sri puji astuti-laporan pkpa di apotek-ff-full text-2016
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
SRI PUJI ASTUTI 1106065691
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK
JULI 2016
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
PRAKTEK KERJA PROFESI DI RSPAD GATOT SOEBROTO DITKESAD
PERIODE BULAN MARET - APRIL TAHUN 2016
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
SRI PUJI ASTUTI (1106065691)
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK
JULI 2016
iii
iv
v
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan kegiatan praktek kerja profesi di Apotek
Kimia Farma No. 7 Bogor Periode Januari 2016 hingga penyusunan laporan ini.
Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk
mendapatkan gelar Apoteker pada Program Studi Profesi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia.
Penulis menyadari begitu banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan dari
berbagai pihak selama kegiatan PKPA dan penyusunan laporan ini. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. I Wayan Budhi Artawan., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Dra.
Azizahwati, MS., Apt selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu
untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini.
2. Bapak Dr. Mahdi Jufri M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia dan Bapak Dr. Hayun, M.Si., Apt., selaku Ketua Program Studi
Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
3. Bapak Letnal Kolonel (ckm) Drs. Razad, Apt., MARS selaku Kepala Instalasi
Farmasi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad atas kesempatan yang telah
diberikan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA.
4. Bapak dan Ibu Apoteker dan staf Instalasi Farmasi RSPAD Gatot Soebroto
Ditkesad atas bantuan, bimbingan, dan arahan selama penulis melaksanakan
PKPA.
5. Bapak dan Ibu Dosen dan seluruh staf pengajar, serta bagian Tata Usaha
program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas ilmu,
dukungan, dan bantuan yang diberikan kepada penulis selama menempuh
program studi Apoteker di Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.
6. Orang tua dan keluarga serta teman-teman seperjuangan Program Profesi
Apoteker Universitas Indonesia angkatan 82 yang telah memberikan
vii
dukungan dan bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga pelaksanaan
PKPA.
7. Terima kasih kepada Bagas Cita Graha yang sudah banyak memberikan
dukungan, semangat dan bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga
penyelesaian laporan ini.
8. Semua pihak yang turut membantu dan memberikan dukungan selama penulis
melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan yang tidak dapat disebutkan
satu per satu.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan laporan ini masih
jauh dari kesempurnaan, karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca yang bersifat membangun dan dapat memacu penulis untuk berkarya lebih
baik dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya, dan dapat memberikan kontribusi ilmu
pengetahuan bagi semua pihak.
Depok, Juli 2016
Penulis
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ...................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... viii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... ix BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 1 1.2 Tujuan ........................................................................................................... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 3 2.1 Apotek ........................................................................................................... 3 2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ................................................... 7 2.3 Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi ........................................... 15 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS .......................................................................... 18 3.1 Lokasi Apotek ............................................................................................... 18 3.2 Tata Ruang Apotek ....................................................................................... 18 3.3 Struktur Organisasi dan SDM Apotek .......................................................... 19 3.4 Kegiatan Apotek............................................................................................ 20 3.5 Pengelolaan Narkotika .................................................................................. 27 3.6 Pengelolaan Psikotropika .............................................................................. 29 BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI ............................ 31 4.1 Tempat dan Waktu ........................................................................................ 31 4.2 Kegiatan Praktek Kerja ................................................................................. 31 BAB 5 PEMBAHASAN .................................................................................... 32 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................................... 46 6.2 Saran .............................................................................................................. 46 DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 47 LAMPIRAN ....................................................................................................... 48
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No.7 Bogor ................ 49 Lampiran 2. Apotek Kimia Farma No 7 Tampak Depan .................................. 49 Lampiran 3. Catatan pengobatan pasien ........................................................... 50 Lampiran 4. Lembar dropping .......................................................................... 51 Lampiran 5. Copy resep .................................................................................... 51 Lampiran 6. Lembar kwitansi ........................................................................... 52 Lampiran 7. Lembar faktur ............................................................................... 52 Lampiran 8. Kartu stok ..................................................................................... 52 Lampiran 9. Etiket ............................................................................................. 53 Lampiran 10. Kegiatan PKPA di Apotek Kimia Farma No.7 Bogor ................ 54 Lampiran 11. Lampiran Tugas Khusus ............................................................. 56
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perwujudan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat
diselenggarakan melalui upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk
kesehatan perseorangan dan kesehatan masyarakat. Pembangunan sarana-sarana
pelayanan kesehatan termasuk usaha peningkatan kesehatan. Hal ini dimaksudkan
agar masyarakat mendapatkan pelayanan kesehatan dengan baik dan optimal
sehingga meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat
(Presiden RI, 2009).
Apotek merupakan salah satu sarana tempat melakukan praktek kefarmasian.
Apoteker merupakan profesi yang mempunyai wewenang untuk melakukan,
mengatur dan mengawasi segala hal yang berkaitan dengan pekerjaan kefarmasian.
Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya
sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat.
Apoteker memiliki peran dalam melaksanakan tugas keprofesian di apotek
sehingga untuk mencapai tujuan tersebut, maka apoteker perlu mengetahui
bagaimana cara melakukan pengelolaan perbekalan farmasi yang tepat agar selalu
tersedia di apotek dan siap disalurkan pada masyarakat yang memerlukan.
Pengelolaan perbekalan farmasi oleh apoteker merupakan suatu siklus yang
berkesinambungan, dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, distribusi, pemantauan, evaluasi dan kembali lagi pada tahap
perencanaan. Keterampilan seorang apoteker dalam mengendalikan siklus
pengelolaan sediaan farmasi akan menentukan keberhasilan suatu apotek dalam
menjalankan fungsinya bagi masyarakat (Presiden RI, 2009).
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan seorang apoteker harus berorientasi
kepada pasien. Apotek merupakan suatu tempat bisnis sehingga selain pelaksanaan
teknis kefarmasian, seorang apoteker juga dituntut memiliki keahlian dalam hal
manajerial dan retailer. Apoteker perlu menyeimbangkan dua hal tersebut agar
apotek dapat berjalan dengan baik dan memperoleh keuntungan.
2
Universitas Indonesia
Berdasarkan hal tersebut, maka Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia mengadakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek
bagi mahasiwa profesi apoteker sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan
paracalon apoteker agar memiliki yaitu dalam hal pelaksanaan pelayanan kefarmasian
dan pengelolaan apotek. Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA
tersebut ialah Apotek Kimia Farma 7 Bogor. Melalui PKPA di apotek diharapkan
mahasiswa dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan
praktik kefarmasian di apotek serta pemahaman mengenai kegiatan manajerial di
apotek.
1.2. Tujuan
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma 7 Bogor ini bertujuan
agar calon apoteker:
a. Mengetahui gambaran umum praktik kefarmasian di apotek
b. Mempelajari dan memahami praktek pelayanan kefarmasian terhadap pasien
secara profesional sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di Apotek.
c. Mempelajari dan memahami peran dan fungsi apoteker di apotek dalam hal
manajerial
3 Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN UMUM
2.1 Apotek
2.1.1 Pengertian Apotek
Istilah apotek berasal dari bahasa Belanda “apotheek” yang berarti toko untuk
meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter. Pengertian Apotek menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah toko tempat meramu dan menjual obat
berdasarkan resep dokter serta memperdagangkan barang medis. Peraturan Menteri
Kesehatan RI nomor 35 Tahun 2014 menjelaskan bahwa Apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh Apoteker.
2.1.2 Tugas dan Fungsi Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek
adalah :
a. Sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh
apoteker.
b. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah
jabatan.
c. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk danpenyerahan obat atau
bahan obat.
d. Sarana penyaluran perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang
diperlukan masyarakat secara luas dan merata
e. Sarana pelayanan informasi obat dan perbekalan farmasi lainnya kepada tenaga
kesehatan lain dan masyarakat, termasuk pengamatan dan pelaporan mengenai
khasiat, keamanan, bahaya dan mutu obat.
2.1.3 Persyaratan Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin Apotek (SIA).
SIA adalah suratyang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada
Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal untuk
menyelenggarakan pelayanan apotek disuatu tempat tertentu. Menurut Keputusan
4
Universitas Indonesia
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002, disebutkan
bahwa persyaratan-persyaratan apotek antara lain:
a. Apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal yang telah
memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan termasuk
sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri
atau milik pihak lain.
b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan
komoditi yang lain di luar sediaan farmasi.
c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain diluar sediaan
farmasi.
Persyaratan lain yang harus diperhatikan untuk mendirikan suatu apotek, antara
lain:
a. Lokasi dan tempat
Menurut Permenkes No. 922/MenKes/PER/X/1993 lokasi apotek tidak
lagi ditentukan harus memiliki jarak minimal dari apotek lain dan sarana apotek
dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya di luar sediaan farmasi, namun sebaiknya harus mempertimbangkan
segi penyebaran dan pemerataan pelayanan, jumlah penduduk, jumlah dokter,
sarana pelayanan kesehatan, lingkungan yang higienis dan faktor-faktor
lainnya.
b. Bangunan dan kelengkapannya
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
922/Menkes/Per/X/1993 menyebutkan bahwa luas apotek tidak diatur, namun
harus memenuhi persyaratan teknis, sehingga kelancaran pelaksanaan tugas dan
fungsi serta kegiatan pemeliharaan perbekalan farmasi dapat terjamin.
c. Perlengkapan apotek
Perlengkapan yang harus dimiliki oleh apotek:
5
Universitas Indonesia
1) Alat pembuatan, pengolahan, dan peracikan meliputi timbangan milligram
dan timbangan gram dengan anak timbangan yang sudah ditera, serta
perlengkapan lain yang disesuaikan dengan kebutuhan
2) Perlengkapan dan alat perbekalan farmasi terdiri dari lemari dan rak untuk
penyimpanan obat, lemari pendingin, dan lemari untuk penyimpanan
narkotika dan psikotropika.
3) Wadah pengemas dan pembungkus seperti etiket, wadah pengemas dan
pembungkus untuk penyerahan obat.
4) Alat administrasi meliputi blanko pesanan obat, blanko kartu stok obat,
blanko salinan resep, blanko faktur dan nota penjualan, buku pencatatan dan
pesanan obat narkotika, serta form laporan obat narkotika.
5) Buku standar yang diwajibkan yaitu Farmakope Indonesia edisi terbaru 1
buah dan kumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan apotek.
2.1.4 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, seorang apoteker harus memiliki Surat Tanda
Registrasi Apoteker (STRA) untuk memperoleh SIPA. SIPA adalah surat izin yang
diberikan kepada Apoteker untuk dapat melaksanakan pekerjaan kefarmasian pada
Apotek. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011,untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi
persyaratan :
a. memiliki ijazah Apoteker
b. memiliki sertifikat kompetensi Apoteker
c. memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker
d. memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktik
6
Universitas Indonesia
e. membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
profesi
Setelah mendapatkan STRA, apoteker wajib mengurus SIPA di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Permohonan
SIPA harus melampirkan :
a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN
b. Surat pernyataan mempunyai praktek profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian
c. Surat rekomendasi dari oraganisasi profesi
d. Pas foto berwarna ukuran 4x6 cm sebanyak dua lembar dan 3x4 cm sebanyak
dua lembar
2.1.5 Tata Cara Perizinan Apotek
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 992/MENKES/SK/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik, tata cara pemberian izin apotek adalah sebagai berikut :
1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja
setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai
POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan.
3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambat-
lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat
4. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan (3) tidak
dilaksanakan, Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Propinsi
5. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil
pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek.
7
Universitas Indonesia
6. Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala
Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
mengeluarkan Surat
7. Terhadap surat penundaan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), Apoteker diberi
kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya
dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal Surat Penundaan.
2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek. Menjelaskan bahwa standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek meliputi standar pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis
habis pakai dan pelayanan farmasi klinik.
2.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis
pakaidilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
meliputi :
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan untuk menetapkan sediaan farmasi
dan alat kesehatan sesuai dengan jumlah dan waktu yang tepat sesuai dengan
kebutuhan agar tercapai penggunaan obat yang rasional. Pemilihan sediaan
farmasi dan alat kesehatan dapat dilakukan dengan memperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
b. Pengadaan
Pengadaan merupakan suatu proses yang bertujuan agar tersedia sediaan
farmasi dengan kuantitas dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan
pelayanan yang harus melalui jalur resmi sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan. Adapun aktivitas pengadaan meliputi aspek-aspek
perencaan, teknis pengadaan, penerimaan dan penyimpanan.
8
Universitas Indonesia
Beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam pengadaan sediaan farmasi
dan perbekalan kesehatan adalah :
1. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin edar
ataunomor registrasi.
2. Kemanfaatan, keamanan, dan mutu sediaan farmasi serta alat kesehatandapat
dipertanggungjawabkan.
3. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi
4. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari jalur resmi
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis
spesifikasi, jumlah, mutu, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam
surat pesanan dengan kondisi fisik yang diterima.
d. Penyimpanan
Beberapa hal yang harus dipahami tentang penyimpanan sediaan
farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai antara lain :
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal
pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain maka harus
dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah
baru. Wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch dan tanggal
kadaluarsa.
1. Semua obat/bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
2. Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
3. Pengeluaran Obat memakai sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO
(First In First Out)
e. Pemusnahan
9
Universitas Indonesia
Produk farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai dengan
standar yang berlaku harus dimusnahkan. Beberapa hal yang harus
diperhatikan pada pemusnahan sediaan farmasi antara lain:
1. Obat Kadaluarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan
bentuk sediaan. Pemusnahan obat kadaluarsa atau rusak yang mengandung
narkotika atau psikotropika dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
2. Pemusnahan obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh apoteker
dan disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik
atau surat izin kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir yang terdapat pada Standar Pelayanan Kefarmasian di
apotek.
3. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat
dimusnahkan. Pemusnahan resep dilakukan oleh apoteker dan disaksikan oleh
sekurang-kurangnya petugas lain di apotek dengan cara dibakar atau cara
pemusnahan lain yang dibuktikan dengan Berita Acara Pemusnahan Resep
menggunakan Formulir yang terdapat pada Standar Pelayanan Kefarmasian di
apotek dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
f. Pengendalian
Pengendalian dilakukan untuk mempertahankan jenis dan jumlah
persediaan sesuai kebutuhan pelayanan, melalui pengaturan sistem pesanan
atau pengadaan, penyimpanan dan pengeluaran. Hal ini bertujuan untuk
menghindari terjadinya kelebihan, kekurangan, kekosongan, kerusakan,
kadaluwarsa, kehilangan serta pengembalian pesanan. Pengendalian
persediaan dilakukan menggunakan kartu stok baik dengan cara manual atau
elektronik. Kartu stok sekurang-kurangnya memuat nama Obat, tanggal
kadaluwarsa, jumlah pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
g. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi pengadaan (surat
10
Universitas Indonesia
pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock), penyerahan (nota atau struk
penjualan) dan pencatatan lainnya disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal.Pelaporan internal
merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek,
meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk memenuhi
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan meliputi
pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3), psikotropika (menggunakan
Formulir 4) dan pelaporan lainnya.
2.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik di apotek merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan
farmasi klinik di apotek meliputi:
a. Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis.
