1gelatin nila

24
1 Kegiatan 1. Optimasi Teknik Produksi Gelatin Dari Tulang dan Kulit Ikan Skala Pilot Kegiatan 1.1. Optimasi Teknik Produksi Gelatin Dari Kulit Ikan Nila Abstrak Teknik produksi gelatin dari kulit ikan nila telah dilakukan dengan metoda asam, yaitu kulit ikan nila yang sudah bersih direndam dalam larutan asam sitrat pH 3 selama 2 – 3 jam, kemudian dicuci sampai netral menggunakan air mengalir, selanjutnya di ekstraksi secara bertingkat, pertama suhu 60 0 C selama 6 jam, kemudian disaring menggunakan vibrator 250 mesh, ampasnya diekstraksi kembali dengan menaikan suhu menjadi 70 0 C selama 1 jam, kemudian disaring. Filtrat pertama dan kedua digabung, kemudian dilakukan pemekatan dengan menggunakan vakum evaporator pada suhu 55 0 C hingga volume filtrat tinggal 10%. Dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan alat pengering dehumidifier pada suhu 55 0 C secara bertahap. Gelatin yang diperoleh selanjutnya dianalisa sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan uji organoleptik. Dari kegiatan ini didapatkan rendemen 13,69%; kadar air 7,43%; kadar abu 0,54%; kadar protein 87,96; kadar lemak 0,10%; pH 5,37; derajat putih 32,18; viskositas 3,65 cps; gel strenght 143,4 gr/bloom; titik leleh 27,5 0 C; dan titik gel 5,08 0 C. Sedangkan pengamatan organoleptik terhadap gelatin adalah yang terbaik menunjukan warna tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial yaitu berwarna kuning kecoklatan Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila telah dilakukan. Hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,- PENDAHULUAN Ikan Nila merupakan ikan budidaya yang mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi serta mempunyai peluang pasar yang untuk dikembangkan. Permintaan pasar dunia terhadap ikan nila, terutama dalam bentuk fillet cukup tinggi, dimana salah satu pengusaha yang bergerak dibidang usaha ini yaitu P.T. Aqua Farm di Semarang, Jawa Tengah, kesulitan untuk memenuhi kuota ekspor. Limbah hasil fillet ikan Nila ini cukup banyak yang belum semuanya tertangani atau diolah dan dimanfaatkan untuk produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salah satu alternative pemanfaatan limbah kulit ini diolah menjadi gelatin. Sampai saat ini gelatin diimpor dari beberapa negara produsen karena Indonesia belum mempunyai industri gelatin, sementara kebutuhan gelatin dari tahun ke tahun semakin meningkat. Penelitian produksi gelatin skala laboratorium telah dilakukan dan dari hasil penelitian ini diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi hingga diperoleh gelatin yang memenuhi persyaratan untuk pangan dan farmasi. Kondisi selama proses produksi gelatin menentukan sifat gelatin yang diperoleh, oleh karena itu sumber bahan baku, umur dan tipe dari kolagen

Upload: satryo-wibisono

Post on 04-Jul-2015

242 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 1gelatin nila

1

Kegiatan 1. Optimasi Teknik Produksi Gelatin Dari Tulang dan Kulit Ikan Skala Pilot

Kegiatan 1.1. Optimasi Teknik Produksi Gelatin Dari Kulit Ikan Nila

Abstrak Teknik produksi gelatin dari kulit ikan nila telah dilakukan dengan metoda asam,

yaitu kulit ikan nila yang sudah bersih direndam dalam larutan asam sitrat pH 3 selama 2 – 3 jam, kemudian dicuci sampai netral menggunakan air mengalir, selanjutnya di ekstraksi secara bertingkat, pertama suhu 60 0C selama 6 jam, kemudian disaring menggunakan vibrator 250 mesh, ampasnya diekstraksi kembali dengan menaikan suhu menjadi 70 0C selama 1 jam, kemudian disaring.

Filtrat pertama dan kedua digabung, kemudian dilakukan pemekatan dengan menggunakan vakum evaporator pada suhu 55 0C hingga volume filtrat tinggal 10%. Dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan alat pengering dehumidifier pada suhu 55 0C secara bertahap. Gelatin yang diperoleh selanjutnya dianalisa sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan uji organoleptik.

Dari kegiatan ini didapatkan rendemen 13,69%; kadar air 7,43%; kadar abu 0,54%; kadar protein 87,96; kadar lemak 0,10%; pH 5,37; derajat putih 32,18; viskositas 3,65 cps; gel strenght 143,4 gr/bloom; titik leleh 27,5

0C; dan titik gel 5,08

0C. Sedangkan pengamatan organoleptik terhadap gelatin adalah yang terbaik

menunjukan warna tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial yaitu berwarna kuning kecoklatan

Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila telah dilakukan. Hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-

PENDAHULUAN Ikan Nila merupakan ikan budidaya yang mempunyai nilai ekonomis cukup

tinggi serta mempunyai peluang pasar yang untuk dikembangkan. Permintaan pasar dunia terhadap ikan nila, terutama dalam bentuk fillet cukup tinggi, dimana salah satu pengusaha yang bergerak dibidang usaha ini yaitu P.T. Aqua Farm di Semarang, Jawa Tengah, kesulitan untuk memenuhi kuota ekspor. Limbah hasil fillet ikan Nila ini cukup banyak yang belum semuanya tertangani atau diolah dan dimanfaatkan untuk produk yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Salah satu alternative pemanfaatan limbah kulit ini diolah menjadi gelatin.

Sampai saat ini gelatin diimpor dari beberapa negara produsen karena Indonesia belum mempunyai industri gelatin, sementara kebutuhan gelatin dari tahun ke tahun semakin meningkat. Penelitian produksi gelatin skala laboratorium telah dilakukan dan dari hasil penelitian ini diketahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi hingga diperoleh gelatin yang memenuhi persyaratan untuk pangan dan farmasi. Kondisi selama proses produksi gelatin menentukan sifat gelatin yang diperoleh, oleh karena itu sumber bahan baku, umur dan tipe dari kolagen

Page 2: 1gelatin nila

2

mempengaruhi sifat-sifat gelatin yang diperoleh (Harris, 1990), kemampuan ekstraksi, kelarutan dan ukuran molekuler kolagen (Miller, et al., 1983). Teknik ekstraksi juga sangat mempengaruhi produk yang dihasilkan karena dapat menyebabkan degradasi dan solubilisasi kolagen. Pemanasan serat kolagen dalam air sampai 60 – 70 0C dapat memperpendek 1/3 atau ¼ dari panjang asalnya. Suhu khas ini menjadi ciri kolagen dan disebut suhu susut (Ts). Ts kolagen kulit ikan sangat rendah yaitu 35 0C. Jika suhu dinaikan sampai 80 0C kolagen berubah menjadi gelatin.

Gelatin yang diekstrak dari kulit anjing laut dengan pH 2,7, kemudian dinetralisasi secara efisien (pH 7,3) dan menghilangkan garam dengan metode ion exchange, dengan hasil rendemen 7,6%. Setelah residu yang tertinggal diekstrak pada suhu 75 0C diperoleh rendemen total 10,8% (Artnesen dan Gilberg, 2001). Rendemen gelatin sebesar 14% diperoleh dari kulit ikan Cod (Gudmundson dan Hafsteinson, 1997). Gelatin yang diekstrak dari kulit ikan kaci-kaci dengan asam sitrat dan asam sulfat pH 3 mempunyai kekuatan gel masing-masing adalah 380,53 dan 208,03 g/bloom, viskositas 10 dan 6 cPs, kadar air 9,2 dan 9,4%, kadar protein 82,5 dan 81,8%, dan kadar lemak 1,8 dan 2,1%.

