refrat trauma oculi.docx

37
BAB I PENDAHULUAN Trauma okuli merupakan cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga dapat menganggu fungsi mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan penyebab tersering kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Penyebabnya dapat bermacam-macam diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga dan kecelakaan lalu lintas. Kejadian trauma okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali lebih banyak daripada wanita (Asbury, 2000). Data WHO menyebutkan bahwa trauma okuli berakibat kebutaan unilateral sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral dan 1,6 juta mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye Injury Registry (USEJR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16% dan meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-laki (93%) dengan umur rata-rata 31 tahun. Prevalensi kebutaan akibat trauma okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pada Survey Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun

Upload: shofa-shabrina-henandar

Post on 08-Apr-2016

838 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Refrat Trauma Oculi.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Trauma okuli merupakan cedera yang terjadi pada mata yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga

orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga dapat menganggu fungsi

mata sebagai indra penglihat. Trauma okuli merupakan penyebab tersering

kebutaan unilateral pada anak dan dewasa muda, karena kelompok usia inilah

yang sering mengalami trauma okuli yang parah. Penyebabnya dapat bermacam-

macam diantaranya kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan, cedera olahraga dan

kecelakaan lalu lintas. Kejadian trauma okuli dialami oleh pria 3 sampai 5 kali

lebih banyak daripada wanita (Asbury, 2000).

Data WHO menyebutkan bahwa trauma okuli berakibat kebutaan unilateral

sebanyak 19 juta orang, 2,3 juta mengalami penurunan visus bilateral dan 1,6 juta

mengalami kebutaan bilateral akibat cedera mata. Menurut United States Eye

Injury Registry (USEJR), frekuensi di Amerika Serikat mencapai 16% dan

meningkat di lokasi kerja dibandingkan dengan di rumah. Lebih banyak pada laki-

laki (93%) dengan umur rata-rata 31 tahun. Prevalensi kebutaan akibat trauma

okuli secara nasional belum diketahui dengan pasti, namun pada Survey

Kesehatan Indra Penglihatan dan Pendengaran pada tahun 1993-1995 didapatkan

bahwa trauma okuli dimasukkan ke dalam penyebab kebutaan lain-lain sebesar

0,15% dari jumlah total kebutaan nasional yang berkisar 1,5%. Trauma okuli juga

tidak termasuk ke dalam 10 besar penyakit mata yang menyebabkan kebutaan

(Depkes RI, 1998).

Secara umum trauma okuli dibagi menjadi dua yaitu trauma okuli perforans

dan trauma okuli non perforans. Sedangkan klasifikasi trauma okuli berdasarkan

mekanisme truma terbagi atas trauma mekanik (truma tumpul dan truma tajam),

trauma radiasi (sinar inframerah, sinar ultraviolet dan sinar-x) dan truma kimia

(bahan asan dan basa) (Ilyas, 2012).

Penegakan diagnosis truma okuli sama pada umumnya yaitu dimulai dari

anmnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis harus

mencakup perkiraan ketajaman penglihatan sebelum dan segera sesudah cedera.

Page 2: Refrat Trauma Oculi.docx

Harus dicatat apakah gangguan penglihatan bersifat progresif lambat atau timbul

mendadak. Harus dicurigai adanya benda asing introkular apabila terdapat riwayat

memalu, mengasah atau ledakan (Eva, 2012).

Pemeriksaan fisik dilakukan secara hati-hati, dimulai dengan pengukuran dan

pencatatan ketajaman penglihatan. Apabila ada gangguan penglihatan yang parah

maka dilakukan pemeriksaan proyeksi cahaya, diskriminasi dua titik dan adanya

defek pupil eferen. Pemeriksaan motilitas mata dan sensasi kulit periorbita serta

palpasi untuk mencari defek pada bagian tepi tulang orbita. Pada pemeriksaan

kornea dan konjungtiva bila luka tidak menyebabkan ruptur bola mata, maka

dilakukan eversi kelopak mata untuk mengetahui lokasi benda dengan jelas.

Kedalaman dan kejernihan kamera anterior dicatat. Ukuran, bentuk dan reaksi

terhadap cahaya dari pupil harus dibandingkan dengan mata yang lain untuk

memastikan apakah terdapat defek pupil pada mata yang cedera. Pemeriksaan slit

lamp dilakukan untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.

Tes fluoresens digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan

dengan jelas. Pemeriksaan tonometri perlu dilakukan untuk mengetahui tekanan

bola mata. Pemeriksaan fundus dengan oftalmoskop indirek penting dilakukan

untuk mengetahui adanya benda asing intraokuler. Bila benda asing yang masuk

cukup dalam dapat dilakukan tes seidel untuk mengetahui adanya cairan yang

keluar dari mata (Eva, 2012).