Kajian administratif meliputi:
1. Nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
2. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf
3. Tanggal penulisan resep
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
1. Bentuk dan kekuatan sediaan
2. Stabilitas
3. Kompatibilitas (ketercampuran obat)
Pertimbangan klinis meliputi:
1. Ketepatan indikasi dan dosis obat
2. Aturan, cara dan lama penggunaan obat
11
Universitas Indonesia
3. Duplikasi dan/atau polifarmasi
4. Reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping Obat, manifestasi
klinis lain)
5. Kontra indikasi
6. Interaksi
b. Dispensing
Pada Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek, dispensing terdiri dari
penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi obat.Langkah-langkah yang
dilakukan dalam penyiapan adalah sebagai berikut:
1. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan resep, menghitung kebutuhan jumlah
obat sesuai dengan resep lalu mengambil obat yang dibutuhkan pada rak
penyimpanan dengan memperhatikan namaobat, tanggal kadaluwarsa dan
keadaan fisik obat.
2. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
3. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi warna putih untuk obat
dalam/oral, warna biru untuk obat luar dan suntik dan menempelkan label “kocok
dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi.
4. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang
berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah.
Setelah penyiapan obat, maka langkah-langkah yang dilakukan dalam
penyerahan dan pemberian informasi obat adalah sebagai berikut :
1. Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan kembali
mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta jenis dan
jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
2. Memanggil nama dan nomor tunggu pasien.
3. Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien.
4. Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat.
5. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan
obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari,
kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat dan lain-lain.
12
Universitas Indonesia
6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik,
mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil.
7. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.
8. Membuat salinan Resep sesuai dengan Resep asli dan diparaf oleh Apoteker
(apabila diperlukan).
9. Menyimpan Resep pada tempatnya.
10. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5
sebagaimana terlampir.
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan
swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan Obat
bebas atau bebas terbatas yang sesuai.
c. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker
dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan
kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat.Informasi mengenai obat termasuk obat resep,
obat bebas dan herbal.Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di apotek meliputi:
1. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.
2. Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat
(penyuluhan)
3. Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien.
4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi
5. Melakukan penelitian penggunaan obat
6. Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
13
Universitas Indonesia
7. Melakukan program jaminan mutu.
d. Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Untuk mengawali konseling, apoteker
menggunakan three prime questions.Apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah,
perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model.Apoteker harus melakukan
verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan.
Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling:
1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal,
ibu hamil dan menyusui).
2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM,
AIDS, epilepsi).
3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan
kortikosteroid dengan tappering down/off)
4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin,
fenitoin, teofilin)
5. Pasien dengan polifarmasi; pasien menerima beberapa obat untuk indikasi
penyakit yang sama. Dalam kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari
satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis
obat
6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah
e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh Apoteker,
meliputi :
14
Universitas Indonesia
1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan
pengobatan
2. Identifikasi kepatuhan pasien
3. Pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya
cara pemakaian obat asma, penyimpanan insulin
4. Konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan obat
berdasarkan catatan pengobatan pasien.
6. Dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan
menggunakan Formulir Pelayanan Kefarmasian di rumah.
f. Pemantauan Terapi Obat
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping. Kriteria pasien yang dapat dilakukan pemantauan terapi
obat antara lain:
1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui
2. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis
3. Adanya multidiagnosis
4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati
5. Menerima obat dengan indeks terapi sempit.
6. Menerima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan.
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan
atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia
untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.
Kegiatan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) meliputi :
1. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami
efek samping obat
2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
15
Universitas Indonesia
3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan
menggunakan Formulir 10
Faktor yang perlu diperhatika dalam pelaksanaan Monitoring Efek Samping
Obat (MESO) ialah:
1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain
2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.
2.3 Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi
Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2015 menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat menyebabkan
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan
ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam Undang-Undang tentang
Narkotika. Psikotropika adalah zat/bahan baku atau obat, baik alamiah maupun
sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang
dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi
industri farmasi atau produk antara, produk ruahan, dan produk jadi yang
mengandung ephedrine, pseudoephedrine, norephedrine/phenylpropanolamine,
ergotamin, ergometrine, atau Potasium Permanganat.
Pengelolaan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi sebagai berikut
(Menteri KesehatanRepublik Indonesia, 2015) :
a. Pengadaan
Pengadaan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan berdasarkan surat pesanan (SP) dari apoteker penanggung jawab. Surat
pesanan narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis narkotika. Surat
pesanan psikotropika atau prekursor farmasi hanya dapat digunakan untuk 1 (satu)
atau beberapa jenis psikotropika atau prekursor farmasi. Surat pesanan untuk
16
Universitas Indonesia
narkotika, psikotropika, ataupun precursor farmasi harus terpisah dari pesanan obat
lainnya.
b. Penyerahan
Penyerahan narkotika, psikotropika, serta prekursor farmasi golongan obat
keras kepada pasien hanya dapat dilakukan berdasarkan resep dokter. Sedangkan
penyerahan narkotika, psikotropika kepada apotek lainnya, puskesmas, Instalasi
Farmasi RS, dan Instalasi Farmasi Klinik harus dengan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh apoteker penanggung jawab. Penyerahan prekursor farmasi
golongan obat keras kepada apotek lainnya, puskesmas, Instalasi Farmasi RS, dan
Instalasi Farmasi Klinik dapat dilakukan berdasarkan surat permintaan tertulis yang
ditandatangani oleh Apoteker/Tenaga Teknis Kefarmasian penanggung jawab atau
dokter yang menangani pasien.
c. Penyimpanan
Tempat penyimpanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi harus
mampu menjaga keamanan, khasiat, dan mutu. Tempat penyimpanan dapat berupa
gudang, ruangan, atau lemari khusus. Tempat penyimpanan narkotika dilarang
digunakan untuk menyimpan barang selain narkotika, begitu pula dengan
psikotropika. Lemari terbuat dari bahan yang kuat, tidak mudah dipindahkan dan
mempunyai dua buah kunci yang berbeda, diletakkan ditempat yang aman dan tidak
terlihat oleh umum, kunci lemari dikuasai oleh apoteker penanggung jawab atau
apoteker yang ditunjuk dan pegawai lain yang dikuasakan. Prekursor farmasi dalam
bentuk obat jadi di simpan pada tempat penyimpanan obat yang aman berdasarkan
analisis risiko.
d. Pemusnahan
Pemusnahan dapat dilakukan pada narkotika, psikotropika, dan prekursor
farmasi yang diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku
dan/atau tidak dapat diolah kembali, telah kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk
digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu
pengetahuan, termasuk sisa penggunaan, serta dibatalkan izin edarnya. Pemusnahan
dilakukan dengan saksi oleh Dinkes Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/BPOM
17
Universitas Indonesia
setempat serta dibuat berita acara pemusnahan dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusan
disampaikan kepada Dirjen Binfar dan Alkes, serta Kepala BPOM.
e. Pencatatan
Apotek wajib membuat pencatatan mengenai pemasukan dan pengeluaran
narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. Seluruh dokumen pencatatan,
dokumen penerimaan, dokumen penyaluran, dan dokumen penyerahan termasuk surat
pesanan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi wajib disimpan secara
terpisah paling singkat 3 (tiga) tahun.
f. Pelaporan
Apotek wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan
dan penyerahan/penggunaan narkotika dan psikotropika, setiap bulan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat.
Pelaporan dapat menggunakan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP) yang dikembangkan dan dikelola oleh Direktorat Bina Produksi dan
Distribusi Kefarmasian, Ditjen Binfar dan Alkes, Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Pelaporan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
18
Universitas Indonesia
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK
Apotek Kimia Farma No 7 dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek
(APA) dan didampingi oleh Apoteker Pendamping. Kegiatan teknis Apotek
dilaksanakan oleh Supervisor Pelayanan. Pelayanan di Apotek Kimia Farma No. 7
dilaporkan ke APA yang juga berfungsi sebagai Manager Bisnis di wilayah Bogor.
3.1. Lokasi Apotek
Apotek Kimia Farma No. 7 terletak di Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Bogor yang
ramai dilewati oleh kendaraan pribadi dan angkutan umum serta letaknya dekat
kompleks perumahan penduduk, perkantoran bisnis, Istana Bogor, Kebun Raya
Bogor, Pasar Anyar, dan stasiun KA Bogor.
3.2. Tata ruang Apotek
Bangunan apotek terdiri dari 4 lantai dimana setiap lantainya dimanfaatkan
sedemikan rupa yakni lantai 1, 2, dan 3 digunakan untuk melaksanakan pelayanan
bagi para pengunjung sedangkan lantai 4 digunakan sebagai kantor Bisnis Manajer.
Pada lantai 1 digunakan untuk apotek pelayanan, swalayan, optik, laboratorium
klinik, dokter umum, dan dokter spesialis jantung. Sedangkan pada lantai 2
digunakan untuk praktek dokter spesialis kandungan, dokter spesialis anak, dokter
spesialis bedah, dokter spesialis mata, dokter spesialis penyakit dalam, dokter
spesialis kulit dan terdapat pula apotek khusus peserta BPJS dan INHEALTH. Di
lantai 3 terdapat praktek dokter gigi, dan di lantai 4 digunakan untuk ruang rapat,
serta kantor untuk melakukan kegiatan Bisnis Manajer wilayah Bogor. Apotek Kimia
Farma juga dilengkapi dengan berbagai fasilitas yang diharapkan dapat memberikan
kenyamanan bagi para pengunjung Adapun pembagian ruangan atau tempat yang
terdapat di dalam apotek antara lain:
a. Ruang tunggu
Ruang tunggu pasien dikondisikan agar pasien merasa nyaman, di ruang tunggu
pasien juga terdapat swalayan yang menjual produk-produk OTC. Produk OTC
19
Universitas Indonesia
yang disediakan antara lain obat bebas, makanan dan minuman. Produk-produk
tersebut disusun rapi pada rak-rak atau gondola sehingga menarik dan mudah
dilihat oleh pasien.
b. Tempat penyerahan resep dan pengambilan obat.
Tempat ini berupa counter yang tingginya kurang lebih 1 meter untuk kegiatan
penyerahan resep dan pengambilan obat yang diatur sedemikian rupa agar tidak
menghalangi komunikasi antara pasien dengan petugas apotek.
c. Tempat penyerahan obat.
Tempat ini digunakan saat apoteker menyerahkan obat kepada pasien. Tempat
penyerahan obat dilengkapi dengan kursi dan meja agar tercipta suasana nyaman
dan komunikasi dapat berlangsung dengan baik.
d. Tempat peracikan
Ruangan ini berada di bagian dalam apotek sebelah kiri pintu masuk. Tempat ini
menjadi tempat peracikan obat-obat yang dilayani berdasarkan resep dokter.
e. Ruang bagian administrasi.
Ruangan ini difungsikan untuk membuat Bon Permintaan Barang Apotek
(BPBA) serta menginput data barang-barang yang telah dikirim oleh distributor
(penerimaan barang). Ruang administrasi berupa meja kerja yang dilengkapi
dengan komputer yang terhubung dengan sistem informasi apotek.
f. Ruang praktek dokter.
Ruang praktek dokter terletak di lantai 1, 2 dan 3 apotek yang terdiri dari
berbagai ruangan sesuai dengan jumlah dokter yang ada.
3.3. Struktur Organisasi dan SDM Apotek
Apotek Kimia Farma No. 7 dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai Manager
Apotek Pelayanan (MAP) atau yang lebih dikenal sebagai Apoteker Pengelola
Apotek (APA). Dalam melaksanakan tugasnya MAP atau APA dibantu oleh 2 orang
apoteker pendamping dan membawahi 17 orang asisten apoteker yang pada tiap shift
secara terjadwal merangkap juga sebagai kasir dan 5 orang juru racik. Pelayanan
Apotek Kimia Farma No. 7 dilakukan setiap hari selama 24 jam tidak terkecuali di
20
Universitas Indonesia
hari besar maupun hari libur, yang terbagi dalam tiga shift. Masing-masing shiftnya
disupervisi oleh apoteker atau asisten apoteker senior. Setiap pegawai apotek sudah
menjalankan tugas dan tanggung jawab masing-masing dengan baik. Apoteker
bertanggung jawab memimpin semua kegiatan apotek (teknis dan manajerial),
apoteker pendamping dan asisten apoteker bertanggung jawab pada pelayan di apotek
terutama pelayanan resep baik penjualan resep kredit maupun tender dengan
perusahaan atau instansi & bertanggung jawab pada rak-rak obat tertentu mengenai
persediaan obat, kasir bertanggung jawab terhadap transaksi penjualan, juru resep
bertanggung jawab membantu pasien dalam pelayanan resep terutama resep racikan
dan SPG yang mempunyai fungsi dan tanggung jawab terhadap pelayanan barang
yang ada di swalayan farmasi.
Struktur organisasi Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor dapat dilihat pada
lampiran 1.
3.4. Kegiatan Apotek
Kegiatan utama yang dilakukan apotek meliputi kegiatan teknis maupun non
teknis kefarmasian.
a. Kegiatan teknis kefarmasian
Kegiatan teknis kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan perbekalan farmasi
lainnya serta pengelolaan narkotika dan psikotropika.
1. Perencanaan
Perencanaan pengadaan barang dilakukan berdasarkan analisa pareto,
pola penyakit pasien, kemampuan masyarakat dan trend produk baru.
Perencanaan pengadaan barang ini dibuat berdasarkan history penjualan
periode sebelumnya dan buku defekta baik dari bagian pelayanan resep
maupun penjualan obat bebas. Dengan demikian dapat segera diketahui jenis
obat yang bersifat slow moving maupun fast moving sehingga pembelian
barang menjadi lebih efektif.
21
Universitas Indonesia
2. Pengadaan
Pengadaan barang baik berupa obat dan perbekalan farmasi lainnya
dilakukan oleh seorang asisten apoteker yang bertanggung jawab kepada
supervisor. Semua sistem pengadaan dan pembelian barang dipusatkan serta
dikoordinasi oleh Bussiness Manager (BM) Bogor. BM Bogor menggunakan
sistem Distribution Center (DC) untuk pengadaan barang di Apotek Kimia
Farma No. 7 dan apotek-apotek pelayanan lain yang berada di wilayah BM
Bogor. BM Bogor merupakan BM Kimia Farma Apotek yang pertama kali
menerapkan sistem DC. Berdasarkan sistem ini, pengeluaran dan pemasukan
barang di apotek langsung terhubung secara komputerisasi dengan Apotek
Bussiness Manager (BM) sehingga apotek BM dapat mengetahui barang yang
mencapai minimum stok dengan melihat history penjualan periode
sebelumnya. Barang yang mencapai minimum stok akan di dropping oleh BM
Bogor bagian gudang ke Apotek Kimia Farma No. 7 berdasarkan kebutuhan
apotek.
Namun karena sistem DC ini baru diterapkan di Kimia Farma Apotek
dan terkadang jumlah stok barang yang terdaftar di komputer dengan fisiknya
berbeda. Untuk mengatasi hal ini, pengadaan barang juga dibantu dengan
pembuatan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dimana setiap hari
dilakukan pengecekan barang secara fisik oleh petugas apotek. Barang-barang
yang sudah hampir habis dibuat BPBA untuk kemudian dikirimkan ke gudang
agar barang-barang yang sudah hampir habis tersebut disediakan oleh gudang.
