laporan akhir penelitian rahasia laporan penelitian ... · laporan akhir penelitian rahasia laporan...
TRANSCRIPT
i
Laporan Akhir Penelitian
RAHASIA
LAPORAN PENELITIAN
PENGUATAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN MALARIA MELALUIPENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DI DAERAH KEPULAUAN BANGKEP DAN
TOJO UNA-UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH, TAHUN 2016.
STRENGTHENING OF MALARIA CONTROL POLICY APPROACH THROUGHSOCIAL CULTURE IN THE REGION AND THE ISLANDS BANGKEP, TOJO UNA-
UNA SULAWESI CENTRAL PROVINCE, IN 2016.
NINGSI S.Sos, M.Si, dkk.
BALAI PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENGENDALIAN PENYAKITBERSUMBER BINATANG (LITBANG P2B2 ) DONGGALA BADAN PENELITIAN
DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI
2016
ii
SK PENELITIAN
iii
iv
v
vi
SUSUNAN TIM PENELITI
No. Nama Kedudukan Dalam Tim
1. Ningsi S.Sos, M.Si Ketua Pelaksana
2. Ahmad Erlan, SKM,MPH Peneliti
3. H.M Munir Salham,MA Peneliti
Rina Isnawati, S.Si Peneliti
4. Siti Hajar N. Aepu. S.Sos, M.Si Peneliti
5 Meiske Elisabeth Koraang, S.Si Peneliti
6 Ade Kurniawan, SKM Peneliti
7. Rezkia Administrasi
Sumber Dana : DIPA Balai Litbang P2B2 Donggala 2016
vii
PERSETUJUAN ETIK
viii
PERSETUJUAN ATASAN YANG BERWENANG
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa di panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, atas kuasa dan rahmatnya julalah
sehingga laporan penelitian yang berjudul “ Penguatan Kebijakan Pengendalian Malaria Melalui
Pendekatan Sosial Budaya di Daerah Kepulauan Bangkep Dan Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi
Tengah “ dapat selesai tepat pada waktunya. Penelitian ini bertujuan menganalisis aspek sosial
budaya masyarakat sebagai penguatan kebijakan dalam pengendalian malaria di daerah
kepulauan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengambil kebijakan dalam
pelaksanaan pengendalian malaria di Provinsi Sulawesi Tengah.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Litbang P2B2 Donggala atas
kesempatan, izin dan segala dukungannya selama pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih
kepada bapak Jastal SKM,M.Si dan tim revieweryang telah memberikan masukkan dan serta
bimbingannya selama kegiatan penelitian ini berlangsung. Begitupula kepada teman-teman tim
yang telah membantu memberikan masukkan maupun diskusi selama penelitian ini berlangsung.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada teman tim yang turut terlibat
secara langsung membantu penulis dalam menyusun laporan ini. Saran dan masukkan yang
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan pada penelitian-penelitian kami selanjutnya.
Donggala, Desembar 2016Ketua Pelaksana,
Ningsi S.Sos, M.Si
x
RINGKASAN EKSEKUTIF
PENGUATAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN MALARIA MELALUIPENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DI DAERAH KEPULAUAN BANGKEP DAN
TOJO UNA-UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH, TAHUN 2016.
NINGSI, S.SOS,M.Si, dkk
Malaria adalah salah satu penyakit menular yang dapat menyebabkan kematian terutama
pada kelompok risiko tinggi yaitu bayi, anak balita dan ibu hamil. Malaria menjadi masalah
kesehatan di Indonesia karena mengakibatkan dampak yang luas dan berpeluang menjadi
penyakit emerging (KLB) dan reemerging ( peningkatan kasus kembali). Kondisi ini dapat
terjadi, karena adanya kasus impor, resitensi terhadap obat, resistensi terhadap insektisida yang
digunakan dalam pengendalian vector, serta adanya vector potensial 1.. Didukung pula oleh
karakteristik lingkungan fisik, sosial dan budaya masyarakat Indonesia yang berbeda-beda baik
dalam hal pengetahuan (kognitif), sikap dan perilaku terkait kesehatan dan penyebab penyakit.
Beberapadaerahkepulauan di Provinsi Sulawesi Tengah masih merupakandaerahendemis
malaria. Salah satu daerah kepulauan yang termasuk daerah endemis malaria (High Incidence
Area) adalah Kabupaten Banggai Kepulauan dengan angka kasus API tahun 2013 (5,12/mil),
2014 (4,02/mil), Kabupaten Tojo Una-Una API tahun 2013 (3,19/mil), 2014 (1,23/mil), dan
Kabupaten Banggai Laut API 2014 (5,62/mil). (Sumber: Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah,
2015). Kebijakan pengendalian malaria yang sudah dilakukan saat ini adalah pengobatan
penderita, pemberian kelambu berinsektisida kepada masyarakat dan kegitatan entomologi
berupa penangkapan nyamuk untuk mengidentifikasi jenis vektor potensial sebagai penyebab
malaria.
Malaria erat hubungannya dengan perubahan lingkungan, vektor, resistensi terhadap obat,
akses pelayanan kesehatan dan sosio budaya.Kementerian kesehatan RI mentargetkan Indonesia
akan bebas malaria pada tahun 2030. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain melakukan
beberapa tahapan eliminasi malaria. Kebijakan eliminasi malaria bertujuan untuk melakukan
pengendalian malaria secara bertahap di Indonesia1. Demi mewujudkan masyarakat Indonesia
bebas malaria sampai tahun 2030 yang merupakan rencana sasaran strategi Kemenkes, maka
penelitian ini dilakukan guna mendapatkan suatu solusi dalam penguatan kebijakan pengendalian
xi
malaria khususnya di daerah kepulauan dengan mempertimbangkan karakteristik sosial budaya
masyarakatnya seperti pengetahuan, sikap, perilaku, persepsi dan nilai-nilai budaya masyarakat
terkait malaria. Daerah kepulauan merupakan sasaran srategis Kemenkes khususnya dalam
pengendalian malaria, dimana IPM (indeks pembangunan manusia) masih sangat rendah.
Minimnya akses pelayanan kesehatan yang kemungkinan didukung oleh faktor geografis,
sehingga masih banyak masyarakat di daerah kepulauan kurang mendapatkan perhatian terkait
masalah kesehatan.
Diharapkan hasil
penelitianinidapatmenjadisalahsatusolusiuntukmembantupenentukebijakandalammelakukaninter
vensipengendalian malaria di daerahkepulauan,
denganmenggunakanpendekatansosiokulturaluntukpenguatankebijakan yang sudahada, berkait
dengan perencaaan, pengambilan dan perumusan keputusan, pelaksanaan keputusan dan evaluasi
terhadap dampak dari pelaksanaan keputusan terhadap khalayak sasaran kebijakan (kelompok
terget). Oleh karena itu, penelitian ini tidak dilakukan dalam bentuk perlakuan atau tindakan,
tetapi lebih fokus pada aspek sosial dan aspek kultural. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten
Tojo Una-Una una dan Kabupaten Banggai kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah.
Hasil penelitian menunjukkan salah satu penguatan kebijakan dalam pengendalian malaria
melalui pendekatan aspek sosiobudaya, adalah berupa kerjasama antar tokoh-tokoh masyarakat
telah dilakukan di kepulauan Wakai Kabupaten Tojo Una-Una dan berhasil mengubah pola
berfikir bagi masyarakat yang terindentifikasi positif malaria, dari semula cukup minum obat-
obat tradisioanl, tetapi setelah mengetahui ada pemeriksaan darah, pembagian kelambu, pola
berfikir dan perilaku mereka cukup baik, rata-rata masyarakat memeriksakan penyakitnya di
Puskesmas. Selain itu budaya yang membantu program dalam pengendalian malaria adalah
perilaku penggunaan kelambu masyarakat di kedua wilayah ini cukup baik, namun karena
keterbatasan pembagian kelambu oleh petugas kesehatan, memungkinkan budaya tersebut akan
terkikis. Rata-rata masyarakat hanya mengharapkan pembagian kelambu dari petugas kesehatan,
tanpa berusaha untuk membelinya. Perubahan pengetahuan dan perilaku masyarakat dapat
menguatkan penerapan kebijakan eliminasi malaria.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden pengetahuan masyarakat mengenai gejala,
penyebab, dan mencari penyembuh ke Puskesmas mencapai 56.4% untuk Bulagi Kabupaten
Bangkep, dan 92.7% untuk Wakai, Kabupaten Tojo Una-Una. Presentase yang dicapai (56.4%)
xii
program eliminasi malaria belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang maksimal,
sedangkan pencapaian (92.7%) eliminasi malaria di Wakai, Kecamatan Una-Una, Kabupaten
Touna, menunjukkan suatu keberhasilan yang signifikan tingginya pengetahuan mereka tentang
gejala, penyebab, penyebaran dan berobat ke Puskesmas. Faktor-faktor yang menjadi kendala
dalam penerapan kebijakan eliminasi malaria di Kabupaten Bangkep, selain faktor jarak, dan
kurangnya tenaga laboratorium, khusus menangani pemeriksaan sediaan darah penderita malaria,
dan tidak didukung oleh sarana lainnya seperti lampu listrik saat pemeriksaan slide malaria, yang
memungkinkan hasil sediaan darah patut di cros-chek kembali , begitupun masih kurangnya
tenaga ahli yang menguasai teknologi informasi (IT), serta seringnya terlambat diterima obat-
obat malaria. Demikian juga yang berlaku di Wakai Kabupaten Bangkep, namun khusus wilayah
ini untuk sementara pemeriksaan sendiaan darah dialihkan ke laboratorium rumah sakit Wakai.
Sedangkan faktor pendorong menunjukkan peran pemerintah daerah untuk mendukung
kebijakan eliminasi malaria cukup baik yaitu bantuan pendanaan APBD, dan kegiatan promosi
kesehatan.
Pemahaman implementasi kebijakan eliminasi malaria, baik di Kabupaten Banggai Kepulauan,
maupun di kabupaten Tojo Una-Una, berdasarkan SK Menkes, No. 293 tahun 2009 dan
ditindaklanjuti Peraturan Bupati, No. 24 tahun 2011, pada Dinas Kesehatan tingkat provinsi dan
Dinas Kesehatan tingkat kabupaten sudah berjalan dengan baik, namun pada tingkat lintas
sektoral (SKPD) belum memahami kebijakan tersebut secara operasional, sehingga kerjasama
dan kemitraan antara pelaksana (stakeholder) belum menunjukkan kegiatan program yang
signifikan dalam penerapan kebijakan eliminasi malaria. Hal yang dapat membantu dalam
pemberantasan malaria adalah perlunya komitmen bersama antar SKPD, dinas kesehatan terkait
dan puskesmas baik dari tahap perencanaan, anggaran, pelaksanaan dan evaluasi dalam
pemberantasan malaria. Komitmen Pemda, Dinkes, Puskesmas dan tenaga kesehatan
(Paramedik), untuk melibtakan tokoh-tokoh masyarakat& organisasi/lembaga sosial yaitu
melakukan penyuluhan terpadu dan kerjasama program (Promkes, Gizi dan Kesling),
membangun perilaku budaya sehat dengan memberdayakan tomas.
xiii
ABSTRAK
Di Kabupaten Banggai Kepulauan, khususnya di Kecamatan Bulagi, malaria berada pada levelendemi tinggi dengan total Annual Parasite Indence (API) > 5 % dan menjadi masalah kesehatanmasyarakat. Sedangkan di kabupaten Tojo Una-Una Kepulauan Wakai endemi malaria berada padalevel API < 0 %. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pemerintah daerah dalampengendalian malaria melalui penguatan sosial budaya di daerah kepulauan Provinsi SulawesiTengah. Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primer dan sekunder darihasil wawancara mendalam pada informan meliputi kepala Dinkes kabupaten, petugas kesehatanDinkes, petugas kesehatan Puskesmas, kepala desa dan aparatnya, tokoh masyarakat (adat, agama,penyembuh tradisional, dan tokoh pemerhati malaria ). Metode kuantitatif melalui pengumpulan datawawancara pada responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program eliminasi malaria telahdilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Bangkep, namun belum mampu secara efektif menurunkanangka kesakitan malaria, karena kolaborasi antara Dinkes dengan instansi terkait, tentang programterintegrasi belum berjalan dengan baik, stakeholder masih menjalankan programnya masing-masing. Demikian juga Perbu Bangkep, Nomor, 24 Tahun 2011, belum menampakkan hasilmaksimal dalam implementasinya. Selain itu, Penyebab eliminasi malaria di Kabupaten Bangkepbelum mampu diturunkan angka kesakitan malaria, karena penanganan masih berada pada levelpenyembuhan medis pasien malaria, sedangkan memutuskan mata rantai penularan pada manusia,termasuk tempat penampungan air tadah hujan, di mana nyamuk sebagai parasit serta habitatnyabelum tersentuh secara maksimal.Keberhasilan Dinkes Touna dalam menurunkan angka kesakitan malaria di Kepulauan Wakai, baikmelalui upaya promosi kesehatan, advokasi, kemitraan dan pemberdayaan masyarakat maupundukungan Pemerintah Daerah, dengan diterbitkannya Perbu Tojo Una-Una, tahun 2015, tentangpelaksanaan program eliminasi malaria. Hasilnya adalah angka kesakitan malaria menurun 3 tahunterakhir, sejak tahun 2013 sampai dengan 2016, kemudian dikuatkan dengan komitmen masyarakatsetempat melalui Deklarasi Bebas Malaria di Wakai, tahun 2015.
Kata kunci: Malaria. Penguatan Kebijakan, pendekatan sosio budaya
xiv
ABSTRAC
In the Banggai Islands, particularly in Sub Bulagi, endemic malaria are at high level with totalAnnual Parasite Indence (API)> 5% and a public health problem. While in TojoUna-Una districtWakai Islands at the level of malaria endemic API <0%. This study aims to determinegovernment policy in malaria control by strengthening the social culture within the islandprovince of Central Sulawesi. Research using qualitative methods to source primary andsecondary data from in-depth interviews on informants covering the head of DHO, health workershealth office, health care workers health centers, village heads and officials, community leaders(traditional, religious, traditional healers, and prominent observers of malaria). Quantitativemethods of collecting data through interviews on respondents. Results showed that malariaelimination program has been implemented by the Department of Health Bangkep, but has notbeen able to effectively reduce morbidity of malaria, because of the collaboration between thehealth office with the relevant authorities, on the integrated program has not gone well,stakeholders still run the program, respectively. Likewise PerbuBangkep, No., 24 of 2011, has notfigured maximum in implementation. In addition, the causes of malaria elimination in the DistrictBangkep not been able lowered incidences of malaria, because the handling is still at the level ofmedical treatment of malaria patients, whereas break the chain of transmission to humans,including water reservoirs rainfed, where the mosquito as a parasite and its habitat has not movedto the maximum. Touna health office success in reducing malaria morbidity in Islands Wakai,either through health promotion efforts, advocacy, partnership and empowerment of communitiesand local government support, with the publication of PerbuTojoUna-Una, 2015, concerning theimplementation of malaria elimination program. The result is a malaria morbidity rate declinedlast 3 years, from 2013 to 2016, then reinforced with community commitment through theDeclaration of Non Malaria in Wakai, 2015.
Keywords: Malaria. Strengthening policy, socio-cultural approach
xv
DAFTAR ISI
JUDUL PENELITIAN ................................................................................................ i
SK PENELITIAN ................................................................................................. ii
SUSUNAN TIM PENELITI ................................................................................................. vi
PERSETUJUAN ETIK .................................................................................................. vii
PERSETUJUAN ATASAN ...................................................................................................
KATA PENGANTAR .................................................................................................. viii
RINGKASAN EKSEKUTIF ................................................................................................... ix
ABSTRAK ................................................................................................... xii
DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTRA GAMBAR ................................................................................................... xvii
DAFTAR GRAFIK .................................................................................................. xviii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................................... xix
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1B. Perumusan Masalah .................................................................................................. 4C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 5D. Manfaat Penelitian .................................................................................................. 6
II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................................. 7
III. METODE PENELITIAN............................................................................................. 19
A. Kerangkan Konsep, Hipotesis, Definisi Operasional ...................................................... 19B. Desain Penelitian ................................................................................................. 20C. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................................................20D. Populasi dan Sampel ................................................................................................. 21E. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................................................... 23
xvi
F. Bahan Dan Prosedur Pengumpulan Data ............................................................................ 24G. Pengolahan dan Analisa Data ..................................................................................... 25
IV. HASIL
A. Gamabaran Umum Kab Bangkep ........................................................................................ 26B. Status Kesehatan Masyarakat di Kab Bangkep ..................................................................... 29C. Faktor Pendukung-Penghambat Kebijakan dalam Pengendalian Malaria di Kab Bangkep
................................................................................................................................................ 34D. Kondisi Geografis- Demografis Kec BuLagi .........................................................................39E. Wawancara PSP Masyarakat Terkait Malaria di Wil PKM Bulagi ....................................... 41F. Gambaran Umum Kab Tojo Una- Una ................................................................................. 53G. Status Kesehatan Masyarakat di Kab Tojo Una- Una ........................................................... 54H. Faktor Pendukung-Penghambat Kebijakan dalam Pengendalian Malaria di Kab Tojo Una-Una
................................................................................................................................................. 55I. Kondisi Geografis- Demografis Kec Una-Una ....................................................................... 62J. Wawancara PSP Masyarakat Terkait Malaria di Wil PKM Wakai ........................................ 66K. FGD Pada Tokoh Masyarakat, Mantan Penderita-Non Penderita .......................................... 75
V. PEMBAHASAN
A. Implementasi Program Dalam Pengendalian Malaria .......................................................... 81B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Program Eliminasi Malaria .................. 97C. Kendala Implementasi dalam Eliminasi Malaria ................................................................. 102A. Pendekatan Aspek Sosial Budaya dalam Pengendalian Malaria ......................................... 106
VI. KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................... 112
A. Kesimpulan ......................................................................................................................... 113
B. Saran ...................................................................................................................................114
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................... 115
UCAPAN TERIMA KASIH................................................................................................. 117
LAMPIRAN............................................................................................................................ 118
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Puskesmas Perawatan, Non Perawatan, Polindes,Poskesdes Tahun 2015
Tabel 2. Karakteristik Responden di Wiayah Puskesmas Bulagi
Tabel 3. Pengetahuan Responden Terkait Malaria di Wilayah Puskesmas Bulagi
Tabel 4. Perilaku RespondenTerkait Malaria di Wilayah Puskesmas Bulagi
Tabel 5. Sikap Responden Terkait Malaria di Wilayah Puskesmas Bulagi
Tabel 6. Kegiatan Program Malaria dan Jumlah Dana Perkegiatan Tahun 2015
Tabel 7. Karakteristik Responden di Wiayah Puskesmas Wakai
Tabel 8. Pengetahuan Responden Terkait Malaria di Wilayah Puskesmas Wakai
Tabel 9. Perilaku RespondenTerkait Malaria di Wilayah Puskesmas Wakai
Tabel 10. Sikap Responden Terkait Malaria di Wilayah Puskesmas Wakai
Tabel 11. Aspek Sosial Budaya Yang Mendukung Dan Menghambat Pengendalian Malaria
xviii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Peta Kab Banggai Kepulauan
Gambar 2. Anggaran APBD Dinkes Kab Banggai Kepulauan
Gambar 3. Sarana MCK Yang Di buat Tahun 2013
Gambar 4. Kondisi Desa Bulagi
Gambar 5. Puskesmas Bulagi
Gambar 6. Daun Kumis Kucing Temulawak Sebagai Obat Tradisional Warga Bulagi
Gambar 7. Resochin Salah satu Obat malaria yang Sering di Konsumsi warga Bulagi
Gambar 8. Toko Obat Di kec Bulagi
Gambar 9. Peta Kab Tojo Una-Una
Gambar 10. Peta Kecamatan Una-Una
Gambar 11. Perumahan Penduduk Kepulauan Wakai
Gambar 12. Kondisi Saat Memasuki Desa Wakai Kec Una-Una
Gambar 13. Puskesmas Wakai Kecamatan Una-Una
xix
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Jumlah Penduduk Perkecamatan di Kabupaten Bangkep
Grafik 2. 10 Besar Penyakit Pada Puskesmas di Kabupaten Bangkep
Grafik 3. Capaian Indikator malaria Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2015
Grafik 4. API (Anual Paracite Insidens )Kabupaten Tojo Una-Una Tahun 2015
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto- Foto Kegiatan Penelitian
Lampiran 2 . Panduan Wawancara Mendalam Untuk Stakeholder Terkait Malaria
Lampiran 3 . Kuesioner PSP Responden
Lampiran 4 . Lembaran persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
Lampiran 5 . Inform Consent
Lampiran 6. Hasil Analisa Data
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesbangpol
Lampiran 8. Peraturan Gubernur Sulawesi Tengah No 20 Tahun 2012 Tentang EliminasiMalaria Di Sulawesi Tengah
Lampiran 9. Peraturan Bupati Banggai Kepulauan Tentang Pelaksanaan Program EliminasiMalaria di Kabupaten Banggai Kepulauan
Lampiran 10. Deklarasi Bebas Malaria Oleh Masyarakat Wakai
1
1. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan
masyarakat di dunia termasuk Indonesia. World Malaria Report tahun 2011 menyebutkan bahwa
malaria terjadi di 106 Negara bahkan 3,3 milyar penduduk dunia tinggal di daerah berisiko
tertular malaria. Jumlah kasus malaria di dunia sebanyak 216 juta kasus, dimana 28 juta kasus
terjadi di ASEAN. Setiap tahunnya sebanyak 660 ribu orang meninggal dunia karena malaria
terutama anak balita (86%), 320 ribu diantaranya berada di Asia Tenggara termasuk Indonesia. 1
Sampai saat ini malaria masih menjadi fokus perhatian utama dalam upaya penurunan
angka kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh penyakit menular baik regional maupun
global dan penyakit ini masuk dalam kategori “ re- emergence disease”. Data WHO tahun 2010
menunjukkan, Indonesia menyumbang sekitar 224 ribu dari 24 juta kasus malaria sedunia.2Kasus
malaria tahun 2010 pada Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) adalah 22,9 per mil.Namun
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 API menurun menjadi 1,38 per 1000
penduduk.3Menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, dengan jumlah
kasus malaria sebesar tersebut dapat menimbulkan kerugian ekonomi mencapai tiga triliun
rupiah lebih. Kerugian tersebut dapat berpengaruh terhadap pendapatan daerah.4
Dalam rangka pengendalian malaria, pemerintah mengeluarkan surat keputusan Menteri
Kesehatan nomor 293 tahun 2009 tentang eliminasi malaria yaitu membatasi malaria di suatu
daerah geografis tertentu terhadap malaria impor dan vektor malaria. Pelaksanaanpengendalian
malaria menuju eliminasi malaria dilaksanakan secara bertahap dari satu pulau atau beberapa
pulau sampai seluruh pulau tercakup, guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang
terbebas dari penularan malaria sampai tahun 2030. Daerah Sulawesi masuk dalam tahap tahun
2020.
Salah satu fokus prioritas pembangunan pemerintah adalah upaya percepatan dan/atau
perlakuan khusus antara lain untuk pembangunan kesehatan daerah terpencil perbatasan (DTP),
terutama diarahkan pada wilayah Indonesia bagian Timur. Hal ini tertuang secara eksplisit dalam
keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 331/ MENKES/SK/ 2006 tentang
Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2011 antara lain tentang keberpihakkan pada
daerah terpencil, perbatasan dan kepulauan. 5
2
Masyarakat di daerah terpencil dan kepulauan, dalam kehidupan mereka sehari-hari
terpapar dengan risiko kesehatan antara lain kurangnya tersedia air bersih dan berkualitas untuk
dapat diminum, minimnya ketersediaan makanan yang bergizi yang bisa meningkatkan imunitas,
dan terbatasnya pelayanan kesehatan yang terhalang oleh keadaan geografis serta kondisi
perumahan yang padat dan kurang memenuhi syarat kesehatan, sehingga mudah tertular penyakit
yang ditularkan oleh vektor dan agent penyakit yang berkembang. Selain itu masyarakat
kepulauan juga indentik dengan sosiokulturalnya, khsusunya dalam pengambilan keputusan
terkait pencegahan dan pencarian pengobatan penyakit.5
Negara Republik Indonesia memilki banyak daerah kepulauan, dimana kehidupan
masyarakatnya masih tergantung kepada laut dan masih bermasalah dengan penyakit yang
berbasis lingkungan seperti malaria, salah satunya adalah Provinsi Sulawesi Tengah. dengan
angka API tahun 2012 (2,92/mil), 2013 (1,60/mil), tahun 2014 (1,52/mil), tahun 2015
(1,06/mil). Beberapa wilayah provinsi Sulawesi Tengah khususnya di daerah kepulauan masih
bermasalah dengan malaria, berdasarkan data profil Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah
tahun 2015 daerah dengan kategori endemis tinggi (High incidende Area) yaitu Kabupaten
Bangkep, Banggai Laut dan Tojo Una-Una. Angka API (Anual Parasit Incidence) di Kab
Bangkep tahun 2012 (14,35/mil), 2013 (5,12/mil), 2014 (4,02/mil), 2015 (2,53/mil). Kabupatena
Tojo Una-Una API tahun 2012 (5,09/mil), tahun 2013 (3,19/mil), dan 2014 (1,23/mil), 2015
(0,84/mil) dan Kabupaten Banggai Laut API 2014 (5,62/mil), 2015 (2,83/mil). Penemuan ini
mengindikasikan pentingnya strategi pengembangan dan penguatan kebijakan pengendalian
malaria melalui aspek sosio-kultural pada level lokal untuk meningkatkan peranserta masyarakat
dalam mengeliminasi malaria serta memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk pengobatan dan
penyembuhan.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat
malaria yang meliputi kegiatan penemuan dan pengobatan penderita, upaya perlindungandiri
terhadap gigitan nyamuk melalui pemakaian kelambu berinsektisida, Upaya tersebut dilakukan
oleh pemerintah dan bersinergi dengan pelayanan kesehatan di tingkat Puskesmas. namun
hasilnya masih kurang memuaskan yang diindikasikan dengan masih tingginya angka API
selama beberapa tahun terakhir ini. Selain itu kendala yang harus dihadapi antara lain akses
layanan di daerah terpencil masih kurang, perubahan lingkungan, sehingga meluasnya tempat
perkembangbiakkan nyamuk penular malaria, kelemahan manajemen dan terbatasnya sumber
3
daya yang kompeten, pendanaan yang kurang memadai, lemahnya kerjasama lintas sektor dan
kemandirian masyarakat dalam pengendalian penyakit masih sangat minim.
Penanggulangan malaria tidak terlepas dari aspek sosial budaya masyarakat. Setempat,
karena malaria erat hubungannya dengan lingkungan sosial dan budaya masyarakat antara lain
aspek pengetahuan, sikap, perilaku, kepercayaan dan tradisi, serta persepsi masyarakat akan
kemampuan dan pengetahuan penyedia layanan.Masyarakatkepulauan selalu
mengidentifikasikan dan mengkonsepkan dirinya dengan sosiokultural yang diwariskan secara
turun temurun, sehingga . Pandangan mereka mengenai malaria, persepsi konsep sehat dan sakit
beserta perawatan kesehatan pada umumnya, sangat ditentukan oleh pengetahuan, kepercayaan,
nilai dan norma Dengan kata lain, kebudayaan yang menentukan apa yang menyebabkan orang
menderita sebagai akibat dari perilakunya dan mengapa perawatan medis mengikuti cara tertentu
dan bukan cara lainnya.4
Pemecahan berbagai masalah terkait dengan kesehatan di daerah terpencil seperti
kepulauan memerlukan suatu kebijakan program yang tepat. Mengetahui kebutuhan kesehatan
dari masyarakat adalah penting untuk dipahami terutama oleh pengambil kebijakan dan penyedia
program layanan kesehatan, khususnya apabila terjadi kesenjangan antara kebutuhan kesehatan
dari masyarakat dan program/tindakan prioritas yang dilakukan oleh pengambil
kebijakan/penyedia program kesehatan. Dalam menilai kebutuhan dari masyarakat sangat
penting untuk diketahui tidak hanya apa yang masyarakat butuhkan, namun apa yang mereka
maksudkan, bagaimana dan mengapa sehingga mereka membutuhkan. 5
Menurut Global malariae Programme menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit
yang harus terus menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan
formulasi kebijakan strategi yang tepat. Peran stakholder sangat diperlukan, ada beberapa
stakholder yang dapat berperan dalam pengendalian malaria antara lain, Departemen Kesehatan,
Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, Puskesmas, perangkat desa dankader kesehatan. Untuk
mewujudkan upaya pemerintah dalam rangka pengendalian malaria dengan agenda kebijakan
terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai tahun
2030. Temuan kasus API di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya di daerah kepulauan
masih cukup tinggi, maka diperlukan suatu bentuk intervensi dengan pola kebijakan yang sudah
ada dengan mempertimbangkan aspek sosial budaya masyarakanya.
4
Beberapa pertimbangan yang perlu menjadi prioritas dalam penentuan kebijakan adalah data
maupun informasi terkait kebutuhan kesehatan masyarakat sendiri, mengetahui sumber daya
yang tersedia di masyarakat, lingkungan, pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat setempat.
Selain itu, indegeneus local atau budaya lokal masyarakat di daerah kepulauan yang bisa
dijadikan pedoman dalam menentukan pola kebijakan baru atau memperkuat kebijakan yang
sudah ada, sehingga penelitian ini bisa memberi solusi berupapenguatankebijakandalam
pengendalian malaria yang lebih efektif.Selain itu, latar dan pandangan yang sama pengambil
atau penentu kebijakan yang terdapat dalam kebudayaan birokrasi sebagai asumsi-asumsi profesi
medis, dan kualitas kebijakan secara profesional
Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi aspek
sosio-budaya dalam penguatankebijakanpengendalian malaria di dua daerah kepulauan di
Provinsi Sulawesi Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengam wawancara terstruktur dan tak
berstruktur (wawancara mendalam), FGD serta observasi/pengamatan lingkungan fisik, sosial,
budaya.
B. Perumusan Masalah
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat khususnya di daerah terpencil dan
kepulauan. Demikian pula pada rencana strategis kementerian Kesehatan tahun 2010-2014
malaria merupakan salah satu sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan dengan indikator
tercapainya sasaran hasil adalah angka penemuan kasus malaria 1 per 1.000 penduduk 1.
Pelaksanaan pengendalian malaria menuju eliminasi malaria dilaksanakan secara bertahap dari
satu pulau atau beberapa pulau sampai seluruh pulau tercakup.
Beberapa wilayah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya di daerah kepulauan masih
merupakan kategori endemis tinggi (High incidende Area) yaitu Kabupaten Banggai Kepulauan,
Banggai Laut dan Tojo Una-Una. Beberapa kegiatan dalam pengendalian malaria adalah
pemberdayaan dan penggerakkan masyarakat, menggalang kemitraan,meningkatkan kualitas
sumber daya manusis, komunikasi, informasi dan edukasi, sistem monitoring dan evaluasi, serta
sistem surveilans. Beberapa kegiatan tersebut sudah dilakukan oleh penentu kebijakan berupa
kegiatan surveilans, penemuan dan pengobatan penderita, pembagian kelambu berinsektisida,
namun upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh penentu kebijakan tersebut masih banyak
5
kendalanya atau hambatannya. Terbukti dengan masih tingginya kasus malaria di daerah
terpencil dan daerah kepulauan.
Guna terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria sampai
tahun 2030 dan daerah Sulawesi masuk dalam tahap tahun 2020. Penelitian ini mengkaji aspek
sosial dan budaya yang ada dalam masyarakat kepulauan terkait malaria. Proses penelitian
berjalan melalui observasi, wawancara mendalam, FGD dan proses validasi instrument.
Penelitian ini bertujuan mengkaji aspek sosiobudaya yang dapat memberi penguatan kebijakan
malaria,adanya Potensi sosial berupa peranan pimpinan, baik pimpinan formal maupun informal
termasuk didalamnya tokoh atau pemuka masyarakat. Sedangkan potensi kultural berkait
mengenai aturan-aturan atau norma-norma yang mempengaruhi pola hubungan sosial antara
khalayak sasaran dengan penentu kebijakan, sikap mentalitas penduduk setempat, adat istiadat,
kepercayaan, etos kerja, nilai-nilai, dan pandangan hidup masyarakat terhadap suatu kebijakan
yang berkaitan dengan eliminasi malaria.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Penguatan kebijakan dalam pengendalian malaria melalui pendekatan sosial budaya di
daerah kepulauan Provinsi Sulawesi Tengah.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis faktor pendukung dan penghambat kebijakan dalam pengendalian malaria.
2. Menganalisis Pengetahuan, sikap, perilaku masyarakat terkait malaria
3. Menganalisis lingkungan sosialdan budaya masyarakat terkait malaria di daerahkepulauan
4. Menganalisis peran petugas kesehatan dalam layanan kesehatan yang terkait denganpengendalian malaria di daerah kepulauan
5. Menganalisis aspek sosial kultural yang dapat menguatkan pengendalian malaria padakhalayak sasaran di daerah kepulauan
6
D.Manfaat Penelitian
Program:Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukkan bagi penentu kebijakan di daerahdalam melakukan pengendalian malaria, khususnya di daerah kepulauan danterpencil
Ilmiah :Mengetahui aspek sosial budaya masyarakat kepulauanterkait kebijakanmalaria
Masyarakat : Potensi sosial budaya yang dimiliki oleh masyarakat dapat membantupenentu kebijakan dalam pengendalian malaria, khususnya peran tokoh-tokoh masyarakat dalam pengendalian malaria.
Peneliti:Penelitian ini menjadi pengalaman yang berharga dan memperkaya khasanah kajianilmiah bagi peneliti
7
II. TINJAUAN PUSTAKAN
A. Malaria
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh parasit Plasmodium yang ditularkan
melalui gigitan nyamuk anopheles betina, yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah
merah manusia. Dikenal lima macam spesies yaitu : Plasmodium falciparum, Plasmodium vivax,
Plasmodium ovale, Plasmodium malariea dan Plasmodium knowlesi.Gejala demam tergantung
jenis malaria, sfat demam akut yang di dahului oleh stadium dingin ( menggigil) diikuti demam
tinggi kemudian berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderitan non
imun (berasal dari daerah non endemia). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala lain
seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Gejala tersebut biasanya
terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun). 6
Bahaya malaria jika tidak ditangani dapat menjadi malaria berat yang menyebabkan
kematian. Malaria dapat menyebabkan anemia yang mengakibatkan penurunan kualitas sumber
daya manusia. Malaria pada wanita hamil jika tidak diobati dapat menyebabkan keguguran.
Lahir kurang bulan (prematur) dan berat badan lahir rendah (BBLR) serta lahir mati. Pencegahan
malaria dengan cara meningkatkan kewaspadaan dini terhadap risiko malaria, mencegah gigitan
nyamuk, pengendalian vektor dan kemoprofilaksis. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan
dengan menggunakan kelambu berinsektisida, repelen, kawat kasa nyamuk dan lain-lain . 6
Walaupun ditularkan oleh nyamuk, malaria sebenarnya merupakan suatu penyakit ekologis.
Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan yang memungkinkan nyamuk
untuk berkembang biak dan berpotensi melakukan kontak dengan manusia dan menularkan
parasit malaria. Contoh faktor-faktor lingkungan itu antara lain hujan, suhu, kelembaban, arah
dan kecepatan angin, ketinggian. Air merupakan faktor esensial bagi perkembang-biakan
nyamuk. Karena itu dengan adanya hujan bisa menciptakan banyak tempat perkembangbiakan
nyamuk akibat genangan air yang tidakdialirkan di sekitar rumah atau tempat tinggal. Nyamuk
dan parasit malaria juga sangat cepat berkembang biak pada suhu sekitar 20-27 derajat C, dengan
kelembaban 60-80 %. Secara teoritis, nyamuk bisa terbang sampai 2-3 km, namun pengaruh
angin, jarak terbang nyamuk bisa mencapai 40 km. Bahkan dengan perkembangan sarana
transportasi, nyamuk bisa mencapai daerah yang jauh dengan menumpang alat transportasi. Para
8
ahli juga memperkirakan bahwa perubahan iklim global telah turut mempengaruhi penyebaran
nyamuk malaria. Nyamuk anopheles yang biasanya hanya ditemukan di daerah dataran rendah
sekarang bahkan bisa ditemukan di daerah pengunungan, yang tingginya di atas 2000 m dari
permukaan laut.Salah satu faktor lingkungan yang juga mempengaruhi peningkatan kasus
malaria adalah penggundulan hutan, terutama hutan-hutan bakau di pinggir pantai. Akibat
rusaknya lingkungan ini, nyamuk yang umumnya hanya tinggal di hutan, dapat berpindah ke
pemukiman manusia. Di daerah pantai, kerusakan hutan bakau dapat menghilangkan musuh-
musuh alami nyamuk sehingga kepadatan nyamuk menjadi tidak terkontrol.7
Pada zaman dulu, klorokuin merupakan obat anti malaria yang paling ampuh yang dipakai
untuk mengobati malaria. Dewasa ini, klorokuin juga mulai kehilangan keampuhannya akibat
resistensi parasit malaria terhadap klorokuin. Kondisi ini terjadi karena pola pengobatan dan
dosis klorokuin yang sering tidak sesuaistandar. Sekarang untuk pengobatan malaria mulai
memakai obat baru yang dikenal dengan sebutan artemisinin combination treatment atau ACT.
Untuk itu, agar tidak terjadi resisten pengobatan lagi, sangat diharapkan para petugas kesehatan
memberikan dosis pengobatan yang tepat dan juga pasien atau masyarakat harus taat minum obat
sesuai dosis yang disarankan. Jangan karena merasa sudah sembuh, lantas pengobatan
dihentikan. Ini akan sangat berbahaya karena dapat menimbulkan resistensi obat malaria di masa
depan.7
B. Terkait Implementasi Kebijakan
Beberapa hasil penelitian terdahulu yang dapat dirangkum dalam protokol ini antara lain:
penelitin Felix Kasim dan Immanuel Indra Pratama (2011), yaitu “Manajemen Penanggulangan
Malaria Di Kabupaten Sumba Timur” Jenis penelitiannya deskripsi kualitatif dengan pendekatan
case studies dan penentuan responden menggunakan purposive sampling, melalui pendekatan
homogeneus sampling. Lokasi penelitiannya di Kabupaten Sumba Timur Provinsi Nusa
Tenggara Timur (NTT) yang masuk dalam daerah endemis malaria. Dalam temuan hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa angka kejadian malaria di kabupaten Sumba Timur terus
menurun, karena adanya program penanggulangan malaria. Penurunan angka AMI (Annual
Malaria Index) terus terjadi hingga 104% pada tahun 2009. Pencapaian tersebut karena
manjemen penanggulangan malaria oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur terlaksana
dengan baik sesuai dengan program pemerintah pusat untuk menurunkan kesakitan malaria.8
9
Berikut hasil penelitian Betty Roosihermiatie dan Rukmini (2012) dengan judul “
Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria Di Provinsi Bali” Jenis penelitiannya
kuantitatif observasional dengan desain cross sectional, analisis datanya dengan cara content
analysis, melalui diskusi kelompok terarah atau focus group discussion (FGD) Hasil temuan
dalam penelitiannya menunjukkan bahwa penerapan kebijakan eliminasi malaria oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Bali dan Kabupaten Karangasen sudah sesuai dengan strategi pusat dengan
bersinergi kegiatan lintas sektoral baik secara langsung maupun tidak langsung dengan
mengandalkan dana dari APBD serta peran pemerintah daerah dalam bentuk dukungan
kebijakan/peraturan penganggaran dan sosialisasi.9
Selanjutnya penelitian Purwitayana (2013) dengan judul “ Faktor-Faltor Determinan Yang
Mempengaruhi Implementasi Program Jaminan Kesehatan Bali Mandara RSUD Wagaya
Denpasar” Jenis penelitiannya deskripsi kualitatif dengan menggunakan Teori George Edwars III
(1980). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa masih banyak diantara masyarakat belum
mengetahui informasi yang tepat mengenai JKB, biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh
peserta JKBM. 10Demikian juga penelitian yang dilakukan oleh Apriyanto (2013) dengan judul “
Implementasi Kebijakan Subsidi Pelayanan Kesehatan Dasar Terhadap Pelayanan Puskesmas Di
Kota Singkawang” Jenis penelitiannya studi kasus. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
kualitas layanan kesehatan di Puskesmas dianggap sudah berjalan dengan baik, namun dimensi
kehandalan dan ketanggapan memperlihatkan skor yang kurang baik, karena masih ada diantara
tenaga kesehatan yang belum berkomitmen dalam mempraktekkan manajemen pelayanan, waktu
pelayanan, ketidakpatuhan petugas dan pola perilakunya, cara pandang serta pembinaan petugas
kesehatan yang terbatas dan kuranng optimal.11
Tini Rini Puji Lestari (2011) dengan judul penelitiannya “ Pengendalian Malaria Dalam
Upaya Percepatan Pencapaian Target Millenium Devolopment Goalas (MDGs). Lokasi
penelitiannya di Provinsi Maluku Utara dengan jenis penelitiannya menggunakan metode
kualitatif. Ditemukan bahwa program pengendalian malaria telah dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Provinsi Malauku Utara, tetapi belum mampu secara efektif menurunkan angka
kesakitan malaria, sebab pengendalian yang dilakukan tidak komprehensfi. Penanganan masih
banyak ditujukan untuk memutuskan mata rantai penularan pada manusia, sementara itu nyamuk
sebagai “mesin perang” serta habitatnya belum tersentuh secara maksimal.12
10
Beberapa hasil penelitian yang diuraikan di atas, masih perlu dilakukan penelitian
lanjutan untuk percepatan pencapaian MDGs, tahun 2020 khususnya di Provinsi Sulawesi
Tengah, dan Kebijakan eliminasi malaria berdasarkan SK Menkes No. 293 tahun 2009.
Penelitian ini mempertajam kembali analisis implementasi kebijakan eliminasi malaria dengan
memberi penguatan pemahaman terhadap kebijakan eliminasi malaria melalui pendekatan sosio-
budaya baik di tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten, khususnya di daerah kepulauan.
Untuk mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan dan manfaat dalam penelitian ini, maka acuan
teori yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teori Edward III (1980) yakni faktor
komunikasi, sumberdaya, disposisi dan struktur birokrasi. Faktor-faktor tersebut dalam
perspektif antropologi merupakan satu kesatuan yang secara holistik tidak bisa dipisahkan
bahkan memberi penguatan secara komprehensif yang memerlukan kajian teoritis dan praktis.
Selain itu, penelitian ini menjadi bahan pembanding dan referensi atas kajian penelitian
terdahulu ditinjau dari perspektif Dinas Kesehatan sebagai “leading sector” dan perspektif lintas
sektoral yang terkait dengan kebijakan tersebut.
a. Konsep Implementasi Kebijakan
Implementasi berasal dari kata kerja “Implement” dan menjadi kata benda
“Implementation” yang berarti menjalankan atau melaksanakan sesuatu yang telah
direncanakan atau sudah ditetapkan sebelumnya. Implementasai merupakan proses
pengambilan keputusan secara terus menerus oleh berbagai aktor, sebagai hasil yang mutlah
ditentukan isi program, dan tergantung interaksi pengambil keputusan di dalam konteks politik
administrasinya.Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan
dapat mencapai tujuannya. Keberhasilan suatu kebijakan baik yang bersifat individual, maupun
kelompok atau institusi, biasanya melibatkan upaya-upaya policy makers untuk mempengaruhi
perilaku birokrat pelaksana agar bersedia memberikan pelayanan dan mengatur perilaku
kelompok. Di samping itu implementasi melibatkan usahauntuk mempengaruhi dengan tujuan
memberikan pelayanan atau mengatur perilaku kelompok sasaran sebagai target group “ street
level bureucrats”. Karena itu, kebijakan yang sederhana implementasinya melibatkan satu
badan yang berfungsi sebagai implementor. 13 Sebagai contoh, kebijakan BPJS-Kesehatan
dalam upaya memberikan perlindungan kesehatan kepada peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar.
