinerja Wirausahawan P = A x M, yakni P=Performing

adalah pemilihan karier wirausaha dan profitabilitas, sedangkan A adalah

Abilities (kemampuan) dan M adalah Motivasi. Kemampuan dan motivasi dinilai

melalui ukuran kepribadian dan melalui latar belakang pribadi. Jika keduanya

rendah, maka kinerjanya juga akan rendah.

Menyadari akan pentingnya faktor individual, (Stewart JR et al, 1998)

menilai kemajuan usaha seorang wirausahwan berdasarkan kecemerlangan

aspirasi wirausahawan dalam memandang peluang di masa depan yang penuh

Page 74: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

resiko, sehingga hal ini dapat meningkatkan keberhasilan usaha. Hal ini

menunjukkan bahwa kinerja sangat ditentukan oleh faktor individu.

Berdasarkan output dan outcome yang diperoleh, Pelham (1999)

mengukur kinerja usaha kecil berdasarkan (1) pemasaran / efektifitas penjualan

yang merupakan hasil implementasi strategi berupa peningkatan kualitas produk,

keberhasilan produk baru, dan kepuasan konsumen; (2) pertumbuhan usaha yang

terdiri dari item : tingkat pendapatan, pertumbuhan penjualan, peningkatan

efisiensi biaya dan waktu, peningkatan pangsa pasar; dan (3) profitabilitas yang

diukur dari laba bersih, ROE (tingkat pengembalian modal) dan investasi aktiva.

Lebih luas lagi, Getz (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan usaha kecil

diukur dari keberhasilannya dalam memperoleh peningkatan ukuran usaha,

pertumbuhan usahanya, kemandirian pemilik usaha, menjadi bos di tempatnya

sendiri, dimana terdapat perbedaan antara pengrajin yang opportunistis dan

pengrajin yang enggan menghadapi resiko, pertumbuhan usahanya lambat, dan

memfokuskan diri pada kenyaman hidup.

Haber dan Reichel (2006) mengukur kinerja usaha kecil berdasarkan

empat kategori: (1) short-term objective measures, (2) long-term objective

measures, (3) short-term subjective measures, dan (4) long-term subjective

measures. Ditemukan bahwa kinerja obyektif jangka panjang (seperti

pertumbuhan pendapatan dan jumlah tenaga kerja) relatif jarang

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dan apabila dikaitkan dengan

konsep kesalingtergantungan, maka kemajuan usaha adalah perkembangan usaha

yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan dalam asset, penjualan, keuntungan,

dan diversifikasi produk serta dicapainya efektifitas dan efisiensi usaha. Usaha

kerajinan yang maju adalah usaha yang berkembang secara efektif dan efisien

serta mengalami peningkatan dari segi keuangan (profit dan asset),

pengembangan produk dan perluasan jejaring (networking). Pemikiran tentang

kemajuan usaha digambarkan pada Tabel 6.

Page 75: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 6. Paradigma Kemajuan Usaha

Ciri-ciriAspekKemajuan

UsahaUsaha Konvensional Usaha Maju

PertumbuhanUsaha

(1) Tidak ada pertumbuhanpermintaan konsumendan produksi statis.

(1) Volume produksimeningkat sejalan denganpeningkatan kebutuhankonsumen.

(2) Volume penjualanstagnan dan hanyamampu memasarkanproduk ke pasartradisional terdekat.

(2) Mengalami peningkatan(improvement) volumepenjualan dan perluasandaerah pemasaran.

(3) Menghasilkan produkyang monoton.

(3) Terdapat variasi jenisproduk yang dihasilkan.

(4) Beroperasi denganmodal yang terbatas.

(4) Terdapat peningkatanjumlah modal.

Efisiensi (1) Mengabaikanpenjadwalan kerjasehingga terdapatbanyak waktumenganggur.

(1) Selalu mengupayakanpenggunaan waktu secaralebih produktif.

(2) Tidakmempertimbangkanaspek mutu sumberdaya manusia.

(2) Mengupayakanpenggunaan sumber dayamanusia lebih berkualitassecara optimal.

(3) Mengabaikan hal-halyang dapat memberinilai tambah danpendapatan.

(3) Berusaha meningkatkannilai tambah dan meraihpeluang.

(4) Meninggalkan kegiatanperencanaan keuangansehingga meningkatkanbiaya tak terduga.

(4) Melakukan kegiatanpenganggaran pada setiapkegiatan usaha sebagaiacuan pengeluaran biaya.

Efektifitas (1) Tidak menjadikanperencanaan sebagaiawal melaksanakanusaha.

(1) Menyusun perencanaanberbasis pada evaluasi.

(2) Bekerja tidak teraturtanpa ada koordinasi.

(2) Memiliki struktur yangmengikuti fungsipencapaian tugas

(3) Berusaha tanpamenyusun targetpencapaian keuntungan.

(3) Mempunyai target danpencapaian target padasetiap periode tertentu.

(4) Bersikap pasif ataskerugian ataupenurunan keuntungan.

(4) Mengevaluasi pencapaiantarget berdasarkan periodetertentu.

Page 76: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Konsep Keberlanjutan Usaha

Menurut Labuschagne et al. (2005) keberlanjutan usaha didefinisikan

sebagai berikut:

“business sustainability is ‘‘adopting business strategies and activitiesthat meet the needs of the enterprise and its stakeholders todaywhileprotecting, sustaining and enhancing the human and naturalresources that will be needed in the future’’.

Hal ini menunjukkan bahwa seorang wirausahawan tidak cukup

memandang usahanya hari ini saja, tetapi memandang usahanya ke depan juga

sangat penting. Oleh karena itu, Olson et al. (2003) juga menyatakan bahwa

keberlanjutan dan keberhasilan usaha akan dapat menjamin ketahanan keuangan

keluarga dan kesejahkteraan ekonomi lokal. Sejalan dengan itu, Young (2006)

menyatakan bahwa masyarakat bisnis yang menginginkan usahanya dapat

berkelanjutan, mereka hanya harus bersifat inovatif terhadap efektifitas dan

efisiensi usahanya dan bertanggung jawab terhadap masa depannya. Masyarakat

pengusaha akan membutuhkan mekanisme keterjaminan usaha dengan mengelola

resiko dan memanfaatkan inovasi. Tekanan pasar terhadap produk yang bersifat

inovatif menuntut peningkatan eksperimen di kalangan pengusaha. Pembangkitan

inovasi merupakan bagian penting untuk dapat menarik pasar.

Haber dan Reichel (2006) mengindikasikan bahwa peluang usaha kecil

bisa tetap survive dan berkelanjutan adalah rendah. Seringkali usaha kecil

berkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan untuk hidup (survival) dan

meningkatkan pendapatan keluarga secukupnya dan gaya hidup wirausahawan

masih kurang tertarik pada pertumbuhan cepat. Menurut Korten (Supriatna, 1997),

pembangunan yang berorientasi pada manusia sebagai subyek manusia dilandasi

pada tiga kebutuhan dasar yaitu: justice, sustainability and inclusiveness. Konsep

keberlanjutan menjadi sangat penting bagi masyarakat kecil seperti pengrajin,

sebab komunitas ini mampu mempertahankan usahanya secara turun temurun dari

orang tua mereka (Wijaya, 2001).

Orientasi kegiatan penyuluhan tidak semata-mata pada peningkatan

produktivitas saja akan tetapi pada perubahan perilaku klien. Dengan adanya

perubahan perubahan perilaku tersebut diharapkan klien dapat meningkatkan

kesejahteraan hidupnya secara berkelanjutan.

Page 77: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Oleh karena itu, aspek keberlanjutan usaha pengrajin menjadi penting

untuk dikaji. Usaha yang berkelanjutan adalah usaha yang mampu berproduksi

secara terus menerus dan mampu menjual produknya ke pasar secara kontinyu.

Keberlanjutan usaha akan dapat dicapai jika pada pengrajin memiliki kiat-kiat

untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang akan dihadapi usahanya pada

masa yang akan datang. Dalam penelitian ini keberlanjutan usaha diartikan

sebagai sikap proaktif pengrajin dalam mengantisipasi kebutuhan dan selera

konsumen pada masa yang akan datang. Perbandingan tingkat keberlanjutan usaha

diuraikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Tingkat Keberlanjutan Usaha

Keberlanjutan Rendah TinggiKontinyuitasProduksi

(1) Tidak ada keajegan dalammemproduksi barang.

(1) Mampu menghasilkan produksibarang secara terus menerus.

(2) Memproduksi barangberdasarkan “insting”tanpa melakukanperencanaan.

(2) Melakukan perencanaanproduksi dengan didasarkanprediksi jumlah kebutuhankonsumen.

(3) Mengabaikan mutuproduk dan menghasilkanproduk sebataskemampuan saat ini.

(3) Selalu mengupayakandihasilkannya produk bermutusesuai kebutuhan konsumen.

Kontinyuitaspenjualan

(1) Berusaha menjual produksemampunya dan tidakmemiliki target penjualan.

(1) Senantiasa mengupayakanterpenuhinya target penjualan.

(2) Penjualan sangatfluktuatif dan tidakmenentu.

(2) Trend penjualan meningkat.

(3) Pelayanan tidak menjadibagian dari kegiatanusahanya.

(3) Selalu melakukan tindakanproaktif untuk melayanikonsumen.

(4) Tidak tersedia dana untukkegiatan promosi.

(4) Secara sadar mengalokasikandana untuk promosi.

Kontinyuitas bahanbaku

(1) Melakukan pembelianbahan baku secaramendadak pada saatproduksi dijalankan.

(1) Melakukan perencanaankebutuhan bahan baku yangtepat dan secara periodik.

(2) Tidak melakukanpengecekan terhadaptersedianya bahan baku.

(2) Selalu mengupayakanpengendalian bahan baku secaracermat.

(3) Faktor mutu bahan tidakmenjadi pertimbanganutama dalam pengadaanbahan baku.

(3) Selalu mengupayakanterpenuhinya kebutuhan bahanbaku yang bermutu.

Page 78: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

HIPOTESIS PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan penelitian, tujuan penelitian dan kerangka

berpikir yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dirumuskan hipotesis penelitian

berikut: Keberhasilan pemberdayaan pengrajin menuju kemajuan dan

keberlanjutan usaha dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu

pengrajin, kualitas pendukung usaha dan lingkungan.

Hipotesis Kerja:

(1) Perilaku wirausaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh karakteristik

individu pengrajin, pendukung usaha dan lingkungannya.

(2) Kemandirian usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh karakteristik

individu, pendukung usaha, lingkungan dan perilaku wirausaha.

(3) Kemajuan usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh perilaku wirausaha

dan kemandirian usaha.

(4) Keberlanjutan usaha dipengaruhi secara positif dan nyata oleh kemajuan

usaha.

(5) Terdapat perbedaan secara nyata kemandirian usaha, perilaku wirausaha,

kemajuan usaha, dan keberlanjutan usaha pengrajin di kedua lokasi penelitian.

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Penelitian ini dilakukan di Jawa Timur yang merupakan daerah padat

industri kecil karena 25% dari jumlah industri kecil yang ada di Indonesia berada

di Jawa Timur. Sebagian besar industri kecil di Jawa Timur tumbuh dan

berkembang di Sentra Industri kecil (SIK) sebanyak 2167 SIK yang terdiri dari

177216 unit usaha yang tersebar di 562 kecamatan (97,2% dari 578 kecamatan

yang ada di Jawa Timur). Penelitian dilakukan terhadap seluruh pengrajin industri

kecil kelompok kerajinan barang dari bahan kulit. Alasan dipilihnya kelompok ini

karena: (1) perkembangan yang sangat baik, (2) menyerap tenaga kerja yang

besar, dan (3) menghasilkan produk dan pendapatan paling banyak dari seluruh

kelompok industri kecil di Jawa Timur.

Page 79: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Di Jawa Timur terdapat enam Kabupaten yang memiliki sentra industri

kecil kerajinan paling potensial dari bahan kulit yang paling potensial yaitu: (1)

Sidoarjo, (2) Mojokerto, (3) Malang, (4) Pasuruan, (5) Ponorogo, dan (6)

Magetan. Sampel penelitian ditentukan dengan teknik pengambilan sampel

bertingkat (stratified random sampling), dengan dasar penentuan strata adalah

kedekatan lokasi dengan sumber bahan baku. Lokasi yang terpilih adalah

Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan Jawa Timur. Sidoarjo berada di

wilayah yang mewakili daerah yang jauh dengan sumber bahan baku dan Magetan

mewakili daerah yang dekat dengan sumber bahan baku.

Populasi penelitian ini adalah seluruh pengrajin pada kelompok kerajinan

barang dari bahan kulit yang berada pada Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten

Magetan dengan jumlah populasi pengrajin 741 orang. Penarikan sampel dari

setiap strata dilakukan secara proporsional, yang dalam hal ini jumlah sampel

ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin (Umar, 2002) sebagai berikut :

n =2(e)N1

N

Keterangan :

n = ukuran sampelN = ukuran populasie = persen kelonggaran sebesar 5 %

Berdasarkan rumus slovin tersebut jumlah sampel sebesar 260 pengrajin.

Matrik kerangka sampel disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kerangka Sampel Penelitian

Kabupaten Jumlah PopulasiPengrajin

Jumlah SampelPengrajin

Sidoarjo 413 pengrajin 145 pengrajin

Magetan 328 pengrajin 115 pengrajin

Total 741 pengrajin 260 pengrajinTabel 8Kerangka Sampel Penelitian

Rancangan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang hendak dicapai, maka jenis penelitian

yang digunakan adalah penelitian survey korelasional yang dilaksanakan untuk

Page 80: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

melihat hubungan antara peubah-peubah penelitian dan menguji hipotesa yang

telah dirumuskan sebelumnya. Peubah dalam penelitian ini adalah: (1)

Karakteristik individu Pengrajin (X1), (2) Kualitas pendukung usaha (X2), (3)

Lingkungan (X3), (4) Perilaku wirausaha (Y1), (5) Kemandirian pengrajin (Y2),

(6) kemajuan Usaha (Y3), dan (7) Keberlanjutan usaha (Y4).

Untuk mengetahui adanya hubungan atau pengaruh dilakukan uji statistik

sehingga menggunakan pendekatan kuantitatif. Untuk menjelaskan substansi hasil

uji statistik digunakan pendekatan kualitatif.

Data dan Instrumentasi

Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data

sekunder baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Data tersebut mencakup

data pada peubah : (1) Karakteristik individu Pengrajin (X1), (2) Kualitas

pendukung usaha (X2), (3) Lingkungan (X3), (4) Perilaku wirausaha (Y1), (5)

Kemandirian Usaha (Y2), (6) Kemajuan usaha (Y3), dan (7) Keberlanjutan Usaha

(Y4):

(1) Karakteristik Individu Pengrajin (X1) adalah ciri-ciri yang melekat

pada individu pengrajin yang dinyatakan dalam tingkatan yang membedakan

dirinya dengan orang lain berdasarkan waktu tertentu. Dalam penelitian ini ciri-

ciri pengrajin industri kecil kerajinan yang diperhatikan adalah:

(a) Umur adalah lamanya tahun kehidupan pengrajin yang diukur berdasarkan

jumlah tahun kehidupan.

(b) Pendidikan adalah tingkat pendidikan formal dan non formal yang ditempuh

pengrajin selama hidupnya. Tingkat pendidikan formal diukur berdasarkan

jumlah tahun pendidikan formal. Tingkat pendidikan non formal diukur

berdasarkan jumlah jam pendidikan non formal.

(c) Tanggungan Keluarga adalah jumlah individu yang masuk dalam tanggungan

biaya pengrajin, diukur berdasarkan jumlah jiwa yang dibiayai hidupnya.

(d) Pengalaman berusaha adalah lamanya waktu dalam tahun dalam hal

melakukan aktivitas dalam bidang kerajinan, diukur berdasarkan jumlah tahun

bekerja.

Page 81: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(e) Motivasi berusaha adalah hal yang mendorong pengrajin bekerja di bidang

kerajinan saat ini, dilihat dari alasan bekerja sebagai pengrajin.

(f) Pemenuhan Kebutuhan adalah aspek fisik dan psikologis yang harus dipenuhi

pengrajin dalam kehidupannya yang terdiri dari sandang, pangan, papan,

rekreasi dan pendidikan. Kebutuhan diukur berdasarkan jumlah pengeluaran

untuk kebutuhan pangan, pakaian, tempat tinggal, rekreasi dan pendidikan

anak dalam rupiah per tahun, serta rencana pencapaian tingkat pendidikan

anak diukur dalam tahun.

(g) Intensitas komunikasi adalah proses pertukaran informasi pengrajin dengan

sumber informasi interpersonal berikut pencarian informasi pada media dan

sumber informasi usaha. Komunikasi diukur berdasarkan: tingkat kekerapan

berkomunikasi dengan sesama pengrajin, pembeli dan pemasok barang

tentang hal yang berkaitan dengan usaha kerajinan, tingkat kekerapan

membaca informasi tentang usaha kerajinan dari surat kabar, majalah, radio

dan televisi, tingkat kekrapan bepergian ke luar desa dan keanggotaan pada

organisasi sosial.

(h) Aspek gender adalah persepsi pengrajin dalam melihat perbedaan yang

tampak antara pria dan wanita berdasar tugas dan haknya, diukur berdasarkan

tingkat perbedaan pembagian tugas antara pria dan wanita dan tingkat

perbedaan upah antara kaum pria dan wanita.

Indikator dan pengukuran masing-masing sub peubah tercantum pada

Tabel 9.

Tabel 9. Peubah Karakteristik Individu Pengrajin

Indikator Parameter(1) Umur Lamanya tahun kehidupan

Tingkat pendidikan formal(2) PendidikanTingkat pendidikan non formal

(3) Tanggungan Keluarga Anggota keluarga yang masuk dalam tanggungan pengrajinLama bekerja sebagai pengrajin(4) Pengalaman berusahaLama bekerja di luar bidang kerajinan

(5) Motif berusaha Pendorong bekerja sebagai pengrajinKebutuhan dasar(6) Tingkat Pemenuhan

Kebutuhan Kebutuhan pendidikan anakAkses jaringan komunikasi interpersonalAkses pada Media cetak dan elektronik

(7) Intensitas Komunikasi

KosmopolitansiPersepsi pengrajin terhadap kesetaraan tugas berdasar jenis kelamin(8) Aspek GenderPersepsi pengrajin terhadap kesetaraan hak berdasar jenis kelamin

Tabel 9Peubah Karakteristik Individu Pengrajin

Page 82: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

100xmaksimumskorJumlah

nindikatorskorJumlah

indikator

sitransformaindeks

Pengukuran data dalam peubah karakteristik individu pengrajin terbagi

menjadi dua skala pengukuran yaitu skala rasio dan ordinal. Data yang berskala

pengukuran rasio adalah: umur, pendidikan, tanggungan keluarga, pengalaman

usaha dan kebutuhan, agar terpenuhi kesamaan skala pengukuran, maka terhadap

data berskala rasio ini dilakukan transformasi ke dalam skala pengukuran ordinal

lima jenjang sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Data

motivasi berusaha, intensitas komunikasi, dan aspek gender, diukur dengan skala

likert jenjang empat (1, 2, 3, dan 4) yang kemudian ditranformasikan ke dalam

skala pengukuran ordinal tiga jenjang rendah, sedang dan tinggi.

Guna keperluan analisis statistik dilakukan proses transformasi untuk

mengubah skala ordinal ke skala interval atau rasio, dengan mengunakan rumus

Transformasi indeks indikator :

Transformasi indeks peubah :

100var

var

varx

iabeltiapmaksimumindekjumlahiabeltiapindikatorindekjumlah

iabelindekNilai

(2) Pendukung Usaha (X2) adalah tingkat ketersediaan faktor-faktor

yang diperlukan untuk menunjang kegiatan usaha kerajinan kulit yang meliputi:

(a) Bahan baku adalah ketersediaan bahan yang akan diolah menjadi produk

kerajinan yang berasal dari kulit dan imitasinya, bahan baku diukur

berdasarkan tingkat mutu bahan baku, tingkat kemudahan memperoleh bahan

dan tingkat keterjangkauan harga bahan baku.

(b) Pasar adalah tingkat permintaan dan jangkauan pemasaran yang harus

dilayani pengrajin, diukur berdasarkan tingkat permintaan konsumen,

jangkauan daerah pemasaran dan tingkat kesetiaan konsumen.

Page 83: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(c) Teknologi adalah peralatan yang digunakan dalam membuat kerajinan yang

diukur dari cara memperoleh, keterjangkauan harga dan perkembangan

peralatan.

(d) Transportasi adalah tingkat ketersediaan sarana angkutan yang digunakan

untuk kegiatan usaha, diukur berdasarkan tingkat kemudahan memperoleh,

tingkat kenyamanan dan keterjangkauan harga.

(e) Alat komunikasi adalah tingkat ketersediaan sarana telepon yang diukur

berdasarkan tingkat kekerapan pemakaian telepon rumah, seluler dan warung

telekomunikasi untuk kegiatan usaha.

Keseluruhan pengukuran data dalam variabel kualitas pendukung usaha

adalah menggunakan skala likert dengan empat pilihan (1, 2, 3, dan 4), kemudian

ditransformasikan ke skala ordinal lima jenjang sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi, dan sangat tinggi. Guna keperluan analisis statistik maka dilakukan

transformasi untuk mengubah skala ordinal ke skala interval atau rasio dengan

rumus sebagaimana pada peubah karakteristik individu pengrajin. Indikator dan

pengukuran masing-masing sub peubah tercantum pada Tabel 10.

Tabel 10. Peubah Pendukung UsahaIndikator Parameter

1) Kualitas bahan baku2) Ketersediaan bahan baku

(1) Bahan Baku

3) Keterjangkauan harga bahan baku1) Permintaan Pasar2) Jangkauan pasar

(2) Pasar

3) Loyalitas Konsumen1) Cara Memperoleh2) Keterjangkauan harga peralatan

(3) Ketersediaan Teknologi

3) Perkembangan peralatan1) Kemudahan memperoleh angkutan2) Keterjangkauan ongkos angkutan

(4) Ketersediaan SaranaTransportasi

3) Keamanan angkutan1) Kekerapan pemakaian telepon rumah untuk usaha2) Kekerapan pemakaian telepon seluler untuk usaha.

(5) Ketersediaan Alatkomunikasi

3) Kekerapan pemakaian telepon di Wartel untuk usahaTabel 10Peubah Pendukung Usaha

(3) Dukungan Lingkungan (X3) adalah individu lain, sekelompok

individu, atau sistem yang melingkupi pengrajin dan usahanya, yang memberikan

Page 84: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

dukungan sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan-tindakan

pengrajin industri kecil. Dukungan lingkungan ini terdiri dari:

(a) Keluarga adalah individu yang memiliki hubungan darah dengan pengrajin

dan individu yang memiliki hubungan darah dengan suami atau isteri

pengrajin yang mempengaruhi kegiatan usahanya. Indikator ini diukur

berdasarkan tingkat dukungan yang diberikan keluarga terhadap usaha

kerajinan dan kesesuaian jenis usaha dengan jenis pekerjaan keluarga.

(b) Pemimpin informal adalah individu yang tidak mendapat pengangkatan secara

formal sebagai pemimpin namun karena memiliki sejumlah kualitas unggul

memiliki kedudukan sebagai seorang yang mampu mempengaruhi kondisi

psikis dan perilaku pengrajin, diukur berdasarkan tingkat dukungan pemimpin

informal terhadap kegiatan usaha masyarakat dan tingkat kekerapan

pertemuan pemimpin informal dengan masyarakat.

(c) Bimbingan pemerintah paerah adalah bimbingan yang diberikan oleh lembaga

dinas yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan koordinasi dalam

pengembangan industri kerajinan, diukur berdasarkan Tingkat kekerapan

kegiatan pelatihan, dan kunjungan petugas.

(d) Bimbingan Organisasi Non Pemerintah adalah organisasi non pemerintah

yang melakukan kegiatan pengembangan industri kerajinan, diukur

berdasarkan tingkat kekerapan kegiatan pelatihan dan kunjungan organisasi

non pemerintah.

(e) Sistem Norma adalah aturan yang dipatuhi masyarakat dan berlaku secara

lokal, diukur berdasarkan tingkat kesesuaian nilai-nilai dalam masyarakat

dengan prinsip-prinsip usaha kerajinan kulit dan tingkat keterikatan pada

norma dan adat istiadat.

Pengukuran data dalam variabel lingkungan adalah menggunakan skala

likert dengan empat pilihan (1, 2, 3, dan 4), kemudian ditransformasikan ke skala

ordinal lima jenjang sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Guna keperluan analisis statistik maka dilakukan transformasi untuk mengubah

skala ordinal ke skala interval atau rasio dengan rumus sebagaimana pada peubah

karakteristik individu pengrajin. Indikator dan pengukuran masing-masing sub

peubah tercantum pada Tabel 11.

Page 85: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 11. Peubah Lingkungan

Indikator Parameter1) Dukungan pemimpin informal(1) Pemimpin informal2) Pertemuan pemimpin informal dengan masyarakat.1) Dukungan keluarga(2) Keluarga2) Kesesuaian jenis usaha dengan keluarga1) Kekerapan kegiatan pelatihan.(3) Bimbingan

Pemerintah Daerah 2) Kekerapan kunjungan petugas dinas1) Kekerapan kegiatan pelatihan.(4) Bimbingan

Organisasi NonPemerintah

2) Kekerapan kunjungan petugas Organisasi Non Pemerintah

1) Kesesuaian nilai(5) Norma dalammasyarakat 2) Keterikatan pada norma

Tabel 11Peubah Lingkungan

(5) Perilaku Wirausaha (Y1) adalah cara bertindak pengrajin dalam

menjalankan usaha yang ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap dan ketrampilannya

untuk melakukan usaha dengan inovatif, inisiatif, berani mengambil resiko dan

berdaya saing.

Keinovatifan adalah cara bertindak pengrajin untuk menghasilkan inovasi

dan menerapkan inovasi tersebut dalam usaha kerajinan kerajinannya. Aspek

kognitif keinovatifan diukur berdasarkan: pengetahuan sumber informasi inovatif,

pemahaman tentang penciptaan inovasi, dan pemahaman tentang penerapan

inovasi. Aspek afektif keinovatifan diukur berdasarkan: ketertarikan terhadap

sumber informasi inovatif, ketertarikan untuk menciptakan inovasi, dan

menerapkan inovasi. Aspek psikomotorik keinovatifan diukur berdasarkan:

kecepatan mencari sumber informasi inovatif, kecepatan menghasilkan inovasi,

dan kecermatan menerapkan inovasi

Inisiatif adalah cara bertindak pengrajin dalam memprakarsai atau

memulai suatu peluang usaha yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Aspek

kognitif inisiatif diukur berdasarkan: pengetahuan tentang peluang usaha,

pengetahuan tentang cara mencari identifikasi peluang usaha, dan pemahaman

tentang cara menjalankan peluang usaha. Aspek afektif inisiatif diukur

berdasarkan: ketertarikan terhadap peluang usaha, ketertarikan melakukan

identifikasi peluang usaha, dan sikap dalam menjalankan peluang usaha. Aspek

psikomotorik inisiatif diukur berdasarkan: kecermatan menemukan peluang usaha,

ketelitian melakukan identifikasi peluang usaha.

Page 86: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengelolaan Resiko adalah cara bertindak pengrajin dalam mengelola

resiko usaha kerajinan baik yang akan dihadapi maupun yang sedang dihadapi.

Aktivitas ini meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif

pengelolaan resiko diukur berdasarkan pengetahuan tentang cara memprediksi

resiko, pemahaman cara menjalankan usaha yang beresiko, dan pengetahuan cara

menghindari resiko. Aspek afektif pengelolaan resiko diukur berdasarkan sikap

terhadap usaha yang beresiko, sikap menghadapi kemungkinan terjadinya resiko,

dan sikap menghindari resiko. Aspek psikomotorik pengelolaan resiko diukur

berdasarkan ketepatan memprediksi terjadinya resiko, kecermatan menjalankan

usaha yang berisiko, dan ketepatan menghindari risiko.

Daya saing adalah cara bertindak pengrajin dalam menghadapi persaingan

usaha di bidang kerajinan. Aktivitas ini meliputi aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik. Aspek kognitif daya saing diukur berdasarkan pengetahuan tentang

strategi bersaing, pemahaman cara menghadapi persaingan, dan pemahaman

tentang etika persaingan. Aspek afektif daya saing diukur berdasarkan sikap untuk

menghadapi persaingan, sikap terhadap etika persaingan usaha, dan ketertarikan

terhadap penerapan strategi usaha. Aspek psikomotorik daya saing diukur

berdasarkan: kemampuan menghasilkan keunggulan bersaing, kecepatan

merumuskan strategi bersaing, dan ketepatan memenangkan persaingan

Pengukuran data dalam variabel perilaku wirausaha adalah menggunakan

skala likert dengan empat pilihan (1, 2, 3, dan 4), kemudian ditransformasikan ke

skala ordinal lima jenjang sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi.

Guna keperluan analisis statistik maka dilakukan transformasi untuk mengubah

skala ordinal ke skala interval atau rasio dengan rumus sebagaimana pada peubah

karakteristik individu pengrajin. Indikator dan pengukuran masing-masing sub

peubah tercantum pada Tabel 12.

Tabel 12. Peubah Perilaku WirausahaIndikator Parameter

1) Pengetahuan sumber informasi inovatif2) Pemahaman tentang penciptaan inovasi3) Pemahaman tentang penerapan inovasi4) Ketertarikan terhadap sumber informasi inovatif5) Ketertarikan untuk menciptakan inovasi6) Ketertarikan menerapkan inovasi7) Kecepatan mencari sumber informasi inovatif8) Kecepatan menghasilkan inovasi

Keinovatifan

9) Kecermatan menerapkan inovasi

Page 87: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

1) Pengetahuan tentang peluang usaha2) Pengetahuan tentang cara mencari identifikasi peluang usaha3) Pemahaman tentang cara menjalankan peluang usaha4) Ketertarikan terhadap peluang usaha5) Ketertarikan melakukan identifikasi peluang usaha6) Sikap dalam menjalankan peluang usaha7) Kecermatan menemukan peluang usaha8) Ketelitian melakukan identifikasi peluang usaha

Inisiatif

9) Ketepatan menjalankan peluang usaha.1) Pengetahuan tentang cara memprediksi resiko2) Pengetahuan cara menghindari resiko3) Pemahaman cara menjalankan usaha yang beresiko4) Sikap menghadapi kemungkinan terjadinya resiko5) Sikap menghindari resiko6) Sikap terhadap usaha yang beresiko7) Ketepatan memprediksi terjadinya resiko8) Kecermatan menjalankan usaha yang berisiko

Pengelolaan Resiko

9) Kecepatan menghindari risiko1) Pengetahuan tentang strategi bersaing2) Pemahaman cara menghadapi persaingan3) Pemahaman tentang etika persaingan4) Sikap untuk menghadapi persaingan5) Sikap terhadap etika persaingan usaha6) Ketertarikan terhadap penerapan strategi usaha7) Kemampuan menghasilkan keunggulan bersaing8) Kecepatan merumuskan strategi bersaing

Daya Saing

9) Ketepatan memenangkan persainganTabel 12Peubah Perilaku Wirausaha

(4) Kemandirian Usaha (Y2) adalah kemampuan pengrajin dalam

mengatur usahanya secara berkualitas dan kemampuan bekerjasama dengan

individu atau organisasi penunjang kegiatan usaha, kemandirian ini meliputi: (1)

kemandirian dalam proses produksi, (2) kemandirian dalam permodalan, (3)

kemandirian dalam pemasaran, dan (4) kemandirian dalam bekerjasama.

Pengukuran data dalam variabel kemandirian pengrajin adalah

menggunakan skala likert dengan empat pilihan (1, 2, 3, dan 4), kemudian

ditransformasikan ke skala ordinal dengan kategori sangat rendah, rendah, sedang,

tinggi, dan sangat tinggi. Guna keperluan analisis statistik maka dilakukan

transformasi untuk mengubah skala ordinal ke skala interval atau rasio dengan

rumus sebagaimana pada peubah karakteristik individu pengrajin. Indikator dan

pengukuran masing-masing sub peubah tercantum pada Tabel 13.

Tabel 13. Peubah Kemandirian UsahaIndikator Parameter

1) Pengetahuan sumber permodalan2) Pemahaman cara mengakses sumber permodalan3) Pemahaman pengelolaan modal4) Tanggapan terhadap sumber-sumber permodalan5) Ketertarikan mengakses sumber-sumber permodalan6) Sikap hemat dalam pengelolaan modal.7) Kecepatan mencari sumber permodalan

(1) Permodalan

8) Ketepatan mengakses sumber-sumber permodalan

Page 88: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

9) Kecermatan mengelola modal.1) Pengetahuan tahapan proses produksi2) Pemahaman cara kerja peralatan produksi3) Pengetahuan persyaratan mutu produksi4) Ketertarikan atas setiap tahapan produksi5) Ketertarikan atas cara kerja peralatan produksi6) Ketertarikan terhadap pentingnya mutu produksi7) Ketepatan menjalankan tahapan produksi8) Kecermatan menggunakan peralatan produksi

(2) Proses Produksi

9) Ketepatan memenuhi persyaratan mutu produksi1) Wawasan tentang bentuk kerjasama2) Pengetahuan perjanjian kerjasama3) Pengetahuan tentang cara melakukan kerjasama4) Sikap mengutamakan kerjasama kemitraan (partnership)5) Sikap percaya diri dalam bekerjasama6) Sikap terhadap tindakan subordinasi dan deprivasi kerjasama7) Kecermatan memilih bentuk kerjasama8) Ketelitian menyusun perjanjian kerjasama

(3) Kerjasama

9) Kecermatan bekerjasama dengan pihak lain1) Pengetahuan bauran promosi2) Pemahaman teknik menjual3) Pengetahuan mutu pelayanan4) Ketertarikan terhadap kegiatan bauran promosi5) Tanggapan terhadap perkembangan teknik menjual6) Sikap mengutamakan kualitas pelayanan7) Kecermatan mempromosikan produk8) Kecepatan menjual produk

(4) Pemasaran

9) Keluwesan melayani pelangganTabel 13Peubah Kemandirian Usaha

(a) Kemandirian dalam permodalan adalah kemampuan pengrajin dalam

pengelolaan modal secara hemat dan akumulatif serta mengakses sumber

permodalan seluas-luasnya. Kemandirian ini meliputi aspek kognitif, afektif

dan psikomotorik. Aspek kognitif permodalan diukur berdasarkan

pengetahuan sumber permodalan, pemahaman cara mengakses sumber

permodalan, pemahaman pengelolaan modal. Aspek afektif permodalan

diukur berdasarkan tanggapan terhadap sumber-sumber permodalan,

ketertarikan mengakses sumber-sumber permodalan, dan sikap hemat dalam

pengelolaan modal. Aspek psikomotorik permodalan diukur berdasarkan

kecepatan mencari sumber permodalan, ketepatan mengakses sumber-sumber

permodalan, dan kecermatan mengelola modal.

(b) Kemandirian dalam proses produksi adalah kemampuan pengrajin dalam

melakukan proses produksi meliputi cara penanganan bahan baku sampai

dengan menghasilkan barang jadi. Kemandirian ini meliputi aspek kognitif,

afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif proses produksi diukur berdasarkan

pengetahuan tahapan proses produksi, pemahaman cara kerja peralatan

produksi, dan pengetahuan persyaratan mutu produksi. Aspek afektif proses

produksi diukur berdasarkan ketertarikan atas: setiap tahapan produksi, cara

Page 89: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

kerja peralatan produksi, dan pentingnya mutu produksi Aspek psikomotorik

proses produksi diukur berdasarkan ketepatan menjalankan tahapan produksi,

kecermatan menggunakan peralatan produksi, dan ketepatan memenuhi

persyaratan mutu produksi

(c) Kemandirian dalam kerjasama adalah kemampuan pengrajin dalam

melakukan kerjasama usaha kerajinan dengan pihak yang berkaitan dengan

bidang usaha kerajinan, tanpa tersubordinasi dan terdeprivasi. Kemandirian ini

meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif kerjasama

diukur berdasarkan wawasan tentang bentuk kerjasama pengetahuan

perjanjian kerjasama pengetahuan tentang cara melakukan kerjasama. Aspek

afektif kerjasama diukur berdasarkan sikap mengutamakan kerjasama

kemitraan (partnership) sikap percaya diri dalam bekerjasama sikap terhadap

tindakan subordinasi dan deprivasi kerjasama sikap percaya diri dalam

bekerjasama, sikap terhadap tindakan subordinasi dan deprivasi dalam

kerjasama, dan sikap mengutamakan kerjasama kemitraan. Aspek

psikomotorik kerjasama diukur berdasarkan kecermatan memilih bentuk

kerjasama, ketelitian menyusun perjanjian kerjasama, dan kecermatan

bekerjasama dengan pihak lain

(d) Kemandirian dalam pemasaran adalah kemampuan pengrajin dalam

melakukan kegiatan pemasaran secara prima dengan mengutamakan

pelayanan kepada pelanggan secara memuaskan. Kemandirian ini meliputi

aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Aspek kognitif pemasaran diukur

berdasarkan pengetahuan bauran pemasaran, pemahaman teknik menjual, dan

pengetahuan mutu pelayanan Aspek afektif pemasaran diukur berdasarkan

ketertarikan terhadap kegiatan bauran promosi, tanggapan terhadap teknik

menjual, dan sikap mengutamakan kualitas pelayanan. Aspek psikomotorik

pemasaran diukur berdasarkan kecermatan mempromosikan produk,

kecepatan menjual produk, dan keluwesan melayani pelanggan.

(5) Kemajuan Usaha (Y3) adalah kondisi perkembangan usaha yang

diperoleh pengrajin yang dinilai dari: (1) Pertumbuhan Usaha, (2) Efisiensi

Usaha, dan (3) Efektivitas Usaha.

Page 90: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pertumbuhan usaha adalah peningkatan dan diversifikasi produk kerajinan

yang dihasilkan dicapai pengrajin dari kondisi saat ini dengan sebelumnya.

Pertumbuhan usaha diukur dari pertumbuhan penjualan, pertumbuhan produksi,

pertumbuhan aktiva, perkembangan jenis produk dan pangsa pasar. Efisiensi

Usaha adalah penghematan dalam biaya dan waktu yang diperoleh dalam

pelaksanaan kegiatan usaha kerajinan, diukur berdasarkan perbandingan jumlah

biaya produksi secara periodik dan perbandingan penggunaan waktu perunit

produk yang dihasilkan secara periodik. Efektivitas usaha adalah pencapaian

tujuan yang ditetapkan pengrajin dalam kurun waktu tertentu, diukur berdasarkan

perbandingan jumlah target penjualan dengan realisasi penjualan dan

perbandingan jumlah target produksi dan realisasi produksi. Indikator dan

pengukuran masing-masing sub peubah tercantum pada Tabel 14.Tabel 14Peubah Kemajuan Usaha

Tabel 14. Peubah Kemajuan Usaha

Indikator Parameter(1) Pertumbuhan Penjualan(2) Pertumbuhan Volume produksi(3) Pertumbuhan Aktiva(4) Perkembangan Jenis produk kerajinan

(1) Pertumbuhan Usaha

(5) Perkembangan Pangsa pasar(1) Tingkat efisiensi biaya(2) Efisiensi usaha(2) Tingkat efisiensi waktu(1) Pencapaian target produksi(3) Efektivitas usaha(2) Pencapaian target penjualan

Pengukuran data dalam variabel kemajuan usaha menggunakan skala

rasio, agar terpenuhi kesamaan skala pengukuran, maka terhadap data berskala

rasio ini dilakukan transformasi ke dalam skala pengukuran ordinal lima jenjang

sangat rendah, rendah, sedang, tinggi, dan sangat tinggi. Guna keperluan analisis

statistik maka dilakukan transformasi untuk mengubah skala ordinal ke skala

interval atau rasio dengan rumus sebagaimana pada peubah karakteristik individu

pengrajin.

(6) Keberlanjutan Usaha (Y4), sikap proaktif pengrajin dalam

mengantisipasi kebutuhan dan selera konsumen pada masa yang akan datang.

Keberlanjutan usaha dinilai dari kontinyuitas produksi, kontinyuitas penjualan,

dan kontinyuitas input.

Kontinyuitas produksi adalah sikap pengrajin dalam mengantisipasi

pemenuhan kebutuhan konsumen akan produk kerajinan yang bermutu.

Page 91: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Kontinyuitas produksi diukur dari: kelancaran proses, mutu produk, dan

pemenuhan permintaan.

Kontinyuitas penjualan adalah sikap proaktif pengrajin untuk dapat

memenuhi selera konsumen atas produk kerajinan pada masa yang akan datang.

Kontinyuitas penjualan diukur dari: target penjualan, peningkatan pelayanan, dan

kesadaran melakukan promosi.

Kontinyuitas input adalah sikap antisipatif untuk memperoleh dan

merencanakan terpenuhinya bahan baku dengan jumlah yang tepat dan memiliki

mutu yang sesuai dengan kebutuhan dan selera konsumen pada masa yang akan

datang. Kontinyuitas bahan baku diukur dari: perencanaan persediaan,

pengendalian persediaan, dan mutu persediaan. Indikator dan pengukuran masing

sub peubah tercantum pada Tabel 15.

