tata ruang di mata jurnalis

118
T T A A A RU NG di mata jurnalis

Upload: arief-budiman

Post on 06-Aug-2015

311 views

Category:

News & Politics


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tata Ruang di Mata Jurnalis

TTA

A AR U N G

di mata jurnalis

Page 2: Tata Ruang di Mata Jurnalis
Page 3: Tata Ruang di Mata Jurnalis

TTA

A AR U N G

di mata jurnalis

Page 4: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Katalog Dalam Terbitan (KDT) Perpustakaan Nasional RI

Mei 2010ISBN 978-602-97010-0-5 114 halaman + cover24 x 20 cm

cetakan pertama, Mei 2010

Diterbitkan Oleh : Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum

Pengolah Data :SudartoIndra MaulanaRizky C. Perdana

Grafis Dan Tata Letak : Arief Budiman

Hadian Ananta Wardhana

KREDIT

TATA RUANG di Mata Jurnalis

Hak Cipta Dilindungi Oleh Undang-undangDilarang Keras Mereproduksi Atau Menyebarkan Dalam Bentuk Apapun Atau Dengan Tujuan Apapun Tanpa Izin Tertulis Dari Penerbit

Direktorat Jenderal Penataan RuangKementerian Pekerjaan Umum

Jl.Pattimura no. 20, Jakarta Selatan

www.penataanruang.netemail : [email protected]

telp : 021-7398137fax : 7206415

Page 5: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Komunikasi antar pemangku kepentingan menjadi faktor kunci kebersamaan dalam

mewujudkan ruang kehidupan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan. Namun,

fakta yang berkembang saat ini, berbagai aktivitas yang telah dilakukan oleh pemerintah

dalam penyelenggaraan penataan ruang masih belum banyak diketahui publik. Sebaliknya,

berbagai aktivitas masyarakat yang terkait dengan penyelenggaraan penataan ruang juga

belum sepenuhnya dapat diketahui pemerintah, yang notabene punya kewenangan dalam

penyelenggaraan penataan ruang.

Realita ini mendasari pentingnya kehadiran “penghubung” agar terjalin komunikasi antar

keduanya. Salah satunya adalah melalui proses penyampaian informasi secara massa

(saluran komunikasi massa). Selain bisa menarik perhatian dan memberi pengetahuan

tentang penataan ruang kepada masyarakat, media massa juga mudah beradaptasi dengan

kondisi/situasi yang sedang dihadapi masyarakat.

Jurnalis menjadi figur sentral komunikasi massa, meski ada keterbatasan dalam pemahaman

penataan ruangnya. Namun, melalui Anugerah Jurnalistik Tata Ruang (AJTR) 2009,

keterbatasan tersebut serasa terkikis. Antusias jurnalis untuk mengikuti AJTR 2009 boleh

dibilang cukup tinggi. Sudah selayaknya, upaya para jurnalis ini memperoleh penghargaan

atas perannya dalam mencerdaskan publik di bidang penataan ruang.

Buku “Tata Ruang di Mata Jurnalis” ini merupakan kumpulan karya jurnalis yang mendapat

award pada AJTR 2009. Buku ini menjadi salah satu dokumen AJTR 2009 yang akan dijadikan

bahan sosialisasi kepada para pemangku kepentingan lainnya, termasuk pemerintah daerah,

serta dipublikasikan melalui website (http://www.penataanruang.net).

Semoga buku ini bermanfaat bagi para pembaca.

Direktur Jenderal Penataan Ruang

Ir. Imam S. Ernawi, MCM MSc.

SEBUAH PENGANTAR

3

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 6: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

4

Meski peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan

ruang relatif masih kurang, namun sesungguhnya, Undang-

Undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang telah

memberi ruang yang leluasa buat masyarakat untuk berperan.

Hal ini penting dikomunikasikan secara menerus agar

masyarakat menjadi lebih paham mengenai penataan ruang.

Salah satu akses masyarakat sebagai media komunikasi adalah

media massa, baik itu media cetak maupun elektronik (TV, radio,

online). Namun sayang, pada kenyataannya, belum banyak

media massa yang memberitakan atau mengupas tentang

penataan ruang.

Pendahuluan

Minimnya berita penataan ruang ini bisa jadi disebabkan para jurnalis yang belum

mampu melihat nilai berita dari kejadian-kejadian atau praktek-praktek penataan

ruang yang sesungguhnya. Tata ruang belum menjadi hal yang “seksi” di kalangan

jurnalis, meskipun, sebenarnya banyak dijumpai berita yang sesungguhnya terkait

dengan penataan ruang, namun oleh jurnalis hanya diberitakan sekedar suatu

kejadian atau isu apa adanya ('as it is'), serta tidak diangkatnya berita tersebut dalam

konteks tata ruang.

Tentunya keterbatasan wawasan para jurnalis tentang penataan ruang menjadi

kontradiktif dengan keinginan menjadikan para jurnalis sebagai mitra untuk bersama-

sama membangun citra penataan ruang di mata publik. Pada tahun 2009 telah

diselenggarakan Anugerah Jurnalistik Tata Ruang, sebagai upaya memetakan

seberapa besar minat dan kemampuan para jurnalis dalam membuat berita dan

kupasan mengenai tata ruang.

Page 7: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Anugerah Jurnalistik Tata Ruang(AJTR) 2009

5

TATA RUANG di mata jurnalis

AJTR 2009 merupakan suatu rangkaian kegiatan yang melibatkan mitra jurnalis

media cetak, radio, televisi, dan online. Format AJTR 2009 ditetapkan melalui

sebuah focussed group discussion (FGD) dan mini workshop dengan masukan dari

para pakar (jurnalis) dan para pihak yang terkait dengan penataan ruang. Format

AJTR 2009 adalah penilaian terhadap hasil-hasil karya para jurnalis untuk 5 (lima)

kategori, yaitu media cetak, media online, media elektronik (TV dan radio), dan

media foto.

AJTR 2009 diberikan bagi karya jurnalistik terbaik untuk karya jenis

“Fitur” untuk media cetak, elektronik TV & Radio, dan karya jenis

“ulasan” untuk media online yang telah diterbitkan dari kurun

waktu 1 (satu) tahun September 2008 s/d September 2009, serta hasil

foto jurnalistik terbaik dari jurnalis foto yang masih aktif bekerja di

media. Tim Penilai (Juri) AJTR 2009 terdiri dari jurnalis senior, pakar

tata ruang, pakar budaya, pakar sosiologi, dan jurnalis foto.

AJTR 2009 dipublikasikan melalui media cetak (majalah Gatra,

Kompas, dan Media Indonesia), media elektronik Radio (Trijaya

Networks, RRI Pro 2, Elshinta, KBR68H, Metro TV, dan TV One),

disamping poster dan flyer yang telah disebarluaskan pada saat

pelaksanaan FGD maupun mini workshop. Jumlah karya jurnalistik

yang masuk dan diterima sekretariat sebanyak 65 karya media cetak,

28 karya media online, 14 karya fitur TV, 5 karya fitur Radio, dan 60

karya foto jurnalistik.

Page 8: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

6

Page 9: Tata Ruang di Mata Jurnalis

DA

FTA

R I

SI

7

TATA RUANG di mata jurnalis

045

?Sebuah Pengantar?Pendahuluan?Anugerah Jurnalistik Tata Ruang (AJTR) 2009

Menata Kota Besar Metropolitan?

?Berebut Posisi Di Kepala Naga (bagian dari Lenggak Lenggok Kota Jakarta)

?Disorientasi Ruang Jogjakarta Akibat Patahnya Simbol?Menghindari Banjir Lewat Penataan Kembali Kawasan Jabodetabekpunjur?10 Kota Nyaman Ditinggali

Bencana Dari Ruang Konservasi?Situku Sayang, Situku Hilang (bagian dari Lenggak Lenggok Kota Jakarta)

?Salah Kaprah : Berumah Di Bibir Sungai

Heboh Ruang Terbuka Hijau (RTH)?Warga, Tata Ruang, Jakarta Lestari?Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Sebagai Aspirasi Kehidupan Ekonomi,

Pendidikan, Sosial Dan Budaya, Keagamaan Bagi Masyarakat Kota Tangerang?Mimpikah Jakarta Memiliki 30% RTH?

Perubahan Iklim dan Tata Ruang?Hukum, Perubahan Iklim, Dan Kebijakan Tata Ruang (1)?Hukum, Perubahan Iklim, Dan Kebijakan Tata Ruang (2)

Memetakan Tata Ruang?Peta Lokal Jaringan Global?Wisata Kita : Jalan-jalan Berbekal Peta Hijau

Catatan Perjalanan Studi Banding ke Singapura?Selayang Pandang Singapura?Wajah Baru Singapura di Tanah Reklamasi?Ubah Wajah Singapura?Catatan Syaifudin

Profil Juri

Lenggak Lenggok Kota Jakarta

030405

009

035

077

089

065

105

1018222831

3641

4652

60

6670

7884

909597

101

Page 10: Tata Ruang di Mata Jurnalis
Page 11: Tata Ruang di Mata Jurnalis

MenataKota BesarMetropolitan

?Lenggak Lenggok Kota Jakarta?Berebut Posisi di Kepala Naga *)

?Disorientasi Ruang Jogjakarta Akibat Patahnya Simbol?Menghindari Banjir Lewat Penataan Kembali Kawasan Jabodetabekpunjur

?10 Kota Nyaman Ditinggali

Page 12: Tata Ruang di Mata Jurnalis

LENGGAK - LENGGOK KOTA JAKARTA

Pada umumnya masyarakat masih

belum memahami peraturan

mengenai pemanfaatan lahan. Hal

tersebut berimbas pada

munculnya pelanggaran terhadap

fungsi ruang. Beberapa kawasan di

Jakarta telah berubah fungsi dan

cenderung kurang memperhatikan

aspek tata ruang dalam

pengembangannya. Kita tentunya

berharap melalui RTRW 2010-2030

pengembangan Kota Jakarta di

masa yang akan datang akan lebih

mengedepankan aspek tata ruang

dan tata lingkungan demi Jakarta

yang lebih nyaman, aman dan

berkelanjutan.

Rencana Tata Ruang Wilayah Jakarta 2000-2010 segera berakhir.

Namun, hingga lewat pertengahan tahun ini, Dewan Perwakilan

Rakyat DKI Jakarta belum menerima masterplan 2010-2030 dari

pemerintah, seperti diamanatkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2007 tentang Penataan Ruang. Padahal, menurut rencana yang disusun

Badan Perencanaan Pembangunan Jakarta, rencana 20 tahun

mendatang itu sudah harus dibahas Dewan. Artinya, tenggat sudah

terlewati dan Jakarta terancam tidak memiliki rencana tata ruang

hingga habis berlakunya masterplan lama.

Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo dan pejabat tinggi di jajaran

pemerintah daerah yang mengurusi bidang itu mengaku tengah

menyelesaikan rencana tersebut. “Saat ini kami sudah melaksanakan

Terbaik IKategori Media CetakMajalah Tempo

AJT

R2

00

9

10

Page 13: Tata Ruang di Mata Jurnalis

11

TATA RUANG di mata jurnalis

zoning map, kami coba lakukan secara pararel

dengan rancangan pembangunannya,” kata

Kepala Dinas Tata Kota Jakarta, Wiryatmoko.

Menurut Kepala Badan Perencanaan

Pembangunan Jakarta, Nurfakih Wiriawan,

substansi masterplan 2010-2030 masih harus

disosialisasikan ke banyak pihak. “Kami

berharap rancangan peraturan daerahnya

tahun ini bisa selesai. Nanti harus dibahas di

DPRD,” katanya.

Kalibata Residences bukan bangunan kecil,

yang nantinya bisa disembunyikan di antara

gedung-gedung jangkung. Bangunan itu

merupakan proyek rumah susun hak milik

(rusunami) sepuluh menara di atas tanah 2,24

hektare di Jalan Taman Makam Pahlawan

Kalibata No. 1, Jakarta Selatan. Proyek tersebut

diresmikan Menteri Perumahan Rakyat

Mohammad Yusuf Asyari dan Wakil Presiden

Jusuf Kalla, karena memang menjadi bagian

dari rencana nasional pembangunan 1.000

menara rumah susun.

Tragisnya, proyek yang dibangun di Ibu Kota negara ini sempat

disegel pada akhir Maret lalu oleh Dinas Pengawasan dan

Penertiban Bangunan DKI Jakarta. Gara-garanya, perusahaan

pengembang bangunan yang akan berdiri di atas tanah bekas pabrik

sepatu Bata itu belum melengkapi izin mendirikan bangunan.

Menurut Kepala Dinas Pengawasan dan Penertiban Bangunan, Hari

Sasongko, pengembang hanya memiliki surat izin pemanfaatan

penggunaan tanah. Padahal, untuk membangun rumah susun,

pengembang harus juga memiliki rencana tata bangunan dan

lingkungan, izin mendirikan bangunan, dan analisis dampak

lingkungan.

Semua itu merupakan peraturan baku yang wajib dipatuhi sebelum

menjalankan proyek. Apalagi untuk proyek sebesar dan sepenting

itu, sudah seharusnya sesuai dengan rencana tata ruang wilayah

(RTRW). Menurut Hari, bila rumah susun Kalibata Residences

Page 14: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

12

selesai dibangun dan dihuni semuanya, akan ada

tambahan sekitar 20 ribu orang penduduk di kawasan itu.

Dengan tambahan penghuni sebanyak itu, daya dukung

lingkungan yang tersedia di kawasan itu, seperti jalan raya,

saluran drainase, dan pasokan air bersih, tidak mencukupi.

Perizinan akhirnya turun pada pertengahan Mei lalu.

Namun kejadian tersebut menunjukkan bahwa “izin”

belum menjadi mekanisme yang dipahami dan dituruti

setiap orang. Itulah yang menjadi penyebab terjadinya

penyimpangan peruntukan wilayah. Seperti dikatakan

arsitek lanskap Nirwono Joga, sekitar 80 persen

pembangunan tak sesuai dengan tata ruang (lihat kolom

Agar Jakarta Menjadi Habitat Hijau).

Menurut Ketua Forum Warga Kota Jakarta, Azas Tigor

Nainggolan, izin menjadi syarat penting karena

merupakan alat kontrol pembangunan agar selaras dengan

rencana tata ruang kota. Jika soal izin diabaikan serta

pemerintah tidak tegas menertibkan penyimpangan--atau

malah membiarkannya--wajah Jakarta akan rusak dan

semua fungsi kota berantakan karena daya dukung tidak

sesuai dengan penggunaan. “Yang merusak Jakarta adalah

pemodal dan aparat pemerintah daerah,” kata Azas Tigor.

Pernyataan Tigor memang keras. Namun, warga

kebanyakan pun tahu bahwa izin pembangunan itu

bukan aturan main yang baku. Contoh yang besar

adalah kawasan Kemang. Sudah banyak ditulis di

berbagai media betapa amburadulnya kawasan di

Jakarta Selatan tersebut. Maklum, menurut rencana tata

ruang dan wilayah yang berlaku, peruntukan kawasan

Kemang adalah daerah permukiman, bukan komersial.

Tapi membenahinya sama sekali tidak mudah.

Pengembangan yang tak sesuai dengan patokan

mengakibatkan kemacetan kronis di sana.

Seperti kata Kepala Dinas Tata Kota Jakarta,

Wiryatmoko, persoalan tata ruang Kota Jakarta tak

semudah membangun dalam ruang atau lahan yang

kosong. ”Kondisinya sudah ada seperti ini. Maksudnya,

kami mau merencanakan, tapi orang sudah penuh

sesak. Jadinya, ketika mau diremajakan, realisasinya

sulit,” ujarnya.

Page 15: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Maklum, luas wilayah Jakarta tetap sama, sekitar 650 kilometer persegi, namun jumlah penduduk meledak dua kali

lipat. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah 2010-2030 (yang sedang diselesaikan pemerintah daerah) diperkirakan

target penduduk 12,5 juta jiwa, sedangkan dalam Rencana Induk 1965-1985, yang merupakan masterplan pertama

Jakarta, penduduk baru 6 juta jiwa. Tapi, tetap saja, pemerintah daerah Jakarta berkewajiban membuat rencana tata

ruang wilayah, karena itu merupakan salah satu elemen dari pengaturan kota sebagai tempat hidup bersama.

Nah, masalahnya, masterplan Jakarta tidak pernah terlepas dari tanda tanya. Dalam rencana pertama 1965-1985,

misalnya, Jakarta sudah memiliki konsep ruang terbuka hijau bagus, yaitu green belt--semacam ruang terbuka hijau

yang melingkari kota ini. Namun, dalam rencana selanjutnya: 1985-2005, konsep ini hilang. Bahkan soal penanganan

banjir dan pembuatan drainase sudah tidak lagi menjadi prioritas utama bagi kota yang secara geografis terletak di

dataran rendah dan dilewati 13 sungai ini. Dalam rencana tata kota 1985-2005, prioritas ada pada pembangunan

kawasan untuk menggerakkan roda perekonomian. Perkembangan kawasan baru seperti Kelapa Gading dan Pantai

Indah Kapuk terjadi pada masa itu.

13

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 16: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Keanehan berlanjut. Pada 2000, lima tahun sebelum masa rencana tata kota habis, pemerintah DKI Jakarta meluncurkan

masterplan 2000-2010. Ada masa lima tahun (2000-2005) yang dikoreksi pada rencana tata kota 2000-2010. Namun,

rencana tata ruang wilayah yang sekarang, yaitu 2010-2030, malah terlambat muncul. Hingga lewat pertengahan Juli dan

hampir berakhirnya masa kerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah periode 2004-2009, belum ada rencana tata ruang

wilayah (RTRW) yang baru.

Menurut jadwal, masterplan baru itu seharusnya sudah selesai dan disahkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta

pada akhir Juni 2009. Kenyataannya, menurut Wakil Ketua Komisi D Bidang Pembangunan DPRD Jakarta, Muhayar,

belum ada. “Nanti, kami serahkan ke anggota legislatif yang baru terpilih,” kata wakil dari Fraksi Partai Keadilan

Sejahtera itu.

Menurut dokumen yang didapat Tempo, RTRW 2010-2030 dijadwalkan oleh pemerintah masuk pembahasan Dewan

pada Juli-Agustus dan selesai pada September-Oktober 2009. Namun, berdasarkan wawancara Tempo dengan Kepala

AJT

R2

00

9

14

Page 17: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Dinas Tata Kota Jakarta Wiryatmoko dan Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Jakarta Nurfakih

Wiriawan, tampaknya tenggat masterplan 2010-2030

pada masa jabatan Dewan yang sekarang akan terlewati.

Lalu, bagaimana Jakarta akan direncanakan 20 tahun

mendatang? Menurut Nurfakih, pengembangan Ibu

Kota akan bertumpu pada pola transportasi terpadu,

yang disebut mass rapid transportation, mulai dari

kereta api yang menghubungkan daerah sekitar Jakarta,

monorail, dan busway. “Pembangunan permukiman

terkonsentrasi di tempat-tempat tertentu, membentuk

struktur baru Kota Jakarta, berbasis pada backbone

transportasi, mengikuti pola transportasi massal

tersebut,” tuturnya.

Pusat pola transportasi terpadu yang dihubungkan

dengan pejalan kaki dan pengguna sepeda itu nantinya

berada di kawasan Dukuh Atas, Jakarta Selatan.

Sedangkan untuk lalu lintas pribadi dan barang,

menurut Wiryatmoko, dibuat jalan susun yang

menghubungkan pusat bisnis penting di Jakarta, seperti

Sentra Primer Tanah Abang, Senen, Roxy, dan Pulo

Gadung.

Sedangkan untuk pembangunan yang lebih terkontrol,

dibuat pola rancangan pembangunan per kawasan, yang

utuh dan serasi. Dia menunjuk contoh Sudirman Centre

Business District, di atas tanah 40 hektare. Gedung tak

sekadar berupa bangunan individual, tapi terhubung

pedestrian, sehingga terbentuk akses lebih baik di antara

bangunan satu dan lainnya. Lingkungan juga terintegrasi,

sehingga pergerakan orang, barang, dan kendaraan lebih

efisien. Kawasan Senen, Kemayoran, Glodok, Mangga Dua,

Muara Angke, Kuningan, Blok M, akan mengikuti model

seperti itu.

Menurut Nurfakih, langkah terobosan ini dilakukan karena

sulit menata Jakarta secara keseluruhan. Kawasan akan

menjadi multiguna: komersial, permukiman, fasilitas

rekreasi. “Prinsipnya, orang nggak perlu ke mana-mana.

Lagi pula, menata kelompok demi kelompok, segmen demi

segmen, itu bisa terkendali,” ujarnya.

