sken b

Upload: sarasanns

Post on 08-Mar-2016

240 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

hk

TRANSCRIPT

Learning Issues Skenario B Blok 15 2015Amalia Dienanti Fadhillah04011381419161Gamma

Gagal Jantung KongestifDefenisiGagal jantung didefinisikan sebagai kondisi dimana jantung tidak lagi dapat memompakan cukup darah ke jaringan tubuh. Gangguan fungsi jantung dapat berupa gangguan fungsi diastolik atau sistolik, gangguan irama jantung, atau ketidaksesuaian preload dan afterload. Gagal jantung kongestif (congestive heart failure) merupakan suatu keadaan saat terjadi bendungan sirkulasi akibat gagal jantung dan mekanisme kompensatoriknya.EtiologiGagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi :1. Meningkatkan beban awalKeadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel.2. Meningkatkan beban akhirBeban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik.3. Menurunkan kontraktilitas miokardiumKontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati.Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal, stenosis katup atrioventrkularis) dapat menyebabkan gagal jantung.Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa:1.DisritmiaDisritmia akan mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik yang memulai respons mekanis. Respons mekanis yang sinkron dan efektif tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil.2. Infeksi sistemik dan infeksi paru-paruRespon tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh yang meningkat.3. Emboli paruEmboli paru secara mendadak akan meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya gagal jantung kananTabel 1.Penyebab Seluruh Kegagalan Pompa JantungPenyebab Seluruh Kegagalan Pompa Jantung

1. A. Kelainan Mekanik 1. Peningkatan Beban Tekanan 1. Sentral (Stenosis aorta)2. Perifer (hipertensi sistemik)2. Peningkatan Beban Volume (Regurgitasi katup, peningkatan beban awal)3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitral atau trikuspidal)4. Tamponade Perikardium5. Pembatasan Miokardium atau Endokardium6. Aneurisme Ventrikel7. Dissinergi Ventrikel8. B. Kelainan Miokardium (otot) 1. Primer 1. Kardiomiopati2. Miokarditis3. Kelainan Metabolik4. Toksisitas (Alkohol, Kobalt)5. Presbikardia9. Kelainan Disdinamik Sekunder (Akibat Kelainan Mekanik) 1. Deprivasi Oksigen (Penyakit Jantung Koroner)2. Kelainan Metabolik3. Peradangan4. Penyakit Sistemik5. Penyakit Paru Obstruktif Kronis6. C. Perubahan Irama Jantung atau Urutan Hantaran 1. Tenang (Standstill)2. Fibrilasi3. Takikardia atau bradikardia ekstrim4. Asinkronitas listrik, gangguan konduktif

PatofisiologiKelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang menurun mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel, terjadinya peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Akibatnya terjadi pula peningkatan tekanan atrium kiri karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung selama diastol. Peningkatan tekanana atrium kiri diteruskan ke belakang kedalam pembuluh darah paru-paru, meningkatkan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi cairan ke dalam interstisial sehingga terjadilah edema interstisial. Peningkatan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.Tekanan arteri paru-paru dapat meningkat akibat peningkatan kronis tekanan vena paru. Hipertensi pulmonalis meningkatkan tahanan terhadap ejeksi ventrikel kanan. Serentetan kejadian seperti yang terjadi pada jantung kiri, juga akan terjadi pada jantung kanan, dimana akhirnya akan terjadi kongesti sistemik dan edema.Sebagai respon terhadap gagal jantung ada tiga mekanisme primer yang dapat terjadi yaitu :1. Peningkatan aktifitas adrenergik simpatik.Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergik simpatik merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu, juga terjadi vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah seperti kulit dan ginjal untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung dan akan meningkatkan beban awal jantung yang nantinya akan meningkatkan kontraksi dan curah jantung.