Tujuan penelitian ini adalah untuk memproduksi gelatin skala pilot yang layak teknis dan layak komersial yang memenuhi persyaratan standar untuk pangan dan farmasi.

BAHAN DAN METODA

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kulit ikan nila dari P.T. Aqua Farm, Semarang, yang sudah dibekukan. Bahan dibawa ke Laboratorium Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta, didalam cold box, selanjutnya dilakukan tahap-tahap proses ekstraksi gelatin, yaitu: a. Tahap demineralisasi; gunanya untuk menghilangkan komponen anorganik dari

bahan baku (kulit ikan Nila) dengan cara asam. Kulit direndam dalam larutan asam sitrat pH 3 sampai swelling lebih kurang 2 jam, kemudian dicuci dengan air mengalir sampai netral pH 7.

b. Tahap ekstraksi. Ekstraksi bertingkat, pertama dengan suhu 60 0C selama 6 jam, disaring dengan vibrator 250 mesh, didapatkan filtrat 1, dilanjutkan ekstraksi kedua dengan menaikan suhu menjadi 70 0C selama 1 jam. Kemudian disaring dan didapatkan filtrate 2. Kedua filtrat digabung dilanjutkan dengan pemekatan.

c. Tahap pemekatan. Bertujuan untuk mengurangi kadar air guna memudahkan pengeringan supaya jangan terlalu lama. Pemekatan dengan menggunakan vakum evaporator pada suhu 55 0C, disimpan pada suhu chilling.

d. Tahap destruksi. Gelatin yang sudah dipekatkan dan disimpan pada suhu chilling sudah menjendal dan keras, untuk proses pengeringan dilakukan destruksi, sehingga didapatkan gelatin yang berbentuk mie dan selanjutnya dikeringkan.

e. Tahap pengeringan. Pengeringan dengan alat pengering dehumidifier dengan suhu 55 0C yang dilakukan secara bertahap.

f. Tahap penggilingan. Untuk mendapatkan gelatin yang halus dilakukan penggilingan, sehingga didapatkan gelatin dalam bentuk bubuk yang halus.

g. Pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap gelatin yang didapat, meliputi rendemen, analisa kimiawi, mikrobiologi, serta uji organoleptik.

Page 3: 1gelatin nila

3

PENGAMATAN Kekuatan Gel (British Standard 767, 1975) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic stirrer sampai homogen kemudian dipanaskan sampai suhu 60 0C selama 15 menit. Tuang larutan dalam Standard Bloom Jars (Botol dengan diameter 58 – 60 mm, tinggi 85 mm), tutup dan diamkan selama 2 menit. inkubasi pada suhu 10 0C selama 17+2 jam. Selanjutnya diukur menggunakan alat TA-XT Plus Texture Analyzer pada kecepatan probe 0,5 mm/s dengan kedalaman 4 mm. Kekuatan gel dinyatakan dalam satuan g/bloom. Viskositas (British Standard 757, 1975). Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Kemudian diukur viskositasnya dengan menggunakan alat Haake viscometer. Pengukuran dilakukan pada suhu 60 0C dengan laju geser 60 rpm menggunakan spindle 1. Hasil pengukuran dikalikan dengan faktor konversi, dimana untuk spindle 1 faktor konversinya adalah 1. Nilai viskositas dinyatakan dalam satuan centipose (cPs). Derajat Keasaman (pH) (British Srandard 757, 1975) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades. Larutan sampel dipanaskan pada suhu 70 0C dan dihomogenkan dengan magnetic stirrer, kemudian diukur derajat keasamannya pada suhu kamar dengan pH meter. Kadar air (AOAC, 1995). Cawan porselin dikeringkan pada suhu 105 0C selama 1 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang, contoh yang akan ditentukan kadar airnya ditimbang sebanyak 2 gram. Cawan yang telah berisi contoh dimasukan ke dalam oven bersuhu 105 0C sampai beratnya konstan. Kadar air dengan rumus:

Kadar air (%) = ( B – A ) x 100% Berat contoh

Keterangan: A = berat cawan + contoh kering (g) B = berat cawan + contoh basah (g) Kadar abu (AOAC, 1995) Contoh yang telah diuapkan airnya dimasukan ke dalam tanur bersuhu 600 0C, sebelumnya barat cawan kering dan berat contoh telah diketahui. Proses penguapan dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi abu-abu, kemudian contoh ditimbang, kadar abu dihitung dengan rumus: Kadar abu (%) = Berat abu x 100% Berat sampel Kadar Protein (AOAC, 1995) Sejumlah 0,02 – 0,05 g contoh dimasukan dalam labu kjeldahl 100 mL kemudian ditambah 2 – 3 g katalis (1,2 g Na2SO4 dan 1 g CuSO4) dan 2 – 3 mL H2SO4 pekat, lalu dilakukan destruksi hingga menjadi jernih. Setelah itu didinginkan,

Page 4: 1gelatin nila

4

kemudian sampel didestilasi dan ditambahkan 35 mL aquades dan 10 mL NaOH 50%. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer berisi 5 mL H3BO3, dan indikator metal merah dan metal biru, kemudian dititrasi dengan HCl 0,02 N. Kadar protein dihitung dengan rumus : (mL HCl – mL blanko ) x N HCl x 14,007 Kadar nitrogen (%) = ---------------------------------------------------- x 100% mg contoh Protein Kasar (%) = kadar nitrogen x 5,46 (Leach dan Eastoe, 1977) Kadar Lemak (Apriyantono et al, 1989) Sebanyak 2 g sampel dibungkus dengan kertas saring dan dimasukan ke dalam labu soxlet (labu sebelumnya dikeringkan dalam oven, dimasukan ke dalam desikator lalu ditimbang). Dimasukan pelarut petroleum eter kemudian dilakukan reflux selama 6 jam. Lalu labu berisi hasil reflux dipanaskan dalam oven dengan suhu 195 0C. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar lemak dihitung dengan rumus:

Kadar lemak (%) = 100% x

sampelberat

lemakberat

Titik Jendal (Suryaningrum dan Utomo, 2002) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/b) disiapkan dengan aquades dan disiapkan dalam tabung reaksi volume 15 mL yang dihubungkan dengan sensor termometer digital Hanna. Sampel diturunkan suhunya secara perlahan-lahan dengan cara menempatkan pada wadah yang telah diberi pecahan es. Titik jendal ditentukan tepat pada saat sensor dapat mengangkat gel dalam tabung reaksi. Titik Leleh (Suryaningrum dan Utomo, 2002) Larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% disiapkan dengan aquades. Sampel diinkubasi pada suhu 10 0C selama 17 + 2 jam. Pengukuran titik leleh dilakukan dengan cara memanaskan gel gelatin dalam waterbath. Di atas gel gelatin tersebut diletakan gotri dan ketika gotri jatuh ke dasar maka suhu tersebut ditentukan sebagai titik leleh gelatin. Derajat Putih Analisa warna dilakukan dengan menggunakan kornameter. Alat dikalibrasi dengan warna putih yang diasumsikan mempunyai derajat putih 100%. Kemudian dilakukan pengukuran terhadap sample. Hasil pengukuran berupa y, x, dan y dikonversi menjadi y, x, dan z dengan rumus:

Y = Y X = Y(x/y)1/2

Z = Y(1 – x – y)/y)1/2

Nilai Y, X, dan Z selanjutnya dikonversi menjadi L, a, dan b dengan rumus :

L = 10 Y

a = (17.5 (1.02X - Y))/ Y

b = (7.0 (Y - 0.847Z))/ Y

Page 5: 1gelatin nila

5

Derajat putih (WO) dihitung dengan rumus :

222)100(100 baLwo ++−−=

Total Mikroba ( Total aerobic Plate Count) (SNI 01–2339, 1991) Sebanyak 10 g sampel disuspensikan ke dalam 90 mL larutan 0,85% NaCl. Untuk menghitung jumlah mikroba yang ada pada sampel tersebut, dilakukan penumpukan dengan metode agar tuang. Sebanyak 1 mL sampel yang telah diencerkan dimasukan ke dalam cawan petri steril dan dituang media agar PCA + 15 mL (suhu 44 – 45 0C), kemudian digoyang mendatar supaya sampel menyebar rata. Setelah agar membeku, dilakukan inkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 37 0C selama 48 jam, koloni yang tumbuh dihitung dan dilaporkan sebagai jumlah koloni per gram menurut Standarad Plete Count. Uji Escherichia coli (SNI 01–2332, 1991) Uji kualitatif E. coli dilakukan melalui uji penduga dan uji penguat. Uji penduga dilakukan dengan cara menginokulasi sampel ke dalam tabung reaksi yang berisi LST (Lauryl Sulfate Triptose Broth) dan tabung durham, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam. Uji penduga positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume didalam tabung durham. Uji penguat dilakukan dengan cara menggoreskan suspensi dari tabung positif pada cawan dengan warna hijau metalik diatas EMBA. Penentuan Salmonella (SNI 01–2335, 1991) Sebanyak 10 g gelatin dimasukan ke dalam blender jars dan ditambahkan 90 mL lactose broth, kemudian diblender selama beberapa detik dengan kecepatan rendah dan dilanjutkan dengan kecepatan tinggi selama dua menit. Sampel dipindahkan secara aseptis ke dalam botol steril yang bertutup. Kedalam larutan sampel ditambahkan NaOH 1 N untuk mencapai pH 7, lalu diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam. Setelah inkubasi botol sampel dikocok secara perlahan-lahan kemudian diambil 1 mL dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 10 mL media Selenite Cystine Broth (SCB). Selanjutnya diinkubasi pada suhu 35 0C selama 24 jam. Selesai inkubasi, ditumbuhkan pada tiga macam media yaitu Bismuth Sulphite gar (BSA), Salmonella – Shiggella Agar, dan Brilliant Green Agar(BGA), dengan cara goresan. Kemudian diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 24 jam. Setelah inkubasi, diamati adanya koloni Salmonella dengan ciri-ciri sebagai berikut pada media BGA, tidak berwarna, merah muda, tidak jelas atau kabur dengan media sekeliling berwarna merah muda sampai merah, pada SSA, tidak berwarna, merah muda yang pucat, bening, kabur, ada titik hitam pada bagian tengah sel, pada BSA, berwarna coklat, hitam kadang – kadang memberi cahaya metalik, sekeliling media berwarna coklat pada mulanya berubah menjadi hitam dengan makin lamanya inkubasi, koloni berwarna hijau dengan sedikit atau tanpa terjadinya warna gelap disekeliling media. Apabila pada agar-agar tersebut tidak ditemukan koloni tersangka maka diinkubasikan kembali selama 24 jam. Setiap koloni tersangka Salmonella dipindahkan ke agar miring Triple Sugar Iron Agar (TSIA) dengan cara menggoreskannya, lalu diinkubasikan pada suhu 35 0C selama 24 jam. TSIA yang tersangka ditumbuhi Salmonella akan menunjukan terbentuknya warna merah dengan atau tidak disertai timbulnya H2S yang warnanya hitam.

Page 6: 1gelatin nila

6

Uji Organoleptik (Soekarto dan Hubeis, 1991) Uji organoleptik dilakukan melalui uji segitiga (Triangle Test). Sejumlah sampel disajikan bersama dengan pembanding. Kemudian sifat mutu yang meliputi warna, bau dan penampakan dinilai apakah lebih baik, sama atau kurang. Pembanding yang digunakan adalah gelatin standard dan gelatin komersial. Panelis yang menilai adalah panelis terlatih sebanyak 15 orang. Data hasil respon dari 15 orang panelis terlatih dianalisa dengan cara tabel. Tabel yang digunakan adalah tabel beda nyata pada uji segitiga dengan hipotesis berekor satu. Jika jumlah panelis 15 orang, maka untuk dinyatakan berbeda nyata, jumlah respon yang terkecil terhadap pembanding harus mencapai 9 orang pada beda nyata tingkat 5% atau mencapai 10 orang pada beda nyata tingkat 1%. Analisa Logam Berat Kandungan logam berat yang dianalisa adalah Hg, Pb, As, Zn, dan Cu menggunakan Atomic Absorbtion Spectrophotometer (AAS). Sebanyak 5 – 6 mL HCl 6 N ditambahkan ke dalam cawan/pinggan berisi abu hasil pengabuan kering kemudian dipanaskan di atas hot plate dengan pemanasan rendah sampai kering. Setelah itu ditambahkan 15 mL HCl 3 N, lalu cawan dipanaskan di atas pemanas sampai mulai mendidih. Setelah didinginkan dan disaring, filtrat dimasukan ke dalam labu takar dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Blanko disiapkan menggunakan pereaksi yang sama. Alat AAS diset sesuai interuksi dalam manual alat tersebut. Larutan standar logam, blanko dan sampel diukur. Selama penetapan sampel, dilakukan pemeriksaan apakah nilai standar tetap konstan, kemudian dibuat kurva standar untuk masing-masing logam (nilai absorbsi/emisi vs konsentrasi logam dalam µg.Ml). Analisa Asam Amino (Muchtadi, dkk, 1992) Sebanyak 0,2 g sampel disiapkan dalam tabung reaksi tertutup dan ditambahkan sebanyak 5 mL HCl 4 N. Sampel dimasukan dalam oven dengan suhu 100 0C selama 18 – 24 jam. Selanjutnya sampel disaring dengan kertas saring whatman nomor 40. Hasil hidrolisis dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 30 L larutan pengering, lalu dikeringkan dengan pompa vakum bertekanan 50 ton. Sampel yang telah dikeringkan diencerkan dengan 200 L larutan pengencer natrium asetat 1 M. Sampel siap dianalisa dengan menggunakan HPLC Waters Associates. Kondisi HPLC pada saat dilakukan analisis:

- Temperatur kolom : 38 0C - Kolom : picotag 3,9 x 190 nm coulomb - Kecepatan alir : sitem linier gradient - Batas tekanan : 3000 psi - Program : gradient - Fase gerak : Aseton 60 % - Buffer Natrium asetat 1 M, pH 5,75 - Detektor : UV, panjang gelombang 254 nm Konsentrasi asam amino (%) = Ac x Bs x BM x Pp x 100 % As Bc

