thelight photography magazine #11

79
EDISI 11/2008 www.thelightmagz.com FREE

Upload: joko-riadi

Post on 24-Jun-2015

215 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: TheLight Photography Magazine #11

EDISI XI / 2008 1

EDIS

I 11/

2008

www.thelightmagz.com

FREE

Page 2: TheLight Photography Magazine #11

2 EDISI XI / 2008

THEEDITORIAL

EDISI XI / 2008 3

THEEDITORIAL

PT Imajinasia Indonesia,

Jl. Pelitur No. 33A,

www.thelightmagz.com,

Pemimpin Perusahaan/

Redaksi: Ignatius Untung,

Technical Advisor: Gerard Adi,

Redaksi: redaksi@thelightmagz.

com, Public relation: Prana

Pramudya, Kontributor: Novijan

Sanjaya, Iklan:

[email protected] -

0813 1100 5200, Sirkulasi: Maria

Fransisca Pricilia,

[email protected],

Graphic Design: ImagineAsia,

Webmaster: Gatot Suryanto

“Hak cipta foto dalam majalah ini milik fotografer yang bersangku-tan, dan dilindungi oleh Undang-undang. Dilarang menggunakan

foto dalam majalah ini dalam bentuk / keperluan apapun tanpa

ijin tertulis pemiliknya.”

COVER: CAMERA TOSS BY

NOVIJAN SANJAYA

Usia 1 tahun bagi seorang bayi adalah usia untuk mulai belajar berjalan. Begitu

juga dengan kami. Setelah genap berusia 1 tahun pada bulan Maret yang lalu

kami pun berusaha untuk mulai belajar berjalan. Jika sebelumnya kami hanya

“berguling” dan “merangkak” kini saatnya untuk “berjalan”.

Sejak lahirnya hingga saat ini The Light mencoba untuk mengkampanyekan

kepada pelaku fotografi Indonesia untuk berfotografi secara ideal. Kehadiran

The Light di tengah mulai tumbuh pesatnya fotografi Indonesia adalah untuk

mencoba memberikan warna idealisme lama yang mulai pudar. Idealisme yang

menginginkan fotografi sebagai satu proses yang harus dihargai tiap detiknya.

Idealisme yang seringkali memaksa kami untuk terlihat sombong, angkuh, keras,

melawan arus, namun semuanya itu ditujukan untuk mendudukkan kembali

fotografi ke jalur yang “ideal”.

1 TAHUN, SAATNYA BELAJAR BERJALAN

Page 3: TheLight Photography Magazine #11

4 EDISI XI / 2008

THEEDITORIAL

EDISI XI / 2008 5

THEEDITORIAL

Tanpa mengurangi hormat dan meremehkan kontribusi berbagai pihak yang se-

cara atau tidak sengaja memilih untuk berbeda dengan kami, kami memilih untuk

menelanjangi fakta apa adanya, benar sebagai benar dan salah sebagai salah.

Kadang memang menyakitkan dan memalukan namun tidak ada setitikpun kadar

niat untuk melecehkan.

Untuk itu, pada tahun kedua kehadiran kami ini, kami berusaha menghadirkan

perbaikan-perbaikan, menambah hal-hal yang bisa membantu kita semua untuk

bisa menjadi berdarah fotografi. Mulai dari penerbitan edisi CD untuk membantu

mereka yang tidak ingin repot-repot mencari majalah ini dan mendownloadnya

lewat internet selain ingin mendapatkan kualitas gambar yang lebih baik hingga

pada dihadirkannya rubrik-rubrik baru yang akan memperkaya warna majalah ini.

Semuanya akan kami mulai pada edisi XII mendatang.

Berikut adalah beberapa rubrik baru yang akan menjadi rubrik tetap setiap bulan-

nya mulai edisi mendatang:

1. Thomas Herbirch RubricRubrik ini adalah rubric spesial yang bisa berisi tips berfotografi, lighting, teknis

hingga digital imaging. Dipandu oleh Thomas Herbrich, seorang fotografer profe-

sional yang menetap di Jerman.

2. FreshmenRubrik ini tentunya sudah ditunggu-tunggu anda semua. Ya setelah kenyang

menghadirkan hanya fotografer professional dalam edisi-edisi sebelumnya,

akhirnya kami memberi ruang kepada siapa saja yang merasa memiliki bakat dan

kemampuan yang baik dalam fotografi untuk tampil dalam majalah ini. Mer-

eka yang layak tepilih dan tampil dalam rubrik ini adalah siapa saja yang belum

tergolong professional dan terkenal yang mampu menghasilkan foto yang baik

secara konsisten dengan proses penciptaan yang benar, bukan atas setting light-

ing orang lain, bukan atas penggunaan digital imaging berlebihan yang tidak

seharusnya dan seperlunya. Singkatnya, mereka yang layak tampil di sini adalah

mereka yang sudah berada di jalur yang benar dengan bakat dan fundamental

skill yang baik namun belum berada di level professional dan tenar.

3. ProstyleRubrik ini mencoba menggali sisi lain kehidupan seorang fotografer professional,

mulai dari hobby yang ditekuni selain fotografi, makanan yang disukai, film dan

buku yang disukai, hingga cara berpakaian, cara hidup dan lain sebagainya.

Rubrik ini berusaha menghadirkan inspirasi kepada siapa saja mengenai cara

hidup seorang fotografer professional. Lagi-lagi ini dihadirkan karena kami yakin

fotografer menjadi baik bukan karena berusaha menjadi baik tapi karena men-

jalani hidup sebagai seorang fotorgafer yang baik.

4. The ExplorerRubrik ini berusaha menampilkan eksperimen-eksperiman atau teknis-teknis

non populer dalam fotografi. Dipandu oleh Novijan Sanjaya, rubrik ini berusaha

menginspirasikan semua yang membaca untuk lebih mengeksplorasi kamera dan

fotografi untuk hasil-hasil yang lebih baik.

Semua rubrik baru ini dihadirkan untuk mengkondisikan semua yang dengan

setia membaca majalah ini kepada totalitas pengetahuan dan kehidupan seorang

fotografer. Karena dengan menjalani hidup sebagai seorang fotografer kita bisa

mengerti banyak hal mengenai fotografi. Semoga berkenan.

Page 4: TheLight Photography Magazine #11

6 EDISI XI / 2008 EDISI XI / 2008 7

Page 5: TheLight Photography Magazine #11

8 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 9

THEEVENT

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, pada bulan maret yang lalu digelar FOCUS, pameran industri fotografi tahunan. Kali ini untuk pertama kalinya The Light ikut berpartisipasi. The Light mengadakan 2 acara bincang-bincang di pang-gung utama, sebuah photography clinic, pameran foto dan juga sebuah lomba fotografi. Misi keseluruhan dari acara ini selain untuk memperkenalkan The Light sebagai majalah fotografi yang serius memiliki passion for good photography tapi juga untuk memberikan pencerahan dan informasi mengenai standar fotografi yang sebenar-benarnya kepada pengunjung.

Semua acara The Light dibuat tanpa membesar-besarkan dan menaikkan kualitas jika dibandingkan dengan isi majalahnya. Apa yang dibuat The Light pada setiap acaranya diciptakan untuk mengkomunikasikan secara konsisten level berfo-tografi yang sama dengan yang bisa anda temui di tiap edisi The Light. Tiap acar-anya tidak sekedar mengejar popularitas dan mati-matian mengejar banyaknya

THE LIGHT PADA PESTA TAHUNAN KOMUNITAS FOTOGRAFI INDONESIA, FOCUS 2008

peserta untuk ikut serta, namun lebih kepada konten yang memang ber-bobot dan relevan dengan fotografi. The Light juga tidak secara sporadis membuat banyak acara namun dengan isi yang kurang optimal baik karena pemilihan pembicara yang kurang te-pat atau materi yang “gede-gede ubi”. Ibarat makanan, acara The Light bukan permen atau kue tart dengan banyak cream dengan warna-warna yang me-narik dan terlihat dan terasa manis seh-ingga menarik banyak peminat namun tidak “bergizi” dan tidak “meninggalkan kesan” bagi begitu banyak peserta. Acara The Light juga bukan seperti begitu banyak makanan yang disajikan di meja hingga membuat meja penuh

namun setelah mencicipi semuanya tidak ada satu “rasa” pun yang saking enaknya seolah-olah terus menempel di lidah bahkan setelah acara selesai.

The Light sengaja dan akan tetap konsisten membuat acara yang tidak melulu mengejar popularitas namun lebih mengedepankan konten yang meinggalkan “rasa” pada mereka yang mencicipinya. “Menu” yang The Light sajikan bukan seperti makanan yang manis dan porsinya melebihi kewaja-ran sehingga membuat eneg, mahteh, dan kekenyangan tapi kapok. “Menu” yang The Light sajikan dibawakan den-gan takaran yang pas namun “bergizi”. Berikut ini liputannya:

PAMERAN FOTO – THE ENLIGHTENMENTPameran industri fotografi FOCUS selalu diramaikan oleh pameran foto oleh berbagai pihak. FOCUS kali ini pun diramaikan oleh lebih dari 7 pameran foto. Masing-masing pameran foto memiliki ciri khas dan tujuan masing-masing. The Light yang prihatin akan pertumbuhan kualitas fotografi yang lambat yang salah satunya disebabkan oleh minimnya akses antara amatir dan professional pun tergerak untuk menghadirkan pameran foto yang mampu memberi pencerahan mengenai standar foto yang baik.

Berbeda dengan pameran foto lain yang biasanya mengusung satu tema foto yang sama dalam setiap foto yang ditampilkan, The Enlightenment menghadir-kan tema besar yang menarik dari foto dengan aliran dan spesialisasi yang berbe-da. Jika biasanya pameran foto hanya berisi foto-foto dari spesialisasi atau konsep yang sama, kali ini The Light menghadirkan 30 orang fotografer professional yang

Page 6: TheLight Photography Magazine #11

10 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 11

THEEVENT

pernah mengisi lembaran-lembaran The Light pada edisi-edisi terdahulu. Seharusnya ada 13 orang fotografer lagi yang ikut dalam pameran foto ini. Namun karena kesibukan pribadi mer-eka gagal memenuhi tenggat waktu yang telah ditetapkan.

Jumlah foto yang dipamerkan berjum-lah 43 buah dari berbagai spesialisasi mulai dari jurnalistik, still life, por-tratiture, commercial, fashion, human interest, wedding, wild life, underwater, otomotif, hingga beuty. Tema yang

“menjahit” 43 foto yang berbeda ini adalah “enlightenment” atau pencera-han. Melalui pameran foto ini The Light ingin menunjukkan standar kualitas foto yang “mencerahkan” apapun spesi-alisasinya.

Yang membuat pameran foto ini men-jadi luar biasa menarik selain jumlah peserta dan level fotografer yang ikut memamerkan fotonya adalah ukuran foto yang dicetak ekstra besar. Foto terkecil yang dipamerkan berukuran 50cm X 80cm, sementara yang terbesar berukuran 140cm X 95cm.Semua foto dicetak dengan large format printer HP Designjet Z series di atas HP printing material dan HP vivera pigment inks. Large format printer ini memiliki 8 & 12 tinta termasuk tinta RGB yang tidak anda temui pada printer manapun juga. Proses pencetakan foto-foto ini sendiri tidak memakan banyak waktu karena akurasi warna yang baik dari printer yang digunakan. Satu foto dengan

ukuran luar biasa besar ini dicetak dengan lama waktu cetak kurang lebih 5-10 menit per foto. Dari seluruh foto yang dicetak, tidak ada satu foto pun yang dicetak ulang karena alasan ketidakakuratan warna. Semua foto dicetak langsung tanpa test print. Dan tidak ada satu keluhan pun dari fotografer yang karyanya dipamerkan menyangkut akurasi warna.

The Light sen-gaja dan akan

tetap konsisten membuat acara

yang tidak melulu mengejar popu-

laritas namun lebih mengedepankan konten yang me-inggalkan “rasa”

pada mereka yang mencicipinya.

Melalui pameran foto ini The Light ingin menun-jukkan standar kualitas foto yang “mencerahkan” apapun spesialisasinya.

Page 7: TheLight Photography Magazine #11

12 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 13

THEEVENT

SUASANA PAMERAN

SEMUA FOTO PADA PAMERAN INI DICETAK DENGAN HP DESIGNJET Z

SERIES DI ATAS HP PRINTING MATERIAL & HP VIVERA PIGMENT INKS.

