skd 2 - saraf - abses otak
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI………..........................................................................................................3
2.2 EPIDEMIOLOGI……………………..........................................................................3
2.3 ANATOMI OTAK…...................................................................................................5
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI..............................................................7
2.5 HISTOPATOLOGI…………………………………..................................................9
2.6 PATOFISIOLOGI………...........................................................................................11
2.7 MANIFESTASI KLINIS...........................................................................................14
2.8 DIAGNOSIS...............................................................................................................15
2.9 PENATALAKSANAAN............................................................................................18
2.10DIAGNOSIS BANDING............................................................................................22
2.11KOMPLIKASI…………………………………………………………………...….23
2.12PROGNOSIS..............................................................................................................24
BAB III KESIMPULAN..........................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................….27
1 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh
kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa..Abses
serebri/ abses otak pada anak jarang ditemukan dan di Indonesia juga belum banyak
dilaporkan.Morgagni (1682-1771) pertama kali melaporkan AO yang disebabkan oleh
peradangan telinga. Pada beberapa penderita dihubungkan dengan kelainan jantung
bawaan sianotik. Mikroorganisme penyebab abses otak meliputi bakteri, jamur dan
parasit tertentu. Mikroorganisme tersebut mencapai substansia otak melalui aliran darah,
perluasan infeksi sekitar otak, luka tembus trauma kepala dan kelainan
kardiopulmoner.Pada beberapa kasus tidak diketahui sumber infeksinya.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini
telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak tetap masih tinggi
yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di
negara-negara maju, namun karena resiko kematiiannya tinggi, abses otak termasuk
golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (‘’life threatening
infection’’).Abses serebri dapat terjadi di dua hemisfer, dan kira-kira 80% kasus dapat
terjadi di lobus frontal, parietal, dan temporal.Abses serebri di lobus occipital, serebelum
dan batang otak terjadi pada sekitar 20% kasus.
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
2 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia
alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu. Abses otak bersifat soliter atau multipel. Yang
multipel biasanya ditemukan pada penyakit jantung bawaan sianotik; adanya shunt kanan
ke kiri akan menyebabkan darah sistemik selalu tidak jenuh sehingga sekunder terjadi
polisitemia. Polisitemia ini memudahkan terjadinya trombo-emboli.3
Gejala klinik AO berupa tanda-tanda infeksi yaitu demam, anoreksi dan malaise,
peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokalisasi abses.Terapi
AO terdiri dari pemberian antibiotik dan pembedahan. Tanpa pengobatan, prognosis AO
dapat menjadi jelek.
3 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Abses serebri merupakan infeksi intraserebral fokal yang dimulai sebagai
serebritis yang lokalisatorik dan berkembang menjadi kumpulan pus yang dikelilingi oleh
kapsul otak disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus dan protozoa.
2.2 Epidemiologi
Abses otak dapat terjadi pada berbagai kelompok usia, namun paling sering
terjadi pada anak berusia 4 sampai 8 tahun. Penyebab abses otak yaitu, embolisasi oleh
penyakit jantung kongenital dengan pintas atrioventrikuler (terutama tetralogi fallot),
meningitis, otitis media kronis dan mastoiditis, sinusitis, infeksi jaringan lunak pada
wajah ataupun scalp, status imunodefisiensi dan infeksi pada pintas ventrikuloperitonial.
Patogenesis abses otak tidak begitu dimengerti pada 10-15% kasus.
Walaupun teknologi kedokteran diagnostik dan perkembangan antibiotika saat ini
telah mengalami kemajuan, namun rate kematian penyakit abses otak masih tetap tinggi,
yaitu sekitar 10-60% atau rata-rata 40%.Penyakit ini sudah jarang dijumpai terutama di
negara-negara maju, namun karena resiko kematiannya sangat tinggi, abses otak
termasuk golongan penyakit infeksi yang mengancam kehidupan masyarakat (life
threatening infection).
Di Indonesia belum ada data pasti, namun Amerika Serikat dilaporkan sekitar
1500-2500 kasus abses serebri per tahun. Prevalensi diperkirakan 0,3-1,3 per 100.000
orang/tahun. Jumlah penderita pria lebih banyak daripada wanita, yaitu dengan
perbandinagan 2-3:1.
4 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Menurut Britt, Richard et al., penderita abses otak lebih banyak dijumpai pada
laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan 3:1 yang umumnya masih usia
produktif yaitu sekitar 20-50 tahun.
Yang SY menyatakan bahwa kondisi pasien sewaktu masuk rumah sakit
merupakan faktor yang sangat mempengaruhi rate kemtian. Jika kondisi pasien buruk,
rate kematian akan tinggi.
Hasil penelitian Xiang Y Han (The University of Texas MD.Anderson Cancer
Center Houston Texas) terhadap 9 penderita abses otak yang diperolehnya selama 14
tahun (1989-2002), menunjukkan bahwa jumlah penderita laki-laki > perempuan dengan
perbandingan 7:2, berusia sekitar 38-78 tahun dengan rate kematian 55%.
