leukemia mielositik kronik

15

Click here to load reader

Upload: ahmad-abi

Post on 04-Jul-2015

903 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Leukemia Mielositik Kronik

TRANSCRIPT

Page 1: Leukemia Mielositik Kronik

Leukemia Mielositik Kronik

leukemia mielositik (mieloid, mielogenous, granulositik, lmk) adalah suatu

penyakit dimana sebuah sel di dalam sumsum tulang berubah menjadi ganas

dan menghasilkan sejumlah besar granulosit (salah satu jenis sel darah

putih)yang abnormal.

penyakit ini bisa mengenai semua kelompok umur, baik pria maupun

wanita; tetapi jarang ditemukan pada anak-anak berumur kurang dari 10

tahun.

sebagian besar granulosit leukemik dihasilkan di dalam sumsum tulang,

tetapi beberapa diantaranya dibuat di limpa dan hati. pada lmk, sel-selnya

terdiri dari sel yang sangat muda sampai sel yang matang; sedangkan pada

lma hanya ditemukan sel muda.

granulosit leukemik cenderung menggeser sel-sel normal di dalam sumsum

tulang dan seringkali menyebabkan terbentuknya sejumlah besar jaringan

fibrosa yang menggantukan sumsum tulang yang normal.

selama perjalanan penyakit ini, semakin banyak granulosit muda yang

masuk ke dalam aliran darah dan sumsum tulang (fase akselerasi). pada fase

tersebut, terjadi anemia dan rombositopenia (penurunan jumlah trombosit)

dan proporsi sel darah putih muda (sel blast) meningkat secara dramatis.

kadang granulosit leukemik mengalami lebih banyak perubahan dan

penyakit berkembang menjadi krisis blast. pada krisis blast, sel stem yang

ganas hanya menghasilkan granulosit muda saja, suatu pertanda bahwa

penyakit semakin memburuk. pada saat ini kloroma (tumor yang berisi

granulosit) bisa tumbuh di kulit, tulang, otak dan kelenjar getah bening.

TINJAUAN PUSTAKA

Diagnosis dan Penatalaksanaan Leukimia Nonlimfoblastik Akut pada Anak

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara/RSUP H. Adam Malik, Medan

Page 2: Leukemia Mielositik Kronik

RINGKASAN

Leukemia nonlimfobalistik akut (LNLA) merupakan penyakit keganasan

pada sel nonlimfoid, ditandai dengan proliferasi sel blas pada sumsum

tulang dan kegagalan produksi sel darah normal. Meskipun insidennya

rendah pada kelompok anak, akan tetapi karena angka kematiannya masih

sangat tinggi, diperlukan pendekatan diagnosis yang teliti dan pengobatan

yang adekuat. Gejala dan tanda klinik LNLA hampir sama dengan leukemia

limfoblastik akut, yang menunjukkan manisfestasi pucat, demam atau

infeksi dan perdarahan.

Sebagian besar kasus LNLA dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan

morfologi sel dari aspirat sumsum tulang dengan pewarnaan Wright-

Giemsa. Untuk diagnosis yang lebih akurat diperlukan pemeriksaan

sitokimia, sitogenetika, antibodi monoklonal dan biologi molekuler. French-

American-British Cooperative Group membagi LNLA menjadi 8 subtipe

berdasarkan pemeriksaan morfologi sel, sitokimia dan antibodi monoklonal.

Diagnosis ditegakkan bila dijumpai sel blas (30% pada aspirat sumsum

tulang.

Tujuan pengobatan LNLA adalah untuk mencapai remisi jangka panjang.

Diperlukan penatalaksanaan yang meliputi penatalaksanaan umum, tindakan

terhadap berbagai faktor penyulit seperti demam atau infeksi, perdarahan,

sindrom, tumor lisis dan lekostatis, serta pemberian kemoterapi. Protokol

pemberian kemoterapi masih berbeda pada setiap institusi.

Secara umum, obat pilihan pada fase induksi adalah gabungan sitosin

arabinosid dan daunorubisin. Banyak penelitian dikembangkan untuk

memperpanjang masa remisi komplit dan mengurangi komplikasi yang

timbul pada fase induksi. Sampai saat ini kegagalan pengobatan masih

sangat tinggi, dimana masa bebas penyakit hanya dapat dicapai pada 40%

kasus LNLA.