2. Peningkatan beban awal melalui aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron.Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengakibatkan penurunan aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus akibatnya terjadilah pelepasan renin dari aparatus jukstaglomerulus. Interaksi renin dengan angiotensinogen di dalam darah akan menghasilkan angiotensi I. Kemudian akan terjadi konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II akan merangsang sekresi aldosteron dari kelenjar adrenal yang akan meningkatkan reabsorspi natrium pada tubulus distal dan duktus pengumpul.Natrium akan menarik air. Selain itu, angiotensin II jua menghasilkan efek vasokonstriksi yang meningkatkan tekanan darah.3. Hipertrofi ventrikel.Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau bertambah tebal dinding miokardium. Hipertrofi akan meningkatkan jumlah sarkomer dalam sel-sel miokardium sehingga dapat meningkatkan kekuatan kontraksi ventrikel sehingga curah jantung aka meningkat.Ketiga respon ini mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung. Mekanisme ini mungkin memadai untuk mempertahankan curah jantung pada tingkat normal atau hampir normal pada awal perjalanan gagal dan pada keadaan istirahat. Namun, kelainan kerja ventrikel dan menurunnya curah jantung biasanya tampak saat beraktivitas. Dengan berlanjutnya gagal jantung, maka kompensasi akan menjadi semakin kurang efektif

KlasifikasiGagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung kiri dan gagal jantung kanan. Gagal jantung juga dapat dibagi menjadi gagal jantung akut, gagal jantung kronis dekompensasi, serta gagal jantung kronis. Klasifikasi berdasarkan Killip digunakan pada penderita infark miokard akut, dengan pembagian: Derajat I : Tanpa gagal jantung Derajat II : Gagal jantung dengan ronki basah halus di basal paru, S3 galop dan peningkatan tekanan vena pulmonalis Derajat III : Gagal jantung berat dengan edema paru seluruh lapangan paru. Derajat IV : Syok kardiogenik dengan hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg) dan vasokonstriksi perifer (oliguria, sianosis dan diaforesis)Klasifikasi Stevenson menggunakan tampilan klinis dengan melihat tanda kongesti (adanya ortopnea, distensi vena juguler, ronki basah, refluks hepato jugular, edema perifer, suara jantung pulmonal yang berdeviasi ke kiri, atau square wave blood pressure pada manuver valsava) dan kecukupan perfusi (adanya tekanan nadi yang sempit, pulsus alternans, hipotensi simtomatik, ekstremitas dingin dan penurunan kesadaran). Pasien yang mengalami kongesti disebut basah (wet) yang tidak disebut kering (dry). Pasien dengan gangguan perfusi disebut dingin (cold) dan yang tidak disebut panas (warm). Berdasarkan hal tersebut penderta dibagi menjadi empat kelas, yaitu: Kelas I (A) : kering dan hangat (dry warm) Kelas II (B) : basah dan hangat (wet warm) Kelas III (L) : kering dan dingin (dry cold) Kelas IV (C) : basah dan dingin (wet cold)Berdasarkan New York Heart Association, Klasifikasi gagal jantung : Kelas I : Tanpa keluhan Masih bisa melakukan aktivitas fisik sehari-hari tanpa disertai kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi. Kelas II : Ringan aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi jika aktivitas ini dihentikan maka keluhan pun hilang. Kelas III : Sedang aktivitas fisik ringan/sedang menyebabkan kelelahan, sesak napas, ataupun palpitasi, tetapi keluhan akan berkurang jika aktivitas dihentikan. Kelas IV : Berat tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari, bahkan pada saat istirahat pun keluhan tetap ada dan semakin berat jika melakukan aktivitasManifestasi KlinisGejala dan tanda gagal ke belakang jantung kiri: Dispnea (sulit bernapas)Merupakan keluhan yang paling umum. Dispnea disebabkan oleh peningkatan kerja pernafasan akibat kongesti vaskular paru yang mengurang kelenturan paru dan peningkatan tahanan aliran udara. Dispnea saat beraktivitas (dyspneu deffort) menunjukan gejala awal dari gagal jantung kiri. OrthopneaOrthopnea, yang didefinisikan sebagai sesak napas yang terjadi pada posisi berbaring, biasanya merupakan manifestasi lanjut dari gagal jantung dibandingkan dyspneu deffort. Hal ini terjadi akibat redistribusi dari cairan dari sirkulasi splanchnik dan ektremitas bawah kedalam sirkulasi pusat selama berbaring, disertai dengan peningkatan tekanan kapiler pulmoner. Batuk nocturnal (batuk yang dialami pada malam hari)Merupakan gejala yang sering terjadi pada proses ini dan seringkali menyamarkan gejala gagal jantung yang lain. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)Istilah ini berarti adanya episode akut dari sesak napas yang berat dan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari dan membangunkan pasien dari tidur, biasanya 1-3 jam setelah pasien tidur. PND dapat bermanifestasi sebagai batuk-batuk atau wheezing, kemungkinan karena peningkatan tekanan pada arteri bronchial menyebabkan kompresi saluran udara, disertai dengan edema pulmoner interstitial yang meyebabkan peningkatan resistensi saluran udara. Diketahui bahwa orthopnea dapat meringan setelah duduk tegak, sedangkan pasien PND seringkali mengalami batuk dan wheezing yang persisten walaupun mereka mengaku telah duduk tegak. RonkiTimbulnya ronki yang disebabkan oleh transudasi cairan paru merupakan ciri khas dari gagal jantung kiri. Awalnya terdengar dibagian bawah paru-paru karena pengaruh gaya gravitasi. HemoptisisDisebabkan oleh perdarahan vena bronkial yang terjadi akibat distensi vena. Disfagia (sulit menelan)Disebabkan oleh distensi atrium kiri atau vena pulmonalis yang menyebabkan kompresi esofagus dan disfagia.Gejala dan tanda gagal ke belakang jantung kanan: Kongesti vena sistemikDapat diamati dengan peningkatan tekanan vena jugularis (JVP), vena-vena leher mengalami bendungan. Tekanan vena sentral (CVP) dapat meningkat secara paradoks selama inspirasi jika jantung kanan yang gagal tidak dapat menyesuaikan terhadap peningkatan aliran balik vena ke jantung selama inspirasi. Hepatomegali (pembesaran hati)Nyeri tekan hati dapat terjadi akibat peregangan kapsula hati. Keluhan gastrointestinal.Anorexia, nausea, dan perasaan penuh yang berkaitan dengan nyeri abdominal merupakan gejala yang sering dikeluhkan dan dapat berkaitan dengan edema pada dinding usus dan/atau kongesti hepar. Edema periferTerjadi akibat penimbunan cairan dalam ruang interstisial. Edema mula-mula tampak pada bagian tubuh yang bergantung seperti palpebra pada pagi hari. Siangnya edema akan tampak pada ekstremitas terutama tungkai akibat gravitasi. Nokturia (diuresis malam hari)Nokturia disebabkan oleh redistribusi cairan dan reabsorpsi pada waktu berbaring. Asites dan edem anasarkaGagal jantung yang berlanjut dapat menimbulkan asites atau edema tubuh generalisata.Gejala dan tanda gagal ke depan jantung kiri: Hipoperfusi ke organ-organ nonvitalPenurunan cardiac output menimbulkan hipoperfusi ke organ-organ nonvital demi mempertahankan perfusi ke jantung dan otak sehingga manifestasi paling dini dari gagal ke depan adalah berkurangnya perfusi ke organ seperti kulit, otot rangka, dan ginjal. Kulit pucat dan dingindisebabkan oleh vasokonstriksi perifer. Demam ringan dan keringat yang berlebihandisebabkan oleh vaskonstriksi kulit yang dapat menghambat kemampuan tubuh untuk melepaskan panas. Kelemahan dan keletihandisebabkan oleh kurangnya perfusi ke otot rangka. Gejala juga dapat diperberat oleh ketidakseimbangan elektrolit dan cairan atau anoreksia. AnuriaAkibat kurangnya perfusi darah ke ginjal. Pernapasan Cheyne-StokesJuga disebut sebagai pernapasan periodic atau pernapasan siklik, pernapasan Cheyne-Stokes umum terjadi pada gagal jantung berat dan biasanya berkaitan dengan rendahnya cardiak ouput. Pernapasan Cheyne-Stokes disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas pada pusat respirasi terhadap tekanan PCO2. Terdapat fase apneu, dimana terjadi pada saat penurunan PO2 arterial dan PCO2 arterial meningkat. Hal ini merubah komposisi gas darah arterial dan memicu depresi pusat pernapasan, mengakibatkan hiperventilasi dan hipokapnia, diikuti rekurensi fase apnea. Pernapasan Cheyne-Stokes dapat dipersepsi oleh keluarga pasien sebagai sesak napas parah (berat) atau napas berhenti sementara. Gejala serebralPasien dengan gagal jantung dapat pula datang dengan Gejala serebral, seperti disorientasi, gangguan tidur dan mood, dapat pula diamati pada pasien dengan gagal jantung berat, terutama pasien lanjut usia dengan arteriosclerosis serebral dan perfusi serebral yang menurun. Nocturia umum terjadi pada gagal jantung dan dapat berperan dalam insomnia

DiagnosisDiagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan penunjang.A. Anamnesis Manifestasi klinis Gagal jantung ringan dan moderat : Perasaan tidak nyaman jika berbaring pada permukaan yang datar dalam beberapa menit. Tekanan darah sistolik dapat normal atau tinggi. Gagal jantung berat : Pasien harus duduk dengan tegak Sesak nafas Tidak dapat mengucapkan satu kalimat lengkap karena sesak yang dirasakan Tekanan darah sistolik berkurang karena adanya disfungsi LV berat Peningkatan aktivitas adrenergic menyebabkan : Sianosis pada bibir dan kuku Sinus takikardi (merupakan tanda nonspesifik) Tekanan nadi dapat berkurang atau menghilang menandakan adanya penurunan stroke volume Vasokonstriksi perifer menyebabkan dinginnya ekstremitas bagian periferB. Pemeriksaan fisis : inspeksi perut bisa membuncit, palpasi dapat ditemukan hepatomegali, perkusi, dan auskultasi bising usus biasanya normalC. Pemeriksaan penunjang :1. Foto toraks Mengarah ke kardiomegali, LVH jantung membesar ke kiri, apeks menekan diafragma (tertanam),RVH jantung membesar ke kiri dengan apeks terangkat dari diafragma, pinggang jantung merata atau menonjol,dan ada gambaran double kontur. Corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi Garis Kerley A/B Infiltrat prekordial kedua paru Efusi pleura2. EKG untuk melihat penyakit yang mendasari seperti infark miokard dan aritmia. Hipertropi ventrikel kiri dimana S d V1 + R di V5/V6 35 mm , aritmia misalnya terdapat fibrilasi atrium dimana jarak R ke R tidak seragam.

D. Pemerikasaan lain : pemeriksaan Hb, elektrolit, ekokardiografi untuk kelainan katup , angiografi, fungsi ginjal, dan fungsi tiroid dilakukan atas indikasi.Laboratorium :1. Faal ginjal :+ Urin : Berat jenis 120x/menit)Kriteria mayor atau minorPenurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.