Tabel 15. Peubah Keberlanjutan UsahaIndikator Parameter

1) Ketertarikan terhadap kelancaran proses produksi.2) Tanggapan terhadap tingkat kekerapan hasil produksi pada masa yang

akan datang.3) Ketertarikan terhadap produk bermutu4) Tanggapan terhadap upaya pengendalian mutu5) Tanggapan tentang permintaan masa yang akan datang

KontinyuitasProduksi

6) Ketertarikan terhadap upaya pemenuhan jumlah permintaan.1) Tanggapan atas pentingnya perencanaan dan penyusunan target2) Ketertarikan pada upaya pemenuhan target3) Tanggapan terhadap pelayanan bermutu4) Ketertarikan pada upaya peningkatan pelayanan5) Ketertarikan mengalokasikan dana untuk promosi

KontinyuitasPenjualan

6) Tanggapan terhadap upaya-upaya promosi1) Tanggapan atas pentingnya perencanaan persediaan bahan baku.2) Ketertarikan pada upaya penyusunan perencanaan persediaan yang tepat.3) Tanggapan terhadap pengendalian persediaan4) Ketertarikan pada upaya pengendalian persediaan5) Ketertarikan terhadap persediaan bahan baku bermutu

KontinyuitasBahan baku

6) Tanggapan terhadap upaya memperoleh bahan baku bermutu.Tabel 15Peubah Keberlanjutan Usaha

Page 92: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengukuran data dalam variabel keberlanjutan usaha adalah menggunakan skala

likert dengan empat pilihan (1, 2, 3, dan 4), kemudian ditransformasikan ke skala

ordinal jenjang rendah dan tinggi. Guna keperluan analisis statistik maka

dilakukan transformasi untuk mengubah skala ordinal ke skala interval atau rasio

dengan rumus sebagaimana pada peubah karakteristik individu pengrajin.

Instrumentasi

Dalam penelitian ini untuk memperoleh data primer dilakukan wawancara dengan

responden dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan yang

berhubungan dengan peubah-peubah yang diamati dalam obyek penelitian.

Kuesioner tersebut tersusun menjadi 7 (tujuh) bagian yaitu: (1) Karakteristik

individu Pengrajin, (2) Kualitas pendukung usaha, (3) Lingkungan, (4)

Kemandirian Usaha, (5) Perilaku wirausaha, (6) Keberlanjutan Usaha, dan (7)

Kemajuan usaha.

Uji Validitas

Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1987) menyatakan bahwa uji validitas

menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur itu mengukur apa yang ingin

diukur. Alat ukur dikatakan sahih (valid) apabila alat ukur tersebut dapat

mengukur yang sebenarnya ingin diukur. Peubah-peubah dalam penelitian sosial

bersifat lebih abstrak, oleh karena itu sulit untuk menentukan fenomena secara

persis. Sehingga validitas dalam ilmu sosial merupakan derajat kedekatan kepada

kebenaran, bukan sesuatu yang mutlak.

Untuk menentukan validitas alat ukur dalam penelitian ini dipakai tiga cara:

▪ Uji validitas konstruk, yaitu menyusun tolok ukur operasional berdasarkan

kerangka dari konsep yang akan diukur. Setelah kerangka konsep penelitian

yang dibangun dari hasil pemahaman literatur ditetapkan, kemudian disusun

tolok ukur operasionalnya. Penelitian ini ditekankan pada perilaku wirausaha,

kemandirian usaha, kemajuan usaha dan keberlanjutan usaha.

▪ Uji validitas isi, yaitu mengukur keterwakilan seluruh aspek yang dianggap

sebagai aspek kerangka konsep. Dalam pengujian validitas isi, dilakukan

penyesuaian isi alat ukur atau daftar pertanyaan dengan teori yang telah

Page 93: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

diuraikan sebelumnya. Teori yang mendasari penelitian ini adalah: (1) teori

belajar orang dewasa berdasarkan aliran behavioristik yang terdiri dari teori

operant conditioning, teori belajar sosial dan teori belajar bebas, (2) teori

perilaku Kurt Lewin, (3) konsep kewirausahaan, (4) konsep kemandirian, (5)

konsep kinerja usaha, dan (5) konsep keberlanjutan usaha.

▪ Uji validitas konkuren, yaitu mengukur kesahihan prediktif berdasarkan

hubungan yang teratur antar seluruh variabel penelitian. Dalam penelitian ini

validitas konkuren dilihat dari signifikansi hubungan antara item pertanyaan

pada masing-masing variabel penelitian. Hubungan diuji dengan analisis

korelasi product moment pearson. Sebagai pembanding, Masrun (1979)

menyatakan bilamana koefisien korelasi antara skor suatu indikator positif dan

≥0,3 maka instrumen tersebut dianggap valid (validitas kriteria). Hasil uji

validitas dijelaskan pada Tabel 16.

Uji Reliabilitas

Ancok (Singarimbun dan Effendi, 1987) menyatakan bahwa uji reliabilitas

adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat

dipercaya atau dapat diandalkan.

Bila suatu alat pengukur dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan

hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut

reliabel. Dengan kata lain, reliabilitas menunjukkan konsistensi suatu alat

pengukur di dalam mengukur gejala yang sama.

Reliabilitas data seluruh item pertanyaan dari seluruh variabel penelitian

diuji dengan analisis reliabilitas dengan koefisen αcronbach. Merujuk pada

pendapat Malhotra (1996) suatu instrumen penelitian (keseluruhan indikator)

diangp reliabel (reliabilitas konsistensi internal) bilamana αcronbach ≥0,6. Hasil

uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 16.Tabel 16Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

Tabel 16. Hasil Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian

No Nama Peubah Validitas(Koefisen r)

Reliabilitas(Alpha Cronbach)

Keterangan

1 Karakteristik individu (X1) 0,793(**) 0, ,7370 valid dan reliabel

Page 94: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

2 Pendukung Usaha (X2) 0,797(**) 0, ,8237 valid dan reliabel3 Lingkungan (X3) 0,832(**) 0, 8369 valid dan reliabel4 Kemandirian Usaha (Y1) 0,855(**) 0, 6725 valid dan reliabel5 Perilaku wirausaha (Y2) 0,900(**) 0, 6371 valid dan reliabel6 Kemajuan Usaha (Y3) 0,665(**) 0, 6931 valid dan reliabel7 Keberlanjutan usaha (Y4) 0,686(**) 0, 8966 valid dan reliabelKeterangan: ** Signifikan pada alpha = 0,01

Berdasarkan hasil uji validitas dan reliabilitas menunjukkan bahwa keseluruhan

instrumen dari seluruh variabel penelitian adalah valid dan reliabel.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan untuk mendapatkan data primer dan data

sekunder. Data primer diperoleh dengan mendatangi dan melakukan wawancara

terhadap responden dengan berpedoman pada kuesioner yang kemudian

diklarifikasi dengan wawancara mendalam dan wawancara bebas. Wawancara ini

dibantu oleh 4 (empat) asisten peneliti dengan latar belakang pendidikan sarjana

ilmu sosial, kemudian dibekali ketrampilan untuk mewancarai responden guna

mendapatkan data.

Dalam penelitian ini selain melakukan tanya jawab dengan responden,

juga dilakukan wawancara dengan pihak-pihak lain yang berhubungan dengan

penelitian, seperti pemuka adat, pengurus koperasi, pengurus LIK, petugas dinas

perindustrian, dinas Koperasi dan UKM, dan lembaga-lembaga lain yang terkait.

Data sekunder yang diperoleh dari dokumen pelengkap yang diterbitkan

oleh instansi pada dua Kabupaten yang meliputi: Kantor Pemerintah Daerah,

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Dinas Koperasi dan UKM, Koperasi, dan

Lingkungan Industri Kecil.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif. Analisis

kuantitatif dengan menggunakan statistik meliputi: (1) analisis statistik deskriptif

untuk mendeskripsikan kondisi ketujuh kelompok peubah, (2) analisis SEM

(Structural Equation Modelling) untuk menguji hipotesis kesatu hingga hipotesis

keempat, dan (3) uji beda rata-rata one way anova untuk menguji hipotesis

kelima.

Page 95: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Analisis Structural Equation Modeling (SEM) yang juga dinamakan

Model Persamaan Struktural merupakan salah satu metode analisis data yang

sering digunakan di bidang ilmu-ilmu sosial dan perilaku (Adnyana, 2004).

Metode ini digunakan untuk menunjukkan keterkaitan secara simultan antara

peubah latent / peubah X dan Y (unobserved variabel) dengan peubah manifest /

indikator (observed variabel).

Menurut Ferdinand (2000) Model Persamaan Struktural (SEM) ini dapat

menunjukkan model dalam skema lintas yang menjelaskan posisi dan arah faktor-

faktor yang saling terkait, sehingga jelas faktor mana yang berpengaruh langsung

dan tidak langsung terhadap faktor lain. Alasan digunakan Model Persamaan

Struktural digunakan dalam penelitian ini karena kemampuannya untuk: (1)

menampilkan sebuah model komprehensif, (2) mengkonfirmasikan dimensi-

dimensi dari faktor-faktor yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan

pengrajin, dan (3) mengukur pengaruh hubungan-hubungan yang secara teoritis

mendukung.

Sehubungan dengan hipotesis yang diajukan, maka uji statistik pada

hipotesis satu menggunakan analisis lintas yang kemudian digambarkan dalam

model skema lintas. Adapun rumusan hipotesis satu adalah: Perilaku wirausaha

dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu pengrajin, pendukung usaha

dan lingkungannya. Hubungan antar faktor dijelaskan dengan model skema lintas

pada Gambar 8.

Gambar 8. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis SatuGambar 8Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Satu

Uji statistik pada hipotesis dua menggunakan analisis lintas. Adapun

rumusan hipotesis dua adalah: kemandirian usaha dipengaruhi secara langsung

Lingkungan(X3)

PendukungUsaha (X2)

PerilakuWirausaha

(Y1)

Karakteristikindividu (X1)

Page 96: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

oleh karakteristik individu, pendukung usaha, lingkungan, dan perilaku

wirausaha. Hubungan antar faktor dijelaskan dengan model skema lintas pada

Gambar 9.

Gambar 9. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis DuaGambar 9Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Dua

Uji statistik pada hipotesis tiga menggunakan analisis lintas. Adapun

rumusan hipotesis tiga adalah: kemajuan usaha dipengaruhi secara langsung oleh

perilaku wirausaha dan kemandirian usaha. Hubungan antar faktor dijelaskan

dengan model skema lintas pada Gambar 10.

Gambar 10. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis TigaGambar 10Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Tiga

Uji statistik pada hipotesis empat menggunakan analisis lintas. Adapun

rumusan hipotesis empat adalah: keberlanjutan usaha dipengaruhi secara

langsung oleh kemajuan usaha. Hubungan antar faktor dijelaskan dengan model

skema lintas pada Gambar 11.

Pendukung UsahaX2

KEMANDIRIANUSAHA

Y2

LingkunganX3

PerilakuWirausaha

Y1Karakteristik

individuX1

KemandirianUsaha Y2

PerilakuWirausaha

(Y1)

Kemajuan UsahaY3

Page 97: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 11. Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis EmpatGambar 11Skema Lintas Hubungan antar Faktor-Faktor dalam Hipotesis Empat

Tahapan analisis SEM pada penelitian ini mengacu pada Joreskog dan

Sorbom (1998):

(1) pengembangan model berbasis teori, dalam penelitian ini proses

pengembangan dijelaskan pada bagian kerangka berpikir dan hipotesis,

(2) mengembangkan skema lintas hubungan yang komprehensif berdasarkan

landasan teori sebagaimana tercantum pada Gambar 13.

(3) konversi skema lintas ke dalam persamaan model struktural dan model

pengukuran.

(4) Memilih matrik input berupa matrik kovarians dari data yang telah

ditransformasi ke data normal baku dengan menggunakan rumus transformasi

yang telah dijelaskan pada bagian pengukuran variabel dan indikator di atas.

(5) Mengevaluasi kriteria goodnes of fit.

(6) Interpretasi sesuai denga hipotesis yang diajukan.

Model Pengukuran

Penelitian ini adalah penelitian perilaku yang mengukur beberapa variabel

berdasarkan indikator penelitian, agar semua indikator yang dianalisis benar-benar

terbebas dari kekeliruan maka dalam penelitian ini digunakan analisis faktor

konfirmatory yang bertujuan untuk mengevaluasi pola-pola hubungan korelatif

indikator dan konstruknya. Berdasarkan hasil analisis faktor terdapat beberapa

indikator yang tidak fit dengan data (nilai Goodness of Fit < 0,90) sehingga

dikeluarkan dari model dengan didasarkan pada pertimbangan aspek teoritis.

Indikator-indikator yang fit dengan data yang kemudian di analisis lebih lanjut

sehingga diperoleh hasil perhitungan model pengukuran sebagaimana ditampilkan

pada Tabel 17.

Tabel 17Ringkasan Hasil Perhitungan Model Pengukuran

Tabel 17. Ringkasan Hasil Perhitungan Model Pengukuran

KemajuanUsaha

Y3

KeberlanjutanUsaha

Y4

Page 98: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Variabel Kode Indikator Koef.BobotFaktor

Nilait-hitung

HasilUji

x12 Pendidikan 0,47 7.73 *x15 Motivasi berusaha 0.40 6.46 *x16 Pemenuhan Kebutuhan 0.73 13.16 *x17 Intensitas Komunikasi 0.81 15.11 *

Karakteristikindividu X1

x18 Aspek Gender 0.56 9.35 *x21 Bahan baku 0.63 10.83 *x22 Pasar 0.88 17.14 *x23 Ketersediaan teknologi 0.63 10.69 *

Pendukung UsahaX2

x24 Ketersediaan transportasi 0.78 14.32 *x31 Pemimpin informal 0.67 11.93 *x32 Keluarga 0.66 11.71 *x33 Bimbingan Pemda 0.94 19.81 *

DukunganLingkungan X3

x34 Bimbingan Organisasi NonPemerintah

0.95 20.43 *

y11 Keinovatifan 0.91 12.01 *y12 Inisiatif 0.86 11.85 *y13 Pengelolaan Resiko 0.63 9.04 *

Perilaku WirausahaY1

y14 Daya Saing 0.75 10.50 *y21 Kemandirian Permodalan 0.76 10.21 *y22 Kemandirian Produksi 0.81 10.51 *y23 Kemandirian Kerjasama 0.62 8.88 *

TingkatKemandirianUsaha Y2

y24 Kemandirian Pemasaran 0.50 8.69 *y31 Pertumbuhan Usaha 0.88 13.40 *y32 Efisiensi usaha 0.53 8.21 *

Tingkat KemajuanUsaha Y3

y33 Efektivitas usaha 0.55 8.62 *y41 Kontinyuitas Produksi 0.77 12.40 *y42 Kontinyuitas Penjualan 0.97 14.19 *

KeberlanjutanUsaha Y4

y43 Kontinyuitas Bahan baku 0.77 12.40 *Nyata pada α= 0,05; t-hitung > t-tabel (1,965)

Berdasarkan Tabel 17, variabel karakteristik individu yang dimanifeskan

menjadi lima indikator: pendidikan, motif berusaha, pemenuhan kebutuhan,

komunikasi, dan gender memiliki potensi yang nyata untuk meningkatkan

karakteristik individu pengrajin.

Pada tingkat α=0,05 terdapat empat indikator pada variabel pendukung

usaha adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa: bahan baku, pasar,

ketersediaan teknologi, dan ketersediaan transportasi secara nyata dapat

mendukung usaha kerajinan.

Variabel lingkungan dimanifeskan pada empat indikator: pemimpin

informal, keluarga, bimbingan Pemda, bimbingan Organisasi Non Pemerintah,

dan Norma dalam masyarakat. Indikator tersebut merupakan faktor lingkungan

yang secara nyata kondusif bagi pengrajin.

Page 99: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Kemandirian usaha diukur berdasarkan indikator kemandirian permodalan,

kemandirian proses produksi, kemandirian kerjasama, dan kemandirian

pemasaran. Keseluruhan nilai t-hitung indikator lebih besar dari t-tabel. Hal ini

menunjukkan bahwa keseluruhan indikator secara nyata memiliki hubungan

dengan kemandirian usaha. Oleh karena itu, keempat indikator memiliki potensi

untuk menentukan kemandirian usaha pengrajin. Selain itu, keinovatifan, inisiatif,

pengelolaan resiko dan daya saing secara nyata pada α=0,05 menjadi ukuran bagi

kualitas perilaku wirausaha pengrajin.

Secara teoritis, kemajuan usaha dilihat berdasarkan tingkat pertumbuhan

usaha dan efektivitasnya. Pada penelitian ini, terbukti secara nyata bahwa

kemajuan usaha dapat diukur berdasarkan tingkat pertumbuhan usaha, efektivitas

usaha dan efisiensi usaha, yang ditunjukkan dari nila t-hitung> t-tabel.

Pada tingkat α=0,05 nilai t-hitung seluruh indikator pada variabel

keberlanjutan usaha adalah signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa: kontinyuitas

produksi, kontinyuitas penjualan, dan kontinyuitas bahan baku secara nyata dapat

digunakan untuk mengukur tingkat keberlanjutan usaha kerajinan.

Berdasarkan hasil uji model pengukuran atas seluruh indikator dalam

model pemberdayaan pengrajin tersebut, maka dapat dilakukan uji lanjut yaitu

model persamaan struktural

Persamaan model pengukuran dalam penelitian ini adalah:

IndikatorVariabel

X

Karakteristikindividu

PendukungUsaha

Lingkungan Error

x12 = λx12*X1 + δ2x15 = λx15*X1 + δ5x16 = λx16*X1 + δ6x17 = λx17*X1 + δ7x18 = λx18*X1 + δ8x21 = λx21*X2 + δ9x22 = λx22*X2 + δ10x23 = λx23*X2 + δ11x24 = λx24*X2 + δ12x31 = λx31*X2 + δ14x32 = λx32*X2 + δ15x33 = λx33*X2 + δ16x34 = λx34*X2 + δ17

IndikatorVariabel

PerilakuWirausaha

KemandirianUsaha

KemajuanUsaha

KeberlanjutanUsaha

Error

Page 100: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Yy11 = λy11*Y1 + ε19y12 = λy12*Y1 + ε20y13 = λy13*Y1 + ε21y14 = λy14*Y1 + ε22y21 = λy21*Y2 + ε23y22 = λy22*Y2 + ε24y23 = λy23*Y2 + ε25y24 = λy24*Y2 + ε26y31 = λy31*Y3 + ε27y32 = λy32*Y3 + ε28y33 = λy33*Y3 + ε29y34 = λy34*Y3 + ε30y41 = λy41*Y4 + ε31y42 = λy42*Y4 + ε32y43 = λy43*Y4 + ε33y44 = λy44*Y4 + ε34

Keterangan:

λ= koefisien bobot faktor

δ= kesalahan pengukuran indikator pada variabel X

ε= kesalahan pengukuran indikator pada variabel Y

Model Struktural

Hubungan kausal antar faktor dalam penelitian ini dirumuskan dalam

persamaan struktural sebagai berikut:

Perilaku Wirausaha (Y1) = γ1X1+γ2X2+γ3X3 + + ζ1

Kemandirian Usaha (Y2) = γ41X1+γ5X2+ γ6X3 + β1Y1 ζ2

Kemajuan Usaha (Y3) = β2Y1+ β3Y2 + ζ3

Keberlanjutan Usaha (Y4) = β4Y3 + ζ4

Keterangan:

γ= koefisien jalur variabel X terhadap Y, β= koefisien jalur variabel Y terhadap Y , ζ= residu persamaan struktural

Secara keseluruhan model persamaan struktural pemberdayaan pengrajin

digambarkan pada Gambar 12.Gambar 12Model Persamaan Struktural (Basic Model) Pemberdayaan Pengrajin Menuju Kemajuan Usaha dan Keberlanjutan Usaha

δ λ β λ ε

X 1 2

X 1 5

X 1 6

X 1 7

X 1 8

X 2 1

X 2 2

X 2 3

X 2 4

X 3 1

PRIBADI

PENDUSAH

WIRA

MAND

MAJU

Y 1 1

Y 1 2

Y 1 3

Y 1 4

Y 2 1

Y 2 2

Y 2 3

Y 2 4

Y 3 1

Y 3 2

Y 3 3

Page 101: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Keterangan:Variabel X: Variabel Y:PRIBADI = Karakteristik individu (X1) MAND = Kemandirian Usaha (Y1)PENDUSAH= Pendukung Usaha (X2) WIRA = Perilaku Wirausaha (Y2)LING = Lingkungan (X4) MAJU = Kemajuan Usaha (Y3)

LANJUT = Keberlanjutan Usaha (Y4)Indikator Variabel X: Indikator Variabel X:X12 = Pendidikan Y11= KeinovatifanX15 = Motivasi berusaha Y12=InisiatifX16 = Pemenuhan kebutuhan Y13=Pengelolaan resikoX17 = Intensitas Komunikasi Y14=Daya saingX18 = Kesetaraan Gender Y21=Kemandirian PermodalanX21 = Bahan baku Y22=Proses ProduksiX22 = Pasar Y23=KerjasamaX23 = Teknologi Y24=PemasaranX24 = Transportasi Y31=Pertumbuhan UsahaX31= Keluarga Y32=Pertumbuhan UsahaX32 = Pemimpin informal Y33=Efisiensi usahaX33 = Bimbingan Pemda Y41=Kontinyuitas produksiX34 = Bimbingan Organisasi NonPemerintah

Y42=Kontinyuitas penjualan

Y43=Kontinyuitas penjualan

Gambar 12. Model Persamaan Struktural (Basic Model) Pemberdayaan PengrajinMenuju Kemajuan Usaha dan Keberlanjutan Usaha

Gambar 12 menggambarkan posisi dan arah faktor-faktor yang

mempengaruhi keberhasil pemberdayaan pengrajin. Pada model tersebut terlihat

faktor-faktor yang berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap: (1)

perilaku wirausaha, (2) kemandirian usaha, (3) kemajuan usaha, dan (4)

keberlanjutan usaha. Berdasarkan hasil uji hipotesis dilakukan analisis kualitatif

dengan pendekatan induktif yakni tidak hanya menyajikan hasil berupa penolakan

atau penerimaan hipotesis tetapi menjelaskan dan memahami situasi yang ada di

lapangan.

Analisis kualitatif dilakukan melalui kajian mendalam terhadap: (a) alasan

filosofis pengrajin untuk melakukan usaha kerajinan (b) harapan-harapan

pengrajin (c) hambatan-hambatan yang dihadapi pengrajin dalam melakukan

usaha dan (d) peranan pembinaan pemerintah

Page 102: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Hasil akhir penelitian ini adalah menyusun model pemberdayaan yang

efektif memandirikan pengrajin, membentuk perilaku wirausaha yang berkualitas

guna memajukan usaha kerajinan dan meningkatkan keberlanjutan usaha.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Posisi geografis Kabupaten Sidoarjo terletak berdekatan dengan Ibukota

Provinsi Jawa Timur. Batas sebelah utara Kabupaten Sidoarjo adalah Kota

Surabaya dan Kabupaten Gresik, sebelah selatan adalah Kabupaten Pasuruan,

sebelah timur adalah Selat Madura dan sebelah barat adalah Kabupaten

Mojokerto. Kabupaten Magetan terletak di bagian barat Jawa Timur, sekitar 200

km arah barat Kota Surabaya. Sebelah barat berbatasan dengan provinsi Jawa

Tengah, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Ngawi, sebelah timur

berbatasan dengan Kabupaten Madiun dan sebelah selatan berbatasan dengan

Kabupaten Ponorogo. Kedua daerah ini merupakan daerah yang menjadi sentra

Industri Kecil Kerajinan Rumah Tangga (IKKR) barang dari bahan kulit di Jawa

Timur. Beberapa jenis produk yang mampu dihasilkan pengrajin di beberapa desa

di kedua kabupaten ini dijelaskan pada Tabel 18.Tabel 18Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulit di Kabupaten Magetan dan Kabupaten Sidoarjo

Tabel 18. Jenis Produksi Kerajinan Sentra IKKR Barang dari Kulitdi Kabupaten Magetan dan Kabupaten Sidoarjo

Desa Kecamatan Kabupaten Jenis Produksi

Balegondo Magetan Magetan

Ringinagung Magetan Magetan

Sepatu dan sandal, ikat pinggang,jaket, dompet, tas, dan berbagaiasesories dari kulit.

Kludan Tanggulangin SidoarjoKalisampurno Tanggulangin SidoarjoKedensari Tanggulangin Sidoarjo

Tas, koper, dompet, ikatpinggang, jaket, sepatu sandal,sepatu, rompi, rok, celana, danberbagai asesories dari kulit.

Berdasarkan Tabel 18, pengrajin memiliki variasi dalam menghasilkan

produk kerajinannya. Pengrajin Sidoarjo merupakan penghasil produksi tas dan

koper yang dominan. Usaha ini diawali oleh orang tua mereka yang membuat

Page 103: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

koper terlebih dahulu, kemudian mengembangkan jenis produk dengan membuat

tas, ikat pinggang, dompet, jaket, dan berbagai perlengkapan dari kulit. Pengrajin

di Magetan memulai usaha dengan membuat sepatu dan sandal, yang kemudian

berkembang menghasilkan ikat pinggang, jaket, dan berbagai produk dari kulit.

Terdapat beberapa pola saluran distribusi produk kerajinan di Sidoarjo dan

Magetan. Gambaran saluran distribusi yang diterapkan pengrajin dijelaskan pada

Gambar 13.

Gambar 13. Saluran Distribusi Produk KerajinanBarang dari kulit di Jawa Timur

Gambar 13Saluran Distribusi Produk Kerajinan Barang dari kulit di Jawa Timur

Pengrajin mendistribusikan produknya di dalam negeri dengan satu atau

lebih pola saluran distribusi sebagaimana tercantum pada Gambar 14. Pengrajin

yang menjadi anggota koperasi dapat memasarkan produknya melalui koperasi.

Bagi non anggota dapat memasarkan melalui: show room sendiri, agen kota, atau

juragan. Pada saluran distribusi ekspor, pengrajin masih belum bisa mengekspor

langsung tetapi melalui perusahaan trading atau eksportir.

Pengrajin Konsumen

Pengrajin Juragan Agen luarkota

Konsumen

Pengrajin Koperasi /Agen kota

Konsumen

Pengrajin Juragan Konsumen

Pengrajin Juragan Eksportir /Trading

Konsumenpemakai

Saluran distribusi dalam negeri

Saluran distribusi Ekspor

Page 104: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Daerah pemasaran produk kerajinan meliputi: seluruh Jawa Timur,

sebagian kota besar di pulau Jawa, Sumatera, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan.

Sebagian kecil adalah ekspor ke Malaysia, Singapura, Brunei, Australia, Arab

Saudi, dan beberapa negara di timur tengah. Kemampuan pengrajin

mendistribusikan produknya ke beberapa daerah pemasaran (jangkauan

pemasaran) dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (1) lokal meliputi kota di wilayah

Jawa Timur, (2) nasional meliputi kota-kota diseluruh Indonesia, (3) nasional dan

ekspor meliputi kota di seluruh Indonesia dan ekspor ke luar negeri. Sebaran

jangkauan pemasaran produk kerajinan ditampilkan pada Tabel 19.Tabel 19Jangkauan Pemasaran Produk Kerajinan

Tabel 19. Jangkauan Pemasaran Produk Kerajinan

KabupatenSidoarjo Magetan

TotalJangkauan pemasaran *

N % N % N %Lokal (Jawa Timur) saja 48 33.1 63 55.3 111 42.9Nasional 90 62.1 45 39.5 135 52.1Nasional dan Ekspor 7 4.8 6 5.3 13 5.0Jumlah 145 100.0 115 100.0 260 100

*Hasil Uji Beda One Way Anova, Nyata pada α= 0,05, (P=0,003; F-Hitung=9,226)Modus = Nasional

Sebagian besar (95 persen) pengrajin memiliki jangkauan pemasaran

secara nasional, pengrajin mampu memasarkan produk kerajinannya di kota-kota

di Indonesia. Terdapat perbedaan yang nyata pada jangkauan pemasaran pengrajin

di Sidoarjo dan Magetan; jangkauan pasar pengrajin Sidoarjo lebih luas dibanding

pengrajin Magetan. Keterjangkauan transportasi dan jarak antara Sidoarjo dengan

Surabaya yang dekat mendukung pengrajin menjangkau pasar yang lebih luas.

Untuk menjalankan usaha kerajinan, pengrajin mempergunakan modal

kerja. Modal kerja yang dijalankan pengrajin adalah jumlah dana yang dimiliki

pengrajin untuk kegiatan produksi dalam jangka waktu satu bulan diluar aktiva

tetap berupa mesin, peralatan, dan tempat usaha. Modal kerja ini yang diputar

pengrajin setiap bulannya untuk membeli bahan baku, bahan penunjang dan

biaya produksi lainnya. Sebaran responden menurut modal kerja yang dikelola

terdapat pada Tabel 20.

Page 105: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 20. Sebaran Responden Berdasarkan Modal Kerja yang Dikelola

KabupatenModal Kerja*Sidoarjo Total

Total

N % N % N %< Rp.2juta 83 57.2 75 51.7 158 60.8

Rp.2 juta - Rp.4 juta 38 26.2 30 20.7 68 26.2

> Rp.4 juta 24 16.6 10 6.9 34 13.1

Total 145 100.0 115 100.0 260 100.0*Hasil Uji Beda One Way Anova, Nyata pada α= 0,05, (P=0,035; F hitung=4,469)Rataan= Rp.2.650.000Tabel 20Sebaran Responden Berdasarkan Modal Kerja yang Dikelola

Rata-rata pengrajin mempergunakan modal kerja perbulan Rp. 2.650.000.

Jika diperhatikan persentasenya, lebih dari setengah pengrajin mempergunakan

modal kerja dibawah dua juta rupiah. Pengrajin memperoleh modal dari beberapa

sumber permodalan yaitu: (1) modal sendiri, (2) modal pinjaman (diperoleh dari:

bank, koperasi, dan pribadi), (3) modal dari juragan, dan (4) modal ventura.

Seorang pengrajin bisa mengakses satu atau lebih sumber permodalan tergantung

pada kemauan dan kemampuan pengrajin. Pada beberapa pengrajin tidak mau

mengakses modal dari bank dengan alasan tidak tahu prosedurnya dan beberapa

pengrajin tidak mampu mengakses modal dari lembaga keuangan formal

(perbankan atau koperasi) karena tidak mampu memenuhi persyaratan agunannya.

Modal kerja yang dikelola dipergunakan untuk membeli bahan baku dan

perlengkapan usaha. Bahan baku diperoleh di lokasi industri melalui pedagang

pemasok bahan baku. Bahan baku tersebut sebagian diperoleh dari sentra

penyamakan kulit di Magetan, Yogyakarta, Blitar, dan Malang dengan harga Rp

13.000 - Rp 15.000 per feet. (1 feet = 28 cm persegi). Menurut pengrajin, bahan

baku dari Indonesia diakui kualitasnya terbaik sehingga banyak industri luar

negeri yang mencari bahan baku kulit dari Indonesia. Kebijakan yang kurang

mendukung menyebabkan banyak bahan baku yang diekspor, dalam hal ini tidak

ada kuota dalam ekspor bahan baku kulit sehingga kebutuhan lokal terganggu.

Page 106: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Menurut beberapa pengrajin, kulit yang diekspor itu adalah kulit dengan kualitas

terbaik sehingga pengrajin kesulitan untuk memperolehnya.

Pemda Kabupaten Sidoarjo telah mendirikan pabrik yang mampu

mengerjakan pengecoran segala jenis logam non besi, untuk keperluan usaha

kerajinan, misalnya: asesoris tas dan koper serta perhiasan dari bahan kuningan,

tembaga dan zink. Para pengrajin yang sebelumnya tergantung pada asesoris dari

luar dapat lebih menghemat dan dapat mengembangkan kreativitasnya dalam

mendapatkan model tertentu sebagai ciri khas. Di Kabupaten Magetan terdapat

UPT Penelitian dan Pengembangan Kulit, sehingga beberapa hasil kajian tentang

pengembangan industri penyamakan dapat mendukung perkembangan bahan baku

yang dapat memenuhi kebutuhan pengrajin di Magetan dan Sidoarjo.

Seluruh pengrajin memiliki peralatan pokok usaha kerajinan kulita yaitu

mesin jahit, dan alat pemotong. Pengrajin yang memiliki modal besar memiliki

beberapa mesin yang diberi nama lokal: mesin plong, mesin seset, mesin press,

mesin grinda, oven listrik, dan lain-lain. Pengrajin yang tidak memiliki mesin

tersebut dapat menggunakan mesin milik pengrajin lain dengan membayar uang

sewa. Pengrajin melaksanakan kegiatan produksi di rumah masing-masing (secara

home industry).

Pengrajin yang menjalankan usaha kerajinan dikelompokkan

menjadi tiga kelompok umur, sebagaimana ditampilan pada Tabel 21.

Rata-rata pengrajin yang menjalankan usaha kerajinan kulit di Jawa Timur

berusia 37 tahun, mereka adalah generasi penerus usaha kerajinan yang

dijalankan orang tua atau keluarga. Para pengrajin telah menjalankan

usaha secara turun menurun dari orang tua dan keluarga mereka

sebelumnya.

Tabel 21. Sebaran Responden Menurut Umur

Kabupaten TotalUmur Sidoarjo Magetan

N % N % N %Muda ( < 31 tahun) 45 31.0 42 36.5 87 33.5Dewasa (31-47 tahun) 52 35.9 34 29.6 86 33.1Lanjut (>47 tahun) 48 33.1 39 33.9 87 33.5Total 145 100 115 100 260 100

Hasil Uji Beda One Way Anova, Tidak Nyata pada α= 0,05, (P=0,208; F hitung=0,649)Rataan=37,4 tahun

Page 107: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 21Sebaran Responden Menurut Umur

Pengalaman usaha yang dimiliki juga bervariasi, sebaran responden

menurut pengalaman berusaha di bidang kerajinan dapat dilihat pada Tabel 22.

Rata-rata pengalaman berusaha di bidang kerajinan kulit 12 tahun, suatu masa

yang cukup penting untuk mengembangkan usahanya menjadi lebih baik.

Pengrajin bekerja sebagai petani, pedagang, karyawan swasta dan buruh pabrik

sebelum bekerja di bidang kerajinan ini.

Tabel 22Sebaran Responden Menurut Pengalaman BerusahaTabel 22. Sebaran Responden Menurut Pengalaman Berusaha

Kabupaten TotalPengalaman Berusaha Sidoarjo Magetan

N % N % N %Pemula ( <14 tahun) 42 29.0 42 36.5 84 32.3Menengah (14-24tahun) 48 33.1 35 30.4 83 31.9

Lanjut (>24 tahun) 55 37.9 38 33.0 93 35.8Jumlah 145 100 115 100 260 100

Hasil Uji Beda One Way Anova, Tidak Nyata pada α= 0,05, (P=0,228; F hitung=1,458)Rataan=12,7 tahun

Apabila pengalaman usaha tersebut dikaitkan dengan umur pengrajin

(rata-rata pengrajin berumur 37 tahun), maka dapat diketahui bahwa mereka rata-

rata memulai karir pengrajin pada usia 24 tahun. Kronologis umur memulai usaha

berkontribusi terhadap keberhasilan jangka panjang karena wirausahawan muda

cenderung akan memiliki karir yang lebih lama dan potensial untuk dapat

mengembangkan karir wirausahanya (Perry, Batstone dan Pulsarum, 2003).

Hasil usaha kerajinan yang dijalankan pengrajin dipergunakan untuk

menghidupi anggota keluarga yang menjadi tanggungannya. Pengrajin memiliki

tanggungan keluarga yang dijelaskan pada Tabel 23.

Tabel 23Sebaran Responden Menurut Tanggungan KeluargaTabel 23. Sebaran Responden Menurut Tanggungan Keluarga

Kabupaten TotalSidoarjo Magetan

Jumlah Tanggungankeluarga

N % N % N %Sedikit (< 2 jiwa) 24 16.6 31 27.0 55 21.2Sedang (2-4 jiwa) 66 45.5 57 49.6 123 47.3Banyak (>4 jiwa) 55 37.9 27 23.5 82 31.5Jumlah 145 100 115 100 260 100.0

*Hasil Uji Beda One Way Anova, Nyata pada α= 0,05, (P=0,005; F hitung=7,851)

Page 108: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Rataan=4 jiwaBerdasarkan Tabel 23, diketahui bahwa jumlah anggota keluarga yang

menjadi tanggungan pengrajin rata-rata 4 orang. Terdapat perbedaan yang nyata

pada aspek tanggungan keluarga di kedua lokasi, tanggungan keluarga pengrajin

di Sidoarjo lebih besar dari Magetan. Sidoarjo adalah daerah pinggiran perkotaan

yang memiliki daya tarik bagi pendatang, sehingga anggota keluarga yang

berasal dari daerah lain di wilayah Jawa Timur turut tinggal di tempat pengrajin

dan menjadi tanggungan keluarganya.

Kegiatan pembinaan belum banyak dirasakan oleh pengrajin. Kegiatan

pembinaan berupa pelatihan baru dirasakan oleh 67 persen pengrajin, artinya 33

persen pengrajin pengrajin belum pernah mendapatkan pembinaan melalui

pelatihan atau pendidikan non formal, mereka bisa melakukan proses produksi

karena belajar dari pengrajin lainnya. Beberapa kegiatan pembinaan yang pernah

dilakukan di kedua lokasi dijelaskan pada Tabel 24.

Tabel 24Kegiatan Pembinaan Bagi Pengrajin di Kabupaten Magetan dan SidoarjoTabel 24. Kegiatan Pembinaan Bagi Pengrajin di

Kabupaten Magetan dan Sidoarjo

Kegiatan Substansi/Materi Tempat Penyelenggara

Produksi Magetan danSidoarjo

Manajemen Magetan danSidoarjo

SDM Sidoarjo

Pelatihan

Akuntansi Sidoarjo

Disperindag, Diskop & UKM,Koperasi, LIPI, PerguruanTinggi, LSM.

Pendampingan Bantuan modalpinjaman danteknik produksi.

Magetan danSidoarjo

PT POS, PT Telkom, PT BRI,NOKIA.

Penyelenggaraan pembinaan dilaksanakan berdasarkan keinginan

penyelenggara dan bersifat tidak kontinyu. Karena tidak ada koordinasi antar

penyelenggara, sering materi yang diberikan saling overlap. Aspek pemerataan

untuk mengakses kegiatan pembinaan masih rendah karena mereka terhalangi

oleh beberapa klik pada jalur birokrasi desa seperti perangkat desa (pamong

praja), koperasi, atau aktor-aktor dalam Lingkungan Industri Kecil (LIK). Faktor

klik yang ada pada jalur birokrasi tersebut terbentuk dari aspek kekeluargaan dan

kepemilikan modal

Page 109: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Sarana promosi industri kecil di Jawa Timur yang sering diakses pengrajin

adalah kegiatan pameran kerajinan di tingkat Provinsi atau Nasional. Selain itu,

Dinas Koperasi dan UKM juga telah membuat situs internet dengan alamat

www.diskopjatim.go.id yang menampilkan fitur potensi UKM kulit di Jawa

Timur.

Karakteristik Individu Pengrajin

Usaha kerajinan barang dari bahan kulit di Kabupaten Sidoarjo dan

Magetan dikelola oleh pengrajin yang selain sebagai pemilik usaha, tenaga

produksi / pekerja, pengelola keuangan juga sebagai tenaga pemasar. Pada usaha

kerajinan ini pengrajin merupakan aktor kunci dalam menggerakkan usaha

kerajinan. Melihat posisi individu yang multi fungsi tersebut, maka karakteristik

individunya akan menentukan bagi upaya pengembangan usahanya.

Karakteristik individu pengrajin diukur berdasarkan: pendidikan,

pengalaman usaha, motivasi berusaha, tingkat pemenuhan kebutuhan, intensitas

komunikasi dan aspek gender. Ukuran ini diperoleh dari hasil analisis faktor

konfirmatori, sebelumnya terdapat delapan indikator yang diperoleh dari sintesis

teori dalam kerangka berpikir penelitian. Setelah dilakukan analisis faktor,

indikator umur, tanggungan keluarga, dan pengalaman usaha tidak valid untuk

dimasukkan dalam model pengukuran variabel karakteristik individu. Deskripsi

responden menurut karakteristik individu ditampilkan pada Tabel 25.

Berdasarkan Tabel 25, terlihat bahwa aspek karaketeristik individu yang

menonjol pada pengrajin di Sidoarjo dan Magetan adalah motivasi berusaha dan

intensitas komunikasi. Setengah pengrajin di Sidoarjo memiliki motivasi berusaha

yang tinggi dan sangat tinggi, pengrajin telah memiliki motivasi berusaha yang

mengarah pada orientasi ekonomi dan perkembangan usaha. Intensitas

komunikasi yang dilakukan pengrajin di Sidoarjo juga tinggi, hampir setengah

pengrajin melakukan komunikasi dengan intensitas yang tinggi dan sangat tinggi

karena didukung oleh kemudahan menggunakan alat komunikasi, keterbukan, dan

kemudahan memperoleh sarana transportasi dan prasarana transportasi.

Aspek pendidikan non formal pengrajin di kedua lokasi masih sangat

rendah. Pengrajin mendapat pendidikan non formal melalui pelatihan yang

Page 110: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

diselenggarakan pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah namun dengan

intensitas yang masih sangat rendah.

Tabel 25. Sebaran Responden Menurut Karakteristik Individu

Kabupaten TotalSidoarjo Magetan

Karakteristik Individu Kriteria

N % N % N %Lulus SD 50 34,5 46 40,0 96 36,9Lulus SMP 61 42,1 41 35,7 102 39,2Lulus SMA/PT 34 23,4 28 24,3 62 23,8

Pendidikan FormalSelang skor (6-16)Rataan=9 tahun

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Rendah ( < 10 jam) 119 82,1 89 77,4 208 80,0Sedang (10–20jam) 18 12,4 12 10,4 30 11,5Tinggi (> 20 jam) 8 5,5 14 12,2 22 8,5

Pendidikan Non FormalSelang skor (skor 0-40)Rataan=2,8jam

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 16 11,0 21 18,3 37 14,2Rendah 36 24,8 44 38,3 80 30,8Sedang 32 22,1 12 10,4 26 10,0Tinggi 20 13,8 12 10,4 50 19,2Sangat Tinggi 41 28,3 26 22,6 67 25,8

Motivasi Berusaha(X15)*Selang skor (skor 0-100)Rataan=55.5

Jumlah 145 100 115 100 260 100Sangat rendah 21 14,5 28 24,3 49 18,9Rendah 29 20,0 20 17,4 49 18,9Sedang 32 22,0 34 29,6 66 25,4Tinggi 28 19,3 21 18,3 49 18,9Sangat Tinggi 35 24,1 12 10,4 47 18,1

PemenuhanKebuthn(X16)*Selang skor (skor 0-100)Rataan=50.2

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 16 11,0 32 27,8 48 18,5Rendah 23 15,9 24 20,9 47 18,1Sedang 40 27,6 23 20,0 63 24,2Tinggi 39 26,9 20 17,4 59 22,7Sangat Tinggi 27 18,6 16 13,9 43 16,5

Komunikasi (X17)*Selang skor (skor 0-100)Rataan=52.0

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 50 34,5 42 36,5 92 35,4Rendah 23 15,9 9 7,8 32 12,3Sedang 36 24,8 39 33,9 75 28,8Tinggi 6 4,1 5 4,3 11 4,2Sangat Tinggi 30 20,7 20 17,4 50 19,2

Aspek Gender (X18)*Selang skor (skor 0-100)Rataan=33.3

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Tabel 25Sebaran Responden Menurut Karakteristik Individu

Keterangan:Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi:skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata padaα= 0,05.