Page 7: 1gelatin nila

7

Keterangan : Ac = Luas area sampel As = Luas area standar Bc = Berat sampel (µg) Bs = Berat standar (µg) BM = Berat molekul masing-masing asam amino Pp = Faktor pengencer (1,5) HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 1.1.1. Gelatin dari Kulit Ikan Nila yang Telah Dikeringkan

Dari serangkai produksi gelatin skala pilot yang telah dilakukan dapat dilihat

pada tabel. Rendemen Gelatin Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam menilai efektif atau tidaknya suatu proses produksi glatin. Effisien dan efektifnya proses ekstraksi pembuatan gelatin dapat dilihat dari nilai rendemen yang dihasilkan. Rendemen dihitung berdasarkan perbandingan antara gelatin kering yang dihasilkan dengan berat basah bahan baku atau kulit. Rendemen gelatin dari kulit ikan nila yang dibuat berdasarkan perendaman asam sitrat pH 3 berkisar antara 8,6 sampai dengan 18,4%. Sedangkan gelatin yang diperoleh melalui ekstraksi kolagen secara bertingkat adalah 14 – 28% terhadap bahan baku (Glicksman, 1969). Rendemen setiap kali ulangan berbeda-beda, hal ini kemungkinan disebabkan oleh proses penirisan kulit yang kurang sempurna setelah pencucian yang mengakibatkan kandungan air kulit menjadi tinggi sehingga pada saat penimbangan bobot yang terhitung bukan bobot murni kulit.

Kandungan air yang tinggi dari bahan dapat mempengaruhi proses perendaman bahan, karena sifat air dapat mengencerkan larutan asam yang digunakan sehingga proses perendaman menjadi kurang efektif. Efektifitas proses perendaman kulit akan semakin tinggi apabila kadar air bahan bias dikurangi terlebih dahulu sebelum perendaman, contohnya dengan cara diperas atau dikeringkan. Selain pada proses produksi, pada proses pengeringan dalam oven, apabila tidak dilakukan dengan sempurna, maka akan mempengaruhi kadar air.

Page 8: 1gelatin nila

8

Viskositas Gelatin Sifat fungsional hidrokoloid yang paling utama adalah dalam proses pengentalan dan pembentukan gel. Staisby (1977) menyatakan bahwa viskositas larutan gelatin tergantung pada tingkat hidrodinamik (tingkat dispersi) antara molekul-molekul gelatin sendiri. Disamping itu, viskositas tergantung pada temperature (di atas 40 0C viskositas menurun secara eksponensial dengan naiknya suhu), pH (viskositas terendah pada titik isoelektrik) dan konsentrasi dari larutan gelatin. Viskositas yang diperoleh dari penelitian ini berkisar antara 2.0 – 5.0 cPs. Nilai ini telah memenuhi standar gelatin farmasi menurut Fish Gelatin (2003).

Gambar 1.1.2. Gelatin dari Kulit Ikan Nila

Menurut Glicksman (1969), residu mineral yang tertinggal dalam gelatin dapat mempengaruhi karakteristik gelatin tersebut. Aldehyde yang mempertahankan ikatan silang (cross-link) dalam molekul gelatin akan membentuk polyaldehyde dengan residu mineral tersebut, sehingga menurunkan kelarutan dalam air dan meningkatkan viskositasnya. Disamping residu mineral, pH juga mempengaruhi viskositas gelatin yang dihasilkan. Peningkatan nilai pH gelatin dari kulit ikan nila berhubungan dengan meningkatnya residu mineral gelatin, khususnya residu mineral kalsium. Nilai pH yang meningkat tersebut menyebabkan konsentrasi larutan gelatin meningkat, sehingga viskositas yang dihasilkan semakin besar. pH Gelatin Pengukuran nilai pH larutan gelatin sangat penting dilakukan, karena nilai pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin yang lainnya seperti viskositas dan kekuatan gel (Astawan et al, 2002). Menurut GMIA (2001), nilai pH gelatin berkisar antara 5,0 – 7,5. Gelatin dengan nilai pH netral akan bersifat stabil dan penggunaannya akan lebih luas. pH gelatin berdasarkan standar mutu gelatin secara umum diharapkan mendekati pH netral (pH 7). Nilai pH gelatin ikan nila yang diperoleh berkisar antara 4,96 – 5,9. Nilai pH gelatin berhubungan lansung dengan proses yang digunakan untuk membuatnya. Proses asam cenderung menghasilkan nilai pH rendah, sedangkan proses basa memiliki kecenderungan menghasilkan pH yang tinggi. Mengetahui pH dari gelatin akan memudahkan dalam aplikasinya, misalnya gelatin dengan nilai pH netral akan sangat baik bila digunakan untuk produk farmasi, daging, fotografi, cat, dan sebaginya. Sedangkan gelatin dengan nilai pH rendah akan sangat baik digunakan dalam produk juice, jelly, sirop, dan lain sebagainya. Daya mengikat air, viskositas, dan kapasitas emulsi bahan kolagen yang diekstrak dari jaringan otot dan kulit ikan sangat dipengaruhi oleh pH dan konsentrasi NaCI (Montero dan Bonderias, 1991, Montero et. al, 1991)

Page 9: 1gelatin nila

9

Tabel 1.1.1. Rendemen Limbah Kulit Ikan Nila

No Panjang

Total (cm)

Panjang Standar

(cm)

Lebar (cm)

Tinggi (cm)

Berat Total (gr)

Fillet Skin On

(gr)

Fillet Skin Less

(gr)

Isi Perut (gr)

Berat Kepala

(gr)

Berat Kulit (gr)

Tulang+Daging

(gr)

Tulang Bersih

(gr)

Tetelan Daging

(gr) 1 37 31 13 5.5 1100 280 220 50 300 60 160 100 50 2 32 25 11 5 550 235 200 25 195 45 160 100 50 3 37 30.5 13 6.5 1120 495 420 75 405 90 175 120 50 4 28 21.5 9.5 4.5 430 160 135 20 160 35 100 60 25 5 35 29 11.5 5.5 960 360 305 50 365 70 175 120 45 6 33 27 10.5 5.5 710 285 230 70 310 65 175 115 55 7 33 27.5 10.5 4.5 730 260 220 55 290 65 140 105 25 8 32 26 10.5 5.5 720 330 260 50 325 60 115 80 25 9 43 36 14 6.5 1550 590 500 120 585 130 330 250 75 10 35.5 28.5 12 5.5 920 330 270 60 340 85 225 170 50 11 30.5 25.5 10 4.5 590 255 215 45 225 60 145 100 35 12 31 25.5 11 5 680 270 195 50 235 60 135 95 30 13 34 28.5 11.5 5 880 335 275 70 290 65 185 135 45 14 30 25 10.5 5 690 295 240 50 245 60 145 105 30 15 41 34 14 6.5 1450 790 600 100 440 190 230 210 50 16 46 38.5 11 7.5 1800 810 640 150 715 180 340 250 80 17 35 29 10.5 5.5 720 320 250 60 260 45 165 130 25 18 29 24 10.5 4 375 165 130 30 170 40 95 65 20 19 27.5 22 9.5 4.5 320 190 160 30 180 40 80 55 10 20 28 23 9.5 4 325 180 120 20 135 50 115 75 30 21 27.5 22.5 9.5 3.5 300 210 140 25 180 60 80 60 10 22 27.5 23 9 4 325 165 120 20 160 35 100 70 25 23 28 23 9 4 350 175 130 25 170 35 200 170 25 24 27 22 9.5 3.5 300 160 120 20 50 30 95 65 20 25 28 23 8.5 3.5 320 165 130 25 150 30 100 80 15 32.6 26.8 10.8 4.98 728.6 312.4 249 51.8 275.2 67.4 158.6 115.4 36

