keragaman genetik 64 aksesi kunyit asal indonesia

12
Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 31 No. 2, 2020 : 123 - 134 * Alamat Korespondensi : [email protected] DOI : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v31n2.2020.123-134 0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/) Accreditation Kemenristekdikti Number : 30/E/KPT/2018 123 KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA BERDASARKAN MARKA P450-BASED ANALOGUE (PBA) Genetic Diversity of 64 Turmeric Accessions from Indonesia Based on P450-Based Analogue (PBA) Marker Tresna Kusuma Putri 1) , Putri Ardhya Anindita 2) , Noladhi Wicaksana 2) , Tarkus Suganda 2) , Vergel Concibido 3) , Agung Karuniawan 1,2) * 1) Sekolah Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung 40132 2) Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363 3) Sensient Colors, LLC, 2515 North Jefferson Evenue, Saint Louis, Missouri 63106, USA INFO ARTIKEL ABSTRAK/ABSTRACT Article history: Kunyit merupakan tanaman penghasil rimpang yang memiliki banyak kegunaan, baik untuk konsumsi, industri obat, maupun pewarna. Pengembangan varietas unggul kunyit di Indonesia saat ini perlu didukung oleh adanya informasi keragaman genetik. Saat ini informasi mengenai keragaman genetik tanaman kunyit di Indonesia masih belum tersedia. Salah satu cara untuk memperoleh informasi keragaman genetik adalah dengan menggunakan marka molekuler yang mampu memberikan hasil yang akurat dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Marka PBA sebagai marka fungsional mampu mendeteksi gen P450 yang berkaitan dengan pembentukan metabolit sekunder pada area genom yang luas sehingga dapat dijadikan alternatif marka untuk mengidentifikasi keragaman genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi keragaman genetik 64 aksesi tanaman kunyit menggunakan delapan pasang primer P450-Based Analogue (PBA). Penelitian dilakukan di Laboratorium Sentral Universitas Padjadjaran dari Juni 2019 hingga Januari 2020. Sebanyak 133 pita terdeteksi dengan rentang jumlah masing-masing alel 8 45 pita, dan rata-rata per alel 22,3 pita. Hasil analisis PIC menunjukkan adanya enam pasang primer PBA yang menunjukkan polimorfisme tinggi pada rentang 0,90 0,98 sehingga marka PBA dikategorikan sangat informatif. Analisis klaster membagi 64 aksesi kunyit ke dalam dua klaster utama berdasarkan tingkat kemiripan pada rentang 0,01 hingga 0,83. Aksesi CL-GTL01 yang berasal dari Gorontalo memiliki kemiripan yang rendah yaitu 0,01 terhadap 64 aksesi lainnya, sedangkan aksesi CL-NTB01 dan CL-PPB04 memiliki tingkat kemiripan yang tinggi pada jarak 0,83. Berdasarkan nilai PIC, jumlah pita polimorfik, dan jarak genetik, kunyit asal Indonesia memiliki keragaman yang luas berdasarkan marka PBA. Diterima: 30 Juni 2020 Direvisi: 26 Oktober 2020 Disetujui: 11 Desember 2020 Kata kunci: Curcuma longa; cytochrome P450; dendrogram; PIC; UPGMA Keywords: Curcuma longa; dendrogram; PIC; sitokrom P450; UPGMA Turmeric is a rhizome producing plant with many utilization such as for consumption, medicine, and colorant industries. The development of superior turmeric varieties in Indonesia needs to be supported by genetic diversity information availability. Despite its potential, genetic diversity information of Indonesian turmeric has not been widely observed. A molecular marker is used to address genetic diversity information with the accurate result due to minimum environmental influences. PBA can detect the P450 gene as a functional marker, which is related to the synthesis of secondary metabolites in a wide genome area. Thus, it can be used as an alternative marker to identify genetic diversity. This research aimed to obtain genetic diversity information of 64 turmeric accessions using eight primer sets of P450-Based Analogue (PBA). The study was conducted in the Central Laboratory of Padjadjaran University from June 2019 to January 2020. Results showed that the full 133 bands were detected with a range of allele number 8 - 45 bands and an average of 22.3 bands per allele. PIC analysis showed six primer sets of PBA had high polymorphisms ranged from 0.90 to 0.98, hence categorized

Upload: others

Post on 02-Nov-2021

15 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 31 No. 2, 2020 : 123 - 134

* Alamat Korespondensi : [email protected]

DOI : http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v31n2.2020.123-134 0215-0824/2527-4414 @ 2017 Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat

This is an open access article under the CC BY-NC-SA license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/3.0/)

Accreditation Kemenristekdikti Number : 30/E/KPT/2018 123

KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

BERDASARKAN MARKA P450-BASED ANALOGUE (PBA)

Genetic Diversity of 64 Turmeric Accessions from Indonesia

Based on P450-Based Analogue (PBA) Marker

Tresna Kusuma Putri1)

, Putri Ardhya Anindita2)

, Noladhi Wicaksana2)

, Tarkus Suganda2)

,

Vergel Concibido3)

, Agung Karuniawan1,2)

*

1)Sekolah Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Jalan Dipati Ukur No. 35 Bandung 40132

2)Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang km 21, Jatinangor 45363

3)Sensient Colors, LLC, 2515 North Jefferson Evenue, Saint Louis, Missouri 63106, USA

INFO ARTIKEL

ABSTRAK/ABSTRACT

Article history:

Kunyit merupakan tanaman penghasil rimpang yang memiliki banyak kegunaan,

baik untuk konsumsi, industri obat, maupun pewarna. Pengembangan varietas unggul

kunyit di Indonesia saat ini perlu didukung oleh adanya informasi keragaman

genetik. Saat ini informasi mengenai keragaman genetik tanaman kunyit di Indonesia

masih belum tersedia. Salah satu cara untuk memperoleh informasi keragaman

genetik adalah dengan menggunakan marka molekuler yang mampu memberikan

hasil yang akurat dan tidak dipengaruhi oleh lingkungan. Marka PBA sebagai marka

fungsional mampu mendeteksi gen P450 yang berkaitan dengan pembentukan

metabolit sekunder pada area genom yang luas sehingga dapat dijadikan alternatif

marka untuk mengidentifikasi keragaman genetik. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk memperoleh informasi keragaman genetik 64 aksesi tanaman kunyit

menggunakan delapan pasang primer P450-Based Analogue (PBA). Penelitian

dilakukan di Laboratorium Sentral Universitas Padjadjaran dari Juni 2019 hingga

Januari 2020. Sebanyak 133 pita terdeteksi dengan rentang jumlah masing-masing

alel 8 – 45 pita, dan rata-rata per alel 22,3 pita. Hasil analisis PIC menunjukkan

adanya enam pasang primer PBA yang menunjukkan polimorfisme tinggi pada

rentang 0,90 – 0,98 sehingga marka PBA dikategorikan sangat informatif. Analisis

klaster membagi 64 aksesi kunyit ke dalam dua klaster utama berdasarkan tingkat

kemiripan pada rentang 0,01 hingga 0,83. Aksesi CL-GTL01 yang berasal dari

Gorontalo memiliki kemiripan yang rendah yaitu 0,01 terhadap 64 aksesi lainnya,

sedangkan aksesi CL-NTB01 dan CL-PPB04 memiliki tingkat kemiripan yang tinggi

pada jarak 0,83. Berdasarkan nilai PIC, jumlah pita polimorfik, dan jarak genetik,

kunyit asal Indonesia memiliki keragaman yang luas berdasarkan marka PBA.

