proposal penelitian kelompok 5 2011

36
PROPOSAL PENELITIAN I. Nama Peneliti : NIM/ Semester : II. Judul Penelitian: HUBUNGAN ANTARA USIA DENGAN ANGKA KEJADIAN BAROTRAUMA TELINGA TENGAH PADA PENYELAM SCUBA III. Bidang Ilmu : Biomedik / Fisiologi kedokteran IV. Latar Belakang Masalah Penurunan kemampuan mendengar merupakan suatu kelainan yang banyak terjadi pada penyelam (Campbell, 2003). Banyak faktor yang menyebabkan penurunan kemampuan mendengar, salah satunya adalah faktor usia. Berdasarkan hasil penelitian Kristianto (2012) terhadap 50 penyelam TNI Angkatan Laut RI kawasan barat pada rentang usia 25-55 tahun, menunjukkan bahwa penyelam berusia 46-55 tahun mengalami gangguan pendengaran lebih banyak sebesar 50%, diikuti usia 36-45 tahun sebesar 47%, dan yang sedikit mengalami gangguan berusia 25-35 tahun sebesar 38%. Dari hasil penelitian terhadap 100 penyelam Angkatan Laut Pakistan ditemukan 54% mengalami gangguan pendengaran antara lain infeksi, 1

Upload: berlianazaghi

Post on 26-Nov-2015

65 views

Category:

Documents


13 download

TRANSCRIPT

PROPOSAL PENELITIANI. Nama Peneliti:

NIM/ Semester:

II. Judul Penelitian: HUBUNGAN ANTARA USIA DENGAN ANGKA KEJADIAN BAROTRAUMA TELINGA TENGAH PADA PENYELAM SCUBA

III. Bidang Ilmu

: Biomedik / Fisiologi kedokteran

IV. Latar Belakang Masalah

Penurunan kemampuan mendengar merupakan suatu kelainan yang banyak terjadi pada penyelam (Campbell, 2003). Banyak faktor yang menyebabkan penurunan kemampuan mendengar, salah satunya adalah faktor usia. Berdasarkan hasil penelitian Kristianto (2012) terhadap 50 penyelam TNI Angkatan Laut RI kawasan barat pada rentang usia 25-55 tahun, menunjukkan bahwa penyelam berusia 46-55 tahun mengalami gangguan pendengaran lebih banyak sebesar 50%, diikuti usia 36-45 tahun sebesar 47%, dan yang sedikit mengalami gangguan berusia 25-35 tahun sebesar 38%.

Dari hasil penelitian terhadap 100 penyelam Angkatan Laut Pakistan ditemukan 54% mengalami gangguan pendengaran antara lain infeksi, barotrauma, dan tuli (Zahir et al., 2010). Penurunan kemampuan mendengar ini dapat terjadi lebih awal karena efek barotrauma telinga, yang paling banyak terjadi pada usia 21-40 tahun (Kaplan, 2007). Dari total kasus barotrauma, barotrauma pada telinga mencapai 90% (Harril, 2003).

Barotrauma pada penyelam dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor resiko yang dapat menyebabkan barotrauma telinga adalah usia, jenis kelamin, kondisi fisik dan psikologis penyelam, penggunaan tutup telinga, pengetahuan penyelam, keterampilan, dan penguasaan alat selam yang digunakan. Penggunaan peralatan SCUBA (Self-Contained underwater Breating Appartus) merupakan faktor yang dapat mengurangi terjadinya barotrauma telinga (Harril, 2003; Kaplan, 2007; Priyanto, 2005).

Barotrauma pada telinga ditandai dengan gangguan telinga dari derajat ringan sampai berat. Gejala yang sering ditemukan adalah nyeri telinga, tuli sementara, tinnitus, vertigo bahkan sampai terjadi kehilangan pendengaran secara permanen (Kaplan, 2007; Mawle dan Jackson, 2002; Notlkamper, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan Mawle dan Jackson (2002) dari 142 responden yang mengalami barotrauma, 64% menunjukkan gejala gangguan telinga. Responden yang mengeluh nyeri telinga 47,9%, responden dengan tuli sementara disertai tinnitus 27,5%, dan responden yang mengalami vertigo 9,9%. Sedangkan pada penelitian yang melibatkan 709 penyelam angkatan laut Amerika ditemukan bahwa 52,1% menderita barotrauma telinga, dengan rincian kelainan : ruptur membran timpani 95,4%, ruptur jendela oval/jendela bundar 1,1%, dan keterbatasan permanen (tuli, tinnitus, dan gangguan keseimbangan) 2,3% (Conrad, 2005).

