referat gilut ediitttt 11

12
BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Obat kortikost eroid telah digunakan dalam terapi untuk berbagai penyakit selama setenga h aba d ter akhir. Jumlah kor tik osteroid sinteti s ya ng ters edi a unt uk dok ter juga meningkat, dengan obat-obatan dari berbagai potensi dan durasi tindakan yang sesuai dengan tujuan yang telah di tetapkan. Kort ikosteroid me mi li ki pengelo laa n be berapa kondisi meno naktif kan dan meny elamatk an bany ak nyawa . Namu n dalam peresep an, kortik ostero id sendiri memiliki kerugikan dan keuntungan. Di Inggris, diperkirakan bahwa lebih dari !".""" orang yang mengunakan se#ara terus mener us kortikos teroid , dan lebih dari setengahn ya adalah anak-a nak yan g dirawat dengan penyakit asma, dalam perawatan primer yang terkena dosis tinggi untuk penyakit kronis digunakan kortikosteroid melalui kombinasi inhaler dan perangkat intranasal lainya. Dalam kedokteran gigi kortikosteroid $%lukokortikoid& digunakan se#ara luas untuk efek anti-in flamas i dan imun osupre sif. 'ebag ian besar steroid digunakan untu k meng atasi  peradangan yang mun#ul dan juga untuk penyakit sekunder pada rongga mulut seperti reaksi hipersensiti(itas terhadap komponen mobile. %lukokortikoid tidak mengganggu mekanisme penyakit primer tetapi #ara kerjanya sebagai anti-inflamasi dan efek imunosupresif. )ampaknya masuk akal untuk mendapatkan keuntungan dari steroid sebagai palliati(es dalam fase akut dari suatu penyakit dan suatu  penyakit jangka panjang $kronis& penekan dari pertahanan penderita $host&. *akalah ini  berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan berbagai kondisi dan  penyakit yang mempengaruh i rongga mulut. II. Ru musa n Masalah +. paka h yang d imak sud Obat Kortik o-'ter oid dan a pa saja in dikasi nya . agaimana *ek anisme Kerja obat g olong an Ko rtiko -'teroi d /. agaimana Indik asi 0emb erian Oba t Kortiko -'terio id pada pen yaki t rongga *u lut  berserta dosisnya 1. pa sa ja Ko ntra-In dikasi dari p engu naan Kortik o-'ter oid !. pa ' aja 2f ek 'amping dari p engu naan Kortiko -'teroi d +

Upload: guntur-ika

Post on 16-Oct-2015

36 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar BelakangObat kortikosteroid telah digunakan dalam terapi untuk berbagai penyakit selama setengah abad terakhir.Jumlah kortikosteroid sintetis yang tersedia untuk dokter juga meningkat, dengan obat-obatan dari berbagai potensi dan durasi tindakan yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.Kortikosteroid memiliki pengelolaan beberapa kondisi menonaktifkan dan menyelamatkan banyak nyawa.Namun dalam peresepan, kortikosteroid sendiri memiliki kerugikan dan keuntungan.

Di Inggris, diperkirakan bahwa lebih dari 250.000 orang yang mengunakan secara terus menerus kortikosteroid, dan lebih dari setengahnya adalah anak-anak yang dirawat dengan penyakit asma, dalam perawatan primer yang terkena dosis tinggi untuk penyakit kronis digunakan kortikosteroid melalui kombinasi inhaler dan perangkat intranasal lainya.

