sri puji astuti-laporan pkpa di apotek-ff-full text-2016

92

Click here to load reader

Upload: sri-puji-astuti

Post on 18-Feb-2017

784 views

Category:

Documents


57 download

TRANSCRIPT

Page 1: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

SRI PUJI ASTUTI 1106065691

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK

JULI 2016

Page 2: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

PRAKTEK KERJA PROFESI DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD

PERIODE BULAN MARET - APRIL TAHUN 2016

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

SRI PUJI ASTUTI (1106065691)

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK

JULI 2016

Page 3: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

iii

Page 4: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

iv

Page 5: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

v

Page 6: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

vi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan praktek kerja profesi di Apotek

Kimia Farma No. 7 Bogor Periode Januari 2016 hingga penyusunan laporan ini.

Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk

mendapatkan gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker di Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia.

Penulis menyadari begitu banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari

berbagai pihak selama kegiatan PKPA dan penyusunan laporan ini. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. I Wayan Budhi Artawan., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Dra.

Azizahwati, MS., Apt selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu

untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini.

2. Bapak Dr. Mahdi Jufri M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia dan Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi

Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

3. Bapak Letnal Kolonel (ckm) Drs. Razad, Apt., MARS selaku Kepala Instalasi

Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad atas kesempatan yang telah

diberikan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA.

4. Bapak dan Ibu Apoteker dan staf Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto

Ditkesad atas bantuan, bimbingan, dan arahan selama penulis melaksanakan

PKPA.

5. Bapak dan Ibu Dosen dan seluruh staf pengajar, serta bagian Tata Usaha

program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas ilmu,

dukungan, dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menempuh

program studi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.

6. Orang tua dan keluarga serta teman-teman seperjuangan Program Profesi

Apoteker Universitas Indonesia angkatan 82 yang telah memberikan

Page 7: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

vii

dukungan dan bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga pelaksanaan

PKPA.

7. Terima kasih kepada Bagas Cita Graha yang sudah banyak memberikan

dukungan, semangat dan bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga

penyelesaian laporan ini.

8. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama penulis

melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan yang tidak dapat disebutkan

satu per satu.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini masih

jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari

pembaca yang bersifat membangun dan dapat memacu penulis untuk berkarya lebih

baik dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat

bermanfaat bagi penulis khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu

pengetahuan bagi semua pihak.

Depok, Juli 2016

Penulis

Page 8: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 3 2.1 Apotek ........................................................................................................... 3 2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ................................................... 7 2.3 Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi ........................................... 15 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 18 3.1 Lokasi Apotek ............................................................................................... 18 3.2 Tata Ruang Apotek ....................................................................................... 18 3.3 Struktur Organisasi dan SDM Apotek .......................................................... 19 3.4 Kegiatan Apotek............................................................................................ 20 3.5 Pengelolaan Narkotika .................................................................................. 27 3.6 Pengelolaan Psikotropika .............................................................................. 29 BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI ............................ 31 4.1 Tempat dan Waktu ........................................................................................ 31 4.2 Kegiatan Praktek Kerja ................................................................................. 31 BAB 5 PEMBAHASAN .................................................................................... 32 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................................... 46 6.2 Saran .............................................................................................................. 46 DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 47 LAMPIRAN ....................................................................................................... 48

Page 9: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No.7 Bogor ................ 49 Lampiran 2. Apotek Kimia Farma No 7 Tampak Depan .................................. 49 Lampiran 3. Catatan pengobatan pasien ........................................................... 50 Lampiran 4. Lembar dropping .......................................................................... 51 Lampiran 5. Copy resep .................................................................................... 51 Lampiran 6. Lembar kwitansi ........................................................................... 52 Lampiran 7. Lembar faktur ............................................................................... 52 Lampiran 8. Kartu stok ..................................................................................... 52 Lampiran 9. Etiket ............................................................................................. 53 Lampiran 10. Kegiatan PKPA di Apotek Kimia Farma No.7 Bogor ................ 54 Lampiran 11. Lampiran Tugas Khusus ............................................................. 56

Page 10: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perwujudan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat

diselenggarakan melalui upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk

kesehatan perseorangan dan kesehatan masyarakat. Pembangunan sarana-sarana

pelayanan kesehatan termasuk usaha peningkatan kesehatan. Hal ini dimaksudkan

agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal

sehingga meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat

(Presiden RI, 2009).

Apotek merupakan salah satu sarana tempat melakukan praktek kefarmasian.

Apoteker merupakan profesi yang mempunyai wewenang untuk melakukan,

mengatur dan mengawasi segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian.

Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya

sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat.

Apoteker memiliki peran dalam melaksanakan tugas keprofesian di apotek

sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, maka apoteker perlu mengetahui

bagaimana cara melakukan pengelolaan perbekalan farmasi yang tepat agar selalu

tersedia di apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan.

Pengelolaan perbekalan farmasi oleh apoteker merupakan suatu siklus yang

berkesinambungan, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penerimaan,

penyimpanan, distribusi, pemantauan, evaluasi dan kembali lagi pada tahap

perencanaan. Keterampilan seorang apoteker dalam mengendalikan siklus

pengelolaan sediaan farmasi akan menentukan keberhasilan suatu apotek dalam

menjalankan fungsinya bagi masyarakat (Presiden RI, 2009).

Pelayanan kefarmasian yang dilakukan seorang apoteker harus berorientasi

kepada pasien. Apotek merupakan suatu tempat bisnis sehingga selain pelaksanaan

teknis kefarmasian, seorang apoteker juga dituntut memiliki keahlian dalam hal

manajerial dan retailer. Apoteker perlu menyeimbangkan dua hal tersebut agar

apotek dapat berjalan dengan baik dan memperoleh keuntungan.

Page 11: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

2

Universitas Indonesia

Berdasarkan hal tersebut, maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek

bagi mahasiwa profesi apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan

paracalon apoteker agar memiliki yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian

dan pengelolaan apotek. Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA

tersebut ialah Apotek Kimia Farma 7 Bogor. Melalui PKPA di apotek diharapkan

mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan

praktik kefarmasian di apotek serta pemahaman mengenai kegiatan manajerial di

apotek.

1.2. Tujuan

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma 7 Bogor ini bertujuan

agar calon apoteker:

a. Mengetahui gambaran umum praktik kefarmasian di apotek

b. Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien

secara profesional sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di Apotek.

c. Mempelajari dan memahami peran dan fungsi apoteker di apotek dalam hal

manajerial

Page 12: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

3 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN UMUM

2.1 Apotek

2.1.1 Pengertian Apotek

Istilah apotek berasal dari bahasa Belanda “apotheek” yang berarti toko untuk

meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter. Pengertian Apotek menurut

Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah toko tempat meramu dan menjual obat

berdasarkan resep dokter serta memperdagangkan barang medis. Peraturan Menteri

Kesehatan RI nomor 35 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Apotek adalah sarana

pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.

2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek

adalah :

a. Sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh

apoteker.

b. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah

jabatan.

c. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk danpenyerahan obat atau

bahan obat.

d. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang

diperlukan masyarakat secara luas dan merata

e. Sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada tenaga

kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan pelaporan mengenai

khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat.

2.1.3 Persyaratan Apotek

Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA).

SIA adalah suratyang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada

Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal untuk

menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Keputusan

Page 13: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

4

Universitas Indonesia

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan

bahwa persyaratan-persyaratan apotek antara lain:

a. Apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal yang telah

memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk

sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri

atau milik pihak lain.

b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan

komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.

c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan

farmasi.

Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu apotek, antara

lain:

a. Lokasi dan tempat

Menurut Permenkes No. 922/MenKes/PER/X/1993 lokasi apotek tidak

lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek

dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi

lainnya di luar sediaan farmasi, namun sebaiknya harus mempertimbangkan

segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter,

sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis dan faktor-faktor

lainnya.

b. Bangunan dan kelengkapannya

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

922/Menkes/Per/X/1993 menyebutkan bahwa luas apotek tidak diatur, namun

harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan

fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin.

c. Perlengkapan apotek

Perlengkapan yang harus dimiliki oleh apotek:

Page 14: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

5

Universitas Indonesia

1) Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan meliputi timbangan milligram

dan timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah ditera, serta

perlengkapan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan

2) Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi terdiri dari lemari dan rak untuk

penyimpanan obat, lemari pendingin, dan lemari untuk penyimpanan

narkotika dan psikotropika.

3) Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket, wadah pengemas dan

pembungkus untuk penyerahan obat.

4) Alat administrasi meliputi blanko pesanan obat, blanko kartu stok obat,

blanko salinan resep, blanko faktur dan nota penjualan, buku pencatatan dan

pesanan obat narkotika, serta form laporan obat narkotika.

5) Buku standar yang diwajibkan yaitu Farmakope Indonesia edisi terbaru 1

buah dan kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan apotek.

2.1.4 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun

2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang apoteker harus memiliki Surat Tanda

Registrasi Apoteker (STRA) untuk memperoleh SIPA. SIPA adalah surat izin yang

diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada

Apotek. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

889/MENKES/PER/V/2011,untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi

persyaratan :

a. memiliki ijazah Apoteker

b. memiliki sertifikat kompetensi Apoteker

c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker

d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki

surat izin praktik

Page 15: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

6

Universitas Indonesia

e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

profesi

Setelah mendapatkan STRA, apoteker wajib mengurus SIPA di Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Permohonan

SIPA harus melampirkan :

a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN

b. Surat pernyataan mempunyai praktek profesi atau surat keterangan dari

pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian

c. Surat rekomendasi dari oraganisasi profesi

d. Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan 3x4 cm sebanyak

dua lembar

2.1.5 Tata Cara Perizinan Apotek

Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 992/MENKES/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Pemberian Izin Apotik, tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut :

1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja

setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai

POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.

3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-

lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat

4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak

dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan

kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan

kepada Kepala Dinas Propinsi

5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil

pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek.

Page 16: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

7

Universitas Indonesia

6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala

Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja

mengeluarkan Surat

7. Terhadap surat penundaan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi

kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya

dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Apotek. Menjelaskan bahwa standar Pelayanan Kefarmasian di

Apotek meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis

habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.

2.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis

pakaidilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

meliputi :

a. Perencanaan

Perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan sediaan farmasi

dan alat kesehatan sesuai dengan jumlah dan waktu yang tepat sesuai dengan

kebutuhan agar tercapai penggunaan obat yang rasional. Pemilihan sediaan

farmasi dan alat kesehatan dapat dilakukan dengan memperhatikan pola

penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.

b. Pengadaan

Pengadaan merupakan suatu proses yang bertujuan agar tersedia sediaan

farmasi dengan kuantitas dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan

pelayanan yang harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan. Adapun aktivitas pengadaan meliputi aspek-aspek

perencaan, teknis pengadaan, penerimaan dan penyimpanan.

Page 17: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

8

Universitas Indonesia

Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi

dan perbekalan kesehatan adalah :

1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar

ataunomor registrasi.

2. Kemanfaatan, keamanan, dan mutu sediaan farmasi serta alat kesehatandapat

dipertanggungjawabkan.

3. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi

4. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi

c. Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis

spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam

surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.

d. Penyimpanan

Beberapa hal yang harus dipahami tentang penyimpanan sediaan

farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai antara lain :

Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal

pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain maka harus

dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah

baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal

kadaluarsa.

1. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga

terjamin keamanan dan stabilitasnya.

2. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan

kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.

3. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO

(First In First Out)

e. Pemusnahan

Page 18: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

9

Universitas Indonesia

Produk farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai dengan

standar yang berlaku harus dimusnahkan. Beberapa hal yang harus

diperhatikan pada pemusnahan sediaan farmasi antara lain:

1. Obat Kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan

bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung

narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

2. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker

dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik

atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan

menggunakan Formulir yang terdapat pada Standar Pelayanan Kefarmasian di

apotek.

3. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat

dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh

sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara

pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep

menggunakan Formulir yang terdapat pada Standar Pelayanan Kefarmasian di

apotek dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.

f. Pengendalian

Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah

persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan

atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk

menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,

kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian

persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau

elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal

kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.

g. Pencatatan dan Pelaporan

Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat

Page 19: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

10

Universitas Indonesia

pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk

penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.

Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.Pelaporan internal

merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek,

meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.

Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi

kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi

pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3), psikotropika (menggunakan

Formulir 4) dan pelaporan lainnya.

2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari Pelayanan

Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan

sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan

farmasi klinik di apotek meliputi:

a. Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan

pertimbangan klinis.

Kajian administratif meliputi:

1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan

2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf

3. Tanggal penulisan resep

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

1. Bentuk dan kekuatan sediaan

2. Stabilitas

3. Kompatibilitas (ketercampuran obat)

Pertimbangan klinis meliputi:

1. Ketepatan indikasi dan dosis obat

2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat

Page 20: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

11

Universitas Indonesia

3. Duplikasi dan/atau polifarmasi

4. Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi

klinis lain)

5. Kontra indikasi

6. Interaksi

b. Dispensing

Pada Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek, dispensing terdiri dari

penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.Langkah-langkah yang

dilakukan dalam penyiapan adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep, menghitung kebutuhan jumlah

obat sesuai dengan resep lalu mengambil obat yang dibutuhkan pada rak

penyimpanan dengan memperhatikan namaobat, tanggal kadaluwarsa dan

keadaan fisik obat.

2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi warna putih untuk obat

dalam/oral, warna biru untuk obat luar dan suntik dan menempelkan label “kocok

dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.

4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang

berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.

Setelah penyiapan obat, maka langkah-langkah yang dilakukan dalam

penyerahan dan pemberian informasi obat adalah sebagai berikut :

1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali

mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan

jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).

2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.

3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.

4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.

5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan

obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,

kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.

Page 21: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

12

Universitas Indonesia

6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,

mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.

7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker

(apabila diperlukan).

9. Menyimpan Resep pada tempatnya.

10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5

sebagaimana terlampir.

Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan

swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang

memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat

bebas atau bebas terbatas yang sesuai.

c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker

dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan

kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi

kesehatan lain, pasien atau masyarakat.Informasi mengenai obat termasuk obat resep,

obat bebas dan herbal.Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,

rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,

efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,

stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di apotek meliputi:

1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.

2. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat

(penyuluhan)

3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.

4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang

sedang praktik profesi

5. Melakukan penelitian penggunaan obat

6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah

Page 22: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

13

Universitas Indonesia

7. Melakukan program jaminan mutu.

d. Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, apoteker

menggunakan three prime questions.Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah,

perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.Apoteker harus melakukan

verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.

Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:

1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,

ibu hamil dan menyusui).

2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,

AIDS, epilepsi).

3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan

kortikosteroid dengan tappering down/off)

4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,

fenitoin, teofilin)

5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi

penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari

satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis

obat

6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah

e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok

lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,

meliputi :

Page 23: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

14

Universitas Indonesia

1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan

pengobatan

2. Identifikasi kepatuhan pasien

3. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya

cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin

4. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum

5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat

berdasarkan catatan pengobatan pasien.

6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan

menggunakan Formulir Pelayanan Kefarmasian di rumah.

f. Pemantauan Terapi Obat

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping. Kriteria pasien yang dapat dilakukan pemantauan terapi

obat antara lain:

1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui

2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis

3. Adanya multidiagnosis

4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati

5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.

6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.

g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan

atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia

untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) meliputi :

1. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami

efek samping obat

2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Page 24: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

15

Universitas Indonesia

3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan

menggunakan Formulir 10

Faktor yang perlu diperhatika dalam pelaksanaan Monitoring Efek Samping

Obat (MESO) ialah:

1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain

2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

2.3 Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi

Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2015 menjelaskan bahwa yang

dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan

penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai

menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan

ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang

Narkotika. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun

sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang

dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi

industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang

mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine,

ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.

Pengelolaan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi sebagai berikut

(Menteri KesehatanRepublik Indonesia, 2015) :

a. Pengadaan

Pengadaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat

dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) dari apoteker penanggung jawab. Surat

pesanan narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis narkotika. Surat

pesanan psikotropika atau prekursor farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu)

atau beberapa jenis psikotropika atau prekursor farmasi. Surat pesanan untuk

Page 25: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

16

Universitas Indonesia

narkotika, psikotropika, ataupun precursor farmasi harus terpisah dari pesanan obat

lainnya.

b. Penyerahan

Penyerahan narkotika, psikotropika, serta prekursor farmasi golongan obat

keras kepada pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter. Sedangkan

penyerahan narkotika, psikotropika kepada apotek lainnya, puskesmas, Instalasi

Farmasi RS, dan Instalasi Farmasi Klinik harus dengan surat permintaan tertulis yang

ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab. Penyerahan prekursor farmasi

golongan obat keras kepada apotek lainnya, puskesmas, Instalasi Farmasi RS, dan

Instalasi Farmasi Klinik dapat dilakukan berdasarkan surat permintaan tertulis yang

ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab atau

dokter yang menangani pasien.

c. Penyimpanan

Tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi harus

mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu. Tempat penyimpanan dapat berupa

gudang, ruangan, atau lemari khusus. Tempat penyimpanan narkotika dilarang

digunakan untuk menyimpan barang selain narkotika, begitu pula dengan

psikotropika. Lemari terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah dipindahkan dan

mempunyai dua buah kunci yang berbeda, diletakkan ditempat yang aman dan tidak

terlihat oleh umum, kunci lemari dikuasai oleh apoteker penanggung jawab atau

apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan. Prekursor farmasi dalam

bentuk obat jadi di simpan pada tempat penyimpanan obat yang aman berdasarkan

analisis risiko.

d. Pemusnahan

Pemusnahan dapat dilakukan pada narkotika, psikotropika, dan prekursor

farmasi yang diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku

dan/atau tidak dapat diolah kembali, telah kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk

digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu

pengetahuan, termasuk sisa penggunaan, serta dibatalkan izin edarnya. Pemusnahan

dilakukan dengan saksi oleh Dinkes Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/BPOM

Page 26: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

17

Universitas Indonesia

setempat serta dibuat berita acara pemusnahan dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusan

disampaikan kepada Dirjen Binfar dan Alkes, serta Kepala BPOM.

e. Pencatatan

Apotek wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan pengeluaran

narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. Seluruh dokumen pencatatan,

dokumen penerimaan, dokumen penyaluran, dan dokumen penyerahan termasuk surat

pesanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi wajib disimpan secara

terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.

f. Pelaporan

Apotek wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan

dan penyerahan/penggunaan narkotika dan psikotropika, setiap bulan kepada Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat.

Pelaporan dapat menggunakan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

(SIPNAP) yang dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan

Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. Pelaporan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Page 27: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

18

Universitas Indonesia

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK

Apotek Kimia Farma No 7 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek

(APA) dan didampingi oleh Apoteker Pendamping. Kegiatan teknis Apotek

dilaksanakan oleh Supervisor Pelayanan. Pelayanan di Apotek Kimia Farma No. 7

dilaporkan ke APA yang juga berfungsi sebagai Manager Bisnis di wilayah Bogor.

3.1. Lokasi Apotek

Apotek Kimia Farma No. 7 terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Bogor yang

ramai dilewati oleh kendaraan pribadi dan angkutan umum serta letaknya dekat

kompleks perumahan penduduk, perkantoran bisnis, Istana Bogor, Kebun Raya

Bogor, Pasar Anyar, dan stasiun KA Bogor.

3.2. Tata ruang Apotek

Bangunan apotek terdiri dari 4 lantai dimana setiap lantainya dimanfaatkan

sedemikan rupa yakni lantai 1, 2, dan 3 digunakan untuk melaksanakan pelayanan

bagi para pengunjung sedangkan lantai 4 digunakan sebagai kantor Bisnis Manajer.

Pada lantai 1 digunakan untuk apotek pelayanan, swalayan, optik, laboratorium

klinik, dokter umum, dan dokter spesialis jantung. Sedangkan pada lantai 2

digunakan untuk praktek dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak, dokter

spesialis bedah, dokter spesialis mata, dokter spesialis penyakit dalam, dokter

spesialis kulit dan terdapat pula apotek khusus peserta BPJS dan INHEALTH. Di

lantai 3 terdapat praktek dokter gigi, dan di lantai 4 digunakan untuk ruang rapat,

serta kantor untuk melakukan kegiatan Bisnis Manajer wilayah Bogor. Apotek Kimia

Farma juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang diharapkan dapat memberikan

kenyamanan bagi para pengunjung Adapun pembagian ruangan atau tempat yang

terdapat di dalam apotek antara lain:

a. Ruang tunggu

Ruang tunggu pasien dikondisikan agar pasien merasa nyaman, di ruang tunggu

pasien juga terdapat swalayan yang menjual produk-produk OTC. Produk OTC

Page 28: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

19

Universitas Indonesia

yang disediakan antara lain obat bebas, makanan dan minuman. Produk-produk

tersebut disusun rapi pada rak-rak atau gondola sehingga menarik dan mudah

dilihat oleh pasien.

b. Tempat penyerahan resep dan pengambilan obat.

Tempat ini berupa counter yang tingginya kurang lebih 1 meter untuk kegiatan

penyerahan resep dan pengambilan obat yang diatur sedemikian rupa agar tidak

menghalangi komunikasi antara pasien dengan petugas apotek.

c. Tempat penyerahan obat.

Tempat ini digunakan saat apoteker menyerahkan obat kepada pasien. Tempat

penyerahan obat dilengkapi dengan kursi dan meja agar tercipta suasana nyaman

dan komunikasi dapat berlangsung dengan baik.

d. Tempat peracikan

Ruangan ini berada di bagian dalam apotek sebelah kiri pintu masuk. Tempat ini

menjadi tempat peracikan obat-obat yang dilayani berdasarkan resep dokter.

e. Ruang bagian administrasi.

Ruangan ini difungsikan untuk membuat Bon Permintaan Barang Apotek

(BPBA) serta menginput data barang-barang yang telah dikirim oleh distributor

(penerimaan barang). Ruang administrasi berupa meja kerja yang dilengkapi

dengan komputer yang terhubung dengan sistem informasi apotek.

f. Ruang praktek dokter.

Ruang praktek dokter terletak di lantai 1, 2 dan 3 apotek yang terdiri dari

berbagai ruangan sesuai dengan jumlah dokter yang ada.

3.3. Struktur Organisasi dan SDM Apotek

Apotek Kimia Farma No. 7 dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai Manager

Apotek Pelayanan (MAP) atau yang lebih dikenal sebagai Apoteker Pengelola

Apotek (APA). Dalam melaksanakan tugasnya MAP atau APA dibantu oleh 2 orang

apoteker pendamping dan membawahi 17 orang asisten apoteker yang pada tiap shift

secara terjadwal merangkap juga sebagai kasir dan 5 orang juru racik. Pelayanan

Apotek Kimia Farma No. 7 dilakukan setiap hari selama 24 jam tidak terkecuali di

Page 29: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

20

Universitas Indonesia

hari besar maupun hari libur, yang terbagi dalam tiga shift. Masing-masing shiftnya

disupervisi oleh apoteker atau asisten apoteker senior. Setiap pegawai apotek sudah

menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing dengan baik. Apoteker

bertanggung jawab memimpin semua kegiatan apotek (teknis dan manajerial),

apoteker pendamping dan asisten apoteker bertanggung jawab pada pelayan di apotek

terutama pelayanan resep baik penjualan resep kredit maupun tender dengan

perusahaan atau instansi & bertanggung jawab pada rak-rak obat tertentu mengenai

persediaan obat, kasir bertanggung jawab terhadap transaksi penjualan, juru resep

bertanggung jawab membantu pasien dalam pelayanan resep terutama resep racikan

dan SPG yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab terhadap pelayanan barang

yang ada di swalayan farmasi.

Struktur organisasi Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor dapat dilihat pada

lampiran 1.

3.4. Kegiatan Apotek

Kegiatan utama yang dilakukan apotek meliputi kegiatan teknis maupun non

teknis kefarmasian.

a. Kegiatan teknis kefarmasian

Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi perencanaan,

pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi

lainnya serta pengelolaan narkotika dan psikotropika.

1. Perencanaan

Perencanaan pengadaan barang dilakukan berdasarkan analisa pareto,

pola penyakit pasien, kemampuan masyarakat dan trend produk baru.

Perencanaan pengadaan barang ini dibuat berdasarkan history penjualan

periode sebelumnya dan buku defekta baik dari bagian pelayanan resep

maupun penjualan obat bebas. Dengan demikian dapat segera diketahui jenis

obat yang bersifat slow moving maupun fast moving sehingga pembelian

barang menjadi lebih efektif.

Page 30: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

21

Universitas Indonesia

2. Pengadaan

Pengadaan barang baik berupa obat dan perbekalan farmasi lainnya

dilakukan oleh seorang asisten apoteker yang bertanggung jawab kepada

supervisor. Semua sistem pengadaan dan pembelian barang dipusatkan serta

dikoordinasi oleh Bussiness Manager (BM) Bogor. BM Bogor menggunakan

sistem Distribution Center (DC) untuk pengadaan barang di Apotek Kimia

Farma No. 7 dan apotek-apotek pelayanan lain yang berada di wilayah BM

Bogor. BM Bogor merupakan BM Kimia Farma Apotek yang pertama kali

menerapkan sistem DC. Berdasarkan sistem ini, pengeluaran dan pemasukan

barang di apotek langsung terhubung secara komputerisasi dengan Apotek

Bussiness Manager (BM) sehingga apotek BM dapat mengetahui barang yang

mencapai minimum stok dengan melihat history penjualan periode

sebelumnya. Barang yang mencapai minimum stok akan di dropping oleh BM

Bogor bagian gudang ke Apotek Kimia Farma No. 7 berdasarkan kebutuhan

apotek.

Namun karena sistem DC ini baru diterapkan di Kimia Farma Apotek

dan terkadang jumlah stok barang yang terdaftar di komputer dengan fisiknya

berbeda. Untuk mengatasi hal ini, pengadaan barang juga dibantu dengan

pembuatan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dimana setiap hari

dilakukan pengecekan barang secara fisik oleh petugas apotek. Barang-barang

yang sudah hampir habis dibuat BPBA untuk kemudian dikirimkan ke gudang

agar barang-barang yang sudah hampir habis tersebut disediakan oleh gudang.

Bila barang tidak tersedia di gudang maka akan dipesankan oleh bagian

pengadaan dan bagian pengadaan akan memesan barang melalui PBF resmi

dengan kriteria PBF yang dipilih, yaitu jangka waktu pembayaran yang

panjang dengan pelayanan yang baik, cepat dan tepat waktu, ada potongan

harga atau bonus serta dapat menjamin ketersediaannya barang.

Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak (cito) jika

obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera namun tidak terdapat

Page 31: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

22

Universitas Indonesia

persediaanya di apotek. Akan tetapi hal ini tetap harus dikomunikasikan

dengan bagian pembelian dari BM. Khusus untuk pengadaan narkotika,

pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui surat

pesanan.

Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak hanya berasal

dari PBF Kimia Farma, tetapi juga berasal dari PBF atau distributor resmi

lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut :

a) Jaminan ketersediaan barang.

b) Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan.

c) Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan.

d) Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu.

e) Cara pembayaran yang sesuai.