Sampai saat ini data terperinci untuk barotrauma telinga penyelam angkatan laut (AL) di Indonesia belum dilaporkan. Mengingat tingginya angka kejadian barotrauma telinga pada usia produktif yang dapat meningkatkan resiko penurunan pendengaran pada penyelam SCUBA anggota AL yang masih bertugas, sangatlah penting untuk dilakukan penelitian ini sehingga dapat dilakukan upaya pencegahan yang lebih awal.

V. Perumusan masalah

Apakah ada hubungan antara usia dengan angka kejadian barotrauma telinga tengah pada penyelam SCUBA?

VI. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui adanya hubungan antara usia dengan kejadian barotrauma telinga tengah penyelam SCUBA?

VII. Manfaat Penelitian

A. Manfaat Teoritik

1. Menambah pengetahuan dalam bidang fisiologi kelautan

2. Mengetahui adanya hubungan antara usia penyelam dengan angka kejadian barotrauma telinga tengah

B. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada masyarakat tentang salah satu efek dari barotrauma telinga yang menyebabkan penurunan kemampuan mendengar terutama kepada masyarakat yang bidang kerjanya berhubungan dengan kondisi lingkungan bawah laut.

VIII. Tinjauan PustakaA. Telinga1. Anatomi

Untuk memudahkan mempelajari struktur dan fungsi telinga, telinga manusia dibagi menjadi tiga bagian yaitu :a. Telinga LuarTerdiri atas aurikula atau pinna dan saluran telinga. Aurikula atau pinna merupakan bagian pertama dan terluar dari telinga yang berfungsi untuk mengumpulkan dan menyalurkan suara (dan air) ke dalam telinga (Murray, 2003). Bangunan berikutnya adalah saluran telinga yang merupakan suatu saluran berbentuk tabung yang berakhir pada membran telinga (Campbell, 2004). Bagian paling luar dari saluran telinga terdapat kelenjar yang memproduksi wax (serumen), berfungsi untuk membersihkan saluran telinga dari mikroba atau benda asing yang masuk ke dalam telinga. Sedangkan bagian dalam dari saluran telinga ditutupi oleh kulit berambut tipis. Perubahan pada area ini dapat menimbulkan rasa nyeri (Delphia, 1999).b. Telinga TengahTelinga tengah terdiri atas membran timpani atau disebut juga gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran (malleus, inkus dan stapes) untuk menghasilkan suara (Murray, 2003). Selain itu, terdapat tuba eustachii sebagai penghubung telinga tengah dengan bagian belakang dari tenggorokan (nasofaring). Tuba eustachii berfungsi untuk mempertahankan tekanan udara telinga tengah dan telinga luar tetap sama (Delphia, 1999). Proses ini disebut sebagai ekualisasi.

c. Telinga Dalam

Jendela oval, jendela bundar, dan koklea merupakan bangunan yang ditemukan di telinga dalam (Murray, 2003). Di dalam koklea terdapat organon korti yang berperan dalam proses mendengar dengan mengubah suara menjadi impuls untuk diterjemahkan di pusat pendengaran. Disamping itu, telinga dalam juga berperan dalam fungsi keseimbangan tubuh (Delphia, 1999).

2. Fisiologi

Untuk memudahkan mempelajari fungsi telinga, telinga manusia dibagi menjadi dua fungsi yaitu :

a. Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggetarkan tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik pada badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis (Soepardi, 2007).

b. Keseimbangan

Keseimbangan tubuh terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ visual, dan proprioseptif. Labirin terdiri dari labirin statis (utrikulus dan sakulus) dan labirin kinetik (tiga kanalis semisirkularis) yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor keseimbangan (Soepardi, 2007).Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan endolimfe di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong kearah berlawanan, maka terjadi hiperpolarisasi (Soepardi, 2007).B. Penyelam

1. Definisi

Penyelam adalah seseorang yang melakukan kegiatan di bawah air dengan atau tanpa mengggunakan peralatan penyelaman untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Indrawadi, 2007).