Page 3: Leukemia Mielositik Kronik

Pendahuluan

Leukemia nonlimfoblastik akut (LNLA) merupakan penyakit keganasan

yang bersifat klonal pada sistem pembentukan darah, ditandai dengan

gangguan proliferasi sel blas pada sumsum tulang dan kegagalan produksi

sel darah normal1-7. Nonlimfoblastik berarti berasal dari sel nonlimfoid dan

akut menunjukkan lama perjalanan penyakit serta sangat rendahnya harapan

hidup pada kasus yang tidak diobati4,5. Beberapa istilah yang sama

digunakan untuk LNLA, yaitu leukemia mielogenous akut dan leukemia

mieloid akut. French-American-British/FAB Cooperative Group

menggunakan istilah leukemia mieloid akut8,9.

Angka kejadian LNLA kira-kira 15--20% dari leukemia pada anak1,2,4-

7,10-12 dan paling sering pada masa neonatal1,11,12 tanpa ada perbedaan

jenis kelamin1,6,12. Perbandingan insiden LNLA dengan leukemia

limfoblastik akut (LLA) pada anak di bawah usia 15 tahun 1 : 46,12. LLA

lebih sering terjadi pada anak-anak dan sebaliknya kejadian LNLA makin

meningkat pada usia dewasa1,2,4,6,10,13.

Meskipun penyebab pastinya belum diketahui1,2,4-7, beberapa faktor

predisposisi untuk terjadinya LNLA sudah dapat dikenali. Di antaranya

sindrom Down, anemia Fanconi1,2,6,7,11,12, sindrom Kostmann6,11,12,14,

sindrom Bloom2,6,7,11,12, anemia Diamond-Blackfan6,11,12, sindrom

mielodisplastik6, ataksia telangiektasis1,2, anemia aplastik sesudah terapi

imunosupresif6,7, radiasi1,2,4,6,7,10-12, kontak dengan benzen6, dan obat-

obatan ankylating agent1,2,4-7,11,12, atau epipodofilotoksin6,11,12.

Selama 20 tahun terakhir ini kemampuan hidup anak penderita LNLA

meningkat dari 10% menjadi 40% karena tingkat remisi komplit yang tinggi

dan tingkat relaps yang rendah6,12. Pengetahuan dasar tentang biologi

molekuler pada LNLA juga telah berkembang dan memberi penjelasan

tentang biologi dan patogenesis LNLA3,10,12.

Walaupun masa bebas penyakit dalam jangka panjang masih rendah, dengan

panatalaksanaan yang optimal diharapkan dapat memberikan kesempatan

hidup yang layak pada anak penderita LNLA. Oleh karena itu, penentuan

Page 4: Leukemia Mielositik Kronik

klasifikasi dan diagnosis yang tepat akan menentukan keberhasilan

pengobatan LNLA12,14.

Tujuan tulisan ini adalah untuk memberikan uraian mengenai pendekatan

diagnosis dan penatalaksanaan leukemia nonlimfoblastik akut pada anak.

Klasifikasi

LNLA bisa terjadi pada fase manapun selama pembentukan sel darah, dari

pluripotent stem cell sampai mieloblas, meskipun penghentian diferensiasi

tersebut masih belum jelas1,2,5,12. Banyak metode yang digunakan untuk

mengenali tipe LNLA, yaitu pemeriksaan morfologi sel dengan pewarnaan

cara Wright-Giemsa5,13,14,15, cara Romanowsky1,2,12,15, sitokimia,

karyotyping dengan sitogenetika, immunophenotyping dengan

menggunakan antibodi monoklonal, dan genetika molekuler1,2,4,5,10,12.

French-American-British (FAB) Cooperative Group membuat kalsifikasi

LNLA berdasarkan morfologi sel, reaksi sitokimia dan antibodi

monoklonal6,8-12,14. LNLA ditegakkan bila dijumpai blas ≥ 30% pada

sediaan sumsum tulang1,2,4,5,10,12.

Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Laboratorium

Meskipun tidak menonjol dibandingkan dengan LLA, gejala dan tanda

klinis pada LNLA secara umum hampir sama dengan LLA2,7,14, yang

merupakan refleksi dari kegagalan sumsum tulang dalam memproduksi

eritrosit, lekosit dan trombosit, serta menyebabkan timbulnya gejala klinik

berupa anemia, demam atau infeksi, dan perdarahan1,2,9-14. Lama gejala

prodromal pada LNLA bervariasi7,13, rata-rata 6 minggu7 dan pada awal

penyakit sering didapati anoreksia serta penurunan berat badan1.