Dalam kedokteran gigi kortikosteroid (Glukokortikoid) digunakan secara luas untuk efek anti-inflamasi dan imunosupresif.Sebagian besar steroid digunakan untuk mengatasi peradangan yang muncul dan juga untuk penyakit sekunder pada rongga mulut seperti reaksi hipersensitivitas terhadap komponen mobile.Glukokortikoid tidak mengganggu mekanisme penyakit primer tetapi cara kerjanya sebagai anti-inflamasi dan efek imunosupresif.Tampaknya masuk akal untuk mendapatkan keuntungan dari steroid sebagai palliatives dalam fase akut dari suatu penyakit dan suatu penyakit jangka panjang (kronis) penekan dari pertahanan penderita (host).Makalah ini berhubungan dengan penggunaan kortikosteroid dalam pengobatan berbagai kondisi dan penyakit yang mempengaruhi rongga mulut.II. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud Obat Kortiko-Steroid dan apa saja indikasinya?2. Bagaimana Mekanisme Kerja obat golongan Kortiko-Steroid ?3. Bagaimana Indikasi Pemberian Obat Kortiko-Sterioid pada penyakit rongga Mulut berserta dosisnya ?

4. Apa saja Kontra-Indikasi dari pengunaan Kortiko-Steroid ?

5. Apa Saja Efek Samping dari pengunaan Kortiko-Steroid ?

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Kortiko-SteroidKortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. Berbagai jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya,misalnya deksametason yang mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil dibandingkan dengan kortisol.

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol respon inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid sintetik, misalnya prednisolon,triamsinolon, dan betametason.

Golongan mineralokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasiyang berarti, kecuali 9 -fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air danelektrolit terlalu besar.

Kortikosteroid juga merupakan analog-analog yang sintetik dari hormon kortisol. Mereka mengikat secara spesifik sel yang peka rangsangan intrasel dan memasuki jaringan/jaringan tisu/tisu target, dan meniru jaringan tersebut secara alami yang tentu saja terjadi didalam hormon-hormon yang ada; perbedaan-perbedaan utama adalah glukokortikoid yang relatif melawan potensi mineralokortikoid dan memiliki waktu paruh yang panjang. Potensi-potensi dan durasi kerja relatif kortikosteroid dapat dilihat dalam tabel berikut.

1.1. Tabel Potensi dan durasi kerja relatif kortikosteroidAdapun indikasi-indikasi pengunaan kortikosteroid dalam medis adalah untuk penyakit-penyakit berikut :

Musculoskeletal dan penyakit jaringan ikat (rheumatoid arthritis, polymyositis,

lupus eritematosus sistemik, dan vaskulitis)

Penyakit pernapasan (sarkoidosis dan bronkitis kronis)

Penyakit Gastrointestinal (kolitis ulserativa dan penyakit crohn s)

Gangguan alergi (asma, hay fever, dan rinitis alergi)

Kondisi kulit (pemfigus, eksim, dan dermatitis)

Penyakit mata (konjungtivitis, uveitis, dan optik neuritis)

penyakit mulut dan maksilofasial (lichen planus, pembentukan keloid, dan Bell palsy)Dan tabel dibawah merupakan pengunaan obat golongan kortiko-steroid berserta dosis umum yng sering digunakaan untuk beberapa penyakit rongga mulut:

Meskipun kortikosteroid banyak digunakan untuk pengobatan penyakit dan kondisi yang mempengaruhi mulut, literatur ilmiah tentang topik ini terbatas dan tersebar seluruh berbagai jurnal dan buku. Dengan mengumpulkan informasi yang tersebar ini, bab ini menyajikan tinjauan singkat dari berbagai penggunaan obat kortikosteroid dalam pengobatan penyakit yang mempengaruhi mulut, dan peran mereka dalam mengurangi pascaoperasi morbiditas seperti nyeri, edema dan trismus setelah berbagai prosedur bedah maksilofasial.2.2. Mekanisme Kerja Kortiko-SteroidKortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target, kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. lnduksi sintesis protein ini merupakan perantara efekfisiologis steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan flbroblas hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik. Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol (juga disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi metabolisme perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap han tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisolterikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika kadar plasmakortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexametason terikat dengan albumin dalam jumlah besardibandingkan CBG.Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu paruh dapat meningkat apabila hydrocortisone (preparat farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah besar, ataupada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urin sebagai kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor mineralokortikoid sebelum mencapai hati. Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absoipsi, mula kerja dan lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednison adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh. Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne inflamasi serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya, ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwatersebutdiperantaraiolehserangkaianinteraksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khususnya yang berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat, sedangkan limfosit, monosit dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi maksimal dalam 6jam dan menghilang setelah 24 jam.Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh peningkatan aliran masuk ke dalam darah dan sum-sum tulang dan penurunan migrasi dan pembuluh darah,sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.