Penatalaksanaan1. AktivitasWalaupun aktivitas fisik berat tidak dianjurkan pada gagal jantung, suatu latihan rutin ringan terbukti bermanfaat pada pasien gagal jantung dengan NYHA kelas I-III. Pasien euvolemik sebaiknya didorong untuk melakukan latihan rutin isotonic seperti jalan atau mengayuh sepeda ergometer statis, yang dapat ditoleransi. Beberapa penelitian mengenai latihan fisik memberikan hasil yang positif dengan berkurangnya gejala, meningkatkan kapasitas latihan, dan memperbaiki kualitas dan durasi kehidupan. Manfaat pengurangan berat badan dengan restriksi intake kalori belum diketahui secara jelas2. DietDiet rendah garam (2-3 g per hari) dianjurkan pada semua pasien gagal jantung.3. DiuretikKebanyakan dari manifestasi klinik gagal jantung sedang hingga berat diakibatkan oleh retensi cairan yang menyebabkan ekspansi volume dan gejala kongestif. Diuretik adalah satu-satunya agen farmakologik yang dapat mengendalikan retensi cairan pada gagal jantung berat, dan sebaiknya digunakan untuk mengembalikan dan menjaga status volume pada pasien dengan gejala kongestif (sesak napas, orthopnea, dan edema) atau tanda peningkatan tekanan pengisian (rales, distensi vena jugularis, edema perifer). Furosemide, torsemide, dan bumetanide bekerja pada loop of Henle (loop diuretics) dengan menginhibisi reabsorbsi Na+, K+,dan Cl pada bagian asendens pada loop of henle; thiazide dan metolazone mengurangi reabsorbsi Na+ dan Cl- pada bagian awal tubulus kontortus distal, dan diuretic hemat kalium seperti spironolakton bekerja pada tingkat duktus koligens.4. VasodilatorVasodilator diindikasikan pada gagal jantung akut sebagai first line theraphy, apabila hipoperfusi padahal tekanan darah adekuat dan tanda-tanda kongesti dengan diuresis sedikit, untuk membuka sirkulasi perifer dan mengurangi pre-load. Contoh vasodilator Gliseril trinitrat 5-mononitrat, Isosorbid dinitrat, Nitropusid, dan Nesitirid.5. ACE Inhibitor (ACEI)Terdapat banyak bukti yang menyatakan bahwa ACE inhibitor sebaiknya digunakan pada pasien simptomatis dan asimptomatis dengan EF (Ejection fraction) menurun. ACE inhibitor mempengaruhi sistem rennin-angiotensin dengan menginhibisi enzyme yang berperan terhadap konversi angiotensin menjadi angiotensin II. Tidak hanya itu, karena ACE inhibitor (ACEI) juga dapat menghambat kininase II, sehingga dapat mengakibatkan peningkatan bradykinin, yang akan meningkatkan efek bermanfaat dari supresi angiotensin. ACEI menstabilkan LV remodeling, meringankan gejala, mengurangi kemungkinan opname, dan memperpanjang harapan hidup. Karena retensi cairan dapat menurunkan efek ACEI, dianjurkan untuk diberikan diuretic sebelum memulai terapi ACEI. Akan tetapi, penting untuk mengurangi dosis diuretic selama awal pemberian ACEI dengan tujuan mengurangi kemungkinan hipotensi simptomatik. ACEI sebaiknya dimulai dengan dosis rendah, diikuti dengan peningkatan dosis secara bertahap jika dosis rendah dapat ditoleransi.Efek samping yang kebanyakan terjadi berkaitan dengan supresi sistem renin angiotensin. Penurunan tekanan darah dan azotemia ringan dapat terjadi selama pemberian terapi dan biasanya ditoleransi dengan baik sehingga dosis tidak perlu diturunkan. Akan tetapi, jika hipotensi diikuti dengan rasa pusing atau disfungsi renal menjadi lebih berat, maka penting untuk menurunkan dosisnya. Pada retensi potassium yang tidak berespon dengan diuretic, dosis ACE juga perlu diturunkan.6. Angiotensin Receptor Blocker (ARB)Obat ini ditoleransi dengan baik pada pasien yang tidak dapat diberikan ACE karena batuk, rash kulit, dan angioedema. Walaupun ACEI dan ARB menghambat sistem rennin-angiotensin, kedua golongan obat ini bekerja dalam mekanisme yang berbeda. ACEI memblokir enzim yang berperan dalam mengkonversi angiotensin I menjadi angiotensin II, ARB memblokir efek angiotensin II pada reseptor angiotensin tipe I. Beberapa penelitian klinik menunjukkan manfaat terapeutik dari penambahan ARB pada terapi ACEI pada pasien HF kronis.Baik ACE inhibitor maupun ARBs memiliki efek serupa terhadap tekanan darah, fungsi ginjal, dan potassium. Sehingga efek samping kedua obat tersebut serupa pula.7. -Adrenergic Receptor Blockers Terapi Beta blocker menunjukkan kemajuan utama dalam penanganan pasien dengan penurunan EF. Obat ini mempengaruhi efek berbahaya dari aktivasi sistem adrenergic yang berkepanjangan dengan secara kompetitif memblokir satu atau lebih reseptor adrenergik (1, 1, and 2). Walaupun terdapat manfaat potensial dalam memblokir tiga reseptor ini, kebanyakan efek penurunan aktivasi adrenergic dimediasi oleh reseptor 1. Jika diberikan bersamaan dengan ACEI, beta blocker menghambat proses LV remodeling, meringankan gejala pasien, mencegah opname, dan memperpanjang harapan hidup. Maka dari itu beta blocker diindikasikan pada pasien HF simptomatik atau asimptomatik dengan EF menurun ( 0,22 detik dan interval PR tersebut kurang lebih sama disetiap gelombang