Bila barang tidak tersedia di gudang maka akan dipesankan oleh bagian
pengadaan dan bagian pengadaan akan memesan barang melalui PBF resmi
dengan kriteria PBF yang dipilih, yaitu jangka waktu pembayaran yang
panjang dengan pelayanan yang baik, cepat dan tepat waktu, ada potongan
harga atau bonus serta dapat menjamin ketersediaannya barang.
Apotek pelayanan dapat melakukan pembelian mendesak (cito) jika
obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera namun tidak terdapat
22
Universitas Indonesia
persediaanya di apotek. Akan tetapi hal ini tetap harus dikomunikasikan
dengan bagian pembelian dari BM. Khusus untuk pengadaan narkotika,
pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui surat
pesanan.
Pembelian obat dan perbekalan farmasi lainnya tidak hanya berasal
dari PBF Kimia Farma, tetapi juga berasal dari PBF atau distributor resmi
lainnya. Adapun dasar pemilihan PBF atau distributor adalah sebagai berikut :
a) Jaminan ketersediaan barang.
b) Kualitas barang yang dikirim dapat dipertanggungjawabkan.
c) Besarnya potongan harga (diskon) yang diberikan.
d) Kecepatan pengiriman barang yang tepat waktu.
e) Cara pembayaran yang sesuai.
3. Penyimpanan barang
Apotek Kimia Farma No. 7 melakukan penyimpanan perbekalan
farmasi berdasarkan farmakologi, adapun yang dibagi berdasarkan pareto,
generik, dan bentuk sediaan. Untuk obat-obat yang dapat dibeli secara bebas,
diletakkan dibagian swalayan dan sebagian kecil diletakkan dibagian belakang
kasir agar mudah dilihat oleh pembeli.
a) Penyimpanan di rak obat
Penyimpanan obat atau perbekalan farmasi dilakukan oleh AA. Obat-
obat yang ada di Apotek Kimia Farma No. 7 telah tersusun dengan baik
sehingga mempermudah pada saat pengambilan obat. Penyimpanan dan
pengeluaran barang dilakukan berdasarkan sistem First In First Out (FIFO)
dan First Expired First Out (FEFO) untuk menghindari barang rusak karena
kadaluarsa. Obat-obat di ruang pelayanan dikeluarkan dari wadah aslinya dan
disimpan didalam kotak obat. Tiap kotak obat diberi identitas obat berupa
nama paten dan dosis serta label tahun kadaluarsa. Pada label tahun
kadaluarsa, terdapat tiga label berwarna, yaitu merah (obat kadaluarsa satu
tahun ke depan), kuning (obat kadaluarsa 2 tahun ke depan), hijau (obat
23
Universitas Indonesia
kadaluarsa 3 tahun ke depan atau lebih). Tiap kotak obat dilengkapi dengan
kartu stok untuk mencatat keluar masuknya barang.
Setiap pemasukan dan pengeluaran obat harus dilakukan pencatatan di
kartu stok dan pada saat barang dibayar oleh pembeli petugas di bagian
administrasi akan melakukan input ke dalam sistem di komputer. Pada kartu
stok untuk tiap obat digunakan untuk melakukan pencatatan tanggal pengisian
atau pengambilan, nomor dokumen, jumlah yang diisi atau diambil, sisa
barang dan paraf petugas yang melakukan pengisian/pengambilan barang.
Setiap AA bertanggung jawab terhadap stok barang yang ada di rak
penyimpanan obat. Penyimpanan kotak obat dalam rak penyimpanan obat dan
alat kesehatan disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi
dibedakan dengam kategori sebagai berikut :
a) Rak penyimpanan obat ethical (obat bebas, bebas terbatas, dan keras),
obat narkotika didimpan di dalam lemari khusus yang terkunci, obat
generik, bahan baku, sediaan sirup atau suspensi, obat tetes/drops dan
obat topikal dan tetes mata, sediaan injeksi (ampul dan infus) dan alat
kesehatan
b) Obat psikotropika disimpan di dalam lemari khusus (OKT). Obat
narkotika didimpan di dalam lemari khusus yang terkunci.obat
generik, bahan baku, sediaan sirup atau suspensi, obat tetes/drops dan
obat topikal dan tetes mata, sediaan injeksi (ampul dan infus) dan alat
kesehatan
c) Rak es untuk penyimpanan sediaan yang termolabil.
Penyimpanan perbekalan farmasi yang dapat dibeli secara bebas
Perbekalan farmasi yang dapat dibeli secara bebas disimpan di rak-rak
penjualan obat bebas swalayan farmasi di samping ruang tunggu pasien dan
dilemari tepat di belakang kasir apotek. Penyimpanan produk OTC disusun
berdasarkan bentuk sediaan dan sifat farmakologi.
4. Penjualan
Penjualan yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma No. 7 meliputi :
24
Universitas Indonesia
a) Penjualan obat dengan resep yang dibayar tunai
Penjualan tunai dengan resep dokter dilakukan terhadap pelanggan
yang langsung datang ke apotek untuk menebus obat yang dibutuhkan dan
dibayar secara tunai. Prosedur pelayanan resep tunai adalah sebagai berikut :
1. Petugas apotek dibagian penerimaan resep menerima resep dari pasien.
Resep diberi nomor urut.
2. Asisten Apoteker akan memeriksa ada atau tidaknya obat dalam
persediaan baik di dalam sistem maupun yang ada pada fisiknya. Bila
obat hanya diambil sebagian atau tidak semuanya, maka petugas apotek
wajib membuat salinan resep
3. Petugas menyiapkan obat sesuai dengan resep
4. Setelah obat selesai disiapkan maka obat diberi etiket dan dimasukkan ke
dalam wadah
5. Sebelum obat diserahkan kepada pasien dilakukan pemeriksaan kembali
kesesuaian resep dan etiket obat
6. Obat diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi
tentang cara pemakaian obat dan informasi lain yang diperlukan pasien.
7. Lembaran resep asli disimpan oleh apotek dan dipisahkan antara resep
narkotik dan resep non narkotik. Resep disimpan menurut nomor urut dan
tanggal resep serta disimpan dengan rapih sekurang-kurangnya tiga tahun.
b) Penjualan obat dengan resep dibayar kredit
Penjualan obat dengan resep berdasarkan perjanjian kerja sama yang
telah disepakati oleh suatu perusahaan/instansi dengan apotek yang
pembayarannya dilakukan secara kredit melalui penagihan kepada
perusahaan secara berkala.Pelayanan resep kredit yang diterima Apotek
Kimia Farma No.7 Bogor yang bekerja sama dengan instansi-instansi
terkait seperti BPJS, INHEALTH dan rekanan perusahaan (TELKOM,
PLN, dan lain-lain) yang menyediakan anggaran kesehatan bagi para
karyawannya serta pasien dokter praktek bersama Apotek Kimia Farma
No. 7 (doctor in house) dan praktek dokter luar Kimia Farma. Dengan
25
Universitas Indonesia
adanya permintaan resep yang berasal dari instansi/perusahaan, maka hal
ini tentunya dapat meningkatkan omset dari apotek pelayanan.
Kesepakatan tersebut dapat dilakukan oleh seorang APA dari apotek
pelayanan atau diatur oleh pihak Bisnis Manajemen. Kelebihan dari adanya
bentuk kerja sama ini biasanya terdapat pada kelonggaran waktu piutang
yang ditawarkan oleh pihak apotek pelayanan kepada pihak yang
bersangkutan. Sedangkan dengan sistem ini juga memiliki kerugian yaitu
karena pembayaran oleh pihak perusahaan/instansi dilakukan setelah
pasien mendapat obat yang diresepkan sehingga bagi apotek perlu
penambahan modal kerja, penekanan harga jual yang diminta oleh pihak
perusahaan/instansi, dan administrasi penagihan yang rumit karena resep
harus di fotocopy serta dibuat rekapitulasi tagihan yang dilengkapi dengan
faktur dan kwitansi.
Prosedur pelayanan resepyang dibayar kredit pada dasarnya sama
dengan pelayanan resep yang dibayar tunai, hanya saja pada pelayanan
resep kredit terdapat beberapa perbedaan seperti :
(1) Resep yang telah diterima dan diperiksa tidak dilakukan penetapan
harga dan pembayaran oleh pasien. Resep yang diserahkan kepada
petugas akan langsung disiapkan/diracik apabila semua obat yang ada
di dalam resep masuk dalam daftar obat yang dicover oleh pihak
perusahaan/instansi. Sedangkan bila terdapat obat yang tidak masuk
dalam daftar baik sebagian atau seluruhnya, diinformasikan kepada
pasien dan diajukan penawaran untuk pembayaran obat tersebut atau
tidak diambil.
(2) Penomoran resep diberikan tanda khusus.
(3) Resep disusun dan disimpan terpisah dari resep yang dibayar tunai
kemudian dikumpulkan dan dijumlahkan nilai rupiahnya berdasarkan
masing-masing perusahaan/instansi untuk dilakukan penagihan pada
saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati bersama.
c) Swalayan farmasi
26
Universitas Indonesia
Swalayan farmasi yang dimaksud adalah tempat penjualan obat dan
perbekalan farmasi lainnya yang dapat dibeli secara bebas tanpa resep dari
dokter seperti obat OTC (Over The Counter) baik obat bebas maupun obat
bebas terbatas. Prosedur penjualannya dilakukan sebagai berikut :
(1) Pembeli yang datang dapat mengambil sendiri produk atau perbekalan
farmasi yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan. Apoteker atau
petugas dapat membantu melayani pasien dengan memberikan
informasi dan saran.
(2) Petugas akan langsung menginformasikan harga. Jika pasien
menyetujui, petugas melakukan entry perbekalan farmasi atau barang
yang dibeli dan pembeli langsung membayar ke kasir.
(3) Pasien melakukan pembayaran di kasir dan perbekalan farmasi atau
barang beserta dengan struk sebagai bukti pembayaran diserahkan
kepada pembeli.
d) Penjualan sediaan standar (anmaak)
Sediaan standar (anmaak) adalah sediaan yang diproduksi sendiri oleh
apotek dengan formula standar untuk dijual bebas atau berdasarkan resep
dokter. Pertimbangan pembuatan sediaan standar ini adalah lebih ekonomis
sehingga dapat terjangkau oleh pasien yang kurang mampu. Pembuatannya
dilakukan dalam jumlah yang sedikit sehingga diharapkan dalam waktu
yang tidak terlalu lama sediaan standar (anmaak) dapat habis dan dapat
dibuat kembali. Sediaan standar yang dibuat Apotek Kimia Farma No. 7
antara lain : Aquades, BSM, PK 5% (Permanganat Kalium 5%) dan
Epitema.
(2) Kegiatan non teknis kefarmasian
Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Kimia Farma
No. 7 berupa pembuatan laporan bulanan (BPBA dan Dropping), laporan
operasional, laporan narkotik dan psikotropik, laporan kinerja karyawan,
penerapan SOP, pelatihan baik yang dilakukan oleh BM maupun KF pusat,
penyerahan BPBA ke BM serta memasukkan data resep tunai dan kredit. Adapun
27
Universitas Indonesia
beberapa kegiatan yang melibatkan peranan staff BM meliputi pencatatan yang
dilakukan oleh bagian administrasi dan keuangan di Bisnis Manajer (BM).
Kegiatan administrasi ditangani oleh beberapa staff administrasi dan keuangan
yang bertanggung jawab kepada supervisor administrasi dan keuangan, sedangkan
kegiatan keuangan ditangani oleh kasir besar. Supervisor administrasi dan
keuangan serta kasir besar bertanggung jawab langsung kepada BM.
3.5. Pengelolaan narkotika
Pengelolaan narkotika diatur secara khusus mulai dari pengadaan hingga
pemusnahan untuk mencegah terjadinya kemungkinan penyalahgunaan obat
narkotika. Pelaksanaan pengelolaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 7 meliputi
:
a. Pemesanan narkotika
Pemesanan sediaan nerkotika dilakukan secara tertulis sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam bentuk surat pesanan (SP) dimana satu lembar SP
digunakan hanya untuk memesan satu produk narkotika. SP terdiri dari 4 rangkap
yang ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA) kemudian dikirim ke
BM dan pemesanan dilakukan ke PBF.
b. Penerimaan narkotika
Penerimaan narkotika dari PBF harus diterima oleh APA atau dilakukan
dengan sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah
dilakukan pemeriksaan dengan SP mengenai jenis dan jumlah narkotika yang
dipesan.
c. Penyimpanan narkotika
Obat-obat yang termasuk dalam golongan narkotika di Apotek Kimia Farma
No. 7 disimpan dalam lemari khusus yang terbuat dari kayu dan terpisah dari lemari
obat lainnya. Lemari tersebut terdiri dari dua pintu yang memiliki kunci berbeda,
yang hanya dapat digunakan oleh pihak yang diberi wewenang.
d. Pelayanan narkotika
28
Universitas Indonesia
Apotek Kimia Farma No. 7 hanya melayani narkotika dari resep asli atau
salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 7 sendiri yang belum
diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak melayani pembelian
obat narkotika tanpa resep atau pengulangan resep yang ditulis oleh apotek lain.
Untuk kebutuhan persediaan sarana pelayanan farmasi lain, Apotek Kimia Farma No.
7 juga melayani pemberian narkotika yang melampirkan SP narkotika dengan tanda
tangan APA sarana tersebut.
e. Pelaporan narkotika
Pelaporan penggunaan narkotika di Apotek Kimia Farma No. 7 dibuat setiap
bulan dan selambat-lambatnya dikirim tanggal 10 setiap bulannya. Laporan dibuat
rangkap 3 dan ditandatangi oleh Manajer Apotek Pelayanan dengan mencantumkan
nama jelas, alamat apotek, dan stempel apotek. Data tersebut dilaporkan melalui
Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) secara online.
f. Pemusnahan narkotika
Adapun prosedur dari pemusnahan narkotika adalah sebagai berikut :
1) APA membuat dan menandatangani surat permohonan untuk pemusnahan
nakotika yang berisi antara lain jenis dan jumlah narkotika yang rusak dan
atau tidak memenuhi persyaratan.
2) Surat permohonan yang telah ditandatangani oleh APA dikirimkan ke Balai
Besar POM dan Kepala Kantor Dinkes Kota Bogor dan selanjutnya akan
ditentukan waktu dan tempat pemusnahan.
3) Kemudian dibentuk panitia pemusnahan yang terdiri dari Apoteker Pengelola
Apotek, Asisten Apoteker, Petugas Balai Besar POM dan Kepala Kantor
Dinkes Kota Bogor.
4) Bila pemusnahan narkotika telah dilaksanakan, dibuat berita Berita Acara
Pemusnahan (BAP) yang berisi :
a) Hari. Tanggal, bulan, tahun dan tempat dilakukannya pemusnahan.
b) Nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
c) Cara pemusnahan.
d) Petugas yang melakukan pemusnahan.
29
Universitas Indonesia
e) Nama dan tanda tangan APA
5) Selanjutnya BAP dikirimkan kepada :
a) Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM)
b) Kepala Dinkes Kesehatan Provinsi Jawa Barat
c) Arsip Apotek.