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain USG mata, CT Scan

untuk dapat mengetahui posisi benda asing. MRI dapat juga dilakukan tetapi

kontraindikasi pada truma akibat benda logam. Pemeriksaan darah lengkap, status

kardiologi, radiologi dapat ditambahkan jika akan dilakukan tindakan tertentu

yang membutuhkan pemeriksaan penunjang tersebut (Eva, 2012).

Sebagai seorang dokter harus memikirkan apakah kasus yang dihadapi

merupakan true emergency yang merupakan kasus sangat gawat dan harus

ditangani dalam hitungan menit atau jam, ataukah urgent case yang harus

ditangani dalam hitungan jam atau hari. Sehingga membutuhkan diagnosis dan

pertolongan cepat dan tepat. Truma okuli merupakan kedaruratan mutlak di

bidang ocular emergency. Sebagai contoh apabila didapatkan truma tumpul akan

menimbulkan manifestasi perdarahan bawah kulit atau hematoma, luka robek

2

Page 3: Refrat Trauma Oculi.docx

pada palpebra, konjungtiva yang dapat diikuti erosi kornea. Selain itu juga

terdapat efek lanjut atau komplikasi akibat trauma tersebut karena trauma dapat

mengenai jaringan seperti kelopak mata, konjungtiva, kornea, uvea, lensa, retina,

papil saraf optik dan orbita secara terpisah atau menjadi gabungan satu kejadian

trauma jaringan mata (Ilyas, 2012).

Beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat trauma okuli apabila tidak

segera dilakukan penanganan yang tepat adalah erosi kornea, iridoplegia, hifema,

iridosiklitis, sublukasi lensa, luksasi lensa anterior, luksasi lensa posterior, edema

retina dan koroid, ablasi retina, rupture koroid, serta avulsi papil saraf optik.

Prognosis trauma okuli bergantung pada beberapa faktor yaitu besarnya luka

tembus, tempat luka pada bola mata, bentuk trauma apakah dengan atau tanpa

benda asing, benda asing magnetik atau non magnetik, kedalaman luka tembus

dan terdapat penyulit akibat luka tembus atau tidak (Ilyas, 2012).

3

Page 4: Refrat Trauma Oculi.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Trauma okuli adalah tindakan sengaja maupun tidak yang menimbulkan

perlukaan mata atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat mengakibatkan

kerusakan pada bola mata, kelopakmata, saraf mata, dan rongga orbita.

Kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi mata

sebagai indra penglihat. Trauma mata merupakan kasus gawat darurat mata,

Perlukaan yang ditimbulkan dapat ringan sampai berat atau menimbulkan

kebutaan bahkan kehilangan mata (Asbury, 2009).

B. Etiologi

Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah

terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.

Macam-macam bentuk trauma pada mata adalah sebagai berikut (Lang,

2006):

1. Mekanik

a. Trauma tumpul, misalnya terpukul, terkena bola, penutup botol

b. Trauma tajam, misalnya pisau dapur, gunting, garpu, dan peralatan

pertukangan.

2. Kimia

a. Trauma kimia basa, misalnya sabuncuci, sampo, bahan pembersih

lantai, kapur, atau lem.

b. Trauma kimia asam, misalnya cuka, bahan asam-asam di laboratorium.

3. Radiasi

a. Trauma termal, misalnya panas api, listrik, sinar las, sinar matahari.

b. Trauma bahan radioaktif, misalnya sinar radiasi.

Page 5: Refrat Trauma Oculi.docx

C. Tanda dan Gejala

Gejala pada trauma okuli bergantung pada jenis trauma serta berat dan

ringan trauma, yaitu (James, 2005)

1. Trauma tajam selain menimbulkan perlukaan dapat juga disertai

tertinggalnya benda asing di dalam mata. Benda asing yang tertinggal

dapat bersifat tidak beracun dan beracun. Benda beracun contohnya logam

besi, tembaga serta bahan dari tumbuhan misalnya potongan kayu. Bahan

tidak beracun seperti pasir, kaca. Namun bahan tidak beracun dapat pula

menimbulkan infeksi jika tercemar oleh kuman.

2. Trauma tumpul dapat menimbulkan perlukaan ringan yaitu penurunan

penglihatan sementara sampai berat, yaitu perdarahan di dalam bola mata,

terlepasnya selaput jala (retina) atau hingga terputusnya saraf penglihatan

sehingga menimbulkan kebutaan menetap.

3. Trauma kimia basa umumnya memperlihatkan gejala lebih berat daripada

trauma kimia asam. Mata nampak merah, bengkak, keluar air mata

berlebihan dan penderita nampak sangat kesakitan, trauma basa akan

berakibat fatal karena dapat menghancurkan jaringan mata atau kornea

secara perlahan.

4. Trauma Radiasi

a. Gangguan molekuler. Dengan adanya perubahan patologi akan

menyebabkan kromatolisis sel.

b. Reaksi pembuluh darah. Reaksi pembuluh darah ini berupa vasoparalisa

sehingga aliran darah menjadi lambat, sel endotel rusak, cairan keluar

dari pembuluh darah maka terjadi edema.

c. Reaksi jaringan. Reaksi jaringan ini biasanya berupa robekan pada

kornea, sklera dan sebagainya).

Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan pada kejadian trauma okuli

adalah sebagai berikut (Ilyas, 2012):

1. Perdarahan atau keluar cairan dari mata atau sekitarnya

Pada trauma mata perdarahan dapat terjadi akibat luka atau robeknya

kelopak mata atau perdarahan yang berasal dari bola mata. Pada trauma

tembus caian humor akueus dapat keluar dari mata.

5

Page 6: Refrat Trauma Oculi.docx

2. Memar pada sekitar mata

Memar pada sekitar mata dapat terjadi akibat hematoma pada palpebra.

Hematoma pada palpebra juga dapat terjadi pada pasien yang mengalami

fraktur basis kranii.

3. Penurunan visus dalam waktu yang mendadak

Penurunan visus pada trauma mata dapat disebabkan oleh dua hal, yang

pertama terhalangnya jalur refraksi akibat komplikasi trauma baik di

segmen anterior maupun segmen posterior bola mata, yang kedua akibat

terlepasnya lensa atau retina dan avulsi nervus optikus.

4. Penglihatan ganda

Penglihatan ganda atau diplopia pada trauma mata dapat terjadi karena

robeknya pangkal iris. Karena iris robek maka bentuk pupil menjadi tidak

bulat. Hal ini dapat menyebabkan penglihatan ganda pada pasien.

5. Mata bewarna merah

Pada trauma mata yang disertai dengan erosi kornea dapat ditemukan

pericorneal injection (PCI) sehingga mata terlihat merah pada daerah

sentral. Hal ini dapat pula ditemui pada trauma mata dengan perdarahan

subkonjungtiva.

6. Nyeri dan rasa menyengat pada mata

Pada trauma mata dapat terjadi nyeri yang disebabkan edema pada

palpebra. Peningkatan tekanan bola mata juga dapat menyebabkan nyeri

pada mata.

7. Sakit kepala

Pada trauma mata sering disertai dengan trauma kepala. Sehingga

menimbulkan nyeri kepala. Pandangan yang kabur dan ganda pun dapat

menyebabkan sakit kepala.

8. Mata terasa Gatal, terasa ada yang mengganjal pada mata

Pada trauma mata dengan benda asing baik pada konjungtiva ataupun

segmen anterior mata dapat menyebabkan mata terasa gatal dan

mengganjal. Jika terdapat benda asing hal ini dapat menyebabkan

peningkatan produksi air mata sebagai salah satu mekanisme perlindungan

pada mata.

6

Page 7: Refrat Trauma Oculi.docx

9. Fotopobia

Fotopobia pada trauma mata dapat terjadi karena dua penyebab. Pertama

adanya benda asing pada jalur refraksi, contohnya hifema, erosi kornea,

benda asing pada segmen anterior bola mata menyebabkan jalur sinar yang

masuk ke dalam mata menjadi tidak teratur, hal ini menimbulkan silau

pada pasien. Penyebab lain fotopobia pada pasien trauma mata adalah

lumpuhnya iris. Lumpuhnya iris menyebabkan pupil tidak dapat mengecil

dan cenderung melebar sehingga banyak sinar yang masuk ke dalam mata

D. Patofisiologi

Berdasarkan mekanismenya, trauma oculi dapat dibagi menjadi tiga,

yakni trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi. Trauma dapat disebakan

karena adanya benda asing yang masuk atau mengenai mata. Trauma tumpul

dapat menyebabkan kompresi jaringan secara langsung (coup) dan efek yang

ditimbulkan pada bagian berlawanan dari bagian yang terkena trauma

(conter-coup). Coup dan conter-coup ini mengakibatkan perpindahan

diafragma lensa dan iris, makular edema, ruptur koroid, fraktur orbita,

laserasi, dan hematoma. Perpindahan diafragma lensa dan iris menyebabkan

struktur dan pembuluh darah yang berada di iris memisah sehingga darah

masuk ke camera oculi anterior. Masuknya darah ke camera oculi anterior ini

menyebabkan terjadinya hifema dan penurunan tajam penglihatan. Ruptur

koroid menyebabkan adanya perdarahan subretina yang akan menstimulasi

terjadinya neovaskularisasi sehingga dapat mengakibatkan pemisahan retina

dan penurunan tajam penglihatan. Laserasi kelopak mata dapat menyebabkan

kerusakan pada muskulus levator palpebra. Adanya kelemahan pada

muskulus inilah yang dapat menyebabkan ptosis. Laserasi konjungtiva

menyebabkan perdarahan subkonjungtiva yang pada akhirnya juga akan

menyebabkan adanya penurunan tajam penglihatan (Olitsky & Nelson, 2012;

Othman, 2009).