Diterima: 30 Juni 2020

Direvisi: 26 Oktober 2020

Disetujui: 11 Desember 2020

Kata kunci:

Curcuma longa; cytochrome P450; dendrogram; PIC; UPGMA

Keywords: Curcuma longa; dendrogram;

PIC; sitokrom P450; UPGMA

Turmeric is a rhizome producing plant with many utilization such as for

consumption, medicine, and colorant industries. The development of superior

turmeric varieties in Indonesia needs to be supported by genetic diversity

information availability. Despite its potential, genetic diversity information of

Indonesian turmeric has not been widely observed. A molecular marker is used to

address genetic diversity information with the accurate result due to minimum

environmental influences. PBA can detect the P450 gene as a functional marker,

which is related to the synthesis of secondary metabolites in a wide genome area.

Thus, it can be used as an alternative marker to identify genetic diversity. This

research aimed to obtain genetic diversity information of 64 turmeric accessions

using eight primer sets of P450-Based Analogue (PBA). The study was conducted in

the Central Laboratory of Padjadjaran University from June 2019 to January 2020.

Results showed that the full 133 bands were detected with a range of allele number 8

- 45 bands and an average of 22.3 bands per allele. PIC analysis showed six primer

sets of PBA had high polymorphisms ranged from 0.90 to 0.98, hence categorized

Page 2: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Keragaman Genetik ... (Tresna Kusuma Putri, Putri Ardhya Anindita, Noladhi Wicaksana, Tarkus Suganda, Vergel Concibido, Agung Karuniawan)

124

PBA as a highly informative marker. Cluster analysis divided 64 turmeric accessions

into two main clusters based on a similarity index ranged from 0.01 to 0.83. The

accession of CL-GTL01 origins from Gorontalo had a low similarity coefficient of

0.01 to the other 64 accessions cluster. On the other hand, CL-NTB01 dan CL-

PPB01 had the highest similarity index of 0.83. Based on the PIC value, the total

number of polymorphic bands, and genetic distance, it can be concluded that local

Indonesian turmeric had wide diversity based on PBA marker.

PENDAHULUAN

Kunyit (Curcuma longa L.) merupakan

tanaman yang memiliki banyak manfaat bagi

industri makanan dan obat-obatan. Secara

tradisional, masyarakat telah mengenal kunyit dan

memanfaatkannya sebagai obat (Kuntorini, 2005).

Masyarakat di India, Cina, dan Asia Tenggara

memanfaatkan kunyit sebagai pewarna, bumbu,

dan pengawet makanan (Ishita dan Khaushik

2004). Penelitian di bidang kesehatan juga

menunjukkan bahwa kunyit memiliki fungsi

sebagai antidiabetes (Shabana et al. 2015), anti-

HIV (Javed et al. 2016), antibakteri (Basir et al.

2018), antikanker (Shakeri et al. 2018),

antioksidan (Kim dan Clifton 2018), dan antijamur

(Sari et al. 2020). Banyaknya manfaat kunyit dapat

memberikan peluang dalam peningkatan

kesejahteraan masyarakat apabila dikelola dengan

baik.

Kunyit merupakan tanaman yang berasal

dari Asia Selatan dan telah digunakan dalam

budaya Vedic di India sejak 4000 tahun lalu

(Prasad dan Aggarwal, 2011). Saat ini kunyit telah

menyebar dan dibudidayakan di Cina, Indonesia,

Bangladesh dan Thailand (Selvan dan Thomas,

2002). Kunyit diperbanyak secara vegetatif

menggunakan rimpang karena jarang

menghasilkan bunga dan biji serta memiliki

sterilitas yang tinggi karena memiliki kromosom

triploid (2n=63) (Ravindran et al. 2007). Di sisi

lain, penelitian menunjukkan adanya perbedaan

genetik antara genotip kunyit di India pada tingkat

gen meskipun tanaman tersebut diperbanyak secara

vegetatif (Verma et al. 2015; Singh et al. 2015;

Singh et al. 2018). Keragaman genetik pada

tanaman yang diperbanyak vegetatif dapat terjadi

melalui beberapa mekanisme seperti mutasi alami

dan warisan epigenetik transgenerasi (Balloux et

al. 2003).

Indonesia sebagai salah satu produsen kunyit

yang besar memiliki potensi untuk pengembangan

kunyit. Areal pertanaman kunyit yang luas

mendukung Indonesia untuk mengembangkan

tanaman ini sehingga menjadi lebih bernilai secara

ekonomi. Pengembangan tanaman kunyit ke arah

industri pangan dan obat-obatan perlu didukung

dengan adanya pengembangan varietas unggul

yang sesuai dengan kebutuhan pasar. Menurut

Govindaraj et al. (2015), keberhasilan petani dan

pemulia tanaman dalam mengembangkan

komoditas bergantung pada keragaman sumber

daya genetik plasma nutfah. Evaluasi keragaman

memudahkan pemulia tanaman dalam

mengidentifikasi potensi dan nilai dari plasma

nutfah (Kumar dan Kaur, 2010). Namun, informasi

keragaman genetik kunyit saat ini masih terbatas

sehingga diperlukan suatu upaya untuk

mendapatkan informasi mengenai keragaman

genetik kunyit di Indonesia. Informasi tersebut

diperlukan dalam upaya pemuliaan tanaman untuk

perbaikan genetik dan pengembangan tanaman

kunyit di Indonesia.

Penggunaan marka molekuler dalam

mengidentifikasi keragaman genetik memiliki

beberapa keunggulan. Marka molekular memiliki

kemampuan yang tinggi dalam mengevaluasi

tingkat keragaman, struktur genetik, dan

kekerabatan berdasarkan keragaman dominansi

dan kekayaan alel (Ismail et al. 2019). Selain itu,

marka molekuler dapat menjadi alternatif dari

serangkaian uji BUSS (Baru, Unik, Seragam,

Stabil) dalam perlindungan varietas tanaman

karena mampu membedakan varietas tanaman

(Moeljopawiro 2016). Penggunaan marka

molekuler dapat menunjukkan hasil yang lebih

akurat dibandingkan dengan penggunaan marka

morfologi yang penampilannya dipengaruhi oleh

lingkungan. Sanghamitra et al. (2015)

mengemukakan bahwa beberapa karakter kualitatif

seperti kurkumin, minyak atsiri rimpang, dan

kandungan minyak atsiri pada daun tanaman

bervariasi dan dipengaruhi oleh perbedaan zona

agroklimat. Oleh karena itu, marka molekuler

dapat dijadikan alat untuk mengidentifikasi

keragaman genetik.

Penggunaan penanda molekuler P450-Based

Analog (PBA) merupakan salah satu cara untuk

mengidentifikasi keragaman. Marka ini telah

berhasil mengidentifikasi keragaman pada 51 spesies

tanaman yang tergolong ke dalam 28 famili dengan

jumlah fragmen yang dihasilkan sebanyak 41–63

(Yamanaka et al. 2003). Marka PBA merupakan

marka yang sangat informatif dengan nilai

polymorfism information content (PIC) dan persen

polimorfisme yang tinggi (Wicaksana et al. 2011).