Page 10: 1gelatin nila

10

Tabel 1.1.2. Rendemen Kandungan Kimiawi dan Fisik Gelatin Kulit Ikan Nila

No Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Kadar Lemak

(%)

Kadar Protein

(%)

Derajat Putih

Gel Strenght (g/cm2)

pH Viskositas (cPs)

Titik Leleh (oC)

Titik Gel (oC)

1. 11.53 1.23 0.17 87.01 29.50 143.00 5.30 4.00 29.00 9.00

2. 10.57 0.68 0.18 88.46 33.00 163.20 4.96 2.00 28.00 7.00

3. 11.31 0.67 0.21 87.78 32.50 133.50 5.07 3.00 30.00 10.00

4. 10.43 0.51 0.04 88.96 31.00 136.50 4.82 3.00 35.00 10.00

5. 11.10 0.50 0.30 86.50 35.60 153.30 5.20 3.00 17.00 4.00

6. 10.95 0.33 0.06 88.60 2.20 184.70 5.47 2.00 28.00 6.00

7. 10.30 0.48 0.10 86.70 30.00 139.00 4.50 4.00 31.00 10.00

8. 11.20 0.63 0.25 87.50 31.60 144.00 5.00 3.00 21.00 10.00

9. 6.58 0.40 0.14 87.40 30.30 184.70 5.90 5.00 24.50 9.00

10. 8.00 0.45 0.16 86.92 29.95 145.30 5.90 4.50 23,90 9.00

11 7.20 0.40 0.10 87.23 30.15 131.10 5.90 4.50 24,10 10.00

12. 7.90 0.40 0.13 87.13 30.40 163.20 5.90 5.00 24,20 9.00

13. 7.70 0.30 0.09 86.98 29.90 126.50 5.90 4.500 24.00 9.00

9.60 0.54 0.15 87.47 28.93 149.85 5.37 3.65 20.58 8.61

Page 11: 1gelatin nila

11

Tabel 1.1.3. Rendemen Gelatin dari Kulit Ikan Nila No. Berat Kulit

(g) Berat

Rendemen (g)

No. Berat Kulit (g)

Berat Rendemen

(g) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

5000 5000 5000 5000 5000 5000 5000

8.6 8.6 10.6 14.7 15.0 14.8 14.8

8. 9. 10. 11. 12. 13.

5000 5000 5000 5000 5000 5000

18.4 15.6 15.2 12.0 14.4 15.2

Kekuatan Gel Gelatin Gelatin merupakan hidrokoloid yang terkait fungsinya untuk meningkatkan kekentalan dan membentuk gel dalam berbagai produk pangan. Gelatin sangat efektif dalam membentuk gel. Satu bagian gelatin dapat mengikat 99 bagian air untuk membentuk gel. Efektifitas gelatin sebagai pembentuk gel berasal dari susunan asam aminonya yang unik (Fardiaz, 1989). Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan yang terbaik dalam proses ekstraksi gelatin, karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversible. Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas penggunaannya, baik dalam pangan, farmasi, dan bidang-bidang lainnya. Nilai kekuatan gel kulit ikan nila yang diperoleh dalam penelitiaan ini adalah antara 126,5 – 184,7 bloom. Jika ditinjau dari nilai kekuatan gel gelatin ikan nila antara 126,5 – 184,7 g/bloom, gelatin ini sudah memenuhi gelatin standar pangan yang dikeluarkan oleh Norland produk yaitu sebesar 100 – 220 g/bloom dan standar gelatin yang dikeluarkan oleh Glicksman (1969) yaitu 50 – 300 g/bloom. Kadar Air Kadar air adalah kandungan air bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah dan berat kering (Syarief dan Halid, 1993). Kadar air merupakan parameter penting dari suatu produk pangan, karena kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan tersebut (Winarno, 1997). Peranan air dalam bahan pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi aktivitas metabolisme seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba, dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan dan reaksi non enzimatis, sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. (Syarief dan Halid, 1993). Hasil pengukuran kadar air gelatin kulit ikan nila berkisar antara 7,2 – 11,52% jauh dibawah nilai gelatin standar yaitu 16% (SNI 06–3735, 1995), sedangkan kisaran mutu gelatin farmasi sebesar 14% (Fish Gelatin, 2003). Rendahnya kadar air ini diduga disebabkan oleh pendeknya waktu perendaman dalam asam yaitu selama 2 jam, dimana jumlah air yang diserap sangat sedikit, apabila perendaman mencapai taraf maksimal, gelatin yang terkonversi mengikat air sehingga meningkatkan kadar air bahan dan kehilangan air selama proses pengeringan. Gelatin dari kulit ikan nila yang dihasilkan dengan pengeringan sistim dehumidifier pada suhu 55 oC selama 8 jam.

Page 12: 1gelatin nila

12

Kadar Abu Abu merupakan residu anorganik dari pembakaran bahan-bahan organik dan biasanya komponen-komponen tesebut terdiri dari kalsium, natrium, besi, magnesium, dan mangan. Abu yang terbentuk berwarna putih abu-abu, berpartikel halus dan mudah dilarutkan. Tujuan utama dari analisa kadar abu adalah untuk mengetahui secara umum kandungan mineral yang terdapat dalam bahan. Menurut Apriyantono et. al, (1989) menyatakan bahwa nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut. Hasil analisa kadar abu gelatin kulit ikan nila (table 1.1.2) berkisar antara 0,3 – 1,23%, ini termasuk dalam kisaran standar kadar abu gelatin yang tidak lebih dari 3% (Food Chemical Codex, 1996) dan standar mutu kadar abu gelatin farmasi yaitu 1 – 2% (Fish Gelatin, 2003). Dengan demikian berdasarkan kadar abu, gelatin kulit ikan nila sudah memenuhi standar mutu gelatin farmasi. Tabel 1.1.4. Sifat Kimia Gelatin Kulit Ikan Nila, Gelatin Komersial dan Gelatin

Standar Laboratorium

Parameter Gelatin

Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab Kadar air (%) Kadar Abu (%) Kadar Lemak (%) Kadar Protein (%) Nilai pH

9,14 0,35 0,13 87,57 5,84

11,66 1,66 0,23 85,59 7,1

11,45 0,52 0,25 87,28 5,0

Kadar Lemak Penentuan kadar lemak digunakan untuk mengetahui kemungkinan daya simpan produk, karena lemak berpengaruh pada perubahan mutu selama penyimpanan. Lemak berhubungan dengan mutu dimana kerusakan lemak dapat menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpangan rasa dan bau (Winarno, 1997). Gelatin yang bermutu tinggi diharapkan memiliki kandungan lemak yang rendah, bahkan diharapkan tidak mengandung lemak. Jobling dan Jobling (1983) menyatakan bahwa kadar lemak yang tidak melebihi batas 5% merupakan salah satu persyaratan mutu penting gelatin. Rendahnya kadar lemak ini memungkinkan tepung gelatin dapat disimpan dalam waktu relatif lama tanpa menimbulkan bau dan rasa tengik. Tabel 2 menunjukan bahwa hasil analisa kadar lemak gelatin kulit ikan nila berkisar antara 0,05 – 0,30%. Dari hasil analisa kadar lemak ini dimungkin untuk menyimpan gelatin dari kulit ikan nila dalam batas waktu yang relatif lama tanpa menimbulkan perubahan mutu yang berarti. Kadar lemak gelatin tergantung pada perlakuan (treatment) selama proses pembuatan gelatin baik pada tahap pembersihan kulit (degreasing) hingga pada tahap penyaringan filtrat hasil ekstraksi, dimana setiap perlakuan yang baik akan mengurangi kandungan lemak yang ada dalam bahan baku sehingga produk yang dihasilkan memiliki kadar lemak yang rendah. Ini menunjukan bahwa perlakuan yang digunakan dalam proses pembuatan gelatin dari kulit ikan nila sudah sangat efisien.