Trauma tumpul, trauma tembus, dan perforasi dapat menyebabkan

kerusakan lensa sehingga integritas lensa terganggu. Hal ini merangsang

pengeluaran aqueous humor dan mediator inflamasi yang nantinya

7

Page 8: Refrat Trauma Oculi.docx

mengakibatkan adanya edema dan opaksifikasi. Protein lalu keluar ke camera

oculi posterior. Proses inflamasi inilah yang dapat menyebabkan terjadinya

glaukoma dan katarak sehingga penglihatan dapat menurun (Olitsky &

Nelson, 2012; Othman, 2009).

8

Page 9: Refrat Trauma Oculi.docx

Hifema

Mata merah

Perdarahan subretinaPerdarahan subkonjungtiva

Ptosis

Penglihatan menurun

GlaukomaKatarak

Edema sel saraf

Nyeri

Makular edemaRuptur koroidFraktur orbitaLaserasi kelopak mataLaserasi konjungtivaHematoma

Perpindahan diafragma lensa dan iris Respon inflamasi

Kompresi jaringan secara langsung (coup)Gangguan karena shock wave secara tidak langsung (contre-coup)Kerusakan lensa

Trauma Oculi

Trauma tumpul Trauma tembus Perforasi

Bagan 1. Patofisiologi Trauma Oculi

9

Page 10: Refrat Trauma Oculi.docx

E. Penegakkan Diagnosis

Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan

fisis dan pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, trauma okuli jarang

mengancam nyawa dan penanganan haruslah diprioritaskan ke trauma lain

yang lebih mengancam nyawa (James, 2005).

1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah

cedera atau saat cedera terjadi. Onset dari penurunan visus apakah terjadi

secara progresif atau terjadi secara tiba-tiba. Harus dicurigai adanya benda

asing apabila ada riwayat pemakaian palu, pahat, ataupun ledakan, dan

harus dipertimbangkan untuk melakukan pencitraan. Pemakaian palu dan

pahat dapat melepaskan serpihan-serpihan logam yang akan menembus

bola mata, dan hanya meninggalkan petunjuk perdarahan subkonjungtiva

yang mengindikasikan adanya penetrasi sklera dan benda asing yang

tertinggal. Nyeri, lakrimasi, dan pandangan kabur merupakan gambaran

umum trauma, namun gejala ringan dapat menyamarkan benda asing

intraokular yang berpotensi membutakan (James, 2005).

Anamnesis tentang ketajaman visus sebelum trauma dan riwayat

penyakit mata atau operasi mata amat membantu dalam mendiagnosis

suatu trauma okuli. Riwayat penyakit sistemik, pengambilan obat-obatan,

riwayat alergi, suntikan imunisasi tetanus dan pengambilan oral terakhir

perlu ditanyakan sebagai kemungkinan persediaan operasi (Aronson,

2008).

2. Pemeriksaan fisis

Sebisa mungkin dilakukan pemeriksaan oftalmik lengkap termasuk

pemeriksaan visus, reaksi pupil, lapangan pandang, pergerakan otot-otot

ekstraokular, tekanan intraokular, pemeriksaan slit lamp, funduskopi dan

lain-lain (Lange, 2006).

Setiap laserasi kelopak mata yang letaknya di kantus medialis

hendaknya dipertimbangkan kemungkinan terlibatnya sistem lakrimasi

sehingga terbukti tidak. Pemeriksaan tulang-tulang orbita terhadap

kemungkinan terjadinya fraktur harus dilakukan. Ruptur bola mata adalah

10

Page 11: Refrat Trauma Oculi.docx

segera ditentukan pada pemeriksaan fisis. Namun, biasanya ini

tersembunyi. Pemeriksaan mata yang mengalami trauma harus diperiksa

dengan sistematis dan hati-hati agar penatalaksanaan dapat dilakukan

dengan segera dan mengurangi trauma yang lebih lanjut (Lange, 2006).

3. Pemeriksaan penunjang

a. Foto polos

Foto polos orbita kurang membantu dalam menentukan kelainan

berbanding CT-scan. Tetapi foto polos masih dapat dilakukan.

Antaranya foto polos 3 posisi, proyeksi Water’s, posisi Caldwelldan

proyeksi lateral. Posisi-posisi ini berfungsi untuk melihat dasar orbita,

atap orbita dan sinus paranasalis (Robson, 2007).

b. Ultrasonografi

USG membantu dalam melihat ada tidaknya benda asing di dalam bola

mata dan menentukan lokasi ruptur (Robson, 2007).

c. CT-scan

CT-scan adalah metode pencitraan paling sensitif untuk mendeteksi

ruptur yang tersembunyi, hal-hal yang terkait dengan kerusakan saraf

optic, adanya benda asing serta menampilkan anatomi dari bola mata

dan orbita (Robson, 2007).

d. MRI

MRI sangat membantu dalam mengidentifikasi jaringan lunak bola

mata dan orbita (Robson, 2007).