Pendidikan

Berdasarkan Tabel 25, hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa

rata-rata pengrajin menempuh tingkat pendidikan formal di tingkat SMTP atau

Page 111: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

masa studi pendidikan formal 9 tahun. Tidak terdapat perbedaan yang nyata pada

tingkat pendidikan di kedua lokasi. Masa tempuh pendidikan non formal

pengrajin masih sangat rendah, rata-rata pengrajin hanya menempuh pendidikan

non formal 8 jam selama kurun waktu menjalankan usaha di bidang kerajinan.

Pendidikan (baik formal maupun non formal) merupakan sarana untuk

meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Pada umumnya seseorang yang

berpendidikan lebih baik dan berpengetahuan teknis yang lebih banyak, akan lebih

mudah dan lebih mampu berkomunikasi dengan baik Semakin tinggi pendidikan

formal akan semakin tinggi pula kemampuannya untuk menerima, menyaring dan

menerapkan inovasi yang dikenalkan kepadanya.

Rata-rata pendidikan pengrajin rendah atau setingkat SMP. Pengrajin yang

berpendidikan tinggi mempunyai potensi untuk meraih keberhasilan lebih lanjut

dengan memanfaatkan pendidikan yang dimilikinya, sebagaimana dikemukakan

oleh Perry, Batstone dan Pulsarum (2003) yang menemukan bahwa pendidikan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keberhasilan usaha kecil menengah.

Rajagapolan dan Datta (1996) menemukan adanya hubungan antara tingkat

pendidikan dan pengalaman usaha terhadap tingkat pertumbuhan usaha. Temuan

ini juga mendukung temuan Haber dan Reichel (2006) yang menyatakan bahwa

pendidikan menjadi prediktor yang bagus untuk memulai usaha yang beresiko dan

kesuksesan penguatan jejaring.

Motivasi dan Pemenuhan Kebutuhan

Rata-rata motivasi berusaha pengrajin di Sidoarjo adalah sedang

(skor=55,5). Terdapat perbedaan yang nyata pada motivasi berusaha pengrajin di

kedua lokasi, pengrajin di Sidoarjo memiliki motivasi yang lebih tinggi dari

pengrajin Magetan. Kabupaten Sidoarjo merupakan kawasan industri di Jawa

Timur, dinamika lingkungan usaha yang tinggi cenderung mendorong pengrajin

untuk tidak hanya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi juga kebutuhan

pertumbuhan dan keberlanjutan usahanya di masa depan.

Motivasi merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk menimbulkan

dorongan untuk berbuat atau melakukan tindakan. Motivasi berusaha merupakan

alasan pokok yang mendasari pengrajin untuk berperilaku dan memutuskan untuk

Page 112: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

tetap bertahan melakukan kegiatan usaha di bidang kerajinan. Agar dapat

mengembangkan usahanya, seyogyanya seorang pengrajin yang juga seorang

wirausahawan memiliki motivasi berusaha yang tinggi guna menggerakkan

pengrajin untuk memenuhi kebutuhan perkembangan usaha.

Motivasi berhubungan dengan kebutuhan, minat (sifat nurani yang timbul

dengan sendirinya dan memiliki daya dorong) dan keinginan (sifat hati nurani

yang timbul karena orang berminat terhadap sesuatu dan mendorong terbentuknya

motif untuk berbuat). Motif yang besar akan timbul manakala ada kebutuhan yang

disadari yang menimbulkan keinginan, menimbulkan minat dan menimbulkan

motif. Salah satu faktor pendorong yang penting bagi pengrajin dalam berusaha

adalah tuntutan memenuhi kebutuhan keluarga. Hubungan antara tingkat

pemenuhan kebutuhan dan motivasi berusaha ditampilkan pada Tabel 26.

Tabel 26. Distribusi Persentase Pengrajin menurut MotivasiBerusaha dan Pemenuhan Kebutuhan

Tingkat Pemenuhan Kebutuhan TotalMotivasiberusaha Sangat

rendahRendah Sedang Tinggi Sangat

TinggiN % N % N % N % N % N %

Sangat rendah 12 32 20 25 3 13 7 13 7 10 49 19Rendah 12 32 21 26 4 14 7 14 5 7 49 19Sedang 10 27 22 28 7 28 14 28 13 19 66 25Tinggi 0 0 8 10 7 25 13 25 22 33 49 19Sangat Tinggi 3 8 9 11 5 20 10 20 20 30 47 18Jumlah 37 100 80 100 26 100 50 100 67 100 260 100

*Hasil Uji Chi-Square, Nyata pada α= 0,05, (P=0,00)Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi:skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.Rata-rata motivasi berusaha sedang (skor=55,5)Tabel 26Distribusi Persentase Pengrajin menurut Motivasi Berusaha dan Pemenuhan Kebutuhan

Rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan karena pengrajin memiliki

motivasi yang rendah. Mereka menjalankan usaha kerajinan mengikuti teman,

tetangga dan orang tua. Alasan-alasan ekonomi kurang menjadi pertimbangan

dalam memilih berusaha sebagai pengrajin. Upaya memenuhi kebutuhan hidup

merupakan salah satu bentuk tanggung jawab terhadap keluarga yang menjadi

tanggungannya.

Hubungan antara motivasi berusaha dengan tanggungan keluarga pada

Tabel 27 menunjukkan bahwa semakin tinggi tanggungan keluarga, maka

Page 113: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

semakin tinggi motivasi berusaha. Pada komunitas pengrajin, terdapat satu

keterkaitan antara tingkat pemenuhan kebutuhan, tanggungan keluarga dan

motivasi berusaha. Tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang

menjadi tanggungannya, menjadi pendorong yang signifikan bagi pengrajin untuk

berusaha.

Tabel 27. Distribusi Persentase Pengrajin menurut TanggunganKeluarga dan Motivasi Berusaha

Motivasi berusaha* TotalTanggungan

KeluargaSangatrendah

Rendah Sedang Tinggi SangatTinggi

N % N % N % N % N % N %Kurang dari 2 orang 6 17 13 17 4 17 8 17 11 17 43 172-4 orang 9 23 19 23 6 23 12 23 16 23 61 23Lebih dari 4 orang 22 60 48 60 16 60 30 60 40 60 156 60Jumlah 37 100 80 100 26 100 50 100 67 100 260 100

Keterangan:*Hasil uji chi-square nyata pada α= 0,05.Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi:skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.Tabel27Distribusi Persentase Pengrajin menurut Tanggungan Keluarga dan Motivasi Berus aha

Komunikasi

Pengrajin melakukan komunikasi dengan tingkat yang baik dengan rataan

sedang (rata-rata skor=52). Suatu kondisi yang potensial untuk mendukung

program pemberdayaan pengrajin, karena mereka telah memiliki bekal intensitas

komunikasi yang baik. Intensitas komunikasi yang dilakukan pengrajin

berhubungan dengan tingkat pendidikannya. Hubungan antara intensitas

komunikasi dan pendidikan ditampilkan pada Tabel 28.

Berdasarkan hasil uji chi square pada Tabel 28 terbukti bahwa terdapat

hubungan yang nyata antara komunikasi dengan tingkat pendidikan. Hasil tersebut

menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pengrajin, maka semakin

tinggi intensitas komunikasinya. Pengrajin yang memiliki tingkat pendidikan yang

tinggi lebih mampu melakukan komunikasi interpersonal, akses media cetak dan

elektronik serta kosmopolitansi daripada pengrajin yang tingkat pendidikannya

rendah.

Page 114: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 28. Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurutIntensitas Komunikasi dan Pendidikan

Intensitas Komunikasi* TotalTingkatPendidikan Sangat

rendahRendah Sedang Tinggi Sangat

TinggiN % N % N % N % N % N %

LulusSD/Kurang

18 37 17 37 23 37 22 37 16 37 96 37

Lulus SMTP 19 39 18 39 25 39 23 39 17 39 102 39Lulus SMTA keatas

11 24 11 24 15 24 14 24 10 24 62 24

Jumlah 48 100 47 100 63 100 59 100 43 100 260 100Keterangan:*Hasil uji chi-square nyata pada α= 0,05.Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80,Sangat Tinggi: skor 81-100.Rata-rata intensitas komunikasi sedang (skor=52,03)Tabel 28Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurut Komunikasi dan Pendidikan

Komunikasi diperlukan oleh seseorang demi terpenuhinya kebutuhan

berinteraksi dengan orang lain. Hampir setiap orang membutuhkan hubungan

sosial dengan orang lain, yang terpenuhi melalui pertukaran pesan yang

merupakan jembatan untuk relasi sosial antar manusia. Begitu pula pada

pengrajin, tanpa komunikasi pengrajin akan terisolasi dengan dunia di luar

dirinya, yang diperlukan untuk kebutuhan usaha dan sosialnya.

Bagi pengrajin, berkomunikasi dengan konsumen, pemasok, teman sesama

pengrajin, pemberi modal sangat penting untuk keberlangsungan usaha

kerajinannya. Pengrajin memiliki kemampuan untuk mengkases media cetak dan

elektronik yang masih rendah, akses ini terkait dengan informasi model produk.

Aspek Gender

Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif, aspek Gender dalam

kegiatan usaha kerajinan masih rendah dengan skor rataan kesetaraan gender pada

kedua lokasi menunjukkan nilai yang rendah (33,26). Terdapat perbedaan yang

nyata pada aspek gender di kedua lokasi, aspek gender di Sidoarjo lebih tinggi

dari Magetan. Pengrajin di Sidoarjo memiliki persepsi tentang adanya kesetaraan

hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan dalam pekerjaan yang lebih

tinggi dari pengrajin Magetan. Kabupaten Sidoarjo merupakan wilayah industri

Page 115: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

dan dekat dengan pusat perdagangan di Jawa Timur. Hal ini menyebabkan banyak

tenaga kerja wanita yang bekerja di sektor industri / pabrik yang mengikuti

standar upah minimum. Kesadaran wanita akan hak-haknya menjadi lebih baik,

posisi tawar wanita untuk bekerja dengan upah yang setara dengan laki-laki

menjadi lebih tinggi karena ada pembanding yaitu bekerja di pabrik.

Pada Kabupaten Magetan yang wilayahnya jauh dari pusat industri dan

lebih dekat dengan pertanian, pengrajin masih membedakan upah untuk tenaga

kerja wanita dan laki-laki. Terdapat kesenjangan dalam pembagian tugas

kerajinan, kegiatan produksi lebih banyak dilakukan oleh laki-laki. Perempuan

mendapat tugas di bagian penjualan sebagai penjaga toko (show room), finishing

dan tenaga pemasaran. Sedangkan kegiatan produksi, pengadaan bahan baku,

pengaturan keuangan dan permodalan lebih banyak dijalankan oleh laki-laki.

Sistem pengupahan pada kegiatan produksi dilakukan per unit produk yang

dihasilkan dengan upah untuk sepatu Rp. 6.000,- per unit, tas Rp.3.000,- sampai

Rp.5.000, perunit, ikat pinggang dan dompet Rp.3.000 per unit. Sedangkan untuk

pekerjaan yang biasa dikerjakan perempuan di bidang kerajinan digaji

Rp.200.000,- per bulan, sehingga terdapat kesenjangan dalam upah yang diperoleh

pengrajin laki-laki dan perempuan. Kesetaraan gender dalam hal penggajian dan

pembagian tugas diangkat dalam penelitian kerajinan ini karena usaha kerajinan

membutuhkan ketelitian dan kecermatan dalam proses produksi. Hubungan antara

aspek gender dengan kemandirian produksi diuji dengan chi square, yang

ditampilkan pada Tabel 29.

Tabel 29. Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurutAspek Gender dan Kemandirian Produksi

Aspek Gender* TotalSangatrendah

Rendah Sedang Tinggi SangatTinggi

KemandirianProduksi

N % N % N % N % N % N %Sangat rendah 22 24 9 28 14 19 0 0 14 10 49 19Rendah 41 45 2 6 14 19 2 18 3 7 49 19Sedang 16 17 2 7 9 12 2 18 3,7 19 66 25Tinggi 8 9 8 24 24 32 2 18 12 33 49 19Sangat Tinggi 5 5 11 34 14 19 5 45 17 30 47 18Jumlah 92 100 32 100 75 100 11 100 50 100 260 100

Keterangan:*Hasil uji chi-square nyata pada α= 0,05. Chi-square hitung=16,07

Page 116: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi:skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.Rata-rata aspek gender rendah (skor=33,26)Tabel29Distribusi Persentase Responden Pengrajin menurut Gender dan Kemandirian Produksi

Terdapat hubungan yang nyata antara aspek gender dengan kemandirian

produksi, rendahnya kemandirian produksi salah satunya adalah disebabkan oleh

kesetaraan gender yang rendah. Ada diskriminasi penggajian dan pembagian

tugas antara laki-laki dan perempuan sehingga perempuan kurang memiliki

kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam usaha kerajinan ini.

Proses produksi yang dijalankan pengrajin dalam membuat tas, sepatu atau

asesoris lainnya membutuhkan kegiatan menjahit, mengelem atau merapikan yang

membutuhkan ketelitian. Keterlibatan perempuan berpeluang lebih meningkatkan

hasil dan mutu produk kerajinan ini.

Peran dan posisi perempuan dalam kegiatan usaha tidak lepas dari

konstruksi masyarakat yang dikuatkan dengan produk-produk budaya yang bias

laki-laki. Produk budaya yang bias laki-laki yang terkait dengan kondisi kedua

kabupaten adalah bahwasanya perempuan memiliki tugas primer sebagai ibu

rumah tangga, sehingga dalam usaha kerajinan memiliki fungsi sekunder.

Faktor Pendukung Usaha

Berdasarkan hasil analisis faktor diperoleh empat faktor yang layak untuk

mengukur kualitas pendukung usaha yaitu: berdasarkan kualitas bahan baku,

ketersediaan pasar, ketersediaan teknologi peralatan produksi, dan

keterjangkauan sarana transportasi. Deskripsi responden menurut kualitas

pendukung usaha ditampilkan pada Tabel 30.

Ketersediaan Bahan Baku

Rata-rata faktor ketersediaan bahan baku adalah rendah (skor rataan=37,4).

Ketersediaan bahan baku di kedua lokasi berbeda nyata, ketersediaan bahan baku

di kabupaten Magetan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kabupaten Sidoarjo.

Bahan baku sangat mutlak diperlukan untuk menghasilkan produk kerajinan

bermutu. Kabupaten Magetan merupakan salah satu penghasil kulit yang potensial

di Indonesia sehingga pengrajin lebih mudah mengakses bahan baku ini. Pengrajin

di Kabupaten Sidoarjo mengeluh sering kekurangan bahan baku. Kurangnya

bahan baku kulit ini menyebabkan pengrajin hanya mampu memenuhi 50 persen

Page 117: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pesanannya, proses produksi menjadi terlambat dua minggu dari jadwal dan biaya

produksi meningkat dua kali lipat.

Tabel 30. Sebaran Responden Menurut Kualitas Pendukung Usaha

KabupatenSidoarjo Magetan

TotalKualitasPendukung Usaha

Kriteria

N % N % N %Sangat rendah 45 31,0 19 16,5 64 24,6Rendah 11 7,6 6 5,2 17 6,5Sedang 56 38,6 39 33,9 95 36,5Tinggi 15 10,3 25 21,8 40 15,4Sangat Tinggi 18 12,4 26 22,6 44 16,9

Bahan Baku*Selang skor(0-100)Rataan=37,4

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 17 11,7 27 23,5 44 16,9Rendah 50 34,5 37 32,2 87 33,5Sedang 19 13,1 18 15,7 37 14,2Tinggi 30 20,7 15 13,0 45 17,3Sangat Tinggi 29 20,0 18 15,6 47 18,1

Pasar*Selang skor (0-100)Rataan=40,3

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 11 7,6 30 26,1 41 15,8Rendah 36 24,8 47 40,9 83 31,9Sedang 14 9,6 7 6,1 21 8,1Tinggi 56 38,6 24 20,9 80 30,8Sangat Tinggi 28 19,4 7 6,0 35 13,4

Teknologi*Selang skor (0-100)Rataan=44,4

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 14 9,6 29 25,2 43 16,5Rendah 28 19,3 28 24,3 56 21,5Sedang 26 17,9 19 16,5 45 17,3Tinggi 36 24,8 23 20,0 59 22,7Sangat Tinggi 41 28,4 16 13,9 57 21,9

Transportasi*Selang skor (0-100)Rataan=44,6

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Keterangan:Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi:skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata padaα= 0,05.Tabel 30Sebaran Responden Menurut Kualitas Pendukung Usaha

Meskipun peraturan pemerintah melarang ekspor bahan baku kulit setengah

jadi, masih banyak industri penyamak kulit yang mengekspor bahan bakunya ke

luar negeri tanpa memperhatikan kebutuhan lokal. Keterbatasan bahan baku

menyebabkan harga menjadi naik. Pengrajin juga semakin kesulitan mendapat

bahan baku karena industri penyamakan kini menerapkan sistem pembayaran

uang tunai. Pengrajin mengharapkan pemerintah ikut memikirkan persediaan

bahan baku bagi industri kecil. Dampak dari kelangkaan bahan baku ini sangat

dirasakan oleh pengrajin yang berorientasi ekspor.

Page 118: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Ketersediaan Pasar

Faktor ketersediaan pasar bagi pengrajin adalah rendah (rata-rata 37,4).

Terdapat perbedaan yang nyata pada ketersediaan pasar diantara kedua lokasi,

lebih dari setengah pengrajin Magetan berhadapan dengan ketersediaan pasar yang

rendah sedangkan empat puluh persen pengrajin di Sidoarjo menyatakan bahwa

ketersediaan pasar tinggi.

Jangkauan pemasaran produk kerajinan masih belum optimal dilayani oleh

pengrajin Magetan. Pengrajin baru mampu menjangkau pasar lokal (wilayah Jawa

Timur). Pasar nasional dan ekspor belum banyak dijangkau oleh pengrajin

Magetan, tetapi aspek loyalitas konsumennya bagus. Pengrajin Magetan memiliki

konsumen yang loyal dengan produk tersebut karena sepatu kulit yang dihasilkan

lebih tahan lama, khususnya produk sepatu sekolah.

Ketersediaan pasar di Sidoarjo relatif lebih tinggi karena konsumen lebih

mudah menjangkau produk dengan mendatangi lokasi sentra kerajinan dan

perdagangan di Sidoarjo, selain itu kedekatan dengan pusat perdagangan

(Surabaya) juga mendukung kemudahan pendistribusian produk ke daerah lain.

Ketersediaan Sarana Teknologi

Ketersediaan sarana teknologi penunjang proses produksi tas dan sepatu

pada kedua lokasi adalah sedang (skor rataan= 44,4). Ketersediaan teknologi

kerajinan di kedua lokasi berbeda nyata, lebih dari setengah pengrajin di Sidoarjo

memiliki ketersediaan teknologi relatif tinggi sedangkan hampir tujuh puluh

persen pengrajin di Magetan memiliki ketersediaan teknologi yang rendah.

Pengrajin di Sidoarjo memiliki ketersediaan teknologi yang lebih tinggi dari

Magetan karena perkembangan peralatan pada pengrajin di Sidoarjo dipengaruhi

oleh lingkungan industri yang berkembang pesat di kawasan tersebut. Pengrajin

lebih mudah melakukan modifikasi mesin-mesin yang tersedia karena komponen

mudah diperoleh di sekitar Sidoarjo. Pada pengrajin di Magetan, peralatan yang

dimiliki jarang diperbaharui, pengrajin kurang mempertimbangkan aspek

Page 119: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

penyusutan peralatan terutama acuan ukuran sepatu, sehingga mempengaruhi

kualitas proses dan produk yang dihasilkan.

Keterjangkauan Sarana Transportasi

Keterjangkauan sarana transportasi untuk kegiatan usaha kerajinan di kedua

lokasi berbeda nyata, lebih dari setengah pengrajin di Sidoarjo memiliki

keterjangkauan teknologi relatif tinggi sedangkan lebih setengah pengrajin

Magetan memiliki keterjangkauan transportasi yang rendah.

Pengrajin di Magetan mengalami hambatan dalam biaya transportasi yang

semakin meningkat, kenaikan harga bahan bakar minyak dirasakan amat

memberatkan pengrajin dalam melakukan pengiriman ke luar daerah. Selain itu

kepemilikan sarana transportasi yang masih rendah mengakibatkan semakin

mahalnya biaya yang berdampak pada keterjangkauan sarana transportasi rendah.

Pengrajin Sidoarjo dapat mengakses sarana transportasi Kereta Api untuk

pendistribusian produknya, keberadaan sarana transportasi kereta api meringankan

beban biaya transportasi karena pengiriman barang di Pulau Jawa bisa di jangkau

dengan transportasi ini dengan biaya relatif murah.

Faktor Lingkungan

Lingkungan ini memberikan dukungan pada pelaksanaan usaha kerajinan,

sehingga dapat mempengaruhi pola pikir dan tindakan-tindakan pengrajin. Hasil

analisis faktor membuktikan bahwa dukungan lingkungan yang melingkupi

pengrajin dan usaha kerajinan layak diukur berdasarkan: dukungan keluarga,

dukungan pemimpin informal, bimbingan Pemerintah Daerah, dan bimbingan

Organisasi non pemerintah. Deskripsi indikator dalam variabel lingkungan

tercantum pada Tabel 31.

Dukungan Pemimpin Informal

Tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda di lingkungan pengrajin

berinteraksi dengan pengrajin pada kegiatan sosial dan keagamaan. Pada

pertemuan-pertemuan tersebut terjadi komunikasi antara pemimpin informal

Page 120: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

dengan pengrajin yang menyampaikan informasi di bidang sosial kemasyarakatan

dan pesan-pesan yang terkait dengan kegiatan kerajinan. Dukungan pemimpin

informal terhadap usaha kerajinan ini adalah sedang (rata-rata 50,3), terdapat

perbedaan nyata pada dukungan pemimpin informal di kedua lokasi.

Tabel 31. Sebaran Responden Menurut Dukungan Lingkungan Usaha

KabupatenDukungan LingkunganUsaha Sidoarjo Magetan

TotalKriteria

N % N % N %Pemimpin Informal* Sangat rendah 34 23,4 14 12,2 48 18,5Selang skor (0-100) Rendah 26 17,9 29 25,2 55 21,1Rataan=50,3 Sedang 32 22,1 18 15,6 50 19,2

Tinggi 29 20,0 30 26,1 59 22,7Sangat Tinggi 24 16,5 24 20,9 48 18,4Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Keluarga* Sangat rendah 35 24,1 19 16,5 54 20,8Selang skor (0-100) Rendah 11 7,6 18 15,7 29 11,1Rataan=51,2 Sedang 48 33,1 19 16,5 67 25,8

Tinggi 34 23,5 33 28,7 67 25,8Sangat Tinggi 17 11,7 26 22,6 43 16,5Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Bimbingan Pemda* Sangat rendah 32 22,1 39 33,9 71 27,3Selang skor (0-100) Rendah 30 20,7 31 26,9 61 23,5Rataan=31,2 Sedang 23 15,9 13 11,4 36 13,8

Tinggi 25 17,2 15 13,0 40 15,4Sangat Tinggi 35 24,1 17 14,8 52 20,0Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Bimbingan Ornop* Sangat rendah 18 12,4 47 40,9 65 25,0Selang skor (0-100) Rendah 43 29,7 22 19,1 65 25,0Rataan=33,7 Sedang 30 20,7 5 4,3 35 13,5

Tinggi 18 12,4 11 9,6 29 11,1Sangat Tinggi 36 24,8 30 26,1 66 25,4Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Keterangan:Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80,Sangat Tinggi: skor 81-100.* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata padaα= 0,05.Tabel 31Sebaran Responden Menurut Dukungan Lingkungan Usaha

Hubungan sosial kemasyarakatan antara pemimpin informal dan

masyarakat mengarahkan masyarakat berinteraksi lebih intensif dengan

pemimpinnya. Hampir setengah pengrajin Magetan mendapat dukungan

pemimpin informal relatif tinggi, namun terdapat hubungan sosial

kemasyarakatan yang cenderung lemah pada masyarakat di Sidoarjo yang dekat

dengan pusat pertumbuhan ekonomi.

Dukungan Keluarga

Page 121: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Dukungan keluarga pada usaha kerajinan di kedua lokasi adalah sedang

(rata-rata 51,2). Terdapat perbedaan yang nyata dukungan keluarga pada usaha

kerajinan di kedua lokasi, pengrajin di Sidoarjo mendapat dukungan keluarga

lebih rendah dari Magetan. Pengrajin menjalankan usaha kerajinan ini secara

turun temurun dalam lingkup rumah tangga. Kegiatan kerajinan yang dijalankan

dalam keluarga menjadikan mereka memiliki pemahaman yang mendalam dalam

usaha kerajinan ini.

Terdapat hal menarik untuk dikaji pada pengrajin di Sidoarjo, meskipun

keluarga besar telah menjalankan usaha kerajinan yang sama namun dukungan

terhadap usaha kerajinan yang dijalankan pengrajin relatif rendah. Lingkungan

berusaha di Sidoarjo mengarah pada lingkungan yang kompetitif sehingga tingkat

dukungan kepada anggota keluarga yang menjalankan usaha kerajinan cenderung

kurang. Hal ini tidak ditemui pada pengrajin di Magetan, lebih dari setengah

pengrajin di Magetan mendapat dukungan keluarga relatif tinggi.

Bimbingan Pemerintah Daerah

Bimbingan yang diberikan pemerintah daerah pada pengrajin di kedua lokasi

berbeda nyata, lebih dari setengah pengrajin di Magetan mendapat bimbingan dari

pemerintah daerah yang relatif masih rendah. Kurang intensifnya bimbingan yang

diberikan pemerintah daerah pada pengrajin di Magetan diketahui berdasarkan

banyaknya pengrajin yang belum pernah mendapat bimbingan pelatihan atau

pendampingan (33 persen). Kunjungan petugas dinas kepada pengrajin juga

jarang dilakukan kepada pengrajin di Magetan ini.

Pengrajin di Sidoarjo memperoleh bimbingan yang lebih baik dari pengrajin

di Magetan, kedekatan dengan pusat pemerintahan menjadikan pengrajin relatif

lebih sering mendapat pelatihan atau kunjungan baik dari dinas perindustrian dan

perdagangan maupun dinas koperasi dan UKM provinsi dan kabupaten.

Bimbingan Organisasi Non Pemerintah

Organisasi non pemerintah yang memberikan bimbingan kepada pengrajin

adalah: perusahaan swasta, perusahaan milik negara, perguruan tinggi, lembaga

penelitian, dan LSM. Bimbingan yang diberikan organisasi non pemerintah pada

Page 122: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pengrajin di kedua lokasi adalah relatif rendah (skor rata-rata 33,7). Terdapat

perbedaan yang nyata pada faktor bimbingan organisasi non pemerintah antar

pengrajin Magetan dan Sidoarjo. Bimbingan organisasi non pemerintah kepada

pengrajin di Sidoarjo relatif lebih tinggi dari Magetan karena lokasi Sidoarjo

relatif lebih dekat dan mudah untuk didatangi oleh organisasi tersebut.

Gambaran Perilaku Wirausaha Pengrajin

Perilaku wirausaha merupakan aspek-aspek yang terinternalisasi dalam

diri pengrajin yang ditunjukkan oleh pengetahuan, sikap dan ketrampilannya

untuk melakukan usaha dengan inovatif, inisiatif, berani mengambil resiko dan

berdaya saing. Gambaran tentang perilaku wirausaha pengrajin di kedua lokasi

penelitian ditampilkan pada Tabel 32.

Tabel 32. Sebaran Responden Menurut Perilaku WirausahaKabupaten

Sidoarjo Magetan TotalIndikator PerilakuWirausaha Kriteria

N % N % N %Keinovatifan* Sangat rendah 23 15,9 34 29,6 57 21,9Selang skor (0-100) Rendah 14 9,7 28 24,3 42 16,2Rataan=32,5 Sedang 25 17,2 31 27,0 56 21,5

Tinggi 45 31,0 13 11,3 58 22,3Sangat Tinggi 38 26,2 9 7,8 47 18,1Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Inisatif* Sangat rendah 27 18,6 27 23,5 54 20,8Selang skor (0-100) Rendah 25 17,2 26 22,6 51 19,6Rataan=34,4 Sedang 27 18,6 27 23,5 54 20,8

Tinggi 48 33,1 18 15,7 66 25,4Sangat Tinggi 18 12,4 17 14,8 35 13,5Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Pengelolaan Resiko* Sangat rendah 41 28,3 18 15,7 59 22,7Selang skor (0-100) Rendah 34 23,4 28 24,3 62 23,8Rataan=27,6 Sedang 14 9,7 19 16,5 33 12,7

Tinggi 29 20,0 25 21,7 54 20,8Sangat Tinggi 27 18,6 25 21,7 52 20,0Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Daya Saing* Sangat rendah 29 20,0 32 27,8 61 23,5Selang skor (0-100) Rendah 32 22,1 25 21,7 57 21,9Rataan=31,7 Sedang 18 12,4 5 4,4 23 8,9

Tinggi 33 22,8 34 29,6 67 25,8Sangat Tinggi 33 22,8 19 16,5 52 20,0Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Perilaku Wirausaha Sangat rendah 30 20,7 21 18,3 51 19,6Selang skor (0-100) Rendah 24 16,6 24 20,9 48 18,5Rataan=33,8 Sedang 28 19,3 30 26,1 58 22,3

Tinggi 29 20,0 21 18,3 50 19,2Sangat Tinggi 34 23,4 19 16,5 53 20,4Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Page 123: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Keterangan:Kriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80,Sangat Tinggi: skor 81-100.* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata padaα= 0,05.Tabel 32Sebaran Responden Menurut Perilaku Wirausaha

Perilaku wirausaha pengrajin (keinovatifan, inisiatif, pengelolaan resiko,

dan daya saing) adalah relatif rendah (rata-rata skor dibawah 40). Terdapat

perbedaan yang nyata pada seluruh faktor perilaku wirausaha pengrajin di kedua

lokasi. Aspek perilaku wirausaha yang menonjol pada pengrajin Sidoarjo adalah

keinovatifan dan inisiatif, sedangkan pengrajin Magetan yang menonjol adalah

pengelolaan resiko dan daya saing.

Keinovatifan Pengrajin

Rata-rata tingkat keinovatifan pengrajin adalah masih rendah (skor=32,5).

Terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat keinovatifan pengrajin, lima puluh

tujuh persen pengrajin Sidoarjo memiliki tingkat keinovatifan tinggi dan lima

puluh empat persen pengrajin Magetan memiliki tingkat keinovatifan rendah.

Tingkat keinovatifan pengrajin yang diukur berdasarkan parameter

pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengrajin ditampilkan pada Gambar 15.

Gambar 14Tingkat Keinovatifan Pengrajin

Keterangan:Kriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5)Sangat Tinggi: skor 81-100.

Gambar 14. Tingkat Keinovatifan Pengrajin

Magetan TotalSidoarjo

Pengetahuan

0

5

10

15

2025

30

35

4045

50

1 2 3 4 5

Per

sen

Sikap

0

510

1520

25

30

35

4045

50

1 2 3 4 5

Pers

en

Ketrampilan

0

5

1015

20

25

30

3540

45

50

1 2 3 4 5

Pers

en

Page 124: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Berdasarkan Gambar 14 diketahui bahwa lebih dari setengah pengrajin di

kedua lokasi memiliki pengetahuan inovasi usaha yang rendah, empat puluh

persen pengrajin memiliki ketertarikan untuk menerapkan inovasi pengrajin yang

tinggi, dan hampir setengah pengrajin memiliki ketrampilan penerapan inovasi

yang masih rendah.

Setengah pengrajin di kedua lokasi memiliki pengetahuan dalam inovasi

usaha rendah, namun pengrajin memiliki ketertarikan terhadap inovasi berusaha

yang lebih baik. Empat puluh persen pengrajin memiliki ketertarikan untuk

menerapkan inovasi yang tinggi, pengrajin di Sidoarjo memiliki ketertarikan

untuk mencari inovasi baru yang terkait dengan model atau bentuk produk.

Ketrampilan penerapan inovasi secara keseluruhan adalah rendah.

Pengrajin kurang cermat dan teliti untuk mencoba membuat cara-cara berusaha

baru yang lebih baik. Pengrajin cenderung mengikuti cara-cara berusaha yang

telah ada dan mencoba menerapkan inovasi setelah orang lain menerapkannya.

Inisiatif Pengrajin

Inisiatif pengrajin dalam berusaha di kedua lokasi adalah relatif rendah

(rata-rata skor 34,4). Gambaran pengetahuan, sikap dan ketrampilan pengrajin

dalam menginisiasi suatu usaha dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15Tingkat Inisatif PengrajinKeterangan:Kriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5)Sangat Tinggi: skor 81-100.

Pengetahuan

05

1015

2025

3035

4045

50

1 2 3 4 5

Per

sen

Sikap

05

1015

20

25

3035

4045

50

1 2 3 4 5

Pers

en

Ketrampilan

05

10

15

2025

3035

4045

50

1 2 3 4 5

Pers

en

Magetan TotalSidoarjo

Page 125: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 15. Tingkat Inisatif Pengrajin

Aspek pengetahuan, sikap,dan ketrampilan dalam faktor inisiatif berusaha

pengrajin di kedua lokasi lebih kondusif dibandingkan ketiga faktor lain dalam

variabel perilaku wirausaha. Aspek yang menonjol pada faktor inisiatif berusaha

adalah aspek sikap, lebih dari empat puluh persen memiliki ketertarikan terhadap

peluang usaha yang tinggi. Lebih dari setengah pengrajin memiliki pengetahuan

tentang insiatif memulai usaha pada kategori sedang, dan tiga puluh lima persen

pengrajin memiliki ketrampilan memulai usaha baru yang masih rendah.

Terdapat perbedaan nyata pada inisiatif pengrajin di kedua lokasi, empat

puluh lima persen pengrajin di Sidoarjo memiliki inisiatif relatif tinggi sedangkan

empat puluh enam persen pengrajin di Magetan memiliki inisiatif relatif rendah.

Rendahnya inisiatif berusaha pengrajin di Kabupaten Magetan ini dapat dilihat

dari rendahnya pengetahuan, sikap dan ketrampilannya. Tiga puluh sembilan

persen pengrajin memiliki tingkat pengetahuan (tentang peluang usaha, cara

memanfaatkan peluang usaha dan cara mengidentifikasi peluang usaha) yang

rendah. Terdapat pemikiran pengrajin untuk tidak memproduksi kerajinan dengan

jenis produk, model dan pelanggan yang lain karena produk yang dihasilkan saat

ini dianggap bisa dipasarkan.

Ketertarikan pengrajin (terhadap peluang usaha, cara memanfaatkan

peluang usaha dan cara mengidentifikasi peluang usaha) adalah rendah. Sikap

pengrajin ketika berhadapan dengan jenis produk dan pangsa pasar baru juga tidak

kondusif, mereka tidak tertarik untuk memanfaatkan peluang usaha yang baru

sebelum ada teman sesama pengrajin yang memulainya. Selain itu mereka lebih

tertarik melayani dan menekuni pasar yang sudah ada sehingga cenderung

mengabaikan peluang usaha baru karena takut mengalami kerugian.

Ketrampilan pengrajin dalam (menemukan peluang, melakukan

identifikasi peluang usaha, dan memanfaatkan peluang usaha) cenderung rendah,

tingkat ketelitian dan kecermatan memulai usaha juga cenderung rendah. Lima

puluh lima persen pengrajin menjalankan kegiatan usaha kerajinan mengacu

kegiatan yang sejenis dengan pengrajin lain.

Inisiatif yang lebih baik terdapat pada pengrajin di Kabupaten Sidoarjo,

mereka senang terhadap jenis dan pangsa pasar baru serta cermat dalam

Page 126: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

memproduksi dan memanfaatkan peluang pasar baru. Ketika produk telepon

seluler (ponsel) mulai banyak digunakan orang, beberapa pengrajin menjalin

hubungan dengan produsen ponsel Nokia untuk membuat sarung ponsel dari kulit.

Pengelolaan Resiko

Pengelolaan resiko usaha pada kedua lokasi adalah rendah dengan rata–

rata skor 27,6. Kemampuan mengelola resiko pengrajin di kedua lokasi berbeda

nyata, lebih dari setengah pengrajin di Sidoarjo memiliki pengelolaan resiko

relatif rendah sedangkan setengah pengrajin di Magetan memiliki pengelolaan

resiko yang relatif tinggi. Pengrajin di Magetan melaksanakan pekerjaan

cenderung tanpa mempertimbangkan kemungkinan terjadinya resiko, mereka juga

takut menghadapi resiko kegagalan dan berputus asa pada saat menghadapi resiko.

Hal ini relevan dengan pernyataan sebelumnya bahwa mereka memiliki

keengganan untuk memproduksi produk dengan jenis lain yang berbeda dengan

produk dan pasar yang telah ditekuninya. Gambaran kemampuan pengrajin dalam

pengelolaan resiko para pengrajin dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16Tingkat Pengelolaan Resiko

Keterangan:Kriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5) Sangat Tinggi: skor 81-100.

Gambar 16. Tingkat Pengelolaan Resiko

Magetan TotalSidoarjo

Pengetahuan

0

510

152025

3035

4045

50

1 2 3 4 5

Per

sen

Sikap

0

5

1015

202530

35

40

4550

1 2 3 4 5

Pers

en

Ketrampilan

0

5

1015

2025

3035

40

4550

1 2 3 4 5

Pers

en

Page 127: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Berdasarkan Gambar 16 terlihat bahwa aspek pengetahuan dan

ketrampilan di bidang pengelolaan resiko masih rendah, setengah pengrajin

memiliki pengetahuan tentang pengelolan resiko yang rendah, dan empat puluh

persen pengrajin memiliki ketrampilan pengelolaan resiko yang rendah. Aspek

sikap dalam pengelolaan resiko menunjukkan arah yang lebih kondusif, empat

puluh persen pengrajin memiliki kategori sikap yang positif untuk mengelola

resiko usaha.

Tingkat pengetahuan tentang pengelolaan resiko pengrajin adalah sedang.

Pengrajin telah mengetahui cara-cara memperkiraan resiko, menjalankan usaha

beresiko, dan menghindari resiko meskipun masih terbatas. Pengetahuan

pengelolaan resiko pengrajin Sidoarjo lebih unggul dari pengrajin Magetan.

Sikap pengrajin pada usaha yang beresiko cenderung rendah, pengrajin

cenderung menolak terhadap kemungkinan terjadinya resiko dalam berusaha.

Pengrajin juga masih rendah ketrampilan pengelolaan resikonya. Pengrajin sering

dihadapkan pada pembayaran dengan cek kosong, pemesan yang tidak mengambil

pesanannya karena ketidakjelasan perjanjian dan proses pemesanan khususnya

untuk produk dalam jumlah besar.

Daya Saing

Daya saing pengrajin di kedua lokasi adalah relatif rendah dengan rata-rata

skor 31,7. Terdapat perbedaan yang nyata pada aspek daya saing pengrajin di

kedua lokasi, sebagian besar pengrajin di Sidoarjo memiliki daya saing relatif

lebih tinggi dari pengrajin di Magetan. Gambaran aspek pengetahuan, sikap, dan

ketrampilan tercantum pada Gambar 17.

Magetan TotalSidoarjo

Pengetahuan

0

510

15

2025

3035

4045

50

1 2 3 4 5

Per

sen

Sikap

05

10

1520

25

3035

40

4550

1 2 3 4 5

Pers

en

Ketrampilan

0

510

15

2025

3035

4045

50

1 2 3 4 5

Per

sen

Page 128: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 17Tingkat Daya Saing PengrajinKeterangan:Kriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5) Sangat Tinggi: skor 81-100.

Gambar 17. Tingkat Daya Saing Pengrajin

Aspek yang paling menonjol pada faktor daya saing adalah aspek sikap,empat puluh persen pengrajin memiliki sikap yang cenderung tinggi dalam haldaya saing, namun aspek pengetahuan dan ketrampilan masih rendah.Pengetahuan pengrajin tentang daya saing sangat kondusif untuk keberlanjutanusahanya pada masa mendatang.

Pengrajin memiliki kiat-kiat menghadapi persaingan secara normatif telahdimiliki sebagian besar pengrajin. Sikap ulet dalam usaha dan bersaing secaraetis serta ketertarikan terhadap persaingan relatif tinggi. Pengrajin memilikiketertarikan terhadap persaingan yang diwujudkan secara sederhana dalamkegiatan usaha keseharian berupa pengamatan terhadap setiap perubahan hargaproduk kerajinan dan jumlah permintaan/pesanan dari pengrajin lain. Namunketrampilan mencapai tingginya daya saing masih kurang, pengrajin belummemperhatikan kecenderungan model yang dibutuhkan konsumen, serta kualitashasil produksi belum menjadi perhatian pengrajin untuk meningkatkan daya saingusahanya.