Page 3: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 31 No. 2, 2020 : 123 - 134

125

Aplikasi marka tersebut pada tanaman cabai

menunjukkan nilai PIC yang tinggi (rata-rata 0,96)

dibandingkan dengan marka RAPD (rata-rata 0,72)

(Dolkar et al. 2019). Hal ini dikarenakan marka

PBA mampu mendeteksi gen yang berperan dalam

proses biosintesis dan biodegradasi metabolit

sekunder (Greule et al. 2018). Penggunaan marka

PBA untuk mendeteksi keragaman diperkirakan

akan mampu menghasilkan sikuen yang lebih

banyak dibandingkan dengan penggunaan marka

SSR pada tanaman kunyit yang menghasilkan 2–8

alel (Senan et al. 2013). Penelitian ini bertujuan

untuk mengidentifikasi keragaman kunyit

berdasarkan marka PBA. Informasi yang

didapatkan dari studi mengenai keragaman genetik

sangat penting dalam konservasi dan perakitan

varietas unggul berbasis sumber daya lokal.

BAHAN DAN METODE

Bahan tanaman yang digunakan pada

penelitian ini adalah 64 aksesi kunyit (C. longa)

koleksi Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan

Teknologi Benih Universitas Padjadjaran yang

berasal dari beberapa provinsi di Indonesia dan

tiga varietas unggul milik Balai Penelitian

Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) (Tabel 1).

Bahan tanaman berasal dari populasi kunyit yang

telah dibudidayakan oleh masyarakat. Seluruh

aksesi kunyit ditanam dan dikelola di Kebun

Percobaan Ciparanje, Fakultas Pertanian

Universitas Padjadjaran (753 m dpl) pada garis

lintang 6o55’0.72804” S dan garis bujur

107o46’18.46056” E. Kegiatan penelitian

dilakukan di Laboratorium Sentral, Universitas

Padjadjaran dari Juni 2019 hingga Januari 2020.

Isolasi DNA

Daun tanaman kunyit yang digunakan untuk

proses isolasi DNA adalah daun muda yang

terletak pada daun kedua teratas. Prosedur isolasi

DNA pada tanaman C. longa dilakukan mengikuti

Promega (2017). Kualitas DNA hasil isolasi diuji

melalui elektroforesis dengan agarose 1%.

Konsentrasi dan kemurnian DNA dianalisis dengan

menggunakan spektrofotometer NanoDrop.

Amplifikasi DNA dengan PCR

Optimasi Polymerase Chain Reaction (PCR)

dilakukan untuk menentukan konsentrasi primer,

template DNA, serta Taq polymerase yang

memberikan hasil PCR optimal. Individu diambil

secara acak dan diamplifikasi menggunakan

delapan pasang primer (Tabel 2). Campuran

larutan PCR yang digunakan mengacu pada

panduan penggunaan MyTaq polymerase (Bioline),

sedangkan proses amplifikasi DNA dengan PCR

mengacu pada Yamanaka et al. (2003). Sampel

dimasukkan ke dalam mesin PCR (LabCycler

Gradient) dengan tahapan pra-denaturasi pada suhu

940C selama 5 menit, diikuti 32 siklus yang terdiri

atas denaturasi pada suhu 940C selama 1 menit,

annealing pada suhu 520C atau 56

0C selama 2

menit, dan ekstensi pada suhu 720C selama 3

menit. Tahap selanjutnya adalah final extention

pada suhu 720C selama 5 menit yang diikuti

dengan pendinginan pada suhu 40C.

Hasil PCR kemudian difraksinasi dengan

elektroforesis menggunakan campuran pewarna gel

(Gel Red, Biotium) sebanyak 3 µl pada agarose

1,5% (Thermo Fisher Scientific) dalam buffer

TBE, pada tegangan 80 V selama 50 menit. DNA

ladder 100 bp (Genetica Sciences) digunakan

sebagai pembanding ukuran DNA. Hasil

elektroforesis divisualisasikan menggunakan Gel

Documentation (BluPad). Hasil optimasi PCR

menunjukkan terdapat enam pasang primer yang

menghasilkan pita DNA yang jelas.

Analisis data

Scoring dilakukan terhadap fragmen DNA

yang teramplifikasi menggunakan angka biner 1

bila terdapat pita, dan 0 bila tidak terdapat pita.

Data biner digunakan untuk menghitung jumlah

alel dan nilai PIC yang menunjukkan tingkat

informasi keragaman yang diberikan masing-

masing pasangan primer yang digunakan mengacu

pada Botstein et al. (1980). Data biner kemudian

diolah menggunakan Sequential Agglomerative

Hierarchical and Nested-Unweighted Pair-Group

Method with Arithmetic (SAHN-UPGMA)

menggunakan perangkat lunak NTSYS versi 2.0.2.

(Rohlf 2000). Koefisien Jaccard digunakan untuk

mengetahui indeks kemiripan dan keragaman antar

sampel (Shameem dan Ferdous 2009).

Page 4: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Keragaman Genetik ... (Tresna Kusuma Putri, Putri Ardhya Anindita, Noladhi Wicaksana, Tarkus Suganda, Vergel Concibido, Agung Karuniawan)

126

Tabel 1. Deskripsi karakter morfologi aksesi kunyit asal Indonesia

Table 1. Morphological character description of turmeric accessions from Indonesia

