penda hulu an terje mahan
Post on 16-Jul-2016
249 Views
Preview:
DESCRIPTION
TRANSCRIPT
BAB 1
Pendahuluan
Pada tahun 2007, The Tokyo Guidelines (TG 07) untuk pengelolaan kolangitis akut dan
kolesistitis pertama kali diterbitkan dalam the Journal of Hepato-Biliary-Pancreatic Surgery.
Kebijakan fundamental dari TG07 adalah tercapainya tujuan TG 07 melalui pengembangan
konsensus di antara para ahli di bidang ini di seluruh dunia. Mengingat situasi seperti, validasi
dan umpan balik dari sudut pandang yang didapat dari para dokter ahli tersebut sangat
diperlukan. Apa yang telah ditunjukkan dari praktek klinis adalah rendahnya sensitivitas
diagnostik TG 07 untuk kolangitis akut dan adanya perbedaan antara penilaian grade dan
penilaian klinis untuk kolangitis akut.
Pada bulan Juni 2010, terbentuk suatu komite Revisi The Tokyo Guidelines untuk
merevisi TG 07 (TGRC) dan mulai memvalidasi TG 07. Komite juga menyiapkan kriteria
diagnostik dan kriteria penilaian grade baru dengan menganalisis kasus kolangitis dan
kolesistitis akut, termasuk kasus penyakit bilier non inflammatory yang dikumpulkan dari
beberapa lembaga yang terkait.
TGRC mengadakan pertemuan sebanyak 35 kali serta pertukaran email internasional
dengan co-penulis di luar negeri. Pada tanggal 9 Juni dan 6 September 2011, dan pada 11 April,
2012, kami mengadakan tiga Rapat Internasional Pengkajian klinis dan Revisi The Tokyo
Guidelines. Melalui pertemuan ini, draft final The Tokyo Guidelines (TG 13) diperbarui dan
dibuat atas dasar bukti dari analisis retrospektif multi-center. Untuk lebih spesifik, diskusi
berlangsung melibatkan revisi kriteria diagnostik baru, dan kriteria penilaian grade baru,
flowchart baru pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut, perawatan medis direkomendasikan
untuk yang baru terdiagnosis telah ditambahkan, rekomendasi baru untuk drainase kandung
empedu dan terapi antimikroba, dan tentunya peran intervensi bedah.
Manajemen terpadu untuk kolangitis dan kolesistitis akut diperkenalkan agar efektifitas
penyebaran dengan tingkat bukti dan rekomendasi. Sistem grade dimanfaatkan untuk
memberikan rekomendasi tingkat evidence dan grade. TG 13 meningkatkan sensitivitas
diagnostik untuk kolangitis dan kolesistitis akut, dan disajikan dengan kriteria tingkat positif
palsu sangat rendah untuk diadaptasi pada praktek klinis. Selanjutnya, kriteria penilaian Grade
diadaptasi untuk penggunaan klinis, flowchart, dan banyak
modalitas diagnostik dan terapi baru diperkenalkan. Panduan untuk pengelolaan kolangitis dan
kolesistitis akut disajikan dalam bagian terpisah pada TG 13.
BAB 2.
Definisi, Etiologi Dan Epidemiologi Terbaru Tentang
Kolangitis Dan Kolesistitis Akut
Definisi, patofisiologi, dan epidemiologi kolangitis akut disajikan dalam The Tokyo
Guidelines untuk pengelolaan dan kolesistitis akut tahun 2007, sedangkan revisi The Tokyo
Guidelines (TG13) memberikan data yang lebih subjektif dalam menggantikan TG 07. Adapun
data uji klinis saat ini khususnya mengenai data frekuensi kasus, grade, angka kematian, dan
tingkat kekambuhan diperkenalkan secara bersama dengan data epidemiologi.
2.1 Kolangitis Akut
2.1.1 Definisi
Kolangitis akut adalah kondisi yang tidak wajar dengan peradangan akut dan infeksi pada
saluran empedu.
2.1.2 Etiologi
Etiologi cholangitis akut adalah: Cholelithiasis Biliary stricture faktor bawaan Faktor pasca operasi (rusak saluran empedu, striktur choledojejunostomy, dll) Faktor inflamasi (kolangitis oriental, dll) Oklusi karena tumor ( malignansi)
o Tumor Saluran empedu o Tumor kandung empedu tumoro Tumor ampullaryo Tumor pankreaso Tumor duodenumo Pankreatitis
Masuknya parasit ke dalam saluran empedu Tekanan eksternal Fibrosis papilla Divertikulum duodenum
Bekuan darah faktor iatrogenik
2.1.3 Patofisiologi
Timbulnya kolangitis akut melibatkan dua faktor:
1. Peningkatan bakteri di saluran empedu
2. Peningkatan tekanan intraductal di saluran empedu yang memungkinkan translokasi bakteri
atau endotoksin ke dalam pembuluh darah dan sistem limfatik (cholangio-venous/lymphatic
reflux).
Karena karakteristik anatomi, sistem empedu mungkin akan terpengaruh oleh karena tekanan
intraductal yang tinggi. Bila sudah terjadi kolangitis akut, ductus-duktus empedu cenderung
menjadi lebih permeabel dan akan memudahkan terhadap translokasi bakteri dan toxin dengan
efek dapat meningkatkan tekanan bilier intraductal. Proses infeksi ini akan lebih serius dan fatal
seperti pada penyakit abses hati dan sepsis.
2.1.4 Aspek Historis Terminologi
Demam hepatik adalah istilah yang digunakan untuk pertama kali oleh Charcot dalam
laporannya yang diterbitkan pada tahun 1887. Demam intermiten disertai dengan menggigil,
nyeri perut kuadran kanan atas, dan penyakit kuning telah ditetapkan sebagai trias Charcot.