Page 13: 1gelatin nila

13

Kadar Protein Gelatin merupakan salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis kolagen, pada dasarnya memiliki kadar protein yang tinggi. Gelatin merupakan bahan makanan tambahan berupa protein murni, yang diperoleh dari penguraian kolagen dengan penggunaan panas. Tingginya kadar protein dari gelatin kulit ikan nila menunjukan bahwa gelatin tersebut memiliki mutu yang baik. Berdasarkan berat keringnya gelatin terdiri dari 98 – 99% protein. Kandungan Mikrobiologi Analisa mikrobiologi gelatin ikan nila dilakukan terhadap Total Plate Count (TPC), Eschercia coli dan Salmonella yang merupakan parameter mikrobiologi yang kritis pada produk pangan (gelatin). Sebagaimana diketahui bahwa gelatin sebagai nutrient yang sangat baik untuk kebanyakan bakteri, karenanya dalam proses pengolahannya harus secara hati-hati untuk menghindari kontaminasi. Beberapa negara mempunyai spesifikasi tertentu mengenai kandungan mikrobiologi gelatin, biasanya hal itu tidak begitu berbeda. Total Plate Count untuk mesophylic yang berlaku secara umum adalah 1000, dimana beberapa negara membatasi kehadiran E. coli, Salmonella, spora Clostridium, Staphylococcus, dan pakan kadang-kadang Pseudomonas (Gelatin Food Science, 2002). Tabel 1.1.5. Kandungan Mikrobiologi Gelatin Kulit Ikan Nila, Komersial, dan Standar Laboratorium

Parameter Gelatin Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab

Total Plate Count Eschercia coli Salmonella

3,85 x 104

<3 negatif

5,7 x 109 negatif negatif

4,0 x 109 negatif negatif

Hasil analisa mikrobiolagi terhadap gelatin kulit ikan nila mempunyai nilai total plate count sebesar 3,85x104, lebih kecil bila dibandingkan nilai total plate count gelatin komersial maupun gelatin standar laboratorium yaitu sebesar 5,7x109 dan 4,0x109, sedangkan untuk nilai E. coli sebesar <3 lebih besar dari gelatin komersial maupun standar laboratorium. Uji Organoleptik Sifat organoleptik dari gelatin kulit ikan nila diuji dengan menggunakan uji pasangan segitiga terhadap gelatin standar laboratorium dan gelatin komersial. Sifat organoleptik yang diamati pada penelitian ini adalah aroma/bau, penampakan, dan warna.

Page 14: 1gelatin nila

14

Gambar 1.1.3. Hasil Uji Organoleptik Menyatakan Untuk Uji Hedonik

Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap uji hedonik berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel memberikan pengaruh yang nyata di antara sampel tersebut. Panelis menilai gelatin yang disimpan dalam wadah plastik dan botol mulai dari agak tidak suka sampai netral sedangkan untuk gelatin yang komersial, panelis memberikan nilai mulai suka sampai sangat suka. Bila tingkat kesukaan diurutkan berdasarkan penilaian panelis, maka gelatin komersial menduduki peringkat pertama lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah botol dan peringkat terakhir gelatin yang disimpan dalam wadah plastik.

Gambar 1.1.4. Hasil Uji Organoleptik Menyatakan Untuk Uji Warna

Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap warna gelatin berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel memberikan pengaruh yang nyata di antara sampel dengan intensitas warna dari kuning kecoklatan sampai coklat kehijauan. Bila diurutkan berdasarkan penilaian panelis terhadap intensitas warna, gelatin komersial menduduki peringkat pertama mulai dari warna kuning sampai kuning kecoklatan lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik dan peringkat terakhir adalah gelatin yang disimpan dalam wadah botol, dimana antara gelatin yang disimpan dalam wadah plastik maupun botol, intensitas warna nya tidak begitu berbeda nyata.

HASIL PENILAIAN HEDONIK "GELATIN"

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

912 274 653

KODE SAM P E L

HEDONIK

HASIL PENILAIAN WARNA "GELATIN"

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

912 274 653

KODE SAM P E L

WARNA

Page 15: 1gelatin nila

15

Gambar 1.1.5. Organoleptik Menyatakan untuk Uji Bau

Hasil analisa Kruskal wallis dan grafik penilaian terhadap bau gelatin berdasarkan penilaian panelis dari ketiga sampel tidak menunjukkan beda nyata terutama antara gelatin komersial dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik. Bila diurutkan berdasarkan penilaian panelis, gelatin komersial menduduki peringkat pertama lalu diikuti dengan gelatin yang disimpan dalam wadah plastik yang dimulai dari agak bau ikan sampai dengan tidak bau ikan dan peringkat terakhir adalah gelatin yang disimpan dalam wadah botol mulai dari bau ikan sampai agak bau ikan. Komposisi Asam Amino Tabel 1.1.6. Komposisi Asam Amino Gelatin Kulit Ikan Nila, Komersial dan Standar Laboratorium

Asam Amino Gelatin (%)

Kulit Ikan Nila Komersial Standar Lab Asam aspartat Asam glutamate Serin Glisin Histidin Arginin Theonin Alanin Prolin Tirosin Valin Methionin Sistin Isoleusin Leusin Phenilalanin Lisin Hidroksilisin

2,97 3,16 2,78 12,49 2,01 1,86 1,71 1,50 15,05 2,95 1,39 1,70 1,39 1,52 12,04 2,47 2,16 6,12

4,93 9,43 2,18 23,01 0,03 8,95 2,87 10,24 12,34 0,15 1,60 0,55 0,07 1,13 - 1,92 2,86 -

5,15 9,47 1,97 23,13 0,02 8,12 2,93 10,07 12,54 0,11 1,26 0,42 0,10 1,03 - 1,96 1,53 -

HASIL PENILAIAN BAU "GELATIN"

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

912 274 653

KODE SAM P E L

BAU

Page 16: 1gelatin nila

16

Gelatin sebagai protein hasil ekstraksi dari kolagen memiliki komposisi asam amino yang mirip dengan asam amino yang dikandung oleh kolagen. Menurut Eastoe dan Leach (1977) bahwa molekul kolagen tersusun dari kurang lebih dua puluh asam amino yang memiliki bentuk berbeda-beda tergantung pada sumber bahan bakunya. Asam amino glisin, prolin dan hidroksi prolin merupakan asam amino utama kolagen Asam amino aromatik dan sulfur terdapat dalam jumlah sedikit. Komposisi asam amino sangat penting dalam karakteristik sifat gelatin. Pada analisa komposisi asam amino, penentuan dilakukan dengan teknik High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Logam Berat

Logam berat seperti merkuri, krom, cadmium, arsen, dan timbal mempunyai berat molekul yang besar. Logam berat terakumulasi di dalam tubuh makhluk hidup yang mengakibatkan kadarnya lebih besar daripada kadarnya di lingkungan dan akan meningkat seiring dengan meningkatnya posisi organisme pada rantai makanan.