Dalam rencana 2010-2030 nanti juga tercantum

pengendalian banjir dengan penyelesaian proyek Kanal

Banjir Timur, penataan sungai dan waduk, reklamasi

pantai utara Jakarta, dan pembangunan kawasan ekonomi

khusus Marunda untuk menggantikan Pelabuhan Tanjung

Priok. “Bahkan kami merencanakan pembangunan dam

sepanjang 40 kilometer dari Banten sampai Bekasi, seperti

Kota Petersburg di Rusia,” kata Gubernur Fauzi Bowo.

15

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 18: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Ruang terbuka hijau dalam masterplan baru nanti tetap dipertahankan 13,94 persen dari total

wilayah Jakarta, meliputi hutan kota, hutan lindung, median jalan, bantaran sungai, makam,

lapangan olahraga, taman, dan lainnya. Untuk ruang terbuka hijau, menurut Wiryatmoko, bila

diperhitungkan dengan ruang terbuka privat yang terdapat dalam setiap pekarangan perumahan

dan peruntukan lainnya melalui penetapan kewajiban penyediaan lahan hijau, akan diperoleh

tambahan 20 persen. “Dengan demikian luas total ruang terbuka hijau yang direncanakan dapat

mencapai lebih dari 30 persen. Lebih besar dari syarat perundang-undangan,” ujarnya.

Dalam pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Penataan Ruang No. 26 Tahun 2007 disebutkan, ruang

terbuka hijau di sebuah kota paling sedikit 30 persen dari wilayah kota.

Menurut Wiryatmoko, nantinya perencanaan tata ruang Jakarta menganut visi “hidup harmonis

berdampingan dengan air”, dengan membuat room for river dan room for water. “Sekarang, kalau

ada orang punya tanah lima sampai sepuluh hektare mau bikin perumahan, kami akan minta

dibikinkan danau 10 persen. Karena undang-undang mengamanatkan begitu,” katanya.

Ya, kita tunggu saja bentuk fisik Rencana Tata Ruang Wilayah 2010-2030 yang sah. Lalu, kita lihat

saja bagaimana konsistensi pemerintah menerapkan rencana yang keren itu.

AJT

R2

00

9

16

Page 19: Tata Ruang di Mata Jurnalis

BEREBUTDI POSISI KEPALA NAGA *)

Pengembangan wilayah yang tidak

berbasis pada penataan ruang telah

mengubah beberapa kawasan di Jakarta

menjadi kurang teratur. Kepercayaan

bahwa letak suatu kawasan berada di

jalur “Kepala Naga” telah membuat para

investor berlomba-lomba

mengembangkan sentra bisnis dan

pemukiman di daerah yang sebenarnya

tidak layak dari sisi lingkungan dan tidak

sesuai dengan RTRW. Munculnya RTRW

2010-2030 diharapkan akan membuat

pembangunan di Kota Jakarta lebih

teratur dan hendaknya ada sanksi hukum

yang tegas terhadap para pelanggar

RTRW berupa vonis sebagai perusak

lingkungan.

17

TATA RUANG di mata jurnalis

Pertimbangan ekonomi lebih mengedepan dibanding dampak lingkungan, dalam

pengembangan kawasan. Ketelanjuran yang berbuah kerusakan lingkungan.

Tein Saputra punya istilah menarik tentang kawasan Kelapa Gading. ”Kota

jadijadian,” demikian menurut lakilaki 43 tahun yang bekerja sebagai petugas

keamanan kawasan bisnis dan hunian terpadu di Jakarta Utara itu. Sebab, menurut

Tein, yang penduduk asli kawasan itu, hingga 1985 Kelapa Gading masih penuh

sawah dan rawarawa—lengkap dengan tumbuhan berduri setinggi dua

meter—yang menjadi penampungan air. Pemandangannya lebih mirip hutan.

”Maling masuk tidak terlihat,” katanya.

Masruri, 50 tahun, yang tinggal di Kelapa Gading sejak 20 tahun lalu, pun memiliki

kesan serupa. Pada 1990an saja, menurut dia, rawa dan sawah masih membentang.

*) Bagian dari Lenggak-Lenggok Jakarta

Page 20: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

18

”Dulu masih gelap, tahutahu gedung tumbuh satu per satu,” kata Masruri, yang

sekarang membuka kios rokok di emperan pertokoan.

Kelapa Gading seperti hasil sulap. Rawarawa yang dulu mendominasi kawasan

seluas 1.600 hektare itu berubah menjadi hutan beton. Ruang terbuka hijau di

kawasan itu tinggal sejumput, digantikan bangunan komersial, perkantoran, dan

hunian.

Adalah pengembang PT Summarecon Agung Tbk. yang menjadi perintis.

Pengembangan kawasan itu adalah proyek pertama Summarecon, yang berdiri

pada 1975. Awalnya hanya 10 hektare yang dibangun, sekarang menjadi 500

hektare. Pertokoan, perumahan, perkantoran, pusat olahraga, semua yang menjadi

ciri kota besar, ada di sana. Rawa dan sawah terlupakan sudah.

Page 21: Tata Ruang di Mata Jurnalis

19

TATA RUANG di mata jurnalis

Pada awal Februari 2007, kawasan itu lumpuh dalam waktu hampir

sepekan. Air setinggi badan menggenang, masuk rumah, merendam

kendaraan, menutup jalan. Meski banjir bukan cerita baru di ”kota

baru” itu dalam 10 tahun terakhir, setiap tahun Kelapa Gading

menjadi daerah langganan banjir ketinggian air meningkat dan

meluas dari tahun ke tahun. Sewaktu banjir besar pada 2002,

genangan air masih setinggi lutut, tapi kini sudah setinggi badan.

Salah siapa? Jelas, pihak pengembang tidak mau disalahkan.

Direktur Utama Summarecon, Johanes Mardjuki, menolak jika

dianggap menyalahi pedoman tata ruang. ”Jelas kami mengikuti

prosedur dan mengantongi izin pemerintah daerah,” katanya. Daya

dukung lingkungan pun tetap dipertahankan dan ditingkatkan.

Salah satu wujud komitmen adalah

pembentukan town management,

divisi khusus yang mengelola masalah

lingkungan.

Yang dikatakan Johanes masuk akal.

Tidak mungkin, pengembangan

kawasan dari hanya 10 hektare

menjadi 500 hektare tak melalui izin

pemerintah. Namun, sudah menjadi

rahasia umum bahwa dampak

lingkungan memang tidak menjadi

prioritas dalam pengembangan dan

pemberian izin suatu kawasan. Seperti

kata ahli tata kota Yayat Supriatna,

faktor lingkungan dalam konteks

pengembangan kawasan kerap

terpinggirkan oleh faktor ekonomi.

”Tapi pemerintah masih malumalu

mengakui lebih memprioritaskan

ekonomi,” katanya.

Menurut Yayat, rawarawa yang

ampuh menahan air pun dianggap

berharga rendah. Sawah juga lebih

tidak bernilai ekonomis ketimbang

pusat niaga. Dalam hitungan Yayat,

Page 22: Tata Ruang di Mata Jurnalis

lahan satu hektare di Jakarta bisa menghasilkan

pendapatan hingga Rp 3 miliar jika difungsikan menjadi

lokasi komersial.

Kekuatan kapital memang dahsyat. Meski menjadi

langganan banjir, menurut Direktur Indonesia Property

Watch, Ali Tranghanda, nilai aset di Kelapa Gading tahun

ini justru naik 11 persen. Harga satu unit hunian mencapai

Rp 1 miliar, dan aset properti komersial tentu lebih mahal,

hingga Rp 4 miliar. Menurut Ali, tingginya permintaan itu

karena lokasi yang sudah terbentuk dan potensi

pengembangan yang masih tumbuh. ”Paling cuma saat

banjir pindah sementara,” katanya.

Bagi sebagian orang, pilihan berinvestasi di Kelapa Gading

juga tak lepas dari posisi ”kepala naga” yang

disandangnya, menurut perhitungan feng shui. Posisi itu

diyakini membawa hoki. ”Kelapa Gading memang

kawasan bagus, 'kepala naga' hanya kiasan,” kata ahli feng

shui, Yun Xiangyi Hong.

Suatu kawasan disebut bagus terutama jika aksesnya

bagus. ”Paling jelas ya yang tersambung jalan tol,” tutur

Xiangyi. Sedangkan daerah Kemang, Jakarta Selatan,

misalnya, dinilai lumayan bagus karena akses ke daerah

pusat relatif dekat. Faktor yang menentukan

bagustidaknya kawasan adalah gabungan dari akses,

permukiman, lingkungan, dan kondisi sosial ekonomi

penduduknya.

Yang jelas, daerah di Jakarta yang terkenal atau

dipercaya sebagai daerah ”kepala naga” memang

menjadi incaran, dan akhirnya berkembang menjadi

sentra bisnis. Menyebut di antaranya, selain Kelapa

Gading, adalah daerah Kemang, Pondok Indah, Jakarta

Selatan; Pluit dan Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Banjir, polusi, dan macet sepertinya tidak relevan lagi.

Perburuan mendapat tempat di area ”kepala naga” tadi

pun kerap meminggirkan peruntukan kawasan yang

benar. Daerah Kemang, misalnya, pelanpelan beralih

fungsi dari daerah permukiman menjadi komersial.

Meski pemerintah daerah sudah menyatakan

pembangunan kawasan Kemang banyak yang

menyimpang dari peruntukan, toh otoritas resmi itu

hingga kini belum bisa memutuskan tindakan apa yang

akan diterapkan di Kemang. ”Belum, jalan keluar untuk

itu belum diputuskan,” kata Kepala Dinas Tata Kota,

Wiryatmoko, kepada Tempo.

AJT

R2

00

9

20

Page 23: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Nah, karena sudah banyak ketelanjuran, untuk pemerintah, sebagai ”penjaga gawang” tata kota, Yayat meng-

usulkan kebijakan untuk memberikan disinsentif kepada pengembang suatu kawasan setara dengan

perusakan lingkungan yang ditimbulkan. Disinsentif bisa berupa pengelolaan limbah atau penggantian aset

lingkungan kawasan semisal ruang terbuka hijau. ”Itu yang paling realistis,” katanya.

Kebijakan yang ideal untuk kawasan menyimpang sebenarnya langkah penyegelan, pembongkaran, dan

pemulihan. ”Tapi apa mungkin?” katanya. Menurut dia, pilihan kebijakan realistis bersandar pada

pertimbangan bahwa perencana tidak bisa menutup mata terhadap pesatnya perkembangan.

”Jangan ngomongin yang dulu, kondisinya jauh berbeda,” kata Wiryatmoko. Perkembangan Jakarta yang

pesat, termasuk pertambahan kendaraan dan penduduk, jelas mendorong terbentuknya kebutuhan terhadap

ruang baru. Dan Wiryatmoko meyakinkan, dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah 20102030, akan ada

hukuman bagi para perusak lingkungan. ”Intinya, pemerintah menjemput perkembangan baru,” katanya.

21

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 24: Tata Ruang di Mata Jurnalis

DISORIENTASIRUANG YOGYAKARTA

AKIBAT PATAHNYA SIMBOLTerbaik III

Kategori Media CetakMajalah Tempo

Jogjakarta dikenal sebagai kota budaya

dengan kehidupan masyarakatnya yang

damai dan teratur. Namun

perkembangan jaman mulai menggerus

sendi-sendi aset budaya sehingga

tergantikan oleh hal-hal yang lebih

modern. Saat ini bisa kita saksikan tata

ruang Jogjakarta yang sarat fungsi

simbolis dan historis semakin terkalahkan

oleh kepentingan pasar. Di masa yang

akan datang, pengembangan Jogjakarta

diharapkan tetap memperhatikan

estetika dan keunikan budaya serta tidak

terpengaruh oleh tren pengembangan di

daerah lain yang seringkali mengabaikan

aspek penataan ruang demi pemenuhan

kebutuhan ekonomi.

Kehidupan manusia Jawa selalu erat dengan simbol. Simbol itu diejawantahkan

dalam penataan pola hidup, seperti tata ruang di wilayah DI Yogyakarta. Sejak

pertama kali Yogyakarta dibangun oleh Sultan Hamengku Buwono I,

masyarakat sudah terlatih untuk peka terhadap aneka simbol dalam tata ruang.

Ketika simbol-simbol tersebut mulai terpatahkan, disorientasi dalam hidup pun

mulai terjadi.

Belanda yang sangat memahami antropologi kekuasaan dan politik raja Jawa,

misalnya, dengan lihai memperlemah kedudukan raja melalui kesengajaan

pematahan simbol budaya. Pengacauan simbol menyebabkan rakyat terpecah-

belah karena dipaksa untuk menyaksikan tumbuhnya dualisme kekuasaan dari

keraton dan Residen Gubernur Belanda.

AJT

R2

00

9

22

Page 25: Tata Ruang di Mata Jurnalis

23

TATA RUANG di mata jurnalis

Ironisnya, penjajahan melalui pematahan simbol ini terus terjadi hingga sekarang dalam bentuknya yang lain.

Jika Belanda mematahkan simbol untuk menunjukkan hegemoni kekuasaan, kali ini tata ruang Yogyakarta yang

sarat fungsi simbolis dan historis semakin terkalahkan oleh kepentingan pasar.

Reduksi tata ruang Yogyakarta dengan pematahan fungsi simbolik oleh Belanda, antara lain terlihat saat

pembuatan rel kereta api pada tahun 1867 yang memutus konsep garis imajiner. Pola bulevar atau jalan

memanjang dari Tugu menuju Keraton yang menjadikan Yogyakarta berbeda dari kerajaan lain, terputus akibat

rel kereta api. Gedung warisan Belanda yang saat ini dimanfaatkan sebagai Kantor Bank Indonesia dan kantor

pos sengaja dibuat membelakangi dan menutupi keraton.

Page 26: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

24

Secara politis, bulevar menegaskan kekuasaan raja. Kondisi psikologis, tamu keraton akan terperangkap dalam

kekuasaan raja dan harus mempersiapkan diri ketika memasuki bulevar sebelum menghadap raja. Dari sisi keamanan,

bulevar memudahkan memonitor musuh. Bulevar itu pun membangun simbol Yogyakarta, sekaligus mempermudah

pembangunan pola guna tanah di sekitarnya.

Meski sanggup bertahan dari gempuran pematahan simbol

oleh Belanda, beberapa titik bernilai sejarah di Yogyakarta

justru tak sanggup bertahan dari terjangan zaman. Sebagai

salah satu kantong keistimewaan tata ruang, empat masjid

pathok negara, yaitu Masjid Mlangi, Masjid Ploso Kuning,

Masjid Babadan, dan Masjid Dongkelan kian terjepit oleh

pembangunan permukiman di sekitarnya.

Renovasi terhadap masjid penanda teritori Keraton

Yogyakarta ini hanya dilakukan sebatas perbaikan bangunan,

bukan kawasannya. Pembangunan perumahan dan spekulasi

lahan semakin merajalela, seiring mulai berkurangnya

kemampuan institusi untuk mengendalikan tata kota.

Penetrasi fungsi baru pada kawasan lama pathok negara

semakin kentara dari tahun ke tahun. Dari empat masjid,

hanya Masjid Ploso Kuning yang cenderung bertahan pada

konsep awal. Masjid Babadan yang terletak di sebelah timur

Keraton, yaitu di Kecamatan Banguntapan, Bantul, misalnya,

terdesak oleh pesatnya pembangunan permukiman di

sekelilingnya. Bahkan, tembok pembatas masjid pun telah

beralih fungsi sebagai tembok rumah warga.

Warga Babadan, Sugiyanto, mengatakan bahwa Masjid

Babadan sempat ditinggalkan jemaahnya ketika mereka bedol

Page 27: Tata Ruang di Mata Jurnalis

25

TATA RUANG di mata jurnalis

desa saat Jepang menyerang. Masjid itu kemudian dibangun kembali dari sisa fondasi dan tembok lama pada tahun 1964.

”Sulit untuk mengembalikan ke bentuk aslinya. Jika tidak dikendalikan, makam yang menyatu dengan masjid bisa

terancam juga jadi perumahan,” kata Sekretaris Masjid, Suhari.

Ketua Program Studi Perencanaan Kota dan Wilayah, Jurusan Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Universitas Gadjah

Mada (UGM) Sudaryono yang bersama Kompas mengunjungi masjid-masjid pathok negara, Jumat (10/10), mengatakan,

reduksi tata bangunan dan tata ruang di Yogyakarta kian

parah. ”Pembangunan dirancang semena-mena dan hanya

berorientasi pada tanah kosong,” ungkapnya.

Masjid pathok negara, menurut Sudaryono, sebenarnya

tidak semata berfungsi sebagai siar agama, tetapi juga

sebagai pembatas teritori. Batasan tersebut diperlukan

untuk mengendalikan pengembangan kota. Pathok negara

sekaligus mewadahi agar tata ruang kota tidak

menyimpang dari konsep ekologi. Pembangunan kota

harus tidak merugikan pertanian dan tidak mereduksi

kawasan pinggiran sebagai buffer area. Tata kota yang

dilandasi konsep ekologi ini sejalan dengan filosofi Jawa

yang selalu mengandalkan harmoni dengan alam.

Sudaryono menambahkan, konsep pathok negara

mengandung nilai bahwa perkembangan kota harus

dibatasi dan tidak bisa dibiarkan liar. Saat ini

pembangunan di Yogyakarta cenderung liar karena

keputusan pembangunan ada di tangan individu, bukan

kolektif. ”Ekspansi kota harus ketat. Individu pemilik

bangunan bersejarah harus sadar bahwa asetnya

merupakan aset identitas pembentuk kota sehingga

konsisten untuk mempertahankan,” tambahnya.

Page 28: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

26

Reduksi tata bangunan antara lain juga terjadi di kawasan Kota Gede, Kota Baru, Tamansari, dan

Jalan Sudirman. Di kawasan itu terjadi perubahan langgam arsitektur yang dirombak dengan

arsitektur baru, yang sama sekali berbeda dengan bangunan lama. Petilasan Tamansari, misalnya,

kini tampil dengan cat warna pink yang sama sekali tidak dikenal dalam bangunan khas Jawa.

Kekuatan terbesar yang mengubah struktur kota adalah pembangunan real estat. Kantong-kantong

keunikan mulai terjepit oleh maraknya pembangunan perumahan yang sering kali melanggar tata

krama berperumahan, tata krama berkota, dan tata hukum perkotaan. Pembangunan perumahan

sering kali menggunakan konsep baru yang sama sekali terasing dari tata ruang asli Yogyakarta.

Perumahan baru di bagian utara Yogyakarta, misalnya, banyak yang dibiarkan kosong. Padahal,

pembangunannya sudah telanjur merusak lahan pertanian. Perumahan-perumahan kosong ini

akhirnya menjadi tata ruang terabaikan atau patologi kota yang justru menjadi beban bagi kota.

Selanjutnya, perlu ada pembatasan supaya investor kaya tidak bebas membeli lahan seluas-luasnya

untuk dibangun dengan visinya sendiri.

Jangan Vertikal

Sudaryono mencontohkan skala ruang Kota Yogyakarta semestinya

jangan menuju pada bangunan vertikal karena akan menjadi serupa

dengan kota lain. Bangunan vertikal menggunakan teknologi replikatif

yang melahirkan keseragaman pada struktur, ketinggian, dan bidang

tertentu. Konsep vertikal muncul dengan semangat rasionalisasi,

efisiensi, dan optimalisasi.

Pengelolaan tata ruang Yogyakarta, lanjut Sudaryono, cenderung

parsial. Koordinasi antara berbagai unsur, seperti pemerintah daerah,

swasta, dan masyarakat menjadi kunci pokok untuk penguatan

identitas kota. Institusi kolektif perlu dibangun sehingga penataan kota

tidak hanya menjadi domain pemerintah, tetapi juga melibatkan

Page 29: Tata Ruang di Mata Jurnalis

27

TATA RUANG di mata jurnalis

masyarakat. Institusi kolektif tersebut akan semakin istimewa karena keterlibatan Keraton dalam

pengambilan keputusan.

Selain pembentukan institusi kolektif, perlu juga dibuat kesepakatan bersama tentang tujuan tata kota yang

kemudian diformalkan. Menurut Sudaryono, pengendalian kebijakan tata ruang oleh pemerintah daerah

selama ini masih lemah. Hingga kini belum ada konsistensi antara perencanaan sebagai produk hukum formal

dan implementasi di lapangan.

Potensi keistimewaan tata ruang di Yogyakarta masih cukup kaya. Keunikan DIY terletak, antara lain, pada

tata ruang pedesaan dengan halaman rumah yang tidak berpagar. Secara garis besar, pola dasar pendirian

Yogyakarta oleh Sultan Hamengku Buwono I sebenarnya mirip dengan beberapa kerajaan lain, seperti

Majapahit, Demak, dan Surakarta. Tata kota terdiri dari pusat keraton, alun-alun, dan tempat ibadah.

Meski tetap mempertahankan keunikan dari sisi historis dan simbolis, tata ruang kota tetap harus

memberikan ruang longgar bagi pengembangan tata sosial yang baru.