F. Rencana Terapi

1. Trauma Mata Benda Tumpul

Penanganan ditekankan pada utama yang menyertainya dan penilaian

terhadap ketajaman penglihatan. Setiap penurunan ketajaman penglihatan

tanda mutlak untuk melakukan rujukan kepada dokter ahli mata.

(Mangunkusumo, 2000).

11

Page 12: Refrat Trauma Oculi.docx

Pemberian pertolongan pertama berupa:

a. Obat-obatan analgetik : untuk mengurangi rasa sakit. Untuk

pemeriksaan mata dapat diberikan anesteshi local: Pantokain 0,5% atau

tetracain 0,5% - 1,0 %.

b. Pemberian obat-obat anti perdarahan dan pembengkakan

c. Memberikan moral support agar pasien tenang

d. Evaluasi ketajaman penglihatan mata yang sehat dan mata yang terkena

trauma

e. Dalam hal hifema ringan (adanya darah segar dala bilik mata depan)

tanpa penyulit segera ditangani dengan tindakan perawatan:

1) Tutup kedua bola mata

2) Tidur dengan posisi kepala agar lebih tinggi

3) Evaluasi ketajaman penglihatan

4) Evaluasi tekanan bola mata

f. Setiap penurunan ketajaman penglihatan atau keragu-raguan mengenai

mata penderita sebaiknya segera di rujuk ke dokter ahli mata.

2. Trauma mata benda tajam

Keadaan trauma mata ini harus segera mendapat perawatan khusus

karena dapat menimbulkan bahaya; infeksi, siderosis, kalkosis dan

atlalmia dan simpatika. Pertimbangan tindakan bertujuan untuk

mempertahankan bola mata dan mempertahankan penglihatan. Bila

terdapat benda asing dalam bola mata, maka sebaiknya dilakukan usaha

untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada penderita dapat diberikan:

a. Antibiotik spectrum luas

b. Analgetik dan sedativa

c. Dilakukan tindakan pembedahan pada luka yang terbuka

3. Trauma mata benda asing

a. Ekstra Okular

1) Tetes mata

2) Bila benda asing dalam forniks bawah, angkat dengan swab.

3) Bila dalam farniks atas, lipat kelopak mata dan angkat

12

Page 13: Refrat Trauma Oculi.docx

4) Bila tertanam dalam konjungtiva, gunakan anestesi local dan angkat

dengan jarum

5) Bila dalam kornea, geraka anestesi local, kemudian dengan hat-hati

dan dengan keadaan yang sangat baik termasuk cahaya yang baik,

angkat dengan jarum.

6) Pada kasus ulerasi gunakan midriatikum bersama dengan antibiotic

local selama beberapa hari.

7) Untuk benda asing logam yang terlalu dalam, diangkat dengan

jarum, bisa juga dengan menggunakan magnet.

b. Intra okuler

1) Pemberian antitetanus

2) Antibiotic

3) Benda yang intert dapat dibiarkan bila tidak menybabkan iritasi

4. Trauma Kimia (Non Mekanik)

Penatalaksanaan pada trauma mata bergantung pada berat ringannya

trauma ataupun jenis trauma itu sendiri. Namun demikian ada empat

tujuan utama dalam mengatasi kasus trauma okular adalah memperbaiki

penglihatan, mencegah terjadinya infeksi, mempertahankan struktur dan

anatomi mata, mencegah sekuele jangka panjang. Trauma kimia

merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak membutuhkan anamnesa

dan pemeriksaan secara teliti.

Tatalaksana trauma kimia mencakup:

a. Penatalaksanaan Emergency

1) Irigasi merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi

kontak mata dengan bahan kimia dan untuk menormalisasi pH pada

saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan

normal saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi

mata selama 15-30 menit samapi pH mata menjadi normal (7,3).

Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling

sedikit 2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu

dapat diberikan anastesi topikal, larutan natrium bikarbonat 3%, dan

antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan

13

Page 14: Refrat Trauma Oculi.docx

irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah

kanul untuk mengirigasi mata dengan aliran yang konstan.

2) Double eversi pada kelopak mata dilakukan untuk memindahkan

material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat

menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra,

konjungtiva bulbi, dan konjungtiva forniks.

3) Debridemen pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik

sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada kornea. Selanjutnya

diberikan bebat (verban) pada mata, lensa kntak lembek dan artificial

tear (air mata buatan) (Sachdeva, 2005).

b. Penatalaksanaan Medikamentosa

Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan

pemberian obat-obatan seperti steroid topikal, sikloplegik, dan

antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia

berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi,

membantu regenerasi epitel dan mencegah terjadinya ulkus kornea.8,10

(Sachdeva, 2005).

1) Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil.

Namun pemberian steroid dapat menghambat penyembuhan stroma

dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat migrasi

fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di

tappering off setelah 7-10 hari. Dexametason 0,1% ED dan

Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat

diberikan Prednisolon IV 50-200 mg

2) Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia

posterior. Atropin 1% ED atau Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali

sehari.