3.6. Pengelolaan Psikotropika
Pengelolaan psikotropika di Apotek Kimia Farma No. 7 dilakukan sebagai
berikut :
a. Pemesanan psikotropika
Apotek dapat memesan sediaan pasikotropika melalui bagian pembelian
dengan menggunakan surat pesanan khusus psikotropika yang ditandatangani oleh
APA. Untuk psikotropika, satu lembar surat pesanan dapat digunakan untuk
memesan lebih dari 1 produk jenis obat psikotropika yang berasal dari PBF yang
sama. Surat pesanan dibuat dalam rangkap 2, masing-masing diserahkan ke PBF
yang bersangkutan dan sebagai arsip di apotek.
b. Penerimaan psikotropika
Penerimaan psikotropika dari PBF diterima oleh APA atau dilakukan dengan
sepengetahuan APA. Apoteker akan menandatangani faktur setelah dilakukan
pemeriksaan yang meliputi jenis dan jumlah psikotropika yang dipesan.
c. Penyimpanan psikotropika
Penyimpanan obat golongan psikotropika disimpan di lemari khusus yang
terpisah dari sediaan lain.
d. Pelayanan psikotropika
Apotek Kimia Farma No. 7 melayani resep psikotropika dari resep asli atau
salinan resep yang dibuat oleh Apotek Kimia Farma No. 7 sendiri atau dari apotek
lain yang belum diambil sama sekali atau baru diambil sebagian. Apotek tidak
melayani pembelian obat golongan psikotropika tanpa resep.
e. Pelaporan psikotropika
30
Universitas Indonesia
Serupa dengan pelaporan obat golongan narkotika, pelaporan obat golongan
psikotropika pun dilakukan satu kali dalam sebulan.
f. Pemusnahan psikotropika
Tata cara pemusnahan psikotropika sama dengan tata cara pemusnahan
narkotika. Dalam pelaksanaannya pemusnahan psikotropika dapat dilakukan
bersamaan dengan pemusnahan narkotika, dilakukan oleh satu tim yang terdiri dari
pejabat yang mewakili departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan
dan ditambah personil dari apotek terkait. Setiap pemusnahan narkotika atau
psikotropika wajib membuat BAP.
31
Universitas Indonesia
BAB 4 PELAKSANAAN PRAKTEK KERJA PROFESI
4.1 Tempat dan Waktu
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 7 dilaksanakan
selama 1 bulan mulai dari tanggal 5 Januari 2016 sampai dengan tanggal 29 Januari
2016.
4.2 Kegiatan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker,
termasuk pelaksanaan tugas khusus dapat dilihat pada lampiran 10
32 Universitas Indonesia
BAB 5 PEMBAHASAN
Apotek Kimia Farma No.7 Bogor merupakan salah satu Apotek Kimia Farma
yang berada di wilayah pengelolaan Bisnis Manajer wilayah Bogor.Apotek ini
merupakan apotek pelayanan yang juga berfungsi sebagai Business Manager (BM)
sehingga lebih memudahkan dalan urusan operasional.
Sumber daya manusia yang terdapat di apotek memiliki tanggung jawab
masing-masing dan struktur organisasi yang baik agar pembagian tugas, wewenang
dan tanggung jawab menjadi jelas, tidak terjadi penyimpangan dalam bekerja, serta
memudahkan pengawasan dan pertanggungjawaban agar kegiatan apotek dapat
berjalan dengan lancar.Apoteker Pengelola Apotek (APA) menjabat sebagai Manajer
Bisnis untuk wilayah Bogor dan dibantu oleh Manager Apotek Pelayanan (MAP)
yang bertugas mengelola seluruh kegiatan di apotek sesuai yang telah ditetapkan.
Selain menjadi sarana dalam melakukan pelayanan kefarmasian, Apotek juga
berupakan unit bisnis retail yang melakukan pengelolaan perbekalan farmasi dan
menjalankan standar pelayanan farmasi. Oleh karena itu, diperlukan sistem
manajerial yang baik agar bisnis berjalan dengan lancar. Namun, pengelolaan apotek
juga tidak lepas dari pelayanan farmasi yang berorientasi kepada pasien (patient
oriented). Konsep pengelolaan bisnis dan pelayanan farmasi ini harus berjalan
beriringan agar apotek dapat mendatangkan keuntungan dan menyediakan pelayanan
farmasi yang memuaskan bagi pelanggan.
5.1 Lokasi dan Tata ruang Apotek
5.1.1. Lokasi Apotek
Apotek Kimia Farma No. 7 berada di Jalan H. Juanda No. 30, Bogor yang
letaknya strategis yaitu dilalui jalan besar dua arah, dekat wilayah perkantoran,
tempat pariwisata, pusat perbelanjaan, dan mudah dijangkau dengan kendaraan
pribadi maupun kendaraan umum. Apotek ini terletak di pusat kota Bogor yang
terdapat penduduk yang cukup padat dan beroperasi tiap hari, tidak terkecuali di hari
33
Universitas Indonesia
besar. Hal ini dilakukan dalam upaya untuk menunjukkan dedikasi yang besar kepada
pelanggan dalam memberikan pelayanan yang terbaik.
Apotek Kimia Farma menerapkan slogan One Stop Health Care Solution,
dimana apotek menyediakan berbagai pelayanan kesehatan seperti layanan praktik
dokter, laboratorium klinik,pelayanan fisioterapi dan optik untuk melayani kebutuhan
pengobatan pelanggan.
5.1.2 Tata Ruang Apotek
Bangunan apotek terdiri dari 3 lantai, dimana lantai 1 digunakan untuk
swalayan farmasi dan pelayanan resep umum, sedangkan lantai 2 merupakan tempat
pelayanan resep BPJS dan beberapa praktik dokter, serta di lantai 3 terdapat pula
praktik dokter dan ruang tata usaha yang digunakan untuk kegiatan Bisnis Manajer
wilayah Bogor. Apotek juga dilengkapi dengan gudang farmasi, alat kesehatan, optik,
laboratorium dan praktek dokter. Hal ini merupakan salah satu di antara strategi
apotek untuk menarik pelanggan yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan
di apotek. Fasilitas ini bertujuan untuk mencapai tujuan apotek dalam menciptakan
suatu sistem kesehatan yang komprehensif bagi pelanggan dimana pelanggan bukan
hanya dapat membeli obat di apotek tetapi juga dapat memeriksakan kesehatannya.
Apotek juga telah dilengkapi dengan sarana penunjang seperti toilet dan mushola
yang dapat digunakan oleh pelanggan apotek.
Dilihat dari desain eksterior, apotek memenuhi standar dengan ciri khusus
terdapat papan nama berlogo Kimia Farma yang cukup besar. Hal ini merupakan
tanda pengenal bagi keberadaan Apotek Kimia Farma sehingga mudah dikenali dan
diingat oleh konsumen. Sedangkan berdasarkan desain interior, terdapat ruang
tunggu, swalayan, tempat penerimaan resep dan kasir, ruang penyimpanan obat,
ruang peracikan dan tempat penyerahan resep. Ruang tunggu apotek dikondisikan
agar pasien merasa nyaman.
Swalayan apotek terletak satu ruangan dengan ruang tunggu yang sudah
tertata dengan baik dan rapi. Barang yang terdapat di swalayan merupakan obat-
obat over the counter (OTC) dan kosmetik. Barang-barang yang disediakan sudah
cukup lengkap dengan penataan berdasarkan jenisnya yaitu produk bayi, obat-
34
Universitas Indonesia
obatan, obat tradisional, vitamin dan mineral, produk oral dan topikal, sabun, produk
rumah tangga, sabun, peralatan mandi, dan produk perawatan pribadi. Hal ini
bertujuan agar penyusunan lebih artistik sehingga memudahkan pelanggan dalam
mencari obat yang diinginkannya. Terdapat pula SPG yang dapat membantu
pelanggan untuk mendapatkan informasi obatuntuk produk – produk konsinyasi yang
bekerjasama dengan apotek. Swalayan apotek ini memiliki kekurangan yaitu tidak
mencantumkan harga produk di swalayan sehingga pasien merasa kesulitan dalam
memperoleh informasi terkait harga produk tersebut dan pelanggan dan petugas
apotek harus bertanya terlebih dahulu ke kasir untuk mengetahui harga barang yang
dijual di swalayan karena sebagian besar data harga produk hanya terdapat di
database komputer kasir. Selain itu, terdapat pula ruang peracikan yang terletak di
bagian samping tempat penyerahan resep. Peracikan obat berdasarkan resep dokter di
lakukan di ruangan ini.
Apotek melayani pembelian obat resep dan non resep serta perbekalan
kesehatan lainnya. Tempat penerimaan resep, kasir dan penyerahan obat berupa
counter yang berada pada satu tempat.Hal ini menguntungkan sehingga tidak terjadi
penumpukan pasien di ruang tunggu apabila apotek dalam keadaan sangat ramai,
khususnya pada malam hari. Terdapat dua orang kasir yang dibedakan menjadi kasir
untuk OTC dan kasir untuk melayani resep pada bagian pelayanan resep umum.
Pembagian ini ditujukan untuk efektifitas dalam pelayanan, namun dalam
pelaksanaannya belum maksimal karena pasien masih kurang paham mengenai alur
pembayaran. Hal ini disebabkan karena kurang jelasnya petunjuk mengenai kasir
untuk OTC dan kasir untuk pelayanan resep.
Ruangan di Apotek KF No. 7 Bogor ini diatur sedemikian rupa sehingga
memudahkan kegiatan pelayanan kesehatan di apotek dan memberikan kenyamanan
pada pasien dan pegawai di apotek.Berdasarkan pengamatan yang dilakukan selama
Praktek Kerja Profesi, tata ruang dan bangunan Apotek Kimia Farma No. 7 sudah
memenuhi syaratsesuai dengan Kepmenkes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002.
Apotek Kimia Farma No.7 Bogor dikepalai oleh seorang Apoteker Pengelola
Apotek (APA) yang dibantu oleh apoteker pendamping dan asisten apoteker.
35
Universitas Indonesia
Pelaksanaan kegiatan pelayanan kefarmasian masih belum maksimal, dikarenakan
kegiatan pelayanan kefarmasian lebih dominan dilakukan oleh asisten apoteker
sehingga masih belum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 35 Tahun
2015 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek.
5.2. Sumber Daya Manusia (SDM) Apotek
Apotek menggunakan sistem kerja 3 shift. Masing-masing shift selama 7 jam
kerja. Jam kerja untuk apoteker pendamping dibagi menjadi 2 shift yang juga bekerja
selama 7 jam yaitu shift pagi dan shift sore. Akan tetapi, dalam
pelaksanaannya,terdapat beberapa kali jadwal apoteker pendamping yang tidak
terpenuhi sehingga tugas apoteker pendamping yangbiasanya melakukan kegiatan
penyerahan obat, Dalam melaksanakan sistem pengelolaan apotek, petugas AA juga
merangkap sebagai petugas kasir dan administrasi.
Pelayanan kasir terdiri dari 2 orang petugas kasir untuk pelayanan resep, 1
petugas untuk pelayanan di counter swalayan dan 1 petugas lagi untuk pelayanan
resep BPJS. Petugas kasir di swalayan tidak hanya melayani pembelian produk-
produk di swalayan, namun juga melayani pembayaran resep umum.Pelayanan kasir
sudah cukup ramah dalam melayani pelanggan. Petugas menyambut pelanggan
dengan senyum dan salam yang ramah, menawarkan bantuan, serta mengakhiri
proses layanan kasir dengan ucapan terima kasih atas kunjungan pelanggan dan
harapan agar pasien lekas sembuh. Akan tetapi, terdapat beberapa kali disaat kasir
meninggalkan tempat sehingga pelanggan-pelanggan yang akan membeli obat harus
menunggu beberapa saat didepan kasir dan tidak langsung dilayani. Hal ini dapat
berdampak pada kepuasan pelanggan sehingga AA dapat lebih profesional lagi dalam
menjalankan tugasnya saat mendapatkan tugas menjadi kasir di apotek atau dapat
mencari pengganti sementara apabila ingin meninggalkan tempat kasir.
Selain petugas apotek, terdapat beberapa Sales Promotion Girl (SPG) yang
ditugaskan di apotek. SPG membantu dalam meningkatkan penjualan produk dan
mengambilkan produk-produk yang ditempatkan di area swalayan farmasi. Hal ini
sangat membantu petugas apoteker untuk memberikan pelayanan yang cepat.
36
Universitas Indonesia
5.3. Kegiatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Apotek
Kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi di Apotek kimia Farma No. 7
meliputi kegiatan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, dan pelayanan obat dan
perbekalan farmasi kepada pelanggan.
5.3.1. Kegiatan Perencanaan & Pengadaan
Pengadaan yang efektif harus menjamin ketersediaan dalam jenis dan jumlah
yang tepat dengan harga yang ekonomis dan memenuhi persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan. Oleh karena itu, kegiatan pengadaan barang di Apotek Kimia
Farma dilakukan secara terpusat oleh bagian pembelian Distribution Centers (DCs)
di Bisnis Manajer (BM). Selain itu juga bertujuan agar Apotek Pelayanan
berkonsentrasi terhadap pelayanan farmasi di masyarakat. Berdasarkan sistem DC,
pengeluaran dan pemasukan barang di apotek langsung terhubung secara
komputerisasi dengan Bussiness Manager (BM) sehingga BM dapat mengetahui
barang yang mencapai minimum stok. Khusus untuk pemesanan narkotika dan
psikotropik tidak termasuk ke dalam sistem Distribution Center (DC) melainkan
langsung dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan
Sistem DCs ini memiliki beberapa keuntungan, antara lain efisien dalam hal
modal terkait dengan pembelian barang yang lebih ekonomis karena dilakukan dalam
jumlah besar sehingga potongan harga yang diperoleh lebih besar. Selain itu juga
dapat menghemat faktur pembelian dan kemungkinan memperoleh potongan harga
dari PBF cukup besar karena pembelian dilakukan dalam jumlah besar. Dasar
perencanaan pengadaan sistem ini dibuat berdasarkan stock level seluruh apotek
pelayanan berdasarkan rata-rata penjualan per hari yang diperoleh dari data sales
histories minimal 1 bulan dari masing-masing apotek. Dengan sistem informasi
manajemen yang terintegrasi maka dapat diketahui stock level mulai dari pareto A
hingga C, buffer stock, serta lead time untuk masing-masing apotek. Dengan
demikian perencanaan persediaan dapat ditentukan dengan cepat. Selain itu,
administrasi pemesanan/pembelian sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
lebih efisien dan efisiensi modal juga meningkat.
37
Universitas Indonesia
Namun, terdapat kendala dari sistem DC ini dimana terkadang terjadi
ketidakcocokan antara data persediaan di komputer dengan stok fisik barang. Hal ini
dapat menyebabkan pelayanan obat di apotek menjadi lebih lama karena masalah
kekosongan persediaan karena memerlukan waktu untuk pengambilan barang CITO
langsung ke gudang. Penyebab lain yang juga menyebabkan kekosongan/kelebihan
persediaan, yaitu perencanaan persediaan yang tidak tepat dan kurang disiplinnya
petugas apotek dalam menjaga stok obat dilemari penyimpanan (penyimpanan yang
tidak rapi, tercecer ditempat lain, atau persediaan rusak atau hilang). Perencanaan
yang baik dapat mencegah kekosongan maupun kelebihan persediaan. Oleh karena
itu, jumlah stok barang di kartu stok/komputer diharapkan dapat sama dengan stok
fisiknya. Fungsi pengadaan yang baik merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan keberhasilan apotek secara keseluruhan karena dapat menjamin
persediaan barang di apotek. Selain itu, barang yang kurang laku akan dijual paksa
dan barang yang terjadi lonjakan penjualan kurang bisa direspon dengan cepat. Hal
ini dapat menyebabkan pelayanan obat di apotek menjadi lama karena masalah
kekosongan persediaan dan memerlukan waktu untuk pengambilan barang CITO
langsung ke gudang.