Tingkat Kemandirian Usaha

Gambaran tentang total tingkat kemandirian usaha pengrajin (aspek

pengetahuan, sikap, dan ketrampilan) dalam hal permodalan, proses produksi,

kerjasama dan pemasaran terdapat pada Tabel 32. Tingkat kemandirian usaha

(modal, produksi, kerjasama, dan pemasaran) adalah relatif rendah (rata-rata skor

dibawah 40), sedangkan tingkat kemandirian proses produksi adalah sedang (rata-

rata skor 47,3). Terdapat perbedaan yang nyata pada tingkat kemandirian usaha di

kedua lokasi. Aspek yang menonjol pada pengrajin di Sidoarjo adalah faktor

kemandirian pemasaran sedangkan pengrajin Magetan memiliki kelebihan dalam

kemandirian produksi. Pengrajin yang mempunyai kemandirian dalam berusaha

adalah pengrajin yang memiliki kemampuan dalam kegiatan produksi, pemasaran

dan permodalan yang tidak tersubordinasi dengan pihak lain.

Page 129: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 33. Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemandirian Usaha

KabupatenIndikator TingkatKemandirian Usaha Sidoarjo Magetan

Total

(Selang Skor )

Kriteria

N % N % N %Sangat rendah 18 12,4 37 32,2 55 21,2Rendah 30 20,7 26 22,6 56 21,5Sedang 25 17,2 10 8,7 35 13,5Tinggi 35 24,1 27 23,5 62 23,8Sangat Tinggi 37 25,5 15 13,0 52 20,0

Kemandirian Modal*Selang skor (0-100)Rataan=28.7

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 24 16,6 39 33,9 63 24,2Rendah 17 11,7 29 25,2 46 17,7Sedang 29 20,0 27 23,5 56 21,5Tinggi 28 19,3 12 10,4 40 15,4Sangat Tinggi 47 32,4 8 6,96 55 21,2

Kemandirian Produksi*Selang skor (0-100)Rataan=37.3

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 33 22,8 23 20,0 56 21,5Rendah 16 11,0 33 28,7 49 18,8Sedang 39 26,9 17 14,8 56 21,5Tinggi 29 20,0 20 17,4 49 18,8Sangat Tinggi 28 19,3 22 19,1 50 19,2

Kemandirian Kerjasama*Selang skor (0-100)Rataan=29,2

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 31 21,4 21 18,3 52 20,0Rendah 25 17,2 16 13,9 41 15,8Sedang 36 24,8 26 22,6 62 23,8Tinggi 30 20,7 24 20,9 54 20,8Sangat Tinggi 23 15,9 28 24,3 51 19,6

Kemandirian Pemasaran*Selang skor (0-100)Rataan=31.6

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Kemandirian Usaha Sangat rendah 21 14,5 29 25,2 50 19,2Selang skor (0-100) Rendah 28 19,3 24 20,9 52 20,0Rataan=35,9 Sedang 37 25,5 19 16,5 56 21,5

Tinggi 29 20,0 19 16,5 48 18,5Sangat Tinggi 30 20,7 24 20,9 54 20,8Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Keterangan: Tabel 33Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemandirian UsahaKriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi:skor 61-80, Sangat Tinggi: skor 81-100.* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata padaα= 0,05.

Kemandirian Permodalan

Kemandirian permodalan relatif adalah rendah (rata-rata skor 28,7).

Kemandirian permodalan pengrajin di Sidoarjo lebih unggul dari pengrajin

Magetan, artinya pengrajin di Sidoarjo memiliki kemampuan dalam

pengelolaan modal secara hemat dan akumulatif. Pengrajin di Magetan

masih tergantung pada sumber permodalan yang dapat diakses saat ini

yaitu modal sendiri dan modal pinjaman pribadi dari lembaga keuangan

non bank. Gambaran tingkat kemandirian pengrajin di bidang permodalan

disajikan pada Gambar 18.

Page 130: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Magetan TotalSidoarjo

Pengetahuan

05

101520253035404550

1 2 3 4 5

Pers

en

Sikap

05

101520253035404550

1 2 3 4 5

Pers

en

Ketrampilan

05

10

1520

25

30

3540

45

50

1 2 3 4 5

Per

sen

r 18Tingkat Kemandirian PermodalanKeterangan:Kriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5)Sangat Tinggi: skor 81-100.

Gambar 18. Tingkat Kemandirian Permodalan

Berdasarkan Gambar 18, aspek yang paling menonjol pada faktor

kemandirian permodalan adalah aspek sikap, sebanyak empat puluh lima persen

pengrajin memiliki ketertarikan pada sumber permodalan alternatif dan menyukai

sifat hemat dalam pengelolaan modal yang tinggi sedangkang aspek pengetahuan

dan ketrampilan di bidang permodalan masih belum kondusif.

Tingkat pengetahuan tentang sumber-sumber permodalan, cara mengakses

modal, dan cara pengelolaan modal cenderung rendah. Ketrampilan di bidang

permodalan cenderung rendah, pengrajin masih lambat dalam mencari dan

mengakses sumber permodalan. Aspek permodalan yang menonjol pada pengrajin

Magetan adalah sikap. Pengrajin memiliki ketertarikan pada sumber permodalan

alternatif dan menyukai sifat hemat dalam pengelolaan modal. Pengrajin di

Sidoarjo memiliki ketrampilan mengelola permodalan yang cenderung tinggi,

pengrajin mampu secara cepat mengakses sumber permodalan alternatif dan

secara cermat mengelola modal untuk usaha kerajinannya.

Kemandirian Proses Produksi

Kemandirian proses produksi adalah relatif rendah (rata-rata skor 47,3).

Faktor kemandirian produksi di kedua lokasi berbeda nyata, empat puluh persen

pengrajin di Sidoarjo mencapai kemandirian kerjasama yang relatif tinggi,

sedangkan hampir setengah pengrajin di Magetan memiliki kemandirian proses

produksi yang rendah.

Pengetahuan

10152025303540

4550

Pers

en

Sikap

10152025303540

4550

Ketrampilan

1015202530

35404550

Pers

en

Page 131: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Keterangan: Gambar 19Tingkat Kemandirian ProduksiKriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5)Sangat Tinggi: skor 81-100.

Gambar 19. Tingkat Kemandirian Produksi

Berdasarkan Gambar 19 setengah pengrajin memiliki tingkat pengetahuan

produksi yang rendah, empat puluh persen pengrajin memiliki sikap mandiri

dalam melakukan proses produksi yang cenderung tinggi, dan lebih dari empat

puluh persen pengrajin memiliki ketrampilan proses produksi yang tinggi.

Setengah dari pengrajin memiliki tingkat pengetahuan produksi rendah, artinya

aspek pengetahuan rancangan produksi, tahapan proses produksi, dan

pemahaman cara kerja peralatan belum banyak dikuasi pengrajin. Sikap pengrajin

di bidang proses produksi, tanggapan terhadap perkembangan peralatan/mesin

yang lebih modern, dan sikap terhadap perkembangan bahan baku dan

perlengkapan produksi relatif bagus.

Pengrajin di Sidoarjo memiliki ketrampilan produksi cenderung tinggi.

Pengrajin mampu membuat dan mengembangkan desain produk sesuai dengan

perkembangan permintaan konsumen. Kecermatan dan kecepatan merancang pola

cenderung tinggi, pengrajin bisa membuat pengembangan desain dengan cepat

beserta polanya setelah melihat suatu produk di suatu Media, namun aspek

kehalusan dan kerapian dalam menghasilkan produksi masih rendah. Pengrajin di

Magetan belum memiliki ketrampilan produksi yang kondusif terhadap tuntutan

konsumen. Pengrajin juga belum berupaya melakukan modifikasi peralatan secara

efisien dan sesuai dengan tuntutan standar produk. Pengrajin cenderung puas

dengan produksi yang telah dihasilkan saat ini.

Kemandirian Kerjasama

Page 132: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Kemandirian kerjasama adalah relatif rendah (rata-rata skor 29,2). Faktor

kemandirian kerjasama di kedua lokasi berbeda nyata, lebih sepertiga pengrajin di

Sidoarjo mencapai kemandirian kerjasama yang relatif tinggi, sedangkan hampir

setengah pengrajin di Magetan memiliki kemandirian kerjasama rendah. Tingkat

kemandirian kerjasama tercantum pada Gambar 20.

Keterangan: Gambar 20Tingkat Kemandirian KerjasamaKriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5)Sangat Tinggi: skor 81-100.

Gambar 20. Tingkat Kemandirian Kerjasama

Berdasarkan Gambar 20, terlihat bahwa aspek yang paling menonjol pada

tingkat kemandirian kerjasama aadalah aspek sikap. Empat puluh lima persen

pengrajin memiliki sikap mandiri dalam kerjasama. Sikap pengrajin terhadap

tindakan subordinasi dan deprivasi dalam kerjasama, sikap mengutamakan

kerjasama kemitraan (partnership), dan sikap percaya diri dalam bekerjasama

adalah kondusif. Pengrajin tidak setuju terhadap bentuk tindakan deprivasi

terhadap dirinya atau orang lain. Namun aspek pengetahuan dan ketrampilan

dalam bekerjasama masih rendah.

Keberdayaan pengrajin ditentukan oleh kemandiriannya dalam melakukan

kerjasama dengan pihak lain yang terkait dengan kegiatan usahanya. Wawasan

yang dimiliki pengrajin di kedua lokasi tentang bentuk kerjasama, pengetahuan

perjanjian kerjasama, dan pengetahuan tentang cara melakukan kerjasama relatif

rendah. Mereka memperoleh pengetahuan tentang kerjasama sebatas dari sesama

pengrajin atau pemasok bahan baku kulit yang sebagian besar diperoleh dari

sekitar lingkungan mereka. Sikap pengrajin terhadap tindakan subordinasi dan

Magetan TotalSidoarjo

Pengetahuan

05

101520253035404550

1 2 3 4 5

Pers

en

Sikap

05

1015

202530

3540

4550

1 2 3 4 5

Per

sen

Ketrampilan

05

101520253035404550

1 2 3 4 5

Pers

en

Page 133: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

deprivasi dalam kerjasama, sikap mengutamakan kerjasama kemitraan

(partnership), dan sikap percaya diri dalam bekerjasama cenderung tinggi.

Pengrajin tidak setuju terhadap bentuk tindakan deprivasi.

Ketrampilan dalam bekerjasama relatif rendah, artinya masih rendah

kemampuannya dalam melakukan kerjasama dengan pemodal dan pemasok bahan

baku, pengrajin kurang cermat dalam melakukan kesepakatan kerjasama karena

berorientasi pada tercukupinya kebutuhan akan modal atau bahan baku saja.

Kerjasama dengan pembeli juga masih lemah, hanya berlandaskan pada azas

kepercayaan. Pada beberapa pengrajin sering mengalami pembayaran dengan cek

kosong karena tidak ada data pembeli yang jelas dan belum adanya perjanjian

kerjasama dengan pembeli. Rendahnya kemandirian kerjasama pengrajin di kedua

lokasi rentan terhadap bentuk-bentuk penindasan oleh pihak yang memiliki

penguasaan tinggi atas sumber daya yang dibutuhkan pengrajin, diantaranya:

pemodal, penyedia bahan baku atau pihak yang terlibat dalam pendistribusian

produk hasil kerajinan.

Kemandirian Pemasaran

Kemandirian pemasaran adalah relatif rendah (rata-rata skor 31,6). Faktor

kemandirian pemasaran di kedua lokasi berbeda nyata, kemandirian pemasaran

pengrajin di Sidoarjo lebih unggul dari pengrajin di Magetan. Tingkat

kemandirian pemasaran pengrajin ditampilkan pada Gambar 21.

Keterangan: Gambar 21Tingkat Kemandirian PemasaranKriteria: (1) Sangat Rendah: skor 0-20; (2) Rendah: skor 21-40, (3) Sedang: skor 41-60,(4)Tinggi: skor 61-80, (5)Sangat Tinggi: skor 81-100.

Gambar 21. Tingkat Kemandirian Pemasaran

Magetan TotalSidoarjo

Pengetahuan

05

101520253035404550

1 2 3 4 5

per

sen

Sikap

05

101520253035404550

1 2 3 4 5

Pers

en

Ketrampilan

05

101520253035404550

1 2 3 4 5

Pers

en

Page 134: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Berdasarkan Gambar 21, terlihat bahwa secara keseluruhan aspek

pengetahuan, sikap, dan ketrampilan pengrajin dalam melakukan kegiatan

pemasaran secara mandiri masih rendah. Empat puluh persen pengrajin

memiliki pengetahuan pemasaran yang rendah, empat puluh delapan

persen pengrajin memiliki sikap memasarkan produknya secara mandiri

yang rendah, dan empat puluh persen pengrajin adalah rendah

ketrampilan pemasarannya.

Aspek kemandirian pemasaran yang lemah pada pengrajin di Magetan

terutama pada sikap, pengrajin belum tertarik melakukan promosi untuk

memperkenalkan produknya pada jangkauan pasar yang lebih luas. Pengrajin

masih rendah ketanggapannya terhadap perkembangan teknik-teknik menjual, dan

kurang mengutamakan kualitas pelayanan prima.

Pengrajin di Sidoarjo memiliki keunggulan pada pengetahuan di bidang

pemasaran. Artinya pengrajin telah memiliki pengetahuan tentang bauran

promosi, teknik menjual, dan mutu mutu pelayanan yang bermanfaat bagi

pelaksanaan kegiatan pemasaran produk kerajinan. Pengrajin di kedua lokasi

memiliki ketrampilan yang rendah di bidang pemasaran (kecermatan

mempromosikan produk, kecepatan menjual produk, dan keluwesan melayani

pelanggan). Pengrajin hanya mampu memasarkan produk yang dapat dibuat

(berorientasi produk), belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen dengan

optimal. Pelayanan yang dilakukan terhadap pembeli adalah masih sebatas

kemampuan pelayanan sehinggga cenderung mengabaikan kepuasan konsumen

dan kualitas pelayanan.

Keberdayaan Pengrajin

Pengrajin dikedua lokasi rata-rata masih memiliki kualitas perilaku

wirausaha dan tingkat kemandirian usaha yang relatif masih rendah. Hanya

sebagian kecil pengrajin yang mempunyai kualitas perilaku wirausaha dan tingkat

kemandirian usaha yang tinggi. Pengrajin yang berperilaku wirausaha dan mandiri

dalam berusaha merupakan pengrajin yang berdaya dalam usaha kerajinan dari

bahan kulit.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terhadap pengrajin yang

termasuk dalam kategori pengrajin yang berdaya terdapat beberapa ciri yaitu: (1)

Page 135: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

mampu menghasilkan produk secara inovatif sesuai dengan perkembangan model

yang ada di pasar, (2) mampu memenuhi permintaan konsumen dengan pelayanan

yang memuaskan, (3) sanggup menerima dan memulai usaha baru yang diyakini

akan memajukan usahanya pada masa yang akan datang, (4) mampu

menghasilkan produk yang berkualitas dengan memiliki ciri khas usaha

kerajinannya terutama untuk kebutuhan ekspor, (5) mampu menyediakan modal

untuk usahanya secara mandiri dan tanpa tekanan dari pihak penyedia modal jika

modal berasal dari pihak lain, (6) mampu mengelola kegiatan penjualan produk

kerajinan secara luas dengan jumlah yang cenderung meningkat dan menghasilkan

marjin laba yang tinggi, (7) mampu menjalankan proses produksi dengan teknik

yang selalu diperbaharui dan didukung dengan peralatan yang cukup, (8) terbebas

dari tekanan atau penindasan oleh pihak lain dalam menjalankan usahanya. Ciri

pengrajin yang berdaya tersebut telah dimiliki oleh sebagian pengrajin di

Kabupaten Sidoarjo dan Magetan namun dalam jumlah yang relatif kecil (kurang

dari 20 persen).

Tingkat Kemajuan Usaha

Kemajuan usaha pengrajin dari bahan kulit di Provinsi Jawa Timur diukur

berdasarkan pertumbuhan usaha, efisiensi usaha dan efektivitas usahanya.

Gambaran tentang tingkat kemajuan usaha pengrajin tercantum pada Tabel 34.

terlihat bahwa kemajuan usaha pengrajin relatif rendah (rata-rata skor 37,8). Tidak

terdapat perbedaan yang nyata pada faktor kemajuan usaha pengrajin di kedua

lokasi, hampir setengah pengrajin di Sidoarjo dan Magetan memiliki kemajuan

usaha yang rendah.

Pertumbuhan Usaha

Pertumbuhan usaha pengrajin adalah rendah (skor rata-rata=27,0),

rendahnya pertumbuhan usaha pengrajin di kedua lokasi diketahui dari rendahnya:

pertumbuhan volume penjualan yang diperoleh pengrajin, pertumbuhan

permintaan konsumen. Akumulasi keuntungan yang diperoleh dari pertumbuhan

permintaan konsumen dan pertumbuhan volume penjualan belum mampu

meningkatkan pertumbuhan aktiva.

Page 136: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengrajin menghasilkan produk dengan variasi jenis produk kerajinan

yang masih rendah, terutama pada pengrajin di Magetan yang cenderung bertahan

dengan jenis produk yang ada. Perkembangan pangsa pasar produk kerajinan juga

masih rendah, pengrajin belum memiliki segmen pasar yang lebih variatif.

Sebagian besar pengrajin memenuhi kebutuhan konsumen individu, konsumen

industri masih belum banyak dijangkau pengrajin (misalnya: permintaan souvenir

untuk industri perhotelan atau kemasan beberapa produk industri).

Tabel 34. Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemajuan Usaha

KabupatenSidoarjo Magetan TotalIndikator Tingkat

Kemajuan UsahaKriteria

N % N % N %Pertumbuhan Usaha* Sangat rendah 40 27,6 24 20,9 64 24,6Selang skor (0-100) Rendah 24 16,6 12 10,4 36 13,8Rataan=27,0 Sedang 23 15,9 29 25,2 52 20,0

Tinggi 34 23,4 18 15,7 52 20,0Sangat Tinggi 24 16,6 32 27,8 56 21,5Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Efisiensi Usaha* Sangat rendah 51 35,2 19 16,5 70 26,9Selang skor (0-100) Rendah 24 16,6 17 14,8 41 15,8Rataan=31,5 Sedang 15 10,3 40 34,8 55 21,2

Tinggi 31 21,4 22 19,1 53 20,4Sangat Tinggi 24 16,6 17 14,8 41 15,8Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Efektivitas Usaha* Sangat rendah 24 16,6 43 37,4 67 25,8Selang skor (0-100) Rendah 29 20,0 36 31,3 65 25,0Rataan=46,3 Sedang 30 20,7 11 9,57 41 15,8

Tinggi 19 13,1 16 13,9 35 13,5Sangat Tinggi 43 29,7 9 7,83 52 20,0Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Kemajuan Usaha Sangat rendah 37 25,5 22 19,1 59 22,7Selang skor (0-100) Rendah 27 18,6 25 21,7 52 20,0Rataan=37,8 Sedang 18 12,4 24 20,9 42 16,2

Tinggi 31 21,4 23 20,0 54 20,8Sangat Tinggi 32 22,1 21 18,3 53 20,4Total 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Keterangan: Tabel 34Sebaran Responden Menurut Tingkat Kemajuan UsahaKriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80,Sangat Tinggi: skor 81-100.* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata pada α= 0,05.

Efisiensi Usaha

Pengrajin di Sidoarjo lebih menonjol efisiensi usahanya dibanding

pengrajin Magetan, tiga puluh delapan persen pengrajin memiliki tingkat efisiensi

yang relatif tinggi, namun secara keseluruhan rata-rata efisiensi usaha pengrajin di

kedua lokasi adalah rendah (skor rata-rata=31,5).

Page 137: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengrajin di Magetan masih kurang efisien dalam memanfaatkan waktu

dalam berusaha. Masih ada waktu menganggur (idle time) di kalangan pengrajin

karena belum memiliki penjadwalan kerja, dan urutan proses produksi yang belum

terencana dengan baik. Pada pengrajin yang belum memiliki mesin seset atau pres

dia tergantung pada penggunaan fasilitas milik pengrajin lain. Pengrajin yang

memiliki tukang, masih belum mempertimbangkan aspek mutu sumber daya

manusia dalam mencari tenaga kerja.

Efisiensi biaya belum diperhatikan secara baik oleh pengrajin, hal-hal

yang dapat memberi nilai tambah dan pendapatan masih belum menjadi perhatian.

Limbah potongan kulit (perca) yang bisa dimanfaatkan belum dikaji secara baik

agar dapat dimanfaatkan untuk menambah pendapatan. Perencanaan keuangan

juga belum dilakukan dengan baik oleh pengrajin, yang berakibat meningkatnya

biaya tak terduga.

Efektivitas Usaha

Efektivitas usaha pengrajin di Kabupaten Magetan relatif lebih rendah,

lebih dari tiga perempat pengrajin tingkat efektivitas usahanya rendah. Hal ini

berbeda nyata dengan pengrajin di Sidoarjo yang empat puluh persen

pengrajinnya mencapai efektivitas usaha yang relatif tinggi.

Pengrajin di Magetan belum membuat target produksi dan target penjualan

yang didasarkan perkiraan sederhana tentang jumlah barang yang akan dihasilkan

atau akan dijual. Pengrajin menetapkan jumlah barang yang dihasilkan

berdasarkan kebiasaan menghasilkan seperti hari-hari sebelumnya. Pengrajin

belum membuat perencanaan target pencapaian keuntungan, dan cenderung

bersikap pasif atas kerugian atau penurunan keuntungan.

Berdasarkan deskripsi tentang pertumbuhan usaha, efisiensi usaha, dan

efektivitas usaha di atas, maka diketahui bahwa tingkat kemajuan usaha pengrajin

di kedua lokasi relatif rendah. Kemajuan usaha adalah perkembangan usaha yang

ditunjukkan oleh adanya peningkatan asset, penjualan, keuntungan, dan

diversifikasi produk serta dicapainya efektivitas dan efisiensi usaha. Usaha

kerajinan yang maju adalah usaha yang berkembang secara efektif dan efisien

serta mengalami peningkatan dari segi keuangan (profit dan asset),

Page 138: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pengembangan produk dan perluasan jejaring (networking). Upaya peningkatan

kemajuan usaha dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan pertumbuhan

usaha, efisiensi, dan efektivitasnya.

Tingkat Keberlanjutan Usaha

Keberlanjutan usaha pengrajin di Jawa Timur diukur berdasarkan sikap

proaktif terhadap kontinyuitas produksi, kontinyuitas penjualan dan kontinyuitas

bahan baku pada masa yang akan datang. Sebaran keberlanjutan usaha

berdasarkan indikator penelitian yang terdiri dari kontinyuitas produksi, dan

kontinyuitas bahan baku ditampilkan pada Tabel 35.

Tabel 35. Sebaran Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan Usaha

KabupatenIndikator KeberlanjutanUsaha Sidoarjo Magetan

Total

(Selang Skor danRataan)

Kriteria

N % N % N %

Sangat rendah 12 8,3 34 29,6 46 17,7Rendah 41 28,3 23 20,0 64 24,6Sedang 37 25,5 24 20,9 61 23,5Tinggi 27 18,6 17 14,8 44 16,9Sangat Tinggi 28 19,3 17 14,8 45 17,3

Kontinyuitas Produksi*Selang skor (0-100)Rataan=50,9

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 13 8,97 38 33 51 19,6Rendah 39 26,9 23 20 62 23,8Sedang 30 20,7 15 13 45 17,3Tinggi 36 24,8 18 15,7 54 20,8Sangat Tinggi 27 18,6 21 18,3 48 18,5

Kontinyuitas Penjualan*Selang skor (0-100)Rataan=59,5

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Sangat rendah 32 22,1 14 12,2 46 17,7Rendah 24 16,6 24 20,9 48 18,5Sedang 47 32,4 31 27 78 30,0Tinggi 17 11,7 37 32,2 54 20,8Sangat Tinggi 25 17,2 9 7,83 34 13,1

Kontinyuitas BahanBaku*Selang skor (0-100)Rataan=58,9

Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0Keberlanjutan Usaha * Sangat rendah 18 12,4 34 29,6 52 20,0Selang skor (0-100) Rendah 27 18,6 26 22,6 53 20,4Rataan=48,9 Sedang 34 23,4 17 14,8 51 19,6

Tinggi 36 24,8 14 12,2 50 19,2Sangat Tinggi 30 20,7 24 20,9 54 20,8Jumlah 145 100,0 115 100,0 260 100,0

Keterangan: Tabel 35Sebaran Responden Menurut Tingkat Keberlanjutan UsahaKriteria Sangat Rendah: skor 0-20; Rendah: skor 21-40, Sedang: skor 41-60, Tinggi: skor 61-80,Sangat Tinggi: skor 81-100.* Berdasarkan hasil uji beda rata-rata One Way Anova, nyata padaα= 0,05.

Page 139: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Kontinyuitas Produksi

Secara keseluruhan, kontinyuitas produksi pengrajin di kedua lokasi

adalah sedang (rata-rata skor 50,9). Empat puluh sembilan persen pengrajin di

Magetan memiliki tingkat keberlanjutan produksi yang relatif rendah dan tiga

puluh delapan persen pengrajin Sidoarjo memiliki tingkat keberlanjutan produksi

yang relatif tinggi.

Pengrajin di Sidoarjo telah memiliki sikap proaktif tentang kelancaran

proses, dan memiliki tanggapan yang baik terhadap tingkat kontinyuitas hasil

produksi pada masa yang akan datang sehingga kontinyuitas produksinya lebih

tinggi dari pengrajin di Magetan. Pengrajin memiliki ketergantungan yang tinggi

pada usaha kerajinan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Hal ini menjadi salah

satu pendorong bagi pengrajin untuk tetap proaktif menjaga kelancaran

produksinya. Pengrajin mampu memproduksi kerajinan secara terus menerus

sepanjang tahun.

Ketertarikan pengrajin Magetan terhadap upaya meningkatkan produksiyang kondusif bagi pemenuhan kebutuhan dan selera konsumen masih rendah.Pengrajin merasa aman dengan produksi yang sudah ada dan kurang proaktifdalam mengupayakan keberlanjutan produksinya.

Kontinyuitas Penjualan

Kontinyuitas penjualan di kedua lokasi berbeda nyata, empat puluh dua

persen pengrajin di Sidoarjo mencapai kontinyuitas penjualan yang relatif tinggi

sedangkan empat puluh tiga persen pengrajin di Magetan memiliki kontinyuitas

usaha yang relatif rendah.

Pengrajin di Magetan kurang proaktif dalam mengupayakan menarik

minat konsumen untuk membeli. Promosi yang dilakukan pengrajin di Magetan

masih belum menjangkau khalayak sasaran di luar Jawa Timur, tidak seperti yang

telah dilakukan pengrajin Sidoarjo yang secara proaktif melakukan promosi ke

luar Jawa Timur melalui agen atau pembeli yang datang ke Sidoarjo.

Tanggapan terhadap pelayanan bermutu kepada pelanggan masih belum

optimal dilaksanakan pengrajin Magetan, masih sering terjadi penundaan

pengiriman barang yang dipesan. Hal ini mengganggu keberlanjutan penjualan

Page 140: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pada masa yang akan datang karena konsumen tidak puas dengan pelayanan yang

diberikan pengrajin.

Kontinyuitas Bahan Baku

Kontinyuitas bahan baku pengrajin di Magetan lebih menonjol dari

pengrajin Sidoarjo. Tiga puluh sembilan persen pengrajin Magetan memiliki

kontinyuitas bahan baku relatif tinggi. Sikap antisipatif terhadap kelancaran bahan

baku pada pengrajin Magetan ditunjukkan melalui tingginya persediaan bahan

baku bermutu dan sikap antisipatif merencanakan kebutuhan bahan baku yang

tepat. Secara periodik pengrajin telah mengupayakan tersedianya bahan baku

secara kontinyu.

Pengrajin di Sidoarjo memiliki tanggapan perencanaan bahan baku yangrelatif rendah, pengrajin melakukan pembelian bahan baku secara mendadak padasaat produksi dijalankan. Ketersediaan bahan baku saat ini dirasakan pengrajinmasih mencukupi kebutuhan mereka, sehingga pengrajin tidak memilikipersediaan bahan baku untuk jangka waktu lebih dari satu minggu karenadianggap sebagai modal kerja yang menganggur. Kondisi ini akan berpengaruhpada keberlanjutan bahan baku pada masa depan. Jika pengrajin tidak tertarikpada perencanaan bahan baku untuk masa depan, maka kondisi ketidakpastianharga bahan baku akan berpengaruh terhadap kemampuan menyediakan bahanbaku secara berkelanjutan.

Berdasarkan deskripsi kontinyuitas produksi, penjualan, dan bahan baku diatas, sebagian besar pengrajin di kedua lokasi memiliki tingkat keberlanjutanusaha yaitu kontinyuitas produksi, kontinyuitas penjualan, dan kontinyuitas bahanbaku dalam kategori sedang. Terdapat kecenderungan yang baik pada diripengrajin di kedua lokasi, dalam menyikapi posisi usaha pada masa depan beradapada tingkat yang sedang. Usaha kerajinan barang dari kulit sudah dimulai padatahun 1960-an, sampai saat ini usaha ini masih berjalan terus menerus. Aktivitasproduksi yang dilakukan pengrajin dan penjualan produk kerajinan ini berjalansecara berkelanjutan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin, permintaan barang daribahan kulit tidak pernah berhenti sehingga penjualan tetap berjalan dari waktu kewaktu. Keunikan yang ada pada produk sepatu dari bahan kulit yang dihasilkanpengrajin adalah kekuatan/daya tahan sepatu yang dapat diandalkan sehinggakonsumen loyal terhadap produk sepatu yang dihasilkan pengrajin di Magetan.Pada pengrajin di Sidoarjo, produksi tas dan koper yang dihasilkan pengrajinmemiliki keunggulan beberapa keunggulan. Tas dari bahan kulit yang halus,harga terjangkau, mengikuti trend mode, tersedia dalam variasi yang banyaksehingga permintaan konsumen yang beroerientasi pada mode dan harga tetap adadari waktu ke waktu.

Page 141: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pada sisi produsen, semangat pengrajin untuk tetap berusaha di bidangkerajinan ini telah menggantungkan hidupnya pada usaha kerajinan ini sejak lama.Pengrajin merasakan usaha ini mampu menghidupi diri dan keluarganyameskipun dengan keterbatasan. Usaha yang telah dijalankan oleh keluarga secaraturun temurun juga menjadi alasan bagi pengrajin untuk tetap menekuni usahakerajinan ini. Keunikan dari sisi permintaan dan dari sisi pengrajin inilah yangmenghasilkan tingkat keberlanjutan usaha yang cenderung sedang.

Usaha yang berkelanjutan adalah usaha yang mampu berproduksi

secara terus menerus dan mampu menjual produknya ke pasar secara

kontinyu. Keberlanjutan usaha akan dapat dicapai jika para pengrajin

memiliki kiat-kiat untuk mengantisipasi segala kemungkinan yang akan

dihadapi usahanya pada masa yang akan datang. Keberlanjutan usaha

diartikan sebagai sikap proaktif pengrajin dalam mengantisipasi kebutuhan

dan selera konsumen mendatang.

Perbedaan Perilaku Wirausaha, Kemandirian,Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha

Deskripsi tentang tingkat kemandirian usaha, perilaku wirausaha, kemajuan

usaha dan keberlanjutan usaha pada kedua lokasi akan diuji lebih lanjut tingkat

perbedaannya. Sebagaimana dirumuskan pada hipotesis 5 ”Terdapat perbedaan

tingkat kemandirian usaha, perilaku wirausaha, kemajuan usaha, dan

keberlanjutan usaha pengrajin di kedua lokasi penelitian”. Hipotesis ini diuji

dengan menggunakan uji beda rata-rata one way anova. Ringkasan hasil uji beda

One Way Anova ditampilkan pada Tabel 36.

Tabel 36. Ringkasan Hasil Uji Beda Rata-Rata One Way Anova

Variabel Kabupaten N Rata-rata F-hit P

Sidoarjo 145 36.3 4.365 0.038Keinovatifan

Magetan 115 29.5

Sidoarjo 145 39.2 12.714 0.000Inisiatif

Magetan 115 28.4

Sidoarjo 145 18.3 40.310 0.000PengelolaanResiko Magetan 115 35.1

PerilakuWirausaha

Daya Saing Sidoarjo 145 29.1 4.620 0.033

Page 142: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Magetan 115 35.0

Sidoarjo 145 32.1 4.456 0.036Kemandirianpermodalan Magetan 115 26.0

Sidoarjo 145 51.6 5.721 0.017Kemandirianproduksi

Magetan 115 43.8

Sidoarjo 145 32.4 5.439 0.020Kemandiriankerjasama Magetan 115 25.2

Sidoarjo 145 39.1 35.879 0.000

Tingkatkemandirianusaha

Kemandirianpemasaran

Magetan 115 22.2

Sidoarjo 145 30.3 4.620 0.033Pertumbuhanusaha

Magetan 115 24.3

Sidoarjo 145 35.2 4.207 0.041Efisiensi usaha

Magetan 115 28.6

Sidoarjo 145 54.4 30.912 0.000

KemajuanUsaha

Efektivitasusaha

Magetan 115 36.1

Sidoarjo 145 55.2 6.682 0.010Kontinyuitasproduksi Magetan 115 45.6

Sidoarjo 145 54.1 4.140 0.043Kontinyuitaspenjualan Magetan 115 43.9

Sidoarjo 145 45.7 7.073 0.008

KeberlanjutanUsaha

Kontinyuitasbahan baku

Magetan 115 51.5

* Nyata pada α= 0,05. Tabel 36Ringkasan Hasil Uji Beda Rata-Rata One Way Anova

Berdasarkan hasil uji beda pada Tabel 36, terbukti bahwa perilaku wirausaha

(keinovatifan, inisiatif, pengelolaan resiko, dan daya saing) pengrajin Sidoarjo

berebda nyata dengan pengrajin Magetan. Rata-rata keinovatifan dan daya saing

pengrajin Sidosrjo lebih tinggi dari Magetan, sedangkan rata-rata pengelolaan

resiko dan daya saing pengrajin Magetan lebih tinggi dari Sidoarjo.

Tingkat kemandirian usaha (permodalan, produksi, kerjasama, dan

pemasaran) pengrajin Sidoarjo dan Magetan berbeda nyata. Rata-rata kemandirian

permodalan, produksi, kerjasama, dan pemasaran pengrajin Sidoarjo lebih tinggi

dari Magetan.

Page 143: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tingkat kemajuan usaha (pertumbuhan usaha, efisiensi usaha, dan

efektivitas usaha) pengrajin Sidoarjo dan Magetan berbeda nyata. Rata-rata

pertumbuhan usaha, efisiensi usaha, dan efektivitas usaha pengrajin Sidoarjo lebih

tinggi dari Magetan.

Terdapat perbedaan yang nyata pada keberlanjutan usaha (kontinyuitas

produksi, penjualan, dan bahan baku) di kedua lokasi; rata-rata kontinyuitas

produksi dan penjualan pengrajin di Sidoarjo lebih tinggi dibanding Magetan.

Pengrajin di Sidoarjo sudah terlihat proaktif dalam mengantisipasi kebutuhan dan

selera konsumen pada masa yang akan datang. Meskipun belum mengalokasikan

dana untuk kegiatan promosi, namun keramahtamahan dalam melayani konsumen

merupakan refleksi dari tindakan proaktif untuk melayani konsumen cenderung

baik. Promosi dan perencanaan produksi belum dilaksanakan dengan intensif

sehingga trend penjualan masih stagnant meskipun pengrajin mampu

menghasilkan produksi barang secara terus menerus. Keberlanjutan usaha yang

menonjol pada pengrajin Magetan adalah kontinyuitas bahan baku, aspek

kontyuitas bahan baku pengrajin magetan lebih tinggi dari pengrajin Sidoarjo

karena kedekatan lokasi dengan sumber bahan baku.

Faktor-Faktor yang Berpengaruhterhadap Perilaku Wirausaha

Hipotesis 1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah: ”Perilaku wirausaha

dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu pengrajin, pendukung usaha

dan lingkungannya.” Hipotesis ini untuk menjawab pertanyaan penelitian yang

pertama. Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan melalui uji lintas. Hasil uji

faktor yang berpengaruh terhadap perilaku wirausaha tercantum pada Tabel 37.

Tabel 37. Ringkasan Hasil Uji Faktor-Faktor yang Berpengaruhterhadap Perilaku Wirausaha

Page 144: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

PeubahTerikat

PeubahBebas

KoefisienJalur

(Standardized)

StandarError

Nilai thitung

HasilUji

α=0,05.

R2

PerilakuWirausaha

KarakteristikIndividu

0,50 0,17 3,02 * 0,88

PendukungUsaha

0,05 0,11 0,43 NS

DukunganLingkungan

0,39 0,08 4,84 *

*Nyata pada α= 0,05, t-tabel = 1,965 . Tabel 37Ringkasan Hasil UjiFaktor -Faktor yang Berpengaruh terhadap Perilaku Wirausaha

Perilaku wirausaha dipengaruhi secara nyata oleh faktor karakteristik

individu dan dukungan lingkungan, berarti rendahnya perilaku wirausaha

pengrajin disebabkan oleh rendahnya karakteristik individu dan dukungan

lingkungan. Faktor pribadi pengrajin merupakan faktor yang paling besar

pengaruhnya terhadap perilaku wirausaha. Faktor pendukung usaha tidak

berpengaruh secara nyata positif terhadap perilaku wirausaha. Rendahnya faktor

pendukung usaha bukan menjadi penyebab rendahnya perilaku wirausaha.

Peningkatan perilaku wirausaha pengrajin perlu dilakukan karena

pengrajin yang memiliki perilaku wirausaha yang berkualitas adalah ciri-ciri

pengrajin yang berdaya, dan keberdayaan pengrajin sangat diperlukan untuk

meningkatkan kemajuan dan kesejahteraan hidupnya. Menurut Perry, Batstone

dan Pulsarum (2003), pendekatan kewirausahaan akan membimbing dan

mengarahkan usaha kecil meraih hasil yang lebih baik. Faktor-faktor yang

berpengaruh langsung pada perilaku wirausaha digambarkan dalam Gambar 22.

R 2 = 0,88

KarakteristikIndividu

0,05

ζ=0,22

PendukungUsaha

PerilakuWirausaha

0,50

Page 145: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 22Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Wirausaha

Gambar 22. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Wirausaha

Pengaruh Karakteristik Individuterhadap Perilaku Wirausaha

Faktor karakteristik individu memiliki pengaruh yang terbesar terhadap

perilaku wirausaha. Aspek-aspek yang menjadi indikator karakteristik individu

yang diajukan dalam penelitian ini adalah : umur, pendidikan, tanggungan

keluarga, pengalaman berusaha, motivasi berusaha, pemenuhan kebutuhan,

intensitas komunikasi, dan aspek gender. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan

dengan analisis SEM, agar semua indikator yang dianalisis benar-benar terbebas

dari kekeliruan maka dalam penelitian ini digunakan analisis faktor konfirmatori

yang bertujuan untuk mengevaluasi pola-pola hubungan korelatif indikator dan

konstruknya.

Berdasarkan hasil analisis faktor terhadap karakteristik individu pengrajin

terdapat beberapa indikator yang tidak fit dengan data yaitu indikator umur,

tanggungan keluarga, dan pengalaman berusaha yang ditunjukkan oleh nilai GFI

yang kurang dari 0,90 sebagaimana tercantum pada Lampiran 3. Indikator yang

tidak fit tersebut dikeluarkan dari model dengan didasarkan pada pertimbangan

aspek teoritis, sehingga diperoleh lima aspek yang mengukur tingkat karakteristik

individu pengrajin yaitu: pendidikan, pendidikan, motivasi, pemenuhan

kebutuhan, intensitas komunikasi, dan aspek gender.

Hasil analisis SEM menunjukkan adanya pengaruh yang nyata antara

karakteristik individu dengan perilaku wirausaha. Beberapa aspek penting pada

pribadi pengrajin adalah pendidikan, motivasi, pemenuhan kebutuhan, intensitas

komunikasi, dan aspek gender. Penjelasan lebih lanjut tentang pengaruh masing-

Lingkungan0,39

Page 146: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

masing aspek dalam karakteristik individu terhadap perilaku wirausaha adalah

melalui analisis jalur yang digambarkan pada Gambar 23.

Gambar 23Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Perilaku Wirausaha

Gambar 23. Pengaruh Indikator Karakteristik Individuterhadap Perilaku Wirausaha

Aspek intensitas komunikasi yang dilakukan pengrajin memiliki pengaruh

terbesar pada perilaku wirausaha dengan koefisien lintas sebesar 0,76.

Kemampuan pengrajin dalam mengakses jaringan komunikasi interpersonal masih

rendah. Kontak dengan pemodal alternatif masih kurang, biasanya pengrajin

cenderung melakukan kontak dengan pemodal (yang mereka sebut sebagai

juragan) yang ada di desanya ketika mereka berada pada kondisi membutuhkan

modal. Pada aspek kontak dengan sesama pengrajin, mereka melakukannya secara

intensif karena tinggal dalam lingkungan yang sama. Pertukaran informasi yang

bersifat inovatif terjadi pada saat mereka melakukan kontak dengan sesama

pengrajin ini.

Komunikasi dengan konsumen terjadi pada saat konsumen datang ke lokasi

usaha kerajinan mereka dan tempat berjualan, informasi yang dipertukarkan

terkait dengan harga, model produk, atau kualitas produk. Informasi dari

konsumen ini ditanggapi secara beragam oleh pengrajin. Pada pengrajin yang

tanggap akan menangkap informasi ini sebagai bahan untuk mengembangkan

daya inovasi usahanya, tetapi pada pengrajin yang kurang tanggap akan

Perilaku Wirausaha

Kebutuhan

Motivasi

Pendidikan

0,46

0,41

0,58

0,76

Aspek Gender

0,26

Komunikasi

Page 147: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

membiarkan informasi itu berlalu tanpa dijadikan pertimbangan dalam kegiatan

usahanya.

Pada pengrajin di Sidoarjo, kontak dengan pemasok bahan baku sangat

kurang dengan alasan jarak antara pemasok dengan pengrajin, sehingga mereka

mengalami kendala dalam penyediaan bahan bakunya. Sebaliknya, pengrajin di

Magetan tidak mengalami kendala dalam hal aksesibilitas dengan pemasok bahan

baku, karena penyamak kulit berada pada lingkungan mereka, bahkan dalam satu

keluarga ada yang berprofesi sebagai penyamak kulit sehingga dapat memenuhi

kebutuhan bahan bakunya.