Glukokortikoid juga menghambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab antigen lainnya. Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen diturunkan. Efekterhadap makrofag tersebut terutama menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh mikroorgamsme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan activator plasminogen. Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan cara menurunkan sintesis prostaglandin, leukotrien danplatelet-activating factor. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam sel atau struktur-struktur yang bertanggung jawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolas mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi dermal,striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vasculer (telangiekiasis,purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti proliferatif, dan imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi, berikatan dengan kromatingen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan. Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel yang tidakberfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.2.3. Indikasi Pengunaan Kortiko-Steroid pada Penyakit Rongga MulutKortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan penyakit, gangguan dan kondisi mempengaruhi daerah mulut dan maksilofasial dan struktur yang berdekatan dan terkait dengan penyakit pada daerah mulut dan maksilofasial dapat berupa lokal atau manifestasi dari masalah sistemik. Kortikosteroid memiliki aplikasi luas dalam pengobatan pada kondisi akut dan kondisi kronis yang bisa disebabkan oleh alergi, imunologi, atau inflamasi. Oleh karena itu, kelompok kortikosteroid memiliki sebagian besar aktivitas glukokortikoid dan penggunaan mineralokortikoid lebih sering digunakan seperti betametason, deksametason, triamcinolone, dan prednisolon. Berikut ini adalah indikasi terapi utama berserta dosisnya dalam pengunaan glukokortikoid pada beberapa penyakit rongga mulut.

2.3.1. Obat Profilaksi Pada operasi rongga mulut, terdapat beberapa macam prosedur pembedahan seperti sagittal split osteotomy, vestibuloplasti, operasi prostetik, operasi molar 3, ekskoriasi dan ulserasi bibir karena retraksi bibir, kortikosteroid telah digunakan sebagai profilaksi dalam pencegahan edema post-operasi, biasanya dosis tinggi; steroid jangka pendek digunakan karena tidak mempunyai efek terhadap penyembuhan luka dan ketiadaan gejala withdrawal (putus obat). Pada prosedur operasi mayor, fungsi utama steroid adalah mengurangi edema, trismus, nyeri, dan lama perawatan rumah sakit.2.3.2. Stomatitis Aftosa Rekuren Stomatitis Aftosa Rekuren / SAR merupakan salah satu lesi mukosa oral yang sering terjadi. Pengobatan prednison sistemik dapat dimulai dari 1 mg/kgBB sekali sehari pada pasien dengan RAS berat dan harus diturunkan perlahan dalam 1 sampai 2 minggu. Tujuan dari pengobatan ini adalah untuk menghambat perkembangan fase ulseratif lesi dengan memanfaatkan aktivitas imunosupresif dari glukokortikoid.2.3.3. Gingivitis Deskuamatif

Kortikosteroid digunakan secara luas dengan kondisi penyebab gingivitis deskuamatif yang bermacam-macam. Kortikosteroid topikal diberikan dengan anjuran melarutkan 10 mg tablet prednison ke dalam air matang sebanyak 10 ml yang dikumur dua kali sehari selama beberapa menit pada pagi dan malam hari.2.3.4. Liken Planus Lesi erosif, bulosa atau ulseratif dari liken planus diobati dengan steroid topikal yang poten seperti fluocinonide 0,05% ointment (Lidex, 3x sehari). Lidex dapat pula dicampur dengan perbandingan 1:1 dengan karboksi metil selulosa pasta atau ointment adesif lainnya. Gingival tray juga dapat digunakan dengan clobetasol propionate 0,05% dengan nystatin oralbase 100.000 IU/ml. Sekitar 3-5 menit penggunaan campuran harian ini tampaknya efektif dalam mengendalikan liken planus erosive. Pada kasus liken planus oral, agen anti-inflamasi seperti glukokortikosteroid misal hidrokortison, berperan sebagai obat lini pertama. Injeksi triamsinolon asetonid (10-20 mg) intralesi tiap hari selama 5 hari, diikuti 10-20 mg sehari selama 2 minggu, juga telah digunakan pada kasus-kasus yang parah.2.3.5. Pemfigoid bulosa