Analisis logam berat sangat penting bagi produk seperti gelatin kulit ikan nila, antara lain untuk menentukan apakah gelatin tersebut aman digunakan atau dikonsumsi terutama dalam produk farmasi (obat-obatan) dan produk pangan. Tabel 1.1.7. Kandungan logam berat pada gelatin kulit ikan nila, gelatin komersial, dan

gelatin standar laboratorium

Jenis Logam Gelatin

Kulit Ikan Nila (mg/kg)

Komersial (mg/kg)

Standar Lab (mg/kg)

Raksa (Hg) Ttd Ttd Ttd Timbal (Pb) Ttd Ttd Ttd Tembaga (Cu) 5,11 7,75 4,85 Arsen (As) Ttd Ttd Ttd Seng (Zn) 15,24 21,35 11,87

Hasil analisa logam berat dari ketiga jenis gelatin tersebut (Tabel 1.1.7) menunjukkan bahwa kandungan logam berat dalam gelatin komersial lebih tinggi dibandingkan kedua jenis gelatin lainnya. Akan tetapi, secara umum konsentrasi logam berat dalam ketiga jenis gelatin tergolong rendah, sesuai dengan standar mutu gelatin farmasi (Fish, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa gelatin yang diproduksi dari kulit ikan nila dapat digunakan dalam industri farmasi dan pangan. Analisa Ekonomi

Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila juga dilakukan dalam kegiatan ini. Hasil pengamatan ditunjukkan dalam tabel 1.1.8 dan 1.1.9. Secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-

Page 17: 1gelatin nila

18

Tabel 1.1.8. Tahapan Proses, Kebutuhan Bahan dan Alat, serta Kapasitas Alat

JenisRendemen

atau DosisJumlah Satuan Jenis Kapasitas Satuan

1 Pencucian Kulit 750.00 kg

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 3.00 m3

Mollen 9.00 m3

2 Soaking Kulit 1.19 892.50 kg

Sandosinil 0.00 0.75 kg

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 3.14 m3

Mollen 9.43 m3

3 Dehairing Kulit 1.22 915.00 kg

Kapur tohor 0.03 22.50 kg

Na2S 0.02 15.00 kg

Air 2.00 1.50 m3

TOTAL 2.14 m3

Mollen 6.41 m3

4 Pencucian Kulit 1.69 1267.50 kg

Air 3.00 7.50 m3

TOTAL 8.77 m3

Mollen 26.30 m3

5 Penyesetan lemak Kulit 1.69 1267.50 kg Flesher 1267.50 kg

TAHAPAN PROSES, BAHAN, ALAT DAN KAPASITAS

Bahan

No. Tahap proses

Alat

17

Page 18: 1gelatin nila

19

6 Perajangan Kulit 1.02 1140.75 kg Perajang 1140.75 kg

7 Degreasing kimiawi Kulit 0.95 712.50 kg

Sandosinil 0.01 7.50 kg

Air 2.00 1.43 m3

TOTAL 2.15 m3 Mollen 6.44 m3

8 Pencucian Kulit 0.85 637.50 kg

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 2.89 m3 Mollen 8.66 m3

9 Perendaman kapur Kulit 0.85 637.50 kg

Kapur tohor 0.15 112.50 kg

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 3.00 m3 Bak perendam 6.00 m3

10 Netralisasi Kulit 1.44 1080.00 kg

Amonium sulfat 0.01 7.50 kg

Air 2.00 1.50 m3

TOTAL 2.59 m3 Mollen 7.76 m3

11 Pencucian Kulit 1.44 1080.00 kg

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 3.33 m3 Mollen 9.99 m3

12 Ekstraksi I Kulit 1.44 1080.00 kg

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 3.33 m3 Ekstraktor 3.33 m3

18

Page 19: 1gelatin nila

20

13 Filtrasi I Larutan 1.34 1.01 m3 Filter vakum 1.01 m3

14 Ekstraksi II Ampas filter I 2.18 1.64 m3

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 3.89 m3 Ekstraktor 3.89 m3

15 Filtrasi II Larutan 2.51 1.88 m3 Filter vakum 1.88 m3

16 Ekstraksi III Ampas filter II 0.66 0.50 m3

Air 3.00 2.25 m3

TOTAL 2.75 m3 Ekstraktor 2.75 m3

17 Filtrasi III Larutan 0.66 0.50 m3 Filter vakum 0.50 m3

18 Deionisasi Larutan 6.42 4.82 m3 Ion exchanger 4.82 m3

19 Filtrasi Larutan 4.82 m3 Filter vakum 4.82 m3

20 Pemekatan Larutan 4.82 m3 Membran ultra 4.82 m3

21 Sterilisasi Larutan 2.26 1.70 m3 Sterliser 1.70 m3

22 Pendinginan Larutan 1.70 m3 Chiller 1.70 m3

23 Ekstrusi Gel 2.11 1.58 m3 Ekstrusi 1.58 m3

24 Pengeringan Gel pasta 2.04 1530.00 kg Pengering 1530.00 kg

25 Penggilingan Gelatin kering 0.20 150.00 kg Penggiling 150.00 kg

26 Pengemasan Gelatin butiran 150.00 kg Pengemas 150.00 kg

19

Page 20: 1gelatin nila

21

Tabel 1.1.9. Analisa Pembiayaan Produksi Gelatin Kulit Ikan Nila

Harga Biaya

Jenis

Rendemen

atau Dosis Jumlah Satuan (Rp) (Rp)

1 Persiapan bahan baku kulit ikan nila 100.00 kg 10,000 1,000,000

2 Pencucian Air 200% 0.20 m3 200 40

3 Perendaman Air 100% 0.10 m3 200 20

Asam sitrat 1% 1.00 kg 25,000 25,000

4 Pencucian Air 500% 0.50 m3 200 100

5 Ekstraksi I Air 300% 0.30 m3 200 60

6 Ekstraksi II Air 30% 0.03 m3 200 6

7 Penyaringan 0

8 Pemekatan 0

9 Pendinginan 0

10 Ekstruksi 0

11 Pengeringan 0

12 Penepungan 0

13 Pengemas 15% 15.00 kantong 200 3,000

1,028,226

No. Tahap proses

Jumlah

TAHAPAN PROSES, BAHAN, ALAT DAN KAPASITAS KULIT IKAN NILA

Bahan

20

Page 21: 1gelatin nila

22

Jenis Kapasitas Satuan

1 Persiapan bahan baku wadah plastik 200 ltr 0.00

2 Pencucian wadah plastik 500 ltr 0.00

3 Perendaman 0.00

wadah plastik 500 ltr 0.00

4 Pencucian mesin cuci 500 ltr 1.50 0.25 375.00

5 Ekstraksi I ekstraktor 500 ltr 1.50 4.00 400.00 6.00 36000.00

6 Ekstraksi II ekstraktor 1.50 1.00 100.00 1.50 9000.00

7 Penyaringan filter vibrator 500 ltr 0.75 1.50 1125.00 3.00

8 Pemekatan evaporator 600 ltr 6.00 27.00 162000.00 27.00 162000.00

9 Pendinginan chillroom 0.75 12.00 9000.00

10 Ekstruksi ekstruksi 60 ltr 0.00

11 Pengeringan pengering 54 kg 2.20 8.00 17600.00 2.00

12 Penepungan penggiling 15 kg 0.75 0.17 125.00

13 Pengemas pengemas 1.00 kg 0.50 0.13 62.50 2.00

190,788 7 238,000

1,457,014

Biaya

Tenaga Kerja

Daya

(KW)