11
Selain itu, kebijakan makro manfaat pemeliharaan dan perlindungan kesehatan kepada peserta
melibatkan berbagai institusi kesehatan, seperti Dinas Kesehatan kabupaten, Puskesmas, dan
Pos Kesehatan desa (Poskesdes). Keterlibatan berbagai aktor dalam implementasi kebijakan,
menurut Ripley dan Franklin menegaskan bahwa implementasi adalah bukan saja ditunjukkan
oleh banyaknya aktor atau unit organisasi yang terlibat, tetapi juga proses implementasi
dipengaruhi oleh berbagai variabel yang kompleks baik variabel individual maupun variabel
organisasional dan masing-masing variabel pengaruh tersebut juga saling berinteraksi satu
sama lain. 14
Pandangan kedua ahli tersebut menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan akan ditentukan oleh banyak variabel dan faktor saling
berhubungan satu sama lain dalam memberikan pemahaman yang lebih luas tentang berbagai
variabel yang terlibat implementasi kebijakan. Implimentasi kebijakan oleh George C. Edwards
III (1980)mengatakan bahwa implementasi dipengaruhi oleh 4 faktor. 13:
1. Komunikasi,
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor mengetahui apa
yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan
kepada kelompok sasaran (target group), sehingga akan mengurangi distorsi implementasi.
Bilamana tujuan dan sasaran suatu kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama
sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok
sasaran. Sebagai contoh komunikasi yang baik dan bentuk kerja stakeholder yaitu, keberhasilan
program KB di Indonesia, karena Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
secara intensif melakukan sosialisasi tujuan dan manfaat program KB terhadap Pasangan Usia
Subur (PUS) melalui berbagai media.
2. Sumberdaya
Sumberdaya memegang peranan penting mengimplementasikan kebijakan agar efektif,
karena tanpa sumberdaya kebijakan akan mengalami kegagalan, karena itu, meskipun ada
upaya mengkomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor kekurangan
sumberdaya yang menjadi pelaksana, maka implementasi tidak akan berjalan efektif. Sebagai
contoh, implementasi kebijakan eliminasi malaria tanpa didukung oleh tenaga kesehatan
(dokter, bidan dan perawat), dan stakeholder lainnya, maka pelaksanaan kebijakan
12
tersebut,tidak mungkin berjalan secara efektif. Adanya sumberdaya tidak dapat berdiri sendiri,
tetapi perlu dipadukan dengan keselarasan dan dapat saling menunjang.
3. Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti,
komitmen, kejujuran dan demokratis. Implementor seharusnya memiliki karakter tersebut,
maka otomatis akan dapat menjalankan kebijakan yang baik seperti apa yang diinginkan oleh
pembuat kebijakan. Sebaliknya bila bertentangan dengan pembuat kebijakan, maka proses
implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4. Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Aspek struktur setiap organisasi adalah
prosedur operasi yang standar (SOP) menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam
bertindak. Karena itu, bilamana struktur terlalu panjang dan berbelit-belit akan cenderung
melemahkan pengawasan dan menimbulkan prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks,
sehingga aktitivitas organisasi tidak fleksibel.
Faktor Penentu Implementasi Menurut Edward III
Sumber : Edwards III, 1980, dalam Subarsono, 2013:91
Komunikasi
Sumberdaya
Implementasi
Disposisi
StrukturBirokrasi
13
Penjelasan
Penelitian tentang implementasi kebijakan eliminasi malaria baik di tingkat provinsi
maupun di tingkat kabupaten, perlunya diberi penguatan berdasarkan tinjauan teoritis dan
hasil-hasil penelitian terdahulu, dengan didasarkan teori dari Edwards III meliputi indikator
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
Teori Edwards III sebagai dasar pedoman dalam penelitian ini yang berkaitan dengan
penguatan kebijakan dalam pengendalian malaria memerlukan komunikasi yang efektif agar
pelaksanaan pengambil kebijakan berdasarkan SK Menkes No. 293 tahun 2009, mengetahui
dan memahami tindakan apa yang harus dilakukan sebagai “leading sektor” dengan
melibatkan stakeholder dan lintas sektoral dalam perspektif pendekatan sosio-budaya. Karena
itu, setiap keputusan-keputusan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang
tepat sebelum keputusan-keputusan dan perintah-perintah itu dapat diaplikasikan, melalui
komunikasi yang akurat dan cermat oleh para pelaksana.
Meskipun kebijakan itu sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsistensi, tetapi
apabila implementor kekurangan sumber daya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan
berjalan efektif. Menurut Van Meter dan Van Horn keberhasilan proses implementasi
kebijakan sangat tergantung pada kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia dan
dioptimalkan sesuai tuntutan kebutuhan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. 14Selain itu,
setiap program baru pada hakekatnya membutuhkan pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan
komitmen yang tinggi untuk melaksanakan tugasnya, sehingga mampu mencapai tujuan yang
diharapkan. Kemauan dan komitmen aparat pelaksana dalam menjalankan tugasnya
berpengaruh pada keberhasilan pelaksanaan suatu kebijakan, karena pelaksana memiliki
kekuasaan dan kewenangan yang besar untuk melaksanakan kebijakan sesuai dengan
metodenya sendiri. Di samping itu setiap organisasi memiliki struktur dan persedure operasi
yang standar (SOP). Karena itu, persedure birokrasi yang rumit dan kompleks akan
menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel .13
Karena itu, implementasi pemahaman terhadap kebijakan eliminasi malaria, dengan beberapa
indikator penguatannya, ditinjau dari perspektif Dinas Kesehatan setempat, kemudian
ditidaklanjuti di tingkat Puskesmas didasarkan pada misi Puskesmas sebagai pusat
pengembangan kesehatan (Centre for health development) di wilayah kerjanya Bardach yang
14
dikutip oleh Patton dan Sawicki (Subarsono. 2013) ditetapkan indikator yakni authority,
institusional commitment, capability and organizational support.14
C. Kebijakan PublikBeberapa pandangan para ahli ilmu adminstrasi negara tentang pengertian kebijakan
publik yang dapat diuraikan antara lain: kata kebijakan mempunyai konotasi yang berbeda
dengan kebijaksanaan, pengertian kebijakan berasal dari kata policy yang pelaksanaannya
mencakup peraturan-peraturan didalamnya yang sangat berkaitan dengan proses politik.
Sedangkan kebijaksanaan berasal dari kata wisdom yang pelaksanaannya membutuhkan
pertimbangan-pertimbangan yang mendalam. Thomas Dye (1987) mengatakan bahwa
kebijakan publik adalah pilihan tindakan apapun dari pemerintah untuk melakukan atau tidak
melakukan “ waterver goverments choose to do or not to do “ Dalam pengertian luas bahwa
kebijakan publik mencakup sesuatu yang tidak dilakukan oleh pemerintah dan yang dilakukan
oleh pemerintah ketika menghadapi suatu masalah publik.15
Dalam pandangan David Eastone (Subarsono.2013) yang merumuskan dengan pendek
pengertian kebijakan publik yakni“ the relationship of goverment unit to its environment”
(antar hubungan yang berlangsung diantara unit atau satuan pemerintahan dengan
lingkungannya). Berikut menurut Wilson(2006) merumuskan kebijakan publik “ the action
objektives, and pronouncements of goverments on particular matters, the steps they take (or
fail to take) to implementthem, and the explanations they give for what happens (or does not
happen), bahwa tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan pernyataan pemerintah mengenai
masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah atau sedang diambil atau gagal untuk
diimplimentasikan dan penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi
atau tidak terjadi.14
Sebagai contoh, ketika pemerintah menetapkan Undang-Undang No.22 tahun 1999,
kemudian diganti dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004, tentang pemerintahan daerah,
terlihat bahwa nilai yang diharapkan adalah nilai-nilai demokrasi dan pemberdayaan terhadap
masyarakat lokal dan pemerintah daerah. Undang-undang tersebut jelas diarahkan untuk
mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan masyarakat dan peningkatan daya saing daerah. Penanggulangan malaria dalam
era otonomi dan desentralisasi dilaksanakan berdasarkan surat edaran Mendagri No.
443.41/465/SJ, tentang eliminasi malaria di Indonesia. Kebijakan eliminasi malaria terdiri atas
15
4 tahap kegiatan yaitu eradikasi, pre-eliminasi, eliminasi, dan kontrol malaria dengan aktivitas
seperti mencegah malaria transmisi yaitu dengan tidak adanya tempat perindukan nyamuk,
peningkatan pelayanan kesehatan, mencegah faktor risiko dengan proteksi terhadap malarian,
komunikasi-informasi dan edukasi.
Kemudian ditegaskan oleh Dye (Subarsono. 2013) bahwa kebijakan publik hendaknya berisi
tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat. Ini berarti kebijakan
publik tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan praktik-praktik sosial yang ada dalam
masyarakat, karena itu apabila kebijakan publik bertentangan nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat, maka kebijakan publik tersebut akan mendapat resistensi ketika
diimplementasikan. Sebaliknya suatu kebijakan publik harus mampu mengakomodasi nilai-
nilai atau praktik-praktik yang berkembang dalam masyarakat.14
Selain itu, cakupan kebijakan publik sangat luas di berbagai sektor bidang pembangunan,
seperti bidang pendidikan, bidang pertanian, kesehatan, transportasi, pertahanan dan
sebagainya, dapat bersifat nasional, regional, dan lokal, seperti undang-undang pemerintah
provinsi, kabupaten dan kota, keputusan bupati atau walikota. Karena itu, kebijakan publik
yang dibuat dan melalui proses yang benar, maka beberapa pendekatan yang dapat dilakukan
yakni, analisis kebijakan (policy analysisis) dan kebijakan publik politik (political publik
policy) Hughes(Subarsono. 2013). Ada dua pendekatan yang dilakukan yaitu, pendekatan
pertama, terfokus pada pembuatan keputusan (decision making), dan penetapan kebijakan
(policy formation). Pendekatan kedua, menekankan pada hasil dan outcome. Dengan demikian,
keputusan yang diambil benar-benar rasional menurut pertimbangan untung rugi, merupakan
keputusan yang memberikan manfaat paling optimal. 14
Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan,
termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak yang dibuat oleh badan dan pejabat
pemerintah. Dalam hal ini isu-isu mengenai kesehatan yang berkaitan isu kebijakan, yaitu
serangkaian arah tindakan pemerintah yang aktual ataupun potensial yang mengandung konflik
diantara segmen-segmen yang ada dalam masyarakat. Karena itu, suatu kebijakan tergantung
pada pola keterlibatan pelaku kebijakan (policy stakholder) yaitu individu atau kelompok yang
mempunyai andil di dalam kebijakan, karena mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh
keputusan pemerintah. Di samping itu, sistem kebijakan berisi proses yang bersifat dialektis,
16
berarti juga dimensi objektif dan subjektif dari pembuatan kebijakan tidak terpisahkan di dalam
praktiknya .16
D.Sosial Budaya
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.Konsep utama adalah pengetahuan (kognisi) sering digunakan
sebagai pengetahuan budaya, tradisional atau pribumi (indegenus local), mencakup kepercayaan
dan tradisi lokal, nilai, norma, sehubungan dengan gejala kesehatan. Konsekuensi pengetahuan
budaya dalam proses enkulturasi dan sosialisasi. Konsep lainnya adalah sikap yaitu suatu
gagasan kesehatan dan implementasinya maknanya difahami tetapi tidak selalu diikuti dengan
tindakannya atau tidak selalu diikuti perubahan perilaku. Dengan kata lain hubungan
pengetahuan, sikap dan perilaku sebagai suatu sistem terkait satu dengan lainnya.
Sebagai contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk
kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa
memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu
penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan
kesehatan.17
Contoh persepsi masyarakat tentang penyakit malaria, yang saat ini masih ada di beberapa
daerah pedesaan di Papua (Irian Jaya). Makanan pokok penduduk Papua adalah sagu yang
tumbuh di daerah rawa -rawa. Selain rawa-rawa, tidak jauh dari mereka tinggal terdapat hutan
lebat. Penduduk desa tersebut beranggapan bahwa hutan itu milik penguasa gaib yang dapat
menghukum setiap orang yang melanggar ketentuannya.Pelanggaran dapat berupa menebang,
membabat hutan untuk tanah pertanian, dan lain-lain akan diganjar hukuman berupa penyakit
dengan gejala demam tinggi, menggigil, dan muntah. Penyakit tersebut dapat sembuh dengan
cara minta ampun kepada penguasa hutan, kemudian memetik daun dari pohon tertentu, dibuat
ramuan untuk di minum dan dioleskan ke seluruh tubuh penderita. Dalam beberapa hari
penderita akan sembuh.Persepsi masyarakat mengenai penyakit diperoleh dan ditentukan dari
penuturan sederhana dan mudah secara turun temurun. Misalnya penyakit akibat kutukan Allah,
makhluk gaib, roh-roh jahat, udara busuk, tanaman berbisa, binatang, dan sebagainya. Pada
sebagian penduduk Pulau Jawa, dulu penderita demam sangat tinggi diobati dengan cara
17
menyiram air di malam hari. Air yang telah diberi ramuan dan jampi-jampi oleh dukun dan
pemuka masyarakat yang disegani digunakan sebagai obat malaria.18
Hasil peneltian yang dilakukan oleh (Roy, GA dkk :2013) di pulau Gangga, dimana akses
pelayanan kesehatan dari masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil di Indonesia terhalang
dengan keadaan geografis, keadaan cuaca, jauh dari penyedia dan fasilitas kesehatan. Walaupun
kebijakan dan petunjuk teknis untuk penyediaan pelayanan kesehatan telah ada, namun demikian
data primer untuk kebutuhan kesehatan dari masyarakat khusus dari perspektif sektor publik
sangat terbatas. Kondisi geografis dan iklim yang sering ekstrim sehingga menyebabkan
keterbatasan dari masyarakat ke sarana pelayanan kesehatan yang lebih lengkap yang berlokasi
di daratan menjadi kurang. Demikian pula minat tenaga kesehatan untuk bertugas di daerah
kepulauan gangga sangat rendah. Hal ini terbukti walaupun ada fasilitas kesehatan berupa
puskesmas pembantu namun tidak berfungsi dikarenakan tenaga kesehatan tidak berminat untuk
bermukim, keadaan lain adalah peralatan medis yang tersedia untuk pelayanan kesehatan belum
lengkap.5 Teori Green (1980) dimana perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu:
1. Faktor predisposisi yang mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianuti masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.
2. Faktor pemungkin yang mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat contohnya fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Faktor penguat pula mencakup pengaruh sikap dan perilaku tokoh yang dipandang tinggi oleh
masyarakat contohnya tokoh masyarakat dan tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas
yang sering berinteraksi dengan masyarakat termasuk petugas kesehatan. Selain itu, faktor
undang-undang dan peraturan-peraturan yang terkait dengan kesehatan juga termasuk dalam
faktor ini.13
Selanjutnya Snehandu B. Kar (2009) menganalisis perilaku kesehatan, perilaku itu fungsi dari
niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan perawatan kesehatan, dukungan sosial dari
masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan dan fasilitas kesehatan,
otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan keputusan dan situasi
yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak. 17
Hasil penelitian di atas dapat menjadi acuan dalam penelitian ini. (Geert 1984) Pendekatan sosial
budaya dilakukan untuk menyelidiki nilai-nilai, konsep-konsep dan paham-paham sosial yang
18
membimbing tindakan para anggota masyarakat dan yang memberi makna pada pengalaman dan
lingkungannya. Nilai-nilai, konsepsi dan paham-paham dalam masyarakat bisa berubah dengan
hakikat dari realitas kehidupan masyarakat itu sendiri oleh karena itu pendekatan sosial budaya
harus senantiasa memahami tindakan-tindakan ekspresif masyarakat dengan pelbagai dimensi
perubahannnya. Disamping pada pemahaman terhadap nilai-nilai, konsepsi dan paham tertentu
yang cenderung bertahan dan melembaga.19
Selanjutnya sangat perlu menganalisis kebijakan kemudian menerapkan kebijakan
tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Menurut Quade (1982) analisis
kebijakan adalah suatu jenis penelaahan yang menghasilkan informasi sedemikian rupa yang
dapat dijadikan dasar-dasar pertimbangan para pembuat kebijakan dalam memberikan penilaian-
penilaian terhadap penerapan kebijakan sehingga diperoleh alternatif-alternatif perbaikannya.
Kegiatan penganalisian kebijakan dapat bersifat formal dan hati-hati yang melibatkan penelitian
mendalam terhadap isu-isu atau masalah-masalah yang berkaitan dengan evaluasi suatu program
yang telah dilaksanakan. Namun demikian, beberapa kegiatan analisis kebijakan dapat pula
bersifat informal yang melibatkan tidak lebih dari sekadar kegiatan berfikir secara cermat dan
hati-hati mengenai dampak-dampak diterapkannya suatu kebijakan . 14
19
III. METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep
- Hipotesa
Penelitian ini tidak membutuhkan hipotesis karena bersifat eksploratif – kualitatif yang hanya
menganalisis aspek-aspek terkait kebijakan dalam pengendalian malaria dan aspek lingkungan
fisik, sosial dan budaya masyarakat di daerah kepulauan.
Penentu Kebijakan malaria
1. PROPINSI2. KABUPATEN3. DESA
PENGUATANKEBIJAKAN
DALAMPENGENDALIAN
MALARIA
1. Komunikasi2. Sumber Daya3. Disposisi4. Struktur birokrasi
Karakteristik lingkungansosial budaya masyarakat
Identifikasi terkait1. Pengetahuan2. Perilaku Masyarakat3. Sikap
20
- Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Cara
1. Pengetahuan,sikap, perilaku
Pengetahuan, sikap dan perilakuresponden terkait malaria
Wawancara terstruktur
2
3.
(tokohmasyarakat,stakholder
Lingkungansosial, budayamasyarakat
penentu kebijakan malaria baik ditingkat propinsi, kabupaten,kecamatan, desa serta tokohmasyarakat
Lingkungan yang mendukungterjadinya penularan malaria,meliputi; Sosial = kebiasaan hdupmasyarakat di daerah kepulauan,Budaya = nilai nilai, persepsi,kepercayaan.
Fisik= konstruksi rumah penduduk,kondisi pemukiman warga (geografisdan demografis)
Wawancara Mendalam, studidokumen berkaitan dengankebijakan malaria.
Wawancara mendalam,Observasi (pengamatanlangsung),
Observasi, wawancaramendalam, data sekunder
B. Disain Penelitian
Penelitian ini adalah mix methode secarakuantitatif (cross sectional - kualitatif (deskrptif,
eksploratif). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui PSP (pengetahuan, sikap,
perilaku) masyarakat terkait malaria. Pengumpulan data PSP menggunakan kuesioner
tersetruktruk. Metode kualitatif untuk menganalisisaspek lingkungan fisik, sosial dan budaya
masyarakat dengan menggunakan kuesioner terbuka.
Alasan menggunakan metode kualitatif adalah untuk suatu telaah temuan dengan
menggunakan berbagai cara ilmiah atau yang lebih dikenal dengan triangulasi. Hal ini di
maksudkan untuk mengkonfirmasikan dan membenarkan temuan-temuan dalam penelitian.
C. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di wilayah Provinsi Sulawesi Tengah di daerah kepulauan dengan
tingkat endemisitas cukup tinggi yaitu Kabupaten Banggai Kepulauan dan Tojo Una-Una.
Dilaksanakan pada bulan Maret - Desember 2016.
21
D. Populasi dan Sampel
Populasipenelitian ini adalah masyarakat yang tinggal didaerah kepulauan di dua
Kabupaten yaitu Kab Banggai Kepulauan dan Kab Tojo Una-Una. Sampel adalah (Responden)
kepala keluarga atau yang mewakili. (informan) adalah stakholder terkait malaria, tokoh
masyarakat, masyarakat biasa. Peserta FGD adalah tokoh-tokoh masyarakat, kader, penderita-
non penderita dan petugas kesehatan setempat.
Besar Sampel
Untuk mengukur tingkat Pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat terkait malaria, maka besar
sampel untuk responden menggunakan rumus Lwanga & Lemeshow sebagai berikut:n= Zα
/2². P ( 1- p )
d ²
dengan :n = jumlah sampel
α = 5 % Z α/ ² = 1.96
d = 10 % (presisi mutlak)
p = 50 %
Hasil perhitungan sampel sebesar 97 responden di setiap kabupaten, dengan angka droup
out 10 % sehingga total sampel yang dibutuhkan sebesar 108 responden/lokasi penelitian
Cara Pemilihan Sampel
a. Sampel kualitatifakan dipilih secara Snowbal Sampling yaitu, cara pengambilan sampel
dengan teknik ini dilakukan secara berantai, teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar, diambil tidak tergantung pada populasi melainkan
sesuai dengan kebutuhan dan tujuan penelitian .
Subyek dari penelitian adalah
1. Penentu kebijakan malaria di daerah baik di tingkat Propinsi, Kabupaten yang terdiri dari
Kepala Dinkes, Sekretaris Dinkes, Pengelola Program dan P2L.
2. Di tingkat kecamatan dan desa terdiri dari
Kepala Puskesmas, pengelola program malaria, Kepala desa, kepala dusun, pengobat
tradisional, tokoh adat, penderita dan non penderita, kader, ibu dasawisma, organisasi
kemasyarakatan, tokoh adat.
22
b. Sampel kuantitatif adalah masyarakat yang tinggal di Kabupaten Banggai Kepulauan dan
Tojo Una-Una. Pemilihan sampel kuantitatif digunakan untuk mengukur pengetahuan, sikap
dan perilaku responden terkait malaria. Responden adalah masyarakat terpilih yang di hitung
berdasarkan perhitungan jumlah sampel. Pemilihan sampel wawancara untuk responden
dilakukan secara simple random sampling.
c. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi :
1. Wawancara- Responden adalah Penduduk asli yang tinggal dan menetap di daerah penelitian minimal
lima tahun terakhir.
- Responden bersedia diwawancarai usia di atas 15 tahun yaitu kepala keluarga atau anggota
keluarga yang dapat mewakili.
- Informan : Tokoh masyarakat (kades, kadus, pengobat tradisional, tokoh agama, tokoh
adat) kader dan petugas kesehatan propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa. Informan
yang mengetahui keadaan/kondisi lingkungan sosial dan budaya masyarakat setempat.
Penderita malaria 1 tahun terakhir berjumlah 3 orang/ lokasi penelitian, hal ini dilakukan
guna mengetahui PSP terkait malaria.
2. FGD (focus group discusion)
- FGD : Peserta FGD adalah penduduk asli setempat, yang mengetahui kondisi lingkungan
sosial dan budaya masyarakat setempat terdiri dari tokoh-tokoh masyarakat, kader, 3
orang peserta yang pernah sakit malaria 1 tahun terakhir. Hal ini dilakukan guna
mengetahui pengalaman mereka terkait malaria.
Kriteria eksklusi :
- Kegiatan wawancara :Responden bersedia diwawancarai berusia di atas 15 tahun, kepala
keluarga ataupuan anggota keluarga yang mewakili, namun karena keadaan lain yang tidak
mungkin untuk diwawancarai ( sakit )atau sedang tidak berada di tempat.Informan adalah
tokoh masyarakat setempat dan petugas kesehatan (pengelola progran) baik di tingkat
propinsi, kabupaten dan kecamatan yang mengetahui kondisi/keadaan lingkungan sosial
masyarakat, namun tidak bersedia untuk diwawancarai atau keadaan lain ( sakit atau sedang
23
tidak berada dilokasi penelitian pada saat kegiatan penelitian berlangsung dan tidak
ditemukannya informan -penderita malaria 1 tahun terakhir).
- FGD : Peserta yang telah diberi undangan, namun pada saat kegiatan FGD tidak berada di
tempat atau keadaan lain yang tidak memungkinkan peserta tersebut datang
E. Instrumen Pengumpul Data
a. Instrumen
1. Kuesioner terstruktur melalui tahapan/proses uji coba.
2. Kuesioner tak berstruktur untuk informan melalui tahapan uji coba
3. Form untuk kegiatan observasi
4. Loog bok
5. Alat rekaman wawancara (tape recoder)
6. Alat dokumentasi selama penelitian berlangsung
b.Pengumpulan data
- Data primer
1. Pengambilan/pemeriksaan dokumen berupa data kasus, geografis, demografis data
pendukung dalam penelitian ini,
2. Pengamatan/observasi dengan menggunakan catatan harian lapangan berupa loog bok,
3. Wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur-tak berstruktur, wawancara
mendalam dengan menggunakanalat perekam (tape recorder) dan catatan loog bok.
4. FGD dengan menggunakan pedoman diskusi dan alat dokumentasi lainnya.
- Data Sekunder
a. Wawancara Mendalam (indept-interview)
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam menggunakan kuesioner tak
berstruktur kepada stakeholder (penentu kebijakan malaria) dan tokoh-tokoh masyarakat
terdiri dari kepala desa, kepala dusun, tokoh adat, pengobat tradisional. yang dapat
memberikan informasi terkait aspek sosial-budaya masyarakat meliputipola hidup
(kebiasaan) berkaitan dengan malaria.
b. Wawancara terstruktur
Wawancara menggunakan kuesioner terstruktur terkait malaria pada responden terpilih di
tiap-tiap daerah penelitian
24
c. Observasi
Pengamatan dilakukan guna mengetahui lingkungan fisik, sosial dan budaya masyarakat
terkait dengan penularan malaria.(berupa kondisi pemukiman warga dan kebiasaan
masyarakat pada umumnya terkait dengan penularan malaria)
d. FGD (Focus Group Discusion)
FGD = Pengumpulan data yang umumnya dilakukan guna menemukan makna sebuah
tema/masalah menurut pemahaman sebuah kelompok. FGD dilakukan pada orang/kelompok
yang mengetahui suatu situasi kondisi yang berhubungan dengan penelitian. Peserta FGD
dalam penelitian ini adalah: tokoh-tokoh masyarakat, ibu dasawisma, kader dan masyarakat.
FGD dibagi dalam 2 kelompok dengan Jumlah peserta untuk masing – masing kelompok
sebanyak 12 orang. Kelompok pertama adalah masyarakat yang telah lama menetap di
daerah tersebut terdiri dari 3 orang yang pernah menderita malaria 1 tahun terakhir
berdasarkan hasil pemeriksaan petugas kesehatan setempat dan 9 orang non penderita,
masing-masing peserta FGD berusia di atas 17 tahun. Kelompok ke dua adalah tokoh
masyarakat terdiri dari kepala desa, kepala dusun, tokoh agama, pengobat tradisional, kader
dan tokoh pemuda yang telah lama tinggal di daerah tersebut. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui berbagai informasi mengenai karakteristik lingkungan sosial budaya terkait
malaria.
F. Bahan dan Prosedur Pengumpulan Dataa. Bahan
- Panduan Kuesioner terstruktur dan tak berstruktur melalui uji coba. Pelaksana
kegiatan wawancara, observasi dan kegiatan FGD akan dilakukan oleh tim peneliti.
- Persiapan : penyusunan protokol, ijin etik, ijin lokasi, Persiapan alat dan instrumen,
uji coba kuesioner.
- Loog bok dan form FGD
b. Prosedur pengumpulan data :
- Wawancara mendalam kepada stakeholder (penentu kebijakan) terkait malaria di
tingkat propinsi dan kabupaten, toma, kader malaria, pengobat tradisional, petugas
kesehatan di puskesmas dan masyarakat yang mengetahui isu penanggulangan
malaria. Tiap-tiap informan yang di wawancarai akan diberi bahan kontak sebagai
pengganti waktu mereka.
25
- Wawancara terstruktur = Sebelum melakukan wawancara tim peneliti akan
melakukan pemilihan responden dengan cara simple random sampling. Warga yang
terpilih akan dijadikan responden dalam penelitian ini. Wawancara dilakukan oleh
tim peneliti, dan setiap kegiatan wawancara didampingi oleh petugas kesehatan di
desa tersebut.
- FGD akan dilakukan pada setiap lokasi penelitian sebanyak dua kali untuk masing-
masing lokasi. Pelaksanaan FGD di bantu oleh petugas kesehatan dan petugas desa
setempat. Petugas kesehatan-desa membantu tim peneliti untuk mengundang peserta
FGD yang tempatnya akan ditentukan oleh petugas desa setempat.
- Observasi/pengamatan dilakukan guna mengamati lingkungan fisik, sosial dan
budaya masyarakat terkait malaria.
G. Pengolahan Dan Analisa Data
Pengolahan: Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang hendak dicapai dalam
penelitian ini yakni deskripsi tentang aspek sosial budaya untuk penguatan kebijakan
pengendalian malaria, maka penelitian ini dirancang dengan menggunakan tehnik
pengumpulan data secara kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif guna mengetahui
PSP masyarakat terkait malaria. Metode kualitatif dengan cara triangulasi sumber dan studi
dokumen. Triangulasi adalah tehnik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data tersebut. Dalam penelitian kualitatif hal tersebut dapat dicapai
dengan jalan :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara
2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.
Analisis data : Data yang berhasil dikumpulkan baik primer dan sekunder selama
penelitian ini berlangsung, dianalisis dengan menggunakan teknik kuantitatif dan kualitatif.
Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan SPSS diolah dalam bentuk tabel dan
dianalisis secara deskriptif terkait pengetahuan, sikap dan perilaku responden terkait
malaria. Analisa data kualitatif dilakukan tiga tahapan yaitu :
1. Reduksi data = data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, sehingga perlu
dicatat secara teliti dan rinci, Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang
26
pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting serta dicari tema dan polanya sesusi
dengan tujuan penelitian.
2. Display data (penyajian data) = Menyajikan data dalam bentuk naratif
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi
Analisa data secara keseluruhan berupa pemaparan data dilakukan secara deskriptif dan
disajikan secara lengkap dalam bentuk naratif.
27
IV. HASIL
A. Gambaran Umum Kabupaten Banggai Kepulauan
Kabupaten Banggai Kepulauan adalah salah satu kabupaten yang terdapat di provinsi
Sulawesi Tengah dan beribukota di Salakan. Kabupaten ini sebelumnya merupakan kesatuan
wilayah dengan Kabupaten Banggai Laut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999
menetapkan pulau-pulau di tengah lautan tersebut menjadi daerah otonom Banggai Kepulauan,
sementara kabupaten induk tetap disebut Kabupaten Banggai dan pemekarannya disebut
Kabupaten Banggai Kepulauan. Kabupaten Banggai Kepulauan merupakan Kabupaten yang Secara
geografis, terletak anatara 1˚ 06” 30” lintang selatan sampai dengan 1˚ 35’ 58” lintang selatan
dan 122 ˚ 37’ 6,3” Bujur Timur sampai dengan 123˚ 40’ 1,9” Bujur Timur di jazirah Timur laut
Sulawesi. Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan merupakan kabupaten bahari dengan luas laut
sekitar 6.671.32 km2 atau sekitar 72,83 % dari luas keseluruhan, Jumlah penduduk tahun 2015
sebesar 113.665 jiwa. 20
Kabupaten Banggai Kepulauan memiliki luas wilayah 3.160,46 km (darat) dan
18.828,10 km (laut), Banggai Kepulauan berbatasan langsung dengan Teluk Tomini di sebelah
utara, Teluk Tolo di sebelah selatan, Selat Peling di sebelah barat, serta Laut Maluku di sebelah
timur. Kabupaten Banggai Kepulauan terdiri dari gugusan atau rangkaian pulau-pulau berukuran
sedang dan kecil sejumlah 121,5 diantaranya berukuran sedang, sisanya kecil-kecil bahkan ada
yang berwujud batu karang, mencuat ke permukaan. Laut yang mengelilinginya merajut tebaran
pulau itu menjadi satu gugusan yang disebut Banggai Kepulauan. Luas hamparan laut di wilayah
ini lima kali lipat dibandingkan dengan luas daratannya. Komposisi ketinggian daratan di
wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan dari permukaan laut adalah sebagai berikut < 500 meter
:98,61%, 500-700 meter : 1,339. 21
Suhu udara rata-rata di Kabupaten Banggai Kepulauan tahun 2014 berkisar 28,2°C, suhu
udara maksimum sampai 31,2°C suhu maksimum terjadi pada bulan januari yaitu sebesar
33,1°C, sedangkan rata-rata suhu udara minimum terjadi di bulan Juli dan desember yaitu
sebesar 24°C. Rata – rata kelembapan udara di wilayah Banggai Kepulauan memiliki
kelembapan udara yang relatif pada tahun 2014 berkisar antara 65% pada bulan Oktober dan
78% pada bulan April.20
28
Kabupaten Banggai Kepulauan sebagai bagian yang terintegrasi dari wilayah Propinsi
Sulawesi Tengah merupakan salah satu “Kabupaten Maritim“ yaitu terdiri dari 342 Pulau,
dengan rincian 5 Pulau sedang, yang terdiri dari Pulau Peling (luas 2.340 km2), Pulau Banggai
(268 km2), Pulau Bangkurung (145 km2), Pulau Salue Besar (84km2), Pulau Labobo (80km2) dan
337 pulau-pulau kecil.
Perjalanan ke Banggai Kepulauan melaluidua alternatif yang bisa dipilih, pertama rute
Palu – Kabupaten Luwuk dengan menggunakan pesawat dengan waktu tempuh 1 jam
perjalanan.Alternatif kedua melalui jalan darat dari kota Palu ke Kabupaten Luwuk dengan
waktu tempuh 15 jam, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan “kapal motor (kapal kayu)
”dengan istilah “kapal cepat”dari Kabupaten Luwuk ke Kabupaten Banggai Kepulauan
(Salakan), dengan waktu tempuh 4 jam untuk kapal kayudan 2 jam untuk kapal cepat. Pelabuhan
Banggai dan Pelabuhan Salakan adalah pelabuhan yang terdapat di Kabupaten Banggai
Kepulauan. Penggunaan pelabuhan ini sebagai sarana perhubungan masyarakat Banggai
Kepulauan.
Gambar 1 : Peta Kab Banggai Kepulauan
Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah sebagai nelayan dan petani. Sebagai wilayah
kepulauan, laut menjadi sektor utama yang digeluti oleh masyarakat Banggai Kepulauan. Laut
29
merupakan potensi kekayaan alam sebagai penopang kehidupan penduduk Bangkep. Laut yang
bagi banyak orang terkesan menakutkan namun bagi warga yang tinggal di kabupaten ini
merupakan harapan satu-satunya yang dapat membantu ekonomi keluarga, Rata-rata warga
Banggai Kepulauan hidup bergantung pada hasil laut berupa menangkap ikan dan sebagai petani
rumput laut. Sektor pertanian khususnya perkebunan juga sangat berpotensi, andalan perkebunan
wilayah ini adalah ubi banggai, kelapa, cengkeh, kakao, dan jambu mente, serta buah-buahan
seperti langsat, durian. Dengan wilayah gografis kepulauan dan laut yang luas, wilayah Bangkep
kaya akan keindahan laut, pantai, dan pulau-pulau kecil yang mempesona. Ini tentunya memiliki
potensi untuk pengembangan wisata bahari. Secara administartif Kabupaten Banggai Kepulauan
terdiri dari 12 kecamatan yaitu :
1. Totikum ((15.545 km² 11 Desa)
2. Totikum Selatan (9.515 km² 8 Desa)
3. Tinangkung (31.260 km² 11 Desa, 1 Kelurahan)
4. Tinangkung Utara (13.665 km² 6 Desa)
5. Tinangkung Selatan (18.739 km² 9 Desa)
6. Liang (17.619 km² 16 Desa)
7. Peling Tengah (14.000 km² 11 Desa)
8. Bulagi (27.568 km² 15 Desa, 1 Kelurahan)
9. Bulagi Utara (31.800 km² 20 Desa)
10. Bulagi Selatan (31.900 km² 11 Desa, 1 kelurahan)
11. Buko (18.484 km² 13 Desa )
12. Buko Selatan (18.784 km² 8 Desa)
30
Grafik 1 : Jumlah Penduduk Perkecamatan Di Kab Banggai Kepulauan(Sumber : Data Dinkes Kab Banggai Kepulauan tahun 2015)
B. Status Kesehatan Masyarakat Di Kabupaten Banggai Kepulauan
Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas–
Dinas Daerah Kabupaten Banggai Kepulauan, Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan
mempunyai tugas pokok melaksanakan kewenangan otonomi daerah dibidang kesehatan.Dalam
melaksanakan tugas tersebut, Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan
menyelenggarakan fungsi:
1. Perencanaan dan pengendalian kesehatan
2. Pengaturan dan pengorganisasian sistem kesehatan
3. Pemberian surat izin praktek tenaga kesehatan dan tarif pelayanan
4. Pemberian izin sertifikat sarana kesehatan/makanan
5. Pemberian izin sertifikat sarana produksi, distribusi obat, makanan dan minuman
6. Pelaksanaan upaya kesehatan, penelitian dan pengembangan kesehatan.
Salah satu strategi perencanaan Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai kepulauan yang
dibangun pada periode tahun 2012-2016 sepenuhnya mengacu dan mendukung rencana
strategik yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah Kabupaten Banggai Kepulauan dengan
visi “ membangun pemerintah yang berkualitas, adil demokratis dan bersih demi terwujudnya
Totikum
Totikum
Selatan
Tinangkung
TinangkungUtara
Tinangkung
Selatan
LiangPelingTenga
hBulagi Bulagi
Utara
BulagiSelata
nBuko
Bukoselata
n
Jml Pddk laki-laki 5,174 4,159 7,095 4,042 3,845 4,510 4,835 4,923 4,671 5,035 4,805 3,984
Jml Pddk Perempuan 4,947 4,123 7,086 4,018 3,722 4,444 4,793 4,827 4,427 4,786 4,788 3,986
GrafikJumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten
Banggai KepulauanTahun 2015
31
masyarakat Banggai Kepulauan yang sejahtera dan religius “. Pembangunan kesehatan lebih
tertuju pada sarana dan pelayanan kesehatan yang dapat menjangkau keseluruhan kecamatan
yang ada di Kabupaten Banggai Kepulauan, salah satunya adalah puskesmas. Puskesmas
pembantu sebagai sarana pelayanana kesehatan masyarakat di Kabupaten Banggai Kepulauan,
khususnya warga yang tinggal di desa terpencil.
Pembiayaan Program Kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan bersumber pada Anggaran
Pendapatan & Belanja Negara dan Daerah (APBN/APBD), Besaran anggaran kesehatan di
Kabupaten Banggai Kepulauan berdasarkan data tahun 2015 adalah 80.904.848.376,-.
Gambar 2. Anggaran APBD-APBN Dinkes Kab Banggai Kepulauan
(Sumber : Data Dinkes Kab Banggai Kepulauan tahun 2015)
Proporsi anggaran kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan terbesar adalah anggaran
yang bersumber pada APBD yaitu (165%), sedangkan APBN sebesar (57%). dengan anggaran
kesehatan perkapita sebesar Rp. 636.780.31,-. Berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder di
Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan total APBD Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai
Kepulauan tahun 2016 adalah 62.000.000.000,- . Anggaran tahun 2016 mengalami penurunan
karena adanya efisiensi anggaran, hal ini memberikan pengaruh pada kegiatan-kegiatan program
kesehatanlainnya.
31
masyarakat Banggai Kepulauan yang sejahtera dan religius “. Pembangunan kesehatan lebih
tertuju pada sarana dan pelayanan kesehatan yang dapat menjangkau keseluruhan kecamatan
yang ada di Kabupaten Banggai Kepulauan, salah satunya adalah puskesmas. Puskesmas
pembantu sebagai sarana pelayanana kesehatan masyarakat di Kabupaten Banggai Kepulauan,
khususnya warga yang tinggal di desa terpencil.
Pembiayaan Program Kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan bersumber pada Anggaran
Pendapatan & Belanja Negara dan Daerah (APBN/APBD), Besaran anggaran kesehatan di
Kabupaten Banggai Kepulauan berdasarkan data tahun 2015 adalah 80.904.848.376,-.
Gambar 2. Anggaran APBD-APBN Dinkes Kab Banggai Kepulauan
(Sumber : Data Dinkes Kab Banggai Kepulauan tahun 2015)
Proporsi anggaran kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan terbesar adalah anggaran
yang bersumber pada APBD yaitu (165%), sedangkan APBN sebesar (57%). dengan anggaran
kesehatan perkapita sebesar Rp. 636.780.31,-. Berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder di
Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan total APBD Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai
Kepulauan tahun 2016 adalah 62.000.000.000,- . Anggaran tahun 2016 mengalami penurunan
karena adanya efisiensi anggaran, hal ini memberikan pengaruh pada kegiatan-kegiatan program
kesehatanlainnya.
31
masyarakat Banggai Kepulauan yang sejahtera dan religius “. Pembangunan kesehatan lebih
tertuju pada sarana dan pelayanan kesehatan yang dapat menjangkau keseluruhan kecamatan
yang ada di Kabupaten Banggai Kepulauan, salah satunya adalah puskesmas. Puskesmas
pembantu sebagai sarana pelayanana kesehatan masyarakat di Kabupaten Banggai Kepulauan,
khususnya warga yang tinggal di desa terpencil.
Pembiayaan Program Kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan bersumber pada Anggaran
Pendapatan & Belanja Negara dan Daerah (APBN/APBD), Besaran anggaran kesehatan di
Kabupaten Banggai Kepulauan berdasarkan data tahun 2015 adalah 80.904.848.376,-.
Gambar 2. Anggaran APBD-APBN Dinkes Kab Banggai Kepulauan
(Sumber : Data Dinkes Kab Banggai Kepulauan tahun 2015)
Proporsi anggaran kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan terbesar adalah anggaran
yang bersumber pada APBD yaitu (165%), sedangkan APBN sebesar (57%). dengan anggaran
kesehatan perkapita sebesar Rp. 636.780.31,-. Berdasarkan hasil wawancara dengan stakeholder di
Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan total APBD Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai
Kepulauan tahun 2016 adalah 62.000.000.000,- . Anggaran tahun 2016 mengalami penurunan
karena adanya efisiensi anggaran, hal ini memberikan pengaruh pada kegiatan-kegiatan program
kesehatanlainnya.
32
Status kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan dapat dipantau melalui Sistem Survailans
Terpadu Penyakit, selain dari hasil pemantauan tersebut dapat juga dilihat melalui Sistem
Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) di tingkat Puskesmas diamati setiap awal
bulan. Setiap tanggal 5 awal bulan pengelola program di puskesmas mengirimkan laporan
kegiatannya ke dinas kesehatan kabupaten. Berdasarkan laporan dari Puskesmas ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya dilakukan pengolahan dan pengamatan secara
terus menerus terhadap penyakit yang berpotensi menyebabkan terjadinya wabah. Sepuluh
besar penyakit di wilayah Puskesmas Kabupaten Bangkep tahun 2015 dapat dilihat pada grafik
sebagai berikut:
Grafik 2 : 10 besar Penyakit pada Puskesmas di Kabupaten Banggai Kepulauan
(Sumber : Data Dinkes Kab Banggai Kepulauan Tahun 2015)
Malaria masih menjadi perhatian dinas kesehatan kabupaten Banggai Kepulauan, nampak dilihat
pada grafik di atas malaria masuk dalam urutan ke lima penyakit terbesar di Kabupaten Banggai
Kepulauan. Jumlah kasus malaria tahun 2015 di Kabupaten Banggai Kepulauan dengan jumlah
kasus 432 cenderung menurun dibandingkan dengan jumlah kasus tahun 2014 yaitu 3395
penderita.