”Tata fisik lama tetap dipertahankan, tetapi fungsi baru bisa

masuk dan tidak merusak yang lama. Belum terlambat untuk

menyelamatkan tata ruang istimewa Yogyakarta asal ada

kepedulian kolektif,” ungkap Sudaryono.

Tata ruang Yogyakarta menyimpan keunikan yang

memampukan Yogyakarta untuk memil iki ni lai

keabadiannya. Dengan perencanaan tata ruang yang baik,

Yogyakarta tidak perlu lagi mengalami degradasi sebagai

suatu lintasan kolektif memori. Keterhilangan memori yang

menumbuhkan rasa keterasingan terhadap kota belum

terlambat untuk dicegah. Tinggal apakah ada kepedulian dan

kemauan untuk bertahan atau membiarkan kota menjadi

homogen setelah terseret zaman…

Page 30: Tata Ruang di Mata Jurnalis

MENGHINDARI BANJIRLEWAT PENATAAN KEMBALI KAWASAN JABODETABEKPUNJUR

Terbitnya Perpres No 54/2008 yang

mengatur penataan kawasan

Jabodetabekpunjur membuat semua

pembangunan di kawasan tersebut harus

ditinjau ulang. Adanya Perpres dimaksudkan

untuk mengendalikan pembangunan dan

melindungi lingkungan dari kerusakan yang

semakin parah. Bangunan yang tidak sesuai

dengan rencana tata ruang harus dibongkar

dan rencana reklamasi pantai utara Jakarta

harus ditunda hingga adanya pembenahan

menyeluruh terhadap lingkungan di

sekitarnya terutama di daerah hulu. Hal itu

perlu dilakukan agar pembangunan ke depan

dapat meminimalisir kerusakan lingkungan

dan timbulnya bencana.

Pemenang IIKategori RadioKBR68H

AJT

R2

00

9

28

Banjir yang kerap merendam ibukota Jakarta membuat pemerintah

pusat kewalahan. Solusi pembenahan lingkungan dan normalisasi

sungai yang dilakukan belakangan dianggap kurang manjur karena

hanya bersifat parsial. Demi melakukan pembenahan menyeluruh,

maka terbitlah Perpres Jabodetabekpunjur. Efektifkan Perpres ini

membebaskan Jakarta dari banjir? Simak ulasan singkat Sutami yang

rupawan dan baik budinya berikut ini.

Terbitnya Peraturan Presiden tentang penertiban kawasan Jakarta,

Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Puncak, Cianjur bakal membawa

sejumlah dampak. Salah satunya pembatalan proyek reklamasi pantai

utara Jakarta. dihentikan karena analisa mengenai dampak lingkungan

proyek itu dianggap menyimpang. Terbitnya Perpres ini juga

Page 31: Tata Ruang di Mata Jurnalis

menyebabkan bangunan villa, pemukiman dan perkebunan di kawasan Puncak, Bogor dan Cianjur yang tak sesuai

dengan tata ruang harus dibongkar.

Sekretaris Dirjen Penataan Ruang, Departemen Pekerjaan Umum, Ruchiyat Deny mengatakan, Pemerintah Jakarta, Jawa

Barat dan Banten diberi waktu hingga 3 tahun untuk menyesuaikan perda pembangunannya dengan Perpres ini. Kata

Ruchiyat, pejabat dan kontraktor yang melanggar Perpres ini bisa dikenakan sanksi pidana

Sementara Deputi Menteri Lingkungan Hidup Hermin Rosita mengatakan menteri lingkungan Hidup telah menyurati

pemerintah Jakarta terkait proyek reklamasi pantai utara. Menteri Lingkungan Hidup, kata Rosmin minta pemda Jakarta

mendesain ulang proyek itu.

Proyek reklamasi pantai utara Jakarta memang kerap disorot sejumlah kalangan. LSM Walhi Jakarta memperkirakan, bila

Mega proyek ini dilanjutkan banjir yang kerap melanda Jakarta akan semakin parah. Kepala divisi riset dan analisis

kebijakan Walhi Jakarta Hasbi Aziz mengatakan reklamasi dengan peninggian daerah pantai bakal menyebabkan banjir

29

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 32: Tata Ruang di Mata Jurnalis

tak bisa mengalir keluar. Demikian pula arus pasang laut, yang bakal

terjebak di daratan. Kalo kita analogikan itu ke Pantura, maka kita melakukan reklamasi

pantai utara Jakarta,lebih duluan dibanding pembenahan sungai,

keadaan ekologi di daerah hulu, artinya didaerah daratan Jakarta itu,

maka dampak yang ditimbulkan di daerah hulu tidak bisa diantisipasi

di daerah hilir. Akibatnya akan terjadi arus bolak-balik antara potensi

akibat dari hulu ke hilir dan hilir ke hulu. akibatnya dua-duanya

korban

Agar Jakarta tak tenggelam, Hasbi Aziz menyarankan proyek

reklamasi pantai utara Jakarta ditunda. Pemerintah kata Aziz mesti

terlebih dulu membenahi kawasan sekitar pantai utara Jakarta. Ini

termasuk pembenahan di daerah penyangga Ibukota.pada prinsipnya

orang selalu menyalahkan daerah villa, seakan-akan bahwa kondisi di

hilir, sungai-sungai di Jakarta itu kemudian kdd-kdd yang dilakukan,

dibebaskan mal yang dibangun, gedung bertingkat yang dibangun di

Jakarta dianggap lebih kecil dampaknya dibanding penebangan hutan

atau villa-villa yang ada di Cianjur atau Bogor. Jadi kami menanggap

disana villa harus ditertibkan pohon harus ditanam supaya resapan air

bisa tercapai dan di daerah hilir, di Jakarta juga harus dibenahi itu

Setelah pembenahan menyeluruh selesai dilakukan, maka proyek

reklamasi pantai utara bisa dilanjutkan kembali. Dengan catatan,

analisis mengenai dampak lingkungan alias amdal nya dibenahi

terlebih dulu.

AJT

R2

00

9

30

Page 33: Tata Ruang di Mata Jurnalis

31

TATA RUANG di mata jurnalis

METRO 10 :10 KOTA NYAMAN DITINGGALI

Masyarakat Indonesia rupanya mulai

menyadari pentingnya lingkungan tempat

tinggal yang nyaman dan dapat mendukung

aktifitas hidupnya sehari-hari. Kota

Yogyakarta muncul sebagai kota yang paling

nyaman untuk ditinggali karena budaya

masyarakatnya yang ramah, akses terhadap

pusat pendidikan serta kaya akan warisan

budaya. Menyusul di belakangnya adalah

Bandung, Semarang, Solo, Bogor, Surabaya,

Malang, Medan, Bali, dan Makassar. Kota-

kota besar relatif masih menjadi pilihan

utama (kecuali Jakarta) sebagai tempat

tinggal karena memiliki kelengkapan fasilitas

yang didukung oleh suasana kota yang asri

dan budaya masyarakat yang ramah.

Terbaik IIIKategori Televisi

Metro TV

Pembangunan yang tidak merata telah membuat kota menjadi tempat tujuan orang dengan berbagai alasan, termasuk untuk bertempat tinggal. Menurut responden yang kami tanyai, ada sepuluh kota yang menurut mereka nyaman untuk ditinggali.

10. Kota Makassar dipilih responden di nomor sepuluh. Makassar yang telah tumbuh dan menggeliat, menjadi barometer kemajuan wilayah Indonesia Timur. Kota seluas 128 Kilometer persegi selalu menjadi titik singgah untuk tujuan orang ke Indonesia bagian Timur. Makassar yang berpenduduk 1,25 juta jiwa telah menjadi kota besar yang kosmopolit dan menjadi tujuan orang mengadu nasib.

Page 34: Tata Ruang di Mata Jurnalis

9. Bali tidak hanya menjadi tujuan wisata. Bali juga menjadi tujuan orang mengadu nasib dan bertempat tinggal. Kota Denpasar ibukota Bali, terasa kian sesak dari tahun ketahunnya. Data menunjukkan, bahwa p e r t u m b u h a n p e n d u d u k k o t a D e n p a s a r diperkirakan telah mencapai 4 persen tiap tahunnya. Tahun lalu, dari 600 ribu jumlah penduduk Denpasar, komposisi antara pendatang dan penduduk asli hampir seimbang.

8. Luas Kota Medan yang hanya 265 kilometer persegi, penduduknya mencapai 2,7 juta jiwa. Tergolong padat, hingga wilayah kota Medan selalu berkembang dari waktu ke waktu. Sebagai kota yang dekat dengan pelabuhan, membuat Medan menjadi tempat peruntungan bagi mereka yang datang dan menetap.

7. Letaknya yang hanya 90 Kilometer dari Surabaya, menjadi pilihan orang yang berkunjung ke Jawa Timur untuk menyinggahinya. Sejak dulu Kota Malang dikenal sebagai tempat peristirahatan karena udara sejuknya. Itu sebabnya di Malang banyak terdapat tempat rekreasi dan peristirahatan. Malang juga menjadi tujuan bagi mereka yang ingin menuntut ilmu.

6. Surabaya saat ini telah menjadi kota terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta. Luasnya yang 375 kilometer persegi terasa kian sesak dari waktu ke waktu. Hadirnya industri skala besar, menjadi magnet bagi pendatang untuk datang dan tinggal. Biaya hidup yang dianggap tidak terlalu mahal juga menjadi alasan orang untuk tinggal di Surabaya.

AJT

R2

00

9

32

Page 35: Tata Ruang di Mata Jurnalis

5. Kota hujan Bogor dipilih responden sebagai tempat tinggal, karena letaknya yang tidak jauh dari Jakarta. Kota Bogor yang beriklim sejuk telah menjadi pilihan orang yang bermata pencaharian di Jakarta. Itu sebabnya banyak pengembang membangun perumahan di wilayah Bogor.

4. Kota Solo yang berjuluk Spirit of Java ini, menjadi pilihan orang bertempat tinggal. Nuansa budaya yang kental dengan ritme kehidupan yang tidak terlalu hiruk pikuk, membuat daya tarik tersendiri bagi orang untuk bermukim di Solo.

3. Semarang kini berpenduduk 1,35 juta jiwa telah menjadi pilihan berikutnya. Letaknya yang berada di Pantai Utara pulau Jawa, memberikan kemudahan akses bagi orang untuk tinggal di sana. Hadirnya beberapa fasilitas layaknya kota besar membuat daya tarik sendiri bagi orang untuk tinggal di Semarang.

2. Bandung, yang hanya seluas 16 ribu hektar, kini telah disesaki oleh sekitar 3 juta penduduknya. Itu sebabnya problem ketersediaan lahan untuk tempat tinggal menjadi hal utama di Bandung. Kemudahan akses dari Jakarta juga menjadi faktor mengapa Kota Mode ini terasa sangat padat.

1. Yogyakarta menjadi pilihan utama responden sebagai kota yang nyaman untuk tempat tinggal. Tidak hanya sebagai tujuan wisata karena Yogyakarta kaya dengan warisan budaya, tapi juga menjadi tujuan bagi mereka yang ingin menuntut ilmu. Faktor keramahan penduduk kota Yogyakarta yang berjumlah setengah juta jiwa saat ini, juga dianggap daya tarik tersendiri di samping biaya hidup yang relatif lebih rendah.

33

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 36: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Terbaik IIKategori Foto JurnalistikJawa Pos

Page 37: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Bencana DariRuang Konservasi

?Situku Sayang, Situku Hilang?Salah Kaprah : Berumah Di Bibir Sungai

Page 38: Tata Ruang di Mata Jurnalis

SITUKU SAYANG,SITUKU HILANG *)

Berubahnya fungsi Situ menjadi lingkungan pemukiman

kumuh dan tempat cuci kakus telah mengubah wajah

asli Situ yang asri menjadi kotor dan penuh dengan

sampah. Kondisi tersebut sebagai imbas dari kurangnya

kesadaran masyarakat dalam mengelola lingkungan

dan kekurangtegasan pemerintah daerah dalam

menindak para perusak lingkungan di sekitar situ.

Penyalahgunaan fungsi situ dari RTH menjadi tempat

pembuangan sampah ataupun pemukiman membuat

pemerintah daerah perlu memberi anggaran yang

besar untuk memulihkan fungsi situ agar sesuai dengan

peruntukannya. Bencana yang timbul akibat

ambruknya Situ Gintung hendaknya menjadi perhatian

semua pihak bahwa pencegahan terhadap kerusakan

lingkungan akan menjadi investasi yang luar biasa

berharga untuk kehidupan masa depan umat manusia

di sekitarnya.

AJT

R2

00

9

36

Komunitas Peta Hijau membuat peta hijau situ di Jakarta untuk

mengingatkan pentingnya situ bagi kelestarian kota. Enam situ telah

lenyap.

Warna airnya hitam pekat. Di sepanjang pinggiran situ terlihat

tumpukan sampah plastik, potongan sayuran, dan sisa makanan.

Tumpukan sampah ini menjorok ke bagian danau dan memakan

permukaan situ hingga lima meter. Sepintas, melihat kondisinya,

Situ Ria Rio ini tak ubahnya kolam comberan raksasa. Aromanya

pun sungguh tak sedap. Bau busuk berebutan menusuk hidung.

Tak hanya itu. Luas situ ini dari tahun ke tahun juga menyusut, dari

sembilan hektare kini tinggal separuhnya saja. Selain itu, danau ini

*) Bagian dari Lenggak-Lenggok Jakarta

Page 39: Tata Ruang di Mata Jurnalis

pun mengalami pendangkalan. Satu penyebabnya

adalah got yang mengucuri situ itu membawa berbagai

material yang membuatnya makin cetek. Air yang

datang adalah buangan dari perumahan warga yang

terletak di utara situ.

Pemandangan di situ yang juga disebut Situ

Pedongkelan ini pun kian tak enak dilihat mata. Kakus

kayu yang berderet di tepian situ adalah penyebab lain.

Di sinilah, warga yang tinggal di gubukgubuk liar

membuang hajat. Di balik tripleks setinggi 30

sentimeter, ditemani rokok dan kain sarung, mereka

asyik buang air besar sambil menikmati langit biru

keabuabuan di metropolitan Jakarta.

Keadaan ini tentu saja berbeda dengan yang terjadi

sepuluh tahun silam. Menurut seorang warga yang

tinggal di permukiman pinggiran danau, saat itu

keadaan danau ini masih terbilang asri. Tak beda

dengan daerah wisata. Ada perahu bebek dan rumah

makan. ”Dulu letaknya di seberang sana,” katanya

menunjuk ke arah utara waduk.

Kondisi situ mulai berubah setelah bermunculan penghuni liar yang membangun gubuk di sepanjang situ. Pelan dan

pasti, kehadiran mereka beserta anjungan hajatnya berhasil mengusir rumah makan dan air yang bening itu. Alhasil, kini

yang tersisa hanyalah tumpukan sampah, anjungan buang hajat, dan air yang hitam pekat.

Itu adalah wajah Danau Ria Rio yang paling mutakhir. Relawan Peta Hijau Jakarta, yang menyambangi situ yang terletak

di sudut persimpangan jalan yang biasa disebut perempatan CocaCola, tak jauh dari ITC Cempaka Mas, Jakarta Timur,

pada Mei lalu, terpaksa menutup hidung sembari geleng - geleng kepala.

37

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 40: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

38

Danau Ria Rio merupakan salah satu situ di Jakarta yang

bernasib buruk. Bila dibiarkan, tentu nasibnya tidak jauh

dengan yang terjadi pada situ di Kelapa Gading Barat, Rawa

Terate, Jatinegara, Ulujami, Cilandak Timur, dan Cilandak

Barat. Situ di enam tempat itu kini hanya menyisakan kenang-

an. Tanah yang cekung itu kini berubah menjadi lahan kebun

bahkan berdiri bangunan.Keberadaan situ di Jakarta mendadak menjadi perhatian

banyak pihak setelah peristiwa Situ Gintung di Ciputat,

Tangerang, Maret lalu. Tragedi yang berawal dari jebolnya

tanggul situ tersebut menewaskan puluhan penduduk sekitar,

dan menyadarkan betapa negeri ini menyianyiakan situ.

Padahal, menilik sejarahnya, situ dibuat pemerintah Belanda

sebagai tempat resapan air, penyuplai air tanah, dan juga

sebagai penampungan air hujan. Garagara pengelolaan yang

keliru dan keteledoran masyarakatnya, tak pelak situ berubah

menjadi sumber bencana.

Kenyataan itulah yang menggerakkan Komunitas Peta Hijau Jakarta membuat sebuah peta hijau dengan fokus pada situ

Jakarta dan sekitarnya, yang dimulai sejak April hingga Juni. Mereka sebelumnya telah membuat peta hijau transportasi.

Seperti yang sudahsudah, dari penelusuran kelompok ini mereka menambahi berbagai informasi terhadap situ, termasuk

kondisi situ secara keseluruhan. Mereka pun memberikan penghargaan terhadap sepuluh situ, dari 52 situ yang mereka

survei, sebagai tempat yang dianggap menarik untuk dikunjungi.

Bekal mereka salah satunya adalah Peta Megapolitan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Karawang, Kota Cianjur,

yang disusun Dr Radika Mastra, dan diterbitkan pada 2007. Dari peta itu pula 25 orang relawan mulai bekerja. Dengan

tekun mereka menelusuri berbagai situ di Jakarta yang ada dalam buku peta itu.

Page 41: Tata Ruang di Mata Jurnalis

39

TATA RUANG di mata jurnalis

Seperti adegan perburuan harta karun, para relawan asyik mencocokkan lokasi situ

sesuai dengan petunjuk peta, dengan kenyataan yang ada. Para relawan pun tersenyum

senang. Situ yang berada di kawasan Pulomas, Jakarta Timur, sungguh memikat mata.

Situ yang terletak hanya satu kilometer dari Danau Ria Rio ini memiliki pemandangan

yang permai nan sejuk. Air situnya beriakriak kecil. Di sekitar situ terdapat lapangan golf

dan pacuan kuda. Akhirnya ditemukan juga situ yang ”hidup layak”.

Sayangnya, untuk masuk ke situ, pengunjung harus memiliki izin dari pengelola pacuan

kuda. Tim penyusun peta pun memberikan catatan, meski terawat, situ ini tidak memberi

penduduk akses ruang terbuka.

Begitu pula Situ Lembang, yang terletak di kawasan elite pada 1960an. Hingga kini situ

itu tetap terjaga keindahannya, menjadi ruang terbuka yang ramai dikunjungi orang.

Namun, setelah pukul sembilan malam, pintu menuju kawasan ini ditutup petugas

keamanan.

Pada kesempatan lain, tim relawan mendadak kaget luar biasa. Salah satunya ketika

mendatangi situ yang terletak di pinggir Kali Sunter. Dalam peta itu, danau ini ditandai

dengan warna biru muda. Artinya, menurut legenda sebagai daerah air. Kenyataannya,

di sana tak ada lagi genangan air. Yang ada hanyalah semaksemak yang ditumbuhi

pepohonan dan dibatasi tembok. Setelah melongok ke dalam, di balik tembok itu hanya

terlihat tumpukan sampah.

Page 42: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Keadaan ini jelas memprihatinkan. Situ sebagai ruang terbuka hijau sudah berubah

menjadi tempat bermukim. Fungsi sebagai daerah resapan air pun lenyap.

Situ yang telanjur menjadi bangunan beton, kumuh tak terawat, atau kondisi lain

yang menyimpang dari fungsi asalnya, merupakan kenyataan pahit betapa

kacaunya perencanaan kota. Perubahan kondisi ini tentu saja memperburuk

kualitas lingkungan di Jakarta. Menanggapi keluhan itu, Kepala Badan

Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi DKI Jakarta Ir Nurfakih Wiriawan

mengungkapkan, untuk membenahi situ di Jakarta sebagai ruang terbuka bagi

publik dibutuhkan biaya yang teramat besar.

Dia menunjuk contoh Taman Ayodya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Pembangunan fisiknya memanghanya membutuhkan biaya Rp 2 miliar. Yang

mahal di luar itu. Menurut standar Bank Dunia, untuk kebutuhan relokasi mereka

menetapkan angka Rp 1,3 triliun. ”Barangkali dibutuhkan lebih besar dari angka

itu,” katanya.

Biaya itu dipakai untuk memindahkan penduduk yang sudah telanjur mendiami

kawasan itu, membebaskan lahan, menata infrastrukturnya, dan tentu saja untuk

pembangunan dan perawatannya.

Memang, untuk hitungan masa sekarang, angka tersebut bisa dibilang mahal. Tapi

sesungguhnya semua itu adalah investasi di masa depan, demi menciptakan

Jakarta menjadi sebuah kota yang jauh lebih sehat dan juga indah. Dan investasi

hijau selalu lebih murah ketimbang harga bencana yang diakibatkan oleh

penyimpangan fungsi ruang terbuka hijau kota, termasuk situ.

AJT

R2

00

9

40

Page 43: Tata Ruang di Mata Jurnalis

SALAH KAPRAH :BERUMAH DIBIBIR SUNGAI

Banjir di Jakarta sudah menjadi bencana

musiman setiap kali musim penghujan tiba.