PROSES PRINTING FOTO PAMERAN OLEH HEWLETT-PACKARD

Page 8: TheLight Photography Magazine #11

14 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 15

THEEVENT

SISA TSUNAMI PANGANDARAN BY AGUS SUSANTO

AHMAD ALBAR BY AGUSTINUS SIDARTA

Page 9: TheLight Photography Magazine #11

16 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 17

THEEVENT

FOTOGRAFER: AGUSTINUS SIDARTA

FOTOGRAFER: AJIE LUBIS

Page 10: TheLight Photography Magazine #11

18 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 19

THEEVENT

WIMAR WITOELAR BY ARBAIN RAMBEY

TILL THE LAST DROP BY KRISNA SATMOKO

Page 11: TheLight Photography Magazine #11

20 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 21

THEEVENT

FISHERMEN BY DIBYO GAHARI

NISSAN TERANO BY DJONI DARMO

Page 12: TheLight Photography Magazine #11

22 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 23

THEEVENT

NISSAN X-TRAIL BY DJONI DARMO

FOTOGRAFER: ENNY NURAHENI

Page 13: TheLight Photography Magazine #11

24 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 25

THEEVENT

FOTOGRAFER: ERICH SILALAHI

FOTOGRAFER: GERARD ADI

Page 14: TheLight Photography Magazine #11

26 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 27

THEEVENT

FOTOGRAFER: GERARD ADIFOTOGRAFER: GERARD ADI

Page 15: TheLight Photography Magazine #11

28 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 29

THEEVENT

FOTOGRAFER: GERARD ADI

FOTOGRAFER: GERARD ADI

FOTOGRAFER: GOENADI HARYANTO

Page 16: TheLight Photography Magazine #11

30 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 31

THEEVENT

FOTOGRAFER: GONDO

FOTOGRAFER: HARY SUWANTO

Page 17: TheLight Photography Magazine #11

32 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 33

THEEVENT

FOTOGRAFER: HENKY CHRISTIANTODIGITAL IMAGING: LAY

MODEL: PORTRAIT MANAGEMENT

FOTOGRAFER: HERET FRASTHIODIGITAL IMAGING: GINOFASHION STYLIST: KARINPROJECT a+ MAGAZINE & PORTRATIT MANAGEMENT

Page 18: TheLight Photography Magazine #11

34 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 35

THEEVENT

FOTOGRAFER: INDRA LEONARDI

FOTOGRAFER: ISWANTO SOERJANTO

Page 19: TheLight Photography Magazine #11

36 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 37

THEEVENT

FOTOGRAFER: JERRY AURUM

SOUL ODYSSEY BY LANS BRAHMANTYO

Page 20: TheLight Photography Magazine #11

38 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 39

THEEVENT

MENANTI SANG WAKTU BY LEO LUMANTO

MYSTICAL TREE BY LEO LUMANTO

Page 21: TheLight Photography Magazine #11

40 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 41

THEEVENT

SILENT BY LEO LUMANTO

FOTOGRAFER: MBAH UYO

FOTOGRAFER: NICOLINE PATRICIA MALINA

Page 22: TheLight Photography Magazine #11

42 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 43

THEEVENT

FOTOGRAFER: NICOLINE PATRICIA MALINA

FOTOGRAFER: NICOLINE PATRICIA MALINA

Page 23: TheLight Photography Magazine #11

44 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 45

THEEVENT

FOTOGRAFER: NICOLINE PATRICIA MALINA

FOTOGRAFER: NOVIJAN SANJAYA

Page 24: TheLight Photography Magazine #11

46 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 47

THEEVENT

FOTOGRAFER: OSCAR MOTULOH

BIDADARI HALMAHERA BY RIZA MARLON

Page 25: TheLight Photography Magazine #11

48 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 49

THEEVENT

FOTOGRAFER: ROY GENGGAM

FOTOGRAFER: SAM NUGROHO

Page 26: TheLight Photography Magazine #11

50 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 51

THEEVENT

FOTOGRAFER: SAM NUGROHO

FOTOGRAFER: SAM NUGROHO

Page 27: TheLight Photography Magazine #11

52 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 53

THEEVENT

FOTOGRAFER: SAM NUGROHO

FOTOGRAFER: SAM NUGROHO

Page 28: TheLight Photography Magazine #11

54 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 55

THEEVENT

FOTOGRAFER: SAM NUGROHO

FOTOGRAFER: SCOTTY GRAHAM

Page 29: TheLight Photography Magazine #11

56 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 57

THEEVENT

FOTOGRAFER: SONNY SANDJAYA

MERAPI BY SUPRIATIN

Page 30: TheLight Photography Magazine #11

58 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 59

THEEVENT

PHOTOGRAPHY CLINIC – THE ADVANCED OF BASIC LIGHTING Membuat sebuah sesi pemotretan dengan model wanita cantik nan seksi tentu-nya tidaklah susah. Sudah banyakkkk sekali yang membuat dan banyaaaakkkk sekali peminatnya. Ya, sejauh ini memang harus diakui memotret model dalam tema modeling, sensual apalagi swimsuit masih menjadi acara yang paling diminati pehobi fotografi. Namun setelah berulang kali memperhatikan acara-acara semacam ini, kami justru tidak tertarik membuatnya. Alasannya tidak lain karena minimnya ilmu yang didapat dari sesi semacam itu. Justru di tengah luar biasa banyaknya pehobi fotografi yang memiliki portfolio berupa foto dengan model cantik bertema fashion & beauty sedikit dari mereka yang menurut kami benar-benar memiliki kemampuan teknis lighting yang baik. Bahkan bisa dikata-kan sebagian besar dari mereka hampir tidak mengerti sama sekali fundamental lighting logic.

Merasa tidak tertarik untuk ikut serta pada arus event fotografi yang me-lulu berbau model cantik nan seksi kamipun tertantang untuk membuat sebuah event yang sederhana, namun “bergizi” dan bisa membuka “mata” peserta dan pehobi fotografi bahwa ternyata memotret tidak semudah itu. Novijan Sanjaya yang dikenal kuat dengan foto-foto dan teknis still life pun didatangkan untuk “menyadarkan” peserta dari mimpinya. Seperti telah banyak diutarakan oleh fotografer-fotografer professional, bahwa still life merupakan fundamental yang sangat kuat terhadap penguasaan teknis light-ing fotografi. Seorang fotografer senior yang pernah kami jumpai pernah ber-kata, “kalau motret still life udah bagus, motret model sih bisa sambil terpejam.”

FOTOGRAFER: TJANDRA AMIN

Merasa tidak ter-tarik untuk ikut ser-ta pada arus event fotografi yang me-lulu berbau model cantik nan seksi kamipun tertan-tang untuk mem-buat sebuah event yang sederhana, namun “bergizi” dan bisa membuka “mata” peserta dan pehobi fotografi bahwa ternyata memotret tidak se-mudah itu.

Page 31: TheLight Photography Magazine #11

60 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 61

THEEVENT

Sesi The Advanced of basic lighting diadakan karena terinspirasi oleh perkataan Novijan pada The Light edisi terdahulu bahwa kunci berfotografi yang baik adalah dengan menguasai basicnya. Sayangnya basic lighting memang tidak berhenti pada sekedar pengenalan alat, karakter asesoris dan cara pengoperasian lampu saja, namun lebih dalam lagi basic lighting adalah mengetahui what to light and why to light. Basic lighting juga menyangkut eksplorasi karakter material, karakter shape, tekstur dan problem solvingnya.

Untuk itu di tengah banyaknya pihak yang lebih tertarik untuk membahas fotografi dengan obyek-obyek cantik sesi ini justru menantang para peserta

untuk menguji kemampuan lighting-nya dengan memotret benda-benda yang sama sekali jauh dari cantik. Benda-benda yang sama sekali jauh dari bombastis. Ya, peserta justru ditantang untuk memotret sebuah batu bata, sebuah kubus, sebuah piramida dan sebuah bola terbuat dari sterofoam. Setelah mendengar sedikit “ceramah” mengenai fine art, hubun-gannya dengan fotografi, hingga mulai sedikit menyinggung area lighting beberapa orang peserta diminta naik ke panggung untuk memotret benda-benda sederhana tersebut. Semua peralatan mulai dari camera digital back Sinar dengan resolusi 33 mega-pixel, 6 buah lampu Golden Eagle lengkap beserta asesorisnya, table top dan berbagai peralatan lainnya disedia-kan di panggung untuk bisa digunakan sebebas-bebasnya. Peserta dipersilah-kan menentukan sendiri berapa lampu yang mau digunakan, asesoris mana yang mau dipilih.

Setelah mencoba beberapa saat, ternyata terbukti dengan benar bahwa memotret benda-benda sederhana tersebut tidaklah mudah. Komposisi, shape, tekstur, dan dimensi ternyata menjadi sesuatu yang tidak mudah untuk “diakali”. Setidaknya terlihat

bahwa memotret batu bata jauh lebih sulit dibanding memotret model cantik karena objectnya sendiri sudah tidak menarik jika dibandingkan model cantik. Di akhir sesi, Novijan mem-berikan petunjuk bagaiman memotret benda-benda sederhana tersebut bisa menjadi menarik dan menyenangkan. Peserta pun mendapat satu lagi tamba-han ilmu.

Sesi ini dihadiri oleh lebih dari 150 orang yang membuat tempat duduk yang disediakan panitia tidak cukup sehingga memaksa mereka untuk ikut duduk lesehan di panggung. Padahal acara ini diadakan pada waktu yang sama sekali tidak strategis, yaitu pada hari Rabu, 12 Maret 2008 pk.12.00 – 15.00, waktu di mana banyak peminat fotografi masih beraktifitas di kantor dan sekolah.

BINCANG-BINCANG: PHOTOGRAPHY, DIGITAL IMAGING, CGI & MODEL MAKING.Sehari setelah pelaksanaan photography clinic tersebut, The Light kembali men-gadakan sebuah acara bincang-bincang mengenai fotografi, digital imaging, CGI dan model making dengan menghadirkan Prana Pramudya, seorang producer digital imaging dan photography yang juga menjadi team redaksi The Light, Sony, seorang digital imaging artist, dan Indra bayu, seorang 3D animator.

Perbincangan diawali dengan membahas tuntutan dunia fotografi terutama fotografi komersil untuk keperluan iklan terhadap digital imaging. Prana mengu-tarakan dengan semakin “menggilanya” ide-ide kreatif pekerja kreatif perusahaan periklanan, penggunaan digital imaging seakan-akan seudah menjadi sesuatu yang tidak langka lagi karena ide-ide yang dihasilkan oleh pekerja kreatif per-iklanan banyak yang sudah melampaui kemampuan fotografi di samping factor-faktor efisiensi budget pemotretan.

Prana juga menggaris bawahi kesalahpahaman mengenai penggunaan digital imaging akhir-akhir ini. Digital imaging bukanlah cara untuk memperbaiki foto yang salah. Digital imaging bukan merupakan obat atau pertolongan yang mun-

Page 32: TheLight Photography Magazine #11

62 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 63

THEEVENT

cul secara tidak terencana di akhir sesi pemotretan akibat ketidakmampuan fotografer menghasilkan output yang diharapkan. Digital imaging merupa-kan proses yang sejak awal, sebelum pemotretan dilaksanakan sudah mulai direncanakan dan dipersiapkan bersa-ma. Bahkan dalam banyak kasus digital imaging menuntut fotografer untuk melakukan pemotretan lebih banyak agar source foto untuk melakukan digital imaging seperti penggabungan gambar bisa lebih optimal. Digital im-aging sudah harus terencana dari awal, dan bahkan proses pemotretan sebuah foto yang memerlukan digital imaging

perlu disupervisi oleh digital imaging artist yang bersangkutan. Dalam sesi ini juga terungkap bahwa tidak semua foto bisa di-digital imaging terutama jika tidak direncanakan dari awal. Bah-kan ketika kasus seperti ini dijumpai, tidak jarang digital imaging artist akan meminta pemotretan ulang. Dengan begitu dapat disimpulkan pula bahwa digital imaging adalah satu proses yang harus integrated dan terencana bersama-sama.

Pada sesi ini ditunjukkan juga slide show beberapa karya foto yang dibuat dengan bantuan digital imaging. Prana yang sudah banyak bekerja dengan banyak fotografer professional baik dari Indonesia maupun dari luar negeri bercerita mengenai proses dibalik penciptaan karya foto tersebut mulai dari pemotretan, proses digital imag-ing hingga akhirnya dihasilkan output yang diinginkan.

Setelah puas berbicara mengenai digital imaging, giliran Indra Bayu yang berbicara mengenai CGI. CGI adalah penggunaan software 3D modeling untuk menciptakan bentuk asli yang terlihat sangat fotografis dan realistis. Penggunaan CGI banyak dilakukan pada obyek benda mati dan sesuatu

yang tidak bersifat factual dan mengandung emosi seperti pada fotografi jur-nalistik dan wedding. Pada sesi ini ditunjukkan betapa sebuah foto mobil yang dibuat dengan fotografi juga bisa dibuat dengan tingkat kemiripan 99,999999% dengan CGI. Bahkan refleksi ambiance di sekeliling mobil yang biasa terlihat di panel mobil yang memang berkarakter reflektif pun bisa dihadirkan oleh teknologi CGI. CGI bisa sangat berguna dan bisa menggantikan fotografi ketika digunakan untuk menciptakan karya fotografi dengan obyek yang tidak ada atau jauh. Misalnya ketika harus memotret produk lemari es, sementara produk lemari esnya sudah tidak diproduksi lagi dan yang tersisa hanya foto, maka penggu-naan CGI akan menyelesaikan masalah ini. Dalam beberapa kasus CGI juga dapat mereduksi biaya penciptaan karya fotografi seperti ketika harus memotret obyek yang adanya di luar negeri yang menyebabkan biaya jadi membengkak. Namun pada akhirnya, semua pembicara yang hadir sadar bahwa CGI layaknya kamera hanyalah sebuah alat. Yang menentukan bagus atau tidaknya adalah kemampuan fotografi termasuk penguasaan lighting.