2. Klasifikasi Penyelaman

a. Berdasarkan kedalaman, penyelaman dapat dibedakan menjadi : penyelaman dangkal (30m) (Indrawadi, 2007).

b. Berdasarkan peralatan yang digunakan, penyelaman terdiri atas : Skin diving / menggunakan peralatan dasar selam (masker, snorkel dan fins) dan Scuba diving menggunakan peralatan SCUBA (Itha, 2007). Pada umumnya untuk penyelaman lebih dari 10 meter digunakan alat SCUBA.

c. Berdasarkan tujuan, penyelaman dibedakan menjadi : penyelaman olah raga, penyelaman komersial, penyelaman penyelamatan, penyelaman yang dilakukan oleh angkatan bersenjata dan penyelaman penelitian.

3. Persiapan dan Persyaratan

Sebelum seseorang melakukan penyelaman, ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan, yaitu kemampuan berenang, pengetahuan tentang penyelaman, kondisi fisik dan psikologis penyelam, serta penguasaan dan penggunaan peralatan penyelaman (Christantiowati, 2000).

Selanjutnya, menurut Priyanto (2005) kondisi umum yang harus dipersiapkan sebelum melakukan penyelaman antara lain :a. Kondisi Fisik dan Psikologis

Kondisi fisik dan psikis penyelam perlu mendapat perhatian penuh. Penyelam tidak hanya menghadapi perbedaan suhu antara di permukaan dan di bawah air, tetapi juga perbedaan tekanan yang cukup signifikan (Priyanto, 2005). Pada penyelam yang lebih tua, kondisi fisik biasanya kurang optimal karena mulai mengidap penyakit degeneratif. Sedangkan pada penyelam muda, kondisi fisiknya lebih optimal tetapi kondisi psikis masih labil karena kematangan emosi dan keterampilan menyelam belum memadai (Kay, 2002). Dengan demikian usia optimal untuk melakukan penyelaman yakni 20-30 tahun oleh karena pada kelompok ini telah mencapai kematangan fisik dan psikis (Shelanski, 2003).Jenis kelamin penyelam secara tidak langsung mempengaruhi risiko terjadinya penyakit akibat penyelaman. Presentase lemak tubuh penyelam wanita yang lebih tinggi daripada penyelam pria meningkatkan risiko terhadap penyakit dekompresu dan emboli arteri oleh karena gas lebih mudah larut dalam lemak. Meskipun demikian, jumlah lemak pada penyelam wanita memberikan keuntungan dalam menyediakan isolator panas tubuh selama penyelaman dan meningkatkan daya apung. Kapasitas dan kekuatan aerobik wanita lebih rendah dibandingkan dengan penyelam pria sehingga kemampuan fisik penyelam wanita kurang optimal (Campbell, 2003).Bove F (2002) mengatakan kondisi-kondisi fisik yang secara medis menghalangi seseorang untuk melakukan penyelaman antara lain :1) Gangguan saraf misal : migren dan riwayat trauma medulla spinalis.

2) Penyakit jantung dan pembuluh darah misal : hipertensi, riwayat infark miokard, dan kelainan katup jantung.

3) Penyakit paru misal asma dan Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM).4) Gangguan psikiatrik termasuk keinginan untuk bunuh diri, psikosis, kecemasan dan depresi yang belum tertangani.

5) Penyakit akibat gangguan metabolisme misalnya : diabetes melitus, obesitas, insufisiensi ginjal, dan tirotoksikosis.

6) Kehamilan

b. Kemampuan Berenang

Kemampuan berenang merupakan syarat mutlak untuk bisa melakukan penyelaman (Indrawadi, 2007). Oleh karena penyelam TNI-AL yang pekerjaannya sebagian besar beraktivitas di dalam air sehingga penting untuk menguasai kemampuan berenang (Mangoensadjito, 2005).

c. Kemampuan Dasar Selam Menurut Priyanto (2005) kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang penyelam meliputi :1) Skin diving yang dimulai dari entry (masuk ke dalam air), snorkling/ free diving (menyelam seraya menahan nafas selama beberapa saat), Surface dive (menyelam dengan kepala terlebih dahulu masuk ke dalam air pada kedalaman 10-15 kaki [1 kaki=0,3m]), Snorkel clearing (membersihkan atau menghilangkan air yang masuk ke snorkel) dan ascent (naik ke permukaan).