Gambar 22. first degree AV Block

b. AV Block derajat IIDibagi menjadi 2 tipe :1. Mobitz tipe 1 ( wenckebach block)Interval PR secara progresif bertambah panjang sampai suatu ketika implus dari atrium tidak sampai ke ventrikel dan denyut ventrikel ( gelombang QRS)tidak tampak , atau gelombang P tidak diikuti oleh QRS. Hal ini disebabkan karena tonus otot yang meningkat , keracunan digitalis atau iskemik .

Gambar 23. Secon degree AV Block tipe 1

2. Mobitz tipe 2 Interval PR tetap sama tetapi didapatkan denyut ventrikel yang berkurang. Dapat terjadi pada infrak miocard akut, miocarditis, dan proses degenerasi.

Gambar 24. Second degree AV Block tipe 2

c. AV Block derajat IIIDisebut juga block jantung komplit , dimana implus dari atrium tidak bisa sampai pada ventrikel , sehingga ventrikel berdenyut sendiri karena implus yang berasal dari ventrikel sendiri .gambaran EKG memperlihatkan adanya gelombang P teratur dengan kecepatan 60 90 kali permenit , sedangkan komplek QRS hanya 40 60 kali permenit . hal ini disebabkan oleh infrak miocard akut, peradangan, dan proses degenerasi. Jika menentap diperlukan pemasangan pacu jantung.

Gambar 25. third degree AV Block ( Total AV block)

3. Gangguan pada serabut HIS menyebabkan RBBB dan LBBBBundle Branch Block menunjukan adanya gangguan konduksi dicabang kanan atau kiri sistem konduksi , atau divisi anterior atau posterior cabang kiri. Dimana pada EKG ditemukan komplek QRS yang melebar lebih dari 0,11 detik disertai perubahan bentuk komplek QRS dan aksis QRS. Bila cabang kiri yang terkena disebut sebagai Left Bundle Branch Block (LBBB) dan jika kanan yang terkena disebut Right Bundle Branch Block (RBBB)a. LBBBPada EKG akan terlihat bentuk rsR atau R di lead I, aVL, V5 dan V6 yang melebar. Gangguan konduksi ini dapat menyebabkan aksis bergeser ke kiri yang ekstrim, yang disebut sebagai left anterior hemiblock (jika gangguan dicabang anterior kiri ) dan left posterior hemiblock (jika gangguan dicabang posterior kiri )

Gambar 26. LBBB

b. RBBBPada EKG akan terlihat kompleks QRS yang melebar lebih dari 0,12 detik dan akan tambapk gambaran rsRatau RSR di V1, V2 , sementara itu di I, aVL , V5 didapatkan S yang melebar karena depolarisasi ventrikel kanan yang terlambat.

Gambar 27.RBBB

2.5.3 Kelainan karena elektrolit 1. HiperkalemiaDitandai dengan PR memanjang , QT memendek, T tinggi .dapat berupa ventrikel aritmia (takikardi maupun fibrilasi)

Gambar 28. Gambaran EKG pada Hyperkalemia

2. HipokalemiaDitandai dengan ST Depresi , U tinggi (>1 mm) atau lebih tinggi dari T dan komplek QRS melebar.

Gambar 29. Gambaran EKG pada Hipokalemia

3. Hiperkalsemia Ditandai denga QT memendek.

Gambar 30. Gambaran EKG pada Hiperkalsemia

4. Hipokalsemia Ditandai denga QT memanjang.

Gambar 31. Gambaran EKG pada Hipokalsemia

2.6 Diagnosis dan terapi Secara umum gejala aritmia dapat berupa palpitasi yang diakibatkan karena brandikardi atau takikardi , dimana gejala yang mungkin timbul pada bradikardi (denyut jantung 100 kali permenit) meliputi sesak nafas, nyeri dada, pusing , kesadaran menurun , lemah, hamper pingsan hingga pingsan. Tanda yang dapat terjadi meliputi hipotensi atau syok, edema paru , akral dingin dengan penurunan kondisi urin . tatalaksana yang dilakukan adalah a. Pada BradikardiDalam menghadapi pasien dengan bradikardi yang penting adalah menentukan apakah bradikardi sudah menimbulkan gejala dan tanda seperti diatas. Jika benar demikian usahakan untuk meningkatkan denyut jantung dengan langkah sebagai berikut :