Lelah, pucat, sakit kepala, sesak napas, dan gagal jantung kongestif

merupakan tanda anemia yang bisa dijumpai1,2,6, di mana anemianya

bersifat normositik normokromik1,2,5,6,12-14. Kadar hemoglobin pada saat

diagnosis ditegakkan antara 2,7--14,3 g/dL6,12.

Page 5: Leukemia Mielositik Kronik

Jumlah lekosit penderita LNLA bervariasi, bisa rendah, normal, atau

meningkat11,12 dan kebanyakan kasus dengan kadar lekosit < 5000/µL1,12

dengan jumlah netrofil absolut < 1000/µL1. Sekitar 20% kasus

menunjukkan kadar lekosit > 100.000/µL6,11,12,14, terutama pada bayi di

bawah umur 1 tahun dengan subtipe monositik1,2,13 yang dapat

mengakibatkan penyumbatan intravaskular dengan manifestasi klinis berupa

penurunan kesadaran, kejang, strok, takipnu, dan hipoksemia1,12.

Kira-kira 50% kasus LNLA pada anak menunjukkan jumlah trombosit <

50.000/µL1,6,12 sebagai akibat penurunan produksi dan masa hidup sel

trombosit1. Perdarahan biasanya disebabkan oleh trombositopenia dengan

atau tanpa KID, dan sering terjadi dengan kadar trombosit < 20.000/µL6,12.

Manifestasi perdarahan dapat berupa petekie, lebam, epistaksis, perdarahan

subkonjungtiva, dan perdarahan gusi1,2,6,13. KID dapat terjadi pada semua

subtipe LNLA, tetapi paling sering terjadi pada LNLA M3,5,6,14 dan

keadaan tersebut dapat dipacu oleh peristiwa lisis sel pada saat terapi fase

induksi6.

Mieloblas hampir selalu dijumpai pada darah, kecuali pada keadaan

lekopenia1. Pembesaran hati dan limfa bisa dijumpai meskipun tidak

sesering pada LLA7,11,12. Sebagian kecil penderita LNLA menunjukkan

pembesaran kelenjar dan nyeri tulang1,11,12. Meskipun jarang, hipertrofi

gusi dan pembesaran kelenjar parotis dapat dijadikan petunjuk klinis adanya

LNLA11, terutama pada subtipe monositik14.

Ada 3 bentuk keterlibatan kulit pada LNLA, yaitu lesi nonspesifik1,

leukemia kutis1,6,14, dan sarkoma granulositik (kloroma)1,11,14,16. Lesi

nonspesifik dapat berupa makula, papula, vesikula, atau pioderma

gangrenosum1. Leukemia kutis merupakan infiltrasi sel leukemia pada kulit,

lebih banyak dijumpai pada LNLA dibanding LLA, terutama pada anak < 1

tahun dengan subtipe monositik14. Leukemia kutis sering merupakan tanda

dini dari LNLA pada bayi baru lahir6. Kloroma yaitu massa berisi sel

mieloblas yang terlokalisir, dapat ditemui di berbagai lokasi, terutama

kulit1,11,14,16, jaringan lunak, kelenjar limfe14,16, orbita1,2,11, dan

epidura11,16. Meskipun hanya terdapat pada 5% kasus, adanya kloroma

Page 6: Leukemia Mielositik Kronik

sangat penting oleh karena dapat merupakan tanda awal dari LNLA1,14,

tetapi kadang-kadang sulit dibedakan dengan small cell sarcoma dan

limfoma14.

Keterlibatan susunan saraf pusat sering terjadi pada LNLA dibanding

LLA2,6,7,11,12,14, dengan frekuensi antara 5--10%7,12,14, dan terutama

pada anak < 1 tahun dengan subtipe monositik14. Gejala biasanya bersifat

asimtomatik7, tetapi kadangkala menimbulkan manifestasi seperti sakit

kepala, muntah, papil edema, dan palsi nervus kranialis7,12,14.

Diagnosis

Pada kebanyakan kasus LNLA, pengaruh faktor genetika sangat kecil1,4,

tetapi perlu ditanyakan mengenai kemungkinan adanya riwayat keganasan

pada keluarga lainnya. Anamnesis juga dilengkapi dengan jenis imunisasi

yang telah didapat, dan apakah ada riwayat penyakit infeksi sebelumnya,

termasuk hepatitis, cacar air, campak, dan lain-lain. Pemeriksaan fisik yang

teliti diarahkan terhadap adanya pembesaran kelenjar, hati, limpa atau

keterlibatan organ lainnya17.