Akses pada media cetak berupa surat kabar dan majalah tidak dilakukan

secara rutin dengan berlangganan atau membeli media cetak secara kontinyu.

Keterbatasan dalam akses media cetak ini sangat tampak pada pengrajin di

Magetan, sehingga inovasi tentang trend produk yang banyak diinformasikan oleh

majalah, tabloid atau surat kabar yang menyajikan perkembangan mode tidak

dapat diakses dengan optimal oleh pengrajin.

Tingkat kosmopolitansi pengrajin relatif tinggi terjadi pada pengrajin di

Sidoarjo, pengrajin sering mengunjungi pusat-pusat perbelanjaan di Surabaya

untuk mencari informasi tentang model atau perkembangan teknik menjual

produk barang dari kulit. Sehingga banyak ditemui jenis produk terbaru yang

dijual pada butik terkenal dari luar negeri yang mampu diproduksi pengrajin di

Sidoarjo ini.

Pengrajin di Magetan relatif rendah dalam mencari informasi tentang

usaha kerajinan keluar dari sistem sosialnya (sifat kekosmopolitan). Rata-rata

intensitas pengrajin mencari informasi keluar sistem sosialnya rendah (43%),

maka dapat dikatakan pengrajin di Magetan masih bersifat lokalit. Sifat ini

berpengaruh terhadap rendahnya perilaku wirausaha. Hasil penelitian ini

dikuatkan oleh Mardikanto (1996) yang menyatakan bahwa bagi masyarakat yang

bersifat “localite” (tertutup, terkungkung di dalam sistem sosialnya sendiri, proses

adopsi inovasi akan berlangsung sangat lamban karena tidak adanya keinginan-

keinginan baru untuk hidup lebih baik seperti yang telah dinikmati oleh orang-

orang lain di luar sistem sosialnya sendiri

Page 148: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengrajin yang melakukan kontak dengan sumber informasi inovatif

(pemasok bahan baku, sesama pengrajin, konsumen, dan penyedia modal) untuk

membicarakan hal-hal yang terkait dengan kegiatan usaha secara intensif dan

memiliki frekuensi terpaan media massa yang tinggi, mampu meningkatkan

perilaku wirausaha terutama dari aspek keinovatifan dan inisiatif. Menurut Rogers

dan Shoemaker (1976) tingginya komunikasi akan berpengaruh terhadap

tingginya kemampuan petani melakukan adopsi inovasi.

Pemenuhan kebutuhan merupakan aspek kedua yang memiliki pengaruh

besar terhadap perilaku wirausaha dengan koefisien bobot faktor sebesar 0,58.

Rendahnya pemenuhan kebutuhan menyebabkan rendahnya perilaku wirausaha

pengrajin yang muncul dalam bentuk perasaan minder atau tidak percaya diri

dalam mengambil keputusan.

Aspek karakteristik individu berikutnya yang memiliki pengaruh terhadap

perilaku wirausaha adalah motivasi berusaha. Rendahnya motivasi berusaha

menimbulkan rendahnya ketertarikan pengrajin untuk: menerapkan inovasi,

memanfaatkan peluang usaha, mengelola usaha yang dianggap beresiko, dan

menerapkan strategi bersaing. Pengrajin lebih tertarik untuk berusaha nyaman

dengan cara-cara berusaha yang diterapkan saat ini. Rendahnya motivasi dan

pemenuhan kebutuhan menyebabkan rendahnya perilaku wirausaha. Hal ini ini

relevan dengan pernyataan Bird (1996) yang memasukkan faktor motivasi sebagai

elemen pembentuk perilaku wirausaha yang penting bagi peningkatan kemajuan

usaha.

Aspek gender memiliki pengaruh yang nyata terhadap perilaku wirausaha.

Terdapat kesenjangan dalam hal penggajian dan kewajiban dikalangan pengrajin

pria dan wanita pada usaha kerajinan ini. Sehingga menyebabkan rendahnya

keinovatifan, inisiatif, pengelolaan resiko, dan daya saing pengrajin. Bias gender

pada usaha kerajinan barang dari kulit seyogyanya tidak terjadi karena pengrajin

wanita memiliki potensi untuk bekerja secara ulet dalam usaha kerajinan ini serta

pengrajin wanita memiliki ketangguhan dalam mengelola resiko.

Pendidikan juga mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perilaku

wirausaha, dengan koefisen lintas sebesar 0,46. Rendahnya pendidikan formal dan

pendidikan non formal pengrajin menyebabkan rendahnya perilaku wirausaha.

Page 149: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Sebagian besar pengrajin memiliki pendidikan non formal yang rendah, pengrajin

kurang mendapat pelatihan yang terkait dengan faktor kewirausahaan berpengaruh

terhadap rendahnya kemampuan pengrajin pada aspek keinovatifan, inisiatif,

pengelolaan resiko, dan daya saing). Pengetahuan dan ketrampilan mengelola

resiko usaha masih rendah, pendidikan nonformal tentang manajemen resiko

masih rendah. Pemerintah daerah atau organisasi non pemerintah belum pernah

memberikan bimbingan atau pelatihan dengan materi manajemen resiko.

Pengrajin juga masih rendah keunggulan bersaingnya (penerapan standar mutu

produk dan strategi bersaing), sehingga rendah kemampuannya untuk menembus

pasar ekspor. Rendahnya keunggulan bersaing ini karena pengrajin masih rendah

tingkat pendidikan tentang keunggulan bersaing

Faktor pendidikan memiliki pengaruh langsung yang relatif lebih rendah

jika dibandingkan dengan intensitas komunikasi dan tingkat pemenuhan

kebutuhan, padahal pendidikan merupakan faktor penting untuk meningkatkan

perilaku wirausaha, sebagaimana dikemukakan oleh Stewart Jr. et al. (1998).

Haber dan Reichel (2006) juga menyatakan bahwa pendidikan menjadi penentu

keberhasilan kewirausahaan. Oleh karena itu dilakukan penelusuran terhadap

pengaruh tidak langsung faktor pendidikan melalui intensitas komunikasi dan

pemenuhan kebutuhan terhadap perilaku wirausaha sebagaimana digambarkan

pada diagram lintas pada Gambar 24.

PerilakuWirausaha

Kebutuhan

Motivasi

Pendidikan

0,4676

0,41

0,58

0,76

AspekGender

0,43

0,230,36

0,36

0,42

0,38

Komunikasi

Page 150: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 24Pengaruh langsung dan Tidak Langsung Karakteristik Individu terhadap Perilaku Wirausaha

Gambar 24. Pengaruh langsung dan Tidak Langsung KarakteristikIndividu terhadap Perilaku Wirausaha

Secara grafis, dapat diketahui pengaruh langsung pendidikan, motivasi,

pemenuhan kebutuhan, intensitas komunikasi, dan aspek gender terhadap perilaku

wirausaha. Selain itu juga dapat diketahui pengaruh tidak langsung pendidikan,

motivasi, dan aspek gender terhadap perilaku wirausaha melalui komunikasi dan

pemenuhan kebutuhannya terhadap perilaku wirausaha, yang kemudian diringkas

dalam Tabel 38.

Tabel 38. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung IndikatorKarakteristik Individu dengan Perilaku Wirausaha

PengaruhTak langsung melalui

Indikator KarakteristikIndividu Langsung

PemenuhanKebutuhan

IntensitasKomunikasi

Total taklangsung

Total

Pendidikan 0,46 0,25 0,28 0,53 0,99Motivasi 0,41 0,22 0,17 0,39 0,80Pemenuhan Kebutuhan 0,58 - - - 0,58Intensitas Komunikasi 0,76 - - - 0,76Aspek gender 0,26 0,24 0,27 0,51 0,77*Nyata pada α= 0,05. Tabel 38Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung Indikator Karakteristik Individu dengan Perilaku Wirausaha

Berdasarkan Tabel 38 diketahui bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan,

maka semakin tinggi perilaku wirausaha. Melalui pemenuhan kebutuhan dan

intensitas komunikasi ternyata pendidikan memiliki total pengaruh yang paling

besar terhadap perilaku wirausaha. Hal ini berarti pendidikan mampu

meningkatkan perilaku wirausaha dengan didukung oleh pemenuhan kebutuhan

dan intensitas komunikasi yang tinggi.

Tingkat pendidikan formal pengrajin rata-rata pada tingkat SMTP (masa

pendidikan 9 tahun) dan tingkat pendidikan formal yang dalam kategori rendah

(rata-rata 2,8 jam). Rendahnya tingkat pendidikan ini berpengaruh terhadap

rendahnya kemampuan komunikasi pengrajin terutama ketika pengrajin

berhadapan dengan aktor penyedia sumber daya usaha yang memiliki kemampuan

lebih tinggi, baik pemodal, pemasok bahan baku maupun konsumen. Tingkat

Page 151: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pendidikan menjadi salah satu faktor penyebab rendahnya perilaku wirausaha di

kalangan pengrajin di kedua lokasi. Sebagai salah satu contoh, berdasarkan hasil

wawancara, rendahnya aspek kognitif pada aspek pengelolaan resiko dan daya

saing usaha disebabkan pengrajin belum pernah mendapat pendidikan non formal

tentang kedua aspek tersebut.

Tingkat pendidikan pengrajin yang rendah menyebabkan rendahnya tingkat

pemenuhan dasar dan tingkat pemenuhan kebutuhan pendidikan anak. Tingkat

pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan di kalangan pengrajin rendah yang

disebabkan pengetahuan tentang kesehatan yang rendah, sehingga berdasarkan

hasil wawancara diketahui bahwa pengrajin tidak memeriksakan diri ke dokter

atau Puskesmas jika menderita sakit, kecuali jika sudah dalam kondisi yang parah.

Begitupula pada pemenuhan kebutuhan pendidikan anak yang masih rendah

karena rendahnya pengetahuan tentang pentingnya pendidikan bagi masa depan

anak. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan rendahnya tingkat pemenuhan

kebutuhan, selanjutnya rendahnya tingkat pemenuhan kebutuhan menjadi salah

satu penyebab rendahnya perilaku wirausaha.

Melalui pemenuhan kebutuhan dan intensitas komunikasi, motivasi

memiliki pengaruh terbesar kedua setelah aspek pendidikan terhadap perilaku

wirausaha. Motivasi yang dimiliki pengrajin mampu mendorong tingkat

pemenuhan kebutuhan pengrajin. Motivasi berhubungan dengan kebutuhan, minat

dan keinginan. Motif yang besar pada diri pengrajin muncul ketika mereka

dihadapkan pada kebutuhan yang disadarinya. Salah satu faktor pendorong yang

penting bagi pengrajin dalam berusaha adalah tuntutan memenuhi kebutuhan

keluarga. Rendahnya motivasi berusaha di kalangan pengrajin menyebabkan

rendahnya pemenuhan kebutuhan, dan rendahnya pemenuhan kebutuhan menjadi

salah satu penyebab rendahnya perilaku wirausaha.

Motivasi berusaha juga memiliki pengaruh yang nyata terhadap perilaku

wirausaha melalui intensitas komunikasi. Kesadaran tentang pentingnya

berkomunikasi dengan aktor penyedia sumber daya usaha masih belum dimiliki

pengrajin, hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara yang menyatakan bahwa

mereka berkomunikasi dengan penyedia sumberdaya usaha seperlunya atau jika

dibutuhkan, motivasi untuk berkomunikasi secara intensif masih rendah karena

Page 152: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pengrajin belum sadar terhadap kebutuhan berkomunikasi. Rendahnya motivasi

ini menjadi penyebab rendahnya intensitas komunikasi, selanjutnya rendahnya

komunikasi menyebabkan rendahnya perilaku wirausaha.

Secara tidak langsung, aspek gender memberikan pengaruh yang lebih

besar terhadap perilaku wirausaha melalui intensitas komunikasi. Kesenjangan

dalam melihat posisi gender membelenggu seseorang untuk dapat berkomunikasi

dengan bebas dengan orang yang berlawanan jenis, hal ini dipengaruhi oleh nilai-

nilai dan budaya yang ada pada kelompok masyarakat tersebut. Hal ini terjadi juga

pada kelompok masyarakat pengrajin di Magetan dan Sidoarjo. Kesenjangan

dalam pembagian tugas antara pria dan wanita, pengelolaan sebagian besar usaha

dilakukan kaum pria dan kaum wanita mengelola sebagian kecil tugas dalam

usaha kerajinan ini. Rendahnya kesetaraan gender menyebabkan rendahnya

intensitas komunikasi di kalangan pengrajin, yang kemudian menyebabkan

rendahnya perilaku wirausaha.

Aspek gender juga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap perilaku

wirausaha melalui pemenuhan kebutuhan. Kesenjangan dalam hal penggajian

antara kaum pria dan wanita pada usaha kerajinan ini secara logika menyebabkan

rendahnya penerimaan pendapatan di kalangan pengrajin wanita yang bekerja di

sektor ini, sehingga rendahnya kesetaraan gender menyebabkan rendahnya

pemenuhan kebutuhan, dan rendahnya pemenuhan kebutuhan menjadi salah satu

penyebab rendahnya perilaku wirausaha.

Pengaruh Dukungan Lingkunganterhadap Perilaku Wirausaha

Dukungan lingkungan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perilaku

wirausaha, artinya rendahnya aspek dukungan lingkungan (pemimpin informal,

keluarga, bimbingan pemerintah daerah, dan bimbingan organisasi non

pemerintah) menyebabkan rendahnya perilaku wirausaha pengrajin. Peran

masing-masing aktor dalam lingkungan dalam meningkatkan perilaku wirausaha

pengrajin dianalisis lebih lanjut dengan analisis jalur sebagaimana tercantum pada

Gambar 25.

Perilaku Wirausaha

Bimbingan Pemerintah

Pemimpin Informal

Keluarga

0,49

0,42

0,62

Page 153: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 25Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan terhadap Perilaku WirausahaGambar 25. Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan

terhadap Perilaku Wirausaha

Bimbingan pemerintah daerah memiliki pengaruh yang paling besar

terhadap perilaku wirausaha dengan koefisen lintas sebesar 0,62. Rendahnya

bimbingan dari pemerintah daerah dan bimbingan organisasi non pemerintah

selama ini menjadi salah satu penyebab rendahnya perilaku wirausaha. Bimbingan

pemerintah relatif rendah (rata-rata skor 31,2), bahkan jika dirinci lagi terdapat

lebih dari seperempat pengrajin mendapat bimbingan yang sangat rendah dari

pemerintah daerah. Bimbingan yang diberikan pemerintah daerah dalam bentuk

pelatihan, yaitu pelatihan tentang produksi dan manajemen usaha kecil masih

belum berkesinambungan. Oleh karena itu peningkatan bimbingan pemerintah

daerah dapat meningkatkan perilaku wirausaha pengrajin.

Bimbingan organisasi non pemerintah terhadap pengrajin memiliki pengaruh

besar, namun organisasi non pemerintahan yang memberikan pembinaan terhadap

pengrajin kulit di Jawa Timur masih sedikit (1,9 persen) dari total pembinaan bagi

pengrajin kulit di Jawa Timur (BPS, 2003). Kegiatan pembinaan yang pernah

dilakukan di kedua lokasi belum menyentuh aspek perilaku wirausaha. Rendahnya

perilaku wirausaha pengrajin (terutama pada aspek pengelolaan resiko dan daya

saing) disebabkan oleh rendahnya bimbingan organisasi non pemerintah.

Dukungan faktor lingkungan yang penting berikutnya adalah dukungan yang

berasal dari keluarga dengan koefisien lintas sebesar 0,49. Dukungan keluarga

secara nyata berpengaruh terhadap keinovatifan, inisiatif, pengelolaan resiko, dan

daya saing. Keberadaan keluarga sangat penting dalam memberikan pembelajaran

tentang wirausaha bagi pengrajin sebab sebagian besar pengrajin memiliki orang

Page 154: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

tua dan keluarga yang telah menekuni usaha ini sebelumnya. Pembelajaran yang

diterima dari keluarga penting untuk membentuk keinovatifan, orang tua dan

anggota keluarga yang lebih tua telah terbiasa membuat pola. Pembuatan pola

mengacu pada majalah mode yang berisi iklan produk tas merek terkenal yang

kemudian diajarkan kepada anak atau keluarganya.

Pada komunitas pengrajin di Jawa Timur terdapat pemimpin informal yang

disegani yaitu tokoh agama, pengrajin yang maju, juragan, dan guru pada lembaga

pendidikan formal. Pertemuan dengan pemimpin informal terjadi pada saat

kegiatan keagamaan, kebiasaan saling berkunjung pemimpin informal juga sering

dilakukan masyarakat pengrajin. Dukungan pemimpin informal merupakan salah

satu aspek yang mempengaruhi perilaku wirausaha dengan koefisien lintas 0,42

Indikator pembentuk konstruk lingkungan kondusif memberikan pengaruh

terhadap perilaku wirausaha dan menjadi faktor penting dalam membangun

perilaku wirausaha pengrajin di Jawa Timur. Pada persamaan Lewin (Hersey,

Blanchard dan Johnson, 1996) dinyatakan bahwa perilaku merupakan fungsi dari

interaksi antara sifat individu dengan lingkungannya, persamaan ini diartikan

bahwa perilaku adalah fungsi yang ada dalam diri individu dan di luar individu

yaitu situasi.

Hal ini sejalan dengan konteks kewirausahaan yang dikembangkan oleh Bird

(2000) bahwasanya faktor lingkungan yang memiliki kekuatan yang lebih besar

adalah faktor: sosial, ekonomi, dan politik yang mendukung atau menghambat

wirausaha. Konteksnya meliputi hak cipta, modal, keyakinan dan nilai-nilai dalam

hal usaha, teknologi, sumber daya lokal, inkubator, jejaring, teman sesama

pengusaha, partner dan dukungan keluarga.

Faktor-Faktor yang Berpengaruh TerhadapTingkat Kemandirian Usaha

Pengujian terhadap hipotesis kedua penelitian ini tercantum pada Tabel 39.

Hasil uji hipotesis menunjukkan diterimanya hipotesis yang menyatakan bahwa:

”Tingkat kemandirian usaha dipengaruhi secara nyata oleh karakteristik individu,

pendukung usaha, lingkungan dan perilaku wirausaha.”

Page 155: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Faktor karakteristik individu, perilaku wirausaha, dukungan lingkungan, dan

kualitas pendukung usaha berpengaruh secara positif dan nyata terhadap tingkat

kemandirian usaha dengan koefisien lintas masing-masing sebesar 0,58, 0,56,

0,26, dan 0,20. Rendahnya tingkat kemandirian usaha pada pengrajin barang dari

kulit disebabkan oleh masih rendahnya karakteristik individu, perilaku wirausaha,

dukungan lingkungan, dan kualitas pendukung usaha.

Tabel 39. Ringkasan Hasil Uji Faktor-Faktor yang BerpengaruhTerhadap Tingkat kemandirian usaha

Peubah Bebas PeubahTerikat

Koefisien Jalur(Standardized)

StandarError

Nilai thitung

Hasil Ujiα=0,05.

R2

KarakteristikIndividu

0,58 0,12 4,67 * 0,87

PendukungUsaha

0,26 0,09 3,06 *

DukunganLingkungan

0,20 0,07 2,86 *

Tingkatkemandirianusaha

PerilakuWirausaha

0,56 0,12 4,66 *

*Nyata pada α= 0,05, t-tabel = 1,965. Tabel 39Ringkasan Hasil Uji Faktor- Faktor yang Berpengaruh Tingkat kemandirian usaha

Hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemandirian

usaha digambarkan dalam Gambar 26.

Berdasarkan Gambar 26 terlihat bahwa tingkat kemandirian usaha

dipengaruhi secara langsung oleh faktor-faktor: karakteristik individu, pendukung

usaha, dukungan lingkungan, dan perilaku wirausaha.

Page 156: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 26 Faktor-Faktor yang Berpengaruh Langsung Tingkat Kemandirian UsahaGambar 26. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Langsung

terhadap Tingkat Kemandirian Usaha

Pengaruh Faktor Perilaku Wirausaha terhadapTingkat Kemandirian Usaha

Perilaku wirausaha yang dibentuk dari faktor keinovatifan, inisiatif,

pengelolaan resiko, dan daya saing berpengaruh secara nyata terhadap

kemandirian usaha. Pada konteks pertanian, kemandirian petani akan mantap

apabila potensi petani diwarnai dengan aspek perilaku petani yang berciri

modern, efisien, dalam bisnis pertanian yang berdaya saing yang menghasilkan

kesaling tergantungan yang berkesinambungan (Sumardjo, 1999). Sedangkan

pada konteks industri kecil, kemandirian usaha di bidang kerajinan dimaknai

sebagai kemampuan pengrajin dalam kegiatan produksi, pemasaran dan

permodalan yang tidak tersubordinasi dengan pihak lain serta kemampuan

kerjasama dengan individu, kelompok atau organisasi untuk mencapai kemajuan

terbesar bersama. Kemandirian usaha yang tinggi dapat dicapai ketika pengrajin

mengelola usaha mengelola usaha dengan perilaku wirausaha yang berkualitas.

Untuk menjelaskan lebih lanjut pengaruh masing-masing aspek dalam

perilaku wirausaha terhadap tingkat kemandirian usaha adalah melalui analisis

jalur yang digambarkan pada Gambar 27.

R 2 = 0,87

KarakteristikIndividu

0,26

ζ=0,13

PendukungUsaha

DukunganLingkungan

KemandirianUsaha

0,58

0,20

PerilakuWirausaha

0,56

Page 157: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 27 Pengaruh Indikator Perilaku Wirausaha terhadap Tingkat Kemandirian Usaha

Gambar 27. Pengaruh Indikator Perilaku Wirausahaterhadap Tingkat Kemandirian Usaha

Keinovatifan pengrajin paling besar pengaruhnya terhadap tingkat

kemandirian usaha dengan koefisen lintas sebesar 0,67. Rendahnya aspek

keinovatifan pada pengrajin menyebabkan rendahnya tingkat kemandirian

permodalan, kemandirian produksi, kemandirian pemasaran, dan kemandirian

kerjasama. Keinovatifan pengrajin dalam usaha kerajinan kerajinan masih rendah

(rata-rata skor 32,5), pengrajin cenderung menerapkan cara-cara berproduksi

yang sudah mereka terapkan selama bertahun-tahun. Hal ini menyebabkan

rendahnya kemandirian produksi (rata-rata skor 47,3).

Rendahnya keinovatifan pengrajin juga menyebabkan rendahnya

kemampuan pengrajin menghasilkan produk yang memiliki unifikasi sesuai

dengan standar yang diinginkan konsumen. Keunikan ini merupakan salah satu

ciri kemandirian produksi bagi pengrajin barang dari kulit. Perkembangan

permintaan konsumen terhadap produk dari bahan kulit mengikuti perkembangan

cara-cara berpakaian masyarakat saat ini. Konsumen akan memilih produk yang

sesuai dengan mode, sehingga pengrajin yang tidak mampu menghasilkan produk

yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan konsumen kurang diminati

konsumen. Jadi keinovatifan penting bagi upaya peningkatan kemampuan

pengrajin meraih kemandirian produksi (menghasilkan produk bermutu) dan

berdaya saing.

Rendahnya faktor keinovatifan relevan dibahas bersama-sama dengan

rendahnya inisiatif, karena inisiatif juga memiliki pengaruh yang nyata terhadap

kemandirian usaha. Ketidakmampuan menghasilkan produk sesuai standar

Tingkat KemandirianUsaha

Pengelolaan Resiko

Inisiatif

Keinovatifan

0,67

0,63

0,49

0,57

Daya Saing

Page 158: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

kebutuhan konsumen disamping karena rendahnya keinovatifan, juga karena

kemampuan untuk memasuki pasar baru yang masih rendah. Hal ini ditunjukkan

dari inisiatif pengrajin untuk memprakarsai atau memulai usaha pada pangsa pasar

dan jangkauan pasar baru yang masih rendah (rata-rata 34,4 persen). Pengrajin

masih memproduksi produk yang sejenis dengan pengrajin lainnya, kemampuan

untuk segera memulai memproduksi jenis produk baru yang dibutuhkan pasar

masih rendah.

Inisiatif yang rendah ini juga berdampak pada rendahnya kemandirian

pemasaran (rata-rata skor 31,6). Pengrajin masih memiliki ketergantungan pada

agen pemasaran yang memasarkan produknya, karena belum mampu mencari

alternatif agen pemasaran baru. Agen pemasaran yang menjual produk kerajinan

berupa lembaga (koperasi dan toko eceran) dan individu (juragan dan tenaga

penjual) merupakan saluran pemasaran yang dipergunakan pengrajin untuk

memasarkan produknya. Agen pemasaran hanya memberikan pemasukan sebesar

30 persen dari nilai penjualan yang diterima. Tingginya selisih pemasukan yang

diterima pengrajin dengan yang diterima agen pemasaran mengindikasikan

ketidakberdayaan pengrajin dalam pemasaran hasil produksinya.

Apabila inisiatif pengrajin untuk memulai memasuki pangsa pasar baru atau

saluran pemasaran baru ditingkatkan, maka akan meningkatkan alternatif saluran

distribusi produknya, hal ini akan meningkatkan kemandirian pengrajin di bidang

pemasaran. Aspek inisiatif yang ditingkatkan terutama adalah terkait dengan sikap

dan ketertarikan mengidentifikasi peluang pasar dan alternatif saluran distribusi

yang ada, karena ketertarikan ini yang akan mendorong pengrajin bertindak untuk

memulai peluang usaha baru sehingga tidak tergantung pada saluran distribusi

pemasaran yang ada. Saluran distribusi pemasaran ini tidak harus berupa lembaga

yang besar tetapi individu yang berusaha di bidang eceran yang potensial dan

memiliki perputaran yang kontinyu dapat menjadi alternatif saluran distribusi baru

bagi pengrajin.

Upaya mendorong pengrajin meningkatkan keinovatifan dan inisiatif sangat

penting untuk meningkatkan kemandirian produksi dan pemasaran, pengrajin

mampu sesegera mungkin memanfaatkan peluang usaha yang ada dengan

menghasilkan produk yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan konsumen.

Page 159: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Daya saing memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap tingkat

kemandirian usaha, setelah aspek keinovatifan dan inisiatif. Pengrajin yang

berdaya saing memiliki kekuatan untuk memenangkan persaingan pasar yang

semakin banyak dimasuki oleh produk dari China dengan harga yang sangat

murah. Berdasarkan hasil wawancara, pengrajin yang memiliki keinovatifan

tinggi berupa keunikan model dan kehalusan produk yang dihasilkan tidak merasa

kesulitan menghadapi pesaing dari luar karena mereka mampu menjalin kerjasama

yang baik dengan agen pemasaran. Perilaku wirausaha yang berkualitas secara

nyata mampu membentuk kemandirian usaha pengrajin.

Pengaruh Faktor Karakteristik Individu terhadapTingkat Kemandirian Usaha

Berdasarkan Gambar 26, terlihat bahwa karakteristik individu berpengaruh

secara positif dan nyata terhadap tingkat kemandirian usaha, faktor karakteristik

individu yang rendah menyebabkan tingkat kemandirian usaha rendah. Teori

perkembangan manusia juga menyatakan bahwa faktor pribadi berpengaruh

terhadap perkembangan kemandirian individu (Salkind, 1989). Untuk

menjelaskan lebih lanjut pengaruh masing-masing aspek dalam karakteristik

individu terhadap perilaku wirausaha adalah melalui analisis jalur yang

digambarkan pada Gambar 28.

Gambar 28Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Tingkat Kemandirian Usaha

Gambar 28. Pengaruh Indikator Karakteristik Individuterhadap Tingkat Kemandirian Usaha

Tingkat KemandirianUsaha

Kebutuhan

Motivasi

Pendidikan

0,47

0,36

0,50

0,63

Aspek Gender

0,44

Komunikasi

Page 160: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Faktor intensitas komunikasi besar pengaruhnya terhadap tingkat

kemandirian usaha, yang ditunjukkan oleh tingginya pengaruh intensitas

komunikasi terhadap kemandirian (koefisien lintas 0,63). Rendahnya faktor

intensitas komunikasi pengrajin dengan aktor penyedia sumber daya usaha

(pemodal, pemasok bahan baku, agen pemasaran, dan konsumen) menyebabkan

rendahnya tingkat kemandirian usaha. Pengrajin masih rendah intensitas

komunikasinya dengan pemodal dan pemasok bahan baku, sehingga pengrajin

belum memiliki kemampuan untuk melawan tindakan subordinasi yang dilakukan

kedua aktor tersebut. Pengrajin yang melakukan pemesanan bahan baku sering

dihadapkan pada ketidakpastian dalam waktu penerimaan dan kualitas bahan.

Pengrajin masih rendah kemampuannya melawan tindakan subordinasi ini

karena tidak dimilikinya informasi yang cukup tentang keberadaan aktor penyedia

sumber daya alternatif. Terdapat ketidakseimbangan hak dan kewajiban dalam

kerjasama yang dilakukan antara pengrajin dan pemodal. Pengrajin memperoleh

modal dari juragan tetapi pengrajin memiliki kewajiban untuk mendistribusikan

produk kerajinannya kepada pemodal dengan harga yang ditentukan oleh

pemodal.

Pemenuhan kebutuhan merupakan aspek yang berpengaruh nyata terhadap

tingkat kemandirian usaha dengan koefisen lintas sebesar 0,50. Rendahnya

pemenuhan kebutuhan menyebabkan rendahnya tingkat kemandirian usaha

pengrajin, dengan kata lain pengrajin memiliki ketergantungan yang tinggi pada

aktor penyedia sumber daya usaha kerajinan, baik itu pemodal, penyedia bahan

baku, agen pemasaran, maupun konsumen.

Aspek karakteristik individu berikutnya yang memiliki pengaruh terhadap

kemandirian adalah pendidikan pengrajin, dengan koefsien lintas 0,47. Rendahnya

tingkat pendidikan pengrajin terutama pendidikan non formal menyebabkan

rendahnya kemandirian pengrajin. Pengetahun dan ketrampilan pengrajin di

bidang proses produksi masih rendah, terutama tentang mutu produk. Pengrajin

belum mengetahui standar nasional tentang mutu produk barang kerajinan dari

kulit. Pengrajin juga belum memiliki ketrampilan yang tinggi untuk menghasilkan

produk bermutu secara tepat. Hal ini disebabkan pengrajin belum pernah

mendapat sentuhan pendidikan nonformal tentang standar mutu produk.

Page 161: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengrajin pernah mendapat pendampingan tentang pengelolaan modal yang

diberikan oleh badan usaha, namun pengrajin belum pernah mendapat penyuluhan

tentang aksesibilitas sumber permodalan alternatif dan metode bekerjasama

dengan sumber permodalan. Sehingga pengetahuan tentang sumber permodalan

alternatif dan ketrampilan mengakses sumber permodalan masih rendah.

Ketrampilan mempromosikan produk dan menjual produk secara luwes yang

berorientasi pada kepuasan pelanggan adalah rendah, pengrajin belum pernah

mendapat bimbingan tentang teknik-teknik promosi, teknik menjual, dan

pengelolaan kepuasan pelanggan.

Pengrajin sering menerima tindakan subordinasi pada saat bekerjasama.

Pengrajin belum memiliki pengetahuan dan ketrampilan membuat perjanjian

secara tertulis. Sehingga ketika terjadi pelanggaran dalam perjanjian pengrajin

berada pada pihak yang lemah dan terkalahkan. Rendahnya kemandirian dalam

kerjasama ini disebabkan pengrajin belum pernah mendapat pendidikan

nonformal tentang perjanjian kerjasama. Pendidikan sangat penting bagi

peningkatan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan ketrampilan pengrajin dalam

memproduksi produk kerajinan bermutu yang sesuai dengan perkembangan

kebutuhan konsumen.

Rendahnya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam hal penggajian

dan kewajiban dalam usaha kerajinan berpengaruh terhadap kemandirian usah

adengan koefisen lintas sebesar 0,44. Hal ini terutama terjadi pada aspek

kemandirian produksi dan pemasaran. Terdapat bias gender pada usaha kerajinan

barang dari kulit, seluruh pekerjaan utama produksi dikerjakan oleh kaum laki-

laki sedangkan wanita menjadi asisten pekerjaan suami dalam produksi atau

melakukan pekerjaan sebagai tenaga penjaga toko dan pemasaran. Keterbatasan

pekerjaan wanita di bidang produksi mengurangi satu peluang dihasilkannya

produk yang bermutu, wanita bisa menyelesaikannya dengan lebih halus dan teliti.

Pengaruh Faktor Pendukung Usaha terhadapTingkat Kemandirian Usaha

Tingkat kemandirian usaha mendapat pengaruh positif yang nyata dari

pendukung usaha. Rendahnya faktor pendukung usaha yang tersedia (ketersediaan

Page 162: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

bahan baku, ketersediaan pasar, ketersediaan teknologi, dan keterjangkauan

transportasi) berpengaruh terhadap rendahnya tingkat kemandirian (permodalan,

produksi, pemasaran, dan kerjasama). Pengaruh masing-masing faktor tersebut

terhadap tingkat kemandirian pengrajin akan ditelusuri lebih lebih lanjut

berdasarkan analisis jalur pada Gambar 29.

Gambar 29Pengaruh Indikator Karakteristik Individu terhadap Tingkat Kemandirian UsahaGambar 29. Pengaruh Indikator Pendukung Usaha

terhadap Tingkat Kemandirian Usaha

Pengaruh paling besar dari aspek pendukung usaha terdapat pada faktor

ketersediaan pasar, dengan koefisien lintas sebesar 0,62. Ketersediaan pasar

kondusif bagi upaya peningkatan kemampuan pengrajin untuk memasarkan

produk sesuai dengan kebutuhan pasar dan berpengaruh kecermatan pengrajin

dalam bekerjasama dengan pihak yang terlibat dalam pendistribusian produk hasil

kerajinan. Ketersediaan pasar akan mendorong pengrajin untuk mampu membuat

dan mengembangkan desain produk sesuai dengan perkembangan permintaan

konsumen, serta memiliki unifikasi sesuai dengan standar yang diinginkan

konsumen. Terhadap aspek kemandirian kerjasama, ketersediaan pasar akan

mendorong pengrajin untuk menjalin kerjasama seluas-luasnya dengan konsumen,

penyalur, penyedia bahan baku, dan pihak yang terlibat dalam usaha kerajinan.

Ketersediaan bahan baku berpengaruh nyata terhadap peningkatan

kemandirian usaha dengan koefisien lintas sebesar 0,54. Bahan baku yang

terjamin (mutu, kuantitas, dan ketersediaannya) akan mendorong pengrajin untuk

melakukan proses produksi secara tepat waktu dan menghasilkan produk bermutu.

Tingkat KemandirianUsaha

Teknologi

Pasar

Bahan Baku

0,54

0,62

0,51

0,53

Transportasi

Page 163: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Faktor transportasi juga berpengrauh nyata terhadap tingkat kemandirian

usaha dengan koefisien lintas sebesar 0,53. Transportasi yang terjangkau oleh

pengrajin akan memfasilitasi pengrajin untuk menjangkau bahan baku, melakukan

kontak dengan penyedia sumber daya, mempercepat pendistribusian hasil

produksi penjualan, dan memberikan pelayanan yang memuaskan kepada

konsumen. Kehalusan dalam melakukan produksi ditunjang oleh ketersediaan

peralatan yaitu peralatan yang berkembang sesuai kebutuhan, harga peralatan

yang terjangkau dan kemudahan memperoleh peralatan.

Faktor penting lainnya yang berpengaruh nyata terhadap tingkat

kemandirian usaha adalah ketersediaan teknologi dengan koefsien lintas sebesar

0,51. Teknologi yang tersedia akan menjamin kelancaran proses produksi dan

mendukung pengrajinmenghasilkan produk bermutu sesuai dengan tuntutan pasar.

Pengaruh Dukungan Lingkungan terhadapTingkat Kemandirian Usaha

Dukungan lingkungan (keluarga, pemimpin informal, bimbingan pemerintah

daerah, dan organisasi non pemerintah) mempunyai pengaruh yang nyata terhadap

tingkat kemandirian usaha. Rendahnya dukungan keempat aktor tersebut terhadap

pengrajin di kedua lokasi menyebabkan rendahnya tingkat kemandirian usaha.

Aktor yang paling berperan dalam meningkatkan kemandirian usaha

pengrajin dapat dilihat dari hasil analisis jalur pada Gambar 30.

Gambar 30 Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan Tingkat Kemandirian UsahaGambar 30. Pengaruh Indikator Dukungan Lingkungan

terhadap Tingkat Kemandirian Usaha

Tingkat KemandirianUsaha

Bimbingan Pemerintah

Pemimpin Informal

Keluarga

0,35

0,42

0,63

0,61

Bimbingan OrganisasiNon Pemerintah

Page 164: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Dukungan pemerintah melalui bimbingan yang diberikan kepada pengrajin

memiliki pengaruh yang besar bagi peningkatan kemandirian usaha. Bimbingan

yang diberikan pemerintah daerah berupa pelatihan tentang ketrampilan produksi

kerajinan bermutu sehingga pengetahuan dan kemampuan pengrajin dalam

menghasilkan produk bermutu dan berdaya saing masih rendah. Pemerintah

daerah juga telah memberikan pelatihan manajemen usaha kerajinan, namun

frekuensinya masih sedikit sehingga masih banyak pengrajin yang memiliki

kemampuan yang rendah dalam mengelola usaha kerajinan. Pelatihan tentang

perjanjian kerjasama dan permodalan belum pernah dilakukan pemerintah daerah

yang menyebabkan rendahnya kemandirian di bidang kerjasama dan permodalan.

Organisasi non pemerintahan yang memberikan bimbingan kepada pengrajin

terdiri dari: badan usaha, lembaga pendidikan, lembaga penelitian, dan lembaga

swadaya masyarakat. Bimbingan yang diberikan organisasi non pemerintah

memiliki kontribusi yang besar bagi peningkatan kemandirian usaha pengrajin

dengan koefsien lintas sebesar 0,61. Pembinaan yang pernah dilakukan oleh badan

usaha berupa pendampingan terhadap pengrajin yang diberi modal. Pembinaan

dari aspek produksi berupa pelatihan produksi sepatu, tas, dan penanganan bahan

kulit dilakukan oleh badan usaha dan lembaga swadaya masyarakat, namun

pembinaan tersebut tidak berkesinambungan dan jumlah pengrajin yang mendapat

pembinaan juga masih terbatas. Oleh karena itu, rendahnya pembinaan yang

dilakukan organisasi pemerintah menyebabkan masih rendahnya tingkat

kemandirian usaha. Aspek pemasaran masih belum pernah mendapat sentuhan

pembinaan atau bimbingan baik oleh pemerintah daerah atau organisasi non

pemerintah, sehingga kemampuan pengrajin dalam menerapkan teknik pemasaran

baru, dan kecepatan menjual produk kepada konsumen dengan pelayanan bermutu

msih rendah.

Pemimpin informal pada komunitas pengrajin di kedua lokasi memiliki

kontribusi yang cukup besar bagi peningkatan kemandirian pengrajin dengan

koesfien lintas sebesar 0,42. Pengrajin maju dan pemimpin kelompok usaha pada

sentra kerajinan memberikan dukungan dalam kegiatan pengrajin berupa arahan

tentang informasi pasar, model produk, atau tentang proses produksi.

Page 165: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Dukungan faktor lingkungan yang penting berikutnya adalah dukungan yang

berasal dari keluarga dengan koefisien lintas sebesar 0,35. Pembelajaran yang

diberikan oleh keluarga lebih mudah diterima pengrajin karena mereka melihat

dan mempraktekkan langsung (learning by doing) terutama tentang proses

produksi dan pemasaran.

Faktor-Faktor yang Berpengaruhterhadap Kemajuan Usaha

Ringkasan hasil uji hipotesis ketiga yang tercantum pada Tabel 40,

menunjukkan diterimanya hipotesis yang menyatakan bahwa ”Kemajuan usaha

dipengaruhi secara langsung oleh perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian

usaha.”

Tabel 40. Ringkasan Hasil Uji Faktor-Faktor yang BerpengaruhTerhadap Kemajuan Usaha

VariabelBebas

VariabelTerikat

KoefisienJalur

(Standardized)

StandarError

Nilai thitung

HasilUji

α=0,05.

R2

PerilakuWirausaha

0,35 0,18 1,97 * 0,49KemajuanUsaha

Tingkatkemandirianusaha

0,34 0,15 2,26 *

*Nyata pada α= 0,05, t-tabel = 1,965 Tabel 40 Ringkasan Hasil Uji Faktor- Faktor yang Berpengaruh TerhadapKemajuan Usaha

Perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha berpengaruh secara

positif dan nyata terhadap kemajuan usaha, masing-masing sebesar 0,35 dan 0,34.

Rendahnya perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha menyebabkan

rendahnya tingkat kemajuan usaha. Hubungan langsung antara faktor perilaku

wirausaha dan tingkat kemandirian usaha terhadap kemajuan usaha terlihat pada

Gambar 31.

Pengaruh Faktor Perilaku Wirausahaterhadap Kemajuan Usaha

Berdasarkan Tabel 40 terlihat bahwa perilaku wirausaha berpengaruh

secara positif dan nyata terhadap kemajuan usaha. Perilaku wirausaha sangat

penting bagi peningkatan kemajuan usaha, aspek keinovatifan, inisiatif,

Page 166: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pengelolaan resiko, dan daya saing memiliki kontribusi yang besar bagi kemajuan

usaha. Stewart JR et al (1998) menilai kemajuan usaha seorang wirausahwan

berdasarkan kecemerlangan aspirasi wirausahawan dalam memandang peluang di

masa depan yang penuh resiko, hal ini dapat meningkatkan keberhasilan usaha.

Gambar 31Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Usaha

Gambar 31. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemajuan Usaha

Rendahnya tingkat kemajuan usaha disebabkan oleh rendahnya

kemampuan pengrajin untuk menghasilkan inovasi dan menerapkan inovasi

tersebut dalam usaha kerajinan kerajinannya masih rendah (rata-rata skor 32,5).