Kolangitis obstruktif akut didefinisikan oleh Reynolds dan Dargan pada tahun 1959
sebagai sindrom yang terdiri dari kelesuan atau kebingungan mental dan shock, serta demam,
sakit kuning, dan nyeri perut kuadran kanan atas disebabkan oleh obstruksi bilier. Ini
menunjukkan suatu keadaan darurat yang memerlukan intervensi bedah dan dekompresi bilier
adalah satu-satunya cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit ini. Lima Gejala yang
demikian ini disebut Pentad Reynold’s
Klasifikasi Longmire adalah klasifikasi terhadap pasien dengan tiga karakteristik utama
yaitu demam yang naik turun disertai dengan menggigil dan gemetar, nyeri kuadran kanan atas
perut, dan penyakit kuning sebagai kolangitis supuratif akut, dan bila bersama disertai dengan
letargi atau kebingungan mental serta pasien mengalami shock di definisikan sebagai kolangitis
supuratif akut obstruktif. Longmire juga melaporkan bahwa kolangitis supuratif akut obstruktif
ini berhubungan dengan morbiditas dari kolangitis obstruktif akut seperti yang didefinisikan oleh
Reynolds.
2.2 Kolesistitis Akut
2.2.1 Definisi
Penyakit akut inflamasi kandung empedu, sering disebabkan batu empedu, tetapi banyak faktor,
seperti iskemia, gangguan motilitas, cedera kimia langsung, infeksi oleh mikroorganisme,
protozoa dan parasit, penyakit kolagen, dan reaksi alergi juga terlibat .
2.2.2 Etiologi
Penyebab dari kolesistitis akut 90-95% adalah batu empedu. Diikuti oleh obstruksi duktus kistik
dan torsi dari kandung empedu. Sebaliknya, kolesistitis akut karena non batu hanya 3,7-14% dari
kolesistitis akut. Faktor risiko termasuk operasi, trauma, dalam perawatan intensif jangka
panjang, infeksi, luka bakar, dan nutrisi parenteral. ‘‘4Fs’’ (forties, female, fat, fair) and ‘‘5Fs’’
(4Fs di tambah fecund or fertile) telah terbukti berhubungan dengan lithogenesis di kantong
empedu
2.2.3 Patofisiologi
Pada sebagian besar pasien, batu empedu adalah penyebab kolesistitis akut. Proses ini
merupakan salah satu obstruksi fisik kandung empedu pada leher atau di saluran cystic oleh batu
empedu. Hasil obstruksi ini meningkatkan tekanan di dalam kandung empedu. Ada dua faktor
yang menentukan perkembangan untuk akut kolesistitis, Derajat obstruksi dan durasi obstruksi.
Jika obstruksi parsial dan durasi pendek, pasien akan mengalami kolik bilier. Jika obstruksi total
dan durasi panjang, pasien akan mengalami kolesistitis akut. Jika pasien tidak mendapatkan
pengobatan dini, penyakit ini menjadi lebih serius dan komplikasi-komplikasi dapat terjadi.
2.3 Klasifikasi patologis kolesistitis
(1) Kolesistitis Edema: tahap 1 (2-4 hari) kandung empedu memiliki cairan interstitial dengan
kapiler dan limfatik melebar. Dinding kandung empedu menjadi edema. Jaringan kandung
empedu secara histologis utuh dengan edema pada lapisan subserosa.
(2) Kolesistitis necrotizing: tahap 2 (3-5 hari) kandung empedu memiliki perubahan edema
menjadi hemorrhage dan nekrosis. Ketika dinding kandung empedu mengikuti tekanan internal
yang tinggi, aliran darah akan terhambat dengan bukti histologis trombosis pembuluh darah dan
oklusi. Ditemukan daerah nekrosis yang tersebar tetapi hanya superficial dan tidak melibatkan
ketebalan penuh dari dinding kandung empedu.
Gambar 1.
a. Kolesistitis necrotizing yang tampak pada pemeriksaan MRI,
b. Kolesistitis necrotizing yang tampak pada kandung empedu yang telah di angkat
(3) Kolesistitis supuratif: tahap 3 (7-10 hari) Dinding kandung empedu dijumpai sel darah putih
yang muncul pada daerah nekrosis dan nanah. Dalam tahap ini, proses aktif perbaikan
peradangan jelas. Kantong empedu yang membesar mulai berkontraksi dan dinding menebal
karena proliferasi fibrosa. Di tempat adanya abses, diamati dan terlihat adanya abses yang tidak
melibatkan seluruh ketebalan dinding. Abses Pericholecystic juga bisa dijumpai.
(4) Kolesistitis kronis: Terjadi setelah terjadinya serangan berulang kolesistitis ringan, dan
ditandai oleh atrofi mukosa dan fibrosis dari dinding kandung empedu. Hal ini juga dapat
disebabkan oleh iritasi kronis batu empedu yang besar dan mungkin sering menyebabkan
kolesistitis akut. Akut pada kolesistitis kronis mengacu pada infeksi akut yang terjadi di
kolesistitis kronis. Secara histologi, invasi neutrofil diamati di dinding kandung empedu dengan
kolesistitis kronis yang menyertai limfosit / infiltrasi sel plasma dan Fibros.
Gambar 2.
a. Gambaran kolesistitis supuratif yang tampak pada pemeriksaan CT-Scan kontras.
b. dan c. Gambaran batu empedu pada kolesistitis supuratif
d. Gambaran membran kandung empedu yang sudah terjadi abses pada dinding kandung empedu
Gambar 3.
a. Gambaran USG dari kandung empedu yang mengalami penebalan dinding pada infeksi akut
b. Gambaran kantong empedu terus membengkak setelah timbulnya peradangan akut dan dinding
telah lebih jauh menebal dan tampak gambaran lusen intraluminal
BAB IIIGuidelines Untuk Diagnosis Dan
Grade Kolangitis Akut
3.1. Guidelines Untuk Diagnosis kolangitis Akut
Diagnosis kolangitis akut secara tradisional telah dibuat sesuai dengan dijumpai tanda
klinis Trias Charcot. Trias Charcot memiliki spesifisitas yang tinggi tetapi sensitivitasnya
rendah. Menurut beberapa laporan, kasus kolangitis akut yang disertai semua gejala Trias
Charcot mencapai 26,4-72%. Definisi sebelumnya tentang kolangitis akut tidak jelas dan
bervariasi dalam referensi yang berbeda. Oleh karena itu, dalam analisis kasus penyakit saluran
empedu yang dikumpulkan dari beberapa fasilitas, kita mendefinisikan '' gold standard '' untuk
kolangitis akut, bahwa salah satu dari tiga kondisi berikut adalah:
(1) Dijumpai cairan empedu yang purulen.