Sebagai penutup acara ini, ditunjukkan slide show penciptaan karya fotografi yang melibatkan pembuatan model miniatur seperti bangunan, gunung, gedung, dan lain sebagainya.

BINCANG-BINCANG: BEING COMMERCIAL PHOTOGRAPHERPada hari Jumat, 14 Maret 2008, The Light kembali mengadakan acara bincang-bincang di panggung utama FOCUS dengan tema “Being Commercial Photog-rapher”. Pada sesi ini dihadirkan 3 orang fotografer muda berbakat, yaitu Gerard Adi, Henky Christianto, dan Agustinus Sidarta. Selain itu hadir juga commercial photography consultant & producer Prana Pramudya. Seharusnya ada 1 fotografer lain yang meramaikan acara ini, yaitu Ajie Lubis. Namun karena keperluan penting mendadak Ajie batal hadir.

Sesi ini membicarakan proses perjalanan panjang semua fotografer professional yang hadir dari awal hingga akhirnya menjadi fotografer professional. Henky membuka testimoninya dengan bercerita bahwa ia tidak pernah merencanakan atau bercita-cita ingin menjadi fotografer professional. Bahkan ketiga fotografer

Digital imaging bukan merupakan

obat atau pertolon-gan yang muncul

secara tidak teren-cana di akhir sesi

pemotretan akibat ketidakmampuan fotografer meng-

hasilkan output yang diharapkan.

Page 33: TheLight Photography Magazine #11

64 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 65

THEEVENT

yang hadir saat itu tidak ada yang mengenyam pendidikan formal fotografi. Henky menceritakan jatuh bangunnya ia di awal karirnya seba-gai fotografer professional. Bahkan lensa kesayangan yang tidak seberapa harganya pun harus digadaikannya untuk menyambung nasib karena tidak adanya order pemotretan. Namun den-gan kegigihannya Henky pun berhasil melewati masa sulit dan kini sudah tergolong mapan di jalur professional. Ketiga fotografer yang hadir sepakat bahwa untuk menjadi fotografer com-mercial tidaklah mudah karena akses ke kalangan fotografer commercial yang seharusnya bisa dijadikan kes-empatan belajar tertutup sangat rapat karena pemotretan untuk keperluan iklan sendiri seringkali rahasia. Namun mereka juga sepakat bahwa men-jadi fotografer iklan adalah sesuatu yang menyenangkan. Selain bayaran yang diterima relatif lebih tinggi dari fotografi apapun, tantangan yang da-tang pun silih berganti sehingga tidak membosankan.

Gerard Adi yang banyak melakukan pemotretan untuk iklan kecantikan pun berpendapat bahwa untuk men-jadi fotografer iklan, terdapat beberapa standar kualitas yang harus dipenuhi

mulai dari team yang lengkap dan bisa diandalkan, service terhadap klien yang harus prima dan juga alat yang digunakan. Namun ketiganya sepakat bahwa walaupun alat yang digunakan untuk keperluan memotret iklan tidak bisa sembarangan, namun fotografer iklan tidak harus memiliki semuanya karena sudah tersedia kemungkinan untuk sewa. Gerard juga menggaris bawahi bahwa fotografi komersil ada-lah fotografi yang tidak melulu teknik. Bahkan banyak fotografer muda yang mencoba terjun ke jalur komersil yang justru gagal karena factor non fotografi seperti service.

Senada dengan Gerard, Agustinus Sidarta pun menekankan bahwa ketika terjun ke dunia komersil, teknis harus sudah tidak dibicarakan lagi. Artinya kemampuan teknis sudah menjadi sesuatu yang di luar kepala. Selan-jutnya kerjasama dengan team dan pelayananlah yang justru harus diper-hatikan dengan baik. Bagi fotografer muda yang tertarik untuk terjun ke dunia komersil, Agustinus meneka-nkan perlunya portfolio yang baik dan mampu menggambarkan kemampuan sang fotografer dan memenuhi standar kualitas dan tuntutan pekerja kreatif advertising.

Di akhir sesi, ketiga fotografer ditam-bah Prana sepakat bahwa sebaiknya

fotografer muda tidak terburu-buru terjun ke jalur komersil jika belum siap. Lebih baik menyiapkan diri terlebih darulu baru terjun ke jalur ini. Ini dikarenakan eratnya hubungan antar pekerja periklanan yang menjadi klien fotografer komersil. Sehingga berita buruk, kegagalan memotret dengan fotografer tertentu dapat menyebar dengan cepat. Sebaliknya berita bagus termasuk puasnya seorang pekerja kreatif akan hasil foto yang dihasilkan oleh seorang fotografer juga akan menyebar cepat.

sebaiknya fo-tografer muda tidak terburu-buru terjun ke jalur komersil jika belum siap. Lebih baik me-nyiapkan diri terlebih darulu baru terjun ke jalur ini.

Page 34: TheLight Photography Magazine #11

66 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 67

THEEVENT

LOMBA FOTO – SENSITIVITY ON DEFINING MOMENTSudah terlalu akrab di telinga kita istilah “menangkap momen” dalam fotografi. Istilah ini rupanya sudah menjadi komoditas di kalangan fotografer, terutama fo-tografer yang spesialisasinya lebih ke arah menangkap cerita bukan menciptakan cerita. Di tengah begitu seringnya istilah “menangkap momen” didengung-den-gungkan di kalangan peminat fotografi, kami justru tertarik untuk menggalinya lebih dalam.

Menangkap momen bagi kami memiliki arti yang dalam. Tidak sekedar seperti proses menangkap kupu-kupu dengan kantong plastik, namun lebih dalam lagi

melibatkan unsur sensitifitas dalam “men-define” momen sebelum ditangkap. Menangkap kupu-kupu menjadi mudah karena kita jelas mengenal kupu-kupu dan ketika binatang bersayap lebar dan indah muncul, seolah-olah radar di kepala kita aktif dan muncul “label” kupu-kupu pada layar di sensor itu. Sayangnya tidak begitu dengan momen. Bahkan walaupun momen bisa diartikan sebagai sesuatu yang menarik dan menggugah perasaan ketika dilihat, namun parameter “menarik” sendiri berbeda antara satu orang dengan orang lainnya. Momen tidak hadir dengan label bertuliskan “ini momen loh” di bagian bawahnya atau depannya seperti nama artis yang secara otomatis muncul di layar ketika artis yang bersangkutan muncul di layar infotainment. Ketika momen tidak hadir dengan judul atau label, maka tu-gas terberat menangkap momen bukanlah teknis ba-gaimana momen itu bisa ditangkap ke dalam kamera, namun lebih kepada mendefinisikan sebuah momen di dalam kepala kita yang pada akhirnya mendorong kita untuk menjepret kamera untuk menangkapnya ke dalam memory card camera kita.

SUASANA PENJURIAN LOMBA

maka tugas terberat menangkap momen bukanlah teknis bagaimana momen itu

bisa ditangkap ke dalam kamera, namun lebih kepada mendefinisikan sebuah

momen di dalam kepala kita yang pada akhirnya mendorong kita untuk menjepret

kamera untuk menangkapnya ke dalam memory card camera kita.

Page 35: TheLight Photography Magazine #11

68 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 69

THEEVENT

Dibutuhkan kepekaan untuk bisa memisahkan momen dari peristiwa biasa yang bukan momen. Untuk itu The Light tertantang untuk mem-buat sebuah lomba fotografi yang mencerdaskan ini. Lomba ini mengajak peserta untuk menangkap momen yang terjadi mulai dari hari persiapan pameran ketika kontraktor dan peserta pameran sedang membangun stand mereka hingga hari terakhir pameran. Lingkup pemotretan pun diperluas, tidak hanya pada area pameran saja, namun hingga pada tempat-tempat tidak terduga seperti kamar mandi, lorong, parkiran, dan lobi area pameran di mana biasanya banyak SPG dan peserta pameran beristirahat. Lomba foto ini bukanlah lomba foto cantik. Lomba foto ini adalah lomba foto pintar di mana walaupun foto yang dihasilkan tidak sempurna dari segi ko-smetik namun momen dan cerita yang dihadirkan bisa menggugah perasaan. Hal yang menjadi penilaian bagi juri adalah kepekaan menangkap momen, komposisi dan teknis yang menyang-kut exposure dan ketajaman foto.

Sekali lagi The Light membuktikan bahwa memotret baik itu tidaklah mu-dah, terlihat dari jumlah peserta yang mendaftar lebih banyak dari peserta

yang menyerahkan foto. Bisa disimpulkan bahwa banyak peserta yang setelah mendaftar dan mencoba menangkap momen tapi tidak berhasil dan akhirnya membatalkan keikutsertaannya dalam lomba ini dengan tidak mengumpulkan foto kepada panitia. Juri yang didaulat untuk memilih foto yang layak menyandang predikat peme-nang adalah Enny Nuraheni, redaktur foto senior kantor berita Reuters, Leo Lu-manto, pehobi fotografi yang dikenal kepekaannya terhadap hal-hal supranatural, dan Ignatius Untung, chief editor The Light.

Juri sepakat bahwa entry yang masuk menggambarkan kondisi sesungguhnya fotografi Indonesia. Bahwa banyak yang bisa memotret tapi tidak banyak yang bisa memotret dengan baik. Dari kurang lebih 180 foto, hanya sekitar 23 foto yang layak untuk diperdebatkan kualitasnya. Sisanya tanpa harus pikir panjang langsung dieliminasi karena tidak berhasil merekam momen atau gagal mend-efinisikan momen. Dari kurang lebih 23 foto, disaring lagi hingga menjadi 8 foto. 8 foto ini dianggap layak menduduki peringkat juara 1, 2, dan 3 serta 5 foto juara

JURI BERFOTO BERSAMA PEMENANG

Page 36: TheLight Photography Magazine #11

70 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 71

THEEVENT

fotografi yang terbiasa dan dibiasakan untuk mengejar hadiah, akhirnya keti-ka mengikuti lomba lebih berusaha un-tuk menang daripada berusaha untuk menciptakan foto yang baik. Lomba ini disponsori oleh Datascrip yang mem-berikan product berupa photo printer Canon Shelpy dan voucher product, Adorama yang memberikan voucher dan Golden Eagle yang memberikan produk. Lomba ini diselenggarakan oleh The Light dan Neep’s Art Institute.

harapan.Namun dari entry yang masuk, bisa ditemukan keberagaman foto baik dari lokasi, angle, obyek dan momen.

Yang membuat kami bangga adalah bahkan ketika lomba ini dipublikasi-kan tanpa mencantumkan hadiah alias tidak mengiming-imingi hadiah, namun peserta yang ikut pun banyak yang berasal dari luar kota seperti Sumatra, Kalimantan, Bali selain kota-kota di Jawa. Keputusan untuk tidak mengiming-imingi hadiah pun didasari oleh alasan untuk mendewasakan mental pehobi fotografi Indonesia. Seperti kita ketahui banyak pehobi

LOMBA INI FULLY SUPPORTED BY:

PEMENANG LOMBA FOTO - SENSITIVITY ON DEFINING MOMENT:

JUARA I: AzwarJUARA II: Leo Kusnadi

JUARA III: Abbas AbdurrahmanJUARA HARAPAN:

Indra “M3D”Gede PantiyasaDwi HaryantoPuji Riswanto

M. Fauzi

JUARA I

Page 37: TheLight Photography Magazine #11

72 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 73

THEEVENT

JUARA II JUARA III

Page 38: TheLight Photography Magazine #11

74 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 75

THEEVENT

JUARA HARAPAN

Page 39: TheLight Photography Magazine #11

76 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 77

THEEVENT

JUARA HARAPANJUARA HARAPAN

Page 40: TheLight Photography Magazine #11

78 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 79

THEEVENT

JUARA HARAPAN

Page 41: TheLight Photography Magazine #11

80 EDISI XI / 2008

THEEVENT

EDISI XI / 2008 81

JURNALISTIKPHOTOGRAPHY

JUARA HARAPAN

Page 42: TheLight Photography Magazine #11

82 EDISI XI / 2008

LIPUTANUTAMA

EDISI XI / 2008 83

LIPUTANUTAMA

MENGUPAS “DOSA-DOSA”

PEHOBI FOTOGRAFI

Setahun sudah The Light terbit dan menggali seluk beluk fotografi Indonesia. 43 profesional fotografer sudah dihadirkan di sini dalam kolom profil dan puluhan fotografer lain yang telah menyumbangkan pikiran dan pendapatnya mengenai fotografi, fotografer dan perkembangannya di Indonesia melalui rubrik liputan utama ini.

Pengamatan dan penelusuran kami selama setahun belakangan ini rupanya membawa banyak pengalaman dan masukan berharga bagi dunia fotografi Indonesia. Berbagai macam “dosa” yang idealnya tidak dilakukan fotografer baik mereka yang masih berada di tahap hobby maupun mereka yang sudah berada di kasta professional pun terungkap. Kami pun mencoba merangkumnya untuk anda. Bukan untuk menghakimi siapapun yang masih melakukannya, tapi lebih kepada memberi masukan dan memotivasi anda untuk lepas dari “dosa-dosa” fotografer ini. Pada akhirnya segala sesuatu yang kami dramatisir dengan sebutan “dosa-dosa” ini masuk dalam kategori “dosa” hanya karena memiliki perbedaan dari apa yang kami sebut “ideal”. Namun tentu saja kami tidak pernah melarang anda untuk mengklarifikasikan dan hidup dalam kepercayaan “ideal” anda masing-masing.