Bencana tersebut salah satunya disebabkan

kurangnya kesadaran masyarakat dalam

mengelola lingkungan. Banyaknya

pemukiman dan bantaran kali dan

menumpuknya sampah makin membuat

kota Jakarta semakin semrawut dan tidak

nyaman. Warga sekitar bantaran kali merasa

bahwa bangunan mereka tidak menyalahi

aturan karena telah sesuai dengan prosedur.

Pemerintah daerah seperti biasanya selalu

lamban dalam melakukan tindakan

pelanggaran bahkan seringkali terkesan

membiarkan kondisi tersebut hingga

akhirnya bencana banjir di Jakarta semakin

besar dan meluas.

41

TATA RUANG di mata jurnalis

Terbaik IKategori TelevisiLintas 5 Sore, TPI

Banjir yang rutin menyerang Jakarta, salah satunya disebabkan

berkurangnya daerah tangkapan air. Meski menyusahkan, banyak warga

yang menyerobot bibir sungai, menjadi tempat tinggal. Pemerintah pun

salah kaprah, membiarkan permukaan sungai menyempit.

Banjir….., menjadi tamu tahunan yang menghantui warga dan kota

Jakarta. Di setiap musim penghujan, teror banjir menyebar di sejumlah

titik. Hemmm….!!! Jika sang banjir datang, kota Jakarta pun berubah

menjadi kolam renang raksasa. Setiap tahun, banjir selalu lebih besar dan

bertambah luas. Banyak kawasan yang tadinya aman-aman wae, tiba-tiba

ikut tergenang. Maklum, perluasan kota, membuat daerah resapan air

terus berkurang, atau bisa disebut menghilang.

Page 44: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Lihatlah kali apuran, di Cengkareng Jakarta Barat ini. Sahibul

Hikayat/ Dulu lebar sungai ini hampir sepuluh meter, tapi kini, sudah

berubah jadi pemukiman. Kali pun habis dilalap bangunan warga.

Anehnya, warga tak merasa bersalah. Mereka beranggapan,

pemukiman itu sah dan sesuai prosedur. Ckk.. ckk..ck… Membuat

bangunan di kawasan bantaran kali memang tidak diperbolehkan.

Namun, pengawasan dan kontrol oleh pemerintah terkesan lambat.Di

Jakarta, kawasan daerah aliran sungai banyak yang beralih fungsi dan

salah kaprah. Banyak warga yang menyerobot bantaran kali untuk

dijadikan tempat tinggal.Banyaknya bangunan yang salah kaprah ini

merupakan salah satu penyebab banjir terus meneror Jakarta.

Kalau hujan sudah tiba, Jakarta pasti banjir. Nah kalau sudah begini

bakal membawa sengsara banyak warga. Biar gak kena banjir,

makanya jangan salah kaprah, eh salah membangun. Kawasan daerah

aliran sungai harus benar-benar bebas dari bangunan.

AJT

R2

00

9

42

Page 45: Tata Ruang di Mata Jurnalis

43

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 46: Tata Ruang di Mata Jurnalis
Page 47: Tata Ruang di Mata Jurnalis

HebohRuang Terbuka Hijau(RTH)

?Warga, Tata Ruang, Jakarta Lestari?Keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Sebagai

Aspirasi Kehidupan Ekonomi, Pendidikan, Sosial Dan Budaya, Keagamaan Bagi Masyarakat Kota Tangerang

?Mimpikah Jakarta Memiliki 30% RTH?

Page 48: Tata Ruang di Mata Jurnalis

WARGA,TATA RUANG,JAKARTA LESTARITerbaik IKategori Media Onlinewww.rujak.org

Pembangunan kota Jakarta kini semakin tidak

terkendali. Kondisi tersebut semakin

menumbuhkan pesimisme dari pihak Pemprov

Jakarta bahwa mereka dapat mewujudkan

amanat undang-undang untuk menyediakan

ruang terbuka hijau sebanyak 30 %. Namun hal

tersebut sebenarnya bukanlah sesuatu yang

mustahil. Para pemegang kebijakan hendaknya

memiliki visi yang jelas dan jauh ke depan dalam

pembangunan kota Jakarta. Pemerintah juga

perlu mendukung inisiasi yang dikembangkan

masyarakat dalam menumbuhkan areal-areal

hijau, karena tanpa adanya dukungan yang

nyata dari pemerintah, tentunya tidak akan

terjadi perubahan yang sifatnya sistemik dan

menyeluruh bagi lingkungan yang lebih baik.

AJT

R2

00

9

46

Pada ulang tahun Jakarta kali ini, pemerintah DKI Jakarta

seharusnya sudah menyelesaikan Rencana Tata Ruang Wilayah

untuk kota ini. Rencana yang berlaku sekarang segera habis masa

berlakunya tahun depan. Penataan ruang adalah tugas pemerintah

yang tidak dapat didelegasikan kepada siapa pun.

Karena ruang itu sendiri merupakan sumber daya. Penataan ruang

berfungsi mengatur sumber daya paling penting dalam kehidupan

bersama. Ruang adalah tempat peristiwa transaksi ekonomi

maupun sosial-budaya. Pada ruang melekat sejarah dan makna-

makna yang mengalir sampai jauh tanpa dapat dipotong-potong

semena-mena.

Page 49: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Suatu Rencana Tata Ruang Wilayah pada dasarnya memaparkan atau setidaknya bersandar pada suatu visi. Visi ini tidak

terkira pentingnya untuk memandu kita menuju masa depan, termasuk dalam memecahkan masalah yang ada sekarang.

Kita memang harus menyelesaikan masalah yang selama ini tertunda, misalnya banjir, kemacetan, dan demam berdarah.

Tetapi menyelesaikan masalah di depan mata memerlukan visi yang jauh ke masa depan sebagai panduan. Untuk

menyelesaikan kemacetan kita perlu visi tentang angkutan umum dan integrasinya dengan land-use untuk Jakarta hingga

akhir abad ini. Untuk menyelesaikan masalah banjir kita perlu visi tentang pengelolaan air secara komprehensif 100 tahun

ke depan. Itulah yang dilakukan oleh para pemimpin dan perencana sepanjang sejarah manusia.

Sekarang kita sudah tahu harganya keterlambatan. Bukan saja biaya untuk memperbaiki menjadi mahal tidak terkira,

tetapi juga biaya sosial dan budaya yang membuat kita ribut satu sama lain. Saluran dan kanal di Jakarta yang karena tidak

dirawat (antara lain dikeruk) secara berarti selama lebih dari 30 tahun, menurut suatu studi, telah menurun kapasitasnya

hingga 40 persen. Menurut studi itu, banjir akan cukup tertanggulangi kalau kapasitas itu dikembalikan seperti semula

dan dirawat.

Tindakan tanpa visi komprehensif juga

mudah menyebabkan inkonsistensi.

Gubernur baru-baru ini mengeluhkan

betapa tidak mungkinnya mencapai target

j u m l a h r u a n g t e r b u k a 3 0 p e r s e n

sebagaimana disyaratkan undang-undang.

Pada saat yang sama ruang terbuka di

bawah jalan layang kereta api di

Gondangdia, yang selama ini telah

digunakan untuk instalasi komposting dan

pembiakan tanaman hias atas prakarsa

masyarakat dan kantor kelurahan, telah

sebagian digusur untuk perluasan lapangan

parkir Buddha Bar.

47

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 50: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Inkonsistensi bukan soal sepele. Untuk berubah segera dan besar-

besaran orang perlu percaya bahwa semua pihak akan

melakukan bagiannya secara konsisten. Lebih dari sebelumnya,

kita kini sungguh memerlukan pemerintah yang dapat dipercaya

untuk membuat dan melaksanakan kebijakan dengan konsisten.

Tidak ada hal yang terlalu kecil dalam hal ini, sebab taruhannya

adalah kepercayaan, yang menjadi dasar bagi keinginan untuk

berubah secara mendasar serentak bersama-sama.

Visi diperlukan untuk memberikan jiwa kepada tindakan,

sehingga tidak bertentangan satu dengan lain. Kelestarian tidak

bisa tidak harus menjadi jiwa baru dalam kita membangun.

Soalnya sudah mendesak. Air laut sudah dipastikan akan naik.

Gejala urban heat islands (temperatur di tengah kota meningkat

melebihi pinggiran, sementara aliran udara melambat) sudah

nyata. Tidak ada yang dapat lebih dirusak. Yang dapat dilakukan

hanya memperbaiki, "membangun" kembali.

Tiba-tiba kata "membangun" berbunyi lain dalam sukma kita. Di

dalamnya harus ada paham tentang akumulasi, tentang

kelestarian. Kita membangun bukan hanya untuk kita yang

hidup di masa kini, tetapi juga untuk hidup yang akan datang.

Sebab, kita sekarang sudah menjadi korban dari cara

"membangun" yang tidak lestari dari generasi sebelumnya. Kita

tidak ingin mengulanginya. Sudah lama dikatakan bahwa green

is the new red, yang saya mengerti sebagai solidaritas intra dan

antar-generasi, serta antar-spesies.

Kesempatan membangun yang lestari tak dapat ditunda lagi.

Solidaritas pun sedang merebak dalam bentuk prakarsa

kelompok-kelompok masyarakat yang berjuang

memperbaiki lingkungan. Masyarakat kita telah

makin tumbuh sebagai kelas menengah yang jauh

lebih cerdas dan mandiri dibandingkan dengan 10

tahun lalu. Prakarsa dari bawah ini sangat

strategis karena mengakar melalui praktek dalam

tubuh masyarakat--tempat terjadinya perubahan

efektif. Prakarsa ini tidak boleh hilang akibat

tindakan atau kebijakan yang salah--yang

sayangnya juga masih terus kita alami dari waktu

ke waktu.

Sebenarnya berlebihan untuk mengatakan bahwa

unsur terpenting sebuah kota adalah warganya.

AJT

R2

00

9

48

Page 51: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Namun, anehnya sepanjang sejarah ada saja orang yang merasa perlu mengingatkannya kembali.

Shakespeare menulis begitu. Sebelumnya Sophocles juga. Kini para pengusung ekonomi kreatif

berpendapat hal yang sama juga.

49

TATA RUANG di mata jurnalis

Warga sekarang mudah menyebarkan dan mendapatkan informasi.

Proses belajar dan meniru pun makin mudah dan cepat. Tetapi

perubahan sistemik memerlukan peran negara, yang harus

menjamin bahwa perubahan yang dimulai, didukung, dijaga warga

dan ditiru semua pihak, termasuk pemerintah. Negara juga harus

memaksa yang bandel. Karena perubahan hanya efektif bila terjadi

bersama-sama dan menyeluruh.

Salah satu kelemahan manusia ialah ia tidak ingin berubah

sendirian, dan selalu menunggu teladan atau pemimpin. Sebab itu

kata-kata Mahatma Gandhi, "You ought to be the change you wish to

Page 52: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

50

see in this world." Selain itu, manusia juga tidak ingin "menahan diri sendirian" dalam memanfaatkan sumber daya

bersama seperti alam. Sebab, "Kalau bukan aku, toh ada orang lain yang akan menghabiskannya.”

Kini kita mencatat di seluruh Jakarta ada beragam prakarsa masyarakat. Ada kumpulan ibu-ibu yang ingin mengaktifkan

taman lingkungan dan tepian kali untuk berbagai kegiatan. Ada yang memilah sampah dan bikin kompos. Ada yang

membangun pusat kesenian. Ada yang mengembangkan komunitas sepeda, peta hijau, tur tempat bersejarah, dan banyak

lagi. Pemerintah perlu mendukung semua prakarsa itu supaya beranak-pinak dengan cepat dan masif. Pemerintah dapat

memudahkan dan memberikan insentif, alokasikan dana untuk memajukan kompetisi positif di kalangan masyarakat.

Warga kadang memerlukan venture capital untuk prakarsa yang hasilnya akan berguna bagi khalayak.

Page 53: Tata Ruang di Mata Jurnalis

51

TATA RUANG di mata jurnalis

Di Seattle, Amerika Serikat, tersedia anggaran pemerintah kota bagi warga yang

memulai bisnis car-pooling, misalnya. Di Aichi, Jepang, ada dana untuk masyarakat

yang menggunakan peta hijau untuk mengidentifikasi tindakan meningkatkan

kualitas lingkungannya.

Warga perlu mendapat jaminan bahwa pemerintah juga melakukan tugasnya,

sehingga ada saling percaya bahwa semua pihak melakukan bagiannya. Di Santa

Monica, Amerika Serikat, ada peraturan daerah zero run-off. Warga dilarang

membuang air apa pun, termasuk air hujan yang jatuh ke halamannya, ke saluran

kota. Sebaliknya pemerintah juga mengumpulkan air hujan yang jatuh di ruang

khalayak untuk didaur ulang pada suatu instalasi yang sengaja dibuat mencolok.

Yang perlu dilakukan pemerintah sungguh berat. Diperlukan perombakan

epistemologi, metodologi dan nomenklatur yang telanjur terlembaga dalam undang-

undang, pendidikan, dan praktek profesional penataan ruang. Pada suatu diskusi di

University of British Columbia, Vancouver, Maret lalu, yang dihadiri ahli Asia seperti

Terry McGee ("Desa-Kota"), Michael Leaf, John Friedmann, Jo Santoso, Abidin Kusno,

dan beberapa pejabat Bappeda Jakarta, disimpulkan bahwa tanpa perombakan itu,

tidak akan diperoleh Rencana Tata Ruang Wilayah yang berguna. Saya menganjurkan

bagaimanapun juga Jakarta harus mencari celah untuk menjadi pionir dengan

menerapkan metodologi dan nomenklatur baru. Tapi entah itu mungkin atau tidak,

termasuk ada-tidaknya energi di kalangan birokrasi untuk keperluan tersebut. Kalau

ada, kita wajib mendukungnya.

Page 54: Tata Ruang di Mata Jurnalis

KEBERADAANRUANG TERBUKA HIJAU (RTH)SEBAGAI ASPIRASI KEHIDUPANEKONOMI, PENDIDIKAN,SOSIAL DAN BUDAYA, KEAGAMAANBAGI MASYARAKAT KOTA TANGERANGTerbaik IIIKategori Media Onlinewww.tangerangkota.go.id

Kota Tangerang sebagai kota yang relatif

masih baru ternyata kini telah berkembang

pesat. Namun keterbatasan lahan

diperkirakan akan menimbulkan ekses yang

kurang baik terutama terhadap kualitas

lingkungan. Langkah nyata dari pemerintah

setempat untuk menata kotanya

memberikan angin segar bagi pembangunan

kota Tangerang yang lebih baik.

Pembangunan sekolah-sekolah, perbaikan

sarana /fasilitas umum dan pusat

perekonomian terus digalakan untuk

memberi kenyamanan bagi masyarakat kota

Tangerang. Pemerintah kota Tangerang juga

memberikan aturan bagi para investor agar

menyediakan ruang terbuka hijau dalam

pembangunan sarana, pemukiman, ataupun

pusat bisnis. Dengan telah terpenuhinya

prasyarat RTH sebesar 30%, maka

masyarakat kota Tangerang dapat

menikmati kondisi lingkungan yang hijau,

asri dan terjaga kualitasnya, sehingga hal ini

dapat meningkatkan aktivitas ekonomi,

sosial budaya dan keagamaan.

AJT

R2

00

9

52

Pemerintah Kota Tangerang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993 sampai

dengan tahun 2003-an, kondisi prasarana dan sarananya masih kurang

lengkap dan sangat terbatas dengan segala fasilitas sarana dan prasarana

yang dimilikinya, terlihat dari kondisi sarana dan prasarana pendidikan,

kesehatan, pasar-pasar kumuh, sarana transportasi (jalan lingkungan, jalan

kolektor/penghubung maupun jalan primer/utama), kondisi ruang terbuka

hijau, ketertiban, kebersihan, keamanan dan ketertiban, social dan budaya

serta ekonominya.

Namun demikian mulai tahun 2004-an, Penulis melihat telah terjadi

perkembangan pembangunan yang sangat significant, mengingat dari

peningkatan jumlah penduduk Kota Tangerang dari tahun 1993 sampai

dengan tahun 2004-an, hingga saat ini mencapai jumlah + 1.5 juta jiwa,

Page 55: Tata Ruang di Mata Jurnalis

peningkatan jumlah penduduk ini selalu diiringi pertumbuhan ekonomi yang pesat dan meningkatnya akan supply and

demand akan sarana dan prasarana yang memadai bagi masyarakat. Namun disisi lain adanya keterbatasan lahan untuk

pembangunan, juga hal ini selanjutnya akan menimbulkan tekanan terhadap kualitas lingkungan di wilayah Kota

Tangerang.

Melihat permasalahan kondisi tersebut di atas, maka Pemerintah Kota Tangerang dibawah kepemimpinan Bapak

Walikota Tangerang saat itu hingga kini yaitu Bapak H. Wahidin Halim mulai tahun 2004 mulai berbenah, berdasarkan

keinginan dan harapan yang sangat bijak dari Bapak Walikota Tangerang untuk segera melakukan pembenahan dan

perubahan terhadap segala fasilitas-fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki untuk diperbaiki dan dibangun dalam

rangka memenuhi harapan dan keinginan masyarakat Kota Tangerang agar dapat dinikmati secara baik.

Hasilnya ternyata sungguh fantastis, terlihat

ada beberapa indicator yang dapat digunakan

untuk mengukur tingkat keberhasilan tersebut,

adanya perubahan pembangunan yang sangat

significant di lapangan yang sudah dilakukan

antara lain : untuk sarana dan prasarana

Pendidikan, te lah di laksanakannya

pembangunan baru dan perbaikan terhadap

Bangunan Sekolah Dasar, SMP, SMA amupun

SMK berdiri sangat kokoh dan mentereng (2

lantai) sebanyak + 220 unit, unit sarana

kesehatan (pembangunan Puskesmas baru,

Posyandu dengan kuantitas dan kualitas yang

sangat baik), Pembangunan Pasar Baru dengan

merevitalisasi dan menutup Pasar Cikokol

yang menjadi cikal bakal sumber kekumuhan

telah berubah menjadi Pasar Babakan dan

pasar-pasar lainnya menjadi tertib, sarana

rekreasi, pusat perbelanjaan, kebersihan,

53

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 56: Tata Ruang di Mata Jurnalis

semangat kerja, ketertiban dan ruang terbuka hijau, hal ini tentunya merupakan keinginan dan

harapan telah dicapai bagi masyarakat Kota Tangerang.

Pada tatanan kondisi jasmani/fisik Kota Tangerang, saat ini pun masyarakat Kota Tangerang sudah

dapat menikmati pemenuhan kebutuhannya dengan baik, terlihat dari beberapa indikator yang

dapat dilihat dan diukur tingkat keberhasilannya tersebut, antara lain terdiri dari aspek-aspek

pemenuhan kebutuhan akan air bersihnya, sarana transportasi, jalan-jalan (penghubung/kolektor,

jalan lingkungan maupun jalan primer) sudah terbangun mulus, pasar (tertata rapi, hijau dan tertib),

sarana ibadah, pusat perbelanjaan, keamanan, ketertiban dan kebersihan sudah relative terjaga

dengan baik, jaringan informasi dan komunikasi serta sarana tempat tinggal yang sudah semakin

hijau dengan segala jenis pohon-pohon yang produktif maupun pohon-pohon rindang sebagai

fungsi pelindung yang berguna bagi masyarakat dalam berinteraksi ekonomi, sosial dan budaya,

keagamaan serta pendidikan bagi para penghuninya.

AJT

R2

00

9

54

Page 57: Tata Ruang di Mata Jurnalis

55

TATA RUANG di mata jurnalis

Sedangkan pada tatanan kondisi rohani kota. Pemerintah Kota

Tangerang telah menampung semua aspirasi kehidupan

masyarakat Kota Tangerang termasuk ekonomi, politik,

administrasi, pendidikan, social budaya dan keagamaan. Potensi

lain yang dimiliki oleh Kota Tangerang kondisi potensi sumber

daya manusia, sebagai daerah tujuan pariwisata, kondisi strata

social ekonomi yang beragam serta kecenderungan hidup yang

agamis, kelebihan lain yang dimiliki oleh Kota Tangerang adalah

memiliki suatu jaringan kehidupan masyarakat yang memiliki

budaya dan jiwa yang berahlaqul kharimah.

Melihat kondisi pembangungan saat ini yang sudah dicapai

demikian pesatnya di Kota Tangerang, tentunya selalu diiringi

dengan adanya pertumbuhan permukiman (permukiman

dengan skala atas, menengah dan sedang) di Kota Tangerang,

hal ini akan mengakibatkan berbagai permasalahan lingkungan,

seperti berubahnya sistem hidrologi, peningkatan pencemaran

air dan udara serta rusaknya keindahan dan keasrian

lingkungan.