2) SCUBA diving yang meliputi : merakit peralatan SCUBA, entry, mask clearing (menghilangkan embun pada masker atau kacamata selam), buddy breathing (berbagi udara di dalam air atau saat naik ke permukaan dengan teman penyelaman), ascent/exit.3) Pengetahuan Akademis Penyelaman (PAP)

Secara teoritis, seorang penyelam harus memahami fisiologi tubuh manusia, hukum-hukum fisika dan keadaan geografi penyelaman. Sebab selama menyelam, muncul masalah kesehatan akibat pengaruh dari perubahan tekanan dan suhu air laut terhadap fisiologi tubuh manusia (Priyanto, 2005).

Tekanan atmosfer merupakan gaya yang diterapkan pada suatu objek per satuan luas oleh atmosfer bumi. Dasar ukuran satu atmosfer yakni tekanan atmosfer pada permukaan air laut sebesar 14,7 psi atau setara dengan 760 mmHg. Tekanan ini akan meningkat bila seseorang menyelam di bawah permukaan air. Hal ini disebabkan karena gaya dari atmosfer dan gaya dari air di atas penyelam. Setiap penurunan 33 kaki di bawah air atau sekitar 10 meter terjadi peningkatan tekanan sebesar 1 atmosfer (Guyton dan Hall, 1997; Priyanto, 2005).

Beberapa hukum tekanan gas yang diperlukan untuk menjelaskan perubahan tekanan udara selama di permukaan dan di dalam air laut antara lain :

a) Hukum Boyle

Keterangan: P1 = Tekanan atmosfer pada kedalaman tertentu

V1 = Volume pada tekanan P1

P2 = Tekanan pada kedalaman 10 m

V2 = Volume pada kedalaman 10 m

Saat penyelaman descent, tekanan atmosfer meningkat, volume dari jaringan atau gas berkurang.

b) Hukum Henry

Jumlah gas yang terlarut dalam cairan sama dengan tekanan parsial gas tersebut (Bove F, 2002).Adanya perbedaan tekanan parsial antara gas yang terlarut dalam cairan dengan gas yang terlarut dalam jaringan menyebabkan gas berdifusi masuk atau keluar dari cairan sehingga mempengaruhi laju difusi gas. Ketika penyelam descent, gas inspirasi berdifusi ke jaringan dan saat penyelam ascent, gas inspirasi berdifusi dari jaringan ke darah (Priyanto, 2005).C. Penyelam SCUBA Adalah penyelam yang menggunakan peralatan pernafasan yang dapat dibawa sendiri. Alat selam SCUBA dibedakan atas sistem pernafasan dan media pernafasan yang digunakan (Tagliati, 2004). Sistem pernafasan alat selam SCUBA mengguanakan tiga sistem yakni: 1) Sistem sirkuit tertutup yaitu menggunakan oksigen murni dilengkapi penyerap kimia untuk menghalau CO2 yang keluar dari paru tanpa membuang udara pernapasan ke air, 2) Sistem sirkuit terbuka yakni udara yang telah dihisap dibuang langsung ke air tanpa digunakan lagi, 3) Sistem sirkuit semi tertutup merupakan kombinasi dari sirkuit terbuka dan tertutup, dengan udara yang dihembuskan sebagian masuk ke dalam alat dan sebagian lagi dikeluarkan ke udara sekitar. Sedangkan media pernafasan SCUBA berasal dari udara biasa, oksigen murni, dan gas campuran. Pada penyelam SCUBA Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI-AL), lebih sering menggunakan SCUBA dengan sistem sirkuit terbuka dan sistem sirkuit tertutup dengan media pernafasan berupa gas campuran (Mangoensdajito, 2005).Persoalan paling penting pada penggunaan alat SCUBA ialah terbatasnya waktu penyelaman (Guyton dan Hall, 1997). Penyelaman SCUBA paling aman dapat dilakukan pada tingkat kedalaman 5-40 meter. Pada keadaan normal penyelam SCUBA dapat menyelam pada kedalaman 10 meter dalam waktu yang tidak terbatas. Sedangkan pada kedalaman 40 meter penyelam SCUBA maksimal dapat menyelam selama 10 menit (Indrawadi, 2007).D. Barotrauma Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat perbedaan tekanan udara di dalam rongga fisiologis dalam tubuh dengan tekanan udara di sekitarnya (Bentz dan Hughes, 2002). Ketidakseimbangan tekanan terjadi apabila penyelam tidak mampu menyamakan tekanan udara di dalam rongga tubuh ketika tekanan air bertambah atau berkurang. Barotrauma dapat terjadi pada organ tubuh seperti telinga, sinus paranasalis, gigi, paru dan usus. Tetapi kasus terbanyak pada penyelam adalah barotrauma telinga (Thiritz dan Kadir, 2005; Noltkamper, 2001). Barotrauma telinga terdiri dari barotrauma telinga luar, barotrauma telinga tengah, dan barotraumas telinga dalam (Bentz dan Hughes, 2002).1. Barotrauma telinga luar