(2) Klinis yang membaik setalah drainase saluran empedu.
(3) Klinis yang membaik setalah terapi antibakteri saja, pada pasien yang menderita infeksi
saluran empedu.
Sehingga menunjukkan sensitivitas rendah (26,4%) ketika Trias Charcot diadopsi sebagai
kriteria diagnostik untuk kolangitis akut. Di sisi lain, spesifisitas yang sangat menguntungkan
(95,9%), tapi itu positif (11,9%) untuk kolesistitis akut. Kehadiran Trias Charcot mendukung
diagnosis kolangitis akut. Namun, dilihat dari sensitivitas rendah, penggunaan Trias Charcot
sebagai kriteria diagnostik untuk kolangitis akut menjadi diragukan.
Pada TG 13 kriteria diagnostik untuk kolangitis akut telah mengalami revisi kriteria
diagnostik untuk kolangitis akut seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1. Morbiditas dari
kolangitis akut dikaitkan dengan terjadinya refluks cholangiovenous dan cholangiolymphatic
bersama dengan peningkatan tekanan di dalam saluran empedu yang tinggi dan infeksi empedu
karena obstruksi saluran empedu yang disebabkan oleh batu dan tumor. Pada TG 13 kriteria
diagnostik akut kolangitis juga digunakan sebagai kriteria untuk menetapkan diagnosis kolestasis
dan peradangan berdasarkan tanda-tanda klinis atau tes darah yang ada, selain gambaran
kandung empedu berdasarkan pemeriksaan radiologi
Tabel 1.Kriteria Diagnostik Untuk Kolangitis Akut
Sebuah analisis multi-pusat yang menilai TG13 menemukan bahwa sensitivitas 91,8%
dan spesifisitas 77,7% itu. TG13 menunjukkan spesifisitas mirip dengan TG07 tapi menunjukkan
peningkatan yang nyata pada sensitivitas dan perbaikan lebih lanjut dalam hal menegakkan
diagnostik seperti pada Tabel 2. Spesifisitas Trias Charcot adalah yang tertinggi. Dijumpainya
Trias Charcot sangat jelas membuktikan adanya vaskulitis akut.
Tabel 2.Perbandingan retrospektif berbagai kriteria diagnostik
cholangitis akut pada multi-pusat studi di Jepang
Pemeriksaan radiologi seperti ultrasonografi, Computed tomography (CT) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dilakukan untuk evaluasi tempat dan penyebab obstruksi bilier dan
tingkat dilatasi bilier. Namun, CT Scan abdomen dengan kontras memiliki keterbatasan dalam
diagnosis dan evaluasi kolangitis akut. Karena heliks CT Scan secara klinis tersedia, seluruh
perut bagian atas organscan dinilai oleh CT Scan kontras. CT Scan kontras dapat
menggambarkan batu empedu, pneumobilia, saluran empedu dilatasi, penebalan saluran empedu
dinding, dan stenosis atau oklusi saluran empedu. Namun, temuan CT Scan tersebut tidak selalu
menunjukkan adanya kolangitis akut. CT Scan disarankan sebagai metode pencitraan yang
paling efektif untuk diagnosis etiologi dan MRI (MRCP) disarankan untuk diagnosis etiologi dari
kolangitis akut.
3.2 Grade Kolangitis Akut
Revisi Kriteria penilaian untuk kolangitis akut ditunjukkan pada Tabel 3. Grade
kolangitis akut diklasifikasikan sebagai berikut;
1. Grade III (berat): Dijumpai adanya disfungsi organ.
2. Grade II (sedang): Risiko peningkatan Grade tanpa awal drainase bilier.
3. Grade I (ringan).
Tabel 3.
Kriteria TG 13 dalam penilaian grade untuk cholangitis akut
Kriteria penilaian grade sangat penting untuk menentukan strategi pengobatan untuk
kolangitis akut, terutama untuk grade II dimana kasus yang dapat berkembang menjadi grade III
tanpa intervensi langsung. Pengobatan kolangitis akut membutuhkan pengobatan untuk penyebab
untuk kasus-kasus dengan grade apapun, bersama dengan pemberian obat-obat antimikroba dan
drainase dari saluran empedu. Grade III disebut sebagai suatu kondisi yang bisa menimbulkan
disfungsi organ karena itu kolangitis akut membutuhkan perawatan yang intensif. Grade II
disebut sebagai suatu kondisi dimana kolangitis membutuhkan drainase saluran empedu yang
lebih awal tanpa menunggu terjadinya suatu disfungsi organ, tetapi dengan risiko berkembang
menjadi grade III.
Kriteria grade kolangitis akut pada TG 13 lebih cocok dalam praktek klinis daripada TG
07, karena memungkinkan kita untuk mengidentifikasi lebih awal grade II yang membutuhkan
drainase bilier pada saat diagnosis awal ditegakkannya diagnosis kolangitis akut.
Dijumpai ada atau tidak adanya Trias Charcot tidak mencerminkan grade ringan-beratnya
kolangitis akut. Jadi, kasus yang memenuhi trias Charcot tidak selalu dinilai sebagai kolangitis
akut grade berat
BAB 4Kriterias Diagnostic Dan Grade Kolesistitis Akut
Kolesistitis akut merupakan kondisi yang memerlukan tindakan emergensi untuk
penanganannya untuk menurunkan morbiditas seperti pada kolesistitis gangrenous, kolesistitis
emphysematous dan torsi dari kandung empedu.
Murphy’s sign menunjukkan spesifisitas yang tinggi, namun sensitivitas telah dilaporkan
rendah. Hal ini tidak berlaku dalam membuat diagnosis kolesistitis akut karena sensitivitas
rendah. Meskipun sensitivitas Murphy’s sign meningkat, kriteria diagnostik TG07 memiliki
keterbatasan dan validitas tersebut cukup untuk membuat suatu diagnosis pasti dari Kolesistitis
akut. Pada TG13, kriteria diagnostik dari kolesistitis akut memiliki sensitivitas tinggi dan
spesifisitas tinggi. Tanda klinis yang paling khas dari kolesistitis akut adalah nyeri perut. Gejala
utama dari kolesistitis yang tidak ada komplikasi adalah kolik biliar yang disebabkan oleh
obstruksi dari leher kandung empedu oleh karena adanya batu.