3. Penyimpanan barang

Apotek Kimia Farma No. 7 melakukan penyimpanan perbekalan

farmasi berdasarkan farmakologi, adapun yang dibagi berdasarkan pareto,

generik, dan bentuk sediaan. Untuk obat-obat yang dapat dibeli secara bebas,

diletakkan dibagian swalayan dan sebagian kecil diletakkan dibagian belakang

kasir agar mudah dilihat oleh pembeli.

a) Penyimpanan di rak obat

Penyimpanan obat atau perbekalan farmasi dilakukan oleh AA. Obat-

obat yang ada di Apotek Kimia Farma No. 7 telah tersusun dengan baik

sehingga mempermudah pada saat pengambilan obat. Penyimpanan dan

pengeluaran barang dilakukan berdasarkan sistem First In First Out (FIFO)

dan First Expired First Out (FEFO) untuk menghindari barang rusak karena

kadaluarsa. Obat-obat di ruang pelayanan dikeluarkan dari wadah aslinya dan

disimpan didalam kotak obat. Tiap kotak obat diberi identitas obat berupa

nama paten dan dosis serta label tahun kadaluarsa. Pada label tahun

kadaluarsa, terdapat tiga label berwarna, yaitu merah (obat kadaluarsa satu

tahun ke depan), kuning (obat kadaluarsa 2 tahun ke depan), hijau (obat

Page 32: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

23

Universitas Indonesia

kadaluarsa 3 tahun ke depan atau lebih). Tiap kotak obat dilengkapi dengan

kartu stok untuk mencatat keluar masuknya barang.

Setiap pemasukan dan pengeluaran obat harus dilakukan pencatatan di

kartu stok dan pada saat barang dibayar oleh pembeli petugas di bagian

administrasi akan melakukan input ke dalam sistem di komputer. Pada kartu

stok untuk tiap obat digunakan untuk melakukan pencatatan tanggal pengisian

atau pengambilan, nomor dokumen, jumlah yang diisi atau diambil, sisa

barang dan paraf petugas yang melakukan pengisian/pengambilan barang.

Setiap AA bertanggung jawab terhadap stok barang yang ada di rak

penyimpanan obat. Penyimpanan kotak obat dalam rak penyimpanan obat dan

alat kesehatan disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi

dibedakan dengam kategori sebagai berikut :

a) Rak penyimpanan obat ethical (obat bebas, bebas terbatas, dan keras),

obat narkotika didimpan di dalam lemari khusus yang terkunci, obat

generik, bahan baku, sediaan sirup atau suspensi, obat tetes/drops dan

obat topikal dan tetes mata, sediaan injeksi (ampul dan infus) dan alat

kesehatan

b) Obat psikotropika disimpan di dalam lemari khusus (OKT). Obat

narkotika didimpan di dalam lemari khusus yang terkunci.obat

generik, bahan baku, sediaan sirup atau suspensi, obat tetes/drops dan

obat topikal dan tetes mata, sediaan injeksi (ampul dan infus) dan alat

kesehatan

c) Rak es untuk penyimpanan sediaan yang termolabil.

Penyimpanan perbekalan farmasi yang dapat dibeli secara bebas

Perbekalan farmasi yang dapat dibeli secara bebas disimpan di rak-rak

penjualan obat bebas swalayan farmasi di samping ruang tunggu pasien dan

dilemari tepat di belakang kasir apotek. Penyimpanan produk OTC disusun

berdasarkan bentuk sediaan dan sifat farmakologi.

4. Penjualan

Penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 7 meliputi :

Page 33: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

24

Universitas Indonesia

a) Penjualan obat dengan resep yang dibayar tunai

Penjualan tunai dengan resep dokter dilakukan terhadap pelanggan

yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan

dibayar secara tunai. Prosedur pelayanan resep tunai adalah sebagai berikut :

1. Petugas apotek dibagian penerimaan resep menerima resep dari pasien.

Resep diberi nomor urut.

2. Asisten Apoteker akan memeriksa ada atau tidaknya obat dalam

persediaan baik di dalam sistem maupun yang ada pada fisiknya. Bila

obat hanya diambil sebagian atau tidak semuanya, maka petugas apotek

wajib membuat salinan resep

3. Petugas menyiapkan obat sesuai dengan resep

4. Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan dimasukkan ke

dalam wadah

5. Sebelum obat diserahkan kepada pasien dilakukan pemeriksaan kembali

kesesuaian resep dan etiket obat

6. Obat diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi

tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien.

7. Lembaran resep asli disimpan oleh apotek dan dipisahkan antara resep

narkotik dan resep non narkotik. Resep disimpan menurut nomor urut dan

tanggal resep serta disimpan dengan rapih sekurang-kurangnya tiga tahun.

b) Penjualan obat dengan resep dibayar kredit

Penjualan obat dengan resep berdasarkan perjanjian kerja sama yang

telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang

pembayarannya dilakukan secara kredit melalui penagihan kepada

perusahaan secara berkala.Pelayanan resep kredit yang diterima Apotek

Kimia Farma No.7 Bogor yang bekerja sama dengan instansi-instansi

terkait seperti BPJS, INHEALTH dan rekanan perusahaan (TELKOM,

PLN, dan lain-lain) yang menyediakan anggaran kesehatan bagi para

karyawannya serta pasien dokter praktek bersama Apotek Kimia Farma

No. 7 (doctor in house) dan praktek dokter luar Kimia Farma. Dengan

Page 34: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

25

Universitas Indonesia

adanya permintaan resep yang berasal dari instansi/perusahaan, maka hal

ini tentunya dapat meningkatkan omset dari apotek pelayanan.

Kesepakatan tersebut dapat dilakukan oleh seorang APA dari apotek

pelayanan atau diatur oleh pihak Bisnis Manajemen. Kelebihan dari adanya

bentuk kerja sama ini biasanya terdapat pada kelonggaran waktu piutang

yang ditawarkan oleh pihak apotek pelayanan kepada pihak yang

bersangkutan. Sedangkan dengan sistem ini juga memiliki kerugian yaitu

karena pembayaran oleh pihak perusahaan/instansi dilakukan setelah

pasien mendapat obat yang diresepkan sehingga bagi apotek perlu

penambahan modal kerja, penekanan harga jual yang diminta oleh pihak

perusahaan/instansi, dan administrasi penagihan yang rumit karena resep

harus di fotocopy serta dibuat rekapitulasi tagihan yang dilengkapi dengan

faktur dan kwitansi.

Prosedur pelayanan resepyang dibayar kredit pada dasarnya sama

dengan pelayanan resep yang dibayar tunai, hanya saja pada pelayanan

resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti :

(1) Resep yang telah diterima dan diperiksa tidak dilakukan penetapan

harga dan pembayaran oleh pasien. Resep yang diserahkan kepada

petugas akan langsung disiapkan/diracik apabila semua obat yang ada

di dalam resep masuk dalam daftar obat yang dicover oleh pihak

perusahaan/instansi. Sedangkan bila terdapat obat yang tidak masuk

dalam daftar baik sebagian atau seluruhnya, diinformasikan kepada

pasien dan diajukan penawaran untuk pembayaran obat tersebut atau

tidak diambil.

(2) Penomoran resep diberikan tanda khusus.

(3) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep yang dibayar tunai

kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan

masing-masing perusahaan/instansi untuk dilakukan penagihan pada

saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama.

c) Swalayan farmasi

Page 35: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

26

Universitas Indonesia

Swalayan farmasi yang dimaksud adalah tempat penjualan obat dan

perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli secara bebas tanpa resep dari

dokter seperti obat OTC (Over The Counter) baik obat bebas maupun obat

bebas terbatas. Prosedur penjualannya dilakukan sebagai berikut :

(1) Pembeli yang datang dapat mengambil sendiri produk atau perbekalan

farmasi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan. Apoteker atau

petugas dapat membantu melayani pasien dengan memberikan

informasi dan saran.

(2) Petugas akan langsung menginformasikan harga. Jika pasien

menyetujui, petugas melakukan entry perbekalan farmasi atau barang

yang dibeli dan pembeli langsung membayar ke kasir.

(3) Pasien melakukan pembayaran di kasir dan perbekalan farmasi atau

barang beserta dengan struk sebagai bukti pembayaran diserahkan

kepada pembeli.

d) Penjualan sediaan standar (anmaak)

Sediaan standar (anmaak) adalah sediaan yang diproduksi sendiri oleh

apotek dengan formula standar untuk dijual bebas atau berdasarkan resep

dokter. Pertimbangan pembuatan sediaan standar ini adalah lebih ekonomis

sehingga dapat terjangkau oleh pasien yang kurang mampu. Pembuatannya

dilakukan dalam jumlah yang sedikit sehingga diharapkan dalam waktu

yang tidak terlalu lama sediaan standar (anmaak) dapat habis dan dapat

dibuat kembali. Sediaan standar yang dibuat Apotek Kimia Farma No. 7

antara lain : Aquades, BSM, PK 5% (Permanganat Kalium 5%) dan

Epitema.

(2) Kegiatan non teknis kefarmasian

Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma

No. 7 berupa pembuatan laporan bulanan (BPBA dan Dropping), laporan

operasional, laporan narkotik dan psikotropik, laporan kinerja karyawan,

penerapan SOP, pelatihan baik yang dilakukan oleh BM maupun KF pusat,

penyerahan BPBA ke BM serta memasukkan data resep tunai dan kredit. Adapun

Page 36: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

27

Universitas Indonesia

beberapa kegiatan yang melibatkan peranan staff BM meliputi pencatatan yang

dilakukan oleh bagian administrasi dan keuangan di Bisnis Manajer (BM).

Kegiatan administrasi ditangani oleh beberapa staff administrasi dan keuangan

yang bertanggung jawab kepada supervisor administrasi dan keuangan, sedangkan

kegiatan keuangan ditangani oleh kasir besar. Supervisor administrasi dan

keuangan serta kasir besar bertanggung jawab langsung kepada BM.

3.5. Pengelolaan narkotika

Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan hingga

pemusnahan untuk mencegah terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat

narkotika. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 7 meliputi

:

a. Pemesanan narkotika

Pemesanan sediaan nerkotika dilakukan secara tertulis sesuai dengan

ketentuan yang berlaku dalam bentuk surat pesanan (SP) dimana satu lembar SP

digunakan hanya untuk memesan satu produk narkotika. SP terdiri dari 4 rangkap

yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kemudian dikirim ke

BM dan pemesanan dilakukan ke PBF.

b. Penerimaan narkotika

Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan

dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah

dilakukan pemeriksaan dengan SP mengenai jenis dan jumlah narkotika yang

dipesan.

c. Penyimpanan narkotika

Obat-obat yang termasuk dalam golongan narkotika di Apotek Kimia Farma

No. 7 disimpan dalam lemari khusus yang terbuat dari kayu dan terpisah dari lemari

obat lainnya. Lemari tersebut terdiri dari dua pintu yang memiliki kunci berbeda,

yang hanya dapat digunakan oleh pihak yang diberi wewenang.

d. Pelayanan narkotika

Page 37: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

28

Universitas Indonesia

Apotek Kimia Farma No. 7 hanya melayani narkotika dari resep asli atau

salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 7 sendiri yang belum

diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian

obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain.

Untuk kebutuhan persediaan sarana pelayanan farmasi lain, Apotek Kimia Farma No.

7 juga melayani pemberian narkotika yang melampirkan SP narkotika dengan tanda

tangan APA sarana tersebut.

e. Pelaporan narkotika

Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 7 dibuat setiap

bulan dan selambat-lambatnya dikirim tanggal 10 setiap bulannya. Laporan dibuat

rangkap 3 dan ditandatangi oleh Manajer Apotek Pelayanan dengan mencantumkan

nama jelas, alamat apotek, dan stempel apotek. Data tersebut dilaporkan melalui

Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) secara online.

f. Pemusnahan narkotika

Adapun prosedur dari pemusnahan narkotika adalah sebagai berikut :

1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan

nakotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan

atau tidak memenuhi persyaratan.

2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai

Besar POM dan Kepala Kantor Dinkes Kota Bogor dan selanjutnya akan

ditentukan waktu dan tempat pemusnahan.

3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari Apoteker Pengelola

Apotek, Asisten Apoteker, Petugas Balai Besar POM dan Kepala Kantor

Dinkes Kota Bogor.

4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat berita Berita Acara

Pemusnahan (BAP) yang berisi :

a) Hari. Tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan.

b) Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.

c) Cara pemusnahan.

d) Petugas yang melakukan pemusnahan.

Page 38: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

29

Universitas Indonesia

e) Nama dan tanda tangan APA

5) Selanjutnya BAP dikirimkan kepada :

a) Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM)

b) Kepala Dinkes Kesehatan Provinsi Jawa Barat

c) Arsip Apotek.

3.6. Pengelolaan Psikotropika

Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 7 dilakukan sebagai

berikut :

a. Pemesanan psikotropika

Apotek dapat memesan sediaan pasikotropika melalui bagian pembelian

dengan menggunakan surat pesanan khusus psikotropika yang ditandatangani oleh

APA. Untuk psikotropika, satu lembar surat pesanan dapat digunakan untuk

memesan lebih dari 1 produk jenis obat psikotropika yang berasal dari PBF yang

sama. Surat pesanan dibuat dalam rangkap 2, masing-masing diserahkan ke PBF

yang bersangkutan dan sebagai arsip di apotek.

b. Penerimaan psikotropika

Penerimaan psikotropika dari PBF diterima oleh APA atau dilakukan dengan

sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur setelah dilakukan

pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah psikotropika yang dipesan.

c. Penyimpanan psikotropika

Penyimpanan obat golongan psikotropika disimpan di lemari khusus yang

terpisah dari sediaan lain.

d. Pelayanan psikotropika

Apotek Kimia Farma No. 7 melayani resep psikotropika dari resep asli atau

salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 7 sendiri atau dari apotek

lain yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak

melayani pembelian obat golongan psikotropika tanpa resep.

e. Pelaporan psikotropika

Page 39: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

30

Universitas Indonesia

Serupa dengan pelaporan obat golongan narkotika, pelaporan obat golongan

psikotropika pun dilakukan satu kali dalam sebulan.

f. Pemusnahan psikotropika

Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan

narkotika. Dalam pelaksanaannya pemusnahan psikotropika dapat dilakukan

bersamaan dengan pemusnahan narkotika, dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari

pejabat yang mewakili departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan

dan ditambah personil dari apotek terkait. Setiap pemusnahan narkotika atau

psikotropika wajib membuat BAP.