Demikian juga dengan hasil penelitian Hakim AA. Terhadap 20 pasien abses otak
yang terkumpul selama 2 tahun (1984-1986) dari RSUD Dr Soetomo Surabaya,
menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda, dimana jumlah penderita abses otak pada
laki-laki > perempuan dengan perbandingan 11:9, berusia sekitar 5 bulan-50 tahun
dengan angka kematian 35% (dari 20 penderita, 7 meninggal). Dengan perkembangan
pelayanan vaksinasi, pengobatan pada infeksi pediatri, serta pandemic AIDS, terjadi
pergeseran prevalensi ke usia dekade 3-5 kehidupan.
5 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
2.3 Anatomi Otak
Anatomi otak adalah struktur yang kompleks dan rumit karena fungsi organ yang
menakjubkan ini berfungsi sebagai pusat kendali dengan menerima, menafsirkan, serta
untuk mengarahkan informasi sensorik di seluruh tubuh. Ada tiga divisi utama otak, yaitu
otak depan, otak tengah, dan otak belakang.
Gambar 2.1. Anatomi otak (Sumber: www. biology.about.com)
Pembagian otak:
1. Prosencephalon - Otak depan
2. Mesencephalon - Otak tengah
o Diencephalon = thalamus, hypothalamus
o Telencephalon= korteks serebri, ganglia basalis, corpus striatum
6 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
3. Rhombencephalon - Otak belakang
o Metencephalon= pons, cerebellum
o Myelencephalon= medulla oblongata
Sawar Darah Otak (Blood Brain Barrier)
Sawar darah otak memisahkan dua kompartemen utama dari susunan saraf, yaitu
otak dan likuor serebrospinalis, dari kompartemen ketiga yaitu darah.Tempat -tempat
rintangan itu adalah tapal batas antara darah dan kedua kompartemen susunan saraf
tersebut diatas yaitu pleksus koroideus, pembuluh darah serebral dan ruang subarachnoid
serta membrane araknoid yang menutupi ruang subaraknoid.Semua tempat sawar
dibentuk oleh sel-sel yang bersambung satu dengan yang lain dengan tight junction, yang
membatasi difus intraseluler. Sel- sel tersebut adalah endothelium pembuluh darah,
epithelium pleksus korioideus dan sel-sel membran araknoid serta perineurium.
Sawar darah otak mengalami perubahan jika terjadi beberapa proses patologis,
seperti anoksia daniskemia, lesi destruktif dan proliferative, reaksi peradangan dan
imunologik, dan juga jika terdapat autoregulasi akibat sirkulasi serebral tang terganggu.
Gambar 2.2 Mekanisme Imunologi Sawar
Darah Otak Sumber: www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites
7 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Tight junction dari endothelium pembuluh darah serebral biasanya mampu menghalangu
masuknya leukosit ataupun mikroorganisme pathogen ke susunan saraf pusat. Tetapi
pada proses radang dan imunologik, tight junction dapat menjadi bocor. Leukosit
polinuklearis terangsang oleh substansi – substansi yang dihasilkan dari sel- sel yang
sudah musnah sehingga ia dapat melintasi pembuluh darah, tanpa menimbulkan
kerusakan structural. Limfosit yang tergolong dalam T- sel ternyata dapat juga
menyebrangi endotheliaum tanpa menimbulkan kerusakan structural pada pembuluh
darah.
2.4 Etiologi dan Faktor Predisposisi
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi telinga
tengah, sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries).
Abses otak dapat timbul akibat penyebaran secara hematogen dari infeksi paru
sistemik (empyema, abses paru, bronkiektas, pneumonia), endokarditis bakterial akut dan
subakut dan pada penyakit jantung bawaan Tetralogi Fallot (abses multiple, lokasi pada
substansi putih dan abu dari jaringan otak).Abses otak yang penyebarannya secara
hematogen, letak absesnya sesuai dengan peredaran darah yang didistribusi oleh arteri
cerebri media terutama lobus parietalis, atau cerebellum dan batang otak.
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi/steroid yang dapat menurunkan
sistem kekebalan tubuh.20-37% penyebab abses otak tidak diketahui.Penyebab abses
yang jarang dijumpai, osteomyelitis tengkorak, sellulitis, erysipelas wajah, abses tonsil,
pustule kulit, luka tembus pada tengkorak kepala, infeksi gigi luka tembak di kepala,
septikemia.Berdasarkan sumber infeksi dapat ditentukan lokasi timbulnya abses di lobus
otak.