Penulis akan membatasi permasalahan ini dalam konteks siklus

hidrologi dan ruang terbuka hijau (RTH), bilamana kita ingin

mengetahui bahwa air hujan yang jatuh ke permukaan bumi,

maka sebagian akan mengalir sebagai run off (aliran permukaan)

dan sebagian lagi masuk ke dalam tanah sebagai iinfiltrasi.Dengan adanya berbagai pembangunan fasilitas sarana dan

prasarana di Kota Tangerang sedikit banyaknya telah mengubah

sistem hidrologi ini. Daerah yang semula memiliki ruang

terbuka hijau yang luas, kini telah banyak beralih fungsi menjadi

Page 58: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

56

permukiman dan sarana pusat perbelanjaan. Akibatnya proses infiltrasi

akan berkurang dan aliran permukaan akan bertambah.

Banyaknya aliran permukaan yang tidak didukung dengan sistem drainase

dan resapan air yang baik, akan memicu terjadinya banjir. Banjir akan

melanda daerah sekitar aliran sungai atau daerah yang lebih rendah. Banjir

yang terjadi disebabkan oleh sempitnya lebar sungai akibat adanya

bangunan disekitar bantaran sungai, dan perluasan jalan pada pinggir

sungai, hal ini tentunya mudah-mudahan tidak terjadi di wilayah Kota

Tangerang walaupun penduduknya cukup padat.

Namun demikian, bilamana berkurangnya infiltrasi, hal ini akan

menyebabkan berkurangnya ketersediaan air tanah. Begitu pula untuk

kebutuhan air minum yang meningkat menjadi permasalahan bagi

pemerintah Kota Tangerang.

Terlebih lagi jika musim kemarau datang, di beberapa tempat sering

mengalami kekeringan dan kekurangan air dan permukaan air tanah

semakin dalam. Untuk mengatasi permasalahan tersebut di atas, Bapak

Walikota Tangerang menerapkan kebijakan bagi para pengembang maupun

investor yang akan membangun fasilitas sarana dan prasarana dalam

mengembangkan usahanya/investasinya di Wilayah Kota Tangerang, harus

mampu menyediakan daerah resapan air (tandon air/sumur resapan dan

lubang biopori) dan menyediakan Ruang Terbuka Hijau /Taman-taman.

Page 59: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Manfaat yang dapat diperoleh dengan banyak dan tumbuh

kembangnya keberadaan Ruang Terbuka Hijau (Taman, Hutan

Kota, dll) di Wilayah Kota Tangerang adalah selain berfungsi

sebagai keindahan, keasrian lingkungan dan hijau juga sebagai

menyerap polusi udara yang sangat baik, terutama untuk dapat

menyerap adanya asap kendaraan bermotor dan kegiatan-kegiatan

industri. Fungsi lainya adalah sebagai daerah resapan air untuk

menampung air larian dan tempat berinteraksi social budaya,

ekonomi dan pendidikan bagi masyarakat Kota Tangerang setelah

menjalankan kegiatan rutinitasnya sehari-hari.

Bagaimana upaya yang dilakukan untuk melaksanakan

pengendalian Ruang Terbuka Hijau ? Sa;ah satu upaya

Pengendalian RTH khususnya penanganan penghijauan

lingkungan di kota Tangerang perlu dilakukan melalui pekerjaan

fisik yang melibatkan stakeholders dan masyarakat (Tim

Pengawasan Pembangunan dan memonitor secara fisik lapangan)

untuk secara continue dilaksanakan di Kota Tangerang.

57

TATA RUANG di mata jurnalis

Secara indikatif kondisi lahan terbuka hijau di Kota Tangerang, berdasarkan proporsional untuk RTH yang

bersifat Good / Publik kisarannya mendekati angka + 20%, sedangkan untuk RTH yang bersifat Private sudah

mencapai di atas 10% (misalnya : taman-taman di kawasan perumahan permukiman, perkantoran, sekolah-

sekolah, gedung/perkantoran, dll). Merujuk pada ketentuan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, maka prasyarat yang wajib untuk dipenuhi oleh suatu Pemerintah Kota adalah Ketersediaan

RTH sebesar 30% dengan rincian RTH untuk Publik 20 % dan RTH untuk Private sebesar 10 %. Mengapa perlu dilakukan Pengendalian RTH? Karena Pengendalian RTH bertujuan sangat baik demi

terwujudnya penghijauan lingkungan dan memperbaiki serta menjaga iklim mikro, nilai estetika dan fungsi

resapan air, serta menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota.

Page 60: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Kegiatan lain dalam rangka mendukung Pengendalian Ruang Terbuka

Hijau tersebut dapat diupayakan melalui langkah-langkah identifikasi

jenis-jenis pohon yang perlu ditanam dan dipelihara secara rutin dan

dievaluasi penanganannya sehingga dapat menjadi pedoman bagi

Lembaga/Dinas terkait sebagai pengelola RTH di Kota Tangerang .

Selanjutnya ada beberapa langkah / cara yang dapat ditempuh untuk

mencapai harapan demi terwujud RTH-RTH yang baru, hijau dan asri

adalah :1. Mengkampanyekan gerakan menanam pohon agar dapat menyebar

ke berbagai lapisan masyarakat di wilayah di Kota Tangerang.

2. Melaksanakan penghijauan di lokasi – lokasi : Sekolah-sekolah,

Kanan-Kiri Jalan, Gedung/Perkantoran, Daerah Aliran Sungai

/Situ-Situ, Hutan Kota dan Taman Kota, Kawasan Industri dan

Kawasan Permukiman penduduk, dll

Secara khusus program-program tersebut di atas, sudah sering

diinstruksikan oleh Bapak Walikota Tangerang, agar dapat mengajak

dan melibatkan masyarakat secara massal.

AJT

R2

00

9

58

Page 61: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Sebagai bahan referensi untuk jenis-jenis pohon pelindung yang dapat ditanam di wilayah Kota Tangerang agar dapat

mempunyai fungsi antara lain untuk :1. Menyerap CO2 (Pohon Trembesi, Ecaliptus, Kupu-kupu, Glodogan Tiang, dll)2. Menyerap Partikerl limbah (Pohon Mahoni , Damar, Tanjung, dll)3. Menapis Bau (Pohon Tanjung, Kemuning, Bambu Jepang, Pandan, Cempaka, dll).4. Melestarikan Air Tanah (Pohon Bungur, Kelapa, Cemara Laut, dll)5. Pengamanan Pantai /Abrasi (Pohon Manggrove, Kacang Nipah, dll).

Harapan penulis, dengan semakin banyak Ruang Terbukla Hijau baik secara kualitas maupun kuantitas di Kota

Tangerang, maka kondisi lingkungan akan semakin baik, hijau dan asri dan terjaga kualitas lingkungannya, sehingga hal

ini dapat meningkatkan interaksi dan aspirasi kehidupan bagi masyarakat di Kota Tangerang, tentunya banyak aktivitas

ekonomi, social budaya dan kegamaan yang tumbuh dan berkembang dengan secara baik.

Demikian semoga bermanfaat bagi penulis maupun para pembaca, atas perhatiannya diucapkan banyak terimah kasih.

59

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 62: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Saat ini RTH di kota Jakarta baru sekitar 9,97 % dan

masih jauh dari standar minimal RTH 30% sebagaimana

yang diamanatkan UU No 26/2007. Pemprov Jakarta

menilai bahwa pemenuhan RTH sampai 30 % adalah hal

yang sangat sulit. Namun di lain pihak mereka malah

tetap memberikan ijin bagi pembangunan mal,

perkantoran, apartemen mewah, maupun sarana-

sarana komersil lainnya. Pemerintah daerah Jakarta

harus memiliki kesungguhan dalam mewujudkan RTH

30% karena pencapaian tersebut bukanlah hal yang

mustahil. Pembangunan ruang hijau diatas gedung, roof

garden ataupun jalur pengaman hijau akan mendukung

upaya pemenuhan RTH. Pencegahan bencana banjir

yang makin meluas di Jakarta hendaknya dimulai

dengan menata kota dan memberikan ruang yang

cukup bagi pemenuhan standar RTH sesuai dengan

undang-undang.

MIMPIKAH JAKARTAMEMILIKI 30% RTH?

AJT

R2

00

9

60

Terbaik IIIKategori RadioTrijaya FM

Bisakah anda bayangan kondisi Jakarta pada tahun 2030 ?

Diprediksi, terjadi lonjakan pesat volume penjualan masker, antrian

pasien berderet di tempat praktik dokter karena sesak nafas. Bahkan

saat week end, kita mungkin tidak akan bisa jalan-jalan ke mall naik

mobil pribadi, karena program car free day akan diperluas ke semua

jalan di Jakarta. Mengapa hal itu bisa terjadi? Jawabnya sangat

mudah. Ruang terbuka hijau di wilayah ibukota menyusut sangat

drastis.

Mengacu pada Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang

penataan ruang, disebutkan : dalam tata ruang perkotaan perlu

dibangun ruang terbuka hijau minimal 30 persen dari luas wilayah.

Berapa persen ruang terbuka hijau di Jakarta ? Menurut catatan

Page 63: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Pemprov DKI Jakarta, saat ini hanya tersedia 9,97

persen ruang terbuka hijau di ibukota RI ini. Pada

tahun 2010 ditargetkan naik jadi 13,96 persen sebuah

angka yang cukup fantastis untuk ukuran Jakarta.

Gubernur Fauzi Bowo pun angkat tangan, ketika

harus memenuhi target tersebut. Alasannya, untuk

penambahan satu persen saja, dibutuhkan

pembebasan tanah seluas 650 hektar atau setara

dengan 6 kali luas Monas.

Beberapa tahun ini Pemprov DKI Jakarta, gencar

menggusur lokasi yang sebenarnya diperuntukkan

bagi ruang terbuka hijau, namun dipakai untuk hal

lain. Pembangunan sarana bus Transjakarta

penggusuran Pasar Barito, pedagang keramik di

Rawasari, pedagang buku di Kwitang, beberapa

pompa bensin di jalur hijau, serta penggusuran 16

komunitas. Alasannya untuk mengembalikan fungsi

ruang hijau. Padahal tidak lebih dari arogansi

penguasa yang cenderung berpihak ke pemodal

besar.

Catatan Walhi menyebutkan, selama 20 tahun

terakhir, ada 44 bangunan berupa hotel, wisma, villa,

perumahan mewah, pusat perbelanjaan, dan

lapangan golf berdiri di area terbuka hijau. Di

antaranya Senayan City, Ratu Plaza, Sudirman Place,

Depdiknas, Wisma Fajar, Hotel Mulia, Hotel Sultan,

Simprug Golf, serta Senayan Resident Apartement.

Selain bisa menimbulkan banjir, penyusutan ruang terbuka

hijau juga berbahaya bagi menipisnya udara bersih Jakarta.

Minimnya ruang terbuka hijau tidak mampu membantu

menetralisir racun dari asap kendaraan bermotor, industri,

dan lainnya, yang menjadikan jakarta menyandang predikat

”kota terpolusi ketiga dunia” versi WHO.

Di mata Slamet Daroyni, Direktur Indonesia Hijau, awal tahun

90-an adalah awal prestasi buruk Jakarta, karena masifnya

upaya pemutihan peruntukan lahan yang cenderung pro

pengusaha besar dengan dalih ekonomi.

Senada dengan Slamet, Anggar Raharja seorang warga

Mampang, Jakarta Selatan juga mengkritik pendirian

bangunan yang begitu cepat di sejumlah tanah kosong,

sehingga Jakarta mempunyai ruang terbuka hijau, hanya jadi

mimpi belaka.

61

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 64: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Namun, sikap pesimis dan asal kritik, memang bukan solusi tepat dalam kondisi saat ini. Yang

diperlukan adalah segera bertindak untuk menyelamatkan Jakarta dari kota yang identik dengan

bencana, polusi, dan panas. Dengan lahan yang sangat sempit dan tiap tahunnya dijejali para

pendatang, tentunya Jakarta sangat sulit menambah ruang terbuka hijau, kalau hanya mengacu pada

lahan yang ada.Yayat Supriyatna, dosen Fakultas Arsitektur dan Lanskap Lingkungan Universitas

Trisakti mengatakan, sebenarnya potensi penambahan ruang terbuka hijau di jakarta bisa sampai 31

persen, bukan sekadar 30 atau hanya 13%!. Caranya dengan membangun ruang hijau diatas gedung,

roof garden, atau jalur pengaman hijau.

AJT

R2

00

9

62

Page 65: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Pihak Pemprov DKI Jakarta sendiri, upaya penambahan ruang terbuka

hijau memang tidak henti-henti digalakkan. Menurut Dwi Bintarto,

Kepala Bidang Taman, Dinas Pertamanan dan Pemakanan DKI Jakarta,

kendala dana memang tidak terelakkan lagi.Sebelum nasi menjadi

bubur, pemerintah daerah DKI Jakarta sebagai pengambil keputusan

masalah ruang terbuka hijau di ibukota perlu membuat upaya riil.

Berbagai seminar, tulisan di media, workshop, atau perdebatan tentang

pentingnya ruang terbuka hijau di Jakarta, harus segera diwujudkan

dalam tindakan nyata. Slamet Daroyni berpendapat, evalusi

keseluruhan peruntukan lahan memang tidak bisa ditawar lagi.

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo harus terus didorong

dan diingatkan untuk tidak pesimis mewujudkan 30% ruang terbuka

hijau di Jakarta. menurut Yayat Supriyana, sikap pesimis dan defensif

harus dibuang, demi Jakarta tercinta. Angka 30% untuk ruang terbuka

hijau di Jakarta harus dikejar sampai akhir jaman.

Warisan berharga bagi anak cucu kita adalah kondisi Jakarta yang

ramah lingkungan, hijau, minim polusi, dan bebas banjir, bukan sebuah

kondisi yang membuat kualitas hidup anak cucu kita menjadi jauh di

bawah standar.

63

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 66: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Terbaik IIIKategori Foto JurnalistikKantor Berita Antara

Page 67: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Perubahan Iklimdan Tata Ruang

?Hukum, Perubahan Iklim, Dan Kebijakan Tata Ruang (1)?Hukum, Perubahan Iklim, Dan Kebijakan Tata Ruang (2)

Page 68: Tata Ruang di Mata Jurnalis

HUKUM,PERUBAHAN IKLIM,DAN KEBIJAKAN TATA RUANG (1)

Saat ini perubahan iklim telah membuat kita

semakin menyadari pentingnya menjaga

lingkungan. Perubahan iklim menjadi isu

penting yang dikaitkan dengan isu-isu

perdagangan dan kebijakan tata ruang.

Perubahan temperatur global membawa

implikasi terhadap pangan, ketersediaan air,

dan ekosistem seperti kerusakan terumbu

karang. Bahkan melahirkan kondisi cuaca

yang ekstrim dan resiko perubahan besar

yang bersifat mendadak. Hal yang sederhana

dapat kita lihat dari ketersediaan air yang

semakin terbatas Oleh karena itu diperlukan

payung hukum yang secara tegas mengatur

masalah pencegahan dan pengendalian

terhadap dampak perubahan iklim

AJT

R2

00

9

66

Terbaik IIKategori Onlinehukum.online

Perubahan iklim menjadi isu penting yang dikaitkan dengan isu-isu

perdagangan dan kebijakan tata ruang. Instrumen hukum menjadi

penting mengantisipasi peluang dan dampaknya. Bagaimana dengan

Indonesia?

Ungkapan Cicero, ubi societas ibi ius, seolah menjadi spirit yang

menjiwai batin para peserta seminar Climate Change and Carbon

Trading in Indonesia di Jakarta, 25 Juni lalu. Dimana ada masyarakat di

situ ada hukum. Hukum dan masyarakat saling mempengaruhi. Ketika

terjadi perubahan iklim di bumi, manusia sebagai penghuni utama pun

bersiap menyambutnya. Kalau tidak memiliki kepastian hukum,

perubahan iklim akan melindas banyak kepentingan.

Page 69: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Seminar yang diselenggarakan di

kampus Universitas Tarumanegara itu

menjadi relevan, bukan saja karena tema

perubahan iklim dikaitkan dengan legal

certainty, tetapi juga karena perhelatan

itu digagas dan didukung para

pemangku kepentingan bidang hukum.

Penyelenggaranya adalah Indonesian

Alumni of International Development

Law Organization (IDLO). Perhimpunan

Advokat Indonesia, Fakultas Hukum

Universitas Tarumananegara, kantor

pengacara Budidjaja & Associates, dan

hukumonline ikut mendukung acara

tersebut.

Para pemangku kepentingan tampaknya

menyadari betul pentingnya persiapan

payung hukum menyambut perubahan

iklim. Badan dunia Perserikatan Bangsa

B a n g s a ( P B B ) m a l a h s u d a h

mengeluarkan kerangka kerja, berupa

United Nations Framework Convention

on Climate Change (UNFCCC). Tentu

saja, Protokol Kyoto dan pertemuan-

pertemuan lain sesudahnya tidak bisa

dilepaskan dari isu ini.

Perubahan iklim sudah terjadi. Ia bukan

sesuatu yang masih jauh di hadapan

sana. Faktanya, bumi terasa semakin panas. Rumah kaca membawa efek

yang tidak sedikit. Pembabatan hutan secara tidak terkendali turut

memperparah keadaan. Permukaan air laut terus naik. Penelitian yang

dilakukan Sutisna dan kawan-kawan pada 2002 silam menunjukkan

kecenderungan naiknya permukaan air laut di tiga lokasi pantai Utara

Jawa, yaitu Tanjung Priok, Semarang, dan Jepara. Ada perubahan

permukaan 8 milimeter per tahun.

Pada akhirnya, kata Sulistyowati, Asisten Deputi Bidang Pengendalian

Dampak Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup,

dampak perubahan temperatur global membawa implikasi terhadap

pangan, ketersediaan air, dan ekosistem seperti kerusakan terumbu

karang. Bahkan melahirkan kondisi cuaca yang ekstrim dan resiko

perubahan besar yang bersifat mendadak. Bisa jadi, bencana tsunami di

Aceh dapat dibaca dalam konteks perubahan alam yang bersifat

mendadak ini.

67

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 70: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Air memberikan contoh yang konkrit. Ketersediaan air bersih semakin berkurang, terutama

di kawasan perkotaan seperti Jakarta. Semakin lama air menjadi barang langka. Akibat

perubahan iklim global, kelangkaan air (water scarcity) akan meningkat sebesar 20 persen

dalam 25 tahun ke depan. Sementara pertumbuhan penduduk tak bisa dikendalikan, dan

kebutuhan akan lahan kian meningkat. Kondisi makin mengkhawatirkan tergambar dari hasil penelitian yang dilakukan

International Water Management Institute (IWMI). Badan penelitian ini menyimpulkan

sepertiga penduduk dunia diperkirakan akan mengalami kelangkaan air yang parah dalam

jangka waktu sampai tahun 2025 mendatang.

AJT

R2

00

9

68

Page 71: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Kekhawatiran itu pula yang melandasi Hamid Chalid, akademisi Universitas Indonesia, meminta agar ke depan

pengelolaan air sepenuhnya diserahkan kepada negara. Ini merupakan cara terbaik melindungi hak asasi manusia atas air,

papar Hamid dalam disertasi doktor ilmu hukum yang ia pertahankan April lalu. Resiko yang timbul akibat kelangkaan air tak bisa dibilang sepele. Sebab, air adalah sumber kehidupan bagi makhluk

hidup. Tidak mengherankan kalau Hamid Chalid mengawali disertasinya dengan mengutip pernyataan Wakil Presiden

Bank Dunia, Ismail Serageldin, pada 1995 silam: Jika perang abad ini banyak diakibatkan oleh persengketaan minyak,

perang masa depan akan dipicu oleh air. Untuk mengambil contoh dampak buruk kelangkaan dan kekurangan air tidak perlu jauh-jauh ke luar negeri. Sejumlah

daerah di Indonesia sudah lama mengalami masalah tersebut. Seiring berkurangnya daerah resapan air, air hujan menjadi

salah satu harapan bagi penduduk untuk mengairi lahan pertanian mereka, bahkan untuk kebutuhan air minum.

Menyadari kondisi itulah, pertengahan April lalu, Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar menerbitkan

beleid Peraturan Menteri No. 12 Tahun 2009 tentang Pemanfaatan Air Hujan. Beleid ini mewajibkan setiap penanggung

jawab bangunan membuat kolam pengumpul air hujan, sumur resapan, atau lubang resapan biopori.

Sayang, kritik Hamid, regulasi tentang air di Indonesia belum sepenuhnya

berpihak pada masyarakat. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum dirasa belum sejalan dengan

putusan Mahkamah Konstitusi atas Undang-Undang Sumber Daya Air.

Bahkan, di mata Hamid Chalid, hak guna pakai air dalam Undang-Undang

No. 7 Tahun 2004 tersebut masih melahirkan ketidakadilan dalam hal akses

manusia terhadap air.