3) Asam askorbat untuk mengembalikan keadaan jaringan scorbutik

dan meningkatkan penyembuhan luka dengan membantu

pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat

10% topikal diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat

diberikan sampai dosis 2 gr.

14

Page 15: Refrat Trauma Oculi.docx

4) Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan

intra okular dan mengurangi resiko terjadinya glaukoma sekunder.

Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.

5) Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis.

Tetrasiklin efektif untuk menghambat kolagenase, menghambat

aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat

diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100

mg).

6) Asam hyaluronik untuk membantu proses re-epitelisasi kornea dan

menstabilkan barier fisiologis.

7) Asam Sitrat untuk menghambat aktivitas netrofil dan mengurangi

respon inflamasi. Natrium sitrat 10% topikal diberikan setiap 2 jam

selama 10 hari. Tujuannya untuk mengeliminasi fagosit fase kedua

yang terjadi 7 hari setelah trauma.

c. Pembedahan

1) Pembedahan Segera yang sifatnya segera dibutuhkan untuk

revaskularisasi limbus, mengembalikan populasi sel limbus dan

mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat

digunakan untuk pembedahan (Kanski, 2000):

a) Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan

untuk mengembalikan vaskularisasi limbus juga mencegah

perkembangan ulkus kornea.

b) Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain

(autograft) atau dari donor (allograft) bertujuan untuk

mengembalikan epitel kornea menjadi normal.

c) Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan

fibrosis

2) Pembedahan Lanjut pada tahap lanjut dapat menggunakan metode

berikut (Kanski, 2000):

a) Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival

bands dan simblefaron.

b) Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva.

15

Page 16: Refrat Trauma Oculi.docx

c) Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata.

d) Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin

baik, hal ini untuk memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.

e) Keratoprosthesis bisa dilakukan pada kerusakan mata yang sangat

berat dikarenakan hasil dari graft konvensional sangat buruk.

5. Trauma Kimia Basa

Dengan secepat mungkin melakukan irigasi dengan garam fisiologik.

Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Bila mungkin irigasi

dilakukan paling sedikit 60 menit segera setelah trauma.Penderita diberi

sikloplegia, antibiotika, EDTA (ethylene Diamine Tetracetic Acid) untuk

mengikat basa. EDTA di berikan setelah satu minggu trauma basa

diperlukan untuk menetralisir kolagenase yang terbentuk pada hari ke

tujuh (Sachdeva, 2005).

G. Prognosis

Prognosis asam baik apabila konsentrasi asam tidak terlalu tinggi

sehingga hanya terjadi kerusakan pada superficial. Prognosis trauma karena

zat basa ditentukan berdasarkan klasifikasi Hughes atau klasifikasi Thoft dan

tergantung derajat kerusakan.

1. Klasifikasi Huges

a. Ringan :

1) Prognosis baik

2) Terdapat erosi epitel kornea

3) Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan

4) Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva

b. Sedang :

1) Prognosis baik

2) Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil

secara terperinci

3) Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva

16

Page 17: Refrat Trauma Oculi.docx

c. Sangat berat :

1) Prognosis buruk

2) Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat

3) Konjungtiva dan sclera pucat

2. Klasifikasi Thoft

Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi

(Sidharta, 2012):

a. Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis

pungtata

b. Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea

c. Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan

lepasnya epitel kornea

d. Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Prognosis trauma tembus okuli bergantung pada banyak faktor, yaitu

(Sidharta, 2012). :

1. Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik

2. Tempat luka pada bola mata

3. Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing

4. Benda asing megnetik atau non megnetik

5. Dalamnya luka tembus, apakah tumpul atau luka ganda

6. Sudah/belum terdapat penyulit akibat luka tembus

Prognosis trauma tumpul okuli adalah mata akan sembuh dengan baik

setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele jangka panjang, jarang

dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan butuh pembedahan

ekstensif (Sidharta, 2012).

H. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah:

1. Komplikasi Trauma Tembus Okuli (John, 2001):

a. Infeksi

b. Iritis

c. Katarak

17

Page 18: Refrat Trauma Oculi.docx

2. Komplikasi Trauma Tumpul okuli (John, 2001):

a. Midriasis

b. Glaukoma

c. Katarak

d. Dislokasi lensa

e. Vitreous haemorrhage

f.Atrofi N. Opticus

3. Komplikasi Trauma Okuli karena Zat Kimia

a. Zat Kimia Asam (Vaughan, 2007):

1) Jaringan parut pada konjungtiva dan kornea

2) Vaskularisasi kornea

3) Glaucoma

4) uveitis

b. Zat Kimia Basa (Kanski, 2000):

1) Simblefaron

2) Kornea keruh, edema, neovaskular

3) Mata kering

4) Katarak traumatik

5) Glaucoma sudut tertutup

6) Entropion

7) Phtisis bulbi

18

Page 19: Refrat Trauma Oculi.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Pada dasarnya untuk semua keadaan trauma pada mata yang harus

dilakukan pertama kali adalah (Anonim, 2013):

1. Jangan menyentuh, menggosok atau memberikan tekanan apapun pada mata.

2. Jangan mencoba untuk memindahkan benda asing apapun yang masuk

kedalam mata.