8 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Infeksi sinus paranasal dapat menyebar secara retrograde thrombophlebitis
melalui klep vena diploika menuju lobus frontalis atau temporal. Bentuk absesnya
biasanya tunggal, terletak superficial di otak, dekat dengan sumber infeksinya.Sinusitis
frontal dapat juga menyebabkan abses di bagian anterior atau inferior lobus
frontalis.Sinusitis sphenoidalis dapat menyebakan abses pada lobus frontalis atau
temporalis.Sinusitis maxillaris dapat menyebabkan abses pada lobus temporalis.Sinusitis
ethmoidalis dapat menyebabkan abses pada lobus frontalis.Infeksi pada telinga tengah
dapat pula menyebar ke lobus temporalis.Infeksi pada mastoid dan kerusakan tengkorak
kepala karena kelainan bawaan seperti kerusakan tegmentum timpani atau kerusakan
tulang temporal oleh kolesteatoma dapat menyebar ke dalam serebelum.
Bakteri penyebabnya antara lain, Streptococcus aureus, streptococci
(viridians, pneumococci, microaerophilic), bakteri anaerob (bakteri kokus gram
positif, Bacteroides spp, Fusobacterium spp,Prevotella spp, Actinomyces spp,
dan Clostridium spp), basil aerob gram-negatif (enteric rods, Proteus spp, Pseudomonas
aeruginosa, Citrobacter diversus, dan Haemophilus spp). Infeksi parasit
(Schistosomiasis, Amoeba) dan fungus (Actinomycosis, Candida albicans) dapat pula
menimbulkan abses, tetapi hal ini jarang terjadi.
Faktor predisposisi dapat menyangkut host, kuman infeksi atau factor lingkungan.
1. Faktor tuan rumah (host)
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkis infeksi mencakup kesehatan
umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke
otak yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna.
9 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
2. Faktor kuman
Kuman tertentu cendeerung neurotropik seperti yang membangkitkan meningitis bacterial
akut, memiliki beberapa faktor virulensi yang tidak bersangkut paut dengan faktor
pertahanan host.Kuman yang memiliki virulensi yang rendah dapat menyebabkan infeksi
di susunan saraf pusat jika terdapat ganggguan pada system limfoid atau
retikuloendotelial.
3. Faktor lingkungan
Faktor tersebut bersangkutan dengan transisi kuman.Yang dapat masuk ke dalam tubuh
melalui kontak antar individu, vektor, melaui air, atau udara.
2.5 Histopatologi
2.5.1 Abses Piogenis disebabkan bakteri
Jaringanotak rentan terhadap infeksi dan tidak mempunyai mekanisme pertahanan
yang baik, pembentukan kapsul kolagen merupakan rspon yang terpenting dalam
membatasi penyebaran abses.Untuk terjadinya abses otak harus ada daerah yang nekrosis
terlebih dahulu dalam jaringan otak.
Pada penderita meningitis bacteria tidak selalu terjadi abses otak, hal ini
dipengaruhioleh faktor-faktor:
1.Virulensi bakteri
Komponen permukaa subkapsular bakteri (dinding sel dan lipopolisakarida)
memegang peranan yang penting untuk timbulnya radang di selaput otak dan memperluas
daerah yang nekrosis ke dalam jaringan otak.Bakteri pneumokokus mempunyai dua
polimer dinding sel (peptidoglikan dan asam trikoik fosfat ribitol) menyebabkan
10 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
timbulnya peradangan.H. influenza mempunyai kapsul lipopolisakarida bila terjadi
inokulasi ke dalam intrasisternal menyebabkan radang dan merusak sawar darah otak.
2. Rusaknya sawar darah otak
Hanya bakteri tertentu yang bisa merusak sawar darah otak.Kerusakan sawar
darah otak menimbulkan eksudasi albumin yang mempercepat timbulnya edema otak
dengan kerusakan sel endotel dan mikrovaskuler otak.
3. Imunopatologis
Satu sampai 3 jam setelah inokulasi lipopolisakarida terjadi pelepasan secara
cepat dari TNF (Tumor Necrotic Factor). Interleukin-2 ke dalam CSS menyebabkan
neutrofil melekat pada epitel serta merangsang sel-sel di susunan saraf pusat (astroglia
endotel, dan makrofag selaput otak) untuk melepaskan sitokin.Sitokin dieksresikan dan
merusak sawar darah otak. Kondisi imunologis penderita yang kurang baik
akanmempercepat terjadinya proses peradangan dijaringan otak.
2.5.2 Abses disebabkan jamur
Abses yang disebabkan jamur umumnya merupakan abses metastatik. Awalnya
akan tampak invasi vaskuler oleh jamur, disusul thrombosis sekunder dan infark otak.
Hal ini menyerupai abses piogenik, dimana di dalam bagian nekrotik terdapat sel radang,
makrofag, fibroblast, dan sel besar berinti banyak terisi jamur yang telah difagosit.
2.5.3 Abses disebkan parasit
Amoeba menyebabkan terjadinya pusat nekrotik yang berisi debris dan terutama
sel mononuclear dikelilingi kongesti vaskuler nekrosis jaringan saraf dan sel limfotik, sel
plasma dan mononuclear lain, disini pembentukan kapsul tidak ada atau hanya sedikit
serta dapat ditemukannya kistadan trofozoit. Toksoplasma dapat menyebabkan ensefalitis
abses dan granuloma dengan atau tanpa pusat nekrotik.