Tentu saja, ketidakadilan harus dihindari bukan saja dalam penataan air,

tetapi juga tanah, udara, dan segala ruang dimana manusia menggantungkan

hidupnya. Bukankah penataan ruang dimaksudkan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat, sebagaimana amanat pasal 33 UUD 1945?

69

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 72: Tata Ruang di Mata Jurnalis

HUKUM,PERUBAHAN IKLIM,DAN KEBIJAKAN TATA RUANG (2)

Kerusakan hutan menjadi dampak lain yang

muncul akibat perubahan iklim. Kondisi tersebut

tentunya sangat memprihatinkan karena hutan

memiliki fungsi vital sebagai penyerap gas

rumah kaca, pengatur siklus air di bumi dan

keseimbangan energi di atmosfir. Untuk masa

yang akan datang harus dikembangkan pola

pembangunan yang tahan terhadap perubahan

iklim. Peraturan dan kebijakan yang dibuat

harus mampu menjamin perbaikan kondisi sosial

ekologis. Asas-asar yang terkandung dalam UU

26/2007 telah menjamin adanya keselarasan,

keseimbangan, keadilan dan kepastian hukum

dalam penataan ruang. Setiap bentuk

pelanggaran terhadap penataan ruang akan

diberi sanksi tegas sesuai dengan tingkat

pelanggarannya.

AJT

R2

00

9

70

Persoalan air hanya salah satu item yang mengancam kehidupan manusia

akibat perubahan iklim. Item lain yang tak boleh luput dari perhatian

adalah kerusakan hutan. Suhaeri, dari Biro Hukum dan Organisasi

Departemen Kehutanan, mengingatkan fungsi hutan untuk mengatur

keseimbangan energi dan pola tekanan udara di atmosfir, selain sebagai

penyerap gas rumah kaca (GRK). Hutan juga berfungsi dalam mengatur

siklus air dan hidrologi, kata Suhaeri. Pengurangan emisi GRK memang merupakan salah satu agenda mitigasi

dalam Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (RAN-PI), yang terbit

sejak 2007. Rencana aksi ini merupakan pedoman bagi institusi atau

lembaga terkait dalam melaksanakan berbagai upaya mitigasi dan

adaptasi terhadap perubahan iklim.

Page 73: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Pengurangan emisi GRK juga merupakan

agenda bersama dunia. Amerika Serikat,

misalnya, sudah menyatakan komitmennya

tahun ini untuk mengurangi 3,9 % dari tingkat

emisi GRK tahun 1990, saat Protokol Kyoto

diluncurkan. Cuma, menurut Fitrian

Ardiansyah, Direktur Program Iklim dan

Energi WWF Indonesia, penurunan emisi pada

angka 5 % dari target tahun 1990 tidaklah

cukup. Pada 2020 mendatang target penurunan

sudah harus mencapai 25-40 %. Upaya adaptasinya adalah mengembangkan

pola pembangunan yang tahan terhadap

perubahan iklim dan gangguan iklim ekstrim.

Tentu saja, meliputi pula antisipasi dampaknya

ke masa mendatang. Aktivitas yang harus

dilakukan berkaitan dengan proses adaptasi antara lain memonitor

informasi perkembangan perubahan iklim dari waktu ke waktu,

pemulihan sumber daya air seperti Daerah Aliran Sungai (DAS),

ketahanan pangan, integrasi manajemen kawasan pesisir pantai,

keanekaragaman hayati, kesehatan, dan pembangunan

infrastruktur yang pro lingkungan.

Program one man one tree yang dicanangkan Departemen

Kehutanan merupakan salah satu agenda mitigasi. Penanaman

pohon, kata Suhaeri, merupakan salah satu upaya mitigasi dalam

bentuk penyerapan karbondioksida dari atmosfir. Hingga kini,

paling tidak sudah tercatat empat regulasi yang diterbitkan

Departemen Kehutanan berkaitan dengan perubahan iklim dan

perdagangan karbon. Pertama, Peraturan Menteri Kehutanan No.

P.14/Menhut-II/2004 tentang Tata Cara Aforestasi dan Reforestasi

dalam Kerangka Pembangunan Bersih. Kedua, Peraturan Menteri

Kehutanan No. P.68/Menhut-II/2008 tentang Penyelenggaraan

Demontration Activities Pengurangan Emisi Karbon dari

Deforestasi daqn Degradasi Hutan. Ini biasa disebut program REDD

(Reducing Emissions from Deforestation and Degradation). Ketiga,

Peraturan Menteri Kehutanan No. P.30/Menhut-II/2009 tentang

Tata Cara Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi

Hutan. Terakhir, Peraturan Menteri Kehutanan No. P.36/Menhut-

II/2009 tentang Perizinan Usaha Pemanfaatan Penyerapan

dan/atau Penyimpanan Karbon pada Hutan Produksi dan Hutan

Lindung. Dalam upaya menyesuaikan diri dengan perubahan iklim,

perlindungan terhadap ekosistem hutan menjadi penting, selain

inventarisir keanekaragaman hayati di Indonesia (bank genetika).

71

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 74: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Salah satu regulasi terbaru terkait hal ini adalah Peraturan Pemerintah No. 31

Tahun 2009 tentang Perlindungan Wilayah Geografis Penghasil Produk

Perkebunan Spesifik Lokasi. Sayang, deforestasi (kehilangan hutan) dan degradasi (kerusakan hutan)

yang tidak terkendali turut mempercepat emisi karbon secara global, dan

pada akhirnya mengakibatkan pemanasan global. Deforestasi dan degradasi

berkonstribusi signifikan, ujar Fitrian Ardiansyah. Fitrian percaya bahwa kebijakan tentang tata ruang dan administratif

berpengaruh pada upaya mengurangi emisi akibat deforestasi dan degradasi

(REDD). Kebijakan yang baik dan antisipatif bisa membawa dampak positif

kepada masyarakat. Antara lain perlindungan hutan dan kekayaan alamnya.

Selain itu, terjaganya kualitas air dan tanah. Spirit itu pula yang terkandung

dalam mengantidipasi dampak Land-Use, Land ? Use Change and Forestry

(LULUCF). Tetapi kebijakan REDD bukan tanpa resiko. Patricia Parkinson dari kantor

regional Asia Pasifik IDLO, mewanti-wanti resiko hilangnya hak-hak

masyarakat atas tanah adat. Kebijakan itu beresiko mengurangi akses

masyarakat adat terhadap tanah-tanah hutan, dan pada akhirnya

memungkinkan kehilangan kehilangan kehidupan tradisional masyarakat

adat. Dua proyek REDD di Aceh yang disinggung Patricia adalah ekosistem

Ulu Masen seluas 750 ribu hektare, dan ekosistem Leuser seluas 2,6 juta

hektare. Dalam kaitan ini, Patricia menyarankan perlunya melibatkan

masyarakat setempat dalam proses pengambilan keputusan REDD.

AJT

R2

00

9

72

Page 75: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Tata Ruang dan HukumMau tidak mau, antisipasi terhadap dampak perubahan iklim sangat ditentukan kebijakan tata ruang

nasional. Agar memberikan kepastian hukum dan keadilan, penataan ruang haruslah diatur melalui

suatu kebijakan atau politik hukum. Beruntung, Indonesia sudah memiliki Undang-Undang No. 26

Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dalam Undang-Undang ini, kepastian hukum dan keadilan

menjadi salah satu asas penataan ruang. Dengan asas ini berarti penataan ruang diselenggarakan

berlandaskan hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, penataan ruang

dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat serta melindungi hak dan

kewajiban para pemangku kepentingan. Asas ini berkorelasi dengan Rencana Aksi Nasional Perubahan Iklim (RAN-PI). Masalah jangka panjang

bagi Indonesia dalam kerangka perubahan iklim adalah bagaimana kebijakan dan ketentuan yang ada

mampu menjawab setiap persoalan. Peraturan dan kebijakan yang dibuat harus mampu menjamin

perbaikan kondisi sosial ekologis. Karena itu, keselarasan dan kebaruan kerangka kebijakan dan

peraturan pengelolaan tata ruang akan menentukan keberlanjutan rencana aksi tersebut. Penegakan hukum merupakan kebijakan pendukung. Spirit penegakan hukum dalam Rencana Aksi

Nasional Perubahan Iklim dan Undang-Undang Tata Ruang bertemu pada simpul tertentu. RAN-PI

menyatakan penegakan hukum diterapkan secara adil kepada pemberi izin atau peminta izin pada

semua aktivitas yang melanggar tata ruang wilayah ekosistem. UU Penataan Ruang juga memuat

ancaman sanksi jika terjadi pelanggaran atas tata ruang (lihat tabel).

73

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 76: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Pasal Norma Sanksi

Penjara Denda (Rp)

69 Tidak menaati rencana tata ruang (RTR) yang telah ditetapkan sehinggamengakibatkan perubahan fungsi ruang

3 tahun 500 juta

Tidak menaati RTR yang mengakibatkan kerugian harta benda atau kerusakan barang

8 tahun 1,5 miliar

Tidak menaati RTR sehingga menyebabkan kematian

15 tahun 5 miliar

70 Memanfaatkan ruang tidak sesuai izin 3 tahun 500 juta

Memanfaatkan ruang tanpa izin dan mengakibatkan perubahan fungsi ruang

5 tahun 1 miliar

Memanfaatkan ruang tanpa izin sehingga kerugian harta benda atau kerusakan barang

5 tahun 1,5 miliar

Memanfaatkan ruang tanpa izin yang menyebabkan kematian

15 tahun 5 miliar

71 Tidak mematuhi ketentuan perizinan pemanfaatan ruang

3 tahun 500 juta

72 Tidak memberikan akses terhadap kawasan milik umum

1 tahun 100 juta

73 Pejabat pemberi izin tidak sesuai RTR (+ pidana pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatan)

5 tahun 500 juta

74 Tindak pidana korporasi Pencabutan izin usaha dan status badan hukum

Kalau ada masyarakat yang menggugat Pemda DKI Jakarta, misalnya, dalam pemberian izin menara telekomunikasi,

gugatan semacam itu harus dilihat dalam konteks penegakan hukum yang tidak pandang bulu. Di satu sisi, kasus hukum

semacam ini menggambarkan betapa pentingnya membuat kebijakan tata ruang yang peduli kepentingan umum; di sisi

lain menunjukkan muncul kesadaran masyarakat akan tata ruang yang baik.

TabelAncaman Sanksidalam UU Penataan Ruang

AJT

R2

00

9

74

Page 77: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Bagaimanapun, kesadaran semua pemangku kepentingan adalah kunci bagi upaya mitigasi dan adaptasi perubahan

iklim. Perubahan iklim bukanlah urusan Departemen Pekerjaan Umum atau Kementerian Lingkungan Hidup semata,

tetapi juga komponen bangsa yang lain. Sekalipun Pemerintah sudah membentuk Dewan Nasional Perubahan Iklim

(lewat Perpres No. 46 Tahun 2008), Dewan ini tidak akan ada artinya tanpa regulasi yang jelas dan tegas. Kebijakan yang antisipatif tidak hanya dibutuhkan dari Pusat, tetapi juga dari Pemerintah Daerah. Mengharapkan

partisipasi Pemda dalam implementasi RAN-PI di daerah masing-masing, kata Sulistyowati, Asisten Deputi Bidang

Pengendalian Dampak Perubahan Iklim Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Tentu saja, kebijakan apapun yang diambil dan peraturan apapun yang dibuat, keselarasan setiap instrumen hukum

mutlak perlu. Seperti sifat tata ruang yang saling berkaitan menjadi sebuah ekosistem, setiap instrumen hukum pun saling

berkelindan sebagai sebuah kekuatan. Dalam konteks perubahan iklim dan tata ruang, penegakan hukum adalah

kebijakan pendukung. Dengan aturan yang jelas dan tegas, deforestasi dan degradasi yang diakibatkan manusia bisa

dikurangi, polusi yang disengaja bisa ditekan, dan konservasi energi bisa dilanjutkan.

75

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 78: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Terbaik IKategori Foto JurnalistikKantor Berita Antara

Page 79: Tata Ruang di Mata Jurnalis

MemetakanTata Ruang

?Peta Lokal Jaringan Global?Wisata Kita : Jalan-jalan Berbekal Peta Hijau

Page 80: Tata Ruang di Mata Jurnalis

PETA LOKAL, JARINGAN GLOBALPara relawan kini aktif membuat peta

hijau untuk memetakan daerah atau

kawasan yang memiliki keunikan. Peta

hijau telah menjadi gerakan global

dalam mengidentifikasi potensi lokal

melalui 125 ikon universal. Adanya

peta hijau membuat kita dapat

mengetahui lokasi-lokasi yang selama

ini tersembunyi dan kurang mendapat

perhatian. Melalui peta hijau kita

dapat melihat detail potensi suatu

daerah. Keberadaan peta hijau ini

telah meluas di beberapa negara dan

sudah berhasil menyadarkan warga

setempat akan pentingnya

pembangunan yang lestari

(sustainable).

Terbaik IIKategori Media CetakMajalah Tempo

Peta Hijau Jelajah Jakarta merupakan Green Map pertama di dunia yang dibuat

berbasis jalur transportasi publik—Peta Hijau biasanya berbasis kawasan. Peta

yang diluncurkan pertengahan Maret lalu itu telah memeriahkan sekaligus

menjadi bagian Sistem Peta Hijau (Green Map System), yang berulang tahun ke-14

pada 25 Maret lalu. Sistem ini merupakan gerakan publik di berbagai kawasan

(kecil) dunia, menggambarkan wilayah mereka dengan ikon Peta Hijau yang

bersifat universal. Di Indonesia, gerakan Peta Hijau sudah dirintis sejak 2000.

Hingga kini, para relawan telah membuat banyak Peta Hijau, seperti Kota Tua

Jakarta, Menteng, Kebayoran, Borobudur, Kota Gede, Yogyakarta, Bukittinggi, dan

Aceh.

Ketegangan terjadi di sebuah rawa ”perawan” di Muara Angke, Jakarta Utara.

Segerombolan monyet tiba-tiba menghadang Tempo yang tengah menyusuri

AJT

R2

00

9

78

Page 81: Tata Ruang di Mata Jurnalis

sebuah jalur kayu—seperti jembatan—dengan lebar semeter.

Kera-kera di sana terkenal ganas bila kelaparan. Hati terasa

kuncup. Keinginan untuk lari menjauhi mereka sedapat

mungkin, yang sempat muncul, kembali tenggelam. Khawatir

itu malah membuat mereka mengejar. Apalagi rawa

membentang di kanan-kiri jalan. Sebelumnya, ada biawak

sebesar buaya dan ular besar berenang santai di rawa.

Akhirnya Tempo berdiri merapat pada sisi jembatan,

membiarkan rombongan monyet lewat dengan tenang.

Beberapa ekor di antaranya mencoba meneliti kami, sembari

mengendus-endus. Untung, tak ada adegan memanjat-manjat

tubuh, apalagi menggigit dan mencakar. Itulah Suaka

Margasatwa Muara Angke, Jakarta Utara. Dan kejadian di atas

tidak bakal kita dapatkan di Taman Safari, Bogor. Di suaka

margasatwa seluas 25 hektare di tengah kepungan bangunan

toko dan perumahan mewah Pantai Indah Kapuk itu, hidup-

lah monyet-monyet liar.

Destinasi itu bisa ditemukan bila kita membaca Peta Hijau

Jelajah Jakarta yang baru dirilis pertengahan Maret lalu. Peta

Hijau tersebut adalah yang pertama berdasar jalur

transportasi umum—Transjakarta dan kereta rel listrik—di

dunia. Peta Hijau biasanya berbasis kawasan tertentu,

misalnya kota, bagian kota, atau kawasan bersejarah seperti

Borobudur. Suaka Margasatwa Muara Angke diberi tanda ”1”

pada peta, dan padanya terdapat delapan ikon—yang

menggambarkan kondisi di sana—antara lain habitat satwa

liar, amfibi, area lahan basah, pengamatan serangga, burung,

migrasi burung, dan jalan-jalan di alam.

79

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 82: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Hutan bakau dan rawa itu dapat dinikmati dengan berjalan

di atas jalan setapak kayu sepanjang 800 meter.

Memasukinya serasa bukan di Jakarta. Alamnya masih liar.

Tercatat vegetasi seperti pidada (Sonneratia caseolaris),

nipah (Nypa fruticans), rumput gelagah (Phragmytes

karka), dan beringin (Ficus indica, Ficus benjamina, Ficus

retusa).

Di sana juga ada Jakarta Green Monster, lembaga yang

memperhatikan kelestarian kawasan tersebut. Komunitas

yang menjaga konservasi burung dan bakau itu mencatat

sejumlah jenis burung di Suaka Margasatwa Muara Angke.

Yang terhitung unik adalah burung bubut jawa (Centropus

nigrorufus), yang hidup dari makan belalang, kelabang,

kumbang, katak, ular, dan tikus. Bubut jawa hanya bisa

terbang pendek, sehingga terlihat seperti berlari dan

meluncur, atau sesekali terbang rendah. Ada juga burung

yang terancam punah, seperti pecuk ular asia (Anhinga

melanogaster) , ib is cucuk bes i (Threskiornis

melanocephalus), dan cerek jawa (Charadrius javanicus).

Suaka Margasatwa Muara Angke memang hanya satu dari

100 titik—yang diwakili ikon-ikon—pada Peta Hijau

Jelajah Jakarta yang dibuat sejak Juli 2008 itu. Menurut

salah satu penggagasnya, Nirwono Joga, Peta Hijau

tersebut tidak hanya untuk kepentingan rekreasi. ”Tapi

juga untuk menambah kesadaran berkota pengguna

transportasi publik, busway dan kereta listrik,” ujarnya.

Sebab, di jalur-jalur Transjakartamemang cukup banyak

tempat menarik yang tidak banyak diketahui publik (lihat

AJT

R2

00

9

80

Page 83: Tata Ruang di Mata Jurnalis

”Tersembunyi di Balik Jakarta”). Juga ada tempat-tempat bersejarah di antara gang-gang kecil. Misalnya

makam Souw Beng Kong yang terletak di gang dan sela-sela rumah kumuh di kawasan Jalan Pangeran

Jayakarta, Jakarta Pusat.

Tempat-tempat ”tersembunyi” tersebut sering mengejutkan warga kota itu sendiri. ”Kejutan itu muncul

mungkin justru karena sesuatu itu tidak dianggap penting,” kata Marco Kusumawijaya, pelopor Peta Hijau di

Indonesia. Misalnya, orang bisa tahu dari Peta Hijau bahwa di Menteng ada pohon cengkeh di Jalan Johar.

Warga Jakarta mungkin tak tahu, misalnya, Kali Malang itu merupakan sumber air minum (lihat ”Memetakan

Ruang-ruang Kecil”). Bahkan tak jarang relawan Peta Hijau—orang yang menyediakan diri membantu

membuat peta dengan menempatkan ikon-ikon Peta Hijau—terkejut dan baru sadar bahwa di Jakarta ada

tempat-tempat menarik selain mal dan pusat perbelanjaan. ”Membuat warga mengetahui ada tempat penting

81

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 84: Tata Ruang di Mata Jurnalis

di dekat kantor atau rumah mereka, seperti pembuatan

kompos atau kampung hijau,” kata Nirwono, yang juga

arsitek lansekap.

Sebelum ada Peta Hijau Jelajah Jakarta, di Ibu Kota sudah ada

beberapa Peta Hijau yang berbasis kawasan, seperti Kemang

(2001), Kebayoran Baru (2002), Menteng (2003), dan Kota Tua

(2005). Dan sejak diperkenalkan Marco pada 2000, gerakan

memetakan wilayah dengan ikon-ikon universal ini sudah

menyebar ke beberapa kota di Indonesia, seperti Yogyakarta,

Bandung, dan Bukittinggi, juga Bali dan Aceh.

Seperti disebutkan Marco, Peta Hijau merupakan ”peta yang

aktif”, ”peta kata kerja”, yang dalam penyusunannya sangat

melibatkan masyarakat. Misalnya, di Malang, Jawa

Timur, tanpa mempedulikan tanggapan dari

pemerintah kota, Ikatan Mahasiswa Pencinta Alam

(Impala) Universitas Brawijaya tetap membuat Peta

Hijau untuk menandai ruang terbuka hijau. ”Peta ini

berfungsi sebagai kontrol terhadap potensi

lingkungan yang ada. Ini bisa menjadi sebuah upaya

efektif yang edukatif guna melestarikan ruang

terbuka hijau sebuah kota,” kata Ketua Impala

Marwan Setiawan.

Di Bandung, pembuatan Peta Hijau dimulai dengan

memetakan kawasan di sepanjang Daerah Aliran

Sungai Citarum, sungai terpanjang di Jawa Barat.

Tim lainnya berfokus pada pemetaan kawasan

urban, seperti kawasan Braga. Dasar pemikirannya

adalah Bandung bukan sekadar daerah tangkapan air

bagi Sungai Citarum, tapi juga sebuah kota dinamis.