3. Jangan memberikan obat apapun pada mata.

4. Segera temui optalmologis atau dokter untuk penanganan lebih lanjut.

Pada keadaan trauma mata yang disebabkan oleh bahan kimia, yang

perlu dilakukan adalah (Anonim, 2011):

1. Bersihkan mata dengan air bersih dengan posisi mata terbuka dan terbilas

langsung oleh air.

2. Bersihkan mata kurang lebih 15 menit.

3. Jangan menggunakan penutup mata atau memberikan perban pada mata.

Trauma mata dapat menimbulkan gambaran berupa black eye. Black

eye adalah warna hitam di sekitar mata yang timbul karena perdarahan

kulit yang ada di sekitar mata. Black eye mengindikasikan trauma yang

luas pada mata, bahkan kadang menjadi tanda adanya fraktur pada basis

cranium (Mayo Clinic Staff, 2012).

Tatalaksana yang dapat diberikan untuk black eye yaitu (Mayo Clinic

Staff, 2012):

1. Tekankan kain dingin yang telah dibasahi dengan air perlahan pada area sekitar

mata. Berhati-hati untuk tidak menekan area mata. Tindakan ini diberikan

untuk memberikan rasa dingin pada mata yang terkena trauma segera setelah

cedera terjadi, lanjutkan kompres delama 24-38 jam.

2. Cari tanda adanya perdarahan pada area sclera maupun sekitar kornea. Apabila

ditemukan perdarahan segera bawa ke ophthalmologist.

3. Keadaan gangguan penglihatan (penglihatan ganda, kabur), nyeri hebat, atau

perdarahan memerlukan pertolongan segera dari ophthalmologist

Page 20: Refrat Trauma Oculi.docx

Penanganan kasus trauma okuli di rumah sakit terbagi sesuai dengan

kondisi cedera yang terjadi yaitu (Dahl, 2013):

1. Miopia

Miopia karena trauma biasanya disebabkan karena adanya trauma tumpul yang

langsung mengarah ke mata. Keadaan ini biasanya tidak memerlukan adanya

tatalaksana yang adekuat, karena pasa akhirnya gangguan ini akan kembali

seperti semula.

2. Bahan kimia

Meskipun mata telah dibersihkan sebelumnya sebagai penanganan pertama

setelah trauma, ophthalmologist sebaiknya melakukan irigasi kembali biasanya

dapat dilakukan dengan alat yang mirip dengan lensa kontak yang disebut lensa

Morgan. Tatalaksana akan bergantung pada jenis bahan kimia dan keparahan

yang ditimbulkan. Untuk trauma dengan tingkat keparahan tinggi, diberikan

pupil dilator dengan obat tetes mata dan analgesi.

3. Abrasi kornea

Diberikan anestesi mata untuk diagnosis awal. Tetes mata anestesi ini tidak

dapat digunak untuk terapi. Penggunaan obat tetes anestesi pada dasarnya

menunda penyembuhan dan hanya digunakan untuk diagnosis awal.

20

Page 21: Refrat Trauma Oculi.docx

Penggunaan berulang akan merusak kornea. Pengobatan yang diberikan

dengan antibiotic dan obat tetes mata untuk dilatasi pupil.Penggunaan penutup

mata setelah terapi farmakologi kadang diberikan.

4. Traumatic iritis

Obat tetes mata digunakan untuk dilatasi pupil. Untuk penanganan inflamasi

dapat digunakan steroid.

5. Hyfema

Pada kondisi hifema yang tampak jelas, pasien dapat dirawat dirumah sakit

untuk monitoring. Posisi diatur di tempat tidur dengan elevasi kepala.

Pelindung yang keras dapat diberikan disekitar mata dan diberi obat tetes mata

untuk dilatasi pupil.

6. Orbital blowout fractures

Pemberian kompres es dan elevasi kepala selama 48 jam diberikan untuk

mengurangi bengkak. Dianjurkan untuk tidak ekspirasi keras melalui hidung

karena dapat mengakibatkan kerusakan lebih lanjut pada area fraktur.

Pengobatan dengan dekongestan nasal dan antibiotik oral selama 1 sampai 2

minggu. Bila dibutuhkan pemben=dahan untuk perbaikan, dilakukan setelah 1

minggu setelah bengkak telah hilang.

7. Laserasi

Dilakukan penjahitan pada area terjadinya laserasi sesuai dengan luas areanya.

Bila terjadi di area yang kurang penting dapat sembuh dengan sendirinya.