32
Status kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan dapat dipantau melalui Sistem Survailans
Terpadu Penyakit, selain dari hasil pemantauan tersebut dapat juga dilihat melalui Sistem
Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) di tingkat Puskesmas diamati setiap awal
bulan. Setiap tanggal 5 awal bulan pengelola program di puskesmas mengirimkan laporan
kegiatannya ke dinas kesehatan kabupaten. Berdasarkan laporan dari Puskesmas ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya dilakukan pengolahan dan pengamatan secara
terus menerus terhadap penyakit yang berpotensi menyebabkan terjadinya wabah. Sepuluh
besar penyakit di wilayah Puskesmas Kabupaten Bangkep tahun 2015 dapat dilihat pada grafik
sebagai berikut:
Grafik 2 : 10 besar Penyakit pada Puskesmas di Kabupaten Banggai Kepulauan
(Sumber : Data Dinkes Kab Banggai Kepulauan Tahun 2015)
Malaria masih menjadi perhatian dinas kesehatan kabupaten Banggai Kepulauan, nampak dilihat
pada grafik di atas malaria masuk dalam urutan ke lima penyakit terbesar di Kabupaten Banggai
Kepulauan. Jumlah kasus malaria tahun 2015 di Kabupaten Banggai Kepulauan dengan jumlah
kasus 432 cenderung menurun dibandingkan dengan jumlah kasus tahun 2014 yaitu 3395
penderita.
32
Status kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan dapat dipantau melalui Sistem Survailans
Terpadu Penyakit, selain dari hasil pemantauan tersebut dapat juga dilihat melalui Sistem
Pencatatan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) di tingkat Puskesmas diamati setiap awal
bulan. Setiap tanggal 5 awal bulan pengelola program di puskesmas mengirimkan laporan
kegiatannya ke dinas kesehatan kabupaten. Berdasarkan laporan dari Puskesmas ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota yang selanjutnya dilakukan pengolahan dan pengamatan secara
terus menerus terhadap penyakit yang berpotensi menyebabkan terjadinya wabah. Sepuluh
besar penyakit di wilayah Puskesmas Kabupaten Bangkep tahun 2015 dapat dilihat pada grafik
sebagai berikut:
Grafik 2 : 10 besar Penyakit pada Puskesmas di Kabupaten Banggai Kepulauan
(Sumber : Data Dinkes Kab Banggai Kepulauan Tahun 2015)
Malaria masih menjadi perhatian dinas kesehatan kabupaten Banggai Kepulauan, nampak dilihat
pada grafik di atas malaria masuk dalam urutan ke lima penyakit terbesar di Kabupaten Banggai
Kepulauan. Jumlah kasus malaria tahun 2015 di Kabupaten Banggai Kepulauan dengan jumlah
kasus 432 cenderung menurun dibandingkan dengan jumlah kasus tahun 2014 yaitu 3395
penderita.
33
Layanan kesehatan masyarakat di wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan meliputi pelayanan
kesehatan dasar dan rujukan. Pelayanan kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan
dilaksanakan oleh Puskesmas dan jajarannya serta Rumah Sakit pemerintah. Sarana pelayanan
kesehatan dasar dilaksanakan oleh Puskesmas, berikut adalah sarana pelayanan kesehatan dasar
di Kabupaten Banggai Kepulauan yaitu :
Tabel 1. Jumlah Puskesmas Perawatan,Non Perawatan, Polinde/Poskesdes Tahun 2015
NO KECAMATAN PUSKESMASPuskesmasPerawatan
PuskesmasNon
perawatan
Polindes/Poskesdes
1 Totikum Totikum 1 15
2 Totikum SelatanTotikumSelatan
1
3 TinangkungSalakan 1 10
Bakalan 1
4 Tinangkung UtaraTinangkung
Utara1
5 Tinangkung Selatan Mansamat 1 6
6 Saleati Saleati 1 11
7 Peling Tengah Patukuki 1 6
8 Bulagi Bulagi 1 10
9 Bulagi Utara Sabang 1 8
10 Bulagi Selatan Lolantang 1 10
11 Buko Tataba 1 9
12 Buko Selatan Lumbi-Lumbia 1 6
JUMLAH 3 10 91
Sumber : Data Dinkes Kab Bangkep Tahun 2015
34
Jumlah puskesmas di Kabupaten Banggai Kepulauan berjumlah 13 puskesmas yang terdiri dari 10
puskesmas rawat jalan dan 3 puskesmas rawat Inap, Seluruh Puskesmas telah dilengkapi dengan jaringan
Puskesmas pembantu, Puskesmas Keliling dan memiliki jaringan kemitraan dengan beberapa desa siaga.
Dibidang kesehatan tak jauh berbeda dengan wilayah terpencil lainnya, di Kabupaten Banggai
Kepulauan masih banyak puskesmas yang hanya dilayani oleh petugas kesehatan tanpa seorang
dokter. Puskesmas yang mendapatkan pelayanan dokter hanya 8 puskesmas dan 7 puskesmas
lainnya tidak mendapatkan pelayanan dokter. Lebih memprihatinkan lagi adalah puskesmas yang
memiliki pelayanan dokter, namun dokternya sering tidak berada di tempat.
Terkait dengan sanitasi lingkungan khususnya cakupan kualitas air minum yang telah
memenuhi syarat kesehatan di Kabupaten Banggai Kepulauan sudah mencapai 43,26%.
Cakupan kualitas air minum yang terendah ada di Kecamatan Labobo 9,84%.Perlu upaya untuk
peningkatan cakupan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan, terutama kecamatan
yang masih rendah cakupan kualitas air minum sehat.Selain itu,sebagian masyarakat di
Kabupaten Banggai Kepulauan masih bergantung pada air tada (air hujan) dengan
menggunakan alat penampungan seperti fiber dan bak. Berdasarkan data dinas kesehatan
Kabupaten Bangkep tahun 2015 kepala keluarga yang yang masih menggunakan air tada hujan
terbanyak di Kecamatan Lulagi Selatan dan Kecamatan Bulagi. Dari data yang ada Jumlah
penduduk Kecamatan Lulagi Selatan 10.382 jiwa yang menggunakan air tada hujan sebanyak
3.252 KK, sedangkan di Kecamatan Bulagi dari 10.139 jiwa yang menggunakan air tada hujan
2437 KK. Kn masyarakat menampung air berbulan – bulan dengan istilah “takut kehabisan
air”, “takut air hujan atau air PDAM tidak mengalir “sehingga tempat penampungan air seperti
fiber dan bak jarang mereka kuras. Perilaku masyarakat sepeti ini bisa sebagai pemicu
penularan malaria, dimana jentik nyamuk akan terus berkembang biak di tempat-tempat
penampungan air.
Terkait dengan sanitasi dasar berupa jamban sehat, berdasarkan data presentase
penduduk yang menggunakan jamban terendah di Kabupaten Banggai Kepulauan adalah
kecamatan Bokan Kepulauan 8,0%,Kecamatan Buko selatan 27,4% sedangkan wilayah lainnya
sudah mencapai lebih dari 50%.Sebanyak 52,9% warga Kabupaten Banggai Kepulauan yang
sudah memiliki jamban sehat. Pada umumnya warga yang belum memiliki jamban keluarga
adalah mereka yang tinggal di daerah terpencil. Rata-rata mereka numpang MCK di rumah
35
tetangga yang memiliki sarana MCK, adapula warga yang BAB di pinggir laut atau belakang
rumah mereka.
Pemerintah kecamatan bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkep telah
berupaya membantu masyarakat dengan menyediakan sarana MCK (mandi cuci kakus) umum,
namun karena sarana air bersih yang tidak tersedia, memungkinkan warga tidak mengunakan
fasilitas MCK tersebut.Seperti di Kecamatan Bulagi, bantuan untuk pembuatam jamban
keluarga berupa semen dan closet leher angsa sudah diberikan, namun karena bahan pembuatan
jamban yang diberikan masih dianggap kurang dan alasan lainnya adalah faktor ekonomi,
sehingga beberapa warga tidak mampu membangun jamban keluarga.
Gambar 3. Sarana MCK yang dibangun tahun 2013, yang tidak digunakan warga
C. Faktor Pendukung - Penghambat Kebijakan Dalam Pengendalian Malaria DiKabupaten Banggai Kepulauan .
Malaria merupakan salah satu indikator dari target Pembangunan Milenium (MDGs), dimana
ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan mengurangi kejadian insiden malaria yang
dilihat dari indikator menurunnya angka kesakitan dan angka kematian akibat malaria. Global
Malaria Programme (GMP) menyatakan bahwa malaria merupakan penyakit yang harus terus
36
menerus dilakukan pengamatan, monitoring dan evaluasi, serta diperlukan formulasi kebijakan
dan strategi yang tepat. Di dalam GMP ditargetkan 80% penduduk terlindungi dan penderita
mendapat pengobatan Arthemisinin based Combination Therapy (ACT). Dan melalui Roll Back
Malaria Partnership ditekankan kembali dukungan tersebut. Karena pentingnya penanggulangan
Malaria, maka beberapa partner internasional salah satunya Global Fund, memberikan bantuan
untuk pengendalian malaria. (Buletin Epidemiologi Indonesia tahun 2011.Kemenkes)
Kabupaten Banggai Kepulauan salah satu Kabupaten yang masih bermasalah dengan malaria.
Namun sejak tiga tahun terakhir ini kasus malaria di Kabupaten Bangkep mulai menurun. Upaya
pengendalian malaria yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan
bersamaGlobal Fund, cukup menurunkan angka kesakitan malaria. Berikut di bawah ini API
(anual parasite insidens) Kabupaten Banggai Kepulauan tahun 2015.
Grafik 3. API Kabupaten Banggai Kepulauan Tahun 2015
Nampak dari grafik di atas terjadi kasus malaria cukup tinggi, di tahun 2013, kemudian menurun
di tahun 2014 dan 2015. Berikut ungkapan ibu YY umur 35 tahun salah satu stakeholder di
Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan :
19
0 0 01
4
9
54
56
2
10
0 0 0 0
4
7
42
8
5
0
11
10 0 0
1
5
11
0
3 31
0
5
10
15
20
API
Kecamatan
2013
2014
2015
37
“Malaria masih merupakan penyakit yang masih menjadi prioritas dan perhatian dinaskesehatan Kab Bangkep. Malaria masuk peraturan Bupati tentang eliminas. Penyebaranmalaria di wilayah Kab Bangkep sudah mulai berkurang, kebanyakan kasus impor, garis merahpada data kasus merupakan penularan setempat, dan sejauh ini belum ada indikasi KLB terkaitmalaria. Belum ada kebijakan khusus yg dibuat oleh Dinkes terkait penanggulangan malaria,yang ada hanya SK penunjukkan langsung kepada pengelola programn seksi P2 dan programmalaria, tahun inikami sudah menggunakan SOP, selama ini menggunakan pengalaman danpanduan dari buku dalam penanggulangantahun ini sudah membuat SKP untuk masing-masingprogram, dan semua program membuat profil”.
Begitu pula ungkapan Kabid P2PL di Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan :
“ Banggai Kepulauan masih tergolong daerah endemis malaria, malaria masih menjadiprioritas sampai tahun 2019, target Dinkes Bangkep akan melakukan eliminasi malaria menjadi0%. Namun anggaran yang membatasi kegiatan program. daerah Kab Bangkep yang dulunyaberada di garis Meras (tinggi kasus malaria), sekarang ini sudah banyak wilayah dengan garishijau, menandakan malaria mulai berkurang, masih perlu kewaspadaan dimana kondisi iklimdan perilaku masyarakat yang masih kurang baik dalam pencegahan malaria. baru satupuskesmas menandakan garis hijau yaitu puskesmas Salakan Kec Tinangkum yang beradadalam kota kabupaten Bangkep, dan yang lainnya masih garis merah, semua berdasarkan hasilpemeriksaan miksrokopis”.
Salah satu program utama yang ditujukan untuk mengatasi masalah malaria di Kabupaten
Banggai Kepulauan adalah penempatan petugas mikroskopis di 10 puskesmas, penyemprotan
rumah penduduk, MBS (Mass bloos survei),pembagian kelambu, pembagian RDT (rapid test
detection) di tiap-tiap puskesmas. RDT diberikan pada petugas kesehatan di pustu dan polindes
yang dikhususkanpada ibu hamil, sehingga tidak lagi ditemukan pemeriksaan malaria klinis.
Selain itu untuk menjangkau penemuan kasus malaria dilakukan kegiatan PCD, dimana
masyarakat langsung mendatangi fasilitas kesehatan, dan ACD petugas yang mendatangi pasien
dengan gejala dan ciri-ciri sakit malaria. Semua kegiatan program tersebut menggunakan dana
BOK. Kegiatan program di tingkat kabupaten dan puskesmas semua bergantung pada dana yang
tersedia.
Dengan adanya bantuan dana dari GF yang dilakukan sejak tahun 2011, cukup menurunkan
kasus malaria di Kabupaten Banggai Kepulauan, namun sejak tahun 2015 bantuan dari GF mulai
berkurang sehingga pembagian kelambunisasi, MBS dan kegiatan ACDmulai dibatasi. Tahun
2016 ini pembagian kelambu hanyadiberikan pada ibu hamil dan yang memiliki anak balita,
khusus pada wilayah yang masih dalam kategori garis merah. Berikut ungkapan salah satu
stakholder di dinas kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan :
38
”Penanggulangan malaria dilakukan sejaktahun 2011 dengan bantuan dari GFpenanggulangannya masih dalam taraf pembagian kelambu (khusus kawasan daerah yg garismerah), kelambu massal, kelambu untuk ibu hamil dan punya anak balita, MBS. Namun sejaktahun 2014 pembagian kelambu tidak menentu tergantung bantuan dari GF. GF berubah namamenjadi NFM (new faunding model) namun bantuan NFM mulai berkurang tidak seperti dululagi “.
Lanjut :
“Masih ada 3 puskesmas di wilayah Kabupaten Banggai kepulauan yang tidak memilikitenaga kesehatan yangbisa menangani pemeriksaan mikroskopis malaria, jika ada pasiendengan gejala-gejala sakit malaria langsung ditangani oleh oleh perawat atau dokter setempat,jika masih sakit dengan gejala malaria pasien di rujuk ke RS atau puskesmas yang memilikifasilitas lengkap.”
Hal yang menjadi kendala dalam penanggulangan malaria adalah petugas yang dilatih telah
pindah tugas ke daerah lain, masalah pelaporan di tingkat puskesmas yang sangat sulit di terima
oleh pemegang program di tingkat kabupaten. Salah satunya dipengaruhi oleh petugas
puskesmas yang seringnya rangkap tugas yang memegang 2 sampai 3program, selain itu
keterlambatam petugas kesehatan di pustu ataupun polindes dalam memberikan laporan ke
puskesmas, khususnya petugas yang tinggal di desa-desa terpencil, dimana jaringan via telepon
sangat sulit dan akses jalan menuju desa ini cukup jauh. Berikut penuturan ibu YY :
“Petugas pengelola program berganti-ganti orang contohnya pada saat pelatihan denganpengelola yang dulu, namun yang dilatih bukan pengelola tersebut lagi, orangnya sudah beda.Terbanyak petugas kesehatan di puskesmas memegang 2-3 program tidak ada yang bisamenggantikan karena kekurangan tenaga. Tahun ini akan diadakan kontrak kerja selama 5tahun di program setelah dilatih tidak boleh pindah. Begitupun masalah data penyusunannyabelum baik, ada PKM yang sampai 6 bulan tidak kirim laporan, kami beri teguran lisan dariKabid, kepala puskesmas, dan pengelola program dikabupaten”.
Sistem pencatatan dan pelaporan akan turut mempengaruhi data kasus. Perlunya monitoring dan
evaluasi kegiatan program malaria di tingkat puskesmas khususnya petugas surveilans. Kegiatan
survailans di Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan bertugas membuat data laporan
untuk masing-masing program, kegiatan survailans hanya terbatas pada pengendalian kasus
seperti, MBS dan pembagian kelambu.Berikut ungkapan YY di Dinas Kesehatan Kabupaten
Banggai Kepulauan :
“ Selama ini kepala seksi meminta data malaria ke pengelola program malaria, bukankepada survailans, takut datanya tidak bisa dipercaya, kendalanya survailans hanya satu orangyang bertanggung jawab pada semua program, tugasnya hanya sebatas penyelidikan kasus”.
39
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan stakholder setempat, tampak kualitas SDM
yang terlatih dalam hal pencatatan dan pelaporan belum optimal, seperti ada beberapa puskesmas
yang mengirimkan laporan sangat lambat, sehingga menyulitkan pengelola di tingkat kabupaten
dalam merekap kembali laporan yang akan di kirim ke pengelola program provinsi.
Terkait pengendalian vektor, upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai
kepulauan adalah dengan memberdayakan masyarakat berupa pengelolaan lingkunganseperti
kegiatan lomba antar kecamatan dan desa yaitu program desa membangun, BBGRM ( Bulan
bhakti gotong royong masyarakat) kerjasama ini berfungsi untuk meningkatkan perilaku budaya
sehat masyarakat Kabupaten Banggai Kepulauan. Selain itu penyemprottan rumah dan
pendistribusian kelambu, penyuluhan terpadu kerjasama dengan program lainnya seperti malaria,
promkes, gizi dan kesling.
Terkait Pengendalian Malaria di Kabupatena Banggai Kepulauan, berdasarkan hasil wawancara
dan pengamatan secara Langsung dilapangan, sebagai berikut :
1. Adanya bantuan GF sejak tahun 2011, cukup membantu pengelola program dalam
pengendalian malaria berupa pembagian kelambu, Pengambilan sediaan darah jari berupa
MBS, dana kegiatan tersebut sebagian dari Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan
2. Penyemprotan pada daerah-daerah endemias malaria, Namun sejak tahun 2013 kegiatan
penyemprotan tidak lagi dilakukan pada rumah- rumah penduduk. Hal ini karena
keterbatasan dana dan bantuan GF semakin berkurang.
3. Sebagian besar masyarakat cukup memahami pentingnya melindungi keluarganya dari
bahaya malaria berupa penggunaan alat pelindung diri saat tidur malam dengan
menggunakan kelambu dan obat nyamuk bakar
4. Akses jalan menuju ibu kota kecamatan maupun desa cukup mudah sehingga mempermudah
pengelola program dalam melakukan monitoring dan evaluasi, meskipun ada beberapa
wilayah cukup sulit untuk di jangkau.
5. Sejak tahun 2014 pemerintah Kecamatan Bulagi melaksanakan program dengan
memberdayakan masyarakat yaitu kegiatan lomba antar kecamatan dan desa yaitu program
desa membangun, BBGRM ( bulan bhakti gotong royong masyarakat) kerjasama ini
berfungsi untuk meningkatkan perilaku budaya sehat masyarakat Kabupaten Banggai
Kepulauan.
D. Kondisi Geografis dan Demografis Kecamatan Bulagi
40
Pemilihan lokasi penelitian di Kabupaten Banggai Kepulauan berdasarkan saran dari penentu
kebijakan di dinas kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan, begitu pula halnya di Kabupaten
Tojo Una-Una. Terpilih Kecamatan Bulagi desa Bulagi di Kabupaten Banggai Kepulauan. Kasus
malaria di wilayah puskesmas Bulagi masih cukup tinggi dibandingkan dengan wilayah lainnya
yang ada di Kabupaten Banggai Kepulauan.
Kecamatan Bulagi, terbagi menjadi 15 desa dengan ibu kota kecamatan berada di desa Bulagi.
Desa yang merupakan bagian dari kecamatan Bulagi adalah : Kambal, Tolo, Lalanday,
Montomisan, Toolon, Sosom, Kelurahan Bulagi 1, Alul, Bulagi 2, Meselesek, Oluno
Sumondung, Peling Seasa, Komba-Komba dan Kayubet. Luas wilayah kecamatan Bulagi 276,66
KM 2 dengan 1 kelurahan, jumlah Penduduk tahun 2015 adalah 10.175 jiwa, 2.906 KK. Secara
geografis wilayah Kecamatan Bulagi terletak di bagian timur Sulawesi, dengan batas-batas sbb :
Sebelah utara berbatasan dengan desa Bangunemo Kecamatan Bulagi Utara, Sebelah Selatan
berbatasan dengan desa Boluni Kecamatan Bulagi Selatan, Sebelah Timur berbatasan dengan
Teluk Peling, Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Buko.
Jarak desa Bulagi ke Ibu kota Kabupaten Bangkep di Salakan ± 70 KM dengan waktu
tempuh 1,5 jam. Kurangnya sarana transportasi seperti mobil angkutan umum untuk ke ibu
kota kabupaten di Salakan, sehingga pada umumnya warga Bulagi naik mobil tumpangan
penduduk yang sering melintas di jalan besar seperti mobil truk. Mayoritas penduduk beragama
kristen dengan mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah sebagai petani (petani ubi
banggai, jambu mente, cengkeh, cacao) dan sebagaia nelayan tradisional. Berikut kondisi desa
Bulagi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
41
Gambar 4. Kondisi Desa Bulagi
Kondisi geografis desa Bulagi sebagian adalah hutan, gunung dan dari sebelah timur di kelilingi oleh
lautan. Rata-rata warga memiliki kandang ternak babi yang jaraknya ± 20 meter dari tempat pemukiman.
Akses jalan untuk menuju ke desa lainnya cukup baik dapat dilalui dengan kendaraan roda dua dan
empat.. Rumah warga tertata rapi berbentuk rumah permanen adapula rumah yang terbuat dari papan.
Hasil pengamatan saat observasi nampak rumah responden jarang menggunakan plafon, masih terdapat
celah-celah antara dinding dan atap, ventilasi tidak dipasangkan kasa dinding. Rata-rata di dalam kamar
responden terdapat kelambu. Kondisi desa Bulagi pada malam hari sangat sepi. Listrik hanya dinyalakan
pada malam hari mulai pukul 6 sore sampai jam 6 pagi. Aktivitas warga pada malam hari hanya berada di
dalam rumah, adapula warga yang punya kebiasaan kumpul-kumpul dan nonton tivi di rumah tetangga.
Pusat pelayanan kesehatan seperti puskesmas berada tepat di ibu kota Kecamatan Bulagi yaitu di desa
Bulagi.Khusus masyarakat yang dekat dari fasiltas kesehatan dan memilki kartu jamkesma rata –rata
mrncari pengobatan di puskesmas, poskosdes ataupun pustu.
42
Gambar 5. Puskesmas Bulagi
E. Wawancara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terkait Malaria DiWilayah Puskesmas BuLagi
Wawancara dilakukan guna mengetahui pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat
Banggai Kepulauan terhadap malaria. Responden adalah masyarakat yang tinggal di wilayah
Puskesmas Bulagi, dipilih empat desa yang saling berdekatan dengan desa induk Bulagi. Yaitu
kelurahan Bulagi, Sosom, Toolon dan desa Bulagi 2. Jumlah responden sebanyak 110 orang
berusia di atas 15 tahun ke atas.
1.Karakteristik Responden di Kecamatan Bulagi Kab Banggai Kepulauan
Tabel 2. Karakteristik Responden di Wil PKM Bulagi
No. Karakteristik Responden n=110 %
1 2 3 41 Umur
- 15 – 20 tahun
- 21 – 45 tahun
- Lebih dari 45 tahun
5
50
55
4,5
45,5
50
43
2 Jenis kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
31
79
28,2
71,8
2 Pendidikan
- Tidak Sekolah
- SD
- SMP
- SMA
- Diploma
- S1
6
42
24
26
6
6
5,5
38,2
21,8
23,6
5,5
5,5
3 Pekerjaan
- Tidak kerja, IRT
- Petani
- Nelayan
- PNS
- Swasta
- Dagang
52
39
2
8
8
1
47,3
35,5
1,8
7,3
7,3
0,9
Tabel 2 menunjukkan, rata-rata responden berusia 45 tahun ke atas (50%) dan jenis
kelamin perempuan (71,8%). Hal ini karena saat kegiataan wawancara berlangsung terbanyak
kami temui adalah ibu-ibu. Pendidikan responden terbanyak hanya tamat SD (38,2%), SMA
(23,6%). Terkait dengan pekerjaan, karena terbanyak yang kami temui para ibu sehingga
responden menyatakan pekerjaan mereka hanya mengurus rumah tangga sedangkan suami
bekerja sebagai petani, nelayan dan swasta.Mata pencaharian responden pada umumnya adalah
petani dengan sistem pertanian jangka pendek seperti menanam ubi, tomat, lombok (rica) dan
sayur-sayuran.
2. Pengetahuan responden Terkait Malaria di Wil PKM Bulagi Kab Banggai Kepulauan
Tabel 3. Pengetahuan Responden Terkait Malaria
No. Komponen Pengetahuan n=110 %
1 2 3 4
44
1 Pernah mendengar malaria
- Ya
- Tidak
106
4
96,4
3,6
2 Apakah malaria dapat menular- Ya- Tidak
4466
4060
3 Bagaimana cara penularan malaria- Semua orang, orang tertentu, orang dewasa,
anak-anak- Gigitan nyamuk
72
38
65,5
34,5
4 Apa penyebab malaria- cacing, bakteri, virus- plasmodium
1000
1000
5 Dimana tempat nyamuk malaria berkembangbiak- rimbun gelap, bak mandi, dan penampungan air- genangan air, bekas jejak kaki, sawah, kolam,
irigasi
8228
74,525,5
6 Bagaimana cara agar tidak tertular malaria- Kawat kasa, obat nyamuk bakar/semprot,
menutup, mengubur, menimbun- Kelambu, obat nyamuk oles
102
8
92,7
7,3
7 Bagaimana gejala malaria- Demam, panas, menggigil, bintik merah
dikulit- Demam, panas, menggigil, berkeringat, sakit
kepala, mual, muntah
62
48
56,4
43,6
8 Bagaimana malaria dapat disembuhkan- Obat malaria dijual di warung, pengobatan
sendiri, pengobatan dukun- Obat malaria dari petugas diminum teratur
51
59
46,4
53,6
9 Apabila anda atau anggota keluarga sakit kemanaberobat- Beli obat malaria diwarung, dukun 48 43,6
45
- Puskesmas, dokter, petugas kesehatan 62 56,4
10 Apakah obat malaria tersebut harus diminumsampai habis- Ya- Tidak
6050
54,545,5
Tabel 3 menggambarkan pengetahuan responden secara umum terkait malaria. Rata –rata
responden pernah mendengar malaria dari petugas kesehatan. Petugas kesehatan di puskesmas
sering melakukan penyuluhan terpadu pada saat kegiatan-kegiatan posyandu. Selain itu rata-rata
responden mengetahui malaria dapat menular ke orang lain melalui gigitan nyamuk dan semua
orang bisa tertular malaria. Terkait jenis spesies nyamuk penular malaria, rata-rata responden
tidak mengetahui jenis spesies nyamuk penular malaria. satu responden mengetahui penyebab
malaria dari plasmodium, yang lainnya menjawab penyebab malaria dari gigitan nyamuk.
Pengetahuan responden terkait tempat berkembang biak nyamuk, rata-rata responden menjawab
tempat berkembangbiak nyamuk di bak-bak mandi, tempat penampungan air, genangan air dan
tempat yang gelap seperti pohon-pohon yang rimbun. Selain itu responden memiliki pengetahuan
yang baik untuk menghindari gigitan nyamuk dan tidak tertular malaria, dengan cara memakai
kelambu, memasang kasa pada ventilasi rumah dan menggunakan obat anti nyamuk pada saat
tidur malam.Pengetahuan responden terkait cara penyembuhan malaria dan tempat mencari
pengobatan, sebagian besar responden mencari pengobatan ke petugas kesehatan terdekat seperti
puskesmas, bidan ataupun perawat yang bertugas di pustu, adapula yang mengambil antisipasi
awal dengan membeli obat di kios-kios terdekat. Obat yang sering di konsumi warga jika
merasakan gejala sakit malaria seperti panas, demam, mual dan sakit kepala adalah Resochin,
Paramex, Bintang tujuh dan obat promag. Terkait dengan gejala malaria hampir sebagian besar
responden mengetahu gejala malaria yaitu panas, demam, menggigil, sakit kepala dan rasa mual.
Seperti ungkapan oleh informan PT umur 50 tahun (mantan penderita malaria) sbb :
“ Bahasa lokal kami kalau malaria biasa disebut maligot (malaria). Tanda-tanda malariaberkeringat dingin, panas dingin, perasaan tidak enak, lidah terasa pahit dan susah tidur”.
3. Perilaku Responden Terkait Malaria di Wil PKM Bulagi di Kab Banggai Kepulauan
46
Tabel 4. Perilaku Responden Tentang Malaria
No. Komponen Perilaku n=110 %
1 2 3 4
1 Yang anda lakukan apabila ada penderita malaria dilingkungan anda- Memeriksa ke petugas kesehatan- Memberikan obat- Menyuruh berobat ke petugas kesehatan- Melapor ke petugas kesehatan
11
2088
0,90,92280
2 Apakah yang anda lakukan apabila terkena malariaberdasarkan hasil pemeriksaan petugas kesehatan- Tidak tahu- Berobat ke dukun- Minum Obat tradisional/herbal- Berobat ke nakes
221
105
1,81,80,9
95,5
3 Apa yang anda lakukan jika anda diberikan obat malaria- Tidak tahu- Diminum sebagian- Diminum sampai habis
42
104
3,631,8
94,5
4 Tindakan apa yang anda lakukan untuk mencegah malaria- Tidak tahu- Menutup tempat penampungan air- Mengubur barang bekas- Menguras tempat penampungan air- Menggunakan obat anti nyamuk bakar malam hari- Tidur menggunakan kelambu malam hari
2515143
62
22,713,60,93,62,7
56,4
5 Apakah dirumah, anda selalu menggunakan obat nyamukbakar/oles malam hari
- Tidak pernah- Kadang-kadang- selalu
373241
33,629,137,3
6 Apakah anda sering keluar rumah pada malam hari- Selalu- Kadang-kadang- Tidak pernah
88715
7,379,113,6
47
7 Apaka saat keluar rumah malam hari anda menggunakanobat nyamuk oles dan pakaian lengan panjang
- Tidak pernah- Kadang-kadang- Selalu
287012
25,563,610,9
Tabel 4 menunjukkan, hampir sebagian besar responden menggunakan kelambu dan obat
nyamuk bakar saat tidur malam, dan jika ada anggota keluarga yang sakit malaria responden
menyarankan untuk membawa anggota keluarga ke puskesmas ataupun layanan kesehatan
terdekat seperti pustu atau polindes. Perilaku responden lainnya yang menunjukkan terjadinya
penularan malaria adalah, kebiasaan responden sering keluar pada malam hari berupa ngobrol
dengan teman ataupun tetangga dan tidak menggunakan alat pelindung diri seperti penggunaan
pakaian lengan panjang untuk mencegah gigitan nyamuk.Kebiasaan sering keluar rumah pada
malam hari bisa sebagai salah satu penyebab terjadinya penularan malaria. Berdasarkan hasil
pengamatan dan wawancara dengan beberapa informan di desaBulagi, bahwa yang terbanyak
kumpul-kumpul adalah anak remaja seperti kumpul saat acara pesta kawin, nonton,dan ngobrol
dengan teman ataupun tetangga.
Terkait pernyataan responden yang menunjukkan perilaku positif seperti minum obat secara
teratur pada saat sakit dan memilih puskesmas sebagai alternatif pertama dalam penyembuhan
penyakit, namun dari hasil wawancara mendalam menunjukkan masyarakat masih memiliki
kebiasaan mencari pengobatan tradisional seperti minum ramuan tradisional berupa daun pepaya
kuning dengan cara di rebus. Selain itu, warga mempunyai kebiasan mengkonsumsi obat kios,
adapula yang masih memilih dukun kampung seperti menyuruh dukun (sando) untuk memijat
badan yang sakit, dan biasanya dilakukan setelah sembuh dari demam. Berikut contoh obat
kampung dan obat kios yang sering di konsumsi warga saat sakit:
48
Gambar 6. Daun kumis kucing dan temulawak sebagai obat Tradisional Warga BuLagi
(Sumber : Dokumentasi Peneliti)
Berikut :
Gambar 7. Resochin salah satu obat malaria yang sering di konsumsi warga di Wil PKM Bulagi
(Sumber : dokumentasi Peneliti)
Hasil wawancara mendalam dengan petugas kesehatan di puskesmas Bulagi nampak
puskesmas sering kehabisan stok obat malaria, ketika pasien didiagnosa positif malaria oleh
49
petugas lab. Pasien di beri resep oleh dokter ataupun perawat yang bertugas saat itu, berupa reseb
obat yang ditujukan untuk salah satu toko obat yang ada di desa Bulagi. Berikut penuturan salah
satu informan di puskesma Bulagi IN usia 53 tahun :
“ Obat malaria di puskesmas sering habis, kami sudah ampra obat ke kabupaten namun karenastok obat tidak ada, terpaksa kami kasih saran warga untuk membeli di toko obat punya perawatsenior di puskesmas ini. Obat yangv sering habis DHP, Kina, Primaguin “.
Gambar 8. Toko obat di Kecamatan Bulagi desa Bulagi (dokumnetasi peneliti)
Berikut Kutipan hasil FGD dengan tokoh-tokoh masyarakat Kecamatan Bulagi sbb :
50
“Kalau mengenai obat tradisional untuk pengobatan penyakit malaria adalah sambiloto,daun pepaya di rebus baru diminum airnya, kebanyakan masyarakat ini meminum ramuantradisional karena gampang di dapat. Kalau untuk menghindari nyamuk ada sebagianmasyarakat yang menggunakan kelambu ada juga yang tidak, alasan tidak menggunakankelambu adalah panas kalau tidur (berkeringat), ada juga sebagaian menggunakan obatnyamuk, baik yang oles maupun obat nyamuk bakar, dan banyak juga yang tidak menggunakansama sekali pelindung gigitan nyamuk. Apa lagi ketika keluar malam bercerita dengan tetanggatanpa sadar sampai larut malam kebanyakan tidak memakai celana panjang dan baju lenganpanjang dan mungkin tanpa disadari sudah digigit nyamuk. Perilaku hidup sehat belum terlihatpada masyarakat kami di kecamatan Bulagi ini.
4. Sikap Responden Terkait Malaria di Kecamatan Bulagi Kab Banggai Kepulauan
Tabel5 Menggambarkan sikap responden berkaitan dengan malaria meliputi pernyataan
setuju tidak setuju terhadap pertanyaan yang di ajukan :
Tabel 5. Sikap Responden Terkait Malaria
No. Komponen Sikap n=110 %
1 2 3 4
1 Anggota keluarga yang menderita demammenggigil (malaria) perlu dibawa kepuskesmas/petugas kesehatan- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
39611
2,787,310
2 Anggota keluarga yang menderita demammenggigil (malaria) harus minum obat malariasecara teratur sesuai anjuran dokter- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
49610
3,687,39,1
3 Agar penyakit malaria tidak kambuh penderitaharus minum obat terus sampai habis meskipunsudah tidak demam
- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
16
9310
0,95,5
84,59,1
51
4 Malaria dapat dicegah dengan caramenghindari gigitan nyamuk malaria- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
24
977
1,83,6
88,26,4
5 Memelihara kebersihan rumah dan lingkungandapat mengurangi sarang dan tempatperkembangbiakan nyamuk- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
59510
4,586,49,1
6 Setiap ventilasi pintu dan jendela serta lubangdi dinding rumah perlu dipasang kawat kasautk menghindari nyamuk masuk kedalamrumah- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
320843
2,718,276,42,7
7 Memasang kelambu perlu saat tidur malamhari untuk cegah gigitan nyamuk malaria- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
213896
1,811,880,95,5
8 Anggota keluarga yang bekerja atau keluarrumah malam hari perlu menggunakan pakaiantertutup dan obat nyamuk oles- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
613847
5,511,876,46,4
9 Penyemprotan dinding dalam rumah denganinsektisida perlu dilakukan untuk cegah gigitan
52
nyamuk- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
520778
4,518,2707,3
10 Perlu penyuluhan malaria di desa untukmeningkatkan kesadaran dan pemahamanmasyarakat terhadap malaria- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
59411
4,585,510
Pada tabel 5, terlihat sikap responden terkait malaria menunjukkan sikap positif, dimana setiap
pertanyaan yang diajukan seperti perlunya membawa anggota keluarga yang sakit dengan gejala
demam menggigil (malaria) harus ke puskesmas/petugas kesehatan, rata-rata menyatakan setuju,
begitupula terkait dengan pengobatan malaria rata-rata responden menyatakan setuju jika
menderita malaria harus minum obat secara teratur. Namun dari hasil wawancara mendalam dan
focus group discusion, nampak peserta FGD ada yang menyatakan jarang minum obat secara
teratur khususnya peserta FGD (penderita). Ketika sudah merasakan kesembuhan informan
jarang melanjutkan obat sampai tuntas. Rata-rata informan lebih mendahulukan pengobatan
tradisional dan memilih obat kios untuk mengobati penyakitnya, dan jika masih merasakan
gejala sakit malaria seperti panas, demam dan sakit kepala, penderita baru melakukan
pengobatan di puskesmas. Berikut kutipan wawancara mendalam dengan salah satu penderita
malaria bapak YRD unmur 56 tahun sbb :
“ Saya pernah kena malaria panas 3 hari demam 2 hari, sakit kepala,mulut pahit, pertama dianfal saya cuma beli obat di kios obat yang saya beli resochin, paracetamol, antalgin . Tapikarena tidak ada perubahan baru saya ke puskesmas sama pa indra di ambil darah. Hasilpemeriksaan waktu itu katanya saya kena malaria, pas di beri obat sama dokter alhamdulilahbaru ada perubahan, tapi selain itu saya minumkan daun pepaya kuning satu hari dua kaliminum “.
Informan salah satu penderita malaria, sebelum memilih berobat ke puskesmas, informan
memilih obat kios untuk mengobati penyakitnya, namun karena belum merasakan kesembuhan
informan melakukan pengobatan di puskesmas terdekat, Nampak sikap responden terhadap
53
pemilihan pengobatan berdasarkan pengalaman, ketika merasakan ketidaksembuhan informan
mengambil alternatif ke dua dengan memilih faskes untuk menyembuhkan penyakitnya.
Berikut kutipan hasil FGD masyarakat yang pernah menderita malaria :
“ Pernah mengalami malaria dan pengetahuan saya terkait dengan malaria adalah Panasdingin, beli obat dikios, biasanya dikirimkan obat dari kalimantan oleh keluarga., biasanya sakitperut. Dari jamu dari kalimatan obatnya berbentuk kapsul,setelah minum obat masih dirasakanmenggigil, panas dingin dan berobat ke puskesmas periksa darah dan petugas puskesmas yangmenangani malaria mengatakan bahwa bapak terindap penyakit malaria dan diberikan obat danobat yang diberikan harus dihabiskan ketika diminum”.
Selain itu responden menyatakan sikap setuju malaria dapat dicegah dengan memelihara
kebersihan rumah dan lingkungan sekitar rumah. Nampak dari hasil pengamatan selama di
lapangan desa Bulagi, Sosom, Toolon dan Bulagi 2 lingkungannya cukup bersih, nampak
halaman rumah penduduk terlihat bersih, tidak ditemukan genangan-genangan air di sekitar
pemukiman. Masyarakat Bulagi cukup peduli dengan kerbersihan lingkungan, ditambah lagi
setiap tahun pemerintah kecamatan melakukan lomba antar kecamatan. Kegiatan- kegiatan
seperti ini dapat menjadi salah satu alternatif mengurangi tingkat penularan malaria. Untuk
menghindari gigitan nyamuk responden menyatakan sikap setuju untuk memasang kawat kasa
pada ventilasi rumah. Selain itu, anggota keluarga yang bekerja atau keluar rumah malam hari
perlu menggunakan pakaian tertutup dan obat nyamuk oles.Meskipun perilaku tidak seiring
dengan sikap positf mereka terkait malaria, khususnya penggunaan pakaian tertutup dan
menggunakan anti nyamuk oles saat keluar rumah, namun dengan sikap positif responden
menunjukkan pemahaman mereka terhadap bahaya malaria.
Sikap responden mengenai perlunya penyuluhan malaria di desa, sebanyak 85,5 % menyatakan
sikap setuju,begitupun perlunya penyemprotanrumah untuk mengurangi nyamuk.Namun dari
hasil kegiatan FGD yang dilakukan oleh tim peneliti nampak sebagian besar warga kecamatan
Bulagi jarang menghadiri kegiatan penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan setempat.
Berikut kutipan hasil FGD dengan masyarakatdan tokoh masyarakat di Kecamatan Bulagi sbb :
“Mengenai penyuluhan entah itu dari puskesmas, dari desa sendiri banyak masyarakat yangtidak menghadiri penyuluhan tersebut dengan alasan yang berbeda ( sibuk, pergi ke kebun,pergi liat pukat dll) alasan itulah menyebabkan banyak masyarakat yang tidak hadir ketikadiadakannya penyuluhan tersebut. Tetapi ketika pembagian beras raskin ful kantor desa dipadatioleh masyarakat yang datang untuk mengambil beras pembagian tersebut. Jadi kami melihat
54
disini kesadaran masyarakat masih kurang, kesadaran akan pentingnya kesehatan, hidup sehatmasih kurang. Padahal semestinya mereka harus memperhatikan kondisi seperti itu”.
Selain itu :
“Mau ikut penyuluhan kalau ada tetapi berbentur dengan pekerjaan rumah. Pernah ikutpenyuluhan malaria, masing2 tim puskesmas menyuluh melakukan penyuluhan sepertikebersihan tubuh, kebersihan lingkungan. penyebab jentik nyamuk, air yang tergenang, pakaianyang banyak tergantung, faktor binatang yang berkeliaran.Pernah di desa kami Adapenyemprotan rumah oleh petugas kesehatan namun sudah lama sudah 10 tahun lalupenyemprotan rumah sekarang sudah tidak ada lagi, kalau bisa kami mau lagi. Waktu itunyamuk berkurang, sekarang nyamuk tambah banyak di tambah di sekitar rumah banyak pohon-pohon lebat”.
F.Gambaran UmumKabupaten Tojo Una-Una
Kabupaten Tojo Una-unaterletak di provinsiSulawesi Tengah ibu kota kabupaten ini
terletak di Ampana. Semula kabupaten ini masuk dalam wilayah Kabupaten Poso namun
berdasar pada UU No. 32 Tahun 2003 Kabupaten ini telah berdiri sendiri. Luas wilayah
Kabupaten Tojo Una-Una 9.914,54 km2 . Luas wilayah daratan 5.754,47 km 2 dan wilayah
lautan sebesar 4.160,07 km2 dengan jumlah penduduk 152.454 jiwa. 22
Wilayah Kabupaten Tojo Una-Una berbatasan langsung dengan 4 kabupaten tetangga
yaitu sebelah barat dengan Kabupaten Poso, sebelah timur dengan Kabupaten Banggai, sebelah
selatan dengan Kabupaten Morowali dan sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Gorontalo.
Kabupaten Tojo Una-Una terbagi dalam 9 wilayah administratif kecamatan dengan
desa/kelurahan yaitu Kecamatan Ampana Kota, Ampana Tete, Togean, Tojo, Tojo Barat,
Ulubongka, Una-Una, Walea Besar, Walea Kepulauan. Lima Kecamatan berada di daratan
yang terbagi atas 8 Puskesmas serta 4 Kecamatan berada di Kepulauan dan terbagi pula atas 5
Puskesmas.Wilayah daratan terdiri Kecamatan Tojo, Kecamatan Tojo Barat, Kecamatan
Ulubongka, Kecamatan Ampana Kota dan Kecamatan Ampana Tete, serta wilayah kepulauan
terdiri dari 4 kecamatan yaituKecamatan Una-una, Kecamatan Togean, Kecamatan Walea
Kepulauan dan Kecamatan Walea Besar.
Mata pencaharian penduduk pada umumnya adalah sebagai petani, pedagang dan
nelayan. Mayoritas penduduk beragama islam, khusus di ibu kota kabupaten Ampana sebagian
besar adalah suku suku Bugis dan Gorontalo sedangkan di daerah kepulauan umumnya dihuni
oleh suku asli seperti suku Togean, Wakai dan Una-Una.
55
Gambar 9. Peta Kab. Tojo Una-Una(Sumber: Data Dinkes Kab Tojo Una-Una)
Jarak antara kota Palu ke ibu kota kabupaten Tojo Una-Una Ampana ± 377 km dapat dilalui
dengan jalan darat selama 9-10 jam perjalanan.Setelah itu untuk menuju wilayah kepulauan
seperti ke Kecamatan Una-Una dapat di tempuh dengan menggunakan kapal veri ± 4 jam dan 2
jam jika menggunakan kapal cepat (speed boad).