Meskipun diagnosis LNLA tidak dapat didasarkan pada gambaran klinis,

subtipe tertentu menunjukkan manifestasi yang khas. LNLA M3 selalu

berhubungan dengan KID dan perdarahan yang berat1,2,4,7,11, sementara

LNLA M4 dan LNLA M5 sering menunjukkan tanda hipertrofi gusi2,4,7

dan nodul pada kulit2,4,7,12.

Pemeriksaan darah lengkap dilakukan pada setiap pasien yang diduga

menderita keganasan sel darah, yaitu hemoglobin, laju endap darah, MCH,

MCHC, retikulosit, lekosit dan diferensiasinya, golongan darah, faktor

Rhesus, skrining perdarahan, ureum, kreatinin, asam urat, elektrolit serum,

fungsi hati, glukosa, serta LDH17.

Diagnosis definitif LNLA ditegakkan berdasarkan pemeriksaan sumsum

tulang1,2,6,12-14 dengan kriteria diagnosis apabila dijumpai sel blas ≥ 30%

pada sumsum tulang1,2,10,12-14. Sebagian besar kasus dapat didiagnosis

dengan tepat dengan menggunakan pewarnaan Wright-Giemsa6,7,14. Dari

Page 7: Leukemia Mielositik Kronik

pemeriksaan morfologi sel sumsum tulang, dapat dinilai ukuran sel, bentuk

inti dan kromatin, nukleolus, jumlah dan adanya basofil pada sitoplasma,

vakuolisasi, granulasi, serta rasio inti dan sitoplasma15,18. Mieloblas

berbeda dengan limfoblas di mana kromatin inti lebih jelas, rasio inti dan

sitoplasma kecil, dan dijumpai Auer rod pada 1/3 kasus5,18.

Untuk pengenalan terhadap subtipe tertentu dari LNLA, dipakai reaksi

sitokimia seperti Sudan Black B, mieloperoksidase atau esterase

nonspesifik1-5,15,18. Tetapi, karena kesulitan dalam membedakan LNLA

M6 dengan sindrom mielodisplastik, maka kelompok studi FAB membuat

pendekatan diagnosis berdasarkan perhitungan jumlah eritroblas pada

sumsum tulang8.

Kurang dari 20% kasus LNLA sulit dibedakan dengan LLA hanya dengan

pemeriksaan morfologi sel dan reaksi sitokimia6,12. Diperlukan

pemeriksaan lain, yaitu analisis sitogenetika dan immunophenotyping

dengan menggunakan antibodi monoklonal1,6,10,12,14.

Pada kasus yang disertai infeksi berat, bila hasil pemeriksaan meragukan,

maka penyakit dasarnya (misalnya sepsis) harus diobati lebih dahulu, dan

aspirasi sumsum tulang diulangi 7--10 hari kemudian6,12.

Analisis sitogenetika (karyotyping) menunjukkan adanya hubungan antara

sifat onkogenik dan leukemia. Lebih 80% LNLA mempunyai kelainan

kromosom10,14, dimana dapat bersifat spesifik terhadap subtipe tertentu10.

Tiga puluh persen bayi dengan sindrom Down akan menderita LNLA

sebelum usia 3 tahun12. Dengan menggunakan high resolution

chromosomal banding, dapat dideteksi kelainan kromosom yang

tersamar12,13. Teknik sitogenetika terbaru seperti fluorescent in situ

hybridization dapat mendeteksi kelainan kriptik yang tidak bisa ditemukan

pada teknik pemitaan kromosom12.

Teknik antibodi monoklonal (immunophenotyping) untuk mendeteksi

petanda imunologik pada sitoplasma dan permukaan sel sangat membantu

dalam penegakan diagnosis dan penatalaksanaan LNLA1,2,5,6,10,14.

Page 8: Leukemia Mielositik Kronik

Sebagian kecil LNLA M1, M6, serta semua kasus M0 dan M7 sulit

ditegakkan tanpa pemeriksaan antibodi monoklonal2,12,19. Lebih dari 90%

kasus LNLA menunjukkan minimal satu petanda imunologik sel mieloid

berupa CD 33, CD 13, CD 15, CD 11b, CD 14, atau CD 36. Akan tetapi,

petanda imunologik sel mieloid bisa dijumpai pada beberapa kasus LLA,

dan sebaliknya, sehingga pemeriksaan antibodi monoklonal tidak dapat

dipakai sebagai satu-satunya cara untuk menegakkan diagnosis6.