No Nomor Aksesi Asal Batang

semu

Tata letak

daun pada

batang

Warna daun

bawah

Warna

daun

atas

Pola

urat

daun

Tepi daun Kepadatan

rimpang

Bentuk

rimpang

Warna

rimpang

Jarak

ruas

rimpang

1 CL-JBR01 Jawa Barat Rapat Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermerdiet Lurus Oranye Dekat

2 CL-JBR02 Jawa Barat Terbuka Erect Hijau muda Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

3 CL-JBR07 Jawa Barat Terbuka Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

4 CL-JBR11 Jawa Barat Terbuka Semi-erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Renggang Lurus Oranye Dekat

5 CL-JBR13 Jawa Barat Terbuka Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

6 CL-JBR14 Jawa Barat Rapat Erect Hijau muda Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

7 CL-JBR08 Jawa Barat Terbuka Semi-Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

8 CL-JTG04 Jawa Tengah Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

9 CL-JTM02 Jawa Timur Rapat Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

10 CL-JTM06 Jawa Timur Rapat Erect Hijau muda Hijau Dekat Rata Intermediet Lengkung Oranye Dekat

11 CL-JTM07 Jawa Timur Terbuka Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

12 CL-SSL01 Sumatera Selatan Rapat Erect Hijau Hijau Dekat Rata Intermediet Lurus Oranye Dekat

13 CL-SSL02 Sumatera Selatan Rapat Erect Hijau Hijau Jauh Rata Intermediet Lurus Oranye Dekat

14 CL-SUT01 Sumatera Utara Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

15 CL-SUT02 Sumatera Utara Terbuka Erect Hijau muda Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

16 CL-SUT03 Sumatera Utara Terbuka Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

17 CL-KLB01 Kalimantan Barat Rapat Erect Hijau Hijau Jauh Rata Renggang Lurus Oranye Dekat

18 CL-SLS01 Sulawesi Selatan Terbuka Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

19 CL-SLT01 Sulawesi Timur Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

20 CL-MLK01 Maluku Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Padat Lurus Oranye Dekat

21 CL-NTB01 Nusa Tenggara Barat Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

22 CL-PAP01 Papua Terbuka Erect Hijau muda Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lengkung Oranye Dekat

23 CL-PAP03 Papua Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lengkung Oranye Dekat

24 CL-PPB01 Papua Barat Rapat Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

25 CL-PPB04 Papua Barat Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lengkung Oranye Dekat

26 CL-PPB05 Papua Barat Rapat Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Renggang Lurus Kuning lemon Dekat

27 CL-PPB08 Papua Barat Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

28 CL-PPB09 Papua Barat Rapat Erect Hijau Hijau Dekat Rata Renggang Lurus Oranye Jauh

29 CL-PPB12 Papua Barat Terbuka Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

Page 5: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 31 No. 2, 2020 : 123 - 134

127

30

31

CL-NAD01

CL-KBB01

Aceh

Kep. Bangka Belitung

Terbuka

Terbuka

Erect

Semi-Erect

Hijau muda

Hijau muda

Hijau

Hijau

Jauh

Dekat

Rata

Gelombang

Intermediet

Padat

Lurus

Lurus

Oranye

Oranye

Dekat

Dekat

32 CL-SLS02 Sulawesi Selatan Terbuka Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

33 CL-BAL01 Bali Terbuka Semi-Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

34 CL-GTL01 Gorontalo Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

35 CL-KLT02 Kalimantan Timur Rapat Erect Hijau muda Hijau Jauh Rata Intermediet Lurus Oranye Dekat

36 CL-SSL04 Sumatera Selatan Rapat Erect Hijau muda Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

37 CL-MLK04 Maluku Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

38 CL-SLT04 Sulawesi Timur Terbuka Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

39 CL-KBB02 Kep. Bangka Belitung Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Rata Intermediet Lurus Oranye Dekat

40 CL-JMB01 Jambi Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

41 CL-BTN01 Banten Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

42 CL-KBB03 Kep. Bangka Belitung Terbuka Semi-Erect Hijau muda Hijau Jauh Rata Renggang Lurus Oranye Dekat

43 CL-NTB03 Nusa Tenggara Barat Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Padat Lengkung Oranye Dekat

44 CL-KBB04 Kep. Bangka Belitung Rapat Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

45 CL-KBB05 Kep. Bangka Belitung Rapat Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Padat Lurus Oranye Dekat

46 CL-BTN02 Banten Rapat Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Padat Lurus Oranye Dekat

47 CL-BKL01 Bengkulu Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

48 CL-KTG01 Kalimantan Tengah Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Padat Lengkung Oranye Dekat

49 CL-SLU01 Sulawesi Utara Rapat Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

50 CL-STG01 Sulawesi Tenggara Rapat Erect Hijau Hijau Dekat Rata Intermediet Lurus Kuning lemon Dekat

51 CL-STG02 Sulawesi Tenggara Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Padat Lurus Oranye Dekat

52 CL-SLS04 Sulawesi Selatan Terbuka Semi-Erect Hijau muda Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

53 CL-MUT01 Maluku Utara Rapat Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Renggang Lurus Kuning lemon Dekat

54 CL-LMP04 Lampung Rapat Erect Hijau Hijau Dekat Even Intermediet Lurus Oranye Dekat

55 CL-SMB01 Sumatera Barat Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

56 CL-NAD03 Aceh Rapat Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Renggang Lengkung Oranye Dekat

57 Turina 1 (T1) Balittro Terbuka Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

58 Turina 2 (T2) Balittro Rapat Semi-Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Padat Lurus Oranye Dekat

59 Turina 3 (T3) Balittro Terbuka Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

60 CL-JBR16 Jawa Barat Terbuka Erect Hijau muda Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

61 CL-JBR06 Jawa Barat Terbuka Semi-Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

62 CL-JBR12 Jawa Barat Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Padat Lurus Oranye Dekat

63 CL-YOG01 Yogyakarta Terbuka Erect Hijau Hijau Jauh Gelombang Intermediet Lengkung Oranye Dekat

64 CL-LMP02 Lampung Terbuka Erect Hijau Hijau Dekat Gelombang Intermediet Lurus Oranye Dekat

Page 6: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Keragaman Genetik ... (Tresna Kusuma Putri, Putri Ardhya Anindita, Noladhi Wicaksana, Tarkus Suganda, Vergel Concibido, Agung Karuniawan)

128

Tabel 2. Primer dan suhu annealing marka PBA

Table 2. Primer and annealing temperature of PBA markers

Sumber/Source : Yamanaka et al. (2003)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Nilai polymorphism information content (PIC)

dan kesesuaian marka PBA

Hasil amplifikasi DNA menggunakan PCR

menunjukkan variasi jumlah alel pada masing-

masing pasang primer (Gambar 1). Pasangan

primer CYP1A1F/CYP1A1R dan

CYP1A1F/heme2C19 merupakan pasangan primer

PBA yang tidak menghasilkan pita pada tiap

individu sehingga tidak dapat digunakan untuk

mengidentifikasi keragaman genetik tanaman

kunyit. Sementara itu, jumlah pita yang

terampilifikasi menggunakan enam pasang primer

PBA lainnya berjumlah 8 hingga 45 dengan jumlah

total pita keseluruhan sebanyak 133, dan rata-rata

22,3 (Tabel 3). Pasangan primer

CYP2C19F/CYP2B6R mampu mengamplifikasi

sikuen lebih banyak dibanding primer lainnya,

sedangkan jumlah sekuen teramplifikasi paling

sedikit dihasilkan oleh pasangan primer

CYP2C19F/heme2B6.

Marka PBA mampu mengidentifikasi

banyak sikuen yang teramplifikasi pada tanaman

kunyit. Jumlah sikuen yang dihasilkan pada

penelitian ini lebih banyak bila dibandingkan

dengan studi oleh Singh et al. (2012) yang

menggunakan marka Random Amplified

Polymorphic DNA (RAPD) dan marka Inter Simple

Sequence Repeats (ISSR) terhadap 55 aksesi

kunyit. Singh et al. (2012) melaporkan jumlah

sikuen yang dihasilkan masing-masing terdiri atas

5–13 dan 8–11 pita. Semakin banyak jumlah pita

polimorfik, semakin tinggi pula keragaman

genetiknya (Istiqomah et al. 2016). Tingginya

jumlah fragmen yang teramplifikasi menunjukkan

tingkat homologi yang tinggi terhadap berbagai

protein yang ditemukan dan berkaitan dengan

wilayah fungsional yang berbeda pada genom

tanaman (Yamanaka et al. 2003).