Indikator keberhasilan dari fungsi pengadaan adalah Harga Pokok Penjualan
(HPP) yang rendah dan jumlah resep yang ditolak sangat kecil. Untuk obat dalam
golongan narkotika dan psikotropika, pengadaan dilakukan secara tertulis
berdasarkan ketentuan yang berlaku. Pengadaan dilakukan dengan cara memesan
langsung ke PBF dengan lembar Surat Pemesanan (SP) khusus. SP Narkotika dan SP
psikotropika yang telah dibuat harus dibuat dengan mencantumkan nama dan SIPA
Apoteker Pengelola Apotek (APA). Untuk pemesanan narkotika, pemesanan
dilakukan ke PBF Kimia Farma selaku distributor tunggal.
5.3.2. Penerimaan Perbekalan Farmasi
Penerimaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian baik melalui pembelian langsung, tender
atau konsinyasi dari PBF/distributor ke gudang. Petugas melakukan verifikasi
38
Universitas Indonesia
penerimaan/penolakan dengan memeriksa kesesuaian jenis,spesifikasi, jumlah, mutu,
expired date, waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan.
Pendistribusian barang dari gudang ke apotek pelayanan dilakukan 2 kali
dalam seminggu. Untuk Apotek Kimia Farma No.7 sendiri, dropping dilakukan pada
hari senin dan hari kamis. Perbekalan farmasi dapat diantarkan oleh gudang atau juga
bisa langsung diambil oleh apotek itu sendiri. Penerimaan barang dilakukan oleh AA
dengan memeriksa kesesuaian antara barang yang diterima dengan faktur. Apabila
ditemukan ketidaksesuaian, maka petugas apotek dapat langsung mengkonfirmasikan
kepada petugas gudang. Pengecekan yang dilakukan seperti kesesuaian nama obat,
jumlah, nomor batch, dan expired date. Pengecekan kondisi barang juga dilihat agar
tidak ada barang rusak atau cacat karena proses pengiriman.
5.3.3. Penyimpanan Perbekalan Farmasi
Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya yang diterima diletakkan
pada tempat yang sesuai. Penyimpanan barang-barang di apotek dilakukan di dua
area, yaitu area apotek dan area swalayan farmasi.
Penyimpanan obat di apotek sudah sesuai dengan program GPP (Good
Pharmacy Practice), yaitu penyimpanan dilakukan berdasarkan kelas terapi yang
dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Hal ini baik dilakukan untuk
meminimalisasi kesalahan penyerahan obat dan juga memudahkan apoteker untuk
memberikan alternatif obat pengganti yang mengandung zat aktif yang sama. Selain
itu, penyimpanan sediaan farmasi harus sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan
masing-masing produk, misalnya: pada kondisi khusus dalam lemari pendingin untuk
produk supossitoria, vaksin, dan serum; dan penyimpanan obat tertentu seperti
narkotika, psikotropika, OKT, dan obat mahal yang dilketakkan di lemari yang
terkunci dan hanya dapat diakses oleh AA yang diberi kuasa untuk memegang kunci.
Cara penyimpanan yang sesuai juga harus diperhatikan selain memperhatikan
waktu penyimpanan. Berdasarkan cara penyimpanan yang tertera pada brosur, produk
nebulizer harus tetap disimpan di dalam wadah aluminium dan hanya bertahan
selama 3 bulan semenjak kemasan aluminium dibuka. Akan tetapi, terdapat sediaan
cair untuk nebulizeryang dipisahkan dari wadah aluminium. Hal ini dapat dapat
39
Universitas Indonesia
menimbulkan kerugian apabila sediaan yang sudah 3 bulan tidak terjual dan tidak
dapat digunakan kembali.
Penyimpanan obat sebaiknya menerapkan prinsip First In First Out
(FIFO)dan First Expired First Out (FEFO) serta didukung dengan catatan
penyimpanan yang untuk mengontrol sediaan farmasi baik secara manual maupun
komputerisasi. Hasil pengamatan menunjukkan obat yang datang langsung disimpan
dalam kotak obat dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa obat. Penandaan
kadaluarsa tersebut dilakukan dengan menempelkan stiker berwarna. Prinsip FIFO
dan FEFO masih belum terlalu diperhatikan oleh petugas apotek sehingga
kemungkinan obat kadaluwarsa lebih banyak. Upaya yang telah dilakukan dalam
mengelola tanggal kadaluwarsa obat dengan memberi label warna yang menunjukkan
tahun kadaluarsa obat pada setiap kotak obat. Warna tersebut dibedakan menjadi
merah, kuning hijau. Label warna merah digunakan untuk menunjukkan obat-obat
yang memiliki waktu kadaluwarsa lebih cepat yaitu dalam waktu 1 tahun terakhir.
Namun, pengecekan tanggal kadaluwarsaharus dilakukan secara rutin. Setiap petugas
apotek yang diberi tanggung jawab untuk mengontrol stok obat yang ada di lemari
penyimpanan sebaiknya lebih dapat mengoptimalisasi kinerjanya agar dapat
mencegah ketidaksesuaian stok dan kadaluarsa obat.
Buku/kartu stok barang digunakan sebagai catatan manual untuk mengetahui
waktu, sumber, jumlah, dan petugas yang melakukan pemasukan/pengeluaran obat.
Pencatatan kartu stok juga sebaiknya diisi dengan rapi, lengkap, dan benar. Hal ini
penting untuk menjaga agar stok obat terkontrol dengan baik serta sesuai antara
jumlah fisik obat dengan jumlah pada kartu stok. Namun, hal ini sering dilupakan
terutama pada jam-jam sibuk apotek. Oleh karena itu, pada saat stock opname
dilakukan, banyak ditemukan ketidakcocokan antara jumlah fisik barang dan jumlah
pada kartu stok. Catatan komputerisasi menjadi sangat penting untuk pengecekan
dalam mengontrol persediaan. Oleh karena itu, setiap petugas lebih dapat
menjalankan standar operasional kegiatan lebih baik lagi.
Setiap pemasukan dan pemakaian obat/barang di input ke dalam komputer
dan dicatat pada kartu stok yang eliputi tanggal pengambilan/pemasukan barang,
40
Universitas Indonesia
nomor dokumen, jumlah barang yang iisi/diambil, sisa barang, dan paraf tugas yang
melakukan pengambilan/pengisian barang. Hal ini dilakukan untuk memeriksa
kesesuaian antara stok fisik dengan stok yang ada di kartu stok atau komputer,
pemeriksaan tanggal kadaluwarsa, dan untuk mengetahui obat-obat mana yang
tergolong slow moving atau fast moving. Pada saat pemeriksaan, terkadang ditemukan
adanya ketidaksesuaian antara stok fisik dan yang tercatat/tertera pada kartu stok atau
komputer. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan pada saat pengambilan
atau pemasukan obat, tidak hilang. Penyusunan obat berdasarkan efek farmakologis
dinilai baik karena memudahkan asisten apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya
untuk mengetahui obat-obat yang termasuk kedalam efek farmakologis tertentu
seperti obat-obat yang memiliki efek farmakologis pada kardiovaskular, saluran
pencernaan, susunan saraf pusat, dan lain-lain. Selain itu, juga memudahkan tenaga
kefarmasian untuk menginformasikan kepada pasien terkait efek farmakologis obat
tersebut. Namun, untuk obat generik hanya disusun berdasarkan alfabetis.
Penyimpanan obat pada kotak obat belum dilakukan sesuai standar. Obat
yang disimpan di ruang pelayanan dikeluarkan dari wadah aslinya dan diletakkan
dalam kotak obat yang disertai label nama obat dan kekuatannya. Proses
penyimpanan tersebut masih belum sesuai dengan PMK nomor 35 tahun 2014
dimana obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Penyimpanan obat-obat di ruang racik dikelompokkan berdasarkan bentuk
sediaan, jenis sediaan, dan alfabetis serta disusun di rak penyimpanan menurut efek
farmakologisnya.Obat-obat yang disimpan di ruang racik juga dikelompokkan lagi
menjadi obat generik, injeksi, obat BPJS, obat pareto, tetes mata, tetes telinga, salep,
krim, sirup, emulsi dan drops. Setiap Asisten Apoteker (AA) bertanggung jawab
terhadap lemari penyimpanan obat yang telah ditetapkan. Penyimpanan dan
pengelompokan obat-obat tersebut juga dilakukan oleh AA. Semua obat sediaan
padat dan cair yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan khusus diletakkan
ditempat yang tidak terkena cahaya matahari langsung. Obat-obat yang memerlukan
kondisi penyimpanan khusus seperti suppositoria disimpan dalam lemari pendingin.
Setiap obat diletakkan dalam kotak disertai label nama obat,kekuatannya (jika obat
41
Universitas Indonesia
tersebut tersedia dalam dua kekuatan atau lebih) dan logo kimia farma. Penyimpanan
dua macam obat dalam satu kotak atau dua obat sejenis dengan kekuatan yang
berbeda memiliki kelemahan, dimana dapat terjadi salah pengambilan obat sehingga
dapat merugikan pasien dan juga apotek. Hal yang harus diperhatikan adalah
beberapa posisi lemari obat yang kurang sesuai sehingga menyulitkan pengambilan
obat yang dilakukan oleh personil yang bekerja. Selain itu, sistem penyimpanan obat-
obatan di Kimia Farma dilakukan dengan mengeluarkannya dari dus aslinya dan obat
disimpan di dalam kotak obat. Penyimpanan seperti ini memang akan memperindah
penyimpanan karena obat terlihat rapih, namun dengan sistem penyimpanan obat
yang seperti ini kurang tepat yakni terkait masalah pengelolaan obat yang kadaluarsa,
khususnya obat yang harusnya dapat dikembalikan kepada distributor dengan dus
aslinya.
Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika disimpan terpisah dari obat-
obat lain di dalam lemari khusus yang terkunci. Kunci lemari khusus tersebut
dipegang oleh asisten apoteker penanggung jawab narkotika dan psikotropika.
Apoteker harus memastikan bahwa kondisi penyimpanan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya sesuai dengan persyaratan. Selain itu, perlu didukung
dengan catatan penyimpanan yang akurat untuk mengontrol sediaan farmasi baik
secara manual maupun komputerisasi.
5.3.4. Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan untuk obat-obat yang ED dan resep yang telah
disimpan selama 5 tahun. Untuk obat obatan yang ED di apotek diberikan kepada BM
yang lokasinya sama dengam Apotek Kimia Farma No.7 untuk dimusnahkan.
Pemusnahan dilakukan dengan membuat berita acara dan mengundang perwakilan
saksi dari dinas kesehatan dan perwakilan dari apotek untuk menyaksikan
pemusnahan terutama untuk obat golongan narkotik, psikotropik dan prekursor.
Untuk resep dapat dimusnahkan dengan cara dibakar dan disaksikan oleh perwakilan
dari apotek.
42
Universitas Indonesia
5.3.5 Pelaporan
Apotek Kimia Farma No.7 juga melakukan pelaporan, seperti pelaporan
penjualan, pelaporan narkotik dan pelaporan psikotropik. Pelaporan hasil penjualan
dilakukan setiap hari dan dilaporkan ke BM untuk uangnya langsung di setorkan ke
bank atas nama Kimia Farma dengan batas waktu maksimal 1 (satu) hari setelah
tanggal terlampir. Hasil pelaporan penjualan juga bisa dijadikan sebagai bahan
evaluasi untuk dapat meningkatkan omset apotek.Pelaporan narkotik dan psikotropik
dilakukan setiap bulan sebelum tanggal 10. Laporan dikirimkan ke Pedagang Besar
Farmasi (PBF) Kimia Farma, Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika
(SIPNAP) Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM), setiap bulan data dalam laporan harus sesuai antara stok awal dan stok
akhirnya agar dapat dipertanggungjawabkan.
Pengelolaan resep di apotek sudah berjalan baik. Resep asli dikumpulkan
berdasarkan tanggal yang sama dan diurutkan sesuai nomor resep kecuali resep
dengan pembayaran kredit. Resep yang berisi narkotika dan psikotropika dipisahkan
dan nama narkotika digarisbawahi dengan tintamerah. Resep dibendel sesuai dengan
kelompoknya. Bendel resep ditulis keterangan kelompok resep (umum atau narkotika
& psikotropika), tanggal, bulan,dan tahun yang mudah dibaca dan disimpan ditempat
yang telah ditentukan.Penyimpanan bendel resep yang dilakukan secara berurutan
dan teratur dimaksudkan untuk memudahkan petugas jika sewaktu-waktu diperlukan
penelusuran resep. Resep narkotika dan psikotropika disimpan terpisah untuk
memudahkan penyusunan laporan ke Dinas Kesehatan wilayah setempat. Semua
resep disimpan selama 5 tahun sebelum dimusnahkan.
5.4 Kegiatan Pelayanan Apotek
Kegiatan pelayanan yang dilakukan di antara lain pelayanan resep dokter,
penjualanobat bebas dan bebas terbatas/OTC (Over the Counter) dan perbekalan
farmasilainnya yang dikenal sebagai pelayanan HV (Hand Verkoop), serta penjualan
DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek) yang dikenal sebagai pelayanan UPDS
(UpayaPengobatan Diri Sendiri).
43
Universitas Indonesia
5.4.1 Pelayanan resep
Dalam melakukan pelayanan resep, pertama kali yang harus dilakukan oleh
petugas ketika menerima resep adalah mengecek kelengkapan resep tersebut. Asisten
apoteker yang bertugas sebagai kasir sangat berperan dalam penerimaan pertama kali
resep dari pasien karena perlu memiliki kecermatan danketelitian, serta kemampuan
yang baik dalam membaca resep. Hal ini untukmencegah terjadinya kesalahan dalam
dispensing obat dan pemberian harga. Sedangkan apoteker sendiri memiliki peranan
penting dalam melakukan skrining resep mulai dari memeriksa kelengkapan
persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, danpertimbangan klinis.
Setelah semua pengecekan dilakukan, dilakukan kegiatan dispensing oleh
petugas yang berbeda. Petugas yang berbeda diharapkan melakukan pengecekan
kembali dari awal resep diterima sampai obatakan diserahkan kepada pasien. Hal ini
dimaksud untuk menghindari kesalahan saat penyerahan obat.
Resep racikan dikerjakan oleh juru racik dimana petugas yang mengerjakan
wajib mengikuti Standart Operating Procedure (SOP) yang terdapat di ruang
peracikan. Di dalam SOP tersebut diatur tentang persyaratan yang harus dilakukan
oleh petugas sebelum, saat dan setelah melakukan peracikan seperti wajib mencuci
tangan sebelum melakukan aktivitas meracik, menggunakan masker saat meracik dan
mencuci alat setelah selesai meracik. Dengan adanya SOP diharapkan dapat
mengurangi peluang terjadinya kontaminasi pada racikan obat, baik yang berasal dari
petugas maupun yang berasal dari alat racik. Namun jarang sekali ditemukan petugas
apotek yang sedang melakukan dispensing obat-obat tersebut menggunakan APD
lengkap. Hal ini mungkin dikarenakan petugas lupa menggunakan APD terkait
dengan suasana apotek yang selalu ramai dengan pelanggan dan petugas disibukkan
dengan banyak resep yang harus dilayani.Dalam hal peracikan obat, beberapa petugas
apotek masih belum memperhatikan SOP yang telah dibuat terutama berkaitan
dengan penggunaan APD selama peracikan.