11 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
2.6 Patofisiologi
Abses otak dapat terjadi akibat penyebaran perkontinuitatum dari fokus infeksi di
sekitar otak maupun secara hematogen dari tempat yang jauh, atau secara langsung
seperti trauma kepala dan operasi kraniotomi. Abses yang terjadi oleh penyebaran
hematogen dapat pada setiap bagian otak, tetapi paling sering pada pertemuan substansia
alba dan grisea; sedangkan yang perkontinuitatum biasanya berlokasi pada daerah dekat
permukaan otak pada lobus tertentu.
Pada tahap awal AO terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan
infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang-kadang
disertai bintik perdarahan.Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis
dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses.Astroglia,
fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotikan.Mula-mula abses tidak
berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul
dengan dinding yang konsentris.Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa
sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4 stadium yaitu :
1) Stadium serebritis dini (Early Cerebritis)
Terjadi reaksi radang local dengan infiltrasi polymofonuklear leukosit, limfosit
dan plasma sel dengan pergeseran aliran darah tepi, yang dimulai pada hari
pertama dan meningkat pada hari ke 3.Sel-sel radang terdapat pada tunika
adventisia dari pembuluh darah dan mengelilingi daerah nekrosis
infeksi.Peradangan perivaskular ini disebut cerebritis. Saat ini terjadi edema di
sekita otak dan peningkatan efek massa karena pembesaran abses.
2) Stadium serebritis lanjut (Late Cerebritis)
12 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Saat ini terjadi perubahan histologis yang sangat berarti.Daerah pusat nekrosis
membesar oleh karena peningkatan acellular debris dan pembentukan nanah
karena pelepasan enzim-enzim dari sel radang.Di tepi pusat nekrosis didapati
daerah sel radang, makrofag-makrofag besar dan gambaran fibroblast yang
terpencar. Fibroblast mulai menjadi reticulum yang akan membentuk kapsul
kolagen. Pada fase ini edema otak menyebar maksimal sehingga lesi menjadi
sangat besar
3) Stadium pembentukan kapsul dini (Early Capsule Formation)
Pusat nekrosis mulai mengecil, makrofag menelan acellular debris dan fibroblast
meningkat dalam pembentukan kapsul.Lapisan fibroblast membentuk anyaman
reticulum mengelilingi pusat nekrosis.Di daerah ventrikel, pembentukan dinding
sangat lambat oleh karena kurangnya vaskularisasi di daerah substansi putih
dibandingkan substansi abu.Pembentukan kapsul yang terlambat di permukaan
tengah memungkinkan abses membesar ke dalam substansi putih.Bila abses
cukup besar, dapat robek ke dalam ventrikel lateralis.Pada pembentukan kapsul,
terlihat daerah anyaman reticulum yang tersebar membentuk kapsul kolagen,
reaksi astrosit di sekitar otak mulai meningkat.
4) Stadium pembentukan kapsul lanjut (Late Capsule Formation)
Pada stadium ini, terjadi perkembangan lengkap abses dengan gambaran
histologis sebagai berikut:
· Bentuk pusat nekrosis diisi oleh acellular debris dan sel-sel radang.
· Daerah tepi dari sel radang, makrofag, dan fibroblast.
· Kapsul kolagen yang tebal.
13 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
· Lapisan neurovaskular sehubungan dengan serebritis yang berlanjut.
· Reaksi astrosit, gliosis, dan edema otak di luar kapsul.
Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah
ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis.
Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi
meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AO yang berlokasi
pada lobus frontalis.Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AO lobus
temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara
hematogen.
Respon Imunologik pada Abses Otak.
Setelah kuman telah menerobos permukaan tubuh, kemudian sampai ke susunan
saraf pusat melalui lintasan-lintasan berikut.Kuman yang bersarang di mastoid dapat
menjalar ke otak perkuntinuitatum.Invasi hematogenik melalui arteri intraserebral
merupakan penyebaran ke otak secara langsung.
Ada penjagaan otak khusus terhadap bahaya yang dating melalui lintasan
hematogen, yang dikenal sebagai sawar darah otak atau blood brain barrier.Pada
toksemia dan septicemia, sawar darah otak terusak dan tidak lagi bertindak sebagai sawar
khusus.Infeksi jaringan otak jarang dikarenakan hanya bakterimia saja, oleh karena
jaringan otak yang sehat cukup resisten terhadap infeksi.Kuman yang dimasukkan ke
dalam otak secara langsung pada binatang percobaan ternyata tidak membangkitkan
abses sereebri/ abses otak, kecuali apabila jumlah kumannya sangat besar atau sebelum
inokulasi intraserebral telah diadakan nekrosis terlebih dahulu. Walaupun dalam banyak
hal sawar darah otak sangat protektif, namun ia menghambat penetrasi fagosit, antibody
dan antibiotik. Jaringan otak tidak memiliki fagosit yang efektif dan juga tidak memiliki
14 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
lintasan pembuangan limfatik untuk pemberantasan infeksi bila hal itu terjadi. Maka
berbeda dengan proses infeksi di luar otak, infeksi di otak cenderung menjadi sangat
virulen dan destruktif.