Diagnosis kolesistitis akut di buat berdasarkan tanda-tanda dan temuan klinis yang ada.
Bila di curigai adanya kolesistitis akut dan gejala klinis dan hasil pemeriksaan darah, diagnosis
pasti bisa di tentukan setelah di lakukan konfirmasi dengan pemeriksaan penunjang (radiologi)
Tabel 4.
Kriteria TG13 dalam diagnostic kolesistitis akut
USG harus dilakukan pada pemeriksaan awal untuk semua kasus yang dicurigai
kolesistitis akut. Ultrasonografi menunjukkan sensitivitas 50 ~ 88% dan spesifisitas 80 ~ 88%.
Diagnosis kolesistitis akut yang disebabkan oleh batu bisa dibuktikan dengan pemeriksaan
radiologi. Pada pemeriksaan USG dapat di temukan ; Penebalan dinding kandung empedu (5 mm
atau lebih) , pericholecystic fluid, dan defans muscular ketika probe USG di tekan kearah
kandung empedu ( ultrasonographic Murphy’s sign)
Tabel 5.
Simpthom dan insiden klinis dari kolesistitis akut
Pada CT Scan dari kolesistitis akut dapat dijumpai kandung empedu distensi, jaringan lemak pericholecystic, penebalan dinding kandung empedu, edema subserosa, peningkatan mukosa, pengumpulan cairan pericholecystic, koleksi gas abses ericholecystic dalam kandung empedu.
Gambar 4.a. Gambaran USG dari kandung empedu yang mengalami penebalan dinding kandung
empedu dengan lapisan yang hiperechoic, debris massif, dan batu empedu.b. Gambaran USG kasus ulkus duodenum dan dijumpai Murphy’s sign
Gambar 5. Gambaran CT Scan non kontras kolesistolitiasis akuta. Gambaran kandung empedu yang membesar, dinding yang menebal dan batu kandung
empedu.b. c, d, Gambaran edema kandung empedu dan penebalan dari hepar yg mengalami
peningkatan dan menempel pada kandung empedu.d. e, Gambaran penebalan dari hepar yang menghilang pada CT Scan posisi melintang
Prognosis dari kolesistitis akut jauh lebih baik dibandingkan dengan kolangitis akut namun perlu
di tangani secara menyeluruh bila dijumpai kolesistitis gangrenous, kolesistitis emphysematous
atau teorsio dari kandung empedu. Perkembangan dari kolesistitis akut dari ringan/sedang
menjadi berat adalah terjadinya mulptiple organ diysfunction syndrome (MODS). Organ
diysfunction skore seperti Marshall’s multiple organ dysfunction (MOD) dan sequential organ
failure assessment (SOFA) kadang di gunakan dalam evaluasi dari critical diysfunction organ
dari penyakit yang dialami pasien
Tabel 6.Kriteria TG13 dalam penilaian grade untuk kolesistitis akut
BAB 5Flowchart Untuk Pengelolaan Kolangitis
Dan Kolesistitis Akut
Pedoman umum untuk pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut dapat di lihat pada gambar 6.
Gambar 6. Pedoman umum untuk pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut
Dalam pengelolaan penyakit kolangitis akut dan kolesistitis akut kita juga harus
memperhatikan penyakit-penyakit abses hati, lambung dan ulkus duodenum, pankreatitis akut,
hepatitis akut, dan septikemia karena penyakit-penyakit ini menyerupai gejala dan tanda yang
menyerupai kolangitis akut dan kolesistitis akut. Pada kondisi kolangitis akut dan kolesistitis
akut yang harus dilakunan drainase empedu sebaiknya pasien harus tinggal di rumah sakit
dengan infus yang cukup, koreksi elektrolit, dan pemberian antimikroba dan analgesik serta
pasiem sementara harus di puasakan.
Ketika kolangitis akut memberat dan menjadi lebih parah, maka harus di awasi tanda-
tanda berikut seperti; syok (penurunan tekanan darah), gangguan kesadaran, gagal nafas akut,
gagal ginjal akut, kerusakan hati, dan koagulasi intravaskular (DIC) (penurunan jumlah
trombosit), drainase saluran empedu yang darurat harus segera dilakukan.
5.1 Flowchart untuk pengelolaan kolangitis akut
Flowchart untuk pengelolaan kolangitis akut ditunjukkan pada Gambar. 7. Pengobatan
kolangitis akut harus dilakukan sesuai dengan grade kolangitis yang dialami pasien. Drainase
dari saluran empedu dan terapi antimikroba adalah dua elemen yang paling penting dari
perawatan kolangitis akut. Ketika diagnosis kolangitis akut ditentukan berdasarkan kriteria
diagnostik kolangitis akut TG13 maka perawatan medis awal termasuk puasa, pemberian cairan
intravena, terapi antimikroba, dan analgesia bersama dengan pemantauan ketat tekanan darah,
denyut nadi , dan produksi urin harus segera dimulai
Gambar 7. TG 13, flowchart untuk pengelolaan kolangitis akut
Diagnosa banding dari kolesistitis akut adalah ulkus lambung dan duodenum, hepatitis,
pankreatitis, kanker kandung empedu, abses hati, sindrom Fitz-Hugh-Curtis, pneumonia lobus
kanan bawah, angina pektoris, infark miokard, dan infeksi saluran kemih
5.2 Flowchart untuk pengelolaan kolesistitis akut
Flowchart untuk pengelolaan kolesistitis akut ditunjukkan pada Gambar. 8. Dimana pengobatan
lini pertama pada kolesistitis akut adalah kolesistektomi emergency atau urgency, dengan
kolesistektomi laparoskopi sebagai metode yang disukai. Pada pasien yang berisiko tinggi,
drainase kantong empedu seperti percutaneous kandung empedu transhepatik drainase (PTGBD),
perkutan transhepatik kandung empedu aspirasi (PTGBA), dan endoskopi kandung empedu
nasobiliary drainase (ENGBD) adalah terapi alternatif pada pasien yang tidak dapat dengan aman
menjalani kolesistektomi emergency atau urgency.