Langkah selanjutnya setelah dispensing obat adalah pembuatan etiket obat.
Etiket obat harus mencantumkan nama obat,jumlah obat, dan tanggal kadaluarsa
disamping aturan pakai obat. Hal ini sesuai dengan GPP dan bertujuan untuk
44
Universitas Indonesia
menjamin keamanan pasien dalam menggunakan obat. Namun dalam penulisan etiket
obat, informasi yang ditulis di etiket kurang lengkap seperti tidak menulis waktu
pemakaian obat (sebelum/sesudah makan, pagi/siang/sore/malam), sehingga apoteker
tidak mencantumkannya dalam etiket. Namun, sebaiknya apoteker dapat mengetahui
dan memberikan informasi waktu pemakaian obat yang lebih efektif dan
menuliskannya di etiket agar pasien tidak lupa dan dapat membaca informasi tersebut
di etiket. Selain itu, informasi terkait dengan waktu penggunaan obat dapat lebih jelas
dan efektif dengan membuat daftar waktu pemakaian obat atau penggunaan obat
secara khusus, sehingga mempermudah pasien dalam menggunakan obat. Pemakaian
obat antibiotik disertai dengan perhatian untuk meminum habis obat antibiotik
tersebut serta peringatan untuk sirup kering antibiotik penggunaannya masksimal 7
hari setelah pelarutan.
Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker dan asisten apoteker disertai dengan
pemberian informasi obat. Sebelum obat diserahkan, petugas melakukan pemeriksaan
akhir untuk memastikan kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep.Konseling
juga diberikan oleh apoteker pada pasien yang membutuhkan konseling terkait
dengan pengobatan yang diberikan oleh dokter atau karena permintaan pasien sendiri,
namun kegiatan konseling ini masih belum maksimal dilaksanakan karena keterbatasan
ruangan dan kurangnya jumlah apoteker. Kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) di Apotek Kimia Farma No. 7 umumnya dilakukan oleh Apoteker Pendamping
dan Asisten Apoteker ketika menyerahkan obat. Hal ini disebabkan karena
terbatasnya tenaga dan waktu APA. Namun pelayanan yang dilakukan masih cukup
baik karena di Apotek Kimia Farma No.7 terdapat Apoteker Pendamping yang ada di
setiap shift yang berbeda dan Asisten Apoteker senior.
5.4.2 Pelayanan non-resep
Dalam pelayanan non resep, baik obat OTC dan UPDS, pelayanan yang
diberikan berupa rekomendasi obat yang tepat untuk pasien. Hal ini dilakukan untuk
mempermudah menentukan terapi yang tepat bagi pasien.
Dalam proses pelayanan, petugas akan menanyakan pasien mengenai tujuan
penggunaan obat yang akan dibeli dan apakah pasien telah sering menggunakan obat
45
Universitas Indonesia
tersebut. Apabila pasienbelum pernah mendapatkan obat sebelumnya, dan obat
tersebut tidak terdapat didaftar obat wajib apotek, pasien akan merekomendasikan
untuk memeriksakan diri ke dokter terlebih dahulu.
Pemberian informasi terkait pengobatan penting dalam pelayanan UPDS atau
swamedikasi ini untuk memastikan pasien mengerti tentang obat yang digunakan.
Apoteker atau asisten apoteker dapat berperan penting dalam memberikan
rekomendasi pilihan pengobatan pada pasien dan menjelaskan dengan tepat mengenai
masing-masing pilihan pengobatan tersebut sehingga pasien mengerti benar upaya
penyembuhan diri sendiri yang dilakukan.
46 Universitas Indonesia
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
a. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Apotek Kimia Farma No.7
Bogor meliputipelayanan resep dokter, pelayanan swamedikasi/usaha
penyembuhan diri sendiri (UPDS), pelayanan swalayan farmasi, manajemen
perbekalan farmasi dan perbekalan kesehatan sudah berlangsung cukup baik.
b. Kegiatan pengelolaan apotek yang mencakup administrasi, manajemen
pengadaan, penyimpanan, penjualan, dan pelayanan secara umum telah sesuai
dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan
masyrakat.
c. Peran dan fungsi Apoteker Pengelola Apotek (APA) terbagi dua yaitu aspek
profesional dan aspek manajerial. Dapat disimpulkan bahwa peran apoteker
dalam aspek pelayanan kefarmasian di apotek belum dilakukan secara
maksimal sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek, sedangkan
ditinjau dari aspek manajerial, peran apoteker di apotek sudah dilakukan
dengan baik.
6.2. Saran
a. Tanggung jawab petugas terhadap masing-masing lemari obat perlu
diingatkan dan diawasi terutama untuk mengontrol persediaan obat, tanggal
kadaluwarsa obat dan kebersihan dan kerapian kotak lemari obat.
b. Setiap karyawan di apotek perlu diberikan pelatihan dan pemahaman
mengenai Standar Prosedur Operasional (SPO) pelayanan di apotek serta
perlu dilakukan pengawasan terhadap pelaksanaan SPO setiap hari agar
tercapainya pelayanan kefarmasian di apotek yang baik
c. Evaluasi tingkat kepuasan konsumen untuk mengetahui mutu pelayanan yang
diberikan kepada konsumen
d. Kedisiplinan dan ketelitian karyawan dalam melakukan setiap tugas dan
kewajibannya perlu ditingkatkan.
47 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002a). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/SK/X/2011T tentang Registrasi, Izin Praktek dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1997a). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009c). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009d). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta
48 Universitas Indonesia
LAMPIRAN
49 Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur organisasi Apotek Kimia Farma No.7 Bogor
Lampiran 2. Apotek Kimia Farma No. 7 tampak depan
50 Universitas Indonesia
Lampiran 3. Catatan pengobatan pasien
51 Universitas Indonesia
Lampiran 4. Kertas dropping
Lampiran 5. Copy resep
52 Universitas Indonesia
Lampiran 6. Lembar kwitansi
Lampiran 7. Lembar faktur
Lampiran 8. Kartu stock
53 Universitas Indonesia
Lampiran 9. Etiket
Etiket untuk penggunaan dalam
Etiket untuk penggunaan luar
Etiket plastik
54 Universitas Indonesia
Lampiran 10. Kegiatan PKPA di Apotek Kimia Farma No 7 Bogor
No. Hari/tanggal Kegiatan 1. Selasa, 5 Januari
2016 Penerimaan mahasiswa PKPA di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek Jalan Budi Utomo Pengantar PKPA di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek
2 Rabu, 6 Januari 2016
Pemberian Materi tentang Implementasi Good Pharmacy Practice (GPP) di Apotek Kimia Farma dan Studi Kelayakan di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek Jalan Budi Utomo No.1
3. Kamis, 7 Januari 2016
Penerimaan dari Apotek Kimia Farma No.7 Perkenalan dan pemberian jadwal Praktek Kerja Profesi Apoteker Mempelajari tata letak obat di Apotek Kimia Farma No.7 Melakukan pelayanan resep BPJS (mengambil, menulis etiket dan menyiapkan obat-obatan)
4. Jumat, 8 Januari 2016
Pelayanan pembelian obat-obatan di swalayan Apotek Kimia Farma No.7
5. Sabtu, 9 Januari 2016
Memperhatikan pengelolaan obat di gudang dan penerimaan barang Menata obat-obatan yang baru datang ke rak penyimpanan Bimbingan dengan Ibu Fitri (Manager Pelayanan) terkait pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No.7
6. Senin, 11 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik dan menyiapkan obat-obatan
7. Selasa, 12 Januari 2016
Bimbingan dengan Ibu Tuti Manager Pelayanan terkait pemesanan, penyimpanan, penggunaan, dan pelaporan Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik dan menyiapkan obat-obatan
8. Rabu, 13 Januari 2016
Bimbingan dengan Ibu Reni Manager Keuangan terkait administrasi dan keuangan Bimbingan dengan Ibu Aris Manager Pengadaan terakit pengadaan dan pembelian barang
9. Kamis, 14 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket
10. Jumat, 15 Januari 2016
Memperhatikan pengelolaan obat di gudang dan penerimaan barang Menata obat-obatan yang baru datang ke rak
55 Universitas Indonesia
(lanjutan)
penyimpanan 11. Sabtu, 16 Januari
2016 Pelayanan resep umum, mengambilkan, meracik, menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket
12. Senin, 18 Januari2016
Presentasi tugas khusus dan Ujian Komprehensif di Kantor Pusat Kimia Farma Apotek Jalan Budi Utomo
13. Selasa, 19 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS dan resep umum di gedung lama, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket
14 Rabu, 20 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep
15. Kamis, 21 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep
16. Jumat, 22 Januari 2016
Pelayanan resep umum di gedung lama, mengambilkan, meracik, menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Mengamati jenis-jenis alat kesehatan dan belajar menggunakan tensimeter di tempat penjualan alat kesehatan Apotek Kimia Farma No.7
17. Sabtu, 23 Januari 2016
Memperhatikan pengelolaan obat di gudang dan penerimaan barang Menata obat-obatan yang baru datang ke rak penyimpanan
18. Senin, 25 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep
19 Selasa, 26 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep
20 Rabu, 27 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Melakukan tugas analisa 100 resep
21 Kamis, 28 Januari 2016
Pelayanan resep BPJS, mengambilkan, meracik, dan menyiapkan obat-obatan dan menulis etiket Menyerahkan obat dan memberikan informasi obat
22 Jumat, 29 Januari 2016
Menata obat-obatan yang baru datang ke rak penyimpanan Membantu pelayanan di loket BPJS
Lampiran 11. Lampiran Tugas Khusus
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS RESEP PASIEN DIARE
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI
DI APOTEK KIMIA FARMA NO 7 BOGOR PERIODE BULAN JANUARI TAHUN 2016
SRI PUJI ASTUTI, S.Farm
1106065691
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................. iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2. Tujuan Penelitian ............................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 3 2.1. Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek ............................................... 3 2.2. Diare ................................................................................................. 6 BAB 3 METODE TUGAS KHUSUS .............................................................. 16 3.1. Waktu dan Tempat ........................................................................... 16 3.2. Metode ............................................................................................. 16 BAB 4 PEMBAHASAN .................................................................................... 17 4.1. Pembacaan Resep ............................................................................. 17 4.2. Skirining Resep ................................................................................ 17
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 23 5.1. Kesimpulan ..................................................................................... 23 5.2. Saran ................................................................................................. 23 DAFTAR ACUAN ............................................................................................. 24
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Skema Algoritma Terapi Diare Akut ............................................ 9 Gambar 2.2. Skema Algoritma Terapi Diare Kronik ....................................... 10 Gambar 4.1. Resep Pasien Diare ...................................................................... 17
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penggolongan Anti Diare dan Dosisnya .......................................... 11
1 Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare merupakan penyakit yang umum ditemukan di Indonesia. Menurut data
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahunnya lebih dari satu milyar kasus
gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada tahun 2011 yaitu 411 penderita per 1000
penduduk. Diperkirakan 82% kematian akibat gastroenteritis rotavirus terjadi pada
Negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika, dimana akses kesehatan dan status
gizi masih menjadi masalah. Sedangkan data profil kesehatan Indonesia menyebutkan
tahun 2012 jumlah kasus diare yang ditemukan sekitar 213.435 penderita dengan
jumlah kematian 1.289. Seringkali 1-2% penderita diare akan jatuh dehidrasi dan
kalau tidak segera tertolong 50-60% meninggal dunia.Dengan demikian di Indonesia
diperkirakan ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya
(Depkes RI, 2012).
Penyakit diare merupakan suatu keadaan di mana proses absorbsi di usus
terganggu sehingga menyebabkan feses yang dihasilkan lebih encer daripada
seharusnya. Diare seringkali sulit di atasi karena rendahnya pengetahuan masyarakat
akan kesehatan dan kurangnya kepedulian untuk menjaga kebersihan diri dan
lingkungan.
Penyebab utama kematian akibat diare adalah tata laksana yang tidak tepat
baik di rumah maupun di sarana kesehatan. Diare umumnya bersifat self
limitingsehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah
terjadinya dehidrasi yang menjadi penyebab utama kematian dan menjamin asupan
nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare. Tatalaksana diare dapat
dilakukan dengan lima langkah tuntaskan diare (lintas diare) yaitu oralit, pemberian
zinc, melanjutkan pemberian makan, pemberian antibiotik secara selektif dan
pemberian nasehat pada ibu/keluarga (Depkes RI,2011).
Pengobatan diare secara tepat merupakan salah satu faktor penting dalam
meningkatkan kesembuhan pasien. Penggunaan obat yang tidak tepat akan
menimbulkan banyak masalah. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan
2
Universitas Indonesia
tersebut,diperlukan partisipasi aktif apoteker yang melaksanakan praktek profesinya
padasetiap tempat pelayanan kesehatan. Apoteker dapat memberikan edukasi ke
pasienmengenai diare, terapi obat dan non-obat ,memonitor respon pasien,
mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek samping, serta mencegah dan/atau
memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat.
1.2. Tujuan
1.2.1. Memahami peran apoteker dalam melakukan pelayanan kefarmasian di apotek
yang salah satunya adalah skrining resep
1.2.2. Mencegah dan/atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan peresepan
obat serta mendapatkan pengobatan yang rasional.
3 Universitas Indonesia
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pelayanan Farmasi Klinik di Apotek
Pelayanan farmasi klinik di Apotek menurut Permenkes 35 Tahun 2014
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek merupakan bagian dari pelayanan
kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan
Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkankualitas hidup pasien. Pelayanan
farmasi klinik meliputi:
a. pengkajian Resep
b. dispensing
c. Pemberian Informasi Obat (PIO)
d. konseling
e. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care)
f. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
g. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
2.1.1 Pengkajian Resep
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik dan
pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi:
a. nama pasien, umur, jenis kelamin dan berat badan
b. nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon dan paraf;dan
c. tanggal penulisan resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi:
a. bentuk dan kekuatan sediaan
b. stabilitas
c. kompatibilitas (ketercampuran obat)
Pertimbangan klinis meliputi:
a. ketepatan indikasi dan dosis obat
b. aturan, cara dan lama penggunaan obat
c. duplikasi dan/atau polifarmasi
4
Universitas Indonesia
d. reaksi Obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat)
e. manifestasi klinis lain)
f. kontra indikasi
g. interaksi
Jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian makaApoteker
harus menghubungi dokter penulis Resep.
2.1.2 Dispensing
Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan pemberian informasi
obat.Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan hal sebagai berikut :
a. Menyiapkan obat sesuai dengan permintaan Resep :
1) menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep
2) mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
3) memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaanfisik obat
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi :
1) warna putih untuk obat dalam/oral
2) warna biru untuk obat luar dan suntik
3) menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi atau
emulsi.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat
yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindaripenggunaan yang
salah.