Kecenderungan menerapkan cara-cara yang sudah lama mereka terapkan,

menyebabkan kejenuhan pada model yang dihasilkan sehingga tidak sesuai lagi

dengan mode yang disukai konsumen terutama untuk produk yang berorientasi

ekspor. Lebih dari seperempat pengrajin di Kabupaten Magetan memiliki

keinovatifan rendah yang berakibat produk sepatu yang dihasilkan tidak mampu

diserap pasar secara optimal dari segi kuantitas dan jangkauan pemasaran.

Pengrajin Magetan sebagian besar memasarkan produknya untuk kebutuhan lokal

(55,3 persen). Rendahnya keinovatifan menyebabkan seperempat pengrajin

memiliki tingkat pertumbuhan usaha (penjualan, jenis produk, aktiva, volume

produksi, dan pangsa pasar) sangat rendah.

Keinovatifan (pemahaman tentang penciptaan inovasi produk, ketertarikan

untuk menciptakan inovasi, dan kecermatan menghasilkan inovasi dengan

peralatan produksi atau teknik produksi terbaru kondusif) akan meningkatkan

pertumbuhan produksi. Pengetahuan sumber informasi tentang teknik pemasaran

PerilakuWirausaha

R 2 = 0,49

ζ=0,51

KemandirianUsaha

KemajuanUsaha

0,34

0,35

Page 167: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

dan pelayanan kepada pelanggan yang inovatif akan mendorong pengrajin untuk

meningkatkan pertumbuhan penjualan.

Faktor inisiatif juga memiliki pengaruh besar terhadap tingkat kemajuan

usaha. Ketidakmampuan sebagian besar pengrajin menjangkau pasar ekspor

disamping karena rendahnya keinovatifan juga karena kemampuan untuk

memasuki pasar baru yang masih rendah yang ditunjukkan dari inisiatif pengrajin

untuk memprakarsai atau memulai usaha pada pangsa pasar dan jangkauan pasar

baru yang masih rendah (rata-rata 34,4). Upaya mendorong pengrajin

meningkatkan inisiatif sangat penting untuk meningkatkan kemampuan pengrajin

menjangkau pasar yang lebih luas terutama pasar ekspor yang baru 5 persen

dijangkau pengrajin. Kecermatan dalam memanfaatkan peluang usaha dengan

perencanaan yang matang kondusif untuk mengembangkan kecermatan dan

ketepatan mengelola usaha ecara efisien. Ketertarikan dan ketelitian dalam

mengidentifikasi peluang usaha yang didukung dengan kemampuan pengrajin

dalam mencari sumber informasi inovatif dan kecermatan dalam menghasilkan

inovasi usaha akan menjadikan usaha lebih dinamis dan produk menjadi lebih

bervariasi.

Daya saing yang dimiliki pengrajin juga berpengaruh secara nyata terhadap

tingkat kemandirian usaha. Rendahnya daya saing produk kerajinan menyebabkan

rendahnya tingkat kemandirian usaha. Pengrajin masih menggunakan standar

lokal pada produk yang dihasilkan. Secara logika, dengan jangkauan pasar yang

lebih luas akan menuntut standar mutu produk yang lebih tinggi karena persaingan

semakin luas. Produk yang menjadi pesaing tidak hanya produk lokal tapi produk

nasional bahkan internasional. Sebagai salah satu contoh, pengrajin tidak dapat

menggunakan standar ukuran sepatu untuk orang Indonesia untuk memenuhi

kebutuhan pasar Eropa atau Timur Tengah.

Pengetahuan dan pemahaman tentang cara memprediksi resiko, sikap

terhadap resiko, dan ketepatan dan kecermatan mengelola resiko masih rendah

yang menyebabkan pertumbuhan usaha dan efektivitas usaha juga rendah.

Pengrajin perlu berhati-hati dan teliti dalam menjalankan usaha secara efisien dan

efektif. Peluang usaha baru yang berhasil diidentifikasi dan dijalankan pengrajin

akan membuka kesempatan untuk meningkatkan volume penjualan dan perluasan

Page 168: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pangsa pasar. Kecermatan menemukan peluang usaha dan ketepatan memprediksi

terjadinya resiko dalam menjalankan usaha baru yang didukung perencanaan

biaya produksi yang baik akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha.

Berdasarkan hasil tersebut di atas, faktor perilaku wirausaha sangat penting

diperhatikan untuk meningkatkan kemajuan usaha pengrajin. Pengrajin yang

berkualitas perilaku wirausaha sangat kondusif untuk dapat meraih kemajuan

usaha. Variabel tersebut penting untuk dikembangkan melalui program

pemberdayaan masyarakat. Sehingga pengrajin mampu meraih pertumbuhan

usahanya serta dapat bekerja secara efisien dan efektif. Hasil temuan ini relevan

dengan temuan Perry et al (2001), Adnyana (2004), dan Steier (2000).

Pengaruh Faktor Tingkat KemandirianUsaha terhadap Kemajuan Usaha

Kemandirian usaha berpengaruh secara positif dan nyata terhadap kemajuan

usaha. Rendahnya kemajuan usaha (pertumbuhan usaha, efektivitas usaha, dan

efisiensi usaha) dengan rata-rata skor 35,9 disebabkan oleh rendahnya tingkat

kemandirian usaha (kemandirian permodalan, produksi, pemasaran, dan

kerjasama) dengan rata-rata skor 37,8.

Pertumbuhan usaha yang rendah (terutama faktor pertumbuhan volume

produksi) disebabkan oleh kemandirian produksi yang rendah (ketrampilan proses

produksi). Pengrajin masih belum mampu mencapai tingkat pertumbuhan

produksi yang tinggi karena ketepatan dalam menjalankan tahapan produksi masih

rendah, pengrajin masih belum membuat perencanaan jumlah barang yang akan

diproduksi sehingga tidak bisa selesai tepat waktu.

Efek kemandirian produksi yang rendah juga berpengaruh pada rendahnya

efisiensi waktu. Pengrajin memiliki keterbatasan akses terhadap peralatan besar

(mesin pres, pemotong, dan seset) yang tidak dimilikinya dengan menyewa pada

pengrajin lain sehingga menimbulkan waktu menganggur.

Faktor kemandirian permodalan yang dimiliki pengrajin masih rendah, hal

ini menyebabkan rendahnya kemajuan usaha. Pemahaman tentang pengelolaan

modal, sikap hemat dalam mengelola modal, dan ketepatan mengakses sumber

Page 169: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

permodalan alternatif masih rendah, sehingga pertumbuhan usaha menjadi rendah,

terutama pertumbuhan volume produksi dan pertumbuhan aktiva.

Rendahnya pertumbuhan usaha (pertumbuhan penjualan dan perkembangan

pangsa pasar) disebabkan oleh kemandirian pemasaran pengrajin yang masih

rendah. Kemandirian pemasaran pengrajin masih belum kondusif untuk

meningkatkan volume penjualan dan menjangkau pasar yang lebih luas terutama

pasar ekspor. Pengrajin masih rendah dalam ketanggapan terhadap perkembangan

teknik menjual, promosi produk kerajinan dan keluwesan dalam memberikan

pelayanan yang memuaskan pelanggan sehingga pencapaian target penjualan dan

perkembangan pangsa pasar masih rendah.

Kemandirian kerjasama yang rendah juga menyebabkan kemajuan usaha

yang rendah. Kemampuan pengrajin dalam melakukan kerjasama dengan pihak

yang berkaitan dengan bidang usaha kerajinan (pemodal, pemasok bahan baku,

agen pemasaran, dan konsumen) masih rendah sehingga pertumbuhan usaha

terutama perkembangan pangsa pasar, pertumbuhan penjualan dan pertumbuhan

aktiva menjadi rendah. Pengrajin belum mampu membuat perjanjian dalam

kerjasama dan belum mampu memposisikan dirinya sebagai mitra yang sejajar

dengan aktor terkait sehingga timbul tindakan subordinasi oleh aktor tersebut.

Sikap percaya diri pengrajin dalam menjalin kerjasama masih rendah,

sehingga menghambat perkembangan jangkauan pemasaran. Pengrajin belum

mampu memperluas akses jaringan kerjasama, jika pengrajin mampu maka

semakin luas dan semakin banyak alternatif jaringan kerjasama yang dimiliki

pengrajin akan semakin tinggi kemampuan mencapai pertumbuhan usaha dan

semakin tinggi pencapaian target usaha.

Faktor-Faktor yang Berpengaruhterhadap Keberlanjutan Usaha

Kemajuan usaha yang dicapai oleh pengrajin diuji pengaruhnya terhadap

tingkat keberlanjutan usaha. Ringkasan hasil uji hipotesis yang tersebut pada

Tabel 41 menunjukkan bahwa hipotesis ”Keberlanjutan usaha dipengaruhi secara

langsung oleh kemajuan usaha” diterima.

Page 170: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Tabel 41. Ringkasan Hasil Uji Pengaruh Kemajuan Usahaterhadap Keberlanjutan Usaha

VariabelBebas

VariabelTerikat

KoefisienJalur

(Standardized)

StandarError

Nilai thitung

HasilUji

α=0,05.

R2

KeberlanjutanUsaha

KemajuanUsaha

0,76 0,09 8,46 * 0,57

*Nyata pada α= 0,05, t-tabel=1,965. Tabel41 Ringkasan Hasil Uji Pengaruh Kemajuan Usaha Keberlanjutan Usaha

Kemajuan usaha berpengaruh secara positif dan nyata terhadap

keberlanjutan usaha sebesar 0,76. Rendahnya keberlanjutan usaha disebabkan

rendahnya tingkat kemajuan usaha yang diraih pengrajin dari satu periode ke

periode. Usaha yang senantiasa tumbuh dari aspek penjualan, keuntungan dan

modal yang dimiliki serta berjalan secara efektif dan efisien mampu

meningkatkan keberlanjutan usahanya pada masa mendatang. Hubungan langsung

kemajuan usaha terhadap keberlanjutan usaha terlihat pada Gambar 32.

Gambar 32Pengaruh Kemajuan Usaha terhadap Keberlanjutan UsahaGambar 32. Pengaruh Kemajuan Usaha terhadap Keberlanjutan Usaha

Rendahnya keberlanjutan usaha disebabkan oleh rendahnya tingkat

kemajuan usaha. Hampir setengah pengrajin (43 persen) memiliki kontinyuitas

produksi rendah yang disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan usaha, efektivitas,

dan efisiensi usaha. Pengrajin kurang tanggap terhadap pentingnya perencanaan

dan penyusunan target produksi. Jumlah barang yang akan diproduksi ditentukan

dengan pendekatan tradisional, jumlah yang diproduksi pada bulan ini sama

dengan jumlah yang diproduksi pada bulan lalu, tanpa melakukan prediksi atau

Kemajuan Usaha

Keberlanjutan usaha

0,76

ζ=0,43

Page 171: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

perencanaan produksi. Ketanggapan pengrajin terhadap tingkat kekerapan hasil

produksi pada masa yang akan datang masih rendah dan pengrajin kurang proaktif

pada kelancaran proses produksi.

Sikap pengrajin dalam mengantisipasi tercapainya kontinyuitas produksi

berupa kelancaran proses produksi, meningkatnya mutu produk dan terpenuhinya

kebutuhan konsumen akan produk kerajinan yang bermutu masih rendah, hal ini

disebabkan pertumbuhan usaha masih rendah dan pengrajin belum menjalankan

usahanya secara efektif dan efisien.

Tingkat kontinyuitas penjualan cenderung rendah, hampir setengah

pengrajin (43 persen) memiliki kontinyuitas penjualan rendah dan sangat rendah.

Rendahnya kontinyuitas penjualan disebabkan oleh rendahnya pertumbuhan usaha

(pertumbuhan penjualan dan perkembangan jenis produk kerajinan) dan

efektivitas (pencapaian target penjualan) yang rendah.

Kesadaran akan pentingnya pelayanan bermutu dalam usaha kerajinannya

masih rendah. Penerapan standar mutu produk yang berlaku di pasar masih

rendah, standar yang digunakan sebatas kemampuan yang dimiliki dan masih

rendah penerapan prinsip-prinsip pelayanan yang memberikan kepuasan pada

pelanggan.

Peningkatan dan diversifikasi produk kerajinan yang dihasilkan dicapai

pengrajin pada kondisi saat ini dengan sebelumnya akan mendorong sikap

proaktif pengrajin untuk dapat memenuhi selera konsumen atas produk kerajinan

pada masa yang akan datang. Sikap proaktif atas kontinyuitas penjualan ini masih

rendah terutama dalam hal membuat perencanaan biaya dan target penjualan,

peningkatan pelayanan, dan kesadaran melakukan promosi.

Rata-rata kontinyuitas penjualan sedang (rata-rata 59,5), hal ini

ditunjukkan oleh oleh pencapaian target produksi dan penjualan yang rendah.

Pengrajin masih lemah dalam hal mengantisipasi terpenuhinya input bahan baku

dengan jumlah yang tepat dan memiliki mutu yang sesuai dengan kebutuhan dan

selera konsumen pada masa karena pertumbuhan volume produksi dan penjualan

masih rendah. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan usaha maka akan

meningkatkan semangat pengrajin untuk mengantisipasi keterpenuhan bahan baku

dengan membuat perencanaan persediaan, pengendalian persediaan, dan mutu

persediaan.

Page 172: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Model Persamaan Struktural Keberdayaan Pengrajin

Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pengrajin masih memiliki

keberdayaan yang rendah, hal ini ditunjukkan dengan perilaku wirausaha dan

tingkat kemandirian usaha yang rendah. Perilaku wirausaha (tingkat keinovatifan,

inisiatif, pengelolaan resiko dan daya saing) pengrajin adalah rendah. Pengrajin

lebih sering menerapkan cara-cara berusaha yang telah ada dan mencoba

menerapkan inovasi setelah pengrajin lain menerapkannya. Kecenderungan yang

terjadi pada pengrajin adalah memproduksi barang yang sejenis dengan pengrajin

yang lain. Mereka kurang merespon peluang usaha baru karena takut mengalami

kerugian atau kegagalan. Sebagian besar pengrajin hanya berupaya menjual

produk semampunya, seperti yang telah dicapai pada hari-hari sebelumnya.

Tingkat kemandirian usaha (permodalan, proses produksi, kerjasama dan

pemasaran) masih rendah. Pengrajin mengelola modal dengan pertimbangan

jangka pendek dan belum memiliki orientasi mengakumulasikan keuntungan

dalam investasi modal. Pada aspek permodalan pengrajin juga kurang proaktif

dalam mencari sumber permodalan alternatif. Pengrajin menghasilkan produk

dengan menggunakan pola yang sudah ada yang telah lama mereka pergunakan

dengan mengacu pada standar internal. Kemampuan memodifikasi peralatan agar

sesuai dengan kebutuhan pasar masih belum banyak dilakukan. Kemandirian

kerjasama belum dicapai pengrajin karena mereka melakukan kerjasama dalam

lingkup yang masih terbatas, sehingga tidak jarang mereka menerima tindakan

subordinasi karena tidak mampu mencari alternatif lain. Orientasi kerjasama juga

masih dalam tujuan keuntungan jangka pendek sehingga kurang kontinyu.

Berdasarkan kondisi perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha

pengrajin yang dijelaskan di atas, tampak bahwa pengrajin masih belum berdaya

dalam menjalankan usaha kerajinannya. Oleh karena itu dibutuhkan suatu model

pemberdayaan bagi pengrajin, sehingga pada masa mendatang diperoleh pengrajin

yang berdaya dan mampu meraih kemajuan dan keberlanjutan usahanya. Hasil

model persamaan struktural secara keseluruhan (overall) yang digunakan dalam

menguji hipotesis satu sampai dengan hipotesis empat dievaluasi lebih lanjut

untuk mengkonfirmasi layak-tidaknya model teoritis yang diajukan untuk

menduga hipotesis penelitian. Menurut Ferdinand (2002) suatu model dikatakan

Page 173: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

fit atau sesuai dengan data apabila matriks kovarian sampel tidak berbeda dengan

estimasi matrik kovarians populasi yang dihasilkan. Sehingga model baik untuk

digunakan menduga populasi. Nilai Goodness-of-Fit Index (GFI) merupakan

ukuran kesesuaian model secara deskriptif. Dalam penelitian ini nilai GFI adalah

sebesar 0,93 atau lebih besar dari 0,90 yang mengindikasikan model fit atau

model dapat diterima. Nilai GFI ini juga menunjukkan bahwa 93 persen data

penelitian mampu menerangkan kenyataan di lapangan.

Model persamaan struktural digunakan sebagai landasan untuk

merumuskan model pemberdayaan pengrajin menuju kemajuan dan keberlanjutan

usaha. Pengujian hipotesis telah membuktikan bahwa secara empiris pada

komunitas pengrajin faktor-faktor karakteristik individu, pendukung usaha, dan

lingkungan berpengaruh nyata terhadap keberdayaan pengrajin (perilaku

wirausaha dan tingkat kemandirian usaha). Keberdayaan pengrajin berpengaruh

secara nyata terhadap kemajuan usaha yang menjadi faktor penentu keberlanjutan

usaha pengrajin di masa depan. Faktor-faktor penentu keberdayaan pengrajin

menuju kemajuan dan keberlanjutan usaha tersusun dalam model persamaan

struktural (SEM) pada Gambar 33.

Gambar 33Model Persamaan Struktural Keberdayaan Pengrajin* Nyata pada α= 0,05.Jalur Strategis: Karakteristik Individu Perilaku Wirausaha Tingkat kemandirian usahaTingkat kemajuan usaha Keberlanjutan usaha

Gambar 33. Model Persamaan Struktural Keberdayaan Pengrajin

ζ=0,13

KarakteristikIndividu

PendukungUsaha

DukunganLingkungan

KemandirianUsaha

PerilakuWirausaha

KemajuanUsaha

KeberlanjutanUsaha

0,34*

0,35*

ζ=0,51

ζ=0,22 ζ=0,43

0,26*

0,58*

0,39*

0,20*

0,050,50*

0,56*0,76*

Keberdayaan Pengrajin

Page 174: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Model persamaan struktural keberdayaan pengrajin pada Gambar 33

menunjukkan bahwa faktor-faktor dalam karakteristik individu (pendidikan,

motivasi, pemenuhan kebutuhan, intensitas komunikasi, dan aspek gender)

memiliki peran strategis untuk memberdayakan pengrajin yaitu meningkatkan

kualitas perilaku wirausaha dan kemandirian usahanya. Peningkatan keberdayaan

pengrajin ini didukung oleh lingkungan dan pendukung usahanya. Terdapat nilai

residu (ζ) yang merupakan faktor di luar model yang diduga berpengaruh terhadap

keberdayaan, kemajuan, dan keberlanjutan usaha pengrajin. Berdasarkan hasil

wawancara dengan pengrajin, iklim usaha merupakan salah satu faktor yang

diduga berpengaruh terhadap keberdayaan pengrajin.

Hasil penelusuran melalui analisis jalur dari indikator yang ada pada

karakteristik individu pada Tabel 38 menunjukkan bahwa faktor pendidikan dan

motivasi merupakan faktor strategis yang menentukan kualitas perilaku

wirausaha, terutama setelah melalui pemenuhan kebutuhan dan intensitas

komunikasi. Seyogyanya pemberdayaan diarahkan pada upaya memotivasi

pengrajin dan menambah intensitas penyuluhan guna meningkatkan perilaku

wirausahanya melalui komunikasi yang intensif antara penyuluh dan aktor yang

terlibat dalam pemberdayaan. Dukungan lingkungan (keluarga, pemimpin

informal, bimbingan pemerintah daerah, dan bimbingan organisasi non

pemerintah) secara nyata berpengaruh terhadap perilaku wirausaha, terutama yang

diperankan oleh pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah, sehingga

keterlibatan kedua aktor tersebut secara intensif sangat diperlukan untuk

meningkatkan kualitas perilaku wirausaha.

Penelitian ini juga mengkaji lebih lanjut pengaruh keberdayaan pengrajin

pada kemajuan dan keberlanjutan usaha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

kemajuan usaha secara nyata dan positif dipengaruhi oleh keberdayaan pengrajin

yaitu perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usahanya. Kemajuan usaha

masih rendah (rata-rata skor 37,8), ini terjadi karena keberdayaan pengrajin masih

rendah (perilaku wirausaha rendah dengan rata-rata skor 33,8 dan tingkat

kemandirian usaha rendah dengan rata-rata skor 35,9). Kemajuan usaha yang

masih rendah berdampak pada masih banyaknya usaha pengrajin yang memiliki

tingkat keberlanjutan yang rendah.

Page 175: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pengembangan kemandirian usaha perlu dilakukan melalui peningkatan

perilaku wirausaha pengrajin terutama pada aspek keinovatifan, inisiatif, dan daya

saing bagi pengrajin. Hal ini telah dibuktikan melalui analisis jalur pengaruh

indikator perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha pada Gambar 27.

Selain itu, juga sangat ditentukan oleh karakteristik individu (intensitas

komunikasi, pemenuhan kebutuhan, pendidikan, motivasi, dan aspek gender) dan

dukungan lingkungan. Dukungan lingkungan perlu mendapat perhatian serius

terutama bimbingan pemerintah daerah, bimbingan organisasi non pemerintah,

keluarga, dan pemimpin informal. Pendukung usaha juga perlu mendapat

perhatian terutama pada aspek pasar, bahan baku, transportasi, dan teknologi.

Faktor strategis penentu keberdayaan pengrajin pada kedua lokasi adalah

sama yaitu faktor karakteristik individu dan lingkungan, namun penekanan

pengembangan masing-masing faktor berbeda. Model persamaan struktural

keberdayaan pengrajin Sidoarjo disajikan pada Gambar 34.

Gambar 34Model Keberdayaan Pengrajin di Sidoarjo

* Nyata pada α= 0,05.Jalur Strategis: Karakteristik Individu Perilaku Wirausaha Tingkat kemandirian usahaTingkat kemajuan usaha Keberlanjutan usaha

Gambar 34. Model Keberdayaan Pengrajin di Sidoarjo

Pengembangan dukungan lingkungan menjadi faktor selanjutnya yang

perlu diperhatikan untuk meningkatkan keberdayaan pengrajin di Sidoarjo

terutama melalui bimbingan organisasi non pemerintah dan bimbingan pemerintah

daerah. Faktor keluarga dan pemimpin informal memiliki peran yang seimbang,

KarakteristikIndividu

0,14*PendukungUsaha

DukunganLingkungan

TingkatKemandirian

Usaha

0,42*

0,12* PerilakuWirausaha

0,49*

ζ=0,04

TingkatKemajuan

Usaha

KeberlanjutanUsaha

0,28*

0,44*

0,28*

0,35* 0,36*

ζ=0,09

ζ=0,06 ζ=0,41

0,77*

Keberdayaan Pengrajin

Page 176: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

sehingga kedua-duanya sama diperlukan untuk meningkatkan keberdayaan

pengrajin. Adapun model persamaan struktural keberdayaan pengrajin Magetan

disajikan pada Gambar 35.

Gambar35Model Keberdayaan Pengrajin di Magetan* Nyata pada α= 0,05.Jalur Strategis: Dukungan Lingkungan Perilaku Wirausaha Tingkat kemandirian usahaTingkat kemajuan usaha Keberlanjutan usaha

Gambar 35. Model Keberdayaan Pengrajin di Magetan

Rendahnya keberdayaan pengrajin di Magetan perlu ditingkatkan melalui

pengembangan dukungan lingkungan terutama melalui bimbingan pemerintah

daerah. Intervensi yang dilakukan oleh pemerintah daerah penting untuk

mengembangkan perilaku wirausaha pengrajin yang masih rendah.

Pengembangan perilaku wirausaha dan intervensi yang dilakukan pemerintah

daerah akan meningkatkan kemandirian pengrajin. Keterlibatan organisasi non

pemerintah dan keluarga juga penting bagi peningkatan keberdayaan pengrajin

Magetan yang memiliki hubungan yang kuat antar sesama anggota keluarga yang

secara sinergis mendukung kegiatan usaha kerajinan.

Perhatian yang serius terhadap karakteristik individu pengrajin mampu

meningkatkan perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha pengrajin

Magetan. Faktor karakteristik individu yang mempunyai kontribusi paling penting

bagi keberdayaan pengrajin Magetan adalah pendidikan pengrajin. peningkatan

pendidikan pengrajin terutama pada aspek pendidikan non formal mampu

meningkatkan keberdayaan pengrajin.

KualitasPribadi

0,04

ζ=0,17

PendukungUsaha

DukunganLingkungan

TingkatKemandirian

Usaha

0,21*

0,35* PerilakuWirausaha

0,42*

TingkatKemajuan

Usaha

KeberlanjutanUsaha

0,36*

0,31*0,33*

0,060,29*

ζ=0,25

ζ=0,05 ζ=0,51

0,70*

Keberdayaan Pengrajin

Page 177: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Visi, Misi dan Strategi Pengembangan Industri Kecil

Visi Pengembangan Industri Kecil

Pengembangan industri kecil diorientasikan kepada visi agar menjelang

tahun 2020 dapat terwujud industri kecil berbasis ekonomi kerakyatan yang maju,

kompetitif, mandiri dan berperan secara berarti sebagai basis dan salah satu motor

penggerak bagi pengembangan sektor industri secara keseluruhan (Deperindag,

2002).

Memperhatikan visi tersebut, maka yang dibangun oleh pemerintah adalah

aspek industri kecilnya agar menjadi tumpuan utama kehidupan ekonomi

masyarakat di sektor industri, menjadi penyedia lapangan kerja ataupun sumber

penghidupan yang luas dengan sumbangan nilai tambah yang besar.

Menurut O’Connor (1996) visi atau wawasan adalah lampu jarak jauhyang dapat memberikan arah untuk setiap upaya. Jika visi ini jelas dancemerlang, maka perhatian orangpun akan tertarik dan minat sertapengetahuannya akan terangsang. Bahkan sekalipun rinciannya tersamar atautidak jelas, maka visi dapat digunakan sebagai pengikat.

Nilai-nilai filosofis yang dijadikan acuan atau landasan perilaku dari setiap

pelaku pengembangan industri kecil demi tercapainya tujuan yang ditetapkan

tersirat dalam pernyataan “industri kecil sebagai motor penggerak

pengembangan”, yang diartikan sebagai suatu kondisi industri kecil pada saat

menjelang 2020 merupakan segmen industri yang (bersama-sama dengan segmen

lainnya) telah berkemampuan mendinamisasi dan memajukan dirinya sendiri

bekerja bersama-sama dengan segmen usaha dan pemerintah tanpa saling

membebabni Hal ini sejalan dengan falsafah penyuluhan “helping people to help

them selves”. Bahwasanya pengembangan industri kecil diarahkan pada upaya

memberi kemampuan pada industri kecil untuk menolong dirinya sendiri, namun

di dalam visi tersebut tidak tercantum secara jelas adanya aspek pendidikan dalam

kegiatan pengembangan industri kecil, sehingga masih belum relevan dengan

konteks penyuluhan.

Misi Pengembangan Industri Kecil

Page 178: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Misi pengembangan industri kecil adalah memperluas penciptaan lapangan

kerja melalui penciptaan dan pengembangan lapangan berusaha, meningkatkan

pendapatan masyarakat luas secara lebih merata, menyebarkan kegiatan

pembangunan dengan seoptimal mungkin mendayagunakan sumberdaya dalam

negeri (indigeneous resources) secara efisien dalam rangka pendalaman struktur

industri atas prinsip pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan,

meningkatkan ekspor, serta menjadikan industri kecil sebagai wahana bagi

pelestarian dan pengembangan seni-budaya bangsa (Deperindag, 2002).

Misi berisi penjabaran visi ke dalam kegiatan operasional yang nyata

untuk mendorong tercapainya tujuan. Untuk mewujudkan industri kecil berbasis

ekonomi kerakyatan yang maju, kompetitif, mandiri dan berperan sebagai basis

dan motor pengembangan tidak hanya dapat dicapai dengan penciptaan dan

pengembangan lapangan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat luas

secara lebih merata sebab berdasarkan hasil penelitian ini terbukti bahwa aspek

karakteristik individu dan intervensi lingkungan secara nyata berpengaruh

terhadap kemandirian usaha. Misi pengembangan belum mencantumkan aspek

sumber daya manusia dan industri kecil yaitu pengelola usaha atau pengrajinnya.

Tujuan Pengembangan Industri Kecil

Deperindag (2002) menetapkan tujuan dilakukannya pengembangan

Industri Kecil adalah untuk mewujudkan kemajuan pembangunan industri berupa:

(1) Meningkatnya kesempatan berusaha, kesempatan kerja, dan pendapatan

masyarakat secara lebih merata. Hal tersebut ditandai dengan meningkatnya

jumlah unit usaha, sentra produksi, lapangan kerja, output, serta nilai

tambah yang dihasilkan.

(2) Terwujudnya struktur industri yang kuat, yang ditandai dengan tingginya

keterkaitan antara industri kecil dengan industri menengah dan dengan

industri besar. Hal tersebut juga ditandai dengan berkembangnya industri

pendukung skala kecil menengah, berkurangnya impor suku cadang,

komponen dan bahan baku, serta meningkatnya penggunaan hasil produksi

dalam negeri.

Page 179: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(3) Semakin banyaknya industri kecil yang berbasis pada hasil karya intelektual

yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (knowledgebased) yang ditandai

dengan meluasnya penggunaan teknologi informasi yang dapat

mendinamisasi bisnis industri kecil, serta tumbuhnya industri kecil

menengah software komputer (beserta komponen hardwarenya), serta

industri yang berbasis bio-teknologi.

(4) Meningkatnya persebaran industri kecil ke berbagai daerah di luar Pulau

Jawa, khususnya daerah terpencil dan daerah perbatasan, yang berarti akan

mendorong pemerataan kegiatan pembangunan, penggairahan kehidupan

dan pertumbuhan ekonomi daerah, serta memperkecil kesenjangan sosial

antar daerah maupun dengan masyarakat di negara tetangga.

(5) Meningkatnya ekspor produk industri kecil, baik dalam nilai, dalam ragam

jenis produk yang semakin bergeser ke arah produk industri hilir, produk

industri yang berteknologi/bernilai tinggi, maupun dalam pangsa saham

kontribusinya terhadap nilai ekspor nasional.

(6) Terwujudnya upaya pelestarian dan pengembangan seni-budaya melalui

kegiatan produktif yang bernilai ekonomis, yang ditandai dengan lestarinya

berbagai produk seni dan budaya utamanya yang berciri khas daerah dan

mempunyai nilai sejarah maupun nilai seni yang tinggi, sehingga kekayaan

seni dan budaya nasional tersebut sekaligus dapat berkembang karena dapat

dijadikan sumber penghidupan bagi masyarakat secara berkesinambungan.

Memperhatikan keenam tujuan pengembangan industri kecil yang

dicanangkan oleh pemerintah yang dalam hal ini adalah Departemen

Perindustrian, maka terlihat bahwa tujuan lebih diarahkan pada upaya mendorong

produktivitas dengan terwujudnya struktur industri yang kuat, penyebaran industri

kecil ke beberapa daerah di luar Pulau Jawa, dan peningkatan orientasi ekspor.

Pengembangan industri kecil juga ditujukan untuk menciptakan lapangan

kerja dan pendapatan masyarakat, namun aspek kualitas sumber daya manusianya

terutama peningkatan perilaku wirausaha dan kemandirian usaha belum menjadi

salah satu tujuan pengembangan, padahal kedua aspek ini secara nyata

berpengaruh terhadap kemajuan usaha yang diukur dari peningkatan pendapatan

dan keuntungan industri kecil. Selain itu aspek keberlanjutan usaha belum

Page 180: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

menjadi salah satu tujuan pengembangan industri kecil, meskipun di Pulau Jawa

memiliki populasi industri kecil dalam jumlah yang besar, namun hasil penelitian

ini menunjukkan bahwa aspek keberlanjutan usahanya masih rendah.

Misi Pengembangan Industri KecilBarang dari Kulit

Misi pengembangan industri kecil barang dari kulit yang termasuk dalam

kelompok industri kecil berorientasi ekspor adalah untuk :

(1) Meningkatkan nilai perolehan devisa bersih (net foreign currency gain) dan

sekaligus meningkatkan kontribusi ekspornya terhadap ekspor nasional.

(2) Memberikan motivasi dan semangat orientasi ekspor kepada semua pelaku

industri nasional khususnya industri kecil, dengan memacu peningkatan mutu

dan kapasitas pemasokan tepat waktu.

(3) Menjadi wahana untuk peningkatan penggunaan teknologi, termasuk

teknologi informasi.

(4) Menjadi motor penghela bagi kemajuan/modernisasi industri kecil, dengan

tujuan untuk memperluas lapangan kerja dan meningkatkan sumbangan nilai

tambah bagi ekonomi.

(5) Mendorong industri kecil yang memiliki kemampuan diversifikasi produk

ekspor yang bernilai tambah lebih tinggi.

(6) Memacu industri kecil lainnya untuk meningkatkan daya saing.

(7) Memperluas lapangan kerja.

(8) Menciptakan hubungan bisnis (networking) antara industri kecil lokal dengan

pemasok dunia.

Strategi Umum Pengembangan Industri KecilBarang dari Kulit

Pengembangan industri kecil berorientasi ekspor diarahkan untuk

meningkatkan volume dan nilai ekspor industri kecil, baik yang selama ini secara

potensial mempunyai kinerja ekspor yang tinggi maupun produk-produk yang

berpotensi dapat diekspor melalui peningkatan berbagai faktor internal dan

eksternal perusahaan agar dayasaingnya di luar negeri meningkat. Selain itu juga

Page 181: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

akan didorong kemampuan mengakses pasar ekspor dalam rangka membantu

persaingan pasar ekspor yang semakin ketat.

Pengembangan industri kecil orientasi ekspor diarahkan untuk menggeser

basis dayasaing ekspor industri kecil dari resoursed-based dan labour-based

industries ke arah knowledged-based industries menuju ke pembentukan

keunggulan kompetitif. Kemajuan yang ingin dicapai ini antara lain akan

ditunjukkan dengan porsi saham nilai ekspor industri kecil yang semakin

membesar terhadap nilai outputnya, serta indikator daya saing komparatif

terhadap produk sejenis dari negara lain.

Strategi umum pengembangannya mengikuti prinsip demand-pull dan

supply-push strategy dengan mengutamakan muatan pembinaan dari aspek

teknologi mutu, sistim perangsang, pemberdayaan manajerial khususnya dari

aspek fasilitasi dan pengembangan jaringan ekspor, serta dukungan sumberdaya/

pendanaan. Peningkatan permintaan pasar (pull factors) dilakukan dengan cara:

(a) Membuka outlet-outlet pemasaran untuk produk ekspor di dalam dan luar

negeri.

(b) Meningkatkan bisnis intelejen dan marketing di luar negeri.

(c) Meningkatkan promosi dan pemasaran melalui pameran di luar negeri dan

pameran internasional di dalam negeri

(d) Melakukan kemitraan usaha dengan trader/eksportir besar

(e) Memperbaiki iklim usaha perdagangan luar negeri agar para pedagang

eceran dengan mudah dan murah keluar masuk Indonesia.

(f) Peningkatan intensitas komunikasi dengan Departemen Perindustrian

Peningkatan kemampuan produksi perusahaan (push factors) dilakukan melalui

(a) Meningkatkan produktivitas dan effisiensi perusahaan industri kecil

(b) Meningkatkan kemampuan teknis produksi industri kecil melalui service

centre, Bisnis Development Centre, maupun bantuan langsung ke

perusahaan.

(c) Meningkatkan kemampuan diversifikasi produk dan berkembangnya

desain/ produk baru

(d) Fasilitasi permodalan ( modal investasi dan modal kerja).

(e) Peningkatan manajemen mutu ditingkat perusahaan.

Page 182: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Aspek produktivitas juga masih menjadi hal yang penting pada misi dan

strategi pengembangan kelompok industri kecil barang dari kulit, aspek SDM

pengrajin belum banyak dibahas dalam misi tersebut.

Kebijakan Pengembangan Industri Kecil

Pemerintah menetapkan kebijakan pengembangan industri kecil yang

pelaksanaannya akan didukung bersama oleh semua pihak/instansi terkait, serta

tersusun dari komponenkomponen kebijakan yang universal (kebijakan dan

strategi yang bersifat spesifik bagi industri kecil terletak pada kadar kepedulian di

tiap komponen kebijakan, serta bentuk langkah dan program spesifik dalam

strategi pembinaannya,misalnya diprioritaskannya pengolahan SDA dan karya

seni tradisional di masing-masing daerah (fokus pembinaan), insentif khusus,

prioritas pemberdayaan untuk industri kecil, bantuan teknik, kampanye penyatuan

visi tentang keberpihakan industri kecil semua instansi, dan proyek-proyek

spesifik industri kecil) yaitu :

(1) Menggariskan prioritas sektoral pengembangan industri kecil melalui

pemilihan jenis-jenis industri yang dijadikan fokus pengembangan, untuk

dijadikan acuan prioritas bagi aparat pembina secara terpadu/lintas instansi,

baik di pusat maupun di daerah, di mana pilihan jenis industri dan komoditi

yang akan dikembangkan disesuaikan dengan kecocokan potensi dan prospek

tumbuh di daerah pengembangan yang bersangkutan, dengan mengutamakan

pengembangan ke daerah luar Pulau Jawa, khususnya daerah terpencil,

wilayah perbatasan dan kawasan timur Indonesia.

(2) Melakukan kegiatan pemberdayaan agar para pelaku industri kecil:

(a) Mempunyai wawasan dan jiwa wirausaha yang ulet, patriotik (cinta

produk dalam negeri), dan profesional.

(b) Mampu mengidentifikasi, mengembangkan ataupun memanfaatkan

peluang usaha.

(c) Mampu mendayagunakan sumberdaya produktif dan mengakses pasar

(lokal, dalam negeri maupun ekspor).

(d) Mempunyai kemampuan manajemen usaha, keahlian dan ketrampilan

teknis/teknologis.

Page 183: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(e) Mampu membangun daya saing (berwawasan efisiensi, produktivitas dan

mutu, proaktif-kreatif-inovatif).

Pemberdayaan terhadap institusi (instansi-instansi teknis pembina, lembaga

litbang industri, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga keuangan, dunia

usaha, LSM, politisi, tokoh masyarakat, dan sebagainya) yang berkaitan

dengan pengembangan industri kecil juga dilakukan agar mereka :

(a) Mempunyai komitmen kuat untuk memajukan industri kecil yang

diwujudkan dalam bentuk pemberian perhatian, alokasi sumberdaya/dana,

upaya dan waktu yang lebih banyak untuk pengembangan industri kecil.

(b) Mempunyai wawasan konseptual untuk membuat program pengembangan

industri kecil yang berdayaguna dan berhasilguna.

(c) Bersikap konsisten dalam semangat keterpaduan untuk secara bersama

mendukung/melaksanakan program pengembangan industri kecil sesuai

dengan peran, fungsi dan tugas masing-masing.

(3) Mengembangkan iklim usaha yang lebih mendorong, melindungi dan

memberikan keleluasaan lebih besar kepada para pebisnis industri kecil untuk

tumbuh berkembang maju. Komponen iklim usaha yang bersifat teknis

utamanya adalah :

(a) Kepastian hukum dan kejelasan/kesederhanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang kondusif dan tidak membebani ekonomi.

(b) Tersedia cukupnya prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi

(investasi publik maupun swasta).

(c) Sistim insentif yang secara efektif dapat merangsang kegairahan ekonomi

melalui industri kecil.

(d) Kebijakan makro ekonomi yang menunjang, khususnya dari segi

ketersediaan dan kemudahan akses permodalan, suku bunga yang relatif

rendah, kestabilan nilai tukar valuta asing, dan sebagainya.

(e) Bantuan teknik dan subsidi pemerintah untuk program prioritas.

(f) Citra aparat pembina/fasilitator yang bersih (good governance).

(4) Meningkatkan pemberian layanan prima (fasilitasi) kepada pelaku industri

kecil, baik layanan administratif (perijinan/pencatatan/legalisasi/ketetapan

fasilitas/ rekomendasi, informasi kebijakan, dan sebagainya), maupun layanan

Page 184: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

bisnis berupa informasi bisnis yang diperlukan (pasar, peluang usaha,

teknologi, permodalan, mitra usaha, dan sebagainya.) maupun sistem dan

sarana penunjang yang dapat mendinamisasi dan memajukan daya-saingnya

(utamanya dengan mensosialisasikan penggunaan teknologi informasi yang

mutakhir).

(5) Selalu mengembangkan program yang inovatif, realistik dan membumi

(menyentuh kepentingan pelaku pasar di sektor riil), mampu menjawab

masalah aktual yang dihadapi sesuai kondisi nyata obyek binaan di lapangan.

Model Pemberdayaan Pengrajin

Kebutuhan peningkatan kapasitas pengrajin sangat mendesak untuk

dilakukan guna mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat. Pada konteks

pengrajin, makna pemberdayaan diartikan sebagai proses pembelajaran

berkesinambungan yang ditujukan untuk memberikan kekuatan kepada pengrajin

agar: (1) memiliki kesadaran atas kebutuhannya, (2) meningkat kualitas perilaku

berusahanya, (3) mandiri dalam seluruh aspek kegiatan usahanya, (4) memiliki

motivasi yang tinggi untuk memajukan usahanya, dan (5) peka dan tanggap dalam

melakukan perencanaan untuk keberlanjutan usahanya di masa mendatang.

Penyuluhan mempunyai fungsi yang sangat penting bagi pemberdayaan

pengrajin terutama dalam fungsi pengembangan sumberdaya manusia.

Penyuluhan yang telah dilakukan pada sentra industri kecil kerajinan di

Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Magetan belum dilakukan secara melembaga

oleh penyuluh resmi yang ditugasi untuk pengembangan industri kecil.

Keberlanjutan program juga masih kurang, bahkan beberapa pengrajin

menyatakan belum pernah mendapat sentuhan penyuluhan.

Model pemberdayaan bagi komunitas pengrajin di kabupaten Sidoarjo dan

Magetan disusun dengan pendekatan input-process-output-outcome yang

didasarkan pada model teoritis yang telah teruji dan dikonfirmasi melalui model

persamaan struktural. Model pemberdayaan ini juga dilandasi oleh hasil sintesa

model intervensi komunitas Rothman (1974), yang merupakan gabungan

(intermixed) antara pendekatan development planning dan local development.