- Segera pastikan tidak ada gangguan jalan nafas- Berikan oksigen - Pasang monitor EKG , tekanan darah dan oksimetri- Pasang jalur IV linePerhatikan EKG :Jika EKG bukan AV block derajat II tipe 2 atau AV total / derajat 3 lakukan langkah sebagai berikut:- Berikan sulfas Atropin 0,5 mg IV sambil perhatikan monitor EKG untuk melihat responpeningkatan denyut jantung, jika tidak ada ulangi lagi 0,5 mg (setiap 3 5 menit), sampai ada respon peningkatan denyut jantung atau dosis atropine telah mencapi 3 mg.- Jika dosis suldaf atropine telah mencapai 3 mg dan belum terjadi peningkatan denyut jantung > 60x/menit, pertimbangkan pemberian obat yang lain seperti epinefrin 2 -10 microgram/ menit atau dopamine 2-10 microgram/kgBB/menit.

Jika gambaran EKG adalah block derajat II tipe 2 atau AV total / derajat 3 lakukan langkah sebagai berikut:- Segera pasang pacu jantung transkutan sambil menunggu pemasangan pacu jantung tranvesa( Konsultasi ke dokter ahli jantung)- Cari dan tangani penyebab yang dapat menyokong seperti hipoglikemia, hipokalemia, hipovolumia, asidosis, tamponade jantung, trauma.

b. Pada TakikardiDalam penanganan takikardi yang paling penting adalah menetukan apakah nadi teraba atau tidak .jika nadi teraba, tentukan apakah pasien stabi atau tidak stabil (terdapat syok , edem paru, hipotensi). Semua takikardi tidak Stabil harus segera di kardioversi kecuali sinus takikardi. Sinus takikardi adalah respon fisiologi untuk mempertahankan curah jantung.Jika terjadi gangguan hemodinamik (misalnya ada tanda- tanda syok) makaharus dicari penyebabnya , bukan dilakukan kardioversi pada sinus takikardinya.Monitoring hasil EKG dan lakukan tatalaksana seperti pada alogaritma Bantuan

GAMBAR ALOGARITMA BHJL UNTUK TAKIKARDI

c. Tatalaksana Fibrilasi Ventrikel (VF)Gambaran klilniknya adalah henti nafas dan henti jantung , dimana pada kondisi ini jantung hanya bergetar saja tidak mampu berkerja sebagai pompa, berarti terjadi kematian klinis yang dapat berlanjut menjadi kematian biologis . penderita biasanya sudah tidak sadar dan tidak ada respon saat dicek kesadarannya.Tatalaksana fibrilasi ventrikel adalah sama dengan tatalaksana ventrikel takikardi tanpa nadi :- Lakukan survey ABCD ( jika memungkinkan pasang intubasi trakea) dan lanjutkan RJP sambil menunggu alat listrik datang. ketika alat datang , pasang sadapan tanpa menghentikan RJP , lalu lihat irama.- Bila terlihat gambaran VF , lakukan kejut listrik unsynchronized dengan energi 350 J( untuk monofasik ) atau 200 J ( untuk bifasik). Lakukan RJP selama 2 menit (5 siklus) setelah itu monitoring EKG. Bila masih VF , lakukan kejut listrik kedua ,RJP selama 2 menit (5 siklus), bila IV line telah terpasang beri Epinefrin1mg IV yang dapat diulangi setiap 3 5 menit. Obat alternative lain adalah lidokain 1-1,5 mg/kgbb dan amiodaron 300mg.- lidokain dosis awal 1-1,5 mg/kgbb dan diikuti 0,5-0,75 mg / kgBB sampai maksimal dose 3 mgg/kgBB