Pemeriksaan biokimia tertentu dapat mengarahkan diagnosis. Terjadi

peningkatan kadar lisozim atau muramidase pada serum dan urin penderita

LNLA M5. Serum vitamin B12 dan transkobalamin meningkat pada pasien

LNLA M3. Peningkatan Hb-F dan Hb-H terjadi pada LNLA M614. Asam

urat dan LDH sering meningkat terutama pada LNLA M4 dan M51.

Sekarang ini, pemeriksaan rantai polimerase (PCR) sangat berguna untuk

mendiagnosis LNLA dan menilai tingkat remisi setelah pengobatan12.

Diagnosis Banding

LNLA dengan sindrom Down pada bayi harus dibedakan dengan penyakit

mieloproliferatif transien1,7,12. Diagnosis banding lainnya adalah sindrom

mielodisplastik6,7,12, reaksi leukemoid5,7,12, leukemia limfoblastik akut7,

leukemia mielositik kronik11, anemia aplastik5,7, dan purpura

trombositopenia idiopatik5.

Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan adalah untuk mencapai remisi komplit jangka panjang

dengan mempertahankan kualitas hidup6,13,20.

Penatalaksanaan Umum

Bila pemeriksaan telah lengkap dan diagnosis LNLA ditegakkan, masalah

penyakit tersebut harus dibicarakan dengan orangtua atau keluarga dekat

penderita, sehubungan dengan perjalanan penyakit, rencana pengobatan, dan

efek samping dari pengobatan yang mungkin terjadi1,10. Dukungan

emosional harus diberikan kepada penderita dan orangtuanya1,2,5,10,13.

Perhatian juga ditujukan pada usaha untuk peningkatan status gizi penderita,

Page 9: Leukemia Mielositik Kronik

misalnya dengan makanan enteral atau parenteral terprogram2. Idealnya,

seorang anak penderita LNLA harus dirawat di ruangan khusus1,13 dan

ditangani secara multidisiplin oleh dokter, perawat terlatih, ahli gizi,

psikolog, fisioterapis, serta dan terapi permainan1,2,5,13.

Transfusi komponen darah merah diberikan untuk mempertahankan kadar

hemoglobin di atas 10 g/dL1,5. Pada perdarahan berat yang berhubungan

dengan trombositopenia, terutama bila kadarnya < 20.000/µL, dapat

diberikan transfusi trombosit. Granulosit diindikasikan pada neutropenia

berat (< 500 µL) dan menderita septikemia atau tidak respons dengan

antibiotika setelah 72 jam pengobatan6,7,13.

Tindakan pencegahan terhadap infeksi oportunis pada penderita

keganasan21:

Pencegahan penetrasi epitelial: penggunaan sarung tangan steril pada

tindakan aseptik; menghindari pemeriksaan per-rektal (termasuk mengukur

suhu), pemasangan kateter urin dan punksi vena. Untuk pengambilan sampel

darah diusahakan dari ujung jari dan jarum infus ditukar setiap 3 hari.

Pencegahan infeksi nosokomial: mencuci tangan setelah selesai memeriksa

pasien; penderita yang mengalami infeksi, seperti diare atau varisela,

dirawat di ruang isolasi.

Pencegahan infeksi spesifik: imunisasi dasar dilanjutkan, kecuali polio dan

campak (vaksin hidup); pencegahan infeksi Pneumocystis carinii dengan

kotrimoksazol per-oral; uji tuberkulin pada setiap pasien.

Faktor Penyulit yang Harus Segera Ditangani

Penanganan pertama ditujukan untuk mengatasi komplikasi yang dapat

mengancam kehidupan, yaitu demam atau infeksi, perdarahan, lekostatis,

dan sindroma tumor lisis6,12.