Pada saat menyelam, air akan masuk pada saluran telinga. Bila saluran telinga tertutup, seperti misalnya pertumbuhan tulang, adanya serumen dan penutup telinga, maka terdapat udara yang terjebak ketika tekanan bertambah, mengecilnya volume udara tidak dapat diimbangi dengan kolapsnya rongga telinga, sehingga mengakibatkan dekongesti, perdarahan dan tertariknya membrane timpani ke lateral (Bentz dan Hughes, 2002). Peristiwa ini terjadi bila terdapat perbedaan tekanan air dan tekanan udara dalam rongga telinga sebesar 150 mmHg atau pada kedalaman 1,5-2 meter (Thiritz dan Kadir, 2005).

2. Barotrauma telinga tengah

Merupakan barotrauma telinga yang banyak terjadi pada penyelam dengan gejala yang tiba-tiba (Delphia, 1999). Terjadinya barotrauma telinga tengah biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan tuba eustachii untuk melakukan ekualisasi (Bentz dan Hughes, 2002). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kegagalan ekualisasi antara lain: merokok, alergi, infeksi saluran pernafasan atas, trauma wajah, dan akibat cara membersihkan telinga yang salah (Stiller, 2001).

Diagnosa barotrauma telinga tengah didasarkan pada pemeriksaan otoskop dengan ditemukannya pembengkakan membrane timpani. Pada keadaan lanjut dapat terjadi retraksi membrane timpani (Delphia, 1999).

Menurut klasifikasi TEED barotrauma telinga tengah dibedakan menjadi empat klasifikasi, yang terdiri atas :

Tipe 0(Tidak terlihat adanya kelainan, telinga normal.

Tipe I(Kongesti di sekitar umbo

Tipe II(Kongesti pada seluruh permukaan membrana timpani

Tipe III(Perdarahan pada telinga tengah

Tipe IV( Perdarahan dan adanya cairan, gelembung udara di belakang membran, rupture membran.

Tipe V(Perdarahan, lubang pada membran timpani, telinga tengah berisi darah berwarna gelap oleh karena mengalami deoksigenasi (Kaplan, 2007: Kay, 2000).

Pembagian yang lain dari barotrauma telinga tengah, yakni dibagi menjadi:

Grade 0(Pasien mengalami gejala dari barotrauma telinga tengah dan pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan adanya kelainan.

Grade I(Terlihat adanya injeksi membrana timpani

Grade II(Injeksi disertai perdarahan pada mebrana timpani

Grade III(Terlihat adanya perdarahan luas

Grade IV(Hemotympanum luas

Grade V(Terjadi perforasi membrane timpani (Kay, 2000).

3. Barotrauma telinga dalam

Terjadi jika penyelam melakukan teknik ekualisasi telinga terlalu kuat dengan teknik ekualisasi valsava. Peningkatan tekanan pada telinga tengah dapat menyebabkan kerusakan jendela oval dan jendela bundar. Derajat kerusakan yang timbul tergantung pada kemampuan dari tuba eustachii untuk melakukan ekualisasi (Delphia, 1999).

Dari data penelitian sebelumnya, barotrauma telinga dalam lebih jarang dijumpai daripada barotrauma telinga tengah (Noltkamper, 2001).

Barotrauma telinga dalam dapat dibedakan menjadi dua, yakni:

a. Kerusakan koklea dengan perdarahan intracochlear dan intralabyrinth.b. Pembentukan fistula perylimfe (Harril, 2003).