Penggunaan marka PBA sebagai marka

fungsional terhadap aksesi kunyit Indonesia

menunjukkan nilai polimorfisme tinggi yaitu

sebesar 100%. Hal ini sejalan dengan penelitian

Wicaksana et al. ( 2011) yang menggunakan marka

PBA pada Zingiber barbatum Wall. asal Myanmar

yang menunjukkan persentase polimorfisme

sebesar 92,15%. Persentase polimorfisme dengan

marka PBA sebesar 94,58% ditemukan pada 12

aksesi temu manga, Curcuma amada asal

Myanmar (Jatoi et al. 2010) dan pada galur hasil

pemuliaan Moringa oleifera L. sebesar 86,44%

(Kumar et al. 2017). Nilai polimorfisme tersebut

memiliki kaitan dengan nilai PIC yang dihasilkan.

Nilai PIC menunjukkan tingkat kesesuaian

marka yang digunakan berdasarkan tinggi

rendahnya tingkat polimorfisme yang diperoleh.

Nilai PIC di atas 0,90 menunjukkan bahwa marka

sangat informatif untuk melihat perbedaan antar

aksesi (Ismail et al. 2019; Botstein et al. 1980).

Berdasarkan jumlah alel yang terdeteksi,

didapatkan nilai PIC sebesar 0,90

(CYP2C19F/heme2B6) hingga 0,98

(CYP2C19F/CYP1A1R) dengan rerata

No. Primer forward/reverse Forward (5’–3’) Reverse (5’–3’) Annealing

(oC)

1. CYP1A1F/heme2B6 GCC AAG CTT TCT AAC

AAT GC

ACC AAG ACA AAT CCG

CTT CCC 56,0

2. CYP2C19F/CYP1A1R TCC TTG TGC TCT GTC

TCT CA

AAG GAC ATG CTC TGA

CCA TT 56,0

3. CYP2C19F/heme2B6 TCC TTG TGC TCT GTC

TCT CA

ACC AAG ACA AAT CCG

CTT CCC 56,0

4. CYP2C19F/heme2C19 TCC TTG TGC TCT GTC

TCT CA

TCC CAC ACA AAT CCG

TTT TCC 56,0

5. CYP2B6F/CYP2B6R GAC TCT TGC TAC TCC

TGG TT

CGA ATA CAG AGC TGA

TGA GT 52,0

6. CYP2C19F/CYP2B6R TCC TTG TGC TCT GTC

TCT CA

CGA ATA CAG AGC TGA

TGA GT 52,0

7. CYP1A1F/CYP1A1R GCC AAG CTT TCT AAC

AAT GC

AAG GAC ATG CTC TGA

CCA TT 56,0

8. CYP1A1F/heme2C19 GCC AAG CTT TCT AAC

AAT GC

TCC CAC ACA AAT CCG

TTT TCC 56,0

Page 7: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 31 No. 2, 2020 : 123 - 134

129

Tabel 3. Persentase polimorfisme dan nilai PIC 6 pasang primer PBA pada 64 aksesi kunyit

Table 3. Percentage of polimorphism and PIC value of 6 pairs of PBA primers on 64 turmeric accessions

No. Primer Jumlah fragmen

polimorfik

Polimorfisme

(%)

Nilai

PIC Tingkat informatif

1 CYP1A1F/heme2B6 16 100 0,92 Tinggi

2 CYP2C19F/CYP1A1R 22 100 0,98 Tinggi

3 CYP2C19F/heme2B6 8 100 0,90 Tinggi

4 CYP2C19F/heme2C19 12 100 0,96 Tinggi

5 CYP2B6F/CYP2B6R 31 100 0,96 Tinggi

6 CYP2C19F/CYP2B6R

Jumlah

Rata-rata

45

134

22,3

100

100

0,91

0,94

Tinggi

Tinggi

Keterangan: Nilai PIC > 0,5 = sangat informatif, 0,5 > PIC > 0,25 = cukup informatif, dan nilai PIC < 0,25 = sedikit

informatif (Botstein et al. 1980)

Note: PIC value > 0.5 = very informative, 0.5 > PIC > 0.25 = fairly informative, and PIC value < 0.25 = less

informative (Botstein et al. 1980)

.

Gambar 1. Visualisasi DNA beberapa aksesi kunyit pada beberapa primer PBA (a) CYP1A1F/ CYP1A1R, (b)

CYP2C19/heme2C19, dan (c) CYP2B6F/CYP2B6R. Pita polimorfik ditunjukkan dengan tanda panah

berwarna putih.

Figure 1. DNA visualisation of several turmeric accessions on several PBA primers (a) CYP1A1F/ CYP1A1R, (b)

CYP2C19/heme2C19, dan (c) CYP2B6F/CYP2B6R. Polymorphic bands were marked with the white arrow.

200 bp

100 bp

300 bp

200 bp

100 bp

300 bp

100 bp

300 bp

200 bp

Page 8: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Keragaman Genetik ... (Tresna Kusuma Putri, Putri Ardhya Anindita, Noladhi Wicaksana, Tarkus Suganda, Vergel Concibido, Agung Karuniawan)

130

Jaccard Coefficient

0.01 0.08 0.14 0.20 0.27 0.33 0.39 0.46 0.52 0.58 0.64 0.71 0.77 0.83

CL-JBR01 CL-JBR02 CL-JBR07 CL-JTM06 CL-JTM07 CL-SSL02 CL-JBR11 CL-SSL01 CL-MLK04 CL-SLT04 CL-KBB03 CL-NTB03 CL-BKL01 CL-SLU01 CL-MUT01 CL-LMP04 CL-SMB01 T2 T1 T3 CL-LMP02 CL-JBR06 CL-JBR13 CL-JTG04 CL-JTM02 CL-SUT01 CL-BTN01 CL-SUT02 CL-JBR16 CL-JBR12 CL-NAD03 CL-SUT03 CL-PAP03 CL-KLB01 CL-SLS01 CL-SLT01 CL-PPB08 CL-PPB09 CL-JBR14 CL-JBR08 CL-PPB12 CL-SSL04 CL-NAD01 CL-SLS02 CL-KBB01 CL-KLT02 CL-BAL1 CL-KBB02 CL-JMB01 CL-KBB04 CL-KBB05 CL-BTN02 CL-KTG01 CL-STG01 CL-STG02 CL-SLS04 CL-MLK01 CL-YOG01 CL-PAP01 CL-NTB01 CL-PPB04 CL-PPB01 CL-PPB05 CL-GTL01

0,94 (Tabel 3). Nilai tersebut lebih tinggi bila

dibandingkan dengan penelitian Singh et al. (2018)

yang menggunakan marka SSR pada aksesi kunyit

dengan nilai PIC berkisar dari 0,43 hingga 0,67.

Tingginya nilai polimorfik memiliki kaitan dengan

ukuran genom, persilangan alami, dan

heterozigositas spesies (Pan et al. 2017). Hasil

analisis nilai PIC menunjukkan bahwa enam

pasang primer PBA sangat informatif dan dapat

digunakan untuk mengidentifikasi keragaman

genetik pada tanaman kunyit.