G. Status Kesehatan Masyarakat Kabupaten Tojo Una-Una
Berdasarkan hasil studi kualitatif eksplorasi yang dilakukan oleh Balai litbang Kemenkes
RI yaitu tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan nilai Indeks Pembangunan
Keshatan Masyarakat (IPKM) di Kabupaten Tojo Una-Una. Nampak bahwa masih tingginya
prevalensi gizi kurang pada balita (30,1%), stuting atau pendek dan sangat pendek (41,8%),
permasalahan gizi akut atau kurus dan sangat kurus (12%). Selain itu tingginya kasus gangguan
mental emosional pada penduduk umur 15 tahun ke atas (37,1%) berdasarkan hasil riset
kesehatan dasar tersebut menempatkan kabupaten Tojo Una Una pada posisi yang rendah dalam
urutan nilai indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM) secara nasional.
Berdasarkan hasil riskesdas tahun 2007 IPKM khususnya terkait gizi buruk pada anak
balita lebih baik di bandingkan hasil riskesdas tahun 2013. Tahun 2007 Kabupaten Tojo Una-
Una termasuk baik dalam hal gizi pada anak balita di bandingkan dengan kabupaten lainnya
56
yang ada di Sulawesi Tengah. Hasil Riskesdas tahun 2013 prevalensi gizi buruk pada anak balita
mengalami peningkatan menjadi 31,26 % .
Dengan tingginya kasus gizi buruk pada anak balita Dinkes Kabupaten Tojo Una-una melakukan
program sesuai renstra yaitu dengan program peningkatan gizi baik pada ibu hamil dan anak
balita, selain itu program desa melalui anggaran desa (ADD) bekerjasaam dengan puskesmas
kecamatan yaituberupa pemberian makanan tambahan pada lansia, ibu hamil dan anak balita
berupa susu dan biskuit, kegiatan tersebut dilaksanakan setiap bulannya pada kegiatan posyandu.
Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una saat ini lebih mengutamakan pada program
pencapaian MDGs seperti penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan angka kejadian
malaria yang mana target penurunannya tahun 2015.
Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Dinas Kesehatan Kab Tojo Una-una telah
menyediakan fasililtas kesehatan dan layanan kesehatan berupa puskesmas, pustu dan polindes
yang tersebar di 9 kecamatan di Kab Tojo Una-Una. Jumlah tenaga kesehatan sebanyak 475
orang tersebar di 13 puskesmas. Dua puskesmas tidak memiliki dokter yaitu puskesmas Dataran
Bulan dan Puskesmas Matako.
Menilai kecukupan tenaga kesehatan di suatu daerah sebagai salah satu indikator tercapainya
tingkat kesehatan masyarakat. Jumlah penduduk yang harus dilayani dengan ketersediaan tenaga
kesehatan di daerah cukup membantu dalam penurunan angka kasus penyakit. Berdasarkan
target indikator Indonesia sehattahun 2012 salah satu rasio dokter umum 40 dokter per 100.000
penduduk, sedangkan Kabupaten Tojo Una-una sampai tahun 2015 baru mencapai 17 dokter per
100.000 penduduk (data dinkes Kab Touna). Hal ini sangat jauh dari angka yang di targetkan.
Jumlah tenaga dokter yang kurang di setiap puskesmas sehingga penegakkan diagnosis terhadap
penyakit yang di derita pasien hanya di tentukan oleh perawat ataupun mantri yang sudah cukup
berpengalaman. Mereka dianggap mampu memberikan pengobatan berdasarkan gejala-gejala
yang di alami oleh pasien.
H.Faktor Pendukung dan Penghambat Kebijakan Pengendalian Malaria di KabupatenTojo Una-Una
Berdasarkan data kasus angka kejadian malaria di Kabupaten Tojo Una-una mengalami
penurunan, dimana sejak tahun 2000 kasus malaria di Kabupaten Tojo Una-una cukup tinggi
khususnya di Kecamatan Una-una desa Wakai, namun sejak adanya bantuan GF (global
fund)dan peningkatan program P2PL baik dari Dinkes Propinsi maupun Kabupaten, cukup
57
menurunkan kasus malaria di Kabupaten Tojo Una-Una, Berikut capaian indikator malaria
menurut Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Tengah
Grafik 4. Capaian Indikator Malaria Propinsi Sulawesi Tengah tahun 2015(Sumber : Data Dinkes Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2015)
Grafik di atas menunjukan capaian indikator malaria per Kabupaten/Kota. Dengan berbagai
kegiatan pengendalian yang dilakukan oleh Dinkes dan jajarannya, cukup menurunkan angka
kejadian malaria, nampak Kabupaten Tojo Una-Una menurun menjadi 0,84% dan Kabupaten
Banggai Kepulauan masih memiliki angka kasus malaria tertinggi dari Kabupaten Poso yaitu 2,53 %.
Berbagai kegiatan yang dilakukan yaitu, pengendalian vektor, pembagian kelambunisasi, peran serta
masyarakat melalui posmaldes dan Mass Blood Survey. Sedangkan Kabupaten yang belum mencapai
target masih ada lima, tiga diantaranya daerah kepulauan yaitu Kab Banggai Kepulauan, Kab Tojo
Una-Una, Kab Banggai Laut dan satu daerah adalah kab Poso (Daratan). Beberapa alasan yang
menyebabkan cakupan indikator di lima Kabupaten ini belum mencapai target yaitu, adanya
peningkatan kasus, pengaruh lingkungan serta beberapa wilayah di daerah kepulauan yang sulit
dijangkau. Berikut hasil wawancara dengan pemegang program di dinas kesehatan Propinsi
bapak MR umur 30 tahun sbb :
“Kalau yang dilakukan selama ini kita itu menggali kemitraan mengaktifkan posmaldeskemudian ada juga survey vektor yang kadang itu sama-sama teman dari pusat, kemudian yangkemarin itu kita lakukan juga penyemprotan di Dataran Bulan, MBS itu semua untuk
58
penanganan vektornya dan penanggulangan kasusnya penemuan penderita kita obati dan jugakita lakukan pengamatan epidemiologi. Untuk kelambunisasi tetap jalan tapi itu langsung kekabupaten dari kabupaten langsung kesasaran jadi propinsi hanya melaporkan berapa jumlahkelambu yang di drop di kabupatenanggarannya itu dari globalfund untuk kelambunisasi”.
Dengan semakin gencarnya pengendalian malaria yang dilakukan oleh dinas kesehatan
kabupaten bersama globalfund, dukungan tokoh-tokoh masyarakat dan pemerintah
kecamatan/desa Tojo Una-Una cukup menurunkan kasus malaria, seperti di Kecamatan Una-
Una desa Wakai sejak tahun 2000 desa Wakai merupakan daerah endemis malaria cukup tinggi
dibandingkan dengan desa-desa lain yang ada di Kabupaten Tojo Una-Una. Berikut hasil
wawancara dengan pengelola program malaria di dinas kesehatan Kab Tojo Una-Una bapak
WYD umur 35 tahun sbb :
“ Kalau penyakit malaria di kabupaten Tojo Una-una khususnya ditempat penelitian didesa Wakai itu kemarin tahun 2008,2009 disana banyak itu…2008,2009 sampai 2010 kasustertinggi di kabupaten Touna itu adalah diwilayah kerja puskesmas Wakai tapi mulai tahun 2011sampai sekarang ini 2016 itu angka APInya sudah mencapai nol… jadi pada tahun 2010 sampaidengan 2013 sudah tidak ada kasus memang nol…mungkin karena kegiatan-kegiatan disana kitapacu salah satunya MBS, penyemprotan ada juga pembagian kelambu, sosialisasi, advokasidengan pemerintah..ah kebetulan kemarin juga tahun 2015 kita ada pencanangan desa bebasmalaria disitu ada pembacaan deklarasi oleh kepala desa Wakai bahwa mereka siapberkomitmen untuk menjaga bagaimana supaya desa Wakai itu tidak tertular lagi denganpenyakit malaria untuk saat ini penyakit malaria yang tertinggi ada di puskesmas DataranBulan, sedangkan tahun kemarin puskesmas Dataran Bulan itu boleh dikatakan cukup rendahangka penyakit malaria yang tinggi itu daerah kepulauan seperti Wakai tetapi pada saatkepulauan menurun ternyata daerah pegunungan lagi yang tingg,i khususnya wilayahpuskesmas Dataran Bulan tinggi sekali angka APInya disitu ”.
Kegiatan promosi kesehatan yang dilakukan oleh pengelola program di kabupaten cukup
memberikan pengaruh yang cukup baik dalam menurunkan kasus malaria seperti di Kecamatan
Una-una, Kecamatan Popolii dan Kecamatan Walea Kepulauan. Kegiatan yang dilakukan berupa
penyuluhan terpadu oleh pengelola program malaria dan program lainnya yang ada di
puskesmas, MBS, Penyemprotan dan pembagian kelambu.Upaya lainnya yang dilakukan oleh
dinas kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una dan puskesmas adalah pendekatan dengan tokoh-
tokoh masyarakat seperti tokoh agama dan pemerintah desa setempat. Hal yang dilakukan adalah
bentuk kerjasama berupa komitmen deklarasi bebas malaria oleh kepala desa Wakai yang
dilakukan sejak tahun 2014. Isi deklarasi tersebut di tanda tangai oleh kepala desa Wakai yang
59
menjabat saat itu, dan sampai tahun 2016 deklarasi tersebut masih menjadi pegangan aparat desa
dan masyarakat setempat sebagai komitmen bersama untuk mendukung seluruh kegiatan yang
berhubungan dengan pencegahan dan pemberantasan malaria, seperti hadir dalam setiap
kegiatan-kegiatan pengendalian malaria berupa bersih-bersih lingkungan desa, hadir dalam
kegiatan penyuluhan, pemantauan terhadapa warga/keluarga yang memiliki gejala-gejala malaria
untuk segera di bawa ke puskesmas terdekat, masyarakat di harapkan dapat memanfaatkan
puskesmas sebagai tempat perawatan kesehatan dan pengobatan.
Deklarasi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh masyarakat di desa Wakai adalah salah satu
bentuk dukungan sosial (Social Suport)mereka terhadap pengendalian malaria. Dukungan sosial
dari Toma-Togadapat menjembatani kegiatan yang dilakukan oleh pengelola programkepada
masyarakat. Dengan adanya dukungan sosial ini bisa menjadi wadah untuk membantu petugas
puskesmas dalam pemberantasan malaria. Toma dan Toga sebagai tokoh yang dianggap cukup
berpengaruh di kalangan masyarakat Wakai. Sangat perlu membangun bina suasana antara
tokoh masyarakat dan petugas kesehatan di tiap-tiap wilayah puskesmas yang ada di Kabupaten
Tojo Una-Una.Deklarasi yang dilakukan oleh Toma di kecamatan Una-Una desa Wakai bisa
menjadi contoh untuk wilayah lainnya yang di Kabupaten Tojo Una-Una.
Yang menjadi kendala dalam melakukan kegiatan-kegiatan program di daerah kepulauan
adalah letak geografis yang cukup jauh dari ibu kota kabupaten, sehingga jika musim ombakdan
cuaca yang tidak baik, petugas kesehatan setempat mengulur waktu kegiatan sambil menunggu
cuaca membaik. Kegiatan yang dilakukan oleh pengelola program malaria di kabupaten adalah
survei MBS, Pembagian kelambunisasi, pengiriman obat,penyuluhan dan kegiatan
monitoring/evalusi di puskesmas. Berikut hasil wawancara dengan bpk WYD (stakeholder dinas
keseahatan Kab Tojo Una-Una) sbb :
“Kalau kendalanya kita disini kabupaten Tojo Una-Una ini merupakan daerah kepulauan danpegunungan dan masih banyak daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau oleh petugaspuskesmas dan petugas kesehatan...terus mobilisasi masyarakat juga dan kita juga beradaditengah-tengah kabupaten poso yang masih endemis malaria kabupaten Banggai juga masihtinggi, jadi mobilisasi masyarakat Poso dan Banggai itu sering dan masih banyak desa-desayang sulit komunikasi karena signal tidak ada”.
Jumlah puskesmas yang ada di wilayah Kab Tojo Una-Una berjumlah 13 puskemas dan
masing-masing puskesmas telah dilengkapi dengan alat mikroskopis malaria dan tenaga yang
telah terlatih kecuali Puskesmas Wakai, Dolong, Ampana Tete dan Dataran Bulan. Empat
60
puskesmas tersebut memiliki tenaga pengelola baru malaria namun belum terlatih sebagai tenaga
miroskopis. Seperti di puskesmas Wakai dulunya ada pengelola malaria yang sudah terlatih,
namun sejak tahun 2015 tenaga mikroskopis puskesmas Wakai tersebut di pindah tugaskan di
rumah sakit Wakai, dan jika ada pasien yang dicurigai memiliki gejala-gejala sakit malaria
pasien tersebut di rujuk ke laboratorium rumah sakit Wakai.
Hasil kegiatan Program P2 Malaria di tingkat kabupaten cukup memberikan gambaran
adanya kecenderungan penurunan angka Positif Malaria/ Annual Parasite Incidence/API dari
tahun ke tahun. Dengan kondisi API (10 o/oo Tahun 2010), (11 o/oo Tahun 2011), (5 o/oo Tahun
2012), (3,1 o/oo Tahun 2013),(1,2 o/oo Tahun 2014)dan (1,0 o/oo Tahun 2015).Dapat dilihat
pada grafik di bawah ini API ( Anual Paracite Insiden) kabupaten Tojo Una-una., nampak kasus
tertinggi malaria terjadi di kecamatan Ampana Tete (wilayah daratan).
Grafik 5. API (Anual Paracite Insiden) Kabupaten Tojo Una-una tahun 2015
Meskipun dana sangat terbatas, kegiatan-kegiatan program terus dilakukan sepertikegiatan
penemuan dan pengobatan penderita yang dilaksanakan dengan dua cara yaitu Pasif Case
Detection (pengambilan dan pemeriksaan sampel darah malaria terhadap pasien yang berkunjung
ke puskesmas) pasien dengan gejala klinis malaria serta pada kunjungan pertama Ibu
Hamil/Screaning Bumil) dan Active Case Detection(petugas kesehatan berkunjung langsung
2.10.6
2.3
17.3
0.45 0 0 0.35 0.80
5
10
15
20
API
Kecamatan
2013
2014
2015
61
kepada masyarakat untuk melaksanakan pengambilan dan pemeriksaan sampel darah malaria
dengan gejala klinis ataupun tanpa gejala klinis Malaria) dan Mass Blood Survei (MBS). Tidak
semua wilayah puskesmas dilakukan kegiatan ACD dan MBS di utamakan pada daerah yang
mengalami peningkatan kasus tinggi malaria seperti di Dataran Bulan. Kegiatan program malaria
yang dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten Tojo Una-Una bekerjasama dengan pengelola
malaria di puskesmas dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 6.
Kegiatan Program malaria dan jumlah dana perkegiatan tahun 2015
No Kegiatan Dana1. Pelatihan petugas Lab malaria puskesmas Se-kabupaten Tojo
Una-UnaRp. 39.319.500
2. Kegiatan Peningkatan komunikasi, informasi, edukasi dandukungan dalam pengendalian di PKM Dataran Bulan
Rp. 11.737.500
3. Pendeklarasian desa bebas malaria di Puskesmas Wakai Rp. 7. 714.0004. Belanja Rapid Diagnostic Test (RDT) malaria Rp. 16.500.0005. Penyemprotan vektor malaria Rp. 18.100.0006. Pengambilan dan pemeriksaan sampel darah malaria Rp. 11.050.0007. Evaluasi dan peningkatan kinerja kader posmaldes untuk
kemandirian masyarakat dalam pencegahan penularan malariaRp. 1,210.000
Jumlah Rp.105.631.000,-
(Sumber : Data Dinkes Kab Tojo Una-Una Tahun 2015)
Berikut hasil wawancara dengan pengelola program malaria di dinas kesehatan Kab
Tojo Una-Una sbb :
“Adanya komitmen dari semua kepala puskesmas utamanya langsung dari bupati yangperintahkan langsung, kemarinkan waktu pencanangan itu kita undang semua camat-camat,kepala desa, tokoh masyarakat terus juga kita ada posmaldes (pos malaria desa) jadimasyarakat terjun langsung untuk memberantas malaria bersama-sama petugas kesehatan kitajuga laksanakan penemuan secara dini kasus MBS jadi MBS itu 80% penduduk desa itu kitasurvey dengan darah jari, pemeriksaannya mikroskop sama RDT. Kita juga ada kegiatanpenyemprotan-penyemprotan itu dikhususkan daerah yang rawan vektornya banyak kita semprotdisitu terus kalau ada kasus kita survey kontak disitu penyuluhan ke masyarakat utamanya itumasyarakat mau berpartisipasi dengan kita karena sudah ada berapa desa yang kita bentuk itudesa bebas malaria di kabupaten Tojo Una-Una. Kalau tempat perindukan vektor itu masihbanyak terutama di wilayah puskesmas dataran bulan disana itu banyak kubangan teruswilayahnya hutan. Dataran bulan itu lebih besar wilayahnya hutan daripada pemukiman.Kemarinkan di wakai itu mungkin daerahnya belum berkembang jadi kebanyakan hutan kalausekarang sudah banyak rumah penduduk jadi mungkin pemikiran masyarakatnya
62
sudahantisipasi memang untuk malaria. Intinya kegiatan monev terus kita lakukan biasanya pertriwulan ataupun di akhir tahun” .
Salah satu program unggulan dinas kesehatan kabupaten Tojo Una-Una dalam
pemberantasan malaria “Tojo Una Una bebas penularan malaria tahun 2015” yang telah
dicanangkan oleh Bupati Tojo Una Una pada tahun 2008. Dalam pelaksanaan kegiatan, Program
pemberantasan Malaria mendapat dukungan dana dari APBD selain itu Kabupaten Tojo Una Una
juga mendapat bantuan dana Global Fund Malaria. Kegiatan pemberantasan malaria yang
dibiayai oleh dana APBD pada tahun 2015 berjumlah Rp. 105.631.000,-
Hal-hal yang masih menjadi kendala dalam pemberantasan malaria di Kabupaten Tojo
Una-Una seperti pemeriksaan sediaan darahkasus malaria belum mencapai target 100%.
Beberapa puskesmas masih menggunakan diagnosa berdasarkan gejala malaria klinis, hal ini
terjadi karena belum ada tenaga mikroskopis di puskesmas tersebut. Selain itu kurang
tersedianya logistik malaria di Kabupaten seperti RDT, banyaknya daerah sulit dan tidak diiringi
dengan dukungan operasional yang memadai khususnya di daerah – daerah terpencil yang ada di
kepulauan, sarana tranportasi dan akses jalan yang kurang mendukung, masih banyak di temukan
tempat perindukan vektor malaria dan tidak adanya tenaga entomologi dalam menangani hal
tersebut. Faktor pengetahuan dan perilaku masyarakat yang masih kurang memahami bahaya
malaria. mobilisasi penduduk yang terus meningkat, kurangnya tenaga SDM dimana pengelola
program memiliki tugas –tugas lainnya dengan istilah rangkap tugas. Seperti ungkapan bapak
WYD umur 35 tahun pengelola program malaria didinas kesehatan kabupaten Tojo Una-Una
sbb. “ Kalau kita disini untuk pengendalian vektor susahnya kita tidak ada petugas entomologi
jadi yang kita laksanakan yang dasar -dasar saja seperti penyemprotan, kalau survey
entomologi nyamuk belum kita laksanakan tapi sudah pernah dilaksanakan tapi orang dari
Litbangkes yang langsung laksanakan “.
Keterbatasan dana di tingkat kabupaten cukup mempengaruhi kegiatan program seperti
kekurangan bahan logitik seperti RDT (Rapid Detection Test), kegiatan MBS yang sudah mulai
berkurang hanya di peruntukkan pada daerah dengan kasus malaria tinggi, berkurangnya
pemantauan petugas kesehatan terhadap pasien malaria dan kunjungan petugas kesehatan dalam
pencarian terhadap warga yang memiliki gejala sakit malaria tidak terlaksana. Minimnya
kemampuan tenaga kesehatan terutama di tingkat Puskesmas, sehingga tidak dapat menjangkau
63
semua penduduk diwilayah kerjanya mengakibatkan cakupan penemuan masih rendah.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan petugas kesehatan di dinas kesehatan
kabupaten, masih banyak masyarakat memilih pengobatan secara tradisional, minum obat kios
dan ke dukun jika merasakan gejala-gejala seperti panas, sakit kepala, demam dan mual.
Informasi ini diketahui dari petugas pustu -polindes pada saat petugas kesehatan kabupatena
mengunjungi mereka di puskesmas saat kegiatan monev. Hal ini terjadi juga di Kabupaten
Banggai Kepulaun khususnya pada daerah yang jauh dari puskesmas, pustu dan polindes. Masih
banyak warga belum memahami tanda – tanda dan cara pengobatan malaria yang benar, semua
berdasarkan pengalaman pribadi dan keluarga dalam mendiagnosis dirinya saat tertular malaria.
Disamping itu dengan semakin banyaknya obat-obat anti malaria yang dijual di warung-warung /
kios-kios tidak disertai dengan penjelasan tentang cara-cara minum obat yang benar, akan
mempercepat terjadinya resistensi malaria terhadap obat malaria yang dipakai. Hambatan dalam
pengendalian malaria ini bukan hanya terjadi di Kabupaten Tojo Una-Una, namun terjadi pula di
wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan.
I. Kondisi Geografis dan Demografis Kecamatan Una-Una
Kecamatan Una-Una terdiri dari 21 desakemudian terjadi pemekaran menjadi dua
kecamatan yaitu Kecamatan Una-Una dan Kecamatan Togean. Kecamatan Una-Una terdiri dari
10desa dengan jumlah penduduk 13.374 jiwa. Salah satu desa yang masuk dalam Kec Una-Una
adalah desa Wakai. Desa Wakai dipilih sebagai lokasi penelitian berdasarkan saran dari
pengelola program malaria di dinas kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una. Sejak tahun 2000 desa
Wakai termasuk desa yang memiliki kasus malaria tertinggi di banding dengan desa lainnya
yang ada di Wilayah Kab tojo Una-Una.
Kecamatan Una-Una berbatasan langsung dengan empat desa yaitu sebelah barat dengan
Desa Kulingkinari, sebelah timur dengan Desa Tobil, sebelaha Selatan berbatasan dengan Desa
Bambu dan sebelah Utara berbatasan dengan Desa Una-Una. Sebagian besar penduduk desa
Wakai adalah masyarakat pendatang dari desa Una-Una yang mengungsi ke daerah Wakai, hal
ini terjadi karena adanya gempa tahun 80-an di desa Una-Una. Luas desa Wakai 36,67 M2
dengan jumlah penduduk 1644 jiwa. Mata pencaharian umumnya masyarakat Wakai adalah
sebagai petani dan nelayan tradisional. Berikut peta Kecamatan Una-Una dapat dilihat pada
gambar di bawah ini :
64
Gambar 10. Peta Kecamatan una-Una(Sumber : Data Dinkes Kab Tojo Una-Una tahun 2015)
Dulunya desa Wakai merupakan wilayah Kabupaten Poso,namun setelah melalui
beberapa tahapan yang panjang dalam kurun waktu ± 30 tahun, terbentuklah kabupaten Tojo
Una-una pada tanggal 18 Desember 2003. Kabupaten Tojo Una-Una dimekarkan menjadi 9
kecamatan termasuk kecamatan Una-Una. Salah satu bagian dari kecamatan Una-una adalah
desa Wakai. Puskesmas kecamatan Una-Una tidak terletak di ibu kota kecamatan melainkan di
bangun di desa Wakai, mengingat telah terjadi gempa pada tahun 80-an sehingga sebagian besar
masyarakat Una-Una lebih banyak mengungsi dan tinggal di desa Wakai.Untuk menuju
kepulauan Wakai harusmenggunakan kapal dengan waktu tempuh ± 4 jam perjalanan, jika
menggunakan kapal cepat seperti kapal speed waktu tempuh hanya 2 jam.
Salah satu pusat wisata nasional yang dapat meningkatkan pendapatan ekonomi daerah
adalah Kepulauan Togian. Kepulauan Togian sangat dekat dari kepulauan Wakai dan termasuk
salah satu wilayah kecamatan Una-Una. Kepulauan Togianterkenal dengan wisata bahari antara
lain: Menyelam & Snorkelling (di Pulau Kadidiri), memancing, serta menjelajah alam hutan
65
yang ada di dalam hutan yang ada di Pulau Malenge, atau bisa mengunjungi gunung api Colo di
Pulau Una-una. Di bawah ini adalah gambar perumahan sebagian warga di Kecamatan Una-Una
termasuk desa Wakai.
Gambar 11. Perumahan penduduk desa WakaiKec Una-Una
66
Gambar 12 . Kondisi Saat memasuki desa Wakai Kec Una-Una
Secara keseluruhan perumahan masyarakat di Kecamatan Una-Una berbentuk semi permanen adapula
yang berbentuk rumah panggung khususnya yang tinggal dekat dari pinggiran laut. Mayoritas penduduk
Kec Una-Una beragama Islam, Seperti perumahan warga di desa Wakai saling berdekatan dan dekat dari
areal pantai (laut), pegunungan dan perkebunan, untuk ke desa-desa tetangga lainya harus menggunakan
perahu.
67
J. Wawancara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Masyarakat Terkait Malaria DiWilayah Puskesmas Wakai
Responden yang diwawancarai adalah masyarakat yang tinggal di wilayah puskesmas
Wakai, tersebar di empat desa yaitu desa Wakai, Tanimpo, Una-una dan desa
Lambanyangsebanyak 110 responden. Jumlah responden untuk masing-masing desa berjumlah
26 sampai 28 orang. Tabel 7, 8 dan 9 menggambarkan karakteristik responden, pengetahuan,
sikap dan perilaku masyarakat di wilayah puskesmas Wakai Kecamatan Una-una.
1. Karakateristik Responden Terkait Malaria di Wil PKM Wakai Kab BanggaiKepulauan
Tabel 7. Karakteristik Responden di Wil PKM Wakai
No. Karakteristik Responden n=110 %
1 2 3 41 Umur
- 15 – 20 tahun
- 21 – 45 tahun
- Lebih dari 45 tahun
9
64
37
8,2
58,2
33,6
2 Jenis kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
30
80
27,3
72,7
3 Pendidikan
- Tidak sekolah
- SD
- SMP
- SMA
- Diploma
- S1
10
28
30
30
9
3
9,1
25,5
27,3
27,3
8,2
2,7
4 Pekerjaan
- Tidak kerja, IRT
- Petani
- Nelayan
59
20
1
53,6
18,2
0,9
68
- PNS
- Dagang
8
22
7,3
20
Tabel 7 menunjukkan, rata-rata responden adalah wanita berusia 21-45 tahun, dengan
pendidikan terbanyak adalah tamat SMP dan SMA. Rata-rata responden adalah wanita sehingga
kegiatan utama mereka sehari hari hanyalah sebagai ibu rumah tangga, membantu suami
berdagang dan bertani dengan pendapatan rata-rata perbulan ± Rp. 500.000.
2. Pengetahuan responden Terkait Malaria di Wil PKM Wakai Kab Tojo Una-UnaKepulauan
Tabel 8
Pengetahuan Responden Terkait Malaria di Wil PKM Wakai, Kec Una-Una
No. Komponen Pengetahuan n=110 %
1 2 3 41 Pernah mendengar malaria
- Ya
- Tidak
104
6
94,5
5,5
2 Apakah malaria dapat menular- Ya
- Tidak
84
26
76,4
23,6
3 Bagaimana cara penularan malaria- Semua orang, orang tertentu, orang
dewasa, anak-anak positif malaria,- Gigitan nyamuk
62
48
56,4
43,6
4 Apa penyebab malaria- cacing, bakteri, virus- plasmodium
1073
97,32,7
5 Dimana tempat nyamuk berkembang biak- rimbun gelap, bak mandi, dan
penampungan air- genangan air, bekas jejak kaki, sawah,
kolam, irigasi
109
1
99,1
0,9
6 Bagaimana cara agar tidak tertular malaria- Kawat kasa, obat nyamuk bakar/semprot,
menutup, mengubur, menimbun- Kawat kasa, kelambu, obat nyamuk
102
8
92,7
7,3
69
bakar/semprot, obat nyamuk oles
7 Bagaimana gejala malaria- Demam, panas, menggigil, bintik merah
dikulit- Demam, panas, menggigil, berkeringat,
sakit kepala, mual, muntah
78
32
70,9
29,1
8 Bagaimana malaria dapat disembuhkan- Obat malaria dijual di warung,
pengobatan sendiri, pengobatan dukun- Obat malaria dari petugas diminum
teratur
14
96
12,7
87,3
9Apabila anda atau anggota keluarga sakitkemana berobat- Beli obat malaria diwarung, dukun- Puskesmas, dokter, petugas kesehatan
4
106
3,6
96,4
10 Apakah obat malaria tersebut harusdiminum sampai habis- Tidak- Ya
1595
13,686,4
Nampak dari tabel 8 di atas, pengetahuan masyarakat di wilayah puskesmas Wakai
cukup baik. Hampir sebagian besar responden pernah mendengar malaria dan mengetahui gejala
malaria, mereka mendengar malaria dari petugas kesehatan, pengalaman pribadi/keluarga saat
sakit malaria. Gejala malaria menurut responden yaitu panas, demam dan menggigil. Begitupun
malaria bagi mereka adalah penyakit menular, bisa menular ke semua orang, melalui gigitan
nyamuk. Rata-rata responden belum mengetahui penyebab malaria ada yang menjawab dari
gigitan nyamuk, bakteri dan virus. Pengetahuan mereka agar tidak tertular malaria sebanyak 92,7
% menjawab dengan baik yaitu harus tidur menggunakan obat nyamuk bakar, kelambu, menutup
ventilasi rumah dengan kawat kasa dan membersihkan tempat penampungan air. Begitupun jika
sakit rata-rata responden memiliki pengetahuan yang baik cara mencari pengobatan yaitu dengan
berobat ke puskesmas, dokter ataupun petugas kesehatan yang dekat dari tempat tinggal mereka.
Gambar di bawah ini adalah puskesmas Wakai, sebagai salah satu tempat masyarakat kecamatan
Una-Una untuk mendapatkan perawatan kesehatan.
70
Gambar 13. Puskesmas Wakai, Kec Una-Una
Meskipun fasilitas kesehatan telah disediakan oleh pemerintah dinas kesehatan kabupaten,
namun masyarakat di kecamatan Una-una masih percaya akan pengobatan dukun, minum
ramuan tradisional dan memilih obat kios karena dianggap cukup praktis dan cepat
menyembuhkan penyakit yang mereka rasakan. Berikut hasil wawan cara mendalam dengan
beberapa informan di di desa Wakai sbb :
Informan HBS umur 56 tahun :
“ Dulu memang angka penyakit malaria sangat tinggi di Wakai, tetapi sekarang sudahmenurun dan boleh dikatakan tidak ada lagi. Tindakan warga ketika sakit mereka tidak langsungke puskesmas tetapi mereka hanya membeli obat di kios saja, kalau di rasa penyakitnya lainbiasa kami ke dukun. Kalau mengenai gejala malaria tanda-tandanya sakit kepala, pusing, mualdan panas dingin. Dulu saya perna terkena malaria waktu itu banyak warga yang terkenamalaria, Biasanya obat tradisional kami minum daun paria dan daun pepaya saja agar supayaparasit di dalam tubuh bisa hilang”.
3. Perilaku Responden Terkait Malaria di Wil PKM Wakai Kab Tojo Una-Una
71
Tabel 9
Perilaku Responden Tentang Malaria di Wil PKM WakaiKec Una-Una
No. Komponen Perilaku n=110 %
1 2 3 41 Yang anda lakukan apabila ada penderita
malaria di lingkungan anda- Tidak tahu- Memeriksa ke petugas kesehatan- Menyuruh berobat ke petugas kesehatan- Melapor ke petugas kesehatan
31
7729
2,70,970
26,4
2 Apakah yang anda lakukan apabila terkenamalaria berdasarkan hasil pemeriksaan petugas- Tidak tahu- Berobat ke nakes
2108
1,899,2
3 Apa yang anda lakukan jika anda diberikan obatmalaria- Tidak tahu- Diminum sebagian- Diminum sampai habis
31196
2,710
87,3
4 Tindakan apa yang anda lakukan untukmencegah malaria- Tidak tahu- Menutup tempat penampungan air- Mengubur barang bekas- Menguras tempat penampungan air- Menggunakan obat anti nyamuk bakar malam
hari- Tidur menggunakan kelambu malam hari
28222
23
53
25,51,81,81,8
20,9
48,2
5 Apakah dirumah, anda selalu menggunakan obatnyamuk bakar/oles malam hari- Tidak tahu- Tidak pernah- Kadang-kadang- selalu
18
4655
0,97,3
41,850
6 Apakah anda sering keluar rumah pada malamhari- Selalu- Kadang-kadang
2269
2062,7
72
- Tidak pernah 19 17,3
7 Apaka saat keluar rumah malam hari andamenggunakan obat nyamuk oles dan pakaianlengan panjang- Tidak tahu- Tidak pernah- Kadang-kadang- Selalu
17114834
15,510
43,630,9
Tabel 9 menunjukkan perilaku repsonden terkait malaria, khususnya upaya mencari
pengobatan jika sakit, hampir sebagian besar repsonden memilih fasilitas kesehatan seperti
puskesmas dalam menyembuhkan penyakit malaria, begitupun jika ada anggota keluarga sakit
malaria mereka akan menyuruh berobat ke petugas kesehatan seperti puskesmas. Perilaku yang
dilakukanjika diberi obat malaria responden menyatakan akan menghabiskan obat tersebut
dengan cara meminumnya sampai habis.Dalam upaya mencegah malaria sebanyak 48,2 %
menggunakan kelambu dan menggunakan obat nyamuk bakarsaat tidur malam. Kelambu mereka
dapatkan dari petugas kesehatan setempat. Sebanyak 62,7% responden masih memiliki kebiasan
keluar rumah pada malam hari dengan aktivitas ngobrol dengan tetangga dan acara pesta
keluarga.
Perilaku responden ini tergambarkan saat kegiatan FGD (focus group discusion) yang
dilaksanakan di desa Wakai, hampir sebagian besar masyarakat kecamatan Una-Una masih
menggunakankelambu saat tidur malam. Kelambu mereka dapatkan dari petugas puskesmas
kecamatan. Namun sudah 2 tahun ini masyarakat di wilayah puskesmas Wakai sudah tidak
mendapatkan pembagian kelambu lagi. Kelambu yan mereka dapatkan dulu banyak yang sudah
tidak layak pakai, seperti robek, sudah usang sering di gigit tikus. Jika sudah tidak layag pakai
mereka ganti dengan membeli kelambu baru, adapula yang sudah beralih ke obat nyamuk bakar
dan semprot.
4. Sikap Responden Terkait Malaria di Wil PKM Wakai Kab Tojo Una-Una
73
Tabel 10
Sikap Responden Terkait Malaria di Wil PKM Wakai
Kec Una-Una
No. Komponen Sikap n=110 %
1 2 3 41 Anggota keluarga yang menderita demam menggigil
(malaria) perlu dibawa ke puskesmas/petugaskesehatan- Tidak tahu- Tidak setuju- Setuju- Sangat setuju
11
5850
0,90,9
52,745,5
2 Anggota keluarga yang menderita demam menggigil(malaria) harus minum obat malaria secara teratursesuai anjuran dokter- Tidak tahu- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
11
6642
0,90,960
38,2
3 Agar penyakit malaria tidak kambuh penderita harusminum obat terus sampai habis meskipun sudah tidakdemam
- Tidak tahu- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
139
7126
0,92,78,2
64,523,6
4 Malaria dapat dicegah dengan cara menghindarigigitan nyamuk malaria- Tidak tahu- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
15
7034
0,94,5
63,630,9
5 Memelihara kebersihan rumah dan lingkungan dapatmengurangi sarang dan tempat perkembangbiakannyamuk- Tidak tahu- Kurang setuju- Setuju
12
5948
0,91,8
53,643,6
74
- Sangat setuju
6 Setiap ventilasi pintu dan jendela serta lubang didinding rumah perlu dipasang kawat kasa utkmenghindari nyamuk masuk kedalam rumah- Tidak tahu- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
128
7326
0,91,87,3
66,423,6
7 Memasang kelambu perlu saat tidur malam hariuntuk cegah gigitan nyamuk malaria- Tidak tahu- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
12
6344
0,91,8
57,340
8 Anggota keluarga yang bekerja atau keluar rumahmalam hari perlu menggunakan pakaian tertutup danobat nyamuk oles- Tidak tahu- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
17
6735
0,96,4
60,931,8
9 Penyemprotan dinding dalam rumah denganinsektisida perlu dilakukan untuk cegah gigitannyamuk- Tidak tahu- Tidak setuju- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
116
6735
0,90,95,5
60,931,8
10 Penyuluhan malaria di desa perlu untukmeningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakatdlm pemberantasan malaria- Tidak tahu- Kurang setuju- Setuju- Sangat setuju
11
5751
0,90,9
51,846,4
75
Pada tabel 10 terlihat sikap responden cukup baik terhadap pernyataan yang berkaitan
dengan malaria seperti perlunya memelihara lingkungan dan kebersihan rumah sebagai salah sati
tindakan untuk mengurangi sarang dan tempat perkembangbiakan nyamuk. Sebanyak 66,4%
menyatakan setuju bahwa setiap ventilasi,jendela, serta lubang di dinding rumah perlu dipasang
kawat kasa untuk mencegah gigitan nyamuk. Responden menyatakau setuju jika ada penyuluan
malaria, penyuluhan malaria berfungsi untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman
masyarakat tentang malaria khususnya penyebab dan cara pencegahannnya. Dari pernyataan
yang diajukan khususnya pada variabel pengetahuan terbanyak responden menjawab penyebab
malaria karena gigitan nyamuk, namun penyebab utama seseorang bisa tertular malaria belum
mereka ketahui yaitu parasit plasmodium.Selain itu sikap petugas kesehatan setempat baik
tingkat kabupaten dan kecamatan cukup menaruh perhatian dalam menurunkan kasus malaria.
Seperti ungkapan bapak WYD salah satu stakeholder Dinas Kesehatan Kab Tojo Una-Una sbb :
“Sejak tahun 2008 hampir rata-rata kasus malaria itu masuk 3 penyakit terbesar di KabupatenTojo Una-Una. Pada tahun 2009-2010 seiring berjalan waktu 2011, 2012 itu penyakit malariasudah bisa ditekan, dengan bantuan GF cukup membantu seperti pembagian kelambunisasi,MBS, RDT. Targetnya kita itu pada tahun 2015 API kabupaten kita itu dibawah nol, masih satudaerah jadi PR kita yaitu puskesmas Dataran Bulan, di wilayah puskesmas lain sudah berhasilkita turunkan. Masyarakat Wakai punya komitmen dan kepala puskesmas, dan bupati yangperintahkan langsung…kemarinkan waktu pencanangan itu kita undang semua camat-camat,kepala desa, terus juga kita ada posmaldes (pos malaria desa) jadi masyarakat terjun langsunguntuk memberantas malaria bersama-sama petugas kesehatan, kita juga laksanakan penemuansecara dini kasus MBS jadi MBS itu 80% penduduk desa itu kita survey dengan darah jari…,jadipemeriksaannya pakai mikroskop sama RDT, kita juga ada kegiatan penyemprotan,penyemprotan itu dikhususkan daerah yang rawan vektornya banyak, kita semprot disitu teruskalau ada kasus kita survey kontak disitu penyuluhan ke masyarakat ,utamanya itu masyarakatmau berpartisipasi dengan kita karena sudah ada berapa desa yang kita bentuk itu desa bebasmalaria di kabupaten Tojo Una-Una...kalau tempat perindukan vektor itu masih banyakterutama di wilayah puskesmas Dataran Bulan disana itu banyak kubangan terus wilayahnyahutan..dataran bulan itu lebih besar wilayahnya hutan daripada pemukiman. Kemarinkan diWakai itu mungkin daerahnya belum berkembang jadi kebanyakan hutan kalau sekarang sudahbanyak rumah penduduk jadi mungkin pemikiran masyarakatnya sudah antisipasi memang untukmalaria”.
Hasil wawanacara sikap penentu kebijakan di Kabupaten Tojo Una-Una cukup berhasil
menurunkan kasus malaria, meskipun masih ada beberapa puskesmas di Kabupaten Tojo Una-
Una masih memiliki kasus malaria seperti wilayah puskesmas Dataran Bulan. Menurut informan
(stakholderdinkes kabupaten) hampir semua puskesmas di wilayah Kabupaten Tojo Una-Una
masuk dalam garis hijau bebas malaria. Dinas Kesehatan kabupaten dan jajarannya telah
76
mencanangkan eliminasi malaria pada tahun 2015 yaitu API di targetkan < 1 per 1000 penduduk.
Nampak kasus tahun 2015 telah telah terjadi penurunan sampai 1.19/1000 penduduk.
K. FGD (Focus Group Discussion) pada Tokoh masyarakat, mantan penderita dan nonPenderita malaria) Berkaitan dengan Kejadian Malaria Di Kab Banggai Kepulauandan Kab Tojo Una - Una
1. FGD di Wilayah Puskesmas Wakai Kabupaten Tojo Una-Una
FGD (Focus Group Discussion) di lakukan di desa Wakai Kabupaten Tojo Una-Una dan desa
Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan dengan dua tahapan FGD. Tahap pertama di lakukan pada
kelompok masyarakat yang pernah menderita malaria dan non penderita serta pada kelompok
kedua pada tokoh-tokoh masyarakat. Secara keseluruhan peserta FGD aktif dalam memberikan
pernyataan terkait kejadian malaria serta kebiasaan/pola hidup masyarakat pada umumnya.
Peserta FGD mengemukakan bahwa desa Wakai kecamatan Una-Una termasuk daerah endemis
malaria sejak tahun 1980, dulunya kondisi desa Wakai masih berupa hutan dan rawa, penduduk
masih sangat kurang, namun sejak meletusnya gunung colo di desa Una-Una tahun 1983
sebagian besar penduduk Una-Una mengungsi ke desa Wakai. Adanya mobilitas penduduk,
perbaikan, penambahan akses dan sarana desa serta pemekaran wilayah lainnyasehingga
kecamatan Una-Una desa Wakai semakin maju, maju dibidang ekonomi dan kesehatan
masyarakat semakin baik. Berdasarkan hasil FGD, kasus malaria di desa Wakai Kecamatan
Una-Una terjadi sejak tahun 80-an, saat terjadi KLB (kejadian luar biasa) ada warga Wakai yang
meninggal dunia. Sulitnya memperoleh pelayanan kesehatan karena jarak dan sarana kesehatan
cukup jauh dari desa mereka dimana, warga kepulauan harus menyebrang lautan dan didukung
pula akan ketidaktahuan masyarakat tentang penyebab dan gejala malaria, sehingga warga
kepulauan saat itu lebih percayapada pengobatan tradisional seperti dukun kampung, minum
ramuan tradisional dan memilih obatkios untuk mengobati penyakit mereka.
Sejak tahun 1985 malaria menjadi perhatian dinas kesehatan kabuaten Tojo Una-Una dan
pemerintah setempat. Untuk menurunkan kejadian malaria di Kepulauan Wakai, dinas kesehatan
dan tokoh – tokoh masyarakat setempat terus memberikan penyuluhan terpadu, pengobatan
penderita, pembagian kelambu dan penyemprotan. Sampai tahun 2011 malaria terus menjadi
perhatian dinas kesehatan Kabupaten Tojo Una-Una, dan saat ini Kepulauan Wakai dinyatakan
bebas malaria oleh petugas kesehatan setempat, karena jarang ditemukan lagi kasus atau
penderita malaria di puskesmas Wakai.
77
Untuk menjaga agar masyarakat Wakai tidak tertular lagi dengan malaria, tahun 2015
pemerintah desa setempat seperti kepala desa, kepala dusun dan tokoh-tokoh masyarakat lainnya
bersama-sama membuat suatu komitmen bersama untuk memberantas malaria, salah satunya
adalah kegiatan desa setiap minggu melakukan jumat bersih dan aktif dalam kegiatan-kegiatan
yang berhubungan dengan kesehatan seperti penyuluhan yang dilakukan oleh petugas kesehatan
setempat dan pemerintah desa.