Waktu kerja

(jam) Biaya (Rp)

Bahan bakar

(kg)Biaya BB (Rp)

Tenaga kerja

(HOK)

Jumlah

Jumlah (=1.028.226 + 190.788 + 238.000)

No. Tahap prosesAlat

21

Page 22: 1gelatin nila

22

KESIMPULAN 1. Analisa terhadap gelatin dari kulit ikan nila memberikan nilai rendemen 13,69%;

kadar air 7,43%; kadar abu 0,54%; kadar protein 87,96; kadar lemak 0,10%; pH 5,37; derajat putih 32,18; viskositas 3,65 cps; kekuatan gel 143,4 gr/bloom; titik leleh 27,5

0C; dan titik gel 5,08

0C. Sedangkan pengamatan organoleptik terhadap

gelatin adalah yang terbaik menunjukan warna tidak berbeda nyata dengan gelatin komersial yaitu berwarna kuning kecoklatan.

2. Analisa ekonomi terhadap produksi gelatin dari kulit ikan Nila telah dilakukan. Hasil kegiatan tersebut menunjukkan bahwa untuk memproses 100 Kg kulit ikan nila dibutuhkan biaya sebesar Rp. 1.457.014,-, didapatkan gelatin sebanyak 14 kg, jadi biaya untuk memproduksi gelatin sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 100.000,-

DAFTAR PUSTAKA AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of Association OfficiaL Agricultural

Chemist. Washington, DC. Apriyantono A., Fardiaz D., Puspitasari N., Yasri S., Budyanto S., 1989. Analisis

Pangan, IPB Press. Bogor. Astawan M., Haryadi A., 2002. Analisis Sifat Reologi Gelatin dari Kulit Ikan Cucut.

Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 8 (1). Hal. 38 – 46. Aviana, T. 2002. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Larutan Perendam serta Metode

Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Gelatin dari Kulit dan Tulang Cucut. Skripsi. Fakultas Teknik Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik. 2002. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri Impor, Jakarta. Ballian, G. and J. H. Bowes. 1969. The Structure and Properties of Colagen. In: A.G.

Ward and A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press. London, New York.

British Standard 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatins

Bucle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wootton, M. 1987. Ilmu Pangan, Terjemahan. Purnomo H, Adiono, UI Press, Jakarta.

Charley, H. 1982. Food Science. 2nd ed. John Willey and Sons. New York. Estoe, J. E., Leach, A. A. 1977. Chemical Constitution of Gelatin.In: Ward, A. G.,

Courts, A. The Science and Technology of Gelatin, Academic Press. New York Fardaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Page 23: 1gelatin nila

23

Gelatin Food Science. 2002. Gelatin. http:///www.gelatin.co.za/gltnl.html. Diakses tanggal 5 September 2005.

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry, Academic Press, New York. Gomez-Guillen, M. C, Montero, P. 2001. Extaction of Gelatin from Megrim

(lepidorhombius boscii) Skin with Several Organic Acids. J. Food Sci – 66(2): 213 – 216.

Gudmunsson, M., Hafsteinsson, H. 1997. Gelatin From Cod Skin As Affecied by

Chemical Treatments. J. Food Sci. 62 (1): 37 – 39, 47. Hinterwaldner, R. 1977. Tecnology of Gelatin Manufacture. In: Ward, A. G., Courts, A.

(ed). The Science and Tecnology of Gelatin. Academic Press. New York. Johns, P. 1977. The Structure and Composition of Collagen Containing Tissue. In:

Ledward, D. A., Taylor, A. J., Lawrie, R. A. (ed). Upgrading Waste for Fee and Food. Butterworths. London.

King, W, 1969. Gelatin. In: Glicksman, M. (ed). Gum and Technology in Food

Industry. Academic Press. New York. Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika – Majelis Ulama Indonesia

(LPPOM – MUI). 1997. Tulang yang Berserakan. 3. Halal. 3(8), 7 – 13. Leueriberger , B. H. 1991. Investigation of the Viscocity and Gelation Properties of

Different Mammalian and Fish Gelatins. Food Hydrocolloids 5, 353 – 361. Montero, P., Borderlas, J. 1991. Emulsifying Capacity of Colagenous Material from

Muscie and Skin of Hake (Merluccius merluccius) and Trout (Salmo irideus Gibb): Effect of pH and NaCl Concentration. Food Chem. 41: 251 – 267.

Norland, R. E. 1993. Fish Gelatin. In: Volght, M. N., Botta, J. K. (ed). Advances in

Fisheries Technology and Biotechnology for Increased Profitability, Lancaster, pa: Technomic Pub, Co.

SNI 01-2332. 1991. Metode Pangujian Mikrobiologi Produk Perikanan: Penentuan

Escherererhia coli. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. SNI 01-2335. 1991. Metode Pengujian Mikrobiologi Produk Perikanan: Penantuan

Salmonella. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. SNI 01-2339. 1991. Penentuan Total aerobic Plate Count (TPC). Dewan Standarisasi

Nasional, Jakarta. SNI 06-3735. 1991. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Page 24: 1gelatin nila

24

Soekarto ST, Hubeis M, 1991. Metodologi Penelitian Organoleptik. Program Studi Ilmu Pangan, IPB, Bogor.

Stainsby, G. 1977. The Gelatin, Gel and The Sol-Gel and Transformation. In:

Ward A. G, Court A. (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York.

SNI 01–2339. 1991. Penentuan Total Aerobic Plate Count (TPC). Dewan Standarisasi

Nasional, Jakarta. SNI 06–3735. 1991. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta. Soekarto, S. T., Hubeis, M. 1991. Metodologi Penelitian Organoleptik. Program Studi

Ilmu Pangan, IPB, Bogor. Stainsby, G. 1977. The Gelatin, Gel and the Sol–Gel in Transformation. In: Ward, A.G.,

Court, A. (ed). The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York.

Suzuki, T. 1981. Fish and Krill Protein Processing Technology, Applied Science

Publisher, Ltd. London. Syarief, R., dan Halid, H., 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta. Utama, H. 1997. Gelatin yang Bikin Heboh. Jurnal Halal. LPPOM – MUI. No.18. hal:

10 – 12. Viro, F. 1002. Gelatin. In: Hui, Y. H. (ed). Encyclopedia of Food Science and

Technology 2. John Wiley and Sons, Inc. Toronto. Ward, A. G. dan Court, A. 1977. The Sciance and Technology of Gelatin. Academic

Press. New York. Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Wiyono, V. S. 2001. Gelatin Haram Gelatin Halal. Jurnal Halal, LPPOM–MUI no.36,

26 – 27.