Page 40: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

31

Universitas Indonesia

BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI

4.1 Tempat dan Waktu

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 7 dilaksanakan

selama 1 bulan mulai dari tanggal 5 Januari 2016 sampai dengan tanggal 29 Januari

2016.

4.2 Kegiatan

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker,

termasuk pelaksanaan tugas khusus dapat dilihat pada lampiran 10

Page 41: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

32 Universitas Indonesia

BAB 5 PEMBAHASAN

Apotek Kimia Farma No.7 Bogor merupakan salah satu Apotek Kimia Farma

yang berada di wilayah pengelolaan Bisnis Manajer wilayah Bogor.Apotek ini

merupakan apotek pelayanan yang juga berfungsi sebagai Business Manager (BM)

sehingga lebih memudahkan dalan urusan operasional.

Sumber daya manusia yang terdapat di apotek memiliki tanggung jawab

masing-masing dan struktur organisasi yang baik agar pembagian tugas, wewenang

dan tanggung jawab menjadi jelas, tidak terjadi penyimpangan dalam bekerja, serta

memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban agar kegiatan apotek dapat

berjalan dengan lancar.Apoteker Pengelola Apotek (APA) menjabat sebagai Manajer

Bisnis untuk wilayah Bogor dan dibantu oleh Manager Apotek Pelayanan (MAP)

yang bertugas mengelola seluruh kegiatan di apotek sesuai yang telah ditetapkan.

Selain menjadi sarana dalam melakukan pelayanan kefarmasian, Apotek juga

berupakan unit bisnis retail yang melakukan pengelolaan perbekalan farmasi dan

menjalankan standar pelayanan farmasi. Oleh karena itu, diperlukan sistem

manajerial yang baik agar bisnis berjalan dengan lancar. Namun, pengelolaan apotek

juga tidak lepas dari pelayanan farmasi yang berorientasi kepada pasien (patient

oriented). Konsep pengelolaan bisnis dan pelayanan farmasi ini harus berjalan

beriringan agar apotek dapat mendatangkan keuntungan dan menyediakan pelayanan

farmasi yang memuaskan bagi pelanggan.

5.1 Lokasi dan Tata ruang Apotek

5.1.1. Lokasi Apotek

Apotek Kimia Farma No. 7 berada di Jalan H. Juanda No. 30, Bogor yang

letaknya strategis yaitu dilalui jalan besar dua arah, dekat wilayah perkantoran,

tempat pariwisata, pusat perbelanjaan, dan mudah dijangkau dengan kendaraan

pribadi maupun kendaraan umum. Apotek ini terletak di pusat kota Bogor yang

terdapat penduduk yang cukup padat dan beroperasi tiap hari, tidak terkecuali di hari

Page 42: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

33

Universitas Indonesia

besar. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk menunjukkan dedikasi yang besar kepada

pelanggan dalam memberikan pelayanan yang terbaik.

Apotek Kimia Farma menerapkan slogan One Stop Health Care Solution,

dimana apotek menyediakan berbagai pelayanan kesehatan seperti layanan praktik

dokter, laboratorium klinik,pelayanan fisioterapi dan optik untuk melayani kebutuhan

pengobatan pelanggan.

5.1.2 Tata Ruang Apotek

Bangunan apotek terdiri dari 3 lantai, dimana lantai 1 digunakan untuk

swalayan farmasi dan pelayanan resep umum, sedangkan lantai 2 merupakan tempat

pelayanan resep BPJS dan beberapa praktik dokter, serta di lantai 3 terdapat pula

praktik dokter dan ruang tata usaha yang digunakan untuk kegiatan Bisnis Manajer

wilayah Bogor. Apotek juga dilengkapi dengan gudang farmasi, alat kesehatan, optik,

laboratorium dan praktek dokter. Hal ini merupakan salah satu di antara strategi

apotek untuk menarik pelanggan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan

di apotek. Fasilitas ini bertujuan untuk mencapai tujuan apotek dalam menciptakan

suatu sistem kesehatan yang komprehensif bagi pelanggan dimana pelanggan bukan

hanya dapat membeli obat di apotek tetapi juga dapat memeriksakan kesehatannya.

Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang seperti toilet dan mushola

yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek.

Dilihat dari desain eksterior, apotek memenuhi standar dengan ciri khusus

terdapat papan nama berlogo Kimia Farma yang cukup besar. Hal ini merupakan

tanda pengenal bagi keberadaan Apotek Kimia Farma sehingga mudah dikenali dan

diingat oleh konsumen. Sedangkan berdasarkan desain interior, terdapat ruang

tunggu, swalayan, tempat penerimaan resep dan kasir, ruang penyimpanan obat,

ruang peracikan dan tempat penyerahan resep. Ruang tunggu apotek dikondisikan

agar pasien merasa nyaman.

Swalayan apotek terletak satu ruangan dengan ruang tunggu yang sudah

tertata dengan baik dan rapi. Barang yang terdapat di swalayan merupakan obat-

obat over the counter (OTC) dan kosmetik. Barang-barang yang disediakan sudah

cukup lengkap dengan penataan berdasarkan jenisnya yaitu produk bayi, obat-

Page 43: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

34

Universitas Indonesia

obatan, obat tradisional, vitamin dan mineral, produk oral dan topikal, sabun, produk

rumah tangga, sabun, peralatan mandi, dan produk perawatan pribadi. Hal ini

bertujuan agar penyusunan lebih artistik sehingga memudahkan pelanggan dalam

mencari obat yang diinginkannya. Terdapat pula SPG yang dapat membantu

pelanggan untuk mendapatkan informasi obatuntuk produk – produk konsinyasi yang

bekerjasama dengan apotek. Swalayan apotek ini memiliki kekurangan yaitu tidak

mencantumkan harga produk di swalayan sehingga pasien merasa kesulitan dalam

memperoleh informasi terkait harga produk tersebut dan pelanggan dan petugas

apotek harus bertanya terlebih dahulu ke kasir untuk mengetahui harga barang yang

dijual di swalayan karena sebagian besar data harga produk hanya terdapat di

database komputer kasir. Selain itu, terdapat pula ruang peracikan yang terletak di

bagian samping tempat penyerahan resep. Peracikan obat berdasarkan resep dokter di

lakukan di ruangan ini.

Apotek melayani pembelian obat resep dan non resep serta perbekalan

kesehatan lainnya. Tempat penerimaan resep, kasir dan penyerahan obat berupa

counter yang berada pada satu tempat.Hal ini menguntungkan sehingga tidak terjadi

penumpukan pasien di ruang tunggu apabila apotek dalam keadaan sangat ramai,

khususnya pada malam hari. Terdapat dua orang kasir yang dibedakan menjadi kasir

untuk OTC dan kasir untuk melayani resep pada bagian pelayanan resep umum.

Pembagian ini ditujukan untuk efektifitas dalam pelayanan, namun dalam

pelaksanaannya belum maksimal karena pasien masih kurang paham mengenai alur

pembayaran. Hal ini disebabkan karena kurang jelasnya petunjuk mengenai kasir

untuk OTC dan kasir untuk pelayanan resep.

Ruangan di Apotek KF No. 7 Bogor ini diatur sedemikian rupa sehingga

memudahkan kegiatan pelayanan kesehatan di apotek dan memberikan kenyamanan

pada pasien dan pegawai di apotek.Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama

Praktek Kerja Profesi, tata ruang dan bangunan Apotek Kimia Farma No. 7 sudah

memenuhi syaratsesuai dengan Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002.

Apotek Kimia Farma No.7 Bogor dikepalai oleh seorang Apoteker Pengelola

Apotek (APA) yang dibantu oleh apoteker pendamping dan asisten apoteker.

Page 44: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

35

Universitas Indonesia

Pelaksanaan kegiatan pelayanan kefarmasian masih belum maksimal, dikarenakan

kegiatan pelayanan kefarmasian lebih dominan dilakukan oleh asisten apoteker

sehingga masih belum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 35 Tahun

2015 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.

5.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Apotek

Apotek menggunakan sistem kerja 3 shift. Masing-masing shift selama 7 jam

kerja. Jam kerja untuk apoteker pendamping dibagi menjadi 2 shift yang juga bekerja

selama 7 jam yaitu shift pagi dan shift sore. Akan tetapi, dalam

pelaksanaannya,terdapat beberapa kali jadwal apoteker pendamping yang tidak

terpenuhi sehingga tugas apoteker pendamping yangbiasanya melakukan kegiatan

penyerahan obat, Dalam melaksanakan sistem pengelolaan apotek, petugas AA juga

merangkap sebagai petugas kasir dan administrasi.

Pelayanan kasir terdiri dari 2 orang petugas kasir untuk pelayanan resep, 1

petugas untuk pelayanan di counter swalayan dan 1 petugas lagi untuk pelayanan

resep BPJS. Petugas kasir di swalayan tidak hanya melayani pembelian produk-

produk di swalayan, namun juga melayani pembayaran resep umum.Pelayanan kasir

sudah cukup ramah dalam melayani pelanggan. Petugas menyambut pelanggan

dengan senyum dan salam yang ramah, menawarkan bantuan, serta mengakhiri

proses layanan kasir dengan ucapan terima kasih atas kunjungan pelanggan dan

harapan agar pasien lekas sembuh. Akan tetapi, terdapat beberapa kali disaat kasir

meninggalkan tempat sehingga pelanggan-pelanggan yang akan membeli obat harus

menunggu beberapa saat didepan kasir dan tidak langsung dilayani. Hal ini dapat

berdampak pada kepuasan pelanggan sehingga AA dapat lebih profesional lagi dalam

menjalankan tugasnya saat mendapatkan tugas menjadi kasir di apotek atau dapat

mencari pengganti sementara apabila ingin meninggalkan tempat kasir.

Selain petugas apotek, terdapat beberapa Sales Promotion Girl (SPG) yang

ditugaskan di apotek. SPG membantu dalam meningkatkan penjualan produk dan

mengambilkan produk-produk yang ditempatkan di area swalayan farmasi. Hal ini

sangat membantu petugas apoteker untuk memberikan pelayanan yang cepat.

Page 45: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

36

Universitas Indonesia

5.3. Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek

Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek kimia Farma No. 7

meliputi kegiatan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, dan pelayanan obat dan

perbekalan farmasi kepada pelanggan.

5.3.1. Kegiatan Perencanaan & Pengadaan

Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah

yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu, keamanan,

dan kemanfaatan. Oleh karena itu, kegiatan pengadaan barang di Apotek Kimia

Farma dilakukan secara terpusat oleh bagian pembelian Distribution Centers (DCs)

di Bisnis Manajer (BM). Selain itu juga bertujuan agar Apotek Pelayanan

berkonsentrasi terhadap pelayanan farmasi di masyarakat. Berdasarkan sistem DC,

pengeluaran dan pemasukan barang di apotek langsung terhubung secara

komputerisasi dengan Bussiness Manager (BM) sehingga BM dapat mengetahui

barang yang mencapai minimum stok. Khusus untuk pemesanan narkotika dan

psikotropik tidak termasuk ke dalam sistem Distribution Center (DC) melainkan

langsung dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan

Sistem DCs ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain efisien dalam hal

modal terkait dengan pembelian barang yang lebih ekonomis karena dilakukan dalam

jumlah besar sehingga potongan harga yang diperoleh lebih besar. Selain itu juga

dapat menghemat faktur pembelian dan kemungkinan memperoleh potongan harga

dari PBF cukup besar karena pembelian dilakukan dalam jumlah besar. Dasar

perencanaan pengadaan sistem ini dibuat berdasarkan stock level seluruh apotek

pelayanan berdasarkan rata-rata penjualan per hari yang diperoleh dari data sales

histories minimal 1 bulan dari masing-masing apotek. Dengan sistem informasi

manajemen yang terintegrasi maka dapat diketahui stock level mulai dari pareto A

hingga C, buffer stock, serta lead time untuk masing-masing apotek. Dengan

demikian perencanaan persediaan dapat ditentukan dengan cepat. Selain itu,

administrasi pemesanan/pembelian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya

lebih efisien dan efisiensi modal juga meningkat.

Page 46: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

37

Universitas Indonesia

Namun, terdapat kendala dari sistem DC ini dimana terkadang terjadi

ketidakcocokan antara data persediaan di komputer dengan stok fisik barang. Hal ini

dapat menyebabkan pelayanan obat di apotek menjadi lebih lama karena masalah

kekosongan persediaan karena memerlukan waktu untuk pengambilan barang CITO

langsung ke gudang. Penyebab lain yang juga menyebabkan kekosongan/kelebihan

persediaan, yaitu perencanaan persediaan yang tidak tepat dan kurang disiplinnya

petugas apotek dalam menjaga stok obat dilemari penyimpanan (penyimpanan yang

tidak rapi, tercecer ditempat lain, atau persediaan rusak atau hilang). Perencanaan

yang baik dapat mencegah kekosongan maupun kelebihan persediaan. Oleh karena

itu, jumlah stok barang di kartu stok/komputer diharapkan dapat sama dengan stok

fisiknya. Fungsi pengadaan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam

menentukan keberhasilan apotek secara keseluruhan karena dapat menjamin

persediaan barang di apotek. Selain itu, barang yang kurang laku akan dijual paksa

dan barang yang terjadi lonjakan penjualan kurang bisa direspon dengan cepat. Hal

ini dapat menyebabkan pelayanan obat di apotek menjadi lama karena masalah

kekosongan persediaan dan memerlukan waktu untuk pengambilan barang CITO

langsung ke gudang.

Indikator keberhasilan dari fungsi pengadaan adalah Harga Pokok Penjualan

(HPP) yang rendah dan jumlah resep yang ditolak sangat kecil. Untuk obat dalam

golongan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan secara tertulis

berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pengadaan dilakukan dengan cara memesan

langsung ke PBF dengan lembar Surat Pemesanan (SP) khusus. SP Narkotika dan SP

psikotropika yang telah dibuat harus dibuat dengan mencantumkan nama dan SIPA

Apoteker Pengelola Apotek (APA). Untuk pemesanan narkotika, pemesanan

dilakukan ke PBF Kimia Farma selaku distributor tunggal.