Terapi utama pada pemfigoid bulosa dengan menggunakan prednisone sistemik dosis sedang. Yaitu dengan dosis Prednison 1 mg/kgBB/Hari selama beberapa bulan. Metode steroid-sparing (prednisone + obat imunomodulator lain) digunakan ketika dibutuhkan steroid dosis tinggi atau steroid saja gagal untuk mengendalikan penyakit.2.3.6. Pemfigoid membrane mukosa Steroid topikal digunakan dalam pengobatan pemfigoid membrane mukosa, terutama ketika terdapat lesi lokal. Fluocinomide 0,05% dan clobetasol propionate 0,05% dapat digunakan 3 kali sehari selama 6 bulan. Ketika lesi oral dari pemfigoid membran mukosa terbatas pada ginggiva, kortikosteroid topikal efektif diberikan dalam bentuk vacuum custom trays atau veneers.

Terapi sistemik dari pemfigoid membrane mukosa. Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1-1,5 mg / kgBB / hari dengan pemantauan yang tepat dari efek sampingnya. Terapi dengan prednison dapat berlangsung sampai beberapa bulan. Oleh karena itu, kalsium dan suplementasi vitamin D, bersama dengan terapi bifosfonat dan DEXA scanning harus dipertimbangkan. Umumnya obat adjuvant imunosupresif dilanjutkan selama kurang lebih 2 tahun. 2.3.7. Pemfigus vulgarisTerapi utama pemfigus vulgaris adalah kortikosteroid sistemik dengan atau tanpa penambahan agen imunosupresif lainnya. Kortikosteroid topikal (triamcinolone acetonide 0,1%) memberikan manfaat pada pemfigus vulgaris. Pada pasien yang tidak responsive terhadap kortikosteroid atau yang secara bertahap dapat beradaptasi, terapi steroids sparing yang digunakan.

Sasaran utama pulse therapy pada pemfigus vulgaris mengacu pada penghentian infus kortikosteroid dosis tinggi intravena pada waktu yang singkat. Dosis masing-masing tidak mengacu pada suatu standar tetapi biasanya digunakan dosis 500 1000 mg metilprednisolon atau 100 200 mg deksametason. Tujuan terapi ini adalah untuk mencapai respon cepat dan untuk mengurangi kebutuhan kortikosteroid sistemik jangka panjang.2.3.8. Eritema Multiforme Pengobatan eritema multiforme (EM) adalah prednison oral 60 mg / hari dosisnya diturunkan perlahan sebanyak 10 mg / hari selama 6 minggu.2.3.9. Central giant cell granuloma Steroid intralesi digunakan dalam pengobatan central giant cell granuloma. Dalam salah satu penelitian, triamcinolone acetonide (10 mg) dan lidokain 0,5% dicampur. Sekitar 3 ml, larutan disuntikkan ke dalam lesi dengan jarum suntik 0,5 mm, disuntikkan tiap minggu. Pada minggu ke-6 jika penetrasi korteks atasnya zona osteolitik tidak terlihat lagi, maka suntikan dihentikan. Tiga minggu setelah penghentian suntikan, dapat diamati dengan pemeriksaan radiologi.2.3.10. Melkersson rosenthal syndrome

Kortikosteroid sistemik efektif dalam mengurangi pembengkakan dan edema jaringan persisten. Prednison dengan dosis 1 1,5 mg / kg / hari, dosisnya diturunkan 3 6 minggu tergantung dari keparahan penyakit.