Masyarakat kepulauan Wakai sebagian besar telah mengetahui penyebab dan gejala malaria,ini
sesuai hasil FGD dengan tokoh masyarakat dengan bapak M.Y (60 Tahun) sebagai berikut :.
“ Tindakan yang dilaksanakan secara terpadu dalam pemberantasan malaria adalahsetiap warga diharapkan mempunyai Jamban keluarga, memangkas pohon-pohon yang rindang,menutup semua tempat air agar nyamuk tidak bersarang di dalamnya . Kami disini dari tahun1983 ada namaya tim terpadu anggota dari tim terpadu itu adalah petugas puskesmas dan adamasyarakat yang dilibatkan sebagai anggota. Tim ini yang bekerja untuk menangani berbagaipenyakit termasuk di dalamnya penyakit malaria. Pada tahun 1985 kepulauan Wakai terserangmalaria secara besar-besaran dan banyak yang meninggal pada waktu itu. Olehnya kasusmalaria pada waktu itu sangat tinggi di kepulauan Wakai. Dari pihak kesehatan bekerjasamadengan masyarakat melakukan tes darah secara masal dan pengobatan secara tuntas. Makatidak lama kemudian turunlah program pemeritah yaitu pembagian kelambu secara gratiskepada semua kepala keluarga yang ada di Kepulauan Wakai”.
Hasil FGD masyarakat menyatakan kasus malaria secara besar-besaran pada tahun 1983
dan banyak yang meninggal pada waktu itu. Pada waktu terjadi kasus malaria kondisi desa
Wakai masih banyak hutan-hutan dan rawa-rawa karena penduduk belum terlalu banyak, lahan
dan rawa masih banyak yang belum terawat. Petugas kesehatan dalam hal ini puskesmas yang
ada di Wakai membentuk kader kesehatan. Kader dbentuk dan dilibatkan pada kegiatan-kegiatan
puskesmas eperti kegiatan posyandu, pembagian kelambu dan kegiatan–kegiatan puskesmas
lainnya. Dalam hal ini puskesmas bukan bekerja sendiri tetapi ada kader-kader yang mereka
berdayakan dalam penanggulangan malaria. Kader dibentuk kemudian di berikan pelatihan
dengan tujuan agar kader memahami dan tahu apa yang mereka kerjakan, salah satunya
adalahpengambilan data pada masyarakat yang dibutuhkan petugas kesehatan di puskesmas
menyangkut berapa jumlah kk, yang menderita malaria, ibu hamil dan yang memiliki anak balita
,hal ini dilakukan pada saat petugas kesehatan akan menyalurkan bantuan kelambunisasi.
Petugas puskesmas yang memegang program malaria bekerjasama dengan kader untuk
melakukan pendataan sesuai dengan permintaan data dari tim kesehatan baik di tingkat
puskesmas maupun kabupaten.Selain itu beberapa peserta FGD lainnya menceritakan
78
pengalaman mereka terkait kejadian malaria seperti Bapak YS umur 47 Tahun mantan penderita
malaria sebagai berikut :
“Malaria itu berbagai macam ada yang dikatakan malaria tua yang bisa membuat oranggila dan inilah yang ditakuti oleh masyarakat. Seperti teriak sendiri, cerita sendiri seperti yangterjadi pada anak saya pada waktu itu terkena malaria tua dan dirujuk ke Ampana kota bahkansampai ke Palu. Puskesmas dulu bertempat di lapangan dan puskesmas sekarang rawa dulu danditimbun sehinga menjadi puskesmas sekarang. Lubang kepiting (katang) dalam rawa dan disitupasti banyak nyamuk. Tahun 2015 ada penyemprotan hanya di daerah malaria saja yangdisemprot. Kalau DBD diasapi. Hanya di daerah DBD itu saja yang di asapi jaraknya 100 mdari rumah dan melibatkan masyarakat. Kemudia waktu sail Tomini banyak dari dinas propinsiturun ke lapangan dan tiap-tiap rumah diberi bubuk abate untuk disimpan di bak penampungantiap-tiap rumah, kantor, dan penginapan.Kebiasaan masyarakat Wakai dulu buang BAB ituselalu di hutan atau di rawa sehingga banyak nyamuk menggigit pada saat BAB tersebut karenawaktu itu belum ada WC ditiap-tiap rumah tetapi sekarang sudah diprogramkan agar setiaprumah memiliki WC,nah pada saat BAB itu banyak nyamuk menggigit maka terjadi penularanmalaria melalui gigitan nyamuk dimalam hari. Nyamuk malaria berbeda dengan nyamuk demamberdarah,ada penyuluhan tentang malaria dan pelayanan kesehatan di puskesmas Wakai sudahbagus”.
Masyarakat Wakai mulai mengerti akan pentingnya kesehatan, seperti menjaga diri agar
terhindar dari malaria maupun penyakit lainnya. Bukti nyata yang dilakukan masyarakat Wakai
dalam pemberantasan malaria ini adalah dengan menjaga kebersihan lingkungan, memperbaiki
saluran air, menguras bak mandi, tidak menggantung pakaian yang terlalu banyak di dalam ruang
kamar, menggunakan kelambudan menggunakan obat anti nyamuk bakar saat malam hari.
Perilaku positif warga Wakai cukup membantu petugas kesehatan dalam memberantas malaria.
Masyarakat juga memiliki pengetahuan terkait penyebab malaria berupa gejala-gejala sakit
malaria, dan cara penanggulangan agar tidak tertular malaria, hal ini nampak pada pernyataan
mereka saat kegiatan FGD berlangsung, seperti ungkapan salah satu peserta FGD Bapak
HSBumur 56 Tahun sebagai berikut :
“ Saya dulu juga pernah menderita malaria tapi sudah lama dan alhamdulilah sudahsembuh dan penyakit itu tidak muncul lagi. Saya dirumah kalau banyak nyamuk apalagisekarang musim hujan saya pakai anti nyamuk untuk menghindari gigitan nyamuk, dan jugarumah harus bersih jendela dibuka kalau siang biar masuk cahaya matahari dan sirkulasi udarabergantian dalam rumah. Saya juga aktif dalam kegiatan desa, apalagi saya sebagai tokohagama yang dipercayakan oleh masyarakat yang ada di sini, setiap ada undangan rapat darikepala desa saya selalu hadir untuk mendengarkan penyampaian. Pernah baru-baru sekitar 3bulan lalu ada anak KKN dari Universitas Sintuwu Maroso, kebetulan anak KKN ini berposko dirumah saya dan ada salah satu mahasiswa itu yang terkena demam berdarah. Dan kamilangsung melapor ke kepala desa dan kemudian diberitahukan kepada petugas puskesmas maka
79
dilakukanlah foging atau pengasapan untuk mematikan nyamuk demam berdarah itu artinyakami disini memang sangat peduli dengan kesehatan”.
Ungkapan bapak HSB menunjukan, bahwa masyarakat kepulauan Wakai sangat peduli
akan kesehatan mereka baik kesehatan diri, keluarga maupun orang yang dekat dengan mereka
seperti tetangga. Hal itu terbukti dengan kepedulian masyarakat akan kebersihan lingkungan dan
kesadaran masyarakat setempat untuk mencegah berbagai penyakit. Kerjasama yang baik juga
selalu dilakukan oleh petugas kesehatan setempat dengan masyarakat seperti pada kegiatan
penyuluhan, masyarakat senantiasa aktif hadir dalam kegiatan-kegiatan penyuluhan dan bersih
lingkungan jiika ada warga yang tidak hadir dalam kegiatan penyuluhan dan bersih lingkungan
bukan karena faktor kesengajaan melainkan ada kegiatan lainnya yang harus di kerjakan ataupun
kondisi kesehatan mereka terganggu.
2.FGD Di Wilayah Puskesmas Bulagi Kabupaten Banggai Kepulauan.
Ungkapan-ungkapan peserta FGD di desa Bulagi, nampak malaria masih menjadi masalah
bagi masyarakat di wilayah kecamatan Bulagi, masih banyak warga yang sering merasakan sakit
malaria berdasarkan gejala yang mereka pahami. Bagi merekakondisi lingkungan ikut memberi
pengaruh tehadap penularan malaria seperti pohon yang rimbun di tiap-tiap rumah warga,
pohon-pohon tersebut dapat menutupi cahaya matahari untuk masuk ke dalam rumah, bagi
mereka rumah yang gelap tanpa cahaya bisa mengakibatkan orang di dalam rumah tidak sehat
dan nyamuk sangat suka di tempat-tempat yang gelap. khususnya di desa Sosom, Toolon dan
Bulagi dua perumahan penduduk sangat dekat dari pinggiran hutan dan gunung selain itu,
masyarakat mempunyai kebiasaan menampung air hujan dan air PAM yang cukup lama di dalam
bakdan fiber. Tempat penampungan air tersebut jarang dibersihkan/dikuras mengingat air PAM
hanya mengalir 1 sampai 2 kali setiap bulannya. Ketakutan untuk tidak mendapatkan air bersih
membuat warga jarang membersihkan bak dan fiber sebagai tempat penampungan air. Berikut
ungkapan salah satu tokoh masyarakat di kecamatan Bulagi pada saat FGD :
“Sebagian masyarakat itu sudah tahu gejala penyakit malaria yaitu panas dingin,menggigil, sakit kepala, mulut terasa pahit. Kebanyakan warga sini kalau sakit antisipasi awalmembeli obat di kios dulu kalau merasakan panas dingin, mereka tidak langsung ke puskesmasatau mantri/bidan terdekat. Kalau misalnya panas dingin setelah diminumkan obat tidakberlanjut (sudah sembuh) maka pengobatannya berhenti. Inilah seterusnya mereka lakukan, adajuga sebagaian masyarakat langsung berobat ke puskesmas ambil darah dan seterusnya. Alasanyang paling banyak disini karena keterbatasan biaya sehingga mereka memilih membeli obat dikios jauh lebih murah ketimbang ke puskesmas”.
80
Hasil FGD menunjukan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan masih sangat
kurang terutama dalam pencegahan malaria dan pencarian pengobatan yang baik. Gejala malaria
telah mereka ketahui tetapi untuk secara langsung berobat ke petugas kesehatan jika merasakan
gejala masih kurang dilakukan. Memilih obat kios dan minum ramuan tradisional seperti rebusan
daun pepaya merupakan awal pengobatan masyarakat Bulagi dan masih ada ditemukan pula
warga yang berobat ke puskesmas dan jika diberi obat, obat tersebut tidak di habiskan mengingat
kesibukan kerja dan ketika telah merasakan kesembuhan.
Kegiatan penyuluhan sudah sering dilakukan oleh petugas kesehatan setempat, namun
masyarakat yang hadir dalam kegiatan penyuluhan tersebut sangat kurang menurut tokoh
masyarakat hanya sekitar 20 %warga yang hadir, sehingga informasi terkait malaria tidak
menyeluruh sampai kepada masyarakat. Ketidakhadiran masyarakat dalam kegiatan penyuluhan
tersebut bukan unsur kesengajaan melainkan karena pekerjaan rutinnitas mereka setiap hari
sebagai petani tradisional dan sebagai nelayan. Meskipun demikian masyarakat Bulagi sangat
peduli dengan lingkungan rumah, hal ini seiring pula dengan hasil observasi di lapangan, dimana
lingkungan perumahan khususnya pekarangan rumah masyarakat cukup bersih, disekitar
perumahan banyak pohon-pohon ataupun tanamanpekarangan lainnya. Berikut ungkapan bapak
YD umur 56 tahun mantan penderita malaria sebagai berikut :
“ Saya pernah mengalami penyakit malaria, gejalanya yaitu panas dingin, muntah, sakitkepala. Saya pergi ke kios untuk membeli obat penurun panas karena saya belum tahu apakahini penyakit malaria atau hanya sakit biasa. Namun setelah tiga hari panas dinginnya hilangdan muncul lagi dan tetangga saya bilang wah kamu pasti kena malaria. dan saya dibawah kepuskesmas Bulagi untuk diperiksa darah dan setelah itu di kasih obat dan diminum sampaiobatnya habis. Sebelumnya saya belum tahu gejala malaria ini tapi setelah berobat kepuskesmas dan dijelaskan oleh petugas puskesmas yang menangani kasus malaria, maka dariitulah saya sudah memahami penyebab malaria ini, dan disarankan untuk menggunakankelambu kalau ada dan kalau tidak ada harus menggunakan obat nyamuk untuk menghindaridari gigitan nyamu”.
Berikut pula ungkapan tokoh agama bapak PNT umur 50 tahun sebagai berikut :
“ Saya mengetahui penyakit malaria dari petugas kesehatan juga, dulu saya pernahterkena penyakit malaria dan saya berobat tuntas sehingga malaria tidak muncul lagi sampaisekarang. Gejalanya adalah panas dingin, kepala sakit, perasaan tidak enak. Dan kami jugaselaku pendeta selalu memberi informasi pentingnya menjaga kesehatan termasuk kondisi rumahharus bersih, lingkungan harus bersih, menguras bak penampungan air agar nyamuk tidakberkembangbiak dan lain-lain. Karena saya berfikir disinlah tempatnya saya memberi informasikepada masyarakat agar mereka juga paham akan pentingnya kesehatan bagi manusia. Sayajuga pernah minum obat tradisional oabt malaria yaitu daun pepaya atau daun sambiloto
81
direbus lalu diminum airnya. karena kami disini masih banyak yang menggunakan pengobatantradisional. Seperti juga kalau kecapeaan dipanggil saja tukang urut, dan juga kami di wajibkandari desa untuk memelihara kebun toga di halaman rumah”.
Hasil FGD di kecamatan Bulagi menunjukan, sebagaian masyarakat sudah paham akan gejala
malaria, tetapi informasi itu hanya berada pada posisi pengurus desa dalam hal ini tokoh
masyarakat yang sering hadir dalam kegiatan penyuluhan, akan tetapi di level masyarakat biasa
ada sebagian masyarakat yang belum memahami sama sekali penyebab malaria, pengobatanya
seperti apa dan cara pencegahannya. Perilaku masyarakat sangat baik mereka peduli akan
kebersihan lingkungan, hanya saja pengetahuan mereka terkait cara pencegahan dan pencarian
pengobatan masih sangat kurang. Hal ini diperlukan kerja keras petugas kesehatan baik ditingkat
puskesmas maupun kabupaten untuk memikirkan bagaimana cara agar informasi tentang
kesehatan bisa sampai kepada seluruh masyarakat kecamatan Bulagi. Upaya yang perlu
dilakukan adalah promosi kesehatan dengan pendekatan-pendekatan sosial, dengan meminta
dukungan sosial dari tokoh-tokoh masyarakat untuk memberdayakan masyarakat dalam
pemberantasan malaria yang masih menjadi masalah di wilayah puskesmas Bulagi.
Selain itu nformasi yang didapatkan dari kegiatan FGD adalah perlunya pendataan
menyuluruh pada masyarakat miskin di wilayah ini, dimana masih banyak warga Bulagiyang
seharusnya berhak untuk mendpatkan kartu jaminan kesehatan namun mereka tidak memperoleh
kartu Jaminan kesehatan tersebut. Mengingat hampir sebagian besar masyarakat di kecamatan
Bulagi hanya menggantungkan hidupnya pada tanaman jangka pendek untuk menghidupi
keluarga mereka seperti bercocok tanaman ubi-ubian dan sayur- sayuran, dari tingkat sosial
ekonomi bisa dinyatakan pendapatan mereka masih sangat rendah. Dengan keadaan ekonomi
keluarga yang masih sangat rendah, memungkinkan masyarakat lebih memilih obat kios, ramuan
tradisional dan dukun kampung untuk mengobati penyakit. Perilaku pencarian pengobatan akan
di lakukan sesuai dengan kondisi ekonomi mereka dan perilaku seperti ini akan terus menerus
berkembang di kalangan masyarakat dengan tingkat ekonomi yang rendah.
V. PEMBAHASAN
82
A. Implementasi Program dalam Pengendalian Malaria
Implementasi program menuju eliminasi malaria ini merupakan serangkaian tindakan
medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam upaya menghentikan penularan malaria
setempat. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menekan penyebaran penularan
malaria dituangkan dalam bentuk peraturan bupati Kabupaten Banggai Kepulauan nomor 24
tahun 2011 dan Kabupaten Tojo Una-Una nomor 4 tahun 2015 isinya terkait pelaksanaan
program eliminasi malaria, selanjutnya dikuatkan pula dengan terbitnya Peraturan Gubernur
Sulawesi Tengah nomor 20 tahun 2012 tentang Eliminasi Malaria Di Sulawesi Tengah.
Eliminasi malaria dikedua wilayah ini semua mengacu pada Perbub Kab Banggai
Kepulauan dan Kabupaten Tojo Una-Una tahun 2011, dan Pergub Sulawesi Tengah tahun
2012.Adanya Pergub tahun 2012 terkait eliminasi malaria cukup mendukung kegiatan-kegiatan
program di dua kabupaten ini. Salah satu peraturan yang tertuang dalam Pergub 2012 terkait
pemberantasa malaria adalah tertuang dalam ayat 2 dalam rangka kebijakan eliminasi malaria
adalah pemerintah daerah berkewajiban antara lain : 1) melakukan pembinaan, dan peningkatan
sumber daya dengan melakukan bimbingan teknis, pelatihan dan kendali mutu, 2) melaksanakan
operasional kegiatan eliminasi malaria dal hal pendanaan, SDM dan penguasaan sistem dan 3)
meningkatkan komitmen, koordinasi dan jejaring dengan berbagai elemen.yang cukup
mendukung dalam melakukan strategi pemberantasan malaria. Terbitnya Pergub tahun 2012
menjadi dasar penentu kebijakan di daerah dalam melakukan strategi pemberantasan malaria,
dan bisa menjadi salah satu penguatan kebijakan pengendalian malaria. Namun faktor kendala
adalah keterlibatan antar SKPD di daerah belum cukup mendukung kegiatan –kegiatan program
dalam eliminasi malaria.
Pergub tahun 2012 terkait eliminasi malaria yang cukup memberi penguatan kebijakan
dalam pemberantasan malaria, tertuang dalam pasal 5 yaitu peningkatan surveilans malaria,
peningkatan upaya promosi kesehatan, pergerakkan dan pemberdayaan masyarakat dalam
pengendalian malaria, peningkatan akses masyarakat terhadap pelayanan pengendalian malaria
sesuai standar dan rujukan yang berjenjang, pengendalian faktor risiko lingkungan terhadap
eliminasi malaria dan mengupayakan dan mendukung kegiatan inovatif dalam eliminasi malaria.
Malaria masih menjadi masalah di Kabupaten Tojo Una-Una, dan masuk urutan ketiga
penyakit terbesar di Kabupaten ini. Tahun 2008 tokoh-tokoh masyarakat bersama masyarakat di
83
kepulauan Wakai mencanangkan komitmen bersama, yang ditargetkan kepulauan Wakai bebas
malaria di tahun 2015 kemarin. Kegiatan eliminasi malaria sudah dilakukan oleh dinas kesehatan
bersama jajarannya di kabupaten Tojo Una-Una, upaya yang dilakukan diharapkan dapat
menurunkan API (Anual Paracite Incidence) mencapai (>1%), meskipun tahun 2015 capaiannya
masih 1 % namun program-program eliminasi malaria di Kabupaten Tojo Una-Una masih terus
di galakkan untuk menuju eliminasi malaria di tahun 2020. Saat ini wilayah tertinggi malaria
berdasarkan data dan hasil wawancara dengan stakholder di dinas kesehatan kabupaten Tojo
Una-Una adalah wilayah puskesmas Dataran Bulan, kecuali Wakai Kecamatan Una-Una,
capaiannya sejak tahun 2013 dibawah nol. Keberhasilan kasus malaria di Wakai dapat
diturunkan berkat dukungan pemerintah daerah, tokoh-tokoh masyarakatdan bersama petugas
kesehatan setempat, melalui program eliminasi malaria yang dilaksanakan sesuai ketentuan dan
tatalaksana dalam bentuk dukungan sosial, kebijakan, peraturan, penganggaran, kegiatan
sosialisasi untuk mewujudkan masyarakat yang hidup sehat terbebas dari penularan malaria.
Menurut Hasel (2003) implementasi kebijakan merupakan kegiatan setelah suatu kebijakan
dirumuskan, berarti dalam pelaksanaannya terencana dengan baik, terpadu, terarah dan terpola.23
Kebijakan eliminasi malaria merupakan rencana untuk menurunkan angka kesakitan bagi
penderita malaria, hal ini tertuang dalam peraturan bupati tahun 2011 dan peraturan Gubernur
tahun 2012. Nampak dari hasil penelitian kendala yang dihadapi oleh penentu kebijakan dalam
pengendalian malaria adalah masalah dana yang sangat terbatas, sehingga kegiatan program yang
sudah direncanakan dan disusun secara matang terhalang oleh dana yang tidak ada. Untuk
memperkuat kebijakan dalam rangka pengendalian malaria maupun untuk membuat kebijakan
baru sangat di dukung oleh perbub dan pergub, namun semua kendalanya adalah dana yang
diberikan sangatlah terbatas. Pengeluham utama petugas kesehatan di daerah adalah masalah
dana yang sangat kecil, sementara mereka di tuntut untuk menggalakkan gebrak malaria menuju
eliminasi malaria tahun 2020.
Kebijakan sebagai suatu instrumen yang menjadi mata rantai utama dalam
operasionalisasi fungsi dan tanggung jawab pemerintah namun, permasalahan kebijakan baru
dirasakan manakala kebijakan itu dilaksanakan, para pembuat kebijakan atau pelaksana baru
menyadari permasalahan yang ada ketika terjadii kondisi implementasi tidak terlaksana secara
maksimal, efisein dan produktif .23
84
Kebijakan dalam implementasi menuju eliminasi malaria yang dilakukan oleh dinas
kesehatan baik di kabupaten Bangkep dan Touna cukup menurunkan kasus malaria, meskipun
ada beberapa wilayah puskesmas masih dalam kategori garis merah (tinggi kasus), termasuk di
kecamatan Bulagi kabupaten Banggai Kepulauan dan wilayah puskesmas Dataran Bulan di Kab
Tojo Una-Una, sedangkan di Wakai Kecamatan Una-Una sejak tahun 2012 kasusnyamulai
menurun. Program eleminasi malaria yang telah dilakukan dengan berbagai kegiatan, dan
disesuaikan dengan anggraran yang ada, dengan berbagai strategi antara lain: gebrak malaria,
kewaspadaan impor kasus malaria, membangun jejaring kemitraan, monitoring, Pos malaria desa
(Posmades), Survailans, sistem kewaspadaan dini, komunikasi, informasi dan edukasi (KIE),
partsipasi stakeholder.Untuk mengaplikasikan pelaksanaan kegiatan tersebut, beberapa strategi
yang harus menjadi perhatian stakholder untuk dilaksanakan antara lain:
1) Menjamin akses pelayanan kesehatan masyarakat yang berisiko terhadap upaya
pengendalian malaria yang berkualitas
2) Memberdayakan dan menggerakkan masyarakat dalam mendukung secara aktif pada
kegiatan eliminasi malaria
3) Melaksanakan komunikasi, advokasi motivasi dan sosialisasi kepada sektor swasta
4) Mengembangkan kemitraan dan sumber daya lokal
5) Menyelenggarakan survailans, monitoring dan evaluasi
6) Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan mengembangkan teknologi
7) Meningkatkan komitmen dan jejaring kerja di tingkat kabupaten
8) Menyelenggarakan forum kemitraan melalui Gebrek Malaria
Untuk melaksanakan kegiatan tersebut, pemerintah daerah perlu melakukan berbagai tahapan
yaitu:
1) Pencegahan dan pengulangan faktor resiko
2) Peningkatan KIE, pencegahan dan pengendalian penyakit malaria
3) Peningkatan survailans
4) Penemuan penderita dan tatalaksananya
5) Peningkatan sumber daya manusia
6) Penyediaan logistik malaria.
Berdasarkan uraian mengenai pelaksanaan kegiatan dan strategi program eliminasi
malaria tersebut, maka untuk mencapai keberhasilan pengendalian malaria, kebijakan program
85
sebaiknya diimplementasikan secara terpadu dengan melibatkan berbagai aktor (stakeholder)
baik lintas sektoral di Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) maupun lintas program yaitu
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), kesehatan lingkungan dan gizi, promosi kesehatan (Promkes),
Surveilans. Khusus di lingkungan kesehatan, secara struktural mulai dari Dinkes Provinsi,
Kabupaten/kota, kecamatan (Puskesmas), desa (Polindes, Poskesdes, dan Posyandu),
Implementasi kegiatan tersebut sebaiknya dimulai dari desa dengan melibatkan Dasa Wisma,
PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga) Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan kader
kesehatan. secara bersama-sama menjalankan kebijakan dalam upaya memberdayakan dan
memandirikan komunitas setempat.Keberhasilan suatu program sangat tergantung pada
koordinasi, kerjasama secara terpadu diantara stakeholderdisetiap satuan kerja. Untuk dapat
memberikan dampak positif kehidupan bersama dan mempunyai arti strategis bagi pemecahan
suatu masalah, sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Van Meter dan Van Horm dalam
Winarno (2007) bahwa implementasi sebagai suatu kebijakan dan tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh individu-individu atau kelompok-kelompok atau pemerintah dan swasta yang
diarahkan untuk tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan sebelumnya.24
Penerapan kebijakan eliminasi malaria di Kabupaten Banggai Kepulauan, meskipun tidak
ada target yang diberlakukan kepada semua stackholder dan jajarannya, namunbeberapa wilayah
di kabupaten ini yang dikategorikan masuk wilayah hijau (bebas malaria) , meskipun pergerakan
pencapaian itu belum berjalan maksimal masih dalam tahap praeliminasi, karena baik petugas
yang menangani pengendalian malaria maupun tenaga teknik mikroskopis dan analisis, sampai
sekarang ini masih kurang, sebagaimana hasil wawancara dengan Kabid P2M Dinas Kesehatan
Bangkep Ibu (YY) sebagai berikut:
“ Salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai target tahun 2017, sebelum terbentuk badanindependen dari Pemerintah Daerah (Pemda) yaitu perlunya dilakukan pelatihan survailans,pelatihan tatalaksana pendataan penderita malaria dengan sistem pencatatan berbasis IT,pelatihan keterampilan, penguasaan alat mikroskop dan tenaga analisisnya” .
Lebih lanjut informan mengatakan bahwa khusus pelatihan tenaga yang akan
mengoperasionalkan IT (informasi teknologi), ditetapkan satu orang untuk tiap Puskesmas,
demikian juga tenaga teknis yang ditugaskan mampu mengoperasionalkan mikroskop. Tenaga
analis di Kabupaten Bangkep hanya ada 4 orang dari jumlah 13 Puskesmas. Nampak hasil
penelitian menunjukkan semua kebutuhan yang direncanakan dan diharapkan dalam kegiatan
pengendalian malaria tidak mampu terakses secara maksimal.
86
Berdasarkan uraian-uraian yang berkaitan dengan implementasi suatu kebijakan tidak
lepas dari suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh pengambil kebijakan
dalam program tertentu, termasuk kendala atau hambatan dalam menerapkan program itu oleh
tenaga kesehatan atau stakeholder lainnya. Selain mencari peluang-peluang untuk mencapai
tujuan sesuai sasaran yang diinginkan dan diharapkan oleh semua pihak, terutama khalayak
sasaran. Dalam pandangan Keiban bahwa suatu kebijakan yang diterbitkan dalam bentuk
keputusan baik bersumber dari Pergub, Perbu, atau Perdes merupakan proses yang dipandang
sebagai cara melalui suatu kelembagaan atau organisasi untuk mengetahui apa yang diharapkan
oleh khalayak sasaran dalam bentuk program dan mekanismenya, karena itu sebagai kerangka
kerja kebijakan merupakan suatu proses tawar menawar dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu
dan metode penerapannya.25
Untuk melahirkan suatu produk kebijakan harus memahami konsepsi kebijakan itu,
kebijakan itu muncul dari suatu proses yang berlangsung sepanjang waktu, sifatnya dinamis
bukan statis, artinya setelah kebijakan itu dirumuskan, diadopsi, dan diterapkan otomatis akan
memunculkan umpan balik baik bersifat intra kelembagaan atau antar unit-unit kerja (antar
program) dalam lingkungan institusi itu maupun hubungan-hubungan sektoral yang bersifat antar
kelembagaan antar program dalam institusi itu sendiri dalam hal ini SKPD.26
Kebijakan yang mengarah pelaksanaan eliminasi malaria diterbitkan dalam bentuk surat
keputusan baik peraturan gubernur, peraturan bupati atau peraturan desa maupun operasionalnya
diperlukan adanya standar operasional (SOP) didasarkan pada Pedoman Penatalaksanaan Kasus
Malaria di Indonesia dan Buku Saku Penatalaksanaan Kasus Malaria (Kemenkes RI, 2013),
dengan tujuan ketepatan penatalaksanaan dan pengobatan oleh tenaga profesional medis.
Kebijakan yang dimaksud yaitu,
a).Standar diagnosis menggunakan mikroskop (goal standart) dan RDT (Rapid Diagnostic Test
), dengan target 100%,
b) Standar pengobatan menggunakan ACT (ArthemicininBased Combination Theraphy),
targetnya juga 100%)
c). API (Anual Pracite Incidence)< 1%
d). SPR (Slide Positive Rate)< 5%.
Penerapan kebijakan yang diuraikan di atas perlu melibatkan semua komponen yang
berkaitan dan memiliki tanggung jawab terhadap program eleminasi malaria di Sulawesi Tengah,
87
dan tentunya harus sesuai dengan Standar Operaional (SOP) melalui jaringan dan prosedur
sebagai berikut:
a).Pasien datang ke Puskesmas atau rumah sakit dengan gejala malaria (demam, menggigil,
berkeringat, diare, batuk, pilek, mialgia, sakit kepala, mual dan muntah), serta mempunyai
riwayat bepergian dari daerah endemis malaria
b) Suspect malaria diperiksa darahnya menggunakan mikroskop, sehingga dapat ditemukan
positif parasit dalam LPB ( Lapangan Pandang besar)
c).Suspect malaria diperiksa sediaan darahnya menggunakan RDT dan menunjukkan hasil
positif,
d) jika suspect malaria terbukti positif, maka pasien diobati sesuai standar pengobatan malaria
Alur prosedurdi atas tentunya dapat berjalan secara maksimal, efisien, efektif dan
produktif jika unit terkait seperti Dinas Kesehatan Provinsi dan kabupaten/kota, Rumah Sakit,
Puskesmas/Pustu, Laboratorium dan apotik bekerjasama dalam mendukung program eliminasi
malaria. Unit terkait dimaksudkan adalah unit yang secara struktural merupakan jaringan yang
menjadi pendukung utama dalam menjalankan program malaria di luar dari jaringan antar
instansi dan program. Sedangkan unit terkait yang dapat membantu pelaksanaan eliminasi
malaria yaitu Dinas Pertanian, Dinas Peternakan, Dinas Pengairan, Dinas Pendidikan, dan
BAPPEDA, sedangkan jaringan terkait program antara lain: KIA, Lingkungan, Promkes dan
Farmasi. Berikut di bawah ini adalah bentuk-bentuk kegiatan yang dilakukan oleh masing-
masing unit agar program eliminasi malaria dapat berhasil maksimal sebagai berikut:
a).Penemuan dan pegobatan penderita, melalui survey aktif dan pasif
b).Pengendalian vektor dengan cara yaitu penyemprotan dan penggunaan kelambunisasai
c).Pengamatan vektor dengan cara survey entomologi
d).Penemuan penderita secara passif
e) Promosi kesehatan dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat untuk medapatkan dukungan
sosial dalam memberantas malaria
Penerapan kebijakan malaria di dinas kesehatan Kabupaten Bangkep dan Kabupaten Tojo
Una-Una telah terstruktur melalui program malaria (P2M) di bawah Kasi Pengendalian Penyakit
(P2) di bidang pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan (P2L). Sedangkan kegiatan
program malaria di tingkat desa dikerjakan oleh Juru Malaria Desa (JMD) dan Kelompok Kerja
(Pokja). Untuk kabupaten Bangkep sampai sekarang ini belum terbentuk Pokjanya kecuali di
88
Kabupaten Touna, dimana sejak tahun 2008 telah di bentuk kelompok kerja (Pokja) untuk
masing-masing wilayah puskesmas di Kabupaten Touna. Untuk mengetahui secara jelas struktur
dan fungsi kegiatan yang berkaitan dengan pengendalian malaria menuju eliminasi malaria di
Kabupaten Bangkep dan Kabupaten Touna dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 11 :
Penerapan Kebijakan Eliminasi Malaria Di Kabupaten BanggaiKepulauan dan Kabupaten Tojo Una-Una Provinsi Sulawesi Tengah
NO LEVEL INSTITUSI/AKTOR
JENIS KEGIATAN
1 Desa Dasa Wisma, PKK,Posyandu,Kaderkes
a. Kegiatan bersih lingkunganb. Pelaporan ke Puskesmas dan pelayanan
kesehatan , pemantauan pasienc.Penyuluhan Kesehatan
2 Kecamatan Puskesmas a.Pengambilan sampel darah, pemeriksaanoleh tenaga mikroskopis, pelayanan padapasien, pengobatan sesuai standarb. Koordinasi Lintas program, Promkes danKesling untuk survei pengamatan padadaerah yang masih memiliki kasus malariad. Sosialisasi programe.Peningkatan peran kaderkes, dasa wisma,PKK , Posyandu dan JMD (Juru MalariaDesa)
3 Kabupaten Dinkes Kabupaten a.Penyebaran informasi kepada masyarakatb.Kerjasama lintas program KIA (programkelambunisasi Bumil, Bayi, Balita, ANCterpadu), Kesling, Farmasi (penyediaanobat ACT dan logistik laboratorium),Puskesmas (pengobatan), penyediaan data,Gizi (gizi keluarga), sarana dan prasaranakesehatanc.Pembinaan, monitoring dan evaluasi
program malaria di Puskesmasd. Kegiatan program seperti MBS,
pemyemprotan dan pembagiankelambunisasi
e.Kerjasama dengan RSD, untukpengobatan rujukan dan pelaporan kasusmalaria di rumah sakit
f.Kerjasama dengan lintas sektoral terkait
89
4 Provinsi Dinkes Provinsi a.Pengendalian faktor resikob.Pelatihan, pembinaan, monitoring danevaluasi program malaria kabupatenc.Kerjasama lintas program: KIA, Kesling,Farmasi, Promkes, Litbang, Gizi danPerencanaand.Kerjasama dengan lintas sektoral terkait
Tabel di atas, menunjukkan bahwa penerapan kebijakan eliminasi malaria, terstruktur
dari tingkat desa sampai tingkat provinsi, khususnya di daerah kepulauan, mulai dari diagnosis,
pengobatan cepat dan tepat, surveilans dan pengendalian vektor, bertujuan untuk memutuskan
mata rantai penularan. Namun demikian, dalam realisasainya dapat dilihat bahwa penerapan
kebijakan masing-masing daerah ada yang berbeda. Penelitian ini mendeskripsikan masalah-
masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan tenaga kesehatan yang menangani kegiatan promosi
kesehatan, pengendalian vektor dan lingkungan, dan pelayanan kesehatan, antara lain sebagai
berikut:
1. Pengendalian vektor dan lingkungan
Upaya pengendalian vektor di Kecamatan Bulagi Kabupaten Bangkep disinkronkan melalui
kegiatan “kelambunisasi” penyemprotan rumah, dan pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan lingkungan. Penerapan kegiatan ini dimulai tahun 2014, jumlah kelambu yang
didistribusikan kepada masyarakat sebanyak 2478 paket, tersebar di 7 desa, yaitu: Desa Tolo,
112 KK, jumlah kelambu 222 paket, Desa Montonikum 131 KK, jumlah kelambu 262 paket,
Desa Sosong, 236 KK, jumlah kelambu 478 paket, Desa Bulagi 1, 3.133 KK, jumlah kelambu
666 paket, Desa Oluno 214 KK, jumlah kelambu 468 paket, Desa Kambal, 115 KK, jumlah
kelambu 274 paket, Desa Kayubets, 64 KK, jumlah kelambu 108 paket (Sumber Data: P2
Malaria Dinkes Bangkep, 2016). Data angka tersebut dapat disimpulkan bahwa desa yang
penderita malarianya tinggi memperoleh jumlah kelambu lebih banyak dibandingkan dengan
desa lainnya, meskipun ada juga kepala keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga diatas
5 orang, mendapatkan 3 (tiga) paket kelambu, sebaliknya bagi keluarga beranggotakan 2 (dua)
orang cukup diberi 1 (satu) paket kelambu.
Bantuan logistik ini dari International Institute on Mass Customizatio and
Persanalization (HMCP) Global Fund, pendistribusian kelambu dijatahkan kepada masing-
masing kepala keluarga 2 (dua) paket, diperuntukkan ibu hamil yang tercatat di desa oleh
90
petugas kader kesehatan Posyandu atau bidan setempat. Kelambu diutamakan pada ibu hamil
yang berkunjung dan discreening di Puskesmas, dan bayi yang sudah imunisasi lengkap. Tahun
2016 jumlah kelambu yang akan disalurkan sebanyak 5000 lembar, dan saat kegiatan penelitian
berlangsung distribusi kelambu belum didrop kepada masyarakat, karena terkendala pendanaan
untuk petugas kesehatan dan kaderkes. Masalahnya adalah, beberapa desa jaraknyacukup jauh
dari Puskesmas dan sangat sulit terjangkau oleh petugas yang akan menyalurkan kelambu
tersebut. Untuk membiayai kegiatan ini semua di diperoleh dari dana BOK Puskesmas Bulagi.
Penditribusian kelambu yang diperuntukkan ibu hamil dan balita, dimaksudkan untuk
meningkatkan cakupan bayi dan ibu hamil yang terlindungi dari gigitan nyamuk malaria
dengan menggunakan kelambu. Sedangkan peningkatan cakupan kunjungan ibu hamil ke
Puskesmas selain untuk pemeriksaan kehamilannya juga untuk mengikuti program Gerakan
Akselerasi Imunisasi Nasional “Universal child imunization “ (UCI) yang terprogram 2 kali
dalam setahun. Namun demikian, ternyata penditribusian kelambu kepada masyarakat belum
bermakna secara keseluruhan, karena malaria di Kecamatan Bulagi digolongkan cakupan masih
tinggi mencapai (40,3%), terkait juga distribusi kelambu tidak seimbang dengn jumlah
penduduk 10.139 jiwa.
Pengelolaan lingkungan dalam bentuk bersih-bersih desa, terprogram tiap hari jumat
yang dilaksanakan oleh aparat desa dan masyarakat setempat, namun pengelolaan lingkungan
dengan pola bina lingkungan melibatkan tokoh masyarakat belum berjalan maksimal. Kegiatan
bersih-bersih desa diumumkan kepada masyarakat melalui gereja dan masjid namun, masih ada
juga diantara warga desa belum memberikan peransertanya untuk kegiatan yang dimaksud,
bahkan ada diantara tokoh masyarakat samasekali luput dari keikutsertaannya untuk merespons
program desa yang dijadwalkan oleh pemerintah desa Bulagi, termasuk didalamnya program
membersihkan tempat penampungan air. Ini berarti upaya pemberdayaan masyarakat belum
berjalan dengan baik, karena kurangnya kesadaran masyarakat arti pentingnya akan kebersihan
lingkungan.
Berdasarkan data yang dikumpulkan dari kuesioner terhadap 110 responden, diketahui
bahwa rata-rata responden tidak mengetahui tentang penyebab malaria secara medis adalah
parasit plasmodium,mereka menjawab penyebab malaria adalah nyamuk. Hal ini dapat
dibenarkan walaupun secara medis/ilmu kesehatan adalah parasit plasmodium. Pengetahuan
terhadapgejala malaria mencapai (56,5%) cukup baik, dan cara agar tidak tidak tertular malaria
91
dengan yaitu dengan menggunakan kelambu, anti nyamuk bakar dan memamasang kawat kassa
pada ventilasi rumah cukup baik mencapai (92,7%) . Bersih-bersih lingkungan sudah dilakukan
oleh sebagian warga di kecamatan Bulagi, namun kasus malaria masih cukup tinggi. Selain itu
hasil pengamatan dan wawancara petugas kesehatan dan informan dari masyarakat, praktik
upaya pengendalian malaria lebih difokuskan pada pengobatan (tindakan kuratif) sedangkan
tindakan preventif melalui pemberantasan vektor jarang dilakukan oleh masyarakat dan petugas
setempat, terutama tempat penampungan air dan kandang ternak babi,
Hasil observasi khusus di ke empat desa yang masuk dalam wilayah puskesmas Bulagi yaitu
desa Bulagi, Bulagi 1, Sosom dan desa Toolon tidak ditemukan tempat-tempat perindukkan
nyamuk oleh tim seperti rawa-rawa maupun genangan-genangan air di sekitar rumah,
kemungkinan ada, namun tempatnya cukup jauh dari pemukiman warga. Jentik nyamuk hanya
ditemukan pada fiber dan bak penampungan air warga, namun belum bisa dicurigai sebagai
vektor malaria dan perlu penelusuran lanjut. Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat
setempat rata-rata warga kecamatan Bulagi memelihara babi yang jarak kandang dari rumah
warga kurang lebih 15-20 meter. Berdasarkan hasil penelitian Ikrayam dkk (2006), Penduduk
yang mempunyai kandang ternak di sekitra rumah besar berisiko tertular malaria 3.17 kali
dibandingkan dengan pendudukyang tidak mempunyai kandang ternak besar (OR : 3,17:95%
CI :1,78-5,65). Hasil ini diperkuat dengan uji statistik chi sgure jarak kandang < 50m dan
kandang ternak jauh jika > 50m, (P:0,00), dengan demikian orang yang memiliki kandang
ternak dekat dari rumah < 50m akan mempunyai risiko 6,9 kali menderita malaria
dibandingkan orang yang memiliki kandang ternak jauh dari rumus >:50m (OR:6,9:95% CI :
2,72-17,51).27
Kondisi daerah Bulagi berbeda dengan kondisi daerah di Wakai Kabupaten Touna, mengenai
pengendalian vektor dan lingkungan seperti penerapan kelambunisasisemua terlaksana dengan
baik, dari jumlah kelambu yang didistribusikan kepada masyarakat, tahun 2011, 2012, dan
2013, sebanyak 9000 lembar diperuntukkan kepada ibu hamil dan balita, dilanjutkan distribusi
kelambu massal. Jumlah tersebut seimbang dengan jumlah penduduk kecamatan Una-Una
mencapai 13.374 jiwa. Penerapan kelambu ditujukan kepada desa-desa yang prevalensi
malarianya tinggi yaitu Desa Wakai, Desa Una-Una, Desa Panimpo, Desa Lambanyang dan
Desa Tanjungpude. Penyemprotan vektor nyamuk dilakukan 2 kali setahun. Namun, tidak
menutup kemungkinan dapat dilakukan lebih 2 kali seperti tahun 2016, ditemukan 2 warga
92
DBD, satu hari sesudah itu dilakukan penyemprotan nyamuk di Desa Wakai. Pendistribusian
kelambu dilaksanakan oleh tenaga kesehatan, ibu-ibu PKK (Dasa Wisma) dan kaderkes.
Sedangkan pengelolaan lingkungan pada umumnya bersih-bersih desa tiap hari jumat,terutama
daerah-daerah berawa dan berair.
Hasil pengamatan peneliti untuk daerah wilayah Wakai, masih nampak pengelolaan
lingkungannya belum maksimal, karena masih ada ditemukan rumah panggung berdiri di atas
air, masih ada hutan bakau, dan air tergenang hasil kerokan dari penambang batu kerikil
disekitar pegunungan. Meskpiun ditemukan ada air tergenang di beberapa tempat di Wakai,
tetapi airnya tetap mengalir ke laut, sehingga dalam waktu singkat air rawa mengering dengan
sendirinya. Pertemuan dua sumber air rawa dan air laut menjadi masalah yang perlu dipecahkan
oleh pemerintah desa dan kecamatan, agar pengelolaan lingkungan dan pengendalian vektor
nyamuk dapat dilakukan secara maksimal, untuk memberi kenyamanan masyarakat dari
ancaman penularan malaria.