5.3.2. Penerimaan Perbekalan Farmasi

Penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah

diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian baik melalui pembelian langsung, tender

atau konsinyasi dari PBF/distributor ke gudang. Petugas melakukan verifikasi

Page 47: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

38

Universitas Indonesia

penerimaan/penolakan dengan memeriksa kesesuaian jenis,spesifikasi, jumlah, mutu,

expired date, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan.

Pendistribusian barang dari gudang ke apotek pelayanan dilakukan 2 kali

dalam seminggu. Untuk Apotek Kimia Farma No.7 sendiri, dropping dilakukan pada

hari senin dan hari kamis. Perbekalan farmasi dapat diantarkan oleh gudang atau juga

bisa langsung diambil oleh apotek itu sendiri. Penerimaan barang dilakukan oleh AA

dengan memeriksa kesesuaian antara barang yang diterima dengan faktur. Apabila

ditemukan ketidaksesuaian, maka petugas apotek dapat langsung mengkonfirmasikan

kepada petugas gudang. Pengecekan yang dilakukan seperti kesesuaian nama obat,

jumlah, nomor batch, dan expired date. Pengecekan kondisi barang juga dilihat agar

tidak ada barang rusak atau cacat karena proses pengiriman.

5.3.3. Penyimpanan Perbekalan Farmasi

Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang diterima diletakkan

pada tempat yang sesuai. Penyimpanan barang-barang di apotek dilakukan di dua

area, yaitu area apotek dan area swalayan farmasi.

Penyimpanan obat di apotek sudah sesuai dengan program GPP (Good

Pharmacy Practice), yaitu penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi yang

dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Hal ini baik dilakukan untuk

meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan juga memudahkan apoteker untuk

memberikan alternatif obat pengganti yang mengandung zat aktif yang sama. Selain

itu, penyimpanan sediaan farmasi harus sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan

masing-masing produk, misalnya: pada kondisi khusus dalam lemari pendingin untuk

produk supossitoria, vaksin, dan serum; dan penyimpanan obat tertentu seperti

narkotika, psikotropika, OKT, dan obat mahal yang dilketakkan di lemari yang

terkunci dan hanya dapat diakses oleh AA yang diberi kuasa untuk memegang kunci.

Cara penyimpanan yang sesuai juga harus diperhatikan selain memperhatikan

waktu penyimpanan. Berdasarkan cara penyimpanan yang tertera pada brosur, produk

nebulizer harus tetap disimpan di dalam wadah aluminium dan hanya bertahan

selama 3 bulan semenjak kemasan aluminium dibuka. Akan tetapi, terdapat sediaan

cair untuk nebulizeryang dipisahkan dari wadah aluminium. Hal ini dapat dapat

Page 48: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

39

Universitas Indonesia

menimbulkan kerugian apabila sediaan yang sudah 3 bulan tidak terjual dan tidak

dapat digunakan kembali.

Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out

(FIFO)dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan

penyimpanan yang untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun

komputerisasi. Hasil pengamatan menunjukkan obat yang datang langsung disimpan

dalam kotak obat dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa obat. Penandaan

kadaluarsa tersebut dilakukan dengan menempelkan stiker berwarna. Prinsip FIFO

dan FEFO masih belum terlalu diperhatikan oleh petugas apotek sehingga

kemungkinan obat kadaluwarsa lebih banyak. Upaya yang telah dilakukan dalam

mengelola tanggal kadaluwarsa obat dengan memberi label warna yang menunjukkan

tahun kadaluarsa obat pada setiap kotak obat. Warna tersebut dibedakan menjadi

merah, kuning hijau. Label warna merah digunakan untuk menunjukkan obat-obat

yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih cepat yaitu dalam waktu 1 tahun terakhir.

Namun, pengecekan tanggal kadaluwarsaharus dilakukan secara rutin. Setiap petugas

apotek yang diberi tanggung jawab untuk mengontrol stok obat yang ada di lemari

penyimpanan sebaiknya lebih dapat mengoptimalisasi kinerjanya agar dapat

mencegah ketidaksesuaian stok dan kadaluarsa obat.

Buku/kartu stok barang digunakan sebagai catatan manual untuk mengetahui

waktu, sumber, jumlah, dan petugas yang melakukan pemasukan/pengeluaran obat.

Pencatatan kartu stok juga sebaiknya diisi dengan rapi, lengkap, dan benar. Hal ini

penting untuk menjaga agar stok obat terkontrol dengan baik serta sesuai antara

jumlah fisik obat dengan jumlah pada kartu stok. Namun, hal ini sering dilupakan

terutama pada jam-jam sibuk apotek. Oleh karena itu, pada saat stock opname

dilakukan, banyak ditemukan ketidakcocokan antara jumlah fisik barang dan jumlah

pada kartu stok. Catatan komputerisasi menjadi sangat penting untuk pengecekan

dalam mengontrol persediaan. Oleh karena itu, setiap petugas lebih dapat

menjalankan standar operasional kegiatan lebih baik lagi.

Setiap pemasukan dan pemakaian obat/barang di input ke dalam komputer

dan dicatat pada kartu stok yang eliputi tanggal pengambilan/pemasukan barang,

Page 49: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

40

Universitas Indonesia

nomor dokumen, jumlah barang yang iisi/diambil, sisa barang, dan paraf tugas yang

melakukan pengambilan/pengisian barang. Hal ini dilakukan untuk memeriksa

kesesuaian antara stok fisik dengan stok yang ada di kartu stok atau komputer,

pemeriksaan tanggal kadaluwarsa, dan untuk mengetahui obat-obat mana yang

tergolong slow moving atau fast moving. Pada saat pemeriksaan, terkadang ditemukan

adanya ketidaksesuaian antara stok fisik dan yang tercatat/tertera pada kartu stok atau

komputer. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan pada saat pengambilan

atau pemasukan obat, tidak hilang. Penyusunan obat berdasarkan efek farmakologis

dinilai baik karena memudahkan asisten apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya

untuk mengetahui obat-obat yang termasuk kedalam efek farmakologis tertentu

seperti obat-obat yang memiliki efek farmakologis pada kardiovaskular, saluran

pencernaan, susunan saraf pusat, dan lain-lain. Selain itu, juga memudahkan tenaga

kefarmasian untuk menginformasikan kepada pasien terkait efek farmakologis obat

tersebut. Namun, untuk obat generik hanya disusun berdasarkan alfabetis.

Penyimpanan obat pada kotak obat belum dilakukan sesuai standar. Obat

yang disimpan di ruang pelayanan dikeluarkan dari wadah aslinya dan diletakkan

dalam kotak obat yang disertai label nama obat dan kekuatannya. Proses

penyimpanan tersebut masih belum sesuai dengan PMK nomor 35 tahun 2014

dimana obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.

Penyimpanan obat-obat di ruang racik dikelompokkan berdasarkan bentuk

sediaan, jenis sediaan, dan alfabetis serta disusun di rak penyimpanan menurut efek

farmakologisnya.Obat-obat yang disimpan di ruang racik juga dikelompokkan lagi

menjadi obat generik, injeksi, obat BPJS, obat pareto, tetes mata, tetes telinga, salep,

krim, sirup, emulsi dan drops. Setiap Asisten Apoteker (AA) bertanggung jawab

terhadap lemari penyimpanan obat yang telah ditetapkan. Penyimpanan dan

pengelompokan obat-obat tersebut juga dilakukan oleh AA. Semua obat sediaan

padat dan cair yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan khusus diletakkan

ditempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Obat-obat yang memerlukan

kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria disimpan dalam lemari pendingin.

Setiap obat diletakkan dalam kotak disertai label nama obat,kekuatannya (jika obat

Page 50: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

41

Universitas Indonesia

tersebut tersedia dalam dua kekuatan atau lebih) dan logo kimia farma. Penyimpanan

dua macam obat dalam satu kotak atau dua obat sejenis dengan kekuatan yang

berbeda memiliki kelemahan, dimana dapat terjadi salah pengambilan obat sehingga

dapat merugikan pasien dan juga apotek. Hal yang harus diperhatikan adalah

beberapa posisi lemari obat yang kurang sesuai sehingga menyulitkan pengambilan

obat yang dilakukan oleh personil yang bekerja. Selain itu, sistem penyimpanan obat-

obatan di Kimia Farma dilakukan dengan mengeluarkannya dari dus aslinya dan obat

disimpan di dalam kotak obat. Penyimpanan seperti ini memang akan memperindah

penyimpanan karena obat terlihat rapih, namun dengan sistem penyimpanan obat

yang seperti ini kurang tepat yakni terkait masalah pengelolaan obat yang kadaluarsa,

khususnya obat yang harusnya dapat dikembalikan kepada distributor dengan dus

aslinya.

Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari obat-

obat lain di dalam lemari khusus yang terkunci. Kunci lemari khusus tersebut

dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab narkotika dan psikotropika.

Apoteker harus memastikan bahwa kondisi penyimpanan sediaan farmasi dan

perbekalan kesehatan lainnya sesuai dengan persyaratan. Selain itu, perlu didukung

dengan catatan penyimpanan yang akurat untuk mengontrol sediaan farmasi baik

secara manual maupun komputerisasi.

5.3.4. Pemusnahan

Pemusnahan dilakukan untuk obat-obat yang ED dan resep yang telah

disimpan selama 5 tahun. Untuk obat obatan yang ED di apotek diberikan kepada BM

yang lokasinya sama dengam Apotek Kimia Farma No.7 untuk dimusnahkan.

Pemusnahan dilakukan dengan membuat berita acara dan mengundang perwakilan

saksi dari dinas kesehatan dan perwakilan dari apotek untuk menyaksikan

pemusnahan terutama untuk obat golongan narkotik, psikotropik dan prekursor.

Untuk resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan disaksikan oleh perwakilan

dari apotek.

Page 51: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

42

Universitas Indonesia

5.3.5 Pelaporan

Apotek Kimia Farma No.7 juga melakukan pelaporan, seperti pelaporan

penjualan, pelaporan narkotik dan pelaporan psikotropik. Pelaporan hasil penjualan

dilakukan setiap hari dan dilaporkan ke BM untuk uangnya langsung di setorkan ke

bank atas nama Kimia Farma dengan batas waktu maksimal 1 (satu) hari setelah

tanggal terlampir. Hasil pelaporan penjualan juga bisa dijadikan sebagai bahan

evaluasi untuk dapat meningkatkan omset apotek.Pelaporan narkotik dan psikotropik

dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 10. Laporan dikirimkan ke Pedagang Besar

Farmasi (PBF) Kimia Farma, Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika

(SIPNAP) Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM), setiap bulan data dalam laporan harus sesuai antara stok awal dan stok

akhirnya agar dapat dipertanggungjawabkan.

Pengelolaan resep di apotek sudah berjalan baik. Resep asli dikumpulkan

berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep kecuali resep

dengan pembayaran kredit. Resep yang berisi narkotika dan psikotropika dipisahkan

dan nama narkotika digarisbawahi dengan tintamerah. Resep dibendel sesuai dengan

kelompoknya. Bendel resep ditulis keterangan kelompok resep (umum atau narkotika

& psikotropika), tanggal, bulan,dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan ditempat

yang telah ditentukan.Penyimpanan bendel resep yang dilakukan secara berurutan

dan teratur dimaksudkan untuk memudahkan petugas jika sewaktu-waktu diperlukan

penelusuran resep. Resep narkotika dan psikotropika disimpan terpisah untuk

memudahkan penyusunan laporan ke Dinas Kesehatan wilayah setempat. Semua

resep disimpan selama 5 tahun sebelum dimusnahkan.

5.4 Kegiatan Pelayanan Apotek

Kegiatan pelayanan yang dilakukan di antara lain pelayanan resep dokter,

penjualanobat bebas dan bebas terbatas/OTC (Over the Counter) dan perbekalan

farmasilainnya yang dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop), serta penjualan

DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek) yang dikenal sebagai pelayanan UPDS

(UpayaPengobatan Diri Sendiri).

Page 52: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

43

Universitas Indonesia

5.4.1 Pelayanan resep

Dalam melakukan pelayanan resep, pertama kali yang harus dilakukan oleh

petugas ketika menerima resep adalah mengecek kelengkapan resep tersebut. Asisten

apoteker yang bertugas sebagai kasir sangat berperan dalam penerimaan pertama kali

resep dari pasien karena perlu memiliki kecermatan danketelitian, serta kemampuan

yang baik dalam membaca resep. Hal ini untukmencegah terjadinya kesalahan dalam

dispensing obat dan pemberian harga. Sedangkan apoteker sendiri memiliki peranan

penting dalam melakukan skrining resep mulai dari memeriksa kelengkapan

persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, danpertimbangan klinis.

Setelah semua pengecekan dilakukan, dilakukan kegiatan dispensing oleh

petugas yang berbeda. Petugas yang berbeda diharapkan melakukan pengecekan

kembali dari awal resep diterima sampai obatakan diserahkan kepada pasien. Hal ini

dimaksud untuk menghindari kesalahan saat penyerahan obat.

Resep racikan dikerjakan oleh juru racik dimana petugas yang mengerjakan

wajib mengikuti Standart Operating Procedure (SOP) yang terdapat di ruang

peracikan. Di dalam SOP tersebut diatur tentang persyaratan yang harus dilakukan

oleh petugas sebelum, saat dan setelah melakukan peracikan seperti wajib mencuci

tangan sebelum melakukan aktivitas meracik, menggunakan masker saat meracik dan

mencuci alat setelah selesai meracik. Dengan adanya SOP diharapkan dapat

mengurangi peluang terjadinya kontaminasi pada racikan obat, baik yang berasal dari

petugas maupun yang berasal dari alat racik. Namun jarang sekali ditemukan petugas

apotek yang sedang melakukan dispensing obat-obat tersebut menggunakan APD

lengkap. Hal ini mungkin dikarenakan petugas lupa menggunakan APD terkait

dengan suasana apotek yang selalu ramai dengan pelanggan dan petugas disibukkan

dengan banyak resep yang harus dilayani.Dalam hal peracikan obat, beberapa petugas

apotek masih belum memperhatikan SOP yang telah dibuat terutama berkaitan

dengan penggunaan APD selama peracikan.