TIDAK KONSISTEN MEMISAHKAN KESENANGAN DAN KUALITASBanyak fotografer amatir dan pehobi yang gemar ikut dalam sesi hunt-ing bersama. Sepertinya tidak perlu diulang sekali lagi bahwa sesi hunting bersama tidak banyak memberi kes-empatan untuk belajar. Hal ini karena sifatnya yang masal, bersama-sama dan sangat membatasi eksplorasi ego pribadi. Namun sah-sah saja ketika sesi hunting bersama dilakukan untuk tu-juan having fun dan bersosialisasi. Yang menjadi permasalahan adalah ketika hasil hunting bersama dimasukkan se-bagai portfolio pribadi dan digunakan untuk “jualan”. Jika proses pada acara hunting bersama tidak ada setting lighting yang spesifik dari si fotografer, tidak ada direction kepada model yang

spesifik, tidak ada treatment fotografi yang spesifik maka idealnya itu tidak bisa dijadikan “bahan jualan” karena merupakan karya beramai-ramai. Di sinilah idealnya kita perlu memisahkan mana foto yang memang dihasilkan untuk tujuan having fun, mana foto yang layak dan boleh diakui sebagai portfolio pribadi karena mendapat treatment pribadi.

SALAH KAPRAH TERHADAP DATA TEKNISEntah siapa yang memulai, namun di beberapa media sering kali kita jumpai foto-foto yang dipajang dengan data teknis berupa kamera yang dipakai, lensa yang dipakai, bukaan diafragma, speed, ISO, dll. Sejatinya data teknis ini digunakan untuk membantu menel-aah proses terjadinya foto tersebut.

Page 43: TheLight Photography Magazine #11

84 EDISI XI / 2008

LIPUTANUTAMA

EDISI XI / 2008 85

LIPUTANUTAMA

Namun sayangnya data teknis tersebut tidak berbicara banyak atau bahkan mungkin tidak berbicara sama sekali dan malah cenderung menyesatkan. Sebagai contoh, ketika kita melihat sebuah foto pegunungan dengan data teknis tertentu, apakah bisa disim-pulkan bahwa kalau kita memotret pegunungan dengan data teknis yang persis sama seperti itu, kita akan mendapatkan hasil yang sama. Padahal bukaan diafragma, speed, ISO sangat berhubungan dengan kondisi penca-hayaan di lokasi. Kondisi pencahayaan di lokasi di mana foto tersebut dibuat dan ketika kita ingin “meniru” foto tersebut pasti berbeda bahkan ketika dilakukan di jam yang sama. Ini belum mempertimbangkan titik pengambilan foto yang juga kemungkinan besar berbeda. Kesalah pahaman terhadap data ini menunjukkan betapa tidak mengertinya kita terhadap dasar-dasar cara kerja kamera seperti hubungan diafragma dan kecepatan dengan kon-disi pencahayaan.

MENGHAPAL BUKAN MENGERTIDi beberapa workshop dan seminar, serta di beberapa media kita juga bisa menemui lighting diagram dari sebuah foto. Lighting diagram diciptakan untuk proses pembelajaran di mana

kita bisa mengetahui di mana lighting equipment diletakkan. Permasalahan-nya proses pembelajarannya tidak berhenti di situ. Lighting diagram memang untuk menunjukkan letak lampu dan asesoris yang digunakan. Namun pembelajaran yang seharus-nya dicerna adalah mengapa lighting equipmentnya diletakkan di situ, untuk apa? Dan apa yang mau dicapai den-gan menggunakan lighting equipment itu di situ. Ketika hal ini dimengerti, maka anda pun tidak perlu menghapal lighting diagram, tidak perlu memotret set up lighting yang digunakan ketika workshop.

INVESTASI BERLEBIH YANG KURANG TEPAT & EFEKTIFSudah bukan rahasia umum lagi bahwa pehobi fotografi bisa jauh lebih royal daripada professional fotografer. Tidak sedikit dari mereka yang memiliki kam-era canggih dan mahal, lighting equip-ment kelas satu, asesoris yang lengkap mulai dari rangkaian filter, battery grip, dan photo viewer. Hak setiap orang un-tuk memilih dan memiliki gear masing-masing sesuai kemampuannya. Namun idealnya gear atau peralatan yang kita miliki harus dikonfrontasikan dengan kemampuan dan kebutuhan kita. Agak ganjil bagi kami untuk melihat peserta

Kesalah paha-man terhadap

data ini menun-jukkan betapa

tidak mengerti-nya kita ter-

hadap dasar-dasar cara kerja kamera seperti hubungan dia-fragma dan ke-

cepatan dengan kondisi penca-

hayaan.

Idealnya, fo-tografer ada-lah orang yang menjadi pusat ide dan pe-mikiran kon-sep tentang fotografi ter-masuk lighting dan komposisi.

Page 44: TheLight Photography Magazine #11

86 EDISI XI / 2008

LIPUTANUTAMA

EDISI XI / 2008 87

LIPUTANUTAMA

workshop fotografi yang memiliki digital back sementara pembicaranya hanya memiliki DSLR. Agak ganjil bagi kami melihat kamera DSLR yang tampil semakin gagah dengan penggunaan baterry grip padahal proses pemotretan sering dilakukan di dalam ruangan dengan waktu yang terbatas dan tidak mengharus-kan penggunaan baterai lebih dari standar. Tidak ada yang salah memang, tapi mungkin investasi yang dilakukan bisa dialihkan untuk sesuatu yang lebih tepat.

JADI TUKANG PENCET SHUTTER RELEASEFotografer amatir mulai tertarik untuk masuk ke “kasta” professional dengan mulai menerima order pemotretan. Ini dilakukan semata-mata karena besaran rupiah yang dijanjikan. Bahkan dengan kemampuan penguasaan lighting equipment yang minim pun mereka memberanikan diri untuk menjadi professional. Sayang-nya jalan yang dilakukan adalah dengan mempekerjakan orang lain yang sudah lebih paham dan fasih mengenai lighting equipment untuk menata set up light-ingnya dan hanya menyisakan tanggung jawab memencet shutter release kepada dirinya yang pada saat itu bergelar “fotografer”. Secara bisnis tidak ada yang salah dengan trik bisnis seperti ini karena memang seperti itulah bisnis. Namun secara

fotografi agak janggal menyerahkan lighting set up kepada pihak lain yang lebih mengerti namun masih tetap berani dengan bangga menggelari diri dengan sebutan “fotografer”. Idealnya, fotografer adalah orang yang menjadi pusat ide dan pemikiran konsep ten-tang fotografi termasuk lighting dan komposisi. Mengenai pelaksanaannya akan dilakukan oleh seorang asisten lighting atau runner itu bukan masalah. Intinya pemikiran dan idenya harus berasal dari sang fotografer sebagai sang director.

PENGGUNAAN OLAH DIGITAL BERLEBIHOlah digital memang diciptakan untuk tujuan penyempurnaan karya fotografi secara integrated. Olah digital juga dibutuhkan untuk membuat sesuatu yang tidak bisa dilakukan oleh fo-tografi, atau setidaknya tidak dengan mudah dilakukan dengan fotografi. Sayangnya definisi ini sering disalah artikan dengan tetap menggunakan olah digital berlebihan pada foto yang sesharusnya bisa dilakukan dengan fo-tografi dengan alasan lebih mudah di-lakukan di photoshop. Pengertian lebih mudah dilakukan di photoshop atau di kamera memang selalu menjadi perde-batan terutama jika yang memperde-

batkannya adalah pihak-pihak yang memiliki kemampuan fotografi dan photoshop yang berbeda. Bagi mereka yang lebih hebat di photoshop, akan lebih mudah melakukan segala sesuatu di photoshop sehingga kecenderun-gan penggunaan olah digital sangat besar. Bagi mereka yang lebih hebat di fotografi, kecenderungan untuk melakukan segala sesuatunya dengan kamera akan lebih besar. Sayangnya tidak ada garis tegas pembatas antara mana yang seharusnya dilakukan di photoshop dan mana yang seharus-nya dilakukan di kamera. Yang harus diingat, olah digital sekalipun men-

Bisa kita lihat betapa homoge-nnya style dan karakter ekseku-si foto yang bisa kita lihat di ko-munitas-komu-nitas tertentu.

Page 45: TheLight Photography Magazine #11

88 EDISI XI / 2008

LIPUTANUTAMA

EDISI XI / 2008 89

LIPUTANUTAMA

syaratkan optimalisasi penggunaan kamera yang tepat. Artinya foto yang akan di olah digital harus sempurna dan optimal di kamera sebelum masuk dapur olah digital.

KIBLAT NYASARFotografi di Indonesia menjadi sesuatu yang sulit dipelajari ke-tika institusi pendidikan fotografi terbatas. Proses pembelajaran yang terencana dan sistematis menjadi sesuatu yag langka dan mahal. Akh-irnya banyak pehobi fotografi yang harus memilih jalur otodidak untuk

mempelajari fotografi. Mereka banyak belajar dari workshop, dari saling tukar pengalaman dan juga dari fotografer-fotografer yang lebih senior. Sayangnya akses ke kalangan fotografer senior yang mumpuni dan masih up to date pun sangat terbatas. Ini menyebabkan fotografer junior seakan-akan meli-hat fatamorgana. Mereka tidak bisa menemukan standar kualitas fotografi yang sesungguhnya karena tertutup-nya pintu-pintu ke kalangan fotografer yang berkualitas. Akhirnya fotografer kelas menengahlah yang dijadikan sebagai benchmark. Beberapa bulan yang lalu kami terheran ketika menge-tahui ketidaktahuan kalangan amatir mengenai siapa itu Nico Darmadjun-gen, Artli Ali, Gerard Adi, Heret Frasthio, Henky Christianto, Novijan Sanjaya dan Ajie Lubis. Mereka lebih menge-nal fotografer-fotografer popular di komunitas tertentu walaupun sebe-narya karya fotografinya masih di bawah nama-nama yang kami sebut-kan di atas. Penyebabnya selain karena minimnya akses ke kalangan fotografer professional yang berkualitas juga diperkuat dengan malasnya fotografer amatir untuk mencari tahu siapa fo-tografer yang benar-benar berkualitas dan layak menjadi benchmark. Kesala-han “kiblat” inilah yang mungkin bisa

menjebak fotografer amatir terhadap pemahaman dan wawasan benchmark fotografi yang sebenar-benarnya. Bah-kan sesungguhnya bagi mereka yang tidak pernah puas dan tidak pernah mau berhenti untuk berkembang nama-nama yang kami sebut di atas pun masih belum “ideal” untuk dijadi-kan kiblat, karena anda akan menemui banyak nama besar lain di luar sana yang rasanya lebih menarik lagi untuk dijadikan kiblat.

MENJIPLAK BUKAN TERINSPIRASIBanyak fotografer menghalalkan menjiplak sebagai satu proses da-lam belajar. Sebagai suatu awal dari proses pembelajaran hal ini memang tidak terlalu masalah. Namun ketika proses menjiplak masih dilakukan terus

Fotografer muda nam-paknya lebih senang memi-liki setumpuk sertifikat dan piagam sebagai bukti menang lomba daripada memiliki setum-puk foto yang bagus yang bisa mendatangkan order memotret

Page 46: TheLight Photography Magazine #11

90 EDISI XI / 2008

LIPUTANUTAMA

EDISI XI / 2008 91

LIPUTANUTAMA

menerus dalam kurun waktu tertentu mungkin kita harus mulai mengevalu-asi lagi tujuan kita melakukannya. Murahnya akses ke komunitas online yang memanjakan pehobi fotografi untuk bisa saling melihat dan me-mamerkan foto mereka menghadirkan satu kesempatan yang sangat murah untuk terinspirasi dari foto orang lain. Sayangnya banyak yang lebih banyak menjiplak daripada yang terinspirasi dan menghasilkan sesuatu yang baru. Bisa kita lihat betapa homogennya style dan karakter eksekusi foto yang bisa kita lihat di komunitas-komunitas tertentu.

OBRAL JEPRETAN, OBRAL HARGA DIRIBanyak fotografer yang senang sekali mengobral jepretan habis-habisan baik dalam rangka hunting bersama, pemotretan komersil, ataupun liputan

jurnalis dan wedding. Permasalahan-nya adalah ketika dari sekian banyak foto yang dihasilkan dan memenuhi memory card anda, hanya sedikit yang “jadi”. Ini menunjukkan kurang percaya dirinya fotografer untuk mendapatkan hasil yang bagus sehingga berusaha “menembak” sebanyak-banyaknya. Dan mungkin perilaku ini juga didasari oleh ketidakmampuannya memisah-kan momen yang baik untuk dijepret dengan momen yang kurang baik un-tuk dijepret. Bagaikan seorang tentara yang terkepung di sarang musuh di malam yang gelap gulita, ia berusaha memberondong peluru ke segala arah dengan pertimbangan, “masak iya dari segitu banyak nggak ada yang kena?”.