AJT

R2

00

9

82

Page 85: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Mungkin langkah yang lebih maju adalah Peta Hijau Borobudur. Sebab, peta ini telah

masuk tataran pembuat keputusan. Perangkat desa di sana ikut aktif menjadi relawan

Peta Hijau. Mereka juga mengusulkan potensi daerah berdasar pembuatan peta ini ke

tingkat pemerintah yang lebih tinggi. ”Kami sangat mendukung. Para sesepuh dusun

telah mengadakan rapat berkali-kali membahas ini. Peta Hijau kini menjadi tanggung

jawab desa,” kata Kepala Desa Candi Borobudur Maladi.

Perhatian pejabat desa ini bisa dipahami karena, dengan adanya Peta Hijau,

wisatawan yang berkunjung ke Borobudur tidak hanya pergi ke candi, tapi juga ke

dusun-dusun sekitarnya. ”Kami bisa membuat wisata desa. Wisatawan bisa

mengetahui aktivitas warga kampung,” ujar Koordinator Peta Hijau Mandala

Borobudur Muhammad Hatta.

Yang terjadi di kawasan Borobudur itu menunjukkan bahwa Peta Hijau sudah

berhasil menyadarkan warga setempat akan pentingnya pembangunan yang lestari

(sustainable). Mungkin di daerah lain di Indonesia, Peta Hijau baru digunakan sebatas

mengenali wilayah—yang sering memunculkan kejutan. Namun, seperti keyakinan

pelopor Peta Hijau, Wendy Brawer—seorang desainer hijau—Sistem Peta Hijau yang

dibangun sejak 1995 ini mampu menjadi gerakan warga lokal secara mendunia. Sebab,

sistem ini, selain langsung melibatkan warga setempat tanpa batas usia dan

pendidikan, memiliki ikon universal yang bisa dipahami lintas bahasa dan budaya.

”Orang New York bisa dengan mudah membaca Peta Hijau di Jakarta,” kata Nirwono.

Kini sudah ada lebih dari 350 Peta Hijau yang dibuat oleh komunitas di lebih dari 500

kota yang tersebar di 54 negara di dunia. Peta Hijau, yang berulang tahun ke-14 pada

25 Maret lalu, telah menjadi gerakan global dalam mengidentifikasi potensi lokal

melalui 125 ikon universal. Sejak September lalu, Sistem Peta Hijau membuka

kesempatan bagi warga dunia untuk berpartisipasi dalam penyusunan Peta Hijau

Dunia dalam Open Green Map yang ditayangkan di situs www.greenmap.org. Seperti

motonya: ”Think Global, Act Local”.

83

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 86: Tata Ruang di Mata Jurnalis

WISATA KITA :JALAN-JALANBERBEKAL PETA HIJAUTerbaik IIKategori TelevisiLintas Pagi, TPI

Menelusuri kawasan hijau merupakan sesuatu yang sangat mengasyikan.

Dengan berbekal peta hijau kita dapat menemukan lokasi-lokasi unik nan

hijau di sekitar Jakarta yang selama ini mungkin jarang sekali diketahui oleh

masyarakat. Peta yang disusun oleh arsitek Marko Kusumawijaya dan

kawan-kawan ini memuat taman-taman kota, tempat sumber daya

lingkungan dan budaya yang ada di Jakarta. Peta hijau juga dilengkapi

dengan panduan jalur bis TransJakarta, kereta api, dan sepeda. Tujuannya

untuk mengajak masyarakat agar menggunakan transportasi publik

sehingga dapat mengurangi kemacetan lalu lintas Jakarta.

Persinggahan pertama adalah Kelurahan Karet Tengsin Jakarta Pusat. Disini

ada toko “Aneka Instan Enam Putri” yang menjual beragam jamu tradisional,

dari mulai jahe merah, jahe ginseng, sambiloto, hingga minuman khas

AJT

R2

00

9

84

Di sekitar Jakarta ternyata terdapat daerah-

daerah yang unik dan seringkali terlupakan yang

dapat kita temukan dengan berbekal Peta Hijau.

Peta tersebut tidak hanya memuat petunjuk

taman-taman ibukota tapi juga tempat-tempatsumber daya lingkungan dan budaya yang ada

di Jakarta. Peta hijau akan menuntun kita

menelusuri lokasi unik seperti tempat

penampungan barang kantor (yang nantinya

akan didaur ulang), berkunjung ke rumah hijau

yang sangat asri, hingga datang ke stasiun radio

yang aktif menyuarakan gerakan cinta

lingkungan. Peta hijau juga tidak lupa

mencantumkan fasilitas publik seperti busway

untuk mendorong masyarakat agar lebih

menyukai pemanfaatan transportasi masal

untuk mendukung aktifitasnya sehari-hari.

Page 87: Tata Ruang di Mata Jurnalis

betawi, bir pletok. Di Karet Tengsin pun ada

tempat penampungan barang bekas kantor

seperti computer dan kertas. Barang –

barang itu akan di daur ulang sehingga bisa

dimanfaatkan kembali. Tak jauh dari tempat

penampungan barang bekas, ada sebuah

taman yang menyediakan air mineral gratis.

Taman ini digagasnya oleh Pak Santo, yang

membuat taman di pinggir Kali Krukut itu

dengan merogoh koceknya sendiri. Sampai

di tepi Kali Krukut, kita diajak menyebrang

dengan menggunakan getek. Getek adalah

sarana transportasi air tradisional yang

ternyata masih digunakan oleh masyarakat

di sekitar Kali Krukut.

85

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 88: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Tujuan kita berikutnya adalah SDN 12 di

Bendungan Hilir (Benhil) Jakarta Pusat. Ini satu-

satunya sekolah dasar di Jakarta yang menerima

penghargaan Adiwiyata 2007, yang merupakan

penghargaan dari Kementerian Lingkungan

Hidup. SDN 12 Benhil dinilai berhasil

membangun fasil i tas yang mendukung

lingkungan, misalnya dengan membangun taman

lalu lintas. Inisiatif ini tentunya harus kita dukung

dan menjadi pelecut bagi sekolah-sekolah lainnya

untuk membangun fasilitas-fasilitas yang ramah

lingkungan.

Dari kawasan Benhil kita menuju rumah hijau di Jalan

Tangkuban Perahu no 20 Jakarta Selatan, perjalanan ke sana

hanya menempuh waktu 10 menit dengan menggunakan bis

TransJakarta. Rumah hijau merupakan rumah yang

menggunakan konsep hemat energi dan ramah lingkungan.

Rumah itu pernah mendapatkan penghargaan rumah hunian

terbaik dari Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) karena keramahan

lingkungannya. Suasana rumah hijau sangat asri. Berbagai jenis

tanaman menghiasi setiap bagian rumah, bahkan di lantai dua

dan atap rumah ada pula taman. Menurut pemiliknya, Ibu

Sandra, rumah hijau ini memang dibangun atas keprihatinan

melihat kondisi kota Jakarta yang panas. Dengan rumah yang

dilindungi oleh berbagai pepohonan maka akan menghadirkan

hawa yang sejuk sehingga tidak perlu menggunakan pendingin

ruangan atau AC dan dapat menghemat penggunaan energi.

AJT

R2

00

9

86

Page 89: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Green Radio di Jalan Utan Kayu Jakarta Timur menjadi

ujung perjalanan kita bersama peta hijau. Radio yang

mengusung isu-isu lingkungan ini merupakan stasiun

pertama yang menggunakan sebagian kebutuhan

energinya dari panel surya. Sudah hemat listrik, hemat

biaya pula. Kita semua tentunya berharap, lokasi-lokasi

maupun berbagai inisiatif yang ramah lingkungan itu

tetap dipertahankan dan lestari. Sudah menjadi

kewajiban kita bersama untuk menjaga dan merawat

lingkungan demi keberlanjutan masa depan hidup di

bumi tercinta ini.

87

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 90: Tata Ruang di Mata Jurnalis
Page 91: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Catatan PerjalananStudi Bandingke Singapura

?Selayang Pandang Singapura?Wajah Baru Singapura di Tanah Reklamasi, Oleh Mawar Kusuma - Kompas

(dipublikasikan pada harian Kompas, 4 Desember 2009)?Ubah Wajah Singapura

?Catatan Syaifudin / Metro 10 – Metro TV

Page 92: Tata Ruang di Mata Jurnalis

SELAYANG PANDANGSINGAPURA

Tujuan perjalanan studi banding adalah negara Singapura. Mengapa Singapura? Karena Singapura adalah

sebuah kota yang juga sebuah negara. 40 tahun yang lalu, setelah merdeka, Singapura menghadapi

permasalahan yang sama seperti kota berkembang lainnya, yaitu kemiskinan dan kurangnya infrastruktur

kota untuk mendukung kehidupan masyarakat. Tapi kini Singapura telah menjadi kota yang makmur dan

menjadi poros bisnis internasional dengan standar kehidupan modern dalam lingkungan yang bersih dan

alami.

Semua ini bisa dicapai tidak dalam semalam, tetapi melalui proses proaktif dan juga perencanaan yang

matang untuk masa depan yang lebih baik. Singapura memiliki visi menjadi kota yang nyaman untuk

hidup, bekerja dan bermain. Dengan misi tersebut Singapura berusaha dengan keras untuk

mewujudkannya dengan merencanakan dan mefasilitasi pembangungan fisik juga bermitra dengan

komunitas untuk menciptakan kota kosmopolitan yang unik dan berkesinambungan.

AJT

R2

00

9

90

Page 93: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Keterbatasan lahan merupakan tantangan terberat Singapura, khususnya untuk pemanfaatan perumahan dan kebutuhan

pemerintahan. Tidak semua lahannya bisa dikembangkan. Misalnya untuk resapan air, diperlukan 40% dari luas tanah.

Batas ketinggian bangunan juga terbatas karena adanya bandar udara, sebagai contoh, komplek rumah susun di daerah

Tampines, Simei dan Changi tidak boleh melebihi 12 lantai karena merupakan jalur penerbangan Bandar Udara

Internasional Changi.

Sebagian tanah juga dipelrukan untuk kepentingan militer. Tantangan mereka adalah untuk selalu mencari solusi yang

cerdas untuk memenuhi kebutuhan lahan. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah menciptakan lahan baru melalui

proses reklamasi pantai.

Cara lain adalah menggunakan secara efisien dan cermat lahan yan sudah ada. Mereka membangun beberapa fasilitas

umum pada tempat yang sama, misalnya membangun pabrik tumpuk, stasiun kereta api di bawah tanah dan stasiun bis

diatasnya.

91

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 94: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Singapura hanya memiliki luas ±700km2 dan jumlah penduduk mencapai 5 juta orang, Singapura harus menata

kotanya dengan sebaik-baiknya. Karena mereka tidak bisa menambah luas wilayahnya dan hanya bisa memanfaatkan

lahan yang ada untuk memenuhi kebutuhan warganya.

Kebutuhan publik akan rumah, fasilitas umum seperti transportasi, Ruang Terbuka Hijau (RTH), sekolah dan fasilitas

lainnya diselenggarakan dengan sebaik-baiknya oleh Singapura. Mereka mengacu pada pemahaman “economic

growth = quality of life” atau yang berarti pembangunan ekonomi harus tetap seiring dengan peningkatan kualitas

kehidupan. Jadi tidak hanya fokus pada kemajuan ekonomi, tetapi juga mengiringinya dengan perbaikan kualitas

hidup.

AJT

R2

00

9

92

Page 95: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Pemenuhan kebutuhan untuk perbaikan kualitas hidup ini,

mereka wujudkan dengan membangun ruang terbuka

hijau dengan perbandingan yang seimbang dengan

gedung - gedung yang dibangun. Karena terbatasnya

lahan, kebutuhan akan keseimbangan alam, mereka

wujudkan dengan taman di atap ataupun RTH yang tetap

mereka pertahankan. Selain itu, Singapura juga tetap

mempertahankan bangunan bersejarah sebagaibagian dari jati diri bangsa Singapura, agar mereka tidak

melupakan sejarah.

Beberapa daerah yang telah dipugar namun dipertahankan

keasliannya adalah Chinatown, Little India dan Kampong

Glam, sementara bangunan lainnya seperti City Hall dan

Supreme Court dijadikan sebagai monumen nasional.

Sampai dengan 30 September 2009, ada 44 monumen

nasional dan 6945 gedung yang dikonservasi.

Singapura memiliki perencanaan utama atau Master Plan

yang dievaluasi setiap 10 tahun. Setiap evaluasi yang

dilakukan oleh Urban Redevelopment Auhtority (URA)

selalu melibatkan seluruh para pemangku kepentingan,

termasuk didalamnya adalah masyarakat umum yang

dilibatkan dalam sebuah Konsultasi Publik. Rencana

93

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 96: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Utama atau Master Plan kota Singapura ini bersifat

sangat transparan dan bisa diketahui oleh semua

masyarakat secara mudah dan gamblang.

Masyarakat bisa langsung mengakses melalui

website di www.ura.gov.sg atau langsung datang ke

kantor URA dan mengecek perencanaan kota.

Pemerintah Singapura pun sangat konsisten dalam

setiap perencancaan dan pemanfaatan lahan

sehingga semua kebutuhan bisa terpenuhi sesuai visi

dan misi.

AJT

R2

00

9

94

Page 97: Tata Ruang di Mata Jurnalis

WAJAH BARU SINGAPURADI TANAH REKLAMASI Oleh Mawar Kusuma - Kompas(dipublikasikan pada harian Kompas, 4 Desember 2009)

Haji Muhammad Ali (68) khusyuk mendoakan peziarah yang terus mengalir ke Masjid Muhammad Saleh

di Shenton Way, Singapura, Senin (23/11). Masjid di pucuk bukit kecil yang dibangun sejak tahun 1870 ini

dulu terletak tepat di tepi laut.

Meskipun udara kencang dari arah laut masih bertiup lewat jendela, masjid yang diyakini menjadi salah

satu titik awal perkembangan Islam di Singapura ini telah terpisah sejauh 2000meter dari laut. Masjid

Muhammad Saleh kini telah dikepung oleh gedung-gedung setinggi hingga 50 lantai. Sebuah jalan layang

lebar yang dinamai seperti nama presiden ke-2 Singapura, Benjamin Zeus, melintas hampir berjajar dengan

bangunan masjid yang ramai dikunjungi peziarah dari Afrika, Arab maupun Asia. Jika Haji Ali tak

bercerita, sulit membayangkan bahwa lokasi tersebut merupakan daerah reklamasi.

Keterpisahan dengan laut lebih banyak dirasakan penduduk asli Singapura, seperti Nora Hasan.

Perempuan Melayu yang bekerja sebagai pemandu wisata ini mengaku dulu sering kali menghabiskan

95

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 98: Tata Ruang di Mata Jurnalis

sore hari dengan menikmati keindahan Pantai

Kapung yang kini ditumbuhi sejumlah apartemen

pencakar langit.

Dari tahun ke tahun, apartemen di daratan

reklamasi semakin diminati. Meskipun udara laut

mengakibatkan peralatan rumah tangga dari

logam terkorosi, harga tanah di wilayah reklamasi

semakin melambung.

Di pulau Sentosa, yang kini sedang giat

membangun kasino dan pusat perbelanjaan, harga

rumah bisa mencapai 3.2 juta dollar Singapura.

Satu dollar Singapura hampir setara dengan

Rp.7000. Harga tersebut untuk membeli rumah

dengan tiga kamar tidur, sebuah dapur, serta

dilengkapi kolam renang. Pulau Sentosa termasuk

salah satu lokasi hunian mewah. Pascareklamasi,

luas pulau ini bertambah lebih dari 10 hektar.

Pembangunan kawasan Pulau Sentosa dengan

kasino yang sempat enuai kontroversi itu kini

telah rampung 65 persen. Tarif masuk kasino ke

pulau yangbisa ditempuh dalam 30 menit dari

Pulau Batam ini sebesar 100 dollar Singapura.

AJT

R2

00

9

96

Page 99: Tata Ruang di Mata Jurnalis

97

TATA RUANG di mata jurnalis

UBAH WAJAH SINGAPURAHunian di luar Pulau Sentosa cenderung lebih murah, tetapi tetap lebih mahal dibandingkan dengan

harga tanah di Jakarta. Nora Hasan menuturkan, harga tempat tinggalnya di sebuah kondominium

di Bukit Timah 1.8juta dollar Singapura. Tempat itu terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu,

dan satu ruang keluarga. Selain karena keterbatasan tanah, mahalnya hunian juga dipengaruhi

membludaknya pekerja asing di Singapura. Separuh dari total 4.8 juta penduduk Singapura adalah

pendatang dari berbagai negara. Untuk bisa hidup layak di Singapura, minimal warga harus

berpenghasilan Rp.10 juta per bulan.

Senior Manager The Urban Redevelopment Authority (URA) Colin Lauw mengatakan, reklamasi

yang digalakkan sejak tahun 1960 banyak mengubah wajah Singapura. Pada tahun 1966 Singapura

hanya seluas 581 kilometer persegi, tetapi kini menjadi 710 kilometer persegi.

Proyek reklamasi sempat menuai banyak protes dan kecaman, terutama karena pasirreklamasi

diimpor dari beberapa negara, termasuk Indonesia. Beberapa pulau di Kepulauan Riau bahkan

sampai tenggelam dan rusak parah karena pasirnya dikeruk untuk menimbun pantai di Singapura.

Page 100: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

98

Saat ini menurut Lauw, proyek reklamasi memang sedang dihentikan. Pemerintah Singapura masih

menunggu solusi terbaik terkait dengan penyediaan pasir dengan kontraktor. “Kami juga menunggu

kesepakatan harga yang terbaik,” lanjutnya.

Pemerintah Singapura menolak keras telah terlibat dalam impor pasir. Menurut Lauw, Pemerintah

Singapura membuka tender proyek reklamasi dan konstruksi kepada pihak swasta dan menyerahkan

kepada mereka untuk pengadaan pasir.

Pulau-pulau di Singapura yang telah direklamasi antara lain Pulau Jurong, Tuas, Pelabuhan Pasir

Panjang, Pulau Sentosa, Pulau Southern, Marina Bay, Pulau Tekong, Pulau Ubin, Kranji, Punggol, Coney

serta Bandara Changi.

Selain keberhasilan reklamasi, pembangunan negara kota Singapura terintegrasi antara laju industri,

pelestarian gedung tua, dan perlindungan terhadap alam. Upaya konservasi berjalan beringingan

dengan perencanaan pembangunan secara nasional. Yang paling mencolok dari keberhasilan

pembangunan di Singapura adalah konsistensi antara rencana tata ruang dan implementasinya.

Page 101: Tata Ruang di Mata Jurnalis

99

TATA RUANG di mata jurnalis

Ketika menerima kunjungan wartawan pemenang Anugerah

Jurnalistik Tata Ruang dari Departemen Pekerjaan Umum

Indonesia di gedung URA pada Selasa (24/11), Lauw

menunjukkan miniatur bangungan di kota Singapura yang

menjadi pegangan dalam pembangunan 40 tahun kedepan.

“Singapura harus menjadi tempat yang menyenangkan untuk

bekerja, hidup dan bermain.” Katanya.

Konsistensi pada masterplan tata ruang antara lain bisa dilihat

ketika sebuah gereja di kota tersebut membangun ruangan

melebihi dari yang telah ditentukan oleh pemerintah. Tanpa

kompromi, pihak geraja terpaksa harus merobohkan satu

ruang yang baru selesai dibangun tersebut. “Kami bertugas

mengawasi agar semua pembangunan berjalan sesuai

rencanan.” Kata Lauw. Perencananaan pembangunan di

Singapura sangat transparan dan terbuka bagi umum.

Page 102: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

100

Masterplan pembangunan bisa diakses

dengan mudah di kantor URA maupun

lewat internet. Konsep pembangunan

kota tersebut diterapkan sejak tahun 1971

dan terus berjalan hingga sekarang.

Kereta api cepat atau MRT yang baru

dibangun di era 1990-an misalnya, telah

tercantum di rencana tata ruang kota

Singapura tahun 1971. Perkembangan

zaman memang sering kali menyebabkan

munculnya pengecual ian dalam

pembangunan. Namun pengecualian

tersebut tidak pernah menyimpang jauh

dari rel tata ruang yang telah ditetapkan

bersama dengan parlemen.

Keberhasilan penataan ruang ini antara

lain bisa dilihat dari pusat kota Singapura

yang pada tahun 1940-an dikenal sebagai

daerah kumuh, tetapi kini menjadi pusat

bisnis, perbelanjaan, dan perkantoran.

Keelokan konsistensi pembangunan

Singapura memampukan negara

tersebut menarik wisatawan. Kunjungan

ke Singapura yang dicatat di bandara

internasional Changi mencapai 25 juta

orang per tahun.