Langkah selanjutnya setelah dispensing obat adalah pembuatan etiket obat.

Etiket obat harus mencantumkan nama obat,jumlah obat, dan tanggal kadaluarsa

disamping aturan pakai obat. Hal ini sesuai dengan GPP dan bertujuan untuk

Page 53: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

44

Universitas Indonesia

menjamin keamanan pasien dalam menggunakan obat. Namun dalam penulisan etiket

obat, informasi yang ditulis di etiket kurang lengkap seperti tidak menulis waktu

pemakaian obat (sebelum/sesudah makan, pagi/siang/sore/malam), sehingga apoteker

tidak mencantumkannya dalam etiket. Namun, sebaiknya apoteker dapat mengetahui

dan memberikan informasi waktu pemakaian obat yang lebih efektif dan

menuliskannya di etiket agar pasien tidak lupa dan dapat membaca informasi tersebut

di etiket. Selain itu, informasi terkait dengan waktu penggunaan obat dapat lebih jelas

dan efektif dengan membuat daftar waktu pemakaian obat atau penggunaan obat

secara khusus, sehingga mempermudah pasien dalam menggunakan obat. Pemakaian

obat antibiotik disertai dengan perhatian untuk meminum habis obat antibiotik

tersebut serta peringatan untuk sirup kering antibiotik penggunaannya masksimal 7

hari setelah pelarutan.

Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker disertai dengan

pemberian informasi obat. Sebelum obat diserahkan, petugas melakukan pemeriksaan

akhir untuk memastikan kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep.Konseling

juga diberikan oleh apoteker pada pasien yang membutuhkan konseling terkait

dengan pengobatan yang diberikan oleh dokter atau karena permintaan pasien sendiri,

namun kegiatan konseling ini masih belum maksimal dilaksanakan karena keterbatasan

ruangan dan kurangnya jumlah apoteker. Kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi

(KIE) di Apotek Kimia Farma No. 7 umumnya dilakukan oleh Apoteker Pendamping

dan Asisten Apoteker ketika menyerahkan obat. Hal ini disebabkan karena

terbatasnya tenaga dan waktu APA. Namun pelayanan yang dilakukan masih cukup

baik karena di Apotek Kimia Farma No.7 terdapat Apoteker Pendamping yang ada di

setiap shift yang berbeda dan Asisten Apoteker senior.

5.4.2 Pelayanan non-resep

Dalam pelayanan non resep, baik obat OTC dan UPDS, pelayanan yang

diberikan berupa rekomendasi obat yang tepat untuk pasien. Hal ini dilakukan untuk

mempermudah menentukan terapi yang tepat bagi pasien.

Dalam proses pelayanan, petugas akan menanyakan pasien mengenai tujuan

penggunaan obat yang akan dibeli dan apakah pasien telah sering menggunakan obat

Page 54: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

45

Universitas Indonesia

tersebut. Apabila pasienbelum pernah mendapatkan obat sebelumnya, dan obat

tersebut tidak terdapat didaftar obat wajib apotek, pasien akan merekomendasikan

untuk memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu.

Pemberian informasi terkait pengobatan penting dalam pelayanan UPDS atau

swamedikasi ini untuk memastikan pasien mengerti tentang obat yang digunakan.

Apoteker atau asisten apoteker dapat berperan penting dalam memberikan

rekomendasi pilihan pengobatan pada pasien dan menjelaskan dengan tepat mengenai

masing-masing pilihan pengobatan tersebut sehingga pasien mengerti benar upaya

penyembuhan diri sendiri yang dilakukan.

Page 55: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

46 Universitas Indonesia

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

a. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.7

Bogor meliputipelayanan resep dokter, pelayanan swamedikasi/usaha

penyembuhan diri sendiri (UPDS), pelayanan swalayan farmasi, manajemen

perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan sudah berlangsung cukup baik.

b. Kegiatan pengelolaan apotek yang mencakup administrasi, manajemen

pengadaan, penyimpanan, penjualan, dan pelayanan secara umum telah sesuai

dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan

masyrakat.

c. Peran dan fungsi Apoteker Pengelola Apotek (APA) terbagi dua yaitu aspek

profesional dan aspek manajerial. Dapat disimpulkan bahwa peran apoteker

dalam aspek pelayanan kefarmasian di apotek belum dilakukan secara

maksimal sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek, sedangkan

ditinjau dari aspek manajerial, peran apoteker di apotek sudah dilakukan

dengan baik.

6.2. Saran

a. Tanggung jawab petugas terhadap masing-masing lemari obat perlu

diingatkan dan diawasi terutama untuk mengontrol persediaan obat, tanggal

kadaluwarsa obat dan kebersihan dan kerapian kotak lemari obat.

b. Setiap karyawan di apotek perlu diberikan pelatihan dan pemahaman

mengenai Standar Prosedur Operasional (SPO) pelayanan di apotek serta

perlu dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SPO setiap hari agar

tercapainya pelayanan kefarmasian di apotek yang baik

c. Evaluasi tingkat kepuasan konsumen untuk mengetahui mutu pelayanan yang

diberikan kepada konsumen

d. Kedisiplinan dan ketelitian karyawan dalam melakukan setiap tugas dan

kewajibannya perlu ditingkatkan.

Page 56: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

47 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/SK/X/2011T tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1997a). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta

Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta

Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta

Presiden Republik Indonesia. (2009d). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta

Page 57: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

48 Universitas Indonesia

LAMPIRAN

Page 58: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

49 Universitas Indonesia

Lampiran 1. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma No.7 Bogor

Lampiran 2. Apotek Kimia Farma No. 7 tampak depan

Page 59: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

50 Universitas Indonesia

Lampiran 3. Catatan pengobatan pasien

Page 60: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

51 Universitas Indonesia

Lampiran 4. Kertas dropping

Lampiran 5. Copy resep

Page 61: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

52 Universitas Indonesia

Lampiran 6. Lembar kwitansi

Lampiran 7. Lembar faktur

Lampiran 8. Kartu stock

Page 62: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

53 Universitas Indonesia

Lampiran 9. Etiket

Etiket untuk penggunaan dalam

Etiket untuk penggunaan luar

Etiket plastik

Page 63: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

54 Universitas Indonesia

Lampiran 10. Kegiatan PKPA di Apotek Kimia Farma No 7 Bogor

No. Hari/tanggal Kegiatan 1. Selasa, 5 Januari

2016 Penerimaan mahasiswa PKPA di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek Jalan Budi Utomo Pengantar PKPA di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek

2 Rabu, 6 Januari 2016

Pemberian Materi tentang Implementasi Good Pharmacy Practice (GPP) di Apotek Kimia Farma dan Studi Kelayakan di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek Jalan Budi Utomo No.1

3. Kamis, 7 Januari 2016

Penerimaan dari Apotek Kimia Farma No.7 Perkenalan dan pemberian jadwal Praktek Kerja Profesi Apoteker Mempelajari tata letak obat di Apotek Kimia Farma No.7 Melakukan pelayanan resep BPJS (mengambil, menulis etiket dan menyiapkan obat-obatan)

4. Jumat, 8 Januari 2016

Pelayanan pembelian obat-obatan di swalayan Apotek Kimia Farma No.7

5. Sabtu, 9 Januari 2016

Memperhatikan pengelolaan obat di gudang dan penerimaan barang Menata obat-obatan yang baru datang ke rak penyimpanan Bimbingan dengan Ibu Fitri (Manager Pelayanan) terkait pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No.7

6. Senin, 11 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik dan menyiapkan obat-obatan

7. Selasa, 12 Januari 2016

Bimbingan dengan Ibu Tuti Manager Pelayanan terkait pemesanan, penyimpanan, penggunaan, dan pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik dan menyiapkan obat-obatan

8. Rabu, 13 Januari 2016

Bimbingan dengan Ibu Reni Manager Keuangan terkait administrasi dan keuangan Bimbingan dengan Ibu Aris Manager Pengadaan terakit pengadaan dan pembelian barang

9. Kamis, 14 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket

10. Jumat, 15 Januari 2016

Memperhatikan pengelolaan obat di gudang dan penerimaan barang Menata obat-obatan yang baru datang ke rak

Page 64: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

55 Universitas Indonesia

(lanjutan)

penyimpanan 11. Sabtu, 16 Januari

2016 Pelayanan resep umum, mengambilkan, meracik, menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket

12. Senin, 18 Januari2016

Presentasi tugas khusus dan Ujian Komprehensif di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek Jalan Budi Utomo

13. Selasa, 19 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS dan resep umum di gedung lama, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket

14 Rabu, 20 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep

15. Kamis, 21 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep

16. Jumat, 22 Januari 2016

Pelayanan resep umum di gedung lama, mengambilkan, meracik, menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Mengamati jenis-jenis alat kesehatan dan belajar menggunakan tensimeter di tempat penjualan alat kesehatan Apotek Kimia Farma No.7

17. Sabtu, 23 Januari 2016

Memperhatikan pengelolaan obat di gudang dan penerimaan barang Menata obat-obatan yang baru datang ke rak penyimpanan

18. Senin, 25 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep

19 Selasa, 26 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep

20 Rabu, 27 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep

21 Kamis, 28 Januari 2016

Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Menyerahkan obat dan memberikan informasi obat

22 Jumat, 29 Januari 2016

Menata obat-obatan yang baru datang ke rak penyimpanan Membantu pelayanan di loket BPJS

Page 65: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

Lampiran 11. Lampiran Tugas Khusus

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS RESEP PASIEN DIARE

LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI

DI APOTEK KIMIA FARMA NO 7 BOGOR PERIODE BULAN JANUARI TAHUN 2016

SRI PUJI ASTUTI, S.Farm

1106065691

FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

Page 66: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2

BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 3 2.1. Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek ............................................... 3 2.2. Diare ................................................................................................. 6 BAB 3 METODE TUGAS KHUSUS .............................................................. 16 3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................... 16 3.2. Metode ............................................................................................. 16 BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 17 4.1. Pembacaan Resep ............................................................................. 17 4.2. Skirining Resep ................................................................................ 17

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 23 5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 23 5.2. Saran ................................................................................................. 23 DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 24

Page 67: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Skema Algoritma Terapi Diare Akut ............................................ 9 Gambar 2.2. Skema Algoritma Terapi Diare Kronik ....................................... 10 Gambar 4.1. Resep Pasien Diare ...................................................................... 17

Page 68: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penggolongan Anti Diare dan Dosisnya .......................................... 11

Page 69: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diare merupakan penyakit yang umum ditemukan di Indonesia. Menurut data

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahunnya lebih dari satu milyar kasus

gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada tahun 2011 yaitu 411 penderita per 1000

penduduk. Diperkirakan 82% kematian akibat gastroenteritis rotavirus terjadi pada

Negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika, dimana akses kesehatan dan status

gizi masih menjadi masalah. Sedangkan data profil kesehatan Indonesia menyebutkan

tahun 2012 jumlah kasus diare yang ditemukan sekitar 213.435 penderita dengan

jumlah kematian 1.289. Seringkali 1-2% penderita diare akan jatuh dehidrasi dan

kalau tidak segera tertolong 50-60% meninggal dunia.Dengan demikian di Indonesia

diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya

(Depkes RI, 2012).

Penyakit diare merupakan suatu keadaan di mana proses absorbsi di usus

terganggu sehingga menyebabkan feses yang dihasilkan lebih encer daripada

seharusnya. Diare seringkali sulit di atasi karena rendahnya pengetahuan masyarakat

akan kesehatan dan kurangnya kepedulian untuk menjaga kebersihan diri dan

lingkungan.

Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat

baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Diare umumnya bersifat self

limitingsehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah

terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan

nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Tatalaksana diare dapat

dilakukan dengan lima langkah tuntaskan diare (lintas diare) yaitu oralit, pemberian

zinc, melanjutkan pemberian makan, pemberian antibiotik secara selektif dan

pemberian nasehat pada ibu/keluarga (Depkes RI,2011).

Pengobatan diare secara tepat merupakan salah satu faktor penting dalam

meningkatkan kesembuhan pasien. Penggunaan obat yang tidak tepat akan

menimbulkan banyak masalah. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan

Page 70: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

2

Universitas Indonesia

tersebut,diperlukan partisipasi aktif apoteker yang melaksanakan praktek profesinya

padasetiap tempat pelayanan kesehatan. Apoteker dapat memberikan edukasi ke

pasienmengenai diare, terapi obat dan non-obat ,memonitor respon pasien,

mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek samping, serta mencegah dan/atau

memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat.

1.2. Tujuan

1.2.1. Memahami peran apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian di apotek

yang salah satunya adalah skrining resep

1.2.2. Mencegah dan/atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan peresepan

obat serta mendapatkan pengobatan yang rasional.

Page 71: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

3 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek

Pelayanan farmasi klinik di Apotek menurut Permenkes 35 Tahun 2014

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek merupakan bagian dari pelayanan

kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan

Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkankualitas hidup pasien. Pelayanan

farmasi klinik meliputi:

a. pengkajian Resep

b. dispensing

c. Pemberian Informasi Obat (PIO)

d. konseling

e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)

f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

2.1.1 Pengkajian Resep

Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan

pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:

a. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan

b. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;dan

c. tanggal penulisan resep.

Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:

a. bentuk dan kekuatan sediaan

b. stabilitas

c. kompatibilitas (ketercampuran obat)

Pertimbangan klinis meliputi:

a. ketepatan indikasi dan dosis obat

b. aturan, cara dan lama penggunaan obat

c. duplikasi dan/atau polifarmasi

Page 72: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

4

Universitas Indonesia

d. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat)

e. manifestasi klinis lain)

f. kontra indikasi

g. interaksi

Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian makaApoteker

harus menghubungi dokter penulis Resep.