2.7 Manifestasi Klinis
Pada stadium awal gambaran klinik AO tidak khas, terdapat gejala-gejala infeksi
seperti demam, malaise, anoreksi dan gejalagejala peninggian tekanan intrakranial berupa
muntah, sakit kepala dan kejang. Dengan semakin besarnya abses otak gejala menjadi
khas berupa trias abses otak yang terdiri dari gejala infeksi(demam, leukositosis),
peninggian tekanan intracranial(sakit kepala, muntah proyektil, papil edema) dan
gejala neurologik fokal(kejang, paresis, ataksia, afaksia)
Abses pada lobus frontalis biasanya tenang dan bila ada gejala-gejala neurologik
seperti hemikonvulsi, hemiparesis, hemianopsia homonim disertai kesadaran yang
menurun menunjukkan prognosis yang kurang baik karena biasanya terjadi herniasi dan
perforasi ke dalam kavum ventrikel.
Abses lobus temporalis selain menyebabkan gangguan pendengaran dan
mengecap didapatkan disfasi, defek penglihatan kwadran alas kontralateral dan
hemianopsi komplit.Gangguan motorik terutama wajah dan anggota gerak atas dapat
terjadi bila perluasan abses ke dalam lobus frontalis relatif asimptomatik, berlokasi
terutama di daerah anterior sehingga gejala fokal adalah gejala sensorimotorik. Abses
serebelum biasanya berlokasi pada satu hemisfer dan menyebabkan gangguan koordinasi
seperti ataksia, tremor, dismetri dan nistagmus.Abses batang otak jarang sekali terjadi,
biasanya berasal hematogen dan berakibat fatal.
2.8 Diagnosis
15 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran klinik, pemeriksaan
laboratorium disertai pemeriksaan penunjang lainnya.Selain itu penting juga untuk
melibatkan evaluasi neurologis secara menyeluruh, mengingat keterlibatan
infeksinya.Perlu ditanyakan mengenai riwayat perjalanan penyakit, onset, faktor resiko
yang mungkin ada, riwayat kelahiran, imunisasi, penyakit yang pernah diderita, sehingga
dapat dipastikan diagnosisnya.
Pada pemeriksaan neurologis dapat dimulai dengan mengevaluasi status mental,
derajat kesadaran, fungsi saraf kranialis, refleks fisiologis, refleks patologis, dan juga
tanda rangsang meningeal untuk memastikan keterlibatan meningen.
Pemeriksaan motorik sendiri melibatkan penilaian dari integritas sistem
musculoskeletal dan kemungkinan terdapatnya gerakan abnormal dari anggota gerak,
ataupun kelumpuhan yang sifatnya bilateral atau tunggal.
Pada pemeriksaan laboratorium, terutama pemeriksaan darah perifer yaitu
pemeriksaan lekosit dan laju endap darah; didapatkan peninggian lekosit dan laju endap
darah.Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang
normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis,
glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam
ruangan ventrikel.
Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat
pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini
tidak dapat diidentifikasi adanya abses.Pemeriksaan EEG terutama penting untuk
mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer.EEG memperlihatkan perlambatan fokal
yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi
abses. Pnemoensefalografi penting terutama untuk diagnostik abses serebelum.Dengan
16 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
arteriografi dapat diketahui lokasi abses di hemisfer.Saat ini, pemeriksaan angiografi
mulai ditinggalkan setelah digunakan pemeriksaan yang relatif noninvasif seperti CT
scan.Dan scanning otak menggunakan radioisotop tehnetium dapat diketahui lokasi
abses; daerah abses memperlihatkan bayangan yang hipodens daripada daerah otak yang
normal dan biasanya dikelilingi oleh lapisan hiperderns.CT scan selain mengetahui lokasi
abses juga dapat membedakan suatu serebritis dengan abses. Magnetic Resonance
Imaging saat ini banyak digunakan, selain memberikan diagnosis yang lebih cepat juga
lebih akurat.
Gambar CT Scan Normal
Gambar CT- Scan Abses serebri
Gambaran CT-scan pada abses :
17 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Early cerebritis (hari 1-3): fokal, daerah inflamasi dan edema.
Gambaran CT-Scan :
Pada hari pertama terlihat daerah yang hipodens dengan sebagian
gambaran seperti cincin.Pada hari ketiga gambaran cincin lebih jelas sesuai
dengan diameter serebritisnya.Didapati mengelilingi pusat nekrosis.
Late cerebritis (hari 4-9): daerah inflamasi meluas dan terdapat nekrosis
dari zona central inflamasi.
Gambaran CT-Scan :
Gambaran cincin sempurna, 10 menit setelah pemberian kontras
perinfus.Kontras masuk ke daerah sentral dengan gambaran lesi homogen
menunjukkan adanya cerebritis.