2.3.11. Oral Submucous Fibrosis

Injeksi submukosa kombinasi dari deksametason (4 mg / ml) dan dua bagian dari hialuronidase (200 usp unit / ml) dilarutkan dalam 1 ml xylocaine 2 %. Demikian pula injeksi submukosa triamcinolone 10 mg / ml dilarutkan 1 ml lidokain 2 % untuk menghindari iritasi jaringan secara langsung dan untuk memfasilitasi distribusi obat yang tepat, direkomendasikan diberikan 2 minggu.2.3.12. Penggunaan kortikosteroid pada endodontia Kortikosteroid digunakan sebagai pereda nyeri endodontik. Steroid dengan antibiotik spektrum luas digunakan sebagai bahan penambal pulpa karena mempunyai efek anti inflamasi dan anti alergi. Misalnya :

Pulpovital = prednisolone + chloramphenicol + neomycin

Dentisolon = prednisolon + neomycin

Septomixine = dexamethasone + polymycin sulfate + neomycin

Cavity liners = 1 % prednisolone + 25 % chloramphenicole + 50 % gum camphor untuk mengurangi sensitifitas termal pasca operasi.

Triamcinolone acetonide merupakan kortikosteroid kuat yang bisa digunakan secara efektif untuk mengilangkan atau setidaknya mengurangi berat peradangan yang mungkin terjadi akibat efek sekunder dari pengobatan endodontik.2.4. Kontra-Indikasi Kortiko-Steroid

Kontraindikasi pada kortikosteroid terdiri dari kontraindikasi mutlak dan relatif. Pada kontraindikasi absolut, kortikosteroid tidak boleh diberikan pada keadaan infeksi jamur yangsistemik, herpes simpleks keratitis, hipersensitivitas biasanya kortikotropin dan preparatintravena. Sedangkan kontraindikasi relatif kortikosteroid dapat diberikan dengan alasan sebagai life saving drugs Kortikosteroid diberikan disertai dengan monitor yang ketat pada keadaan hipertensi, tuberculosis aktif, gagal jantung, riwayat adanya gangguan jiwa,positivepurifiedderivative, glaucoma, depresi berat, diabetes, ulkus peptic, katarak, osteoporosis, kehamilan.2.5. Efek Samping Pengunaan Kortiko-SteroidEfek samping kortikosteroid tergantung pada dosis dan durasi penggunaan. Pemakaian yang singkat dari prednisone, contohnya, biasanya ditoleransi dengan baik dengan efek samping yang sedikit dan ringan. Jangka panjang, dosis-dosis tinggi dari kortikosteroid biasanya menghasilkan efek-efek sampingan yang dapat diprediksi dan berpotensi serius. Efek-efek sampingan yang umum termasuk muka yang membulat (muka bulan), jerawat, bulu tubuh yang meningkat, diabetes, kenaikkan berat badan,hipertensi, katarak,glaukoma, kepekaan terhadap infeksi-infeksi yang meningkat, kelemahan otot, depresi, insomnia, keadaan jiwa yang terombang-ambing, perubahan-perubahan pribadi, sifat lekas marah, dan penipisan tulang-tulang (osteoporosis) dengan ditemani suatu peningkatan risiko dari retak/patah tulag dari tulang belakang karena tekanan (compression fractures). Anak-anak pada yang terkena efek samping kortikosteroid dapat mengalami pertumbuhan kerdil.

Komplikasi yang paling serius dari penggunaan kortikosteroid jangka panjang adalahaseptic necrosisdari sensi-sendi pinggul. Aseptic necrosis berarti kematian dari jaringan tulang. Itu adalah suatu kondisi yang menyakitkan yang akhirnya dapat menjurus pada keperluan mengganti pinggul-pinggul secara operasi. Aseptic necrosis juga telah dilaporkan pada sendi-sendi lutut. Tidak diketahui bagaimana kortikosteroid menyebabkan aseptic necrosis. Kejadian aseptic necrosis yang diperkirakan diantara pemakai-pemakai kortikosteroid adalah 3-4%. Pasien-pasien pada kortikosteroid yang mengembangkan sakit di pinggul-pinggul atau lutut-lutut harus melaporkan sakitnya pada dokterdengan segera. Diagnosis yang lebih awal dari aseptic necrosis dengan penghentian kortikosteroid telah dilaporkan pada beberapa pasien mengurangi keparahan kondisi dan mungkin membantu menghindari pergantian pinggul.