Demam atau infeksi

Tiga puluh sampai 40% pasien LNLA mengalami demam pada saat

diagnosis ditegakkan11. Infeksi juga sering terjadi pada periode aplasia

sumsum tulang akibat pemberian kemoterapi1,13 oleh bakteri gram negatif

Page 10: Leukemia Mielositik Kronik

dan positif1,6. Pasien diberi antibiotika secara empirik segera setelah

spesimen kultur diambil untuk mencari kuman penyebab6,17,21. Biasanya

diberikan gabungan penisilin semisintetik (tikarsilin 300 mg/kgbb/hari,

intravena) dan aminoglikosida (gentamisin 3--6 mg/kgbb/hari, atau

tobramisin 3--6 mg/kgbb/hari)1,2,13,21. Pada penderita yang mendapat

kemoterapi yang bersifat nefrotoksik, dapat diberi ceftazidim 100

mg/kgbb/hari atau seforazon 200 mg/kgbb/hari21. Bila demam menetap 24--

48 jam, sebaiknya ditambah dengan vankomisin 25--40 mg/kgbb/hari1,21.

Bila demam masih menetap > 72 jam tanpa sebab yang jelas, perlu

dipikirkan adanya infeksi jamur2,17,21 dan dapat diberikan nistatin 50.000

U/kgbb/hari per-oral, atau amfoterisin B 0,5--1 g/kgbb/hari2,21. Pemberian

antibiotika profilaksis trimetropim sulfametoksazol (dosis trimetoprim 5

mg/kgbb/hari) selama 3 hari setiap minggu dapat menurunkan episode

infeksi selama fase induksi, terutama pencegahan terhadap Pneumocystis

carinii dan sebagai obat dekontaminasi usus2,5,7,17,21.

Perdarahan

Perdarahan spontan jarang dijumpai sampai kadar trombosit < 20.000/µL6,

tetapi infeksi dapat mencetuskan perdarahan meskipun jumlah trombosit

masih tinggi2,6. Transfusi trombosit dianjurkan untuk mempertahankan

kadar trombosit > 20.000/µL2,6,13. KID terjadi pada 75% penderita LNLA

M314. Bila dijumpai tanda-tanda KID, pemberian faktor pembekuan dengan

plasma segar beku dan transfusi trombosit harus segera dilakukan1,6,11.

Selain itu, juga pemantauan ketat terhadap fibrinogen, fibrin degradation

product, dan masa koagulasi1. Pemberian all transretinoic acid (ATRA)

sebagai pengobatan dalam fase induksi pada LNLA M3 dapat menurunkan

risiko perdarahan, tetapi tidak menyembuhkan2,11. Heparin dosis rendah

sebagai profilaksis KID pada LNLA M3 masih kontroversial6,11,14.

Pemberian antifibrinolitik (misalnya asam traneksamat) belum nyata

bermanfaat dan perlu diteliti ulang2.

Sindrom tumor lisis

Hidrasi dengan pemberian cairan 3000 ml/m2/hari, alkalinisasi dengan

bikarbonat intravena dan pemberian alupurinol 200 mg/m2/hari secara

intravena atau per-oral harus segera dilakukan, dengan pemantauan terhadap

Page 11: Leukemia Mielositik Kronik

kadar elektrolit (khususnya kalium, kalsium, dan fosfor), keluaran urin, serta

kreatin serum2,6,17. Terapi terhadap hiperurisemia dilakukan bila kadar

asam urat > 7 mg/dL dan jumlah blas pada sumsum tulang serta darah tepi

sangat banyak2,17. Allupurinol tidak perlu diberi pada penderita dengan

kadar asam urat < 7 mg/dL dan kadar lekosit < 20.000/µL, apabila hidrasi

telah adekuat dan keluaran urin cukup1.

Lekostatis

Anak yang mendeita LNLA lebih rentan terhadap timbulnya efek

penyumbatan aliran darah akibat peninggian kadar lekosit (lekostatis)

dibanding LLA12, karena sifat sel blas yang lebih rapuh dan lebih

banyaknya pelepasan isi sel blas ke dalam darah1. Lekostatis jarang terjadi

bila kadar lekosit tidak melebihi 200.000/µL6,12, tetapi pengobatan harus

segera dilakukan bila kadar lekosit > 100.000/µL12. Organ yang paling

sering terkena adalah otak dan paru-paru2,5,6,14. Hidroksi urea per-oral dan

lekaferesis atau transfusi tukar sangat efektif dalam menurunkan jumlah sel

blas dalam darah1,12.

Kemoterapi

Protokol pengobatan terhadap LNLA terdiri dari fase induksi dan fase

pascaremisi1,2,4,10,14,20.