Ketika diagnosis kolesistitis akut ditentukan berdasarkan kriteria diagnostik dari kolesistitis akut
pada TG13, perawatan medis awal termasuk puasa, pemberian cairan intravena, terapi
antimikroba, dan analgesia serta pemantauan ketat tekanan darah, denyut nadi, dan produksi urin
harus dimulai. Secara bersamaan, penilaian Grade kolesistitis akut harus dilakukan berdasarkan
kriteria penilaian Grade untuk kolesistitis akut TG13, di mana kolesistitis akut diklasifikasikan
ke dalam grade I (ringan), grade II (sedang), atau grade III (parah ). Penilaian risiko operasi
untuk komorbiditas dan status umum pasien juga harus dievaluasi selain berat grade nya.
Gambar 8. TG 13, flowchart untuk pengelolaan kolesistitis akut
BAB 6
Bundles Pengelolaan Untuk Kolangitis Dan Kolesistitis Akut
6.1 Bundel pengelolaan kolangitis akut
Item dalam bundel pengelolaan kolangitis akut dijelaskan pada Tabel 7. Isi dari setiap
bundel dikembangkan dari rekomendasi TG13. Item wajib atau prosedur-prosedur yang
dimasukkan dalam bundel pengelolaan telah telah dibahas dan diputuskan di antara anggota dari
The Tokyo Guidelines Komite Revisi. Kriteria diagnostik dan penilaian grade kolangitis akut
pada TG13 dibuat berdasarkan artikel dari Kiriyama dkk.
Tabel 7.Bundel pengelolaan kolangitis akut
6.2 Bundel pengelolaan kolesistitis akut
Item dalam bundel pengelolaan kolesistitis akut dijelaskan dalam Tabel 8. Isi dari setiap
bundel dikembangkan dari rekomendasi TG13. Item wajib atau prosedur-prosedur yang
dimasukkan dalam bundel pengelolaan telah telah dibahas dan diputuskan di antara anggota dari
The Tokyo Guidelines Komite Revisi. Kriteria diagnostik dan penilaian grade kolesistitis akut
pada TG13 dibuat berdasarkan artikel dari Yokoe et al
Daftar Periksa untuk penggunaan bundel pengelolaan untuk kolangitis dan kolesistitis
akut dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Daftar periksa ini di penggunaan agar bundel
pengelolaan lebih efektif. Daftar ini juga digunakan dalam perawatan medis untuk memastikan
standar, dan
untuk meningkatkan efektivitas bundel pengelolaan ini. Daftar periksa ini meliputi juga
prosedur, laboratorium, pemantauan dan intervensi yang diperlukan, harus ditempatkan di sisi
tempat tidur pasien.
Tabel 8.Bundel pengelolaan kolesistitis akut
Tabel 9.Bundel Daftar Periksa kolangitis akut
Tabel 10.Bundel Daftar Periksa kolesistitis akut
6.3 Kesimpulan
Bundel pengelolaan ini terdiri dari item-item yang penting untuk efektifitas penggunaan
TG13. Kepatuhan dengan bundel pengelolaan ini diharapkan dapat meningkatkan prognosis
kolangitis akut dan kolesistitis akut. Laporan dari berbagai fasilitas telah menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan prognosis melalui penggunaan The Tokyo Guidelines untuk kolangitis akut
dan kolesistitis.
Bab 7
Terapi Antimikroba Untuk Kolangitis Dan Kolesistitis Akut
Kolangitis dan kolesistitis akut dapat berkembang menjadi infeksi yang berat.
Epidemiology dan factor resiko untuk kolangitis dan kolesistitis akut merupakan hal yang perlu
diperhatikan dan tentunya menjadi tujuan utama pemberian obat-obat antimikroba untuk
kolangitis dan kolesistitis akut untuk membatasi memburuknya penyakit ini menjadi lokal
inflamasi dan respon sepsis sistemik. Dan juga untuk pencegahan infeksi luka operasi pada luka
superficial, fasia, atau spase organ dan pencegahan berkumpulnya intrahepatik abses.
Ketika memilih obat-obat antimikroba untuk kolangitis dan kolesistitis akut, organisme
yang ditargetkan, farmakokinetik dan farmakodinamik dari obat antimikroba, riwayat
penggunaan antimikroba, fungsi ginjal dan hati, dan riwayat alergi dan efek samping lainnya
harus benar-benar dipertimbangkan. Kultur dari cairan kandung empedu harus diperoleh pada
awal prosedur apapun yang dilakukan. Cairan kandung empedu harus diperiksakan untuk kultur
di semua kasus kolesistitis akut kecuali pada pasien-pasien dengan grade I kolangitis dan
kolesistitis akut. TG 13 menyarankan kultur dari cairan kandung empedu dan jaringan dengan
perforasi, kandung empedu emphysematous, atau nekrosis dari kandung empedu harus diberi
catatan khusus bila di temukan ketika pasien menjalani kolesistektomi.
Tabel 11.Mikroorganisme yang di isolasi dari kultur cairan empedu
pada pasien infeksi akut saluran empedu
Tabel 12.Mikroorganisme yang di isolasi dari kultur cairan empedu
pada pasien infeksi bakteremia saluran empedu
Rangkuman dari rekomendasi dari antimiroba yang sesuai untuk digunakan secra umum dalam
pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut terlihat pada tabel 13.
Tabel 13.Rekomendasi antimikroba untuk infeksi akut saluran empedu
Setelah hasil uji kultur dari cairan empedu di dapatkan, terapi khusus (atau terapi definitif) harus
ditawarkan pada pasien-pasien kolangitis dan kolesistitis akut. Karena angka resistensi yang
sangat tinggi.