2.7 Pemeriksaan Penunjang Tes untuk aritmia termasuk EKG, 24-jam monitor ritme jantung (Holter) dan treadmill.

a. Tes EKG dalam keadaan istirahat adalah perekaman yang singkat aktivitas listrik jantung, Tes EKG ini hanya berguna jika aritmia yang menyebabkan palpitasi terjadi waktu tes EKG ini diadakan. Sering tes EKG ini tidak dapat menangkap aritmia, maka monitor Holter diperlukan. Monitor 24 jam Holter adalah cassete tape yang dipakai pasien terus menerus ketika pasien mengerjakan pekerjaan sehari-hari. Pasien bersamaan membuat catatan harian dari palpitasi atau gejala lain selama periode perekaman ini. Gejala palpitasi kemudian dapat dikorelasikan dengan adanya atau tidak adanya aritmia pada Holter tape. Jika kecurigaan adanya aritmia yang menyebabkan palpitasi juga masih belum bisa ditangkap oleh 24 jam monitor Holter, maka sebuah monitor kejadian yang kecil dipakai oleh pasien untuk waktu 1 sampai 2 minggu. Jika pasien mengalami palpitasi maka pasien akan menekan tombol merekam ritme jantung sebelum, selama dan sesudah periode ini. Kemudian rekaman ini dapat dievaluasi oleh dokter.

b. TreadmillPada beberapa pasien, treadmill digunakan untuk mendeteksi aritmia yang terjadi hanya pada keadaan berusaha keras. Treadmill adalah perekaman EKG yang terus berlangsung tanpa henti dari jantung ketika pasien sedang menjalankan tingkat latihan yang meningkat. Sebagai tambahan mendeteksi aritmia, treadmill juga adalah tes screening yang berguna untuk kehadiran dari penyempitan arteri koroner yang dapat membatasi suplai dari darah beroksigen ke otot jantung pada waktu tes treadmill.

c. EchocardiographyAlat ini menggunakan gelombang ultrasound untuk mendapatkan gambaran dari kamar-kamar jantung, klep jantung dan struktur sekitarnya. Echocardiography sangat berguna dalam mendeteksi penyakit klep jantung, seperti mitral valve prolapse, mitral stenosis dan aortic stenosis . Echocardiography juga berguna dalam mengevaluasi besar ukuran dari kamar-kamar jantung, begitu juga dengan kesehatan dan kontraksi dari otot-otot ventricles. Kombinasi dari echocardiograpy dengan stress echocardiography adalah suatu tes screening yang akurat untuk penyakit arteri koroner yang signifikan. Bagian dari ventricle yang disuplai oleh pembuluh yang menyempit tidak akan berkontraksi sebaik sisa bagian lainnya selama latihan.

d. Cardiac catheterization (kateterisasi jantung) dengan angiography Kadang cardiac catheterization (kateterisasi jantung) dengan angiography dilakukan untuk mendeteksi penyakit arteri koroner atau penyakit klep jantung yang dapat memicu aritmia. Arteri koroner mensuplai darah beroksigen dari aorta ke otot jantung. Selama prosedur ini, pipa (tube) plastik kecil yang berlubang dimasukkan dengan diawasi dengan x-ray dari pembuluh arteri di pangkal paha (groin) menuju ke mulut dari kedua arteri koroner utama yang terletak diatas aortic valve (klep aorta). Zat kontras yang terbuat dari Iodine disuntikan kedalam arteri ketika gambar-ganbar x-ray direkam. Ini adalah tes yang akurat dalam mendeteksi, menggambarkan dan mendapatkan luas dan parahnya dari penyakit arteri koroner.

e. Uji LabUji Laboratorium untuk kadar dari hormon tiroid, potasium, magnesium dan obat-obatan seperti digoxin. Hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan aritmia cepat, seperti atrial fibrillation. Kadar darah dari potasium dan magnesium yang rendah dapat menimbulkan aritmia. Keracunan digoxin (Lanoxin) dapat menyebabkan aritmia yang serius, seperti bradycardia dan ventricular tachycardias. Keracunan digoxin dapat diperburuk oleh kadar darah yang rendah dari potasium dan magnesium.