Pertimbangannya adalah: (1) masih rendahnya intensitas kegiatan penyuluhan, (2)

Page 185: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pengrajin masih sangat membutuhkan kontribusi dari pihak luar, (3) pengrajin

memiliki potensi untuk berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi, namun

masih banyak aspek yang belum kondusif.

Pada dasarnya model pemberdayaan ini merupakan upaya meningkatkan

keberdayaan pengrajin melalui proses pembelajaran yang menggunakan prinsip-

prinsip pendidikan orang dewasa yang dilaksanakan secara berkelanjutan oleh

seluruh stakeholder pembangunan komunitas pengrajin. Berdasarkan model

persamaan SEM yang terlihat pada Gambar 28, maka dirumuskan model

pemberdayaan pengrajin menuju kemandirian dan keberlanjutan usaha yang

tergambarkan pada Gambar 36.

Gambar 36 Model Pemberdayaan Pengrajin

Gambar 36. Model Pemberdayaan Pengrajin

Input Pengrajin

PROSESPenyuluhan yangmemberdayakan:

Fokus padaperubahanperilaku

PartisipatifPengrajin subyek

penyuluhanPenyuluh sebagai

educator,motivator,fasilitator, danadvokator.

Kelembagaanyang tepat

Diskusikelompok, praktekkerja, kunjunganlapangan.

OUTCOMEKemajuan

UsahaKeberlan-

jutanUsaha

INPUT

PengrajinLingkungan

(Pemda,NGO,Keluarga,Pemimpininformal)KebijakanPendukung

Usaha

OUTPUT

KualitasPerilakuWirausahaPengrajin:InovatifMampu

berinisiatifMampu

mengelolaresiko

Berdayasaing

KemandirianUsahaPengrajin:Permodala

nProses

produksiKerjasamaPemasaran

Pengrajin berdaya

Monitoring dan evaluasi

Page 186: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Kebutuhan pengrajin perlu diidentifikasi dengan jelas agar tidak terjadi

bias dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan. Diharapkan penyuluhan dapat

memberikan kepuasan bagi pelanggan, untuk memberikan kepuasan diperlukan

kesamaan antara kebutuhan pengrajin dengan substansi penyuluhan.

Berdasarkan hasil analisis desriptif, keberdayaan pengrajin masih rendah

yang ditunjukkan oleh aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan pengrajin dalam

berwirausaha dan dalam kemandirian usaha. Oleh karena itu, identifikasi

kebutuhan materi penyuluhan didasarkan pada perlunya peningkatan pengetahuan,

sikap dan ketrampilannya. Data tentang SDM pengrajin ini menjadi input bagi

penyelenggaraan program pemberdayaan.

Input Lingkungan

Tersedianya penyuluh yang kompeten merupakan prasarat

terselenggaranya penyuluhan yang mampu memberdayakan pengrajin. Karena

belum tersedia penyuluh lapang, maka proses fasilitasi dapat dilakukan oleh

penyuluh swakarsa atau swadaya. Penyuluh dikoordinasikan oleh pemerintah

daerah (melalui dinas perindustrian dan perdagangan dan dinas koperasi dan

UKM) bersama-sama dengan organisasi non pemerintah (badan usaha swasta,

perguruan tinggi, LSM, atau orkemas lainnya) dengan melibatkan pengrajin maju,

tokoh masyarakat, dan anggota masyarakat yang berpengalaman dalam persoalaan

pengrajin.

Persyaratan yang harus dipenuhi oleh penyuluh adalah komitmen yang

kuat untuk membimbing pengrajin melakukan perubahan mencapai keberdayaan

hidupnya. Penyuluh hendaknya: (1) memiliki pemahaman tentang masalah yang

dihadapi pengrajin, (2) mampu mengembangkan interaksi sosial yang harmonis

dengan segenap lapisan masyarakat, (3) memfasilitasi pengrajin agar dapat

melaksanakan siklus program secara mandiri dan berkelanjutan, dan (4) mampu

menumbuhkan jejaring secara internal dan eksternal untuk kebutuhan

pengembangan pengrajin.

Input Pendukung Usaha

Page 187: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Ketersediaan pendukung usaha terbukti berpengaruh positif terhadap

perkembangan kemandirian usaha. Oleh karena itu dibutuhkan ketersediaan

pendukung tersebut yaitu: bahan baku yang berkualitas, kepastian pasar,

ketersediaan teknologi peralatan produksi, dan keterjangkauan sarana transportasi.

Pemerintah perlu memberi dukungan kebijakan yang kondusif bagi ketersediaan

dan keterjangkauan pendukung usaha pengrajin.

Input Kebijakan

Dukungan kebijakan diperlukan dalam pengembangan industri kecil,

berupa pengalokasian anggaran untuk program pemberdayaan pengrajin dan

kebijakan untuk melembagakan kegiatan penyuluhan bagi pengrajin mengingat

belum adanya organisasi penyuluhan industri kecil yang otonom di kedua lokasi

usaha pengrajin.

Pemerintah juga perlu membuat kebijakan yang mendukung terciptanya

iklim berusaha yang kondusif, tata niaga bahan baku kulit, kebijakan impor

produk-produk sejenis yang dihasilkan negara lain, penyediaan infrastruktur yang

mampu mendukung perkembangan industri kecil seperti membangun sarana

informasi yang merata (akses informasi yang mudah). Sebab dalam rangka

otonomi daerah, pemerintah daerah paling berperan dalam pengambilan

keputusan pembangunan industri kecil.

Proses Penyuluhan Pemberdaya Pengrajin

Pokok-pokok pikiran mengenai proses penyuluhan yang memberdayakan

pengrajin merupakan hasil sintesa model intervensi komunitas (Rothman, 1968)

dan paradigma baru penyuluhan pembangunan (Slamet, 2003). Paradigma

penyuluhan yang memberdayakan pengrajin dideskripsikan pada Tabel 42.

Fokus Penyuluhan

Pengembangan industri kecil barang dari kulit didasarkan kepada

semangat untuk menumbuhkan ekonomi yang berciri kerakyatan, serta demi

untuk menghemat sumberdaya pembangunan yang terbatas. Pengembangan

industri kecil ditempuh dengan memilih sektor-sektor atau kelompok industri

Page 188: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

pilihan yang diprioritaskan sebagai penghela pertumbuhan industri kecil (fokus

pengembangan).

Tabel 42. Paradigma Penyuluhan yang Memberdayakan Pengrajin

Pokok Pikiran Paradigma Penyuluhan yang Memberdayakan

Fokus Penyuluhan Perubahan perilaku pengrajin dan keluarganya agardapat meningkatkan kesejahteraanya melalui usahakerajinan.

Pendekatan ▪PartisipatifPeran Pengrajin ▪Subyek penyuluhan

▪Sumber informasi dan pengolah informasiPeran penyuluh ▪Educator, penyuluh sebagai pendidik yang

menerapkan prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa.▪Fasilitator, mendampingi pengrajin dalam kegiatan

usahanya, membangun network (jejaring) denganpasar, penyedia input atau dengan pemerintah.

▪Motivator, memotivasi pengrajin untuk menumbuhkankesadaran kritisnya hingga mampu menolong dirinyasendiri.

▪Advocator, berperan sebagai konsultan untukmenangani masalah pengrajin.

Aktor yang terlibat ▪Pemerintah daerah; organisasi non pemerintah(lembaga pendidikan, badan usaha swasta, koperasi,LSM, lembaga penelitian, atau LSM); pemimpininformal; dan keluarga.

Kelembagaan ▪Lembaga pemberdayaan yang independen adalahlembaga yang memiliki tenaga profesional dalambidang perilaku dan pemberdayaan yang memilikiakses pada tenaga ahli lintas disiplin ilmu.

Teknik Penyuluhan ▪Pelatihan▪Diskusi kelompok▪Simulasi▪Demonstrasi▪Praktek kerja▪Kunjungan lapangan

Output ▪Peningkatan kualitas perilaku wirausaha.▪Peningkatan kemandirian usaha.

Outcome ▪Kemajuan dan keberlanjutan usaha pengrajinTabel 42Paradigma Penyuluhan yang Memberdayakan Pengrajin

Pemerintah mengelompokkan industri kecil barang dari kulit

dikelompokkan ke dalam kelompok industri kecil berorientasi ekspor dengan

kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk memilih sektor-sektor prioritas atau

dijadikan fokus pengembangan adalah :

Page 189: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(1) Ketersediaan bahan baku di dalam negeri.

(2) Tingkat dan jenis ketrampilan yang diperlukan sudah ada di dalam negeri.

(3) Tersedia dan terbukanya pasar.

(4) Komoditas/produk mempunyai prospek dipasarkan meskipun pada waktu ini

produksinya belum berkembang.

(5) Membutuhkan banyak tenaga kerja.

(6) Menunjang daerah terbelakang yang akan dikembangkan, khususnya daerah

terpencil, daerah perbatasan dan kawasan timur Indonesia.

(7) Terkait dengan upaya pelestarian seni-budaya daerah.

Industri berorientasi ekspor adalah industri yang telah mempunyai peluang

untuk mengisi/memasok kebutuhan pasar dunia di bidang produk yang dihasilkan,

baik atas dasar kelangkaan karena kurangnya pemasokan dari negara lain,

tingginya permintaan akan jenis produk spesifik dari Indonesia (keunggulan

komparatif), maupun terutama karena produknya telah berdayasaing tinggi

(unggul kompetitif).

Fokus pengembangan industri kecil yang ditetapkan pemerintah belum

menyentuh aspek afektif pengrajin sebagai pelaku usahanya padahal aspek ini

merupakan inti yang menggerakkan pengrajin untuk bertindak. Kegiatan

penyuluhan tidak hanya terfokus pada peningkatan pengetahuan dan ketrampilan

yang terbatas pada teknologi dan informasi yang dianjurkan, tetapi pada juga pada

teknologi dan informasi yang dibutuhkan petani dan keluarganya. Serta perubahan

pada kawasan afektif yang selama ini jarang mendapat sentuhan kegiatan

penyuluhan perlu lebih ditekankan (Tjitropranoto, 2003).

Berpijak pada pendapat tersebut, maka dalam konteks penyuluhan bagi

pengrajin, perlu difokuskan pada kawasan sikap pengrajin untuk berusaha secara

mandiri serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam mengembangkan

usaha kerajinannya sesuai dengan kebutuhan riilnya. Agar dapat mewujudkan

harapan tersebut, maka proses penyadaran pengrajin akan kebutuhan riilnya

menjadi salah satu prioritas kegiatan penyuluhan.

Penyuluhan yang memberdayakan pengrajin membutuhkan partisipasi

pengrajin dalam kegiatan perencanaan, implementasi, evaluasi. Oleh karena itu

Page 190: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

kesadaran pengrajin akan kebutuhan untuk berubah mampu menarik minat

pengrajin untuk terlibat dalam kegiatan penyuluhan.

Peran Pengrajin dan Penyuluh

Penyuluhan bagi pengrajin merupakan proses perubahan perilaku individu

pengrajin dan keluarganya melalui kapasitasi atau pengembangan kapasitas

sumberdaya manusia yang memegang prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa.

Pengrajin dibantu penyuluh untuk: mengakses informasi, menganalisis situasi

yang sedang mereka hadapi dan menemukan masalah-masalah, melakukan

perkiraan ke depan, melihat peluang dan tantangan, meningkatkan pengetahuan

dan mengembangkan wawasan, menyusun kerangka berpikir berdasarkan

pengetahuan yang mereka miliki, menyusun berbagai alternatif pemecahan

masalah yang mereka hadapi, dan melakukan monitoring dan evaluasi.

Pemerintah memposisikan pengelola usaha industri kecil sebagai

kelompok yang menjadi target pembinaan dan pengembangan industri kecil

barang dari kulit, sebagaimana disebutkan bahwa : “target group pembinaan

industri kecil adalah: (1) pengusaha industri kecil menengah yang produk dan

proses produksinya sudah mampu memenuhi persyaratan ekspor atau dapat

dengan mudah dibina sehingga memenuhi ketentuan dan persyaratan ekspor, dan

(2) para pedagang/trader yang menjembatani produsen industri kecil menengah

dengan pasar ekspor” (Deperindag, 2002).

Seyogyanya pengrajin diposisikan sebagai subyek pengembangan yang

sangat diharapkan keterlibatannya dalam proses penyuluhan, karena pengrajin

sebagai subyek pembangunan memiliki informasi yang sangat penting untuk

merencanakan program yang berhasil, termasuk tujuan, situasi, pengetahuan, serta

pengalaman mereka dengan teknologi dan struktur sosial masyarakat mereka.

Pengrajin yang dibina seyogyanya tidak dipatok persyaratan tertentu (misalnya:

ekspor atau mudah dibina) karena hal tersebut belum tentu menjadi kebutuhan

pengrajin. Selain itu, pengrajin akan lebih termotivasi untuk bekerjasama dalam

program pembangunan jika ikut bertanggung jawab didalamnya. Pada masyarakat

yang demokratis, pengrajin berhak terlibat dalam keputusan mengenai tujuan

Page 191: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

yang ingin mereka capai. Partisipasi masyarakat sebagai kelompok sasaran dalam

keputusan kolektif sangat dibutuhkan (van den Ban, 1999).

Peran penyuluh dalam kegiatan pemberdayaan pengrajin adalah sebagai:

(1) Educator, penyuluh sebagai pendidik yang menerapkan prinsip-prinsip

pendidikan orang dewasa; (2) Fasilitator, mendampingi pengrajin dalam kegiatan

usahanya, membangun network (jejaring) dengan pasar, penyedia input atau

dengan pemerintah, dan (3) Motivator, memotivasi pengrajin untuk

menumbuhkan kesadaran kritisnya hingga mampu menolong dirinya sendiri.

Pemerintah telah mengupayakan pemberdayaan aktor yang berperan dalam

pengembangan industri kecil agar: (1) mempunyai komitmen kuat untuk

memajukan industri kecil yang diwujudkan dalam bentuk pemberian perhatian,

alokasi sumberdaya/dana, upaya dan waktu yang lebih banyak untuk

pengembangan industri kecil, (2) mempunyai wawasan konseptual untuk

membuat program pengembangan industri kecil yang berdayaguna dan

berhasilguna, dan (3) bersikap konsisten dalam semangat keterpaduan untuk

secara bersama mendukung/melaksanakan program pengembangan industri kecil

sesuai dengan peran, fungsi dan tugas masing-masing (Deperindag, 2002).

Pemberdayaan aktor ini diharapkan dapat meningkatkan komitmen dan

profesionalitas aktor dalam menyelenggarakan kegiatan penyuluhan.

Pada penyuluhan yang memberdayakan pengrajin, diperlukan penyuluh

profesional yang memiliki keahlian sebagai penyuluh bukan keahlian dalam

penguasaan materi penyuluh. Menurut Tjitropranoto (2003) penyuluh yang

profesional tidak cukup hanya sebagai penyedia atau penyampai teknologi dan

informasi saja tetapi lebih diperlukan sebagai motivator, dinamisator, fasilitator

dan sebagai konsultan.

Kelembagaan penyuluhan danAktor yang Terlibat

Sebelum dilaksanakan tahap proses pemberdayaan dibutuhkan pelembaga-

an kegiatan penyuluhan melalui koordinasi dan komunikasi antar aktor yang

terlibat dalam penyelenggaran penyuluhan karena ini selamam ini penyuluhan

masih bersifat sporadis.

Page 192: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Pemerintah daerah didorong untuk secara bottom-up mengembangkan

program/proyek berdasarkan kajian potensi ekonomi daerah dan prospek pasar

masing-masing, dengan mengikuti kebijakan nasional sebagaimana termuat dalam

pedoman dan arahan pengembangan industri kecil. Setiap daerah didorong untuk

melakukan :

(1) Identifikasi sentra industri kecil yang berpotensi untuk ditumbuhkembangkan

berdasarkan peluang pasar lokal/regional dan nasional.

(2) Identifikasi terhadap peluang intervensi pemerintah, aspek kelemahan, dan

hambatan yang mengganggu suksesnya pengembangan industri kecil di

daerahnya, misalnya :

(a) Investasi pemerintah daerah (maupun kerjasama dengan swasta) untuk

pengembangan prasarana dan sarana usaha industri kecil.

(b) Bantuan teknik yang diperlukan.

(c) Pengaturan yang dapat menciptakan kepastian usaha dan iklim kondusif

bagi kegiatan usaha industri kecil, termasuk sistim insentif.

(d) Pengembangan sistim layanan fasilitatif dan penataran aparat pembina.

(e) Pemberdayaan para pelaku usaha.

(3) Identifikasi peluang investasi industri kecil yang memiliki bobot manfaat

tinggi bagi pembangunan masyarakat dan memiliki prospek layak usaha.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak hanya pemerintah

(pemerintah daerah) saja yang perlu memberikan dukungan bagi pada

pemberdayaan pengrajin, akan tetapi organisasi non pemerintah, keluarga dan

tokoh masyarakat juga sangat dibutuhkan keterlibatannya. Oleh karena itu

diperlukan koordinasi dalam bentuk fasilitasi program penyuluhan (penjadwalan,

penyiapan materi, penyediaan tenaga penyuluh, dan pendanaan) yang disesuaikan

dengan kebutuhan riil pengrajin. Keterkaitan antar aktor yang terlibat dalam

penyuluhan untuk pengrajin digambarkan pada Gambar 37.

Page 193: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gambar 37Keterkaitan Antar Aktor Yang Terlibat dalam Penyuluhan Untuk PengrajinGambar 37. Keterkaitan Antar Aktor Yang Terlibat dalam

Penyuluhan Untuk Pengrajin

Peran aktor-aktor yang terlibat dalam kegiatan penyuluhan adalah:

(1) Pemerintah Daerah yang terdiri dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan

Dinas Koperasi dan UKM sebagai fasilitator (penyuluh) yang selama ini

menyelenggarakan kegiatan pembinanaan dan pengembangan usaha kerajinan.

(2) Lembaga Pendidikan (Perguruan Tinggi Negeri atau Swasta) yang berfungsi

sebagai pakar, penyedia informasi IPTEK dan dukungan pendidikan,

pelatihan, konsultasi, bimbingan dan penyuluhan.

(3) Lembaga Swadaya Masyarakat, sebagai fasilitator/penyuluh yang

menyelenggarakan proyek pembinaan dan pendampingan bagi pengrajin.

(4) Badan usaha (Perusahaan Swasta, BUMN, dan koperasi) memberikan

pembinaan terhadap pengrajin dalam bentuk pendanaan, konsultansi,

penguatan jejaring, dan pemagangan.

Selama proses pelaksanaan penyuluhan, pemerintah daerah dan organisasi

non pemerintah berkoordinasi dan berkomunikasi agar tidak terjadi overlapping

pada materi kegiatan. Pengrajin perlu berkelompok dengan didukung keluarga dan

pemimpin informal menyediakan suasana yang kondusif dalam penyelenggaraan

kegiatan penyuluhan.

Sumber dana pengembangan industri kecil dapat disediakan dari APBN,

APBD, hasil penyisihan laba BUMN untuk pembinaan usaha kecil dan koperasi

Pengrajin

Penyuluh

LembagaPendidikan

Pemda Badan Usaha

LSM

Kebutuhan Riilpengrajin

Fasilitasi programpenyuluhan

Page 194: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(PUKK), dana untuk pelatihan tenaga kerja hasil kontribusi dari tenaga ekspatriat

(DPKK), dana dari hasil kerjasama gabungan antara pemerintah dengan swasta

(misalnya program Riset Unggulan Kemitraan/RUK untuk inovasi teknologi,

khususnya yang berkaitan dengan upaya memajukan industri kecil), serta dana

dari hibah maupun pinjaman dari luar negeri untuk pengembangan industri kecil.

Sumber dana alternatif yang perlu ditingkatkan penggunaannya adalah dari badan

usaha sebagai bentuk dari tanggung jawab sosialnya kepada masyarakat,

khususnya pengrajin, yang dalam penelitian ini ditemukan terdapat beberapa

instansi badan usaha swasta yang telah mengalokasikan dananya untuk

pengembangan industri kecil.

Teknik dan Materi Penyuluhan

Menurut Tjitropranoto (2003) materi penyuluhan yang dibutuhkan klien

harus didasarkan pada kesempatan, kemauan dan kemampuan klien untuk

menerapkan dan atau memanfaatkannya.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan yang menunjukkan rendahnya

perilaku wirausaha dan kemandirian pengrajin, serta kecilnya kesempatan

pengrajin untuk memperoleh pendidika n non formal yang terkait dengan aspek

kognitif, afektif dan psikomotorik dalam berwirausaha secara mandiri, maka

dirumuskan materi penyuluhan untuk memberdayakan pengrajin. Tujuan

penyuluhan adalah menyadarkan pengrajin akan kebutuhan mengelola usaha

secara mandiri agar kesejahteraannya meningkat oleh karena intervensi yang

dilakukan melalui kegiatan penyuluhan akan memberikan kesempatan pengrajin

untuk mencapai tujuan tersebut.

Kegiatan penyuluhan kewirausahaan lebih menekankan pada upaya

perubahan perilaku yang meliputi: pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang

berhubungan dengan keinovatifan, inisiatif, daya saing, dan pengelolaan resiko.

Materi yang perlu disampaikan dalam kegiatan penyuluhan kewirausahaan secara

ringkas tersaji pada Tabel 43

Tabel 43. Materi Pokok Penyuluhan Kewirausahaan

Materi PokokPerilaku Ranah Materi Penyuluhan

Teknik Penyuluhan

Page 195: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

WirausahaPengetahuan Sumber informasi inovatif

Penciptaan inovasiPenerapan inovasi

Sikap Ketertarikan terhadap sumber informasiinovatifKetertarikan untuk menciptakan inovasiKetertarikan menerapkan inovasi

Ketrampilan Kecepatan mencari sumber informasiinovatifKecepatan menghasilkan inovasi

Keinovatifan

Kecermatan menerapkan inovasi

Pendidikan/pelatihanMagangRiset danpengembangan

Pengetahuan Peluang usahaCara mengidentifikasi peluang usahaCara menjalankan peluang usaha

Sikap Ketertarikan terhadap peluang usahaKetertarikan melakukan identifikasipeluang usahaSikap dalam menjalankan peluang usaha

Ketrampilan Kecermatan menemukan peluang usahaKetelitian melakukan identifikasipeluang usaha

Inisiatif

Ketepatan menjalankan peluang usaha.

Pendidikan/pelatihanMagangBimbingan usaha

Pengetahuan Cara memprediksi resikoCara menghindari resikoCara menjalankan usaha yang beresiko

Sikap Sikap menghadapi kemungkinanterjadinya resikoSikap menghindari resikoSikap terhadap usaha yang beresiko

Ketrampilan Ketepatan memprediksi terjadinyaresikoKecermatan menjalankan usaha yangberisiko

PengelolaanResiko

Kecepatan menghindari risiko

MagangPendidikan/pelatihanBimbingan usaha

Pengetahuan Strategi bersaingKeunggulan bersaingEtika persaingan

Sikap Sikap untuk menghadapi persainganSikap terhadap etika persaingan usahaKetertarikan terhadap penerapan strategiusaha

Ketrampilan Kemampuan menghasilkan keunggulanbersaingKecepatan merumuskan strategibersaing

Daya Saing

Ketepatan memenangkan persaingan

MagangPendidikan/pelatihanBimbingan usaha

Tabel 43Materi Pokok Penyuluhan KewirausahaanKegiatan penyuluhan tentang kemandirian usaha bertujuan meningkatkan

kemandirian pengrajin melalui berubahnya perilaku meliputi: pengetahuan,

ketrampilan dan sikap yang berhubungan dengan proses produksi, pemasaran,

permodalan, kerjasama dan pengelolaan usaha dengan tujuan untuk meningkatan

pendapatan dan kesejahteraan pengrajin dan akhirnya dapat memperbaiki kualitas

Page 196: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

kehidupan pengrajin. Materi yang perlu disampaikan dalam kegiatan penyuluhan

tentang kemandirian usaha secara ringkas tersaji pada Tabel 44.

Tabel 44. Materi Pokok Penyuluhan tentangKemandirian Usaha

Materi PokokKemandirianUsaha

Ranah Materi penyuluhanTeknikPenyuluhan

Pengetahuan Sumber permodalanCara mengakses sumber permodalanPengelolaan modal

Sikap Tanggapan terhadap sumber permodalan alternatifKetertarikan mengakses sumber permodalan alternatifHemat dalam pengelolaan modal.

Ketrampilan Kecepatan mencari modalKetepatan mengakses sumber permodalan

(5) Permodalan

Kecermatan mengelola modal.

Pendidikan/pelatihanBimbinganpermodalan

Pengetahuan Tahapan proses produksiCara kerja peralatan produksiPersyaratan mutu produksi

Sikap Ketertarikan atas setiap tahapan produksiKetertarikan atas cara kerja peralatan produksiKetertarikan terhadap pentingnya mutu produksi

Ketrampilan Ketepatan menjalankan tahapan produksiKecermatan menggunakan peralatan produksi

(6) ProsesProduksi

Ketepatan memenuhi persyaratan mutu produksi

MagangPendidikan/pelatihanRiset danpengembanganBimbinganproduksi

Pengetahuan Bentuk kerjasamaPerjanjian kerjasamaCara melakukan kerjasama

Sikap Sikap mengutamakan kerjasama kemitraan(partnership)Sikap percaya diri dalam bekerjasamaSikap terhadap tindakan subordinasi dan deprivasikerjasama

Ketrampilan Kecermatan memilih bentuk kerjasamaKetelitian menyusun perjanjian kerjasama

(7) Kerjasama

Kecermatan bekerjasama dengan pihak lain

MagangPendidikan/pelatihanBimbingankerjasama

Pengetahuan Bauran promosiTeknik menjualMutu pelayanan

Sikap Ketertarikan terhadap kegiatan bauran promosiTanggapan terhadap perkembangan teknik menjualSikap mengutamakan kualitas pelayanan

Ketrampilan Kecermatan mempromosikan produkKecepatan menjual produk

(8) Pemasaran

Keluwesan melayani pelanggan

MagangPendidikan/pelatihanBimbinganpemasaran

Tabel 44Materi Pokok Penyuluhan tentang Kemandirian Usaha

Dalam program penyuluhan bagi pengrajin, warga belajarnya adalah orang

yang dewasa, mereka mempraktekkan langsung hal yang ingin dikembangkan

pada dirinya, terutama kemampuan untuk mengelola usaha serta dalam mengubah

Page 197: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

sikap sendiri. Memperhatikan kondisi tersebut, maka teknik penyelenggaraan

penyuluhan menekankan pada cara berfikir reflektif dengan konsep aksi dan

refleksi. Penyuluhan dilakukan dalam bentuk: (1) pendidikan/pelatihan yang

menggunakan teknik diskusi kelompok, simulasi, atau demonstrasi, (2)

pemagangan pada badan usaha yang lebih besar atau pengrajin maju untuk

memberi pengalaman langsung tentang materi tertentu, (3) bimbingan usaha oleh

penyuluh/fasilitator secara berkelanjutan dalam membantu pemecahan masalah

pengrajin.

Proses belajar dapat dilakukan dimana saja, sehingga proses belajar tidak

hanya harus berlangsung di dalam kelas. Setiap materi yang diberikan dalam

proses belajar merupakan alternatif pemecahan masalah. Warga belajar akan

mengenal proses pemecahan masalah melalui keikutsertaannya secara langsung

dan mereka mampu menghubungkan pemecahan masalah yang dipelajari.

Kegiatan penyuluhan yang menggunakan prinsip-prinsip pendidikan orang

dewasa perlu memegang teguh tujuh falsafah-falsafah yang dapat menyukseskan

keberhasilan penyuluhan (Asngari, 2001) yaitu: (1) Falsafah Pendidikan, (2)

Pentingnya Individu, (3) Falsafah Demokrasi, (4) Falsafah Bekerjasama, (5)

Falsafah Membantu Klien untuk Membantu Dirinya Sendiri, (6) Falsafah

Kontinyu, dan (7) Falsafah membakar sampah secara tradisional yaitu membantu

menyelesaikan permasalahan yang dihadapi klien dengan memilah-milahkan

keadaan individu klien.

Upaya-upaya yang telah dilakukan pemerintah pusat dalam

mengembangkan industri kecil pada kelompok industri kecil barang dari kulit

adalah:

(1). Pemberian Bantuan Teknik, Bantuan Modal dan Prasarana /Sarana Penunjang

Dalam rangka peningkatan kemampuan, pemberian dukungan kelancaran

usaha, akses pasar, penyediaan prasarana dan sarana usaha, dukungan

permodalan, pengenalan teknologi dan alat produksi, dan sebagainya., intervensi

pemerintah untuk memajukan Industri Kecil (selain melalui pemberdayaan SDM)

dapat berupa pemberian bantuan antara lain : (a) pengembangan feeder points

untuk penyediaan bahan baku/ bahan penolong, (b) bantuan hibah barang modal

(mesin dan peralatan), (c) bantuan promosi melalui penyelenggaraan pameran, (d)

Page 198: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

bantuan sarana usaha lingkungan industri kecil, dan (e) bantuan alokasi dana

untuk modal usaha kecil (modal ventura, dana bergulir, penyisihan laba BUMN,

kredit industri kecil, kredit modal kerja permanen.).

(2). Pemberdayaan SDM (Pendidikan dan Pelatihan)

Kegiatan pemberdayaan kemampuan SDM melalui Pendidikan dan

Pelatihan yang pernah dilakukan adalah : (a) kursus/pelatihan manajemen

sederhana, (b) pelatihan teknologi produksi untuk berbagai jenis usaha industri

kecil, (c) pelatihan manajemen dan teknik pemasaran, dan (d) pelatihan desain

produk.

(3). Kelembagaan

Pengembangan kelembagaan yang telah dilakukan untuk memajukan

industri kecil, antara lain: (a) pembangunan sentra-sentra industri kecil dan (b)

pengembangan pusat promosi khusus.

Output

Pemerintah menetapkan output yang dihasilkan oleh pengembangan

industri kecil kelompok barang dari kulit yaitu:

(1) Bertambahnya jumlah perusahaan yang mampu membuat produk yang

memenuhi permintaan ekspor (memenuhi persyaratan QCD)

(2) Meningkatnya produktivitas dan effisiensi industri kecil binaan sehingga

mampu memenuhi persyaratan permitaan ekspor.

(3) Berkurangnya jumlah dan nilai impor dari produk orientasi ekspor dipasaran.

(4) Meningkatnya minat, volume dan nilai ekspor para eksportir produk IKM.

(5) Penghematan devisa.

Kelima output tersebut belum mampu menunjukkan keberdayaan dan

keberlanjutan usaha pengrajin karena lebih banyak pada output produktivitas dan

ekspor. Penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran keberhasilan kegiatan program

pemberdayaan pengrajin adalah perubahan perilaku wirausaha dan tingkat

kemandirian usahanya. Oleh karena itu, disamping aspek produktivitas dan

orientasi ekspor, seyogyanya program pengembangan industri kecil mampu

menghasilkan pengrajin dengan perilaku wirausaha yang berkualitas tinggi adalah

memiliki ciri: (1) ulet mencari informasi baru, (2) melakukan modifikasi untuk

meningkatkan kinerja usaha, (3) mampu menghasilkan inovasi penunjang

Page 199: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

perkembangan usaha, (4) mengupayakan untuk memulai memproduksi jenis

produk baru, (5) mengupayakan untuk melayani pangsa pasar baru, (6) sesegera

mungkin memanfaatkan peluang usaha, (7) memprediksi terjadinya resiko pada

setiap akan dimulainya usaha, (8) selalu percaya diri dalam menghadapi resiko,

(9) mengupayakan meningkatkan kemungkinan sukses dan mengurangi

kemungkinan gagal, (10) mengupayakan pembuatan produk yang bermutu sesuai

selera konsumen dan permintaan pasar, (11) berusaha meraih penjualan tertinggi

dibanding pengrajin lainnya, dan (12) mengamati setiap perubahan lingkungan

persaingan dan menyiapkan strategi bersaing yang tepat/sehat.

Pengrajin yang mandiri usahanya adalah memiliki ciri: (1) mampu

membuat dan mengembangkan desain produk sesuai dengan perkembangan

permintaan konsumen, (2) terampil, cekatan dan teliti dalam berproduksi mampu

menghasilkan produk sesuai memiliki unifikasi sesuai dengan standar yang

diinginkan konsumen, (3) melakukan upaya modifikasi peralatan efisien dan

sesuai dengan tuntutan produk, (4) mampu mengembangkan teknik produksi yang

paling efisien dan sesuai dengan tuntutan produk, (5) menghasilkan produk yang

dibutuhkan konsumen (orientasi pasar), (6) melayani pembeli dengan pelayanan

prima, (7)mempromosikan produk untuk meraih loyalitas pelanggan, (8) meng-

utamakan kepuasan konsumen mampu mencari sumber permodalan alternatif, (9)

mampu meraih modal sesuai kebutuhan usaha, (10) mampu mengelola modal dan

berkeinginan tinggi mengakumulasikan keuntungan ke dalam investasi modal,

(11) percaya diri dalam bekerjasama dalam lingkup yang lebih luas, (12) mampu

bekerjasama dengan pelanggan, distributor, supplier dan pemodal demi kemajuan

bersama, (13) mampu bersinergi dengan menghindari subordinasi dan deprivasi

dalam kerjasama, dan (14) memiliki orientasi kerjasama untuk jangka panjang dan

kemitraan.

Penilaian keberhasilan pemberdayaan sebaiknya dilakukan pengrajin

karena mereka yang paling merasakan adanya perubahan perilaku tersebut.

Apabila pengrajin menilai program belum memberikan hasil yang memuaskan,

maka pengrajin dapat memberikan umpan balik untuk penyempurnaan

pemberdayaan pada masa mendatang.

Outcome

Page 200: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Hasil jangka panjang dari peningkatan pemberdayaan pengrajin adalah

tercapainya kemajuan usaha dan keberlanjutan usaha. Usaha yang maju ditandai

dengan: (1) volume produksi meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan

konsumen, (2) mengalami peningkatan (improvement) volume penjualan dan

perluasan daerah pemasaran, (3) terdapat variasi jenis produk yang dihasilkan, (4)

terdapat peningkatan jumlah modal, (5) selalu mengupayakan penggunaan waktu

secara lebih produktif, (6) mengupayakan penggunaan sumber daya manusia lebih

berkualitas secara optimal, (7) berusaha meningkatkan nilai tambah dan meraih

peluang, (8) melakukan kegiatan penganggaran pada setiap kegiatan usaha

sebagai acuan pengeluaran biaya, (9) menyusun perencanaan berbasis pada

evaluasi, (10) memiliki struktur yang mengikuti fungsi pencapaian tugas,

(11)mempunyai target dan pencapaian target pada setiap periode tertentu, dan

(12)mengevaluasi pencapaian target berdasarkan periode tertentu.

Usaha yang berkelanjutan memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (1) mampu

menghasilkan produksi barang secara terus menerus, (2) melakukan perencanaan

produksi dengan didasarkan prediksi jumlah kebutuhan konsumen, (3) selalu

mengupayakan dihasilkannya produk bermutu sesuai kebutuhan konsumen,

(4)senantiasa mengupayakan terpenuhinya target penjualan trend penjualan

meningkat, (5) selalu melakukan tindakan proaktif untuk melayani konsumen,

(6)secara sadar mengalokasikan dana untuk promosi, (7) melakukan perencanaan

kebutuhan bahan baku yang tepat dan secara periodik, dan (8) selalu

mengupayakan pengendalian bahan baku secara cermat selalu mengupayakan

terpenuhinya kebutuhan bahan baku yang bermutu.

Monitoring dan Evaluasi

Tujuan dari monitoring dan evaluasi adalah untuk memberikan umpan

balik berupa koreksi atau pelurusan apabila terjadi penyimpangan dalam

pelaksanaan dan berupa rekomendasi-rekomendasi bagi perbaikan dan

penyempurnaan proses perencanaan selanjutnya.

Kegiatan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan secara formal oleh

penyuluh berdasarkan tolak ukur perilaku wirausaha dan kemandirian usaha yang

telah disusun bersama-sama dengan pengrajin pada tahap perencanaan. Ukuran

Page 201: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

keberhasilan program yang dilakukan oleh penyuluh tersebut tidak akan

memberikan dampak yang lebih baik bagi penyempurnaan kegiataan tanpa

didukung evaluasi yang dilakukan oleh pengrajin, mengingat pengrajin sebagai

subyek pemberdayaan yang lebih merasakan terjadinya perubahan pada

perilakunya.

Program Aksi Pengembangan Industri Kecil

Model pemberdayaan pengrajin yang dirumuskan di atas, juga masih

relevan untuk memperoleh dukungan dari beberapa program aksi pengembangan

industri kecil dan menengah yang telah dirumuskan pemerintah melalui jalur

pengembangan sektoral yaitu pengembangan kelompok-kelompok industri.

Pemerintah telah merumuskan beberapa program pendukung yang secara umum

diperlukan untuk memfasilitasi pengembangan dan merangsang pertumbuhan

kelompok-kelompok industri kecil. Namun program tersebut belum sepenuhnya

diterapkan pada kelompok industri kecil barang dari kulit. Perlu dilakukan

evaluasi terhadap efektifitas dan pemerataan program-program tersebu pada

kelompok industrik ecil yang ada pada masing-masing daerah. Adapun jenis-jenis

program pendukung yang masih relevan dengan model pemberdayaan pengrajin

adalah program yang bersifat pengembangan kelembagaan, program penunjang

iklim usaha, dan fasilitasi bagi kemajuand an keberlanjutan usaha pengrajin.

Pengembangan Business Development Services (BDS)

BDS atau Layanan Pengembangan Usaha didefinisikan oleh Committee of

Donor Agencies for Small Enterprise Development sebagai jasa layanan non-

finansial yang mencakup beraneka upaya untuk meningkatkan kinerja perusahaan

dan pembangunan daya tumbuhnya ke depan (khususnya industri kecil), seperti

penguatan sumberdaya produktifnya, akses dan pengembangan pasarnya, maupun

peningkatan kemampuan bersaing lainnya.

Keaneka-ragaman layanan BDS meliputi berbagai bentuk seperti :

konsultansi manajemen (teknis, produksi, riset pasar, pemasaran, keuangan,

pengembangan usaha), pelatihan, pengembangan desain, jasa informasi, dan

Page 202: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

sebagainya. dengan bentuk lembaga pelayanan antara lain melalui pembangunan

Unit Pelayanan Teknis (UPT), pembentukan kelompok Tenaga Fungsional

Penyuluh Perindustrian (TFPP), Klinik Layanan Kemasan dan Merk, Unit

Pelayanan Informasi, Unit Pengembangan Desain Produk, maupun dorongan

pembentukan usaha jasa di bidang BDS oleh swasta yang beroperasi secara

profesional dan komersial, khususnya bagi segmen industri menengah atas

(maupun besar). Keberadaan BDS bagi industri kecil binaan akan banyak

membantu penyehatan dan pengembangan usahanya, dalam batas-batas beban

biaya yang ringan atau tidak terlalu berat.

Jenis-jenis layanan yang diberikan melalui BDS disesuaikan dengan

kebutuhan industri kecil di tiap daerah, tergantung pada jenis industrinya maupun

kondisi kehidupan industri di lokasi masing-masing. Pembiayaan operasi

pelayanan BDS untuk industri kecil utamanya dipikul oleh pemerintah, baik dari

APBN, APBD, maupun yang berasal dari dana bantuan luar negeri, kecuali bagi

usaha industri menengah atas yang sudah mampu tumbuh sehat secara mandiri

dibenarkan untuk memungut fee oleh lembaga swadana pemberi layanan milik

pemerintah maupun oleh konsultan swasta.

Klinik Layanan Kemasan dan Merek

Klinik ini berfungsi membantu pengusaha industri kecil untuk

memperbaiki dan mengembangkan sistim pengemasan produk yang dihasilkan,

serta memecahkan masalah kemasan yang dihadapinya. Klinik ini juga membantu

pengusaha industri kecil dalam pengembangan merek produk yang dihasilkan,

dengan adanya klinik ini diharapkan para pengusaha industri kecil akan lebih

terbantu dan teringankan upaya dan bebannya untuk melakukan promosi

penjualan produknya dengan penuh percaya-diri karena lebih memperoleh citra

positif dari segi mutu dan kesan elitis di mata konsumen.

Lingkup Industri yang dilayani klinik ini adalah: industri-industri pangan,

sandang dan kerajinan tertentu. Lokasi/Daerah diadakannya Klinik ini disesuaikan

dengan populasi industri sasaran layanan yang tergolong prioritas.

Pengembangan Trading House

Page 203: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Trading House merupakan kegiatan usaha bersemangat kemitraan yang

berfungsi membantu memasarkan berbagai produk-produk industri kecil secara

bulk khususnya untuk ekspor, berhubung kemampuan mengekspor para produsen

industri kecil secara individual terbatas, atau kalau dilakukan sendiri kurang

efisien (upaya ekspor kurang sepadan dengan hasilnya). Trading house diharapkan

dapat membantu melakukan modifikasi penampilan produk (misalnya melalui

pengemasan dan pemberian merk) agar dapat lebih memenuhi selera pasar di

negara tujuan ekspor.

Trading house juga berfungsi untuk melakukan survey pasar dan

mempelajari fenomena pasar dalam rangka menghimpun permintaan pasar dunia,

termasuk menghimpun pesanan barang beserta spesifikasi teknis dan mutunya,

untuk dipesankan pembuatannya kepada para produsen industri kecil dalam

negeri. Trading house juga dapat menyelenggarakan promosi dagang, dengan

adanya trading house maka pemasaran ekspor produk industri kecil akan sangat

terbantu kelancaran dan peningkatannya. Lingkup komoditi yang ditangani

ekspornya lebih diutamakan bagi produk-produk industri kecil.