Tabel 14.Golongan dan kelas antimiroba yang memiliki prevalensi
resistensi yang tinggi terhadap enterobacteriaceae
Karena hanya sangat sedikit data yang tersedia untuk menilai durasi pemberian dan respon yang
terbaik dalam pengelolaan kolangitis dan kolesistitis akut, Tabel 14 dikembangkan berdasarkan
pendapat para ahli sebagai panduan untuk durasi pemberian terapi antimikroba untuk kolangitis
dan kolesistitis akut
Tabel 15.Rekomendasi durasi pemberian terapi antimikroba
Pasien dengan kolangitis dan kolesistitis akut yang dapat makan dan minum secara normal dapat
dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi oral. Tergantung pada pola kerentanan organisme
yang berhasil diidentifikasi, golongan antimikroba oral seperti fluoroquinolones (ciprofloxacin,
levofloxacin, atau moksifloksasin), amoksisilin / asam klavulanat, atau sefalosporin dapat
digunakan.
Tabel 16.Golongan antimikroba oral yang pali representative yang dapat
diberikan pada pasien kolangitis dan kolesistitis akut
Dalam TG13, golongan antimikroba profilaksis yang sesuai digunakan dalam mencegah
kolangitis atau bakteremia akibat obstruksi saluran empedu di tetapkan dalam suatu konsensus.
Tabel 17 menggambarkan hal tersebut. Cefazolin atau sefalosporin lainnya dapat digunakan
sebagai agen profilaksis. Cefazolin adalah salah satu golongan yang digunakan untuk mencegah
endokarditis infektif dengan endoskopi dan golongan ini bisa dengan nyaman untuk digunakan
untuk mencegah endokarditis dan kolangitis secara bersamaan. Piperasilin adalah salah satu
golongan anti-pseudomonas yang telah dipelajari sebagai golongan profilaksis untuk ERCP
elektif. Mengingat sudah munculnya resistensi antara organisme Gram-negatif di seluruh dunia,
termasuk ESBL-memproduksi strain, TG 13 menyarankan golongan antipseudomonal seperti
piperasilin atau piperasilin / sulbaktam yang tercantum dalam Tabel 17.
Tabel 17.Golongan antimikroba profilaksis untuk
endoscopic retrograde pancreatocholangiography (ERCP)
Bab 7
Indikasi Dan Teknik Untuk Drainase EmpeduPada Kolangitis Akut
Indikasi dan teknik drainase empedu Dalam TG13 direkomendasikan untuk kolangitis
akut terlepas dari selain grade beberapa kasus kolangitis akut ringan di mana antibiotik dan
perawatan suportif umum yang efektif. Drainase secara endoskopi harus dipertimbangkan
sebagai prosedur drainase pilihan pertama karena beberapa studi telah terbukti sebagai prosedur
yang kurang invasif dibandingkan teknik drainase lainnya
7.1 Percutaneous Transhepatik Cholangial Drainase (PTCD)
7.1.1 Indikasi
Saat ini, Percutaneous Transhepatik Cholangial Drainase (PTCD), juga dikenal sebagai
percutaneous biliary transhepatik drainase (PTBD), telah menjadi pilihan kedua terapi untuk
kolangitis akut setelah drainase secara endoskopi karena kemungkinan komplikasi, termasuk
perdarahan intraperitoneal dan peritonitis bilier, dan perawatan lebih lama di rumah sakit.
Namun, PTCD masih dapat dilakukan dalam salah satu keadaan berikut:
(1) Pada pasien dengan tidak dapat diakses papilla karena obstruksi saluran pencernaan
bagian atas, seperti pada obstruksi duodenum atau perubahan anatomi setelah
pembedahan seperti reseksi Whipple atau Roux-en-Y anastomosis, di mana bagian dari
endoskopi atau drainase endoskopi dianggap sulit atau tidak mungkin untuk masuk
(2) Ketika ahli endoscopists pancreaticobiliary yang terlatih tidak tersedia di rumah sakit.
Selanjutnya, bahkan pada pasien dengan perubahan anatomi non-pembedahan, PTCD dapat
menjadi terapi penyelamatan saat endoskopi drainase konvensional telah gagal. Secara umum,
koagulopati merupakan kontraindikasi relatif. Namun, jika tidak ada metode lain untuk
menyelamatkan jiwa lainnya, PTCD dapat di indikasikan.
7.1.2 Teknik
Sebelum prevalensi ultrasonografi transabdominal dikerjakan, jarum tusukan ke saluran empedu
yang akan digunakan harus di hubungkan dengan fluoroscopy. Saat ini, tusukan jarum yang
aman dilakukan di bawah ultrasonografi untuk menghindari cedera atau terkenannya pembuluh
darah. Oleh karena itu, dalam prosedur PTCD saat ini, operator harus terus mengamati saluran
saluran empedu menggunakan ultrasonografi terlepas ada atau tidaknya dilatasi dari kandung
empedu. Prosedur PTCD dilakukan sebagai berikut,
1. Seperti yang dijelaskan sebelumnya. Secara singkat, pada awalnya, ultrasonografi
transhepatik menjadi panduan tusukan ke duktus empedu intrahepatik
2. Tusukan ke duktus empedu intrahepatik menggunakan jarum 18 sampai 22-G.
3. Setelah memastikan tepat pada saluran empedu, dimasukkan guidewire
4. Akhirnya, kateter Fr 7-10 dimasukkan dalam saluran empedu di bawah kontrol
fluoroscopic dan guidewire tersebut.
Tusukan menggunakan jarum yang lebih kecil (22-G) lebih aman digunakan pada pasien tanpa
dilatasi daripada pasien dengan dilatasi kandung empedu.
Menurut Quality Improvement Guidelines produced by American radiologists, tingkat
keberhasilan prosedur PTCD 86% pada pasien dengan dilatasi kandung empedu dan 63% pada
mereka yang tidak dilatasi kandung empedu.
7.2 Drainase Bedah
7.2.1 Indikasi
Pada kasus-kasus jinak dan tanpa komplikasi seperti batu empedu, drainase bedah sangat jarang
dilakukan karena prevalensi keberhasilan drainase endoskopi atau PTCD untuk terapi kolangitis
akut. Namun, pada pasien dengan kolangitis akut karena adanya operasi neoplasma seperti
kanker caput pankreas, hepaticojejunostomy dapat dilakukan sebagai operasi bypass hanya pada
pasien yang belum mengalami kolangitis akut berat. Secara khusus, ketika lesi neoplastik
periampula seperti kanker caput pankreas atau kanker ampullary, menunjukkan kolangitis akut
dan obstruksi duodenum, operasi bypass ganda, hepaticojejunostomy dan gastrojejunostomy,
mungkin menjadi pilihan yang sulit.