Early capsule stage (hari 10-14): gliosis post infeksi, fibrosis,
hipervaskularisasi pada batas pinggir daerah yang terinfeksi. Pada stadium ini
dapat terlihat gambaran ring enhancement.
Gambaran CT-Scan :
Hampir sama dengan fase cerebritis, tetapi pusat nekrosis lebih kecil dan
kapsul terlihat lebih tebal.
Late capsule stage (hari >14): terdapat daerah sentral yang hipodens
(sentral abses) yang dikelilingi dengan kontras - ring enhancement (kapsul abses)
Gambaran CT-Scan :
Gambaran kapsul dari abses jelas terlihat, sedangkan daerah nekrosis tidak
diisi oleh kontras.
Pemeriksaan CT scan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan prosedur diagnostik,
dikarenakan sensitifitasnya dapat mencapai 90% untuk mendiagnosis abses serebri. Yang
18 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
perlu dipertimbangkan adalah walaupun gambaran CT tipikal untuk suatu abses, tetapi
tidak menutup kemungkinan untuk didiagnosis banding dengan tumor (glioblastoma),
infark, metastasis, hematom yang diserap dan granuloma.
Walaupun sukar membedakan antara abses dan tumor (glioblastoma, metastasis)
dari CT scan, ada beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membedakan
keduanya antara lain : umur penderita, ketebalan ring (cicin tipis hanya 3-6 mm) dan
biasanya uniform, diameter ring, rasio lesi dan ring. Pada ½ kasus, kapsul bagian medial
lebih tipis dari kapsul subkortikal. Hal ini menunjukkan sedikitnya vaskularisasi
dari massa putih dan menjelaskan mengapa daughter abscess biasanya berkembang di
medial.
Abses serebri yang hematogen ditandai dengan adanya fokus infeksi (yang
tersering dari paru), lokasi pada daerah yang diperdarahi oleh arteri serebri media di
daerah perbatasan massa putih dan abu-abu dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Sedangkan gambaran glioblastoma pada CT scan adalah adanya mixed density
tumor, ring enhancement yang berlekuk-lekuk disertai perifokal edema yang luas.
2.9 Penatalaksanaan
Terapi definitif untuk abses melibatkan :
1. Penatalaksanaan terhadap efek massa (abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa
2. Terapi antibiotik dan test sensitifitas dari kultur material abses
3. Terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi)
4. Pengobatan terhadap infeksi primer
5. Pencegahan kejang
6. Neurorehabilitasi
19 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Penatalaksanaan awal dari abses otak meliputi diagnosis yang tepat dan pemilihan
antibiotik didasarkan pada pathogenesis dan organisme yang memungkinkan terjadinya
abses.Ketika etiologinya tidak diketahui, dapat digunakan kombinasi dari sefalosporin
generasi ketiga dan metronidazole.Jika terdapat riwayat cedera kepala dan pembedahan
kepala, maka dapat digunakan kombinasi dari napciline atau vancomycine dengan
sephalosforin generasi ketiga dan juga metronidazole. Antibiotik terpilih dapat digunakan
ketika hasil kultur dan tes sentivitas telah tersedia.
Tabel 2.1 Prinsip Pemilihan Antibiotik pada Abses Otak
Etiologi Antibiotik
Infeksi bakteri gram negatif, bakteri
anaerob, stafilokokkus dan stretokokkus
Meropenem
Penyakit jantung sianotik Penissilin dan metronidazole
Post VP-Shunt Vancomycin dan ceptazidine
Otitis media, sinusitis, atau mastoiditis Vancomycin
Infeksi meningitis citrobacter Sefalosporin generasi ketiga, yang
secara umum dikombinasi dengan
terapi aminoglikosida
Pada abses terjadi akibat trauma penetrasi,cedera kepala, atau sinusitis dapat
diterapi dengan kombinasi dengan napsiline atau vancomycin, cefotaxime atau cetriaxone
dan juga metronidazole. Monoterapi dengna meropenem yang terbukti baik melawan
bakteri gram negatif, bakteri anaerob, stafilokokkus dan streptokokkus dan menjadi
pilihan alternatif.Sementara itu pada abses yang terjadi akibat penyakit jantung sianotik
dapat diterapi dengan penissilin dan metronidazole. Abses yang terjadi akibat
20 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
ventrikuloperitoneal shunt dapat diterapi dengan vancomycin dan ceptazidine.Ketika
otitis media, sinusitis, atau mastoidits yang menjadi penyebab dapat digunakan
vancomycin karena strepkokkus pneumonia telah resisten terhadap penissilin. Ketika
meningitis citrobacter, yang merupakan bakteri utama pada abses local, dapat digunakan
sefalosporin generasi ketiga, yang secara umum dikombinasikan dengan terapi
aminoglikosida.Pada pasien denganimmunocompromised digunakan antibiotik yang
berspektrum luas dan dipertimbangkan pula terapi amphoterids.