Setelah penyiapan obat dilakukan hal sebagai berikut :
1) Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali
2) mengenai penulisan nama pasien pada etiket,cara penggunaan serta jenis
dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep)
3) Memanggil nama dan nomor tunggu pasien
4) Memeriksa ulang identitas dan alamat pasien
5) Menyerahkan obat yang disertai pemberian informasi obat
5
Universitas Indonesia
e. Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang
terkaitdengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman
yangharus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan
obatdan lain-lain
f. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan carayang
baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak
stabil
g. Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya
h. Membuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh Apoteker
(apabila diperlukan)
i. Menyimpan Resep pada tempatnya
j. Apoteker membuat catatan pengobatan pasien
Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau
pelayananswamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang
memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas
atau bebasterbatas yang sesuai.
2.1.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker
dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan
kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi
kesehatan lain, pasien atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep,
obat bebas dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus,
rute dan metoda pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif,
efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
2.1.4 Konseling
Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan
pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran dan
kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan
menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien.
6
Universitas Indonesia
2.1.5 Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan
Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok
lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya.
2.1.6 Pemantauan Terapi Obat (PTO)
Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan
terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan
meminimalkan efek samping.
2.1.7 Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
MESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang
merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yangdigunakan pada
manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi
fisiologis. Kegiatan MESO antara lain :
a. Mengidentifikasi obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek
samping obat.
b. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
c. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional
2.2 Diare
2.2.1 Definisi Diare
Definisi diare berdasarkan World Health Organization (WHO) tahun 2013,
diare merupakan keadaan buang air besar (BAB) yang lembek/cair atau bahkan
berupa air saja yang lebih sering (≥ 3 kali). Diare adalah peningkatan frekuensi
defekasi dan penurunan konsistensi feses (peningkatan keenceran) dibandingkan
dengan individu normal. Frekuensi dan konsistensi dari tiap individu bervariasi.
Sebagai contoh, beberapa individu defekasi tiga kali sehari, sedangkan individu yang
lainnya hanya dua atau tiga kali seminggu. Diare juga dapat didefinisikan sebagai
suatu kondisi ketidakseimbangan absorpsi dan sekresi air dan elektrolit (Dipiro et al,
2009).
2.2.2 Patofisiologi Diare (Dipiro et al, 2009)
7
Universitas Indonesia
Diare adalah ketidakseimbangan dalam penyerapan serta sekresi air dan
elektrolit. Diare dapat terkait dengan penyakit saluran gastrointestinal tertentu atau
dengan penyakit luar saluran pencernaan. Empat mekanisme patofisiologis umum
mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang menyebabkan diare. Keempat
mekanisme tersebut merupakan dasar dari diagnosis dan terapi. Mekanisme-
mekanisme tersebut diantaranya perubahan dalam transportasi ion aktif baik dengan
penurunan penyerapan natrium atau peningkatan sekresi klorida, perubahan motilitas
usus peningkatan osmolaritas luminal dan peningkatan tekanan hidrostatik di
dalam jaringan. Mekanisme ini berhubungan dengan empat kelompok besar diare
klinis antara lain sekretorik, osmotik, eksudatif, dan perubahan transit intestinal.
Mekanisme patofisiologis yang mengganggu keseimbangan air dan elektrolit yang
mengakibatkan terjadinya diare dan merupakan dasar dari diagnosis dan terapi, yaitu:
:
a. Perubahan transport aktif ion yang disebabkan baik dengan penurunan absorbsi
natrium atau peningkatan sekresi klorida.
b. Perubahan motilitas usus
c. Peningkatan osmolaritas luminal.
d. Peningkatan tekanan hidrostatik jaringan.
Mekanisme-mekanisme ini terkait dengan empat kelopok diare yaitu:
sekretori, osmotik, eksudatif, dan perubahan motilitas usus. Diare sekretorik terjadi
ketika senyawa perangsang (vasoactive intestinal peptide (VIP) dari tumor pankreas,
pencahar atau toksin bakteri) yang meningkatkan sekresi atau menurunkan
penyerapan air dan elektrolit dalam jumlah besar. Absorpsi yang buruk
mengakibatkan cairan tertahan di usus, sehingga dapat menyebabkan diare osmotik.
Inflamasi pada saluran pencernaan dapat menyebabkan diare eksudatif yang ditandai
dengan masuknya lendir, protein atau darah ke dalam usus. Perubahan motilitas usus
yang menghasilkan diare dapat terjadi melalui tiga mekanisme, yaitu: pengurangan
waktu kontak dalam usus halus, pengosongan usus besar yang cepat, dan
pertumbuhan bakteri yang berlebihan.
2.2.3 Klasifikasi Diare
8
Universitas Indonesia
Klasifikasi diare menurut WHO tahun 2005 terdiri dari beberapa jenis yang
dibagi secara klinis yaitu :
2.2.3.1 Diare cair akut
Diare cair akut (termasuk kolera) berlangsung selama beberapa jam atau hari
yang mempunyai bahaya utama yaitu dehidrasi dan penurunan berat badan yang
dapat terjadi jika makanan tidak dilanjutkan. Selain itu, gejala muntah dan demam
juga dapat timbul. Diare cair akut dapat menyebabkan dehidrasi. Jika asupan
makanan tidak cukup, dapat berakibat mengalami malnutrisi. Dehidrasi akut dapat
berakibat fatal pada kematian.
2.2.3.2 Diare akut berdarah/disentri
Diare akut berdarah yang disebut disentri mempunyai bahaya utama yaitu
kerusakan mukosa usus, sepsis dan gizi buruk serta mempunyai komplikasi seperti
dehidrasi. Penyebab utama disentri adalah Shigella dan penyebab lain diantaranya
Campylobacter jejuni, E. coli dan Salmonella.
2.2.3.3 Diare persisten
Diare persisten berlangsung selama 14 hari atau lebih dan mempunyai bahaya
utama seperti malnutrisi dan infeksi usus yang tidak terlalu serius sertadehidrasi.
E.coli, Shigella dan Cryptosporidium merupakan mikrorganisme yang memainkan
peran penting dalam diare persisten ini.
2.2.3.4 Diare dengan malnutrisi berat (marasmus atau kwashiorkor)
Diare ini mempunyai bahaya utama diantaranya infeksi sistemik yang parah,
dehidrasi, gagal jantung dan kekurangan vitamin dan mineral.
9
Universitas Indonesia
2.2.4 Terapi Diare (Dipiro et al, 2009)
Gambar 2.1. Skema Algoritma Terapi Diare Akut
[Sumber : Dipiro et al, 2009, telah diolah kembali]
Diare
Anamnesa dan
pemeriksaan fisik
Diare akut (>3
hari)
Diare kronik
(>14 hari
Tidak ada demam atau
gejala spesifik
Algoritma
diare kronik
Terapi simptomatis (cairan elektrolit, loperamid, difenoksilat,atau adsorben, diet)
Periksa tinja untuk SDM/SDP,
ovum atau parasit
Ada demam atau
gejala sistemik
positif
Terapi
simptomatis Gunakan
antibiotik yang
rasional dan
terapi
simptomatis
negatif
10
Universitas Indonesia
Gambar 2.2. Skema Algoritma Terapi Diare Kronik [Sumber : Dipiro et al, 2009, telah diolah kembali]
Prinsip umum terapi diare adalah manajemen makanan. Manajemen
makanan adalah prioritas pertama untuk pengobatan diare. Kebanyakan dokter
merekomendasikan menghentikan makanan padat selama 24 jam dan menghindari
produk susu. Bila mual atau muntah ringan, makanan rendah residu dicerna selama
24 jam. Jika muntah dan tak terkendali dengan antiemetik, jangan diberikan secara
oral. Rehidrasi serta pemeliharaan air dan elektrolit adalah tindakan primer
Diare kronik
Antisekretori, Antibiotik, Absorben, Okreotid, Adsorben Antimotilitas
Berlangsung
>14 hari
Penyebab : infeksi
interstinal, inflammatory
bowel disease, malabsorbsi,
secretory hormonal tumor,
obat-obatan, gangguan
motilitas
Riwayat dan
pemeriksaan
fisik
Tentukan rencana
diagnostic yang tepat.
Sebagai contoh : kultur
feses/ova/parasit,WBC/RBC
/lemak, sigmoidoskopi,
biopsi intestinal
Diagnosis
positif
Hilangkan
penyebabnya
Diagnosis negatif,
terapi simptomatis
(penggantian cairan,
diskontinu obat yang
menginduksi diare,
pengaturan diet, dan
loperaid atau
adsorben
11
Universitas Indonesia
pengobatan sampai diare berakhir. Jika muntah dan dehidrasi tidak berat, pemberian
secara oral lebih diutamakan.Terapi farmakologi dapat pula digunakan untuk
mengobati diare. Obat ini dikelompokkan ke dalam beberapa kategori antara lain anti
motilitas, adsorben, senyawa antisekresi, antibiotik, enzim, dan penambahan
mikroflora usus. Biasanya, obat ini tidak kuratif, hanya bersifat paliatif.
Tabel 2.1. Penggolongan Anti Diare dan Dosisnya
Bentuk Dosis Dosis Dewasa Adsorben Campuran kaolin- pektin Polikarbofil Attapulgit
5.7 g kaolin + 130.2 mg pectin/30 ml 500 mg/tablet kunyah 750 mg/15 mL 300 mg/7.5 mL 750 mg/tablet 600 mg/tablet 300 mg/tablet
30–120 ml tiap feses keluar 2 tablet 4 kali sehari atausetelah tiap feses keluar, tidak lebih dari 12 tablets/hari 1200–1500 mg setelah tiap pergerakan usus atau setiap 2 jam, sampai 9000 mg/hari
Antisekretori Bismut Subsalisilat
1050 mg/30 mL 262 mg/15 mL 524 mg/15 mL 262 mg/tablet
Dua tablet atau 30 ml tiap 30 menit-1 jam seperlunya sampai 8 dosis/hari
Enzim (laktase) Penggantian bakteri probiotik (Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus bulgaricus)
1,250 unit laktase netral/4 tetes 3,300 FCC unit laktase per tablet
3–4 tetes susu atau produk susu 1 atau 2 tablet seperti diatas 2 tablet atau 1 paket granul 3-4 kali sehari; berikan dengan susu, jus, atau air
12
Universitas Indonesia
Oktreotid
0.05 mg/mL 0.1 mg/mL 0.5 mg/mL
Awal : 50 mg secara subkutan 1-2 kali sehari dan kadar dosis berdasarkan indikasi sampai 600 mcg/hari dalam 2-4 dosis terbagi
[Sumber :Dipiro, 2009, telah diolah dan diterjemahkan kembali oleh penulis]
2.2.5. Penatalaksanaan Diare
Depkes RI Tahun 2011 menyusun sebuah panduan yang dikenal dengan
istilah LINTAS DIARE, yaitu lima langkah tuntaskan diare yang terdiri dari :
2.2.5.1 Pemberian oralit
Oralit merupakan campuran garam elektrolit, seperti natrium klorida (NaCl),
kalium klorida (KCl), dan trisodium sitrat hidrat, serta glukosa anhidrat. Oralit
diberikan untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh yang terbuang saat
diare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air minum tidak
mengandung garam elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran glukosa dan
garam yang terkandungdalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus penderita
diare. Oralit perlu diberikan segera bila anak diare, sampai diare berhenti. Cara
pemberian oralit yaitu satu bungkus oralit dimasukkan ke dalam satu gelas air matang
(200 cc). Anak kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 50-100 cc cairan oralit setiap
kali buang air besar. Sedangkan anak lebih dari 1 tahun diberi 100-200 cc diberikan
cairan oralit setiap kali buang air besar. Oralit formula baru perlu diberikan karena
oralit formula lama biasanya menyebabkan mual dan muntah.
Perbedaannya terdapat pada tingkat osmolaritas. Osmolaritas oralit baru lebih
rendah yaitu 245 mmol/l dibanding total osmolaritas oralit lama yaitu 331 mmol/l.
Penelitan menunjukkan bahwa oralit formula baru mampu mengurangi volume tinja
hingga 25%, mengurangi mual-muntah hingga 30%, mengurangi secara bermakna
pemberian cairan melalui intravena dan anak yang tidak menjalani terapi intravena
tidak harus dirawat di rumah sakit. Ini artinya risiko anak terkena infeksi di rumah
13
Universitas Indonesia
sakit. berkurang, pemberian ASI tidak terganggu, dan menghemat biaya. WHO dan
UNICEF merekomendasikan negara-negara di dunia untuk menggunakan dan
memproduksi oralit dengan osmolaritas rendah (oralit baru).
2.2.5.2. Pemberian tablet zink selama 10 hari berturut-turut
Zink merupakan salah satu zat gizi mikro yang penting untuk kesehatan dan
pertumbuhan anak. Zink yang ada dalam tubuh akan menurun dalam jumlah besar
ketika anak mengalami diare. Untuk menggantikan zink yang hilang selama diare,
anak dapat diberikan zink yang akan membantu penyembuhan diare serta menjaga
agar anak tetap sehat. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF menandatangani
kebijakan bersama dalam hal pengobatan diare yaitu pemberian oralit dan zink
selama 10-14 hari. Pemberian zink mampu menggantikan kandungan zink alami
tubuh yang hilang tersebut dan mempercepat penyembuhan diare. Zink juga
meningkatkan sistem kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko terulangnya
diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare. Kemampuan zink untuk
mencegah diare terkait dengan kemampuannya meningkatkan sistem kekebalan
tubuh.
Zink diberikan satu kali sehari selama 10 hari berturut-turut. Pemberian zink
harus tetap dilanjutkan meskipun diare sudah berhenti. Hal ini dimaksudkan untuk
meningkatkan ketahanan tubuh terhadap kemungkinan berulangnya diare pada 2 – 3
bulan ke depan. Zink merupakan tablet dispersibel yang larut dalam waktu sekitar 30
detik. Zink diberikan selama 10 hari berturut-turut dengan dosis tertentu. Dosis untuk
balita umur < 6 bulan yaitu sebanyak 1/2 tablet (10 mg)/ hari. Sedangkan untuk balita
umur ≥6 bulan yaitu sebanyak 1 tablet (20 mg)/ hari. Obat zink yang tersedia di
puskesmas baru berupa tablet terdispersi. Zink diberikan dengan cara dilarutkan
dalam satu sendok air matang atau ASI. Untuk anak yang lebih besar, zink dapat
dikunyah. Zink aman dikonsumsi bersamaan dengan oralit. Zink diberikan satu kali
sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari) sedangkan oralit diberikan setiap
kali anak buang air besar sampai diare berhenti. Zink memang akan mempercepat
penyembuhan, namun oralit harus tetap diberikan dalam jumlah cukup karena fungsi
utamanya membantu menggantikan cairan yang hilang sewaktu diare. Biasanya oralit
14
Universitas Indonesia
diberikan selama 2-3 hari seperti dosis yang dianjurkan, sedangkan zink harus
diberikan sesuai dosis yang dianjurkan selama 10 hari berturut-turut sehingga selain
memberikan pengobatan juga dapat memberikan perlindungan terhadap kemungkinan
berulangnya diare selama 2 – 3 bulan ke depan.