7.2.2 Teknik
Drainase terbuka untuk dekompresi saluran empedu dilakukan sebagai intervensi bedah. Ketika
drainase bedah pada pasien sakit kritis dengan batu empedu dilakukan, operasi berkepanjangan
harus dihindari dan prosedur yang sederhana, seperti pemasangan T-tube tanpa
choledocholithotomy, sangat dianjurkan.
7.3 Endoscopic Biliary Drainage
7.3.1 Indikasi
Endoscopic biliary drainage telah menjadi teknik gold standar untuk kolangitis akut, terlepas dari
apakah patologi jinak atau ganas, karena merupakan metode drainase yang minimal invasive. Di
sisi lain, drainase endoskopi menggunakan duodenoscope standar pada pasien dengan obstruksi
duodenum dan perubahan anatomi setelah pembedahan, seperti Roux-en-Y anastomosis,
merupakan kontraindikasi.
7.3.2 Teknik
Kanulasi empedu harus dilakukan sebelum drainase bilier. Pada dasarnya, ada dua kanulasi
empedu teknik, yaitu kontras media-dipandu kanulasi (cannulation standar) dan kawat-dipandu
kanulasi.
Tabel 18.Golongan antimikroba profilaksis untuk
endoscopic retrograde pancreatocholangiography (ERCP)
7.4 Endoscopic transpapillary biliary drainage
7.4.1 Indikasi
Endoskopi transpapillary bilier drainase dibagi menjadi dua jenis: endoskopi naso-bilier drainase
(ENBD) sebagai drainase eksternal dan endoskopi bilier stenting (EBS) sebagai drainase
internal. Meskipun, pada dasarnya, kedua jenis endoskopi bilier drainase dapat dilakukan di
semua pasien yang mengalami kolangitis akut, namun mempunyai kontra indikasi pada pasien
dimana endoskopi tidak dapat mencapai papilla karena obstruksi saluran empedu atau perubahan
anatomi setelah pembedahan, atau di antaranya. Prosedur endoskopi ini tidak sesuai untuk
dilakukan pada pasien-pasien dengan penyakit kritis. Secara khusus, ENBD harus dihindari pada
pasien dengan kepatuhan yang rendah terhadap pengobatan, pasien yang bisa mencabut T-Tube,
dan orang-orang dengan kelainan rongga hidung yang menyebabkan kesulitan dalam
memasukkan tabung naso-bilier.
7.4.2 Teknik
ENBD
Prosedur ENBD dijelaskan secara rinci dalam TG07. Secara singkat, setelah selektif kanulasi
empedu, dimasukkan tube Fr 5-7 ke saluran empedu sebagai drainase eksternal atas bantuan
guidewire (Gambar. 2a).
EBS
Prosedur EBS juga dijelaskan dalam pedoman sebelumnya. Singkatnya, setelah kanulasi empedu
selektif, dimasukkan tube Fr 5-7 ke saluran empedu sebagai drainase internal atas bantuan
guidewire
Endoskopi papiler pelebaran balon (EPBD)
Indikasi
The EPBD prosedur biasanya digunakan sebagai pengganti EST untuk menghilangkan batu
empedu [28]. Sampai saat ini, telah ada
tidak ada studi banding tentang penggunaan EPBD selama drainase empedu untuk mengobati
kolangitis akut karena batu saluran empedu.
EPBD, seperti EST, memiliki keuntungan mengurangi jumlah sesi terapi dan memperpendek
tinggal di rumah sakit pada pasien dengan kolangitis akut yang disebabkan oleh batu empedu.
Satu review sistematis mengungkapkan bahwa EPBD secara statistik kurang berhasil untuk
menghilangkan batu, membutuhkan tingkat yang lebih tinggi dari lithotripsy mekanik, dan
membawa risiko yang lebih tinggi dari pankreatitis, meskipun juga memiliki tingkat yang lebih
rendah signifikan secara statistik dari perdarahan [29]. Dengan demikian, TG13 menunjukkan
bahwa EPBD tampaknya berguna untuk pengobatan pada pasien yang memiliki koagulopati dan
kolangitis akut yang disebabkan oleh batu kecil.
Di sisi lain, secara teoritis, karena tujuan EPBD adalah untuk melestarikan fungsi sfingter Oddi,
EPBD
sendiri tanpa drainase bilier merupakan kontraindikasi untuk terapi kolangitis akut. Selain itu,
EPBD harus
dihindari pada pasien dengan pankreatitis bilier.
Teknik
Setelah kanulasi empedu selektif, balon sampai kecil untuk 8-mm, tergantung pada diameter
empedu
saluran dan batu, yang maju ke saluran empedu di papilla. Kemudian, sfingter Oddi secara
bertahap melebar oleh inflasi balon sampai pinggang balon menghilang. Kemudian, pembersihan
batu empedu dilakukan dengan menggunakan kateter keranjang dan balon kateter
Balon enteroscope dibantu saluran drainase empedu
Indikasi
ERCP pada pasien dengan pembedahan diubah anatomi dapat menantang. Secara umum, Roux-
en-Y anastomosis telah
berpikir untuk menghalangi akses endoskopi untuk ERCP karena panjang luas eferen dan
anggota badan aferen yang harus dilalui untuk mencapai papilla atau hepaticojejunostomy situs
utama. Baru-baru ini, satu balon enteroscopy (SBE) dan balon ganda enteroscopy (DBE) telah
memungkinkan ERCP berhasil dilakukan pada pasien dengan seperti anatomi pembedahan
diubah. Beberapa peneliti telah melaporkan berbagai tingkat keberhasilan (40-95%) dengan efek
samping tarif di bawah 5% (Tabel 2, 3) [30-42]. Namun, karena teknik ini mungkin tidak
berhasil dan memakan waktu, indikasi yang harus hati-hati memutuskan akan. Meskipun
operator yang ideal adalah mereka yang terampil dalam kedua enteroscopy balon dan ERCP, di
beberapa institusi, GI endoscopists maju endoskop ke papilla atau anastomosis situs dan
kemudian endoscopists pancreaticobiliary melakukan ERCP. Oleh karena itu, jika operator tidak
pandai teknik ini, terapi menggunakan balon enteroscopy harus dihindari. Teknik yang SBE dan
DBE sistem balon terdiri dari enteroscope video, tabung geser dengan balon dan controler balon.