2.1.2 Dispensing

Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi

obat.Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut :

a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan Resep :

1) menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep

2) mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan

3) memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaanfisik obat

b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan

c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi :

1) warna putih untuk obat dalam/oral

2) warna biru untuk obat luar dan suntik

3) menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau

emulsi.

d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat

yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindaripenggunaan yang

salah.

Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :

1) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan

kembali

2) mengenai penulisan nama pasien pada etiket,cara penggunaan serta jenis

dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep)

3) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien

4) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien

5) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat

Page 73: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

5

Universitas Indonesia

e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang

terkaitdengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman

yangharus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan

obatdan lain-lain

f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan carayang

baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak

stabil

g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya

h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker

(apabila diperlukan)

i. Menyimpan Resep pada tempatnya

j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien

Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau

pelayananswamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang

memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas

atau bebasterbatas yang sesuai.

2.1.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker

dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan

kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi

kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep,

obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,

rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,

efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,

stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.

2.1.4 Konseling

Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan

pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan

kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan

menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.

Page 74: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

6

Universitas Indonesia

2.1.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)

Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan

Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok

lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.

2.1.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan

terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan

meminimalkan efek samping.

2.1.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang

merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yangdigunakan pada

manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi

fisiologis. Kegiatan MESO antara lain :

a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek

samping obat.

b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional

2.2 Diare

2.2.1 Definisi Diare

Definisi diare berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2013,

diare merupakan keadaan buang air besar (BAB) yang lembek/cair atau bahkan

berupa air saja yang lebih sering (≥ 3 kali). Diare adalah peningkatan frekuensi

defekasi dan penurunan konsistensi feses (peningkatan keenceran) dibandingkan

dengan individu normal. Frekuensi dan konsistensi dari tiap individu bervariasi.

Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan individu yang

lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu. Diare juga dapat didefinisikan sebagai

suatu kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit (Dipiro et al,

2009).

2.2.2 Patofisiologi Diare (Dipiro et al, 2009)

Page 75: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

7

Universitas Indonesia

Diare adalah ketidakseimbangan dalam penyerapan serta sekresi air dan

elektrolit. Diare dapat terkait dengan penyakit saluran gastrointestinal tertentu atau

dengan penyakit luar saluran pencernaan. Empat mekanisme patofisiologis umum

mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang menyebabkan diare. Keempat

mekanisme tersebut merupakan dasar dari diagnosis dan terapi. Mekanisme-

mekanisme tersebut diantaranya perubahan dalam transportasi ion aktif baik dengan

penurunan penyerapan natrium atau peningkatan sekresi klorida, perubahan motilitas

usus peningkatan osmolaritas luminal dan peningkatan tekanan hidrostatik di

dalam jaringan. Mekanisme ini berhubungan dengan empat kelompok besar diare

klinis antara lain sekretorik, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit intestinal.

Mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang

mengakibatkan terjadinya diare dan merupakan dasar dari diagnosis dan terapi, yaitu:

:

a. Perubahan transport aktif ion yang disebabkan baik dengan penurunan absorbsi

natrium atau peningkatan sekresi klorida.

b. Perubahan motilitas usus

c. Peningkatan osmolaritas luminal.

d. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.

Mekanisme-mekanisme ini terkait dengan empat kelopok diare yaitu:

sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan motilitas usus. Diare sekretorik terjadi

ketika senyawa perangsang (vasoactive intestinal peptide (VIP) dari tumor pankreas,

pencahar atau toksin bakteri) yang meningkatkan sekresi atau menurunkan

penyerapan air dan elektrolit dalam jumlah besar. Absorpsi yang buruk

mengakibatkan cairan tertahan di usus, sehingga dapat menyebabkan diare osmotik.

Inflamasi pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare eksudatif yang ditandai

dengan masuknya lendir, protein atau darah ke dalam usus. Perubahan motilitas usus

yang menghasilkan diare dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu: pengurangan

waktu kontak dalam usus halus, pengosongan usus besar yang cepat, dan

pertumbuhan bakteri yang berlebihan.

2.2.3 Klasifikasi Diare

Page 76: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

8

Universitas Indonesia

Klasifikasi diare menurut WHO tahun 2005 terdiri dari beberapa jenis yang

dibagi secara klinis yaitu :

2.2.3.1 Diare cair akut

Diare cair akut (termasuk kolera) berlangsung selama beberapa jam atau hari

yang mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan yang

dapat terjadi jika makanan tidak dilanjutkan. Selain itu, gejala muntah dan demam

juga dapat timbul. Diare cair akut dapat menyebabkan dehidrasi. Jika asupan

makanan tidak cukup, dapat berakibat mengalami malnutrisi. Dehidrasi akut dapat

berakibat fatal pada kematian.

2.2.3.2 Diare akut berdarah/disentri

Diare akut berdarah yang disebut disentri mempunyai bahaya utama yaitu

kerusakan mukosa usus, sepsis dan gizi buruk serta mempunyai komplikasi seperti

dehidrasi. Penyebab utama disentri adalah Shigella dan penyebab lain diantaranya

Campylobacter jejuni, E. coli dan Salmonella.

2.2.3.3 Diare persisten

Diare persisten berlangsung selama 14 hari atau lebih dan mempunyai bahaya

utama seperti malnutrisi dan infeksi usus yang tidak terlalu serius sertadehidrasi.

E.coli, Shigella dan Cryptosporidium merupakan mikrorganisme yang memainkan

peran penting dalam diare persisten ini.

2.2.3.4 Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor)

Diare ini mempunyai bahaya utama diantaranya infeksi sistemik yang parah,

dehidrasi, gagal jantung dan kekurangan vitamin dan mineral.

Page 77: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

9

Universitas Indonesia

2.2.4 Terapi Diare (Dipiro et al, 2009)

Gambar 2.1. Skema Algoritma Terapi Diare Akut

[Sumber : Dipiro et al, 2009, telah diolah kembali]

Diare

Anamnesa dan

pemeriksaan fisik

Diare akut (>3

hari)

Diare kronik

(>14 hari

Tidak ada demam atau

gejala spesifik

Algoritma

diare kronik

Terapi simptomatis (cairan elektrolit, loperamid, difenoksilat,atau adsorben, diet)

Periksa tinja untuk SDM/SDP,

ovum atau parasit

Ada demam atau

gejala sistemik

positif

Terapi

simptomatis Gunakan

antibiotik yang

rasional dan

terapi

simptomatis

negatif

Page 78: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

10

Universitas Indonesia

Gambar 2.2. Skema Algoritma Terapi Diare Kronik [Sumber : Dipiro et al, 2009, telah diolah kembali]

Prinsip umum terapi diare adalah manajemen makanan. Manajemen

makanan adalah prioritas pertama untuk pengobatan diare. Kebanyakan dokter

merekomendasikan menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari

produk susu. Bila mual atau muntah ringan, makanan rendah residu dicerna selama

24 jam. Jika muntah dan tak terkendali dengan antiemetik, jangan diberikan secara

oral. Rehidrasi serta pemeliharaan air dan elektrolit adalah tindakan primer

Diare kronik

Antisekretori, Antibiotik, Absorben, Okreotid, Adsorben Antimotilitas

Berlangsung

>14 hari

Penyebab : infeksi

interstinal, inflammatory

bowel disease, malabsorbsi,

secretory hormonal tumor,

obat-obatan, gangguan

motilitas

Riwayat dan

pemeriksaan

fisik

Tentukan rencana

diagnostic yang tepat.

Sebagai contoh : kultur

feses/ova/parasit,WBC/RBC

/lemak, sigmoidoskopi,

biopsi intestinal

Diagnosis

positif

Hilangkan

penyebabnya

Diagnosis negatif,

terapi simptomatis

(penggantian cairan,

diskontinu obat yang

menginduksi diare,

pengaturan diet, dan

loperaid atau

adsorben

Page 79: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

11

Universitas Indonesia

pengobatan sampai diare berakhir. Jika muntah dan dehidrasi tidak berat, pemberian

secara oral lebih diutamakan.Terapi farmakologi dapat pula digunakan untuk

mengobati diare. Obat ini dikelompokkan ke dalam beberapa kategori antara lain anti

motilitas, adsorben, senyawa antisekresi, antibiotik, enzim, dan penambahan

mikroflora usus. Biasanya, obat ini tidak kuratif, hanya bersifat paliatif.

Tabel 2.1. Penggolongan Anti Diare dan Dosisnya

Bentuk Dosis Dosis Dewasa Adsorben Campuran kaolin- pektin Polikarbofil Attapulgit

5.7 g kaolin + 130.2 mg pectin/30 ml 500 mg/tablet kunyah 750 mg/15 mL 300 mg/7.5 mL 750 mg/tablet 600 mg/tablet 300 mg/tablet

30–120 ml tiap feses keluar 2 tablet 4 kali sehari atausetelah tiap feses keluar, tidak lebih dari 12 tablets/hari 1200–1500 mg setelah tiap pergerakan usus atau setiap 2 jam, sampai 9000 mg/hari

Antisekretori Bismut Subsalisilat

1050 mg/30 mL 262 mg/15 mL 524 mg/15 mL 262 mg/tablet

Dua tablet atau 30 ml tiap 30 menit-1 jam seperlunya sampai 8 dosis/hari

Enzim (laktase) Penggantian bakteri probiotik (Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus)

1,250 unit laktase netral/4 tetes 3,300 FCC unit laktase per tablet

3–4 tetes susu atau produk susu 1 atau 2 tablet seperti diatas 2 tablet atau 1 paket granul 3-4 kali sehari; berikan dengan susu, jus, atau air

Page 80: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

12

Universitas Indonesia

Oktreotid

0.05 mg/mL 0.1 mg/mL 0.5 mg/mL

Awal : 50 mg secara subkutan 1-2 kali sehari dan kadar dosis berdasarkan indikasi sampai 600 mcg/hari dalam 2-4 dosis terbagi

[Sumber :Dipiro, 2009, telah diolah dan diterjemahkan kembali oleh penulis]

2.2.5. Penatalaksanaan Diare

Depkes RI Tahun 2011 menyusun sebuah panduan yang dikenal dengan

istilah LINTAS DIARE, yaitu lima langkah tuntaskan diare yang terdiri dari :

2.2.5.1 Pemberian oralit

Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),

kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit

diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat

diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak

mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan

elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan

garam yang terkandungdalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita

diare. Oralit perlu diberikan segera bila anak diare, sampai diare berhenti. Cara

pemberian oralit yaitu satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang

(200 cc). Anak kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 50-100 cc cairan oralit setiap

kali buang air besar. Sedangkan anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc diberikan

cairan oralit setiap kali buang air besar. Oralit formula baru perlu diberikan karena

oralit formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah.

Perbedaannya terdapat pada tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit baru lebih

rendah yaitu 245 mmol/l dibanding total osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l.

Penelitan menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu mengurangi volume tinja

hingga 25%, mengurangi mual-muntah hingga 30%, mengurangi secara bermakna

pemberian cairan melalui intravena dan anak yang tidak menjalani terapi intravena

tidak harus dirawat di rumah sakit. Ini artinya risiko anak terkena infeksi di rumah

Page 81: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

13

Universitas Indonesia

sakit. berkurang, pemberian ASI tidak terganggu, dan menghemat biaya. WHO dan

UNICEF merekomendasikan negara-negara di dunia untuk menggunakan dan

memproduksi oralit dengan osmolaritas rendah (oralit baru).

2.2.5.2. Pemberian tablet zink selama 10 hari berturut-turut

Zink merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan

pertumbuhan anak. Zink yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar

ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zink yang hilang selama diare,

anak dapat diberikan zink yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga

agar anak tetap sehat. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani

kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan zink

selama 10-14 hari. Pemberian zink mampu menggantikan kandungan zink alami

tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zink juga

meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya

diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Kemampuan zink untuk

mencegah diare terkait dengan kemampuannya meningkatkan sistem kekebalan

tubuh.

Zink diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zink

harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan untuk

meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare pada 2 – 3

bulan ke depan. Zink merupakan tablet dispersibel yang larut dalam waktu sekitar 30

detik. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis tertentu. Dosis untuk

balita umur < 6 bulan yaitu sebanyak 1/2 tablet (10 mg)/ hari. Sedangkan untuk balita

umur ≥6 bulan yaitu sebanyak 1 tablet (20 mg)/ hari. Obat zink yang tersedia di

puskesmas baru berupa tablet terdispersi. Zink diberikan dengan cara dilarutkan

dalam satu sendok air matang atau ASI. Untuk anak yang lebih besar, zink dapat

dikunyah. Zink aman dikonsumsi bersamaan dengan oralit. Zink diberikan satu kali

sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari) sedangkan oralit diberikan setiap

kali anak buang air besar sampai diare berhenti. Zink memang akan mempercepat

penyembuhan, namun oralit harus tetap diberikan dalam jumlah cukup karena fungsi

utamanya membantu menggantikan cairan yang hilang sewaktu diare. Biasanya oralit

Page 82: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

14

Universitas Indonesia

diberikan selama 2-3 hari seperti dosis yang dianjurkan, sedangkan zink harus

diberikan sesuai dosis yang dianjurkan selama 10 hari berturut-turut sehingga selain

memberikan pengobatan juga dapat memberikan perlindungan terhadap kemungkinan

berulangnya diare selama 2 – 3 bulan ke depan.

2.2.5.3 Meneruskan pemberian ASI dan makanan

ASI bukan penyebab diare. ASI justru dapat mencegah diare. Bayi dibawah 6

bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan

sistem imunitas tubuh bayi. Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan

pemberian ASI sebanyak yang diinginkan anak. Bahkan jika anak ingin ASI lebih

banyak dari biasanya, hal itu akan lebih baik. Anak harus diberi makan seperti biasa

dengan frekuensi lebih sering. Hal ini dilakukan sampai dua minggu setelah anak

berhenti diare dan sebaiknya tidak membatasi makanan anak jika anak ingin makan

lebih banyak, karena lebih banyak makanan akan membantu mempercepat

penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi. Untuk anak yang berusia kurang

dari 2 tahun, dianjurkan untuk mulai mengurangi susu formula dan menggantinya

dengan ASI. Untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun, sebaiknya diteruskan

pemberian susu formula.