Permasalahannya justru perilaku seperti inilah yang membuat anda semakin tidak dihargai lagi. Karena setiap jepretan anda dihargai. Untuk itu, akan lebih ideal jika kita mulai be-lajar memisahkan mana jepretan yang memang perlu mana yang bukan, dan yang paling penting mempersempit selisih jumlah foto yang anda hasilkan dan yang “jadi”.

BERUSAHA UNTUK MENANG, BUKAN UNTUK BAGUSDi beberapa lomba foto seperti Salon-Foto dan lomba-lomba foto sejenisnya termasuk lomba foto yang diadakan di acara-acara seperti pameran industri fotografi FOCUS yang baru lalu banyak sekali fotografer berusaha untuk me-nang. Seperti Oscar Motuloh pernah berkata, “jika tahun lalu pemenangnya foto dengan splash air, maka pasti ta-hun ini peserta yang mengirimkan foto dengan splash air pasti banyak”. Sedikit banyak ini memang menggambarkan betapa fotografer lomba lebih senang untuk menang daripada untuk meng-hasilkan foto yang bagus. Fotografer muda nampaknya lebih senang memiliki setumpuk sertifikat dan piagam sebagai bukti menang lomba daripada memiliki setumpuk foto yang bagus yang bisa mendatangkan order

memotret. Padahal ketika kita beru-saha untuk menang, maka kemungki-nan terburuknya anda tidak menang dan tidak mendapat foto yang bagus. Sementara ketika anda berusaha untuk membuat foto bagus, kemungkinan-nya anda tidak menang tapi memiliki foto yang bagus.

MOTIVASI KURANG TEPATPernah di bahas di edisi-edisi awal mengenai motivasi seorang pehobi fotografi dalam menekuni dan meng-habiskan uangnya untuk fotografi. Sayangnya justru motivasi yang tidak ideal yang masih mendominasi. Moti-vasi seperti ingin dekat dengan model, prestise akibat title “fotografer” masih

Sayangnya den-gan mengguna-kan kaos yang melabeli diri se-bagai fotografer tidak secara otomatis mem-buat anda men-jadi fotografer.

Page 47: TheLight Photography Magazine #11

92 EDISI XI / 2008

LIPUTANUTAMA

EDISI XI / 2008 93

LIPUTANUTAMA

sangat banyak penganutnya. Motivasi tentunya mengarahkan cara anda menghasilkan foto dan juga berpen-garuh pada hasil yang didapat. Seperti pepatah you are what you eat, mung-kin dalam kasus ini hal senada juga bisa berlaku pada kasus ini. Motivasi anda menentukan akan jadi fotografer macam anda kelak.

MEMBERI GELAR HONORIS CAUSA PADA DIRI SENDIRITanpa bermaksud merendahkan dan melecehkan, kami sering agak tergelitik ketika menemui orang-orang berjalan dengan kaos bertuliskan nada-nada narcis membanggakan diri sebagai seorang fotorgafer. Sticker-sticker senada juga sering kita jumpai di bagian belakang mobil. Banyak fo-tografer muda yang lupa bahwa setiap title meninggalkan kewajiban selain juga memberikan hak. Ketika kita bera-ni menggelari diri sebagai seorang fo-tografer, seolah-olah gengsi dan harga diri kita naik pesat. Namun di sisi lain hal itu tidak didapatkan secara gratis. Ada kewajiban dan beban yang harus dipenuhi sebagai bayaran gengsi yang kita beli tadi. Yaitu kemampuan berfo-tografi kita, hasil output fotografi kita yang juga harus sudah mencerminkan title yang kita gelari sendiri. Menyebut

diri sebagai fotografer apalagi hingga memberi atribut jelas-jelas dengan kaos atau media sejenisnya sama saja memberikan gelar honoris causa pada diri sendiri. Sayangnya dengan menggunakan kaos yang melabeli diri sebagai fotografer tidak secara otoma-tis membuat anda menjadi fotografer. Dengan menenteng kamera SLR yang tampak makin gagah dengan vertical grip dengan lensa panjang yang mahal tidak menjadikan anda fotografer. Jika banyak nara sumber kami yang terlalu panjang jika kami sebutkan satu-per-satu pernah berkata “jangan pernah mengaku karya anda adalah karya seni, biarkan orang lain yang menilai bukan kita.” Maka hal yang sama juga berlaku di sini, akan lebih baik orang lain yang memanggil anda sebagai seorang fotografer daripada menggelari diri

sendiri dengan title fotografer. Kami berpendapat, justru atribut-atribut dan pengakuan dan penggelaran terhadap diri sendiri lah yang menunjukkan betapa anda terobsesi menjadi gelar dan pengakuan yang anda berikan kepada diri sendiri. Pernahkah anda melihat Bill Gates, Warren Buffet dan banyak orang terkaya di dunia meng-gunakan atribut yang bertuliskan “saya orang paling kaya di dunia?” pernah-kah anda melihat fotografer terkenal yang sudah terbukti kemampuan dan hasil karyanya menggunakan kaos “saya adalah seorang fotografer yang sangat terkenal”. Atau pernahkah anda melihat seorang presiden mengguna-kan kaos “saya seorang presiden”? Saya rasa tidak pernah. Yang membedakan

Jika anda ingin menjadi fo-

tografer yang dikenal, biar-

kanlah foto anda yang

melakukannya untuk anda, bu-

kan kaos anda.

Page 48: TheLight Photography Magazine #11

94 EDISI XI / 2008

LIPUTANUTAMA

EDISI XI / 2008 95

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

orang kaya dan orang yang sangat ingin menjadi kaya tapi belum berhasil jadi kaya adalah pembuktian. Orang yang sungguh sudah kaya adalah mer-eka yang dikenal sebagai orang kaya karena kekayaannya yang diakui dunia, mereka yang sangat amat ingin sekali menjadi sangat amat kaya tapi masih belum menjadi kaya dikenal orang se-bagai orang kaya melalui tulisan “saya adalah orang kaya” di kaosnya. Begitu juga dengan fotografer. Jika anda ingin menjadi fotografer yang dikenal, biar-kanlah foto anda yang melakukannya untuk anda, bukan kaos anda.

Seperti kata pepatah, mencari kes-alahan jauh lebih mudah daripada mencari kebaikan. Untuk itu pulalah daftar dosa-dosa pehobi fotografi kami akhiri sampai di sini. Sekali lagi kami tekankan bahwa pengungkapan “dosa-dosa” ini bukan untuk menghakimi, menjelekkan atau menyudutkan pihak tertentu. Semua ini hanyalah sebuah cambukan yang sakit dan pahit tapi membangunkan kita semua dari zona nyaman kita. Semoga dengan menge-tahui kekurangan kita, kita jadi makin bisa mengungkap kebaikan-kebaikan yang belum kita lakukan.

Page 49: TheLight Photography Magazine #11

96 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 97

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

THOMASHERBRICH:

SURPRISE YOUR SELF. AND YOUR AUDIENCE!

Mulai edisi mendatang, The Light mendapat kehormatan menjadi majalah fo-tografi pertama di Indonesia yang memiliki kontibutor tetap seorang professional yang cukup disegani di eropa. Ia adalah Thomas Herbrich, seorang fotografer yang juga memiliki kemampuan digital imaging yang mumpuni. Pengetahuannya mengenai proses penciptaan karya fotografi dari awal hingga akhir tidak perlu dipertanyakan lagi, mengingat sering kali ia melakukan sendiri proses itu dari awal hingga akhir. Kontribusi yang sangat berharga dan langka ini kami fasilitasi tidak hanya untuk The Light saja namun juga untuk dunia fotografi Indonesia.Untuk itu, seperti kata pepatah tak kenal maka tak sayang, maka pada kesem-patan kali ini kami melakukan interview dengannya sebagai sesi perkenalannya

kepada masyarakat fotografi Indonesia. Dan untuk menghindarkan ketidak akuratan penerjemahan sekaligus untuk memudahkannya mengevalu-asi tulisannya untuk majalah ini, hasil interview ini dan rubrik-rubrik yang akan ia tangani secara tetap mulai edisi mendatang akan kami hadirkan apa adanya dalam bahasa Inggris.

How did you got into photog-raphy industry? Tell us from the beginning.I became a photographer here in Dues-seldorf/Germany. In Germany there are two ways of learning photography: Studying in an university, or working in a studio and besides learning in a photo-school. I took the second way, in 1976. The studio was specialised in still-

Page 50: TheLight Photography Magazine #11

98 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 99

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 51: TheLight Photography Magazine #11

100 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 101

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 52: TheLight Photography Magazine #11

102 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 103

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

life photography. They did a lot of food shots, which was my luck. I earned little money, but with the food we photo-graphed, I could survive...My photos today are also a kind of still-life. Normally a still-life is something, which you arrange on a table. I arrange single photos, and match them to a final shot.When I started with photography, there was only film. I learned every-thing about it, from Black and White to negative and transparency. I de-veloped transparencies myself – and also retouched it. I mainly worked with 20x25cm films, which is expensive. All my photos were studio shots. Studio photography is something I like very much, because you have to deal with lamps and decorations. I was one of the first people with digital techniques – I bought my first equipment in 1988. It was extremely expensive, and it was my first contact with computers. I couldn’t understand anything, and there was no one to ask.. I sold that equipment 3 months later with 50% discount. Few years later I tried it again and bought a Silicon Graphics ma-chine, and I took some lessons, how to use it. Since then I worked digital, but photographed on film. In 2001 I got my first digital camera. The quality now

is very high, much better than with film. But I am not so heavily involved into the best-and-most-precise way of shooting. It is nice to have the very best quality and resolution, but mainly the content-quality is more important to me: Does this picture have power?I was a king in classic compositing with films in the lab. A process that is very time consuming and expensive. At these days before the digital times, there were only few people in Germa-ny, who could do, what I could. It was handcrafted work, with much experi-ence. For example: by cutting a picture out of another, you needed needle-fine knives and a special breathing-technique! With digital technique you can easily do this, even when you are drunk!

Why did you interested on photography industry?As a photographer I am not interested in reality the way a photojournalist is. I prefer to take photographs more or less the same way a painter paints pic-tures. With a camera and a lot of classic and digital techniques.

My visual enlightenment came when I saw Stanley Kubricks “2001 – A Space Odyssey”. The overwhelming beauty

and mysterious allure of this film really threw me off balance; I believe it has influenced every picture I’ve done since that day.For a while my goal in life was to create special effects in movies – I love to do spectacular scenes. In fact I made the special effects for Roland Emmerichs first film. However, I realized fairly soon that I would never be more than a small cog in the huge film industry – as a photographer it is far easier to imprint your own style on a project.

How’s photography mean for you? How hobbyist should see or done it properly?A hobbyist is a fantastic situation: He can shoot, what he wants. No crit-

It is nice to have the very best quality and resolution, but mainly the con-tent-quality is more important to me: Does this picture have power?

For me photography is my best media

to tell a story (I am also a

writer). That means: I have to

be able to tell an interesting

story. It is like a movie director:

If a movie director can’t tell jokes, he isn’t a movie

director!

Page 53: TheLight Photography Magazine #11

104 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 105

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 54: TheLight Photography Magazine #11

106 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 107

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 55: TheLight Photography Magazine #11

108 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 109

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

ics around. It is the best hobby in the world! As a professional photographer I see at once, if a pro or an amateur is standing in front of me. I can see it, how he holds his camera. Amateurs are often very much interested in the tech-nical parts of photography, and love to discuss this. That’s why mainly men are in photo clubs. Here is a little contest for photo clubs: Buy the cheapest camera you can find (30$ is enough). Everyone gets the same camera, and then go out for shooting! No technical tricks possible, but this is a good test: can you take nice pictures even with a plastic camera...?If you are an amateur, try to find your-

self a photographic theme. Please do not take photos like “famous photog-rapher X”. No! Try to photograph a special “feeling”. Try to shoot: “Heat”. Or “Action”, or “Coziness” or whatever. Or take a photo of a cat. But try, to make it “very special”, or better: like you have never seen it before.Not easy, but a good start, even if it takes long time to come to a good result.For me photography is my best media to tell a story (I am also a writer). That means: I have to be able to tell an inter-esting story. It is like a movie director: If a movie director can’t tell jokes, he isn’t a movie director!

Do you pay attention on the growth of photography indus-try? The invention of digital technology that made photog-raphy much easier, do you think it’s a good thing? Or conse-quences the negative thing also, for example: the instant genera-tion who lack on photography basic theory.Digital photography is cheap and fast to do. It can become fast food style. I prefer digital, I never liked film grain, the fear of scratching the films, or bad

development. I also didn’t like the envi-ronment pollution by the chemistry.The only good thing with film is, that this is long lasting.

So many people and our readers keen to learn about photog-raphy lighting techniques. If it must to be formulated in a one general statement, when taking photo, what or where do they have to put lighting? What to light? And why? It’s more on the lighting logic. Tell us about how important the lighting in pho-tography, and some example if needed.

This is a complex theme, and I can tell a lot of it. This could be one of our first columns. Because, I have really good tips to work with light and spend a lot of money.

After seeing some Indonesian photographers photo, how you define it? Is it good? Is it bad? How’s it compared to German photographer?I have to see some more photos of Indonesian photographers.

To be a photogra-pher for me is the best job on earth. Before you start, you should find out who you are really. Photography is always a kind of story-telling and this story is always yours, your view and your experience.