Ada beberapa hal yang mempengaruhi terjadinya barotrauma telinga antara lain: 1) Teknik ekualisasi yang digunakan, 2) Penanganan infeksi telinga sebelumnya, 3) Penggunaan penutup telinga, 4) Terpisah dari teman penyelaman (buddy) (Mawle dan Jackson, 2002).

Teknik ekualisasi yang banyak dipergunakan penyelam SCUBA yakni teknik valsava, teknik frenzel, dan teknik toynbee (Kay, 2000). Teknik valsava dilakukan dengan cara menutup hidung dan glottis serta meningkatkan tekanan intratorakal dan intraabdominal. Sedangkan teknik frenzel dilakukan dengan mengkontraksikan otot-otot faring tanpa meningkatkan tekanan intratorakal. Teknik toynbee dilakukan dengan cara menutup hidung dan seolah-olah menelan sesuatu (Tagliati, 2004).

E. Hubungan Usia Dengan kejadian Barotrauma

Meskipun tidak ada korelasi langsung antara usia dan frekuensi barotrauma, kelompok yang paling umum terkena penyakit ini berkisar antara 21-40 tahun (Kaplan, 2007) . Namun, korelasi langsung memang ada antara usia dan efek residual dari barotrauma, yang secara signifikan meningkat setelah usia 50 tahun.Berdasarkan hasil penelitian Kristianto (2012) terhadap 50 penyelam TNI Angkatan Laut RI kawasan barat pada rentang usia 25-55 tahun, menunjukkan bahwa penyelam berusia 46-55 tahun mengalami gangguan pendengaran lebih banyak sebesar 50%, diikuti usia 36-45 tahun sebesar 47%, dan yang sedikit mengalami gangguan berusia 25-35 tahun sebesar 38%.

XI. Kerangka Pemikiran

Keterangan :

X. Hipotesis

Ada hubungan antara usia penyelam SCUBA dengan angka kejadian barotrauma telinga tengah.

XI. Metodologi Penelitian

A. Jenis PenelitianPenelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross-sectional .B. Lokasi Penelitian

Sekolah Penyelam TNI-AL (SESELAM) dan Sekolah Pasukan Katak (SEPASKA).C. Subjek Penelitian

Penyelam SCUBA TNI-AL aktif.D. Teknik Sampling Besar sampel pada penelitian ini diperoleh berdasarkan rumus (Eriyanto, 2007)

dengan:

n = besar sampel minimum

Z = tingkat kepercayaan

p ( 1 - p ) = variasi populasi dalam bentuk proporsi

E = kesalahan sampel yang dikehendaki (sampling error)

Jika perkiraan prevalensi penyakit yang diteliti pada populasi sebesar 52,1% (p = 0,521) dan diinginkan tingkat kepercayaan 95% (Z = 1,96) dengan kesalahan sampel 10% (E = 0,1), maka perhitungan besar sampel :Berdasarkan perhitungan di atas, jumlah sampel yang dibutuhkan sebanyak 96 penyelam.Pengambilan sampel dilakukan secara Purposive Sampling, sesuai dengan kriteria Inklusi dan Eksklusi yang telah ditentukan berikut :1. Kriteria Inklusi

a. Jenis kelamin laki-laki.

b. Umur 20-60 tahun.c. Kedalaman penyelaman 10 m-40 m.

d. Menggunakan alat selam SCUBA dengan sirkuit sistem tertutup dan sirkuit sistem terbuka.

e. Mampu melakukan ekualisasi dengan teknik valsava.

2. Kriteria Eksklusia. Kondisi fisik, tidak memenuhi salah satu dari:

1) Gangguan saraf, misal: migren dan riwayat trauma medulla spinalis.2) Penyakit jantung dan pembuluh darah, misal: hipertensi, riwayat infark miokard dan kelainan katup jantung.3) Penyakit paru, misal: asma dan Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM).4) Gangguan psikiatrik termasuk keinginan untuk bunuh diri, psikosis, kecemasan, dan depresi yang belum tertangani.5) Penyakit akibat gangguan metabolisme, seperti misalnya: DM, obesitas, insufiensi ginjal dan tirotoksikosis.6) Pernah mengalami gangguan THT sebelumnya.

b. Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obat psikotropika.

Setelah seluruh kriteria sampel didapat kemudian dilakukan pengambilan sampel.