2.2.5.4 Pemberian antibiotik secara selektif

Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan

jika ada indikasi seperti diare berdarah atau diare karena kolera atau diare dengan

disertai penyakit lain. Pemberian antibiotik pada saat kondisi diare yang tidak

memerlukan antibitik selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika

antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap

antibiotik. Selain bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa

membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Efek samping dari

penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal,

hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik. Hal ini juga akan mengeluarkan biaya

pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan.

Ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan

motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan

Page 83: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

15

Universitas Indonesia

terasa banyak gerakan dan berbunyi. Anti diare akan menghambat gerakan itu

sehingga kotoran yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu anti

diare dapat menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus

(terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya karena memerlukan tindakan operasi. Oleh

karena itu anti diare seharusnya tidak boleh diberikan.

2.2.5.5 Pemberian nasihat kepada ibu/keluarga

Pemberian nasehat dan mengecek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara

pemberian oralit, zinc, ASI/makanan juga perlu dilakukan. Selain itu, ibu/keluarga

anak diberikan informasi untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika

anak mengalami tanda-tanda berikut : buang air besar cair lebih sering, muntah

berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam,

tinja berdarah dan diare tidak membaik dalam 3 hari. Terapi antimikroba biasanya

tidak diindikasikan pada anak. Antimikroba dipercaya hanya membantu untuk anak

dengan diare berdarah (seperti Shigellosis), kolera dengan dehidrasi berat dan infeksi

serius non intestinal lainnya seperti pneumonia. Obat-obatan antiprotozoa dapat

sangat efektif untuk diare di anak-anak khususnya pada Giardia, Entamoeba

histolytica, and Cryptosporidium dengan nitazoksanid. Antimikroba dianggap sebagai

obat pilihan untuk pengobatan empiris diare dan diare sekretori jika patogen diketahui

(WorldGastroenterologi Guidelines, 2008).

Page 84: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

16 Universitas Indonesia

BAB 3 METODE PENGKAJIAN TUGAS KHUSUS

3.1. Waktu dan Tempat

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 5-29 Januari 2016

di Apotek Kimia Farma No. 7 Jalan Ir.H.Juanda No. 7, Bogor.

3.2. Metode

Tugas khusus dikaji berdasarkan hasil studi literatur pada berbagai buku dan

media elektronik terkait dengan diare pada anak.Resep diperoleh dari Apotek Kimia

Farma No. 7 pada bulan Januari 2016. Objek yang digunakan adalah resep untuk

penyakit diare yang ada di apotek di bulan Januari. Prosedur dari pelaksanaan tugas

khusus adalah pengambilan resep yang kemudian dilakukan skrining terhadap satu

resep diare berdasarkan alur pengkajian resep.

Page 85: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

17 Universitas Indonesia

BAB 4 PEMBAHASAN

4.1. Pembacaan Resep

R/ Domperidon No. X

S3dd I

R/ Primadex Forte No. X

S2dd I

R/ Loperamid No. IX

S3dd I

R/ Asetaminofen No. XII

S3dd I (bila sakit kepala)

Pro: Zulkifli Rizki Ardiyansyah Gambar 4.1. Resep pasien diare

4.1. Skrining Resep

1. Kajian Administrasi

Tidak ada umur, jenis kelamin, berat badan, nomor SIP, alamat dan

nomor telepon dokterpada resep.

2. Kajian Farmasetik

a. Bentuk sediaan

1) Domperidon : tablet

2) Primadex Forte: tablet

3) Loperamid : tablet

4) Asetaminofen : tablet

b. Kekuatan sediaan

1) Domperidon : tidak dituliskan

2) Primadex forte : tidak dituliskan

Page 86: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

18

Universitas Indonesia

3) Loperamid : tidak dituliskan

4) Asetaminofen : tidak dituliskan

c. Stabilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat jadi

d. Kompatibilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat jadi (bukan

racikan)

3. Kajian Pertimbangan Klinik

a. Indikasi

1) Domperidon : Dispepsia fungsional, mual akut dan muntah-muntah oleh

berbagai sebab, termasuk yang disebabkan karena levodopa dan

bromokriptin yang terapinya lebih dari 12 minggu.

2) Primadex Forte : Gastroenteritis, disentri, tifoid, kolera, sistitits, uretritis,

otitis media, sinusitis, meningitis, osteoniolitis

3) Loperamid : Diare akut non spesifik dan diare kronik

4) Asetaminofen : Mengurangi rasa sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan

panas

b. Dosis

1) Domperidon : Dewasa dan geriatric dyspepsia fungsional : sehari 3x 10-20

mg, mual akut dan muntah-muntah 10-20 mg tiap 4-8 jam sekali

2) Primadex Forte (Trimetoprim dan sulfametoksazol 80 mg dan 400 mg)

:Dosis dewasa :Sehari 2x2 tab (interval 12 jam) atau 2 tab forte

3) Loperamid : Diare non spesifik dosis awal, 2 tab; dosis lazim sehari 1-2x 1

sampai 2 tab. Diare kronik sehari 2-4 tab dalam dosis terbagi, tergantung

dari beratnya diare dan respon penderita

4) Asetaminofen : Dewasa : Sehari 3-4x 1 kaplet

c. Drug Related Problems (DRPs)

1) Indikasi

Semua obat belum bisa disimpulkan telah tepat indikasi atau belum

karena kurangnya data mengenai diagnosis dan riwayat anamnesis pasien.

Berikut merupakan indikasi yang mungkin dari pengobatan pasien :

(a) Domperidon : Tepat indikasi.

Page 87: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

19

Universitas Indonesia

Domperidon digunakan untuk mual dan muntah yang biasanya

menyertai penderita diare akut karena infeksi

(b) Primadex Forte (Kotrimoksazol) : Tepat indikasi

Kotrimoksazol dapat diberikan sebagai terapi antibiotik pada

gastroenteritis (pengobatan infeksi bakteri saluran pencernaan)

(c) Loperamid : Pengobatan tanpa indikasi

Loperamid digunakan untuk pengobatan diare akut non

spesifik, namun pasien sudah mendapatkan antibiotik primadex

(kotrimoksazol) atas indikasi infeksi bakteri

(d) Asetaminofen (parasetamol) : Tepat indikasi

Sakit kepala atau demam yang dikeluhkan oleh pasien dapat

diatasi dengan pemberian parasetamol sebagai analgetik-antipiretik.

2) Pemilihan obat tidak tepat

Pengobatan yang diberikan kepada pasien kurang tepat, namun belum

dapat dipastikan secara jelas karena tidak diketahuinya data diagnosis pasien.

Namun pasien kemungkinan menderita diare akut yang disebabkan oleh

infeksi bakteri sehingga diberikan antibiotik (primadex forte). Dalam

pengobatan ini, terdapat pemilihan obat yang tidak tepat yaitu loperamid yang

diberikan tanpa indikasi yang sebenarnya tidak perlu untuk diresepkan. Selain

itu, pengobatan diare pada pasien ini juga belum dikatakan tepat karena pasien

tidak diresepkan zinc dan oralit sebagai terapi penting dalam penatalaksanaan

diare.

Berdasarkan panduan penatalaksanaan diare dari Depkes RI Tahun

2011, oralit dan zink merupakan dua elemen penting dalam pengobatan pasien

diare. Rehidrasi serta pemeliharaan air dan elektrolit adalah tindakan primer

pengobatan sampai diare berakhir sehingga pasien perlu diberikan

oralit.Selain oralit, pemberian zink mampu menggantikan kandungan zink

alami tubuh yang hilang selama diare dan mempercepat penyembuhan diare.

Zink diberikan satu kali sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari)

sedangkan oralit diberikan setiap kali buang air besar sampai diare berhenti.

Page 88: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

20

Universitas Indonesia

Dosis zinc untuk balita umur < 6 bulan yaitu sebanyak 1/2 tablet (10 mg)/

hari. Sedangkan untuk balita umur ≥6 bulan yaitu sebanyak 1 tablet (20 mg)/

hari.

3) Dosis terlalu rendah : Tidak ada

4) Dosis terlalu tinggi : Dosis loperamid yang diresepkan terlalu tinggi. Dosis

lazim loperamid sesuai literatur seharusnya 1-2x sebanyak 1-2 tablet,

sedangkan yang diresepkan sebanyak 3x 1 tablet per hari

5) Efek samping obat

(a) Domperidon : mulut kering, sakit kepala, diare, rasa haus, rash, cemas,

gatal

(b) Primadex Forte : mual, muntah, sakit kepala, depresi, halusinasi

(c) Loperamid: Prolapsus usus.

Anti diare seperti loperamid akan menghambat pergerakan

usus untuk mengeluarkan kotoran sehingga kotoran yang seharusnya

dikeluarkan justru dihambat keluar. Selain itu anti diare dapat

menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus

(terlipat/terjepit) sehingga sebaiknya tidak diberikan.

(d) Asetaminofen : Kerusakan hati (dosis besar, terapi jangka panjang)

6) Interaksi obat : Tidak ada interaksi obat

7) Ketidakpatuhan pasien

Tidak diketahui karena tidak dilakukan pemantauan pasien lebih lanjut

8) Obat belum terbukti efektif

Tidak diketahui

d. Medication Error

Baik dalam tahap prescribing, dispensing, dan administrasi tidak diketahui

adanya medication error.

e. Konseling Pasien

1) Domperidon

(a) Diminum 30 menit-1 jam sebelum makan agar obat bekerja lebih

efektif

Page 89: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

21

Universitas Indonesia

(b) Diminum 3 x sehari 1 tablet

(c) Simpan pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya.

(d) Hanya digunakan bila mual dan tidak dianjurkan untuk penggunaan

jangka panjang

(e) Jika dalam waktu satu minggu masih merasakan gejala mual dan

muntah, sebaiknya hentikan penggunaan domperidon dan hubungi

dokter

2) Primadex Forte

(a) Diminum 2 kali 1 tablet pada pagi dan malam hari

(b) Simpan dalam wadah tertutup rapat di lokasi sejuk.

(c) Obat dikonsumsi setelah makan

(d) Minum air yang banyak untuk menghindari kristaluria (adanya kristal

di dalam urin)

3) Loperamid

(a) Diminum 2x sehari 1-2 tablet

(b) Hentikan penggunaan obat ini jika diare sudah berhenti

(c) Menginformasikan pada pasien bahwa obat dapat menyebabkan

kantuk atau pusing dan menggunakan hati-hati saat mengemudi atau

melakukan lain tugas membutuhkan kewaspadaan mental

(d) Minum sedikit demi sedikit namun sering setiap setengah sampai 1

jam sekali

(e) Minum minuman probiotik contohnya yakult yang mengandung

Lactobacillus untuk menjaga flora normal usus

(f) Makan makanan seperti nasi, roti, pisang

(g) Hindari makan makanan yang terlalu berserat dan makanan atau

minuman yang banyak mengandung gula seperti sirup, teh manis, soft

drink

4) Asetaminofen

(a) Obat diminum sehari 3x 1 tablet setelah makan

Page 90: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

22

Universitas Indonesia

(b) Obat hanya diminum saat sakit kepala dan hentikan penggunaan jika

sudah tidak sakit kepala karena terlalu sering mengonsumsi obat ini

dapat menyebabkan kerusakan hati

Page 91: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

23 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Alur pelayanan resep di apotek meliputi pengkajian resep, dispensing,

Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling. Apoteker berperan penting

dalam melakukan skrining/pengkajian resep dimulai dari kajian administratif

resep hingga pemberian informasi dan edukasi kepada pasien mengenai

penyakit yang dialami, terapi obat dan non-obat, memonitor respons pasien

melalui farmasi komunitas, mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek

samping sehingga dapat mencegah dan/atau memecahkan masalah yang

berkaitan dengan pemberian obat serta pasien mendapatkan pengobatan yang

optimal.

b. Pengkajian resep pada pasien diare ini belum dapat disimpulkan secara

tepat karena kurangnya data diagnosis dan keluhan yang dialami pasien tetapi

berdasarkan pengkajian yang dilakukan, terdapat permasalahan pada skrining

administratif dan klinis. Permasalahan pada skrining administratif yaitu tidak

ada umur, berat badan dan jenis kelamin pasien serta tidak terdapat nomor

SIP, alamat, dan nomor telepon dokter. Sedangkan permasalahan pada

skrining klinis yaitu pemilihan obat yang tidak tepat diantaranya pemberian

obat tanpa indikasi dan terdapat indikasi yang tidak diterapi.

5.2 Saran

a. Apoteker diharapkan dapat mengkonfirmasi dan memberikan rekomendasi

yang tepat kepada dokter penulis resep resep jika ditemukan ketidaksesuaian

pengobatan pada pasien

b. Apoteker seharusnya berperan aktif dalam melakukan pengkajian resep

hingga pemberian informasi obat, konseling serta edukasi mengenai

informasi penggunaan obat yang benar dan hal-hal penting terkait pengobatan

yang perlu disampaikan. Sehingga kesalahan pengobatan dapat dihindari.

Page 92: Sri Puji Astuti-Laporan PKPA di Apotek-FF-Full Text-2016

24 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Anonim. (2013a). ISO Indonesia Volume 48. Jakarta : Penerbit ISFI.

Anonim. (2014b). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buana Ilmu Populer

Dipiro et al. (2009). Pharmacotherapy Handbook, 7th edition. New York: McGraw-Hill.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Buku Saku Lintas Diare. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014b). Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta

World Health Organization. (2005). The Treatment of Diarrhoea: A Manual for Physicians and Other Senior Health Workers. Geneva : WHO