Analisis kekerabatan dan keragaman genetik

Kekerabatan 64 aksesi kunyit asal Indonesia

dianalisis menggunakan analisis kluster UPGMA

dengan koefisian Jaccard. Hasil analisis berupa

dendrogram yang menunjukkan kekerabatan

genetik antar aksesi kunyit menggunakan marka

PBA. Analisis klaster tersebut menunjukkan

kelompok yang terbentuk berada pada jarak

genetik 0,01 hingga 0,83 atau dengan tingkat

kemiripan 1–83% (Gambar 2). Aksesi CL-PPB04

yang berasal dari Papua Barat dan CL-NTB01 dari

Nusa Tenggara Barat memiliki tingkat kemiripan

yang tinggi dengan koefisien kemiripan sebesar

83%, diikuti oleh aksesi CL-JBR07 dari Jawa

Barat dan aksesi CL-JTM06 dari Jawa Timur

dengan koefisien kemiripan 0,75 atau sama dengan

75%. Menurut Singh et al. (2018) rentang klaster

aksesi kunyit yang berada pada rentang 0,44 – 1,00

mengindikasikan adanya keragaman. Sementara

pada penelitian Verma et al. (2015), jarak genetik

30 genotip kunyit yang berada pada rentang 0,03–

0,59 menunjukkan cukup beragam. Pada penelitian

ini, jarak genetik pada klaster sangat bervariasi

terutama jarak koefisien kemiripan di atas 0,45

yang menunjukkan keragaman yang luas.

Koefisien kemiripan pada rentang jarak

0,01–0,83 mengindikasikan tingkat keragaman

genetik yang luas pada aksesi kunyit. Hal ini

sejalan dengan penelitian Ismail et al. (2019) pada

temulawak yang menunjukkan bahwa tingkat

keragaman temulawak berdasarkan marka PBA

sangat luas dengan tingkat kemiripan pada rentang

0,00–0,83. Penelitian Wicaksana et al. ( 2011)

menunjukkan keragaman genetik yang luas pada

Zingiber barbatum Wall, berdasarkan analisis

marka morfologi dan marka molekuler PBA

dengan rentang koefisien kemiripan genetik

Jaccard 0,21–0,97. Informasi keragaman genetik

yang didapatkan sangat penting untuk dasar

strategi konservasi, pemanfaatan, dan kegiatan

pemuliaan tanaman (Li et al. 2011). Luasnya

keragaman pada aksesi kunyit tersebut mendukung

ketersediaan materi genetik bagi proses pemuliaan

kunyit dan mampu meningkatkan kemajuan seleksi

terhadap karakter yang diinginkan pemulia.

Gambar 2. Dendrogram 64 aksesi kunyit asal Indonesia berdasarkan marka PBA menggunakan koefisien kemiripan

Jaccard

Figure 2. Dendrogram of 64 turmeric accessions from Indonesia based on PBA markers using Jaccard similarity

coefficient

Page 9: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 31 No. 2, 2020 : 123 - 134

131

Nilai polimorfisme serta keragaman yang

dihasilkan mengindikasikan keragaman genetik

yang luas antar aksesi kunyit di Indonesia.

Keragaman pada tanaman yang diperbanyak secara

vegetatif dapat disebabkan oleh adanya mutasi

alami yang mengakibatkan perubahan susunan

genom tanaman. Hal tersebut dipengaruhi oleh

penyebaran geografis yang diikuti dengan proses

mutasi dan seleksi (Ravindran et al. 1994).

Penyebaran kunyit di Asia Selatan dan Asia

Tenggara memiliki kaitan dengan keragamaan di

bawah pengaruh agama Hindu pada masa Post-

Arya (Sasikumar 2005) dan jalur perdagangan.

Proses penyebaran kunyit tersebut membuat kunyit

perlu melakukan adaptasi dengan lingkungan

tumbuhnya yang menyebabkan adanya akumulasi

mutasi spontan dalam proses evolusi genetik. Klon

tanaman yang diperbanyak secara vegetatif yang

semakin lama menghadapi berbagai cekaman

lingkungan dapat mengakumulasi mutasi dan

berpotensi menimbulkan adanya mutasi somatik

(Pelsy 2010). Menurut Jiang dan Ramachandran

(2010) tingkat mutasi pada tanaman sangat rendah

pada rentang 10-5

hingga 10-8

. Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa aksesi kunyit yang ada

hingga saat ini merupakan aksesi yang sudah

beradaptasi dengan kondisi lingkungan.

Hasil analisis klaster mengelompokkan 64

aksesi kunyit ke dalam dua klaster utama pada nilai

koefisien 0,01 (Tabel 4). Kelompok pertama terdiri

atas 63 aksesi dan terbagi ke dalam tiga subklaster

yaitu subklaster I, subklaster II, dan subklaster III

dengan nilai koefisien kemiripan 0,13. Subklaster I

terdiri atas 10 aksesi pada rentang koefisien

kemiripan 0,12–0,75. Subklaster II terdiri atas 47

aksesi dengan koefisien kemiripan 0,13–0,74.

Subklaster III terdiri atas 6 aksesi pada rentang

koefisien kemiripan 0,22–0,8. Sementara pada

klaster II hanya terdiri atas satu aksesi yaitu CL-

GTL01 yang berasal dari Gorontalo dengan

koefisien kemiripan 0,02 dengan subklaster

lainnya. Berdasarkan scoring pita DNA, aksesi

CL-GTL01 menunjukkan pola pita DNA yang

sangat berbeda, sehingga pada analisis klaster

terpisah dari aksesi lainnya.

Dendrogram tidak menunjukkan adanya

variasi yang didasarkan pada lokasi geografis asal

kunyit. Aksesi-aksesi yang berada pada satu

subklaster merupakan aksesi yang berasal dari

provinsi yang berbeda. Spesies jahe liar yang

diteliti oleh Wicaksana et al. ( 2011) juga

menunjukkan tidak adanya hubungan yang

signifikan antara aksesi Zingiber barbatum dengan

wilayah asal koleksinya di Myanmar. Hal tersebut

dapat terjadi karena plasma nutfah berasal dari

daerah yang sama dan ditransfer di dalam maupun

ke luar provinsi (Shen et al. 2010). Beberapa

aksesi kunyit diperoleh dari daerah perbatasan

antar provinsi sehingga ada kemungkinan berbagai

aksesi mengelompok pada klaster yang sama.

Secara morfologi tidak ditemukan kemiripan sifat

tertentu yang membedakan sifat antar aksesi kunyit

dalam satu klaster sehingga perlu dilakukan

penelitian lanjutan mengenai mekanisme genetik

yang terjadi dan diperlukan analisis korelasi antara

keragaman genetik dengan marka molekuler dan

marka morfologi Menurut Balloux et al. ( 2003)

tanaman tanaman yang diperbanyak secara

vegetatif dapat mengalami variasi di tingkat alel

Tabel 4. Pengelompokan aksesi kunyit pada klaster dendrogram berdasarkan metode UPGMA menggunakan

penanda PBA

Table 4. Dendogram cluster of turmeric accessions grouping based on UPGMA method using PBA markers