Page 56: TheLight Photography Magazine #11

110 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 111

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 57: TheLight Photography Magazine #11

112 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 113

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 58: TheLight Photography Magazine #11

114 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 115

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Tell us about the process of mak-ing a photo that involved digital imaging? From the pre produc-tion till the end, what should we pay attention more on?First you need a strong idea. Some-times I sketch it, specially, when other people are involved and have to be informed of what I want to shoot. If you want spectacular photos, you need a spectacular content. For example, dramatic locations. You can go to these locations, if possible, but you can also do a stage design. Often we do that as smaller mock-ups. We build that ourselves, physically, not CGI (I can’t do CGI). We build only the sections

of a set, which are to be seen by the camera. What is behind, we do not pre-pare. When everything is shot (I have a very close look if light and perspective are all the same), I’ll do the composit-ing work. That often needs 3 days. A “normal” photo needs a week to do, but I also had photos, which needed 6 weeks.Normally I have 10-15 shots in a photo. You can’t spot them all. For example I use atmospheric things like fog or light effects, and I have a big archive with this kind of shots. The biggest number of shots was 70, but I also made one photo with some hundreds, (it shows a wisp nest with many, many wisps)

Tell us about your photography business & equipments.My studio is unique in having its own high-end models-shop, photo-archive with lots of special-effects (and all the other material like landscapes, skies and so on) and a high-end postproduc-tion. I am one of the pioneers in digital photography and postproduction. I work for advertising agencies and magazines worldwide.

Is there any tips for junior & amateur photographer to be a better photographer.To be a photographer for me is the best job on earth. Before you start, you should find out who you are really. Photography is always a kind of story-telling and this story is always yours, your view and your experience.“Show me your pictures, and I’ll tell you, who you are.” There is a lot of truth in this sentence.Imagine a photographer, who does very wild fashion photography. This person probably has a total different personality than a photographer of ar-chitecture! Can you figure out the desk of both people? The desk of the archi-

They want to take a picture like

“Helmut New-ton” or another

famous name. Don’t do this!

You’ll might be disappointed, be-cause this is very

difficult for be-ginners. Mr. New-ton had top mod-els, top locations and top make-up

people around. And an enormous

knowledge of photography (he was 50, when he

became world famous). And you

are just a beginner with no

money for a big staff.

Page 59: TheLight Photography Magazine #11

116 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 117

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 60: TheLight Photography Magazine #11

118 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 119

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 61: TheLight Photography Magazine #11

120 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 121

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

tectural photographer might be very orderly, everything has its own place there. The desk of the fashion guy? Might be a kind of “creative chaos”.What I want to say with this example: Your photography should fit perfect with your personality. And your per-sonality can increase a lot with photog-raphy!

So, find out, who you are, and which kind photography you like. There are so many: reportage, still-life, travel, wild-life, celebrity, architecture, industrial, science, sport, advertising, portrait,

fashion, food, landscape, microscopy, telescopic, scientific, nude, medical, reproduction, and many, many more.

Find out, which photos you like most, and then find out: why? What is in the photos, that “speaks to you”? Try yourself!

And here is a point, in which many of young photographers make a mis-take: They want to take a picture like “Helmut Newton” or another famous name. Don’t do this! You’ll might be disappointed, because this is very diffi-cult for beginners. Mr. Newton had top models, top locations and top make-up people around. And an enormous knowledge of photography (he was 50, when he became world famous). And you are just a beginner with no money for a big staff.Try this: Do a picture, to illustrate a word: HEAT. Shoot a landscape photo, that is totally perfect: FRANCE (where ever - you name it). Shoot an animal photo that says: WILD. Do a sport photo that is: FAST. Take a portrait, which perfectly: RELAXED. Just give yourself little jobs.Find out, which theme is good for you, and find out, which not. You should try a lot of kinds of photography! One

A good photographer can do a good

picture in every field. But she/he is a master only

in few fields – and you should find out, which

is yours.Be interested in

nearly everything! Find

out your own mantra…

Your portfolio is also a good tool to learn about your progress. Every 6 months you can see, if you have become better.

Page 62: TheLight Photography Magazine #11

122 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 123

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 63: TheLight Photography Magazine #11

124 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 125

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

Page 64: TheLight Photography Magazine #11

126 EDISI XI / 2008

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

EDISI XI / 2008 127

COMMERCIALPHOTOGRAPHY

week you take only sport photos, and the next you’ll shoot still-lifes. Train yourself in a lot of photographic themes!

A good photographer can do a good picture in every field. But she/he is a master only in few fields – and you should find out, which is yours.Be interested in nearly everything! Find out your own mantra…Mine is: “Surprise Yourself – And Your Audience!”

Another point is also essential: Shoot – and print!!! Many young photographers like to take the photos, but are lazy in processing them. Take photos and print them, and put them into a portfolio book. You should have some of them, just for yourself. Have one or two nice books with your best photos, to show them to other people.I am often visited by young people, who want to become a photographer. They show me their pictures. Often they say: “Hmm, sorry, but I don’t have nice prints at the moment.” This is a very bad argument! You should show only good prints in a nice port-folio book. If you don’t have it, show nothing. Your portfolio is also a good tool to learn about your progress. Every

6 months you can see, if you have become better.

Where to get the inspiration? One way is to see photo-magazines. You should have one or two professional maga-zines monthly. But also use other ways of inspiration. I love to see paintings of the old masters. This gives me more than photo magazines. The paintings are masterpieces since many, many years – and photography is quite close to painting.Movies are another good base, also cartoons.

Meet professionals! Most of them are kind people and they have also been beginners like you. The may have advises for you, perhaps you can see their studio. Maybe one day you can assist there… but you have also to give something to them.

Try always to work with the best people.When I am asked, if I have a job, I say: “What can I do for you? And what can you do for me?”People, who want to work in a photo studio have to have two main talents: First – they have to be “visual” people. Second: They have to have a very wide knowledge, a general education which grows every day.

People, who want to work in a photo studio

have to have two main

talents: First – they have to be “visual” people.

Second: They have to have

a very wide knowledge, a general edu-cation which grows every

day.

Page 65: TheLight Photography Magazine #11

128 EDISI XI / 2008

WHERETOFIND

EDISI XI / 2008 129

THEINSPIRATION

BUKAN BERUSAHA MENJADI...TAPI HIDUP DENGAN...Artikel liputan utama pada edisi ini yang membahas tentang “dosa-dosa fo-tografer” mungkin sudah membuat panas dan gerah banyak pihak. Mulai dari pehobi foto, komunitas-komunitas fotografi baik online maupun offline, hingga para produsen foto. Untuk ketersinggungan yang disebabkan, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya. Namun betapapun besarnya maaf kami, pemikiran dan keyakinan yang pahit untuk didengar tersebut tetap harus disampaikan dengan maksud yang baik.

Mungkin banyak yang berkata “siapa sih The Light sampai segitu sombongnya menghakimi fotografer-fotografer.” Atau mungkin ada pemikiran “urusan apa The Light nyinggung-nyinggung gue mau pakai baju apa? Gue mau pake baju atau atribut apa terserah gue lah.”Untuk pemikiran-pemikiran itu, saya berani katakan benar bahwa The Light tidak memiliki hak apa-apa mengenai hal ini jika dilihat dalam kerangka wajar.

Page 66: TheLight Photography Magazine #11

130 EDISI XI / 2008

THEINSPIRATION

EDISI XI / 2008 131

THEINSPIRATION

Adalah pertanyaan dari ratusan orang yang saya temui dalam setahun tera-khir ini yang membuat kami dengan berat hati dan penuh pertimbangan menerbitkan artikel itu. Sejak berdirin-ya The Light setahun yang lalu, hingga saat ini banyak orang menanyakan hal yang sama kepada saya atau kepada orang yang dianggap lebih mengerti mengenai fotografi. “Mas, gimana sih caranya kok mas fotografer bisa bikin foto yang bagus-bagus semua.” Atau ada pertanyaan senada “Sesekali saya bisa bikin foto yang bagus, tapi nggak semua foto saya bagus. Gimana caran-ya supaya saya bisa terus-terusan bikin foto yang bagus.” Pertanyaan ini meng-ingatkan saya pada diri saya sendiri beberapa tahun yang lalu ketika saya baru saja mulai bekerja di industri per-iklanan. Saya seperti kebanyakan orang yang masih bau kencur di industri per-iklanan sesekali menanyakan kepada senior saya yang sudah memenangkan penghargaan dari festival iklan tingkat dunia, “mas gimana caranya bikin iklan yang creative.”Jawaban yang saya dapatkan mirip dengan jawaban yang saya jawab kepada pehobi fotografi yang menan-yakan cara untuk menghasilkan foto yang baik kepada saya.

Banyak orang ingin menjadi hebat di bidangnya. Saya beberapa tahun yang lalu hanyalah seorang art director di perusahaan periklanan yang ingin membuat iklan yang bagus, menang award dan membantu mencapai goal klien. Pehobi fotografer sangat ingin membuat foto yang bagus. Segala teori untuk menghasilkan foto yang bagus diformulasikan menjadi sebuah rumus pasti untuk menghasilkan foto yang bagus namun sayangnya tidak berhasil secara konsisten membuat kita men-jadi seorang fotografer yang mampu menghasilkan foto yang bagus. Di mana masalahnya?

Banyak orang ingin menjadi kreatif, banyak orang berusaha untuk kreatif. Tapi sedikit orang yang berhasil men-jadi kreatif. Kesalahannya (menurut keyakinan saya) adalah karena mereka berusaha menjadi kreatif, bukan men-jalani hidup kreatif. Mengapa banyak orang tidak juga berhasil menjadi fotografer yang baik bahkan setelah menjalani serangkaian ujicoba formula menjadi fotografer yang baik adalah karena mereka berusaha menjadi fotografer yang baik, bukan hidup sebagai fotografer yang baik.

Banyak orang ingin menjadi

kreatif, banyak orang berusaha

untuk kreatif. Tapi sedikit

orang yang ber-hasil menjadi

kreatif. Kesalah-annya (menurut keyakinan saya)

adalah karena mereka beru-saha menjadi kreatif, bukan

menjalani hidup kreatif.

Ya kreatifitas, seni, jalan pikir, mindset ada-lah cara hidup bukan cara bekerja. Saya ulangi sekali lagi, kreatifitas, seni, jalan pikir, mindset adalah cara hidup bukan cara bekerja.

Page 67: TheLight Photography Magazine #11

132 EDISI XI / 2008

THEINSPIRATION

EDISI XI / 2008 133

THEINSPIRATION

Ya kreatifitas, seni, jalan pikir, mindset adalah cara hidup bukan cara bekerja. Saya ulangi sekali lagi, kreatifitas, seni, jalan pikir, mindset adalah cara hidup bukan cara bekerja. Lihatlah, tidak ada seorang seniman yang baik pun yang berpakaian seperti seorang panglima perang yang kaku lengkap dengan topi baja dan sepatu boot tinggi. Tidak ada seorang seniman pun yang berpakaian sehari-hari dengan setelan jas atau tux-edo lengkap dengan rompi dan dasi. Mengapa demikian, karena seseorang menjadi seniman setelah menjalani gaya hidup seniman. Seniman cend-erung anti kemapaman, luwes, terbuka untuk itu tidak cocok mereka berpaka-ian tentara atau tuxedo yang cend-erung kaku. Lihatlah tidak ada seorang ekonom yang baik dalam pekerjaannya yang kehidupan sehari-hari di luar pekerjaannya bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi.

Seseorang menjadi baik pada bidang-nya ketika orang tersebut menerapkan pola hidup sebagai orang yang baik di bidangnya bukan sekedar berusaha menjadi orang yang baik di bidangnya. Seorang pekerja kreatif di perusahaan periklanan yang baik menjalani hidup kreatif, bukan sekedar hidup sebagai pekerja kreatif. Cara mereka berpikir,

cara mereka mengambil kesimpulan, lagu-lagu yang mereka dengarkan, baju yang mereka kenakan, segala sesuatunya mencerminkan gaya hidup kreatif. Seorang fotografer fashion yang baik, sehari-harinya juga tampil dengan pakaian yang up to date, tidak ketinggalan jaman, tidak salah kostum. Seorang fotografer jurnalistik yang baik cenderung memiliki kepekaan di atas rata-rata dalam menangkap peristiwa-peristiwa hidup.

Apa hubungannya semua ini dengan “kesombongan” kami “menghakimi” orang-orang yang menggunakan

atribut bernada narsis? Sederhana saja, ketika anda ingin menjadi seorang fotografer yang baik, jalanilah cara hidup fotografer yang baik. Dan (maaf ), saya belum pernah melihat seorang fotografer yang sukses mengena-kan atribut narsis. Mengapa mereka tidak mengenakan atribut semacam

itu? Karena seorang fotografer yang sukses dikenal bukan melalui kamera yang mereka gunakan, bukan dikenal melalui kaos yang mereka gunakan tapi melalui karya-karyanya. Beberapa tahun yang lalu seorang kenalan saya yang juga seorang fotografer senior di Thailand pernah mendapatkan hadiah dari seorang fans nya. Kaos itu bertu-liskan “I’m the best photographer in town”. Namun tidak pernah sekali pun ia mengenakan kaos itu. Ia pun berkata “Ketika saya menggunakan kaos itu, seolah-olah saya telah berteriak kepa-da dunia bahwa foto saya terlalu buruk untuk membuat orang percaya bahwa saya fotografer yang sangat baik seh-ingga saya memerlukan sebuah kaos untuk mengkomunikasikan hal itu.”