2.2.5.3 Meneruskan pemberian ASI dan makanan
ASI bukan penyebab diare. ASI justru dapat mencegah diare. Bayi dibawah 6
bulan sebaiknya hanya mendapat ASI untuk mencegah diare dan meningkatkan
sistem imunitas tubuh bayi. Jika anak masih mendapatkan ASI, maka teruskan
pemberian ASI sebanyak yang diinginkan anak. Bahkan jika anak ingin ASI lebih
banyak dari biasanya, hal itu akan lebih baik. Anak harus diberi makan seperti biasa
dengan frekuensi lebih sering. Hal ini dilakukan sampai dua minggu setelah anak
berhenti diare dan sebaiknya tidak membatasi makanan anak jika anak ingin makan
lebih banyak, karena lebih banyak makanan akan membantu mempercepat
penyembuhan, pemulihan dan mencegah malnutrisi. Untuk anak yang berusia kurang
dari 2 tahun, dianjurkan untuk mulai mengurangi susu formula dan menggantinya
dengan ASI. Untuk anak yang berusia lebih dari 2 tahun, sebaiknya diteruskan
pemberian susu formula.
2.2.5.4 Pemberian antibiotik secara selektif
Tidak semua kasus diare memerlukan antibiotik. Antibiotik hanya diberikan
jika ada indikasi seperti diare berdarah atau diare karena kolera atau diare dengan
disertai penyakit lain. Pemberian antibiotik pada saat kondisi diare yang tidak
memerlukan antibitik selain tidak efektif, tindakan ini berbahaya, karena jika
antibiotik tidak dihabiskan sesuai dosis akan menimbulkan resistensi kuman terhadap
antibiotik. Selain bahaya resistensi kuman, pemberian antibiotik yang tidak tepat bisa
membunuh flora normal yang justru dibutuhkan tubuh. Efek samping dari
penggunaan antibiotik yang tidak rasional adalah timbulnya gangguan fungsi ginjal,
hati dan diare yang disebabkan oleh antibiotik. Hal ini juga akan mengeluarkan biaya
pengobatan yang seharusnya tidak diperlukan.
Ketika terkena diare, tubuh akan memberikan reaksi berupa peningkatan
motilitas atau pergerakan usus untuk mengeluarkan kotoran atau racun. Perut akan
15
Universitas Indonesia
terasa banyak gerakan dan berbunyi. Anti diare akan menghambat gerakan itu
sehingga kotoran yang seharusnya dikeluarkan, justru dihambat keluar. Selain itu anti
diare dapat menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus
(terlipat/terjepit). Kondisi ini berbahaya karena memerlukan tindakan operasi. Oleh
karena itu anti diare seharusnya tidak boleh diberikan.
2.2.5.5 Pemberian nasihat kepada ibu/keluarga
Pemberian nasehat dan mengecek pemahaman ibu/pengasuh tentang cara
pemberian oralit, zinc, ASI/makanan juga perlu dilakukan. Selain itu, ibu/keluarga
anak diberikan informasi untuk segera membawa anaknya ke petugas kesehatan jika
anak mengalami tanda-tanda berikut : buang air besar cair lebih sering, muntah
berulang-ulang, mengalami rasa haus yang nyata, makan atau minum sedikit, demam,
tinja berdarah dan diare tidak membaik dalam 3 hari. Terapi antimikroba biasanya
tidak diindikasikan pada anak. Antimikroba dipercaya hanya membantu untuk anak
dengan diare berdarah (seperti Shigellosis), kolera dengan dehidrasi berat dan infeksi
serius non intestinal lainnya seperti pneumonia. Obat-obatan antiprotozoa dapat
sangat efektif untuk diare di anak-anak khususnya pada Giardia, Entamoeba
histolytica, and Cryptosporidium dengan nitazoksanid. Antimikroba dianggap sebagai
obat pilihan untuk pengobatan empiris diare dan diare sekretori jika patogen diketahui
(WorldGastroenterologi Guidelines, 2008).
16 Universitas Indonesia
BAB 3 METODE PENGKAJIAN TUGAS KHUSUS
3.1. Waktu dan Tempat
Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan pada tanggal 5-29 Januari 2016
di Apotek Kimia Farma No. 7 Jalan Ir.H.Juanda No. 7, Bogor.
3.2. Metode
Tugas khusus dikaji berdasarkan hasil studi literatur pada berbagai buku dan
media elektronik terkait dengan diare pada anak.Resep diperoleh dari Apotek Kimia
Farma No. 7 pada bulan Januari 2016. Objek yang digunakan adalah resep untuk
penyakit diare yang ada di apotek di bulan Januari. Prosedur dari pelaksanaan tugas
khusus adalah pengambilan resep yang kemudian dilakukan skrining terhadap satu
resep diare berdasarkan alur pengkajian resep.
17 Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1. Pembacaan Resep
R/ Domperidon No. X
S3dd I
R/ Primadex Forte No. X
S2dd I
R/ Loperamid No. IX
S3dd I
R/ Asetaminofen No. XII
S3dd I (bila sakit kepala)
Pro: Zulkifli Rizki Ardiyansyah Gambar 4.1. Resep pasien diare
4.1. Skrining Resep
1. Kajian Administrasi
Tidak ada umur, jenis kelamin, berat badan, nomor SIP, alamat dan
nomor telepon dokterpada resep.
2. Kajian Farmasetik
a. Bentuk sediaan
1) Domperidon : tablet
2) Primadex Forte: tablet
3) Loperamid : tablet
4) Asetaminofen : tablet
b. Kekuatan sediaan
1) Domperidon : tidak dituliskan
2) Primadex forte : tidak dituliskan
18
Universitas Indonesia
3) Loperamid : tidak dituliskan
4) Asetaminofen : tidak dituliskan
c. Stabilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat jadi
d. Kompatibilitas : tidak disebutkan karena merupakan sediaan obat jadi (bukan
racikan)
3. Kajian Pertimbangan Klinik
a. Indikasi
1) Domperidon : Dispepsia fungsional, mual akut dan muntah-muntah oleh
berbagai sebab, termasuk yang disebabkan karena levodopa dan
bromokriptin yang terapinya lebih dari 12 minggu.
2) Primadex Forte : Gastroenteritis, disentri, tifoid, kolera, sistitits, uretritis,
otitis media, sinusitis, meningitis, osteoniolitis
3) Loperamid : Diare akut non spesifik dan diare kronik
4) Asetaminofen : Mengurangi rasa sakit kepala, sakit gigi dan menurunkan
panas
b. Dosis
1) Domperidon : Dewasa dan geriatric dyspepsia fungsional : sehari 3x 10-20
mg, mual akut dan muntah-muntah 10-20 mg tiap 4-8 jam sekali
2) Primadex Forte (Trimetoprim dan sulfametoksazol 80 mg dan 400 mg)
:Dosis dewasa :Sehari 2x2 tab (interval 12 jam) atau 2 tab forte
3) Loperamid : Diare non spesifik dosis awal, 2 tab; dosis lazim sehari 1-2x 1
sampai 2 tab. Diare kronik sehari 2-4 tab dalam dosis terbagi, tergantung
dari beratnya diare dan respon penderita
4) Asetaminofen : Dewasa : Sehari 3-4x 1 kaplet
c. Drug Related Problems (DRPs)
1) Indikasi
Semua obat belum bisa disimpulkan telah tepat indikasi atau belum
karena kurangnya data mengenai diagnosis dan riwayat anamnesis pasien.
Berikut merupakan indikasi yang mungkin dari pengobatan pasien :
(a) Domperidon : Tepat indikasi.
19
Universitas Indonesia
Domperidon digunakan untuk mual dan muntah yang biasanya
menyertai penderita diare akut karena infeksi
(b) Primadex Forte (Kotrimoksazol) : Tepat indikasi
Kotrimoksazol dapat diberikan sebagai terapi antibiotik pada
gastroenteritis (pengobatan infeksi bakteri saluran pencernaan)
(c) Loperamid : Pengobatan tanpa indikasi
Loperamid digunakan untuk pengobatan diare akut non
spesifik, namun pasien sudah mendapatkan antibiotik primadex
(kotrimoksazol) atas indikasi infeksi bakteri
(d) Asetaminofen (parasetamol) : Tepat indikasi
Sakit kepala atau demam yang dikeluhkan oleh pasien dapat
diatasi dengan pemberian parasetamol sebagai analgetik-antipiretik.
2) Pemilihan obat tidak tepat
Pengobatan yang diberikan kepada pasien kurang tepat, namun belum
dapat dipastikan secara jelas karena tidak diketahuinya data diagnosis pasien.
Namun pasien kemungkinan menderita diare akut yang disebabkan oleh
infeksi bakteri sehingga diberikan antibiotik (primadex forte). Dalam
pengobatan ini, terdapat pemilihan obat yang tidak tepat yaitu loperamid yang
diberikan tanpa indikasi yang sebenarnya tidak perlu untuk diresepkan. Selain
itu, pengobatan diare pada pasien ini juga belum dikatakan tepat karena pasien
tidak diresepkan zinc dan oralit sebagai terapi penting dalam penatalaksanaan
diare.
Berdasarkan panduan penatalaksanaan diare dari Depkes RI Tahun
2011, oralit dan zink merupakan dua elemen penting dalam pengobatan pasien
diare. Rehidrasi serta pemeliharaan air dan elektrolit adalah tindakan primer
pengobatan sampai diare berakhir sehingga pasien perlu diberikan
oralit.Selain oralit, pemberian zink mampu menggantikan kandungan zink
alami tubuh yang hilang selama diare dan mempercepat penyembuhan diare.
Zink diberikan satu kali sehari sampai semua tablet habis (selama 10 hari)
sedangkan oralit diberikan setiap kali buang air besar sampai diare berhenti.
20
Universitas Indonesia
Dosis zinc untuk balita umur < 6 bulan yaitu sebanyak 1/2 tablet (10 mg)/
hari. Sedangkan untuk balita umur ≥6 bulan yaitu sebanyak 1 tablet (20 mg)/
hari.
3) Dosis terlalu rendah : Tidak ada
4) Dosis terlalu tinggi : Dosis loperamid yang diresepkan terlalu tinggi. Dosis
lazim loperamid sesuai literatur seharusnya 1-2x sebanyak 1-2 tablet,
sedangkan yang diresepkan sebanyak 3x 1 tablet per hari
5) Efek samping obat
(a) Domperidon : mulut kering, sakit kepala, diare, rasa haus, rash, cemas,
gatal
(b) Primadex Forte : mual, muntah, sakit kepala, depresi, halusinasi
(c) Loperamid: Prolapsus usus.
Anti diare seperti loperamid akan menghambat pergerakan
usus untuk mengeluarkan kotoran sehingga kotoran yang seharusnya
dikeluarkan justru dihambat keluar. Selain itu anti diare dapat
menyebabkan komplikasi yang disebut prolapsus pada usus
(terlipat/terjepit) sehingga sebaiknya tidak diberikan.
(d) Asetaminofen : Kerusakan hati (dosis besar, terapi jangka panjang)
6) Interaksi obat : Tidak ada interaksi obat
7) Ketidakpatuhan pasien
Tidak diketahui karena tidak dilakukan pemantauan pasien lebih lanjut
8) Obat belum terbukti efektif
Tidak diketahui
d. Medication Error
Baik dalam tahap prescribing, dispensing, dan administrasi tidak diketahui
adanya medication error.
e. Konseling Pasien
1) Domperidon
(a) Diminum 30 menit-1 jam sebelum makan agar obat bekerja lebih
efektif
21
Universitas Indonesia
(b) Diminum 3 x sehari 1 tablet
(c) Simpan pada suhu kamar dan terlindung dari cahaya.
(d) Hanya digunakan bila mual dan tidak dianjurkan untuk penggunaan
jangka panjang
(e) Jika dalam waktu satu minggu masih merasakan gejala mual dan
muntah, sebaiknya hentikan penggunaan domperidon dan hubungi
dokter
2) Primadex Forte
(a) Diminum 2 kali 1 tablet pada pagi dan malam hari
(b) Simpan dalam wadah tertutup rapat di lokasi sejuk.
(c) Obat dikonsumsi setelah makan
(d) Minum air yang banyak untuk menghindari kristaluria (adanya kristal
di dalam urin)
3) Loperamid
(a) Diminum 2x sehari 1-2 tablet
(b) Hentikan penggunaan obat ini jika diare sudah berhenti
(c) Menginformasikan pada pasien bahwa obat dapat menyebabkan
kantuk atau pusing dan menggunakan hati-hati saat mengemudi atau
melakukan lain tugas membutuhkan kewaspadaan mental
(d) Minum sedikit demi sedikit namun sering setiap setengah sampai 1
jam sekali
(e) Minum minuman probiotik contohnya yakult yang mengandung
Lactobacillus untuk menjaga flora normal usus
(f) Makan makanan seperti nasi, roti, pisang
(g) Hindari makan makanan yang terlalu berserat dan makanan atau
minuman yang banyak mengandung gula seperti sirup, teh manis, soft
drink
4) Asetaminofen
(a) Obat diminum sehari 3x 1 tablet setelah makan
22
Universitas Indonesia
(b) Obat hanya diminum saat sakit kepala dan hentikan penggunaan jika
sudah tidak sakit kepala karena terlalu sering mengonsumsi obat ini
dapat menyebabkan kerusakan hati
23 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
a. Alur pelayanan resep di apotek meliputi pengkajian resep, dispensing,
Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling. Apoteker berperan penting
dalam melakukan skrining/pengkajian resep dimulai dari kajian administratif
resep hingga pemberian informasi dan edukasi kepada pasien mengenai
penyakit yang dialami, terapi obat dan non-obat, memonitor respons pasien
melalui farmasi komunitas, mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek
samping sehingga dapat mencegah dan/atau memecahkan masalah yang
berkaitan dengan pemberian obat serta pasien mendapatkan pengobatan yang
optimal.
b. Pengkajian resep pada pasien diare ini belum dapat disimpulkan secara
tepat karena kurangnya data diagnosis dan keluhan yang dialami pasien tetapi
berdasarkan pengkajian yang dilakukan, terdapat permasalahan pada skrining
administratif dan klinis. Permasalahan pada skrining administratif yaitu tidak
ada umur, berat badan dan jenis kelamin pasien serta tidak terdapat nomor
SIP, alamat, dan nomor telepon dokter. Sedangkan permasalahan pada
skrining klinis yaitu pemilihan obat yang tidak tepat diantaranya pemberian
obat tanpa indikasi dan terdapat indikasi yang tidak diterapi.
5.2 Saran
a. Apoteker diharapkan dapat mengkonfirmasi dan memberikan rekomendasi
yang tepat kepada dokter penulis resep resep jika ditemukan ketidaksesuaian
pengobatan pada pasien
b. Apoteker seharusnya berperan aktif dalam melakukan pengkajian resep
hingga pemberian informasi obat, konseling serta edukasi mengenai
informasi penggunaan obat yang benar dan hal-hal penting terkait pengobatan
yang perlu disampaikan. Sehingga kesalahan pengobatan dapat dihindari.
24 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anonim. (2013a). ISO Indonesia Volume 48. Jakarta : Penerbit ISFI.
Anonim. (2014b). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi Edisi 15. Jakarta: Penerbit Buana Ilmu Populer
Dipiro et al. (2009). Pharmacotherapy Handbook, 7th edition. New York: McGraw-Hill.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. (2011). Buku Saku Lintas Diare. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Situasi Diare di Indonesia. Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan. Jakarta :Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014b). Peraturan Menteri Kesehatan tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta
World Health Organization. (2005). The Treatment of Diarrhoea: A Manual for Physicians and Other Senior Health Workers. Geneva : WHO