Layanan Informasi

Layanan Informasi baik informasi bisnis maupun informasi mengenai

kebijakan dan ketentuan administratif dimaksudkan untuk memberikan

kemudahan dan keringanan bagi pengusaha industri kecil yang pada umumnya

kurang berkemampuan dalam mendapatkan informasi yang sangat mereka

perlukan untuk menunjang usahanya. Tersedianya informasi yang dapat diperoleh

secara mudah dan murah akan sangat membantu para pengusaha untuk

mengambil keputusan dan langkah bisnisnya secara cepat dan tepat. Hal ini akan

membantu pengusaha industri kecil dalam memanfaatkan peluang pasar, peluang

usaha, peluang akses permodalan, peluang kemitraan usaha, peluang

memanfaatkan fasilitas, dan sebagainya.

Jenis informasi yang ditawarkan dalam layanan terutama diutamakan yang

berkaitan dengan kebutuhan kalangan industri kecil, khususnya industri kecil yang

tergolong prioritas untuk dikembangkan. Adapun fungsi dan kegunaannya adalah:

Page 204: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

memasyarakatkan penggunaan perangkat penunjang (yaitu teknologi

informasi) untuk memodernisasi sistim pengelolaan usaha bagi industri

kecil.

membantu pengusaha industri kecil untuk mendinamisasi langkah-langkah

bisnis yang perlu diambil oleh para pengusaha agar dapat mengambil

keputusan cepat, memudahkan pengelolaan dan pengendalian bisnisnya

secara lebih cepat, tepat dan akurat, sehingga tidak akan ketinggalan dalam

persaingan usaha.

Adapun lingkup teknologi informasi yang perlu dimasyarakatkan di

kalangan industri kecil terutama adalah yang berkaitan dengan kegiatan spesifik

bidang usahanya, misalnya sistim administrasi pengadaan barang, keuangan,

pemasaran dan informasi pasar.

Pengembangan Desain Produk

Program ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran para pengusaha

industri kecil akan peran pentingnya desain produk untuk merebut pasar. Dengan

tumbuhnya kesadaran dan tertariknya para pengusaha untuk berpeduli kepada

aspek desain produk, diharapkan akan dapat menambah kemampuan bersaing dan

agresivitas para pengusaha industri kecil dalam merebut pasar.

Pemberian SME’s Award

Pemberian penghargaan kepada pihak yang telah berjasa ikut

mengembangkan industri kecil dimaksudkan sebagai salah satu sistim perangsang

pelengkap yang ditujukan untuk mendorong semua pihak berpeduli kepada upaya

memajukan industri kecil. Sistim pemberian award ini memperoleh dukungan dari

pemegang otoritas tertinggi (Kepala Negara). Hal ini diharapkan akan dapat

menimbulkan citra dan reputasi baik bagi mereka yang telah berjasa

mengembangkan industri kecil, selain itu juga dapat berpengaruh terhadap simpati

dan dukungan pemerintah dan masyarakat terhadap kegiatan profesi/usaha

maupun gerakan moral pembangunan dari yang bersangkutan.

Page 205: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Sistim perangsang pemberian award ini diharapkan akan bisa ikut

mendorong semakin banyaknya peminat dan pemerduli untuk menjadi penggerak

pengembangan industri kecil. Lingkup Penerima Penghargaan adalah:

Para pengusaha industri kecil yang telah berhasil mengembangkan industri

kecil dengan sukses dan berkembang, dengan bobot nilai prestasi yang

besar.

Anggota masyarakat lainnya yang dinilai telah berjasa ikut memajukan

industri kecil.

Pemasyarakatan HaKI

Pemasyarakatan HaKI di kalangan pengusaha industri kecil dimaksudkan

untuk menimbulkan kesadaran akan pentingnya daya kreasi dan inovasi

intelektual sebagai kemampuan yang perlu diraih oleh para pengusaha industri

yang ingin maju sebagai faktor pembentuk kemampuan daya saing industri. Oleh

karena itu karya temuan orang lain yang didaftarkan untuk dilindungi harus

dihormati dan dihargai.

Di samping itu kesadaran dan wawasan mengenai HaKI diharapkan akan

dapat menimbulkan motivasi dan dorongan agar pengusaha industri kecil

terdorong untuk berkreasi dan berinovasi di bidang produk dan teknologi

produksi, serta manajemen. Lingkup pemasyarakatan dilakukan terhadap:

Pemasyarakatan HaKI kepada para pengusaha.

Bimbingan penerapan HaKI pada level unit usaha.

Pengembangan Klinik HaKI di daerah.

Pengembangan kerjasama antara Klinik HaKI Pusat dan Daerah.

Pengembangan Prasarana dan Sarana Fisik

Prasarana dan Sarana Fisik bagi industri kecil antara lain meliputi :

Kawasan Industri Kecil dan Menengah dengan sewa murah, showroom bagi

produk industri kecil menengah dan kerajinan, pergudangan dan pengangkutan,

unit pengo lahan limbah, situs informasi (website) dan fasilitas penunjang lainnya.

Kebutuhan akan prasarana dan sarana penunjang ini dipertimbangkan menurut

Page 206: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

tingkat kebutuhan, efisiensi dan kelaikannya untuk diadakan/dibangun bagi

kepentingan industri kecil secara bersama di suatu daerah/atau skala nasional

Prasarana dan sarana fisik ini diadakan untuk memfasilitasi kegiatan usaha

industri kecil di suatu daerah/nasional secara lebih efisien, cepat dan efektif,

termasuk promosi pemasarannya, dengan efisiensi dan kelancaran operasi yang

diraih akan menimbulkan dampak peningkatan daya saing industri kecil (di

tingkat daerah, nasional maupun global) yang pada gilirannya akan memperluas

pasar dan kapasitas produksi.

Industri kecil yang dibantu dengan fasilitas prasarana/sarana penunjang

hanya segmen industri kecil yang kondisinya di daerah yang bersangkutan dinilai

mendesak dan mutlak tingkat kebutuhannya akan dukungan fasilitas tersebut

untuk bisa tumbuh berkembang secara sehat dan berkelanjutan.

Pemasyarakatan Sistim Gugus Kendali Mutu (GKM)

GKM adalah suatu sistim dalam manajemen usaha yang ditujukan untuk

meningkatkan efisiensi, produktivitas dan mutu produksi, dalam rangka

meningkatkan daya-saing produk yang dihasilkan. Sistim ini dilaksanakan melalui

pemasyarakatan cara pandang, cara analisa dan diagnosa dan solusi sesuatu

masalah (inefisiensi, produktivitas rendah dan rendahnya mutu pekerjaan/produk)

di lingkungan kerja seluruh jajaran SDM perusahaan, sehingga dapat membentuk

kebiasaan (habit) yang diterapkan dalam etos kerja dan budaya produksi

kompetitif.

Penerapan/pentradisian GKM di lingkungan perusahaan industri kecil akan

ikut mempercepat sosialisasi budaya produksi kompetitif melalui praktek nyata

dalam kehidupan perusahaan sehari-hari, sehingga hasilnya akan jauh lebih efektif

daripada sistim ceramah teori yang sering terkendala oleh daya-serap peserta dari

kalangan industri kecil.

Apabila pemasyarakatan GKM dapat diterapkan semakin meluas di

kalangan industri kecil, hal ini akan berdampak positif bagi kemajuan dan

pertumbuhan industri kecil terutama oleh faktor pendorong knowledge-based.

Mengingat luasnya sasaran/populasi obyek binaan, maka penerapan

gerakan GKM di kalangan industri kecil perlu menempuh prioritas dengan

Page 207: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

mendahulukan industri kecil yang tingkat tantangan kompetisi pasarnya cukup

tajam. Meskipun demikian, pemasyarakatan GKM tidak boleh diskriminatif bagi

jenis-jenis industri yang sudah waktunya memerlukan, dan penerapannya

dilakukan simultan di semua daerah. Keterbatasan kapasitas pemasyarakatan

GKM mendorong perlunya ditempuh program TOT (Training of Trainers).

Pengembangan Bakat Ketrampilan Tradisional

Karya seni tradisional berpangkal dari bakat seni tradisional yang

diwariskan secara turun-temurun. Potensi adanya bakat ketrampilan karya seni

tradisional ini apabila tidak didayagunakan melalui kegiatan produksi barang seni

yang laku dijual dengan menimbulkan nilai-tambah yang dapat menghidupi, lama

kelamaan akan bisa punah (generasi muda tidak tertarik untuk menggeluti) karena

tidak bisa bersaing dengan lapangan kerja yang lain. Dilain pihak apabila

kekayaan budaya ini dapat dilestarikan dengan improvisasi seni, sentuhan

teknologi dan manajemen yang tepat, maka potensi sumberdaya berupa bakat

ketrampilan seni tradisional daerah tersebut akan dapat dikembangkan menjadi

kegiatan ekonomi yang menghidupi masyarakat secara berkelanjutan, yang

karenanya justru dapat melestarikan peninggalan budaya tersebut.

Pengembangan bakat ketrampilan seni tradisional berguna untuk

menumbuhkannya menjadi kegiatan produktif yang menghasilkan nilai-tambah.

Dengan demikian akan dapat melestarikan bahkan mengembangkan/ memajukan

seni tradisional daerah. Bakat ketrampilan yang dikembangkan tergantung jenis

bakat yang mempunyai potensi untuk dikembangkan menjadi kegiatan ekonomi

yang menghasilkan nilai-tambah (terutama yang dapat prospek untuk

menghasilkan produk ketrampilan unggulan daerah) yang terdapat di daerah

masing-masing.

Peningkatan Peran Wanita di bidang IDKM

Peningkatan peran partisipasi wanita dalam kegiatan usaha lebih tepat

dimaksudkan sebagai upaya untuk mensosialisasikan wawasan industri atau

wawasan produktif secara lebih cepat meluas ke kalangan masyarakat dengan

mendayagunakan wanita sebagai media sosialisasi/penyebaran. Pendayagunaan

Page 208: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

wanita sebagai media sosialisasi wawasan industri dan wawasan produktif ini

berarti juga untuk mendayagunakannya sebagai media modernisasi bagi

masyarakat. Tingkat peran wanita dalam kegiatan industri tersebar dari tataran

sebagai tenaga pekerja biasa, tenaga pekerja trampil, sampai dengan tingkat

manajemen maupun sebagai wirausaha.

Secara bersamaan, metoda tersebut sekaligus akan menimbulkan dampak

manfaat dan kegunaan dari berbagai aspek, antara lain :

(a) Secara psikologis kaum wanita akan mempunyai kepercayaan diri yang

meningkat karena semakin banyak yang terlibat dalam kegiatan

produktif/industri, sehingga posisi mereka yang pada umumnya terkesan

termarjinalkan akan semakin bergeser menjadi tenaga produktif dalam

ekonomi nasional.

(b) Secara ekonomis, dengan semakin meningkatnya partisipasi kaum wanita

dalam kegiatan produktif, maka secara agregat potensi tenaga produktif secara

nasional akan meningkat secara nyata.

(c) Memperkecil risiko negatif yang dapat diakibatkan oleh kerawanan

pengangguran di kalangan angkatan kerja wanita.

(d) Membantu peningkatan pemerataan kesejahteraan ekonomis di kalangan

masyarakat.

(e) Karakter kerja dan talenta kaum wanita banyak yang cocok dan menunjang

upaya pemenuhan tuntutan mutu produk industri kecil (industri kerajinan,

produk seni, dan produk yang memerlukan ketelitian dan ketelatenan

pengerjaan/workmanship).

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Page 209: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(1) Gambaran tentang komponen dalam penelitian keberdayaan pengrajin adalah:

- Kualitas perilaku wirausaha (tingkat keinovatifan, inisiatif, pengelolaan

resiko, dan daya saing) adalah rendah.

- Tingkat kemandirian usaha (kemandirian permodalan, kemandirian

produksi, kemandirian kerjasama, dan kemandirian pemasaran) adalah

rendah.

- Kemajuan usaha (pertumbuhan usaha, efektivitas usaha, dan efisiensi

usaha) adalah rendah.

- Keberlanjutan usaha (kontinyuitas produksi, penjualan, dan bahan baku)

adalah sedang.

(2) Faktor karakteristik individu dan lingkungan berpengaruh positif yang nyata

terhadap perilaku wirausaha, semakin meningkatnya karakteristik individu

dan intervensi lingkungan akan mendorong pengrajin berperilaku wirausaha

yang berkualitas. Beberapa aspek karakteristik individu yang memiliki

pengaruh besar terhadap perilaku wirausaha adalah pendidikan, motivasi

berusaha, dan aspek gender melalui intensitas komunikasi dan pemenuhan

kebutuhan. Intervensi lingkungan yang menentukan peningkatan kualitas

perilaku wirausaha adalah bimbingan pemerintah daerah, bimbingan

organisasi non pemerintah, keluarga, dan pemimpin informal.

(3) Faktor karakteristik individu, pendukung usaha, dukungan lingkungan, dan

perilaku wirausaha berpengaruh positif yang nyata terhadap tingkat

kemandirian usaha. Faktor karakteristik individu dan perilaku wirausaha

merupakan faktor yang paling menentukan tingkat kemandirian usaha. Aspek

perilaku wirausaha yang penting adalah: keinovatifan dan inisiatif, aspek

karakteristik individu yang penting adalah pendidikan, motivasi, dan aspek

gender. Faktor pribadi pengrajin dan perilaku wirausaha secara positif dapat

meningkatkan kemandirian usaha, dalam hal ini aspek perilaku wirausaha

yang penting adalah: keinovatifan, inisiatif, kemampuan mengelola resiko dan

daya saing yang dimiliki. Materi penyuluhan yang terkait dengan

pengetahuan, sikap, dan ketrampilan telah dirumuskan untuk meningkatkan

kemandirian usaha yang disampaikan melalui teknik penyuluhan yang

berpedoman pada prinsip pendidikan orang dewasa.

Page 210: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

(4) Kemajuan usaha dipengaruhi secara positif yang nyata oleh perilaku

wirausaha dan tingkat kemandirian usaha. Perilaku wirausaha merupakan

faktor yang paling menentukan kemajuan usaha. Secara tidak langsung

karakteristik individu, pendukung usaha, dan lingkungan berpengaruh secara

positif terhadap kemajuan usaha, karakteristik individu memiliki pengaruh

tidak langsung yang paling besar terhadap kemajuan usaha melalui perilaku

wirausaha. Pengrajin yang maju akan dapat meningkatkan keberlanjutan

usahanya di masa depan.

(5) Faktor kemajuan secara positif dan nyata berpengaruh langsung terhadap

keberlanjutan usaha. Secara tidak langsung karakteristik individu, pendukung

usaha, lingkungan, perilaku wirausaha dan tingkat kemandirian usaha

berpengaruh positif terhadap keberlanjutan usaha. Perilaku wirausaha

memiliki pengaruh tidak langsung terbesar terhadap keberlanjutan usaha.

(6) Model pemberdayaan yang efektif memberdayakan pengrajin dengan

meningkatkan kualitas perilaku wirausaha dan kemandirian usaha adalah yang

telah terlembagakan dalam organisasi yang didukung oleh unsur penunjang

dari pemerintah daerah, organisasi non pemerintah (lembaga keuangan,

perusahaan, perguruan tinggi, LSM, lembaga penelitian dan koperasi).

Kegiatan pemberdayaan membutuhkan input data kebutuhan pengrajin,

penyuluh yang kompeten dan pengrajin yang telah dikelompokkan

berdasarkan karakteristiknya.

Saran

(1) Perilaku wirausaha memiliki nilai strategis untuk meningkatkan kemandirian,

kemajuan dan keberlanjutan usaha, oleh karena itu yang perlu dilakukan

adalah penyuluhan yang berorientasi pada peningkatan perilaku wirausaha

terutama aspek keinovatifan dan insiatif yang disertai pengembangan

dukungan pemerintah daerah dan organisasi non pemerintah.

(2) Mengingat kemandirian usaha sangat menentukan kemajuan usaha, maka

penyuluhan seyogyanya dimaksudkan untuk memandirikan pengrajin dari

aspek permodalan, pemasaran, dan produksi. Masih rendahnya kemandirian

dan kemajuan usaha pengrajin, maka yang diperlukan adalah pemerintah

Page 211: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

memfasilitasi pengrajin agar lebih mandiri dalam mengakses sumber

permodalan, pasar, dan bahan baku (pengrajin tidak tersubordinasi aktor

penyedia sumber daya tersebut).

(3) Pemerintah daerah dan seluruh aktor penunjang kegiatan pemberdayaan (yang

terdiri dari LSM, badan usaha, dan lembaga pendidikan) perlu melakukan

koordinasi untuk menyusun kelembagaan penyuluhan bagi pengrajin, dan

menyusun program aksi peningkatan perilaku wirausaha dan kemandirian

pengrajin.

(4) Diperlukan penyuluhan yang berkelanjutan dan terkoordinir dalam suatu

sistem penyuluhan industri kecil, sehingga akan dapat memantau

perkembangan keberdayaan pengrajin menuju kemajuan dan keberlanjutan

usahanya.

(5) Paradigma penyuluhan yang memberdayakan pengrajin yang dihasilkan

dalam penelitian ini menghasilkan beberapa pokok pikiran tentang: fokus,

pendekatan, kelembagaan, dan teknik penyuluhan yang memerlukan

penelitian lebih lanjut untuk penyempurnaan model penyuluhan yang

memberdayakan pengrajin. Faktor iklim usaha merupakan salah satu faktor di

luar model yang diduga berpengaruh terhadap keberdayaan pengrajin yang

perlu dikaji dalam penelitian selanjutnya.

(6) Aspek sumber daya manusia merupakan faktor penting bagi pembangunan

industri kecil oleh karena itu aspek SDM (potensi individu) perlu ditonjolkan

dalam perumusan misi pembangunan industri kecil.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, I.R. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan IntervensiKomunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis). Jakarta:Lembaga Penerbit FE-UI.

APO Agriculture Report. 2000. Promotion Of Rural-Based Small Industries inAsia and The Pacific. Tokyo: Asian Productivity Organization.

Page 212: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Asngari, P.S. 2001. Peranan Agen Pembaruan/Penyuluh dalam Usahamemberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia PengelolaAgribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi. Bogor:IPB.

Azwar, S. 2003. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta:Liberty.

Badri, M., D. Davis, dan D Davis. 2000. Operations Strategy, EnvironmentalUncertainty and Performance: A Path Analytic Model of Industries inDeveloping Countries. The International Journal of Management Science.New York: Elsevier Science Inc.

Bird, M.J. 1996. Entrepreneurial Behavior. Singapore: Irwin Mc Graw Hill.

BPS. 1995. Profil Industri Kecil dan Kerajinan Rumah Tangga Indonesia.Jakarta.

BPS. 2004, Survei Usaha Terintegrasi Statistik Industri Kecil dan KerajinanRumah Tangga, Jakarta: Biro Pusat Statistik.

Covey, S.R. 1999. The Seven Habits of Highly Effective People. Edisi revisi.Dialihbahasakan oleh Lyndo Saputra. Jakarta: Binarupa Aksara.

Cohen, B. dan M.I. Winn. 2003. Market Imperfections, Opportunity andSustainable Entrepreneurship. Journal of Business Venturing. New York:Elsevier Science Inc

Deperindag. 2002a. Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil, Buku I,Deperindag: Jakarta.

Deperindag. 2002b. Rencana Induk Pengembangan Industri Kecil, Buku II,Deperindag: Jakarta

Dharmawan, A.H. 2000. Poverty, Powerlessness, and Poor PeopleEmpowerment: A Conceptual Analysis with Special Reference to the Case ofIndonesia. Makalah Workshop on Rural Institutional Empowerment held inthe Indonesian Consulate General of the Republic of Indonesia in Frankfurtam Main Germany: 26 Agustus 2000.

Ferdinand, A. 2002. SEM dalam Penelitian Manajemen. Semarang: BP UNDIP.

Gerungan, W.A. 1996. Psikologi Sosial. Ed. Ke-2. Cet. Ke-13. Bandung: PT.Eresco.

Getz, D., dan T. Peterson. 2005. Growth and Profitt-Oriented EntrepreneurshipAmong Family Business Owners In The Tourism and Hospitality Industry.International Journal of Hospitality Management. New York: ElsevierScience Inc.

Page 213: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Gibb, A. dan J Li. 2003. Organizing for Enterprise In China: What Can We LearnFrom The Chinese Micro, Small, and Medium Enterprise DevelopmentExperience Futures. New York: Elsevier Science Inc.

Gibson, J.L., J.M. Ivancevich, dan J.H. Doonelly. 1995. Organisasi danManajemen, Perilaku, Struktur dan Proses. Edisi Keempat.Dialihbahasakan oleh Djoerban Wahid. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Haeruman, H., dan Eriyatno. 2001. Kemitraan dalam Pengembangan EkonomiLokal. Jakarta: Penerbit Yayasan Mitra Pembangunan Desa-Kota danBusines Inovation Centre Indonesia.

Haber, S., dan A. Reichel. 2006. The Cumulative Nature Of The EntrepreneurialProcess: The Contribution Of Human Capital, Planning And EnvironmentResources To Small Venture Performance. Journal of Business Venturing.New York: Elsevier Science Inc

Heizer, J., dan B. Render. 1993. Production and Operations Management:Strategies And Tactics, 3rd ed. Prentice Hall: New York.

Hersey, P., dan K.H. Blanchard. 1996. Management of Organizational

Behavior. Prentice Hall Inc. Engelwood Cliffs, New Jersey.

Hikmat, H. 2004. Strategi Pemberdayaan Masyarakat. Bandung: HumanioraUtama

Hiks, H.G., dan G.R. Gullet. 1996. Organisasi Teori dan Tingkah Laku. EdisiBahasa Indonesia. Cet. Ke-3. G. Kartasaputra, Penerjemah. Jakarta: PenerbitBumi Aksara.

Hubeis, A.V. 2000. Tantangan dan Prospek Teknologi Informasi dan Komunikasidalam Otonomi Daerah. Dalam Proseeding Seminar PemberdayaanManusia Menuju Masyarakat Madani. Bogor: 25-26 September 2000.

Hubeis, M. 1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi MelaluiPemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah Guru besar Tetap IlmuManajemen Industri. Bogor: IPB.

Ife, J.W. 1995. Community Development: Creating Community Alternatives(Vision, Analysis and Practice). Australia: Longman Press.

Ismawan, B. 2002, “Masalah UKM dan Peran LSM”. Jakarta:www.binaswadaya.org 23 Des 2003.

Joreskog, K.G, dan D. Sorbom. 1998. LISREL 8, User’s Reference Guide.Chicago: SSI Software International.

Page 214: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Kant, I. 1962. Fundamental Principles of the Metaphysics of Ethics. Australia:Trans. T.K. Abbott Longman.

Karsidi, R. 1999. “Kajian Keberhasilan Transformasi Pekerjaan dari Petani KePengrajin Industri Kecil.” Disertasi. Institut Pertanian Bogor.

Kast, F.E., dan J.E. Rosensweig. 1995. Organisasi dan Manajemen.Dialihbahasakan oleh Hasyim Ali. Jakarta: Bumi Aksara.

Kotler, P. 1995. Manajemen Pemasaran: Analisis, Perencanaan, ImplementasiDan Pengendalian. Alih bahasa: Jaka Wasana. Edisi 6. Jilid 1. Jakarta:Penerbit Erlangga.

Labuschagne, C. A.C. Brent, dan R.P.G. van Erck. 2005. “Assessing TheSustainability Performances of Industries.” Journal of Cleaner Industries.New York: Elsevier Science Inc

Lionberger, H.F., 1964, Adoption of New Ideas and Practices. New York: TheIOWA State University Press.

Lippitt R., J.Watson., dan B.Westley. 1958. The Dynamics of Planned Change.Harcourt, Brace& World, Inc.

Mar’at. 1982. Sikap Manusia: Perubahan dan Pengukuran. Bandung: GhaliaIndonesia.

Mardikanto, T. 1996. Penyuluhan Pembangunan Kehutanan. Jakarta: Kerjasama:Pusat Penyuluhan Kehutanan Departemen Kehutanan RI, dan FakultasPertanian Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta.

McClelland, D.C. 1987. Memacu Masyarakat Berprestasi: Mempercepat LajuPertumbuhan Ekonomi Melakui Peningkatan Motif Berprestasi. S. Suparna,Editor. S. Suyanto dan W.W Bakowatun, Penerjemah. Jakarta: CV. Intermedia.Terjemahan dari: The Achieving Society.

Megginson, W.L., M.J. Byrd, dan L.C. Megginson. 2000. Small BusinessManagement, An Entreprneurs’s Guidebook. Singapore: Irwin Mc GrawHill.

Meredith, G.G., R.E. Nelson, dan P.A. Nick. 1996. Kewirausahaan Teori danPraktek. Dialihbahasakan oleh Andre Asparsayogi. Jakarta: PustakaBinaman Pressindo.

Mosher, A.T. 1977. Menggerakkan dan Membangun Pertanian, Syarat-syaratPokok Pembangunan dan Modernisasi. Disadur oleh Krisnandhi danBahrin Samad. Jakarta: CV Yasaguna.

Nadvi, K., dan S. Barrientos, 2004, Industrial Clusters and Poverty Reduction”.London: Jurnal Institute of Development Studies, http://www.ids.ac.uk.20 Des 2004.

Page 215: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Ndraha, T. 1987. Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan MasyarakatTinggal Landas. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Olson, P.D., V.S. Zuikera, dan S.M. Danesa. 2003. “The Impact of The Familyand The Business On Family Business Sustainability.” Journal ofBusiness Venturing. New York: Elsevier Science Inc

Oxaal, Z., dan S. Baden. 1997. Gender and empowerment: Definitions,Approaches and Implications for policy. Report 40 for the SwedishInternational Development Cooperation Agency (CIDA), Institute ofDevelopment Studies, University of Sussex, Brighton. UK

Padmowihadjo, S. 2001. Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian dalamPembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis. Jakarta: Departemen Pertanian RI.

Pardede, F.R. 2000. Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kecil. [thesis].ITB.

Perry, G., C. Batstone, P. Pulsarum. 2002. The Determinants of Retail SMESuccess in Thailand.: Makalah International Seminar Graduates StudiesProgram UMM. Malang

Pelham, A.M. 1999. Influence of Environment, Strategy, and Market Orientationon Performance in Small Manufacturing Firms. Journal of BusinessResearch. New York: Elsevier Science Inc.

Pranarka, A.M.W., dan Vidhyandika. 1996. Pemberdayaan: Konsep, Kebijakandan Implementasi. Jakarta: CSIS.

Rakhmat, J. 1986. Teori-Teori Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Robbins, S.P. 1996. Perilaku Organisasi, Kosep, Kontroversi, Aplikasi.Dialihbahasakan oleh Hadayana Pujaatmaka. Jakarta: PT Prenhallindo.

Rogers, E.M. 1976. Communication and Development. London: Sage Publication.

_______, Kincaid L. 1981. Communication Network. New York: Mac MillanPublishing Co. Inc.

_______, R.J Burdge, dan P.F. Korsching. 1983. Diffusion of Innovation.s (3rd

editions). New York: The Free Press A Division of Mc Millan PublishingCo. Inc.

Rothman, J.E. 1974. Strategies to Community Intervention. Colombia: ColombiaUniversity Press Copyright NCSW

Salkind, N.J. 1989. Theories of Human Development. New York: John Willey andSons.

Page 216: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Setiana, D.D.. 2001. “Membangun Struktur Industri Indonesia yang Kokoh danSeimbang”. Bandung: Jurnal Politea Vol.1 No.1

Sigito, S.P. 2001. Pengembangan Model Pendaftaran Merek Secara Massalsebagai Sarana Pemberdayaan Kalangan Pengusaha Industri Kecil di BidangHaKI Menghadapi Era Pelaksanaan Trip’s di Indonesia. Jurnal Ilmu-IlmuSosial Universitas Brawijaya Malang Vol 13 No 2.

Singarimbun, M., dan S. Effendy. 1987. Metodologi Penelitian Survei. Jakarta:LP3ES.

Slamet, M. 2003. Pemberdayaan Masyarakat. Dalam Membentuk Pola PerilakuManusia Pembangunan. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudradjat.Bogor: IPB Press.

Soekartawi. 1988. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Jakarta: UI Press.

Steers, R.M., L.W. Porter, dan G.A. Bigley. 1991. Motivation and Leadership atWork. San Fransico: The Mcgraw-Hill Company.

Stewart Jr, W.H., W.E. Watson, J.C Carland, dan J.W. Carland. 1998. AProclivity for Entrepreneurship: A Comparison of Entrepreneurs, SmallBusiness Owners, and Corporate Managers. Journal of Business Venturing.New York: Elsevier Science Inc.

Sumardjo. 1999. Transformasi Model Penyuluhan Pertanian menujuPengembangan Kemandirian Petani. [disertasi]. IPB

Sumodiningrat, G. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring PengamanSosial. Jakarta: Gramedia

Sukardi, I.S. 1991. Intervensi Terencana Faktor-faktor Lingkungan terhadapPembentukan Sifat Entrepreneur. [Disertasi]. UI.

Sulekale. 2003. Pemberdayaan Masyarakat Miskin Di Era Otonomi Daerah.Jakarta: Jurnal Ekonomi Rakyat. www.ekonomirakyat.org. 12 Sept 2003

Supriatna, T. 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan.Bandung: Humaniora Utama Press.

Susanto, D. 2001. Peran Penyuluh Pertanian dalam Mewujudkan KemandirianPetani, Tasikmalaya: Makalah disajikan pada Seminar Perhiptani 2001.

Swasono, S. 2003. Kemandirian, Dasar Martabat Bangsa. Jakarta: Jurnal EkonomiRakyat. II-No.6-September 2003.

Tawardi, B. 1999. Sikap Kewirausahaan Anggota Kelompok Belajar Usaha danBeberapa faktor yang Mempengaruhinya. [tesis]. IPB.

Page 217: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Todaro, M.P. 1998. Pembangunan Ekonomi Dunia Ketiga. Alih Bahasa: HarisMunandar. Edisi keenam. Jakarta: penerbit Erlangga.

Thoha, M. 1988. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya. Ed. Ke-1,Cet. Ke-3. Jakarta: CV. Rajawali.

Umar, H. 2003. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta: Gramedia.

van den Ban, A.W., dan H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Yogyakarta:Kanisius.

Wijaya, M. 2001. Prospek Industrialisasi Pedesaan. Surakarta: Pustaka CakraSurakarta.

Winardi. 2003. Entrepreneur dan Entrepreneurship. Bogor: Penerbit Kencana.

Young, R. 2005. Sustainability: From Rhetoric to Reality Through Markets.Journal of Cleaner Production. New York: Elsevier Science Inc

Zhao, L., dan J.D. Aram. 1995. Networking and Growth of Young Technology-Intensive Ventures In China. Journal of Business Venturing. New York:Elsevier Science Inc

Page 218: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Lampiran 1. Analisis SEM

DATE: 9/ 6/2006TIME: 11:59

L I S R E L 8.30

BY

Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom

This program is published exclusively byScientific Software International, Inc.

7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100Chicago, IL 60646-1704, U.S.A.

Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-99

Use of this program is subject to the terms specified in theUniversal Copyright Convention.

Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file C:\HAMIDAH\NEW.SPJ:

JUDUL PEMBERDAYAAN PENGRAJINOBSERVED VARIABLESX11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X21 X22 X23 X24 X25 X31 X32 X33 X34 X35 Y11 Y12 Y13 Y14 Y21 Y22Y23 Y24 Y31 Y32 Y33 Y41 Y42 Y43COVARIANCE MATRIX FROM FILE NEW.COVSAMPLE SIZE=260LATENT VARIABLESPRIBADI PENDUSAHA LING WIRA MAND MAJU LANJUTRELATIONSHIPSX12 X15 X16 X17 X18=PRIBADIX21 X22 X23 X24=PENDUSAHAX31 X32 X33 X34=LINGY11 Y12 Y13 Y14=WIRAY21 Y22 Y23 Y24=MANDY31 Y32 Y33=MAJUY41 Y42 Y43=LANJUTWIRA=PRIBADI PENDUSAHA LINGMAND=PRIBADI PENDUSAHA LING WIRAMAJU=WIRA MANDLANJUT=MAJULISREL OUTPUT SC MI RS EF SC AD=OFFPATH DIAGRAMEND OF PROBLEM

Page 219: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

X1211.07

X1511.18

X169.98

X178.80

X1810.89

X2110.43

X226.33

X2310.46

X249.10

X3110.94

X3210.97

X336.87

X345.54

PRIBADI

PENDUSAH

LING

WIRA

MAND

MAJU

LANJUT

Y11 8.10

Y12 8.87

Y13 10.97

Y14 10.54

Y21 11.32

Y22 10.97

Y23 11.63

Y24 11.63

Y31 4.85

Y32 10.66

Y3310.56

Y41 9.85

Y42 11.91

Y43 9.84

12.01

11.85

9.04

10.50

10.21

10.50

8.88

8.69

13.40

8.21

8.62

12.40

14.19

12.40

7.73

6.46

13.16

15.11

9.35

10.83

17.14

10.69

14.32

11.93

11.71

19.81

20.43

4.66

1.97

2.26

8.46

3.02

0.43

4.84

4.67

3.06

2.86

X120.78

X150.84

X160.47

X170.35

X180.69

X210.60

X220.22

X230.61

X240.39

X310.56

X320.57

X330.12

X340.09

PRIBADI

PENDUSAH

LING

WIRA

MAND

MAJU

LANJUT

Y110.17

Y12 0.21

Y13 0.61

Y140.43

Y21 0.41

Y22 0.35

Y23 0.62

Y240.64

Y31 0.22

Y32 0.72

Y330.69

Y41 0.40

Y42 0.06

Y43 0.40

0.910.890.630.75

0.760.810.62

0.60

0.88

0.530.55

0.770.970.77

0.47

0.400.73

0.810.56

0.63

0.880.63

0.78

0.67

0.660.94

0.95

0.56

0.350.34

0.76

0.50

0.05

0.39

0.58

0.26

0.20

Model Konsep Keseluruhan (Overall) Nilai t-hitung

Model Konsep Keseluruhan (Overall) Nilai koefisien lintas

Page 220: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 450Minimum Fit Function Chi-Square = 288.73 (P = 1.00)

Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 316.60 (P = 1.00)Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 0.0)

Minimum Fit Function Value = 1.11Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0

90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.0)Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.090 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.0)P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 1.00

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 2.3490 Percent Confidence Interval for ECVI = (2.34 ; 2.34)

ECVI for Saturated Model = 4.08ECVI for Independence Model = 10.00

Chi-Square for Independence Model with 496 Degrees of Freedom = 2524.84Independence AIC = 2588.84

Model AIC = 472.60Saturated AIC = 1056.00

Independence CAIC = 2734.78Model CAIC = 828.33

Saturated CAIC = 3464.04

Root Mean Square Residual (RMR) = 16.81Standardized RMR = 0.043

Goodness of Fit Index (GFI) = 0.93Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.79

Normed Fit Index (NFI) = 0.89Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.09

Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.80Comparative Fit Index (CFI) = 1.00Incremental Fit Index (IFI) = 1.08Relative Fit Index (RFI) = 0.87

Critical N (CN) = 469.89

Page 221: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Lampiran 2. Analisis SEM Kabupaten Sidoarjo dan Magetan

X120.57

X150.42

X160.58

X170.56

X180.50

X210.71

X220.22

X230.44

X240.28

X310.21

X320.28

X330.28

X340.17

PRIBADI

PENDUSAH

LING

WIRA

MAND

MAJU

LANJUT

Y11 0.45

Y12 0.59

Y13 0.43

Y14 0.41

Y21 0.49

Y22 0.57

Y23 0.54

Y24 0.90

Y31 0.43

Y32 0.26

Y33 0.41

Y41 0.48

Y42 0.19

Y43 0.51

0.740.640.760.77

0.720.660.680.32

0.760.860.77

0.720.900.70

0.660.760.650.710.66

0.880.880.750.54

0.850.850.890.91

0.49

0.440.28

0.77

0.42

0.35

0.28

0.36

0.14

0.12

X120.63

X150.48

X160.54

X170.63

X180.51

X210.57

X220.21

X230.37

X240.33

X310.32

X320.31

X330.34

X340.19

PRIBADI

PENDUSAH

LING

WIRA

MAND

MAJU

LANJUT

Y11 0.51

Y12 0.76

Y13 0.58

Y14 0.49

Y21 0.50

Y22 0.72

Y23 0.66

Y24 0.95

Y31 0.41

Y32 0.25

Y33 0.48

Y41 0.56

Y42 0.15

Y43 0.56

0.70

0.490.65

0.71

0.710.53

0.580.23

0.77

0.870.72

0.67

0.920.66

0.72

0.68

0.61

0.70

0.61

0.85

0.89

0.80

0.82

0.89

0.81

0.93

0.90

0.42

0.36

0.70

0.21

0.04

0.35

0.29

0.06

0.33

0.31

Model Konsep Keseluruhan (Overall) Nilai Koefisien Lintas Sidoarjo

Model Konsep Keseluruhan (Overall) Nilai Koefisien Lintas Magetan

Page 222: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Lampiran 3Hasil Uji Beda Rata-rata One Way Anova

Indikator Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Umur Between Groups 18.35230077 1 18.352 0.185 0.667

Within Groups 25529.89385 258 98.953

Total 25548.24615 259

Pendidikan Between Groups 8.894960212 1 8.895 1.193 0.276

Within Groups 1923.489655 258 7.455

Total 1932.384615 259TanggunganKel Between Groups 40.83105178 1 40.831 13.594 0.000

Within Groups 774.9343328 258 3.004

Total 815.7653846 259PengalamanKerja Between Groups 145.777788 1 145.778 2.207 0.014

Within Groups 17038.46837 258 66.041

Total 17184.24615 259

Motivasi Between Groups 8159.171122 1 8159.171 7.283 0.007

Within Groups 289037.8135 258 1120.302

Total 297196.9846 259PemenuhanKebutuhan Between Groups 3879.183306 1 3879.183 6.925 0.009

Within Groups 144523.3205 258 560.168

Total 148402.5038 259IntensitasKomunikasi Between Groups 13559.41681 1 13559.417 16.060 0.000

Within Groups 217826.337 258 844.288

Total 231385.7538 259Aspekgender Between Groups 4666.639972 1 4666.640 4.598 0.033

Within Groups 261847.5754 258 1014.913

Total 266514.2154 259KetersediaanBahan baku Between Groups 11160.60452 1 11160.605 19.746 0.000

Within Groups 145826.1493 258 565.218

Total 156986.7538 259KetersediaanPasar Between Groups 2538.359826 1 2538.360 4.784 0.030

Within Groups 136895.5286 258 530.603

Total 139433.8885 259KetersediaanTeknologi Between Groups 26431.96642 1 26431.966 42.936 0.000

Within Groups 158826.4336 258 615.606

Total 185258.4 259KetersediaanTransportasi Between Groups 9369.715719 1 9369.716 19.201 0.000

Within Groups 125899.1304 258 487.981

Total 135268.8462 259AlatKomunikasi Between Groups 2313.001868 1 2313.002 6.425 0.012

Within Groups 92879.85967 258 359.999

Total 95192.86154 259

Page 223: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

IndikatorSum of

Squares df Mean Square F Sig.PemimpinInformal Between Groups 2861.634927 1 2861.635 4.140 0.043

Within Groups 178341.5766 258 691.246

Total 181203.2115 259Dukungankeluarga Between Groups 4426.058269 1 4426.058 6.682 0.010

Within Groups 170894.4456 258 662.382

Total 175320.5038 259BimbinganPemda Between Groups 5424.815961 1 5424.816 7.073 0.008

Within Groups 197869.2456 258 766.935

Total 203294.0615 259DukunganNGO Between Groups 3536.245508 1 3536.246 3.968 0.047

Within Groups 229905.693 258 891.107

Total 233441.9385 259

Keinovatifan Between Groups 2940.790503 1 2940.791 4.365 0.038

Within Groups 173828.1133 258 673.752

Total 176768.9038 259

Inisiatif Between Groups 7543.098974 1 7543.099 12.714 0.000

Within Groups 153064.6549 258 593.274

Total 160607.7538 259PengelolaanResiko Between Groups 17987.80939 1 17987.809 40.310 0.000

Within Groups 115128.406 258 446.234

Total 133116.2154 259

Daya Saing Between Groups 2171.341397 1 2171.341 4.620 0.033

Within Groups 121258.024 258 469.992

Total 123429.3654 259KemandirianPemasaran Between Groups 18253.51845 1 18253.518 35.879 0.000

Within Groups 131258.77 258 508.755

Total 149512.2885 259Kemandirianpemodalan Between Groups 2375.083756 1 2375.084 4.456 0.036

Within Groups 137505.4201 258 532.967

Total 139880.5038 259Kemandirianproduksi Between Groups 3858.869571 1 3858.870 5.721 0.017

Within Groups 174017.8189 258 674.488

Total 177876.6885 259Kemandiriankerjasama Between Groups 3269.03529 1 3269.035 5.439 0.020

Within Groups 155053.7493 258 600.984

Total 158322.7846 259

Page 224: Keberdayaan, Kemajuan dan Keberlanjutan Usaha Pengrajin: … · Deputy SDM Kementerian Koperasi dan UKM dan Bapak Prof.Dr.Ravik Karsidi, MS staf pengajar Pascasarjana UNS Surakarta

Indikator Sum of Squares df Mean Square F Sig.PertumbuhanUsaha Between Groups 2315.081127 1 2315.081 4.224 0.041

Within Groups 141397.8843 258 548.054

Total 143712.9654 259

Efisiensi Usaha Between Groups 2806.664998 1 2806.665 4.207 0.041

Within Groups 172108.2735 258 667.086

Total 174914.9385 259EfektifitasUsaha Between Groups 21565.0543 1 21565.054 30.912 0.000

Within Groups 179988.4996 258 697.630

Total 201553.5538 259KontinyuitasPenjualan Between Groups 2861.634927 1 2861.635 4.140 0.043

Within Groups 178341.5766 258 691.246

Total 181203.2115 259KontinyuitasProduksi Between Groups 4426.058269 1 4426.058 6.682 0.010

Within Groups 170894.4456 258 662.382

Total 175320.5038 259Kontinyuitasbahan baku Between Groups 5424.815961 1 5424.816 7.073 0.008

Within Groups 197869.2456 258 766.935

Total 203294.0615 259