2. Promosi Kesehatan
Percepatan pencapaian penerapan eliminasi malaria yang tidak kalah pentingnya adalah
promosi kesehatan. Strategi global promosi kesehatan menurut WHO (Wold Health
Organization) 1984 yaitu advokasi, dukungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat. Advokasi
dimaksudkan disini adalah pembuat keputusan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam
bentuk peraturan pertauran daerah, instruksi yang mengikat masyarakat dan instansi-instansi
yang terkait dengan kesehatan25. Bentuk advokasi berupa peraturan Bupati (Perbu), untuk
Bangkep tertuang dalam Perbu Nomor, 24 tahun 2011, dan Perbu Tojo Una-Una Nomor 4
tahun 2015, Menurut informasi yang diterima dari informan Ibu YY Kasi P2M Bangkep
mengatakan bahwa :
“Perbu Bangkep belum disandingkan sampai pada tingkat kecamatan dan desa, demikian jugapada tingkat SKPD, pertanian, perkebunan, perikanan, pendidikan, BAPPEDA, BPPN (BadanPenanggulangan Bencana Nasional) sebagai upaya pelaksanaan lintas sektoral agar salingbersinergi dalam mengeliminasi program malaria, masih dalam tatanan rencana keterlibatanSKPD tahun 2017. Ini berarti program eliminasi malaria di Bangkep agaknya masih perludilakukan koordinasi lintas sektoral agar program itu dapat direalisasikan untuk memberipenguatan, termasuk didalamnya program Gebrek Malaria dan Posmades “
Selain itu, takkalah pentingnya juga adalah dukungan sosial dengan melibatkan tokoh-
tokoh masyarakat baik formal (guru, lurah, camat, kepala desa, kepala dusun, petugas
kesehatan) maupun informal (tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda) yang berpengaruh di
93
tingkat desa atau kecamatan. Informasi yang diterima dari hasil wawancara dengan informan
Bapak. LTF pengelola program P2 malaria mengatakan:
“Bahwa dukungan dari tokoh masyarakat (tokoh agama dan tokoh adat) belum berjalandengan baik sesuai yang diharapkan, meskipun di Bulagi pengaruh tokoh masyarakat cukupbaik tingkat kekerabatannya, namun belum memberi dampak positif keterlibatan mereka dalammendukung eliminasi malaria”..
Dari hasil wawancara dengan beberapa informan dapat disimpulkan, bahwa kurangnya
dukungan tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh di desanya dalam pengendalian malaria,
termasuk juga dukungan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan dan sosialisasi yang terkait
dengan program pengendalian malaria di Bulagi, berarti bina suasana lingkungan antara
petugas kesehatan dengan masyarakat masih perlu ditingkatkan dan intens melakukan
komunikasi baik tokoh-tokoh formal maupun informal, melalui pendekatan komunikasi yang
berwawasan budaya.
Hasil pengamatan tim peneliti dikuatkan dengan informasi dari Kepala Puskesmas Bulagi
Bapak (LT) menyatakan bahwa:
“ Sosialisasi program eliminasi malaria yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan baiknakes Puskesmas maupun nakes di Dinkes Bangkep, pada umumnya khalayak sasaran yanghadir dalam kegiatan itu adalah ibu-ibu rumah tangga, biasanya hari Jumat pagi atau Minggupagi jam 09.00 sampai selesai, jumlah yang hadir sering tidak memenuhi target yangdiharapkan atau bisa dihitung jari, karena laki-laki (suami) mereka pada umumnya pagi harike kebun atau di laut mencari/ menangkap ikan”).
Hasil wawancara yang diuraikan di atas, dibenarkan oleh informan Ibu YY menuturkan
bahwa kehadiran masyarakat untuk sosialisasi/penyuluhan kesehatan mengenai penyakit
malaria jumlahnya tidak sesuai dengan harapan, tetapi nampak suatu yang berbeda dan
menyolok jika ada pembagian raskin di kantor desa, mereka datang beramai-ramai berkumpul
di balai desa tidak perlu diundang atau diberitahukan melalui pengumuman di gereja, karena
mereka datang dengan biaya atau transportasi sendiri (hasil FGD).
Terkait dengan penerapan kebijakan mengenai eliminasi malaria di Wakai Kecamatan
Una-Una, Kabupaten Touna, sesuai Peraturan Bupati Touna, nomor 4, tahun 2015, strategi
advokasi yang menjadi pegangan para petugas kesehatan di Puskesmas atau Dinas Kesehatan
Tojo Una-Una adalah memberdayakan tokoh-tokoh masyarakat baik formal maupun informal,
serta terus melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Sebagaimana yang dituturkan oleh kepala
desa Wakai Bapak.ABH umur 52 tahun sebagai berikut :
94
“ Saya selama menjabat kepala desa Wakai dari tahun 2009-2015, salah satu programyang sangat penting dan mendesak untuk dikerjakan adalah memberantas jentik nyamukmalaria dan menurunkan penderita malaria, maka Saya proaktif dalam melakukan sosialisasidi semua lini kegiatan di masyarakat, di masjid, di pesta perkawinan, kegiatan syukuran,kegiatan formal dan informal lainnya di mana saja ketemu dengan warga Wakai. Maksud Sayamengingatkan kepada warga desa bahaya gigitan nyamuk malaria yang bisa membawakematian, jika tidak dilakukan pemeriksaan darah dan pengobatan pasien oleh petugaskesehatan di Puskesmas”.
Selain itu, memberdayakan masyarakat dengan melibatkan mereka dalam pengendalian
malaria seperti ketua RT/RK ibu-ibu PKK (Dasa Wisma), kader Posyandu dan tokoh
masyarakat (tokoh agama, tokoh adat, tokoh pemuda) dengan tugas dukungan memotivasi
keluarganya dan warga masyarakat untuk membersihkan pekarangan rumahnya, membuang
sampah di rawa-rawa, dan pemeriksaan sendiaan darah oleh petugas kesehatan. Untuk
memberantas malaria di Wakai, maka program kelambunisasi dan bersih-bersih desa tiap hari
Jumat pagi, dimasukkan dalam RPJMD (rencana pembangunan jangka menengah desa).
Hasil yang diperoleh melalui kegiatan sosialisasi atau penyuluhan secara intens kepada
masyarakat yaitu penurunan kasus malaria dari tahun ke tahun yaitu tahun 2010 sebanyak 206
kasus, menurun menjadi 56 kasus tahun 2011, berlanjut tahun 2012 turun menjadi 8 kasus dan
2013 kasus malaria tidak ada lagi. Oleh karena itu untuk mempertahankan hasil perolehan
penurunan kasus malaria di Wakai, maka tahun 2015 dibuatlah suatu Deklarasi Bebas Malaria
Di Wakai, yang didukung oleh seluruh segmen-segmen masyarakat sebagai salah satu upaya
kerjakeras dalam menekan angka kejadian malaria di Desa Wakai.
Meskipun hasil yang dicapai tersebut di atas cukup menggembirakan, tetapi tidak berarti
bahwa malaria sudah tuntas secara endemik, tetapi jika tidak diwaspadai dan tidak melakukan
monitoring terhadap perkembangbiakan jentik nyamuk malaria, maka tidak menutup
kemungkinan malaria dapat tertular kepada warga masyarakat lagi. Seperti ungkapan bapak NA
umur 32 tahun sebagai Kasi pembangunan desa Una-Una menyatakan :
“ Saya sudah dua tahun tinggal di pmukiman ini, perumahan yang ada sekarang inibersumber dari bantuan Kementerian Sosial Jakarta. Rumah di sini dibangun di atas rawa-rawa yang cukup dalam airnya, namun setelah dibuat rumah tinggal, air rawa-rawanya mulai
menyusut, kecuali air laut pasang naik airnya dalam langsung mengalir ke laut, dibangunbentuk rumah panggung, dengan luas 5 x 6 meter, ketinggian di atas air 1 ½ meter, masing-masing tiang dibuat pertapakan beton 30 cm, sehingga daya tahannya lebih kuat “.
95
Berdasarkan hasil pengamatan di lokasi penelitian, tentang perumahan yang didirikan di atas
rawa-rawa, di satu sisi bermanfaat untuk pengendalian malaria cukup baik untuk memutus mata
rantai vektor malaria, tetapi di sisi lain kurang menguntungkan bagi pertumbuhan hutan
mangrove, karena lahan yang menjadi perumahan sekarang ini merupakan hutan mangrove yang
bisa menangkal pengirisan air laut, begitu juga habitat ikan yang pada akhirnya ikan-ikan
tersebut terpapar dengan sendirinya, meskipun ada diantara warga desa berusaha membuat
kolam ikan (empang) memelihara jenis ikan bandeng. Namun hasilnya kurang menguntugkan,
sehingga kolam itu menjadi tempat genangan air.
Berbeda halnya di daerah Kabupaten Bangkep, bantuan pemerintah daerah berupa tempat
penampungan air (fiber) yang seharusnya secara routine dibersihkan kotoran lumut yang melekat
di fiber penampungan, dengan tujuan untuk memutuskan mata rantai jentik nyamuk, namun
pembersihan lumut yang melekat pada penampungan air itu pada praktiknya kurang terpelihara,
karena dirasakan kesulitan memperoleh air bersih yang bersumber dari PAM, sehingga
pembersihannya pun jarang dilakukan, meskipun mereka tahu air dalam penampungan itu
dipenuhi lumut atau kotoran lainnya. Pertimbangan mereka sebagaimana diungkapkan oleh salah
satu informan dari Desa Bulagi ( jabatan sekretaris desa Bulagi) mengatakan bahwa:
“ Karena kesulitan memperoleh air bersih, maka masyarakat pada umumnya hanya menampung airhujan di baskom platik atau ember, sedangkan tempat penampungan air dari fiber jarangdibersihkan, meskipun sudah berlumut. Bila dibersihkan sesuai petunjuk dari tenaga kesehatan,tetapi tiba waktunya untuk menggunakan air ternyata sumber air dari PAM tidak jalan yanghanya dijatahkan 2 kali satu bulan, sering juga mandek mengalir sampai ke desa kami, hujanpunbelum tentu datangnya. Konsekuensinya jika dibersihkan tidak ada setitik air yang bisa dipakaiuntuk mandi, memasak, dan mencuci pakaian”.
Lebih lanjut informan mengungkapkan bahwa bantuan fiber penampungan air masih
bantuan pemerintah daerah diteruskan ke pemerintahan desa sebanyak 30 unit, untuk tahun 2017
ada lagi bantuan dari desa 10 paket, bantuan tersebut merupakan kebijakan pemerintah daerah
untuk membantu keluarga yang tidak mampu menyediakan fiber penampungan air bersih.
3. Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dimaksudkan adalah pengobatan kepada pasien atau penderita
malaria. Sering menjadi problem di tingkat Puskesmas misalnya di Puskesmas Bulagi Kabupaten
Bangkep, distribusi jenis obat anti malaria ACT (ArthemicinanBased Combination Therapy),
dropping dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Jenis obat tersebut disimpan di
gudang farmasi Dinas Kesehatan kabupaten Bangkep, mekanismenya menurut informasi dari
96
kepala gudang Farmasi Dinkes Bangkep, mengatakan bahwa prsoedur pemberian dan distribusi
obat ke Puskesmas harus sesuai usulan yang disampaikan ke Dinkes kabupaten, lalu dichek di
gudang farmasi jenis obat yag diusulkan itu, kalau obat yang diminta itu ternyata sudah kosong,
maka disarankan pemakaian jenis obat malaria standar (klorokuim atau primakuin) untuk
mengantisipasi kekosongan obat sambil menunggu dropping obat-obatan dari provinsi.
Bantuan obat anti malaria ACT, untuk kabupaten Bangkep pengadaannya mulai
dinyatakan kosong sejak Juni 2016. Pasien malaria yang datang berobat ke Puskesmas Bulagi di
berikan resep obat malaria oleh dokter atau perawat yang menangani pasien saat itu. Pasien
diberi resep obat dan ditujukan pada salah satu toko obat yang di ada di Kecamatan Bulagi.
Harga obat masih cukup terjangkau oleh sebagian warga Bulagi.Dari hasil wawancara terhadap
responden di Bulagi rata-rata warga Bulagi memilih obat di warung/kios ataupun toko obat
untuk mengobat penyakit sebanyak (43.6%) dan (53.6%) dari petugas kesehatan Puskesmas atau
rumah sakit.
Uraian tentang jenis obat yang sering kosong di Puskesmas, dibenarkan oleh informan
Bapak LTF umur 32 tahun menuturkan tentang pengalamannya menangani logistik obat dan
kelambunisasi,
“ Bahwa kekosongan atau ketiadaan jenis obat anti malaria di Puskesmas, memang dapatdibenarkan, karena jenis obat bantuan dari provinsi di drop satu kali dalam setahun, yangdikemas 9 tablet (satu papan) berakhir Juni 2016, terakhir obat anti malaria itu diterima bulanApril 2016, oleh karena itu menunggu kekosongan obat, petugas kesehatan menggunakan nonACT, jenis obat ini banyak di jual bebas di apotik atau warung obat, sehingga pasien yangmembeli obat di warung sulit untuk dipantau oleh petugas kesehatan, disisi lain belum adaaturan yang mengikat untuk membatasi penjualan obat-obat malaria di warung.”.
Solusi yang bijak dilakukan oleh tenaga kesehatan di Puskesmas, tentang cara pemberian
obat kepada penderita malaria, jika ada pasien yang dinyatakan jelas gejala malaria klinis, maka
pengobatan dilakukan segera tanpa menunggu hasil pemeriksaan laboratorium dan terapi standar
yang masih menggunakan obat klorokuin dan primakuin. Berdasarkan keterangan dari petugas
kesehatan di puskesmas Bulagi rata-rata pasien memiliki kebiasaan setelah diberi pengobatan
awal, mereka tidak lagi datang ke puskesmas hal ini di anjurkan pada pasien guna mengontrol
keadaan pasien apakah sembuh atau tidak.Sulitnya petugas memantau perkembangan pasien.
Konsekuensinya penderita malaria tidak lagi melakukan pemeriksaan lanjutan ke Puskesmas.
Fenomena mengenai terbatasnya jumlah obat ACT dan beberapa obat lainnya seperti
vitamin untuk Puskesmas sering mengalami kekosongan di setiap kabupaten, merupakan
97
masalahdan bertentangan dengan tujuan program pencapaian percepatan eliminasi malaria.
Perilaku penderita malaria yang berkunjung mencari penyembuhan klinis di Puskesmas Bulagi
dengan tujuan untuk memperoleh obat dan penyembuhan dari sakit, namun jika obat yang
diharapkan itu sementara kosong di apotik Puskesmas, dan dianggap penyakitnya bisa
bertambah parah, maka mereka cenderung menggunakan obat tradisional yang biasanya
digunakan berupa daun paria, daun pepaya dan sambiloto. Sebagaimana diungkapkan oleh tokoh
masyarakat MYS umur 60 tahun dalam pertemuan FGD sebagai berikut :
“ Masyarakat sini punya kebiasaan kalau sakit malaria minum ramuan tradisionalbiasanya paria, sambiloto dengan daun pepaya, semua di rebus diminum airnya. Kami sudahrasa sembuh kalau minum obat rebusan daun pepaya , badan sudah tidak panas sudah tidakdingin-dingin lagi. Biasanyaobat Puskesmas dirasa tidak mempan baru minum obat kampung”.
Dalam upaya memaksimalkan pelayanan kesehatan di puskesmas atau rumah sakit,
terhadap pasien malaria, secara struktural fungsi dan peranan puskesmas sangat diandalkan untuk
menerapkan kebijakan terhadap kasus-kasus malaria yang ditemukan di dalam wilayah kerjanya,
termasuk tenaga kesehatan (bidan) yang bertugas di Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), jika
difungsikan secara maksimal oleh tenaga kesehatan di tempat tugasnya, maka penderita malaria
yang melaporkan dirinya dengan gejala klinis malaria, seharusnya langsung diperiksa darahnya
kemudian diberi terapi klinis, sambil menunggu hasil pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui positif atau negatif malaria. Selanjutnya tenaga kesehatan berkewajiban langsung
diberi pengobatan tanpa menunggu hasil laboratorium.
Kebijakan yang dilakukan oleh petugas kesehatan di puskesmas Bulagi pada pasien
dengan gejala –gejala sakit malaria, yaitu pasien diambil sendian darahnyaguna mendeteksi
apakah pasien positif malaria atau tidak. Namun hasil pemeriksaan darah dengan menggunakan
mikroskopis tersebut membutuhkan waktu satu hari, dan biasanya untuk mempercepat
pemeriksaan darah pada slide, petugas menggunakan senter sebagai alat penerang untuk
mendeteksi slide pasien. Hal ini dilakukan karena listrik di desa Bulagi tidak menyala pada pagi-
siang hari, melainkan meenyala pada pukul 06.00 sore. Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan
yang baik, pemeriksaan darah pada slide dilakukan pada malam hari. Pasien diharuskan datang
esok harinya untuk mengetahui hasil lab. Kendala lainnya adalah kurangnya tenaga analis
mikroskopis yang bertugas terhadap pemeriksaan darah pasien.
Berbeda halnya kondisi di wilayah kerja Puskesmas Wakai, tenaga kesehatan
mikroskopis dan analisisnya sudah ada yang bertugas khusus menangani kedua kegiatan itu,
98
sehingga hasil pemeriksaan sediaan darah dapat diketahui lebih cepat dan efektif dalam
menentukan pasien positif atau negatif malaria, Sebagaimana hasil wawancara dengan informan,
Bapak HS mantan pengelola malaria dan sebagaitenaga mikroskopis di Puskesmas Wakai,
mengatakan bahwa:
“ Berdasar pengalaman Saya dari tahun 1995-2015, mengambil sampel sendiaan darahpenderita malaria klinik, setelah melalui pemeriksaaan melalui alat mikroskop, dalam tempobeberapa menit sudah dapat diketahui hasilnya. Kemudahan untuk menentukan seperti ini,terbukti pada waktu dilakukan gebrek malaria, tahun 2011, meskipun yang datang di Poskojumlahnya besar, namun, dalam waktu singkat dapat dipastikan hasilnya positif atau negatif,jika positif langsung diberi obat”.
Oleh karena itu, pemeriksaan sendiaan darah pasien dan pemberian obat setelah
dinyatakan positif malaria tidak mengalami hambatan dalam menetapkan pasien malaria klinik.
Motivasi masyarakat periksa darah dan minum obat cukup baik, sejak tahun 2013 tidak
ditemukan lagi kasus malaria di wilayah puskesmas Wakai. Dari hasil penelitian, petugas
mikroskopis malaria yang dulunya bertugas di puskesmas Wakai telah pindah tugas ke rumah
sakit Wakai, sehingga pasien yang datang ke puskesmas Wakai dengan gejala-gejala klinis
malaria, di rujuk ke lab rumah sakit Wakai.
d. Kegiatan Lintas Sektoral dan Program
Keberhasilan suatu program tergantung pada sinergitas konsistensi dan transparansi
peran stakeholder, dengan melibatkan mitra-mitra yang dapar bekerja sama, sehingga pencapaian
target mengeliminasi malaria di daerah kepulauan ini seperti Wakai dan Bulagi dapat berhasil
dengan baik. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, maka diperlukan peran stakeholder dalam
membangun kohesi sosial, sehingga program yang direncanakan dan implementasinya dapat
berjalan sesuai harapan. Meskipun dibalik rencana kegiatan itu menemukan kendala-kendala
dalam menuju eliminasi malaria.
Membangun hubungan yang baik dengan melibatkan SKPD dan lintas program sebagai
bentuk komitmen bersama dalam pengendalian malaria, termasuk didalamnya pendanaan. Tugas
yang paling berat untuk penentu kebijakan adalah menurunkan kasus malaria. Selama ini lebih
fokus pada upaya memutuskan mata rantai penularan pada manusia, sedangkan di sisi lain
pemahaman stakeholder, advokasi yang belum maksimal, serta belum ada program eliminasi
malaria yang melibatkan sektor terkait, sehingga kegiatan-kegiatan program hanya dilaksanakan
99
oleh dinas kesehatan sebagai leading sektor dalam pemberantasan malaria. Menurut pandangan
Kepala P2M Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah, informan Bapak MD sebagai berikut :
“ Unit-unit terkait secara struktural dalam program eliminasi malaria, di lingkungandinas kesehatan provinsi sampai ke kabupaten. Unit-unit terkait adalah rumah sakit, puskesmas,pustu, laboratorium dan apotek. Selama ini kegiatan masing-masing unit diakuinya sudahberjalan dengan baik, karena SOP sudah berlaku secara struktural. Memang yang menjadikendala selama ini kami akui yaitu implementasi program terkait dengan lintas instansi yangbelum berjalan maksimal, meskipun pertemuan program sering dilakukan pertemuan yangdiprakarsai oleh dinkes, tetapi realisasi pertemuan sering menjadi mandek, karena masing-masing SKPD menjalankan kebijakannya sendiri sesuai rencana tahunan mereka, kalaupun adayang terkait dengan kebijakan program malaria baik secara langsung maupun tidak langsungbersinergi dengan instansi lainnya”.
B. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Program Eliminasi Malaria.
Uraian-uraian tersebut di atas terkait dengan implementasi kebijakan eliminasi malaria,
secara teoritis bahwa faktor determinan keberhasilan program antara lain dikemukakan oleh
Edward III13 sebagai berikut :
1) faktor komunikasi, 2) sumber daya, 3) disposisi (sikap) 4) struktur birokrasi. Keempat faktor
tersebut saling terkait dan berhubungan satu sama lainnya, dapat digunakan untuk
mengoperasionalkan terkait dengan kasus-kasua ataupun fenomena di masyarakat menjadi satu
kesatuan yang utuh dan komprehensif.
Faktor komunikasi adalah faktor pertama yang mempunyai peranan besar yang
mensyaratkan bahwa suatu kebijakan harus dimengerti oleh individu--individu yang bertanggung
jawab untuk mencapai keberhasilan dengan harapan mereka dapat memahami dan mengerti akan
tugas dan tanggung jawabnya dengan kata lain, komunikasi yang baik dan benar, maka para
pelaksana program dapat mengerti tentang isi dan tujuan dari program yang dikuatkan dengan
peraturan bupati atau peraturan gubernur, sehingga dapat menghindari terjadinya kesalahan
dalam melaksanakan program itu. Oleh karena itu, agar implementasi eliminasi malaria dapat
berjalan dengan baik dan lancar, maka komunikasi sangat diperlukan untuk mengalirkan
perintah, petunjuk serta arahan mengenai pelaksanaan program.
Hasil wawancara mendalam dengan informan bapak MDE salah satu stakholder di dinas
kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai berikut :
“ Komunikasi antar pelaksana program memang berjalan sesuai rencana untukmenurunkan prevalensi malaria, dan setiap kegiatan yang direncanakan dibahas dalam rapatpertemuan dua kali dalam setahun, minimal satu kali, namun, kehadiran ketua atau kepala
100
SKPD biasanya diwakilkan, sehingga hasil bahasan dalam pertemuan kurang ditindaklanjuti ditingkat SKPD. Sulitnya menyatukan persepsi dan pemahaman yang sama dalam mengkoordinirkegiatan yang produktif, meskipun sudah dibentuk tim konsultasi, tim monitoring dan evaluasi”.
Faktor kedua, sumberdaya merupakan salah satu faktor yang penting mendukung
kebijakan program sangat tergantung pada kemampuan sumberdaya yang tersedia, karena tanpa
sumberdaya yang memadai otomatis program itu tidak bisa berjalan dengan efektif dan
produktif. Oleh karena itu, ketersediaan sumberdaya haruslah diperhitungkan untuk mencapai
tujuan sesuai kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah di masing-masing
kabupaten. Informasi yang diperoleh dari pengelola program malaria di dinas kesehatan
Kabupaten Tojo Una-Una sebagai berikut :
“ Persoalan yang banyak ditemukan di Puskesmas adalah tenaga terlatih yang pernah mengikutipelatihan laboratorium, karena banyak yang sudah pindah tugas dan ada juga yang melanjutkanpendidikannya, sehingga perlu dilakukan pelatihan tenaga yang baru menggantikan tenaga yanglama, Konsekuensinya belum faham mengenai program malaria, terutama hasil analisispemeriksaan sediaan darah. Sedangkan tenaga laboratorium sekaligus tenaga analisis yangberpengalaman justru dipindahkan ke rumah sakit “.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut bahwa perpindahan tugas tenaga kesehatan dari
satu program ke program lainnya, menandakan kekurangan sumber daya, terutama sumberdaya
yang terlatih. Dalam penelitian ini sumberdaya yang dimaksudkan adalah staf, sumberdaya fisik
(fasilitas) dan sumberdaya finansial (dana). Seperti di kabupaten Tojo Una-Una adanya
perpindahan tenaga laboratorium yang terlatih, berpengalaman dari puskesmas ke rumah sakit
Wakai, sehingga saat ini puskesmas Wakai tidak memiliki tenaga mikroskopis malaria. Pasien
yang memiliki gejala-gejala malaria di rujuk ke rumah sakit Wakai untuk pengambilan sediaan
darah malaria. Kebijakan yang saat ini akan diberlakukan oleh dinas kesehatan kabupaten Tojo
Una-Una adalah pengelola program tidak diperkenankan pindah sekurang-kurangnya bekerja
selama 5 tahun. Kebijakan yang ditempuh ini mengingat tenaga terlatih yang diharapkan mampu
memaksimalkan kegiatan program-program mereka.
Faktor ketiga adalah disposisi, keberhasilan dan kegagalan dalam kegiatan eliminasi
malaria, terfokus pada sikap penentu kebijakan dalam menjalankan peran-perannya seperti
komitmen, kejujuran, sikap yang baik intinya jika stakeholder memiliki sikap yang baik, jujur
dan berkomitmen, maka tenaga kesehatan yang ditugaskan di Puskesmas misalnya, otomatis
akan menjalankan kebijakan program dengan baik, sebaliknya jika sikap penentu kebijakan
berrsikap tidak berkomitmen, tidak jujur dan tidak demokratis otomatis proses implementasi
101
tidak akan efektif khususnya terkait progran eliminasi malaria. Sebagaimana yang disampaikan
oleh informan Bapak HRS, mantan pengelola malaria di Puskesmas Wakai sebagai berikut :
“Saya punya pnegalaman selama 5 tahun bertugas di Puskesmas Wakai saya menangani kasus-kasus malaria, terutama dalam pengambilan sendian darah penderita malaria, sayamendatangkan dan menyuruh masyarakat agar mereka mau diambil darahnya. Kalau petugaskesehatan dapat menampilkan sikap jujur kepada masyarakat, pada waktu mereka memberipenyuluhan atau sosialisasi pada masyarakat, mengajak warga untuk menjaga dan menghindarigigitan nyamuk malaria. Artinya sikap berkomitmen staf melayani penderita malaria, terutamapemeriksaan sendiaan darah di laboratorium, perlu jujur memberi pernyataan positif ataunegatif, lalu diberi obat agar mereka cepat sembuh dari penyakitnya “.
Sikapinforman dalam berkomitmen menjalankan tugasnya, patut dicontohi oleh tenaga
kesehatan lainnya untuk mencapai tujuan dalam menekan prevalensi malaria, demikian juga pada
waktu pengambilan sampel sediian darah yang harus berhadapan dengan masyarakat, masyarakat
yang semula enggan datang ke Puskesmas kemudian berubah perilakunya dengan kesadaran
sendiri bersedia diperiksa dan dikontrol penyakitnya oleh petugas kesehatan.
Keberhasilan dalam menurunkan kasus malaria di Wakai, sesuai penyampaian informan
HRS, bahwa awalnya masyarakat ragu atas penyampaian terkait tentang bahaya malaria sehingga
awalnya masyarakat enggan dan tidak mau diambil sendian darahnya. Sikap baik dan
pedulipetugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat turut
memberikan pengaruh dalam menurunkan kasus malaria khususnya di Wakai. Program-program
malaria terus dilakukan khususnya penemuan dan pengobatan penderita malaria, pemantauan
penderira adanya bantuan kelambu, mengontrol penderita terutama dalam hal minum obat
apakah diminum sesuai petunjuk dokter. Kerja keras petugas dan kader kesehatan terus
dilakukan sehingga Wakai dinyatakan bebas malaria.
Dari hasil wawancara dengan respondendi desa Bulagi nampak perilaku mereka cukup
baik yaitu sebanyak 95.5% responden berobat ke Puskesmasjika memiliki gejala- gejala sakit
malaria dan 94.5% obat malaria yang diberikan oleh Nakes diminum sampai habis. Begitu pula
perilaku responden terkait dengan malaria di Wakai Kabupaten Touna, menunjukkan sebanyak
99.2% berobat ke Puskesmas, dan 87.3% obat malaria yang diberikan Nakes diminum sampai
habis. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari hasil wawancara menggunakan kusioner,
nampak masyarakat masih memiliki perilaku positif terhadap kesehatan mereka khususnya
dalam pengambilan keputusan untuk mencari pengobatan, masyarakat masih memiliki
kepercayaan terhadap Nakes.
102
Faktor keempat yaitu aspek yang penting dalam struktur birokrasi adalah adanya
prosedur operasional yang standar atau standar operating procedures (SOP) sebagai pedoman
bagi tenaga kesehatan dalam bertindak bagi terlaksananya eliminasi malaria. Struktur organisasi
yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan, dan menimbulkan red-tape,
yakni prosedure birokrasi yang rumit dan kompleks, dalam hal ini akan menyebabkan aktivitas
organisasi tidak fleksibel16. Hal ini akan merumitkan proses pelayanan kesehatan, bersifat kaku
baik di Puskesmas maupun rumah sakit. Struktur birokrasi yang dibutuhkan dalam implementasi
program eliminasi malaria adalah kemampuan untuk bekerjasama dan terkoordinasikan berbagai
kegiatan yang melibatkan lintas sektoral, lintas program dan unit kerja lainnya, terutama
kerjasama dengan tenaga kesehatan yang ditempatkan di unit-unit program.
Sebagai contoh, alur prosedur bagi pasien yang berobat ke Puskesmas, mendaftar ke
loket, lanjut ke bagian pemeriksaan poliklinik, dan pengambilan sendian darah di bagian
laboratorium, selesai pengambilan darah langsung ke apotik untuk menerima obat, jika
pasiennya terinfeksi malaria atau dinyatakan oleh petugas laboratorium positif, langsung
ditindaklanjuti pengobatan ACT, selesai itu pasien pulang. Namun, tidak menutup kemungkinan
bagi pasien yang mengikuti semua prosedur, tetapi kurang meyakini hasil pemeriksaan lab,
karena kondisi pemeriksaan darah yang tidak maksimal, seperti diungkapkan Bapak IDR
(pengelola malaria di puskemsmas Bulagi) mengungkapkan sbb:
“Bahwa proses pemeriksaan darah dan pengambilan darah dilakukan ketika pasienberkunjung di Puskesmas, namun yang menjadi kendalanya, yaitu pemeriksaan slide darahpasien, karena lampu yang dijadikan penerang dari listrik PLN, waktu menyala terbatas sampaijam 06.00 pagi, otomatis hanya menggunakan senter besar, berarti pemeriksaan slide bisadiragukan positif atau negatif “.
Hasil wawancara informan diperoleh informasi bahwa untuk mencapai suatu
keberhasilan program diperlukan suatu kerjasama untuk mencapai tujuan, posisi tenaga
kesehatan benar-benar teruji, karena mereka harusnya mampu memahami apa yang patut
dikerjakan, terutama peranan fasilitator untuk menghindari terjadinya kegagalan dalam tugasnya,
seperti penganbilan sendiaan darah pasien malaria. Tetapi disisi lain, sumberdaya berupa fasilitas
kadang-kadang menjadi hambatan dalam menjalankan tugas-tugas mereka secara maksimal, Hal
seperti ini bisa menjadi hambatan dalam percepatan pencapaian eliminasi malaria.
Faktor kelima adalah dukungan masyarakat atau kelompok khalayak sasaran sangatlah
penting. Seperti di Wakai Kabupaten Touna dimana suku aslinya adalah Togean yang sudah
103
lama menetap di Wakai, telah berbaur dengan penduduk pendatang yang merupakan eksodus
gunung colo seperti Bugis, Jawa, Gorontalo. Dengan kata lain, penduduk Wakai diklasifikasikan
wilayah multi kultural. Berbeda halnya di desa Bulagi Bangkep, penduduk yang berjumlah
10.175 jiwa atau 2.906 Kk, pada umumnya beretnis Salakan. Letak geografisnya kedua wilayah
sangat menentukan dalam memberi dukungan program eliminasi malaria.
Keikutsertaan mereka dalam program pengendalian malaria dengan ragam kebiasaan
seperti di Wakai sangat berpengaruh dalam mengubah kebiasaan, adat dan tradisi mereka dari
leluhurnya, Oleh karena itu, membutuhkan pemahaman kepada masyarakat sebagai sasaran
program agar dalam proses pengendalian malaria tidak terjadi miss komunikasi antara pelaksana
kebijakan dan kelompok khalayak sasaran. Meskipun sosialisasi program sudah intens dilakukan
oleh Nakes, namun, tidak menutup kemungkinan penduduk di dua wilayah penelitian
menunjukkan perilaku yang tidak menunjang dalam upaya pengendalian malaria seperti
kebiasaan masyarakat mencari pengobatan sendiri dengan membeli obat di warung terdekat atau
tokoh obat terdekat, dan menggunakan obat dengan dosis yang tidak tepat, kebiasaan berada di
luar rumah atau beraktivitas malam hari, tanpa perlindungan dari gigitan nyamuk, bahkan
penebangan hutan bakau seperti di Desa Una-Una untuk dijadikan resetlemen pemukiman bagi
penduduk eksodus gunung colo yang dapat berdampak pada munculnya perindukan baru bagi
vektor malaria. Berikut hasil wawancara dengan informan Bapak HRS sebagai berikut :
“ Perlunya melibatkan tokoh masyarakat (agama, adat, tenaga medis tradisional, PKKdan Dasa Wismanya) dengan komunikasi yang baik, membina suasana seperti pertemuan dimasjid, tempat-tempat umum dan kegiatan informal lainnya. Tujuannya adalah supayamasyarakat sadar untuk menghindari gigitan nyamuk malaria dengan menggunakan kelambumalam hari, memakai obat nyamuk bakar dan obat nyamuk olesan, serta membasmi perindukanjentik nyamuk melalui kegiatan kebersihan pekarangan rumah dan lingkungan”..
Diungkapkan pula oleh informan H. ND (Tokoh Agama Wakai) sebagai berikut ;
“Kebersihan rumah dan pekarangannya, terutama pengangkutan sampah, kami disiniada petugas pengangkut sampah yang digaji dari dana desa, sehingga tidak banyak sampahyang berserakan di jalan, karena semuanya terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) “.
Dukungan percepatan eliminasi malaria, juga ditandai dengan upaya yang dilakukan oleh
seorang tokoh agama di Bulagi Bapak SJN Tinanggal (pendeta) dalam memotivasi jemaatnya di
gereja dan memanfaatkan ramuan tradisional dan obat-obat medis modern, sebagaimana
penuturannya mengatakan bahwa:
104
“Kasus malaria di Bulagi sangat tinggi dan saya selalu menghimbau kepada jemaat untukmenggunakan kelambu pada waktu tidur, membersihkan tempat penampungan air, memangkaspohon-pohon yang rindang agar tidak tertutup cahaya matahari. Himbauan seorang pendetakepada jemaatnya karena pengalamannya sewaktu kena malaria tahun 2000, carapengobatannya saya praktekkan pengobatan dengan ramuan tradisional dengan mengkonsumsidaun pepaya baik yang direbus dan diminum airnya atau dibuat sayur lalap, sampai sekarangpenyakit malaria saya tidak pernah kambuh lagi .”
C. Kendala Implementasi Dalam Eliminasi Malaria
Penerapan suatu program tidak selamanya berjalan dengan baik, karena banyak faktor
determinan yang mengiringinya, sehingga dalam penerapannya bisa menimbulkan berbagai
masalah, meskipun dalam penerapan kebijakan itu atas dasar Peraturan Gubernur (Pergub)
Provinsi Sulawesi Tengah dan Peraturan Bupati (Perbu) Kabupaten Banggai Kepulauan dan
Kabupaten Tojo Una-Una. Secara nyata setiap ada program yang diluncurkan oleh pemerintah
daerah baik penentu kebijakan di dinkes tingkat provinsi maupun dinkes tingkat kabupaten,
terutama pada wilayah yangmasih bermasalah dengan malaria seperti di Kabupaten Banggai
Kepulauan.
Beberapa kendala atau hambatan yang ditemukan oleh tim peneliti yang dapat
mempengaruhi implementasi program eliminasi malaria di dua wilayah penelitian. Kendala yang
dimaksud dalam penelitian ini bahwa setiap usaha inovasi kesehatan akan berhadapan dengan
serangkaian masalah sosial budaya. Masalah-masalah ini bukan hanya bersumber pada
kebudayaan dari kelompok khalayak sasaran program eliminasi malaria, tetapi juga pada
kebudayaan birokrasi dan keprofesionalan para tenaga kesehatan itu sendiri, sebagai konsekuensi
dijalankannya program eliminasi malaria pada suatu masyarakat. Masalah-masalah sosial budaya
sangat penting dalam merencanakan dan menjalankan program-program inovasi kesehatan.
Faktor kendala yang menjadi uraian dalam penelitian ini berdasarkan hasil pengamatan dan
wawancara serta jawaban responden melalui kuesioner antara lain sebagai berikut:
a).Mobilitas ketenagaan atau petugas kesehatan (nakes),
b).Sarana dan prasarana,
c).Biaya (dana) yang sangat terbatas dan tidak sesuai dengan kebutuhan program.
Masalah yang pertama terkait dengan sumberdaya tenaga kesehatan di masing-masing
kabupaten yang merupakan salah satu faktor penting bagi terlaksananya suatu program, karena
itu, program yang tidak didukung oleh sumberdaya yang memadai, otomatis program yang sudah
105
tersusun dan terencana tidak bisa efektif, efisien dan produktif jika sumberdaya tidak memiliki
kompetensi dan kualitas yang baik sebagai pelaksana program.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan (penentu kebijakan di Dinas
Kesehatan Kabupaten dapat dimaknai bahwa dari segi kuantitas atau jumlah tenaga kesehatan
yang dimiliki oleh masing-masing bidang atau seksi, untuk melaksanakan program eliminasi
malaria masih kurang mencukupi. Dengan kata lain kurangnya tenaga kesehatan untuk
menjalankan program ini belum dapat teratasi, terutama ketenagaan yang ditugaskan di beberapa
wilayah di Sulawesi Tengah, khususnya di Dinkes kab Bangkep dan Dinkes Touna.
Permasalahan utama yang ditemukan selain karena jumlah tenaga kesehatan yang tidak
mencukupi untuk ditempatkan di masing-masing Puskesmas, juga karena luasnya wilayah daerah
kepulauan yang sering menjadi kendala untuk menjangkau dengan transportasi darat dan laut,
terutama tenaga surveilans, tenaga penyuluh, dan tenaga yang bertugas menyalurkan bantuan
kelambu.
Selain itu, baik tenaga medis yang diangkat dengan jabatan PNS maupun non PNS,
pergerakan mobilitasnya sering berpindah tempat atau mutasi ke daerah lain, karena alasan :
1. Mengikuti suami yang bekerja di daerah lain,
2. Melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi S1
3. Pergeseran alih tugas olehpimpinan institusi dari program yang satu ke program lainnya
4. Rangkap jabatan.
Faktor-faktor kendala lainnya terkait dengan kelembagaan dan organisasi birokrasi
kesehatan, terutama tenaga kesehatan yang dinyatakan sebagai pegawai tetap/pegawai negeri
sipil (PNS), rata-rata mereka pernah mengikuti berbagai pelatihan pada tingkat program sesuai
bidangnya masing-masing, Keikutsertaan mereka dalam pelatihan untuk meningkatkan
pengetahuan mereka berkaitan dengan penerapan program kebijakan malaria oleh institusinya.
Namun, pergeseran tenaga kesehatantak dapat dihindari baik karena permintaan sendiri maupun
kebutuhan program, sehingga berpengaruh pada keberlanjutan program yang sudah ditetapkan
oleh institusinya. Fenomena ini terjadi pada dua wilayah penelitian, dimana masing-masing
pihak masih sangat membutuhkan tenaga mikroskop, tenaga analisis, butuh sarana dan prasarana
yang dapat menunjang kegiatan-kegiatan program seperti alat mikroskop dan alat laboraotorium
lainnya.
106
Masih ada pula tenaga kesehatan yang belum pernah mengkuti pelatihan khusus malaria,
maka tidak mustahil kalau diantara nakes, termasuk perawat dan bidan masih rendah
pengetahuannya tentang malaria, meskipun basisnya adalah kesehatan. Demikian juga
pengetahuan mereka mengenai malaria cukup baik, tetapi penerapannya apa yang mereka tahu
itu sangat kurang karena kurang proaktif mengsosialisasikan dalam bentuk penyuluhan kepada
masyarakat. Oleh karena itu perlu adanya standarisasi rekruitmen tenaga kesehatan yang
memiliki basic terkait dengan sakit dan penyakit.
Kendala lainnya adalah sikap dan perilaku tenaga kesehatan yang ditempatkan terutama
dalam memberikan pelayanan kesehatan di puskesmas.Pelayanan kesehatan yang menjadi utama
bagi masyarakat umumnya dan penderita khususnya, masih ada diantara nakes yang seharusnya
dalam memberikan pelayanan tepat waktu, namun pelayanan yang cepat dan tepat sering
dikeluhkan oleh pasien. Ungkapan salah satu peserta dalam kegiatan FGD mengungkapkan
perilaku nakes sebagai berikut:
“Sering tidak ditemukan dokter atau perawat yang bertugas di rumah sakit atauPuskesmas, sedangkan kami butuh pelayanan dan kadang pasien datang dibebankan tanggungjawabnya kepada perawat. disadari atau tidak itulah yang sering dikeluhkan oleh masyarakat,akhirnya semula diharapkan berobat ke dokter, terpaksa harus mencari obat ke apotik denganwarung dan biasa minum ramuan tradisional”.
Dalam hal ini masih banyak tenaga kesehatan di daerah belum menjalankan profesinya
secara maksimal. Perlunya pembinaan akan tugas dan tanggung jawab dan pemantaun terhadap
petugas kesehatan yang ditempatkan di rumah sakit, puskesmas dan poskesdes. Faktor
ketidakmampuan tenaga kesehatan yang di tempatkan di daerah terpencilseperti pada daerah –
daerah kepulauan, dapat mempengaruhi program percepatan eliminasi malaria. Kendala
lainnyaadalah penerapan program sering diiringi dengan bantuan dana atau biaya yang cukup
besar, meskipun orientasi penerapannya diprogramkan cukup besar, tetapi program itu sering
tidak berlanjut, karena dijadikan sebagai proyek, kalau dananya sudah tidak ada, proyek pun juga
berhenti. Sebagaimana diungkapkan oleh penentu kebijakan di Dinas Kesehatan Provinsi Bapak
MDE bahwa:
“ Bantuan hibah cukup banyak masuk ke Indonesia, dimulai tahun 2007 sampai sekarangini, bantuan mengalir terus bersumber dari APBN, APBD dan Global Fund, selain itu juga adabantuan berupa obat-obatan dan kelambu “.
107
Khusus bantuan dana bersumber APBD, menandai bahwa dukungan Pemda masing-
masing wilayah penelitian di Kabupaten Bangkep dan Kabupaten Tojo Una-Una untuk kegiatan
program malaria cukup besar, ditandai dengan dukungan pemerintah daerah dalam hal eliminasi
malaria. Namun demikian seiring dengan penurunan kasus malaria di wilayah Puskesmas Wakai,
berimbas pada penurunan anggaran untuk P2M, khususnya anggaran program malaria.