Klaster Subklaster Aksesi

I I CL-JBR01, CL-JBR02, CL-JBR07, CL-JTM06, CL-JTM07, CL-SSL02, CL-

JBR11, CL-SSL01, CL-MLK04, CL-SLT04

I II

CL-KBB03, CL-NTB03, CL-BKL01, CL-SLU01, CL-MUT01, CL-LMP04,

CL-SMB01, Turina 2, Turina 1, Turina 3, CL-LMP02, CL-JBR06, CL-JBR13,

CL-JTG04, CL-JTM02, CL-SUT01, CL-BTN01, CL-SUT02, CL-JBR16, CL-

JBR12, CL-NAD03, CL-SUT03, CL-PAP03, CL-KLB01, CL-SLS01, CL-

SLT01, CL-PPB08, CL-PPB09, CL-JBR14, CL-JBR08, CL-PPB12, CL-

SSL04, CL-NAD01, CL-SLS02, CL-KBB01, CL-KLT02, CL-BAL01, CL-

KBB02, CL-JMB01, CL-KBB04, CL-KBB05, CL-BTN02, CL-KTG01, CL-

STG01, CL-STG02, CL-SLS04

I III CL-MLK01, CL-YOG01, CL-PAP01, CL-NTB01, CL-PPB04, CL-PPB01, CL-

PPB05

II - CL-GTL01

Page 10: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Keragaman Genetik ... (Tresna Kusuma Putri, Putri Ardhya Anindita, Noladhi Wicaksana, Tarkus Suganda, Vergel Concibido, Agung Karuniawan)

132

pada lokus spesifik akibat adanya mutasi alami.

Meskipun demikian, jika mutasi somatik terjadi

pada fase pertumbuhan tanaman, maka tidak akan

memberikan pengaruh terhadap penampilan

fenotip (Pelsy 2010). Secara keseluruhan, kunyit

yang berasal dari provinsi di Indonesia memiliki

keragaman genetik yang luas yang dipengaruhi

oleh mutasi disebabkan adanya adaptasi dengan

lingkungan tumbuh.

KESIMPULAN

Marka PBA merupakan marka yang sangat

informatif dalam mendeteksi keragaman aksesi

kunyit pada tingkat gen dengan nilai poliformisme

100% dan PIC lebih dari 0,9, dan sesuai untuk

mengidentifikasi keragaman kunyit. Aksesi kunyit

memiliki keragaman yang luas yang terdistribusi

pada klaster dengan koefisien kemiripan 0,02

hingga 0,83. Koefisien keragaman tersebut

menunjukkan adanya kemungkinan mutasi alami

pada tanaman kunyit akibat pola penyebaran secara

geografis. Kunyit yang berasal dari daerah yang

sama cenderung menyebar dan mengelompok

dengan aksesi yang berasal dari daerah yang lain.

Informasi terkait keragaman aksesi kunyit pada

penelitian ini berguna untuk pengembangan

varietas unggul dan konservasi sumberdaya

genetik kunyit Indonesia.

TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih disampaikan kepada

Sensient Colors LLC, St. Louis, Missouri, Amerika

yang memberikan dukungan dana untuk penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Balloux, F., Lehmann, L. & De Meeus, T. (2003)

The Population Genetics of Clonal and

Partially Clonal Diploids. Genetics. 164 (4),

1635–1644.

Basir, L., Kalhori, S., Zare Javid, A. & Khaneh

Masjedi, M. (2018) Anticaries Activity of

Curcumin on Decay Process in Human

Tooth Enamel Samples (In Vitro Study).

Journal of the National Medical

Association. 110 (5), Elsevier Inc, 486–490.

Botstein, D., White, R.L., Skolnick, M. & Davis,

R.W. (1980) Construction of a Genetic

Linkage Map in Man Using Restriction

Fragment Length Polymorphisms. American

journal of Human Genetics. 32 (3), Elsevier,

314.

Dolkar, R., Kumar, P., Girigowda, M. & Pallavi,

H.M. (2019) Assessment of Genetic

Diversity in Advance Breeding Lines of

Chilli (Capsicum annuum L.) Using RAPD

and Cytochrome P450 Gene Based Marker

system. 7 (2), 1656–1663.

Govindaraj, M., Vetriventhan, M. & Srinivasan,

M. (2015) Importance of Genetic Diversity

Assessment in Crop Plants and Its Recent

Advances : An Overview of Its Analytical

Perspectives. 2015 (Figure 1).

Greule, A., Stok, J.E., De Voss, J.J. & Cryle, M.J.

(2018) Unrivalled Diversity: The Many

Roles and Reactions of Bacterial

Cytochromes P450 in Secondary

Metabolism. Natural Product Reports.

Royal Society of Chemistry. 35 (8), 757–

791. doi:10.1039/c7np00063d.

Ishita, C. & Khaushik, B. (2004) Turmeric and

Curcumin: Biological Actions and Medical

Applications. Current Science. 87 (1), 44–

53. doi:10.2307/24107978.

Ismail, N.A., Rafii, M.Y., Mahmud, T.M.M.,

Hanafi, M.M. & Miah, G. (2019) Genetic

Diversity of Torch Ginger (Etlingera

elatior) Germplasm Revealed by ISSR and

SSR Markers. BioMed Research

International. doi:10.1155/2019/5904804.

Istiqomah, C.R.P., Pancasakti, H. & Kusdiyantini,

E. (2016) Keragaman Genetik Jahe

(Zingiber officinale Roscoe) menggunakan

Teknik Penanda Molekuler Random

Amplified Polymorphic DNA (RAPD).

Jurnal Biologi. 5 (2), 87–97.

Jatoi, S.A., Kikuchi, A., Ahmad, D. & Watanabe,

K.N. (2010) Characterization of The Genetic

Structure of Mango Ginger (Curcuma

amada Roxb.) from Myanmar in Farm and

Genebank Collection by The Neutral and

Functional Genomic Markers. Electronic

Journal of Biotechnology. 13 (6), 1–11.

doi:10.2225/vol13-issue6-fulltext-10.

Javed, M., Upadhayaya, S.K. & Malik, V. (2016)

Cultivation, Harvesting and Quantitative

Analysis in Curcuma longa. European

Journal of Pharmaceutical and Medical

Research. 3 (3), 423–425.

Jiang, S.Y. & Ramachandran, S. (2010) Natural

and Artificial Mutants as Valuable

Resources for Functional Genomics and

Page 11: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Vol. 31 No. 2, 2020 : 123 - 134

133

Molecular Breeding. International Journal

of Biological Sciences. 6 (3), 228–251.

doi:10.7150/ijbs.6.228.

Kim, Y. & Clifton, P. (2018) Curcumin,

Cardiometabolic Health and Dementia.

International Journal of Environmental

Research and Public Health. 15 (10), 2093.

Kumar, A. & Kaur, V. (2010) Characterisation and

Evaluation of PGR : Principles and

Techniques. In: Division of Germplasm

Evaluation, ICAR-NBPGR, New Delhi.

pp.139–145.

Kumar, P., Dolkar, R., Manjunatha, G. & Pallavi,

H.M. (2017) Molecular Fingerprinting and

Assessment of Genetic Variations Among

Advanced Breeding Lines of Moringa

oleifera L. by Using Seed Protein, RAPD

and Cytochrome P450 Based Markers. South

African Journal of Botany. 111, SAAB, 60–

67. doi:10.1016/j.sajb.2017.03.024.

Kuntorini, E.M. (2005) Botani Ekonomi Suku

Zingiberaceae sebagai Obat Tradisional oleh

Masyarakat di Kotamadya Banjarbaru.

Bioscientiae. 2 (1), 25–36.