E. Identifikasi Variabel

1. Variabel bebas

: Usia penyelam SCUBA

2. Variabel tergantung

: Barotrauma telinga tengah

3. Variabel luar yang terkendali:

a. Jenis kelamin

b. Kedalaman penyelaman

c. Alat selam yang digunakan

d. Teknik ekualisasi yang digunakan

e. Lama menyelam perhari

f. Kondisi geografi penyelaman

4. Variabel luar yang tidak terkendali

a. Kelainan anatomi telinga

b. Tekanan udara selama penyelaman

c. Suhu air

F. Definisi Operasional Variabel

1. Usia penyelam SCUBAUsia adalah usia kronologis subjek penelitian, dihitung berdasarkan ulang tahun terakhir yang telah dilalui dan dinyatakan dalam satuan tahun, dikategorikan dalam :

a. 20-30 tahun

b. 31-40 tahun

c. 41-50 tahun

d. 51-60 tahunSkala yang digunakan: interval (Taufiqurrahman, 2004).

2. Barotrauma telinga tengah

Yakni kerusakan jaringan telinga tengah yang disebabkan oleh adanya perbedaan tekanan yang tiba-tiba dan tidak dapat diseimbangkan. Menurut kriteria TEED, barotrauma telinga diklasifikasikan sebagai berikut:

Tipe 0(Tidak terlihat adanya kelainan, telinga normal.

Tipe I(Kongesti di sekitar umbo

Tipe II(Kongesti pada seluruh permukaan membrana timpani

Tipe III(Perdarahan pada telinga tengah

Tipe IV(Perdarahan dan adanya cairan, gelembung udara di belakang membran, rupture membran.

Tipe V(Perdarahan, lubang pada membran timpani, telinga tengah berisi darah berwarna gelap oleh karena mengalami deoksigenasi (Kaplan, 2007: Kay, 2000).

kriteria-kriteria di atas diketahui dengan menggunakan data rekam medis sampel.

Skala yang digunakan: ordinal (Taufiqurrohman, 2004).

3. Variabel luar yang terkendali :

a. Penyelam SCUBA dengan jenis kelamin laki-laki

b. Kedalaman penyelaman 10m-40m

c. Melakukan ekualisasi dengan teknik valsava

d. Alat selam yang digunakan yakni SCUBA dengan sirkuit terbuka dan tertutup

e. Lama menyelam per hari 1-6 jam.G. Rancangan Penelitian

H. Alat dan Bahan Penelitian

1. Kuesioner

2. Rekam Medis

3. Alat-alat pemeriksaan otologi : otoskop dan head lamp.

I. Cara Kerja

1. Penyelam SCUBA dipilih sesuai kriteria inklusi dan kriteria eksklusi.

2. Diberikan kuesioner yang berisi :

a. Data-data umum (nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa)

b. Lama menyelam per hari

c. Frekuensi menyelam

d. Lamanya menjadi penyelam

3. Dikelompokkan menjadi 4 kelompok menurut usia penyelam dengan skala interval :

a. 20-30 tahun

b. 31-40 tahun

c. 41-50 tahun

d. 51-60 tahun

4. Data yang diperoleh dari kuesioner disesuaikan dengan data dari rekam medis sampel yang diperoleh dari bagian THT RSAL Dr. Ramelan Surabaya.

J. Analisa Data

Data dalam penelitian ini akan dianalisa dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk data berkelompok (Supranto, 2000).

G. Jadwal KegiatanNoKEGIATANMINGGU

1234567891011121314

1Mahasiswa mengirim topik

2Dibahas tim skripsi

3Pembimbingan usulan proposal

4Proposal siap

5Ujian proposal

6Pengumpulan data

7Penelitian skripsi

8Ujian pra skripsi

9Ujian skripsi

XII. DAFTAR PUSTAKA

Bentz, BG, Hughes CA (2002). Barotrauma. http://www.emedicine.com - Diakses Maret 2007.

Bove, AA (2002). Medical disorders related to diving. Journal of Intensive Care Medicine, 17(2): 75-86.

Bove, F (2002). Ear barotrauma. http://www.skindiver.com - Diakses Maret 2007.

Campbell, ES (2003). ENT problems in SCUBA diving. http://www.scuba-doc.com - Diakses April 2007.