Tidak ada yang salah dengan kaos itu, tidak ada yang salah juga dengan tulisan dengan kaos itu, tidak ada yang salah juga dengan orang yang meng-gunakan kaos itu. Namun ketika anda ingin menjadi fotografer yang baik dan anda menggunakan kaos semacam itu,

seorang fo-tografer yang sukses dikenal bukan melalui kamera yang mereka guna-kan, bukan dike-nal melalui kaos yang mereka gunakan tapi melalui karya-karyanya.

“Ketika saya menggunakan

kaos itu, seo-lah-olah saya

telah berteriak kepada dunia

bahwa foto saya terlalu buruk

untuk membuat orang percaya

bahwa saya fo-tografer yang

sangat baik sehingga saya

memerlukan sebuah kaos

untuk mengko-munikasikan hal

itu.”

Page 68: TheLight Photography Magazine #11

134 EDISI XI / 2008

THEINSPIRATION

EDISI XI / 2008 135

WHERETOFIND

artinya anda baru pada tahap berusaha menjadi fotografer, belum berusaha hidup sebagai fotografer dengan pola pikir dan cara hidup seorang fotografer.

Menjadi seorang seniman tidak cukup dengan berusaha membuat check list hal-hal yang membuat orang menjadi seniman, tapi dengan menjalani gaya hidup sebagai seniman. Kaos hanya salah satu dari sekian banyak cara hidup, namun itu tetap berpengaruh. Jika harus dirunut satu per satu, cara

hidup macam apa lagi yang tidak dilakukan oleh seorang fotografer yang baik, tergantung seperti siapa dan seberapa hebat anda ingin menjadi seorang fotografer?

Yang saya yakini, cara hidup bagaikan sebuah plat cetakan. Sementara hasil foto kita adalah hasil cetakan tersebut. Nah bagaimana kita bisa menghasil-kan sebuah foto yang sempura ketika “cetakan” yang berupa cara hidup saja ternoda dan terdistorsi oleh sebuah cara hidup yang tidak tepat. Buatlah cetakan yang baik tanpa ternoda dan terdistorsi baru anda bisa menghasil-kan hasil cetakan yang bagus. Buatlah cetakan yang bagus dengan menjalani cara hidup fotografer yang baik baru anda bisa menghasilkan foto yang baik. Foto yang kita hasilkan hanyalah produk dari cara hidup. Kemampuan fotografis kita hanyalah produk dari cara hidup fotografer yang baik.

Untuk itu, bagi anda yang ingin men-jadi fotografer yang baik hiduplah sep-erti seorang fotografer yang baik, cara berpikirnya, kedewasaan emosi, cara berpakaian, cara memilih kamera, dan lain sebagainya. Karena bagi seorang fotografer yang baik, fotografi bukan sekedar pekerjaan tapi cara hidup.

cara hidup bagai-kan sebuah plat cetakan. Semen-tara hasil foto kita adalah hasil ceta-kan tersebut. Nah bagaimana kita bisa menghasilkan sebuah foto yang sempura ketika “ce-takan” yang berupa cara hidup saja ter-noda dan terdistor-si oleh sebuah cara hidup yang tidak tepat.

Page 69: TheLight Photography Magazine #11

136 EDISI XI / 2008

THEEXPLORATION

EDISI XI / 2008 137

THEEXPLORATION

EXOTISME ABSTRAK DENGAN KAMERA TOSSBY THE LIGHT & NOVIJAN SANJAYA

Pada penampilan perdana rubrik ini kami mengajak anda semua untuk bermain-main dengan kamera anda untuk menghasilkan sebuah karya foto yang unik. Teknik ini disebut camera toss. Walaupun bukan teknik yang sama sekali baru, namun teknik ini belum begitu popular di Indonesia. Prinsip dasar camera toss adalah pemotretan dengan slow speed sambil menggerakkan atau bahkan melempar kamera. Pada dasarnya teknik ini mirip dengan painting with light, per-bedaannya teknik ini cameranya yang bergerak sementara pada teknik painting with light sumber cahayanya yang digerakkan.

Teknik ini diciptakan dengan terinspirasi pada sebuah teknik melukis di mana bu-kan kuasnya yang bergerak namun kanvasnya yang digerakkan. Beberapa tahun yang lalu, teknik ini pernah sangat populer terutama di Negara-negara eropa. Hanya saja karena waktu itu belum ditemukan media digital, proses pemotretan-nya jadi jauh lebih susah karena tidak bisa dipreview secara langsung.

Prinsip dasar teknik ini bukan untuk mencari tahu atau memunculkan bentuk dan wujud benda yang difoto secara sempurna, melainkan mencari bentukan baru dari hasil yang didapatkan ketika memotret sambil menggerakkan kamera. Teknik

Page 70: TheLight Photography Magazine #11

138 EDISI XI / 2008

THEEXPLORATION

EDISI XI / 2008 139

THEEXPLORATION

ini sebenarnya berusaha memberi atau menghadirkan elemen grafis dengan fotografi.

Penguasaan logika dasar lighting men-jadi penting dalam teknik ini. Seperti pada pengetahuan dasarnya bahwa fotografi berasal dari 2 kata yaitu foto yang berarti cahaya dan grafi yang berarti lukisan. Artinya, siapapun tidak bisa menghasilkan lukisan yang bagus melalui fotografi jika tidak mengerti cahaya.

Menariknya teknik ini selain bentu-kan baru yang didapatkan adalah keleluasaan penggunaan kamera dalam melakukan teknik ini. Anda bisa melakukan teknik ini bahkan dengan kamera handphone sekalipun. Yang dibutuhkan hanyalah sumber cahaya

dan sebuah benda atau motif yang akan membantu menciptakan bentu-kan baru.

Perbedaan lain teknik camera toss den-gan teknik light painting adalah pada teknik light painting obyek terekan lebih jelas sehingga hasilnya cend-erung naturalis. Sementara camera toss akan menghasilkan bentukan baru yang cenderung abstrak grafis.

Untuk melakukan hal ini, disarankan anda menggunakan background

Page 71: TheLight Photography Magazine #11

140 EDISI XI / 2008

THEEXPLORATION

EDISI XI / 2008 141

THEEXPLORATION

Page 72: TheLight Photography Magazine #11

142 EDISI XI / 2008

THEEXPLORATION

EDISI XI / 2008 143

THEEXPLORATION

hitam berbahan bludru karena bludru menyerap cahaya sehingga sumber cahaya bisa benar-benar outstand-ing. Teknik camera toss bisa dimulai dengan menempatkan sebuah bentuk di atas background yang sudah dipilih sebelumnya. Setelah diberi penca-hayaan secukupnya, anda pun bisa memotret dengan speed rendah. Sam-bil memotret shutter release gerakkan lah kamera anda sambil tetap memas-tikan obyek yang difoto tetap berada dalam frame viewfinder. Gerakkan yang dilakukan bisa sekedar memutar

kamera, mengayunnya atau bahkan mendekatkan atau menggeser kamera dari kiri ke kanan. Untuk menciptakan hasil yang halus gerakan tangan harus halus dan tanpa hentakan. Mulailah dengan gerakan berpola yang lentur. Perhatikan kombinasi warna yang anda hadirkan dengan lighting equipment dan karakter bentuk yang difoto. Lebih mudah menggunakan continues light dalam melakukan teknik ini.

Jika sudah mulai menemui bentuk yang menarik, cobalah bereksperimen dengan juga menggerakkan bendanya. Untuk teknik ini anda bisa menggu-nakan CD yang diputar seperti uang logam. Ketika sedang berputar laku-kanlah teknik camera toss. Beberapa benda yang bisa digunakan dalam mencoba teknik ini adalah benda-ben-da yang permukaannya mengeluarkan refleksi seperti CD, stainless, kaca, dll. Pada akhirnya untuk menghasilkan foto yang menarik banyaklah berlatih. Selamat mencoba.

Page 73: TheLight Photography Magazine #11

144 EDISI XI / 2008

THEEXPLORATION

EDISI XI / 2008 145

THEEXPLORATION

Page 74: TheLight Photography Magazine #11

146 EDISI XI / 2008

WHERETOFIND

EDISI XI / 2008 147

PROCOMMENT

KOMENTAR PROFESSIONAL PHOTOGRAPHER TENTANG THE LIGHT

“The Light adalah shelter “melihat” tanpa batas. Suatu infiniti yang menghubungkan

penglihatan sebagai visi.”- Oscar Motuloh -

“Satu terobosan teknologi: eMag fotografi, mudah diterima massa karena isinya. Teknologi dimanfaatkan untuk keper-luan manusia, memangkas harga.”- Sonny Sandjaya -

“The Light... kemajuan dunia photography ada di tangan anda... Terus dukung photographer Indonesia. Sukses selalu.”

- Heret Frasthio -

Page 75: TheLight Photography Magazine #11

148 EDISI XI / 2008

PROCOMMENT

EDISI XI / 2008 149

PROCOMMENT

“The Light Magazine is an outstanding magazine. The variety of photographs featured each month really makes this magazine stand out. Photographs and photographers (amateurs and profes-sionals) featured range from architectural, fashion, beauty, glamour, food, photo journalism, editorial, commercial, and underwater photography which spans the interests of the amateur and professional alike. There are many talented photographers in Indonesia, and it is nice to showcase these talents in this magazine. My advice to make the magazine even better? I would make the magazine more accessible. Currently, one must “sign-up” and create an account to get access to the magazine. Most viewers will not take the time to do this losing possible customers. If the magazine was on the world wide web and accessible to anyone, more exposure could be brought to Indonesian photographers and the mag-azine. Also, it would be nice to provide contact information for the photographers featured in the magazine by providing either their website, blog or email address. Photographers are always looking for ways to increase their exposure, and The Light is a great way to increase our exposure, but if potential customers have no way of contacting us, what is the point?”- Scotty Graham -

“Setelah baca The Light saya makin banyak tahu.”-Mbah Uyo-

“Many magazines come and go, only a few that survive. Among those little numbers, only one or two that can make a difference to their readers. Be one of them, always! Happy Birthday!”-Jerry Aurum-

“Saya mau menyarankan agar publikasi The Light diperluas. Sayang sekali majalah seba-

gus ini dengan artikel yang kaya kalau hanya dinikmati oleh sedikit orang. Terus maju, jan-gan cepat puas walaupun menurut saya The

Light is the best photography magazine in Indonesia/South East Asia in 2007. Umur seta-hun saja sudah bisa seperti ini. Semoga tahun

kedua lebih heboh lagi. Selamat ulang tahun The Light.”

-Suherry Arno-

“So far bagus. Terutama sama perspective yang sangat berbeda. Two thumbs up! Cuma mungkin harus sedikit membumi.”-Novijan Sanjaya-

Page 76: TheLight Photography Magazine #11

150 EDISI XI / 2008

PROCOMMENT

EDISI XI / 2008 151

PROCOMMENT

“The Light Magazine lahir sebagai media alternatif buat penggemar photography di Indonesia. Gue salut sama se-

mangat kalian untuk tetap berkarya di The Light Magz.”-Henky Christianto-

“Saya senang sekali dengan adanya The Light Magazine yang berupa pdf. Mudah untuk dibaca, isinya sangat infor-mative dan bagus. Kedepannya lebih ditingkatkan lagi saja kualitas isinya. Sukses buat The Light.”-Ajie Lubis-

‘Selamat ultah. Semoga menambah referensi fotografi In-donesia. Thanks foto jurnalistik mendapat tempat di dalam-

nya.”-Agus Susanto-

“Selamat ulang tahun ke-1 untuk The Light. Mudah-mu-dahan masa depan isinya lebih baik & mengulas masalah-masalah fotografi professional bukan saja teknis fotonya tapi juga tentang bisnis fotografinya.”-Iswanto Soerjanto-

“Menurut saya The Light dalam bentuk pdf online efektif dan mudah. Contentnya (isi + design) bagus & edukatif.

Tapi promosinya kurang. Mungkin harus coba diiklankan di media cetak bukan fotografi untuk menjangkau publik lebih

luas. Banyak yang belum tahu.”-Agustinus Sidarta-

“Aku hanya berdoa semoga The Light umur panjang. Nggak seperti media-media fotografi kita yang lain, selalu umurnya pendek.”-Roy Genggam-

“Dunia fotografi selalu mengalami pemba-haruan dari jaman ke jaman. Namun estetika

mendasarnya tidak pernah berubah yaitu sen-sitivitas. Dan The Light Magz sangat sensitive

dalam memberikan informasi yang betul-betul kompetitif dan berguna untuk dunia fotografi.

Selamat untuk The Light dan sukses.”-Moh. Leo Lumanto-

Page 77: TheLight Photography Magazine #11

152 EDISI XI / 2008

PROCOMMENT

EDISI XI / 2008 153

PROCOMMENT

“Bravo untuk The Light. Nggak kerasa sudah 1 tahun ya. Kri-tik dari saya mungkin hanya masalah editor tulis perlu lebih teliti saja karena masih suka aja ada kurang huruf dan salah tik nya. Masalah waktu terbit, kudu lebih pasti saja. Saran, kenapa nggak bikin system kayak jpgmagazine. Pembaca bisa upload foto dan kalau bagus dipublish. Selamet sekali lagi untuk The Light Magz.”-Krisna Satmoko-

“Tetap semangat. Bikin masakan yang variatif, enak di mu-lut, enak dicerna, enak di hati. Salam dan sukses selalu.”