Fase induksi

Prinsip pengobatan pada fase induksi adalah kombinasi beberapa obat lebih

baik daripada satu obat1,6,13 dan dosis yang diberikan harus cukup tinggi

untuk mencapai aplasia tulang6. Sebanyak 75--85% pasien mengalami

remisi komplit setelah fase induksi4,6,7,12,14,22,23. Kriteria remisi komplit

menurut The National Cancer Institute (NCI) 19889 adalah terdapatnya

faktor-faktor berikut minimal 4 minggu:

Klinis: keadaan umum membaik, tanda keterlibatan ekstramedulla

menghilang.

Page 12: Leukemia Mielositik Kronik

Laboratorium:

Darah tepi : netrofil (1500/µL, trombosit ≥ 100.000/µL tidak

dijumpai sel blas.

Sumsum tulang : selularitas sumsum tulang ≥ 20%, sel blas < 5%, tidak

dijumpai Auer rod.

Obat pilihan pada fase induksi adalah kombinasi sitosin arabinosid (ARA-C)

dan daunorubisin (golongan antrasiklin)2,6,10,12,13,20,24. Sitosin

arabinosid 100--200 mg/m2/hari diberikan secara intravena selama 7 hari

dan daunorubisin 45 mg/m2/hari selama 3 hari6,7,13,25. Etoposid dan 6-

tioguanin tidak menunjukkan tingkat remisi komplit yang nyata7,12,24.

Obat lain yang mempunyai potensi kuat pada fase induksi adalah idarubisin

(golongan antrasiklin), mitosantron, amsakrin, homoharingtoning, 2-

klorodioksiadenosin, fludarabin, karboplatin, ATRA, Colony stimulating

factor, dan interleukin-224. Bruserud dkk menyebutkan bahwa sitokin

berperan dalam proliferasi sel blas pada LNLA25. IL-2 dapat mengaktifkan

respons seluler anti tumor sumsum tulang atau darah tepi tanpa

mempengaruhi hemetopoesis26. Efek langsung terhadap pemberian IL

(Inter Leukine)-4, IL-10, dan IL-3 ataupun efek tidak langsung dengan

merangsang pelepasan IL-4, IL-10, dan IL-13 endogen berperan pada

peningkatan efek imunologi anti leukemia25.

Penelitian Vogler dkk menunjukkan bahwa idarubisin lebih efektif

dibandingkan daunorubisin27. Tidak terdapat perbedaan tingkat remisi dan

lamanya remisi pada penderita yang diobati dengan daunorubisin dan

doksorubisin22. Penggunaan ATRA digabungkan dengan sitosin arabinosid

dan daunorubisin untuk penderita LNLA M3 dapat meningkatkan masa

bebas penyakit1.

Remisi dapat terjadi 2--3 minggu11, 4--8 minggu7, dan kadang sampai 8--

12 minggu11 setelah pengobatan. Enam puluh persen remisi komplit dicapai

setelah 1 siklus dan 40% setelah 2 siklus pengobatan28.

Setelah fase induksi dimana terjadi hipoplasia sumsum tulang risiko

terhadap perdarahan dan infeksi sangat tinggi7,12. Oleh karena itu, harus

diberi pengobatan suportif berupa transfusi darah maupun antibiotika12.

Page 13: Leukemia Mielositik Kronik

Penggunaan GM-CSF atau G-CSF yang diberikan setelah fase induksi dapat

memperpendek masa terjadinya netropenia, tetapi hasilnya kurang efektif

dalam pencapaian remisi komplit. Di sisi lain dapat merangsang proliferasi

sel blas LMA10,20,23,29,30. Obat pada fase induksi diberhentikan bila

sumsum tulang bebas dari sel blas selama 1 minggu setelah pengobatan13.

Fase pascaremisi

Belum ada kesepakatan mengenai protokol terbaik untuk memperpanjang

masa remisi komplit pada LNLA1,4,12. Setelah remisi tercapai pengobatan

masih harus dilanjutkan1,10,12-14. Ada beberapa tahapan fase pada fase

pascaremisi, yaitu fase konsolidasi dengan menggunakan obat yang sama

pada fase induksi atau dengan melakukan transplantasi sumsum tulang, fase

intensifikasi atau re-induksi, serta fase pemeliharaan1,2,4-7,12-14.

Transplantasi otologus dianjurkan pada pasien yang telah mengalami remisi

pertama. Bila pasien tidak mengalami remisi atau terjadinya relaps maka

donor harus berasal dari orang lain12,31,32. Transplantasi sumsum tulang

tidak dapat merangsang remisi kedua31. Penelitian Lin dkk menunjukkan

bahwa angka harapan hidup pada anak penderita LMA adalah 67% setelah

dilakukan transplantasi sumsum tulang. Masa remisi rata-rata penderita yang

mendapat transplantasi alogenus lebih lama dibanding transplantasi

otologus33.