DBE memiliki balon di ujung endoskopi. selain balon dari overtube tersebut. Endoskopi maju ke
papilla atau anastomosis situs menggunakan mendorong dan menarik teknik (Gambar. 4a, b).
Kateter injeksi dan kateter meruncing digunakan untuk kanulasi awal. Pertama, guidewires
0,025-0,035 inci dimasukkan ke dalam saluran empedu. Akhirnya, kateter drainase 5-8,5-Fr
naso-bilier dan self-diupgrade stent logam ditempatkan ke dalam saluran empedu untuk
dekompresi bilier. Dalam kasus yang membutuhkan sphincterotomy endoskopi, sebuah
sphincterotome dan pisau jarum yang maju ke saluran empedu di atas atau di samping kawat
pemandu tersebut. Dalam kasus EPBD, pelebaran kateter konvensional digunakan untuk papilla
atau hepaticojejunostomy situs. Ketika kanulasi selektif tidak mungkin, pisau jarum digunakan
untuk pre-cutting. Sebuah kateter keranjang, pengambilan balon kateter, dan / atau lithotriptor
mekanik yang digunakan untuk menghilangkan batu
Bahan
manajemen bedah kolesistitis akut
Pengantar
Kolesistektomi telah banyak digunakan sebagai prosedur bedah untuk kolesistitis akut. Ada
beberapa
Studi pada waktu kolesistektomi dimulai di era operasi terbuka dan juga di era saat operasi
laparoskopi. Studi-studi ini telah menunjukkan bahwa operasi awal yang dilakukan dalam 72-96
jam setelah onset
gejala dikaitkan dengan keuntungan seperti mengurangi tinggal di rumah sakit, cuti sakit, dan
pengeluaran perawatan kesehatan, dan
tidak ada kerugian sehubungan dengan mortalitas dan morbiditas. Sejak diperkenalkannya awal
kolesistektomi laparoskopi, telah dianggap kontraindikasi untuk kolesistitis akut. Namun, karena
pembentukan pandangan kritis keselamatan diperkenalkan oleh Strasberg dkk. [1] untuk diseksi
segitiga Calot itu, pengembangan teknik-teknik baru, dan perbaikan yang dilakukan untuk
instrumen yang digunakan untuk operasi endoskopi, kolesistektomi laparoskopi kini diterima
sebagai teknik bedah yang aman bila dilakukan oleh ahli bedah ahli.
Terbaru uji klinis acak dan meta-analisis telah menunjukkan bahwa kolesistektomi laparoskopi
adalah lebih
untuk membuka kolesistektomi
Kami merekomendasikan pengobatan yang optimal sesuai dengan Grade
keparahan sebagai berikut;
Grade I (ringan) kolesistitis akut: kolesistektomi laparoskopi dini adalah prosedur yang lebih
disukai.
Grade II (Moderate) kolesistitis akut: kolesistektomi dini dianjurkan di pusat-pusat
berpengalaman. Namun, jika
pasien memiliki peradangan lokal yang parah, awal kandung empedu drainase (perkutan atau
bedah) diindikasikan. Karena awal
kolesistektomi mungkin sulit, perawatan medis dan tertunda kolesistektomi diperlukan.
Grade III (berat) kolesistitis akut: manajemen Urgent disfungsi organ dan pengelolaan
peradangan lokal berat oleh kandung empedu drainase harus dilakukan. Tertunda kolesistektomi
elektif harus dilakukan ketika kolesistektomi diindikasikan.
Batu empedu adalah salah satu penyebab utama dari kolesistitis akut, dan kolesistektomi
sekarang sedang dilakukan di
banyak pasien dengan cholecystolithiasis. Hingga paruh pertama tahun 1990-an, ada pendapat
bahwa laparoskopi
Operasi tidak diindikasikan pada pasien dengan kolesistitis akut [3]. Terbuka kolesistektomi
adalah teknik standar.
Namun, baru-baru ini, operasi laparoskopi juga telah diperkenalkan untuk kolesistitis akut, dan
sekarang umumnya
dianggap sebagai pilihan pertama untuk operasi, mirip dengan membuka kolesistektomi
Kami merekomendasikan bahwa adalah lebih baik untuk melakukan kolesistektomi segera
setelah masuk, terutama ketika kurang dari 72 jam harus
berlalu sejak timbulnya gejala
Ada tingkat yang relatif tinggi konversi dari kolesistektomi laparoskopi untuk membuka
kolesistektomi untuk
kolesistitis akut karena kesulitan teknis, dan kolesistektomi laparoskopi dikaitkan dengan tinggi
tingkat komplikasi [10, 31]. Meskipun faktor pra operasi seperti jenis kelamin laki-laki, operasi
perut sebelumnya,
Kehadiran atau sejarah penyakit kuning, kolesistitis canggih, dan infeksi komplikasi yang
berhubungan dengan kebutuhan untuk
konversi dari laparoskopi untuk membuka kolesistektomi
Komplikasi kolesistektomi laparoskopi dilaporkan segera setelah diperkenalkan, dan termasuk
BDI,
perdarahan intraperitoneal membutuhkan laparotomi, cedera usus, dan cedera hati, serta umum
komplikasi diamati terkait dengan kolesistektomi terbuka konvensional, seperti infeksi luka,
ileus, atelektasis, trombosis vena dalam, dan infeksi saluran kemih. Cedera saluran empedu
dianggap komplikasi serius. Usus dan hati cedera juga harus hati-hati dihindari karena
komplikasi serius Cedera ini telah disebabkan keterbatasan prosedur laparoskopi, seperti
pandangan sempit dan manipulasi non-taktil. Kolesistektomi laparoskopi tidak selalu dikaitkan
dengan tingkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kejadian terbuka kolesistektomi [30-32],
tetapi setiap komplikasi serius yang membutuhkan re-operasi dan / atau rawat inap lama dapat
menjadi masalah serius bagi pasien, bahkan mereka yang sangat percaya bahwa laparoskopi
kolesistektomi kurang invasif.
top related