Li, G., Ra, W.H., Park, J.W., Kwon, S.W., Lee,

J.H., Park, C.B. & Park, Y.J. (2011)

Developing EST-SSR Markers to Study

Molecular Diversity in Liriope and

Ophiopogon. Biochemical Systematics and

Ecology. 39 (4–6), Elsevier Ltd, 241–252.

doi:10.1016/j.bse.2011.08.012.

Moeljopawiro, S. (2016) Marka Mikrosatelit

sebagai Alternatif Uji BUSS dalam

Perlindungan Varietas Tanamam Padi.

Buletin Plasma Nutfah. 16 (1), 1.

doi:10.21082/blpn.v16n1.2010.p1-7.

Pan, L., Fu, J., Zhang, R., Qin, Y., Lu, F., Jia, L.,

Hu, Q., Liu, C., Huang, L. & Liang, G.

(2017) Genetic Diversity Among

Germplasms of Pitaya Based on SSR

Markers. Scientia Horticulturae. 225, 171–

176. doi:10.1016/j.scienta.2017.06.053.

Pelsy, F. (2010) Molecular and Cellular

Mechanisms of Diversity Within Grapevine

Varieties. Heredity. 104, Nature Publishing

Group, 331–340. doi:10.1038/hdy.2009.161.

Promega (2017) Technical Manuarl Wizard®

Genomic DNA Purification Kit. Promega

Corporation. USA, pp.1–18.

doi:10.1007/978-3-642-58362-9_35.

Ravindran, P.N., Babu, K.N. & Shiva, K.N. (2007)

Botany and Crop Improvement of Turmeric.

In: Ravindran, P.N., Babu, N. & Sivaraman

(eds.) Turmeric The Genus Curcuma.

Medicinal. 45, India, CRC Press, pp.15–70.

doi:10.1017/CBO9781107415324.004.

Ravindran, P.N., Sasikumar, B., George, J.K.,

Ratnambal, M.J. & Babu, K.N. (1994)

Genetic Resources of Ginger (Zingiber

officinale Rosc.) and Its Conservation in

India. Plant Genetic Resources Newsletter.

Rohlf, F.J. (2000) NTSYSpc Numerical Taxonomy

and Multivariate Analysis System. New

York, Applied Biostatistics Inc.

Sanghamitra, N., Sujata, M. & Nagar, K. (2015)

Differential Effect of Soil and Environment

on Metabolic Expression of Turmeric

(Curcuma longa cv. Roma). Indian Journal

of Experimental Biology. 53, 406–411.

Sari, A.R.K., Rahmah, F.A. & Djauhari, S. (2020)

Effectiveness of Nonessential Compounds

from Curcuma spp. on Reducing

Anthracnose Disease of Chilli Pepper Fruit.

Buletin Littro. 31 (1), 21–30.

doi:10.21082/bullittro.v31n1.2020.21-30

Sasikumar, B. (2005) Genetic Resources of

Curcuma: Diversity, Characterization and

Utilization. Plant Genetic Resources. 3 (2),

230–251. doi:10.1079/pgr200574.

Selvan, T.M. & Thomas, K.G. (2002) Turmeric.

In: Production and Utilization Proceedings,

National Consultative Meeting for

Accelerated Production and Export of

Spices. Indian Spi. Cochin, Coconut

Development Board, pp.97–109.

Senan, S., Kizhakayil, D., Sheeja, T.E., Sasikumar,

B., Bhat, A.I. & Parthasarathy, V.A. (2013)

Novel Polymorphic Microsatellite Markers

from Turmeric, Curcuma longa L.

(Zingiberaceae). Acta Botanica Croatica. 72

(2), 407–412. doi:10.2478/botcro-2013-

0002.

Shabana, M.H., Shahy, E.M., Taha, M.M., Mahdy,

G.M. & Mahmoud, M.H. (2015)

Phytoconstituents from Curcuma longa L.

Aqueous Ethanol Extract and Its

Immunomodulatory Effect on Diabetic

Infected Rats. Egyptian Pharmaceutical

Journal. 14 (1), 36.

Shakeri, A., Cicero, A.F.G., Panahi, Y., Mohajeri,

M. & Sahebkar, A. (2018) Curcumin: A

Naturally Occurring Autophagy Modulator.

Journal of Cellular Physiology. 234, 5643-

Page 12: KERAGAMAN GENETIK 64 AKSESI KUNYIT ASAL INDONESIA

Keragaman Genetik ... (Tresna Kusuma Putri, Putri Ardhya Anindita, Noladhi Wicaksana, Tarkus Suganda, Vergel Concibido, Agung Karuniawan)

134

5654. doi:10.1002/jcp.27404.

Shameem, M.U.S. & Ferdous, R. (2009) An

efficient K-Means Algorithm Integrated

with Jaccard Distance Measure for

Document Clustering. First Asian

Himalayas International Conferenceon

Internet. 1–6.

Shen, J., Jia, X., Ni, H., Sun, P., Niu, S. & Chen,

X. (2010) AFLP Analysis of Genetic

Diversity of Jatropha curcas Grown in

Hainan, China. Trees - Structure and

Function. 24 (3), 455–462.

doi:10.1007/s00468-010-0413-1.

Singh, A.K., Nanda, P., Singh, A. & Singh, B.

(2015) Genetic Diversity Analysis in

Turmeric (Curcuma longa L.) Based on SSR

Markers. Journal of Biological Engineering

Research and Review. 2 (1), 20–24.

Singh, S., Panda, M.K. & Nayak, S. (2012)

Evaluation of Genetic Diversity in Turmeric

(Curcuma longa L.) Using RAPD and ISSR

Markers. Industrial Crops and Products. 37

(1), Elsevier B.V., 284–291.

doi:10.1016/j.indcrop.2011.12.022.

Singh, T.J., Patel, R.K., Patel, S.N. & Patel, P.A.

(2018) Molecular Diversity Analysis in

Turmeric (Curcuma longa L.) Using SSR

Markers. International Journal of Current

Microbiology and Applied Sciences. 7 (11),

552–560.

Verma, S., Singh, S., Sharma, S., Tewari, S.K.,

Roy, R.K., Goel, A.K. & Rana, T.S. (2015)

Assessment of Genetic Diversity in

Indigenous Turmeric (Curcuma longa)

Germplasm from India Using Molecular

Markers. Physiology and Molecular Biology

of Plants. 21 (2), 233–242.

doi:10.1007/s12298-015-0286-2.

Wicaksana, N., Gilani, S.A., Ahmad, D., Kikuchi,

A. & Watanabe, K.N. (2011) Morphological

and Molecular Characterization of

Underutilized Medicinal Wild Ginger

(Zingiber barbatum Wall.) from Myanmar.

Plant Genetic Resources: Characterization

and Utilization. 9 (4), 531–542.

doi:10.1017/S1479262111000840.

Yamanaka, S., Suzuki, E., Tanaka, M., Takeda, Y.,

Watanabe, J.A. & Watanabe, K.N. (2003)

Assessment of Cytochrome P450 Sequences

Offers a Useful Tool for Determining

Genetic Diversity in Higher Plant Species.

Theoretical and Applied Genetics. 108, 1–9.

doi:10.1007/s00122-003-1403-0.