-Ardiles Rante-

“Congratulation to the first anniversary of The Light Magz! It was a good start but definitely still need to improve its visual presentation soon if it’s to be considered as a seriously-good Indonesian photography e-magazine. Success for the coming years.”-Lans Brahmantyo-

“Selama ini aku belajar sama bule-bule di pantai. Setelah ada The Light, aku jadi punya tambahan guru. Well go for it.

Viva The Light & sukses.”-Piping-

“Menurut aku formatnya sudah bagus sih. Cuma mungkin ditambah dengan pengetahuan teknis fotografi untuk pe-mula baik untuk jurnalis, foto salon dan aliran lainnya.”-Supriatin-

“Majalah online, cerdas dan mencerdaskan. Itu predikat yang patut diberikan pada The Light. Happy Anniversary.”

-Goenadi Harianto-

“Ane nggak punya komen banyak karena The Light udah keren abisss. Sedikit saran, The Light harus road show keluar daerah.”-Tjandra Amin-

“Semoga semakin maju dan tetap menjadi sumber informasi utama yang memperkaya visi para pencinta fotografi

Indonesia”-Nicoline Patricia Malina-

Page 78: TheLight Photography Magazine #11

154 EDISI XI / 2008

WHERETOFIND

EDISI XI / 2008 155

WHERETOFIND

JAKARTATelefikom FotografiUniversitas Prof. Dr. Moestopo (B), Jalan Hang Lekir I, JakPusIndonesia Photographer Organization (IPO)Studio 35, Rumah Samsara, Jl. Bunga Mawar, no. 27, Jakarta Selatan 12410Unit Seni Fotografi IPEBI (USF-IPEBI)Komplek Perkantoran Bank Indonesia, Menara Sjafrud-din Prawiranegara lantai 4, Jl. MH.Thamrin No.2, JakartaUKM mahasiswa IBII, Fotografi Institut Bisnis Indonesia (FOBI)Kampus STIE-IBII, Jl Yos Sudarso Kav 87, Sunter, Jakarta UtaraPerhimpunan Penggemar Fotografi Garuda Indonesia (PPFGA)PPFGA, Jl. Medan Merdeka Selatan No.13, Gedung Garuda Indonesia Lt.18Komunitas Fotografi Psikologi Atma Jaya, JKTJl. Jendral Sudirman 51, Ja-karta.Sekretariat Bersama Fakultas Psikologi Atma Jaya Ruang G. 100Studio 51Unversitas Atma Jaya, Jl. Jendral Sudirman 51, Jakarta

Perhimpunan Fotografi Taru-manegaraKampus I UNTAR Blok M Lt. 7 Ruang PFT. Jl. Letjen S. Parman I JakBarPt. Komatsu IndonesiaJl. Raya Cakung Cilincing Km. 4 Jakarta Utara 14140LFCN (Lembaga Fotografi Candra Naya)Komplek Green Ville -AW / 58-59, Jakarta Barat 11510HSBC Photo ClubMenara Mulia Lt. 22, Jl. Jendral Gatoto Subroto Kav. 9-11, JakSel 12930XL PhotographJl. Mega Kuningan Kav. E4-7 No. 1 JakSelKelompok Pelajar Peminat Fotografi SMU 28Jl. Raya Ragunan (Depan RS Pasar Minggu) JakSelFreePhot (Freeport Jakarta Photography Community) PT Freeport Indonesia Plaza 89, 1st Floor Jl. Rasuna Said Kav X-7 No. 6 PSFN Nothofagus (Perhimpu-nan Seni Fotografi PT Freeport Indonesia) PT Freeport Indonesia Plaza 89, 1st Floor Jl Rasuna Said Kav X-7 No. 6

CybiLensPT Cyberindo Aditama, Mang-gala Wanabakti IV, 6th floor. Jl. Gatot Subroto, jakarta 10270FSRD TrisaktiFSRD Trisakti, Kampus A. Jl. Kyai Tapa, Grogol. Surat menyurat: jl. Dr. Susilo 2B/ 30, Grogol, JakbarSKRAF (Seputar Kamera Fikom)Universitas SAHID Jl. Prof. Dr. Soepomo, SH No. 84, Jak-Sel 12870One Shoot PhotographyFIKOM UPI YAI jl. Diponegoro no. 74, JakPusLasalle CollegeSahid Office Boutique Unit D-E-F (komp. Hotel Sahid Jaya). Jl. Jend Sudirman Kav. 86, Jakarta 1220Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Al-Azhar Indo-nesiaJl. Sisingamangaraja, Kebayoran baru, Jak-Sel, 12110LSPR Photography ClubLondon School of Public RelationCampus B (Sudirman Park Office Complex)Jl. KH Mas Mansyur Kav 35Jakarta Pusat 10220FOCUS NUSANTARA

Jl. KH Hasyim Ashari No. 18, JakartaSUSAN + PROKemang raya No. 15 Lt.3, Jakarta 12730e-StudioWisma Starpage, Salemba Tengah No. 5, JKT 10440VOGUE PHOTO STUDIORuko Sentra Bisnis Blok B16-17, Tanjung Duren raya 1-38Shoot & Printjl. Boulevard Raya Blok FV-1 no. 4, Kelapa Gading Permai, jktQ FotoJl. Balai Pustaka Timur No. 17, Rawamangun, JktDigital Studio CollegeJl. Cideng Barat No. 21 A, Jak-PusDarwis Triadi School of Photog-raphyjl. Patimura No. 2, Kebayoran BarueK-gadgets centreRoxy Square Lt. 1 Blok B2 28-29, JktStyle PhotoJl. Gaya Motor Raya No. 8, Gedung AMDI-B, Sunter JakUt, 14330Neep’s Art InstituteJl. Cideng Barat 12BB, JakartaV3 TechnologyMall ambassador Lt.UG/47. Jl. Prof Dr. Satrio, Kuningan, JakartaCetakfoto.netKemang raya 49D, Jakarta 12730

POIsongraphyConocoPhillips d/a Ratu Prabu 2 jl.TB.Simatupang kav 18Jakarta 12560NV AkademieJl. Janur Elok VIII Blok QG4 No.15Kelapa Gading permaiJakarta 14240

BEKASILubang MataJl. Pondok Cipta Raya B2/ 28, Bekasi Barat, 17134

BANDUNGPAF BandungKompleks Banceuy Permai Kav A-17, Bandung 40111JepretSekretariat Jepret Lt. Basement Labtek IXB Arsitektur ITB, Jl Ganesha 10, BandungSpektrum (Perkumpulan Unit Fotografi Unpad)jl. Raya Jatinangor Km 21 Sumed-ang, JabarPadupadankan PhotographyJl. Lombok No. 9S BandungStudio intermodelJl. Cihampelas 57 A, Bandung 40116Lab Teknologi Proses Material ITBJl. Ganesha 10 Labtek VI Lt. dasar, Bandung

SatyabodhiKampus Universitas PasundanJl. Setiabudi No 190, BandungTASIKMALAYAEco Adventure CommunityJl. Margasari No. 34 Rt. 002/ 008, Rajapolah, Tasikmalaya 46155

SEMARANGPRISMA (UNDIP)PKM (Pusat Kegiatan Mahasiswa) Joglo Jl. Imam Bardjo SH No. 1 Semarang 50243MATA Semarang Photography ClubFISIP UNDIPJl. Imam Bardjo SH. No.1, SemarangDIGIMAGE STUDIOJl. Setyabui 86A, SemarangJl. Pleburan VIII No.2, Semarang 50243Ady Photo Studiod/a Kanwil Bank BRI Semarang, Jln.Teuku Umar 24 SemarangPandawa7 digital photo studioJl. Wonodri sendang raya No. 1068C, SemarangKloz-ap Photo StudioJl. Kalicari Timur No. 22 SemarangDINUSTECHJl. Arjuna no. 36, Semarang 50131

Page 79: TheLight Photography Magazine #11

156 EDISI XI / 2008

WHERETOFIND

EDISI XI / 2008 157

WHERETOFIND

SOLOHSB (Himpunan Seni Ben-gawan)Jl. Tejomoyo No. 33 Rt. 03/ 011, Solo 57156Lembaga pendidikan seni dan design visimedia collegeJl. Bhayangkara 72 Solo

YOGYAKARTAAtmajaya Photography clubGedung PUSGIWA kampus 3 UAJY, jl. babarsari no. 007 yogyakarta“UKM MATA” Akademi Seni Rupa dan Desain MSDJalan Taman Siswa 164 Yogya-karta 55151Unif Fotografi UGM (UFO)Gelanggang mahasiswa UGM, Bulaksumur, YogyaFotografi Jurnalistik ClubKampus 4 FISIP UAJY Jl Babar-sari YogyakartaFOTKOM 401gedung Ahmad Yani Lt.1 Kampus FISIPOL UPN “Veteran” yogyakarta. Jl Babasari No.1, Tambakbayan, Yogyakarta, 55281

Jurusan FotografiFakultas Seni Media Rekam Institut Seni Indonesia Jl. Parangtritis Km. 6,5 YogyakartaKotak Pos 1210UKM Fotografi Lens ClubUniversitas Sanata Dharma Mrican Tromol Pos 29 Yogyakarta 55281

SURABAYAHimpunan Mahasiswa Pengge-mar Fotografi (HIMMARFI)Jl. Rungkut Harapan K / 4, SurabayaAR TU PICUNIVERSITAS CIPUTRA Waterpark Boulevard, Citra Raya. Surabaya 60219FISIP UNAIRJL. Airlangga 4-6, SurabayaHot Shot Photo StudioPloso Baru 127 A, Surabaya, 60133Toko DigitalAmbengan Plasa B23. jl Ngemplak No. 30 SurabayaSentra DigitalPusat IT Plasa Marina Lt. 2 Blok A-5. Jl. Margorejo Indah 97-99 Surabaya

TRAWASVANDA Gardenia Hotel & VillaJl. Raya Trawas, Jawa Timur

MALANGMPC (Malang Photo Club)Jl. Pahlawan Trip No. 25 MalangJUFOC (Jurnalistik Fotografi Club)student Centre Lt. 2 Universitas Muhammadiyah Malang. Jl. Raya Tlogomas No. 246 malang, 65144UKM KOMPENI (Komunitas Mahasiswa Pecinta Seni)kampus STIKI (Sekolah Tinggi Informatika Indonesia) Malang, Jl. Raya Tidar 100

JEMBERUFO (United Fotografer Club)Perum taman kampus A1/16 Jember 68126, Jawa TimurUniveritas Jember (UKPKM Tegalboto)Unit Kegiatan Pers Kampus Maha-siswa Universitas Jemberjl. Kalimantan 1 no 35 komlek ged. PKM Universitas Jember 68121

BALIMagic WaveKubu Arcade at Kuta BungalowsBloc A3/A5/A6 Jl. Benesari,Legian-kuta

MEDANMedan Photo ClubJl. Dolok Sanggul Ujung No. 4 Samping Kolam Paradiso Medan, Sumatra Utara 20213UKM FOTOGRAFI USUJl. Perpustakaan no.2 Kampus USU Medan 20155

BATAMBatam Photo ClubPerumahan Muka kuning indah Blok C-3, Batam 29435

PEKANBARUCCC (Caltex Camera Club)PT. Chevron Pasific Indonesia, SCM-Planning, Main Office 229, Rumbai, Pekanbaru 28271

LAMPUNGMalahayati Photography ClubJl. Pramuka No. 27, Kemiling, Bandar Lampung, 35153. Lampung-Indonesia. Telp. (0721) 271114

BALIKPAPANFOBIAIndah Foto Studio Komplek Ruko Bandar Klandasan Blok A1, Balikpapan 76112

PONTIANAKPontianak Deviantart CP: Bryan Tamara0818198901

KALTIMBadak Photographer Club (BPC)ICS Department, System Support Section, PT BADAK NGL, Bontang, Kaltim, 75324KPC Click Club/PT Kaltim Prima CoalSupply Department (M7 Buliding), PT Kaltim Prima Coal, Sangatta

SAMARINDAMANGGIS-55 STUDIO (Samarin-da Photographers Community)Jl. Manggis No. 55 Voorfo, Sa-marinda Kaltim

SOROWAKOSorowako Photographers SocietyGeneral Facilities & Serv. Dept - DP. 27, (Town Maintenance) - Jl. Sumantri Brojonegoro, SOROWAKO 91984 - LUWU TIMUR, SULAWESI SELATAN

GORONTALOMasyarakat Fotografi GorontaloGraha Permai Blok B-18, Jl. Rambutan, Huangobotu, Dungingi, Kota Gorontalo

AMBONPerforma (Perkumpulan Fotografer Maluku)jl. A.M. Sangadji No. 57 Am-bon. (Depan Kantor Gapensi kota Ambon/ Vivi Salon)

ONLINE PICK UP POINTS:www.estudio.co.idhttp://charly.silaban.net/www.studiox-one.com