Page 103: Tata Ruang di Mata Jurnalis

101

TATA RUANG di mata jurnalis

CATATAN SYAIFUDINMetro 10 – Metro TV

Bagi siapapun yang baru menjejakkan kaki pertama kali di negara

yang merdeka tahun 1965 ini, kesan yang didapat adalah negara

kota ini sangat rapi tertata, bersih, dan modern. Singapura adalah

negara surga bagi para shoppaholic alias penggila belanja. Orchard

Road adalah etalase raksasa mereka. Hampir di setiap sudut kota

ada mal atau pusat perbelanjaan. Di beberapa bagian terdapat

proyek pembangunan terutama di lahan-lahan kosongnya.

Sementara di lahan yang telah disesaki bangunan, upaya mengubah

tampilan alias 'face lift” sebuah bangunan terus berlangsung entah

dengan alasan usia bangunan atau alasan utilitas lainnya. Meski

demikian, Singapura yang dihuni juga oleh beragam etnis suku

bangsa, masih bijak untuk memelihara heritage-nya. Beberapa jejak

Page 104: Tata Ruang di Mata Jurnalis

AJT

R2

00

9

102

bekas perkampungan suku bangsa Melayu, India, Tiong Hoa, bahkan bangsa Eropa, masih dijaga dan

dijadikan obyek wisata mereka.

Di sela-sela bangunan-bangunan tinggi mereka, masih kita jumpai rimbunnya dedaunan, hijaunya

pepohonan serta hamparan rumput. Ruang terbuka hijau mutlak harus disediakan pengembang sebagai

bagian dari kesepakatan dalam pembangunan dan pengembangan wilayah.

Urban Redevelopment Authority (URA) atau semacam dinas

tata kotanya Singapura adalah lembaga otoritas yang

menyiapkan segala rencana strategis jangka panjang dan juga

rencana-rencana detail segala pembanguan fisik Singapura.

Singapura yang lahannya sangat kecil, hanya seluas 710

kilometer persegi, untuk penggunaan tiap jengkal tanahnya

harus diperhitungkan dengan sangat matang. Di URA lah

semua master plan pembangunan dikomunikasikan dengan

gamblang.

Siapa pun bisa mengetahui dan menanyakannya. Menurut

Colin Lauw, senior manager di URA, sebelum menjadi sebuah

master plan, harus lah berupa sebuah concept plan. Tidak ada

yang sifatnya tambal sulam. Singapura membangun moda

transportasi kereta bawah tanah mereka yang dikenal dengan

MRT atau Mass Rapid Transit sejak tahun 1971 dan baru

diresmikan tahun 1990. Bandingkan dengan pembanguan

jalur khusus bus atau busway di Jakarta yang hanya beberapa

tahun dan baru beberapa tahun berjalan sudah mulai panen

keluhan penggunanya.

Selanjutnya ada koordinasi pengembangan dan ada

departemen khusus yang mengawasinya. Meski tidak seratus

Page 105: Tata Ruang di Mata Jurnalis

103

TATA RUANG di mata jurnalis

persen concept plan dapat dijalankan sepenuhnya, setidaknya sekitar 75% segala ide bisa diterima, 10% muncul ide-ide

baru, dan selebihnya ada perbedaan dengan realiasasinya atau ada konsep-konsep yang tidak mungkin bisa dilakukan.

Kosep-konsep itu bisa dijalankan, karena melibatkan segala unsur, baik pemerintah, swasta, juga dari lapisan masyarakat.

Di Singapura juga tidak berarti semua rencana pembangunan dan pengembangan tata ruang berjalan mulus-mulus saja.

Sandungan-sandungan pasti ada. Namun aturan main yang jelas dan penegakan hukum yang benar, dapat

diminimalisasi. Yang kongkalikong dalam proyek pembangunan, menuai akibatnya.

Pemerintah tak mempercayainya lagi. Sesungguhnya tidak luar biasa ketika Singapura saat ini telah menjelma menjadi

sebuah kota nan modern dan gemerlap dengan beragam julukan akibat keberhasilan penataannya. Indonesia dengan

seluas itu, mungkin juga bisa sehebat atau bahkan melebihi Singapura. Tapi konsistensi yag terus dijaga dalam

pembangunan dengan menediakan ruang terbuka hijaunya lah yang luar biasa.

Di samping itu supremasi hukum yang mengawal pembangunan juga ditempatkan dengan setinggi-tingginya agar

pembangunan itu sendiri tidak keluar dari jalurnya, juga bagian yang tak kalah pentingnya. Itu yang masih harus kita

banyak belajar dari tetangga kita itu.

Page 106: Tata Ruang di Mata Jurnalis
Page 107: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Profil Juri

?Budiarto Shambazy?Iman Soedradjat?Linda Darmajanti

?Heru Hendratmoko?Zaim Uchrowi

?Hadian Ananta Wardhana?Nugroho Adiweda Widagdo

Page 108: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Tempat, Tanggal Lahir :Padang, 28 Juni 1957Pendidikan :S-2 : Faculty of Political Science, University of Hawaii, ASS-1 : Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik, Universitas IndonesiaPekerjaan :Wartawan KompasMinat :Membaca

Budiarto Shambazyberhubung baru pertama kalinya diadakan, AJTR 2009 tentu masih jauh dari

sempurna. seperti kata pepatah, “selalu ada yang pertama untuk semuanya”. jika metode yang kita lakukan bersama-sama tahun ini dilakukan lagi tahun depan, saya yakin AJTR 2010 akan lebih baik dari berbagai aspek penyelenggaraannya.

kesan saya AJTR 2009, khususnya acara penyerahan hadiah yang disatukan dengan perayaan Hari Tata Ruang, berlangsung sukses. tahun depan acara ini

layak dilakukan lagi.

saran saya, sebagai salah seorang juri, tahun depan sebaiknya disertakan pula seorang juri yang menguasai ilmu pertelevisian untuk menilai karya-karya

jurnalistik media penyiaran tersebut

AJT

R2

00

9

106

Page 109: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Iman SoedradjatTempat, Tanggal Lahir:Cirebon, 9 Desember 1953Pendidikan :S1 Planologi ITBS2 Master of Public Management (MPM), Carnegie Mellon University USAPengalaman Organisasi :- Ketua Panitia berbagai seminar internasional/nasional- Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Ahli Perencanaan (IAP)- Sekretaris Kelompok Kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional (BKPRN)Minat/kompetensi :- Public Policy- Urban & Regional Development- Detail Plan

Kunci keberhasilan penyelenggaraan penataan ruang adalah komunikasi. Semakin intensif produk dari penataan ruang dikomunikasikan, semakin banyak pemangku kepentingan memahami, maka semakin mudah rencana tata ruang dapat diimplementasikan. Anugerah Jurnalistik merupakan salah satu media agar semakin paham masyarakat mengerti penataan ruang. Anugerah ini harus kontinyu digulirkan.

107

TATA RUANG di mata jurnalis

Page 110: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Linda DarmajantiTempat, Tanggal Lahir :

Medan, 20 April 1954Pendidikan :

Sarjana Sosiologi FISIP-UI,Magister Perencanaan Kota, ITB

BandungDoktor bidang Sosiologi, FISIP UI

Minat/Kompetensi :1. Perencanaan Sosial (Social Policy)

2. Perencanaan Kota (aspek sosial, budaya, politik)

3. CSR/CDPekerjaan :

Staf Pengajar Departemen Sosiologi FISIP-UI

AJT

R2

00

9

108

Ternyata banyak sekali perhatian masyarakat terhadap penataan ruang kota, baik dari media cetak, elektronik, dan fotografi. namun tampaknya secara khusus pemerintah (mungkin sebaiknya Presiden) belum memberikan prioritas atau pernyataan pentingnya perencanaan dan penataan ruang dalam era Otonomi Daerah/Desentralisasi.

Padahal di dalam ruang tersebut semua kelompok kepentingan memperebutkan sumber daya yang strategis untuk kepentingan kelompoknya

Sementara untuk kelompok yang seharusnya membutuhkan ruangkota/wilayah justru tidak terpenuhikarena kelompok ini tidak memiliki kemampuan (resources). Untuk itu perlu pengendalian ruang pada tataran implementasi, dan mengaitkan ruang sesuai dengan”social production”, khususnya kebijakan tata ruang yang “pro-poor” (tidak terwakili) oelh kelompok kepentingan yang justru memiliki resources.

Page 111: Tata Ruang di Mata Jurnalis

HeruHendratmoko

Lomba ini cukup bagus, tapi kurang mendapat respon dari wartawan. Dugaan saya karena tema terlalu umum atau bahkan tidak ada tema selain soal “tata ruang”. Next time mesti dibuat lebih tajam temanya, spesifik sesuai dengan situasi yang sedang kita hadapi.

Dengan tema yang lebih spesifik, wartawan juga akan lebih mudah menyeleksi sendiri apakah karya mereka masuk kategori atau tidak. Saya kira bahkan media/wartawan sendiri banyak yang belum paham tentang konsep tata ruang.

Organizational Experience :2005 - 2008, President of the Alliance of Independent Journalists (AJI) Indonesia2003 - 2005, Coordinator of Profession & Ethics, the Alliance of Independet Journalis (AJI) Indonesia1999 - 2003, Coordinator of Training & Education, the Alliance of Independet Journalis (AJI) Indonesia1994, co-Founder of the Alliance of Independent Journalist (AJI)1990, co-founder of Arek Foundation, Surabaya, East Java1988 - 1999, Head I of Student Senate, Faculty of Political & Social Sciences, Airlangga University, Surabaya, East Java

Working Experience :2002 - now, Production Director, Radio News Agency KBR68H & Green Radio2000 - 2002, Editor, Radio News Agency 68H1992 - 2000, Journalist, Jakarta Jakarta News Picture Magazine1992, Antara News Agency, Surabaya Bureau.1988, Chief Editor at Retorika Magazine, Airlangga University, Surabaya, East Java

109

TATA RUANG di mata jurnalis

Publication :BETA, the first independent news agency in yugoslavia (editor), radio news agency 68H, jakarta, 2003. Indonesian version.News Coverage on Corruption ( e d i t o r ) , t h e a l l i a n c e o f independent journalist (AJI) & Britist Council, Jakarta, 2001Remain Independent (editor), AJI, Jakarta, 2000Journalist Slain : The case of Fuad Muhammad Syafrudin (writer & Editor), AJI & ISAI, Jakarta, 1997Independent Journalist (team), AJI, Jakarta, 1996Bredel (team), the Alliance of Independent Journalist (AJI), Jakarta, 1994Women an Human Right (editor), International NGO Forum on Indonesia, Jakarta, 1993

Page 112: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Zaim UchrowiPutra gunung lawu ini lahir pada tanggal serba satu, 31-01-1961. Ia penulis dan penyuluh perubahan yang mempunyai minat besar pada bidang spiritualitas, peradaban, serta pemberdayaan masyarakat.

Lulus master dari institute manajemen terbaik di asia, asian institute of management, di filipina, ia menyelesaikan program doktor ilmu penyuluhan IPB - bogor.

Karirnya diawali menjadi wartawan majalah tempo dan memimpin biro indonesia bagian timur di usia 25 tahun. Dalam usia 29 tahun telah memimpin koran nasional, lalu merintis harian republika (1993) sampai menjadi pemimpin redaksi

Kini ia menjadi direktur utama pt. Balai pustaka (persero), pengajar pascasarjana ipb, serta aktif di berbagai lembaga sosial. Dikenal dengan pemikiran dan tulisan yang menyentuh, ia telah menerbitkan delapan buku.

AJT

R2

00

9

110

Page 113: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Tempat Tanggal Lahir :Surabaya, 27 Maret 1963

Pendidikan :S1 : Ilmu Tanah – Insitut Pertanian Bogor, Tahun 1987

SP1 (CES: Certificate d'Etude Superior), Amenagement et Gestion Urbain, l'Ecole Nationale des Travaux Publique de l'Etat (ENTPE), Lyon – Perancis,

Tahun 1995Pekerjaan :

Memulai karier di perkebunan swasta hingga tahun 1993, menjadi pegawai negeri sipil di Departemen Pekerjaan Umum, pada Direktorat Jenderal Cipta

Karya. Sejak tahun 2005, menjabat sebagai Kepala Subdirektorat Informasi dan Bina Masyarakat, Direktorat Penataan Ruang Nasional.

Minat profesi :pemberdayaan masyarakat, pengelolaan dan pembangunan kota.

Penghargaan kepada para jurnalis atas perannya dalam mengangkat isu dan mengungkap fakta-fakta tata ruang kepada publik, perlu terus dilakukan secara kontinyu. Memilih jurnalis sebagai partner dalam mensosialisasikan tata ruang perlu ditingkatkan dengan lebih membuka diri, baik jurnalis maupun para pelaku penataan ruang, hingga terjalin networking yang transparan dan saling menguntungkan berbagai pihak.

111

TATA RUANG di mata jurnalis

Hadian AnantaWardhana

Page 114: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Nugroho AdiwedaWidagdo

Tempat, Tanggal Lahir :Jakarta, 8 Desember 1971

Pendidikan :Universitas Kristen Satya WacanaFakultas Biologi

Pekerjaan :Wartawan Foto

Minat :Travel, Bersepeda, Ber-Off road, Banyaklah.

Lomba Foto dll. Tata Ruang ini bagus dalam memberi wawasan tata ruang bagi awam, lebih khusus lagi kepada para wartawan agar dapat menjelaskan secara

rinci apa yang disebut tataruang yang baik kepada masyarakat. lomba yang bertujuan baik ini sebaiknya di teruskan ditahun tahun yang akan datang

penyelenggaraan lomba ini cukup baik, hangat, dan ramah dan paling tidak bisa menyamakan persepsi tentang definisi tataruang yang baik di kalangan dewan

juri dan panitia yang terlibat didalamnya.

usulan saya bila lomba ini diadakan lagi ditahun-tahun yang akan datang, sebaiknya khusus foto harus ada sebuah TEMA, agar penjurian bisa lebih terarah

dan dapat tercapai tujuan dari lomba foto ini sendiri dan untuk merangsang keikutsertaan peserta lomba ini, sebaiknya hadiah tidak berupa studi banding

tapi mungkin piala/throphy dan hadiah berupa uang tunai, agar pesertanya lebih banyak dan antusias

AJT

R2

00

9

112

Page 115: Tata Ruang di Mata Jurnalis
Page 116: Tata Ruang di Mata Jurnalis
Page 117: Tata Ruang di Mata Jurnalis

arm

and

bu

dim

an@

yah

oo

.co

mLe

ngg

ak L

engg

ok

Ko

ta J

akar

taB

ereb

ut

Posi

si D

i Kep

ala

Nag

a *)

Dis

ori

enta

si R

uan

g Jo

gjak

arta

Aki

bat

Pat

ahn

ya S

imb

ol

Men

ghin

dar

i Ban

jir L

ewat

Pen

ataa

n K

emb

ali K

awas

an J

abo

det

abek

pu

nju

r1

0 K

ota

Nya

man

Dit

ingg

ali

Ben

can

a D

ari R

uan

g K

on

serv

asi

Situ

ku S

ayan

g, S

itu

ku H

ilan

g *)

Sala

h K

apra

h :

Ber

um

ah D

i Bib

ir S

un

gai

Heb

oh

Ru

ang

Terb

uka

Hija

u (

RTH

)W

arga

, Tat

a R

uan

g, J

akar

ta L

esta

riK

eber

adaa

n R

uan

g Te

rbu

ka H

ijau

(R

TH)

Seb

agai

Asp

iras

i Keh

idu

pan

Eko

no

mi,

Pen

did

ikan

, So

sial

Dan

Bu

day

a, K

eaga

maa

n B

agi

Mas

yara

kat

Ko

ta T

ange

ran

gM

imp

ikah

Jak

arta

Mem

iliki

30

% R

TH?

Peru

bah

an Ik

lim d

an T

ata

Ru

ang

Hu

kum

, Per

ub

ahan

Iklim

, Dan

Keb

ijaka

n T

ata

Ru

ang

(1)

Hu

kum

, Per

ub

ahan

Iklim

, Dan

Keb

ijaka

n T

ata

Ru

ang

(2)

Mem

etak

an T

ata

Ru

ang

Peta

Lo

kal J

arin

gan

Glo

bal

Wis

ata

Kit

a : J

alan

-jal

an B

erb

ekal

Pet

a H

ijau

Cat

atan

Per

jala

nan

Stu

di B

and

ing

ke S

inga

pu

raSe

laya

ng

Pan

dan

g Si

nga

pu

raW

ajah

Bar

u S

inga

pu

ra d

i Tan

ah R

ekla

mas

iU

bah

Waj

ah S

inga

pu

raC

atat

an S

yaif

ud

inM

enat

a K

ota

Bes

ar M

etro

po

litan

Len

ggak

Len

ggo

k K

ota

Jak

arta

Ber

ebu

t Po

sisi

Di K

epal

a N

aga

*)D

iso

rien

tasi

Ru

ang

Jogj

akar

ta A

kib

at P

atah

nya

Sim

bo

lM

engh

ind

ari B

anjir

Lew

at P

enat

aan

Kem

bal

i Kaw

asan

Jab

od

etab

ekp

un

jur

10

Ko

ta N

yam

an D

itin

ggal

iB

enca

na

Dar

i Ru

ang

Ko

nse

rvas

iSi

tuku

Say

ang,

Sit

uku

Hila

ng

*)Sa

lah

Kap

rah

: B

eru

mah

Di B

ibir

Su

nga

iH

ebo

h R

uan

g Te

rbu

ka H

ijau

(R

TH)

War

ga, T

ata

Ru

ang,

Jak

arta

Les

tari

Keb

erad

aan

Ru

ang

Terb

uka

Hija

u (

RTH

) Se

bag

aiA

spir

asi K

ehid

up

an E

kon

om

i, Pe

nd

idik

an, S

osi

al D

an B

ud

aya,

Kea

gam

aan

Bag

i M

asya

raka

t K

ota

Tan

gera

ng

Mim

pik

ah J

akar

ta M

emili

ki 3

0%

RTH

?Pe

rub

ahan

Iklim

dan

Tat

a R

uan

gH

uku

m, P

eru

bah

an Ik

lim, D

an K

ebija

kan

Tat

a R

uan

g (1

)H

uku

m, P

eru

bah

an Ik

lim, D

an K

ebija

kan

Tat

a R

uan

g (2

)M

emet

akan

Tat

a R

uan

gPe

ta L

oka

l Jar

inga

n G

lob

alW

isat

a K

ita

: Jal

an-j

alan

Ber

bek

al P

eta

Hija

uC

atat

an P

erja

lan

an S

tud

i Ban

din

g ke

Sin

gap

ura

Sela

yan

g Pa

nd

ang

Sin

gap

ura

Waj

ah B

aru

Sin

gap

ura

di T

anah

Rek

lam

asi

Ub

ah W

ajah

Sin

gap

ura

Cat

atan

Sya

ifu

din

Men

ata

Ko

ta B

esar

Met

rop

olit

anLe

ngg

ak L

engg

ok

Ko

ta J

akar

taB

ereb

ut

Posi

si D

i Kep

ala

Nag

a *)

Dis

ori

enta

si R

uan

g Jo

gjak

arta

Aki

bat

Pat

ahn

ya S

imb

ol

Men

ghin

dar

i Ban

jir L

ewat

Pen

ataa

n K

emb

ali K

awas

an J

abo

det

abek

pu

nju

r1

0 K

ota

Nya

man

Dit

ingg

ali

Ben

can

a D

ari R

uan

g K

on

serv

asi

Situ

ku S

ayan

g, S

itu

ku H

ilan

g *)

Sala

h K

apra

h :

Ber

um

ah D

i Bib

ir S

un

gai

Heb

oh

Ru

ang

Terb

uka

Hija

u (

RTH

)W

arga

, Tat

a R

uan

g, J

akar

ta L

esta

riK

eber

adaa

n R

uan

g Te

rbu

ka H

ijau

(R

TH)

Seb

agai

Asp

iras

i Keh

idu

pan

Eko

no

mi,

Pen

did

ikan

, So

sial

Dan

Bu

day

a, K

eaga

maa

n B

agi

Mas

yara

kat

Ko

ta T

ange

ran

gM

imp

ikah

Jak

arta

Mem

iliki

30

% R

TH?

Peru

bah

an Ik

lim d

an T

ata

Ru

ang

Hu

kum

, Per

ub

ahan

Iklim

, Dan

Keb

ijaka

n T

ata

Ru

ang

(1)

Hu

kum

, Per

ub

ahan

Iklim

, Dan

Keb

ijaka

n T

ata

Ru

ang

(2)

Mem

etak

an T

ata

Ru

ang

Peta

Lo

kal J

arin

gan

Glo

bal

Wis

ata

Kit

a : J

alan

-jal

an B

erb

ekal

Pet

a H

ijau

AN

UG

ER

AH

JU

RN

ALI

STI

K T

ATA

RU

AN

G 2

00

9

Page 118: Tata Ruang di Mata Jurnalis

Direktorat Jenderal Penataan RuangKementerian Pekerjaan Umum

www.penataanruang.net