Pengobatan pada fase pemeliharaan menggunakan kemoterapi dosis rendah

selama 1--2 tahun setelah remisi12,20. Penelitian Cassileth dkk

membandingkan efektivitas terap fase konsolidasi dan pemeliharaan

mendapatkan bahwa masa hidup bebas penyakit 4 tahun pada kelompok

yang mendapat terapi konsolidasi lebih baik secara bermakna dibanding

yang hanya mendapat terapi pemeliharaan (27 : 16)28.

Terapi pascaremisi bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang

tersisa4,28. Tanpa pengobatan pada fase pascaremisi, lebih dari 90%

penderita akan mengalami relaps dalam 7--8 bulan20. Pada kasus relaps

dilakukan pengobatan berupa re-induksi dengan sitosin arabinosid dosis

tinggi, atau transplantasi sumsum tulang6,12. Radiasi intrakranial pada

LNLA masih dalam perdebatan12,22 meskipun Bruseud menyimpulkan

Page 14: Leukemia Mielositik Kronik

radiasi sinar gama dapat mencegah perkembangan sel leukemia pada LNLA

secara in vitro34. Juga belum terbukti apakah masa hidup bebas penyakit

penderita LNLA yang mendapat terapi profilaksis SSP lebih panjang

daripada yang tidak mendapat terapi profilaksis SSP6,12. Dengan

penatalaksanaan yang adekuat, masa bebas penyakit hanya dapat dicapai

pada 30--40% penderita LNLA12,20.

Komplikasi

Masalah metabolik jarang terjadi pada LNLA dibanding LLA1,2,12.

Kematian penderita biasanya disebabkan oleh infeksi, yang terjadi dalam

masa 10 minggu pertama pengobatan17,13. Perdarahan hebat sering terjadi

pada LNLA M31,2,4,5,7,14.

Faktor Prognostik

Beberapa faktor yang dapat memperburuk prognosis LNLA adalah

monosomi-7, sebelumnya merupakan sindroma mielodisplastik, lekosit >

100.000/µL, leukemia ekstramedulla, dan lama mencapai remisi

komplit2,11,14. Pemeriksaan morfologi dan immunophenotyping pada

LNLA tidak mempunyai korelasi dengan prognostik1,10,14. Prediktor yang

paling kuat untuk menentukan masa hidup bebas penyakit pada LNLA

adalah pemeriksaan analisis sitogenetika14.

Kelangsungan Hidup

Dengan meningkatnya jumlah anak yang menderita LNLA dengan masa

bebas penyakit yang lama, perhatian ditujukan pada pengaruh jangka

panjang akibat leukemia dan pengobatannya. Pertumbuhan, perkembangan,

serta kematangan seks biasanya normal pada anak laki-laki atau perempuan

yang mendapat kemoterapi komplit untuk LNLA. Walaupun demikian,

harus tetap dipantau. Kegagalan gonad, keganasan sekunder, dan perawakan

pendek sering tampak setelah mendapat transplantasi sumsum tulang.

Penelitian mulai menitikberatkan pada masalah peningkataan kualitas hidup

sehingga akan mempengaruhi dasar-dasar pemilihan pengobatan1,2,12.

Page 15: Leukemia Mielositik Kronik

Kesimpulan

Kasus LNLA jarang terjadi pada anak dimana angka harapan hidupnya

relatif rendah. Diagnosis harus ditegakkan secepat dan seakurat mungkin,

untuk segera diberikan penanganan yang tepat. Sebagian kasus dapat

didiagnosis dengan pewarnaan sederhana dari aspirat sumsum tulang.

Diagnosis penunjang lain adalah sitokimia, antibodi monoklonal, dan

sitogenetika. Penatalaksanaan LNLA meliputi penatalaksanaan umum,

penatalaksanaan terhadap faktor penyulit seperti demam dan infeksi,

perdarahan, sindrom tumor lisis, dan lekostasis, serta pemberian kemoterapi.

Tujuan pengobatan adalah melenyapkan seluruh sel leukemia untuk

mencapai remisi terus-menerus dan mencegah relaps. Sampai saat ini, angka

kematian LNLA pada anak masih tinggi.