Memperpanjang penggunaan kortikosteroid dapat menekan kemampuan kelenjar-kelenjar adrenal tubuh untuk menghasilkan cortisol (suatu kortikosteroid alami yang perlu untuk berfungsinya tubuh dengan baik). Penghentian kortikosteroid secara tiba-tiba dapat menyebabkan gejala-gejala yang disebabkan oleh suatu kekurangan kortisol alami (suatu kondisi yang disebut kekurangan adrenal). Gejala-gejala dari kekurangan adrenal termasuk mual, muntah, dan bahkan shock. Mencabut kortikosteroid terlalu cepat juga dapat menghasilkan gejala-gejala sakit-sakit sendi, demam, dan rasa tidak enak badan (malaise). Oleh karenanya, kortikosteroid perlu dikurangi secara berangsur-angsur (tapering off) daripada diberhentikan secara tiba-tiba. Bahkan setelah kortikosteroid dihentikan, kemampuan kelenjar-kelenjar adrenal untuk menghasilkan kortisol dapat tetap tertekan berbulan-bulan sampai dua tahun. Kelenjar-kelenjar adrenal yang tertekan mungkin tidak mampu menghasilkan cukup kortisol untuk membantu tubuh menangani stres seperti kecelakaan-kecelakaan, operasi, dan infeksi-infeksi. Pasien-pasien ini akan memerlukan perawatan dengan kortikosteroid (prednisone, hydrocortisone, dllnya.) selama situasi-situasi yang penuh stres untuk menghindari pengembangan kekurangan adrenal.

Karena kortikosteroid tidak bermanfaat dalam mempertahankan remisi dari radang borok usus besar dan penyakit Crohn dan karena mereka mempunyai efek-efek sampingan yang dapat diprediksi dan berpotensi serius, obat-obat ini harus dipakai untuk jangka waktu sesingkat mungkin.

BAB IIIPENUTUP3.1. KesimpulanKortiko-Steroid dapat digunakan , baik secara tunggal atau dalam kombinasi dengan obat lain , untuk pengobatan berbagai penyakit umum dan penyakit yang berkaitan dengan daerah rongga mulut, obat kortiko-stroid yang sering digunakan dalam pengobatan penyakit rongga mulut adalah kortiko-steroid golongan glukokortikoid. Karena glukokortikoid memiliki efek atu cara kerja sebagai anti-inflamasi dan anti-alergi, glukokortikoid juga memiliki aplikasi luas dalam pengelolaan akut dan kronis kondisi yang memiliki alergi , imunologi , atau inflamasi dasar . Namun, harus di ingat karena obat golongan kortikosteroid memiliki risiko potensi efek samping yang kadang-kadang menguntungkan maupun merugikan bagi pasien. Oleh karena itu, manfaat dari kortikosteroid harus selalu di awasi dan dipertimbangkan terhadap suatu penyakit dan resikonya pada setiap pasien.Dalam meresepkan obat golongan kortiko-steroid haruslah dengan dosis yang minimal dan dalam pemilihan obat kortiko-steroid haruslah jenis paling manjur untuk suatu penyakit, sehingga akan menghasilkan efek terapi yang didapatkan dapat sesuai dengan simultan dari agen nonsteroid serta untuk mengurangi dan meminimalkan efek samping yang merugikan dari penggunaan kortikosteroid itu sendiri.

Jadi sampailah pada intinya bahwa Glukokortikoid telah terbukti sebagai obat yang umum digunakan untuk penyakit umum dan penyakit rongga mulut, tetapi Kortiko-Steroid juga dapat bersifat seperti pisau bermata dua. Hal ini terkait dengan manfaat kortikosteroid dari efek terapinya. Sehingga dalam peresepan obat golongan Glukokortikoid tidak dapat digunakan sebagai terapi obat jangka panjang.6