Tabel 2.2 Dosis dan Cara Pemberian Antibiotik pada Abses Otak
Drug Dose Frekwensi dan rute
Cefotaxime
(Claforan) 50-100
mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Ceftriaxone (Rocephin)
50-100 mg/KgBBt/Hari
2-3 kali per hari,
IV
Metronidazole (Flagyl)
35-50 mg/KgBB/Hari
3 kali per hari,
IV
Nafcillin (Unipen, Nafcil)
2 grams
setiap 4 jam,
IV
Vancomycin
15 mg/KgBB/Hari
setiap 12 jam,
IV
Kebanyakan studi klinis menunjukkan bahwa penggunaan steroid dapat
mempengaruhi penetrasi antibiotik tertentu dan dapat menghalangi pembentukan kapsul
abses. Tetapi penggunaannya dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus dimana terdapat
risiko potensial dalam peningkatan tekanan intrakranial. Dosis yang dipakai 10 mg
dexamethasone setiap 6 jam intravenous, dan ditapering dalam 3-7 hari.
21 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Pada penderita ini, kortikosteroid diberikan dengan pertimbangan adanya tekanan
intrakranial yang meningkat, papil edema dan gambaran edema yang luas serta midline
shift pada CT scan.Kortikosteroid diberikan dalam 2 minggu setelah itu di tap-off, dan
terlihat bahwa berangsur-angsur sakit kepala berkurang dan pada pemeriksaan nervus
optikus hari XV tidak didapatkan papil edema. Penatalaksanaan secara bedah pada abses
otak dipertimbangkan dengan menggunakan CT-Scan, yang diperiksa secara dini, untuk
mengetahui tingkatan peradangan, seperti cerebritis atau dengan abses yang multipel.
Terapi optimal dalam mengatasi abses serebri adalah kombinasi antara
antimikrobial dan tindakan bedah. Pada studi terakhir, terapi eksisi dan drainase abses
melalui kraniotomi merupakan prosedur pilihan. Tetapi pada center-center tertentu lebih
dipilih penggunaan stereotaktik aspirasi atau MR-guided aspiration and biopsy. Tindakan
aspirasi biasa dilakukan pada abses multipel, abses batang otak dan pada lesi yang lebih
luas digunakan eksisi.
Pada beberapa keadaan terapi operatif tidak banyak menguntungkan, seperti:
small deep abscess, multiple abscess dan early cerebritic stage.
Kebanyakan studi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna diantara
penderita yang mendapatkan terapi konservatif ataupun dengan terapi eksisi dalam
mengurangi risiko kejang.
Pada penderita ini direncanakan untuk dilakukan operasi kraniotomi mengingat
proses desak ruang yang cukup besar guna mengurangi efek massa baik oleh edema
maupun abses itu sendiri, disamping itu pertimbangan ukuran abses yang cukup besar,
tebalnya kapsul dan lokasinya di temporal.
Antibiotik mungkin digunakan tersendiri, seperti pada keadaan abses berkapsul
dan secara umum jika luas lesi yang menyebabkan sebuah massa yang berefek terjadinya
22 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
peningkatan tekanan intrakranial. Dan harus ditatalaksanakan dengan kombinasi
antibiotik dan aspirasi abses.
Pembedahan secara eksisi pada abses otak jarang digunakan, karena prosedur ini
dihubungkan dengan tingginya angka morbiditas jika dibandingkan dengan teknik
aspirasi. Indikasi pembedahan adalah ketika abses berdiameter lebih dari 2,5 cm, adanya
gas di dalam abses, lesi yang multiokuler, dan lesi yng terletak di fosa posterior, atau
jamur yang berhubungan dengan proses infeksi, seperti mastoiditis, sinusitis, dan abses
periorbita, dapat pula dilakukan pembedahan drainase. Terapi kombinasi antibiotik
bergantung pada organisme dan respon terhadap penatalaksanaan awal.Tetapi, efek yang
nyata terlihat 4-6 minggu.
Penggunaan antikonvulsan dipengaruhi juga oleh lokasi abses dan posisinya
terhadap korteks. Oleh karena itu kapan antikonvulsan dihentikan tergantung dari kasus
per kasus (ditetapkan berdasarkan durasi bebas kejang, ada tidaknya abnormalitas
pemeriksaan neurologis, EEG dan neuroimaging). 3
Pada penderita ini diberikan fenitoin oral, mengingat penderita sudah mengalami kejang
dengan frekuensi yang cukup sering.Penghentian antikonvulsan ini ditetapkan
berdasarkan perkembangan klinis penderita selanjutnya.
2.10 Diagnosis Banding
Sebagai suatu lesi desak ruang (space-occupying lesion), abses otak dapat
bermanifestasi klinis hamper sama dengan suatu neoplasma maupun hematosubdural.
Oleh karena itu, diperlukan teknik diagnose yang menyeluruh agar terapi yang diberikan
menjadi tepat.