Laserasi pada bola mata sering membutuhkan antibiotic, penjahitan dan

pembedahan lebih lanjut oleh ophthalmologist.

8. Benda asing intra-okular

Bila terdapat benda asing yang masuk ke dalam mata, maka disarankan

melakukan prosedur operasi yang dilakukan opthalmologist. Hal ini dilakukan

untuk menghindari adanya infeksi, inflamasi persisten karena organisme yang

terbawa masuk, dan hal buruk lainnya.

9. Trauma tembus mata

Bila terjadi kejadian traum yang menembus mata maka yang harus dilakukan

adalah prosedur pembedahan yang kurang dari 24 jam setelah kejadian. Saat

21

Page 22: Refrat Trauma Oculi.docx

melakukan pemeriksaan diharapkan tidak menekan bola mata, menghindari

adanya muntah, batuk dan bersin.

22

Page 23: Refrat Trauma Oculi.docx

KESIMPULAN

1. Trauma okuli merupakan cedera yang terjadi pada mata yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan

rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga dapat

menganggu fungsi mata sebagai indra penglihat

2. Penyebab trauma okuli dapat dibedakan menjadi penyebab mekanik baik

tajam maupun tumpul, kimia baik asam maupun basa, dan radiasi yang

masing-masing memberikan tanda dan gejala yang berbeda

3. Diagnosis trauma okuli ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan oftalmologi lengkap dan pemeriksaan penunjang berupa foto polos orbita,

USG, CT-scan, atau MRI.

4. Terapi untuk trauma okuli dapat berupa pemberian medikamentosa yaitu obat

analgetik dan antibiotik, penutupan bola mata, posisi kepala yang lebih tinggi

pada saat tidur, maupun pembedahan yang bergantung jenis trauma.

5. Prognosis trauma tumpul lebih baik dibandingkan trauma tembus yang

bergantung pada

a. Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik

b. Tempat luka pada bola mata

c. Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing

d. Benda asing megnetik atau non megnetik

e. Dalamnya luka tembus, apakah tumpul atau luka ganda

f. Sudah/belum terdapat penyulit akibat luka tembus

Page 24: Refrat Trauma Oculi.docx

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. First aid for eye emergencies. Diakses dari:

http://www.preventblindness.org/first-aid-eye-emergencies. 21 Mei 2013.

Anonim. 2013. Care and Treatment Recommendations for Eye Injury. Diakses

dari: http://www.geteyesmart.org/eyesmart/living/eye-injuries-care-

treatment.cfm. 21 Maret 2013.

Aronson AA, Corneal Laceration [online] 2008 [cited 2013 May 20th] Available

from URLhttp://www.emedicine.com/emerg/topic114.htm

Asbury T, Sanitato JJ. 2000. Oftalmologi Umum Edisi 14. Jakarta: Widya Medika

Dahl, Andrew A. 2013. Eye Injuries. Diakses dari:

http://www.emedicinehealth.com/eye_injuries/page8_em.htm. 21 Mei 2013.

Depkes RI, Ditjen Binkenmas. 1998. Hasil Survey Kesehatan Indera Penglihatan

dan Pendengaran. Jakarta

Eva, Paul Riordan. 2012. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC

Ilyas, Sidharta. 2012. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: FK UI

James B, Chew C, Bron A. 2005. Trauma. In: Lecture Notes on Ophthalmology.

9th Edition. Oxford: Blackwell Publishing

Kanski, JJ. Chemical Injuries. Clinical Opthalmology. Philadelphia: Elseiver

Limited. 2000.

Lang GK. 2006. Ocular Trauma. In: Ophtalmology. 2nd Edition. Stuttgart. New

York: Thieme

Mangunkusuma, Vidyapati W, 1988, Penanganan Cidera Mata dan Aspek Sosial

Kebutaan, Universitas Indonesia, Jakarta

Mayo Clinic Staff. 2012. Black eye: First aid. Diakses dari:

http://www.mayoclinic.com/print/first-aid-black-eye/HQ00016/METHOD=pr

int. 21 Mei 2013.

Olitsky, Scott E. dan Leonard B. Nelson. 2012. Pediatric Clinical Ophthalmology.

UK: Manson Publishing.

Othman, Ihab Saad. 2009. Ophthalmic Pathology: Interactive with Clinical

Correlation. Amsterdam: Kugler Publications.

Page 25: Refrat Trauma Oculi.docx

Robson J, Globe Rupture [online]2007 [cited 20 May 2013] Available from

URLhttp://www.emedicine.com/emerg/topic218.htm

Sachdeva D. 2005. Chemical Eye Burns, Available from URL:

http://www.emedicine.com/aaem/eye/topic102.htm

Sandford, John. 2001. Eye Surgery in Hot Climates. Available at

http://www.cehjournal.org/files/eshc/eysurhc_ch11.pdf

Taylor, Eva Paul Riordan. 2007. Oftalmologi Umum. Edisi 17. Jakarta : EGC

25