Sebagaimana diungkapkan oleh informan WHD (pengelola program) mengatakan bahwa:
“Sebelum Wakai masih tergolong endemik malaria sampai dengan 2013, bantuan danaAPBD dari pemerintah daerah cukup besar, mencapai sampai Rp.300 jutaan, tetapi setelahWakai dinyatakan bebas malaria, maka biaya program malaria terjadi penurunan,sumberdananya pun juga mulai berkurang, tahun 2016, mencapai di atas Rp.100 juta rupiah.Meskipun diharapkan sumber dana tidak berubah, karena pengusulan dinkes ke pemda masihtetap sama pengusulan sebelumnya, keberlanjutan kegiatan lain terkait malaria masihdilaksanakan scara rutin, termasuk monev tiap kegiatan pra dan pasca kebijakan.”.
Problem yang yang dirasakan oleh pengelola program P2M di Dinkes Kab Tojo Una- Una, juga
sama yang dirasakan pengelola P2M di Dinkes Kabupaten Bangkep, semula diharapkan usulan
dana bantuan pemda oleh dinkes tidak berubah dengan besaran dana yang diharapkan untuk
membiayai kegiatan penerapan eliminasi malaria sesuai peraturan Bupati agar penerapan
eliminasi malaria dapat terlaksana maksimal di kabupaten Bangkep. Oleh karena itu seiring
merosotnya bantuan Pemda anggaran untuk program P2M, khususnya program malaria.
Solusinya digagas oleh Puskesmas dalam program eliminasi malaria dengan memanfaatkan
Bantuan Operasional Puskesmas (BOK) yang bisa digunakan untuk kegiatan preventif dan
promotif. Bantuan tersebut diharapkan program malaria tetap berjalan, meskipun temuan kasus
malaria sudah menurun seperti di Wakai atau kasus temuan malaria masih perlu diprogramkan
keberlanjutannya seperti di Bulagi Bangkep.
Mengenai pemanfaatan sumber dana BOK Puskesmas, seperti yang diungkapkan kepala
Puskesmas Wakai, sebagai berikut:
“Seiring menurunnya bantuan Pemda untuk membiayai kegiatan program malaria diWakai, untuk keberlanjutan program karena masih banyak persoalan yang harus dituntaskan,meskipun temuan kasus malaria di Wakai sudah berstatus aman dari nyamuk malaria, tetapikegiatan program malaria harusnya tetap berjalan, karena masih ada yang perlu dibiayai,seperti kegiatan Promkes, dan kegiatan prevenntif lainnya, seperti lingkungan bersih dan sehat.Untuk membiayai kegiatan itu biasanya diambil dari dana BOK Puskesmas .”
Gagasan inovatif yang masih dalam proses penyusunan program untuk tahun 2017
sekaligus mengantisipasi kendala dalam kegiatan program malaria, maka diperlukan persiapan
108
yang matang secara profesional,seperti data kasus malaria tentang perkembangan dan perubahan
jumlah penderita malaria dalam wilayah kerja masing-masing puskesmas dan hal lain yang
terkait dengan eliminasi malaria.Kelengkapan atau kesempurnaan data yang layak untuk
dipresentasikan otomatis berpengaruh pada pandangan stakeholder.
D. Pendekatan Aspek Sosial Budaya Dalam Pengendalian Malaria
Aspek sosio budaya yang bersentuhan dengan penguatan kebijakan eliminasi malaria yang
dirangkum oleh tim peneliti dari hasil pengumpulan data baik di daerah Kabupaten Bangkep
maupun di Kabupaten Tojo Una-Una, adalah Perubahan yang dapat diukur dari implementasi
program eliminasi malaria di Kabupaten Bangkep berupa kognitif (pengetahuan dan
pemahaman) terhadap nilai-nilai atau norma-norma yang diberlakukan kepada masyarakat untuk
menanggulangi penularan malaria.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 110 responden, dirangkum oleh peneliti sesuai jawaban
responden tentang pengetahuan responden cara-cara penanggulangan malaria, seperti di wilayah
puskesmas Bulagi Kabupaten Bangkep, menunjukkan bahwa pada umumnya masyarakat tahu
dan pernah mendengar namanya malaria, mencapai (96.4%), informasi tersebut diperoleh dari
keluarga, tetangga, poster dan penyuluhan tenaga kesehatan di Posyandu. Sebaliknya hanya
(34,5%) responden yang menjawab bahwa penularan malaria terjadi melalui gigitan nyamuk. Ini
menandakanpengetahuan masyarakat terkait dengan sakit malaria akibat gigitan nyamuk dari
sesorang yang terindikasi malaria sangat rendah, begitupun pengetahuan repsonden terkait cara
penularan masih sangat rendah. Perlunya peningkatan pengetahuan masyarakat terhadap
penyebab dan cara penularan malaria di wilayah Puskesmas Bulagi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola program malaria di wilayah puskesmas Bulagi
bahwa upaya preventif masyarakat di Desa Bulagi sebelum dicanangkan program kelambunisasi,
boleh dikatakan sangat rendah. Masyarakat tidak terbiasa memakai kelambu pada waktu tidur.
Hasil wawanacara menunjukan rata-rata responden tidak mengetahui jenis penular nyamuk
malaria akan tetapi mereka telah mengenal gejala malaria seperti, demam, panas, menggigil,
sakit kepala, mual dan muntah. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengetahuan
masyarakat tentang malaria masih rendah. Namun disi lain umumnya mereka memiliki respon
positif terhadap gejala malaria sehingga memudahkan petugas melakukan tindakan pengobatan
(kuratif).
109
Hasil penelitian ini juga menunjukkan nampaknya bahwa bahwa masyarakat Bulagi sudah
memahami pentingnya berobat ke puskesmas. Perubahan pola pikir masyarakat ini berdasarkan
ungkapan – ungkapan beberapa peserta FGD, dimana selain ke puskesmas warga juga masih
memiliki kebiasaan membeli obat di warung untuk mengatisipasi awal penyakit mereka. Namun
lebih banyak warga mencari pengobatan ke puskesmas. Selain itu, faktor pola fikir masyarakat
yang belum mampu mengubah kebiasaan mereka secara budaya, karena kondisi sosial
ekonominya yang belum mapan, sehingga sering dihadapkan pada berbagai masalah dalam
mengatasi kesejahteraan kehidupan mereka sehari-hari, terutama untuk mencapai derajat
kesehatan yang optimal, maka tidak mengherankan prevalensi malaria di wilayah Puskesmas
Bulagi masih tinggi. Berikut ini faktor-faktor budaya yang dapat memberi penguatan kebijakan
eliminasi malaria adalah sebagai berikut:
a) Keberhasilan program eliminasi malaria, adalah mengubah pengetahuan dan kebiasaan
masyarakat menampung air hujan tanpa melakukan pembersihan kotoran yang ada dalam
penampungan air, karena dipandang air yang jarang dibersihkan itu menaikkan jumlah jentik-
jentik nyamuk. Meskipun dengan alasan bahwa mereka sangat sulit memperoleh air bersih
yang dapat dipakai untuk mandi, mencuci pakaian, dan memasak makanan dan minuman.
Untuk jelasnya sebagaimana hasil wawancara dengan informan Sekdes Desa Bulagi 1,
mengatakan:
“ Saya sudah puluhan tahun menetap di Bulagi, sebagai penduduk asli, bahwapermasalahan penduduk di sini dari dulu sampai sekarang ini yaitu sulitnya mendapatkan airbersih, pernah diusahakan cara membor air ke tanah, pakai DAP, hanya beberapa keluargayang berhasil, itupun tidak lama dipakai karena cepat rusak sedangkan bahan materialnyaharus dibeli di ibukota kabupaten. Jadi jangan heran kalau masyarakat di sini menampungair hujan, baik di fiber penampungan air maupun di baskom plastik yang mereka sediakanjika tiba-tiba turun hujan”.
Hasil wawancara dengan informan menekankan bahwa kesadaran masyarakat yang
menjadi faktor-faktor kendala dalam memperoleh dan memanfaatkan air bersih. Berhasil atau
gagalnya program eliminasi malaria tergantung pada tersedianya sarana air bersih yang dapat
mengubah kebiasaan dan perilaku warga ke arah yang menguntungkan kesehatan mereka.
b). Sikap masyarakat terhadap petugas kesehatan, bahwa makin besar jumlah tenaga kesehatan
makin luas jaringan saluran komunikasi dan informasi yang diterima oleh masyarakat, baik
melalui penyuluhan kelompok maupun komunikasi face to face, sehingga saluran informasi
110
semakin terbuka, dan akan semakin menambah pengetahuan masyarakat terhadap bahaya
malaria. Membangun komunikasi yang efektif melalui bina suasana lingkungan terhadap
tokoh-tokoh formal dan informal, maka akan lebih mudah memahami dan menjadi agen
menyebarluaskan informasi kasus-kasus malaria, hali ini dapat meringankan tugas-tugas kerja
petugas kesehatan dalam mengeliminasi malaria di wilayah kerjanya.
c). Memberdayakan masyarakat proses pembelajaran dan action (pelatihan dan penyuluhan)
sebagai salah satu pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat yang bepengaruh, baik tokoh
agama, tokoh adat, tokoh pemuda, dan organisasi kelembagaan desa, seperti PKK dan dasa
wisma, masih perlu dilakukakan secara terintegrasi dan terpadu. Oleh karena itu perlu
melibatkan mereka menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan program dalam eliminasi malaria.
Mereka sebagai inovator dan tanpa peranserta mereka sangat sulit menurunkan prevalensi
malaria. Salah satu aspek sosial budaya yang dapat memberi penguatan kebijakan malaria
adalah tokoh Agama, kepala desa, kepala dusun, kader, ibu PKK, pengobat tradisional dan
tokoh adat, masih merupakan tokoh berpengaruh di hormati, didengar oleh masyarakat
Bulagi dan Wakai. Hal ini dapat dimanfaatkan oleh penentu kebijakan di daerah dengan
memberdayakan tokoh-tokoh masyarakat dalam pemberantasan malaria.
Hasil wawancara dan pengamatan peneliti, bahwa upaya pemberdayaan masyarakat
belum berjalan secara maksimal dalam melibatkan tokoh-tokoh formal dan informal
khususnya untuk menurunkan kasus malaria, terutama memberi pemahaman kesadaran akan
kebersihan lingkungan yang dianggap sebagai salah satu faktor tempat bersarangnya nyamuk
malaria, kandang ternak babi, dan membersihkan fiber tempat penampungan air yang
dianggap intensitasnya masih kurang. Nampak bahwa upaya pengendalian malaria masih
terfokus pada tindakan pemeriksaan sediaan darah dan pengobatan pasien, sedangkan
tindakan pemberantasan vektor malaria masih jarang dilakukan oleh msyarakat.
d).Perubahan Perilaku Masyarakat
Kondisi sosiobudaya suatu masyarakat beragam dan bervariasi dalam menanggapi
suatu program kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah, termasuk didalamnya
Peraturan bupati tentang eliminasi malaria.Untuk mengubah perilaku dan kebiasaan mereka
terhadap kasus-kasus malaria, maka tenaga kesehatan semestinya intensitas harus lebih
gencar melakukan sosialisasi atau penyuluhan dengan melakukan komunikasi budaya,secara
face to face saat pasien berkunjung ke fasiliats kesehatan. Menjelaskan tentang penularan,
111
penyebab dan bahaya yang akan ditimbulkan bila digigit nyamuk malaria, terutama pada ibu
hamil dan yang memiliki anak balita. Hasil FGD menunjukan masyarakat masih jarang
diberi pemahaman oleh petugas kesehatan terkait penyakit yang mereka rasakan, warga
menginginkan penjelasan dari petugas kesehatan saat diberi pengobatan agar tahu cara
merawat dan melindungi diri dari bahaya penyakit. Pemahaman dan penjelasan terkait
malaria yang sesuai keinginan dan kebutuhan warga, maka dengan senang hati mereka
akan menerimanya dan mempraktekkannya, karena terkait manfaat yang dapat
menyelamatkan mereka dari gigitan nyamuk malaria. Sebagai contoh, pembagian
kelambunisasi merupakan kebutuhan utama dalam situasi di mana masyarakat tidak mampu
menyediakan kelambu.
Salah satu aspek budaya yang dapat memberi penguatan kebijakan dalam pengendalian
malaria adalah tingkat kepercayaan masyarakat Bulagi dan Wakai terhadap penggunaan kelambu
masih cukup tinggi, dimana kelambudianggap sebagai bahan pelindung diri dari gigitan
nyamuk, namun karena keterbatasan dana oleh dinas kesehatan dan bantuan dari global fund
semakin berkurang, sehingga pembagian kelambu telah dibatasi penggunaanya hanya untuk ibu
hamil dan yang memiliki anak balita. Selain itu kepercayaan masyarakat terhadap petugas
kesehatan dalam mengobati penyakit masih cukup tinggi namun semua terhalang oleh jarak dan
biayamasyarakat seperti sarana transportasi umum untuk ke fasilitas kesehatan belum
ada,khususnya warga yang tinggal di wilayah puskesmas Bulagi. Sehingga untuk mengantisipasi
gejala-gejala penyakit yang dirasakan, di awali dengan pengobatan sendiri dengan membeli obat
warung dan minum ramuan tradisional. Informasi ini di dapatkan saat kegiatan FGD dan
wawancara mendalam.
Penekanan perubahan perilaku sadar yang menguntungkan kesehatan, merupakan salah
satu yang dapat mendukung penguatan kebijakan eliminasi malaria, nampak pada gejala
perubahan kognitif, nilai kepercayaan terhadap bahaya malaria, menempatkan penyakit itu pada
tingkat proritas yang sangat dibutuhkan untuk melakukan pengobatan secara medis modern,
meskipun masih ada diantara masyarakat mengunakan cara-cara medis tradisional melalui
penyembuhan dukun atau obat-obat ramuan yang diolah sendiri. Demikian juga kebiasaan
mereka membeli obat di warung atau apotik tanpa melakukan pemeriksaan secara medis. Secara
sadar perilaku mereka itu tidak menguntungkan bagi keberlanjutan penyembuhan penyakitnya,
112
karena plasmodium di dalam tubuh seseorang belum tentu hilang dan menunjukkan tanda-tanda
kesembuhan.
Penekanan pendekatan antar sektoral merupakan upaya untuk mendukung pencapaian
program dalam bentuk kerjasama program sebagai proses advokasi pada pihak terkait untuk
menyusun program eliminasi yang berkelanjuutan. Program yang tersusun itu masih perlu
adanya pertemuan koordinasi yang diikuti oleh pelaksana program integrasi, seperti BAPPEDA
untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan program integrasi berdasarkan tinjauan dan aktitivitas
masing-masing. Dinas Pendidikan juga bertanggung jawab dalam menyebarluaskan penyakit
malaria melalui materi muatan lokal di sekolah dalam wilayah masing-masing. Demikian juga
dinas pertanian terkait dengan lahan pertanian yang tidur dibiarkan kosong untuk tidak ditanami
atau digarap lagi, dinas lingkungan terkait dengan pemberantasan tempat yang menjadi sarang
nyamuk, dan beberapa dinas lainnya yang menjadi stakeholder disepakati oleh pemda. Namun,
dalam kenyatannya kolaborasi antara dinas kesehatan dengan instansi terkait belum
membuahkan hasil yang maksimal, karena masing-masing stakeholder masih menjalankan
programnya masing-masing.
Berbagai masalah dan aspek-aspeknya dari setiap faktor yang mempengaruhi kebijakan
eliminasi malaria yang sudah diuraikan sebelumnya, semuanya bersumber dari lingkungan
ekologis dan sistembudaya masyarakat setempat (kepercayaan, persepsi, nilai dan norma). Selain
itu, keberhasilan dan kelancaran implementasi kebijakan eliminasi malaria banyak juga
ditentukan oleh kesadaran para perencana dan pelaksana program, terutama hambatan-hambatan
dalam pendanaan, tenaga teknis dan skill, pindah tugas dan jabatan rangkap, serta sarana dan
prasarana seperti peralatan mikroskop, obat-obatan dan kondisi listrik yang kurang mendukung
pada jam kerja di Puskesmas (kasus di Bulagi, Bangkep). Namun demikian, di sisi lain seperti
halnya di Wakai Kabupaten Touna, pelaksanaan program eliminasi malaria terarah kepada
menciptakan perubahan perilaku, usaha-usaha teknis untuk menurunkan prevalensi malaria
dengan gerakan serentak pemeriksaan sendiaan darah, dan gerakan pengobatan secara tuntas,
terutama warga desa positif malaria. Untuk jelasnya deskripsi mengenai pengetahuan, sikap dan
perilaku masyarakat di Wakai, dapat dilihat uraian-uraian di bawah ini.
Berdasarkan hasil wawancara nampak bahwa pengetahuan responden terkait malaria di
wilayah puskesmas Wakai cukup baik, pada umumnya masyarakat tahu dan pernah mendengar
malaria, sebanyak (94.5%), diperoleh dari keluarga, tetangga, poster dan penyuluhan tenaga
113
kesehatan di Posyandu. Cara penularan malaria melalui gigitan nyamuk, mencapai (43.6%),
tempat nyamuk berkembang biak (99.1%). dan gejalanya (70.9%). Ini berarti pengetahuan
masyarakat terhadap bahaya penularan malaria akibat gigitan nyamuk dari seseorang yang
terindikasi malaria, tempat dan gejalanya cukup baik.
Upaya preventif agar tidak tertular malaria dengan memasang kasa, obat nyamuk, dan
kelambu, diperoleh jawaban responden mencapai (92.7%) ini menandakan kesadaran dan
pengetahuan terhadap pencegahan malaria dianggap berhasil. Dengan kata lain, mereka sudah
terbiasa memakai kelambu pada waktu tidur pra program kelambunisasai, terutama dikalangan
keluarga pendatang (Bugis, Gorontalo, Jawa, Mandar). Pengetahuan responden masih sangat
rendah ketika di tanyakan terkait pengetahuan mereka tentang jenis nyamuk penular malaria,
pada umumnya mereka menjawab tidak tahu (85.5%), tetapi gejala malaria seperti, demam,
panas, menggigil, sakit kepala, mual dan muntah, diperoleh jawaban hasilnya mencapai (43.6%).
Perlunya penyuluhan untuk peningkatan pengetahuan terkait jenis nyamuk dan cara penularan
nyamuk malaria ke manusia.
Mengenai pencegahan penanggulangan malaria dan pengobatannya mencapai (56.4%),
dan menyatakan bahwa obat yang diberikan oleh petugas kesehatan di Puskesmas, diminum
sampai habis mencapai (54.5%). Selain itu, perilaku baik yang dapat menguntungkan kesehatan
responden adalah jika terinfeksi malaria dan mengetahui gejalanya, rata-rata mereka segera ke
Puskesmas untuk berobat, begitupun jika diberi obat malaria oleh petugas kesehatan, obat
tersebut akan diminum sampai habis.
Dari hasil penelitian menunjukkan pula aspek sosial budaya yang dapat mendukung
kebijakan program dalam pengendalian malaria baik di kabupaten Banggai Kepulauan maupun
Kabupaten Tojo Una-Una adalah, kegiatan lomba desa dengan indikatornya adalah kesehatan
masyarakat dan sanitasi lingkungan. Kegiatan-kegiatanprogram desa bersama tokoh-tokoh
masyarakat menggerakkan warganya untuk bersih-bersih lingkungan, hal ini cukup membantu
program dalam pengendalian malaria. Begitupun sebaliknya kebijakan program seperti
pembagian kelambunisasi dan penyuluhan terpadu, meskipun tidak merata pada seluruh
masyarakat endemis malaria, cukup mengubah pola pikir masyarakat untuk berperilaku postif
dalam melindungi diri dan keluarganya dari bahaya malaria. Dari hasil penelitian tak nampak
budaya lokal masyarakat yang secara spesifik dalam rangka membantu program dalam
pengendalian malaria. Saat ini sangat diperlukan adalah peningkatan pengetahuan, perilaku
114
positif masyarakat dan perlunya mendapatkan dukungan sosial dari tokoh-tokoh masyarakat.
Nampak dari kedua daerah penelitian keterlibatan tokoh-tokoh masyarakat masih cukup
memberikan pengaruh, mereka cukup dihormati, dan didengar oleh masyarakat. Yang perlu
ditingkatkan adalah membangun kerjasama dengan tomas, dengan komunikasi yang baik. Hal ini
terbukti di wilayah puskesmas Wakai Kabupaten Tojo Una-Una, dimana peran tokoh-tokoh
masyarakat cukup membantu program dinas kesehatan dalam menurunkan angka kesakitan
malaria.
Dari analisis diatas dapat disimpulkan terkait aspek sosial budaya masyarakat yang dapat
mendukung kebijakan program dalam pengendalian malaria diwilayah puskesmas Bulagi Kab
Banggai Kepulauan dan wilayah PKM Wakai Kabupaten Tojo Una-Una sebagai berikut :
Tabel 11
Aspek Sosial Budaya Masyarakat Yang Mendukung - Menghambat Pengendalian
Malaria
PENDUKUNG PENGHAMBAT
1. Kepercayaan masyarakat terhadap petugaskesehatan dalam mengobati penyakitmasih cukup tinggi
2. Tokoh Agama, kepala desa, kepaladusun,ibu PKK, pengobat tradisional dantokoh adat = tokoh berpengaruh yang dihormati, cukup didengar olehmsyarakat.Hal ini dapat dimanfaatkan olehpenentu kebijakan di daerah dalamkegiatan-kegiatan program pengendalianmalaria.
3. Pengetahuan dan perilaku masyarakat diBulagi dan Wakai sangat baik terkaitpenggunaan kelambu. Kelambu dipercayasebagai alat untuk melindungi diri darigigitan nyamuk. Tradisi yang perludikembangkan
1. Faktor biaya (ekonomi) dan jarak kefasilitas kesehatan yang memungkinkanmasyarakat masih memiliki kebiasaanmengobati diri sendiri denganmengkonsumsi obat warung, tradisional.
2. Masih kurangnya kerjasama danketerlibatan tokoh-tokoh informal dalamkegiatan pengendalian malaria. Selama inimereka banyak terlibat pada kegiatan-kegiatan desa/kecamatan. Khususnya diWil Puskesmas Bulagi Kab Bangkep
3. Pembagian kelambunisasi mulaidibatasioleh petugas kesehatan, hanyadiperuntukkan pada daerah endemismalaria, khususnya ibu hamil dan yangmemiliki anak balita. Salah satu faktoryang mempengaruhi keterbatasanpembagian kelambu adalah kurangnyadana dan bantuan global fund semakinberkurang.
115
4. Kegiatan Lomba antar desa dan kecamatanmerupakan tradisi setiap tahun di KabBanggai Kepulauan, dengan indikatorkesehatan masyarakat dan sanitasilingkungan
5. Deklarasi bebas malaria oleh tokoh-tokohmasyarakat di wilayah puskesmas Wakaisebagai bentuk dukungan sosial ( SocialSuport)
4. 4. –
5. Masih ada masyarakat yang kurangberpartisipasi dn dana terbatas.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
116
1. Pemahaman implementasi kebijakan eliminasi malaria, baik di kabupaten Banggai Kepulauan,
maupun di kabupaten Tojo Una-Una, berdasarkan SK Menkes, No. 293 tahun 2009, ditindaklanjuti
Peraturan Bupati, No. 24 tahun 2011, pada Dinas Kesehatan tingkat provinsi dan Dinas Kesehatan
tingkat kabupaten sudah berjalan dengan baik, namun pada tingkat lintas sektoral (SKPD) belum
memahami kebijakan tersebut secara operasional, sehingga kerjasama dan kemitraan antara pelaksana
(stakeholder) belum menunjukkan kegiatan program yang signifikan dalam penerapan kebijakan
eliminasi malaria, Hal ini memungkinkan masih ditemukannya kasus malaria di beberapa wilayah di
Provinsi Sulawesi Tengah Khususnya di daerah Kepulauan seperti Kabupaten Banggai Kepulauan.
Salah satu kendala sehingga kebijakan-kebijakan program belum terlaksana sesuai dengan perbu dan
pergub adalah faktor dana yang masih sangat terbatas.
2. Sejak diterbitkan Peraturan Bupati (Perbu) No. 14 tahun 2015, di Kabupaten Tojo Una-Una. kegiatan
masing-masing SKPD telah berjalan sesuai dengan kesepakatan bersama untuk mendukung program
eliminasi malaria, meskipun tidak dalam bentuk program khusus untuk eliminasi malaria. Selain
didukung oleh Perbu Tojo Una-Una, SKPD dan stakeholder, kegiatan eliminasi malaria didukung juga
oleh tenaga-tenaga kesehatan di tingkat kecamatan (Puskesmas) dan kader PKK, Posyandu, Kader
Posmades dan pelaksana gebrak malaria di tinggkat desa, serta deklarasi kepala desa Wakai tahun
2015, yang didukung oleh seluruh anggota masyarakat untuk tetap mempertahankan hasil yang telah
dicapai selama ini, sehingga malaria dapat diturunkan hingga 0 %. Seperti di wilayah Puskesmas
Wakai.
3. Hasil wawancara responden menunjukkan pengetahuan masyarakat mengenai gejala malaria dan
perilaku pencarian pengobatan jika sakit malaria menunjukan pengetahuan dan perilaku baik, namun
responden di kedua wilayah ini belum mengetahui penyebab dan cara penularan malaria. Responden
mencari penyembuh ke Puskesmas mencapai 56.4% untuk Bulagi Kabupaten Bangkep, dan 92.7%
untuk Wakai, Kabupaten Tojo Una-Una. Presentase yang dicapai (56.4%) program eliminasi malaria
belum menunjukkan tanda-tanda keberhasilan yang maksimal, sedangkan pencapaian (92.7%)
eliminasi malaria di Wakai, Kecamatan Una-Una, Kabupaten Touna, menunjukkan suatu keberhasilan
yang signifikan.
4. Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam penerapan kebijakan eliminasi malaria di Kabupaten
Bangkep, adalah faktor dana yang sangat terbatas, jarak antar desa, dan kurangnya tenaga
laboratorium, khusus menangani pemeriksaan sediaan darah penderita malaria, dan tidak didukung
oleh sarana lainnya seperti lampu listrik saat pemeriksaan slide malaria, yang memungkinkan hasil
sediaan darah patut di cros-chek kembali, begitupun masih kurangnya tenaga ahli yang menguasai
117
teknologi informasi (IT), serta seringnya terlambat diterima obat-obat malaria. Demikian juga yang
berlaku di Wakai Kabupaten Bangkep.
5. Penguatan kebijakan dalam pengendalian malaria melalui pendekatan aspek sosiobudaya, adalah
masih tinggi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap tokoh-tokoh masyarakat, sebagai tokoh yang
berpengaruh, hal ini dapat dimanfaatkan oleh penentu kebijakan malaria dalam rangka eliminasi
malaria. Kepercayaan masyarakat terhadap penggunaan kelambu cukup tinggi, namun kendalanya
adalah terbatasnya pembagian kelambu oleh petugas kesehatan setempat. Kepercayaan masyarakat
terhadap petugas kesehatan dalam mengobati penyakit cukup baik, namun karena faktor biaya dan
jarak ke fasilitas kesehatan dari pemukiman warga cukup jauh, sehingga masyarakat masih memiliki
kebiasaan mengobati diri sendiri dengan minum obat warung.
B. Saran
1. Untuk mencapai suatu hasil yang maksimal terkait dengan upaya pengendalian malaria, baik di
Kabupaten Banggai Kepulauan maupun di Kabupaten Tojo Una-Una, seharusnya melibatkan SKPD
terkait dan lintas program, dilakukan secara komprehensif dan terintegrasi. Komitmen pemerintah
daerah dalam mendukung eliminasi malaria dengan diterbitkannya peraturan bupati, seharusnya mulai
perencanaan, pengganggaran perlu diaplikasikan ke masyarakat sesuai kebutuhan pembangunan,
sehingga target pencapaian bagi daerah yang belum mampu menurunkan prevalensi malaria
termotivasi untuk mentuntaskan malaria di daerahnya. Selain itu, jumlah tenaga kesehatan yang masih
terbatas, terutama tenaga laboratorium dan penguasaan teknologi informasi, dengan mengangkat
tenaga kesehatan sesuai kebutuhan daerah serta menyiapkan sumber daya yang handal dan
menyertakan mereka dalam berbagai pelatihan, terutama tenaga mikroskopis
2. Bantuan pendanaan untuk program eliminasi malaria di Wakai, kecamatan Una-Una Kabupaten Touna,
perlu ditingkatkan jumlah rupiahnya, meskipun kasus malaria sudah menurun ke 0 %, dengan maksud
untuk mempertahankan kegiatan eliminasi malaria mencapai tahun 2020. Oleh karena itu, pemerintah
pusat perlu mempertimbangkan untuk pembiayaan eliminasi malaria, baik yang sementara masih
tinggi kasus malarianya seperti di Banggai Kepulauan maupun yang sudah menurun seperti di Wakai
kecamatan Una-Una Kabupaten Touna.
3. Bagi daerah tingkat prevalensi malaria sudah menurun 0% perlu dipertahankan kembali dengan
membentuk Tim Pokja Gebrek Malaria, mengaktifkan Pos Malaria Desa (Posmades) Sedangkan
daerah yang masih tinggi kasus malarian, perlu mengaktifkan kembali jejaring kerjasama antar
lintas`sektoral dan lintas program secara terkoordinasi dan terintegrasi secara holistik.
4. Masih perlu pendekatan ke masyarakat melalui promosi kesehatan di wilayah Kabupaten Banggai
Kepulauan dan Kabupaten Tojo Una-Una yaitu dengan tujuan menggerakkan masyarakat ( community
118
action), untuk menuju ke arah hidup sehat terbebas dari malaria, masyarakat perlu dibekali dengan
pengetahuan dan ketrampilan terkait malaria.Pihak pemberi pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
poskesdes tidak hanya memberikan pelayanan (health provider), tetapi juga bisa membangkitkan
peran serta aktif masyarakat dan melibatkan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatannnya, khususnya cara mencegah malaria.
DAFTAR PUSTAKA
119
1. Departemen Kesehatan Repulik Indonesia. 2010. Rencana Strategis Kementerian KesehatanTahun 2010-2014, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK03.01/60/1/201, Jakarta. Dikutip dalam tulisan Betty Roosihermiatie dkk. AnalisisImplementasi Kebijakan Eliminasi Malaria Di Provinsi Bali. Buletin Penelitian SistemKesehatan.Vol 15 No 2. Hal-144. 2012.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan indonesia. Jakarta: KemenkesRI. 2011.
3. Infodatin. Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. Situasi Malaria Di Indoensia. Jakarta.2014
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 293/ Menkes/SK/IV/2009, Pedoman Eliminasi Malariadi Indonesia. Dalam tulisan Helper Sahat P Manalu dkk. Pengetahuan , Sikap dan PerilakuTerhadap Malaria Di kota Batam. Media Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan. VolumeXXI, No, 2. Hal-47.2011
5. Kebutuhan dasar kesehatan masyarakat di pulau kecil, studi kasus dipulau Gangga Keclikupang barat, Kab Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Buletin Penelitian SistemKesehatan Vol-16,no-2, April 177-2013.
6. Buku Saku Menuju eliminasi Malaria, Ditjen P2PL, Tinjauan Pustaka.http://www/pppl.depkes.go.id/ buku_saku_eliminasi_malaria.pdf.2013. (akses 23 Agustus2016)
7. Malaria Pembunuh Terbesar Sepanjang Abad/Penyakit Menular : Erni Ml,Ndoen.(https://kesehatanlingkungan.wordpress.com/penyakit-menular/malaria-pembunuh-terbesar-sepanjang-abad) . Akses tanggal 22 November 2016.
8. Felix Kasim & Immanuel Indra Pratama.Manajemen Penanggulangan Malaria Di KabupatenSumba Timur.Ilmu Kesehatan Masyarakat. Fakultas Kedokteran Universutas KristenMaranatha. Surabaya.2011.
9.Betty Roosihermiatie & Rukmini. Analisis Implementasi Kebijakan Eliminasi Malaria DiProvinsi Bali. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol-15. No.2 April 2012 :143-153.
10. Purwitayana.Faktor-Faktor Determinan Yang Mempengaruhi Implementasi Program JaminanKesehatan Bali Mandara RSUD Wagaya Denpasar. Jurnal kebijakan dan Manajemen Publik.Vol 1.No-1. 2013.
11. Apriyanto,et,ol.Implementasi Kebijakan Subsidi Pelayanan Kesehatan Dasar TerhadapPelayanan Puskesmas Di Kota Singkawang. Dalam Jurnal Kebijakan KesehatanIndonesia.Vol-02. No 4. Desember .180-188.2013
12. Tini Rini Puji Lestari.Pengendalian Malaria Dalam Upaya Percepatan Pencapaian TargetMillenium Devolopment Goalas (MDGs). Pusat Pengkajian Pengolahan Data dan InformasiSekjen DPR.RI. Jakarta. 2011
13. Edwards III & George. Implementating Public Policy. Congressional Quarterly Press,Washington. 1980.
14. Subarsono :Analisis Kebijakan Publik. Konsep. Teori dan Aplikasi. PustakaPelajar.Yogyakarta. hlm - 3,5,19,88,89,91,92,99. 2013
15. Irfan&Islamy. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.1997.
16. Dunn,N, William. Analisis Kebijakan publik, Judul asli , Public Policy Analysis : AnIntruduction. Penerjamah . Samudra Wibawa, dkk. Gajah Mada Universty Press.Yogyakarta.2013.
17. Hanum Marimbi. Sosiologi dan Antropologi Kesehatan.Penerbit Nuha Medika. Yogyakarta.2009.
120
18. Siti Rohmi : 2013.http://sitirohmie.blogspot.co.id/2013/04/pengaruh-sosial-budaya.html(akses tanggal 23 Oktober 2015).
19. http:www.pustaka.ot.ac.id/pdf penelitian. Pendekatan sosial budaya/ akses tanggal 26Oktober 2015).
20. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan, 2015.21. Kabupaten Banggai Kepulauan :
(https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Banggai_Kepulauan). Akses Tanggan 20 Mei2016
22. Kabupaten Tojo Una-Una : http.//id.wikipedia.org/wiki/ ampana_tojo-Una-una) Aksestanggal 13 Juli 2016.
23. Hasel, Nogi, 2003.Kebijakan Publik Yang Membumi. Cetakan Pertama, Lukman . Offset,Yokyakarta.hlm:17.
24. Winarno, Budi. Kebijakan Publik, Teori dan Proses. Cetakan Pertama, Media Prossiodo,Yokyakarta.hlm: 144 - 2007.
25. Keiban. Enam Dimensi Strategis Administrasi Negara, Konsep,Teori, dan Isu. Gava Media.Jakarta.55: 2004.
26. Abd Wahab : Perumusan Kebijakan Negara. Grafindo Persada, Jakarta. 1990:29
27. Ikrayam Baba,Suharyo dkk. Studi Kasus Yang mempengaruhi Kejadian Malaria di WilPKM Hmadi Kota JayaPura : https.//ore.oc.Uk/dowlond/pdf/11766065.pdf).Akses tanggal13 September 2016.
UCAPAN TERIMAKASIH
121
Pada Kesempatan ini penyusun mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Kepala
Balai Penelitian dan Pengembangan Penyakit Bersumber Binatang (Litbang P2B2) Donggala ,
atas izin dan dukungan pembiayaan, sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Terima kasih
kami ucapkan kepada Ketua Komisi Etik Badan Litbang Kesehatan, Ketua PPI Pusat
Teknologi Intervensi Kesehatan Masyarakat dan Tim reviewer PPI atas segala masukkan,
saran dan bimbingan dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih pula kami ucapkan
kepada Kepala Dinas kesehatan Kabupaten Banggai Kepulauan dan Kabupaten Tojo Una-Una
yang turut memberikan informasi terkait penelitian ini, begitu pula kepada teman-teman tim
peneliti yang turut memberikan sumbangsih membantu dalam penyusunan laporan ini.
Terimakasih kami ucapkan kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu
yang telah membantu terlaksananya penelitian ini sampai selesai.
Donggala, Desember 2016Ketua Pelaksana
NINGSI S. Sos.M.SiNIP. 197503122003122002
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Foto Kegiatan Penelitian
122
1. Kegiatan FGD ( focus Group Discusion)
123
124
2. Kegiatan Wawancara
125
126
127
128
Lampiran 2 : . Panduan Wawancara Mendalam Untuk Stakeholder Terkait Malaria
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN KESEHATAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAMKEBIJAKAN PENGENDALIAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT
1. Nama lengkap pewawancara : _________________________________
A. KARAKTERISTIK INFORMAN
6. No Urut Informan :7. Nama Informan : ____________________________________8. Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan9. Umur : ___________tahun10. Pendidikan Terakhir : ___________sebutkan11. Pekerjaan Informan : ___________tahun12. Status Informan (Lingkari salah
satu pilihan yang tersedia): a. Tokoh Masyarakat
b. Kader Kesehatanc. Penderita / Keluarga Penderitad. Keluarga tanpa penderita
B. PELAKSANAAN PROGRAM PENGENDALIAN VEKTOR & RESERVOIR PENYAKIT DIMASYARAKAT1. Dalam 1 tahun terakhir ini apakah di wilayah tempat tinggal Bapak/Ibu pernah ada
warga yang sakit malaria? (Probing: Jelaskan kapan peristiwa itu terjadi, berapaorang jumlah penderita dalam 1 tahun terakhir; Bagaimana kondisi penderitatersebut)
INFORMAN :TOKOH MASYARAKAT, KADER, WARGA
129
2. Apakah kejadian penyakit malaria di wilayah tempat tinggal Bapak/Ibu merupakankasus baru atau kasus yang seringterjadi? (Probing: Jelaskan bagaimana kasustersebut ditemukan dan apa yang diduga menjadi penyebabnya)
3. Bagaimana tanggapan masyarakat di wilayah tempat tinggal Bapak/Ibu terhadapadanya kasus malaria di wilayah ini? (Probing: Apakah kasus malaria dianggapsebagai masalah kesehatan di wilayah setempat; Bagaimana masyarakat setempatmelakukan tindakan penanggulangannya)
4. Bagaimana masyarakat di wilayah Bapak/Ibu selama ini melakukan tindakanpengobatan malaria ? (Probing: a. Jelaskan bentuk tindakan pengobatan, b.Jelaskan bagaimana tingkat keberhasilan kegiatan tersebut untuk kesembuhanpenderita; c. Apakah ada tindakan pengobatan yang bersifat budaya lokalspesifik/tradisional, jika ada tolong dijelaskan dengan ringkas; d. Bagaimana tingkatkeberhasilan metode tradisional/budaya lokal untuk kesembuhan penderita)
5. Bagaimana masyarakat di wilayah Bapak/Ibu selama ini melakukan tindakan untukmencegah penularan malaria ? (Probing: a. Jelaskan bentuk tindakan yangdilakukan, b. Jelaskan bagaimana efektivitas kegiatan tersebut, c. Apakah adatindakan pencegahan yang bersifat budaya lokalnspesifik/tradisional, jika ada tolongdijelaskan dengan ringkas, d. Bagaimana keberhasilan kegiatan tersebut untukmencegah penularan penyakit di wilayah setempat)
6. Apa saja tindakan yang dilakukan masyarakat di wilayah ini untuk mengurangi ataumengendalikan jumlah nyamuk dan jentik nyamuk? (Probing: Jelaskan bentukkegiatan pengendaliannya; Apakah ada kegiatan pengendalian vektor yang bersifatbudaya lokal spesifik/tradisional, jika ada jelaskan dengan ringkas; Jelaskan tingkatkeberhasilan kegiatan tersebut dalam mengurangi jumlah nyamuk dan jentiknyamuk)
7. Menurut Bapak/Ibu, apakah saat ini Pemerintah Daerah telah mempunyai aturanatau kebijakan tentang upaya penanggulangan malaria ? (Probing: jika Ya, apabentuk peraturan tersebut apakah bentuk Perda, peraturan bupati/walikota, SKBupati dll; bila “TIDAK” berikan ulasan apakah aturan/kebijakan tersebut diperlukandi wilayah setempat atau tidak; Apakah ada aturan atau kebijakan tentangpengendalian nyamuk vektor.)
8. Langkah-langkah kongkrit apa sajakah yang akan Bapak/Ibu lakukan sebagai wargamasyarakat untuk meningkatkan keberhasilan program pemberantasan malaria diwilayah tempat tinggal Bapak/Ibu?
9. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang dukungan dan peran serta masyarakat diwilayah Bapak/Ibu untuk pelaksanaan program penanggulangan malaria selamaini? (Probing: Sebutkan dan jelaskan bentuk dukungannya tersebut secara ringkasbaik dari sisi tindakan pengobatan, penyakit dan pengendalian nyamuk; MenurutBapak/Ibu apakah dukungan dan peran serta masyarakat sudah optimal ataubelum)
130
10. Bagaimana kendala dan hambatan dalam keterlibatan dan dukungan masyarakatuntuk upaya penanggulangan malaria ? (Probing: Sebutkan dan jelaskan bentukkendala dan hambatan secara ringkas baik dari tindakan pengobatan, pencegahanpenyakit dan pengendalian nyamuk; Jelaskan apa yang Bapak/Ibu harapkan darimasyarakat lebih lanjut untuk upaya penanggulangan malaria)
11. Apakah semua kegiatan yang menyangkut penanggulangan malaria daripemerintah daerah telah disosialisasikan terlebih dahulu kepada Bapak/Ibu danmasyarakat pada umumnya ? Bagaimana sosialisasi tersebut dilakukan? (Probing:Berikan penjelasan bentuk & media sosialisasinya, berapa kali sosialisasidilakukan, siapa yang memberikan dan kejelasan materi sosialisasi)
12. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu tentang kemampuan tenaga pelaksana programpenanggulangan malaria di Dinas Kesehatan / Puskesmas saat ini ? (Probing: Beripenjelasan terkait kecukupun tenaga, keahlian yang dimiliki, serta kemampuankerjanya secara umum?)
131
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIABADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAMKEBIJAKAN PENGUATAN MALARIA
KARAKTERISTIK PENGUMPUL DATA
Nama lengkap pewawancara : _________________________________
Tanggal mulai pengumpulan data : / / (tgl/bln/thn)
KARAKTERISTIK INFORMAN
1 No Urut Informan :2 Nama Informan : ____________________________________3 Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan4 Umur : ___________tahun5 Pendidikan Terakhir : ___________sebutkan6 Jabatan7 Masa kerja dalam jabatan terakhir : ___________tahun8 Pelatihan yang pernah diikuti terkait
jabatan terakhir (sebutkan namapelatihan tsb dan jelaskan pulatahun kegiatannya)
: e. Tokoh Masyarakatf. Kader Kesehatang. Penderita / Keluarga Penderitah. Keluarga tanpa penderita
A. KEBIJAKAN DALAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA
1. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu terkait kasus-kasus penyakit malaria yang selama initerjadi di wilayah kerja Bp/Ibu? (Probing : bagaimana penyebarannya dan apakah adaindikasi kearah KLB?)
2. Apakah ada Peraturan Daerah dan ataupun Peraturan Bupati yang diterbitkan tentangupaya pengendalian vector dan reservoir penyakit atau penatalaksanaan penyakitbersumber binatang dan atau sejenisnya yang menjadi dasar pelaksanaan kegiatan?(Probing: Bila “YA” sebutkan dan bila “TIDAK” berikan ulasan apakah aturan/regulasitersebut diperlukan)
INFORMAN :Kepala Seksi P2B2
Tenaga Pelaksana P2B2 Puskesmas
132
3. Apakah ada kebijakan khusus dan spesifik yang dibuat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten(dalam bentuk SK, Juklak/Juknis dan atau sejenisnya) dalam rangka penanggulanganpenyakit tular vector dan reservoir di wilayah kerja Bp/Ibu? (Probing: bila “ADA”sebutkan dan jelaskan kebijakan khusus tersebut dan bila “TIDAK” sebutkan danjelaskan kebijakan apa yang dipakai sebagai landasan kerja pelaksanaan programpenanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir selama ini)
4. Menurut Bp/Ibu, apakah berbagai turunan kebijakan (juklak, juknis, SOP dll) terkaitpenanggulangan penyakit tular vektor & reservoir yang ada saat ini sudah memenuhikeinginan, kebutuhan, tuntutan dan harapan Bp/Ibu sebagai penanggungjawab/pelaksana program? (Probing: mengapa berpendapat demikian!)
B. PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA
1. Apa saja kegiatan-kegiatan yang Bp/Ibu sudah lakukan selama ini dalam rangkapenanggulangan malaria? (Probing: kegiatan tersebut berdasarkan pedoman dariKemenkes atau pedoman yang disusun oleh Dinas Kesehatan yang disesuaikan dengankondisi wilayah setempat).
2. Bagaimana selama ini kegiatan penemuan kasus malaria dilakukan? (Probing: ACDbagaimana, PCD bagaimana dan mana diantara keduanya yang dapat dikatakanberhasil?)
3. Menurut Bp/Ibu, bagaimana selama ini standar pengobatan malaria diberlakukan diwilayah ini? (Probing: apa saja paket-paket pengobatan yang diberikan kepadapenderita yang sesuai dengan kondisinya?)
4. Bagaimana selama ini kegiatan surveilans malaria dilakukan, baik untuk surveilans kasusmaupun surveilans vector (malaria)? (Probing: bagaimana system pencatatan,pengumpulan data, pengolahan, penyajian dan pelaporan, serta keberadaan bukti fisiklaporan surveilans (dengan observasi)
5. Sejauh mana hasil surveilans dimanfaatkan dalam mendukung system kewaspadaan dinimalaria? (Probing: apa kendala yang ditemuai dan bagaimana mengatasinya?)
6. Bagaimana selama ini kegiatan pengendalian vector malaria dilakukan? (Probing:bagaimana pengendalian vector (nyamuk dewasa) dan maupun pra dewasa/jentik)
7. Bagaimana mekanisme pengawasan dan evaluasi penggunaan insektisida untukpengendalian vector malaria dilakukan? (Probing: bagaimana pengawasan dosis,pengawasan kelayakan alat, pengawasan aplikasi penyemprotan, bagaimana evaluasipenyemprotan dilakukan?)
133
8. Apakah dalam pengendalian vector malaria selama ini ditemui kendala dan bagaimanamengatasinya? (Probing: bagaimana kendala terkait SDM, anggaran dan saranaparasarana?)
9. Bagaimana masukan dan saran Bp/Ibu terkait penanggulangan malaria secara umum?
C. DUKUNGAN LINTAS SEKTOR, LINTAS PROGRAM & MASYARAKAT
1. Bagaimana pendapat Bp/Ibu terkait dukungan, keterlibatan dan peran serta lintas sektordan dan lintas program dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakit tularvektor & reservoir penyakit selama ini? (Probing: Apa saja kendala yang ditemui dancara mengatasinya terkait kerjasama lintas sektor dan lintas program)
2. Bagaimana pendapat Bp/Ibu terkait dukungan dan peran serta masyarakat wilayah(termasuk tokoh agama dan tokoh masyarakat) dalam pelaksanaan programpenanggulangan penyakit tular vektor & reservoir penyakit malaria selama ini? (Probing:apa saja kendala yang ditemui dan cara mengatasinya terkait dukungan dan peranserta masyarakat?)
3. Menurut Bp/Ibu, apakah masyarakat di wilayah kerja Bp/Ibu memiliki kebijakan,kebiasaan, budaya dan kearifan lokal, pengobatan tradisional tertentu yang selama inidigunakan dalam penanggulangan penyakit tular vektor & reservoir bebasis masyarakatkhususnya malaria? (Probing: bagaimana efektivitas kegiatan tersebut dalammengurangi resiko kejadian penyakit malaria diwilayah kerja Bp/Ibu).
D. KOMUNIKASI DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKITMALARIA
1. Apakah pedoman/juklak/juknis/SOP kegiatan yang menyangkut penanggulanganpenyakit tular vektor dan reservoir selama ini dilakukan, telah disosialisasikan terlebihdahulu kepada pelaksana? (Probing: bagaimana sosialisasi tersebut dilakukan, apamedia sosialisasinya, kapan sosialisasi dilakukan, dan siapa yang memberikan).
2. Bagaimana komunikasi dan koordinasi yang selama ini berlangsung antara Bp/Ibudengan staf pelaksana program penanggulangan malaria? (Probing: bagaimana bentukkomunikasi dan koordinasi yang dilakukan termasuk dengan lintas sektor, periodewaktu, media yang digunakan dan konsistensi informasi yang disampaikan).
3. Menurut Bp/Ibu, adakah kendala dan hambatan yang terjadi dalam proses komunikasidan koordinasi yang berlangsung selama ini dengan para staf pelaksana programpenanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir maupun lintas sektor terkait?(Probing: bila “ada” apa kendalanya dan bagaimana mengatasinya?)
134
E. SUMBERDAYA DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKITMALARIA
1. Bagaimana pendapat Bp/Ibu tentang ketersediaan dan kemampuan tenaga pelaksanaprogram penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir yang dimiliki oleh DinasKesehatan / Puskesmas saat ini? (Probing: apakah kecukupan SDM terpenuhi?, apakahkemampuan SDM sesuai dengan standar yang dibutuhkan?, bagaimana motivasi SDMyang ada?)
2. Bagaimana pendapat Bp/Ibu tentang pembiayaan dan penganggaran yang dialokasikandalam program penanggulangan penaykit tular vektor dan reservoir di Dinas KesehatanPuskesmas selama ini? (Probing: apakah sudah sesuai dengan perencanaan, apakahanggaran yang turun sudah mencukupi?, apabila anggaran dianggap kurang, apakebijakan yang diambil? Jelaskan besaran rata-rata anggaran yang dialokasikan pertahun, asal sumber dana, rutinitas dan alokasi penggunaannya).
3. Bagaimana pendapat Bp/Ibu tentang mekanisme pertanggungjawaban keaungan dalampelaksanaan program penanggulangan penyakit tular vektor dan reservoir di institusitempat kerja Bp/Ibu dalam rangka menjamin tranparansi dan akuntabilitas keuangan?(Probing: apakah situasi tersebut dirasa memberatkan?)
4. Bagaimanakah pendapat Bp/Ibu tentang dukungan berbagai fasilitas, alat dan saranaprasarana yang selama ini dipergunakan dalam program penanggulangan penyakit tularvektor dan reservoir? (Probing: bagaimana kecukupannya?, kondisi alat dan saranaprasarana (baik,rusak/tidaksesuai standar)? Bagaimana kelayakannya (up todate atauusang) apakah ada kendala?, dan bagaimana mengatasinya?)
F. STRUKTUR BIROKRASI DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKITMALARIA
1. Apakah ada rincian tugas (job description) yang mengatur pelaksanaan pekerjaan Bp/Ibusebagai pengelola program penanggulangan penyakit malaria? (Probing: apakah rinciantugas tersebut sesuai dengan tugas pokok dan fungsi saat ini).
2. na dengan ketersediaan berbagai standar acuan dan pedoman kerja (termasuk juklak,juknis dan SOP) dalam pelaksanaan program P2 malaria? Apakah dirasakan sudahmencukupi dan sesuai kebutuhan? (Probing: apakah ada kesulitan dalam pelaksanaanpedoman tersebut? Dan bagaimana mengatasinya?)
3. Bagaimana selama ini monitoring dan evaluasi pelaksanaan program dan kegiatan P2malaria yang dilakukan Dinas Kesehatan / Puskesmas? (Probing: apa bentuk monev yangdilakukan, kapan dilakukan monev dan mekanisme umpan baliknya)
135
4. Bagaimana supervisi dan pembinaan yang dilakukan selama ini oleh Dinas KesehatanKabupaten/Kota ke Puskesmas dan oleh Puskesmas ke petugas lapangan program P2malaria? (Probing: jelaskan siapa yang melakukan supervisi/pembinaan tersebut,periode waktu supervisi dilakukan, bentuk supervisi serta mekanisme umpan balik yangdiberikan).
5. Menurut Bp/Ibu, bagaimana pembinaan dan supervisi yang selama ini dilakukan?Kendala-kendala apa yang sering terjadi dan bagaimana upaya untuk mengatasinya?
6. Dalam kapasitas sebagai pelaksana program P2 malaria apakah Bp/Ibu mendapatkankewenangan untuk menyusun, merencanakan dan mengimplementasikan berbagaikeputusan dan metode kerja tertentu sesuai situasi dan kondisi wilayah masing-masing?Apakah kewenangan tersebut pernah dipergunakan?
7. Menurut Bp/Ibu, apakah struktur organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan dan atauPuskesmas selama ini sudah memenuhi kebutuhan untuk mencapai keberhasilanprogram P2 malaria secara efektif dan efisien? (Probing: Bila “YA” berikan alasannyadanbila “TIDAK” bagaimana sebaliknya struktur tersebut harus diperbaiki).
G. DISPOSISI DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM PENANGGULANGAN PENYAKIT MALARIA
1. Menurut Bp/Ibu, apakah tugas sebagai pelaksana program P2 malaria sesuai denganbidang pendidikan dan minat Bp/Ibu selama ini?
2. Bagaimana pendapat Bp/Ibu mengenai situasi malaria yang terjadi di wilayah kerjaBp/Ibu? (Probing: Apakah penyakit tular vektor dan reservoir menjadi prioritas diwilayah kerja informan dan sebutkan penyakit apa?)
3. Langkah-langkah kongkrit apa sajakah yang akan Bp/Ibu lakukan untuk meningkatkankinerja keberhasilan program P2 malaria di wilayah tempat tugas Bp/Ibu dan bagaimanamelakukannya?
136
REPUBLIK INDONESIAKEMENTERIAN KESEHATAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KESEHATAN
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAMKEBIJAKAN PENGENDALIAN VEKTOR DAN RESERVOIR PENYAKIT
KARAKTERISTIK PENGUMPUL DATA
Nama lengkap pewawancara : _________________________________
C. KARAKTERISTIK INFORMAN
1 No Urut Informan :2 Nama Informan : ____________________________________3 Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan4 Umur : ___________tahun5 Pendidikan Terakhir : ___________sebutkan6 Jabatan7 Masa kerja dalam jabatan terakhir : ___________tahun8 Pelatihan yang pernah diikuti terkait
jabatan terakhir (sebutkan namapelatihan tsb dan jelaskan pulatahun kegiatannya)
: i. Tokoh Masyarakatj. Kader Kesehatank. Penderita / Keluarga Penderital. Keluarga tanpa penderita
A. KEBIJAKAN DALAM PENGENDALIAN KASUS MALARIA13. Bagaimana pendapat Bp/ibu mengenal situasi malaria yang terjadi di wilayah kerja
bp/ibu? (Probing : Apakah penyakit malaria menjadi prioritas di wilayah kerjainforman )
14. Bagaimana selama ini program penanggulangan penyakit malaria di lakukan ?(Probing: Bagaimana dampak kegiatan tersebut terhadap kondisi penyakit malaria)
15. Bagaimana kegiatan surveillans penanggulangan penyakit malaria di lakukan ?(Probing: Bagaiman pemanfaatan hasil surveillans tersebut)
16. Apa sajakah kendala-kendala yang seringkali timbul dan dialami dalam pelaksanaanprogram penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Bp/Ibu ? (Sebutkan dan
INFORMAN :KEPALA DINAS KESEHATAN
KEPALA BIDANGKEPALA PUSKESMAS
137
jelaskan secara ringkas kendala yang terjadi, probing : kemungkinan penyebabterjadinya kendala tersebut)
17. Bagaimana selama ini Bp/Ibu mengatasi berbagai hambatan dan kendala yangterjadi dalam penanggulangan penyakit malaria di wilayah kerja Bp/Ibu ? (jelaskansecra ringkas)
18. Apa ada kebijakan khusus dan spesifik yang dibuat oleh pemerintah daerah danatau dinas kesehatan dalam rangka penanggulangan penyakit malaria di wilayahkerja Bp/Ibu ? (Probing: bila “ADA”, sebutkan dan jelaskan kebijakan khusus tsb danbila “TIDAAK”, sebutkan dan jelaskan kebijakan yang dipakai sebagai landasan kerjaprogram penanggulangan penyakit malaria selama ini)
19. Bagaimana menurut Bp/Ibu, keberhasilan pelaksanaan kebijakan khusus yang adaselama ini terkait penanggulangan penyakit malaria ? (Probing: apakah kebijakantersebut sudah memenuhi keinginan/kebutuhan/tuntutan/harapan informan dansesuai dengan tujuan diterbitkannya)
20. Bagaiman pendapat Bp/Ibu terkait dukungn, keterlinatan dan peranserta lintassector dan lintas program dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakitmalaria selama ini? ( probing : apa saja kendala yang ditemui dan caramengatasinya terkait kerjasama linta sector dan lintas program)
21. Bagaimana pendapat Bp/Ibu terkait dukungan dan peran serta masyarakat wilayah(termasuk tokoh agama dan tokoh masyrakat) dalam pelaksanaan programpenanggulangan penyakit malaria selama ini ? (Probing: apa saja kendala yangditemui dan cara mengatasinya terkait dukungan dan peran serta masyarakat ?)
22. Menurut Bp/Ibu, apakah masyarakat di wilayah kerja Bp/Ibu memiliki kebijakan,kebiasaan, budaya dan kearifan local tertentu yang selama ini digunakan dalampenanggulangan penyakit malaria berbasis masyarakat, terutama malaria ?(Probing: bagaimana efektivitas kegiatan tersebut dalam mengurangi resiko,kejadian penyakit malaria di wilayah kerja Bp/Ibu)
23. Bagaimana komunikasi dan koordinasi yang selama ini berlangsung antara Bp/Ibudengan staf pelaksana program penanggulangan penyakit malaria ataupun denagnlintas sector terkait ? (Probing: Bagaimana bentuk komunikasi dan koordinasi yangdilakukan, periode waktu, media yang digunakan dan konsistensi informasi yangdisampaikan)
24. Menurut Bp/Ibu, adakah kendala dan hambatan yang terjadi dalam proseskomunikasi dan koordinasi yang berlangsung selama ini dengan para stafpelaksana program penanggulangan penyakit malaria maupun lintas sectorterkait ? (Probing: Bila “ADA” apa kendalanya dan bagaimana mengatasinya?)
25. Bagaimana pendapat Bp/Ibu, tentang ketersediaan dan kemampuan tenagapelaksana program penanggulangan penyakit malaria yang dimiliki oleh DinasKesehtan / Puskesmas saat ini ? (Probing: Apakah kecukupan SDM terpenuhi?Apakah kemampuan SDM sesuai dengan standar yang dibutuhkan?, Bagaimanmotivasi SDM yang ada)
26. Bagaimana pendapat Bp/Ibu, tentang pembiayaan dan penganggaran yangdialokasikan dalam program penanggulangan penyakit malaria di DinasKesehatan/Puskesmas salama ini ? (Probing:Apakah sudah sesuai dengan
138
perencanaan, apakah anggaran yang turun sudah mencukupi? Apabila anggarandianggap kurang, apa kebijakan yang diambil? Jelaskan rata-rata anggaran yangdialokasikan per tahun, asal sumber dana, rutunitas dan alokasipenggunaannya)
27. Bagaimana pendapat Bp/Ibu tentang dukungan berbgai fasilitas, alat dan saranaprasarana yang selama ini dipergunakan dalam program penanggulanganpenyakit malaria ? (Probing: Bagaimana kecukupannya?, kondisi alat dan saranaprasarana (baik/rusak/tidk sesuai standar)?, bagaimana kelayakannya (up todateatau using)? Apakah ada kendala? Dan bagaimana mengatasinya)
28. BAgaimana dukungan operasional terkait ketersediaan berbagai standar acuandan pedoman kerja dalam pelaksanaan program penanggulangan penyakitmalaria (termasuk juk-lak, juk-nis dan SOP)? Apakah dirasakan sudahmencukupi dan sesuai kebutuhan ? (Probing: Apakah ada kesulitan dalampelaksanaan pedoman tersebut? Dan bagaimana mengatasinya?
29. Menurut Bp/Ibu, apakah struktur organisais dan tata kerja Dinas Kesehatan danatau Puskesmas selama ini sudah memenuhi kebutuhan untuk mencapaikeberhasilan program penanggulangan penyakit malaria secara efektif danefisien ? (Probing: Bila “YA” berikan alasannyadan bila “TIDAK”, bagaimanasebaliknya struktur tersebut harus diperbaiki) .
139
Lampiran 3 . Kuesioner PSP Terkait Malaria
KuesionerPSP MALARIA
(Responden)Nama pewawancara :
Petunjuk Wawancara :1. Pakailah bahasa Indonesia yang sederhana, bila perlu dapat menggunakan bahasa
responden yang dimengerti pewawancara.2. Perkenalkanlah diri dan jelaskan tujuan kunjungan anda untuk wawancara3. Perhatikan suasana lingkungan4. Hati-hati sewaktu menanyakan hal yang sensitif
1. Identitas Responden :a. Nama :b. Umur :c. Jenis Kelamin :d. Pekerjaan :e. Alamat :
2. Pendidikan Terakhir :a. Tidak Sekolah e. Diplomab. Tamat SD f. S1c. Tamat SMP g. S2d. Tamat SMA h. Lainnya …………….
3. Pengetahuan :1. Apakah anda pernah mendengar malaria?
a. Yab. Tidak
2. Menurut anda, Apakah malaria dapat menular?a. Ya (Jika ya Lanjut ke no 3)b. Tidak
3. Menurut anda, bagaimana cara penularan malaria?a. Menular ke semua orangb. Menular ke orang tertentuc. Menular ke orang Dewasad. Menular ke anak-anake. Menular dari orang yang positif malariaf. Menular melalui gigitan nyamuk
140
4. Apakah Bpk/ibu tahu nama jenis spesies nyamuk penular malaria ?
a. Ya ( jika ya, lanjut ke no 5)
b. Tidak (jika tidak lanjut ke no 6)
5. Jika ya, apa nama jenis spesies nyamuk penular malaria ?
a. Anopheles c. Aedes
b. Culex d. Lainnya…………..
6. Apakah penyebab malaria ?
a. Cacing
b. Plasmodium
c. Bakteri
d. Virus
e. Lainnya…………..
7. Apakah menurut bapak/ibu malaria berbahaya
a. Ya....alasannya...
b. Tidak Alasannya........
8. Menurut anda dimana tempat nyamuk bisa berkembang biak?
a. Pada tempat yang ada air yang tergenang seperti, bekas jejak kaki atau roda kenderaan,
sawah, kolam, saluran irigasi tambak dan lain-lain.
b. Pada tempat-tempat yang rimbun dan gelap
c. Dalam bak mandi dan tempat-tempat penampungan air
d. Lainnya.................
9. Menurut anda, bagaimana cara agar tidak tertular malaria ?
a. Memasang kawat kasa pada ventilasi rumah, menggunakan kelambu saat tidur malam
hari, menggunakan obat nyamuk bakar atau semprot, keluar rumah malam hari
menggunakan obat nyamuk oles, menghindari keluar rumah di malam hari
b. Memasang kawat kasa pada ventilasi rumah dan menggunakan obat nyamuk
bakar/semprot waktu tidur di malam hari
c. Menutup tempayan dan mengubur barang-barang bekas serta menimbun air yang
tergenang
d. Lainnya …………
10. Bagaimanakah gejala malaria ?
141
a. Demam panas, menggigil, berkeringat dan disertai sakit kepala, mual, muntah
b. Demam panas, menggigil
c. Demam panas, bintik-bintik merah di kulit
d. Lainnya......
11. Menurut anda, bagaimana malaria dapat disembuhkan?
a. Dengan obat malaria dari petugas kesehatan yang diminum secara teratur
b. Dengan obat malaria yang dijual di warung
c. Dengan pengobatan sendiri
d. Dengan pengobatan dukun
e. Lainnya...............
11. Apabila anda atau anggota keluarga sakit malaria, kemana dibawa berobat ?
a. Puskesmas, dokter, petugas kesehatan
b. Beli obat malaria di warung
c. Dukun
d. Lainnya.............
12. Menurut anda, apakah obat malaria tersebut harus diminum sampai habis ?
a. Ya
b. Tidak............... alasannya...............
c. Lainnya...............
4. Sikap
No. Pernyataan SS S KS TS1. Anggota keluarga yang menderita demam menggigil (malaria)
perlu segera dibawa ke petugas kesehatan atau puskesmas.2. Anggota keluarga yang menderita demam menggigil (malaria),
harus minum obat malaria secara teratur sesuai anjuran dokteratau petugas kesehatan.
3. Agar penyakit malaria tidak kambuh penderita harus minumobat sampai habis meskipun sudah tidak demam.
4. Malaria dapat dicegah dengan cara menghindari gigitannyamuk malaria
5. Memelihara kebersihan rumah dan lingkungan dapatmengurangi sarang dan tempat perkembangbiakan nyamuk.
6. Setiap ventilasi pintu dan jendela serta lubang di dinding rumahperlu dipasang kawat kasa untuk menghindari masuknyanyamuk ke dalam rumah.
7. Memasang kelambu perlu saat tidur malam hari untuk
142
menghindari gigitan nyamuk malaria.8 Anggota keluarga yang bekerja atau keluar rumah malam hari
perlu menggunakan pakaian tertutup dan obat nyamuk oles.9. Penyemprotan dinding dalam rumah dengan insektisida perlu
dilakukan untuk mencegah gigitan nyamuk.10. Penyuluhan malaria di desa perlu untuk meningkatkan
kesadaran dan pemahaman masyarakat dalam pemberantasanmalaria.
Keterangan :SS : Sangat SetujuS : SetujuKS : Kurang SetujuTS : Tidak Setuju
5. PerilakuWawancara mengenai perilaku (tindakan) responden
1. Apakah yang anda lakukan apabila ada penderita malaria di lingkungan anda?
a. Melapor ke petugas kesehatan
b. Menyuruh berobat ke petugas kesehatan
c. Memberikan obat
d. Memeriksa
e. Melihat-lihat saja
f. Lainnya............
2. Apakah yang akan Anda lakukan apabila terkena malaria berdasarkan hasil pemeriksaa
petugas kesehatan setempat?
a. Berobat ke tenaga kesehatan (Puskesmas, Rumah sakit, dokter praktek)
b. Berobat ke dukun
c. Beli obat di toko obat/apotek
d. Minum obat tradisional / herbal
e. Lainnya………….
3. Apa yang anda lakukan jika anda di berikan obat Malaria?
a. Diminum
b. Diminum sebagian
c. Dibuang
d. Tidak diminum
143
e. Lainnya………
4. Apakah yang Anda lakukan untuk mencegah Malaria?
a. Tidur menggunakan kelambu pada malam hari
b. Menutup tempat penampungan air
c. Mengubur barang-barang bekas
d. Menguras tempat-tempat penampungan air
e. Menggunakan obat anti nyamuk bakar pada malam hari
f. Lainnya………
5. Apakah di rumah, anda selalu menggunakan obat nyamuk bakar/semprot/oles malam hari?a. Selalub. Kadang –kadangc. Tidak Pernah ...... Alasannya............
6. Apakah anda sering keluar rumah pada malam hari ?
a. Selalu (ljt ke no 7)....................Aktivitas yang dilakukan...............
b. Kadang-kadang (ljt ke no 7), aktivitas yg dilakukan....................
c. Tidak Pernah
7. Apakah saat keluar rumah malam hari anda menggunakan obat nyamuk oles atau pakaianlengan panjang tertutup...............
a. Selalub. Kadang-kadangc. Tidak pernah ..................... alasannya.......................
144
Lampiran 4 : Info Consent
Naskah Penjelasan dan Formulir Persetujuan Setelah PenjelasanNASKAH PENJELASAN UNTUK MENDAPATKAN PERSETUJUAN SUBJEK
DAN FORMULIR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN(INFORMED CONSENT)
Wilayah provinsi Sulawesi Tengah khususnya di daerah kepulauan masih bermasalah
dengan malaria, dengan kategori endemis tinggi yaitu Kabupaten Bangkep dan Tojo Una-Una.
Angka API (Anual Parasit Incidence) di Kab Bangkep tahun 2012 (14,35/mil), 2013 (5,12/mil),
2014 (4,02/mil), Kabupatena Tojo Una-Una API tahun 2012 (5,09/mil), tahun 2013 (3,19/mil),
dan 2014 (1,23/mil), (Sumber : Dinkes Provinsi Sul-Tengah, 2015).
Untuk mewujudkan upaya pemerintah dalam rangka pengendalian malaria dengan agenda
kebijakan terwujudnya masyarakat yang hidup sehat yang terbebas dari penularan malaria
sampai tahun 2030, maka penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan penguatan kebijakan
dalam pengendalian malaria di daerah kepulauan dengan pendekatan sosio-budaya. Untuk
memperkuat hasil yang ingin dicapai dalam penelitian sangat diperlukan analisis terhadap
kebijakan yang ada dan aspek sosio-budaya yang turut memberikan pengaruh terhadap
keberhasilan pengendalian malaria.Kami meminta saudara untuk turut mengambil bagian
dalam penelitian yang berjudul “PENGUATAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN MALARIA MELALUI
PENDEKATAN SOSIAL BUDAYA DI DAERAH KEPULAUAN BANGKEP, BANGGAI LAUT DAN TOJO
UNA-UNA PROVINSI SULAWESI TENGAH, TAHUN 2016.
Kamiakan melakukan pengambilan data dengan cara wawancara kepada informan
Wawancara akan dilakukan sebanyak satu kali.
1. Kerahasiaan
Untuk menjaga identitas saudara, hasil wawancara tidak akan menyebutkan nama dalam suatu
data laporan penelitian. Dan hal-hal yang sangat prinsipil tidak akan kami masukan dalam
data laporan hasil penelitian.
2. Keikutsertaan Sukarela Dan Hak Undur Diri, keikutsertaan saudara bersifat sukarela, setiap
waktu saudara dapat mengundurkan diri tanpa dikenai sanksi atau bayaran.
- Keuntungan
145
Keuntungan bagi penentu kebijakan malaria adalah : Mendapat solusi dalam melakukan
intervensi dalam pengendalian malaria. Keuntungan bagi tokoh masyarakat adalah : Hasil
wawancara mendalam bisa dijadikan sebagai pedoman penentu kebijakan dalam pengambilan
keputusan terkait pengendalian malaria dengan memperhatikan aspek sosial budaya
masyarakat.
- Pertanyaan-Pertanyaan
Apabila ada pertanyaan mengenai penelitian ini, mengenai hak-hak anda, anda dapat
menghubungi Ningsi S.Sos. M.Si, (082189372129), Ahmad Erlan SKM (085281117530).
Ade Kurniawan (085242352696).
146
Lampiran 6 : Lembaran persetujuan Setelah Penjelasan (PSP)
LEMBAR PERSETUJUAN
TANDA TANGAN
Saya telah membaca atau dibacakan pada saya apa yang tertera pada lembar penjelasan, dan saya
telah diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan membicarakan proyek penelitian ini
dengan anggota tim penelitian. Saya memahami maksud, risiko, waktu dan prosedur penelitian
ini. Dengan membubuhkan tanda tangan saya di bawah ini, saya menyatakan keikutsertaan saya
secara sukarela dalam penelitian ini.
Nama Responden Tanggal/bulan/tahunTanda tangan/cap
jempol
Nama Saksi Tanggal/bulan/tahunTanda tangan/cap
jempol
Nama Penanggungjawab
PenelitianTanggal/bulan/tahun
Tanda tangan/capjempol
Keterangan:- Persetujuan dan tanda tangan responden tidak dapat diwakilkan- Nama saksi diwakili oleh ketua RT/RW, Lurah setempat
147
Lampiran 6. Hasil Analisa Data
DATA ANALISIS KUESIONER KAB. BANGGAI KEPULAUAN
1. Data Demografi
Jenis Kelamin
Jumlah Persentaselaki-laki 31 28,2Perempuan 79 71,8Total 110 100,0
Umur responden
Tahun Jumlah Persentase15 2 1,817 1 ,918 1 ,920 1 ,926 1 ,927 1 ,928 3 2,729 1 ,930 1 ,931 1 ,932 3 2,733 2 1,834 2 1,835 3 2,736 3 2,737 1 ,938 1 ,939 4 3,640 1 ,941 5 4,542 7 6,443 6 5,544 4 3,646 6 5,548 3 2,749 4 3,650 5 4,551 2 1,852 1 ,9
148
53 3 2,754 2 1,855 2 1,856 2 1,857 4 3,658 1 ,960 2 1,862 3 2,764 1 ,965 1 ,968 2 1,870 2 1,872 1 ,974 1 ,976 1 ,979 1 ,980 2 1,882 1 ,985 2 1,8
Total 110 100,0
Jenis Pekerjaan
Jumlah PersentaseTidak kerja, IRT 52 47,3petani 39 35,5nelayan 2 1,8pns 8 7,3swasta 8 7,3Lainnya 1 ,9Total 110 100,0
2. Variabel Pengetahuan
Pernah dengar tentang malaria
Jumlah Persentasetidak 4 3,6ya 106 96,4Total 110 100,0
Apakah malaria dapat menular
Jumlah Persentasetidak 44 40,0
149
ya 66 60,0Total 110 100,0
Bagaimana cara penularan malaria
Jumlah Persentasemenular ke semuaorang, orang tertentu,orang dewasa, anak-anak, positif malaria,lainnya
72 65,5
melalui gigitan nyamuk 38 34,5Total 110 100,0
Tahu nama jenis spesies nyamuk penular malaria
Jumlah Persentasetidak 94 85,5ya 16 14,5
Total 110 100,0
Apakah nama jenis nyamuk penular malaria
Jumlah Persentaseculex,aedes,lainnya 109 99,1anopheles 1 ,9Total 110 100,0
Apa penyebab malaria
Jumlah Persentasecacing, bakteri,virus, lainnya 109 99,1
plasmodium 1 ,9Total 110 100,0
Dimana tempat nyamuk berkembang biak
Jumlah Persentaserimbun gelap, bakmandi dan rimbun
gelap, bak mandi danpenampungan air,
lainnya
82 74,5
150
tergenang air, bekasjejak kaki, sawah,
kolam, irigasi28 25,5
Total 110 100,0Bagaimana cara agar tidak tertular malaria
Jumlah Persentasekawat kasa, obat nyamukbakar/semprot, menutupmengubur menimbun
102 92,7
kawat kasa, kelambu, obatnyamuk bakar/semprot,obat nyamuk oles 8 7,3
Total 110 100,0Bagaimana malaria dapat disembuhkan
Jumlah Persentaseobat malaria dijualdiwarung, pengobatansendiri, pengubatandukun, lainnya
51 46,4
obat malaria dari petugasdiminum teratur 59 53,6
Total 110 100,0
Apabila anda atau anggota keluarga sakit kemana berobat
Jumlah Persentasebeli obat malaria diwarung, dukun, lainnya 48 43,6
puskesmas, dokter,petugas kesehatan 62 56,4
Total 110 100,0
Apakah obat malaria tersebut harus diminum sampai habis
Jumlah Persentasetidak, lainnya 50 45,5ya 60 54,5Total 110 100,0
3. Variabel Sikap
Anggota keluarga yang menderita demam menggigil (malaria) perlu dibawa ke puskesmas/petugaskesehatan
151
Jumlah Persentasekurang setuju 3 2,7setuju 96 87,3sangat setuju 11 10,0Total 110 100,0
Anggota keluarga yang menderita demam menggigil (malaria) harus minum obat malaria secara teratursesuai anjuran dokter
Jumlah Persentasekurang setuju 4 3,6setuju 96 87,3sangat setuju 10 9,1Total 110 100,0
Agar penyakit malaria tidak kambuh penderita harus minum obat terus sampai habis meskipun sudah tidakdemam
Jumlah Persentasetidak setuju 1 ,9kurang setuju 6 5,5setuju 93 84,5sangat setuju 10 9,1Total 110 100,0
Malaria dapat dicegah dengan cara menghindari gigitan nyamuk malaria
Jumlah Persentasetidak setuju 2 1,8kurang setuju 4 3,6setuju 97 88,2sangat setuju 7 6,4Total 110 100,0
Memelihara kebersihan rumah dan lingkungan dapat mengurangi sarang dan tempat perkembangbiakkannyamuk
Jumlah Persentasekurang setuju 5 4,5setuju 95 86,4sangat setuju 10 9,1Total 110 100,0
Setiap ventilasi pintu dan jendela serta lubang di dinding rumah perlu dipasang kawat kasa utk menghindarinyamuk masuk kedalam rumah
152
Jumlah Persentasetidak setuju 3 2,7kurang setuju 20 18,2setuju 84 76,4sangat setuju 3 2,7Total 110 100,0
Memasang kelambu perlu saat tidur malam hari untuk cegah gigitan nyamuk malaria
Jumlah Persentasetidak setuju 2 1,8kurang setuju 13 11,8setuju 89 80,9sangat setuju 6 5,5Total 110 100,0
Anggota keluarga yang bekerja atau keluar rumah malam hari perlu menggunakan pakaian tertutup dan obatnyamuk oles
Jumlah Persentasetidak setuju 6 5,5kurang setuju 13 11,8setuju 84 76,4sangat setuju 7 6,4Total 110 100,0
Penyemprotan dinding dalam rumah dengan insektisida perlu dilakukan untuk cegah gigitan nyamuk
Jumlah Persentasetidak setuju 5 4,5kurang setuju 20 18,2setuju 77 70,0sangat setuju 8 7,3Total 110 100,0
Penyuluhan malaria di desa perlu untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat dlmpemberantasan malaria
Jumlah Persentasekurang setuju 5 4,5setuju 94 85,5sangat setuju 11 10,0Total 110 100,0
153
4. Variabel Perilaku
Yang anda lakukan apabila ada penderita malaria di lingkungan anda
Jumlah Persentaselainnya 5 4,5memeriksa 1 ,9memberikan obat 1 ,9menyuruh berobat kepetugas kesehatan 15 13,6
melapor ke petugaskesehatan 88 80,0
Total 110 100,0
Apakah yang akan Anda lakukan apabila terkena malaria berdasarkan hasil pemeriksaan petugas
Jumlah PersentaseLainnya 2 1,8berobat ke dukun 2 1,8minum obattradisional/herbal 1 ,9
berobat ke nakes 105 95,5Total 110 100,0
Apa yang Anda lakukan jika anda di berikan obat Malaria
Jumlah Persentasetidak tahu 1 ,9Lainnya 2 1,8Diminum sebagian 3 2,7Diminum 104 94,5Total 110 100,0
Tindakan apa yang Anda lakukan untuk mencegah Malaria
Jumlah PersentaseLainnya 25 22,7menutup tempatpenampungan air 15 13,6
mengubur barang bekas 1 ,9menguras tempatpenampungan air 4 3,6
menggunakan obat antinyamuk bakar malam hari 3 2,7
154
tidur menggunakankelambu malam hari 62 56,4
Total 110 100,0
Apakah dirumah, anda selalu menggunakan obat nyamuk bakar/oles malam hari
Jumlah Persentasetidak pernah 37 33,6kadang-kadang 32 29,1Selalu 41 37,3Total 110 100,0
Apakah anda sering keluar rumah pada malam hari
Frekuensi PersentaseSelalu 8 7,3kadang-kadang 87 79,1tidak pernah 15 13,6Total 110 100,0
Apaka saat keluar rumah malam hari anda menggunakan obat nyamuk oles dan pakaian lengan panjang
Frekuensi Persentasetidak pernah 28 25,5kadang-kadang 70 63,6Selalu 12 10,9Total 110 100,0
DATA ANALISIS KUESIONER KAB. TOJO UNA UNA (WAKAI KEP)
1. Data DemografiJenis Kelamin
Frekuensi Persentaselaki-laki 30 27,3perempuan 80 72,7Total 110 100,0
Umur responden
Tahun Frekuensi Persen16 2 1,818 3 2,719 1 ,920 3 2,7
155
21 2 1,823 4 3,624 2 1,825 2 1,826 2 1,827 1 ,928 2 1,829 5 4,530 3 2,731 3 2,732 6 5,533 2 1,835 4 3,636 1 ,937 3 2,738 2 1,839 2 1,840 6 5,541 1 ,942 2 1,843 5 4,544 2 1,845 2 1,846 1 ,947 2 1,848 4 3,649 1 ,950 4 3,651 1 ,952 2 1,853 3 2,754 4 3,656 2 1,857 2 1,860 2 1,861 1 ,963 1 ,964 3 2,766 1 ,970 1 ,972 1 ,974 1 ,9Total 110 100,0
Jenis Pekerjaan
156
Frekuensi PersentaseTidak kerja, IRT 59 53,6Petani 20 18,2nelayan 1 ,9Pns 8 7,3Lainnya 22 20,0Total 110 100,0
Pendidikan
Frekuensi Persentasetidak sekolah 10 9,1SD 28 25,5SMP 30 27,3SMA 30 27,3Diploma 9 8,2S1 3 2,7Total 110 100,0
2. Variabel Pengetahuan
Pernah dengar tentang malaria
Frekuensi PersentaseTidak 6 5,5Ya 104 94,5Total 110 100,0
Apakah malaria dapat menular
Frekuensi PersentaseTidak 26 23,6Ya 84 76,4Total 110 100,0
Bagaimana cara penularan malaria
Frekuensi Persentasesemua orang, orangtertentu, orang dewasa,anak-anak, positifmalaria, lainnya
62 56,4
gigitan nyamuk 48 43,6Total 110 100,0
157
Tahu nama jenis spesies nyamuk penular malaria
Frekuensi PersentaseTidak 97 88,2Ya 13 11,8Total 110 100,0
Apakah nama jenis nyamuk penular malaria
Frekuensi Persentaseculex,aedes,lainnya 106 96,4anopheles 4 3,6Total 110 100,0
Apa penyebab malaria
Frekuensi Persentasecacing, bakteri,virus, lainnya 107 97,3
plasmodium 3 2,7Total 110 100,0
Dimana tempat nyamuk berkembang biak
Frekuensi Persentaserimbun gelap, bakmandi dan rimbungelap, bak mandi danpenampungan air,lainnya
109 99,1
tergenang air, bekasjejak kaki, sawah,kolam, irigasi
1 0,9
Total 110 100,0
Bagaimana cara agar tidak tertular malaria
Frekuensi Persentasekawat kasa, obat nyamukbakar/semprot, menutupmengubur menimbun
102 92,7
kawat kasa, kelambu, obatnyamuk bakar/semprot,obat nyamuk oles 8 7,3
Total 110 100,0
158
Bagaimana gejala malaria
Frekuensi Persentasedemam, panas,menggigil, bintik merahdikulit,
78 70,9
demam,panas,menggigil, berkeringat,sakit kepala, mual,muntah
32 29,1
Total 110 100,0
Bagaimana malaria dapat disembuhkan
Frekuensi Persentaseobat malaria dijualdiwarung, pengobatansendiri, pengubatandukun, lainnya
14 12,7
obat malaria dari petugasdiminum teratur 96 87,3
Total 110 100,0
Apabila anda atau anggota keluarga sakit kemana berobat
Frekuensi Persentasebeli obat malaria diwarung, dukun, lainnya 4 3,6
puskesmas, dokter,petugas kesehatan 106 96,4
Total 110 100,0
Apakah obat malaria tersebut harus diminum sampai habis
Frekuensi Persentasetidak, lainnya 15 13,6Ya 95 86,4Total 110 100,0
3. Variabel Sikap
Anggota keluarga yang menderita demam menggigil (malaria) perlu dibawa ke puskesmas/petugaskesehatan
Frekuensi PersentaseTidak tahu 1 0,9tidak setuju 1 0,9
159
Setuju 58 52,7sangat setuju 50 45,5Total 110 100,0
Anggota keluarga yang menderita demam menggigil (malaria) harus minum obat malaria secara teratursesuai anjuran dokter
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9kurang setuju 1 0,9Setuju 66 60,0sangat setuju 42 38,2Total 110 100,0
Agar penyakit malaria tidak kambuh penderita harus minum obat terus sampai habis meskipun sudah tidakdemam
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9tidak setuju 3 2,7kurang setuju 9 8,2Setuju 71 64,5sangat setuju 26 23,6Total 110 100,0
Malaria dapat dicegah dengan cara menghindari gigitan nyamuk malaria
Frekuensi PersentaseValid tidak tahu 1 0,9
kurang setuju 5 4,5Setuju 70 63,6sangat setuju 34 30,9Total 110 100,0
Memelihara kebersihan rumah dan lingkungan dapat mengurangi sarang dan tempat perkembangbiakkannyamuk
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9kurang setuju 2 1,8Setuju 59 53,6sangat setuju 48 43,6Total 110 100,0
Setiap ventilasi pintu dan jendela serta lubang di dinding rumah perlu dipasang kawat kasa utk menghindarinyamuk masuk kedalam rumah
160
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9tidak setuju 2 1,8kurang setuju 8 7,3Setuju 73 66,4sangat setuju 26 23,6Total 110 100,0
Memasang kelambu perlu saat tidur malam hari untuk cegah gigitan nyamuk malaria
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9kurang setuju 2 1,8Setuju 63 57,3sangat setuju 44 40,0Total 110 100,0
Anggota keluarga yang bekerja atau keluar rumah malam hari perlu menggunakan pakaian tertutup dan obatnyamuk oles
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9kurang setuju 7 6,4Setuju 67 60,9sangat setuju 35 31,8Total 110 100,0
Penyemprotan dinding dalam rumah dengan insektisida perlu dilakukan untuk cegah gigitan nyamuk
Frequency Persentasetidak tahu 1 0,9tidak setuju 1 0,9kurang setuju 6 5,5Setuju 67 60,9sangat setuju 35 31,8Total 110 100,0
Penyuluhan malaria di desa perlu untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat dlmpemberantasan malaria
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9kurang setuju 1 0,9Setuju 57 51,8
161
sangat setuju 51 46,4Total 110 100,0
4. Variabel Perilaku
Yang anda lakukan apabila ada penderita malaria di lingkungan anda
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9Lainnya 2 1,8memeriksa 1 0,9menyuruh berobat kepetugas kesehatan 77 70,0
melapor ke petugaskesehatan 29 26,4
Total 110 100,0
Apakah yang akan Anda lakukan apabila terkena malaria berdasarkan hasil pemeriksaan petugas
Frekuensi Persentasetidak tahu 2 1,8berobat ke nakes 108 98,2Total 110 100,0
Apa yang Anda lakukan jika anda di berikan obat Malaria
Frekuensi Persentasetidak tahu 3 2,7Diminum sebagian 11 10,0Diminum 96 87,3Total 110 100,0
Tindakan apa yang Anda lakukan untuk mencegah Malaria
Frekuensi Persentasetidak tahu 4 3,6Lainnya 24 21,8menutup tempatpenampungan air 2 1,8
mengubur barang bekas 2 1,8menguras tempatpenampungan air 2 1,8
menggunakan obat antinyamuk bakar malam hari 23 20,9
tidur menggunakankelambu malam hari 53 48,2
162
Total 110 100,0
Apakah dirumah, anda selalu menggunakan obat nyamuk bakar/oles malam hari
Frekuensi Persentasetidak tahu 1 0,9tidak pernah 8 7,3kadang-kadang 46 41,8Selalu 55 50,0Total 110 100,0
Apakah anda sering keluar rumah pada malam hari
Frekuensi PersentaseSelalu 22 20,0kadang-kadang 69 62,7tidak pernah 19 17,3Total 110 100,0
Apaka saat keluar rumah malam hari anda menggunakan obat nyamuk oles dan pakaian lengan panjang
Frekuensi Persentasetidak tahu 17 15,5tidak pernah 11 10,0kadang-kadang 48 43,6Selalu 34 30,9Total 110 100,0
163
Lampiran 7. Surat Izin Penelitian
164
Lampiran 8. Peraturan Gubernur Terkait Malaria
165
166
Lampiran 9. Peraturan Bupati Banggai Kepulauan Terkait Malaria
167
168
Lampiran 10. Deklarasi Wakai dalam Pengendalian Malaria
169