Tabel 2.3 Perbedaan Abses dan Tumor berdasarkan Neuroimaging
23 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Abscess Tumor
Wall Smooth, thin, regular Thick, irregular
Thinner on inner aspect Thinner on outer
aspect
Nodularity If present, in inner border Outer border
T1 Hyperintense rim
T2 Hypointense rim
Meningeal enhancement Favours Not seen
Diffusion Imaging High signal Low signal
Perfusion imaging dynamic Normal signal due to collagen
and fibrosis in wall
Low signal due high
capillary density in
tumour
2.11 Komplikasi
Abses otak menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Adapun komplikasinya adalah:
1. Robeknya kapsul abses ke dalam ventrikel atau ruang subarachnoid
2. Penyumbatan cairan serebrospinal yang menyebabkan hidrosefalus
3. Edema otak
4. Herniasi oleh massa Abses otak
2.12 Prognosis
Angka kematian yang dihubungkan dengan abses otak secara signifikan berkurang,
dengan perkiraan 5-10% didahului CT-Scan atau MRI dan antibiotic yang tepat, serta
24 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
manajemen pembedahan merupakan faktor yang berhubungan dengan tingginya angka
kematian, dan waktu yang mempengaruhi lesi, abses mutipel, kesadaran koma dan
minimnya fasilitas CT-Scan. Angka harapan yang terjadi paling tidak 50% dari penderita,
termasuk hemiparesis, kejang, hidrosefalus, abnormalitas nervus kranialis dan masalah-
masalah pembelajaran lainnya.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari:
1) Cepatnya diagnosis ditegakkan
2) Derajat perubahan patologis
3) Soliter atau multipel
4) Penanganan yang adekuat.
Dengan alat-alat canggih dewasa ini AO pada stadium dini dapat lebih cepat
didiagnosis sehingga prognosis lebih baik.Prognosis AO soliter lebih baik dan
mu1tipel.Defisit fokal dapat membaik, tetapi keajng dapat menetap pada 50% penderita.
25 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
BAB III
KESIMPULAN
Abses otak adalah suatu proses infeksi dengan pernanahan yang terlokalisir
diantara jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai macam variasi bakteri, fungus, dan
protozoa, dimana kasusnya jarang dijumpai tetapi angka kematiannya tinggi (rata-rata
40%) sehingga tergolong kelompok penyakit “life threaqtening infection”. Sebagian
besar penderita abses otak adalah laki-laki, dibandingkan perempuan (3:1) yang berusia
produktif (20-50) tahun.
Sebagian besar abses otak berasal langsung dari penyebaran infeksi tengah,
sinusitis (paranasal, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries), dapat timbul akibat
penyebaran secara hematogen dari infeksi paru sistemik (empyema, abses paru,
bronkiektase, pneumonia), endokarditis bacterial akut dan subakut dan pada penyakit
jantung bawaan Tetralogi Fallot ( abses multiple, lokasi pada substansi putih dan abu dari
jarinagn otak). Dapat juga timbul akibat trauma tembus pada kepala atau trauma pasca
operasi.,
Abses dapat juga dijumpai pada penderita penyakit immunologik seperti AIDS,
penderita penyakit kronis yang mendapat kemoterapi.Steroid yang dapat menurunkan
system kekebalan tubuh.
Proses pembentukan abses otak memakan waktu 2 minggu dan terdiri dari 4
tahap.Dengan semakinbesarnya abses otak gejalamenjadi khas berupa trias abses otak
yang terdiri dari gejala infeksi, peninggian tekanan intracranial, dan gejala neurologic
fokal.Diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan fisik, rontgen, CT-Scan dan pemeriksaan
laboratorium.
26 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
Terapi definitive untuk abse melibatkan penatalaksanaan terhadap efek massa
(abses dan edema) yang dapat mengancam jiwa, terapi antibiotic dan test sensitifitas dari
kultur material abses, terapi bedah saraf (aspirasi atau eksisi), pengobatan terhadap
infeksi primer, pencegahan kejang, dan neurorehabilitasi.
Prognosis dari abses otak ini tergantung dari cepatnya diagnosis ditegakkan,
derajat perubahan patologis, soliter atau multiple, penegakan yang adekuat.
27 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudewi, AA Raka, dkk. Abses Serebri. Infeksi pada system saraf “PERDOSSI”.
Hal 21-27. Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair. 2011.
2. Misbach, H Jusuf, dkk. Serebritis dan Abses Otak. Buku Pedoman SPM dan SPO
Neurologi “ PERDOSSI’’. hal 27-29. Jakarta: 2006.
3. Mardjono, Mahar, dkk. Abses Serebri. Neurologi Klinis Dasar.hal 320-321.
Jakarta: Dian Rakyat. 2008.
4. Hakim, Adril Arsyad. Abses Otak. Dep Bedah FK USU/ SMF Bedah Saraf RSUP
H Adam Malik Medan.Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4. Sumatera
Utara: Desember 2005.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15591/1/mkn-des2005-%20(9).pdf
5. http://id.scribd.com/doc/70275247/Abses-Otak
28 | R e f e r a t A b s e s S e r e b r i