Campbell, ES (2004). Middle ear barotrauma. http://www.scuba-doc.com - Diakses April 2007.

Christantiowati, B (2000). Fisika dan fisiologi penyelaman. Dikjursel (Seselam)/ Pusbangdikopsla. p: 24

Conrad, Steven A (2005). Dysbarism. http://www.emedicine.com - Diakses Mei 2007.

Culberson (2005). Perforated ear drum. http://www.ENTcenter.net - Diakses Mei 2007.

Delphia, B (1999). Common ear injuries while diving. http://www.diversalertnetwork - Diakses Maret 2007.

Eriyanto (2007). Teknik sampling analisis opini publik. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta, p: 292.

Guyton, AC, Hall JE (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke 9. Jakarta: EGC, p: 698.

Grossan, A (2003). Ear barotrauma in SCUBA divers. Journal of Laryngoologie and Otologie, 10: 53-57.

Harril, WC (2003). Barotrauma of the middle and inner ear. http://www.bcm.edu - Diakses Maret 2007.

Indrawadi (2007). Manfaat SCUBA diving, mengungkap rahasia bawah laut. http://www.geocities.com - Diakses Mei 2007.

Itha (2007). Menyelam, olahraga sekaligus rekreasi. http://bz.blogfam.com/2007/04/menyelam_olah_raga_sekaligus_r.html - Diakses Mei 2007.

Jacobs, M (2004). Undersea Medicine. Occupational/Preventive Medicine Physician Naval Hospital Great Lakes. p: 7 - Diakses Maret 2007.

Kaplan, J (2007). Barotrauma. http://www.emedicine.com - Diakses 17 Mei 2007.

Kay, E (2000). Diving medicine. http://www.faculty.washington - Diakses Maret 2007.

Kay, E (2002). The older diver problem. http://www.faculty.washington - Diakses Maret 2007.

Kristianto, Wahyu. 2012. Gambaran gangguan pendengaran pada penyelam TNI angkatan laut. Indonesia, Universitas Indonesia. Skripsi.Mawle, SE, Jackson CA (2002). An investigation of ear trauma in divers including ear barotrauma and ear infection. European Journal of Underwater and Hyperbaric Medicine. 3(2): 47-49.

Mangoensadjito, S (2005). Paket Instruksi Kesehatan Bawah Air (I). Dikjursel (Seselam)/ Pusbangdikopsla. p: 15.

Murray, G (2003). Scuba diving health problems. http://www.The-On-Line ENT-Consultant Home Page - Diakses Maret 2007.

Noltkamper, D (2001). Barotrauma/decompression sikcness. http://www.emedicine.com - Diakses Mei 2007.

Priyanto, T (2005). Paket Instruksi SCUBA (Buku 1). Dikjursel (Seselam/ Pusbangdikopsla, p:12.

Shelanski, S (2003). When is person old enough to dive? How old is too old?. http://www.seasabres.com - Diakses Mei 2007.

Soepardi, EA, Iskandar N (2007). Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Stiller, GH (2001). Ear pain, scuba diving. http://www.emedicine.com - Diakses April 2007.

Supranto, J (2000). Statistik teori dan aplikasi. Jakarta: Erlangga, p: 149.

Tagliati, M (2004). Karolinska Institute: Active presure equalization in diving.

Taufiqurrohman, MA (2004). Pengantar metodologi penelitian untuk ilmu kesehatan. Klaten: CSGF (the Community of Self Group Forum), p: 33.

Thiritz, D, Kadir A (2005). Gangguan pendengaran dan keseimbangan pada penyelam tradisional suku Bajo Sulawesi Selatan. J.Med. Nus. 26(3): 143-148.

Zahir, S, MU Rehman, F Rizvi, M Afzal (2010). Frequency of ear problems and associated with diving & their prevention in Pakistan Navy. Pakistan Armed Forces Medical Journal, 60(1): 135-139.P1V1 = P2V2

dibedakan menjadi

variabel yang berpengaruh tetapi tidak diteliti

mempengaruhi

mengakibatkan

Z2 . p ( 1 - p )

n = -----------------

E2

(1,96)2 . 0,521(1 - 0,521)

n = ---------------------------

(0,1)2

= 96

0,96

= ----------

0,01

3,8416 . 0,521(0,479)

= -----------------------

0,01

18